99901526-bab-ii

23
TINJAUAN PUSTAKA A. DEFINISI Preeklampsia merupakan kelainan yang ditemukan pada waktu kehamilan yang ditandai dengan berbagai gejala klinis seperti hipertensi, proteinuria dan edema. Preeklampsia biasanya terjadi setelah umur kehamilan 20 minggu sampai 48 jam setelah persalinan (Verney et al, 2006). Preeklampsia merupakan sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivitasi endotel (Cunningham et al, 2005). Definisi klasik preeklampsia meliputi 3 elemen, yaitu onset baru hipertensi (didefinisikan sebagai suatu tekanan darah yang menetap ≥ 140/90 mmHg pada wanita yang sebelumnya normotensi), onset baru proteinuria (didefinisikan sebagai › 300 mg/24 jam atau ≥ +2 pada urinalisis bersih tanpa infeksi traktus urinarius), dan onset baru edema yang bermakna. Beberapa konsensus terakhir dilaporkan bahwa edema tidak lagi dimasukkan sebagai kriteria diagnosis kecuali edema anasarka (Pangemanan, 2002). 4

Upload: yenny-armayanti

Post on 01-Dec-2015

10 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: 99901526-BAB-II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Preeklampsia merupakan kelainan yang ditemukan pada waktu

kehamilan yang ditandai dengan berbagai gejala klinis seperti hipertensi,

proteinuria dan edema. Preeklampsia biasanya terjadi setelah umur

kehamilan 20 minggu sampai 48 jam setelah persalinan (Verney et al,

2006). Preeklampsia merupakan sindrom spesifik kehamilan berupa

berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivitasi endotel

(Cunningham et al, 2005).

Definisi klasik preeklampsia meliputi 3 elemen, yaitu onset baru

hipertensi (didefinisikan sebagai suatu tekanan darah yang menetap ≥

140/90 mmHg pada wanita yang sebelumnya normotensi), onset baru

proteinuria (didefinisikan sebagai › 300 mg/24 jam atau ≥ +2 pada

urinalisis bersih tanpa infeksi traktus urinarius), dan onset baru edema

yang bermakna. Beberapa konsensus terakhir dilaporkan bahwa edema

tidak lagi dimasukkan sebagai kriteria diagnosis kecuali edema anasarka

(Pangemanan, 2002).

Preeklampsia dan eklampsia merupakan kumpulan gejala yang

timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias

: hipertensi, proteinuri, edema dan kadang-kadang disertai konvulsi sampai

koma (Mochtar, 2002). Sindrom preeklampsia ringan dengan hipertensi,

proteinuria dan edema sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan oleh

wanita yang bersangkutan, sehingga tanpa disadari timbul preeklampsia

berat, bahkan eklampsia pada ibu hamil (Prawirohardjo, 2006).

B. ETIOLOGI

Sebab preeklampsia dan eklampsia sampai sekarang belum

diketahui. Banyak teori yang mencoba menerangkan sebab penyakit

4

Page 2: 99901526-BAB-II

tersebut, akan tetapi tidak ada yang memberikan jawaban yang memuaskan.

Teori yang diterima harus dapat menerangkan hal-hal berikut:

a. Sebab bertambahnya angka kejadian preeklampsia pada primigravida,

kehamilan ganda, hidramnion dan mola hidatidosa.

b. Sebab bertambahnya angka kejadian preeklampsia dengan semakin

tuanya kehamilan.

c. Sebab terjadinya perbaikan keadaan penderita preeklampsia dengan

kematian janin dalam uterus.

d. Sebab jarang terjadinya eklampsia pada kehamilan-kehamilan

berikutnya.

e. Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma

(Prawirohardjo, 2006).

Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari

kelainan di atas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of

theory (Sudhaberata, 2007). Adapun teori-teori tersebut antara lain:

a. Peran prostasiklin dan tromboksan

Pada kehamilan normal akan terjadi peninngkatan produksi

prostasiklin (PGI 2). Sedangkan pada preeklampsia-eklampsia (PE-

E) akan terjadi kerusakan pada endotel vaskuler yang menyebabkan

turunnya produksi PGI 2, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis.

Selanjutnya penurunnan PGI 2 ini akan diganti dengan trombin dan

plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga

terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan

tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme

dan kerusakan endotel.

b. Peran faktor imunologis

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak

timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan

bahwa pada kehamilan pertama terjadi pembentukan blocking

antibodies terhadap antigen plasenta yang tidak sempurna, dan

semakin sempurna pada kehamilan berikutnya (Angsar, 2004).

5

Page 3: 99901526-BAB-II

Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung

adanya sistem imun pada penderita PE-E:

1) Beberapa wanita dengan PE-E mempunyai komplek imun

dalam serum.

2) Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem

komplemen pada PE-E diikuti dengan proteinuri.

c. Peran faktor genetik/familial

Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian

PE-E antara lain:

1) Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.

2) Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi PE-E pada

anak-anak dari ibu yang menderita PE-E.

3) Kecenderungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak dan

cucu ibu hamil dengan riwayat PE-E dan bukan pada ipar

mereka.

4) Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS)

C. PREDISPOSISI

Faktor-faktor presdisposisi preeklampsia/eklampsia antara lain :

a. Paritas

Preeklampsia lebih tinggi terjadi pada primigravida dibandingkan

dengan multipara. Resiko preeklampsia/eklampsia pada primigravida

dapat terjadi 6 sampai 8 kali dibanding multipara (Chapman, 2006).

Preeklampsia/eklampsia lebih sering terjadi pada usia muda dan nullipara

diduga karena adanya suatu mekanisme immunologi, hal ini dikarenakan

pada kehamilan pertama terjadi pembentukan “blocking antibodies”

terhadap antigen tidak sempurna dan semakin sempurna pada kehamilan

berikutnya (Sudiyana, 2003). Selain itu pada kehamilan pertama terjadi

pembentukan “Human Leucocyte Antigen Protein G (HLA)” yang

berperan penting dalam modulasi respon imun, sehingga ibu menolak hasil

6

Page 4: 99901526-BAB-II

konsepsi (plasenta) atau terjadi intoleransi ibu terhadap plasenta yang

selanjutnya akan menimbulkan terjadinya preeklampsia (Angsar, 2004).

Persalinan yang berulang-ulang juga akan mempunyai banyak

risiko terhadap kehamilan (Rozikhan, 2006). Dinding rahim pada

multipara lebih lemah bila dibanding dengan dinding rahim pada

primipara. Hal tersebut terjadi karena pada multipara lebih sering terjadi

robekan diding rahim dibandingkan pada primipara (Sastrawinata dkk,

2005).

Lemahnya dinding rahim akan menyebabkan kegagalan invasi sel

trofoblast pada dinding arteri spiralis yang tidak dapat melebar dengan

sempurna. Kegagalan invasi sel trofoblast pada dinding arteri spiralis

yang tidak dapat melebar dengan sempurna ini menyebabkan terjadinya

aliran darah dalam ruang intervilus plasenta. Aliran darah dalam ruangan

intervilus plasenta dapat menyebabkan terjadinya hipoksia plasenta.

Hipoksia yang berkelanjutan menyebabkan oxidative stress (apabila

keseimbangan antara peroksidase terganggu, dimana peroksidase dan

oksidan lebih dominan) dan dapat merangsang terjadinya kerusakan

endotel pembuluh darah (disfungsi endotel) (Cunningham et al, 2005).

Hipoksia plasenta dan oxidative stress merupakan dua tahap yang

mendasari terjadinya patogenesis dari preeklampsia (Robert J.M, 2007).

b. Faktor sosial ekonomi, pendidikan dan pekerjaan.

Kehidupan sosial ekonomi sering berhubungan dengan angka

kejadian preeklampsia. Kelompok masyarakat yang miskin biasanya tidak

mampu untuk membiayai perawatan kesehatan sebagaimana mestinya.

Bahkan orang miskin tidak percaya dan tidak mau menggunakan fasilitas

pelayanan medis yang tersedia. Pasien yang miskin dengan pemeriksaan

antenatal yang kurang atau tidak sama sekali merupakan faktor

predisposisi terjadinya pre-eklampsia/ eklampsia. Di bidang pendidikan

dari hasil penelitian Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewan

menyebutkan bahwa 80 (49,7) kasus preeklampsia berat mempunyai

pendidikan kurang dari 12 tahun, dibanding 72 (44,2%) kasus bukan

7

Page 5: 99901526-BAB-II

preeklampsia berat. Aktifitas pekerjaan juga menjadi resiko terjadi

preeklampsia karena pekerjaan berat dapat mempengaruhi kerja otot dan

peredaran darah pada seorang ibu hamil (Rozikhan, 2006)

c. Umur

Seorang wanita yang berumur dibawah 20 tahun memiliki fungsi

reproduksi yang belum berkembang dengan sempurna, sedangkan pada

usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami

penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal (Surjadi dkk, 2002).

Secara fisik wanita tua akan akan mengalami kemunduran diantaranya

berupa degeneratif jaringan, hilang kemampuan sel untuk membelah,

turunnya fungsi efesien, toleransi obat dan homeostenosis (Sudoyo dkk,

2009). Gangguan hormonal juga biasanya ditemukan pada wanita yang

sudah lanjut usia. Gangguan hormonal ini akan mengakibatkan intoleransi

karbohidrat ringan maupun berat pada saat kehamilan (Sastrawinata dkk,

2005).

d. Faktor genetik

Beberapa bukti menunjukkan peran genetik pada kejadian

preeklampsia antara lain terdapat kecenderungan meningkatnya

frekuensi preeklampsia pada anak dari ibu yang menderita preeklampsia,

dan pada anak cucu ibu hamil preeklampsia (Sudhaberata, 2007).

e. Riwayat penyakit ginjal

Walaupun sebagian penyakit ginjal dan saluran kemih menyertai

kehamilan akan tetapi kehamilan itu sendiri dapat menjadi presdisposisi

terjadinya gangguan saluran kemih, misalnya glomerulonefritis dan

pielonefritis. Glomerulonefritis dan pielonefritis akan menimbulkan

manifestasi klinis berupa peningkatan tekanan darah. Peningkatan

tekanan darah ini timbul karena vasospasme atau iskemia ginjal dan

berhubungan dengan gejala serebrum dan kelainan jantung (Donald et al,

1998).  McCartney (1964) mempelajari hasil biopsi ginjal dari wanita

dengan “preeklampsia klinis” dan menemukan glomerulonefritis kronik

8

Page 6: 99901526-BAB-II

pada 20 persen nulipara dan 70 persen multipara (Cunningham et al,

2005).

Penyakit ginjal seperti glomerulonefritis dan pielonefritis dapat

meningkatkan tekanan darah. Aliran darah ke dalam ginjal menurun,

menyebabkan filtrasi melalui glomerulus ikut menurun. Penurunan

filtrasi glomerulus akibat spasme arteriol ginjal ini menyebabkan filtrasi

natrium melalui glomerulus juga ikut menurun. Selanjutnya akibat

penurunan filtrasi natrium tersebut akan terjadi retensi garam dan air.

Adanya proteinuria merupakan tanda diagnostik preeklampsia/eklampsia

(Prawirohardjo, 2006).

f. Ante Natal Care (ANC) kurang dari 4 kali

Pemeriksaan ANC yang teratur, bermutu, dan teliti dapat untuk

menemukan tanda-tanda dini preeklampsia/eklampsia dan memberikan

intervensi dan rujukan. Walaupun timbulnya preeklampsia/eklampsia

tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun frekuensinnya dapat dikurangi

dengan pengawasan yang baik pada ibu hamil (Prawirohardjo, 2006).

Ibu bersalin yang melakukan ANC kurang dari 4 kali mempunyai

resiko preeklampsia/eklampsia sebesar 2,684 kali dibanding ibu bersalin

yang melakukan ANC lebih dari atau sama dengan 4 kali (Marnaini,

2005).

g. Diabetes melitus

Secara klinik tidak dapat dipastikan hubungan antara hipertensi

dengan diabetes melitus. Diabetes melitus sering diderita oleh orang

gemuk, peningkatan berat badan akan berdampak pada peningkatan

tekanan darah (Cunningham et al, 2005). Menurut penelitian di Swedia

menyatakan bahwa wanita penderita diabetes pada kehamilan

meningkatkan resiko preeklampsia dibandingkan dengan pada wanita

normal (Ostlund et al, 2004).

Resistensi insulin terjadi berlebihan pada kasus preeklampsia bila

dibandingkan dengan kehamilan normal. Resistensi insulin menyebabkan

penurunan aktivasi vasodilatator dan induksi aktivasi simpatik yang

9

Page 7: 99901526-BAB-II

berlebihan sehingga menyebabkan timbulnya disfungsi endotel

(Lampinen, 2009).

h. Hipertensi kronik

Hipertensi kronik menjadi penyulit dalam 1-3% kehamilan dan lebih

sering pada wanita diatas 35 tahun (Lawelly, 2001). Diagnosis hipertensi

kronik diisyaratkan oleh adanya hipertensi (140/90 mmHg atau lebih)

sebelum kehamilan, hipertensi (140/90 mmHg atau lebih) yang terdeteksi

usia kehamilan 20 minggu (kecuali apabila terdapat penyakit trofoblastik

gestasional), dan hipertensi yang menetap lama setelah melahirkan.

Semua gangguan hipertensi kronik apapun sebabnya merupakan

presdeposisi timbulnya preeklampsia/eklampsia dalam kehamilan

(Cuninngham et al, 2005)

i. Obesitas

Angka kejadian preeklamsia lebih tinggi pada ibu-ibu yang

obesitas. Untuk menilai kesesuaian berat badan dapat digunakan

parameter BMI (Body Mass Index) yang didefinisikan sebagai berat

badan (Kg) dibagi dengan tinggi badan (M2). BMI sebelum hamil :

normal antara 19,8-26,0 Kg/M2 , kurus < 19,8 Kg/M2 dan gemuk > 26,0

Kg/M2 (Abrams and Pickett, 1999)

Indeks massa tubuh diatas 29 meningkatkan resiko empat kali lipat

terjadinya preeklampsia. Peningkatan berat badan 0,5 kg seminggu pada

ibu hamil dianggap normal, tetapi jika mencapai 1 kg seminggu atau 3 kg

dalam sebulan kemungkinan timbulnya preeklampsia harus diwaspadai

(Sastrawinata dkk, 2005).

j. Kehamilan ganda

Kehamilan ganda dan molahidatidosa sering disertai gangguan

hipertensi, hal ini mungkin disebabkan karena terdapatnya villi khorealis

dalam jumlah yang banyak. Kehamilan ganda juga sering mempengaruhi

hidropfetalis. Keregangan otot rahim oleh karena kehamilan ganda

menyebabkan terjadinya iskemi uteri yang berakibat pada kemungkinan

peningkatan preeklampsia/eklampsia (Sastrawinata dkk, 2005).

10

Page 8: 99901526-BAB-II

Preeklampsia dan eklampsia 3 kali lebih sering terjadi pada 105

kasus kembar dua, didapatkan 28,6% preeklampsia dan satu kematian

ibu karena eklampsia dan sebagai faktor penyebabnya ialah dislensia

uterus. Hasil penelitian menyebutkan bahwa 8 (4%) kasus preeklampsia

berat mempunyai jumlah janin lebih dari satu, sedangkan pada kelompok

kontrol, 2 atau 1,2% kasus mempunyai jumlah janin lebih dari satu

(Rozikhan, 2006).

k. Hidramnion

Air ketuban yang paling banyak pada minggu ke-28 ialah 1030cc.

Dan terus berkurang hingga minggu ke-43. Apabila produksi air ketuban

yang melebihi 2000cc, disebut hidramnion. Gejala-gejala hidramnion

disebabkan oleh tekanan uterus yang sangat besar pada organ

disekitarnya. Vasospasme yang disertai dengan retensi garam dan air

akan didapatkan pada kejadian preeklampsia. Hidramnion sering terjadi

pada kehamilan ganda karena pada kehamilan ganda satu telur, salah

satu janin jantungnya lebih kuat. Pada hidramnion sering ditemukan

plasenta besar, sehingga plasenta yang besar tersebut dapat memicu

terjadinya preeklampsia/eklampsia (Sastrawinata dkk, 2005).

D. PATOFISIOLOGI

Teori imunologi menyatakan bahwa pada preeklampsia terjadi

kegagalan dalam adaptasi imunologi yang tidak terlalu kuat. Konsepsi tetap

terjalin tetapi sel-sel trofoblast tidak mampu melakukan invasi ke dalam

arteri spiralis agar dilatasi. Invasi sel-sel trofoblast yang tidak adekuat ke

dalam lapisan otot arteri spiralis akan menyebabkan tidak terjadinya

penurunan tonus arteri spiralis sehingga tonus pembuluh darah tetap tinggi

dan seolah-seolah terjadi vasokontriksi. Invasi sel-sel trofoblast yang tidak

adekuat ke dalam lapisan otot arteri spiralis juga akan menyebabkan terjadi

peningkatan produk desidual seperti sitokin, enzim proteolitik dan radikal

bebas (Dekker dan Sukcharoen, 2004).

11

Page 9: 99901526-BAB-II

Kegagalan invasi sel trofoblas pada dinding arteri spiralis yang tidak

dapat melebar dengan sempurna, menyebabkan terjadinya aliran darah

dalam ruangan intervilus plasenta. Aliran darah dalam ruangan intervilus

plasenta dapat menyebabkan terjadinya hipoksia plasenta (Cunningham et

al, 2005. Hipoksia/anoksia jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase

lemak, proses hiperoksidasi ini akan menyebabkan peningkatan konsumsi

oksigen. Peningkatan konsumsi oksigan tersebut akan menyebabkan

gangguan metabolisme di dalam sel. Peroksidase lemak adalah hasil proses

oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan hiperoksidase lemak jenuh.

Peroksidase lemak merupakan radikal bebas. Peningakatan kadar lipid

peroksidase juga akan mengaktifkan sistem koagulasi, sehingga terjadi

agregasi trombosit dan pembentukan trombus (Roeshadi, 2006). Apabila

keseimbangan antara peroksidase terganggu, dimana peroksidase dan

oksidan lebih dominan, maka akan timbul keadaan yang disebut oksidatif

stess (Sudhaberata, 2007).

Oksidatif stress bersama dengan zat toksis yang beredar dapat

merangsang terjadinya kerusakan pada sel endothel pembuluh darah yang

disebut dengan disfungsi endothel. Disfungsi endothel dapat terjadi pada

seluruh permukaan endothel pembuluh darah dan juga pada organ-organ

penderita preeklampsia. Pada disfungsi endothel terjadi ketidakseimbangan

produksi zat-zat yang bertindak sebagai vasodilator seperti prostasiklin dan

nitrat oksida, dibandingkan dengan vasokonstriktor seperti endothelin I,

tromboksan, angiotensin II, sehingga akan terjadi vasokontriksi yang luas

dan terjadilah hipertensi (Hilary et al, 2007).

Dampak vasospame yang berkelanjutan pada preeklampsia akan

menyebabkan kegagalan organ seperti pada ginjal (proteinuria dan gagal

ginjal), penyempitan pembuluh darah sistemik (hipertensi), darah

(trombositopenia dan koagulopati), iskemia hepar, dan pada plasenta

(gangguan pertumbuhan janin, hipoksia janin dan solusio plasenta)

(Cunningham et al, 2005). Vasospasme menyebabkan menurunya aliran

darah ke plasenta sehingga menyebabkan sirkulasi fetoplasenta terganggu

12

Page 10: 99901526-BAB-II

dan asupan nutrisi maupun oksigenasi janin juga akan ikut terganggu.

Pada gangguan kronis akan menyebabkan gangguan pertumbuhan janin

dalam kandungan yang disebabkan oleh berkurangnya karbohidrat,

protein, dan faktor-faktor pertumbuhan lainnya yang seharusnya diterima

oleh janin (Sibai, 2002).

E. GEJALA DAN TANDA

Gejala dan tanda preeklampsia menurut Sastrawinata dkk(2005).

a. Hipertensi

Hipertensi adalah gejala yang paling dulu timbul dan secara tiba-tiba,

dimana tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau kenaikan tekanan sistolik ≥ 30

mmHg, diastolik ≥ 15 mmHg. Tekanan darah yang meninggi diukur

sekurang-kurangnya 2 kali dengan selang antara 6 jam atau lebih.

b. Proteinuria

Proteinuria merupakan gejala yang penting preeklampsia. Proteinuria

adalah adanya protein ≥ 300 mg/lt dalam 24 jam atau kadar protein 1 gr/lt

sekurang-kurangnya dalam dua kali pengambilan secara acak dengan

selang 6 jam atau lebih.

c. Edema

Edema adalah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam

jaringan tubuh dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan

serta pembengkakan kaki, jari tangan dan muka

F. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan :

a. Preeklampsia ringan

Peningkatan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau kenaikan

tekanan sistolik ≥ 30 mmHg, diastolik ≥ 15 mmHg dari tekanan darah

awal/biasanya, yang terjadi pada kehamilan ≥ 20 minggu. Hipertensi ini

diikuti oleh proteinuria dan edema patologik.

b. Preeklampsia berat

13

Page 11: 99901526-BAB-II

Bila tekanan darah mencapai 160/110 mmHg disebut preeklamsia

berat. Preeklampsia dimasukan kriteria berat walaupun tekanan darah

belum mencapai 160/110 mmHg bila ditemukan gejala-gejala lain

seperti:

1) Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmhg atau diastolik ≥ 110 mmHg.

2) Proteiuria ≥ + 3

3) Oligouria (< 400ml/24 jam)

4) Sakit kepala berat dan gangguan penglihatan

5) Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas abdomen atau

adanya ikterus.

6) Edema patologik dan sianosis.

7) Trombositopenia.

8) Pertumbuhan janin terhambat.

c. Eklampsia adalah kelanjutan atau gejala dan tanda preeklampsia yang

disertai kejang dan koma.

Perlu ditekankan bahwa sindrom preeklampsia ringan dengan

hipertensia, edema, dan proteinuria sering tidak diketahui atau tidak

diperhatikan oleh wanita yang bersangkutan, sehingga tanpa disadari

dalam waktu singkat dapat timbul preeklamsia berat, bahkan eklamsia

(Prawirohardjo, 2006).

G. KOMPLIKASI

Preeklampsia yang tidak mendapatkan tindak lanjut yang adekuat

(dirujuk ke dokter, pemantauan yang ketat, konseling dan persalinan di

rumah sakit) dapat menyebabkan terjadinya eklampsia pada trimester

ketiga, bahkan dapat berakhir dengan kematian ibu dan janin. Eklampsia

merupakan komplikasi obstetri kedua yang menyebabkan 20–30 %

kematian ibu. Komplikasi ini sesungguhnya dapat dikenali dan dicegah

sejak masa kehamilan terjadinya preeklampsia (Rozikhan, 2006).

Komplikasi terberat pada preeklampsia/eklampsia adalah kematian

ibu dan janin. Pada preeklampsia berat dan eklampsia komplikasi yang

14

Page 12: 99901526-BAB-II

biasanya terjadi adalah solusio plasenta, hipofibrinogenemia, hemolisis,

pendarahan otak, kelainan mata, edema paru-paru, nekrosis hati, sindrom

HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet), kelainan

ginjal, pneumonia aspirasi, prematuritas, dismaturitas dan kematian janin

intra–uterin (Saifudin dkk, 2006).

H. PENATALAKSANAAN

Penanganan dan penatalaksanaan preeklampsia bertujuan untuk

menghindari kelanjutan menjadi eklampsia, pertolongan melahirkan janin

dalam keadaan optimal dan bentuk pertolongan dengan trauma minimal

(Prawirohardjo, 2006).

Tujuan dasar penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan

penyulit preeklampsia/eklampsia adalah:

a. Terminasi kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan

janinnya.

b. Melahirkan bayi yang cukup bulan dan dapat hidup di luar.

c. Pemulihan sempurna kesehatan ibu (Cunningham et al, 2005).

Pengobatan hanya dapat dilakukan secara simptomatis karena

etiologi preeklampsia, dan faktor-faktor apa dalam kehamilan yang

menyebabkan preeklamsia belum diketahui. Tujuan utama penanganan

ialah (1) mencegah terjadinya preeklampsia berat dan eklampsia; (2)

melahirkan janin hidup; (3) melahirkan janin dengan trauma sekecil-

kecilnya (Suhaeimi, 2008). Penatalaksanaan preeklampsia antara lain:

a. Preeklampsia ringan

Penatalaksanaan pada kehamilan kurang dari 37 minggu:

1) Rawat jalan :

a) Pantau tekanan darah, urin (untuk proteinuria), refleks, dan

kondisi janin.

b) Konseling pasien dan keluarganya tentang tanda-tanda bahaya

preeklampsia dan eklampsia

c) Lebih banyak istirahat

15

Page 13: 99901526-BAB-II

d) Diet biasa (tidak perlu diet rendah garam)

e) Tidak perlu diberi obat-obatan

2) Rawat di rumah sakit

a) Diet biasa

b) Pantau tekanan darah 2 kali sehari, dan urin (untuk proteinuria)

sekali sehari

c) Tidak perlu diberi obat-obatan

d) Tidak perlu diuretik, kecuali jika terdapat edema paru,

dekompensasi kordis, atau gagal ginjal akut

e) Jika tekanan sistolik turun sampai normal pasien dapat

dipulangkan:

i. Nasihatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda-tanda

preeklampsia berat

ii. Kontrol 2 kali seminggu untuk memantau tekanan darah,

urin, keadaan janin, serta tanda dan gejala preeclampsia

berat

iii. Jika tekanan sistolik naik lagi, rawat kembali

f) Jika tidak ada tanda-tanda perbaikan, tetap dirawat. Lanjutkan

penanganan dan observasi janin

g) Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat,

pertimbangkan terminasi kehamilan. Jika tidak, rawat sampai

aterm

h) Jika proteinuria meningkat, tangani sebagai preeklampsia berat

Penatalaksanaan pada kehamilan lebih dari 37 minggu :

1) Jika serviks matang, pecahkan ketuban dan induksi persalinan

dengan oksitosin atau prostaglandin

2) Jika serviks belum matang, lakukan pematangan dengan

prostaglandin atau kateter foley atau lakukan seksio sesaria.

b. Preeklampsia berat

1) Jika diastolik tetap lebih dari 110 mmHg, berikan obat

antihipertensi sampai tekanan diastolik diantara 90-100 mmHg

16

Page 14: 99901526-BAB-II

2) Pasang infus ringer laktat dengan jarum besar (16 gauge atau lebih

besar)

3) Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload

cairan

4) Kateterisasi urin untuk memantau pengeluaran urin dan

proteinuria

5) Jika jumlah urin kurang dari 30 ml perjam:

a) Infus cairan dipertahankan 1 1/8 jam

b) Pantau kemungkinan edema paru

6) Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi

muntah dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin

7) Observasi tanda-tanda vital, refleks, dan denyut jantung janin

tiap jam

8) Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru

9) Hentikan pemberian cairan IV dan berikan diuretik jika ada

edema paru

10) Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan sederhana

(bedside clotting test). Jika pembekuan tidak terjadi sesudah 7

menit, kemungkinan terdapat koagulopati.

11) Magnesium sulfat (MgSO4) merupakan obat pilihan untuk

mencegah dan mengatasi kejang pada preeklampsia berat dan

eklampsia.

12) Jika terjadi kegagalan terapi medikamentosa, dan timbul gejala

eklampsia dengan sindrom HELLP maka dilakukan terminasi

kehamilan.

17