bab 1

34
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem imun adalah suatu sistem yang rumit yang terdiri dari beberapa tipe dari sel-sel yang menetap melekat pada jaringan atau mampu bergerak yang berinteraksi di dalam jaringan getah bening yang tersebar di seluruh tubuh. Sistem ini dirangsang oleh masuknya mikroorganisme atau benda asing (antigen) ke dalam tubuh inang yang berfungsi untuk mengenyahkan materi itu. Tugas dasar sistem imunitas tersebut antara lain adalah membedakan ‘dirinya sendiri’ (seluruh sel di dalam tubuh) dengan ‘pendatang asing’ (bakteri, virus, toksik, jamur, serta jaringan asing). Menghadapi pendatang asing tadi, sistem imunitas harus membentuk sel khusus melalui sel darah putih, untuk mengeliminasi pendatang asing tersebut. Sistem imun dibagi menjadi 2 yaitu, imunitas nonspesifik (innate, native immunity) dan imunitas spesifik (Adaptif). Hal ini menjadi latar belakang penulis untuk memberikan pengertian tentang sistem imun dan macam-macam sistem imun. Penulis akan membahas lebih dalam mengenai hal tersebut. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apa yang dimaksud dengan sistem imun? 2. Ada berapa macam sistem imun? 1

Upload: siti-khotijah

Post on 26-Oct-2015

28 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem imun adalah suatu sistem yang rumit yang terdiri dari beberapa tipe dari sel-sel

yang menetap melekat pada jaringan atau mampu bergerak yang berinteraksi di dalam

jaringan getah bening yang tersebar di seluruh tubuh. Sistem ini dirangsang oleh masuknya

mikroorganisme atau benda asing (antigen) ke dalam tubuh inang yang berfungsi untuk

mengenyahkan materi itu.

Tugas dasar sistem imunitas tersebut antara lain adalah membedakan ‘dirinya sendiri’

(seluruh sel di dalam tubuh) dengan ‘pendatang asing’ (bakteri, virus, toksik, jamur, serta

jaringan asing). Menghadapi pendatang asing tadi, sistem imunitas harus membentuk sel

khusus melalui sel darah putih, untuk mengeliminasi pendatang asing tersebut. Sistem imun

dibagi menjadi 2 yaitu, imunitas nonspesifik (innate, native immunity) dan imunitas spesifik

(Adaptif). Hal ini menjadi latar belakang penulis untuk memberikan pengertian tentang sistem imun

dan macam-macam sistem imun. Penulis akan membahas lebih dalam mengenai hal tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan sistem imun?

2. Ada berapa macam sistem imun?

1.3 Tujuan Penulisan

Dalam pembuatan makalah yang berjudul “Sistem Imun Spesifik dan Nonspesifik” penulis

mempunyai beberapa tujuan dalam pembuatan makalah, antara lain sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui macam-macam sistem imun dan cara kerjanya.

2. Untuk menambah khasanah pengetahuan tentang sistem imun.

1.4 Manfaat Penulisan

Penulisan makalah yang berjudul “Sistem Imun Spesifik dan Nonspesifik”, diharapkan

bermanfaat sebagai sumbang pikiran pengertian tentang sistem imun spesifik dan nonspesifik.

Penulisan juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah satu dorongan atau motivasi untuk lebih

memperhatikan kesehatan tubuh.

1

Page 2: Bab 1

1.5 Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode Literatur, yaitu metode yang

digunakan dengan cara mengambil sumber dari berbagai buku - buku dan internet yang digunakan

sebagai sumber acuan dalam penyusunan makalah ini.

1.6 Sistematika Penulisan

Agar pembaca memperoleh gambaran tentang isi pokok karya tulis ilmiah ini, maka penulis

menyajikan sistematika penulisan bab demi bab yang tersusun sebagai berikut:

Bab 1 Pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penulisan,manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab 2 Isi yang berisi tentang pengertiang sistem imun dan macam-macam sistem imun.

Bab 3 Penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran - saran yang penulis

tujukan kepada pembaca.

2

Page 3: Bab 1

BAB 2 ISI

2. 1 Sistem Imun

Sistem kekebalan tubuh ( imunitas ) adalah sistem mekanisme pada organisme yang

melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh

patogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang

luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta

menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat

dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa (Anwar, 2009).

Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan badan untuk mempertahankan

keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai

bahan dalam lingkungan hidup (Baratawidjaja,1996).

Sistem imun adalah suatu sistem yang rumit yang terdiri dari beberapa tipe dari sel-sel

yang menetap melekat pada jaringan atau mampu bergerak yang berinteraksi di dalam

jaringan getah bening yang tersebar di seluruh tubuh. Sistem ini dirangsang oleh masuknya

mikroorganisme atau benda asing (antigen) ke dalam tubuh inang yang berfungsi untuk

mengenyahkan materi itu.

Sistem imun dapat membedakan zat asing (non-self) dari zat yang berasal dari tubuh

sendiri (self). Dari beberapa keadaan patologik, sistem imun tidak dapat membedakan self

dan non-self sehingga sel-sel dalam sistem imun membentuk zat anti terhadap jaringan

tubuhnya sendiri yang disebut autoantibodi. Bila sistem imun terpapar pada zat yang

dianggap asing, maka ada dua jenis respon  imun yang mungkin terjadi, yaitu respon imun

nonspesifik dan respon imun spesifik. Tugas dasar sistem imunitas tersebut antara lain adalah

membedakan ‘dirinya sendiri’ (seluruh sel di dalam tubuh) dengan ‘pendatang asing’

(bakteri, virus, toksik, jamur, serta jaringan asing). Menghadapi pendatang asing tadi, sistem

imunitas harus membentuk sel khusus melalui sel darah putih, untuk mengeliminasi

pendatang asing tersebut. Sistem imun dibagi menjadi 2, yatiu:

1. Imunitas nonspesifik (innate, native immunity)

a. Bersifat nonspesifik dan sudah ada sejak lahir.

b. Mencakup faktor-faktor protektif yang terdapat pada suatu individu

yang tidak bergantung kepada rangsangan antigenik

3

Page 4: Bab 1

c. Sistem pengenalan awal yang cepat untuk mendeteksi patogen.

2. Imunitas spesifik (Adaptif)

a. Besifat spesifik

b. Didapat secara aktif setelah infeksi atau vaksinasi

c. Didapat secara pasif dengan penyaluran melalui plasenta atau suntikan

antibodi spesifik

2. 2 Macam – Macam Sistem Imun

Tugas dasar sistem imunitas tersebut antara lain adalah membedakan ‘dirinya sendiri’

(seluruh sel di dalam tubuh) dengan ‘pendatang asing’ (bakteri, virus, toksik, jamur, serta

jaringan asing). Sistem imun dibagi menjadi 2 yaitu: sistem imun spesifik (adaptif) dan

sistem imun nonspesifik (innate immunity).

A. Sistem imun spesifik (adaptif)

Sistem Imunitas Spesifik (adaptif)- Imunitas spesifik diperlukan untuk melawan

antigen dari imunitas nonspesifik. Antigen merupakan substansi berupa protein dan

polisakarida yang mampu merangsang munculnya sistem kekebalan tubuh (antibodi).

Mikrobia yang sering menginfeksi tubuh juga mempunyai antigen. Selain itu, antigen ini juga

dapat berasal dari sel asing atau sel kanker. Tubuh kita seringkali dapat membentuk sistem

imun (kekebalan) dengan sendirinya. Setelah mempunyai kekebalan, tubuh akan kebal

terhadap penyakit tersebut walaupun tubuh telah terinfeksi beberapa kali. Sebagai contoh

campak atau cacar air, penyakit ini biasanya hanya menjangkiti manusia sekali dalam seumur

hidupnya. Hal ini karena tubuh telah membentuk kekebalan primer. Kekebalan primer

diperoleh dari B limfosit dan T limfosit.

Adapun imunitas spesifik dapat di peroleh melalui pembentukan antibodi. Antibodi

merupakan senyawa kimia yang dihasilkan oleh sel darah putih. Semua kuman penyakit

memiliki zat kimia pada permukaannya yang disebut antigen. Antigen sebenarnya terbentuk

atas protein. Tubuh akan merespon ketika tubuh mendapatkan penyakit dengan cara membuat

antibodi. Jenis antigen pada setiap kuman penyakit bersifat spesifik atau berbeda-beda untuk

setiap jenis kuman penyakit. Dengan demikian diperlukan antibodi yang berbeda pula untuk

jenis kuman yang berbeda. Tubuh memerlukan macam antibodi yang banyak untuk

melindungi tubuh dari berbagai macam kuman penyakit. Anda pasti tahu bahwa dalam

kehidupan sehari-hari tubuh tidak dapat selalu berada dalam kondisi terbebas dari kotoran

dan mikroorganisme (steril). Tubuh dapat dengan cepat merespon infeksi suatu kuman

4

Page 5: Bab 1

penyakti apabila di dalam tubuh sudah terdapat antibodi untuk jenis antigen tertentu yang

berasal dari kuman.

Ciri-ciri sistem imun spesifik: Bersifat selektif terhadap benda asing yang masuk ke

dalam tubuh. Sistem reaksi ini tidak memiliki reaksi yang sama terhadap semua jenis benda

asing, Memiliki kemampuan untuk mengingat infeksi sebelumnya, Melibatkan pembentukan

sel-sel tertentu dan zat kimia ( antibody ), Perlambatan, waktu antara eksposur dan respon

maksimal.

Imunitas humoral (HI)

1. Dimediasi oleh protein yang disebut antibodi.

Antibodi ( Imunoglobulin / Ig) : merupakan zat kimia( protein plasma ) yang dapat

mengidentifikasi antigen. Antibodi dihasilkan oleh sel limfosit B. Ketika sel limfosit B

mengidentifikasi antigen,dengan cepat sel akan bereplikasi untuk menghasilkan sejumlah

besar sel plasma.Sel plasma lalu akan menghasilkan antibody dan melepaskanya ke dalam

cairan tubuh. Sel limfosit B juga menghasilkan sel memori B, dengan struktur yang sama

dengan sel limfosit B,dan dapat hidup lebih lama daripada sel plasma.

Antibodi merupakan protein-protein yang terbentuk sebagai respon terhadap antigen

yang masuk ke tubuh, yang bereaksi secara spesifik dengan antigen tersebut. Konfigurasi

molekul antigen-antibodi sedemikian rupa sehingga hanya antibodi yang timbul sebagai

respon terhadap suatu antigen tertentu saja yang cocok dengan permukaan antigen itu

sekaligus bereaksi dengannya (Roitt, 1990).

Antibodi adalah bahan larut digolongkan dalam protein yang disebut globulin dan

sekarang dikenal sebagai immunoglobulin. Dua cirinya yang penting adalah spesifitas dan

aktivitas biologik (Baratawidjaja, 1996).

Antibodi Poliklonal adalah antibodi dihasilkan di dalam tubuh secara alami yang

dibentuk merupakan klon dari sel-sel limfosit dan umum. Antibodi monoklonal adalah

antibodi yang dibentuk di luar tubuh melalui fusi sel. Merupakan hasil pengklonan satu sel

hibridoma. Berfungsi untuk mendiagnois penyakit kanker dan hepatisis. Antibodi memiliki

struktur seperti huruf Y dengan dua lengan dan satu kaki. Lengan tersebut dinamakan antigen

binding site,yakni tempat melekatnya antigen. Molekul antibodi dapat dikelompokkan

menjadi lima kelas yakni,  IgG, IgA, IgM, IgD, IgE.

5

Page 6: Bab 1

Immunoglobulin (Ig) dibentuk oleh sel plasma yang berasal dari proliferasi sel B

akibat adanya kontak dengan antigen. Antibodi yang terbentuk secara spesifik ini akan

mengikat antigen baru lainnya yang sejenis. Bila serum protein tersebut dipisahkan dengan

cara elektroforesis, maka immunoglobulin ditemukan terbanyak dalam fraksi globulin gama,

meskipun ada beberapa immunoglobulin yang juga ditemukan dalam fraksi globulin alafa

dan beta (Soewolo, 2005).

Apabila kuman/zat asing yang masuk tidak dapat ditangkal oleh sistem kekebalan

tubuh tidak spesifik maka diperlukan sitem kekebalan dengan tingkat yang lebih tinggi atau

sistem kekebalan spesifik. ada 2 jenis kekebalan spesifik, yaitu kekebalan selular (sel limfosit

T) dan kekebalan humoral (sel limfosit B yang memproduksi antibodi). Kekebalan ini hanya

berperan pada kuman/zat asing yang sudah dikenal, artinya jenis kuman/zat asing tersebut

sudah pernah atau lebih dari satu kali masuk ke dalam tubuh manusia (Munasir, 2010).

2. Menetralkan mikroorganisme dan toksis dan membuang antigen yang ada di

dalam cairan tubuh dengan memperkuat fagositosis atau lisis oleh komplemen.

Antigen : Merupakan zat kimia asing yang masuk ke dalam tubuh dan dapat

merangsang terbentuknya antibody.Antigen memiliki struktur tiga dimensi sengan dua atau

lebih determinant site. Determinant site merupakan bagian dari antigen yang dapat melekat

pada bagian sisi pengikatan pada antibody. Antigen dapat berupa protein ,sel bakteri,atau zat

kimia yang dikeluarkan mikroorganisme.

Antigen yang menghasilkan respon kekebalan humoral umumnya merupakan protein

dan komponen permukaan polisakarida berbagai mikroba, jaringan cangkokan yang tidak

kompatibel, dan sel-sel darah yang tidak difungsikan. Selain itu sebagian diantara kita,

protein bahan asing seperti racun lebah atau serbuk sari bertindak sebagi antigen yang

merangsang respon humoral alergi atau hipersensitivitas (Campbell, 2004).

Imunitas selular (CMI)

1. Terutama dimediasi oleh sel-sel-T sitoksis, sel-sel NK, dan makrofag teraktivitasi.

2. Berperan unutk membasmi mikrorganisme yang mendiami sel-sel tubuh maupun

membunuh sel-sel yang menyimpang.

6

Page 7: Bab 1

Organ-organ yang berperan

1. Organ limfoid pusat

a. Ini adalah tempat perkembangan sel-sel imunokompeten.

b. Terdiri dari timus dan sumsum tulang.

2. Organ limfoid perifer

a. Tempat imunokompetensi ditampilkan.

b. Terdiri dari limpa, kelenjar getah bening, dan plak peyeri usus halus.

Sel-sel yang berperan

1. Sel-sel pemapar antigen (antigen pesenting cells/APC), sel-sel yang diturunkan

oleh timus (sel-sel-T), dan sumsum tulang (sel-sel-B) yang berinteraksi di dalam

organ.

2. Bersama dengan pengeluran sitokin berperan untuk imunitas adaptif HI dan CMI

memiliki efek pengendalian negatif pengaturan imun adaptif.

Perkembangan sistem imunitas adaptif

1. Sel-sel punca (stem cells) multipotensial berasal dari hati janin dan sumsum

tulang.

a. Jika sel-sel ini bermigrasi ke timus janin, mereka memperoleh sifat-sifat

fenotip sel-sel-T di bawah pengaruh hormon timus.

2. Sel-sel-T mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

a. Kelompok diferensiasi (clusters of differention/CD)

1) Penanda protei fenotip muncul pada membran sel-T pada berbagai

stadium diferensiasi di dalam timus.

7

Page 8: Bab 1

2) CD2 dan CD3 adalah penanda utama yang tetap tinggal pada semua

sel-T perifer dan bermanfaat untuk mengidentifikasi dan menghitung

sel-sel-T.

3) CD4 menentukan subset sel-T pembantu (T-Helper,Th), yang

membantu sifat responsif sel-sel-B dan sel-sel imunokompeten lainnya.

4) Sel-sel Th berdiferensiansi di dalam timus menjadi sel-sel Th0, Th1,

dan Th2, berdasarkan perbedaan pada sitokin yang disekresikannya.

5) Sel-sel sitotoksik (Tc) memiliki CD8.

6) Sel-sel-T pengatur (treg) terdiri dari dua kelas: yang timbul secara

alamiah yang memiliki penanda CD4+CD25+FoxP3 di dalam timus,

dan dapat menekan sel-sel-T lainnya, dan sel-sel Treg adaptif yang

berfungsi pad akhir respons imun normal.

b. Reseptor antigen

1) Sel-sel mengikat dan spesifik untuk setiap epitop antigen.

2) Muncul membran sel-T sebagai salah satu dari dua tipe yang disebut

α:βTCR atau : TCR.

c. Daerah untuk pulang

1) Berada pada bagian periarterioler limpa, dalam daerah parakorteks dan

korteks dalam di dalam kelenjar getah bening, dan di dalam jaringan

yang berhubungan dengan saluran cerna dan yang berhubungan dengan

jaringan bronkus.

2) Kira-kira 1% sampai 2% sel-sel-T meninggalkan timus dan masuk ke

jaringan perifer; sisanya mati akibat apoptosis, yang ditandai oleh

kondensasi dan pecahnya inti dan melemasnya membran.

8

Page 9: Bab 1

3. Jika sel punca tetap berbeda di dalam sumsum tulang, sel-sel ini akan memperoleh

penanda CD fenotipyang khas untuk stadium diferensiasi sel-B.

a. Suatu reseptor antigen yang terikat pada membran, spesifik epitop, yang

berupa antibodi IgM monomer, membedakan reseptor antigen sel-B dari

reseptor antigen sel-T. Pada perangsangan anti gen dan sitokin, sel-B

mensintesis dan mensekresi antibodinya.

b. Daerah kepulangan (homing areas) sel-B terutama ada pada folikel limpa,

pulpa merah, kelenjar getah bening, dan jaringan yang terkait selaput lendir.

4. Maturasi parsil sel-sel-T di dalam timus dan sel-sel-B di dalam sumsum tulang in

utero diikuti oleh migrasi ke dan menempati jaringan limfoid perifer. Setelah

lahir, sel-sel-T dan sel-sel-B berdiferensiasi lebih lanjutdi dalam jaringan limfoid

perifer dan menigkatkan imunokompetensi di bawah rangsangan antigen.

5. Tampilan imunitas adaptif secara konseptual ditentukan oleh teori seleksi klonal;

populasi total sel-sel-T maupun populasi total sel-el-B di dalam tubuh disusun

oleh berjuta-juta koloni sel-sel individu, setiap koloni ditentukan dengan

munculnya reseptor spesifik untuk epitop antigen tertentu. Pada waktu masuk,

antigen domodifikasi oleh APC dan menyeleksi sel-sel-T, sel-sel-B, atau

keduanya, memiliki reseptor yang terkait pada membran yang spesifik untuk

epitopnya. Melalui pembelahan selanjutnya, hanya terjadi diferensiasi yang

diinduksi oleh sitokin dan ekspansi koloni itu saja. Jadi hanya koloni sel-sel-T dan

sel-sel-B yang spesifik untuk organisme penyebab infeksi pada pasien akan

bertambah banyak sampai jumlahnya dan fungsinya cukup untuk membasmi

patogen tersebut.

Sel-sel Sistem Imun Spesifik

Limfosit yang terdiri dari sel T dan sel B, merupakan kunci pengontrol sistem imun. Sel-

sel tersebut dapat mengenal benda asing dan membedakannya dari sel jaringan sendiri.

Biasanya sel limfosit hanya memberikan reaksi terhadap benda asing, tetapi tidak terhadap

sel sendiri. Kemampuan mengenal limfosit tersebut disebabkan oleh adanya reseptor pada

permukaan sel. Pada permukaan sel T dan sel B ditemukan pula reseptor untuk fraksi Fc

9

Page 10: Bab 1

suatu antibodi yang mungkin berperanan dalam mengatur respon limfosit. Satu sel limfosit

hanya membentuk reseptor untuk satu jenis antigen sehingga sel tersebut hanya dapat

mengenal antigen yang sejenis saja.

Sel T

Pada neonatus, timus merupakan salah satu tempat proliferasi sel. Diduga 90% timosit yang

gagal memperoleh reseptor yang diperlukan untuk berfungsi akan dihancurkan. Sel T

merupakan 65-80% dari semua limfosit dalam sirkulasi. Di bawah mikroskop biasa, sel T

tidak dapat dibedakan dari sel B.

a. Karakteristik Sel T

1. Sel T tidak mengeluarkan antibodi. Sel –sel ini harus berkontak langsung dengan sasaran

suatu proses yang dikenal sebagai immunitas yang diperantarai oleh sel (cell-mediated

immunity, imunitas seluler).

2. Bersifat klonal dan sangat spesifik antigen. Di membran plasmanya, setiap Sel T memiliki

protein-protein reseptor unik.

3. Sel T diaktifkan oleh antigen asing apabila antigen tersebut disajikan di permukaan suatu

sel yang juga membawa penanda identitas individu yang bersangkutan, yaitu, baik antigen

asing maupun antigen diri harus terdapat di permukaan sel sebelum sel T dapat mengikuti

keduanya.

4. Tidak semua turunan sel T yang teraktivasi menjadi sel T efektor. Sebagian kecil tetap

dorman, berfungsi sebagai cadangan sel T pengingat yang siap merespon secara lebih cepat

dan kuat apabila antigen asing tersebut muncul kembali di sel tubuh.

10

Page 11: Bab 1

5. Selama pematangan di timus, sel T mengenal antigen asing dalam kombinasi dengan

antigen jaringan individu itu sendiri, suatu pelajaran yang diwariskan ke semua turunan sel T

berikutnya

6. Diperlukan waktu beberapa hari setelah pajanan antigen tertentu sebelum sel T teraktivasi

besiap untuk melancarkan serangan imun seluler.

b. Subpopulasi sel T

Ketika sel T terpajan ke kombinasi antigen spesifik, sel-sel dari sel klon sel T

komplementer berproliferisai dan berdiferensiasi selama beberapa hari, menghasilkan

sejumlah besar sel T teraktivasi yang melaksanakan berbagai respons imunitas seluler.

Terdapat tiga subpopulasi sel T, tergantung pada peran mereka setelah diaktifkan oleh

antigen.

1. Sel T sitotoksik

Sel T yang menghancurkan sel penjamu yang memiliki antigen asing, misalnya sel

tubuh yang dimasuki oleh virus, sel kanker, dan sel cangkokan.

Sasaran sel T sitotoksik yang paling sering adalah sel yang sudah terinfeksi virus. Sel

T sitotoksik dari klon yang spesifik untuk virus tersebut mengenali dan berikatan dengan

antigen virus dan antigen diri di permukaan sel yang terinfeksi. Setelah diaktivasi oleh

antigen virus, sel T sitotoksik menghancurkan sel korban dengan mengeluarkan zat-zat

kimiawi yang melisiskan sel sebelum replikasi virus dapat dimulai.

Salah satu cara yang digunakan sel T sitotoksik dan sel natural killer untuk

menghancurkan sel sasaran adalah dengan mengeluarkan moleku-molekul perofin, yang

menembus membran permukaan sel sasaran dan menyatu untuk membentuk saluran seperti

pori-pori. Teknik mematikan sel dengan membuat lubang di membran ini serupa dengan

metode yang diterapkan oleh membrane attack complex pada jenjang komplemen. Virus yang

keluar setelah sel dirusak kemudian secara langsung dihancurkan di cairan ekstrasel oleh sel-

sel fagositik, antibodi netralisasi, dan sistem komplemen. Sementara itu Sel T sitotoksik,

yang tidak mengalami cidera selama proses ini, dapat menyerang sel lain yang terinfeksi. Sel-

sel sehat disekitarnya menggantikan sel yang hilang melalui proses pembelahan sel.

11

Page 12: Bab 1

Biasanya untuk menghentikan infeksi virus tidak banyak sel yang harus dihancurkan.

Namun, apabila virus memiliki kesempatan untuk memperbanyak diri, dengan virus-virus

turunan itu meninggalkan sel dan semua menyebar ke sel-sel lain, banyak sel yang harus

dikorbankan oleh mekanisme pertahanan sel T sitotoksik, sehingga dapat terjadi malfungsi

serius.

2. Sel T penolong

Sel T yang meningkatkan perkembangan sel B aktif menjadi sel plasma, memperkuat

aktivitas sel T sitotoksik dan sel T penekan (supresor) yang sesuai, dan mengaktifkan

makrofag. Sel T penolong meningkatkan banyak aspek respons imun, terutama melalui

sekresi limfokin. Berikut ini adalah sebagian dari zat-zat perantara kimiawi yang paling

dikenal yang dihasilkan oleh Sel T ini:

1. Sel T penolong menghasilkan faktor pertumbuhan sel B yang meningkatkan kemampuan

klon sel B aktif menghasilkan antibodi. Sekresi antibodi sangat menurun jika tidak terdapat

sel T penolong, walaupun sel T itu sendiri tidak menghasilkan antibodi.

2. Sel T penolong juga mengeluarkan faktor pertumbuhan sel T, yang juga dikenal sebagai

interleukin 2 (IL-2) untuk meningkatkan aktivitas sel T sitotoksik, sel T penekan, dan bahkan

sel T penolong lain yang responsif terhadap antigen yang masuk.

3. Sebagian zat kimia yang dihasilkan oleh sel T berfungsi sebagai kemotaksin untuk menarik

lebih banyak neutrofil dan calon makrofag ke tempat invasi.

4. Setelah makrofag ditarik ke daerah invasi, sel T penolong mengeluarkan macrophage-

migration inhibition factor, suatu limfokin penting lain, yang menahan sel-sel fagositik besar

ini tetap di lokasi invasi. Akibatnya terjadi penumpukan makrofag dalam jumlah besar di

daerah yang terinfeksi. Faktor ini juga meningkatkan daya fagositik makrofag-makrofag

tersebut. Apa yang disebut angry macrophage ini memiliki daya destruktif yang lebih besar.

Sel T penolong adalah jenis sel T yang paling banyak, menyusun sekitar 60-80% dari sel T

yang beredar dalam darah. Karena peran penting sel ini dalam “menyalakan” semua kekuatan

llimfosi dan makrofag, sel T penolong dapat dianggap sebagai “tombol utama” sistem imun.

3. Sel T penekan

12

Page 13: Bab 1

T yang menekan produksi antibodi sel B dan aktivitas sel T sitotoksik dan

penolong.Sebagian besar dari milyaran Sel T diperkirakan tergolong dalam subpopulasi

penolong dan penekan, yang tidak secara langsung ikut serta dalam destruksi patogen secara

imunologik. Kedua subpopulasi tersebut disebut sel T regulatorik, karena mereka

memodulasi aktivitas sel B dan Sel T sitotoksik serta aktivitas mereka sendiri dan aktivitas

makrofag.

Pajanan terhadap antigen sering mengaktifkan baik sel B maupun sel T secara

stimulan. Seperti sel T regulatorik yang dapat mempermudah atau menekan sekresi antibodi

sel B, antibodi juga dapat meningkatkan atau menghambat kemampuan sel-sel T sitotoksik

menghancurkan sel korban, bergantung pada keadaan. Sebagain besar efek yang ditimbulkan

limfosit pada sel-sel imun lain ( limfosit lain dan makrofag) diperantarai melalui sekresi zat-

zat perantara kimiawi. Semua zat kimiawi selain antibodi yang disekresikan secara kolektif

oleh limfosit disebut limfokin, yang sebagian besar diproduksi oleh limfosit T. Limfokin

tidak berinteraksi secara langsung dengan antigen yang menyebabkan prduksi limfokin

tersebut.

Pengetahuan mengenai sel T penekan jauh lebih sedikit dibandingkan subpopulasi

lainnya. Sel-sel ini tampaknya berfungsi membatasi reaksi imun melalui mekanisme “ check

and balance” dengan limfosit yang lain. Sementara sel B, sel Sitotoksik, dan sel T penolong

meningkatkan aktivitas imun satu sama lain, sel T penekan membatasi respons semua sel

imun lain. Melalui metode umpan balik negatif, sel T penolong mendorong sel T penekan

beraksi. Sel T penekan pada gilirannya, menghambat sel T penolong dan sel-sel lain yang

untuk bertugas dipengaruhi oleh sel T penolong.

Efek inhibisi oleh sel T penekan membantu mencegah reaksi imun berlebihan yang

dapat membahayakan tubuh. Peningkatan jumlah sel T penekan sebagai respons terhadap

infeksi virus biasanya berlangsung lebih lambat dibandingkan dengan proliferasi sel T

sitotoksik dan sel T penolong, sehingga sel T penekan membantu menghentikan respons

imun setelah respons tersebut melaksanakan fungsinya.

Sel B

Sel B berkembang dalam bursa fabricius yang timbuldari epitel kloaka. Pada manusia

belum didapatkan hal yang analog dengan bursa tersebut dan pematangan terjadi di sumsum

13

Page 14: Bab 1

tulang atau di tempat yang belum diketahui. Setelah matang sel B bergerak ke alat-alat seperti

limpa, kelenjar limfoid atau tonsil.

Sel B ditemukan dalam hati fetus dan sumsum tulang dan belum mempunyai

imunoglobulin permukaan atau petanda. Perkembangan sel B dalam sumsum tulang adalah

antigen independent tetapi perkembangan selanjutnya memerlukan rangsangan dari antigen.

Sel B dalam istirahat berukuran kecil dengan sedikit sekali sitoplasma. Bila diaktifkan

berkembang menjadi limfoblas. Beberapa diantaranya menjadi matang atau sel plasma yang

tidak memiliki Ig pada permukaannya, tetapi mampu memproduksi antibodi bebas. Beberapa

limfoblast berkembang menjadi sel T memori.

Atas pengaruh antigen melalui sel T, sel B berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel

plasma yang mampu membentuk Ig dengan spesifitas yang sama, sebagian sel yang dibentuk

akan kembali ke dalam fase istirahat, sel B yang matang sebagai sel B memori yang dapat

memberikan respon imun yang lebih cepat.

Sel B merupakan 5-15% dari jumlah seluruh limfosit dalam sirkulasi. Fungsi utamanya

adalah membentuka antibodi. Sel B ditandai dengan adanya imunoglobulin yang dibentuk

didalam sel dan kemudian dilepas, tetapi sebagian menempel pada permukaan sel yang

selanjutnya berfungsi sebagai reseptor antigen. Kebanyakan sel B perifer mengandung IgM

dan IgD dan hanya beberapa sel yang mengandung IgG, IgA, dan IgE pada permukaan

tersebut yang dapat ditemukan dengan teknikimunofluoresen.

B. Kekebalan Nonspesifik (innate immunity)

Respon imun nonspesifik umumnya merupakan imunitas bawaan (innate immunity)

dalam arti bahwa respon zat asing dapat terjadi walaupun tubuh sebelumnya tidak pernah

terpapar pada zat tersebut, sedangkan respon imun spesifik merupakan respon didapat

(acquired) yang timbul terhadap antigen tertentu, terhadap bagian tubuh mana yang terpapar

sebelumnya. Perbedaan utama terhadap kedua jenis respon imun itu adalah dalam hal

spesifisitas dan pembentukan memory terhadap antigen tertentu pada respon imun spesifik

yang tidak terdapat pada respon imun nonspesifik. Namun telah dibuktikan pula bahwa kedua

jenis respon di atas saling meningkat kan efektifitas dan bahwa respon imun yang terjadi

sebenarnya merupakan int eraksi antara satu komponen dengan komponen lain yang dapat

14

Page 15: Bab 1

terdapat di dalam sistem imun. Interaksi tersebut berlangsung bersama-sama sedemikian rupa

sehingga menghasilkan suatu aktivasi biologik yang seirama dan serasi.

Sistem imun nonspesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi

mikroorganisme, oleh karena itu dapat memberikan respon langsung terhadap antigen,

sedangkan sistem imun spesifik membutuhkan waktu untuk mengenal antigen terlebih dahulu

sebelum dapat memberikan responnya.

Respon imun nonspesifik. Salah satu upaya tubuh untuk mempertahankan diri 

terhadap masuknya antigen, misalnya antigen bakteri, adalah menghancurkan bakteri

bersangkutan secara nonspesifik dengan proses fagositosis. Dalam hal ini leukosit yang

termasuk fagosit memegang peranan peranan yang sangat penting, khususnya makrofag

demikian pula neutrifil dan monosit. Supaya dapat terjadi fagositosis sel-sel fagosit tersebut

harus berada dala jarak dekat dengan part ikel bakteri, atau lebih tepat lagi bahwa partikel

tersebut harus melekat pada permukaan fagosit . Untuk mencapai hal ini maka fagosit harus

bergerak menuju sasaran. Hal ini dimungkinkan berkat dilepaskannya zat atau mediator

tertentu yang disebut factor leukotaktik atau kemotaktik yang berasal dari bakteri maupun

yang dilepaskan oleh neutrofil atau makrofag yang sebelumnya telah berada di lokasi bakteri

atau yang dilepaskan oleh komplemen. Selain factor kemotaktik yang menarik fagosit menuju

antigen sasaran, untuk proses fagositosis selanjutnya bakteri perlu mengalami opsonisasi

terlebih dahulu.

Ini berarti bahwa bakteri terlebih dahulu dilapisi oleh immunoglobulin atau

komplemen (C3b), agar supaya lebih mudah ditangkap oleh fagosit. Selanjutnya partikel

bakteri masuk ke dalam sel dengan cara endositosis dan oleh pembentukan fagosom yang

terperangkap dalam kantung fagosom seolah-olah ditelan untuk kemudian dihancurkan, baik

dengan proses oksidasi-reduksi maupun oleh derajat keasaman yang ada dalam fagosit atau

penghancuran oleh lisozim dan gangguan metabolisme bakteri.

Kekebalan tubuh nonspesifik adalah bagian dari tubuh kita yang telah ada sejak kita

lahir. Ciri-cirinya: Sistem ini tidak selektif,artinya semua benda asing yang masuk ke dalam

tubuh akan diserang dan dihancurkan tanpa seleksi, Tidak memiliki kemampuan untuk

mengingat infeksi yan terjadi sebelumnya, Eksposur menyebabkan respon maksimal segera.

Sistem ini memiliki komponen-komponen yang mampu menangkal benda masuk ke dalam

tubuh, yakni(Anwar, 2009):

15

Page 16: Bab 1

Rintangan Mekanis

Rintangan mekanis merupakan system pertahanan tubuh yang pertama dan umumnya terletak

di bagian permukaan tubuh.

Terdiri atas      :

1. Kulit :Terdiri dari lapisan tanduk yang tidak mudah ditembus oleh benda asing kecuali jika

kulit dalam keadaan terluka.Asam lemak dan keringat yang dihailkan oleh kelenjar di kulit

juga akan mencegah benda asing masuk ke dalam tubuh.

2. Selaput Lendir : Merupakan hasil sekresi dari sel yang terdapat di sepanjang saluran

pernapasan dan saluran pencernaan.Pada saluran pernapaan,Selaput lendir berfungi dalam

menangkap bakteri / benda asing yang masuk ke dalam tubuh melalui saluran

pernapasan.Contoh : Selaput lender pada hidung. Selaput lender pada  saluran pencernaan

berfungsi sebagai rintangan yang melindungi sel diluar system pencernaan.

3. Rambut-rambut halus   : Sebagian besar terdapat pada saluran pernapasan. Contoh : di

hidung,rambut-rambut halus berfungsi sebagai penyaring udara yang masuk melalui hidung.

Fungsi organ-organ menurun sejalan dengan peningkatan usia manusia. Organ kurang efisien

dibandingkan saat usia muda, contohnya timus yang menghasilkan hormon terutama selama

pubertas. Pada lansia, sebagian besar kelenjar timus tidak berfungsi. Tetapi ketika limfosit

terpapar pada hormon timus, maka sistem imun meningkat sewaktu-waktu. Sekresi hormon

termasuk hormon pertumbuhan dan melatonin menurun pada usia tua dan mungkin

dihubungkan dengan sistem imun (Fatmah, 2006).

Rintangan Kimiawi

1.Hasil Sekresi :berperan untuk membunuh benda asing dengan menggunakan zat kimia dan

enzim.

2.Bakteri yang terdapat di permukaan tubuh ( bakteri nonpatogen )    : Berfungsi untuk

menekan pertumbuhan bakteri patogen yang akan masuk ke dalam tubuh.

3.Sel Darah Putih  : merupakan system pertahanan tubuh kedua. Apabila benda asing berhasil

melewati system pertahanan pertama dan masuk ke dalam tubuh,maka sel darah putih akan

16

Page 17: Bab 1

mencegah benda asing masuk lebih jauh lagi ke dalam tubuh. Sel darah putih akan

menghancurkan setipa benda asing yang masuk ke dalam tubuh dengan cara fagositosis.

Mekanisme fagositosis (Anwar, 2009) :

2. Mikroba menempel ke fagosit.

3. Fagosit membentuk pseudopodium yang menelan mikroba

4. Vesikula fagositik bersatu sengan lisosom

5. Mikroba dibunuh oleh enzim dalam fagolisosom

6. Sisa-sisa mikroba dikeluarkan lewat eksotisosis

4. Sel Natural Killer : Merupakan sel pertahanan yang mampu melisis dan membunuh sel-sel

kanker serta sel tubuh yang terinfeksi virus sebelum diaktifkanya system kekebalan adaptif.

Sel ini membunuh dengan cara menyerang membrane sel target dan melepaskan senyawa

kimia preforin.

5. Protein Komplemen  :merupakan protein darah yang berfungsi membantu system

pertahanan sel darah putih.Protein komplemen membantu system kekebalan tubuh

dengan cara(Anwar, 2009) :

1. Menghasilkan opsonin ,kemotoksin, dan kinin. Opsonin untuk mempermudah

terjadinya fagositosis. Kemotoksin berfungsi sebagai penarik sel darah putih menuju

ke infeksi , sedangkan kinin untuk meningkatkan permeabilitas pembuluh darah.

2. Berperan dalam proses penghancuran membrane sel mikroorganisme yang menyerang

tubuh.

3. Menstimulasi sel darah putih agar menjadi lebih aktif.

7. Interferon : Sel yang berperan dalam mensekresikan sekumpulan protein saat tubuh kita

terserang virus. Interferon akan bertindak sebagai antivirus dan bereaksi sengan sel yang

belum terinfeksi oleh virus. Interferon juga dapat merangsang limfosit untuk

mengahncurkan dan membunuh sel-sel yang terinfeksi virus.

Sifat-sifat pertahanan dan mekanismenya

1. Penghalang fisik dan kimiawi terhadap serangan mikroba.

17

Page 18: Bab 1

a. Kulit dan selaput lendir menghalangi tempat masuknya petogen dan

mengeluarkan peptida antimikroba dan enzim.

b. Peptida kationik (defensin) dikeluarkan oleh sel ke dalam vakuola fagositik

dan merusak membran bakteri.

c. Katelisidin disimpan di dalam granula sekretorik, yang jika diaktifkan akan

menjadikan bakteri lebih permeabel.

d. Lisozim dikeluarkan ke dalam sekresi air mata dan air ludah.

2. Deteksi dini patogen sebelum timbulnya kekebalan adaptif.

a. Sel-sel yang berperan: makrofak, neutrofil, dan sel-sel denditrik, yang

memiliki reseptor pengenal pola (PRR, pattern recognition receptors) untuk

pola molekul terkait patogen (PAMP, pathogen-associated molecular patterns)

yang ditemukan pada banyak migroorganisme tetapi tidak ada pada sel-sel

mamalia.

b. Suatu subkelompok PRR yang penting ialah reseptor Toll, yang masing-

masing mengenali dan terkait kepada PAMP pada mikroorganisme tertentu,

mengeluarkan mediator terlarut (interleukin [IL]). Peristiwa ini merangsang

terjadinya peradangan dan fagositosis dan pembasmian organisme.

c. Sel-sel perusak alamiah (NK,natural Killer cells) mendeteksi sel inang yang

memiliki penurunan jumlah molekul histocompatibility molecules) kelas I,

yang terjadi setelah terinfeksi oleh virus. Pengikatan kepada MHC kelas I pada

sel-sel manusia yang terinfeksi terjadi melalui reseptor yang diaktifkan oleh

sel perusak (KAR, killer-activated reseptor), yang mempunyai daya

mematikan sel. Sifat mematikan sel ini dapat dihindarkan jika reseptor NK

(reseptor penghambat perusakan [KIR], killer inhibition receptor)

menampilkan sel-sel yang memiliki kadar MHC I yang cukup, jadi akan

menyelamatkan sel-sel normal yang tidak terinfeksi.

peradangan Fagositosis

1. Peradangan ditandai oleh penyaluran terkendali sel-sel dan plasma dari darah

menuju daerah yang terkena trauma.

a. Proses ini dimulai oleh pengeluaran sitokin pra-darang IL-1, faktor nekrosis

tumor α (TNF-α) yang dilarangsang oleh mikroba dan komplemen yang

diaktifkan melalui diaktifkan melalui jalur alternatif.

b. Sitokin-sitokin ini menginduksi perlekatan molekul-molekul pada leukosit

(integrin), sel-sel endotel (seltktin), dan sel-sel epitel.

18

Page 19: Bab 1

c. Perlekatan intergrin neutrofil kepada selektin dan molekul pelekat intraslular

(ICAM, inracellular adhesion molecules) pada endotel vaskular akan

memperlambat penyalurannya diikuti oleh diapedesis ke dalam tempat

terjadinya trauma.

2. Sel-sel fagosit direkrut oleh kemokin IL-8 dan protein kemotaktik monositik

(MCP, monocytic chemotactic protein).

a. Mula – mula direkrut neutrofil, lalu diikuti oleh monosit, makrofag, dan terjadi

peradangan yang dimediasi oleh sistem imun, limfosit.

b. Upaya menghilangkan kondisi atau mikroorganisme pemicu dilakukan oleh

sel-sel fagosit yang diaktifkan oleh IL-8 peradangan makrofag (MIP,

macrophage inflammatory protein), dan interferon- ᵞ (IFN-ᵞ).

c. Organisme yang terkurung di dalam membran hasil fagositosis dirusak di

dalam vakuola fagosit oleh enzim lisosom, hidrogen peroksida, nitrogen

oksida, dan anion O2- , mengakibatkan pembunuhan mikroba oleh oksigen.

3. Perbaikan kerusakan yang disebabkan oleh peradangan yang berlebihan

memerlukan dua fase :

a. Kebutuhan IL-4, IL-10, dan faktor β pengubah pertumbuhan (transforming

growth factor β/ TGF-β) untuk menurunkan produksi sitokin, yang mula –

mula diinduksi pada proses peradangan.

b. Kebutuhan untuk memproduksi kerangka ekstra sel oleh faktor pertumbuhan

yang berasal dari trombosit (platelet-derived growth factor / PDGF), TGF-β,

dan faktor pertumbuhan lainnya setelah terjadinya peningkatan poliferasi dan

pengaktifan fibroblas.

Mediator peradangan

1. Kemokin

a. Didefinisikan sebagai peptida kecil (8.000 sampai 16.000 Da) yang dikeluarkan

melalui trauma dan aktif pada konsentrasi yang sangat rendah ( 10-8 sampai 10 –

11 M). Molekul ini menunjukkan adanya 30% homologi rangkaian asam amino.

b. Berfungsi dengan menyalurkan sinyal melalui tujuh reseptor mirip-rodopsin

transmembran, yang mengaktifkan dan menarik leukosit ke tempat terjadinya

kerusakan jaringan.

c. Diklasifikasikan menjadi dua subkategori berdasarkan rangkaian dua pasang

amino sistein.

(1) Kemokin C-X-C (alfa) memiliki dua sistein pertama mereka yang dipisahkan

19

Page 20: Bab 1

oleh satu asam amino. Kebanyakan akan menarik neutrofil, yang paling kuat ialah

IL-8, faktor trombosit 4, IFN- , protein 10 yang dapat diinduksi, dan faktor

pengaktifan makrofag.

(2) Kemokin C-C (beta) memiliki dua residu sistein yang berdekatan. Kebanyakan

akan menarik monosit dan limfosit T, sementara beberapa di antaranya menarik

eosinofil, basofil, dan sel-sel NK melalui MCP MIP, dan RANTES/reegulated on

activation normal T cell expressed and secreted (diatur dengan pengaktifan sel-T

normal yang dipaparkan dan disekresikan).

2. Sitokin

a. Merupakan protein pemberi sinyal intrasellular yang bekerja secara lokal dengan

cara parakin atau autokri dengan terikat pada reseptor yang memiliki afinitas

tinggi.

b. Seringkali memiliki fungsi yang tumpang tindih, karena satu aktivitas disebabkan

oleh beberapa sitokin, dan beberapa aktivitas dapat disebabkan oleh satu sitokin

(pleiotropisme).

c. Limfokin adalah sitokin yang dibuat oleh limfosit; monokin adalah sitokin yang

diproduksi oleh monosit atau makrofag.

d. IL-1, IL-6, dan TNF-α menginduksi MCP dan IL-8 dan respons fase akut, dan

bersifat sebagai pirogen endogen.

e. TGF-β ialah suatu penyembuhan luka yang kuat dan sebagai zat imunosupresif

yang menghambat efek IL-2 dan proliferasi banyak tipe sel. Zat ini juga

meningkatkan perubahan sel-sel-B menjadi sel yang mensintesis imunologlobulin

A (IgA).

f. Reseptor sitokin pada sel-sel dapat mempunyai bventuk yang beredar, terdiri dari

bagian ekstrasitoplasma dari reseptor saja, yang dapat bergabung dengan dan

menghalangi sitokin dalam serum sebelum mencapai sasaran selularnya.

20

Page 21: Bab 1

BAB 3

PENUTUP

3.1 Simpulan

Berdasarkan keterangan diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.

Pertama , Sistem imun adalah suatu sistem yang rumit yang terdiri dari beberapa tipe dari sel-

sel yang menetap melekat pada jaringan atau mampu bergerak yang berinteraksi di dalam

jaringan getah bening yang tersebar di seluruh tubuh.

Kedua, Sistem imun dibagi menjadi 2 yaitu, imunitas nonspesifik (innate, native immunity)

dan imunitas spesifik (Adaptif).

3.2 Saran

Adapun saran-saran dari penulis untuk pembaca yang telah membaca makalah yang ber judul

“Sistem Imun Spesifik dan Nonspesifik” adalah:

1. Penulis berharap agar pembaca dapat mengetahui lebih dalam lagi tentang sistem imun.

21

Page 22: Bab 1

2. Penulis berharap agar pembaca dapat menjaga kesehatan tubuh dan lebih menghargai kesehatan

tubuh karena kesehatan tubuh mahal harganya.

DAFTAR PUSTAKA

http://blog.uin-malang.ac.id/bayyinatul/2010/07/05/sistem-kekebalan-tubuh/ diunduh kamis, 22 november 2012

louise H. Ph. D. 2011. Buku Saku Imunologi. Tangerang Selatan: Binarupa Aksara Publisher.

22