all
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kerja praktek dengan
judul “Efek Photo-Termal terhadap Laju Pertumbuhan Ikan
Senggaringan (Mystus nigriceps) Betina”.
Ikan Senggaringan (Mystus nigriceps) merupakan jenis ikan
yang endemik asli berasal dari Indonesia yang terancam punah. Salah
satu upaya untuk menjaga pemanfaatan ikan Senggaringan (Mystus
nigriceps) yaitu dengan melakukan restocking ke habitatnya. Untuk
memperoleh informasi tentang bio-ekologi spesies ini perlu dilakukan
riset untuk mendalami fase aklimatisasi dan adaptasi di lingkungan
budidaya melalui manipulasi lingkungan (temperatur air dan
pencahayaan) karena faktor lingkungan akan mempengaruhi proses
fisiologi ikan. Laporan ini disusun sebagai dasar untuk memanipulasi
pertumbuhan spesies ikan ini di lingkungan budidaya
Demikian laporan yang dibuat. Penulis mengharapkan saran
dan kritiknya yang membangun. Semoga bermanfaat khususnya bagi
penulis dan pembaca pada umumnya.
Purwokerto, Februari 2010
Penulis
1
RINGKASAN
Kerja praktek berjudul ”Efek Phototermal Terhadap Laju Pertumbuhan Ikan Senggaringan (Mystus nigriceps)” bertujuan untuk mengetahui pengaruh phototermal terhadap laju pertumbuhan Ikan Senggaringan (Mystus nigriceps) betina di lingkungan budidaya. Kerja praktek dimulai sejak bulan Oktober 2009 di Laboratorium Pengembangan Budidaya, Jurusan Perikanan dan Kelautan UNSOED.
Bahan yang digunakan adalah ikan Senggaringan (Mystus nigriceps) sebanyak 12 ekor ikan betina dengan berat 24-76 gr. Perlakuan berupa T0L0 (Temperatur ruang, pencahayaan alami (kontrol), T0L1 (Temperatur ruang, pencahayaan 10 jam terang dan 14 jam gelap), T0L2 (Temperatur ruang, pencahayaan 14 jam terang dan 10 jam gelap), dan T2L1 (Temperatur 30ºC, pencahayaan 10 jam terang dan 14 jam gelap). Eksperimen perlakuan mengikuti rancangan acak lengkap dengan 3 ulangan pada ikan. Pakan berupa ikan Mujair (Tilapia mosambica). Variabel kerja praktek ini meliputi specific growth rate (SGR) dan kecepatan pertumbuhan nisbi (h)
Hasil kerja praktek menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (F hitung<0,01) terhadap: specific growth rate (SGR) (T0L0=0,093±0,432%; T0L1=0,17±0.225%; T0L2=0,17±0,03%; dan T2L1=0,266±0,113%) dan kecepatan pertumbuhan nisbi (h) (T0L0=0,117±0,534 gr; T0L1=0,213±0,279 gr; T0L2=0,166±0,085 gr; dan T2L1=0,222±0,133 gr). Perlakuan T2L1 memberikan hasil yang paling baik terhadap specific growth rate (SGR) dan kecepatan pertumbuhan nisbi (h) tetapi hasil tersebut tidak begitu menyolok diantara T0L0, T0L2, dan T0L1.
Kata kunci : phototermal, ikan Senggaringan, specific growth rate, kecepatan pertumbuhan nisbi
2
SUMMARY
This title of this paper is " Phototermal effect towards Senggaringan female (Mystus nigriceps) growth rate". The aim is to know what is the effect of phototermal in Senggaringan female (Mystus nigriceps) grow rate at cultivation environment. It begin at October 2009 in Cultivation Development Laboratory of Fisheries and Marine Departement of Jenderal Soedirman University.
The experiment uses 12 female Senggaringan fishes of 24-76 body weight. The treatments were T0L0 (space temperature , natural lighting (control)). T0L1 (space temperature , lighting 10 hours on and 14 hours off), T0L2 (space temperature , lighting 14 hours on and 10 hours off), T2L1 (30ºc of temperature, lighting 10 hours on and 14 10 hours off). The treatments were experimented according to completely randomized design and three repetition in fish. Feed was Mujair (Tilapia mosambica). The variable specific growth rate (SGR) and relative growth speed (h).
The result show that the treatment not significant (F hitung<0,01) among treatments against: SGR (T0L0=0,093±0,432%; T0L1=0,17±0.225%; T0L2=0,17±0,03%; and T2L1=0,266±0,113%) and h (T0L0=0,117±0,534 gr; T0L1=0,213±0,279 gr; T0L2=0,166±0,085 gr; and T2L1=0,222±0,133 gr). Although, T0L1 give the best result towards SGR and h but it didn’t take too significant between T0L0, T0L2, and T2L1.
Key Words: phototermal, Mystus nigriceps, SGR, h
3
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sebagai spesies asli yang tersebar di Asia Tenggara, menurut
Müller-Belecke et al. (2002) dan Hee (2002), Mystus nigriceps layak
dijadikan kandidat baru untuk budidaya, karena produksinya dapat
mencapai 700 ton per tahun. Tetapi, menurut Mijkherjee et al. (2002)
dan Arockiaraj et al. (2004), genus Mystus termasuk ikan-ikan Asia
Tenggara yang terancam punah. Sukamsiputro (2003) melaporkan
bahwa, antara tahun 1998 sampai 2002, hasil perolehan tangkapan di
sungai Klawing untuk senggaringan menurun dari 14,3 ton menjadi
8,9 ton.
Spesies Mystus nigriceps (nama lokal: senggaringan),
sebagaimana dilaporkan Sulistyo dan Setijanto (2002), Rukayah et al.
(2003), dan Sukamsiputro (2003), dijumpai di sungai Serayu dan
Klawing. Ikan ini termasuk dalam familia Bagridae (Ekanayake et al.,
2005). Sungai Klawing merupakan satu dari banyak sungai yang
cukup besar dan penting di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah.
Sungai ini banyak dimanfaatkan pengguna antara lain penambang
pasir, pabrik tapioka, dan juga nelayan sungai (Sukamsiputro, 2003).
Salah satu upaya untuk menjaga pemanfaatan ikan
Senggaringan (Mystus nigriceps) yaitu dengan melakukan restocking
ke habitatnya. Hal tersebut dapat dilakukan melalui perubahan
pengelolaan sumberdaya perikanan dari pola perikanan tangkap
menuju pola perikanan budidaya (Herianti, 2005). Restocking dapat
4
dilakukan apabila ikan tersebut sudah dapat didomestikasi dan
dikuasai mengenai aspek biologinya.
Data bio-ekologis untuk mendukung budidaya ikan
senggaringan (Mystus nigriceps) saat ini baru pada tahap in-situ
(Sulistyo dan Setijanto, 2002). Untuk melakukan manipulasi suatu
pertumbuhan ikan masih diperlukan data bio-ekologis pada
lingkungan budidaya. Untuk memperoleh informasi tentang bio-
ekologi spesies ini maka perlu dilakukan riset untuk mendalami fase
aklimatisasi dan adaptasi di lingkungan budidaya dengan metode
experimental, yaitu melalui manipulasi lingkungan (temperatur air
dan pencahayaan). Menurut Sulistyo (1998), menguraikan bahwa
informasi lengkap dan utuh tentang pertumbuhan ikan akan
bermanfaat untuk penerapan manipulasi pertumbuhan di lingkungan
budidaya.
Fase aklimatisasi dan adaptasi merupakan faktor penting
dalam manipulasi lingkungan budidaya sehingga ikan liar yang akan
didomestikasi mampu survival. Faktor lingkungan terutama
temperatur dan pencahayaan (Phototermal) memiliki peranan penting
terhadap proses fisiologi ikan senggaringan (Mystus nigriceps)
mengingat ikan ini bersifat demersal potamonodromous. Kerja
Praktek ini mengkaji keterkaitan antara variasi phototermal terhadap
pertumbuhan ikan senggaringan betina (Mystus nigriceps) pada
lingkungan budidaya.
5
1.2. Perumusan Masalah
Ikan Senggaringan merupakan jenis ikan yang endemik asli
berasal dari Indonesia. Pelestarian jenis ikan ini tidak lepas dari usaha
manusia untuk membudidayakannya. Informasi tentang usaha untuk
membudidayakannya dan mengoptimalkan pertumbuhan ikan ini
masih sangat sedikit dan perlu penelitian yang lebih lanjut, guna
meningkatkan dan melestarikan ikan endemik ini agar dapat
berkelanjutan keberadaannya. Sistem penggunaan manipulasi baik
dari temperatur lingkungan dan faktor lainnya dapat digunakan
sebagai salah satu upaya peningkatan usaha budidaya agar
keberlanjutan.
Berdasarkan uraian di atas, maka timbul perumusan
permasalahan yaitu ”Bagaimana pengaruh phototermal terhadap laju
pertumbuhan Ikan Senggaringan betina (Mystus nigriceps) di
lingkungan budidaya?”
1.3. Tujuan
Kerja Praktek ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
phototermal terhadap laju pertumbuhan (specific growth rate dan
kecepatan pertumbuhan nisbi) Ikan Senggaringan betina (Mystus
nigriceps) di lingkungan budidaya.
1.4. Manfaat
Manfaat dari kerja praktek ini diharapkan dapat dijadikan dasar
untuk memanipulasi pertumbuhan spesies ikan ini di lingkungan
budidaya dan dapat menyediakan konsep ilmiah dalam merumuskan
6
kebijakan pembangunan perikanan dan pemanfaatan sumber daya
alam secara berkelanjutan.
7
Mystus nigricepsMystus nigriceps
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Senggaringan
Ikan Senggaringan (Mystus nigriceps) merupakan salah satu
spesies asli ikan air tawar yang ada di Indonesia. Menurut Saanin
(1984), genus Mystus mempunyai kedudukan sistematika sebagai
berikut :
Gambar 1. Ikan Senggaringan (Mystus nigriceps)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub-filum : Vertebrata
Kelas : Osteichthyes
Sub-kelas : Actinopterygii
Ordo : Siluriformes
Sub-ordo : Siluroidea
Famili : Bagridae
Genus : Mystus
Spesies : Mystus nigriceps
Genus Mystus mempunyai ciri-ciri diantaranya mempunyai
kepala dan tubuh berbentuk relatif compressed (Hee, 2002). Memiliki
sirip lemak lebih panjang dari pada sirip dubur dan bersambung
dengan sirip punggung, sungut rahang atas mencapai pangkal ekor
8
atau melampaui sirip ekor, dahi memanjang sampai ke pangkalan
dahi (Kottelat et al,. 1993).
2.2. Syarat dan Kebiasaan Hidup
Habitat ikan Senggaringan (Mystus nigriceps) terdapat di sungai
dengan arus yang kecil, keruh dan substrat lumpur (Hee, 2002).
Setijanto dan Sulistyo (2002) melaporkan juga bahwa, tempat hidup
ikan Senggaringan (Mystus nigriceps) memiliki karakter yaitu segmen
sungai yang mempunyai bagian yang dangkal dan bagian dalam,
berarus lemah (0.1-0.43 m/det.) dan turbulent, terletak pada bagian
sungai yang membelok, pada bagian dalam sungai tedapat ceruk
(lempeng) atau kayu besar yang terendam yang digunakan sebagai
tempat berlindung, subtrat dasar bagian dangkal (<0,75 m) pada
perairan tersebut berupa campuran pasir, krikil dan pada bagian
dalam berupa pasir dan lumpur, pada bagian dangkal yang ditumbuhi
lumut dan bagian tepi sungai ditumbuhi tanaman yang lebat (riparian
vegetation). Ikan muda (11.3–19.80 cm) hidup pada perairan yang
dangkal dan yang lebih dewasa (17.00–22.20 cm) menyukai perairan
yang dalam. Ikan Senggaringan hidup dengan kondisi kandungan
oksigen terlarut yang tinggi (6.6–8.8 ppm), kekeruhan yang tinggi
(0.7–42.1 NTU) dan tertangkap pada ketinggian 85–40 m dpl.
Ikan Senggaringan bersifat nokturnal. Materi hewan dan materi
tumbuhan merupakan makanan utama ikan dan musim berpengaruh
terhadap diet ikan ini. Ikan Senggaringan termasuk omnivora yang
cenderung bersifat karnivora dan merupakan hewan “oportunistic
9
feeder” (Sulistyo et al,. 2007). Hal tersebut serupa dengan yang
dikemukakan Wellborn (1988) bahwa, ikan jenis catfish pada tahap
juvenil bersifat karnivora, setelah ikan tersebut dewasa akan bersifat
omnivora.
2.3. Pertumbuhan Ikan
Pada umumnya, ikan mengalami pertumbuhan secara terus
menerus sepanjang hidupnya. Hal ini yang menyebabkan
pertumbuhan merupakan salah satu aspek yang dipelajari dalam
dunia perikanan dikarenakan pertumbuhan menjadi indikator bagi
kesehatan individu dan populasi yang baik bagi ikan. Dalam istilah
sederhana pertumbuhan dapat dirumuskan sebagai pertambahan
ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu, sedangkan
pertumbuhan bagi populasi sebagai pertambahan jumlah.
Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai perubahan ukuran
(panjang, berat) ikan pada waktu tertentu atau perubahanan kalori
yang tersimpan menjadi jaringan somatik dan reproduksi.
Pertumbuhan biasanya bersifat positif (misal penambahan berat
tubuh ikan pada waktu tertentu), menunjukkan keseimbangan energi
yang positif dalam metabolisme (Effendie, 2002).
Metabolisme adalah penjumlahan anabolisme ditambah
katabolisme. Pada pertumbuhan, laju anabolisme akan melebihi
katabolisme. Pada dasarnya, faktor-faktor yang mengkontrol proses
anabolik yaitu sekresi hormon pertumbuhan oleh pituitary dan
hormon steroid dari gonad. Namun demikian, laju pertumbuhan ikan
10
sangat bervariasi sebab sangat tergantung pada berbagai faktor.
Faktor ini dapat digolongkan menjadi dua bagian yang besar yaitu
faktor dalam dan faktor luar. Faktor-faktor ini ada yang dapat
dikontrol dan ada juga yang tidak. Faktor dalam umumnya adalah
faktor yang sukar dikontrol, diantaranya ialah keturunan, seks, umur.
Sedangkan Faktor luar yang utama mempengaruhi pertumbuhan
seperti suhu air, kandungan oksigen terlarut dan amonia, salinitas
dan fotoperiod (Effendie, 2002)
2.4. Peran Phototermal Terhadap Laju Pertumbuhan
Phototermal merupakan gabungan cahaya dan temperatur yang
merupakan faktor penting dalam pertumbuhan (Sutisna dan
Sutarmanto, 1995). Pada beberapa ikan, phototermal merupakan
“trigger” atau pemicu untuk perkembangan gonad. Phototermal akan
diterima oleh organ reseptor, dari reseptor akan diteruskan ke sistem
syaraf pusat. Kemudian Hipotalamus menghasilkan hormon yang
dibawa dalam pembuluh darah menuju bagian anterior dari kelenjar
pituitary. Hormon ini digunakan untuk merangsang pituitary untuk
menghasilkan hormon-hormon lain. Kelenjar pituitary merangsang
pengeluaran hormon pertumbuhan (Growth Hormone/ GH).
Pengeluaran hormon GH di rangsang oleh hormon-hormon pelepas
pertumbuhan (Growth Hormone Releasing Factor/ GHRF) yang
direproduksi oleh hipotalamus. Selain itu terdapat juga hormon yang
fungsinya berlawanan dengan GHRF, yaitu hormon pelepas yang
11
sifatnya menghambat (Growth Hormone Releasing-inhibits Factor.
GHRiF) yang juga dihasilkan oleh hipotalamus (Herfen, 2009).
Basuki (2001) menjelaskan bahwa, GH (Growth Hormone) atau
hormon pertumbuhan, untuk membuktikan hipotesis tersebut telah
dilakukan berbagai penelitian dengan penerapan berbagai cara agar
GH dapat disekresikan sehingga kadar GH dalam darah dapat
ditingkatkan atau dapat dihambat dengan efek, apabila GH
dirangsang sehingga kadarnya didalam darah meningkat dapat
meningkatkan pertumbuhan, dan sebaliknya apabila GH dihambat
maka pertumbuhannya akan menurun, menurut Peter dan Marchant
(1995), dari hasil berbagai penelitian pada ikan menunjukkan bahwa
ada beberapa hormon yang berperan dalam menstimulasi sekresi GH
yaitu dopamin, tirotropin-releasing hormon, GH releasing faktor, Gn-
RH, neuro peptide Y, noreepineprin, dan ada pula hormon yang
berperan didalam menghambat sekresi GH yaitu serotonin,
somatostatin.
Temperatur berpengaruh terhadap aktifitas enzim yang terlibat
proses katabolisme dan anabolisme. Enzim metabolisme
berpengaruh terhadap proses katabolisme (menghasilkan energi) dan
anabolisme (sintesa nutrien menjadi senyawa baru yang dibutuhkan
tubuh). Jika aktifitas enzim metabolisme meningkat maka laju proses
metabolisme akan semakin cepat dan kadar metabolit dalam darah
semakin tinggi. Tingginya kadar metabolit dalam darah
menyebabkan ikan cepat lapar dan memiliki nafsu makan tinggi,
12
sehingga tingkat konsumsi pakan meningkat. Konsumsi pakan yang
tinggi akan meningkatkan jumlah energi yang masuk ke dalam
tubuh. Energi ini akan digunakan untuk proses-proses maintenance
dan selanjutnya digunakan untuk pertumbuhan (Musida, 2008).
13
III. MATERI DAN METODE
3.1. Materi Kerja Praktek
3.1.1. Bahan Kerja Praktek
Bahan yang digunakan adalah ikan Senggaringan (Mystus
nigriceps) sebanyak 12 ekor ikan betina dengan berat 24-76 gr.
3.1.2. Alat Kerja Praktek
Alat yang digunakan dalam kerja praktek ini adalah 4 bak
fiberglass dengan kapasitas 250 L, ketinggian air 40 cm, water bath,
serok, plastik penutup warna hitam, penggaris (cm), timbangan
digital merek O-hauss (dengan ketelitian ± 0,1 g), lampu TL 10 watt,
thermometer celscius.
3.2. Metode Kerja Praktek
3.2.1. Prosedur Kerja Praktek
Rancangan pada kerja praktek ini adalah model eksperimental
dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola
faktorial, yaitu dengan 4 perlakuan dengan 3 kali ulangan pada ikan.
Secara rinci rancangan kerja praktek tersebut adalah :
Tabel 1. Rancangan PerlakuanNo. Perlakuan Keterangan1 T0L0 Temperatur ruang, pencahayaan alami2 T0L1 Temperatur ruang, pencahayaan 10 jam terang dan
14 jam gelap3 T0L2 Temperatur ruang, pencahayaan 14 jam terang dan
10 jam gelap4 T2L1 Temperatur 30ºC, pencahayaan 10 jam terang dan
14 jam gelap
14
3.2.1.1. Persiapan Bak Perlakuan Phototermal
Wadah percobaan disiapkan dengan dicuci sampai bersih
terlebih dahulu. Kemudian diisi dengan air hingga kedalaman 40 cm,
dan disiapkan sistem resirkulasi tertutup agar tidak perlu dilakukan
pergantian air. Wadah percobaan diberi pengatur temperatur agar
stabil dan diberi pencahayaan menggunakan lampu TL 10 watt yang
lama pencahayaan diatur alat timer sesuai perlakuan, kecuali T0L0.
3.2.1.2. Pemberian Pakan
Induk diberi pakan alami berupa ikan Mujair (Tilapia
mosambica) (panjang 2-4 cm) secara adlibitum.
3.2.1.3. Penanganan Sampel
Pengambilan data secara sampel acak yaitu dengan
menangkap 3 ekor ikan senggaringan betina dari setiap wadah pada
awal, pertengahan, dan akhir percobaan.
3.2.1.3.1. Specific Growth Rate (SGR)
Laju pertumbuhan spesifik (SGR) merupakan nilai konveksi
pakan yang menunjukan kualitas melalui pertumbuhan yang
dihasilkan (Suhenda et, al., 2003). Menurut Effendie (2002), SGR
dapat dihitung dengan rumus :
Keterangan :
SGR : Specific Growth Rate (Laju Pertumbuhan Spesifik)Wt : Berat ikan akhir (g)
15
Wo : Berat ikan awal (g)T : Waktu Pemeliharaan
3.2.1.3.2. Pengukuran Kecepatan Pertumbuhan
Nisbi
Dirumuskan sebagai persentase pertumbuhan pada tiap
interval waktu, atau dengan kata lain ialah perbedaan ukuran pada
waktu akhir interval dengan ukuran pada waktu awal interval dibagi
dengan ukuran pada waktu akhir interval. Umumnya pertambahan
dalam berat jauh lebih banyak digunakan karena mempunyai nilai
praktis dari pada panjang. Perumusan kecepatan pertumbuhan nisbi
tadi adalah sebagai berikut menurut Effendie (2002) :
h =
Keterangan :
h = kecepatan pertumbuhan nisbiWt = Bobot akhir interval (gr)Wo = Bobot awal interval (gr)t = jumlah hari selama percobaan.
3.3. Waktu dan Tempat
Kerja praktek ini dilaksanakan di Laboratorium Pengembangan
Budidaya, Jurusan Perikanan dan Kelautan Unsoed. Kerja praktek ini
dimulai sejak bulan Oktober sampai Januari 2009.
3.4. Analisis Data
Variabel yang diamati dalam kerja praktek ini adalah
pertumbuhan ikan Senggaringan (Mystus nigriceps) berupa laju
pertumbuhan spesifik dan pertumbuhan nisbi. Data ini diujikan secara
16
statistik menggunakan analisis keragaman dengan uji F (ANOVA)
pada taraf kesalahan 0,01%. Apabila terjadi perbedaan yang nyata
maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil jika terdapat
perbedaan perlakuan.
17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan merupakan salah satu parameter penting dalam
budidaya ikan karena menentukan besarnya produksi. Ikan tidak
berlangsung berhenti ketika memasuki masa reproduksi tetapi tetap
akan terus berlangsung ketika masa reproduksi sudah selesai. Energi
akan digunakan untuk pertumbuhan dan tidak digunakan untuk
reproduksi lagi, berbeda hal dengan hewan lain yang akan berhenti
pertumbuhannya ketika masa reproduksi berlangsung sehingga
pertumbuhan ikan tergolong fleksibel (Lagler et al., 1977). Fujaya
(2004) juga menyebutkan bahwa pertumbuhan adalah pertambahan
ukuran, baik panjang maupun berat. Pertumbuhan berkaitan dengan
peningkatan massa tubuh pada kurun waktu tertentu. Laju
pertumbuhan bersifat khas pada setiap spesies dan dipengaruhi oleh
tahapan perkembangan spesies tersebut (Watanabe, 1988).
Pengukuran pertumbuhan dilakukan pada periode tertentu selang
waktu yang sama (Djajasewaka, 1985 dalam Listiowati, 1999).
Berdasarkan pengamatan efek phototermal terhadap laju
pertumbuhan ikan Senggaringan (Mystus nigriceps) betina dapat
diketahui nilai specific growth rate (SGR) dan kecepatan
pertumbuhan nisbi ikan Senggaringan (Mystus nigriceps) betina. Pada
perlakuan T0L0 (ikan diuji dengan temperatur ruang, pencahayaan
alami) diketahui specific growth rate (SGR) ikan Senggaringan
(Mystus nigriceps) betina sebesar 0,093324±0,4316895%, pada
perlakuan T0L1 (ikan uji dengan temperatur ruang, pencahayaan 10
18
jam terang dan 14 jam gelap) diketahui specific growth rate (SGR)
ikan Senggaringan (Mystus nigriceps) betina sebesar
0,169854±0.2246856%, pada perlakuan T0L2 (ikan diuji dengan
temperatur ruang, pencahayaan 14 jam terang dan 10 jam gelap)
diketahui specific growth rate (SGR) ikan Senggaringan (Mystus
nigriceps) betina sebesar 0,174137±0,0299901% sedangkan pada
perlakuan T2L1 (ikan uji dengan temperatur 30ºC, pencahayaan 10
jam terang dan 14 jam gelap) diketahui specific growth rate (SGR)
ikan Senggaringan (Mystus nigriceps) sebesar 0,265529±0,1132345%
(lampiran 2).
Gambar 2. Pengaruh phototermal terhadap Specific Growth Rate (SGR) Ikan Senggaringan (Mystus nigriceps) betina dalam pemeliharaan selama empat bulan.Keterangan: T0L0 = ikan diuji dengan temperatur ruang, pencahayaan alami, T0L1 = ikan uji dengan temperatur ruang, pencahayaan 10 jam terang dan 14 jam gelap, T0L2 = ikan diuji dengan temperatur ruang, pencahayaan 14 jam terang dan 10 jam gelap, T2L1 = ikan diuji dengan temperatur 30ºC, pencahayaan 10 jam terang dan 14 jam gelap.
Secara umum nilai specific growth rate (SGR) ikan
Senggaringan (Mystus nigriceps) betina tertinggi pada perlakuan T2L1
19
dari perlakuan T0L0, T0L1, dan T0L2 walaupun tidak begitu menyolok.
Menurut Djangkaru (1986), nilai laju pertumbuhan spesifik (SGR) yang
baik sedikitnya 1 %. Semakin besar nilai laju pertumbuhan spesifik
(SGR) yang dihasilkan berarti semakin baik pakan tersebut
dimanfaatkan bagi pertumbuhan. Bahwa hasil percobaan phototermal
belum mampu meningkatkan pertumbuhan ikan Senggaringan
terhadap specific growth rate (SGR) ataupun tidak selalu
menghasilkan SGR yang tinggi. Hasil Analisis Variansi terhadap
specific growth rate (SGR) menunjukan hasil yang tidak berbeda
nyata diantara perlakuan T0L0, T0L1, T0L2, dan T2L1 (F hitung < 0.01%).
Hal ini menggambarkan bahwa semua perlakuan phototermal tidak
mempengaruhi pertumbuhan ikan Senggaringan (Mystus nigriceps)
tersebut, walaupun dalam diagram batang (Gambar 2) dapat terlihat
perbedaan specific growth rate (SGR) antara tiap perlakuan.
Pada data kecepatan pertumbuhan nisbi rata-rata yang
digambarkan dalam bentuk diagram batang (Gambar 3) terlihat
bahwa ikan dengan perlakuan T2L1 (ikan uji dengan temperatur 300C,
pencahayaan 10 jam terang dan 14 jam gelap) memiliki kecepatan
pertumbuhan nisbi rata-rata tertinggi, kemudian diikuti ikan dengan
perlakuan T0L1, T0L2, dan T0L0. Uji Analisis Variansi kecepatan
pertumbuhan nisbi ikan Senggaringan (Mystus nigriceps) betina
menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata antara kontrol
(T0L0), T0L1, T0L2, dan T2L1. Ikan yang mendapat perlakuan T2L1 (ikan uji
20
dengan temperatur 300C, pencahayaan 10 jam terang dan 14 jam
gelap) memiliki kecepatan pertumbuhan nisbi tertinggi.
Gambar 3. Pengaruh phototermal terhadap Kecepatan Pertumbuhan Nisbi Ikan Senggaringan (Mystus nigriceps) betina dalam pemeliharaan selama empat bulan.Keterangan: T0L0 = ikan diuji dengan temperatur ruang, pencahayaan alami, T0L1 = ikan uji dengan temperatur ruang, pencahayaan 10 jam terang dan 14 jam gelap, T0L2 = ikan diuji dengan temperatur ruang, pencahayaan 14 jam terang dan 10 jam gelap, T2L1 = ikan diuji dengan temperatur 30ºC, pencahayaan 10 jam terang dan 14 jam gelap.
Perlakuan T0L0 (ikan diuji dengan temperatur ruang,
pencahayaan alami) diketahui pertumbuhan nisbi ikan Senggaringan
(Mystus nigriceps) betina sebesar 0,117297±0,533617gr, pada
perlakuan T0L1 (ikan uji dengan temperatur ruang, pencahayaan 10
jam terang dan 14 jam gelap) diketahui pertumbuhan nisbi ikan
Senggaringan (Mystus nigriceps) betina sebesar
0,213307±0,279101gr, pada perlakuan T0L2 (ikan diuji dengan
temperatur ruang, pencahayaan 14 jam terang dan 10 jam gelap)
21
diketahui pertumbuhan nisbi ikan Senggaringan (Mystus nigriceps)
betina sebesar 0,165916±0,084687gr sedangkan pada perlakuan T2L1
(ikan uji dengan temperatur 30ºC, pencahayaan 10 jam terang dan 14
jam gelap) diketahui pertumbuhan nisbi ikan Senggaringan (Mystus
nigriceps) betina sebesar 0,222465±0,132891gr (lampiran 4).
Perlakuan T0L0 menunjukkan kecepatan pertumbuhan nisbi yang lebih
rendah, meskipun uji analisis variansi kecepatan pertumbuhan nisbi
tiap perlakuan tidak berbeda nyata, namun dapat dilihat bahwa ikan
Senggaringan (Mystus nigriceps) betina dengan perlakuan temperatur
ruang, pencahayaan alami kecepatan pertumbuhan nisbi paling
lambat.
Specific growth rate (SGR) (Gambar 2) dan kecepatan
pertumbuhan nisbi (Gambar 3) sama-sama menunjukkan nilai yang
paling tinggi pada perlakuan T2L1 dan terendah T0L0 karena T0L0
seperti dihabitat aslinya tidak adanya rangsangan atau perlakuan.
Hewan memiliki toleransi dan resistensi pada kisaran tertentu dari
variasi lingkungan. Kemampuan mentolerir variabel lingkungan ini
erat kaitannya dengan faktor genetik dan sejarah hidup sebelumnya
(Musida, 2008). Respon ikan pada cahaya melalui mata dan organ
pineal yang berada pada bagian atas otak. Kebanyakan ikan, mata
merupakan reseptor penglihatan yang sempurna. Laevastus dan
Hayes (1981) menyatakan bahwa pada spesies pemangsa
memerlukan cahaya untuk melokalisasi mangsa dan pemangsaan
22
terjadi pada intensitas cahaya yang relatif rendah, seperti pagi dan
sore hari.
Menurut Pagalai (1986), ikan sudah mulai merasakan
rangsangan cahaya pada kekuatan 0,001 lux. Mengingat ikan
Senggaringan (Mystus nigriceps) bersifat nokturnal, pakan yang
diberikan ikan Mujair (Tilapia mosambica) yang bersifat diurnal, ikan
Senggaringan (Mystus nigriceps) mudah dalam mendapatkannya
ketika keadaan lingkungan gelap, sehingga perlakuan selama 10 jam
terang dan 14 jam gelap akan memicu respon ikan untuk memangsa
makanannya lebih lama dibandingkan dengan pencahayaan 14 jam
terang dan 10 jam gelap ataupun pencahayaan alami. Ditambahkan
oleh Fujaya (2004) bahwa, jenis ikan nokturnal yang aktif pada malam
hari atau ikan yang hidup di gua-gua di dalam perairan, memiliki
kepekaan mata yang rendah. Sebagai gantinya, ikan-ikan tersebut
memiliki linea lateral, indra pembau, peraba dan lain-lain yang lebih
peka terhadap keadaan lingkungan. Tidak semua makanan yang
dimakan oleh ikan digunakan untuk pertumbuhan. Sebagian besar
energi dari makanan digunakan untuk aktivitas, pertumbuhan dan
reproduksi. Menurut Bautista (1988), jika kandungan total energi
pakan kurang memadai, maka protein dalam pakan terlebih dahulu
akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi dan sisanya
untuk pertumbuhan ikan, sebab pertumbuhan hanya akan terjadi bila
energi yang dimakan lebih banyak daripada yang diperlukan untuk
pemeliharaan tubuh dan mengganti sel-sel yang rusak. Ikan muda
23
yang sedang tumbuh lebih banyak menggunakan energi persatuan
berat badannya dibanding ikan dewasa, karena energi yang
dibutuhkan tidak saja untuk aktivitas dan pemeliharaan, tetapi juga
pertumbuhan. Selain itu, pematangan gonad pada ikan dewasa juga
menyebabkan peningkatan kebutuhan energi (Fujaya, 2004)
Hal ini menggambarkan temperatur yang lebih dominan
mempengaruhi ikan Senggaringan (Mystus nigriceps) betina karena
T2L1 temperatur 30ºC, perairan tersebut lebih hangat sehingga
metabolisme akan meningkat dan membutuhkan makanan lebih
banyak sedangkan temperatur ruang berfluktuasi sehingga
pertumbuhannya tidak maksimal. Menurut Wellborn (1988), ikan
Catfish pertumbuhan yang baik di perairan hangat pada temperatur
29,40C. Tucker (1991) juga menyebutkan temperatur yang optimum
pada telur dan pembesaran ikan Catfish 26-28°C.
Menurut Wardoyo (1981), bahwa temperatur merupakan faktor
penting terhadap proses yang terjadi dilingkungan perairan dan juga
berpengaruh terhadap metabolisme makhluk hidup di perairan.
Temperatur yang optimum akan mendorong enzim-enzim pencernaan
dan metabolisme untuk bekerja secara efektif. Konsumsi pakan yang
tinggi yang disertai dengan proses pencernaan dan metabolisme
yang efektif, akan menghasilkan energi yang optimal untuk
pertumbuhan. Proses metabolisme ikan umumnya meningkat jika
temperatur naik hingga dibawah batas yang mematikan.
Berdasarkan hukum van’t Hoff, kenaikan temperatur sebesar 10°C
24
akan menyebabkan kecepatan reaksi metabolisme meningkat 2-3 kali
lipat dibandingkan pada kondisi normal. Kebutuhan protein pada ikan
untuk mendapatkan pertumbuhan yang optimum sangat dipengaruhi
oleh temperatur. Contoh pada temperatur 20oC pada ikan Channel
Catfish (Ictalurus punctatus) memperlihatkan pertumbuhan optimum
dengan kadar protein 35 %, sedangkan pada temperatur 25oC
membutuhkan protein 40% (Musida, 2008). Metabolisme akan
menurun ketika temperatur meningkat lebih dari titik optimum suatu
organisme (Kumlu, 1999).
Salah satu proses metabolisme yaitu metabolisme protein,
tubuh mengubah protein dalam makanan menjadi protein yang
sesuai dengan kebutuhannya. Secara kimia ada dua proses dasar
yang harus diselesaikan untuk sintesis protein, yakni sintesis asam
amino dan konyugasi asam amino yang sesuai untuk membentuk
masing-masing jenis protein pada setiap sel. Proses ini merupakan
pertumbuhan yang paling mendasar, sebab tanpa adanya produksi
protein secara besar-besaran, maka pertumbuhan tidak mungkin
terjadi (Fujaya, 2004). Huet (1971), bahwa pada temperatur rendah
proses pencernaan akan berjalan lambat tetapi cepat pada perairan
yang hangat. Menurut Djingram dalam Harjoko (1995), perubahan
temperatur yang berlebihan juga akan memberikan efek negatif
karena lebih banyak energi yang dipakai untuk pemeliharaan tubuh
dibanding untuk pertumbuhan.
25
Cahaya dan Suhu yang mengenai kepala ikan menimbulkan
rangsang yang akan diteruskan oleh sistem syaraf Hipotalamus
menghasilkan hormon pelepas yang merangsang kelenjar pituitary
sehingga kelenjar pituitary akan merangsang pengeluaran hormon
pertumbuhan (Herfen, 2009). Hormon pertumbuhan meningkatkan
transpor asam amino melalui membran atau mempercepat proses
kimia sintesis protein sehingga protein jaringan bertambah. Selain itu,
hormon pertumbuhan juga bekerja pada metabolisme lemak yang
bertugas meningkatkan kecepatan pengeluaran lemak dari depot
lemak, sehingga memungkinkan lemak tersedia sebagai energi. Hal
ini selanjutnya mengurangi kecepatan oksidasi asam amino dan
akibatnya mengkatkan jumlah asam amino jaringan yang disintesis
menjadi protein. Untuk mengontrol pertumbuhan, tubuh juga
menghasilkan faktor penghambat pertumbuhan. Faktor pertumbuhan
ini secara umum menghambat pembelahan sel, misalnya pada sel
epidemal. Pembelahan sel hanya terjadi bila ada kerusakan spesifik
pada sel, misalnya terluka. Sel yang rusak tersebut akan melepaskan
stimulator untuk pertumbuhan sel (Fujaya, 2004). Faktor yang
menghambat pertumbuhan ikan Senggaringan (Mystus nigriceps)
diantaranya tidak adanya kombinasi pemberian pakan mengingat
ikan ini termasuk omnivora serta kedalaman dari wadah
pemeliharaan.
26
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh kesimpulan efek
phototermal tidak dapat mempengaruhi laju pertumbuhan ikan
Senggaringan (Mystus nigriceps) betina.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil pengamatan diharapkan dalam melakukan
kegiatan adanya pengontrolan temperatur dan cahaya yang lebih
optimal sehingga dapat menunjang keberhasilan, kemudian faktor
temperatur merupakan kendala yang sangat berfluktuatif sehingga
dalam pengontrolannya harus lebih ditingkatkan lagi sedangkan
faktor cahaya lebih menyesuaikan dengan luas area cahaya tersebut.
kegiatan ini memerlukan pengontrolan yang intensif.
27
DAFTAR PUSTAKA
Arockiaraj A. J., Haniffa M. A., Seetharaman S., Singh S., 2004. Cyclic changes in gonadal maturation and histological observations of threatened freshwater catfish “Narikeliru” Mystus montanus (Jerdon, 1849). Acta Ichthyologica Et Piscatoria, 34 (2): 253–266.
_______________. 2004. Early Development of a Threatened Freshwater Catfish Mystus montanus (Jerdon). Acta Zoologica Taiwanica, 14(1): 23 -32.
Basuki. F. 2001. Tinjauan Falsafah Ilmu Terhadap Transgenik Ikan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Bautista, M. N. 1986. The Respons of Penaeus Monodon Juvenils to Varying Protein/ Energy Rations in test Dutis. Aquaculture, 53:229-242.
Chua, T.E. dan S.K. Teng.1978. Effect of Feeding Frequency On The Growth of Young Estuary Grouper. Ephinephelus tauvina (Fosskal) Cultured in Floating Net-Cage, Aquaculture. 14: 31-47.
Djangkaru, Z. 1974. Makanan ikan. Lembaga Penelitian Perikanan Darat. Direktorat Jenderal Perikanan. Bogor.
Effendie, M. I. 2002. Biologi Perikanan. Cetakan Kedua. Yayasan Pusaka Nusatama
Ekanayake S. P., Bambaradeniya C. N. B., Perera W. P. N., Perera M. S. J., Rodrigo R. K., Samarawickrama V. A. M. P. K. dan Peiris T. N., 2005. A Biodiversity Status Profile of Lunama-Kalametiya Wetland Sanctuary. IUCN - The World Conservation Union, Sri Lanka Country Office. 46 p.
Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan. PT Asdi Mahasatya. Jakarta.
Harjoko, B.B. 1995. Perbedaan Tingkat Konsentrasi Oksigen Terlarut Terhadap Perkembangan Stadia Larva Zoea I Sampai Post Larva 5 Udang Windu (Penaeus monodon fab.). Skripsi. Fakultas Perikanan. IPB. Bogor.
Hee N. H., 2002. The Identity Of Mystus nigriceps (Valenciennes In Cuvier & Valenciennes, 1840), With The Description Of A New Bagrid Catfish (Teleostei: Siluriformes) From Southeast Asia. The Raffles Bulletin Of Zoology, 50(1): 161-168
Herfen. 2009. Sistem Endoktrin. http://prestasiherfen.blogspot.com/ diakses tanggal 09-11-2009 (online).
Herianti, I. 2005. Rekayasa Lingkungan Untuk Memacu Perkembangan Ovarium Ikan Sidat (Anguilla bicolor). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah (Central Java
28
Assessment Institute for Agricultural Technology). Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, (37):25– 41
Huet, M. 1971. Textbook Of Fish Culture, Breeding Cultivition Of Fish. Fishing News Book, Ltd. England.
Kottelat, M., A. J. Whitten, S. N. Kartikasari & S. Wirjoatmodjo. 1993. Freswater of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions, Hong Kong. 221 pp., 84 pls.
Kumlu, M. and O. T., Eroldoúan. 1999. Effects of Temperature and Substrate on Growth and Survival of Penaeus semisulcatus (Decapoda: Penaeidae) Postlarvae. Turk J Zool. 24 (2000) 337-341.
Laevastus, T dan Hayes, M.L. 1981. Fisheries Oceanografi and Ecology. Fishing News Books. Ltd. Farnham, Surrey, England.
Lagler, K. F., J. F. Bardach., R.R. Miller dan A. R. M. Pasino. 1977. Ichtyology. John Willey and Sons, New York.
Listiowati, E. 1999. Pengaruh Penggunaan Tepung Ikan dan Ampas Tahu dengan Proporsi yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Ikan Bawal Air Tawar (Collosoma macropopum Cuvier 1818). Skripsi (Tidak Dipublikasikan). Fakultas Biologi. UNSOED. Purwokerto
Mijkherjee M., Praharaj A., Das S., 2002. Conservation of Endangered Fish Stocks Through Artificial Propagation and Larval Rearing Technique in West Bengal, India. Aquaculture Asia, 7(2): 8-11.
Müller-Belecke A., Schneiderat U., Dhesparasith D., Hösrtgen-Schwark G., 2002. Artificial Reproduction of Asia Green Catfish (Mystus nemurus): Trials to Obtain High Quality Sperm from Alive Males. Abstrak Challenge to Organic Farming and Sustainable Land use in the Tropics and Subtropics. Deutscher Tropentag, October 9-11, 2002, Witzenhausen.
Musida. 2008. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adaptasi Hewan Air Terhadap Lingkungannya. http://www.musida.web.id/ diakses tanggal 09-11-2009 (online).
Pagalay, B. 1986. Perbandingan Hasil Tangkapan Bagan (Light Fishing) yang Menggunakan Beberapa Warna Cahaya di Perairan Lero Pinrang, Sulawesi Selatan. Karya Ilmiah. Fakultas Perikanan IPB. Bogor.
Peter, R.E. and T.A. Marchant., 1995. The Endocrinology of Groth in Carp and Releted Species. Aquaculture 129 : 299-321.
Rukayah S., Setijanto, Sulistyo I., 2003. Kajian Strategi Reproduksi Ikan Senggaringan (Mystus nigriceps) di Sungai: Upaya Menuju Diversifikasi Budidaya Perairan. Laporan Hasil Penelitian, Fakultas Biologi, Unsoed.
29
Saanin, H., 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bina Cipta, Bogor.
Suhenda, N., Evi Hapsari. 2003. Penentuan Kebutuhan Kadar Protein Pakan untuk Pertumbuhan dan Sintasan Ikan Jelawat (Leptobarbus hoevani). Vol. III. No. 2. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta.
Sukamsiputro, S., 2003. Ekologi Ikan Baceman (Mystus nemurus C. V.) di Sungai Klawing Kabupaten Purbalingga dan Beberapa Faktor Yang Berkaitan dengan Domestikasinya. Tesis Magister Sains Ilmu Lingkungan, Program Pasca Sarjana, Unsoed.
Sulistyo I., 1998. Contribution à l′étude la Maîtrise du Cycle de Reproduction de la Perche Eurasienne Perca fliviatilis L. Thèse du Docteur de I’Université Henri Poincaré. France. 145 p.
Sulistyo I., Setijanto dan Siregar A. S., 2007. Kinerja Reproduktif Ikan-Ikan FamiliaBagridae di Sungai Klawing, Purbalingga: 1. Indeks Morfo-anatomi Ikan Betina. Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro, Semarang 28 Agustus 2007.
Sulistyo I., Setijanto, 2002. Aspek Ekologi dan Reproduksi Ikan Senggaringan (Mystus nigriceps): Acuan Dasar Domestikasi dan Budidaya. Laporan Hasil Penelitian, Fakultas Biologi, Unsoed.
Sutisna, D. H. Dan Sutarmanto, R. 1995. Pembenihan Ikan-Ikan Air Tawar. Kanisius. Yogyakarta.
Tucker, C. S. 1991. Water Quantity and Quality Requirements for Channel Catfish Hatcheries. The Texas A&M University System. SRAC Publication No. 461.
Wardoyo. 1981. Kriteria Kualitas Air Untuk keperluan Pertanian Dan Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Watanabe, T. 1988. Fish Nutrition and Marine Culture. Departement of Marine Aquatik Bioscience. Tokyo University Of fisheris-JICA. Tokyo. 233 hal
Wellborn, T. L. 1988. Channel Catfish Life History and Biology. The Texas A&M University System. SRAC Publication No. 180.
30
LAMPIRAN
Lampiran 1. Pengambilan Sampling Ikan Senggaringan (Mystus nigriceps) Betina.
Tabel 2. Pengambilan Sampling Pertama Ikan Senggaringan (Mystus nigriceps) Betina.
Perlakuan
Wo (gr)
Wt (gr)
log Wo (gr)
Log Wt (gr)
SGR (%)
h (gr)
Rata-rata SGR (%)
Rata-rata h (gr)
T0L0
6665.5
1.819544 1.816241-
0.01101 -0.01
0.022323565 0.03418872
791.857332 1.897627
0.134315 0.18
65.563
1.816241 1.799341-
0.05634 -0.06
T0L1
5762.5
1.755875 1.795880.13335
1 0.14
0.092294144 0.10683853
61.51.724276 1.788875
0.215331 0.22
31 29.5 1.491362 1.469822 -0.0718 -0.04
T0L2
4649.5
1.662758 1.6946050.10615
8 0.09
0.132109809 0.0854724
26.51.380211 1.423246
0.143449 0.06
37.541.5
1.574031 1.6180480.14672
3 0.10
T2L1
2624.5
1.414973 1.389166-
0.08602 -0.04
0.20161567 0.11965828.5
361.454845 1.556303
0.338192 0.19
2937
1.462398 1.5682020.35267
9 0.21
Tabel 3. Pengambilan Sampling Kedua Ikan Senggaringan (Mystus nigriceps) Betina.
Perlakuan Wo (gr) Wt (gr) log Wo (gr) Log Wt (gr) SGR (%) h (gr) Rata-rata SGR (%) Rata-rata h (gr)
T0L0
65.5 42 1.816241 1.623249 -0.64331 -0.98
-0.379565384 -0.4583342 43.5 1.623249 1.638489 0.0508 0.06
35 24 1.544068 1.380211 -0.54619 -0.46
T0L1
69 70 1.838849 1.845098 0.02083 0.04
0.475576084 0.56944431 53.5 1.491362 1.728354 0.789974 0.94
33 50.5 1.518514 1.703291 0.615925 0.73
T0L2
37.5 39 1.574031 1.591065 0.056778 0.06
0.199076274 0.28472258.5 66 1.767156 1.819544 0.174627 0.31
40 51.5 1.60206 1.711807 0.365824 0.48
T2L1
42.5 43.5 1.628389 1.638489 0.033668 0.04
0.393334819 0.40277828.5 41 1.454845 1.612784 0.526463 0.52
29 44.5 1.462398 1.64836 0.619873 0.65
31
32
Tabel 4. Pengambilan Sampling Ketiga Ikan Senggaringan (Mystus nigriceps) Betina.
Perlakuan
Wo (gr)
Wt (gr)
log Wo (gr)
Log Wt (gr)
SGR (%)
h (gr)
Rata-rata SGR (%)
Rata-rata h (gr)
T0L0
7273.5
1.857332 1.8662870.02984
9 0.05
0.063198217 0.08333342
491.623249 1.690196
0.223156 0.25
3533.5
1.544068 1.525045-
0.06341-
0.05
T0L1
7675.5
1.880814 1.877947-
0.00956-
0.02
0.169658352 0.26785757
76.51.755875 1.883661
0.425955 0.70
5356.5
1.724276 1.7520480.09257
5 0.13
T0L2
27.533.5
1.439333 1.5250450.28570
7 0.21
0.173627454 0.13690537.5
391.574031 1.591065
0.056778 0.05
30.534.5
1.4843 1.5378190.17839
8 0.14
T2L1
42.5 4
7 1.628389 1.6720980.14569
6 0.16
0.144123472 0.12529
33 1.462398 1.511883
0.164951 0.13
28.5 3
1 1.454845 1.4913620.12172
3 0.09
Tabel 5. Pengambilan Sampling Keempat Ikan Senggaringan (mystus nigriceps) Betina.
Perlakuan Wo (gr) Wt (gr) log Wo (gr) Log Wt (gr) SGR (%) h (gr) Rata-rata SGR (%) Rata-rata h (gr)
T0L0
42 44 1.623249 1.643453 0.067345 0.06
1.003433 0.67 - - - - - -
- - - - - -
T0L1
55.5 48.5 1.744293 1.685742 -0.19517 -0.21
-0.058113661 -0.0909134.5 42 1.537819 1.623249 0.284767 0.23
57 47.5 1.755875 1.676694 -0.26394 -0.29
T0L2
37.5 40 1.574031 1.60206 0.093429 0.08
0.19173542 0.15656646 51.5 1.662758 1.711807 0.163498 0.17
30.5 38 1.4843 1.579784 0.318279 0.23
T2L1
29 36 1.462398 1.556303 0.313015 0.21
0.323040713 0.24242442.5 49.5 1.628389 1.694605 0.220721 0.21
28.5 38.5 1.454845 1.585461 0.435386 0.30
Keterangan :T0L0 : Temperatur ruang, pencahayaan alamiT0L1 : Temperatur ruang, pencahayaan 10 jam terang dan 14 jam gelap
33
T0L2 : Temperatur ruang, pencahayaan 14 jam terang dan 10 jam gelapT2L1 : Temperatur 30ºC, pencahayaan 10 jam terang dan 14 jam gelapWo : Berat ikan awal (gr)Wt : Berat ikan akhir (gr)SGR : Specific Growth Rate (Laju Pertumbuhan Spesifik) (%)h : Kecepatan pertumbuhan nisbi (gr)
34
Lampiran 2. Tabulasi Data Specific Growth Rate (SGR).
Tabel 6. Data yang belum ditransformasikan
Perlakuan
Ulangan Total Perlakuan
(Yi.)
Rata-rata
Standar DeviasiU1 U2 U3 U4
T0L0
0.0223236
-0.37956
540.06319
820.6673
40 0.37330.0933
240.43168
95
T0L1
0.0922941
0.4755761
0.1696584
-0.0581
14 0.679410.1698
540.22468
56
T0L2
0.1321098
0.1990763
0.173628
0.191735 0.69655
0.174137
0.0299901
T2L1
0.2016157
0.3933348
0.1441235
0.323041 1.06211
0.265529
0.1132345
Total (Y..) 2.81138
Tabel 7. Data yang sudah ditransformasikan ke arcsin
Perlakuan
Ulangan Total Perlakuan
(Yi.)
Rata-rata
Standar DeviasiU1 U2 U3 U4
T0L0
0.0127905
-0.21747
550.03620
990.38236
05 0.213890.0534
710.24734
13
T0L1
0.0528806
0.2724861
0.0972071
-0.03329
67 0.389280.0973
190.12873
58
T0L2
0.0756934
0.1140624
0.0994813
0.1098564 0.39909
0.099773
0.0171831
T2L1
0.1155174
0.2253648
0.0825767
0.1850890 0.60855
0.152137
0.0648788
Total (Y..) 1.6108
1. Faktor Koreksi
FK =
FK =
FK =
FK = 0.162168
35
2. JK Total =
JK Total = (0.01279052+………..+0.18508902) – 0.162168
JK Total = (0.0001636+ …………. + 0.0342579) - 0.162168
JK Total = 0.4284879 – 0.162168
JK Total = 0.26632
3. JK Perlakuan =
JK Perlakuan =
JK Perlakuan =
JK Perlakuan =
JK Perlakuan = 0,01955
4. JK Galat = JK Total – JK Perlakuan
JK Galat = 0.26632– 0,01955
JK Galat = 0,24677
Lampiran 3. Analisis Variansi Specific Growth Rate (SGR)
Sumber Variansi
Jumlah Kuadrat
Derajat Bebas
Kuadrat Tengah
F Hitung
F Tabel0,01
Perlakuan 0,01955 3 0,00650,31 ns 5.95Galat 0,24677 12 0,0206
Total 0.26632 15Keterangan : ns = Non Signifikan (F hitung < 0,01)
Lampiran 4. Tabulasi Data Kecepatan Pertumbuhan Nisbi
Perlakuan
Ulangan Total Perlakuan
(Yi.)
Rata-rata
Standar DeviasiU1 U2 U3 U4
T0L0
0.034188
-0.45833
00.8333
30 0.06 0.4691880.1172
970.5336
17
T0L1
0.106838
0.569444
0.267857
-0.09091
0 0.8532290.2133
070.2791
01
T0L2
0.085470
0.284722
0.136905
0.156566 0.663663
0.165916
0.084687
36
T2L1
0.119658 0.403
0.125000
0.242424 0.889860
0.222465
0.132891
Total (Y..) 2.8759401. Faktor Koreksi
FK =
FK =
FK =
FK = 0,5169
2. JK Total =
JK Total = (0.0341882+………..+ 0.2424242) – 0,5169
JK Total = (0.0011688+ …………. + 0.0587694) - 0,5169
JK Total = 1.7075 – 0,5169
JK Total = 1,1906
3. JK Perlakuan =
JK Perlakuan =
JK Perlakuan =
JK Perlakuan =
JK Perlakuan = 0,5451 – 0,5169
JK Perlakuan = 0,0282
4. JK Galat = JK Total – JK PerlakuanJK Galat = 1,1906– 0,0282
JK Galat = 1,1624
Lampiran 5. Analisis Variansi Kecepatan Pertumbuhan Nisbi
Sumber Variansi
Jumlah Kuadrat
Derajat
Bebas
Kuadrat Tengah
F HitungF
Tabel0,01
Perlakuan 0,0282 3 0,0094 0,097ns 5.95
37
Galat 1,1624 12 0,0969Total 1,1906 15
Keterangan : ns = Non Signifikan (F hitung < 0,01)
38
Lampiran 6. Dokumentasi Kerja Praktek Efek Phototermal Terhadap Ikan Senggaringan (Mystus Nigriceps) Betina.
Gambar 4. Penimbangan Ikan Senggaringan (Mystus Nigriceps) Betina dengan Timbangan Digital (O-hauss).
Gambar 5. Pengukuran Panjang Ikan Senggaringan (Mystus Nigriceps) Betina dengan Penggaris.
39
Gambar 6. Wadah Pemeliharaan Ikan Senggaringan (Mystus Nigriceps) Betina Sebagai Kontrol (T0L0).
Gambar 7. Wadah Pemeriharaan Ikan Senggaringan (Mystus Nigriceps) Betina Berbagai Perlakuan Phototermal.
40
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillahirobbil’alamin penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayahNya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan kerja praktek dengan judul
”Efek Photo-Termal Terhadap Laju Pertumbuhan Ikan Senggaringan
(Mystus Nigriceps) Betina”.
Penulisan kerja praktek ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Isdy Sulistyo, DEA. selaku dosen pembimbing lapangan
yang telah memberikan kesempatan, saran dan motivasi.
2. Ir. Sri Marnani, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah sabar
membimbing serta memberikan arahan-arahannya.
3. Kedua Orangtua Pih dan Mih tercinta yang telah
membesarkanku dan selalu memberikan seluruh cinta dan
kasih sayang, doa yang tiada henti, dukungan dan nasehat
yang berharga, terimakasih banyak.
4. Drs. Asrul Sahri S., M.Si terimakasih atas semua nasehat-
nasehatnya.
5. Seluruh keluarga besar Aki Sanip (Alm), Apa Angi (Alm) dan Apa
Nana (Alm) yang telah membantu moril dan materi.
6. A Egi terimakasih banyak atas semua bantuan dan nasehat-
nasehatnya yang selalu menjadi motivasi Feny.
41
7. Dede Siska HP. yang selalu sabar dengan sikap teteh, moril dan
materi selalu teteh inget. Belajar yang rajin biar menjadi
kebanggaan babeh dan mamih.
8. Tim Bagridae : Teh Juniar, A Aris, A Tatang, Mba Virta, Mas
Henri, Mas Adip, Mba Siti, Mba Citra, Mba Rika, Imam, Pristy,
Diah dan Tika makasih semua bantuannya.
9. BelGum, Mus, Cery, Rina, GB, Cay, Mba Desi, Mba Molin, Mb
Rini ”FISIP” dan rekan-rekan angkatan 2006 lainnya,
terimakasih banyak untuk semua support dan bantuannya
selama ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan kerja praktek ini
masih belum sempurna, karena keterbatasan penulis. Penulis
berharap semoga laporan kerja praktek ini dapat memberikan
informasi dan manfaat bagi pembaca.
Purwokerto, Februari 2010
Penulis
42
RIWAYAT HIDUP SINGKAT
Penulis bernama lengkap Feny Febriany lahir di Tasikmalaya
pada tanggal 25 Februari 1988. Penulis dilahirkan dan dibesarkan di
keluarga yang sederhana dari pasangan Tatang Sutarman dengan
Ermin Hermina.
Penulis telah menempuh pendidikan di SD Negeri Galunggung V
Tasikmalaya dan lulus tahun 2000, melanjutkan pendidikan di SLTP
Negeri 03 Tasikmalaya 2003, melanjutkan pendidikan di SMU Negeri
08 Tasikmalaya dan lulus tahun 2006. Kemudian penulis melanjutkan
pendidikan di Fakultas Sains dan Teknik Jurusan Perikanan dan
Kelautan Universitas Jenderal Soedirman dengan program studi
Budidaya Perairan Angkatan 2006.
43