bab 1

41
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Informasi perkembangan kependudukan merupakan informasi strategis dan sangat dibutuhkan oleh berbagai pihak. Dalam menentukan kebijakan dan perencanaan pembangunan, pemerintah memperhatikan informasi ini. Demikian juga para pelaku bisnis, dalam merencanakan strategi pengembangan usahanya juga menggunakan informasi kepndudukan. Adanya UU No. 52 Tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan telah memperkokoh upaya pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana dalam mendukung pembangunan nasional jangka panjang menuju penduduk tumbuh seimbang 2015 dan mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Undang-undang No. 52 Tahun 2009 juga memberikan gambaran bahwa aspek-aspek kependudukan secara fungsional mambentuk satu kesatuan ekosistem. Dengan demikian arah kebijakan pemerintah dalam menyelenggarakan pembangunan senantiasa memperhatikan aspek kependudukan atau sering dikenal dengan sebutan ”pembangunan berwawasan kependudukan dan berkelanjutan”, yang mana kebijakan ini perlu didukung dengan kebijakan yang menyangkut pengendalian penduduk. Pada saat ini diharapkan terjadi pergeseran paradigma yang mengedepankan pola pembangunan yang berwawasan kependudukan. Pembangunan yang demikian mengandung dua makna, pertama: pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan kondisi penduduk yang ada; kedua : pembangunan sumber daya manusia, yaitu pembangunan yang lebih menekankan kualitas sumber daya manusia dibandingkan peningkatan infrastruktur semata. Kedepan perencanaan pembangunan maupun implementasinya tidak dapat lagi mengabaikan peran penduduk sebagai objek maupun subjek atau agen pembangunan. Berkaitan dengan tugas dan fungsinya tersebut, serta agar dapat memberikan gambaran informasi yang akurat berkaitan dengan demografi kependudukan bagi pihak-pihak yang terkait dan masyarakat pada umumnya, maka dilakukan penyusunan buku profil kependudukan.

Upload: holikarsya

Post on 19-Jan-2016

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: bab 1

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Informasi perkembangan kependudukan merupakan informasi strategis dan sangat

dibutuhkan oleh berbagai pihak. Dalam menentukan kebijakan dan perencanaan

pembangunan, pemerintah memperhatikan informasi ini. Demikian juga para pelaku bisnis,

dalam merencanakan strategi pengembangan usahanya juga menggunakan informasi

kepndudukan.

Adanya UU No. 52 Tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan

pembangunan telah memperkokoh upaya pengendalian penduduk dan penyelenggaraan

keluarga berencana dalam mendukung pembangunan nasional jangka panjang menuju

penduduk tumbuh seimbang 2015 dan mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera.

Undang-undang No. 52 Tahun 2009 juga memberikan gambaran bahwa aspek-aspek

kependudukan secara fungsional mambentuk satu kesatuan ekosistem. Dengan demikian arah

kebijakan pemerintah dalam menyelenggarakan pembangunan senantiasa memperhatikan

aspek kependudukan atau sering dikenal dengan sebutan ”pembangunan berwawasan

kependudukan dan berkelanjutan”, yang mana kebijakan ini perlu didukung dengan kebijakan

yang menyangkut pengendalian penduduk.

Pada saat ini diharapkan terjadi pergeseran paradigma yang mengedepankan pola

pembangunan yang berwawasan kependudukan. Pembangunan yang demikian mengandung

dua makna, pertama: pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan kondisi penduduk

yang ada; kedua: pembangunan sumber daya manusia, yaitu pembangunan yang lebih

menekankan kualitas sumber daya manusia dibandingkan peningkatan infrastruktur semata.

Kedepan perencanaan pembangunan maupun implementasinya tidak dapat lagi mengabaikan

peran penduduk sebagai objek maupun subjek atau agen pembangunan.

Berkaitan dengan tugas dan fungsinya tersebut, serta agar dapat memberikan

gambaran informasi yang akurat berkaitan dengan demografi kependudukan bagi pihak-pihak

yang terkait dan masyarakat pada umumnya, maka dilakukan penyusunan buku profil

kependudukan.

Page 2: bab 1

2

1.2 Tujuan

memberikan gambaran informasi yang akurat berkaitan dengan demografi kependudukan

serta perkembangan kependudukan di Jawa Timur sampai dengan tahun 2010 bagi pihak-

pihak yang terkait dan masyarakat pada umumnya.

1.3 LANDASAN HUKUM

Undang-Undang Dasar tahun 1945;

Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Perencanaan Pembangunan Nasional;

Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025;

Undang-Undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan

Pembangunan Keluarga;

Perpres No. 62 tahun 2010 tentang Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana

Nasional;

Perka BKKBN No. 72 tahun 2011 tentang Struktur Kelembagaan Badan

Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional;

Perka BKKBN No. 82 tahun 2011 tentang Struktur Kelembagaan Perwakilan

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Provinsi

Page 3: bab 1

3

BAB II

JUMLAH, KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PENDUDUK

Jumlah penduduk di suatu wilayah pada tahun tertentu dipengaruhi oleh tiga

komponen demografi yaitu kelahiran (birth), kematian (death) dan perpindahan penduduk

(migration). Kelahiran yang terjadi akan bersifat penambahan sedang kematian akan bersifat

pengurang terhadap jumlah penduduk. Begitu pula halnya dengan migrasi, jumlah penduduk

yang masuk bersifat penambahan dan penduduk yang keluar bersifat pengurang.

2.1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk

Penduduk Provinsi Jawa Timur dari waktu ke waktu terus bertambah. Pertambahan

penduduk ini sudah tentu membawa konsekuensi penyediaan fasilitas umum yang memadai

dan kesempatan kerja yang menjamin kelangsungan hidup dan kesejahteraan penduduk.

Sebagaimana tabel dibawah, dapat dilihat bahwa pada sensus penduduk tahun 1980 penduduk

Jawa Timur berjumlah 29.188.852 jiwa, dan setelah sepuluh tahun pada sensus penduduk

tahun 1990 penduduk Jawa Timur meningkat menjadi 32.503.815 jiwa atau terdapat

peningkatan rata-rata sebesar 1,08% per tahun. Pada pelaksanaan sensus berikutnya (2000)

penduduk Jawa Timur telah bertambah menjadi 34.765.998 jiwa atau terjadi peningkatan

jumlah penduduk rata-rata sebesar 0,70% pertahun. Pada pelaksanaan Sensus Penduduk 2010

penduduk Jawa Timur telah bertambah menjadi 37.476.757 jiwa atau terjadi peningkatan

jumlah penduduk rata-rata sebesar 0,76% pertahun.

Tabel 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Jawa Timur Tahun 1980-2010

Sumber Data Jumlah Penduduk Tingkat Pertumbuhan

Sensus Penduduk 1980

Sensus Penduduk 1990

Sensus Penduduk 2000

Sensus Penduduk 2010

29.188.852 jiwa

32.503.815 jiwa

34.765.998 jiwa

37.476.757 jiwa

1,49

1,08

0,70

0,76

Jumlah penduduk yang besar dan berkualitas adalah modal dasar dan merupakan

potensi bagi peningkatan pembangunan di segala bidang. Namun demikian apabila jumlah

penduduk yang besar tersebut tidak diikuti dengan pengembangan kualitas penduduk, maka

justru akan berbalik menjadi beban pembangunan dan dapat mengurangi hasil-hasil

pembangunan yang seharusnya dinikmati rakyat. Pertumbuhan ekonomi yang dihasilkannya

akan habis di konsumsi seiring dengan bertambahnya penduduk. Kualitas penduduk

Page 4: bab 1

4

merupakan elemen esensi dalam produktivitas. Terlebih lagi di era globalisasi dan persaingan

bebas seperti sekarang ini, kita tidak mungkin hanya mengandalkan jumlah penduduk yang

besar. Penduduk yang besar memang menjadi pasar yang potensial, namun apabila

dayabelinya rendah, justru akan makin terjebak menjadi bangsa yang konsumtif. Oleh karena

itu untuk memberdayakan penduduk baik sebagai sasaran pembangunan maupun sebagai

pelaksana pembangunan diperlukan upaya yang sungguh-sungguh untuk mengendalikan

pertumbuhan penduduk, mengembangkan kualitas penduduk dan kualitas keluarga yang

pelaksanaannya diselenggarakan secara menyeluruh dan terpadu antar sektor pemerintahan

dan antara pemerintah dengan masyarakat.

Keberhasilan upaya pengendalian tingkat pertumbuhan penduduk dapat diketahui dari

data tingkat laju pertumbuhan penduduk, melihat hasil pengukuran tingkat fertilitas

khususnya data tingkat kelahiran kasar atau Crude Birth Rate (CBR) dan tingkat kelahiran

total atau Total Fertility Rate (TFR). Sedangkan upaya pengembangan kualitas penduduk

dapat diketahui dari data tentang tingkat kematian bayi atau Infant Mortality Rate (IMR),

Angka Harapan Hidup (AHH), tingkat pendidikan serta partisipasi penduduk dalam bekerja,

dimana indikator kompositnya adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Upaya

pembinaan kualitas keluarga dapat diketahui dari perkembangan keluarga, perkembangan

pasangan usia subur (PUS) dan tahapan keluarga.

Pada tahun 2010 apabila dilihat dari sebarannya ternyata tingkat pertumbuhan

penduduk antar kabupaten/kota tidak merata. Lima daerah dengan tingkat pertumbuhan

penduduk tertinggi yaitu: Kab. Sidoarjo (2,21 %), Kab. Gresik (1,60 %), Kab. Sampang (1,60

%), Kab. Pamekasan (1,46 %), Kota Probolinggo (1,27 %). Sedangkan daerah dengan tingkat

pertumbuhan penduduk terendah yaitu :

Kab. Lamongan : -0,02 %

Kab. Ngawi : 0,06 %

Kab. Magetan : 0,08 %

Kab. Ponorogo : 0,16 %

Kab. Pacitan : 0,29 %

Page 5: bab 1

5

Tabel 2. Jumlah Penduduk Tahun 2000-2010 dan Proyeksi 2011 Menurut Kab/Kota di Jatim

NO KABUPATEN/KOTA SP 2000 SUPAS

2005 SP 2010 PROYEKSI 2011 *)

01 Kab. Pacitan 525,758 545,670 540,881 542,420

02 Kab. Ponorogo 841,449 869,642 855,281 856,674

03 Kab. Trenggalek 649,883 665,070 674,411 676,916

04 Kab. Tulungagung 929,833 969,461 990,158 996,405

05 Kab. Blitar 1,064,643 1,065,838 1,116,639 1,121,976

06 Kab. Kediri 1,408,353 1,429,137 1,499,768 1,509,230

07 Kab. Malang 2,244,415 2,336,363 2,446,218 2,467,370

08 Kab. Lumajang 965,192 999,525 1,006,458 1,010,681

09 Kab. Jember 2,187,657 2,261,477 2,332,726 2,347,752

10 Kab. Banyuwangi 1,488,791 1,514,605 1,556,078 1,562,975

11 Kab. Bondowoso 688,651 698,504 736,772 741,765

12 Kab. Situbondo 603,705 605,208 647,619 652,179

13 Kab. Probolinggo 1,004,967 1,021,279 1,096,244 1,105,818

14 Kab. Pasuruan 1,366,605 1,398,122 1,512,468 1,527,883

15 Kab. Sidoarjo 1,563,015 1,697,435 1,941,497 1,984,062

16 Kab. Mojokerto 908,004 969,299 1,025,443 1,037,993

17 Kab. Jombang 1,126,930 1,222,499 1,202,407 1,210,229

18 Kab. Nganjuk 973,472 989,693 1,017,030 1,021,497

19 Kab. Madiun 639,825 641,596 662,278 664,569

20 Kab. Magetan 615,254 617,492 620,442 620,965

21 Kab. Ngawi 813,228 827,728 817,765 818,228

22 Kab. Bojonegoro 1,165,401 1,228,939 1,209,973 1,214,528

23 Kab. Tuban 1,051,999 1,063,375 1,118,464 1,125,336

24 Kab. Lamongan 1,181,660 1,187,065 1,179,059 1,178,804

25 Kab. Gresik 1,005,445 1,118,841 1,177,042 1,195,736

26 Kab. Kab. Bangkalan 805,048 889,590 906,761 917,614

27 Kab. Sampang 750,046 835,122 877,772 891,688

28 Kab. Pamekasan 689,225 762,876 795,918 807,459

29 Kab. Sumenep 985,981 1,004,758 1,042,312 1,048,120

30 Kota Kediri 244,519 248,640 268,507 271,030

31 Kota Blitar 119,372 126,776 131,968 133,297

32 Kota Malang 756,982 790,356 820,243 826,857

33 Kota Probolinggo 191,522 211,142 217,062 219,799

34 Kota Pasuruan 168,323 171,136 186,262 188,157

35 Kota Mojokerto 108,938 111,860 120,196 121,383

36 Kota Madiun 163,956 171,390 170,964 171,680

37 Kota Surabaya 2,599,796 2,611,506 2,765,487 2,782,627

38 Kota Batu 168,155 179,092 190,184 192,539

JATIM 34,765,998 36,058,107 37,476,757 37,764,241

Sumber: BPS, SP 2000, Supas 2005, SP 2010

*) Proyeksi Penduduk sesuai dengan asumsi LPP SP 2000-SP 2010 (0.76%)

Page 6: bab 1

6

Tabel 3. Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Per Tahun Periode Tertentu di Jawa Timur

KABUPATEN 2000-2005 2005-2010 2000-2010

01 Pacitan 0.753 -0.178 0.286

02 Ponorogo 0.667 -0.335 0.165

03 Trenggalek 0.467 0.282 0.374

04 Tulungagung 0.845 0.427 0.636

05 Blitar 0.023 0.943 0.482

06 Kediri 0.296 0.978 0.636

07 Malang 0.813 0.931 0.872

08 Lumajang 0.707 0.140 0.423

09 Jember 0.672 0.628 0.650

10 Banyuwangi 0.347 0.546 0.447

11 Bondowoso 0.287 1.082 0.683

12 Situbondo 0.050 1.375 0.711

13 Probolinggo 0.325 1.439 0.881

14 Pasuruan 0.461 1.598 1.028

15 Sidoarjo 1.678 2.746 2.211

16 Mojokerto 1.326 1.142 1.234

17 Jombang 1.655 -0.334 0.656

18 Nganjuk 0.334 0.551 0.442

19 Madiun 0.056 0.642 0.348

21 Ngawi 0.357 -0.244 0.056

22 Bojonegoro 1.076 -0.313 0.379

23 Tuban 0.217 1.024 0.620

24 Lamongan 0.092 -0.136 -0.022

25 Gresik 2.179 1.028 1.602

26 Bangkalan 2.034 0.386 1.207

27 Sampang 2.191 1.010 1.598

28 Pamekasan 2.069 0.859 1.462

29 Sumenep 0.381 0.743 0.562

KOTA

30 Kediri 0.338 1.562 0.948

31 Blitar 1.221 0.813 1.017

32 Malang 0.874 0.751 0.813

33 Probolinggo 1.986 0.559 1.270

34 Pasuruan 0.335 1.723 1.026

35 Mojokerto 0.535 1.460 0.997

36 Madiun 0.898 -0.050 0.423

37 Surabaya 0.091 1.162 0.625

38 Batu 1.279 1.219 1.249

JATIM 0.739 0.781 0.760

Sumber: BPS, SP 2000, Supas 2005, SP 2010

Page 7: bab 1

7

2.2. Komposisi Umur

Pada uraian ini umur penduduk dikelompokkan menurut usia produktif dan non produktif.

Cara ini bermanfaat untuk menghitung atau mengetahui angka besaran ketergantungan.

Berdasarkan pengelompokan ini, penduduk yang berusia 15–64 tahun dianggap usia

produktif, sedangkan penduduk penduduk usia 0–14 tahun dan usia diatas 65 tahun dianggap

tidak produktif.

Tabel 4. Jumlah Penduduk Propinsi Jawa Timur

Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Th 2000 dan 2010

Kelompok

Umur

Tahun 2000 Tahun 2010

Laki-laki Perempuan Total % Laki-laki Perempuan Total %

0 – 14 th

15 – 64 th

65 th – keatas

4.553.176

11.740.784

899.312

4.316.585

12.083.625

1.172.516

8.870.469

23.823.731

2.071.798

25,51

68,53

5,96

4.724.653

12.642.240

1.136.623

4.486.631

12.946.813

1.539.797

9.211.284

25.589.053

2.676.420

24,58

62,28

7,14

Jumlah 17.193.272 17.572.726 34.765.998 100 18.503.516 18.973.241 37.476.757 100

Dari tabel 5. yang disajikan tersebut terlihat bahwa dari tahun 2000 ke tahun 2010

kelompok penduduk usia produktif cenderung menurun, sebaliknya penduduk usia non

produktif justru semakin meningkat. Angka–angka ini tentu memiliki pengaruh dan

berkorelasi dengan tingkat kesejahteraan penduduk. Melalui angka ketergantungan dapat

dilihat bahwa pada tahun 2010, setiap 100 orang usia produktif menanggung 46 orang yang

tidak produktif. Kondisi tersebut tentu berbeda dengan tahun 2000 dimana setiap 100 orang

usia produktif menanggung beban sekitar 45 orang usia tidak produktif.

Tabel 5. Sex Ratio Penduduk Jawa Timur Tahun 2000 dan Tahun 2010

Kelompok

Umur

Sex Ratio

Tahun 2000 Tahun 2010

0 – 14 th

15 – 64 th

65 th – keatas

105,5

97,2

76,7

105,3

97,6

73,8

Jumlah 97,8 97,5

Dari tabel tersebut diatas dapat diketahui bahwa Sex Ratio untuk semua kelompok

umur adalah 97,52 tahun 2010 sedikit menurun daripada tahun 2000 sebesar 97,8. Bila dirinci

menurut kelompok usia produktif dan tidak produktif, maka Sex Ratio pada kelompok umur

dibawah 15 tahun adalah 105,3, kelompok umur produktif 97,6, dan sex ratio kelompok umur

diatas 65 tahun sebesar 73,8.

Page 8: bab 1

8

2.3. Kepadatan Penduduk

Tingkat kepadatan penduduk suatu wilayah menggambarkan kondisi dan kemampuan

wilayah dalam menampung sejumlah penduduk sesuai dengan kapasitasnya. Bagi suatu

wilayah yang tingkat pertumbuhan penduduknya relatif tinggi akan mempunyai problem

kependudukan karena tingkat kepadatannya terus meningkat. Daya dukung wilayah terhadap

penduduk, amat ditentukan oleh beberapa faktor antara lain ketersediaan sumber daya alam,

pangan, lapangan kerja/usaha serta kemampuan daerah bersangkutan dalam penyediaan

fasilitas sosial. Oleh karena itu, dirasakan perlu menampilkan angka kepadatan penduduk

pada suatu wilayah agar dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan.

Tingkat kepadatan penduduk di Kabupaten/Kota Se-Jawa Timur sangat bervariasi dan

masih timpang. Kepadatan penduduk di kota umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan

desa. Hasil sensus penduduk 2010 menunjukan 47,58 persen bertempat tinggal di daerah

perkotaan dan 52,42 persen di daerah perdesaan. Dan dari sisi persebaran, persentase

distribusi penduduk menurut kabupaten/kota bervariasi, yang terendah sebesar 0,32 persen di

Kota Mojokerto dan yang tertinggi sebesar 7,38 persen di Kota Surabaya. Kota Surabaya

adalah wilayah dengan kepadatan penduduk tertinggi 8.355 jiwa/km..

Tabel 6. Tingkat Kepadatan Penduduk Jawa Timur Tahun 2010

Kabupaten Kepadatan/Km 2 Kabupaten Kepadatan/Km

2

01 Pacitan 381 21 Ngawi 587

02 Ponorogo 575 22 Bojonegoro 523

03 Trenggalek 542 23 Tuban 566

04 Tulungagung 860 24 Lamongan 670

05 Blitar 637 25 Gresik 951

06 Kediri 985 26 Bangkalan 696

07 Malang 708 27 Sampang 714

08 Lumajang 557 28 Pamekasan 999

09 Jember 697 29 Sumenep 498

10 Banyuwangi 432 KOTA

11 Bondowoso 469 30 Kediri 3,891

12 Situbondo 392 31 Blitar 3,999

13 Probolinggo 661 32 Malang 7,457

14 Pasuruan 1,017 33 Probolinggo 4,020

15 Sidoarjo 2,700 34 Pasuruan 4,902

16 Mojokerto 1,053 35 Mojokerto 6,010

17 Jombang 1,079 36 Madiun 5,028

18 Nganjuk 792 37 Surabaya 8,355

19 Madiun 655 38 Batu 942

20 Magetan 880 Jawa Timur 781

Page 9: bab 1

9

BAB III

FERTILITAS (KELAHIRAN)

3.1. Jumlah Kelahiran dan Angka Kelahiran Kasar /Crude Birth Rate (CBR)

Salah satu faktor yang ikut berperan dalam penghitungan angka pertumbuhan

penduduk adalah fertilitas (kelahiran). Untuk mengetahui tingkat kelahiran hidup antara lain

dengan menggunakan rumus CBR. CBR adalah banyaknya kelahiran hidup pada setiap seribu

orang penduduk. Dari data pada tabel dibawah ini dapat diketahui bahwa tingkat kelahiran

kasar di Jawa Timur dari waktu ke waktu terus menurun. Namun demikian perlu mendapat

perhatian karena dengan jumlah Penduduk Jawa Timur yang besar, dengan CBR 16,12

tersebut maka jumlah kelahiran selama setahun adalah sebanyak 603.638 kelahiran. Ini

artinya setiap bulan ada kelahiran sejumlah 50.303 kelahiran dan setiap hari ada 1.677

kelahiran.

Tabel 7. Tingkat Kelahiran Kasar (CBR)

Sumber Data Tingkat Kelahiran Kasar (CBR)

Sensus Penduduk 1990

Sensus Penduduk 2000

Sensus Penduduk 2010

24,25

20,59

16,12

Sumber : Sensus Penduduk diolah

Page 10: bab 1

10

Tabel 8 Jumlah Kelahiran dan CBR Provinsi Jawa Timur Tahun 2010

KABUPATEN/KOTA

Jumlah Kelahiran

Tahun 2010

CBR

Th. 2010

01 Pacitan 7.174 13.263

02 Ponorogo 11.509 13.456

03 Trenggalek 9.395 13.930

04 Tulungagung 15.605 15.760

05 Blitar 17.228 15.428

06 Kediri 24.887 16.594

07 Malang 39.876 16.301

08 Lumajang 15.450 15.351

09 Jember 39.220 16.813

10 Banyuwangi 24.052 15.457

11 Bondowoso 10.867 14.749

12 Situbondo 10.013 15.462

13 Probolinggo 18.736 17.091

14 Pasuruan 25.384 16.783

15 Sidoarjo 33.539 17.275

16 Mojokerto 16.934 16.514

17 Jombang 20.249 16.840

18 Nganjuk 15.996 15.728

19 Madiun 9.460 14.284

20 Magetan 8.530 13.749

21 Ngawi 11.625 14.215

22 Bojonegoro 17.413 14.391

23 Tuban 16.762 14.987

24 Lamongan 17.116 14.517

25 Gresik 20.749 17.628

26 Bangkalan 17.286 19.063

27 Sampang 17.090 19.470

28 Pamekasan 13.682 17.190

29 Sumenep 15.290 14.669

71 Kota Kediri 4.614 17.183

72 Kota Blitar 2.220 16.821

73 Kota Malang 13.648 16.639

74 Kota Probolinggo 3.777 17.400

75 Kota Pasuruan 3.430 18.414

76 Kota Mojokerto 2.030 16.888

77 Kota Madiun 2.650 15.503

78 Kota Surabaya 46.607 16.853

79 Kota Batu 3.129 16.452

JATIM 603.638 16.107

Sumber : BPS, Data Makro 2010

Page 11: bab 1

11

3.2 Angka Kelahiran Menurut Umur Ibu (ASFR) Usia 20-24 tahun dan Angka

Kelahiran Umum (General Fertility Rate)

Terdapat variasi mengenai besar kecilnya kelahiran antar kelompok-kelompok

penduduk tertentu, karena tingkat fertilitas penduduk ini dapat dibedakan menurut jenis

kelamin, umur, status perkawinan atau kelompok-kelompok penduduk lainnya (Mantra BI,

2009).

Di antara kelompok perempuan usia reproduksi (15-49) terdapat variasi kemampuan

melahirkan. ASFR (Age Specific Fertility Rate)/Angka kelahiran menurut umur ibu

merupakan banyaknya kelahiran per 1000 wanita pada kelompok umur tertentu. Kelompok

umur 20-24 memiliki tingkat fertilitas yang tertinggi, berikut ini disampaikan data ASFR

untuk kelompok umur wanita

Tabel 9 ASFR 20-24 dan GFR Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jatim 2010

No KABUPATEN/KOTA ASFR 20-24

Tahun 2010

GFR

Th. 2010

01 Kab. Pacitan 123 52.6

02 Kab. Ponorogo 113 54.4

03 Kab. Trenggalek 126 53.2

04 Kab. Tulungagung 121 58.2

05 Kab. Blitar 127 61.1

06 Kab. Kediri 124 63.1

07 Kab. Malang 116 61.5

08 Kab. Lumajang 111 56.1

09 Kab. Jember 118 61.9

10 Kab. Banyuwangi 122 58.8

11 Kab. Bondowoso 106 54.8

12 Kab. Situbondo 106 55.1

13 Kab. Probolinggo 115 61.1

14 Kab. Pasuruan 108 57.3

15 Kab. Sidoarjo 96 57.7

16 Kab. Mojokerto 115 58.6

17 Kab. Jombang 120 62.1

18 Kab. Nganjuk 120 59.5

19 Kab. Madiun 117 56.2

20 Kab. Magetan 116 56.1

21 Kab. Ngawi 120 54.6

22 Kab. Bojonegoro 114 52.6

23 Kab. Tuban 112 53.8

24 Kab. Lamongan 109 53.1

25 Kab. Gresik 109 67

26 Kab. Bangkalan 113 69.5

27 Kab. Sampang 112 69.9

28 Kab. Pamekasan 102 59.2

Page 12: bab 1

12

Tabel 9 Lanjutan ..

No KABUPATEN/KOTA ASFR 20-24

Tahun 2010

GFR

Th. 2010

29 Kab. Sumenep 100 50.7

30 Kota Kediri 102 60.6

31 Kota Blitar 112 61.5

32 Kota Malang 78 55.2

33 Kota Probolinggo 110 61.2

34 Kota Pasuruan 109 64.1

35 Kota Mojokerto 102 59.2

36 Kota Madiun 93 56.2

37 Kota Surabaya 79 54.6

38 Kota Batu 112 59.5

JATIM 85 58

3.3 Child Woman Ratio (CWR)

CWR adalah rasio balita terhadap setiap wanita usia subur sebagai ukuran yang

dipergunakan untuk mengetahui rasio jumlah anak usia di bawah 5 tahun (balita) terhadap

wanita usia subur pada waktu tertentu. Metode penghitungan ini sering dipergunakan bila

tidak tersedia data yang rinci tentang kelahiran. Jika angka CWR mengecil pada setiap

tahun, berarti telah terjadi penurunan tingkat fertilitas. Artinya semakin kecil CWR

semakin menurun pula angka fertilitas demikian pula sebaliknya.

Tabel 10 Child Woman Ratio (CWR) Provinsi Jawa Timur Tahun 2010

KABUPATEN/KOTA CWR

01 Kab. Pacitan 0.2674

02 Kab. Ponorogo 0.278

03 Kab. Trenggalek 0.2686

04 Kab. Tulungagung 0.2937

05 Kab. Blitar 0.3137

06 Kab. Kediri 0.3184

07 Kab. Malang 0.3024

08 Kab. Lumajang 0.2735

09 Kab. Jember 0.2932

10 Kab. Banyuwangi 0.2909

11 Kab. Bondowoso 0.2659

12 Kab. Situbondo 0.2547

13 Kab. Probolinggo 0.2899

14 Kab. Pasuruan 0.2705

15 Kab. Sidoarjo 0.2815

16 Kab. Mojokerto 0.2886

17 Kab. Jombang 0.3051

18 Kab. Nganjuk 0.2988

19 Kab. Madiun 0.2908

KABUPATEN/KOTA CWR

20 Kab. Magetan 0.2861

21 Kab. Ngawi 0.2723

22 Kab. Bojonegoro 0.2649

23 Kab. Tuban 0.2655

24 Kab. Lamongan 0.2641

25 Kab. Gresik 0.2924

27 Kab. Sampang 0.3086

28 Kab. Pamekasan 0.3022

29 Kab. Sumenep 0.2685

30 Kota Kediri 0.2412

31 Kota Blitar 0.2841

32 Kota Malang 0.3026

33 Kota Probolinggo 0.2476

34 Kota Pasuruan 0.2971

35 Kota Mojokerto 0.3095

36 Kota Madiun 0.2997

37 Kota Surabaya 0.2721

38 Kota Batu 0.2542

JATIM 0.2967

Page 13: bab 1

13

3.4.Total Fertility Rate (TFR)/ Angka Kelahiran Total

Total Fertility Rate (TFR) atau Angka Kelahiran Total adalah suatu cara untuk

mengetahui banyaknya rata-rata jumlah anak yang dilahirkan setiap wanita usia reproduktif

hingga akhir masa reproduksinya. Adapun data TFR Jawa Timur adalah sebagaimana

tersebut dibawah ini.

Tabel.11 Total Fertility Rate (TFR) Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 Metode Own Children

KABUPATEN/

KOTA

TFR

01 Kab. Pacitan 1.969

02 Kab. Ponorogo 2.036

03 Kab. Trenggalek 1.944

04 Kab. Tulungagung 2.061

05 Kab. Blitar 2.211

06 Kab. Kediri 2.219

07 Kab. Malang 2.213

08 Kab. Lumajang 1.993

09 Kab. Jember 2.131

10 Kab. Banyuwangi 2.126

11 Kab. Bondowoso 1.941

12 Kab. Situbondo 1.917

13 Kab. Probolinggo 2.091

14 Kab. Pasuruan 1.930

15 Kab. Sidoarjo 1.900

16 Kab. Mojokerto 2.022

17 Kab. Jombang 2.164

18 Kab. Nganjuk 2.107

19 Kab. Madiun 2.130

20 Kab. Nganjuk 2.089

Efektivitas program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia dalam pengendalian jumlah

penduduk, telah diakui oleh bangsa-bangsa di dunia. Hal ini dapat dirunut dari sejarah

pertumbuhan penduduk yang awalnya begitu cepat sebelum adanya program KB, menjadi

jauh lebih lambat setelah ada program KB. Sejak dicanangkan oleh pemerintah sebagai salah

satu prioritas program pembangunan pada tahun 1970, program KB mampu menekan Total

Fertility Rate (TFR) lebih dari setengah dari kondisi pada awal program. Jika pada tahun

1970 TFR di Indonesia masih sebesar 5,6 anak, maka kini sudah turun menjadi 2,3 per ibu

(SDKI 2007, TFR yang diperbarui).

Selama kurun waktu 1970 – 2000 program KB telah mampu menekan kelahiran

sekitar 80 juta jiwa. Sebelumya, Prof. Dr. Widjojo Nitisastro memprediksi, jumlah penduduk

KABUPATEN/

KOTA

TFR*

21 Kab. Magetan 2.018

22 Kab. Ngawi 1.878

23 Kab. Bojonegoro 1.865

24 Kab. Tuban 1.913

25 Kab. Lamongan 2.015

26 Kab. Gresik 2.376

27 Kab. Sampang 2.329

28 Kab. Pamekasan 1.969

29 Kab. Sumenep 1.789

30 Kota Kediri 2.083

31 Kota Blitar 2.151

32 Kota Malang 1.829

33 Kota Probolinggo 2.082

34 Kota Pasuruan 2.156

35 Kota Mojokerto 1.990

36 Kota Madiun 1.992

37 Kota Surabaya 1.773

38

Kota Batu

2.022

JATIM 2.011

Page 14: bab 1

14

Indonesia di tahun 2000 diperkirakan mencapai 280 juta jiwa. Namun berkat program KB

yang ditangani secara serius, pada tahun 2000 jumlah penduduk Indonesia dapat ditekan

menjadi ”hanya 200 juta” dengan laju pertumbuhan penduduk yang relative rendah. Bahkan

pada tahun 2009 mampu mencegah 100 juta kelahiran.

Adapun tren TFR di Jawa Timur berdasarkan hasil sensus penduduk adalah sebagai

berikut :

Jika pada awal tahun 70-an seorang wanita di Jawa Timur rata-rata memiliki 4,7 anak

selama masa reproduksinya, maka pada tahun 80-an menunjukkan tingkat kelahiran menurun

menjadi 3.56 anak. Penurunan TFR ini terus berlangsung hingga tahun 2000 (TFR 1,71).

Kemudian hasil sensus penduduk 2010 menunjukan adanya peningkatan TFR menjadi 2,01.

Meningkat dan menurunnya tingkat kelahiran tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Faktor paling dominan yang mempengaruhi TFR adalah CPR (Contraceptive Prevalence

Rate) yaitu prevalensi pemakai alat kontrasepsi dengan suatu metode. Semakin tinggi angka

CPR (kesertaan ber-KB) maka akan semakin rendah TFR.

Adapun faktor lain yang mempengaruhi TFR adalah Usia Kawin Pertama (UKP),

jumlah anak lahir hidup (ALH). Semakin rendah usia kawin pertama maka semakin lama

masa reproduki yang dimiliki oleh pasangan tersebut sehingga semakin memiliki peluang

untuk memiliki anak banyak. Oleh karena itu salah satu program dalam pengendalian

penduduk adalah pendewasaan usia kawin pertama.

Hasil susenas 2010 menunjukan CPR di Jawa Timur adalah 64,16%. Sedangkan rata-

rata usia kawin pertama penduduk Jawa Timur adalah 19,65 tahun. Meskipun saat ini rata-

rata jumlah anak yang dimiliki oleh wanita selama masa reproduksinya adalah 2,01, namun

masih ada pasangan yang memiliki anak lebih dari 3 yaitu sebanyak 25,41%.

4,72

3,56

2,46

1,71 2,01

5,61

4,68

3,33

2,34 2,41

0

1

2

3

4

5

6

1965 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010

JATIM

Gambar 1. Tren TFR di Jawa Timur

Sumber : BPS, 2010

Page 15: bab 1

15

Tabel .12

Kabupaten/Kota CPR ALH 3+ UKP

01 Pacitan 73.08 22.61 19.93

02 Ponorogo 60.00 21.65 20.87

03 Trenggalek 64.96 22.1 19.19

04 Tulungagung 54.01 25.01 20.62

05 Blitar 61.75 22.13 20.45

06 Kediri 60.74 31.26 20.65

07 Malang 68.38 27.64 19.71

08 Lumajang 66.43 20 18.92

09 Jember 62.78 27.76 18.31

10 Banyuwangi 61.76 25.89 19.27

11 Bondowoso 67.03 21.92 17.08

12 Situbondo 66.86 20.09 16.65

13 Probolinggo 63.99 24.93 17

14 Pasuruan 68.32 24.84 18.93

15 Sidoarjo 67.78 23.84 21.83

16 Mojokerto 75.01 31.33 19.73

17 Jombang 70.13 26.92 20.47

18 Nganjuk 74.55 28.79 20.22

19 Madiun 63.52 26.94 20.27

20 Magetan 64.88 20.51 20.74

21 Ngawi 67.17 24.95 20.15

22 Bojonegoro 73.54 21.09 18.95

23 Tuban 69.67 21.46 19.17

24 Lamongan 67.04 27.03 18.98

25 Gresik 67.70 19.81 20.43

26 Bangkalan 36.66 35.01 18.64

27 Sampang 49.83 41.22 17.86

28 Pamekasan 52.64 30.02 18.11

29 Sumenep 52.69 15.29 17.81

30 Kota Kediri 57.21 27.78 21.66

31 Kota Blitar 58.70 30.83 21.73

32 Kota Malang 63.66 25.74 21.68

33 Kota Probolinggo 64.85 27.99 20.46

34 Kota Pasuruan 62.64 33.68 20.87

35 Kota Mojokerto 63.82 34.51 21.82

36 Kota Madiun 55.75 28.7 22.97

37 Kota Surabaya 61.94 26.19 21.53

38 Kota Batu 69.07 20.81 20.5

Jawa Timur 64.16 25.41 19.65

Page 16: bab 1

16

BAB IV

MORTALITAS (KEMATIAN)

4.1 Infant Mortality Rate (IMR) atau Angka Kematian Bayi (AKB)

Peristiwa mortalitas (kematian) pada dasarnya merupakan kejadian akhir dari

peristiwa morbiditas (kesakitan). Dengan demikian upaya pencegahan (preventif) terhadap

morbiditas jauh lebih efektif daripada upaya pengobatan (kuratif) dalam menurunkan

kejadian mortalitas. Morbiditas dan mortalitas penduduk adalah kejadian yang selalu

berubah-ubah, karena dipengaruhi oleh banyak faktor baik medis maupun non-medis. Di

Propinsi Jawa Timur sendiri pembangunan di bidang kesehatan memperlihatkan

perkembangan yang cukup bermakna. Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, berbagai

kemajuan telah berhasil dicapai seperti terjadinya penurunan angka kematian bayi, balita dan

meningkatnya angka harapan hidup.

Bayi dan Balita merupakan golongan masyarakat yang dianggap paling rawan dari

aspek kesehatan. Indikator yang berkaitan dengan kesakitan dan kematian bayi dan balita

merupakan indikator penting untuk mengukur kondisi sosial dan kesehatan masyarakat.

Mengapa demikian? Karena indikator ini terkait dengan kondisi lingkungan yang buruk,

kemiskinan dan buta huruf yang selanjutnya digunakan sebagai tolok ukur hasil

pembangunan sosial ekonomi suatu negara. Oleh karenanya ada yang berpendapat bahwa

taraf hidup kesehatan bayi dan balita adalah salah satu faktor yang mempengaruhi

pembangunan suatu negara. Hal ini dimungkinkan karena bagaimana pun juga anak-anak

adalah generasi penerus sehingga merupakan sumber daya manusia guna menunjang

pembangunan di masa mendatang.

Sesuai dengan komitmen MDG’s, pada tahun 2015 seluruh negara harus mampu

menekan Angka Kematian Bayi hingga 20 per 1.000 kelahiran hidup. Adanya target

penurunan Angka Kematian Bayi yang dicantumkan dalam MDG’s ini menunjukkan betapa

penting untuk menjadi perhatian kalangan pemerintah terhadap upaya-upaya penurunan

AKB. AKB di Indonesia secara umum telah mengalami penurunan yang cukup drastis di

berbagai provinsi di Indonesia, termasuk Jawa Timur. Berdasarkan sensus penduduk 1990

AKB di Jawa Timur 64, menurun menjadi 44 pada tahun 2000 dan menurun lagi menjadi

29,9 pada tahun 2010. Penurunan angka kematian bayi identik dengan peningkatan angka

harapan hidup (AHH). AHH mencerminkan lamanya usia seorang bayi baru lahir diharapkan

hidup. Adapun Rincian AKB dan AHH per kabupaten/kota dapat dilihat dalam tabel 13.

Page 17: bab 1

17

Tabel 13 AKB dan AHH Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 dan Tahun 2010

Kabupaten/Kota AKB Th 2009 AKB Th. 2010 AHH Th. 2009 AHH Th. 2010

01 Pacitan 24.57 23.54 71.04 71.25

02 Ponorogo 30.72 28.97 69.62 69.89

03 Trenggalek 23.79 22.55 71.36 71.61

04 Tulungagung 24.13 23.07 71.24 71.42

05 Blitar 26.99 24.60 70.65 70.87

06 Kediri 31.15 29.86 69.42 69.62

07 Malang 33.46 32.10 68.70 68.94

08 Lumajang 41.34 39.67 66.87 67.08

09 Jember 59.13 57.74 62.66 62.89

10 Banyuwangi 40.6 38.29 67.18 67.45

11 Bondowoso 58.71 56.62 62.92 63.15

12 Situbondo 57.74 56.45 63.02 63.19

13 Probolinggo 67.89 65.45 60.84 61.06

14 Pasuruan 55.36 53.34 63.70 63.93

15 Sidoarjo 28.18 25.43 70.31 70.57

16 Mojokerto 29.27 27.89 69.97 70.22

17 Jombang 28.81 28.05 69.99 70.17

18 Nganjuk 33.59 32.27 68.67 68.89

19 Madiun 33.16 32.07 68.72 68.95

20 Magetan 24.90 23.88 70.92 71.13

21 Ngawi 30.85 29.10 69.58 69.85

22 Bojonegoro 40.26 39.41 67.01 67.15

23 Tuban 38.22 36.96 67.56 67.81

24 Lamongan 36.62 34.58 68.03 68.19

25 Gresik 25.40 24.29 70.73 70.98

26 Bangkalan 56.91 55.69 63.16 63.37

27 Sampang 62.59 58.92 62.34 62.61

28 Pamekasan 56.24 53.72 63.59 63.84

29 Sumenep 50.95 49.85 64.53 64.76

30 Kota Kediri 28.61 27.29 70.18 70.40

31 Kota Blitar 22.27 20.94 71.94 72.19

32 Kota Malang 29.30 27.85 69.96 70.23

33 Kota Probolinggo 30.16 28.35 69.83 70.08

34 Kota Pasuruan 42.42 41.97 66.33 66.46

35 Kota Mojokerto 23.74 22.80 71.34 71.52

36 Kota Madiun 25.21 24.27 70.81 70.99

37 Kota Surabaya 27.13 24.32 70.71 70.97

38 Kota Batu 32.17 30.52 69.15 69.42

Jawa Timur 31.41 29.99 69.35 69.58

Page 18: bab 1

18

Dari tabel diatas dapat diamati bahwa IMR di Jawa Timur mengalami menurunan dari

waktu ke waktu. Pada tahun 2010, setiap seribu kelahiran hidup terdapat 30 bayi yang mati.

Apabila dibandingkan dengan periode sebelumnya yang angkanya sebesar 44,0, maka ini

dapat disebut sebagai peningkatan kualitas yang cukup tajam. Menurunnya tingkat kematian

bayi tersebut disebabkan oleh semakin meningkatnya pengetahuan dan kesadaran penduduk

dalam melaksanakan pola hidup sehat dan meningkatnya gizi keluarga serta diimbangi

dengan peningkatan pelayanan kesehatan oleh pemerintah dengan jangkauan yang lebih luas.

Menurut Henry Mosley dan Lincoln C. Chen (1988), untuk meneliti faktor-faktor

yang mempengaruhi kelangsungan hidup anak perlu melibatkan semua determinan sosial

budaya dan ekonomi dengan melalui sejumlah variabel antara atau intermediate variables.

Variabel tersebut adalah : Faktor ibu, yang meliputi umur, paritas dan jarak kelahiran. Kedua,

faktor pencemaran lingkungan yang terdiri diri udara, makanan, air, jari, kulit, zat penular

kuman penyakit, tanah dan serangga pembawa penyakit (vektor). Ketiga, faktor kekurangan

gizi yang meliputi kalori, protein, gizi mikro dan vitamin, dan mineral. Keempat, faktor luka

terdiri dari kecelakaan dan luka yang disengaja. Kelima, faktor pengendalian penyakit

perorangan seperti usaha-usaha preventif perorangan dan perawatan dokter. Dalam kerangka

analisis tersebut faktor sosial ekonomi mendapat penekanan. Disebutkan bahwa sekitar 98%

bayi yang baru lahir akan dapat bertaan hidup hingga usia 5 tahun dalam lingkungan yang

terpeliharan secara optimal. Mengecilnya probabilitas kelangsunan hidup anak disebabkan

oleh berbagai faktor sosial, ekonomi, biologi dan lingkungan.

Sebenarnya apabila dikaji secara umum, kematian akan selalu dikaitkan dengan

kesehatan. Tetapi perlu diingat bahwa kesehatan tidak dapat menjelaskan perubahan tingkat

kematian secara berdiri sendiri tanpa harus dikaitkan dengan faktor yang lain, seperti sosio-

ekonomi, budaya, demografi dan kesehatan. Pendapatan mempengaruhi kematian secara

tidak langsung. Pendapatan akan mempengaruhi tingkat konsumsi yang berkaitan dengan

kesehatan, seperti misalnya makanan, perumahan, sanitasi, perawatan kesehatan, dan

pendidikan. Pendapatan yang tinggi akan memperbaiki tingkat konsumsi yang pada akhirnya

akan menurunkan mortalitas.

Variabel sosio-ekonomi yang lain yang berkaitan dengan kematian bayi adalah

pendidikan, terutama pendidikan ibu. Alasannya bahwa ibu mempunyai peranan penting

dalam merawat kesehatan dan hidup bayi di rumah. Mengapa demikian ? Pertama, ibu yang

berpendidikan diharapkan keluarga dari tradisi, tidak terlalu fatalistik terhadap penyakit dan

dapat mengadopsi alternatif modern untuk perawatan anak dan juga dalam terapi. Kedua,

Seorang ibu yang berpendidikan akan mudah memahami saran-saran dari dokter maupun

Page 19: bab 1

19

perawat dan ketiga, ibu yang berpendidikan dapat merubah sifat-sifat tradisional hubungan

antar keluarga yang mempunyai efek terhadap perawatan anak. Pendapat lainnya

mengatakan bahwa pendidikan memainkan dua peranan, yaitu dalam hal pencegahan

(preventif) dan pengontrolan. Yang berkaitan dengan pencegahan misalnya pemberian

makanan yang higienes dan sehat untuk anak, sedang yang berkitan dengan pengontrolan

misalnya kesadaran untuk menggunakan fasilitas kedokteran. Ibu yang berpendidikan akan

memberinya kekuatan dan kepercayaan diri untuk mengambil keputusan secara mandiri.

Dengan sendirinya dalam keadaan yang memaksa si ibu akan lebih tanggap untuk melakukan

yang terbaik bagi si anak, tanpa harus menunggu orang lain.

Variabel budaya sebenarnya tidak berpengaruh secara langsung. Variabel tersebut

beroperasi melalui variabel sosio-ekonomi. Agama, misalnya, yang biasanya dimasukkan

dalam indikator budaya, selalu diakitkan dengan peranan wanita dalam keluarga (female

role), yang akhirnya berhubungan dengan perawatan anak (Mahadevan, et al. 1986).

Beberapa studi juga menunjukkan adanya hubungan antara etnis sebagai variabel budaya

dengan tingkat kematian bayi. Tetapi seperti halnya agama, variabel etnis juga berpengaruh

secara tidak langsung terhadap kematian bayi melalui variabel sosio-ekonomi. Variabel

budaya dan juga variabel demografi yang terkait dengan kematian bayi adalah pemilihan

jenis kelamin anak, dimana ada perbedaan perhatian terhadap jenis kelamin anak dalam

banyak hal, misalnya makanan, perawatan, pendidikan, dan lain-lain.

4.2. Maternal Mortality Rate (MMR) atau Angka Kematian Ibu (AKI)

Di Propinsi Jawa Timur, walaupun kualitas data mengenai angka kematian ibu masih

bisa diperdebatkan namun setidaknya dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk

merumuskan kebijakan yang terkait dengan penurunan angka kematian ibu. Menurut data

Laporan Kematian Ibu (LKI), diketahui bahwa AKI Jawa Timur sebesar 94 per 100.000

kelahiran hidup di tahun 2001, kemudian menurun menjadi 69 per 100.000 kelahiran hidup di

tahun 2004, kemudian meningkat lagi menjadi 72 per 100.000 kelahiran hidup tahun 2009.

Jawa Timur adalah satu diantara delapan propinsi yang menyumbang 70% angka

kematian ibu di Indonesia (Cholil, 1999). Selain itu menurut Laporan Pembangunan Manusia

Indonesia tahun 2001, disebutkan bahwa bila dibandingkan dengan propinsi-propinsi lain di

Pulau Jawa, maka Jawa Timur menempati urutan kedua terburuk setelah Jawa Barat dalam

hal penurunan angka kematian ibu.

Penyebab langsung dari AKI ini adalah eklampsia, infeksi dan perdarahan. Untuk

eklampsia dan infeksi, cenderung menurun. Namun, tidak begitu halnya dengan perdarahan,

Page 20: bab 1

20

yang mengalami peningkatan, yaitu 34.67% menjadi 39.95%. Hal ini juga terjadi pada

persentase ibu hamil yang termasuk kadar Hbnya kurang dari 11 gr%, yang meningkat dari

4.80% menjadi 5.57%.

Sementara itu dari penyebab tidak langsung dikarenakan di beberapa daerah di

propinsi Jawa Timur seperti di Madura dan daerah Tapal Kuda, masih berkembang budaya

untuk menikah di usia dini sehingga kehamilan pertama dialami pada usia kurang dari 21

tahun yang masuk dalam kelompok kehamilan risiko tinggi. Oleh karena itu perlunya

dilakukan peramalan angka kematian ibu di Jawa Timur untuk mengetahui capaian AKI pada

tahun mendatang sehingga dapat diambil sebuah kebijakan dalam perencanaan program

pelayanan kesehatan ibu hamil menuju capaian AKI Nasional 2015.

Page 21: bab 1

21

BAB V

HUMAN DEVELOPMENT INDEX (HDI) ATAU

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM)

Menurut UNDP, penduduk adalah kekayaan nyata suatu bangsa. Secara ringkas dapat

dikatakan bahwa konsep pembangunan manusia sebagai suatu upaya pembangunan

(formation) kemampuan diri manusia, yang mengandung empat unsur, yaitu produktivitas

(productivity), pemerataan (equity), kesinambungan (sustainability), dan pemberdayaan

(empowerment). Hal ini dapat dicapai melalui program pembangunan yang menitik-beratkan

pada peningkatan kemampuan dasar manusia yaitu meningkatnya derajat kesehatan, berupa

umur panjang dan hidup sehat, mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang memadai

agar dapat digunakan untuk mempertinggi partisipasi dalam kegiatan ekonomi produktif serta

mendapat penghasilan yang mencukupi dengan daya beli yang layak. Berdasarkan konsep ini,

membangun manusia berarti meningkatkan sumber daya manusia (SDM) dalam arti yang

luas meliputi aspek jasmani dan rohani, material dan spiritual dalam skala individu maupun

sosial yang pada akhirnya harus mampu menjadi sumber daya pembangunan secara

komprehensif.

Seperti halnya pembangunan ekonomi, pembangunan manusia memerlukan

ketersediaan analisis data guna perencanaan dan pengambilan kebijakan agar tepat sasaran,

juga perlu dievaluasi sejauh mana pembangunan yang dilaksanakan mampu meningkatkan

kualitas hidup manusia (penduduk) sebagai obyek pembangunan. Salah satu alat ukur yang

lazim digunakan adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Walaupun tidak semua aspek

pembangunan manusia dapat diukur melalui penghitungan IPM mengingat sangat luasnya

dimensi pembangunan manusia, tetapi paling tidak IPM dapat menggambarkan hasil

pelaksanaan pembangunan manusia menurut tiga komponen indikator kemampuan manusia

yang sangat mendasar yaitu; derajat kesehatan, kualitas pendidikan serta akses terhadap

sumber daya ekonomi berupa pemerataan tingkat daya beli masyarakat.

Bagi Pemerintah Provinsi Jawa Timur, sekurang kurangnya Indikator Indeks

Pembangunan Manusia ini mempunyai empat makna. Pertama, IPM dapat dijadikan sebagai

acuan untuk melihat sejauhmana keberhasilan program pembangunan kesejahteraan sosial

yang telah dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Kedua, IPM dapat dimanfaatkan

sebagai alat bantu perencanaan pembangunan daerah (Planning Tool), yang lebih

mengakomodasikan dimensi pembangunan sosial menuju peningkatan kualitas hidup

manusia. Ketiga, dalam jangka panjang, data IPM dapat bermanfaat sebagai planing tool

Page 22: bab 1

22

ataupun menjanjikan keunggulan sebagai alat evaluasi dan review method terhadap proses

perencanaan. Keempat, sebagai salah satu alat analisis, IPM menjanjikan sejumlah

keunggulan karena lebih mengambarkan pemerataan hasil pembangunan dan langsung

menyentuh hasil pembagunan manusia dengan indikator kesejahteraan sosialnya (tingkat

kesehatan, kualitas pendidikan, dan akses terhadap sumber daya ekonomi).

Kondisi IPM Provinsi Jawa Timur mengalami fluktuatif bila diukur mulai sebelum

krisis sampai tahun 2010. Pada tahun 1996 IPM Provinsi Jawa Timur sebesar 65,5, pada

tahun 1999 mengalami penurunan menjadi 61,8. Kemudian pada tahun 2002 kembali

mengalami kenaikan menjadi 62,64 dan pada tahun 2005 meningkat lagi menjadi 65,89

dimana posisi ini hampir sama dengan kondisi sebelum krisis ekonomi. Selanjutnya IPM

tahun 2008 sebesar 70,38 dan tahun 2010 menjadi 71,55. Peningkatan IPM Provinsi Jawa

Timur dari tahun 2002 sampai 2010 ini menunjukkan bahwa stabilitas ekonomi dan

pembangunan manusia sudah mulai menunjukkan tanda-tanda membaik dan tentu saja tidak

terlepas dari kontribusi komponen penentunya.

Gambar 2: Nilai IPM Provinsi Jawa Timur Tahun 1996-2010

Page 23: bab 1

23

Tabel 14. Indeks Pembangunan Manusia Propinsi dan Nasional Tahun 1996-2010

Tahun 1996 Tahun 1999 Tahun 2005 Tahun 2010

Provinsi IPM Ranking IPM Ranking IPM Ranking IPM Ranking

1. Nanggroe Aceh Darussalam 69.4 9 65.3 12 69.05 18 71.70 17

2. Sumatera Utara 70.5 7 66.6 8 72.03 8 74.19 8

3. Sumatera Barat 69.2 11 65.8 9 71.19 9 73.78 9

4. Riau 70.6 6 67.3 4 73.63 3 76.07 3

5. Jambi 69.3 10 65.4 11 70.95 11 72.74 13

6. Sumatera Selatan 68.0 15 63.9 16 70.23 13 72.95 10

7. Bengkulu 68.4 12 64.8 13 71.09 10 72.92 11

8. Lampung 67.6 16 63.0 18 68.85 19 71.42 21

9. Bangka Belitung - - - - 70.68 12 72.86 12

10. Kepulauan Riau - - - - 72.23 7 75.07 6

11. DKI Jakarta 76.1 1 72.5 1 76.07 1 77.60 1

12. Jawa Barat 68.2 14 64.6 15 69.93 14 72.29 15

13. Jawa Tengah 67.0 17 64.6 14 69.78 16 72.49 14

14. Yogyakarta 71.8 2 68.7 2 73.50 4 75.77 4

15. Jawa Timur 65.5 22 61.8 22 68.42 22 71.65 18

16. Banten - - - - 68.80 20 70.48 23

17. Bali 70.1 8 65.7 10 69.78 15 72.28 16

18. Nusa Tenggara Barat 56.7 26 54.2 26 62.42 32 65.20 32

19. Nusa Tenggara Timur 60.9 24 60.4 24 63.59 31 67.26 31

20. Kalimantan Barat 63.6 23 60.6 23 66.20 28 69.15 28

21. Kalimantan Tengah 71.3 5 66.7 7 73.22 5 74.64 7

22. Kalimantan Selatan 66.3 19 62.2 21 67.44 26 69.92 26

23. Kalimantan Timur 71.4 4 67.8 3 72.94 6 75.56 5

24. Sulawesi Utara 71.8 3 67.1 6 74.21 2 76.09 2

25. Sulawesi Tengah 66.4 8 62.8 20 68.47 21 71.14 22

26. Sulawesi Selatan 66.0 21 63.6 17 68.06 23 71.62 19

27. Sulawesi Tenggara 66.2 20 62.9 19 67.52 24 70.00 25

28. Gorontalo - - - - 67.46 25 70.28 24

29. Sulawesi Barat - - - - 65.72 29 69.64 27

30. Maluku 68.2 13 67.2 5 69.24 17 71.42 20

31. Maluku Utara - - - - 66.95 27 69.03 30

32. Irian Jaya Barat - - - - 64.83 30 69.15 29

33. Papua 60.2 25 58.8 25 62.08 33 64.94 33

Indonesia 67.7

64.3 69.57

72.27

Sumber: BPS Pusat

Page 24: bab 1

24

Tabel 15 Indeks Pembangunan Manusia Menurut Kab/Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2010

Kabupaten/Kota Indeks Harapan Hidup Indeks Pendidikan Indeks PPP IPM

Kabupaten/Kota

01 Pacitan 77.09 76.13 62.49 71.91

02 Ponorogo 74.82 72.8 63.4 70.34

03 Trenggalek 77.69 78.15 63.78 73.21

04 Tulungagung 77.37 80.11 62.4 73.29

05 Blitar 76.44 77.93 66.47 73.62

06 Kediri 74.37 79.2 61.59 71.72

07 Malang 73.24 75.09 63.31 70.55

08 Lumajang 70.14 71.1 62.13 67.79

09 Jember 63.14 70.22 61.24 64.87

10 Banyuwangi 70.75 73.02 62.66 68.81

11 Bondowoso 63.59 62.86 61.91 62.79

12 Situbondo 63.66 66.1 62.93 64.23

13 Probolinggo 60.1 63.5 64.78 62.79

14 Pasuruan 64.89 73.69 64.13 67.57

15 Sidoarjo 75.96 86.87 66.16 76.33

16 Mojokerto 75.37 80.35 64.17 73.3

17 Jombang 75.28 79.17 63.74 72.73

18 Nganjuk 73.14 76.34 62.72 70.74

19 Madiun 73.25 75.21 61.05 69.83

20 Magetan 76.88 77.23 64.04 72.72

21 Ngawi 74.75 71.06 60.63 68.82

22 Bojonegoro 70.25 71.18 59.08 66.84

23 Tuban 71.36 71.3 62.1 68.25

24 Lamongan 71.98 74.11 62.79 69.63

25 Gresik 76.63 82.15 64.34 74.37

26 Bangkalan 63.96 66.77 62.83 64.52

27 Sampang 62.69 52.31 63.76 59.58

28 Pamekasan 64.73 66.54 61.95 64.41

29 Sumenep 66.26 64.23 65.41 65.3

71 Kota Kediri 75.66 87.72 65.13 76.17

72 Kota Blitar 78.65 86.68 66.52 77.28

73 Kota Malang 75.39 89.59 66.32 77.1

74 Kota Probolinggo 75.13 80.36 66.76 74.09

75 Kota Pasuruan 69.11 83.99 66.96 73.35

76 Kota Mojokerto 77.53 86.45 66.03 76.67

77 Kota Madiun 76.65 88.53 64.27 76.48

78 Kota Surabaya 76.62 87.78 67.14 77.18

79 Kota Batu 74.03 84.58 64.44 74.35

Jawa Timur 74.29 74.94 65.42 71.55

Page 25: bab 1

25

Keterkaitan antar komponen penentu IPM dapat dijelaskan bahwa apabila penduduk

Provinsi Jawa Timur bisa terbebas dari angka buta huruf yang berarti angka melek hurufnya

tinggi dan rata-rata lama sekolahnya tinggi maka kondisi ini akan menunjang keberhasilan

dalam mencerdaskan penduduk Jawa Timur. Kondisi semacam ini pula akan menunjang

keberhasilan pelayanan kesehatan, karena penduduk telah mempunyai pengetahuan sehingga

mengerti akan pentingnya kesehatan yang selanjutnya sadar dan melaksanakan sesuai dengan

kebutuhan kesehatannya.

Demikian juga semua upaya pelayanan kesehatan yang berorientasi pada penyadaran

pentingnya hidup sehat diperlukan pendidikan yang memadai. Apabila penduduk telah

mempunyai pendidikan yang memadai, maka akan mudah diberi bekal pengetahuan dan

keterampilan yang ada hubungannya dengan kesehatan melalui penyuluhan kesehatan

masyarakat. Tentunya penyuluhan ini disesuaikan dengan pengetahuan, adat istiadat,

kebudayaan dan keyakinan serta kepercayaan masyarakat sehingga pelayanan kesehatan

dapat diterima dengan mudah.

INDEKS PENDIDIKAN

PROV. JAWA TIMUR 2010 (74,94)

1. Kab. Ponorogo

2. Kab. Ngawi

1. Kab. Pacitan

2. Kab. Trenggalek 10. Kab. Gresik

3. Kab. Tulungagung 11. Kota Kediri

4. Kab. Blitar 12. Kota Blitar

5. Kab. Kediri 13. Kota Malang

6. Kab. Sidoarjo 14. Kota Probolinggo

7. Kab. Mojokerto 15. Kota Mojokerto

8. Kab. Jombang 16. Kota Madiun

9. Kab. Magetan 17. Kota Surabaya

INDEKS HARAPAN HIDUP

PROV. JATIM 2010 (74,29)

1. Kab. Lumajang 9. Kab. Tuban

2. Kab. Jember 10. Kab. Lamongan

3. Kab. Banyuwangi 11. Kab. Bangkalan

4. Kab. Bondowoso 12. Kab. Sampang

5. Kab. Situbondo 13. Kab. Pamekasan

6. Kab. Probolinggo 14. Kab. Sumenep

7. Kab. Pasuruan

8. Kab. Bojonegoro

1. Kab. Malang

2. Kab. Nganjuk

3. Kab. Madiun

4. Kota Pasuruan

5. Kota Batu

Keterangan:

Kab./Kota yang berada di posisi kanan dari garis vertikal (Indeks Pendidikan) dan berada di posisi atas dari garis horizontal (Indeks

Harapan Hidup) Provinsi Jawa Timur adalah Kab./Kota dengan kondisi lebih baik.

Gambar 3. Posisi Indeks Pendidikan dan Harapan Hidup Per Kabupaten/ Kota

Berdasarkan Rata Rata Provinsi Jawa Timur Tahun 2010

Page 26: bab 1

26

Sebagai contoh dari kaitan pendidikan dengan kesehatan adalah pendidikan ibu sangat

penting dikaitkan dengan kematian bayi. Ibu mempunyai peranan penting dalam merawat

kesehatan dan hidup bayi di rumah. Tiga alasan mengapa pendidikan ibu mempunyai peranan

penting dalam menurunkan angka kematian bayi. Pertama, ibu yang berpendidikan

diharapkan tidak terlalu fatalistik terhadap penyakit dan dapat mengadopsi alternatif modern

untuk perawatan anak dan juga dalam terapi. Kedua, seorang ibu yang berpendidikan akan

mudah memahami saran-saran dari petugas kesehatan dan ketiga, ibu yang berpendidikan

dapat merubah sifat-sifat tradisional hubungan antar keluarga yang mempunyai efek terhadap

perawatan anak. Ibu yang berpendidikan akan memberinya kekuatan dan kepercayaan diri

untuk mengambil keputusan secara mandiri. Dengan sendirinya dalam keadaan yang

memaksa si ibu akan lebih tanggap untuk melakukan yang terbaik bagi si anak, tanpa harus

lama menunggu keputusan orang lain.

Selanjutnya kaitan ekonomi dengan kesehatan dapat dijelaskan bahwa daya beli sangat

menentukan apakah penduduk Provinsi Jawa Timur mampu menjangkau pelayanan

kesehatan yang dibutuhkan. Kemampuan daya beli ini diimbangi oleh tarif pelayanan

kesehatan yang terjangkau oleh masyarakat setempat. Bila daya beli tinggi dan diimbangi

tarif pelayanan kesehatan yang juga tinggi, maka pelayanan kesehatan hanya dapat dinikmati

oleh masyarakat yang berpenghasilan menengah ke atas, sedangkan untuk masyarakat

menengah kebawah tidak mampu menikmatinya. Akibatnya akan berpengaruh terhadap

kesakitan, kematian dan harapan hidup karena tidak meratanya pelayanan kesehatan terhadap

masyarakat.

Pendapatan mempengaruhi permintaan pemeliharaan kesehatan (pelayanan kesehatan)

karena kesehatan mempunyai faktor spesifik yang menurut para ahli ekonomi kesehatan

adalah 1) adanya hubungan (asosiasi) antara tingginya pendapatan dengan besarnya

permintaan khususnya pelayanan kesehatan dan 2) harga berperan menentukan demand

pemeliharaan kesehatan.

Pendapatan memungkinkan orang untuk memilih metode pengobatan yang ada.

Karena pendapatan akan menyesuaikan metode pengobatan yang dipakai atau dimanfaatkan.

Pendapatan seseorang adalah tumpuan dalam kelangsungan hidupnya, sehingga pendapatan

yang diterima tiap bulan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan seseorang baik untuk dirinya

sendiri, untuk keluarganya maupun untuk pemenuhan kebutuhan yang sifatnya tiba-tiba,

misalnya insiden sakit. Sakit merupakan keadaan yang datangnya tidak terduga sehingga

perlu diantisipasi untuk menyisihkan sebagian pendapatan.

Page 27: bab 1

27

INDEKS DAYA BELI

PROV. JAWA TIMUR 2010 (65,42)

1. Kab. Pacitan

2. Kab. Ponorogo

3. Kab. Trenggalek

4. Kab Tulungagung

5. Kab. Kediri

6. Kab. Mojokerto

7. Kab. Jombang

8. Kab. Magetan

9. Kab. Ngawi

10. Kab. Gresik

11. Kota Madiun

1. Kab. Blitar

2. Kab. Sidoarjo

3. Kota Kediri

4. Kota Blitar

5. Kota Malang

6. Kota Probolinggo

7. Kota Mojokerto

8. Kota Surabaya

INDEKS HARAPAN HIDUP

PROV. JATIM 2010 (74,29)

1. Kab. Malang

2. Kab. Lumajang

3. Kab. Jember

4. Kab. Banyuwangi

5. Kab. Bondowoso

6. Kab. Situbondo

7. Kab. Probolinggo

8. Kab. Pasuruan

9. Kab. Nganjuk

10. Kab. Madiun

11. Kab. Bojonegoro

12. Kab. Tuban

13. Kab. Lamongan

14. Kab. Bangkalan

15. Kab. Sampang

16. Kab. Pamekasan

17. Kab. Sumenep

18. Kota Batu

1. Kota Pasuruan

Keterangan:

Kabupaten / Kota yang berada di posisi kanan dari garis vertikal (Indeks Daya Beli) dan berada di posisi atas dari garis horizontal

(Indeks Harapan Hidup) Provinsi Jawa Timur adalah Kab./Kota dengan kondisi lebih baik.

Gambar 4. Posisi Indeks Daya Beli dan Indeks Harapan Hidup Per Kabupaten / Kota Berdasarkan

Rata Rata Provinsi Jawa Timur Tahun 2010

Dengan daya beli yang baik, diharapkan masyarakat akan dapat menikmati pelayanan

kesehatan. Dengan dapat menikmati pelayanan kesehatan secara merata ditunjang gizi yang

baik, imunisasi lengkap dan dengan program keluarga berencana secara mandiri akan

meningkatkan Angka Harapan Hidup

Pendapatan mempengaruhi kematian secara tidak langsung. Pendapatan akan

mempengaruhi tingkat konsumsi yang berkaitan dengan kesehatan, seperti misalnya

makanan, perumahan, sanitasi, perawatan kesehatan, dan pendidikan. Pendapatan yang tinggi

akan memperbaiki tingkat konsumsi yang pada akhirnya akan menurunkan mortalitas.

Page 28: bab 1

28

INDEKS PENDIDIKAN

PROV. JAWA TIMUR 2010 (74,94)

1. Kab. Blitar

2. Kab. Sidoarjo

3. Kota Kediri

4. Kota Blitar

5. Kota Malang

6. Kota Probolinggo

7. Kota Pasuruan

8. Kota Mojokerto

9. Kota Surabaya

INDEKS DAYA BELI

PROV. JATIM 2010 (65,42)

1. Kab. Ponorogo 10. Kab. Bojonegoro

2. Kab. Lumajang 11. Kab. Tuban

3. Kab. Jember 12. Kab. Lamongan

4. Kab. Banyuwangi 13. Kab. Bangkalan

5. Kab. Bondowoso 14. Kab. Sampang

6. Kab. Situbondo 15. Kab. Pamekasan

7. Kab. Probolinggo 16. Kab. Sumenep

8. Kab. Pasuruan

9. Kab. Ngawi

1. Kab. Pacitan 10. Kab. Magetan

2. Kab. Trenggalek 11. Kab. Gresik

3. Kab. Tulungagung 12. Kota Madiun

4. Kab. Kediri 13. Kota Batu

5. Kab. Malang

6. Kab. Mojokerto

7. Kab. Jombang

8. Kab. Nganjuk

9. Kab. Madiun

Keterangan:

Kabupaten / Kota yang berada di posisi kanan dari garis vertikal (Indeks Pendidikan) dan berada posisi di atas dari garis horizontal

(Indeks Daya Beli) Provinsi Jawa Timur adalah kabupaten/kota dengan kondisi yang lebih baik.

Gambar 5. Posisi Indeks Pendidikan dan Indeks Daya Beli Per Kabupaten /Kota Berdasarkan Rata-

rata Provinsi Jawa Timur Tahun 2010

Kaitan antara pendidikan dan ekonomi dapat dijelaskan bahwa pendidikan merupakan

salah satu faktor yang sangat menentukan wawasan seseorang. Seseorang yang berpendidikan

tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional serta lebih mudah menerima ide-ide dan

tata cara kehidupan baru dibanding mereka yang berpendidikan lebih rendah atau tidak

berpendidikan. Selain itu, tingkat pendidikan juga mempengaruhi seseorang untuk bersikap.

Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin mudah pula orang tersebut menentukan

sikap, lebih kaya dengan pilihan-pilihan untuk bertindak, banyak alternatif yang

ditemukannya

Hubungan pendidikan dan produktifitas kerja juga tercermin juga dalam penghasilan.

Pendidikan yang lebih tinggi mengakibatkan produktifitas kerja yang lebih tinggi dan oleh

karena itu penghasilan juga lebih tinggi. Dengan demikian pendidikan dan latihan dipandang

sebagai investasi yang imbalannya dapat diperoleh beberapa tahun kemudian dalam bentuk

pertambahan hasil kerja. Bentuk investasi di bidang pendidikan dan latihan seperti itu

Page 29: bab 1

29

dinamakan human capital. Asumsi dasar dari teori human capital adalah bahwa sesorang

dapat meningkatkan penghasilannya melalui peningkatan pendidikan. Setiap tambahan satu

tahun sekolah berarti, di satu pihak, meningkatkan kemampuan kerja dan tingkat penghasilan

seseorang, tetapi dipihak lain menunda penerimaan penghasilan selama satu tahun karena

mengikuti pendidikan dan latihan tersebut.

Kontribusi Upaya Pengendalian Kuantitas Penduduk dalam IPM

Dalam kaitan dengan kesehatan, peran program KB dalam pencegahan kehamilan

yang tidak diinginkan dan kehamilan dengan resiko tinggi serta perawatan kehamilan,

kelahiran dan perawatan pasca melahirkan akan menyelamatkan beberapa nyawa ibu dari

kematian maternal. Perawatan prenatal dan kemampuan mencegah resiko tinggi untuk

melahirkan akan membantu mencegah kematian bayi dan anak. Anak anak dari keluarga

besar cenderung kurang mendapatkan perawatan kesehatan dan anak anak yang lahir dari

kehamilan yang tidak diinginkan memiliki resiko kematian lebih tinggi dibandingkan dengan

anak anak dan kehamilan yang direncanakan.

Penggunaan kontrasepsi akan memperkecil jumlah keluarga dan memperpanjang

jarak kelahiran. Kedua hal tersebut akan meningkatkan investasi keluarga untuk kesehatan

dan nutrisi sehingga akan menurunkan angka kemiskinan dan kelaparan. Dalam kaitan

dengan ekonomi. Pada tingkat makro bahwa penurunan kelahiran akan mempercepat

perkembangan sosial dan ekonomi suatu negara.

Gambar 5. Peran KB dalam Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia

Page 30: bab 1

30

Dalam kaitan dengan pendidikan, keluarga dengan anak sedikit dan jarak kelahiran

yang lebar akan memungkinkan mereka berinvestasi untuk pendidikan anaknya. Hal itu akan

memberikan keuntungan khusus bagi anak perempuan karena umumnya anak perempuan

memperoleh prioritas yang rendah dibandingkan anak laki-laki. Anak perempuan yang keluar

dari sekolah (DO) umumnya lebih rendah aksesnya terhadap pelayanan KB.

Page 31: bab 1

31

BAB VI

KEMISKINAN DAN KESEJAHTERAAN

Kemiskinan merupakan keadaan dimana terjadi kekurangan atau ketidakmampuan

individu dalam memenuhi kebutuhan dasarnya seperti pakaian, makanan, tempat berlindung

dan air minum. Kemiskinan juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan

pekerjaan yang mampu mengatasi kemiskinan itu sendiri. Berdasarkan kesepakatan

Millenium Development Goals (MDGs) kemiskinan merupakan hal utama yang harus

diperhatikan dan diberantas setiap negara. Hal ini dikarenakan tingkat kemiskinan suatu

negara akan berdampak pula terhadap kesehatan dan keamanan masyarakat. Begitu pula di

Jawa Timur. Masalah kemiskinan telah mendapat perhatian serius melalui digalakkannya

berbagai program pengentasan kemiskinan.

Perkembangan pembangunan suatu daerah dapat dipantau dari indikator makro

pembangunan diantaranya kemiskinan. Dari tahun ke tahun jumlah penduduk miskin di Jawa

Timur cenderung menurun.

atau cenderung melandai. Hal ini diduga lebih disebabkan hardcore poverty yang terjadi.

Upaya pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk menanggulangi hardcore poverty dilakukan

dengan berbagai program pengentasan kemiskinan dengan memberikan bantuan modal.

Penduduk miskin sebanyak 66,82 persen tinggal di daerah pedesaan atau sebanyak

3,493 ribu jiwa. Angka tersebut jika dibagi dengan jumlah penduduk secara aggregat pada

masing-masing wilayah yaitu pedesaan dan perkotaan menunjukkan persentase penduduk

miskin untuk daerah pedesaan sebesar 17,55 persen dan 9,66 persen untuk daerah perkotaan.

Tingkat kemiskinan di daerah perdesaan lebih parah dari pada daerah perkotaan. Ini

menunjukan masih adanya disparitas antara desa dan kota.

-

2.000,0

4.000,0

6.000,0

8.000,0

2007 2008 2009 2010 2011

7.155,3 6.651,3

6.022,6 5.529,3 5.356,2

Jumlah Penduduk Miskin di Jawa Timur

Sumber : BPS, 2010

Selama periode Maret-September

2011 persentase penduduk miskin di

Jawa Timur turun 0,38 poin persen

atau menjadi 13,85 persen di bulan

September 2011. Penduduk miskin

selama periode Maret-September 2011

turun sebanyak 128,9 ribu penduduk

atau menjadi 5.227,31 ribu penduduk

di bulan September 2011. Penurunan

persentase kemiskinan percepatannya

tidak secepat tahun-tahun sebelum

Sumber : BPS, 2010

Page 32: bab 1

32

Tabel 16. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Per Provinsi di Indonesia Tahun 2011

Propinsi

Jumlah Penduduk Miskin

(Ribu)

Persentase Penduduk Miskin

(%)

Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa

Nangroe Aceh Darussalam 176.02 718.78 894.81 13.69 21.87 19.57

Sumatera Utara 691.13 790.18 1 481.31 10.75 11.89 11.33

Sumatera Barat 140.49 301.59 442.09 7.42 10.07 9.04

Riau 141.92 340.13 482.05 6.37 9.83 8.47

Jambi 108.17 164.51 272.67 11.19 7.53 8.65

Sumatera Selatan 409.15 665.66 1 074.81 15.15 13.73 14.24

Bengkulu 95.28 208.33 303.60 17.74 17.39 17.50

Lampung 241.94 1 056.77 1 298.71 12.27 18.54 16.93

Bangka Belitung 25.32 46.74 72.06 4.11 7.35 5.75

Kepulauan Riau 106.35 23.21 129.56 7.35 7.65 7.40

DKI Jakarta 363.42 0.00 363.42 3.75 - 3.75

Jawa Barat 2 654.69 1 993.93 4 648.63 9.26 13.32 10.65

Jawa Tengah 2 092.51 3 014.85 5 107.36 14.12 17.14 15.76

DI Yogyakarta 304.34 256.55 560.88 13.16 21.82 16.08

Jawa Timur 1 768.23 3 587.98 5 356.21 9.87 18.19 14.23

Banten 335.53 354.96 690.49 4.61 9.75 6.32

Bali 92.95 73.28 166.23 3.91 4.65 4.20

Nusa Tenggara Barat 448.14 446.63 894.77 23.67 16.90 19.73

Nusa Tenggara Timur 117.04 895.87 1 012.90 12.50 23.36 21.23

Kalimantan Barat 84.47 295.64 380.11 6.33 9.59 8.60

Kalimantan Tengah 29.36 117.54 146.91 3.91 7.89 6.56

Kalimantan selatan 59.47 135.15 194.62 3.84 6.34 5.29

Kalimantan Timur 92.14 155.77 247.90 4.06 11.21 6.77

Sulawesi Utara 77.25 117.65 194.90 7.46 9.37 8.51

Sulawesi Tengah 61.90 361.74 423.63 9.46 17.89 15.83

Sulawesi Selatan 137.02 695.89 832.91 4.61 13.57 10.29

Sulawesi Tenggara 29.84 300.17 330.00 4.80 18.24 14.56

Gorontalo 19.29 178.98 198.27 5.37 25.65 18.75

Sulawesi Barat 29.68 135.19 164.86 10.77 14.83 13.89

Maluku 59.60 300.72 360.32 10.24 30.54 23.00

Maluku Utara 8.09 89.22 97.31 2.80 11.58 9.18

Papua Barat 10.78 239.06 249.84 6.05 39.56 31.92

Papua 35.27 909.53 944.79 4.60 41.58 31.98

Indonesia 11 046.75 18 972.18 30 018.93 9.23 15.72 12.49

Sumber: BPS Pusat

Asumsi dasar bahwa kemiskinan merupakan satu-satunya faktor penyebab

pengangguran, sementara ini dapat digunakan sebagai “pintu” masuk analisis kondisi

masyarakat di Jawa Timur. Tetapi hubungan kausalaitas keduanya akan nampak jelas jika

mencermati hubungan data yang ditampilkan berikut ini. Sebagai gambaran awal, kondisi

Page 33: bab 1

33

kemiskinan di Jawa Timur dari periode tahun 2002 sampai tahun 2007 dapat dilihat dalam

Tabel dibawah ini.

Tabel 17

Jumlah dan Persentase Angka Kemiskinan dan Pengangguran di Jawa Timur

Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007

Pendk.Miskin

7,181,757

7,064,289

6,979,564

8,390,996 7,455,655

7,137,699

Persentase 20,34% 19,52% 19,10% 22,51% 19,89% 18,84%

Penganggur

846,296

870,094

1,011,170

1,082,221 1,051,295

1,366,503

Persentase 4,74% 5,0% 5,5% 5,82% 5,62% 6,79%

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur dalam angka, 2008

Dilihat dari selisih angka kemiskinan pada tahun 2005 dan tahun 2006 yang hanya

turun 2,62 persen, sementara angka pegangguran mencapai 8,19 persen, maka dapat diartikan

bahwa program pengentasan kemiskinan di Jawa Timur masih dibawah 10 persen atau

tepatnya baru mencapai 9,81 persen.

Selanjutnya, bila dihubungkan dengan angka pengangguran, bisa jadi angka ini

berkorelasi, Artinya pengangguran baru yang setiap tahun muncul dari tambahan angkatan

kerja baru inilah yang menjadi keluarga miskin baru. Angkatan kerja baru yang notabene

adalah kelompok usia muda, sehingga sangat beralasan bahwa golongan angkatan kerja ini

menjadi kelompok pengangguran terdidik. Dengan demikian, pada saat yang sama dilakukan

program pengentasan kemiskinan sekaligus program perluasan kesempatan kerja baru yang

baru tersedia setiap tahunnya.

Indikator utama ketenagakerjaan yang sering digunakan sebagai indikasi keberhasilan

dalam menangani masalah pengangguran adalah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), yang

merupakan perbandingan antara jumlah penganggur terhadap jumlah angkatan kerja.

Besarnya angka pengangguran terbuka mempunyai implikasi sosial yang luas karena mereka

yang tidak bekerja tidak mempunyai pendapatan. Semakin tinggi angka pengangguran

terbuka maka semakin besar potensi kerawanan sosial yang ditimbulkannya, contohnya

kriminalitas. Sebaliknya semakin rendah angka pengangguran terbuka maka semakin stabil

kondisi sosial dalam masyarakat. Sangatlah tepat jika pemerintah seringkali menjadikan

indikator ini sebagai tolok ukur keberhailan pembangunan.

Page 34: bab 1

34

Tabel 18 Ekonomi Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Provinsi Jawa Timur Tahun 2010

Kabupaten/Kota Pert.

Ekonomi TPT TPAK Penganggur % Pra KS % KS 1

01 Pacitan 6.52 0.87 83 3,031 23.94 11.7

02 Ponorogo 6.13 3.83 73.74 18,898 26.98 21.73

03 Trenggalek 6.1 2.15 74.3 8,312 22.56 21.93

04 Tulungagung 6.82 3.50 72.73 19,021 20.58 20.7

05 Blitar 6.81 2.24 70.13 13,276 20.18 24.93

06 Kediri 6.53 3.75 68.04 28,634 16.22 20.94

07 Malang 6.22 4.49 68.26 56,425 19.48 20.53

08 Lumajang 5.92 3.17 63.78 15,459 12.65 20.01

09 Jember 6.16 2.71 66.36 31,472 18.14 23.52

10 Banyuwangi 6.63 3.92 70.24 32,415 20.8 20.89

11 Bondowoso 5.64 1.59 71.48 6,450 42.1 22.44

12 Situbondo 5.62 3.13 71.78 11,289 31.64 18.67

13 Probolinggo 6.46 2.02 73.28 12,190 32.94 24.96

14 Pasuruan 6.76 3.49 70.12 27,678 21.59 23.17

15 Sidoarjo 6.19 8.35 68.81 83,603 4.62 10.93

16 Mojokerto 6.81 4.84 70.51 26,381 15.82 18.91

17 Jombang 6.31 5.27 68.31 32,175 21.32 21.87

18 Nganjuk 6.75 3.64 65.66 18,364 32.3 24.8

19 Madiun 5.92 5.55 68.03 19,282 25.82 18.24

20 Magetan 5.83 2.41 78.75 9,217 12.19 14.84

21 Ngawi 6.19 4.80 70.73 21,476 57.35 8.48

22 Bojonegoro 12.26 3.29 67.88 20,723 52.07 16.59

23 Tuban 6.62 2.86 69.96 17,116 46.79 14.87

24 Lamongan 6.9 3.62 66.4 21,615 36.07 13.32

25 Gresik 6.93 7.70 67.07 45,199 17.17 14.69

26 Bangkalan 5.44 5.79 67.51 25,008 23.19 35.2

27 Sampang 5.33 1.77 72.3 7,868 40.59 32.97

28 Pamekasan 5.84 3.53 74.72 15,471 40.54 25.65

29 Sumenep 5.73 1.89 73.9 11,343 23.07 29.05

30 Kota Kediri 5.91 7.39 66.54 9,923 9.89 18.15

31 Kota Blitar 6.33 6.66 66.16 4,371 5.56 13.85

32 Kota Malang 6.52 8.68 63.81 34,085 11.19 17.55

33 Kota Probolinggo 6.04 6.85 63 5,444 3.39 14.53

34 Kota Pasuruan 6.33 7.23 63.29 5,956 12.09 22.74

35 Kota Mojokerto 6.56 7.52 68.26 4,623 10.77 20.45

36 Kota Madiun 6.92 9.52 66.63 8,342 1.6 16.26

37 Kota Surabaya 7.08 6.84 63.02 91,390 5.82 24.05

38 Kota Batu 7.06 5.55 68.24 5,418 11.57 18.29

Jawa Timur 6.67 4.25 69.08 828,943 23.6 20.64

Page 35: bab 1

35

Ukuran angkatan kerja lainnya yang sering digunakan adalah tingkat partisipasi

angkatan kerja (TPAK), yaitu angka yang menunjukkan persentase angkatan kerja terhadap

penduduk usia kerja. Angka TPAK dapat digunakan sebagai dasar untuk mengetahui

penduduk yang aktif bekerja ataupun mencari pekerjaan. Bila angka TPAK kecil maka dapat

diduga bahwa penduduk usia kerja banyak yang tergolong bukan angkatan kerja baik yang

sedang sekolah maupun mengurus rumah tangga dan lainnya. Dengan demikian angka TPAK

dipengaruhi oleh faktor jumlah penduduk yang masih bersekolah dan penduduk yang

mengurus rumah tangga. Kedua faktor tersebut dapat pula dipengaruhi oleh keadaan ekonomi

dan sosial budaya.

Pada tahun 2000, TPAK di Indonesia mencapai angka 68 persen, meningkat sangat

tajam dibandingkan tahun 90-an yang hanya berkisar 50 persen (Priyono,2002). Sejalan

dengan peningkatan TPAK di Indonesia, TPAK Jawa Timur juga mengalami peningkatan.

Bahkan di akhir tahun 2000-an TPAK Jawa Timur berkisar 69 persen. Peningkatan TPAK ini

merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan khususnya pembangunan

ekonomi.

Angka Buta Huruf dan Tingkat Pendidikan Penduduk Jawa Timur

Potensi keaksaraan merupakan landasan penting untuk menjadikan setiap warga negara

menjadi individu yang berkualitas. Sehingga mereka pun dapat mengenal dunia, memahami

faktor yang memengaruhi lingkungan, berpartisipasi aktif dalam pembangunan nasional,

membangun demokrasi dan memperkuat identitas budayanya. Kesenjangan pengetahuan

dalam masyarakat yang sering menjadi masalah sosial, politik dan ekonomi dapat dikurangi

karena masyarakatnya melek huruf dan berpendidikan. Maju atau tidaknya suatu daerah

sangat di pengaruhi oleh faktor pendidikan.

Sudah menjadi suatu rahasia umum bahwa maju atau tidaknya suatu daerah di

pengaruhi oleh faktor pendidikan. Dengan pendidikan tentunya akan mencetak Sumber Daya

Manusia yang berkualitas baik dari segi spritual, intelegensi dan skill. Apabila output dari

proses pendidikan ini gagal maka sulit dibayangkan bagaimana dapat mencapai kemajuan.

Semakin tinggi tingkat pendidikan manusia maka manusia tersebut akan semakin tangguh

dalam mengarungi arus kemajuan jaman dan menjalani kehidupan.

Sampai saat ini, masih ada 11,98% penduduk Jawa Timur yang buta huruf. Data tingkat

pendidikan menunjukkan bahwa 2,7% penduduk Jawa Timur tidak bersekolah, 9,1% tidak

tamat SD, 38,7% tamat SD, 22,5% tamat SMP dan 27% penduduk jawa Timur tamat SMA+.

Sebagian besar penduduk Jawa Timur masih berpendidikan SMP ke bawah.

Page 36: bab 1

36

Tabel 18 Persentase Buta Huruf dan Tingkat Pendidikan Penduduk Jawa Timur Tahun 2010

Kabupaten/Kota % Buta

Huruf Tdk Sklh Tdk Tmt SD Tmt SD Tmt SMP

Tmt

SMA+

01 Pacitan 8.42 0.3 5.7 42 32.7 19.3

02 Ponorogo 13.22 2.2 8.3 39.9 23.1 26.4

03 Trenggalek 7.17 1.2 2.1 49.8 29.5 17.4

04 Tulungagung 6.48 0 2.4 41.8 27.3 28.5

05 Blitar 7.82 0.7 6.3 34.1 30.7 28.2

06 Kediri 6.55 1.6 6.1 37.4 25.6 29.3

07 Malang 10.22 1.6 10.4 41.7 25.6 20.7

08 Lumajang 13.69 2.8 9.7 49.7 16.4 21.3

09 Jember 16.84 2.5 16 45.3 19.7 16.5

10 Banyuwangi 13.5 1 10.2 37.8 27.7 23.3

11 Bondowoso 24.36 4.6 19.7 52 13.8 9.9

12 Situbondo 21.4 6.7 14.5 48.4 16.1 14.2

13 Probolinggo 21.94 5.6 18.9 52.4 11.1 12

14 Pasuruan 10.8 3.2 18.8 45.5 18.5 14.1

15 Sidoarjo 2.59 0.7 4.8 20.8 19.1 54.6

16 Mojokerto 5.89 1.4 8 38.6 27.2 24.9

17 Jombang 7.48 1.1 6.4 33.6 28.7 30.1

18 Nganjuk 9.52 1.2 6.7 43.6 23.1 25.5

19 Madiun 10.76 1 8 40 20.4 30.5

20 Magetan 9.56 0.7 3.2 27.2 28.8 40.1

21 Ngawi 14.85 5.4 9.8 38.9 23.6 22.4

22 Bojonegoro 15.41 2.4 7.3 45.2 24.9 20.2

23 Tuban 14.24 3.7 5 51.7 20.7 18.8

24 Lamongan 12.57 2.1 7.7 35.9 28.1 26.2

25 Gresik 5.53 0.7 2.3 32.5 27.9 36.6

26 Bangkalan 17.16 10.7 13.4 55.8 8 12.1

27 Sampang 34.96 23.6 21.7 39 7.5 8.2

28 Pamekasan 19.54 5.9 12.5 47.9 17 16.6

29 Sumenep 21.35 10.4 11.2 39.1 24.8 14.6

30 Kota Kediri 2.39 0.4 3 18.8 27.8 50

31 Kota Blitar 2.76 0 1.2 17.4 22.1 59.3

32 Kota Malang 2.7 1 6.9 23.8 20.5 47.9

33 Kota Probolinggo 7.66 3.7 5.4 29.8 17.7 43.4

34 Kota Pasuruan 3.69 1.8 6.3 29.8 20 42.1

35 Kota Mojokerto 2.85 0.4 3.5 18 18.3 59.9

36 Kota Madiun 2.2 0.4 0.4 16.6 17 65.5

37 Kota Surabaya 1.69 1 4.3 21.6 20.8 52.2

38 Kota Batu 1.26 0.5 3.4 30.1 24.9 41.1

Jawa Timur 11.98 2.7 9.1 38.7 22.5 27

Page 37: bab 1

37

Kondisi Perumahan dan Lingkungan

Kondisi perumahan dapat dijadikan indikator tingkat kesejahteraan masyarakat.

Rumah yang layak sebaiknya mampu memenuhi syarat kesehatan bagi penghuninya.

Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk menentukan status kelayakan sebuah rumah

diantaranya luas lantai yang ditempati, jenis atap terluas, jenis dinding terluas dan

kepemilikan sarana dan prasarana penunjang lainnya seperti listrik, air minum dan tempat

pembuangan air besar. Dengan kondisi semacam ini, keadaan perumahan beserta

lingkungannya dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan rumah tangga dan juga tingkat

kesejahteraan masyarakat. Disisi lain, program kesehatan lingkungan yang bertujuan

menjaga, membentuk/mencapai dan melestarikan keadaan lingkungan yang sehat, bersih dan

nyaman juga dilakukan. Hal ini disadari bahwa perumahan saat ini tidak hanya sekedar

tempat berteduh tetapi merupakan cermin kehidupan masyarakat, sehingga perlu terwujudnya

rumah sehat yang dapat memberikan rasa nyaman dan nikmat bagi penghuninya. Di Jawa

Timur, rata-rata penduduk memiliki luas lantai 21,46 M2. Dan kondisi perumahan penduduk

Jawa Timur 81,28% non tanah.

Selain itu, lingkungan mempunyai kontribusi yang sangat besar terhadap kesehatan

masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun demikian semua indikator

lingkungan belum dapat digunakan karena keterbatasan sumberdaya sehingga faktor-faktor

lingkungan yang ditampilkan masih terbatas pada faktor lingkungan yang mempunyai

pengaruh langsung terhadap kejadian penyakit antara lain adalah penyediaan air bersih dan

kepemilikan jamban septik.

Ketersediaan air bersih merupakan upaya pengendalian lingkungan dan perilaku

manusia untuk memerangi penyakit terutama penyakit menular pada saluran pencernaan

seperti diare. Oleh karena itu salah satu upaya yang dilakukan adalah menjaga kualitas air.

Jumlah penduduk Jawa Timur yang memiliki Akses Air Bersih sebanyak 93,3 %. Dan dari

aspek sumber air minum, dapat dikatakan kondisinya masih jauh dari kondisi ideal. Sumber

air minum merupakan sumber air yang digunakan oleh rumah tangga untuk minum sehari-

hari. Sumber air minum masyarakat Jawa Timur 26,4% adalah ledeng dan air kemas.

Sementara itu, cakupan jamban septik di Jawa Timur adalah 56,87%. Hal ini menunjukkan

bahwa persentase cakupan jamban septik di Jawa Timur masih rendah.

Kondisi perumahan dan lingkungan dapat menggambarkan status kesejahteraan dan

kesehatan suatu masyarakat. Secara keseluruhan kondisi perumahan dan lingkungan

penduduk Jawa Timur dapat dilihat dalam tabel 19.

Page 38: bab 1

38

Tabel 19 Kondisi Perumahan dan Lingkungan

Kabupaten/Kota Luas

Lantai Non Tanah Air Bersih

Air Kemas dan

Ledeng

Jamban

Septik

Kabupaten

01 Pacitan 23.03 72.39 83.5 11.95 39.74

02 Ponorogo 27.23 76.13 96.74 15.4 63.79

03 Trenggalek 22.71 88.3 69.83 6.85 49.9

04 Tulungagung 21.87 89.37 96.17 17.24 68.48

05 Blitar 25.42 90.6 93.59 4.96 49.55

06 Kediri 21.29 89.6 94.84 3.9 61.01

07 Malang 21.55 88.77 96.98 14.2 56.23

08 Lumajang 18.01 93.12 96.07 15.36 40.13

09 Jember 18.37 89.79 93.15 10.01 42.08

10 Banyuwangi 22.47 88.03 88.68 10.35 54.49

11 Bondowoso 18.1 69.24 88.4 6.7 22.12

12 Situbondo 16.86 69.93 89.32 12.09 29.21

13 Probolinggo 19.45 69.87 84.85 13.23 26.83

14 Pasuruan 17.01 87.73 95.56 20.28 49.65

15 Sidoarjo 19.62 95.43 99.11 48.46 82.07

16 Mojokerto 20.44 85.07 96.11 11.27 68.05

17 Jombang 20.86 86.75 98.98 16.27 66.07

18 Nganjuk 23.29 71.99 96.34 8.48 59.57

19 Madiun 33.49 72.4 92.86 11.47 61.07

20 Magetan 30.97 88.25 94.71 37.02 72.65

21 Ngawi 36.59 41.72 95.44 17.68 42.41

22 Bojonegoro 29.34 40.06 95.85 17.33 40.79

23 Tuban 23.56 61.77 95.92 27.83 49.81

24 Lamongan 22.62 68.29 85.12 54.67 67.77

25 Gresik 19.03 84.2 93.5 65.96 83.84

26 Bangkalan 16.28 73.95 97.22 18.82 25.68

27 Sampang 21.73 42.13 73.16 19.55 29.57

28 Pamekasan 17.49 63.49 91.96 11.71 34.02

29 Sumenep 17.37 86.49 94.91 10.7 28.46

30 Kota Kediri 20.53 94.91 99.84 29.89 89.98

31 Kota Blitar 22.16 98.57 93.64 20.51 93.48

32 Kota Malang 21.33 94.71 99.3 54.8 81.64

33 Kota Probolinggo 18.85 88.87 100 42.91 77.29

34 Kota Pasuruan 17.96 98.51 99.34 60.89 71.78

35 Kota Mojokerto 23.36 97.75 100 58.68 93.09

36 Kota Madiun 26.11 96.49 99.52 75.6 94.9

37 Kota Surabaya 18.41 96.52 99.2 98.48 96.43

38 Kota Batu 20.46 94.73 99.18 61.51 78.21

Jawa Timur 21.46 81.28 93.73 26.4 56.87

Page 39: bab 1

39

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

1. Jumlah penduduk Jawa Timur berdasarkan sensus penduduk 2010 sebanyak 37.476.757

jiwa, terdiri dari 18.503.516 laki-laki dan 18.973.241perempuan. Kabuapten/Kota di

Jawa Timur yang jumlah penduduknya paling banyak adalah Kota Surabaya yang

mencapai 2.765.487 jiwa diikuti oleh Kabupaten Malang sebesar 2.446.218 jiwa dan

Kabupaten Jember 2.332.726 jiwa.

2. Angka Kelahiran Kasar (Crude Birth Rate = CBR) adalah jumlah kelahiran per 1000

penduduk untuk periode 1 tahun. Dikatakan kasar, karena sebagai penyebutnya adalah

jumlah penduduk keseluruhan, tanpa mempertimbangkan resiko kelahiran. Di Jawa

Timur, per 2010 CBR nya adalah sebesar 15.754. Ini artinya jumlah kelahiran selama

setahun di Jawa Timur adalah sebanyak 590.408 kelahiran, setiap bulan ada 49.201

kelahiran dan setiap hari ada 1.640 kelahiran.

3. Angka Kelahiran Menurut Umur Ibu (Age Spesific Fertility Rate = ASFR) adalah jumlah

kelahiran per 1000 perempuan reproduktif yang dirinci menurut usia. Ukuran ASFR ini

lebih halus daripada CBR karena penyebutnya adalah penduduk yang beresiko untuk

melahirkan yaitu perempuan usia reproduktif. Di Jawa Timur, ada sebanyak 112

kelahiran per 1000 perempuan usia usia 20-24 tahun.

4. Angka Kelahiran Total (Total Fertility Rate = TFR) adalah rata rata jumlah anak yang

dilahirkan oleh perempuan selama masa reproduktifnya. Ukuran fertilitas ini adalah

ukuran yang sangat penting untuk mengetahui keberhasilan pengendalian penduduk di

suatu daerah. Di Jawa Timur, rata rata jumlah anak yang dilahirkan oleh perempuan

selama masa reproduksinya adalah sebesar 2,02 anak (SP 2010 metode own children).

5. Angka Reproduksi Kasar (Gross Reproducive Rate = GRR) adalah jumlah anak

perempuan yang dilahirkan oleh seorang perempuan selama masa reproduksi. Anak yang

dilahirkan ini adalah khusus berjenis kelamin perempuan, dengan maksud anak

perempuan akan menggantikan ibunya untuk melahirkan. Di Jawa Timur Tahun 2010,

GRR nya sebesar 0,9541, artinya bahwa anak perempuan yang dilahirkan sebanyak

0,9541per perempuan selama masa reproduksi.

6. IPM Jawa Timur telah mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005

IPM Jawa Timur adalah sebesar 65,89 meningkat menjadi 70,38 pada tahun 2008 dan

Page 40: bab 1

40

meningkat lagi menjadi 71,55 pada tahun 2010. Kabupaten dengan IPM tertinggi adalah

Kota Blitar yaitu 77,18

7. Situasi derajat kesehatan penduduk Jawa Timur sudah baik. AHH meningkat, AKB

menurun, dan mayoritas masyarakat sudah menyadari arti penting kesehatan lingkungan.

Hanya saja masih terdapat penduduk yang tidak memiliki jamban septik sebesar 43,13%.

8. Secara umum, Jawa Timur telah memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup baik yaitu

6.67. Kabupaten dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi adalah Kabupaten Bojonegoro

yaitu 12.26, disusul kemudian oleh Kota Surabaya (7.08) dan Kota Batu (7.06).

9. Sampai saat ini, masih ada 11,98% penduduk Jawa Timur yang buta huruf. Data tingkat

pendidikan menunjukkan bahwa 2,7% penduduk Jawa Timur tidak bersekolah, 9,1%

tidak tamat SD, 38,7% tamat SD, 22,5% tamat SMP dan 27% penduduk jawa Timur

tamat SMA+. Sebagian besar penduduk Jawa Timur masih berpendidikan SMP ke

bawah.

7.2. Saran

1. Program pengendalian penduduk melalui program Keluarga Berencana harus terus

mendapat perhatian karena jumlah penduduk Jawa Timur tergolong besar, rangking

kedua di Indonesia setelah Jawa Barat. Perlu dilakukan sosialisasi yang tepat sasaran

dan berkelanjutan, hal ini diharapkan akan dapat meningkatkan pendidikan dan

pemahaman wanita terutama tentang KB, usia kawin pertama dan memperketat usia

kawin pertama.

2. Perlu upaya yang lebih serius dalam program pemberantasan buta huruf agar Jawa Timur

bebas buta huruf. Wajib belajar 12 tahun yang menjadi program andalan Jawa Timur

hendaknya benar-benar dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat agar tingkat

pendidikan penduduk Jawa Timur dapat meningkat.

Page 41: bab 1

41

DAFTAR PUSTAKA

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2011. Pendidikan Kependudukan.

Jakarta : Direktorat Kerjasama Pendidikan Kependudukan Badan Kependudukan

dan Keluarga Berencana Nasional.

Mantra Bagoes Ida. 2009. Demografi Umum. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Pemerintah Provinsi Jatim dan BPS Jatim. 2002. Analisis Indikator Makro Sosial dan

Ekonomi Jawa Timur 1998-2002.

Pemerintah Provinsi Jatim dan BPS Jatim. 2005. Data Makro Sosial dan Ekonomi Jawa

Timur 2001-2005.

Pemerintah Provinsi Jatim dan BPS Jatim. 2011. Data Makro Sosial dan Ekonomi Jawa

Timur 2006-2010.

Salim, Lutfi Agus.2011. Analisa Dampak Kependudukan Terhadap Pembangunan Sosial

Ekonomi di Jawa Timur, Makalah Semiloka Kependudukan di Sun City Sidoarjo. 5-

6 Juli 2011