analisis praktik klinik keperawatan kesehatan … muthmainah.pdf · kebutuhan oksigen dan nutrisi...
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN
KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN
PADA PASIEN GAGAL JANTUNG KONGESTIF DENGAN
INTERVENSI EDUKASI PADA PASIEN RAWAT INAP IPD
LANTAI 7 ZONA A RSUPN Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
IIN MUTHMAINAH S.,S.Kep.
1006823280
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI KEPERAWATAN
DEPOK
JULI 2013
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN
KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN
PADA PASIEN GAGAL JANTUNG KONGESTIF DENGAN
INTERVENSI EDUKASI PADA PASIEN RAWAT INAP IPD
LANTAI 7 ZONA A RSUPN Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO
KARYA ILMIAH AKHIR NERS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners
IIN MUTHMAINAH S.,S.Kep.
1006823280
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI KEPERAWATAN
DEPOK
JULI 2013
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahuwata’ala yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan
Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) ini. Penulisan KIAN ini dilakukan dalam
rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Ners pada Fakultas
ilmu Keperawatan Universitas indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa praktik profesi sampai
pada masa penyusunan karya tulis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk
menyelesaikan karya ilmiah akhir ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Ibu Dewi Irawaty, MA., PhD, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.
2. Ibu Henny Permatasari, SKp., M.Kep, Spp. Kom sebagai koordinator
Praktik klinik keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (PK
KKMP).
3. Ibu Riri Maria, SKp., MANP selaku koordinator Karya Ilmiah Akhir Ners
(KIAN)..
4. Ibu Yulia, SKp., M.N., Ph.D. selaku pembimbing penulisan karya ilmiah
akhir yang telah memberikan waktu, tenaga dan pikirannya untuk
mengarahkan dan membimbing saya dalam penyusunan KIAN ini.
5. Ibu Ns. Yeane Anastania SKp selaku kepala ruangan dan CI di ruang
rawat Lt 7 Gedung A RSCM yang memberikan bimbingan di lahan
praktik.
6. Keluarga tercinta yang selalu memberikan dukungan secara materi
ataupun dukungan moral dalam menyelesaikan karya ilmiah akhir ini,
terutama pada suami saya tercinta Syaiful Anwar, anak saya Hana Rizqi
Mumtaza, mama beserta keluarga di Subang, dan ibu mertua yang
menggantikan tugas saya dalam menjaga anak selama masa perkuliahan.
Jazakallah khoron katsiir.
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
v
7. Adik saya Nurul Febrian yang senantiasa siap membantu saya dalam
proses pembuatan KIA ini dari awal sampai akhir. Jazakallah khoiron
katsiir.
8. Rekan-rekan Program program Ners Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia terutama rekan kelompok yang selalu membantu
dan memahami kondisi saya.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang ikut berperan
dalam penyelesaian karya ilmiah akhir ini.
Akhir kata, saya berharap Allah Subhanahuwata’ala berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah
akhir ini membawa manfaat bagi pengembangan pelayanan keperawatan di
rumah sakit.
Depok, Juli 2013
Penulis
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
vii Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Iin Muthmainah Suhendar, S.Kep.
Program studi : Ilmu Keperawatan
Judul : Analisa Praktik Klinik Keperawatan Masyarakat Perkotaan pada
Penyakit Gagal Jantung Kongestif dengan Intervensi Edukasi
Pada Pasien Rawat Inap IPD Lantai 7 Zona A RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo
Masyarakat perkotaan memiliki risiko relatif lebih tinggi untuk mengalami
penyakit kardiovaskuler termasuk penyakit gagal jantung dibandingkan dengan
masyarakat rural. Intervensi edukasi pada pasien rawat inap diharapkan dapat
meningkatkan kondisi klinis pasien gagal jantung kongestif. Karya ilmiah akhir
ini bertujuan untuk menganalisa asuhan keperawatan pada Tn. S dengan gagal
jantung kongestif menurut konsep kesehatan masyarakat perkotaan dan intervensi
edukasi berdasarkan evidence base. Intervensi edukasi diberikan saat pasien pulih
dan saat akan pulang. Edukasi dapat meningkatkan kondisi klinis, meningkatkan
ketaatan terhadap self-care dan dapat menurunkan biaya perawatan pada pasien
gagal jantung.
Kata kunci: Keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan; gagal jantung;
edukasi; rawat inap
ABSTRACT
Name : Iin Muthmainah Suhendar
Major : Nursing
Title : Analysis of urban health clinical nursing practice in patient with
congestif heart failure in IPD Room at 7th
floor Zone A RSUP
Cipto Mangunkusumo
Urban community have a higher risk factor of cardiovascular heart disease
include heart failure than rural community. Patient health education intervention
is expected to improve clinical outcomes in patient with congestif heart failure.
This final clinical nursing report aimed to analyze nursing care for patient Mr. S
with congestive heart failure based on urban health concepts and inpatient
education intervention based on existing evidence based. Patient health education
could improve clinical outcomes, increase self care adherence, and reduce
hospitalization cost.
Keywords: urban health nursing; heart failure; inpatient health education
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
viii Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS………………………….……ii
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………................. iii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI……………………………………...vi
ABSTRAK………………………………………………………………...........vii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………....viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix
DAFTAR SKEMA............................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………….xi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xii
1. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan................................................................................... 4
1.3 Manfaat Penulisan…………………………………………………….. 5
2. KONSEP GAGAL JANTUNG................................................................... 6
2.1 Definisi………...................................................................................... 6
2.2 Etiologi dan Faktor Risiko................................................................... 6
2.3 Patofisiologi dan Mekanisme Kompensasi....................................... 12
2.4 Gagal Jantung Dekompensasi.............................................................. 14
2.5 Manifestasi Klinis…............................................................................. 15
2.6 Klasifikasi Gagal Jantung..................................................................... 16
2.7 Pemeriksaan Penunjang…… .............................................................. 17
2.8 Tatalaksana ........................................................................................... 18
2.9 Edukasi dalam Penatalaksanaan Gagal Jantung………….….………. 20
3. TINJAUAN KASUS……............................................................................. 27
3.1 Pengkajian……...................................................................................... 27
3.2 Analisa Data…....................................................................................... 38
3.3 Diagnosa Kaperawatan Berdasarkan Prioritas Masalah…….……..… 40
3.4 WOC………………………………………………………….…..…….41
4. ANALISIS SITUASI.................................................................................... 42
4.1 Profil RSCM dan JCI…………………………………………………..42
4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP dan
Konsep Kasus Terkait……………………………………………....... 43
4.3 Analisis Salah Satu Intervensi
dengan Konsep dan Penelitian Terkait………………………….……. 48
4.4 Alternatif yang dapat dilakukan.......................................................... 51
5. PENUTUP……………….………………………………………..……........53
5.1 Simpulan……………………………………………………..………...53
5.2 Saran……………………………………………………….…………..54
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………...……………xiii
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
ix Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Etiologi Penyakit…………………………………………….……...7
Tabel 2.2. Klasifikasi gagal jantung menurut New York Assosiation of
Chronic Heart Failure……...……………………………………….16
Table 2.3. TopikEedukasi…………………………………………………...…..22
Table 3.1. Hasil pemeriksaan penunjang: hasil laboratorium………..………..35
Table 3.2. Obat yang diresepkan………………................................................37
Table 3.3. Analisa Data…………………………………………………………38
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
x Universitas Indonesia
DAFTAR SKEMA
Skema 2.1. Kerangka teori.................…………………………………………. 26
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
xi Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Skema 3.1. WOC Gagal Jantung.............………………………………………41
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
xii Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. NCP Gagal Jantung……………...…………................................. xvii
Lampiran 2. Catatan Perkembangan……………………………………….…...xxviii
Lampiran 3. Booklet Gagal Jantung…………………………………………….xxxviii
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai
oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh
kelainan struktur atau fungsi jantung (Panggabean, 2010). Gagal jantung merupakan
suatu syndrom ketidakmampuan jantung untuk memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan oksigen dan nutrisi bagi tubuh. Kelainan struktur dan fungsi jantung
tersebut berasal dari penyakit jantung itu sendiri (cardiac disease) atau beberapa
kasus terjadi akibat kelainan diluar jantung (non-cardiac disease) seperti anemia,
penyakit tiroid, infeksi dll.
Insiden gagal jantung mengalami peningkatan secara konsisten di dunia
walaupun terjadi kemajuan teknologi dalam diagnosis dan penatalaksanaan gagal
jantung. Di Amerika Serikat 5.7 ribu orang menderita gagal jantung, 670.000 kasus
baru di diagnosa setiap tahun. Terdapat data pasien yang menjalani hospitalisasi
sebanyak 1.094.000 pasien dan diperoleh data kejadian rehospitalisasi hampir
sekitar 50% dari total pasien gagal jantung yang pernah menjalani hospitalisasi
sebelumnya (AHA, 2012). American Heart Association memperkirakan biaya yang
dibutuhkan untuk pasien jantung $ 34.4 juta tiap tahun (Heidenreich, 2011). Dengan
demikian gagal jantung merupakan suatu penyakit dengan biaya yang cukup mahal
dan dapat berpengaruh pada kualitas hidup seseorang dengan angka kejadian
morbiditas yang tinggi dan mortilitas dini yang tinggi pula.
Di Indonesia, secara statistik belum ada prevalensi penyakit gagal jantung
secara khusus. Namun secara umum gagal jantung tergambar dalam data penyakit
jantung. Hal tersebut dikarenakan gagal jantung merupakan suatu sindrom yang
muncul dari berbagai macam penyebab kelainan struktur atau fungsi pada jantung
jantung (Panggabean, 2010). Data riset kesehatan dasar (RISKESDAS) Kementrian
Kesehatan Indonesia menunjukan terdapat 7.2% penduduk Indonesia menderita
penyakit jantung. Sedangkan angka mortalitas di Indonesia yakni sebesar 31,9 %
disebabkan oleh penyakit kardioserebrovaskuler yaitu penyakit jantung, stroke dan
pembuluh darah kapiler (Departemen Kesehatan RI, 2007).
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
2
Universitas Indonesia
Penyebab dari gagal jantung antara lain disfungsi miokard, endokard,
perikardium, pembuluh darah besar, aritmia, kelainan katup dan gangguan irama
jantung. Di Eropa dan Amerika disfungsi miokard paling sering terjadi akibat
penyakit jantung koroner biasanya akibat infark miokard yang merupakan penyebab
paling sering pada usia < 75 tahun, disusul oleh hipertensi dan diabetes. Sedangkan
di indonesia belum ada data yang pasti ( Ghani, 2010).
Penyakit jantung koroner, hipertensi dan diabetes sebagai faktor penyebab
terbesar tejadinya gagal jantung tersebut memiliki faktor risiko penyakit yang dapat
dimodifikasi dan dapat dicegah. Faktor risiko tersebut meningkatkan kerentanan
terhadap terjadinya aterosklerosis koroner terkait pola hidup individu. Faktor risiko
terkait pola hidup meliputi merokok, diet tinggi lemak jenuh, kolesterol dan kalori,
gaya hidup yang kurang aktivitas dan kondisi stres psikologis ( Muttaqin, 2009). Hal
tersebut sesuai dengan data Riskesdas (2007) menunjukkan beberapa faktor risiko
penyakit tidak menular penduduk Indonesia terkait penyakit kardiovaskular meliputi
konsumsi garam berlebihan (24.5%), konsumsi lemak berlebihan (12.8%), kurang
konsumsi sayur dan buah (93.6%), konsumsi makanan siap saji (6.3%), kurang
aktivitas fisik (48.2%), merokok (34.7%), stres emosional (11.6%).
Penelitian terkait data dan informasi kesehatan penyakit tidak menular
Kementerian Kesehatan RI berdasarkan analisa data sekunder Riskesdas 2007
menunjukkan bahwa salah satu sosial determinan yaitu mereka yang tinggal di
daerah urban (perkotaan) memiliki risiko kardiovaskular yang lebih tinggi
dibandingkan dengan mereka yang tinggal di daerah rural (Hatma, 2007). Masalah
urban akan selalu dihubungkan dengan kepadatan penduduk serta konsekuensi
perubahan-perubahan kondisi lingkungan sosial yang kurang sehat. Pola makan
atau diet erat kaitannya dengan hipercholesterolemia. Dimana Lifestyle atau pola
hidup serta kondisi lingkungan sangat berpengaruh terhadap kondisi derajat
kesehatan seseorang. Pola makan dan lifesyle masyarakat perkotaan yang kurang
sehat tersebut merupakan faktor risiko terjadinya penyakit kardiovaskular khususnya
penyakit jantung koroner sebagai salah satu penyebab terjadinya penyakit gagal
jantung pada kondisi lanjut di daerah perkotaan.
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
3
Universitas Indonesia
Gagal jantung kronik merupakan salah satu diagnosis perawatan di rumah
sakit yang utama pada usia lanjut dan dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas
yang tinggi Manggioni (2005) dalam Alwi (2012). Prevalensinya meningkat seiring
dengan meningkatnya populasi usia lanjut. Penelitian pada populasi umum
berdasarkan kriteria klinis menunjukkan prevalensinya berkisar antara 0.3-2%,
meningkat lebih dari 10 % pada usia > 65 tahun Murray & Stewart (2000).
Kondisi penyakit gagal jantung merupakan suatu kondisi yang mungkin sulit
untuk dimengerti yang dapat berpengaruh pada kualitas hidup seseorang dan
memerlukan penjelasan yang lebih detail. Tatalaksana penanganan gagal jantung
dilakukan melalui pendekatan multidisiplin dalam managemen program penanganan
gagal jantung yang komprehensif. Program tersebut terbukti dapat meningkatkan
kondisi pasien secara klinis dan menurunkan angka readmisi pasien ke rumah sakit
dengan kondisi gagal jantung dekompensasi akut ataupun kronik (Kasper et al,
2002) dalam Angelidou (2010).
Masalah utama dalam tatalaksana pasien dengan gagal jantung adalah
sebagian besar dari pasien tersebut tidak mendapatkan informasi mengenai kondisi
penyakit yang akan menetap selama hidupnya (Angelidou, 2010). Tidak adekuatnya
informasi yang diberikan dapat memperburuk kondisi gagal jantung pasien.
Penelitian yang dilakukan Britz dan Dunn (2010) dalam Kaawoan (2012)
menyebutkan bahwa sebagian pasien melaporkan bahwa mereka belum
melaksanakan self care secara tepat seperti yang telah diajarkan misalnya mematuhi
pengobatan yang telah diberikan, diet rendah garam, aktivitas fisik yang teratur
sesuai toleransi, pembatasan cairan, monitor berat badan setiap hari, serta mengenal
tanda dan gejala secara dini. Ketidakmampuan melaksanakan self care ini
mengakibatkan gejala yang dirasakan semakin berat dan menjadi penyebab pasien
menjalani hospitalisasi.
Program edukasi yang berpusat pada pasien sangat diperlukan bagi setiap
pasien gagal jantung (Angelidou, 2010). Perawat memiliki peran dan kontribusi
yang besar dalam perawatan pasien dengan gagal jantung baik saat dirawat di rumah
sakit, akan pulang dari rumah sakit dan setelah pulang dari rumah sakit. Salah satu
peran perawat adalah melakukan edukasi. Smeltzer dan Bare (2002) menyatakan
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
4
Universitas Indonesia
bahwa edukasi pada pasien gagal jantung bertujuan agar pasien dapat belajar dan
mengerti sehingga dapat mengatur aktivitas dan istirahat sesuai respon individual
serta mengerti dan memahami bagaimana upaya untuk memperlambat
perkembangan penyakit gagal jantung tersebut. Adapun topik edukasi yang
diberikan meliputi topik umum mengenai gagal jantung (pengertian, mengenali
tanda dan gejala, monitoring pribadi terhadap peningkatan berat badan dll),
rekomendasi diet (retriksi garam dan retriksi cairan), perubahan gaya hidup
(berhenti merokok dan minum alkohol), aktivitas dan latihan, serta konseling
pengobatan (Angelidou, 2010).
1.2. Tujuan Penulisan
1.2.1. Tujuan Umum
Penulisan KIAN ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat
kelulusan program profesi praktik klinik keperawatan masyarakat
perkotaan (PK KKMP) dimana mahasiswa menganalisa kasus kelolaan
klien dengan penyakit gagal jantung sebagai penyakit yang terkait
dengan perubahan perilaku dan pola hidup masyarakat perkotaan yang
kurang sehat.
1.2.2. Tujuan khusus
1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi faktor risiko penyakit
kardiovaskuler pada masyarakat urban.
2. Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan keperawatan pasien
dengan gagal jantung (pengkajian, perumusan diagnosis
keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi) melalui
penerapan konsep, teori, teknologi di bidang keperawatan secara
komprehensif
3. Mahasiswa mampu mengidentifikasi intervensi tindakan
keperawatan pada pasien gagal jantung yang mengalami kondisi
sakit kronik dengan upaya meningkatkan self care melalui program
edukasi
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
5
Universitas Indonesia
4. Mahasiswa mampu menganalisa intervensi edukasi pasien rawat
inap berdasarkan evidence base nursing practice yang sudah ada.
1.3. Manfaat penulisan
1.3.1. Bagi penulis
Menambah wawasan dan pengetahuan, pengalaman dan keterampilan
dalam mengaplikasikan teori PKKMP dalam melakukan Askep pada
masyarakat urban.
1.3.2. Bagi Pelayanan Keperawatan
Hasil KIAN ini diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan dan
informasi mengenai intervensi keperawatan edukasi pada pasien rawat
inap dengan penyakit gagal jantung kronik berdasarkan evidence base
nursing practice. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan
pelaksanaan edukasi oleh perawat dalam pelayanan keperawatan pada
pasien gagal jantung di ruang rawat dengan tujuan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap Terpadu
Gedung A 7 RSCM.
1.3.3. Bagi pengembangan ilmu keperawatan
Diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu
keperawatan khususnya keperawatan kardiovaskuler tentang upaya
peningkatan pelayanan asuhan keperawatan melalui intervensi edukasi
pada pasien rawat inap sehingga implementasi edukasi lebih efektif
dan efisien.
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
6 Universitas Indonesia
BAB II
KONSEP GAGAL JANTUNG
2.1. Definisi
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa
tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri
penting dari definisi ini adalah gagal didefinisikan relatif terhadap kebutuhan
metabolik tubuh, dan penekanan arti gagal ditujukan pada pompa jantung secara
keseluruhan. (Price & Wilson, 2005; Sabatine 2011).
Gagal jantung didefinisikan sebagai ketidakmampuan jantung memompakan
darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan tubuh. Kegagalan
fungsi pompa jantung ini di dalamnya disebabkan oleh berbagai kondisi
kardiovaskuler termasuk di dalamnya hipertensi kronis, Corony Artery Disease
dan valvular disease (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010).
Gagal jantung adalah sindrom (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh
sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh
kelainan struktur dan fungsi jantung (Panggabean, 2009).
2.2. Etiologi dan Faktor Risiko
2.2.1. Etiologi
Mekanisme fisiologi yang menyebabkan gagal jantung mencakup
keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir, atau
menurunkan kontraktilitas miokardium (Price & Wilson, 2005), serta dapat
disebabkan oleh dekompensasi pada gagal jantung kronik (Manurung,
2009).
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
7
Universitas Indonesia
Tabel 2.1 Etiologi penyakit gagal jantung
Kelainan Mekanis 1. Peningkatan beban tekanan
- Dari sentral (stenosis aorta)
- Dari peripheral (hipertensi sistemik)
2. Penignkatan beban volume
- Regurgitasi katup – pirau
- Meningkatnya beban awal
3. Obstruksi terhadap pengisian ventrikel
- Stenosis mitral atau trikupsid
4. Tamponade pericardium
5. Restriksi endokardium dan miokardium
6. Aneurisma ventricular
7. Dis-sinergi ventrikel
Kelainan Miokardial Primer
Kardiomiopati
Gangguan neuromuscular Miokarditis
Metabolik (DM)
Keracunan (alkohol, kobalt dll)
Sekunder
Iskemia (penyakit jantung koroner)
Gangguan metabolic
Inflamasi
Penyakit infiltrative (restrictive cardiomiophaty)
Penyakit sistemik
Penyakit paru obstruktif kronis
Obat-obatan yang mendepresi miokard
Gangguan irama
jantung
1. Henti jantung
2. Ventricular fibrilasi
3. Takikardi atau bradikardia yang ekstrim
4. Asinkronik listrik dan gangguan konduksi
Dekompensasi pada
gagal jantung kronik Tidak patuh minum obat
Volume overload
Infeksi, terutama pneumonia
Cerebrovaskular insult
Operasi
Disfungsi renal
Asma/PPOK
Penyalahgunaan obat
Penyalahgunaan alcohol
Sumber: Price dan Lorraine M (2005); Manurung ( 2009).
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
8
Universitas Indonesia
2.2.2. Faktor Risiko Gagal Jantung
Terdapat sejumlah faktor atau kondisi yang dapat meningkatkan
kemungkinan seseorang akan mengalami penyakit kardiovaskular
(cardiovascular disiase, CVD). Tingginya kadar plasma kolesterol,
hipertensi arterial dan kebiasaan merokok merupakan tiga faktor risiko
utama terjadinya CVD di Indonesia (Riskesdas, 2007). Data Riskesdas ini
menunjukkan bahwa mereka yang tinggal di daerah urban memiliki faktor
risiko kardiovaskular yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang
tinggal di daerah rural. Faktor risiko tersebut meliputi tingginya kadar
kolesterol darah, perubahan gaya hidup dan pola makan, obesitas, dan
aktivitas fisik yang kurang pada daerah urban. kadar rata-rata kolesterol
lebih tinggi pada mereka yang tinggal di urban versus rural. Tingginya
kolesterol darah, erat kaitannya dengan dengan pola makan seseorang.
Mereka yang tinggal di daerah urban cenderung akan mengalami
perubahan gaya hidup yaitu perubahan pola makan dengan mengkonsumsi
makanan tinggi lemak dan kaya energi dibandingkan dengan daerah rural,
dimana konsekuensinya akan mempengaruhi kadar kolesterol darah.
Prevalensi obesitas central juga lebih tinggi secara signifikan pada mereka
yang tinggal di daerah urban dibandingkan dengan mereka yang tinggal di
darah rural pada berbagai kondisi sosial. Pola hidup daerah urban
cenderung memiliki hidup yang lebih sedenter, aktivitas fisik kurang
sehingga lebih beresiko untuk menderita obesitas.
Walaupun beberapa faktor risiko seperti usia, jenis kelamin pria, dan
riwayat CVD di keluarga bersifat mutlak, namun faktor lain seperti
merokok, dislipidemia, hipertensi, diabetes melitus, obesitas, dan
inaktivitas fisik, bersifat dapat dimodifikasi (dinamis) untuk
memperbaiki progresivitas CVD. Pendekatan ini telah terbukti dapat
menurunkan kejadian dan keparahan CVD, dan secara khusus di setujui
karena CVD yang nyata bersifat ireversibel (Aaronson & Ward, 2010).
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
9
Universitas Indonesia
a. Faktor Risiko Dinamis
Dislipidemia merupakan suatu kelompok kondisi heterogen yang
di tandai oleh kadar abnormal pada satu atau lebih lipoprotein.
Lipoprotein merupakan partikel dalam darah yang mengandung
kolesterol dan lipid lainnya. Dislipidemia mencakup kadar lipoprotein
berdensitas rendah (low-density lipoprotein, LDL) yang berlebihan
dalam plasma, yang menyebabkan peningkatan kadar kolesterol
plasma, karena LDL mengandung 70% kolesterol total plasma. Bila
kadar kolesterol plasma meningkat, terutama di atas 240 mg/dL (6,2
mmol/L), maka terdapat peningkatan progresif risiko CVD akibat
peningkatan ikutan kadar LDL. LDL memiliki peran utama dalam
menyebabkan aterosklorosis karena LDL dapat di konversi menjadi
bentuk teroksidasi, yang bersifat merusak dinding vaskular (Aaronson
& Ward, 2010).
Hipertensi, didefinisikan sebagai tekanan darah di atas 140/90
mmHg, terjadi pada ~25% populasi. Hipertensi memacu terjadinya
aterogenesis, kemungkinan dengan merusak endotel dan menyebabkan
efek berbahaya lain pada dinding arteri besar. Hipertensi merusak
pembulu darah otak dan ginjal, sehingga meningkatkan risiko sroke
dan gagal ginjal. Semakin tinggi beban kerja jantung, yang di tambah
dengan tekanan arteri yang meningkat, juga menyebabkan penebalan
dinding ventrikel kiri. Proses ini, disebut hipertrofi ventrikel kiri (left
ventricular hypertrophy, LVH), merupakan penyebab sekaligus
penanda kerusakan kardiovaskular yang lebih serius. LVH menjadi
predisposisi bagi miokardium untuk mengalami aritmia dan iskemia,
dan merupakan kontributor utama terjadinya gagal jantung, infark
miokard, dan kematian mendadak (Aaronson & Ward, 2010; Ghani,
2008).
Inaktivitas fisik menaikan risiko terjadinya CVD melalui
berbagai mekanisme. Kebugaran yang rendah dapat menyebabkan
HDL plasma yang menurun, tingkat tekanan darah yang lebih tinggi,
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
10
Universitas Indonesia
dan resistensi insulin, serta obesitas itu sendiri merupakan faktor risiko
CVD. Studi menunjukan bahwa tingkat kebugaran yang sedang hingga
tinggi berkaitan dengan penurunan mortalitas CVD setengah kalinya
(Aaronson & Ward, 2010).
Diabetes melitus sudah dikenal sebagai faktor risiko utama
penyakit kardiovaskular (WHO, 2011). Orang dengan diabetes
(diabetisi) kekurangan hormon insulin secara keseluruhan, atau menuju
resisten terhadap kerjanya. Kondisi resistensi insulin yang biasanya
terjadi pada usia dewasa, disebut diabetes melitus tipe 2 (DM tipe 2),
dan di alami oleh 95% pasien diabetik. DM tipe 2 meningkatkan risiko
penyakit kardiovaskuler 2 sampai 4 kali pada populasi secara
keseluruhan (Terzic & Nelson dalam Alwi, 2012). Diabetes
menyebabkan kerusakan progresif terhadap susunan mikrovaskular
maupun arteri yang lebih besar selama bertahun-tahun. Kira-kira 75%
pasien diabetik akhirnya meninggal akibat CVD.
Terdapat bukti bahwa pasien DM tipe 2 mengalami kerusakan
endotel maupun peningkatan kadar LDL teroksidasi. Kedua efek
tersebut mungkin merupakan akibat dari mekanisme yang terkait
dengan hiperglikemia yang khas pada kondisi ini. Selain itu,
koagulabilitas darah meningkat pada DM tipe 2 karena peningkatan
plsminogen activator inhibitor 1 (PAI-1) dan peningkatan kemampuan
agregasi trombosit.
Serangkaian faktor risiko kardiovaskular mencakup trigliserida
plasma yang tinggi, HDL plasma yang rendah, hipertensi, peningkatan
glukosa plasma, dan obesitas (terutama abdominal) seringkali berkaitan
satu sama lain. Kombinasi faktor-faktor risiko ini sangat terkait dengan
dan dapat timbul sebagai akibat dari resistensi insulin. Individu dengan
tiga atau lebih faktor-faktor risiko ini dikatakan mengalami sindrom
metabolik.
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
11
Universitas Indonesia
Merokok tembakau menyebabkan CVD dengan menurunkan
kadar HDL, menurunkan koagulabilitas darah, dan merusak endotel,
sehingga memacu terjadinya aterosklerosis. Selain itu, terjadi pula
stimulasi jantung yang diinduksi nikotin serta penurunan kapasitas
darah pengangkut oksigen yang dimediasi oleh karbon monoksida.
Efek ini, bersama dengan peningkatan kejadian spasme koroner,
menentukan tingkatan terjadinya iskemia jantung dan infark miokard
(Aaronson & Ward, 2010).
b. Faktor Risiko Mutlak
Riwayat CVD dalam keluarga
Berbagai survey epidemiologis telah menunjukkan adanya
predisposisi familial terhadap CVD. Hal ini sebagian besar disebabkan
karena banyak faktor risiko CVD (misal hipertensi) memiliki dasar
genetik multifaktorial (akibat gen abnormal multiple yang berinteraksi
dengan pengaruh lingkungan). Pengaruh genetik yang membahayakan
mungkin juga terlibat, karena predisposisi familial tetap ada bila data
epidemiologis di koreksi terhadap faktor risiko yang telah diketahui.
Riwayat keluarga dapat pula mencerminkan gaya hidup yang
menimbulkan stres atau obesitas (Aaronson & Ward, 2010; Muttaqin,
2009).
Jenis kelamin pria
Wanita usia paruh baya mungkin jauh lebih jarang mengalami
CVD dibandingkan pria. Perbedaan ini berkurang secara progresif
setalah menopause, dan ini terjadi terutama disebabkan oleh peran
estrogen. Kerja estrogen yang berpotensi menguntungkan adalah
sebagai antioksidan, menurunkan LDL dan meningkatkan HDL,
menstimulasi ekspresi dan aktivitas oksida nitrat sintase, serta
menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan produksi plasminogen.
Pria memiliki risiko yang lebih besar dibandingkan wanita
premenopouse (Aaronson & Ward, 2010; Smeltzer & Bare, 2002).
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
12
Universitas Indonesia
2.3. Patofisiologi dan Mekanisme Kompensasi
Patofisiologi gagal jantung diuraikan berdasarkan tipe gagal jantung yang
dibedakan atas gagal jantung kiri dan kanan, gagal jantung akut dan kronis, gagal
jantung sistolik dan diastolik, serta gagal jantung dengan Low output dan Hight
output (Panggabean, 2009; Ignatavisius & Workman, 2010). Sebagian besar
kondisi gagal jantung dimulai dengan kegagalan ventrikel kiri dan dapat
berkembang menjadi kegagalan dua ventrikel. Hal ini terjadi karena kedua
ventrikel jantung terdiri dari dua sistem pompa jantung yang berbeda fungsi satu
sama lain (Ignatavisius & Workman, 2010).
Kagagalan ventrikel kiri terjadi karena ketidakmampuan ventrikel untuk
mengeluarkan isinya secara adekuat sehingga menyebabkan terjadinya dilatasi,
peningkatan volume akhir diastolik dan peningkatan tekanan intraventrikular pada
akhir diastolik. Hal ini berefek pada atrium kiri dimana terjadi ketidakmampuan
atrium untuk mengosongkan isinya ke dalam ventrikel kiri dan selanjutnya
tekanan pada atrium kiri akan meningkat. Peningkatan ini akan berdampak pada
vena pulmonal yang membawa darah dari paru-paru ke atrium kiri dan akhirnya
menyebabkan kongesti vaskular pulmonal (Hudak & Gallo, 2010).
Gagal jantung kanan terjadi jika kelainannya melemahkan ventrikel kanan
seperti pada hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik
sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema perifer,
hepatomegali, dan distensi vena jugularis. Tetapi karena perubahan biokimia gagal
jantung terjadi pada miokard kedua ventrikel, maka retensi cairan pada gagal
jantung yang sudah berlangsung bulanan atau tahunan tidak lagi berbeda
(Panggabean, 2009).
Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung
memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, fatik,
kemampuan aktivitas fisik, menurun dan gejala hipoperfusi lannya. Sedangkan
gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian
ventrikel. Gagal jantung diastolik terjadi ketika ventrikel kiri tidak dapat
berelaksasi secara adekuat selama fase diastol. Tidak adekuatnya relaksasi
(stiffening) ini mencegah pengisian darah yang cukup oleh ventrikel yang
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
13
Universitas Indonesia
menjamin kardiak output yang adekuat (Ignatavisous dan Workman, 2010). Pada
gagal jantung diastolik pengisian ventrikel terganggu, umumnya karena dinding
ventrikel kaku akibat fibrosis atau hipertopi (Aaronson & Ward, 2010).
Low output syndrome terjadi bilamana jantung gagal sebagai pompa, yang
mengakibatkan gangguan sirkulasi perifer dan vasokontriksi perifer.
Vasokontriksi dapat terjadi pada kondisi low utput heart failure sedangkan pada
high output heart failure terjadi vasodilatasi yang mengakibatkan peningkatan
stroke volume (Crawford, 2009; Sabatine 2011). Bila curah jantung normal atau
diatas normal namun kebutuhan metabolik tubuh tidak mencukupi, maka hight
output syndrome terjadi. Hal ini disebabkan oleh peningkatan kebutuhan
metabolik, seperti pada hipertiroidisme, demam, kehamilan, kondisi hiperkinetik
seperti pada kondisi fistula arteriovenous, beri-beri dan penyakit pagets (Udjianti,
2010; Sabatine, 2011).
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah
jantung normal. Kompensasi pada gagal jantung sistolik terjadi melalui dua
mekanisme utama, yaitu sistem simpatis dan sistem renin-angiotensin-aldosteron
(RAA). Aktivasi sistem simpatis terjadi sebagai reaksi terhadap penurunan curah
jantung yang dipersepsi oleh baroreseptor. Peningkatan aktivitas simpatis
menyebabkan peningkatan kontraksi otot jantung dan frekuensi denyut jantung
melalui stimulasi reseptor adrenergik ß1 di jantung (Sherwood, 2001).
Akibat dari aktivasi sistem simpatis tersebut terjadi peningkatan curah
jantung sebagai kompensasi terhadap penurunan curah jantung pada gagal jantung
sistolik. Aktivasi sistem RAA dimulai oleh sekresi renin oleh sel jukstaglomerular
di ginjal melalui stimulasi reseptor adrenergik ß1 dan sebagai reaksi terhadap
berkurangnya perfusi ke ginjal. Sekresi renin akan mengahasilkan angiotensin II
yang memiliki dua efek utama yaitu sebagai vasokonstriktor kuat dan sebagai
perangsang produksi aldosteron di korteks adrenal. Efek vasokonstriksi oleh
aktivitas simpatis dan Angiotensin II akan meningkatkan beban awal (preload) dan
beban akhir (afterload) jantung, sedangkan aldosteron menyebabkan retensi air
dan natrium yang akan menambah peningkatan preload jantung. Tekanan
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
14
Universitas Indonesia
pengisian ventrikel (preload) yang meningkat akan meningkatkan curah jantung
(menurut hubungan Frank-Starling) sebagai mekanisme kompensasi (Aaronson &
Ward, 2010).
Mekanisme kompensasi lainnya adalah dilatasi dan hipertropi. Pada
dilatasi sel otot meregang. Peregangan pada sel otot jantung ini berpengaruh
terhadap curah jantung. Hubungan antara curah jantung dan panjangnya sel otot
jantung pada akhir diastolik dikenal dengan hukum Starling, yang menyatakan
bahwa saat akhir diastolik panjang serat meningkat, demikian juga curah jantung.
Terdapat titik dimana regangan sel otot bukan menimbulkan peningkatan curah
jantung tetapi sebaliknya (Hudak & Gallo, 2010). Jantung yang berdilatasi tidak
efisien secara mekanis (Hukum Laplace) (Davey, 2006).
Peningkatan afterload yang menetap (pada hipertensi, stenosis aorta)
menyebabkan penebalan dinding ventrikel karena sel-sel otot bertambah besar
(hipertropi miokard). Walaupun hipertropi memperbaiki kekuatan jantung, namun
ventrikel yang lebih tebal bersifat kurang komplian (fleksibel) dan end diastolic
pressure (EDP) harus meningkat lagi untuk pengisian yang adekuat; hal ini dapat
menyebabkan gagal diastolik. Hipertropi juga menurunkan densitas kapiler,
meningkatkan jarak difusi dan menurunkan cadangan koroner. Oleh karena itu
perfusi menurun saat latihan. Perubahan pada isoform protein kontraktil (miosin,
tropomiosin) juga menurunkan kecepatan kecepatan kontraksi dan kontraktilitas
(Aaronson & Ward, 2010).
2.4. Gagal Jantung Dekompensasi
Mekanisme kompensasi ini tidak berjalan lama, karena dengan berjalannya
waktu, mekanisme kompensasi tersebut justru memperburuk disfungsi miokard.
Dengan tujuan untuk tetap meningkatkan curah jantung yang urang, terjadilah
perubahan-perubahan maladaptif berupa hipertrofi dinding ventrikel (untuk
meningkatkan kontraktilitas miokard) dan ekspansi volume (untuk meningkatkan
tekanan dinding ventrikel sehingga meningakatkan kontraktilitas miokard).
Dilatasi pada ventikel juga akan meningkatkan stres pada ventrikel. Akan tetapi
perubahan-perubahan maladaptif tersebut, terutama perubahan peningkatan
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
15
Universitas Indonesia
dinding ventrikel yang berlebihan, akan menyebabkan apoptosis sel jantung dan
proriferasi jaringan ikat (fibrosis), sehingga kontraktilitas miokard akan menurun.
Proses yang menghasilkan perubahan-perubahan maladaptif dalam struktur dan
fungsi jantung ini disebut proses remodelling jantung. proses remodeling jantung
ini terjadi pada saat dekompensasi gagal jantung. Selain melaui peningkatan stres
hemodinamik pada ventrikel (peningkatan preload dan afterload jantung), aktivasi
sistem neurohormonal endogen tersebut di atas (peningkatan kadar norepinefrin,
epinefrin, angiotensis II, aldosteron, dan lain-lain), sendiri mupun bersama, juga
mempunyai efek toksik langsung pada sel jantung untuk terjadinya remodelling
jantung (dengan mensimulasi terjadinya apoptosis dan fibrosis miokard) (Fuster et
al, 2001; Black & Hawks, 2009; AHA, 2005).
Proses remodeling jantung ini merupakan proses yang progresif, sehingga
akan berjalan terus tanpa perlu ada kerusakan baru/berulang pada jantung. Proses
remodeling jantung yang progresif ini menyebabkan kontraktilitas miokard akan
semakin menurun, sehingga curah jantung akan semakin menurun. Di samping itu
peningkatan afterload juga akan menurunkan curah jantung. Akibatnya terjadi
dekompensasi jantung. Oleh karena itu, pengobatan gagal jantung kronik
ditunjukkan untuk mencegah atau memperlambat remodeling miokard tersebut,
sedangkan pada gagal jantung akut, pengobatan ditunjukkan untuk mengurangi
overload cairan, menurunkan resistensi perifer, dan memperkuat kontraktilitas
miokard (Fuster et al, 2001; AHA, 2005; Black & Hawks, 2009; ).
2.5. Manifestasi Klinis
Manifestasi gagal jantung yang utama adalah (1) sesak napas dan rasa
lelah, yang membatasi kemampuan melakukan kegiatan fisik; dan (2) retensi
cairan, yang menyebebkan kongesti paru da edema perifer (Setiawati & Nafrialdi,
2007). Pada umumnya pasien datang dengan dispneu (sesak napas), meskipun
pada awalnya hanya terjadi pada saat melakukan aktivitas fisik, keluhan disertai
dengan kelemahan dan kelelahan, dan edema perifer (retensi cairan dalam
jaringan), yang paling sering terlihat sebagai pembengkakan tungkai. Jantung dan
hati membesar, dan CVP yang tinggi menyebabkan distensi vena jugular. Irama
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
16
Universitas Indonesia
gallop dapat terdengar akibat tekanan pengisian jantung yang tinggi, curah jantung
dan tekanan darah mungkin normal atau menurun (Aaronson & ward, 2010)
Manifestasi klinis gagal jantung dapat digolongkan juga berdasarkan tipe
gagal jantung. Tanda gagal jantung kiri berupa: 1) Penurunan kardiak output
berupa kelelahan, oliguria, angina, konfusi dan gelisah, takikardia dan palpitasi,
bunyi jantung gallop S3 & S4, nadi perifer melemah, pucat dan akral teraba
dingin, dan 2) Tanda kongesti pulmonal meliputi: batuk yang bertambah buruk
pada malam hari (paroxysmal noctural dyspneu, PND), dispneu/sesak, batuk
iritasi dengan sputum pink berbusa, krakels, pernapasan cheyne-stokes, tachipnoe,
orthopneu, edema pulmonal akut pada CXR. Sedangkan manifestasi klinis gagal
jantung kanan adalah kongesti sistemik berupa: distensi vena jugularis,
pembesaran hati dan lien, anorexia dan nausea, edema tungkai yang menetap,
asites, edema anasarka, peningkatan berat badan, peningkatan tekanan darah
karena kelebihan volume cairan atau penurunan tekanan darah karena kegagalan
pompa jantung (Davey, 2006; Black & Hawks, 2009; Ignatavisius & Workman,
2010; Hudak & Gallo, 2010).
2.6. Klasifikasi Gagal jantung
New York Hearth Association (NYHA) membuat gradasi keparahan gagal
jantung dalam 4 kelas fungsional berdasarkan jumlah aktivitas fisik yang
diperlukan untuk menimbulkan gejala-gejalanya.
Tabel 2.2 klasifikasi gagal jantung menurut
New York Association of Chronic heart failure
Kelas Definisi
I
II
Pasien dengan penyakit jantung tetapi tidak menyebabkan
keterbatasan dalam aktivitas fisik. Tidak ada limitasi aktivitas
fisik. Tidak timbul sesak napas, rasa lelah, atau palpitasi dengan
aktivitas fisik biasa.
Pasien dengan penyakit jantung yang menyebabkan gangguan
aktivitas fisik ringan. Sedikit limitasi aktivitas fisik. Timbul rasa
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
17
Universitas Indonesia
III
IV
lelah, palpitasi, dan sesak napas dengan aktivitas fisik biasa,
tetapi nyaman sewaktu istirahat.
Keterbatasan aktifitas fisik sangat terasa pada pasien dengan
penyakit jantung. nyaman pada saat beristirahat tetapi
merasakan gejala walaupun hanya dengan aktivitas minimal.
Pasien dengan penyakit jantung, beraktivitas fisik sangat
terbatas. Gejala dirasakan walaupun saat beristirahat, dan
aktivitas fisik sedikit saja akan memperberat gajala.
Sumber: modifikasi dari Davey (2006); Setiawati & Nafrialdi (2007)
2.7. Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan untuk menemukan penyebab, menilai beratnya penyakit dan
memantau pengobatan (Davey, 2006; RSCM, 2007). Pemeriksaan penunjang
tersebut terdiri dari:
Elektrokardiogram Gambaran EKG pada penderita gagal jantung akut
pada umumnya abnormal. Pemeriksaan EKG digunakan untuk mengetahuai irama
jantung akut, etiologi gagal jantung akut, kondisi jantung seperti sindroma koroner
akut, dan hipertrofi rongga jantung. Aritmia jantung harus dinilai dengan EKG 12
sadapan kemudian dipasang EKG monitor kontinu.
Ekokardiografi Pemeriksaan ekokardiografi dilakukan untuk evaluasi
perubahan fungsi dan struktur jantung pada gagal jantung akut seperti pada
sindrom koroner akut. Hal penting yang harus dinilai oleh ekokardiografi: fungsi
ventrikel kiri dan kanan, keadaan katup, perikard, komplikasi mekanik dari infark
miokard dan adanya massa di jantung (jarang), tekanan arteri ulmonal, dan curah
jantung.
Biokimiawi Elektrolit, fungsi ginjal (ureum, kreatinin), dan hematologi
(anemia), kimia darah tes fungsi liver, lipid darah, glukosa dan fungsi tiroid.
Scan Isotop Nuklir Bermanfaat untuk pengukuran fraksi ejeksi yang akurat
(ventrikulografi isotop atau multiple gated acquisition scans [MUGA]) atau
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
18
Universitas Indonesia
miokardium yang tidak berfungsi (otot jantung masih ada, namun tidak
berkontrkasi akibat stenosis koroner yang hebat pada arteri yang memberi nutrisi,
yang akan berkontraksi bila aliran darah membaik dengan angioplasty
transluminal perkutan [PTCA] atau cangkok bypass arteri koroner [CABG]).
2.8. Tatalaksana
Respons fisiologis pada gagal jantung membentuk dasar rasional untuk
tindakan. Sasaran penatalaksanaan gagal jantung kongestif adalah untuk
menurunkan kerja jantung dengan istirahat, untuk meningkatkan curah jantung dan
kontraktilitas miokard dengan penggunaan obat, dan untuk menurunkan retensi
garam dan air dengan terapi diet dan istirahat ( Hudak & Gallo, 2010; Smeltzer &
Bare 2002).
Terapi gagal jantung dibagi atas terapi non-farmakologik dan terapi
farmakologik (Ghani, 2009; Setiawati dan Nafrialdi, 2007; Davey, 2006).
Terapi Nonfarmakologis
(1) Diet: pasien gagal jantung dengan diabetes, dislipidemia atau obesitas harus
diberi diet yang sesuai untuk menurunkan gula darah, lipid darah atau berat
badannya. Asupan NaCl harus dibatasi menjadi 2-3 g Na/hari, atau <2 g/hari
untuk gagal jantung sedang sampai berat. Restriksi cairan menjadi 1,5-2
L/hari hanya utnuk gagal jantung berat.
(2) Merokok: harus dihentikan
(3) Aktivitas fisik: olahraga yang teratur seperti berjalan atau bersepeda
dianjurkan untuk pasien gagal jantung yang stabil (NYHA kelas II-III)
dengan intensitas yang nyaman bagi pasien.
(4) Istirahat: dianjurkan untuk gagal jantung akut atau tidak stabil.
(5) Bepergian: hindari tempat-tempat tinggi dan tempat-tempat yang sangat panas
atau lembab, dan gunakan penerbangan-penerbangan pendek.
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
19
Universitas Indonesia
Terapi Farmakologis
Tujuan primer pengobatan adalah mencegah terjadinya gagal jantung
dengan cara mengobati kondisi-kondisi yang menuju terjadinya gagal jantung,
terutama hipertensi dan/atau penyakit arteri koroner. Jika disfungsi miokard sudah
terjadi, tujuan pertama adalah mengobati/menghilangkan penyebab dasarnya, jika
mungki (misalnya iskemia, penyakit tiroid, alkohol, obat). Jika penyebab dasar
tidak dapat dikoreksi, pengobatan ditunjukkan untuk Tujuan (1) adalah tujuan
untuk pengobatan gagal jantung kronik: mencegah memburuknya fungsi jantung,
dengan miokard, sehingga dapat mengurangi mortalitas; diberikan penghambat
ACE dan β-bloker, disamping mengurangi beban kerja jantung dan sedangakna
tujuan (2) adalah tujuan utama pengobatan gagal jantung akut, yaitu untuk
mengurangi gejala-gejala gagal jantung sehingga memperbaiki kualitas hidup
pasien; diperlukan pengurangan overload cairan dengan diuretic, penurunan
resistensi perifer dengan vasodilator, dan peningkatan kontraktilitas miokard
dengan obat inotropik.
Diuretik, adalah dasar untuk terapi simtomatik. Dosisnya harus cukup
besar untuk menghilangakan edema paru dan/atau perifer. Efek samping utama
adalah hipokalemia (berikan suplemen K+ atau diuretic hemat kalium, seperti
amilorid).
Inhibitor ACE, menghambat perubahan angiotensisn I menjadi
angiotensin II, memotong respon neuroendokrin maladaptive, menimbulkan
vasodilatasi dan menurunkan tekanan darah. Obat golongan ini memperbaiki
gejala, kualitas hidup, dan prognosis pada gagal jantung yang nyata atau
kerusakan fugsi ventrikel kiri. Obat ini dapat memicu gagal ginjal pada stenosis
arteri renalis bilateral (periksa ureum dan kreatinin). Efek samping lainyang paling
banyak dijumpai adalah batuk kering persisten sebanyak 15%.
Antagonis reseptor angiotensin II, misalnya losartan, mengahambat
angiotensin II dengan antagonism langsung terhadap reseptornya. Efek dan
manfaatnya seperti inhibitor ACE.
Bloker β, seperti bisoprolol, metoprolol, dan karvedilol, sebelumnya
dianggap kontraindikasi pada gagal jantung katekolamin yang tinggi dalam
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
20
Universitas Indonesia
sirkulasi dan penurunan regulasi reseptor adregenik sangat barbahaya pada gagal
jantung. Bloker β (diberikan hanya pada pasien yang stabil, dengan dosis sangat
rendah, dinaikkan bertahap) membalikkan keadaan ini dan memperbaiki status
fungsional serta prognosis. Menurunkan kegagalan pompa serta kematian
mendadak akibat aritmia.
Antagonis aldosteron, spironolakton, suatu diuretic hemat kalium
(antagonis aldosteron) memperbaiki prognosis pada CHF berat.
Digoksin, saat ini hanya digoksin yang digunakan untuk terapi gagal
jantung, sedangakan sedangakan digitoksin dan folia digitalis tidak digunakan
lagi. Efek digoksin pada pengobatan gagal jantung sebagai inotropik positif,
kronotropik negative (mengurangi frekuensi denyut ventrikel pada takikardia atau
fibrilasi atrium) dan mengurangi aktifasi saraf simpatis.
Antitrombotik, warfarin (antikoagulan oral) diindikasikan pada gagal
jantung dengan fibrilasi atrial, riwayat kejadian tromboembolik sebelumnya, atau
adanya trombus di ventrikel kiri, untuk mencegah stroke atau tromboembolisme.
Antiaritmia, antiaritmia yang digunakan pada gagal jantung hanyalah ß-
bloker dan amiodaron. ß-bloker mengurangi kematian mendadak pada gagal
jantung. Amiodaron digunnakan pada gagal jantung hanya jika desertai dengan
fibrilasi atrial dan dikehendaki ritme sinus. Amiodaron adalah satu-satunya obat
aritmia yang tidak dsertai dengan efek inotropik negatif.
2.9. Edukasi dalam Penatalaksanaan Gagal Jantung
Pasien pasca rawat di rumah sakit biasanya lebih sering kembali ke klinik
dan rumah sakit akibat kekambuhan episode gagal jantung berulang terutama pada
pasien dengan usia diatas 65 tahun dengan kondisi yang lebih buruk (Stromberg,
2005). Gagal jantung merupakan suatu sindrom dengan kondisi kronis dan
memiliki prognosis yang menurun dan tidak selalu dapat dicegah. Namun
demikian setengah dari penyebab readmisi pasien dapat dicegah. Data di Eropa
menunjukkan bahwa 50 % dari pasien gagal jantung yang pernah dirawat di rumah
sakit mengalami readmisi dalam waktu 6 bulan dan menghabiskan sekitar 70%
dana untuk perawatan (Stromberg, 2005). Hal tersebut tidak hanya menimbulkan
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
21
Universitas Indonesia
masalah psikologis, sosiologis dan finansial tetapi beban fisiologis pasien akan
menjadi lebih serius. Memberikan penyuluhan kepada pasien dan melibatkan
pasien dalam implementasi program terapi akan memperbaiki kerjasama dan
kepatuhan. Kebanyakan kekambuhan gagal jantung dterjadi karena pasien tidak
mematuhi terapi yang dianjurkan, seperti tidak mampu melaksanakan terapi
pengobatan dengan tepat, melanggar pembatasan diet, tidak mematuhi tindak
lanjut medis, melakukan aktivitas fisik yang berlebihan dan tidak dapat mengenali
gejala kekambuhan (Smeltzer & Bare, 2002, Sromberg, 2005; Paul, 2008).
2.9.1. Definisi edukasi
Edukasi merupakan proses interaktif yang mendorong terjadinya
pembelajaran, dan pembelajaran merupakan upaya untuk menambah
pengetahuan baru, sikap serta keterampilan melalui penguatan praktik dan
pengalaman tertentu (Smeltzer & Bare, 2005; Potter & Perry, 2009). Salah satu
peran penting perawat dalam tim manajemen gagal jantung adalah sebagai
edukator. Dimana pasien dengan kondisi gagal jantung harus mengerti kondisi
sakitnya, pengobatanya dan mengetahui kapan waktu untuk memeriksakan diri
ke petugas kesehatan. Perawat memiliki peranan penting pada proses edukasi
tersebut sebagai petugas pertama yang mengajarkan dan mengevaluasi
kemampuan self care pasien (Paul, 2008).
2.9.2. Tujuan Edukasi dan self care pada pasien gagal jantung
Tujuan dari edukasi pada pasien gagal jantung adalah membantu pasien
secara aktif berpartisipasi dalam perawatannya sendiri, membuat keputusan
dalam pengobatan dan perubahan perilaku kesehatan sesuai dengan kompetensi
yang harus dimiliki dan dengan rasa percaya diri (Stromberg, 2005). Edukasi
dapa membuat penyakit gagal jantung dan gejala yang muncul dapat ditangani
oleh pasien secara komprehensif. Pengetahuan meningkatkan kontrol dan
memfasilitasi pasien untuk beradaptasi terhadap kondisi sakit gagal jantung yang
bersifat kronis dan pasien memiliki peran dalam perilaku perawatan diri (self
care behaviour) seperti retriksi cairan dan intake garam, latihan, terapi
pengobatan, dan monitoring terjadinya tanda dan gejala perburukan kondisi
gagal jantung (Paul, 2008).
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
22
Universitas Indonesia
Dalam penelitiannya mengenai edukasi yang diberikan oleh perawat
pada saat pasien pulang rawat Koeling et all (2005) membuktikan bahwa edukasi
pada saat pulang rawat meningkatkan kondisi klinis pasien dengan gagal jantung
dengan menurunkan angka readmisi rawat selama follow up 180 hari. Data
laporan follow up padien yang mendapatkan edukasi juga menunjukkan bahwa
melakukan self –care secara mandiri. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa edukasi pada pasien gagal jantung dapat menurunkan angka readmisi
pasien dan menurunkan dana rawat yang signifikan.
Definisi self care menurut Riegel et al (2004) adalah sebuah proses
pengambilan keputusan secara naturalistik terhadap pemilihan tingkah laku
untuk mempertahankan stabilitas fisiologis (self care maintenance) dan respon
terhadap gejala yang dialami (self care management). Self care pada pasien
gagal jantung digambarkan sebagai suatu proses dimana pasien berpartisipasi
secara aktif dalam melakukan managemen gagal jantung baik secara mandiri
maupun dengan bantuan keluarga maupun petugas kesehatan.
2.9.3. Topik edukasi untuk pasien gagal jantung
2.3. Tabel Topik Edukasi
Nasihat umum
- Definisi, tanda dan gejala gagal jantung
- Etiologi
- Monitoring gejala
- Self management tanda dan gejala
- Menimbang berat badan setiap hari
- Rasional terapi
- Ketaatan dalam pengobatan
- Prognosis
Konseling pengobatan - Efek dan efek samping obatserta tanda-tanda keracunan
obat
- Cara penggunaan obat
- Obat-obatan yang harus dihindari seperti hati-hati dalam
penggunaan obat NSAID
- Penggunaan terapi diuretik
Istirahat dan latihan - Istirahat
- Latihan exercise
- Pekerjaan
- Aktivitas fisik sehari-hari
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
23
Universitas Indonesia
- Aktivitas seksual
- Rehabilitasi
Diet dan kebiasaan sosial - Pembatasan intake sodium
- Retriksi cairan
- Batasi minum alkohol
- Berhenti merokok
- Kurangi kondisi overweight
Vaksinasi Imunisasi Pnemococcal dan influenza
Perjalanan - Penerbangan udara
- Ketinggian, hindari tempat yang panas atau lembab
Sumber: European Society of Cardiology (2001)
Bakang & Akyol (2008) dalam penelitianya mengenai studi eksperimen efek
dari teori adaptasi Roy terhadap model edukasi, latihan dan program dukungan
sosial terhadap pasien gagal jantung dengan menggunakan booklet pada pasien yang
diintervensi menunjukkan bahwa pasien yang diintervensi dan diberikan edukasi
dapat beradaptasi secara baik terhadap kondisi gagal jantung yang dialaminya.
Kualitas hidup pasien meningkat, kapasitas fungsional meningkat dan dukungan
sosial pun meningkat. Dengan demikian Roy adaptation model melalui pemberian
edukasi dapat digunakan perawat dalam merawat pasien dengan kondisi gagal
jantung.
2.9.4. Proses edukasi pasien
Rankin & Stallling (2001) menggambarkan roses edukasi pada pasien menjadi 5
tahap.
1) Pengkajian terhadap pengetahuan pasien sebelumnya, kemampuan belajar
pasien, mispersepsi pengetahuan, pola belajar, perilaku, dan motivasi untuk
belajar. Pengkajian dapat dilakukan melalui wawancara, dan test. Pengkajian
pengetahuan sebelumnya sangat penting dilakukan, penelitian Ni et al (1999)
dalam Stromberg (2005) menyatakan sebagian besar edukasi diberikan secara
verbal (75%), tertulis (71%) dan melalui tulisan dan verbal (65%). Namun
diantara pasien yang mendapat edukasi hanya 14 % yang mengetahui banyak
informasi mengenai penyakit jantung dan sebagian besar (38%) mengetahui
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
24
Universitas Indonesia
informasi sedikit bahkan menyatakan tidak ingat kembali apa yang telah
disampaikan.
2) Diagnosa sumber daya pasien dan hambatan dalam proses pengajaran
Intervensi edukasi disesuaikan dengan kondisi yang menghambat pasien
dalam melakukan pembelajaran seperti keterbatasan fungsional dan kognitif,
persepsi yang salah, motivasi yang rendah dan kepercayaan diri yang rendah.
Ketidakpatuhan pasien pada tatalaksana penyakit gagal jantung disebakan oleh
banyak faktor, kemungkinan hambatan dalam partisipasi perawatan mandiri
meliputi kompleknya regimen pengobatan, kerusakan kognitif pasien yang
membuatnya kesulitan dalam mengikuti instruksi yang diberikan serta
kurangnya motivasi dalam melakukan instruksi saat pulang (Paul, 2008).
3) Penentuan rencana dan intervensi edukasi pada pasien sesuai kebutuhan
Pada fase perencanaan ditentukan tipe edukasi yang diberikan, frekuensi
pemberian edukasi, penentuan siapa yang memberikan edukasi dan bagaimana
penyampaian edukasi tersebut diberikan.
4) Proses pemberian edukansi pada pasien sesuai rencana edukasi
5) Evaluasi terhadap edukasi yang telah diberikan.
Evaluasi hasil edukasi yang diberikan tergantung dari target yang ingin
dicapai oleh edukator. Terdapat beberapa alat penilaian yang dapat digunakan
baik untuk menilai penyakit secara umum dan khusus ataupun menilai kualitas
kesehatan berhubungan dengan kualitas hidup pasien (Stromberg, 2005).
2.9.5. Edukator, setting dan material yang digunakan saat edukasi (Stromberg,
2005; Paul, 2008)
Edukasi dapat diberikan oleh semua tim dalam managemen gagal
jantung, baik oleh dokter, perawat, dietisiant, apoteker, pemberi layanan sosial,
atau fisioterapis. Perawat spesialis gagal jantung yang memberikan edukasi
memiliki kemampuan dan pengetahuan khusus berdasarkan evidence base
intervensi edukasi. Adapun tempat edukasi mulai dilakukan di rumah sakit pada
saat pasien dirawat, atau pada saat pasien mendapatkan perawatan primer di
masyarakat (Stromberg, 2005). Material/media yang digunakan dapat berupa
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
25
Universitas Indonesia
verbal, tertulis melalui booklet, buletin, leaflet, brosur dll, serta kombinasi
audiovisual menggunakan video, CD dan program komputer seperti penggunaan
website dll. Edukasi tambahan dapat diberikan melalui konseling melalui sesi
pembelajaran selama satu jam khusus (Paul, 2008) serta telecare dan
telemonitoring sebagi follow up kondisi klien setelah pasien pulang (Louis,
Turner, Gretton & Baksh, 2003).
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
26
Universitas Indonesia
Kelaianan mekanis, kelainan miokard
& gangguan irama jantung
Gangguan kontraktilitas ventrikel Gangguan overload Gangguan preload
GAGAL JANTUNG
Gagal jantung
sistolik
Mekanisme kompensasi
Refleks baroreseptor Pe↓ perfusi ginjal
Vasodilator arteri
Pe↑ retensi perifer
Pe↑ tekanan sistolik
(afterload)
Pe↑ HR
Pe↑ kontraktilitas
otot jantung
Pe↑ Co
(kompensasi)
Pe↑ pelepasan renin
Pe↑ angiotensin
Pe↑ aliran balik vena
Pe↑ tekanan diastolic
akhir ventrikel kiri
(preload)
Pe↑ sekresi
aldosteron
Pe↑ volume
darah
Remodelling Jantung
Mekanisme dekompensasi
Gagal jantung kanan Gagal jantung kiri
Tanda dan gejala
kongesti pulmonal
Tanda dan gejala
kongesti sistemik
Pe↓ kapasistas fungsional
Rehospitalisasi
Self care management
Edukasi
Pe↑ aktivasi simpatis
Pe↓ kontrtaktilitas miokard
2.4. Kerangka Teori
Gagal jantung
diastolik
Sumber: Modifikasi dari Ignatavisius & Workman (2010); Hudak & Gallo (2010); Black & Hawk (2009);
Stromberg (2005); Koelling et. al (2005)
Venokonstriksi
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
27 Universitas Indonesia
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1. Pengkajian
3.1.1. Biodata
Nama : Tn. S
Informasi : klien & keluarga
Reliabilitas : 3
Umur : 56 tahun
Tgl lahir : 21-04-1957
Suku bangsa : Betawi
Jenis kelamin : L
Tgl masuk : 12-05-2013 Jam 19.30 WIB dari rumah
Tanggal pengkajian : 15-05-2013
Diagnosa Medis : CHF Fc III, hipertensi grade II, CAD
anterolateral dan DM tipe 2
3.1.2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan utama: sesak dan lemah saat beraktivitas
b. Riwayat penyakit sekarang
Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit mengeluh sesak dan lemas
saat beraktivitas, dapat tidur dengan menggunakan 2-3 bantal atau
dalam posisi duduk, kadang-kadang terbangun dari tidur karena sesak.
Nyeri dada kanan seperti ditusuk-tusuk hilang timbul. Namun pada saat
pengkajian di ruangan sudah tidak keluhan nyeri dada. Batuk sesekali
namun tidak ada demam, kadang merasa mual.
c. Riwayat penyakit dahulu
Mengetahui memiliki penyakit hipertensi dan diabetes melitus sejak 3
tahun yang lalu, kontrol tidak teratur dan sudah tidak pernah kontrol
ulang sejak maret 2013. Pernah dirawat di RSCM karena sakit jantung
1 tahun yang lalu. Pernah dilakukan pemeriksaan Echocardiografi
(tahun 2009) dan Catheterisasi jantung (tahun 2011).
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
28
Universitas Indonesia
d. Riwayat penyakit keluarga
Adanya penyakit hipertensi, diabetes melitus, astma dan alergi
disangkal.
e. Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi dan kebiasaan (Pengkajian
terkait PKKMP)
Sebelum sakit klien bekerja sebagai supir angkot atau supir pribadi.
Ekonomi keluarga dibantu juga oleh istri klien yang berjualan makanan
di rumahnya. Kebiasaan merokok sejak klien SD, 1-2 bungkus sehari,
sempat berhenti merokok sejak sakit tahun 2010 namun sesekali
merokok kembali. Pada saat 3 bulan yang lalu sebelum dirawat saat ini
klien merokok kembali dan baru berhenti saat klien di rawat di rumah
sakit sekarang. Klien biasa minum bir 1-2 botol setiap hari setelah
pulang narik angkot, berhenti sejak sakit pertama tahun 2010. Klien
menyenangi minuman dingin dan manis serta suka ngemil saat
mengemudi. Dalam hal makanan klien memiliki hobi makan makanan
bersantan seperti makan nasi uduk atau lontong sayur setiap hari,
minum minuman dingin dan manis hampir setiap hari. Klien
mengatakan sering stres memikirkan 2 anak laki-lakinya yang sering
ikut pergaulan dengan teman-temanya yang tidak baik di lingkungan
tempat tinggalnya. Kedua anak laki-lakinya tersebut sering pulang
malam, sehingga sering membuat klien khawatir.
3.1.3. Pengkajian Tambahan dan Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas/Istirahat
Sebelum dirawat di RS, klien masih mampu melakukan aktivitas harian
sendiri di rumah, sejak klien dirawat aktivitas klien dibantu oleh
keluarga dan perawat. Klien mengalami kelemahan fisik dan masih
merasa sesak saat beraktivitas, dengan kondisi aktivitas ringan di
tempat tidur pun masih terasa lelah dan sesak. Pada saat ini klien
bedrest di tempat tidur. Mobilitas terbatas di tempat tidur, makan di
bantu oleh keluarga, higiene dilakukan di tempat tidur, masih
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
29
Universitas Indonesia
menggunakan catheter urine. Untuk istirahat tidur, sebelum sakit klien
jarang tidur siang karena bekerja, istirahat tidur malam klien sekitar 6-8
jam sehari. Setelah sakit klien tampak sering tertidur siang ataupun
malam hari, namun sesekali terbangun saat tidur karena klien merasa
sesak.
Pengkajian neuromuscular :
Saat ini kesadaran klien compos mentis, GCS : E4M6V5, tonus otot
normal, postur tubuh tegak, agak membungkuk saat klien merasa
sesak, klien lebih sering berbaring di tempat tidur. Rentang gerak
normal namun tampak lemah dan lelah, tidak terdapat deformitas.
Kekuatan otot : 5555 5555
5555 5555
b. Sirkulasi
TD : Ka : Berbaring : 150/90 mmHg
Nadi perifer : radialis 90 bpm, kualitas kuat, irama reguler
Leher: Distensi vena jugularis 5+3 cmH2O, tidak teraba pembesaran
KGB
Jantung: getaran dan dorongan pada PMI tidak teraba, Bunyi jantung:
BJ I dan BJ II normal, murmur(-), gallop (-)
Ektrimitas Terdapat pitting edema +2 pada tungkai dan mata kaki,
tidak terdapat edema periorbital, tidak terdapat asites. Tidak terdapat
luka pada ekstrimitas, dan tidak ada riwayat penyembuhan luka yang
lama. Terdapat kebas/kesemutan pada ujung tangan dan kaki. akral
hangat, warna kulit sama dengan warna sekitarnya, pengisian kapiler <
3 detik, tidak ada varises, tanda Homan’s tidak ada, tidak ada sianosis
pada kaki dan kelainan pada kuku. Turgor kulit baik, elastis, membran
mukosa warna merah muda, lembab.
c. Pernapasan
Bentuk dada simetris, auskultasi paru vesikuler, ronchi basah halus
bilateral, wheezing (-/-), terdapat keluhan sesak, terasa sesak pada saat
aktivitas ringan, terdapat retraksi dada setelah melakukan aktivitas RR
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
30
Universitas Indonesia
24 kali/menit, pernapasan cepat dan dangkal, terpasang oksigen 3
lt/menit. Keluhan batuk jarang, warna sputum putih, viskositas kental.
Klien perokok berat 1-2 bungkus sehari, klien sempat berhenti
merokok sejak sakit , namun 3 bulan yang lalu merokok kembali.
d. Integritas Ego
Status hubungan klien menikah memiliki satu orang istri dengan 4
orang anak. Klien mengatakan suka teringat dengan 2 anak laki-lakinya
yang menurut klien nakal, klien mengatakan stres dengan kondisi
anaknya yang sering pulang malam dan sulit diatur. Dalam mengatasi
stres yang dialaminya klien berbagi cerita kekhawatiran klien dengan
anak laki-lakinya dengan istrinya, serta klien berusaha untuk berbicara
dengan anaknya. Pada saat ini klien merasa ingin cepat sembuh dan
pulang kembali ke rumah, klien tidak mau berlama-lama di RS karena
merasa kasihan dengan anak dan istrinya yang harus bolak-balik ke RS.
Terkadang klien merasa tidak berdaya saat kondisi sakitnya sedang
kambuh, klien lebih sering tampak sendiri, dan sesekali tampak
melamun karena teringat anak laki-lakinya yang menurut penuturan
klien suka nakal dan tidak mau menurut pada orang tua.
Masalah finansial, kondisi ekonomi klien dan keluarga pas-pasan,
klien pernah putus berobat karena rujukan rumah sakit yang ditunjuk
oleh penjamin jauh dari rumahnya sehingga diperlukan biaya lebih
untuk kontrol. Selain itu dengan kondisi klien yang sudah tidak
bekerja, istri klien berjualan nasi untuk membantu ekonomi keluarga.
Anak-anak klien sebagian besar sudah bekerja dan sesekali membantu
keuangan keluarga sesuai dengan kebutuhan.
Faktor-faktor budaya dan agama, klien beragama islam, namun
tidak menjalankan ajaran agama secara rutin. Tinggal di wilayah
perkotaan dengan kondisi lingkungan tempat tinggal yang padat dan
penuh stressor, namun tidak ada nilai budaya tertentu yang
bertentangan dengan kesehatan klien. Terdapat perubahan gaya hidup
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
31
Universitas Indonesia
masyarakat urban yang klien miliki yakni pola hidup yang tidak sehat,
konsumsi rokok dan meminum alkohol setiap hari, kurang aktivitas,
kurang konsumsi sayuran dan konsumsi makanan yang tinggi lemak
dan kalori seperti memiliki kesenangan memakan makanan yang
bersantan setiap hari
Perubahan terakhir, setelah klien sakit (terutama 1 tahun terakhir)
klien sudah tidak bekerja lagi sebagai supir, klien sering berada di
rumah dan melakukan aktivitas sehari-hari di rumah. Biaya hidup
ditopang oleh istri klien yang berjualan nasi serta dibantu oleh anak-
anak klien yang sudah bekerja. Pada pagi-sore hari klien sendiri di RS
dan pada malam hari terkadang istri dan anak klien bergantian
menunggui klien di RS.
e. Eliminasi
Pola BAB, di rumah klien sering mengalami konstipasi dengan
frekuensi BAB setiap 4-5 hari sekali, menggunakan laxatif dengan
laxadine sirup, namun setelah klien tidak melakukan kontrol (sejak
maret 2013) klien sudah tidak menggunakan laksatif sehingga BAB
keras dan klien selalu mengalami kelelahan dan sesak setiap selesai
BAB. Selama di rawat di RS klien BAB 1-2 hari sekali dengan
menggunakan laxadinine 3x 1 sendok sehari, konsistensi lembek.
Tidak ada perdarahan saat BAB dan tidak ada hemoroid.
Abdomen, simetris, bising usus 8x/mnt, tidak ada nyeri tekan,
abdomen teraba supel, tidak teraba adanya massa pada abdomen.
Perkemihan, menggunakan folley catheter, volume urin banyak warna
kuning jernih dengan menggunakan terapi iv furosemide drip 5
mg/jam. Tidak ada riwayat kesulitan BAK, riwayat penyakit ginjal dan
kandung kemih disangkal.
f. Makanan/Cairan
Klien mendapat diet DM 1700 kkal, tiga kali sehari dengan pola diet
makanan lunak pagi, siang dan sore hari disertai selingan makanan
ringan 2 kali, makanan selingan kadang dimakan, kadang tidak
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
32
Universitas Indonesia
dimakan. Retriksi cairan 1000 cc/24 jam. Klien datang ke RS (12 mei
2013) dengan keluhan sindrom dispepsia, mengalami mual pada saat
makan dengan porsi makan yang berkurang karena klien merasa sesak
dan lelah pada saat aktivitas ringan. Pada saat pengkajian (13 mei
2013) klien masih merasa mual (kadang-kadang), klien sudah bisa
makan habis 1/2 porsi bubur sumsum dengan kontrol pengobatan
lansoprazole dan domperidon oral. Klien tidak memiliki riwayat alergi
terhadap makanan, kondisi gigi tidak lengkap, tampak caries pada gigi
geraham, tidak ada perdarahan gusi namun fungsi gigi masih optimal,
tidak ada masalah dalam menelan dan mengunyah makanan.
Pengkajian Antropometri Berat badan 60 kg, tinggi badan 160 cm;
IMT 23.43 (normal), pada saat sebelum sakit klien mengalami obesitas
dengan berat badan sekitar 80 -90 kg, namun setelah klien sakit mulai 3
tahun yang lalu berat badan klien berangsur-angsur turun.
g. Higiene
Penampilan umum agak kotor, tercium bau tidak sedap (bau keringat)
saat berada dekat dengan klien, sudah 3 hari belum berganti celana
panjang, klien mengatakan 2 hari dirawat di IGD, belum pernah mandi,
ganti baju ataupun melakukan higiene lainnya selama dirawat di IGD,
di ruang rawat sekarang belum mandi dan belum memiliki peralatan
untuk mandi dan ganti baju karena keluarga belum datang menjenguk.
cara berpakaian rapi, kondisi kulit dan rambut kepala berminyak,
rambut tampak kusut dan acak-acakan (tidak disisir). Klien belum bisa
ke kamar mandi karena masih merasa lemah dan cepat lelah
h. Neurosensori
Status mental Compos mentis, GCS: E4M6V5, orientasi terhadap
orang, waktu dan tempat baik, kooperatif. Terdapat keluhan rasa
pening dan sakit kepala terasa pada saat berubah posisi mendadak atau
setelah melakukan aktivitas.
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
33
Universitas Indonesia
Mata : isokor 2 mm/2 mm, akomodasi pupil (+), refleks berkedip (+),
tidak ada miopi, tidak ada edema periorbital, konjungtiva anemis,
sklera tidak ikterik.
Telinga normal, tidak ada tuli konduktif
Hidung: normal, tidak ada epistaksis, tidak ada masalah dengan
penciuman.
Memori yang lama dan baru tidak ada kelainan, tidak ada kelemahan
tubuh tidak ada dan tidak terdapat facial drop
Refleks tendon dalam: fisiologis (bisep, trisep, patella dan achiles)
normal, tidak terdapat refleks patologis babinsky (-/-)
i. Nyeri
Keluhan nyeri : tidak ada
j. Keselamatan
Tidak ada alergi, tidak memiliki penyakit hubungan seksual, tidak
memiliki masalah tulang, sendi dan masalah pada punggung. Fungsi
penglihatan dan pendengaran baik, integritas kulit baik, tidak ada
kemerahan, tidak ada laserasi, tidak ada riwayat demam. Suhu 36.6°C.
k. Interaksi Sosial
Bicara jelas, dapat berkomunikasi dengan perawat, keluarga dan orang
terdekat lainnya. Pola interaksi dengan keluarga baik.
l. Penyuluhan/Pembelajaran
Bahasa dominan Indonesia, melek huruf , tingkat pendidikan SMP,
keyakinan kesehatan yang dilakukan selama dirawat di RS: mematuhi
medikasi dari RS
Riwayat keluhan terakhir sesak dan lelah saat aktivitas
Harapan pasien terhadap perawatan ini: dapat cepat pulih kembali
dan segera pulang ke rumah
Bukti kegagalan untuk perbaikan: klien pernah mengalami dua kali
perawatan di rumah sakit dengan penyakit dan gejala yang sama, klien
datang kembali dirawat yang ke 3 ini dengan kondisi gagal jantung
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
34
Universitas Indonesia
yang bertambah berat, klien tidak taat dengan diet dan tidak melakukan
kontrol secara teratur
Rencana pasien pulang (Discharge planning)
Lama rawat rawat rata-rata untuk pasien CHF: 4-7 hari
Rencana pulang : paling lambat 1 minggu setelah perawatan
Sumber-sumber , orang : istri, jaminan menggunakan KJS
Antisipasi perubahan pola hidup kondisi umum penyakit gagal
jantung, pengaturan diet, gaya hidup sehat, aktivitas yang dapat
dilakukan di rumah, self care (perawatan mandiri)
Hambatan pembelajaran yang dialami klien berupa kurangnya
motivasi dan kontrol diri, klien mengalami kesulitan dalam mengikuti
anjuran diet dan menghentikan kebiasaan merokok serta kelemahan
dan penurunan kapasitas fisik
Bantuan yang dibutuhkan pemenuhan ADL, pemantauan
kemungkinan terjadinya gejala gagal jantung yang berulang,
pemenuhan diet dan pemantauan penggunaan obat dan efek samping
obat gagal jantung. Media yang digunakan untuk edukasi berupa verbal
dan tulisan berupa booklet. Persiapan dukungan keluarga dalam
perawatan klien di rumah.
m. Pengkajian Tambahan
Fall Morse Scale : 35 (Risiko Jatuh rendah)
1. Riwayat jatuh dalam 3 bln terakhir (tidak) = 0
2. Mempunyai Dx sekunder (iya) = 15
3. Ambulasi: bed rest (iya) = 0
4. Terpasang infuse (iya) = 20
5. Cara berjalan (bed rest) = 0
6. Status mental (orientasi baik) = 0
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
35
Universitas Indonesia
3.1.4. Hasil Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil Laboratorium
Tabel 3.1. Hasil laboratorium
12 mei 2013 13 mei 2013
Indikator Nilai Nilai Rujukan
Hb 13.4 g/dl 11.7-15.5
Ht 40.3% 33-45
Leukosit 10.2 ribu/ul 5-10
Trombosit 262 ribu/ul 150-440
Eritrosit 2.12 juta/ul 3.8-5.2
Ureum darah 32 mg/dl 20-40
Kreatinin
darah
1.6 mg/dl 0.6-1.5
GDS 272 mg/dl 349 mg/dl 70-140
pH 7.423 7.263 7.35-7.45
pCO2 31.2 mmHg 53.1 mmHg 35-45
pO2 145.4 mmHg 208 mmHg 83-108
HCO3- 20.6 mmol/L 24.2 mmol/L 21-28
Saturasi O2 97.4 % 98.5 % 95-99
BE -2 mmol/L -3.9 mmol/L -2.5-2.5
Natrium 139 mmol/L 135-147
Kalium 3.9 mmol/L 3.10-5.10
Klorida 108 mmol/L 95-108
SGOT 14
SGPT 8
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
36
Universitas Indonesia
12 mei 2013 13 mei 2013
Indikator Nilai Nilai Rujukan
Keton 0.3
b. EKG (12 Mei 2013)
Sinus rhytm, HR 100x/mnt, gelombang P normal, PR interval 0.16
detik, terdapat perubahan ST, T inverted pada I, aVL, V5-V6, tidak
terdapat bundle branch blok, tidak terdapat hipertropi pada atrium
ataupun ventrikel.
c. Hasil CXR (12 Mei 2013)
Kardiomegali dengan awal bendungan paru, CTR 65%, efusi pleura
kanan.
d. Echocardiografi (September 2009)
LV dilatasi, hipokinetik segmental, fungsi sistolik LV menurun, EF
31%, fungsi diastolik LV normal, katup-katup jantung normal.
Echocardiografi ulang (16 Mei 2013)
Dimensi ruang jantung RA, RV, LA, LV dilatasi
Dinding LV tidak menebal
Analisa segmental: hipokonetik pada anterior, anterolateral pada
segmen basal mid apikal
Katup-katup: MR, TR, AR, moderate
Fungsi sitolik LV: menurun LVEF 25%
Fungsi diastoli LV : abnormal relaksasi
Fungsi sistolik RV menurun : TAPSE 15 mm
e. Catheterisasi Jantung
LMS normal
LAD stenosis 20% LAD proksimal setelah D1, stenosis 30%D1
proksimal, Left circumfleks (LCX) normal, RCA : tourtous distal RCA
Kesimpulan: no significant CAD.
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
37
Universitas Indonesia
3.1.5. Pengobatan
Tabel 3.2. Obat yang diresepkan
Nama
Obat
Dosis Indikasi/tujuan Efek samping
Furosemide Drip 5 mg/jam Diuretik untuk mengatasi
gagal jantung, edema paru
Hipotensi, hipokalemia,
hipomagnesemia,
hiponatremia
Ascardia
(Acetyl-
salicyclic
acid)
1x80 mg
Mengurangi risiko kematian
dan serangan infark miokard
pada pasien dengan MCI dan
TIA berulang akibat
hiperaktivitas trombosit
Iritasi gastrointestinal,
hipoprotrombinemia,
reaksi hipersensitivitas
KSR 3 x 600 mg Pencegahan hipokalemia Mual, muntah, sakit
pinggang dan diare
Amlodipin 1 x 10 mg Obat hipertensi (Ca
antagonis), angina stabil
kronis, angina vasospastik
Hipotensi
Captopril 2 x 12.5 mg Obat hipertensi (ACE
inhibitor)
Hipotensi, batuk,
peningkatan ureum
kreatinin
Lansoprazole 1 x 30 mg Obat penghambat sekresi
asam lambung) Pengobatan
jangka pendek tukak usus,
tukak lambung, dan refluks
esofagus
Mual, nyeri perut,
konstipasi, flatulence
dan diare
Domperidon 3 x 10 mg Antiemetik, stimulasi
peristaltik dan pengosongan
lambung.
Jarang dilaporkan:
kejang saluran cerna,
reaksi ekstrapiramidal,
ruam kulit
Simvastatin 1 x 20 mg Antikolesterol (menghambat
sintesa kolesterol dalam hati,
dengan menghambat enzim
HMG CoA reduktase)
Myopati dan
rhabdomiolisis,
hepatotoksik.
Insulin - GDS< 200 tidak
diberikan insulin
- GDS 201-250
3 iu
- GDS 251-300
6 iu
- GDS 301-350
9 iu
- GDS > 300
12 iu
Meningkatkan transport
glukosa ke dalam sel dan
menghambat konversi
glikogen dan asam amino
menjadi glukosa.
Insulin yang diberikan insulin
aspart (novorapid) dengan
kerja singkat, mulai kerja
dalam 30 menit, puncak 1-3
jam dan bertahan 7-8 jam.
Hipoglikemia, reaksi
alergi, resistensi,
gangguan penglihatan.
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
38
Universitas Indonesia
3.2. Analisa Data
Tabel 3.3. Analisa data
No Data Etiologi Masalah
1 DS:
- Sesak saat beraktivitas ringan
- Klien mengatakan tidur
menggunakan 2-3 bantal
- Klien mengatakan kadang
mengalami sakit kepala pada saat
berubah posisi (bangun tidur)
DO:
- Klien tampak lelah dan pucat
- RR 24x/mnt
- Pernapasan cepat dan dangkal
- Auskultasi: suara napas
vesikuler, ronchi basah halus
bilateral.
- PND (+), DOE (+)
- AGD pH 7. 263, pCO2 53.1,
PO2 208, HCO3 24.3, BE -3.9
(asidosisi respiratorik)
- CXR awal bendungan paru
Edema paru Kerusakan
pertukaran gas
2 DS:
- Sesak dan lelah pada saat
aktivitas ringan
DO:
- Klien tampak mudah lelah dan
sesak
- TD 150/90 mmHg, nadi 90 x/mnt
- Perubahan pola EKG : T inverted
pada I, avL, V5-V6
- JVP 5 + 2 cmH2O
- Terdapat edema pada tungkai,
pitting edema +2
Hasil echocardiografi : EF 31%
turun menjadi 25%, RA,RV,LA,
LV dilatasi, Katup-katup: MR,
TR, AR, moderate
- Hasil catheterisasi jantung: LAD
stenosis 20% LAD proksimal
setelah D1, stenosis 30% D1
proksimal
Gangguan
kontraktilitas
jantung
Penurunan kardiak
output (curah
jantung)
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
39
Universitas Indonesia
3 DS:
- Sesak saat beraktivitas
- Lemah saat beraktivitas
DO:
- Klien dengan CHF Fc III
- Klien tampak lemah dan lebih
sering tambak berbaring di
tempat tidur
- Tachipnoe dan tachicardia pada
saat melakukan aktivitasaktivitas
- EKG: T inverted pada I, aVL,
V5-V6
Penurunan
curah jantung
Intoleransi
aktivitas
4 DS:
- Klien mengatakan sesak
- Klien mengatakan minum
dibatasi 600-1000 cc/24 jam
DO:
- Klien dengan CHF Fc III dengan
riwayat edema paru
- Retriksi cairan
- Mendapatkan terapi iv
furosemide
- Pitting edema +2 pada tungkai
Overload cairan
dan
penggunaan
diuretik
Kelebihan volume
cairan
5 DS:
- Klien mengatakan kadang-
kadang merasa mual, tidak ada
muntah
- Nafsu makan kadang-kadang
berkurang
- Klien mengatakan mengetahui
menderita sakit diabetes sejak 3
tahun yang lalu
- Klien mengatakan sudah 3 bulan
terakhir tidak kontrol gula darah
DO:
- Porsi makan habis ½ porsi,
makanan selingan kadang
dimakan kadang tidak dimakan
- Nilai GDS saat sliding scale
bervariasi
- Klien mendapatkan terapi insulin
dengan kelipatan 3 unit
- IMT 23.3 (normal)
DM type 2 Risiko
ketidakstabilan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
40
Universitas Indonesia
6 DS:
- Klien mengatakan tidak pernah
mandi dan belum melakukan
higiene lainnya sejak di rawat di
IGD
- Klien mengatakan belum ke
kamar mandi karena masih lelah
dan lemas
- Klien mengatakan belum ganti
celana karena belum dibawakan
oleh keluarga
DO:
- Klien tampak kurang motivasi
melakukan higiene karena masih
merasa lelah dan lemas
- Kulit dan rambut klien tampak
berminyak
- Tercium bau tidak sedap (bau
keringat) jika berada dekat klien
- Celana panjang klien tampak
tidak diganti sampai dengan hari
ke 3 perawatan
- Rambut tampak kusut dan acak-
acakan (tidak disisir)
Intoleransi
aktivitas
Defisit perawatan
diri
3.3. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas Masalah
1) Kerusakan pertukaran gas
2) Penurunan curah jantung
3) Kelebihan volume cairan
4) Intoleransi aktivitas
5) Risiko Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
6) Defisit perawatan diri
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
41
Universitas Indonesia
3.4. Web of Cause (WOC)
Gambar 3.1. WOC Gagal Jantung
3.5. NCP
Terlampir
3.6. Catatan Perkembangan
Terlampir
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
v WOC Gagal Jantung e.c DM , Hipertensi & CAD DM Hiperglikemia
Nilai GDS
Skala bervariasi,
intake nurisi kurang
Risiko
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
- Stres oksidatif (me↓ aktivitas antioksidan & me↑ gangguan oksidatif)
- Aktivasi protein kinase C (PKC)
- Aktivasi RAGE (hasil dari advance glication and product)
pe↑ permeabilitas vascular, aktivasi prokoagulan & masuknya monosit
yang berperan terhadap kekrusakan vaskular
Disfungsi endotel
EKG: T. invertad I, aVL, V5-V6
Echo: analisa segmental: hipokinetik pada anterior,
anterolateral pada segmen basal mid apikal
- Pe↓ NO (Nitrit Oxide)
- Pe↑ Plasminogen activator inhibitor (PAI-1)
- Pe↓ prostasiklin
Trombosis
Hiperkoagulasi, aktivasi trombosit,
↓ fibrinolisis
Hasil: cathetersasi jantung
stenosis LAD proksimal
dan O1 distal
HYHA FC III
lelah pada aktivitas ringan
Aterosklerosis subklinis
- Pe↓ NO (Nitrit Oxide)
- Endothelin me↑
- Pe↑ angiotensin II
Vasokonstriksi
- Hipertensi
- Perubahan otot polos pembuluh darah
Dislipidemia
Penyempitan lunun arteri, ruptur plak,
thrombosis & spasme arteri
Pe↓ aliran darah koroner
>30 menit Infark miokard
Kerusakan miokardium
Kerusakan yang lama
Kerusakan miokardium berulang
Kehilangan myocyt
Pe↑ tekanan pengisian LV saat latihan
Napas pendek & dangkal | pe↓ CO
Intoleransi aktivitas &
kelemahan
Deficit perawatan diri
Pe↑ afterload Pe↑ beban kerja LV
Hipertrovfi ventrikel kiri
Gagal jantung sistolik
Pe↑ tekanan pengisian LV Pe↑ EDV
Kongesti pulmonal
Pe↓ CO
Ventrikel kiri gagal memompa
Mekanise kompensasi mengalamai kegagalan
(back ward failure)
Pe↑ volume darah sisa
(EDV/preload) LV
Pe↓ kapasitas isi ventrikel
Hipertrofi atrium kiri & terjadi
bendungan darah
(pe↑ tekanan atrium kiri)
Bendungan dan pe↑ tekanan
pada vena pulmonalis
Tekanan hidrostatik melebihi
tekanan osmotik
Kongesti paru = edema paru &
pe↑ wedge pressure
Peningaktan beban sistolik pada
ventrikel kanan
Bendungan dan pe↑ tekanan
pada vena pulmonalis
Ventrikel kanan gagal memompa
Pe↓ CO atrium kanan &
pe↑tekanan akhir diastolic
(bendungan & pe↑ tekanan atrium kanan)
Bendungan vena sistemik
& pe↑ tekanan vena cava
Edema tungkai
Peningaktan JVP
5+2 cmH2O
Kelebihan volume cairan
tubuh
Pe↓ EF
Melebihi batas kompensasi
Dilatasi ventrikel
Echo: RA, RV, LA, RV Dilatasi
Echo: EF 33% ↓ 25%
Forward failure
↓ Stroke volume
Pe↓ CO
Pe↓ Tekanan darah
Mekanisme kompensasi
Pe↓ renal flow
Pe↑ RAA
Retensi Na + H2O
Urine output
Pe↑ volume plasma
Pe↑ ADH
Retensi air
Gangguan pertukaran gas
- CXR: oedema paru
- AGD asidosis respiratorik
- Ronchi basal bilateral
- RR 24x/mnt
Kabiasaan merokok 1-2 bungkus sehari
& konsumsi alcohol 1-2 gelas/hari
Lab kolesterol
LDL= 199mg/dl
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
42 Universitas Indonesia
BAB IV
ANALISIS SITUASI
4.1. Profil RSCM dan JCI
RSCM merupakan pusat rujukan nasional dengan visi menjadi rumah
sakit pendidikan dan pusat rujukan nasional terkemuka di asia pasifik tahun
2014. Adapun misi dari RSCM adalah memberikan pelayanan kesehatan
paripurna dan bermutu serta terjangkau oleh semua lapisan masyarakat, menjadi
tempat pendidikan dan penelitian tenaga kesehatan serta tempat penelitian dan
pengembangan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
melalui manajemen yang dinamis dan akuntabel. Gedung A merupakan suatu
wujud komitmen peningkatan mutu pelayanan rawat inap RSCM dengan
pelayanan terstandarisasi bertaraf internasional Joint Commision Internasional
(JCI).
Dalam rangka meningkatkan mutu asuhan keperawatan, RSCM
menggunakan model praktek keparawatan profesional (MPKP). Model praktik
keperawatan profesional merupakan penataan struktur dan proses sistem
pemberian asuhan keperawatan pada tingkat ruang rawat sehingga
memungkinkan pemberian asuhan keperawatan profesional (Sitorus, 2006).
MPKP di RSCM memiliki empat komponen yang menjadi karakteristik model
tersebut, yaitu jumlah tenaga, jenis tenaga, standar renpra, dan metode
modifikasi keperawatan primer. Pada aspek struktur ditetapkan jumlah tenaga
keperawatan sesuai dengan derajat ketergantungan pasien, jenis tenaga
dibedakan menjadi PP dan PA dengan peran dan fungsi masing-masing sesuai
tanggungjawabnya dalam sistem pemberian asuhan keperawatan serta adanya
standar renpra berdasrakan diagnostik medik dan atau sistem tubuh. Melalui
penataan keempat komponen tersebut, hubungan perawat /(PP)-pasien/keluarga
menjadi berkesinambungan sehingga dapat dipertanggungjawabkan dan
dipertanggunggugatkan. Sifat hubungan ini memfasilitasi pemberian asuhan
keperawatan yang didasarkan pada nilai-nilai profesional (Sitorus, 2011).
Berdasarkan wawancara selama praktik didapatkan data informasi dari perawat
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
43
Universitas Indonesia
dan kepala ruangan bahwa MPKP sudah diterapkan namun sistem kompensasi
yang dirasakan belum optimal di ruangan.
4.2. Analisis masalah keperawatan dengan konsep terkait KKMP dan konsep
kasus terkait
Secara teori terdapat empat perilaku beresiko yang dapat diubah
merokok, diet yang tidak sehat, kekurangan kegiatan fisik dan konsumsi alkohol
yang merupakan penyebab kematian utama penyakit tidak menular (Depkes RI,
2012). Tingginya kadar plasma kolesterol, hipertensi arterial dan kebiasaan
merokok merupakan tiga faktor risiko utama terjadinya penyakit kardiovaskular
di Indonesia (Riskesdas, 2007). Data Riskesdas ini menunjukkan bahwa mereka
yang tinggal di daerah urban memiliki faktor risiko kardiovaskular yang lebih
tinggi dibandingkan dengan mereka yang tinggal di daerah rural. Faktor risiko
tersebut meliputi tingginya kadar kolesterol darah, perubahan gaya hidup dan
pola makan, obesitas, dan aktivitas fisik yang kurang pada daerah urban.
Tingginya kolesterol darah, erat kaitannya dengan dengan pola makan
seseorang. Mereka yang tinggal di daerah urban cenderung akan mengalami
perubahan gaya hidup yaitu perubahan pola makan dengan mengkonsumsi
makanan tinggi lemak dan kaya energi dibandingkan dengan daerah rural,
dimana konsekuensinya akan mempengaruhi kadar kolesterol darah.
Merokok menyebabkan menjadi faktor risiko terjadinya penyakit
kardiovaskular dengan menurunkan kadar HDL, menurunkan koagulabilitas
darah, dan merusak endotel, sehingga memacu terjadinya aterosklerosis. Selain
itu, terjadi pula stimulasi jantung yang diinduksi nikotin serta penurunan
kapasitas darah pengangkut oksigen yang dimediasi oleh karbon monoksida.
Efek ini, bersama dengan peningkatan kejadian spasme koroner, menentukan
tingkatan terjadinya iskemia jantung dan infark miokard (Aaronson & Ward,
2010).
Perokok berat yang menghabiskan lebih dari 20 batang sehari memiliki
risiko terserang diabetes 62% lebih tinggi dibandingkan orang yang tidak
merokok. Bahkan orang yang telah berhenti merokok pun masih memiliki risiko
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
44
Universitas Indonesia
23% lebih tinggi dibandingkan dengan yang bukan perokok Norma (2007)
dalam Irawan (2010).
Alkohol dapat menyebabkan gagal jantung sekitar 2-3 % dari kasus.
Alkohol dapat berefek langsung pada jantung akut ataupun gagal jantung yang
disebabkan oleh aritmia. Konsusmsi alkohol yang berlebihan dapat
menyebabkan kardiomiopati dilatasi (Nasution, 2009).
Berdasarkan data Riskesdas (2007) tingkat pengetahuan masyarakat
urban beragam dan berpengaruh beragam pula pada risiko penyakit
cardiovaskular sebagai faktor risiko penyakit tidak menular penduduk di
indonesia. Rata-rata kadar kolesterol pada mereka yang berpendidikan tinggi
dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah tidak menunjukkan perbedaan
yang bermakna. Tetapi pada mereka yang berpendidikan rendah di daerah urban,
rata-rata kadar kolesterol lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan
mereka yang tinggal di daerah rural. Pada penelitian di China dan Turki juga
menunjukkan bahwa kedua faktor sosial determinan ini, yaitu urban dan tingkat
pendidikan rendah ada hubungan yang kuat dengan faktor risiko kardiovaskular
khususnya kadar cholesterol darah ( Hatma, 2012).
Pada kasus kelolaan klien mengalami gagal jantung ec CAD, DM dan
hipertensi dimana terdapat beberapa faktor risiko daerah urban yang klien miliki
yakni hiperkolesterol akibat konsumsi makanan tinggi lemak setiap hari,
merokok dengan kategori perokok berat dengan penggunaan rokok 1-2 bungkus
(> 20 batang) sehari serta konsumsi alkohol 1-2 gelas sehari yang menyebabkan
meningkatkan risiko hipertensi, diabetes melitus dan penyakit arteri koroner
yang diderita oleh klien. Tingkat pendidikan klien yang rendah menjadikan gaya
hidup dan perilaku klien yang kurang sehat menjadi faktor penunjang yang kuat
dalam peningkatan kadar kolesterol dan glukosa darah klien. Selain itu kondisi
stresor daerah urban seperti kondisi psikososial daerah urban menjadikan faktor
risiko yang ada semakin bertambah berat.
Klien mengetahui sakit gagal jantung, hipertensi dan diabetes sejak tiga
tahun yang lalu saat pertama kali dirawat di rumah sakit. Secara teori bahwa
komplikasi makrovaskular dari diabetes salah satunya adalah penyakit jantung
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
45
Universitas Indonesia
koroner. Perilaku yang tidak sehat, merokok dan konsumsi alkohol memperberat
kondisi sakit klien. Tingkat pendidikan klien yang rendah menjadikan klien
tidak menyadari dan melakukan deteksi dini terhadap penyakit yang di derita.
Klien datang ke petugas kesehatan dalam kondisi lanjut dan memerlukan
penanganan secara berkelanjutan pula. Secara ideal kondisi daerah urban
menyediakan fasilitas kesehatan yang lengkap dibandingkan daerah rural, namun
manfaat dari fasilitas kesehatan belum dirasakan optimal oleh seluruh
masyarakat urban. Begitupun yang dirasakan klien, klien sempat mengalami
putus pengobatan dan tidak melakukan kontrol teratur dengan alasan tempat
rujukan jaminan kesehatan yang klien miliki jauh dari tempat tinggal klien.
Namun dengan fasilitas jaminan kesehatan yang baru di Jakarta sekarang ini,
klien dapat berobat dekat dengan tempat tinggalnya. Selain itu ketidakpatuhan
klien terhadap pengobatan dan management program gagal jantung menjadikan
klien mengalami readmisi rawat ke rumah sakit lebih dari tiga kali.
Terapi gagal jantung dibagi atas terapi non-farmakologik dan terapi
farmakologik (Ghani, 2009; Setiawati dan Nafrialdi, 2007; Davey, 2006).
Intervensi yang dilakukan dalam terapi farmakologik meliputi pemantauan
respon terhadap terapi melalui pemantauan hemodinamik dan tanda-tanda vital,
pengukuran intake-output dan balance cairan serta pemantaun terjadinya
kelebihan cairan atau dehidrasi akibat efek samping pemberian terapi.
Sedangkan intervensi terapi non-farmakologik meliputi edukasi kesehatan
mengenai modifikasi gaya hidup. Evaluasi dilakukan setiap hari dalam catatan
perkembangan. Kondisi klien mengalami perbaikan dengan lama hari rawat 7
hari.
Salah satu intervensi dalam managemen adukasi dan perencanaan pulang
pada gagal jantung kongestif adalah pemberian edukasi. Terdapat lima tahap
proses pemberian edukasi pada pasien gagal jantung meliputi pengkajian
kebutuhan edukasi, hambatan dalam proses pembelajaran, penyusunan rencana
edukasi yang akan diberikan, pemberian edukasi dan evaluasi (Rankin &
Stalling, 2001). Pengkajian dilakukan melalui wawancara dengan klien dan
keluarganya. Klien lulusan SMP, tidak memiliki gangguan kognitif, menyatakan
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
46
Universitas Indonesia
dirawat karena penyakit jantung dan mengalami readmisi rawat sebanyak empat
kali. Keluarga mengatakan klien tidak patuh berobat dan kembali merokok
setelah merasa sehat paska rawat sebelumnya. Elemen pengkajian lain berupa
tingkat pengetahuan yang klien miliki sebelumnya. Penelitian Ni et al (1999)
dalam Stromberg (2005) menyatakan sebagian besar edukasi diberikan secara
verbal (75%), tertulis (71%) dan melalui tulisan dan verbal (65%). Namun
diantara pasien yang mendapat edukasi hanya 14 % yang mengetahui banyak
informasi mengenai penyakit jantung dan sebagian besar (38%) mengetahui
informasi sedikit bahkan menyatakan tidak ingat kembali apa yang telah
disampaikan. Klien pernah mendapatkan informasi penyakit jantung pada saat
rawat sebelumnya secara lisan, namun informasi tersebut tidak diterapkan secara
tepat dan klien tidak dapat mengingat kembali sebagian informasi edukasi yang
telah diberikan.
Terdapat beberapa alasan yang menjadi hambatan dalam pembelajaran
meliputi regimen pengobatan yang komplek, kerusakan kognitif terutama akibat
faktor bertambahnya usia dan kurangnya motivasi (Stromberg, 2005). Hambatan
pembelajaran yang dialami klien berupa kurangnya motivasi dan kontrol diri,
klien mengalami kesulitan dalam mengikuti anjuran diet dan menghentikan
kebiasaan merokok serta kelemahan dan penurunan kapasitas fisik. Lansia
dengan usia > 65 tahun memiliki angka readmisi lebih besar dibandingkan
dengan usia lebih muda disebabkan oleh lansia memiliki penyakit penyerta yang
lebih banyak dan memiliki insiden gangguan kognitif yang lebih besar (Paul,
2008). Usia klien 56 tahun masuk ke dalam usia dewasa lanjut, klien tidak
memiliki kerusakan kognitif, namun mengalami readmisi berulang dengan
penyakit penyerta diabetes melitus. Rencana edukasi yang diberikan pada klien
dilakukan secara bertahap setelah pasien stabil sampai klien pulang.
Topik edukasi yang dapat diberikan berdasarkan European society of
cardiology meliputi nasihat umum, konseling pengobatan, pengontrolan diet dan
kebiasaan sosial, aktivitas fisik dan istirahat, vaksinasi serta bagaimana
melakukan traveling (Angelidou, 2010). Informasi edukasi dapat diberikan
secara verbal ataupun tulisan booklet, buletin, program komputer seperti melalui
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
47
Universitas Indonesia
web dan audio visual berupa video, CD dll (Paul, 2008). Sebagian besar
informasi edukasi diberikan secara verbal baik oleh dokter, perawat, bagian gizi
dan bagian farmasi. Pemberian informasi dengan media yang lain belum tersedia
di ruangan. Topik edukasi mengenai vaksinasi dan traveling juga tidak diberikan
mengingat kondisi klien yang tidak memungkinkan dalam melakukan perjalanan
jauh serta pemberian vaksinasi pnemococal dan influenza yang jarang dilakukan.
Edukasi secara tertulis melalui booklet menjadi solusi tambahan informasi
kesehatan yang diberikan pada klien. Bakang & Akyol (2008) dalam
penelitianya mengenai studi eksperimen efek dari teori adaptasi Roy terhadap
model edukasi, latihan dan program dukungan sosial terhadap pasien gagal
jantung dengan menggunakan booklet pada pasien yang diintervensi
menunjukkan bahwa pasien yang diintervensi dan diberikan edukasi dapat
beradaptasi secara baik terhadap kondisi gagal jantung yang dialaminya.
Kualitas hidup pasien meningkat, kapasitas fungsional meningkat dan dukungan
sosial pun meningkat. Evaluasi dilakukan pada klien dan keluarga pada saat
akan pulang. Klien dan keluarga dapat mengenal informasi mengenai gagal
jantung dan berusaha mentaati anjuran yang telah diberikan. Dengan demikian
diharapkan klien dapat beradaptasi dengan kondisi penyakit jantung yang
dialaminya.
Dalam penelitiannya, Whellan et al (2010) mengidentifikasi prediksi LOS
70.094 pasien yang pulang ke rumah pasca rawat dengan gagal jantung dari 246
rumah sakit yang berpartisipasi dalam penelitian. Analisa meliputi karakteristik
pasien, karakteristik rumah sakit dan evaluasi standar laboratorium meliputi
troponin dan brain natriuretik peptide (BNP). Diperoleh hasil 31.995 pasien
(45.6%) dengan LOS < 4 hari, 26.750 (38,2%) dengan LOS 4-7 hari dan 11.349
(16.2%) dengan LOS > 7 hari. Pasien dengan LOS yang lebih lama memiliki
beberapa komorbiditas dan tingkat keparahan penyakit yang berat pada saat
admisi ke rumah sakit.
Selama praktik 3 minggu di ruang rawat kardiologi lantai 7 RSCM terdapat
10 pasien dengan kondisi gagal jantung NYHA II-III, lama hari rawat berkisar 7
hari dan terdapat klien dengan lama rawat > 7 hari dengan komorbid penyakit
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
48
Universitas Indonesia
paru, penyakit ginjal, kardiomiopati post partum dan keganasan. Sedangkan
klien kelolaan dirawat dengan lama rawat 7 hari dengan riwayat readmisi
hospitalisasi selama tiga kali sebelum rawat saat ini. Dengan demikian kondisi
gagal jantung merupakan suatu penyakit dengan lama rawat yang singkat namun
memiliki angka readmisi yang tinggi pasca rawat bila tidak melakukan
management yang tepat dalam menangani penyakit gagal jantung tersebut.
Gagal jantung merupakan suatu kondisi kronis dan memerlukan perawatan
secara berkelanjutan. Implementasi terhadap penanganan gagal jantung tidak
hanya berhenti sampai kondisi akut tertangani di rumah sakit saja namun
berkesinambungan sampai kondisi pulang di rumah. Dengan demikian sangat
diperlukan adanya team secara multidisiplin dalam tatalaksana gagal jantung
untuk meningkatkan kualitas hidup jangka panjang dan mempengaruhi
prognosis selanjutnya. Mayoritas populasi dengan kondisi gagal jantung berada
di masyarakat dan diangani oleh tim perawatan primer di komunitas, hanya
sebagian kecil saja yang dirawat dan menjalani readmisi di rumah sakit. Peran
perawat sangat penting menjadi bagian dalam tim tersebut baik sebagai perawat
tersier dalam membuat rencana implementasi penanganan akut di rumah sakit
atau sebagai perawat primer yang berperan di masyarakat. Salah satu peran
penting perawat adalah dalam edukasi klien baik saat klien di rawat di rumah
sakit, saat rawat jalan atau perawatan di rumah (home care).
4.3. Analisis salah satu intervensi dengan konsep dan penelitian terkait
Salah satu intervensi pada team management gagal jantung adalah
pemberian edukasi, penelitian membuktikan bahwa kombinasi intervensi edukasi
pasien dan postdischarge management memberikan dampak positif bagi pasien
gagal jantung kronik dalam menurunkan angka hospitalisasi dan biaya rawat,
namun belum diketahui manfaat edukasi itu sendiri terhadap hasil klinis pasien
dengan gagal jantung kronik (Koeling, et.al, 2005). Pada praktik di ruangan,
edukasi yang dilakukan di ruangan dilakukan secara informal dan belum
dilakukan pada setiap pasien, edukasi diberikan baik oleh dokter, perawat dan
apoteker saat klien akan pulang.
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
49
Universitas Indonesia
Deskripsi penelitian terkait intervensi edukasi pada pasien rawat inap
dilakukan di Rumah Sakit University of Michigan Amerika. Subjek penelitian
direkrut dari pasien rawat di rumah sakit sejak April 2001 sampai dengan Oktober
2002. Kandidat subjek penelitian adalah pasien dengan diagnosis gagal jantung
menurut International clasification of disease 9 th ed (ICD-9) dengan
dokumentasi EF<40%. Desain penelitian menggunakan RCT design, dimana
setelah penandatanganan inform consent, pemilihan pasien yang menerima
informasi standar saat pasien pulang (control group) dan pasien yang diberikan
informasi standar pasien pulang ditambah dengan intervensi edukasi tambahan
(education group) dilakukan secara random menggunakan program komputer.
Jumlah pasien setelah disaring secara acak terdiri dari 223 pasien yang memenuhu
kriteria inklusi, 116 pasien grup kontrol dan 107 pasien grup edukasi.
Informasi standar yang diberikan meliputi rincian pengobatan, dosis dan
cara meminum obat, instruksi diet, instruksi penimbangan berat badan secara
berkala, informasi vaksinasi, aktivitas dan informasi kontrol ulang. Selain itu
terdapat informasi umum mengenai penyakit gagal jantung bagi pasien melalui
booklet yang disediakan rumah sakit bagi pasien rawat inap dengan gagal jantung.
Edukasi dilakukan oleh dokter residen, perawat, dietisian tanpa kualifikasi khusus.
Sedangkan pasien yang mendapatka program edukasi meliputi 60 menit tambahan
waktu edukasi, one-on one teaching (sesi pembelajaran langsung satu pasien) oleh
perawat pemberi edukasi (nurse educator). Nurse educator mendiskusikan lebih
spesifik informasi dasar mengenai gagal jantung seperti penyebab gagal jantung
yang terjadi pada pasien dan rasional terapi yang diberikan. Seperti penyebab
kelebihan volume cairan intravaskular pada gagal jntung dan mekanisme kerja
pemberian terapi diuretik. Pemberian informasi diet juga dilakukan lebih spesifik
seperti penggunaan intake garam kurang dari 2 gr/hari dan pembatasan cairan
kurang dari 2000 cc/24 jam sesuai dengan request dokter. Sesi pemberian
informasi meliputi rasional dari perilaku perawatan diri meliputi monitoring berat
badan secara berkala, berhenti merokok, menghentikan konsumsi alkohol dan
penggunaan obat-obat antiinflamasi steroid dan hal yang perlu dilakukan saat
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
50
Universitas Indonesia
terjadi perburukan gejala. Selain booklet dari rumah sakit pasien juga
mendapatkan copy panduan pengobatan dan perawatan.
Follow up pasien dilakukan melalui telepon pada hari ke 30, 60, 90 dan
180 setelah pasien pulang. Biaya pengobatan dan perawatan diestimasi
menggunakan Medicare Diagnosis Related group (DRG) menggunakan software
estimasi penggantian biaya berdasarkan ICD-9 untuk diagnosis primer, dan kode
prosedur ICD-9 untuk pasien yang menjalani prosedur tertentu. Biaya intervensi
program edukasi clinical nurse educator diperkirakan memerlukan waktu 2 jam
untuk intervensi, 1 jam untuk untuk menemukan kasus yang sesuai kriteria,
mereview kasus pasien dan mencatat kondisi pasien sebelum melakukan edukasi
serta 1 jam waktu pelaksanaan edukasi dengan perkiraan biaya $50 per jam.
Kemudian data diolah secara statistik menggunakan program komputer.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi jumlah hari rawat atau
meninggal selama follow up 180 hari menunjukkan bahwa edukasi menurunkan
jumlah hari rawat di rumah sakit. Jumlah hari rawat grup edukasi (1554 hari;
mean ± SD, 14±36 hari; median 75 persentil, 0 dan 10 hari) sedangkan untuk grup
kontrol (2103 hari; mean±SD, 18±37 hari; median dan 75 persentil, 4 dan 19).
Pasien yang mendapatkan intervensi edukasi juga memiliki resiko readmisi atau
kematian yang lebih rendah dibandingka dengan grup kontrol yaitu (relative risk,
0.65;95% CI, 0.45-0.93; p = 0.018). Hasil laporan pelaksanaan perawatan diri
(self-care practice) selama follow up 30 hari menunjukkan bahwa grup edukasi
memiliki skor yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan grup
kontrol. Selain itu biaya pengobatan dan perawatan, termasuk pehitungan biaya
intervensi, menunjukkan bahwa pasien yang mendapatkan edukasi mengeluarkan
biaya pengobatan dan perawatan yang lebih rendah $ 2823 per pasien
dibandingkan dengan grup kontrol. Pada penelitian disimpulkan bahwa pasien
rawat inap yang mendapatkan discharge edukasi oleh nurse educator memiliki
angka readmisi ke rumah sakit yang lebih rendah dalam 180 hari follow up. Pasien
yang mendapatkan program edukasi juga dilaporkan melakukan ketaatan self care
secara tepat. Hal tersebut meningkatkan hasil klinik yang lebih baik pada pasien
gagal jantung kronik dan menurunkan biaya parawatan secara signifikan.
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
51
Universitas Indonesia
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa edukasi perseorangan sebagai
bagian dari intervensi pada pasien rawat inap memiliki peranan yang penting
dalam mempersiapkan klien dalam melakukan perawatan lanjut di rumah. Edukasi
lanjut juga diperlukan secara berkesinambungan saat pasien menjalani rawat jalan.
Selain itu pengawasan dan pemantauan secara berkesinambungan juga di perlukan
dalam upaya optimalisasi manajeman pasien dengan gagal jantung lebih lanjut.
Di ruangan lantai 7 gedung A RSCM pelaksanaan edukasi bagi pasien gagal
jantung belum dirasakan optimal. Format pencatatan untuk perencanaan pulang di
ruangan sudah ada, namun adanya sumber informasi seperti leaflet atau booklet
mengenai penyakit gagal jantung dan penanganan serta informasi mengenai
program perawatan mandiri di ruangan belum tersedia. Selain itu nurse educator
yang berkompeten dibidang edukasi pasien belum dipersiapkan sesara optimal.
Perawat ruangan memiliki peran sebagai nurse educator merangkap sebagai nurse
incharge di ruangan dengan jumlah pasien yang cukup banyak, sehingga waktu
edukasi secara khusus terutama pada saat pasien pulang belum dilakukan secara
khusus. Edukasi secara khusus oleh dokter residen sudah dilakukan pada beberapa
pasien, namun tidak semua pasien mendapatkannya dan tidak semua dokter
melakukannya. Sehingga kondisi-kondisi tersebut menjadi hambatan dalam
pelaksanaan edukasi yang sesui di ruangan.
4.4. Alternatif pemecahan yang dapat dilakukan
Berdasarkan analisa kondisi ruangan terkait pengelolaan kasus gagal
jantung, discharge planning pasien sangat penting dilakukan sejak awal pasien
datang sehingga dapat diidentifikasi kebutuhan edukasi pasien untuk manajemen
program penatalaksanaan gagal jantung secara optimal. Penyediaan informasi
mengenai penyakit dan tatalaksana penyakit gagal jantung juga diperlukan dalam
pelaksanaan edukasi pada pasien rawat inap, sehingga penyediaan informasi
melalui booklet atau media lain menjadi salah satu solusi pemberian informasi
umum tersebut sejak pasien dirawat di Rumah Sakit.
Edukasi sejak pasien dirawat yang dilakukan setelah pasien melewati fase
akut yakni pada fase pemulihan gagal jantung sampai pada saat pasien akan
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
52
Universitas Indonesia
pulang. Pemberian edukasi tersebut diharapkan dapat menjadi modal dasar
perawatan dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan yang berkesinambungan.
Sedangkan terkait aplikasi tindakan edukasi tambahan selain edukasi standar saat
pasien pulang dapat dilakukan jika didukung oleh sistem di rumah sakit dan
ruangan, ketenagaan dengan spesifikasi khusus serta nurse educator yang
dipersiapkan secara khusus sehingga memiliki kompetensi yang sesuai di
bidangnya. Sehingga pelaksanaan edukasi tambahan tersebut dapat berjalan secara
efektif dan efisien dalam meningkatkan mutu asuhan keperawatan khususnya pada
pelayanan keperawatan khusus cardiovaskuler.
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
53 Universitas Indonesia
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
Gagal jantung adalah suatu sindrom yang disebabkan oleh kelainan
struktur dan fungsi jantung yang ditandai dengan ketidakmampuan jantung
memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan
tubuh. Insiden terjadinya penyakit gagal jantung semakin meningkat seiring
dengan peningkatan medikasi dan teknologi. Terdapat beberapa faktor risiko
penunjang terjadinya penyakit kardiovaskular yang disebabkan oleh perubahan
gaya hidup masyarakat urban yang dapat meningkatkan ataupun memperburuk
kondisi penyakit gagal jantung. Faktor risiko terkait pola hidup pada klien
kelolaan meliputi merokok, diet tinggi lemak jenuh, tinggi kolesterol dan kalori,
gaya hidup yang kurang aktivitas dan kondisi stres emosional. Kondisi klien yang
belum taat melakukan program managemen tatalaksana gagal jantung
menyebabkan klien mengalami readmisi ke rumah sakit yang berulang.
Asuhan keperawatan pada klien Bpk S dengan gagal jantung kronik terdiri
dari pengkajian, analisa data dan penentuan diagnosa, menetapkan intervensi,
melakukan implementasi keperawatan serta melakukan evaluasi. Diagnosa
keperawatan yang muncul pada bapak S meliputi gangguan pertukaran gas,
penurunan kardiak output, kelebihan volume cairan, intoleransi aktivitas, risiko
nutrisi kurang dari kebutuhan, dan defisit perawatan diri. Bpk S menjalani 7 hari
perawatan mulai dari fase akut hingga fase pemulihan. Hal tersebut sesuai dengan
rata-rata lama rawat klien dengan penyakit gagal jantung dalam jurnal penelitian
yang sudah ada.
Edukasi merupakan salah satu intervensi yang sangat penting untuk
suksesnya managemen gagal jantung. Perawat memiliki peran penting dalam
memberikan edukasi terhadap pasien tersebut. Salah satu kunci sukses pada
managemen gagal jantung adalah proses perencanaan pulang saat pasien dirawat
di rumah sakit. Edukasi pada pasien rawat inap dilakukan selama pasien dirawat
setelah pasien melewati kondisi akut sampai saat pasien akan pulang. Evidence
base nursing practice menunjukkan bahwa pasien yang mendapatkan edukasi
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
54
Universitas Indonesia
tambahan yang diberikan oleh nurse educator pada waktu pasien akan pulang
mengalami penurunan angka rehospitalisasi selama waktu follow up 180 hari.
Pasien yang mendapatkan program edukasi juga melaksanakan self care
(perawatan mandiri) secara tepat sehingga memberikan hasil yang lebih baik
secara klinis dan mengurangi biaya perawatan.
5.2. Saran
1) Bagi pelayanan keperawatan
- Perlu dilakukan pelatihan perawat untuk meningkatkan pengetahuan
tentang penyakit dan managemen tatalaksana penyakit gagal jantung
sehingga menjadi nurse educator yang kompeten.
- Perlu dibuat media edukasi yang memadai dalam proses pelaksanaan
edukasi pada pasien dengan gagal jantung baik untuk edukasi saat pasien
pulang ataupun edukasi tambahan sesuai kebutuhan pasien.
- Mengoptimalkan proses pemberian intervensi edukasi dalam discharge
planning pada pasien gagal jantung rawat inap dengan cara
mengidentifikasi dan mengaplikasikan kebutuhan pasien terhadap edukasi
sehingga edukasi dapat terlaksana secara efektif sesuai kebutuhan.
2) Bagi rumah sakit
Menyediakan ruangan khusus edukasi bagi pasien dan keluarga yang
dilengkapi dengan fasilitas audiovisual serta media edukasi yang lengkap.
3) Bagi penulisan karya ilmiah selanjutnya
- Diperlukan penerapan evidence base nursing practice intervensi
keperawatan pada kasus kelolaan secara komprehensif.
- Diperlukan follow up penerapan intervensi edukasi terhadap kualitas hidup
pasien sebagai indikator keberhasilan intervensi dan tindak lanjut
perawatan primer di masyarakat.
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
xiii Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Aaronson, P. I., & Ward, J. P. (2010). At a Glance: Sistem Kardiovaskular (3th
Edition ed.). (R. Estikawati, Ed., & d. J. Surapsari, Trans.) Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Alwi, I. (2012). Tatalaksana Holistik Penyakit Kardiovaskular. Jakarta: Interna
Publishing.
AHA. (2005). Guidelines for the diagnosis and treatment of chronic heart failure
in the adult. Circulation sept , 154-235.
American heart Association. (2012). Heart disease and stroke statistic. diunduh
dari http://circ.ahajournals.org/content/125/1/e2/T29.expansion.html.
diakses tanggal 15 juni 2013.
Angelidou, D. (2010). Caring for the Heart Failure Patient: Contemporary
Nursing Intervention. Athens Cardiology , 1-8.
Bakan, G., & Akyol, A. D. (2007). Theory-guide intervention for adaptation to
heart failure. JAN Original Research , 596-608.
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2009). Medical-Surgical Nursing Clinical
Management for Positive Outcomes (8th Edition ed., Vol. II). Missouri:
Saunders.
Crawford, M.H. (2009). Current Diagnose & Treatment Cardiology (3th ed.). Mc.
Graw: Hill Companies, Inc.
Davey, P. (2006). At a Glance Medicine. (A. Rahmalia, Trans.) Jakarta: EMS.
Departemen Kesehatan RI. (2007, Desember). Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Riset Kesehatan Dasar 2007. Retrieved Juni
15, 2013, from kementrian Kesehatan RI:
http://www.riskesdas.litbang.depkes.go.id/
Departemen Kesehatan RI. (2012). Jendela data dan informasi kesehatan
penyakit tidak menular. Jakarta: Depkes RI.
Doenges, M. E., Moorhouse, M., & Geissler, A. (2000). Rencana Asuhan
Keperawatan (3th ed.). Jakarta: Penerbit EGC.
European Sociaety of Cardiology. (2001). Guidelines for the diagnosis nd
reatment of chronic heart faiure, 27-60.
Fuster, V. et al. (2001). the heart international edition, 10 th edition volume 1.
United States of America: McGraw-Hill Companies.
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
xiv Universitas Indonesia
Ghani, A. (2008). Hypertention Current Perspective. Jakarta: Media Crea.
Hatma, R. D. (2012). Sosial Determinan dan Faktor Resiko Kardiovaskular.
Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan , 15-22.
Heidenreich, P., Togdon, J., Khavjou, O., Butler, J., Dracup, K., Ezekowitz, M., et
al. (2011). Forescasting the future of cardiovascular disease in the United
State: a policy statement from the American Heart Assosiation. American
Heart Assosiation , 933-944.
Hudak, & Galo. (2010). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik
(Allenedekania; Betty Susanto; dkk. ed., Vol. 1). (M. Ester, Penyunt.)
Jakarta: EGC.
Ignatavicius, D., & Workman, M. (2010). MEdical Surgical Nursing: Critical
Thinking for Collaborative Care (5th ed.). Missouri: Elsevier.
Irawan, Dedi. (2010). Prevalensi dan faktor risiko kejadian diabetes melitus tipe 2
di daerah urban di indonesia. Tesis. FKM UI.
Kaawoan, A.Y.A. (2012). Hubungan self care dan depresi dengan kualitas hidup
pasien heart failure di RSUPN Prof. DR R.D Kandou Manado. Tesis.
Diambil pada 7 Juni 2013 dari Http://lib.ui.ac.id
Koelling, t. M., Johnson, M. L., Cody, R. J., & Aaroson, K. D. (2005). Discharge
Education Improves Clinical inn Patien With Chronic Heart Failure.
American Heart Assosiation , 178-185.
Louis, A., Turner, T., Gretton, M., & buks, A. (2003). A systematic review of
telemonitoring for management of heart failure. European Journal of heart
failure. 5: 583-90
Manurung, D. (2009). Gagal Jantung Akut. In A. W. Sudoyo, b. Setiyohadi, I.
Alwi, & M. S. Setiati, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (5th ed., pp. 1586-
1595). Jakarta: Interna Publishing.
McMurray JJ. & StewartS. Epidemiology, aetiology, and prognosis of heart
failure. Heart 2000;83:596-602
Muttaqin, A. (2009). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salembs Medika.
Nasution, S.A. (2009). Kardiomiopati. In A. W. Sudoyo, b. Setiyohadi, I. Alwi, &
M. S. Setiati, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (5th ed., pp. 1720-1724).
Jakarta: Interna Publishing.
RSCM. (2007). Panduan Pelayanan Medis Departemen Penyakit Dalam. Jakarta:
RSUP. Nasional DR. Cipto Mangunkusumo
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
xv Universitas Indonesia
Panggabean, M. M. (2009). Gagal Jantung. In A. W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I.
Alwi, M. S. K., & S. Setiati, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (5th ed., pp.
1583-1585). Jakarta: Interna Publishing..
Paul, S. (2008). Hospital Discharge Education for Patients With Heart Failure:
What Really Works and What is the Evidence? Critical Care Nurse , 66-
82.
Potter, & Perry. (2009). Fundamental of Nursing. Singapore: Elsevier.
Price, A.S. & Wilson, M.L. (2005). Patofisiologi, Konsep klinis, Proses-Proses
Penyakit (6th
ed., Volume 2). Jakarta: EGC
Riegel, B., Lee, C. S., Dickson, V. V., & Carlson, B. (2010). An Update on the
Self-Care of Heart Failure Index. NIH Public Access , 1-21.
Sabatine, M.S. (2011). Pocket Medicine (4th
ed.). Philadelphia: Lippincot
Williams & Wilkins.
Setiawati, A., & Nafrialdi. (2007). Obat Gagal Jantung. In D. F. Indonesia,
Farmnakologi dan Terapi (5th ed., pp. 299-313). Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Sherwood, L. (2001). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem (2nd ed.). (B. I.
Santoso, Ed., & B. U. Pendit, Trans.) Jakarta: Penerbit Buku kedokteran.
Smeltzer, S.C., Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L. (2008). Brunner and Sudddarth's Text
Book of Medical Surgical Nursing. Lippincolt: Wilkam & Wilkins
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L. (2010). Brunner and Sudddarth's Text
Book of Medical Surgical Nursing (11th
ed.). Lippincolt: Wilkam &
Wilkins
Stromberg, A. (2005). The crucial role of patien education in heart failure. he
European Journal of Heart Failure , 363-369.
Udjianti, W. J. (2010). Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.
Wakefield, B. J., Boren, S. A., Groves, P. S., & Conn, V. S. (2013). Heart Failure
Care Management Programs: A Review of Study Intervention and Meta-
Analysis of Outcomes. Journal of Cardiovascular Nursing , 8-19.
Whellan et al (2011). Predictor of hospital lenght of stay in heart failure :
findings from get with the guidelines.
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
xvi Universitas Indonesia
http://www.onlinejcf.com/article/S1071-9164%2811%2900149-7/abstract
diunduh tanggal 30 juni 2013 jam 18.00
Wilkinson, J. M., & R.Ahern, N. (2009). Pretice Hall Nursing Diagnosis
Handbook (9thed.). New Jersey: Pearson Education.
World Health Organization. New WHO report: deaths from communicable
diseases on the rise, with developing world hit hardest: non-
communicable diseases a two-punch blow to development. Published April
27, 2011.
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
Lampiran 1
xvii Universitas Indonesia
3.3. Nursing Care Plan (NCP)
No Diagnosa
Keperawatan Tujuan/sasaran Intervensi Rasional
1. Kerusakan pertukaran
gas yang berhubungan
dengan perembesan
cairan, kongesti paru
sekunder, perubahan
membran kapiler
alveoli, dan retensi
cairan intestisial.
Tujuan:
Dalam waktu 2 x24 jam
tidak ada keluhan sesak atau
terdapat penurunana respon
sesak napas.
Kriteria hasil:
- Secara subjektif klien
manyatakan penurunan
sesak napas
- Secara objekif
didapatkan TTV dalam
batas normal (RR 16-20
kali/menit)
- Tidak ada penggunaan
otot bantu napas
- analisis gas darah dalam
batas normal.
Mandiri
1. Berikan posisi semifowler
2. Pantau status respirasi:
frekuensi napas, kedalaman dan
usaha napas, auskultasi suara
napas kaji adanya ronkhi, krekel
3. Pantau status mental secara
berkala
4. Berikan tambahan O2 3-6
lier/menit
5. Pantau saturasi (oksimetri) PH,
BE, HCO3 (dengan BGA)
6. Koreksi keseimbangan asam
basa
7. Cegah atlektasis dengan melatih
batuk efektif dan napas dalam.
Kolaborasi
8. Pemberian terapi Furosemid
9. Pantau pemeriksaa CXR
1. Untuk meningkatkan ekspansi paru dan
meningkatkan oksigenasi
2. Menyatakan adanya tanda-tanda edema
paru lanjut dan menunjukkan lebih
intervensi lanjut
3. Menunjukkan sttatus oksigenasi di otak
4. Untuk meningkatakan konsentrasi O2
dalam proses pertukaran gas.
5. Untuk mengetahui tingkat oksigenasi pada
jaringan dengan dampak adekuat tidaknya
proses pertukaran gas.
6. Mencegah asidosis yang dapat
memperberat fungsi pernapasan.
7. Kongestif yang berat akan memperburuk
proses pertukaran gas sehingga berdampak
pada timbulnya hipoksia.
8. Membantu mencegah terjadinya retensi
cairan dengan menghambat ADH.
9. Untuk mengetahui perkembangan edema
paru klien
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
lanjutan
xviii Universitas Indonesia
2. Penurunan curah
jantung yang
berhubungan dengan
penurunan
kontraktilitas ventrikel
kiri, perubahan
frekuensi, irama, dan
konduksi elektrikal.
Tujuan:
Dalam waktu 7x24 jam
penurunan curah jantung
dapat teratasi
Kriteria hasil:
- Tanda vital dalam batas
normal: TD 120/80
mmHg, nadi 80-100
x/mnt, RR 20x/mnt
- Nilai CVP normal 0-8
cmH2O
- Distensi vena jugular
berkurang atau hilang
- Sesak hilang atau
berkurang
- Suara napas vesikuler
- Tidak ada asites
- Disritmia terkontrol atau
hilang
- Urin cukup > 0.5-1
cc/kgBB/jam
- Berperan dalam aktivitas
- Tidak terjadi aritma,
denyut jantung dan irama
jantung teratur
- CTR kurang dari 3 detik
Mandiri
1. Monitor tanda-tanda vital.
Observasi tekanan darah
(observasi hipotensi atau
hipertensi) dan frekuensi napas
2. Observasi frekuensi, irama
jantung , monitor terjadinya
disritmia jantung dan lakukan
EKG 12 lead secara rutin setiap
hari jika terjadi disritmia atau
perubahan pada EKG.
3. Auskultasi bunyi jantung,
pantau munculnya BJ S3 dan S4
4. Palpasi nadi perifer
5. Pantau adanya keluaran urin,
catat keluaran dan
kepekatan/konsentrasi urin
1. Hipotensi mengindikasikan penurunan
cardiak output disebabkan penurunan
perfusi arteri koroner. Hipertensi
mengindikasikan kondisi vasokonstriksi
kronik seperti pada kondisi ansietas.
Peningkatan frekuensi napas
mengindikasikan kelelahan atau
peningkatan kongesti paru.
2. Biasany terjadi takikardia meskipun pada
saat istirahat untuk mengompensasi
penurunan kontraktilitas ventrikel, PAT,
PVC, dan AF. Disritmia umum berkenaan
dengan GJK meskipun lainnya juga terjadi
3. S1 dan S2 mungkin lemah karena
menurunya kerja pompa, irama gallop
umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai
aliran darah ke dalam serambi yang
disensi, murmur dapat menunjukkan
inkompetensi/stenosis mitral.
4. Penurunan curah jantung menunjukkan
menurunnya nadi, radial, popliteal, dorsalis
pedis, dan postibial. Nadi mungkin cepat
hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi,
dan pulsus alteran (denyut kuat lain
dengan denyut lemah) mungkin ada.
5. Giinjal berespon untuk menunjukkan curah
jantung dengn menahan ciran dan natrium,
keluaran urin biasanya menurun selama
tiga hari karena perpindahan cairan ke
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
lanjutan
xix Universitas Indonesia
6. Istirahatkan klien dengan tirah
baring optimal
7. Atur posisi tirah baring yang
ideal. Kepala tempat tidur harus
dinaikkan 20 sampai 30 cm (8-
10 inci) atau klien didudukkan
di kursi
8. Observasi perubahan ada
sensorik. Contoh: letargi,
cemas, dan depresi
jaringan tetapi dapat meningkat pada
malam hari sehingga cairan kembali ke
sirkulasi.
6. Melalui inaktivitas, kebutuhan pemompaan
jantung diturunkan.Selain itu, untuk
menurunkan seluruh kebutuhan kerja pada
jantung, tirah baring membantu dalam
menurunkan beban kerja dengan
menurunkan volume intravaskuler melalui
induksi diuresis berbaring.
Istirahat akan mengurangi kerja jantung,
meningkatkan tenaga cadangan jantung,
dan menurunkan tekanan darah. Istirahat t
juga mengurangi kerja otot pernapasan dan
penggunaan oksigen. Frekuensi jantung
menurun yang akan memperpanjang
periode diastole pemulihan, sehingga
memperbaiki efisiensi kontraksi jantung.
7. Untuk mengurangi kesulitan bernapas dan
mengurangi jumlah darah yang kembali ke
jantung sehingga dapat mengurangi
kongesti paru. Pada posisi ini aliran balik
vena ke jantung (preload) dan paru
berkurang, kongesti paru berkurang, serta
penekanan hepar ke diagfragma menjadi
minimal. Klien yang dapat berrnapas
hanya pada posisi tegak (ortopnea) dapat
didudukkan di sisi tempat tidur
8. Dapat menunjukkan tidak adekuatnya
perfusi serebral sekunder terhadap
penurunan curah jantung.
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
lanjutan
xx Universitas Indonesia
9. Berikan istirahat psikologi
dengan lingkungan yang tenang
10. Berikan oksigen tambahan
dengan nasal kanul/masker
sesuai indikasi
11. Hindari manuver dinamik
seperti berjonkok sewaktu
melakukan BAB dan mengepal-
ngepalkan tangan
12. Kolaborasi untuk pemberian
diet jantung : pembatasan
natrium
Kolaborasi
13. Kolaborasi untuk pemberian
obat
a. Inotropik (dopamin,
dobutamin)
b. Diuretik, furosemid (lasix),
9. Stres emosi menghasilkan vasokonstriksi
yang terkait, meningkatakn tekanan darah,
dan meningkatkan frekuensi/kerja jantung.
10. Meningkatakan sediaan oksigen untuk
kebutuhan miokardium guna melawan efek
hipoksia/iskemia.
11. Berjongkok menigkatkan aliran balik vena
dan resistensi arteri sistemik secara
simultan menyebabkan kenaikan volume
sekuncup (stroke volume) dan tekanan
arteri. Peregangan ventrikel kiri yang
bertambah akan meningkatkan beban kerja
jantung secara simultan. Latihan isometrik:
mengepal-ngepalkan tangan (handgrip)
secara terus menerus selama 20-30 detik
meningkatkan resistensi arteri sistemik,
tekanan darah, dan ukuran jantung. Latihan
ini akan meningkatakan beban kerja
jantung.
12. Mengatur diet sehingga kerja dan
ketegangan otot jantung minimal dan
status nutrisi terpelihara, sesuai dengan
selera dan pola makan klien. Pembatasan
natrium dituunjukkan untuk mencegah,
menggatur, dan mengurangi edema seperti
pada hipertensi atau gagal jantung.
a. Untuk meningkatkan kontraktilitas
jantung, efek dari inotropik dosis
sedang- tinggi juga dapat
meningkatkan heart rate
b. Penuruanan preload paling banyak
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
lanjutan
xxi Universitas Indonesia
sprironolakton (aldakton)
c. Digoxin (lanoxin)
d. Captropil (capoten),
lisinopril (prinvil), enapril
(vasotec)
e. Antikoagulan, contoh
heparin dosis rendah
warfarin (coumadin)
f. Pemberian cairan IV,
pembatasan jumlah total
sesuai dengan indikasi,
hindari cairan garam
digunakan dalam mengobati pasien
dengan curah jantung relatif normal
ditambah dengan gejala kongesti
.diuretik blok reabsorpsi diuretik,
sehingga memerngaruhi reabsorsi
natrium dan air.
c. Meningkatakn kekuatan kontraksi
miokardium dan memperlambat
frekuensi jantung dengan menurunkan
volume sirkulasi (vasodilator) dan
tahanan vaskular sistemik
(arteriodilator) juga kerja ventrikel.
d. Meningkatkan kekuatan kontraksi
miokardium dan memperlambat
frekuensi jantung dengan menurunkan
konduksi dan memperlambat periode
refraktori angiotensin dalam paru serta
menurunkan vasokontriksi, SVR, dan
TD.
e. Dapat digunakan secara profilaksis
untuk mencegah pembentukan
trombus/emboli pada adanya faktor
risiko seperti statis vena, tirah baring,
disritmia jantung, dan riwayat episode
sebelumnya.
f. Oleh karena adanya penigkatan
tekanan ventrikel kiri, pasien tidak
dapat meneoleransi peningkatan
volume cairan (preload). Pasien juga
mengeluarkan sedikit nattrium yang
menyebabkan retensi cairan dan
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
lanjutan
xxii Universitas Indonesia
g. Pantau seri EKG dan
perubahan foto dada
meningkatkan kerja miokard
g. Depresi segmen ST dan datarnya
gelombang T dapat terjadi karena
penigkatan kebutuhan oksigen.. Foto
dada dapat menunjukkan pembesaran
jantung dan perubahan kongesti
pulmonal.
3. Kelebihan volume
cairan yang
berhubungan dengan
kelebihan cairan
sistemik, perembesan
cairan interstisial di
sistemik sebagai
dampak sekunder dari
penurunan curah
jantung, gagal jantung
kanan.
Tujuan
Dalam waktu 3x24 jam
tidak terjadi kelebihan
volume cairan sistemik
Kriteria hasil:
- Klien tidak sesak napas
- Edema ekstremitas
berkurang
- Pitting edema (-)
- Produksi urin >600
ml/hr
Intervensi
1. Kaji adanya edema ekstremitas
2. Kaji tekanan darah
3. Kaji distensi vena jugularis
4. Ukur intake dan output
5. Timbang berat badan
6. Beri posisi yang membantu
drainase ekstremitas, lakukan
latihan gerak pasif
1. Curiga gagal kongestif/kelebihan volume
cairan
2. Sebagai salah satu cara untuk mengetahui
peningkatan jumlah cairan yang dapat
diketahui dengan meningkatkan beban
kerja jantung yang dapat diketahui dari
meningkatnya tekanan darah
3. Peningkatan cairan dapat membebani
fungsi ventrikel kanan yang dapat
dipantau melalui pemeriksaan vena
jugularis.
4. Penurunan curah jantung mengakibatkan
gangguan perfusi ginjal, retensi
natrium/air, dan penurunan keluaran urine.
5. Perubahan tiba-tiba berat badan
manunjukkan gangguan keseimbangan
cairan.
6. Meningkatkan venous return dan
mendorong berkurangnya edema perifer.
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
lanjutan
xxiii Universitas Indonesia
Kolaborasi
7. Berikan diet tanpa garam
8. Retriksi cairan 600-1000 cc/24
jam
9. Berikan diuretic, contoh:
furosemide, sprinolakton,
hidronolakton
10. Pantau data laboratorium
elektrolit kalium.
7. Natrium meningkatkan retensi cairan dan
menigkatkan volume plasma yang
berdampak terhadap peningkatan beban
kerja jantung dan akan membuat
kebutuhan miokard meningkat
8. Mengurangi beban volume cairan di
jantung
9. Diuretic bertujuan untuk menurunkan
volume plasma dan menurunkan retensi
cairan di jaringan sehingga menurunkan
risiko terjadinya edema paru
10. Hipokalemia dapat membatasi keefektifan
terapi.
4. Intoleransi aktivitas
yang berhubungan
dengan
ketidakseimbangan
antara suplai oksigen
ke jaringan dengan
kebutuhan sekunder
dari penurunan curah
jantung.
Tujuan:
Aktivitas klien sehari-hari
terenuhi dan meningkatnya
kemampuan beraktivitas.
Kriteria hasil:
Klien menunjukan
kemampuan beraktivitas
secara bertahap tanpa
gejala-gejala yang berat,
terutama mobilisasi di temat
tidur.
Mandiri
1. Catat frekuensi jantung: irama;
dan perubahan TD, selama dan
sesudah aktivitas.
2. Tingakatkan istirahat, batasi
aktivitas, dan berikan aktivitas
senggang yang tidak berat.
3. Anjurkan klien untuk
menghindari peningkatan
tekanan abdomen, misal:
mengejan saat defekasi.
4. Jelaskan pola peningkatan
bertahap dari tingkat aktivitas.
Contoh: bangun dari kursi, bila
tidak ada nyeri lakukan
ambulasi, kemudian istirahat
1. Respon klien terhadap akitvitas dapat
mengindikasikan adanya penurunan
oksigenasi miokard.
2. Menurunkan kerja miokard/konsumsi
oksigen.
3. Dengan mengejan dapat mengakibatkan
bradikardi, menurunkan curah jantung dan
takikardia, serta peningkatan TD.
4. Aktivitas yang mau memberikan kontrol
jantung, meningkatkan regangan, dan
mencegah aktivitas berlebihan.
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
lanjutan
xxiv Universitas Indonesia
selama 1 jam setelah makan.
5. Pertahankan klien pada posisi
tirah baring sementara sakit
akut.
6. Tingkatkan klien duduk di kursi
dan tinggikan kaki klien.
7. Pertahankan rentang gerak pasif
selama sakit kritis.
8. Evaluasi tanda vital saat
kemajuan aktivitas terjadi.
9. Berikan waktu istirahat di
antara waktu aktivitas.
10. Pertahankan penambahan O2
sesuai kebutuhan.
11. Monitor respon klien selama
aktivitas, observasi dispnea,
sianosis, kerja dan frekuensi
naas, sertakeluhan subjektif.
Kolaborasi
12. Rujuk dan kolaborasi ke
program rehabilitasi jantung.
5. Untuk mengurangi beban jantung.
6. Untuk meningkatkan venous return.
7. Meningkatkan kontraksi otot sehingga
membantu venous return.
8. Untuk mengetahui fungsi jantung bila
dikaitkan dengan aktivitas.
9. Untuk mendapat cukup resolusi bagi tubuh
dan tidak terlalu memaksa kerja jantung.
10. Untuk meningkatakn oksigenasi jaringan.
11. Melihat dampak dari aktivitas terhadap
fungsi jantung.
12. Meningkatkan jumah oksigen yang ada
untuk pemakaian miokardium sekaligus
mengurangi ketidaknyamanan sampai
dengan iskemia.
5. Risiko
ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
tidak adekuatnya
produksi insulin
Tujuan
Kebutuhan nutrisi pasien
terpenuhi dalam 3x 24 jam
Kriteria hasil:
- Pasien menungngkapkan
tidak ada mual dan nafsu
makan baik
Mandiri
1. Kaji status nutrisi pasien
2. Timbang berat badan pasien dan
lakukan secara berkala 3 hari
sekali atau sesuai indikasi
3. Ukur Indeks Massa Tubuh
pasien
1. Menentukan kebutuhan nutrisi pasien
2. Berat badan indicator status nutrisi pasien.
Dapat menentukan Basal Massa Indeks
dan merencanakan terapi nutrisi
3. Keutuhan nutrisi tubuh ditentukan juga
oleh BMI
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
lanjutan
xxv Universitas Indonesia
- Berat badan pasien
dalam rentang ideal
- Intake makanan sesuai
dengan kebutuhan
tubuh, Indeks Massa
Tubuh (BMI)
- Tidak ada tanda-tanda
malnutrisi
- Nilai Hb dalam batas
normal
- Kadar glukosa tubuh
dalam rentang toleransi
4. Identifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi status nutrisi
pasien
5. Monitoring gula darah pasien
secara periodic sesuai indikasi
6. Monitor nilai laboratorium yang
terkait dengan status nutrisi
seperti albumin, Hb,
transferring, elektrolit
7. Monitor kadar serum lipid
seperti kolesterol total, low
density lipoprotein (LDL)
kolesterol, high density
lipoprotein (HDL) kolesterol,
dan trigliserida
8. Kaji pengetahuan pasien dan
keluarga tentang diet diabetic
9. Kaji pola makan dan aktivitas
pasien
10. Konsultasikan dengan ahli diet
untuk mengidentifikasi dan
merencanakan keutuhan nutrisi
pasien
11. Libatkan pasien dan keluarga
4. Banyak faktor yang mempengaruhi status
nutrisi sehingga perlu diketahui penyebab
kurang nutrisi dan merencanakan
pemenuhan nutrisi
5. Perubahan kadar gula darah dapat terjadi
setiap saat serta dapat menentukan
perencanaan kebutuhan kaloti
6. Penurunan albumin indikasi penurunan
protein, penurunan Hb indikasi penurunan
eritrosit darah, penurunan transferring
indikasi penurunan serum protein. Kadar
otassium dan sodium menurun pada
malnutrisi
7. Peningkatan kadar lemak dapat
meningkatkan resiko penyakit jantung dan
stroke
8. Pasien DM rentan terjadi komplikasi
sehingga pasiend an keluarga harus
memahami komplikasi akut dan kronik
9. Aktivitas latihan yang rutin membantu
menurunkan komplikasi penyakit jantung
dan menurunkan kadar gula darah
10. Bagaimanapun juga ahli gizi lebih
kompeten dalam penentuan dan
merencanakan kebutuhan nutrisi pasien
11. Keluarga dan pasien merupakan subjek
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
lanjutan
xxvi Universitas Indonesia
dalam merencanakan kebutuhan
nutrisi
12. Laksanakan program terapi
seperti pemberian obat
antidiabetik atau insulin
13. Monitoring tanda-tanda adanya
hipoglikemia
14. Berikan pendidikan kesehatan
tentang diet DM, obat-obatan
dan resiko tidak mentaati apa
yang sudah diprogramkan dan
program aktivitas
15. Berikan dukungan yang positif
jika pasien mampu
melaksanakan program nutrisi
dengan benar
dan objek yang dapat menentukan sesuai
dengan sumber daya yang dimiliki dan
memberikan keyakinan rencana program
nutrisi dapat dilaksanakan
12. Pengobatan merupakan bagian yang tidak
tepisahkan dari peningkatan status nutrisi
pasien
13. Pemberian obat antidiiabetik atau insulin
dapat menimbulkan hipoglikemia
14. Pasien kooperatif dalam program
pemulihan status nutrisi
15. Memberikan motivasi dan percaya diri
pasien untuk tetap melaksanakan program
diet.
6. Defisit perawatan diri Tujuan
Defisit perawatan diri tertasi
dalam waktu 1x24 jam
Kriteria hasil
- Klien mampu
membersihkan tubuh
sendiri dengan bantuan
minimal
- Klien tampak bersih dan
rapi
- Klien melakukan mandi
& hygiene lainnya
Mandiri
1. Tentukan tingkat
ketergantungan klien dalam
melakukan higiene saat ini
2. Bantu klien dalam melakukan
higiene saat klien masih lelah
dan sesak saat melakukan
aktivitas
3. Fasilitasi klien dalam
melakukan hygiene, anjurkan
klien mandi menggunakan
1. Mengidentifikasi kebutuhan intervensi
yang dibutuhkan.
2. Aktivitas fisik dapat meningkatkan
kebutuhan oksigen, meningkatkan
kelelahan, dan dapat meningkatkan rasa
sesak saat kondisi penurunan cardiak
output dan oedema paru masih berat.
3. Membantu klien dalam melakukan
aktifitas hygiene tanpa menimbulkan
kelelahan yang berlebihan.
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
lanjutan
xxvii Universitas Indonesia
- Tidak tercium bau tak
sedap
- Baju dan celana klien
ganti setiap hari
shower/pancuran.
4. Dukung kemandirian klien
dalam melakukan hygiene
tubuh dan bantu klien hanya
jika diperlukan sesuai
kemampuan.
4. Melakukan hygiene untuk dirinya akan
meningkatkan perasaan harga dirinya.
Kegagalan dapat menyebabkan
keputusasaan dan depresi.
Sumber: Deongoes (2000); Wilkinson & Ahern (2009)
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
Lampiran 2
xxviii Universitas Indonesia
CATATAN PERKEMBANGAN PERAWATAN BPK S DENGAN CHF Fc II-III
Tangal Dx
Keperawatan
Implementasi Evaluasi (SOAP)
15/05/13
Pk 20.00
Kerusakan
pertukaran gas
1. Memberikan posisi semi
fowler
2. Memantau status respirasi,
auskultasi suara napas
3. Memantau status mental
4. Melanjutkan pemberian terapi
oksigen 3 lt/mnt
5. Melatih napas dalam dan
batuk efektif
6. Melanjutkan pemberian terapi
furosemide 5 mg/jam sesuai
program
S: masih sedikit sesak
O:
- RR 22-24x/mnt, menggunakan NC 3 lt/mnt
- Suara napas vesikuler, ronchi basah halus
bilateral, wheezing (-/-)
- Kesadaran CM
- Klien dapat melakukan teknik napas dalam
dan batuk efektif dg benar
A: masalah kerusakan pertukaran gas masih
ada
P: lanjutkan intervensi pemantauan status
respirasi dan status mental, pemberian terapi
oksigen dan terapi furosemide
Iin M
15/05/13
Pk 20.00
Penurunan
curah jantung
1. Memonitor tanda-tanda vital
2. Observasi frekuensi dan irama
jantung
3. Auskultasi bunyi jantung
4. Observasi nadi perifer
5. Mengistirahatkan klien
dengan tirah baring optimal
6. Menempatkan posisi tirah
baring dengan posisi semi
fowler
7. Menganjurkan klien untuk
menghindari manuver
haemodinamik seperti
mengedan saat BAB
8. Melakukan pemberian terapi
furosemide, captopril,
amlodipin, dan ascardia
sesuai program
9. Pantau pengeluaran urin
S: masih merasa lemah dan lelah dengan
aktivitas ringan
O:
- TD 120/80 mmHg, HR 90x/mnt, irama
reguler, nadi perifer kuat
- Akral hangat
- BJ I & II normal, murmur (-), gallop (-)
- Klien masih tampak lemah dan lelah
- Pengeluaran urin: 2000cc/24 jam
A:
masalah penurunan curah jantung masih ada
P:
lanjutkan pemantauan parameter
haemodinamik, pemantauan keluaran urin dan
pemberian terapi gagal jantung sesuai
program.
Iin M
15/05/13
Pk 20.00
Kelebihan
volume cairan
1. Memantau kondisi edema
ekstrimitas
2. Memantau TTV, distensi vena
jugularis
3. Mengukur intake-output dan
balance cairan
4. Retriksi pemberian cairan
1000cc/24 jam
5. Memberikan posisi kaki
disangga dengan 1 bantal
6. Melanjutkan pemberian terapi
furosemide drip , dan KSR
oral sesuai program terapi
7. Melakukan pemantauan nilai
lab elektrolit/3 hari
S: masih ada bengkak di kaki
O:
- TD 120/80 mmHg, nadi 90x/mnt,
- Terdapat pitting edema +2 pada tungkai
- JVP 5 + 3 cmH2O
- Intake : 1000 cc/24 jam
- Output : urin: 2000cc/24 jam
IWL: 600 cc/24 jam
- Balance : - 1600cc/24 jam
A: masalah kelebihan volume cairan masih ada
P:
Lanjutkan intervensi pemantauan
kelebihan volume cairan, pemantauan
status hidrasi, perhitungan intake-output
dan balance cairan, pemberian terapi
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
lanjutan
xxix Universitas Indonesia
8. Timbang berat badan secara
berkala/3 hari
diuretik dan suplemen elektrolit, dan
pementauan nilai lab elektrolit/3 hari
Iin M
15/05/13
Pk 20.00
Intoleransi
aktivitas
1. Pantau kemempuan aktivitas
klien
2. Mempertahankan kondisi
tirah baring selama klien
mengalami peningkatan
respon lelah saat aktivitas
3. Meningkatkan kemampuan
mobilitas secara bertahap
sesuai kemampuan
4. Melakukan pemantauan
respon klien terhadap
aktivitas ,TD, nadi dan RR
sebelum dan sesudah
melakukan aktivitas
5. meningkatkan istirahat, batasi
aktivitas saat terdapat
kelelahan yang berambah
6. kolaborasi dengan rehabilitasi
medik
S: masih lelah dan sesak dengan aktivitas
ringan
O:
- klien masih tampak sering terbaring di
tempat tidur, tampak lelah dg aktivitas
ringan di tempat tidur
- terdapat dispneu saat aktivitas di tempat
tidur
- TTV setelah aktivitas TD 10/80 mmHg,
RR 24 x/mnt, nadi 100x/mnt.
A: masalah intoleransi aktivitas masih ada
P:
Pantau kemampuan klien dalam beraktivitas,
tingkatkan aktivitas klien secara bertahap
sesuai kemampuan, kaji respon klien terhadap
aktivitas dan pertahankan kondisi tirah baring
jika masih terdapat lelah dan sesak dg
aktivitas ringan in bed.
Iin M
15/03/13
Pk 20.00
Risiko ketidak
seimbangan
nutrisi: kurang
dari kebutuhan
1. Melakukan identifikasi faktor
yang mempengaruhi status
nutrisi klien
2. Monitoring gula darah klien
secara periodik
3. Melakukan pemantauan pola
makan dan aktivitas klien
4. Monitoring tanda-tanda
hipoglikemia
5. Melakukan pengkajian
pengetahuan klien mengenai
diet diabetes
6. Memberikan terapi insulin
sesuai nilai gula darah dan
nsesuai program terapi
(kelipatan 3)
7. Kolaborasi pemberian diet
DM 1700 kkal.
S: kadang-kadang masih ada mual tetapi tidak
muntah
Klien mengatakan tidak ada pntang
makanan selam di rumah, dan belum
mengetahui mengenai diet diabetes
O:
- Porsi makan klien habis ½ porsi, selingan
habis
- Tidak terdapat tanda-tanda hipoglikemia
- Klien belum memiliki pengetahuan yang
cukup mengenai diet diabetes
- GDKH pk 06.00 235
11.00 267
16.00 246
A: masalah risiko ketidakseimbangan nutrisi:
kurang dari kebutuhan masih ada
P: lanjutkan intervensi monitoring porsi
makan, pemantauan GDKH dan pemberian
insulin sesuai program, serta pemantauan
tanda-tanda hipoglikemia.
Iin M
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
lanjutan
xxx Universitas Indonesia
15/05/13
Pk 20.00
Defisit
perawatan diri
1. Menentukan tingkat
ketergantungan klien
2. Memfasilitasi klien untuk
melakukan hygiene di tempat
tidur
3. Memotivasi keluarga untuk
membantu klien melakukan
hygiene di tempat tidur
4. Mendukung kemandirian
klien untuk melakukan
hygiene tubuh sesuai
kemampuan
S: masih merasa lelah dan sesak saat
beraktivitas di tempat tidur
O:
- Tingkat kemandirian klien + 2 (semi
ketergantungan dalam melakukan hygiene)
- Klien masih tampak lelah dan sesak , RR
24x/mnt dengan aktivitas di tempat tidur
- Hygiene dibantu keluarga, mandi dengan
lap di tempat tidur
- Klien belum sikat gigi, kerena keluarga
belum membawa perlengkapan oral
hygiene
- Baju dan celana klien masih belum diganti,
karena keluarga belum membawa baju
ganti buat klien
A: masalah defisit perawatan gigi masih ada
P: fasilitasi dan dukung kemampuan klien
dalam melakukan hygiene di kamar mandi
secara bertahap jika kondisi memungkinkan.
Iin M
16/05/13
Pk. 20.00
Kerusakan
pertukaran gas
1. Memantau status respirasi,
auskultasi suara napas
2. Memantau status mental
3. Melanjutkan pemberian terapi
oksigen 3 lt/mnt
4. Melanjutkan pemberian terapi
furosemide 5 mg/jam sesuai
program
S: masih ada sesak
O:
- RR 20-24x/mnt, menggunakan NC 3 lt/mnt
- Suara napas vesikuler, ronchi basah halus
bilateral, wheezing (-/-)
- Kesadaran CM
- Batuk (+), sekret (+) warna putih, jumlah
sedikit
A: masalah kerusakan pertukaran gas masih
ada
P: lanjutkan intervensi pemantauan status
respirasi dan status mental, pemberian terapi
oksigen dan terapi furosemide, pantau nilai
saturasi O2
Iin M
16/05/13
Pk 20.00
Penurunan
curah jantung
1. Memonitor tanda-tanda vital
2. Observasi frekuensi dan irama
jantung
3. Auskultasi bunyi jantung
4. Observasi nadi perifer
5. Mengistirahatkan klien
dengan tirah baring optimal
6. Menempatkan posisi tirah
baring dengan posisi semi
fowler
7. Menganjurkan klien untuk
menghindari manuver
haemodinamik seperti
mengedan saat BAB
8. Melakukan pemberian terapi
furosemide, captopril,
amlodipin, dan ascardia
S:merasa lemah lemah dan lelah setelah
selesai pemeriksaan echocardiografi pk 18.300
WIB
O:
- TD 118/77 mmHg, HR 97x/mnt, irama
reguler, nadi perifer kuat, saturasi O2
100%, akral hangat
- BJ I & II normal, murmur (-), gallop (-)
- Klien masih tampak lebih lemah dan lelah
- Hasil echo: dilatasi RA, RV, LA, LV, EF
menurun menjadi 25 %, TAPSE 15
- Pengeluaran urin urin: 2500cc/24 jam
A:
masalah penurunan curah jantung masih ada
P:
lanjutkan pemantauan parameter
haemodinamik, pemantauan keluaran urin dan
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
lanjutan
xxxi Universitas Indonesia
sesuai program
9. Pantau pengeluaran urin
pemberian terapi gagal jantung sesuai
program, mengistrirahatkan klien saat merasa
kelelahan.
Iin M
16/05/13
Pk 20.00
Kelebihan
volume cairan
1. Memantau kondisi edema
ekstrimitas
2. Memantau TTV, distensi vena
jugularis
3. Mengukur intake-output dan
balance cairanan
4. Retriksi volume cair 1000
cc/24 jam
5. Memberikan posisi kaki
disangga dengan 1 bantal
6. Melanjutkan pemberian terapi
furosemide drip , dan KSR
oral sesuai program terapi
7. Rencana melakukan
pemantauan nilai lab
elektrolit/3 hari
8. Timbang berat badan secara
berkala/per 3 hari
S: bengkak di kaki masih ada
O:
- TD 118/77 mmHg, nadi 97x/mnt,
- Terdapat pitting edema +2 pada tungkai
- JVP 5 + 2 cmH2O
- Intake : 960 cc/24 jam
- Output : urin: 2500cc/24 jam
IWL: 600 cc/24 jam
- Balance : - 2140 cc/24 jam
A: masalah kelebihan volume cairan masih ada
P:
Lanjutkan intervensi pemantauan kelebihan
volume cairan, pemantauan status hidrasi,
perhitungan intake-output dan balance cairan,
pemberian terapi diuretik dan suplemen
elektrolit, dan pementauan nilai lab elektrolit
besok, konfirmasi penurunan dosis iv
furosemide drip.
Iin M
16/05/13
Pk 20.00
Intoleransi
aktivitas
1. memantau perkembangan
kemempuan aktivitas klien
2. Mempertahankan kondisi
tirah baring selama klien
mengalami peningkatan
respon lelah saat aktivitas
3. Meningkatkan kemampuan
mobilitas secara bertahap
sesuai kemampuan
4. Melakukan pemantauan
respon klien terhadap
aktivitas ,TD, nadi dan RR
sebelum dan sesudah
melakukan aktivitas
5. meningkatkan istirahat, batasi
aktivitas saat terdapat
kelelahan yang berambah
6. kolaborasi dengan rehabilitasi
medik
S: sudah bisa duduk, tetapi masih terasa pusing
O:
- klien tampak mulai sering duduk di tempat
tidur, namun sering terlihat tirah baring
kembali saat merasa pusing, masih tampak
lelah dg aktivitas ringan di tempat tidur
- TTV setelah aktivitas TD 125/80 mmHg,
RR4 22x/mnt, nadi 100x/mnt.
A: masalah intoleransi aktivitas masih ada
P:
Pantau perkembangan kemampuan klien dalam
beraktivitas, tingkatkan aktivitas klien secara
bertahap sesuai kemampuan, kaji respon klien
terhadap aktivitas, tingkatkan kemampuan
aktivitas in bed 1.7 mets.
Iin M
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
lanjutan
xxxii Universitas Indonesia
16/03/13
Pk 20.00
Risiko ketidak
seimbangan
nutrisi: kurang
dari kebutuhan
1. Melakukan identifikasi faktor
yang mempengaruhi status
kondisi makan klien saat ini
2. Monitoring gula darah klien
secara periodik
3. Melakukan pengkajian
pengetahuan klien mengenai
diet diabetes
4. Memberikan terapi insulin
sesuai nilai gula darah dan
nsesuai program terapi
(kelipatan 3)
.
S: kadang-kadang masih ada mual tetapi
tidak muntah
Setelah diberikan penjelasan mengenai
penyakit DM dan tatalaksanan penyakit
DM, klien mengatakan sudah
O:
- Porsi makan klien habis 2/3 porsi, selingan
habis
- GDS masih belum stabil
- Klien dapat mengulang kembali definisi
DM, tanda dan gejala, penyebab dan 5
pilar tatalaksana DM termasuk pengaturan
diet dengan bantuan perawat
- GDKH pk 06.00 134
11.00 271
16.00 230
A: masalah risiko ketidakseimbangan nutrisi:
kurang dari kebutuhan masih ada
P: lanjutkan intervensi monitoring porsi
makan, pemantauan GDKH dan pemberian
insulin sesuai program, serta pemantauan
tanda-tanda hipoglikemia.
Iin M
16/05/13
Pk 20.00
Defisit
perawatan diri
1. Memotivasi keluarga untuk
membantu klien melakukan
hygiene di kamar mandi
secara bertahap
2. Mendukung kemandirian
klien untuk melakukan
hygiene tubuh sesuai
kemampuan
S: sudah mandi dengan di lap di tempat tidur
tidak menggunakan sabun, klien mengatakan
akan mandi di kamar mandi jika sudah tidak
terpasang selang kateter
O:
- Klien tampak lebih bersih
- Bau tidak sedap sudah berkurang
- Baju dan celana klien sudah ganti
A: masalah defisit perawatan gigi masih ada
P: fasilitasi dan dukung kemampuan klien
dalam melakukan hygiene di kamar mandi
secara bertahap jika kondisi memungkinkan,
menganjurkan klien mandi menggunakan
shower.
Iin M
17/05/13
Pk. 20.00
Kerusakan
pertukaran gas
1. Memantau status respirasi,
auskultasi suara napas
2. Memantau status mental
3. Melanjutkan pemberian terapi
oksigen 3 lt/mnt
4. Melanjutkan pemberian terapi
furosemide iv 2x 40 mg
5. Memantau nilai saturasi,
AGD dan CXR ulang
S: sesak sudah berkurang, masih terasa sedikit
sesak saat berjalan di sekitar tempat tidur
O:
- RR 20-22x/mnt, menggunakan NC 2 lt/mnt
- Sat O2 98-100&
- Suara napas vesikuler, ronchi basah halus
berkurang, wheezing (-/-)
- Kesadaran CM
- Batuk jarang, produksi sputum tidak ada
A: masalah kerusakan pertukaran gas masih ada
P: lanjutkan intervensi pemantauan status
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
lanjutan
xxxiii Universitas Indonesia
respirasi dan status mental, pemberian terapi
oksigen dan terapi furosemide, pantau nilai
saturasi O2
Iin M
17/05/13
Pk 20.00
Penurunan
curah jantung
1. Memonitor tanda-tanda vital
2. Observasi frekuensi dan irama
jantung
3. Observasi terjadinya hipotensi
orthostatik saat aktivitas
4. Auskultasi bunyi jantung
5. Observasi nadi perifer
6. Melakukan pemberian terapi
furosemide, captopril,
amlodipin, dan ascardia
sesuai program
7. Pantau pengeluaran urin
8. Menganjurkan klien untuk
tidak melakukan valsava
manuver: tidak mengedan saat
BAB
S: lemah dan lelah sudah berkurang, sudah
bisa berjalan di sekitar tempat tidur tanpa rasa
pusing, hanya merasa sedikit sesak.
O:
- TD 153/68 mmHg, HR 86x/mnt, irama
reguler, nadi perifer kuat, saturasi O2 98-
100%, akral hangat
- BJ I & II normal, murmur (-), gallop (-)
- Klien dapat BAB tanpa mengedan
- Pengeluaran urin urin: 800 cc/24 jam
A:
masalah penurunan curah jantung masih ada
P:
lanjutkan pemantauan parameter
haemodinamik, pemantauan keluaran urin dan
pemberian terapi gagal jantung sesuai
program, mengistrirahatkan klien saat merasa
kelelahan.
Iin M
17/05/13
Pk 20.00
Kelebihan
volume cairan
1. Memantau kondisi edema
ekstrimitas
2. Memantau TTV, distensi vena
jugularis
3. Mengukur intake-output dan
balance cairanan
4. Retriksi volume cairan 1000
cc/24 jam
5. Melanjutkan pemberian terapi
furosemide iv 2x 40 mg , dan
KSR oral sesuai program
terapi
6. melakukan pemeriksaan nilai
pemantauan nilai lab elektrolit
7. Melakukan off catheter urin
dan memberikan terapi
furosemide iv (intermitten)
sesuai program terapi
S: bengkak di kaki sudah berkurang
O:
- TD 153/68 mmHg, nadi 86 x/mnt,
- pitting edema +1 pada tungkai
- JVP 5 + 2 cmH2O
- Intake : 1000 cc/24 jam
- Output : urin: 800 cc/24 jam
IWL: 600 cc/24 jam
- Balance : - 400 cc/24 jam
- Hasil lab elektrolit: Na 134 mmol/L,
kalium 3.80 mmol/L, Chlorida 82.7
mmol/L, calsium 7.9 mg/dl.
A: masalah kelebihan volume cairan masih
ada
P:
Lanjutkan intervensi pemantauan kelebihan
volume cairan, pemantauan status hidrasi,
perhitungan intake-output dan balance cairan,
pemberian terapi diuretik dan suplemen
elektrolit, dan pementauan nilai lab elektrolit/3
hari
Iin M
17/05/13
Pk 20.00
Intoleransi
aktivitas
1. Memantau perkembangan
kemempuan aktivitas klien
2. Meningkatkan kemampuan
mobilitas secara bertahap
sesuai kemampuan, berjalan
disekitar tempat tidur dan
berjalan ke kamar mandi
S: sudah berjalan di sekitar tempat tidur dan
sudah ke kamar mandi 1x, masih terasa sedikit
lelah dan sedikit sesak setelah berjalan ke
kamar mandi
O:
- TTV sebelum ke kamar mandi TD 145/85
mmHg, nadi 86 x/mnt, RR 18 x/mnt.;
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
lanjutan
xxxiv Universitas Indonesia
3. Melakukan latihan ROM aktif
bagian ekstrimitas di tempat
tidur
4. Melakukan pemantauan
respon klien terhadap
aktivitas ,TD, nadi dan RR
sebelum dan sesudah
melakukan aktivitas
5. meningkatkan istirahat, batasi
aktivitas saat terdapat
kelelahan yang berambah
7. kolaborasi dengan rehabilitasi
medik untuk meningkatkan
program latihan
sesudah ke kamar mandi TD 150/90
mmHg, Nadi 100x/mnt, RR 20-22x/mnt.
- Latihan ROM aktif pd ektrimitas
dilakukan dengan baik
A: masalah intoleransi aktivitas masih ada
P:
Pantau perkembangan kemampuan klien dalam
beraktivitas, tingkatkan aktivitas klien secara
bertahap sesuai kemampuan, kaji respon klien
terhadap aktivitas, tingkatkan kemampuan
aktivitas in bed 1.7 - 2 mets (program
rehabilitasi jantung).
Iin M
17/03/13
Pk 20.00
Risiko ketidak
seimbangan
nutrisi: kurang
dari kebutuhan
1. Memotivasi klien untuk
menghabiskan porsi
makannya
2. Monitoring gula darah klien
secara periodik
3. Memberikan terapi insulin
sesuai nilai gula darah dan
nsesuai program terapi
(kelipatan 3)
4. Memberikan tambahan terapi
glikuidon 3x30 mg sesuai
program terapi dokter
.
S: mual sudah berkurang
O:
- Porsi makan klien habis 2/3 sampai habis 1
porsi, selingan habis
- GDKH pk 06.00 158
11.00 353
16.00 221
A: masalah risiko ketidakseimbangan nutrisi:
kurang dari kebutuhan masih ada
P: lanjutkan intervensi monitoring porsi
makan, pemantauan GDKH sabtu-minggu dan
pemberian insulin dan glikuidon sesuai
program
Iin M
17/05/13
Pk 20.00
Defisit
perawatan diri
1. Memotivasi keluarga untuk
membantu klien melakukan
hygiene di kamar mandi,
dampingi klien saat
melakukan hygiene di kamar
mandi
2. Mendukung kemandirian
klien untuk melakukan
hygiene tubuh sesuai
kemampuan
S: sudah mandi di kamar mandi menggunakan
shower, dan sudah gosok gigi, masih merasa
lelah namun sudah jauh berkurang
dibandingkan sebelumnya
O:
- Klien tampak lebih bersih dan seegar
- Tidak tercium bau tidak sedap
- Baju dan celana klien sudah ganti
- Rambut klien rapi disisir
- Gigi klien tampak lebih bersih
A: masalah defisit perawatan diri teratasi Iin M
18/05/13
Pk. 20.00
Kerusakan
pertukaran gas
1. Memantau status respirasi,
auskultasi suara napas
2. Melanjutkan pemberian terapi
furosemide iv 2x 40 mg
3. Memantau nilai saturasi,
AGD dan CXR ulang
S: sudah tidak ada sesak
O:
- RR 18-20x/mnt, nasal kanul sudah dilepas
- Sat O2 98-100%
- Suara napas vesikuler, ronchi (-/-), wheezing
(-/-)
- Kesadaran CM
- CXR ulang (18/06/13) : kesan oedema paru
perbaikan, tidak ada effeusi pleura
- AGD (18/05/13) dengan room air pH 7.355
PaO2 125mmHg, PCO2 40 mmHg HCO3 20
mmHg BE -2
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
lanjutan
xxxv Universitas Indonesia
A: masalah kerusakan pertukaran teratasi
Iin M
18/05/13
Pk 20.00
Penurunan
curah jantung
1. Memonitor tanda-tanda vital
2. Observasi frekuensi dan irama
jantung
3. Auskultasi bunyi jantung
4. Observasi nadi perifer
5. Melakukan pemberian terapi
furosemide, captopril,
amlodipin, dan ascardia
sesuai program
6. Memberikan terapi tambahan
aldactone 1x25mg sesuai
program terapi dokter
7. Pantau pengeluaran urin
S: masih terasa sedikit lemah dan lelah, tapi
jauh lebih baik dari sebelumnya, sudah tidak
ada sesak saat pergi ke kamar mandi
O:
- TD 130/75mmHg, HR 84x/mnt, irama
reguler, nadi perifer kuat, akral hangat
- BJ I & II normal, murmur (-), gallop (-)
- Pengeluran urin 1000cc/24 jam
A:
masalah penurunan curah jantung masih ada
P:
lanjutkan pemantauan parameter
haemodinamik, pemantauan keluaran urin dan
pemberian terapi gagal jantung sesuai program
Iin M
18/05/13
Pk 20.00
Kelebihan
volume cairan
1. Memantau kondisi edema
ekstrimitas
2. Memantau TTV, distensi vena
jugularis
3. Mengukur intake-output dan
balance cairanan
4. Retriksi volume cairan 1000
cc/24 jam
5. Memberikan terapi
furosemide oral 2x 40 mg ,
aldactone 1x25mg dan KSR
oral sesuai program terapi
6. Menimbang berat badan klien
7. Memberikan pendidikan
kesehatan persiapan klien
pulang mengenai retriksi
cairan 1000cc/24 jam,
pembatasan intake garam
yang berlebihan, dan timbang
berat badan secara berkala.
S: bengkak di kaki mulai hilang
Klien mengatakan mengerti penjelasan
perawat /
O:
- TD 130/75 mmHg, nadi 84 x/mnt,
- pitting edma (-)
- JVP 5 + 0 cmH2O
- Intake : 1000 cc/24 jam
- Output : urin: 1000 cc/24 jam
IWL: 500 cc/24 jam
- Balance : - 600 cc/24 jam
- BB 60 kg (tetap)
- Klien dapat menyebutkan kembali batasan
cairan 1000cc/24 jam, membatasi
konsumsi garam dan menimbang berat
badan secara berkala.
A: masalah kelebihan volume cairan masih
ada
P:
Lanjutkan intervensi pemantauan kelebihan
volume cairan, pemantauan status hidrasi,
perhitungan intake-output dan balance cairan,
pemberian terapi diuretik dan suplemen
elektrolit, dan pementauan nilai lab elektrolit/3
hari
Iin M
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
lanjutan
xxxvi Universitas Indonesia
18/05/13
Pk 20.00
Intoleransi
aktivitas
1. Memantau perkembangan
kemempuan aktivitas klien
2. Meningkatkan kemampuan
mobilitas secara bertahap
sesuai kemampuan, berjalan
disekitar tempat tidur dan
berjalan ke kamar mandi
3. Melakukan pemantauan
respon klien terhadap
aktivitas ,TD, nadi dan RR
sebelum dan sesudah
melakukan aktivitas
S: dapat berjalan ke tempat tidur dan berjalan
di sekitar kamar tanpa rasa sesak
O:
- TTV sebelum berjalan di sekitar kamar TD
130/75, nadi 84 x/mnt, RR 16 x/mnt.;
sesudah berjalan di sekitar kamar 130/80
kmmHg, Nadi 96 x/mnt, RR 20x/mnt
- Klien berjalan dengan minimal rasa lelah
A: masalah intoleransi aktivitas masih ada
P:
Pantau perkembangan kemampuan klien
dalam beraktivitas, tingkatkan aktivitas klien
secara bertahap sesuai kemampuan, kaji
respon klien terhadap aktivitas, tingkatkan
kemampuan aktivitas out of bed 1.7 - 2 mets
sampai berjalan ke luar kamar (5-8 m)
Iin M
18/03/13
Pk 20.00
Risiko ketidak
seimbangan
nutrisi: kurang
dari kebutuhan
1. Memotivasi klien untuk
menghabiskan porsi
makannya
2. Monitoring gula darah klien
secara periodik
3. Memberikan terapi diabetes
glikuidon 3x30 mg sesui
sesuai program terapi
4. Memberikan edukasi klien
persiapan pulang mengenai
kontrol gula darah secara
teratur, dan meminum terapi
obat diabetes secara teratur
serta menghabiskan porsi
makan sesuai anjuran gizi.
S: sudah tidak ada mual, makan habis
O:
- Porsi makan klien habis 2/3 sampai habis 1
porsi, selingan habis
- GDKH pk 06.00 84
11.00 115
16.00 104
A: masalah risiko ketidakseimbangan nutrisi:
kurang dari kebutuhan teratasi
RTL:
evaluasi ulang edukasi mengenai diet DM,
dan terapi diabetes sebelum klien pulang
Iin M
20/05/13
Pk 15.00
Penurunan
curah jantung
1. Memonitor tanda-tanda vital
2. Observasi frekuensi dan irama
jantung, auskultasi bunyi
jantung, observasi nadi perifer
3. Melakukan pemberian terapi
furosemide, aldactone,
captopril, amlodipin, dan
ascardia sesuai program
4. Pantau pengeluaran urin
5. Memberikan edukasi
mengenai hal-hal yang harus
diperhatikan pada klien gagal
jantung di rumah meliputi
kontrol secara teratur, minum
obat gagal jantung dan
antihipertensi secara rutin,
membatasi konsumsi garam
dan makanan yang banyak
mengandung garam, tidak
mengedan saat BAB
S: tidak ada sesak saat berjalan ke luar
kamar, sedikit merasa lelah
- Klien dan keluarga mengatakan mengerti
penjelasan perawat
- Klien mengatakan 3 hari akan kontrol ke
poli jantung
O:
- TD 110/70 mmHg, HR 80x/mnt, irama
reguler, nadi perifer kuat, akral hangat
- BJ I & II normal, murmur (-), gallop (-)
- Pengeluran urin 800cc/10 jam
- Klien dan keluarga dapat menjelaskan
kembali hal-hal yang harus diperhatikan
pada klien gagal jantung di rumah dengan
bantuan minimal
A:
Curah jantung optimal dengan terapi gagal
jantung
Klien pulang pukul 16.00
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
lanjutan
xxxvii Universitas Indonesia
Iin M
20/05/13
Pk 15.00
Kelebihan
volume cairan
1. Memantau kondisi edema
ekstrimitas
2. Memantau TTV, distensi vena
jugularis
3. Mengukur intake-output dan
balance cairanan
4. Retriksi volume cairan 1000
cc/24 jam
5. Memberikan terapi
furosemide oral 2x 40 mg ,
aldactone 1x25mg dan KSR
oral sesuai program terapi
6. Mengevaluasi ulang
pengetahuan klien dan
keluarga tentang retriksi
cairan, penggunaan terapi
diuretik dan pemantauan
penambahan berat badan
secara berkala serta kontrol
secara teratur.
S: bengkak di kaki sudah hilang
Klien dan keluarga mengatakan mengerti
penjelasan perawat
O:
- TD 110/70mmHg, nadi 80x/mnt,
- Tidak terdapat edema pada tungkai
- JVP 5 + 0 cmH2O
- Intake : 600cc/10 jam
- Output : urin: 800cc/10 jam
- Balance : -200 cc/10 jam belum termasuk
IWL
- Klien dan keluarga dapat menyebutkan
kembali batasan cairan 1000cc/24 jam,
membatasi konsumsi garam dan
menimbang berat badan secara berkala di
puskesmas.
A:
masalah kelebihan volume cairan teratasi
dengan retriksi cairan, dan pemberian terapi
diuretik
Klien pulang pkl 16.00
Iin M
20/05/13
Pk 20.00
Intoleransi
aktivitas
1. Memantau perkembangan
kemempuan aktivitas klien
2. Meningkatkan kemampuan
mobilitas secara bertahap
sesuai kemampuan, berjalan
keluar kamar
3. Memberikan edukasi
mengenai aktivitas yang
dilakukan di rumah
ditingkatkan secara bertahap
sesuai kemampuan,,
menghindari aktivitas berat
dan segera beristirahat saat
lelah beraktivitas, mandi
menggunakan shower atau
pancuran.
S: dapat berjalan ke luar kamar tanpa sesak
dan minimal rasa lelah.
Klien dan keluarga mengatakan mengerti
dengan penjelasan perawat mengenai aktivitas
di rumah
O:
- TTV sebelum berjalan ke luar kamar TD
110/70, nadi 80 x/mnt, RR 16 x/mnt.;
sesudah berjalan di sekitar kamar 120/80
kmmHg, Nadi 90 x/mnt, RR 20x/mnt
- Klien berjalan dengan minimal rasa lelah
- Klien dan keluarga dapat menjelaskan
kembali aktivitas di rumah dengan
minimal bantuan
A: masalah intoleransi aktivitas teratasi
Klien pulang pukul 16.00. Iin M
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
16
Program Profesi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia http://fikui.ac.ui.id
Created by: UY 2013 1
Iin Muthmainah S.
Program Profesi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia http://fikui.ac.ui.id
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
2
Dear patient,
Jika anda mengalami gagal jantung, anda mungkin akan
sangat bertanya-tanya. Apa yang akan terjadi jika saya
menderita gagal jantung? Bagaimana gagal jantung mem-
pengaruhi hidup saya? Dapatkah gagal jantung disem-
buhkan?
Gagal jantung meruipakan penyakit yang serius.. Tetapi
anda dapat mengatasi gejala agar tetap sehat dan tidak
sering mendatangi rumah sakit karenanya. Buku ini
akan menolong anda untuk mempelajari bagaimana
mengontrol diri anda terhadap gejala gagal jantung. Ter-
dapat uraian tentang diet, latihan dan hidup sehat.
Salam hangat,
Penulis
Program Profesi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia http://fikui.ac.ui.id
15
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………..…
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………..…
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………..…
C a t a t a nC a t a t a nC a t a t a n
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
14
M e d i k a s i d a n P e n g o b a t a n P i l i h a nM e d i k a s i d a n P e n g o b a t a n P i l i h a nM e d i k a s i d a n P e n g o b a t a n P i l i h a n
Terapi lain yang mungkin diresepkan dokter:
Diuretics. Membantu ginjal menurunkan kadar garam dan air dari da-
rah. Diuretic membuat pengeluaran urin lebih banyak. Hal tersebut
membantu menurunkan peningkatan level cairan pada pasien gagal
jantung.
Aldosteron inhibitors. Memblok fungsi aldosteron. Aldosteron meru-
pakan hormon untuk menahan air dan garam dalam tubuh.
Digoxin. Menguatkan pompa jantung dan dapat pula mengontrol
gangguan irama jantung.
Hanya dokter anda yang memberikan pengobatan tepat untuk terapi anda.
Jangan menambah atau menghentikan obat tanpa
sepengetahuan dokter.
3
Dear patient,
Jika anda mengalami gagal jantung, anda mungkin akan
sangat bertanya-tanya. Apa yang akan terjadi jika saya
menderita gagal jantung? Bagaimana gagal jantung mem-
pengaruhi hidup saya? Dapatkah gagal jantung disem-
buhkan?
Gagal jantung meruipakan penyakit yang serius.. Tetapi
anda dapat mengatasi gejala agar tetap sehat dan tidak
sering mendatangi rumah sakit karenanya. Buku ini
akan menolong anda untuk mempelajari bagaimana
mengontrol diri anda terhadap gejala gagal jantung. Ter-
dapat uraian tentang diet, latihan dan hidup sehat.
Salam hangat,
Penulis
Table of contents
Pengantar 4
Gejala Umum Gagal Jantung 6
Kapan Meminta Bantuan? 7
Membatasi Ausupan Garam 8
Membatasi Kolesterol dan Lemak 9
Latihan 10
Perubahan gaya Hidup sehat 11
Self Care 12
Medikasi dan Pengobatan Pilihan 13
Catatan 14
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
4
Pengan ta rPengan ta rPengan ta r
Apa itu gagal jantung?
Gagal jantung dikenal juga sebagai congestive heart failure ( CHF ) , adalah
kondisi jantung yang tidak mampu memompa cukup darah untuk memenuhi
kebutuhan tubuh.
Apa penyebabnya?
Gagal jantung seringkali berkembang akibat adanya beberapa kondisi ter-
tentu yang merusak atau melemahkan jantung, seperti:
Penyakit arteri koroner
Tekanan darah tinggi ( hipertensi )
Kerusakan katup jantung
Kerusakan otot jantung ( k ardiomiopati )
Radang otot jantung ( miokarditis )
Kelainan jantung bawaan
Aritmia jantung ( Irama jantung abnormal )
Penyekit kronis lainnya speerti diabetes, anemia berat, hipertiroidisme,
hipotiridisme, emfisema dan lupus
Adanya virus yang menyerang otot jantung, infeksi berat, reaksi alergi,
pembekuan darah di paru-paru, penggunaan obat tertentu
13
M e d i k a s i d a n P e n g o b a t a n P i l i h a nM e d i k a s i d a n P e n g o b a t a n P i l i h a nM e d i k a s i d a n P e n g o b a t a n P i l i h a n
Medikasi dan pengobatan pilihan
Medikasi memegang peranan penting dalam mengobati gagal jantung.
Pengobatan juga mencegah perburukan penyakit.
Pengobatan gagal jantung dapat berbeda satu pasien dengan pasien
lainnya. Dokter akan meresepkan obat berdasarkan penyebab gagal jan-
tung dan tingakat keparahan penyakit gagal jantung anda. Namun
demikina pasien akan mendapatkan terapi berikut ini kecuali pada be-
berapa kondisi pasien tidak mendapatkan terapi tersebut
ACE ( Angiotensin converting enzim ) Inhibitor membantu menu-
runkan tekanan darah, dan membantu menceah perburukan kondisi
gagal jantung.
Angiotensin II reseptor blocker ( ARB ) . Membantu menurunkan te-
kanan darah.
Beta bloker. Mencegah peningkatan kecepatan irama jantung, juga
membantu menurunkan tekanan darah.
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
12
P e r a w a t a n M a n d i r i ( S e l f C a r e )P e r a w a t a n M a n d i r i ( S e l f C a r e )P e r a w a t a n M a n d i r i ( S e l f C a r e )
Self care:
Lakukan program rencana terapi mandiri ( Self-care program ) untuk
gagal jantung
Minum obat sesuai program terapi
Timbang berat badan setiap hari
Diet rendah garam
Monitor tanda dan gejala setiap hari
Berhenti minum alkohol
Kontrol berat badan ( j ika over weight/memiliki penyakit diabetes )
Latihan fisik secara rutin
Berhenti merokok
Mengetahui kapan saatnya konsultasi ke dokter/perawat
Menjadikan program terapi sebagai rencana seumur hidup anda
5
Pengan ta rPengan ta rPengan ta r
Penceahan
Perubahan gaya hidup dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan gagal
jantung, yaitu meliputi:
Hindari merokok dan konsumsi alkohol
Mengontrol kondisi tertentu, seperti tekanan darah tinggi ( hipertensi ) ,
kadar lemak tinggi, dan diabetes
Rutin olehraga
Pola makan sehat
Menjaga berat badan yang sehat
Hindari stres
Komplikasi
Berbagai macam komplikasi yang dapat muncul akibat gagal jantung,
diantaranya:
Kerusakan atau gagal ginjal
Gangguan pada katup jantung
Kerusakan hati
Serangan jantung dan stroke
Gagal jantung dapat mengancam jiwa dan menyebabkan kematian
Hati-hati
Gagal jantung dapat mengancam jiwa dan menyebabkan kematian
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
6
G e j a l a U m u m G a g a l J a n t u n gG e j a l a U m u m G a g a l J a n t u n gG e j a l a U m u m G a g a l J a n t u n g
Ge ja la umum gaga l j an t ung d ian t a ranya :
Bernapas pendek. Jika terasa sesak saat bernapas, khususnya saat tidak
beraktivitas. Hal ini terjadi karena cairan telah memasuki paru-paru, se-
hingga mengakibatkan sulit bernapas. Kondisi seperti ini biasanya terjadi
lebih buruk saat malam hari. Karena saat berbaring, cairan menumpuk di
paru-paru.
Sering batuk. Jika sering batuk. Dan biasanya batuk lebih sering terjadi saat
malam hari.
Denyut jantung cepat atau detak jantung kencang. Jika jantung terasa ber-
debar lebih cepat dan kencang.
Lelah dan lemas. Jika anda merasa lelah dan lemas, dan anda tidak dapat
bekerja dan melakukan aktivitas rutin. Bahkan aktivitas seperti menaiki
tangga dan membawa barang bawaan pun akan sulit.
Bengkak pada pergelangan kaki, kaki dan/atau perut. Daerah tersebut
adalah daerah yang mungkin terjadi penumpukan cairan. Akibatnya akan
terjadi pembengkakan. Sepatu, cicin, dan pakaian akan terasa lebih sempit.
Pembengkakan ini akan terjadi lebih buruk saat bangun tidur.
Kehilangan nafsu makan dan/atau mual. Jika anda merasa tidak ingin
makan padahal seharusnya anda merasa lapar. Dan jika anda merasakan
sakit perut atau mual.
Berat badan meningkat. Saat terjadi penumpukan cairan di dalam tubuh,
maka tubuh akan berubah menjadi lebih berat. Sehingga anda harus me-
ngontrol berat badan anda setiap hari.
11
P e r u b a h a n G a y a H i d u p S e h a tP e r u b a h a n G a y a H i d u p S e h a tP e r u b a h a n G a y a H i d u p S e h a t
Anda dapat merubah gaya hidup anda agar dapat tetap sehat. Rubahlah
gaya hidup anda secara perlahan agar menjadi sebuah kebiasaan. Tulis juga
apa yang ingin anda rubah dan tulis apa yang telah anda rubah. Hal in dapat
membantu anda untuk memutuskan bagaimana anda merubah gaya hidup
anda dan dari mana anda ingin merubah gaya hidup anda.
Pantau tanda dan gejala Gagal Jantung
Pantau selalu tanda dan Gejala gagal jantung. Hubungi tenaga kesehatan
jika ditemukan ditemukan tanda dan gejala yang semakin memburuk.
Kurangi Stress
Stress dapat membuat tekanan darah meningkat dan membuat jantung
bekerja lebih keras. Sehingga menimbulkan tanda dan gejala gagal jantung
yang semakin memburuk. Mencoba rileks dan mencegah hal-hal yang dapat
menimbulkan stress merupakan hal yang dapat dilakukan.
Berhenti Meminum Alkohol
Alkohol dapat membuat jantung sulit untuk bekerja. Oleh karena itu tenaga
kesehatan selalu menyarankan kepada penderita gagal jantung untuk ber-
henti meminum alkohol.
Berhenti Merokok
Merokok dapat merusak paru-paru dan jantung sehingga membuat gejala
gagal jantung semakin parah. Dan jauhi tempat dimana terdapat orang yang
merokok.
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
10
L a t i h a nL a t i h a nL a t i h a n
Jantung adalah sebuah otot, dan berlatih atau melakukan aktivitas fisik dapat
membuat jantung anda lebih kuat. Banyak alasan mengapa berlatih menjadi
hal yang baik untuk anda. Berlatih juga dapat dapat membantu anda menu-
runkan berat badan dan menjaga berat badan anda tetap sehat. Selain itu,
dapat menurunkan resiko terjadinya gejala gagal jantung, menurunkan kadar
kolesterol dan tekanan darah. Stress yang dialami dapat diturunkan melalui
latihan yang dilakukan dan memberikan energi lebih banyak. Jika latihan dila-
kukan secara rutin, maka sirkulasi di dalam tubuh anda akan berjalan dengan
baik.
Bagaimana latihan yang dapat dilakukan?
Berjalan, merupakan hal terbaik
Gunakan sepatu dan pakaian yang nyaman
Biasakan berlatih dalam waktu yang sama setiap harinya sehingga men-
jadi sebuah rutinitas
Jangan berlatih saat cuaca sangat panas atau dingin, selesai makan,
atau jika tubuh meresa kurang sehat
Lakukan latihan aktivitas secara bertahap sesuai kemempuan
Jauhi aktivitas seperti mengenggkat beban berat yang dapat membuat
menahan napas
7
K a p a n M e m i n t a B a n t u a n ?K a p a n M e m i n t a B a n t u a n ?K a p a n M e m i n t a B a n t u a n ?
Mintalah bantuan petugas kesehatan saat:
1. Tanda dan gejala emergensi gagal jantung
Cari pertolongan emergensi ke rumah sakit dengan segera jika terjadi:
Nyeri dada >15 menit dan tidak hilang dengan nitroglycerin
Peristen sesak napas atau sesak yang bertambah berat
Saat merasa pusing dan ingin pingsan
2. Tanda dan gejala urgent gagal jantung
Cari pertolongan ke rumah sakit segera jika terjadi:
Peningkatan sesak napas atau terjadi sesak saat istirahat
Sulit istirahat kerena sulit bernapas, seperti tiba-tiba terbangun saat
tidur karena kesulitan bernapas
Memerlukan lebih dari satu bantal saat tidur / memerlukan posisi
duduk saat tidur
Berdebar, merasa terjadi peningkatan irama jantung secara terus
menerus dan membuat rasa pusing.
Batuk berbusa warna pink ( f rothy/pink sputum )
Merasa pusing dan ingin pingsan
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
8
M e m b a t a s i A s u p a n G a r a mM e m b a t a s i A s u p a n G a r a mM e m b a t a s i A s u p a n G a r a m
Penderita gagal jantung membutuhkan makanan dengan kandungan garam
yang rendah, atau sering disebut dengan diet rendah garam. Garam meru-
pakan mineral yang tidak banyak dipergunakan tubuh. Terlalu banyak
mengkonsumsi makanan dengan kadar garam yang tinggi akan menahan air
dalam tubuh sehingga jantung harus bekerja lebih keras saat memompakan
darah. Hal ini dapat menimbulkan gejala yang serius.
The American Assosiation menyebutkan bahwa penderita gagal jantung
harus mengkonsumsi makanan dengan kadar garam kurang dari 2000 mg/
hari. Mungkin ini terdengar sangat banyak, tetapi kenyataannya tidak.
1 sendok makan garam, mengandung 2300 mg kandungan sodium. Jadi,
anda harus benar-benar teliti dengan makanan yang dimakan dan diminum.
Hal yang perlu diperhatikan dirumah:
Memasak dengan sedikit garam
Tambahkan lemon pada makanan
yang mengandung kadar garam
tinggi
Gunakan bumbu-bumbuan rendah
garam
Kurangi kadar garam pada makanan
favorit anda
Makan makanan yang masih segar
yang tidak mengandung banyak
garam sebagai pengawet
Jika terdapat makanan dengan
garam yang tinggi rendam
dahulu
Tanyakan dokter untuk
makanan pengganti yang dapat
dimakan
9
M e m b a t a s i K o l e s t e r o l d a n L e m a kM e m b a t a s i K o l e s t e r o l d a n L e m a kM e m b a t a s i K o l e s t e r o l d a n L e m a k
Membatasi Kolesterol:
Kolesterol merupakan minyak seperti lemak. Kolesterol dapat
ditemukan di dalam darah dan sel tubuh. Kolesterol ini dihasilkan oleh hati,
dan banyak diproduksi saat anda memakan makanan seperti daging sapi,
kambing, daging unggas, ikan, dan produk makan instan.
Terlalu banyak makan dengan kolesterol tinggi akan mengakibatkan
tertimbunnya kolesterol di dalam dinding aliran darah. Selanjutnya dapat
menyumbat saluran arteri anda. Hal ini menyebabkan terjadinya penyakit
arteri koroner. Dan mengakibatkan gagal jantung. Jadi, yang harus dilakukan
adalah mengurangi kolesterol dalam diet yang andal lakukan.
Membatasi Lemak
Mulailah tinggalkan lemak jenuh. Lemak jenuh ini paling banyak terdapat
dalam makanan yang berasal dari hewan seperti daging sapi, ayam, babi,
dan susu kotak. Lemak jenuh dapat membuat kolesterol anda meningkat. Hal
ini dapat menyebabkan penyakit arteri koroner dan serangan jantung. Selain
itu juga dapat menyebabkan jantung anda melemah. Lemak tak jenuh mono-
saturated fats ) berasal dari sayur-sayuran. Lemak ini dapat membuat koles-
terol anda menurun. Monosaturated fats dapat ditemukan di dalam
minyak kacang, alpukat, zaitun, dan macam-macam kacang-kacangan dan
biji-bijian.
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013