a. pendahuluan -...

27
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi Ringkasan Eksekutif 1 A. PENDAHULUAN Sistem angkutan umum di sebagian besar kota-kota raya dan besar di Indonesia dilayani oleh angkutan umum jalan raya. Sistem angkutan umum yang baik, terencana, dan terkoordinasi dengan baik akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi sistem transportasi perkotaan. Mengacu kepada Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu lintas Angkutan Jalan, diamanatkan untuk kota Besar dan kota Raya memiliki sistem angkutan massal jalan berlajur khusus yang harus didukung sistem pengumpan. Namun setelah ditetapkannya undang-undang ini, hingga saat ini belum ada dokumen resmi sebagai jabaran dari undang-undang ini yang ditetapkan guna memandu proses perencanaan sistem angkutan massal berbasis jalan dikawasan perkotaan. Oleh karenanya untuk dapat mengembangkan dan menerapkan sistem ini dikawasan perkotaan sesuai dengan amanat undang- undang, perlu ditetapkan suatu bentuk panduan yang dapat dijadikan acuan bagi proses perencanaan angkutan massal berbasis jalan untuk kawasan perkotaan, khususnya kota-kota dengan kategori kota besar dan kota raya. B. MAKSUD DAN TUJUAN Maksud kegiatan adalah melakukan analisis dan evaluasi pengembangan sistem angkutan massal berbasis jalan yang ramah lingkungan dan hemat energi di wilayah perkotaan. Tujuan kegiatan adalah tersusunnya konsep pengembangan angkutan massal berbasis jalan yang ramah lingkungan dan hemat energi di perkotaan. C. LINGKUP KEGIATAN a) Inventarisasi dan review kebijakan mengenai pengembangan sistem transportasi massal berbasis jalan di perkotaan; b) Inventarisasi kebijakan pengembangan sistem angkutan massal berbasis jalan yang ramah lingkungan dan hemat energi di perkotaan; c) Menganalisis dan mengevaluasi kondisi eksisting dan rencana prasarana jalan perkotaan;

Upload: hakhanh

Post on 16-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: A. PENDAHULUAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135/... · Sistem angkutan umum di sebagian besar kota-kota raya dan besar

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

Ringkasan Eksekutif 1

A. PENDAHULUAN

Sistem angkutan umum di sebagian besar kota-kota raya dan besar

di Indonesia dilayani oleh angkutan umum jalan raya. Sistem

angkutan umum yang baik, terencana, dan terkoordinasi dengan

baik akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi sistem transportasi

perkotaan.

Mengacu kepada Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang

Lalu lintas Angkutan Jalan, diamanatkan untuk kota Besar dan kota

Raya memiliki sistem angkutan massal jalan berlajur khusus yang

harus didukung sistem pengumpan. Namun setelah ditetapkannya

undang-undang ini, hingga saat ini belum ada dokumen resmi

sebagai jabaran dari undang-undang ini yang ditetapkan guna

memandu proses perencanaan sistem angkutan massal berbasis

jalan dikawasan perkotaan.

Oleh karenanya untuk dapat mengembangkan dan menerapkan

sistem ini dikawasan perkotaan sesuai dengan amanat undang-

undang, perlu ditetapkan suatu bentuk panduan yang dapat

dijadikan acuan bagi proses perencanaan angkutan massal berbasis

jalan untuk kawasan perkotaan, khususnya kota-kota dengan

kategori kota besar dan kota raya.

B. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud kegiatan adalah melakukan analisis dan evaluasi

pengembangan sistem angkutan massal berbasis jalan yang ramah

lingkungan dan hemat energi di wilayah perkotaan.

Tujuan kegiatan adalah tersusunnya konsep pengembangan

angkutan massal berbasis jalan yang ramah lingkungan dan hemat

energi di perkotaan.

C. LINGKUP KEGIATAN

a) Inventarisasi dan review kebijakan mengenai pengembangan

sistem transportasi massal berbasis jalan di perkotaan;

b) Inventarisasi kebijakan pengembangan sistem angkutan massal

berbasis jalan yang ramah lingkungan dan hemat energi di

perkotaan;

c) Menganalisis dan mengevaluasi kondisi eksisting dan rencana

prasarana jalan perkotaan;

Page 2: A. PENDAHULUAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135/... · Sistem angkutan umum di sebagian besar kota-kota raya dan besar

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

Ringkasan Eksekutif 2

d) Menganalisis dan mengevaluasi kondisi eksisting pelayanan

sistem angkutan massal berbasis jalan yang ramah lingkungan

dan hemat energi di perkotaan;

e) Menyiapkan konsep kriteria kebutuhan data/informasi untuk

melakukan perencanaan angkutan massal berbasis jalan yang

ramah lingkungan dan hemat energi di perkotaan;

f) Melakukan analisis kelengkapan data/informasi yang memadai

untuk proses pengembangan angkutan massal berbasiskan jalan

untuk setiap kota;

g) Melakukan studi literatur / benchmarking untuk proses

perencanaan sistem angkutan massal berbasis jalan di negara

lain;

h) Menetapkan kota (percontohan) untuk proses pengembangan

sistem angkutan massal berbasis jalan yang ramah lingkungan

dan hemat energi di perkotaan;

i) Melakukan analisis pengembangan sistem angkutan massal

berbasis jalan yang ramah lingkungan dan hemat energi di

perkotaan terpilih;

j) Menyiapkan konsep pedoman perencanaan angkutan massal

berbasis jalan yang ramah lingkungan dan hemat energi di

perkotaan; dan

k) Lokasi obyek studi ini akan dilaksanakan di Kota Makasar,

Bandung, Semarang, Palembang, Medan, Surabaya dan Jakarta

(JABODETABEK).

D. PENDEKATAN DAN METODOLOGI

Untuk mencapai tujuan dan sasaran studi, perlu dirumuskan suatu

metodologi yang ditekankan pada pengembangan pedoman

angkutan massal berbasis jalan yang ramah lingkungan dan hemat

energi pada jaringan transportasi perkotaan.

Tahapan-tahapan pendekatan kajian, ditransformasikan kedalam

suatu bentuk alur yang lebih terstruktur yang menempatkan

tahapan-tahapan tersebut kepada posisi dan level yang jelas seperti

yang ditunjukan dalam Gambar 1.

Page 3: A. PENDAHULUAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135/... · Sistem angkutan umum di sebagian besar kota-kota raya dan besar

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

Ringkasan Eksekutif 3

Gambar 1. Pola Pikir Kajian

BENCHMARKING

LAP. PENDAHULUAN

LAP. ANTARA

Konsep Pedoman Pengembangan SAUM Berbasis Jalan

Konsep SAUM Kota Percontohan:Pola JaringanPols OperasionalKapasitas LayananTeknologi Moda

REKOMENDASI

LAP. AKHIR

Inventarisasi peraturan

perundangan

Inventarisasi kajian,

studi, rencana dll

PENETAPAN KRITERIA DATA/INFORMASI

PERENCANAAN ANGKUTAN MASSAL

JALAN RAYA

PROSES KAJI ULANG

• Studi2 terkait

•Penelusuran sumberpustaka

terkait dengan SAUM Berbasis

Jalan

KAJIAN ASPEK LEGAL &

INSTITUSIONAL

Review perundangan yang

berhubungan dengan

perencanaan angkutan

umum

KAJIAN PUSTAKA

REFERENSI &PENGALAMAN DOMESTIK &

INTERNASIONAL

MENGENAI SAUM JALAN

KONSEP. LAP. AKHIR

PENETAPANLOKASI UJI

KASUS

INVENTARISASI DATA DI MASING-MASING KOTA

ANALISIS & EVALUASI

Kondisi Eksisting Jaringan, Lalu lintas,

Guna Lahan

Strategi & Kebijakan

Angkutan Umum

Identifikasi Masalah

Eksisting

PENGEMBANGAN KONSEP S.A.U.M JALAN

Titik Pelayanan

KapasitasLayanan

PENGEMBANGAN

PEDOMAN

&

REVIEW KONSEP

PEDOMAN

Pola Jaringan

Teknologi Moda

Page 4: A. PENDAHULUAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135/... · Sistem angkutan umum di sebagian besar kota-kota raya dan besar

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

Ringkasan Eksekutif 4

E. PROSEDUR PEDOMAN PERENCANAAN BRT

Secara konseptual langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam

merencanakan koridor angkutan massal berbasis jalan dijelaskan

sebagai berikut:

1. Analisis Permintaan dan Penetapan Koridor

2. Rancangan Operasional:

a. Penentuan Pola Operasi Sistem

b. Perancangan Jejaring dan Layanan

c. Perancangan Rute

d. Penentuan Rentang (Waktu operasional) Layanan

e. Penentuan Frekuensi Layanan

f. Estimasi Jenis dan Jumlah Armada

g. Estimasi Jumlah Platform pada titik layanan(Halte)

h. Penentuan Rancangan titik layanan (Halte)

3. Pemilihan Teknologi Kendaraan BRT

4. Penyiapan Rencana Usaha:

a. Penyiapan Kelembagaan dan Fungsinya

b. Penyiapan Model Usaha (Bisnis)

c. Pola Manajemen dan Operasi dengan Pendekatan

Kaidah Bisnis

d. Efisiensi Operasional

e. Pengembangan Perolehan Pendapatan dan Pemasaran

f. Strategi Komunikasi untuk Identitas Lembaga

g. Perencanaan Operasional

h. Kebijakan Tarif dan Subsidi untuk Pengguna (Fare

Policy and User Subsidy)

i. Penerapan Subsidi

5. Penyiapan Kebijakan Pendukung:

a. Integrasi Moda

b. Manajemen permintaan perjalanan

c. Integrasi dengan Perencanaan Guna Lahan

6. Proses Penyiapan Implementasi Sistem BRT:

a. Rencana Pendanaan

b. Opsi – opsi Pembiayaan Lokal

c. Penentuan operator

Page 5: A. PENDAHULUAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135/... · Sistem angkutan umum di sebagian besar kota-kota raya dan besar

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

Ringkasan Eksekutif 5

F. PEMILIHAN KONSEP SISTEM ANGKUTAN UMUM

MASSAL PERKOTAAN

Langkah awal yang dibutuhkan oleh pembuat kebijakan suatu kota

adalah menyesuaikan sistem yang akan dipilih berdasarkan

karakteristik kota tersebut dengan menggunakan parameter-

parameter umum seperti yang ditunjukan dalamTabel 1.

Tabel 1. Kriteria untuk Pemilihan Sistem Angkutan Massal

Kriteria

Nilai Ambang

Kereta

(disyaratkan)

Kereta

(minimum)

atau BRT

Busway/BRT

(minimum)

Populasi Kawasan

Perkotaan

2,000,000 1,000,000 750,000

Populasi Pusat Kota 700,000 500,000 400,000

Kepadatan Populasi

Pusat Kota (org/km2)

5,500 3,900 1,950

Luas Lantai di CBD

(km2)

4,500,000 2,2500,000 1,800,000

Jumlah Pekerjaan 100,000 70,000 50,000

Tujuan perjalanan

harian di CBD/km2

120,000 60,000 40,000

Tujuan perjalanan

harian di CBD/koridor

70,000 40,000 30,000

Pergerakkan keluar

CBD di garis cordon

di jam sibuk

75,000-100,000 50,000-70,000 35,000

Sumber:Deen, T.B. and Pratt, R.H. (1992)

Mengacu kepada kriteria didalam Tabel 1, maka berdasarkan

ketersediaan data (dalam hal ini jumlah populasi kota) dari masing-

masing kota yang dijadikan sampel dalam studi ini, sistem

angkutan massal yang sesuai dengan karakteristik kota ditunjukan

dalamTabel 2.

Page 6: A. PENDAHULUAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135/... · Sistem angkutan umum di sebagian besar kota-kota raya dan besar

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

Ringkasan Eksekutif 6

Tabel 2. Sistem Angkutan Massal Kota-kota Sampel

KOTA

TEKNOLOGI SAUM KOTA

Kereta Kereta atau

BRT Busway/BRT

DKI JAKARTA

SURABAYA

MEDAN

PALEMBANG

BANDUNG

SEMARANG

MAKASAR

Interpretasi dari sistem angkutan massal untuk kota-kota seperti

yang ditunjukan dalam Tabel 2 adalah bahwa untuk kota dengan

jumlah populasi tertentu sudah harus dilayani oleh bentuk angkutan

massal tertentu, seperti DKI Jakarta dan Surabaya sudah harus

dilayani oleh angkutan massal berbasis rel. Namun ini tetap

disesuaikan dengan karakteristik dari koridor yang ada atau

direncanakan, sehingga untuk koridor-koridor yang belum sesuai

tetap bisa dilayani oleh sistem angkutan umum lainnya. Contoh

lainnya adalah seperti kota Bandung dan Medan yang masih bisa

memiliki opsi antara angkutan masssal berbasis rel dan jalan. Hal

penting lainnya adalah juga mempertimbangkan rencana kota

dimasa datang terutama dari prediksi jumlah penduduk yang akan

ditampung. Sehingga tentunya pilihan sistem angkutan massal ini

selayaknya menggunakan ukuran angka prediksi tersebut dan

rekomendasi yang ditunjukan dalam Tabel 2(mis. kota Semarang&

Makasar) bisa digunakan sebagai kebijakan antara sampai kondisi

dan kesiapan kota sudah tercapai.

G. SISTEM DAN TEKNOLOGI RAMAH LINGKUNGAN

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat emisi kendaraan adalah:

1) Faktor-faktor yang terkait dengan perjalanan, seperti:Jumlah

perjalanan, jarak perjalanan, dan cara/gaya mengemudi;

Page 7: A. PENDAHULUAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135/... · Sistem angkutan umum di sebagian besar kota-kota raya dan besar

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

Ringkasan Eksekutif 7

2) Faktor-faktor yang terkait dengan jaringan jalan, seperti:Desain

geometris jalan;

3) Faktor-faktor yang terkait dengan kendaraan, seperti:Ukuran

mesin, horsepower, berat kendaraan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mengukur kualitas

lingkungan dari suatu kendaraan, yaitu:

1) Tingkat emisi;

2) Standar kualitas udara di sekitar;

3) Kualitas bahan bakar;

4) Jenis bahan bakar dan sistem penggerak;

5) Tingkat kebisingan di dalam dan di luar kendaraan;

6) Standar ventilasi dan temperatur di kendaraan.

Sementara itu, untuk mencapai standar emisi tertentu, beberapa

komponen yang perlu diperhatikan dalam program pengendalian

emisi yaitu:

1) Kualitas bahan bakar;

2) Teknologi mesin;

3) Teknologi pengendali emisi;

4) Program pemeriksaan dan perawatan kendaraan;

5) Pelatihan pengemudi.

Sedangkan untuk tingkat kebisingan, ditentukan oleh beberapa

faktor berikut, yaitu:

1) Teknologi bahan bakar dan penggerak;

2) Rancangan sistem penggerak;

3) Ukuran kendaraan (relatif terhadap ukuran mesin);

4) Teknologi peredam suara dan “knalpot” yang digunakan;

5) Kualitas permukaan jalan;

6) Proses perawatan/pemeliharaan.

H. JENIS DAN TINGKAT EMISI BAHAN BAKAR

Keputusan tentang jenis bahan bakar dan sistem penggerak

(propulsion) moda angkutan umum memiliki dampak terhadap

kesehatan masyarakat, efisiensi operasional dan biaya operasi.

Pemilihan bahan bakar dan teknologi mesin yang terbaik dibuat

dengan pertimbangan kelayakan ekonomi, keuangan, sosial dan

lingkungan. Kebijakan dari pemerintah juga penting untuk

diperhitungkan karena mungkin terkait dengan pertimbangan

strategis yang lebih luas.

Page 8: A. PENDAHULUAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135/... · Sistem angkutan umum di sebagian besar kota-kota raya dan besar

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

Ringkasan Eksekutif 8

I. SISTEM DAN TEKNOLOGI HEMAT ENERGI

Beberapa parameter yang mempengaruhi efisiensi penggunaan

bahan bakar, adalah: kapasitas mesin, tarikan aerodinamis

(aerodynamic drag), berat kendaraan, rolling

resistance.Sedangkanfaktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi

bahan bakar dari suatu kendaraan adalah frekuensi perjalanan, jarak

tempuh, jumlah pemberhentian, kecepatan rata-rata kendaraan.

Tabel 3menunjukkan konsumsi penggunaan bahan bakar untuk

perjalanan dalam kota dari jenis bus tunggal (panjang 12 m)

terhadap berbagai jenis bahan bakar.

Tabel 3. Konsumsi Bahan Bakar untuk Jenis Bus Tunggal

Jenis Bahan

Bakar

Konsumsi Bahan Bakar

km/liter liter/100km

LPG 1 100

Hibrida 1,37 73

CNG 0,73 137

Diesel 0,99 101

Bio Diesel 1,7 59

Sumber: diolah dari berbagai sumber

J. SISTEM ANGKUTAN UMUM MASSAL PERKOTAAN

BERBASIS JALAN YANG RAMAH LINGKUNGAN

DAN HEMAT ENERGI

Secara ideal sistem angkutan massal berbasis jalan harus

menggunakan sumber energi listrik, sehingga aspek yang menjadi

pertimbangan penting adalah aspek pembiayaan baik untuk

investasi maupun pemeliharaan dan aspek estetika, terkait teknologi

bus listrik yang masih menggunakan jejaring kawat listrik diudara.

Namun sejalan dengan berkembangnya teknologi, saat ini sudah

dikembangkan dan dioperasikan teknologi bus listrik yang

menggunakan baterai yang dapat diisi ulang secara “on line”

(OLEV) tanpa menggunakan kabel.

Page 9: A. PENDAHULUAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135/... · Sistem angkutan umum di sebagian besar kota-kota raya dan besar

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

Ringkasan Eksekutif 9

Bus listrik dengan pengisian secara bergerak (On-Line Electric

Vehicle/OLEV), seperti yang ditunjukan dalam Gambar 2dan

Gambar 3 merupakan teknologi kendaraan bertenaga listrik

inovatif yang pengisian daya listriknya dilakukan dengan

mekanisme transmisi atau jarak jauh (remote) dari unit pemasok

tenaga listrik yang dikubur dibawah permukaan jalan.

Sumber:Seung, Y. A., et.al (2010)& Ko, Y. D., and Jang, Y. J., (2011)

Gambar 2. Bus dengan sistem OLEV

Sumber:Seung, Y. A., et.al (2010)&Ko, Y. D., and Jang, Y. J., (2011)

Gambar 3. Mekanisme Pengisian Tenaga OLEV

Unit pengirim (transmitter) tenaga listrik - kabel induktif dibawah

permukaan jalan - membangkitkan medan magnet untuk memasok

sejumlah tenaga yang dibutuhkan oleh bus untuk bergerak. Disisi

lain, unit pengambil tenaga yang dipasang di bagian bawah bus

mengumpulkan tenaga listrik dari jarak jauh dan

mendistribusikannya ke mesin untuk menggerakkan bus dan juga

ke baterai yang berada didalam bus. Proses pengambilan tenaga

listrik ini dilakukan secara menerus baik dalam keadaan bergerak

maupun berhenti. Sehingga teknologi ini mampu mengatasi

kebutuhan ukuran dan kapasitas baterei yang besar agar dapat

Page 10: A. PENDAHULUAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135/... · Sistem angkutan umum di sebagian besar kota-kota raya dan besar

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

Ringkasan Eksekutif 10

menyimpan tenaga yang memadai untuk kendaraan sebesar bus

beroperasi secara normal.

Oleh karenanya, aspek ekonomilah yang nampaknya akan

menentukan pilihan dari teknologi moda angkutan massal berbasis

jalan sejauh regulasi yang berlaku masih memberikan toleransi

terhadap adanya emisi gas buang pada kadar tertentu. Dengan

asumsi bahwa teknologi OLEV masih belum bisa digunakan secara

luas dan tinjauan aspek lingkungan murni diukur dari tingkat emisi

maka urutan prioritas pilihan moda angkutan massal berbasis jalan

dengan teknologi dan jenis bahan bakar berikut:

1) Diesel Hybrid Electric atau CNG;

2) Diesel Euro V;

3) Diesel Euro IV;

4) Diesel Euro III.

Untuk aspek ekonomi, maka penilaian terhadap pilihan suatu

teknologi moda dan jenis bahan bakar sangat terkait dengan aspek

hemat energi atau lebih spesifik kepada konsumsi penggunaan

bahan bakar. Bila sisi tinjau hanya dari tingkat konsumsi bahan

bakar saja untuk situasi yang setara maka prioritas pilihan moda

adalah sebagai berikut;

1) Diesel Hybrid Electric;

2) Diesel (Euro);

3) LPG;

4) CNG.

Dengan adanya fakta bahwa tingkat konsumsi bahan bakar dan

emisi gas buang, terutama untuk bahan bakar diesel masih bisa

direduksi dengan berbagai perlakuan khusus baik dari sisi teknologi

penggerak kendaraan maupun sisi campuran bahan bakar

diesel,maka untuk lebih obyektif, aspek hemat energi perlu

dikonversikan kepada nilai biaya investasi dan operasional untuk

suatu sistem angkutan massal yang diterapkan pada suatu kota.

Oleh karenanya tidak mudah untuk menetapkan suatu standar baku

berdasarkan aspek hemat energi, sehingga yang perlu dijadikan

acuan utama adalah aspek ramah lingkungan dalam bentuk regulasi

standar baku mutu lingkungan dan kebijakan terhadap penggunaan

sumber energi berbasiskan fosil.

Mengacu kepada kondisi faktual saat ini terhadap kesediaan

prasarana dan sarana yang mendukung penggunaan kendaraan

BBG, nampaknya untuk sementara waktu sampai kondisinya jauh

lebih kondusif, penggunaan moda angkutan massal berbasis jalan

raya dengan teknologi CD (standar EURO IV ke atas) masih layak

Page 11: A. PENDAHULUAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135/... · Sistem angkutan umum di sebagian besar kota-kota raya dan besar

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

Ringkasan Eksekutif 11

untuk dipertimbangkan. Namun tentunya hal ini perlu diimbangi

dengan prosedur pemantauan dan pengendalian yang ketat dan

konsisten agar standar kualitas emisi tetap bisa dipertahankan.

Oleh karena itu, bila kebijakan energinya adalah tidak

menggunakan energi berbasis fosil, maka untuk sistem angkutan

massal berbasis jalan di kota-kota (Besar dan Raya) Indonesia yang

paling sesuai adalah menggunakan moda berbahan bakar gas alam

yang tentunya dengan catatan sejauh teknologi OLEV masih belum

bisa diterapkan atau masih terlalu mahal untuk digunakan dalam

kurun waktu tertentu.

K. PEMILIHAN KOTA PERCONTOHAN

Proses pemilihan kota percontohan mengacu kepada kriteria dasar

terutama yang terkait dengan prasyarat kebutuhan data untuk

analisis, khususnya analisis kuantitatif. Dari hasil inventarisasi

kelengkapan data di masing-masing kota sesuai dengan prasyarat

jenis data untuk keperluan analisis dirangkum dalam Tabel 4.

Tabel 4. Tabulasi Ketersediaan Data Pokok Sebagai Kota

Percontohan

Kriteria Medan Palembang DKI

Jakarta Bandung Semarang Surabaya Makassar

Koridor BRT Eksisting Belum

Ada Ada Ada Ada Ada

Belum Ada

Belum Ada

Data Trayek Eksisting Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada

Data Asal-Tujuan Perjalanan

Ada Lemah Ada Lemah Tidak Ada Ada Lemah

Data Sosial Ekonomi Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada

Data Rencana Tata Ruang

Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada

Rencana Koridor BRT Ada Ada Ada Ada Ada Belum

Ada Ada

Frekuensi Angkutan Umum

Ada Lemah Ada Ada Ada Ada Lemah

Okupansi Pengguna Angkutan Umum

Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada

Tidak Ada Ada Tidak Ada

Model Jaringan Transportasi

Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada

Tidak Ada Ada Tidak Ada

Sumber:Analisis Konsultan

Page 12: A. PENDAHULUAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135/... · Sistem angkutan umum di sebagian besar kota-kota raya dan besar

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

Ringkasan Eksekutif 12

Dari hasil verifikasi terhadap ketersediaan dan kualitas komponen

utama data yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa kota

Surabaya bisa dijadikan percontohan untuk proses analisis

angkutan umum massal jalan raya dalam studi ini.

L. PENGEMBANGAN SAUM KOTA SURABAYA

Berdasarkan data hasil survai HIS, besarnya potensi permintaan

angkutan umum eksisting dan lokasi aktifitas naik turun

penumpang ditunjukan dalam Gambar 4dan Gambar 5.

Gambar 4. Permintaan Angkutan Umum Kota Surabaya

Gambar 5. Lokasi Naik-Turun Penumpang

Page 13: A. PENDAHULUAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135/... · Sistem angkutan umum di sebagian besar kota-kota raya dan besar

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

Ringkasan Eksekutif 13

Dari kedua gambar diatas (Gambar 4 dan Gambar 5) dapat ditarik

gariskoridor utama angkutan umum yang dapat dikembangkan

menjadi suatu sistem angkutan umum yang baru seperti yang

ditunjukandalam Gambar 6.

Gambar 6. Perkiraan Koridor Utama SAUM Kota Surabaya

Jika diambil 3 koridor yang akan dijadikan koridor SAUM kota

Surabaya1), maka 3 koridor utamatersebut yaitu:

1) Koridor A :Terminal Purabaya- Kenjeran-Ujung Baru

2) Koridor B : Terminal Purabaya- Bulak Banteng

3) Koridor C :Citra Raya –Rungkut (UNESA)

1. Besaran Permintaan untuk 3 Koridor SAUM Jalan

Kota Surabaya

Analisis besaran permintaan dimasing-masing koridor

dilakukan untuk mengetahui koridor yang pelu

diimplementasikan terlebih dahulu. Analisis dilakukan

untuk dua skenario, yaitu skenario koridor tunggal dan

multi koridor.

1) Penetapan akhir trase koridor berkaitan dengan geometrik (dan juga komponen

lainnya seperti biaya, sosial, ekonomi, kebijakan dan kesiapan PEMDA dll) akan di

finalisasi dalam satu studi kusus mengenai detail desain teknis (detail engineering

desain, DED) yang tidak disertakan pembahasannya dalam studi ini.

Rungkut

Citra Raya

Terminal Purabaya

Bulak BantengUjung Baru

Page 14: A. PENDAHULUAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135/... · Sistem angkutan umum di sebagian besar kota-kota raya dan besar

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

Ringkasan Eksekutif 14

Dari hasil uji skenario tunggal (Tabel 5), diprediksi koridor

C memiliki keunggulan dari jumlah demand eksisting yang

ada. Nilai seat turn-over (pertukaran penumpang dalam

kendaraan) di koridor yang ada cukup besar menandakan

koridor ini dapat dipotong menjadi 2 koridor terpisah.

Tabel 5. Skenario Koridor Tunggal SAUM Kota Surabaya

Corridor Dir Length

(km)

Passanger

(pax/hour)

Max Vol

(pax/hour)

Av. Vol

(pax/hour)

Seat

Turn Over A S-U 16.93 3,070 1,752 1,240 2.5

U-S 17.53 4,045 3,162 1,623 2.5

B S-U 21.36 3,405 1,517 1,070 3.2

U-S 22.9 4,616 2,548 1,587 2.9

C B-T 22.72 5,107 2,798 1,790 2.9

T-B 22.64 5,072 2,603 1,826 2.8

Dengan pendekatan multi koridor, keseluruhan koridor

BRT dalam uji skenario ini diasumsikan telah beroperasi

secara bersamaan, dan hsil uji ditunjukan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Skenario Multi Koridor SAUM Kota Surabaya

Cor Dir Length Passangers (pax/hour) Volume Seat

Turn-Over Ticket Transfer Total Max Average

A S-U 16.93 3,148 418 3,566 2,235 1,220 2.6

U-S 17.53 4,199 362 4,561 3,486 1,508 2.8

B S-U 21.36 3,713 426 4,139 1,867 1,121 3.3

U-S 22.9 4,484 410 4,894 2,486 1,375 3.3

C B-T 22.72 6,021 808 6,829 3,508 2,100 2.9

T-B 22.64 5,478 687 6,165 2,958 2,084 2.6

Total penumpang yang diangkut seluruh koridor BRT

meningkat 19% dibandingkan total penumpang seluruh

koridor BRT skenario tunggal. Jika dilihat dari jumlah

transaksi, jumlah transaksi skenario multi koridor lebih

besar 6.8% dibandingkan skenario tunggal. Pada koridor A

terjadi peningkatan jumlah transaksi sebesar 3% dan total

Page 15: A. PENDAHULUAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135/... · Sistem angkutan umum di sebagian besar kota-kota raya dan besar

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

Ringkasan Eksekutif 15

penumpang koridor A 14% lebih tinggi dibandingkan

skenario tunggal. Peningkatan jumlah penumpang tertinggi

terjadi pada koridor C dengan peningkatan sebesar 28%

(peningkatan jumlah transaksi 13%) sedangkan untuk

koridor B peningkatan jumlah penumpang yang terjadi

sebesar 2% (meningkat 13% untuk jumlah transaksi).

Jumlah penumpang yang transfer antar koridor sebesar

3,111 pax/jam (10.32% dari total penumpang seluruh

koridor).

2. Kebutuhan Armada SAUM Surabaya

Kebutuhan armada dihitung dari demand tahun dasar. Hal

ini dilakukan untuk mengetahui kapasitas minimum SAUM

yang dibutuhkan. Secara keseluruhan kebutuhan armada

untuk masing-masing koridor dapat dilihat dalam Tabel 7.

Tabel 7. Tabulasi Kebutuhan Jumlah Armada SAUM

Surabaya

Koridor L v Tl h No N

A 17.2 17 10 5 27 30

B 22.1 17 10 5 32 36

C 22.7 17 10 5 35 39

Sedangkan kebutuhan dimensi SAUM kota Surabaya

ditunjukan dalamTabel 8.

Tabel 8. Perkiraan Dimensi SAUM Kota Surabaya

Cor Volume

Maximum

Volume

Rata-Rata LF2) Nsb F Cbmax Cbvrg

LFvrg

Cbmax

A 3,486 1,508 1 1 20 175 76 0.43

B 2,486 1,375 1 1 20 125 69 0.55

C 3,508 2,100 1 1 20 176 105 0.60

2 ) Nilai LF ijin diambil 1 dengan asumsi kapasitas kendaraan adalah jumlah

total penumpang maksimum yang dapat diangkut bukan berdasarkan

jumlah kursi yang ada

Page 16: A. PENDAHULUAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135/... · Sistem angkutan umum di sebagian besar kota-kota raya dan besar

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

Ringkasan Eksekutif 16

Berdasarkan Tabel 8 diatas, maka untuk SAUM kota

Surabaya membutuhkan kapasitas satu moda 130-180

pax/jam. Dari kebutuhan ini maka jenis moda yang bisa

digunakan adalah jenis bus tempel (articulated bus).

3. Lokasi Halte

Lokasi titik-titik naik-turun dan transfer penumpang dapat

direncanakan berdasarkan gambar hasil model baik titik

boarding, titik alighting maupun total keduanya

(Gambar 7). Ukuran dimensi halte dan platform hendaknya

memperhatikan jumlah total aktivitas penumpang di titik

tersebut.

Gambar 7. Potensi Lokasi Halte

4. Estimasi Biaya Operasional

Tabel 9 menunjukan esitimasi besaran biaya operasional

dan Tabel 10 menunjukkan estimasi besaran tarif teknis

SAUM kota Surabaya.

Page 17: A. PENDAHULUAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135/... · Sistem angkutan umum di sebagian besar kota-kota raya dan besar

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

Ringkasan Eksekutif 17

Tabel 9. Estimasi Biaya Operasional Koridor SAUM

Kota Surabaya

Item BBG EURO 2 EURO 6

Koridor A Cost/bus/km/jam

Investasi Bus 7,359 7,163 8,596

Profit 10% Investasi Bus 736 716 860

Biaya Operasional dan Pemeliharaan 10,848 10,939 10,436

Biaya overhead O-M 1,858 1,858 1,858

Total cost/bus/km/jam 20,801 20,677 21,750

Total cost/koridor/jam 21,841,490 21,711,133 22,837,395

Koridor B Cost/bus/km/jam

Investasi Bus 7,042 7,042 7,042

Profit 10% Investasi Bus 704

704

704

Biaya Operasional dan Pemeliharaan 10,842 8,682 10,429

Biaya overhead O-M 1,632 1,632 1,632

Total 20,220 18,061 19,807

Total cost/koridor/jam 30,426,862 27,177,755 29,806,139

Koridor C Cost/bus/km

Investasi Bus 8,797 7,331 8,797

Profit 10% Investasi Bus 880

733

880

Biaya Operasional dan Pemeliharaan 10,993 11,089 10,585

Biaya overhead O-M 1,669 1,669 1,669

Total 22,339 20,822 21,931

Total cost/koridor/jam 39,727,532 37,029,565 39,002,691

Page 18: A. PENDAHULUAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135/... · Sistem angkutan umum di sebagian besar kota-kota raya dan besar

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

Ringkasan Eksekutif 18

Tabel 10. Estimasi Tarif Teknis SAUM Kota Surabaya

Biaya(Rp 1,000,000) Permintaan (pax) Tarif

(Rp/pax) Jam2an Tahunan Jam Puncak Tahunan

Koridor A

BBG 21.8 135,526.4

6,610

21,940,479

6,177

EURO 2 21.7 134,717.6 6,140

EURO 6 22.8 141,706.0 6,459

Koridor B

BBG 30.4 188,798.7

9,688

32,157,240

5,871

EURO 2 27.2 168,638.0 5,244

EURO 6 29.8 184,947.1 5,751

Koridor C

BBG 39.7 246,509.3

12,499

41,487,752

5,942

EURO 2 37.0 229,768.5 5,538

EURO 6 39.0 242,011.7 5,833

5. Analisis Emisi SAUM Kota Surabaya

Analisis emisi akan dibahas untuk masing-masing jenis

bahan bakar yang digunakan. Besaran emisi dihitung

melalui pendekatan volume bahan bakar yang digunakan

selama operasional SAUM. Dalam studi ini tidak dibahas

secara detail besaran konsumsi bahan bakar akibat

pengaruh kemiringan jalan, kecepatan kendaraan,

percepatan/perlambatan kendaraan dan pola penggunaan

gear ratio selama pengoperasiannya karena dianggap telah

direpresentasikan oleh asumsi kecepatan operasional/disain

selama SAUM beroperasi. Hasil estimasi tingkat emisi

untuk SAUM Kota Surabaya ditunjukan dalam Tabel 11.

.

Page 19: A. PENDAHULUAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135/... · Sistem angkutan umum di sebagian besar kota-kota raya dan besar

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

Ringkasan Eksekutif 19

Tabel 11. Perkiraan Besaran Emisi SAUM Kota Surabaya

Corr Qj ECij EFij Emision (kg CO2-e) Total

CO2-e (kg/day) vol unit factor Unit CO2 CH4 N2O CO2 CH4 N2O

BBG

A 7,452 liter 0.039 GJ/m3 51.2 2.1 0.3 14,880 610 87 15,578

B 9,044 liter 0.039 GJ/m3 51.2 2.1 0.3

18,059 741 106 18,906

C 9,520 liter 0.039 GJ/m3 51.2 2.1 0.3 19,010 780 111 19,901

EURO 2 Diesel

A 6,210 liter 38.6 GJ/1000L 69.2 0.2 0.5 16,588 48 120 16,755

B 7,537 liter 38.6 GJ/1000L 69.2 0.2 0.5 20,131 58 145 20,335

C 7,933 liter 38.6 GJ/1000L 69.2 0.2 0.5 21,191 61 153 21,405

EURO 6 Diesel

A 2,981 liter 38.6 GJ/1000L 69.2 0.05 0.5 7,962 6 58 8,025

B 3,618 liter 38.6 GJ/1000L 69.2 0.05 0.5 9,663 7 70 9,740

C 3,808 liter 38.6 GJ/1000L 69.2 0.05 0.5 10,172 7 73 10,252

6. Perkiraan Pertumbuhan Demand SAUM Kota

Surabaya di Masa Mendatang

Pertumbuhan penumpang rata-rata seluruh koridor di tahun

2030 sebesar 40.82% dan estimasi volume maksimum yang

teradi di masing-masing koridor ditunjukan dalam

Tabel 12.

Tabel 12. Perkiraan Volume Maksimum di Segmen SAUM

Kota Surabaya

Corr Vol Seg

max

Cbmax

H=3 min H=2 min

Cor A

2015 3,692 185 124

2020 4,061 204 136

2025 4,465 224 149

2030 4,909 246 164

Page 20: A. PENDAHULUAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135/... · Sistem angkutan umum di sebagian besar kota-kota raya dan besar

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

Ringkasan Eksekutif 20

Cor B

2015 2,633 132 88

2020 2,896 145 97

2025 3,185 160 107

2030 3,501 176 117

Cor C

2015 3,714 186 124

2020 4,086 205 137

2025 4,493 225 150

2030 4,940 247 165

Berkaitan dengan kapasitas kendaraan,diperlukan besarnya

volume maksimum masing-masing ruas untuk mengetahui

kebutuhan jenis moda yang tepat. Jenis bus yang digunakan

dalam simulasi adalah bus tempel (articulated bus) dengan

kapasitas tiap bus sebesar 170 penumpang (pax). Dengan

mempertahankan headway 3 menit koridor A maupun

koridor C telah mengalami over-demand. Jika peluang

memperkecil headway masih dimungkinkan maka dengan

membuat headway pelayanan menjadi 2 menit, kebutuhan

kapasitas di koridor A dan C dapat teratasi. Jika

diperkirakan kedepan kondisi beban lalu lintas sangat

tinggi dan tidak dimungkinkan untuk memperkecil

headway maka opsi lainnya adalah meningkatkan kapasitas

moda BRT yang ada menjadi bus tempel ganda (Bi-

Articulated Bus) atau transformasi ke moda jenis LRT.

7. PerkembanganModa SAUM Kota Surabaya di

Masa Mendatang

Dengan tanpa memperhitungkan kendala fisik, ekonomi

dan kebijakan Pemda, dimensi moda SAUM suatu kota

selain dari sisi demand juga sangat dipengaruhi komponen

lainnya yaitu desain headway dan kecepatan pelayanan.

Kedua komponen tersebut akan berdampak langsung

kepada besaran kapasitas yang disediakan.Melihat

perkembangan demand SAUM kota Surabaya maka

disusun suatu skenario penetapan moda sehingga akan

Page 21: A. PENDAHULUAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135/... · Sistem angkutan umum di sebagian besar kota-kota raya dan besar

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

Ringkasan Eksekutif 21

diperoleh gambaran moda yang sesuai dan Pemda dapat

mengambil langkah-langkah persiapan yang dianggap

perlu.

Gambar 8. Perkiraan Arus Maksimum Koridor SAUM

Kota Surabaya

Asumsi desain headway pelayanan adalah 2.5, 3 dan

5 menit. BRT bisa lebih fleksibel untuk nilai headway,

namun LRT dan MRT memiliki permasalahan untuk nilai

headway yang kecil (<2menit) hal ini berkaitan dengan

sistem persinyalan serta aspek keselamatan operasional.

Minimum headway LRT dan MRT bisa mencapai 110

detik (~1.8 menit, dengan sistem sinyal yang sangat rumit

dan teknologi yang terbaru) namun umumnya nilai

headway desain terkecil untuk LRT dan MRT

menggunakan nilai 140 detik (~2.3 menit).

Untuk kecepatan desain, BRT memiliki hambatan lebih

besar (khususnya di simpang dan jalur mix-traffic seperti

flyover) kecuali jika didesain exclusive elevated. Kecepatan

maksimum di ruas umumnya kurang dari 45 km/jam.

Namun, dengan asumsi adanya tambahan waktu proses

boarding-aligthing diperkirakan kecepatan layanan

maksimum kurang dari 30 km/jam. LRT dan MRT dapat

mencapai 70 km/jam (90 km/jam maksimum di dalam

-

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

2010 2015 2020 2025 2030

Max

Flo

w (

pax

/ho

ur)

Koridor A Koridor B Koridor C

Page 22: A. PENDAHULUAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135/... · Sistem angkutan umum di sebagian besar kota-kota raya dan besar

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

Ringkasan Eksekutif 22

terowongan/tunnel). Kecepatan layanan maksimum bisa

mencapai 50 km/jam. Berdasarkan batasan tersebut diambil

kecepatan pelayanan yang akan disimulasikan sebesar 20,

25 dan 30 km/jam. Untuk kapasitas moda yang digunakan

diambil nilai sebagai berikut:

1) Artikulated Bus : 170 pax/jam

2) Bi-Articulated Bus : 270 pax/jam

3) BRT :350 pax/jam (Siemens

Combino Plus, 2 cars)

M. KESIMPULAN

1) Dari hasil kajian dan analisis terhadap berbagai literatur dapat

ditarik satu kesimpulan sebagai berikut :

a) Ada beberapa definisi tentang angkutan massal namun

salah satu definisi yang cukup singkat dan tepat adalah

sebagai berikut; angkutan yang mampu mengangkut

dan memindahkan banyak orang dalam waktu yang

bersamaan. Begitu pula halnya untuk definisi

“Angkutan Massal Berbasis Jalan”. Salah satu definisi

adalah sebegai berikut; moda angkutan umum cepat

yang mampu mengkombinasikan kualitas angkutan

massal berbasis rel dengan tingkat fleksibilitas dari

angkutan bis.

b) Moda transportasi yang ramah lingkungan dapat

didefinisikan sebagai moda yang dapat memberikan

manfaat bagi lingkungan, yaitu kendaraan dengan

konsumsi bahan bakar yang rendah (efisien),

menghasilkan emisi polutan dan suara yang rendah,

manufaktur yang ramah lingkungan, menggunakan

bahan-bahan pembentuk kendaraan yang optimum dan

dapat di daur ulang, serta mempunyai kelebihan lain

yang relevan dengan lingkungan.

c) Secara umum, kendaraan yang hemat energi adalah

kendaraan dengan konsumsi bahan bakar paling efisien

atau ekonomis, dimana efisiensi pengunaan bahan

bakar diukur berdasarkan rasio jarak tempuh perjalanan

per unit bahan bakar yang dikonsumsi, biasanya dalam

km/ liter. Namun bagi sistem angkutan massal yang

hemat energi tergantung dari beberapa faktor seperti

teknologi peggerak dan jenis bahan bakar, pola

Page 23: A. PENDAHULUAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135/... · Sistem angkutan umum di sebagian besar kota-kota raya dan besar

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

Ringkasan Eksekutif 23

operasional bis, keterpaduan rencana jaringan dengan

guna lahan dan kebijakan pendukung lainnya.

d) Dengan asumsi ketersediaan dari sumber energi dan

kebijakan perlindungan lingkungan, maka sumber

energi penggerak dari moda angkutan massal berbasis

jalan yang ramah lingkungan adalah tenaga listrik, gas

alam dan Solar bersih.

2) Dari hasil observasi lapangan diperoleh gambaran:

a. DKI Jakarta telah menerapkan sistem BRT, sedangkan

Palembang, Bandung dan Semarang baru menerapkan

sistem semi BRT (sistem Transit). Namun seluruh kota

yang diobservasi telah memiliki konsep perencanaan

sistem angkutan massal pada tataran makro.

b. Kondisi faktual di tujuh kota yang dijadikan sampel

dalam studi ini, jaringan angkutan umumnya tidak

terstruktur dan tumpang tindih serta tidak terintegrasi

secara fisik maupun sistem.

c. Angkutan kereta api yang beroperasi di DKI Jakarta,

Bandung, Surabaya dan Medan merupakan bagian dari

sistem angkutan massal regional namun dalam

pelaksanaanya sebagian besar berjalan sendiri-sendiri.

Seringkali akses menuju ke stasiun kurang didukung

moda angkutan umum lainnya.

3) Berdasarkan analisis terhadap data teknis yang diperoleh dari

observasi lapangan, Kota Jakarta, Medan, Bandung dan

Surabaya sudah layak dilayani oleh angkutan massal berbasis

Rel pada koridor-koridor yang sesuai

4) Penerapan angkutan massal jalan raya lebih sesuai pada

koridor-koridor yang perkembangan intensitas guna lahannya

linier

5) Penetapan struktur jaringan layanan (Trunk-Feeder atau Direct

Service) bisa ditinjau dari perbedaan kepadatan penduduk antar

wilayah, jarak antara pusat dan pinggir kota dan besaran

permintaan pada koridor yang dikaji.

6) Regulasi yang mewajibkan penerapan lajur khusus (terproteksi)

untuk angkutan massal jalan raya merupakan kendala utama

untuk kota-kota besar di Indonesia

Page 24: A. PENDAHULUAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135/... · Sistem angkutan umum di sebagian besar kota-kota raya dan besar

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

Ringkasan Eksekutif 24

7) Secara substansi, lajur khusus baru perlu diterapkan bila

kecepatan tempuh rata-rata pada koridor yang dikaji kurang

dari 20 km/jam

8) Dalam studi ini telah dikembangkan konsep pedoman

pengembangan angkutan massal berbasis jalan yang

mempertimbangkan konsep ramah lingkungan dan hemat

energi

9) Karena luasnya lingkup definisi dari istilah “pengembangan”,

maka pedoman yang dikembangkan difokuskan pendalamannya

untuk prosedur perencanaan angkutan massal perkotaan

berbasis jalan.

10) Untuk uji coba aplikasi dari konsep pedoman yang

dikembangkan, khusus untuk lingkup perencanaan koridor dan

operasional, kota Surabaya adalah kota yang paling memenuhi

karena;

a) Data untuk analisis tersedia dengan memadai;

b) Belum menerapkan/mengoperasikan sistem angkutan

massal;

c) Konsep perencanaan makronya tidak mengarah kepada

angkutan massal berbasis jalan (sistem BRT).

11) Dari hasil uji coba perencanaan sistem BRT di kota Surabaya

dengan prosedur analisis skala penuh dapat ditarik beberapa

kesimpulan:

a) Pengoperasian SAUM secara multi koridor (konektifitas

antar moda) akan memberikan nilai tambah baik dari

jumlah penggunaan SAUM itu sendiri maupun jumlah

transaksi (penjualan tiket) dengan catatan adanya integrasi

sistem antar koridor SAUM.

b) Perencanaan desain kapasitas hendaknya didasarkan pada

volume maksimum yang terjadi di tiap koridor hal ini untuk

menjaga seluruh potensi penumpang yang dapat diangkut.

c) Perencanaan kapasitas berdasarkan volume maksimum

terlihat over capacity, namun sesungguhnya desain

kapasitas berdasarkan volume rata-rata koridor tidak

menjamin nilai faktor muat akan semakin baik.

d) Penerapan desain berdasarkan volume rata-rata koridor

akan mengakibatkan adanya potensi demand yang tidak

terangkut. Hal ini dapat disiasati dengan membuat suatu

rute pelayanan khusus, namun nilai load factor mungkin

Page 25: A. PENDAHULUAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135/... · Sistem angkutan umum di sebagian besar kota-kota raya dan besar

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

Ringkasan Eksekutif 25

tidak akan lebih baik dibanding desain berdasarkan nilai

volume maksimum ruas.

e) Selain itu perlu dicermati bahwa dengan adanya tambahan

armada khusus akan berimplikasi tambahan biaya

operasional (minimal dari jumlah armada dan SDM

lapangan yang lebih banyak).

f) Penggunaan CNG tidak selalu memiliki nilai BOK lebih

baik dari bus berbahan bakar diesel. Sedangkan dari sisi

emisi bus berbahan bakar CNG menghasilkan emisi (CO2-e)

lebih baik dibandingkan bus diesel standar EURO 2 namun

tidak lebih baik jika dibandingkan emisi bus diesel

EURO 6.

g) Dalam desain SAUM hendaknya memperhatikan

kemungkinan peningkatan demand dimasa mendatang.

h) Dengan memiliki nilai perkiraan demand masa mendatang

dapat diperkirakan kemungkinan-kemungkinan perubahan

yang dapat terjadi.

i) Untuk contoh kasus SAUM di kota Surabaya, sistem

articulated bus hanya sanggup melayani demand hingga

tahun 2015. Adanya dua opsi bi-articulated atau LRT tentu

harus dipertimbangkan saat awal SAUM direncanakan

terutama berkaitan dengan penyediaan lahan

(memperkirakan desain halte, koridor, utilitas, sarana dan

prasarana pendukung).

N. REKOMENDASI

1) Urutan prioritas untuk kebijakan penggunaan bahan bakar

angkutan massal perkotaan berbasis jalan adalah moda dengan

teknologi penggerak berbasiskan: tenaga listrik, bahan bakar

gas alam dan Solar bersih

2) Dalam konteks penggunaan energi alternatif untuk sumber

tenaga listrik bisa mulai mempertimbangkan penggunaan

teknologi nuklir

3) Kebijakan penggunaan bahan bakar gas alam untuk sistem BRT

di Indonesia harus merupakan kebijakan yang bersifat

transisional untuk sampai pada penggunaan teknologi

penggerak listrik baik yang didasarkan dari tenaga pembangkit

konvensional maupun tenaga pembangkit berbasiskan tenaga

nuklir

Page 26: A. PENDAHULUAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135/... · Sistem angkutan umum di sebagian besar kota-kota raya dan besar

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

Ringkasan Eksekutif 26

4) Kriteria (teknis) utama untuk penetapan sistem operasional

Angkutan Massal Jalan Raya adalah besarnya permintaan

(demand) dan kecepatan tempuh rata-rata (operasional) pada

masing-masing koridor

5) Pola operasional sistem Transit atau BRT di Indonesia harus

menggunakan pendekatan jejaring dan sistem teknologi pintar

(ITS).

6) Sistem Transit atau BRT untuk kota-kota (Besar & Raya)

sebaiknya menerapkan sistem operasi layanan langsung (direct

service)

7) Sistem Transaksi BRT harus menerapkan sistem elektronik

8) Pengelolaan angkutan massal jalan raya (BRT) harus

diserahkan pada suatu lembaga pengelola yang terpisah dari

Regulator/Otorita & Operator.

9) Rencana Operasional sistem BRT di kota-kota Indonesia

mutlak harus memiliki rencana usaha (Bisnis Plan)

10) Regulator/Otorita harus memberikan kewenangan penuh pada

lembaga pengelola untuk mengelola secara profesional &

menerapkan pendekatan bisnis pada skala penuh

11) Perlu dikembangkan pedoman rancangan operasional khusus

untuk BRT dengan sistem operasi layanan langsung dan

tertutup (direct service).

12) Perlu adanya satu standar baku karena beberapa standar faktor

emisi yang dikembangkan untuk Indonesia masih kurang

(terutama untuk kendaraan dan moda transportasi dengan

standar teknologi baru ).

13) Perlu adanya standarisasi komponen dan unit harga satuan

untuk perhitungan BOK mengingat hingga saat ini komponen-

komponen dan unit harga satuan tiap komponen tidak banyak

dipublikasikan.

14) Perlu penetapan definisi yang lebih terukur dengan

menambahkan kriteria kuantitatif jumlah penumpang dan

kecepatan tempuh. Oleh karenanya sistem angkutan massal

dapat didefinisikan sebagai angkutan penumpang kolektif

perkotaan (urban) atau pinggiran kota (suburban) yang mampu

mengangkut penumpang sebesar 10,000 atau lebih orang per

jam (sibuk) per arah dengan kecepatan tempuh rata-rata

operasional 25 km/jam atau lebih, baik dengan moda berbasis

Page 27: A. PENDAHULUAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135/... · Sistem angkutan umum di sebagian besar kota-kota raya dan besar

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan

yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi

Ringkasan Eksekutif 27

jalan ataupun berbasis rel, dipermukaan, layang dan dibawah

tanah.

Sedangkan untuk sistem angkutan massal berbasis jalan yang ramah

lingkungan dan hemat energi dapat didefinisikan sebagai angkutan

penumpang kolektif perkotaan (urban) atau pinggiran kota

(suburban) yang mampu mengangkut penumpang sebesar 3,000

orang atau lebih per jam (sibuk) per lajur per arah dengan kecepatan

tempuh operasional 25 km/jam atau lebih, baik dipermukaan, layang

dan dibawah tanah dan dioperasikan dengan menggunakan tenaga

listrik, pendekatan jejaring dan teknologi pintar.