fix all ahong

34
i PROPOSAL PENELITIAN Oleh : DONI RONAL S 111.080.171 PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA 2012 KENDALI LINGKUNGAN PENGENDAPAN TERHADAP ASPEK KUALITAS BATUBARA DAERAH KONSESI PT. ADARO PROPINSI KALIMANTAN SELATAN

Upload: bangkit-baradyanto

Post on 18-Feb-2015

147 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Fix All Ahong

i

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh :

DONI RONAL S111.080.171

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

YOGYAKARTA

2012

KENDALI LINGKUNGAN PENGENDAPAN

TERHADAP ASPEK KUALITAS BATUBARA

DAERAH KONSESI PT. ADARO

PROPINSI KALIMANTAN SELATAN

Page 2: Fix All Ahong

ii

Page 3: Fix All Ahong

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGESAHAN ii

DAFTAR ISI iii

DAFTAR GAMBAR v

DAFTAR TABEL vi

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang 1

I.2 Maksud dan Tujuan Penelitian 2

I.3 Manfaat Penelitian 2

I.4 Lokasi Penelitian 3

I.5 Tinjauan Pustaka 4

I.6 Rumusan Masalah 5

BAB II GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN BARITO

II.1 Fisiografi Regional 6

II.2 Kerangka Tektonik Regional 7

II.3 Stratigrafi Regional 10

II.4 Struktur Geologi Regional 14

BAB III METODOLOGI

III.1 Landasan Teori 16

III.2 Pendekatan 22

III.3 Jenis Data dan Metode Penelitian 22

III.4 Bahan dan Alat 23

BAB IV PELAPORAN

IV.1 Jadual Penelitian 24

IV.2 Hasil Penelitian 24

IV.3 Akomodasi dan Perlengkapan Penelitian 24

DAFTAR PUSTAKA 26

LAMPIRAN 27

Page 4: Fix All Ahong

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Lokasi daerah telitian PT. Adaro 3

Gambar 1.2. Petunjuk letak peta lokasi darah telitian 4

Gambar 2.1. Peta fisiografi pulau Kalimantan 6

Gambar 2.2. Element tektonik Kalimantan (Kusuma & Darin, 1989) 9

Gambar 2.3 Barito Basin-Makassar Strait cross section 9

(After Satyana and Silitonga, 1994)

Gambar 2.4 Peta geologi Regional daerah penelitian 12

( Heryanto,dkk.1994 )

Gambar 2.5 Model Struktur Regional (PT. Adaro Indonesia) 15

Gambar 2.6 Tatanan Tektonik Cekungan Barito 15

(After Satyana and Silitonga, 1993)

Page 5: Fix All Ahong

v

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Stratigrafi cekungan Barito 13

(Adaro Resources Report, 1999)

Page 6: Fix All Ahong

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Batubara adalah batuan sedimen carbonaceous, nonhomogeneous, kaya

akan material organik. Terbentuk jutaan tahun yang lalu dari pembusukan

sisa tumbuhan. Batubara terbentuk dari banyak material di lingkungan

purba seperti material lempung, pelarutan garam dan sulfur. Dibawah

pengaruh panas, tekanan dan waktu geologi, fragmen tumbuhan teralterasi,

mineral tertransformasi dan komponen volatil teruapkan. Selanjutnya proses

coalifikasi diteruskan dengan biochemical dan geochemical yang merubah

secara keseluruhan siklus dari elemen terpenting yaitu karbon.

Batubara sebagai sumber daya energi tepat guna perkembangannya sangat

pesat. Batubara bernilai ekonomis tinggi dan pemanfaatannya tidak kalah

dengan sumber daya energi lainnya seperti minyak dan gas bumi apabila

kualitas batubara tinggi sehingga bernilai ekonomis dan masalah lingkungan

yang ditimbulkan relatif kecil. Tentu saja dalam penentuan kualitas

batubara dibutuhkan prosedur atau teknik yang tepat dan tidak hanya dapat

ditentukan dengan melihat secara megaskopis dan sifat fisik luarnya saja.

Sumber daya batubara Indonesia tersebar luas di berbagai kepulauan.

Namun yang bernilai ekonomis dan berskala besar hanya terpusat pada

cekungan-cekungan tersier. Cekungan Kutai Kalimantan Timur salah

satunya, Cekungan Kutai sendiri memiliki formasi pembawa batubara yaitu

Formasi Pulaubalang dan Formasi Balikpapan yang terbentuk pada

lingkungan delta. Batubara Cekungan Kutai tersebar luas dari Teluk

Balikpapan di sebelah selatan sampai ke Tanjung Mangkaliat di sebelah

utara. Sedang lebarnya mulai dari Selat Makasar hingga Longiran di

pedalaman.

Tatanan stratigrafi tektonik dari pengendapan batubara memberikan

pengaruh pada kualitas dan karakteristik batubara. Namun kondisi lokal

geologi yang lebih utama mengontrol karakteristik dan kualitas batubara.

Page 7: Fix All Ahong

2

Hubungan antara derajat batubara dengan kualitas yaitu batubara merupakan

endapan organic yang derajat batubaranya ditentukan oleh berbagai faktor

antara lain terdapatnya cekungan, umur dan banyaknya kontaminasi yang

menentukan kualitas batubara, maka karakteristik lapisan batubara menjadi

perlu dipelajari karena merupakan salah satu aspek penting di dalam usaha

mengembangkan kegiatan penambangan batubara yang merupakan fungsi

dari keekonomian.

Lapisan batubara dapat ditemukan sebagai lapisan yang melampar luas

dengan kualitas dan ketebalan yang sama dalam urutan yang teratur dengan

batuan sedimen lainnya. Akan tetapi ada juga lapisan batubara yang

tersebar tidak teratur dan tidak menerus, bahkan menebal, menipis, terpisah

dan melengkung dengan berbagai variasi geometri serta tercampur dengan

material bukan batubara. Genesa batubara merupakan proses yang

kompleks dengan lingkungan pengendapannya yang khas. Dari lingkungan

pengendapan batubara ini dapt diketahui daerah penyebaran batubara

dengan kualitas tinggi.

I.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari pelaksanaan skripsi ini untuk mencapai gelar kesarjanaan

program pendidikan strata -1 ( S-1) di Jurusan Teknik Geologi Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta, diwajibkan bagi mahasiswa

untuk melakukan tugas akhir yaitu studi khusus.

Tujuan tugas akhir ini adalah untuk dapat memecahkan permasalahan atau

kasus yang terjadi dalam aplikasi pertambangan batubara, khususnya dalam

bidang geologi, sesuai dengan ilmu yang telah di dapatkan di Jurusan

Teknik Geologi.

I.3 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Secara keilmuan dapat diketahui proses-proses geologi dan kondisi

lingkungan pengendapan yang mempengaruhi pembentukan batubara.

Page 8: Fix All Ahong

3

2. Secara keekonomian dapat mengetahui kualitas batubara terhadap

parameter lingkungan penegendapan sesuai dengan fungsi dan

kegunaannya.

I.4 Lokasi Daerah Telitian

Lokasi Penelitian ini dilakukan pada salah satu kuasa pertambangan milik

PT. Adaro Indonesia, yaitu di Blok Tutupan Selatan pit Hill 11. Secara

administrasi lokasi daerah telitian berada pada daerah Tanjung, Kabupaten

Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan (sekitar 210 km ke arah Timur Laut

dari Kota Banjarmasin) dan daerah telitian terletak pada koordinat UTM N

9751209 – N 9752768 dan E 329486 – E 331068, secara geografis terletak

pada 11528’4.6” BT - 11528’53.2” BT dan 214’1.8” LS - 215’1.6” LS

dengan luas daerah telitian adalah 1 x 1,3 km (Gambar 1.1 dan 1.2).

Daerah operational PT.Adaro Indonesia secara geografis berada pada :

115º33’30” sampai dengan 115º26’10” Bujur Timur

2º7’30” sampai dengan 2º55’30” Lintang Selatan.

Lokasi penambangan berjarak 210 km kearah Timur Laut Kota

Banjarmasin.

Gambar 1.1. Peta lokasi daerah telitian yang termasuk dalam wilayah konsesi PT. Adaro Indonesia

Page 9: Fix All Ahong

4

Gambar 1.2. Petunjuk letak peta dan peta lokasi daerah telitian

I.5 Tinjauan Pustaka

1. Departemen Pertambangan dan Energi, 1995, Pusat Penelitian dan

Pengembangan Teknologi Mineral, Direktorat Jenderal Pertambangan

Umum, Teknologi Pertambangan di Indonesia.

2. H.M. Braunstein et. al. dalam bukunya “Environmental, Health and

Control Aspect of COAL CONVERSION, an Information Overview”

menyatakan bahwa bahwa batubara adalah batuan sedimen

carbonaceous, nonhomogeneous, kaya akan material organik terbentuk

dari banyak material di lingkungan purba seperti material lempung,

pelarutan garam dan sulfur.

3. John F. Unswort et. al. (1991) dalam buku “Coal, Quality and

Combustion Performance” menyatakan mengenai parameter kualitas

yaitu analisa proksimat, yang menjadi dasar kualitas batubara.

Page 10: Fix All Ahong

5

4. Sukandarrumidi (1995) dalam buku “Batubara dan Gambut” menyatakan

batubara terbentuk dengan cara yang sangat kompleks dan memerlukan

waktu yang lama (puluhan hingga ratusan juta tahun) di bawah pengaruh

fisika, kimia ataupun keadaan geologi.

5. Menurut Diessel (1984, op cit Susilawati ,1992) lebih dari 90% batubara

di dunia terbentuk di lingkungan paralik yaitu rawa-rawa yang

berdekatan dengan pantai. Daerah seperti ini dapat dijumpai di dataran

pantai, lagunal, deltaik, atau juga fluviatil.

Diessel (1992) mengemukakan terdapat 6 lingkungan pengendapan

utama pembentuk batubara, yaitu gravelly braid plain, sandy braid plain,

alluvial valley and upper delta plain, lower delta plain, backbarrier

strand plain, dan estuary. Tiap lingkungan pengendapan mempunyai

asosiasi dan menghasilkan karakter batubara yang berbeda.

I.6 Rumusan Masalah

Perumusan masalah yang dapat dimunculkan adalah :

Bagaimana pengaruh lingkungan pengendapan terhadap aspek kualitas dan

geometri lapisan batubara terhadap arahan penambangan batubara yang ada

di P.T. ADARO sebagai suatu kegiatan selective mining.

Page 11: Fix All Ahong

6

BAB II

GEOLOGI REGIONAL DAERAH TELITIAN

II.1. Fisiografi Regional

Secara fisiografis, daerah telitian termasuk ke dalam Cekungan Barito

bagian timur, yang dibatasi oleh Pegunungan Schwaner pada bagian bagian

barat, Pegunungan Meratus pada bagian timur dan Cekungan Kutai pada

bagian utara (Gambar 2.1).

Gambar 2.1. Peta fisiografi pulau Kalimantan (Dalam Kusnama, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 3 No. 1 Maret 2008: 11-22)

Page 12: Fix All Ahong

7

II.2. Kerangka Tektonik Regional

Pulau Kalimantan merupakan pulau terbesar yang menjadi bagian dari

Lempeng mikro Sunda. Menurut Tapponnir (1982) lempeng Asia Tenggara

ditafsirkan sebagai fragmen dari lempeng Eurasia yang melejit ke Tenggara

sebagai akibat dari tumbukan kerak Benua India dengan kerak Benua Asia,

yang terjadi kira-kira 40 – 50 juta tahun yang lalu. Fragmen dari lempeng

Eurasia ini kemudian dikenal sebagai lempeng mikro Sunda yang meliputi

semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa, Kalimantan Selatan dan Kalimantan

Tengah. Adapun batas-batas yang paling penting disebalah Timur adalah :

1. Komplek subduksi Kapur Tersier Awal yang berarah Timurlaut, dimulai

dari Pulau Jawa dan membentuk pegunungan Meratus sekarang.

2. Sesar mendatar utama di Kalimantan Timur dan Utara (Gambar 4.2)

3. Jalur subduksi di Kalimantan Utara, Serawak, dan Laut Natuna, Jalur ini

dikenal dengan jalur Lupar.

Menurut Bemmelen (1949) pulau Kalimantan dibagi menjadi beberapa

Zona fisiografi, yaitu :

1. Blok Schwaner yang dianggap sebagai bagian dari dataran Sunda.

2. Blok Paternoster, meliputi pelataran Paternoster sekarang yang terletak

dilepas Pantai Kalimantan Tenggara dan sebagian di dataran Kalimantan

yang dikenal sebagai sub cekungan Pasir.

3. Meratus Graben, terletak diantara blok Schwaner dan Paternoster, daerah

ini sebagi bagian dari cekungan Kutai.

4. Tinggian Kuching, merupakan sumber untuk pengendapan ke arah Barat

laut dan Tenggara cekungan Kalimantan selama Neogen. Cekungan-

cekungan tersebut antara lain:

Cekungan Tarakan, yang terletak paling Utara dari Kalimantan

Timur. Disebelah Utara cekungan ini dibatasi oleh “Semporna High”.

Cekungan Kutai, yang terletak sebelah Selatan dari Tinggian Kuching

yang merupakan tempat penampungan pengendapan dari Tinggian

Kuching selama Tersier. Cekungan ini dipisahkan oleh suatu unsur

Page 13: Fix All Ahong

8

Tektoniok yang dikenal sebagai Paternoster Cross Hight dari

cekungan Barito.

Secara regional wilayah kuasa pertambangan PT. Adaro Indonesia

termasuk ke dalam Cekungan Barito (Kusuma dan Darin1985), lihat

Gambar 2.2. Cekungan Barito meliputi daerah seluas 70.000 kilometer

persegi di Kalimantan Tenggara. Cekungan ini terletak diantara dua

elemen yang berumur Mesozoikum (Paparan Sunda di sebelah barat dan

Pegunungan Meratus yang merupakan jalur melange tektonik di sebelah

timur).

Orogenesa yang terjadi pada Plio-Plistosen mengakibatkan bongkah

Meratus bergerak ke arah barat. Akibat dari pergerakan ini sedimen-

sedimen dalam Cekungan Barito tertekan sehingga terbentuk struktur

perlipatan.

Cekungan Barito memperlihatkan bentuk cekungan asimetrik yang

disebabkan oleh adanya gerak naik dan gerak arah barat dari Pegunungan

Meratus. Sedimen- sedimen Neogen diketemukan paling tebal sepanjang

bagian timur Cekungan Barito, yang kemudian menipis ke barat.

Secara keseluruhan sistem sedimentasi yang berlangsung pada cekungan

ini melalui daur genang laut dan susut laut yang tunggal, dengan hanya

ada beberapa subsiklus yang sifatnya lokal dan kecil. Formasi Tanjung

yang berumur Eosen menutupi batuan dasar yang relatif landai, sedimen-

sedimennya memperlihatkan ciri endapan genang laut yang diendapkan

pada lingkungan deltaik air tawar sampai payau. Formasi ini terdiri dari

batuan-batuan sedimen klastik berbutir kasar yang berselang-seling dengan

serpih dan kadangkala batubara. Pengaruh genang laut marine bertambah

selama Oligosen sampai Miosen Awal yang mengakibatkan terbentuknya

endapan-endapan batugamping dan napal (Formasi Berai). Pada Miosen

Tengah-Miosen Akhir terjadi susut laut yang mengendapkan Formasi

Warukin. Pada Miosen Akhir ini terjadi pengangkatan yang membentuk

Tinggian Meratus, sehingga terpisahnya cekungan Barito, Sub

Cekungan Pasir dan Sub Cekungan Asam-Asam (Gambar 2.3).

Page 14: Fix All Ahong

9

Gambar 2.2. Elemen Tektonik Kalimantan (Kusuma & Darin, 1989)

Gambar 2.3Barito Basin-Makassar Strait cross section

(After Satyana and Silitonga, 1994)

Lokasi daerah penelitian

Page 15: Fix All Ahong

10

II.3. Stratigrafi Regional

Wilayah kuasa pertambangan PT Adaro Indonesia secara regional termasuk

dalam cekungan Kutai. Namun cekungan Kutai tersebut kemudian dibagi

menjadi dua bagian, yaitu: cekungan Barito yang terdapat di sebelah barat

pegunungan Meratus dan cekungan Pasir yang terdapat di sebelah Timur

pegunungan Meratus.

Secara khusus wilayah kerja penambangan PT Adaro Indonesia terletak

pada cekungan Barito. Cekungan Barito sendiri memiliki formasi pembawa

batubara. Adapun urut-urutan stratigrafi Formasi cekungan Barito (tabel

2.1) berdasarkan waktu terbentuknya adalah :

1. Formasi Tanjung

Formasi paling tua yang ada di daerah penambangan, berumur Eosen, yang

diendapkan pada lingkungan paralis hingga neritik dengan ketebalan 900-

1100 meter, terdiri dari (atas ke bawah ) batulumpur, batulanau, batupasir,

sisipan batubara yang kurang berarti dan konglomerat sebagai komponen

utama. Hubungannya tidak selaras dengan batu pra-tersier.

2. Formasi Berai

Formasi ini diendapkan pada lingkungan lagon hingga neritik tengah

dengan ketebalan 107-1300 meter. Berumur oligosen bawah sampai miosen

awal, hubungannya selaras dengan formasi Tanjung yang terletak

dibawahnya. Formasi ini terdiri dari pengendapan laut dangkal di bagian

bawah, batu gamping dan napal di bagian atas.

3. Formasi Warukin

Formasi ini diendapkan pada lingkungan neritik dalam hingga deltaic

dengan ketebalan 1000-2400 meter, dan merupakan formasi paling

produktif, berumur mioesen tengah sampai plestosen bawah. Pada formasi

ini ada tiga lapisan paling dominan, yaitu :

A. Batulempung dengan ketebalan ± 100 meter

B. Batulumpur dan batu pasir dengan ketebalan 600-900 meter,

dengan bagian atas terdapat deposit batubara sepanjang 10 meter.

Page 16: Fix All Ahong

11

C. Lapisan batubara dengan tebal cadangan 20-50 meter, yang pada

bagian bawah lapisannya terdiri dari pelapisan pasir dan batupasir

yang tidak kompak dan lapisan bagian atasnya yang berupa

lempung dan batu lempung dengan ketebalan 150-850 meter.

Formasi warukin ini hubungannya selaras dengan formasi Berai

yang ada dibawahnya.

4. Formasi Dohor

Formasi ini diendapkan pada lingkungan litoral hingga supralitoral, yang

berumur miosen sampai plio-plistosen dengan ketebalan 450-840 meter.

Formasi ini hubungannya tidak selaras dengan ketiga formasi di bawahnya

dan tidak selaras dengan endapan alluvial yang ada di atasnya. Formasi ini

terdiri dari perselingan batuan konglomerat dan batupasir yang tidak

kompak, pada formasi ini juga ditemukan batulempung lunak, lignit dan

limonit.

5. Endapan Alluvium

Merupakan kelompok batuan yang paling muda yang tersusun oleh krikil,

pasir, lanau, lempung, dan lumpur yang tersebar di morfologi dataran dan

sepanjang aliran sungai.

Page 17: Fix All Ahong

12

Gambar 2.4Peta geologi Regional daerah penelitian ( Heryanto,dkk.1994 )

Page 18: Fix All Ahong

13

Tabel 2.1Stratigrafi cekungan Barito

(Adaro Resources Report, 1999)

Page 19: Fix All Ahong

14

II.4. Struktur Geologi Regional

Pola struktur yang berkembang di pulau Kalimantan berarah Meratus

(Timur laut-Barat daya). Pola ini tidak hanya terjadi pada struktur-struktur

sesar tetapi juga pada arah sumbu lipatan.

Perbukitan Tutupan yang berarah timur laut-barat daya dengan panjang

sekitar 20 km terbentuk akibat pergerakan dua patahan anjakan yang

searah. Salah satunya dikenal dengan nama Dahai Thrust Fault yang

memanjang pada kaki bagian barat perbukitan Tutupan. Patahan lain

bernama Tanah Abang-Tepian Timur Thrust Fault yang memanjang pada

kaki bagian timur perbukitan Tutupan. Keberadaan patahan ini diketahui

berdasarkan data seismik dan pemboran sumur minyak (Asminco,1996).

Patahan lain yang tidak berhubungan dengan perbukitan Tutupan dan

berarah timurlaut-baratdaya terdapat di daerah Wara dengan nama Maridu

Thrust Fault. Patahan-patahan yang terjadi pada umumnya searah dengan

bidang perlapisan sehingga tidak mengganggu penyebaran batubara.

Pada kaki bagian timur perbukitan Tutupan juga terdapat struktur antiklin

yang diberi nama Antiklin Tanah Abang-Tepian Timur. Sumbu antiklin

berarah utara-selatan dan searah dengan Tanah Abang-Tepian Timur

Thrust Fault. Antiklin-antiklin umumnya memiliki sumbu berarah

timurlaut-baratdaya seperti antiklin Tanjung, antiklin Warukin dan antiklin

Paringin. Sedangkan struktur sinklin yang terdapat di daerah Tutupan dan

Wara dinamakan Sinklin Bilas.

Struktur geologi yang terdapat di daerah Paringin berupa antiklin yang

dikenal dengan nama antiklin Paringin. Antiklin Paringin yang bentuknya

tidak simetri memanjang sekitar 18 km searah timurlaut-baratdaya. Di

bagian barat kemiringan lapisan batuan hampir vertikal.

Page 20: Fix All Ahong

15

Gambar 2.5Model Struktur Regional (PT. Adaro Indonesia)

Gambar 2.6Tatanan Tektonik Cekungan Barito(After Satyana and Silitonga, 1993)

Page 21: Fix All Ahong

16

BAB III

METODOLOGI

III.1 Landasan Teori

Identifikasi bermacam lingkungan pengendapan ditunjukkan oleh semua

komponen sistem pengendapan dan letak lapisan batubara pada lingkungan

modern berdasarkan studi lingkungan pengendapan dengan didukung data dari

tambang batubara, pemboran, dan profil singkapan. Gambar …… merupakan

gambaran umum lingkungan delta yang umumnya mengandung batubara.

Selanjutnya pembahasan masing-masing lingkungan pengendapan lebih mengacu

pada pembagian yang dikemukakan oleh Horne dkk, 1978.

1. Lingkungan Pengendapan Barrier

Ke arah laut batupasir butirannya semakin halus dan berselang seling dengan

serpih gampingan merah kecoklatan sampai hijau. Batuan karbonat dengan

fauna laut ke arah darat bergradasi menjadi serpih berwarna abu-abu gelap

sampai hijau tua yang mengandung fauna air payau. Batupasir pada

lingkungan ini lebih bersih dan sortasi lebih baik karena pengaruh gelombang

dan pasang surut.

2. Lingkungan Pengendapan Back-Barrier

Lingkungan ini terutama disusun oleh urutan perlapisan serpih abu-abu gelap

kaya bahan organik dan batulanau yang terus diikuti oleh batubara yang

secara lateral tidak menerus dan zona siderit yang berlubang.

3. Lingkungan Pengendapan Lower Delta Plain

Endapan yang mendominasi adalah serpih dan batulanau yang mengkasar ke

atas. Pada bagian bawah dari teluk terisi oleh urutan lempung-serpih abu-abu

gelap sampai hitam, kadang-kadang terdapat mudstone siderit yang

penyebarannya tidak teratur.

Page 22: Fix All Ahong

17

Pada bagian atas dari sekuen ini terdapat batupasir dengan struktur ripples

dan struktur lain yang ada hubungannya dengan arus. Hal ini menunjukkkan

bertambahnya energi pada perairan dangkal ketika teluk terisi endapan yang

mengakibatkan terbentuk permukaan dimana tanaman menancapkan akarnya,

sehingga batubara dapat terbentuk.

4. Lingkungan Pengendapan Upper Delta Plain-Fluvial

Endapan didominasi oleh bentuk linier tubuh batupasir lentikuler dan pada

bagian atasnya melidah dengan serpih abu-abu, batulanau, dan lapisan

batubara. Mineral batupasirnya bervariasi mulai dari lithic greywackearkose,

ukuran butir menengah sampai kasar. Di atas bidang gerus terdapat kerikil

lepas dan hancuran batubara yang melimpah pada bagian bawah, makin ke

atas butiran menghalus pada batupasir. Dari bentuk batupasir dan

pertumbuhan point bar menunjukkan bahwa hal ini dikontrol oleh

meandering.

Endapan levee dicirikan oleh sortasi yang buruk, perlapisan batupasir dan

batulanau yang tidak teratur hingga menembus akar. Ketebalannya

bertambah apabila mendekati channel dan sebaliknya.

Lapisan pembentuk endapan alluvial plain cenderung lebih tipis

dibandingkan endapan upper delta plain.

5. Lingkungan Pengendapan Transitional Lower Delta Plain

Zona diantara lower dan upper delta plain dijumpai zona transisi yang

mengandung karakteristik litofasies dari kedua sekuen tersebut. Disini sekuen

bay fill tidak sama dengan sekuen upper delta plain ditinjau dari kandungan

fauna air payau sampai marin serta struktur burrowed yang meluas. Endapan

channel menunjukkan kenampakan migrasi lateral lapisan piont bar accretion

menjadi channel pada upper delta plain. Channel pada transitional delta plain

ini berbutir halus daripada di upper delta plain, dan migrasi lateralnya hanya

satu arah. Levee berasosiasi dengan channel yang menebal dan menembus

akar secara meluas daripada lower delta plain. Batupasir tipis crevasse splay

Page 23: Fix All Ahong

18

umum terdapat pada endapan ini, tetapi lebih sedikit banyak daripada di

lower delta plain namun tidak semelimpah di upper delta plain.

. Adapun parameter geometri lapisan batubara harus dikaitkan dengan

kondisi penambangannya. Pembagian parameter geometri lapisan batubara

(Jeremic, 1985 dalam B. Kuncoro 2000) didasarkan pada hubungannya

dengan terdapatnya lapisan batubara ditambang dan kestabilan lapisannya

meliputi :

a. Ketebalan lapisan batubara :

(a) sangat tipis, apabila tebalnya kurang dari 0,5 m,

(b) tipis 0,5-1,5 m

(c) sedang 1,5-3,5 m

(d) tebal 3,5-25 m

(e) sangat tebal, apabila >25 m.

b. Kemiringan lapisan batubara:

(a) lapisan horisontal,

(b) lapisan landai, bila kemiringannya kurang dari 25

(c) lapisan miring, kemiringannya berkisar 25-45

(d) lapisan miring curam, kemiringannya berkisar 45-75

(e) vertikal.

c. Pola kedudukan lapisan batubara atau sebarannya:

(a) teratur

(b) tidak teratur.

d. Kemenerusan lapisan batubara:

(a) ratusan meter

(b) ribuan meter 5-10 km, dan menerus sampai lebih dari 200 km.

Selanjutnya supaya geometri lapisan batubara menjadi berarti dan

menunjang untuk perhitungan cadangan, bahkan sampai pada tahap

perencanaan tambang, penambangan, pencucian, pengangkutan,

penumpukan, maupun pemasaran, maka menurut B. Kuncoro (2000)

parameternya adalah :

Page 24: Fix All Ahong

19

1. Ketebalan

Ketebalan lapisan batubara adalah unsur penting yang langsung

berhubungan dengan perhitungan cadangan, perencanaan produksi, sistem

penambangan dan umur tambang. Oleh karena itu perlu diketahui faktor

pengendali terjadinya kecenderungan arah perubahan ketebalan, penipisan,

pembajian, splitting dan kapan terjadinya. Apakah terjadi selama proses

pengendapan, antara lain akibat perubahan kecepatan akumulasi batubara,

perbedaan morfologi dasar cekungan, hadirnya channel, sesar, dan proses

karst atau terjadi setelah pengendapan, antara lain karena sesar atau erosi

permukaan. Pengertian tebal lapisan batubara tersebut adalah termasuk

parting (gross coal thickness), tebal lapisan batubara tidak temasuk parting

(net coal thickness), dan tebal lapisan batubara yang akan ditambang

(mineable thickness).

2. Kemiringan

Besarnya kemiringan lapisan batubara berpengaruh terhadap perhitungan

cadangan ekonomis , dan sistem penambangan. Besarnya kemiringan harus

berdasarkan hasil pengukuran dengan akurasi tinggi. Dianjurkan

pengukuran kedudukan lapisan batubara menggunakan kompas dengan

metode dip direction sekaligus harus mempertimbangkan kedudukan

lapisan batuan yang mengapitnya (interburden).

3. Pola sebaran lapisan batubara

Pola sebaran lapisan batubara akan berpengaruh pada penentuan batas

perhitungan cadangan dan pembagian blok penambangan. Oleh karena itu,

faktor pengendalinya harus diketahui, yaitu apakah dikendalikan oleh

struktur lipatan (antiklin, sinklin, menunjam), homoklin, struktur sesar

dengan pola tertentu atau dengan pensesaran yang kuat.

4. Kemenerusan lapisan batubara

Selain jarak kemenerusan, maka faktor pengendalinya juga perlu diketahui,

yaitu apakah kemenerusannya dibatasi oleh proses pengendapan, split,

sesar, intrusi atau erosi.

Page 25: Fix All Ahong

20

Misal pada split, kemenerusan lapisan batubara dapat terbelah oleh bentuk

membaji dari lapisan sedimen bukan batubara. Berdasarkan penyebabnya

dapat karena proses sedimentasi (autosedimentational splitt) atau tektonik

yang ditujukan oleh perbedaan penurunan dasar cekungan yang mencolok

akibat sesar ( Werbroke, 1981 dalam Diessel, 1992). Oleh karena itu,

pemahaman yang baik tentang split akan sangat membantu pada :

a. Kegiatan eksplorasi untuk menentukan sebaran lapisan batubara dan

penentuan perhitungan cadangan.

b. Kegiatan penambangan hadirnya split dengan kemiringan sekitar 450

yang umumnya disertai dengan perubahan kekompakkan batuan, maka

akan menimbulkan masalah dalam kegatan tambang terbuka,

kestabilan lereng, dan kestabilan atap pada operasi penambangan

bawah tanah.

5. Keteraturan lapisan batubara

Keteraturan lapisan batubara ditentukan oleh pola kedudukan lapisan

batubara (jurus dan kemiringan) artinya apakah pola lapisan batubara

dipermukaan menunjukkan pola teratur (lurus, melengkung/meliuk pada

elevasi yang hampir sama) atau membentuk pola yang tidak teratur.

6. Bentuk lapisan batubara

Merupakan perbandingan antara tebal lapisan batubara dan

kemenerusannya, apakah melembar, membaji, melensa atau bongkah.

Bentuk melembar merupakan bentuk yang umum dijumpai, oleh karena itu

selain bentuk melembar, maka perlu dijelaskan faktor-faktor pengendalinya.

7. Roof dan Floor

Kondisi roof dan floor, meliputi jenis batuannya, kekerasan, jenis kontak,

kandungan karbonannya, bahkan sampai tingkat kerekatannya dalam

kondisi kering maupun basah. Kontak batubara dengan roof merupakan

fungsi dari proses pengendapannya.pada kontak yang tegas menunjukan

proses yang tiba-tiba, sebaliknya pada proses yang berlangsung lambat

Page 26: Fix All Ahong

21

diperlihatkan oleh kontak yang berangsur kandungan karbonnya. Roof

banyak mengandung fosil, sehingga baik untuk korelasi.

Litologi pada floor lebih bervariasi, seperti serpih, batulempung, bataulanau,

batupasir, batugamping, atau soil yang umumnya masif. Bila berupa

seatearth umumnya mengandung akar tumbuhan, berwarna abu-abu cerah

sampai coklat, plastis, merupakan tanah purba tempat tumbuhan hidup,

tidak mengandung alkali, kandungan kalium dan besi rendah. Terjadi karena

proses perlindihan oleh air yang jenuh asam humik dari pembusukan

tanaman.

8. Cleat

Cleat adalah kekar di dalam lapisan batubara, khususnya pada batubara

bituminous yang ditunjukkan oleh serangkaian kekar yang sejajar,

umumnya mempunyai orientasi yang berbeda dengan kedudukan lapisan

batubara. Adanaya cleat dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:

mekanisme pengendapan, petrografi batubara, derajat batubara, tektonik

(struktur geologi), dan aktivitas penambangan.

Berdasarkan genesanya dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :

a. Endogenous cleat, dibentuk oleh adanya gaya internal akibat

pengeringan atau penyausustan material organik. Umunya tagak lurus

bidang perlapisan sehingga bidang kekar cenderung membagi lapisan

batubara menjadi fragmen-fragmen tipis yang tabular.

b. Exogenic cleat, dibentuk oleh gaya ekternal yang berhubungan dengan

kejadian tektonik. Mekanismenya tergantung tergantung dari

karakteristik lapisan pembawa batubara. Cleat ini terorientasi pada

arah tegasan utama dan terdiri dari dua pasang kekar yang saling

memebentuk sudut.

c. Induced cleat, bersifat lokal akibat proses penambangan dengan

adanya perpindahan beban kedalam struktur tambang. Frekuensi

induced cleat tergantung pada tata letak tambang dan macam

teknologi penambangan yang digunakan.

Page 27: Fix All Ahong

22

Besarnya pengaruh cleat menjadi penting untuk dipelajari dan diketahui

karena kehadiran dan orientasi cleat antara lain akan mempengaruhi

pemilihan tata letak tambang, arah penambangan, penerapan teknologi

penambangan, proses pengolahan batubara, penumpukan batubara, dan

bahkan pemasaran batubara .

Oleh karena itu, perekaman data cleat tidak hanya terbatas pada kedudukan

dan kisaran jarak antar cleat, tetapi perlu dilengkapi dengan merekam jenis,

pengisi, pengendali terbentuknya.

9. Pelapukan

Tingkat pelapukan penting karena berhubungan dengan dimensi lapisan

batubara, kualitas, perhitungan cadangan dan penambangannya. Oleh karena

itu karakteristik pelapukan dan batas pelapukan harus ditentukan.

III.2 Pendekatan

1. Pendekatan morfologi dan pola struktur geologi terhadap menentukan

karakteristik lapisan batubara.

2. Pendekatan sedimentasi lapisan batubara terhadap penentuan lingkungan

pengendapan.

III.3 Jenis Data dan Metode Penelitian

Jenis data yang diperlukan meliputi :

a. Pengeplotan lokasi pengamatan, pengeplotan data kedudukan batuan,data

struktur dan data sampel yang kemudian diwujukan menjadi peta lintasan.

b. Pengukuran kedudukan lapisan batuan (termasuk batubara), pendeskripsian

litologi, pengeplotan lokasi pengamatan, pengukuran data struktur kemudian

diwujudkan menjadi peta geologi detil

c. Analisis peta topografi , analisis foto udara dan visualisasi di lapangan yang

kemudian diwujudkan menjadi peta geomorfologi detil

Page 28: Fix All Ahong

23

d. Pengukuran profil dan data logbor yang diwujudkan menjadi penampang

stratigrafi terukur.

e. Pengukuran kedudukan lapisan batubara, pengukuran data struktur dan

menentukan kemenerusan lapisan batubara yang kemudian diwujudkan

menjadi peta pola sebaran batubara.

III.4 Bahan dan Alat

Bahan yang dipergunakan :

1. Data berupa data Core, Profil, Well logging dan Log bor

2. Peta topografi daerah telitian

3. Peta lembar Barito

Alat yang digunakan :

1. Alat tulis

2. Kamera

3. Komputer

4. Alat-alat ukur

5. Palu geologi

6. Kompas

7. Altimeter

8. GPS

Page 29: Fix All Ahong

24

BAB IV

PELAPORAN

IV.1 Jadual Penelitian

Pelaksanaan penelitian direncanakan pada bulan Maret – Mei 2012

IV.2 Hasil Penelitian

Hasil yang didapat mengenai kondisi lingkungan pengendapan lapisan

batubara serta karakteristik batubara yang nantinya digunakan untuk

penentuan arahan penambangan Hasil analisa kualitas dihubungkan dengan

kendali geologi yang mempengaruhinya.

Hasil penelitian disajikan dalam bentuk laporan dan hasil analisis dengan

data-data yang terkait.

IV.3 Akomodasi dan Perlengkapan Penelitian

1. Tempat Pelaksanaan

Tempat pelaksanaan tugas akhir adalah daerah konsesi PT ADARO

2. Sarana dan Prasarana

Selama pelaksanaan tugas akhir, Fasilitas, perlengkapan pendukung

yang diperlukan :

a. Perijinan

Bulan-Minggu

Kegiatan

Maret April Mei Juni Juli

9 15 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Adm. JurusanAdm. PT. ADAROPembekalanPengenalan LapanganPengumpulan dataPemrosesan dataAnalisis dataPenyusunan laporanPersiapan kolokiumPersiapan sidangSidang

Page 30: Fix All Ahong

25

b. Asuransi

c. Akomodasi dan Transportasi

Akomodasi dan transportasi yang diperlukan adalah :

1. Biaya perjalanan pergi-pulang Yogyakarta – daerah penelitian

untuk 1 mahasiswa yang melakukan tugas akhir

2. Biaya perjalanan pergi-pulang Yogyakarta – daerah penelitian

untuk dosen pembimbing lapangan pada waktu checking

(peninjauan lapangan).

3. Tempat tinggal dan konsumsi selama penelitian untuk mahasiswa

yang melakukan tugas akhir.

d. Perlengkapan penelitian

1. Peta Topografi daerah telitian

2. Perlengkapan lapangan

3. Data-dat perusahaan yang diperlukan untuk kelancaran penelitian

(data log bor, data core, well logging dll)

4. Fasilitas laboratorium

5. Perlengkapan komputer untuk olah data

e. Pembimbing lapangan

Pembimbing skripsi terdiri dari tiga pembimbing, dua pembimbing

yaitu dosen UPN “Veteran” Yogyakarta dan seorang dosen atau

wakil yang telah ditetapkan dari perusahaan.

Page 31: Fix All Ahong

26

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1995, Teknologi Pertambangan di Indonesia, Departemen Pertambangan

dan Energi, Jakarta, 2.55 – 2.80

Braunstein H.M. et. al., 1981, Environmental, Health and Control Aspect of

COAL CONVERSION, an Information Overview volume 1-2, Ann Arbon

Science inc., New York.

George P. Allen, John L.C. Chambers, 1998, Sedimentation In The Modern and

Miocene Mahakam Delta, Indonesian Petroleum Association (IPA), Jakarta.

Horne J.C., 1978, Depositional Models in Coal Exploration and Mine Planning in

Appalachian Region, The American Association of Petroleum Geologist

Bulletin. vol. 62, no. 12, pp. 2279 – 2411.

John F. Unswort et. al., 1991, Coal, Quality and Combustion Performance, Ann

Arbon Science Inc, New York.

Selley R.C., 1985, Ancient Sedimentary Environments and Their Sub-Surface

diagnosis (Third edition), Cornell University Press.

Sukandarrumidi, 1995, Batubara dan Gambut, Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta.

Page 32: Fix All Ahong

27

LAMPIRAN

Bagan Alir Penelitian

Page 33: Fix All Ahong
Page 34: Fix All Ahong