bab 1-5

76
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin hem, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah merah. 1 Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis jaune yang berarti kuning. Ikterus sebaiknya diperiksa di bawah cahaya terang siang hari, dengan melihat sklera mata. Ikterus dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu ikterus hemolitik dan ikterus obstruktif. 1,2 Ikterus obstruktif, disebabkan oleh obstruksi duktus biliaris (yang sering terjadi bila sebuah batu empedu atau kanker menutupi duktus koledokus) atau kerusakan sel hati (yang terjadi pada hepatitis), kecepatan pembentukan bilirubin adalah normal, tapi bilirubin yang dibentuk tidak dapat lewat dari darah ke dalam usus. 2 , Kegawatdaruratan pada traktus biliaris yang utama diantaranya adalah kolesistitis akut, kolangitis ascenden, dan pankreatitis akut. Kolesistitis adalah inflamasi kandung empedu yang terjadi paling sering karena obstruksi duktus sistikus oleh batu empedu. Kurang lebih 90% kasus kolesistitis melibatkan batu 1

Upload: murdiaulf

Post on 12-Jan-2016

2 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

EDUKASI

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 1-5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lain-

nya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh biliru-

bin yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin diben-

tuk sebagai akibat pemecahan cincin hem, biasanya sebagai akibat

metabolisme sel darah merah.1

Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis jaune yang berarti kun-

ing. Ikterus sebaiknya diperiksa di bawah cahaya terang siang hari, dengan

melihat sklera mata. Ikterus dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu ikterus

hemolitik dan ikterus obstruktif.1,2

Ikterus obstruktif, disebabkan oleh obstruksi duktus biliaris (yang sering

terjadi bila sebuah batu empedu atau kanker menutupi duktus koledokus) atau

kerusakan sel hati (yang terjadi pada hepatitis), kecepatan pembentukan biliru-

bin adalah normal, tapi bilirubin yang dibentuk tidak dapat lewat dari darah ke

dalam usus.2,Kegawatdaruratan pada traktus biliaris yang utama diantaranya adalah

kolesistitis akut, kolangitis ascenden, dan pankreatitis akut. Kolesistitis adalah

inflamasi kandung empedu yang terjadi paling sering karena obstruksi duktus

sistikus oleh batu empedu. Kurang lebih 90% kasus kolesistitis melibatkan batu

pada duktus sitikus (kolesistitis kalkulus) dan sebanyak 10% termasuk kolesistitis

akalkulus.1,2

Hematuria adalah salah satu temuan kemih paling umum pada anak-anak

dengan penyakit nephrologis pediatrik. Secara umum, hematuria didefinisikan se-

bagai muculnya 5 atau lebih sel darah merah per LPB dalam 3 dari 3 spesimen

urin yang disentrifugasi secara berturut-turut yang diperoleh paling sedikit 1

minggu. Hematuria pada anak sering disebabkan oleh glomerulonefritis akut.2

Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradan-

gan dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau

hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada

akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang

1

Page 2: Bab 1-5

mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui

merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon

imun menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.2

Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di

rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya

(26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%),

dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan ter-

banyak pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%).2

2

Page 3: Bab 1-5

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Muhammad Yasir

Tanggal Lahir : 01 Januari 2001

Umur : 14 tahun

Jenis Kelamin : Laki laki

Suku : Aceh

Agama : Islam

Alamat : Desa Ie Rhob Barat

No CM : 1-05-37-61

Tanggal Masuk : 29 Mei 2015

Tanggal Pemeriksaan : 30 Mei 2015

Tanggal Keluar : 12 Juni 2015

2.2 Anamnesa

Keluhan Utama : Kuning di seluruh tubuh

Keluhan Tambahan : Kencing berdarah, gusi

berdarah, demam

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien rujukan RS Bireuen datang dengan keluhan kuning seluruh

tubuh sejak ± 1 bulan yang lalu. Keluhan kuning awalnya hanya di mata,

lama kelamaan di seluruh tubuh hingga sekarang. Muntah-muntah tidak

ada, namun nafsu makan menurun. Nyeri perut tidak ada. Pasien

mengeluhkan demam 2 hari yang lalu dan turun setelah minum obat

penurun panas. Pasien juga mengeluhkan BAK berwarna seperti teh pekat

bercampur darah, 2-3 kali sehari, tidak berpasir. Nyeri saat BAK tidak ada.

Pasien mengatakan gusi berdarah sejak 2 hari SMRS dan hanya sekali.

Riwayat transfusi (-).

Riwayat Penyakit Dahulu

Sebelumnya pasien tidak pernah merasakan keluhan yang sama.

3

Page 4: Bab 1-5

Riwayat Penggunaan Obat

Pasien mengkonsumsi obat yang di beri dari RS Bireuen, namun orang tua

pasien lupa nama obatnya.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama dengan

pasien.

Riwayat Kehamilan

Ibu tidak teratur melakukan ANC.

Riwayat Persalinan

Pasien merupakan anak ketiga dari empat bersaudara, lahir secara

pervaginam, BBL = 2500 gram.

Riwayat Imunisasi

Tidak lengkap.

Riwayat Makanan

0-6 bulan : ASI

6-24 bulan : ASI + MP ASI

24 bulan – sekarang : makanan keluarga

2.3 Pemeriksaan Fisik

a. Status Present

Keadaan Umum : sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Tekanan Darah : 100/70 mmHg

Heart rate : 76x / menit

Respiratory rate : 21x / menit

Temperatur : 36,2 ˚C

b. Antropometri

BB sekarang : 40 kg

TB : 158 cm

BBI : 51 kg

HA : 13 tahun

Status gizi

BB/U : <p 10 (gizi kurang)

4

Page 5: Bab 1-5

TB/U : P 25 (gizi kurang)

Status Gizi : Gizi kurang

Kebutuhan Cairan : 1500 + (nx20)

1500 + (20x20) = 1900 cc

Kebutuhan Kalori : RDA (menurut usia tinggi (height age)) x BB ideal

55 x 51= 2805 kkal/hari

KebutuhanProtein : RDA (menurut usia tinggi (height age)) x BB ideal

1 x 51 = 51 gram/hari

c. Status Generalis

1) Kulit

Warna : ikterik

Turgor : kembali cepat

Parut/skar : tidak ada

Sianosis : tidak ada

Ikterus : Ada

Pucat : tidak ada

2) Kepala

Bentuk : normocephali

Rambut : hitam, sukar dicabut, distribusi merata.

Wajah : simetris

Mata : edema palpebrae (-/-), konjungtiva pucat (-/-),

perdarahan konjungtiva (-/+), sklera ikterik (+/+), refleks

cahaya (/), pupil bulat isokor 3 mm/3 mm

Telinga : normotia, serumen(-/-).

Hidung : nafas cuping hidung (-/-), sekret(-/-),

3) Mulut

Bibir : bibir kering (-), mukosa bibir lembab (), sianosis (-)

Lidah : Beslag (-)

Tonsil : T1/T1, hiperemis (-)

Faring : hiperemis (-)

5

Page 6: Bab 1-5

4) Leher

Trakea : terletak ditengah

KGB : pembesaran KGB (-)

Kelenjar tiroid : tidak teraba membesar.

Kelenjar limfe : tidak teraba membesar.

TVJ : R-2cmH2O

5) Thoraks

Inspeksi

Statis : simetris, bentuk normochest

Dinamis : pernafasan torako-abdominal, Kusmaul (-), retraksi

suprasternal (-), retraksi intercostal (-)

6) Paru

Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis.

Palpasi : nyeri tekan (-), stem fremitus kanan = stem fremitus kiri.

Perkusi : sonor di kedua lapangan paru.

Auskultasi : suara napas dasar vesikular (/), suara napas tambahan

rhonki (-/-) dan wheezing (-/-).

7) Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS IV linea aksilaris anterior

Perkusi : Batas-batas jantung

Atas : ICS III, linea midclavicularis sinistra.

Kiri : ICS IV, linea midclavicularis sinistra.

Kanan : ICS IV, linea parasternal dextra.

Auskultasi : BJ I > BJ II, reguler (), bising (-).

8) Abdomen

Inspeksi : simetris, distensi (-)

Palpasi : soepel (+), nyeri tekan (+), H/L/R tidak teraba

6

Page 7: Bab 1-5

Perkusi : timpani (+), shifting dullness (-)

Auskultasi : peristaltik 4x/menit, kesan normal

9) Genitalia

Tidak dilakukan pemeriksaan

10) Anus

Tidak dilakukan pemeriksaan.

11) Kelenjar limfeinguinal

Pembesaran KGB : tidak ada

12) Ekstremitas

Superior : ikterik (+/+), edema (-/-), pucat (+/+), akral hangat, CRT <2”.

Inferior : ikterik (+/+), edema (-/-), pucat (+/+), akral hangat CRT<2”.

2.4 Pemeriksaan Penunjang

2.4.1 Pemeriksaan Laboratorium

Tabel 2.1 Pemeriksaan Laboratorium tanggal 28-05-2015

Pemeriksaan Laboratorium Hasil Nilai Normal

Darah Rutin

Hb 9,7 gr/dl* 14,0-17,0 gr/dl

Ht 29 %* 45-55 %

Leukosit 12,6 x 103 /mm3* 4.500-10.500/mm3

Eritrosit 4,0 x 106 /µL* 4,7-6,1 jt/ µL

Trombosit 450.000 / mm3 150.000-450.000/mm3

Hitung Jenis

Eosinofil 7 %* 0-6 %

Basofil 0% 0-2 %

Netrofil segmen 66 % 50-70 %

Limfosit 21 % 20-40 %

Monosit 6 % 2-8 %

INFEKSI LAIN

Malaria Menyusul

FAAL HEMOSTASIS

Waktu perdarahan 2 1-7

7

Page 8: Bab 1-5

Waktu pembekuan 8 5-15

Imunoserologi

Infeksi lain

Anti dengueIgG/IgM

- Anti dengue IgG Negatif Negatif

- Anti dengueIgM Negatif Negatif

Hepatitis

HBsAg Negatif Negatif

Kimia Klinik

Bilirubin total 21,90 g/dL * 6,4 – 8,3 g/dL

Bilirubin direct 15,37 g/dL * 3,5 – 5,2 g/dL

Bilirubin indirect 6,53 g/dL* 0,2-0,7 mg/dL

Protein total 6,9 g/dL 6,8 – 8,3 g/dL

Albumin 3,27 g/dL* 3,5 – 5,2 g/dL

Globulin 3,63 g/dL

Elektrolit

Natrium (Na) 140 mmol/L 135-145 mmol/L

Kalium (K) 3,0 mmol/L* 3,5-4,5 mmol/L

Klorida (Cl) 99 mmol/L 90-110 mmol/L

Diabetes

Gula Darah Sewaktu 98 mg/dL <200 mg/dL

Ginjal-Hipertensi

Ureum 18 mg/dl 13-43 mg/dl

Kreatinin 0,37 mg/dl* 0,67-1,17 mg/dl

Tabel 2.2 Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 01-06-2015

Pemeriksaan Laboratorium Hasil Nilai Normal

Darah Rutin

Hb 6,6 gr/dl 14,0-17,0 gr/dl

Ht 20% 45-55 %

Leukosit 10.1 x 103 /mm3 4.500-10.500/mm3

Eritrosit 2,7 x 106 /µL* 4,7-6,1 jt/ µL

8

Page 9: Bab 1-5

Trombosit 507.000 / mm3 150.000-450.000/mm3

MCV 74 fL* 80-100 fL

MCH 25 pg* 27-31 pg*

MCHC 34% 32-36 %

LED 80 mm/jam* <15 mm/jam

Hitung Jenis

Eosinofil 7 %* 0-6 %

Basofil 1% 0-2 %

Netrofil segmen 63 % 50-70 %

Limfosit 23 % 20-40 %

Monosit 6 % 2-8 %

MORFOLOGI DARAH

TEPI

Eritrosit Mikrositer hipokrom, anisositosis, target cell (+)

Lekosit Bentuk normal

Trombosit `Jumlah meningkat, bentuk normal

Kesimpulan Anemia mikrositer hipokrom + trombositosis

FAAL HEMOSTASIS

PT

APTT

- Pasien 162.3 detik * 29,0-40,2 detik

- Kontrol 36,2 detik

Kimia Klinik

Hati&empedu

AST/SGOT 26 U/L <35 U/L

ALT/ SGPT 29 U/L <45 U/L

9

Page 10: Bab 1-5

Tabel 2.3 Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 01-06-2015

Pemeriksaan

Laboratorium

Urinalisis

Hasil Nilai Normal

Makroskopik

Berat jenis 1,015 1,003-1,030

pH 6,0 5,0-9,0

Lekosit Positif Negatif

Protein Positif Negatif

Glukosa Negatif Negatif

Keton Negatif Negatif

Nitrit Negatif Negatif

Urobilinogen Negatif Negatif

Bilirubin Negatif Negatif

Darah Positif Negatif

Mikroskopik

Sedimenurin

- Lekosit 10-20 LPB 0-5 LPB

- Eritrosit PENUH 0-2 LPB

- Epitel 6-8 0-2 LPK

Lain-lain

Table 4.4 pemeriksaan radiologi tanggal 03-06-2015

No Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan

1 USG ginjal USG ginjal:

Kedua ginjal besar dan bentuk normal. Sistem

pelviokalis tidak melebar, tidak tampak lesi fokal.

Kesan: kedua ginjal dalam batas normal.

10

Page 11: Bab 1-5

2 USG Hepar/BB/Lien USG Hepar, Gald bladder, Lien:

Pada kandung empedu tampak penebalan dinding

dan sludge intralumen.

Ukuran hepar lobus kanan 9.6 cm, lobus kiri 5.6

cm. Parenkim homogen, tidak tampak lesi fokal.

Lien bentuk normal, parenkim homogen, tidak

tampak lesi fokal.

Kesan: cholecystitis dan sludge. Hepar dan lien

dalam batas normal.

3 USG Pancreas/ system bilier USG pankreas:

Pankreas bentuk normal, parenkim homogen,

tidak tampak lesifokal, tidak tampak dilatasi

duktus pankreatikus.

Kesan: pankreas dalam batas normal.

4 USG Vesica urinaria/ Prostat USG Vesikaurinaria:

Vesika urinaria dalam bentuk normal, dinding

tidak menebal, tidak tampak lesi fokal.

Kesan: Vesica urinaria dalam batas normal

2.5 Diagnosa Kerja

Anemia+Kolesistitis

2.6 Terapi

Farmakalogis

- IVFD RL 15 tetes (makro)

- Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam

- Urdafalk 3x1 tab

- Xanvit syr 2 x 1cth

- Captopril 2x12,5mg

- Inj. Transamin 350mg /12jam

- Inj. Neo K 2mg

- Diet: MB

-

2.8 Prognosis

11

Page 12: Bab 1-5

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

2.9 Follow Up Harian

Tabel 2.2 Follow Up Harian

Tanggal/Hari

Rawatan

Catatan Instruksi

31/05/2015

H3

S/ ikterik(+) seluruh badan,

demam (-), badan lemas

(+), hematuria (+).

O/ TD: 110/80 mmHg

HR: 76x/i

RR: 25 x/i

T : 36,8 °C

PF/

Kepala : Normocephali,

karakteristik dan distribusi

rambut baik, edema wajah

(-)

Mata :

Konj.palp.inf.pucat (+/+),

sclera ikterik (+/+), pupil

bulat isokor, 3mm/3mm,

RCL (+/+), RCTL (+/+),

edema palpebra (-/-)

Telinga :

Th/

- IVFD RL 15 tetes

(makro)

- Diet: MB

- Inj. Ceftriaxon 1

gram/ 12 jam

- Urdafalk 3x1 tab

- Xanvit 2x1cth syr

- Captopril 2x12,5

mg

P/ -

12

Page 13: Bab 1-5

Normotia, serumen (-)

Hidung :

Sekret (-), NCH (-)

Mulut :

Mukosa bibir lembab (+),

sianosis (-), faring

hiperemis (-), T1/T1,beslaq

(-)

Leher:

pembesaran KGB (-)

Toraks :

I : simetris, retraksi (-)

P : SF kanan = SF Kiri

P : Sonor (+/+)

A: Ves (+/+), Wh (-/-),

Rh (-/-)

Jantung:

BJ I >BJ II, reguler,

bising(-)

Abdomen :

I : simetris, distensi (-)

P : soepel, nyeritekan(+)

H/L/Rtidak teraba

P : timpani, undulasi (-),

shifting dullness (-)

A : peristaltik (+)

13

Page 14: Bab 1-5

Extremitas :

Superior : pucat (-/-),

edema (-/-), ikterik

(+/+)

Inferior : pucat (-/-),

edema (+/+), ikterik

(+/+)

Akral hangat.

CRT <2’

Ass/ Hepatitis

1/06/2015

H4

S/ ikterik(+) seluruh tubuh,

lemas(+), hematuria (+)

O/ TD: 115/70 mmHg

HR: 88 x/i

RR: 22 x/i

T : 36,8°C

PF/

Kepala : Normocephali,

karakteristik dan distribusi

rambut baik, edema wajah

(-)

Mata :

Konj.palp.inf.pucat(+/+),

sclera ikterik (+/+), pupil

bulat isokor, 3mm/3mm,

RCL (+/+), RCTL (+/+),

edema palpebra (-/-)

Th/

- IVFD RL 15 tetes

(makro)

- Diet: MB

- Inj. Ceftriaxon 1

gram/ 12 jam

- Urdafalk 3x1 tab

- Xanvit 2x1cth syr

- Captopril 2x12,5

mg

P/

- Cek darah rutin

ulang, PT, APTT,

SGOT, SGPT,

MDT, urinalisis.

- USG Abdomen

14

Page 15: Bab 1-5

Telinga :

Normotia, serumen (-)

Hidung :

Sekret (-), NCH (-)

Mulut :

Mukosa bibir lembab (+),

sianosis(-), faring hiperemis

(-), T1/T1,beslaq (-)

Leher:

pembesaran KGB (-)

Toraks :

I : simetris, retraksi (-)

P : SF kanan = SF Kiri

P : Sonor (+/+)

A: Ves (+/+), Wh (-/-),

Rh (-/-)

Jantung:

BJ I >BJ II, reguler,

bising(-)

Abdomen :

I : simetris, distensi (-)

P :soepel,nyeritekan(+)

H/L/Rtidakteraba

P : timpani, undulasi(-),

shifting dullness (-)

A : peristaltik (+)

15

Page 16: Bab 1-5

Extremitas :

Superior : pucat (-/-),

edema (-/-)

Inferior : pucat (-/-),

edema (-/-)

Akral hangat.

CRT <2’

Ass/ Hepatitis + Anemia

Tanggal/Hari

Rawatan

Catatan Instruksi

2/06/2015

H5

S/ ikterik(+), demam (-),

badan lemas (+), hematuria

(+), nyeri pinggang saat

BAK, BAK tersendat.

O/ TD: 110/80 mmHg

HR: 80x/i

RR: 22 x/i

T : 36,8 °C

PF/

Kepala : Normocephali,

karakteristik dan distribusi

rambut baik, edema wajah

(-)

Mata :

Konj.palp.inf.pucat (+/+),

sclera ikterik (+/+), pupil

bulat isokor, 3mm/3mm,

Th/

- IVFD RL 15 tetes

(makro)

- Diet: MB

- Ij. Ceftriaxon 1

gram/ 12 jam

- Urdafalk 3x1 tab

- Xanvit 2x1cth syr

- Captopril 2x12,5

mg

P/

- Konsul bedah

urologi

16

Page 17: Bab 1-5

RCL (+/+), RCTL (+/+),

edema palpebra (-/-)

Telinga :

Normotia, serumen (-)

Hidung :

Sekret (-), NCH (-)

Mulut :

Mukosa bibir lembab (+),

sianosis (-), faring

hiperemis (-), T1/T1,beslaq

(-)

Leher:

pembesaran KGB (-)

Toraks :

I : simetris, retraksi (-)

P : SF kanan = SF Kiri

P : Sonor (+/+)

A: Ves (+/+), Wh (-/-),

Rh (-/-)

Jantung:

BJ I >BJ II, reguler,

bising(-)

Abdomen :

I : simetris, distensi (-)

P : soepel, nyeritekan(+)

17

Page 18: Bab 1-5

H/L/Rtidak teraba

P : timpani, undulasi (-),

shifting dullness (-)

A : peristaltik (+)

Extremitas :

Superior : pucat (-/-),

edema (-/-), ikterik

(+/+)

Inferior : pucat (-/-),

edema (+/+), ikterik

(+/+)

Akral hangat.

CRT <2’

Ass/ Hepatitis + Hematuria

3/06/2015

H6

S/ ikterik(+), lemas(+),

nyeri pinggang berkurang,

melena (+), conjungtiva

bleeding (+)

O/ TD: 115/70 mmHg

HR: 88 x/i

RR: 22 x/i

T : 36,8°C

PF/

Kepala : Normocephali,

karakteristik dan distribusi

rambut baik, edema wajah

(-)

Mata :

Th/

- IVFD RL 15 tetes

(makro)

- Diet MB

- Inj. Ceftriaxon 1

gram/ 12 jam

- Urdafalk 3x1 tab

- Xanvit 2x1cth syr

- Captopril 2x12,5

mg

- Inj. Transamin

350mg/12jam

- Inj. Neo K 2mg

(selama 3 hari

berturut-turut)

- Transfusi FFP

18

Page 19: Bab 1-5

Konj.palp.inf.pucat(-/-),

sclera ikterik (+/+),

conjungtiva bleeding (-/+)

pupil bulat isokor,

3mm/3mm, RCL (+/+),

RCTL (+/+), edema

palpebra (-/-)

Telinga :

Normotia, serumen (-)

Hidung :

Sekret (-), NCH (-)

Mulut :

Mukosa bibir lembab (+),

sianosis(-), faring hiperemis

(-), T1/T1,beslaq (-)

Leher:

pembesaran KGB (-)

Toraks :

I : simetris, retraksi (-)

P : SF kanan = SF Kiri

P : Sonor (+/+)

A: Ves (+/+), Wh (-/-),

Rh (-/-)

Jantung:

BJ I >BJ II, reguler,

350cc

- Transfusi PRC

250cc dalam 4 jam

P/

- Anjuran CT Scan

Abdomen

- Konsul Mata

19

Page 20: Bab 1-5

bising(-)

Abdomen :

I : simetris, distensi (-)

P :soepel,nyeritekan(+)

H/L/Rtidakteraba

P : timpani, undulasi(-),

shifting dullness (-)

A : peristaltik (+)

Extremitas :

Superior : pucat (-/-),

edema (-/-)

Inferior : pucat (-/-),

edema (-/-)

Akral hangat.

CRT <2’

Ass/ Anemia+Hepatitis

Tanggal/Hari

Rawatan

Catatan Instruksi

8/06/2015

H9

S/ ikterik seluruh tubuh(+),

demam (-), badan lemas (+)

pucat (+), BAK coklat.

O/ TD: 110/80 mmHg

HR: 76x/i

RR: 25 x/i

T : 36,8 °C

PF/

Kepala : Normocephali,

karakteristik dan distribusi

Th/

- IVFD RL 15 tetes

(makro)

- Diet MB

- Ij. Ceftriaxon 1

gram/ 12 jam

- Urdafalt 3x1 tab

- Xanvit 2x1cth syr

- Captopril 2x12,5

mg

20

Page 21: Bab 1-5

rambut baik, edema wajah

(-)

Mata :

Konj.palp.inf.pucat (+/+),

sclera ikterik (+/+), pupil

bulat isokor, 3mm/3mm,

RCL (+/+), RCTL (+/+),

edemapalpebra (-/-)

Telinga :

Normotia, serumen (-)

Hidung :

Sekret (-), NCH (-)

Mulut :

Mukosa bibir lembab (+),

sianosis (-), faring

hiperemis (-), T1/T1,beslaq

(-)

Leher:

pembesaran KGB (-)

Toraks :

I : simetris, retraksi (-)

P : SF kanan = SF Kiri

P : Sonor (+/+)

A: Ves (+/+), Wh (-/-),

Rh (-/-)

P/ -

- Urinalisis

21

Page 22: Bab 1-5

Jantung:

BJ I >BJ II, reguler,

bising(-)

Abdomen :

I : simetris, distensi (-)

P : soepel,

nyeritekan(+)

H/L/Rtidak teraba

P : timpani, undulasi (-),

shifting dullness (-)

A : peristaltik (+)

Extremitas :

Superior : pucat (-/-),

edema (-/-), ikterik

(+/+)

Inferior : pucat (-/-),

edema (+/+), ikterik

(+/+)

Akral hangat.

CRT <2’

Ass/ Anemia penyakit

kronis + gangguan

koagulopaty + kolelistitis

9/06/2015

H10

S/ ikterik(+) sudah

berkurang di seluruh tubuh,

lemas(-), hematuri (-)

O/ TD: 115/70 mmHg

HR: 88 x/i

Th/

- IVFD RL 15 tetes

(makro)

- Diet MB

- Ij. Ceftriaxon 1

gram/ 12 jam

22

Page 23: Bab 1-5

RR: 22 x/i

T : 36,8°C

PF/

Kepala : Normocephali,

karakteristik dan distribusi

rambut baik, edema wajah

(-)

Mata :

Konj.palp.inf.pucat(-/-),

sclera ikterik (+/+), pupil

bulat isokor, 3mm/3mm,

RCL (+/+), RCTL (+/+),

edema palpebra (-/-)

Telinga :

Normotia, serumen (-)

Hidung :

Sekret (-), NCH (-)

Mulut :

Mukosa bibir lembab (+),

sianosis(-), faring hiperemis

(-), T1/T1,beslaq (-)

Leher:

pembesaran KGB (-)

Toraks :

I : simetris, retraksi (-)

- Urdafalt 3x1 tab

- Xanvit 2x1cth syr

- Captopril 2x12,5

mg

- Inj. Transamin

350mg/12jam (aff)

P/

- Observasi bila ada

perdarahan

23

Page 24: Bab 1-5

P : SF kanan = SF Kiri

P : Sonor (+/+)

A: Ves (+/+), Wh (-/-),

Rh (-/-)

Jantung:

BJ I >BJ II, reguler,

bising(-)

Abdomen :

I : simetris, distensi (-)

P : soepel,nyeritekan(+)

H/L/R tidakteraba

P : timpani, undulasi(-),

shifting dullness (-)

A : peristaltik (+)

Extremitas :

Superior : pucat (-/-),

edema (-/-)

Inferior : pucat (-/-),

edema (-/-)

Akral hangat.

CRT <2’

Ass/ Gangguan Koagulasi +

kolesistitis

BAB III

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

24

Page 25: Bab 1-5

Jaundice pada anak dan remaja1

Jaundice atau ikterus didefinisikan sebagai warna kuning atau kuning

kehijauan pada kulit, sclera, atau membrane mukosa karena adanya peningkatan

bilirubin serum. Pada orang normal bilirubin total tidak lebih dari 1 mg/dL (17

mcmol/L). Jaundice atau kuning akan muncul jika kadar bilirubin total lebih besar

dari 5 mg/dL (85 mcmol/L). warna kulit kekuningan ini umumnya lebih sering

terjadi pada neonates dibandingkan dengan anak-anak atau remaja karena itu

diagnosis banding juga cukup berbeda. Berikut tabel yang berisi diagnosis

banding kuning yang terjadi pada usia anak yang lebih besar.

25

Page 26: Bab 1-5

3.1 Kolesistitis3.1.1 Definisi

Kolesistitis adalah radang dinding kandung empedu yang disertai keluhan

nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Berdasarkan etiologinya,

kolesistitis dapat dibagi menjadi:

1. Kolesistitis kalkulus, yaitu kolesistitis yang disebabkan batu kan-

dung empedu yang berada di duktus sistikus.

2. Kolesistitis akalkulus, yaitu kolesistits tanpa adanya batu empedu.1,2

26

Page 27: Bab 1-5

Berdasarkan onsetnya, kolesistitis dibagi menjadi kolesistitis akut dan

kolesistitis kronik. Pembagian ini juga berhubungan dengan gejala yang timbul

pada kolesistitis akut dan kronik. Pada kolesistitis akut, terjadi inflamasi akut pada

kandung empedu dengan gejala yang lebih nyata seperti nyeri perut kanan atas,

nyeri tekan dan demam. Sedangkan, kolesistitis kronik merupakan inflamasi pada

kandung empedu yang timbul secara perlahan-lahan dan sangat erat hubugannya

dengan litiasis dan gejala yang ditimbulkan sangat minimal dan tidak menonjol.1,2

3.1.2 Patogenesis

Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah

stasis cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu.

Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) yang

terletak di duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan empedu, sedangkan

sebagian kecil kasus kolesititis (10%) timbul tanpa adanya batu empedu.

Kolesistitis kalkulus akut disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus oleh batu

empedu yang menyebabkan distensi kandung empedu. Akibatnya aliran darah dan

drainase limfatik menurun dan menyebabkan iskemia mukosa dan nekrosis.

Diperkirakan banyak faktor yang berpengaruh seperti kepekatan cairan empedu,

kolesterol, lisolesitin, dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding

kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi.1,2

Faktor predisposisi terbentuknya batu empedu adalah perubahan susunan

empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung empedu. Perubahan susunan empedu

mungkin merupakan faktor terpenting pada pembentukan batu empedu. Sejumlah

penelitian menunjukkan bahwa hati penderita batu kolesterol mensekresi empedu

yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap

dalam kandung empedu dengan cara yang belum dimengerti sepenuhnya. Stasis

empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan susunan kimia

dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu atau

spasme sfingter Oddi atau keduanya dapat menyebabkan stasis. Faktor hormonal

terutama pada kehamilan dapat dikaitkan dengan pengosongan kandung empedu

yang lebih lambat. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian

dalam pembentukan batu, melalui peningkatan deskuamasi sel dan pembentukan

27

Page 28: Bab 1-5

mukus. Akan tetapi, infeksi mungkin lebih sering sebagai akibat adanya batu

empedu daripada menjadi penyebab terbentuknya batu empedu.3,4

Meskipun mekanisme terjadinya kolesistitis akalkulus belum jelas,

beberapa teori telah diajukan untuk menjelaskan mekanisme terjadinya penyakit

ini. Penyebab utama penyakit ini dipikirkan akibat stasis empedu dan peningkatan

litogenisitas empedu. Pasien-pasien dalam kondisi kritis lebih mungkin terkena

kolesistitis karena meningkatnya viskositas empedu akibat demam dan dehidrasi

dan akibat tidak adanya pemberian makan per oral dalam jangka waktu lama

sehingga menghasilkan penurunan atau tidak adanya rangsangan kolesistokinin

untuk kontraksi kandung empedu. Selain itu, kerusakan pada kandung empedu

mungkin merupakan hasil dari tertahannya empedu pekat, suatu senyawa yang

sangat berbahaya. Pada pasien dengan puasa yang berkepanjangan, kandung

empedu tidak pernah mendapatkan stimulus dari kolesistokinin yang berfungsi

merangsang pengosongan kandung empedu, sehingga empedu pekat tersebut

tertahan di lumen. Iskemia dinding kandung empedu yang terjadi akibat

lambatnya aliran empedu pada demam, dehidrasi, atau gagal jantung juga

berperan dalam patogenesis kolesistitis akalkulus.5

Penelitian yang dilakukan oleh Cullen et al memperlihatkan kemampuan

endotoksin dalam menyebabkan nekrosis, perdarahan, penimbunan fibrin yang

luas, dan hilangnya mukosa secara ekstensif, sesuai dengan iskemia akut yang

menyertai. Endotoksin juga menghilangkan respons kontraktilitas terhadap

kolesistokinin (CCK) sehingga menyebabkan stasis kandung empedu.5

3.1.3 Diagnosis

Pasien kolesistitis akut memiliki riwayat nyeri hebat pada abdomen bagian

atas yang bertahan dalam beberapa jam hingga akhirnya mereka mencari

pertolongan ke unit gawat darurat lokal. Secara umum, pasien kolesistitis akut

juga sering merasa mual dan muntah serta pasien melaporkan adanya demam.

Tanda-tanda iritasi peritoneal juga dapat muncul, dan pada beberapa pasien

menjalar hingga ke bahu kanan atau skapula. Kadang-kadang nyeri bermula dari

regio epigastrium dan kemudian terlokalisisr di kuadran kanan atas (RUQ).

Meskipun nyeri awal dideskripsikan sebagai nyeri kolik, nyeri ini kemudian akan

28

Page 29: Bab 1-5

menetap pada semua kasus kolesistitis. Pada kolesistitis akalkulus, riwayat

penyakit yang didapatkan sangat terbatas. Seringkali, banyak pasien sangat

kesakitan (kemungkinan akibat ventilasi mekanik) dan tidak bisa menceritakan

riwayat atau gejala yang muncul.6,7

Gambar 3.1 Algoritma diagnosis kolesistitis8

Pada pemeriksaan fisik, biasanya ditemukan nyeri tekan di kuadran kanan

atas abdomen, dan seringkali teraba massa atau teraba penuh. Palpasi kuadran

kanan atas saat inspirasi seringkali menyebabkan rasa tidak nyaman yang berat

yang menyebabkan pasien berhenti menghirup napas, hal ini disebut sebagai tanda

Murphy positif. Terdapat tanda-tanda peritonitis lokal dan demam.6,7,8

Dari pemeriksaan laboratorium pada pasien akut kolesistitis, dapat

ditemukan leukositosis dan peningkatan kadar C-reactive protein (CRP). Pada

15% pasien, ditemukan peningkatan ringan dari kadar aspartate aminotransferase

(AST), alanine aminotransferase (ALT), alkali fosfatase (AP) dan bilirubin jika

batu tidak berada di duktus biliaris.2,6,7

Pemeriksaan pencitraan untuk kolesistitis diantaranya adalah ultrasonografi

(USG), computed tomography scanning (CT-scan) dan skintigrafi saluran

empedu. Pada USG, dapat ditemukan adanya batu, penebalan dinding kandung

empedu, adanya cairan di perikolesistik, dan tanda Murphy positif saat kontak

antara probe USG dengan abdomen kuadran kanan atas. Nilai kepekaan dan

ketepatan USG mencapai 90-95%.1,7

29

Page 30: Bab 1-5

Gambar 3.2 Pemeriksaan USG pada kolesistitis9

Pemeriksaan CT scan abdomen kurang sensitif dan mahal, tapi mampu

memperlihatkan adanya abses perikolesisitik yang masih kecil yang mungkin

tidak terlihat dengan pemeriksaan USG. Skintigrafi saluran empedu

mempergunakan zat radioaktif HIDA atau 99m Tc6 Iminodiacetic acid

mempunyai kepekaan dan ketepatan yang lebih rendah daripada USG dan juga

lebih rumit untuk dikerjakan. Terlihatnya gambaran duktus koledokus tanpa

adanya gambaran kandung empedu pada pemeriksaan kolesistografi oral atau

skintigrafi sangat menyokong kolesistitis akut.1,3

Berdasarkan Tokyo Guidelines (2007), kriteria diagnosis untuk kolesistitis

adalah:10

Gejala dan tanda lokal

o Tanda Murphy

o Nyeri atau nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen

o Massa di kuadran kanan atas abdomen

Gejala dan tanda sistemik

o Demam

o Leukositosis

o Peningkatan kadar CRP

Pemeriksaan pencitraan

o Temuan yang sesuai pada pemeriksaan USG atau skintigrafi

Diagnosis kolesistitis jika 1 tanda lokal, disertai 1 tanda sistemik dan hasil USG

atau skintigrafi yang mendukung.10

30

Page 31: Bab 1-5

3.1.4 Diagnosis Banding1. Kolangitis

2. Koledokolitiasis

3. Kolelitiasis

4. Mukokel kandung empedu

5. Ulkus gaster

6. Gastritis akut

7. Pielonefritis akut3

3.1.5 KomplikasiKomplikasi yag dapat terjadi pada pasien kolesistitis:

1. Empiema, terjadi akibat proliferasi bakteri pada kandung empedu yang ter-

sumbat. Pasien dengan empiema mungkin menunjukkan reaksi toksin dan

ditandai dengan lebih tingginya demam dan leukositosis. Adanya empiema

kadang harus mengubah metode pembedahan dari secara laparoskopik

menjadi kolesistektomi terbuka.

2. Ileus batu kandung empedu, jarang terjadi, namun dapat terjadi pada batu

berukuran besar yang keluar dari kandung empedu dan menyumbat di

ileum terminal atau di duodenum dan atau di pilorus.

3. Kolesistitis emfisematous, terjadi ± pada 1% kasus dan ditandai dengan

adanya udara di dinding kandung empedu akibat invasi organisme peng-

hasil gas seperti Escherichia coli, Clostridia perfringens, dan Klebsiella

sp. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada pasien dengan diabetes, lebih

sering pada laki-laki, dan pada kolesistitis akalkulus (28%). Karena

tingginya insidensi terbentuknya gangren dan perforasi, diperlukan kole-

sitektomi darurat. Perforasi dapat terjadi pada lebih dari 15% pasien.

Komplikasi lain diantaranya sepsis dan pankreatitis

3.1.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan kolesistitis bergantung pada keparahan penyakitnya dan

ada tidaknya komplikasi. Kolesistitis tanpa komplikasi seringkali dapat diterapi

rawat jalan, sedangkan pada pasien dengan komplikasi membutuhkan tatalaksana

pembedahan. Antibiotik dapat diberikan untuk mengendalikan infeksi. Untuk

31

Page 32: Bab 1-5

kolesistitis akut, terapi awal yang diberikan meliputi mengistirahatkan usus, diet

rendah lemak, pemberian hidrasi secara intravena, koreksi abnormalitas elektrolit,

pemberian analgesik, dan antibiotik intravena. Untuk kolesistitis akut yang ringan,

cukup diberikan terapi antibiotik tunggal spektrum luas. Pilihan terapi yang dapat

diberikan:3

1. Rekomendasi dari Sanford guide: piperasilin, ampisilin, meropenem. Pada

kasus berat yang mengancam nyawa direkomendasikan imipenem/cilas-

tatin.

2. Regimen alternatif termasuk sefalosporin generasi ketiga ditambah dengan

metronidazol.

3. Pasien yang muntah dapat diberikan antiemetik dan nasogastric suction.

4. Stimulasi kontraksi kandung empedu dengan pemberian kolesistokinin in-

travena.3

Pasien kolesistitis tanpa komplikasi dapat diberikan terapi dengan rawat

jalan dengan syarat:

1. Tidak demam dan tanda vital stabil

2. Tidak ada tanda adanya obstruksi dari hasil pemeriksaan laboratorium.

3. Tidak ada tanda obstruksi duktus biliaris dari USG.

4. Tidak ada kelainan medis penyerta, usia tua, kehamilan atau kondisi

imunokompromis.

5. Analgesik yang diberikan harus adekuat.

6. Pasien memiliki akses transpotasi dan mudah mendapatkan fasilitas

medik.

7. Pasien harus kembali lagi untuk follow up.1,3,10

32

Page 33: Bab 1-5

Gambar 2.5 Algoritma penatalaksanaan kolesistitis akut8

Terapi yang diberikan untuk pasien rawat jalan:

1. Antibiotik profilaksis, seperti levofloxacin dan metronidazol.

2. Antiemetik, seperti prometazin atau proklorperazin, untuk

mengkontrol mual dan mencegah gangguan cairan dan elektrolit.

3. Analgesik seperti asetaminofen/oxycodone.3

Terapi pembedahan yang diberikan jika dibutuhkan adalah kolesistektomi.

Kolesistektomi laparoskopik adalah standar untuk terapi pembedahan kolesistitis.

Penelitian menunjukkan semakin cepat dilakukan kolesistektomi laparoskopik,

waktu perawatan di rumah sakit semakin berkurang.

Kontraindikasi untuk tindakan kolesistektomi laparoskopik meliputi:

1. Resiko tinggi untuk anestesi umum

2. Obesitas

3. Adanya tanda-tanda perforasi kandung empedu seperti abses, peri-

tonitis, atau fistula

4. Batu empedu yang besar atau kemungkinan adanya keganasan.

5. Penyakit hati stadium akhir dengan hipertensi portal dan koagu-

lopati yang berat.10

Pada pasien dengan resiko tinggi untuk dilakukan pembedahan, drainase

perkutaneus dengan menempatkan selang (tube) drainase kolesistostomi

33

Page 34: Bab 1-5

transhepatik dengan bantuan ultrasonografi dan memasukkan antibiotik ke

kandung empedu melalui selang tersebut dapat menjadi suatu terapi yang definitif.

Hasil penelitian menunjukkan pasien kolesistitis akalkulus cukup diterapi dengan

drainase perkutaneus ini.3

Selain itu, dapat juga dilakukan terapi dengan metode endoskopi. Metode

endoskopi dapat berfungsi untuk diagnosis dan terapi. Pemeriksaan endoscopic

retrograde cholangiopancreatography dapat memperlihatkan anatomi kandung

empedu secara jelas dan sekaligus terapi dengan mengeluarkan batu dari duktus

biliaris. Endoscopic ultrasound-guided transmural cholecystostomy adalah

metode yang aman dan cukup baik dalam terapi pasien kolesistitis akut yang

memiliki resiko tinggi pembedahan. Pada penelitian tentang endoscopic

gallbladder drainage yang dilakukan oleh Mutignani et al, pada 35 pasien

kolesistitis akut, menunjukkan keberhasilan terapi ini secara teknis pada 29 pasien

dan secara klinis setelah 3 hari pada 24 pasien.3

3.1.7 Prognosis

Penyembuhan spontan didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kandung

empedu menjadi tebal, fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak

jarang menjadi kolesistitis rekuren. Kadang-kadang kolesistitis akut berkembang

menjadi gangren, empiema dan perforasi kandung empedu, fistel, abses hati atau

peritonitis umum secara cepat. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian antibiotik

yang adekuat pada awal serangan. Tindakan bedah akut pada pasien usia tua (>75

tahun) mempunyai prognosis yang jelek di samping kemungkinan banyak timbul

komplikasi pasca bedah.

3.2 HEMATURIAHematuria didefinisikan sebagai keberadaan setidaknya 5 sel darah merah

(SDM) per mikroliter urin. Prevalensi hematuria pada anak usia sekolah

dasaradalah sekitar 0,5-2,0%. Penelitian kuantitatif menunjukkan anak-anak

34

Page 35: Bab 1-5

normal mengekskeresikan lebih dari 500.000 SDM per 12 jam. Hal ini

dipengaruhi oleh demam dan atau aktivitas fisik.11

Secara klinis adanya hematuria dapat dibuktikan secara kualitatif dengan

“dipstick” urin yang sensitif terhadap reaksi kimia peroksidasea antara

hemoglobin (atau mioglobin) dan bahan kimia yang terdapat dalam dipstick

tersebut.Dipstick yang tersedia di pasaran umumnya sanggup mendeteksi hingga

3-10 SDM/µL urin. Hematuria bermakna pada dipstick menunjukkan adanya >50

SDM/µL. Hasil negative palsu dapat terjadi pada adanya formalin (sering

digunakan sebagai pengawet urin) atau adanya asam askorbat dalam jumlah tinggi

di urin. Hasil positif palsu dapat terjadi pada anak dengan demam, setelah

beraktivitas fisik, jika terdapat darah menstruasi, pH urin alkali (<9), atau adanya

agen pengoksidasiseperti hidrogen peroksida yang biasa digunakanuntuk

membersihkan perineum sebelum mengabil sampel. Analisis mikroskopik dari 10-

15 mL urin segar yang disentrifugasi sangat penting untuk menegakkan diagnosis

hematuria jika terdapat hasil dipstick positif. Urinalisis sebagai pemeriksaan tapis

sebaiknya dilakukan pada kunjungan anak pada umur 5 tahun dan sekali selama

masa remaja.11,12

Urin berwarna merah tanpa SDM dapat dilihat pada beberapa keadaan

medis yang tercapntum pada tabel 1. Urin positif heme tanpa SDM disebabkan

oleh keberadaan hemoglobin atau mioglobin. Hemoglobinuria tanpa hematuria

dapat disebabkan oleh adanya hemolisis. Mioglobinuria tanpa hematuria terjadi

pada sindrom rabdiomiolisis setelah cedera otot rangka dan disertai peningkatan

sebanyak lima kali pada kadar kreatin kinase plasma. Rabdomiolisis dapat terjadi

secara sekunder akibat miositis viral, luka remuk, abnormalitas elektrolit berat

(hipernatremia, hipofosfatemia), hipotensi, koagulasi intravaskulas terdisseminasi

(DIC), toksin (obat, racun), dan kejang berkepanjangan.11

Urin tanpa heme dapat terlihat merah, coklat kola, atau merah keunguan

akibat konsumsi berbagai jenis obat, makanan atau pewarna makanan. Urin dapat

berwarna coklat kehitamana atau hitam jika terdapat berbagai kelainan metabolit

urin.11

Pemeriksaan anak dengan hematuria harus dimulai dengan anamnesis

teliti, pemeriksaan fisik dan urinalisis. Informasi yang didapat digunakan untuk

35

Page 36: Bab 1-5

menentukan asal hematuria (atas atau bawah) dan untuk menentukan derajat

kegawatan berdasarkan simptomatologis. Perhatian lebih harus diberikan jika

terdapat riwayat keluarga, adanya sindrom abnormalitas / malformalitas anatomis,

dan adanya hematuria berat (gross hematuria).11,12,13,14

TABEL 1 Penyebab Positif Palsu pada Tes HematuriaHEME POSITIF

  Hemoglobin  Mioglobin

HEME NEGATIFObat-Obatan

  Chloroquine  Deferoxamine  Ibuprofen  Iron sorbitol  Metronidazole  Nitrofurantoin  Phenazopyridine  Phenolphthalein  Phenothiazines  Rifampin  Salisilat  SulfasalazineBahan Pewarna Buah atau SayuranBahan Pewarna Makanan SintetikMetabolit  Asam homogentisat  Melanin  Methemoglobin  Porfirin  Tirosinosis  Urat

Penyebab hematuria dapat dilihat pada tabel 2. Sumber hematuria di dari

saluran kemih bagian atas berasal dari nefron (glomerulus, tubulus kontortus dan

interstisium). Hematuria di saluran kemih bagian bawah berasal dari sistem

pelvokaliks, ureter, kandung kemih dan uretra. Hematuria yang berasal dari nefron

seringkali tampak sebagai urin berwarna coklat, coklat cola, atau merah keunguan,

disertai proteinuria (>100 mg/dL dengan dipstick), terdapat cast SDM dan

36

Page 37: Bab 1-5

akantosit atau kelaianan bentuk SDM lain pada pemeriksaan mikroskopik urin.

Hematuria yang berasal dari tubulus kontortus dapat dilihat dari keberadaan cast

leukosit atau sel epitel tubulus renal. Hematuria dari saluran kemih bagian bawah

umumnya dihubungkan dengan hematuria berat, hematuria terminal (hematuria

terjadi pada saat aliran urin akan berakhir), bekuan darah, morfologi urin SDM

normal, dan proteinuria minimal pada dipstick (<100 mg/dL).14

Tabel 2 Penyebab Hematuria pada Anak-AnakHEMATURIA GLOMERULAR Penyakit Ginjal

  Nefropati IgA (penyakit Berger)  Sindrom Alport (nefritis herediter)

 Nefropati membran basal glomerulus tipis (thin glomerular basement membrane nephropathy)

  Glomerulonefritis paskatinfeksi (paskastreptokokus)  Nefropati membranosa  Glomerulonefritis membranoproliferatif  Glomerulosklerosis fokal segmental  Antiglomerular basement membrane diseasePenyakit Multisistemik

  Nefritis lupus eritematosa sistemik[*]

  Nefritis purpura Henoch-Schönlein  Granulomatosis Wegener  Poliarteritis nodosa  Sindrom Goodpasture  Sindrom hemolitik-purpura  Glomerulopati sel sabit  Nefropati HIVHEMATURIA EKSTRAGLOMERULARSaluran Kemih Atas Tubulointerstitial

  Pielonefritis

  Interstitial nefritis

  Nekrosis tubulus akut

  Nekrosis papiler

  Nefrokalsinosis

Vascular

  Trombosis arteri/vena

  Malformasi (aneurisma, hemangioma)

37

Page 38: Bab 1-5

  Sindrom Nutcracker

Kristaluria

  Kalsium

  Oksalat

  Asam urat

  Hemoglobinopati (penyakit sel sabit)  Anatomi

  Hidronefrosis

  Penyakit ginjal kistik

  Penyakit ginjal polikistik

  Displasia multisiklik

  Tumor (Wilms, rabdomiosarkoma, angiomiolipoma)

  Trauma

SaluranKemih Bawah  Peradangan (infeksi dan noninfeksi)

  Sistisis

  Uretritis

  Urolitiasis

Trauma Koagulopati Aktivitas berat Sindrom  Munchausen

* Menunjukkan adanya glomerulonefritis dengan hipokomplemensemia

Pasien dengan hematuria dapat mempunyai berbagai gejala yang

menunjukkan gangguan tertentu. Urin berwarna the ataukola, edema wajah /

tubuh, hipertensi dan oliguria menunjukkan adanya sindrom nefritik akut.

Penyakit yang umum terjadi sebagai sindrom nefritis akut adalah

glomerulonefritis paskainfeksi, nefropati IgA, glomerulonefritis

membranoproliferative, nefropati purpura Henoch-Schönlein, nefritis sistem lupus

eritematosa, granulomatosis Wagener, polyarteritis nodosa mikroskopik, sindrom

Goodpasture, dan sindrom hemolitik-uremik. Jika terdapat riwayat infeksi saluran

nafas atas, kulit atau gastrointestinal baru-baru ini menunjukkan kemungkinan

adanya glomerulonefritis akut, sindrom hemolitik-uremik atau nefritis purpura

Henoch-Schönlein. Adanya ruam dan keluhan pada persendian menunjukkan

adanya kemungkinan nefropati purpura Henoch-Schönlein atau nefritis sistem

38

Page 39: Bab 1-5

lupus eritematosa. Adanya keluhan sering kencing, dysuria, dan demamyang tidak

dapat dijelaskan menunjukkan adanya infeksisaluran kemih, sedangkan kolik

renal menunjukkan adanya nefrolitiasis. Massa pada pinggang dapat menunjukkan

adanya hidronefrosis, penyakit kistik, trombosis vena ginjal, atau tumor.

Hematuria yang dihubungkan dnegan sakit kepala, perubahan visual, epistaksis,

atau gagal ginjal menunjukkan adanya hipertensi. Pasien dengan riwayat trauma

memerlukan pemeriksaan segera. Pada anak dengan lebam dan hematuria yang

tidak dapat dijelaskan sebaiknya dicuragai adanya kemungkinan terjadi kekerasan

pada anak (child abuse).

Tabel 3 Penyebab Umum Hematuria BeratInfeksi saluran kemihStenosis meatusIritasi perineumTraumaUrolitiasis/hiperkalsiuriaKoagulopatiTumorGlomerulus Nefropati IgA  Sindrom Alport (nefritis herediter)  Thin glomerular basement membrane disease  Glomerulonefritis paskainfeksi  Nefritis purpura Henoch-Schönlein  Nefritis lupus eritematosa sistemik

Anamnesis riwayat pada keluarga sangat penting pada pemeriksaan awal

anak dengan kecurigaan hematuria akibat faktor genetik. Penyakit glomerulus

herediter nefritis (sindrom Alport), nefropati membran basal glomerulus tipis (thin

glomerular basement membrane nephropathy), nefritis lupus erimatosus

sistemik,dan nefropati IgA (penyakit Berger). Gangguan ginjal lain yang dapat

menyebabkan hematuria dengan komponen herediter adalah penyakit ginjal

polikistik, urolitiasis dan penyakit sel sabit.

Pemeriksaan fisik sangat penting dalam menentukan penyebab hematuria.

Hipertensi, edema tubuh, hepatosplenomegali atau tanda-tanda gagal jantung

dapat menunjukkan adanya glomerulonefitis akut. Beberapa sindrom malformasi

39

Page 40: Bab 1-5

Urin coklat atau berwarna kola?Proteinuria (>30 mg/dL)?Cast SDM?Sindrom nefrotik akut?

yang dapat berhubungan dengan penyakit ginjal termasuk sindrom VATER

(vertebral body anomalies [anomaly vertebra badan], anal atresia [atresia anal],

tracheo esophageal fistula [fistula trakeo-esofageal], dan renal dysplasia

[dysplasia renal]). Massa abdomen dapat disebabkan oleh obstruksi katup uretra

posterior,obstruksi junction uteropelvis, penyakit ginjal polikistik atau tumor

Wilms. Hematuria yang ditemukan pada pasien dengan gangguan neurologis atau

kulit dapat merupakan akibat penyakit ginjal kistik atau tumor yang dihubungkan

dengan beberapa sindrom, termasuk sklerosis tuberosa, sindrom von Hippel-

Lindau, dan sindrom Zellweger (serebrohepatorenal). Abnormalitas anatomi dari

genitalia eksternal dapat dihubungkan dengan penyakit ginjal.12,14

Pasien dengan hematuria berat (gross hematuria) dapat memberikan

kesulitan tersendiri karena adanya kekhawatiran orang tua. Keadaan ini harus

dibedakan dengan uretroragia, yakni perdarahan dari uretra tanpa disertai urin

yang disertai dysuria dan bercak perdarahan pada celana dalam setelah kencing.

Kondisi ini, yang sering terjadi pada anak laki-laki pre-pubertas dengan selang

waktu beberapa bulan, adalah keadaan medis ringan dan akan sembuh sendiri.

Penyebab hematuria berat terdapat pada tabel 3. Penyebab paling umum dari

hematuria berat adalah infeksi saluran kemih. Kurang dari 10% pasien

menunjukkan bukti adanya glomerulonefritis. Hematuria berat berulang

menunjukkan adanya nefropati IgA, sindrom Alport, thin glomerular basement

membrane nephropathy, hiperkalsiuria atau urolitiasis.12,13

40

Page 41: Bab 1-5

Gambar 1. Algoritma pendekatan secara umum untuk pemeriksaan laboratorium

dan radiologis pada pasien dengan hematuria glomerular atau ekstraglomerular.

ANA: Antibodi antinuclear; ASO: Antistreptosilin O; BUN: nitrogen urea darah;

C3/C4: komplemen; SDM: sel darah merah.12

Pendekatan umum untuk pemeriksaan laboratory dan radiologis untuk

pasien dnegan hematuria glomerular atau ekstraglomerular terdapat pada gambar

1. Pasien dengan hematuria mikroskopik terisolasi sebaiknya tidak menjalani

pemeriksaan diagnostic hingga setidaknya 2 spesimen urin yang dikumpulkan

dalam jangka waktu 1 hingga 2 minggu mennunjukkan adanya jumlah SDM yang

tidak normal. Hal ini dilakukan untuk mengurangi jumlah pemeriksaan yang tidak

diperlukan.14,15

41

Page 42: Bab 1-5

Tabel 4 - Diagnosis Banding Hematuria Simptomatis dan Asimptomatis14

SimptomatisGejala ginjal

  Infeksi saluran kemih

  Nefrolitiasis

  Uretroragia

Gejala sistemik

  Purpura Henoch-Schönlein

  Sklerosis tuberosa

Asymptomatic

   Hiperkalsiuria   Penyakit kistik   Obstruksi   Vascular   Malformasi arterivena   Trombosis   Trauma   Tumor   Hemoglobinpati   Koagulopati   Hematuria akibat aktivitas   Heamturia familial benigna (membran basal tipis)   Glomerulonefritis (dalam masa penyembuhan)   Nefritis paskainfeksi akut   Nefropati IgA   Purpura Henoch-Schönlein

Anak dengan hematuria mikroskopik terisolasi persisten dengan jangka

waktu lebih dari 2 minggu mempunyai dilema tersendiri dalam memutuskan

pemeriksaan yang diperlukan. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4. Pemeriksaan awal

untuk anak dengan keadaan ini sebaiknya juga disertai kultur urin diikuti

pemeriksaan kadar kalsium dan kreatinin pada pasien dengan hasil kultur negatif.

Jika hasil pemeriksaan ini normal, sebaiknya dilakukan urinalisis untuk semua

kerabat terdekat (orang tua dan saudara). Ultrasonografi ginjal dan kandung kemih

sebaiknya dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan lesi struktural seperti

tumor, penyakit kistik, hidronefrosis, atau urolitiasis. Ultrasonografi dari saluran

kemih sangat berguna pada pasien dengan hematuria berat, nyeri abdomen, nyeri

42

Page 43: Bab 1-5

pinggang, atau trauma. Jika hasil penelitian awal ini tetap normal, disarankan

dilakukan pemeriksaan kreatinin dan elektrolit serum.15

Temuan kelainan hematologis tertentu dapat mempersempit diagnosis

banding. Anemia pada hematuria dapat disebabkan oleh:

1. Pengenceran (dilusi) intravascular sekunder akibat hipovolemia yang

berhubungan dengan gagal ginjal akut.

2. Berkurangnya produksi SDM pada gagal ginjal kronis

3. Hemolisis pada sindrom hemolitik-uremik atau SLE

4. Kehilangan darah dari pendarahan parau seperti pada sindrom Good-

pasture atau melena pada pasien dengan purpura Henoch-Schönlein

atau sindrom hemolitik-uremik.

Pemeriksaan hapusan darah tepi dapat menunjukkan proses

mikroangiopati yang sesuai dengan sindrom hemolitik-uremik, trombosis vena

ginjal, vaskulitis, atau SLE. Pada keadaan terakhir, adanya autoantibodi dapat

ditunjukkan dengan reaksi Coombs positif, adanya antibodi antinuclear,

leukopenia dan penyakit multisistem. Trombositopenia dapat diakibatkan oleh

berkurangnya produksi trombosit (pada keganasan) atau peningkatan konsumsi

trombosit (SLE, purpura trombositopenik idiopatik, sindrom hemolitik-uremik,

trombosis vena ginjal). Walaupun morfologi SDM urin dapat normal pada

perdarahan saluran kemih bawah dan dismorfik pada perdarahan glomerular,

morfologi sel tidak secara pasti berhubungan dengan lokasi hematuria.

Pemeriksaan tapis yang paling baik untuk gangguan pembekuan darah adalah

melalui anamnesis menyeluruh. Pemeriksaan masa pembekuan darah tidak perlu

secara rutin dilakukan kecuali jika terdapat riwayat pribadi atau keluarga

menunjukkan adanya kecenderungan untuk perdarahan.

Sistouretrogram setelah kencing hanya diperlukan pada pasien dengan

infeksi saluran kemih, luka ginjal, hidroureter, atau pielokaliektasis. Sistoskopi

merupakan prosedur yang tidak diperlukan dan mahal pada pasien hematuria

dengan resiko tambahan karena memerlukan anastesia. Prosedur ini sebaiknya

hanya dilakukan pada anak dengan massa di kandung kemih yang ditemukan oleh

pemeriksaan USG, adanya abnormalitas uretra akibat trauma, adanya keberadaan

43

Page 44: Bab 1-5

katup uretra posterior, atau tumor. Hematuria berat unilateral yang dapat

ditemukan degan sistoskopi jarang ditemukan pada pasien pediatric.

Perujukan apda nefrolog anak dangat direkomendasikan untuk pasien

dengan nefritis (glomerulonefritis, nefritis tubulointerstisial), hipertensi,

insufisiensi ginjal, urolitiasis / nefrokalsinosis, atau riwayat penyakit ginjal pada

keluarga seperti penyakit ginjal polikistikatau nefritis herediter. Biopsy ginjal

diindikasikan untuk anak dengan hematuria mikroskopik persisten atau hematuria

berat berulang yang disertai penurunan fungsi ginjal, proteinuria atau

hipertensi.11,12

Anak-anak dengan hematuria asimptomatis terisolasi dan mempunyai hasil

pemeriksaan normal sebaiknya diperiksakan nilai kreatinin plasma sekali setahun

dan tekanan darah serta urin setiap 3 bulan hingga hematuria hilang. Diagnosis

yang perlu dipikirkan dalam keadaan ini adalah glomerulonefritis paskainfeksi

yang berada dalam masa pemulihan, penyakit membrane basal tipis, nefropati

IgA, atau aktivitas fisik berat / trauma. Rujukan kepada nefrolog pediatrik

sebaiknya dipertimbangkan untuk anak dengan hematuria asimptomatis persisten

dengan durasi hematuria lebih dari 1 tahun.14,15

44

Page 45: Bab 1-5

3.3 Gangguan Koagulasi16

Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk mempertahankan sistim

hemostasis yaitu mempertahankan komponen darah tetap dalam keadaan cair

(Fluid state) sehingga tubuh dalam keadaan fisiologik mampu mempertahankan

aliran darah dari/dalam pembuluh darah. Bilamana terjadi kerusakan pembuluh

darah maka sistem hemostasis tubuh akan mengontrol perdarahan melalui

mekanisme (1) interaksi pembuluh darah dan jaringan penunjang, (2) interaksi

trombosit dan pembuluh darah yang mengalami kerusakan, (3) pembentukan

fibrin oleh sistim koagulasi, (4) regulasi dari bekuan darah oleh faktor inhibitor

koagulasi dan sistim fibrinolitik, (5) remodeling dan reparasi dari pembuluh darah

yang mengalami kerusakan(Gambar 1).1,2 Bilamana terdapat gangguan dalam

regulasi hemostasis baik oleh karena kapasitas inhibitor tidak sempurna atau oleh

karena adanya stimulus yang menekan fungsi natural anticoagulant maka akan

terjadi trombosis yaitu suatu proses terjadinya bekuan darah dalam pembuluh

darah. Secara klinis proses terjadinya trombosis melibatkan (1) aliran darah dan

pembuluh darah, (2) interaksi trombosit–pembuluh darah oleh karena kerusakan

endotelium dan (3) sistim koagulasi baik natural antikoagulan dan sistem

fibrinolitik.

Evaluasi perdarahan yang berhubungan dengan kelainan koagulasi pada

anak dan dewasa Pemeriksaan dasar untuk skrining hemostatik adalah hitung

trombosit dan hapusan darah, bleeding time (BT), activated partial thromboplastin

time (APTT), prothrombine time (PT), thrombine clotting time (TCT), dan

fibrinogen. 16

APTT yang memanjang (isolated prolongation of APTT)

Problematik terjadi bilamana pasien yang akan dioperasi hanya ditemukan

APTT yang memanjang (isolated prolongation of aPTT) sedangkan pemeriksaan

skrining hemostasis yang lain (PT, TCT, hitung trombosit, BT, fibrinogen) dalam

45

Page 46: Bab 1-5

batas normal. Pendekatan pada kasus ini dilakukan dengan melihat hasil koreksi

dengan plasma normal (Gambar 5).1,2 Umumnya kasus dengan isolated

prolongation of APTT mempunyai kelainan dalam hal sistem kontak (seperti

defisiensi faktor XII atau slow activator), sebagian besar kasus-kasus ini tidak

menunjukan perdarahan hebat dan bilamana terjadi perdarahan maka

kemungkinan penyebab adalah hemofilia ringan atau penyakit von Willebrand

(lihat Tabel 1).

Defisiensi Vit K

Pada penderita dengan penyakit yang berat akan mudah terjadi defisiensi

vitamin K oleh karena nutrtisi yang jelek ataupun oleh karena penggunaan

antibiotika jangka panjang. Defisiensi Viamin K akan menyebabkan penurunan

aktifitas faktor pembekuan II, VII, IX dan X dengan demikian PT dan APTT akan

memanjang akan tetapi kadar fibrinogen dan TCT masih dalam keadaan normal.

PT akan lebih dahulu ditemukan memanjang sebelum perubahan dari APTT

terlihat, hal ini disebabkan oleh karena half-life yang pendek dari faktor VII (5

jam).16

Penyakit hati

Hati merupakan tempat sintesis dari hampir semua faktor pembekuan,

dengan demikian PT dan APTT akan memanjang pada penyakit hati lanjut.

Seperti pada defisiensi vit K, PT akan lebih dahulu ditemukan memanjang

dibandingkan dengan APTT. TCT akan ditemukan memanjang disebabkan oleh

karena hambatan sintesis hepar akibat disfungsi fibrinogen atau inhibisi terhadap

46

Page 47: Bab 1-5

polimerasi fibrin oleh FDP dalam sirkulasi. Bilamana terjadi gagal hati maka

konsentrasi fibrinogen akan turun. BT akan memanjang dalam tingkatan ringan-

sedang oleh karena mekanisme yang belum jelas. ELT akan memendek pada

penyakit hati lanjut oleh karena enzim fibrinolitik dalam sirkulasi gagal di

inaktifasi oleh hati. 16

BAB IVANALISA KASUS

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien merupakan

pasien dengan keluhan utama kuning di seluruh tubuh. Jaundice atau ikterus

didefinisikan sebagai warna kuning atau kuning kehijauan pada kulit, sclera, atau

membrane mukosa karena adanya peningkatan bilirubin serum. Pada orang

normal bilirubin total tidak lebih dari 1 mg/dL (17 mcmol/L). Jaundice atau

kuning akan muncul jika kadar bilirubin total lebih besar dari 5 mg/dL (85

mcmol/L). warna kulit kekuningan ini umumnya lebih sering terjadi pada

neonates dibandingkan dengan anak-anak atau remaja karena itu diagnosis

banding juga cukup berbeda. Berikut tabel yang berisi diagnosis banding kuning

yang terjadi pada usia anak yang lebih besar.

Jaundice pada anak yang lebih besar umumnya disebabkan oleh beberapa

kelainan terutama infeksi pada hati dan atau kandung empedu. Infeksi virus

hepatitis A menempati urutan pertama penyebab jaundice pada usia remaja.

Kemudian diikuti oleh radang kandung empedu. Pada pasien ini dari hasil

pemeriksaan penunjang didapatkan penyebab jaundicenya adalah kolesistitis tipe

akalkulus.

Meskipun mekanisme terjadinya kolesistitis akalkulus belum jelas,

beberapa teori telah diajukan untuk menjelaskan mekanisme terjadinya penyakit

ini. Penyebab utama penyakit ini dipikirkan akibat stasis empedu dan peningkatan

47

Page 48: Bab 1-5

litogenisitas empedu. Pasien-pasien dalam kondisi kritis lebih mungkin terkena

kolesistitis karena meningkatnya viskositas empedu akibat demam dan dehidrasi

dan akibat tidak adanya pemberian makan per oral dalam jangka waktu lama

sehingga menghasilkan penurunan atau tidak adanya rangsangan kolesistokinin

untuk kontraksi kandung empedu.

Selain itu, kerusakan pada kandung empedu mungkin merupakan hasil dari

tertahannya empedu pekat, suatu senyawa yang sangat berbahaya. Pada pasien

dengan puasa yang berkepanjangan, kandung empedu tidak pernah mendapatkan

stimulus dari kolesistokinin yang berfungsi merangsang pengosongan kandung

empedu, sehingga empedu pekat tersebut tertahan di lumen. Iskemia dinding

kandung empedu yang terjadi akibat lambatnya aliran empedu pada demam,

dehidrasi, atau gagal jantung juga berperan dalam patogenesis kolesistitis

akalkulus.

Penelitian yang dilakukan oleh Cullen et al memperlihatkan kemampuan

endotoksin dalam menyebabkan nekrosis, perdarahan, penimbunan fibrin yang

luas, dan hilangnya mukosa secara ekstensif, sesuai dengan iskemia akut yang

menyertai. Endotoksin juga menghilangkan respons kontraktilitas terhadap

kolesistokinin (CCK) sehingga menyebabkan stasis kandung empedu.

Pasien mengalami gross hematuria. Pemeriksaan anak dengan hematuria

harus dimulai dengan anamnesis teliti, pemeriksaan fisik dan urinalisis. Informasi

yang didapat digunakan untuk menentukan asal hematuria (atas atau bawah) dan

untuk menentukan derajat kegawatan berdasarkan simptomatologis. Perhatian

lebih harus diberikan jika terdapat riwayat keluarga, adanya sindrom abnormalitas

/ malformalitas anatomis, dan adanya hematuria berat (gross hematuria).

Penyebab hematuria gross pada anak yang berasal dari glomerulus paling

sering adalah glomerulonefritis akut pasca streptokokus dan nefropati IgA.

Analisis yang teliti harus dilakukan untuk menemukan penyebab hematuria.

Riwayat adanya nyeri tenggorok, pyoderma atau impetigo, proteinuria, sembab,

hipertensi, dan torak mendukung diagnosis glomerulonefritis. Bila titer ASO dan

uji Streptozyme, dan kadar komplemen C3 serum dilakukan, harus dibuat

diagnosis banding. Nefropati IgA dapat menyebabkan hematuria gross berulang,

48

Page 49: Bab 1-5

dan penyakit ini bisa didahului oleh infeksi saluran nafas atas dan bahkan disertai

nyeri perut atau nyeri pinggang.

Gusi berdarah, subconjungtiva bleeding merupakan manifestasi klinis ada

gangguan koagulasi pada pasien. Evaluasi perdarahan yang berhubungan dengan

kelainan koagulasi pada anak dan dewasa Pemeriksaan dasar untuk skrining

hemostatik adalah hitung trombosit dan hapusan darah, bleeding time (BT),

activated partial thromboplastin time (APTT), prothrombine time (PT), thrombine

clotting time (TCT), dan fibrinogen. 16

APTT yang memanjang (isolated prolongation of APTT)

Umumnya kasus dengan isolated prolongation of APTT mempunyai

kelainan dalam hal sistem kontak (seperti defisiensi faktor XII atau slow

activator), sebagian besar kasus-kasus ini tidak menunjukan perdarahan hebat dan

bilamana terjadi perdarahan maka kemungkinan penyebab adalah hemofilia

ringan atau penyakit von Willebrand (lihat Tabel 1).

Selain tiga masalah utama di atas, masalah lain pada kasus ini salah satunya

adalah riwayat kehamilan ibu tidak melakukan ANC teratur atau ANC hanya

dilakukan di bidan desa tanpa pemeriksaan USG. Hal ini menunjukkan rendahnya

tingkat awareness keluarga pasien tentang pentingnya pemeriksaan selama

kehamilan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan dalam pertumbuhan

janin. Kondisi ini juga menjelaskan bahwa tingkat pemahaman tentang penyakit

dan pencegahannya masih sangat rendah dalam keluarga.

49

Page 50: Bab 1-5

BAB VKESIMPULAN

Pada kasus ini, pasien datang dengan keluhan kuning di seluruh tubuh.

Kuning ini menjadi dasar pengambilan diagnosa observasi ikterus karena berbagai

penyebab seperti hepatitis A, kolesistitis dan kolelithiasis. Diagnosa pasti

ditegakkan menggunakan USG abdomen dengan kesimpulan kolesistitis.

Selain kuning pasien juga mengalami perdarahan yang cukup berat yaitu

gross hematuria dan gusi berdarah serta beberapa tanda perdarahan lain seperti

conjungtiva bleeding dan adanya hematom di beberapa bagian tubuh. Hematuria

dikaitkan dengan suatu infeksi pada glomerulus atau dikenal dengan GNA,

sementara untuk tanda-tanda perdarahan lain dicurigai berhubungan dengan

gangguan faktor koagulasi.

Pasien dengan kasus simultan seperti ini memerlukan penanganan yang

cukup serius. Pasien telah mendapatkan terapi dengan baik dan mengalami

perbaikan yang signifikan sebelum akhirnya dipulangkan ke rumah.

50

Page 51: Bab 1-5

DAFTAR PUSTAKA

1. Dinesh Pashankar, dan Richard A. Schreiber, Jaundice in Children and

Adolescent. AAP. 2001 [Diakses pada 5 Juli 2015] dari :

http://pedsinreview.aappublications.org/content/22/7/219.extract

2. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of

Pediatrics, 18th Edition. 2007. Philadelphia: Saunders Elsevier.

3. Pridady. Kolesistitis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadi-

brata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi keempat.

Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Uni-

versitas Indonesia; 2006. Hal 477-478.

4. Steel PAD, Sharma R, Brenner BE, Meim SM. Cholecystitis and Biliary

Colic in Emergency Medicine. [Diakses pada: 16 Juni 2015]. Diunduh

dari: http://emedicine.medscape.com/article/1950020-overview.

5. Bloom AA, Amin Z, Anand BS. Cholecystitis. [Diakses pada: 16 Juni

2015]. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/171886-

overview.

6. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses

51

Page 52: Bab 1-5

Penyakit vol 1. Edisi keempat. Jakarta: EGC, 1994.

7. Shojamanesh H, Roy PK, Patti MG. Acalculous Cholecystitis. [Diakses

pada: 16 Juni 2015]. http://emedicine.medscape.com/article/187645-

overview.

8. Takada T, Kawarada Y, Nimura Y, Yoshida M, Mayumi T, Sekimoto M et

al. Background: Tokyo guidelines for the management of acute cholangitis

and cholecystitis. J Hepatobiliary Pancreat Surgery 14; 2007. p. 1-10.

9. Vogt DP. Gallbladder disease:An update on diagnosis and treatment.

Cleveland Clinic Journal of Medicine vol. 69 (12); 2002.

10. Miura F, Takada T, Kawarada Y, Nimura Y, Wada K, Hirota M, et al.

Flowchart for the diagnosis and treatment of acute cholangitis and chole-

cystitis: Tokyo Guidelinex. J Hepatobiliary Pancreat Surgery 14; 2007. p.

27-34.

11. Strasberg SM. Acute Calculous Cholecystitis. N Engl J Med 358 (26);

2008.

12. Bergstein J, Leiser J, Andreoli S: The clinical significance of

asymptomatic gross and microscopic hematuria in children.  Arch Pediatr

Adolesc Med  2005; 159:353-355.

13. Cohen RA, Brown RS: Microscopic hematuria.  N Engl J

Med  2003; 348:2330-2338.

14. Feld LG, Waz WR, Perez LM, et al: Hematuria. An integrated medical and

surgical approach.  Pediatr Clin North Am  1997; 44:1191-1210.

15. Meyers KE: Evaluation of hematuria in children.  Urol Clin North

Am  2004; 3:559-573.

16. Mantik MFJ. Gangguan Koagulasi. Sari Pediatri, Vol.6, No.1

(Supplement), Juni 2004

52