all tesis3

of 128 /128
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbankan merupakan salah satu sumber dana diantaranya dalam bentuk perkreditan bagi masyarakat, perorangan, atau badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya atau untuk meningkatkan produksinya. 1 Produk jasa perbankan, sepanjang memerlukan penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, maka produk tersebut menjadi produk perkreditan. 2 Kata kredit secara etimologi, berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata Credere yang berarti kepercayaan. Kepercayaan dilihat dari sisi bank adalah suatu keyakinan bahwa uang yang akan diberikan akan dapat dikembalikan tepat pada waktunya sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak yang tertuang dalam akta perjanjian kredit. Keyakinan bank tentu berdasarkan studi kelayakan usaha masing-masing debitur yang akan dibiayai. 3 1 ? Sutarno, S.H., M.M., Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, (Bandung : CV. Alfabeta, 2004), hlm. 1. 2 Try Widiyono, S.H., M.H., Sp.N., Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia. ( Bogor : Ghalia Indonesia, 2006), hlm. 256. 3 ? Suharno, Analisa Kredit, (Jakarta : Djambatan, 2003), hlm. 1. Universitas Indonesia

Author: farizahkhansa

Post on 26-Jun-2015

1.018 views

Category:

Documents


3 download

Embed Size (px)

TRANSCRIPT

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbankan merupakan salah satu sumber dana diantaranya dalam bentuk perkreditan bagi masyarakat, perorangan, atau badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya atau untuk meningkatkan produksinya.1 Produk jasa perbankan, sepanjang memerlukan penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, maka produk tersebut menjadi produk perkreditan.2 Kata kredit secara etimologi, berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata Credere yang berarti kepercayaan. Kepercayaan dilihat dari sisi bank adalah suatu keyakinan bahwa uang yang akan diberikan akan dapat dikembalikan tepat pada waktunya sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak yang tertuang dalam akta perjanjian kredit. Keyakinan bank tentu berdasarkan studi kelayakan usaha masing-masing debitur yang akan dibiayai.3 Sumber dana yang dipinjamkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit tersebut bukan dana milik bank sendiri karena modal perbankan juga sangat terbatas, tetapi merupakan dana-dana masyarakat yang disimpan pada bank tersebut sehingga perbankan berusaha dan berlomba-lomba menarik dan mengumpulkan dana masyarakat agar bersedia menyimpan dananya pada bank tersebut dengan berbagai undian, hadiah, dan iming-iming lainnya dengan tujuan semata-mata agar masyarakat menyimpan dananya dalam bank untuk jangka waktu yang lama. Dana yang disimpan masyarakat pada bank, pada umumnya dalam bentuk tabungan, deposito, giro, setipikat deposito dan lain-lain. Dana masyarakat yang terkumpul dalam jumlah yang sangat besar dengan jangka waktu cukup lama merupakan sumber utama bagi bank dalam menyalurkan kembali kepada masyarakat yang memerlukan dalam bentuk pinjaman atau kredit. Inilah1

Sutarno, S.H., M.M., Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, (Bandung : CV. Alfabeta, 2004), hlm. 1.2 Try Widiyono, S.H., M.H., Sp.N., Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia. ( Bogor : Ghalia Indonesia, 2006), hlm. 256. 3

Suharno, Analisa Kredit, (Jakarta : Djambatan, 2003), hlm. 1.

Universitas Indonesia

2

yang dinamakan fungsi bank sebagai intermediasi. Karena itu suatu bank yang tidak memiliki sumber dana dari masyarakat yang memadai akan sangat mengganggu usaha dan kegiatan bank dan bank juga tidak mampu memperluas ekspansinya.4 Fungsi utama bagi perbankan di Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.5

Fungsi perbankan tersebut dlama penerapannya

disesuaikan dengan jenis banknya dan sebagaimana yang terdapat dalam pasal 5 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, jenis-jenis bank adalah bank umum dan bank perkreditan rakyat, yang masing-masing memiliki cakupan bidang usaha yang berbeda. Terkait dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini, usaha bank umum meliputi :6 a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu; b. c. d. e. f. memberikan kredit; menerbitkan surat pengakuan hutang; membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya; memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah; menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya; g. h. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga; menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;

4

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm.2.5 Indonesia, Undang-Undang Perbankan, UU No.10 Tahun 1998, LN No.182 Tahun 1998, TLN No.3790, ps. 3. 6

Ibid., ps. 6.

Universitas Indonesia

3

i. j. k.

melakukan

kegiatan

penitipan

untuk

kepentingan

pihak

lain

berdasarkan suatu kontrak; melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek; membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun sebagian dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya; l. m. n. melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat; menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah; melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini dan peraturan perundangundangan yang berlaku. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa Perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara, dimana kegiatan utamanya sebagai intermediasi pihak-pihak yang mempunyai kelebihan dana (surplus of fund) dengan pihak-pihak yang kekurangan dan memerlukan dana (lack of funds). Dalam rangka mencapai kemanfaatan yang maksimal dari kegiatan perbankan tersebut perlu adanya aturan dan ketentuan pokok sebagai dasar hukum dalam operasional perbankan yang kemudian oleh pemeritah diundangkan berupa Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang merupakan amandemen dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan definisi bank sebagai penghimpun dana dan kemudian disalurkan dalam bentuk kredit berbunyi sebagai berikut : a. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 77

Undang-Undang Perbankan, Ibid., ps. 1 angka 2.

Universitas Indonesia

4

b. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.8 Kredit merupakan perjanjian antara debitur dan kreditur di mana hak dan kewajibannya termuat dalam perjanjian tersebut dan dikenal dengan perjanjian utang piutang, dimana terdapat unsur-unsur di dalamnya sebagai berikut :9 a. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa kredit tersebut akan dibayar kembali oleh sipenerima kredit dalam jangka waktu tertentu yang telah diperjanjikan. b. waktu. c. Risiko, yaitu bahwa setiap pemberian kredit mempunyai risiko akibat adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian kredit dengan pembayaran kembali. Semakin panjang jangka waktu pemberian kredit semakin tinggi resiko kredit tersebut. d. Prestasi, atau obyek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat berbentuk barang dan jasa. Namun dalam obyek kredit yang menyangkut uanglah yang sering dijumpai dalam praktek perkreditan. Kredit dapat dibedakan menurut kriteria lembaga pemberi dan penerima kredit yang menyangkut struktur pelaksanaan kredit di Indonesia, maka jenis kredit terdiri dari:10 a. Kredit Perbankan kepada masyarakat untuk kegiatan usaha dan atau konsumsi. Kredit ini diberikan oleh bank pemerintah atau bank swasta kepada dunia usaha untuk ikut membiayai sebagian kebutuhan permodalan, dan atau kredit dari bank Waktu, yaitu bahwa pemberian kredit dengan pembayaran kembali tidak dilakukan pada waktu yang bersamaan melainkan dipisahkan oleh tenggang

8 9

Ibid., ps. 1 angka 11.

Febby M. Sukatendel, 2006. Kredit dan Masalah Keuangan, Panduan Bantuan Hukum di Indonesia. YLBHI, Jakarta.10

Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993), hlm.221-224.

Universitas Indonesia

5

kepada individu untuk membiayai pembelian kebutuhan hidup yang berupa barang maupun jasa. b. Kredit Likuiditas, yaitu kredit yang diberikan oleh Bank Sentral kepada bankbank yang beroperasi di Indonesia, yang selanjutnya digunakan sebagai dana untuk membiayai perkreditannya. c. Kredit Langsung, kredit ini diberikan oleh Bank Indonesia kepada lembaga pemerintah atau semi pemerintah. Misalnya Bank Indonesia memberikan kredit langsung kepada Bulog dalam rangka pelaksanaan program pengadaan barang. Dalam pemberian kredit perbankan, selain tunduk pada peraturan perundang-undangan, para pihak juga tunduk kepada perjanjian yang telah disetujui dan disepakati oleh para pihak yang selanjutnya dituangkan dalam Akta Perjanjian Kredit. Terjadinya perjanjian tersebut karena adanya pihak-pihak yang membuat perjanjian sebagaimana hukum yang mengatur perikatan di Indonesia terdapat dalam Buku III KUHPerdata yang berjudul Perikatan (verbintenissen); yaitu yang dimaksud perikatan adalah suatu perhubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang yang memberi hak kepada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan.11 Pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata, yang berbunyi :12 Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Buku III KUHPerdata tersebut berisi perikatan-perikatan yang timbul karena perjanjian, sehingga biasa disebut Hukum Perjanjian yang mengandung asas Kebebasan dalam Membuat Perjanjian, yang dapat disimpulkan dari pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan bahwa segala perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.13

11

Widjanarko, S.H., MBA, Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan, Kumpulan Tulisan, Infobank, (Jakarta, 1998) : 4.12

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek]. Diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, cet. 30, (Jakarta : Pradnya Paramita,1999), ps. 1313.13

Widjanarko, op. cit., hlm. 23.

Universitas Indonesia

6

Perjanjian Kredit adalah perjanjian antara bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai nasabah debitur mengenai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu yang mewajibkan nasabah-nasabah debitur untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan.14 Lebih lanjut mengenai perjanjian kredit perlu mendapat perhatian khusus bagi pihak-pihak yang terkait, karena perjanjian kredit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian, pengelolaannya maupun penatalaksanaan kredit itu sendiri. Perjanjian kredit mempunyai beberapa fungsi yaitu diantaranya : 15 a. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidaknya perjanjian lain yang mengikutinya misalnya pengikatan jaminan. b. c. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban di antara kreditur dan debitur. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit yang menyangkut jangka waktu, cara penarikan kredit dan pembayaran kembali serta besarnya bunga yang harus dibayar oleh debitur serta perjanjian ikutan lainnya (accessoir). Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mendalami tentang aspek hukum dalam pemberian kredit yaitu khususnya tentang perjanjian kredit atau yang dipersamakan dengan itu. Melalui penelitian mengenai Aspek Hukum Kerjasama Penyaluran Kredit Antara Bank X dengan PT Y, diharapkan dapat diketahui mengenai kedudukan hukum, hak dan kewajiban, hubungan hukum para pihak, serta penyelesaian kredit berdasarkan kerjasama tersebut. 1.2. Perumusan Masalah

14

Sutan Remi Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank, (Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 1993), hlm. 158160. CH. Gatot Wardoyo, Sekitar Klausul-klausul Perjanjian Kredit Bank, Bank dan Manajemen, Nopember-Desember 1992 hlm.64-69 dikutip dari: Drs. Muhammad Djumhana, S.H., Hukum Perbankan di Indonesia, Cet. 3, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 228.15

Universitas Indonesia

7

Sesuai dengan judul tesis ini yaitu Aspek Hukum Kerjasama Penyaluran Kredit/Pembiayaan Antara Bank X dengan PT. Y dan berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan-permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Permasalahan hukum apa yang terdapat dalam pelaksanaan kerjasama penyaluran kredit/pembiayaan antara Bank X dengan PT. Y dalam rangka penyaluran kredit kepada Penerima Kredit (end user) ? 2. Bagaimana pelaksanaan penyelesaian kredit berdasarkan perjanjian restrukturisasi kredit antara Bank X dengan PT. Y? 1.3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan di atas maka tujuan yang hendak dicapai dalam tesis ini adalah sebagai berikut:1.

Menguraikan dan menganalisa aspek hukum kerjasama antara Bank X dengan PT. Y dalam rangka penyaluran kredit ke Penerima Kredit, antara lain kedudukan hukum, hak dan kewajiban serta hubungan hukum para pihak dalam perjanjian kerjasama dan perjanjian kredit.

2.

Menguraikan dan menganalisa permasalahan dalam penyelesaian kredit berdasarkan perjanjian restrukturisasi kredit antara Bank X dengan PT. Y.

1.4.

Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan berguna bagi masyarakat pada umumnya,

serta Bank X pada khususnya, yaitu :1.

Memberikan sumbangan pengetahuan kepada masyarakat mengenai perjanjian kerjasama antara Bank dengan badan usaha lain dalam penyaluran kredit ke Penerima Kredit/End User.

2.

Memberikan solusi terhadap masalah-masalah yang timbul dalam pelaksanaan dan penyelesaian kredit terkait dengan perjanjian kerjasama antara Bank dengan badan usaha lain.

3.

Memberikan masukan bagi Bank X untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan sehubungan dengan pelaksanaan perjanjian kerjasama dan penyelesaian kredit sejenis di masa mendatang.

Universitas Indonesia

8

1.5.

Kerangka Teori dan Definisi Operasional Dalam rangka melaksanakan pembangunan, Bank sebagai salah satu

lembaga keuangan yang paling penting dan besar peranannya dalam kehidupan masyarakat. Seiring dengan perkembangan masyarakat hukumpun mengalami perkembangan masyarakat. Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi juga sangat ditentukan oleh teori. Teori hukum mempunyai fungsi yaitu menerangkan atau menjelaskan, menilai dan memprediksi serta mempengaruhi hukum positif, misalnya menjelaskan ketentuan yang berlaku, menilai suatu peraturan atau perbuatan hukum dan memprediksi hak dan kewajiban yang akan timbul dari suatu perjanjian, teori hukum disusun dengan memperhatikan fakta-fakta dan filsafat hukum, dalam tesis ini dipergunakan teori kepentingan umum (public interest) dengan menggunakan prinsip kehati-hatian, karena teori ini berkaitan dengan usaha perbankan dalam menghimpun dana masyarakat dalam bentuk tabungan dan deposito yang kemudian ditempatkan/diberikan dalam bentuk kredit kepada masyarakat yang kekurangan dana (lack of funds) dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 yaitu Dalam memberikan kredit, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.16 Fungsi dan peran bank sangat krusial bagi perekonomian suatu negara, keberadaan aset bank dalam bentuk kepercayaan masyarakat sangat penting dijaga guna meningkatkan efisiensi penggunaan bank dan efisiensi intermediasi. Kepercayaan dari masyarakat juga diperlukan karena bank tidak memiliki uang tunai yang cukup untuk membayar kewajiban kepada seluruh nasabahnya sekaligus. Adapun masyarakat menyimpan dananya di bank karena adanya unsur kepercayaan terhadap bank tersebut, oleh karena itu bank dalam memberikan kredit kepada debitur haruslah sesuai prinsip atau asas kehati-hatian mengingat16

Undang-Undang Perbankan, op.cit., ps. 8.

Universitas Indonesia

9

dana yang diberikan oleh bank merupakan simpanan masyarakat yang dipercayakan kepada bank, yang menyangkut kepentingan umum dalam jasa keuangan untuk meningkatkan taraf hidup rakyat banyak, sehingga perbankan dalam menjalankan fungsinya harus mengenyampingkan kepentingan individual karena terdapat kepentingan yang lebih besar yaitu kepentingan umum. Sehingga dalam menjalankan peranannya bank bertindak sebagai salah satu bentuk lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit dan jasa-jasa keuangan lainnya. Adapun pemberian kredit itu dilakukan baik dengan modal sendiri atau dengan dana-dana yang dipercayakan oleh pihak ketiga maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral. 17 Sedangkan kredit adalah suatu kepercayaan, dimana kreditur yang memberikan kredit percaya bahwa debitur (penerima kredit) akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan, baik menyangkut jangka waktunya maupun prestasi dan kontra prestasinya. 18 Salah satu obyek yang terpenting dalam hal ini adalah aspek hukum karena sangat berperan dalam operasional perbankan, terdapat adanya perjanjian di antara pelaku jasa perbankan yaitu bagi nasabah debitur terhadap bank yang disebut dengan Perjanjian Kredit. Menurut Hukum Perdata Indonesia, salah satu bentuk perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam Buku Ketiga KUHPerdata pasal 1754 sampai dengan 1789, namun demikian dalam praktek perbankan modern tidak hanya perjanjian pinjam meminjam melainkan adanya campuran dengan bentuk perjanjian yang lainnya seperti perjanjian pemberian kuasa dan perjanjian lainnya. Sehubungan dengan pemberian kredit oleh bank maka setiap pemberian kredit tersebut haruslah dituangkan dalam perjanjian kredit (akad kredit) secara tertulis dengan tetap harus dipedomani yaitu bahwa perjanjian tersebut rumusanya tidak boleh kabur atau tidak jelas dan harus memperhatikan keabsahan dan persyaratan secara hukum dengan menyebutkan jumlah besarnya kredit, jangka waktu, tata cara pembayaran, serta persyaratan lainnya. Untuk

17

Drs. O. P. Simorangkir, Kamus Perbankan, cet. 2, (Jakarta : Bina Aksara, 1989), hlm.33.18

Drs. Muhammad Djumhana, S.H., op .cit., hlm. 365-366.

Universitas Indonesia

10

mencegah adanya kebatalan dari perjanjian, sehingga secara yuridis telah memberikan perlindungan yang memadai bagi bank.19 Adapun definisi dari beberapa istilah yang sering digunakan penulis sehingga dapat menunjang dan membantu dalam penulisan tesis ini adalah sebagai berikut : 1. Bank Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya. Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan pembiyaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian.20 Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan: 21 Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 2. Debitur Nasabah Debitur adalah Nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.22 Selanjutnya dalam penulisan tesis ini akan disebut debitur. Debitur adalah One who owes a debt to another who is called the director; one who may be compelled to pay a claim or demand; anyone lieable on a claim, whether due or to become due. 2319

Ibid., hlm. 385.20

Hermansyah, S.H., M.Hum., Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta : Prenada Media, 1999), hlm. 7.21

Undang-Undang Perbankan, op.cit., ps.1 angka 2.

22

Ibid., ps.1 angka 18.23

Universitas Indonesia

11

3.

Kredit Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan : 24 Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/2/PBI/2009 : 25 Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, termasuk: a. cerukan (overdraft), yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari; b. pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang; c. pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain. Perjanjian Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.26 Perjanjian dalam KUHPerdata diatur dalam buku III tentang perikatan, bab kedua, bagian kesatu sampai dengan bagian keempat. Pengertian perjanjian yang dikemukakan oleh Subekti menyebutkan bahwa suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada

4.

Henry Black Campbell, Blacks Law Dictionary, Sixth Edition, (St. Paul Minn: West Publishing Co, 1990), hlm. 404.24

Indonesia, Undang-Undang Perbankan, op.cit., ps.1 angka 11.25

Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, PBI No.11/2/PBI/2009 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005, ps. 1 angka 5.26

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], op.cit., ps. 1313.

Universitas Indonesia

12

seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.27 Untuk memperjelas pengertian perjanjian, maka dapat ditemukan di dalam doktrin. Menurut doktrin (teori lama) yang disebut perjanjian adalah perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Sedangkan menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang diartikan dengan perjanjian, yaitu : 28 Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Di dalam teori baru tersebut, tidak hanya melihat perjanjian semata-mata tetapi juga harus dilihat perbuatan sebelumnya. Ada tiga tahap untuk membuat perjanjian, yaitu tahap pra-contractual (adanya penawaran dan penerimaan), tahap contractual (adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak) dan tahap post-contractual (pelaksanaan perjanjian).29 Sementara M. Yahya Harahap mengartikan perjanjian sebagai hubungan hukum dalam lapangan hukum harta kekayaan antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan kepada pihak lain untuk menunaikan prestasi.30 Berdasarkan uraian dari beberapa pengertian perjanjian tersebut, maka unsur-unsur di dalam perjanjian adalah sebagai berikut : 31 a. b. Adanya Hubungan Hukum; Hubungan hukum merupakan hubungan yang menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban. Adanya Subyek Hukum; Subyek hukum yaitu pendukung hak dan kewajiban.

27

Prof. R. Subekti, Hukum Perjanjian, Cet. 20, (Jakarta : PT. Intermasa, 2004), hlm.1.28

Salim H.S., Hukum Kontrak : Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, cet. 4, (Jakarta : Sinar Grafika, 2006), hlm. 25-26.29

Ibid., hlm. 26.30

M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, cet. 2., (Bandung: Alumni, 1986), hlm. 6.31

Salim H.S., op. cit., hlm. 26.

Universitas Indonesia

13

c. d.

Adanya Prestasi; Prestasi terdiri dari memberikan (menyerahkan) sesuatu, melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu. Di bidang harta kekayaan. Berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat sebagai berikut : 32

a. b. c. d.

sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; kecakapan untuk membuat suatu perikatan; suatu hal tertentu; suatu sebab yang halal. 5. Perjanjian Kredit Perjanjian Kredit adalah perjanjian antara bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai nasabah debitur mengenai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu yang mewajibkan nasabah-nasabah debitur untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan.33 Perjanjian Kredit merupakan perjanjian antara debitur dan kreditur di mana hak dan kewajibannya termuat dalam perjanjian tersebut dan dikenal dengan perjanjian utang piutang, dimana terdapat unsur-unsur di dalamnya sebagai berikut :34

a.

Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa kredit tersebut akan dibayar kembali oleh sipenerima kredit dalam jangka waktu tertentu yang telah diperjanjikan.

b. waktu.

Waktu, yaitu bahwa pemberian kredit dengan pembayaran kembali tidak dilakukan pada waktu yang bersamaan melainkan dipisahkan oleh tenggang

32

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], op.cit., ps. 1320.33

Sutan Remi Sjahdeini, op.cit.34

Drs. Thomas Suyatno, Dasar-Dasar Perkreditan, cet. 4., (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1995), hlm. 12-13.

Universitas Indonesia

14

c.

Risiko, yaitu bahwa setiap pemberian kredit mempunyai risiko akibat adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian kredit dengan pembayaran kembali. Semakin panjang jangka waktu pemberian kredit semakin tinggi resiko kredit tersebut.

d.

Prestasi, atau obyek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat berbentuk barang dan jasa. Namun dalam obyek kredit yang menyangkut uanglah yang sering dijumpai dalam praktek perkreditan. Prestasi yang wajib dilakukan oleh debitur atas kredit yang diberikan kepadanya adalah tidak semata-mata melunasi utangnya tetapi juga disertai dengan bunga sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya. 6. Kerjasama Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian dari kerjasama adalah :35 a. Kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh beberapa orang atau pihak untuk mencapai tujuan bersama; b. Interaksi sosial antara individu atau kelompok secara bersama-sama mewujudkan kegiatan untuk mencapai tujuan bersama. 1.6. Metode Penelitian

1.6.1. Tipe Penelitian Penelitian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum.36 Sebagai upaya melakukan penelitian terhadap pokok permasalahan yang ingin ditulis, penulis

35

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. 3, (Jakarta : Balai Pustaka, 2002), hlm. 428.36

Ibid., hlm. 1163.

Universitas Indonesia

15

dalam penulisan ini menggunakan metode penelitian normatif yang dikenal juga dengan istilah penelitian kepustakaan. 37 1.6.2. Jenis Data Dalam penelitian pada umumnya dibedakan antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dan dari bahan-bahan pustaka. Data yang diperoleh langsung dari masyarakat dinamakan data primer (atau data dasar), sedangkan yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka lazimnya dinamakan data sekunder38. Penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan pihak Bank X, sedangkan data sekunder diperoleh dengan melakukan penelusuran kepustakaan atau dokumentasi atau berupa norma hukum tertulis sehingga alat pengumpulan data dengan studi kepustakaan berupa bahan-bahan terdiri dari: a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat39, antara lain Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum. b. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer40, meliputi buku-buku, makalah-makalah atau karya ilmiah, jurnal-jurnal, serta artikel-artikel yang berkaitan dengan permasalahan yang akan ditulis.

Menurut Soerjono Soekanto dalam bukunya Pengantar Penelitian Hukum, hlm. 52, cet.3, yang diterbitkan di Jakarta oleh Penerbit UI-Press pada tahun 1986, Penelitian hukum dapat dibedakan antara penelitian hukum normatif dengan penelitian hukum sosiologis atau empiris. Pada penelitian hukum normatif yang diteliti hanya bahan pustaka atau data sekunder, yang mungkin mencakup bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Pada penelitian hukum sosiologis atau empiris, maka yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder, untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan atau masyarakat.38

37

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, cet. 3 (Jakarta : Rajawali Pers, 1990), hlm. 14. Lihat juga Rasyid Sartuni, Teknik Penyusunan Karya Ilmiah Untuk Perguruan Tinggi (Jakarta : Nina Dinamika, 1986), hlm. 15.39

Ibid.

40

Ibid.

Universitas Indonesia

16

c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder41 seperti Kamus Hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Inggris. 1.6.3. Metode Pengolahan Data Data-data sekunder dan data-data primer yang telah diperoleh akan dikumpulkan, kemudian diseleksi untuk diambil data khusus, yaitu data yang lebih khusus berkaitan dengan permasalahan yang akan ditulis. 1.6.4. Cara Menganalisa Data Data yang didapat akan dianalisa sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan kemudian akan dikaitkan dengan kaidah-kaidah yang ada dalam konsep perjanjian kerjasama dalam rangka penyaluran kredit, sehingga diharapkan dapat memberikan suatu analisis logis. 1.7. Kegunaan Teoritis dan Praktis Faedah yang diharapkan dari tulisan ini sangat berguna, baik secara teoritis maupun praktis, yaitu : a. Kegunaan Teoritis Memberikan sumbangan penting dan memperluas wawasan dalam pemahaman konsep hukum perjanjian kerjasama dalam rangka penyaluran kredit. b. Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumbangan pikiran di bidang hukum mengenai perkreditan untuk menentukan konsep kerjasama antara Bank dengan badan usaha lain dalam rangka penyaluran kredit ke End User. Selanjutnya Bank dan pihak-pihak lain yang terkait dapat melakukan perbaikan dan penyempurnaan sehubungan dengan pelaksanaan perjanjian kerjasama dan penyelesaian kredit sejenis di masa mendatang. 1.8. Sistematika Penelitian

41

Ibid.

Universitas Indonesia

17

Dalam sistematika penelitian ini, penulis membagi pokok penulisan tesis dalam 4 (empat) bab, dan dalam tiap-tiap bab tersebut terdapat pula beberapa sub bab, dan dibagi lagi dalam pokok-pokok pembahasan, yaitu: Dalam bab kesatu yaitu Pendahuluan, diuraikan mengenai Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Konsepsional, Metode Penelitian, Kegunaan Teoritis dan Praktis, serta Sistematika Penelitian. Dalam bab kedua membahas mengenai Tinjauan Umum Perkreditan dan Pelaksanaannya Pada Bank X yang terdiri dari Tinjauan Umum Perkreditan, Buku Pedoman Perusahaan Perkreditan Bank X, serta Pelaksanaan Kredit dalam Kerjasama Penyaluran Kredit/Pembiayaan antara Bank X dengan PT. Y. Dalam bab ketiga membahas mengenai Aspek Hukum Kerjasama Penyaluran Kredit/Pembiayaan antara Bank X dengan PT. Y yang terdiri dari Analisa Perjanjian Kerjasama Penyaluran Kredit/Pembiayaan antara Bank X dengan PT. Y, Analisa Perjanjian Kredit antara PT. Y dengan Penerima Kredit (End User) dan Analisa Perjanjian Restrukturisasi Kredit antara Bank X dengan PT. Y. Bab keempat merupakan bab penutup yang menguraikan Kesimpulan dan Saran.

BAB II TINJAUAN UMUM PERKREDITAN DAN PELAKSANAANNYA PADA BANK X 2.1. Tinjauan Umum Perkreditan

2.1.1. Pengertian Kredit

Universitas Indonesia

18

Bank dalam usahanya adalah menghimpun dana masyarakat dan kemudian menyalurkan dana-dana tersebut dalam bentuk kredit. Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan : 42 Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kata-kata dalam pasal 1 ayat 11 Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan ... penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu... dalam rumusan kredit tersebut dapat ditafsirkan sangat luas. Produk jasa perbankan, sepanjang memerlukan penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, maka produk tersebut menjadi produk perkreditan.43 Perjanjian Kredit merupakan perjanjian antara debitur dan kreditur di mana hak dan kewajibannya termuat dalam perjanjian tersebut dan dikenal dengan perjanjian utang piutang, dimana terdapat unsur-unsur di dalamnya sebagai berikut :44 a. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa kredit tersebut akan dibayar kembali oleh sipenerima kredit dalam jangka waktu tertentu yang telah diperjanjikan. b. waktu. c. Risiko, yaitu bahwa setiap pemberian kredit mempunyai risiko akibat adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian kredit dengan pembayaran kembali. Semakin panjang jangka waktu pemberian kredit semakin tinggi resiko kredit tersebut.42

Waktu, yaitu bahwa pemberian kredit dengan pembayaran kembali tidak dilakukan pada waktu yang bersamaan melainkan dipisahkan oleh tenggang

Undang-Undang Perbankan, op.cit., ps. 1 ayat 11.43

Try Widiyono, op. cit., hlm 256.44

Drs. Thomas Suyatno, op. cit., hlm. 12-13.

Universitas Indonesia

19

d.

Prestasi, atau obyek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat berbentuk barang dan jasa. Namun dalam obyek kredit yang menyangkut uanglah yang sering dijumpai dalam praktek perkreditan. Dapat disimpulkan bahwa prestasi yang wajib dilakukan oleh debitur atas kredit yang diberikan kepadanya adalah tidak semata-mata melunasi utangnya tetapi juga disertai dengan bunga sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya dan unsur-unsur yang terdapat dalam kredit yaitu kepercayaan, waktu, risiko dan prestasi. 2.1.2. Jenis-Jenis Kredit Perkembangan kredit saat ini memang sudah jauh dari bentuk awalnya, terutama karena berbagai kebutuhan manusia yang semakin beragam. Salah satu bukti perkembangan kredit tersebut dapat dilihat melalui jenis-jenis kredit yang dikenal saat ini. Begitu banyaknya jenis kredit memperlihatkan begitu eratnya eksistensi kredit dengan usaha pemenuhan kebutuhan manusia. Sebenarnya perkembangan jenis kredit tersebut tidak dapat dipisahkan dari kebijakan perkreditan yang ditetapkan sesuai dengan tujuan pembangunan.45 Kredit dapat dibedakan menurut kriteria lembaga pemberi dan penerima kredit yang menyangkut struktur pelaksanaan kredit di Indonesia, maka jenis kredit terdiri dari: 46

a.

Kredit Perbankan kepada masyarakat untuk kegiatan usaha dan atau konsumsi. Kredit ini diberikan oleh bank pemerintah atau bank swasta kepada dunia usaha untuk ikut membiayai sebagian kebutuhan permodalan, dan atau kredit dari bank kepada individu untuk membiayai pembelian kebutuhan hidup yang berupa barang maupun jasa.

b.

Kredit Likuiditas, yaitu kredit yang diberikan oleh Bank Sentral kepada bank-bank yang beroperasi di Indonesia, yang selanjutnya digunakan sebagai dana untuk membiayai perkreditannya.45

Muhamad Djumhana, op. cit., hlm.233.46

Ibid., hlm.221-224.

Universitas Indonesia

20

c.

Kredit Langsung, kredit ini diberikan oleh Bank Indonesia kepada lembaga pemerintah atau semi pemerintah. Misalnya Bank Indonesia memberikan kredit langsung kepada Bulog dalam rangka pelaksanaan program pengadaan barang. Kredit yang dimaksud dan akan dibahas oleh penulis adalah kredit perbankan. Untuk lebih mudah memahaminya, jenis-jenis kredit perbankan digolongkan berdasarkan kriteria yang digunakan, yaitu: 47 1. Penggolongan berdasarkan jangka waktu : a. b. c. Kredit jangka pendek (short term loan). Kredit jangka menengah (medium term loan). Kredit jangka panjang (long term loan).

Jangka waktu untuk masing-masing kredit berbeda-beda, tergantung dari ketentuan banknya. Misalnya untuk kredit jangka pendek ada bank yang memberlakukan jangka waktu tidak lebih dari satu tahun, ada juga bank yang memberlakukan jangka waktu untuk dua tahun. 2. Penggolongan berdasarkan dokumentasi : a. Kredit dengan perjanjian tertulis. b. Kredit tanpa surat perjanjian, yang dibagi menjadi : i. ii. iii. Kredit lisan, yang saat ini sudah sangat jarang Kredit dengan instrumen surat berharga. Kredit cerukan, yang timbul karena : Penarikan atau pembebanan giro yang melampaui saldonya; Penarikan atau pembebanan R/C yang melampaui plafondnya. 3. Penggolongan berdasarkan bidang ekonomi : a. Kredit sektor pertanian, perburuhan dan sarana pertanian. b. Kredit sektor pertambangan. c. Kredit sektor perindustrian. d. Kredit sektor listrik, gas dan air. e. Kredit sektor konstruksi.47

Munir Fuady (A), Hukum Perkreditan Kontemporer, cet. 1 (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996), hlm.15-21.

Universitas Indonesia

21

f. Kredit sektor perdagangan, restoran dan hotel. g. Kredit sektor pengangkutan, perdagangan dan komunikasi. h. Kredit sektor jasa. i. Kredit sektor lain-lain. 4. Penggolongan berdasarkan tujuan penggunaannya : a. Kredit konsumtif, yang diberikan untuk keperluan konsumsi seharihari. b. Kredit produktif, yang terdiri dari : i. tahan lama. ii. iii. Kredit modal kerja atau kredit eksploitasi, untuk membeli modal lancar yang habis dalam pemakaiannya. Kredit Likuiditas, untuk membantu perusahaan yang sedang kesulitan likuiditas. 5. Penggolongan berdasarkan obyek yang ditransfer : a. b. Kredit uang, yang pemberian dan pengembaliannya Kredit bukan uang, yang pemberiannya dalam bentuk dilakukan dalam bentuk uang. barang dan jasa, namun pengembaliannya dalam bentuk uang. 6. Penggolongan berdasarkan waktu pencairannya : a. Kredit tunai, yang pencairannya secara tunai atau dengan pemindahbukuan ke rekening debitur. b. Kredit tidak tunai, yang pencairannya tidak dilakukan saat pinjaman dibuat, seperti : i. ii. Garansi Bank atau Stand by L/C, yang baru akan dibayar bila terjadi perbuatan tertentu. Letter of Credit, yang merupakan jaminan pembayaran dalam kegiatan ekspor impor. 7. Penggolongan berdasarkan cara penarikannya : a. Kredit sekali jadi (aflopend), yang pencairannya sekaligus, seperti tunai atau pemindahbukuan. Kredit investasi, untuk membeli barang modal atau barang yang

Universitas Indonesia

22

b. Kredit rekening koran, yang waktu penarikannya tidak teratur dan dapat dilakukan berulang kali selama plafond kredit masih tersedia, misalnya bilyet giro atau cek. c. Kredit berulang-ulang (revolving loan), yang diberikan sesuai kebutuhan selama dalam batas maksimum dan masih dalam jangka waktu yang diperjanjikan. d. Kredit bertahap, yang pencairannya dalam beberapa termin/bertahap. e. Kredit tiap transaksi (self-liquidating credit) yang penarikannya sekaligus untuk satu transaksi tertentu dan pengembaliannya diambil dari hasil transaksi yang bersangkutan. 8. Penggolongan berdasarkan jumlah kreditur : a. Kredit dengan kredit tunggal (single loan). b. Kredit sindikasi (syndicated loan), yang mempunyai lebih dari satu kreditur dengan satu kreditur sebagai lead creditor/lead bank. 9. Penggolongan berdasarkan pola penyaluran kredit :48 a. Kredit Channeling. b. Kredit Executing. c. Kredit Referensi Selain kriteria yang digunakan di atas, masih banyak lagi kriteria yang dapat digunakan untuk menggolongkan berbagai jenis kredit. Penjabaran semua kriteria itu pada dasarnya hendak memperlihatkan perkembangan kredit yang telah mengisi berbagai segi kegiatan manusia. 2.1.3. Kredit Pola Channeling, Executing dan Referensi Sehubungan dengan kajian kerjasama penyaluran kredit/pembiayaan pada penulisan ini, terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai kredit pola channeling, executing dan referensi sebagai berikut : 49 Channeling agent merupakan pola pemberian kredit kepada debitur, tetapi melalui lembaga/perusahaan (agent) yang berhubungan langsung dengan debitur.48

Try Widiyono, op. cit., hlm. 293.49

Try Widiyono, ibid., hlm. 293-297.

Universitas Indonesia

23

Lembaga/perusahaan tersebut harus telah melakukan perjanjian kerja sama dengan bank/kreditor. Dalam pemberian kredit berpola channeling atau executing dapat berupa Kredit Investasi atau Kredit Modal Kerja atau kredit-kredit lainnya. Ada perbedaan utama antara pola channeling dengan executing. Pada pola channeling, kredit diberikan kepada debitur melalui lembaga/perusahaan lain. Fungsi lembaga/perusahaan (agent) lain dalam pola channeling ditetapkan dalam Perjanjian Kerjasama. Hal yang perlu diperhatikan adalah hak dan kewajiban perusahaan (agent) tersebut, siapakah yang menandatangani perjanjian kredit. Dalam hal perjanjian kredit ditandatangani antara debitur dengan agen, maka agen yang bersangkutan wajib mendapatkan kuasa dari kreditur (bank) karena agen dalam hal ini bertindak dalam kapasitasnya berdasarkan kuasa dan oleh karena itu, untuk dan atas nama bank/kreditur. Sebagai kuasa, channeling agent tidak dapat bertindak di luar kuasa yang diberikan. Dalam hal ini perlu diperhatikan, khususnya dalam hal channeling agent diberikan hak untuk menetapkan secara bebas suku bunga kredit kepada end user/debitur. Penetapan demikian wajib didukung oleh kewenangan yang terdapat dalam perjanjian kerjasama. Jika tidak, maka pemberian fasilitas kredit tersebut bukan merupakan tanggung jawab pihak pemberi kuasa. Sementara, pola executing bukan demikian. Pada pola channeling agent terdapat beberapa variasi yang masing-masing mempunyai aspek hukum yang berbeda-beda dan wajib dimuat dalam perjanjian kerjasama sebagai berikut : a. Channeling agent dengan pola adanya kewajiban agen untuk mengambil alih kredit (take over) jika end user/debitur wanprestasi. Dalam pola ini, kreditur tidak perlu memberikan kuasa untuk melaksanakan hak-hak kreditur dalam melakukan tagihan dan atau eksekusi agunan jika end user/debitur wanprestasi. b. Channeling agent dengan pola tidak adanya kewajiban agen untuk mengambil alih kredit (take over) jika end user/debitur wanprestasi. Dalam pola ini, kreditur wajib memberikan kuasa untuk melaksanakan hak-hak kreditur dalam melakukan tagihan atau eksekusi agunan jika end user/debitur melakukan wanprestasi.

Universitas Indonesia

24

c.

Channeling agent dengan pola bahwa agen ikut membiayai kredit tersebut, misalnya kreditur 75% dan agen 25%, yang juga dikenal joint financing.

d.

Channeling agent dengan pola pembelian kredit-kredit existing yang telah dibiayai oleh lembaga pembiayaan, yang disebut juga dengan pola purchasing agreement. Oleh karena itu, hak-hak dan kewajiban agen harus diperinci dalam

perjanjian kerjasama channeling antara bank dengan agen. Hal yang penting dalam perjanjian kerjasama, antara lain sebagai berikut : a. Meneliti kapabilitas dari debitur, sesuai dengan syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh bank. Dalam hal ini bank memberikan kuasa kepada agen untuk bertindak atas nama bank dalam menandatangani SPPK (surat pemberitahuan persetujuan kredit), PK (perjanjian kredit), pengikatan agunan, penarikan dan atau penjualan agunan, mewakili bank di dalam dan di luar pengadilan berkaitan dengan pelaksanaan pemberian fasilitas kredit secara channeling. b. Kewajiban-kewajiban agen dalam memberikan kredit kepada end user menurut prosedur dan tata cara pemberian kredit yang sehat, termasuk persyaratan calon debitur yang layak untuk diberikan fasilitas serta meyakini dan bertanggung jawab atas seluruh dokumen kredit yang diserahkan dan atau terkait dengan pemberian fasilitas kredit kepada end user. c. Persyaratan tata cara, isi SPPK, PK serta pengikatan agunan dan tingkat suku bunga harus diketahui atau disetujui oleh bank, termasuk self financing/persentase pembiayaan sendiri (end user). d. e. Kewajiban agen untuk menagih kepada debitur dan menyerahkannya kepada bank/kreditur. Pernyataan dan tanggung jawab agen mengenai benda/barang yang dibiayai (dibeli) end user merupakan tanggung jawab agen, baik spesifikasi maupun kualitasnya. f. Dibebaskan atau tidak dibebaskan untuk meningkatkan suku bunga kredit dari bunga yang ditentukan oleh bank. Artinya, terdapat agen menaikkan suku bunga kredit dari yang ditetapkan bank. g. Menarik dan atau menjual jaminan kredit debitur. yang dibolehkan

Universitas Indonesia

25

h.

Umum diperjanjikan juga bahwa agen harus menempatkan dananya pada bank/kreditur dalam jumlah tertentu sebagai jaminan apabila debitur ternyata menunggak/tidak membayar kredit.

i.

Mengambil alih (take over) kredit oleh agen apabila debitur (end user) wanprestasi, berikut sanksi apabila ternyata agen tidak mau atau tidak mampu mangambil alih (take over).

j.

Melaporkan semua kegiatan agen berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh bank yang termuat dalam surat kuasa. Hal penting juga untuk dikemukakan, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan RI No. 448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan, dalam pasal 27 (1) dinyatakan bahwa perusahaan pembiayaan dilarang:

a. b. c.

Menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, tabungan dan bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu; Menerbitkan surat sanggup bayar (promissory note), kecuali sebagai jaminan atas utang kepada bank yang menjadi krediturnya; dan Memberikan jaminan dalam segala bentuknya kepada pihak lain. Dengan demikian, untuk membuat perjanjian kerja sama pemberian kredit dengan pola channeling agent yang dalam perjanjian kerja samanya memuat adanya take over atau buy back guarantee atau with recourse atau avalis harus diperhatikan dan diyakini bahwa perusahaan yang menjadi channeling agent tersebut bukan perusahaan pembiayaan. Pengertian pemberian jaminan sebagaimana dimaksud dalam SK Menkeu tersebut adalah pemberian jaminan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1820 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa penanggungan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi pengikatannya si berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya. Sedangkan pengertian buy back guarantee dalam pola channeling agent adalah bahwa apabila debitur (end user) tidak dapat membayar kewajibannya kepada bank, maka pihak channeling agent akan menjamin pembayaran kewajiban debitur tersebut. Ini berarti pihak channeling agent melakukan penjaminan apabila debitur (end user) tidak memenuhinya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengertian buy back guarantee dalam pola

Universitas Indonesia

26

demikian hakikatnya adalah penjaminan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1820 KUHPerdata. Dengan demikian, apabila pengertian buy back guarantee adalah termasuk cakupan dalam pengertian penjaminan sebagaimana dikemukakan dalam pasal 1820 KUHPerdata tersebut, maka hal tersebut termasuk pengertian penjaminan sebagaimana dimaksud dalam SK Menkeu di atas, yang apabila dilakukan oleh perusahaan pembiayaan penjaminan, maka itu dilarang. Memperhatikan uraian tersebut, maka kalusula buy back guarantee dalam perjanjian kerja sama dengan perusahaan pembiayaan seyogianya dihindari karena hal ini bertentangan dengan ketentuan Menkeu tersebut. Berbeda dengan channeling, dalam executing debitur adalah agen tersebut langsung. Hubungan hukum antara agen dengan nasabahnya (nasabah agen/end user) adalah hubungan hukum yang terpisah dengan hubungan hukum antara bank dengan agen. Oleh karena agen adalah debitur, maka agen harus memenuhi syarat dan ketentuan bidang perkreditan sebagaimana mestinya. Namun demikian, biasanya untuk menetapkan syarat penarikan, antara lain ditentukan adanya aplikasi nasabah agen yang mengajukan kredit kepada agen dan selanjutnya agen tersebut meminta kepada bank untuk dapat menarik/mencairkan fasilitas kredit. Hal terpenting dalam kredit pola executing adalah perjanjian kredit yang dibuat harus lebih rinci, khususnya berkaitan dengan syarat penarikan, termasuk pada kewajiban memberikan calon nasabah yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh kreditur, juga agunan yang diperlukan. Disamping itu, terdapat pola pemberian kredit melalui agen, tetapi fungsi agen hanyalah untuk memberikan referensi atas calon debitur kepada bank. Dalam hal ini, fungsi agen semata-mata hanya sebagai sales atau pihak yang mencari nasabah. Hak dan kewajiban pihak agen harus secara tegas diatur dalam perjanjian kerja sama antara bank dengan agen karena, sekalipun sebagai referensi, agen yang dalam perjanjian kerja samanya dapat sebagai penanggung kredit. Jadi, hal terpenting dalam pola pemberian kredit melalui agen adalah hak, kewajiban, dan tanggung jawab dari agen yang bersangkutan. 2.1.4. Prinsip-Prinsip dalam Pemberian Kredit

Universitas Indonesia

27

Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan pada siapa saja yang memiliki kemampuan untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara pemberi utang (kreditur) di satu pihak dan penerima utang (debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian disepakati dan debitur telah menyerahkan sejumlah jaminan bagi kredit yang diperolehnya, maka lahirlah kewajiban pada diri kreditur, yaitu untuk menyerahkan uang yang diperjanjikan kepada debitur, dengan hak untuk menerima kembali uang itu dari debitur pada waktunya, disertai dengan bunga yang disepakati oleh para pihak pada saat perjanjian kredit tersebut disetujui oleh para pihak.50 Dalam melakukan setiap usahanya, bank wajib memperhatikan prinsip kehati-hatian (prudent principle).51 Hal tersebut tidak terkecuali dalam usaha penyaluran kredit. Bank Indonesia menerbitkan ketentuan-ketentuan yang harus ditaati oleh bank sebagai upaya untuk meminimalisasi risiko akibat kredit dan berkenaan dengan prinsip kehati-hatian bank. Ketentuan-ketentuan tersebut antara lain penentuan Batas Minimum Pemberian Kredit (BMPK), rasio kredit terhadap simpanan (Loan to Deposit Ratio/LDR), Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR), alokasi jumlah kredit untuk golongan usaha tertentu dan batas minimum perolehan bank.52 Disadari bahwa kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Bank harus memperoleh keyakinan bahwa kredit yang disalurkannya tersebut dapat dikembalikan kembali oleh debitur tepat pada waktunya. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, maka dalam proses pemberian kredit, bank akan mengikuti prosedur pemberian kredit (Standard Of Procedure/SOP)53 yang50

Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis: Jaminan Fidusia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm.1.51

Bank Indonesia, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tentang Kualitas Aktiva Produktif, SK No. 30/267/KEP/DIR/1998, ps. 2.52

Rachmat Firdaus dan Maya Ariyani, Manajemen Perkreditan Bank Umum, (Bandung: Alfabeta, 2004), hlm. 44-50.53

Bank Indonesia, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Bank bagi Bank Umum.

Universitas Indonesia

28

berlaku di internal bank untuk melakukan penilaian yang seksama atas kemampuan debitur yang lazim menggunakan ukuran 5Cs yaitu Watak (Character), Kemampuan (Capacity), Modal (Capital), Agunan (Collateral) dan prospek usaha (Condition of economy), sehingga bank dapat mengetahui bahwa usaha proyek yang dibiayainya layak (feasible) dan bankable.54 Karakter tidak diragukan lagi adalah faktor yang sangat penting untuk dipertimbangkan jika ingin memberikan kredit. Apabila debitur tidak jujur, curang, ataupun incompetence, maka kredit tidak akan berhasil tanpa perlu memperhatikan faktor-faktor lainnya. Orang yang tidak jujur ataupun curang akan selalu mencari jalan untuk mengambil keuntungan. Seseorang yang incompetence menjalankan bisnis tidak diragukan lagi akan menjalankan bisnisnya dengan buruk, dan hasilnya kredit akan mengandung resiko tinggi. Jika seseorang tidak ingin membayar kembali kreditnya, kemungkinan ia akan mencari jalan untuk menghindari membayar kembali. Untuk itu, penilaian karakter debitur harus ditentukan sejak ia memulai langkah pertama untuk mendapatkan pinjaman.55 Sedangkan modal (capital) berhubungan dengan kekuatan keuangan dari sipeminjam. Ada beberapa cara untuk menentukan apakah modal seseorang itu memuaskan. Langkah pertama adalah mendapatkan laporan aset dan pasiva dari sipeminjam dan harus dipastikan data tersebut akurat. Beberapa lembaga pinjaman mempunyai aturan-aturan pinjaman yang memuat batas rasio maksimal aset dan pasiva.56 Conditions, dapat dilihat melalui dua kategori, yaitu kondisi internal dan kondisi eksternal yang akan mempengaruhi peminjam dan kemampuan debitur untuk mengembalikan. Kedua belah pihak baik bank maupun debitur menyusun kontrak yang memuat hal-hal yang berkaitan dengan kredit, biaya dan bunga. Bank berhak mengetahui tujuan dari pinjaman. Hal ini membantu bank menilai54

Agus Santoso. Kredit Macet : Antara Kerugian Negara atau Kerugian Korporasi, (Makalah disampaikan pada Pelatihan Kriminalisasi Kredit Macet Perbankan sebagai Tindak Pidana Korupsi), Jakarta, 25-26 Januari 2010, hlm.1.55

Zulkarnain Sitompul. Kendala dan Masalah, (Makalah disampaikan pada Pelatihan Aspek Hukum Perkreditan bagi Staf PT Bank NISP Tbk), Jakarta, 16 September 2004, hlm.1.56

Ibid., hlm.2.

Universitas Indonesia

29

resiko dari pinjaman, tipe dari produk pinjaman dan keamanan apa yang diperlukan. Bank tidak memberikan kredit untuk tujuan yang illegal misalnya memberikan kredit untuk tujuan yang dapat membahayakan lingkungan.57 Collateral (agunan) diperlukan untuk menanggung pembayaran kredit macet. Calon debitur umumnya diminta untuk menyediakan jaminan berupa agunan yang berkualitas tinggi yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang diterimanya. Agunan berfungsi sebagai jaminan tambahan. Kesulitan bank dalam melakukan analisis dengan menggunakan prinsip 5 C sebagaimana dikemukakan di atas dapat diatasi dengan adanya skim penjaminan atau skim asuransi kredit. Dengan adanya skim tersebut maka bank lebih mudah menilai risiko kredit yang diberikannya.58 Kredit dari sisi bank merupakan sumber pendapatan yang memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pendapatan bank itu sendiri. Sedangkan bagi debitur, kredit bagaikan suatu obat yang dapat menyembuhkan atau atau bahkan dapat mematikan. Kenapa, karena bila kredit yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan debitur, maka kredit tersebut tidak bermanfaat karena tidak cukup untuk membiayai usaha debitur, sehingga usaha debitur juga tidak jalan. Akibatnya pada saat jangka waktu berakhir kredit tidak dapat diselesaikan sebagaimana seharusnya. Demikian juga apabila berlebih diberikan akan mematikan debitur, karena keuntungan atas obyek yang dibiayai tidak mencukupi untuk membayar kewajibannya kepada bank sehingga memberi peluang dana yang diberikan tidak digunakan sebagaimana seharusnya.59 Kegiatan perkreditan merupakan proses pembentukan aset bank. Kredit merupakan risk asset bagi bank karena aset bank itu dikuasai oleh pihak luar bank yaitu debitur. Setiap bank menginginkan dan berusaha keras agar kualitas risk asset ini sehat, produktif dan collectable. Namun kredit yang diberikan kepada debitur selalu ada resiko berupa kredit tidak dapat kembali tepat pada waktunya57

Ibid. dikutip dari PM Weaver & CD Kingsley, Banking & Lending Practice, (Sydney: Lawbook Co., 2001), hlm. 97-104.58 59

Ibid.

Ibid.

Universitas Indonesia

30

yang dinamakan kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL). Kredit bermasalah selalu ada dalam kegiatan perkreditan bank, karena bank tidak mungkin menghindari adanya kredit bermasalah. Bank hanya dapat berusaha menekan seminimal mungkin besarnya kredit bermasalah agar tidak melebihi ketentuan Bank Indonesia sebagai Pengawas Perbankan.60 2.1.5. Pedoman Kebijakan Perkreditan Bank Setelah memperhatikan prinsip-prinsip perkreditan yang umum dikenal, suatu bank juga mempunyai Pedoman Kebijakan Perkreditan Bank sebagaimana yang diamanatkan oleh Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/162/KEP/Dir.31 Maret 1995 tentang Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan Perkreditan Bank (PPKPB). PPKPB tersebut mengatur mengenai bagaimana cara memberikan kredit (prosedur), bagaimana memonitori kredit dan bagaimana menyelematkan kredit bermasalah. Suatu kebijakan perkreditan bank minimal memuat ketentuan-ketentuan sebagai berikut : 61 a. Portofolio kredit yang sehat. b. Organisasi dan manajemen perkreditan. c. Kebijakan persetujuan kredit. d. Administrasi dan dokumentasi kredit. e. Monitoring dan pengawasan kredit. f. Penyelamatan dan penyelesaian kredit bermasalah. Kebijakan ini dilakukan untuk menghindari dampak dari risiko kredit yang mungkin terjadi antara lain adalah risiko usaha, risiko geografis, risiko keramaian/keamanan/tawuran/perkelahian, risiko politik/kebijakan pemerintah, risiko ketidakpastian dan risiko lainnya.62 Dengan memperhatikan prinsip dan pedoman kebijakan dalam perkreditan bank di atas, tiap-tiap bank mempunyai kebebasan untuk mekanisme penyaluran60

Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Cet. II, (Bandung: Alfabeta, 2004), hlm. 263.61

Rachmat Firdaus dan Maya Ariyani, op.cit., hlm. 41-52.62

Ibid., hlm. 36.

Universitas Indonesia

31

kredit. Mekanisme pemberian kredit adalah tahap-tahap yang harus dilalui sebelum suatu kredit diputuskan untuk diberikan.63 Mekanisme pemberian kredit tersebut meliputi persiapan kredit, analisis atau penilaian kredit, keputusan kredit, pelaksanaan dan administrasi kredit, supervisi kredit dan pembinaan debitur. 64 Adapun tahap-tahap ini merupakan tahap umum dari suatu pemberian kredit yang berupa tindakan yang harus dilakukan sejak diajukannya permohonan kredit sampai dengan lunasnya kredit yang diberikan oleh bank tersebut : 65 1. Permohonan Kredit Setiap nasabah yang ingin mendapatkan fasilitas kredit harus melampirkan berkas permohonan kredit yang terdiri dari surat permohonan yang ditandatangani secara lengkap dan sah, daftar isian yang disediakan oleh bank dan diisi dengan benar dan lengkap oleh nasabah serta daftar lampiran lainnya. Surat permohonan yang diterima harus dalam register khusus yang disediakan dan akan dinyatakan lengkap jika telah memenuhi persyaratan yang ditentukan. Berkas permohonan harus dipelihara dalam selama dalam proses dan bank biasanya menggunakan Daftar Isian Permohonan Kredit untuk memudahkan bank memperoleh data yang diperlukan. 2. Analisis Kredit Dalam menganalisis kredit, hal-hal yang dilakukan meliputi wawancara dengan pemohon kredit, pengumpulan data yang berhubungan dengan permohonan kredit yang diiajukan nasabah, pemeriksaan atau penyidikan atas kebenaran dan kewajiban mengenai hal yang dikemukakan nasabah dan penyusunan laporan mengenai hasil penyidikan. Selain itu, kegiatan analisis yang harus dilakukan dalam pemberian kredit antara lain : a. Mempersiapkan pekerjaan penguraian dari segala aspek untuk mempertimbangkan apakah permohonan kredit dapat diterima.

63

Ibid., hlm. 35.64

Ibid., hlm. 91.65

Thomas Suyatno, op. cit., hlm. 69.

Universitas Indonesia

32

b. Menyusun laporan analisis yang diperlukan, berisi penguraian dan kesimpulan serta penyajian alternatif sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan dari permohonan kredit nasabah. Setelah memperoleh data pokoknya maka yang harus dikerjakan adalah : a. Penelitian data; b. Penelitian atas realisasi-realisasi usaha; c. Penelitian atas rencana-rencana usaha; d. Penelitian dan penilaian barang jaminan tambahan; e. Penelitian pendahuluan atas laporan keuangan (financial statement); f. Analisis kebutuhan modal kerja; g. Analisis kebutuhan investasi. 3. Keputusan atas Permohonan Kredit Pihak yang berhak mengambil keputusan untuk meyetujui permohonan kredit adalah Kepala Bagian Kredit/Cabang tanpa mengusulkan terlebih dahulu kepada kantor pusat karena sudah sesuai dengan jenis yang telah dilakukan, tapi jika permohonan diluar batas wewenangnya maka harus diusulkan terlebih dahulu kepada kantor pusat melalui surat dan Bank Indonesia juga dapat memberikan keputusan sesuai dengan wewenang yang ditentukan. Setiap keputusan permohonan kredit harus memperhatikan penilaian syarat-syarat umum yang pada dasarnya tercantum dalam laporan pemeriksaan kredit dan analisis kredit serta bahan pertimbangan yang diperoleh harus dibubuhkan secara tertulis (disposisi). 4. Penolakan Permohonan Kredit Bagian Kredit/Cabang dapat menolak permohonan kredit yang secara jelas dianggap oleh bank secara teknis tidak memenuhi persyaratan dan harus disampaikan kepada nasabah secara tertulis dengan disertai alasan penolakannya atau setelah mendapat keputusan penolakan dari Direksi. 5. Persetujuan Permohonan Kredit Bank akan memberikan persetujuan baik sebagian maupun seluruhnya permohonan kredit dari calon nasabah debitur tetapi akan ditegaskan lebih dulu mengenai syarat-syarat fasilitas kredit dan prosedur yang harus ditempuh oleh

Universitas Indonesia

33

nasabah dalam rangka melindungi kepentingan bank. Adapun langkah-langkah yang harus dijalani adalah : a. Surat penegasan persetujuan permohonan kredit kepada pemohon dibuat secara tertulis dan dalam lima rangkap. Surat ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari surat perjanjian kredit karena dengan tegas telah disebutkan nomor dan tanggalnya. b. Pengikatan jaminan. c. Penandatanganan perjanjian kredit. d. Penandatanganan surat aksep. e. Membuat informasi untuk bagian lain, misalnya bagian kas dan bagian ekspor/impor. f. Pembayaran bea materai kredit. g. Pembayaran provisi kredit atau commitment fee. h. Mengasuransikan barang jaminan. i. Membuat asuransi kredit. 6. Pencairan Fasilitas Kredit Bank hanya menyetujui pencairan kredit oleh nasabah bila syarat-syarat yang harus dipenuhi nasabah telah dilaksanakan. Pengikatan jaminan secara sempurna dan penandatanganan warkat-warkat kredit (perjanjian kredit atau surat aksep borgtocht) mutlak harus mendahului pencairan kredit. Dalam prakteknya, pencairan kredit berupa pembayaran dan/atau pemindahbukuan atas beban rekening pinjaman atau fasilitas lainnya, dengan cara antara lain menarik cek atau giro bilyet, kuitansi maupun dengan dokumen lainnya. Setelah itu harus dilakukan verifikasi yang meliputi pencocokan dan keabsahan pencairan, jumlah dan syarat lainnya. 7. Pelunasan Fasilitas Kredit Dengan dipenuhinya semua kewajiban nasabah terhadap bank berarti kredit tersebut telah lunas dan berakibat hapusnya ikatan perjanjian kredit. 2.1.6. Penyelamatan dan Penyelesaian Kredit Bermasalah

Universitas Indonesia

34

Bank Indonesia memberikan penggolongan mengenai kualitas kredit apakah kredit yang diberikan bank termasuk Performing Loan (kredit tidak bermasalah) atau Non Performing Loan (kredit bermasalah). Kualitas dapat digolongkan sebagai berikut : 66 a. Lancar b. Dalam Perhatian Khusus c. Kurang Lancar d. Diragukan e. Macet Kualitas kredit yang termasuk dalam Non Performing Loan (kredit bermasalah) adalah Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Tindakan bank dalam usaha menyelamatkan atau menyelesaikan kredit bermasalah akan beraneka ragam tergantung pada kondisi kredit bermasalah tersebut. Misalnya apakah debitur kooperatif dalam menyelesaikan kredit bermasalah atau tidak. Apabila debitur kooperatif dalam mencari solusi penyelesaian kredit bermasalah dan usaha debitur masih memiliki prospek, maka dilakukan restrukturisasi kredit. Sebaliknya bagi debitur yang memiliki itikad tidak baik (tidak kooperatif) untuk penyelesaian kredit tergantung dari kuat tidaknya dari aspek hukum perjanjian kredit, pengikatan barang jaminan, kondisi fisik jaminan dan nilai jaminan karena jaminan inilah satu-satunya sumber pengembalian kredit. Bagi debitur yang beritikad tidak baik namun dari aspek hukum kuat maka tindakan hukum merupakan pilihan yang tidak dapat dihindarkan, yaitu eksekusi barang jaminan oleh bank baik melalui pelelangan umum maupun penjualan barang jaminan secara sukarela. Mengingat bahwa kredit bermasalah tersebut membawa pengaruh pada kelangsungan hidup bank, kepercayaan masyarakat, terganggunya kelancaran dan laju pembangunan nasional secara keseluruhan, maka dilakukan langkah-langkah penanganan yang bersifat antisipatif, yaitu dengan melakukan Restrukturisasi Kredit apabila prospek usahanya masih memungkinkan atau dilakukan tindakan eksekusi jaminan untuk melunasi hutang/kewajibannya kepada bank.66

Peraturan Bank Indonesia tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, op. cit., ps.12 ayat (3).

Universitas Indonesia

35

Kredit bermasalah dapat disebabkan oleh dua macam sumber, yaitu faktor intern dan faktor ekstern sebagai berikut : 1. Faktor Intern Penyebab kredit Bermasalah :67 a. Kebijaksanaan pemberian kredit yang terlalu ekspansif. Peningkatan penghimpunan dana pihak ketiga yang cukup cepat menyebabkan beberapa bank melakukan kebijakan pertumbuhan kredit yang melebihi tingkat wajar, yang dilakukan untuk menghindari terjadinya penumpukan dana yang ideal akibat penghimpunan dana yang cukup besar. Bank seharusnya tetap melakukan kebijakan pemberian kredit dengan prosedur yang berhati-hati untuk menghindari terjadinya risiko kredit bermasalah. Kebijakan pemberian kredit yang hanya didasarkan pada pencapaian target jumlah tertentu tanpa memperhatikan aspek-aspek lainnya hanya akan menimbulkan masalah yang pada gilirannya dapat mempengaruhi tingkat kesehatan bank di kemudian hari. b. Penyimpangan pemberian kredit. Penyimpangan pemberian kredit terhadap prosedur atau kebijakan yang ada pada umumnya disebabkan oleh kurangnya kuantitas maupun kualitas pejabat-pejabat pemberi kredit selain disebabkan oleh adanya dominasi pemutusan kredit oleh pejabat tertentu kepada bank yang bersangkutan. c. Itikad kurang baik pemilik/pengurus dan pegawai bank . Praktek-praktek yang terjadi adalah pihak-pihak tersebut memberikan kredit pada debitur yang sebenarnya tidak bankable. Kegiatan usaha tersebut misalnya kegiatan-kegiatan yang kurang jelas tujuannya, selain juga tidak jelas debiturnya (debitur fiktif), yaitu misalnya penggunaan dana yang sebenarnya berbeda dengan yang tercantum pada bukti-bukti yang ada. d. Lemahnya sistem informasi kredit serta system pengawasan dan administrasi kredit.67

Siswanto Sutojo, Menangani Kredit Bermasalah : Konsep, Teknik dan Kasus. Cet.1. (Jakarta: Pustaka Binawan Pressindo, 1997), hlm.20-21.

Universitas Indonesia

36

Oleh karena lemahnya sistem pengawasan dan administrasi kredit, pimpinan bank tidak dapat memantau penggunaan kredit serta perkembangan kegiatan usaha maupun kondisi keuangan debitur secara cermat. Sebagai kelanjutannya, mereka tidak dapat segera melakukan tindakan koreksi apabila terjadi penurunan kondisi bisnis dan keuangan debitur atau terjadi penyimpangan dari perjanjian kredit. Selain itu bank cenderung melakukan gambaran perkreditan yang lebih baik dari keadaan yang sebenarnya kepada Bank Indonesia dengan tujuan mendapatkan penilaian tingkat kesehatan yang lebih baik. Padahal hal ini justru menyulitkan bank karena tidak memiliki informasi yang akurat mengenai kredit bermasalah yang sebenarnya sehingga bank tidak dapat mengambil langkah-langkah pencegahan kredit bermasalah secara lebih dini. 2. Faktor Ekstern Penyebab Kredit Bermasalah :68 a. Kegagalan usaha debitur. Kegagalan usaha debitur dapat dipengaruhi oleh beberapa factor yang terdapat dalam lingkungan debitur. Faktor tersebu dapat berupa kegagalan produksi, distribusi, pemasaran maupun adanya regulasi terhadap suatu industri. Namun demikian, seharusnya bank dapat mengantisipasi risiko-risiko tersebut pada saat melakukan penilaian terhadap kelayakan usaha debitur. Pemberian kredit oleh bank dapat dilakukan setelah pihak bank mendapatkan keyakinan yang tinggi bahwa usaha debitur akan berjalan dengan aman dan tidak bersifat spekulatif. Pengamatan yang cermat terhadap kecenderungan suatu industry juga merupakan factor kunci terhadap keberhasilan suatu usaha. Kejenuhan yang terjadi pada suatu industry dapat menyebabkan runtunhnya industry tersebut yang selanjutnya akan menimbulkan pula dampak yang serius terhadap industry perbankan yang ikut membiayai proyek-proyek pada industri tersebut.68

Ibid., hlm. 22, dikutip dari seminar Penghapusan Kredit Macet: Problematika dan Pemecahannya yang diselenggarakan di Jakarta, 30 Agustus 1996, disampaikan oleh DR. Erman Munzir, Deputi Direktur Bank Indonesia.

Universitas Indonesia

37

b. Menurunnya kegiatan ekonomi dan tingginya suku bunga. Tingginya suku bunga kredit dan menurunnya kegiatan ekonomi terutama pada sector-sektor usaha tertentu akibat adanya kebijakan pemerintah untuk melakukan penyejukan perekonomian karena kegiatan ekonomi yang overheated telah menjadi salah satu penyebab kesulitan debitur untuk memenuhi kewajibannya kepada bank. c. Pemanfaatan iklim persaingan perbankan yang tidak sehat oleh debitur Adanya iklim persaingan perbankan yang ketat sering dimanfaatkan oleh calon debitur dengan cara tertentu yang mendorong bank menawarkan persyaratan kredit yang lebih ringan dan jumlah kredit yang lebih besar. Pada akhirnya pemberian kredit yang berlebihan kepada debitur dari jumlah yang diperlukan dapat mendorong debitur yang bersangkutan menggunakan kelebihan dana tersebut untuk tujuan spekulatif. d. Musibah yang terjadi pada usaha debitur atau kegiatan usahanya. Beberapa kredit bermasalah yang sering terjadi memang karena adanya musibah yang dialami oleh debitur, yaitu debitur meninggal dunia atau sarana usahanya mengalami kebakaran sementara debitur dan atau bank tidak melakukan pengamanan melalui penutupan asuransi. Selain itu bencana alam seperti gempa bumi, banjir, badai, musim kemarau yang berkepanjangan seringkali merusak atau menurunkan kapasitas produksi, peralatan produksi yang dioperasikan oleh debitur. Akibatnya jumlah produksi, hasil penjualan produk dan keuntungan menurun yang mempunyai akibat lebih lanjut memburuknya likuiditas keuangan debitur. Tindakan penyelamatan kredit dilakukan oleh bank apabila debitur telah menunjukkan gejala tidak mampu lagi untuk menyelesaikan kewajibannya kepada pihak bank tepat pada waktunya.69 Dalam prakteknya penyelesaian kredit bermasalah yang oleh bank-bank dilakukan dengan dua alternatif, yaitu negosiasi dan litigasi. Namun tetap diakui bahwa kedua alternatif tersebut terlepas dari69

Suharno, op.cit., hlm. 174.

Universitas Indonesia

38

adanya bank-bank yang melakukan penagihan kredit macet dengan menggunakan jasa debt collector. Penyelesaian kredit bermasalah dengan negosiasi ini dilakukan terhadap debitur yang usahanya masih berjalan meskipun tersendat-sendat, dapat membayar bunga meskipun kemampuannya tetap melemah dan tidak dapat membayar angsurannya. Bahkan terhadap debitur yang usahanya sudah tidak berjalanpun dapat dilakukan penyelesaiannya dengan negosiasi sebagai contoh yaitu apabila ratio agunan atau jaminan kredit masih mencukupi dan ada usaha lain yang dianggap lebih layak dan dapat menghasilkan maka kepada debitur yang bersangkutan dimungkinkan untuk diberikan suntikan baru yang hasilnua dapat dipergunakan untuk membayar seluruh kewajibannya. Semua upaya tersebut dapat disebut dengan kredit yang diselamatkan, yaitu kredit yang semula tergolong bermasalah atau macet kemudian terjadi kesepakatan antara debitur dan bank untuk diperbaiki, yang tentunya diikuti dengan suatu perjanjian kredit yang baru, baik berupa novasi, subrogasi, kompensasi atau hanya berupa addendum atas perjanjian kredit yang telah ada. Adapun bentuk penyelamatan kredit tersebut secara umum berupa : 70 1. Restrukturisasi Kredit Restrukturisasi Kredit adalah upaya perbaikan yang dilakukan Bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya, yang dilakukan antara lain melalui : 71 a. penurunan suku bunga Kredit; b. perpanjangan jangka waktu Kredit; c. pengurangan tunggakan bunga Kredit; d. pengurangan tunggakan pokok Kredit; e. penambahan fasilitas Kredit; dan atau f. konversi Kredit menjadi Penyertaan Modal Sementara.

70

Ibid., hlm. 174-175.71

Peraturan Bank Indonesia tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, op. cit., Ps.1 angka 25

Universitas Indonesia

39

Kredit dapat direstruktur apabila usaha debitur masih memiliki prospek yang baik, telah atau mempunyai potensi kesulitan pembayaran pokok/bunga kredit. 2. Novasi Kredit Novasi kredit adalah tindakan penyelamatan dengan cara pengambilalihan kredit oleh pihak ke III. Untuk itu bank harus melakukan analisa kredit sebagaimana analisa debitur baru. Bila dari hasil analisa usaha debitur tersebut layak maka permohonan novasi dapat disetujui dan sebaliknya. Pada saat dilakukan novasi, secara otomatis fasilitas debitur lama (yang diambil alih) dianggap telah lunas dan pihak yang mengambil alih pinjaman merupakan debitur baru. Untuk itu semua perikatan dan perjanjian asesoris harus diperbaharui. Novasi (Pembaharuan Utang) diatur dalam Pasal 1413 KUHPerdata sebagai berikut : 72 Ada tiga macam jalan untuk melaksanakan pembaharuan utang : (1) Apabila seorang yang berutang membuat suatu perikatan utang baru guna orang yang mengutangkan kepadanya, yang menggantikan utang yang lama, yang dihapuskan karenanya; (2) Apabila seorang berutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berutang lama, yang oleh siberpiutang dibebaskan dari perikatannya; (3) Apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang berpiutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berpiutang lama, terhadap siapa si berutang dibebaskan dari perikatannya. Bentuk Novasi dapat dibedakan menjadi dua sebagai berikut :73 a. Novasi Objektif, yaitu suatu novasi dimana perikatan yang lama diganti dengan perikatan yang baru, yang didalamnya mengandung suatu objek perikatan yang lain berupa novasi objektif benda/zaaknya diganti, contoh jual beli kendaraan diganti dengan jual beli rumah; novasi objektif b.72

causanya diganti, contoh

perjanjian jual beli diganti menjadi perjanjian utang piutang. Novasi Subjektif, yaitu suatu novasi dimana perikatan yang lama diganti dengan perikatan yang baru, yang didalamnya mengandung suatu subjekKitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], op. cit., ps. 1413.73

J. Satrio, S.H., Cessie, Subrogatie, Novatie, Kompensatie dan Percampuran Hutang, cet.2., (Bandung : Alumni, 1999), hlm. 106-133.

Universitas Indonesia

40

perikatan yang lain yaitu novasi subjektif aktif - kreditur lama digantikan oleh kreditur yang baru; novasi subjektif pasif - debitur lama digantikan oleh debitur yang baru, novasi ganda, novasi dan janji-janji untuk pihak ketiga, exprommissio. 3. Likuidasi Agunan Calon debitur umumnya diminta untuk menyediakan jaminan berupa agunan yang berkualitas tinggi yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang diterimanya. Berdasarkan Undang-Undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998 Pasal 8 ayat (1) yaitu : Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Dalam upaya penyelamatan kredit, likuidasi agunan merupakan alternatif terakhir yang diambil oleh pihak bank. Hal ini biasanya akan memakan waktu yang cukup lama, karena tidak seluruh debitur merelakan barang yang dijamnkan disita oleh bank. Hambatan terbut dilakukan dengan melalui pengadilan. Setelah berhasil dimenangkan bank, sering kali pihak bank masih harus mengeluarkan sejumlah biaya khususnya untuk biaya perawatan. Akhirnya harga jual setelah dikurangi biaya pengadilan dan perawatan lebih kecil dengan kerugian yang diderita pihak bank (bunga plus pokok). Beberapa alternatif penyelesaian kredit yang dapat dilakukan oleh bank tergantung parah tidaknya usaha dan niat baik dari debitur itu sendiri untuk menyelesaikan kewajibannya. Pada saat kredit direstrukturisasi atau dinovasi sebagai tindakan preventif bagi bank hal yang sangat penting penting mendapat perhatian adalah dari aspek hukumnya, yaitu menyangkut : 1. Addendum perjanjian kredit Maksudnya apakah dalam addendum telah tercantum dengan baik syaratsyarat perubahan perjanjian kredit dengan adanya restrukturisasi yaitu antara lain menyangkut, jangka waktu, besarnya suku bunga kredit, besarnya angsuran dan jadwal angsuran kredit serta kemungkinan adanya tambahan kredit yang harus

Universitas Indonesia

41

diikuti dengan pertambahan penyerahan jaminan/ agunan oleh debitur yang nilai ekonomisnya harus mengcover besarnya limit kredit. 2. Pengikatan terhadap barang jaminan Maksudnya apakah barang jaminan/ agunan tersebut tidak cacat hukum untuk dilakukan pengikatan sesuai dengan jenis pengikatannya, dan mutlak bahwa pengikatan terhadap barang jaminan harus secara notarial, yaitu antara lain dalam bentuk pengikatan secara Fiducia dan pengikatan dengan Hak Tanggungan yang dibuat dihadapkan Notaris yang berwenang. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam pemberian kredit/ pelepasan kredit atau restrukturisasi kredit akan terlahirlah suatu perjanjian antara dua pihak yaitu peminjam (debitur) dan yang meminjamkan (kreditur). Sebagai pengaman terhadap kemungkinan terjadinya wansprestasi oleh debitur (tidak memenuhi kesepakatan yang diperjanjikan) atas fasilitas kredit yang dinikmatinya, maka sangat perlu untuk perjanjian pokok berikut perjanjian ikutan (accesoir) dibuat secara notarial dihadapan notaris yang berwenang. Sedangkan pengikatan atas barang-barang agunan akan dilakukan setelah perjanjian kredit ditandatangani dan sebelum pencairan kredit.

2.2.

Pelaksanaan Kredit pada Bank X

2.2.1. Pedoman Kebijakan dan Prosedur Perkreditan Produk kredit yang dimiliki Bank X terdiri dari beberapa jenis kredit, dibedakan berdasarkan kebutuhan dan persyaratan yang diberikan Bank, yaitu sebagai berikut : 74 a. b. c. d. e. f. Kredit Modal Kerja; Kredit Investasi; Kredit Sindikasi (Joint Financing); Kredit Bagi Komisaris dan Direksi; Kredit Bagi Pegawai Tetap Bank X; Kredit Bagi Pegawai Honor Tetap Bank X;74

Keputusan Direksi Bank X tentang Pedoman Kebijakan dan Prosedur Perkreditan, SK Dir No.163 tahun 2010 tanggal 14 April 2010.

Universitas Indonesia

42

g. h. i. j. k. l. m. n. o. p. q. r. s. t. u.

Kredit Multiguna; Kredit Multiguna Kembang; Cash Collateral Credit; Kredit Pemilikan Rumah; Kredit Dana Talangan; Kredit Laris; Kredit Paket Lebaran; Kredit Tenaga Kerja dan Wira Usaha Baru; Kredit Bagi Golongan Usaha Skala Kecil (GUSK); Kredit Dana Bergulir; Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana; Garansi Bank; Letter of Credit; Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN); dan Kerjasama Penyaluran Pembiayaan. Disadari bahwa kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Bank harus memperoleh keyakinan bahwa kredit yang disalurkannya tersebut dapat dikembalikan kembali oleh debitur tepat pada waktunya. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, maka dalam proses pemberian kredit, bank akan mengikuti prosedur pemberian kredit (Standard Of Procedure/SOP). Pada Bank X, SOP diatur dalam Buku Pedoman Perusahaan (BPP). Terkait dengan operasional kredit, BPP terdiri dari :

a.

Pedoman Kebijakan dan Prosedur Perkreditan, diklasifikasikan ke dalam empat buku pedoman yaitu Buku I Kebijakan Umum, Buku II Jenis-Jenis Produk, Buku III Kebijakan dan Prosedur dan Buku IV Formulir dan Petunjuk Pengisian;

b.

Pedoman Kebijakan dan Prosedur Restrukturisasi Kredit, Non Restrukturisasi Kredit, Penyisihan Penghapusan Aktiva, Hapus Buku dan Hapus Tagih, diklasifikasikan ke dalam dua buku pedoman yaitu Buku I Kebijakan Umun dan Buku II Sistem dan Prosedur.

Universitas Indonesia

43

Sehubungan dengan kajian yang akan dibahas, penulis akan memaparkan mengenai SOP Bank X terkait dengan sistem dan prosedur dalam Kerjasama Penyaluran Pembiayaan. 2.2.2. Pedoman Kebijakan dan Prosedur Kerjasama Penyaluran

Pembiayaan Pedoman kebijakan dan prosedur kerjasama penyaluran pembiayaan di Bank X saat ini diatur dalam Pedoman Kebijakan dan Prosedur Perkreditan Buku II Bab U. Kerjasama penyaluran pembiayaan adalah pemberian pembiayaan kepada nasabah atau end user melalui lembaga penyaluran pembiayaan dengan pola executing, channeling dan joint financing. 75 Executing adalah pinjaman yang diberikan kepada bank perkreditan rakyat dalam rangka pembiayaan (untuk diterus pinjamkan) kepada nasabah mikro dan kecil, Channeling adalah pinjaman yang diberikan oleh bank kepada nasabah melalui agent yang tidak mempunyai kewenangan memutus pembiayaan kecuali mendapat surat kuasa dari bank, sedangkan Joint financing adalah pembiayaan bersama terhadap nasabah/end user yang dilakukan oleh bank bersama dengan Bank Perkreditan Rakyat dan atau Multifinance.76 Sasaran pemberian pembiayaan nasabah/end user untuk kebutuhan produktif maupun konsumtif melalui kerjasama dengan agen. Pembiayaan melalui kerjasama dengan agen sebagai upaya untuk : 78 a. b. c. d. Meningkatkan pendapatan Difersifikasi produk pembiayaan Mengurangi resiko konsentrasi Memberi nilai tambah bagi nasabah/end user77

Pemberian

75

Keputusan Direksi Bank X No.163 tahun 2010, op.cit. Sub Bab 01, angka (1).76

Ibid.77

Ibid.78

Ibid.

Universitas Indonesia

44

Pedoman Kebijakan dan Prosedur Perkreditan Buku II Bab U terdiri dalam 3 (tiga) Sub Bab, yaitu: 79 a. Sub bab 01: Ketentuan Umum Ketentuan umum mengatur mengenai pengertian, tujuan, sasaran, persyaratan administrasi agent (Lembaga Pembiayaan (multifinance), Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Koperasi dan Bank Umum) b. Sub bab 02 : Kebijakan Penyaluran Pembiayaan Kebijakan Penyaluran Pembiayaan meliputi pola pembiayaan (executing, channeling dan Joint Financing), persetujuan pembiayaan (kewenangan proses, kewenangan memutus, penandatanganan), jenis penyaluran pembiayaan (pembiayaan produktif dan pembiayaan konsumtif), maksimum pembiayaan, jangka waktu, sifat penyaluran pembiayaan, bunga, provisi, biaya administrasi, agunan dan pengikatan, asuransi, cara pembayaran kembali, denda dan keterlambatan. c. Sub bab 03 : Prosedur Pembiayaan Prosedur pembiayaan meliputi permohonan formulir pembiayaan, analisa pembiayaan (analisa aspek usaha, analisa keuangan perusahaan), usulan pembiayaan perusahaan, persetujuan pemberian pembiayaan, administrasi kerjasama penyaluran pembiayaan (perjanjian kerjasama pembiayaan, pengelolaan rekening). 2.2.3. Pedoman Kebijakan dan Prosedur Restrukturisasi Kredit Pedoman Kebijakan dan Prosedur Restrukturisasi Kredit di Bank X diatur dalam Buku Pedoman Perusahaan Restrukturisasi Kredit, Non Restrukturisasi Kredit, Penyisihan Penghapusan Aktiva, Hapus Buku dan Hapus Tagih yaitu pada Buku II Sistem dan Prosedur, Bab I, terdiri dari :80 a. Latar Belakang

79

Ibid.80

Surat Keputusan Direksi Bank X tentang Restrukturisasi, Non Restrukturisasi, PPA, Hapus Buku dan Hapus Tagih, SK Dir No. 91 Tahun 2008 Tanggal 27 Juni 2008.

Universitas Indonesia

45

Restrukturisasi kredit mengacu kepada Peraturan Bank Indonesia tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Nomor 11/9/PBI/2009 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005. b. Prosedur Restrukturisasi Kredit Prosedur Penanganan Kredit meliputi Prosedur Penanganan (Kredit ritel dan konsumtif, kredit menengah dan korporasi), Dokumen pelengkap (surat permohonan debitur, relas kredit, memorandum pengusulan). c. Analisis Restrukturisasi Kredit Analisis Restrukturisasi Kredit meliputi analisa dan rekomendasi usulan (perpanjangan jangka waktu kredit, penurunan suku bunga kredit, pengurangan tunggakan bunga kredit, penangguhan pembayaran tunggakan bunga kredit (interest balloning payment), penambahan fasilitas kredit, konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara, pengurangan tunggakan pokok kredit, perlakuan untuk kredit konsumsi). d. Keputusan Restrukturisasi Kredit Keputusan Restrukturisasi kredit meliputi pembagian kewenangan memutus hasil analisa. e. Pemantauan Pemantauan meliputi kegiatan-kegiatan pemantauan dan unit kerja yang melakukan pemantauan. f. Penggolongan Kualitas Kredit Penggolongan Kualitas kredit terdiri dari kredit bermasalah dan kredit hapus buku. g. Pelaporan Pelaporan meliputi proses laporan selama berjalannya restrukturisasi kepada pihak internal Bank dan Bank Indonesia oleh Unit Kerja yang bertanggung jawab. h. Perlakuan Akuntansi Perlakuan akuntansi mengatur mengenai penerapan perlakuan akuntansi terhadap kredit-kredit yang telah direstrukturisasi.

Universitas Indonesia

46

2.3.

Pelaksanaan

Kredit

dalam

Kerjasama

Penyaluran

Kredit/

Pembiayaan antara Bank X dengan PT. Y 2.3.1. Pemberian Kredit Bank X dalam salah satu kegiatan usahanya adalah memberi kredit atau pembiayaan kepada masyarakat dengan berbagai jenis kredit diantaranya yaitu Kerjasama Penyaluran Pembiayaan (kredit channeling). Untuk itu dalam rangka mengembangkan bisnis ritel, Bank X melakukan kerjasama dengan PT. Y yang merupakan perusahaan multifinance yang bergerak di bidang kredit/pembiayaan untuk pembelian kendaraan bermotor.

Kerjasama kedua belah pihak tersebut dilakukan dengan beberapa tahapan sebagai berikut : a. Permohonan kerjasama PT. Y dengan suratnya tertanggal 11 Oktober 2006 mengajukan Permohonan Kerjasama Fasilitas Channeling kepada Bank X sejumlah Rp. 25.000.000.000,- (dua puluh lima milyar rupiah). b. Analisa Berdasarkan permohonan kerjasama PT. Y, Bank X melakukan analisa kredit dengan mempertimbangkan berbagai aspek, yaitu aspek umum dan manajemen, aspek hubungan dengan bank, aspek pemasaran, aspek teknis dan produksi/pembelian, aspek keuangan. Bank X juga melakukan mitigasi risiko atas risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas dan risiko operasional serta melakukan kunjungan ke salah satu cabang PT. Y di Pekanbaru. c. Keputusan Hasil analisa kemudian ditindaklanjuti dengan menyampaikan Memorandum Pengusulan Kredit ke Komite Pemutus Kredit yang terdiri dari direktur utama, direktur keuangan, direktur pemasaran dan direktur kepatuhan. Selanjutnya, permohonan PT. Y disetujui oleh seluruh anggota Komite Pemutus Kredit sejumlah Rp. 25.000.000.000,- (dua puluh lima

Universitas Indonesia

47

milyar rupiah) dengan masing-masing direktur memberikan pertimbangan dan pendapat. Berdasarkan keputusan Komite Pemutus Kredit, Bank X menerbitkan Surat Pemberitahuan Persetujuan Kredit (SPPK) Kerjasama Penyaluran Pembiayaan atas nama PT. Y pada tanggal 4 April 2007, berisi mengenai persetujuan kredit disertai penjelasan mengenai ketentuan dan persyaratan yang sifatnya belum mengikat. d. Penandatanganan Perjanjian Kerjasama Setelah ketentuan dan persyaratan yang diberikan oleh Bank X telah disepakati oleh PT. Y, dibuatlah Perjanjian Kerjasama Penyaluran Pembiayaan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak pada tanggal 20 April 2007. Pelaksanaan kredit berdasarkan Kerjasama Penyaluran Pembiayaan tersebut dilakukan dengan cara Bank X memberikan kuasa kepada PT. Y baik dalam pelaksanaan pemberian kredit/pembiayaan untuk pembelian kendaraan bermotor kepada masyarakat, pengadministrasian pemberian kredit/pembiayaan, maupun dalam pelaksanaan segala hak-hak Bank X yang timbul sehubungan dengan pemberian kredit/pembiayaan tersebut.81 Pihak/nasabah yang menerima fasilitas kredit/pembiayaan untuk pembelian kendaraan bermotor dari Bank X dilakukan melalui kantor cabang PT.Y di seluruh Indonesia berdasarkan Perjanjian Kredit antara nasabah dengan PT.Y sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada PT.Y.82 Selanjutnya, nasabah wajib membayar secara berkala dalam jumlah tertentu sebagai angsuran kepada Bank X melalui PT.Y.83 Perlu diketahui bahwa kredit untuk pembelian kendaraan bermotor tersebut disalurkan kepada masyarakat yang mayoritas pekerjaannya adalah petani kelapa sawit.

81

Perjanjian Kerjasama Penyaluran Kredit/Pembiayaan antara Bank X dengan PT Y untuk Pembelian Kendaraan Bermotor tanggal 20 April Tahun 2007, ps. 1.82

Ibid.83

Ibid.

Universitas Indonesia

48

Plafond kredit/pembiayaan yang disalurkan oleh Bank X kepada nasabah melalui PT. Y bersifat nonrevolving sampai dengan sejumlah 25 milyar rupiah.84 Penyaluran dan atau pencairan kredit/pembiayaan oleh Bank X kepada PT. Y dilaksanakan secara bertahap, berdasarkan permintaan PT. Y, setelah PT. Y menyampaikan kepada Bank X berupa: 85 a. b. c. Surat permohonan pencairan kredit/pembiayaan; Daftar alokasi penyaluran kredit/pembiayaan dan jadwal pembayaran angsuran nasabah; Tembusan perjanjian kredit/pembiayaan, perjanjian fidusia dan