bab 1 .3

59
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan program pendidikan melalui proses belajar mengajar di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : kurikulum, kualitas tenaga pendidik, sarana dan prasarana, siswa, serta teknik dan strategi guru dalam mentransfer ilmu yang dimilikinya. Apabila faktor- faktor di atas dapat terpenuhi dengan baik sudah tentu akan memperlancar proses belajar mengajar, yang mana akan menunjang pencapaian hasil belajar yang maksimal yang pada akhirnya akan meningkatkan mutu pendidikan Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah, antara lain dengan perbaikan mutu belajar-mengajar. Belajar-mengajar di sekolah merupakan serangkaian kegiatan yang secara sadar telah terencana. Dengan adanya perencanaan yang baik akan mendukung keberhasilan pengajaran. Usaha perencanaan pengajaran diupayakan agar peserta didik

Upload: arya-mahardika

Post on 11-Aug-2015

63 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 1 .3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keberhasilan program pendidikan melalui proses belajar mengajar di

sekolah sebagai lembaga pendidikan formal sangat dipengaruhi oleh beberapa

faktor yaitu : kurikulum, kualitas tenaga pendidik, sarana dan prasarana, siswa,

serta teknik dan strategi guru dalam mentransfer ilmu yang dimilikinya. Apabila

faktor-faktor di atas dapat terpenuhi dengan baik sudah tentu akan memperlancar

proses belajar mengajar, yang mana akan menunjang pencapaian hasil belajar

yang maksimal yang pada akhirnya akan meningkatkan mutu pendidikan

Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di

sekolah, antara lain dengan perbaikan mutu belajar-mengajar. Belajar-mengajar di

sekolah merupakan serangkaian kegiatan yang secara sadar telah terencana.

Dengan adanya perencanaan yang baik akan mendukung keberhasilan pengajaran.

Usaha perencanaan pengajaran diupayakan agar peserta didik memiliki

kemampuan maksimal dan meningkatkan motivasi, tantangan, dan kepuasan

sehingga mampu memenuhi harapan baik oleh guru sebagai pembawa materi

maupun peserta didik sebagai penggarap ilmu pengetahuan.

Salah satu upaya upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah

melalui proses belajar di sekolah. Dalam usaha untuk meningkatkan kualitas

sumber daya pendidikan, guru merupakan sumbet daya yang harus dibina dan

dikembangkan, usaha meningkatkan kemampuan guru dalam belajar mengajar

perlu pemahaman ulang. Mengajar tidak sekedar mengkomunikasikan

1

Page 2: Bab 1 .3

2

pengetahuan agar dapat belajar, tetapi mengajar juga berarti usaha menolong si

pelajar agar mampu memahami konsep-konsep dan dapat menerapkan konsep

yang dipahami.

Atas dugaan di atas maka peneliti barsama-sama dengan guru sepakat

untuk menawarkan suatu tindakan alternatif untuk mengatasi masalah yang ada

berupa penerapan model pembelajaran lain yang lebih suatu mengutamakan

keaktifan siswa dan memberi kesempatan siswa untuk mengembangkan

potensinya secara maksimal. Model pembelajaran yang dimaksud adalah model

pembelajaran kooperatif.

Model pembelajaran kooperatif tumbuh dari suatu tradisi pendidikan yang

menekankan berpikir dan latihan bertindak demokratis, pembelajaran aktif,

perilaku kooperatif, dan menghormati perbedaan dalam masyarakat multi

budaya.dalam pelaksanaanya pembelajaran kooperatif dapat merubah peran guru

dari peran peran trepusat pada guru ke peran pengelola aktivitas kelompok kecil.

Sehingga dengan demikian peran guru selama ini monoton akan berkurang dan

siswa akan semakin terlatih untuk menyelesaikan berbagai permasalahan, bahkan

permasalahan yang dianggap sulit sekalipun. Beberapa peneliti terdahulu yang

menggunakan model pembelajaran kooperatif menyimpulkan bahwa, model

pembelajaran tersebut dengan beberapa tipe telah memberikan masukan yang

berarti bagi sekolah, guru dan terutama siswa dalam meningkatkan motivasi dan

hasil belajar.

Matematika merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi

modern, mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu dan

Page 3: Bab 1 .3

3

memajukan daya pikir manusia. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di

masa depan diperlukan penguasaan matematika sejak dini.

Berdasarkan urgensi pelajaran matematika di atas, pengajaran matematika

perlu diperbaharui, di mana siswa diberikan porsi lebih banyak dibandingkan

dengan guru, bahkan siswa harus dominan dalam kegiatan belajar mengajar.

Sasaran dari pembelajaran matematika adalah siswa diharapkan mampu berpikir

logis, kritis dan sistematis. Untuk mengembangkan potensi to live together salah

satunya melalui model pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share, (Berpikir,

Berpasangan, Berbagi), model pembelajaran yang digunakan adalah saling

bertukar pikiran secara berpasangan.

Proses pembelajaran matematika di sekolah-sekolah dilaksanakan dengan

kondisi belajar dan metode yang berbeda sehingga menghasilkan kualitas

pembelajaran yang berbeda pula. Dengan kondisi dan situasi yang berbeda

tersebut, maka tidak semua sekolah dapat memaksimalkan pembelajaran

matematika untuk memperoleh hasil belajar yang baik karena kondisi belajar dan

metode pembelajaran sangat mempengaruhi proses dan hasil pembelajaran. Hal

ini dapat terlihat dari perolehan nilai matematika siswa SDN 024 Samarinda yang

sebagian besar berkisar di bawah Standar Ketuntasan Minimal (SKM) yang

ditetapkan oleh sekolah. Sebagai gambaran dari hasil belajar siswa adalah

perolehan nilai ulangan harian matematika materi operasi hitungan bilangan

bulat matematika kelas V pada semester ganjil 2011/2012 di sekolah tempat

pelaksanaan penelitian nilai rata-rata siswa di bawah KKM yaitu ≥ 60. (nilai ada

pada lampiran 3).

Page 4: Bab 1 .3

4

Dari uraian di atas peneliti bermaksud menerapkan Model Pembelajaran

Kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) kerena model pembelajaran ini dinilai

lebih memudahkan siswa berinteraksi dengan teman-teman sekelas dan juga

gurunya, sehingga dapat membuat suasana yang menyenangkan bagi peserta

didik, selain itu model pembelajaran ini juga menuntut keaktifan siswa sehingga

dapat memancing semangat dan motivasi siswa untuk memecahkan masalah yang

dihadapi

Hal inilah yang mendorong peneliti dan guru bersama-sama mencoba

mengadakan penelitian dengan judul ”Peningkatan Hasil Belajar Matematika

Siswa Tentang Operasi Hitung Bilangan Bulat Melalui Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe TPS (Think Pair Share) pada kelas V SDN 024 Samarinda

Tahun Pelajaran 2012/2013”

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah dibahas agar penelitian ini dapat terarah dan menuju

pada suatu tujuan yang diinginkan. Berdasarkan latar belakang yang telah

diuraikan diatas , dapat ditentukan rumusan masalah berikut ini adalah:

“ Bagaimana peningkatan hasil belajar matematika siswa tentang operasi hitung

bilangan bulat melalui model pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think Pair

Share) pada kelas V SDN 024 Samarinda Tahun Pelajaran 2012/2013”?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan suatu penelitian haruslah jelas, mengingat penelitian harus

mempunyai arah atau sasaran yang tepat Berdasarkan rumusan masalah diatas

maka tujuan penelitian ini adalah: “Untuk meningkatkan hasil belajar matematika

Page 5: Bab 1 .3

5

siswa tentang operasi hitung bilangan bulat melalui model pembelajaran

Kooperatif Tipe TPS (Think Pair Share) pada kelas V SDN 024 Samarinda

Tahun Pelajaran 2012/2013.

D. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai

berikut :

1. Bagi siswa: Menambah motivasi dan hasil belajar siswa

2. Bagi guru: menambah kualitas dan wawasan dalam pembelajaran dengan

melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share).

3. Bagi sekolah: sebagai sumbangan kepada pihak sekolah maupun sekolah

lainnya dalam rangka perbaikan proses pembelajaran.

4. Bagi peneliti : dapat meningkatkan pemahaman dan penguasaan peneliti

tentang model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share)

Page 6: Bab 1 .3

6

BAB II

DASAR TEORI

A. Belajar

1. Pengertian Belajar

Banyak teori belajar telah di kemukakan sebagai hasil penelitian. Pada

dasarnya, semua teori sepakat bahwa belajar adalah kegiatan mental dalam diri

siswa yang aktif.

S. Nasution (2000: 34-35) menjelaskan bahwa : “Belajar adalah

perubahan kelakuan berkat pengalaman dan latihan. Belajar membawa sesuatu

perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu mengenai jumlah

pengetahuan, kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat, dan

penyesuaian diri”.

Hamalik (2002:57) menjelaskan; Belajar dalam arti mengubah tingkah

laku, akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar.

Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi

juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat,

watak, penyesuaian diri.

Jihad dan Haris (2008:1) mengungkapkan; Belajar adalah kegiatan

berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan

jenis dan jenjang pendidikan, hal ini berarti keberhasilan pencapaian tujuan

pendidikan sangat tergantung pada keberhasilan proses belajar siswa di sekolah

dan lingkungan sekitarnya.

Belajar dianggap sebagai proses dan pengalaman dan latihan. Higgard dan

Sanjaya (2007 : 53) mengatakan bahwa belajar adalah proses perubahan melalui

kegiatan atau prosedur, baik latihan di dalam laboratorium maupun di lingkungan

6

Page 7: Bab 1 .3

7

alamiah. Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan. Sehingga

menyebabkan munculnya perubahan perilaku.

Berdasarkan beberapa pengertian belajar diatas dapat disimpulkan bahwa

belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh

suatu perubahan tingkah laku yang relatif konstan dan bertahan lama sebagai hasil

dari pengalaman, latihan, dan interaksi dengan lingkungannya

2. Tujuan Pembelajaran

Salah satu syarat keberhasilan proses pembelajaran adalah kejelasan

tujuan. Tujuan yang jelas membantu pengajar dalam menetapkan cara

evaluasi keberhasilan proses pembelajaran dan juga efektifitas pengajaran.

Hamza B. Uno (2008: 34) menjelaskan; Tujuan pembelajaran merupakan

salah satu aspek yang perlu di pertimbangkan dalam merencanakan pembelajaran.

Robert F. Mager dalam Hamzah B. Uno (2008: 35),mengungkapkan;

Tujuan pembelajaran adalah sebagai prilaku yang hendak dicapai atau di dapat

dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan kompetisi tertentu.

Nana Syaodih Sukmadinata (2002) mengidentifikasi 4 (empat) manfaat

dari tujuan pembelajaran, yaitu: (1) memudahkan dalam mengkomunikasikan

maksud kegiatan belajar mengajar kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan

perbuatan belajarnya secara  lebih mandiri; (2) memudahkan guru memilih dan

menyusun bahan ajar; (3) membantu memudahkan guru menentukan kegiatan

belajar dan media pembelajaran; (4) memudahkan guru mengadakan penilaian.

Berdasarkan pengertian di atas disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran

adalah membantu siswa agar memperoleh berbagai pengalaman dan dengan

pengalaman itu tingkah laku siswa yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan

Page 8: Bab 1 .3

8

nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan perilaku siswa

menjadi bertambah, baik kuantitas maupun kualitasnya.

B. Hasil Belajar

1. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar pada dasarnya adalah hasil yang dicapai dalam usaha

penguasaan materi dan ilmu pengetahuan yang merupakan suatu kegiatan yang

menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya. Melalui belajar dapat diperoleh hasil

yang lebih baik.

Leo Sutrisno (2008:25) mengemukakan ”hasil belajar merupakan gambaran tingkat

penguasaan siswa terhadap sasaran belajar pada topik bahasan yang dieksperimenkan, yang

diukur dengan berdasarkan jumlah skor jawaban benar pada soal yang disusun sesuai dengan

sasaran belajar”.

Suyono (2009:8) menyatakan ”hasil belajar dapat dijelaskan dengan

memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”.Pengertian hasil

menunjuk kepada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas yang

mengakibatnya berubahnya input secara fungsional”.

Suharsimi Arikunto ( 2003:2) “ hasil belajar adalah hasil akhir setelah

mengalami proses belajar, dimana tingkah laku itu tampak dalam bentuk

perubahan yang dapat diamati dan diukur ”.

Oemar Hamalik ( 2002 : 30 ) menjelaskan bahwa hasil belajar merupakan

perubahan tingkah laku siswa setelah mengikuti rangkaian pembelajaran atau

pelatihan.

Page 9: Bab 1 .3

9

Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah

tingkat pengetahuan yang dicapai siswa terhadap materi yang diterima ketika mengikuti

dan mengerjakan tugas dan kegiatan pembelajaran di sekolah.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasi Belajar

Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu: faktor dari

dalam siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan.

Menurut Depdiknas, (2000.: 5) Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

proses dan hasil belajar antara lain, faktor internal mencakup motivasi, harapan

untuk berhasil, intelegensia, penguasaan keterampilan prasyarat, dan evaluasi

kognitif terhadap kewajaran dari hasil belajar antara lain. Sedangkan dari faktor

eksternal yaitu pengaruh lingkungan fisik berkenaan dengan prasarana dan sarana

belajar, kemudian dari lingkungan psikis meliputi iklim atau suasana belajar yang

diciptakan oleh guru yang memungkinkan siswa termotivasi untuk belajar.

Slamento ( 2003: 54-72 ), menjelaskan; Faktor yang mempengaruhi belajar

adalah: Faktor-faktor internal. Jasmani, (kesehatan, cacat tubuh). Psikolog

(intelegensi, perhatian, minat, bakat, minat, motif, kematangan kesiapan ) Faktor-

faktor eksternal. Keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga,

suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orangtua, latar belakang

kebudayaan), Sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi Guru dengan siswa,

relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar

pelajaran diatas ukuran, keadan gedung, metode belajar, tugas rumah).

Masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul,

bentuk kehidupan masyarakat ).

Page 10: Bab 1 .3

10

Caroll dalam R Angkowo dkk (2007: 51) menjelaskan bahwa ’’Hasil belajar

siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor faktor yaitu: bakat belajar waktu yang

tersedia untuk belajar kemampuan individu, kualitas pengajaran’’.

Clark dalam Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2001:39) mengungkapkan

bahwa ’’Hasil belajar siswa disekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa

dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan’’.

Sardiman (2007:39-47), menjelaskan; Faktor yang mempengaruhi belajar

adalah faktor intern (dari dalam) diri siswa dan faktor ekstern (dari luar) siswa.

Bekaitan dengan faktor dari dalam siswa, selain faktor kemampuan, ada juga

faktor lain yaitu: motifasi, perhatian, minat, sikap, kebiasaan belajar, ketekunan,

kondisi sosial ekonomi, kondisi fisik dan psikis. Kehadiran faktor psikologis

dalam belajar akan memberikan andil yang cukup penting. Faktor-faktor

psikologis akan memberikan landasan dan kemudahan dalam mencapai tujuan

belajar yang optimal.

Thomas F Staton dalam Sardiman (2007:39) ’'menguraikan ’’Enam macam

faktor psikologis yaitu: Motifasi, reaksi, konsentrasi, organisasi, pemahaman

ulangan’’.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan

bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah faktor internal

siswa antara lain kemampuan yang dimiliki tentang materi yang akan

disampaikan, sedangkan faktor eksternal antara lain strategi pembelajaran yang

digunakan guru didalam proses belajar mengajar.

Page 11: Bab 1 .3

11

C. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think Pair Share)

1. Pengertian Think-Pair-Share (TPS)

Think-Pair-Share (TPS) atau berpikir, berpasangan, berbagi merupakan

suatu metode pembelajaran kooperatif. Model Think-Pair-Share (TPS) tumbuh

dari penelitian pembelajaran kooperatif, model Think-Pair-Share (TPS) dapat

juga disebut sebagai model belajar mengajar berpasangan. Model ini pertama kali

dikembangkan oleh Frank Lyman dari Universitas Maryland Think-Pair-Share

(TPS) sebagai struktur kegiatan pembelajaran gotong royong. Model ini

memberikan kesempatan siswa untuk bekerja sendiri serta bekerjasama dengan

siswa lain.

Anita Lie (2005), menjelaskan; Teknik belajar mengajar Berpikir –

Berpasangan – Berbagi dikembangkan oleh Frank Lyman (Think – Pair –Share)

sebagai struktur kegiatan pembelajaran cooperative learning. Teknik ini memberi

siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerjasama dengan orang lain.

Keunggulan lain dari teknik ini adalah optimalisasi partisipasi siswa. Dengan

metode klasikal yang memungkinkan hanya satu siswa maju dan membagikan

hasilnya untuk seluruh kelas. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata

pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.

Franky Lyman (2004), mengemukakan bahwa metode Think -Pair-Share

mampu mengubah asumsi bahwa metode diskusi perlu diselenggarakan dalam

setting kelompok kelas secara keseluruhan. Metode Think -Pair -Share memberi

waktu kepada para siswa untuk berpikir dan merespons serta saling membantu

Page 12: Bab 1 .3

12

dengan yang lain. Think-Pair-Share memiliki prosedur yang ditetapkan secara

eksplisit untuk memberi waktu lebih banyak pada siswa untuk berpikir,

menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Model Think-Pair-Share (TPS)

sebagai ganti dari tanya jawab seluruh kelas.

2. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Model Think-Pair-Share

(TPS) 

Muslimin (2001: 26) menguraikan; langkah-langkah Think-Pair-Share

(TPS) ada tiga yaitu : “Berpikir (Thinking), berpasangan (Pair), dan berbagi

(Share)”

Tahap 1 : Thinking (berpikir)

Kegiatan pertama dalam Think-Pair-Share yakni guru mengajukan

pertanyaan yang berhubungan dengan topik pelajaran. Kemudian siswa diminta

untuk memikirkan pertanyaan tersebut secara bergiliran untuk beberapa saat.

Dalam tahap ini siswa dituntut lebih mandiri dalam mengolah informasi yang dia

dapat.

Tahap 2 : Pairing (berpasangan)

Pada tahap ini guru meminta siswa duduk berpasangan dengan siswa lain

untuk mendiskusikan apa yang telah difikirkannya pada tahap pertama. Interaksi

pada tahap ini diharapkan dapat membagi jawaban dengan pasangannya. Biasanya

guru memberikan waktu 4-5 menit untuk berpasangan.

Tahap 3 : Share (berbagi)

Pada tahap akhir guru meminta kepada pasangan untuk berbagi jawaban

dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka diskusikan. Ini efektif

Page 13: Bab 1 .3

13

dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai

sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.

Dalam Implementasinya secara teknis Howard (2006) mengemukakan

lima langkah utama dalam pembelajaran dengan teknik TPS, sebagai berikut:

a. Step 1 : Guru memberitahukan sebuah topik dan  menyatakan berapa lama

setiap siswa akan berbagi informasi dengan pasangan mereka.

b. Step 2  : Guru akan menetapkan waktu berpikir secara individual.

c. Step 3  : Dalam pasangan, pasangan A akan berbagi; pasangan B akan

mendengar.

d. Step 4 : Pasangan B kemudian akan merespon pasangan A.

e. Step 5 : Pasangan berganti peran.

Howard (2006), memberikan stressing terhadap sebuah pilihan yang dapat

diperhatikan pada struktur TPS ini, yaitu guru dapat menetapkan respon awal

sebelum step 4. Misalnya, terima kasih atas sharingnya, satu hal saya telah pelajari

dengan mendengarkan kamu …, saya senang mendengarkan kamu sebab….

Pembelajaran kooperatif besar karena otak yang berbeda memungkinkan

untuk berkonsentrasi pada ide-ide yang sama. Semua siswa berasal dari orang tua

yang berbeda dan karena itu mereka memiliki kekuatan dalam bidang yang

berbeda, sehingga hal ini cocok untuk pembelajaran kooperatif. Dalam

Pembelajaran TPS, jika siswa tidak kuat dalam sebuah topik, atau tidak

sepenuhnya memahami konsep ide, pasangan mereka dapat membantu memahami

dan menjelaskannya kepada mereka. Jika siswa masih tidak mengerti mereka bisa

Page 14: Bab 1 .3

14

mencoba untuk memberi pemahaman secara sederhana dan akrab. Biasanya dua

otak bekerja lebih baik dari pada satu.

Pembelajaran TPS dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan

idea tau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan

ide-ide orang lain. Membantu siswa untuk respek pada orang lain dan menyadari

akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan. Siswa dapat

mengembangkan kemampuan untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri dan

menerima umpan balik. Interaksi yang terjadi selama pembelajaran dapat

meningkatkan motivasi dan memberi rangsangan untuk berpikir sehingga

bermanfaat bagi proses pendidikan jangka panjang.

Pembelajaran TPS juga mengembangkan keterampilan, yang sangat

penting dalam perkembangan dunia saat ini. Pembelajaran TPS bisa mengajarkan

orang untuk bekerja bersama-sama dan lebih efisien, biasanya kegiatan praktik

perlu dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Dengan bekerja sama, dua orang

dapat menyelesaikan sesuatu lebih cepat.

Keunggulan dari Think-Pair-Share (TPS) ini adalah optimalisasi

partisipasi siswa. Dengan metode klasikal yang memungkinkan hanya satu siswa

maju dan membagikan hasilnya untuk seluruh kelas, model Think-Pair-Share

(TPS) ini memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk menunjukkan

partisipasi mereka kepada siswa lain. Model ini bisa digunakan dalam semua

mata pelajaran dan untuk semua tingkatan anak didik.

3. Penggunaan Pembelajaran Kooperatif Model TPS

Page 15: Bab 1 .3

15

Langkah-langkah pembelajaran:

Fase-1.   Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.

Guru menyampaikan indikator, tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

Fase-2.   Menyajikan informasi

Guru menjelaskan tentang berbagai operasi hitung bilangan bulat dan memberi

contoh.

Fase-3.

1. Thinking (berpikir)

Guru mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan topik pelajaran

Matematika sesuai dengan materi yang dibawakan. Kemudian para siswa diminta

untuk memikirkan masalah- masalah yang yang diajukan oleh guru yang berkaitan

dengan materi yang telah dijelaskan. Dalam tahap ini siswa dituntut lebih mandiri

dalam mengolah informasi yang mereka dapat.

Fase-4    Pairing (berpasangan)

Pada tahap ini guru meminta siswa duduk berpasangan dengan siswa lain untuk

mendiskusikan apa yang telah difikirkannya pada materi yamg telah dijelaskan.

Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat membagi jawaban dengan pasangannya.

Kemudian guru memberikan waktu 10-15 menit untuk berdiskusi secara

berpasangan.

Fase 5- Share (berbagi)

Pada tahap ini guru meminta kepada pasangan untuk berbagi jawaban

yang telah dipikirkan sebelumnya masing-masing siswa lalu mendiskusikannya

sesuai dengan kelompok yang telah dibagi beberapa kelompok. Ini efektif

Page 16: Bab 1 .3

16

dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai

sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.

Fase-6    Menjawab (Evaluasi), Setelah beberapa menit guru dapat memilih secara

acak pasangan yang ingin berbagi di hadapan kelas. Proses ini dapat dilakukan

dengan meminta inisiatif siswa. Siswa biasanya lebih rela untuk merespon setelah

mereka memiliki kesempatan untuk mendiskusikan ide-ide mereka dengan teman

sekelas karena jika jawabannya salah, rasa malu dapat dirasakan bersama. Selain

itu, tanggapan yang diterima sering lebih intelektual sehingga melalui proses ini

siswa dapat mengubah atau merefleksi ide-ide mereka.

Fase-7    Memberikan Penghargaan

Guru memberikan penghargaan. Penentuan penghargaan kelompok

dilihat dari skor awal (nilai ulangan sebelumnya)

4. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatif Model TPS

Kita mengetahui bahwa setiap model pembelajaran dan metode

pembelajaran manapun pasti memiliki kelebihan dan kelemahan. Berikut ini

merupakan kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif Model TPS:

a. Kelebihan

1) Siswa dapat mengembangkan kemampuan untuk menguji ide dan

pemahamannya sendiri dan menerima umpan balik.

2) Optimalisasi partisipasi siswa.

3) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.

b. Kekurangan

Page 17: Bab 1 .3

17

1) Dalam beberapa kasus waktu yang dibutuhkan untuk praktik tidak terduga,

karena siswa menghabiskan lebih banyak waktu dalam perbedaan daripada

waktu yang digunakan dalam melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya.

2) Jika pasangan siswa tidak memahami informasi sama sekali, siswa dapat

diperlambat, hanya karena dia harus menjelaskan semua materi sebelum dia

benar-benar dapat memulai menyelesaikan masalah atau melakukan instruksi

yang diberikan.

D. Pembelajaran Matematika

1. Pengertian Matematika

Matematika adalah ilmu tentang bilangan bilangan, hubungan antar

bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah

mengenai bilangan (Suharso, dkk. 2005:313). Selain itu matematika merupakan

suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak yang dibangun melalui proses

penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep yang diperoleh sebagai akibat

logis dari kebenaran sebelumnya, sehingga keterkaitan matematika bersifat sangat

kuat dan jelas.

Secara umum matematika dipahami sebagai ilmu tentang bilangan

bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan

dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan. Dalam kamus matematika Roy

Holland (1991: 81) mendefinisikan matematika sebagai suatu sistem yang rumit

tetapi tersusun sangat baik yang mempunyai banyak cabang, diantaranya adalah

ilmu hitung, aljabar, dan ilmu ukur dan dari setiap cabang ini dapat dikembangkan

lagi.

Page 18: Bab 1 .3

18

Kebanyakan ahli sepakat bahwa suatu pengetahuan disebut ilmu apabila

lahir dari suatu kajian ilmiah. Matematika bersifat umum (deduktif).

Kebenarannya tidak bergantung kepada metode ilmiah yang mengandung

proses induktif. Menurut Frans Susilo (1998: 29) matematika merupakan salah

satu ilmu yang bersifat deduktif aksiomatis. Dalam hal ini logika deduktif

memegang peran yang penting dalam proses berpikir tentang matematika.

Berdasar beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa,

matematika adalah suatu sistem yang rumit yang tersusun sangat baik yang

kebenarannya bersifat umum (deduktif).

Pembelajaran matematika menekankan pada pola berpikir deduktif dan

juga menganut kebenaran konsisten. Selain itu pembelajaran matematika harus

dilakukan secara bertahap dengan urutan sebagai berikut (Heruman, 2007: 3) :

a. Pembelajaran penanaman konsep

b. Pembelajaran pemahaman konsep

c. Pembelajaran pembinaan keterampilan

Rusefendi (1991:144) menyebut pembelajaran peranan konsep merupakan

lanjutan dari pembelajaran penanaman konsep yang bertujuan agar siswa

memahami suatu konsep matematika. Pemahaman konsep terdiri dari dua

pengertian, yaitu :

1) Merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep matematika satu

pertemuan.

2) Pembelajaran pemahaman konsep pada pertemuan berbeda, tetapi masih

merupakan kelanjutan dari penanaman konsep pada pertemuan tersebut,

Page 19: Bab 1 .3

19

pembelajaran pembinaan keterampilan merupakan kelanjutan dari

pembelajaran penanaman konsep dan pembelajaran pemahaman konsep.

2. Tahapan dalam pembelajaran Matematika

a. Tahapan enactive

Siswa belajar konsep dengan memanipulasi benda-benda (objek) konkret

secara langsung.

b. Tahap iconic

Siswa memahami konsep matematika yang bersifat abstrak itu dengan

model-model semi konkret berupa gambar atau grafik, tabel, bagan peta dan lain

sebagainya.

c. Tahap symbolic

Siswa belajar konsep dan operasi matematika langsung dengan kata-kata

atau simbol-simbol tanpa bantuan objek konkret maupun model semi konkret.

3. Teori dalam Pembelajaran Matematika

Teori Belajar Jean Piaget

Melewati 4 tahap yaitu :

a. Tahap sensorimotor (0-2 tahun)

Anak mengembangkan konsep dasarnya melalui interaksi dengan dunia fisik.

b. Tahap praoperasional (2-7 tahun)

Anak sudah mulai mengembangkan dengan menggunakan dengan bahasa

untuk menyatakan suatu ide.

c. Tahap operasi konkret (7-12 tahun)

Anak mengembangkan konsep dengan menggunakan benda-benda konkrit

untuk menyelidiki hubungan dan model hubungan abstrak.

Page 20: Bab 1 .3

20

d. Tahap operasi formal

Anak sudah mulai mampu berfikir secara abstrak. Piaget menekankan

bahwa proses belajar merupakan suatu proses asimilasi dan akomodasi informasi

kedalam struktur mental. Asimilasi : proses terpadunya informasi dan pengalaman

baru kedalam struktur mental.

Akomodasi : hasil perubahan pikiran sebagai suatu akibat adanya

informasi dan pengalaman baru.

4. Materi Pembelajaran Matematika Operasi Hitung Bilangan Bulat

Operasi hitung bilangan bulat meliputi penjumlahan, pengurangan,

perkalian, dan pembagian

1). Operasi Penjumlahan

Penjumlahan bilangan positif dan bilangan positif

Contoh : 4 + 3 = n; n = 7

Penjumlahan bilangan negatif dan bilangan negatif,

Contoh : -4 + (-2) = n; n = -6

Penjumlahan bilangan negatif dan bilangan positif

Contoh : -2 + 6 = n; n = 3

Penjumlahan bilangan positif dan bilangan negatif

Contoh : 7 + (-3) = n; n = 4

Penjumlahan bilangan bulat dan nol (0)

Contoh : -4 + 0 = n; n = -4

Penjumlahan bilangan bulat yang berlawanan

Contoh : 5 + (-5) = n; n = 0

2). Operasi Hitung Pengurangan

Page 21: Bab 1 .3

21

Pengurangan bilangan positif dan bilangan positif

Contoh : 8 – 5 = n; n = 3

Pengurangan bilangan negatif dan bilangan negatif,

Contoh : -5 – (-8) = -5 + 8 = n; n = 3

Pengurangan bilangan negatif dan bilangan positif

Contoh : -3 – 2 = n; n = -5

Pengurangan bilangan positif dan bilangan negatif

Contoh : 2 – (-5) = 2 + 5 = n; n = 7

4) Operasi Hitung Perkalian Pada bilangan bulat.

Sebelum membahas perkalian bilangan bulat, pada operasi perkalian

bilangan cacah, telah diketahui bahwa “3 x 4” (yang dibaca tiga kali empat atau)

diartikan sebagai 4 + 4 + 4 sedangkan 4 x 3 (yang dibaca empat kali tigaan)

diartikan “3 + 3 + 3 + 3” dari uraian yang singkat ini dapat kita katakan bahwa

sebenarnya perkalian pada suatu bilangan dapat diartikan sebagai penjumlahan

berulang, berarti untuk mencari hasil dari axb sama halnya dengan cara

menunjukan penjumlahan b + b + b +…. sebanyak a kali.

5) Operasi Pembagian Pada Bilangan Bulat.

Operasi pembagian pada dasarnya sama dengan mencari faktor (bilangan)

yang belum diketahui. Karenanya bentuk pembagian dapat dipandang sebagai

bentuk operasi perkalian dengan salah satu faktornya belum diketahui. Sebagai

contoh, kalau dalam perkalian 3x4 = n tentu nilai n = 12.dalam pembagian hal

tersebut dapat dinyatakan dengan bentuk 12 : 3 = n atau 12 : 4 = n

6). Operasi Hitung Campuran Bilangan Bulat

Page 22: Bab 1 .3

22

Langkah – langkah dalam mengerjakan hitungan campuran. Urutan langkahnya

sebagai berikut :

a. Pengerjaan hitung dalam kurung

b. Pengerjaan perkalian dan pembagian (urut dari depan)

c. Pengerjaan penjumlahan dan pengurangan (urut dari depan atau dibuat

penjumlahan semua).

7). Operasi hitung bilangan bulat dan penggunaan sifat-sifatnya

a. Sifat Pertukaran (Komutatif)

Sifat komutatif berlaku pada penjumlahan dan perkalian. Bentuk umum sifat

komutatif pada penjumlahan dan perkalian.

1) Bukti Sifat Komutatif

Bukti : x + y = y +x , x, y € z

Bukti :

Misal x, y € z maka ada y-1, x-1 € z (sifat invers)

Misal x + y = c1, dan y-1, x-1 = c2

Maka c2, c1 € z (sifat tertutup)

c2 + c1= (x+y) + (y-1 + x-1)

= x + (y + y-1) + x-1 (sifat asosiatif)

= x + 0 + x-1 (sifat identitas)

= x + x-1

= 0

c2 + c1 = (y-1 + x-1) + (x+y)

a + b = b + a

a x b = b x a

Page 23: Bab 1 .3

23

= y-1 + (x + x-1) + y (sifat asosiatif)

= y-1 + 0 + y (sifat identitas)

= y-1 + y

= 0

Jadi c1 + c2 = c2 + c1

Bukti : x + y = y + x , x, y € z (sifat invers)

Bukti :

Misal x, y € z maka ada x-1 , y-1 € z

Misal x + y = c1, dan y-1, x-1 = c2

x-1 + y-1 = c3 dan y + x = c4

maka c1, c2, c3, c4 (sifat tertutup)

c1 + c4

Bukti : x . y = y . x

Bukti :

x . y = ( y + y + y + … y)

y suku

= ( y + y + y + … y)

x suku

= x . y

a dan b sembarang bilangan bulat. Contoh :

a. 10 + 5 = 5 + 10

b. -2 + 4 = 4 + (-2)

c. 2 x 5 = 5 x 2

d. -5 x 2 = 2x – 5

Page 24: Bab 1 .3

24

b. Sifat asosiatif (pengelompokkan)

Sifat pengelompokkan ini berlaku pada penjumlahan dan perkalian. Bentuk umum

dari sifat pengelompokkan baik pada penjumlahan dan perkalian dapat ditulis

berikut ini :

2) Sifat Asosiatif

Bukti :

(a + b) + c = a + (b + c)

Maka a, b, c € z (sifat tertutup)

Bukti :

Misal a + b = d d € z

Maka b = d – a ……………………. Persamaan 1

misal b + c = e e € z

maka b = e – c ………………………… Persamaan 2

Dari persamaan 1 dan 2

diperoleh :

d – a = e – c

d = a + e – c

(a + b) + c = d + c

= a – c + e + c

= a + e

= a + (b + c)

(a + b) + c = a + (b x c)

(a x b) x c = a x (b x c)

a.

b.

Page 25: Bab 1 .3

25

Jadi terbukti bahwa :

(a+ b) + c = a (b + c)

a ; b dan c adalah bilangan bulat. Contoh :

a. (2 + (1)) + 3 = 2 + (-1 + 3)

b. (2 x 3) x 5 = (2 x 5) x 3

c. Sifat distributif (penyebaran)

Sifat penyebaran berlaku pada perkalian terhadap penjumlahan dan perkalian

terhadap pengurangan.

Bentuk umum perkalian terhadap penjumlahan yaitu :

a x (b + c) = (a x b) + (a x c)

Bukti :

a (b + c) = ab + ac

Bukti : a, b, c €

A (b + c) = (b + c) + (b + c) + (b + c) … + (b + c)

sebanyak a suku

= (b + b + b + … + b) + (c + c + c… + c)

sebanyak a suku sebanyak a suku

= ab + ac

Jadi terbukti a (b + c) = ab + ac

a, b, dan c bilangan bulat.

Contoh : 3 x (6 + 4) = (3 x 6) + (3 x 4)

Bentuk umum perkalian terhadap pengurangan yaitu :

a x (b - c) = (a x b) - (a x c)

a, b, dan c bilangan bulat.

Page 26: Bab 1 .3

26

Contoh dari sifat distributif (penyebaran)

a. (3 x 4) + (3 x 6) = 3 x (4 + 6)

Angka pengali disatukan

Perhitungan dilakukan dengan cara menjumlahkan kedua angka yang dikalikan (4

+ 6) kemudian hasilnya dikalikan dengan angka pengali (3) 3 x (4 + 6) = 3 x 10 =

30, Mengapa cara ini digunakan karena menghitung 3 x (4 + 6) = 3 x 10 lebih

mudah dari pada menghitung (3 x 4) + (3 x 6).

b. 15 x (10 + 2) = (15 x 10) + (15 x 2)

Angka pengali dipisahkan

Perhitngan dilakukan dengan cara kedua angka yang dijumlah (10 dan 2) masing-

masing dikalikan dengan angka pengali (15), kemudian hasilnya dijumlahkan.

15 x (10 + 2) = (15 x 10) + (15 x 2)

= 150 + 30

= 180

Cara ini juga mempermudah penghitungan karena menghitung (15 x 10) + (15 x

2) = 150 + 30 lebih mudah daripada menghitung 15 x (10 + 2) = 15 x 12.

d. Sifat Komutatif (pertukaran) pada penjumlahan

a) a + b = b + a

b) Sifat komutatif perkalian

a x b = b x a

c) Sifat asosiatif perkalian

(a x b) x c = a x (b x c)

d) Sifat asosiatif penjumlahan

(a + b) + c = a + (b + c)

Page 27: Bab 1 .3

27

e) Sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan

a x (b + c)= (a x b) + (a x c)

f) Sifat distributif perkalian terhadap pengurangan

a x (b – c) = (a x b) – (a x c)

g) Untuk setiap a ada dengan tunggal elemen O dalam B sehingga a +

O = O + a = a, O disebut elemen identitas penjumlahan.

h) Untuk setiap a, ada dengan tunggal elemen I dengan B sehingga a

x I = I x a = a, I disebut elemen identitas perkalian.

E. Hasil Penelitian Yang Relevan

Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan judul penelitian ini, di

antaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Widarti (2007) mengenai

efektivitas penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share

(TPS) terhadap hasil belajar pokok bahasan segiempat pada siswa kelas VII.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya diperoleh bahwa ada

perbedaan rata-rata hasil belajar yang signifikan antara kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol, sehingga pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS)

lebih efektif daripada pembelajaran dengan metode ekspositori.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Hernawati (2007) mengenai

penerapan model pembelajaran cooperative learning tipe Think Pair Share (TPS)

untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII SMPN 14 Tegal dalam pokok

bahasan sistem persamaan linear dua variabel. Hasil penelitiannya adalah

penerapan model pembelajaran cooperative learning tipe Think Pair Share (TPS)

dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII SMPN 14 Tegal dalam pokok

bahasan sistem persamaan linear dua variabel.

Page 28: Bab 1 .3

28

Penelitian Wulandari (2012) mengenai peningkatan hasil belajar

matematika siswa melalui model pembelajaran Kooperatif TPS pada materi pokok

faktorisasi suku aljabar di kelas VIII SMP Nuri Samarinda tahun pembelajaran

2011/2012. Hasil penelitiannya menunjukan terjadi peningkatan aktivitas dan

hasil belajar matematika siswa.

Berdasarkan keberhasilan penelitian-penelitian tersebut, maka peneliti

bermaksud untuk menggunakan pembelajaran matematika model kooperatif tipe

Think Pair Share (TPS) untuk meningkatkan hasil belajar siswa materi operasi

hitung bilangan bulat pada kelas V SDN 024 Samarinda.

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan sebelumnya, maka hipotesis

dari penelitian ini adalah hasil belajar matematika siswa kelas V SDN 024

Samarinda materi operasi hitung bilangan bulat melalui model pembelajaran

kooperatif tipe TPS (Think Pair Shared) akan meningkat.

Page 29: Bab 1 .3

29

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

tindakan kelas (PTK) dengan model proses yang terdiri dari enam putaran (siklus-

siklus) dimana tiap-tiap siklus terdiri dari satu pertemuan yang dilaksanakan

sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai.

Niff (dalam Kusumah, 2008:8) dalam bukunya yang berjudul “action

research: principles and practice” memandang PTK sebagai bentuk penelitian

reflektif yang di lakukan ole guru sendiri yang hasilnya dapat dimanfaatkan

sebagai alat untuk pengembangan kurikulum, pengembangan sekolah,

pengembangan keahlian mengajar dan sebagainya.

Ebbut ( dalam kunandar , 2008:43) mengemukkan penelitian tindakan

kelas adalah kajian sistematik dari upaya perbaikanpelaksanaan praktik

pendidikan oleh sekelompok guru dengan melakukan tindakan –tindakan dalam

Page 30: Bab 1 .3

30

pembelajaran , berdasarkan refleksi mereka mengenai hasil dari tindakan –

tindakan tersebut.

Berdasarkan pendapat diatas dapat dikatakan bahwa penelitian tindakan

kelas didefinisikan sebagai bentuk penelaahan penilitian yang bersifat refleksi

dengan melakukan tindakan tindakan tertentu agar dapat memperbaiki atau

meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas. Dalam pelaksanaan tindakan

terdiri dari beberapa siklus. Tiap-tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan

perubahan yang ingin dicapai.

Adapun alur dalam penelitian tindakan kelas ini dapat digambarkan

sebagai berikut.

Permasalahan

Refleksi I

Alternatif Pemecahan Rencana Tindakan I

Analisis I

Pelaksanaan Tindakan I

Observasi I

Siklus I

Permasalahan baru Hasil Refleksi I

Refleksi II

Alternatif Pemecahan Rencana Tindakan II

Analisis II

Pelaksanaan Tindakan II

Observasi II

Siklus II

Permasalahan baru Hasil Refleksi I

Refleksi III

Alternatif Pemecahan Rencana Tindakan III

Analisis III

Pelaksanaan Tindakan III

Observasi III

Siklus III

Permasalahan baru Hasil Refleksi IV

Refleksi IV

Alternatif Pemecahan Rencana Tindakan IV

Analisis IV

Pelaksanaan Tindakan IV

Observasi IV

Siklus IV

29

Page 31: Bab 1 .3

31

Gambar 3.1 Alur dalam Penelitian Tindakan Kelas (Sumber : Arikunto, 2006:74)

Prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut.

1. Permasalahan

Permasalahan awal dari penelitian ini adalah sebagian besar siswa kelas V

di SDN 024 Samarinda belum memenuhi SKM 60 yang ditentukan di SDN 024

Samarinda pada materi operasi hitung bilangan bulat, nilai awal siswa terlampir

Keadaan tersebut mendorong peneliti untuk meningkatkan hasil belajar

siswa untuk materi operasi hitung bilangan bulat dengan melakukan proses

pembelajaran melalui pembelajaran kooperatif tipe TPS. Dalam proses

pembelajaran ada juga permasalahan dalam setiap siklus yaitu permasalahan yang

timbul pada siklus-siklus sebelumnya.

2. Tahap Perencanaan

Adapun kegiatan yang dilaksanakan pada tahap perencanaan ini adalah:

a. Membuat skenario pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran

kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) pada materi operasi hitung bilangan

bulat.

Permasalahan baru Hasil Refleksi V

Refleksi V

Alternatif Pemecahan Rencana Tindakan V

Analisis V

Pelaksanaan Tindakan V

Observasi V

Siklus V

Permasalahan baru Hasil Refleksi VI

Refleksi VI

Alternatif Pemecahan Rencana TindakanVI

Analisis VI

Pelaksanaan Tindakan VI

Observasi VI

Siklus VI

Permasalahan Terselesaikan

Page 32: Bab 1 .3

32

b. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran

kooperatif tipe think pair share (TPS) pada materi operasi hitung bilangan

bulat.

c. Membuat alat evaluasi hasil belajar matematika siswa yang dilaksanakan pada

setiap akhir siklus.

d. Membuat lembar observasi aktifitas siswa dan guru yang mengajar untuk

melihat bagaimana kondisi belajar mengajar di kelas pada saat model

pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS) dilaksanakan dan sebagai

bahan untuk refleksi.

3. Tahap Pelaksanakan Tindakan

Tahap lanjutan dari tahap perencanaan adalah tahap pelaksanaan. Dalam

tahap ini menggambarkan proses berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Pada

pembelajaran matematika menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TPS yang

bertindak sebagai guru dalam penelitian ini adalah peneliti dan tiap siklus terdiri

satu kali pertemuan, pada tiap akhir pertemuan diadakan tes akhir siklus. Tahap

awal yang dilakukan oleh guru adalah guru mengkondisikan siswa dan memberi

penjelasan tentang model pembelajaran yang akan digunakan dalam proses belajar

mengajar yaitu model pembelajaran kooperatif tipe TPS, guru juga menjelaskan

apa yang harus dilakukan oleh masing-masing kelompok selama proses belajar

mengajar berlangsung. Selanjutnya kegiatan belajar mengajar pada tahap ini

dilaksanakan sesuai dengan skenario dan rencana pembelajaran. Langkah-langkah

pembelajaran tipe TPS yang akan digunakan peneliti dalam proses pembelajaran

adalah sebagai berikut:

Page 33: Bab 1 .3

33

a. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai .

b. Siswa diminta untuk berfikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan.

c. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan

mengutarakan hasil pemikiran masing-masing.

d. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil

diskusinya.

e. Guru mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah

materi kesimpulan dan penutup.

4. Tahap Observasi

Pada tahap observasi, peneliti sebagai guru pengajar melakukan tindakan

pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS), sedangkan untuk

mengobservasi tindakan yang sedang dilakukan oleh guru dan aktivitas siswa di

dalam kelas dilakukan oleh observator yang diamati dengan menggunakan

lembar observasi hasil belajar siswa dengan menggunakan lembar tugas, tes, dan

kegiatan siswa di kelas.

5. Tahap Analisis

Setelah diberikan tes hasil belajar sebagai tes akhir dari setiap siklus, akan

dilakukan analisis terhadap hasil tes belajar tersebut untuk melihat hasil belajar

siswa setelah diberi tindakan. Hasil pengamatan melalui lembar observasi juga

dianalisis sehingga peneliti dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan kegiatan

belajar mengajar.

Page 34: Bab 1 .3

34

6. Tahap Refleksi

Kegiatan pada tahap ini adalah peneliti bersama-sama guru kelas

mendiskusikan hasil tindakan. Kegiatan refleksi pada penelitian ini adalah

analisis, interprestasi dan evaluasi atas informasi yang terjadi direfleksikan

dengan melihat data observasi yang dimaksudkan meliputi data aktivitas guru dan

siswa, data hasil belajar yang diperoleh dari pemberian tugas kelompok dan

individu yang terangkum dalam latihan soal, pekerjaan rumah, dan tes setiap akhir

siklus pembelajaran. Hasil analisis data tersebut digunakan sebagai acuan untuk

merencanakan tindakan pada siklus selanjutnya.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Semester I Tahun pembelajaran 2012/2013.

Tempat penelitian adalah SDN 024 Samarinda.

C. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian ini siswa kelas I yang berjumlah 32

siswa di SDN 024 Samarinda yang terdiri dari 18 siswa perempuan dan 14 siswa

laki-laki , sedangkan yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah model

pembelajaran kooperatif TPS.

D. Tekhnik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai

berikut:

Page 35: Bab 1 .3

35

1. Dokumentasi nilai, adalah data berupa nilai ulangan harian matematika pada

kompetensi dasar sebelumnya yang dijadikan sebagai nilai dasar untuk

digunakan sebagai acuan hasil tes pada siklus I.

2. Observasi, menggunakan tabel pedoman observasi untuk mengetahui tingkat

aktivitas siswa dan aktivitas guru pada saat pembelajaran berlangsung.

3. Teknik tes, tes akhir siklus digunakan untuk mengetahui skor akhir siswa

setiap siklusnya. Tes ini dibuat oleh peneliti sesuai dengan materi yang

diajarkan kepada siswa.

E. Teknik Analisis Data

Jenis Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan

dalam 3 siklus dan setiap putaran dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan setiap

siklus masing-masing pertemuan dilaksanakan dalam 3 jam mata pelajaran.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan rata-rata, dan presentasi.

1. Rata-rata

Rata-rata digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa dalam satu kelas

dan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar dengan membandingkan rata-rata

skor hasil belajar masing-masing siklus dengan menggunakan rumus:

: Nilai rata –rata hasil belajar siswa pada setiap siklus

: Jumlah nilai seluruh siswa

n : Banyaknya siswa

(Pramudjono,2007)

Page 36: Bab 1 .3

36

Untuk mengetahui hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan

menganalisis data berupa nilai tugas dan nilai tes pada setiap siklus (tes formatif)

menggunakan rumus, nilai rata – rata tugas setiap siklus dijumlahkan dengan dua

kali nilai rata – rata tes hasil belajar (nilai tes formatif)

NA =

Keterangan :

NA = Nilai Akhir Setiap Siklus

NT = Nilai Tugas

NH = Nilai Test Akhir Siklus

(Depdiknas 2005 : 29)

2. Persentasi

Persentasi digunakan untuk menggambarkan peningkatan hasil belajar

siswa dari siklus I ke siklus II dengan menggunakan rumus:

Persentase =

Keterangan :

a. Selisih skor rata-rata prestasi siswa pada dua siklus

b. Skor rata-rata prestasi siswa pada siklus sebelummnya.

(Sudjana, 2002)

3. Grafik

Grafik digunakan untuk menvisualisasikan peningkatan hasil belajar siswa

dalam pembelajaran matematika melalui model pembelajaran kooperatif tipe TPS

(Think Pair Share) pada masing-masing siklus.

Page 37: Bab 1 .3

37

4. Pedoman Lembar Observasi

Pedoman observasi digunakan untuk mengetahui tingkat aktifitas siswa

dan aktifitas guru pada saat pembelajaran berlangsung pada setiap siklus dengan

menggunakan rumus:

Nilai Observasi =

F. Indikator Peningkatan

Indikator yang menjadi tolak ukur dalam menyatakan bahwa pembelajaran

yang berlangsung selama penelitian berhasil meningkatkan hasil belajar siswa,

jika telah terjadi peningkatan nilai rata-rata akhir setiap siklus dari nilai rata-rata

sebelum diterapkan pembelajaran matematika secara kooperatif dengan tipe

Think Pair Share.

Untuk menentukan nilai peningkatan hasil belajar yang besarnya

ditentukan berdasarkan selisih nilai kuis terkini atau nilai dasar (awal) masing-

masing siswa dengan menggunakan kriteria berikut ini:

Tabel 3.1 Perhitungan Skor Perkembangan

KriteriaNilai

Peningkatan

Nilai kuis/tes terkini turun lebih dari 10 poin di bawah nilai awal.

5

Nilai kuis/tes terkini turun 1 sampai dengan 10 poin di bawah nilai awal.

10

Nilai kuis/tes terkini sama dengan nilai awal sampai dengan 10 di atas nilai awal.

20

Nilai kuis/tes terkini lebih dari 10 poin di atas nilai awal. 30Sumber : Ratumanan (2002)

Page 38: Bab 1 .3

38

Untuk pemberian penghargaan kelompok diberikan berdasarkan rata-rata

nilai peningkatan yang diperoleh masing-masing kelompok dengan memberikan

predikat cukup, baik, sangat baik, dan sempurna

Tabel 3.2 Tingkat Penghargaan Kelompok

Nilai Rata-rata peningkatan kelompok

Penghargaan

N<15 Cukup15 ≤ N < 20 Baik20 ≤ N < 25 Sangat Baik

N ≥ 25 SempurnaSumber : Ratumanan (2002)

Untuk mengetahui kriteria hasil belajar dan hasil observasi pembelajaran

yang diperoleh dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:

Tabel 3.3 Kriteria Hasil Belajar dan Observasi Pembelajaran

No.Rentang

NilaiJumlah Siswa

Keterangan

1 80≤ x ≤100 A Sangat Baik2 70 ≤ x ≤80 B Baik3 60 ≤ x ≤ 70 C Cukup4 50 ≤ x ≤ 60 D Kurang5 0≤ x ≤ 50 E Kurang Sekali

(Sumber: Sudjana, 2002)

Page 39: Bab 1 .3

39

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S.2002. Prosedur Penelitian suatu pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta

Aqib, Zaenal. (2009). Menjadi Guru Profesional Berstandar Nasional. Bandung: Yrama Widya

Beni,S.2008. Model Model Pembelajaran Kreatif.Bandung: Tinta Emas Publishing .

Beni,S.2008. Teknik Teknik Penilaian Kelas .Bandung: Tinta Emas Publishing .

Depdiknas 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta

Hamalik Oemar,2002. Strategi Belajar Mengajar . Bandung Mandar Maju

Heruman. 2007. Model Pembelajaran Matematika. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Ismail, 2003. Media Pembelajaran (Model-Model Pembelajaran). Jakarta Direktorat Pendidikan Nasional.

Page 40: Bab 1 .3

40

Mahfud Shalahuddin .2000 Pengantar Psikologi Pendidikan. Jakarta :Rineka Karya.

Mulyani Sumantri & Juhan Permana. 2000. Startegi Belajar Mengajar. Bandung: CV Maulana.

Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Muhibbin Syah, 1995. Psikologi Pendidikan . Bandung : Grafindo Persada

Nurhadi 2004. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosda Karya

Nurhayati, Nunung. 2006. Ringkasan dan Bank Soal SAINS. Bandung:Yrama Widya

Purwanto . 2004. Psikologi Pendidikan . Bandung : Remaja Rosda Karya.

Sarjan, dkk. 2004. Sains 5. Klaten: CV. Sahabat.

Soejadi 2000. Belajar dan Pembelajaran . Jakarta : Rineka Karya.

Sudjana, Nana, dkk. 2007. Media Pengajaran. Bandung : Sinar Baru Algesindo.

Sujana 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung Remaja Rusda Karya.

Susilo, 2002.Penelitian Tindakan Kelas Yokyakarta: Pustaka book publisher

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Startegi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta, 1997

Syaiful Sagala. 2008. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta

Trianto 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif – Progresif . Jakarta : Kencana Pernada Media Group.