82966324-bab-1

85
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa adalah penyakit non fisik, dimana kedudukannya setara dengan penyakit fisik lainnya. Meskipun gangguan jiwa tersebut tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung, namun beratnya gangguan tersebut dalam arti ketidak mampuan serta invalisasi baik secara individu maupun kelompok akan menghambat pembangunan, karena tidak produktif dan tidak efisian (Kusumanto Setjionegoro, 1981) Menurut paham kesehatan jiwa seseorang dikatakan sakit apabila ia tidak lagi mampu berfungsi secara wajar dalam kehidupannya sehari-hari, dirumah, disekolah / kampus, ditempat kerja dan lingkungan sosialnya. Seseorang yang mengalami gangguan jiwa akan mengalami ketidak mampuan berfungsi secara optimal dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu faktor yang menyebabkan seseorang mengalami gangguan jiwa adalah adanya stressor psikososial. Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang (anak, remaja, dewasa). Sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi (penyesuaian diri) untuk menanggulangi stressor yang timbul. Namun, tidak semua orang mampu mengadakan 1

Upload: lalabahagia

Post on 12-Aug-2015

16 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

bab

TRANSCRIPT

Page 1: 82966324-Bab-1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan jiwa adalah penyakit non fisik, dimana kedudukannya setara dengan

penyakit fisik lainnya. Meskipun gangguan jiwa tersebut tidak dianggap sebagai

gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung, namun beratnya gangguan

tersebut dalam arti ketidak mampuan serta invalisasi baik secara individu maupun

kelompok akan menghambat pembangunan, karena tidak produktif dan tidak efisian

(Kusumanto Setjionegoro, 1981)

Menurut paham kesehatan jiwa seseorang dikatakan sakit apabila ia tidak lagi

mampu berfungsi secara wajar dalam kehidupannya sehari-hari, dirumah, disekolah /

kampus, ditempat kerja dan lingkungan sosialnya. Seseorang yang mengalami gangguan

jiwa akan mengalami ketidak mampuan berfungsi secara optimal dalam kehidupan

sehari-hari. Salah satu faktor yang menyebabkan seseorang mengalami gangguan jiwa

adalah adanya stressor psikososial. Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau

peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang (anak, remaja,

dewasa). Sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi (penyesuaian diri) untuk

menanggulangi stressor yang timbul. Namun, tidak semua orang mampu mengadakan

adaptasi dan mampu menanggulanginya sehingga timbullah keluhan-keluahan dibidang

kejiwaan berupa gangguan jiwa dari ringan hingga yang berat.

Kehidupan individu sejak lahir tidak lepas dari interaksi dengan lingkungan fisik dan

sosial. Dalam interaksi ini, individu menerima rangsangan atau stimulus dari luar dirinya.

Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali dengan proses

pengindraan, yaitu proses dimana diterimanya stimulus oleh alat indra, kemudian

individu ada perhatian, lalu diteruskan ke otak, dan baru kemudian individu menyadari

tentang sesuatu yang dinamakan persepsi. Dengan persepsi individu menyadari dapat

1

Page 2: 82966324-Bab-1

mengerti tentang keadaan lingkungan yang ada disekitarnya, maupun tentang hal yang

ada di dalam diri individu yang bersangkutan. (Sunaryo, 2004).

Beberapa pasien mengalami halusinasi (persepsi sensori yang salah, atau pengalaman

persepsi yang sebenarnya tidak ada). Halusinasi dapat melibatkan kelima indra dan

sensasi pada tubuh. Halusinasi pendengaran (mendengar suara- suara) adalah halusinasi

yang paling banyak ditemukan dan halusinasi penglihatan (melihat sesuatu yang

sebenarnya tidak ada) merupakan jenis kedua yang paling sering ditemukan. Pasien pada

awalnya mempersepsikan halusinasi sebagai pengalaman yang nyata, tetapi pada tahap

sakit yang selanjutnya, mereka mengenalinya sebagai suatu halusinasi. (Videbeck L.

Sheila, 2008)

Salah satu bentuk gangguan jiwa yang terdapat diseluruh dunia adalah gangguan jiwa

skizofrenia. Skizofrenia berasal dari dua kata “ Skizo “ yang artinya retak atau pecah

( split ), dan “ frenia “ yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang yang menderita

gangguan jiwa Skizofrenia adalah orang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan

kepribadian ( splitting of personality ).

Di Indonesia angka penderita skizofrenia 25 penduduk dan proyeksi 25 tahun

mendatang mencapai 3 / 1000 penduduk ( Hawari, 1993 ). Angka pevalensi adalah

jumlah kasus ( penderita ) secara keseluruhan dalam kurun waktu tertentu. Dan didaerah

tertentu, dibagi dengan jumlah penduduk yang diperiksa. Sedangkan angka insidensi

adalah jumlah kasus (penderita baru ) dalam kurun waktu tertentu dan didaerah tertentu.

Diindonesia angka yang tercatat di Depertemen Kesehatan berdasarkan survai di Rumah

Sakit (1983 ) adalah antara 0,05 % sampai 0,15 %.

Penelitian mengenai mekanisme terjadinya skizofrenia. Maju dengan pesat,

demikian pula kemajuan dibidang obat-obatan anti skizofrenia (psikofarmaka). Telah

menjadikan penderita skizofrenia dapat dipuihkan sehingga dapat berfungsi kembali

secara optimal.

1.2 Rumusan Masalah

2

Page 3: 82966324-Bab-1

Bagaimana asuhan keperawatan jiwa halusinasi pendengaran dan penglihatan pada

Tn.F dengan diagnosa medis skizofrenia katatonik di paviliun IV Rumkital Dr. Ramelan

Surabaya.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengidentifikasi asuhan keperawatan jiwa halusinasi pendengaran dan

penglihatan pada Tn.F dengan diagnosa medis skizofrenia katatonik di paviliun IV

Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Melakukan pengkajian pada Tn.F dengan masalah keperawatan halusinasi

pendengaran dan penglihatan pada Tn.F dengan diagnosa medis skizofrenia

katatonik di paviliun IV Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.

2. Merumuskan diagnose keperawatan pada Tn.F F dengan masalah keperawatan

halusinasi pendengaran dan penglihatan pada Tn.F dengan diagnosa medis

skizofrenia katatonik di pavilun IV Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.

3. Melaksanakan tindakan keperawatan pada Tn.F F dengan masalah keperawatan

halusinasi pendengaran dan penglihatan pada Tn.F dengan diagnosa medis

skizofrenia katatonik di paviliun IV Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.

4. Mengevaluasi tindakan keperawatan pada Tn.F F dengan masalah keperawatan

halusinasi pendengaran dan penglihatan pada Tn.F dengan diagnosa medis

skizofrenia katatonik di paviliun IV Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.

1.4 Manfaat

1.4.1 Teoritis

Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan khususnya dalam asuhan

keperawatan jiwa halusinasi pendengaran dan penglihatan pada Tn.F dengan diagnosa

medis skizofrenia katatonik di paviliun IV Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.

1.4.2 Praktis

3

Page 4: 82966324-Bab-1

Dapat menjadi masukan bagi pelayanan di rumah sakit agar dapat melakukan

asuhan keperawatan jiwa halusinasi pendengaran dan penglihatan pada Tn.F dengan

diagnosa medis skizofrenia katatonik di paviliun IV Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.

1.4.3 Bagi Pelayanan Kesehatan

Dapat menjadi masukan bagi pelayan di rumah sakit agar dapat melakukan

asuhan keperawatan jiwa halusinaasi pendengaran dan penglihatan pada Tn.F dengan

diagnosa medis skizofrenia katatonik di paviliun IV Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.

1.3.4 Bagi pasien

Dapat menjadi pengetahuan bagi pasien mengenai penyakitnya.

4

Page 5: 82966324-Bab-1

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Halusinasi

2.1.1 Pengertian

Menurut Varcarolis, halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya persepsi

sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus. Tipe halusinasi yang paling sering adalah

halusinasi pendengaran (auditory-hearing voices or sounds), pengelihatan (visual-seeing person

or things), penciuman (olfactory-smelling odors), pengecapan (gustatory-eksperiencing tastes).

Paien merasakan stimulus yang sebetulnysa tidak ada. Pasien merasa ada suara padahal

tidak ada stimulus suara. Melihat bayangan orang atau sesuatu yang menakutkan padahal tidak

ada bayangan tersebut. Membaui bau-bauan tertentu padahal orang lain tidak merasakan sensasi

serupa. Merasakan mengecap sesuatu padahaltidak sedang makan apapun. Merasakan sensasi

rabaan padahal tidak ada apapun dalam permukaan kulit.

Diperkirakan lebih dari 90% pasien dengan skizofrenia mengalami halusinasi. Meskipun

bentuk halusinasinya bervariasi tetapi sebagian besar pasien skizofrenia di RSJ mengalami

halusinasi dengar. Suara dapat berasal dari dalam diri individu atau dalam luar dirinya. Suara

dapat dikenal (familiar), misalnya suara nenek yang meninggal. Suara dapat tunggal ataupun

multiple. Isi suara dapat memerintahkan sesuatu pada pasien atau seringny tentang perilaku

pasien sendiri. Pasien sendiri merasa yakin bahwa suara itu berasal dari tuhan, setan, sahabat

atau musuh. Kadang-kadang suara yang muncul semacam bunyi bukan suara yang mengandung

arti.

Halusinasi adalah ketidakmampuan klien dalam mengidentifikasi dan

menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai yang diterima oleh panca indra yang ada

(Fortinash, 1995). Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang

tidak realita atau tidak ada (Sheila L Videbeck, 2000).

5

Page 6: 82966324-Bab-1

Halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu mengalami suatu perubahan dalam

jumlah atau pola rangsang yang mendekat (baik yang dimulai secara eksternal maupun internal)

disertai dengan respon yang berkurang dibesar-besarkan, distorsi atau kerusakan rangsang

tertentu (Towsend, 1998). Dari keempat pengertian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa

halusinasi adalah persepsi yang timbul tanpa stimulus eksternal serta tanpa melibatkan sumber

dari luar yang meliputi semua system panca indra.

2.1.2 Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala pasien halusinasi :

a. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.

b. Mengatakan mendengar suara.

c. Merusak diri sendiri / orang lain / lingkungan.

d. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal yang tidak nyata.

e. Tidak dapat mremusatkan konsentrasi / perhatian.

f. Pembicaraan kacau kadang tidak masuk akal.

g. Sikap curiga dan bermusuhan.

h. Menarik diri, menghindar dari orang lain.

i. Sulit membuat keputusan.

j. Ketakutan.

k. Mudah tersinggung, jengkel, mudah marah.

l. Menyalahkan diri sendiri / orang lain.

m. Tidak mampu melaksanakan asuhan mandiri : mandi, berpakaian.

n. Muka merah kadang pucat.

o. Ekspresi wajah tegang

p. Tekanan sdarah meningkat.

q. Nadi cepat.

r. Banyak keringat.

( Tim Direktorat Kesehatan Jiwa Bandung, 2002 : 26 )

2.1.3 Penyebab

6

Page 7: 82966324-Bab-1

A. Predisposisi

Faktor perkembangan

Tugas perkembangan pasien yang terganggu misalnya rendahnya control dan

kehangatan keluarga menyebabkan pasien tidak mampu mandiri sejak kecil,

mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentang terhadap stress.

Factor sosiokultural

Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungan sejak bayi (unwanted child)

akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungan.

Factor biokimia

Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang

berlebihan dialami seseorang maka di alam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang

dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan dimetytransferase

(DMP).akibat stress yang berkepanjangan menyebabkan teraktifasinya

neurotransmitter otak. Misalnya, terjadi ketidakseimbangan asetil kolin dan

dopamine.

Factor psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada

penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan pasien

dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Pasien lebih

memilih kesenangan sesaat dan lari dalam nyata menuju alam hayal.

Factor genetic dan pola asuh

Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua skizofrenia

cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa factor

keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

B. Faktor Presipitasi

Perilaku

Respon pasien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman,

gelisah, dan binggung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil

keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut

7

Page 8: 82966324-Bab-1

Rawliens dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan

atas hakikat keberadaan seorang individu sebagai makluk yang di bangun atas dasar

unsure-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari 5 dimensi :

Dimensi fisik

Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang

luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alcohol

dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.

Dimensi emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi

merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa

perintah memaksa dan menakutkan. Pasien tidak sanggup lagi menentang perintah

tersebut hingga dalam kondisi tersebut pasien berbuat sesuatu terhadap ketakutan

tersebut.

Dimensi intelektual

Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi

akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya gangguan

halusinasi usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun

merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil

seluruh perhatian pasien dan tak jarang mengontrol semua perilaku pasien.

Dimensi sosial

Pasien mengalami gangguan interaksi sosian dalam fase awal dan comforting,

pasien mengganggap bahwa hidup bersosialisasi dialam nyata sangat

membahayakan. Pasien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan

tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga

diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan system

control oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman,

dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek

penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan pasien dengan

mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman

interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan pasien tidak menyendiri

8

Page 9: 82966324-Bab-1

sehingga pasien selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak

berlangsung.

Dimensi spiritrual

Secara spiritual pasien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak

bermakna hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk

menyucikan diri. Irama sikardiannya terganggu, karena ia sering tidur terlalu

malam dan bangun sangat siang. Saat terbangun merasa hampa dan tidak jelas

tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput

rezeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabka takdirnya

memburuk.

2.1.4 Jenis-jenis halusinasi

Dibawah ini beberapa tipe dari halusinasi (Cancro & Lehman, 2000):

1. Halusinasi Pendengaran

Mendengar suara-suara, sering mendengar suara-suara orang berbicara

atau membicarakannya, suara-suara tersebut biasanya familiar. Halusinasi ini

paling sering dialami klien dibandingkan dengan halusinasi yang lain.

2. Halusinasi Penglihatan

Melihat bayangan yang sebenarnya tidak ada, seperti cahaya atau

seseorang yang telah mati.

3. Halusinasi Penciuman

Mencium bau-bau padahal di tempat tersebut tidak ada bau. Tipe ini sering

ditemukan pada klien dengan dimensia seizure atau mengalami gangguan

cerebrovaskuler.

4. Halusinasi Sentuhan

Perasaan nyeri, nikmat atau tidak nyaman padahal stimulus itu tidak ada.

5. Halusinasi Pengecapan

Termasuk rasa yang tidak hilang pada mulut, perasaan adanya rasa makanan

dan berbagai zat lainnya yang dirasakan oleh indra pengecapan klien.

9

Page 10: 82966324-Bab-1

2.1.5 Proses terjadinya halusinasi

Proses terjadinya halusinasi (Stuart & Laraia, 1998) dibagi menjadi empat fase

yang terdiri dari:

1. Fase Pertama

Pasien mengalami kecemasan, stress, perasaan terpisah dan kesepian, pasien

mungkin melamun, memfokuskan pikirannnya kedalam hal-hal menyenangkan

untuk menghilangkan stress dan kecemasannya. Tapi hal ini bersifat sementara, jika

kecemasan datang pasien dapat mengontrol kesadaran dan mengenal pikirannya

namun intesitas persepsi meningkat.

2. Fase Kedua

Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal,

individu berada pada tingkat listening pada halusinasinya. Pikiran internal menjadi

menonjol, gambarn suara dan sensori dan halusinasinya dapat berupa bisikan yang

jelas. Pasien membuat jarak antara dirinya dan halusinasinya dengan

memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain atau tempat lain.

3. Fase Ketiga

Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol. Pasien menjadi lebih

terbiasa dan tidak berdaya dengan halusinasinya. Kadang halusinasinya tersebut

memberi kesenangan dan rasa aman sementara.

4. Fase Keempat

Pasien merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan diri dari kontrol

halusinasinya. Halusinasi sebelumnya menyenangkan berubah menjadi

mengancam, memerintah, memarahi. Pasien tidak dapat berhubungan dengan

orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya. Pasien hidup dalam dunia

yang menakutkan yang berlangsung secara singkat atau bahkan selamanya.

2.2 Konsep Skizofrenia

2.2.1 Pengerian Skizofrenia

Skizofrenia termasuk dalam salah satu gangguan mental yang disebut

psikosis. Pasien psikotik tidak dapat mengenali atau tidak memiliki kontak dengan

10

Page 11: 82966324-Bab-1

realita. Skizofrenia berasal dari dua kata yaitu “ Skizo “ yang artinya retak atau pecah,

dan “ frenia “ yang artinya jiwa. Dengan demikian Skizofrenia adalah seseorang yang

mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian ( Hawari, 2003). Skizofrenia

memiliki berbagai tanda dan gejala. Berikut ini merupakan gejala-gejala Skizofrenia

yang terbagi dalam 2 kelompok yaitu Gejala Positif dan Gejala Negatif.

Gejala Positif, berarti bertambahnya kemunculan suatu tingkah laku dalam kadar

yang berlebihan dan menunjukkan penyimpangan dari fungsi psikologis yang normal.

Pada gejala positif yang muncul amat mengganggu lingkungan (keluarga) dan

merupakan salah satu motifasi keluarga untuk membawa penderita berobat. Yang

termasuk dalam gejala-gejala positif tersebut adalah :

a. Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional ( tidak masuk

akal), meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinannya itu tidak

rasional, namun penderita tetap meyakini kebenarannya.

b. Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan (stimulus),

misalnya penderita mendengar suara-suara / bisikan ditelinganya padahal tidak ada

sumber dari suara / bisikan tersebut.

c. Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya. Misalnya

bicaranya kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.

d. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat

dan gembira berlebihan.

e. Merasa dirinya “Orang Besar”, merasa serba mampu, serba hebat.

f. Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman terhadap

dirinya.

g. Menyimpan rasa permusuhan. ( Hawari, 2001)

2. Gejala negatif adalah berarti penurunan kemunculan suatu tingkah laku yang juga

berarti penyimpangan dari fungsi psikologis yang normal. Pada gejala ini sering kali

tidak disadari atau kurang diperhatikan oleh pihak keluarga, karena dianggap tidak

mengganggu. Yang termasuk pada gejala-gejala negatif adalah:

a. Alam perasaan (affect) “tumpul” dan “mendatar”. Gambaran alam perasaan ini

dapat terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi.

11

Page 12: 82966324-Bab-1

b. Menarik diri atau mengasingkan diri (withdrawn) tidak mau bergaul atau kontak

dengan orang lain, suka melamun (day dreaming).

c. Kontak emosional amat “miskin”, sukar diajak bicara, pendiam.

d. Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.

e. Sulit dalam berfikir abstrak.

f. Pola pikir stereotip.

g. Tidak ada/kehilangan dorongan kehendak dan tidak ada inisiatif, tidak ada upaya

dan usaha, tidak ada spontanitas, monoton, serta tidak ingin apa-apa dan serba

malas (kehilangan nafsu). ( Hawari, 2001).

2.2.2 Faktor-faktor penyebab terjadinya Skizofrenia.

Faktor-faktor tersebut antara lain :

1. Faktor Genetik ( keturunan )

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa gen yang diwarisi seseorang, sangat kuat

mempengaruhi resiko seseorang mengalami skizofrenia

2. Ketidakseimbangan Kimia Otak.

Pada penderita skizofrenia produksi neurotransmiter dopamin berlebihan,

sedangkan kadar dopamin pada bagian lain dari otak terlalu sedikit

3. Abnormalis Struktur Otak

Pada pasien skizofrenia yang kronis cenderung memiliki ventrikel otak yang lebih

besar serta volume jaringan otak lebih sedikit dari orang normal.

2.2.3 Penyebab

1. Pendekatan biologis

a. Faktor keturunan

Pada penelitian menunjukan bahwa keturunan juga menentukan timbulnya

skizofrenia. Dari penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa resiko timbulnya

psikosis, termasuk schizophrenia, sekitar empat kali lebih besar pada hubungan

keluarga tingkat pertama (saudara kandung, orang tua, anak kandung) dibandingkan

dengan masyarakat pada umumnya (Rathus, et al., 1991). Angka kesakitan bagi

12

Page 13: 82966324-Bab-1

saudara kandung 7 – 15 % anak dengan salah satu orang tua menderita 40 – 68 %

kembar heterozigot 2-15%, kembar monozigot 61-86%.

b. Faktor biokimia

Kraeplin (Sue, et al., 1986) telah mengidentifikasikan skizofrenia sebagai akibat

dari adanya ketidakseimbangan kimiawi karena tidak normalnya kelenjar kelamin.

Sementara Carl Jung (Davison, et al., 1994) menyebutkan adanya unsur kimia yang

tidak diketahui, yang disebutnya "toxin x". Adanya indikasi pengaruh factor genetis

setidaknya menunjukkan adanya pengaruh faktor biokimia karena faktor genetik

terjadi melalui proses biologis dan kimiawi tubuh. Para peneliti lain menemukan

adanya substansi kimia yang tidak normal yang disebut taraxein dalam serum darah

(Sue, et.al., 1986). Riset terakhir difokuskan pada dopamine, suatu neurotransmitter

yang aktif di wilayah otak yang terlihat dalam regulasi emosi atau sistem limbik

(Atkinson, et al.,1992). Hipotesis dopamine menyatakan bahwa skizofrenia

disebabkan oleh terlalu banyaknya penerimaan dopamine dalam otak. Kelebihan ini

mungkin karena produksi neurotransmitter atau gangguan regulasi mekanisme

pengambilan kembali yang dengannya dopamine kembali dan disimpan oleh vestikel

neuron parasimpatik.

c. Otak

Sekitar 20-35% penderita skizofrenia mengalami beberapa bentuk kerusakan otak

(Sue, et al., 1986). Penelitian dengan CAT (Computer Axial Tomography) dan MRI

(Magnetic Resonance Imagins) memperlihatkan bahwa sebagian penderita

schizophrenia memiliki ventrikel serebral (yaitu ruangan yang berisi cairan

serebrospinal) yang jauh lebih besar dibanding dengan orang normal. Itu berarti jika

ventriker lebih besar dari normal, jaringan otak pasti lebih kecil dari normal.

Pembesaran ventrikel berarti terdapat proses memburuknya atau berhentinya

pertumbuhan jaringan otak. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa lobus

frontalis, lobus temporalis, dan hipokampus yang lebih kecil pada penderita

skizofrenia (Atkinson, et al., 1992).

13

Page 14: 82966324-Bab-1

2. Pendekatan psikoanalisa

Menurut Freud kepribadian terdiri atas 3 sistem atau aspek, yaitu : id, ego dan

super ego (Suryabrata, 1988). Pada skizofrenia, pola kepribadian immature yang

berkaitan dengan impuls seksual dan agresi merupakan predisposisi untuk

menimbulkan gangguan tersebut. Berkembangnya gangguan skhizofrenia lebih lanjut

biasanya diawali oleh apa yang disebut sebagai precipitating event atau peristiwa

pencetus. Dalam menghadapi peristiwa pencetus tersebut, melalui pola kepribadian

yang immature, individu mengembangkan defence mekanisme yang berlebihan,

dimana individu akan mengembangkan pola penyelesaian masalah yang tidak

berhubungan dengan realita yang ada, yang sampai akhirnya antar aspek-aspek

kepribadian terjadi disintegrasi atau terpecah. Kondisi tersebut, menyebabkan

putusnya hubungan antara individu dengan dunia nyata. Dalam hal ini terjadi beberapa

defence mechanism yang saling berbenturan secara bersamaan. Misalnya, pada

mulanya individu menggunakan mekanisme pertahanan rasionalisasi. Kemudian,

rasionalisasi tersebut direpressnya. Kemudian, individu mengungkapkan hal yang

berlawanan dengan perasaan yang direpressnya melalui reaksi formasi. Oleh karena

itu, simptom delusi dan halusinasi yang dikembangkan oleh skhizofrenia merupakan

defence terhadap defence yang lain (defence againts a defence).

3. Pendekatan teori belajar

Para ahli teori belajar, seperti Ullmann dan Krasner (dalam Davison et al.,

1994), menerangkan tingkah laku skizopfrenia sebagai hasil proses belajar lewat

pengkondisian dan pengamatan. Seseorang belajar untuk "menampakkan" tingkah laku

skizofrenia bila tingkah laku demikian lebih memungkinkan untuk diperkuat daripada

tingkah laku yang normal. Teori ini menekankan nilai penguatan stimulasi sosial.

Skizofrenia mungkin muncul oleh karena lingkungan tidak memberi penguatan akibat

pola keluarga yang terganggu atau pengaruh lingkungan lainnya sehingga seseorang

tidak pernah belajar merespon stimulus sosial secara normal. Bersamaan dengan itu,

mereka akan semakin menyesuaikan diri dengan stimulus pribadi atau idiosinkratis.

Selanjutnya, orang-orang akan melihat bahwa mereka sebagai orang aneh sehingga

mengalami penolakan sosial dan pengasingan yang akan semakin memperkuat tingkah

14

Page 15: 82966324-Bab-1

laku yang aneh. Perilaku aneh ini akan semakin bertahan karena tidak ada penguatan

dari orang lain berupa perhatian dan simpati.

2.2.4 Fase-fase Skizofrenia

Dalam mendiagnosa seseorang adalah penderita skizofrenia, DSM IV (Davison, et

al., 1994) menyatakan bahwa orang tersebut sekurang-kurangnya selama 6 bulan telah

menunjukkan gejala-gejala gangguan. Dalam 6 bulan tersebut, terdapat fase aktif selama

sekurang kurangnya 1 bulan, fase prodromal periode sisa sebelum fase aktif, dan fase

residual periode sisa setelah fase aktif.

Pada fase prodromal, individu menunjukkan gangguan-gangguan fungsi sosial dan

interpersonal yang progresif. Perubahan yang terjadi dapat berupa penarikan sosial,

ketidakmampuan bekerja secara produktif, eksentrik, pakaian yang tidak rapi, emosi yang

tidak sesuai perkembangan pikiran dan bicara yang aneh, kepercayaan yang tidak biasa,

pengalaman persepsi yang aneh, dan hilangnya inisiatif dan energi.

Pada fase aktif, dimana paling sedikit selama 1 bulan, individu mengalami simptom

psikotik, yaitu halusinasi, delusi, pembicaraan dan tingkah lakunya yang tidak teratur,

dan terdapat tanda-tanda penarikan diri. Pada fase residual, terdapat simptom seperti fase

sebelumnya, tetapi tidak parah dan tidak mengganggu (Martaniah, 1999).

2.2.5 Tanda dan Gejala

Menurut Hawari (2004), gejala – gejala positif yang yang diperlihatkan pada

penderita skizofrenia adalah sebagai berikut:

a. Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal).

Meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinannya itu tidak rational,

namun penderita tetap meyakinikeberanannya.

b. Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan (stimulus).

Misalnya pederita mendenga suara – suara / bisikan – bisikan di telinganya padahal

tdak ada sumber dari suara / bisikan itu.

c. Kekacauan alam piker, yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya. Misalnya

bicaranya kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.

15

Page 16: 82966324-Bab-1

d. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar mandir, agresif, bicara dengan semangat

dan gembira berlebihan.

e. Merasa dirinya “orang besar”, merasa serba mampu, serba hebat, dan sejenisnya.

f. Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan akan ada ancaman terhadap

dirinya.

g. Menyimpan rasa permusuhan.

2.2.6 Jenis – jenis Skizofrenia

Gangguan schizophrenia merupakan gangguan jiwa yang berlanngsung menahun,

sering kambuh dan kondisi kejiwaa penderita semakin lama semakin merosot, gangguan

ini terdiri dari:

1. Skisofrenia paranoid

Skizofrenia paranoid merupakan skizofrenia yang dikarakteristikkan dengan

kecurigaan yang ekstrim terhadap orang lain dengan halusinasi dan waham kejar atau

waham kebesaran (Towsend, 1998). Ciri-ciri utamanya adalah waham yang

sistematis atau halusinasi pendengaran. Individu ini dapat penuh curiga, argumentatif,

kasar, dan agresif. Perilaku kurang regresif, kerusakan social lebih sedikit, dan

prognosisnya lebih baik dibanding jenis-jenis lain

2. Skizofrenia katatonik

Skizofrenia katatonik merupakan salah satu jeniss skizofrenia yang ditandai

dengan rigiditas otot, negativism, kegembiraan berlebih atau posturing (mematung),

kadang-kadang pasien juga menunjukkan perubahan yang cepat antara kegembiraan

dan stupor. Ciri penyerta yang lain adalah gerakan stereotypic, manerisme dan

fleksibilitas lilin (waxy flexibility) dan yang sering dijumpai adalah mutisme

(Kusuma, 1997). Ciri-ciri utamanya adalah ditandai dengan gangguan psikomotor,

yang melibatkan imobilitas atau justru aktivitas yang berlebihan. Skizofrenia jenis

katatonik terbagi menjadi 2, yaitu:

a. Stupor Katatonik, merupakan gangguan di mana penderita tidak menunjukkan

perhatian sama sekali pada lingkungan. Gejala yang muncul di antaranya adalah

mutisme (kadang-kadang mata tertutup) dan muka tanpa mimic.

16

Page 17: 82966324-Bab-1

b. Gaduh Gelisah Katatonik, merupakan skizofrenia jenis katatonik di mana terdapat

hiperaktivitas, tetapi tidak disertai dengan emosi dan rangsangan dari luar.

3. Skizofrenia hebephrenik

Skizofrenia hebephrenik (Disorganized schizophrenia) merupakan jenis

skizofrenia yang ditandai dengan adanya percakapan dan perilaku yang kacau, serta

afek yang datar atau tidak tepat, gangguan asosiasi, pasien mempunyai sikap yang

aneh, menunjukkan perilaku menarik diri secara sosial yang ekstrim, mengabaikan

hygiene dan penampilan diri, biasanya terjadi sebelum usia 25 tahun (Isaac, 2005).

Ciri-ciri utamanya adalah percakapan dan perilaku yang kacau, serta afek yang datar

atau tidak tepat, gangguan asosiasi juga banyak terjadi. Individu tersebut juga

mempunyai sikap yang aneh, menunjukkan perilaku menaik dirisecara social yang

ekstrim, mengabaikan hygiene dan penampilan diri. Awitan biasanya terjadi sebelum

25 tahun dan dapat bersifat kronis. Perilaku regresif, dengan interaksi social dan

kontak dengan realitas yang buruk.

4. Skizofrenia tak tergolongkan

Skizofrenia tak tergolongkan dikarakteristikkan dengan perilaku yang

disorganisasi dan gejala-gejala psikosis (mis: waham, halusinasi, inkoherensia atau

perilaku kacau yang sangat jelas) yang mungkin memenuhi lebh dari satu

tipe/kelompok criteria skizofrenia (Towsend, 1998).

5. Skhizoaffective

Kelainan schizoaffective merujuk kepada perilaku yang berkarakteristik

schizophrenia, ada tambahan indikasi kelainan alam perasaan seperti depresi atau

mania (Towsend, 1998).

6. Skizofrenia residual

Skizofrenia residual adalah eksentrik, tetapi gejala-gejala psikosis saat

diperiksa/dirawat tidak menonjol. Menarik diri atau afek yang serasi merupakan

karakteristik dari kelainan, pasien memiliki riwayat paling sedikit satu episode

skizofrenia dengan gejala-gejala yang menonjol.

17

Page 18: 82966324-Bab-1

2.2.7 Terapi Skizofrenia

1. Terapi Biologis/Medis

Sejak tahun 1990-an telah ditemukan obat bagi penderita skizofrenia. Obat yang

disebut Neuroleptics ini mampu mengurangi gejala kegilaan yang muncul pada

penderita skizofrenia. Menurut Hawari, obat skizofrenia versi lama hanya

menyembuhkan gejala positif skizofrenia, seperti gampang mengamuk dan gemar

berteriak-teriak. Sayangnya, obat tersebut tidak menyembuhkan gejala negatif.

Penderita skizofrenia yang mengonsumsi obat versi lama masih sering tampak

bengong dan gemar melamun. Sementara obat skizofrenia versi baru, menurut Hawari

(Arif, 2006), berhasil menyembuhkan gejala-negatif sekaligus positif.

Obat bagi penderita skizofrenia biasa disebut neuroleptics (berarti mengendalikan

syaraf). Jika efektif, obat ini mampu membantu orang untuk berpikir lebih jernih dan

mengurangi delusi atau halusinasi. Obat ini bekerja dengan cara mempengaruhi gejala

positif (delusi, halusinasi, agitasi). Dalam kadar yang lebih rendah, obat ini dapat

mempengaruhi gejala-gejala negatif dan disorganisasi. Fungsi neuroleptics adalah

antagonis dopamin. Seperti diketahui bahwa jumlah dopamine yang berlebihan

menjadi pemicu munculnya skizofrenia.

Penelitian dalam Journal of Psychiatry menyebutkan bahwa penggunaan

milnacipran mampu menghambat afek negative skizofrenia seperti avolisi, alogia, dan

asocial. Kasus ini terjadi pada penderita skizofrenia berusia 37 tahun yang dirawat di

rumah sakit jiwa (Hoaki et al, 2009).

2. Terapi Keluarga

Selain terapi obat, psikoterapi keluarga adalah aspek penting dalam

pengobatan. Pada umumnya, tujuan psikoterapi adalah untuk membangun hubungan

kolaborasi antara pasien, keluarga, dan dokter atau psikolog. Melalui psikoterapi ini,

maka pasien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan lingkunganya. Keluarga dan

teman merupakan pihak yang juga sangat berperan membantu pasien dalam

bersosialisasi. Dalam kasus skizofrenia akut, pasien harus mendapat terapi khusus dari

rumah sakit. Kalau perlu, ia harus tinggal di rumah sakit tersebut untuk beberapa lama

sehingga dokter dapat melakukan kontrol dengan teratur dan memastikan keamanan

18

Page 19: 82966324-Bab-1

penderita. Tapi sebenarnya, yang paling penting adalah dukungan dari keluarga

penderita, karena jika dukungan ini tidak diperoleh, bukan tidak mungkin para

penderita mengalami halusinasi kembali. Menurut Dadang, sejumlah penderita

skizofrenia juga sering kambuh meski telah menyelesaikan terapi selama enam bulan.

Karena itu, agar halusinasi tidak muncul lagi, maka penderita harus terus menerus

diajak berkomunikasi dengan realitas. Namun, keluarga juga tidak boleh berlebih-

lebihan dalam memperlakukan penderita skizofrenia.

Menurut dr. LS Chandra, SpKJ, penderita skizofrenia memerlukan perhatian dan

empati, namun keluarga perlu menghindari sikap expressed emotion (EE) atau reaksi

berlebihan seperti sikap terlalu mengkritik, memanjakan, dan terlalu mengontrol yang

justru bisa menyulitkan penyembuhan.

Seluruh anggota keluarga harus berperan dalam upaya dukungan bagi penderita

skizofrenia. Upaya membentuk self help group di antara keluarga yang memiliki

anggota keluarga skizofrenia adalah sebuah langkah positif (Arif, 2006).

Kelompok pembahas menyajikan terapi kelompok sebagai salah satu terapi untuk

skizofrenia. Menurut penulis, pemberian terapi kelompok pada penderita skizofrenia

kurang tepat. Alasan utama adalah terapi kelompok biasa digunakan pada proses

rehabilitasi pecandu narkotika (dalam proses penyembuhan). Konsep dasar terapi

kelompok adalah mediasi masalah dalam kelompok, dinamikan kelompok, atau

outbond (dengan individu yang mengalami masalah yang sama).

Kelompok pembahas menyajikan beberapa hal sebagai berikut tentang

terapi kelompok:

a. Memberikan pendidikan tentang skizofrenia, termasuk simtom dan

tanda-tanda kekambuhan.

b. Memberikan informasi tentang dan memonitor efek pengobatan

dengan antipsikotik.

c. Menghindari saling menyalahkan dalam keluarga.

d. Meningkatkan komunikasi dan ketrampilan pemecahan masalah dalam

keluarga.

e. Mendorong pasien dan keluarga untuk mengembangkan kontak social

19

Page 20: 82966324-Bab-1

mereka, terutama berkaitan dengan jaringan pendukung.

f. Meningkatkan harapan bahwa segala sesuatu membaik, dan pasien

mungkin tidak harus kembali ke rumah sakit.

Poin ke 3, 4, dan 5 sebenarnya adalah bagian dari proses terapi keluarga. Jadi

mungkin masih ada kerancuan pada kelompok pembahas mengenai konsep dasar terapi

kelompok dan terapi keluarga.

3. Terapi Psikososial

Salah satu efek buruk skizofrenia adalah dampak negatif pada kemampuan orang

untuk berinteraksi dengan orang lain. Meskipun tidak sedramatis halusinasi dan delusi,

masalah ini dapat menimbulkan konflik dalam hubungan sosial. Para klinisi berusaha

mengajarkan kembali berbagai keterampilan sosial seperti keterampilan percakapan

dasar, asertivitas, dan cara membangun hubungan pada penderita skizofrenia. Klien

juga diberikan terapi okupasi sebagai bagian untuk membantu mereka melaksanakan

tugas sederhana dalam kehidupan sehari-hari (Smith, Bellack, dan Liberman, 1996;

Durand dan Barlow, 2007)

4. Psikoterapi Islami

Psikologi Islami, dalam Jurnal Psikologi Islami, juga memberikan metode terapi

untuk mengatasi gangguan kejiwaan berat. Psikoterapi doa sebenarnya dilakukan oleh

klien yang mengalami gangguan kecemasan. Namun dalam konteks skizofrenia,

keluarga harus senantiasa memberikan terapi doa untuk penderita skizofrenia. Doa

diyakini sebagai cara yang ampuh untuk mengalirkan energi positif dari alam kepada

manusia (Urbayatun, 2006).

Perspektif spiritual dalam psikologi Islami meyakini bahwa ada yang salah dalam

kalbu manusia sehingga ia terkena gangguan psikotik. Terapi psikotik dilakukan

dengan cara menyucikan jiwa individu, baru kemudian jiwa tersebut diisi dengan

kebaikan (oleh terapis).

20

Page 21: 82966324-Bab-1

2.2.8 Penanganan

Prognosa dan penyembuhan bagi penderita skizofrenia pada umumnya sedikit

sekali kemungkinan bisa sembuh terutama jika keadaannya sudah parah. Yang penting

adalah usaha prefentif menurut Kartini Kartono(2002) berupa:

a. Menghindarkan dari frustrasi-frustrasi dan kesulitan-kesulitan psikis lainnya.

b. Menciptakan kontak-kontak sosial yang baik.

c. Membiasakan pasien memiliki sikap hidup positif, dan mau melihat hari depan

dengan rasa berani.

d. Beranikan ia mengambil sikap tegas dalam menghadapi realitas dengan rasa positif

dan usakanlah agar dia bisa menjadi extrovert.

Dalam situs www.sivalintar.com dijelaskan tentang beberapa cara penanganan

skizofrenia, yaitu:

a. Sikap menerima adalah langkah awal penyembuhan

b. Penderita perlu tahu penyakit apa yang diderita dan bagaimana melawannya.

c. Dukungan keluarga akan sangat berpengaruh.

d. Perawatan yang dilakukan oleh para ahli bertujuan mengurangi gejala skizofrenik dan

kemungkinan gejala psyhcotik.

e. Penderita skizofrenia biasanya menjalani pemakaian obat-obatan selama waktu

tertentu, bahkan mungkin harus seumur hidup.

21

Page 22: 82966324-Bab-1

BAB 3

TINJAUAN KASUS

3.1 PENGKAJIAN

I. IDENTITAS KLIEN

Nama : Tn. F Tanggal pengkajian : 26 Desember 2011

Umur : 38 Tahun No. RM : 00. 39.89.xx

ALASAN MASUK :

Setelah mengalami kecelakaan lalu lintas, pasien mengalami COS dan kemudian

dirawat di H1. Setelah KRS dan berada dirumah pasien marah-marah dan memaki-maki

istrinya.

Masalah Keperawatan : Resiko perilaku kekerasan

KELUHAN UTAMA :

Dirumah marah-marah,maki-maki istri.

II. FAKTOR PREDISPOSISI .

1. Pernah mengalami gangguan dimasa lalu : Tidak

2. Pengobatan sebelumnya : Tidak ada

3. Pengalaman :

Jenis pengalaman Usia Pelaku Korban Saksi

Aniaya fisik Tahun - - -

Aniaya seksual Tahun - - -

Penolakan Tahun - - -

Kekerasan dalam

keluarga

Tahun- - -

Tindakan criminal Tahun - - -

Lain – lain Tahun - - -

Penjelasan no 1,2,3 : Pasien tidak pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu. Pasien tidak

pernah menjadi korban dan saksi penganiayaan fisik, tetapi pernah marah-marah dan memaki

isterinya.

22

Page 23: 82966324-Bab-1

X x

Masalah Keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan

Masalah Keperawatan : Regimen terapeutik inefektif

4. Adakah anggota keluarga yang gangguan jiwa ? Tidak

5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan ? Tidak

Penjelasan no 4,5 : Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang mengalami gangguan jiwa..

Pasien menceritakan tidak ada pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

PEMERIKSAAN FISIK

1. Tanda- tanda vital : 110/70 mmHg N : 90 x/mnt S: 36,4o

C RR: 20 x/mnt

2. Ukuran : Berat Badan ( BB ): 70 Kg Tinggi Badan ( TB ) : 168 cm

3. Keluhan fisik : Pasien tidak memiliki keluhan fisik

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

III. PSIKOSOSIAL

1. Genogram :

Keterangan :

Laki-laki :

Perempuan :

Ada Hubungan :

23

Page 24: 82966324-Bab-1

Tinggal Serumah :

Klien :

Meninggal dunia :

Penjelasan : Pasien adalah anak ke 7 dari 7 bersaudara, pasien saat ini tinggal bersama istri dan

ketiga anaknya( semuanya perempuan ).

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.

2. Konsep Diri

a. Citra tubuh :

Saat ditanya bagian tubuh mana yang di sukai? Pasien menjawab” saya suka semua

anggota tubuh saya”.

b. Identitas diri :

Pasien mengatakan bahwa pasien seorang pria berumur 38 tahun.

c. Peran :

Pasien mengatakan bahwa pasien adalah seorang kepala rumah tangga yang mempunyai 3

orang anak, semuanya perempuan.

d. Ideal diri :

Pasien mengatakan bahwa ia ingin segera pulang.

e. Harga diri :

Pasien mengatakan bahwa ia suka mengenal orang lain, walapun hanya sebentar

berinteraksi seperti berbicang-berbincang.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

3. Hubungan Sosial:

a. Orang yang berarti :

Pasien mengatakan orang yang paling dekat dengannya adalah keluarga,yaitu istri dan

ketiga anaknya.

b. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat

SMRS : Pasien mengatakan pasien tidak memiliki peran serta dalam kegiatan

kelompok dirumah.

MRS : Pasien berinteraksi dengan pasien yang lain, walaupun hanya sekedar duduk-

duduk dan berbincang-berbincang sebentar.

24

Page 25: 82966324-Bab-1

c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain

Tidak ada hambatan dalam berinteraksi dengan orang lain. Beliau mau mengenal dan

berbincang-bincang dengan pasien yang lain. Pasien tidak pernah mendapatkan caci

maki atau hinaan.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

4. Spiritual

a. Nilai dan Keyakinan :

Pasien mengatakan beragama kristen.

b. Kegiatan ibadah :

SMRS : Pasien mengatakan selalu pergi ke gereja setiap minggu.

MRS : Pasien mengatakan jarang untuk berdoa.

Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

IV. STATUS MENTAL

1. Penampilan :

Ds: Pasien mengatakan sudah mandi.

Do: Penampilan pasien rapi, cara berpakaian seperti biasa ( menggunakan celana panjang

dan kaos ).

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.

2. Pembicaraan :

Pembicaraan pasien tidak cepat (biasa), tetapi klien mampu memulai pembicaraan saat

diajak berbincang-bincang. Namun sedikit nglantur jika berbicara.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

3. Aktivitas motorik:

Pasien tampak bosan ketika diajak berinteraksi dalam waktu yang lama.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

4. Alam perasaan :

Pasien mengatakan khawatir dengan keadaan istri dan anak-anaknya di rumah. Pasien

rindu ingin bertemu keluarganya.

Masalah keperawatan: Ansietas

25

Page 26: 82966324-Bab-1

5. Afek:

Saat diajak berbincang-bincang, pasien mengikuti suasana yang berlangsung. Misalnya

pasien tertawa saat diajak bercanda.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.

6. Interaksi selama wawancara :

Selama pasien berbincang-bincang dengan perawat kontak mata pasien baik dan menatap

wajah perawat.

Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

7. Persepsi – halusinasi :

Menurut anamnese, pasien mengatakan ada halusinasi (mendengar suara orang mengetuk

pintu dan melihat harimau di depan pintu dapur).

Masalah Keperawatan : Gangguan Sensori/Persepsi : Halusinasi visual dan

auditorius.

8. Proses pikir

Setiap diberi pertanyaan, pasien mampu menjawab pertanyaan dengan benar dan sesuai

dengan apa yang ditanyakan, namun sedikit ngelantur.

Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan.

9. Isi pikir

Pasien tidak ada obsesi, fobia, Hipokondria, Depersonalisasi, Ide yang terkait, Pikiran

mangis, dan Waham.

Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan.

10. Tingkat kesadaran

Pada saat pengkajian, pasien mengetahui tempat saat berbicara duduk-duduk di depan

kamar pasien, pada jam 08.00 WIB setelah makan pagi dan setelah makan siang.

Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

11. Memori

Pada saat ditanya kapan masuk rumah sakit (MRS), klien menjawab”kurang lebih 6 hari

yang lalu”.

Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan.

12. Tingkat konsentrasi dan berhitung:

26

Page 27: 82966324-Bab-1

Pasien mampu menginggat berapa lama ia berada di rumah sakit mulai 23 tanggal

Desember 2011 sampai saat kelompok melakukan pengkajian tanggal 26 Desember 2011,

pasien mengatakan 6 hari berada di rumah sakit. Bahkan pasien mampu menghitung

berapa jumlah anaknya serta menyebutkan satu persatu namanya.

Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan.

13. Kemampuan penilaian

Pasien tidak mengalami kemampuan penilaian baik gangguan ringan maupun gangguan

bermakna. Misalnya saat ditanya ingin mandi atau makan, klien mampu mengambil

keputusan.

Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan.

14. Daya tilik diri

Pasien tidak mengingkari penyakitnya, ia tahu kalau ia memiliki penyakit jiwa (akibat

kecelakaan ), oleh karena itu pasien berada di paviliun VI ini.

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

V. KEBUTUHAN RENCANA PULANG

1. Kemampuan pasien mengalami kebutuhan :

Kemampuan memenuhi kebutuhan Ya Tidak

Makanan

Keamanan

Perawatan kesehatan

Pakaian

Transportasi

Tempat tinggal

Keuangan

Jelaskan : pasien mampu memenuhi kebutuhannya/ ADL mandiri.

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.

2. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL) :

a. Perawatan diri

Dalam perawatan diri, pasien dapat secara mandiri, tidak ada bantuan total

maupun minimal.

27

Page 28: 82966324-Bab-1

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

b. Nutrisi :

- Apakah anda puas dengan pola makan anda ? pasien mengatakan puas

- Apakah anda makan memisahkan diri ? tidak, bergabung dengan teman-teman yang

lain

- Frekuensi makan sehari : 3 x sehari dan frekuensi kudapan 1 x sehari

- Berat badan : tetap

Berat badan saat ini : 70 kg

Jelaskan : Pola makan pasien teratur, sebanyak 3x sehari ditambah sekali makan

snack. Pasien mengatakan ”nafsu makan selama masuk rumah sakit jiwa biasa atau

cukup”.

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

c. Tidur :

- Apakah ada masalah tidur ? Tidak ada

- Apakah merasa segar setelah bangun tidur ? Ya

- Apakah ada kebiasaan tidur siang ? kadang

- Lamanya: ± 1-2 jam.

- Apakah ada yang menolong anda mempermudah untuk tidur? Tidak ada.

- Tidur malam jam : 22.00 WIB bangun jam 06.00 WIB

Rata-rata tidur malam : 8 jam

- Apakah ada gangguan tidur ? iya, kadang merasa gelisah.

Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan.

3. Kemampuan pasien dalam hal-hal berikut ini :

- Mengantisipasi kebutuhan sendiri : Ya

- Membuat keputusan berdasarkan kebutuhan sendiri : Ya

- Mengatur penggunaan obat : Tidak

- Melakukan pemeriksaan kesehatan : Tidak

Pasien mampu mengantisipasi kebutuhan sendiri dan mampu membuat keputusan

berdasarkan keinginan tetapi pasien tidak mampu mengatur penggunaan obat dan

melakukan pemeriksaan kesehatan.

28

Page 29: 82966324-Bab-1

Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan.

4. Pasien memiliki sistem pendukunng :

- Teman sejawat : tidak ada

- Keluarga : tidak ada

- Terapis : tidak ada

Pasien memiliki tidak memiliki sistem pendukung

Masalah keperawatan: Harga Diri Rendah

5. Apakah pasien menikmati saat bekerja, kegiatan produktif atau hobi? Ya

Berolahraga,makan dan tidur.

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.

VI. MEKANISME KOPING

ADAPTIF MALADAPTIF

Bicara dengan orang lain Minum Alkohol

Mampu menyelesaikan

masalah

Reaksi lambat / berlebihan

Teknik relaksasi dengan

jalan-jalan ditaman

Bekerja berlebihan

Aktivitas konstruktif Menghindar

Olah raga Menciderai diri

Lain-lain Lain-lain

Jelaskan : pasien senang berinteraksi dengan teman-teman yang di pavilium 6.

Masalah keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan

VII. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN

- Masalah dengan dukungan kelompok, spesifiknya:

Pasien memiliki tidak memiliki sistem pendukung

- Masalah berhubungan dengan lingkungan,spesifiknya:

29

Page 30: 82966324-Bab-1

Setiap ada kegiatan di rumah sakit, pasien ikut serta dalam kegiatan: menyapu

lantai, membersihkan tempat tidur.

- Masalah dengan pendidikan, spesifiknya:

Tidak ada masalah dengan pendidikannya.

- Masalah dengan pekerjaan,spesifiknya:

Pasien mengatakan” tidak ada beban berat di kantor atau di rumah”.

- Masalah dengan perumahan,spesifiknya:

Pasien bertempat tinggal di rumah sendiri.

- Masalah dengan ekonomi, spesifiknya:

Pasien mengatakan tidak memiliki masalah ekonomi.

- Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifiknya

Pasien tidak ada masalah dengan pelayanan kesehatan

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.

VIII. PENGETAHUAN KURANG TENTANG

Pasien mengatakan mengerti tentang penyakit jiwanya , namun belum mengetahui

kegunaan obat-obatan yang ia minum, serta penyelesaian masalah yang ia hadapi.

Masalah keperawatan: Kurangnya pengetahuan tentang obat.

IX. ASPEK MEDIS

Diagnosa medik :

Skizofrenia Katatonik

Terapi medic :

Hexymer 2 mg (pagi siang)

CPZ 100 mg (pagi siang)

Haloperidol 5 mg (pagi siang)

X. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan persepsi sensori Halusinasi visual dan auditorius

2. Koping inefektif

3. Isolasi Sosial

4. Harga Diri Rendah

30

Page 31: 82966324-Bab-1

5. Kurang Pengetahuan

6. Anxietas

7. Gangguan proses berpikir

8. Gangguan pola tidur

9. Resiko perilaku kekerasan

3.2 POHON MASALAH

Akibat

CP

Penyebab

31

Gangguan Sensori/Persepsi : Halusinasi visual dan auditorius.

Resiko Perilaku Kekerasan

Harga diri rendah

Isolasi Sosial

Koping Inefektif

Page 32: 82966324-Bab-1

3.3 ANALISA DATA

NAMA : Tn. F No RM : 00 xx xx RUANG : Pav VI B

DATA DIAGNOSA KEPERAWATAN TTD

DS :.

Pasien mengatakan merasa

gelisah dan ingin marah, saat

malam hari pasien mendengar

suara gedoran pintu kamar

mandi dan pasien melihat

harimau di depan pintu dapur.

DO :

Ekspresi wajah pasien tampak

datar.

Pasien tampak ling-lung

Pasien terkadang bicara nglantur

Resiko tinggi perilaku kekerasan

32

Page 33: 82966324-Bab-1

RENCANA KEPERAWATAN

Nama klien : Tn. F Diagnosis Medis : Resiko Tinggi PK

Ruang/kamar : Pav. VI B/6 No. Catatan Medik : 00.xx.xx.xx

TGL DIAGNOSA

KEPERAWATA

N

PERENCANAAN INTERVENSI RASIONAL

TUJUAN KRITERIA HASIL

27-12-

2011

Resiko Tinggi

Perilaku

Kekerasan

a.

SP 1 :

Tujuan Umum :

Klien tidak

mencederai diri

sendiri

Tujuan Khusus :

1. Klien

dapat

membina

hubungan

saling

percaya.

1.1 Klien mau

membalas

salam

1.2 Klien mau

menjabat

tangan

1.3 Klien mau

menyebutkan

1.1.1 Beri salam

/panggil nama

1.1.2 Sebutkan nama

perawat sambil

jabat tangan

1.1.3 Jelaskan maksud

hubungan

Hubungan saling percaya

merupakan dasar untuk

kelancaran hubungan

interaksi selanjutnya.

33

Page 34: 82966324-Bab-1

2. Klien

dapat

mengidenti

fikasi

penyebab

perilaku

kekerasan.

nama

1.4 Klien mau

tersenyum

1.5 Klien mau

kontak mata

1.6 Klien mau

mengetahui

nama perawat

2.1 Klien

mengungkapkan

perasaanya .

2.2 Klien dapat

mengungkapkan

penyebab perasaan

jengkel /kesal ( dari

diri sendiri,

interaksi

1.1.4 Jelaskan tentang

kontrak yang

akan dibuat

1.1.5 Beri rasa aman

dan sikap empati

1.1.6 Lakukan kontak

singkat tetapi

sering.

2.1.1 Beri kesempatan

untuk

mengungkapkan

perasaannya.

2.2.1 Bantu klien untuk

megungkapkan

penyebab perasaan

jengkel /kesal.

Informasi dari klien penting

bagi perawat untuk

membantu klien dalam

menyelesaikan masalah

yang konstruktif.

Pengungkapan perasaan

dalam suatu lingkungan

yang tidak mengancam akan

menolong pasien untuk

34

Page 35: 82966324-Bab-1

3. Klien dapat

mengidentif

ikasi tanda

dan gejala

perilaku

kekerasan

lingkungan atau

orang lain )

3.1. Klien dapat

perasaan saat

marah/jengkel.

3.2. Klien dapat

menyimpulkan

tanda dan gejala

3.1.1. Anjurkan klien

mengungkapkan

apa yang dialami

dan dirasakannya

saat

jengkel/marah.

3.1.2. Observasi tanda

dan gejala

perilaku

kekerasaan.

3.2.1.Simpulkan bersama

klien tanda dan

samapai kepada akhir

penyelesaian persoalan

Pengungkapan kekesalan

secara konstruktif untuk

mencari penyelesaian

masalah yang konstruktif

pula.

Mengetahui perilaku yang

dilakukan oleh klien

sehingga memudahkan

untuk intervensi.

Untuk mengetahui tanda

dan gejala apa saja yang

35

Page 36: 82966324-Bab-1

4. Klien dapat

mengidentifi

kasi perilaku

kekerasan

yang biasa

dilakukan.

jengkel/kesal yang

dialaminya.

4.1 Klien dapat

mengungkapkan

perilaku

kekerasaan yang

biasa dilakukan

4.2 Klien dapat

bermain peran

sesuai perilaku

kekerasaan yang

biasa dilakukan.

gejala

jengkel/kesal yang

dialami klien.

4.1.1. Anjurkan klien

untuk

mengungkapkan

perilaku kekerasaan

yang biasa

dilakukan klien

(verbal, pada orang

lain, pada

lingkungan, dan

pada diri sendiri).

4.2.1. Bantu klien

bermain peran

sesuai dengan

perilaku kekerasaan

yang biasa

dilakukan

dialami klien.

Memudahkan dalam

pemberian tindakan kepada

klien.

Mengetahui bagaimana cara

klien melakukannya.

36

Page 37: 82966324-Bab-1

5. Klien dapat

mengidentifi

kasi akibat

perilaku

kekerasan

4.3 Klien dapat

mengetahui cara

yang biasa

dilakukan untuk

menyelesaikan

masalah.

5.1. Klien dapat

menjelaskan akibat

dari cara yang

digunakan klien :

Akibat pada

klien sendiri

Akibat pada

orang lain

Akibat pada

lingkungan

4.3.1. Bicarakan dengan

klien, apakah

dengan cara yang

klien lakukan

masalahnya

selesai.

5.1.1. Bicarakan

akibat/kerugian dari

cara yang dilakukan

klien.

5.1.2. Bersama klien

menyimpulkan

akibat dari cara yang

dilakukan klien.

5.1.3. Tanyakan kepada

klien “apakah ia

ingin mempelajari

cara baru yang

Membantu dalam

memberikan motivasi untuk

menyelesaikan masalahnya.

Mencari metode koping

yang tepat dan konstruktif.

Mengerti cara yang benar

dalam mengalihkan

perasaan marah.

Menambah pengetahuan

klien tentang koping yang

37

Page 38: 82966324-Bab-1

6. Klien dapat

mendemonstr

asikan cara

fisik I untuk

mencegah

perilaku

kekerasan.

6.1 klien dapat

menyebutkan

contoh

pencegahan

perilaku

kekerasan secara

fisik I

tarik napas

dalam

6.2 klien dapat

mendemonstra

sikan cara fisik

untuk

sehat”.

6.1.1 Diskusikan

kegiatan fisik I yang

biasa dilakukan

klien.

6.1.2 Beri pujian atas

kegiatan fisik I yang

biasa dilakukan

klien.

6.1.3 Diskusikan cara

fisik I yang paling

mudah dilakukan

untuk mencegah

perilku kekerasan

yaitu tarik napas

dalam.

6.2.1 Diskusikan cara

melakukan tarik

napas dalam

dengan klien.

6.2.2 Beri contoh kepada

konstruktif.

Dengan cara sehat dapat

dengan mudah mengontrol

kemarahan klien.

Dengan cara sehat dapat

dengan mudah mengontrol

kemarahan klien.

Mengidentifikasi klien agar

berlatih tarik napas secara

teratur.

Latihan tarik napas dapat

mencegah perilaku

38

Page 39: 82966324-Bab-1

mencegah

perilaku

kekerasan

klien tentang cara

menarik napas

dalam.

6.2.3 Minta klien untuk

mengikuti contoh

yang diberikan

sebanyak lima

kali.

6.2.4 Beri pijian positif

atas kemampuan

klien

mendemonstrasika

n cara menarik

napas dalam.

6.2.5 Tanyakan perasaan

klien setelah

selesai.

6.2.6 Anjurkan klien

untuk

menggunakan

cara yang telah

kekerasan.

Dengan memberikan latihan

tarik napas

39

Page 40: 82966324-Bab-1

6.3 klien

mempunyai

jadwal untuk

melatih cara

pencegahan

fisik I yang

telah dipelajari

sebelumnya.

dipelajari saat

marah/ jengkel

6.2.7 Lakukan hal yang

sama dengan

6.2.1 sampai

6.2.6 untuk cara

fisik lain

dipertemuan yang

lain.

6.3.1 Diskusikan dengan

klien mengenai

frekuensi latihan

yang akan

dilakukan sendiri

oleh klien.

6.3.2Susun jadwal

kegiatan untuk

melatih cara yang

telah dipelajari

6.4.1 Klien mengevaluasi

40

Page 41: 82966324-Bab-1

6.4 Klien

mengevaluasi

kemampuan-

nyadalam

melakukan

cara fisik I

sesuai jadwal

yang telah

disusun

pelaksanaan latihan

, cara pencegahan

perilaku kekerasan

yang telah

dilakukan dengan

mengisi jadwal

kegiatan harian

( self evaluation )

6.4.2Validasi

kemampuan klien

dalam

melaksanakan

latihan

6.4.3Berikan pujian atas

keberhasilan klien

6.4.4Tanyakan kepada

klien : apakah

kegiatan cara

pencegahan

perilaku kekerasan

dapat mengurangi

41

Page 42: 82966324-Bab-1

28-12-

2011

SP 2

7. Klien dapat

mendemon

strasikan

cara fisik

II untuk

mencegah

perilaku

kekerasan.

7.1 Klien dapat

meyebutkan cara

fisik II untuk

mencegah perilaku

kekerasan

pukul kasur dan

bantal

dll : kegiatan

fisik

perasaan marah

7.1.1 Diskusikan

kegiatan fisik II

yang biasa

dilakukan klien.

7.1.2 Beri pujian atas

kegiatan fisik II

yang biasa

dilakukan klien.

7.1.3 Diskusikan cara

fisik yang paling

mudah dilakukan

untuk mencegah

perilku kekerasan

yaitu n pukul kasur

serta bantal.

7.2.1 Diskusikan cara

memukul-mukul

bantal atau kasur

42

Page 43: 82966324-Bab-1

7.2 Klien dapat

mendemonstrasika

n cara fisik II

untuk mencegah

perilaku kekerasan

seperti, memukul

bantal dan kasur.

kepada klien.

7.2.2 Beri contoh kepada

klien tentang cara

memukul-mukul

batal atau kasur.

7.2.3 Minta klien untuk

mengikuti contoh

yang diberikan

sebanyak lima

kali.

7.2.4 Beri pijian positif

atas kemampuan

klien

mendemonstrasika

n cara menarik

napas dalam.

7.2.5 Tanyakan perasaan

klien setelah

selesai.

7.2.6 Anjurkan klien

untuk

menggunakan cara

43

Page 44: 82966324-Bab-1

7.3 klien mempunyai

jadwal untuk

melatih cara

pencegahan fisik

II yang telah

yang telah

dipelajari saat

marah/ jengkel

7.2.7 Lakukan hal yang

sama dengan 7.2.1

sampai 7.2.6

untuk cara fisik

lain dipertemuan

yang lain.

7.3.1 Diskusikan dengan

klien mengenai

frekuensi latihan

yang akan

dilakukan sendiri

oleh klien.

7.3.2Susun jadwal

kegiatan untuk

melatih cara yang

44

Page 45: 82966324-Bab-1

dipelajari

sebelumnya.

7.4Klien

mengevaluasi

kemampuannya

dalam melakukan

cara fisik II sesuai

jadwal yang telah

disusun

telah dipelajari.

7.4.1 klien

mengevaluasi

pelaksanaan

latihan dengan

mengisi jadwal

kegiatan.

7.4.2 Validasi

kemampuan

klien dalam

melaksanakan

latihan.

7.4.3 Memberikan

pujian atas

keberhasilan

klien.

45

Page 46: 82966324-Bab-1

46

Page 47: 82966324-Bab-1

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

NAMA : Tn. F NIRM : 00.xx.xx.xx

RUANGAN :PAV VI/6

TGL Dx IMPLEMENTASI EVALUASI

27/12/

2011

Halusinasi

Pendengara

n dan

Penglihatan

SP 1 Pasien :

1. Membina hubungan saling

percaya.

2. Mengidentifikasi jenis

halusinasi pasien.

3. Mengidentifikasi isi

halusinasi pasien.

4. Mengidentifikasi waktu

halusinasi pasien

5. Mengidentifikasi frekuensi

halusinasi pasien

S : Px mengatakan bersedia untuk

diwawancarai.

S : Px mengatakan sering

mendengar suara-suara dan

melihat hal yang tidak kasat

mata.

S : Px mengatakan bahwa dia

mendengar suara kamar mandi

diketok-ketok dan melihat sosok

harimau didepan dapur.

S : Px mengatakan suara-suara dan

wujud itu muncul pada malam

hari pada saat dia mau tidur

sekiat pukul 22.00 – 03.00.

S : Px mengatakan selalu

mendengar suara-suara dan

melihat wujud itu tiap malam hari

sebelum tidur.

47

Page 48: 82966324-Bab-1

6. Mengidentifikasi situasi

yang menimbulkan

halusinasi.

7. Mengidentifikasi respons

pasien terhadap halusinasi.

8. Mengajarkan pasien

menghardik halusinasi.

9. Menganjurkan pasien

memasukkan cara

menghardik halusinasi

dalam jadwal kegiatan

harian.

S : Px mengatakan suara dan wujud

itu ketika suasana sepi pada saat

malam hari sebelum tidur.

S : Px mengatakan dia selalau

mengeceknya saat dia mendengar

suara-suara pintu diketuk

tersebut, dan klien tidak pernah

merasa takut terhadap sosok

harimau tersebut.

S :Px pasien mengatakan bahwa dia

bersedia untuk mendengarkan

penjelasan mengenai cara

menghardik halusinasinya.

S : Px mengatakan bahwa dia

besidia mencoba cara yang telah

diajarkan tersebut dan klien

bersedia memasukkan cara

tersebut kedalam jadwal kegiatan

hariannya.

O : Px kooperatif dan menyetujui

jadwal yang telah dinuat antara

Px dan perawat.

A : Masalah teratasi Px mampu

mengungkapkan dan menjawab

setiap pertanyaan dari perawat,

pasien juga sudah bisa mengenal

48

Page 49: 82966324-Bab-1

halusinasinya dan mau

mempraktekkan cara menghardik

halusinasinya yang sudah

diajarkan oleh perawat.

P : SP 1 tercapai, lanjutkkan SP 2

SP 2 Pasien

1. Mengevaluasi jadwal

kegiatan harian pasien.

2. Melatih pasien

mengendalikan halusinasi

dengan cara bercakap-

cakap denngan orang lain.

3. Menganjurkan pasien

memasukkan kegiatan

bercakap-cakap dengan

orang lain dalam jadwal

kegiatan harian

S : Px mengatakan sudah

melakukkan cara menghardik

halusinasi yang sudah diajarkan

oleh perawat kemarin,dan Px

mengatakan bahwa kemarin malam

dia sudah tidak mendengar suara-

suara ketokan pintu serta sudah

tidak melihat sosok harimau lagi.

S : Px mengatakan bahwa dia

bersedia mendengarkan penjelasan

mengenai cara mengendalikan

halusinanya.

S : Px mengatakan bahwa dia tidak

mau menpraktekkan cara

pengendalian halusinanya.

O : Px bersedia mengikuti anjuran

perawat untuk bercakap-cakap

dengan px yang lain ataupun

perawat.

A : Sp2 berhasil.

P : Intervensi dihentikan

49

Page 50: 82966324-Bab-1

BAB 5

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Dari hasil yang telah diuraikan tentang Asuhan Keperawatan Jiwa dengan

masalah utama Resiko Perilaku Kekerasan pada Tn. F diagnose medis Skizofrenia

Katatonik maka kelompok dapat megambil kesimpulan :

1. Data diperoleh dari pengkajian

2. Dari hasil pengkajian kelompok didapatkan diagnose keperawatan Perilaku

kekerasan.

3. Untuk menyelesaikan masalah tersebut kelompok melaksanakan rencana keperawatan

jiwa, SP I (membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal penyebab

perilaku kekerasan, mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan, mengenal

perilaku kekerasan yang dilakukan dan akibat dari perilaku kekerasan, mengajarkan

cara pengendalian perilaku kekerasan dengan menarik napas dalam), SP 2

(mengevaluasi cara pengendalian perilaku kekerasan dengan menarik napas dan

menganjurkan pasien mengendalikan PK dengan cara memukul bantal / kasur).

4. Dalam melaksanakan tindakan keperawatan kelompok hanya dapat menyelesaikan

sampai SP II.

5. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, kelompok sudah melakukan perkenalan

dan menjelaskan maksud kelompok untuk melakukan asuhan keperawatan pada klien

sehingga klien percaya dan mengikuti dengan kooperatif.

5.2 Saran

1. Bagi Rumah Sakit

Bagi perawat unit jiwa, perlu terapi yang lebih spesifik khususnya pada

pasien dengan waham curiga dengan untuk mengatasi waham tersebut.

50

Page 51: 82966324-Bab-1

2. Bagi Pasien

Dapat secara mandiri menerapkan proses keperawatan yang sudah diajarkan

oleh perawat.

3.Bagi Institusi Pendidikan

Pendidikan terhadap pengetahuan perawatan secara formal dan informal

khususnya pengetahuan yang berhubungan dengan keperawatan jiwa, dengan harapan

institusi pendidikan mampu mengajarkan cara memberikan pelayanan asuhan

keperawatan jiwa sesuai standart asuhan keperawatan dan kode etik.

4.Bagi IPTEK

Tingkatkan pemahaman perawatan terhadap konsep manusia secara komprehensif

dengan harapan perawat mempunyai respon yang tinggi terhadap keluhan klien

sehingga intervensi yang diberikan dapat membantu menyelesaikan masalah.

51

Page 52: 82966324-Bab-1

DAFTARA PUSTAKA

Hawari Dadang, 2001, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia, FKUI; Jakarta.

Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Aditama

Keliat Budi Anna, dkk, 1998, Pusat Keperawatan Kesehatan Jiwa, penerbit buku kedokteran

EGC : Jakarta.

Keliat Budi Anna. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC

Keliat Budi Anna.2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC

Stuart, GW dan Sundeen, S.J, 2007, Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 3, Penerbit : Buku

Kedokteran EGC ; Jakarta.

Townsend C. Mary , 1998, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran,

EGC ; Jakarta.

Maramis WF, 1998, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, penerbit : Buku Kedokteran EGC ; Jakarta.

52

Page 53: 82966324-Bab-1

LAMPIRAN

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

Nama : Tn. F Pertemuan : 1

Umur : 38 Tahun Tanggal : 27 Des

2011

A. Proses Keperawatan

1. Kondisi Klien

DS : Klien mengatakan bahwa kadang-kadang klien merasa resah dan ingin marah,

namun klien mengatakan bahwa klien merasa lebih nyaman dan lebih senang

berada disini. Selain itu, tiap malam klien mendengar suara gedoran pintu

kamarv mandi dan melihat harimau didepan ruang dapur.

DO : ekspresi muka datar,kondisi klien tampak ling-lung, ngomong kadang ngelantur.

2. Diagnosa Keperawatan

Resiko tinggi perilaku kekerasan

3. Tujuan Khusus SP I

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan kriteria :

a. Ekspresi wajah besahabat.

b. Menunjukkan rasa senang

c. Bersedia berjabat tangan

d. Bersedia menyebutkkan nama

e. Ada kontak mata dengan klien

f. Klien bersedia menggungkapkkan perasaannya secara bertahap

2. Klien mampu mempraktekkan latihan cara mengendalikan marah

4. Tindakan Keperawatan SP I

1. Bina hubungan saling percaya dengan prinsip salam komunikasi terapeutika.

53

Page 54: 82966324-Bab-1

a. Sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun nonverbal.

b. Perkenalkan diri dengan sopan

c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai

d. Jelaskan tujuan pertemuan

e. Jujur dan menepati janji

f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya

2. Mengajarkan cara mengendalikan emosi klien saat klien marah.

B. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksaan Tindakan Keperawatan

1. Orientasi

a. Salam Terapeutik

Selamat pagi pak…

Nama saya Nuridhayati, saya biasa dipanggil Rida, dan yang ini teman saya

namanya Radius, Nonik, dan yuneka. Kami Mahasiswa STIKES Hang Tuah

Surabaya. Disini saya akan praktik selama 5 hari, mulai dari hari ini sampai hari

jum’at..apabila bapak membutuhkan bantuan bapak boleh minta bantuan kesaya

atau teman-teman saya yang lain..kalo boleh tau nama bapak siapa ya?

b. Evaluasi / validasi

Ngomong-ngomong awalnya bagaimana bapak kok bisa datang kesini ? diantar

siapa pak’..?

c. Kontrak

Topik : Bagaimana kalau sekarang kita ngobrol-ngobrol tentang keadaan

atau perasaan bapak akhir-akhir ini ?

Waktu : Oh ya pak..sebelum kita ngobrol-ngobrol, kira-kira bapak minta

waktu berapa menit? Bagaimana kalau 20 menit dulu, setelah itu bisa

dilanjutkan lagi lain waktu.

Tempat : Bapak mau ngobrol-ngobrol dimana ?

2. Kerja (Langkah-langkah Tindakan keperawatan)

54

Page 55: 82966324-Bab-1

a. Tadi kan sudah menyebutkkan nama, sekarang bapak bisa menyebutkan berapa

usia bapak trus tinggal dimana ?

b. Oh… terus bapak tinggal bersama siapa saja pak’?

c. Berarti bapak tinggal bersama istri dan 3 orang anak bapak ya…terus perasaan

bapak sekarang bagaimana ?

d. Bapak kalu dirumah sering marah-marah tidak pak’?

e. Kalo boleh tau Biasanya bapak kalu marak-marak ke ibu maslahnya karena apa ya

pak’?

f. Terus perasaan bapak selama berada disini bagaimana ?

g. Jika bapak merasa kesal dan marah… bapak bisa menarik nafas panjang dan

dalam..bapak ambil nafas panjang melalui hidung dan bapak keluarkan melalui

mulut secara perlahan, tindakan ini akan membantu bapak merasa tenang.

3. Terminasi

a. Evalusi respon klien terhadap tindakan keperawatan

- Evaluasi kx subyektif

Sekarang bagaimana perasaan bapak setelah bapak ngobrol-ngobrol dengan

kita?

- Evaluasi perawat

Coba sekarang bapak sebutkan lagi siapa nama saya dan nama teman-teman

saya ini..

b. Tindakan lanjut klien ( apa yang perlu dilatih sesuai dengan hasil tindakan yang

sudah dilakukan )

Baiklah bapak…waktu cukup sampai disini ya pak..besok dilanjutkan kembali…

sekarang bapak silakkan melakukkan aktivitas yang lain.

c. kontrak yang akan datang

Topik : Besok kita ngobrol-ngobrol lagi ya pak tentang bagaimana bapak bisa

menenangkan diri saat bapak marah atau merasa kesal dengan vara

yang lainnya.

Waktu : Besok kita ngobrol-ngobrol lagi ya pak..bapak bisanya jam berapa ya

pak ?

55

Page 56: 82966324-Bab-1

Tempat : Besok bapak maunya kita ngobrol dimana ?

56

Page 57: 82966324-Bab-1

Strategi Pelaksaan Tindakan Keperawatan

Nama : Tn. F Pertemuan : 2

Umur : 38 Tahun Tanggal : 28 Des

2011

A. Proses Keperawatan

1. Kondisi Klien

DS : Klien mengatakan bahwa klien kadang masih merasa gelisah dan ingin marah,

namun klien mengatakan bahwa dia lebih tanag dan senang berada disini. Tadi

malam klien sudah tidak mendengar suara gedoran pintu kamar mandi dan tidak

melihat harimau lagi didepan dapur.

DO : Wajah klien masih datar, klien tampak ling-lung dan ngomong ngelantur.

2. Diagnosa Keperawatan

Resiko tinggi perilaku kekerasan

3. Tujuan Khusus SP II

Melatih klien mengontrol emosinya saat klien marah dengan cara memukul-mukul

bantal atau kasur.

4. Tindakan keperawatan SP II

1. Mengevaluasi jadwalo kegiatan klien

2. Melatih klien mengendalikan emopsinya saat klien marah dengan cara memukul-

mukul bantal atau kasur.

3. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan klien .

B. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan

1. Orientasi

57

Page 58: 82966324-Bab-1

a. Salam terapeutik

Selamat pagi pak… bagaimana perasaannya hari ini? Apa bapak masih merasa

gelisah ? dan suara gedoran pintu masih terdengar pak’? terus bapak masih

melihat harimau didepan pintu dapur? Apa cara yang saya anjurkan kemarin

sudah dilaukan bapak?

b. Kerja

Pak’…kemarin kan bapak sudah saya ajarkan cara untuk mengontrol emosi yang

pertama,,,hari ini saya akan mengajarkan cara yang kedua..caranya adalah dengan

cara memukul-mukul bantal atau kasur saat bapak merasa ingin marah.dengan

cara ini bapak bisa menyalurkan rasa emosi bapak ke tindakan ini..ayo sekarang

bapak coba sebentar..

c. Terminasi

Bagaimana perasaan bapak setelah bapak mencoba latihan ini..jadi sudah berapa

cara pak yang sudah saya ajakan ke bapak’? Bagus… cobalah kedua cara ini

kalau bapak merasa ingin marah atau merasa gelisah..bagaimana kalu kita

memasukkan latihan ini dalam jadwal kegiatan bapak? Hari ini cukup sampai

disini dulu ya pak..terimaksih buat waktu bapak..sekarang bapak silahkan

melakukan aktivitas lain atau bapak mau istirahat silakan..saya tinggal dulu ya

pak.

58

Page 59: 82966324-Bab-1

59