arah kebijakan plksda bm

38
Modul 2 ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DAN TATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM Program Penanganan Lahan Kritis dan Sumber Daya Air Berbasis Masyarakat (PLKSDA-BM) DIREKTORAT JENDERAL BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Upload: joko-triyono

Post on 03-Jan-2016

72 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Arah Kebijakan Penanganan Lahan Kritis Dan Sumber Daya Air Berbasis Masyarakat (PLKSDA-BM)

TRANSCRIPT

Page 1: Arah Kebijakan Plksda Bm

Modul 2ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS

DAN TATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

Program Penanganan Lahan Kritis danSumber Daya Air Berbasis Masyarakat

(PLKSDA-BM)

DIREKTORAT JENDERAL

BINA PEMBANGUNAN DAERAH

KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Page 2: Arah Kebijakan Plksda Bm

2ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DANTATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................. 2Modul 2 Arah Kebijakan Penanganan Lahan kritis dan Tata Kelola

Program PLKSDA-BM ................................................................... 4

Bahan Bacaan (Pedoman Umum PLKSDA-BM) .......................................... 8

I. PENDAHULUAN ................................................................................... 8

1.1. Latar Belakang ................................................................................ 8

1.2. Dasar Hukum Alasan Penanganan ................................................. 9

1.3. Batasan Ruang Lingkup Lahan Kritis .............................................. 10

II. TUJUAN, SASARAN DAN WAKTU PELAKSANAAN .......................... 11

2.1. Tujuan ............................................................................................. 11

2.2. Sasaran ........................................................................................... 11

2.3. Waktu Pelaksanaan ........................................................................ 11

III. STRUKTUR ORGANISASI DAN PEMBAGIAN PERAN ....................... 12

3.1. Struktur Organisasi .......................................................................... 12

3.2. Pembagian Peran ............................................................................ 13

IV. PENDEKATAN PELAKSANAAN PROGRAM ...................................... 14

4.1. Pemberdayaan Masyarakat............................................................. 14

4.2. Pendampingan Masyarakat ............................................................. 15

4.3. Participatory Rural Appraisal (PRA) ................................................ 16

4.4. Dialogis............................................................................................ 16

V. TAHAP PELAKSANAAN PROGRAM ................................................... 18

5.1. Tahap Persiapan ............................................................................. 18

5.1.1. Sosialisasi Program ............................................................... 18

5.1.2. Inventarisasi Data Lokasi dan Kebutuhan Masyarakat .......... 18

5.1.3. Pemilihan Calon Lokasi dan calon Petani .............................. 19

5.1.4. Pembentukan dan Pemberdayaan Kelompok Tani ................ 20

5.1.5. Penyiapan Lahan ................................................................... 22

5.2. Tahap Pelasanaan ` ........................................................................ 23

5.2.1. Pendekatan Vegetatif ............................................................. 23

5.2.2. Pendekatan Sipil Teknis ......................................................... 25

Page 3: Arah Kebijakan Plksda Bm

3ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DANTATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI

5.2.3. Kegiatan Ekonomi Produktif ................................................... 26

5.3. Tenaga Pendamping ....................................................................... 27

5.4. Bantuan Teknis dan Sekretariat ...................................................... 27

5.5. Dukungan Operasional Pengelola Kegiatan .................................... 27

5.6. Proses Pengadaan .......................................................................... 28

5.7. Penyelesaian Sengketa ................................................................... 29

VI. PENDANAAN PROGRAM ..................................................................... 31

6.1. Sumber Dana .................................................................................. 31

6.2. Mekanisme Penganggaran Program ............................................... 31

6.3. Mekanisme Pencairan Dana ........................................................... 32

6.4. Asset ............................................................................................... 32

6.5. Pengawasan Auditor ....................................................................... 32

VII. KEBERLANJUTAN PROGRAM ............................................................ 33

7.1. Perkuatan Kapasitas Kelembagaan Pemerintah Daerah dan

Masyarakat ...................................................................................... 33

7.2. Pengembangan Program ................................................................ 33

7.3. Pendanaan Program ....................................................................... 34

7.4. Fasilitasi Pembinaan ....................................................................... 34

VIII. PENGENDALIAN, EVALUASI DAN PELAPORAN ............................. 36

8.1. Pengendalian .................................................................................. 37

8.2. Evaluasi ........................................................................................... 37

8.3. Pelaporan ........................................................................................ 37

Page 4: Arah Kebijakan Plksda Bm

4ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DANTATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI

Modul 2ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DAN

TATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

GambaranUmum

: Arah Kebijakan Nasional Sumber Daya Air dan LingkunganHidup Kementrian Dalam Negeri, yaitu Ikut berperan aktif dalammewujudkan Pengelolaan Sumber Daya Air dan LingkunganHidup yang harmonis, produktif dan berkelanjutan .

Untuk mendukung kebijakan tersebut, Direktorat Jenderal BinaPembangunan Daerah melaksanakan program PenangananLahan Kritis Sumber Daya Air Berbasis Masyarakat (PLKSDA-BM), dalam rangka untuk memperkuat capaian visi dan misiKementerian Dalam Negeri serta Perpres No. 5 tahun 2010tentang RPJMN 2010-2014.

Salah satu tujuan Program PLKSDA-BM) adalah membangunkomitmen Pemerintah Daerah menuju sinergi keberlanjutanpenanganan lahan kritis dalam tata pemerintahan yang baik danberpihak pada masyarakat miskin (pro-poor good governance).

Sinergi keberlanjutan tersebut diwujudkan dengan terbangunnyasistem dukungan, yang mencakup komponen dukungan di tingkatkebijakan, perencanaan, pembiayaan dan dukungan lintas pelakudalam keberlanjutan penanganan lahan kritis di daerah.

Tujuan : 1. Peserta memahami arah Kebijakan dan Strategi Nasional

penanganan lahan kritis dan Sumberdaya Air di Indonesia

2. Peserta memahamii program Penanganan Lahan Kritis dan

Sumberdaya Air Berbasis Masyarakat (PLKSDA-BM);

3. Peserta mengetahui Strategi dan pendekatan pelaksanaan

program PLKSDA;

4. Peserta memahami tahapan dan target penguatan kapasitas

kelembagaan masyarakat maupun Pemerintah Daerah dalam

pelaksanaan PLKSDA-BM;

5. Peserta mengetahui Struktur Organisasi Pelaksana PLKSDA-

BM mulai dari pusat sampai ditingkat desa;

6. Peserta mengetahui tugas dan tanggungjawab pelaku dalam

pelaksanaan program PLKSDA-BM;

Page 5: Arah Kebijakan Plksda Bm

5ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DANTATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI

Pokok

Bahasan

: 1. Arah Kebijakan penanganan lahan kritis dan Sumberdaya Air

2. Program Penanganan Lahan Kritis dan Sumberdaya Air

Berbasis Masyarakat (PLKSDA-BM);

3. Strategi dan pendekatan pelaksanaan program PLKSDA-BM;

4. Tahapan dan target penguatan kapasitas kelembagaan

masyarakat maupun Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan

PLKSDA-BM;

5. Struktur Organisasi Pelaksana PLKSDA-BM mulai dari pusat

sampai ditingkat desa;

6. Tugas dan tanggungjawab pelaku dalam pelaksanaan

program PLKSDA-BM;

Bahan &

Alat

: § Infocus

§ Flipchart

§ Marker pen/Spidol

§ Potongan kertas

§ Bahan Presentasi

§ Bahan bacaan Pedoman Umum PLKSDA-BM

Metode : Presentasi

Tanya jawab

Waktu : 90 menit (2 JPL).

Page 6: Arah Kebijakan Plksda Bm

6ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DANTATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI

Proses Fasilitasi:

No Langkah-langkah

1 Fasilitator atau narasumber menyampaian salam singkat kepada peserta

dan menjelaskan tentang substansi materi apa yang akan dibahas dalam

sessi ini;

2 Fasilitator atau narasumber menjelaskan tentang permasalahan lahan kritis

di Indonesia dan apa yang menjadi penyebab meningkat lahan kritis di

Indonesia;

3 Fasilitator atau narasumber menyampaikan tentang dampak yang

diakibatkan oleh lahan kritis, kerusakan lingkungan, terjadinya bencana

banjir, tanah longsor, kekeringan, dll.

4 Fasilitator atau narasumber menyampaiakn tentanmg upaya-upaya apa

saja yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi atau

menangani lahan kritis di Indonesia;

5 Fasilitator atau narasumber menjelaskan tentang tugas dan fungsi

Direkltorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah (Ditjen. Bina Bangda)

Kementrian Nalam Negeri, melakukan penguatan kapsitas dan komitmen

Pemerintah Daerah dalam upaya penanganan lahan kritis secara

berkelanjutan (Berbasis Peratutan Menteri Dalam Negeri No. 41 Tahun

2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Dalam Negeri); 2010

6 Fasilitator atau narasumber menyampaikan tentang pengertian, tujuan,

prinsip, strategi, tahapan pelaksanaan serta hasil-hasil yang diharapkan

dari Program Penanganan Lahan Kritis dan Sumber Daya Air Berbasis

Masyarakat (PLSDA-BM);

7 Fasilitator atau narasumber menjelaskan tentang Struktur Organisasi

pelaksana program PLKSDA-BM mulai dari Pusat, Propinsi,

Kabupaten/Kota sampai ketingkat desa;

Page 7: Arah Kebijakan Plksda Bm

7ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DANTATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI

No Langkah-langkah

8 Fasilitator atau narasumber menjelaskan tentang tugas pokok dan fungsi

masing-masing pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program PLKSDA-

BM, baik pemerintah maupun konsultan Bantuan Teknik (Bantek) Program

PLKSDA-BM;

9 Jelaskan prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat didalam pelaksanaan

program PLKSDA-BM;

10 Beri kesempatan kepada peserta untuk melakukan Tanya jawab;

11 Simpulkan materi sessi ini Bahwa program PLKSDA-BM merupakan

program pemerintah untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan

masyarakat di daerah dalam mengembangkan upaya penanganan lahan

kritis di wilayahnya secara mandiri dan berkelanjutan

12 Upaya penguatan kapasitas Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan

program PLKSDA-BM, bertujuan agar pemerintah daerah mereplikasi

PLKSDA-BM dilikasi/wilayah lain, serta untuk mendapat dukungan dari

pemerintah daerah melanjutkan kegiatan penanganan lahan kritis yang

berkelanjutan;

13 Program PLKSDA-BM ---- merupakan program berbasis masyarakat,

diharapkan --- Terwujudnya masyarakat yang berdaya dan mampu

bekerjasama dengan pemerintah maupun kelompok peduli lainnya dalam

upaya penanganan lahan kritis ditingkat desa .

Page 8: Arah Kebijakan Plksda Bm

8ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DANTATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI

Bahan Bacaan

PEDOMAN UMUM PLKSDA-BM

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangKeberadaan lahan dan sumber daya air merupakan aspek penting danstrategis dalam kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Akantetapi persoalan lahan kritis dan sumber daya air (SDA) di Indonesia

sampai saat sekarang terus terjadi seiring bertambahnya jumlahpenduduk dan terus berlangsungnya kegiatan pembangunan. Data dariPusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian (2005) menunjukkan bahwa luas areal lahankritis di Indonesia mencapai 52,5 juta hektar. Dengan rincian di pulauJawa dan Bali seluas 7,1 juta hektar, pulau Sumatra sekitar 4,8 juta

hektar, Kalimantan sekitar 7,4 juta hektar, Sulawesi sekitar 5,1 jutahektar, Maluku dan Nusa Tenggara sekitar 6,2 juta hektar, dan Papuasekitar 11,8 juta hektar. Persoalan lahan kritis akan berakibat pada

terjadinya erosi dan pendangkalan aliran sungai, tidak mampunya lahanuntuk menyimpan air, terjadinya banjir di daerah hilir sungai, lahanmenjadi tidak produktif, dan akibat selanjutnya mendegradasi

produktivitas kehidupan. Data kondisi lahan kritis tersebut memberikan gambaran bahwapersoalan lahan kritis masih terus terjadi. Upaya penangan lahan kritis

yang telah dilakukan selama ini telah membawa hasil, akan tetapitampaknya hasil yang diperoleh tidak sebanding dengan kecepatanberkembangnya kerusakan lahan kritis yang terjadi. Salah satu factor

penyebab dari proses terjadinya lahan kritis yaitu adanya tekananpenduduk untuk memanfaatkan lahan sebagai usaha budidayapertanian yang diusahakan dengan tidak memperhatikan prinsip

pengelola lahan kritis lahan dan sumber daya air. Untuk itu usaha yangperlu terus dilakukan yaitu mengembangkan kegiatan penanganan lahankritis dan sumber daya air yang berbasis pada kegiatan masyarakat

(community based development). Selain itu usaha penanganan lahan

Page 9: Arah Kebijakan Plksda Bm

9ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DANTATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI

kritis dan sumber daya air juga perlu dikaitkan dengan usaha untukmeningkatkan pendapatan masyarakat. Sehingga partisipasi masyarakat

dalam penanganan lahan kritis tersebut, selain untuk perbaikan kondisilingkungan lahan juga akan membawa dampak positif pada peningkatanekonomi masyarakat, baik yang terlibat langsung maupun masyarakat

yang ada di lokasi kegiatan.Untuk melaksanakan kegiatan penanganan lahan kritis dan sumber

daya air yang berbasis masyarakat, sangat diperlukan adanyakeserasian dukungan oleh pihak pemerintah, perintah daerah, dankalangan organisasi non-pemerintah, seperti Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM) dan Universitas setempat. Inisiatif perencanaankegiatan perlu diprakarsai oleh pemerintah daerah bersama masyarakatsetempat. Sehingga rencana kegiatan yang disusun akan berdasarkan

persoalan riil yang dihadapi masyarakat bersama dengan pemerintahdaerah setempat. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk pelayanan

pemerintah daerah terhadap masyarakat dalam menangani persoalanlahan kritis. Selain itu pemerintah pusat perlu memfasilitasi kegiatantersebut sesuai dengan tugas dan fungsi agar kegiatan tersebut dapat

dilaksanakan secara lebih efektif. Dengan adanya kerjasama yangsinergis tersebut diharapkan program penanganan lahan kritis dansumber daya air dapat dilaksanakan dengan lebih berdaya guna dan

dapat berkelanjutan.

1.2. Dasar Hukum Alasan PenangananProgram penanganan lahan kritis dan sumber daya air saat ini perlumendapatkan perhatian oleh berbagai pihak, khususnya pemerintah.

Sesuai UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah bahwa tugaspembangunan di berbagai bidang menjadi tanggungjawab pemerintahdaerah. Akan tetapi hal tersebut bukan berarti pemerintah pusat tidak

mempunyai tanggung jawab dalam pelaksanaan pembangunan. Dalamhal terjadi adanya keterbatasan kemampuan dari pemerintah daerah,maka pemerintah pusat wajib membantu pemerintah daerah dengan

prinsip tidak mengambil alih tanggungjawab pemerintah daerah. Olehkarena itu perhatian yang diberikan oleh Direktorat Jendral Bina

Page 10: Arah Kebijakan Plksda Bm

10ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DANTATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI

Pembangunan Daerah terhadap penanganan lahan kritis dan sumberdaya air sesuai dengan prinsip untuk memfasilitasi pemerintah daerah.

Selain itu menurut PP No. 38 Tahun 2007 tentang PembagianWewenang Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan PemerintahKabupaten/Kota telah mengatur bahwa Kementerian Dalam Negeri c.q.

Ditjen Bina Pembangunan Daerah mempunyai tugas dan wewenanguntuk melakukan pembinaan pelaksanaan pembangunan daerah

termasuk dalam bidang pengelolaan sumber daya air khususnya dalamhal fasilitasi, monitoring dan evaluasi program-program yang lintassektor. Dengan memperhatikan pentingnya penanganan lahan kritis dan

sumber daya air, dan berdasarkan regulasi pemerintah yang ada, makacukup beralasan jika pihak Direktorat Jendral Bina PembangunanDaerah, Kementerian Dalam Negeri memberikan perhatian untuk

memfasilitasi beberapa pemerintah kabupaten/kota dalammelaksanakan program penanganan lahan kritis dan sumber daya air.

1.3. Batasan/Ruang Lingkup Lahan KritisSebagaimana diketahui bahwa kondisi lahan kritis yang terjadi di

Indonesia sangat beragam, mulai kondisi mendekati kritis sampaidengan kondisi sangat kritis. Dengan memperhatikan keterbatasansumber daya yang ada, maka perlu adanya batasan/ruang lingkup

kondisi lahan kritis yang akan ditangani melalui program ini.Batasan atau ruang lingkup dari lahan kritis yang akan ditangani melaluiprogram ini yaitu kondisi lahan kritis yang ringan sampai sedang, yang

penanganannya diutamakan dengan kegiatan vegetatif atau dengankegiatan penanaman dengan dukungan kegiatan bangunan fisik (civil

works) yang ringan atau sederhana. Sehingga dengan kondisi tersebut,maka dengan bantuan tertentu dari pemerintah, dan diikuti partisipasimasyarakat petani yang terlibat diharapkan akan berhasil mengurangi

kondisi lahan yang kritis menjadi lebih baik. Dengan batasan atau ruanglingkup tersebut diharapkan akan membatasi pihak pemerintah daerahdan masyarakat dalam memilih lahan kritis yang akan masuk pada

program ini.

Page 11: Arah Kebijakan Plksda Bm

11ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DANTATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI

II. TUJUAN, SASARAN DAN WAKTU PELAKSANAAN

2.1. Tujuan

Memperbaiki lahan berpotensi kritis menjadi lahan produktif yang

menghasilkan nilai ekonomis dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

masyarakat miskin dengan melibatkan kerjasama dengan multipihak

(pemerintah, masyarakat, perguruan tinggi, dan LSM)

2.2. Sasaran

Berdasarkan tujuan diatas, maka sasaran yang hendak dicapai dari

pelaksanaan Program Penanganan Lahan Kritis Sumber Daya Air

Berbasis Masyarakat adalah sebagai berikut :

a) Meningkatnya produktivitas lahan pada lokasi pilot project

b) Terciptanya area resapan air

c) Meningkatnya pendapatan masyarakat/petani peserta program dan

pihak lain yang terlibat program dalam jangka panjang

d) Penguatan Kelembagaan dan Pemberdayaan Kelompok Tani

pengelola lahan kritis

e) Meningkatkan kerjasama multipihak dan meningkatkan partisipasi

masyarakat pada program pemerintah

f) Meningkatnya pendapatan asli daerah dari hasil produktifitas lahan

2.3. Waktu Pelaksanaan

Fasilitasi bantuan program penanganan Lahan Kritis dan Sumber daya

Air berbasis Masyarakat (PLKSDA-BM) direncanakan selama 5 (lima)

tahun melalui mekanisme Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.

Page 12: Arah Kebijakan Plksda Bm

12ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DANTATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI

TenagaPendamping

Dinas TeknisPemerintah Kab/Kota(PU, Pertanian,Kehutanan, danlainnya)

Bantuan Teknisdi Pusat

Bantuan TeknisRegional

III. STRUKTUR ORGANISASI DAN PEMBAGIAN PERAN

3.1. Struktur Organisasi

Struktur organisasi pelaksana Program Penanganan Lahan Kritis SDA

Berbasis Masyarakat disampaikan dalam gambar berikut :

Bagan 1

Struktur Organisasi Pelaksana PLKSDA-BM

Keterangan : : Garis koordinasi : Garis laporan : Garis pendampingan

National Executing Unit(Ditjen Bina Bangda)

Pemerintah Kab/KotaProject Management Unit

(Bappeda Kab./Kota)

Kelompok TaniPengelola Lahan

Kritis & SDA

PemerintahProvinsi

(Bappeda)

Desa/Kelurahan

Kecamatan

Page 13: Arah Kebijakan Plksda Bm

13ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DANTATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI

3.2. Pembagian PeranKeterlibatan pemangku kepentingan baik di tingkat pusat, provinsi dankabupaten/ kota sangat penting. Partisipasi para pemangku kepentingansebagaimana terlihat dalam struktur organisasi pelaksana ProgramPenanganan Lahan Kritis dan Sumber Daya Air Berbasis Masyarakat,terdiri dari :a. Ditjen Bina Bangda, Kementerian Dalam Negeri, melaksanakan peran

fasilitasi, koordinasi, pembinaan, dan melakukan evaluasi sertamonitoring secara keseluruhan pada Program PLKSDA-BM.

b. Pemerintah Provinsi berperan melaksanakan fungsi-fungsi fasilitasikoordinasi, melakukan monitoring ke kabupaten/kota yang beradadalam lingkup kewenangannya dan menyusun laporan konsolidasikabupaten untuk disampaikan ke Ditjen Bina Pembangunan Daerah

c. Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai pengelola dan pelaksanalangsung Program Penanganan Lahan Kritis dan Sumber Daya AirBerbasis Masyarakat, juga berperan memfasilitasi koordinasi dengandinas teknis terkait di tingkat Kabupaten/Kota dan menyusun laporanpelaksanaan kegiatan dilaporkan kepada provinsi

d. Dinas Teknis Kabupaten/Kota, meliputi Dinas Pertanian, DinasKehutanan, berperan sebagai Tim Teknis Pelaksanaan Kegiatan.

e. Kecamatan, berperan melakukan pembinaan, pengawasan, bimbingandan supervisi kegiatan di desa.

f. Desa/Kelurahan, merupakan struktur pemerintahan terkecil yangberperan mengkoordinasikan berbagai pihak (perangkat desa, BPD,masyarakat, LSM) di tingkat desa.

g. Pendamping berperan sebagai pemberdaya masyarakat dalampelaksanaan program dan menyusun laporan kegiatan pendampinganuntuk dilaporkan kepada kabupaten dan Bantuan Teknis Regional

h. Kelompok Tani Pengelola Lahan Kritis dan SDA, merupakan wadahperkumpulan para petani peserta program yang akan berpartisipasidalam setiap tahap pelaksanaan program, sekaligus sebagai penerimamanfaat program.

i. Bantuan Teknis, merupakan tim yang berperan membantu pemerintahpusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/ kota dalamfasilitasi teknis pelaksanaan program. Bantuan teknis meliputi bantuanteknis pusat dan bantuan teknis regional.

Page 14: Arah Kebijakan Plksda Bm

14ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DANTATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI

IV. PENDEKATAN PELAKSANAAN PROGRAM

Untuk dapat mencapai tujuan dan sasaran dari pelaksanaan Program

Penanganan Lahan Kritis Sumber Daya Air Berbasis Masyarakat (PLKSDA-

BM) di provinsi dan kabupaten terpilih, maka perlu adanya pendekatan

(approach) yang tepat, sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan dan

pengembangan berbasis masyarakat (community based development).

Dengan digunakannya prinsip pendekatan tersebut, diharapkan masyarakat

bersedia untuk berpartisipasi pada setiap tahapan kegiatan. Dari sisi

pemerintah kabupaten/kota yang melaksanakan program, usulan dan aspirasi

dari masyarakat peserta program merupakan prioritas yang dituangkan pada

dokumen perencanaan. Sehingga diharapkan akan tercapainya keberhasilan

kegiatan, baik pada tahap persiapan, pelaksanaan, pengawasan serta

terciptanya keberlanjutan kegiatan apabila program bantuan ini telah selesai.

Beberapa pendekatan pelaksanaan kegiatan yang akan digunakan

untuk mencapai tujuan dan sasaran yang dimaksud di atas yaitu:

4.1. Pemberdayaan MasyarakatPemberdayaan masyarakat (community empowering) merupakan suatu

pendekatan pelaksanaan program penanganan lahan kritis dan sumber

daya air berbasis masyarakat dengan menempatkan masyarakat sebagai

pelaku utama pada setiap tahap kegiatan. Setiap tahap kegiatan perlu

melibatkan partisipasi masyarakat, sehingga terjadi proses pembelajaran

dan penyadaran tentang pentingnya keterlibatan masyarakat dalam

penanganan lahan kritis. Pemberdayaan masyarakat ini dilakukan, selain

dengan melibatkan langsung masyarakat pada setiap tahap kegiatan, juga

dilakukan dengan memfasilitasi terbentuknya kelompok masyarakat atau

kelompok tani pengelola lahan kritis di lokasi kegiatan. Untuk mendukung

hal tersebut, pemberdayaan masyarakat juga dilakukan dengan

memberikan pelatihan-pelatihan yang diperlukan, baik untuk meningkatkan

keterampilan teknis, maupun untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan

kelompok petani.

Page 15: Arah Kebijakan Plksda Bm

15ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DANTATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI

4.2. Pendampingan Masyarakat

Pendampingan masyarakat merupakan upaya pendekatan untuk

memberdayakan masyarakat/kelompok tani peserta program dengan

menempatkan Tenaga Pendamping Masyarakat (TPM) di lokasi kegiatan

(desa/dusun). Pendekatan ini dimaksudkan untuk lebih mengefektifkan

implementasi pemberdayaan masyarakat/kelompok tani dari hari ke hari

(day to day) pada setiap tahapan pelaksanaan program penanganan lahan

kritis dan sumber daya air berbasis masyarakat. TPM akan bekerja

melakukan pendampingan di lokasi kegiatan (desa/dusun) dengan tugas

utama sebagai berikut :

a. membantu Bappeda, Dinas Pertanian dan Dinas Kehutanan Kabupaten

dalam proses pembentukan kelompok tani pengelola lahan kritis

b. melakukan sosialisasi program PLKSDA-BM kepada kelompok tani yang

telah terbentuk

c. memfasilitasi kelompok petani agar dapat berpartisipasi pada kegiatan

yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten (Bappeda/dinas

kehutanan)

d. mendampingi kelompok petani agar mampu menjalankan kegiatan

penanaman dan pemeliharaan tanaman program dengan baik

e. Menyiapkan tenaga kader pendamping masyarakat setelah Tenaga

Pendamping Masyarakat (TPM) selesai bertugas di lapangan.

f. Menyusun Laporan Pendampingan Masyarakat

Dalam melaksanakan pendampingan, Tenaga Pendamping Masyarakat

(TPM) yang direkrut harus memiliki kriteria, sebagai berikut :

a. Berpengalaman di bidang sosial budaya dan pemberdayaan

masyarakat.

b. Berpengalaman di bidang kesesuaian jenis tanaman dengan agroklimat

setempat (pertanian)

c. Memiliki ijazah minimal S – I ( Strata satu)

Page 16: Arah Kebijakan Plksda Bm

16ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DANTATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI

4.3. Participatory Rural Appraisal (PRA)

Participatory Rural Appraisal (PRA) atau sering disebut dengan

Pengamatan Partisipatif Keadaan Perdesaan, merupakan salah satu

pendekatan yang akan memandu pelaksanaan kegiatan agar dapat

melibatkan partisipasi masyarakat secara lebih efektif. Pendekatan PRA

merupakan pengembangan dari pendekatan Rapid Rural Appraisal (RRA)

yang dianggap kurang melibatkan partisipasi masyarakat dalam mengambil

keputusan.

Terdapat 12 teknik yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan

pendekatan PRA, misalnya : melakukan penelusuran (walkthrough),

pembuatan peta/sketsa situasi (mapping), diskusi kelompok terfokus,

pembuatan Diagram Venn untuk penguatan kelembagaan, dan

sebagainya. Pada implementasi PRA untuk penanganan lahan kritis dan

sumber daya air ini akan dipilih beberapa teknik tertentu yang sesuai

dengan kegiatan. Peran tenaga pendamping masyarakat sangat penting

untuk dapat menerapkan pendekatan PRA pada program ini.

4.4. Dialogis

Pendekatan ini dimaksudkan bahwa dalam proses komunikasi dalam

mendiskusikan berbagai hal dalam melaksanakan program PLKSDA-BM,

semua pihak perlu menerapkan prinsip dialog atau komunikasi dua arah.

Untuk itu perlu dihindarkan terjadinya pola komunikasi yang monolog atau

komunikasi satu arah. Dengan menerapkan pendekatan ini diharapkan

semua pihak, baik pemerintah, masyarakat pelaku kegiatan, dan tenaga

pendamping dapat saling menghargai pengalaman dan pengetahuan yang

dimiliki oleh para pihak tersebut. Sehingga dalam pengambilan keputusan

pada setiap tahapan pelaksanaan dilakukan melalui proses tukar-menukar

pemikiran dan mempertimbangkan pendapat atau aspirasi para pihak.

Hasil dari pendekatan komunikasi ini para pihak akan menghargai

pendapat atau keputusan yang diambil. Untuk mendukung pendekatan

pelaksanaan kegiatan diatas, maka perlu diperhatikan beberapa asas

sebagai berikut :

Page 17: Arah Kebijakan Plksda Bm

17ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DANTATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI

a. Keterbukaan

Prinsip keterbukaan dan transparansi harus dijunjung tinggi oleh setiap

pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Program Penanganan Lahan Kritis

dan Sumber Daya Air Berbasis Masyarakat (PLKSDA-BM). Program ini

hendaknya dilaksanakan secara terbuka, transparan dan akuntabel mulai

dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Keterbukaan ini akan

menumbuhkan kepercayaan masing-masing pihak yang terlibat, sehingga

akan meningkatkan partisipasi masyarakat.

b. Adil

Prinsip berikutnya yang juga harus ditegakkan adalah keadilan. Yang

dimaksud dengan adil ini adalah memberikan segala sesuatu sesuai

dengan proporsinya. Jangan sampai dalam pelaksanaan program ada

pihak-pihak yang hanya menerima manfaat sedangkan pihak lain hanya

menerima beban dan tanggung jawab.

c. Manfaat

Prinsip kemanfaatan juga harus menjadi titik tekan. Setiap permasalahan

dicarikan solusi pemecahannya dengan mempertimbangkan manfaat

terbesar yang bisa diperoleh oleh masing-masing pihak. Penekanan prinsip

manfaat ini akan meminimalkan terjadinya ketidakefisienan atas alternatif-

alternatif solusi yang hendak diambil nantinya.

d. Kebersamaan

Tidak kalah penting dari hal-hal tersebut diatas adalah prinsip

kebersamaan. Semua pihak harus memahami bahwa dalam melaksanakan

semua kegiatan Penanganan Lahan Kritis dan Sumber Daya Air Berbasis

Masyarakat tidak ada yang boleh merasa paling penting dan paling

menentukan. Semua harus dilaksanakan dengan kerangka ”belajar

bersama” dan untuk kepentingan ”bersama”, sehingga tiap pihak akan

memotivasi dirinya dengan mencoba belajar sebaik-baiknya dari pihak lain

untuk kebaikan bersama.

Page 18: Arah Kebijakan Plksda Bm

18ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DANTATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI

V. TAHAP PELAKSANAAN PROGRAM

Pelaksanaan program Penanganan Lahan Kritis dan Sumber Daya Air

Berbasis Masyarakat akan meliputi beberapa tahap yaitu:

5.1. Tahap Persiapan5.1.1. Sosialisasi Program

Sosialisasi program dilaksanakan di tingkat Pusat, Provinsi dan

Kabupaten/Kota. Pada tingkat Pusat sosialisasi diberikan kepada

Provinsi dan Kabupaten/Kota, tentang rencana program

Penanganan Lahan Kritis dan Sumber Daya Air Berbasis

Masyarakat. Sosialisasi tingkat provinsi disampaikan kepada

instansi terkait di tingkat provinsi tentang program tersebut diatas.

Sosialisasi tingkat Kabupaten/Kota disampaikan kepada instansi

terkait tingkat kabupaten, pemerintah desa dan masyarakat.

5.1.2. Inventarisasi Data Lokasi dan Kebutuhan Masyarakat

Kegiatan inventarisasi data lokasi dilaksanakan oleh Tim Tingkat

Kabupaten/Kota yang terdiri dari instansi teknis terkait dan Bappeda.

Data dan informasi yang perlu dikumpulkan antara lain :

a. Luas lahan kritis

b. Status lahan (lahan negara/ pemerintah daerah) berikut

luasannya.

c. Kondisi penutupan lahan oleh vegetasi

d. Tingkat erosi lahan

e. Kesesuaian jenis tanaman dengan kondisi agroklimat lahan

f. Jumlah kelompok tani di sekitar lokasi program

g. Tingkat kemiskinan

h. Tingkat pendapatan peserta pada awal program

i. Data kelembagaan masyarakat

Inventarisasi kebutuhan masyarakat meliputi beberapa informasi

sebagai berikut :

Page 19: Arah Kebijakan Plksda Bm

19ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DANTATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI

a. Kebutuhan sarana produksi pertanian (jenis tanaman dan

jumlahnya, peralatan pertanian, pupuk dan sebagainya);

b. Kebutuhan jenis-jenis pelatihan yang diperlukan petani;

c. Kebutuhan sarana pendukung (pembuatan sumber air/sumur dan

sebagainya);

d. Inventarisasi potensi ekonomi produktif yang bisa dikembangkan

(tanaman sela, budidaya ternak/lebah madu/jamur atau kebun

bibit rakyat);

5.1.3. Pemilihan Calon Lokasi dan Calon Petani.

Pemilihan calon lokasi dan calon petani peserta program

dilaksanakan oleh Tim Teknis di tingkat kabupaten/ kota yang terdiri

dari instansi teknis terkait dan Bappeda. Pemilihan calon lokasi

mengacu pada persyaratan sebagai berikut :

• Lokasi lahan dekat dengan pemukiman masyarakat peserta

program;

• Lokasi termasuk dalam lahan potensial kritis;

• Lahan datar-bergelombang dengan kemiringan + 15%;

• Luas satu hamparan minimal 3 Ha, dengan luas maksimal tiap

kabupaten/ kota sebesar 160 ha;

• Tingkat penutupan lahan oleh vegetasi rata-rata dalam satu

hamparan maksimal 10%;

• Status pemilikan lahan merupakan lahan adat maupun lahan milik

pemerintah kabupaten/kota, kecamatan maupun desa dan tidak

dalam sengketa.

• Lahan tidak mengalami alih fungsi selama 20 tahun, diperkuat

dengan surat pernyataan tertulis dari kepala daerah untuk lahan

pemerintah dan surat pernyataan tertulis dari pemangku adat

untuk lahan adat.

Selanjutnya usulan calon lokasi tersebut akan diverifikasi oleh Tim

Pusat dan Tim Provinsi guna mengetahui kelayakan calon lokasi.

Page 20: Arah Kebijakan Plksda Bm

20ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DANTATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI

Apabila usulan calon lokasi tidak memenuhi persyaratan tersebut,

maka pemerintah daerah dapat mengusulkan calon lokasi

pengganti.

Pemilihan calon petani peserta progam mengacu pada persyaratan

sbb:

• Calon petani peserta program merupakan warga pra sejahtera

setempat;

• Calon petani peserta program di lokasi kegiatan sudah bergabung

dalam kelompok tani, dan bersedia membentuk kelompok tani

apabila belum terbentuk kelompok tani;

• Calon petani peserta berkomitmen dan bertanggung jawab dalam

melaksanakan kegiatan dan melakukan pemeliharaan lanjutan;

5.1.4. Pembentukan dan Pemberdayaan Kelompok Tani

Kegiatan pembentukan dan pemberdayaan kelompok tani dilakukan

sebelum pelaksanaan kegiatan fisik di lapangan sehingga

diharapkan kelompok tani sudah memahami dan akan bertanggung

jawab dalam pelaksanaan kegiatan selanjutnya. Kegiatan

pembentukan dan pemberdayaan kelompok meliputi 2 (dua)

komponen kegiatan yaitu:

a. Kegiatan pembentukan kelompok tani.

Pembentukan kelompok tani dilakukan secara partisipatif dan

demokratis sehingga dapat terbentuk institusi yang dapat diterima

oleh semua anggota. Pembentukan kelompok tani ini dimaksudkan

agar di tingkat masyarakat terdapat institusi yang bertanggung

jawab dalam melaksanakan kegiatan. Keberadaan institusi

masyarakat dalam kegiatan ini akan menjadi prasyarat untuk

keberhasilan semua jenis kegiatan dalam pelaksanaan program,

termasuk ketika program sudah selesai, sehingga institusi

masyarakat harus sudah disiapkan sejak awal kegiatan.

Pembentukan institusi kelompok tani pengelola program dilakukan

Page 21: Arah Kebijakan Plksda Bm

21ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DANTATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI

agar petani mempunyai wadah bersama dalam memperjuangkan

kepentingannya dan berbagi peran dalam keterlibatannya pada

setiap tahapan program, sejak awal (pra-pelaksanaan) kegiatan

sampai dengan akhir kegiatan/program. Pembentukan Kelompok

Tani Pengelola Program PLKSDA-BM harus disertai dengan

pengesahan oleh Kepala Desa setempat. Selanjutnya agar

Kelompok Tani tersebut bisa secara resmi menjadi peserta program,

maka keikutsertaannya dibuktikan dengan adanya surat keputusan

(SK) dari Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Program PLKSDA-BM.

b. Kegiatan Pemberdayaan Kelompok Tani.

Komponen kegiatan ini ditujukan untuk meningkatkan kapasitas

petani dan kelompok tani serta staf pemerintah yang berkaitan

dengan aspek pemberdayaan kelembagaan masyarakat petani.

Upaya pemberdayaan kelompok tani akan dilakukan dengan

melibatkan kelompok tani pada setiap tahap kegiatan mulai dari

perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi.

Salah satu usaha untuk pemberdayaan kelompok petani dilakukan

dengan kegiatan pelatihan. Jenis-jenis pelatihan yang akan

direalisasikan disesuaikan dengan hasil trainning need assessment

(TNA) yang dilaksanakan pada awal program.

Sebelum kegiatan pelatihan dilaksanakan, terlebih dahulu akan

dilaksanakan kegiatan ”Pelatihan bagi calon pelatih” atau yang biasa

dikenal dengan ToT (Training for Trainer). Kegiatan ini dimaksudkan

untuk memberikan pembekalan kepada calon pelatih baik dalam hal

teknik-teknik motivasi, teknik fasilitasi dan akomodasi kepentingan

masyarakat, juga pembekalan dalam beberapa teknik dasar dan

konsep penanganan lahan kritis dan budidaya tanaman.

Kegiatan pelatihan dalam rangka pemberdayaan petani dan

kelembagaan kelompok tani antara lain:

(1) Identifikasi kebutuhan pelatihan (TNA),

(2) ToT Teknik Motivasi dan Penanganan Lahan Kritis & Sumber

Daya Air Berbasis Masyarakat,

Page 22: Arah Kebijakan Plksda Bm

22ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DANTATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI

(3) Pelatihan manajemen, administrasi dan keuangan kelompok

tani;

(4) Kajian kesesuaian tanaman dengan agroklimat setempat;

(5) Pelatihan budidaya tanaman;

(6) Pelatihan penanganan lahan kritis;

(7) Pelatihan-pelatihan lain yang dibutuhkan masyarakat sesuai

dengan TNA;

(8) Studi Banding di lokasi program sejenis yang berhasil.

Selain kegiatan pelatihan-pelatihan tersebut, kegiatan

pemberdayaan petani dan kelompok tani juga dilakukan dengan

kegiatan pendampingan oleh tenaga pendamping petani pada setiap

tahapan kegiatan.

5.1.5. Penyiapan Lahan

Kegiatan penyiapan lahan dilakukan terhadap lahan-lahan di lokasi

yang sudah memenuhi persyaratan calon lokasi dan calon petani

serta sudah dilakukan verifikasi oleh Tim Pusat, Propinsi dan

Kabupaten/Kota. Kegiatan penyiapan lahan meliputi beberapa

komponen, yaitu:

a. Survey pengukuran lahan, kegiatan dilakukan untuk mengetahui

luasan lokasi tempat pelaksanaan program PLKSDA-BM.

Pelaksanaan survey dapat dilakukan dengan menggunakan alat

Global Positioning System (GPS)

b. Pengolahan lahan, kegiatan ini meliputi pembersihan lahan dan

pembuatan lubang tanam serta pembuatan bangunan pengelola

lahan kritis jika diperlukan yang dapat berupa guludan, terasering,

saluran pembagi air (SPA), bangunan terjunan, check dam

maupun rorak disesuaikan dengan kemiringan lahannya.

c. Dalam rangka survey pengukuran lahan dan pengolahan lahan

agar memperhatikan proses pengadaan bibit dan waktu tanam.

Page 23: Arah Kebijakan Plksda Bm

23ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DANTATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI

5.2. Tahap Pelaksanaan

Kegiatan Penanganan Lahan Kritis dan Sumber Daya Air Berbasis

Masyarakat akan dilakukan dengan pendekatan vegetatif maupun

pendekatan sipil teknis.

5.2.1. Pendekatan Vegetatif

Pendekatan vegetatif dimaksudkan sebagai upaya untuk melakukan

penanganan lahan kritis dengan melakukan penanaman beberapa

jenis tanaman. Tanaman yang ditanam untuk penanganan lahan

kritis bisa berupa tanaman kayu-kayuan, maupun tanaman yang

menghasilkan berbagai hasil lain selain kayu, misalnya buah, daun,

kulit kayu dan lain-lain yang biasa disebut sebagai tanaman MPTS

(Multi Purpose Tree Species).

Dengan pendekatan vegetatif diharapkan kegiatan penangan lahan

kritis ini akan mendapatkan beberapa keuntungan diantaranya:

1) memelihara kestabilan struktur tanah melalui sistem perakaran

dengan memperbesar granulasi tanah,

2) penutupan lahan oleh seresah dan tajuk sehingga dapat

mengurangi evaporasi,

3) meningkatkan aktifitas mikroorganisme yang mengakibatkan

peningkatan porositas tanah, sehingga memperbesar jumlah

infiltrasi dan mencegah terjadinya erosi,

4) dapat menambah penghasilan petani dari hasil tanaman yang

diusahakan baik berupa buah-buahan dari tanaman hortikultura,

kayu-kayuan, maupun hasil dari tanaman perkebunan .

Beberapa kegiatan yang dilaksanakan dalam pendekatan vegetatif,

yaitu:

a. Penanaman Vegetasi.

Penanaman vegetasi ini dilakukan pada lahan adat maupun lahan

negara (milik pemerintah kabupaten/kota, kecamatan maupun desa)

dengan tanaman hortikultura, tanaman perkebunan maupun

tanaman kayu-kayuan. Hasil kegiatan di lahan adat atau lahan

Page 24: Arah Kebijakan Plksda Bm

24ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DANTATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI

negara akan dibagi antara pemangku adat atau pemerintah daerah

sebagai pemilik lahan dengan petani pengolah. Pembagian hasil

akan diatur lebih lanjut dalam suatu dokumen perjanjian pengelolaan

lahan antara pemangku adat atau pemerintah daerah dengan petani

peserta program, dan dilakukan sebelum bantuan diberikan. Model

yang dikembangkan dalam penanaman vegetasi disesuaikan

dengan kondisi, potensi, dan usulan dari tiap daerah peserta

program.

Pola tanam dalam program penanganan lahan kritis berupa:

1) Monokultur tanaman hortikultura/tanaman perkebunan (MPTS)

2) Campuran tanaman hortikultura/tanaman perkebunan (MPTS)

dengan tanaman kayu-kayuan.

b. Social Planting

Anggota kelompok tani akan mendapat bantuan bibit sebanyak 10

(sepuluh) batang, dan pupuk sebagai social planting yang

diberikan pada saat pelaksanaan program utama dinilai berhasil.

Kegiatan social planting dilaksanakan di lahan pekarangan atau di

lahan petani peserta program yang lokasinya

berdampingan/berdekatan dengan lokasi program. Hasil kegiatan

social planting menjadi hak petani pemilik lahan.

c. Pelestarian mata air

Kegiatan pelestarian mata air dilakukan untuk menyelamatkan mata

air yang semakin berkurang di beberapa daerah. Menurunnya

jumlah mata air ini disebabkan oleh matinya beberapa mata air

akibat berkurangnya wilayah tangkapan air yang ada disekitarnya.

Untuk mendukung pelaksanaan pelestarian mata air, perlu

dilaksanakan studi-studi pendahuluan untuk mengetahui kondisi

terakhir dari sumber air yang ada.

Page 25: Arah Kebijakan Plksda Bm

25ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DANTATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI

d. Penyulaman Tanaman

Penyulaman tanaman dilakukan pada lahan yang telah

dikembangkan tetapi mengalami kegagalan akibat perubahan cuaca

ekstrim dan bencana alam.

5.2.2 Pendekatan Sipil Teknis.

Pendekatan Sipil Teknis dimaksudkan sebagai pendekatan untuk

menangani lahan kritis dengan cara membangun dan perbaikan

bangunan sipil. Pelaksanaan kegiatan sipil teknis diperlukan

petunjuk teknis (juknis) sebagai acuan. Beberapa kegiatan yang

dapat dilaksanakan antara lain:

a. Sumur Siraman

Pembuatan sumur siraman disiapkan untuk membantu pengairan

tanaman, terutama pada tanaman yang baru ditanam atau pada

saat musim kemarau. Untuk menunjang pelaksanaan penyiraman,

dapat dilengkapi dengan beberapa peralatan lain seperti pompa air,

bak penampung, pipanisasi, dll.

b. Sumur resapan

Sumur Resapan merupakan bangunan serupa sumur tetapi

difungsikan untuk menampung air larian pada musim hujan

sehingga akan menambah cadangan air dalam tanah yang bisa

dimanfaatkan selama musim kemarau.

c. Embung

Embung merupakan galian yang dibuat dipermukaan tanah yang

berbentuk segi empat memanjang untuk menampung air berlebih

dari air hujan maupun sumber air lainnya.

d. Perbaikan irigasi

Kegiatan ini dilakukan dengan memperbaiki irigasi yang ada di

wilayah program lahan kritis yang memberikan kontribusi terhadap

kebutuhan air tanaman.

e. Balai Pertemuan Kelompok

Balai Pertemuan Kelompok merupakan sarana kegiatan anggota

kelompok dalam membahas dan memusyawarahkan program dan

Page 26: Arah Kebijakan Plksda Bm

26ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DANTATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI

kegiatan penanganan lahan kritis. Balai pertemuan ini diberikan

sebagai penghargaan bagi kelompok tani yang dinilai berhasil dan di

bangun di lokasi kegiatan.

f. Bangunan konservasi

Bangunan konservasi untuk lokasi program yang tingkat erosinya

tinggi, dibutuhkan pembangunan guludan, terasering, saluran

pembagi air (SPA), bangunan terjunan, check dam, rorak dan

lainnya sesuai kebutuhan program dalam mencapai optimalisasi dan

efektifitas penanganan lahan kritis.

5.2.3. Kegiatan Ekonomi Produktif

Kegiatan ekonomi produktif dimaksudkan untuk mendukung

peningkatan pendapatan anggota kelompok tani. Kegiatan ekonomi

produktif meliputi:

a. Penanaman tanaman sela / tanaman semusim / tumpangsari

Bentuk kegiatan dengan menanam beberapa jenis tanaman

semusim maupun tanaman pelindung diantara tanaman pokok, jenis

tanaman sela dipilih yang sesuai dengan agroklimat dan bernilai

ekonomi tinggi. Beberapa jenis dari tanaman sela ini diantaranya

adalah melon, semangka, pepaya, pisang, jagung, capolaga, kacang

tanah, dan beberapa jenis sayur mayur.

b. Budidaya ternak, lebah madu dan jamur

Fasilitasi kegiatan budidaya ternak (sapi, kambing kerbau), lebah

madu dan jamur dilakukan di tingkat kelompok tani dan tidak pada

tingkat perseorangan anggota kelompok tani. Dengan demikian

diharapkan ada kontrol sesama anggota kelompok terhadap

kegiatan budidaya ternak, lebah madu dan jamur yang

dilaksanakan.

c. Kebun bibit rakyat (KBR)/ persemaian

Kebun bibit rakyat (KBR) atau persemaian adalah kegiatan yang

dilakukan untuk menghasilkan semai atau anakan dari berbagai biji/

benih tanaman. Jenis yang dikembangkan dipilih yang bernilai tinggi.

Hasil KBR/ persemaian ini bisa dimanfaatkan untuk rehabilitasi dan

penanganan lahan kritis.

Page 27: Arah Kebijakan Plksda Bm

27ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DANTATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI

5.3. Tenaga Pendamping

Tenaga pendamping adalah tenaga yang direkrut oleh Provinsi dan atau

Kabupaten/Kota secara swakelola maupun kontraktual. Tugas tenaga

pendamping adalah membantu pembentukan dan pemberdayaan

kelompok tani pengelola lahan kritis mulai dari perencanaan,

pelaksanaan, pengendalian dan pelaporan terkait dengan kegiatan

kelompok. Program pendampingan kelompok tani pengelola lahan kritis

diselenggarakan oleh tenaga pendamping melalui fungsi kegiatan

sebagai fasilitator, motivator, dinamisator dan mediator. Pelaksanaan

kegiatan tenaga pendamping diperlukan petunjuk pelaksanaan (juklak)

sebagai acuan.

5.4. Bantuan Teknis dan Sekretariata. Bantuan Teknis, adalah kegiatan fasilitasi yang dipersiapkan oleh

pemerintah dalam membantu perencanaan, pelaksanaan,

pengendalian dan pelaporan program penanganan lahan kritis.

Fasilitasi kegiatan ini diharapkan dapat membantu secara konseptual

maupun pelaksanaan tugas yang berkaitan dengan program yang di

maksud. Bantuan teknis dilaksanakan di pusat dan di daerah

(regional).

b. Sekretariat, adalah tenaga pendukung yang direkrut dan dibutuhkan

untuk membantu sekretariat pengelola kegiatan di Pusat maupun

Daerah. Tugas sekretariat di fokuskan pada administrasi

kesekretariatan sehingga seluruh dokumen yang berkaitan dengan

program dapat ditata dan dikelola dengan baik.

5.5. Dukungan Operasional Pengelola Kegiatan

Dalam pelaksanaan program Penanganan Lahan Kritis dan Sumber Daya

Air Berbasis Masyarakat akan didukung oleh beberapa kegiatan baik di

tingkat Pusat, Propinsi maupun Kabupaten/ Kota antara lain :

a. Administrasi kegiatan

b. Pengadaan sarana/prasarana

Page 28: Arah Kebijakan Plksda Bm

28ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DANTATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI

c. Pertemuan (Rapat konsultasi, Penyusunan AWP, Workshop, dan Rapat

koordinasi)

d. Monitoring dan evaluasi, kegiatan ini dilakukan guna memonitor dan

mengevaluasi pelaksanaan kegiatan di lapangan. Evaluasi Akhir Tahun

diperlukan untuk menilai keberhasilan pelaksanaan kegiatan fisik di

lapangan. Apabila pelaksanaan kegiatan fisik di lapangan dinilai kurang

berhasil, maka fasilitasi program untuk tahun berikutnya tidak akan

dilanjutkan.

e. Pelaporan kemajuan fisik dan keuangan.

Pelaporan kegiatan harus disampaikan oleh tiap satker daerah (provinsi

dan kabupaten/ kota) yang mendapatkan fasilitasi dana dekonsentrasi

dan tugas pembantuan (TP) kepada Ditjen Bina Bangda, Kementarian

Dalam Negeri. Laporan disampaikan tap akhir tahun. Laporan yang

disampaikan harus berisikan informasi kemajuan fisik dan penyerapan

keuangan.

5.6. Proses Pengadaan

Proses pengadaan barang dan jasa diselenggarakan dengan mengikuti

petunjuk dan prosedur sebagaimana yang ditetapkan dalam Perpres No.54

Tahun 2010. Berkaitan dengan hal tersebut diperlukan persiapan paket-

paket pengadaan, metode pengadaan yang tepat, penyusunan biaya, dan

mekanisme pelaksanaan program baik secara kontraktual maupun

swakelola.

Pendekatan teknis pelaksanaan kegiatan pengadaan barang dan jasa yang

dibiayai oleh program penanganan lahan kritis dan sumber daya air

berbasis masyarakat perlu dilakukan secara efisien, efektif, transparan dan

akuntabel.

Kegiatan Pengadaan barang dan jasa berupa pengadaan jasa konsultasi,

konstruksi, dan pengadaan barang yang dilaksanakan di Provinsi dan

Kabupaten/Kota seperti pengadaan sarana/prasarana produksi,

pengadaan TPM, sipil teknis, pengadaan ternak, pengadaan mobil & motor

dilaporkan secara berjenjang dari Kabupaten/Kota ke Provinsi, kemudian

laporan konsolidasi Kabupaten/Kota dan Provinsi disampaikan oleh

Pemerintah Provinsi kepada Menteri dalam Negeri cq. Ditjen Bina Bangda.

Page 29: Arah Kebijakan Plksda Bm

29ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DANTATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI

5.7. Penyelesaian Sengketa

Terjadinya sengketa atau konflik dalam pelaksanaan kegiatan yang

melibatkan masyarakat merupakan kejadian yang wajar. Dengan demikian

adanya sengketa dalam pelaksanaan kegiatan perlu dihadapi secara

proporsional untuk dicarikan solusi penanganannya.

Dari pengalaman yang ada, terdapat 2 (dua) jenis penyelesaian sengketa

yang perlu dikembangkan yaitu :

Pertama, yaitu penyelesaian sengketa antar peserta program.

Penyelesaian sengketa ini dilakukan melalui kelompok tani pengelola lahan

kritis, yang difasilitasi dengan mengembangkan kelompok tersebut menjadi

institusi resolusi konflik yang didasarkan atas inisiatif anggota kelompok

masyarakat sendiri, sehingga masyarakat sangat berperan dalam

memediasi antar pihak yang bersengketa.

Kedua, yaitu penyelesaian sengketa antara masyarakat dengan

pelaksana program. Sengketa ini terjadi antara masyarakat peserta

program dengan pelaksana program penanganan lahan kritis di

kabupaten/kota atau Project Management Unit (PMU). Untuk

menyelesaikan sengketa demikian sebaiknya dimusyawarahkan dengan

melibatkan stakeholder terkait yang ditujuk dan diberikan mandat untuk

menyelesaikan masalah tersebut. Stakeholder terkait terdiri dari unsur

pemerintah, LSM, Perguruan Tinggi dan tokoh masyarakat yang dipilih

bersama antara pihak PMU dan masyarakat peserta program.

Page 30: Arah Kebijakan Plksda Bm

30ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DANTATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI

Ketiga, yaitu penyelesaian sengketa diantara sesama pelaksana

program

Sengketa bisa juga terjadi diantara sesama pengelola program. Untuk

menyelesaikan bentuk sengketa ini, hendaknya bisa difasilitasi oleh Project

Management Unit (PMU) secara internal dengan pendekatan dialog dan

musyawarah yang melibatkan atasan langsung tiap personil yang

bersengketa. Sebagaimana di tingkat kelompok, institusi pengelola

program (Bappeda Kabupaten/ Kota) diharapkan menjadi institusi

pengelola konflik di tingkat pemerintah daerah, baik yang melibatkan

personil yang berasal dari Bappeda maupun yang berasal dari Dinas

Teknis terkait lainnya.

Meskipun perlu disiapkan antisipasi penyelesaian sengketa, akan tetapi

akan lebih efektif jika selalu ada upaya antisipasi terlebih dahulu sebelum

sengketa akan membesar menjadi persoalan sosial. Pengamatan dan

adanya deteksi dini (early warning) sangat diperlukan oleh para pihak yang

terlibat pada kegiatan ini. Pencegahan yang efektif dapat diperankan oleh

adanya tenaga pendamping masyarakat,yang mempunyai kemampuan

membaca gejala dan menganalisis gejala tersebut. Hal itu dapat dilakukan

oleh tenaga pendamping yang mempunyai kemampuan komunikasi,

mediasi dan sekaligus kemampuan fasilitasi dari berbagai kepentingan

yang ada di masyarakat. Untuk itu tenaga pendamping masyarakat pada

program ini harus berorientasi pemecahan masalah (problem solver).

Page 31: Arah Kebijakan Plksda Bm

31ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DANTATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI

VI. PENDANAAN PROGRAM

6.1 . Sumber DanaPembiayaan Program Penanganan Lahan Kritis dan Sumber Daya AirBerbasis Masyarakat (PLKSDA-BM) bersumber dari :a) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)b) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Propinsic) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kotad) Dana partisipasi masyarakate) Sumber-sumber lain yang tidak mengikat

6.2. Mekanisme Penganggaran ProgramMekanisme penganggaran dilakukan melalui tahapan sebagai berikut :a) Proposal usulan kegiatan dan biaya dibuat oleh Bappeda Provinsi

maupun Bappeda Kabupaten/Kota ditujukan kepada Ditjen BinaBangda. Proposal tersebut disusun untuk pelaksanaan programselama 5 tahun.

b) Guna mengakomodasikan kegiatan tahunan, maka setahun sebelumpelaksanaan program akan dilakukan pertemuan koordinasipenyusunan Annual Work Plan dengan Ditjen Bina Bangda, Provinsidan kabupaten/Kota. Dalam pertemuan AWP Provinsi dankabupaten/Kota sudah harus menyiapkan TOR kegiatan besertaRAB-nya.

c) Ditjen Bina Bangda selanjutnya menyusun RKAKL berdasarkan AWP,TOR serta RAB dari daerah.

d) Setelah rencana keuangan pemerintah disetujui oleh DPR-RI, makaRKAKL akan dibahas antara Ditjen Bina Bangda dengan KementerianKeuangan untuk disyahkan menjadi Daftar Isian PelaksanaanAnggaran (DIPA) Satuan Kerja Propinsi, Kabupaten/Kota.

6.3. Mekanisme Pencairan DanaMengenai Mekanisme pencairan Dana Dekonsentrasi maupun DanaTugas Pembantuan pada prinsipnya sama yaitu mengikuti aturan yangtertuang dalam Surat Edaran Direktorat Jenderal Perbendaharaan No.PER-66/PB/2005 tanggal 28 Desember 2005 tentang MekanismePelaksanaan Pembayaran atas beban Anggaran Pendapatan dan BelanjaNegara.

Page 32: Arah Kebijakan Plksda Bm

32ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DANTATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI

6.4. AssetInventarisasi asset Barang Milik Negera (BMN) lingkup KementerianDalam Negeri dilakukan dalam upaya untuk mengidentifikasi barang yangpembeliannya menggunakan dana Dekonsentrasi maupun dana TugasPembantuan. Selama belum dilakukan serah terima kepada daerah, BMNtersebut masih menjadi asset Kementerian Dalam Negeri.Beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan BMNyaitu:a) Peraturan Pemerintah Nomor 6/2006, tentang Pengelolaan Barang

Milik Negara dan Barang Milik Daerah.b) Permenkeu Nomor 96/PMK.06/2007, tentang Tata Cara Pelaksanaan

Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan PemindahtangananBarang Milik Negara.

c) Permenkeu Nomor 120/PMK.06/2007, tentang PenatausahaanBarang Milik Negara.

d) Permenkeu Nomor 171/PMK.05/2007, tentang Sistem Akuntansi danPelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.

e) Permenkeu Nomor 102/PMK.05/2009, tentang Tata Cara RekonsiliasiBMN Dalam Rangka Penyusunan Laporan Keuangan PemerintahPusat.

f) Permenkeu Nomor 156/PMK.07/2008, tentang Pedoman PengelolaanDana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan direvisi dgn PermenkeuNomor 248/PMK.07/2010

6.5. Pengawasan AuditorDalam pelaksanaan kegiatan program PLKSDA-BM setiap tahundilakukan pelaksanaan pengawasan oleh tim audit, antara lain sebagaiberikut :a. Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) akan

melakukan audit pelaksanaan fisik dan keuangan pada Pemerintahmaupun Pemerintah Daerah

b. Inspektorat Kemendagri mengaudit dalam rangka pembinaanpelaksanaan fisik dan keuangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah

c. Badan Pengawas Daerah (Bawasda) mengaudit pelaksanaan fisikdan keuangan Pemerintah Daerah

Page 33: Arah Kebijakan Plksda Bm

33ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DANTATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI

VII. KEBERLANJUTAN PROGRAM

Untuk menjamin terselenggaranya keberlanjutan program, maka pemerintah

kabupaten/ kota perlu melaksanakan beberapa kegiatan sebagai berikut :

7.1 Perkuatan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah dan masyarakat

Kapasitas kelembagaan pemerintah daerah dan masyarakat menjadi fokus

yang sangat penting untuk menjamin keberlanjutan program dalam jangka

panjang. Seluruh mekanisme pembinaan masyarakat akan tetap

berlangsung setelah program berakhir. Peran ini sangat bergantung pada

kapasitas kelembagaan masyarakat yang dibentuk dan dikembangkan

selama program berlangsung. Penguatan kelembagaan pemerintah daerah

dan masyarakat mencakup antara lain penataan struktur dan mekanisme

kerja organisasi instansi pemerintah daerah (SKPD), kesepakatan tata

pengaturan antar kelembagaan daerah, penyusunan rencana strategis

SKPD, dan manajemen anggaran dan manajemen program.

7.2. Pengembangan Program

Paska program Penanganan lahan kritis yang mendapat dana melalui

mekanisme Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, pemerintah Provinsi

dan Kabupaten/Kota agar mengembangkan program sejenis dengan

dukungan dana APBD. Hal ini perlu dilakukan sebagai upaya mengurangi

lahan kritis serta menciptakan lapangan kerja bagi penduduk pra sejahtera

yang menjadi peserta program. Pengembangan program juga dapat

menciptakan pemasukan bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari bagi

hasil yang dibuat antara Pemerintah Kabupaten dengan kelompok tani

peserta program.

Page 34: Arah Kebijakan Plksda Bm

34ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DANTATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI

7.3. Pendanaan Program

Pasca program PLKSDA-BM sepenuhnya akan menjadi tanggung jawab

Pemerintah Daerah (Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/kota) dengan

kelompok tani penerima manfaat program. Berbagai aktifitas pembinaan

kelompok tani diharapkan mendapat dukungan pendanaan terutama dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) terutama untuk

kepentingan peningkatan kapasitas kelembagaan kelompok tani

Program lahan kritis. Di samping itu untuk menunjang kegiatan yang

dilakukan oleh masyarakat sendiri, seperti ; pertemuan, pelatihan,

dukungan pembibitan dalam rangka peningkatan kuantitas dan kualitas

pengelola lahan kritis diharapkan bersumber dari swadaya masyarakat dari

hasil pengelolaan ternak atau hasil tanaman pertanian yang dikembangkan

masyarakat. Diharapkan dukungan pendanaan dari APBD Kabupaten/

Kota untuk memperkuat pembinaan.

7.4. Fasilitasi Pembinaan

Setelah program PLKSDA-BM berakhir, seluruh kegiatan pengembangan

akan menjadi tanggung jawab masyarakat namun tidak berarti Pemerintah

Kabupaten tidak lagi memiliki peran dan kegiatan berkaitan dengan usaha

penanganan lahan kritis dan perbaikan ekonomi masyarakat miskin di

wilayah program. Hanya saja peran fungsi dan wewenang Pemerintah

Kabupaten sedikit mengalami perubahan dari semula sebagai pelaksana

(aktor) menjadi pembina (fasilitator).

Beberapa alasan dibutuhkannya dukungan pembinaan dari Pemerintah

Provinsi dan Kabupaten untuk menunjang usaha masyarakat dalam

Page 35: Arah Kebijakan Plksda Bm

35ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DANTATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI

melakukan kegiatan Penanganan Lahan Kritis dan Sumber Daya Air

Berbasis Masyarakat adalah :

1. Kemampuan swadaya masyarakat untuk membiayai kegiatan

Penanganan Lahan Kritis dan Sumber Daya Air Berbasis Masyarakat

masih sangat terbatas untuk tujuan pemeliharaan tanaman dan

pemeliharaan ternak.

2. Kemampuan pengurus dan anggota organisasi masyarakat yang

berbentuk kelompok atau perkumpulan masih membutuhkan penguatan

dari aspek teknis metodologi tentang pengembangan masyarakat.

3. Pengenalan awal tema pembayaran jasa lingkungan dan pembagian

peran serta tanggungjawab yang adil dalam penanganan lahan kritis

membutuhkan sosialisasi kepada multipihak dalam jangka panjang. Oleh

karena itu peran Pemerintah Daerah dan Dinas Teknis terkait sangat

penting dalam mempublikasikan hal tersebut.

4. Kemampuan masyarakat dalam melakukan mediasi kepada multipihak

untuk pembagian peran dan tanggungjawab yang adil terutama dengan

dunia swasta (pemanfaat sumber daya air) sangat lemah, oleh karena

itu fasilitasi Pemerintah Daerah akan sangat menentukan keberhasilan

inisiatif ini.

Dengan demikian, dukungan pembinaan yang dibutuhkan dari Pemerintah

Kabupaten terutama dalam fase keberlanjutan meliputi: kebijakan,

peningkatan kapasitas organisasi masyarakat (pelatihan dan lokakarya)

dan monitoring program.

Page 36: Arah Kebijakan Plksda Bm

36ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DANTATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI

VIII. PENGENDALIAN, EVALUASI DAN PELAPORAN

8.1 Pengendalian

Pengendalian dilakukan melalui kegiatan pemantauan atau monitoring dan

tindak lanjut penyimpangan terhadap pencapaian tujuan program/kegiatan.

a. Pemantauan/Monitoring

1) Monitoring kegiatan dilaksanakan minimal 1 (satu) kali dalam 1

(satu) semester, sesuai dengan tujuan kegiatan untuk mengetahui

kemajuan dan permasalahan pelaksanaan kegiatan di Daerah,

serta upaya pemecahan masalah secara cepat dan tepat;

2) Monitoring dilaksanakan oleh Tim Monitoring Program Dana

Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan tingkat Pusat dan

provinsi. Hasil monitoring menjadi bahan masukkan dalam proses

evaluasi terhadap program dimaksud serta sebagai bahan laporan

kepada penanggung jawab program di Pusat;

3) Materi monitoring meliputi aspek administrasi,

penyaluran/pencairan dana, pelaksanaan kegiatan, pelaporan dan

keberadaan asset;

4) Dalam hal kebutuhan data audit, sewaktu-waktu Tim koordinasi

pengelola program di tingkat Pusat dapat melakukan monitoring ke

daerah.

5) Apabila berdasar hasil monitoring ditemukan adanya

penyimpangan, Tim Monitoring membuat rekomendasi tindak lanjut

atas penyimpangan yang terjadi untuk proses perbaikan.

6) Hasil monitoring dan rekomendasi tindak lanjut atas terjadinya

penyimpangan selanjutnya dibuat Berita Acara dan ditandatangani

oleh Ketua Tim Monitoring Program Dana Dekonsentrasi dan Dana

Tugas Pembantuan dan Kuasa Pengguna Anggaran masing-

masing daerah.

Page 37: Arah Kebijakan Plksda Bm

37ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DANTATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI

b. Tindak Lanjut.

1. Kuasa Pengguna Anggaran dana Dekonsentrasi maupun dana Tugas

Pembantuan mengoordinasikan tindak lanjut atas rekomendasi

sebagaimana tertuang dalam Berita Acara.

2. Hasil tindak lanjut sebagaimana dimaksud angka 1) selanjutnya

dikirimkan ke Kementerian Dalam Negeri c.q Ditjen Bina

Pembangunan Daerah.

.

8.2 Evaluasi

a. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan/capaian

pengelolaan kegiatan yang dilakukan oleh Tim Pengelola Kegiatan di

daerah Penerima Program Penanganan Lahan Kritis dan Sumber Daya

Air Berbasis Masyarakat Tahun Anggaran 2012, yang meliputi kajian

terhadap manajemen dan output kegiatan serta berbagai

permasalahan yang muncul dalam pengelolaan kegiatan;

b. Evaluasi dilaksanakan secara bersama-sama oleh Tim Pengelola

Kegiatan di daerah Penerima Program Penanganan Lahan Kritis dan

Sumber Daya Air Berbasis Masyarakat Tahun Anggaran 2012 dengan

Tim Pembina Ditjen Bina Pembangunan Daerah pada akhir tahun

anggaran atau setiap waktu bila dipandang perlu.

8.3 Pelaporan

Dalam rangka mengukur kinerja pelaksanaan kegiatan, maka pelaporan

mencakup hal-hal sebagai berikut :

a. Laporan Keuangan dan Kinerja, dilakukan secara periodik yaitu

bulanan, triwulanan, semesteran, akhir tahun disertai dengan foto copy

Surat Perintah Membayar (SPM) dan Surat Perintah Pencairan Dana

(SP2D), oleh KPA/SKPD di Kabupaten/Kota kepada Bupati/Walikota

sesuai dengan format yang tercantum pada Peraturan Pemerintah No.

Page 38: Arah Kebijakan Plksda Bm

38ARAH KEBIJAKAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DANTATA KELOLA PROGRAM PLKSDA-BM

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI

39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi

Pelaksanaan Rencana Pembangunan, tembusan laporan disampaikan

kepada Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah cq. Subdit

Perencanaan dan Pemanfaatan Sumber Daya Air

b. Laporan Keuangan dan Kinerja disampaikan paling lambat 5 (lima) hari

kerja setelah triwulan yang bersangkutan berakhir.

c. Bentuk dan isi laporan Keuangan disusun dalam aplikasi Sistem

Akuntansi Instansi (SAI) dan Sistem Akuntansi Barang Milik Negara

(SABMN) yang mengacu kepada Standar Akutansi Pemerintah

sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun

2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah,

serta mengacu kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3

tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran di

lingkungan KementerianDalam Negeri).

d. Laporan Akhir dan Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Tugas Pembantuan

yaitu laporan akhir pelaksanaan yang disusun oleh KPA/SKPD yang

berisi tentang output/hasil pelaksanaan kegiatan, evaluasi kegiatan dan

rencana tindaklanjut, yang dilampiri dengan foto-foto hasil

pelaksanaan, disampaikan kepada Bupati/Walikota Penerima Tugas

Pembantuan Program Penanganan Lahan Kritis dan Sumber Daya Air

Berbasis Masyarakat di Daerah Tahun Anggaran 2012, dengan

tembusan disampaikan kepada Direktur Jenderal Bina Pembangunan

Daerah cq. Subdit Perencanaan dan Pemanfaatan Sumber Air;

e. Bentuk dan isi laporan kinerja memuat tentang hasil-hasil yang telah

dicapai setiap kegiatan, permasalahan yang dihadapi, upaya yang

telah dilaksanakan, dan rencana tindaklanjut.