89825209-jurnal-pjk

8

Click here to load reader

Upload: diantika-ochan-puspitasari

Post on 02-Aug-2015

311 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 89825209-JURNAL-PJK

1

PEMBANGKITAN ATURAN FUZZY MENGGUNAKAN FUZZY C-MEANS (FCM)

CLUSTERING UNTUK DIAGNOSA RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER

(PJK)

Resti Ludviani1, Candra Dewi, Dian Eka Ratnawati

Program Studi Ilmu Komputer, Jurusan Matematika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya Malang

Jalan Mayjen Haryono 169, Malang 65145, Indonesia

Email1: [email protected]

ABSTRAK

Aturan fuzzy biasanya didefinisikan oleh pakar sehingga memerlukan waktu, pengalaman, dan

keahlian pakar. Pembangkitan aturan fuzzy secara otomatis oleh sistem dapat digunakan untuk

mengatasi permasalahan ini. Aturan fuzzy dapat diekstraksi dari data dengan menggunakan beberapa

teknik, salah satunya adalah Fuzzy C-Means (FCM) clustering. FCM memiliki kelebihan yaitu pusat

kelompok dan hasil pengelompokkan tidak mudah berubah dengan adanya data baru yang bernilai

ekstrim. Pada penelitian ini, dilakukan pembangkitan aturan fuzzy pada sistem diagnosa penyakit

jantung koroner (PJK) untuk mengetahui implementasi FCM clustering dalam pembangkitan aturan

fuzzy dan akurasi dari hasil sistem tersebut. Penelitian dilakukan dengan beberapa skenario uji coba,

dengan jumlah data latih yang berbeda. Setiap uji coba, dilakukan percobaan sebanyak 5 kali. Hasil uji

coba kemudian dianalisis dimana aturan fuzzy dan akurasi sistem dari setiap skenario uji coba

dibandingkan sehingga aturan fuzzy yang terbaik dapat diketahui. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

akurasi maksimum yang dihasilkan sistem diagnosa risiko PJK melalui pembangkitan aturan fuzzy

menggunakan FCM adalah 50%, yaitu pada jumlah aturan 2 dengan nilai batasan varian sebesar 0,0338

pada jumlah data latih 70.

Kata kunci: aturan fuzzy, sistem fuzzy, penyakit jantung koroner (PJK), clustering, FCM

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebelum ditemukan konsep kecerdasan

buatan, suatu permasalahan tidak dapat

diprediksi tanpa campur tangan seorang pakar

secara langsung sehingga memakan waktu yang

lama dalam proses pengambilan keputusan.

Seiring dengan perkembangan kecerdasan

buatan, suatu permasalahan dapat diprediksi

walaupun pakar tidak terlibat secara langsung.

Salah satu metode kecerdasan buatan yang

sering digunakan untuk menggantikan pakar

adalah sistem fuzzy, hal ini karena logika fuzzy

terbukti dapat dipakai untuk memodelkan proses

berpikir manusia yang penuh ketidakpastian

(Priyono, dkk., 2007). Logika fuzzy merupakan

logika yang memiliki nilai kekaburan atau

kesamaran (fuzzyness) yang digunakan untuk

melakukan penalaran (Kusumadewi, 2010).

Pada umumnya, aturan fuzzy didefinisikan

oleh pakar, dimana proses ini memerlukan

waktu, pengalaman, dan keahlian pakar

(Arapoglou, dkk., 2010). Namun, terkadang

pakar dapat mengalami kesulitan

mendefinisikan aturan pada kasus tertentu.

Teknik pembentukan aturan secara otomatis

oleh sistem dapat digunakan untuk mengatasi

permasalahan tersebut. Aturan fuzzy dapat

diekstraksi dari data dengan menggunakan

teknik clustering seperti Fuzzy C-Means (FCM).

Sistem fuzzy dapat digunakan untuk menangani

permasalahan yang rumit seperti diagnosa risiko

Penyakit Jantung Koroner (PJK). PJK

merupakan kelainan yang disebabkan oleh

penyempitan pembuluh arteri yang mengalirkan

darah ke otot jantung (Soeharto, 2010). Karena

PJK termasuk penyakit yang berbahaya, sistem

diagnosa untuk memeriksa risiko PJK akan

sangat bermanfaat. Faktor risiko PJK berupa

data numerik sehingga dapat digunakan untuk

membangkitkan aturan diagnosa risiko PJK.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang ada pada skripsi ini

dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana membangkitkan aturan fuzzy dari

data faktor risiko penyakit jantung koroner

pasien dengan algoritma fuzzy C-means

(FCM)?

2. Bagaimana akurasi aturan fuzzy yang

terbentuk jika diimplementasikan pada

Page 2: 89825209-JURNAL-PJK

2

sistem fuzzy untuk diagnosa risiko penyakit

jantung koroner?

1.3 Batasan Masalah

Masalah yang dibahas pada skripsi ini

dibatasi pada:

1. Pembentukan aturan fuzzy didasarkan pada

faktor risiko PJK, yaitu umur, kadar LDL,

kadar HDL, kolestrol total, trigliserida, dan

tekanan darah sistolik.

2. Tidak menangani data yang memiliki missing

value pada data latih maupun data uji,

sehingga input setiap data harus lengkap.

3. Aturan (rules) hasil pembangkitan digunakan

untuk inferensi fuzzy TSK.

4. Diagnosa risiko PJK pada penelitian ini

ditentukan berdasarkan kelas risiko PJK pada

penelitian yang dilakukan Wahyuni (2011).

1.4 Tujuan Penelitian

Skripsi ini dibuat dengan tujuan untuk:

1. Membangkitkan aturan fuzzy dari data faktor

risiko penyakit jantung koroner pasien

dengan algoritma fuzzy C-means

2. Menghitung akurasi aturan fuzzy yang

terbentuk jika diimplementasikan pada

sistem fuzzy untuk diagnosa risiko penyakit

jantung koroner.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari skripsi ini

yaitu menghasilkan aplikasi yang dapat

membangkitkan aturan pada sistem fuzzy untuk

diagnosa risiko PJK, sehingga dapat membantu

dalam mendeteksi risiko penyakit jantung

koroner (PJK) secara dini.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Jantung Koroner

Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah

suatu kelainan disebabkan oleh penyempitan

atau penghambatan pembuluh arteri yang

mengalirkan darah ke otot jantung. Bilamana

penyempitan ini menjadi parah maka dapat

terjadi serangan jantung. Adapun penyempitan

pembuluh arteri ke otak dapat menimbulkan

stroke. Kondisi tubuh yang semakin tua dan

memburuk oleh bermacam-macam faktor risiko,

seperti tekanan darah tinggi, merokok, kadar

kolesterol darah yang abnormal, dapat

menyebabkan PJK (Imam, 2010).

Adapun faktor risiko PJK yang dapat

digunakan sebagai parameter untuk diagnosa,

yaitu (Wahyuni, 2011):

1. Umur

2. Kadar LDL

3. Kadar HDL

4. Kadar kolesterol total

5. Kadar trigliserida

6. Tekanan darah sistolik

Sedangkan diagnosa risiko PJK terbagi dalam

beberapa kelas dan rentang nilai sebagai berikut:

Tabel 2.1 Rentang nilai kelas risiko PJK No Rentang nilai risiko

(y)

Kelas risiko PJK

1 Kurang dari 10 (y ≤ 10) Sangat rendah

2 10 < y ≤ 20 Rendah

3 20 < y ≤ 30 Sedang

4 30 < y ≤ 40 Tinggi

5 Lebih dar 40 (y > 40) Sangat tinggi

2.2 Logika Fuzzy

2.2.1 Definisi logika fuzzy

Logika fuzzy merupakan logika yang

memiliki nilai kekaburan atau kesamaran

(fuzzyness), yang digunakan untuk membantu

pengambilan keputusan dalam suatu

permasalahan. Logika fuzzy pertama kali

diperkenalkan oleh Lotfi A. Zadeh.

Logika fuzzy digunakan untuk menerjemahkan

suatu besaran yang diekspresikan menggunakan

bahasa/linguistik (Kusumadewi, 2010).

2.2.2 Fungsi keanggotaan Gauss

Fungsi keanggotaan (membership function)

adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan

titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaan

( derajat keanggotaan) yang memiliki interval

antara 0 sampai 1. Untuk merepresentasikan

bilangan fuzzy, dapat digunakan kurva lonceng

Gauss. Nilai kurva Gauss untuk suatu nilai

domain x ditunjukkan pada gambar (2.1),

dengan fungsi keanggotaan Gauss seperti pada

persamaan (2.1) (Kusumadewi, 2010).

(2.1)

Gambar 2.1 Kurva Gauss (Kusumadewi, 2010)

2.2.3 Sistem inferensi fuzzy TSK

Secara umum bentuk model fuzzy TSK

orde-satu adalah:

Page 3: 89825209-JURNAL-PJK

3

IF(x1 is A1)o…o(xN is AN) THEN z =

p1*x1+…+pN*xN+q

dengan Ai adalah himpunan fuzzy ke-i sebagai

antiseden, dan k adalah suatu konstanta (tegas)

ke-i dan q juga merupakan konstanta dalam

konsekuen. Apabila komposisi aturan

menggunakan metode TSK maka defuzzifikasi

dilakukan dengan mencari nilai rata-rata. Misal

diasumsikan terdapat dua aturan fuzzy sebagai

berikut:

R1: if u is A1 and v is B1 then w= f1(u, v) = p1u +q1v +r1

R2: if u is A2 and v is B2 then w= f2(u, v) = p2u +q2v +r2

dimana p1, p2, q1, dan q2 adalah konstanta.

Nilai inferensi dari aturan pertama adalah f1(u0,

v0) dimana u0 dan v0 adalah input tunggal, dan

α1 adalah derajat keanggotaan pada aturan

pertama. Nilai inferensi dari aturan kedua adalah

f2(u, v) dengan α2 adalah derajat keanggotaan

pada aturan kedua. Derajat keanggotaan yang

sesuai didapatkan dari

Defuzzifikasi hasil inferensi TSK dapat

dilakukan dengan metode weighted average

yang ditunjukkan oleh persamaan (2.2) (Lee,

2005):

(2.2)

2.2.4 Fuzzy C-Means (FCM)

Fuzzy C-Means (FCM) merupakan salah

satu algoritma fuzzy clustering. Fuzzy C-Means

(FCM) adalah suatu teknik peng-cluster-an data

yang keberadaan setiap titik data dalam suatu

cluster ditentukan oleh derajat keanggotaan.

Konsep dasar FCM yaitu menentukan pusat

cluster, yang akan menandai lokasi rata-rata

untuk setiap cluster. Dengan cara memperbaiki

pusat cluster dan derajat keanggotaan setiap titik

data secara berulang, maka akan dapat dilihat

bahwa pusat cluster akan bergerak menuju

lokasi yang tepat. Perulangan ini didasarkan

pada pada minimisasi fungsi obyektif yang

menggambarkan jarak dari titik data yang

diberikan ke pusat cluster yang terbobot oleh

derajat keanggotaan titik data tersebut.

Algoritma Fuzzy C-Means (FCM) adalah

sebagai berikut (Kusumadewi, 2010):

1. Input data yang akan di-cluster X, berupa

matriks berukuran n x m (n = jumlah

sampel data, m = atribut setiap data). Xij =

data sampel ke-i (i = 1, 2, 3, …, n), atribut

ke-j (j = 1, 2, 3, …, m).

2. Menentukan:

Jumlah cluster = c;

Pangkat = w;

Maksimum iterasi = MaxIter;

Eror terkecil yang diharapkan = ξ;

Fungsi obyektif awal = P0= 0;

Iterasi awal = t = 1;

3. Membangkitkan bilangan random µik. i = 1,

2, …, n; k = 1, 2, …, c; sebagai elemen-

elemen matriks partisi awal U. Kemudian,

menghitung jumlah setiap kolom dengan

persamaan (2.3),

(2.3) (2.3)

dengan j= 1, 2, …, n. Setelah itu,

menghitung derajat keanggotaan awal

dengan persamaan (2.4).

(2.4) (2.4)

4. Menghitung pusat cluster ke-k (Vkj)

berdasarkan persamaan (2.5), dengan

k=1,2, …,c; dan j=1, 2, …, m.

(2.5)

5. Menghitung fungsi obyektif pada iterasi ke-

t (Pt) sesuai persamaan (2.6).

2 (2.6)

6. Menghitung perubahan matriks partisi

berdasarkan persamaan (2.7).

(2.7)

dengan i = 1, 2, …, n; dan k = 1, 2, …, c.

7. Memeriksa kondisi berhenti:

Jika: (|Pt – Pt-1| < ξ) atau (t > MaxIter)

maka berhenti;

Jika tidak: t = t+1, ulangi langkah ke-4.

2.2.5 Ekstraksi aturan fuzzy dari cluster

Derajat keanggotaan dapat dicari dengan

menggunakan fungsi Gauss karena terdapat n

buah titik data (Xij) dan pusat cluster (Vkj).

Berdasarkan hal itu, bentuk umum fungsi Gauss

pada persamaan (2.1) dapat ditulis menjadi

persamaan (2.8) (Kusumadewi, 2010).

(2.8)

Keterangan:

xij = data i atribut ke-j

vkj = pusat cluster ke-k atribut ke-j

σkj = standar deviasi dari cluster ke-k atribut ke-j

Page 4: 89825209-JURNAL-PJK

4

Sedangkan standar deviasi (σ) diperoleh dari

persamaan (2.9) (Walpole, 1995).

(2.9)

Keterangan:

σ = standar deviasi

x = data

= mean (rata-rata)

n = jumlah data

Mulai proses berikut, derajat keanggotaan

hanya melibatkan variabel-variabel input saja.

Nilai j=1, 2, …, m digunakan untuk menyatakan

variabel input saja (m = jumlah variabel input).

Nilai output dicari melalui langkah-langkah

sebagai berikut (Kusumadewi, 2010):

Derajat keanggotaan setiap data i dalam

cluster k dikalikan dengan setiap atribut j

dari data i, yang dapat dimisalkan dengan dkij

dan dihitung berdasarkan persamaan (2.10).

(2.10)

Proses normalisasi dilakukan dengan cara

membagi dkij dan d

ki(m+1) dengan jumlah

derajat keanggotaan setiap titik data i pada

cluster k menggunakan persamaan (2.11)

untuk dkij dan persamaan (2.12) untuk d

ki(m+1).

(2.11)

(2.12)

Langkah selanjutnya adalah membentuk

matriks U yang berukuran n x (c*(m+1))

Sehingga untuk n titik data akan diperoleh

matriks U sebagai berikut:

u11 u12 … u1m u1(m+1) … u1(c*(m+1))

U= u21 u22 … u2m u2(m+1) … u2(c*(m+1))

. . . . .

. . . . .

Un1un2 … unm un(m+1) … un(c*(m+1))

Selanjutnya, dilakukan perhitungan kuadrat

terkecil (least square) untuk membentuk

matriks K dengan persamaan (2.13) (Fariska,

2008).

(2.13)

Keterangan:

k = koefisien output

Y = nilai target output

U = matriks U

Untuk mempermudah komputasi, matriks K

yang berukuran c x (m+1), disusun menjadi

satu vektor berisi koefisien output yang

nantinya digunakan dalam perhitungan

inferensi TSK.

2.3 Analisis Cluster

Varian digunakan untuk mengukur nilai

penyebaran dari data-data hasil clustering.

Varian pada clustering ada dua macam, yaitu

variance within cluster dan variance between

cluster. Kepadatan suatu cluster bisa ditentukan

dengan variance within cluster (Vw) dan

variance between cluster (Vb) (Man, dkk.,

2009).

Varian pada setiap tahap pembentukan

cluster bisa dihitung dengan persamaan (2.14).

(2.14)

dimana,

Vc2 = varian pada cluster c

c =1..k, dimana k= jumlah cluster

nc = jumlah data pada cluster c

yi = data ke-i pada suatu cluster

= rata-rata dari data pada suatu cluster

Berdasarkan nilai varian cluster yang diperoleh,

maka nilai variance within cluster (Vw) dapat

dihitung dengan persamaan (2.15).

(2.15)

dimana,

N = jumlah semua data

ni = jumlah data cluster i

Vi = varian pada cluster i

dan nilai variance between cluster (Vb) dapat

dihitung dengan persamaan (2.16).

(2.16)

dimana, = rata-rata data pada cluster ke-i

sedangkan = rata-rata dari yi.

Salah satu metode yang digunakan untuk

menentukan cluster yang ideal adalah batasan

varian, yaitu dengan menghitung variance

within cluster (Vw) dan variance between

cluster (Vb). Cluster yang ideal mempunyai Vw

minimum yang merepresentasikan internal

homogenity dan Vb maksimum yang

menyatakan external homogenity. Batasan

varian dinyatakan dalam persamaan (2.17).

(2.17)

Berdasarkan persamaan (2.17), semakin kecil

nilai batasan varian maka semakin baik

pengklasteran yang dilakukan.

2.4 Akurasi Sistem

Akurasi merupakan seberapa dekat suatu

angka hasil pengukuran terhadap angka

sebenarnya (true value atau reference value).

Akurasi dapat diperoleh dari persentase

kebenaran, yaitu perbandingan antara jumlah

diagnosa yang tepat dengan jumlah data

Page 5: 89825209-JURNAL-PJK

5

keseluruhan (Nugraha, 2006). Akurasi

dinyatakan dalam persamaan (2.18).

(2.18) (2.18)

3. METODOLOGI DAN PERANCANGAN

3.1 Data Penelitian

Data yang digunakan diambil dari data

penelitian diagnosa Penyakit Jantung Koroner

(PJK) yang dilakukan oleh Wahyuni (2011),

yang diperoleh dari data rekam medik pasien

RSU Saiful Anwar, RSI Unisma Malang, dan

laboratorium cek fisik kesehatan. Data yang

digunakan sebanyak 100 data pasien yang

dinyatakan positif terkena penyakit jantung

koroner.

3.2 Perancangan Sistem

Sistem memiliki 2 proses utama, yaitu proses

pembangkitkan aturan fuzzy dan proses diagnosa

risiko PJK dengan sistem fuzzy. Pembangkitan

aturan merepresentasikan proses pelatihan

sedangkan diagnosa PJK merepresentasikan

proses pengujian. Perancangan proses pelatihan

dan pengujian ditunjukkan oleh gambar 3.1 dan

3.2.

Mulai

Input data PJK &

parameter clustering

Clustering data PJK

Analisis varian

Ekstraksi aturan fuzzy

Output aturan fuzzy

Selesai

Clustering data PJK pada c_pil

Pilih jumlah cluster

varian terkecil (c_pil)

Apakah c>=2

AND c<n?

Pilih hasil cluster

dengan varian terkecil

For a=1 to 5

a

ya

tidak

Gambar 3.1 Alur proses pelatihan

Data untuk pelatihan berupa dataset PJK

yang terdiri atas faktor risiko PJK (umur, kadar

LDL, kadar kolesterol total, kadar HDL, kadar

trigliserida, tekanan darah sistolik) dan nilai

risiko PJK. Proses clustering data PJK

dilakukan untuk mengelompokan data dan

menemukan pusat cluster setiap kelompok.

Kemudian, proses analisis varian dilakukan

untuk mendapatkan nilai batasan varian (V)

untuk setiap jumlah cluster yang

diperhitungkan. Rangkaian proses ini dilakukan

secara iteratif hingga kondisi berhenti, dimana

iterasi mencapai jumlah data dikurangi satu (n-

1). Kemudian, dilakukan percobaan clustering

dengan jumlah cluster terpilih/ideal (c_pil)

sebanyak 5 kali. Hasil clustering dipilih

berdasarkan nilai batasan varian minimum dari

ke-5 percobaan tersebut. Kemudian, proses yang

dijalankan adalah ekstraksi aturan fuzzy. Proses

ini berguna untuk membangkitkan aturan

sebagai dasar penentuan diagnosa risiko PJK

dalam sistem fuzzy. Aturan fuzzy yang

dihasilkan proses pelatihan berupa data pusat

cluster, standar deviasi, serta koefisien output

dari jumlah cluster terpilih.

Mulai

Input data pengujian (Xj) dan

aturan fuzzy (αkj dan Vkj)

Fuzzifikasi

Perhitungan nilai Z

Defuzzifikasi

Output Diagnosa risiko

PJK

Selesai

Gambar 3.2 Alur proses pengujian

Proses fuzzifikasi berguna untuk mengubah

nilai tegas data (crisp) menjadi nilai fuzzy

(derajat keanggotaan rentang 0 hingga 1). Proses

perhitungan nilai Z berguna untuk mengetahui

nilai output tiap aturan berdasarkan derajat

keanggotaan terhadap aturan tersebut. Proses

defuzzifikasi berguna untuk menghitung nilai

tegas (crisp) dari risiko PJK. Perhitungan nilai Z

dan defuzzifikasi dilakukan melalui inferensi

TSK dengan weighted average.

Page 6: 89825209-JURNAL-PJK

6

4. IMPLEMENTASI DAN PEMBAHASAN

4.1 Implementasi Program

Implementasi program terdiri atas 2 bagian

utama, yaitu:

1. Pelatihan

Proses pelatihan dilakukan untuk

membangkitan aturan fuzzy. Program untuk

pembangkitan aturan fuzzy ditunjukkan gambar

4.1.

Gambar 4.1 Program pembangkitan aturan fuzzy

2. Pengujian

Proses pengujian dilakukan untuk

melakukan diagnosa risiko PJK berdasarkan

aturan fuzzy yang terbentuk pada proses

pelatihan. Program untuk melakukan diagnosa

risiko PJK ditunjukkan gambar 4.2.

Gambar 4.2 Program diagnose risiko PJK

4.2 Skenario Uji Coba

Skenario terdiri dari 5 kali uji coba dengan

jumlah data latih yang berbeda:

1. Uji coba 1, menggunakan 30 data latih.

2. Uji coba 2, menggunakan 40 data latih.

3. Uji coba 3, menggunakan 50 data latih.

4. Uji coba 4, menggunakan 60 data latih.

5. Uji coba 5, menggunakan 70 data latih.

Pada proses pelatihan, iterasi maksimum yang

digunakan adalah 100 sedangkan kesalahan

minimum yang ditetapkan adalah 0,0001. Uji

coba dilakukan terhadap beberapa jumlah aturan

yang berbeda, yaitu pada jumlah cluster ideal

dan beberapa jumlah cluster lainnya sebagai

pembanding. Proses pengujian pada setiap uji

coba menggunakan 30 data uji. Proses ini akan

menghasilkan nilai dan kelas tingkat risiko PJK.

Hasil proses tersebut kemudian dibandingkan

dengan hasil diagnosa acuan yang ada sehingga

dapat diketahui nilai akurasi sistem dalam

melakukan diagnosa tingkat risiko

PJK.Pelatihan dan pengujian pada setiap jumlah

aturan dilakukan sebanyak 5 kali percobaan.

Akurasi pengujian setiap jumlah aturan

diperoleh dari rata-rata akurasi pengujian yang

dilakukan sebanyak 5 kali percobaan.

4.3 Analisis Hasil Uji Coba

Pada beberapa uji coba, akurasi tertinggi

tidak terjadi pada jumlah aturan ideal. Jumlah

aturan ideal ditentukan berdasarkan nilai batasan

varian minimum. Perbandingan akurasi sistem

maksimum dari semua hasil uji coba

ditunjukkan tabel (4.1).

Tabel 4.1 Perbandingan akurasi jumlah cluster

ideal

Uji

coba

A Akurasi

A

B Akurasi

B

1 3 7% 2 33%

2 3 37% 3 37%

3 3 29% 2 37%

4 3 20% 2 47%

5 3 38% 2 50% Keterangan:

A : jumlah aturan ideal menurut sistem

B : jumlah aturan dengan akurasi tertinggi

Berdasarkan tabel (4.1), dapat dilihat

bahwa ada uji coba 1, akurasi hasil pengujian

tertinggi terjadi pada jumlah aturan 2 (33%),

yang mana lebih tinggi dari akurasi jumlah

cluster ideal 3 (7%). Pada uji coba 3, akurasi

hasil pengujian tertinggi terjadi pada jumlah

aturan 2 (37%), yang mana lebih tinggi dari

akurasi jumlah cluster ideal 3 (29%). Pada uji

coba 4, akurasi hasil pengujian tertinggi terjadi

pada jumlah aturan 2 (47%), yang mana lebih

Page 7: 89825209-JURNAL-PJK

7

tinggi dari akurasi jumlah cluster ideal 3 (20%).

Pada uji coba 5, akurasi hasil pengujian tertinggi

terjadi pada jumlah aturan 2 (50%), yang mana

lebih tinggi dari akurasi jumlah cluster ideal 3

(38%). Hanya uji coba 2 yang memberikan hasil

yang positif, dimana jumlah aturan ideal

menghasilkan akurasi tertinggi diantara jumlah

aturan lain yang diujicobakan. Hal ini

membuktikan bahwa penentuan jumlah aturan

ideal dengan metode analisis varian belum

optimal.

Setelah melakukan uji coba 1, 2, 3, 4, dan

5, maka akurasi pada setiap uji coba dapat

dibandingkan. Grafik perbandingan akurasi

sistem pada semua uji coba ditunjukkan oleh

gambar (4.3).

Gambar 4.3 Grafik akurasi pada semua uji coba

Grafik pada gambar (4.3) menunjukkan

bahwa uji coba 5 memberikan hasil akurasi

tertinggi dibandingkan dengan yang lain. Ini

berarti, selama uji coba jumlah data latih 70

menghasilkan akurasi paling tinggi. Selama uji

coba, terdapat kecenderungan bahwa semakin

banyak data latih kemampuan sistem mengenali

pola data semakin baik. Namun demikian,

terdapat hasil dimana aturan dari jumlah data

tertentu dapat menghasilkan akurasi yang

menyamai/melebihi aturan dari jumlah data

yang lebih banyak. Hal ini terjadi pada uji coba

2 (40 data latih) dan uji coba 3 (50 data latih),

dimana rata-rata akurasi tertinggi uji coba 2 dan

uji coba 3 adalah 37%, serta akurasi pada

jumlah ideal 3 uji coba 2 adalah 37%

sedangkan pada uji coba 3 adalah 29%. Dalam

kasus ini, akurasi pada uji coba 2 lebih tinggi

daripada uji coba 3. Hal ini dapat terjadi karena

tidak dilakukan preprocessing data terhadap

dataset PJK. Data diambil secara acak sehingga

memungkinkan rentang data dari suatu atribut

(faktor risiko PJK) yang dilatih sangat besar

pada uji coba 3 tetapi kecil pada uji coba 2.

Pembangkitan aturan fuzzy dengan metode

FCM yang dilakukan sistem memiliki

kelemahan yaitu aturan yang dihasilkan tidak

stabil. Berdasarkan hasil uji coba, dapat dilihat

bahwa pada beberapa percobaan dengan jumlah

aturan yang sama dapat menghasilkan akurasi

yang berbeda. Hal ini dapat terjadi karena pada

proses pembentukan aturan dengan FCM terjadi

pembangkitan nilai derajat keanggotaan matriks

awal dilakukan secara random. Randomisasi ini

berpengaruh pada nilai koefisien output yang

dihasilkan. Koefisien output yang didapatkan

melalui proses perhitungan least square sensitif

terhadap randomisasi pada proses clustering

yang dilakukan oleh FCM. Hal ini menyebabkan

sulitnya menentukan aturan terbaik.

5. KESIMPULAN

Pembangkitan aturan fuzzy untuk diagnosa

PJK diimplementasikan menggunakan metode

clustering FCM dengan faktor risiko PJK berupa

umur; kadar LDL; kadar HDL; kadar kolesterol

total; kadar trigliserida; dan tekanan darah

sistolik, serta dengan kelas target output berupa

tingkat risiko PJK sangat rendah; rendah;

sedang; tinggi; dan sangat tinggi. Aturan fuzzy

diekstraksi dari 3 elemen yaitu pusat cluster,

standar deviasi dan koefisien output.

Akurasi tertinggi yang dapat dihasilkan

sistem diagnosa risiko PJK melalui

pembangkitan aturan fuzzy menggunakan FCM

adalah 50%, yaitu ketika menggunakan jumlah

aturan 2 dengan nilai batasan varian 0,0338 pada

jumlah data latih 70.

Pembangkitan aturan fuzzy dengan metode

clustering FCM pada sistem diagnosa PJK

lemah karena aturan hasil pembangkitan tidak

stabil sehingga menyebabkan sulitnya

menentukan aturan yang terbaik. Akurasi sistem

pada penelitian ini kurang baik karena

pembanding akurasi sistem adalah hasil

inferensi sistem yang lain.

6. DAFTAR PUSTAKA

Arapoglou, Roi, Kostas Kolomvatsos and

Stathes Hadjiefthymiades. 2010. Buyer Agent

Decision Process Based on Automatic Fuzzy

Rules Generation Methods. http://p-

comp.di.uoa.gr/ pubs/WCCI_f427.pdf.

Tanggal akses: 13 Maret 2011.

Fariska, M. Andy. 2008. Peramalan Multi

Atribut Dengan Menggunakan Fuzzy

Clustering. http://repo.eepis-its.edu/425

/1/972.pdf. Tanggal akses 19 Mei 2011.

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

2 3 5 8

Aku

rasi

Jumlah aturan

Akurasi sistem diagnosis risiko PJK

uji coba 1

uji coba 2

uji coba 3

uji coba 4

uji coba 5

Page 8: 89825209-JURNAL-PJK

8

Kusumadewi, Sri, Hari Purnomo. 2010. Aplikasi

Logika Fuzzy Untuk Pendukung Keputusan.

Jakarta: Graha Ilmu.

Lee, Kwang H. 2005. First Course on Theory

and Applications. New York: Springer-

Verlag Berlin Heidelberg.

Man L, Chew Lim T, Jian S, Yue L. 2009.

Supervised and Traditional Term Weighting

Methods for Automatic Text Categorization.

Pattern Analysis and Machine Intelligence,

IEEE Transactions on.

Nugraha, Dany, dkk. 2006. Diagnosis Gangguan

Sistem Urinari Pada Anjing dan Kucing

Menggunakan VFI 5. Institut Pertanian

Bogor.

Priyono, Agus, dkk. 2007. Generation of Fuzzy

Rules With Substractive Clustering.

http://eprints.utm.my/1460/1/

JTDIS43D%5B10%5Dnew.pdf. Tanggal

akses: 13 Maret 2011.

Soeharto, Imam. 2010. Penyakit Jantung

Koroner (PJK): Sebab, Mekanisme, dan

Gejala. http://fkunhas.com/penyakit-jantung-

koroner-pjk-sebab-mekanisme-dan-gejala-

20100716347.html. Tanggal akses: 24 Maret

2011.

Wahyuni, Kristin. 2011. Diagnosis Penyakit

Jantung Koroner (PJK) Berdasarkan Faktor

Risiko Menggunakan Metode FES. Skripsi.

Universitas Brawijaya Malang.

Walpole, Ronald E. 1995. Pengantar Statistika

Edisi ke-3. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.