82966324-bab-1
DESCRIPTION
babTRANSCRIPT
![Page 1: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan jiwa adalah penyakit non fisik, dimana kedudukannya setara dengan
penyakit fisik lainnya. Meskipun gangguan jiwa tersebut tidak dianggap sebagai
gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung, namun beratnya gangguan
tersebut dalam arti ketidak mampuan serta invalisasi baik secara individu maupun
kelompok akan menghambat pembangunan, karena tidak produktif dan tidak efisian
(Kusumanto Setjionegoro, 1981)
Menurut paham kesehatan jiwa seseorang dikatakan sakit apabila ia tidak lagi
mampu berfungsi secara wajar dalam kehidupannya sehari-hari, dirumah, disekolah /
kampus, ditempat kerja dan lingkungan sosialnya. Seseorang yang mengalami gangguan
jiwa akan mengalami ketidak mampuan berfungsi secara optimal dalam kehidupan
sehari-hari. Salah satu faktor yang menyebabkan seseorang mengalami gangguan jiwa
adalah adanya stressor psikososial. Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau
peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang (anak, remaja,
dewasa). Sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi (penyesuaian diri) untuk
menanggulangi stressor yang timbul. Namun, tidak semua orang mampu mengadakan
adaptasi dan mampu menanggulanginya sehingga timbullah keluhan-keluahan dibidang
kejiwaan berupa gangguan jiwa dari ringan hingga yang berat.
Kehidupan individu sejak lahir tidak lepas dari interaksi dengan lingkungan fisik dan
sosial. Dalam interaksi ini, individu menerima rangsangan atau stimulus dari luar dirinya.
Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali dengan proses
pengindraan, yaitu proses dimana diterimanya stimulus oleh alat indra, kemudian
individu ada perhatian, lalu diteruskan ke otak, dan baru kemudian individu menyadari
tentang sesuatu yang dinamakan persepsi. Dengan persepsi individu menyadari dapat
1
![Page 2: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/2.jpg)
mengerti tentang keadaan lingkungan yang ada disekitarnya, maupun tentang hal yang
ada di dalam diri individu yang bersangkutan. (Sunaryo, 2004).
Beberapa pasien mengalami halusinasi (persepsi sensori yang salah, atau pengalaman
persepsi yang sebenarnya tidak ada). Halusinasi dapat melibatkan kelima indra dan
sensasi pada tubuh. Halusinasi pendengaran (mendengar suara- suara) adalah halusinasi
yang paling banyak ditemukan dan halusinasi penglihatan (melihat sesuatu yang
sebenarnya tidak ada) merupakan jenis kedua yang paling sering ditemukan. Pasien pada
awalnya mempersepsikan halusinasi sebagai pengalaman yang nyata, tetapi pada tahap
sakit yang selanjutnya, mereka mengenalinya sebagai suatu halusinasi. (Videbeck L.
Sheila, 2008)
Salah satu bentuk gangguan jiwa yang terdapat diseluruh dunia adalah gangguan jiwa
skizofrenia. Skizofrenia berasal dari dua kata “ Skizo “ yang artinya retak atau pecah
( split ), dan “ frenia “ yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang yang menderita
gangguan jiwa Skizofrenia adalah orang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan
kepribadian ( splitting of personality ).
Di Indonesia angka penderita skizofrenia 25 penduduk dan proyeksi 25 tahun
mendatang mencapai 3 / 1000 penduduk ( Hawari, 1993 ). Angka pevalensi adalah
jumlah kasus ( penderita ) secara keseluruhan dalam kurun waktu tertentu. Dan didaerah
tertentu, dibagi dengan jumlah penduduk yang diperiksa. Sedangkan angka insidensi
adalah jumlah kasus (penderita baru ) dalam kurun waktu tertentu dan didaerah tertentu.
Diindonesia angka yang tercatat di Depertemen Kesehatan berdasarkan survai di Rumah
Sakit (1983 ) adalah antara 0,05 % sampai 0,15 %.
Penelitian mengenai mekanisme terjadinya skizofrenia. Maju dengan pesat,
demikian pula kemajuan dibidang obat-obatan anti skizofrenia (psikofarmaka). Telah
menjadikan penderita skizofrenia dapat dipuihkan sehingga dapat berfungsi kembali
secara optimal.
1.2 Rumusan Masalah
2
![Page 3: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/3.jpg)
Bagaimana asuhan keperawatan jiwa halusinasi pendengaran dan penglihatan pada
Tn.F dengan diagnosa medis skizofrenia katatonik di paviliun IV Rumkital Dr. Ramelan
Surabaya.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi asuhan keperawatan jiwa halusinasi pendengaran dan
penglihatan pada Tn.F dengan diagnosa medis skizofrenia katatonik di paviliun IV
Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian pada Tn.F dengan masalah keperawatan halusinasi
pendengaran dan penglihatan pada Tn.F dengan diagnosa medis skizofrenia
katatonik di paviliun IV Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.
2. Merumuskan diagnose keperawatan pada Tn.F F dengan masalah keperawatan
halusinasi pendengaran dan penglihatan pada Tn.F dengan diagnosa medis
skizofrenia katatonik di pavilun IV Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.
3. Melaksanakan tindakan keperawatan pada Tn.F F dengan masalah keperawatan
halusinasi pendengaran dan penglihatan pada Tn.F dengan diagnosa medis
skizofrenia katatonik di paviliun IV Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.
4. Mengevaluasi tindakan keperawatan pada Tn.F F dengan masalah keperawatan
halusinasi pendengaran dan penglihatan pada Tn.F dengan diagnosa medis
skizofrenia katatonik di paviliun IV Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.
1.4 Manfaat
1.4.1 Teoritis
Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan khususnya dalam asuhan
keperawatan jiwa halusinasi pendengaran dan penglihatan pada Tn.F dengan diagnosa
medis skizofrenia katatonik di paviliun IV Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.
1.4.2 Praktis
3
![Page 4: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/4.jpg)
Dapat menjadi masukan bagi pelayanan di rumah sakit agar dapat melakukan
asuhan keperawatan jiwa halusinasi pendengaran dan penglihatan pada Tn.F dengan
diagnosa medis skizofrenia katatonik di paviliun IV Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.
1.4.3 Bagi Pelayanan Kesehatan
Dapat menjadi masukan bagi pelayan di rumah sakit agar dapat melakukan
asuhan keperawatan jiwa halusinaasi pendengaran dan penglihatan pada Tn.F dengan
diagnosa medis skizofrenia katatonik di paviliun IV Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.
1.3.4 Bagi pasien
Dapat menjadi pengetahuan bagi pasien mengenai penyakitnya.
4
![Page 5: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/5.jpg)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Halusinasi
2.1.1 Pengertian
Menurut Varcarolis, halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya persepsi
sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus. Tipe halusinasi yang paling sering adalah
halusinasi pendengaran (auditory-hearing voices or sounds), pengelihatan (visual-seeing person
or things), penciuman (olfactory-smelling odors), pengecapan (gustatory-eksperiencing tastes).
Paien merasakan stimulus yang sebetulnysa tidak ada. Pasien merasa ada suara padahal
tidak ada stimulus suara. Melihat bayangan orang atau sesuatu yang menakutkan padahal tidak
ada bayangan tersebut. Membaui bau-bauan tertentu padahal orang lain tidak merasakan sensasi
serupa. Merasakan mengecap sesuatu padahaltidak sedang makan apapun. Merasakan sensasi
rabaan padahal tidak ada apapun dalam permukaan kulit.
Diperkirakan lebih dari 90% pasien dengan skizofrenia mengalami halusinasi. Meskipun
bentuk halusinasinya bervariasi tetapi sebagian besar pasien skizofrenia di RSJ mengalami
halusinasi dengar. Suara dapat berasal dari dalam diri individu atau dalam luar dirinya. Suara
dapat dikenal (familiar), misalnya suara nenek yang meninggal. Suara dapat tunggal ataupun
multiple. Isi suara dapat memerintahkan sesuatu pada pasien atau seringny tentang perilaku
pasien sendiri. Pasien sendiri merasa yakin bahwa suara itu berasal dari tuhan, setan, sahabat
atau musuh. Kadang-kadang suara yang muncul semacam bunyi bukan suara yang mengandung
arti.
Halusinasi adalah ketidakmampuan klien dalam mengidentifikasi dan
menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai yang diterima oleh panca indra yang ada
(Fortinash, 1995). Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang
tidak realita atau tidak ada (Sheila L Videbeck, 2000).
5
![Page 6: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/6.jpg)
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu mengalami suatu perubahan dalam
jumlah atau pola rangsang yang mendekat (baik yang dimulai secara eksternal maupun internal)
disertai dengan respon yang berkurang dibesar-besarkan, distorsi atau kerusakan rangsang
tertentu (Towsend, 1998). Dari keempat pengertian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa
halusinasi adalah persepsi yang timbul tanpa stimulus eksternal serta tanpa melibatkan sumber
dari luar yang meliputi semua system panca indra.
2.1.2 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala pasien halusinasi :
a. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
b. Mengatakan mendengar suara.
c. Merusak diri sendiri / orang lain / lingkungan.
d. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal yang tidak nyata.
e. Tidak dapat mremusatkan konsentrasi / perhatian.
f. Pembicaraan kacau kadang tidak masuk akal.
g. Sikap curiga dan bermusuhan.
h. Menarik diri, menghindar dari orang lain.
i. Sulit membuat keputusan.
j. Ketakutan.
k. Mudah tersinggung, jengkel, mudah marah.
l. Menyalahkan diri sendiri / orang lain.
m. Tidak mampu melaksanakan asuhan mandiri : mandi, berpakaian.
n. Muka merah kadang pucat.
o. Ekspresi wajah tegang
p. Tekanan sdarah meningkat.
q. Nadi cepat.
r. Banyak keringat.
( Tim Direktorat Kesehatan Jiwa Bandung, 2002 : 26 )
2.1.3 Penyebab
6
![Page 7: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/7.jpg)
A. Predisposisi
Faktor perkembangan
Tugas perkembangan pasien yang terganggu misalnya rendahnya control dan
kehangatan keluarga menyebabkan pasien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentang terhadap stress.
Factor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungan sejak bayi (unwanted child)
akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungan.
Factor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang
berlebihan dialami seseorang maka di alam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang
dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan dimetytransferase
(DMP).akibat stress yang berkepanjangan menyebabkan teraktifasinya
neurotransmitter otak. Misalnya, terjadi ketidakseimbangan asetil kolin dan
dopamine.
Factor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan pasien
dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Pasien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dalam nyata menuju alam hayal.
Factor genetic dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua skizofrenia
cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa factor
keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
B. Faktor Presipitasi
Perilaku
Respon pasien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman,
gelisah, dan binggung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil
keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut
7
![Page 8: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/8.jpg)
Rawliens dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan
atas hakikat keberadaan seorang individu sebagai makluk yang di bangun atas dasar
unsure-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari 5 dimensi :
Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang
luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alcohol
dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi
merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa
perintah memaksa dan menakutkan. Pasien tidak sanggup lagi menentang perintah
tersebut hingga dalam kondisi tersebut pasien berbuat sesuatu terhadap ketakutan
tersebut.
Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi
akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya gangguan
halusinasi usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun
merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil
seluruh perhatian pasien dan tak jarang mengontrol semua perilaku pasien.
Dimensi sosial
Pasien mengalami gangguan interaksi sosian dalam fase awal dan comforting,
pasien mengganggap bahwa hidup bersosialisasi dialam nyata sangat
membahayakan. Pasien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan
tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga
diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan system
control oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman,
dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek
penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan pasien dengan
mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman
interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan pasien tidak menyendiri
8
![Page 9: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/9.jpg)
sehingga pasien selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak
berlangsung.
Dimensi spiritrual
Secara spiritual pasien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak
bermakna hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk
menyucikan diri. Irama sikardiannya terganggu, karena ia sering tidur terlalu
malam dan bangun sangat siang. Saat terbangun merasa hampa dan tidak jelas
tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput
rezeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabka takdirnya
memburuk.
2.1.4 Jenis-jenis halusinasi
Dibawah ini beberapa tipe dari halusinasi (Cancro & Lehman, 2000):
1. Halusinasi Pendengaran
Mendengar suara-suara, sering mendengar suara-suara orang berbicara
atau membicarakannya, suara-suara tersebut biasanya familiar. Halusinasi ini
paling sering dialami klien dibandingkan dengan halusinasi yang lain.
2. Halusinasi Penglihatan
Melihat bayangan yang sebenarnya tidak ada, seperti cahaya atau
seseorang yang telah mati.
3. Halusinasi Penciuman
Mencium bau-bau padahal di tempat tersebut tidak ada bau. Tipe ini sering
ditemukan pada klien dengan dimensia seizure atau mengalami gangguan
cerebrovaskuler.
4. Halusinasi Sentuhan
Perasaan nyeri, nikmat atau tidak nyaman padahal stimulus itu tidak ada.
5. Halusinasi Pengecapan
Termasuk rasa yang tidak hilang pada mulut, perasaan adanya rasa makanan
dan berbagai zat lainnya yang dirasakan oleh indra pengecapan klien.
9
![Page 10: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/10.jpg)
2.1.5 Proses terjadinya halusinasi
Proses terjadinya halusinasi (Stuart & Laraia, 1998) dibagi menjadi empat fase
yang terdiri dari:
1. Fase Pertama
Pasien mengalami kecemasan, stress, perasaan terpisah dan kesepian, pasien
mungkin melamun, memfokuskan pikirannnya kedalam hal-hal menyenangkan
untuk menghilangkan stress dan kecemasannya. Tapi hal ini bersifat sementara, jika
kecemasan datang pasien dapat mengontrol kesadaran dan mengenal pikirannya
namun intesitas persepsi meningkat.
2. Fase Kedua
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal,
individu berada pada tingkat listening pada halusinasinya. Pikiran internal menjadi
menonjol, gambarn suara dan sensori dan halusinasinya dapat berupa bisikan yang
jelas. Pasien membuat jarak antara dirinya dan halusinasinya dengan
memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain atau tempat lain.
3. Fase Ketiga
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol. Pasien menjadi lebih
terbiasa dan tidak berdaya dengan halusinasinya. Kadang halusinasinya tersebut
memberi kesenangan dan rasa aman sementara.
4. Fase Keempat
Pasien merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi sebelumnya menyenangkan berubah menjadi
mengancam, memerintah, memarahi. Pasien tidak dapat berhubungan dengan
orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya. Pasien hidup dalam dunia
yang menakutkan yang berlangsung secara singkat atau bahkan selamanya.
2.2 Konsep Skizofrenia
2.2.1 Pengerian Skizofrenia
Skizofrenia termasuk dalam salah satu gangguan mental yang disebut
psikosis. Pasien psikotik tidak dapat mengenali atau tidak memiliki kontak dengan
10
![Page 11: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/11.jpg)
realita. Skizofrenia berasal dari dua kata yaitu “ Skizo “ yang artinya retak atau pecah,
dan “ frenia “ yang artinya jiwa. Dengan demikian Skizofrenia adalah seseorang yang
mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian ( Hawari, 2003). Skizofrenia
memiliki berbagai tanda dan gejala. Berikut ini merupakan gejala-gejala Skizofrenia
yang terbagi dalam 2 kelompok yaitu Gejala Positif dan Gejala Negatif.
Gejala Positif, berarti bertambahnya kemunculan suatu tingkah laku dalam kadar
yang berlebihan dan menunjukkan penyimpangan dari fungsi psikologis yang normal.
Pada gejala positif yang muncul amat mengganggu lingkungan (keluarga) dan
merupakan salah satu motifasi keluarga untuk membawa penderita berobat. Yang
termasuk dalam gejala-gejala positif tersebut adalah :
a. Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional ( tidak masuk
akal), meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinannya itu tidak
rasional, namun penderita tetap meyakini kebenarannya.
b. Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan (stimulus),
misalnya penderita mendengar suara-suara / bisikan ditelinganya padahal tidak ada
sumber dari suara / bisikan tersebut.
c. Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya. Misalnya
bicaranya kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.
d. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat
dan gembira berlebihan.
e. Merasa dirinya “Orang Besar”, merasa serba mampu, serba hebat.
f. Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman terhadap
dirinya.
g. Menyimpan rasa permusuhan. ( Hawari, 2001)
2. Gejala negatif adalah berarti penurunan kemunculan suatu tingkah laku yang juga
berarti penyimpangan dari fungsi psikologis yang normal. Pada gejala ini sering kali
tidak disadari atau kurang diperhatikan oleh pihak keluarga, karena dianggap tidak
mengganggu. Yang termasuk pada gejala-gejala negatif adalah:
a. Alam perasaan (affect) “tumpul” dan “mendatar”. Gambaran alam perasaan ini
dapat terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi.
11
![Page 12: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/12.jpg)
b. Menarik diri atau mengasingkan diri (withdrawn) tidak mau bergaul atau kontak
dengan orang lain, suka melamun (day dreaming).
c. Kontak emosional amat “miskin”, sukar diajak bicara, pendiam.
d. Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.
e. Sulit dalam berfikir abstrak.
f. Pola pikir stereotip.
g. Tidak ada/kehilangan dorongan kehendak dan tidak ada inisiatif, tidak ada upaya
dan usaha, tidak ada spontanitas, monoton, serta tidak ingin apa-apa dan serba
malas (kehilangan nafsu). ( Hawari, 2001).
2.2.2 Faktor-faktor penyebab terjadinya Skizofrenia.
Faktor-faktor tersebut antara lain :
1. Faktor Genetik ( keturunan )
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa gen yang diwarisi seseorang, sangat kuat
mempengaruhi resiko seseorang mengalami skizofrenia
2. Ketidakseimbangan Kimia Otak.
Pada penderita skizofrenia produksi neurotransmiter dopamin berlebihan,
sedangkan kadar dopamin pada bagian lain dari otak terlalu sedikit
3. Abnormalis Struktur Otak
Pada pasien skizofrenia yang kronis cenderung memiliki ventrikel otak yang lebih
besar serta volume jaringan otak lebih sedikit dari orang normal.
2.2.3 Penyebab
1. Pendekatan biologis
a. Faktor keturunan
Pada penelitian menunjukan bahwa keturunan juga menentukan timbulnya
skizofrenia. Dari penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa resiko timbulnya
psikosis, termasuk schizophrenia, sekitar empat kali lebih besar pada hubungan
keluarga tingkat pertama (saudara kandung, orang tua, anak kandung) dibandingkan
dengan masyarakat pada umumnya (Rathus, et al., 1991). Angka kesakitan bagi
12
![Page 13: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/13.jpg)
saudara kandung 7 – 15 % anak dengan salah satu orang tua menderita 40 – 68 %
kembar heterozigot 2-15%, kembar monozigot 61-86%.
b. Faktor biokimia
Kraeplin (Sue, et al., 1986) telah mengidentifikasikan skizofrenia sebagai akibat
dari adanya ketidakseimbangan kimiawi karena tidak normalnya kelenjar kelamin.
Sementara Carl Jung (Davison, et al., 1994) menyebutkan adanya unsur kimia yang
tidak diketahui, yang disebutnya "toxin x". Adanya indikasi pengaruh factor genetis
setidaknya menunjukkan adanya pengaruh faktor biokimia karena faktor genetik
terjadi melalui proses biologis dan kimiawi tubuh. Para peneliti lain menemukan
adanya substansi kimia yang tidak normal yang disebut taraxein dalam serum darah
(Sue, et.al., 1986). Riset terakhir difokuskan pada dopamine, suatu neurotransmitter
yang aktif di wilayah otak yang terlihat dalam regulasi emosi atau sistem limbik
(Atkinson, et al.,1992). Hipotesis dopamine menyatakan bahwa skizofrenia
disebabkan oleh terlalu banyaknya penerimaan dopamine dalam otak. Kelebihan ini
mungkin karena produksi neurotransmitter atau gangguan regulasi mekanisme
pengambilan kembali yang dengannya dopamine kembali dan disimpan oleh vestikel
neuron parasimpatik.
c. Otak
Sekitar 20-35% penderita skizofrenia mengalami beberapa bentuk kerusakan otak
(Sue, et al., 1986). Penelitian dengan CAT (Computer Axial Tomography) dan MRI
(Magnetic Resonance Imagins) memperlihatkan bahwa sebagian penderita
schizophrenia memiliki ventrikel serebral (yaitu ruangan yang berisi cairan
serebrospinal) yang jauh lebih besar dibanding dengan orang normal. Itu berarti jika
ventriker lebih besar dari normal, jaringan otak pasti lebih kecil dari normal.
Pembesaran ventrikel berarti terdapat proses memburuknya atau berhentinya
pertumbuhan jaringan otak. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa lobus
frontalis, lobus temporalis, dan hipokampus yang lebih kecil pada penderita
skizofrenia (Atkinson, et al., 1992).
13
![Page 14: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/14.jpg)
2. Pendekatan psikoanalisa
Menurut Freud kepribadian terdiri atas 3 sistem atau aspek, yaitu : id, ego dan
super ego (Suryabrata, 1988). Pada skizofrenia, pola kepribadian immature yang
berkaitan dengan impuls seksual dan agresi merupakan predisposisi untuk
menimbulkan gangguan tersebut. Berkembangnya gangguan skhizofrenia lebih lanjut
biasanya diawali oleh apa yang disebut sebagai precipitating event atau peristiwa
pencetus. Dalam menghadapi peristiwa pencetus tersebut, melalui pola kepribadian
yang immature, individu mengembangkan defence mekanisme yang berlebihan,
dimana individu akan mengembangkan pola penyelesaian masalah yang tidak
berhubungan dengan realita yang ada, yang sampai akhirnya antar aspek-aspek
kepribadian terjadi disintegrasi atau terpecah. Kondisi tersebut, menyebabkan
putusnya hubungan antara individu dengan dunia nyata. Dalam hal ini terjadi beberapa
defence mechanism yang saling berbenturan secara bersamaan. Misalnya, pada
mulanya individu menggunakan mekanisme pertahanan rasionalisasi. Kemudian,
rasionalisasi tersebut direpressnya. Kemudian, individu mengungkapkan hal yang
berlawanan dengan perasaan yang direpressnya melalui reaksi formasi. Oleh karena
itu, simptom delusi dan halusinasi yang dikembangkan oleh skhizofrenia merupakan
defence terhadap defence yang lain (defence againts a defence).
3. Pendekatan teori belajar
Para ahli teori belajar, seperti Ullmann dan Krasner (dalam Davison et al.,
1994), menerangkan tingkah laku skizopfrenia sebagai hasil proses belajar lewat
pengkondisian dan pengamatan. Seseorang belajar untuk "menampakkan" tingkah laku
skizofrenia bila tingkah laku demikian lebih memungkinkan untuk diperkuat daripada
tingkah laku yang normal. Teori ini menekankan nilai penguatan stimulasi sosial.
Skizofrenia mungkin muncul oleh karena lingkungan tidak memberi penguatan akibat
pola keluarga yang terganggu atau pengaruh lingkungan lainnya sehingga seseorang
tidak pernah belajar merespon stimulus sosial secara normal. Bersamaan dengan itu,
mereka akan semakin menyesuaikan diri dengan stimulus pribadi atau idiosinkratis.
Selanjutnya, orang-orang akan melihat bahwa mereka sebagai orang aneh sehingga
mengalami penolakan sosial dan pengasingan yang akan semakin memperkuat tingkah
14
![Page 15: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/15.jpg)
laku yang aneh. Perilaku aneh ini akan semakin bertahan karena tidak ada penguatan
dari orang lain berupa perhatian dan simpati.
2.2.4 Fase-fase Skizofrenia
Dalam mendiagnosa seseorang adalah penderita skizofrenia, DSM IV (Davison, et
al., 1994) menyatakan bahwa orang tersebut sekurang-kurangnya selama 6 bulan telah
menunjukkan gejala-gejala gangguan. Dalam 6 bulan tersebut, terdapat fase aktif selama
sekurang kurangnya 1 bulan, fase prodromal periode sisa sebelum fase aktif, dan fase
residual periode sisa setelah fase aktif.
Pada fase prodromal, individu menunjukkan gangguan-gangguan fungsi sosial dan
interpersonal yang progresif. Perubahan yang terjadi dapat berupa penarikan sosial,
ketidakmampuan bekerja secara produktif, eksentrik, pakaian yang tidak rapi, emosi yang
tidak sesuai perkembangan pikiran dan bicara yang aneh, kepercayaan yang tidak biasa,
pengalaman persepsi yang aneh, dan hilangnya inisiatif dan energi.
Pada fase aktif, dimana paling sedikit selama 1 bulan, individu mengalami simptom
psikotik, yaitu halusinasi, delusi, pembicaraan dan tingkah lakunya yang tidak teratur,
dan terdapat tanda-tanda penarikan diri. Pada fase residual, terdapat simptom seperti fase
sebelumnya, tetapi tidak parah dan tidak mengganggu (Martaniah, 1999).
2.2.5 Tanda dan Gejala
Menurut Hawari (2004), gejala – gejala positif yang yang diperlihatkan pada
penderita skizofrenia adalah sebagai berikut:
a. Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal).
Meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinannya itu tidak rational,
namun penderita tetap meyakinikeberanannya.
b. Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan (stimulus).
Misalnya pederita mendenga suara – suara / bisikan – bisikan di telinganya padahal
tdak ada sumber dari suara / bisikan itu.
c. Kekacauan alam piker, yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya. Misalnya
bicaranya kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.
15
![Page 16: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/16.jpg)
d. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar mandir, agresif, bicara dengan semangat
dan gembira berlebihan.
e. Merasa dirinya “orang besar”, merasa serba mampu, serba hebat, dan sejenisnya.
f. Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan akan ada ancaman terhadap
dirinya.
g. Menyimpan rasa permusuhan.
2.2.6 Jenis – jenis Skizofrenia
Gangguan schizophrenia merupakan gangguan jiwa yang berlanngsung menahun,
sering kambuh dan kondisi kejiwaa penderita semakin lama semakin merosot, gangguan
ini terdiri dari:
1. Skisofrenia paranoid
Skizofrenia paranoid merupakan skizofrenia yang dikarakteristikkan dengan
kecurigaan yang ekstrim terhadap orang lain dengan halusinasi dan waham kejar atau
waham kebesaran (Towsend, 1998). Ciri-ciri utamanya adalah waham yang
sistematis atau halusinasi pendengaran. Individu ini dapat penuh curiga, argumentatif,
kasar, dan agresif. Perilaku kurang regresif, kerusakan social lebih sedikit, dan
prognosisnya lebih baik dibanding jenis-jenis lain
2. Skizofrenia katatonik
Skizofrenia katatonik merupakan salah satu jeniss skizofrenia yang ditandai
dengan rigiditas otot, negativism, kegembiraan berlebih atau posturing (mematung),
kadang-kadang pasien juga menunjukkan perubahan yang cepat antara kegembiraan
dan stupor. Ciri penyerta yang lain adalah gerakan stereotypic, manerisme dan
fleksibilitas lilin (waxy flexibility) dan yang sering dijumpai adalah mutisme
(Kusuma, 1997). Ciri-ciri utamanya adalah ditandai dengan gangguan psikomotor,
yang melibatkan imobilitas atau justru aktivitas yang berlebihan. Skizofrenia jenis
katatonik terbagi menjadi 2, yaitu:
a. Stupor Katatonik, merupakan gangguan di mana penderita tidak menunjukkan
perhatian sama sekali pada lingkungan. Gejala yang muncul di antaranya adalah
mutisme (kadang-kadang mata tertutup) dan muka tanpa mimic.
16
![Page 17: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/17.jpg)
b. Gaduh Gelisah Katatonik, merupakan skizofrenia jenis katatonik di mana terdapat
hiperaktivitas, tetapi tidak disertai dengan emosi dan rangsangan dari luar.
3. Skizofrenia hebephrenik
Skizofrenia hebephrenik (Disorganized schizophrenia) merupakan jenis
skizofrenia yang ditandai dengan adanya percakapan dan perilaku yang kacau, serta
afek yang datar atau tidak tepat, gangguan asosiasi, pasien mempunyai sikap yang
aneh, menunjukkan perilaku menarik diri secara sosial yang ekstrim, mengabaikan
hygiene dan penampilan diri, biasanya terjadi sebelum usia 25 tahun (Isaac, 2005).
Ciri-ciri utamanya adalah percakapan dan perilaku yang kacau, serta afek yang datar
atau tidak tepat, gangguan asosiasi juga banyak terjadi. Individu tersebut juga
mempunyai sikap yang aneh, menunjukkan perilaku menaik dirisecara social yang
ekstrim, mengabaikan hygiene dan penampilan diri. Awitan biasanya terjadi sebelum
25 tahun dan dapat bersifat kronis. Perilaku regresif, dengan interaksi social dan
kontak dengan realitas yang buruk.
4. Skizofrenia tak tergolongkan
Skizofrenia tak tergolongkan dikarakteristikkan dengan perilaku yang
disorganisasi dan gejala-gejala psikosis (mis: waham, halusinasi, inkoherensia atau
perilaku kacau yang sangat jelas) yang mungkin memenuhi lebh dari satu
tipe/kelompok criteria skizofrenia (Towsend, 1998).
5. Skhizoaffective
Kelainan schizoaffective merujuk kepada perilaku yang berkarakteristik
schizophrenia, ada tambahan indikasi kelainan alam perasaan seperti depresi atau
mania (Towsend, 1998).
6. Skizofrenia residual
Skizofrenia residual adalah eksentrik, tetapi gejala-gejala psikosis saat
diperiksa/dirawat tidak menonjol. Menarik diri atau afek yang serasi merupakan
karakteristik dari kelainan, pasien memiliki riwayat paling sedikit satu episode
skizofrenia dengan gejala-gejala yang menonjol.
17
![Page 18: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/18.jpg)
2.2.7 Terapi Skizofrenia
1. Terapi Biologis/Medis
Sejak tahun 1990-an telah ditemukan obat bagi penderita skizofrenia. Obat yang
disebut Neuroleptics ini mampu mengurangi gejala kegilaan yang muncul pada
penderita skizofrenia. Menurut Hawari, obat skizofrenia versi lama hanya
menyembuhkan gejala positif skizofrenia, seperti gampang mengamuk dan gemar
berteriak-teriak. Sayangnya, obat tersebut tidak menyembuhkan gejala negatif.
Penderita skizofrenia yang mengonsumsi obat versi lama masih sering tampak
bengong dan gemar melamun. Sementara obat skizofrenia versi baru, menurut Hawari
(Arif, 2006), berhasil menyembuhkan gejala-negatif sekaligus positif.
Obat bagi penderita skizofrenia biasa disebut neuroleptics (berarti mengendalikan
syaraf). Jika efektif, obat ini mampu membantu orang untuk berpikir lebih jernih dan
mengurangi delusi atau halusinasi. Obat ini bekerja dengan cara mempengaruhi gejala
positif (delusi, halusinasi, agitasi). Dalam kadar yang lebih rendah, obat ini dapat
mempengaruhi gejala-gejala negatif dan disorganisasi. Fungsi neuroleptics adalah
antagonis dopamin. Seperti diketahui bahwa jumlah dopamine yang berlebihan
menjadi pemicu munculnya skizofrenia.
Penelitian dalam Journal of Psychiatry menyebutkan bahwa penggunaan
milnacipran mampu menghambat afek negative skizofrenia seperti avolisi, alogia, dan
asocial. Kasus ini terjadi pada penderita skizofrenia berusia 37 tahun yang dirawat di
rumah sakit jiwa (Hoaki et al, 2009).
2. Terapi Keluarga
Selain terapi obat, psikoterapi keluarga adalah aspek penting dalam
pengobatan. Pada umumnya, tujuan psikoterapi adalah untuk membangun hubungan
kolaborasi antara pasien, keluarga, dan dokter atau psikolog. Melalui psikoterapi ini,
maka pasien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan lingkunganya. Keluarga dan
teman merupakan pihak yang juga sangat berperan membantu pasien dalam
bersosialisasi. Dalam kasus skizofrenia akut, pasien harus mendapat terapi khusus dari
rumah sakit. Kalau perlu, ia harus tinggal di rumah sakit tersebut untuk beberapa lama
sehingga dokter dapat melakukan kontrol dengan teratur dan memastikan keamanan
18
![Page 19: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/19.jpg)
penderita. Tapi sebenarnya, yang paling penting adalah dukungan dari keluarga
penderita, karena jika dukungan ini tidak diperoleh, bukan tidak mungkin para
penderita mengalami halusinasi kembali. Menurut Dadang, sejumlah penderita
skizofrenia juga sering kambuh meski telah menyelesaikan terapi selama enam bulan.
Karena itu, agar halusinasi tidak muncul lagi, maka penderita harus terus menerus
diajak berkomunikasi dengan realitas. Namun, keluarga juga tidak boleh berlebih-
lebihan dalam memperlakukan penderita skizofrenia.
Menurut dr. LS Chandra, SpKJ, penderita skizofrenia memerlukan perhatian dan
empati, namun keluarga perlu menghindari sikap expressed emotion (EE) atau reaksi
berlebihan seperti sikap terlalu mengkritik, memanjakan, dan terlalu mengontrol yang
justru bisa menyulitkan penyembuhan.
Seluruh anggota keluarga harus berperan dalam upaya dukungan bagi penderita
skizofrenia. Upaya membentuk self help group di antara keluarga yang memiliki
anggota keluarga skizofrenia adalah sebuah langkah positif (Arif, 2006).
Kelompok pembahas menyajikan terapi kelompok sebagai salah satu terapi untuk
skizofrenia. Menurut penulis, pemberian terapi kelompok pada penderita skizofrenia
kurang tepat. Alasan utama adalah terapi kelompok biasa digunakan pada proses
rehabilitasi pecandu narkotika (dalam proses penyembuhan). Konsep dasar terapi
kelompok adalah mediasi masalah dalam kelompok, dinamikan kelompok, atau
outbond (dengan individu yang mengalami masalah yang sama).
Kelompok pembahas menyajikan beberapa hal sebagai berikut tentang
terapi kelompok:
a. Memberikan pendidikan tentang skizofrenia, termasuk simtom dan
tanda-tanda kekambuhan.
b. Memberikan informasi tentang dan memonitor efek pengobatan
dengan antipsikotik.
c. Menghindari saling menyalahkan dalam keluarga.
d. Meningkatkan komunikasi dan ketrampilan pemecahan masalah dalam
keluarga.
e. Mendorong pasien dan keluarga untuk mengembangkan kontak social
19
![Page 20: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/20.jpg)
mereka, terutama berkaitan dengan jaringan pendukung.
f. Meningkatkan harapan bahwa segala sesuatu membaik, dan pasien
mungkin tidak harus kembali ke rumah sakit.
Poin ke 3, 4, dan 5 sebenarnya adalah bagian dari proses terapi keluarga. Jadi
mungkin masih ada kerancuan pada kelompok pembahas mengenai konsep dasar terapi
kelompok dan terapi keluarga.
3. Terapi Psikososial
Salah satu efek buruk skizofrenia adalah dampak negatif pada kemampuan orang
untuk berinteraksi dengan orang lain. Meskipun tidak sedramatis halusinasi dan delusi,
masalah ini dapat menimbulkan konflik dalam hubungan sosial. Para klinisi berusaha
mengajarkan kembali berbagai keterampilan sosial seperti keterampilan percakapan
dasar, asertivitas, dan cara membangun hubungan pada penderita skizofrenia. Klien
juga diberikan terapi okupasi sebagai bagian untuk membantu mereka melaksanakan
tugas sederhana dalam kehidupan sehari-hari (Smith, Bellack, dan Liberman, 1996;
Durand dan Barlow, 2007)
4. Psikoterapi Islami
Psikologi Islami, dalam Jurnal Psikologi Islami, juga memberikan metode terapi
untuk mengatasi gangguan kejiwaan berat. Psikoterapi doa sebenarnya dilakukan oleh
klien yang mengalami gangguan kecemasan. Namun dalam konteks skizofrenia,
keluarga harus senantiasa memberikan terapi doa untuk penderita skizofrenia. Doa
diyakini sebagai cara yang ampuh untuk mengalirkan energi positif dari alam kepada
manusia (Urbayatun, 2006).
Perspektif spiritual dalam psikologi Islami meyakini bahwa ada yang salah dalam
kalbu manusia sehingga ia terkena gangguan psikotik. Terapi psikotik dilakukan
dengan cara menyucikan jiwa individu, baru kemudian jiwa tersebut diisi dengan
kebaikan (oleh terapis).
20
![Page 21: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/21.jpg)
2.2.8 Penanganan
Prognosa dan penyembuhan bagi penderita skizofrenia pada umumnya sedikit
sekali kemungkinan bisa sembuh terutama jika keadaannya sudah parah. Yang penting
adalah usaha prefentif menurut Kartini Kartono(2002) berupa:
a. Menghindarkan dari frustrasi-frustrasi dan kesulitan-kesulitan psikis lainnya.
b. Menciptakan kontak-kontak sosial yang baik.
c. Membiasakan pasien memiliki sikap hidup positif, dan mau melihat hari depan
dengan rasa berani.
d. Beranikan ia mengambil sikap tegas dalam menghadapi realitas dengan rasa positif
dan usakanlah agar dia bisa menjadi extrovert.
Dalam situs www.sivalintar.com dijelaskan tentang beberapa cara penanganan
skizofrenia, yaitu:
a. Sikap menerima adalah langkah awal penyembuhan
b. Penderita perlu tahu penyakit apa yang diderita dan bagaimana melawannya.
c. Dukungan keluarga akan sangat berpengaruh.
d. Perawatan yang dilakukan oleh para ahli bertujuan mengurangi gejala skizofrenik dan
kemungkinan gejala psyhcotik.
e. Penderita skizofrenia biasanya menjalani pemakaian obat-obatan selama waktu
tertentu, bahkan mungkin harus seumur hidup.
21
![Page 22: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/22.jpg)
BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.1 PENGKAJIAN
I. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn. F Tanggal pengkajian : 26 Desember 2011
Umur : 38 Tahun No. RM : 00. 39.89.xx
ALASAN MASUK :
Setelah mengalami kecelakaan lalu lintas, pasien mengalami COS dan kemudian
dirawat di H1. Setelah KRS dan berada dirumah pasien marah-marah dan memaki-maki
istrinya.
Masalah Keperawatan : Resiko perilaku kekerasan
KELUHAN UTAMA :
Dirumah marah-marah,maki-maki istri.
II. FAKTOR PREDISPOSISI .
1. Pernah mengalami gangguan dimasa lalu : Tidak
2. Pengobatan sebelumnya : Tidak ada
3. Pengalaman :
Jenis pengalaman Usia Pelaku Korban Saksi
Aniaya fisik Tahun - - -
Aniaya seksual Tahun - - -
Penolakan Tahun - - -
Kekerasan dalam
keluarga
Tahun- - -
Tindakan criminal Tahun - - -
Lain – lain Tahun - - -
Penjelasan no 1,2,3 : Pasien tidak pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu. Pasien tidak
pernah menjadi korban dan saksi penganiayaan fisik, tetapi pernah marah-marah dan memaki
isterinya.
22
![Page 23: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/23.jpg)
X x
Masalah Keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan
Masalah Keperawatan : Regimen terapeutik inefektif
4. Adakah anggota keluarga yang gangguan jiwa ? Tidak
5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan ? Tidak
Penjelasan no 4,5 : Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang mengalami gangguan jiwa..
Pasien menceritakan tidak ada pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda- tanda vital : 110/70 mmHg N : 90 x/mnt S: 36,4o
C RR: 20 x/mnt
2. Ukuran : Berat Badan ( BB ): 70 Kg Tinggi Badan ( TB ) : 168 cm
3. Keluhan fisik : Pasien tidak memiliki keluhan fisik
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
III. PSIKOSOSIAL
1. Genogram :
Keterangan :
Laki-laki :
Perempuan :
Ada Hubungan :
23
![Page 24: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/24.jpg)
Tinggal Serumah :
Klien :
Meninggal dunia :
Penjelasan : Pasien adalah anak ke 7 dari 7 bersaudara, pasien saat ini tinggal bersama istri dan
ketiga anaknya( semuanya perempuan ).
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
2. Konsep Diri
a. Citra tubuh :
Saat ditanya bagian tubuh mana yang di sukai? Pasien menjawab” saya suka semua
anggota tubuh saya”.
b. Identitas diri :
Pasien mengatakan bahwa pasien seorang pria berumur 38 tahun.
c. Peran :
Pasien mengatakan bahwa pasien adalah seorang kepala rumah tangga yang mempunyai 3
orang anak, semuanya perempuan.
d. Ideal diri :
Pasien mengatakan bahwa ia ingin segera pulang.
e. Harga diri :
Pasien mengatakan bahwa ia suka mengenal orang lain, walapun hanya sebentar
berinteraksi seperti berbicang-berbincang.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3. Hubungan Sosial:
a. Orang yang berarti :
Pasien mengatakan orang yang paling dekat dengannya adalah keluarga,yaitu istri dan
ketiga anaknya.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat
SMRS : Pasien mengatakan pasien tidak memiliki peran serta dalam kegiatan
kelompok dirumah.
MRS : Pasien berinteraksi dengan pasien yang lain, walaupun hanya sekedar duduk-
duduk dan berbincang-berbincang sebentar.
24
![Page 25: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/25.jpg)
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Tidak ada hambatan dalam berinteraksi dengan orang lain. Beliau mau mengenal dan
berbincang-bincang dengan pasien yang lain. Pasien tidak pernah mendapatkan caci
maki atau hinaan.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
4. Spiritual
a. Nilai dan Keyakinan :
Pasien mengatakan beragama kristen.
b. Kegiatan ibadah :
SMRS : Pasien mengatakan selalu pergi ke gereja setiap minggu.
MRS : Pasien mengatakan jarang untuk berdoa.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
IV. STATUS MENTAL
1. Penampilan :
Ds: Pasien mengatakan sudah mandi.
Do: Penampilan pasien rapi, cara berpakaian seperti biasa ( menggunakan celana panjang
dan kaos ).
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
2. Pembicaraan :
Pembicaraan pasien tidak cepat (biasa), tetapi klien mampu memulai pembicaraan saat
diajak berbincang-bincang. Namun sedikit nglantur jika berbicara.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3. Aktivitas motorik:
Pasien tampak bosan ketika diajak berinteraksi dalam waktu yang lama.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
4. Alam perasaan :
Pasien mengatakan khawatir dengan keadaan istri dan anak-anaknya di rumah. Pasien
rindu ingin bertemu keluarganya.
Masalah keperawatan: Ansietas
25
![Page 26: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/26.jpg)
5. Afek:
Saat diajak berbincang-bincang, pasien mengikuti suasana yang berlangsung. Misalnya
pasien tertawa saat diajak bercanda.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
6. Interaksi selama wawancara :
Selama pasien berbincang-bincang dengan perawat kontak mata pasien baik dan menatap
wajah perawat.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
7. Persepsi – halusinasi :
Menurut anamnese, pasien mengatakan ada halusinasi (mendengar suara orang mengetuk
pintu dan melihat harimau di depan pintu dapur).
Masalah Keperawatan : Gangguan Sensori/Persepsi : Halusinasi visual dan
auditorius.
8. Proses pikir
Setiap diberi pertanyaan, pasien mampu menjawab pertanyaan dengan benar dan sesuai
dengan apa yang ditanyakan, namun sedikit ngelantur.
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan.
9. Isi pikir
Pasien tidak ada obsesi, fobia, Hipokondria, Depersonalisasi, Ide yang terkait, Pikiran
mangis, dan Waham.
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan.
10. Tingkat kesadaran
Pada saat pengkajian, pasien mengetahui tempat saat berbicara duduk-duduk di depan
kamar pasien, pada jam 08.00 WIB setelah makan pagi dan setelah makan siang.
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
11. Memori
Pada saat ditanya kapan masuk rumah sakit (MRS), klien menjawab”kurang lebih 6 hari
yang lalu”.
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan.
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung:
26
![Page 27: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/27.jpg)
Pasien mampu menginggat berapa lama ia berada di rumah sakit mulai 23 tanggal
Desember 2011 sampai saat kelompok melakukan pengkajian tanggal 26 Desember 2011,
pasien mengatakan 6 hari berada di rumah sakit. Bahkan pasien mampu menghitung
berapa jumlah anaknya serta menyebutkan satu persatu namanya.
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan.
13. Kemampuan penilaian
Pasien tidak mengalami kemampuan penilaian baik gangguan ringan maupun gangguan
bermakna. Misalnya saat ditanya ingin mandi atau makan, klien mampu mengambil
keputusan.
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan.
14. Daya tilik diri
Pasien tidak mengingkari penyakitnya, ia tahu kalau ia memiliki penyakit jiwa (akibat
kecelakaan ), oleh karena itu pasien berada di paviliun VI ini.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
V. KEBUTUHAN RENCANA PULANG
1. Kemampuan pasien mengalami kebutuhan :
Kemampuan memenuhi kebutuhan Ya Tidak
Makanan
Keamanan
Perawatan kesehatan
Pakaian
Transportasi
Tempat tinggal
Keuangan
Jelaskan : pasien mampu memenuhi kebutuhannya/ ADL mandiri.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
2. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL) :
a. Perawatan diri
Dalam perawatan diri, pasien dapat secara mandiri, tidak ada bantuan total
maupun minimal.
27
![Page 28: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/28.jpg)
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
b. Nutrisi :
- Apakah anda puas dengan pola makan anda ? pasien mengatakan puas
- Apakah anda makan memisahkan diri ? tidak, bergabung dengan teman-teman yang
lain
- Frekuensi makan sehari : 3 x sehari dan frekuensi kudapan 1 x sehari
- Berat badan : tetap
Berat badan saat ini : 70 kg
Jelaskan : Pola makan pasien teratur, sebanyak 3x sehari ditambah sekali makan
snack. Pasien mengatakan ”nafsu makan selama masuk rumah sakit jiwa biasa atau
cukup”.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
c. Tidur :
- Apakah ada masalah tidur ? Tidak ada
- Apakah merasa segar setelah bangun tidur ? Ya
- Apakah ada kebiasaan tidur siang ? kadang
- Lamanya: ± 1-2 jam.
- Apakah ada yang menolong anda mempermudah untuk tidur? Tidak ada.
- Tidur malam jam : 22.00 WIB bangun jam 06.00 WIB
Rata-rata tidur malam : 8 jam
- Apakah ada gangguan tidur ? iya, kadang merasa gelisah.
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan.
3. Kemampuan pasien dalam hal-hal berikut ini :
- Mengantisipasi kebutuhan sendiri : Ya
- Membuat keputusan berdasarkan kebutuhan sendiri : Ya
- Mengatur penggunaan obat : Tidak
- Melakukan pemeriksaan kesehatan : Tidak
Pasien mampu mengantisipasi kebutuhan sendiri dan mampu membuat keputusan
berdasarkan keinginan tetapi pasien tidak mampu mengatur penggunaan obat dan
melakukan pemeriksaan kesehatan.
28
![Page 29: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/29.jpg)
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan.
4. Pasien memiliki sistem pendukunng :
- Teman sejawat : tidak ada
- Keluarga : tidak ada
- Terapis : tidak ada
Pasien memiliki tidak memiliki sistem pendukung
Masalah keperawatan: Harga Diri Rendah
5. Apakah pasien menikmati saat bekerja, kegiatan produktif atau hobi? Ya
Berolahraga,makan dan tidur.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
VI. MEKANISME KOPING
ADAPTIF MALADAPTIF
Bicara dengan orang lain Minum Alkohol
Mampu menyelesaikan
masalah
Reaksi lambat / berlebihan
Teknik relaksasi dengan
jalan-jalan ditaman
Bekerja berlebihan
Aktivitas konstruktif Menghindar
Olah raga Menciderai diri
Lain-lain Lain-lain
Jelaskan : pasien senang berinteraksi dengan teman-teman yang di pavilium 6.
Masalah keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan
VII. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
- Masalah dengan dukungan kelompok, spesifiknya:
Pasien memiliki tidak memiliki sistem pendukung
- Masalah berhubungan dengan lingkungan,spesifiknya:
29
![Page 30: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/30.jpg)
Setiap ada kegiatan di rumah sakit, pasien ikut serta dalam kegiatan: menyapu
lantai, membersihkan tempat tidur.
- Masalah dengan pendidikan, spesifiknya:
Tidak ada masalah dengan pendidikannya.
- Masalah dengan pekerjaan,spesifiknya:
Pasien mengatakan” tidak ada beban berat di kantor atau di rumah”.
- Masalah dengan perumahan,spesifiknya:
Pasien bertempat tinggal di rumah sendiri.
- Masalah dengan ekonomi, spesifiknya:
Pasien mengatakan tidak memiliki masalah ekonomi.
- Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifiknya
Pasien tidak ada masalah dengan pelayanan kesehatan
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
VIII. PENGETAHUAN KURANG TENTANG
Pasien mengatakan mengerti tentang penyakit jiwanya , namun belum mengetahui
kegunaan obat-obatan yang ia minum, serta penyelesaian masalah yang ia hadapi.
Masalah keperawatan: Kurangnya pengetahuan tentang obat.
IX. ASPEK MEDIS
Diagnosa medik :
Skizofrenia Katatonik
Terapi medic :
Hexymer 2 mg (pagi siang)
CPZ 100 mg (pagi siang)
Haloperidol 5 mg (pagi siang)
X. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensori Halusinasi visual dan auditorius
2. Koping inefektif
3. Isolasi Sosial
4. Harga Diri Rendah
30
![Page 31: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/31.jpg)
5. Kurang Pengetahuan
6. Anxietas
7. Gangguan proses berpikir
8. Gangguan pola tidur
9. Resiko perilaku kekerasan
3.2 POHON MASALAH
Akibat
CP
Penyebab
31
Gangguan Sensori/Persepsi : Halusinasi visual dan auditorius.
Resiko Perilaku Kekerasan
Harga diri rendah
Isolasi Sosial
Koping Inefektif
![Page 32: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/32.jpg)
3.3 ANALISA DATA
NAMA : Tn. F No RM : 00 xx xx RUANG : Pav VI B
DATA DIAGNOSA KEPERAWATAN TTD
DS :.
Pasien mengatakan merasa
gelisah dan ingin marah, saat
malam hari pasien mendengar
suara gedoran pintu kamar
mandi dan pasien melihat
harimau di depan pintu dapur.
DO :
Ekspresi wajah pasien tampak
datar.
Pasien tampak ling-lung
Pasien terkadang bicara nglantur
Resiko tinggi perilaku kekerasan
32
![Page 33: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/33.jpg)
RENCANA KEPERAWATAN
Nama klien : Tn. F Diagnosis Medis : Resiko Tinggi PK
Ruang/kamar : Pav. VI B/6 No. Catatan Medik : 00.xx.xx.xx
TGL DIAGNOSA
KEPERAWATA
N
PERENCANAAN INTERVENSI RASIONAL
TUJUAN KRITERIA HASIL
27-12-
2011
Resiko Tinggi
Perilaku
Kekerasan
a.
SP 1 :
Tujuan Umum :
Klien tidak
mencederai diri
sendiri
Tujuan Khusus :
1. Klien
dapat
membina
hubungan
saling
percaya.
1.1 Klien mau
membalas
salam
1.2 Klien mau
menjabat
tangan
1.3 Klien mau
menyebutkan
1.1.1 Beri salam
/panggil nama
1.1.2 Sebutkan nama
perawat sambil
jabat tangan
1.1.3 Jelaskan maksud
hubungan
Hubungan saling percaya
merupakan dasar untuk
kelancaran hubungan
interaksi selanjutnya.
33
![Page 34: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/34.jpg)
2. Klien
dapat
mengidenti
fikasi
penyebab
perilaku
kekerasan.
nama
1.4 Klien mau
tersenyum
1.5 Klien mau
kontak mata
1.6 Klien mau
mengetahui
nama perawat
2.1 Klien
mengungkapkan
perasaanya .
2.2 Klien dapat
mengungkapkan
penyebab perasaan
jengkel /kesal ( dari
diri sendiri,
interaksi
1.1.4 Jelaskan tentang
kontrak yang
akan dibuat
1.1.5 Beri rasa aman
dan sikap empati
1.1.6 Lakukan kontak
singkat tetapi
sering.
2.1.1 Beri kesempatan
untuk
mengungkapkan
perasaannya.
2.2.1 Bantu klien untuk
megungkapkan
penyebab perasaan
jengkel /kesal.
Informasi dari klien penting
bagi perawat untuk
membantu klien dalam
menyelesaikan masalah
yang konstruktif.
Pengungkapan perasaan
dalam suatu lingkungan
yang tidak mengancam akan
menolong pasien untuk
34
![Page 35: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/35.jpg)
3. Klien dapat
mengidentif
ikasi tanda
dan gejala
perilaku
kekerasan
lingkungan atau
orang lain )
3.1. Klien dapat
perasaan saat
marah/jengkel.
3.2. Klien dapat
menyimpulkan
tanda dan gejala
3.1.1. Anjurkan klien
mengungkapkan
apa yang dialami
dan dirasakannya
saat
jengkel/marah.
3.1.2. Observasi tanda
dan gejala
perilaku
kekerasaan.
3.2.1.Simpulkan bersama
klien tanda dan
samapai kepada akhir
penyelesaian persoalan
Pengungkapan kekesalan
secara konstruktif untuk
mencari penyelesaian
masalah yang konstruktif
pula.
Mengetahui perilaku yang
dilakukan oleh klien
sehingga memudahkan
untuk intervensi.
Untuk mengetahui tanda
dan gejala apa saja yang
35
![Page 36: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/36.jpg)
4. Klien dapat
mengidentifi
kasi perilaku
kekerasan
yang biasa
dilakukan.
jengkel/kesal yang
dialaminya.
4.1 Klien dapat
mengungkapkan
perilaku
kekerasaan yang
biasa dilakukan
4.2 Klien dapat
bermain peran
sesuai perilaku
kekerasaan yang
biasa dilakukan.
gejala
jengkel/kesal yang
dialami klien.
4.1.1. Anjurkan klien
untuk
mengungkapkan
perilaku kekerasaan
yang biasa
dilakukan klien
(verbal, pada orang
lain, pada
lingkungan, dan
pada diri sendiri).
4.2.1. Bantu klien
bermain peran
sesuai dengan
perilaku kekerasaan
yang biasa
dilakukan
dialami klien.
Memudahkan dalam
pemberian tindakan kepada
klien.
Mengetahui bagaimana cara
klien melakukannya.
36
![Page 37: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/37.jpg)
5. Klien dapat
mengidentifi
kasi akibat
perilaku
kekerasan
4.3 Klien dapat
mengetahui cara
yang biasa
dilakukan untuk
menyelesaikan
masalah.
5.1. Klien dapat
menjelaskan akibat
dari cara yang
digunakan klien :
Akibat pada
klien sendiri
Akibat pada
orang lain
Akibat pada
lingkungan
4.3.1. Bicarakan dengan
klien, apakah
dengan cara yang
klien lakukan
masalahnya
selesai.
5.1.1. Bicarakan
akibat/kerugian dari
cara yang dilakukan
klien.
5.1.2. Bersama klien
menyimpulkan
akibat dari cara yang
dilakukan klien.
5.1.3. Tanyakan kepada
klien “apakah ia
ingin mempelajari
cara baru yang
Membantu dalam
memberikan motivasi untuk
menyelesaikan masalahnya.
Mencari metode koping
yang tepat dan konstruktif.
Mengerti cara yang benar
dalam mengalihkan
perasaan marah.
Menambah pengetahuan
klien tentang koping yang
37
![Page 38: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/38.jpg)
6. Klien dapat
mendemonstr
asikan cara
fisik I untuk
mencegah
perilaku
kekerasan.
6.1 klien dapat
menyebutkan
contoh
pencegahan
perilaku
kekerasan secara
fisik I
tarik napas
dalam
6.2 klien dapat
mendemonstra
sikan cara fisik
untuk
sehat”.
6.1.1 Diskusikan
kegiatan fisik I yang
biasa dilakukan
klien.
6.1.2 Beri pujian atas
kegiatan fisik I yang
biasa dilakukan
klien.
6.1.3 Diskusikan cara
fisik I yang paling
mudah dilakukan
untuk mencegah
perilku kekerasan
yaitu tarik napas
dalam.
6.2.1 Diskusikan cara
melakukan tarik
napas dalam
dengan klien.
6.2.2 Beri contoh kepada
konstruktif.
Dengan cara sehat dapat
dengan mudah mengontrol
kemarahan klien.
Dengan cara sehat dapat
dengan mudah mengontrol
kemarahan klien.
Mengidentifikasi klien agar
berlatih tarik napas secara
teratur.
Latihan tarik napas dapat
mencegah perilaku
38
![Page 39: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/39.jpg)
mencegah
perilaku
kekerasan
klien tentang cara
menarik napas
dalam.
6.2.3 Minta klien untuk
mengikuti contoh
yang diberikan
sebanyak lima
kali.
6.2.4 Beri pijian positif
atas kemampuan
klien
mendemonstrasika
n cara menarik
napas dalam.
6.2.5 Tanyakan perasaan
klien setelah
selesai.
6.2.6 Anjurkan klien
untuk
menggunakan
cara yang telah
kekerasan.
Dengan memberikan latihan
tarik napas
39
![Page 40: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/40.jpg)
6.3 klien
mempunyai
jadwal untuk
melatih cara
pencegahan
fisik I yang
telah dipelajari
sebelumnya.
dipelajari saat
marah/ jengkel
6.2.7 Lakukan hal yang
sama dengan
6.2.1 sampai
6.2.6 untuk cara
fisik lain
dipertemuan yang
lain.
6.3.1 Diskusikan dengan
klien mengenai
frekuensi latihan
yang akan
dilakukan sendiri
oleh klien.
6.3.2Susun jadwal
kegiatan untuk
melatih cara yang
telah dipelajari
6.4.1 Klien mengevaluasi
40
![Page 41: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/41.jpg)
6.4 Klien
mengevaluasi
kemampuan-
nyadalam
melakukan
cara fisik I
sesuai jadwal
yang telah
disusun
pelaksanaan latihan
, cara pencegahan
perilaku kekerasan
yang telah
dilakukan dengan
mengisi jadwal
kegiatan harian
( self evaluation )
6.4.2Validasi
kemampuan klien
dalam
melaksanakan
latihan
6.4.3Berikan pujian atas
keberhasilan klien
6.4.4Tanyakan kepada
klien : apakah
kegiatan cara
pencegahan
perilaku kekerasan
dapat mengurangi
41
![Page 42: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/42.jpg)
28-12-
2011
SP 2
7. Klien dapat
mendemon
strasikan
cara fisik
II untuk
mencegah
perilaku
kekerasan.
7.1 Klien dapat
meyebutkan cara
fisik II untuk
mencegah perilaku
kekerasan
pukul kasur dan
bantal
dll : kegiatan
fisik
perasaan marah
7.1.1 Diskusikan
kegiatan fisik II
yang biasa
dilakukan klien.
7.1.2 Beri pujian atas
kegiatan fisik II
yang biasa
dilakukan klien.
7.1.3 Diskusikan cara
fisik yang paling
mudah dilakukan
untuk mencegah
perilku kekerasan
yaitu n pukul kasur
serta bantal.
7.2.1 Diskusikan cara
memukul-mukul
bantal atau kasur
42
![Page 43: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/43.jpg)
7.2 Klien dapat
mendemonstrasika
n cara fisik II
untuk mencegah
perilaku kekerasan
seperti, memukul
bantal dan kasur.
kepada klien.
7.2.2 Beri contoh kepada
klien tentang cara
memukul-mukul
batal atau kasur.
7.2.3 Minta klien untuk
mengikuti contoh
yang diberikan
sebanyak lima
kali.
7.2.4 Beri pijian positif
atas kemampuan
klien
mendemonstrasika
n cara menarik
napas dalam.
7.2.5 Tanyakan perasaan
klien setelah
selesai.
7.2.6 Anjurkan klien
untuk
menggunakan cara
43
![Page 44: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/44.jpg)
7.3 klien mempunyai
jadwal untuk
melatih cara
pencegahan fisik
II yang telah
yang telah
dipelajari saat
marah/ jengkel
7.2.7 Lakukan hal yang
sama dengan 7.2.1
sampai 7.2.6
untuk cara fisik
lain dipertemuan
yang lain.
7.3.1 Diskusikan dengan
klien mengenai
frekuensi latihan
yang akan
dilakukan sendiri
oleh klien.
7.3.2Susun jadwal
kegiatan untuk
melatih cara yang
44
![Page 45: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/45.jpg)
dipelajari
sebelumnya.
7.4Klien
mengevaluasi
kemampuannya
dalam melakukan
cara fisik II sesuai
jadwal yang telah
disusun
telah dipelajari.
7.4.1 klien
mengevaluasi
pelaksanaan
latihan dengan
mengisi jadwal
kegiatan.
7.4.2 Validasi
kemampuan
klien dalam
melaksanakan
latihan.
7.4.3 Memberikan
pujian atas
keberhasilan
klien.
45
![Page 46: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/46.jpg)
46
![Page 47: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/47.jpg)
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
NAMA : Tn. F NIRM : 00.xx.xx.xx
RUANGAN :PAV VI/6
TGL Dx IMPLEMENTASI EVALUASI
27/12/
2011
Halusinasi
Pendengara
n dan
Penglihatan
SP 1 Pasien :
1. Membina hubungan saling
percaya.
2. Mengidentifikasi jenis
halusinasi pasien.
3. Mengidentifikasi isi
halusinasi pasien.
4. Mengidentifikasi waktu
halusinasi pasien
5. Mengidentifikasi frekuensi
halusinasi pasien
S : Px mengatakan bersedia untuk
diwawancarai.
S : Px mengatakan sering
mendengar suara-suara dan
melihat hal yang tidak kasat
mata.
S : Px mengatakan bahwa dia
mendengar suara kamar mandi
diketok-ketok dan melihat sosok
harimau didepan dapur.
S : Px mengatakan suara-suara dan
wujud itu muncul pada malam
hari pada saat dia mau tidur
sekiat pukul 22.00 – 03.00.
S : Px mengatakan selalu
mendengar suara-suara dan
melihat wujud itu tiap malam hari
sebelum tidur.
47
![Page 48: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/48.jpg)
6. Mengidentifikasi situasi
yang menimbulkan
halusinasi.
7. Mengidentifikasi respons
pasien terhadap halusinasi.
8. Mengajarkan pasien
menghardik halusinasi.
9. Menganjurkan pasien
memasukkan cara
menghardik halusinasi
dalam jadwal kegiatan
harian.
S : Px mengatakan suara dan wujud
itu ketika suasana sepi pada saat
malam hari sebelum tidur.
S : Px mengatakan dia selalau
mengeceknya saat dia mendengar
suara-suara pintu diketuk
tersebut, dan klien tidak pernah
merasa takut terhadap sosok
harimau tersebut.
S :Px pasien mengatakan bahwa dia
bersedia untuk mendengarkan
penjelasan mengenai cara
menghardik halusinasinya.
S : Px mengatakan bahwa dia
besidia mencoba cara yang telah
diajarkan tersebut dan klien
bersedia memasukkan cara
tersebut kedalam jadwal kegiatan
hariannya.
O : Px kooperatif dan menyetujui
jadwal yang telah dinuat antara
Px dan perawat.
A : Masalah teratasi Px mampu
mengungkapkan dan menjawab
setiap pertanyaan dari perawat,
pasien juga sudah bisa mengenal
48
![Page 49: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/49.jpg)
halusinasinya dan mau
mempraktekkan cara menghardik
halusinasinya yang sudah
diajarkan oleh perawat.
P : SP 1 tercapai, lanjutkkan SP 2
SP 2 Pasien
1. Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien.
2. Melatih pasien
mengendalikan halusinasi
dengan cara bercakap-
cakap denngan orang lain.
3. Menganjurkan pasien
memasukkan kegiatan
bercakap-cakap dengan
orang lain dalam jadwal
kegiatan harian
S : Px mengatakan sudah
melakukkan cara menghardik
halusinasi yang sudah diajarkan
oleh perawat kemarin,dan Px
mengatakan bahwa kemarin malam
dia sudah tidak mendengar suara-
suara ketokan pintu serta sudah
tidak melihat sosok harimau lagi.
S : Px mengatakan bahwa dia
bersedia mendengarkan penjelasan
mengenai cara mengendalikan
halusinanya.
S : Px mengatakan bahwa dia tidak
mau menpraktekkan cara
pengendalian halusinanya.
O : Px bersedia mengikuti anjuran
perawat untuk bercakap-cakap
dengan px yang lain ataupun
perawat.
A : Sp2 berhasil.
P : Intervensi dihentikan
49
![Page 50: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/50.jpg)
BAB 5
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Dari hasil yang telah diuraikan tentang Asuhan Keperawatan Jiwa dengan
masalah utama Resiko Perilaku Kekerasan pada Tn. F diagnose medis Skizofrenia
Katatonik maka kelompok dapat megambil kesimpulan :
1. Data diperoleh dari pengkajian
2. Dari hasil pengkajian kelompok didapatkan diagnose keperawatan Perilaku
kekerasan.
3. Untuk menyelesaikan masalah tersebut kelompok melaksanakan rencana keperawatan
jiwa, SP I (membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal penyebab
perilaku kekerasan, mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan, mengenal
perilaku kekerasan yang dilakukan dan akibat dari perilaku kekerasan, mengajarkan
cara pengendalian perilaku kekerasan dengan menarik napas dalam), SP 2
(mengevaluasi cara pengendalian perilaku kekerasan dengan menarik napas dan
menganjurkan pasien mengendalikan PK dengan cara memukul bantal / kasur).
4. Dalam melaksanakan tindakan keperawatan kelompok hanya dapat menyelesaikan
sampai SP II.
5. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, kelompok sudah melakukan perkenalan
dan menjelaskan maksud kelompok untuk melakukan asuhan keperawatan pada klien
sehingga klien percaya dan mengikuti dengan kooperatif.
5.2 Saran
1. Bagi Rumah Sakit
Bagi perawat unit jiwa, perlu terapi yang lebih spesifik khususnya pada
pasien dengan waham curiga dengan untuk mengatasi waham tersebut.
50
![Page 51: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/51.jpg)
2. Bagi Pasien
Dapat secara mandiri menerapkan proses keperawatan yang sudah diajarkan
oleh perawat.
3.Bagi Institusi Pendidikan
Pendidikan terhadap pengetahuan perawatan secara formal dan informal
khususnya pengetahuan yang berhubungan dengan keperawatan jiwa, dengan harapan
institusi pendidikan mampu mengajarkan cara memberikan pelayanan asuhan
keperawatan jiwa sesuai standart asuhan keperawatan dan kode etik.
4.Bagi IPTEK
Tingkatkan pemahaman perawatan terhadap konsep manusia secara komprehensif
dengan harapan perawat mempunyai respon yang tinggi terhadap keluhan klien
sehingga intervensi yang diberikan dapat membantu menyelesaikan masalah.
51
![Page 52: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/52.jpg)
DAFTARA PUSTAKA
Hawari Dadang, 2001, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia, FKUI; Jakarta.
Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Aditama
Keliat Budi Anna, dkk, 1998, Pusat Keperawatan Kesehatan Jiwa, penerbit buku kedokteran
EGC : Jakarta.
Keliat Budi Anna. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC
Keliat Budi Anna.2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC
Stuart, GW dan Sundeen, S.J, 2007, Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 3, Penerbit : Buku
Kedokteran EGC ; Jakarta.
Townsend C. Mary , 1998, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran,
EGC ; Jakarta.
Maramis WF, 1998, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, penerbit : Buku Kedokteran EGC ; Jakarta.
52
![Page 53: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/53.jpg)
LAMPIRAN
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
Nama : Tn. F Pertemuan : 1
Umur : 38 Tahun Tanggal : 27 Des
2011
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
DS : Klien mengatakan bahwa kadang-kadang klien merasa resah dan ingin marah,
namun klien mengatakan bahwa klien merasa lebih nyaman dan lebih senang
berada disini. Selain itu, tiap malam klien mendengar suara gedoran pintu
kamarv mandi dan melihat harimau didepan ruang dapur.
DO : ekspresi muka datar,kondisi klien tampak ling-lung, ngomong kadang ngelantur.
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko tinggi perilaku kekerasan
3. Tujuan Khusus SP I
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan kriteria :
a. Ekspresi wajah besahabat.
b. Menunjukkan rasa senang
c. Bersedia berjabat tangan
d. Bersedia menyebutkkan nama
e. Ada kontak mata dengan klien
f. Klien bersedia menggungkapkkan perasaannya secara bertahap
2. Klien mampu mempraktekkan latihan cara mengendalikan marah
4. Tindakan Keperawatan SP I
1. Bina hubungan saling percaya dengan prinsip salam komunikasi terapeutika.
53
![Page 54: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/54.jpg)
a. Sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun nonverbal.
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
2. Mengajarkan cara mengendalikan emosi klien saat klien marah.
B. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksaan Tindakan Keperawatan
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
Selamat pagi pak…
Nama saya Nuridhayati, saya biasa dipanggil Rida, dan yang ini teman saya
namanya Radius, Nonik, dan yuneka. Kami Mahasiswa STIKES Hang Tuah
Surabaya. Disini saya akan praktik selama 5 hari, mulai dari hari ini sampai hari
jum’at..apabila bapak membutuhkan bantuan bapak boleh minta bantuan kesaya
atau teman-teman saya yang lain..kalo boleh tau nama bapak siapa ya?
b. Evaluasi / validasi
Ngomong-ngomong awalnya bagaimana bapak kok bisa datang kesini ? diantar
siapa pak’..?
c. Kontrak
Topik : Bagaimana kalau sekarang kita ngobrol-ngobrol tentang keadaan
atau perasaan bapak akhir-akhir ini ?
Waktu : Oh ya pak..sebelum kita ngobrol-ngobrol, kira-kira bapak minta
waktu berapa menit? Bagaimana kalau 20 menit dulu, setelah itu bisa
dilanjutkan lagi lain waktu.
Tempat : Bapak mau ngobrol-ngobrol dimana ?
2. Kerja (Langkah-langkah Tindakan keperawatan)
54
![Page 55: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/55.jpg)
a. Tadi kan sudah menyebutkkan nama, sekarang bapak bisa menyebutkan berapa
usia bapak trus tinggal dimana ?
b. Oh… terus bapak tinggal bersama siapa saja pak’?
c. Berarti bapak tinggal bersama istri dan 3 orang anak bapak ya…terus perasaan
bapak sekarang bagaimana ?
d. Bapak kalu dirumah sering marah-marah tidak pak’?
e. Kalo boleh tau Biasanya bapak kalu marak-marak ke ibu maslahnya karena apa ya
pak’?
f. Terus perasaan bapak selama berada disini bagaimana ?
g. Jika bapak merasa kesal dan marah… bapak bisa menarik nafas panjang dan
dalam..bapak ambil nafas panjang melalui hidung dan bapak keluarkan melalui
mulut secara perlahan, tindakan ini akan membantu bapak merasa tenang.
3. Terminasi
a. Evalusi respon klien terhadap tindakan keperawatan
- Evaluasi kx subyektif
Sekarang bagaimana perasaan bapak setelah bapak ngobrol-ngobrol dengan
kita?
- Evaluasi perawat
Coba sekarang bapak sebutkan lagi siapa nama saya dan nama teman-teman
saya ini..
b. Tindakan lanjut klien ( apa yang perlu dilatih sesuai dengan hasil tindakan yang
sudah dilakukan )
Baiklah bapak…waktu cukup sampai disini ya pak..besok dilanjutkan kembali…
sekarang bapak silakkan melakukkan aktivitas yang lain.
c. kontrak yang akan datang
Topik : Besok kita ngobrol-ngobrol lagi ya pak tentang bagaimana bapak bisa
menenangkan diri saat bapak marah atau merasa kesal dengan vara
yang lainnya.
Waktu : Besok kita ngobrol-ngobrol lagi ya pak..bapak bisanya jam berapa ya
pak ?
55
![Page 56: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/56.jpg)
Tempat : Besok bapak maunya kita ngobrol dimana ?
56
![Page 57: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/57.jpg)
Strategi Pelaksaan Tindakan Keperawatan
Nama : Tn. F Pertemuan : 2
Umur : 38 Tahun Tanggal : 28 Des
2011
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
DS : Klien mengatakan bahwa klien kadang masih merasa gelisah dan ingin marah,
namun klien mengatakan bahwa dia lebih tanag dan senang berada disini. Tadi
malam klien sudah tidak mendengar suara gedoran pintu kamar mandi dan tidak
melihat harimau lagi didepan dapur.
DO : Wajah klien masih datar, klien tampak ling-lung dan ngomong ngelantur.
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko tinggi perilaku kekerasan
3. Tujuan Khusus SP II
Melatih klien mengontrol emosinya saat klien marah dengan cara memukul-mukul
bantal atau kasur.
4. Tindakan keperawatan SP II
1. Mengevaluasi jadwalo kegiatan klien
2. Melatih klien mengendalikan emopsinya saat klien marah dengan cara memukul-
mukul bantal atau kasur.
3. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan klien .
B. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan
1. Orientasi
57
![Page 58: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/58.jpg)
a. Salam terapeutik
Selamat pagi pak… bagaimana perasaannya hari ini? Apa bapak masih merasa
gelisah ? dan suara gedoran pintu masih terdengar pak’? terus bapak masih
melihat harimau didepan pintu dapur? Apa cara yang saya anjurkan kemarin
sudah dilaukan bapak?
b. Kerja
Pak’…kemarin kan bapak sudah saya ajarkan cara untuk mengontrol emosi yang
pertama,,,hari ini saya akan mengajarkan cara yang kedua..caranya adalah dengan
cara memukul-mukul bantal atau kasur saat bapak merasa ingin marah.dengan
cara ini bapak bisa menyalurkan rasa emosi bapak ke tindakan ini..ayo sekarang
bapak coba sebentar..
c. Terminasi
Bagaimana perasaan bapak setelah bapak mencoba latihan ini..jadi sudah berapa
cara pak yang sudah saya ajakan ke bapak’? Bagus… cobalah kedua cara ini
kalau bapak merasa ingin marah atau merasa gelisah..bagaimana kalu kita
memasukkan latihan ini dalam jadwal kegiatan bapak? Hari ini cukup sampai
disini dulu ya pak..terimaksih buat waktu bapak..sekarang bapak silahkan
melakukan aktivitas lain atau bapak mau istirahat silakan..saya tinggal dulu ya
pak.
58
![Page 59: 82966324-Bab-1](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/557213fa497959fc0b9375e8/html5/thumbnails/59.jpg)
59