all skripsi ika puspaningtyas

111
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sel induk adalah sel-sel berbeda dari jenis lain sel-sel dalam tubuh. Semua sel batang terlepas dari sumber mereka memiliki tiga sifat umum: mereka mampu membagi, memperbaharui diri untuk waktu yang lama dan mereka dapat menimbulkan jenis sel khusus pada umumnya. Stem cell diklasifikasikan sebagai sel batang embrio (ESC) dan sel induk dewasa. Karena sifat unik, telah menjadi sangat besar di penelitian medis, khususnya sebagai obat penyakit potensial untuk mengancam kehidupan (Thomson et al,1998) Laporan tentang keberhasilan pengisolasian stem cell manusia serta laporan tentang ekperimen fusi sel telur sapi yang telah di nukleasi dengan sel manusia telah menghangatkan kembali perdebatan tentang etika penelitian yang menggunakan sel embrio ( mudigah ) manusia. Berbagai teknologi baru telah memungkinkan 1

Upload: sitanayenggita

Post on 28-Oct-2015

145 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sel induk adalah sel-sel berbeda dari jenis lain sel-sel dalam tubuh. Semua

sel batang terlepas dari sumber mereka memiliki tiga sifat umum: mereka mampu

membagi, memperbaharui diri untuk waktu yang lama dan mereka dapat

menimbulkan jenis sel khusus pada umumnya. Stem cell diklasifikasikan sebagai

sel batang embrio (ESC) dan sel induk dewasa. Karena sifat unik, telah menjadi

sangat besar di penelitian medis, khususnya sebagai obat penyakit potensial untuk

mengancam kehidupan (Thomson et al,1998)

Laporan tentang keberhasilan pengisolasian stem cell manusia serta

laporan tentang ekperimen fusi sel telur sapi yang telah di nukleasi dengan sel

manusia telah menghangatkan kembali perdebatan tentang etika penelitian yang

menggunakan sel embrio ( mudigah ) manusia. Berbagai teknologi baru telah

memungkinkan berbagai cara untuk membuat embrio manusia seperti melalui

transfer inti somatik, fusi sel, dan pembuatan hibrida manusia/bukan-manusia.

Perlu diingat bahwa manipulasi embrio kemungkinan besar akan menyebabkan

kematian embrio itu (Tadjudin,2006)

Pemerintah federal Amerika Serikat melarang pendanaan penelitian yang

menggunakan stem cell berasal dari embrio, namun tidak melarang penelitian itu

sendiri. Hal itu menyebabkan penelitian dilakukan oleh pihak swasta tanpa

pengawasan yang baik (Spar, 2004)

1

Dalam Islam dijelaskan bahwa Allah SWT menciptakan penyakit serta

obatnya, bagi setiap umat Islam berkewajiban untuk berobat pada ahlinya serta

memilih cara pengobatan yang lebih besar faedahnya. Terapi stem cell embrio

salah satu cara yang bertujuan dalam memperlambat proses aging (penuaan) atau

disebut sebagai anti aging. Oleh karena itu perlu diketahui hukum menggunakann

terapi stem cell embrio tersebut menurut Islam.

1.2. Permasalahan

1. Bagaimana cara melakukan isolasi stem cell embrio dan apakah

akan mengganggu perkembangan embrio itu sendiri?

2. Apakah tindakan melakukan isolasi stem cell embrio melanggar

etika kedokteran dan apakah dapat dipertanggungjawabkan dalam

segi islam?

3. Apakah arti aging (penuaaan) dan anti aging itu sendiri dari segi

kedokteran?

4. Bagaimana hukum penggunaan stem cell embrio untuk anti aging

dalam segi islam?

1.3. Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui efektivitas penggunaan terapi stem cell embrio untuk

terapi anti aging.

2

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mendapatkan informasi mengenai teknik penggunaan stem cell

embrio menurut kedokteran.

2. Mendapatkan informasi mengenai manfaat positif juga dampak

negatif bagi manusia dalam penggunaan stem cell dalam terapi anti

aging menurut kedokteran.

3. Mendapatkan informasi tentang pandangan Islam mengenai

penggunaan stem cell untuk terapi anti aging.

1.4. Manfaat

1. Bagi Penulis

Sebagai sarana latihan penulisan skripsi yang baik dan benar.

Menambah pengetahuan tentang terapi anti aging dengan

menggunakan stem cell embrio ditinjau dari sudut pandang

kedokteran dan agama Islam.

2. Bagi Universitas YARSI

Memberikan informasi kepada civitas akademika Universitas

YARSI mengenai terapi anti aging dengan menggunakan stem cell

embrio ditinjau dari sudut pandang kedokteran dan agama Islam.

3. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi pada masyarakat mengenai terapi anti aging

dengan menggunakan stem cell embrio ditinjau dari sudut pandang

kedokteran dan agama Islam.

3

BAB II

PENGGUNAAN STEM CELL EMBRIO SEBAGAI ANTI AGING

DITINJAU DARI KEDOKTERAN

2.1. Stem Cell

2.1.1 Definisi Stem cell

Sesuai dengan kata yang menyusunnya (stem = batang; cell = sel), stem

cell adalah sel yang menjadi awal mula dari pertumbuhan sel lain yang menyusun

keseluruhan tubuh organisme, termasuk manusia. Layaknya batang pohon yang

menjadi tumpuan bagi pertumbuhan ranting dan daunnya, stem cell juga

merupakan awal dari pembentukan berbagai sel penyusun tubuh. Oleh karena itu,

dalam bahasa Indonesia baru-baru ini istilah stem cell diterjemahkan menjadi sel

punca. Kata punca berarti awal mula. Makna yang terkandung dalam kata sel

punca, semakin diteguhkan dengan penemuan keberadaan stem cell pada awal

kehidupan manusia, yaitu saat masih embrio. Hal ini tentu semakin menegaskan

bahwa stem cell adalah sel yang menjadi awal mula terbentuknya 200 jenis sel

yang menyusun tubuh ( Halim et al., 2010 ).

2.1.2 Karakteristik Stem cell

Untuk dapat digolongkan sebagai stem cell, suatu sel harus memiliki

sejumlah karakteristik, yang antara lain :

1) Belum berdiferensiasi (Undifferentiated)

4

Stem cell merupakan sel yang belum memiliki bentuk dan fungsi

yang spesifik layaknya sel lainnya pada organ tubuh. Sel otot jantung

(kardiomiosit), neuron, dan sel β pankreas adalah jenis-jenis sel tubuh

yang telah memiliki bentuk dan fungsi yang spesifik. Sel-Sel tersebut

secara jelas menjalankan fungsi dari organ yang dibentuknya. Bentuk sel

otot jantung menyokong fungsinya untuk berdenyut. Neuron otak juga

memiliki bentuk yang memungkinkannya menghantarkan impuls-impuls

sara, sedangkan sel β pankreas terdapat dalam struktur jaringan yang

disebut sebagai “pulau Langerhans” pada pankreas, yang berfungsi

memproduksi hormon insulin. Berbeda dengan ketiganya, stem cell adalah

sel yang belum memiliki fungsi khusus, seperti berdenyut, menghantarkan

impuls, menghasilkan hormon, ataupun fungsi lainnya. Bukti ilmiah

bahkan menunjukkan bahwa populasi stem cell dalam suatu jaringan

matur, tampak sebagai suatu populasi sel inaktif, yang fungsinya baru

terlihat dalam waktu dan kondisi tertentu.

2) Mampu memperbanyak diri sendiri (Self Renewal)

Stem cell dapat melakukan replikasi dan menghasilkan sel-sel

berkarakteristik sama dengan sel induknya. Kemampuan memperbanyak

diri dan menghasilkan sel-sel yang sama seperti sel induknya ini tidak

dimiliki oleh sel-sel tubuh lainnya seperti sel jantung,otak, ataupun sel

pankreas. Itulah sebabnya apabila jaringan dalam jantung, otak,maupun

pankreas mengalami kerusakan, maka pada umumnya kerusakan tersebut

bersifat irreversibel. Populasi stem cell dalam tubuh terjaga dengan

5

kemampuannya memperbanyak diri sendiri. Kemampuan ini dapat

dilakukan berulang kali, bahkan diduga tidak terbatas. Selain itu,

kemampuan ini juga dipertahankan dalam jangka waktu yang relatif lama.

Hingga saat ini, para peneliti masih berupaya mencari faktor absolut yang

mampu mengendalikan proliferasi stem cell tanpa adanya proses

diferensiasi. Sejumlah penemuan dalam hal induksi pluripotensi sel

somatis menjadi stem cel, telah memberikan titik terang tentang peranan

beberapa faktor transkripsi yang terkait dengan hal ini. Walaupun

demikian, peran penting faktor-faktor tersebut masih terus diperdebatkan.

Apabila faktor absolut penentu potensi memperbanyak diri berhasil

ditemukan, maka peneliti dan ahli medis dapat dengan mudah

memperbanyak stok stem cell untuk digunakan sebagai bahan utama terapi

transplantasi sel dan riset medis terkait. Selain itu, faktor ini juga dianggap

penting untuk mempertahankan populasi stem cell dalam tubuh ( stem cell

niche ), demi menjaga homeostasis jaringan tubuh.

3) Dapat berdiferensiasi menjadi lebih dari satu jenis sel

(Multipoten/Pluripoten)

Keberadaan stem cell sebagai sel yang belum berdiferensiasi

ternyata dimaksudkan untuk menjaga kontinuitas regenerasi populasi sel

yang menyusun jaringan dan organ tubuh. Hal ini dapat dilakukan dengan

kemampuan stem cell untuk berdiferensiasi menjadi sel-sel tubuh yang

dibutuhkan. Kemampuan stem cell dalam berdiferensiasi juga dinilai lebih

istimewa dibandingkan sel-sel laim yang jauh lebih matur, karena stem

6

cell mampu berdiferensiasi menjadi lebih dari satu jenis sel tubuh. Hal ini

berarti stem cell bersifat multipoten atau pluripoten bergantung pada jenis

dari stem cell itu sendiri. Stem cell bersifat pluripoten bila mampu

berdiferensiasi menjadi sel tubuh apapun, yaitu yang berasal dari ketiga

lapisan embrional (ektoderm, mesoderm,dan endoderm) dan stem cell

bersifat multipoten bila hanya mampu berdiferensiasi menjadi beberapa

jenis sel, yang biasanya berada dalam suatu golongan serupa, seperti sel-

sel sistem hematopoietik, ataupun sistem saraf. Proses diferensiasi stem

cell diduga disebabkan oleh faktor internal maupun faktor eksternal sel.

Faktor internal sel mencakup faktor genetik dan epigenetik, sedangkan

faktor eksternal sel mencakup kondisi lingkungan sekitar sel, faktor

pertumbuhan ( growth factor ), ataupun bergantung pada kebutuhan

jaringan/organ tubuh itu sendiri. Hingga saat ini, faktor-faktor yang

menentukan terjadinya diferensiasi dari stem cell terus diteliti (Halim et

al., 2010).

Sel induk sangat diperlukan untuk organisme karena mereka

menjaga keamanan homeostasis jaringan melalui keseimbangan yang baik

dari pembaharuan diri dan diferensiasi. Stem cell terjadi dalam jumlah

yang sangat kecil di jaringan dewasa dan dalam jumlah yang lebih tinggi

pada janin dan bagiannya. Dengan demikian, mereka dapat berasal dari

embrio keseluruhan atau bagiannya. Sel-sel ini, pertama berasal dari

embrio tikus ( Martin, 1981;Evans dan Kaufman, 1981) dan kemudian

diperoleh pada manusia(Thomson et al.,1998), dapat menimbulkan semua

7

jenis jaringan tubuh orang dewasa, seperti yang ditunjukkan pada tikus

(Nagy et al.,1993)

Gambar 1. Stem cell pluripoten

Sumber: http://www.hyscience.com/archives/2006/03/stem_cell_innov.php

2.1.3 Jenis Stem cell

Berdasarkan kemampuan berdiferensiasi, stem cell dibagi menjadi :

1. Totipoten.

Dapat berdiferensiasi menjadi semua jenis sel. Yang termasuk

dalam stem cell totipoten adalah zigot (telur yang telah dibuahi).

8

2. Pluripoten.

Dapat berdiferensiasi menjadi tiga lapisan germinal: ektoderm,

mesoderm, dan endoderm, tapi tidak dapat menjadi jaringan ekstra

embrionik seperti plasenta dan tali pusat. Yang termasuk stem cell

pluripoten adalah stem cell embrionik.

3. Multipoten.

Dapat berdiferensiasi menjadi banyak jenis sel. Misalnya: Stem cell

hematopoietik.

4. Unipoten

Hanya dapat menghasilkan 1 jenis sel. Tapi berbeda dengan non-

stem cell, stem cell unipoten mempunyai sifat dapat memperbaharui

atau meregenerasi diri (self-regenerate/self-renew) (Saputra, 2006).

2.1.4 Sumber Stem cell

Berdasarkan sumbernya, stem cell dibagi menjadi:

1. Zigot.

Yaitu pada tahap sesaat setelah sperma bertemu dengan sel telur

2. Stem cell Embrionik.

Diambil dari inner cell mass dari suatu blastokista (embrio yang

terdiri dari 50-150 sel, kira-kira hari kelima pasca pembuahan). Stem

cell embrionik biasanya didapatkan dari sisa embrio yang tidak dipakai

pada IVF (in vitro fertilization). Tapi saat ini telah dikembangkan

9

teknik pengambilan stem cell embrionik yang tidak membahayakan

embrio tersebut, sehingga dapat terus hidup dan bertumbuh.

3. Fetus.

Fetus dapat diperoleh dari klinik aborsi.

4. Stem cell darah tali pusat.

Diambil dari darah plasenta dan tali pusat segera setelah bayi lahir.

Stem cell dari darah tali pusat merupakan jenis stem cell hematopoietik,

dan ada yang menggolongkan jenis stem cell ini ke dalam stem cell

dewasa.

5. Stem cell Dewasa.

Diambil dari jaringan dewasa, antara lain dari:

a. Sumsum tulang.

Ada 2 jenis stem cell dari sumsum tulang:

- Stem cell Hematopoietik.

- Stem cell Stromal atau disebut juga Stem cell Mesenkimal.

b. Jaringan lain pada dewasa seperti pada:

- susunan saraf pusat

- adiposit (jaringan lemak)

- otot rangka

- pankreas

Stem cell dewasa (adult) mempunyai sifat plastis, artinya selain

berdiferensiasi menjadi sel yang sesuai dengan jaringan asalnya, stem

cell dewasa juga dapat berdiferensiasi menjadi sel jaringan lain.

10

Misalnya: stem cell neural dapat berubah menjadi sel darah, atau stem

cell stromal dari sumsum tulang dapat berubah menjadi sel otot jantung,

dan sebagainya (Saputra, 2006).

2.1.5 Mekanisme Regenerasi Jaringan Stem cell

Mekanisme perbaikan jaringan yang rusak dengan menggunakan stem cell

terdiri dari dua jenis :

1) Diferensiasi Stem cell

Stem cell yang telah sampai pada lokasi kerusakan sel dalam

jaringan tubuh, akan mampu berdiferensiasi menjadi sel somatik jaringan

tubuh tersebut, sehingga mampu menggantikan sel-sel yang telah rusak.

Untuk mencapai efektivitas yang optimal, jenis stem cell yang

dipakai disesuaikan dengan jalur diferensiasi yang dikehendaki.

Contoh dari hal ini dijelaskan berikut ini :

- Terapi stem cell yang ditujukan untuk penderita kelainan darah,

umumnya menggunakan stem cell hematopoietik. Hal ini terutama

didasarkan pada kemampuan stem cell hematopoietik dalam

berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel darah progenitor, yang

selanjutnya mampu berdiferensiasi lebih lanjut lagi hingga akhirnya

menjadi eritrosit, leukosit, maupun trombosit.

- Terapi stem cell ditujukan untuk penderita kelainan sistem saraf,

seperti parkinson dan stroke, paling mungkin menggunakan stem cell

neural. Hal ini berdasarkan kemampuan stem cell neural untuk

11

berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel saraf seperti astrosit,

oligodendrosit, dan neuron.

- Terapi stem cell yang ditujukan untuk penderita kelainan tulang dan

otot, paling mungkin menggunakan stem cell mesenkimal. Hal ini pun

berdasarkan atas kemampuan stem cell mesenkimal untuk

berdiferensiasi menjadi sel tulang, sel tulang rawan, sel lemak, sel

tendon, dan sel stromal sumsum tulang.

Meskipun jalur diferensiasi stem cell dewasa yang telah disebutkan diatas

telah disebutkan diatas merupakan pemikiran yang paling logis dan ilmiah,

namun kesimpulan dari banyak literatur ilmiah mengungkapkan adanya

kemungkinan diferensiasi stem cell dewasa untuk menjadi sel diluar jalur

diferensiasinya. Fenomena ini disebut dengan trandiferensiasi. Beberapa bukti

ilmiah keberadaan fenomena transdiferensiasi stem cell dewasa dijelaskan berikut

ini :

- Stem cell hematopoietik.

Normalnya, stem cell hematopoietik hanya dapat berdiferensiasi

menjadi sel progenitor mieloid dan limfoid. Pada percobaan in vitro

maupun in vivo, stem cell hematopoietik ternyata dapat berdiferensiasi

menjadi sel otot lurik, kardiomiosit, neuron, sel epitel ginjal, sel epidermal

kulit, sel epitel paru, dan sel epitel intestinal.

- Stem cell mesenkimal.

Jalur diferensiasi normal bagi stem cell mesenkimal adalah menjadi

sel osteosit, sel kondrosit, sel stromal sumsum tulang, sel adiposit, dan sel

12

tenosit. Percobaan in vitro dan in vivo membuktikan kemampuan stem cell

mesenkimal untuk berdiferensiasi menjadi sel astrosit, sel kardiomiosit, sel

serat Purkinje, sel epitel ginjal, dan sel neuron.

- Stem cell neural.

Melalui riset in vivo maupun in vitro, stem cell neural yang

sebelumnya telah diisolasi dari hewan percobaan, terbukti mampu

menyelenggarakan hematopoiesis dan membentuk sel darah fungsional.

Percobaan lain juga menyebutkan ketika stem cell neural disuntikkan ke

dalam blastosis, stem cell neural juga dapat terus berdiferensiasi dan

membentuk sel-sel dari ketiga lapisan embrional.

Dengan ditemukannya fenomena transdiferensiasi, pemikiran yang

sebelumnya menyatakan bahwa hanya stem cell embrionik yang tergolong

pluripoten, nampaknya harus ditinjau kembali.

Meskipun demikian, keraguan akan benar tidaknya kejadian

transdiferensiasi juga masih ada. Kepastian kemurnian sampel stem cell

dewasa yang digunakan dalam uji laboratorium tanpa adanya kontaminasi

oleh stem cell jenis lain adalah salah satu hal yang masih banyak

dipertanyakan. Selain itu, mekanisme yang ditempuh stem cell dewasa

dalam melakukan transdiferensiasi merupakan hal yang harus segera

dijelaskan secara ilmiah.

Seluruh fakta ilmiah yang didapatkan melaui uji laboratorium,

telah berhasil membuktikan kemampuan stem cell untuk berdiferensiasi

menjadi berbagai jenis sel tubuh. Walaupun demikian, potensi stem cell

13

untuk berdiferensiasi saat dicangkokkan kedalam tubuh, masih harus

diteliti. Sejumlah ahli pun meragukan keberlangsungan kemampuan ini

secara in vivo dalam tubuh pasien, mengingat potensi stem cell lain dalam

meregenerasi sel tubuh yang rusak juga dapat menjadi kunci keberhasilan

terapi transplantasi stem cell pada pasien penyakit degeneratif.

2) Produksi Faktor Pertumbuhan ( Growth Factor ) Stem cell

Sebagian peneliti juga berpendapat bahwa stem cell yang

ditranplantasikan ke dalam tubuh secara sistemik (melalui jalur pembuluh

darah) dapat menginduksi stem cell lain yang berada di berbagai organ

tubuh pasien sendiri untuk berproliferasi dan bergerak menuju ke

jaringan/organ yang mengalami kerusakan. Sebagai contoh adalah tikus

yang diberi perlakuan hipoksia pada jaringan saraf di daerah otak sebagai

model untuk penderita stroke, setelah disuntikkan stem cell yang telah

diberi label melalui pembuluh darahnya, maka stem cell yang berasal dari

sumsum tulang pun akan menuju ke jaringan yang mengalami hipoksia

tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stem cell yang

berasal dari luar tubuh mampu merangsang stem cell dari dalam tubuh

individu itu sendiri untuk bersama-sama melakukan tugas regenerasi

jaringan yang rusak. Salah satu hal yang disuga menyebabkan hal ini,

adalah sejumlah faktor yang diproduksi oleh stem cell yang dicangkokkan

ke dalam tubuh, mampu merangsang pengeluaran stem cell dari berbagai

organ tubuh pasien. Faktor-faktor ini adalah sitokin dan faktor

pertumbuhan (growth factor) (Halim et al., 2010).

14

2.2. Stem Cell Embrio

2.2.1 Definisi Stem cell Embrio

Sesuai dengan namanya, stem cell embrionik adalah stem cell yang dapat

ditemukan pada manusia atau hewan yang masih berada dalam rangkaian proses

embriogenesis. Stem cell embrionik sebenarnya adalah massa sel dalam ( inner

cell mas, ICM ) yang terkandung dalam rongga blastokis (Halim et al., 2010).

Embrionic stem cell adalah stem cell yang didapat dari embrio yang sudah

dibuahi. Ketika embrio berumur antara tiga sampai lima hari, ia mengandung stem

cell, yang sibuk bekerja untuk menciptakan berbagai organ dan jaringan yang

akan membentuk janin. Embrionic stem cell pertama kali diperoleh dari embrio

tikus percobaan sekitar 30 tahun yang lalu, pada tahun 1981. Kemudian pada

tahun 1998 para scientist berhasil mendapatkan embrionic stem cell dari embrio

manusia dan mengembangkannya di dalam laboratorium. Sel ini disebut human

embrionic stem cell. Di dalam embrio terdapat puluhan stem cell. Pada awalnya,

sel-sel ini masih ‘kosongan’, yang berarti bahwa nasib mereka belum ditentukan.

Tapi mereka memiliki potensi yang sangat besar ( Riyadi, 2010 ).

15

Gambar 2. Stem cell embrionik

Sumber : Mengenal Stem cell _ ScienceBiotech.htm

2.2.2 Embriogenesis dan Awal Terbentuknya Stem Cell Embrio

Kehidupan setiap manusia dimulai dari proses fertilisasi antara

spermatozoa dan oosit di ampulla tuba Fallopi. Dari proses fertilisasi inilah

dihasilkan sebuah sel yang dinamakan zigot. Karena zigot merupakan kesatuan

dari spermatozoa dan oosit, maka materi genetik yang tersimpan didalamnya pun

merupakan kesatuan dari materi yang dikandung spermatozoa dan oosit. Setelah

zigot terbentuk, sel ini segera aktif membelah dan menghasilkan blastomer dalam

jumlah yang berlipat ganda (2,4, dan seterusnya). Dengan demikian, pada hari ke-

3 sampai ke-4 pasca fertilisasi, blastomer yang terbentuk telah berjumlah 8 sel.

Setelah mencapai tahapan 8 sel, embrio akan mulai mengalami kompaksi.

16

Peristiwa ini ditandai dengan adanya ikatan antar blastomer yang cukup kuat.

Seiring dengan terjadinya hal itu, sel-sel di dalam embrio pun akan terus

membelah hingga berjumlah 32 sel. Pada tahap selanjutnya, terjadi pompa

natrium (sodium) dari dalam ke luar sel. Hal ini menyebabkan keseimbangan di

dalam zona pelusida pun berubah, sehingga berakibat pada masuknya air ke zona

pelusida. Peristiwa ini terus berlangsung hingga pada akhirnya terbentuk rongga

blastocoels yang berisi air dalam embrio. Setelah rangkaian proses ini, embrio

dikatakan telah mencapai tahap blastosis. Sel-sel dalam tahapan ini telah

kehilangan totipotensinya, karena telah terjadi diferensiasi yang pertama kali,

yaitu perubahan blastomer menjadi massa sel dalam (ICM) dan sel trofoblas. ICM

adalah sel-sel yang nantinya akan berdiferensiasi membentuk seluruh jenis sel

tubuh, sedangkan sel trofoblas bertanggung jawab pada proses pembentukan

plasenta. ICM inilah yang selanjutnya disebut dengan stem cell embrionik.

Dengan demikian, isolasi stem cell embrionik sama dengan melakukan isolasi

ICM. Untuk mendapatkan stem cell embrionik, kita harus mengisolasi sel-sel ICM

yang terdapat dalam embrio tahap blastosis.(Halim et al., 2010).

2.2.3 Rekayasa Sumber dan Isolasi Stem Cell Embrio

Ada beberapa cara untuk mendapatkan embryonic stem cell, yaitu:

1. Mengambil dari cabang bayi (embrio) yang di”donorkan” orang

tuanya.

2. Mengambil dari embrio yang digugurkan atau keguguran.

3. Mengambil dari embrio “sisa pembuatan” bayi tabung.

4. Mengambil dari embrio yang “dibuat” secara therapeutic cloning.

17

Cara yang pertama hampir tidak pernah dilakukan, kalaupun ada proses

tersebut lebih dekat ke proses nomor 2 yaitu embrio yang didonorkan tersebut

memang embrio yang telah direncanakan untuk digugurkan atau tidak diinginkan

kehadirannya. Cara nomor 2 dan 3 merupakan cara yang paling umum digunakan

oleh peneliti untuk mendapatkan stem cell. Cara ke 4 merupakan cara yang paling

rumit karena harus “membuat” embrio terlebih dahulu dengan jalan menyuntikkan

inti sel (nucleus) dari sel dewasa ke dalam sel telur yang telah diambil

nukleusnya. Cara ini dikenal dengan istilah somatic cell nuclear transfer (SCNT)

yang juga digunakan untuk “membuat” atau mengkloninng Doli si domba ajaib

beberapa tahun yang lalu. Semua cara di atas harus merusak atau “membunuh”

embrio agar dapat mengambil embrionik (Sofyan, 2008).

Riset dan penerapan terapi yang menggunakan stem cell embrionik,

banyak ditentang di berbagai negara karena melanggar nilai-nilai etika yang ada.

Hal ini logis, mengingat embrio manusia merupakan suatu bentuk kehidupan

awal, yang tidak selayaknya dijadikan bahan riset atau digunakan untuk

kepentingan lain selain reproduksi manusia. Namun di sisi lain, riset dan

penggunaan stem cell embrionik dalam dunia kedokteran memang menjanjikan

harapan besar akan kemajuan ilmu pengetahuan, riset, dan terapi penyakit

degeneratif. Untuk mensiasati dilema ini, pada akhirnya para ahli pun

menggunakan beberapa metode produksi embrio yang sekitarnya tidak menentang

etika yang ada.(Halim et al., 2010).

Embrio yang akan digunakan sebagai sumber stem cell embrionik dapat

dihasilkan melalui beberapa teknik, yaitu embrio sisa fertilisasi in vitro ( in vitro

18

fertilization, IVF ), somatic cell nuclear transfer (SCNT), dan partogenesis.

Pendekatan yang dilakukan dalam hal memproduksi embrio ini adalah

menerapkan teknik manipulasi embrio. Masing-masing teknik memiliki karakter

yang berbeda sehingga menarik untuk dibahas secara lebih rinci.

1) Embrio hasil fertilisasi in vitro ( in vitro fertilization, IVF )

Hingga saat ini, sebenarnya regulasi tentang penggunaan

stem cell embrionik dalam riset dan uji klinis belum diatur dengan

jelas di negara kita. Namun, beberapa literatur menyebutkan

kemungkinan penggunaan stem cell embrionik dari embrio

manusia sisa proses fertilisasi in vitro di klinik kesuburan.

Dalam praktek medis penangan kasus infertilitas, fertilisasi

in vitro adalah salah satu terapi yang paling diandalkan untuk

mengupayakan keturunan pada pasangan suami-istri yang

mengalami masalah dengan kesuburannya. Bila fertilisasi in vitro

menjadi pilihan bagi pasangan suami-istri dan dokter yang

menanganinya, maka awalnya dokter akan melakukan stimulasi

ovulasi pada sang istri. Melalui tindakan stimulasi ovulasi, dokter

mengharapkan ovarium seorang wanita dapat menghasilkan lebih

dari 1 oosit matang untuk dibuahi oleh spermatozoa. Oosit

sekunder yang telah matur, dikoleksi dengan teknik ovum pick up

(OPU) yang dilakukan oleh dokter spesialis kandungan, khususnya

konsultan fertilitas dan endokrinologi reproduksi. Teknik ini

19

dilakukan di klinik infertilitas yang dilengkapi dengan peralatan

yang memadai.

Seiring dengan hal itu, dokter juga melakukan isolasi

spermatozoa dari suami. Setelah spermatozoa dan oosit sekunder

didapatkan, barulah teknik IVF dapat dilakukan. Prinsip dasar dari

teknik IVF adalah membantu terjadinya proses fertilisasi antara

oosit dengan spermatozoa di luar tubuh. Proses fertilisasi dilakukan

dengan menaruh spermatozoa dan oosit pada cawan petri yang

sama. Bila fertilisasi terjadi, maka embriologis dapat mengamati

keluarnya benda kutub II ( polar body II ) dalam waktu lebih

kurang 6 jam. Bila embrio terbentuk, maka embrio tersebut akan

terus dikembangkan dengan cara dikulturisasi secara in vitro.

Pengamatan perkembangan embrio terus dilakukan hingga embrio

siap untuk diimplantasikan ke dalam rahim, pada hari ke-2, hari ke-

3, atau hari ke-5 setelah fertilisasi.

Melalui perlakuan stimulasi ovulasi, biasanya ovarium

seorang wanita mampu menghasilkan 8-12 oosit sekunder yang

siap untuk dibuahi oleh spermatozoa. Apabila semua oosit

sekunder berhasil melakukan fertilisasi, maka besar kemungkinan

akan diperoleh lebih dari 3 embrio. Biasanya dokter hanya

membutuhkan 2-3 embrio ini untuk diimplantasikan ke dalam

rahim ibu. Dengan demikian, embrio sisa IVF kemudian disimpan

beku (-196º C) dalam nitrogen cair. Bila di kemudian hari

20

pasangan tersebut kembali menginginkan anak, atau bila transfer

embrio pertama belum berhasil ( tidak berkembang menjadi janin ),

maka embrio yang disimpan beku dapat diaktifkan untuk ditransfer

kembali. Setelah mencapai perode tertentu ( 6 bulan sampai 3

tahun ), embrio yang masih disimpan beku dan tidak digunakan,

tidak akan lagi dipertahankan penyimpanannya. Oleh karena itu,

sebenarnya embrio sisa IVF inilah yang berpotensi untuk

digunakan sebagai bahan riset, termasuk sebagai sumber stem cell

embrionik. Tentu hal ini dilakukan setelah dokter atau peneliti

mendapatkan persetujuan dari pasien dan komisi etik riset.

Selain dengan prinsip yang telah disebutkan di atas, teknik

lain untuk memperoleh stem cell dari embrio hail IVF adalah

dengan mengkultur salah satu blastomer dari embrio yang berada

di tahapan 4 s.d. 8 sel. Isolasi salah satu blastomer embrio biasanya

dilakukan di klinik infertilitas, sebagai suatu metode yang lazim

untuk mendeteksi kelainan genetik dari embrio yang dihasilkan.

Pasien peserta program IVF yang berusia lebih dari 40 tahun,

cukup rawan terhadap kelainan genetik yang dapat dialami oleh

calon bayinya, sehingga perlu dilakukan pengujian sebelum

sebelum embrio tersebut ditransfer ke rahim sang ibu. Aplikasi

teknik ini cukup dapat diterima sebagai jalan untuk memperoleh

stem cell embrionik, karena embrio yang diambil satu

blastomernya masih tetap dapat tumbuh dan berkembang secara

21

normal. Salah satu kekurangan teknik ini adalah waktu tumbuh

yang cukup lama dalam medium kultur, yaitu mulai dari sebuah

blastomer hingga terbentuknya koloni stem cell membutuhkan 3-4

bulan waktu kultur.

Sekalipun berbagai upaya di atas telah dilakukan,

nampaknya penerapan teknologi stem cell embrionik pada manusia

masih tetap bersinggungan dengan nilai etik. Namun, riset dan

pengembangan teknik ini masih di sejumlah negara, seperti Rusia,

Spanyol, Israel, dan Swedia ( Eropa ), negara bagian California,

New Jersey, Rhode Island, dan Massachusetts ( Amerika Serikat )

serta China, Iran, India, Singapura, dan Korea Selatan (Asia).

Gambar 3. Embrio Hasil Fertilisasi in vitro

Sumber : Halim et al.,2010

22

Gambar 4. Pemanfaatan Embrio Hasil IVF sebagai Sumber Stem Cell Embrionik

Sumber : Halim et al.,2010

2) Embrio hasil somatic cell nuclear transfer (kloning).

Keberhasilan teknologi kloning menghasilkan domba Dolly,

berpengaruh besar pada pemanfaatan teknologi ini di masa

selanjutnya, salah satunya untuk menghasilkan stem cell embrionik.

Berdasarkan tujuannya, maka somatic cell nuclear transfer ( kloning )

yang dilakukan untuk menghasilkan stem cell embrionik tergolong

sebagai kloning terapeutik (therapeutic cloning). Dalam aplikasi

SCNT untuk mendapatkan stem cell embrionik, embrio hasil kloning

yang didapatkan segera dikultur hingga mencapai tahap blastosis.

Setelah itu, inner cell mass yang terdapat di dalam blastosis segera

diisolasi dan dikultur kembali agar berkembang dan membentuk

populasi stem cell embrionik. Embrio hasil kloning tersebut tidak

ditransfer atau diimplantasikan ke individu betina, sehingga tidak

memungkinkan lahirnya individu baru hasil kloning (reproductive

cloning ).

23

Pada dasarnya, prinsip dari kloning sel adalah mengembalikan

memori sel kembali ke tahaop embrionik sehingga dapat berkembang

normal seperti embrio biasa. Fasilitator untuk memprogram kembali

inti sel somatik ( nuclear reprogramming ) adalah sitoplasma sel

oosit. Namun, bagaimana tepatnya proses pemprograman dapat terjadi

dan senyawa-senyawa aktif sel oosit yang terlibat dalam proses ini

juga belum diketahui secara jelas hingga sekarang. Permasalahan

utama pada teknik SCNT adalah rendahnya efisiensi embrio yang

dapat berkembang hingga tahap blastosis. Hal ini disebabkan oleh

hipermetilisasi DNA, memori epigenetik inti sel somatik, modifikasi

histon, dan genomic imprinting ( inaktivasi kromosom X ).

Embrio kloning masih dapat ditransfer ke rahim induk untuk

tujuan menghasilkan individu baru. Hal inilah yang menjadi alasan

beberapa pihak untuk tetap menolak aplikasi SCNT, sekalipun

dilakukan dalam konteks kloning terapeautik. Kondisi ini membuat

para peneliti SCNT mencoba mengembangkan suatu teknik baru, yang

disebut altered nuclear transfer ( ANT ). ANT adalah pengembangan

dari teknik SCNT dengan memodifikasi inti sel somatuik agar embrio

kloning yang dihasilkan tidak mampu membentuk trofoblas, secara

otomatis tidak memiliki kemampuan untuk melakukan implantasi

sehingga dapat dipastikan tidak akan mampu untuk berkembang

menjadi individu baru. Hal inilah yang mendasari munculnya teknik

24

ANT agar embrio kloning yang dihasilkan hanya digunakan untuk

kepentingan kloning terapeutik, bukan kloning reproduksi.

Aplikasi teknik ANT yang telah dilakukan adalah dengan

menghambat ekspresi gen cdx2 menggunakan RNA interference.

Cdx2 adalah gen yang mengkode pembentukan trofoblas, sehingga

bila ekspresinya dihambat, maka trofoblas pun tidak akan terbentuk.

Gambar 5.Prinsip dan Perbedaan Kloning Reproduktif dan Kloning Terapeutik

Sumber : Halim et al.,2010

Gambar 6. ANT untuk Mendapatkan Stem Cell Embrionik

Sumber : Halim et al.,201

25

3) Embrio hasil partenogenesis.

Berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,

spermatozoa atau faktor fekunditas pria tidak lagi menjadi faktor

mutlak yang diperlukan dalam pembentukan embrio. Dengan

melakukan sejumlah perlakuan khusus, sel telur wanita dapat

berkembang secara mandiri menjadi embrio, tanpa ada peranan

spermatozoa. Teknik partenogenesis dilakukan dengan cara

melakukan aktivasi buatan terhadap oosit secara in vitro, sehingga

oosit akan berkembang menyerupai embrio normal sampai tahap

blastosis.

Sel oosit mamalia, termasuk manusia, berada pada fase

metafase II saat terjadinya ovulasi. Hal ini ditandai dengan 2 set

kromosom haploid (n) berjajar pada bidang pembelahan inti sel.

Pada fertilisasi normal, masuknya sperma akan menginduksi

terjadinya pembelahan inti ( kariokinesis ) dan diikuti dengan

pembelahan sel ( sitokinesis ). Pada saat terjadi pembelahan

tersebut, salah satu set kromosom haploid akan keluar dari

sitoplasma oosit menuju ke zona pelusida dan bertransformasi

menjadi benda kutub II ( polar body II ). Hal ini yang

menyebabkan jumlah ploidi embrio dapat tetap diploid (2n).

Pada proses partenogenesis, dilakukan suatu manipulasi

untuk mengaktifkan sel oosit agar dapat berkembang dengan

jumlah ploidi diploid, tanpa unsur materi genetik dari sperma

26

maupun sel lain. Perlakuan aktivasi buatan, baik secara kimiawi

( dengan dipaparkan srontium klorida, alkohol, dan sebagainya)

maupun elektrik (dengan dipaparkan arus listrik lemah) dilakukan

untuk menginduksi sitoplasma sel oosit agar aktif. Hal ini biasa

ditandai dengan terjadinya peningkatan osilasi Ca 2+ intraselular di

sitoplasma. Setelah sel oosit diaktivasi, maka ada satu tahapan

alami yang harus dihambat yaitu pembelahan inti ( kariokinesis ).

Senyawa kimia seperti cytochalasin B biasa digunakan sebagai

inhibitor kariokinesis. Hal ini yang menyebabkan embrio

partenogenetik dapat memiliki kromosom diploid.

Proses partenogenesis sama sekali tidak melibatkan

spermatozoa, sehingga sel embrio partenogenesis tidak mempunyai

unsur genetik dari individu jantan. Keunggulan stem cell yang

dihasilkan dari embrio partenogenesis adalah memiliki ekspresi

antigen yang lebih sederhana daripada embrio normal, yaitu hanya

memiliki satu set human leucoyte antigen (HLA).

Perkembangan terkini aplikasi teknik partenogenesis untuk

menghasilkan stem cell telah berhasil dilakukan pada oosit manusia

yang berasal dari donor program IVF. Stem cell yang berhasil

diisolasi juga telah diuji kecocokan HLA typing-nya dengan sel

somatik donor.

27

Gambar 7. Perbandingan Cara Menghasilkan Embrio sebagai Sumber Stem Cell

Embrionik

Sumber : Halim et al.,2010

Setelah embrio berhasil diproduksi, maka langkah riset selanjutnya adalah

isolasi stem cell embrionik yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan prinsipnya,

terdapat beberapa macam metode isolasi stem cell embrionik, antara lain metode

enzimatis, metode bedah imun (immunosurgery), metode bedah mikro/mekanik

(microsurgery), dan metode penyayatan laser (laser disection).

1) Metode enzimatis

Metode enzimatis menggunakan enzim pronase untuk melisiskan

bagian zona pelusida dari embrio blastosis, sehingga yang tersisa hanya

bagian ICM dan trofoblas yang kemudian dikultur dalam cawan petri.

Setelah beberapa hari, diamati pertumbuhan koloni stem cell yang berbeda

28

dengan sel-sel trofoblas. Tahap berikutnya adalah koloni stem cell diisolasi

menggunakan enzim tripsin.

2) Metode bedah imun ( immunosurgery )

Metode imunologi menggunakan antibodi spesifik terhadap sel-sel

trophectoderm, kemudian ditambahkan komplemen ( complement ) yang

akan berikatan dengan antibodi tersebut untuk melisiskan sel-sel

trophectoderm.

3) Metode bedah mikro/mekanik ( microsurgery )

Metode mekanik adalah isolasi sel-sel ICM menggunakan alat

mikromanipulator yang dihubungkan dengan mikroskop inverted. Bagian

sel-sel ICM dipisahkan dari sel-sel trophectoderm secara manual dengan

microblade yang terpasang pada mikromanipulator. Teknik ini

membutuhkan keterampilan yang tinggi karena prosesnya cukup rumit dan

detail.

4) Metode penyayatan laser ( laser dissection )

Metode ini memanfaatkan teknologi laser untuk menyayat dan

memisahkan ICM dari trophectoderm. Kelebihan metode ini adalah

meminimalisasi kontaminasi penggunaan bahan-bahan dari hewan untuk

isolasi ICM. Kekurangan dari metode ini adalah peralatan yang mahal dan

resiko mutasi. (Halim et al.,2010).

29

2.2.4 Kulturisasi dan Diferensiasi Stem Cell Embrio

Saat galur murni stem cell embrionik manusia berhasil dibuat pada tahun

1998, kulturisasi stem cell embrionik masih memerlukan kehadiran sel fibroblas

embrionik tikus ( mouse embryonic fibroblast, MEF ) sebagai sel feeder layer,

serta suplementasi serum fetal sapi ( fetal bovine serum, FBS ). Sel feeder layer

seperti MEF berfungsi sebagai substansi yang membantu stem cell embrionik

melekat pada dasar cawan kultur. Sebelum digunakan, sel feeder layer diradiasi

terlebih dahulu dengan sinar gamma atau diinkubasi dengan mitomycin C,

sehingga sel tersebut berhenti membelah. Hal tersebut perlu dilakukan agar tidak

terjadi kompetisi pengambilan nutrisi antara fibroblas sebagai sel feeder layer dan

stem cell embrionik. Serum fetal sapi merupakan sumber nutrisi yang telah

bertahun-tahun lamanya digunakan dan terbukti efektif untuk berbagai jenis sel

yang dikultur. Seiring dengan berkembangnya pengetahuan, bahan kulturisasi

yang berasal dari makhluk hidup selain manusia dianggap medatangkan risiko

rejeksi imunologis dan berpotensi membawa infeksi organisme patogen dari

hewan pada manusia yang menjadi resipiennya. Konfirmasi dari hal ini tergambar

pada salah satu hasil riset yang menemukan adanya rejeksi stem cell embrionik

terhadap asam sialat yang berasal dari hewan. Oleh karena itu, berbagai usaha

riset dan uji coba dilakukan untuk mengeliminasi kebutuhan bahan kulturisasi dari

hewan. Teknik kulturisasi yang dikembangkan tanpa menggunakan materi dari

hewan disebut dengan xenofree. Sebagai pengganti peran FBS, human serum

albumin (HSA) seringkali digunakan. (Halim et al., 2010).

30

Matriks (scaffold) digunakan sebagai pengganti sel feeder layer, yaitu

untuk melapisi cawan kultur sebagai tempat terjadinya perlekatan stem cell. Pada

metode konvensional kulturisasi stem cell embrionik, sel feeder layer juga

dianggap memegang peranan penting untuk mempertahankan pluripotensi stem

cell yang dikembangkan. Pada metode kulturisasi stem cell embrionik yang tidak

menggunakan sel feeder layer, peranan ini dijalankan oleh faktor dasar

pertumbuhan fibroblas (basic fibroblast growth factor, bFGF) yang ditambahkan

medium kultur. Transforming growth factor-β,TGF-β) dan activin merupakan

faktor tambahan yang menjaga potensi stem cell embrionik dalam memperbanyak

diri (self renewal). Selain materi-materi yang telah disebutkan di atas, senyawa

lain yang seringkali ditambahkan dalam media kultur stem cell embrionik adalah

litium klorida (LiCl) dan gamma amino butyric acid (GABA).

(Halim et al., 2010).

Setelah melewati tahap kulturisasi, karakteristik stem cell embrionik harus

diuji dengan cara ditransplantasikan pada tubuh hewan percobaan. Bagian tubuh

yang menjadi tempat transplantasi stem cell embrionik antara lain kapsul testis,

kapsul ginjal, dan otot. Sekitar 6-8 minggu pasca transplantasi ini, stem cell

embrionik diharapkan mampu memicu terjadinya teratoma. Dengan demikian,

maka stem cell embrionik yang ditranplantasikan tersebut terbukti masih memiliki

potensi untuk berdiferensiasi menjadi sel-sel tubuh yang berasal dari ketiga

lapisan embrional,yaitu endoderm,nesoderm,dan ektoderm. Pluripotensi stem cell

embrionik yang sedemikian nyata ini, menuntut dilakukannya diferensiasi terlebih

dulu sebelum digunakan dalam terapi. Untuk itu, peneliti dan praktisi tentunya

31

harus mengetahui prinsip dan cara mengupayakan terjadinya diferensiasi stem cell

embrionik secara in vitro. (Halim et al., 2010).

Secara prinsip, stem cell embrionik dapat diupayakan untuk berdiferensiasi

dengan cara diberi suplementasi faktor pertumbuhan atau senyawa lain, yang telah

diketahui berperan dalam komunikasi selular sel-sel dari lapisan embrional yang

dituju. Sebagai contoh, bila peneliti atau praktisi ingin mengupayakan diferensiasi

stem cell embrionik menjadi sel dari lapisan mesoderm (seperti sel

hematopoietik), maka sejumlah faktor pertumbuhan yang harus ditambahkan pada

medium antara lain hMNP4,hVEGF,hSCF,hflt3,hIL3,hIL6,hIGF-II, dan

darbepoetin (derivat dari eritropoietin). Bila stem cell embrionik dimaksudkan

untuk berdiferensiasi manjadi sel dari lapisan endoderm (seperti sel hati), maka

medium yang digunakan mengandung serum dalam kadar yang rendah, serta

mengandung activin A. Salah satu cara yang telah dipublikasikan dalam

mengupayakan diferensiasi stem cell embrionik menjadi sel dari lapisan ektoderm

(seperti sel progenitor neural) adalah dengan menggunakan neural basal medium

(NBM). Semua jenis perangsang diferensiasi yang telah disebutkan ini, bukanlah

satu-satunya cara dalam mengupayakan diferensiasi stem cell embrionik. Hingga

saat ini, riset masih terus dilakukan di berbagai belahan dunia, demi menemukan

senyawa perangsang yang definitif dan konsisten dalam mengupayakan

diferensiasi yang terarah pada stem cell embrionik (Halim et al.,2010).

32

2.3 Aging ( Penuaan ) dan Anti Aging

2.3.1. Definisi Aging

Menua (= menjadi tua= aging) adalah suatu proses menghilangnya secara

perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan

mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga manusia tidak dapat

bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang

diderita. (Constantinides, 1994).

Dengan begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan

terhadap infeksi dan akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan

struktural yang disebut sebagai “penyakit degeneratif” (seperti hipertensi,

aterosklerosis, diabetes mellitus dan kanker) yang akan menyebabkan kita

menghadapi episode terminal yang dramatik seperi stroke, infark miokard, koma

asidotik, metastasis kanker, dsb). (Darmadjo, 2006).

Konsep menua sukses berarti usia tua mendapatkan yang

terbaik dari apa yang mungkin diperoleh untuk jangka waktu

selama mungkin secara fisik, kognitif, sosial dan psikologis. Secara

singkat, definisi successful aging terdiri dari empat bagian: 1) tidak ada riwayat

penyakit, 2) tidak ada penurunan fungsi kognitif, 3) tidak ada cacat fisik (tidak

ada keterbatasan pada aktivitas sedang), dan 4) tidak ada batasan kesehatan

mental. (Sun et al., 2009).

Pembagian batas usia lanjut dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Batasan usia menurut WHO meliputi :

- Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun.

33

- Lanjut usia (elderly), antara 60 sampai 74 tahun

-Lanjut usia tua (old), antara 75 sampai 90 tahun

-Usia sangat tua (very old), diatas 90 tahun

2. Menurut UU No. 4 tahun 1965 pasal 1 dinyatakan sebagai berikut :

“Seorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah

yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak

berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan

menerima nafkah dari orang lain”.

Saat ini berlaku UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia yang

berbunyi sebagai berikut: lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun

keatas. (Ismayadi, 2004)

Menua adalah proses yang wajar, ditandai dengan menurunnya fungsi

biologis fertilitas serta meningkatnya mortalitas sejalan dengan pertambahan

umur. Proses menua dimulai dari pematangan seksual dan berlanjut sampai

mencapai batas umur (longevity/life span) maksimum (Setiati,2008).

Menua merupakan menurunnya fungsi dan kinerja sistem organ tubuh

manusia menyebabkan berkurangnya kapasitas cadangan tubuh sehingga pada

akhirnya menyebabkan kematian. Sulit membedakan apakah proses menua itu

suatu penyakit atau sebuah gejala biologis semata. Dengan kata lain apakah proses

menua itu merupakan sesuatu yang primer, yang berdiri sendiri atau sesuatu yang

terkait dengan penyakit. Beberapa indikator atau biomarker penuaan, yang tidak

hanya sebatas fisik atau tampilan luar, misalnya rambut putih, daya ingat

34

menurun, atau rentan terhadap penyakit. Menua juga harus dilihat pada tingkat sel

dan tidak terjadi replikasi, berarti proses penuaan sudah terjadi (Setiati, 2008 ).

Tujuan hidup manusia itu ialah menjadi tua tapi tetap sehat (healthy

aging). Healthy aging artinya menjadi tua dalam keadaan yang sehat. Adalah

Takemi (1977) yang pertama kali menyatakan “Gerontology is concerned

primarily with problem of healthy aging rather than the prevention of aging”.

Prevensi disini hanyalah mencegah agar proses menua tadi tidak disertai dengan

proses patologik. (Setiati, 2008).

Menjadi tua adalah suatu proses alamiah yang pasti terjadi pada setiap

manusia. Tidak seorangpun yang dapat menghentikan proses penuaan. Siklus ini

ditandai dengan tahap-tahap mulai menurunnya berbagai fungsi organ tubuh

karena setelah mencapai dewasa, secara alamiah seluruh komponen tubuh tidak

dapat berkembang lagi. Sebaliknya justru terjadi penurunan karena proses

penuaan. Penuaan merupakan suatu proses multidimensional, yang tidak hanya

terkait dengan faktor jasmani, tapi juga psikologis dan sosial. Penuaan itu sendiri

adalah suatu proses alamiah kompleks yang melibatkan setiap molekul, sel dan

organ dalam tubuh (Setiati, 2008).

Dari sudut pandang ilmiah, mengapa dan bagaimana tubuh kita mengalami

penuaan masih merupakan misteri yang terus menerus dicari jawabannya oleh para

ilmuwan. Proses penuaan itu sendiri dapat melingkupi adanya perubahan pada

jaringan tubuh sampai dengan perubahan mekanisme pada tingkat sel. Selama

bertahun-tahun, banyak teori yang berusaha menjelaskan mengenai proses ini dan

perubahan-perubahan apa yang menyebabkan penuaan.(Setiati, 2008).

35

Penuaan adalah proses pertambahan usia. Dalam hal ini, usia manusia terdiri

dari tiga macam, yaitu: usia kronologis, usia biologis, dan usia psikologis.

Usia kronologis adalah usia yang kita rayakan sesuai dengan hari kelahiran

dan kita peringati setiap tahun. Pertambahan usia kronologis berbandung lurus

dengan pertambahan tahun dan berlalunya waktu. Semakin lama kita akan

semakin tua seiring dengan pertambahan usia kita.

Usia psikologis adalah usia yang disesuaikan kondisi psikologis seseorang.

Misalnya ada orang yang senang dipanggil “Aki” atau “Mbah”, padahal

usianya baru sekitar 40 tahun, karena sebagai seorang dukun panggilan

tersebut dianggap memiliki dampak psikologis tertentu terhadap pasiennya.

Usia biologis adalah usia yang dinyatakan dengan kesehatan selular

seseorang, berkaitan dengan jaringan/sel yang mendukung kehidupan kita.

Kita kerap melihat seseorang yang berusia 60 tahun, tetapi tampak seperti

berusia 40 tahun. Sebaliknya, ada juga orang yang berusia 40 tahun, tapi

tampak seperti usia 60 tahun. Penyakit-penyakit seperti diabetes, tekanan

darah tinggi, atau jantung koroner adalah salah satu contoh penuaan

jaringan yanh menyebabkan usia biologis kita lebih nyata terlihat. Itulah

sebabnya, saat ini, kesehatan seluler diupayakan untuk memperpanjang

usia, dan agar kita memiliki hidup yang berkualitas. Langkah inilah yang

disebut sebagai Antiaging Revolution Program. Usia biologis berhubungan

erat dengan penuaan jaringan. (Maryono, 2011)

36

Dengan bertambahnya usia manusia akan mengalami perubahan atau

penurunan berfungsinya aspek fisiologis. Perubahan-perubahan tersebut menurun

secara bertahap, yang meliputi :

A. Perubahan-perubahan Fisik

1. Sel.

a. Lebih sedikit jumlahnya.

b. Lebih besar ukurannya.

c. Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan

intraseluler.

d. Menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan

hati.

e. Jumlah sel otak menurun.

f. Terganggunya mekanisme perbaikan sel.

g. Otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5-10%.

2. Sistem Persarafan.

a. Berat otak menurun 10-20%. (Setiap orang berkurang sel saraf

otaknya dalam setiap harinya).

b. Cepatnya menurun hubungan persarafan.

c. Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya

dengan stress.

d. Mengecilnya saraf panca indra.Berkurangnya penglihatan,

hilangnya pendengaran, mengecilnya saraf penciumdan perasa,

37

lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya

ketahanan terhadap dingin.

e. Kurang sensitif terhadap sentuhan.

3. Sistem Pendengaran.

a. Presbiakusis (gangguan dalam pendengaran). Hilangnya

kemampuan pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap

bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas,

sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65

tahun.

b. Otosklerosis akibat atrofi membran tympani.

c. Terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena

meningkatnya keratin.

d. Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang

mengalami ketegangan jiwa/stres.

4. Sistem Penglihatan.

a. Timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar.

b. Kornea lebih berbentuk sferis (bola).

c. Kekeruhan pada lensa menyebabkan katarak.

Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi

terhadap kegelapan lebih lambat dan susah untuk melihat gelap.

e. Hilangnya daya akomodasi.

f. Menurunnya lapangan pandang, berkurang luas pandangannya.

38

g. Menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau.

5. Sistem Kardiovaskuler.

a. Elastisitas dinding aorta menurun.

b. Katup jantung menebal dan menjadi kaku.

c. Kemampuan jantung memompa darah menurun, hal ini

menyebabakan menurunnya kontraksi dan volumenya.

d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas

pembuluh darah perifer untuk oksigenisasi,. Perubahan posisi

dari tidur ke duduk atau dari duduk ke berdiri bisa

menyebabkan tekanan darah menurun, mengakibatkan pusing

mendadak.

e. Tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi

pembuluh darah perifer.

6. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh.

a. Temperatur tubuh menurun ( hipotermia ) secara fisiologis akibat

metabolisme yang menurun.

b. Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi

panas akibatnya aktivitas otot menurun.

7. Sistem Respirasi

a. Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.

b. Menurunnya aktivitas dari silia.

39

c. Paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat,

kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman

bernafas menurun.

d. Alveoli ukuranya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang.

e. Kemampuan untuk batuk berkurang.

f. Kemampuan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring

dengan pertambahan usia.

8. Sistem Gastrointestinal.

a. Kehilangan gigi akibat Periodontal diseases, kesehatan gigi yang

buruk dan gizi yang buruk.

b. Indera pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecapm

di lidah terhadap rasa manis, asin, asam, dan pahit.

c. Esofagus melebar.

d. Rasa lapar menurun, asam lambung menurun.

e. Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.

f. Daya absorbsi melemah.

9. Sistem Reproduksi.

a. Menciutnya ovari dan uterus.

b. Atrofi payudara.

c. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa

meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.

d. Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia asal

kondisi kesehatan baik.

40

e. Selaput lendir vagina menurun.

10. Sistem Perkemihan.

a. Ginjal

b. Merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh

melalui urin, darah yang masuk ke ginjal disaring di glomerulus

(nefron). Nefron menjadi atrofi dan aliran darah ke ginjal menurun

sampai 50%.

c. Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, frekuensi buang air kecil

meningkat dan terkadang menyebabkan retensi urin pada pria.

11. Sistem Endokrin.

a. Produksi semua hormon menurun.

b. Menurunnya aktivitas tyroid, menurunnya BMR, dan menurunnya

daya pertukaran zat.

c. Menurunnya produksi aldosteron.

d. Menurunya sekresi hormon kelamin misalnya, progesteron,

estrogen, dan testosteron.

12. Sistem Kulit ( Sistem Integumen )

a. Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak.

b. Permukaan kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses

keratinisasi, serta perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel

epidermis.

c. Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu.

d. Rambut dalam hidung dan telinga menebal.

41

e. Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunya cairan dan

vaskularisasi. (Maryono, 2011)

2.3.2. Teori-teori tentang Aging

Sebenarnya banyak teori yang menjelaskan mengapa manusia mengalami

proses penuaan. Tetapi, pada dasarnya semua teori itu dapat dibagi menjadi dua

kelompok, yaitu teori wear and tear dan teori program. Teori wear dan tear meliputi

kerusakan DNA, glikosilasi, dan radikal bebas. teori program meliputi program

meliputi terbatasnya replikasi sel, proses imun, dan teori neuroendokrin. secara garis

besar, terjadinya proses penuaan menurut teori tersebut sebagai berikut :

(Pangkahila, 2007)

1. Teori Tear dan Wear

Teori Tear dan Wear pada prinsipnya bahwa tubuh dan sel-selnya yang

terlalu sering digunakan dan disalahgunakan secara terus menerus akan

menjadi lemah dan akan mengalami kerusakan dan akhirnya meninggal. Teori

ini sebenarnya telah lama diperkenalkan oleh dr. August Weismann, seorang

ahli biologi dari Jerman,tahun 1882, menurut teori ini, tubuh dan selnya

menjadi rusak seperti hati, lambung, ginjal, kulit karena terlalu sering

digunakan dan disalahgunakan (Fowler, 2003).

Organ tubuh seperti hati, lambung, ginjal, kulit dan yang lain akan

menurun fungsinya karena toksin di dalam makanan dan lingkungan yang kita

42

terima setiap hari, selain itu juga akibat dari konsumsi lemak, gula, kafein,

nikotin, alkohol yang berlebihan. Dan yang tidak kalah penting adalah akibat

dari paparan sinar matahari serta stress fisik dan emosional. Tetapi kerusakan

ini tidak terbatas pada organ, melainkan juga terjadi di tingkat sel.

Penyalahgunaan organ tubuh membuat kerusakan lebih cepat. Karena itu,

ketika tubuh menjadi tua, sel merasakan pengaruhnya, terlepas dari seberapa

sehat merasakan pengaruhnya dan seberapa sehat gaya hidupnya. Pada masa

muda sistem pemeliharaan dan perbaikan tubuh mampu melakukan

kompensasi terhadap pengaruh penggunaan dan kerusakan normal dan

berlebihan (Fowler, 2003).

Dalam keadaan stress, terjadi reaksi yang melibatkan berbagai bahan

biokimia dan hormon disertai penggunaan energi yang bersifat adaptif ke

bagian perifer. maka terjadi peningkatan fungsi kardiovaskuler, pernapasan,

penggunaan glukosa dan lipid sebagai sumber energi. kalau reaksi stress

berlangsung secara kronis, dapat terjadi kerusakan organ. Keadaan ini

mempercepat proses lain yang berkaitan penuaan seperti osteoporosis, atrofi

otot, hipertensi, terganggunya toleransi glukosa, gangguan lipid, gangguan

memori, dan depresi. Sebagai contoh stress yang berkepanjangan

mengakibatkan neuron pada hipokampus, yang menyebabkan menurunnya

hambatan pada reaksi stress, dan meningkatnya paparan terhadap “wear (pakai)

dan tear(rusak)” (Fowler, 2003).

Dengan menjadi tua, tubuh kehilangan kemampuan untuk memperbaiki

kerusakan sel. Maka banyak terjadi kematian karena penyakit yang sebenarnya

43

tidak berat. Teori ini meyakini bahwa pemberian suplemen yang tepat dan

pengobatan yang tidak terlambat dapat membantu mengembalikan proses

penuaan. Mekanismenya, dengan merangsang kemampuan tubuh untuk

melakukan perbaikan dan mempertahankan organ tubuh dan sel (Pangkahila,

2007).

a. Teori Kerusakan DNA

Proses penuaan berarti proses penyembuhan di tingkat molekuler yang

tidak sempurna sebagai akibat penimbunan kerusakan molekul yang terus

menerus. Kerusakan ini terdiri dari modifikasi penggabungan untaian yang

patah dan atau penyusunan ulang kromosom. Kerusakan molekuler dapat

terjadi karena faktor dari luar, misalnya radiasi, polutan, asap rokok, dan

mutagen kimia. Faktor internal meliputi radikal bebas dan proses glikosilasi

yang mempengaruhi kualitas dan fungsi protein di dalam organisme.

Kerusakan DNA menumpuk dalam waktu lama, yang mencapai suatu

keadaan dimana basis molekul sebenarnya sudah rusak berat. Beruntunglah

manusia dilengkapi dengan alat bantu molekuler untuk mendeteksi dan

menyembuhkan kembali kerusakan DNA. Tampaknya keseimbangan antara

kerusakan DNA dan keberhasilan penyembuhan DNA yang menentukan

rentang usia berbagai spesies. (Fowler, 2003).

Berbagai sindrom menunjukan adanya mekanisme biologik. Sebagai

contoh, sindrom Werner’s, sebuah penyakit yang diturunkan dari orang tua,

dengan tanda berupa penuaan dini yang dapat terjadi pada usia 20 tahun.

Tampaknya terjadi mutasi pada kode genetik heliase, yaitu suatu enzim yang

44

diperlukan untuk perbaikan DNA, sehingga mitokondria sel rentan daripada

DNA inti. Kerusakan DNA mitokondria mungkin menjelaskan terjadinya

disfungsi sel pada usia lanjut, seperti terjadinya disfungsi sel pada usia lanjut

dan penyakit yang mengenai jantung dan otak (Fowler, 2003).

b. Teori Glikosilasi

Teori ini menemukan momentumnya sejak diketahui bahwa glikosilasi

sebagai faktor penting dalam kaitan diabetes tipe 2. Glukosa mungkin

bergabung dengan protein yang telah mengalami dehidrasi, yang kemudian

menyebabkan terganggunya sistem organ tubuh. Pada diabetes, glikolisis

menyebabkan kekakuan arteri, katarak, hilangnya fungsi syaraf, yang

merupakan komplikasi yang umum terjadi pada diabetes. Diabetes sering

dianggap sebagai model biologik proses penuaan dini. Mereka yang mengalami

diabetes lebih awal mengalami proses patologik, yang pada non diabetes lebih

pendek (Gooren, 2001).

c. Hipotesis Radikal Bebas

Hipotesis ini mendapat perhatian lebih besar sejak penggunaan

antioksidan diyakini dapat menghambat kerusakan akibat radikal bebas. Istilah

radikal bebas digunakan bagi suatu molekul yang mempunyai satu atau lebih

elekron molekul sebagai bahan yang dihasilkan selama terjadi metabolisme

seluler normal, seperti radikal superoxida, hydroxyl, purin dan pyrimidin.

Elektron yang tidak berpasangan menyebabkan ketidakseimbangan dalam

lompatan elektris. Untuk mengembalikan keseimbangan, maka radikal bebas

45

mencari keseimbangan, maka radikal bebas mencari elektron lainnya. Dalam

pencariannya, radikal bebas mengambil elektron dari molekul baru yang tidak

stabil mencoba mengganti elektronnya yang hilang dengan mengambil dari

dekatnya, dan demikian seterusnya. (Fowler, 2003).

Pengaruh radikal bebas secara molekuler berupa molekuler berupa

serangkaian peristiwa yang menyebabkan oksidasiorganik oleh oksigen

molekuler. Peristiwa ini mengakibatkan kerusakan fungsi seluler melalui

terjadinya mutasi DNA, pembelahan DNA dan agregasi biomolekul

melalui reaksi cross-linking.Radikal bebas juga mungkin mempengaruhi

peroksidasi lipid yang menyebabkan produksi malondiadehida, yang

mengikat protein,dan menyebabkan gangguan fungsi biologic protein

tersebut. Radikal bebas tidak hanya berkaitan dengan proses penuaan,

melainkan juga dengan penyakit yang berhubungan dengan usia lanjut,

misalnya aterosklerosis, penyakit Parkinson, penyakit Alzheimer, dan

gangguan fungsi kekebalan tubuh. Penelitian pada binatang dan manusia

mendukung adanya radikal bebas pada proses penuaan, penggunaan

antioksidan dapat menghambat kerusakan akibat radikal bebas. Superoxida

dismutase pada antioksidan mengubah radikal oksigen menjadi hidrogen

peroksida yang mengakibatkan degradasi oleh enzim catalase menjadi

oksigen dan air. Kadar superoksidase dismutase berkaitan dengan

panjangnya usia pada lalat buah, dan kadarnya menurun pada sel darah

tikus usia lanjut (Gerschman et al., 1954. Harman, 1956).

46

Pada penelitian epidemiologis, kadar antioksida seperti vitamin E

dan beta karoten, berkaitan dengan rentang usia dan berfungsi protektif

terhadap kanker. Tetapi, penelitian intervensi kurang mendukung hasil

tersebut. Walaupun telah ada sistem penangkal, namun sebagian radikal

bebas tetap lolos, bahkah makin lanjut usia makin banyak radikal bebas

terbentuk sehingga proses pengrusakan terus terjadi, kerusakan organel sel

makin lama makin banyak akhirnya mati (Oen, 1993). Banyak peneliti

bersikap hati-hati mengenai pengaruh antioksidan yang menghambat

proses penuaan (Avanas’ev, 2010)

2. Teori Program

Teori ini menganggap di dalam tubuh manusia terdapat jam

biologik, mulai dari proses konsepsi sampai ke kematian dalam suatu

model terprogram. Peristiwa ini terprogram mulai dari sel sampai embrio,

janin, masa bayi dan anak-anak, remaja, dewasa, menjadi tua, dan

akhirnya meninggal (Avanas’ev, 2010).

a. Teori Terbatasnya Replikasi Sel

Pada ujung untai kromosom terdapat strukutur khusus yang

disebut telomere. Secara biokimia. Telomere terdiri dari heksanukleotida.

Dengan setiap replikasi sel, telomer memendek pada setiap pembelahan

sel. Setelah sejumlah pembelahan sel, telomer telah dipakai dan

pembelahan sel berhenti (Fowler, 2003).

Menurut Dr. Hayflick tahun 1961, bahwa kemampuan sel-sel manusia

untuk membelah terbatas hanya sekitar 50-kali, setelah itu sel-sel tersebut akan

47

berhenti membelah mekanisme telomer tersebut menentukan rentang usia

organisme sendiri. Pada penelitian laboratorium diketahui bahwa sel normal

mempunyai kapasitas yang terbatas untuk melakukan pembelahan. Sebagai

contoh, sel orang dewasa membelah lebih sedikit dibandingkan sel janin. Sel

dewasa dibekukan, bila dicairkan, akan kembali ke kemampuan membelahnya

seperti sebelumnya. Perkecualian terjadi pada sel ganas, yang kemampuan

membelahnya tidak terbatas. (Flores et al., 2005. Herbig et al, 2006).

b. Proses imun

Salah satu gambaran yang universal pada siklus hidup ialah inovulasi

kelenjar thymus (timus). Kelenjar ini merupakan sumber sel T, yang berperan

penting pada sistem imun. Jumlah sel T tidak berkurang secara dramatis, tetapi

fungsinya menurun. Sel T memproduksi suatu bahan disebut limfokin, di

antaranya yang penting ialah interleukin. Pada banyak kelainan yang terjadi

pada usia lanjut, interleukin berperan penting (Pangkahila, 2008).

Semua sel somatik akan mengalami proses menua, kecuali sel seks dan

sel yang mengalami mutasi menjadi kanker. Sel-sel jaringan binatang dewasa

juga dapat membagi diri dan memperbarui diri, kecuali sel neuron, kecuali sel

neuron, miokardium dan sel ovarium (Constantinides, 1994)

3. Teori Neuroendokrin

Teori ini berdasarkan peranan berbagai hormon bagi fungsi organ

tubuh. Hormon dikeluarkan oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh

beberapa organ yang dikendalikan oleh hipotalamus. Hipotalamus

membentuk poros dengan hipofise dan organ tertentu yang kemudian

48

mengeluarkan hormonnya. Sebagai contoh, ada poros hipotalamus-hipofise-

testis, ada juga poros hipotalamus-hipofise-suprarenalis dan sebagainya.

(Fowler, 2003).

Pada usia muda berbagai hormon bekerja dengan baik mengendalikan

berbagai fungsi organ tubuh. Karena itu, pada masa muda fungsi berbagai

organ tubuh sangat optimal, seperti kemampuan bereaksi terhadap panas dan

dingin, kemampuan motorik, fungsi seksual, dan fungsi memori. (Fowler,

2003).

Akan tetapi, ketika manusia menjadi tua, tubuh hanya mampu

memproduksi hormon lebih sedikit kadarnya menurun. Akibatnya berbagai

fungsi terganggu. Lalu muncullah berbagai keluhan, seperti menjadi tidak

tahan terhadap suhu dingin, gerakan menjadi lambat, massa otot berkurang,

dingin, gerakan menjadi lambat, lemak tubuh meningkat, ingatan menurun,

dan fungsi seksual terganggu. Karena berbagai hormon saling berkaitan,

berkurangnya produksi hormon tertentu dapat mempengaruhi produksi

hormon yang lain. Contoh yang jelas pada menopause. Menurunnya hormon

estrogen pada wanita yang menyebabkan menopause, menunjukkan

kegagalan fungsi ovarium karena berbagai keluhan yang muncul sebagai

akibatnya. Lebih jauh kualitas hidup menurun karena berbagai keluhan yang

muncul sebagai akibatnya. (Fowler, 2003).

Sekresi growth hormon juga menurun sering dengan proses penuaan.

Tetapi, kadar insulin pada umumnya tidak menurun dengan bertambahnya

usia, namun sensitivitasnya yang menurun. Perubahan dalam metabolism

49

kalsium, air, elektrolit, dan fungsi tiroid menandai proses penuaan. Semua

perubahan yang terjadi dapat menimbulkan keluhan dan gejala klinis.

Hypothyroidism dan hpertyroidism berkaitan dengan demensia senilis.

Asthenia dan kelemahan otot dapat disebabkan oleh gangguan fisiologis

hormon androgen dan growth hormon. Karena itu, ada dua sisi dalam

hubungan antara proses penuaan mempengaruhi sistem hormon, tetapi

gangguan hormon menimbulkan gejala dan tanda yang sama dengan yang

terjadi karena proses penuaan (Fowler, 2003).

2.3.3. Definisi Anti Aging

Seiring bertambahnya usia hidup kita dan semakin terpakainya

seluruh organ tubuh, kita memang tidak bisa mengelak dari proses

penuaan. Kita telah mengetahui bahwa proses penuaan disebabkan oleh

berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Ini berarti bahwa proses

penuaan bukanlah datang dengan sendirinya tanpa penyebab. Dan karena

itu lah proses penuaan adalah suatu proses yang dapat dicegah dan

dihambat apabila faktor-faktor pendukungnya juga dapat dihambat dan

diatasi. Hal ini sesuai dengan paradigma baru dalam kedokteran anti

penuaan yang dikenalkan oleh American Academy of Anti Aging Medicine

tahun 1993, dimana tantangan dari paradigma baru ini adalah bagaimana

mencegah, menunda, bahkan mengembalikan ke kondisi semula semua

proses yang membuat manusia menua dengan semua disfungsi, tanda dan

gejala. (Pangkahila, 2007).

50

Tiga hal penting berkaitan dengan konsep kedokteran anti penuaan

yang memberi harapan dalam menghambat proses penuaan adalah

pertama, penuaan adalah suatu proses yang dapat dicegah, ditangani

bahkan dikembalikan ke keadaan semula. Kedua, manusia bukanlah

tahanan dari takdir genetik mereka, dan ketiga gejala penuaan terjadi

karena kadar hormon yang menurun, bukan kadar hormon menurun karena

proses penuaan. Kehadiran konsep ini memberikan fakta ilmiah yang

menunjukkan bahwa proses penuaan bisa diperlambat, ditunda, dan

bahkan bisa dikembalikan. Dibandingkan dengan kedokteran konvensional

yang mengobati gejala atau akibat dari penuaan, maka kedokteran anti-

aging lebih pada merubah proses penuaan itu sendiri dan sekaligus

membuat harapan baru bagi umat manusia (Pangkahila, 2007).

Jadi penuaan adalah suatu proses yang dapat kita cegah, kita

hindari dan kita minimalisasi. Dengan demikian, maka umat manusia tidak

lagi harus membiarkan begitu saja dirinya menjadi tua dengan segala

keluhan dan penyakit. Sebaliknya, sebelum muncul keluhan dan gejala

yang umumnya terjadi pada usia lanjut, perlu ada upaya untuk

menghambat proses penuaan (Pangkahila, 2007).

2.4. Peran Stem Cell Embrio Sebagai Anti Aging

Seiring dengan bertambah lanjutnya usia seseorang, maka populasi

stem cell ini pun mengalami pengurangan. Sama halnya dengan prinsip

penuaan (aging), sejumlah stem cell diperkirakan mengalamai degenerasi

51

seiring dengan semakin lanjutnya usia, sehingga menyebabkan jumlah

dalam populasinya pun berkurang.

Selain faktor usia, populasi stem cell yang ditemukan dalam

jaringan/organ, juga ditentukan oleh faktor genetik. Inilah yang sepertinya

menjadi dasar pemikiran dari penggunaan teknologi stem cell dalam

mendiagnosis suatu penyakit, serta memperkirakan penyakit yang

kemungkinan besar akan diderita oleh seseorang dalam perjalanan

hidupnya.

Seperti telah banyak kita ketahui, ateroskle rosis adalah kondisi

penyempitan pembuluh darah jantung akibat pembentukan plak kolesterol.

Akibatnya, suplai darah pada jantung pun berkurang dan akhirnya dapat

mengakibatkan infark jantung. Hingga saat ini, beberapa faktor telah

diketahui berperan sebagai predisposisi dan presipitan. Selain faktor

dislipidemia, pola hidup, maupun penyakit sistemik lainnya, faktor

disfungsi endotel pun memegang peranan penting dalam menyebabkan

aterosklerosis.

Dalam riset yang telah dipublikasikan sebelumnya, Whittaker dkk

berhasil membuktikan adanya keterkaitan antara jumlah sel progenitor

endotelial yang beredar dalam darah dan kemungkinan seorang menderita

aterosklerosis. Dalam penelitian tersebut, Whittaker dkk membandingkan

populasi sel progenitor endotelial yang beredar dalam darah tepi anak-anak

( usia dewasa muda ) dari pasien yang mengalami aterosklerosis, serta

darah tepi anak-anak dari orangtua yang tidak menderita aterosklerosis.

52

Hasil riset yang didapat menunjukkan bahwa jumlah sel progenitor

endotelial yang beredar dalam darah tepi anak-anak dari penderita

aterosklerosis jauh lebih banyak dibandingkan jumlah sel progenitor

endotelial dalam darah tepi anak-anak dari orangtua yang tidak menderita

aterosklerosis. Temuan ini menegaskan bahwa keberadaan sel progenitor

endotelial yang banyak dalam peredaran darah tepi seorang dewasa muda

menunjukkan kecendrungan orang tersebut untuk menderita aterosklerosis

dikemudian hari.

Kemampuan stem cell embrionik untuk berdiferensiasi menjadi sel

apapun yang berasal dari ketiga lapisan embrional

(ektoderm,mesoderm,dan endoderm), telah memberikan harapan

penggunaannya dalam terapi penyakit degeneratif. Pembuktian

pluripotensi stem cell embrionik yang dilakukan Thomson dkk adalah

dengan menyuntikkan stem cell yang didapatkan dari embrio manusia

( hasil donasi/sumbangan dari pasangan suami-istri infertil yang sedang

menjalani program fertilisasi in vitro untuk mendapatkan anak ) ke dalam

tubuh mencit percobaan. Hasilnya, stem cell manusia tersebut

menghasilkan tumor yang terdiri dari berbagai jenis sel yang berasal dari

tiga lapisan embrional ( endoderm,mesoderm,dan ektoderm ). Hal ini

menunjukkan pluripotensi yang dimiliki stem cell. Dengan pengendalian

dan modifikasi yang tepat, para ilmuwan sadar bahwa keistimewaan ini

dapat berguna bagi manusia di kemudian hari (Halim et al,. 2010).

53

BAB III

PENGGUNAAN STEM CELL EMBRIO SEBAGAI ANTI AGING

(PENUAAN) DITINJAU DARI ISLAM

3.1. Stem Cell Embrio Dilihat Dari Islam

Penelitian menggunakan stem cell merupakan metode terbaru

dalam bidang kedokteran dan biologi yang pada dasarnya dilakukan

untuk menemukan solusi terbaik dalam mengobati berbagai penyakit

yang sulit dicari obatnya seperti leukimia, Alzheimer, diabetes, dan

Parkinson. Namun karena penggunaan stem cell menggunakan bagian

dari manusia sebagai bahan dasarnya maka metode tersebut

menimbulkan pro dan kontra terutama dalam segi moral dan etika. Islam

sebagai agama yang berlandaskan pada moral dan etika yang tinggi tentu

saja tidak dapat melepaskan diri dari perbedaan pandangan tersebut.

(Zuhroni,2010).

Berdasarkan cara pengambilannya jelas bahwa stem cell sangat

bertentangan dengan moral dan etika karena untuk mengambil itu harus

54

merusak dan membunuh embrio (jabang bayi) pada stem cell embrio.

Oleh karena itu tindakan ini adalah tindakan pembunuhan seperti

dijelaskan pada :

Artinya :

“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.” (QS.Al-Maidah (5):32)

Dan pada ayat yang lain :

Artinya :

“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu

55

melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.” (QS.Al-Isra’ (17):33)

Berdasarakan kedua firman Allah S.W.T. diatas, maka

sebenarnnya dalam hukum islam stem cell dilarang tetapi disini

masalahnya adalah stem cell bermanfaat besar dalam bidang kedokteran.

Pengobatan yang satu-satunya menggunakan sel punca mempunyai

potensi penerapan dalam mengatasai berbagai penyakit. Ada kelompok

yang pro dan ada yang kontra dengan stem cell embrio research. Mereka

mempunyai pandangannya masing-masing. Adapun kelompok pro dengan

stem cell embrio research terbagi menjadi dua kelompok, yaitu : 1)

Kelompok yang mendukung stem cell secara total tetapi menilai bahwa

penggunaan stem cell embrio tidak mempunyai nilai moral. 2) Kelompok

yang mendukung dan memberikan nilai moral kepada penggunaan stem

cell embrio karena menganggap manfaat yang didapatkan dari stem cell

jauh lebih besar dari pengorbanan yang dilakukan. (Zuhroni,2010).

Permasalahan yang terdapat dalam praktek stem cell dilihat dari

sudut pandang hukum Islam adalah adanya sumber sel induk berupa

embrio dari hasil abortus, zigot sisa, dan hasil pengklonan. Tindakan

dengan sengaja mematikan embrio klon, sama dengan pengguguran atau

tidak? Apakah fase setelah terjadi konsepsi yang dilakukan secara in vitro

fertilization itu sudah termasuk masa perkembangan kehidupan manusia

yang harus dihormati? Apakah penelitian yang menyebabkan kematian

56

embrio itu melanggar hukum Islam yang berarti berkurangnya

penghormatan pada manusia? ( Tazkiyah,2008 ).

Sebagaimana dikutip oleh Tim ‘Reinterpretasi Hukum Islam

tentang Aborsi’, menurut berbagai teks kedokteran, aborsi didefinisikan

sebagai : lahirnya embrio atau fetus sebelum embrio atau fetus tersebut

mampu hidup (viable) diluar kandungan, dengan berat badan fetus di

bawah 500 gram. Ada kesepakatan pandangan di kalangan ahli

kedokteran dan para fukaha dalam menentukan dapatnya janin hidup di

luar rahim, menurut kalangan ahli medis jika tidak kurang dari usia 28

minggu, jauh sebelum itu fukaha telah menentukannya pada usia 6 bulan.

Orang pertama yang menyatakan hal tersebut adalah Ali bin Abi Thalib.

(Zuhroni, 2010).

Ada sejumlah definisi aborsi dari fukaha. Pada umumnya mereka

mendefinisikannya sebagai ‘gugurnya janin sebelum dia

menyempurnakan masa kehamilannya’. Ibrahim al-Nakhai mengatakan :

Aborsi adalah menggugurkan janin dari rahim ibu hamil, baik sudah

berbentuk sempurna atau belum. Menurut al-Ghazali, aborsi adalah

pelenyapan nyawa yang ada di dalam janin atau merusak sesuatu yang

sudah terkonsepsi (al-Maujud al-Hasil). Pelenyapan nyawa di dalam

janin merupakan perbuatan pidana (jinayah). Hal ini dikarenakan fase

kehidupan janin tersebut bermula dari terpancarnya sperma ke dalam

vagina yang kemudian bertemu dengan ovum perempuan yang disebut

dengan konsepsi. Setelah terjadi konsepsi, berarti sudah muali ada

57

kehidupan ( karena sel-sel tersebut akan terus berkembang). Jika

digugurkan merupakan jinayah. Abdullah bin Ahmad mengatakan, aborsi

adalah merusak makhluk yang ada dalam rahim perempuan. Dalam hal

ini ia berpendapat: “Nuthfah setelah melekat dan menetap di tempat yang

kokoh, yakni rahim, harus dihormati dan tidak boleh diserang tanpa ada

alasan yang dibenarkan syara’”. Abdul Qadir Audah berpendapat, “aborsi

ialah pengguguran kandungan dan perampasan hak hidup janin atau

perbuatan yang dapat memisahkan janindari rahim ibu”. Dalam konteks

pengguguran kandungan, MUI (Oktober,1983) menetapkan hukum

tentang KB secara khusus menetapkan bahwa pengguguran dilarang, baik

di kala janin sudah bernyawa (umur empat bulan dalam kandungan).

Selanjutnya, pada tahun 2000 ditetapkan aborsi haram sejak terjadinya

ovum. (Zuhroni, 2010).

Dalam menentukan hukum aborsi para ulama klasik

mengelompokkannya dalam beberapa fase perkembangan janin, yaitu

fase sebelum 40 hari, sebelum 80 hari, sebelum 120 hari, dan pasca 120

hari. Jika dikaitkan dengan hukum pidana terbagi lagi atas dua fase, fase

sebelum usia janin 120 hari dan sesudah usia 120 hari. Batas 120 hari

ditetapkan sebagai masa nafkh al-Ruh, didasarkan pada hadits ‘empat

puluhan’ di mana Nabi menyatakan bahwa janin ditahan sebagai nuthfah

selama 40 hari, sebagai ‘alaqat 40 hari, dan mudghat 40 hari. Diantara

mereka ada yang membolehkan dan ada yang mengharamkannya sesuai

dengan klasifikasi dalam tiga kelompok berikut :

58

1) Golongan yang mengharamkan pengguguran pada setiap

tahap-tahap pertumbuhan janin sebelum diberi nyawa

(Nuthfah,’alaqah, dan mudhghah).

2) Golongan yang membolehkan pengguguran pada salah satu

tahap dan melarang pada tahap-tahap yang lain. Atau,

melarang pada satu tahap dan membolehkan pada tahap-tahap

yang lain. Secara lebih rinci dapat dikemukakan sebagai

berikut :

a) Makruh pada tahap nuthfah dan haram pada ‘alaqah dan

mudlghah. Ini adalah pendapat Ulama Malikiyah, dan

Ulama al-Syafi’iyyah menyebutnya sebagai makruh

tanzih, dengan syarat pengguguran itu dilakukan seizin

suami.

b) Dibolehkan pada tahap nuthfah dan haram pada tahap

‘alaqah dan mudlghah.

c) Boleh pada tahap nuthfah dan ‘alaqah, dan haram pada

tahap mudlghah.

3) Golongan yang membolehkan abortus pada setiap fase

sebelum pemberian nyaw, pendapat yang kuat di kalangan

ulama Hanafiyah. Di antara alasan yang dikemukakan adalah

sebagai berikut :

a) Setiap yang belum diberi nyawa tidak akan dibangkitkan

Allah di hari kiamat. Setiap yang tidak dibangkitkan

59

berarti keberadaannya tidak diperhitungkan. Dengan

demikian tidak ada larangan untuk menggugurkannya.

b) Janin yang belum diberi nyawa tidak tergolong sebagai

manusia. Maka tidak ada larangan baginya, yang berarti

boleh digugurkan.

Dari beberapa pendapat para Ulama Mahzab dapat disimpulkan,

bahwa aborsi sebelum peniupan ruh, sebelum berusia empat bulan adalah

sebagai berikut :

a. Boleh, dengan alasan belum ada makhluk bernyawa

b. Makruh, dengan alasan karena janin sedang mengalami

pertumbuhan

c. Haram karena dianggap merampas hak hidup. (Zuhroni, 2010).

Adapun aborsi yang dilakukan setelah usia kandungan empat bulan,

semua fuqaha’ sepakat bahwa perbuatantersebut hukumnya haram.

Dianggap sebagai bentuk kejahatan atas makhluk yang sudah bernyawa.

Disebutkan dalam firman Allah S.W.T :

Artinya :

60

“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi ”. (Q.S Al-Maidah (5):32)

Majlis Haiah Kibar-al-Ulama ( Ulama Kontemporer ) Arab Saudi

pada tahun 1407 H mengeluarkan fatwa tentang abortus sebagai berikut :

a. Tidak boleh melakukan aborsi di setiap fase kehamilan, kecuali

hanya untuk tujuan yang baik secara syar’i dan dalam lingkup

yang sangat terbatas.

b. Jika janin masih pada fase awal dan berusia 40 hari jika aborsi

dilakukan mengandung kemashlahatan secara syar’i, atau untuk

mencegah kemudharatan yang akan terjadi, maka diperbolehkan.

c. Tidak boleh menggugurkan kandungan jika sudah berbentuk

‘alaqah, atau mudlghah, kecuali berdasarkan analisis para dokter

ahli yang menetapkan bahwa meneruskan kehamilan akan

mengancam nyawa si ibu, maka boleh dilakukan setelah

melakukan menghindari hal-hal yang dapat membahayakan.

d. Setelah melampaui tiga fase dan setelah usia kehamilan empat

bulan, tidak boleh menggugurkannya, kecuali jika tim dokter

spesialis yang memiliki otoritas menetapkan bahwa

mempertahankan kehamilan akan mengancam hidup si ibu maka

61

boleh dilakukan (Zuhroni, 2010).

MUI ( Majelis Ulama Indonesia) menetapkan usia kandungan 40

hari sebagai batas waktu pembolehan aborsi, sebagaimana tertuang dalam

fatwa tersebut merujuk pada hadits Muslim dari Hudzaifah yang

menegaskan bahwa janin telah lengkap saat berusia 42 hari, 6 minggu (42

hari), sesuai dengan pandangan para embriolog modern. Pada usia janin

minggu keenam, hari ke-42, tunas-tunas anggota tubuh tertentu mulai

terlihat, rongga mulut dan rongga hidung yang menyatu mulai terbentuk

antara lengan atas dan lengan bawah, jari-jemari mulai nampak, langit-

langit mulai terbentuk. Pada akhir minggu ke-6 itu panjangnya telah

mencapai 13 mm. Agar pengecualian berbentuk pembolehan aborsi tidak

disalahgunakan, MUI membatasinya dengan ketat, hanya boleh

dilaksanakan setelah ada keputusan dari tim yang berwenang yang terdiri

dari keluarga, dokter, dan ulama. Selanjutnya pelaksanaannya hanya boleh

dilakukan di fasilitas kesehatan yang telah ditunjuk oleh pemerintah

(Zuhroni, 2010).

Ada beberapa jenis stem cell yang diperbolehkan menurut etika agama,

diantaranya adalah stem cell yang berasal dari umbilical cord (tali Pusar), Sum-

sum tulang, dan iPS (induced pluripotent stem cell), karena jenis-jenis stem cell

tersebut tidak merusak atau membunuh makhluk hidup dan tidak melanggar hal-

hal yang telah digariskan oleh Allah S.W .T ( Tazkiyah,2008 ).

3.2. Aging Menurut Islam

62

Menjadi tua merupakan Sunnatullah bagi setiap manusia yang merupakan

bagian dari siklus kehidupan, dimana seeorang setelah dilahirkan kemudian

menjadi remaja, dewasa, tua hingga meninggal dunia dan tidak ada satu

kekuatanpun yang dapat merubahnya kecuali Allah S.W.T menghendakinya.

Firman Allah SWT:

Artinya:

Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya) (QS. Gafir (40):67)

Sebagaimana juga terdapat dalam firman Allah SWT:

Artinya:

“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari Keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah Keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia

63

menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan tua. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah yang Maha mengetahui lagi Maha Kuasa” (QS. Ar Rum (30);54)

(Hariri,2010).

3.3. Anti Aging menurut Islam

Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dibidang kedokteran, banyak

temuan dihasilkan untuk kebutuhan manusia diantaranya antioksidan yang dapat

menghambat proses penuaan. Cepat atau lambat manusia akan mengalami

penuaan. Tidak sedikit orang terutama wanita akan menghindari penuaan ini,

paling tidak berusaha untuk menjaga terutama kulitnya agar tidak cepat

mengendur dan keriput.

Ada sebuah optimisme bahwa kelak kita dapat menghambat proses

penuaan berkat apa yang kita pelajari dari alam dengan perkembangan teknologi

yang tinggi dibidang kedokteran, yang menghasilkan berbagai macam produk dan

terapi untuk meremajakan kulit.

Dalam ajaran Islam, hal-hal yang berhubungan dengan mencari obat,

membuat obat, mendeteksi penyakit, dan belajar tentang ilmu yang berhubungan

dengan pengobatan, antara lain tersirat dalam pernyataan nabi:

��ز�ل !ن ي �$م ل 'ه الل �ن' $د$او$و�اف$إ ت ق$ال$ $نتد$او$ى أ 'ه الل ل$ س!و $ار$ ي ق$ال$

ل$ه �ج$ح �م$ن $ه! ه�ل و$ج$ح$ $م$ه! ع$ل �م$ن �م$ه! $ء@ع$ل فا �ش $ه! ل ل$ �ز$ أن �ال$ د$اء@إ

Artinya:

64

Sahabatnya bertanya, ya Rasulullah aw, apakah kami mesti berobat? Nabi menjawab “berobatlah, sebab, Allah tidak menurunkan penyakit kecuali juga menurunkan obatnya, diketahui oleh orang yang mengetahuinya dan tidak diketahui oleh orang yang tidak mengetahuinya”. (HR. Ahmad)

Hadits ini memberi petunjuk agar mencari tahu obat suatu penyakit,

dipahami dari pernyataan ‘setiap penyakit ada obatnya’. Atau dengan kata lain,

agar mencari inovasi baru dalam bidang pengobatan, mencari obat dan

menelitinya (Zuhroni, 2010)

Jadi penuaan tidak dapat diobati, namun upaya menghambat proses

penuaan dapat dilakukan sejak usia dini dengan melakukan pola hidup sehat,

mengatur pola makanan yang baik serta berpuasa yang terbukti dapat mencegah

proses penuaan dini terutama pada kulit. Hal ini tidak bertentangan dengan hukum

Islam, justru akan memperindah penampilan seseorang, karena sudah menjadi

kodratnya wanita diciptakan dengan segala keindahan, dan sudah naluri seorang

wanita berhias untuk mempercantik wajahnya. Dengan menjaga penampilan agar

selalu indah dilihat maka akan disenangi Allah S.W.T karena Allah senang nikmat

pemberian-Nya diperlihatkan oleh hamba-Nya, sebagaiman sabda Nabi

Muhammad S.A.W sebagai berikut:

��د ع$ب ع$لى$ ��ه �ع�م$ت ن $ر! $ث ا ء Lر$ ي �$ن ا Lب�!ح ي Nه$ لل ا �ن' ها

Artinya:

Sesungguhnya Allah senang nikmat-Nya yang diberikan kepada hamba-Nya diperlihatkan

(Zuhroni, 2010).

65

3.4. Pandangan Islam Terhadap Penggunaan Stem Cell Embrio sebagai Anti

Aging

Stem cell walaupun digunakan untuk pengobatan (misalnya anti aging)

dan baik untuk kemaslahatan umat, tetapi tidak diperbolehkan  apabila berasal

dari embrio hasil peleburan sel sperma dan ovum (sel telur), karena :

1. Fertilisasi adalah proses sakral, hubungan antara suami-istri

dianggap sakral oleh islam dan dinilai sebagai ibadah.

2. Memakai embrio untuk keperluan pengobatan sama saja dengan

membunuh embrio tersebut, padahal embrio tersebut memiliki potensi hidup dan

embrio tersebut dinilai sebagai jiwa yang akan berkembang sesuai yang telah

digariskan oleh Allah S.W.T.

Pada kutipan perkataan Nabi Muhammad SAW dalam firman Allah SWT :

66

Artinya :

“ Katakanlah (Muhammad) : "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahaminya”.( Q.S Al-An’am (6):151).

( Tazkiyah,2008 ).

Dari sekian banyak pendapat dari para ulama yang berbeda-beda satu

sama lain tentang hal ini maka masih dipertanyakan apakah stem cell embrio

untuk anti aging dilihat dari segi agama termasuk haram karena bisa disamakan

dengan tindakan aborsi atau bukan. Ada ulama yang berpendapat bahwa haram

dilakukan, ada yang membolehkan tetapi hanya pada salah satu tahap

perkembangan janin saja dan melarang pada tahap-tahap yang lain, dan ada juga

ulama yang membolehkan pada setiap fase sebelum pemberian nyawa. Perbedaan

ini dikarenakan karena adanya perbedaan pemahaman periodesasi perkembangan

janin, persoalannya, saat-saat itu sudahkah dapat disebut dengan kehidupan atau

baru tahap perkembangan. Dilihat dari suatu sumber tentang stem cell embrionik

adalah stem cell yang yang didapatkan saat perkembangan individu masih berada

dalam tahap embrio, lebih tepatnya pada massa sel dalam (inner cell mass) yang

terdapat dalam balstosis dan inner cell mass ini terbentuknya saat embrio berusia

3-5 hari, yaitu saat blastokis terbentuk dan akan mengimplantasikan dirinya ke

dalam dinding rahim dengan hukum islam yang melihat dari batasan yang dapat

67

dikatakan tindakan aborsi yaitu pada fase sebelum 40 hari maka hukumnya bisa

diperbolehkan, makruh atau bisa dikatakan haram. Jadi masih diperdebatkan

sampai sekarang apakah sebenarnya penggunaan stem cell embrio ini

diperbolehkan atau tidak. Penggunaan stem cell embrio untuk anti aging yang

dianggap termasuk jenis pengobatan mungkin dapat saja diperbolehkan karena

banyak manfaatnya tetapi karena proses pengambilan embrionya itu sendiri

berdasarkan waktu yang bisa dikaitkan dengan tindakan aborsi yang pada

akhirnya membuat banyak keraguan.

68

BAB IV

KAITAN PANDANGAN KEDOKTERAN DAN ISLAM TENTANG

PENGGUNAAN STEM CELL EMBRIO SEBAGAI ANTI AGING

( PENUAAN)

Proses penuaan terjadi pada hampir semua organ tubuh. Namun yang

langsung bisa terlihat adalah pada kulit dan rambut, karena keduanya terletak pada

bagian terluar dari tubuh. Penuaan adalah hal yang paling ditakutkan sebagian

wanita, meskipun semua orang juga tahu, proses itu adalah hal alamiah yang pasti

akan terjadi. Maka apapun dilakukan agar tetap muda dan cantik, termasuk

dengan kosmetika atau mengonsumsi aneka tablet dan ramuan sebagai anti aging..

Salah satu sebab utama proses penuaan itu adalah berkurangnya

kemampuan reproduksi sel akibat kurangnya nutrisi tubuh. Oleh karena itu para

ahli kosmetika mencoba untuk mengganti dan menyegarkannya dengan nutrisi

baru yang lebih segar. Sebenarnya nutrisi ini dapat diperoleh dari makanan yang

seimbang dan sehat. Namun inipun masih dianggap kurang memadai. Oleh karena

itu mulailah dicari bahan-bahan lain yang bisa memacu pergantian sel baru secara

lebih cepat lagi.

Bahan baku yang banyak dilirik para pakar kosmetika adalah penggunaan

69

zat yang berasal dari embrio atau sel-sel muda yang ada di sekitarnya. Sel-sel

yang masih sangat belia itu memiliki kemampuan untuk memberikan nutrisi bagi

tubuh guna melakukan reproduksi sel. Salah satu bahan yang saat ini mulai

digunakan adalah Extract of Whole Embryo (EWE) yang merupakan embrio atau

janin bayi yang diekstrak. Bahan ini masih banyak mengandung vitamin, protein

yang mudah diserap, enzim dan bahan-bahan aktif lainnya.

Selain untuk dioleskan sebagai kosmetika, EWE juga dilaporkan

digunakan sebagai makanan/minuman suplemen yang mampu memberikan efek

segar dan anti penuaan dari dalam. Zat-zat itulah yang dimanfaatkan untuk

menggantikan sel-sel baru, baik untuk kulit maupun rambut. Maka kosmetika

dengan bahan aktif EWE tersebut kemudian diklaim sebagai kosmetika yang

memberikan efek anti penuaan, membuat kulit lebih mulus, segar dan muda.

Embrio yang sering digunakan dalam berbagai produk kosmetika tersebut

ada yang berasal dari biri-biri, sapi, babi, dan ada juga embrio manusia yang

digugurkan/keguguran. Pemanfaatan embrio manusia ini masih diragukan apakah

diperbolehkan atau tidak diperbolehkan dalam Islam karena banyaknya perbedaan

pendapat dari para ulama yang mereka meperdebatkan apakah ini bisa disamakan

dengan tindakan aborsi atau bukan.

70

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1) Cara melakukan isolasi stem cell embrio adalah dengan cara stem

cell embrionik diambil dari inner cell mass dari suatu blastokista

(embrio yang terdiri dari 50-150 sel, kira-kira hari ke-5 pasca

pembuahan). Biasanya didapatkan dari sisa embrio yang tidak

dipakai pada IVF (in vitro fertilization). Tapi saat ini telah

dikembangkan teknik pengambilan stem cell embrionik yang tidak

membahayakan embrio tersebut sehingga dapat terus hidup dan

bertumbuh..

2) Tindakan melakukan isolasi stem cell embrio melanggar etika dan

belum dapat dipertanggungjawabkan baik dalam bidang kedokteran

maupun dari segi islam karena embrio memiliki potensi hidup dan

embrio tersebut dinilai sebagai jiwa yang akan berkembang.

3) Penuaan (aging) adalah suatu proses kemunduran kualitas dan fungsi

organ penyusun tubuh, yang terjadi seiring dengan bertambah

lanjutnya usia suatu makhluk hidup, termasuk manusia. Anti Aging

adalah penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran

terkini untuk melakukan deteksi dini, pencegahan, pengobatan, dan

perbaikan ke keadaan semula berbagai disfungsi, kelainan, dan

penyakit yang berkaitan dengan penuaan, yang nertujuan untuk

71

memperpanjang hidup dalam keadaan sehat.

4) Embrio yang sering digunakan dalam berbagai produk kosmetika

(produk anti aging ) tersebut ada yang berasal dari biri-biri, sapi,

babi, dan ada juga embrio manusia yang digugurkan/keguguran.

Penggunaan embrio manusia ini dilaporkan di berbagai negara,

seperti Taiwan dan China. Pemanfaatan embrio manusia ini tentu

saja tidak diperbolehkan dalam Islam, karena termasuk organ tubuh

manusia. Anak adam adalah suci dan tidak boleh dimanfaatkan

organnya untuk keperluan apapun, termasuk untuk kosmetika.

B. Saran

1) Mengingat masih sedikitnya studi yang menggambarkan kejelasan

mengenai penggunaan stem cell embrio sebagai anti aging, penulis

berharap kedepannya terdapat berbagai studi ilmiah agar didapatkan

gambaran yang lebih jelas.

2) Keresahan dalam masyarakat dapat timbul akibat ketidaktahuan,

oleh karena itu perlu ada sosialisasi dan pendidikan kepada

masyarakat perihal penelitian stem cell embrionik secara jujur karena

ada kecendrungan untuk melaporkan keberhasilan dan

menyembunyikan kegagalan.

72