fix all ahong
TRANSCRIPT
i
PROPOSAL PENELITIAN
Oleh :
DONI RONAL S111.080.171
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2012
KENDALI LINGKUNGAN PENGENDAPAN
TERHADAP ASPEK KUALITAS BATUBARA
DAERAH KONSESI PT. ADARO
PROPINSI KALIMANTAN SELATAN
ii
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR TABEL vi
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang 1
I.2 Maksud dan Tujuan Penelitian 2
I.3 Manfaat Penelitian 2
I.4 Lokasi Penelitian 3
I.5 Tinjauan Pustaka 4
I.6 Rumusan Masalah 5
BAB II GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN BARITO
II.1 Fisiografi Regional 6
II.2 Kerangka Tektonik Regional 7
II.3 Stratigrafi Regional 10
II.4 Struktur Geologi Regional 14
BAB III METODOLOGI
III.1 Landasan Teori 16
III.2 Pendekatan 22
III.3 Jenis Data dan Metode Penelitian 22
III.4 Bahan dan Alat 23
BAB IV PELAPORAN
IV.1 Jadual Penelitian 24
IV.2 Hasil Penelitian 24
IV.3 Akomodasi dan Perlengkapan Penelitian 24
DAFTAR PUSTAKA 26
LAMPIRAN 27
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Lokasi daerah telitian PT. Adaro 3
Gambar 1.2. Petunjuk letak peta lokasi darah telitian 4
Gambar 2.1. Peta fisiografi pulau Kalimantan 6
Gambar 2.2. Element tektonik Kalimantan (Kusuma & Darin, 1989) 9
Gambar 2.3 Barito Basin-Makassar Strait cross section 9
(After Satyana and Silitonga, 1994)
Gambar 2.4 Peta geologi Regional daerah penelitian 12
( Heryanto,dkk.1994 )
Gambar 2.5 Model Struktur Regional (PT. Adaro Indonesia) 15
Gambar 2.6 Tatanan Tektonik Cekungan Barito 15
(After Satyana and Silitonga, 1993)
v
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Stratigrafi cekungan Barito 13
(Adaro Resources Report, 1999)
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Batubara adalah batuan sedimen carbonaceous, nonhomogeneous, kaya
akan material organik. Terbentuk jutaan tahun yang lalu dari pembusukan
sisa tumbuhan. Batubara terbentuk dari banyak material di lingkungan
purba seperti material lempung, pelarutan garam dan sulfur. Dibawah
pengaruh panas, tekanan dan waktu geologi, fragmen tumbuhan teralterasi,
mineral tertransformasi dan komponen volatil teruapkan. Selanjutnya proses
coalifikasi diteruskan dengan biochemical dan geochemical yang merubah
secara keseluruhan siklus dari elemen terpenting yaitu karbon.
Batubara sebagai sumber daya energi tepat guna perkembangannya sangat
pesat. Batubara bernilai ekonomis tinggi dan pemanfaatannya tidak kalah
dengan sumber daya energi lainnya seperti minyak dan gas bumi apabila
kualitas batubara tinggi sehingga bernilai ekonomis dan masalah lingkungan
yang ditimbulkan relatif kecil. Tentu saja dalam penentuan kualitas
batubara dibutuhkan prosedur atau teknik yang tepat dan tidak hanya dapat
ditentukan dengan melihat secara megaskopis dan sifat fisik luarnya saja.
Sumber daya batubara Indonesia tersebar luas di berbagai kepulauan.
Namun yang bernilai ekonomis dan berskala besar hanya terpusat pada
cekungan-cekungan tersier. Cekungan Kutai Kalimantan Timur salah
satunya, Cekungan Kutai sendiri memiliki formasi pembawa batubara yaitu
Formasi Pulaubalang dan Formasi Balikpapan yang terbentuk pada
lingkungan delta. Batubara Cekungan Kutai tersebar luas dari Teluk
Balikpapan di sebelah selatan sampai ke Tanjung Mangkaliat di sebelah
utara. Sedang lebarnya mulai dari Selat Makasar hingga Longiran di
pedalaman.
Tatanan stratigrafi tektonik dari pengendapan batubara memberikan
pengaruh pada kualitas dan karakteristik batubara. Namun kondisi lokal
geologi yang lebih utama mengontrol karakteristik dan kualitas batubara.
2
Hubungan antara derajat batubara dengan kualitas yaitu batubara merupakan
endapan organic yang derajat batubaranya ditentukan oleh berbagai faktor
antara lain terdapatnya cekungan, umur dan banyaknya kontaminasi yang
menentukan kualitas batubara, maka karakteristik lapisan batubara menjadi
perlu dipelajari karena merupakan salah satu aspek penting di dalam usaha
mengembangkan kegiatan penambangan batubara yang merupakan fungsi
dari keekonomian.
Lapisan batubara dapat ditemukan sebagai lapisan yang melampar luas
dengan kualitas dan ketebalan yang sama dalam urutan yang teratur dengan
batuan sedimen lainnya. Akan tetapi ada juga lapisan batubara yang
tersebar tidak teratur dan tidak menerus, bahkan menebal, menipis, terpisah
dan melengkung dengan berbagai variasi geometri serta tercampur dengan
material bukan batubara. Genesa batubara merupakan proses yang
kompleks dengan lingkungan pengendapannya yang khas. Dari lingkungan
pengendapan batubara ini dapt diketahui daerah penyebaran batubara
dengan kualitas tinggi.
I.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari pelaksanaan skripsi ini untuk mencapai gelar kesarjanaan
program pendidikan strata -1 ( S-1) di Jurusan Teknik Geologi Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta, diwajibkan bagi mahasiswa
untuk melakukan tugas akhir yaitu studi khusus.
Tujuan tugas akhir ini adalah untuk dapat memecahkan permasalahan atau
kasus yang terjadi dalam aplikasi pertambangan batubara, khususnya dalam
bidang geologi, sesuai dengan ilmu yang telah di dapatkan di Jurusan
Teknik Geologi.
I.3 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Secara keilmuan dapat diketahui proses-proses geologi dan kondisi
lingkungan pengendapan yang mempengaruhi pembentukan batubara.
3
2. Secara keekonomian dapat mengetahui kualitas batubara terhadap
parameter lingkungan penegendapan sesuai dengan fungsi dan
kegunaannya.
I.4 Lokasi Daerah Telitian
Lokasi Penelitian ini dilakukan pada salah satu kuasa pertambangan milik
PT. Adaro Indonesia, yaitu di Blok Tutupan Selatan pit Hill 11. Secara
administrasi lokasi daerah telitian berada pada daerah Tanjung, Kabupaten
Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan (sekitar 210 km ke arah Timur Laut
dari Kota Banjarmasin) dan daerah telitian terletak pada koordinat UTM N
9751209 – N 9752768 dan E 329486 – E 331068, secara geografis terletak
pada 11528’4.6” BT - 11528’53.2” BT dan 214’1.8” LS - 215’1.6” LS
dengan luas daerah telitian adalah 1 x 1,3 km (Gambar 1.1 dan 1.2).
Daerah operational PT.Adaro Indonesia secara geografis berada pada :
115º33’30” sampai dengan 115º26’10” Bujur Timur
2º7’30” sampai dengan 2º55’30” Lintang Selatan.
Lokasi penambangan berjarak 210 km kearah Timur Laut Kota
Banjarmasin.
Gambar 1.1. Peta lokasi daerah telitian yang termasuk dalam wilayah konsesi PT. Adaro Indonesia
4
Gambar 1.2. Petunjuk letak peta dan peta lokasi daerah telitian
I.5 Tinjauan Pustaka
1. Departemen Pertambangan dan Energi, 1995, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Mineral, Direktorat Jenderal Pertambangan
Umum, Teknologi Pertambangan di Indonesia.
2. H.M. Braunstein et. al. dalam bukunya “Environmental, Health and
Control Aspect of COAL CONVERSION, an Information Overview”
menyatakan bahwa bahwa batubara adalah batuan sedimen
carbonaceous, nonhomogeneous, kaya akan material organik terbentuk
dari banyak material di lingkungan purba seperti material lempung,
pelarutan garam dan sulfur.
3. John F. Unswort et. al. (1991) dalam buku “Coal, Quality and
Combustion Performance” menyatakan mengenai parameter kualitas
yaitu analisa proksimat, yang menjadi dasar kualitas batubara.
5
4. Sukandarrumidi (1995) dalam buku “Batubara dan Gambut” menyatakan
batubara terbentuk dengan cara yang sangat kompleks dan memerlukan
waktu yang lama (puluhan hingga ratusan juta tahun) di bawah pengaruh
fisika, kimia ataupun keadaan geologi.
5. Menurut Diessel (1984, op cit Susilawati ,1992) lebih dari 90% batubara
di dunia terbentuk di lingkungan paralik yaitu rawa-rawa yang
berdekatan dengan pantai. Daerah seperti ini dapat dijumpai di dataran
pantai, lagunal, deltaik, atau juga fluviatil.
Diessel (1992) mengemukakan terdapat 6 lingkungan pengendapan
utama pembentuk batubara, yaitu gravelly braid plain, sandy braid plain,
alluvial valley and upper delta plain, lower delta plain, backbarrier
strand plain, dan estuary. Tiap lingkungan pengendapan mempunyai
asosiasi dan menghasilkan karakter batubara yang berbeda.
I.6 Rumusan Masalah
Perumusan masalah yang dapat dimunculkan adalah :
Bagaimana pengaruh lingkungan pengendapan terhadap aspek kualitas dan
geometri lapisan batubara terhadap arahan penambangan batubara yang ada
di P.T. ADARO sebagai suatu kegiatan selective mining.
6
BAB II
GEOLOGI REGIONAL DAERAH TELITIAN
II.1. Fisiografi Regional
Secara fisiografis, daerah telitian termasuk ke dalam Cekungan Barito
bagian timur, yang dibatasi oleh Pegunungan Schwaner pada bagian bagian
barat, Pegunungan Meratus pada bagian timur dan Cekungan Kutai pada
bagian utara (Gambar 2.1).
Gambar 2.1. Peta fisiografi pulau Kalimantan (Dalam Kusnama, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 3 No. 1 Maret 2008: 11-22)
7
II.2. Kerangka Tektonik Regional
Pulau Kalimantan merupakan pulau terbesar yang menjadi bagian dari
Lempeng mikro Sunda. Menurut Tapponnir (1982) lempeng Asia Tenggara
ditafsirkan sebagai fragmen dari lempeng Eurasia yang melejit ke Tenggara
sebagai akibat dari tumbukan kerak Benua India dengan kerak Benua Asia,
yang terjadi kira-kira 40 – 50 juta tahun yang lalu. Fragmen dari lempeng
Eurasia ini kemudian dikenal sebagai lempeng mikro Sunda yang meliputi
semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa, Kalimantan Selatan dan Kalimantan
Tengah. Adapun batas-batas yang paling penting disebalah Timur adalah :
1. Komplek subduksi Kapur Tersier Awal yang berarah Timurlaut, dimulai
dari Pulau Jawa dan membentuk pegunungan Meratus sekarang.
2. Sesar mendatar utama di Kalimantan Timur dan Utara (Gambar 4.2)
3. Jalur subduksi di Kalimantan Utara, Serawak, dan Laut Natuna, Jalur ini
dikenal dengan jalur Lupar.
Menurut Bemmelen (1949) pulau Kalimantan dibagi menjadi beberapa
Zona fisiografi, yaitu :
1. Blok Schwaner yang dianggap sebagai bagian dari dataran Sunda.
2. Blok Paternoster, meliputi pelataran Paternoster sekarang yang terletak
dilepas Pantai Kalimantan Tenggara dan sebagian di dataran Kalimantan
yang dikenal sebagai sub cekungan Pasir.
3. Meratus Graben, terletak diantara blok Schwaner dan Paternoster, daerah
ini sebagi bagian dari cekungan Kutai.
4. Tinggian Kuching, merupakan sumber untuk pengendapan ke arah Barat
laut dan Tenggara cekungan Kalimantan selama Neogen. Cekungan-
cekungan tersebut antara lain:
Cekungan Tarakan, yang terletak paling Utara dari Kalimantan
Timur. Disebelah Utara cekungan ini dibatasi oleh “Semporna High”.
Cekungan Kutai, yang terletak sebelah Selatan dari Tinggian Kuching
yang merupakan tempat penampungan pengendapan dari Tinggian
Kuching selama Tersier. Cekungan ini dipisahkan oleh suatu unsur
8
Tektoniok yang dikenal sebagai Paternoster Cross Hight dari
cekungan Barito.
Secara regional wilayah kuasa pertambangan PT. Adaro Indonesia
termasuk ke dalam Cekungan Barito (Kusuma dan Darin1985), lihat
Gambar 2.2. Cekungan Barito meliputi daerah seluas 70.000 kilometer
persegi di Kalimantan Tenggara. Cekungan ini terletak diantara dua
elemen yang berumur Mesozoikum (Paparan Sunda di sebelah barat dan
Pegunungan Meratus yang merupakan jalur melange tektonik di sebelah
timur).
Orogenesa yang terjadi pada Plio-Plistosen mengakibatkan bongkah
Meratus bergerak ke arah barat. Akibat dari pergerakan ini sedimen-
sedimen dalam Cekungan Barito tertekan sehingga terbentuk struktur
perlipatan.
Cekungan Barito memperlihatkan bentuk cekungan asimetrik yang
disebabkan oleh adanya gerak naik dan gerak arah barat dari Pegunungan
Meratus. Sedimen- sedimen Neogen diketemukan paling tebal sepanjang
bagian timur Cekungan Barito, yang kemudian menipis ke barat.
Secara keseluruhan sistem sedimentasi yang berlangsung pada cekungan
ini melalui daur genang laut dan susut laut yang tunggal, dengan hanya
ada beberapa subsiklus yang sifatnya lokal dan kecil. Formasi Tanjung
yang berumur Eosen menutupi batuan dasar yang relatif landai, sedimen-
sedimennya memperlihatkan ciri endapan genang laut yang diendapkan
pada lingkungan deltaik air tawar sampai payau. Formasi ini terdiri dari
batuan-batuan sedimen klastik berbutir kasar yang berselang-seling dengan
serpih dan kadangkala batubara. Pengaruh genang laut marine bertambah
selama Oligosen sampai Miosen Awal yang mengakibatkan terbentuknya
endapan-endapan batugamping dan napal (Formasi Berai). Pada Miosen
Tengah-Miosen Akhir terjadi susut laut yang mengendapkan Formasi
Warukin. Pada Miosen Akhir ini terjadi pengangkatan yang membentuk
Tinggian Meratus, sehingga terpisahnya cekungan Barito, Sub
Cekungan Pasir dan Sub Cekungan Asam-Asam (Gambar 2.3).
9
Gambar 2.2. Elemen Tektonik Kalimantan (Kusuma & Darin, 1989)
Gambar 2.3Barito Basin-Makassar Strait cross section
(After Satyana and Silitonga, 1994)
Lokasi daerah penelitian
10
II.3. Stratigrafi Regional
Wilayah kuasa pertambangan PT Adaro Indonesia secara regional termasuk
dalam cekungan Kutai. Namun cekungan Kutai tersebut kemudian dibagi
menjadi dua bagian, yaitu: cekungan Barito yang terdapat di sebelah barat
pegunungan Meratus dan cekungan Pasir yang terdapat di sebelah Timur
pegunungan Meratus.
Secara khusus wilayah kerja penambangan PT Adaro Indonesia terletak
pada cekungan Barito. Cekungan Barito sendiri memiliki formasi pembawa
batubara. Adapun urut-urutan stratigrafi Formasi cekungan Barito (tabel
2.1) berdasarkan waktu terbentuknya adalah :
1. Formasi Tanjung
Formasi paling tua yang ada di daerah penambangan, berumur Eosen, yang
diendapkan pada lingkungan paralis hingga neritik dengan ketebalan 900-
1100 meter, terdiri dari (atas ke bawah ) batulumpur, batulanau, batupasir,
sisipan batubara yang kurang berarti dan konglomerat sebagai komponen
utama. Hubungannya tidak selaras dengan batu pra-tersier.
2. Formasi Berai
Formasi ini diendapkan pada lingkungan lagon hingga neritik tengah
dengan ketebalan 107-1300 meter. Berumur oligosen bawah sampai miosen
awal, hubungannya selaras dengan formasi Tanjung yang terletak
dibawahnya. Formasi ini terdiri dari pengendapan laut dangkal di bagian
bawah, batu gamping dan napal di bagian atas.
3. Formasi Warukin
Formasi ini diendapkan pada lingkungan neritik dalam hingga deltaic
dengan ketebalan 1000-2400 meter, dan merupakan formasi paling
produktif, berumur mioesen tengah sampai plestosen bawah. Pada formasi
ini ada tiga lapisan paling dominan, yaitu :
A. Batulempung dengan ketebalan ± 100 meter
B. Batulumpur dan batu pasir dengan ketebalan 600-900 meter,
dengan bagian atas terdapat deposit batubara sepanjang 10 meter.
11
C. Lapisan batubara dengan tebal cadangan 20-50 meter, yang pada
bagian bawah lapisannya terdiri dari pelapisan pasir dan batupasir
yang tidak kompak dan lapisan bagian atasnya yang berupa
lempung dan batu lempung dengan ketebalan 150-850 meter.
Formasi warukin ini hubungannya selaras dengan formasi Berai
yang ada dibawahnya.
4. Formasi Dohor
Formasi ini diendapkan pada lingkungan litoral hingga supralitoral, yang
berumur miosen sampai plio-plistosen dengan ketebalan 450-840 meter.
Formasi ini hubungannya tidak selaras dengan ketiga formasi di bawahnya
dan tidak selaras dengan endapan alluvial yang ada di atasnya. Formasi ini
terdiri dari perselingan batuan konglomerat dan batupasir yang tidak
kompak, pada formasi ini juga ditemukan batulempung lunak, lignit dan
limonit.
5. Endapan Alluvium
Merupakan kelompok batuan yang paling muda yang tersusun oleh krikil,
pasir, lanau, lempung, dan lumpur yang tersebar di morfologi dataran dan
sepanjang aliran sungai.
12
Gambar 2.4Peta geologi Regional daerah penelitian ( Heryanto,dkk.1994 )
13
Tabel 2.1Stratigrafi cekungan Barito
(Adaro Resources Report, 1999)
14
II.4. Struktur Geologi Regional
Pola struktur yang berkembang di pulau Kalimantan berarah Meratus
(Timur laut-Barat daya). Pola ini tidak hanya terjadi pada struktur-struktur
sesar tetapi juga pada arah sumbu lipatan.
Perbukitan Tutupan yang berarah timur laut-barat daya dengan panjang
sekitar 20 km terbentuk akibat pergerakan dua patahan anjakan yang
searah. Salah satunya dikenal dengan nama Dahai Thrust Fault yang
memanjang pada kaki bagian barat perbukitan Tutupan. Patahan lain
bernama Tanah Abang-Tepian Timur Thrust Fault yang memanjang pada
kaki bagian timur perbukitan Tutupan. Keberadaan patahan ini diketahui
berdasarkan data seismik dan pemboran sumur minyak (Asminco,1996).
Patahan lain yang tidak berhubungan dengan perbukitan Tutupan dan
berarah timurlaut-baratdaya terdapat di daerah Wara dengan nama Maridu
Thrust Fault. Patahan-patahan yang terjadi pada umumnya searah dengan
bidang perlapisan sehingga tidak mengganggu penyebaran batubara.
Pada kaki bagian timur perbukitan Tutupan juga terdapat struktur antiklin
yang diberi nama Antiklin Tanah Abang-Tepian Timur. Sumbu antiklin
berarah utara-selatan dan searah dengan Tanah Abang-Tepian Timur
Thrust Fault. Antiklin-antiklin umumnya memiliki sumbu berarah
timurlaut-baratdaya seperti antiklin Tanjung, antiklin Warukin dan antiklin
Paringin. Sedangkan struktur sinklin yang terdapat di daerah Tutupan dan
Wara dinamakan Sinklin Bilas.
Struktur geologi yang terdapat di daerah Paringin berupa antiklin yang
dikenal dengan nama antiklin Paringin. Antiklin Paringin yang bentuknya
tidak simetri memanjang sekitar 18 km searah timurlaut-baratdaya. Di
bagian barat kemiringan lapisan batuan hampir vertikal.
15
Gambar 2.5Model Struktur Regional (PT. Adaro Indonesia)
Gambar 2.6Tatanan Tektonik Cekungan Barito(After Satyana and Silitonga, 1993)
16
BAB III
METODOLOGI
III.1 Landasan Teori
Identifikasi bermacam lingkungan pengendapan ditunjukkan oleh semua
komponen sistem pengendapan dan letak lapisan batubara pada lingkungan
modern berdasarkan studi lingkungan pengendapan dengan didukung data dari
tambang batubara, pemboran, dan profil singkapan. Gambar …… merupakan
gambaran umum lingkungan delta yang umumnya mengandung batubara.
Selanjutnya pembahasan masing-masing lingkungan pengendapan lebih mengacu
pada pembagian yang dikemukakan oleh Horne dkk, 1978.
1. Lingkungan Pengendapan Barrier
Ke arah laut batupasir butirannya semakin halus dan berselang seling dengan
serpih gampingan merah kecoklatan sampai hijau. Batuan karbonat dengan
fauna laut ke arah darat bergradasi menjadi serpih berwarna abu-abu gelap
sampai hijau tua yang mengandung fauna air payau. Batupasir pada
lingkungan ini lebih bersih dan sortasi lebih baik karena pengaruh gelombang
dan pasang surut.
2. Lingkungan Pengendapan Back-Barrier
Lingkungan ini terutama disusun oleh urutan perlapisan serpih abu-abu gelap
kaya bahan organik dan batulanau yang terus diikuti oleh batubara yang
secara lateral tidak menerus dan zona siderit yang berlubang.
3. Lingkungan Pengendapan Lower Delta Plain
Endapan yang mendominasi adalah serpih dan batulanau yang mengkasar ke
atas. Pada bagian bawah dari teluk terisi oleh urutan lempung-serpih abu-abu
gelap sampai hitam, kadang-kadang terdapat mudstone siderit yang
penyebarannya tidak teratur.
17
Pada bagian atas dari sekuen ini terdapat batupasir dengan struktur ripples
dan struktur lain yang ada hubungannya dengan arus. Hal ini menunjukkkan
bertambahnya energi pada perairan dangkal ketika teluk terisi endapan yang
mengakibatkan terbentuk permukaan dimana tanaman menancapkan akarnya,
sehingga batubara dapat terbentuk.
4. Lingkungan Pengendapan Upper Delta Plain-Fluvial
Endapan didominasi oleh bentuk linier tubuh batupasir lentikuler dan pada
bagian atasnya melidah dengan serpih abu-abu, batulanau, dan lapisan
batubara. Mineral batupasirnya bervariasi mulai dari lithic greywackearkose,
ukuran butir menengah sampai kasar. Di atas bidang gerus terdapat kerikil
lepas dan hancuran batubara yang melimpah pada bagian bawah, makin ke
atas butiran menghalus pada batupasir. Dari bentuk batupasir dan
pertumbuhan point bar menunjukkan bahwa hal ini dikontrol oleh
meandering.
Endapan levee dicirikan oleh sortasi yang buruk, perlapisan batupasir dan
batulanau yang tidak teratur hingga menembus akar. Ketebalannya
bertambah apabila mendekati channel dan sebaliknya.
Lapisan pembentuk endapan alluvial plain cenderung lebih tipis
dibandingkan endapan upper delta plain.
5. Lingkungan Pengendapan Transitional Lower Delta Plain
Zona diantara lower dan upper delta plain dijumpai zona transisi yang
mengandung karakteristik litofasies dari kedua sekuen tersebut. Disini sekuen
bay fill tidak sama dengan sekuen upper delta plain ditinjau dari kandungan
fauna air payau sampai marin serta struktur burrowed yang meluas. Endapan
channel menunjukkan kenampakan migrasi lateral lapisan piont bar accretion
menjadi channel pada upper delta plain. Channel pada transitional delta plain
ini berbutir halus daripada di upper delta plain, dan migrasi lateralnya hanya
satu arah. Levee berasosiasi dengan channel yang menebal dan menembus
akar secara meluas daripada lower delta plain. Batupasir tipis crevasse splay
18
umum terdapat pada endapan ini, tetapi lebih sedikit banyak daripada di
lower delta plain namun tidak semelimpah di upper delta plain.
. Adapun parameter geometri lapisan batubara harus dikaitkan dengan
kondisi penambangannya. Pembagian parameter geometri lapisan batubara
(Jeremic, 1985 dalam B. Kuncoro 2000) didasarkan pada hubungannya
dengan terdapatnya lapisan batubara ditambang dan kestabilan lapisannya
meliputi :
a. Ketebalan lapisan batubara :
(a) sangat tipis, apabila tebalnya kurang dari 0,5 m,
(b) tipis 0,5-1,5 m
(c) sedang 1,5-3,5 m
(d) tebal 3,5-25 m
(e) sangat tebal, apabila >25 m.
b. Kemiringan lapisan batubara:
(a) lapisan horisontal,
(b) lapisan landai, bila kemiringannya kurang dari 25
(c) lapisan miring, kemiringannya berkisar 25-45
(d) lapisan miring curam, kemiringannya berkisar 45-75
(e) vertikal.
c. Pola kedudukan lapisan batubara atau sebarannya:
(a) teratur
(b) tidak teratur.
d. Kemenerusan lapisan batubara:
(a) ratusan meter
(b) ribuan meter 5-10 km, dan menerus sampai lebih dari 200 km.
Selanjutnya supaya geometri lapisan batubara menjadi berarti dan
menunjang untuk perhitungan cadangan, bahkan sampai pada tahap
perencanaan tambang, penambangan, pencucian, pengangkutan,
penumpukan, maupun pemasaran, maka menurut B. Kuncoro (2000)
parameternya adalah :
19
1. Ketebalan
Ketebalan lapisan batubara adalah unsur penting yang langsung
berhubungan dengan perhitungan cadangan, perencanaan produksi, sistem
penambangan dan umur tambang. Oleh karena itu perlu diketahui faktor
pengendali terjadinya kecenderungan arah perubahan ketebalan, penipisan,
pembajian, splitting dan kapan terjadinya. Apakah terjadi selama proses
pengendapan, antara lain akibat perubahan kecepatan akumulasi batubara,
perbedaan morfologi dasar cekungan, hadirnya channel, sesar, dan proses
karst atau terjadi setelah pengendapan, antara lain karena sesar atau erosi
permukaan. Pengertian tebal lapisan batubara tersebut adalah termasuk
parting (gross coal thickness), tebal lapisan batubara tidak temasuk parting
(net coal thickness), dan tebal lapisan batubara yang akan ditambang
(mineable thickness).
2. Kemiringan
Besarnya kemiringan lapisan batubara berpengaruh terhadap perhitungan
cadangan ekonomis , dan sistem penambangan. Besarnya kemiringan harus
berdasarkan hasil pengukuran dengan akurasi tinggi. Dianjurkan
pengukuran kedudukan lapisan batubara menggunakan kompas dengan
metode dip direction sekaligus harus mempertimbangkan kedudukan
lapisan batuan yang mengapitnya (interburden).
3. Pola sebaran lapisan batubara
Pola sebaran lapisan batubara akan berpengaruh pada penentuan batas
perhitungan cadangan dan pembagian blok penambangan. Oleh karena itu,
faktor pengendalinya harus diketahui, yaitu apakah dikendalikan oleh
struktur lipatan (antiklin, sinklin, menunjam), homoklin, struktur sesar
dengan pola tertentu atau dengan pensesaran yang kuat.
4. Kemenerusan lapisan batubara
Selain jarak kemenerusan, maka faktor pengendalinya juga perlu diketahui,
yaitu apakah kemenerusannya dibatasi oleh proses pengendapan, split,
sesar, intrusi atau erosi.
20
Misal pada split, kemenerusan lapisan batubara dapat terbelah oleh bentuk
membaji dari lapisan sedimen bukan batubara. Berdasarkan penyebabnya
dapat karena proses sedimentasi (autosedimentational splitt) atau tektonik
yang ditujukan oleh perbedaan penurunan dasar cekungan yang mencolok
akibat sesar ( Werbroke, 1981 dalam Diessel, 1992). Oleh karena itu,
pemahaman yang baik tentang split akan sangat membantu pada :
a. Kegiatan eksplorasi untuk menentukan sebaran lapisan batubara dan
penentuan perhitungan cadangan.
b. Kegiatan penambangan hadirnya split dengan kemiringan sekitar 450
yang umumnya disertai dengan perubahan kekompakkan batuan, maka
akan menimbulkan masalah dalam kegatan tambang terbuka,
kestabilan lereng, dan kestabilan atap pada operasi penambangan
bawah tanah.
5. Keteraturan lapisan batubara
Keteraturan lapisan batubara ditentukan oleh pola kedudukan lapisan
batubara (jurus dan kemiringan) artinya apakah pola lapisan batubara
dipermukaan menunjukkan pola teratur (lurus, melengkung/meliuk pada
elevasi yang hampir sama) atau membentuk pola yang tidak teratur.
6. Bentuk lapisan batubara
Merupakan perbandingan antara tebal lapisan batubara dan
kemenerusannya, apakah melembar, membaji, melensa atau bongkah.
Bentuk melembar merupakan bentuk yang umum dijumpai, oleh karena itu
selain bentuk melembar, maka perlu dijelaskan faktor-faktor pengendalinya.
7. Roof dan Floor
Kondisi roof dan floor, meliputi jenis batuannya, kekerasan, jenis kontak,
kandungan karbonannya, bahkan sampai tingkat kerekatannya dalam
kondisi kering maupun basah. Kontak batubara dengan roof merupakan
fungsi dari proses pengendapannya.pada kontak yang tegas menunjukan
proses yang tiba-tiba, sebaliknya pada proses yang berlangsung lambat
21
diperlihatkan oleh kontak yang berangsur kandungan karbonnya. Roof
banyak mengandung fosil, sehingga baik untuk korelasi.
Litologi pada floor lebih bervariasi, seperti serpih, batulempung, bataulanau,
batupasir, batugamping, atau soil yang umumnya masif. Bila berupa
seatearth umumnya mengandung akar tumbuhan, berwarna abu-abu cerah
sampai coklat, plastis, merupakan tanah purba tempat tumbuhan hidup,
tidak mengandung alkali, kandungan kalium dan besi rendah. Terjadi karena
proses perlindihan oleh air yang jenuh asam humik dari pembusukan
tanaman.
8. Cleat
Cleat adalah kekar di dalam lapisan batubara, khususnya pada batubara
bituminous yang ditunjukkan oleh serangkaian kekar yang sejajar,
umumnya mempunyai orientasi yang berbeda dengan kedudukan lapisan
batubara. Adanaya cleat dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
mekanisme pengendapan, petrografi batubara, derajat batubara, tektonik
(struktur geologi), dan aktivitas penambangan.
Berdasarkan genesanya dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
a. Endogenous cleat, dibentuk oleh adanya gaya internal akibat
pengeringan atau penyausustan material organik. Umunya tagak lurus
bidang perlapisan sehingga bidang kekar cenderung membagi lapisan
batubara menjadi fragmen-fragmen tipis yang tabular.
b. Exogenic cleat, dibentuk oleh gaya ekternal yang berhubungan dengan
kejadian tektonik. Mekanismenya tergantung tergantung dari
karakteristik lapisan pembawa batubara. Cleat ini terorientasi pada
arah tegasan utama dan terdiri dari dua pasang kekar yang saling
memebentuk sudut.
c. Induced cleat, bersifat lokal akibat proses penambangan dengan
adanya perpindahan beban kedalam struktur tambang. Frekuensi
induced cleat tergantung pada tata letak tambang dan macam
teknologi penambangan yang digunakan.
22
Besarnya pengaruh cleat menjadi penting untuk dipelajari dan diketahui
karena kehadiran dan orientasi cleat antara lain akan mempengaruhi
pemilihan tata letak tambang, arah penambangan, penerapan teknologi
penambangan, proses pengolahan batubara, penumpukan batubara, dan
bahkan pemasaran batubara .
Oleh karena itu, perekaman data cleat tidak hanya terbatas pada kedudukan
dan kisaran jarak antar cleat, tetapi perlu dilengkapi dengan merekam jenis,
pengisi, pengendali terbentuknya.
9. Pelapukan
Tingkat pelapukan penting karena berhubungan dengan dimensi lapisan
batubara, kualitas, perhitungan cadangan dan penambangannya. Oleh karena
itu karakteristik pelapukan dan batas pelapukan harus ditentukan.
III.2 Pendekatan
1. Pendekatan morfologi dan pola struktur geologi terhadap menentukan
karakteristik lapisan batubara.
2. Pendekatan sedimentasi lapisan batubara terhadap penentuan lingkungan
pengendapan.
III.3 Jenis Data dan Metode Penelitian
Jenis data yang diperlukan meliputi :
a. Pengeplotan lokasi pengamatan, pengeplotan data kedudukan batuan,data
struktur dan data sampel yang kemudian diwujukan menjadi peta lintasan.
b. Pengukuran kedudukan lapisan batuan (termasuk batubara), pendeskripsian
litologi, pengeplotan lokasi pengamatan, pengukuran data struktur kemudian
diwujudkan menjadi peta geologi detil
c. Analisis peta topografi , analisis foto udara dan visualisasi di lapangan yang
kemudian diwujudkan menjadi peta geomorfologi detil
23
d. Pengukuran profil dan data logbor yang diwujudkan menjadi penampang
stratigrafi terukur.
e. Pengukuran kedudukan lapisan batubara, pengukuran data struktur dan
menentukan kemenerusan lapisan batubara yang kemudian diwujudkan
menjadi peta pola sebaran batubara.
III.4 Bahan dan Alat
Bahan yang dipergunakan :
1. Data berupa data Core, Profil, Well logging dan Log bor
2. Peta topografi daerah telitian
3. Peta lembar Barito
Alat yang digunakan :
1. Alat tulis
2. Kamera
3. Komputer
4. Alat-alat ukur
5. Palu geologi
6. Kompas
7. Altimeter
8. GPS
24
BAB IV
PELAPORAN
IV.1 Jadual Penelitian
Pelaksanaan penelitian direncanakan pada bulan Maret – Mei 2012
IV.2 Hasil Penelitian
Hasil yang didapat mengenai kondisi lingkungan pengendapan lapisan
batubara serta karakteristik batubara yang nantinya digunakan untuk
penentuan arahan penambangan Hasil analisa kualitas dihubungkan dengan
kendali geologi yang mempengaruhinya.
Hasil penelitian disajikan dalam bentuk laporan dan hasil analisis dengan
data-data yang terkait.
IV.3 Akomodasi dan Perlengkapan Penelitian
1. Tempat Pelaksanaan
Tempat pelaksanaan tugas akhir adalah daerah konsesi PT ADARO
2. Sarana dan Prasarana
Selama pelaksanaan tugas akhir, Fasilitas, perlengkapan pendukung
yang diperlukan :
a. Perijinan
Bulan-Minggu
Kegiatan
Maret April Mei Juni Juli
9 15 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Adm. JurusanAdm. PT. ADAROPembekalanPengenalan LapanganPengumpulan dataPemrosesan dataAnalisis dataPenyusunan laporanPersiapan kolokiumPersiapan sidangSidang
25
b. Asuransi
c. Akomodasi dan Transportasi
Akomodasi dan transportasi yang diperlukan adalah :
1. Biaya perjalanan pergi-pulang Yogyakarta – daerah penelitian
untuk 1 mahasiswa yang melakukan tugas akhir
2. Biaya perjalanan pergi-pulang Yogyakarta – daerah penelitian
untuk dosen pembimbing lapangan pada waktu checking
(peninjauan lapangan).
3. Tempat tinggal dan konsumsi selama penelitian untuk mahasiswa
yang melakukan tugas akhir.
d. Perlengkapan penelitian
1. Peta Topografi daerah telitian
2. Perlengkapan lapangan
3. Data-dat perusahaan yang diperlukan untuk kelancaran penelitian
(data log bor, data core, well logging dll)
4. Fasilitas laboratorium
5. Perlengkapan komputer untuk olah data
e. Pembimbing lapangan
Pembimbing skripsi terdiri dari tiga pembimbing, dua pembimbing
yaitu dosen UPN “Veteran” Yogyakarta dan seorang dosen atau
wakil yang telah ditetapkan dari perusahaan.
26
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1995, Teknologi Pertambangan di Indonesia, Departemen Pertambangan
dan Energi, Jakarta, 2.55 – 2.80
Braunstein H.M. et. al., 1981, Environmental, Health and Control Aspect of
COAL CONVERSION, an Information Overview volume 1-2, Ann Arbon
Science inc., New York.
George P. Allen, John L.C. Chambers, 1998, Sedimentation In The Modern and
Miocene Mahakam Delta, Indonesian Petroleum Association (IPA), Jakarta.
Horne J.C., 1978, Depositional Models in Coal Exploration and Mine Planning in
Appalachian Region, The American Association of Petroleum Geologist
Bulletin. vol. 62, no. 12, pp. 2279 – 2411.
John F. Unswort et. al., 1991, Coal, Quality and Combustion Performance, Ann
Arbon Science Inc, New York.
Selley R.C., 1985, Ancient Sedimentary Environments and Their Sub-Surface
diagnosis (Third edition), Cornell University Press.
Sukandarrumidi, 1995, Batubara dan Gambut, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
27
LAMPIRAN
Bagan Alir Penelitian