bab 1 .3
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keberhasilan program pendidikan melalui proses belajar mengajar di
sekolah sebagai lembaga pendidikan formal sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu : kurikulum, kualitas tenaga pendidik, sarana dan prasarana, siswa,
serta teknik dan strategi guru dalam mentransfer ilmu yang dimilikinya. Apabila
faktor-faktor di atas dapat terpenuhi dengan baik sudah tentu akan memperlancar
proses belajar mengajar, yang mana akan menunjang pencapaian hasil belajar
yang maksimal yang pada akhirnya akan meningkatkan mutu pendidikan
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di
sekolah, antara lain dengan perbaikan mutu belajar-mengajar. Belajar-mengajar di
sekolah merupakan serangkaian kegiatan yang secara sadar telah terencana.
Dengan adanya perencanaan yang baik akan mendukung keberhasilan pengajaran.
Usaha perencanaan pengajaran diupayakan agar peserta didik memiliki
kemampuan maksimal dan meningkatkan motivasi, tantangan, dan kepuasan
sehingga mampu memenuhi harapan baik oleh guru sebagai pembawa materi
maupun peserta didik sebagai penggarap ilmu pengetahuan.
Salah satu upaya upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah
melalui proses belajar di sekolah. Dalam usaha untuk meningkatkan kualitas
sumber daya pendidikan, guru merupakan sumbet daya yang harus dibina dan
dikembangkan, usaha meningkatkan kemampuan guru dalam belajar mengajar
perlu pemahaman ulang. Mengajar tidak sekedar mengkomunikasikan
1
2
pengetahuan agar dapat belajar, tetapi mengajar juga berarti usaha menolong si
pelajar agar mampu memahami konsep-konsep dan dapat menerapkan konsep
yang dipahami.
Atas dugaan di atas maka peneliti barsama-sama dengan guru sepakat
untuk menawarkan suatu tindakan alternatif untuk mengatasi masalah yang ada
berupa penerapan model pembelajaran lain yang lebih suatu mengutamakan
keaktifan siswa dan memberi kesempatan siswa untuk mengembangkan
potensinya secara maksimal. Model pembelajaran yang dimaksud adalah model
pembelajaran kooperatif.
Model pembelajaran kooperatif tumbuh dari suatu tradisi pendidikan yang
menekankan berpikir dan latihan bertindak demokratis, pembelajaran aktif,
perilaku kooperatif, dan menghormati perbedaan dalam masyarakat multi
budaya.dalam pelaksanaanya pembelajaran kooperatif dapat merubah peran guru
dari peran peran trepusat pada guru ke peran pengelola aktivitas kelompok kecil.
Sehingga dengan demikian peran guru selama ini monoton akan berkurang dan
siswa akan semakin terlatih untuk menyelesaikan berbagai permasalahan, bahkan
permasalahan yang dianggap sulit sekalipun. Beberapa peneliti terdahulu yang
menggunakan model pembelajaran kooperatif menyimpulkan bahwa, model
pembelajaran tersebut dengan beberapa tipe telah memberikan masukan yang
berarti bagi sekolah, guru dan terutama siswa dalam meningkatkan motivasi dan
hasil belajar.
Matematika merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi
modern, mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu dan
3
memajukan daya pikir manusia. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di
masa depan diperlukan penguasaan matematika sejak dini.
Berdasarkan urgensi pelajaran matematika di atas, pengajaran matematika
perlu diperbaharui, di mana siswa diberikan porsi lebih banyak dibandingkan
dengan guru, bahkan siswa harus dominan dalam kegiatan belajar mengajar.
Sasaran dari pembelajaran matematika adalah siswa diharapkan mampu berpikir
logis, kritis dan sistematis. Untuk mengembangkan potensi to live together salah
satunya melalui model pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share, (Berpikir,
Berpasangan, Berbagi), model pembelajaran yang digunakan adalah saling
bertukar pikiran secara berpasangan.
Proses pembelajaran matematika di sekolah-sekolah dilaksanakan dengan
kondisi belajar dan metode yang berbeda sehingga menghasilkan kualitas
pembelajaran yang berbeda pula. Dengan kondisi dan situasi yang berbeda
tersebut, maka tidak semua sekolah dapat memaksimalkan pembelajaran
matematika untuk memperoleh hasil belajar yang baik karena kondisi belajar dan
metode pembelajaran sangat mempengaruhi proses dan hasil pembelajaran. Hal
ini dapat terlihat dari perolehan nilai matematika siswa SDN 024 Samarinda yang
sebagian besar berkisar di bawah Standar Ketuntasan Minimal (SKM) yang
ditetapkan oleh sekolah. Sebagai gambaran dari hasil belajar siswa adalah
perolehan nilai ulangan harian matematika materi operasi hitungan bilangan
bulat matematika kelas V pada semester ganjil 2011/2012 di sekolah tempat
pelaksanaan penelitian nilai rata-rata siswa di bawah KKM yaitu ≥ 60. (nilai ada
pada lampiran 3).
4
Dari uraian di atas peneliti bermaksud menerapkan Model Pembelajaran
Kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) kerena model pembelajaran ini dinilai
lebih memudahkan siswa berinteraksi dengan teman-teman sekelas dan juga
gurunya, sehingga dapat membuat suasana yang menyenangkan bagi peserta
didik, selain itu model pembelajaran ini juga menuntut keaktifan siswa sehingga
dapat memancing semangat dan motivasi siswa untuk memecahkan masalah yang
dihadapi
Hal inilah yang mendorong peneliti dan guru bersama-sama mencoba
mengadakan penelitian dengan judul ”Peningkatan Hasil Belajar Matematika
Siswa Tentang Operasi Hitung Bilangan Bulat Melalui Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe TPS (Think Pair Share) pada kelas V SDN 024 Samarinda
Tahun Pelajaran 2012/2013”
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah dibahas agar penelitian ini dapat terarah dan menuju
pada suatu tujuan yang diinginkan. Berdasarkan latar belakang yang telah
diuraikan diatas , dapat ditentukan rumusan masalah berikut ini adalah:
“ Bagaimana peningkatan hasil belajar matematika siswa tentang operasi hitung
bilangan bulat melalui model pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think Pair
Share) pada kelas V SDN 024 Samarinda Tahun Pelajaran 2012/2013”?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan suatu penelitian haruslah jelas, mengingat penelitian harus
mempunyai arah atau sasaran yang tepat Berdasarkan rumusan masalah diatas
maka tujuan penelitian ini adalah: “Untuk meningkatkan hasil belajar matematika
5
siswa tentang operasi hitung bilangan bulat melalui model pembelajaran
Kooperatif Tipe TPS (Think Pair Share) pada kelas V SDN 024 Samarinda
Tahun Pelajaran 2012/2013.
D. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut :
1. Bagi siswa: Menambah motivasi dan hasil belajar siswa
2. Bagi guru: menambah kualitas dan wawasan dalam pembelajaran dengan
melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share).
3. Bagi sekolah: sebagai sumbangan kepada pihak sekolah maupun sekolah
lainnya dalam rangka perbaikan proses pembelajaran.
4. Bagi peneliti : dapat meningkatkan pemahaman dan penguasaan peneliti
tentang model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share)
6
BAB II
DASAR TEORI
A. Belajar
1. Pengertian Belajar
Banyak teori belajar telah di kemukakan sebagai hasil penelitian. Pada
dasarnya, semua teori sepakat bahwa belajar adalah kegiatan mental dalam diri
siswa yang aktif.
S. Nasution (2000: 34-35) menjelaskan bahwa : “Belajar adalah
perubahan kelakuan berkat pengalaman dan latihan. Belajar membawa sesuatu
perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu mengenai jumlah
pengetahuan, kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat, dan
penyesuaian diri”.
Hamalik (2002:57) menjelaskan; Belajar dalam arti mengubah tingkah
laku, akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar.
Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi
juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat,
watak, penyesuaian diri.
Jihad dan Haris (2008:1) mengungkapkan; Belajar adalah kegiatan
berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan
jenis dan jenjang pendidikan, hal ini berarti keberhasilan pencapaian tujuan
pendidikan sangat tergantung pada keberhasilan proses belajar siswa di sekolah
dan lingkungan sekitarnya.
Belajar dianggap sebagai proses dan pengalaman dan latihan. Higgard dan
Sanjaya (2007 : 53) mengatakan bahwa belajar adalah proses perubahan melalui
kegiatan atau prosedur, baik latihan di dalam laboratorium maupun di lingkungan
6
7
alamiah. Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan. Sehingga
menyebabkan munculnya perubahan perilaku.
Berdasarkan beberapa pengertian belajar diatas dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang relatif konstan dan bertahan lama sebagai hasil
dari pengalaman, latihan, dan interaksi dengan lingkungannya
2. Tujuan Pembelajaran
Salah satu syarat keberhasilan proses pembelajaran adalah kejelasan
tujuan. Tujuan yang jelas membantu pengajar dalam menetapkan cara
evaluasi keberhasilan proses pembelajaran dan juga efektifitas pengajaran.
Hamza B. Uno (2008: 34) menjelaskan; Tujuan pembelajaran merupakan
salah satu aspek yang perlu di pertimbangkan dalam merencanakan pembelajaran.
Robert F. Mager dalam Hamzah B. Uno (2008: 35),mengungkapkan;
Tujuan pembelajaran adalah sebagai prilaku yang hendak dicapai atau di dapat
dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan kompetisi tertentu.
Nana Syaodih Sukmadinata (2002) mengidentifikasi 4 (empat) manfaat
dari tujuan pembelajaran, yaitu: (1) memudahkan dalam mengkomunikasikan
maksud kegiatan belajar mengajar kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan
perbuatan belajarnya secara lebih mandiri; (2) memudahkan guru memilih dan
menyusun bahan ajar; (3) membantu memudahkan guru menentukan kegiatan
belajar dan media pembelajaran; (4) memudahkan guru mengadakan penilaian.
Berdasarkan pengertian di atas disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran
adalah membantu siswa agar memperoleh berbagai pengalaman dan dengan
pengalaman itu tingkah laku siswa yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan
8
nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan perilaku siswa
menjadi bertambah, baik kuantitas maupun kualitasnya.
B. Hasil Belajar
1. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar pada dasarnya adalah hasil yang dicapai dalam usaha
penguasaan materi dan ilmu pengetahuan yang merupakan suatu kegiatan yang
menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya. Melalui belajar dapat diperoleh hasil
yang lebih baik.
Leo Sutrisno (2008:25) mengemukakan ”hasil belajar merupakan gambaran tingkat
penguasaan siswa terhadap sasaran belajar pada topik bahasan yang dieksperimenkan, yang
diukur dengan berdasarkan jumlah skor jawaban benar pada soal yang disusun sesuai dengan
sasaran belajar”.
Suyono (2009:8) menyatakan ”hasil belajar dapat dijelaskan dengan
memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”.Pengertian hasil
menunjuk kepada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas yang
mengakibatnya berubahnya input secara fungsional”.
Suharsimi Arikunto ( 2003:2) “ hasil belajar adalah hasil akhir setelah
mengalami proses belajar, dimana tingkah laku itu tampak dalam bentuk
perubahan yang dapat diamati dan diukur ”.
Oemar Hamalik ( 2002 : 30 ) menjelaskan bahwa hasil belajar merupakan
perubahan tingkah laku siswa setelah mengikuti rangkaian pembelajaran atau
pelatihan.
9
Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
tingkat pengetahuan yang dicapai siswa terhadap materi yang diterima ketika mengikuti
dan mengerjakan tugas dan kegiatan pembelajaran di sekolah.
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasi Belajar
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu: faktor dari
dalam siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan.
Menurut Depdiknas, (2000.: 5) Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
proses dan hasil belajar antara lain, faktor internal mencakup motivasi, harapan
untuk berhasil, intelegensia, penguasaan keterampilan prasyarat, dan evaluasi
kognitif terhadap kewajaran dari hasil belajar antara lain. Sedangkan dari faktor
eksternal yaitu pengaruh lingkungan fisik berkenaan dengan prasarana dan sarana
belajar, kemudian dari lingkungan psikis meliputi iklim atau suasana belajar yang
diciptakan oleh guru yang memungkinkan siswa termotivasi untuk belajar.
Slamento ( 2003: 54-72 ), menjelaskan; Faktor yang mempengaruhi belajar
adalah: Faktor-faktor internal. Jasmani, (kesehatan, cacat tubuh). Psikolog
(intelegensi, perhatian, minat, bakat, minat, motif, kematangan kesiapan ) Faktor-
faktor eksternal. Keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga,
suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orangtua, latar belakang
kebudayaan), Sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi Guru dengan siswa,
relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar
pelajaran diatas ukuran, keadan gedung, metode belajar, tugas rumah).
Masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul,
bentuk kehidupan masyarakat ).
10
Caroll dalam R Angkowo dkk (2007: 51) menjelaskan bahwa ’’Hasil belajar
siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor faktor yaitu: bakat belajar waktu yang
tersedia untuk belajar kemampuan individu, kualitas pengajaran’’.
Clark dalam Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2001:39) mengungkapkan
bahwa ’’Hasil belajar siswa disekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa
dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan’’.
Sardiman (2007:39-47), menjelaskan; Faktor yang mempengaruhi belajar
adalah faktor intern (dari dalam) diri siswa dan faktor ekstern (dari luar) siswa.
Bekaitan dengan faktor dari dalam siswa, selain faktor kemampuan, ada juga
faktor lain yaitu: motifasi, perhatian, minat, sikap, kebiasaan belajar, ketekunan,
kondisi sosial ekonomi, kondisi fisik dan psikis. Kehadiran faktor psikologis
dalam belajar akan memberikan andil yang cukup penting. Faktor-faktor
psikologis akan memberikan landasan dan kemudahan dalam mencapai tujuan
belajar yang optimal.
Thomas F Staton dalam Sardiman (2007:39) ’'menguraikan ’’Enam macam
faktor psikologis yaitu: Motifasi, reaksi, konsentrasi, organisasi, pemahaman
ulangan’’.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah faktor internal
siswa antara lain kemampuan yang dimiliki tentang materi yang akan
disampaikan, sedangkan faktor eksternal antara lain strategi pembelajaran yang
digunakan guru didalam proses belajar mengajar.
11
C. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think Pair Share)
1. Pengertian Think-Pair-Share (TPS)
Think-Pair-Share (TPS) atau berpikir, berpasangan, berbagi merupakan
suatu metode pembelajaran kooperatif. Model Think-Pair-Share (TPS) tumbuh
dari penelitian pembelajaran kooperatif, model Think-Pair-Share (TPS) dapat
juga disebut sebagai model belajar mengajar berpasangan. Model ini pertama kali
dikembangkan oleh Frank Lyman dari Universitas Maryland Think-Pair-Share
(TPS) sebagai struktur kegiatan pembelajaran gotong royong. Model ini
memberikan kesempatan siswa untuk bekerja sendiri serta bekerjasama dengan
siswa lain.
Anita Lie (2005), menjelaskan; Teknik belajar mengajar Berpikir –
Berpasangan – Berbagi dikembangkan oleh Frank Lyman (Think – Pair –Share)
sebagai struktur kegiatan pembelajaran cooperative learning. Teknik ini memberi
siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerjasama dengan orang lain.
Keunggulan lain dari teknik ini adalah optimalisasi partisipasi siswa. Dengan
metode klasikal yang memungkinkan hanya satu siswa maju dan membagikan
hasilnya untuk seluruh kelas. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata
pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.
Franky Lyman (2004), mengemukakan bahwa metode Think -Pair-Share
mampu mengubah asumsi bahwa metode diskusi perlu diselenggarakan dalam
setting kelompok kelas secara keseluruhan. Metode Think -Pair -Share memberi
waktu kepada para siswa untuk berpikir dan merespons serta saling membantu
12
dengan yang lain. Think-Pair-Share memiliki prosedur yang ditetapkan secara
eksplisit untuk memberi waktu lebih banyak pada siswa untuk berpikir,
menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Model Think-Pair-Share (TPS)
sebagai ganti dari tanya jawab seluruh kelas.
2. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Model Think-Pair-Share
(TPS)
Muslimin (2001: 26) menguraikan; langkah-langkah Think-Pair-Share
(TPS) ada tiga yaitu : “Berpikir (Thinking), berpasangan (Pair), dan berbagi
(Share)”
Tahap 1 : Thinking (berpikir)
Kegiatan pertama dalam Think-Pair-Share yakni guru mengajukan
pertanyaan yang berhubungan dengan topik pelajaran. Kemudian siswa diminta
untuk memikirkan pertanyaan tersebut secara bergiliran untuk beberapa saat.
Dalam tahap ini siswa dituntut lebih mandiri dalam mengolah informasi yang dia
dapat.
Tahap 2 : Pairing (berpasangan)
Pada tahap ini guru meminta siswa duduk berpasangan dengan siswa lain
untuk mendiskusikan apa yang telah difikirkannya pada tahap pertama. Interaksi
pada tahap ini diharapkan dapat membagi jawaban dengan pasangannya. Biasanya
guru memberikan waktu 4-5 menit untuk berpasangan.
Tahap 3 : Share (berbagi)
Pada tahap akhir guru meminta kepada pasangan untuk berbagi jawaban
dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka diskusikan. Ini efektif
13
dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai
sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.
Dalam Implementasinya secara teknis Howard (2006) mengemukakan
lima langkah utama dalam pembelajaran dengan teknik TPS, sebagai berikut:
a. Step 1 : Guru memberitahukan sebuah topik dan menyatakan berapa lama
setiap siswa akan berbagi informasi dengan pasangan mereka.
b. Step 2 : Guru akan menetapkan waktu berpikir secara individual.
c. Step 3 : Dalam pasangan, pasangan A akan berbagi; pasangan B akan
mendengar.
d. Step 4 : Pasangan B kemudian akan merespon pasangan A.
e. Step 5 : Pasangan berganti peran.
Howard (2006), memberikan stressing terhadap sebuah pilihan yang dapat
diperhatikan pada struktur TPS ini, yaitu guru dapat menetapkan respon awal
sebelum step 4. Misalnya, terima kasih atas sharingnya, satu hal saya telah pelajari
dengan mendengarkan kamu …, saya senang mendengarkan kamu sebab….
Pembelajaran kooperatif besar karena otak yang berbeda memungkinkan
untuk berkonsentrasi pada ide-ide yang sama. Semua siswa berasal dari orang tua
yang berbeda dan karena itu mereka memiliki kekuatan dalam bidang yang
berbeda, sehingga hal ini cocok untuk pembelajaran kooperatif. Dalam
Pembelajaran TPS, jika siswa tidak kuat dalam sebuah topik, atau tidak
sepenuhnya memahami konsep ide, pasangan mereka dapat membantu memahami
dan menjelaskannya kepada mereka. Jika siswa masih tidak mengerti mereka bisa
14
mencoba untuk memberi pemahaman secara sederhana dan akrab. Biasanya dua
otak bekerja lebih baik dari pada satu.
Pembelajaran TPS dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan
idea tau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan
ide-ide orang lain. Membantu siswa untuk respek pada orang lain dan menyadari
akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan. Siswa dapat
mengembangkan kemampuan untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri dan
menerima umpan balik. Interaksi yang terjadi selama pembelajaran dapat
meningkatkan motivasi dan memberi rangsangan untuk berpikir sehingga
bermanfaat bagi proses pendidikan jangka panjang.
Pembelajaran TPS juga mengembangkan keterampilan, yang sangat
penting dalam perkembangan dunia saat ini. Pembelajaran TPS bisa mengajarkan
orang untuk bekerja bersama-sama dan lebih efisien, biasanya kegiatan praktik
perlu dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Dengan bekerja sama, dua orang
dapat menyelesaikan sesuatu lebih cepat.
Keunggulan dari Think-Pair-Share (TPS) ini adalah optimalisasi
partisipasi siswa. Dengan metode klasikal yang memungkinkan hanya satu siswa
maju dan membagikan hasilnya untuk seluruh kelas, model Think-Pair-Share
(TPS) ini memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk menunjukkan
partisipasi mereka kepada siswa lain. Model ini bisa digunakan dalam semua
mata pelajaran dan untuk semua tingkatan anak didik.
3. Penggunaan Pembelajaran Kooperatif Model TPS
15
Langkah-langkah pembelajaran:
Fase-1. Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.
Guru menyampaikan indikator, tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
Fase-2. Menyajikan informasi
Guru menjelaskan tentang berbagai operasi hitung bilangan bulat dan memberi
contoh.
Fase-3.
1. Thinking (berpikir)
Guru mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan topik pelajaran
Matematika sesuai dengan materi yang dibawakan. Kemudian para siswa diminta
untuk memikirkan masalah- masalah yang yang diajukan oleh guru yang berkaitan
dengan materi yang telah dijelaskan. Dalam tahap ini siswa dituntut lebih mandiri
dalam mengolah informasi yang mereka dapat.
Fase-4 Pairing (berpasangan)
Pada tahap ini guru meminta siswa duduk berpasangan dengan siswa lain untuk
mendiskusikan apa yang telah difikirkannya pada materi yamg telah dijelaskan.
Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat membagi jawaban dengan pasangannya.
Kemudian guru memberikan waktu 10-15 menit untuk berdiskusi secara
berpasangan.
Fase 5- Share (berbagi)
Pada tahap ini guru meminta kepada pasangan untuk berbagi jawaban
yang telah dipikirkan sebelumnya masing-masing siswa lalu mendiskusikannya
sesuai dengan kelompok yang telah dibagi beberapa kelompok. Ini efektif
16
dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai
sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.
Fase-6 Menjawab (Evaluasi), Setelah beberapa menit guru dapat memilih secara
acak pasangan yang ingin berbagi di hadapan kelas. Proses ini dapat dilakukan
dengan meminta inisiatif siswa. Siswa biasanya lebih rela untuk merespon setelah
mereka memiliki kesempatan untuk mendiskusikan ide-ide mereka dengan teman
sekelas karena jika jawabannya salah, rasa malu dapat dirasakan bersama. Selain
itu, tanggapan yang diterima sering lebih intelektual sehingga melalui proses ini
siswa dapat mengubah atau merefleksi ide-ide mereka.
Fase-7 Memberikan Penghargaan
Guru memberikan penghargaan. Penentuan penghargaan kelompok
dilihat dari skor awal (nilai ulangan sebelumnya)
4. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatif Model TPS
Kita mengetahui bahwa setiap model pembelajaran dan metode
pembelajaran manapun pasti memiliki kelebihan dan kelemahan. Berikut ini
merupakan kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif Model TPS:
a. Kelebihan
1) Siswa dapat mengembangkan kemampuan untuk menguji ide dan
pemahamannya sendiri dan menerima umpan balik.
2) Optimalisasi partisipasi siswa.
3) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
b. Kekurangan
17
1) Dalam beberapa kasus waktu yang dibutuhkan untuk praktik tidak terduga,
karena siswa menghabiskan lebih banyak waktu dalam perbedaan daripada
waktu yang digunakan dalam melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya.
2) Jika pasangan siswa tidak memahami informasi sama sekali, siswa dapat
diperlambat, hanya karena dia harus menjelaskan semua materi sebelum dia
benar-benar dapat memulai menyelesaikan masalah atau melakukan instruksi
yang diberikan.
D. Pembelajaran Matematika
1. Pengertian Matematika
Matematika adalah ilmu tentang bilangan bilangan, hubungan antar
bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah
mengenai bilangan (Suharso, dkk. 2005:313). Selain itu matematika merupakan
suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak yang dibangun melalui proses
penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep yang diperoleh sebagai akibat
logis dari kebenaran sebelumnya, sehingga keterkaitan matematika bersifat sangat
kuat dan jelas.
Secara umum matematika dipahami sebagai ilmu tentang bilangan
bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan
dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan. Dalam kamus matematika Roy
Holland (1991: 81) mendefinisikan matematika sebagai suatu sistem yang rumit
tetapi tersusun sangat baik yang mempunyai banyak cabang, diantaranya adalah
ilmu hitung, aljabar, dan ilmu ukur dan dari setiap cabang ini dapat dikembangkan
lagi.
18
Kebanyakan ahli sepakat bahwa suatu pengetahuan disebut ilmu apabila
lahir dari suatu kajian ilmiah. Matematika bersifat umum (deduktif).
Kebenarannya tidak bergantung kepada metode ilmiah yang mengandung
proses induktif. Menurut Frans Susilo (1998: 29) matematika merupakan salah
satu ilmu yang bersifat deduktif aksiomatis. Dalam hal ini logika deduktif
memegang peran yang penting dalam proses berpikir tentang matematika.
Berdasar beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa,
matematika adalah suatu sistem yang rumit yang tersusun sangat baik yang
kebenarannya bersifat umum (deduktif).
Pembelajaran matematika menekankan pada pola berpikir deduktif dan
juga menganut kebenaran konsisten. Selain itu pembelajaran matematika harus
dilakukan secara bertahap dengan urutan sebagai berikut (Heruman, 2007: 3) :
a. Pembelajaran penanaman konsep
b. Pembelajaran pemahaman konsep
c. Pembelajaran pembinaan keterampilan
Rusefendi (1991:144) menyebut pembelajaran peranan konsep merupakan
lanjutan dari pembelajaran penanaman konsep yang bertujuan agar siswa
memahami suatu konsep matematika. Pemahaman konsep terdiri dari dua
pengertian, yaitu :
1) Merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep matematika satu
pertemuan.
2) Pembelajaran pemahaman konsep pada pertemuan berbeda, tetapi masih
merupakan kelanjutan dari penanaman konsep pada pertemuan tersebut,
19
pembelajaran pembinaan keterampilan merupakan kelanjutan dari
pembelajaran penanaman konsep dan pembelajaran pemahaman konsep.
2. Tahapan dalam pembelajaran Matematika
a. Tahapan enactive
Siswa belajar konsep dengan memanipulasi benda-benda (objek) konkret
secara langsung.
b. Tahap iconic
Siswa memahami konsep matematika yang bersifat abstrak itu dengan
model-model semi konkret berupa gambar atau grafik, tabel, bagan peta dan lain
sebagainya.
c. Tahap symbolic
Siswa belajar konsep dan operasi matematika langsung dengan kata-kata
atau simbol-simbol tanpa bantuan objek konkret maupun model semi konkret.
3. Teori dalam Pembelajaran Matematika
Teori Belajar Jean Piaget
Melewati 4 tahap yaitu :
a. Tahap sensorimotor (0-2 tahun)
Anak mengembangkan konsep dasarnya melalui interaksi dengan dunia fisik.
b. Tahap praoperasional (2-7 tahun)
Anak sudah mulai mengembangkan dengan menggunakan dengan bahasa
untuk menyatakan suatu ide.
c. Tahap operasi konkret (7-12 tahun)
Anak mengembangkan konsep dengan menggunakan benda-benda konkrit
untuk menyelidiki hubungan dan model hubungan abstrak.
20
d. Tahap operasi formal
Anak sudah mulai mampu berfikir secara abstrak. Piaget menekankan
bahwa proses belajar merupakan suatu proses asimilasi dan akomodasi informasi
kedalam struktur mental. Asimilasi : proses terpadunya informasi dan pengalaman
baru kedalam struktur mental.
Akomodasi : hasil perubahan pikiran sebagai suatu akibat adanya
informasi dan pengalaman baru.
4. Materi Pembelajaran Matematika Operasi Hitung Bilangan Bulat
Operasi hitung bilangan bulat meliputi penjumlahan, pengurangan,
perkalian, dan pembagian
1). Operasi Penjumlahan
Penjumlahan bilangan positif dan bilangan positif
Contoh : 4 + 3 = n; n = 7
Penjumlahan bilangan negatif dan bilangan negatif,
Contoh : -4 + (-2) = n; n = -6
Penjumlahan bilangan negatif dan bilangan positif
Contoh : -2 + 6 = n; n = 3
Penjumlahan bilangan positif dan bilangan negatif
Contoh : 7 + (-3) = n; n = 4
Penjumlahan bilangan bulat dan nol (0)
Contoh : -4 + 0 = n; n = -4
Penjumlahan bilangan bulat yang berlawanan
Contoh : 5 + (-5) = n; n = 0
2). Operasi Hitung Pengurangan
21
Pengurangan bilangan positif dan bilangan positif
Contoh : 8 – 5 = n; n = 3
Pengurangan bilangan negatif dan bilangan negatif,
Contoh : -5 – (-8) = -5 + 8 = n; n = 3
Pengurangan bilangan negatif dan bilangan positif
Contoh : -3 – 2 = n; n = -5
Pengurangan bilangan positif dan bilangan negatif
Contoh : 2 – (-5) = 2 + 5 = n; n = 7
4) Operasi Hitung Perkalian Pada bilangan bulat.
Sebelum membahas perkalian bilangan bulat, pada operasi perkalian
bilangan cacah, telah diketahui bahwa “3 x 4” (yang dibaca tiga kali empat atau)
diartikan sebagai 4 + 4 + 4 sedangkan 4 x 3 (yang dibaca empat kali tigaan)
diartikan “3 + 3 + 3 + 3” dari uraian yang singkat ini dapat kita katakan bahwa
sebenarnya perkalian pada suatu bilangan dapat diartikan sebagai penjumlahan
berulang, berarti untuk mencari hasil dari axb sama halnya dengan cara
menunjukan penjumlahan b + b + b +…. sebanyak a kali.
5) Operasi Pembagian Pada Bilangan Bulat.
Operasi pembagian pada dasarnya sama dengan mencari faktor (bilangan)
yang belum diketahui. Karenanya bentuk pembagian dapat dipandang sebagai
bentuk operasi perkalian dengan salah satu faktornya belum diketahui. Sebagai
contoh, kalau dalam perkalian 3x4 = n tentu nilai n = 12.dalam pembagian hal
tersebut dapat dinyatakan dengan bentuk 12 : 3 = n atau 12 : 4 = n
6). Operasi Hitung Campuran Bilangan Bulat
22
Langkah – langkah dalam mengerjakan hitungan campuran. Urutan langkahnya
sebagai berikut :
a. Pengerjaan hitung dalam kurung
b. Pengerjaan perkalian dan pembagian (urut dari depan)
c. Pengerjaan penjumlahan dan pengurangan (urut dari depan atau dibuat
penjumlahan semua).
7). Operasi hitung bilangan bulat dan penggunaan sifat-sifatnya
a. Sifat Pertukaran (Komutatif)
Sifat komutatif berlaku pada penjumlahan dan perkalian. Bentuk umum sifat
komutatif pada penjumlahan dan perkalian.
1) Bukti Sifat Komutatif
Bukti : x + y = y +x , x, y € z
Bukti :
Misal x, y € z maka ada y-1, x-1 € z (sifat invers)
Misal x + y = c1, dan y-1, x-1 = c2
Maka c2, c1 € z (sifat tertutup)
c2 + c1= (x+y) + (y-1 + x-1)
= x + (y + y-1) + x-1 (sifat asosiatif)
= x + 0 + x-1 (sifat identitas)
= x + x-1
= 0
c2 + c1 = (y-1 + x-1) + (x+y)
a + b = b + a
a x b = b x a
23
= y-1 + (x + x-1) + y (sifat asosiatif)
= y-1 + 0 + y (sifat identitas)
= y-1 + y
= 0
Jadi c1 + c2 = c2 + c1
Bukti : x + y = y + x , x, y € z (sifat invers)
Bukti :
Misal x, y € z maka ada x-1 , y-1 € z
Misal x + y = c1, dan y-1, x-1 = c2
x-1 + y-1 = c3 dan y + x = c4
maka c1, c2, c3, c4 (sifat tertutup)
c1 + c4
Bukti : x . y = y . x
Bukti :
x . y = ( y + y + y + … y)
y suku
= ( y + y + y + … y)
x suku
= x . y
a dan b sembarang bilangan bulat. Contoh :
a. 10 + 5 = 5 + 10
b. -2 + 4 = 4 + (-2)
c. 2 x 5 = 5 x 2
d. -5 x 2 = 2x – 5
24
b. Sifat asosiatif (pengelompokkan)
Sifat pengelompokkan ini berlaku pada penjumlahan dan perkalian. Bentuk umum
dari sifat pengelompokkan baik pada penjumlahan dan perkalian dapat ditulis
berikut ini :
2) Sifat Asosiatif
Bukti :
(a + b) + c = a + (b + c)
Maka a, b, c € z (sifat tertutup)
Bukti :
Misal a + b = d d € z
Maka b = d – a ……………………. Persamaan 1
misal b + c = e e € z
maka b = e – c ………………………… Persamaan 2
Dari persamaan 1 dan 2
diperoleh :
d – a = e – c
d = a + e – c
(a + b) + c = d + c
= a – c + e + c
= a + e
= a + (b + c)
(a + b) + c = a + (b x c)
(a x b) x c = a x (b x c)
a.
b.
25
Jadi terbukti bahwa :
(a+ b) + c = a (b + c)
a ; b dan c adalah bilangan bulat. Contoh :
a. (2 + (1)) + 3 = 2 + (-1 + 3)
b. (2 x 3) x 5 = (2 x 5) x 3
c. Sifat distributif (penyebaran)
Sifat penyebaran berlaku pada perkalian terhadap penjumlahan dan perkalian
terhadap pengurangan.
Bentuk umum perkalian terhadap penjumlahan yaitu :
a x (b + c) = (a x b) + (a x c)
Bukti :
a (b + c) = ab + ac
Bukti : a, b, c €
A (b + c) = (b + c) + (b + c) + (b + c) … + (b + c)
sebanyak a suku
= (b + b + b + … + b) + (c + c + c… + c)
sebanyak a suku sebanyak a suku
= ab + ac
Jadi terbukti a (b + c) = ab + ac
a, b, dan c bilangan bulat.
Contoh : 3 x (6 + 4) = (3 x 6) + (3 x 4)
Bentuk umum perkalian terhadap pengurangan yaitu :
a x (b - c) = (a x b) - (a x c)
a, b, dan c bilangan bulat.
26
Contoh dari sifat distributif (penyebaran)
a. (3 x 4) + (3 x 6) = 3 x (4 + 6)
Angka pengali disatukan
Perhitungan dilakukan dengan cara menjumlahkan kedua angka yang dikalikan (4
+ 6) kemudian hasilnya dikalikan dengan angka pengali (3) 3 x (4 + 6) = 3 x 10 =
30, Mengapa cara ini digunakan karena menghitung 3 x (4 + 6) = 3 x 10 lebih
mudah dari pada menghitung (3 x 4) + (3 x 6).
b. 15 x (10 + 2) = (15 x 10) + (15 x 2)
Angka pengali dipisahkan
Perhitngan dilakukan dengan cara kedua angka yang dijumlah (10 dan 2) masing-
masing dikalikan dengan angka pengali (15), kemudian hasilnya dijumlahkan.
15 x (10 + 2) = (15 x 10) + (15 x 2)
= 150 + 30
= 180
Cara ini juga mempermudah penghitungan karena menghitung (15 x 10) + (15 x
2) = 150 + 30 lebih mudah daripada menghitung 15 x (10 + 2) = 15 x 12.
d. Sifat Komutatif (pertukaran) pada penjumlahan
a) a + b = b + a
b) Sifat komutatif perkalian
a x b = b x a
c) Sifat asosiatif perkalian
(a x b) x c = a x (b x c)
d) Sifat asosiatif penjumlahan
(a + b) + c = a + (b + c)
27
e) Sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan
a x (b + c)= (a x b) + (a x c)
f) Sifat distributif perkalian terhadap pengurangan
a x (b – c) = (a x b) – (a x c)
g) Untuk setiap a ada dengan tunggal elemen O dalam B sehingga a +
O = O + a = a, O disebut elemen identitas penjumlahan.
h) Untuk setiap a, ada dengan tunggal elemen I dengan B sehingga a
x I = I x a = a, I disebut elemen identitas perkalian.
E. Hasil Penelitian Yang Relevan
Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan judul penelitian ini, di
antaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Widarti (2007) mengenai
efektivitas penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share
(TPS) terhadap hasil belajar pokok bahasan segiempat pada siswa kelas VII.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya diperoleh bahwa ada
perbedaan rata-rata hasil belajar yang signifikan antara kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol, sehingga pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS)
lebih efektif daripada pembelajaran dengan metode ekspositori.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Hernawati (2007) mengenai
penerapan model pembelajaran cooperative learning tipe Think Pair Share (TPS)
untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII SMPN 14 Tegal dalam pokok
bahasan sistem persamaan linear dua variabel. Hasil penelitiannya adalah
penerapan model pembelajaran cooperative learning tipe Think Pair Share (TPS)
dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII SMPN 14 Tegal dalam pokok
bahasan sistem persamaan linear dua variabel.
28
Penelitian Wulandari (2012) mengenai peningkatan hasil belajar
matematika siswa melalui model pembelajaran Kooperatif TPS pada materi pokok
faktorisasi suku aljabar di kelas VIII SMP Nuri Samarinda tahun pembelajaran
2011/2012. Hasil penelitiannya menunjukan terjadi peningkatan aktivitas dan
hasil belajar matematika siswa.
Berdasarkan keberhasilan penelitian-penelitian tersebut, maka peneliti
bermaksud untuk menggunakan pembelajaran matematika model kooperatif tipe
Think Pair Share (TPS) untuk meningkatkan hasil belajar siswa materi operasi
hitung bilangan bulat pada kelas V SDN 024 Samarinda.
F. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan sebelumnya, maka hipotesis
dari penelitian ini adalah hasil belajar matematika siswa kelas V SDN 024
Samarinda materi operasi hitung bilangan bulat melalui model pembelajaran
kooperatif tipe TPS (Think Pair Shared) akan meningkat.
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
tindakan kelas (PTK) dengan model proses yang terdiri dari enam putaran (siklus-
siklus) dimana tiap-tiap siklus terdiri dari satu pertemuan yang dilaksanakan
sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai.
Niff (dalam Kusumah, 2008:8) dalam bukunya yang berjudul “action
research: principles and practice” memandang PTK sebagai bentuk penelitian
reflektif yang di lakukan ole guru sendiri yang hasilnya dapat dimanfaatkan
sebagai alat untuk pengembangan kurikulum, pengembangan sekolah,
pengembangan keahlian mengajar dan sebagainya.
Ebbut ( dalam kunandar , 2008:43) mengemukkan penelitian tindakan
kelas adalah kajian sistematik dari upaya perbaikanpelaksanaan praktik
pendidikan oleh sekelompok guru dengan melakukan tindakan –tindakan dalam
30
pembelajaran , berdasarkan refleksi mereka mengenai hasil dari tindakan –
tindakan tersebut.
Berdasarkan pendapat diatas dapat dikatakan bahwa penelitian tindakan
kelas didefinisikan sebagai bentuk penelaahan penilitian yang bersifat refleksi
dengan melakukan tindakan tindakan tertentu agar dapat memperbaiki atau
meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas. Dalam pelaksanaan tindakan
terdiri dari beberapa siklus. Tiap-tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan
perubahan yang ingin dicapai.
Adapun alur dalam penelitian tindakan kelas ini dapat digambarkan
sebagai berikut.
Permasalahan
Refleksi I
Alternatif Pemecahan Rencana Tindakan I
Analisis I
Pelaksanaan Tindakan I
Observasi I
Siklus I
Permasalahan baru Hasil Refleksi I
Refleksi II
Alternatif Pemecahan Rencana Tindakan II
Analisis II
Pelaksanaan Tindakan II
Observasi II
Siklus II
Permasalahan baru Hasil Refleksi I
Refleksi III
Alternatif Pemecahan Rencana Tindakan III
Analisis III
Pelaksanaan Tindakan III
Observasi III
Siklus III
Permasalahan baru Hasil Refleksi IV
Refleksi IV
Alternatif Pemecahan Rencana Tindakan IV
Analisis IV
Pelaksanaan Tindakan IV
Observasi IV
Siklus IV
29
31
Gambar 3.1 Alur dalam Penelitian Tindakan Kelas (Sumber : Arikunto, 2006:74)
Prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut.
1. Permasalahan
Permasalahan awal dari penelitian ini adalah sebagian besar siswa kelas V
di SDN 024 Samarinda belum memenuhi SKM 60 yang ditentukan di SDN 024
Samarinda pada materi operasi hitung bilangan bulat, nilai awal siswa terlampir
Keadaan tersebut mendorong peneliti untuk meningkatkan hasil belajar
siswa untuk materi operasi hitung bilangan bulat dengan melakukan proses
pembelajaran melalui pembelajaran kooperatif tipe TPS. Dalam proses
pembelajaran ada juga permasalahan dalam setiap siklus yaitu permasalahan yang
timbul pada siklus-siklus sebelumnya.
2. Tahap Perencanaan
Adapun kegiatan yang dilaksanakan pada tahap perencanaan ini adalah:
a. Membuat skenario pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) pada materi operasi hitung bilangan
bulat.
Permasalahan baru Hasil Refleksi V
Refleksi V
Alternatif Pemecahan Rencana Tindakan V
Analisis V
Pelaksanaan Tindakan V
Observasi V
Siklus V
Permasalahan baru Hasil Refleksi VI
Refleksi VI
Alternatif Pemecahan Rencana TindakanVI
Analisis VI
Pelaksanaan Tindakan VI
Observasi VI
Siklus VI
Permasalahan Terselesaikan
32
b. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran
kooperatif tipe think pair share (TPS) pada materi operasi hitung bilangan
bulat.
c. Membuat alat evaluasi hasil belajar matematika siswa yang dilaksanakan pada
setiap akhir siklus.
d. Membuat lembar observasi aktifitas siswa dan guru yang mengajar untuk
melihat bagaimana kondisi belajar mengajar di kelas pada saat model
pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS) dilaksanakan dan sebagai
bahan untuk refleksi.
3. Tahap Pelaksanakan Tindakan
Tahap lanjutan dari tahap perencanaan adalah tahap pelaksanaan. Dalam
tahap ini menggambarkan proses berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Pada
pembelajaran matematika menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TPS yang
bertindak sebagai guru dalam penelitian ini adalah peneliti dan tiap siklus terdiri
satu kali pertemuan, pada tiap akhir pertemuan diadakan tes akhir siklus. Tahap
awal yang dilakukan oleh guru adalah guru mengkondisikan siswa dan memberi
penjelasan tentang model pembelajaran yang akan digunakan dalam proses belajar
mengajar yaitu model pembelajaran kooperatif tipe TPS, guru juga menjelaskan
apa yang harus dilakukan oleh masing-masing kelompok selama proses belajar
mengajar berlangsung. Selanjutnya kegiatan belajar mengajar pada tahap ini
dilaksanakan sesuai dengan skenario dan rencana pembelajaran. Langkah-langkah
pembelajaran tipe TPS yang akan digunakan peneliti dalam proses pembelajaran
adalah sebagai berikut:
33
a. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai .
b. Siswa diminta untuk berfikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan.
c. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan
mengutarakan hasil pemikiran masing-masing.
d. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil
diskusinya.
e. Guru mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah
materi kesimpulan dan penutup.
4. Tahap Observasi
Pada tahap observasi, peneliti sebagai guru pengajar melakukan tindakan
pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS), sedangkan untuk
mengobservasi tindakan yang sedang dilakukan oleh guru dan aktivitas siswa di
dalam kelas dilakukan oleh observator yang diamati dengan menggunakan
lembar observasi hasil belajar siswa dengan menggunakan lembar tugas, tes, dan
kegiatan siswa di kelas.
5. Tahap Analisis
Setelah diberikan tes hasil belajar sebagai tes akhir dari setiap siklus, akan
dilakukan analisis terhadap hasil tes belajar tersebut untuk melihat hasil belajar
siswa setelah diberi tindakan. Hasil pengamatan melalui lembar observasi juga
dianalisis sehingga peneliti dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan kegiatan
belajar mengajar.
34
6. Tahap Refleksi
Kegiatan pada tahap ini adalah peneliti bersama-sama guru kelas
mendiskusikan hasil tindakan. Kegiatan refleksi pada penelitian ini adalah
analisis, interprestasi dan evaluasi atas informasi yang terjadi direfleksikan
dengan melihat data observasi yang dimaksudkan meliputi data aktivitas guru dan
siswa, data hasil belajar yang diperoleh dari pemberian tugas kelompok dan
individu yang terangkum dalam latihan soal, pekerjaan rumah, dan tes setiap akhir
siklus pembelajaran. Hasil analisis data tersebut digunakan sebagai acuan untuk
merencanakan tindakan pada siklus selanjutnya.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Semester I Tahun pembelajaran 2012/2013.
Tempat penelitian adalah SDN 024 Samarinda.
C. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian ini siswa kelas I yang berjumlah 32
siswa di SDN 024 Samarinda yang terdiri dari 18 siswa perempuan dan 14 siswa
laki-laki , sedangkan yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah model
pembelajaran kooperatif TPS.
D. Tekhnik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
35
1. Dokumentasi nilai, adalah data berupa nilai ulangan harian matematika pada
kompetensi dasar sebelumnya yang dijadikan sebagai nilai dasar untuk
digunakan sebagai acuan hasil tes pada siklus I.
2. Observasi, menggunakan tabel pedoman observasi untuk mengetahui tingkat
aktivitas siswa dan aktivitas guru pada saat pembelajaran berlangsung.
3. Teknik tes, tes akhir siklus digunakan untuk mengetahui skor akhir siswa
setiap siklusnya. Tes ini dibuat oleh peneliti sesuai dengan materi yang
diajarkan kepada siswa.
E. Teknik Analisis Data
Jenis Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan
dalam 3 siklus dan setiap putaran dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan setiap
siklus masing-masing pertemuan dilaksanakan dalam 3 jam mata pelajaran.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan rata-rata, dan presentasi.
1. Rata-rata
Rata-rata digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa dalam satu kelas
dan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar dengan membandingkan rata-rata
skor hasil belajar masing-masing siklus dengan menggunakan rumus:
: Nilai rata –rata hasil belajar siswa pada setiap siklus
: Jumlah nilai seluruh siswa
n : Banyaknya siswa
(Pramudjono,2007)
36
Untuk mengetahui hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan
menganalisis data berupa nilai tugas dan nilai tes pada setiap siklus (tes formatif)
menggunakan rumus, nilai rata – rata tugas setiap siklus dijumlahkan dengan dua
kali nilai rata – rata tes hasil belajar (nilai tes formatif)
NA =
Keterangan :
NA = Nilai Akhir Setiap Siklus
NT = Nilai Tugas
NH = Nilai Test Akhir Siklus
(Depdiknas 2005 : 29)
2. Persentasi
Persentasi digunakan untuk menggambarkan peningkatan hasil belajar
siswa dari siklus I ke siklus II dengan menggunakan rumus:
Persentase =
Keterangan :
a. Selisih skor rata-rata prestasi siswa pada dua siklus
b. Skor rata-rata prestasi siswa pada siklus sebelummnya.
(Sudjana, 2002)
3. Grafik
Grafik digunakan untuk menvisualisasikan peningkatan hasil belajar siswa
dalam pembelajaran matematika melalui model pembelajaran kooperatif tipe TPS
(Think Pair Share) pada masing-masing siklus.
37
4. Pedoman Lembar Observasi
Pedoman observasi digunakan untuk mengetahui tingkat aktifitas siswa
dan aktifitas guru pada saat pembelajaran berlangsung pada setiap siklus dengan
menggunakan rumus:
Nilai Observasi =
F. Indikator Peningkatan
Indikator yang menjadi tolak ukur dalam menyatakan bahwa pembelajaran
yang berlangsung selama penelitian berhasil meningkatkan hasil belajar siswa,
jika telah terjadi peningkatan nilai rata-rata akhir setiap siklus dari nilai rata-rata
sebelum diterapkan pembelajaran matematika secara kooperatif dengan tipe
Think Pair Share.
Untuk menentukan nilai peningkatan hasil belajar yang besarnya
ditentukan berdasarkan selisih nilai kuis terkini atau nilai dasar (awal) masing-
masing siswa dengan menggunakan kriteria berikut ini:
Tabel 3.1 Perhitungan Skor Perkembangan
KriteriaNilai
Peningkatan
Nilai kuis/tes terkini turun lebih dari 10 poin di bawah nilai awal.
5
Nilai kuis/tes terkini turun 1 sampai dengan 10 poin di bawah nilai awal.
10
Nilai kuis/tes terkini sama dengan nilai awal sampai dengan 10 di atas nilai awal.
20
Nilai kuis/tes terkini lebih dari 10 poin di atas nilai awal. 30Sumber : Ratumanan (2002)
38
Untuk pemberian penghargaan kelompok diberikan berdasarkan rata-rata
nilai peningkatan yang diperoleh masing-masing kelompok dengan memberikan
predikat cukup, baik, sangat baik, dan sempurna
Tabel 3.2 Tingkat Penghargaan Kelompok
Nilai Rata-rata peningkatan kelompok
Penghargaan
N<15 Cukup15 ≤ N < 20 Baik20 ≤ N < 25 Sangat Baik
N ≥ 25 SempurnaSumber : Ratumanan (2002)
Untuk mengetahui kriteria hasil belajar dan hasil observasi pembelajaran
yang diperoleh dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:
Tabel 3.3 Kriteria Hasil Belajar dan Observasi Pembelajaran
No.Rentang
NilaiJumlah Siswa
Keterangan
1 80≤ x ≤100 A Sangat Baik2 70 ≤ x ≤80 B Baik3 60 ≤ x ≤ 70 C Cukup4 50 ≤ x ≤ 60 D Kurang5 0≤ x ≤ 50 E Kurang Sekali
(Sumber: Sudjana, 2002)
39
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S.2002. Prosedur Penelitian suatu pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta
Aqib, Zaenal. (2009). Menjadi Guru Profesional Berstandar Nasional. Bandung: Yrama Widya
Beni,S.2008. Model Model Pembelajaran Kreatif.Bandung: Tinta Emas Publishing .
Beni,S.2008. Teknik Teknik Penilaian Kelas .Bandung: Tinta Emas Publishing .
Depdiknas 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta
Hamalik Oemar,2002. Strategi Belajar Mengajar . Bandung Mandar Maju
Heruman. 2007. Model Pembelajaran Matematika. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Ismail, 2003. Media Pembelajaran (Model-Model Pembelajaran). Jakarta Direktorat Pendidikan Nasional.
40
Mahfud Shalahuddin .2000 Pengantar Psikologi Pendidikan. Jakarta :Rineka Karya.
Mulyani Sumantri & Juhan Permana. 2000. Startegi Belajar Mengajar. Bandung: CV Maulana.
Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Muhibbin Syah, 1995. Psikologi Pendidikan . Bandung : Grafindo Persada
Nurhadi 2004. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosda Karya
Nurhayati, Nunung. 2006. Ringkasan dan Bank Soal SAINS. Bandung:Yrama Widya
Purwanto . 2004. Psikologi Pendidikan . Bandung : Remaja Rosda Karya.
Sarjan, dkk. 2004. Sains 5. Klaten: CV. Sahabat.
Soejadi 2000. Belajar dan Pembelajaran . Jakarta : Rineka Karya.
Sudjana, Nana, dkk. 2007. Media Pengajaran. Bandung : Sinar Baru Algesindo.
Sujana 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung Remaja Rusda Karya.
Susilo, 2002.Penelitian Tindakan Kelas Yokyakarta: Pustaka book publisher
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Startegi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta, 1997
Syaiful Sagala. 2008. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta
Trianto 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif – Progresif . Jakarta : Kencana Pernada Media Group.