bab 1
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem imun adalah suatu sistem yang rumit yang terdiri dari beberapa tipe dari sel-sel
yang menetap melekat pada jaringan atau mampu bergerak yang berinteraksi di dalam
jaringan getah bening yang tersebar di seluruh tubuh. Sistem ini dirangsang oleh masuknya
mikroorganisme atau benda asing (antigen) ke dalam tubuh inang yang berfungsi untuk
mengenyahkan materi itu.
Tugas dasar sistem imunitas tersebut antara lain adalah membedakan ‘dirinya sendiri’
(seluruh sel di dalam tubuh) dengan ‘pendatang asing’ (bakteri, virus, toksik, jamur, serta
jaringan asing). Menghadapi pendatang asing tadi, sistem imunitas harus membentuk sel
khusus melalui sel darah putih, untuk mengeliminasi pendatang asing tersebut. Sistem imun
dibagi menjadi 2 yaitu, imunitas nonspesifik (innate, native immunity) dan imunitas spesifik
(Adaptif). Hal ini menjadi latar belakang penulis untuk memberikan pengertian tentang sistem imun
dan macam-macam sistem imun. Penulis akan membahas lebih dalam mengenai hal tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan sistem imun?
2. Ada berapa macam sistem imun?
1.3 Tujuan Penulisan
Dalam pembuatan makalah yang berjudul “Sistem Imun Spesifik dan Nonspesifik” penulis
mempunyai beberapa tujuan dalam pembuatan makalah, antara lain sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui macam-macam sistem imun dan cara kerjanya.
2. Untuk menambah khasanah pengetahuan tentang sistem imun.
1.4 Manfaat Penulisan
Penulisan makalah yang berjudul “Sistem Imun Spesifik dan Nonspesifik”, diharapkan
bermanfaat sebagai sumbang pikiran pengertian tentang sistem imun spesifik dan nonspesifik.
Penulisan juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah satu dorongan atau motivasi untuk lebih
memperhatikan kesehatan tubuh.
1
1.5 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode Literatur, yaitu metode yang
digunakan dengan cara mengambil sumber dari berbagai buku - buku dan internet yang digunakan
sebagai sumber acuan dalam penyusunan makalah ini.
1.6 Sistematika Penulisan
Agar pembaca memperoleh gambaran tentang isi pokok karya tulis ilmiah ini, maka penulis
menyajikan sistematika penulisan bab demi bab yang tersusun sebagai berikut:
Bab 1 Pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penulisan,manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab 2 Isi yang berisi tentang pengertiang sistem imun dan macam-macam sistem imun.
Bab 3 Penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran - saran yang penulis
tujukan kepada pembaca.
2
BAB 2 ISI
2. 1 Sistem Imun
Sistem kekebalan tubuh ( imunitas ) adalah sistem mekanisme pada organisme yang
melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh
patogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang
luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta
menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat
dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa (Anwar, 2009).
Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan badan untuk mempertahankan
keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai
bahan dalam lingkungan hidup (Baratawidjaja,1996).
Sistem imun adalah suatu sistem yang rumit yang terdiri dari beberapa tipe dari sel-sel
yang menetap melekat pada jaringan atau mampu bergerak yang berinteraksi di dalam
jaringan getah bening yang tersebar di seluruh tubuh. Sistem ini dirangsang oleh masuknya
mikroorganisme atau benda asing (antigen) ke dalam tubuh inang yang berfungsi untuk
mengenyahkan materi itu.
Sistem imun dapat membedakan zat asing (non-self) dari zat yang berasal dari tubuh
sendiri (self). Dari beberapa keadaan patologik, sistem imun tidak dapat membedakan self
dan non-self sehingga sel-sel dalam sistem imun membentuk zat anti terhadap jaringan
tubuhnya sendiri yang disebut autoantibodi. Bila sistem imun terpapar pada zat yang
dianggap asing, maka ada dua jenis respon imun yang mungkin terjadi, yaitu respon imun
nonspesifik dan respon imun spesifik. Tugas dasar sistem imunitas tersebut antara lain adalah
membedakan ‘dirinya sendiri’ (seluruh sel di dalam tubuh) dengan ‘pendatang asing’
(bakteri, virus, toksik, jamur, serta jaringan asing). Menghadapi pendatang asing tadi, sistem
imunitas harus membentuk sel khusus melalui sel darah putih, untuk mengeliminasi
pendatang asing tersebut. Sistem imun dibagi menjadi 2, yatiu:
1. Imunitas nonspesifik (innate, native immunity)
a. Bersifat nonspesifik dan sudah ada sejak lahir.
b. Mencakup faktor-faktor protektif yang terdapat pada suatu individu
yang tidak bergantung kepada rangsangan antigenik
3
c. Sistem pengenalan awal yang cepat untuk mendeteksi patogen.
2. Imunitas spesifik (Adaptif)
a. Besifat spesifik
b. Didapat secara aktif setelah infeksi atau vaksinasi
c. Didapat secara pasif dengan penyaluran melalui plasenta atau suntikan
antibodi spesifik
2. 2 Macam – Macam Sistem Imun
Tugas dasar sistem imunitas tersebut antara lain adalah membedakan ‘dirinya sendiri’
(seluruh sel di dalam tubuh) dengan ‘pendatang asing’ (bakteri, virus, toksik, jamur, serta
jaringan asing). Sistem imun dibagi menjadi 2 yaitu: sistem imun spesifik (adaptif) dan
sistem imun nonspesifik (innate immunity).
A. Sistem imun spesifik (adaptif)
Sistem Imunitas Spesifik (adaptif)- Imunitas spesifik diperlukan untuk melawan
antigen dari imunitas nonspesifik. Antigen merupakan substansi berupa protein dan
polisakarida yang mampu merangsang munculnya sistem kekebalan tubuh (antibodi).
Mikrobia yang sering menginfeksi tubuh juga mempunyai antigen. Selain itu, antigen ini juga
dapat berasal dari sel asing atau sel kanker. Tubuh kita seringkali dapat membentuk sistem
imun (kekebalan) dengan sendirinya. Setelah mempunyai kekebalan, tubuh akan kebal
terhadap penyakit tersebut walaupun tubuh telah terinfeksi beberapa kali. Sebagai contoh
campak atau cacar air, penyakit ini biasanya hanya menjangkiti manusia sekali dalam seumur
hidupnya. Hal ini karena tubuh telah membentuk kekebalan primer. Kekebalan primer
diperoleh dari B limfosit dan T limfosit.
Adapun imunitas spesifik dapat di peroleh melalui pembentukan antibodi. Antibodi
merupakan senyawa kimia yang dihasilkan oleh sel darah putih. Semua kuman penyakit
memiliki zat kimia pada permukaannya yang disebut antigen. Antigen sebenarnya terbentuk
atas protein. Tubuh akan merespon ketika tubuh mendapatkan penyakit dengan cara membuat
antibodi. Jenis antigen pada setiap kuman penyakit bersifat spesifik atau berbeda-beda untuk
setiap jenis kuman penyakit. Dengan demikian diperlukan antibodi yang berbeda pula untuk
jenis kuman yang berbeda. Tubuh memerlukan macam antibodi yang banyak untuk
melindungi tubuh dari berbagai macam kuman penyakit. Anda pasti tahu bahwa dalam
kehidupan sehari-hari tubuh tidak dapat selalu berada dalam kondisi terbebas dari kotoran
dan mikroorganisme (steril). Tubuh dapat dengan cepat merespon infeksi suatu kuman
4
penyakti apabila di dalam tubuh sudah terdapat antibodi untuk jenis antigen tertentu yang
berasal dari kuman.
Ciri-ciri sistem imun spesifik: Bersifat selektif terhadap benda asing yang masuk ke
dalam tubuh. Sistem reaksi ini tidak memiliki reaksi yang sama terhadap semua jenis benda
asing, Memiliki kemampuan untuk mengingat infeksi sebelumnya, Melibatkan pembentukan
sel-sel tertentu dan zat kimia ( antibody ), Perlambatan, waktu antara eksposur dan respon
maksimal.
Imunitas humoral (HI)
1. Dimediasi oleh protein yang disebut antibodi.
Antibodi ( Imunoglobulin / Ig) : merupakan zat kimia( protein plasma ) yang dapat
mengidentifikasi antigen. Antibodi dihasilkan oleh sel limfosit B. Ketika sel limfosit B
mengidentifikasi antigen,dengan cepat sel akan bereplikasi untuk menghasilkan sejumlah
besar sel plasma.Sel plasma lalu akan menghasilkan antibody dan melepaskanya ke dalam
cairan tubuh. Sel limfosit B juga menghasilkan sel memori B, dengan struktur yang sama
dengan sel limfosit B,dan dapat hidup lebih lama daripada sel plasma.
Antibodi merupakan protein-protein yang terbentuk sebagai respon terhadap antigen
yang masuk ke tubuh, yang bereaksi secara spesifik dengan antigen tersebut. Konfigurasi
molekul antigen-antibodi sedemikian rupa sehingga hanya antibodi yang timbul sebagai
respon terhadap suatu antigen tertentu saja yang cocok dengan permukaan antigen itu
sekaligus bereaksi dengannya (Roitt, 1990).
Antibodi adalah bahan larut digolongkan dalam protein yang disebut globulin dan
sekarang dikenal sebagai immunoglobulin. Dua cirinya yang penting adalah spesifitas dan
aktivitas biologik (Baratawidjaja, 1996).
Antibodi Poliklonal adalah antibodi dihasilkan di dalam tubuh secara alami yang
dibentuk merupakan klon dari sel-sel limfosit dan umum. Antibodi monoklonal adalah
antibodi yang dibentuk di luar tubuh melalui fusi sel. Merupakan hasil pengklonan satu sel
hibridoma. Berfungsi untuk mendiagnois penyakit kanker dan hepatisis. Antibodi memiliki
struktur seperti huruf Y dengan dua lengan dan satu kaki. Lengan tersebut dinamakan antigen
binding site,yakni tempat melekatnya antigen. Molekul antibodi dapat dikelompokkan
menjadi lima kelas yakni, IgG, IgA, IgM, IgD, IgE.
5
Immunoglobulin (Ig) dibentuk oleh sel plasma yang berasal dari proliferasi sel B
akibat adanya kontak dengan antigen. Antibodi yang terbentuk secara spesifik ini akan
mengikat antigen baru lainnya yang sejenis. Bila serum protein tersebut dipisahkan dengan
cara elektroforesis, maka immunoglobulin ditemukan terbanyak dalam fraksi globulin gama,
meskipun ada beberapa immunoglobulin yang juga ditemukan dalam fraksi globulin alafa
dan beta (Soewolo, 2005).
Apabila kuman/zat asing yang masuk tidak dapat ditangkal oleh sistem kekebalan
tubuh tidak spesifik maka diperlukan sitem kekebalan dengan tingkat yang lebih tinggi atau
sistem kekebalan spesifik. ada 2 jenis kekebalan spesifik, yaitu kekebalan selular (sel limfosit
T) dan kekebalan humoral (sel limfosit B yang memproduksi antibodi). Kekebalan ini hanya
berperan pada kuman/zat asing yang sudah dikenal, artinya jenis kuman/zat asing tersebut
sudah pernah atau lebih dari satu kali masuk ke dalam tubuh manusia (Munasir, 2010).
2. Menetralkan mikroorganisme dan toksis dan membuang antigen yang ada di
dalam cairan tubuh dengan memperkuat fagositosis atau lisis oleh komplemen.
Antigen : Merupakan zat kimia asing yang masuk ke dalam tubuh dan dapat
merangsang terbentuknya antibody.Antigen memiliki struktur tiga dimensi sengan dua atau
lebih determinant site. Determinant site merupakan bagian dari antigen yang dapat melekat
pada bagian sisi pengikatan pada antibody. Antigen dapat berupa protein ,sel bakteri,atau zat
kimia yang dikeluarkan mikroorganisme.
Antigen yang menghasilkan respon kekebalan humoral umumnya merupakan protein
dan komponen permukaan polisakarida berbagai mikroba, jaringan cangkokan yang tidak
kompatibel, dan sel-sel darah yang tidak difungsikan. Selain itu sebagian diantara kita,
protein bahan asing seperti racun lebah atau serbuk sari bertindak sebagi antigen yang
merangsang respon humoral alergi atau hipersensitivitas (Campbell, 2004).
Imunitas selular (CMI)
1. Terutama dimediasi oleh sel-sel-T sitoksis, sel-sel NK, dan makrofag teraktivitasi.
2. Berperan unutk membasmi mikrorganisme yang mendiami sel-sel tubuh maupun
membunuh sel-sel yang menyimpang.
6
Organ-organ yang berperan
1. Organ limfoid pusat
a. Ini adalah tempat perkembangan sel-sel imunokompeten.
b. Terdiri dari timus dan sumsum tulang.
2. Organ limfoid perifer
a. Tempat imunokompetensi ditampilkan.
b. Terdiri dari limpa, kelenjar getah bening, dan plak peyeri usus halus.
Sel-sel yang berperan
1. Sel-sel pemapar antigen (antigen pesenting cells/APC), sel-sel yang diturunkan
oleh timus (sel-sel-T), dan sumsum tulang (sel-sel-B) yang berinteraksi di dalam
organ.
2. Bersama dengan pengeluran sitokin berperan untuk imunitas adaptif HI dan CMI
memiliki efek pengendalian negatif pengaturan imun adaptif.
Perkembangan sistem imunitas adaptif
1. Sel-sel punca (stem cells) multipotensial berasal dari hati janin dan sumsum
tulang.
a. Jika sel-sel ini bermigrasi ke timus janin, mereka memperoleh sifat-sifat
fenotip sel-sel-T di bawah pengaruh hormon timus.
2. Sel-sel-T mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
a. Kelompok diferensiasi (clusters of differention/CD)
1) Penanda protei fenotip muncul pada membran sel-T pada berbagai
stadium diferensiasi di dalam timus.
7
2) CD2 dan CD3 adalah penanda utama yang tetap tinggal pada semua
sel-T perifer dan bermanfaat untuk mengidentifikasi dan menghitung
sel-sel-T.
3) CD4 menentukan subset sel-T pembantu (T-Helper,Th), yang
membantu sifat responsif sel-sel-B dan sel-sel imunokompeten lainnya.
4) Sel-sel Th berdiferensiansi di dalam timus menjadi sel-sel Th0, Th1,
dan Th2, berdasarkan perbedaan pada sitokin yang disekresikannya.
5) Sel-sel sitotoksik (Tc) memiliki CD8.
6) Sel-sel-T pengatur (treg) terdiri dari dua kelas: yang timbul secara
alamiah yang memiliki penanda CD4+CD25+FoxP3 di dalam timus,
dan dapat menekan sel-sel-T lainnya, dan sel-sel Treg adaptif yang
berfungsi pad akhir respons imun normal.
b. Reseptor antigen
1) Sel-sel mengikat dan spesifik untuk setiap epitop antigen.
2) Muncul membran sel-T sebagai salah satu dari dua tipe yang disebut
α:βTCR atau : TCR.
c. Daerah untuk pulang
1) Berada pada bagian periarterioler limpa, dalam daerah parakorteks dan
korteks dalam di dalam kelenjar getah bening, dan di dalam jaringan
yang berhubungan dengan saluran cerna dan yang berhubungan dengan
jaringan bronkus.
2) Kira-kira 1% sampai 2% sel-sel-T meninggalkan timus dan masuk ke
jaringan perifer; sisanya mati akibat apoptosis, yang ditandai oleh
kondensasi dan pecahnya inti dan melemasnya membran.
8
3. Jika sel punca tetap berbeda di dalam sumsum tulang, sel-sel ini akan memperoleh
penanda CD fenotipyang khas untuk stadium diferensiasi sel-B.
a. Suatu reseptor antigen yang terikat pada membran, spesifik epitop, yang
berupa antibodi IgM monomer, membedakan reseptor antigen sel-B dari
reseptor antigen sel-T. Pada perangsangan anti gen dan sitokin, sel-B
mensintesis dan mensekresi antibodinya.
b. Daerah kepulangan (homing areas) sel-B terutama ada pada folikel limpa,
pulpa merah, kelenjar getah bening, dan jaringan yang terkait selaput lendir.
4. Maturasi parsil sel-sel-T di dalam timus dan sel-sel-B di dalam sumsum tulang in
utero diikuti oleh migrasi ke dan menempati jaringan limfoid perifer. Setelah
lahir, sel-sel-T dan sel-sel-B berdiferensiasi lebih lanjutdi dalam jaringan limfoid
perifer dan menigkatkan imunokompetensi di bawah rangsangan antigen.
5. Tampilan imunitas adaptif secara konseptual ditentukan oleh teori seleksi klonal;
populasi total sel-sel-T maupun populasi total sel-el-B di dalam tubuh disusun
oleh berjuta-juta koloni sel-sel individu, setiap koloni ditentukan dengan
munculnya reseptor spesifik untuk epitop antigen tertentu. Pada waktu masuk,
antigen domodifikasi oleh APC dan menyeleksi sel-sel-T, sel-sel-B, atau
keduanya, memiliki reseptor yang terkait pada membran yang spesifik untuk
epitopnya. Melalui pembelahan selanjutnya, hanya terjadi diferensiasi yang
diinduksi oleh sitokin dan ekspansi koloni itu saja. Jadi hanya koloni sel-sel-T dan
sel-sel-B yang spesifik untuk organisme penyebab infeksi pada pasien akan
bertambah banyak sampai jumlahnya dan fungsinya cukup untuk membasmi
patogen tersebut.
Sel-sel Sistem Imun Spesifik
Limfosit yang terdiri dari sel T dan sel B, merupakan kunci pengontrol sistem imun. Sel-
sel tersebut dapat mengenal benda asing dan membedakannya dari sel jaringan sendiri.
Biasanya sel limfosit hanya memberikan reaksi terhadap benda asing, tetapi tidak terhadap
sel sendiri. Kemampuan mengenal limfosit tersebut disebabkan oleh adanya reseptor pada
permukaan sel. Pada permukaan sel T dan sel B ditemukan pula reseptor untuk fraksi Fc
9
suatu antibodi yang mungkin berperanan dalam mengatur respon limfosit. Satu sel limfosit
hanya membentuk reseptor untuk satu jenis antigen sehingga sel tersebut hanya dapat
mengenal antigen yang sejenis saja.
Sel T
Pada neonatus, timus merupakan salah satu tempat proliferasi sel. Diduga 90% timosit yang
gagal memperoleh reseptor yang diperlukan untuk berfungsi akan dihancurkan. Sel T
merupakan 65-80% dari semua limfosit dalam sirkulasi. Di bawah mikroskop biasa, sel T
tidak dapat dibedakan dari sel B.
a. Karakteristik Sel T
1. Sel T tidak mengeluarkan antibodi. Sel –sel ini harus berkontak langsung dengan sasaran
suatu proses yang dikenal sebagai immunitas yang diperantarai oleh sel (cell-mediated
immunity, imunitas seluler).
2. Bersifat klonal dan sangat spesifik antigen. Di membran plasmanya, setiap Sel T memiliki
protein-protein reseptor unik.
3. Sel T diaktifkan oleh antigen asing apabila antigen tersebut disajikan di permukaan suatu
sel yang juga membawa penanda identitas individu yang bersangkutan, yaitu, baik antigen
asing maupun antigen diri harus terdapat di permukaan sel sebelum sel T dapat mengikuti
keduanya.
4. Tidak semua turunan sel T yang teraktivasi menjadi sel T efektor. Sebagian kecil tetap
dorman, berfungsi sebagai cadangan sel T pengingat yang siap merespon secara lebih cepat
dan kuat apabila antigen asing tersebut muncul kembali di sel tubuh.
10
5. Selama pematangan di timus, sel T mengenal antigen asing dalam kombinasi dengan
antigen jaringan individu itu sendiri, suatu pelajaran yang diwariskan ke semua turunan sel T
berikutnya
6. Diperlukan waktu beberapa hari setelah pajanan antigen tertentu sebelum sel T teraktivasi
besiap untuk melancarkan serangan imun seluler.
b. Subpopulasi sel T
Ketika sel T terpajan ke kombinasi antigen spesifik, sel-sel dari sel klon sel T
komplementer berproliferisai dan berdiferensiasi selama beberapa hari, menghasilkan
sejumlah besar sel T teraktivasi yang melaksanakan berbagai respons imunitas seluler.
Terdapat tiga subpopulasi sel T, tergantung pada peran mereka setelah diaktifkan oleh
antigen.
1. Sel T sitotoksik
Sel T yang menghancurkan sel penjamu yang memiliki antigen asing, misalnya sel
tubuh yang dimasuki oleh virus, sel kanker, dan sel cangkokan.
Sasaran sel T sitotoksik yang paling sering adalah sel yang sudah terinfeksi virus. Sel
T sitotoksik dari klon yang spesifik untuk virus tersebut mengenali dan berikatan dengan
antigen virus dan antigen diri di permukaan sel yang terinfeksi. Setelah diaktivasi oleh
antigen virus, sel T sitotoksik menghancurkan sel korban dengan mengeluarkan zat-zat
kimiawi yang melisiskan sel sebelum replikasi virus dapat dimulai.
Salah satu cara yang digunakan sel T sitotoksik dan sel natural killer untuk
menghancurkan sel sasaran adalah dengan mengeluarkan moleku-molekul perofin, yang
menembus membran permukaan sel sasaran dan menyatu untuk membentuk saluran seperti
pori-pori. Teknik mematikan sel dengan membuat lubang di membran ini serupa dengan
metode yang diterapkan oleh membrane attack complex pada jenjang komplemen. Virus yang
keluar setelah sel dirusak kemudian secara langsung dihancurkan di cairan ekstrasel oleh sel-
sel fagositik, antibodi netralisasi, dan sistem komplemen. Sementara itu Sel T sitotoksik,
yang tidak mengalami cidera selama proses ini, dapat menyerang sel lain yang terinfeksi. Sel-
sel sehat disekitarnya menggantikan sel yang hilang melalui proses pembelahan sel.
11
Biasanya untuk menghentikan infeksi virus tidak banyak sel yang harus dihancurkan.
Namun, apabila virus memiliki kesempatan untuk memperbanyak diri, dengan virus-virus
turunan itu meninggalkan sel dan semua menyebar ke sel-sel lain, banyak sel yang harus
dikorbankan oleh mekanisme pertahanan sel T sitotoksik, sehingga dapat terjadi malfungsi
serius.
2. Sel T penolong
Sel T yang meningkatkan perkembangan sel B aktif menjadi sel plasma, memperkuat
aktivitas sel T sitotoksik dan sel T penekan (supresor) yang sesuai, dan mengaktifkan
makrofag. Sel T penolong meningkatkan banyak aspek respons imun, terutama melalui
sekresi limfokin. Berikut ini adalah sebagian dari zat-zat perantara kimiawi yang paling
dikenal yang dihasilkan oleh Sel T ini:
1. Sel T penolong menghasilkan faktor pertumbuhan sel B yang meningkatkan kemampuan
klon sel B aktif menghasilkan antibodi. Sekresi antibodi sangat menurun jika tidak terdapat
sel T penolong, walaupun sel T itu sendiri tidak menghasilkan antibodi.
2. Sel T penolong juga mengeluarkan faktor pertumbuhan sel T, yang juga dikenal sebagai
interleukin 2 (IL-2) untuk meningkatkan aktivitas sel T sitotoksik, sel T penekan, dan bahkan
sel T penolong lain yang responsif terhadap antigen yang masuk.
3. Sebagian zat kimia yang dihasilkan oleh sel T berfungsi sebagai kemotaksin untuk menarik
lebih banyak neutrofil dan calon makrofag ke tempat invasi.
4. Setelah makrofag ditarik ke daerah invasi, sel T penolong mengeluarkan macrophage-
migration inhibition factor, suatu limfokin penting lain, yang menahan sel-sel fagositik besar
ini tetap di lokasi invasi. Akibatnya terjadi penumpukan makrofag dalam jumlah besar di
daerah yang terinfeksi. Faktor ini juga meningkatkan daya fagositik makrofag-makrofag
tersebut. Apa yang disebut angry macrophage ini memiliki daya destruktif yang lebih besar.
Sel T penolong adalah jenis sel T yang paling banyak, menyusun sekitar 60-80% dari sel T
yang beredar dalam darah. Karena peran penting sel ini dalam “menyalakan” semua kekuatan
llimfosi dan makrofag, sel T penolong dapat dianggap sebagai “tombol utama” sistem imun.
3. Sel T penekan
12
T yang menekan produksi antibodi sel B dan aktivitas sel T sitotoksik dan
penolong.Sebagian besar dari milyaran Sel T diperkirakan tergolong dalam subpopulasi
penolong dan penekan, yang tidak secara langsung ikut serta dalam destruksi patogen secara
imunologik. Kedua subpopulasi tersebut disebut sel T regulatorik, karena mereka
memodulasi aktivitas sel B dan Sel T sitotoksik serta aktivitas mereka sendiri dan aktivitas
makrofag.
Pajanan terhadap antigen sering mengaktifkan baik sel B maupun sel T secara
stimulan. Seperti sel T regulatorik yang dapat mempermudah atau menekan sekresi antibodi
sel B, antibodi juga dapat meningkatkan atau menghambat kemampuan sel-sel T sitotoksik
menghancurkan sel korban, bergantung pada keadaan. Sebagain besar efek yang ditimbulkan
limfosit pada sel-sel imun lain ( limfosit lain dan makrofag) diperantarai melalui sekresi zat-
zat perantara kimiawi. Semua zat kimiawi selain antibodi yang disekresikan secara kolektif
oleh limfosit disebut limfokin, yang sebagian besar diproduksi oleh limfosit T. Limfokin
tidak berinteraksi secara langsung dengan antigen yang menyebabkan prduksi limfokin
tersebut.
Pengetahuan mengenai sel T penekan jauh lebih sedikit dibandingkan subpopulasi
lainnya. Sel-sel ini tampaknya berfungsi membatasi reaksi imun melalui mekanisme “ check
and balance” dengan limfosit yang lain. Sementara sel B, sel Sitotoksik, dan sel T penolong
meningkatkan aktivitas imun satu sama lain, sel T penekan membatasi respons semua sel
imun lain. Melalui metode umpan balik negatif, sel T penolong mendorong sel T penekan
beraksi. Sel T penekan pada gilirannya, menghambat sel T penolong dan sel-sel lain yang
untuk bertugas dipengaruhi oleh sel T penolong.
Efek inhibisi oleh sel T penekan membantu mencegah reaksi imun berlebihan yang
dapat membahayakan tubuh. Peningkatan jumlah sel T penekan sebagai respons terhadap
infeksi virus biasanya berlangsung lebih lambat dibandingkan dengan proliferasi sel T
sitotoksik dan sel T penolong, sehingga sel T penekan membantu menghentikan respons
imun setelah respons tersebut melaksanakan fungsinya.
Sel B
Sel B berkembang dalam bursa fabricius yang timbuldari epitel kloaka. Pada manusia
belum didapatkan hal yang analog dengan bursa tersebut dan pematangan terjadi di sumsum
13
tulang atau di tempat yang belum diketahui. Setelah matang sel B bergerak ke alat-alat seperti
limpa, kelenjar limfoid atau tonsil.
Sel B ditemukan dalam hati fetus dan sumsum tulang dan belum mempunyai
imunoglobulin permukaan atau petanda. Perkembangan sel B dalam sumsum tulang adalah
antigen independent tetapi perkembangan selanjutnya memerlukan rangsangan dari antigen.
Sel B dalam istirahat berukuran kecil dengan sedikit sekali sitoplasma. Bila diaktifkan
berkembang menjadi limfoblas. Beberapa diantaranya menjadi matang atau sel plasma yang
tidak memiliki Ig pada permukaannya, tetapi mampu memproduksi antibodi bebas. Beberapa
limfoblast berkembang menjadi sel T memori.
Atas pengaruh antigen melalui sel T, sel B berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel
plasma yang mampu membentuk Ig dengan spesifitas yang sama, sebagian sel yang dibentuk
akan kembali ke dalam fase istirahat, sel B yang matang sebagai sel B memori yang dapat
memberikan respon imun yang lebih cepat.
Sel B merupakan 5-15% dari jumlah seluruh limfosit dalam sirkulasi. Fungsi utamanya
adalah membentuka antibodi. Sel B ditandai dengan adanya imunoglobulin yang dibentuk
didalam sel dan kemudian dilepas, tetapi sebagian menempel pada permukaan sel yang
selanjutnya berfungsi sebagai reseptor antigen. Kebanyakan sel B perifer mengandung IgM
dan IgD dan hanya beberapa sel yang mengandung IgG, IgA, dan IgE pada permukaan
tersebut yang dapat ditemukan dengan teknikimunofluoresen.
B. Kekebalan Nonspesifik (innate immunity)
Respon imun nonspesifik umumnya merupakan imunitas bawaan (innate immunity)
dalam arti bahwa respon zat asing dapat terjadi walaupun tubuh sebelumnya tidak pernah
terpapar pada zat tersebut, sedangkan respon imun spesifik merupakan respon didapat
(acquired) yang timbul terhadap antigen tertentu, terhadap bagian tubuh mana yang terpapar
sebelumnya. Perbedaan utama terhadap kedua jenis respon imun itu adalah dalam hal
spesifisitas dan pembentukan memory terhadap antigen tertentu pada respon imun spesifik
yang tidak terdapat pada respon imun nonspesifik. Namun telah dibuktikan pula bahwa kedua
jenis respon di atas saling meningkat kan efektifitas dan bahwa respon imun yang terjadi
sebenarnya merupakan int eraksi antara satu komponen dengan komponen lain yang dapat
14
terdapat di dalam sistem imun. Interaksi tersebut berlangsung bersama-sama sedemikian rupa
sehingga menghasilkan suatu aktivasi biologik yang seirama dan serasi.
Sistem imun nonspesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi
mikroorganisme, oleh karena itu dapat memberikan respon langsung terhadap antigen,
sedangkan sistem imun spesifik membutuhkan waktu untuk mengenal antigen terlebih dahulu
sebelum dapat memberikan responnya.
Respon imun nonspesifik. Salah satu upaya tubuh untuk mempertahankan diri
terhadap masuknya antigen, misalnya antigen bakteri, adalah menghancurkan bakteri
bersangkutan secara nonspesifik dengan proses fagositosis. Dalam hal ini leukosit yang
termasuk fagosit memegang peranan peranan yang sangat penting, khususnya makrofag
demikian pula neutrifil dan monosit. Supaya dapat terjadi fagositosis sel-sel fagosit tersebut
harus berada dala jarak dekat dengan part ikel bakteri, atau lebih tepat lagi bahwa partikel
tersebut harus melekat pada permukaan fagosit . Untuk mencapai hal ini maka fagosit harus
bergerak menuju sasaran. Hal ini dimungkinkan berkat dilepaskannya zat atau mediator
tertentu yang disebut factor leukotaktik atau kemotaktik yang berasal dari bakteri maupun
yang dilepaskan oleh neutrofil atau makrofag yang sebelumnya telah berada di lokasi bakteri
atau yang dilepaskan oleh komplemen. Selain factor kemotaktik yang menarik fagosit menuju
antigen sasaran, untuk proses fagositosis selanjutnya bakteri perlu mengalami opsonisasi
terlebih dahulu.
Ini berarti bahwa bakteri terlebih dahulu dilapisi oleh immunoglobulin atau
komplemen (C3b), agar supaya lebih mudah ditangkap oleh fagosit. Selanjutnya partikel
bakteri masuk ke dalam sel dengan cara endositosis dan oleh pembentukan fagosom yang
terperangkap dalam kantung fagosom seolah-olah ditelan untuk kemudian dihancurkan, baik
dengan proses oksidasi-reduksi maupun oleh derajat keasaman yang ada dalam fagosit atau
penghancuran oleh lisozim dan gangguan metabolisme bakteri.
Kekebalan tubuh nonspesifik adalah bagian dari tubuh kita yang telah ada sejak kita
lahir. Ciri-cirinya: Sistem ini tidak selektif,artinya semua benda asing yang masuk ke dalam
tubuh akan diserang dan dihancurkan tanpa seleksi, Tidak memiliki kemampuan untuk
mengingat infeksi yan terjadi sebelumnya, Eksposur menyebabkan respon maksimal segera.
Sistem ini memiliki komponen-komponen yang mampu menangkal benda masuk ke dalam
tubuh, yakni(Anwar, 2009):
15
Rintangan Mekanis
Rintangan mekanis merupakan system pertahanan tubuh yang pertama dan umumnya terletak
di bagian permukaan tubuh.
Terdiri atas :
1. Kulit :Terdiri dari lapisan tanduk yang tidak mudah ditembus oleh benda asing kecuali jika
kulit dalam keadaan terluka.Asam lemak dan keringat yang dihailkan oleh kelenjar di kulit
juga akan mencegah benda asing masuk ke dalam tubuh.
2. Selaput Lendir : Merupakan hasil sekresi dari sel yang terdapat di sepanjang saluran
pernapasan dan saluran pencernaan.Pada saluran pernapaan,Selaput lendir berfungi dalam
menangkap bakteri / benda asing yang masuk ke dalam tubuh melalui saluran
pernapasan.Contoh : Selaput lender pada hidung. Selaput lender pada saluran pencernaan
berfungsi sebagai rintangan yang melindungi sel diluar system pencernaan.
3. Rambut-rambut halus : Sebagian besar terdapat pada saluran pernapasan. Contoh : di
hidung,rambut-rambut halus berfungsi sebagai penyaring udara yang masuk melalui hidung.
Fungsi organ-organ menurun sejalan dengan peningkatan usia manusia. Organ kurang efisien
dibandingkan saat usia muda, contohnya timus yang menghasilkan hormon terutama selama
pubertas. Pada lansia, sebagian besar kelenjar timus tidak berfungsi. Tetapi ketika limfosit
terpapar pada hormon timus, maka sistem imun meningkat sewaktu-waktu. Sekresi hormon
termasuk hormon pertumbuhan dan melatonin menurun pada usia tua dan mungkin
dihubungkan dengan sistem imun (Fatmah, 2006).
Rintangan Kimiawi
1.Hasil Sekresi :berperan untuk membunuh benda asing dengan menggunakan zat kimia dan
enzim.
2.Bakteri yang terdapat di permukaan tubuh ( bakteri nonpatogen ) : Berfungsi untuk
menekan pertumbuhan bakteri patogen yang akan masuk ke dalam tubuh.
3.Sel Darah Putih : merupakan system pertahanan tubuh kedua. Apabila benda asing berhasil
melewati system pertahanan pertama dan masuk ke dalam tubuh,maka sel darah putih akan
16
mencegah benda asing masuk lebih jauh lagi ke dalam tubuh. Sel darah putih akan
menghancurkan setipa benda asing yang masuk ke dalam tubuh dengan cara fagositosis.
Mekanisme fagositosis (Anwar, 2009) :
2. Mikroba menempel ke fagosit.
3. Fagosit membentuk pseudopodium yang menelan mikroba
4. Vesikula fagositik bersatu sengan lisosom
5. Mikroba dibunuh oleh enzim dalam fagolisosom
6. Sisa-sisa mikroba dikeluarkan lewat eksotisosis
4. Sel Natural Killer : Merupakan sel pertahanan yang mampu melisis dan membunuh sel-sel
kanker serta sel tubuh yang terinfeksi virus sebelum diaktifkanya system kekebalan adaptif.
Sel ini membunuh dengan cara menyerang membrane sel target dan melepaskan senyawa
kimia preforin.
5. Protein Komplemen :merupakan protein darah yang berfungsi membantu system
pertahanan sel darah putih.Protein komplemen membantu system kekebalan tubuh
dengan cara(Anwar, 2009) :
1. Menghasilkan opsonin ,kemotoksin, dan kinin. Opsonin untuk mempermudah
terjadinya fagositosis. Kemotoksin berfungsi sebagai penarik sel darah putih menuju
ke infeksi , sedangkan kinin untuk meningkatkan permeabilitas pembuluh darah.
2. Berperan dalam proses penghancuran membrane sel mikroorganisme yang menyerang
tubuh.
3. Menstimulasi sel darah putih agar menjadi lebih aktif.
7. Interferon : Sel yang berperan dalam mensekresikan sekumpulan protein saat tubuh kita
terserang virus. Interferon akan bertindak sebagai antivirus dan bereaksi sengan sel yang
belum terinfeksi oleh virus. Interferon juga dapat merangsang limfosit untuk
mengahncurkan dan membunuh sel-sel yang terinfeksi virus.
Sifat-sifat pertahanan dan mekanismenya
1. Penghalang fisik dan kimiawi terhadap serangan mikroba.
17
a. Kulit dan selaput lendir menghalangi tempat masuknya petogen dan
mengeluarkan peptida antimikroba dan enzim.
b. Peptida kationik (defensin) dikeluarkan oleh sel ke dalam vakuola fagositik
dan merusak membran bakteri.
c. Katelisidin disimpan di dalam granula sekretorik, yang jika diaktifkan akan
menjadikan bakteri lebih permeabel.
d. Lisozim dikeluarkan ke dalam sekresi air mata dan air ludah.
2. Deteksi dini patogen sebelum timbulnya kekebalan adaptif.
a. Sel-sel yang berperan: makrofak, neutrofil, dan sel-sel denditrik, yang
memiliki reseptor pengenal pola (PRR, pattern recognition receptors) untuk
pola molekul terkait patogen (PAMP, pathogen-associated molecular patterns)
yang ditemukan pada banyak migroorganisme tetapi tidak ada pada sel-sel
mamalia.
b. Suatu subkelompok PRR yang penting ialah reseptor Toll, yang masing-
masing mengenali dan terkait kepada PAMP pada mikroorganisme tertentu,
mengeluarkan mediator terlarut (interleukin [IL]). Peristiwa ini merangsang
terjadinya peradangan dan fagositosis dan pembasmian organisme.
c. Sel-sel perusak alamiah (NK,natural Killer cells) mendeteksi sel inang yang
memiliki penurunan jumlah molekul histocompatibility molecules) kelas I,
yang terjadi setelah terinfeksi oleh virus. Pengikatan kepada MHC kelas I pada
sel-sel manusia yang terinfeksi terjadi melalui reseptor yang diaktifkan oleh
sel perusak (KAR, killer-activated reseptor), yang mempunyai daya
mematikan sel. Sifat mematikan sel ini dapat dihindarkan jika reseptor NK
(reseptor penghambat perusakan [KIR], killer inhibition receptor)
menampilkan sel-sel yang memiliki kadar MHC I yang cukup, jadi akan
menyelamatkan sel-sel normal yang tidak terinfeksi.
peradangan Fagositosis
1. Peradangan ditandai oleh penyaluran terkendali sel-sel dan plasma dari darah
menuju daerah yang terkena trauma.
a. Proses ini dimulai oleh pengeluaran sitokin pra-darang IL-1, faktor nekrosis
tumor α (TNF-α) yang dilarangsang oleh mikroba dan komplemen yang
diaktifkan melalui diaktifkan melalui jalur alternatif.
b. Sitokin-sitokin ini menginduksi perlekatan molekul-molekul pada leukosit
(integrin), sel-sel endotel (seltktin), dan sel-sel epitel.
18
c. Perlekatan intergrin neutrofil kepada selektin dan molekul pelekat intraslular
(ICAM, inracellular adhesion molecules) pada endotel vaskular akan
memperlambat penyalurannya diikuti oleh diapedesis ke dalam tempat
terjadinya trauma.
2. Sel-sel fagosit direkrut oleh kemokin IL-8 dan protein kemotaktik monositik
(MCP, monocytic chemotactic protein).
a. Mula – mula direkrut neutrofil, lalu diikuti oleh monosit, makrofag, dan terjadi
peradangan yang dimediasi oleh sistem imun, limfosit.
b. Upaya menghilangkan kondisi atau mikroorganisme pemicu dilakukan oleh
sel-sel fagosit yang diaktifkan oleh IL-8 peradangan makrofag (MIP,
macrophage inflammatory protein), dan interferon- ᵞ (IFN-ᵞ).
c. Organisme yang terkurung di dalam membran hasil fagositosis dirusak di
dalam vakuola fagosit oleh enzim lisosom, hidrogen peroksida, nitrogen
oksida, dan anion O2- , mengakibatkan pembunuhan mikroba oleh oksigen.
3. Perbaikan kerusakan yang disebabkan oleh peradangan yang berlebihan
memerlukan dua fase :
a. Kebutuhan IL-4, IL-10, dan faktor β pengubah pertumbuhan (transforming
growth factor β/ TGF-β) untuk menurunkan produksi sitokin, yang mula –
mula diinduksi pada proses peradangan.
b. Kebutuhan untuk memproduksi kerangka ekstra sel oleh faktor pertumbuhan
yang berasal dari trombosit (platelet-derived growth factor / PDGF), TGF-β,
dan faktor pertumbuhan lainnya setelah terjadinya peningkatan poliferasi dan
pengaktifan fibroblas.
Mediator peradangan
1. Kemokin
a. Didefinisikan sebagai peptida kecil (8.000 sampai 16.000 Da) yang dikeluarkan
melalui trauma dan aktif pada konsentrasi yang sangat rendah ( 10-8 sampai 10 –
11 M). Molekul ini menunjukkan adanya 30% homologi rangkaian asam amino.
b. Berfungsi dengan menyalurkan sinyal melalui tujuh reseptor mirip-rodopsin
transmembran, yang mengaktifkan dan menarik leukosit ke tempat terjadinya
kerusakan jaringan.
c. Diklasifikasikan menjadi dua subkategori berdasarkan rangkaian dua pasang
amino sistein.
(1) Kemokin C-X-C (alfa) memiliki dua sistein pertama mereka yang dipisahkan
19
oleh satu asam amino. Kebanyakan akan menarik neutrofil, yang paling kuat ialah
IL-8, faktor trombosit 4, IFN- , protein 10 yang dapat diinduksi, dan faktor
pengaktifan makrofag.
(2) Kemokin C-C (beta) memiliki dua residu sistein yang berdekatan. Kebanyakan
akan menarik monosit dan limfosit T, sementara beberapa di antaranya menarik
eosinofil, basofil, dan sel-sel NK melalui MCP MIP, dan RANTES/reegulated on
activation normal T cell expressed and secreted (diatur dengan pengaktifan sel-T
normal yang dipaparkan dan disekresikan).
2. Sitokin
a. Merupakan protein pemberi sinyal intrasellular yang bekerja secara lokal dengan
cara parakin atau autokri dengan terikat pada reseptor yang memiliki afinitas
tinggi.
b. Seringkali memiliki fungsi yang tumpang tindih, karena satu aktivitas disebabkan
oleh beberapa sitokin, dan beberapa aktivitas dapat disebabkan oleh satu sitokin
(pleiotropisme).
c. Limfokin adalah sitokin yang dibuat oleh limfosit; monokin adalah sitokin yang
diproduksi oleh monosit atau makrofag.
d. IL-1, IL-6, dan TNF-α menginduksi MCP dan IL-8 dan respons fase akut, dan
bersifat sebagai pirogen endogen.
e. TGF-β ialah suatu penyembuhan luka yang kuat dan sebagai zat imunosupresif
yang menghambat efek IL-2 dan proliferasi banyak tipe sel. Zat ini juga
meningkatkan perubahan sel-sel-B menjadi sel yang mensintesis imunologlobulin
A (IgA).
f. Reseptor sitokin pada sel-sel dapat mempunyai bventuk yang beredar, terdiri dari
bagian ekstrasitoplasma dari reseptor saja, yang dapat bergabung dengan dan
menghalangi sitokin dalam serum sebelum mencapai sasaran selularnya.
20
BAB 3
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan keterangan diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
Pertama , Sistem imun adalah suatu sistem yang rumit yang terdiri dari beberapa tipe dari sel-
sel yang menetap melekat pada jaringan atau mampu bergerak yang berinteraksi di dalam
jaringan getah bening yang tersebar di seluruh tubuh.
Kedua, Sistem imun dibagi menjadi 2 yaitu, imunitas nonspesifik (innate, native immunity)
dan imunitas spesifik (Adaptif).
3.2 Saran
Adapun saran-saran dari penulis untuk pembaca yang telah membaca makalah yang ber judul
“Sistem Imun Spesifik dan Nonspesifik” adalah:
1. Penulis berharap agar pembaca dapat mengetahui lebih dalam lagi tentang sistem imun.
21
2. Penulis berharap agar pembaca dapat menjaga kesehatan tubuh dan lebih menghargai kesehatan
tubuh karena kesehatan tubuh mahal harganya.
DAFTAR PUSTAKA
http://blog.uin-malang.ac.id/bayyinatul/2010/07/05/sistem-kekebalan-tubuh/ diunduh kamis, 22 november 2012
louise H. Ph. D. 2011. Buku Saku Imunologi. Tangerang Selatan: Binarupa Aksara Publisher.
22