asmatikus
TRANSCRIPT
-
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1. Konsep Pengetahuan
1.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan merupakan hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala
sesuatu perbuatan manusia untuk memahami suatu objek tertentu. Pengetahuan
dapat terwujud barang-barang fisik, pemahamannya dilakukan dengan cara
persepsi baik lewat indera maupun lewat akal, dapat pula objek yang dipahami
oleh manusia berbentuk ideal (Arman, 2006).
Menurut Suparlan (2005) pengetahuan adalah proses mengetahui dan
menghasilkan sesuatu. Pengetahuan merupakan hasil dari usaha manusia untuk
tahu, dengan kata lain pengetahuan adalah hasil ungkapan apa yang diketahui atau
hasil dari pekerjaan.
1.2 Tingkat Pengetahuan Dalam Domain Kognitif
Menurut Bloom (1956), yang dikutip dari Notoatmodjo (2003) bahwa
pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
-
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (reall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah.
2. Memahami
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar
3. Aplikasi
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi ini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi
dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Universitas Sumatera Utara
-
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria
yang telah ada.
2 Konsep Keluarga
2.1 Defenisi Keluarga
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena hubungan
darah, perkawinan atau adopsi yang hidup dalam satu rumah tangga, saling
berinteraksi satu sama lain dalam perannya masing-masing untuk menciptakan
dan mempertahankan suatu budaya (Baylon & Maglaya, 1978, dikutip dari
Rasmun, 2001).
Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat mempunyai arti yang
strategis dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Sistem
keluarga merupakan sistem terbuka atau sistem sosial yang hidup, terdiri dari
beberapa sub-sub/komponen/sistem yaitu pasangan suami isteri, orang tua, anak,
kakak, adik (sibling), kakek-nenek-cucu dan sebagainya (Effendy, 1998).
Semua sistem ini saling berinteraksi, saling ketergantungan dan saling
menentukan satu sama lain serta membentuk norma-norma atau ketentuan-
ketentuan yang harus ditaati oleh seluruh anggota keluarga tersebut. Lingkungan
Universitas Sumatera Utara
-
eksternal seperti sistem pendidikan, sistem hukum, sistem politik, sistem
komunikasi, sistem kesehatan, sistem agama, sistem sosial dapat mempengaruhi
sistem didalam keluarga, norma-norma yang akan berkembang sesuai dengan
pengalaman masing-masing keluarga dalam menerima pengaruh lingkungan
tersebut (Wahini, 2005).
Sebagai bagian dari tugasnya untuk menjaga kesehatan anggota
keluarganya, keluarga perlu menyusun dan menjalankan aktivitas-aktivitas
pemeliharaan kesehatan berdasarkan atas apakah anggota keluarga yakin menjadi
sehat dan mencari informasi mengenai kesehatan yang benar yang dapat
bersumber dari petugas kesehatan langsung ataupun dari media massa
(Yankelovitch et al, 1979 dikutip dari Friedman, 1998).
2.2 Fungsi Keluarga
Menurut Effendy (1998), fungsi yang dapat dijalankan keluarga sebagai
berikut:
1. Fungsi biologis
a. Untuk meneruskan keturunan
b. Memelihara dan membesarkan anak
c. Memenuhi kebutuhan gizi keluarga
d. Memelihara dan merawat anggota keluarga
2. Fungsi psikologi
a. Memberikan kasih sayang dan rasa aman
b. Memberikan perhatian diantara anggota keluarga
Universitas Sumatera Utara
-
c. Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga
d. Memberikan identitas keluarga
3. Fungsi sosialisasi
a. Membina sosialisasi pada anak
b. Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat
perkembangan anak
c. Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga
4. Fungsi ekonomi
a. Mencari sumber-sumber penghasil untuk kebutuhan keluarga
b. Pengaturan penggunaan penghasil keluarga untuk memenuhi kebutuhan
keluarga
c. Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga dimasa yang
akan datang misalnya pendidikan anak-anaknya.
5. Fungsi pendidikan
a. Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan dan
membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya
b. Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam
memenuhi perannya sebagai orang dewasa
c. Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya
2.3 Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan.
Untuk dapat mencapai tujuan kesehatan keluarga, keluarga mempunyai
tugas dalam pemeliharaan kesehatan para anggotanya dan saling memelihara.
Universitas Sumatera Utara
-
Tugas kesehatan yang harus dilakukan oleh keluarga (Fredman, 1981
dikutip dari Effendy, 1998) yaitu:
1. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya. Keluarga
mengenal perkembangan fisik dari anggota keluarganya dan aktivitas yang
normal atau tidak mampu untuk dilakukan. Hal ini erat hubungannya
dengan pengenalan keluarga akan gejala-gejala penderita asma.
2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat. Segera
setelah keluarga mengetahui bahwa ada kondisi anggota keluarganya yang
tidak sesuai dengan normal maka sebaiknya keluarga memutuskan dengan
cepat tindakan yang harus dilakukan untuk kesembuhan anggota
keluarganya dengan segera membawanya ke petugas kesehatan.
3. Memberikan pertolongan kepada anggota keluarganya yang sakit dan yang
tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat fisik. Pada penderita
asma adakalanya tidak mampu untuk mandiri dalam memenuhi kebutuhan
aktivitas hidupnya.
4. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan
perkembangan fisik anggota keluarga. Keluarga membuat iklim yang
kondusif bagi penderita asma dilingkungan rumah yang bersih agar merasa
nyaman dan tentram.
5. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga-
lembaga kesehatan yang menunjukkan pemanfaatan dengan baik fasilitas-
fasilitas kesehatan yang ada. Untuk kesembuhan penderita asma, keluarga
Universitas Sumatera Utara
-
harus memilki banyak informasi mengenai kesehatan fisik anggota
keluarganya dari lembaga petugas kesehatan yang ada.
Ketidakmampuan keluarga dalam melaksanakan tugas kesehatan terdiri
atas:
1. Ketidaksanggupan mengenal masalah kesehatan keluarga karena:
a. Kurang pengetahuan / ketidaktahuan fakta akan penyakit asma
b. Rasa takut akibat masalah yang dihadapi sehingga membuat keluarga tidak
fokus dalam mengenal masalah penyakit asma yang dihadapi anggota
keluarganya.
2. Ketidaksanggupan keluarga mengambil keputusan dalam melakukan tindakan
yang tepat, disebabkan karena:
a. Tidak memahami mengenai sifat, berat dan luasnya masalah penyakit
asma yang dihadapi keluarga
b. Keluarga tidak sanggup memecahkan masalah karena kurang pengetahuan
dan kurangnya sumber daya keluarga baik itu dalam hal biaya, tenaga dan
waktu dalam penanganan anggota keluarganya yang menderita asma.
c. Tidak sanggup memilih tindakan diantara beberapa pilihan
d. Tidak tahu tentang fasilitas kesehatan yang ada.
e. Sikap negatif terhadap masalah kesehatan yang ada
f. Fasilitas kesehatan yang tidak terjangkau terutama bagi keluarga yang ada
dipedesaan.
Universitas Sumatera Utara
-
3. Ketidakmampuan merawat anggota keluarga yang sakit, disebabkan karena:
a. Tidak mengetahui keadaan penyakit, misalnya sifat, penyebabnya, gejala
dan perawatannya.
b. Kurang atau tidak ada fasilitas yang diperlukan untuk perawatan.
c. Tidak seimbang sumber-sumber yang ada dalam keluarga, misalnya
keuangan dan fasilitas untuk perawatan.
d. Konflik individu dalam keluarga, keluarga tidak peduli dan lebih
menyalahkan satu dengan lainnya mengenai keadaan anggota keluarganya.
4. Ketidakmampuan menggunakan sumber di masyarakat guna memelihara
kesehatan disebabkan karena:
a. Rasa asing dan sedikitnya dukungan dari masyarakat, adanya anggapan
dan pemahaman masyarakat yang negatif terhadap penyakit asma
membuat keluarga merasa menyerah.
b. Tidak tahu bahwa fasilitas kesehatan itu ada
c. Kurang percaya terhadap petugas dan lembaga kesehatan.
3 Asma
3.1 Pengertian Asma
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperesponsif jalan napas. Berbagai sel inflamasi berperan terutama sel mast,
eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel. Faktor lingkungan dan
Universitas Sumatera Utara
-
berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran
napas pada penderita asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik
pada asma intermiten maupun asma persisten. Inflamasi dapat ditemukan pada
berbagai bentuk asma seperti asma alergik, asma non-alergik, asma kerja dan
asma yang dicetuskan aspirin (Hariadi, 2006).
Perubahan cepat dari kerusakan berbagai organ tubuh yang disebabkan
oleh hipoksemia, hiperkapnia maupun perubahan pH, yang dapat digolongkan ke
dalam kegagalan pernapasan. Yang dimaksud dengan kegawatan asma adalah
asma yang dapat menimbulkan akibat fatal yang meliputi:
1. Asma dengan intensitas serangan yang tinggi, sehingga kematian dapat
berlangsung dalam beberapa menit.
2. Status asmatikus, yakni asma yang tidak dapat diatasi dengan obat-obat yang
konvensional.
3. Total obtruksi asmatikus, yakni asma yang dapat menimbulkan kematian
karena terdapatnya mucus plug yang dapat menimbulkan obstruksi total pada
paru.
4. Complicated asthmatic, yakni asma yang dapat menimbulkan komplikasi pada
bagian respirasi sehingga menimbulkan perubahan asam basa.
5. Repetitive asthmatic, yakni asma dengan intensitas frekuensi serangan yang
bertubi-tubi dan tinggi. Pada umumnya penderita tidak mendapat pengobatan
yang adekuat.
Universitas Sumatera Utara
-
3.2 Penyebab Asma
Resiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor penjamu
(host factor) dan faktor lingkungan. Faktor penjamu termasuk predisposisi genetik
yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergik
(atopi), hipereaktiviti bronkus, jenis kelamin dan ras. Predisposisi genetik untuk
berkembangnya asma memberikan bakat atau kecendrungan untuk terjadinya
asma. Beberapa kromosom yang berpotensi menimbulkan asma, antara lain:
kromosom 6p, respons IgE terhadap alergen spesifik, kromosom 11 dan 12 yang
mengkode mast cell growth factor, insulin-like growth factor dan nictric oxide
synthase (Mahdi, 1999).
Alergen dan sensitisasi bahan lingkungan kerja dipertimbangkan adalah
penyebab utama asma, dengan pengertian faktor lingkungan tersebut pada
awalnya mensensitisasi jalan napas dan mempertahankan kondisi asma tetap aktif
dengan mencetuskan serangan asma. Faktor lingkungan mempengaruhi individu
dengan kecendrungan atau predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma,
menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan/atau menyebabkan gejala-gejala asma
menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu alergen, sensitisasi lingkungan
kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet, status ekonomi
dan besarnya keluarga (Hariadi, 2006)
Menurut Mahdi (2006), interaksi faktor genetik atau pejamu dengan
lingkungan kemungkinan, yaitu:
1. Pajanan lingkungan hanya meningkatkan resiko asma pada individu dengan
genetik asma
Universitas Sumatera Utara
-
2. Baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan resiko
penyakit asma
3.3 Patofisiologi
Kelainan utama dari asma diduga disebabkan karena adanya
hipersensitifitas dari cabang-cabang bronkus. Yang sering terserang adalah
bronkus yang berukuran 3-5 mm dengan distribusi yang luas. Pada individu-
individu yang rentan, lapisan dari cabang-cabang bronkhial tersebut akan menjadi
lebih sensitif terhadap rangsangan yang diberikan. Kerentanan dari seorang
individu kemungkinan diturunkan secara genetik. Hal ini disebabkan karena
adanya perubahan terhadap atau rangsangan yang berlebih-lebihan. Walaupun
asma pada prinsipnya merupakan kelainan pada bagian jalan udara, akan tetapi
dapat pula menyebabkan terjadinya gangguan pada bagian fungsionil paru (Rab,
1992).
Baik orang normal maupun penderita asma, bernapas dengan udara yang
berkualitas dan komposisinya sama. Udara umumnya mengandung 3 juta
partikel/mm3. Partikel-partikel itu terdiri dari debu, tungau, bulu-bulu bintang,
bakteri, jamur, virus dan lain-lainnya. Oleh karena adanya ekspos dari partikel-
partikel ini secara terus-menerus, maka timbul mekanisme pertahanan dari tubuh,
untuk melindungi diri dari partikel-partikel asing. Partikel yang berukuran lebih
dari 10 um, diendapkan dimukosa hidung dan pharyng bagian atas. Partikel yang
berukuran 0,3 sampai dengan 2 um sampai di alveolus dapat menetap di mukosa
dan di fagositosis oleh sel-sel limfosit. Partikel yang berukuran 2 um sampai
Universitas Sumatera Utara
-
dengan 10 um, akan diendapkan di berbagai tempat di bronki dan bronkhiolus
terminalis (Weiss, 1975, dikutip dari Mahdi, 1999).
Hidung dan nasopharyng mempunyai fungsi untuk memproteksi saluran
nafas trakea-bronkial dan alveoli dengan cara mekanis, menyaring partikel-
partikel besar dan menyesuaikan suhu dan humiditas dari udara yang masuk
selama respirasi, karena banyak mengandung pembuluh darah. Mulut dan pharyng
juga dapat berfungsi sebagai air condition. Partikel-partikel asing yang masuk
bersama udara inspirasi ke dalam trakea dan bronkus, terperangkap dalam lapisan
di atas mukosa yang lengket sekali seperti gel (sol) (Bookman, 1984 dikutip dari
Mahdi, 1999).
Rambut getar dari sel epitel saluran napas bergetar hingga partikel tersebut
terdorong keluar sampai ke daerah subglotis, yang seterusnya dikeluarkan dengan
batuk. Banyak faktor yang mempengaruhi produksi dan ciri dari mukus tersebut,
karena aktivitas dan kelenjar mukus dirangsang oleh aksi saraf kolinergik dan juga
mediator farmakologik seperti histamin. Ini dapat disebabkan oleh stimilasin
vagus, zat-zat kimia, maupun iritasi mekanis (Knapp, 1976 dikutip dari Mahdi,
1999).
Mekanisme pertahanan lainnya terletak di dalam alveoli. Sel-sel alveoli
ditutup oleh selaput tipis, yang berbentuk seperti film dan bergerak kearah
bronkiolus, selaput ini membantu membersihkan alveoli, terhadap partikel-
partikel yang masuk. Adakalanya partikel tersebut tinggal di dalam alveoli dan
menembus dinding alveoli sampai jaringan interstitial, disini terjadi fagositosis
oleh histiosit. Bila partikel tersebut tidak dapat difagositer, maka akan timbul
Universitas Sumatera Utara
-
reaksi radang, fibrosis paru, atau reaksi alergi seperti alveolotis alergika (Weiss,
1975, dikutip dari Mahdi, 1999).
3.4 Patogenesis
Terdapat bermacam-macam mekanisme yang berhubungan dengan
terjadinya asma, yaitu:
3.4.1 Aksi dari Otot Polos Bronkhial
Pada keadaan normal, secara fisiologik tegangan otot polos bronkhial
diatur keseimbangannya oleh pengaruh vagus (kolinergik) yang menyebabkan
kontraksi dari otot polos dengan akibat penyempitan saluran napas dan stimulasi
dari saraf simpatik (B adrenergik) memberi hasil yang berlawanan (Mahdi, 1999).
Otot polos bronkhial memegang peranan utama dalam penyempitan
saluran udara bila terdapat partikel asing yang masuk ke dalam bronkus. Karena
adanya penyempitan saluran udara ini, maka volume udara yang masuk secara
inspirasi dan ekspirasi jumlahnya akan menurun pada tiap siklus pernapasan.
Sedangkan luas permukaan mukosa tidak berubah, hingga perbandingan antara
luas permukaan mukosa terhadap volume udara yang masuk secara inspirasi
meningkat. Hal ini menimbulkan refleks, yaitu kontriksi dari bronkus yang
merupakan refleks otonom yang mempunyai mekanisme untuk melindungi
alveolus dari stimulus yang berbahaya (Mahdi, 1999).
Pada seorang penderita asma, kontriksi bronkus terjadi secara berlebihan
hingga mengakibatkan gangguan fungsi pernapasan. Pada saluran nafas besar,
Universitas Sumatera Utara
-
cincin tulang rawan berfungsi untuk mengurangi kontriksi otot polos. Pada saluran
napas kecil, tulang rawan tersebut diganti oleh jaringan membran dan otot polos
berbentuk spiral (Rab, 1992).
Kontraksi dari otot polos menyebabkan penyempitan saluran napas.
Penyempitan bronkus dapat terjadi secara reflektoris karena latihan jasmani yang
berat, batuk yang paroksismal atau bernapas dalam udara dingin. Perubahan-
perubahan diameter dari saluran udara dapat terganggu oleh karena faktor
regional, misalnya perubahan kosentrasi zat asam dan karbon dioksida. Keaktifan
susunan saraf pusat karena stimulus pada pusat lebih tinggi dapat mempengaruhi
tonus otot bronkus dan dapat menyebabkan kontriksi bronkus.
3.4.2 Mekanisme Immunologik
Meskipun secara potensial banyak stimulus yang dapat menimbulkan
reaksi asam, tetapi stimulus antigenik yang lebih menonjol, karena stimulus
tersebut merangsang timbulnya respon imunologik. Paru mempunyai 2 macam
bentuk pertahanan tubuh, yaitu:
1. Imunitas alamiah atau nonspesifik: sistem mukosilier, refleks batuk,
bersin.
2. Imunitas yang spesifik, melalui mekanisme respon imun dari individu
untuk menghadapi zat atau bahan yang merusak (Rab, 1992)
Universitas Sumatera Utara
-
3.4.3 Kombinasi dari Aksi Otot Polos Bronkhial dan Mekanisme
Immunologik
Asma merupakan kombinasi dari mekanisme imunologik dan aksi otot
polos bronkial. Episode serangan akut asma biasanya didahului dengan infeksi
virus atau bakteri dari traktus respiratorik yang dapat menyebabkan kontraksi otot
polos bronkus, yang kemudian dilanjutkan dengan terangsangnya mekanisme
imunologik sehingga terlepasnya vaso aktif yang akan menimbulkan serangan
asma ( Rab, 1992).
3.5 Manifestasi Klinik
Masalah utama dari asma adalah kepekaan selaput lendir bronkhial dan
hiper-reaktif otot bronkial. Rangkaian pengaruh dari edema selaput lendir
bronkhial, peningkatan produksi mukus (dahak) dan spasme otot polos, maka
akan menimbulkan penyempitan jalan napas dan menyebabkan 4 gejala asma
yang utama, yaitu: batuk, mengi, pernapasan pendek dan rasa sesak di dada
(Somantri, 2008)
Pada orang dewasa, gejala-gejala ini mungkin didahului dan disertai
dengan rasa sesak di dada dan batuk kering (tidak produktif) karena sekret kental
dan lumen jalan napas sempit. Kadang-kadang dapat menghasilkan sputum yang
berwarna jernih, hijau, atau kuning dan terdapat riwayat mengi yang berulang,
juga sering kali pada malam hari. Adanya pernapasan cuping hidung, penggunaan
otot-otot asesori pernapasan dan tidak toleran terhadap aktivitas. Pada anak hanya
memperlihatkan gejala lesu yang ringan. Batuk yang persisten atau paroksismal,
Universitas Sumatera Utara
-
terutama pada malam hari yang berlangsung selama lebih dari 10-14 hari (Susi,
2002).
3.6 Epidemiologi
Asma termasuk penyakit sepuluh terbesar penyebab kesakitan dan
kematian di Indonesia. Dari survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1986
menunjukkan asma munduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan
(morbiditi). Pada tahun 1992, asma sebagai penyebab kematian (mortaliti) ke-4 di
seluruh Indonesia atau sebesar 5,6%. Bagian anak FKUI/RSCM melakukan studi
prevalensi asma pada anak usia SLTP di Jakarta pusat pada tahun 1995-1996
dengan menggunakan kuesioner modifikasi dari ATS 1978, serta melakukan uji
provokasi bronkus secara acak. Seluruhnya 1.296 siswa dengan usia 11 tahun 5
bulan 18 tahun 4 bulan, didapatkan 14,7% dengan riwayat asma (Woolcock &
Konthen, 1990 dikutip dari PDPI, 2006).
Studi prevalensi asma pada siswa SLTP se Jakarta Timur, sebanyak 2.234
anak usia 13-14 tahun melalui kuisioner ISAAC (International Study of Asthma
and Allergies in Chilhood) dan pemeriksaan spirometri dan uji provokasi bronkus
pada sebagian subjek yang dipilih secara acak. Maka didapat prevalensi asma
8,9% dan prevalensi kumulatif (riwayat asma) 11,5%. UPF paru RSUD dr.
Sutomo (PDPI, 2006).
Di Surabaya melakukan penelitian dilingkungan 37 puskesmas di Jawa
Timur dengan menggunakan kuesioner modifikasi ATS, pemeriksaan arus puncak
ekspirasi (APE) dan uji bronkodilator. Seluruhya 6.662 responden usia 13-70
Universitas Sumatera Utara
-
tahun (rata-rata 35,6 tahun) mendapatkan prevalensi asma sebesar 7,7% dengan
rincian laki-laki 9,2% dan perempuan 6,6% (Yunus, 2001 dikutip dari PDPI,
2006).
3.7 Pemeriksaan Diagnostik
Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah
dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiliti
kelainaan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik (PDPI, 2006).
3.7.1 Pemeriksaan Jasmani
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani dapat
normal. Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah
mengi pada auskultasi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal
walaupun pada pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan
nafas. Pada keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas, edema dan
hipersekresi dapat menyumbat saluran napas, maka sebagai kompensasi penderita
bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran
napas (PDPI, 2006).
Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa.
Walaupun demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang
sangat berat, tetapi biasanya disertai gejala lain, misalnya: sianosis, gelisah, sukar
bicara, dan takikardi (Dewi, 2008).
Universitas Sumatera Utara
-
3.7.2 Pengukuran Faal Paru
Umumnya penderita asma sulit menilai berat gejala dan persepsi mengenai
asma. Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai:
1. Obstruksi jalan napas
2. Reversibiliti kelainan faal paru
3. Variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperesponsif jalan
napas.
Banyak parameter dan metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah
diterima secara luas (standar ) dan mungkin dilakukan adalah:
a. Spirometri
Pengukuran Volume Ekspirasi pada detik pertama (VEP1) dan Kapasiti
Vital Paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur
yang standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada kemampuan penderita
sehingga dibutuhkan instruksi operator yang jelas dan kooperasi penderita. Untuk
mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang
Ireproducible dan acceptable.
Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma, adalah:
1. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1 /KVP < 75% atau
VEP1 < 80% nilai prediksi
2. Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 > 15% spontan, atau setelah inhalasi
bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator
oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2
minggu. Reversibiliti ini dapat membantu diagnosis asma.
Universitas Sumatera Utara
-
3. Menilai derajat asma (PDPI, 2006).
b. Arus Puncak Ekspirasi (APE)
APE dengan ekspirasi paksa membutuhkan kooperasi penderita atau
instruksi yang jelas. Manfaat APE dalam diagnosis asma, adalah:
1. Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE > 155 setelah inhalasi
bronkodilator atau bronkodilator oral 10-14 hari, atau respons terapi
kortikosteroid (inhalasi/oral, 2 minggu)
2. Variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan variabiliti
APE harian selama 1-2 minggu. Variabiliti juga dapat digunakan menilai
derajat berat penyakit
3.7.3 Peran Pemeriksaan Lain Untuk Diagnosis
a. Uji Provokasi Bronkus
Pada penderita dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya
dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus mempunyai
sensitiviti yang tinggi, tetapi spesifisiti rendah, artinya hasil negatif dapat
menyingkirkan diagnosis asma persisten, tetapi hasil positif tidak selalu berarti
bahwa penderita itu asma (Dewi, 2008).
b. Pengukuran Status Alergi
Komponen alergi pada asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji
kulit atau pengukuran IgE spesifik serum. Uji tersebut mempunyai nilai kecil
untuk mendiagnosis asma, tetapi membantu mengidentifikasi faktor resiko atau
pencetus sehingga dapat dilaksanakan kontrol lingkungan dalam penatalaksanaan.
Universitas Sumatera Utara
-
Uji kulit adalah cara utama untuk mendiagnosis status alergi atau atopi,
umumnya dilakukan dengan prick test. Pada uji ini juga dapat menghasilkan
positif maupun negatif palsu. Sehingga konfirmasi terhadap pajanan alergen yang
relevan dan hubungannya dengan gejala harus selalu dilakukan. Pengukuran IgE
spesifik dilakukan pada keadaan uji kulit tidak dapat dilakukan (antara lain:
dermatophagoism, dermatitis atau kelainan kulit pada lengan tempat uji kulit, dan
lain-lain). Pemeriksaan kadar IgE total tidak mempunyai nilai dalam diagnosis
alergi atau atopi (Dewi, 2008).
3.8 Komplikasi
Menurut Dewi (2008), bahwa komplikasi yang ditimbulkan dari asma
yang terus berkelanjutan, adalah:
a. Status asmatikus
b. Bronkhitis kronik
c. Atelektasis
d. Pneumothoraks
3.9 Penatalaksanaan
Dalam lingkungan kedaruratan, penderita asma mula-mula diobati dengan
agonis beta (mis: terbutalin, salbutamol, aminophilin) dan kortikosteroid
(mis:prednisolon, metilprednisolon, deksametason). Penderita juga membutuhkan
oksigen supplemental dan cairan intravena untuk hidrasi (Patu, 2009).
Universitas Sumatera Utara
-
Terapi oksigen dilakukan untuk mengatasi dispnea, sianosis dan
hipoksemia. Oksigen aliran rendah yang dilembabkan baik dengan masker atau
kateter hidung diberikan. Aliran oksigen yang diberikan didasarkan pada nilai gas
darah. PaO2 dipertahankan antara 65 mmHg dan 85 mmHg. Pemberian sedative
merupakan kontraindikasi. Jika tidak terdapat respon terhadap pengobatan
berulang, dibutuhkan perawatan di rumah sakit (Ikarowina, 2008).
Fungsi paru yang rendah mengakibatkan dan menyimpangkan gas dalam
darah, hal itu mungkin menandakan bahwa pasien menjadi lelah dan akan
membutuhkan ventilasi mekanis adalah kriteria lain yang menandakan kebutuhan
akan perawatan di rumah sakit (PPIDAI, 2004).
Adapun tujuan penatalaksanaan asma adalah:
1. Agar penderita dapat memiliki kehidupan yang normal, terutama agar dapat
berpartisipasi dalam hampir semua aktivitas yang diinginkannnya.
2. Agar penderita terbebas dari serangan asma di waktu malam.
3. Agar penderita tidak perlu menggunakan obat-obatan yang mengurangi asma
setiap hari, kecuali pada saat setelah berolahraga yang berat.
4. Agar penderita memiliki fungsi paru-paru yang normal atau optimal.
(Hasting, 2005).
Universitas Sumatera Utara
-
4 Perawatan Keluarga Terhadap Anggota Keluarga yang Menderita Asma
di Rumah
Kemampuan keluarga untuk dapat mendeteksi dini perburukan dari
anggota keluarga yang menderita asma adalah penting dalam keberhasilan
penanganan serangan akut. Bila keluarga dapat membantu dan merawat anggota
keluarga yang mengalami serangan asma di rumah, maka keluarga tidak hanya
mencegah keterlambatan pengobatan tetapi juga meningkatkan kemampuan untuk
mengontrol asma (Sinclair, 1995).
Asma bukan merupakan penyakit yang harus dititik beratkan untuk
mendapatkan perawatan di rumah sakit, tetapi dapat juga mendapatkan perawatan
di rumah oleh keluarga. Ada beberapa pertimbangan mengapa hal ini dilakukan,
antara lain:
a. Asma merupakan penyakit yang berulang, maka dengan adanya perawatan
awal dari keluarga dapat mencegah serangan akut.
b. Perawatan di rumah jauh lebih murah dari perawatan di rumah sakit.
c. Perawatan di rumah merupakan perawatan gabungan antara perawatan
keluarga yang penuh kasih sayang dan perawatan rumah sakit dengan
mengirimkan petunjuk-petunjuk baik untuk pasien maupun untuk
keluarganya. Dengan demikian dapatlah dijalin suatu kerjasama antara
pihak rumah sakit dengan pihak keluarga di rumah.
d. Apa yang dibutuhkan oleh pasien hanya bersifat pertolongan sementara
dari keluarga. Suatu waktu pasien memang memerlukan perawatan di
rumah sakit dan keluarga dapat membawanya kerumah sakit.
Universitas Sumatera Utara
-
e. Perasaan terisolasi dari keluarga dengan segala kekosongan di rumah sakit
dapat dihindarkan. Sebaliknya suasana ditengah-tengah keluarga
merupakan bagian dari suasana alamiah yang dapat memberikan pula daya
penolong yang tidak kecil artinya.
f. Mengingat ciri-ciri asma pada segala usia yang:
a. Merupakan penyakit menetap dan tidak dapat disembuhkan secara
mutlak
b. Pada umumnya sering disertai dengan komplikasi penyakit lainnya,
misalnya penyakit lambung dan penyakit jantung (Patu, 2009).
4.1 Menjauhi Sumber Alergen
Apabila telah diketahui bahwa benda-benda tertentu mempresipitasi
serangan, perawatan di rumah yang utama adalah membantu penderita asma untuk
menghindari benda-benda tersebut. Apabila penderita alergi terhadap debu, kamar
tidur harus dibersihkan dari debu dengan penyedot debu atau dibersihkan secara
teratur. Tungau debu di rumah dapat dikurangi dengan melapisi karpet dengan
kantong plastik dan ganti linen tempat tidur dengan sering (Oliver, 1992).
Apabila bulu binatang merupakan masalah, kain ditempat tidur dan bantal
yang terbuat dari bulu atau rambut, harus diganti dengan bahan-bahan sintetis,
seperti dengan karpet busa. Apabila penderita sensitif terhadap serbuk bunga,
penderita asma harus tetap berada di rumah selama mungkin, jika jumlah serbuk
bunga cukup banyak dan penderita harus menghindari bunga serta tanaman
tersebut (Dawson, 1984)
Universitas Sumatera Utara
-
Apabila penderita sangat alergi terhadap bulu kucing atau anjing, mungkin
dapat mencari binatang peliharaan yang lain. Selain hal-hal tersebut, maka
penderita juga harus menghindari, yaitu:
1. Benar-benar melarang penderita merokok atau menghindari asap rokok
2. Pastikan semua obat-obatan dikonsumsi sesuai resep
3. Dukung untuk menerapkan teknik pernapasan yang benar, pernapasan
diafragma
4.2 Berolahraga Untuk Ketahanan Tubuh
Meningkatkan kebugaran tubuh penderita asma, maka keluarga dapat
mengajari penderita dengan berolahraga. Olahraga menghasilkan kebugaran fisis
secara umum, menambah rasa percaya diri dan meningkatkan ketahanan tubuh.
Walaupun belum didapat standard dan cara penilaian bentuk olahraga yang
dilakukan, akan tetapi banyak para ahli berpendapat bahwa olahraga bukan hanya
mempertahankan fungsi paru-paru tetapi juga meninggikan kemampuan paru-
paru. Banyak cara olahraga yang dapat mencegah asma, salah satu cara yang
terkenal diantaranya; dengan senam aerobik. Bila dikhawatirkan terjadi serangan
asma akibat olahraga, maka dianjurkan menggunakan beta2-agonis sebelum
melakukan olahraga (Hasting, 2005).
Senam Asma Indonesia (SAI) adalah salah satu bentuk olahraga yang
dianjurkan karena dapat melatih dan menguatkan otot-otot pernapasan khususnya,
selain manfaat lain pada olahraga umumnya. Senam Asma Indonesia dikenal oleh
Yayasan asma di seluruh Indonesia. Manfaat senam asma telah diteliti baik
Universitas Sumatera Utara
-
manfaat subjektif (kuesioner) maupun objektif (faal paru), didapatkan manfaat
yang bermakna setelah melakukan senam asma secara teratur dalam waktu 3-6
bulan, terutama manfaat subjektif dan peningkatan O2 max (PDPI, 2006).
Gerak badan yang ditujukan pada otot-otot pernapasan, yaitu:
a. Gerak yang diarahkan pada posisi ke depan, ke belakang, ke samping
kanan dan kiri.
b. Gerakan yang ditujukan untuk mengembang dan mengempisnya paru-
paru. Dalam hal ini dilakukan juga penarikan dan pengeluaran napas yang
dilaksanakan secara teratur.
Adapun usaha diri sendiri untuk mengatasi sesak nafas saat serangan asma
juga dengan adanya arahan dari keluarga, antara lain:
a. Beristirahat dengan cukup, apabila perlu berbaringlah di tempat tidur
dengan posisi setengah duduk. Dengan melakukan posisi demikian maka
sekat rongga dada akan turun ke bawah dan tekanan dari alat-alat di
rongga perut dapat dikurangi. Untuk mengatasi gerak, ada baiknya untuk
menyediakan di samping tempat ludah dan tempat buang air kecil
sehingga tidak perlu lagi ke kamar mandi.
b. Mengkonsumsi obat-obatan sesuai dengan petunjuk dokter dan usahakan
menerima tamu seminimal mungkin, apalagi berbicara dengan banyak
tamu pasti akan menambah sesak napas.
c. Usahakan untuk menghentikan kebiasaan merokok yang buruk dan
mengurangi makanan-makanan yang banyak mengandung gas, seperti ubi,
kacang merah, kol, sawi, lobak, durian dan nangka. Usahakan untuk
Universitas Sumatera Utara
-
konsumsi makanan dalam porsi kecil tapi sering untuk mencegah lambung
menekan rongga pernapasan.
d. Jangan menahan dahak yang dibatukkan karena dahak turut juga
mempersempit saluran pernapasan sehingga akan menyulitkan untuk
bernapas.
Pada prinsipnya olahraga ini bertujuan memperbaiki jalannya pernapasan
dan memperkuat otot-otot pernapasan sehingga fungsi pernapasan berjalan lebih
sempurna. Memperbaiki jalannya saluran pernapasan dapat juga melalui
pengeluaran dahak dari dalam paru-paru sehingga dengan demikian fungsi paru-
paru sebagai jalan udara menjadi lebih baik (Rab, 1992).
Aliran udara dalam paru-paru disebut dengan ventilasi. Untuk menjamin
baiknya ventilasi ini, maka diperlukan saluran pernapasan yang bersih. Oleh
karena pada prinsipnya dahak juga benda cair yang akan bergerak ke tempat yang
lebih rendah, maka untuk mengeluarkan dahak ini harus diingat hal-hal sebagai
berikut, yaitu: apabila paru-paru yang penuh dahak ini ditempatkan pada posisi
yang lebih tinggi, maka dahak akan mengalir keluar karena dorongan batuk. Oleh
karena itu, letak dahak ini sangat tergantung pada posisi yang dilakukan. Sebelum
melakukan gerakan-gerakan demikian haruslah diingat:
a. Tidak ada gerakan paksa. Apabila menjadi lebih sesak karena latihan
mengeluarkan dahak, maka sebaiknya latihan ini dihentikan.
b. Latihan mengeluarkan dahak pertama jauhi lebih lama dari yang
berikutnya. Oleh karena itu, usahakan latihan ini secara bertahap.
Universitas Sumatera Utara
-
c. Mengeluarkan dahak yang terbaik bila disertai dengan batuk. Akan tetapi,
batuk ini di dalam ilmu paru-paru mempunyai 2 bentuk, yaitu
a) Batuk yang bermanfaat: yakni bila sementara udara yang masuk ke
dalam paru-paru adalah sedikit
b) Batuk yang tidak bermanfaat: batuk yang dapat menambah sesak
nafas, yakni bila udara yang masuk lebih banyak dari udara yang
keluar. Dalam hal ini terjadi apa yang disebut perangkap udara (air
tappering) yang akan mengurangi fungsi pertukaran udara dalam paru-
paru dan menambah sesak napas. Biasanya perangkap udara ini terjadi
pada batuk yang lama dan panjang.
Adapun posisi yang harus dilaksanakan adalah:
a. Posisi nungging yang bertujuan untuk mengeluarkan dahak dari paru-paru
bagian bawah. Sebagai modifikasi dari posisi ini dapat dilakukan posisi
samping.
b. Posisi terlentang tungkai tinggi untuk mengeluarkan dahak dari paru-paru
bawah bagian depan.
c. Posisi terlentang tungkai tinggi menyamping untuk mengeluarkan dahak
pada paru-paru bawah bagian samping.
Apabila terdapat hal-hal sebagai berikut:
a. Keadaan gawat oleh karena jantung maupun kelainan paru-paru.
b. Nyeri
c. Pernapasan dangkal
d. Serangan jantung
Universitas Sumatera Utara
-
e. Pasien-pasien yang telah tua
f. Pasien-apsien yang gemuk
g. Sesudah operasi
Maka dari hal itu dapat dilakukan perubahan yaitu penderita asma dengan posisi
sebagai berikut:
a. Posisi miring ke kiri 90o untuk mengeluarkan dahak pada bagian kanan
bawah paru-paru.
b. Posisi miring ke kanan 90o untuk mengeluarkan dahak pada paru-paru kiri
bawah.
c. Posisi miring ke kiri 45o untuk mengeluarkan dahak pada bagian kanan
bawah dan kanan tengah paru-paru.
Latihan ini diberikan 2 sampai 4 kali sehari selama 10 sampai 15 menit. Akan
tetapi bila dahak terlalu banyak, maka latihan ini dapat sering dilakukan.
a. Kaki yang ditekukkan pada waktu batuk sambil duduk pada posisi yang
lebih tinggi.
b. Kaki yang ditekukkan pada waktu batuk sambil duduk pada posisi yang
lebih rendah dan batuk sambil berbaring.
Latihan Pernapasan (Breathing Exercise)
Menurut Hasting (2005), pernapasan yang baik sangat ditentukan oleh:
1. Bersihnya saluran pernapasan
2. Apabila seluruh paru-paru dapat bekerja pada pernapasan, disamping
kualitas paru-paru harus cukup baik.
Universitas Sumatera Utara
-
Pada umumnya kesulitan bernapas waktu mengeluarkan napas (expirasi)
yang justru pada saat inilah otot-otot pernapasan diperlukan aktif. Untuk
memperkuat otot-otot pernapasan, maka dikenal 2 latihan, yaitu:
1. Latihan pernapasan sekat rongga dada yang biasanya dilakukan dengan
berdiri oleh diri sendiri. Latihan ini dilakukan dengan meletakkan telapak
tangan pada perut bagian atas dan kemudian mengadakan akspirasi
panjang melalui mulut dengan menyempitkan rongga perut.
a. Tekanan yang diberikan harus cukup kuat akan tetapi jangan sampai
menimbulkan sakit.
b. Sebaiknya latihan ini dimulai dengan mengeluarkan nafas, baru diikuti
dengan pengisapan napas yang pendek.
c. Pengeluaran napas ini dilakukan 4 sampai 5 kali dan diselingi dengan
pengisapan napas pendek.
2. Latihan gerak badan.
a. Latihan gerak badan berdiri dengan dibantu oleh orang lain. Hal ini
dilakukan dengan meletakkan telapak tangan pada bagian depan dada
kemudian dilakukan penekanan selama fase ekspirasi.
a) Latihan napas dada bawah, di mana telapak tangan diletakkan di
bagian bawah dada dan tekanan diberikan ke arah luar pada waktu
inspirasi.
b) Latihan napas dada tengah, di mana telapak tangan diletakkan di
bagian tengah dada selama inspirasi.
Universitas Sumatera Utara
-
c) Latihan napas dada atas, di mana telapak tangan diletakkan di
bagian atas dada dan digerakkan dari atas pada waktu inspirasi.
b. Latihan gerak badan berbaring. Prinsipnya sama dengan latihan gerak
badan berdiri karena pada latihan ini diadakan ekspansi dada pada
waktu inspirasi dan penekanan rongga dada pada waktu ekspirasi.
a) Latihan napas dada bawah.
b) Latihan napas dada atas. Latihan menghisap napas, dimana ini
diberikan dalam posisi berdiri atau berbaring, kemudian ajarkan
penderita mengambil napas yang dalam sambil berdiri dan
kemudian mengeluarkan napas sambil membungkuk
c) Latihan sambil melangkah, dimana satu langkah ke depan
mengeluarkan napas. Dua langkah menarik napas.
d) Latihan gerak rongga dada, dengan memberikan gerakan yang
bebas pada rongga dada.
e) Pijat ( Massage), untuk melemaskan ketegangan otot-otot dengan
sentuhan-sentuhan yang halus.
c. Latihan posisi.
a) Mengubah posisi tubuh dari posisi yang satu ke posisi yang lain.
b) Mencari posisi yang lebih tepat sehingga batuk menjadi lebih baik.
c) Mengusahakan agar posisi tetap, sehingga penderita dapat
melakukannya dalam waktu lama.
Universitas Sumatera Utara
-
d. Latihan santai (Relaksasi)
a) Posisi penderita pada tempat duduk, berdiri atau berbaring, sesuai
dengan kemauan penderita.
b) Lamanya latihan santai ini juga sesuai dengan kemauan penderita.
c) Dalam latihan santai ini sering digunakan bantal sebagai pembantu
sehingga keadaan kelihatannya lebih enak dan santai.
e. Minum yang banyak dapat mengencerkan dahak yang kental dan
semakin mudah untuk mengeluarkannya. Itulah sebabnya penderita
dianjurkan untuk minum sebanyak mungkin agar jumlah tenaga yang
digunakan untuk mengeluarkan dahak dapat seminimal mungkin,
sehingga dapat melancarkan jalannnya pernapasan.
Terapi Pengobatan
Kemampuan keluarga untuk dapat mendeteksi dini akan perburukan dari
penyakit asma yang di derita oleh anggota keluarga yang menderita asma adalah
penting dalam keberhasilan penanganan serangan akut dan dapat mengobati saat
serangan asma di rumah. Keluarga tidak hanya mencegah keterlambatan
pengobatan, tetapi juga meningkatkan kemampuan untuk mengontrol asma (PDPI,
2006)
Idealnya keluarga dan penderita mencatat gejala, kebutuhan bronkodilator
setiap harinya dalam kartu harian (pelangi asma), sehingga paham mengenai
bagaimana dan kapan:
Universitas Sumatera Utara
-
1. Megenal perburukan asma
2. Menjadwalkan pemberian obat sesuai resep.
3. Menilai berat serangan
4. Mendapatkan bantuan medis atau dokter.
Rencana pengobatan asma jangka panjang sesuai kondisi penderita,
realistik atau memungkinkan bagi keluarga untuk mengontrol anggota keluarga
yang menderita asma. Adapun monitoring asma secara mandiri dengan
menggunakan pelangi asma, yaitu:
1. Hijau
a. Kondisi baik, asma terkontrol
b. Tidak ada atau minimal gejala
c. APE; 80 100 % nilai dugaan atau terbaik.
d. Pengobatan bergantung berat asma, prinsipnya pengobatan dilanjutkan.
Bila tetap berada pada warna hijau minimal 3 bulan, maka pertimbangkan
turunkan terapi.
2. Kuning
a. Berarti hati-hati, asma tidak terkontrol, dapat terjadi serangan akut atau
eksaserbasi.
b. Dengan gejala asma (asma malam, aktivitas terhambat, batuk, mengi, dada
terasa berat baik saat beraktivitas maupun istirahat) dan APE 60 80 %
prediksi atau nilai terbaik.
c. Membutuhkan peningkatan dosis medikasi atau perubahan medikasi.
Universitas Sumatera Utara
-
3. Merah
a. Berbahaya
b. Gejala asma terus menerus dan membatasi aktivas sehari-sehari.
c. APE
-
b. Posisikan penderita pada posisi yang nyaman. Posisi selama serangan
asma, yaitu dengan membuat posisi yang nyaman dengan posisi duduk,
bersandar sedikit ke depan, tubuh tertumpu pada meja atau sandaran
bangku
c. Tenangkan penderita, dengan bicara yang tenang dan mantap, serta
anjurkan penderita untuk menarik dan mengeluarkan napas, menggunakan
diafragma (pernapasan diafragma)
d. Apabila penderita memiliki sebuah inhaler yang digunakan selama
serangan, maka bantu inhaler tersebut secara efektif
Penggunaan beta-2 agonis kerja singkat merupakan pengobatan pilihan
untuk mengurangi eksaserbasi dari asma dan mungkin bernilai sebagai profilaksis
asma yang disebabkan oleh olahraga. Beta-2 agonis kerja singkat mungkin satu-
satunya pengobatan yang dibutuhkan untuk asma ringan (Suprajitno, 2004)
Cara pemberian dengan inhalasi yang menggunakan aerosol atau bubuk
kering, atau nebulizer, atau dengan tablet, sirup dan injeksi. Efek samping untuk
inhalasi dapat menimbulkan tremor, takikardi atau sakit kepala. Sedangkan
dengan oral, biasanya ringan dan sementara, diantaranya tremor, takikardia,
hipokalemia, kram dan sakit kepala. Adapun obat-obat yang tergolong dalam beta
agonis adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol (Stanhope, 2005).
Sebagai suatu alternatif bila seorang penderita asma sangat sensitif
terhadap beta agonis dapat menggunakan antikolinergik. Dapat mempunyai efek
tambahan bila diberikan secara nebulizer bersama-sama dengan suatu beta agonis
pada keadaan asma akut. Dapat dipergunakan pada bayi yang berusia sangat
Universitas Sumatera Utara
-
muda. Efek samping jarang terjadi, tetapi hindari pada penderita glaukoma
(Suprajitno, 2004)
Penggunaan teofilin formulasi kerja panjang adalah efektif untuk menekan
gejala yang timbul pada malam hari dan sering diberikan untuk asma pada masa
kanak-kanak. Dapat diberikan melalui oral, rektal atau parenteral. Efek samping
yang timbul mual, muntah, takikardia, aritmia, insomnia dan kejang-kejang.
Seperti halnya teofilin, aminophilin merupakan vasodilator yakni merilekskan otot
polos dalam pembuluh darah, dalam hal ini dapat menimbulkan sakit kepala dan
menurunnya tekanan darah, gemetaran, mual dan muntah (Susi, 2002)
Penggunaan kortikosteroid untuk anti-inflamasi yang kuat. Pemberian
dengan inhalasi untuk asma kronik, sedangkan dengan oral pada asma akut.
Pemberian dini dari kortikosteroid dapat mencegah terjadinya progresifitas dari
eksaserbasi dan menurunkan kebutuhan akan opname, serta menurunkan
morbiditas (kesakitan). Efek samping dari inhalasi, menimbulkan sariawan, suara
parau atau dalam (Ikarowina, 2008).
Anak yang mengalami serangan awal mengi tetapi tidak ada gawat
pernapasan yang masih dapat makan dan minum serta tidak terlihat sakit sering
dapat ditangani di rumah dengan terapi bronkodilator yaitu salbutamol oral selama
5 hari. Nilai kembali anak tersebut dalam waktu 2 hari. Pengobatan dengan
salbutamol oral mungkin dilanjutkan selama beberapa minggu di rumah
(Ikarowina, 2008)
Beberapa anak memerlukan terapi tambahan di rumah, seperti salbutamol
inhaler dengan dosis terukur. Anak yang mengalami pernapasan cepat sebaiknya
Universitas Sumatera Utara
-
diobati dengan kontrimoksasol, amoksisilin, ampisilin atau penisilin prokain
(Susi, 2002).
Pengobatan asma di masa hamil tidak menimbulkan masalah besar. Semua
obat-obat yang biasa digunakan untuk mengobati asma kecuali steroid. Dianggap
aman baik untuk ibu maupun bayi. Beta agonist seperti salbutamol, telah umum
digunakan dan tidak menimbulkan masalah terhadap kehamilan. Walaupun
demikian, untuk pemakaian obat-obat selama kehamilan harus sesuai resep dokter
dan terkontrol (Sinclair, 1995).
Pemakaian steroid perlu dipertimbangkan karena dapat menambah berat
badan dan melemahkan tulang-tulang (Osteoporosis), maka harus memperhatikan
diet, serta tambahan asupan vitamin D. Steroid juga mengganggu tubuh untuk
mengendalikan gula, berkembangnya diabetes melitus dan tekanan darah tinggi
(hipertensi) bisa memburuk (Ikarowina, 2008).
Universitas Sumatera Utara