bab 1

8
BAB I - PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini pusat perbelanjaan modern atau dikenal dengan sebutan mall mengalami pergeseran fungsi. Pada mulanya masyarakat ke mall khusus untuk berbelanja keperluan, namun saat ini mall tidak sekedar tempat berbelanja barang yang dibutuhkan, tetapi juga sebagai tempat hiburan yang memberikan suatu sarana rekreatif. Menurut Dittmar, Beattie & Friese dalam Herabadi, et al. (2009), berbelanja tidak hanya untuk mendapatkan keperluan akan barang-barang atau memenuhi kebutuhan, tetapi menjadi sebuah aktifitas lifestyle dan mungkin untuk memenuhi kebutuhan psikologi. Bentuk-bentuk baru sarana perdagangan modern di Indonesia terdiri dari pusat perbelanjaan (mall), departemen store, hypermarket, supermarket, minimarket, factory outlet, distribusi outlet, dan fast food. Selama tahun 2011 pasar modern masih didominasi oleh pertumbuhan minimarket dengan proporsi pasar sebesar 48%. Diikuti dengan sarana perdagangan lain seperti factory outlet, distribusi outlet, dan fast food sebesar 41%, mall 4%, hypermarket 1%, supermarket 4% dan departemen store menguasai pasar 2%. Berikut ini data sarana perdagangan kota Bandung tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 yang bersumber dari data Dinas KUKM dan industri Perdagangan Kota Bandung:

Upload: ivantaubahsantosa

Post on 12-Dec-2015

2 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

n

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 1

BAB I - PENDAHULUAN 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini pusat perbelanjaan modern atau dikenal dengan sebutan mall

mengalami pergeseran fungsi. Pada mulanya masyarakat ke mall khusus untuk

berbelanja keperluan, namun saat ini mall tidak sekedar tempat berbelanja barang

yang dibutuhkan, tetapi juga sebagai tempat hiburan yang memberikan suatu

sarana rekreatif. Menurut Dittmar, Beattie & Friese dalam Herabadi, et al. (2009),

berbelanja tidak hanya untuk mendapatkan keperluan akan barang-barang atau

memenuhi kebutuhan, tetapi menjadi sebuah aktifitas lifestyle dan mungkin untuk

memenuhi kebutuhan psikologi.

Bentuk-bentuk baru sarana perdagangan modern di Indonesia terdiri dari

pusat perbelanjaan (mall), departemen store, hypermarket, supermarket,

minimarket, factory outlet, distribusi outlet, dan fast food. Selama tahun 2011

pasar modern masih didominasi oleh pertumbuhan minimarket dengan proporsi

pasar sebesar 48%. Diikuti dengan sarana perdagangan lain seperti factory outlet,

distribusi outlet, dan fast food sebesar 41%, mall 4%, hypermarket 1%,

supermarket 4% dan departemen store menguasai pasar 2%.

Berikut ini data sarana perdagangan kota Bandung tahun 2009 sampai

dengan tahun 2011 yang bersumber dari data Dinas KUKM dan industri

Perdagangan Kota Bandung:

Page 2: Bab 1

BAB I - PENDAHULUAN 2

Tabel 1.1

Data Sarana Perdagangan Kota Bandung Tahun 2009-2011

No Jenis Sarana

Perdagangan

Jumlah

2009 2010 2011

1 Pusat Penjualan/ Mall 47 41 28

2 Supermarket 51 40 26

3 Minimarket 229 316 357

4 Hypermarket 2 5 8

5 Perkulakan 5 3 3

6 Departemen Store 11 13 16

7 Factory Outlet 98 98 98

8 Distribusi Outlet 135 135 135

Sumber: Data Dinas KUKM dan industri Perdagangan Kota Bandung,

September 2011

Sepanjang tahun 2010 kota Bandung masih tercatat pada peringkat ketiga

sebagai kota yang memiliki pusat perbelanjaan atau mal terbanyak. Berikut ini

data kota-kota yang memiliki banyak pusat perbelanjaan:

Tabel 1.2

Kota yang Memiliki Banyak Pusat Perbelanjaan

No Kota Jumlah

1 Jakarta 72

2 Bodetabek 42

3 Bandung 41

4 Surabaya 41

5 Medan 32

6 Yogya 31

7 Solo 26

8 Semarang 13

9 Bali 13

Sumber: Majalah SWA/XXVII/8-12 September 2010

Salah satu mall yang ada di kota Bandung adalah Paris Van Java. Paris

Van Java merupakan pusat perbelanjaan yang tidak hanya menjadi tempat

berbelanja barang-barang kebutuhan saja, tetapi juga sebagai tempat hiburan.

Berbagai usaha telah dilakukan manajemen Paris Van Java untuk menciptakan

lingkungan yang nyaman dan berkesan guna merangsang terjadinya pembelian

Page 3: Bab 1

BAB I - PENDAHULUAN 3

oleh konsumen. Berdasarkan sumber yang didapatkan dari manajemen Paris Van

Java, pada tahun 2010 pengunjung Paris Van Java sebesar 6.285.000, pada tahun

2011 mengalami penurunan pengunjung yaitu sebesar 6.120.000. Pada tahun 2012

pengunjung Paris Van Java meningkat menjadi 7.560.000.

Persaingan merupakan hal yang harus diperhatikan pusat perbelanjaan

untuk terus bertahan. Setelah Bandung Indah Plaza didirikan dan mampu menarik

jumlah pengunjung yang cukup banyak, para pengelola mall mulai berlomba-

lomba untuk bersaing dengan mendirikan mall-mall baru dengan konsepnya

masing-masing. Bandung Indah Plaza, Cihampelas Walk, Istana Plaza, dan Trans

Studio Mall merupakan beberapa contoh pesaing Paris Van Java. Industri

perdagangan yang akan bertahan adalah industri yang mengerti dan memahami

kebutuhan dan keinginan konsumen.

Berkunjung ke mall bisa dikatakan telah menjadi sebuah gaya hidup.

Lingkungan mall yang bisa dijadikan tempat berkumpul dengan teman-teman

membuat persepsi belanja di mall lebih menarik dan menyenangkan. Konsumen

yang memilki kesenangan seperti ini bisa disebut memiliki keperluan hedonik.

Park et al. (2006) menyatakan bahwa konsumsi hedonik adalah salah satu segi

dari perilaku konsumen yang berhubungan dengan aspek multi-sensori, fantasi,

dan emosi dalam pengalaman yang dikendalikan oleh berbagai manfaat seperti

kesenangan dalam menggunakan produk. Bagi sebagian masyarakat, belanja tidak

hanya diartikan menghabiskan uang untuk memenuhi kebutuhan, namun

merupakan suatu kenikmatan yang bisa didapatkan dari pengalamannya. Dengan

banyaknya mall yang berada di kota Bandung, konsumen lebih mudah

menyalurkan gaya hidup mereka dan mendapatkan kesenangan dan kepuasan.

Menurut Fam et al. (2011), sebagian besar keputusan konsumen dibuat

saat berada di dalam toko. Stimulus dalam lingkungan berbelanja juga dapat

menyebabkan terjadinya pembelian impulsif (Semuel, 2005). Konsumen jika

menikmati kegiatan berbelanja yang dilakukan, akan memberikan pengaruh yang

positif terhadap lamanya waktu yang dihabiskan untuk berbelanja (Kang dan

Poaps, 2010). Akibat dari semakin lama waktu yang dihabiskan konsumen dalam

suatu gerai adalah dapat meningkatkan probabilitas terjadinya pembelian (Fam et

Page 4: Bab 1

BAB I - PENDAHULUAN 4

al., 2011). Atmosfer toko merupakan salah satu elemen bauran pemasaran ritel

yang terkait dalam hal penciptaan suasana belanja. Atmosfer merupakan kunci

dalam menarik dan membuat konsumen terkesan dengan pengalaman berbelanja

di dalam toko (Coley dan Burgess, 2003).

Silvera et al. (2008) mengemukakan bahwa pembeli impulsif lebih

memperhatikan pertimbangan hedonik dibandingkan pertimbangan utilitarian

pada pembelian yang dilakukan, dan pengalaman berbelanja yang dirasakan

cenderung didorong oleh emosi yang tinggi seperti kegembiraan dan kesenangan.

Peritel seharusnya lebih berfokus pada emosi positif konsumen dan pengalaman

hedonik dalam gerai karena dapat meningkatkan terjadinya pembelian impulsif

(Park et al., 2006).

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya maka

penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh hedonic value dan

store atmosphere terhadap impulse buying konsumen. Penelitian dilakukan di

salah satu mall yang berada di Bandung yaitu Paris Van Java. Oleh karena itu

penulis mengambil judul “Pengaruh Store Atmosphere dan Hedonic Value

terhadap Impulse Buying di Mall Paris Van Java”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan impulse buying

sebagai aspek yang dapat dipengaruhi hedonic value dan store atmosphere. Pada

tahun 2011, pengunjung Paris Van Java mengalami penurunan, oleh karena itu

Paris Van Java perlu membenahi masalah itu. Berkembangnya pusat perbelanjaan

modern di Bandung dan persaingannya yang sangat ketat mengharuskan Paris

Van Java memiliki strategi yang efektif agar memiliki keunggulan kompetitif.

Oleh karena itu, penulis membatasi ruang lingkup masalahnya sebagai berikut:

1. Apakah ada pengaruh store atmosphere terhadap impulse buying di Paris

Van Java?

2. Apakah ada pengaruh hedonik value terhadap impulse buying di Paris Van

Java?

Page 5: Bab 1

BAB I - PENDAHULUAN 5

3. Berapa besar pengaruh store atmosphere dan hedonic value terhadap

impulse buying di Paris Van Java?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat dalam

menyelesaikan perkuliahan S1 Jurusan Manajemen Fakultas Bisnis dan

Manajemen di Universitas Widyatama.

Dengan diperolehnya informasi dari penelitian ini diharapkan akan

memperoleh manfaat bagi pihak-pihak yang bersangkutan.

1. Perusahaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan

bagi perusahaan yang bergerak di bidang pengelolaan pusat perbelanjaan

modern atau mall untuk memahami impulse buying konsumen yang

dipengaruhi oleh motivasi belanja hedonik sehingga dapat meningkatkan

strategi pemasarannya dengan memanfaatkan motif yang dimiliki

konsumen untuk pergi berbelanja.

2. Bagi Penulis

a. Sebagai suatu studi aplikasi dari ilmu teoritis yang diterima di kampus

dan menerapkannya dalam kehidupan yang lebih nyata serta sebagai

sarana evaluasi untuk mengukur keahlian diri dalam bidang

pemasaran.

b. Memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat mengaplikasikan

pelajaran yang sudah diberikan selama perkuliahan serta mempelajari

bagaiman cara menganalisis dan mengolah data.

Page 6: Bab 1

BAB I - PENDAHULUAN 6

3. Bagi Pembaca

a. Sebagai salah satu masukan bagi ilmu pengetahuan, terutama dalam

bidang ilmu manajemen.

b. Menambah wawasan bagi pembaca mengenai pengaruh store

atmosphere dan hedonic value terhadap impulse buying di mall.

c. Sebagai bahan untuk pembaca yang ingin melakukan penelitian yang

sama atau penelitian lanjutan mengenai store atmosphere dan hedonic

value terhadap impulse buying di mall.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah agar pengelola mall maupun retail yang

berada di mall dapat merumuskan strategi pemasaran dengan memanfaatkan

hedonic value yang dimiliki konsumen dan store atmosphere yang baik di mall

sehingga terjadinya impulse buying. Tujuan itu didapat setelah mengetahui

dimensi mana yang memiliki pengaruh.

1.4 Kerangka Pemikiran

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran

Hedonic Value

Store Atmosphere

Impulse Buying

Page 7: Bab 1

BAB I - PENDAHULUAN 7

Beberapa ahli membedakan antara impulse buying dan unplanned buying.

Unplaned buying terjadi ketika seseorang merasa tidak familiar dengan layout

sebuah toko, merasakan tekanan untuk membeli atau seseorang merasa diingatkan

untuk membeli sesuatu ketika melihatnya, sementara impulse buying terjadi ketika

seseorang merasakan desakan tiba-tiba yang tidak bisa ditolak (Solomon, 2004).

Namun berbeda dengan Solomon, lebih banyak ahli berpendapat bahwa impulse

buying dikenal dengan sebutan unplanned buying (pembelian tidak direncanakan).

Dari beberapa pengertian yang dikemukakan oleh beberapa ahli, pengertian

impulse buying memiliki kesamaan makna yang memiliki arti bahwa impulse

buying adalah tindakan tanpa sengaja dan diikuti oleh respon emosional yang

kuat.

Berbelanja merupakan suatu aktifitas yang sering dilakukan untuk

memenuhi suatu kebutuhan. Salah satu motif berbelanja seseorang adalah motif

belanja hedonik. Motif belanja hedonik merupakan dorongan berbelanja untuk

mencari kesenangan (Suhartanto, 2008). Ketika konsumen berbelanja ditandai

oleh motif hedonik, konsumen cenderung berorientasi pada kesenangan, fantasi

dan hiburan yang bisa didapatkannya melalui pengalaman belanja.

Menurut Fam et al. (2011), sebagian besar keputusan konsumen dibuat

saat berada di dalam gerai. Stimulus dalam lingkungan berbelanja dapat

diwujudkan melalui atmosfer gerai serta pelayanan (service) yang diberikan

kepada konsumen saat melakukan kegiatan berbelanja. Stimulus dalam

lingkungan berbelanja juga dapat menyebabkan terjadinya pembelian impulsif

(Semuel, 2005). Konsumen jika menikmati kegiatan berbelanja yang dilakukan,

akan memberikan pengaruh yang positif terhadap lamanya waktu yang dihabiskan

untuk berbelanja (Kang dan Poaps, 2010). Akibat dari semakin lama waktu yang

dihabiskan konsumen dalam suatu gerai adalah dapat meningkatkan probabilitas

terjadinya pembelian (Fam et al., 2011).

Atmosfer gerai merupakan salah satu elemen bauran pemasaran ritel yang

terkait dalam hal penciptaan suasana belanja. Atmosfer merupakan kunci dalam

menarik dan membuat konsumen terkesan dengan pengalaman berbelanja di

dalam gerai (Coley dan Burgess, 2003). Utami (2010) menyatakan terdapat dua

Page 8: Bab 1

BAB I - PENDAHULUAN 8

macam motivasi berbelanja yang menjadi perhatian peritel dalam menyediakan

atmosfer dalam gerai yang sesuai. Pertama adalah kelompok yang berorientasi

pada motif utilitarian yang lebih mementingkan aspek fungsional. Kelompok

kedua adalah kelompok yang berorientasi rekreasi, faktor ambience, visual

merchandising, dan fasilitas-fasilitas yang lengkap menjadi faktor penentu

keputusan konsumen.

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian yang ditetapkan oleh penulis adalah di Paris Van Java

yang terletak di Jalan Sukajadi 137-139 Bandung 40162. Waktu penelitian

dimulai pada bulan Februari 2013.