absorbsi obat.docx

19

Click here to load reader

Upload: nurul-wathaniah

Post on 10-Jul-2016

45 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: absorbsi obat.docx

TUGAS MATEMATIKA

Oleh :

NURUL WATHANIAH

051311133060

A

Tugas: mencari data absorbsi obat

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2016

Page 2: absorbsi obat.docx

ABSORBSI OBAT

1. PENGERTIAN

Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran cerna (mulut sampai dengan rectum), kulit, paru,otot, dan lain lain. Yang terpenting adalah cara pemberian obat per oral dengan cara ini tempat absorbs utama adalah usus halus karena memiliki permukaan absorbsi yang sangat luas, yakni 200 m2 (Anonim,2007).

Cara pemberian obat yang paling umum dilakukan adalah pemberian obat per oral, karena mudah, aman, dan murah . Dengan cara ini tempat absorpsi utama adalah usus halus, karena memiliki permukaan absorpsi yang sangat luas, yakni 200 m2. Pada pemberian secara oral, sebelum obat masuk ke peredaran darah dan didistribusikan ke seluruh tubuh, terlebih dahulu harus mengalami absorbsi pada saluran cerna. Karena obat baru berkhasiat apabila berhasil mencapai konsentrasi yang sesuai pada tempat kerjanya, maka suatu absorbsi yang cukup merupakan syarat untuk suatu efek terapeutik, sejauh obat tidak digunakan secara intravasal atau tidak langsung dipakai pada tempat kerjanya. Dikatakan cukup apabila kadar obat yang telah diabsorpsi tidak melewati batas KTM, yaitu Kadar Toksik Minimum, tetapi masih berada di dalam batas KEM, yaitu Kadar Efektif Minimum.

Mekanisme absorpsi obat dapat terjadi melalui beberapa cara, yaitu:

1. Difusi pasif

Proses perpindahan molekul obat yang bersifat spontan, mengikuti gradien konsentrasi, dari konsentrasi tinggi (hipertonis) ke konsentrasi yang rendah (hipotonis),

Page 3: absorbsi obat.docx

berbanding lurus dengan luas permukaan absorpsi, koefisien distribusi senyawa yang bersangkutan, dan koefisien difusi serta berbanding terbalik dengan tebal membran.

2. Transpor aktif

Molekul ditranspor melawan gradien transportasi. Proses ini memerlukan adanya energi dan dapat dihambat oleh senyawa analog, secara kompetitif dan secara tak kompetitif oleh racun metabolisme.

3. Difusi terfasilitasi

Molekul hidrofil sulit untuk menembus membran yang komposisi luarnya adalah lipid, maka berikatan dengan suatu protein pembawa yang spesifik. Pembawa dan kompleks pembawa-substrat dapat bergerak bebas dalam membran. Dengan demikian, penetrasi zat yang ditransport melalui membran sel lipofil kedalam bagian dalam sel akan dipermudah.

Pergerakan partikel-partikel obat dari saluran pencernaan ke dalam tubuh umumnya melalui difusi pasif. Dengan proses difusi pasif, obat tidak memerlukan energi untuk menembus membran. Kebanyakan obat oral diabsorpsi di usus halus melalui kerja permukaan mukosa vili yang luas.

Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat meliputi :

1. Kecepatan disolusi obat          Seperti yang telah tertulis sebelumnya, dalam pelepasan zat aktif dari suatu obat dibutuhkan parameter Disolusi obat. Kecepatan disolusi obat ini berbanding lurus oleh luas permukaan, jadi setelah obat utuh pecah menjadi granul-granul dalam saluran pencernaan/ organ pencernaan, maka luas permukaannya juga akan semakin besar maka disolusi obat juga semakin besar.

2. Ukuran partikel          Faktor Ukuran partikel ini sangat penting, karena semakin kecil ukuran partikel obat, maka obat tersebut juga semakin mudah larut dalam cairan daripada obat dengan ukuran partikel yang besar.

3. Kelarutan dalam lipid atau air        Dalam faktor ini dipengaruhi oleh koefisien partisi obat. Koefisien partisi merupakan perbandingan obat dalam fase air (polar) dan fase minyak (non polar). Telah diketahui bahwa medium pelarutan obat merupakan zat polar, sedangkan tempat absorbsi contohnya dinding usus sebagian besar adalah non polar. Jadi koefisien partisi ini sangat penting dalam menentukan absorbsi obat. Semakin besar koefisien partisi, maka semakin besar pula kekuatan partikel obat tersebut untuk

Page 4: absorbsi obat.docx

menembus membran/ dinding usus. Sebaliknya obat yang memiliki koefisien partisi yang kecil, berarti obat tersebut lebih mudah larut dalam zat polar, telah diketahui sebelumnya bahwa tempat untuk absorpsi obat sebagian besar adalah non polar, maka obat-obatan yang seperti ini sulit untuk diabsorpsi.

4. Ionisasi         Sebagian obat merupakan elektrolit lemah sehingga ionisasinya dipengaruhi oleh pH medium. Dalam hal ini terdapat dua bentuk obat, yaitu obat yang terion dan obat yang tek terion. Obat yang terion lebih mudah larut dalam air, sedangkan obat dalam bentuk tak terion lebih mudah larut dalam lipid serta lebih mudah untuk diabsorpsi. Hal ini bisa diterapkan contohnya pada obat yang bersifat asam, obat yang bersifat asam tersebut akan terionisasi pada pH basa dan kita ketahui bahwa pada lambung pHnya asam dan pada usus pHnya basa. Obat-obatan yang bersifat asam ini akan terionisasi pada usus (basa), maka obat yang telah terionisasi ini akan sulit menembus dinding usus yang sebagian besar komponennya adalah lipid/ zat non polar, maka obat-obatan asam ini lebih mudah diabsorpsi pada gaster/ lambung karena pada lambung pH-nya asam, maka obat tidak akan terionisasi. Untuk obat-obatan yang bersifat basa dianalogikan sebaliknya, secara singkat obat-obatan basa akan terionisasi pada lambung (asam) dan tak terionisasi pada usus (basa), maka akan lebih mudah diabsorpsi oleh dinding usus. 

5. Aliran darah pada tempat absorpsi      Aliran darah akan membantu pada proses absorpsi obat yaitu mengambil obat menuju ke sirkulasi sistemik. Semakin besar aliran darah maka semakin besar pula obat untuk diabsorpsi.

6. Kecepatan pengosongan lambung        Obat yang diabsorpsi di usus akan meningkat proses absorpsinya jika kecepatan pengosongan lambung besar dan sebaliknya.

7. Motilitas usus     Motilitas dapat diartikan pergerakan, dalam hal ini merupakan pergerakan usus. Jika kecepatan motilitas usus ini besar maka akan mengurangi absorpsi obat karena kontak antara obat dengan absorpsinya adalah pendek. Motilitas usus ini besar contohnya adalah pada saat diare.

8. Pengaruh makanan atau obat lainnya      Beberapa makanan atau obat dapat mempengaruhi absorpsi obat lainnya. Secara umum absorpsi obat lebih disukai atau berhasil dalam kondisi lambung kosong.

Page 5: absorbsi obat.docx

Kadang-kadang tak bisa diberikan dalam kondisi demikian karena obat dapat

mengiritasi lambung.

Ex : Asetosal (dapat menyebabkan iritasi karena bersifat asam)

Kecepatan absorpsi kebanyakan obat akan berkurang bila diberikan bersama

makanan.

Ex : Digoksin, Paracetamol, Phenobarbital (obat sukar larut)

Pemakaian antibiotika setelah makan seringkali → penurunan bioavailabilitasnya

maka harus diberikan sebelum makan.

Ex : Tetraciklin, Penisilin, Rifampisin, Erytromycin strearat

Absorpsi griseofulvin meningkat bila makanan mengandung lemak

9. Cara pemberian       Pada cara pemberian ini dibedakan menjadi dua, yaitu obat yang diberikan secara enteral dan secara parental. Obat dapat menimbulkan efek apabila terjadi interaksi atau kontak dengan obat terlebih dahulu. Kontak terjadi pada tempat dimana obat diberikan. Berikut ini ada beberapa cara pemberian obat beserta karakteristiknya:

a) Per Oral (p.o)

Pemberian obat yang rutenya melalui saluran pencernaan dan pemberian melalui mulut. Cara ini merupakan cara pemberian obat yang paling umum karena mudah digunakan, relatif aman, murah dan praktis (dapat dilakukan sendiri tanpa keahlian dan alat khusus). Kerugian dari pemberian obat secara peroral adalah efeknya lama, mengiritasi saluran pencernaan, absorpsi obat tidak teratur, tidak 100% obat diserap. Tidak diserapnya obat secara 100% dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain:

Jumlah makanan dalam lambung Kemungkinan obat dirusak oleh reaksi asam lambung atau enzim

gastrointestinal, misalnya insulin yang harus diberikan secara peroral akan dirusak oleh enzim proteolitik dari saluran gastrointestinal

Pada keadaan pasien muntah-muntah sehingga obat tidak dapat diabsorpsi Dikehendaki kerja awal yang cepat Ketersediaan hayati yaitu persentase obat yang diabsorpsi tubuh dari suatu

dosis yang diberikan dan tersedia untuk memberi efek terapeutik

Tujuan penggunaan obat melalui oral terutama untuk memperoleh efek sistemik, yaitu obat masuk melalui pembuluh darah dan beredar ke seluruh tubuh

Page 6: absorbsi obat.docx

setelah terjadi absorpsi obat dari bermacam-macam permukaan sepanjang saluran gastrointestinal. Tetapi ada obat yang memberi efek lokal dalam usus atau lambung karena obat yang tidak larut, misalnya obat yang digunakan untuk membunuh cacing dan antasida yang digunakan untuk menetralkan asam lambung.

b) Intra Muskular (i.m)

Pemberian obat melalui suntikan dalam jaringan otot, umumnya pada otot pantat dan otot paha (gluteus maximus) di mana tidak terdapat banyak pembuluh darah dan saraf sehingga relatif aman untuk digunakan. Obat dengan cara pemberian ini dapat berupa larutan, suspensi, atau emulsi.

Kelarutan obat dalam air menentukan kecepatan dan kelengkapan absorpsi. Obat yang sukar larut dalam air akan mengendap di tempat suntikan sehingga absorpsinya lambat atau terjadi tagositosis dari partikel obat. Sebaliknya, obat yang larut dalam air akan diabsorpsi dengan cepat. Absorpsi biasanya berlangsung dalam waktu 10-30 menit. Namun, kecepatan absorpsi juga bergantung pada vaskularitas tempat suntikan dengan kecepatan peredaran darah antara 0,027-0,07 ml/menit. Molekul yang kecil langsung diabsorpsi ke dalam kapiler sedangkan molekul yang besar masuk ke sirkulasi melalui saluran getah bening. Absorpsi obat cara suntikan intra muskular pada pria lebih cepat daripada wanita karena pada wanita lebih banyak terdapat jaringan adiposa.

Keuntungan pemberian obat dengan cara ini antara lain:

Kerusakan obat dalam saluran pencernaan dapat dihindari Efek obat cepat Fleksibel dan akurat jika diberikan pada penderita yang mengalami collaps,

shock, dan bagi yang sukar menelan

Serdangkan kerugiannya antara lain:

Lebih mahal Jika terjadi efek toksik sulit diatasi Perlu keahlian khusus dalam pemakaian obat Terdapat efek samping berupa nyeri

c) Subkutan (s.c)

Subkutan adalah pemberian obat melalui injeksi ke dalam jaringan di bawah kulit. Bentuk sediaan yang mungkin diberikan dengan cara ini antara lain larutan dan suspensi dalam volume lebih kecil dari 2 ml, misalnya insulin. Obat diabsorpsi secara lambat sehingga intensitas efek sistemik dapat diatur. Pemberian obat dengan cara ini dilakukan bila obat tidak diabsorpsi pada saluran pencernaan atau dibutuhkan

Page 7: absorbsi obat.docx

kerja obat secara tepat, misalnya pada situasi akut. Pemberian subkutan hanya boleh digunakan untuk obat-obat yang tidak menyebabkan iritasi pada jaringan.

Keuntungan pemberian obat dengan cara ini antara lain:

Absorpsinya lambat dan diperpanjang Efek obat lebih teratur dan cepat disbanding per oral Fleksibel bagi penderita yang collaps dan disorientasi Berguna pada kondisi darurat

Serdangkan kerugiannya antara lain:

Tidak boleh untuk obat-obat yang iritatif atau dicampur dengan vasokonstriktor

Variabel absorpsi tergantung aliran darahd) Intra peritoneal (i.p)

Obat diinjeksikan pada rongga perut tanpa terkena usus atau hati, karena dapat menyebabkan kematian. Di dalam rongga perut, obat diabsorpsi secara cepat karena pada mesentrium banyak mengandung pembuluh darah. Dengan demikian absorpsinya lebih cepat dibandingkan peroral dan intra muskular. Obat yang diberikan secara intra peritoneal akan diabsorpsi pada sirkulasi portal sehingga akan dimetabolisme di dalam hati sebelum mencapai sirkulasi sistemik.

e) Intra vena (i.v)

Biasanya tidak mengalami absorpsi, kadar diperoleh dengan cepat, tepat, dan dapat disesuaikan respon serta dapat digunakan untuk larutan iritatif. Namun, cara pemberian intravena biasanya menyebabkan efek toksik mudah terjadi dan tidak dapat ditarik jika terjadi kesalahan perhitungan dosis, juga bagi obat yang larut dalam larutan minyak tidak boleh diberikan karena mengendapkan konstituen darah, serta bagi intravena penyuntikan dengan cara perlahan-lahan sambil mengawasi respon.

2. MODEL ABSORBSI OBAT

a. Model 1 kompartemen Obat menganggap tubuh seperti ruang yang sama dimana obat secara cepat terdistribusi ke semua jaringan

Page 8: absorbsi obat.docx

Selain itu model kompartemen satu terbuka tidak menghitung kadar obat yang sebenarnya dalam jaringan, tapi menganggap bahwa berbagai perubahan kadar obat dalam plasma mencerminkan perubahan yang sebanding dengan kadar obat dalam jaringan.Jadi saat melakukan analisis kadar obat dalam darah, maka nilai yg didapatkan dianggap sebanding dengan kadar obat dalam jaringan.

Model 1 kompartemen terbuka untuk pemberian secara intravena (pemberian obat melalui pembuluh darah)

Pada pemberian intravena, semua obat langsung masuk ke pembuluh darah dan didistribusikan.

data absobsi obat dalam darah yang mengikuti model kompartemen pertama untuk suatu obat hipotetik :

Page 9: absorbsi obat.docx

Waktu

t(jam)

Konsentrasi

Cp(µg/ml)

0 0

1 3,13

2 4,93

3 5,86

4 6,25

5 6,28

6 6,11

7 5,81

8 5,45

9 5,06

10 4,66

b. Model 2 kompartemen Obat mengaggap tubuh seperti dua bagian :

Kompartemen sentral : organ-organ dimana perfusi darahnya cepat (misalnya : hati dan ginjal)

Komrtemen perifer : organ-organ dimana perfusi darah lambat (misalnya : otot dan lemak)

Page 10: absorbsi obat.docx

Pada model 2 kompartemen karena ada 2 kompartemen sehingga untuk mendapatkan absorbs obat yang baik dalam tubuh membutuhkan suatu proses “Distribusi” . dimana proses ini tidak terlalu Nampak pada model 1 kompartemen.

Gambar (a) merupakan model 1 kompartemen sedangkan gambar (b) merupakan

model 2 kompartemen. (Jambhekar dan Breen, 2009)

Data absorbsi obat yang mengikuti model kompartemen dua:

Dosis : 100 mg

Page 11: absorbsi obat.docx

1. Plot waktu (x) vs log Kadar (y)

Dengan tau bentuk kurvanya kita bisa menentukan mana yang termasuk fase distribusi dan mana yang termasuk fase eliminasi.

2. Regresi titik-titik yang termasuk fase eliminasi

Dari grafik, diketahui bahwa fase eliminasi dimulai dari waktu 4 jam. Jadi regresi t 4 jam – 16 jam

Regresi : t vs ln Cp

a = 2,7135

b = -0,2106

r  = -0,999

Sehingga

B = antiln a = 15,083

= b = 0,2106 /jamβ

3. Cari Kadar ekstrapolasi pada fase distribusi (Cp’)

t0,25 = -0,261(0,25) + 2,7135 = 2,64825

y = bx + a

= -0,2106x + 2,7135

ln Cp =  t β

Page 12: absorbsi obat.docx

Jadi Cp’  0,25 = antiln 2,64825 = 14,129  g/mlμ

t0,5 = -0,261 (0,5) + 2,7135 = 2,583

Jadi Cp’ 0,5 = antiln 2.583 = 13,2368  g/mlμ

t1 = -0,261 (1) + 2,7135 = 2,4525

Jadi Cp’ 1 = antiln 2,4525 = 11,6174 g/mlμ

t1,5 = -0,261 (1,5) + 2,7135 = 2,322

Jadi Cp’ 1,5 = antiln 2,322 = 10,196 g/mlμ

t2 = -0,261 (2) + 2,7135 = 2,1915

Jadi Cp’ 2 = antiln 2,71915 = 8,9486 g/mlμ

4. Cari Kadar Residual (Cr = Cp – Cp’)

Kadar Residual :

t 0,25 = 43 – 14.129 = 28.871  g/mlμ t 0,5 = 32 – 13.2368 = 18.7632  g/mlμ t 1 = 20 – 11,6174 = 8.3826  g/mlμ t 1,5 = 14 – 10,196 = 3.806  g/mlμ t 2 = 11 – 8,9486 = 2.0514  g/mlμ

5. Regresi linier t vs ln Cr

a = 3.6958

b = -1.5244

r  = -0.99845

A = antiln a = 40.2795

= b = 1.5244 /jamα

3. DATA ABSORBSI OBAT Obat dosis tunggal

Page 13: absorbsi obat.docx

1. Data absorbs obat larutan benzodiazepin yang diberikan secara bolus dengan dosis 10 mg

Waktu(jam)

Konsentrasi(µg/ml)

0,25 2,850,50 5,430,75 7,751,00 9,842,00 16,204,00 22,156,00 23,01

10,00 19,0914,00 13,9020,00 7,97

(sumber : biofarmatika & farmakokinetika terapan edisi kelima hal 182)

2. Data absorbsi obat larutan fenilpropanolamin hidroklorida yang diberikan secara oral dengan dosis 25 mg yang diteliti terhadap 24 subjek pria

Waktu(jam)

Konsentrasi(µg/ml)

0 00,25 51,330,5 74,051,0 82,911,5 81,762 75,513 62,984 52,326 36,088 24,88

12 11,8324 1,27

(sumber : biofarmatika & farmakokinetika terapan edisi kelima hal 184) *berdasarkan data yang ada dapat disimpulkan bahwa lama penyerapan obat yaitu ±24 jam , dimana jumlah obat yang terabsorbsi tidak selalu sama pada setiap jamnya karena banyak faktor yang mempengaruhi laju penyerapan obat dalam tubuh.

Obat dosis gandaKonsentrasi obat dalam plasma untuk peengaturan dosis ganda dengan

mengunakan prisip superposisi (suatu prinsip yang menganggap bahwa dosi obat sebelumnya tidak mempengaruhi farmakokinetika dari dosis berikutnya)

Page 14: absorbsi obat.docx

Nomordosis

Waktu(jam)

Konsentrasi obat dalam plasma (µg/ml) Total

Dosis 1

Dosis 2

Dosis 3

Dosis 4

Dosis 5

Dosis 6

1 0123

021,022,319,8

021,022,319,8

2 4567

16,914,312,010,1

021,022,319,8

16,935,334,329,9

3 89

1011

8,507,156,015,06

16,914,312,010,1

021,022,319,8

25,442,540,335,0

4 12131415

4,253,583,012,53

8,507,156,015,06

16,914,312,010,1

021,022,319,8

29,746,043,337,5

5 16171819

2,131,791,511,27

4,253,583,012,53

8,507,156,015,06

16,914,312,010,1

021,022,319,8

31,847,844,838,8

6 2021222324

1,070,9

0,750,630,53

2,131,791,511,271,07

4,253,583,012,532,13

8,507,156,015,063,58

16,914,312,010,18,50

021,022,319,816,9

32,948,745,639,433,4

*dari pemberian dosis obat oral tunggal 350 mg, konsentrasi obat dalam plasma diukur selama 0-24 jam. Konsentrasi obat dalam darah dianggap sama terjadi pada dosi 2-6. Konsentrasi total obat dalam plasma merupakan jumlah konsentrasi obat dalam tiap dosis.

(sumber : biofarmatika & farmakokinetika terapan edisi kelima hal 187)

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku BIOFARMATIKA & FARMAKOKINETIKA TERAPAN EDISI KELIMA, hal 182,184,187)

Page 15: absorbsi obat.docx

2. https://denikrisna.wordpress.com/category/bakul/farmakokinetika/ 3. http://windhy-wibee.blogspot.co.id/2012/05/farmakokinetik-farmakokinetika-

adalah.html4. http://dokumen.tips/documents/makalah-absorpsi-obat.html