presentasi all
TRANSCRIPT
Upaya Pemerintah dalam pengembalian aset dan tantangannya
CAHYO R. MUZHARDirektorat hukum internasional dan otoritas pusat, kementerian hukum dan ham
4 Pilar Pengangan Kejahatan antar Negara*
Pencegahan
Kerjasama
Internasional dlm
Bidang Hukum
Pengembalian
Aset
Kriminalisasi
Dan Penegakan
Hukum
*Handbook of Mutual Legal Assistance and Extradition, UNODC, 2012
KerjAsama hukum internasional dalam asset recovery
• Untuk mengupayakan pengembalian aset hasil tindak pidana yang beradadi luar negeri dilakukan melalui mekanisme kerjasama hukuminternasional yang terdiri:
• Mutual Legal Assistance (MLA):
- Pelacakan (Kepolisian, KPK, BNN, Kejaksaan, PPATK)
- Pembekuan (Kepolisian, Kejaksaan, KPK, PPATK)
- Perampasan (KPK, Kejaksaan, MA)
- Pengembalian (KPK, Kejaksaan, Kemenkeu)
• Ekstradisi untuk mengupayakan pengembalian tersangka/ terdakwa/ barang bawaan yang berada di luar negeri terkait upaya pengembalian aset
KEMENKUMHAM
Kemenkumham – Otoritas pusat Penangangan kerjasama hukum internasional
Handbook of Mutual Legal Assistance and Extradition, UNODC, 2012:
A central authority is an administrative entitydesignated by a State to be the central contactpoint for matters of international cooperationwith other States. Treaties usually compelStates to create a central authority as part ofcomplying with the treaty.
Core business otoritas pusat
1. Kontrol dan pengawasan incoming dan outgoingrequest;
2. Center of expertise untuk kerja sama internasional;
3. Koordinator keseragaman tindakan untuk mencegahduplikasi dan inkonsistensi response terhadapbanyaknya Intrumen Hukum International;
4. Unit khusus penanganan kerja sama internasional (dayto day business)
Tugas dan fungsi otoritas pusat
• Menerima permintaan MLA dan ekstradisi dari dan ke luar;• Melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen, meminta
tambahan dokumen dan memberikan pandangan hukum kepadanegara peminta mengenai ketentuan hukum yang harus dipenuhi;
• Menyiapkan informasi, template dan tools lainnya bagi negara lainuntuk membantu penyusunan permintaan;
• Sebagai requested states memberikan advice kepada penegakhukum sebagai request executors, atau sebagai requesting statememberikan advice terkait hal-hal yang perlu dilakukan terkaitdengan hukum requested state
• Menjadi LO dengan otoritas dalam negeri lainnya (khususnyapenegak hukum, imigrasi, dll)
• Pengaturan transit pada saat pelaksanaan ekstradisi
Tugas dan fungsi otoritas pusat
• Monitor perkembangan penanganan kasus ekstradisi dan MLA dinegara lain (Pemri sebagai requesting state);
• Pengembangan network dengan OP negara lain (formal daninformal);
• Centre of expertise dalam hukum pidana internasional terkaitekstradisi dan MLA (teori dan praktik)
• Negosiasi dan penerapan perjanjian internasional• Memberikan advis untuk penyusunan kebijakan dan peraturan
dalam bidang ekstradisi dan MLA• LO terhadap saluran diplomatik• Partisipasi dalam forum multilateral dan regional terkait ekstradisi
dan MLA• Pemberian training kepada domestic stakeholders.
INDONESIA SEBAGAI NEGARA PEMINTA
POLRI
Kejagung
KPK
Kemenkumham
KoordinasiTeknisUntuk
persiapan draft
dokumen permintaan
Proses Telaahan dan
drafting permintaan
MLA
Kemlu
Otoritas PusatNegara DimintaKoordinasi dan
Komunikasi
Koordinasi dan Komunikasi
Flow Chart MLA
Negara Peminta
Kemlu RI
Kemenkumham
Assesment Telaahan,
Komunikasi dan Surat Tindak Lanjut
Diterima
POLRI
Kejagung
Koordinasi dan Komunikasi
Informasi Tambahan
Ditolak
Koordinasi dan Komunikasi
Koordinasi dan Komunikasi
Flow Chart MLA
INDONESIA SEBAGAI NEGARA DIMINTA
Dasar hukum-Konvensi internasional
1) UN Conventions Against
Transnational Organized Crime, 2003
2) UN Convention Against Corruption,
2005
3) UN Convention Against Illicit Traffic in
Narcotics Drugs and Psychotropic
Substance, 1988
4) Mutual Legal Assistance Treaty
between like minded ASEAN
Countries, 2004
Dasar hukum-bilateral treaty
MLA
1. RI- Australia (UU 1/1999)
2. RI- Hongkong SAR (UU 3/2012)
3. RI- RRC (UU 8/2006)
4. RI- Korea Selatan (disetujui DPR)
5. RI- India (disetujui DPR)
6. RI- Viet Nam (Proses Ratifikasi)
7. RI- UEA (Proses Ratifikasi)
Dasar hukum-bilateral treaty
Ekstradisi1. RI-Malaysia (UU 9/1974)2. RI-Philipina (UU 10/1976)3. RI-Thailand (UU 2/1978)4. RI-Singapura (proses ratifikasi)5. RI-Viet Nam (proses ratifikasi)6. RI-Australia (UU 8/1994)7. RI-PNG (proses ratifikasi)8. RI-Hongkong (UU 1/2001)9. RI-RRC (proses ratifikasi)10.RI-Korsel (UU 42/2007)11.RI-UEA (proses ratifikasi)12.RI-India (disetujui DPR)
Pengembangan perjanjian
• RI saat ini dalam proses pengembangan perjanjian bilateral MLA dan ekstradisi dengan:
1. Amerika Serikat
2. Brazil
3. Perancis
4. Rusia
5. Luksemburg
6. Uni Eropa
Database permintaan mla
No. Tahun Incoming Outgoing Tindak Pidana
1. 2011 22 26 Pencucian uang, korupsi, penipuan, penggelapan, dll.
2. 2012 14 2 Korupsi, pencucian uang, pembunuhan, penipuan, penyelundupan manusia dan obat terlarang, terorisme, ilegal fishing,dll.
3. 2013 26 4 Korupsi, pencucian uang, penipuan on-line, penggelapan, dll.
4. Juni 2014 16 10 Pencucian uang, korupsi, penipuan, perbankan, penyelundupan manusia, dll.
Contoh kasus-asset recoveryMLA-Century-Yurisdiksi Hongkong
PETA NILAI ASET YANG BERNILAI(REALISABLE ASSETS) YANG DIPERDEBATKAN
No. Defendants Nilai Aset (USD)
1. Galleria milik Rafat $ 1.156.000
2. Chinkara Capital Market milik Rafat $ 3000
3. Bank Mutiara $ 1.436.000
4. First Global Funds Limited $ 1.577.000
5. First Gulf Asia Holdings milik Rafat & Hesham $ 42.000
6. Jasmine Trust milik RT $ 23.000
7. Meticulus Offshore Investment milik HA $ 1.811.000
8. Aquarius Finance Enterprise milik HA $ 845.000
Total $ 6.893.000
Catatan: - Nilai aset berdasarkan Laporan Recievers per-tanggal 23 Oktober 2013- Nilai dapat berubah bergantung pada kondisi pasar
Peta Nilai Aset yang Bernilai (Realisable Assets) yang Diperdebatkan
contoh kasus-asset recovery
Ekstradisi -2009
• Marie Pauline Lumowa (WNI)
• Kejahatan TPPU dan Korupsi (BNI 46).
• Dasar permintaan UNCAC dan UNTOC
Progres 2014Pemerintah Belanda menawarkan 2 (dua) opsi yang dapat dilakukan olehPemerintah Indonesia yaitu melalui mekanisme Transfer of Proceedings(proses yang sangat panjang dan Indonesia belum memiliki dasar hukumuntuk menerapkan Transfer of Proceedings) dan Mutual Legal Assistance(diperlukan putusan pengadilan di Indonesia)
contoh kasus-asset recovery• Ekstradisi-2012
Joko Soegiarto Tjandra (WNI, permanent residence di Papua Nugini)
• Kejahatan
Tindak Pidana Korupsi (Cassie Bank Bali)
• Tujuan permintaan Eksekusi Putusan Pengadilan
• Dasar permintaan-UNCAC dan resiprositas
Progres 2014
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia telah menyampaikanmenyampaikan surat nomor AHU.5.AH.12.07-13 tanggal 4 Maret 2014 kepada Department ofJustice and Attorney General, Papua New Guinea selaku Central Authority terkait denganpenyampaian permohonan Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk penangkapan dandeportasi Joko Soegiarto Tjandra untuk keperluan eksekusi Putusan Peninjauan KembaliMahkamah Agung Republik Indonesia nomor: 12PK/PID.SUS/2009 tanggal 11 Juni 2009 a.n JokoSoegiarto Tjandra alias Joe Chan.
Tantangan di dalam negeriProses hukum yang jelas
Pemenuhan syarat – syarat MLA terkait proses di Indonesia
- Informasi yang kurang memadai
- Penjelasan Kasus Posisi yang belum jelas
- Belum menunjukkan adanya keterkaitan/nexus
- Permintaan kepada pemerintah asing untuk melakukan upaya hukum, namun disisi lain hal ini tidak bibarengi dengan upaya hukum yang pararel di dalam negeri
No. Tantangan
Di Dalam Negeri
Keterangan
1. Kerahasiaan Bank UU 10 Tahun 1998 pasal 42 menjelaskan bahwa pembukaan data rekening dan
transaksi perbankan hanya menjangkau pada rekening tersangka.
Pengecualian terhadap pengaturan prinsip kerahasian bank terdapat dalam UU
Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Nomor 8 Tahun 2010 dan UU Tipikor No
31 Tahun 1999 dengan perubahannya UU 20 tahun 2001
2. Koordinasi antar Instansi 1. Rotasi dan Mutasi Pegawai yang dinamis menjadikan tantangan tersendiri
untuk mendapatkan informasi perkembangan suatu kasus.
2. Perlu penguatan sistem administrasi dokumen sehingga pejabat
selanjutnya dapat dengan mudah mengakses data dan dokumen periode
sebelumnya.
3. Perlu penetapan pejabat penghubung.
4. Pembentukan forum yang secara reguler bertemu untuk membahas
perkembangan permohonan MLA dan ektradisi outgoing dan incomming
3. Penganggaran Upaya Asset Recovery membutuhkan sistem peanggaran yang sustainable
atau berkelanjutan mengingat waktu yang diperlukan untuk upaya tersebut tidak
hanya dalam jangka waktu satu tahun.
4. Diplomasi Dukungan Diplomasi bilateral dan dalam forum Internasional seperti FATF,
UNODC, UNCAC dll. akan sangat membantu dalam keberhasilan upaya Asset
Recovery
5. Peraturan Perundang-Undangan 1. Peraturan perundang-undangan di Indonesia belum mengatur secara
khusus dan komprehensif “Asset Recovery” seperti yang diatur dalam
Konvensi PBB Anti Korupsi Tahun 2003 (UNCAC).
2. Peraturan teknis pelaksana kerjasama antar instansi terkait dengan upaya
pengembalian aset.
3. Pemerintah Indonesia saat ini sedang sedang melakukan penyusunan draf
RUU Perampasan Aset.
Tantangan di luar negeri
• Pemenuhan dual criminality
• Perbedaan Sistem Hukum
• Tidak ada mekanisme yang cepat
membekukan aset (Freezing and
Restraining)
• Gugatan dari Beneficiaries dan Pihak
Ketiga
• Keterkaitan Tindak pidana dengan aset
yang dimintakan untuk dirampas
Terobosan dalam asset recovery pada kasus Bank Century
1. Proses In-Absentia terhadap Hartawan Aluwi Cs dasarnya adalah pasal 36 UU No 15 Tahun 2002 sebagaimana telah di ubah dalam UU 8 tahun 2010 tentang TTPU.
“Dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah dan patut tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa hadirnya terdakwa. “
2. Proses memasukkan aset Robert Tantular di Jersey dalam berkas perkara TPPU pada PT. Antaboga, Jaksa dapat memintakan permohonan penyitaan terhadap aset yang belum masuk dalam berkas penuntutan tersebut dengan dasar pasal 81 UU No 8 Tahun 2010 tentang TPPU.
“Dalam hal diperoleh bukti yang cukup bahwa masih ada Harta Kekayaan yang belum disita, hakim memerintahkan jaksa penuntut umum untuk melakukan penyitaan Harta Kekayaan tersebut.”
No. Tantangan
Di Luar Negeri
Keterangan
1. Dual Criminality Ada beberapa negara yang memberlakukan secara rigid/kaku terkait dengan prinsip dual
criminality, bahwa tindak pidana yang di sangkakan memiliki unsur – unsur dan nama
tindak pidananya yang harus sama dengan aturan hukum di negaranya.
2. Perbedaan Sistem
Hukum
Dalam hal permintaan coersive measures (contoh: pembukaan rekening bank dan
pembekuan aset) yang membutuhkan putusan dari Hakim, perbedaan penerapan hukum
dalam hal pembuktian dan alat bukti yang akan di pengadilan (balance of probabilities
vs proof that intimately convinces a Judge) akan memberikan tantangan tersendiri dalam
upaya asset recovery. Dalam mengajukan MLA, negara peminta harus dapat menyakinkan
negara diminta bahwa ada “reasonable grounds for criminal suspicion”, namun dalam
penerapannya terdapat perbedaan pengertian untuk memenuhi hal tersebut.
3. Tidak ada mekanisme
yang cepat membekukan
aset (Freezing and
Restraining)
Walaupun di beberapa yurisdiksi seperti Jersey and Hong Kong dapat melakukan freezing
dan restraining terhadap aset pada tingkatan proses penyelidikan, akan tetapi beberapa
negara masih memberlakukan aset hanya dapat freezing dan restraining jika sudah
masuk tahapan penuntutan.
4. Gugatan dari
Beneficiaries dan Pihak
Ketiga
prinsip prior equitable interest yang dijunjung tinggi oleh sistem hukum Common Law
dimana benefiearies yang pihak ketiga yang mampu membuktikan hak tersebut melekat
padanya maka aset yang di bekukan atau disita akan kembali menjadi hak miliknya.
Gugatan lain juga dapat muncul dari Badan Hukum yang aset disita dengan
mengedapankan bahwa Badan Hukum tersebut tidak mempunyai keterkaitan dengan si
Pelaku. Contoh gugatan FGFL di Pengadilan Mauritius
Materi gugatan lain yang dapat dijadikan argumen oleh pihak lawan adalah apakah proses
peradilan (due proses of law) di Indonesia telah memenuhi prinsip peradilan sebagaimana
diatur dalam sistem hukum common law.
5. Keterkaitan Tindak pidana
dengan aset yang
dimintakan untuk
dirampas
Beberapa negara masih mengedepankan pentingnya membangun argumen bahwa aset
yang dimintakan untuk dirampas harus memiliki keterkaitan dengan tindak pidana yang
terjadi negara asal (linked/nexus).
Upaya ke depan
• “Saling mendukung bukan saling menjatuhkan”
• Kerjasama antara CA-Competent Authorities
1. 2. 3. 4.
a. Pelatihan BahasaInggris/ Bahasa Asing
b. Pelatihan Drafting MLA request
c. PenambahanPejabat Fungsional
Penguatan SDM
a. Pembangunan Data Base MLA danEkstradisi
b. Penerapan SOP
Fasilitatif
a. Mekanisme JemputBola
b. Drafting MLA yang Reliable
c. Konsultasi danMonitoring Rutin
Koordinasi Nasional
a. Comply to UNTOC,
UNCAC, APG and
FATF Review
b. Diplomasi di berbagai
Forum Internasional
c. Case Work Meeting
International Cooperation