case diare neno
Post on 14-Dec-2015
63 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Secara umum kita mengenal diare akut, diare kronik dan sindrom disentri. Disebut
diare akut bila diare berlangsung kurang dari 1 minggu, umumnya karena infeksi. Bila
karena sesuatu hal diare infeksi berlanjut lebih dari 1 minggu kita menghadapi kasus diare
melanjut. Bila diare melanjut tidak sembuh dan melewati 14 hari atau lebih, kita
berhadapan dengan kasus diare persisten.
Diare kronik adalah diare karena sebab apapun yang berlangsung 14 hari atau lebih;
oleh karena itu diare persisten merupakan bagian dari diare kronik. Masalah diare kronik
mungkin berbeda antar negara, misalnya penyakit Crohn, fibrosis kistik dan peyakit seliak
merupakan penyakit dengan manifestasi diare kronik yang banyak ditemukan di negara
Barat (Amerika dan Eropa), tetapi langka di Indonesia.
Bila diare mengandung lendir dan darah maka disebut sindrom disentri. Di negara
berkembang seperti Indonesia, karena prevalensi infeksi saluran cerna tinggi, sindrom
disentri pertama dikaitkan dengan infeksi Shigella. Walaupun demikian perlu diingat
bahwa sindrom disentri dapat disebabkan kuman invasive lain, seperti Yersinia
enterocolica, Campylobacter yeyuni, dan lain-lain. Bahkan alergi susu sapi dapat
menimbulkan gejala diare berdarah.
1.2. ANATOMI
Traktus Gastrointestinal Atas
Terdiri dari mulut, faring, esofagus,lambung.
Mulut terdiri mukosa bukal (kelenjar saliva, lidah , dan gigi )
Dibelakang mulut terdapat faring yang menuju ke sebuah saluran muskular yaitu
esofagus.
Terdapat gerakan peristaltik yaitu kontraksi dari muskulus untuk menurunkan makanan
ke esofagus , dan menembus diafragma menuju ke rongga abdomen.
Traktus Gastrointestinal bawah
Terdiri dari usus dan anus
Usus (intestines)
Usus kecil terdiri dari tiga bagian :
- Duodenum
- Jejunum
- Ileum
Usus Besar terdiri dari :
- Cecum (terdapat apendix yang menempel pada saecum )
- Colon (ascending colon, transverse colon, descending colon and sigmoid flexure)
- Rectum
Anus
Histologi
Struktur utama dari dinding gastrointestinal :
Traktus gastrointestinal mempunyai histolgi yang mirip satu sama lain dengan beberapa
kekhususan yang berhubungan dengan fungsinya secara anatomi. Traktus gastrointestinal dibagi
menjadi empat lapisan :
Mucosa
Submucosa
Muscularis externa (the external muscle layer)
Adventitia or serosa
Mukosa
Mukosa adalah lapisan paling dalam yang mengelilingi lumen. Lapisan ini berkontak langsung
dengan makanan, (bolus) dan mempunyai peran dalam absorpsi dan sekresi (proses penting
dalam pencernaan )
Mukosa dapat dibagi menjadi :
Epitel
Lamina propria
Muskularis
Tiap organ mempunyai spesialisasi , menghadapi pH yang rendah, mengabsorpsi berbagai
macam substansi dalam usus kecil, juga mengabsorpsi cairan dalam jumlah besar dalam usus
besar. Melihat dari kebutuhan ini struktur dari mukosa mempunyai invaginasi dari kelenjar
sekretori atau dapat juga melipat untuk memperluas area ( villi dan plika sirkularis )
Submukosa
Submukosa terdiri dari lapisan iregular dari jaringan penyambung dengan pembuluh darah besar,
limfatik, nervus yang bercabang ke mukosa dan muskularis. Terdiri pleksus meissner, pleksus
dari nervus terdapat pada lapisan dalam dari muskularis ekterna.
Muscularis externa
Muskularis ekterna terdiri dari lapisan sirkular di dalam dan longitudinal di bagian luar. Otot
sirkular mencegah makanan untuk kembali ke atas, dan lapisan longitudinal memperpendek
traktusnya. Kontraksi dari ketiga lapisan ini disebut peristaltik , yang mendorong bolus dan
makanan menuju ke GI tract.Diantara kedua lapisan otot ini terdapat pleksus Auerbachs.
Adventitia
Lapisan adventitia terdiri dari beberapa lapisan epitel. Saat adventitia berhadapan dengan lipatan
peritoneal, ia terbungkus dengan mesothelium yang disupport oleh jaringan penyambung
sehingga bersama-sama menjadi membran serosa.
Sistem Pencernaan
Dalam proses pencernaan terdapat dua proses utama yang terjadi :
Pencernaan secara Mekanik : makanan dalam ukuran yang besar diubah menjadi
bagian yang lebih kecil selagi dipersiapkan pencernaan secara kimia. Pencernaan
mekanik dimulai dimulut sampai ke gaster.
Pencernaan secara Kimia : dipegang oleh peran beberapa enzym yang memecah
makromolekuler ke molekul yang lebih kecil sehingga dapat lebih mudah diabsorpsi.
Pencernaan kimia dimulai dari saliva berlanjut sampai intestines.
Proses mastikasi
Pencernaan dimulai di mulut. Saliva membasahi makanan sementara gigi memotong-motong
makanan, sehingga dapat dengan mudah ditelan. Amilase enzim yang ditemukan di saliva, lalu
memecah pati menjadi gula yang lebih sederhana bahkan sebelum makanan meninggalkan
mulut. Jalur syaraf ikut berperan didalam ekskresi saliva yang memerlukan stimulasi reseptor
dari mulut, impuls sensorik ke batang otak dan impuls parasimpatis pada kelenjar ludah.
Menelan terjadi karena muskulus pada lidah dan mulut memindahkan makanan ke faring. Faring
adalah jalur untuk makanan dan air sepanjang lima inci . Terdapat juga lipatan kulit yang disebut
epiglotis yang menutup faring untuk mencegah makanan masuk ke trakea dan menyebabkan
tersedak. Untuk menelan diperlukan kerja sama 25 otot harus bekerja dalam waktu yang
bersamaan. Kelenjar saliva juga memproduksi 3 liter saliva per hari.
Lambung
Dinding dari gaster terdiri dari berjuta-juta kelenjar lambung yang mensekresi 400-800ml asam
lambung setiap akan makan. Beberapa sel yang ditemukan pada kelenjar lambung :
parietal cells
chief cells
mucus-secreting cells
hormone-secreting (endocrine) cells
Parietal cells
Sel parietal mensekresi
HCL
faktor intrinsik ini tergantung dari adanya vitamin B12 untuk diabsorpsi. defisiensi dari
faktor ini dapat menyebabkan anemia pernisiosa.
Chief Cells
Sel chief mensintesis dan mensekresi pepsinogen , precursor dari enzim proteolitik pepsin.
Usus Halus
Usus halus adalah bagian dimana proses kimia dan mekanik terbanyak terjadi. Bagian dari usus
halus yaitu villi bertugas untuk mengabsorpsi makanan ke kapiler. Sebagian besar dari absorpsi
nmengambil tempat di yeyenum dan ileum. Fungsi dari usus halus adalah pencernaan dari
protein menjadi peptida dan asam amino. Lemak diubah menjadi asam lemak dan gliserol.
Sedangkan kabohidrat didegradasi menjadi gula sederhana.
Tiga bagian utama dari usus halus adalah yaitu duodenum, yeyunum dan ileum.
Duodenum
Duodenum menghubungkan gaster dengan yeyenum. Ini adalah bagian pertama dan terpendek
dari usus halus. Duodenum terletak hampir seluruhnya retroperitoneal.
Jejunum
Jejunum adalah bagian dari usus halus, yang berlokasi dibagian akhir dari duodenum dan bagian
proksimal dari ileum. Yeyenum dan ileum digantungkan pada mesterika sehingga menyebabkan
mobilitas yang besar pada usus halus. Bagian dalam dari yeyenum terliputi oleh villi, yang
menyebabkan area lebih luas pada jaringan sehingga dapat mengabsorpsi lebih banyak. available
to absorb nutrients from the gut contents. Perbedaannya dengan ileum dari sel goblet yang lebih
sedikit dan kurangnya plak preyeri.
Ileum
Mempunyai fungsi mengabsorpsi vitamin 12 dan asam empedu. Terdapat vili pada
permukaannya. Sel epitelial yang terdapat sepanjang vili ini terdiri dari mikro vili. Sel yang
terdapat sepanjang ileum bertanggung jawab pada fase akhir dari pencernaan protein dan
kabohidrat. Vili terdiri dari kapiler yang asam amino dan glukosa dari pencernaan ke vena portal
hepatika. Ileum terminalis juga mengabsorpsi asam empedu dan penting dalam absorpsi vitamin
larut lemak (Vitamin A, D, E dan K).
Usus besar
Usus besar meluas dari akhir ileum sampai dengan anus. kira-kira sepanjang 5 kaki. Berbeda dari
usus halus karena diameternya lebih besar , poisisinya lebih tetap, terdapat appendik selain itu
muskulus longitudinalnya tidak terdapat pada usus besar, jadi hanya terdapat 3 pita longitudinal
yaitu taeniae.
Usus besar dibagi menjadi secum, colon rectum dan anal canal.
1.3. FISIOLOGI
Pola kontraksi
Pola dari kontraksi gastointestinal dapat dibagi menjadi dua yaitu peristaltik dan segmentasi
1. Peristalsis
Kontraksi terjadi dengan pola gelombang yang menuju ke bawah dari GI tract dari satu bagian ke
bagian lain. Dapat diselingi fase relaksasi lalu kemudian menggerakan bolus secara halus dengan
kecepatan 2-25 cm per detik. Kontraksi ini dipengaruhi oleh hormon , sinyal parakrin, dan
sistem nervus otonom.
2. Segmentasi
Proses ini terjadi oleh muskulus longitudinal yang berrelaksasi sementara muskulus sirkular
berkontraksi sehingga makanan tercampur. Pencampuran ini menyebabkan enzim dan makanan
dapat membentuk suatu kesatuan. Juga memperbanyak kontak dengan epitel sehingga dapat
diabsorpsi.
Sekresi
Setiap hari kira-kira 7 liter cairan disekresikan oelh sistem digestive. Cairan ini mengandung 4
komponen utama yaitu ion , enzim, mukus dan asam empedu.setengah dari cairan ini
disekresikan oleh kelenjar saliva, sisanya disekresi oleh sel epitelial traktus gastrointestinal.
Komponen terbanyak yang paling banyak disekresi adalah ion dan air yang juga pertama kali
disekresi kemudian diserap kembali oleh traktus. Ion yang disekresi terdiri dari H+, K+, Cl-,
HCO3- dan Na+. Kemudian air mengikuti perpindahan dari ion-ion ini. Gi tract dapat
melakukan pompa ion ini melalui suatu transpor aktif yang melibatkan protein . H+ dan Cl-
disekresi oleh sel parietal ke lumen dari gaster sehingga menyebabkan pH yang rendah. H+
dipompa oleh gaster dengan menukarnya dengan K+. Proses ini memerlukan ATP, selain itu CL-
mengiluti pertukaran positif dari H+ melalui chanel protein.
Sekresi HCO3- timbul untuk menetralisasi sekresi asam. Sebagian besar HCO3- datang dari sel
asinar parietal dalam bentuk NaHCO3.
BAB II
DIARE
2.1. DEFINISI DIARE
Diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan/tanpa darah dan/atau lendir
dalam tinja. Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang dari 7
hari pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat.
Berikut adalah tabel besar volume yang diabsorbsi oleh usus setiap harinya.
Bilamana terjadi ketidakseimbangan misalnya kurang penyerapan maupun sekresi yang
berlebih, maka akan terjadi diare.
2.2. EPIDEMIOLOGI
Meskipun angka kematian diare menurun dari 4.5 juta kematian pada tahun 1979 menjadi
1.6 juta pada tahun 2002 di negara berkembang, tetapi angka kejadian diare akut masih masuk
urutan 5 besar dari penyakit yang sering menyerang anak. Di Indonesia, angka kejadian diare
akut diperkirakan masih sekitar 60 juta episode setiap tahunnya, dan 1-5% diantaranya
berkembang menjadi diare kronis.
2.3. PATOFISIOLOGI
Mekanisme Daya tahan tubuh
Infeksi virus atau bakteri tidak selamanya akan menyebabkan diare karena tubuh
mempunyai mekanisme daya tahan tubuh. Usus adalah organ utama yang berfungsi sebagai
front terdepan terhadap invasi dari bebagai bahan yanga berbahaya, yang masuk ke dalam
lumen usus. Bahan ini antara lain adalah mikroorganisme, antigen toksin, dll. Jika bahan ini
dapat menembus barier mekanisme daya tahan tubuh dan masuk ke dalam sirkulasi sistemik,
terjadilah bermacam-macam reaksi seperti infeksi, alergi atau keadaan autoimunitas.
Daya tahan tubuh ( host defence mekanisme )
1. Non imunologis
a. Flora usus
Bakteri yang terdapat usus normal ( flora usus normal ), dapat mencegah pertumbuhan
yang berlebihan dari kuman pathogen yang secara potensial dapat menyebabkan
penyakit.
Sejak lahir usus sudah dihuni oleh bermacam mikroorganisme yang merupakan flora
usus yang normal. Penggunaan antibiotika dalam jangka panjang dapat menganggu
keseimbangan flora usus, menyebabkan pertumbuhan yang berlebihan dari kuman non
patogen yang mungkin juga telah resisten terhadap antibiotika
Pertumbuhan kuman patogen dalam usus akan dihambat karena adanya persaingan
dengan flora usus normal
Hal ini terjadi karena adanya kompetisi terhadap substrat yang mempengaruhi
pertumbuhan kuman yang optimal ( ph menurun, daya oksidasi – reduksi menurun ,dsb )
atau karena terbentuknya zat anti bakteri terhadap kuman patogen yang disebut
Colicines.
b. Sekresi usus
Mucin ( glikoprotein dalam usus ) dari kelenjar ludah penting untuk mencegah
perlekatan kuman streptokokus , stafilokokus dan laktobasilus pada mukosa mulut
sehingga pertumbuhan kuman tersebut dapat dihambat dan dengan sendirinya
mengurangi jumlah mikroorganisme yang masuk ke dalam lambung.
Mucin serupa dapat pula dalam mucus yang dikeluarkan oleh sel spitel usus atau
disekresi oleh usus secara kompetitif mencegah melekatnya dan berkembangbiaknya
mikroorganisme pada epitel usus. Selain itu mucin juga dapat mencegah penetrasi zat
yang toksik seperti allergen , enterotoksin.
c. Pertahanan lambung
Asam lambung dan pepsin mempunyai peran penting sebagai penahan masuknya
mikroorganisme , toksin dan antigen ke dalam usus.
d. Gerak peristaltik
Gerak peristaltik merupakan suatu hal yang sangat penting dalam usaha mencegah
perkembangbiakkan bakteri dalam usus, dan juga ikut mempercepat pengeluaran
bakteri bersama tinja. Hal ini terlihat bila karena sesuatu sebab gerak peristaltik
terganggu ( operasi, penyakit, kelainan bawaan , dsb ) sehingga menimbulkan stagnasi
isi usus.
e. Filtrasi hepar
Hepar, terutama sel Kupfer dapat bertindak sebagai filtrasi terhadap bahan yang
berbahaya yang diabsorpsi oleh usus dan mencegah bahan bahan yang berbahaya tadi
masuk ke dalam sirkulasi sistemik.
f. Lain-lain
- Lisosim , mempunyai daya bakteriostatik
- Garam empedu membantu mencegah perkembangbiakkan kuman
- Natural antibody ; menghambat perkembangbiakan beberapa bakteri patogen, tetapi
tidak menganggu perumbuhan flora usus normal. Natural antibodies ini mungkin
merupakan hasil dari reaksi cross immunity terhadap antigen yang sama yang
terdapat pula pada beberapa mikroorganisme.
2. Pertahanan imunologi lokal
Saluran pencernaan dilengkapi dengan system imunologik terhadap penetrasi antigen ke
dalam epitel usus. Limfosit dan sel plasma terdapat dalam jumlah yang berlebihan dalam
usus, baik sebagai bagian dari plaque Peyeri di ileum dan appendix, maupun tersebar secara
difus di dalam lamina propria usus kecil dan usus besar. Reaksi imunologik sistemik. Reaksi
ini terjadi karena rangsangan antigen dari permukaan epitel usus.
Yang termasuk dari pertahanan imunologik lokal adalah :
a. Secretory Immunoglobulin A ( SIgA )
Ig A diketahui terbanyak terdapat pada sekresi ekstrenal sedangkan IgG dalam cairan
tubuh internal . Struktur SIgA berlainan dengan antibodi yang terdapat dalam serum,
berbentuk dimer dari Ig A yang diikat oleh rantai polipeptida . Dimer Ig A ini dibuat
dalam sel plasma yang terdapat di bawah permukaan epitel usus yang kemudian akan
diikat lagi oleh suatu glikoprotein yang dinamakan Secretory Componen ( SC ).
Dengan ikatan yang terakhir ini SIgA akan lebih tahan terhadap pengrusakan oleh
enzim proteolitik ( tripsin dan kemotripsin ) yang terdapat dalam usus.
Bagaimana proses proteksi dari SIgA ini yang sesunguhnya belum jelas, walaupun ada
yang menyatakan bahwa SiGA yang terdapat dalam lapisan mukosa usus halus dapat
mencegah melekatnya mikroorganisme dan antigen pada epitel usus sehingga bakteri
tidak dapat berkembangbiak.
b. Cell Mediated Immunity ( CMI )
Dikemukan bahwa peranan limfosit dalam CMI terletak pada plaque Peyeri diileum .
Walaupun demikian peranan CMI dalam proteksi usus masih dalam penelitian .
c. Lain-lain Immunoglobulin
IgG terdapat dalam jumlah kecil dalam usus dan mudah rusak dalam lumen usus.
Hanya bila mukosa usus mengalami peradangan IgG bersama-sama dengan sel plasma
terdapat dalam jumlah yang cukup banyak dalam usus dan merupakan proteksi temporer
terhadap kerusakan usus lebih lanjut. IgM dapat menggantikan fungsi IgA bila karena
sesuatu sebab terjadi defisiensi IG A . Ig E tidak jelas peranannya dalam proteksi usus
Mekanisme yang terjadi pada diare dapat dibedakan menjadi 5 cara. Akan tetapi,
bukan berarti pada satu kejadian diare pasti hanya melalui satu mekanisme, sebab lebih
dari satu mekanisme ini dapat terjadi pada saat yang sama. Kelima mekanisme primer
terjadinya diare adalah sebagai berikut :
Dengan melihat tabel di atas, terjadinya diare akut sendiri terjadi melalui 4 kemungkinan bila
kita melihat dari contoh penyebabnya, yaitu mekanisme sekresi, peningkatan motilitas,
berkurangnya area permukaan (lumen) usus, dan invasi pada lapisan mukosa usus.
Mekanisme dasar yang menimbulkan diare adalah :
1. Gangguan Osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam rongga usus yang meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang
usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul
karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
menyebabkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
Baik akut maupun kronis, diare akan menyebabkan kehilangan air dan elektrolit atau
dehidrasi yang akan berpengaruh terhadap keseimbangan asam basa terganggu, kemudian
gangguan gizi akibat kelaparan, hipoglikemia serta gangguan sirkulasi darah.
Faktor Predisposisi
Malnutrisi mempunyai kolerasi yang positif dengan lama dan beratnya diare,
Pada saat anak menderita diare, sering terjadi gangguan nutrisi akibat penurunan berat
badan dalam waktu singkat.
Menurunnya aktivitas enzim usus, dan hilangnya integritas usus.
Kerusakan mukosa usus yang berkepanjangan mempertahan kan lingkaran setan
malnutrisi - diare - malabsorbsi.
Pemberian makanan tambahan yang terlalu dini dan tidak tepat
Ketidaktersediaan ASI
Tidak cukup tersedianya air bersih
Kurangnya sarana MCK
Higiene perseorangan dan lingkungan yang buruk
Cara penyimpanan dan penyediaan makanan yang tidak higienis
Cara penyapihan bayi yang tidak baik
Sosial ekonomi yang kurang baik
Pendidikan ibu yang kurang
Budaya yang tidak sesuai dengan kenyataan
PENYEBAB
PENYAKIT
DIARE
Infeksi
Malabsorpsi
Alergi
Keracunan
Imuno defisiensi
Sebab-sebab lain
Bakteri
Virus
Parasit
Shigella, Salmonella,
E.coli, Golongan Vibrio
Bacillus cereus, Clostridium perfringers, Staphy lococcus aureus, Camplyobacter, Adenovirus
Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli
Cacing perut, Ascaris, Trichuris, Strnglyloides
Jamur, Candida
Keracunan bahan-bahan kimia
Keracunan oleh bracun yang dikandung dan di produksi
Jasad renik Jasad renik
Ikan, buah-buahan,
Sayur-sayuran
PATOGENESIS DIARE
VIRUS ( Rota, Entero , Adenovirus, dll )
V. Cholera dan E. Colli Shigella Salmonella
Menembus dinding usus
Tidak Menembus dinding usus
Menembus dinding usus Menembus dinding usus
Kerusakan sel Enterotoksin Kerusakan jaringan Sedikit kerusakan
jaringan
iNfeksi lokal ATP --- c-AMPBerlipat ganda dalam sel
epitelBerlipat ganda dalam sel
epitel
Diare Diare sekresiInfeksi lokal dan
sistemikInfeksi lokal dan
sistemik
Sel darah ± Sel darah --Leukosit ++++ Eritrosit +++++
Leukosir ++ , Monosit ++Eri trosit ±
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi:
1. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangna iar (output) lebih banyan dari pada pemasukan air
(input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare. Pembangian derajat dehidrasi
serta gejala-gajala dehidrasi dapat dilihat
2. Gangguan keseimbangan asam-basah (metabolic osisosis)
Metabolik asidosis ini terjdi karena :
Kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja
Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemah tidak sempurna sehingga benda keton
tertimbun dalam tubuh.
Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan.
Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh
ginjal (terjadi oliguria/anuria).
Pemindahan ion Na dan cairan ekstra seluler ke dalam cairan intracellular.
Secara klinis asidosis dapat diketahui dengan memperhatikan pewrnafasan,
pernafasan bersifat cepat, teratur dan dalam yang disebut pernafasan kuszmaull. Menurut
penelitian sutoto (1974), kehilangan kompenen basah ini (base deficit) pada penderita
dehidrasi berat mencapai 17,7 mEq/L.
3. Pernafasan Kusmaull
Pernafasan kusmaull ini merupakan homeostasis respiratorik, adalah usaha dari tubuh
untuk mempertahankan pH darah. Mekanisme terjadinya pernafasan kusmaull ini dapat
diterangkan dengan mempergunakan ekweasi Henderson hasselbach.
(HCO3)
Ekweasi Henderson – Hasselbach: pH = pK +-------------
H2Co3
Untuk sistem bikarbonat, nilai pK ini konstan, yaitu 6,1. Hal ini berarti pH tergantung
pada ratio bikarbonat dan karbonat,tidak tergantung dari konsentrasi mutlak bikarbonat dan
karbonat. Dalam keadaan normal NaHCO3 27mEq/L (=60 vol %) dan kadar H2CO3 =
1,35mEq/L (=3 vol%). Selama ratio 20:1 ini konstan maka pH-pun akan tetap 7,4.
Bila kadar bikarbonat turun, maka kadar karbonatpun harus turun pula supaya ratio
bikarbonat : karbonat tetap 20 : 1. untuk mempertahnkan ratio ii, maka sebagian asam
karbonat akan diubah menjadi H2O dan CO2 serta kelebihan CO2 akan dikeluarkan dengan
bernafas lebih cepat dan dalam (pernafasan kusmaull).
4. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% dari anak-anak yang menderita diare. Pada anak-
anak dengan gizi cukup/baik, hipoglikemia ini jarang terjadi, lebih sering terjadi pada anak
yang sebelumya sudah menderita KKP. Hal ini terjadi karena :
a. Penyimpanan/persediaan glikogen dalam hati terganggu.
b. Adanya gangguan absorpsi glukaosa (walaupun jarang terjadi).
Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun sampai 40mg%
pada bayi dan 50mg% pada anak-anak. Gejala-gejala hipoglikemia tersebut dapat berupa:
lemas, apatis, peka rangsang tremor, berkeringat, pucat shok, kejang sampai koma. Terjadinya
hipoglekimia ini perlu dipertimbangkan jika terjadi kejang yang tiba-tiba tanpa adanya panas
atau penyakit lain yang disertai dengan kejang.
5. Gangguan Gizi
Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat terjadinya
penurunan berat badan dalam waktu yang singkat. Hal ini disebabkan Karena:
a. Makanan sering dihentika oleh orang tua karena takut diare dan/atau muntahnya
bertambah hebat. Orang tua sering hanya memberikan air the saja (teh diet).
b. Walaupun susu diteruskn, sering diberikan dengan pengenceran dan susu yang diencer ini
dibrikan terlalu lama.
c. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi dengan baik karena
adanya hiperperistaltik.
6. Gangguan Sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan/tanpa disertai muntah, dapat terjadi gangguan sirkulasi
darah berupa renjatan (syok) hipovolemik. Akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi
hipoksia, Asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan dalam otak, kesdadaran
menurun (Soporokomatosa) dan bila tidak segera ditolong penderita dapat meninggal
2.4. DIARE AKUT
Diare akut adalah defekasi encer lebih dari 3x sehari, dengan/tanpa darah dan/atau lender
dalam tinja yang berlangsung kurang dari 1 minggu.
Etiologi
70 – 90 % penyebab diare saat ini sudah dapat diketahui dengan pasti. Penyebab dari
diare ini dapat dibagi menjadi 2 bagian ialah penyebab tidak langsung atau faktor-faktor yang
dapat mempermudah atau mempercepat terjadinya diare. Ditinjau dari sudut patofisiologi,
penyebab diare akut dapat dibagi dalam 2 golongan.
1. Diare sekresi (secretory diarrhea), disebabkan oleh:
Infeksi Virus, kuman-kuman pathogen dan apatogen.
Hiperperistaltik usus halus yang dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia, makanan
(misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalu asam), gangguan psikis
(ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya.
Defisiensi imum terutama SIgA (secretory Immunoglobulin A) yang mengakibatkan
terjadinya berlipatgandanya bakteri/flora usus dan jamur, terutama Candida.
2. Diare Osmotik (osmotic diarrhea) disebabkan oleh:
Malabsorpsi makanan
KKP (kekurangan kalori protein)
BBLR (bayi berat badan lahir rendah) dan bayi baru lahi
a. Kolera
Pada daerah yang belum terjangkit biasanya yang diserang adalah orang dewasa
laki-laki, beberapa saat kemudian perbandingan laki-laki dan wanita sama banyak,
sedangkan anak-anak masih sedikit. Tetapi didaerah yang sudah menjadi endemis lebih
banyak anak daripada dewasa.
Vibrio cholerae
- Kolera klasik (kebanyakan di India serkitar sungai Gangga)
- Kolera EL or (kebanyakan di Indonesia dan sekitarnya)
Klinis sukar dibedakan, ada yang mengatakan klasik lebih parah tetapi ada yang
mengatakan sama saja. Di India ada kalanya kolera klasik dan EIT or berada di satu
daerah. Perbedaan biasanya hanya bisa dengan laboratorium.
Vibrio kolera termasuk bakteri yang non-invansif yang juga mengeluarkan
toksion, tetapi kuman tetap berada diluar dan tidak masuk kedalam dinding usus maupun
pembuluh darah atau jaringan. Entoroksin yang dikeluarkan akan merangsasng adenyl
cyclase yang mempengaruhi ATP menjadi cyclic AMP dan ini merubah fungsi sel epitel
dan mengeluarkan air serta elektrolit yang banyak sekali, sehingga timbul hipermotilitas
dari usus dan timbul diare yang hebat.
Manifestasi klinis
Masa inkubasi antara 6 jam hingga 72 jam , kadang-kadang sampai 7 hari.Ini
kemudian diikuti dengan diare yang profus dan mendadak tanpa tanda mengejan
(tenesmus) atau rasa nyeri.Kotorannya akan menjadi tambah jernih dengan bintik-bintik
mukus melapung dan ini menyerupai air tajin disebut rice water stool. Kemudian disusul
muntah-muntah, Tetapi hal ini dapat terjadi sebelum diare.Penderita muntahkan isi
lambung tanpa mengeluarkan tenaga yang banyak dan tanpa mual, muntahan ini banyak
megandung kuman kolera. Warna dan konsistensi muntahan mirip dengan tinja.
Pada pemeriksaan penderita biasanya didapatkan suhu rektal sedikit meningkat
(38 C), tetapi dapat turun lebih dari normal bila syoknya bertambah progresif. Penderita
tampak gelisah, mata cekung , kulit tampak lebih gelap dan lembab serta turgor
menurun. Jari-jari tangan menjadi keriput dan ini disebut wash womans hans. Dengan
bertambah beratnya dehidrasi penderita menjadi sangat haus, tambah gelisah dan dapat
terjadi kejang-kejang otot abdomen dan extremitas. Tekanan darah menurun dan nadi
tidak teraba, produki urin menurun, dapat terjadi pernapasan yang cepat dengan berbagai
derajat.
Walaupun dapat terjadi somnolent dan apatis tapi jarang terjadi penurunan
kesadaran yang lebih berat. Jika penderita tersebut cacingan, maka yang dapat keluar
bersama tinjanya. Gejala diare ini berlangsung 1-10 hari, bila tanpa terapi dan penderita
akan meninggal, tanda-tanda pertama dari penyembuhanadalam didapat ampas dari
tinjanya.
b. Escherichia coli
E.coli dikemukakan sejak 100 tahun yang lalu dan terdapat dalam tinja. Sukar
dibedakan tipe mana yang menyebabkan diare sebab sebagian tidak mengganggu. E.coli
terdapat sebagai komersal dalam usus manusia mulai dari lahir sampai meninggal.
Walaupun umumnya tidak berbahaya, tetapi beberapa jenis dapat menyebabkan
gastroenteristis.
E.coli yang menyebabkan diare dapat dibagi menjadi 5 golongan:
a. Enteropathogenic (EPEC) tipe klasik.
b. Enterotoxigeuic (ETEC) clorela like.
c. Enteroinvasive (EIEC) bacillary dysentery like.
d. Enterohemolitik (EHEC ) shigella like toxin
e. Enteroadherent (EAEC )
EPEC banyak disebut sebagai penyebab epidemic enteritis yang utama pada bayi.
Kemudian ternyata bahwa pada kasus-kasus enteritis terbanyak disebabkan karena E.coli
Toxigenic (ETEC) (Carpenter, 1980). Muntah-muntah dapat terjadi pada awal penyakit
dan diare yang menyertainya sepat menjadi hebat. Pada bayi gejala diare sukar dibedakan
dengan kolera, yang diserang anak dibawah 6 bulan. Bayi cepat jatuh dalam dehidrasi dan
syok kadang-kadang disertai panas tinggi. Pada bayi banyak terjadi komplikasi-
komplikasi yang berupa bronkopneumonia, septikaemia dan sebagainya.
Pada kasus-kasus ringan, suhu tidak tinggi, bayi sering rewel dan irritable,
sedangkan tinja cair dan kehijauan. Pada sebagian kecil kasus-kasus, diare disebabkan
karena EIEC yang menyerupai Shigella(Dysentry like) Dan ditandai dengan panas badan,
tenesmum, serta darah dan lender dalam tinjanya.
Carrier State dilaporkan sebanyak 1-2% dan kuman E.coli dapat Dieksresi untuk
berbulan-bulan lamanya tanpa gejala-gejala atau pada suatu saat mendadak timbul gejala-
gejala klinis yang nyata.
c. Shigella
Ada dua bentuk: a. Bentuk diare (air)
b. Bentuk disentri.
Shigellosis bentuk diare pada permulaan diawali dengan panas tinggi dengan tinja
yang banyak, sedangkan yang bentuk disenti biasanya tinjanya tidak banyak dan
mengandung lender serta darah. Shigella bentuk diare dapat sembuh spontan tetapi dapat
juga berlangsung terus dan menjadi bentuk disentri. Karena infeksi ini bersifat lokal,
Septikemia jarang didapatkan. Dari tahun 1900-1953 hanya dilaporkan sebanyak 37
kasus Shigella di USA.
Epidemiologi secara meluas jarang terjadi. Lebih sering adalah timbul sedikit-
sedikit di beberapa tempat. Berebeda dengan Typhoid, bacillary dysentery adalah water
born. Keberhasilan makanan, kebersihan lingkungan hidup, hygiene sanitasi yang baik
sangat pentingterhadap pencegahan penularan penyakit ini. Menurut umur, frekwensinya
rendah pada 6 bulan pertama, meningkat pada bulan-bulan selanjutnya, sampai beberapa
tahun. Penyakit ini sering kali berat dan fatal bila terjadi pada early infacy, tetapi lebih
ringan pada anak-anak dengan umur lebih dari 3 tahun.
Karena penyakit ini menyebar dari manusia ke manusia dengan berbagai faktor
seperti makanan, air, lalat, maka disamping penderita sebagai sumber pwnularan, carrier
berlangsung lebih dari 1 bulan.carrierdari hasil shiga lebih persisten daripada Shigella
flexnen. Kuman-kuman ini dapat dikeluarkan malalui tinja berselang-seling (intermiten),
sehingga menambah kesukaran untuk menemukannya pada kultur.
Patologi
Disentri adalah suatu local infection terutama mengenai usus besar. Dapat pula
mengenai ileum bagian bawah, di mana biasanya kerusakannya lebih ringan. Mukosa
daripada usus menebal, hiperemis, beradang dan edematous; dapat tertutup besar
ukurannya. Ulkus-ulkus ini menembus ke dalam sub mukosa. Jarang terjadi perforasi.
Penyembuhan daripada ulkus biasanya sempurna. Kelenjar mesenterium dapat
membesar, tetapi limpa tidak.
Patogenesis
Shigellosis seringkali digambarkan sebagai disentri dengan tinja mengandung
darah, mukun dan pus, sedangkan klinis sering ditemukan diare yang cair 1-2 hari
pertama yang menggambarkan suatu small bowel bagian distal ke arah usus besar
(kolon). Jadi pada 1-2 hari pertama terjadi ilenitis dengan gejala watery diarrhea
kemudian disususl dengan colitis yang tinjanya mengandung darah dan mukus.
Suatu protein eksotoksin yang dikeluarkan oleh shiga baccilus dysentery telah
terkenal sejak 1903 (Conrad H. 1903). Toxin ini digolongkan sebagai neurotoksin oleh
karena pemberian parenteral pada kelinci, menyebabkan paralysis, perdarahan serebral
dan spinal cord dan menyebabkan kamatian.
Proteinnya berbeda dengan lipopolisakarida andotoksin dalam hal : tak tahan
panas, mengendap dengan tricholor acitis acid, sintetis berkurang dalam suasana
anaerobic, dapat dihasilkan oleh strain yang mengalami defisiensi lipopolisakarida.
Flexner, Sweet (1945), menyatakan bahwa terjadinya ulsera pada usus disebabkan
oleh karena absorbsi dari toksin yang dikeluarkan oleh basil ini melalui dinding usus.
Penyelidikan oleh La Brec, Formal (1961), dan Takeuchi dengan menggunakan
mikroskopelektron menunjukkan bahwa basil disentri yang virulen dapat menembus sel-
sel epitel sampai ke lamina propria.
Gejala Klinis
Masa inkubasi berbeda-beda, dari beberapa jam sampai 1 minggu. Lebih sering
antara 2-4 hari. Gejalanya timbul mendadak dengan panas antara 39,5-40 derajat celcius,
disertai muntah-muntah (47%), nyeri pada perut, rangsang meningeal sering didapatkan.
Kemudian disusul dengan diare encer tanpa darah dalam 6-24 jam pertama. 12-72 jam
sesudah permulaan penyakit.
d. Salmonella
Infeksi dengan salmonella kebanyakan melalui makanan atau minuman yang
tercemar kuman salmonella. Baerbagai sindrom klinik dapat ditimbulkan oleh golongan-
golongan salmonella.
Yang paling sering dilaporkan sebagai penyebab diare : typhimurium. Diare yang
hebat dapat timbul sejak awal penyakit dan tinja dapat berupa air dan mengandung lendir,
pus dan darah. Separuh dari kasus-kasus dilaporkan menjadi baik dalam beberapa hari,
sedang sebagian lainnya diare berlangsung terus tanpa mempengaruhi keadaan umum
penderita. Walaupun carrier satae tidak permanent seperti pada salmonella typhii,
salmonella dapat berada dalam tinja untuk berbulan-bulan lamanya, terutama pada bayi.
Pengobatan dengan antibiotika pada salmonella enteritidies dapat menyebabkan carrier
state seperti tersebut diatas.
Antibiotika tidak mempengaruhi perjalanan penyakit. Sehubungan dengan ini ada
yang memberikan gejala-gejala sistemik disamping gastroenteritis pada bayi-bayi muda di
mana chloramphenicol merupakan obat termurah (50-100mg/kgBB/hari) walaupun
terakhir resistensi salmonella enteritis terhadap obat ini mencapai 50% (Surabaya,1978).
Trimetropim-sulfamethoxazole dapat diberikan dengan dosis ; 4-6mg/kgBB/hari.
Golongan-golongan nitrofurantoin, fultrexin (30mg/kgBB/hari) mempunyai resistensi
yang rendah (Surabaya, 1978 : 7%). Sedangkan untuk golongan thiamphenicol,
amoxicillin dan ampicillin resistensi adalah 70-100%.
e. Vibrio Campylobacter
Pada tahun 1931 V. Campylobacter fetus sub-species jejuni dikaetuhi oleh Yones
dan Little sebagai penyebab diare yang akut pada sapi, domba dan ayam yang cukup
hebat. Tahun 1946, Levy melaporkan bahwa kuman yang seperti vibrio ini dapat
menyebabkan infeksi pada manusia dan 20 tahun kemudian 100 kasus dilaporkan
dengankultur positif disebabkan oleh kuman berbentuk vibrio yang dikenal sebagai
campylobacter fetus (Blaser – Martin)
Patofisiologi
Dilkasifikasikan dalam 3 kategori :
a. Diare non inflammatory (mirip kolera)
b. Keradangan mukosa (Proses invasive)
c. Panas Enterik (bactermia and disseminated focal infection).
Gejala-gejala
Gejala-gejalanya berupa :
- malaise dan anoreksia
- kolik dan nyeri terutama di perut kanan bawah
- panas (37,5-40 derajat celcius) kadang-kadang konvulasi
- diare dengan darah segar
- muntah (30%)
- diare (95%) sebagian besar sembuh dalam 1-2 minggu, kira-kira 7% lebih dari 3
minggu
- hepatomegali hanya kadang-kadang
- kadang-kadang ada dehidrasi dengan hiponatremia.
Laboratorium
- Tinja : ditemukan leukosit
- Darah : leukositosis 13,000-22000/mm2
Shift to the left.
f. Virus
Sejak belasan tahun terakhir ini telah banyak kemajuan mengenai virus diketahui
sebagai penyebab dari diare. Sebagian basar disebabkan oleh Rotavirus, sedangkan Nordwalk-
virus hanya 1/3 dari kasus virus, tetapi sisanya disebabkan Adenovirus, Calcivirus, Astrovirus
dan Coronavirus. Terakhir sebagian besar dari penyebab diare pada sapi, babi dan anjing.
Kira-kira 20-30% sukar ditentukan penyebabnya, penentuan diagnosis yang paling
tepat ialah dengan amikroskop, tetapi makan banyak waktu dan tidak ada pada semua tempat
untuk pemeriksaannya. Maka itu sekarang pemeriksaan yang paling mudah dan dapat
dilaksanakan di mana-mana yaitu dengan Enzymm linked immunosorbent assay (ELISA),
Begitu pula Nordwalk-virus, diagnosa ditentukan dengan ELISA walaupun tidak rutin.
Rotavirus menjangkit terutama pada anak 9-12 bulan hampir 50% dari kasus
(Davidson, 1975). Sebagian besar tak perlu masuk rumah sakit. Di daerah tropis terdapat
selama sepanjang tahun, dengan kebanyakan pada musim agak dingin. Di daerah sub-tropis
dan eropa, biasanya kedapatan pada musim dingin. Penyebabnya melalui fecal-oral-route.
Dalam tinja bisa sampai 8 hari
Nordwalk-virus biasanya tidak ada musiman yang terserang. Biasanya seluruh
kaluarga, sekolah, asrama dan sebagainya. Rotavirus dan Nordwalk-virus biasanya yang
diserang sel epitel yang sudah sempurna. Villi menjadi pendek sedangkan anggota menjadi
panjang. Terjadinya diare ada gangguan transport glucose-stimulated Na+ dan penurunan
aktivitas Na+ K+ ATP-ase (Davidson, 1977) dan tidak melalui stimulasi adenylcyclase.
2.5. DIARE KRONIK
Istilah kronik digunakan bila diare melanjut sampai 2minggu atau lebih dan kehilangan
berat badan atau tidak bertambah berat badan selama masa tersebut. Arasu dkk. (1979)
menggunakan batas waktu bukan 2 minggu, melainkan 1 bulan. Banyak nama diberikan untuk
diare kronik seperti persistent diarrhoea, protracted diarrhea, intractable diarrhea dan lain
sebagainya.
2.5.1. Klasifikasi diare kronik
Klasifikasi diare kronik yang biasa dipakai berdasarkan atas sifat tinja berair,
berlemak, berdarah sehingga lebih dapat membantu dalam menghadapi masalahnya
a. Watery stools atau tinja berair
1. Gastroenteropati alergi
o Alergi protein susu sapi (CMPA atau CMPSE)
o Alergi protein kedele
2. Defisiensi disakaridase
- Defisiensi lactase – sering sekunder
- Defisiensi sukrase – isomaktosa
3. Defek imum primer
4. Infeksi usus oleh virus, bakteri dan parasit (Giardia)
5. CSBS (contaminated small bowel syndrome)
- Obstruksi usus, blind loops, malrotasi, short bowel syndrome, dan sebagainya
- Penyakit Hirschsprung, enterokolitis
6. Persitent potenteriting diarrhea dengan atau tanpa intoleransi karbohidrat
7. Diare sehubungasn dengan penyakit endokrin :
- Hiperparatiroidism
- Insufisiensi adrenal
2.5.2. Patofisiologi
Kerusakan mukosa
Berkurangnya permukaan mukosa atau kerusakan permukaan mukosa dapat
mengakibatkan terganggunya permeabilitas air dan elektrolit. Pada celiac sprue terdapat
hilangnya daerah permukaan dan menurunnya effective pore size mukosa jejunum yang
nyata.
Kerusakan epitel usus halus yang difus terjadi pada kebanyakan tipe enteritis
karena infeksi, penyakit crohn dan pada penyakit-penyakit kolon seperti kolitisulseratif,
colitis granulomatous dan colitis infeksi.
Motilitas usus yang abnormal
Kelainan motilitas usus menyebabkan gangguan digesti dan/ atau absorpsi.
Berkurangnya motilitas memudahkan terjadinya statis dan bakteri tumbuh lampau,
sedangkan kenaikan motilitas akan mengakibatkan transitnutrisi yang cepat di usus dan
menimbulkan kontak lama dengan mukosa yang inadekuat. Berkurangnya motilitas usus
terdapat pada diabetes dan akleroderma. Motilitas usus yang betrambah berhubungan
dengan isi usus yang meninggi (seperti pada diare asmotik). Inflamasi usus dan keadaan-
keadaan terdapatnya circulating humoral agents (seperti prostaglandin dan serotonin)
yang meningkat secara aktif. Pada short bowel syndrome (sering pasca-bedah), terdapat
daerah permukaan absorpsi yang indekuat dikombinasi dengan transit cepat yang akan
mengakibatkan diare. Hipersekresi lambung pada transent hypergasrtinemia juga dapat
menghasilkan diare segera sesudah operasi. Bayi dengan usus halus kurang dari 40cm
jarang dapat hidup, terutama bila valvula ileosekal direseksi.
Sindrom diare kronik
Kebanyakan bayi dengan severe, protracted diarrhoea akan menunjukkan
perubahan mukosa usus halus berupa atrofi vilus. Kehilangan nutrien yang melanjut dan
masuknya kalori yang inadekuat mengakibatkan deplesi protein yang bermakna dan
malnutrisi. Pada terjadinya deplesi protein. Regenerasi morfologik dan fungsional usus
halus akan terganggu, ini menimbulkan malabsorpsi yang menyeluruh dan diare yang
terus menerus, dan terjadilah lingkaran setan.
Mekanisme lain
Defisiensi seng (Zn) berhubungan dengan diare kronik seperti pada akrodermatitis
enteropatik. Mekanisme diare pada gastroenteropati alergik masih perlu diselidiki,
walaupun terdapat alasan untuk menduga bahwa mukosa rusak dan fungsi terganggu. Hal
ini dibahas pada pembahasan alergi susu sapid an cow’s milk protein sensitive
enteropathy, CMPSE.
2.6. DIAGNOSIS DIARE
2.6.1. MENILAI DERAJAT DEHIDRASI
PENILAIAN A B C
Lihat
Keadaan Umum
Mata
Rasa haus
Baik, sadar
N
Minum biasa, tidak
haus
Gelisah, rewel
Cekung
Haus, ingin minum
banyak
Lesu, tdk sadar
Sangat cekung dan
kering
Malas minum/ tidak
bisa minum
Periksa turgor kulit Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat
lambat
Derajat dehidrasi Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan/
sedang
Bila ada 1 tanda di
tambah 1 atau lebih
tanda lain
Dehidrasi berat
Bila ada 1 tanda di
tambah 1 atau lebih
tanda lain
Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C
Dehidrasi
Keadaan dimana cairan tubuh yang keluar melebihi cairan yang masuk ke dalam tubuh.
Berdasarkan jumlah cairan yang hilang derajat dehidrasi dapat dibagi menjadi
Tanpa dehidrasi : bila kehilangan cairan < 5% berat badan
Dehidrasi ringan - sedang bila kehilangan cairan diantara 5% - 10% berat badan
Dehidrasi berat bila kehilangan cairan > 10% berat badan
Derajat dehidrasi berdasarkan tonisitas cairan
1. Dehidrasi Isotonik : tidak ada perubahan konsentrasi elektrolit darah.
2. Dehidrasi Hipotonik : konsentrasi elektrolit darah turun.
3. Dehidrasi Hipertonik : konsentrasi elektrolit darah naik, biasanya disertai rasa haus dan
gejala neurologis.
Karena tonisitas darah terutama ditentukan oleh kadar natrium di dalam plasma, maka biasanya
penentuan jenis dehidrasi tersebut dilakuakan berdasarkan kadar natrium tersebut, yaitu :
1. Dehidrasi Isotonik, bila kadar natrium plasma 130 - 150 mEq/l dan dapat disebut juga
sebagai dehidrasi isonatremia
2. Dehidrasi Hipotonik, bila kadar natrium dalam plasma kurang dari 130 mEq/l dan dapat
disebut juga sebagai dehidrasi hiponatremia
3. Dehidrasi Hipertonik, bila kadar natrium plasma lebih dari 130 - 150 mEq/l dan dapat disebut
juga sebagai dehidrasi hipernatremia
Tanda klinik dehidrasi berat
o Rasa haus
o Berat badan turun
o Kulit, bibir, dan lidah kering
o Saliva menjadi kental
o Turgor kulit dan tonus berkurang
o Mata dan ubun - ubun cekung
o Pembentukan urin berkurang
o Anak menjadi apatis
o Gelisah kadang disertai kejang
o Timbul gejala asidosis
o Syok dengan nadi dan jantung yang berdenyut cepat dan lemah
o Tekanan darah menurun
o Kesadaran menurun
o Pernafasan kussmaul
2.6.2. Anamnesis
Anamnesis pada diare kronik sangat penting bukan saja untuk mengetahui lamanya
diare, tetapi kalau mungkin harus dapat mengungkap penyebab terjadinya diare kronik, derajat
beratnya malabsorbsi , menemukan adanya penyakit yang mendasari diare kronik, menentukan
derajat malnutrsisid an failure to thrive.karena itu selain anamnesis mengenai diare akut, harus
ditanyakan pula:
* Penanganan yang telah dilaksanakan
* Makanan yang diberikan sebelum dan sesudah diare, serta reaksi pada pemberian makanan
tersebut
* Obat-obatan yang diberikan
* Kemampuan pencernaan sebelum dan selama sakit untuk menentukan adanaya intoleransi .
dalam praktek ditentukan melalui uji challenging dan withdrawal ( uji tantang dan henti )
2.6.3. Pemeriksaan Fisik
2.6.3.1Nutrisi
Karena pada umumnya penderita diare kronik sudah menderita KEP, penentuan
status nutrisi sangat penting. Kekurangan mikronutrien , seperti vitamin A dan Zinc dapat
memperpanjang lamanya diare, tetapi sering manifestasi klinis kekurangan
mikronutrien ini belum muncul . Memeriksa kadar mikronutrien ini relative mahal dan
sukar. Oleh karena tu dalam praktek, tanpa pemeriksaan lebih dahulu, semua penderita
diare kronik diberi suplementasi mikronutrien tertentu
Kemampuan makan anak dinilai berdasarkan riwayat makan sewaktu sehat dan
riwayat makan selama sakit, keadaan umum serta pengamatan, untuk sampai pada
kesimpulan cara dan bentuk pemberian makanan. Apakah sepenuhnya dapat diberikanan
makanan enteral atau memerlukan makanan parenteral. Apakah bentuk makanan yang
diberikan cair, saring, lunak atau biasa.
Kemampuan pencernaan anak dinilai berdasarkan riwayat makan sewaktu sehat
dan selama sakit, dihubungkan dengan manifestasi klinis yang muncul sewaktu diberi
makanan tersebut untuk sampai pada dugaan apakah ada intoleransi terhadap jenis
makanan tertentu.
2.6.3.2 Status hidrasi
Pada diare kronik dengan KEP hati-hati dalam penentuan hidrasi karena adanya
indicator dehidrasi yang menganggu penentuan derajat dehidrasi.
2.6.4. Pemeriksaan Laboratorium
Secara umum pemeriksaan penunjang pada diare akut tidak rutin dilakukan,
hanya pada kondisi tertentu saja. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara
lain pemeriksaan darah, tinja, urin dan uji hydrogen nafas.
Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah ruutin seperti hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit dan
hitung jenis dapat dilakukan apabila dicurigai adanya infeksi lains eperti infeksi saluran
pernafasan atas termasuk infeksi telinga. Pemeriksaan gula darah dan elektrolit seperti
natrium, kalium, kalsium, magnesium dilakukan pada keadaan ensefalopati metabolic.
Pemeriksaan analisa gas darah dilakukan pada keadaan klinis yang diduga adanya
asidosis metabolic dengan gejala pernafasan cepat dan dalam ( pernafasan Kusmaull ).
Pemeriksaan ureum dan kreatinin dilakukan pada keadaan dengan dugaan adanya
gangguan fungsi ginjal akibat adanya perfusi ginjal yang menurun seeprti syok.
Pemeriksaan tinja
a. Pemeriksaan makroskopis
Mencakup warna tinja, konsistensi, bau, adanya lendir, darah, adanya
busa. Warna tinja tidak terlalu banyak berkolerasi denganpenyebab diare. Warna
hijau tua berhubungan dengan adanya empedu akibat warna empedu yang
didekonjugasi oleh bakteri anaerob pada keadaan overgrowth bakteri. Warna
merah akibat adanya darah pada tinja atau obat yang dapat menyebabkan warana
merah pada tinja seperti rifamisin. Konsistensi tinja dapat cair, lembek dan padat.
Tinja yang berbusa menunjukkkan adanya gas dalam tinja akibat fermentasi
bakteri. Tinja yang berminyak, lengket dan berkilat menunjukkan adanya lemak
dalam tinja. Lendir dalam tinja mengambarkan keadaan di kolon khususnya
akibat bakteri. Tinja yang sangat berbau menggambarkan adanya fermentasi oleh
bakteri anaerob di kolon. Darah yang bercampur dalam tinja menujukkan gejala
disentri.
b. Malabsorbsi laktosa
Pada diare akut sering terjadi defisiensi enzim lactase sekunder akibat
rusaknya mikrofil mukosa usus halus yang banyak mengandung enzim lactase.
Enzim lactase merupakan enzim yang bekerja memecah laktosa menjadi glukosa
dan galaktosa, yang selanjutnya diserap di mukosa usus halus. Salah satu cara
untuk menentukan adanya malbsorpsi laktosa adalah dengan pemeriksaan clinitest
dikombinasi dengan pemeriksaan pH tinja. Pemeriksaan clinitest dilakukan
dengan prisip melihat adanya perubahan reaksi warna yang terjadi antara tinja
yang diperiksa dengan tablet clinitest. Prinsip pemeriksaan ini adalah terdapatnya
reduktor dalam tinja yang mengubah cupli sulfat menjadi cupro (sebaiknya tidak
lebih dari 1 jam). Sepuluh tetes air dan 5 tetes bagian cair tinja diteteskan ke
dalam gelas tabung dari Ames, kemudian ditambah : tablet clinitest. Setelah 60
detik maka perubahan warna yang terjadi dicocokkan dengan warna standar. Biru
berarti negative, kuning tua berarti positif kuat (+ + + + = 2 % ), anatar kuning
dan biru terdapat variasi warna hijau kekuning-kuningan ( + = ½ % ), (++= ¾ %),
(+++=1%). Pemeriksaan pH tinja menggunakan kertas lakmus dapat dilakukan
untuk menentukan adanya asam dalam tinja . Asam dalam tinja tersebut adalah
asam lemka rantai pendek yang dihasilkan karena fermentasi laktosa yang tidak
diserap di usus halus sehingga masuk ke usus besar yang banyak mengandung
bakteri komensal. Bila ph tinja< 6 dapat dianggap sebagai malabsorbsi laktosa .
c. Malabsorbsi lemak
Adalah suatu keadaan dimana terdapat gangguan absorbs lemak dalam
usus sehingga lemak keluar secara berlebihan dalam tinja. Terdapatnya lemak
dalam tinja lebih dari 5 orang sehari disebut sebagai steatore. Pasase usus yang
meningkat pada diare akut dapat menyebabkan gangguan absorbs lemak.
Adanya bakteri anaerob dalam saluran cerna akan meguraikan kembali garam
empedu yang terkonkugasi menjadi garam empedu dekonyungasi, sehingga
emulsifikasi lemak di usus halus akan terganggu dan berakibat absorpsi lemak
yang terganggu. Adanya lemak dapat diperiksa dengan cara pewarnaan tinja
dengan Sudan III yang mengandung alcohol untuk mengeluarkan lemak agar
dapat diwarnai. Secara mokroskopis denagn pembesaran 40 kali dicari butiran
lemak dengan warna kuning atau jingga. Penilaian berdasarkan 3 kriteria yaitu:
(+) bila tampak sel lemak kecil dengan jumlah kurang dari 100 buah per
lapang pandang atau sel lemak memenuhi 1/3 sampai ½ lapang pandang.
(+ +) bila tampak sel dengan jumlah lebih dari 100 per lapang pandang atau
sel memenuhi lebih dari ½ lapang pandang.
(+ + +) bila didapatkan sel lemak memenuhi seluruh lapang pandang.
d. Infeksi bakteri
Infeksi bakteri invasive ditandai dengan ditemukannya sejumlah besar
leukosit dalam tinja yang menunjukkan adanya inflamasi. Pemeriksaan leukosit
tinja dengan cara mengambil bagian tinja yang berlendir seujung lidi dan
diberikan ½ tetes eosin atau NaCl lalu dilihat dengan mikroskop cahaya :
Bila leukosit 1-5/LPB : (-)
Leukosit 5-10/LPB : (+1 )
10-20/LPB : (+2 )
> ½ LPB : (+3 )
Memenuhi seluruh LPB : (+4 )
e. Infeksi parasit
Pemeriksaan parasit paling baik dilakukan pada tinja yang segar. Dengan
memakai batang lidi atau tusuk gigi ambillah sedikit tinja dan emulsikan dengan
tetesan NaCl fisiologis, demikian juga dilakukan dengna larutan Iodoium.
Pengambilan tinja cukup sedikit saja agar kaca penutup tidak mengapung tetapi
menutupi sediaan sehingga tidak terdapat gelembung udara. Periksalah dahulu
sediaan tak berwarna atau NaCl fisiologis , karena telur cacaing dan bentuk
trofozoit dan protozoa akan lebih mudah dilihat. Bentuk kista lebih mudah dilihat
dengan pewarnaan Iodiu. Pemeriksaan dimulai dengan pembesaran obyektif 10 x,
40 x, untuk menentukan spesiesnya.
Pemeriksaan urin
Pemeriksaan BJ urin dapat membantu menilai adanya dehidrasi pada
penderita diare apabila terdapat keraguan terhadap status hidrasi penderita. BJ urin
normal adalah 1.010-1.030, apabila fungsi ginjal baik dalam keadaan dehidrasi BJ
urin akan meningkat . Bila terdapat dugaan infeksi saluran kemih ( ISK ),
pemeriksaan urin sebaiknya dilakukan untuk menilai adanya leukosit dalam urin.
Uji hydrogen nafas
Adalah pemeriksaan yang didasarkan atas peningkatan kadar hydrogen dalam
udara eskpirasi. Gas hydrogen dalam udara ekspirasi berasal dari hasil fermentasi
bakteri terhadap substrat baik di kolon maupun usus halus. Fermentasi bakteri di usus
besar terjadi karena adanya substrat yang tidak diabsorbsi di usus halus, sehingga
turun ke kolon yang mengandung bakteri komensal. Substrat yang tidak diabsorbsi
tersebut seperti laktosa atau fruktosa akan difermentasikan oleh bakteri komensal
mengahasilkan asam lemak rantai pendek ( short chain fatty acid )Beberapa molekul
alcohol dan gas hydrogen tersebut dengan cepat akan diserap masuk ke dalam
sirkulasi darah lalu masuk ke paru-paru dan dikeluarkan melalui udara nafas.
Fermentasi bakteri di usus halus terjadi karena adanya bakterial overgrowth,
yang didefinisikan sebagai terdapatnya koloni atau spesiesnya koloni > 106 U/ml,
cairan usus halus yang seharusnya relative steril sebelum pemeriksaan uji hydrogen
nafas, penderita dipuasakna 4-6 jam, lalu diambil sampel udara nafas dengan cara
meniup (pada bayi dengan menggunakan sungkup) pada lat yang dapat menghitung
kadar hydrogen nafas sebgai kadar awal hydrogen nafas. Lalu diberikan larutan
glukosa 2 g/kgBB dengan kosnsentrasi 20 % setelah itu diambil sampel udara seperti
sebelumnya setiap 30 menit selama 2-3 jam. Peningkatan kadar hydrogen nafas < 20
ppm atau 10-20 ppm disertai gejala klinis ( kembung, diare, muntah, diare )disebut
positif. Apabila peningkatan tersebut diperoleh pada 30 menit pertama yang berarti
fermentasi laktosa oleh bakteri sudah terjadi di usus halus dan disimpulkan sebagai
bacterial overgrowth. Peningkatan yang terjadi > 2 jam menunjukkan adanya laktosa
yang tidak diabsorbsi di usus halus, sehingga masuk ke kolon dan difermentasi oleh
bakteri di kolon menghasilkan hydrogen yang ditangkap oleh alat.
Pemeriksaan laboratorium rutin / sederhana
Pada diare kronik pemeriksaan yang paling sederhana yang dapat dilakukan
dimanapun adalah melihat tinja, apakah tinja berdarah atau tidak . Pemeriksaan
laboratorium sederhana yang dapat dilaksanakan :
Pemeriksaan Indikasi Arti pemeriksaan dan apa
yang harus dicari
Makroskopis
tinja
Rutin Adanya darah menunjukkan
disentri, biasanya Shigella *
Mikroskopis
tinja
Diare akut dan kronik yang
tidak bereaksi terhadap
Adanya trofozoit dan atau
kista untuk mendiagnosis
pemberian cairan dan
makanan serta pengobatan
antimikroba
Anamnesis adanya infeksi
cacing
Giardiasis dan Amubiasis.
Adanya sel darah merah
sebagai bukti adanya kuman
invasive, misalnya Shigella
Adanya telur atau cacing
Biakan tinja
dan sensitivitas
Pengamatan etiologi diare
kronik ( terutama bila gizinya
buruk )
Adanya bakteri penyebab,
bersama –sama dengan
kepekaan terhadap antibiotika
Ph tinja dan zat
reduksi
Diare kronik yang
berhubungan dengan
intoleransi terhadap
karbohidrat
Sewaktu diberi oralit, tinja
yang keluar bertambah
banyak
Rendahnya pH ditambah
dengan adanya gula ( benedict
atau Clinitest tablet )
menunjukkan penyerapan
karbohidrat seperti laktosa ,
sukrosa dan glukosa yang
buruk **
Darah Rutin : analisis gas darah Adanya kelainan elektrolit
Gangguan fungsi ginjal
*: Pemeriksaan mikroskopik tinja lebih sensitive daripada pemeriksaan
makroskopis , tetapi untuk infeksi Shigella , pemeriksaan mikroskopis tidak lebih
spesifik jika dibandingkan dengan pemeriksaan makroskopis.
**: Adanya zat reduksi tidaklah secara otomatis menunjukkan adanya toleransi
secara klinis . hal ini harus dibuktikan dengan rekasi penderita bila bahan yang diduga
sebagai penyebab intoleransi tersebut dihilangkan dari dietnya
Pemeriksaan laboratorium lanjutan pada diare kronik / kronik
Indikasi Pemeriksaan Laboratorium
Malabsorbsi
- Karbohidrat
- Protein
- Lemak
- Ph Tinja
- Tes reduksi glukosa ( Clinitest )
- Breath hydrogen test
- Biopsi usus ( morfologi, penentuan
disakaridase)
- Tes toleransi , termasuk tes D
Xylose
- Analisis cairan duodenum ;
antittripsin, kemotripsin, pH,
enterokinase
- Serum tripsinogen
- Bentiro mide tes
- Α-1 antitripsin
- Analisis cairan duodenum : lipase ,
co lipase konsentrasi asam empedu
- Tes Van de Kamer
- Tes Absorbsi Lipiodol
- Biopsi usus
Evaluasi status imunisasi Respon humoral imun, tes defisiensi sel B, tes
defisiensi sel T, tes respon mucosal
Kontaminasi usus
Kerusakan hepar
Intubasi duodenum
CMPSE One hour xylose absorbsion test
Fosfatase lindi
Akrodermatitis enteropatika Serum Zinc ↓
Colitis alergika Eosinofilia di lamina propia ↑
Intractable diarrhea Biopsy usus ( atrofi mukosa )
Kelainan bawaan
(malrotasi, stenosis, Hirschprung )
Radiografi
2.7. TATALAKSANA
Pada saat seorang anak datang dengan keluhan diare, langkah-langkah atau penilaian mencakup :
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat
Melakukan anamnesis dengan teliti terutama tentang asupan peroral, frekuensi dan
volume tinja yang keluar, keadaan umu, aktivitas anak, dan frekuensi miksi/urine, data
kunjungan ketempat penitipan anak, daerah endemik diare, penggunaan antibiotik, kontak
dengan orang lain yang mempunyai gejala yang sama, asupan makanan laut dan sayuran
yang tidak dicuci, susu yang tidak dipasteurisasi, air yang terkontaminasi, atau daging yang
tidak dimasak, lama dan beratnya diare, konsistensi tinja, adanya lendir dan darah, gejala lain
yang berhubungan seperti demam, muntah, kejang.
Tabel : Simtom, gejala klinis, dan sifat tinja penderita diare karena infeksi usus.
RotavirusVibrio
cholera Salmonella Shigella
E. coli
enterotoksigenik
E. coli
enteroinvasif
Simtom & gejala
Mual &
muntah
Dari
permulaanJarang + Jarang - -
Panas + - + + - +
Sakit Tenesmus KolikTenesmus
Kolik
Tenesmus
KolikKadang-kadang
Tenesmus
Kolik
Sifat Tinja
Volume SedangSangat
banyakSedikit Sedikit Banyak Sedikit
FrekuensiSampai 10/
lebih
Hampir terus
menerusSering Sering sekali Sering Sering
Konsistensi Berair Berair Berlendir Kental berair Kental
Mukus Jarang Flacks + Sering + +
Darah - -Kadang-
kadangSering - +
Bau - AnyirBau telur
busukTak berbau Bau tinja Tidak spesifik
Warna Hijau kuningSeperti air
cucian berasHijau Hijau Tidak berwarna Hijau
Leukosit - - + + - +
2. Tentukan derajat dehidrasi
Tanpa dehidrasi : kekurangan cairan < 3% berat badan
Dehidrasi ringan - sedang bila kehilangan cairan diantara 3% - 9% berat badan
Dehidrasi berat bila kehilangan cairan > 9% berat badan
3. Memilih rencana pengobatan yang sesuai
prinsip pengobatan diare meliputi : terapi cairan, dietetik, terapi suportif, edukasi.
Tujuan pengobatan :
1. Mencegah dehidrasi
2. Mengatasi dehidrasi yang telah ada
3. Mencegah kekurangan nutrisi dengan memberikan makanan selama dan setelah diare
4. Mengurangi lama dan beratnya diare, serta berulangnya episode diare, dengan
memberikan suplemen zinc.
Tujuan pengobatan dengan cara mengikuti rencana terapi yang sesuai :
1.Rencana Terapi A
Terapi dilaksanakan dirumah untuk mencegah dehidrasi dan malnutrisi. Seorang anak dengan
diare tanpa tanda dehidrasi memerlukan cairan dan garam tambahan untuk mengganti cairan dan
elektrolit yang hilang untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Beberapa hal yang harus diajarkan
kepada ibu untuk mencegah dehidrasi, malnutrisi dan saat merujuk:
Berikan anak cairan lebih dari biasanya untuk mencegah dehidrasi
Teruskan pemberian makanan pada anak untuk mencegah malnutrisi
Beri suplemen Zinc elemental (10 mg untuk anak usia <6 bulan dan 2 mg untuk anak usia >
6 bulan), selama 10-14 hari
Membawa anak ke dokter bila terdapat tanda-tanda dehidrasi atau masalah lainnya seperti
tinja cair keluar amat sering, muntah berulang, rasa haus meningkat, atau tidak makan atau
minum seperti biasanya.
Cairan rehidrasi oral (CRO)
Komposisi CRO sangat penting untuk memperoleh penyerapan yang optimal. Terapi CRO yang
dianjurkan oleh WHO selama dekade ini dengan menggunakan cairan elektrolit dan glukosa
telah berhasil menurunkan angka kematian akibat dehidrasi pada diare, karena kombinasi gula
dan garam dapat meningkatkan penyerapan cairan di usus. Sesuai dengan anjuran WHO saat ini
dianjurkan penggunaan CRO dengan komposisi seperti tabel berikut:
2. Rencana Terapi B
Pada dehirasi ringan-sedang, CRO diberikan dengan pemantauan yang dilakukan di ruang Rawat
Inap Sehari atau Pojok Upaya Rehidrasi Oral selama 3 jam. Penilaian kembali derajat dehidrasi,
apabila masukan minum dan makan baik, penderita dapat dipulangkan. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan saat pemantauan, yaitu:
Jumlah CRO yang diberikan
Cara pemberian CRO
Pemantauan kemajuan terapi rehidrasi oral
Penghentian terapi CRO
Kapan rehidrasi oral dianggap gagal
Pemberian Zinc
Pemberian Makanan
3. Rencana Terapi C: terapi dehidrasi berat
Bila anak dapat minum, CRO dapat diberikan sampai cairan parenteral dapat diberikan. Cairan
parenteral yang diberikan adalah Ringer Laktat sebanyak 100 ml/kgBB dengan tahapan sebagai
berikut:
Air Tajin
Terdapat 3 cara pembuatan air tajin :
Cara tradisional. Kedalam air tanakan nasi diberkan tambahan air secuukupnya, kemdian
diambil diatasnya (cairan supernatan) dalam 200 ml cairan ini ditambahkan garam dapur
sebanyak ¼ sendok teh peras.
Cara mutakhir. Kedalam 3 liter air dimasukkan 100 gram atau 6 sendok makan munjung beras
dan dimasak dalam 45-60 menit. Tambahkan 1 takar sendok munjung garam dapur. Setelah
masak akan menberikan air tajin sebanyak 2 liter.
Cara terbaik. Kedalam 2 liter air ditambahkan tepung beras sebanyak 100 gram atau 6 sendok
makan munjung dan 5 gram atau 1 sendok teh munjung garam dapur. Setelah dimasak hingga
mendidih akan diperoleh air tajin yang siap untuk dipakai.
Cairan rehidrasi parenteral (CRP)
- DG aa (1 bagian larutan Darrow + 1 bagian glukosa 5%)
- RL g (1 bagian Ringer laktat + 1 bagian glukosa 5%)
- RL (Ringer laktat)
- 3 @ ( 1 bagian NaCl 0,9% + 1 bagian glukosa 5% + 1 bagian Na-laktat 1/6 mol/l)
- DG 1:2 (1 bagian larutan Darrow + 2 bagian glukosa 5%)
- RLg 1:3 (1 bagian ringer laktat + 3 bagian glukosa 5-10%)
Diberikan pada anak dengan dehidrasi karena masukan ( intake ) kurang, tanpa adanya
asidosis.
Cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5-10% + 1 bagian NaHCO3 1½ % atau 4 bagian glukosa 5-
10% + 1 bagian NaCl 0,9%)
Diberikan pada neonatus dan bayi yang lahir dengan berat badan rendah.
Indikasi
Ringer Laktat
Pilihan pertama untuk diare
- Mengandung Natrium dan Kalium dengan konsentrasi yang cukup untuk memperbaiki
kehilangan elektrolit
- Mengandung laktat yang perlu untuk memperbaiki asidosis yang timbul
RL g
Digunakan pada diare dehidrasi berat.
RL g 1:3
Digunakan untuk diare dehidrasi berat karena masukan atau intake kurang tanpa asidosis.
DG aa
Diare dehidrasi berat pada :
- MEP
- Bronkopneumonia tanpa disertai kelainan jantung
- MEP ringan, sedang berat tipe marasmus, disertai bronkopneumonia tanpa kelainan
jantung
- MEP berat tipe marasmik kwashiorkor dan tipe kwashiorkor yang disertai
bronkopneumonia yang tanpa disertai kelainan jantung
- Kelainan jantung bawaan (congenital heart disease/ CHD)
- Diare dehidrasi berat yang disertai kejang
- Intake kurang yang disertai asidosis
3@
Digunakan pada diare dehidrasi berat : DG 1:2
Digunakan pada diare dehidrasi berat yang disertai kejang : Cairan 4:1
Digunakan untuk diare dehidrasi berat pada :
- Bayi baru lahir (neonatus) dengan berat badan 2-3 kg (kadar glukosa 5% pada cairan)
- Bayi yang berat badan kurang dari 2 kg (kadar glukosa 10% pada cairan)
Jalan pemberian cairan
a. Peroral untuk dehidrasi ringan, sedang dan tanpa dehidrasi dan bila anak mau minum serta
kesadaran baik.
b. Intragastrik untuk dehidrasi ringan, sedang atau tanpa dehidrasi, tetapi anak tidak mau
minum, atau kesadaran menurun.
c. Intravena untuk dehidrasi berat.
A. Pengobatan kausal
Pengobatan yang tepat terhadap kausa diare diberikan setelah diketahui penyebab diare
yang pasti. Jika kausa diare ini penyakit parenteral, diberikan antibiotika sistemik. Di Indonesia
diperkirakan kasus diare yang disebabkan oleh infeksi (termasuk virus) kira-kira 50-70%.
Menemukan kuman pada pemeriksaan mikroskopik umumnya sulit. Bila pada pemeriksaan tinja
ditemukan leukosit 10-20/LP (dengan pembesaran 200x), maka penyebab diare tersebut dapat
dianggap infeksi enteral. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, pada penderita diare antibiotika
hanya boleh diberikan kalau :
- Ditemukan bakteri patogen pada pemeriksaan mikroskopik atau biakan
- Pada pemeriksaan makroskopik atau mikroskopik ditemukan darah pada tinja
- Secara klinis terdapat tanda-tanda yang menyokong adanya infeksi enteral
- Di daerah endemik kolera (diberi tetrasiklin)
- Pada neonatus jika diduga terjadi infeksi nosokomial
B. Pengobatan simptomatik
Obat-obat anti diare : Obat-obat yang berkhasiat menghentikan diare secara cepat seperti
antispasmodik/spasmolitik atau opium (Papaverin, Extractum Belladona, Loperamid,
Kodein, dan sebagainya. Justru akan memperburuk keadaan karena akan menyebabkan
terkumpulnya cairan di lumen usus dan akan menyebabkan terjadinya perlipat gandaan
(over growth) bakteri, gangguan digesti dan absorpsi. Obat ini hanya berkhasiat
menghentikan peristaltik saja. Diare terlihat tidak ada lagi, tetapi perut akan bertambah
kembung dan dehidrasi bertambah berat yang akhirnya dapat berakibat fatal untuk
penderita.
Adsorbents : Obat-obat adsorbents seperti kaolin, pektin, charcoal (norit, tabonal),
bismuth subbikarbonat, dan sebagainya, telah dibuktikan tidak ada manfaatnya.
Stimulans : Obat-obat stimulans seperti adrenali, nikotinamide, dan sebagainya tidak
akan memperbaiki renjatan atau dehidrasi karena penyebab dehidrasi ini adalah
kehilangan cairan (hipovolemik syok) seingga pengobatan yang paling tepat adalah
pemberian cairan secepatnya.
Antiemetik : Obat antiemetik seperti chlorpromazin (largactil) terbukti selain mencegah
muntah juga dapat mengurangi sekresi dan kehilangan cairan bersama tinja. Pemberian
dalam dosis adekuat (sampai dengan 1 mg/kgBB/hari) kiranya cukup bermanfaat.
Antipiretik : Obat antipiretik seperti preparat salisilat (asetosal, aspirin) dalam dosis
rendah (25 mg/tahun/kali) ternyata selain berguna untuk menurunkan panas yang terjadi
sebagai akibat dehidrasi atau panas karena infeksi penyerta, juga mengurangi sekresi
cairan yang keluar bersama tinja.
C. Terapi dietetik
Memuasakan penderita diare (hanya memberi air teh) dan sudah tidak dapat dilakukan
lagi karena akan memperbesar kemungkinan terjadinya hipoglikemia dan KKP. Sebagai
pegangan dalam melaksanakan pengobatan dietetik dipakai : Oralit, Breast feeding, Early
Feeding simultaneously with Education (O,B,E,S,E).
Cara memberi makanan :
1. Pada bayi dengan ASI
Asi dilanjutkan bersama-sama dengan oralit, dan diberi selang-seling. Pada bayi berumur > 4
bulan (sudah mendapat buah-buahan, makanan tambahan) dilanjutkan dengan fase
readaptasi, sedikit demi sedikit makanan diberikan kembali seperti sebelum sakit.
2. Pada bayi dengan susu formula
Diberikan oralit, diberikan selang-seling dengan susu formula. Jika bayi telah mendapat
makanan tambahan (umur > 4 bulan), makanan tambahan untuk sementara dihentikan,
diberikan sedikit demi sedikit mulai hari ke-3.
3. Untuk anak di bawah umur 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan
badan kurang dari 7 kg.
jenis makanan :
Susu (asi atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak
jenuh).
Makanan setengah padat (bubur susu) atau makanan padat (nasi tim) bila anak tidak mau
minum susu karena di rumah sudah biasa diberi makanan padat.
Susu khusus yaitu susu yang tidak mengandung laktosa atau susu dengan asam lemak
berantai sedang/tidak jenuh, sesuai dengan kelainan yang ditemukan.
Caranya :
Hari 1 :
- Setelah rehidrasi segera diberikan makanan peroral
- Bila diberikan Asi atau susu formula, diare masih sering, hendaknya
diberikan tambahan oralit atau air tawar selang-seling dengan asi, misalnya:
2 x ASI/susu formula rendah laktosa, 1 x oralit/air tawar.
Hari 2-4 : ASI/susu formula rendah laktosa penuh.
Hari 5 : Dipulangkan dengan ASI/susu formula sesuai dengan kelainan yang
ditemukan (dari hasil pemeriksaan laboratorium).
Bila tidak ada kelainan, dapat diberikan susu biasa seperti SGM, Lactogen, Dancow,
dan sebagainya dengan menu makanan sesuai dengan umur dan berat badan bayi.
4. Untuk anak diatas 1 tahun dengan berat badan lebih dari 7 kg.
Jenis makanan :
Makanan padat atau makanan cair/susu dengan kebiasaan makan di rumah.
Caranya :
Hari 1 : Setelah rehidrasi segera diberikan makanan seperti ; buah (pisang), biskuit
dan Breda (bubur realimentasi daging ayam) dan ASI diteruskan (bila masih ada)
ditambah oralit.
Hari 2 : Breda, buah, biskuit, ASI.
Hari 3 : Nasi tim, buah, biscuit, dan ASI
Hari 4 : makanan biasa dengan ekstra kalori (11/2 kali kebutuhan)
Hari 5 : dipulangkan dengan nasehat makanan seperti hari 4.
DIARE MELANJUT
Penggantian cairan dan elektrolit
Biasanya jarang sampai dehidrasi berat, cukup diberikan oralit saja untuk dehidrasi
ringan atau sedang. Bila dehidrasi berat baru diperlukan cairan intravena.
Terapi gizi
Tujuan :
menghindari laktosa dalam diet.
Memberikan asupan energi, protein, vitamin dan mineral yang cukup.
Menghindari makanan yang memperburuk diarenya.
Memastikan asupan gizinya cukup untuk mengkoreksi kurang gizi.
Anak dengan usia < 6 bulan atau dengan dehidrasi perlu dirujuk dengan perawatan khusus
untuk mempertahankan hidrasinya, penggantian susu sapi, diet khusus, laboratorium untuk
identifikasi bakteri patogen atau protozoa dalam tinja atau prosedur lainnya. Untuk anak
yang > 6 bulan meneruskan pemberian ASI, menghindari pemberian laktosa dalam diet,
memastikan pemasukan energi yang cukup, menghindari makanan rendah kalori yang
diencerkan, menghindarkan makanan dengan osmolaritas tinggi (sangat manis atau
mengandung sukrosa), memberi makanan sedikit tapi sering (minimal 6 kali per hari),
memberi vitamin dan mineral (asam folat, vit B12, vit A, Zn, Fe). Tindakan ini dilakukan
selama 5 hari. Bila diare tidak berhenti, kirim anak ke rumah sakit, bila telah berhenti,
teruskan makananyang sama selama 1 minggu kemudian berangsur – angsur diperkenalkan
susu sapi atau makanan yang sesuai umurnya. Kemudian memberi makanan ekstra selama
sebulan atau sampai berat badannya terkoreksi.
TERAPI KOREKSI HIPONATREMIA
Banyaknya defisit natrium dapat dihitung dengan memakai rumus sebagai berikut:
Defisit Na = (140 - Serum Na) x BB x 0,6 mEq/L
Keterangan :
Defisit Na = defisit natrium dalam mEq/L
Angka 140 = kadar normal natrium serum; pilihan lain angka 135.
Serum Na = kadar serum pasien
BB = berat badan dalam Kg
Angka 0,6 = volume normal cairan tubuh (60% dari BB)
Pemberian tambahan natrium untuk mengganti kehilangan harus secara bertahap selama
24-48 jam sesuai dengan ekspansi volume. Umumnya pada hiponatremia ringan (kadar natrium
serum 120-130 mEq/L) cukup diberikan cairan isotonik dan tidak memerlukan koreksi. Pada
hiponatremia berat, mungkin disertai kejang, dapat diberikan larutan NaCl 3% dengan kecepatan
tetesan 1 mL/menit sampai maksimum 12 mL/kgBB selama 1-4 jam untuk menaikkan kadar
natrium serum sebesar 5-10 mEq/L.
Ketidakseimbangan Kalium ( Potassium imbalances)
HIPOKALEMIA
Pengobatan
Kekurangan kalium harus dihitung dan diganti perlahan-lahan dalam 72 jam atau lebih lama.
Bila fungsi ginjal memuaskan, kelebihan apapun dapat diekskresikan. Pada kadar kalium rendah
peroral dapat diberikan 1,5-3 gram KCl sehari atau secara intravena diberikan KCl 2-4
mEq/kgBB/24 jam. Pada hipokalemia berat dapat diberikan KCl 0,5-1 mEq/kgBB/jam melalui
intravenous fluid drips (maksimum 20 mEq/jam).
Ketidakseimbangan asam basa ( acid-base imbalances)
Koreksi Asidosis Metabolik
Bila asidosis hanya sedikit (CO2 combining power tidak kurang dari 40 vol% atau 18
mEq/l) maka keadaan tersebut akan dikoreksi oleh homeostasis tubuh sendiri bila diberi cukup
cairan dan elektrolit.
Bila CO2 combining power < 40 vol% atau 18 mEq/l, maka perlu dikoreksi dengan
memberikan natrium laktat atau natrium bikarbonat. Biasanya koreksi tidak langsung sampai
CO2 combining power menjadi normal, karena nilai normal sangat mudah dilampaui. Oleh
karena itu cukup dengan memberikan setengah jumlah alkali yang diperlukan untuk mencapai
nilai normal.
CO2 combining power dapat dinaikkan 1 vol% dengan 1,8 ml 1/6 mol natrium laktat per-
kg berat badan atau 0,0026 gram natrium bikarbonat per-kg berat badan.
Bikarbonat yang dibutuhkan biasanya dihitung dengan menggunakan rumus :
Kebutuhan NaHCO3 = 0,3 x kgbb x base excess
HIPOGLIKEMIA
TERAPI KOREKSI HIPOGLIKEMIA
Bila tidak ada serangan kejang, bolus glukosa 10 % intravena 200 mg/kg (2mL/kg)
efektif untuk menaikkan kadar glukosa darah. Bila ada kejang, 4 mL/ kg injeksi bolus glukosa 10
% terindikasi.
Pasca terapi pertama diberi infus glukosa 8 mg/kg/menit. Jika hipoglikemia terjadi lagi,
kecepatan infus harus ditambah sampai menggunakan glukosa 15-20 %. Jika infus glukosa 20 %
intravena tidak cukup untuk melenyapkan gejala dan mempertahankan kadar glukosa serum
normal, hidrokortison (2,5 mg/kg/6 jam) atau prednison (1 mg/kg/24 jam) harus juga diberikan.
Glukosa serum harus diukur setiap 2 jam setelah terapi dimulai sampai beberapa pengukuran
berada di atas 40 mg/dL. Selanjutnya, kadar harus diperiksa setiap 4-6 jam dan pengobatan
secara bertahap dikurangi dan akhirnya dihentikan bila glukosa serum telah berada pada kisaran
normal dan bayi tidak menampakan gejala selama 24-48 jam. Pengobatan biasanya diperlukan
selama beberapa hari sampai satu minggu, kadang-kadang selama beberapa minggu.
PENGOBATAN BERDASARKAN ETIOLOGI DIARE
Tabel : Terapi Antimikroba untuk Enteropatogen Bakteri
Organisme Agen Antimikroba
Vibrio cholera Tetrasiklin (40-50 mg/kgBB/hari)
Trimethoprim/Sulfamethoxazole (TMP/SMX) ({10 mg TMP + 50 mg
SMX}/kgBB/hari)
Salmonella Kloramfenikol (50-100 mg/kgBB/hari)
TMP/SMX ({10 mg TMP + 50 mg SMX}/kgBB/hari)
Shigella Ampicillin (100 mg/kgBB/hari)
Asam Nalidiksat (55 mg/kgBB/hari)
TMP/SMX ({10 mg TMP + 50 mg SMX}/kgBB/hari)
Escherichia coli TMP/SMX ({10 mg TMP + 50 mg SMX}/kgBB/hari)
TERAPI NUTRISI PADA ANAK
Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7
kg.
Jenis makanan :
- Susu (ASI dan atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak
tidak jenuh, misalnya LLM, Almiron)
- Makanan setengah padat (bubur susu) atau makanan padat (nasi tim) bila anak tidak
mau minum susu karena di rumah sudah biasa diberi makanan padat.
- Susu khusus yaitu susu yang tidak mengandung laktosa atau susu dengan asam lemak
berantai sedang/tidak jenuh, sesuai dengan kelainan yang ditemukan.
Caranya:
Hari 1 : - Setelah rehidrasi segera diberikan makanan peroral
- Bila diberi ASI atau susu formula, diare masih sering, hendaknya
diberikan tambahan oralit atau air tawar selang-seling dengan ASI,
misalnya : 2 x ASI/susu formula rendah laktosa, 1 x oralit/air tawar
atau 1 x ASI/susu formula rendah laktosa, 1 x oralit/air tawar.
Hari 2-4 : ASI/susu formula rendah laktosa, penuh.
Hari 5 : Dipulangkan dengan ASI/susu formula sesuai dengan kelainan yang
ditemukan (dari hasil pemeriksaan laboratorium).
Bila tidak ada kelainan, dapat diberikan susu biasa seperti SGM,
Lactogen, Dancow dan sebagainya dengan umur dan berat badan bayi.
Untuk anak di atas 1 tahun dengan berat badan lebih dari 7 kg.
Jenis makanan :
- Makanan padat atau makanan cair/susu sesuai dengan kebiasaan makan di rumah.
Caranya:
Hari 1 : Setelah rehidrasi segera diberikan makanan seperti buah (pisang), biscuit
dan Breda (bubur realimentasi daging ayam) dan ASI diteruskan (bila masih
ada) di tambah oralit.
Hari 2 : Breda, buah, biscuit, ASI
Hari 3 : Nasi tim, buah, biscuit, ASI
Hari 4 : Makan biasa dengan ekstra kalori (1½ kali kebutuhan)
Hari 5 : Dipulangkan dengan nasehat makanan seperti hari 4.
Penjelasan Kepada Keluarga Tentang Penanggulangan Diare pada Umumnya
Tiga cara dasar terapi di rumah adalah sebagai berikut :
1. Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi
a. Gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti cairan oralit, makanan cair (sup,
air tajin, minuman yoghurt) atau air matang.
b. Berikan larutan ini sebanyak anak mau.
c. Teruskan pemberian larutan ini hingga diare berhenti
2. Berikan anak makanan untuk mencegah kurang gizi
a. Teruskan ASI atau susu yang biasa diberikan
b. Untuk anak < 6 bulan dan belum mendapat mekanan padat dapat diberikan susu yang
dicairkan dengan air yang sebanding selama 2 hari.
c. Bila anak > 6 bulan atau telah mendapat makanan padat :
- Berikan bubur atau campuran tepung lainnya, bila mungkin dicampur dengan kacang-
kacangan, sayur, daging atau ikan, tambahkan 1 atau 2 sendok teh minyak sayur tiap
porsi.
- Berikan sari buah segar atau pisang halus untuk menambah kalium.
- Berikan makanan yang segar, masak dan haluskan atau tumbuk dengan baik.
- Dorong anak untuk makan, berikan makanan sedikitnya 6 kali sehari.
- Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti dan berikan makanan tambahan
setiap hari selama 2 minggu.
3. Bawa anak ke petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3 hari atau menderita
sebagai berikut :
a. Buang air besar cair sering kali
b. Muntah berulang-ulang
c. Sangat haus sekali
d. Makan atau minum sedikit; demam; tinja berdarah
BAB III
ZINC DAN PROBIOTIK
1. ZINC
Pemberian tablet Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam
tubuh. Lebih dari 90 macam enzim dalam tubuh memerlukan zinc sebagai kofaktornya
termasuk enzim superoksida dismutase ( Linder , 1999 ). Enzim ini berfungsi untuk
metabolism radikal bebas superoksida sehingga kadar radikal bebas ini dalam tubuh
berkurang. Pada proses inflamasi , kadar radikal bebas superoksida meningkat, sehingga
dapat merusak berbagai jenis jaringan, termasuk jaringan epitel dalam usus ( Cousins et
al,2006 ). Zinc juga berefek dalam menghambat enzim INOS ( Inducible nitric oxide
synthase ), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan
hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang
mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama sebagian besar kejadian diare.
Kerusakan morfologi epitel usus antara laib terjadi pada diare karena rotavirus yang
merupakan penyebab diare akut terbesar saat ini ( Wapnir, 2000 )
Pemberian zinc selama diare terbukti mampu mengurani lama dan tingkat
keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja serta
menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya ( Black, 2003 ).
Zinc diberikan pada diare akut dengan dosis anak di bawah 6 bulan diberikan 10 mg ( ½
tablet ) zinc per hari sedangkan > 6 bulan diberikan 20 mg ( 1 tablet ). Pemberian
diteruskan sampai 10 hari walaupun keadaan diare sudah membaik.
Pada bayi, larutkan tablet dengan sedikit air matang, ASI peras atau larutan oralit.
Pada anak yang lebih besar talet dikunyah atau dilarutkan . Apabila setengah jam anak
muntah, setelah pemberian tablet Zinc berikan lagi tablet Zinc dengan potongan yang
lebih kecil dan diberikan beberapa kali sampai 1 dosis penuh.
2. PROBIOTIK
Koloni mikroflora adalah penting untuk kesehatan. Pertumbuhan dan
metabolisme dari banyak spesies bakteri yang menghuni usus besar utamanya tergantung
pada substrat yang tersedia dan kebanyakan berasal dari makanan . Probiotik merupakan
makanan suplemen yang mengandung mikobiota hidup yang mempunyai pengaruh yang
menguntungkan dengan memperbaiki kseimbangan mikroflora intestinal.Kolon manusia
diperkirakan mengandung > 10 11bakteri/gram tinja yang terdiri dari < 400 spesies.
Probiotik yang efektif harus memenuhi beberapa kriteria :
1. Memberikan efek yang menguntungkan pada pejamu
2. Tidak patogenik dan pejamu
3. Mengandung sejumlah besar sel hidup
4. Mampu bertahan dan melakukan kegiatan metabolism dalam usus
5. Tetap hidup selama dalam penyimpanan dan waktu digunakan
6. Mempunyai sifat sensori yang baik
7. Diisolasi dari pejamu
Efek kesehatan yang menguntungkan dari probiotik adalah :
1. Memperbaiki keluhan malabsorbsi laktosa
2. Meningkatkan ketahanan alami terhadap infeksi di usus
3. Supresi kanker
4. Mengurangi kadar kolesterol darah
5. Memperbaiki pencernaan
6. Stimulasi gastrointestinal;
Bakteri yang paling sering digunakan adalah yang memproduksi asam laktat terutama
lactobacilli dan bifidobacteria. Oragnisme ini patogen dan nontoksigenik mampu
bertahan selama penyimpanan dan tetap bisa hidup melewati lambung dan usus halus.
Saat ini probiotik dikonsumsi sebagai produk susu yang difermentasi seperti yoghurt atau
dalam biakan kering-beku.
Prebiotik adalah non-digestable food ingredient yang mempunyai pengaruuh baik
terhadap host dengan memicu aktivitas, pertumbuhan yang selektif terhadap satu jenis
atau lebih koloni bakteri sehingga konsumsi prebiotik akan merangsang pertumbuhan
mikroorganisme probiotik, salah satu yang digunakan adalah lactulosa untuk
meningkatkan jumlah lactobacilli dalam usus halus. Prebiotik lain adalah inulin dan
fruktooligosakarida ( FOS ) yang merangsang pertumbuhan Bifisobacteria.
Kemungkinan lain dalam pengaturan mikroflora usus adalah dengan kombinasi probiotik
dan prebiotik yang dikenal dengan sinbiotik misalnya Bifidobacteria + FOS, lactobacilli
+ lactitol, Bifidobacteria +GOS. Keuntungan pemakaian Bifisobacteria pada usus
dewasa dan bayi:
- Menghambat pertumbuhan kuman patogen
- Aktifitas imunomodulasi
- Restorasi flora usus setelah terapi antibiotic
- Produksi enzim pencernaan
- Memperbaiki diare oleh karena pemakaian antibiotika
- Represi rotavirus.
Meneruskan pemberian makanan dan minuman selama epidode diare adalah sangat
penting untuk mencegah atropi usus dan defisisnesi nutrisi. Produk fermentasi
merupakan sumber energy, proses fermentasi akan mengurangi konsentrasi laktosa dan
meningkatkan konsentrasi asam laktat, galaktose, asam amino bebas, asam lemak dan
vitamin B, disamping itu pemberian Lactobacilus dapat meningkatkan resistensi terhadap
reinfeksi dan normalisasi keseimbangan ekologi mikroflora usus.
Infeksi rotavirus menyebabkan gastroenteritis, dengan gejala yang khas berupa
diare akut dan vomiting. Lactobacilus GG suatu strain bakteri probiotik yang resisten
terhadap asam lambung dan asam empedu digunakan untuk pencegahan diare pada anak
dengan resiko tinggi di Negara yang sedang berkembang , secara signifikan dapat
menurunkan insiden diare pada bayi yang minum susu botol, tetapi tidak banyak
pengaruhnya pada kelompok yang minum ASI. Pemberian lactobacillus GG ( 1010-1011
cfu /hari ) memperpendek fase diare dari rata-rata 3,5 menjadi 2,5 hari pada anak yang di
rawat di RS . Penambahan Lactobacilus GG atau Lacidhophilus LB juga
menguntungkan karena dapat memperpendek perjalanan diare dan menurunkan
terjadinya diare persisten.Penelitian lain juga menunjukkan bahwa pemberian yoghurt
pada anak dengan intoleransi laktosa dapat menurunkan produksi H2.
Mekanisme efek probiotik pada diare berupa :
- Perubahan lingkungan mikro lumen usus ( pH, oksigen )
- Efek secara langsung terhadap kuman patogen dengan memproduksi bahan
antimikroba ( bacteriocins )
- Mencegah infeksi lewat kompetisi dengan virus patogen atau bakteri pada tempat
perlekatan dan reseptor sel epitel
- Meningktakan fungsi imunitas dan stimulasi sel imunomodulator
- Kompetisi nutrient.
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Richard E. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Vol 2. Ed 15. Jakarta : EGC, 1999.
Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Ed 3. Jakarta : Media Aesculapius, 2000.
Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC, 1997.
Sachar, David B. Buku Saku Gastroenterologi. Jakarta : EGC, 1997.
Suharyono. Esensial Gastroenterologi Anak . Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 1995.
A.H. Markum. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 1991.
Dep Kes R.I. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan
Pemukiman. Buku Ajar Diare. Jakarta :1999.
Beers, Mark H. The Merck Manual. Eighteenth Edition. Whitehouse Station, NJ: Merck
Research Laboratories, 2006.
William W. Hay, Jr., MD. Current Diagnosis & Treatment in Pediatrics. Eighteenth Edition.
New York : Lange Medical Books/McGraw-Hill, 2007.
File:///H:/search %20diarrhoea/treatment_plans.htm.
Departement of Child and Adolescent Health and Development WHO. Management of acute
bloody diarrhea (Dysentry). The treatment of diarrhea: A manual for physicians and other
senior health workers. Edisi ke-4. Geneva : WHO, 2005.h.17-19.
WHO. The treatment of diarrhea: a manual for physicians and other health workers.
WHO/CDC/SER/80.2 rev 4. Geneva, Swizerland: World Health Organization ; 2005
top related