bab 1
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengujian kesehatan benih adalah melihat kesehatan benih secara seksama, apakah benih
tersebut mengandung patogen yang menyebabkan benih terjadi penyimpangan atau
perubahan dari keadaan normal yang menyebabkan benih tersebut tidak bisa melakukan
fungsinya secara normal sebagai bahan perbanyakan tanaman. Benih bermutu dengan
kualitas yang tinggi selalu diharapkan oleh petani itu, benih harus selalu dijaga kualitasnya
sejak diproduksi oleh produsen benih, dipasarkan hingga sampai ditangan petani hingga
proses penanaman. Untuk menjaga kualitas benih terebut, maka peranana pengujian benih
menjadi sangat penting dan harus dilakukan terhadap benih baik ditingkat produsen benih,
pedagang benih maupun pada tingkat petani.
Benih dikatakan sehat jika benih tersebut bebas dari patogen, cendawan, virus maupun
nematoda. Kebanyakan patogen yang terbawa benih menjadi aktif segara setelah benih
disebar atau disemaikan. Sebagai akibatnya benih menjadi busuk atau terjadi damping off
sebelum atau sesudah benih berkecambah. Pemilihan metode dan cara evaluasi pengujian
kesehatan benih memerlukan pengetahuan dan pengalaman. Pengunaan metode tergantung
pada patogen yang ingin diketahui (patogen target) dan jenis benih maupun tujuan pengujian.
Pada prinsipnya pengamatan terhadap contoh kerja atau dua cara yaitu dengan pengamatan
langsung dan pengamatan tidak langsung (setelah inkubasi).
Aspergillus spp. pertama kali dilaporkan di Turki pada tahun 1960, kacang tanah yang
diimpor dari Brasil tertular berat dan menyebabkan kerugian yang besar bagi usaha tanaman
kacang tanah dan toksinnya pada waktu itu diberi nama aflatoksin (Swindale 1987).
Aspergillus spp. Kemudian dilaporkan di banyak negara, dan menjadi kendala, terutama
dalam kualitasbiji-bijian sebagai bahan pangan dan pakan. Christensen dan Meronuck (1986)
melaporkan bahwa dari 33 spesies yang ditemukan, A. flavus dan A. farasiticus adalah
cendawan yang mempunyai kesamaan yang erat dan menginfeksi biji-bijian dan beberapa
jenis tanaman lainnya. Dari beberapa spesies Aspergillus spp., A. flavus teridentifikasi
sebagai penyakit penting yang menginfeksi biji jagung. Inang utama A. flavus adalah jagung,
kacang tanah, dan kapas. Penyakit ini mempunyai banyak inang alternatif, sekitar 25 jenis
tanaman, khususnya padi, sorgum, dan kacangtunggak (CAB International 2001). Pakki dan
1
Muis (2006) melaporkan bahwa A. flavus ditemukan pada fase vegetatif dan generatif
tanaman, serta pascapanen jagung. Pada jagung, gejala Aspergillus spp. ditandai cendawan
berwarna hitam, (spesies A. niger) dan berwarna hijau (A. flavus). Infeksi A. flavus pada
daun menimbulkan gejala nekrotik, warna tidak normal, bercak melebar dan memanjang,
mengikuti arah tulang daun. Bila terinfeksi berat, dan berwarna coklat kekuningan seperti
terbakar. Gejala penularan pada biji dan tongkol jagung ditandai oleh kumpulan miselia yang
menyelimuti biji . Hasil penelitian Pakki dan Muis (2006) menunjukkan adanya miselia
berwarna hijau dan beberapa bagian agak coklat kekuningan. Pada klobot tongkol jagung,
warna hitam kecoklatan umumnya menginfeksi bagian ujung klobot, perbedaan warna sangat
jelas terlihat pada klobot tongkol yang muda. Bentuk konidia bulat sampai agak bulat
umumnya menggumpal pada ujung hipa berdiameter 3-6 μm, sklerotia gelap hitam dan
kemerahan, berdiameter 400-700 μm. Konidia A. flavus dapat ditemukan pada lahan
pertanian. Pada areal pertanaman kapas, A. flavus ditemukan lebih dari 3.400 koloni/g tanah
kering, dan pada area lahan pertanaman jagung 1.231/g tanah kering (Shearer et al. 1992).
Keadaan ini menggambarkan bahwa populasi koloni pada media tumbuh jagung dapat
menjadi sumber inokulum awal untuk perkembangannya. Perkembangan sklerotia dari tanah
sampai mencapai rambut jagung hanya dalam tempo 8 hari (Wicklow et al. 1984). Infeksi
cendawan pada Benih menyebabkan berkurangnya energi untuk perkecambahan dan
berpengaruh terhadap perkembangan embrio selama Perkecambahan (Halloin, 1986 dalam
Schmidt, 2000). Hal inilah yang menyebabkan cendawan menurunkan viabilitas benih,
bahkan jika serangan sudah sangat parah benih menjadi busuk dan tidak dapat berkecambah
(Bramastoetal, 2008). Menurut Halloin (1986); Vijayan dan Rehill (1990) dalam Schmidt
(2000), sebagian besar cendawan patogenik, kerusakan tanaman inang lebih disebabkan oleh
kerusakan pada sel akibat dikeluarkannya enzim dan toksin oleh cendawan tersebut. Toksin
yang berupa Aflatoksin dihasilkan oleh strain Aspergillus sp. Terutama dari Aspergillus
flavus dan A.Parasiticus dan memiliki daya racun yang cukup tinggi (Mulyanti,etal.,2006).
A.flavus merupakan koloni cendawan yang dapat menyerang benih(Soetopo,2002).
1.2 Tujuan
Mahasiswa diharapkan mampu:
Melaksanakan pengujian kesehatan benih dengan teknik inkubasi cendawan metode agar.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi:
• Super kingdom : Eukaryota
• Kingdom : Fungi
• Phylum : Ascomycota
• Classis : Eurotiomycetes
• Ordo : Eurotiales
• Familia : Trichocomaceae
• Genus : Aspergillus
• Spesies : Aspergillus flavus
Aspergillus flavus pada sistem klasifikasi yang terdahulu merupakan spesies kapang yang
termasuk dalam divisiTallophyta sub-divisi Deuteromycotina, kelas kapang Imperfecti , ordo
Moniliales, famili Moniliaceae dan genus Aspergillus. Sistem klasifikasi yang lebih baru
memasukkan genus Aspergillus dalam Ascomycetes berdasarkan evaluasi ultrastruktural,
fisiologis, dan karakter biokimia mencakup analisis sekuen DNA. Kapang dari genusAspergillus
menyebar luas secara geografis dan bisa bersifat menguntungkan maupun merugikan bergantung
pada spesies kapang tersebut dan substrat yang digunakan. Aspergillus memerlukan temperatur
yang lebih tinggi,tetapi mampu beradaptasi pada aw (water activity) yang lebih rendah dan
mampu berkembang lebih cepat bila dibandingkan dengan Penicillium. Genus ini,sekalipun
memerlukan waktu yang lebih lama dan intensitas cahaya yang lebih untuk membentuk spora,
tetapi mampu memproduksi spora yang lebih banyak sekaligus lebih tahan terhadap bahan-bahan
kimia. Hampir semua anggota dari genus Aspergillus secara alami dapat ditemukan di tanah
dimana kapang dari genus tersebut berkontribusi dalam degradasi substrat anorganik. Spesies
Aspergillus dalam industrisecara umum digunakan dalam produksi enzim dan asam organik,
ekspresi proteinasing serta fermentasi pangan.
Aspergillus flavus merupakan kapang saprofit di tanah yang umumnya memainkan
peranan penting sebagai pendaurulang nutrisi yang terdapat dalam sisa-sisa tumbuhan maupun
binatang. Kapang tersebut juga ditemukan pada biji-bijian yang mengalami deteriorasi
mikrobiologis selain menyerang segala jenis substrat organik dimana saja dan kapan saja jika
3
kondisi untuk pertumbuhannya terpenuhi. Kondisi ideal tersebut mencakup kelembaban udara
yang tinggi dan suhu yang tinggi. Sifat morfologis Aspergillus flavus yaitu bersepta, miselia
bercabang biasanya tidak berwarna, konidiofor muncul dari kaki sel, sterigmata sederhana atau
kompleks dan berwarna atau tidak berwarna, konidia berbentuk rantai berwarna hijau, coklat
atau hitam.
Aspergillus flavus memiliki konidiofor yang panjang (400-800 μm) dan relatif kasar,
bentuk kepala konidial bervariasi dari bentuk kolom, radial, dan bentuk bola, hifa berseptum,dan
koloni kompak. Koloni dari Aspergillus flavus umumnya tumbuh dengan cepat dan mencapai
diameter 6-7 cm dalam 10-14 hari Kapang ini memiliki warna permulaan kuning yang akan
berubah menjadi kuningkehijauan atau coklat dengan warna inversi coklat keemasan atau tidak
berwarna,sedangkan koloni yang sudah tua memiliki warna hijau tua. Aspergillus flavus tersebar
luas di dunia. Hal ini disebabkan oleh produksi konidia yang dapat tersebar melalui udara
(airborne) dengan mudah maupun melalui serangga. Komposisi atmosfir juga memiliki pengaruh
yang besar terhadap pertumbuhan kapang dengan kelembaban sebagai variabel yang paling
penting.Tingkat penyebaran Aspergillus flavus yang tinggi juga disebabkan oleh kemampuannya
untuk bertahan dalam kondisi yang keras sehingga kapang tersebut dapat dengan mudah
mengalahkan organisme lain dalam mengambil substrat dalam tanah maupun tanaman.
Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus merupakan bagian grup Aspergillus yang sudah
sangat dikenal karena peranannya sebagai patogen pada tanaman dan kemampuannya untuk
menghasilkan aflatoksin pada tanaman yang terinfeksi. Kedua spesies tersebut merupakan
produsen toksin paling penting dalam grup Aspergillus flavus yang mengkontaminasi produk
agrikultur. Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus mampu mengakumulasi aflatoksin pada
berbagai produk pangan meskipun tipe toksin yang dihasilkan berbeda.
Secara umum perkembangbiakan dari divisi ascomycotina yaitu terdapat dua cara :
Secara vegetatif, Dengan cara kalmidospora (spora berdinding tebal), fragmentasi (pemisahan
sebagian cabang dari miselium yang selanjutnya tumbuh menjadi individu baru), tunas/kuncup
(budding) yaitu pada Saccharomyces.
Secara generatif, Dengan menghasilkan spora yang dibentuk di dalam askus. Askus-askus
itu berkumpul dalam badan yang disebut askokarp.
Aspergillus flavus merupakan kapang yang menghasilkan toksin atau racun berupa
aflatoksin. Aflatoksin adalah senyawa racun/toksin yang dihasilkan oleh metabolit sekunder
4
kapang/jamur Aspergillus flavus dan A.parasiticus. Aflatoksi merupakan segolongan mikotoksin
(racun/toksin yang berasal dari fungi/kapang/jamur)yang sangat mematikan dan karsinogenik
(pemicu kanker) bagi manusia dan hewan. tingginya kandungan aflatoksin pada makanan/pakan
akan berbuntut keracunan dan berakibat kematian, hal ini menjadi tantangan bagi kita semua.
Kondisi iklim indonesia, tropis hal ini membuat tingkat kelembaban yang tinggi sehingga kendisi
tersebut sangat cocok untuk pertumbuhan kapang/jamur. Kapang ini biasanya ditemukan pada
bahan pangan/pakan yang mengalami proses pelapukan antara biji kacang-kacangan (kedelai,
kacang tanah, dan bunga matahari), rempah-rempah (seperti ketumbar, lada, jahe, serta kunyit)
dan serealia (seperti padi, gandum, sorgum dan jagung).
Pertumbuhan aflatoksin dipacu oleh kondisi lingkungan dan iklim, seperti kelembapan, suhu, dan
curah hujan yang tinggi. Kondisi seperti itu biasanya ditemui di negara tropis seperti Indonesia.
Senyawa aflatoksin terdiri atas beberapa jenis, yaitu B1, B2, Gl, dan G2, namun yang paling
dominan dan mempunyai sifat racun yang tinggi dan berbahaya adalah aflatoksin B1 Aflatoksin
dapat mencemari kacang tanah, jagung, dan hasil olahannya, serta pakan ternak. Hewan ternak
yang mengonsumsi pakan tercemar aflatoksin akan meninggalkan residu aflatoksin dan
metabolitnya pada produk ternak seperti daging, telur, dan susu. Hal tersebut menjadi salah satu
sumber paparan aflatoksin pada manusia.
5
BAB III
METODOLOGI
3.1 Pelaksanaan
Waktu : 19 Maret 2015
Tempat : Laboratorium Benih Politeknik Negeri Jember
3.2 Bahan dan Alat
Bahan : Benih sakit ( Jagung), Media Agar, Tissue, Natrium Hipoklorit, Metilen Blue
Alat : Petridish, Gelas Ukur, Ruang inkubasi, Lampu NUV ( Near Ultra Violet)
3.3 Pelaksanaan Praktek
1) Menyiapkan alat dan bahan yang akan dipergunakan
2) Benih yang terindetifikasi terserang penyakit, direndam dalam larutan natrium
hipoklorit 1% selama 1 menit
3) Bilas benih tersebut dengan air aquadest sebanyk 3x
4) Keringkan dengan tissue steril
5) Susun benih dalam petridish yang telah diberi media agar
6) Letakkan petridish diruang inkubasi dibawah lampu NUV dengan 12 jam gelap dan 12
jam terang selama 7 hari.
7) Setelah 7 hari amati pertumbuhan cendawan dengan menggunakan metilen blue
8) Pengamaatn menggunakan compound mikroskop.
6
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
No Gambar
1. Cendawan sebelum dimurnikan
Secara makroskopis.
Warna benih yang telah terinfeksi aspergilus flavus dan telah diinkubasi diselimuti miselia berwarna hijau dan hitam.
Secara mikroskopis
Setelah miselia diamati menggunakan mikroskop dengan pembesaran 40 kali maka terlihat seperti pada gambar 1. Hifa tidak bersekat dan pada ujung hifa terdapat segerombolan konidia spora. Dengan ciri – ciri tersebut dan berbagai refrensi seperti pada gambar 2 menandakan bahwa cendawan yang menginfeksi benih jagung adalah cendawan aspergilus flavus.
Gambar 1
Gambar 2
7
2 Cendawan setelah dimurnikan
Secara makroskopis
Setelah satu minngu kemudian cendawan yang telah dimurnikan hasilnya diselimuti miselia berwarna putih.
Secara mikroskopis
Setelah miselia diamati dengan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 40 kali ternyata kenampakannya sama dengan pengujian pertama yaitu aspergillus flavus. Dengan ciri tidak terdapat sekat pada hifa.
4.2 Pembahasan
Pengamatan dilakukan pada benih yang mengandung penyakit atau terserang penyakit
selama benih jagung dalam penyimpanan, kemungkinan penyakit ini sudah terbawa oleh
tanaman pada fase vegetative sampai generatif, sehingga saat penyimpanan penyakit ini
berkembang dengan sangat pesat sehingga sangat tampak terlihat dengan mata telanjang,
namun pengamatan ini berlanjut pada tahap pathogen pembawa penyakit.
Pada tahap pertama benih berpenyakit di ambil bagian dari penyakitnya dan di lihat pada
mikroskop untuk menganalisa penyakit yang terdapat pada benih jagung tersebut. Kemudian
benih berpenyakit tersebut direndam dalam larutan natrium hipoklorit. Natrium hipoklorita
dalah salah satu bahan kimia yang dapat berfungsi sebagai desinfektan karena dapat
melepaskan klorin yang mampu membunuh mikroorganisme. Natrium hipoklorit termasuk
8
golongan halogen yang teroksigenasi. Larutan ini merupakan desinfektan derajat tinggi
karena sangat aktif pada bakteri, virus, jamur, parasit dan beberapa spora. Benih berpenyakit
yang sudah diberikan perlakuan kemudian ditanam dengan media agar pada Petridis dalam
laminar agar tetap dalam kondisi steril dan kemudian di berisolasi agar tertutup rapat dan
kedapudara.
Kemudian hasil tersebut di simpan pada tempat khusus dengan pencahayaan sinar UV 12
jam terang 12 jam gelap. Setelah satu minggu cendawan mulai berkambang dan dilakukan
pengambilan sample penyakit untuk dilihat di bawah mikroskop, dan sebagian sample di
murnikan lagi dengan media agar untuk mendapatkan pathogen yang murni.
Pengamatan terakhir yang dilakukan dibawah mikroskop pada pemyakit benih jagung
pada medium agar menujukkan koloni yg berwarna hitam terindentifikasi sebagai aspergilus
flavus. Fungi-fungi tersebut dominan ditemukan pada jagung dalam penyimpanan. Infeksi
awal terjadi pada fase silking di lapang, kemudian terbawa oleh benih ke tempat-tempat
penyimpanan. Patogen-patogen tersebut kemudian berkembang dan memproduksi
mikotoksin, sehingga bahan pakan menjadi rusak dan bermutu rendah. Di daerah beriklim
tropis, suhu, curah hujan, dan kelembaban yang tingi serta media penyimpanan tidak
memadai, sangat mendukung perkembangan patogen-patogen tersebut.
9
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan
1. Cendawan ini sudah terbawa oleh tanaman pada fase vegetative sampai generatif,
sehingga saat penyimpanan penyakit ini berkembang dengan sangat pesat
sehingga sangat tampak terlihat dengan mata telanjang.
2. Cendawan Aspergilus Flavus terlihat dari ciri – cirinya yaitu :
a. Hifanya tidak bersekat
b. Dan terdapat konidia spora pada ujung hifa
c. Hifa berwarna coklat muda dan konidia spora berwarna coklat tua
3. Cendawan Aspergillus flavus .menghasilkan aflatoksin, Aflatoksin adalah
senyawa racun/toksin yang dihasilkan oleh metabolit sekunder kapang/jamur
Aspergillus flavus dan A.parasiticus. Aflatoksi merupakan segolongan mikotoksin
(racun/toksin yang berasal dari fungi/kapang/jamur)yang sangat mematikan dan
karsinogenik (pemicu kanker) bagi manusia dan hewan.
10