apa itu kebudayaan nasional indonesia

13
1. Pendahuluan Berbicara mengenai kebudayaan nasional Indonesia pada masa kini dan meletakkannya pada ranah diskusi bukanlah sesuatu yang baru sama sakali. Pembicaraan ini telah menjadi sebuah diskusi yang hangat, panjang dan tak kunjung henti bahkan tak pernah habis karena kebudayaan itu bersifat dinamis. Dinamisitasnya terletak bahwa kebudayaan itu selalu berkembang dan menuntut setiap orang yang bergelut di dalamnya untuk semakin berpikir dan bertindak kritis terhadap aneka perkembangan yang terjadi. Maka, tak mengherankan jika konsep mengenai kebudayaan nasional Indonesia telah menjadi polemik yang selalu didiskusikan dan dibicarakan oleh para budayawan atau siapa saja yang berkecimpung dan memiliki keprihatian terhadap kebudayaan Indonesia sejak lama. Akan tetapi, de facto, konsep mengenai kebudayaan nasional Indonesia perlahan-lahan tergerus dan tersingkir dari pusat pembicaraan dan perhatian kita sebagai bangsa Indonesia, kita telah “kehilangan” makna dan arti dari kebudayaan nasional Indonesia itu sendiri. 1 Sehingga, ketika ada beberapa unsur kebudayaan kita yang diklaim oleh negara lain sebagai miliknya barulah mata kita terbuka dan menyadari ada unsur kebudayaan kita yang hilang. Misalnya “Reog Ponorogo” yang berasal dari Jawa 1 Mengenai hal ini dapat dilihat lebih jauh pada http://pusakacita.wordpress.com/2008/02/19/kebudayaan-kita-semakin-tergusur/ yang diakses pada tanggal 21 Oktober 2010. Artikel yang sejajar dengan pandangan ini dapat dilihat pada http://celebrity.okezone.com/read/2010/08/30/33/368011/yovie-prihatin-dengan- kondisi-budaya-nasional yang memuat tanggapan seorang artis mengenai keprihatinan terhadap kebudayaan nasional; http://rimanews.com/node/3031 yang memuat mengenai Quo Vadis Kebudayaan Indonesia? oleh Ikatan Alumni Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. 1

Upload: ryano-tagung

Post on 25-Jun-2015

694 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

menghadapi progresif budaya asing maka sebaga anak bangs penjelajah jagat raya yang kaya akan buday maka kita harus sadar bahwa kebudayaan nasional merupakan harta yang berharga yang patutu dihargai dan junjung itnggi. mencinati budaya nasional Indonesia tanpa bersikap regresif dan menerima budaya asing tanpa mendiskreditkan budaya nasional Inodnesia

TRANSCRIPT

Page 1: Apa itu Kebudayaan Nasional Indonesia

1. Pendahuluan

Berbicara mengenai kebudayaan nasional Indonesia pada masa kini dan meletakkannya pada

ranah diskusi bukanlah sesuatu yang baru sama sakali. Pembicaraan ini telah menjadi sebuah

diskusi yang hangat, panjang dan tak kunjung henti bahkan tak pernah habis karena kebudayaan

itu bersifat dinamis. Dinamisitasnya terletak bahwa kebudayaan itu selalu berkembang dan

menuntut setiap orang yang bergelut di dalamnya untuk semakin berpikir dan bertindak kritis

terhadap aneka perkembangan yang terjadi. Maka, tak mengherankan jika konsep mengenai

kebudayaan nasional Indonesia telah menjadi polemik yang selalu didiskusikan dan dibicarakan

oleh para budayawan atau siapa saja yang berkecimpung dan memiliki keprihatian terhadap

kebudayaan Indonesia sejak lama.

Akan tetapi, de facto, konsep mengenai kebudayaan nasional Indonesia perlahan-lahan

tergerus dan tersingkir dari pusat pembicaraan dan perhatian kita sebagai bangsa Indonesia, kita

telah “kehilangan” makna dan arti dari kebudayaan nasional Indonesia itu sendiri.1 Sehingga,

ketika ada beberapa unsur kebudayaan kita yang diklaim oleh negara lain sebagai miliknya

barulah mata kita terbuka dan menyadari ada unsur kebudayaan kita yang hilang. Misalnya

“Reog Ponorogo” yang berasal dari Jawa Timur oleh Malaysia, lagu “rasa sayang-sayange” dari

Maluku oleh pemerintah Malaysia, dan lain sebagainya.2

Di samping itu, kebudayaan nasional Indonesia yang pada intinya merupakan hasil kreasi

anak bangsa seolah-olah telah berubah rupa menjadi kebudayaan barat. Di mana orientasi kita

sebagai bangsa Indonesia telah beralih pada hal-hal materialistik, intelektualistik dan

individualistik. Kita melupakan akar kebudayaan kita yang lebih mementingkan kerohanian,

perasaan dan gotong royong. Hal ini tidak berarti bahwa kita membentengi diri untuk tidak

menerima kebudayaan barat tetapi sejauh mana keterbukaan kita terhadap kebudayaan barat

tidak menggerus nilai dan makna kebudayaan nasional Indonesia bahkan lebih ekstrimnya jika

kebudayaan nasional Indonesia menjadi kebudayaan yang kebarat-baratan (indo). Unsur-unsur

esensial sebagai pembentuk kebudayaan nasional Indonesia mulai didominasi oleh unsur-unsur

1 Mengenai hal ini dapat dilihat lebih jauh pada http://pusakacita.wordpress.com/2008/02/19/kebudayaan-kita-semakin-tergusur/ yang diakses pada tanggal 21 Oktober 2010. Artikel yang sejajar dengan pandangan ini dapat dilihat pada http://celebrity.okezone.com/read/2010/08/30/33/368011/yovie-prihatin-dengan-kondisi-budaya-nasional yang memuat tanggapan seorang artis mengenai keprihatinan terhadap kebudayaan nasional; http://rimanews.com/node/3031 yang memuat mengenai Quo Vadis Kebudayaan Indonesia? oleh Ikatan Alumni Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.2Data selengkapanya dapat dilihat pada http://budaya-indonesia.org/iaci/Data_Klaim_Negara_Lain_Atas_Budaya_Indonesia yang diakses pada tanggal 21 Oktober 2010.

1

Page 2: Apa itu Kebudayaan Nasional Indonesia

asing yang secara perlahan masuk dan diadopsi yang berakibat pada universalisasi unsur-unsur

budaya bangsa Indonesia dan direduksinya makna budaya sebagai identitas nasional. 3

Bertitik tolak dari diskusi dan berbagai problem yang tak kunjung habisnya, penulis merasa

terpanggil untuk melihat kembali serta mempertanyakan arti dan makna kebudayaan nasional

Indonesia. Penulis meyakini bahwa absurditas pemahaman akan kebudayaan Nasional Indonesia-

lah yang mengakibatkan kita membiarkan negara lain mencuri kekayaan kebudayaan kita. Kita

dibutakan oleh gemerlapnya panorama budaya asing sehingga kita tak segan-segan

mendekonstruksi kebudayaan kita. Kita mengalami amnesia budaya di mana kita lupa bahwa

kebudayaan adalah kekuatan yang menyatukan seluruh bangsa dengan mempertahankan

eksistensinya terhadap ancaman baik dari dalam maupun dari luar.4 Lalu, kita dapat bertanya apa

sesungguhnya kebudayaan nasional Indonesia itu? Sejauh mana kebudayaan nasional berbicara

kepada kita sebagai bangsa Indonesia5 dalam mencintai dan melestarikan kebudayan nasional

Indonesia? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang akan coba penulis jawab dalam paper ini di bawah

tema “Apa Itu Kebudayaan Nasional Indonesia? (Sebuah Pertanyaan Reflektif-Filosofis Dalam

Usaha Merekonstruksi Pemahaman Mengenai Kebudayaan Nasional Indonesia)”.

2. Kebudayaan Nasional Indonesia

2.1. Term “Kebudayaan”

Setelah kita melihat beberapa problem klasik yang telah dipaparkan di atas, maka sebelum

kita bertolak lebih dalam, guna merekonstruksi pemahaman mengenai kebudayaan nasional

Indonesia kita terlebih dahulu harus bertitik tolak dari pengertian kebudayaan itu sendiri. Akan

tetapi, perlu disadari bahwa konsep mengenai apa itu kebudayaan telah begitu banyak

didikonsepkan oleh para pemerhati budaya.6 Oleh karena itu, term kebudayaan ini akan

diletakkan dan dianalisis dengan menggunakan model gunung es atau diistilahkan dengan

3 Bdk. Ignas Kleden, Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan, Jakarta: LP3S, 1987, hlm. 163; Soerjanto Poespowardojo, Strategi Kebudayaan—Suatu Pendekatan Filosofis, Gramedia: Jakarta, 1989, hlm. 244.4 Soerjanto Poespowardojo, Strategi Kebudayaan—Suatu Pendekatan Filosofis, Gramedia: Jakarta, 1989, hlm. 236.5 Penulis memberi tekanan pada bangsa Indonesia dalam pembahasan ini karena penulis mau membawa pembahasan ini pada konteks kebudayaan nasional Indonesia sebagai sebuah identitas bangsa dan bukan pada suatu identitas politik (negara Indonesia).6 Bdk. Koentjaraningrat, Persepsi Tentang Kebudayaan Nasional dalam Alfian (ed.), Persepsi Masyarakat Tentang Kebudayaan, Gramedia: Jakarta, 1985, hlm. 99.

2

Page 3: Apa itu Kebudayaan Nasional Indonesia

iceberg model of culture7 karena sesuai dengan konteks pembahasan paper ini yakni

merekonstruksi pemahaman mengenai kebudayaan nasional Indonesia.

Dalam iceberg model of culture, sangat jelas digambarkan bahwa apa yang tampak sebagai

kebudayaan sesungguhnya adalah sebuah penampakkan dari apa yang tidak tampak. Maksudnya,

apa yang muncul ke permukaan dan menjadi puncak dari kebudayaan yakni way of life (jalan

hidup), laws and customs (hukum dan adat istiadat), institutions (intitusi-institusi), rituals (ritual)

dan language (bahasa) merupakan hasil dari interaksi unsur-unsur lain dari kebudayaan yang

berada jauh di bawah dasar. Apa yang tampak ini diistilahkan dengan doing. Doing inilah yang

menampakkan dua unsur lain dari model ini yakni thinking yang mencakup norms (norma-

norma), roles (peran-peran yang dimiliki), time orientation (kesadaran akan waktu), beliefs

(kepercayaan) dan philosophies (filsafat) dan feeling yang mencakup values (nilai-nilai),

expectations (harapan-harapan), assumptions (asumsi-asumsi) dan attitudes (sikap, pendirian).8

Setiap unsur ini bukanlah sesuatu yang statis tetapi dinamis di mana adanya interaksi dari setiap

unsur yang memiliki kesatuan dan integritas. Berikut ini kutipan yang menjelaskan interaksi

tersebut:

“When we interact with someone from another culture, we only hear their words and see their behavior. It is like seeing only the tip of the iceberg. There is much more below the surface that we may not even be aware of.  A person's cultural values and attitudes affect what he/she says and what does. Those values and attitudes are affected by things like the history, religion and geography of his/her culture and country. If you want to communicate more effectively with people from other cultures, you need to look below the surface at the base of the iceberg.9

Dari iceberg model of culture ini, cakrawala berpikir kita tentang kebudayaan semakin

diperluas bahwa kebudayaan itu pertama-tama bukanlah sekadar obyek yang dapat dilihat seperti

“ala-alat” yang diciptakan manusia untuk mencapai tujuan yang dikehendaki yang bersifat

kumulatif melainkan segala komponen yang merupakan “sebuah cetusan dari akal budi

7Model ini menjadi salah satu bahan dalam kuliah mimbar Filsafat Kebudayaan oleh Rm. Robertus Wijanarko, CM semester 5 tahun 2010. Bdk. http://interlink.mines.edu/LESSONS/TEACHERS/CURRICUL/LYNN/IB4.HTM?CMSPAGE=Outreach/interlink/LESSONS/TEACHERS/CURRICUL/LYNN/IB4.HTM yang juga membahas mengenai budaya dengan menggunakan metode gunung es kendati ada perbedaan dalam istilah tetapi pada dasaranya model ini mau menjelaskan mengenai apa yang tampak sebagai kebudayaan merupakan wujud dari apa yang tidak tampak yang menjadi dasar atau fundamen sehingga terjadi interaksi tiap lapisan budaya tersebut. 8 Bdk. M. Sastrapratedjo,S.J., “Filsafat Pancasila dalam Kehidupan Budaya Bangsa”, Jurnal filsafat, Fakultas Filsafat Ilmu Universitas Gadjah Mada, 26 Desember, 1996, hlm. 24.9http://interlink.mines.edu/LESSONS/TEACHERS/CURRICUL/LYNN/IB4.HTM?CMSPAGE=Outreach/ interlink/LESSONS/TEACHERS/CURRICUL/LYNN/IB4.HTM diakses pada tanggal 25 Oktober 2010.

3

Page 4: Apa itu Kebudayaan Nasional Indonesia

masyarakat”.10 Bahkan lebih dari itu, unsur kebudayaan yang sulit ditembusi (dalam zona

thinking dan feeling) merupakan unsur pembentuk kebudayaan dan menjadi dasar dan inti dari

kebudayaan.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa kebudayaan adalah hasil interaksi dari feeling, thinking dan

doing yang menghasilkan bentuk-bentuk budaya yang dapat dilihat, dipandang dan dinikmati

serta bernilai dan bermakna sehingga menjadi sesuatu yang patut dibanggakan dan dijadikan

identitas suatu bangsa tertentu.

2.2 Merekonstruksi Konsep Kebudayaan Nasional Indonesia11

Di atas telah dikatakan bahwa kebudayaan adalah hasil interaksi antara feeling, thinking dan

doing. Maka, dalam merekonstruksi kebudayaan nasional Indonesia kita perlu membedakan

pemahaman antara kebudayaan di Indonesia dengan kebudayaan nasional Indonesia.12 Kita juga

harus menyadari bahwa kebudayaan sebagai suatu hasil interaksi nilai-nilai vital dan bermutu

yang menghantar kebudayaan nasional Indonesia untuk tidak dipahami sebagai sesuatu yang

turun begitu saja dari langit yang langsung mengambil nama kebudayaan nasional Indonesia

melainkan sebagai hasil kreasi anak bangsa yang bertumbuh dan berkembang dengan berpijak

pada identitas bangsa Indonesia yang mendasari, mendukung dan mengisi masyarakat dengan

nilai-nilai hidup untuk dapat bertahan dan membuat kehidupan seluruhnya menjadi lebih baik,

lebih manusiawi dan berperikemanusiaan.13

Akan tetapi, kebudayaan nasional Indonesia yang merupakan cetusan yang bernilai dan

bermakna dari kebudayaan daerah yang menguatkan dan menyatukan bangsa Indonesia semakin

jauh dari nilai dan cita-cita bangsa Indonesia. Di berbagai kalangan, unsur-unsur dan nilai-nilai

budaya bangsa kita bukan hanya terancam melainkan telah dipengaruhi oleh pengembangan

unsur asing. Peresapan dan pengapdosian ini secara perlahan tapi pasti menghancurkan makna

kebudayaan nasional Indonesia, gambaran dan makna akan kebudayaan nasional Indonesia

semakin tidak jelas sehingga berkembangnya dualisme kepribadian nasional Indonesia—pribadi

10 Prof. Dr. Armada Riyanto, CM, Relativisme, Pluralisme dan Pergulatan Budaya, dalam Rafael Isharianto (penyunting), Pergumulan Iman Kristiani di Tengah Pasar Budaya, Malang: Pusat Publikasi Filsafat Teologi Widya Sasana, 2010, hlm.37.11 Merekonstruksi berarti menyusun kembali setiap kepingan dari makna kebudayan nasional Indonesia yang telah mengalami kehancuran akibat unsur-unsur asing yang diterima dan diadopsi begitu saja tanpa adanya filtrasi.12 Kebudayaan di Indonesia berarti kebudayaan yang ada di Indonesia yang terdiri dari kebudayaan asli dan kebudayan asing; sedangkan kebudayaan nasional Indonesia adalah kebudayaan yang lahir dan berasal dari masyarakat Indonesia itu sendiri tanpa ada campur tangan dari pihak luar/unsur asing manapun.13 Soerjanto Poespowardojo, Op. cit., hlm 235.

4

Page 5: Apa itu Kebudayaan Nasional Indonesia

nasional Indonesia yang asli, yang menjunjung tinggi kebudayaan nasional Indonesia sembari

membuka diri terhadap budaya asing tanpa harus terbawa arus, dan pribadi indo nasional

Indonesia di mana kita menerima budaya asing dan meleburkannya dengan kebudayaan kita.

Menrekonstruksi. Demikianlah kata kerja yang digandeng dengan frase kebudayaan nasional

Indonesia. Penggandengan ini mau mengindikasikan bahwa pernah atau pada saat ini konsep

pemahaman kita mengenai kebudayaan nasional Indonesia mengalami dekonstruksi besar-

besaran di mana keterbukaan kita terhadap unsur-unsur asing malah semakin mengaburkan

pemahaman kita mengenai kebudayaan nasional Indonesia.

Perekonstruksian terhadap pemahaman kebudayaan nasional Indonesia ini, bukanlah untuk

memperpanjang polemik yang telah terjadi tetapi lebih dari itu sebagai bangsa Indonesia, kita

harus mempunyai patokan yang menjadi tolok ukur dalam mencintai dan melestarikan

kebudayaan nasional Indonesia. Sebab apa yang kita cintai dan lestarikan menjadi sebuah

kekosongan belaka ketika kita tidak mengerti apa yang sesungguhnya yang kita cintai itu dan apa

yang harus kita lestarikan. Atau sebaliknya, kita mengetahui dan menyadari apa yang kita cintai

dan ingin kita lestarikan tetapi karena keterbukaan yang begitu besar terhadap kebudayaan asing

sehingga menyebabkan adanya ketergantungan yang luar biasa pada dunia luar, sehingga

terjadinya wajah indo dalam budaya kita. Ke-indo-an dalam wajah budaya Indonesia inilah yang

secara perlahan mendekonstruksi makna dan nilai kebudayaan nasional Indonesia.

Inilah realitas kita sekarang. Realitas terkikisnya/ penghancuran makna dan nilai kebudayaan

nasional Indonesia. Realitas krisis yang terbesar dalam tubuh Indonesia. Realitas disidentifikasi

arti dan makna kebudayaan nasional Indonesia sebagai proses dan hasil cipta anak bangsa dalam

membentuk diri dan menafsirkan identitas diri yang berinteraksi dengan lingkungan budaya

sehingga setiap orang memolakan seluruh aspek dalam dirinya berdasarkan nilai yang dihayati

dari kebudayaan.

Realitas pendekonstruksian inilah yang harus kita sadari sejak dini bahwa Indonesia dengan

segala kekayaan kebudayaan yang dimiliki sebagai cetusan dari kekayaan budaya daerah itulah

yang harus dilestarikan dan diangkat bukan sebaliknya kita mengangkat dan menjunjung tinggi

unsur-unsur budaya asing. Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa kebudayaan nasional

Indonesia adalah “puncak-puncak dari kebudayaan daerah.” 14 Puncak-puncak inilah yang harus

dibina dan dipupuk sebagai sesuatu yang dihayati di dalam masyarakat agar mampu memberikan

14 Koentjaraningrat , Op. cit., hlm. 109.

5

Page 6: Apa itu Kebudayaan Nasional Indonesia

benih serta unsur-unsur dalam kebudayaan nasional.15 Unsur-unsur tersebut merupakan “yang

khas dan bermutu dari suku bangsa mana pun asalnya, asal bisa mengindentifikasikan diri dan

menimbulkan rasa bangga.”16 Karena apa yang khas dan bermutu inilah yang oleh

Koentjaraningrat dinamakan kebudayaan nasional. Dari sini kita dapat mengatakan bahwa

kebudayaan Nasional Indonesia yang ada kini, yang kita bangga-banggakan pada dasarnya lahir

dan berakar dari kebudayaan daerah. Oleh karena itu, sejajar dengan pendapat Sanusi Pane kita

harus sadar bahwa sebagai manusia Indonesia kita tidak boleh melupakan sejarah dan tidak

terjebak di dalam provinsialistis yang mengutamakan atau mengagung-agungkan sifat

kedaerahan yang berlebihan.17

Pengrekonstruksian ini secara tak langsung mau menghantar kita pada akar, dasar dari

kebudayaan nasional. Bahwa kebudayaan nasional kita yang harus kita junjung tinggi yang

selama ini kita abaikan adalah puncak-puncak dari kebudayaan daerah yang asli tanpa pengaruh

dari unsur luar manapun yang menjadi suatu sistem gagasan dan pralambang yang memberi

identitas kepada warga negara Indonesia, yang dapat dipakai oleh semua bangsa Indonesia untuk

saling berkomunikasi dan memperkuat solidaritas. Oleh karena itu, di dalam dirinya kebudayaan

nasional Indonesia merupakan hasil karya bangsa Indonesia, yang mengandung ciri-ciri khas

Indonesia dan di atas semuanya itu bernilai dan menjadi kebanggaan bangsa Indonesia.18

Jadi, merekonstruksi kebudayaan nasional Indonesia bukan berarti kita mengonsepkan suatu

arti yang baru mengenai kebudayaan nasional Indonesia, bukan juga kita bersikap atau menjadi

regresif. Tetapi sebaliknya, menjadi progresif, bahwa saatnya telah datang, kebudayaan nasional

Indonesia dalam mencapai tujuan modernisasi di segala bidang kehidupan, sikap dan politik,

tetap mencerminkan kepercayaan pada diri sendiri, sadar akan kekuatan diri sendiri, kekuatan

yang juga dihasilkan oleh nilai-nilai tradisional yang baik, sehingga kita berani berhadapan

dengan pengaruh-pengaruh kebudayaan dari dunia luar dan tidak bergantung dan mengadopsi

begitu saja pengaruh dari dunia luar.19 Di sinilah tampak dengan jelas interaksi yang harmonis

antara feeling, thinking dan doing di mana kita tidak hanya berada dan berputar pada zona doing

tetapi kita berani masuk, kembali ke akar kebudayaan kita, dengan menyadari akan pengaruh

15 Soerjanto Poespowardojo, Op.cit, hlm. 309.16 Dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/BudayaIndonesia yang diakses pada tanggal 08 Oktober 2010.17 Koetjaraningrat, Op.cit.18 Ir. M. Munandar Soelaeman Ms, Ilmu Budaya Dasar (suatu Pengantar), Bandung: Eresco, 1991, hlm. 43. Bdk. Koentjaraningrat, Persepsi tentang kebudayaan Nasional dalam Alfian (ed.), Persepsi Masyarakat tentang Kebudayaan, Gramedia: Jakarta, 1985, hlm. 111.19 Bdk. J. W. M. Bakker, SJ, Op. cit., hlm. 132-133.

6

Page 7: Apa itu Kebudayaan Nasional Indonesia

yang diberikan oleh dua unsur kebudayaan yang tak tampak itu dalam mengembangkan dan

member makna kepada kebudayaan nasional Indonesia. Oleh karena itu, kebudayaan nasional

Indonesia itu tidak hanya berhenti pada apa yang tampak (bahasa daerah, tarian daerah, kesenian

daerah, lukisan, ukiran atau pahatan dan lain sebagainya) tetapi lebih dari itu kebudayaan

nasional Indonesia merupakan “kesatuan budaya yang tumbuh dari dalam”,20 yang sebagian

besar unsurnya tidak bisa dilihat, jauh lebih kaya, yang merupakan sebuah cetusan dari akal budi

masyarakat, inti hati dari pemahaman diri masyarakat, cara bagaimana masyarakat menafsirkan

dirinya, sejarah dan tujuan-tujuannya sehingga adanya integritas dan kesatuan dalam kebudayaan

nasional Indonesia.21 Kekayaan dan unsur yang tak dapat dilihat inilah yang kerap membuat kita

lupa akan identitas kita sebagai bangsa Indonesia sehingga kita tersandung dan terjebak pada

kedangkalan dalam memahami kebudayaan nasional Indonesia.

3. Penutup

Seiring perjalanan waktu, kebudayaan nasional Indonesia telah (bahkan sedang)

merealisasikan dirinya dengan menunjukkan sikap yang terbuka yang selalu aktif—membuka

diri bagi kebudayaan lain—dan positif—menghargai kebudayaan asing sebagai sarana dalam

menemukan nilai yang lebih tinggi dan luhur sehingga kebudayaan kita semakin diperkaya.

Akan tetapi perlu disadari bahwa, kebudayaan nasional mencapai puncak dan semakin bermakna

ketika kebudayaan nasional Indonesia mampu mempertahankan bukan hanya eksistensinya

melainkan esensinya yang dapat memberi kehidupan dan kekuatan sehingga kebudayaan

nasional Indonesia tetap berada pada posisi yang dapat memberikan makna bagi seluruh bangsa

Indonesia.

Di samping itu, apa itu kebudayaan nasional Indonesia akan tetap menjadi sebuah pertanyaan

reflektif bagi kita yang menamakan diri bangsa Indonesia sehingga kita sadar akan identitas kita

sebagai bangsa Indonesia sehingga pada akhirnya kita dapat bertanggung jawab dengan

menggandengi identitas kita sebagai bangsa Indonesia yang berbudaya ke tingkat internasional.

DAFTAR PUSTAKA

20 Soerjanto Poespowardojo, Op.cit, hlm. 236.21 M. Sastrapratedjo,S.J., Op.cit., hlm. 24.

7

Page 8: Apa itu Kebudayaan Nasional Indonesia

BUKU DAN ARTIKEL

Alfian (ed.). Persepsi Masyarakat Tentang Kebudayaan, Gramedia: Jakarta, 1985.

Bakker, J.W.M., Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Kanisius, 1984.

Isharianto, Rafael (penyunting), Pergumulan Iman Kristiani di Tengah Pasar Budaya, Malang: Pusat Publikasi Filsafat Teologi Widya Sasana, 2010.

Kleden,Ignas. Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan. Jakarta: LP3S, 1987.

Kusumohamidjojo, Budiono Filsafat Kebudayaan Proses Realisasi Manusia, Yogyakarta dan Bandung: Jalasutra-2009

Lubis, Mochtar, Budaya, Masyarakat dan Mansuia Indonesia, Himpunan “catatan Kebudayaan” Mochtar Lubis di Majalah Horizon. Jakarta: Obor, 1993.

Mashad, S., Abdul Kanim . Sang Pujangg. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2006.

Poespowardojo, Soerjanto. Strategi Kebudayaan—Suatu Pendekatan Filosofis. Gramedia: Jakarta, 1989.

Sastrapratedjo, M., S.J. “Filsafat Pancasila dalam Kehidupan Budaya Bangsa”. Dalam Jurnal Filsafat, Fakultas Filsafat Ilmu Universitas Gadjah Mada, 26 Desember, 1996.

Soelaeman, Ir., M., Munandar, Ms. Ilmu Budaya Dasar (suatu Pengantar). Bandung: Eresco, 1991.

INTERNEThttp://interlink.mines.edu/LESSONS/TEACHERS/CURRICUL/LYNN/IB4.HTM?CMSPAGE=Outreach/interlink/LESSONS/TEACHERS/CURRICUL/LYNN/IB4.HTM diakses pada tanggal 25 Oktober 2010.

http://pusakacita.wordpress.com/2008/02/19/kebudayaan-kita-semakin-tergusur/ yang diakses pada tanggal 21 Oktober 2010.

http://celebrity.okezone.com/read/2010/08/30/33/368011/yovie-prihatin-dengan-kondisi-budaya-nasional yang diakses pada tanggal 21 Oktober 2010.

http://rimanews.com/node/3031 yang diakses pada tanggal 21 Oktober 2010.

http://budaya-indonesia.org/iaci/Data_Klaim_Negara_Lain_Atas_Budaya_Indonesia yang diakses pada tanggal 21 Oktober 2010.

http://id.wikipedia.org/wiki/BudayaIndonesia yang diakses pada tanggal 08 Oktober 2010.

8

Page 9: Apa itu Kebudayaan Nasional Indonesia

9