all skripsi ika puspaningtyas
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sel induk adalah sel-sel berbeda dari jenis lain sel-sel dalam tubuh. Semua
sel batang terlepas dari sumber mereka memiliki tiga sifat umum: mereka mampu
membagi, memperbaharui diri untuk waktu yang lama dan mereka dapat
menimbulkan jenis sel khusus pada umumnya. Stem cell diklasifikasikan sebagai
sel batang embrio (ESC) dan sel induk dewasa. Karena sifat unik, telah menjadi
sangat besar di penelitian medis, khususnya sebagai obat penyakit potensial untuk
mengancam kehidupan (Thomson et al,1998)
Laporan tentang keberhasilan pengisolasian stem cell manusia serta
laporan tentang ekperimen fusi sel telur sapi yang telah di nukleasi dengan sel
manusia telah menghangatkan kembali perdebatan tentang etika penelitian yang
menggunakan sel embrio ( mudigah ) manusia. Berbagai teknologi baru telah
memungkinkan berbagai cara untuk membuat embrio manusia seperti melalui
transfer inti somatik, fusi sel, dan pembuatan hibrida manusia/bukan-manusia.
Perlu diingat bahwa manipulasi embrio kemungkinan besar akan menyebabkan
kematian embrio itu (Tadjudin,2006)
Pemerintah federal Amerika Serikat melarang pendanaan penelitian yang
menggunakan stem cell berasal dari embrio, namun tidak melarang penelitian itu
sendiri. Hal itu menyebabkan penelitian dilakukan oleh pihak swasta tanpa
pengawasan yang baik (Spar, 2004)
1
Dalam Islam dijelaskan bahwa Allah SWT menciptakan penyakit serta
obatnya, bagi setiap umat Islam berkewajiban untuk berobat pada ahlinya serta
memilih cara pengobatan yang lebih besar faedahnya. Terapi stem cell embrio
salah satu cara yang bertujuan dalam memperlambat proses aging (penuaan) atau
disebut sebagai anti aging. Oleh karena itu perlu diketahui hukum menggunakann
terapi stem cell embrio tersebut menurut Islam.
1.2. Permasalahan
1. Bagaimana cara melakukan isolasi stem cell embrio dan apakah
akan mengganggu perkembangan embrio itu sendiri?
2. Apakah tindakan melakukan isolasi stem cell embrio melanggar
etika kedokteran dan apakah dapat dipertanggungjawabkan dalam
segi islam?
3. Apakah arti aging (penuaaan) dan anti aging itu sendiri dari segi
kedokteran?
4. Bagaimana hukum penggunaan stem cell embrio untuk anti aging
dalam segi islam?
1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui efektivitas penggunaan terapi stem cell embrio untuk
terapi anti aging.
2
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mendapatkan informasi mengenai teknik penggunaan stem cell
embrio menurut kedokteran.
2. Mendapatkan informasi mengenai manfaat positif juga dampak
negatif bagi manusia dalam penggunaan stem cell dalam terapi anti
aging menurut kedokteran.
3. Mendapatkan informasi tentang pandangan Islam mengenai
penggunaan stem cell untuk terapi anti aging.
1.4. Manfaat
1. Bagi Penulis
Sebagai sarana latihan penulisan skripsi yang baik dan benar.
Menambah pengetahuan tentang terapi anti aging dengan
menggunakan stem cell embrio ditinjau dari sudut pandang
kedokteran dan agama Islam.
2. Bagi Universitas YARSI
Memberikan informasi kepada civitas akademika Universitas
YARSI mengenai terapi anti aging dengan menggunakan stem cell
embrio ditinjau dari sudut pandang kedokteran dan agama Islam.
3. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi pada masyarakat mengenai terapi anti aging
dengan menggunakan stem cell embrio ditinjau dari sudut pandang
kedokteran dan agama Islam.
3
BAB II
PENGGUNAAN STEM CELL EMBRIO SEBAGAI ANTI AGING
DITINJAU DARI KEDOKTERAN
2.1. Stem Cell
2.1.1 Definisi Stem cell
Sesuai dengan kata yang menyusunnya (stem = batang; cell = sel), stem
cell adalah sel yang menjadi awal mula dari pertumbuhan sel lain yang menyusun
keseluruhan tubuh organisme, termasuk manusia. Layaknya batang pohon yang
menjadi tumpuan bagi pertumbuhan ranting dan daunnya, stem cell juga
merupakan awal dari pembentukan berbagai sel penyusun tubuh. Oleh karena itu,
dalam bahasa Indonesia baru-baru ini istilah stem cell diterjemahkan menjadi sel
punca. Kata punca berarti awal mula. Makna yang terkandung dalam kata sel
punca, semakin diteguhkan dengan penemuan keberadaan stem cell pada awal
kehidupan manusia, yaitu saat masih embrio. Hal ini tentu semakin menegaskan
bahwa stem cell adalah sel yang menjadi awal mula terbentuknya 200 jenis sel
yang menyusun tubuh ( Halim et al., 2010 ).
2.1.2 Karakteristik Stem cell
Untuk dapat digolongkan sebagai stem cell, suatu sel harus memiliki
sejumlah karakteristik, yang antara lain :
1) Belum berdiferensiasi (Undifferentiated)
4
Stem cell merupakan sel yang belum memiliki bentuk dan fungsi
yang spesifik layaknya sel lainnya pada organ tubuh. Sel otot jantung
(kardiomiosit), neuron, dan sel β pankreas adalah jenis-jenis sel tubuh
yang telah memiliki bentuk dan fungsi yang spesifik. Sel-Sel tersebut
secara jelas menjalankan fungsi dari organ yang dibentuknya. Bentuk sel
otot jantung menyokong fungsinya untuk berdenyut. Neuron otak juga
memiliki bentuk yang memungkinkannya menghantarkan impuls-impuls
sara, sedangkan sel β pankreas terdapat dalam struktur jaringan yang
disebut sebagai “pulau Langerhans” pada pankreas, yang berfungsi
memproduksi hormon insulin. Berbeda dengan ketiganya, stem cell adalah
sel yang belum memiliki fungsi khusus, seperti berdenyut, menghantarkan
impuls, menghasilkan hormon, ataupun fungsi lainnya. Bukti ilmiah
bahkan menunjukkan bahwa populasi stem cell dalam suatu jaringan
matur, tampak sebagai suatu populasi sel inaktif, yang fungsinya baru
terlihat dalam waktu dan kondisi tertentu.
2) Mampu memperbanyak diri sendiri (Self Renewal)
Stem cell dapat melakukan replikasi dan menghasilkan sel-sel
berkarakteristik sama dengan sel induknya. Kemampuan memperbanyak
diri dan menghasilkan sel-sel yang sama seperti sel induknya ini tidak
dimiliki oleh sel-sel tubuh lainnya seperti sel jantung,otak, ataupun sel
pankreas. Itulah sebabnya apabila jaringan dalam jantung, otak,maupun
pankreas mengalami kerusakan, maka pada umumnya kerusakan tersebut
bersifat irreversibel. Populasi stem cell dalam tubuh terjaga dengan
5
kemampuannya memperbanyak diri sendiri. Kemampuan ini dapat
dilakukan berulang kali, bahkan diduga tidak terbatas. Selain itu,
kemampuan ini juga dipertahankan dalam jangka waktu yang relatif lama.
Hingga saat ini, para peneliti masih berupaya mencari faktor absolut yang
mampu mengendalikan proliferasi stem cell tanpa adanya proses
diferensiasi. Sejumlah penemuan dalam hal induksi pluripotensi sel
somatis menjadi stem cel, telah memberikan titik terang tentang peranan
beberapa faktor transkripsi yang terkait dengan hal ini. Walaupun
demikian, peran penting faktor-faktor tersebut masih terus diperdebatkan.
Apabila faktor absolut penentu potensi memperbanyak diri berhasil
ditemukan, maka peneliti dan ahli medis dapat dengan mudah
memperbanyak stok stem cell untuk digunakan sebagai bahan utama terapi
transplantasi sel dan riset medis terkait. Selain itu, faktor ini juga dianggap
penting untuk mempertahankan populasi stem cell dalam tubuh ( stem cell
niche ), demi menjaga homeostasis jaringan tubuh.
3) Dapat berdiferensiasi menjadi lebih dari satu jenis sel
(Multipoten/Pluripoten)
Keberadaan stem cell sebagai sel yang belum berdiferensiasi
ternyata dimaksudkan untuk menjaga kontinuitas regenerasi populasi sel
yang menyusun jaringan dan organ tubuh. Hal ini dapat dilakukan dengan
kemampuan stem cell untuk berdiferensiasi menjadi sel-sel tubuh yang
dibutuhkan. Kemampuan stem cell dalam berdiferensiasi juga dinilai lebih
istimewa dibandingkan sel-sel laim yang jauh lebih matur, karena stem
6
cell mampu berdiferensiasi menjadi lebih dari satu jenis sel tubuh. Hal ini
berarti stem cell bersifat multipoten atau pluripoten bergantung pada jenis
dari stem cell itu sendiri. Stem cell bersifat pluripoten bila mampu
berdiferensiasi menjadi sel tubuh apapun, yaitu yang berasal dari ketiga
lapisan embrional (ektoderm, mesoderm,dan endoderm) dan stem cell
bersifat multipoten bila hanya mampu berdiferensiasi menjadi beberapa
jenis sel, yang biasanya berada dalam suatu golongan serupa, seperti sel-
sel sistem hematopoietik, ataupun sistem saraf. Proses diferensiasi stem
cell diduga disebabkan oleh faktor internal maupun faktor eksternal sel.
Faktor internal sel mencakup faktor genetik dan epigenetik, sedangkan
faktor eksternal sel mencakup kondisi lingkungan sekitar sel, faktor
pertumbuhan ( growth factor ), ataupun bergantung pada kebutuhan
jaringan/organ tubuh itu sendiri. Hingga saat ini, faktor-faktor yang
menentukan terjadinya diferensiasi dari stem cell terus diteliti (Halim et
al., 2010).
Sel induk sangat diperlukan untuk organisme karena mereka
menjaga keamanan homeostasis jaringan melalui keseimbangan yang baik
dari pembaharuan diri dan diferensiasi. Stem cell terjadi dalam jumlah
yang sangat kecil di jaringan dewasa dan dalam jumlah yang lebih tinggi
pada janin dan bagiannya. Dengan demikian, mereka dapat berasal dari
embrio keseluruhan atau bagiannya. Sel-sel ini, pertama berasal dari
embrio tikus ( Martin, 1981;Evans dan Kaufman, 1981) dan kemudian
diperoleh pada manusia(Thomson et al.,1998), dapat menimbulkan semua
7
jenis jaringan tubuh orang dewasa, seperti yang ditunjukkan pada tikus
(Nagy et al.,1993)
Gambar 1. Stem cell pluripoten
Sumber: http://www.hyscience.com/archives/2006/03/stem_cell_innov.php
2.1.3 Jenis Stem cell
Berdasarkan kemampuan berdiferensiasi, stem cell dibagi menjadi :
1. Totipoten.
Dapat berdiferensiasi menjadi semua jenis sel. Yang termasuk
dalam stem cell totipoten adalah zigot (telur yang telah dibuahi).
8
2. Pluripoten.
Dapat berdiferensiasi menjadi tiga lapisan germinal: ektoderm,
mesoderm, dan endoderm, tapi tidak dapat menjadi jaringan ekstra
embrionik seperti plasenta dan tali pusat. Yang termasuk stem cell
pluripoten adalah stem cell embrionik.
3. Multipoten.
Dapat berdiferensiasi menjadi banyak jenis sel. Misalnya: Stem cell
hematopoietik.
4. Unipoten
Hanya dapat menghasilkan 1 jenis sel. Tapi berbeda dengan non-
stem cell, stem cell unipoten mempunyai sifat dapat memperbaharui
atau meregenerasi diri (self-regenerate/self-renew) (Saputra, 2006).
2.1.4 Sumber Stem cell
Berdasarkan sumbernya, stem cell dibagi menjadi:
1. Zigot.
Yaitu pada tahap sesaat setelah sperma bertemu dengan sel telur
2. Stem cell Embrionik.
Diambil dari inner cell mass dari suatu blastokista (embrio yang
terdiri dari 50-150 sel, kira-kira hari kelima pasca pembuahan). Stem
cell embrionik biasanya didapatkan dari sisa embrio yang tidak dipakai
pada IVF (in vitro fertilization). Tapi saat ini telah dikembangkan
9
teknik pengambilan stem cell embrionik yang tidak membahayakan
embrio tersebut, sehingga dapat terus hidup dan bertumbuh.
3. Fetus.
Fetus dapat diperoleh dari klinik aborsi.
4. Stem cell darah tali pusat.
Diambil dari darah plasenta dan tali pusat segera setelah bayi lahir.
Stem cell dari darah tali pusat merupakan jenis stem cell hematopoietik,
dan ada yang menggolongkan jenis stem cell ini ke dalam stem cell
dewasa.
5. Stem cell Dewasa.
Diambil dari jaringan dewasa, antara lain dari:
a. Sumsum tulang.
Ada 2 jenis stem cell dari sumsum tulang:
- Stem cell Hematopoietik.
- Stem cell Stromal atau disebut juga Stem cell Mesenkimal.
b. Jaringan lain pada dewasa seperti pada:
- susunan saraf pusat
- adiposit (jaringan lemak)
- otot rangka
- pankreas
Stem cell dewasa (adult) mempunyai sifat plastis, artinya selain
berdiferensiasi menjadi sel yang sesuai dengan jaringan asalnya, stem
cell dewasa juga dapat berdiferensiasi menjadi sel jaringan lain.
10
Misalnya: stem cell neural dapat berubah menjadi sel darah, atau stem
cell stromal dari sumsum tulang dapat berubah menjadi sel otot jantung,
dan sebagainya (Saputra, 2006).
2.1.5 Mekanisme Regenerasi Jaringan Stem cell
Mekanisme perbaikan jaringan yang rusak dengan menggunakan stem cell
terdiri dari dua jenis :
1) Diferensiasi Stem cell
Stem cell yang telah sampai pada lokasi kerusakan sel dalam
jaringan tubuh, akan mampu berdiferensiasi menjadi sel somatik jaringan
tubuh tersebut, sehingga mampu menggantikan sel-sel yang telah rusak.
Untuk mencapai efektivitas yang optimal, jenis stem cell yang
dipakai disesuaikan dengan jalur diferensiasi yang dikehendaki.
Contoh dari hal ini dijelaskan berikut ini :
- Terapi stem cell yang ditujukan untuk penderita kelainan darah,
umumnya menggunakan stem cell hematopoietik. Hal ini terutama
didasarkan pada kemampuan stem cell hematopoietik dalam
berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel darah progenitor, yang
selanjutnya mampu berdiferensiasi lebih lanjut lagi hingga akhirnya
menjadi eritrosit, leukosit, maupun trombosit.
- Terapi stem cell ditujukan untuk penderita kelainan sistem saraf,
seperti parkinson dan stroke, paling mungkin menggunakan stem cell
neural. Hal ini berdasarkan kemampuan stem cell neural untuk
11
berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel saraf seperti astrosit,
oligodendrosit, dan neuron.
- Terapi stem cell yang ditujukan untuk penderita kelainan tulang dan
otot, paling mungkin menggunakan stem cell mesenkimal. Hal ini pun
berdasarkan atas kemampuan stem cell mesenkimal untuk
berdiferensiasi menjadi sel tulang, sel tulang rawan, sel lemak, sel
tendon, dan sel stromal sumsum tulang.
Meskipun jalur diferensiasi stem cell dewasa yang telah disebutkan diatas
telah disebutkan diatas merupakan pemikiran yang paling logis dan ilmiah,
namun kesimpulan dari banyak literatur ilmiah mengungkapkan adanya
kemungkinan diferensiasi stem cell dewasa untuk menjadi sel diluar jalur
diferensiasinya. Fenomena ini disebut dengan trandiferensiasi. Beberapa bukti
ilmiah keberadaan fenomena transdiferensiasi stem cell dewasa dijelaskan berikut
ini :
- Stem cell hematopoietik.
Normalnya, stem cell hematopoietik hanya dapat berdiferensiasi
menjadi sel progenitor mieloid dan limfoid. Pada percobaan in vitro
maupun in vivo, stem cell hematopoietik ternyata dapat berdiferensiasi
menjadi sel otot lurik, kardiomiosit, neuron, sel epitel ginjal, sel epidermal
kulit, sel epitel paru, dan sel epitel intestinal.
- Stem cell mesenkimal.
Jalur diferensiasi normal bagi stem cell mesenkimal adalah menjadi
sel osteosit, sel kondrosit, sel stromal sumsum tulang, sel adiposit, dan sel
12
tenosit. Percobaan in vitro dan in vivo membuktikan kemampuan stem cell
mesenkimal untuk berdiferensiasi menjadi sel astrosit, sel kardiomiosit, sel
serat Purkinje, sel epitel ginjal, dan sel neuron.
- Stem cell neural.
Melalui riset in vivo maupun in vitro, stem cell neural yang
sebelumnya telah diisolasi dari hewan percobaan, terbukti mampu
menyelenggarakan hematopoiesis dan membentuk sel darah fungsional.
Percobaan lain juga menyebutkan ketika stem cell neural disuntikkan ke
dalam blastosis, stem cell neural juga dapat terus berdiferensiasi dan
membentuk sel-sel dari ketiga lapisan embrional.
Dengan ditemukannya fenomena transdiferensiasi, pemikiran yang
sebelumnya menyatakan bahwa hanya stem cell embrionik yang tergolong
pluripoten, nampaknya harus ditinjau kembali.
Meskipun demikian, keraguan akan benar tidaknya kejadian
transdiferensiasi juga masih ada. Kepastian kemurnian sampel stem cell
dewasa yang digunakan dalam uji laboratorium tanpa adanya kontaminasi
oleh stem cell jenis lain adalah salah satu hal yang masih banyak
dipertanyakan. Selain itu, mekanisme yang ditempuh stem cell dewasa
dalam melakukan transdiferensiasi merupakan hal yang harus segera
dijelaskan secara ilmiah.
Seluruh fakta ilmiah yang didapatkan melaui uji laboratorium,
telah berhasil membuktikan kemampuan stem cell untuk berdiferensiasi
menjadi berbagai jenis sel tubuh. Walaupun demikian, potensi stem cell
13
untuk berdiferensiasi saat dicangkokkan kedalam tubuh, masih harus
diteliti. Sejumlah ahli pun meragukan keberlangsungan kemampuan ini
secara in vivo dalam tubuh pasien, mengingat potensi stem cell lain dalam
meregenerasi sel tubuh yang rusak juga dapat menjadi kunci keberhasilan
terapi transplantasi stem cell pada pasien penyakit degeneratif.
2) Produksi Faktor Pertumbuhan ( Growth Factor ) Stem cell
Sebagian peneliti juga berpendapat bahwa stem cell yang
ditranplantasikan ke dalam tubuh secara sistemik (melalui jalur pembuluh
darah) dapat menginduksi stem cell lain yang berada di berbagai organ
tubuh pasien sendiri untuk berproliferasi dan bergerak menuju ke
jaringan/organ yang mengalami kerusakan. Sebagai contoh adalah tikus
yang diberi perlakuan hipoksia pada jaringan saraf di daerah otak sebagai
model untuk penderita stroke, setelah disuntikkan stem cell yang telah
diberi label melalui pembuluh darahnya, maka stem cell yang berasal dari
sumsum tulang pun akan menuju ke jaringan yang mengalami hipoksia
tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stem cell yang
berasal dari luar tubuh mampu merangsang stem cell dari dalam tubuh
individu itu sendiri untuk bersama-sama melakukan tugas regenerasi
jaringan yang rusak. Salah satu hal yang disuga menyebabkan hal ini,
adalah sejumlah faktor yang diproduksi oleh stem cell yang dicangkokkan
ke dalam tubuh, mampu merangsang pengeluaran stem cell dari berbagai
organ tubuh pasien. Faktor-faktor ini adalah sitokin dan faktor
pertumbuhan (growth factor) (Halim et al., 2010).
14
2.2. Stem Cell Embrio
2.2.1 Definisi Stem cell Embrio
Sesuai dengan namanya, stem cell embrionik adalah stem cell yang dapat
ditemukan pada manusia atau hewan yang masih berada dalam rangkaian proses
embriogenesis. Stem cell embrionik sebenarnya adalah massa sel dalam ( inner
cell mas, ICM ) yang terkandung dalam rongga blastokis (Halim et al., 2010).
Embrionic stem cell adalah stem cell yang didapat dari embrio yang sudah
dibuahi. Ketika embrio berumur antara tiga sampai lima hari, ia mengandung stem
cell, yang sibuk bekerja untuk menciptakan berbagai organ dan jaringan yang
akan membentuk janin. Embrionic stem cell pertama kali diperoleh dari embrio
tikus percobaan sekitar 30 tahun yang lalu, pada tahun 1981. Kemudian pada
tahun 1998 para scientist berhasil mendapatkan embrionic stem cell dari embrio
manusia dan mengembangkannya di dalam laboratorium. Sel ini disebut human
embrionic stem cell. Di dalam embrio terdapat puluhan stem cell. Pada awalnya,
sel-sel ini masih ‘kosongan’, yang berarti bahwa nasib mereka belum ditentukan.
Tapi mereka memiliki potensi yang sangat besar ( Riyadi, 2010 ).
15
Gambar 2. Stem cell embrionik
Sumber : Mengenal Stem cell _ ScienceBiotech.htm
2.2.2 Embriogenesis dan Awal Terbentuknya Stem Cell Embrio
Kehidupan setiap manusia dimulai dari proses fertilisasi antara
spermatozoa dan oosit di ampulla tuba Fallopi. Dari proses fertilisasi inilah
dihasilkan sebuah sel yang dinamakan zigot. Karena zigot merupakan kesatuan
dari spermatozoa dan oosit, maka materi genetik yang tersimpan didalamnya pun
merupakan kesatuan dari materi yang dikandung spermatozoa dan oosit. Setelah
zigot terbentuk, sel ini segera aktif membelah dan menghasilkan blastomer dalam
jumlah yang berlipat ganda (2,4, dan seterusnya). Dengan demikian, pada hari ke-
3 sampai ke-4 pasca fertilisasi, blastomer yang terbentuk telah berjumlah 8 sel.
Setelah mencapai tahapan 8 sel, embrio akan mulai mengalami kompaksi.
16
Peristiwa ini ditandai dengan adanya ikatan antar blastomer yang cukup kuat.
Seiring dengan terjadinya hal itu, sel-sel di dalam embrio pun akan terus
membelah hingga berjumlah 32 sel. Pada tahap selanjutnya, terjadi pompa
natrium (sodium) dari dalam ke luar sel. Hal ini menyebabkan keseimbangan di
dalam zona pelusida pun berubah, sehingga berakibat pada masuknya air ke zona
pelusida. Peristiwa ini terus berlangsung hingga pada akhirnya terbentuk rongga
blastocoels yang berisi air dalam embrio. Setelah rangkaian proses ini, embrio
dikatakan telah mencapai tahap blastosis. Sel-sel dalam tahapan ini telah
kehilangan totipotensinya, karena telah terjadi diferensiasi yang pertama kali,
yaitu perubahan blastomer menjadi massa sel dalam (ICM) dan sel trofoblas. ICM
adalah sel-sel yang nantinya akan berdiferensiasi membentuk seluruh jenis sel
tubuh, sedangkan sel trofoblas bertanggung jawab pada proses pembentukan
plasenta. ICM inilah yang selanjutnya disebut dengan stem cell embrionik.
Dengan demikian, isolasi stem cell embrionik sama dengan melakukan isolasi
ICM. Untuk mendapatkan stem cell embrionik, kita harus mengisolasi sel-sel ICM
yang terdapat dalam embrio tahap blastosis.(Halim et al., 2010).
2.2.3 Rekayasa Sumber dan Isolasi Stem Cell Embrio
Ada beberapa cara untuk mendapatkan embryonic stem cell, yaitu:
1. Mengambil dari cabang bayi (embrio) yang di”donorkan” orang
tuanya.
2. Mengambil dari embrio yang digugurkan atau keguguran.
3. Mengambil dari embrio “sisa pembuatan” bayi tabung.
4. Mengambil dari embrio yang “dibuat” secara therapeutic cloning.
17
Cara yang pertama hampir tidak pernah dilakukan, kalaupun ada proses
tersebut lebih dekat ke proses nomor 2 yaitu embrio yang didonorkan tersebut
memang embrio yang telah direncanakan untuk digugurkan atau tidak diinginkan
kehadirannya. Cara nomor 2 dan 3 merupakan cara yang paling umum digunakan
oleh peneliti untuk mendapatkan stem cell. Cara ke 4 merupakan cara yang paling
rumit karena harus “membuat” embrio terlebih dahulu dengan jalan menyuntikkan
inti sel (nucleus) dari sel dewasa ke dalam sel telur yang telah diambil
nukleusnya. Cara ini dikenal dengan istilah somatic cell nuclear transfer (SCNT)
yang juga digunakan untuk “membuat” atau mengkloninng Doli si domba ajaib
beberapa tahun yang lalu. Semua cara di atas harus merusak atau “membunuh”
embrio agar dapat mengambil embrionik (Sofyan, 2008).
Riset dan penerapan terapi yang menggunakan stem cell embrionik,
banyak ditentang di berbagai negara karena melanggar nilai-nilai etika yang ada.
Hal ini logis, mengingat embrio manusia merupakan suatu bentuk kehidupan
awal, yang tidak selayaknya dijadikan bahan riset atau digunakan untuk
kepentingan lain selain reproduksi manusia. Namun di sisi lain, riset dan
penggunaan stem cell embrionik dalam dunia kedokteran memang menjanjikan
harapan besar akan kemajuan ilmu pengetahuan, riset, dan terapi penyakit
degeneratif. Untuk mensiasati dilema ini, pada akhirnya para ahli pun
menggunakan beberapa metode produksi embrio yang sekitarnya tidak menentang
etika yang ada.(Halim et al., 2010).
Embrio yang akan digunakan sebagai sumber stem cell embrionik dapat
dihasilkan melalui beberapa teknik, yaitu embrio sisa fertilisasi in vitro ( in vitro
18
fertilization, IVF ), somatic cell nuclear transfer (SCNT), dan partogenesis.
Pendekatan yang dilakukan dalam hal memproduksi embrio ini adalah
menerapkan teknik manipulasi embrio. Masing-masing teknik memiliki karakter
yang berbeda sehingga menarik untuk dibahas secara lebih rinci.
1) Embrio hasil fertilisasi in vitro ( in vitro fertilization, IVF )
Hingga saat ini, sebenarnya regulasi tentang penggunaan
stem cell embrionik dalam riset dan uji klinis belum diatur dengan
jelas di negara kita. Namun, beberapa literatur menyebutkan
kemungkinan penggunaan stem cell embrionik dari embrio
manusia sisa proses fertilisasi in vitro di klinik kesuburan.
Dalam praktek medis penangan kasus infertilitas, fertilisasi
in vitro adalah salah satu terapi yang paling diandalkan untuk
mengupayakan keturunan pada pasangan suami-istri yang
mengalami masalah dengan kesuburannya. Bila fertilisasi in vitro
menjadi pilihan bagi pasangan suami-istri dan dokter yang
menanganinya, maka awalnya dokter akan melakukan stimulasi
ovulasi pada sang istri. Melalui tindakan stimulasi ovulasi, dokter
mengharapkan ovarium seorang wanita dapat menghasilkan lebih
dari 1 oosit matang untuk dibuahi oleh spermatozoa. Oosit
sekunder yang telah matur, dikoleksi dengan teknik ovum pick up
(OPU) yang dilakukan oleh dokter spesialis kandungan, khususnya
konsultan fertilitas dan endokrinologi reproduksi. Teknik ini
19
dilakukan di klinik infertilitas yang dilengkapi dengan peralatan
yang memadai.
Seiring dengan hal itu, dokter juga melakukan isolasi
spermatozoa dari suami. Setelah spermatozoa dan oosit sekunder
didapatkan, barulah teknik IVF dapat dilakukan. Prinsip dasar dari
teknik IVF adalah membantu terjadinya proses fertilisasi antara
oosit dengan spermatozoa di luar tubuh. Proses fertilisasi dilakukan
dengan menaruh spermatozoa dan oosit pada cawan petri yang
sama. Bila fertilisasi terjadi, maka embriologis dapat mengamati
keluarnya benda kutub II ( polar body II ) dalam waktu lebih
kurang 6 jam. Bila embrio terbentuk, maka embrio tersebut akan
terus dikembangkan dengan cara dikulturisasi secara in vitro.
Pengamatan perkembangan embrio terus dilakukan hingga embrio
siap untuk diimplantasikan ke dalam rahim, pada hari ke-2, hari ke-
3, atau hari ke-5 setelah fertilisasi.
Melalui perlakuan stimulasi ovulasi, biasanya ovarium
seorang wanita mampu menghasilkan 8-12 oosit sekunder yang
siap untuk dibuahi oleh spermatozoa. Apabila semua oosit
sekunder berhasil melakukan fertilisasi, maka besar kemungkinan
akan diperoleh lebih dari 3 embrio. Biasanya dokter hanya
membutuhkan 2-3 embrio ini untuk diimplantasikan ke dalam
rahim ibu. Dengan demikian, embrio sisa IVF kemudian disimpan
beku (-196º C) dalam nitrogen cair. Bila di kemudian hari
20
pasangan tersebut kembali menginginkan anak, atau bila transfer
embrio pertama belum berhasil ( tidak berkembang menjadi janin ),
maka embrio yang disimpan beku dapat diaktifkan untuk ditransfer
kembali. Setelah mencapai perode tertentu ( 6 bulan sampai 3
tahun ), embrio yang masih disimpan beku dan tidak digunakan,
tidak akan lagi dipertahankan penyimpanannya. Oleh karena itu,
sebenarnya embrio sisa IVF inilah yang berpotensi untuk
digunakan sebagai bahan riset, termasuk sebagai sumber stem cell
embrionik. Tentu hal ini dilakukan setelah dokter atau peneliti
mendapatkan persetujuan dari pasien dan komisi etik riset.
Selain dengan prinsip yang telah disebutkan di atas, teknik
lain untuk memperoleh stem cell dari embrio hail IVF adalah
dengan mengkultur salah satu blastomer dari embrio yang berada
di tahapan 4 s.d. 8 sel. Isolasi salah satu blastomer embrio biasanya
dilakukan di klinik infertilitas, sebagai suatu metode yang lazim
untuk mendeteksi kelainan genetik dari embrio yang dihasilkan.
Pasien peserta program IVF yang berusia lebih dari 40 tahun,
cukup rawan terhadap kelainan genetik yang dapat dialami oleh
calon bayinya, sehingga perlu dilakukan pengujian sebelum
sebelum embrio tersebut ditransfer ke rahim sang ibu. Aplikasi
teknik ini cukup dapat diterima sebagai jalan untuk memperoleh
stem cell embrionik, karena embrio yang diambil satu
blastomernya masih tetap dapat tumbuh dan berkembang secara
21
normal. Salah satu kekurangan teknik ini adalah waktu tumbuh
yang cukup lama dalam medium kultur, yaitu mulai dari sebuah
blastomer hingga terbentuknya koloni stem cell membutuhkan 3-4
bulan waktu kultur.
Sekalipun berbagai upaya di atas telah dilakukan,
nampaknya penerapan teknologi stem cell embrionik pada manusia
masih tetap bersinggungan dengan nilai etik. Namun, riset dan
pengembangan teknik ini masih di sejumlah negara, seperti Rusia,
Spanyol, Israel, dan Swedia ( Eropa ), negara bagian California,
New Jersey, Rhode Island, dan Massachusetts ( Amerika Serikat )
serta China, Iran, India, Singapura, dan Korea Selatan (Asia).
Gambar 3. Embrio Hasil Fertilisasi in vitro
Sumber : Halim et al.,2010
22
Gambar 4. Pemanfaatan Embrio Hasil IVF sebagai Sumber Stem Cell Embrionik
Sumber : Halim et al.,2010
2) Embrio hasil somatic cell nuclear transfer (kloning).
Keberhasilan teknologi kloning menghasilkan domba Dolly,
berpengaruh besar pada pemanfaatan teknologi ini di masa
selanjutnya, salah satunya untuk menghasilkan stem cell embrionik.
Berdasarkan tujuannya, maka somatic cell nuclear transfer ( kloning )
yang dilakukan untuk menghasilkan stem cell embrionik tergolong
sebagai kloning terapeutik (therapeutic cloning). Dalam aplikasi
SCNT untuk mendapatkan stem cell embrionik, embrio hasil kloning
yang didapatkan segera dikultur hingga mencapai tahap blastosis.
Setelah itu, inner cell mass yang terdapat di dalam blastosis segera
diisolasi dan dikultur kembali agar berkembang dan membentuk
populasi stem cell embrionik. Embrio hasil kloning tersebut tidak
ditransfer atau diimplantasikan ke individu betina, sehingga tidak
memungkinkan lahirnya individu baru hasil kloning (reproductive
cloning ).
23
Pada dasarnya, prinsip dari kloning sel adalah mengembalikan
memori sel kembali ke tahaop embrionik sehingga dapat berkembang
normal seperti embrio biasa. Fasilitator untuk memprogram kembali
inti sel somatik ( nuclear reprogramming ) adalah sitoplasma sel
oosit. Namun, bagaimana tepatnya proses pemprograman dapat terjadi
dan senyawa-senyawa aktif sel oosit yang terlibat dalam proses ini
juga belum diketahui secara jelas hingga sekarang. Permasalahan
utama pada teknik SCNT adalah rendahnya efisiensi embrio yang
dapat berkembang hingga tahap blastosis. Hal ini disebabkan oleh
hipermetilisasi DNA, memori epigenetik inti sel somatik, modifikasi
histon, dan genomic imprinting ( inaktivasi kromosom X ).
Embrio kloning masih dapat ditransfer ke rahim induk untuk
tujuan menghasilkan individu baru. Hal inilah yang menjadi alasan
beberapa pihak untuk tetap menolak aplikasi SCNT, sekalipun
dilakukan dalam konteks kloning terapeautik. Kondisi ini membuat
para peneliti SCNT mencoba mengembangkan suatu teknik baru, yang
disebut altered nuclear transfer ( ANT ). ANT adalah pengembangan
dari teknik SCNT dengan memodifikasi inti sel somatuik agar embrio
kloning yang dihasilkan tidak mampu membentuk trofoblas, secara
otomatis tidak memiliki kemampuan untuk melakukan implantasi
sehingga dapat dipastikan tidak akan mampu untuk berkembang
menjadi individu baru. Hal inilah yang mendasari munculnya teknik
24
ANT agar embrio kloning yang dihasilkan hanya digunakan untuk
kepentingan kloning terapeutik, bukan kloning reproduksi.
Aplikasi teknik ANT yang telah dilakukan adalah dengan
menghambat ekspresi gen cdx2 menggunakan RNA interference.
Cdx2 adalah gen yang mengkode pembentukan trofoblas, sehingga
bila ekspresinya dihambat, maka trofoblas pun tidak akan terbentuk.
Gambar 5.Prinsip dan Perbedaan Kloning Reproduktif dan Kloning Terapeutik
Sumber : Halim et al.,2010
Gambar 6. ANT untuk Mendapatkan Stem Cell Embrionik
Sumber : Halim et al.,201
25
3) Embrio hasil partenogenesis.
Berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
spermatozoa atau faktor fekunditas pria tidak lagi menjadi faktor
mutlak yang diperlukan dalam pembentukan embrio. Dengan
melakukan sejumlah perlakuan khusus, sel telur wanita dapat
berkembang secara mandiri menjadi embrio, tanpa ada peranan
spermatozoa. Teknik partenogenesis dilakukan dengan cara
melakukan aktivasi buatan terhadap oosit secara in vitro, sehingga
oosit akan berkembang menyerupai embrio normal sampai tahap
blastosis.
Sel oosit mamalia, termasuk manusia, berada pada fase
metafase II saat terjadinya ovulasi. Hal ini ditandai dengan 2 set
kromosom haploid (n) berjajar pada bidang pembelahan inti sel.
Pada fertilisasi normal, masuknya sperma akan menginduksi
terjadinya pembelahan inti ( kariokinesis ) dan diikuti dengan
pembelahan sel ( sitokinesis ). Pada saat terjadi pembelahan
tersebut, salah satu set kromosom haploid akan keluar dari
sitoplasma oosit menuju ke zona pelusida dan bertransformasi
menjadi benda kutub II ( polar body II ). Hal ini yang
menyebabkan jumlah ploidi embrio dapat tetap diploid (2n).
Pada proses partenogenesis, dilakukan suatu manipulasi
untuk mengaktifkan sel oosit agar dapat berkembang dengan
jumlah ploidi diploid, tanpa unsur materi genetik dari sperma
26
maupun sel lain. Perlakuan aktivasi buatan, baik secara kimiawi
( dengan dipaparkan srontium klorida, alkohol, dan sebagainya)
maupun elektrik (dengan dipaparkan arus listrik lemah) dilakukan
untuk menginduksi sitoplasma sel oosit agar aktif. Hal ini biasa
ditandai dengan terjadinya peningkatan osilasi Ca 2+ intraselular di
sitoplasma. Setelah sel oosit diaktivasi, maka ada satu tahapan
alami yang harus dihambat yaitu pembelahan inti ( kariokinesis ).
Senyawa kimia seperti cytochalasin B biasa digunakan sebagai
inhibitor kariokinesis. Hal ini yang menyebabkan embrio
partenogenetik dapat memiliki kromosom diploid.
Proses partenogenesis sama sekali tidak melibatkan
spermatozoa, sehingga sel embrio partenogenesis tidak mempunyai
unsur genetik dari individu jantan. Keunggulan stem cell yang
dihasilkan dari embrio partenogenesis adalah memiliki ekspresi
antigen yang lebih sederhana daripada embrio normal, yaitu hanya
memiliki satu set human leucoyte antigen (HLA).
Perkembangan terkini aplikasi teknik partenogenesis untuk
menghasilkan stem cell telah berhasil dilakukan pada oosit manusia
yang berasal dari donor program IVF. Stem cell yang berhasil
diisolasi juga telah diuji kecocokan HLA typing-nya dengan sel
somatik donor.
27
Gambar 7. Perbandingan Cara Menghasilkan Embrio sebagai Sumber Stem Cell
Embrionik
Sumber : Halim et al.,2010
Setelah embrio berhasil diproduksi, maka langkah riset selanjutnya adalah
isolasi stem cell embrionik yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan prinsipnya,
terdapat beberapa macam metode isolasi stem cell embrionik, antara lain metode
enzimatis, metode bedah imun (immunosurgery), metode bedah mikro/mekanik
(microsurgery), dan metode penyayatan laser (laser disection).
1) Metode enzimatis
Metode enzimatis menggunakan enzim pronase untuk melisiskan
bagian zona pelusida dari embrio blastosis, sehingga yang tersisa hanya
bagian ICM dan trofoblas yang kemudian dikultur dalam cawan petri.
Setelah beberapa hari, diamati pertumbuhan koloni stem cell yang berbeda
28
dengan sel-sel trofoblas. Tahap berikutnya adalah koloni stem cell diisolasi
menggunakan enzim tripsin.
2) Metode bedah imun ( immunosurgery )
Metode imunologi menggunakan antibodi spesifik terhadap sel-sel
trophectoderm, kemudian ditambahkan komplemen ( complement ) yang
akan berikatan dengan antibodi tersebut untuk melisiskan sel-sel
trophectoderm.
3) Metode bedah mikro/mekanik ( microsurgery )
Metode mekanik adalah isolasi sel-sel ICM menggunakan alat
mikromanipulator yang dihubungkan dengan mikroskop inverted. Bagian
sel-sel ICM dipisahkan dari sel-sel trophectoderm secara manual dengan
microblade yang terpasang pada mikromanipulator. Teknik ini
membutuhkan keterampilan yang tinggi karena prosesnya cukup rumit dan
detail.
4) Metode penyayatan laser ( laser dissection )
Metode ini memanfaatkan teknologi laser untuk menyayat dan
memisahkan ICM dari trophectoderm. Kelebihan metode ini adalah
meminimalisasi kontaminasi penggunaan bahan-bahan dari hewan untuk
isolasi ICM. Kekurangan dari metode ini adalah peralatan yang mahal dan
resiko mutasi. (Halim et al.,2010).
29
2.2.4 Kulturisasi dan Diferensiasi Stem Cell Embrio
Saat galur murni stem cell embrionik manusia berhasil dibuat pada tahun
1998, kulturisasi stem cell embrionik masih memerlukan kehadiran sel fibroblas
embrionik tikus ( mouse embryonic fibroblast, MEF ) sebagai sel feeder layer,
serta suplementasi serum fetal sapi ( fetal bovine serum, FBS ). Sel feeder layer
seperti MEF berfungsi sebagai substansi yang membantu stem cell embrionik
melekat pada dasar cawan kultur. Sebelum digunakan, sel feeder layer diradiasi
terlebih dahulu dengan sinar gamma atau diinkubasi dengan mitomycin C,
sehingga sel tersebut berhenti membelah. Hal tersebut perlu dilakukan agar tidak
terjadi kompetisi pengambilan nutrisi antara fibroblas sebagai sel feeder layer dan
stem cell embrionik. Serum fetal sapi merupakan sumber nutrisi yang telah
bertahun-tahun lamanya digunakan dan terbukti efektif untuk berbagai jenis sel
yang dikultur. Seiring dengan berkembangnya pengetahuan, bahan kulturisasi
yang berasal dari makhluk hidup selain manusia dianggap medatangkan risiko
rejeksi imunologis dan berpotensi membawa infeksi organisme patogen dari
hewan pada manusia yang menjadi resipiennya. Konfirmasi dari hal ini tergambar
pada salah satu hasil riset yang menemukan adanya rejeksi stem cell embrionik
terhadap asam sialat yang berasal dari hewan. Oleh karena itu, berbagai usaha
riset dan uji coba dilakukan untuk mengeliminasi kebutuhan bahan kulturisasi dari
hewan. Teknik kulturisasi yang dikembangkan tanpa menggunakan materi dari
hewan disebut dengan xenofree. Sebagai pengganti peran FBS, human serum
albumin (HSA) seringkali digunakan. (Halim et al., 2010).
30
Matriks (scaffold) digunakan sebagai pengganti sel feeder layer, yaitu
untuk melapisi cawan kultur sebagai tempat terjadinya perlekatan stem cell. Pada
metode konvensional kulturisasi stem cell embrionik, sel feeder layer juga
dianggap memegang peranan penting untuk mempertahankan pluripotensi stem
cell yang dikembangkan. Pada metode kulturisasi stem cell embrionik yang tidak
menggunakan sel feeder layer, peranan ini dijalankan oleh faktor dasar
pertumbuhan fibroblas (basic fibroblast growth factor, bFGF) yang ditambahkan
medium kultur. Transforming growth factor-β,TGF-β) dan activin merupakan
faktor tambahan yang menjaga potensi stem cell embrionik dalam memperbanyak
diri (self renewal). Selain materi-materi yang telah disebutkan di atas, senyawa
lain yang seringkali ditambahkan dalam media kultur stem cell embrionik adalah
litium klorida (LiCl) dan gamma amino butyric acid (GABA).
(Halim et al., 2010).
Setelah melewati tahap kulturisasi, karakteristik stem cell embrionik harus
diuji dengan cara ditransplantasikan pada tubuh hewan percobaan. Bagian tubuh
yang menjadi tempat transplantasi stem cell embrionik antara lain kapsul testis,
kapsul ginjal, dan otot. Sekitar 6-8 minggu pasca transplantasi ini, stem cell
embrionik diharapkan mampu memicu terjadinya teratoma. Dengan demikian,
maka stem cell embrionik yang ditranplantasikan tersebut terbukti masih memiliki
potensi untuk berdiferensiasi menjadi sel-sel tubuh yang berasal dari ketiga
lapisan embrional,yaitu endoderm,nesoderm,dan ektoderm. Pluripotensi stem cell
embrionik yang sedemikian nyata ini, menuntut dilakukannya diferensiasi terlebih
dulu sebelum digunakan dalam terapi. Untuk itu, peneliti dan praktisi tentunya
31
harus mengetahui prinsip dan cara mengupayakan terjadinya diferensiasi stem cell
embrionik secara in vitro. (Halim et al., 2010).
Secara prinsip, stem cell embrionik dapat diupayakan untuk berdiferensiasi
dengan cara diberi suplementasi faktor pertumbuhan atau senyawa lain, yang telah
diketahui berperan dalam komunikasi selular sel-sel dari lapisan embrional yang
dituju. Sebagai contoh, bila peneliti atau praktisi ingin mengupayakan diferensiasi
stem cell embrionik menjadi sel dari lapisan mesoderm (seperti sel
hematopoietik), maka sejumlah faktor pertumbuhan yang harus ditambahkan pada
medium antara lain hMNP4,hVEGF,hSCF,hflt3,hIL3,hIL6,hIGF-II, dan
darbepoetin (derivat dari eritropoietin). Bila stem cell embrionik dimaksudkan
untuk berdiferensiasi manjadi sel dari lapisan endoderm (seperti sel hati), maka
medium yang digunakan mengandung serum dalam kadar yang rendah, serta
mengandung activin A. Salah satu cara yang telah dipublikasikan dalam
mengupayakan diferensiasi stem cell embrionik menjadi sel dari lapisan ektoderm
(seperti sel progenitor neural) adalah dengan menggunakan neural basal medium
(NBM). Semua jenis perangsang diferensiasi yang telah disebutkan ini, bukanlah
satu-satunya cara dalam mengupayakan diferensiasi stem cell embrionik. Hingga
saat ini, riset masih terus dilakukan di berbagai belahan dunia, demi menemukan
senyawa perangsang yang definitif dan konsisten dalam mengupayakan
diferensiasi yang terarah pada stem cell embrionik (Halim et al.,2010).
32
2.3 Aging ( Penuaan ) dan Anti Aging
2.3.1. Definisi Aging
Menua (= menjadi tua= aging) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga manusia tidak dapat
bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang
diderita. (Constantinides, 1994).
Dengan begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan
terhadap infeksi dan akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan
struktural yang disebut sebagai “penyakit degeneratif” (seperti hipertensi,
aterosklerosis, diabetes mellitus dan kanker) yang akan menyebabkan kita
menghadapi episode terminal yang dramatik seperi stroke, infark miokard, koma
asidotik, metastasis kanker, dsb). (Darmadjo, 2006).
Konsep menua sukses berarti usia tua mendapatkan yang
terbaik dari apa yang mungkin diperoleh untuk jangka waktu
selama mungkin secara fisik, kognitif, sosial dan psikologis. Secara
singkat, definisi successful aging terdiri dari empat bagian: 1) tidak ada riwayat
penyakit, 2) tidak ada penurunan fungsi kognitif, 3) tidak ada cacat fisik (tidak
ada keterbatasan pada aktivitas sedang), dan 4) tidak ada batasan kesehatan
mental. (Sun et al., 2009).
Pembagian batas usia lanjut dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Batasan usia menurut WHO meliputi :
- Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
33
- Lanjut usia (elderly), antara 60 sampai 74 tahun
-Lanjut usia tua (old), antara 75 sampai 90 tahun
-Usia sangat tua (very old), diatas 90 tahun
2. Menurut UU No. 4 tahun 1965 pasal 1 dinyatakan sebagai berikut :
“Seorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah
yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak
berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan
menerima nafkah dari orang lain”.
Saat ini berlaku UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia yang
berbunyi sebagai berikut: lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun
keatas. (Ismayadi, 2004)
Menua adalah proses yang wajar, ditandai dengan menurunnya fungsi
biologis fertilitas serta meningkatnya mortalitas sejalan dengan pertambahan
umur. Proses menua dimulai dari pematangan seksual dan berlanjut sampai
mencapai batas umur (longevity/life span) maksimum (Setiati,2008).
Menua merupakan menurunnya fungsi dan kinerja sistem organ tubuh
manusia menyebabkan berkurangnya kapasitas cadangan tubuh sehingga pada
akhirnya menyebabkan kematian. Sulit membedakan apakah proses menua itu
suatu penyakit atau sebuah gejala biologis semata. Dengan kata lain apakah proses
menua itu merupakan sesuatu yang primer, yang berdiri sendiri atau sesuatu yang
terkait dengan penyakit. Beberapa indikator atau biomarker penuaan, yang tidak
hanya sebatas fisik atau tampilan luar, misalnya rambut putih, daya ingat
34
menurun, atau rentan terhadap penyakit. Menua juga harus dilihat pada tingkat sel
dan tidak terjadi replikasi, berarti proses penuaan sudah terjadi (Setiati, 2008 ).
Tujuan hidup manusia itu ialah menjadi tua tapi tetap sehat (healthy
aging). Healthy aging artinya menjadi tua dalam keadaan yang sehat. Adalah
Takemi (1977) yang pertama kali menyatakan “Gerontology is concerned
primarily with problem of healthy aging rather than the prevention of aging”.
Prevensi disini hanyalah mencegah agar proses menua tadi tidak disertai dengan
proses patologik. (Setiati, 2008).
Menjadi tua adalah suatu proses alamiah yang pasti terjadi pada setiap
manusia. Tidak seorangpun yang dapat menghentikan proses penuaan. Siklus ini
ditandai dengan tahap-tahap mulai menurunnya berbagai fungsi organ tubuh
karena setelah mencapai dewasa, secara alamiah seluruh komponen tubuh tidak
dapat berkembang lagi. Sebaliknya justru terjadi penurunan karena proses
penuaan. Penuaan merupakan suatu proses multidimensional, yang tidak hanya
terkait dengan faktor jasmani, tapi juga psikologis dan sosial. Penuaan itu sendiri
adalah suatu proses alamiah kompleks yang melibatkan setiap molekul, sel dan
organ dalam tubuh (Setiati, 2008).
Dari sudut pandang ilmiah, mengapa dan bagaimana tubuh kita mengalami
penuaan masih merupakan misteri yang terus menerus dicari jawabannya oleh para
ilmuwan. Proses penuaan itu sendiri dapat melingkupi adanya perubahan pada
jaringan tubuh sampai dengan perubahan mekanisme pada tingkat sel. Selama
bertahun-tahun, banyak teori yang berusaha menjelaskan mengenai proses ini dan
perubahan-perubahan apa yang menyebabkan penuaan.(Setiati, 2008).
35
Penuaan adalah proses pertambahan usia. Dalam hal ini, usia manusia terdiri
dari tiga macam, yaitu: usia kronologis, usia biologis, dan usia psikologis.
Usia kronologis adalah usia yang kita rayakan sesuai dengan hari kelahiran
dan kita peringati setiap tahun. Pertambahan usia kronologis berbandung lurus
dengan pertambahan tahun dan berlalunya waktu. Semakin lama kita akan
semakin tua seiring dengan pertambahan usia kita.
Usia psikologis adalah usia yang disesuaikan kondisi psikologis seseorang.
Misalnya ada orang yang senang dipanggil “Aki” atau “Mbah”, padahal
usianya baru sekitar 40 tahun, karena sebagai seorang dukun panggilan
tersebut dianggap memiliki dampak psikologis tertentu terhadap pasiennya.
Usia biologis adalah usia yang dinyatakan dengan kesehatan selular
seseorang, berkaitan dengan jaringan/sel yang mendukung kehidupan kita.
Kita kerap melihat seseorang yang berusia 60 tahun, tetapi tampak seperti
berusia 40 tahun. Sebaliknya, ada juga orang yang berusia 40 tahun, tapi
tampak seperti usia 60 tahun. Penyakit-penyakit seperti diabetes, tekanan
darah tinggi, atau jantung koroner adalah salah satu contoh penuaan
jaringan yanh menyebabkan usia biologis kita lebih nyata terlihat. Itulah
sebabnya, saat ini, kesehatan seluler diupayakan untuk memperpanjang
usia, dan agar kita memiliki hidup yang berkualitas. Langkah inilah yang
disebut sebagai Antiaging Revolution Program. Usia biologis berhubungan
erat dengan penuaan jaringan. (Maryono, 2011)
36
Dengan bertambahnya usia manusia akan mengalami perubahan atau
penurunan berfungsinya aspek fisiologis. Perubahan-perubahan tersebut menurun
secara bertahap, yang meliputi :
A. Perubahan-perubahan Fisik
1. Sel.
a. Lebih sedikit jumlahnya.
b. Lebih besar ukurannya.
c. Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan
intraseluler.
d. Menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan
hati.
e. Jumlah sel otak menurun.
f. Terganggunya mekanisme perbaikan sel.
g. Otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5-10%.
2. Sistem Persarafan.
a. Berat otak menurun 10-20%. (Setiap orang berkurang sel saraf
otaknya dalam setiap harinya).
b. Cepatnya menurun hubungan persarafan.
c. Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya
dengan stress.
d. Mengecilnya saraf panca indra.Berkurangnya penglihatan,
hilangnya pendengaran, mengecilnya saraf penciumdan perasa,
37
lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya
ketahanan terhadap dingin.
e. Kurang sensitif terhadap sentuhan.
3. Sistem Pendengaran.
a. Presbiakusis (gangguan dalam pendengaran). Hilangnya
kemampuan pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap
bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas,
sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65
tahun.
b. Otosklerosis akibat atrofi membran tympani.
c. Terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena
meningkatnya keratin.
d. Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang
mengalami ketegangan jiwa/stres.
4. Sistem Penglihatan.
a. Timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar.
b. Kornea lebih berbentuk sferis (bola).
c. Kekeruhan pada lensa menyebabkan katarak.
Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi
terhadap kegelapan lebih lambat dan susah untuk melihat gelap.
e. Hilangnya daya akomodasi.
f. Menurunnya lapangan pandang, berkurang luas pandangannya.
38
g. Menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau.
5. Sistem Kardiovaskuler.
a. Elastisitas dinding aorta menurun.
b. Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun, hal ini
menyebabakan menurunnya kontraksi dan volumenya.
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenisasi,. Perubahan posisi
dari tidur ke duduk atau dari duduk ke berdiri bisa
menyebabkan tekanan darah menurun, mengakibatkan pusing
mendadak.
e. Tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi
pembuluh darah perifer.
6. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh.
a. Temperatur tubuh menurun ( hipotermia ) secara fisiologis akibat
metabolisme yang menurun.
b. Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi
panas akibatnya aktivitas otot menurun.
7. Sistem Respirasi
a. Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.
b. Menurunnya aktivitas dari silia.
39
c. Paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat,
kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman
bernafas menurun.
d. Alveoli ukuranya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang.
e. Kemampuan untuk batuk berkurang.
f. Kemampuan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring
dengan pertambahan usia.
8. Sistem Gastrointestinal.
a. Kehilangan gigi akibat Periodontal diseases, kesehatan gigi yang
buruk dan gizi yang buruk.
b. Indera pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecapm
di lidah terhadap rasa manis, asin, asam, dan pahit.
c. Esofagus melebar.
d. Rasa lapar menurun, asam lambung menurun.
e. Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
f. Daya absorbsi melemah.
9. Sistem Reproduksi.
a. Menciutnya ovari dan uterus.
b. Atrofi payudara.
c. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa
meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.
d. Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia asal
kondisi kesehatan baik.
40
e. Selaput lendir vagina menurun.
10. Sistem Perkemihan.
a. Ginjal
b. Merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh
melalui urin, darah yang masuk ke ginjal disaring di glomerulus
(nefron). Nefron menjadi atrofi dan aliran darah ke ginjal menurun
sampai 50%.
c. Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, frekuensi buang air kecil
meningkat dan terkadang menyebabkan retensi urin pada pria.
11. Sistem Endokrin.
a. Produksi semua hormon menurun.
b. Menurunnya aktivitas tyroid, menurunnya BMR, dan menurunnya
daya pertukaran zat.
c. Menurunnya produksi aldosteron.
d. Menurunya sekresi hormon kelamin misalnya, progesteron,
estrogen, dan testosteron.
12. Sistem Kulit ( Sistem Integumen )
a. Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
b. Permukaan kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses
keratinisasi, serta perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel
epidermis.
c. Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu.
d. Rambut dalam hidung dan telinga menebal.
41
e. Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunya cairan dan
vaskularisasi. (Maryono, 2011)
2.3.2. Teori-teori tentang Aging
Sebenarnya banyak teori yang menjelaskan mengapa manusia mengalami
proses penuaan. Tetapi, pada dasarnya semua teori itu dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu teori wear and tear dan teori program. Teori wear dan tear meliputi
kerusakan DNA, glikosilasi, dan radikal bebas. teori program meliputi program
meliputi terbatasnya replikasi sel, proses imun, dan teori neuroendokrin. secara garis
besar, terjadinya proses penuaan menurut teori tersebut sebagai berikut :
(Pangkahila, 2007)
1. Teori Tear dan Wear
Teori Tear dan Wear pada prinsipnya bahwa tubuh dan sel-selnya yang
terlalu sering digunakan dan disalahgunakan secara terus menerus akan
menjadi lemah dan akan mengalami kerusakan dan akhirnya meninggal. Teori
ini sebenarnya telah lama diperkenalkan oleh dr. August Weismann, seorang
ahli biologi dari Jerman,tahun 1882, menurut teori ini, tubuh dan selnya
menjadi rusak seperti hati, lambung, ginjal, kulit karena terlalu sering
digunakan dan disalahgunakan (Fowler, 2003).
Organ tubuh seperti hati, lambung, ginjal, kulit dan yang lain akan
menurun fungsinya karena toksin di dalam makanan dan lingkungan yang kita
42
terima setiap hari, selain itu juga akibat dari konsumsi lemak, gula, kafein,
nikotin, alkohol yang berlebihan. Dan yang tidak kalah penting adalah akibat
dari paparan sinar matahari serta stress fisik dan emosional. Tetapi kerusakan
ini tidak terbatas pada organ, melainkan juga terjadi di tingkat sel.
Penyalahgunaan organ tubuh membuat kerusakan lebih cepat. Karena itu,
ketika tubuh menjadi tua, sel merasakan pengaruhnya, terlepas dari seberapa
sehat merasakan pengaruhnya dan seberapa sehat gaya hidupnya. Pada masa
muda sistem pemeliharaan dan perbaikan tubuh mampu melakukan
kompensasi terhadap pengaruh penggunaan dan kerusakan normal dan
berlebihan (Fowler, 2003).
Dalam keadaan stress, terjadi reaksi yang melibatkan berbagai bahan
biokimia dan hormon disertai penggunaan energi yang bersifat adaptif ke
bagian perifer. maka terjadi peningkatan fungsi kardiovaskuler, pernapasan,
penggunaan glukosa dan lipid sebagai sumber energi. kalau reaksi stress
berlangsung secara kronis, dapat terjadi kerusakan organ. Keadaan ini
mempercepat proses lain yang berkaitan penuaan seperti osteoporosis, atrofi
otot, hipertensi, terganggunya toleransi glukosa, gangguan lipid, gangguan
memori, dan depresi. Sebagai contoh stress yang berkepanjangan
mengakibatkan neuron pada hipokampus, yang menyebabkan menurunnya
hambatan pada reaksi stress, dan meningkatnya paparan terhadap “wear (pakai)
dan tear(rusak)” (Fowler, 2003).
Dengan menjadi tua, tubuh kehilangan kemampuan untuk memperbaiki
kerusakan sel. Maka banyak terjadi kematian karena penyakit yang sebenarnya
43
tidak berat. Teori ini meyakini bahwa pemberian suplemen yang tepat dan
pengobatan yang tidak terlambat dapat membantu mengembalikan proses
penuaan. Mekanismenya, dengan merangsang kemampuan tubuh untuk
melakukan perbaikan dan mempertahankan organ tubuh dan sel (Pangkahila,
2007).
a. Teori Kerusakan DNA
Proses penuaan berarti proses penyembuhan di tingkat molekuler yang
tidak sempurna sebagai akibat penimbunan kerusakan molekul yang terus
menerus. Kerusakan ini terdiri dari modifikasi penggabungan untaian yang
patah dan atau penyusunan ulang kromosom. Kerusakan molekuler dapat
terjadi karena faktor dari luar, misalnya radiasi, polutan, asap rokok, dan
mutagen kimia. Faktor internal meliputi radikal bebas dan proses glikosilasi
yang mempengaruhi kualitas dan fungsi protein di dalam organisme.
Kerusakan DNA menumpuk dalam waktu lama, yang mencapai suatu
keadaan dimana basis molekul sebenarnya sudah rusak berat. Beruntunglah
manusia dilengkapi dengan alat bantu molekuler untuk mendeteksi dan
menyembuhkan kembali kerusakan DNA. Tampaknya keseimbangan antara
kerusakan DNA dan keberhasilan penyembuhan DNA yang menentukan
rentang usia berbagai spesies. (Fowler, 2003).
Berbagai sindrom menunjukan adanya mekanisme biologik. Sebagai
contoh, sindrom Werner’s, sebuah penyakit yang diturunkan dari orang tua,
dengan tanda berupa penuaan dini yang dapat terjadi pada usia 20 tahun.
Tampaknya terjadi mutasi pada kode genetik heliase, yaitu suatu enzim yang
44
diperlukan untuk perbaikan DNA, sehingga mitokondria sel rentan daripada
DNA inti. Kerusakan DNA mitokondria mungkin menjelaskan terjadinya
disfungsi sel pada usia lanjut, seperti terjadinya disfungsi sel pada usia lanjut
dan penyakit yang mengenai jantung dan otak (Fowler, 2003).
b. Teori Glikosilasi
Teori ini menemukan momentumnya sejak diketahui bahwa glikosilasi
sebagai faktor penting dalam kaitan diabetes tipe 2. Glukosa mungkin
bergabung dengan protein yang telah mengalami dehidrasi, yang kemudian
menyebabkan terganggunya sistem organ tubuh. Pada diabetes, glikolisis
menyebabkan kekakuan arteri, katarak, hilangnya fungsi syaraf, yang
merupakan komplikasi yang umum terjadi pada diabetes. Diabetes sering
dianggap sebagai model biologik proses penuaan dini. Mereka yang mengalami
diabetes lebih awal mengalami proses patologik, yang pada non diabetes lebih
pendek (Gooren, 2001).
c. Hipotesis Radikal Bebas
Hipotesis ini mendapat perhatian lebih besar sejak penggunaan
antioksidan diyakini dapat menghambat kerusakan akibat radikal bebas. Istilah
radikal bebas digunakan bagi suatu molekul yang mempunyai satu atau lebih
elekron molekul sebagai bahan yang dihasilkan selama terjadi metabolisme
seluler normal, seperti radikal superoxida, hydroxyl, purin dan pyrimidin.
Elektron yang tidak berpasangan menyebabkan ketidakseimbangan dalam
lompatan elektris. Untuk mengembalikan keseimbangan, maka radikal bebas
45
mencari keseimbangan, maka radikal bebas mencari elektron lainnya. Dalam
pencariannya, radikal bebas mengambil elektron dari molekul baru yang tidak
stabil mencoba mengganti elektronnya yang hilang dengan mengambil dari
dekatnya, dan demikian seterusnya. (Fowler, 2003).
Pengaruh radikal bebas secara molekuler berupa molekuler berupa
serangkaian peristiwa yang menyebabkan oksidasiorganik oleh oksigen
molekuler. Peristiwa ini mengakibatkan kerusakan fungsi seluler melalui
terjadinya mutasi DNA, pembelahan DNA dan agregasi biomolekul
melalui reaksi cross-linking.Radikal bebas juga mungkin mempengaruhi
peroksidasi lipid yang menyebabkan produksi malondiadehida, yang
mengikat protein,dan menyebabkan gangguan fungsi biologic protein
tersebut. Radikal bebas tidak hanya berkaitan dengan proses penuaan,
melainkan juga dengan penyakit yang berhubungan dengan usia lanjut,
misalnya aterosklerosis, penyakit Parkinson, penyakit Alzheimer, dan
gangguan fungsi kekebalan tubuh. Penelitian pada binatang dan manusia
mendukung adanya radikal bebas pada proses penuaan, penggunaan
antioksidan dapat menghambat kerusakan akibat radikal bebas. Superoxida
dismutase pada antioksidan mengubah radikal oksigen menjadi hidrogen
peroksida yang mengakibatkan degradasi oleh enzim catalase menjadi
oksigen dan air. Kadar superoksidase dismutase berkaitan dengan
panjangnya usia pada lalat buah, dan kadarnya menurun pada sel darah
tikus usia lanjut (Gerschman et al., 1954. Harman, 1956).
46
Pada penelitian epidemiologis, kadar antioksida seperti vitamin E
dan beta karoten, berkaitan dengan rentang usia dan berfungsi protektif
terhadap kanker. Tetapi, penelitian intervensi kurang mendukung hasil
tersebut. Walaupun telah ada sistem penangkal, namun sebagian radikal
bebas tetap lolos, bahkah makin lanjut usia makin banyak radikal bebas
terbentuk sehingga proses pengrusakan terus terjadi, kerusakan organel sel
makin lama makin banyak akhirnya mati (Oen, 1993). Banyak peneliti
bersikap hati-hati mengenai pengaruh antioksidan yang menghambat
proses penuaan (Avanas’ev, 2010)
2. Teori Program
Teori ini menganggap di dalam tubuh manusia terdapat jam
biologik, mulai dari proses konsepsi sampai ke kematian dalam suatu
model terprogram. Peristiwa ini terprogram mulai dari sel sampai embrio,
janin, masa bayi dan anak-anak, remaja, dewasa, menjadi tua, dan
akhirnya meninggal (Avanas’ev, 2010).
a. Teori Terbatasnya Replikasi Sel
Pada ujung untai kromosom terdapat strukutur khusus yang
disebut telomere. Secara biokimia. Telomere terdiri dari heksanukleotida.
Dengan setiap replikasi sel, telomer memendek pada setiap pembelahan
sel. Setelah sejumlah pembelahan sel, telomer telah dipakai dan
pembelahan sel berhenti (Fowler, 2003).
Menurut Dr. Hayflick tahun 1961, bahwa kemampuan sel-sel manusia
untuk membelah terbatas hanya sekitar 50-kali, setelah itu sel-sel tersebut akan
47
berhenti membelah mekanisme telomer tersebut menentukan rentang usia
organisme sendiri. Pada penelitian laboratorium diketahui bahwa sel normal
mempunyai kapasitas yang terbatas untuk melakukan pembelahan. Sebagai
contoh, sel orang dewasa membelah lebih sedikit dibandingkan sel janin. Sel
dewasa dibekukan, bila dicairkan, akan kembali ke kemampuan membelahnya
seperti sebelumnya. Perkecualian terjadi pada sel ganas, yang kemampuan
membelahnya tidak terbatas. (Flores et al., 2005. Herbig et al, 2006).
b. Proses imun
Salah satu gambaran yang universal pada siklus hidup ialah inovulasi
kelenjar thymus (timus). Kelenjar ini merupakan sumber sel T, yang berperan
penting pada sistem imun. Jumlah sel T tidak berkurang secara dramatis, tetapi
fungsinya menurun. Sel T memproduksi suatu bahan disebut limfokin, di
antaranya yang penting ialah interleukin. Pada banyak kelainan yang terjadi
pada usia lanjut, interleukin berperan penting (Pangkahila, 2008).
Semua sel somatik akan mengalami proses menua, kecuali sel seks dan
sel yang mengalami mutasi menjadi kanker. Sel-sel jaringan binatang dewasa
juga dapat membagi diri dan memperbarui diri, kecuali sel neuron, kecuali sel
neuron, miokardium dan sel ovarium (Constantinides, 1994)
3. Teori Neuroendokrin
Teori ini berdasarkan peranan berbagai hormon bagi fungsi organ
tubuh. Hormon dikeluarkan oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh
beberapa organ yang dikendalikan oleh hipotalamus. Hipotalamus
membentuk poros dengan hipofise dan organ tertentu yang kemudian
48
mengeluarkan hormonnya. Sebagai contoh, ada poros hipotalamus-hipofise-
testis, ada juga poros hipotalamus-hipofise-suprarenalis dan sebagainya.
(Fowler, 2003).
Pada usia muda berbagai hormon bekerja dengan baik mengendalikan
berbagai fungsi organ tubuh. Karena itu, pada masa muda fungsi berbagai
organ tubuh sangat optimal, seperti kemampuan bereaksi terhadap panas dan
dingin, kemampuan motorik, fungsi seksual, dan fungsi memori. (Fowler,
2003).
Akan tetapi, ketika manusia menjadi tua, tubuh hanya mampu
memproduksi hormon lebih sedikit kadarnya menurun. Akibatnya berbagai
fungsi terganggu. Lalu muncullah berbagai keluhan, seperti menjadi tidak
tahan terhadap suhu dingin, gerakan menjadi lambat, massa otot berkurang,
dingin, gerakan menjadi lambat, lemak tubuh meningkat, ingatan menurun,
dan fungsi seksual terganggu. Karena berbagai hormon saling berkaitan,
berkurangnya produksi hormon tertentu dapat mempengaruhi produksi
hormon yang lain. Contoh yang jelas pada menopause. Menurunnya hormon
estrogen pada wanita yang menyebabkan menopause, menunjukkan
kegagalan fungsi ovarium karena berbagai keluhan yang muncul sebagai
akibatnya. Lebih jauh kualitas hidup menurun karena berbagai keluhan yang
muncul sebagai akibatnya. (Fowler, 2003).
Sekresi growth hormon juga menurun sering dengan proses penuaan.
Tetapi, kadar insulin pada umumnya tidak menurun dengan bertambahnya
usia, namun sensitivitasnya yang menurun. Perubahan dalam metabolism
49
kalsium, air, elektrolit, dan fungsi tiroid menandai proses penuaan. Semua
perubahan yang terjadi dapat menimbulkan keluhan dan gejala klinis.
Hypothyroidism dan hpertyroidism berkaitan dengan demensia senilis.
Asthenia dan kelemahan otot dapat disebabkan oleh gangguan fisiologis
hormon androgen dan growth hormon. Karena itu, ada dua sisi dalam
hubungan antara proses penuaan mempengaruhi sistem hormon, tetapi
gangguan hormon menimbulkan gejala dan tanda yang sama dengan yang
terjadi karena proses penuaan (Fowler, 2003).
2.3.3. Definisi Anti Aging
Seiring bertambahnya usia hidup kita dan semakin terpakainya
seluruh organ tubuh, kita memang tidak bisa mengelak dari proses
penuaan. Kita telah mengetahui bahwa proses penuaan disebabkan oleh
berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Ini berarti bahwa proses
penuaan bukanlah datang dengan sendirinya tanpa penyebab. Dan karena
itu lah proses penuaan adalah suatu proses yang dapat dicegah dan
dihambat apabila faktor-faktor pendukungnya juga dapat dihambat dan
diatasi. Hal ini sesuai dengan paradigma baru dalam kedokteran anti
penuaan yang dikenalkan oleh American Academy of Anti Aging Medicine
tahun 1993, dimana tantangan dari paradigma baru ini adalah bagaimana
mencegah, menunda, bahkan mengembalikan ke kondisi semula semua
proses yang membuat manusia menua dengan semua disfungsi, tanda dan
gejala. (Pangkahila, 2007).
50
Tiga hal penting berkaitan dengan konsep kedokteran anti penuaan
yang memberi harapan dalam menghambat proses penuaan adalah
pertama, penuaan adalah suatu proses yang dapat dicegah, ditangani
bahkan dikembalikan ke keadaan semula. Kedua, manusia bukanlah
tahanan dari takdir genetik mereka, dan ketiga gejala penuaan terjadi
karena kadar hormon yang menurun, bukan kadar hormon menurun karena
proses penuaan. Kehadiran konsep ini memberikan fakta ilmiah yang
menunjukkan bahwa proses penuaan bisa diperlambat, ditunda, dan
bahkan bisa dikembalikan. Dibandingkan dengan kedokteran konvensional
yang mengobati gejala atau akibat dari penuaan, maka kedokteran anti-
aging lebih pada merubah proses penuaan itu sendiri dan sekaligus
membuat harapan baru bagi umat manusia (Pangkahila, 2007).
Jadi penuaan adalah suatu proses yang dapat kita cegah, kita
hindari dan kita minimalisasi. Dengan demikian, maka umat manusia tidak
lagi harus membiarkan begitu saja dirinya menjadi tua dengan segala
keluhan dan penyakit. Sebaliknya, sebelum muncul keluhan dan gejala
yang umumnya terjadi pada usia lanjut, perlu ada upaya untuk
menghambat proses penuaan (Pangkahila, 2007).
2.4. Peran Stem Cell Embrio Sebagai Anti Aging
Seiring dengan bertambah lanjutnya usia seseorang, maka populasi
stem cell ini pun mengalami pengurangan. Sama halnya dengan prinsip
penuaan (aging), sejumlah stem cell diperkirakan mengalamai degenerasi
51
seiring dengan semakin lanjutnya usia, sehingga menyebabkan jumlah
dalam populasinya pun berkurang.
Selain faktor usia, populasi stem cell yang ditemukan dalam
jaringan/organ, juga ditentukan oleh faktor genetik. Inilah yang sepertinya
menjadi dasar pemikiran dari penggunaan teknologi stem cell dalam
mendiagnosis suatu penyakit, serta memperkirakan penyakit yang
kemungkinan besar akan diderita oleh seseorang dalam perjalanan
hidupnya.
Seperti telah banyak kita ketahui, ateroskle rosis adalah kondisi
penyempitan pembuluh darah jantung akibat pembentukan plak kolesterol.
Akibatnya, suplai darah pada jantung pun berkurang dan akhirnya dapat
mengakibatkan infark jantung. Hingga saat ini, beberapa faktor telah
diketahui berperan sebagai predisposisi dan presipitan. Selain faktor
dislipidemia, pola hidup, maupun penyakit sistemik lainnya, faktor
disfungsi endotel pun memegang peranan penting dalam menyebabkan
aterosklerosis.
Dalam riset yang telah dipublikasikan sebelumnya, Whittaker dkk
berhasil membuktikan adanya keterkaitan antara jumlah sel progenitor
endotelial yang beredar dalam darah dan kemungkinan seorang menderita
aterosklerosis. Dalam penelitian tersebut, Whittaker dkk membandingkan
populasi sel progenitor endotelial yang beredar dalam darah tepi anak-anak
( usia dewasa muda ) dari pasien yang mengalami aterosklerosis, serta
darah tepi anak-anak dari orangtua yang tidak menderita aterosklerosis.
52
Hasil riset yang didapat menunjukkan bahwa jumlah sel progenitor
endotelial yang beredar dalam darah tepi anak-anak dari penderita
aterosklerosis jauh lebih banyak dibandingkan jumlah sel progenitor
endotelial dalam darah tepi anak-anak dari orangtua yang tidak menderita
aterosklerosis. Temuan ini menegaskan bahwa keberadaan sel progenitor
endotelial yang banyak dalam peredaran darah tepi seorang dewasa muda
menunjukkan kecendrungan orang tersebut untuk menderita aterosklerosis
dikemudian hari.
Kemampuan stem cell embrionik untuk berdiferensiasi menjadi sel
apapun yang berasal dari ketiga lapisan embrional
(ektoderm,mesoderm,dan endoderm), telah memberikan harapan
penggunaannya dalam terapi penyakit degeneratif. Pembuktian
pluripotensi stem cell embrionik yang dilakukan Thomson dkk adalah
dengan menyuntikkan stem cell yang didapatkan dari embrio manusia
( hasil donasi/sumbangan dari pasangan suami-istri infertil yang sedang
menjalani program fertilisasi in vitro untuk mendapatkan anak ) ke dalam
tubuh mencit percobaan. Hasilnya, stem cell manusia tersebut
menghasilkan tumor yang terdiri dari berbagai jenis sel yang berasal dari
tiga lapisan embrional ( endoderm,mesoderm,dan ektoderm ). Hal ini
menunjukkan pluripotensi yang dimiliki stem cell. Dengan pengendalian
dan modifikasi yang tepat, para ilmuwan sadar bahwa keistimewaan ini
dapat berguna bagi manusia di kemudian hari (Halim et al,. 2010).
53
BAB III
PENGGUNAAN STEM CELL EMBRIO SEBAGAI ANTI AGING
(PENUAAN) DITINJAU DARI ISLAM
3.1. Stem Cell Embrio Dilihat Dari Islam
Penelitian menggunakan stem cell merupakan metode terbaru
dalam bidang kedokteran dan biologi yang pada dasarnya dilakukan
untuk menemukan solusi terbaik dalam mengobati berbagai penyakit
yang sulit dicari obatnya seperti leukimia, Alzheimer, diabetes, dan
Parkinson. Namun karena penggunaan stem cell menggunakan bagian
dari manusia sebagai bahan dasarnya maka metode tersebut
menimbulkan pro dan kontra terutama dalam segi moral dan etika. Islam
sebagai agama yang berlandaskan pada moral dan etika yang tinggi tentu
saja tidak dapat melepaskan diri dari perbedaan pandangan tersebut.
(Zuhroni,2010).
Berdasarkan cara pengambilannya jelas bahwa stem cell sangat
bertentangan dengan moral dan etika karena untuk mengambil itu harus
54
merusak dan membunuh embrio (jabang bayi) pada stem cell embrio.
Oleh karena itu tindakan ini adalah tindakan pembunuhan seperti
dijelaskan pada :
Artinya :
“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.” (QS.Al-Maidah (5):32)
Dan pada ayat yang lain :
Artinya :
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu
55
melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.” (QS.Al-Isra’ (17):33)
Berdasarakan kedua firman Allah S.W.T. diatas, maka
sebenarnnya dalam hukum islam stem cell dilarang tetapi disini
masalahnya adalah stem cell bermanfaat besar dalam bidang kedokteran.
Pengobatan yang satu-satunya menggunakan sel punca mempunyai
potensi penerapan dalam mengatasai berbagai penyakit. Ada kelompok
yang pro dan ada yang kontra dengan stem cell embrio research. Mereka
mempunyai pandangannya masing-masing. Adapun kelompok pro dengan
stem cell embrio research terbagi menjadi dua kelompok, yaitu : 1)
Kelompok yang mendukung stem cell secara total tetapi menilai bahwa
penggunaan stem cell embrio tidak mempunyai nilai moral. 2) Kelompok
yang mendukung dan memberikan nilai moral kepada penggunaan stem
cell embrio karena menganggap manfaat yang didapatkan dari stem cell
jauh lebih besar dari pengorbanan yang dilakukan. (Zuhroni,2010).
Permasalahan yang terdapat dalam praktek stem cell dilihat dari
sudut pandang hukum Islam adalah adanya sumber sel induk berupa
embrio dari hasil abortus, zigot sisa, dan hasil pengklonan. Tindakan
dengan sengaja mematikan embrio klon, sama dengan pengguguran atau
tidak? Apakah fase setelah terjadi konsepsi yang dilakukan secara in vitro
fertilization itu sudah termasuk masa perkembangan kehidupan manusia
yang harus dihormati? Apakah penelitian yang menyebabkan kematian
56
embrio itu melanggar hukum Islam yang berarti berkurangnya
penghormatan pada manusia? ( Tazkiyah,2008 ).
Sebagaimana dikutip oleh Tim ‘Reinterpretasi Hukum Islam
tentang Aborsi’, menurut berbagai teks kedokteran, aborsi didefinisikan
sebagai : lahirnya embrio atau fetus sebelum embrio atau fetus tersebut
mampu hidup (viable) diluar kandungan, dengan berat badan fetus di
bawah 500 gram. Ada kesepakatan pandangan di kalangan ahli
kedokteran dan para fukaha dalam menentukan dapatnya janin hidup di
luar rahim, menurut kalangan ahli medis jika tidak kurang dari usia 28
minggu, jauh sebelum itu fukaha telah menentukannya pada usia 6 bulan.
Orang pertama yang menyatakan hal tersebut adalah Ali bin Abi Thalib.
(Zuhroni, 2010).
Ada sejumlah definisi aborsi dari fukaha. Pada umumnya mereka
mendefinisikannya sebagai ‘gugurnya janin sebelum dia
menyempurnakan masa kehamilannya’. Ibrahim al-Nakhai mengatakan :
Aborsi adalah menggugurkan janin dari rahim ibu hamil, baik sudah
berbentuk sempurna atau belum. Menurut al-Ghazali, aborsi adalah
pelenyapan nyawa yang ada di dalam janin atau merusak sesuatu yang
sudah terkonsepsi (al-Maujud al-Hasil). Pelenyapan nyawa di dalam
janin merupakan perbuatan pidana (jinayah). Hal ini dikarenakan fase
kehidupan janin tersebut bermula dari terpancarnya sperma ke dalam
vagina yang kemudian bertemu dengan ovum perempuan yang disebut
dengan konsepsi. Setelah terjadi konsepsi, berarti sudah muali ada
57
kehidupan ( karena sel-sel tersebut akan terus berkembang). Jika
digugurkan merupakan jinayah. Abdullah bin Ahmad mengatakan, aborsi
adalah merusak makhluk yang ada dalam rahim perempuan. Dalam hal
ini ia berpendapat: “Nuthfah setelah melekat dan menetap di tempat yang
kokoh, yakni rahim, harus dihormati dan tidak boleh diserang tanpa ada
alasan yang dibenarkan syara’”. Abdul Qadir Audah berpendapat, “aborsi
ialah pengguguran kandungan dan perampasan hak hidup janin atau
perbuatan yang dapat memisahkan janindari rahim ibu”. Dalam konteks
pengguguran kandungan, MUI (Oktober,1983) menetapkan hukum
tentang KB secara khusus menetapkan bahwa pengguguran dilarang, baik
di kala janin sudah bernyawa (umur empat bulan dalam kandungan).
Selanjutnya, pada tahun 2000 ditetapkan aborsi haram sejak terjadinya
ovum. (Zuhroni, 2010).
Dalam menentukan hukum aborsi para ulama klasik
mengelompokkannya dalam beberapa fase perkembangan janin, yaitu
fase sebelum 40 hari, sebelum 80 hari, sebelum 120 hari, dan pasca 120
hari. Jika dikaitkan dengan hukum pidana terbagi lagi atas dua fase, fase
sebelum usia janin 120 hari dan sesudah usia 120 hari. Batas 120 hari
ditetapkan sebagai masa nafkh al-Ruh, didasarkan pada hadits ‘empat
puluhan’ di mana Nabi menyatakan bahwa janin ditahan sebagai nuthfah
selama 40 hari, sebagai ‘alaqat 40 hari, dan mudghat 40 hari. Diantara
mereka ada yang membolehkan dan ada yang mengharamkannya sesuai
dengan klasifikasi dalam tiga kelompok berikut :
58
1) Golongan yang mengharamkan pengguguran pada setiap
tahap-tahap pertumbuhan janin sebelum diberi nyawa
(Nuthfah,’alaqah, dan mudhghah).
2) Golongan yang membolehkan pengguguran pada salah satu
tahap dan melarang pada tahap-tahap yang lain. Atau,
melarang pada satu tahap dan membolehkan pada tahap-tahap
yang lain. Secara lebih rinci dapat dikemukakan sebagai
berikut :
a) Makruh pada tahap nuthfah dan haram pada ‘alaqah dan
mudlghah. Ini adalah pendapat Ulama Malikiyah, dan
Ulama al-Syafi’iyyah menyebutnya sebagai makruh
tanzih, dengan syarat pengguguran itu dilakukan seizin
suami.
b) Dibolehkan pada tahap nuthfah dan haram pada tahap
‘alaqah dan mudlghah.
c) Boleh pada tahap nuthfah dan ‘alaqah, dan haram pada
tahap mudlghah.
3) Golongan yang membolehkan abortus pada setiap fase
sebelum pemberian nyaw, pendapat yang kuat di kalangan
ulama Hanafiyah. Di antara alasan yang dikemukakan adalah
sebagai berikut :
a) Setiap yang belum diberi nyawa tidak akan dibangkitkan
Allah di hari kiamat. Setiap yang tidak dibangkitkan
59
berarti keberadaannya tidak diperhitungkan. Dengan
demikian tidak ada larangan untuk menggugurkannya.
b) Janin yang belum diberi nyawa tidak tergolong sebagai
manusia. Maka tidak ada larangan baginya, yang berarti
boleh digugurkan.
Dari beberapa pendapat para Ulama Mahzab dapat disimpulkan,
bahwa aborsi sebelum peniupan ruh, sebelum berusia empat bulan adalah
sebagai berikut :
a. Boleh, dengan alasan belum ada makhluk bernyawa
b. Makruh, dengan alasan karena janin sedang mengalami
pertumbuhan
c. Haram karena dianggap merampas hak hidup. (Zuhroni, 2010).
Adapun aborsi yang dilakukan setelah usia kandungan empat bulan,
semua fuqaha’ sepakat bahwa perbuatantersebut hukumnya haram.
Dianggap sebagai bentuk kejahatan atas makhluk yang sudah bernyawa.
Disebutkan dalam firman Allah S.W.T :
Artinya :
60
“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi ”. (Q.S Al-Maidah (5):32)
Majlis Haiah Kibar-al-Ulama ( Ulama Kontemporer ) Arab Saudi
pada tahun 1407 H mengeluarkan fatwa tentang abortus sebagai berikut :
a. Tidak boleh melakukan aborsi di setiap fase kehamilan, kecuali
hanya untuk tujuan yang baik secara syar’i dan dalam lingkup
yang sangat terbatas.
b. Jika janin masih pada fase awal dan berusia 40 hari jika aborsi
dilakukan mengandung kemashlahatan secara syar’i, atau untuk
mencegah kemudharatan yang akan terjadi, maka diperbolehkan.
c. Tidak boleh menggugurkan kandungan jika sudah berbentuk
‘alaqah, atau mudlghah, kecuali berdasarkan analisis para dokter
ahli yang menetapkan bahwa meneruskan kehamilan akan
mengancam nyawa si ibu, maka boleh dilakukan setelah
melakukan menghindari hal-hal yang dapat membahayakan.
d. Setelah melampaui tiga fase dan setelah usia kehamilan empat
bulan, tidak boleh menggugurkannya, kecuali jika tim dokter
spesialis yang memiliki otoritas menetapkan bahwa
mempertahankan kehamilan akan mengancam hidup si ibu maka
61
boleh dilakukan (Zuhroni, 2010).
MUI ( Majelis Ulama Indonesia) menetapkan usia kandungan 40
hari sebagai batas waktu pembolehan aborsi, sebagaimana tertuang dalam
fatwa tersebut merujuk pada hadits Muslim dari Hudzaifah yang
menegaskan bahwa janin telah lengkap saat berusia 42 hari, 6 minggu (42
hari), sesuai dengan pandangan para embriolog modern. Pada usia janin
minggu keenam, hari ke-42, tunas-tunas anggota tubuh tertentu mulai
terlihat, rongga mulut dan rongga hidung yang menyatu mulai terbentuk
antara lengan atas dan lengan bawah, jari-jemari mulai nampak, langit-
langit mulai terbentuk. Pada akhir minggu ke-6 itu panjangnya telah
mencapai 13 mm. Agar pengecualian berbentuk pembolehan aborsi tidak
disalahgunakan, MUI membatasinya dengan ketat, hanya boleh
dilaksanakan setelah ada keputusan dari tim yang berwenang yang terdiri
dari keluarga, dokter, dan ulama. Selanjutnya pelaksanaannya hanya boleh
dilakukan di fasilitas kesehatan yang telah ditunjuk oleh pemerintah
(Zuhroni, 2010).
Ada beberapa jenis stem cell yang diperbolehkan menurut etika agama,
diantaranya adalah stem cell yang berasal dari umbilical cord (tali Pusar), Sum-
sum tulang, dan iPS (induced pluripotent stem cell), karena jenis-jenis stem cell
tersebut tidak merusak atau membunuh makhluk hidup dan tidak melanggar hal-
hal yang telah digariskan oleh Allah S.W .T ( Tazkiyah,2008 ).
3.2. Aging Menurut Islam
62
Menjadi tua merupakan Sunnatullah bagi setiap manusia yang merupakan
bagian dari siklus kehidupan, dimana seeorang setelah dilahirkan kemudian
menjadi remaja, dewasa, tua hingga meninggal dunia dan tidak ada satu
kekuatanpun yang dapat merubahnya kecuali Allah S.W.T menghendakinya.
Firman Allah SWT:
Artinya:
Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya) (QS. Gafir (40):67)
Sebagaimana juga terdapat dalam firman Allah SWT:
Artinya:
“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari Keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah Keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia
63
menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan tua. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah yang Maha mengetahui lagi Maha Kuasa” (QS. Ar Rum (30);54)
(Hariri,2010).
3.3. Anti Aging menurut Islam
Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dibidang kedokteran, banyak
temuan dihasilkan untuk kebutuhan manusia diantaranya antioksidan yang dapat
menghambat proses penuaan. Cepat atau lambat manusia akan mengalami
penuaan. Tidak sedikit orang terutama wanita akan menghindari penuaan ini,
paling tidak berusaha untuk menjaga terutama kulitnya agar tidak cepat
mengendur dan keriput.
Ada sebuah optimisme bahwa kelak kita dapat menghambat proses
penuaan berkat apa yang kita pelajari dari alam dengan perkembangan teknologi
yang tinggi dibidang kedokteran, yang menghasilkan berbagai macam produk dan
terapi untuk meremajakan kulit.
Dalam ajaran Islam, hal-hal yang berhubungan dengan mencari obat,
membuat obat, mendeteksi penyakit, dan belajar tentang ilmu yang berhubungan
dengan pengobatan, antara lain tersirat dalam pernyataan nabi:
��ز�ل !ن ي �$م ل 'ه الل �ن' $د$او$و�اف$إ ت ق$ال$ $نتد$او$ى أ 'ه الل ل$ س!و $ار$ ي ق$ال$
ل$ه �ج$ح �م$ن $ه! ه�ل و$ج$ح$ $م$ه! ع$ل �م$ن �م$ه! $ء@ع$ل فا �ش $ه! ل ل$ �ز$ أن �ال$ د$اء@إ
Artinya:
64
Sahabatnya bertanya, ya Rasulullah aw, apakah kami mesti berobat? Nabi menjawab “berobatlah, sebab, Allah tidak menurunkan penyakit kecuali juga menurunkan obatnya, diketahui oleh orang yang mengetahuinya dan tidak diketahui oleh orang yang tidak mengetahuinya”. (HR. Ahmad)
Hadits ini memberi petunjuk agar mencari tahu obat suatu penyakit,
dipahami dari pernyataan ‘setiap penyakit ada obatnya’. Atau dengan kata lain,
agar mencari inovasi baru dalam bidang pengobatan, mencari obat dan
menelitinya (Zuhroni, 2010)
Jadi penuaan tidak dapat diobati, namun upaya menghambat proses
penuaan dapat dilakukan sejak usia dini dengan melakukan pola hidup sehat,
mengatur pola makanan yang baik serta berpuasa yang terbukti dapat mencegah
proses penuaan dini terutama pada kulit. Hal ini tidak bertentangan dengan hukum
Islam, justru akan memperindah penampilan seseorang, karena sudah menjadi
kodratnya wanita diciptakan dengan segala keindahan, dan sudah naluri seorang
wanita berhias untuk mempercantik wajahnya. Dengan menjaga penampilan agar
selalu indah dilihat maka akan disenangi Allah S.W.T karena Allah senang nikmat
pemberian-Nya diperlihatkan oleh hamba-Nya, sebagaiman sabda Nabi
Muhammad S.A.W sebagai berikut:
��د ع$ب ع$لى$ ��ه �ع�م$ت ن $ر! $ث ا ء Lر$ ي �$ن ا Lب�!ح ي Nه$ لل ا �ن' ها
Artinya:
Sesungguhnya Allah senang nikmat-Nya yang diberikan kepada hamba-Nya diperlihatkan
(Zuhroni, 2010).
65
3.4. Pandangan Islam Terhadap Penggunaan Stem Cell Embrio sebagai Anti
Aging
Stem cell walaupun digunakan untuk pengobatan (misalnya anti aging)
dan baik untuk kemaslahatan umat, tetapi tidak diperbolehkan apabila berasal
dari embrio hasil peleburan sel sperma dan ovum (sel telur), karena :
1. Fertilisasi adalah proses sakral, hubungan antara suami-istri
dianggap sakral oleh islam dan dinilai sebagai ibadah.
2. Memakai embrio untuk keperluan pengobatan sama saja dengan
membunuh embrio tersebut, padahal embrio tersebut memiliki potensi hidup dan
embrio tersebut dinilai sebagai jiwa yang akan berkembang sesuai yang telah
digariskan oleh Allah S.W.T.
Pada kutipan perkataan Nabi Muhammad SAW dalam firman Allah SWT :
66
Artinya :
“ Katakanlah (Muhammad) : "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahaminya”.( Q.S Al-An’am (6):151).
( Tazkiyah,2008 ).
Dari sekian banyak pendapat dari para ulama yang berbeda-beda satu
sama lain tentang hal ini maka masih dipertanyakan apakah stem cell embrio
untuk anti aging dilihat dari segi agama termasuk haram karena bisa disamakan
dengan tindakan aborsi atau bukan. Ada ulama yang berpendapat bahwa haram
dilakukan, ada yang membolehkan tetapi hanya pada salah satu tahap
perkembangan janin saja dan melarang pada tahap-tahap yang lain, dan ada juga
ulama yang membolehkan pada setiap fase sebelum pemberian nyawa. Perbedaan
ini dikarenakan karena adanya perbedaan pemahaman periodesasi perkembangan
janin, persoalannya, saat-saat itu sudahkah dapat disebut dengan kehidupan atau
baru tahap perkembangan. Dilihat dari suatu sumber tentang stem cell embrionik
adalah stem cell yang yang didapatkan saat perkembangan individu masih berada
dalam tahap embrio, lebih tepatnya pada massa sel dalam (inner cell mass) yang
terdapat dalam balstosis dan inner cell mass ini terbentuknya saat embrio berusia
3-5 hari, yaitu saat blastokis terbentuk dan akan mengimplantasikan dirinya ke
dalam dinding rahim dengan hukum islam yang melihat dari batasan yang dapat
67
dikatakan tindakan aborsi yaitu pada fase sebelum 40 hari maka hukumnya bisa
diperbolehkan, makruh atau bisa dikatakan haram. Jadi masih diperdebatkan
sampai sekarang apakah sebenarnya penggunaan stem cell embrio ini
diperbolehkan atau tidak. Penggunaan stem cell embrio untuk anti aging yang
dianggap termasuk jenis pengobatan mungkin dapat saja diperbolehkan karena
banyak manfaatnya tetapi karena proses pengambilan embrionya itu sendiri
berdasarkan waktu yang bisa dikaitkan dengan tindakan aborsi yang pada
akhirnya membuat banyak keraguan.
68
BAB IV
KAITAN PANDANGAN KEDOKTERAN DAN ISLAM TENTANG
PENGGUNAAN STEM CELL EMBRIO SEBAGAI ANTI AGING
( PENUAAN)
Proses penuaan terjadi pada hampir semua organ tubuh. Namun yang
langsung bisa terlihat adalah pada kulit dan rambut, karena keduanya terletak pada
bagian terluar dari tubuh. Penuaan adalah hal yang paling ditakutkan sebagian
wanita, meskipun semua orang juga tahu, proses itu adalah hal alamiah yang pasti
akan terjadi. Maka apapun dilakukan agar tetap muda dan cantik, termasuk
dengan kosmetika atau mengonsumsi aneka tablet dan ramuan sebagai anti aging..
Salah satu sebab utama proses penuaan itu adalah berkurangnya
kemampuan reproduksi sel akibat kurangnya nutrisi tubuh. Oleh karena itu para
ahli kosmetika mencoba untuk mengganti dan menyegarkannya dengan nutrisi
baru yang lebih segar. Sebenarnya nutrisi ini dapat diperoleh dari makanan yang
seimbang dan sehat. Namun inipun masih dianggap kurang memadai. Oleh karena
itu mulailah dicari bahan-bahan lain yang bisa memacu pergantian sel baru secara
lebih cepat lagi.
Bahan baku yang banyak dilirik para pakar kosmetika adalah penggunaan
69
zat yang berasal dari embrio atau sel-sel muda yang ada di sekitarnya. Sel-sel
yang masih sangat belia itu memiliki kemampuan untuk memberikan nutrisi bagi
tubuh guna melakukan reproduksi sel. Salah satu bahan yang saat ini mulai
digunakan adalah Extract of Whole Embryo (EWE) yang merupakan embrio atau
janin bayi yang diekstrak. Bahan ini masih banyak mengandung vitamin, protein
yang mudah diserap, enzim dan bahan-bahan aktif lainnya.
Selain untuk dioleskan sebagai kosmetika, EWE juga dilaporkan
digunakan sebagai makanan/minuman suplemen yang mampu memberikan efek
segar dan anti penuaan dari dalam. Zat-zat itulah yang dimanfaatkan untuk
menggantikan sel-sel baru, baik untuk kulit maupun rambut. Maka kosmetika
dengan bahan aktif EWE tersebut kemudian diklaim sebagai kosmetika yang
memberikan efek anti penuaan, membuat kulit lebih mulus, segar dan muda.
Embrio yang sering digunakan dalam berbagai produk kosmetika tersebut
ada yang berasal dari biri-biri, sapi, babi, dan ada juga embrio manusia yang
digugurkan/keguguran. Pemanfaatan embrio manusia ini masih diragukan apakah
diperbolehkan atau tidak diperbolehkan dalam Islam karena banyaknya perbedaan
pendapat dari para ulama yang mereka meperdebatkan apakah ini bisa disamakan
dengan tindakan aborsi atau bukan.
70
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1) Cara melakukan isolasi stem cell embrio adalah dengan cara stem
cell embrionik diambil dari inner cell mass dari suatu blastokista
(embrio yang terdiri dari 50-150 sel, kira-kira hari ke-5 pasca
pembuahan). Biasanya didapatkan dari sisa embrio yang tidak
dipakai pada IVF (in vitro fertilization). Tapi saat ini telah
dikembangkan teknik pengambilan stem cell embrionik yang tidak
membahayakan embrio tersebut sehingga dapat terus hidup dan
bertumbuh..
2) Tindakan melakukan isolasi stem cell embrio melanggar etika dan
belum dapat dipertanggungjawabkan baik dalam bidang kedokteran
maupun dari segi islam karena embrio memiliki potensi hidup dan
embrio tersebut dinilai sebagai jiwa yang akan berkembang.
3) Penuaan (aging) adalah suatu proses kemunduran kualitas dan fungsi
organ penyusun tubuh, yang terjadi seiring dengan bertambah
lanjutnya usia suatu makhluk hidup, termasuk manusia. Anti Aging
adalah penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran
terkini untuk melakukan deteksi dini, pencegahan, pengobatan, dan
perbaikan ke keadaan semula berbagai disfungsi, kelainan, dan
penyakit yang berkaitan dengan penuaan, yang nertujuan untuk
71
memperpanjang hidup dalam keadaan sehat.
4) Embrio yang sering digunakan dalam berbagai produk kosmetika
(produk anti aging ) tersebut ada yang berasal dari biri-biri, sapi,
babi, dan ada juga embrio manusia yang digugurkan/keguguran.
Penggunaan embrio manusia ini dilaporkan di berbagai negara,
seperti Taiwan dan China. Pemanfaatan embrio manusia ini tentu
saja tidak diperbolehkan dalam Islam, karena termasuk organ tubuh
manusia. Anak adam adalah suci dan tidak boleh dimanfaatkan
organnya untuk keperluan apapun, termasuk untuk kosmetika.
B. Saran
1) Mengingat masih sedikitnya studi yang menggambarkan kejelasan
mengenai penggunaan stem cell embrio sebagai anti aging, penulis
berharap kedepannya terdapat berbagai studi ilmiah agar didapatkan
gambaran yang lebih jelas.
2) Keresahan dalam masyarakat dapat timbul akibat ketidaktahuan,
oleh karena itu perlu ada sosialisasi dan pendidikan kepada
masyarakat perihal penelitian stem cell embrionik secara jujur karena
ada kecendrungan untuk melaporkan keberhasilan dan
menyembunyikan kegagalan.
72