referat kelainan jantung anak
DESCRIPTION
kelainan jantung anak hasanahTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Faktor kelainan jantung disebabkan oleh beberapa hal di antaranya, faktor keturunan atau
genetik dari salah satu atau bahkan kedua orang tua anak, faktor penyakit yang diderita ibu saat
mengandung anak, seperti diabetes mellitus, sebagian juga terjadi karena pengaruh minum
banyak antibiotik atau obat-obatan lain saat hamil, mengkonsumsi makanan banyak pengawet
dan pewarna buatan ketika hamil, polusi, rokok, trauma fisik, serta faktor X yang sampai
sekarang belum diketahui.
Beberapa ibu yang memiliki bayi penderita kelainan jantung bawaan mengakui selama
bayi dalam kandungan, mereka tidak mengalami banyak gangguan. Mereka jarang sakit, makan
lebih bagus (jarang mual atau muntah), minum vitamin rajin.
Penyakit jantung bawaan pada anak cukup banyak ditemukan di Indonesia, dimana
sekitar 6 sampai 10 dari 1000 bayi lahir, mengidap penyakit jantung bawaan. Sekitar 2-5 persen
kelainan ini erat kaitannya dengan abnormalitas kromosom. Misalnya Down’s syndrome, sekitar
60 persen selalu disertai kelainan jantung kongenital seperti defek septum ventrikel, tetralogi
fallot, duktus arteriosus persisten, dan defek septum atrium. Di antara saudara kandung,
sebanyak 2-4 persen ternyata mengidap kelainan jantung bawaan yang sama.
Pada anak penderita kelainan jantung bawaan akan memiliki gejala biru yang terlihat
pada kuku jari dan tangan, namun ada pula yang tidak disertai gejala tersebut. Biasanya, anak
yang memiliki gejala biru pada kuku, akan mengalami perubahan yang sangat menggembirakan
setelah dioperasi. Warna daging di bawah kuku akan mulai berubah menjadi normal (merah)
setelah beberapa dioperasi.
B. Tujuan Penulisan
Penulis memahami tentang penyakit jantung bawaan dan mampu memberikan penangan dan
pengobatan secara tepat.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa sejak lahir, karena
sudah terjadi ketika bayi masih dalam kandungan. Pada akhir kehamilan 7 minggu, pembentukan
jantung sudah sempurna, jadi kelainan pembentukan jantung terjadi pada awal kehamilan.
Penyebab PJB seringkali tidak bisa diterangkan, meskipun beberapa faktor dianggap berpotensi
sebagai penyebab.
EPIDEMIOLOGI
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) merupakan penyebab kematian tersering dari seluruh
kelainan bawaan. Angka kejadian PJB terjadi sekitar 8 dari 1000 kelahiran hidup. Angka
kematian PJB, 50% terjadi dalam 6 bulan pertama kehidupan, 80% pada usia 1 tahun kehidupan.
Umumnya, neonatus dengan penyakit jantung bawaan yang kompleks pada beberapa jam atau
hari setelah lahir sering tanpa disertai gejala klinis yang jelas.
PENYEBAB
PJB merupakan kelainan yang disebabkan oleh gangguan perkembangan sistem
kardiovaskular pada masa embrio. Terdapat peranan faktor endogen dan eksogen. Masih
disangsikan apakah tidak ad faktor lain yang mempengaruhinya. Faktor tersebut ialah :
1. Lingkungan
Diferensiasi bentuk jantung lengkap pada akhir bulan kedua kehamilan. Faktor penyebab
PJB terutama terdapat selama dua bulan pertama kehamilan ialah rubella pada ibu dan
penyakit virus lain, talidomid dan mungkin obat-obat lain, radiasi. Hipoksia juga dapat
menjadi penyebab PDA.
2. Hereditas
Faktor genetik mungkin memegang peranan kecil saja, sedangkan kelainan kromosom
biasanya tidak terdapat. Walaupun demikian beberapa keluarga mempunyai insidens PJB
tinggi, jenis PJB yang sama terdapat pada anggota keluarga yang sama.
2
Kelainan jantung kadang-kadang berhubungan dengan jenis kelamin, sebabnya ialah
kelainan genetik. Pada anak laki-laki banyak terdapat AS (stenosis aorta), koartasio aorta, TGA
(transposisi arteri-arteri besar), TF (tetralogi fallot); sedangkan anak perempuan PDA (duktus
arteriosus persisten), ASD (defek septum atrium) dan PS (stenosis pulmonal).
PENCEGAHAN
Kemungkinan terjadi PJB mungkin dapat dikurangi dengan meniadakan berbagai faktor
di atas pada ibu hamil. Viremia pada rubella dapat menetap selama beberapa minggu sesudah
infeksi rubella. Sebaiknya diberikan globulin gama dalam 10 hari setelah infeksi tersebut,
mungkin hal ini dapat melindungi. Pada kehamilan muda sedapat-dapatnya jangan makan obat
jika tidak perlu sekali, karena tidak dapat dipastikan bahaya obat itu. Pemeriksaan radiologis
rutin semasa hamil dilarang.
PEMBAGIAN PJB
Cara pembagian bergantung sekali pada pendapat mengenai kelainan bentuk bawaan..
1. Jika kita berpijak pada akibat yang tampak dari kelainan, maka pembagian berdasarkan
golongan PJB dengan sianosis dan golongan PJB tanpa sianosis.
2. Pembagian berdasarkan sianosis
a. Kelainan aorta (koarktasio aorta, kelainan arkus aorta, cincin aorta, PDA, aortic
pulmonary window, kelainan basis aorta dan pembuluh darah koroner).
b. Kelainan arteria pulmonalis (dari distal ke proksimal) : kelainan pada vascular
bed.stenosis arteria pulmonalis, aplasia salah satu cabang a.pulmonalis, PS valvular,
ketiadaan bawaan katup pulmonal.
c. Kelainan katup atrio-ventrikular (septum, atrium, ventrikel, sistem vena).
3. Pembagian yang berdasarkan fisiologi
Dari segi prinsip fisiologis, kerja yang dihasilkan jantung ialah beban volume dan
beban tekanan dan berdasarkan ini dapatlah dibuat pembagian PJB, yaitu golongan yang
dipengaruhi oleh : a. beban tekanan saja, b. beban volume saja, dan c. kombinasi beban
tekanan dan beban volume.
3
Dengan pembagian fisiologis ini lebih kurang 75% dari PJB dapat digolongkan.
Sulit untuk memasukkan ke dalam bagian semacam ini : TGA, miokardiopati
degenerative, gangguan metabolik jantung.
MANIFESTASI KLINIS
Gangguan hemodinamik akibat kelainan jantung dapat memberikan gejala yang
menggambarkan derajat kelainan. Adanya gangguan pertumbuhan, sianosis, berkurangnya
toleransi latihan, kekerapan infeksi saluran napas berulang, dan terdengarnya bising jantung,
dapat merupakan petunjuk awal terdapatnya kelainan jantung pada seorang bayi atau anak.
1. Gangguan pertumbuhan
Pada PJB nonsianotik dengan pirau kiri ke kanan, gangguan pertumbuhan timbul
akibat berkurangnya curah jantung. Pada PJB sianotik, gangguan pertumbuhan timbul
akibat hipoksemia kronis. Gangguan pertumbuhan ini juga dapat timbul akibat gagal
jantung kronis pada pasien PJB.
2. Sianosis
Sianosis timbul akibat saturasi darah yang menuju sistemik rendah. Sianosis
mudah dilihat pada selaput lendir mulut, bukan di sekitar mulut. Sianosis akibat kelainan
jantung ini (sianosis sentral) perlu dibedakan pada sianosis perifer yang sering didapatkan
pada anak yang kedinginan. Sianosis perifer lebih jelas terlihat pada ujung-ujung jari.
3. Menurunnya toleransi latihan
Toleransi latihan merupakan petunjuk klinis yang baik untuk menggambarkan
status kompensasi jantung ataupun derajat kelainan jantung. Pasien gagal jantung selalu
menunjukkan toleransi latihan berkurang. Gangguan toleransi latihan dapat ditanyakan
pada orangtua dengan membandingkan pasien dengan anak sebaya, apakah pasien cepat
lelah, napas menjadi cepat setelah melakukan aktivitas yang biasa, atau sesak napas
dalam keadaan istirahat. Pada bayi dapat ditanyakan saat bayi menetek. Apakah ia hanya
mampu minum dalam jumlah sedikit, sering beristirahat, sesak waktu mengisap, dan
berkeringat banyak. Pada anak yang lebih besar ditanyakan kemampuannya berjalan,
berlari atau naik tangga. Pada pasien tertentu seperti pada tetralogi Fallot anak sering
jongkok setelah lelah berjalan.
4. Infeksi saluran napas berulang
4
Gejala ini timbul akibat meningkatnya aliran darah ke paru sehingga mengganggu
sistem pertahanan paru. Sering pasien dirujuk ke ahli jantung anak karena anak sering
menderita demam, batuk dan pilek. Sebaliknya tidak sedikit pasien PJB yang sebelumnya
sudah diobati sebagai tuberkulosis sebelum dirujuk ke ahli jantung anak.
5. Bising jantung
Terdengarnya bising jantung merupakan tanda penting dalam menentukan
penyakit jantung bawaan. Bahkan kadang-kadang tanda ini yang merupakan alasan anak
dirujuk untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Lokasi bising, derajat serta
penjalarannya dapat menentukan jenis kelainan jantung. Namun tidak terdengarnya
bising jantung pada pemeriksaan fisis, tidak menyingkirkan adanya kelainan jantung
bawaan. Jika pasien diduga menderita kelainan jantung, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis.
DIAGNOSIS
Diagnosis penyakit jantung bawaan ditegakkan berdasarkan pada anamnesis,
pemeriksaan fisis, pemeriksaan penunjang dasar serta lanjutan. Pemeriksaan penunjang dasar
yang penting untuk penyakit jantung bawaan adalah foto rontgen dada, elektrokardiografi, dan
pemeriksaan laboratorium rutin. Pemeriksaan lanjutan (untuk penyakit jantung bawaan)
mencakup ekokardiografi dan kateterisasi jantung. Kombinasi ke dua pemeriksaan lanjutan
tersebut untuk visualisasi dan konfirmasi morfologi dan pato-anatomi masing-masing jenis
penyakit jantung bawaan memungkinkan ketepatan diagnosis mendekati seratus persen.
Kemajuan teknologi di bidang diagnostik kardiovaskular dalam dekade terakhir menyebabkan
pergeseran persentase angka kejadian beberapa jenis penyakit jantung bawaan tertentu. Hal ini
tampak jelas pada defek septum atrium dan transposisi arteri besar yang makin sering dideteksi
lebih awal.
Makin canggihnya alat ekokardiografi yang dilengkapi dengan Doppler berwarna,
pemeriksaan tersebut dapat mengambil alih sebagian peran pemeriksaan kateterisasi dan
angiokardiografi. Hal ini sangat dirasakan manfaatnya untuk bayi dengan PJB kompleks, yang
sukar ditegakkan diagnosisnya hanya berdasarkan pemeriksaan dasar rutin dan sulitnya
pemeriksaan kateterisasi jantung pada bayi. Ekokardiografi dapat pula dipakai sebagai pemandu
pada tindakan septostomi balon transeptal pada transposisi arteri besar. Di samping lebih murah,
5
ekokardiografi mempunyai keunggulan lainnya yaitu mudah dikerjakan, tidak menyakitkan,
akurat dan pasien terhindar dari pajanan sinar X. Bahkan di rumah sakit yang mempunyai
fasilitas pemeriksaan ekokardiografi, foto toraks sebagai pemeriksaan rutinpun mulai
ditinggalkan. Namun demikian apabila di tangan seorang ahli tidak semua pertanyaan dapat
dijawab dengan menggunakan sarana ini, pada keadaan demikian angiografi radionuklir dapat
membantu. Pemeriksaan ini di samping untuk menilai secara akurat fungsi ventrikel kanan dan
kiri, juga untuk menilai derasnya pirau kiri ke kanan. Pemeriksaan ini lebih murah daripada
kateterisasi jantung, dan juga kurang traumatis.
Tingginya akurasi pemeriksaan ekokardiografi, membuat pemeriksaan kateterisasi pada
tahun 1980 menurun drastis. Sarana diagnostik lain terus berkembang, misalnya digital
substraction angiocardiography, ekokardiografi transesofageal, dan ekokardiografi
intravaskular. Sarana diagnostik utama yang baru adalah magnetic resonance imaging, dengan
dilengkapi modus cine sarana pemeriksaan ini akan merupakan andalan di masa mendatang.
Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan
Dengan berkembangnya ilmu kardiologi anak, banyak pasien dengan penyakit jantung
bawaan dapat diselamatkan dan mempunyai nilai harapan hidup yang lebih panjang. Umumnya
tata laksana penyakit jantung bawaan meliputi tata laksana non-bedah dan tata laksana bedah.
Tata laksana non-bedah meliputi tata laksana medikamentosa dan kardiologi intervensi. Tata
laksana medikamentosa umumnya bersifat sekunder sebagai akibat komplikasi dari penyakit
jantungnya sendiri atau akibat adanya kelainan lain yang menyertai. Dalam hal ini tujuan terapi
medikamentosa untuk menghilangkan gejala dan tanda disamping untuk mempersiapkan operasi.
Lama dan cara pemberian obat-obatan tergantung pada jenis penyakit yang dihadapi.
Hipoksemia, syok kardiogenik, dan gagal jantung merupakan tiga penyulit yang sering
ditemukan pada neonatus atau anak dengan kelainan jantung bawaan. Perburukan keadaan umum
pada dua penyulit pertama ada hubungannya dengan progresivitas penutupan duktus arterious,
dalam hal ini terdapat ketergantungan pada tetap terbukanya duktus. Keadaan ini termasuk ke
dalam golongan penyakit jantung bawaan kritis. Tetap terbukanya duktus ini diperlukan untuk
(1) percampuran darah pulmonal dan sistemik, misalnya pada transposisi arteri besar dengan
septum ventrikel utuh, (2) penyediaan darah ke aliran pulmonal, misalnya pada tetralogi Fallot
berat, stenosis pulmonal berat, atresia pulmonal, dan atresia trikuspid, (3) penyediaan darah
6
untuk aliran sistemik, misalnya pada stenosis aorta berat, koarktasio aorta berat, interupsi arkus
aorta dan sindrom hipoplasia jantung kiri. Perlu diketahui bahwa penanganan terhadap penyulit
ini hanya bersifat sementara dan merupakan upaya untuk‘menstabilkan keadaan pasien,
menunggu tindakan operatif yang dapat berupa paliatif atau koreksi total terhadap kelainan
struktural jantung yang mendasarinya.
Jika menghadapi neonatus atau anak dengan hipoksia berat, tindakan yang harus
dilakukan adalah (1) mempertahankan suhu lingkungan yang netral misalnya pasien ditempatkan
dalam inkubator pada neonatus, untuk mengurangi kebutuhan oksigen, (2) kadar hemoglobin
dipertahankan dalam jumlah yang cukup, pada neonatus dipertahankan di atas 15 g/dl, (3)
memberikan cairan parenteral dan mengatasi gangguan asam basa, (4) memberikan oksigen
menurunkan resistensi paru sehingga dapat menambah aliran darah ke paru, (5) pemberian
prostaglandin E1 supaya duktus arteriosus tetap terbuka dengan dosis permulaan 0,1
mg/kg/menit dan bila sudah terjadi perbaikan maka dosis dapat diturunkan menjadi 0,05
mg/kg/menit. Obat ini akan bekerja dalam waktu 10-30 menit sejak pemberian dan efek terapi
ditandai dengan kenaikan PaO2 15-20 mmHg dan perbaikan pH. Pada PJB dengan sirkulasi
pulmonal tergantung duktus arteriosus, duktus arteriosus yang terbuka lebar dapat memperbaiki
sirkulasi paru sehingga sianosis akan berkurang. Pada PJB dengan sirkulasi sistemik yang
tergantung duktus arteriosus, duktus arteriosus yang terbuka akan menjamin sirkulasi sistemik
lebih baik. Pada transposisi arteri besar, meskipun bukan merupakan lesi yang bergantung duktus
arteriosus, duktus arteriosus yang terbuka akan memperbaiki percampuran darah.
Pada pasien yang mengalami syok kardiogenik harus segera diberikan pengobatan yang
agresif dan pemantauan invasif. Oksigen harus segera diberikan dengan memakai sungkup atau
kanula hidung. Bila ventilasi kurang adekuat harus dilakukan intubasi endotrakeal dan bila perlu
dibantu dengan ventilasi mekanis. Prostaglandin E1 0,1 mg/kg/menit dapat diberikan untuk
melebarkan kembali dan menjaga duktus arteriosus tetap terbuka. Obat-obatan lain seperti
inotropik, vasodilator dan furosemid diberikan dengan dosis dan cara yang sama dengan
tatalaksana gagal jantung.
Pada pasien PJB dengan gagal jantung , tata laksana yang ideal adalah memperbaiki
kelainan struktural jantung yang mendasarinya. Pemberian obat-obatan bertujuan untuk
memperbaiki perubahan hemodinamik, dan harus dipandang sebagai terapi sementara sebelum
tindakan definitif dilaksanakan.
7
Pengobatan gagal jantung meliputi (1) penatalaksanaan umum yaitu istirahat, posisi
setengah duduk, pemberian oksigen, pemberian cairan dan elektrolit serta koreksi terhadap
gangguan asam basa dan gangguan elektrolit yang ada. Bila pasien menunjukkan gagal napas,
perlu dilakukan ventilasi mekanis (2) pengobatan medikamentosa dengan menggunakan obat-
obatan. Obat-obat yang digunakan pada gagal jantung antara lain (a) obat inotropik seperti
digoksin atau obat inotropik lain seperti dobutamin atau dopamin. Digoksin untuk neonatus
misalnya, dipakai dosis 30 mg/kg. Dosis pertama diberikan setengah dosis digitalisasi, yang
kedua diberikan 8 jam kemudian sebesar seperempat dosis sedangkan dosis ketiga diberikan 8
jam berikutnya sebesar seperempat dosis. Dosis rumat diberikan setelah 8-12 jam pemberian
dosis terakhir dengan dosis seperempat dari dosis digitalisasi. Obat inotropik isoproterenol
dengan dosis 0,05-1 mg/kg/menit diberikan bila terdapat bradikardia, sedangkan bila terdapat
takikardia diberikan dobutamin 5-10 mg/kg/menit atau dopamin bila laju jantung tidak begitu
tinggi dengan dosis 2-5 mg/kg/menit. Digoksin tidak boleh diberikan pada pasien dengan perfusi
sistemik yang buruk dan jika ada penurunan fungsi ginjal, karena akan memperbesar
kemungkinan intoksikasi digitalis. (b) vasodilator, yang biasa dipakai adalah kaptopril dengan
dosis 0,1-0,5 mg/kg/hari terbagi 2-3 kali per oral. Terakhir (c) diuretik, yang sering digunakan
adalah furosemid dengan dosis 1-2 mg/kg/hari per oral atau intravena.
BEDAH JANTUNG
Kemajuan dalam bidang perinatologi memungkinkan bayi dengan keadaan umum yang
buruk dapat bertahan hidup. Sementara itu perkembangan teknologi diagnostik telah mampu
mendeteksi kelainan jantung secara dini pada bayi baru lahir, bahkan sejak dalam kandungan
dengan ekokardiografi janin. Didalam bidang bedah jantung, kemampuan untuk melakukan
operasi ditunjang oleh (1) teknologi pintas jantung-paru yang sudah semakin aman untuk bayi
dengan berat badan yang rendah, (2) tersedianya instrumen yang diperlukan, (3) perbaikan
kemampuan unit perawatan intensif pasca bedah, dan (4) pengalaman tim dalam mengerjakan
kasus yang rumit.
Pada prinsipnya penanganan penyakit jantung bawaan harus dilakukan sedini mungkin.
Koreksi definitif yang dilakukan pada usia muda akan mencegah terjadinya distorsi pertumbuhan
jantung, juga mencegah terjadinya hipertensi pulmonal. Operasi paliatif saat ini masih banyak
dilakukan dengan tujuan memperbaiki keadaan umum, sambil menunggu saat operasi korektif
8
dapat dilakukan. Namun tindakan paliatif ini seringkali menimbulkan distorsi pertumbuhan
jantung, disamping pasien menghadapi risiko operasi dua kali dengan biaya yang lebih besar
pula. Oleh karena itu terus dilakukan upaya serta penelitian agar operasi jantung dapat dilakukan
pada neonatus dengan lebih aman.
Kecenderungan di masa mendatang adalah koreksi definitif dilakukan pada neonatus.
Bentuk operasi paliatif yang sering dikerjakan pada penyakit jantung bawaan antara lain (1)
Banding arteri pulmonalis. Prosedur ini dilakukan dengan memasang jerat pita dakron untuk
memperkecil diameter arteri pulmonalis. Banding arteri pulmonalis dilakukan pada kasus dengan
aliran pulmonal yang berlebihan akibat pirau dari kiri ke kanan di dalam jantung seperti pada
defek septum ventrikel besar, ventrikel kanan jalan keluar ganda tanpa stenosis pulmonal, defek
septum atrioventrikular, transposisi arteri besar, dan lain-lain. (2) Pirau antara sirkulasi sistemik
dengan pulmonal. Prosedur ini dilakukan pada kelainan dengan aliran darah paru yang sangat
berkurang sehingga saturasi oksigen rendah, anak menjadi biru dan sering disertai asidosis.
Jenis-jenis operasi pirau antara lain: (a) Blalock-Taussig klasik, yaitu membebaskan
arteri subklavia dan menyambungkannya ke arteri pulmonalis kiri atau kanan, (b) Modifikasi
Blalock-Taussig, memasang pipa Gore-Tex antara arteri subklavia dengan arteri pulmonalis
kanan atau kiri, (c) Pirau sentral, membuat hubungan antara aorta dengan arteri pulmonalis
(Waterson, Potts, dengan Gore-Tex) dan (d) Pirau antara vena kava superior dengan arteri
pulmonalis (Glenn shunt atau bidirectional cavo-pulmonary shunt). (3) Septostomi atrium.
Prosedur ini dilakukan pada bayi sampai usia 3 bulan, yakni dengan kateter balon melalui vena
femoralis. Tindakan ini dapat dilakukan di ruang perawatan intensif dengan bimbingan
ekokardiografi, atau dapat juga dikerjakan di ruangan kateterisasi jantung.
Pada anak yang lebih besar, tindakan ini dilakukan menurut metode Blalock-Hanlon.
Septostomi atrium dilakukan pada transposisi arteri besar untuk menambah percampuran darah,
pada anomaly parsial drainase v. pulmonalis untuk mengurangi bendungan v. pulmonalis, dan
pada atresia tricuspid untuk mengurangi bendungan vena sistemik. Kemajuan yang pesat dalam
pembedahan memungkinkan dilakukannya tindakan korektif pada penyakit jantung bawaan.
Tindakan pembedahan korektif ini terutama dilakukan setelah ditemukan rancang-bangun
oksigenator yang aman, khususnya pada bayi kecil. Metode yang banyak dipakai adalah “henti
sirkulasi”, sehingga lapangan operasi menjadi bersih dari genangan darah dan tidak terganggu
oleh kanula vena. Ada beberapa kelainan jantung bawaan yang memerlukan pembedahan
9
korektif pada usia neonatus misalnya anomali total drainase vena pulmonalis dengan obstruksi,
transposisi tanpa defek septum ventrikel, trunkus arteriosus dengan gagal jantung. Sebagian lagi
pembedahan dapat ditunda sampai usia lebih besar, atau memerlukan operasi paliatif untuk
menunggu saat yang tepat untuk koreksi.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit jantung bawaan antara lain :
1. Sindrom Eisenmenger
Komplikasi ini terjadi pada PJB non-sianotik yang menyebabkan aliran darah ke paru
yang meningkat. Akibatnya lama kelamaan pembuluh kapiler di paru akan bereaksi
dengan meningkatkan resistensinya sehingga tekanan di arteri pulmonal dan di ventrikel
kanan meningkat. Jika tekanan di ventrikel kanan melebihi tekanan di ventrikel kiri maka
terjadi pirau terbalik dari kanan ke kiri sehingga anak mulai sianosis. Tindakan bedah
sebaiknya dilakukan sebelum timbul komplikasi ini.
2. Serangan sianotik
Komplikasi ini terjadi pada PJB sianotik. Pada saat serangan anak menjadi lebih biru dari
kondisi sebelumnya, tampak sesak bahkan dapat timbul kejang. Kalau tidak cepat
ditanggulangi dapat menimbulkan kematian.
3. Abses otak
Abses otak biasanya terjadi pada PJB sianotik. Biasanya abses otak terjadi pada anak
yang berusia di atas 2 tahun. Kelainan ini diakibatkan adanya hipoksia dan melambatnya
aliran darah di otak. Anak biasanya datang dengan kejang dan terdapat defisit neurologis.
10
Pembagian PJB
Akibat yang tampak dari kelainan, maka pembagian berdasarkan golongan PJB dengan sianosis
dan golongan PJB tanpa sianosiS
Penyakit Jantung Bawaan Sianosis
Sianosis adalah manifestasi klinis tersering dari PJB simptomatik pada neonatus. Sianosis
tanpa disertai gejala distress nafas yang jelas hampir selalu akibat PJB, sebab pada kelainan
parenkim paru yang sudah sangat berat saja yang baru bisa memberikan gejala sianosis dengan
demikian selalu disertai gejala distress nafas yang berat.
Pada neonatus normal, pelepasan oksigen ke jaringan harus sesuai dengan kebutuhan
metabolismenya. Jumlah oksigen yang dilepaskan ke jaringan bergantung kepada aliran darah
sistemik, kadar hemoglobin dan saturasi oksigen arteri sistemik. Pada saat lahir, kebutuhan
oksigen meningkat sampai 3 kali lipat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme agar
menghasilkan energy untuk bernafas dan termoregulasi. Untuk itu diperlukan peningkatan aliran
darah sistemik 2 kali lipat dan saturasi oksigen 25% sehingga pelepasan dan peningkatan oksigen
di jaringan juga meningkat sesuai kebutuhan. Sianosis perifer (acrocyanosis) sering dijumpai
pada neonatus, hal ini akibat tonus vasomotor perifer yang belum stabil. Tampak warna kebiruan
pada ujung jari tangan dan kaki serta daerah sekitar mulut, disertai suhu yang dibawah normal
dan hiperoksia tes menunjukkan hasil yang negatif.
Pada neonatus dengan PJB sianosis, tidak mampu meningkatkan saturasi oksigen arteri
sistemik, justru sangat menurun drastis saat lahir, sehingga pelepasan dan pengikatan oksigen di
jaringan menurun. Kondisi ini bila tidak segera diatasi mengakibatkan metabolisme anaerobik
dengan akibat selanjutnya berupa asidosis metabolic, hipoglikemia, hipotermia dan kematian.
Sianosis sentral akibat jantung bawaan (cardiac cyanosis) yang disertai penurunan aliran
darah ke paru oleh karena ada hambatan pada jantung kanan, yaitu katup tricuspid atau arteri
pulmonalis. Kondisi ini mengakibatkan kegagalan proses oksigenasi darah di paru sehingga
darah dengan kadar oksigen yang rendah akan beredar ke sirkulasi arteri sistemik melalui
foramen ovale atau VSD (pada tetralogi fallot). Seluruh jaringan tubuh akan mengalami hipoksia
dan menimbulkan gejala klinis berupa sianosis sentral tanpa gejala gangguan pernafasan.
Kesulitan akan timbul, bila sianosis disertai tanda-tanda distress pernafasan. Terdapatnya anemia
11
berat mengakibatkan jumlah Hb yang tereduksi tidak cukup menimbulkan gejala sianosis.
Adanya pigmen yang gelap sering mengganggu sianosis sentral yang berderajat ringan akibat
PJB.
Beberapa kondisi klinis yang memberikan dugaan cardiac cyanosis pada neonatus dan
sudah merupakan alasan yang cukup untuk merujuk ke rumah sakit yang lebih lengkap, didasari
beberapa alasan tambahan sebagai berikut :
1. Hipoksemia sistemik menimbulkan gejala sianosis sentral.
2. Sianosis sentral akibat PJB tidak timbul segera setelah lahir.
3. Sianosis sentral tidak tampak selama saturasi oksigen arteri masih diatas 85 mmHg.
4. Sianosis sentral dengan frekuensi pernafasan yang cepat (hiperventilasi) tanpa disertai
pernafasan cuping hidung dan retraksi ruang iga serta kadar CO2 yang rendah.
5. Sianosis sentral dengan tes hiperoksia positif.
6. Harus dicari apakah aliran darah sistemik berasal dari ventrikel kanan atau kiri, adanya
duktus yang masih terbuka mengakibatkan aliran darah aorta asenden dan desenden
berasal dari ventrikel yang tidak sama. Pada kondisi ini diperlukan pemasangan pulse
oxymetri pada tangan kanan dan kaki.
Penyakit Jantung Bawaan Non Sianosis
Pada neonatus normal, saat lahir masih disertai tahanan arteri pulmonalis yang tinggi.
Setelah 4-12 minggu terjadi penurunan tahanan arteri pulmonalis sampai menuju nilai normal.
Pada neonatus dengan PJB non sianotik, selama tahanan arteri pulmonalis masih tinggi, defek
jantung yang ada belum menimbulkan perubahan aliran darah dari sistemik ke paru. Setelah 4-12
minggu postnatal, pada saat terjadi penurunan tahanan arteri pulmonalis sampai menuju nilai
normal, defek jantung yang akan menimbulkan perubahan aliran darah yaitu yang seharusnya ke
sistemik berubah menuju ke paru. Pada saat inilah baru terjadi pirau kiri ke kanan disertai gejala
klinis berupa mulai terdengarnya bising sampai gagal jantung dengan gejala utama takipnea.
Harus dibedakan takipnea akibat PJB dan akibat kelainan parenkim paru, takipnea akibat
PJB non sianosis pada neontaus baru timbul bila peningkatan aliran darah ke paru sampai lebih
2,5 kali aliran normal. Takipnea akibat penyakit paru pada neonatus sudah timbul walaupun
12
peningkatan aliran darah ke paru masih ringan-ringan saja. Adanya penyakit pada paru akan
memperjelas gejala takipnea pada PJB usia neonatus.
Peningkatan aliran darah ke paru mengakibatkan peningkatan tekanan prekapiler di paru
dan aliran limfatik sehingga terjadi peningkatan cairan intersisial di parenkim paru dan terutama
di peribronkhial. Hal ini mengakibatkan penurunan fungsi bronkioli dan terjadi penurunan aliran
udara serta peningkatan tekanan udara, kondisi ini meningkatkan work of breathing dan
terdengarnya wheezing expiratoir.
PJB asianotik dapat diklasifikasikan berdasarkan fisiologi beban pengisian (load) jantung
predominan, sebagian besar kelainan akan meningkatkan beban volume (volume load), yaitu dari
kelompok PJB asianotik dengan pirau kiri ke kanan (misalnya VSD, ASD, AVSD, dan PDA).
Kelompok kedua adalah penyakit jantung bawaan dengan peningkatan beban tekanan (pressure
load), yang sebagian besar merupakan bentuk kelainan obstruktif sekunder dari sirkulasi
ventrikuler (misalnya stenosis pulmonal dan stenosis aorta) atau penyempitan salah satu arteri
besar (misalnya koarktasio aorta).
Defek Septum Atrium
Definisi
Defek Septum Atrium (Atrial Septal Defect=ASD) merupakan kelainan jantung bawaan
akibat adanya lubang pada septum interatrial.
Berdasrkan letak lubang, defek septum atrium dibagi atas 3 tipe yaitu : 1) Defek septum
atrium sekundum, bila lubang terletak di daerah fossa ovalis; 2) Defek septum primum, bila
lubang terletak di daerah ostium primum (termasuk salah satu bentuk defek septum
atrioventrikuler); 3) Defek sinus venosus, bila lubang terletak didaerah sinus venosus (dekat
muara vena kavasuperior atau inferior).
13
Angka Kejadian
Defek septum atrium sekundum merupakan 7-10% dari seluruh kelainan jantung bawaan,
dan lebih sering dijumpai pada wanita (2 kali pria).
Defek septum atrium primum hanya 3% dari seluruh kelainan jantung bawaan, sedang
defek sinus venosus hanya 15% dari defek interatrium.
Permasalahan
Defek septum atrium sering tidak ditemukan pada pemeriksaan rutin karena keluhan baru
timbul pada dekade 2-3 dan bising yang terdengar tidak keras. Pada kasus dengan aliran pirau
yang besar keluhan cepat lelah timbul lebih awal. Gagal jantung pada neonatus hanya dijumpai
pada ± 2% kasus. Sianosis terlihat bila telah terjadi penyakit vascular paru (sindrom
Eisenmenger).
Etiologi
Sulit ditentukan, terjadi akibat interaksi genetik yang multi faktorial dan sistem
lingkungan, sehingga sulit untuk ditentukan satu penyebab spesifik.
Patofisiologi
Darah dari atrium kiri masuk ke atrium kanan sehingga beban pada ventrikel kanan, arteri
pulmonalis, kapiler paru, atrium kanan meningkat. Tahanan arteri pulmonalis naik sehingga
14
terjadi perbedaan tekanan ventrikel kanan dan arteri pulmonalis sehingga menyebab terjadinya
bising sistolik (bising stenosis relative katup pulmonal). Lama-kelamaan terjadi peningkatan
tekanan ventrikel kanan yang permanen.
Manifestasi Klinik
- Asimtomatik
- Sesak nafas dan rasa capek
- Infeksi nafas yang berulang
- Sesak pada saat aktivitas dan berdebar-debar akibat takiaritmia atrium
- Pertumbuhan fisik normal
Pemeriksaan Fisik
Penderita defek septum atrium seringkali disertai bentuk tubuh yang tinggi dan kurus,
dengan jari-jari tangan dan kaki yang panjang. Aktivitas ventrikel kanan meningkat, dan tak
teraba thrill. Bunyi jantung satu mengeras, bunyi jantung kedua terpisah lebar dan tak mengikuti
variasi pernafasan (wide fixed split). Bila terjadi hipertensi pulmonal, komponen pulmonal bunyi
jantung kedua mengeras dan pemisahan kedua komponen tidak lebar. Terdengar bising sistolik
ejeksi yang halus di sela iga II parasternal kiri. Bising mid-diastolik mungkin terdengar di sela
iga IV parasternal kiri, sifatnya mengenderang dan meningkatkan dengan inspirasi. Bising ini
terjadi akibat aliran melewati katup tricuspid yang berlebihan, pada defek yang besar dengan
rasio aliran pirau interatrial lebih dari 2. Bising pansistolik regurgitasi mitral dapat terdengar di
daerah apeks dan defek septum atrium primum dengan celah pada katup mitral atau pada defek
septum atrium sekundum ruang disertai disertai prolaps katup mitral.
Elektrokardiogram
Pada elektrokardiogram umumnya terlihat deviasi sumbu QRS ke kanan, hipertrofi
ventrikel kanan, dan right bundle branch block (RBBB). Pemanjangan interval PR dan deviasi
sumbu QRS ke kiri mengarah pada kemungkinan defek septum atrium primum. Bila sumbu
gelombang P negative, maka dipikirkan kemungkinan defek sinus venosus.
15
Foto Thorak
Terlihat kardiomegali akibat pembesaran atrium dan ventrikel kanan. Segmen pulmonal
menonjol dan vaskularisasi paru meningkat. Pada kasus lanjut dengan hipertensi pulmonal,
gambaran vaskularisasi paru berkurang di daerah tepi (pruned tree).
Ekokardiogram
Ekokardiogram M-mode memperlihatkan dilatasi ventrikel kanan dan septum
interventrikuler yang bergerak paradox. Ekokardiografi 2 dimensi dapat memperlihatkan lokasi
dan besarnya defek interatrial. Prolaps katup mitral dan regurgitasi sering tampak pada defek
septum atrium yang besar.
Posisi katup mitral dan tricuspid sama tinggi dengan defek septum atrium primum dan
bila ada celah pada katup mitral juga dapat terlihat.
Kateterisasi Jantung
Katerisasi jantung dilakukan bila defek interatrial pada ekokardiogram tak jelas terlihat
atau bila terdapat hipertensi pulmonal.
16
Penatalaksanaan
Bedah penutupan defek septum atrium dilakukan bila rasio aliran pulmonal terhadap
aliran sistemik lebih dari 2. Bila pemeriksaan klinis dan elektrokardiografi sudah dapat
memastikan adanya defek septum atrium dengan aliran pirau yang bermakna, maka penderita
dapat diajukan untuk dioperasi tanpa didahului pemeriksaan katerisasi jantung. Bila telah terjadi
hipertensi pulmonal dan penyakit vascular paru, serta pada katerisasi jantung didapatkan tahanan
arteri pulmonalis lebih dari 10 U yang tidak responsive dengan pemberian oksigen 100%, maka
penutupan defek septum atrium merupakan kontraindikasi.
Defek Septum Ventrikel
Definisi
Defek septum ventrikel (Ventricular Septal Defect=VSD) adalah kelainan jantung
bawaan berupa lubang pada septum interventrikular. Lubang tersebut dapat hanya 1 atau lebih
yang terjadi akibat kegagalan fusi septum interventrikular semasa janin dalam kandungan.
Berdasarkan lokasi lubang, VSD diklasifikasikan dalam 3 tipe, yaitu : 1) perimembranus,
bila lubang terletak didaerah septum membranus dan sekitar; 2) subarterial doubly commited,
bila lubang terletak didaerah septum infundibular; 3) muskuler, bila lubang terletak didaerah
suptum muskuler inlet, outlet ataupun trabekuler.
17
Angka Kejadian
VSD merupakan kelainan jantung bawaan yang tersering dijumpai yaitu, 33% dari
seluruh kelainan jantung bawaan. Di Indonesia, khususnya di Rumah Sakit Jantung Harapan
Kita, tipe membranus adalah yang terbanyak ditemukan (60%), kedua adalah subarterial (37%)
dan yang terjarang adalah tipe muskuler (3%).
Permasalahan
Adanya lubang pada septum interventrikular memungkinkan terjadinya aliran dari
ventrikel kiri ke ventrikel kanan, sehingga aliran darah yang ke paru bertambah.
Persentasi klinis tergantung besarnya aliran pirau melewati lubang VSD serta besarnya
tahanan pembuluh darah paru. Pada usia tahun pertama (terutama 6 bulan pertama), besar aliran
pirau dapat berubah-ubah sesuai dengan penurunan tekanan pembuluh darah akibat maturasi
paru yang berlangsung cepat pada periode tersebut. Penurunan maksimal biasanya terjadi pada
usia 1-6 minggu, tapi kadang-kadang baru terjadi pada usia 12 minggu. Aliran pirau dari kiri ke
kanan akan bertambah dengan menurunnya tahanan pembuluh paru, sehingga gagal jantung pada
bayi dengan VSD yang besar biasanya terjadi pada usia 2-3 bulan.
18
Bila aliran pirau kecil umumnya tidak menimbulkan keluhan, tetapi bila besar akan
menimbulkan keluhan seperti kesulitan waktu makan atau minum karena cepat lelah atau sesak
dan sering mengalami batuk serta infeksi berulang. Ini mengakibatkan pertumbuhan yang
lambat.
Dalam perjalanannya, beberapa tipe VSD dapat menetap spontan (tipe perimembranus
dan muskuler), terjadi hipertensi pulmonal hipertrofi infundibulum, atau prolaps katup aorta
yang disertai regurgitasi (tipe subarterial dan perimembranus).
Pemeriksaan Fisik
Penderita VSD dengan aliran pirau yang besar biasanya terlihat takipnue. Akativitas
ventrikel kiri meningkat dan dapat teraba thrill sistolik. Komponen pulmonal bunyi jantung
kedua mengeras bila telah terjadi hipertensi pulmonal. Terdengar bising holosistolik yang keras
disela iga 3-4 parasternal kiri yang menyebar sepanjang parasternal dan apeks. Pada aliran pirau
yang besar, dapat terdengar bising mid-diasistolik di daerah katup mitral akibat aliran yang
berlebihan. Tanda-tanda gagal jantung kongesti dapat ditemukan pada bayi atau anak dengan
pirau yang besar.
Bila telah terjadi penyakit vesikuler paru dan sindrom Eisenmenger, penderita tampak
sianosis dengan jari-jari berbentuk tabuh, bahkan mungkin disertai tanda-tanda gagal jantung
kanan.
Foto Thorak
Terlihat kardiomegali akibat pembesaran ventrikel kiri, kecuali bila telah terjadi penyakit
vascular paru dimana terdapat gambaran pruned tree yang disertai penonjolan arteri pulmonalis.
19
Elektrokardiogram
Hipertrofi ventrikel kiri dan mungkin hipertrofi atrium kiri akan terlihat pada
elektrokardiogram. Bila terdapat hipertrofi kedua ventrikel dan deviasi sumbu QRS ke kanan
maka perlu dipikirkan adanya hipertensi pulmonal atau hipertrofi infundibulum ventrikel kanan.
Ekokardiogram
Dengan ekokardiogram M-mode dapat diukur dimensi atrium kiri dan ventrikel kiri.
Dengan pemeriksaan ekokardiografi 2 dimensi dapat dideteksi dengan tepat ukuran dan lokasi
defek septum ventrikel. Perlu diperhatikan apakah ada daun katup aorta yang prolaps dan
aneurisma septum membranus mungkin juga dapat terlihat.
Dengan pemeriksaan ekokardiografi berwarna dan Doppler dapat dipastikan arah dan
besarnya aliran melewati defek tersebut (rasio aliran ke paru dan ke sistemik=Qp/Qs). Tingginya
tekanan arteri pulmonalis dan perbedaan tekanan antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis
pada hipertrofi infundibulum juga dapat diukur.
20
Katerisasi Jantung
Pemeriksaan katerisasi jantung pada anak dengan VSD dilakukan secara elektif pada
penderita dengan tanda-tanda hipertensi pulmonal. Tes pemberian oksigen 100% dilakukan
untuk menilai reversibilitas vaskuler paru. Rasio aliran ke paru dan sistemik (Qp/Qs) serta
tahanan pembuluh darah paru dapat diukur dan ini penting untuk menentukan indikasi dan
kontraindikasi operasi.
Angiografi ventrikel kiri dilakukan untuk melihat jumlah dan lokasi VSD, sedangkan
angiografi aorta untuk melihat adanya kemungkinan prolaps katup aorta dan regurgitasi.
Penatalaksanaan
Pertama-tama setelah diagnosis VSD ditegakkan, secara kualitatif besar aliran pirau dapat
ditentukan dengan petunjuk “Klinis, Elektrokardiografi dan Radiologi (KER)”.
Bila ditemukan pada bayi usia kurang dari 1 tahun, maka perlu dikontrol secara periodik
setiap bulan sampai umur 1 tahun, mengingat besar aliran pirau dapat berubah akibat resistensi
paru yang terus mengalami penurunan. Bila terdapat gagal jantung (biasanya KER:MB-B) maka
perlu diberikan obat-obat seperti digitalis, diuretik atau vasodilator. Setelah usia 1 tahun
penderita dapat dikontrol setiap 3 bulan sekali.
Bila gagal jantung tidak dapat teratasi dengan medikamentosa dan pertumbuhan terlihat
terlambat maka sebaiknya dilakukan tindakan paiatif bedah pulmonary artery banding untuk
mengurangi aliran yang berlebih ke paru atau langsung penutupan VSD bila berat badan anak
mengizinkan. Hal ini tentunya tergantung pada pengalaman dan kemampuan pusat bedah jantung
setempat. Bila gagal jantung dapat teratasi dan anak tumbuh baik maka katerisasi jantung dan
bedah penutupan VSD dilakukan setelah anak berumur 3-4 tahun (kemungkinan nilai KER
menetap atau menurun).
21
Duktus Arteriosus Persisten
Definisi
Duktus Arteriosus Persisten (PDA) adalah duktus arteriosus yang tetap terbuka setelah
bayi lahir. Kelainan ini merupakan 7% dari seluruh penyakit jantung bawaan. PDA ini sering
dijumpai pada bayi prematur, insidennya bertambah dengan berkurangnya masa gestasi.
Anatomi dan Hemodinamik
Sebagian besar kasus PDA menghubungkan aorta dengan pangkal arteri pulmonal kiri. Bila
arkus aorta di kanan, maka duktus terdapat di sebelah kiri, jarang duktus terletak di kanan
bermuara ke arteri pulmonalis kanan.
Pada bayi baru lahir, setelah beberapa kali pernapasan pertama, resistensi vaskular paru
menurun dengan tajam. Dengan ini maka duktus akan berfungsi sebaliknya, bila semula
mengalirkan darah dari arteri pulmonalis ke aorta, sekarang ia mengalirkan darah dari aorta ke
arteri pulmonalis. Dalam keadaan normal duktus mulai menutup, dan dalam beberapa jam secara
22
fungsional sudah tidak terdapat lagi arus darah dari aorta ke arteri pulmonalis. Apabila duktus
tetap terbuka, maka terjadi keseimbangan antara aorta dan arteri pulmonalis, apabila resistensi
vaskular paru terus menurun maka pirau dari aorta ke arah arteri pulmonalis makin meningkat.
Pada auskultasi pirau yang bermakna akan memberikan bising sistolik setelah bayi berusia
beberapa hari, sedang bising kontinu yang khas biasanya terdengar setelah bayi berusia 2
minggu.
Dengan tetap terbukanya duktus, maka darah yang seharusnya mengalir ke seluruh tubuh
akan kembali memenuhi pembuluh paru-paru. Besar-kecilnya bukaan pada duktus
mempengaruhi jumlah darah yang mengalir balik ke paru-paru.
PDA umumnya ditemui pada bayi-bayi yang lahir prematur, juga pada bayi normal dengan
perbandingan 1 kasus dari 2500 - 5000 kelahiran setiap tahunnya.
PDA pada bayi aterm
Ketika seorang bayi aterm menderita PDA, dinding dari duktus arteriosus kekurangan
lapisan endotel dan lapisan muskular media.
PDA pada bayi preterm/prematur
PDA pada bayi prematur, seringnya mempunyai struktur duktus yang normal. Tetap
terbukanya duktus arteriosus terjadi karena hipoksia dan imaturitas.
Bayi yang lahir prematur (<37 minggu >DAP. Makin muda usia kehamilan, makin besar
pula presentase PDA oleh karena duktus dipertahankan tetap terbuka oleh prostaglandin yang
kadarnya masih tinggi, karena memang belum waktunya bayi lahir. Karena itu PDA pada bayi
prematur dianggap sebagai developmental patent ductus arteriosus, bukan structural patent
ductus arteriosus seperti pada bayi cukup bulan.
Pada bayi prematur dengan penyakit membran hialin (sindrom gawat napas akibat
kekurangan surfaktan, yakni zat yang mempertahankan agar paru tidak kolaps), PDA sering
bermanifestasi setelah sindrom gawat napasnya membaik. Bayi yang semula sesaknya sudah
berkurang menjadi sesak kembali disertai takhipnue dan takikardi.
23
Etiologi
Berkembangnya paru pada waktu lahir dan perubahan tekanan oksigen darah pada waktu
yang sama merupakan faktor yang sudah pasti. Bagaimana kontraksi duktus terjadi hingga kini
belum diketahui secara pasti. Juga faktor turunan, infeksi memegang peranan penting. Rubella
dikenal sebagai salah satu penyebab.
Insidensi
Wanita lebih sering terkena 2-3 kali lebih banyak dari pria.
Lebih sering terjadi pada bayi kurang bulan, 20% pada bayi prematur lebih dari 32
minggu masa kehamilan, 60% pada bayi kurang dari 28 minggu masa kehamilan.
Patofisiologi
Oleh karena tekanan aorta yang lebih tinggi, maka ada pirau dari kiri ke kanan melalui
duktus arteriosus, yaitu dari aorta ke arteri pulmonal. Luasnya pirau tersebut tergantung dari
ukuran PDA dan rasio dari resistensi pembuluh darah paru-paru dan sistemik. Pada kasus yang
ekstrim, 70% darah yang dipompa ventrikel kiri akan mengalir melalui PDA ke sirkulasi
pulmonal. Jika ukuran PDA kecil, tekanan antara arteri pulmonal, ventrikel kanan, dan atrium
kanan normal. Jika PDA besar, tekanan arteri pulmonal dapat meningkat baik pada waktu sistol
dan diastol. Pasien dengan PDA yang besar mempunyai resiko tinggi terjadinya berbagai
komplikasi. Tekanan nadi yang tinggi disebabkan karena lolosnya darah ke arteri pulmonal
ketika fase diastol.
Gambaran Klinis
Bising sering ditemukan secara kebetulan pada anak tanpa keluhan. Pada anak lain
infeksi saluran nafas residif serta cepat lelah merupakan keluhan yang timbul. Gagal jantung
pada masa bayi hanya terjadi pada pirau kiri ke kanan yang besar. Pertumbuhan badan umumnya
normal, hanya pada pirau besar terjadi gangguan. Ujung-ujung jari hiperemik khususnya pada
pirau besar, sebagai akibat vasodilatasi pembuluh darah tepi. Kerja jantung hiperdinamik terlihat
pada apeks.
24
PDA kecil
Biasanya asimptomatik dengan tekanan darah dan tekanan nadi normal. Jantung tidak
membesar. Kadang terasa getaran bising disela iga ke-2 sternum. Terdapat bising kontinu
(continous murmur, machinery murmur) yang khas untuk PDA di daerah subklavia kiri.
Gambaran radiologis dan EKG biasanya dalam batas normal. Pemeriksaan ekokardiografi
tidak menunjukkan adanya pembesaran ruang jantung atau arteri pulmonalis.
PDA sedang
Gejala biasa timbul pada usia 2-5 bulan tetapi tidak berat. Pasien mengalami kesulitan
makan, sering menderita infeksi saluran nafas namun biasanya berat badan masih dalam batas
normal. Anak lebih mudah lelah tetapi masih dapat mengikuti permainan.
Pada pemeriksaan fisik frekuensi nafas sedikit lebih cepat dibanding anak normal. Bila nadi
radialis diraba dan bila diukur tekanan darahnya, akan dijumpai pulsus seler, tekanan nadi lebih
dari 40 mmHg. Teraba getaran bising didaerah sela iga 1-2 parasternal kiri dan bising kontinu di
sela iga 2-3 dari parasternal kiri yang menjalar ke daerah sekitarnya. Bising middiastolik di
apeks sering dapat didengar akibat bertambahnya pengisian cepat ventrikel kiri (stenosis mitral
relatif).
Pada foto toraks jantung membesar (terutama ventrikel kiri), vaskularisasi paru yang
meningkat, dan pembuluh darah hilus membesar. EKG menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri
dengan atau tanpa dilatasi atrium kiri.
PDA besar
Gejala tampak berat sejak minggu-minggu pertama kehidupan. Pasien tidak nafsu makan
sehingga berat badan tidak bertambah. Tampak dispnue dan takhipnue dan banyak berkeringat
bila minum. Pada pemeriksaan tidak teraba getaran bising sistolik dan pada auskultasi terdengar
bising kontinu atau bising sistolik. Bising middiastolik terdengar di apex karena aliran darah
berlebihan melalui katup mitral (stenosis mitral relatif). Bunyi jantung ke-2 tunggal dan keras.
Gagal jantung mungkin terjadi dan biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian bawah.
25
Semua penderita DAP besar yang tidak dilakukan operasi biasanya menderita hipertensi
pulmonal.
Pada foto toraks dijumpai pembesaran ventrikel kanan dan kiri, di samping pembesaran
arteri pulmonalis dan cabang-cabangnya. Pada EKG tampak hipertrofi biventrikular dengan
dominasi aktivitas ventrikel kiri dan dilatasi atrium kiri.
PDA besar dengan hipertensi pulmonal.
Pasien dengan PDA besar apabila tidak diobati akan berkembang menjadi hipertensi
pulmonal akibat penyakit vaskular paru, yakni suatu komplikasi yang ditakuti. Komplikasi ini
dapat terjadi pada usia kurang dari satu tahun, namun jauh lebih sering terjadi pada tahun ke-2
atau ke-3. Komplikasi ini berkembang secara progresif sehingga akhirnya irreversible, dan pada
tahap tersebut operasi korektif tidak dapat dilakukan.
Pemeriksaan Fisik
Palpasi, aktivitas ventrikel kiri bertambah pada apeks kordis. Teraba getaran bising di
sela iga II kiri, fosa suprasternalis. Tanda khas pada denyut nadi berupa pulsus seler atau “water
hammer pulse”. Hal ini terjadi akibat kebocoran darah dari aorta pada waktu systole maupun
diastole, sehingga didapatkan tekanan nadi yang besar.
Auskultasi, bunyi jantung pertana sering normal, diikuti systolic click. Bunyi jantung
kedua selalu keras, terkeras di sela iga II kiri. Machinery murmur (khas pada PDA) terkeras di
sela iga II kiri; bising pada fase systole bersifat kresendo dengan puncak pada bunyi jantung II
sedangkan bising pada fase diastole bersifat dekresendo, terbaik terdengar pada posisi berbaring;
sifat, tempat dan intensitas bising tidak dipengaruhi respirasi. Besarnya curah sekuncup jantung
kiri ditandai oleh adanya bising fungsional. Pada permulaan terdapat MS (stenosis mitral)
relative sebagai akibat bertambahnya aliran darah yang melalui katup normal, kemudian diikuti
oleh katup aorta.
26
Penatalaksanaan
Ada beberapa metode pangobatan yang biasanya diterapkan tim medis untuk mengatasi
gangguan fungsi jantung pada PDA, dan sangat bergantung dari ukuran bukan pada duktus dan
yang utama usia pasien. Tidak diperlukan pembatasan aktivitas jika tidak terdapat hipertensi
pulmonal.
Pada bayi prematur, duktus arteriosus sering menutup sendiri pada minggu pertama
setelah lahir. Pada bayi aterm, duktus arteriosus akan menutup dalam beberapa hari pertama
setelah lahir. Jika duktus tidak menutup dan menimbulkan masalah, obat-obatan dan tindakan
bedah dibutuhkan untuk menutup duktus arteriosus.
a. Medikamentosa
Dapat menggunakan antiinflamasi nonsteroid (AINS), seperti ibuprofen atau
indometasin, untuk membantu penutupan duktus arteriosus pada bayi prematur sebelum usia 10
hari. AINS memblok prostaglandin yang mempertahankan duktus arteriosus tetap terbuka. Pada
bayi prematur dengan PDA dapat diupayakan terapi farmakologis dengan memberikan
indometasin intravena atau peroral dosis 0,2 mg/kgBB dengan selang waktu 12 jam diberikan 3
kali. Terapi tersebut hanya efektif pada bayi prematur dengan usia kurang dari satu minggu, yang
dapat menutup duktus pada kurang lebih 70% kasus, meski sebagian akan membuka kembali.
Pada bayi prematur yang berusia lebih dari satu minggu indometasin memberikan respon yang
lebih rendah. Pada bayi aterm terapi ini tidak efektif.
Tabel Dosis Indomethacin
Indomethacin Dosing Guidelines (mg/kg)
Age At Dose 1
Dose 1 Dose 2 Dose 3
< 48 h 0.2 0.1 0.12–7 days 0.2 0.2 0.2> 7 days 0.2 0.25 0.25
27
Bila usaha penutupan dengan medikamentosa ini gagal dan gagal jantung kongestif
menetap, bedah ligasi PDA perlu segera dilakukan. Bila tidak ada tanda-tanda gagal jantung
kongestif, bedah ligasi PDA dapat ditunda akan tetapi sebaiknya tidak melampaui usia 1 tahun.
Prinsipnya semua PDA yang ditemukan pada usia 12 minggu, harus dilakukan intervensi tanpa
menghiraukan besarnya aliran pirau.
b. Tindakan bedah
Pada bayi aterm atau pada anak lebih tua, diperlukan tindakan bedah untuk mengikat atau
memotong duktus. Untuk menutup duktus juga dokter dapat menggunakan tindakan dengan
kateter.
Pada PDA dengan pirau kiri ke kanan sedang atau besar dengan gagal jantung diberikan
terapi medikamentosa (digoksin, furosemid) yang bila berhasil akan menunda operasi 3-6 bulan
sambil menunggu kemungkinan duktus menutup. Tindakan bedah setelah dibuat diagnosis,
secepat-cepatnya dilakukan operasi pemotongan atau pengikatan duktus. Pemotongan lebih
diutamakan daripada pengikatan yaitu untuk menghindari kemungkinan rekanalisasi kemudian.
Pada duktus yang sangat pendek, pemotongan biasanya tidak mungkin atau jika dilakukan akan
mengandung resiko.
Indikasi operasi duktus arteriosus dapat diringkas sebagai berikut:
1. PDA pada bayi yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan medikamentosa.
2. PDA dengan keluhan.
3. PDA dengan endokarditis infektif yang kebal terhadap terapi medikamentosa.
Hal yang perlu diperhatikan bagi penderita DAP yang usianya lebih dewasa, adalah
mengkonsultasikan kepada dokter ahli jantung yang merawat bila akan menjalankan operasi
minor lain (contoh: operasi amadel) ataupun perawatan gigi, untuk menghindari kemungkinan
resiko.
28
Prognosis
Pasien dengan PDA kecil dapat hidup normal dengan sedikit atau tidak ada gejala.
Pengobatan termasuk pembedahan pada PDA yang besar umumnya berhasil dan tanpa
komplikasi sehingga memungkinkan seseorang untuk hidup dengan normal.12
Komplikasi
PDA yang kecil mungkin tidak menimbulkan gejala. PDA yang lebih besar yang tidak
diterapi dapat menyebabkan hipertensi pulmonal, infeksi paru berulang, aritmia atau gagal
jantung yang merupakan kondisi kronis dimana jantung tidak dapat memompa darah dengan
efektif.
Stenosis Pulmonal
Definisi
Stenosis pulmonal adalah penyempitan pada lubang masuk arteri pulmonalis. Tahanan
yang merintangi aliran darah menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan dan penurunan aliran darah
paru. Stenosis arteri pulmonal bisa terjadi pada begian valvuler, supra valvuler maupun
infundibuler. Stenosis pulmonal tipe valvuler lebih banyak ditemukan pada anak dibandingkan
dengan tipe infundibuler. Sementara itu, stenosis pulmonal tipe infundibuler jarang sekali
ditemukan sebagai kelainan yang berdiri sendiri, tetapi biasanya menyertai kelainan jantung yang
lain, seperti pada tetralogi fallot. Demikian pula stenosis pulmonal tipe supravalvuler sangat
jarang ditemukan tersendiri, tapi justru merupakan salah satu bagian dari suatu kelainan
konginental yang lebih kompleks, seperti sindrom noonan, sindrom wiliam, atau rubella
konginental.
Pada stenosis pulmonal yang ringan, umumnya pasien asimptomatik dan tidak memburuk
oleh bertambahnya usia. Tumbuh kembang pun tidak terganggu. Tapi sebagaimana halnya
dengan kelainan jantung konginental yang lain, profilaksis antibiotic terhadap endokarditis
bacterial perlu diperhatikan. Pada stenosis pulmonal yang moderat atau cukup berat, berbagai
keluhan dan komplikasi dapat berkembang lebih buruk di waktu-waktu mendatang.
29
Patofisiologi
Karena stenosis yang terjadi pada katup pulmonal (tipe valvuler), atau pada pangkal arteri
pulmonal (tipe supravalvuler), atau pada infundibulum ventrikel kanan (tipe subvalveler), maka
ventrikel kanan akan menghadapi beban tekanan berlebihan yang kronis. Dilatasi pasca stenotik
pada arteri pulmonal merupakan pertanda yang karakteristik bagi stenosis pulmonal tipe valvuler
dan tidak ditemukan pada tipe stenosis pulmonal yang lain. Katup pulmonal tampak dominan
pada waktu systole, tebal dan mengalami fibrosis, tapi jarang sekali disertai klasifikasi. Jika
ditemukan proses klasifikasi, biasanya disebabkan oleh infiksi endokarditis bacterial.
Adanya hipertrofi ventrikel kanan menunjukkan bahwa stenosis pulmonal cukup
signifikan. Bagian infundibuler akan mengalami hipertrofi pula dan hal ini akan memperberat
stenosis pulmonal. Tekanan akhir diastolic dalam ventrikel kanan pun meninggi. Elastisitas
miokard berkurang dan akhirnya timbul gejala gagal jantung kanan.
Severitas stenosis pulmonal umumnya dibedakan sebagai stenosis pulmonal yang ringan,
yang moderat dan yang berat, walaupun perbedaan ini hanya bersifat arbitrer dan sering
overlapping, bahkan mengalami perubahan yang progresif. Pada stenosis pulmonal yang ringan,
tekanan sistolik di ventrikel kanan biasanya kurang dari 50 mmHg dan itu berarti kurang dari
50% tekanan sistemik. Pada stenosis pulmonal yang moderat, tekanan sistolik ventrikel kanan
berkisar antara 50-75% dari tekanan sistemik, atau antara 50-75 mmHg. Dan stenosis pulmonal
dianggap berat, apabila tekanan sistolik ventrikel kanan lebih dari 75% tekanan sistemik, atau
lebih dari 75 mmHg. Kemudian stenosis pulmonal dianggap sudah kritis apabila tekanan sistolik
ventrikel kanan melebihi tekanan sistemik.
Tanda dan Gelaja
Pasien stenosis pulmonal biasanya asimtomatik, kecuali keluhan cepat capek karena curah
jantung berkurang. Apabila stenosis pulmonal cukup berat, disertai dengan defek septum atrium
atau defek septum ventrikel, maka kelainan seperti itu dapat memberikan gejala sianosis yang
signifikan, yang disebabkan oleh terjadinya pirau aliran darah dari kanan ke kiri.
Pada pemeriksaan fisik, komponen pulmonal bunyi jantung II terdengar lemah atau bahkan
tidak terdengar sama sekali, sehingga bunyi jantung II terdengar seperti tunggal. Murmur ejeksi
sistolik dapat di deteksi di daerah pulmonal, pada sela iga 2-3 kiri parasternal, didahului
sebelumnya oleh klik ejeksi sistolik dan dapat diraba sebagai thrill.
30
Elektrokardiografi menunjukkan adanya hipertrofi ventikel kanan karena beban tekanan
berlebih. Gelombang P tampak tinggi, karena hipertrofi atrium kanan. Foto thorak pada stenosis
pulmonal tanpa kelainan konginental yang lain, biasanya memberikan gambaran jantung yang
relative normal, dengan vaskulerisasi paru yang normal pula. Pada stenosis pulmonal yang
sangtat berat apalagi disertai pirau dari kanan ke kiri-vaskularisasi paru bisa tampak oligemik.
Hanya konus pulmonal tampak sangat menonjol, yang disebabkan oleh dilatasai pasca stenotik.
Apabila hipertrofi ventrilkel kanan sudah begitu lanjut, bahkan mulai timbul gejala gagal jantung
kanan, maka rekaman foto thorak menunjukkan dilatasi ventrikel kanan dean atrium kanan,
disertai tanda-tanda bendungan pada paru.
Pada stenosis pulmonal yang ringan, elektrokardiografi dan foto torak mungkin tidak
berubah dan masih berada dalam batas-batas normal. Kadang-kadang beberapa kelainan
memberikan gejala yang mirip dengan stenosis pulmonal, seperti straight back syndrome, dilatasi
ideopatik arteri pulmonal, dan sebagainya.
Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan ekokardiografi
Dengan ekokardiografi M-mode dinding ventrikel kanan tampak tebal dan mungkin
dilatasi. Hipertrofi dan dilatasi ini disebabkan oleh beban tekanan berlebih yang kronis yang
dihadapi oleh ventrikel kanan. Pada stenosis pulmonal valvuler, katup pulmonal menunjukkan
multiple echoes pada saat diastole disertai gelombang A yang dalam. Pada stenosis pulmonal
infundibuler, tampak fluttering daun katup pulmonal pada saat systole dan gelombang A
mungkin tidak begitu dalam atau menghilang.
Penggunaan kateterisasi
Pada stenosis pulmonal yang ringan dan asimtomatik, kateterisasi tidak perlu segera
dilakukan. Tapi pada stenosis pulmonal yang cukup berat, kateterisasi harus segera dilakukan
untuk mengetahui gradient tekanan antara ventrikel kanan dengan arteri pulmonal, perbedaan
saturasi antar ruang dan kemungkinan adanya kelainan jantung yang lain.
31
Pemeriksaan laboratorium
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat saturasi oksigen
yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18 gr/dl dan hematokrit antara 50-65
%. Nilai BGA menunjukkan peningkatan tekanan partial karbondioksida (PCO2), penurunan
tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan PH. Pasien dengan Hb dan Ht normal atau rendah
mungkin menderita defisiensi besi.
Radiologis
Sinar X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal, tidak ada
pembesaran jantung . gambaran khas jantung tampak apeks jantung terangkat sehingga seperti
sepatu.
Elektrokardiogram
Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan. Tampak pula hipertrofi
ventrikel kanan. Pada anak besar dijumpai pulmonal
Ekokardiografi
Dengan posisi pengambilan aksis bujur dan aksis lintang parasternal atau subsifoid, dapat
direkam kedua pembuluh darah besar (aorta dan pulmonal) dan hubungannya dengan kedua
ventrikel tempat asal keluarnya. Tampak kedua pembuluh darah besar berjalan paralel pada
rekaman aksisi bujur para sternal. Pada rekaman aksis lintang parasternal, tampak posisi katup
aorta justru berada disebelah anterior dan katub pulmonal di sebelah posterior. Apabila
transduser kemudian lebih diarahkan ke posterior pada aksis lintang itu, maka akan tampak
percabangan dari pembuluh darah yang berada di sebelah posterior dan percabangan ini
menunjukkan bahwa pembuluh darah itu adalah arteri pulmonal.
Kateterisasi
Pemeriksaan kateterisasi menunjukkan bahwa saturasi oksigen di aorta umumnya lebih
rendah dari arteri pulmonal. Tekanan diventrikel kiri relatif sama atau bahkan bisa lebih rendah
dibandingkan dengan ventrikel kanan.
32
Stenosis Aorta
Definisi
Stenosis Katup Aorta (Aortic Stenosis) adalah penyempitan pada lubang katup aorta,
yang menyebabkan meningkatnya tahanan terhadap aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta.
Etiologi
Stenosis katup aorta adalah suatu penyempitan katup aorta sehingga menghalangi darah masuk
ke aorta. Penyebab atau etiologi dari stenosisi ini bisa bermacam-macam. Namun yang paling
sering adalah RHD (Rheumatic Heeart Disease) atau yang biasa kita kenal dengan demam
rematik. Berikut etiologi stenosis katup aorta lebih lengkap :
1. Kelainan congenital
Tidak banyak bayi lahir dengan kelainan kongenital berupa penyempitan katup aorta .
sedangkan sebagian kecil lainnya dilahirkan dengan katup aorta yang hanya mempunyai
dua daun (normal katup aorta terdiri dari tiga daun). Pada katup aorta dengan dua daun
dapat tidak menimbulkan masalah atauupun gejala yang berarti sampai ia dewasa dimana
katup mengalami kelemahan dan penyempitan sehingga membutuhkan penanganan
medis.
2. Penumpukan kalsium pada daun katup
Seiring usia katup pada jantung dapat mengalami akumulasi kalsium (kalsifikasi katup
aorta). Kalsium merupakan mineral yang dapat ditemukan pada darah. Seiring dengan
aliran darah yang melewati katup aorta maka menimbulkan akumulasi kalsium pada
katup jantung yang kemudian dapat menimbulkan penyempitan pada katup aorta jantung.
Oleh karena itulah stenosis aorta yang berasla dari proses kalsifikasi banyak terjadi pada
lansia di atas 65 tahun, namun gejalanya beru timbul saat klien berusia 70 tahun.
3. Demam rheumatic
Komplikasi dari demam rematik adalah adanya sepsis atau menyebarnya kuman atau
bakteri melalui aliran darah ke seluruh tubuh sehingga menyebabkan sampainya kuman
datau bakteri tersebut ke jantung. Saat kuman tersebut mencapai katup aorta maka
terjadilah kematian jaringan pada katup aorta. Jaringan yang mati ini dapat menyebabkan
33
penumpukan kalsium yang dikemudian hari dapat menyebabkan stenosis aorta. Demam
reumatik dapat menyebabkan kerusakan pada lebih dari satu katup jantung dalam
berbegai cara. Kerusakan katup jantung dapat berupa ketidakmampuan katup untuk
membuka atau menutup bahkan keduanya.
Manifestasi Klinis
Umumnya tanpa keluhan, kecuali terdapat toleransi yang kurang pada waktu stress.
Keluhan nyeri dada dan strees merupakan tanda yang buruk. Pada anak dengan kelainan seperti
ini dapat terjadi kematian mendadak.
Palpasi : Implus ventrikel kiri kuat diperikordium, teraba getaran bising difosa
suprasternalis sepanjang pembuluh darah di leher (paling jelas di atas karotis, dengan cara anak
didudukkan dan tangan kiri dilingkarkan ke leher, jari telunjuk dan tangan meraba a.karotis kiri).
Gerakan bising di sela iga II tidak selalu dapat teraba. Pada orang dewasa dengan AS, jelas
teraba pulsus tardus, sedangkan pada anak tidak.
Auskultasi : Pada AS vulvular bising sitolik kresendo-dekresendo (jenis obstruksi),
pungtum maksimum di sela iga III dan IV dari tengah dada atau sebelah kiri sternum, menjalar
jelas ke sela iga II kanan – pembuluh darah leher (hantaran ini sangat penting ke a.karotis kiri) –
kaput humeri.
Pemeriksaan Diagnostik
Elektrokardiogram (EKG)
Pola-pola abnormal pada EKG dapat mencerminkan suatu otot jantung yang menebal dan
menyarankan diagnosis dari aortic stenosis. Pada kejadian-kejadian yang jarang, kelainan
konduksi elektrik dapat juga terlihat.
34
Radiologis
Sinar X pada thorax biasanya menunjukan suatu bayangan jantung yang normal. Aorta
diatas klep aortic seringkali membesar. Jika gagal jantung hadir, cairan di jaringan paru dan
pembuluh-pembuluh darah yang lebih besar di daerah-daerah paru bagian atas seringkali terlihat.
Ekokardiography
Ekokardiogram dapat menunjukan suatu klep aortic yang menebal dan kalsifikasi yang
membuka dengan buruk
Katerisasi Jantung
Katerisasi jantung adalah standar emas dalam mengevaluasi aortic stenosis. Tabung-
tabung plastik berongga yang kecil (catheters) dimasukan dibawah tuntunan x-ray ke klep aortic
dan kedalam ventricle kiri. Bersama tekanan-tekanan diukur pada kedua sisi dari klep aortic.
Kecepatan dari aliran darah diseluruh klep aortic dapat juga diukur menggunakan suatu kateter
khusus.
Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan medikamentosa untuk Stenosis Aorta asimtomatik, tetapi begitu
timbul gejala seperti sinkop, angina atau gagal jantung segera harus dilakukan operasi katup.
Koartasio Aorta
Definisi
Koartasio Aorta adalah kelainan yang terjadi pada aorta berupa adanya penyempitan
didekat percabangan arteri subklavia kiri dari arkus aorta dan pangkal duktus arteriousus battoli.
Etiologi
Resiko terjadinya koartasio aorta meningkat pada beberapa keadaan genetik, seperti
sindroma Turner. Koartasio aorta juga berhubungan dengan kelainan bawaan pada katup aorta
35
(misalnya katup bikuspidalis). Kelainan ini ditemukan pada 1 dari 10.000 orang. Biasanya
terdiagnosis pada masa kanak-kanak atau dewasa dibawah 40 tahun.
Patofisiologi
Koartasio aorta dapat terjadi sebagai obstruksi jukstaduktal tersendiri atau hipoplasia
tubuler aorta transversum mulai pada salah satu pembuluh darah kepala atau leher dan meluas ke
daerah duktus (koartasio preduktal). Seringkali kedua komponem ada. Dirumuskan bahwa
koartasio dimulai pada kehidupan janin pada adanya kelainan jantung yang menyebabkan aliran
darah melalui katup aorta berkurang (misalnya, katup aorta biskupid, VSD).
Sesudah lahir, pada koartosio jukstaduktal tersendiri, darah aorta asendens akan
menggalir melalui segmen sempit untuk mencapai aorta desendens. walaupun akan
menghasilkan hipertensi dan hipertrofi ventrkel kiri. Pada umur beberapa hari pertama, duktus
arterius patent dapat berperan melebarkan area aorta justadukal dan memberi perbaikan obstruksi
sementara. Pada bayi ini terjadi shunt duktus dari kiri kekanan dan mereka tidak sianosis.
Sebaiknya, pada koartasio justadukal yang lebih berat atau bila ada hipoplasia arkus transversum,
darah ventrikel kanan terejeksi melalui duktus untuk memasuk aorta desenden, seperti dilakukan
selama kehidupan janin. Perfusi tubuh bagian bawah kemudian tergantung pada curah ventrikel
kanan. Pada keadaan ini, nadi pemoralis dapat teraba, dan perbedaan tekanan darah mungkin
tidak membantu dalam membuat diagnosis. Namun shunt dari kanan kekiri duktus akan
bermanifestasi sebagai sianosis diferensial dengan ekstremitas atas merah (pink) dan ekstremitas
bawah biru (sianosis).
Manifestasi Klinis
Pada usia beberapa hari sampai 2 minggu, setelah duktus ateriosus menutup, beberapa
bayi mengalami gagal jantung. Terjadi gangguan pernafasan yang berat, bayi tampak sangat
pucat dan pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan asam di dalam darah (asidosis
metabolik).
1. Pada bayi dapat terjadi gagal jantung
2. Umumnya tidak ada keluhan, biasanya ditemukan secara kebetulan
36
3. Palpasi : raba arteri radialis dan femoralis secara bersamaan, pada arteri radialis lebih
kuat dan pada arteri femoralis teraba lebih lemah
4. Auskultasi : Terdengar bisng koartasio pada punggung yang merupakan bising obtruksi.
Jika lumen aorta sangat menyempit terdengar bising kontinue pada aorta.
Penatalaksanaan Medis
Pembedahan yang dilakukan untuk mencegah obtruksi pembuluh aorta dengan dilakukan
pelebaran arteri subklavia dan pangkal duktus arterious battoli yaitu dengan “ Open Heart”
Kelainan ini sebaiknya segera diperbaiki pada awal masa kanak-kanak untuk mengurangi
beban kerja pada ventrikel kiri. Pembedahan biasanya dilakukan pada usia prasekolah (biasanya
umur 3-5 tahun). Jika terjadi gagal jantung, segera diberikan prostaglandin untuk membuka
duktus arteriosus dan obat lainnya untuk memperkuat jantung serta pembedahan darurat untuk
memperbaiki aorta. Bagian aorta yang menyempit dapat dibuang melalui pembedahan atau
kadang dilakukan tindakan non-bedah berupa kateterisasi balon untuk melebarkan bagian yang
menyempit. Pada pembedahan, bagian aorta yang menyempit dibuang. Kekambuhan koartasio
aorta jarang terjadi jika:
1. Pembedahan dilakukan pada masa bayi atau masa kanak-kanak
2. Sampai masa dewasa tidak ditemukan perbedaan tekanan darah antara lengan dan
tungkai.
Koartasio kambuhan biasanya diatasi dengan pelebaran balon non-bedah atau dengan
pencangkokan suatu bahan melalui prosedur kateterisasi.
Tetralogi Fallot
Tetralogi Fallot adalah penyakit jantung bawaan tipe sianotik. Kelainan yang terjadi
adalah kelainan pertumbuhan dimana terjadi defek atau lubang dari bagian infundibulum septum
intraventrikular (sekat antara rongga ventrikel) dengan syarat defek tersebut paling sedikit sama
besar dengan lubang aorta. Sebagai konsekuensinya, didapatkan adanya empat kelainan anatomi
sebagai berikut :
37
Defek Septum Ventrikel (VSD) yaitu lubang pada sekat antara kedua rongga ventrikel
Stenosis pulmonal terjadi karena penyempitan klep pembuluh darah yang keluar dari
bilik kanan menuju paru, bagian otot dibawah klep juga menebal dan menimbulkan
penyempitan
Aorta overriding dimana pembuluh darah utama yang keluar dari ventrikel kiri
mengangkang sekat bilik, sehingga seolah-olah sebagian aorta keluar dari bilik kanan
Hipertrofi ventrikel kanan atau penebalan otot di ventrikel kanan karena peningkatan
tekanan di ventrikel kanan akibat dari stenosis pulmonal
Tetralogi Fallot adalah kelainan jantung sianotik paling banyak yang tejadi pada 5 dari
10.000 kelahiran hidup. TF umumnya berkaitan dengan kelainan jantung lainnya seperti defek
septum atrial.
Anatomi
Keterangan :
Empat kelainan yang menyebabkan berkurangnya oksigen di dalam darah yang dipompa
keseluruh tubuh.
1. Penyempitan katup pulmonalis
2. Penebalan dinding ventrikel kanan
3. Kelainan letak aorta
4. Defek septum ventrikel (lubang di antara ventrikel kiri dan kanan)
38
Etiologi
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak diketahui secara
pasti. Diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. Faktor – factor tersebut antara lain:
Faktor Endogen
1. Berbagai jenis penyakit genetik : Kelainan kromosom
2. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
3. Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit
jantung atau kelainan bawaan
Faktor eksogen : Riwayat kehamilan ibu
1. Sebelumnya ikut program KB oral atau suntik, minum obat-obatan tanpa resep dokter,
(thalidmide, dextroamphetamine, aminopterin, amethopterin, jamu)
2. Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella
3. Pajanan terhadap sinar –X
Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut jarang terpisah
menyebabkan penyakit jantung bawaan. Apapun sebabnya, pajanan terhadap faktor
39
penyebab harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan, oleh karena pada minggu ke
delapan kehamilan pembentukan jantung janin sudah selesai
Patofisiologi
Tetralogi fallot merupakan kelainan “Empat Sekawan“ Karena pada tetralogi fallot
terdapat empat macam kelainan jantung yang bersamaan, maka:
a. Darah dari aorta berasal dari ventrikel kanan bukan dari kiri, atau dari sebuah lubang
pada septum, seperti terlihat dalam gambar, sehingga menerima darah dari kedua
ventrikel.
b. Arteri pulmonal mengalami stenosis, sehingga darah yang mengalir dari ventrikel kanan
ke paru-paru jauh lebih sedikit dari normal; malah darah masuk ke aorta.
c. Darah dari ventrikel kiri mengalir ke ventrikel kanan melalui lubang septum ventrikel dan
kemudian ke aorta atau langsung ke aorta, mengaabaikan lubang ini.
d. Karena jantung bagian kanan harus memompa sejumlah besar darah ke dalam aorta yang
bertekanan tinggi, otot-ototnya akan sangat berkembang, sehingga terjadi pembesaran
ventrikel kanan. Kesulitan fisiologis utama akibat Tetralogi Fallot adalah karena darah
tidak melewati paru sehingga tidak mengalami oksigenasi. Sebanyak 75% darah vena
yang kembali ke jantung dapat melintas langsung dari ventrikel kanan ke aorta tanpa
mengalami oksigenasi.
Secara anatomis sesungguhnya tetralogi fallot merupakan suatu defek ventrikel
subaraortik yang disertai deviasi ke anteriol septum infundibuler (bagian basal dekat dari aorta).
Devisiasi ini menyebabkan akar aorta bergeser ke depan (dekstroposisi aorta), sehinnga terjadi
overriding aorta terhadap septum interventrikuler, stenosis pada bagian infundibuler ventrikel
kanan dan hipoplasia arteri pulmonal. Pada tetralogi fallot, overriding aorta biasanya tidak
melebihi 50%. Apabila overriding aorta melebihi 50 %, hendaknya dipikirkan kemungkinan
adanya suatu outlet ganda ventrikel kanan.
Devisiasi septum infindibuler ke arah anteriol ini sesungguhnya merupakan bagian yang
paling esensial pada tetralogi fallot. Itulah sebabnya suatu defek septum ventrikel dan overriding
aorta yang disertai stenosis pulmonal valvuler misalnya, tidak bisa disebut sebagai tetralogi fallot
apabila tidak terdapat devisiasi septum infundibuler ke anteriol. Kadang-kadang tetralogi fallot
40
disertai pada adanya septum antrium sekunder dan kelompok kelainan ini disebut sebagai
tetralogi fallot.
Betapapun tekanan dalam ventrilel kanan meninggi karena obstruksi infundibuler, tapi
dengan adanya defek septum ventrikel pada tetralogi fallot, daerah didorong ke kiri masuk ke
aorta, sehingga tekanan dalam ventrikel kanan, ventrikel kiri dan aorta relative menjadi sama.
Itulah sebabnya mungkin mengapa pada tetralogi fallot jarang terjadi gagal jantung kongestif,
berbeda dengan stenosis pulmonal yang berat tanpa disertai defek septum ventrikel, gagal
jantung kongestif bisa saja melebihi tekanan sistemik
Sianosis merupakan gejala tetralogi fallot yang utama.Berat ringanya sianosis ini
tergantung dari severitas stenosis infindibuler yang terjadi pada tetralogi fallot dan arah pirau
interventrikuler. Sianosis dapat timbul semenjak lahir dan ini menandakan adanya suatu stenosis
pulmonal yang berat atau bahkan atresia pulmonal atau bisa pula sianosois timbul beberapa
bulan kemudian pada stenosis pulmonal yang ringan. Sianosis biasanya berkembang perlahan-
lahan dengan bertambahnya usia dan ini menandakan adanya peningkatan hipertrofi infindibuler
pulmonal yang memperberat obstruksi pada bagian itu.
Stenosis infindibuler merupakan beban tekanan berlebih yang kronis bagi ventrkel kanan,
sehingga lama-lama ventrikel kanan mengalami hipertrofi. Disamping itu, dengan meningkatnya
usia dan meningkatnya tekanan dalam ventrikel kanan, kolateralisasi aorta pulmonal sering
tumbuh luas pada tetralogi fallot, melalui cabang-cabang mediastinal, brokhial, esophageal,
subklavika dan anomaly arteri lainya. Kolateralisasi ini disebut MAPCA (major aorta pulmonary
collateral arteries).
Tanda dan Gejala
Anak dengan Tetralogi Fallot umumnya akan mengalami keluhan :
Sesak saat beraktivitas
Berat badan bayi tidak bertambah
Pertumbuhan berlangsung lambat
Jari tangan clubbing (seperti tabuh genderang)
Kebiruan (sianosis)
41
Kebiruan akan muncul saat anak beraktivitas, makan/menyusu, atau menangis dimana
vasodilatasi sistemik (pelebaran pembuluh darah di seluruh tubuh) muncul dan menyebabkan
peningkatan shunt dari kanan ke kiri (right to left shunt). Darah yang miskin oksigen akan
bercampur dengan darah yang kaya oksigen dimana percampuran darah tersebut dialirkan ke
seluruh tubuh. Akibatnya jaringan akan kekurangan oksigen dan menimbulkan gejala kebiruan.
Anak akan mencoba mengurangi keluhan yang mereka alami dengan berjongkok yang justru
dapat meningkatkan resistensi pembuluh darah sistemik karena arteri femoralis yang terlipat. Hal
ini akan meningkatkan right to left shunt dan membawa lebih banyak darah dari ventrikel kanan
ke dalam paru-paru. Semakin berat stenosis pulmonal yang terjadi maka akan semakin berat
gejala yang terjadi.
Dispnea
Terjadi bila penderita melakukan aktifitas fisik. Serangan-serangan dispnea paroksimal
(serangan-serangan anoksia biru) umum pada pagi hari. Semakin bertambah usia, sianosis
bertambah berat.
Keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan
Gangguan pada pertambahan tinggi badan terutama pada anak, keadaan gizi kurang dari
kebutuhan normal, pertumbuhan otot-otot dari jaringan subkutan terlihat kendur dan
lunak, masa pubertas terlambat.
Denyut pembuluh darah normal
Jantung baisanya dalam ukuran normal, apeks jantung jela sterlihat, suatu getaran sistolis
dapat dirasakan di sepanjang tepi kiri tulang dada, pada celah parasternal 3 dan 4.
Bising sistolik
Terdengar keras dan kasar, dapat menyebar luas, tetapi intensitas terbesar pada tepi kiri
tulang dada.
Pemeriksaan Penunjang
42
1. Pemeriksaan laboratorium
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat saturasi oksigen
yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18 gr/dl dan hematokrit antara
50-65 %. Nilai BGA menunjukkan peningkatan tekanan partial karbondioksida (PCO2),
penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan PH. Pasien dengan Hb dan Ht
normal atau rendah mungkin menderita defisiensi besi.
2. Radiologis
Sinar X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal, tidak ada pembesaran
jantung, gambaran khas jantung tampak apeks jantung terangkat sehingga seperti sepatu.
3. Elektrokardiogram
Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan. Tampak pula hipertrofi ventrikel
kanan. Pada anak besar dijumpai P pulmonal.
4. Ekokardiografi
Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi ventrikel kanan, penurunan
ukuran arteri pulmonalis & penurunan aliran darah ke paru-paru.
5. Kateterisasi
43
Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui defek septum ventrikel
multiple, mendeteksi kelainan arteri koronari dan mendeteksi stenosis pulmonal perifer.
Mendeteksi adanya penurunan saturasi oksigen, peningkatan tekanan ventrikel kanan, dengan
tekanan pulmonalis normal atau rendah.
Penatalaksanaan
Pada penderita yang mengalami serangan sianosis maka terapi ditujukan untuk memutus
patofisiologi serangan tersebut, antara lain dengan cara :
1. Posisi lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah.
2. Morphine sulfat 0,1-0,2 mg/kg SC, IM atau IV untuk menekan pusat pernafasan dan
mengatasi takipneu.
3. Bikarbonas natrikus 1 Meq/kg BB IV untuk mengatasi asidosis.
4. Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian disini tidak begitu tepat karena
permasalahan bukan karena kekurangan oksigen, tetapi karena aliran darah ke paru
menurun. Dengan usaha diatas diharapkan anak tidak lagi takipnea, sianosis berkurang
dan anak menjadi tenang. Bila hal ini tidak terjadi dapat dilanjutkan dengan pemberian.
5. Propanolol 0,01-0,25 mg/kg IV perlahan-lahan untuk menurunkan denyut jantung
sehingga serangan dapat diatasi. Dosis total dilarutkan dengan 10 ml cairan dalam spuit,
dosis awal/bolus diberikan separuhnya, bila serangan belum teratasi sisanya diberikan
perlahan dalam 5-10 menit berikutnya.
6. Ketamin 1-3 mg/kg (rata-rata 2,2 mg/kg) IV perlahan. Obat ini bekerja meningkatkan
resistensi vaskuler sistemik dan juga sedative.
7. Penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat efektif dalam penganan
serangan sianotik. Penambahan volume darah juga dapat meningkatkan curah jantung,
sehingga aliran darah ke paru bertambah dan aliran darah sistemik membawa oksigen ke
seluruh tubuh juga meningkat.
K omplikasi
Komplikasi dari gangguan ini antara lain :
1. Penyakit vaskuler pulmonel
2. Deformitas arteri pulmoner kanan
44
3. Perdarahan hebat terutama pada anak dengan polistemia
4. Emboli atau thrombosis serebri, resiko lebih tinggi pada polisistemia, anemia, atau sepsis
5. Gagal jantung kongestif jika piraunya terlalau besar
6. Oklusi dini pada pirau
7. Hemotoraks
45
DAFTAR PUSTAKA
Delp, Mohlan H. 1996. Major Diagnosis Fisik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Fisiologi Sherwoood, lauralee.2001.Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem ed.2.Jakarta : EGC
Guyton, Arthur C. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Mansjoer, Arief, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapicus FKUI.
Price & Wilson. 1995. Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed.4. Jakarta:EGC.
Sadler, T.W. 2000. Embriologi Kedokteran Langman. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. 2007. Ilmu Kesehatan Anak jilid 2. Jakarta:
Infomedika.
Underwood, J. C. E. 2000. Patologi Umum dan Sistematik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
46