anemia
DESCRIPTION
AnemiaTRANSCRIPT
SKENARIO
Seorang wanita, umur 30 tahun ke poliklinik dengan keluhan cepat lelah dan merasa
lemah. Disaat bersepeda pernah mau pingsan. Sering mengalami epistaksis. Menurut
keluarganya dia terlihat lebih pucat dari biasanya.
Klarifikasi istilah :
1. Demam (febris)
Demam (febris) adalah suatu keadaan di mana suhu tubuh mencapai lebih dari
370C.
2. Epistaksis (mimisan)
Epistaksis (mimisan) adalah perdarahan dari hidung, biasanya akibat pecahnya
pembuluh darah kecil yang terletak di bagian anterior septum nasal kartilaginosa.
D. Pertanyaan
1. Jelaskan proses hematopoiesis !
2. Jelaskan proses metabolisme sel darah ?
3. Jelaskan zat-zat gizi esensial yang berhubungan dengan anemia !
4. Jelaskan patomekanisme setiap gejala !
5. Sebutkan klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan penyebabnya !
6. Bagaimana gambaran radiologis pada penderita anemia ?
7. Sebutkan diferensial diagnosis pada kasus tersebut !
E. Jawaban
1. Proses Hematopoiesis.
Hemopoiesis merupakan pembentukan sel-sel darah dari immatur menjadi
matur dimana terjadi proliferasi dan diferensiasi sel-sel progenitor yang membentuk
komponen sel darah oleh stem sel (sel induk).
Pada beberapa minggu pertama gestasi, kantung kuning telur (yolk sac) adalah
tempat utama terjadinya hemopoiesis. Sejak usia enam minggu sampai bulan ke 6-7
masa janin, hati dan limpa merupakan organ utama yang berperan dan terus menerus
memproduksi sel darah sampai sekitar 2 minggu setelah lahir. Sumsum tulang
merupakan tempat yang paling penting penting sejak usia 6-7 bulan kehidupan janin
dan merupakan satu-satunya sumber sel darah baru selama masa anak dan dewasa yang
normal. Sumsum tulang membentuk lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan dan
perkembangan sel induk. Sel-sel yang sedang berkembang terletak diluar sinus sumsum
tulang, dan sel yang matang dilepaskan ke dalam rongga sinus, mikrosirkulasi sumsum
tulang, dan dengan demikian ke sirkulasi umum.
Hemopoiesis bermula dari suatu sel induk prulipoten bersama, yang dapat
menyebabkan timbulnya berbagai jalur sel yang terpisah. Fenotip sel induk manusia
yang tepat belum diketahui, tetapi pada uji imunologik, sel ini adalah CD34+, CD38-
dan tampak seperti limfosit kecil atau sedang. Diferensiasi sel terjadi dari sel induk
menjadi jalur eritroid, granulositik, dan jalur lain melalui progenitor hemopoietik terikat
yang terbatas dalam potensi perkembangannya. Adanya berbagai sel progenitor yang
berbeda dapat ditunjukkan melalui teknik biakan in vitro. Progenitor yang sangat dini
diperiksa dengan melakukan biakan pada stroma sumsum tulang sebagai sel pemula
biakan jangka panjang, sedangkan progenitor lanjut biasanya diperiksa pada media
semi-padat. Salah satu contohnya adalah prekursor mieloid campuran yang terdeteksi
paling dini, yang menyebabkan timbulnya granulosit, eritrosit, monosit, dan
megakriosit, dan dinamakan CFU (colony forming unit / unit pembentuk koloni pada
media biakan agar)-GEMM. Sumsum tulang juga merupakan tempat asal utama limfosit
dan terdapat bukti adanya sel prekursor sistem mieloid dan limfoid.
Sel induk mempunya kemampuan untuk memperbaharui diri sehingga
walaupun sumsum tulang merupakan tempat utama terjadinya pembentukan sel baru,
namun kepadatan selnya tetap konstan pada keadaan sehat normal yang stabil. Terdapat
amplikasi yang cukup besar dalam sistem ini: satu sel induk mampu menghasilkan
sekitar 106 sel darah yang matang setelah 20 kali pembelahan sel. Walaupun demikian,
sel prekursor mempunyai kemampuan untuk berespons terhadap faktor pertumbuhan
hemopoietik dengan peningkatan produksi satu atau lebih jalur sel jika kebutuhan
meningkat. Sel induk hemopoietik juga menyebabkan terbentuknya osteoklas yang
merupakan bagian sistem monosit-fagosit, sel pembunuh alami (NK) dan sel dendritik.
2. Proses metabolisme sel darah.
a. Eritrosit
Untuk mengangkut hemoglobin agar berkontak erat dengan jaringan dan agar
pertukaran gas berhasil, eritrosit yang berdiameter 8 µm harus dapat secara berulang
melalui mikrosirkulasi yang diameter minimumnya 3,5 µm, untuk mempertahankan
hemoglobin dalam keadaan tereduksi (ferro) dan untuk mempertahankan keseimbangan
osmotik walaupun konsentrasi protein (hemoglobin) tinggi di dalam sel. Perjalanan
secara keseluruhan selama masa hidupnya yang 120 hari diperkirakan sepanjang 480
km (300 mil). Untuk memenuhi fungsinya ini, eritrosit adalah cakram bikonkaf yang
fleksibel dengan kemampuan menghasilkan energi sebagai adenosin trifosfat (ATP)
melalui jalur glikolisis anaerob (Embden-Meyerhof) dan menghasilkan kekuatan
pereduksi sebagai NADH melalui jalur ini serta sebagai nikotinamida adenin
dinukleotida fosfat tereduksi (NADPH) melalui jalur pintas heksosa monofosfat (hexose
monophosphate shunt). Metabolisme eritrosit dapat melalui dua jalur, yaitu :
a) Jalur Embden-Meyerhof
Dalam rangkaian reaksi biokimia ini, glukosa di metabolisme menjadi laktat. Untuk tiap
molekul glukosa yang dipakai, dihasilkan dua molekul ATP dan dengan demikian
dihasilkan dua ikatan fosfat energi tinggi. ATP menyediakan energi tinggi untuk
mempertahankan volume, bentuk, dan kelenturan eritrosit. Eritrosit mempunyai tekanan
osmotik lima kali lipat plasma dan adanya kelemahan intrinsik membran menyebabkan
pergerakan Na+ dan K+ yang terjadi terus menerus. Diperlukan pompa natrium ATPase
membran dan pompa ini menggunakan satu molekul ATP untuk mengeluarkan 3 ion
natrium dari sel dan memasukkan dua ion kalium ke dalam sel.
Jalur Embden-Meyerhof juga menghasilkan NADH yang diperlukan oleh enzim
methemoglobin reduktase untuk mereduksi methemoglobin (hemoglobin teroksidasi)
yang tidak berfungsi, yang mengandung besi ferri (dihasilkan oleh oksidasi sekitar 3%
hemoglobin tiap hari) menjadi hemoglobin tereduksi yang atif berfungsi 2,3-DPG yang
dihasilkan pada pintas Luebering-Rapoport (Luebering-Rapoport shunt), atau jalur
samping pada jalur ini membentuk suatu kompleks 1:1 dengan hemoglobin yang
penting dalam regulasi afinitas hemoglobin terhadap oksigen.
b) Jalur heksosa monofosfat (pentosa fosfat)
Sekitar 5% glikolisis terjadi melalui jalur oksidatif ini, dengan perubahan glukosa-6-
fosfat menjadi 6-fosfoglukonat dan kemudian menjadi ribulosa-5-fosfat. NADPH
dihasilkan dan berkaitan dengan glutation yang mempertahankan gugus sulfhidril (SH)
tetap utuh dalam sel, termasuk SH dalam hemoglobin dan membran eritrosit. NADPH
juga digunakan oleh methemoglobin reduktase lain untuk mempertahankan besi
hemoglobin dalam keadaan Fe2+ yang aktif secara fungsional. Pada salah satu kelainan
eritriosit diturunkan yang sering ditemukan (yaitu defisiensi glukosa-6-fosfat
dehidrogenase/G6PD), eritrosit sangat rentan terhadap stres oksidasi.
b. Hemoglobin
Fungsi utama eritrosit adalah membawa O2 ke jaringan dan mengembalikan
karbondioksida (CO2) dari jaringan ke paru. Untuk mencapai pertukaran gas ini,
eritrosit mengandung protein khusus yaitu hemoglobin. Tiap eritrosit mengandung
sekitar 640 juta molekul hemoglobin. Tiap molekul hemoglobin (Hb) A pada orang
dewasa normal (hemoglobin yang dominan dalam darah setelah usia 3-6 bulan) terdiri
atas empat rantai polipeptida α2β2, masing-masing dengan gugus hemenya sendiri. Berat
molekul HbA adalah 68.000. Darah orang dewasa normal juga mengandung dua
hemoglobin lain dalam jumlah kecil, yaitu HbF dan HbA2. Keduanya juga mengandung
rantai α, tetapi secara berurutan, dengan rantai γ dan δ, selain rantai β. Perubahan
utama dari hemoglobin fetus ke hemoglobin dewasa terjadi 3-6 bulan setelah lahir.
Sintesis heme erutama terjadi di mitokondria melalui suatu rangkaian reaksi biokimia
yang bermula dengan kondensasi glisin dan suksinil koenzim A oleh kerja enzim kunci
yang bersifat membatasi kecepatan reaksi yaitu asam δ-aminolevulinat (ALA) sintase.
Piridoksal fosfat (vitamin B6) adalah suatu koenzim untuk reaksi ini, yang dirangsang
oleh eritropoietin. Akhirnya, protoporfirin bergabung dengan besi dalam bentuk ferro
(Fe2+) untuk membentuk heme, masing-masing molekul heme bergabung dengan satu
rantai globin yang dibuat pada poliribosom. Suatu tetramer yang terdiri dari empat
rantai globin masing-masing dengan gugus hemenya sendiri dalam suatu ”kantung”
kemudian dibentuk untuk menyusun suatu molekul hemoglobin.
3. Zat-zat gizi esensial yang berhubungan dengan anemia.
Beberapa zat gizi diperlukan dalam pembentukan sel darah merah,
yang paling penting adalah zat besi, vitamin B12 dan asam folat; tetapi tubuh juga
memerlukan sejumlah kecil vitamin C, riboflavin dan tembaga serta keseimbangan
hormon, terutama eritropoietin (hormon yang merangsang pembentukan sel darah
merah). Tanpa zat gizi dan hormon tersebut, pembentukan sel darah merah akan
berjalan lambat dan tidak mencukupi, dan selnya bisa memiliki kelainan bentuk dan
tidak mampu mengangkut oksigen sebagaimana mestinya.
a. Besi (Fe)
Besi merupakan salah satu elemen penting dalam metabolisme tubuh, terutama
dalam pembentukan sel darah merah (eritripoiesis). Selain itu juga terlibat dalam
berbagai proses di dalam sel (intraseluler) pada semua jaringan tubuh. Mitokondria
mengandung suatu system pengangkutan electron dari susbstrat dalam sel ke mol O2
bersamaan dengan pembentukan ATP. Dalam system ini turut serta sejumlah komponen
besi yang memindahkan atom. Kegagalan system ini dapat terjadi bila pemasokan
(suplai) O2 ke jaringan kurang dan mengakibatkan produksi energi berkurang. Dalam
proses pembentukan energi ini terlibat enzim sitokrom.
Hemoglobin mempunyai berat molekul 64.500 terdiri dari 4 golongan heme yang
masing-masing mengikat 1 atom besi dan dihubungkan dengan 4 rantai polipeptid dan
dapat mengikat 4 mol oksigen. Konfigurasi ini memungkinkan pertukaran gas yang
sangat sempurna.
Besi juga terlibat dalam bermacam-macam tingkatan proses metabolic seperti
reaksi hidrolisasi yang berhubungan dengan detoksifikasi obat, sintesis steroid, DNA,
metabolisme katekolamin dan pembentukan kolagen. Bila sel mengambil besi lebih dari
yang diperlukan untuk kebutuhan metabolisme khusus maka keleebihan ini akan
merangsang sintesis feritiin dan sejumlah kecil disimpan dalam sel. Komponen besi
yang disimpan dalam feritin dan hemosiderin terutama ditemukan dalam system
retikuloendotelial (RES) ;hati, limpa dan sum-sum tulang, tapi juga ditemukan dalam
sel parenkim. Inilah sebabnya mengapa besi di dalam serum meningkat pada penyakit
hepatitis.
Jumlah besi di dalam tubuh seorang normal berkisar antara 3-5 g tergantung dari
jenis kelamin, berat badan dan hemoglobin. Besi di dalam tubuh terdapat dalam
hemoglobin sebanyak 1,5-3,0 g dan sisa lainnya terdapat dalam plasma dan jaringan. Di
dalam plasma besi terikat dengan protein yang disebut transferin sebanyak 3-4 g.
Sedangkan dalam jaringan berada dalam suatu status esensial (non-available) dan bukan
esensial (available). Disebut esensial karena tidak dapat dipakai untuk pembentukan
hemoglobin maupun keperluan lainnya. Dalam mioglobin terdapat enzim sitokrom,
katalase, dan peroksidase dalam jumlah lebih kurang 0,3 g sedangkan yang esensial
ditemukan dalam bentuk feritin dan hemosiderin siap untuk dipakai baik untuk
pembentukan sel darah merah maupun keperluan lainnya dalm sel retikuloendotelial
hati dan sumsum tulang.
Besi diabsorbsi terutama di dalam duodenum dalam bentuk fero dan dalam
suasana asam. Absorbsi besi ini dipengaruhi oleh factor endogen, eksogen dan usus
sendiri. Faktor endogen mengatur jumlah besi yang akan diabsorbsi dan tergantung dari
jumlah cadangan besi di dalam tubuh, aktivitas eritopoiesis dan kadar Hb. Bila
cadangan besi berkurang atau aktivitas eritropoiesis meningkat, atau kadar Hb rendah,
maka jumlah besi yang diabsorbsi akan meningkat dan sebaliknya bila cadangan besi
cukup, aktivitas eritropoiesis kurang atau Hb normal akan mengurangi absorbsi besi.
Faktor eksogen ditentukan oleh komposisi, sumber, sifat kimia dan cara proses
makanan. Sumber hwani lebih mudah diabsorbsi daripada sumber nabati dan vit C
mempermudah absorbsi karena mereduksi besi dari bentuk feri menjadi bentuk fero
yang lebih mudah diabsorbsi. Sebaliknya kasium, fosfor, dan asam fitat menghambat
absorbsi karena dengan besi membentuk suatu persenyawaan yang tidak larut. Faktor
usus juga berpengaruh karena asam klorida lambung mempermudah absorbsi untuk
melepaskan besi dari kompleks feri sedang secret pancreas menghambat absorbsi besi.
Pada pankreatitis dan sirosis hepatic, absorbsi besi bertambah karena sekresi pankreas
berkurang.
Jumlah besi yang dibutuhkan setiap hari tergantung dari umur, jenis kelamin dan
berat badan. Laki-laki dewasa normal memerlukan 1-2 mg besi setiap hari, sedangkan
anak dalam masa pertumbuhan dan wanita dalam masa menstruasi perlu penambahan
0,5-1 mg dari kebutuhan normal lelaki dewasa. Wanita hamil dan yang menyusui
memerlukan rata-rata 3-4 mg besi setiap hari. Berbeda dengan mineral lainnya, tubuh
tidak dapat mengatur keseimbangan besi melalui ekskresi. Besi dikeluarkan dari tubuh
relative konstan berkisar antara 0,5-1,0 mg setiap hari melalui rambut, kuku, keringat,
air kemih, dan terbanyak melalui deskuamasi sel epitel saluran pencernaan. Lain halnya
dengan wanita yang sedang meenstruasi setiap hari kehilangan besi 0,5-1,0 mg atau 40-
80 ml darah dan wanita yang sedang menyusui sebanyak 1,0 mg sehari. Wanita yang
melahirkan dengan perdarahan normal akan kehilangan besi 500-550mg.
b. Vitamin B12
Vitamin B12 (kobalamin) mempunyai struktur cincin yang kompleks (cincin
corrin) dan serupa dengan cincin porfirin, yang pada cincin ini ditambahkan ion kobalt
di bagian tengahnya. Vitamin B12 disintesis secara eksklusif oleh mikroorganisme.
Dengan demikian, vitamin B12 tidak terdapat dalam tanaman kecuali bila tanaman
tersebut terkontaminasi vitamin B12 tetapi tersimpan pada binatang di dalam hati
temapat vitamin B12 ditemukan dalam bentuk metilkobalamin, adenosilkobalamin, dan
hidroksikobalamin.
Absorbsi intestinal vitamin B12 terjadi dengan perantaraan tempat-tempat
reseptor dalam ileum yang memerlukan pengikatan vitamin B12, suatu glikoprotein
yang sangat spesifik yaitu faktor intrinsik yang disekresi sel-sel parietal pada mukosa
lambung. Setelah diserap vitamin B12 terikat dengan protein plasma, transkobalamin II
untuk pengangkutan ke dalam jaringan. Vitamin B12 disimpan dalam hati terikat
dengan transkobalamin I.
Koenzim vitamin B12 yang aktif adalah metilkobalamin dan
deoksiadenosilkobalamin. Metilkobalamin merupakan koenzim dalam konversi
Homosistein menjadi metionin dan juga konversi Metil tetrahidro folat menjadi
tetrafidrofolat. Deoksiadenosilkobalamin adalah koenzim untuk konversi metilmalonil
Ko A menjadi suksinil Ko A.
Kekurangan atau defisiensi vitamin B12 menyebabkan anemia megaloblastik.
Karena defisiensi vitamin B12 akan mengganggu reaksi metionin sintase . anemia
terjadi akibat terganggunya sintesis DNA yang mempengaruhi pembentukan nukleus
pada ertrosit yang baru . Keadaan ini disebabkan oleh gangguan sintesis purin dan
pirimidin yang terjadi akibat defisiensi tetrahidrofolat. Homosistinuria dan metilmalonat
asiduria juga terjadi .Kelainan neurologik yang berhubungan dengan defisiensi vitamin
B12 dapat terjadi sekunder akibat defisiensi relatif metionin.
c. Asam folat
Nama generiknya adalah folasin . Asam folat ini terdiri dari basa pteridin yang
terikat dengan satu molekul masing-masing asam P- aminobenzoat acid (PABA ) dan
asam glutamat. Tetrahidrofolat merupakan bentuk asam folat yang aktif. Makanan yang
mengandung asam folat akan dipecah oleh enzim-enzim usus spesifik menjadi
monoglutamil folat agar bisa diabsorbsi . kemudian oleh adanya enzim folat reduktase
sebagian besar derivat folat akan direduksi menjadi tetrahidrofolat dala sel intestinal
yang menggunakan NADPH sebagai donor ekuivalen pereduksi.
Tetrahidrofolat ini merupakan pembawa unit-unit satu karbon yang aktif dalam
berbagai reaksi oksidasi yaitu metil, metilen, metenil, formil dan formimino.Semuanya
bisa dikonversikan.
Serin merupakan sumber utama unit satu karbon dalam bentuk gugus metilen
yang secara reversible beralih kepada tetrahidrofolat hingga terbentuk glisin dan N5,
N10–metilen–H4folat yang mempunyai peranan sentral dalam metabolisme unit satu
karbon. Senyawa di atas dapat direduksi menjadi N5–metil–H4folat yang memiliki
peranan penting dalam metilasi homosistein menjadi metionin dengan melibatkan
metilkobalamin sebagai kofaktor. Defisiensi atau kekurangan asam folat dapat
menyebabkan anemia megaloblastik karena terganggunya sintesis DNA dan
pembentukan eritrosit.
4. Patomekanisme setiap gejala.
a. Cepat lelah dan lemah
Kegagalan sumsum tulang dalam memproduksi sel-sel darah pada semua jalur
pembentukan sel dapat menyebabkan timbulnya pansitopenia. Pansitopenia
menggambarkan berkurangnya jumlah sel dari semua jalur sel darah utama, yaitu
eritrosit, leukosit, dan trombosit. Berkurangnya jumlah eritrosit yang dihasilkan berarti
jumlah carrier O2 juga semakin berkurang sehingga distribusi O2 ke sel-sel tubuh,
misalnya sel-sel otot juga tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh untuk digunakan dalam
metabolisme sel-sel otot. Akibatnya, energi yang dihasilkan oleh sel-sel otot untuk
berkontraksi semakin berkurang. Hal tersebut yang menimbulkan manifestasi klinis
berupa cepat lelah dan lemah.
b. Mau pingsan
Kegagalan sumsum tulang dalam memproduksi sel-sel darah, yaitu sel eritrosit
juga menyebabkan distribusi O2 ke otak berkurang sehingga menyebabkan timbulnya
perasaan mau pingsan (syncope).
c. Demam
Kegagalan sumsum tulang dalam memproduksi sel-sel darah, yaitu sel leukosit
terutama neutrofil menyebabkan neutropenia. Sel-sel neutrofil berfungsi dalam
memphagositosis zat-zat asing, misalnya bakteri dan virus. Berkurangnya jumlah
neutrofil menyebabkan penderita rentan terhadap infeksi sehingga penderita sering
demam akibat infeksi virus atau bakteri.
d. Epistaksis
Kegagalan sumsum tulang dalam memproduksi sel-sel darah, yaitu sel trombosit
(platelet) menyebabkan trombositopenia. Trombosit berperan dalam proses pembekuan
darah. Apabila jumlah trombosit berkurang maka waktu perdarahan dan pembekuan
darah penderita menjadi lebih lama dari dalam keadaan normal sehingga penderita
mengalami epistaksis.
e. Terlihat lebih pucat
Kegagalan sumsum tulang dalam memproduksi sel-sel darah, yaitu sel darah
merah menyebabkan darah akan dialirkan ke organ-organ yang lebih vital seperti otak
dan jantung sehingga suplai darah ke organ perifer, misalnya kulit berkurang.
Akibatnya penderita terlihat pucat.
5. Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan penyebabnya.
a. Klasifikasi anemia berdasarkan etiopatogenesis.
1) Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang.
a) Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
· Anemia defisiensi Fe
· Anemia defisiensi asam folat
· Anemia defisiensi vitamin B12
b) Gangguan penggunaan (utilisasi) besi
· Anemia akibat penyakit kronik
· Anemia sideroblastik
c) Kerusakan sumsum tulang
· Anemia aplastik
· Anemia mieloptisik
· Anemia pada keganasan hematologi
· Anemia diseritropoietik
· Anemia pada sindrom mielodisplastik
Anemia akibat kekurangan eritropoietin : anemia pada gagal ginjal kronik.
2) Anemia akibat hemoragi
a) Anemia pasca perdarahan akut
b) Anemia akibat perdarahan kronik
3) Anemia hemolitik
a) Anemia hemolitik intrakorpuskular
· Gangguan membran eritrosit (membranopati)
· Gangguan enzim eritrosit (enzimopati) : anemia akibat defisiensi G6PD
· Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)
o Thalassemia
o Hemoglobinopati struktural : HbS, HbE, dll.
b) Anemia hemolitik ekstrakorpuskuler
· Anemia hemolitik autoimun
· Anemia hemolitik mikroangiopatik
· Lain-lain
4) Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang kompleks.
b. Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi
1) Anemia hipokromik mikrositer
a) Anemia defisiensi Fe
b) Thalassemia major
c) Anemia akibat penyakit kronik
d) Anemia sideroblastik
2) Anemia normokromik normisiter
a) Anemia pasca perdarahan akut
b) Anemia aplastik
c) Anemia hemolitik didapat
d) Anemia akibat penyakit kronik
e) Anemia pada gagal ginjal kronik
f) Anemia pada sindrom mielodisplastik
g) Anemia pada keganasan hematologik
3) Anemia makrositer
a) Bentuk megaloblastik
· Anemia defisiensi asam folat
· Anemia defisiensi vitamin B12, termasuk anemia pernisiosa
b) Bentuk non-megaloblastik
· Anemia pada penyakit hati kronik
· Anemia pada hipotiroidisme
· Anemia pada sindrom mielodisplastik
6. Gambaran radiologis pada penderita anemia.
a. Gambaran radiologis pada penderita anemia aplastik kongenital (Sindrom Fanconi) :
1) Hypogenitalism, bone age yang terlambat, mikrosefali, anomali ginjal dan deformitas
tulang.
2) Abnormalitas skeletal, yang paling sering hipoplasia atau tidak adanya ibu jari dan
anomali pergelangan tangan sisi radial.
3) 50 % à hipoplasia
25 % à osteoporosis
25 % à anomali ginjal, ginjal yang ektopik atau aplastik, dan horseshoe kidney
b. Gambaran radiologis pada penderita anemia hemolitik kongenital :
1) Kelainan radiologis hanya ditemukan pada penderita yang berat dan kronis berupa :
2) Hiperplasia sum-sum tulang terutama pada tengkorak sehingga memberi gambaran
Hair On End
3) Perubahan pada tulang panjang jarang ditemukan
c. Gambaran radiologis pada penderita anemia defisiensi Fe :
1) Pada tengkorak terlihat pelebaran dari diploe tulang tengkorak dan penipisan dari
tabula dan kadang-kadang memberi gambaran Hair On End.
2) Osteoporosis dari tulang panjang terutama di tangan di mana korteks sangat tipis.
3) Berbeda dengan Thalassemia : pada kasus ini tidak ada muka Mongoloid.
4) Pada pasien dewasa biasanya tidak tampak perubahan gambaran radiografi.
5) Pada Hb < 5 gr%, akan terjadi pembesaran jantung, ventrikel kiri dan arteri pulmonal.
d. Gambaran radiologis pada penderita anemia megaloblastik :
1) 80 % tampak gambaran : gastritis atrofikans pada foto lambung.
2) Lambung tampak memanjang berbentuk pipa dengan lipatan mukosa di kurvatura
major.
3) Pada malabsorpsi usus halus tampak gambaran segmentasi dan flokkulasi dari kontras
barium pada usus halus.
7. Differensial diagnosis yang diajukan, yaitu :
a. Anemia Aplastik
b. Anemia Hemolitik
c. Anemia Defisiensi Fe
d. Anemia Megaloblastik
E. Tujuan pembelajaran Selanjutnya
Tujuan pembelajaran selanjutnya, yaitu:
1. Mengetahui lebih dalam tentang penyakit-penyakit yang menyebabkan anemia.
2. Mengetahui penatalaksanaan penyakit-penyakit yang menyebabkan anemia.
F. Informasi Baru
1. Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan sesak napas.
a. Anemia Aplastik
Anemia aplastik adalah suatu kelainan yang ditandai oleh pansitopenia pada
darah tepi dan penurunan selularitas sumsum tulang.
b. Anemia Hemolitik
1) Defenisi
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh pemecahan eritrosit
yang meningkat. Normal masa hidup sel eritrosit dalam sirkulasi darah berkisar diantara
100-120 hari. Setelah kira-kira 120 hari eritrosit tersebut mengalami penghancuran oleh
sistim RE, terutama di limpa. Apabila proses penghancuran tersebut berlangsung lebih
cepat dari waktu yang tersebut diatas maka umur eritrosit memendek.
Timbulnya anemia akibat faktor yang lebih mendasar yaitu ketidakmampuan
sumsum tulang meningkatkan produksi eritrosit yang cukup sebagai kompensasi dari
umur eritrosit yang memendek. Bila sumsum tulangnya normal, maka dia mampu untuk
mengkompensasi berkurangnya umur eritrosit 4-6 kali dan mencegah terjadinya anemia
sehingga terjadilah keadaan yang disebut penyakit hemolitik terkompensasi.
Banyak hal yang dapat menyebabkan hemolitik, sebaiknya penyebab-penyebab
hemolitik tersebut dibagi 2 kategori :
o Kelainan intra korpuskular. Hampir selalu herediter, dimana eritrosit abnormal sejak
pembentukannya dalam sumsum tulang.
o Kelainan ekstra korpuskular. Hampir selalu didapat sesudah lahir, dimana eritrosit
dibentuk normal oleh sumsum tulang tetapi rusak oleh sesuatu didalam sirkulasi.
Anemia hemolitik herediter biasanya disebabkan cacat intrinsik eritrosit. Darah
normal yang ditransfusikan bertahan sama lama pada pasien ini seperti pada resipient
sehat. Anemia hemolitik didapat biasanya merupakan perubahan ekstra korpuskular
atau lingkungan, darah normal yang ditransfusikan akan mempunyai umur yang sama
pendek seperti sel eritrosit pasien itu sendiri.
2) Klasifikasi
a) Anemia hemolitik herediter.
1. Cacat pada membran.
2. Cacat pada metabolisme.
3. Cacat pada hemoglobin.
b) Anemia hemolitik didapat
1. Gangguan proses immunologis
- Anemia hemolitik autoimmun
- Isoimun
2. Sindrom fragmentasi
3. Hipersplenisme
4. Skunder :
- Penyakit ginjal
- Penyakit hati
5. Paroxysimal Nocturnal Hemoglobin (PNH)
6. Lain-lain ; infeksi, zat kimia, toksin, obat-obatan.
Pada beberapa penelitian sering ditemukan masa hidup eritrosit memendek
pada penderita sirosis hati. Mengapa terjadi penurunan umur eritrosit ini, alasanya
belum diketahui dengan pasti. Pada sirosis hati dijumpai adanya perubahan yang khas
pada lipid membran eritrosit, dimana rasio kolesterol dan fosfolipid membran eritrosit
berubah dan sebagai akibatnya terbentuk kelainan morfologi eritrosit berupa makrosit
tipis, target sel dan makrosit tebal. Bila kegagalan fungsi hat i semakin berat,
penimbunan kolesterol dalam membran eritrosit tanpa disertai penimbunan lesitin
mengakibatkan terbentuknya spur sel (sel taji, akantosis). Dengan terbentuknya spur sel,
umur eritrosit menjadi memendek, karena terjadi hemolisis dan menandakan penyakit
hati menjadi berat dan mempunyai prognosa jelek. Disamping itu hemolisis juga
diakibatkan oleh abnormalitas metabolisme eritrosit, dengan terbentuknya Heinzbodies
dan adanya penurunan ATP pada hipofosfatemia, serta oleh adanya hipersplenisme
yang menyebabkan umur eritrosit memendek.
3) Pemeriksaan laboratorium
Hasil laboratorium dibagi menjadi 3 kelompok :
a) Gambaran peningkatan penghancuran eritrosit :
1. Bilirubin serum meningkat, terutama inderek.
2. Urobilinogen urin meningkat.
3. Sterkobilinogen feses meningkat.
4. Haptoglobin serum tidak ada karena kompleks hemoglobin-hemoglobin ditarik oleh RE
sel.
b) Gambaran peningkatan produksi eritrosit :
1. Retikulositosis.
2. Hiperplasia eritrosit sumsum tulang.
c) Eritrosit rusak :
1. Morfologi : mikrosferosit, fragmen, dan sebagainya.
2. Fragilitas Osmotik, otohemolitis dan sebagainya.
3. Umur eritrosit memendek. Terbaik diperlihatkan oleh penandaan (labelling) 51Cr dengan
pemeriksaan tempat -tempat destruksi.
4) Gambaran Klinis Anemia
Gambaran klinis suatu anemia tergantung kepada :
a) Tingkat anemia (berat, sedang, dan ringan).
b) Etiologi anemia.
c) Kecepatan terjadinya anemia (akut atau kronis).
d) Umur penderita.
e) Kemampuan sistem kardiovaskular dan pulmonal untuk melakukan kompensasi akibat
anemia.
Apabila terjadi anemia pada seorang penderita maka kemampuan hemoglobin
sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru sampai keseluruh jaringan tubuh akan
mengalami gangguan. Kapasitas pengangkut O2 akan menurun sampai batas tertentu ke
setiap jaringan dan menimbulkan hipoksia jaringan. Akibat hipoksia, setiap jaringan
akan menimbulkan reaksi berupa gejala dan tanda yang khas untuk masing- masing
organ tubuh terutama organ vital seperti otak, jantung, paru-paru, vaskular, dan
muskuloskeletal.
Pada ummunya, gejala dan tanda anemia adalah mudah lemah, terutama waktu
bekerja, pucat pada selaput lendir mulut dan mata, oyong, gangguan kardiovaskular,
jantung berdebar-debar, nadi cepat atau sesak nafas. Adanya rasa nyeri pada dada
(angina) bila disertai iskemia. Anemia defisiensi besi memberi gejala dan tanda
kelelahan, palpitasi, pucat, tinitus, mata berkunang-kunang oleh karena berkurangnya
hemoglobin, pusing kepala, parestesia, dingin-dingin pada ujung jari yang disebabkan
kekurangan enzyme sitokrom, sitokrom C oksidase dalam jaringan-jaringan. Kelainan
jaringan epitel menyebabkan koilonikia pada kuku, atropi papil lidah, rasa nyeri dan
terbakar pada lidah, disfagia, stomatitis angularis, gastritis, atropi mukosa lambung,
ozaena, pica, gangguan mensturasi, ganguan sistim neuromuskular berupa neuralgia,
mati rasa dan kesemutan, gangguan sistim skelet serta splenomegali. Gejala dan tanda
amemia hemolitik secara umum pasien kelihatan pucat, ikterus serta splenomegali.
c. Anemia Defisiensi Fe
1) Definisi anemia defisiensi besi
Secara definisi, anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh
kurangnya zat besi dalam tubuh sehingga kebutuhan besi untuk eritropoesis tidak cukup
yang ditandai dengan gambaran sel darah merah yang hipokrom mikrositik, kadar besi
serum dan saturasi (jenuh) transferin menurun, mampu ikat besi total (TIBC) meninggi
dan cadangan besi dalam sumsum tulang dan tempat lain sangat kurang atau tidak ada
sama sekali.
2) Patogenesis anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi terjadi sebagai akibat dari gangguan balans zat besi
yang negatif, jumlah zat besi (Fe) yang diabsorbsi tidak mencukupi kebutuhan tubuh.
Pertama-tama balans Fe yang negatif ini oleh tubuh diusahakan untuk diatasinya dengan
cara menggunakan cadangan besi dalam jaringan-jaringan depot. Pada saat cadangan
besi tersebut habis, baru anemia defisiensi besi menjadi manifest. Perjalanan keadaan
kekurangan zat besi mulai dari terjadinya anemia sampai dengan timbulnya gejala-
gejala yang klasik, melalui beberapa tahap :
Tahap I : Terdapat kekurangan zat besi ditempat-tempat cadangan besi (depot iron),
tanpa disertai dengan anemia (anemia latent) ataupun perubahan konsentrasi besi dalam
serum (SI). Pada pemeriksaan didapati kadar feritin berkurang.
Tahap II : Selanjutnya mampu ikat besi total (TIBC) akan meningkat yang diikuti
dengan penurunan besi dalam serum (SI) dan jenuh (saturasi) transferin. Pada tahap ini
mungkin anemia sudah timbul, tetapi masih ringan sekali dan bersifat normokrom
normositik. Dalam tahap ini terjadi eritropoesis yang kekurangan zat besi (iron deficient
erythropoesis).
Tahap III : Jika balans besi tetap negatif maka akan timbul anemia yang tambah nyata
dengan gambaran darah tepi yang bersifat hipokrom mikrositik.
Tahap IV : Hemoglobin rendah sekali. Sumsum tulang tidak mengandung lagi cadangan
besi, kadar besi plasma (SI) berkurang. Jenuh transferin turun dan eritrosit jelas
bentuknya hipokrom mikrositik. Pada stadium ini kekurangan besi telah mencapai
jaringan-jaringan. Gejala klinisnya sudah nyata sekali.
d. Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik terdiri atas 2, yaitu :
1) Anemia karena defisiensi Vitamin B12
a) Defenisi
Anemia Karena Kekurangan Vitamin B12 (anemia pernisiosa) adalah anemia
megaloblastik yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B12. Selain zat besi, sumsum
tulang memerlukan vitamin B12 dan asam folat untuk menghasilkan sel darah merah.
Jika kekurangan salah satu darinya, bisa terjadi anemia megaloblastik. Pada anemia
jenis ini, sumsum tulang menghasilkan sel darah merah yang besar dan abnormal
(megaloblas). Sel darah putih dan trombosit juga biasanya abnormal. Anemia
megaloblastik paling sering disebabkan oleh kekurangan vitamin B12 dan asam folat
dalam makanan atau ketidakmampuan untuk menyerap vitamin tersebut. Kadang
anemia ini disebabkan oleh obat-obat tertentu yang digunakan untuk mengobati kanker
(misalnya metotreksat, hidroksiurea, fluorourasil dan sitarabin).
b) Penyebab
Penyerapan yang tidak adekuat dari vitamin B12 (kobalamin) menyebabkan
anemia pernisiosa. Vitamin B12 banyak terdapat di dalam daging dan dalam keadaan
normal telah diserap di bagian akhir usus halus yang menuju ke usus besar ( ilium).
Supaya dapat diserap, vitamin B12 harus bergabung dengan faktor intrinsik (suatu
protein yang dibuat di lambung), yang kemudian mengangkut vitamin ini ke ilium,
menembus dindingnya dan masuk ke dalam aliran darah. Tanpa faktor intrinsik, vitamin
B12 akan tetap berada dalam usus dan dibuang melalui tinja. Pada anemia pernisiosa,
lambung tidak dapat membentuk faktor intrinsik, sehingga vitamin B12 tidak dapat
diserap dan terjadilah anemia, meskipun sejumlah besar vitamin dikonsumsi dalam
makanan sehari-hari. Tetapi karena hati menyimpan sejumla besar vitamin B12, maka
anemia biasanya tidak akan muncul sampai sekitar 2-4 tahun setelah tubuh berhenti
menyerap vitamin B12.
Selain karena kekurangan faktor intrinsik, penyebab lainnya dari kekurangan
vitamin B12 adalah:
- pertumbuhan bakteri abnormal dalam usus halus yang menghalangi penyerapan vitamin
B12
- penyakit tertentu (misalnya penyakit Crohn)
- pengangkatan lambung atau sebagian usus halus dimana vit B12 diserap
- vegetarian.
d) Gejala
Selain mengurangai pembentukan sel darah merah, kekurangan vitamin B12 juga
mempengaruhi sistem saraf dan menyebabkan:
- kesemutan di tangan dan kaki
- hilangnya rasa di tungkai, kaki dan tangan
- pergerakan yang kaku.
Gejala lainnya adalah:
- buta warna tertentu, termasuk warna kuning dan biru
- luka terbuka di lidah atau lidah seperti terbakar
- penurunan berat badan
- warna kulit menjadi lebih gelap
- linglung
- depresi
- penurunan fungsi intelektual.
c) Diagnosis
Biasanya, kekurangan vitamin B12 terdiagnosis pada pemeriksaan darah rutin untuk
anemia. Pada contoh darah yang diperiksa dibawah mikroskop, tampak megaloblas (sel
darah merah berukuran besar). Juga dapat dilihat perubahan sel darah putih dan
trombosit, terutama jika penderita telah menderita anemia dalam jangka waktu yang
lama. Jika diduga terjadi kekurangan, maka dilakukan pengukuran kadar vitamin B12
dalam darah. Jika sudah pasti terjadi kekurangan vitamin B12, bisa dilakukan
pemeriksaan untuk menentukan penyebabnya.
Biasanya pemeriksaan dipusatkan kepada faktor intrinsik:
· Contoh darah diambil untuk memeriksa adanya antibodi terhadap faktor intrinsik.
Biasanya antibodi ini ditemukan pada 60-90% penderita anemia pernisiosa.
· Pemeriksaan yang lebih spesifik, yaitu analisa lambung.
Dimasukkan sebuah selang kecil (selang nasogastrik) melalui hidung, melewati
tenggorokan dan masuk ke dalam lambung.
Lalu disuntikkan pentagastrin (hormon yang merangasang pelepasan faktor intrinsik)
ke dalam sebuah vena. Selanjutnya diambil contoh cairan lambung dan diperiksa untuk
menemukan adanya faktor intrinsik.
Jika penyebabnya masih belum pasti, bisa dilakukan tes Schilling.
Diberikan sejumlah kecil vitamin B12 radioaktif per-oral (ditelan) dan diukur
penyerapannya. Kemudian diberikan faktor intrinsik dan vitamin B12, lalu
penyerapannya diukur kembali. Jika vitamin B12 diserap dengan faktor intrinsik, tetapi
tidak diserap tanpa faktor intrinsik, maka diagnosisnya pasti anemia pernisiosa.
2) Anemia karena defisiensi Asam Folat
a) Definisi
Anemia karena kekurangan asam folat adalah anemia megaloblastik yang
disebabkan oleh kekurangan asam folat.
b) Penyebab
o Intake kurang akibat diet miskin asam folat.
o Absorpsi terganggu akibat Tropical-sprue, obat seperti sulfa-salazine dan phenytoin.
o Kebutuhan meningkat, misalnya pada anemia hemolitik kronik, kehamilan, dan
dermatitis-exfoliatif.
o Kehilangan asam folat, misalnya dialysis.
o Hambatan reduksi akibat methotrexate.
c) Gejala klinik
· Gejala klinik mirip dengan defisiensi vitamin B12
· Perbedaannya ,yaitu pada defisiensi asam folat tidak ada gangguan neurologik.
d) Diagnosis
· Anemia makrositik
· Pada hapusan darah tepi ditemukan:
- makro-ovalosit
- hipersegmentasi netrofil
· Kadar asam folat dalam serum atau dalam eritrosit rendah
· Kadar vitamin B12 serum normal
e) Kelainan Laboratorium
· Anemia megaloblastik
· Asam Folat serum rendah < 3 ng / mL (normal : > 6 ng / mL)
· Hasil bisa normal bila pasien baru saja makan bahan yang mengandung asam folat.
· Kadar asam folat eritrosit ( menggambarkan intake beberapa bulan lalu ) < 150 ng /
mL
· Kadar vitamin B12 normal
· Pada alkoholik dengan defisiensi asam folat, mungkin juga ditemukan anemia akibat
penyakit hati. Pada kasus ini terdapat Anemia makrositik tanpa disertai perubahan
morfologi megaloblastik tetapi pada hapusan darah tepi ditemukan banyak sel target.
2. Penatalaksanaan masing-masing Differensial Diagnosis.
a. Anemia Aplastik
1) Hindari infeksi eksogen maupun endogen.
2) Simtomatik
a) Anemia : transfusi sel darah merah padat (PRC)
b) Perdarahan profus atau trombosit < 10.000/mm3 : transfusi trombosit (tiap unit/10
kgBB dapat meningkatkan jumlah trombosit ± 50.000/mm3).
c) Transfusi leukosit (PMN)
3) Kortikosteroid
4) Steroid anabolik
a) Nandrolon dekanoat : 1-2 mg/kg/minggu IM (diberikan selama 8 -12 minggu)
b) Oksimetolon : 3-5 mg/kg/hari per oral
c) Testosteron enantat : 4-7 mg/kg/minggu IM
d) Testosteron propionat : ½ -2 mg/kg/hari sublingua
5) Transplantasi sumsum tulang :
b. Anemia Hemolitik
Pengobatan tergantung dari penyebabnya. Jika penyebabnya tidak diketahui,
diberikan kortikosteroid (misalnya prednison) dosis tinggi, awalnya melalui intravena
selanjutnya per-oral (ditelan). sekitar sepertiga penderita memberikan respon yang baik
terhadap pengaobatan tersebut. Penderita lainnya mungkin memerlukan pembedahan
untuk mengangkat limpa, agar limpa berhenti menghancurkan sel darah merah yang
terbungkus oleh autoantibodi. Pengangkatan limpa berhasil mengendalikan anemia pada
sekitar 50% penderita. Jika pengobatan ini gagal, diberikan obat yang menekan sistem
kekebalan (misalnya siklosporin dan siklofosfamid).
Transfusi darah dapat menyebabkan masalah pada penderita anemia hemolitik
autoimun. Bank darah mengalami kesulitan dalam menemukan darah yang tidak
bereaksi terhadap antibodi, dan transfusinya sendiri dapat merangsang pembentukan
lebih banyak lagi antibodi.
Untuk meringankan gejala diberikan kortikosteroid (misalnya prednison).
penderita yang memiliki bekuan darah mungkin memerlukan antikoagulan (obat yang
mengurangi kecenderungan darah untuk membeku, misalnya warfarin). Transplantasi
sumsum tulang bisa dipertimbangkan pada penderita yang menunjukkan anemia yang
sangat berat.
c. Anemia Defisiensi Fe
Langkah pertama adalah menentukan sumber dan menghentikan perdarahan,
karena perdarahan merupakan penyebab paling sering dari kekurangan zat besi.
Mungkin diperlukan obat-obatan atau pembedahan untuk:
· Mengendalikan perdarahan menstruasi yang sangat banyak
· Memperbaiki tukak yang mengalami perdarahan
· Mengangkat polip dari usus besar
· Mengatasi perdarahan dari ginjal.
Biasanya juga diberikan tambahan zat besi. Sebagian besar tablet zat besi mengandung
ferosulfat, besi glukonat atau suatu polisakarida. Tablet besi akan diserap dengan
maksimal jika diminum 30 menit sebelum makan. Biasanya cukup diberikan 1
tablet/hari, kadang diperlukan 2 tablet.
Kemampuan usus untuk menyerap zat besi adalah terbatas, karena itu pemberian
zat besi dalam dosis yang lebih besar adalah sia-sia dan kemungkinan akan
menyebabkan gangguan pencernaan dan sembelit.
Zat besi hampir selalu menyebabkan tinja menjadi berwarna hitam, dan ini
adalah efek samping yang normal dan tidak berbahaya. Biasanya diperlukan waktu 3-6
minggu untuk memperbaiki anemia karena kekurangan zat besi, meskipun perdarahan
telah berhenti. Jika anemia sudah berhasil diperbaiki, penderita harus melanjutkan
minum tablet besi selama 6 bulan untuk mengembalikan cadangan tubuh.
Pemeriksaan darah biasanya dilakukan secara rutin untuk meyakinkan bahwa
pasokan zat besi mencukupi dan perdarahan telah berhenti. Kadang zat besi harus
diberikan melalui suntikan. Hal ini dilakukan pada penderita yang tidak dapat
mentoleransi tablet besi atau penderita yang terus menerus kehilangan sejumlah besar
darah karena perdarahan yang berkelanjutan. Waktu penyembuhan dari anemia yang
diobati dengan tablet besi maupun suntikan adalah sama.
d. Anemia Megaloblastik
1) Anemia akibat defisiensi vitamin B12
Pengobatan kekurangan vitamin B 12 atau anemia pernisiosa adalah pemberian
vitamin B12. Sebagian besar penderita tidak dapat menyerap vitamin B12 per-oral
(ditelan), karena itu diberikan melalui suntikan. Pada awalnya suntikan diberikan setiap
hari atau setiap minggu, selama beberapa minggu sampai kadar vitamin B12 dalam
darah kembali normal. Selanjutnya suntikan diberikan 1 kali/bulan. Penderita harus
mengkonsumsi tambahan vitamin B12 sepanjang hidupnya.
3) Anemia akibat defisiensi asam folat
· Asam Folat 1 mg / hari per oral
· Umumnya respons terapi cepat terlihat
· Klinis cepat membaik
· Retikulositosis dalam 5 – 7 hari
· Koreksi abnormalitas hematologik tercapai sekitar 2 bulan setelah terapi dimulai.
G. Analisis Informasi
Pada kasus, Seorang wanita, umur 30 tahun, ke poliklinik dengan keluhan,
cepat lelah dan merasa lemah. Disaat bersepeda pernah mau pingsan. Sering demam,
dan mimisan. Menurut keluarganya dia terlihat lebih pucat dari biasanya.
Informasi yang tertera pada modul merupakan informasi yang sangat umum,
gejala-gejala yang muncul merupakan gejala umum pada penyakit hematologi sehingga
pengambilan diagnosis yang pasti merupakan hal yang kurang bijak dan tidak tepat.
Oleh karena itu dengan berdasarkan gejala-gejala tersebut, dapat dimunculkan beberapa
diagnosis banding yang masih memerlukan tahap-tahap tertentu seperti pemeriksaan
penunjang lainnya yang memungkinkan munculnya kausa penyakit dan penegakan
diagnosa yang tepat. Diagnosa bandingnya adalah :
a. Anemia Aplastik
b. Anemia Hemolitik
c. Anemia Defisiensi Fe
d. Anemia Megaloblastik
Berdasarkan gejala-gejala yang dialami oleh penderita dalam pasien, maka
dapat dianalisis sebagai berikut:
DD
Kata Kunci
Anemia
Aplastik
Anemia
Hemolitik
Anemia
Defisiensi
Fe
Anemia
Megaloblastik
Wanita 30
tahun+ + + +
Cepat lelah
dan lemah+ + + +
Pernah mau
pingsan+ + + +
Sering
demam+ - - -
Sering
mimisan+ - - -
Terlihat
lebih pucat+ + + +
Berdasarkan gejala yang dialami oleh pasien, maka dapat ditetapkan bahwa
Differensial Diagnosis utama adalah anemia aplastik. Namun, dalam penetapan
diagnosis tetap harus dilakukan pemeriksaan penunjang karena manifestasi klinis yang
diberikan skenario sangatlah umum.
Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
anemia aplastik, yaitu pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan laboratorium dapat
ditemukan, yaitu darah tepi : granulosit < 500/mm3, trombosit < 20.000/mm3, dan
retikulosit < 1,0 serta pada sumsum tulang : hiposeluler < 25%.