asd (2)

9
APPENDIKSITIS AKUT ATAU VASKULITIS MESENTERIKA AKIBAT HENOCH-SCHONLEIN PURPURA: LAPORAN SATU KASUS Febrian Tan Jaya 1 , Suswardana 2 1 Dokter Muda Fakultas Kedokteran Trisakti di SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSAL dr. Mintohardjo 2 SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSAL dr. Mintohardjo Abstrak Gejala palpable purpura yang minimal dapat menyulitkan penegakkan diagnosis. Nyeri perut akibat vaskulitis mesenterika yang disebabkan Henoch-Schonlein purpura (HSP) dapat menyerupai gejala akut abdomen sehingga menyulitkan diagnosis. Hal ini berdampak pada intervensi bedah yang tidak perlu. Pasien yang mengalami intestinal HSP (intussusepsi, perforasi intestinal, nekrosis intestinal, perdarahan intestinal yang massif) memerlukan intervensi bedah. Berikut kami laporkan satu buah kasus missed diagnosis appendiksitis akut pada seorang anak laki-laki berusia 14 tahun akibat gejala nyeri abdomen yang disebabkan vaskulitis mesenterika karena HSP yang akhirnya dilakukan appendektomi. Key words: Akut abdomen, Diagnosis , Intervensi bedah, Vaskulitis mesenterika PENDAHULUAN HSP merupakan vakulitis sistemik pada pembuluh darah

Upload: michael-wong

Post on 18-Dec-2015

227 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

asd

TRANSCRIPT

APPENDIKSITIS AKUT ATAU VASKULITIS MESENTERIKA AKIBAT HENOCH-SCHONLEIN PURPURA: LAPORAN SATU KASUS

Febrian Tan Jaya1, Suswardana21Dokter Muda Fakultas Kedokteran Trisakti di SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSAL dr. Mintohardjo2SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSAL dr. Mintohardjo

5

AbstrakGejala palpable purpura yang minimal dapat menyulitkan penegakkan diagnosis. Nyeri perut akibat vaskulitis mesenterika yang disebabkan Henoch-Schonlein purpura (HSP) dapat menyerupai gejala akut abdomen sehingga menyulitkan diagnosis. Hal ini berdampak pada intervensi bedah yang tidak perlu. Pasien yang mengalami intestinal HSP (intussusepsi, perforasi intestinal, nekrosis intestinal, perdarahan intestinal yang massif) memerlukan intervensi bedah. Berikut kami laporkan satu buah kasus missed diagnosis appendiksitis akut pada seorang anak laki-laki berusia 14 tahun akibat gejala nyeri abdomen yang disebabkan vaskulitis mesenterika karena HSP yang akhirnya dilakukan appendektomi. Key words: Akut abdomen, Diagnosis , Intervensi bedah, Vaskulitis mesenterikaPENDAHULUANHSP merupakan vakulitis sistemik pada pembuluh darah kecil yang ditandai deposit kompleks imun yang terdiri dari IgA. HSP terutama terjadi pada anak-anak, rentang usia antara 2-11 tahun.1Meskipun etiologi dari HSP belum diketahui secara pasti, namun terdapat fakta yang mendukung imunopatologis sebagai penyebabnya.2 Ditemukan adanya peningkatan level IgA, terutama IgA RF, IgA ANCA, kompleks imun IgA, dan deposit IgA pada pemeriksaan biopsi kulit dan ginjal pada pasien HSP. Reaksi hipersensitivitas tipe 3 dianggap memiliki peran dalam patogensis HSP.3 Faktor genetik juga ikut berperan dalam patogenesis HSP.Diagnosis HSP ditegakkan melalui pemenuhan Kriteria diagnosis menurut European League Against Rheumatism (EULAR) dan Paediatric European Society (PReS) berdasarkan hasil konsensus kriteria diagnosis vaskulitis pada anak.1Sekitar 50-75% dari kasus kasus HSP disertai dengan gejala gastrointestinal akibat vaskulitis pada ileum dan colon ascendens. Gejala gastrointestinal yang timbul meliputi: mual, muntah, nyeri perut, diare berdarah, intusussepsi, dan pancreatitis.4 Diperlukan ketelitian dalam penegakkan diagnosis HSP yang disertai gejala gastrointestinal yang dominan agar dapat ditentukan waktu yang tepat untuk dilakukan intervensi bedah sesuai indikasi. 4Berikut kami laporkan satu buah kasus missed diagnosis appendiksitis akut pada seorang anak laki-laki berusia 14 tahun karena gejala nyeri abdomen akibat vaskulitis mesenterika pada HSP yang menyerupai gejala akut abdomen sehingga dilakukan appendektomi elektif atas indikasi appendiksitis akut.

LAPORAN KASUSSeorang anak laki-laki, 14 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan Penyakit Kelamin RSAL dr. Mintohardjo (RSMTH) bersama dengan ibunya mengeluh bercak-bercak kemerahan pada kedua kakinya yang bertambah banyak sehari setelah appendektomi di RSMTH. Awalnya pasien merasakan mual selama lima hari. Mual timbul mendadak, namun tidak muntah. Pasien tidak mengeluh demam dan nyeri perut. Pasien juga tidak memiliki riwayat dyspepsia atau gastritis. Saat itu telah ada sedikit bercak-bercak kemerahan di kaki. Lima hari kemudian pasien mengeluh nyeri perut selama enam hari. Nyeri timbul mendadak, hilang-timbul di daerah periumbilical. Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami nyeri perut berulang. Saat timbul nyeri pasien tidak dapat diam karena nyeri dirasakan sangat hebat. Nyeri tidak menjalar ke perut kanan bawah. Nyeri hilang dengan sendirinya dan tidak ada cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi nyeri. Tidak terdapat keluhan hematochezia, kembung, diare atau muntah. Pasien juga mengeluhkan pegal-pegal di badan sejak merasa mual. Pegal-pegal dirasakan di seluruh otot dan sendi. Sebelum merasa pegal-pegal, pasien tidak sedang beraktivitas berat. Buang air kecil normal, berwarna kuning jernih. Enam hari setelah timbul nyeri, dilakukan appendektomi terhadap pasien di RSMTH atas indikasi appendiksitis akut perforasi. Laporan operasi dari dokter spesialis bedah tertulis diagnosis postoperatif appendiksitis akut perforasi dan umbilical dipotong sepanjang 12 centimeter (cm). Sehari setelah operasi, bercak-bercak kemerahan di kedua kaki bertambah banyak. Bercak-bercak tersebut tidak terasa gatal atau nyeri. Bercakbercak kemerahan tersebar rata menutupi sebagian besar punggung kaki melewati lutut kedua kaki. Bercak-bercak kemerahan tidak hilang dengan penekanan. Sebelumnya pasien tidak mengalami demam, batuk atau pilek, kesulitan darah untuk membeku apabila terluka, dan tidak terbentur atau terjatuh. Tidak ada keluarga yang mengalami kelainan pembekuan darah.Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien lemah, tampak sakit sedang, tanda-tanda vital dalam batas normal, berat badan: 45kg, tinggi badan: 170cm, visual analog scale (VAS): 5 (nyeri sedang), tampak lesi kulit purpura berbatas tegas, diskret yang menutupi sebagian besar regio kruris bilateral tersebar dari pedis sampai articulatio genu.

Gambar 2. Palpable purpura

Gambar 3. Palpable purpuraPasien didiagnosis HSP. Pasien kemudian dirujuk ke spesialis anak untuk penatalaksanaan lebih lanjut. Ibu pasien dan pasien diedukasi mengenai penyakit yang diderita oleh pasien dan pengobatan selanjutnya oleh bagian anak.Pasien dirawat selama enam hari di RSMTH oleh dokter spesialis anak. Dilakukan pemeriksaan darah lengkap, urin lengkap, dan fungsi ginjal. Laju endap darah (LED): 15, hemoglobin (hb): 13.8, hematokrit (ht): 38, leukosit: 10.000, eritrosit: 4.44 juta, trombosit: 413.000, basofil / eosinosil / neutrofil batang / neutrofil segmen / limfosit / monosit: 0 / 1 / 0 / 82 / 11 / 6, ureum: 24, kreatinin: 0.6, urin lengkap dalam batas normal. Pasien diberikan ondansetron injeksi 12 mg perhari terbagi dalam 3 dosis, cefotaxime injeksi 2 gram perhari terbagi dalam 2 dosis, metil prednisolon oral 45 mg perhari terbagi dalam 3 dosis, tramadol injeksi 150 mg terbagi dalam 3 dosis. Semua obat injeksi diinjeksikan secara intravena (iv).Berangsur-angsur keluhan nyeri perut dan mual berkurang. Bercak-bercak kemerahan berkurang. HSP pasien mengalami perbaikan selama perawatan sehingga pasien diperbolehkan pulang setelah perawatan selama 6 hari.

DISKUSIHSP adalah penyakit sistemik yang disebabkan oleh vaskulitis kutaneus dan pembuluh darah kecil dengan etiologi yang tidak diketahui secara pasti. HSP memiliki ciri-ciri yaitu: lesi kulit purpura yang simetris, nontraumatik, nontrombositopenia, tidak nyeri, palpable, dan tersebar di area bokong dan kedua kaki, disertai arthritis, nephritis, atau gejala gastrointestinal.1 Dengan ditemukannya deposit IgA di kulit, sel mesangeal ginjal, submukosa saluran cerna, dan dinding-dinding pembuluh darah kecil, maka terjadinya HSP berhubungan dengan proses imunopatogenesis.Gambar 1. Skema Patogenesis HSP2HSP terutama terjadi pada anak-anak. Rata-rata angka kejadian pertahun adalah 15kasus/100.000/tahun dibandingkan dengan HSP pada dewasa yang memiliki rata-rata angka kejadian pertahun adalah 1.3kasus/ 100.000/tahun.1

Tabel 1. Kriteria diagnosis HSP1Kriteria utama*Kriteria tambahan*

Palpable purpuraNyeri perut

Arthritis/arthralgia

Keterlibatan renal (hematuria dan/atau proteinuria)

Biopsi: Predominan deposit IgA

* Diagnosis HSP: Kriteria utama + salah satu dari kriteria tambahan.Meskipun sekitar 50-80% pasien HSP disertai gejala gastrointestinal, seperti: nausea, muntah, diare, hematochezia, kolik abdomen, namun jarang memerlukan intervensi bedah.1,2 HSP dengan komplikasi intussusepsi, perforasi, perdarahan gastrointestinal massif, dan nekrosis dapat terjadi akibat vaskulitis leukositoklastik disertai infiltrasi sel perinuklear di dinding mukosa saluran cerna dan dinding pembuluh darah mesenterika. Komplikasi HSP disebabkan nekrosis dan pembentukan thrombus yang menyebabkan oedem mukosa dan perdarahan gastrointestinal.Berdasarkan penelitian Shih-Yann Chen dkk, disimpulkan bahwa pada HSP dapat terjadi komplikasi gastrointestinal yang memerlukan intervensi bedah, seperti: intussusepsi, perforasi, perdarahan masif, nekrosis saluran cerna, namun intervensi bedah pada HSP jarang diperlukan. 1 Memerlukan pencitraan ultrasonografi dan pemeriksaan endoskopi untuk memastikan perlu atau tidaknya intervensi bedah.1,5 Hal ini dikarenakan pada pasien HSP sering mendapat tindakan bedah yang tidak diperlukan. 1,2,5Untuk mengurangi gejala nyeri abdominal dapat diberikan kortikosteroid sistemik. Melalui sebuah analisis retrospektif dilaporkan bahwa pemberian 2mg/kg prednisolone menyebabkan resolusi dari nyeri perut. Dilaporkan bahwa prednisolone dosis tinggi (1 gram prednisolone dalam sehari selama tiga hari) yang diikuti pemberian predisolone 40mg per hari selama satu minggu pernah diberikan kepada seorang anak berusia 15 tahun yang mengalami HSP disertai perdarahan gastrointestinal setelah terlebih dahulu menyingkirkan kemungkinan perdarahan akibat penggunaan obat anti inflamasi non steroid (OAINS).1Menurut beberapa literatur dan laporan kasus, intervensi bedah pada komplikasi gastrointestinal akibat vaskulitis leukositolastik diperbolehkan. Tidak ditemukan adanya resiko anestesi, keharusan pemakaian teknik anestesi tertentu pada pasien HSP yang akan dioperasi, dan komplikasi postoperatif.6 Sering terjadi missed diagnosis yang berakhir pada intervensi bedah yang tidak diperlukan, sehingga jika bukan merupakan kegawatadaruratan, maka sebaiknya jangan terburu-buru dalam menegakkan diagnosis dan menyarankan intervensi bedah sebagai pilihan terapi. Pencitraan melalui USG, endoscopy, dan MRI dapat membantu penegakkan diagnosis. Kunci pada penegakkan diagnosis dan penentuan intervensi bedah pada HSP dengan gejala gastrointestinal adalah pemeriksaan secara komprehensif dan jangan terburu-buru. KEPUSTAKAAN1. Chen SY, Kong MS. Gastrointestinal Manifestations and Complications in Henoch-Schonlein Purupura. Chang Gung Med J.2004 Mar;27: 175-812. Tizard EJ, Hamilton MJ. Henoch-Schonlein Purpura. Arch. Dis. Child. Ed. Pract. 2008;93;1-83. Yang YH, Huang YH, Lin YL, Wang LC, Chuang YH, et al. Circulating IgA From Acute Stage of Childhood Henoch-Schnlein Purpura Can Enhance Endothelial Interleukin (IL)-8 Production Through MEK/ERK Signalling Pathway. Clin Exp Immunol. 2006; 144: 2472534. Park SH, Kim CJ, Seo JK, Park KW. Gastrointestinal Manifestations in Henoch-Schonlein Purpura. J Korean Med Sci.1990 June;5: 101104. 1990; 2(5): 101-1045. Kim CJ, Chung HY, Kim SY, Kim YO, Ryu SY, et al. Acute Appendicitis in Henoch-Schonlein Purpura: A Case Report. J Korean Med Sci 2005; 20: 899-9006. Sinha A, Sood J, Kumra VP. Henoch-Schonlein Purpura and Anaesthesia A Case Report. Indian J. Anaesth. 2005; 49: 47-48