38663813-anemia
DESCRIPTION
hgsfsdhfTRANSCRIPT
Definisi anemia
Menurut definisi, anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin, dan
volume pada sel darah merah (hematokrit) per 100 ml darah. Dengan demikian, anemia bukan
suatu diagnosis melainkan pencerminan dari dasar perubahan patofisiologis, yang diuraikan oleh
anamnesa dan pemikiran fisik yang teliti, serta didukung oleh pemeriksaan laboratorium.
Manifestasi klinik
Pada anemia, karena semua sistem organ dapat terlibat, maka dapat menimbulkan manifestasi
klinik yang luas. Manifestasi ini bergantung pada:
(1) Kecepatan timbulnya anemia
(2) Umur individu
(3) Mekanisme kompensasinya
(4) Tingkat aktivitasnya
(5) Keadaan penyakit yang mendasari, dan
(6) Parahnya anemia tersebut.
Karena jumlah efektif sel darah merah berkurang, maka lebih sedikit O2 yang dikirimkan ke
jaringan. Kehilangan darah yang mendadak (30% atau lebih), seperti pada perdarahan,
menimbulkan simtomatoogi sekunder hipovolemia dan hipoksemia. Namun pengurangan hebat
massa sel darah merah dalam waktu beberapa bulan (walaupun pengurangannya 50%)
memungkinkan mekanisme kompensasi tubuh untuk menyesuaikan diri, dan biasanya penderita
asimtomatik, kecuali pada kerja jasmani berat.
Mekanisme kompensasi bekerja melalui:
(1) Peningkatan curah jantung dan pernafasan, karena itu menambah pengiriman O2
ke jaringan-jaringan oleh sel darah merah
(2) Meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin
(3) Mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan, dan
(4) Redistribusi aliran darah ke organ-organ vital.
Etiologi
1. Karena cacat sel darah merah (SDM)
Sel darah merah mempunyai komponen penyusun yang banyak sekali. Tiap-tiap komponen ini bila
mengalami cacat atau kelainan, akan menimbulkan masalah bagi SDM sendiri, sehingga sel ini
tidak berfungsi sebagai mana mestinya dan dengan cepat mengalami penuaan dan segera
dihancurkan. Pada umumnya cacat yang dialami SDM menyangkut senyawa-senyawa protein
yang menyusunnya. Oleh karena kelainan ini menyangkut protein, sedangkan sintesis protein
dikendalikan oleh gen di DNA.
2. Karena kekurangan zat gizi
Anemia jenis ini merupakan salah satu anemia yang disebabkan oleh faktor
luar tubuh, yaitu kekurangan salah satu zat gizi. Anemia karena kelainan dalam SDM disebabkan
oleh faktor konstitutif yang menyusun sel tersebut. Anemia jenis ini tidak dapat diobati, yang dapat
dilakukan adalah hanya memperpanjang usia SDM sehingga mendekati umur yang seharusnya,
mengurangi beratnya gejala atau bahkan hanya mengurangi penyulit yang terjadi.
3. Karena perdarahan
Kehilangan darah dalam jumlah besar tentu saja akan menyebabkan kurangnya jumlah SDM
dalam darah, sehingga terjadi anemia. Anemia karena perdarahan besar dan dalam waktu singkat
ini secara nisbi jarang terjadi. Keadaan ini biasanya terjadi karena kecelakaan dan bahaya yang
diakibatkannya langsung disadari. Akibatnya, segala usaha akan dilakukan untuk mencegah
perdarahan dan kalau mungkin mengembalikan jumlah darah ke keadaan semula, misalnya dengan
tranfusi.
4. Karena otoimun
Dalam keadaan tertentu, sistem imun tubuh dapat mengenali dan menghancurkan bagian-bagian
tubuh yang biasanya tidak dihancurkan. Keadaan ini sebanarnya tidak seharusnya terjadi dalam
jumlah besar. Bila hal tersebut terjadi terhadap SDM, umur SDM akan memendek karena dengan
cepat dihancurkan oleh sistem imun.
Diagnosis
Tanda-tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah:
Kelelahan, lemah, pucat, dan kurang bergairah
sakit kepala, dan mudah marah
tidak mampu berkonsentrasi, dan rentan terhadap infeksi
pada anemia yang kronis menunjukkan bentuk kuku seperti sendok dan rapuh, pecah-
pecah pada sudut mulut, lidah lunak dan sulit menelan.
Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan kedalaman serta distribusi kapiler
mempengaruhi warna kulit, maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat
diandalkan. Warna kuku, telapak tangan, dan membran mukosa mulut serta konjungtiva dapat
digunakan lebih baik guna menilai kepucatan.
Takikardia dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh kecepatan aliran darah yang
meningkat) menggambarkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat. Angina (sakit dada),
khususnya pada penderita yang tua dengan stenosis koroner, dapat diakibatkan karena iskemia
miokardium. Pada anemia berat, dapat menimbulkan payah jantung kongesif sebab otot jantung
yang kekurangan oksigen tidak dapat menyesuaikan diri dengan beban kerja jantung yang
meningkat. Dispnea (kesulitan bernafas), nafas pendek, dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas
jasmani merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman O2. Sakit kepala, pusing, kelemahan
dan tinnitus (telinga berdengung) dapat menggambarkan berkurangnya oksigenasi pada susunan
saraf pusat. Pada anemia yang berat dapat juga timbul gejala saluran cerna yang umumnya
berhubungan dengan keadaan defisiensi. Gejala-gejala ini adalah anoreksia, nausea, konstipasi
atau diare dan stomatitis (sariawan lidah dan mulut).
Klasifikasi
Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro menunjukkan ukuran sel darah
merah sedangkan kromik menunjukkan warnanya. Sudah dikenal tiga klasifikasi besar.
1. Anemia normositik normokrom.
Dimana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam
jumlah yang normal tetapi individu menderita anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah
kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan
ginjal, kegagalan sumsum, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang.
Penyebab anemia Normokromik Normositer (MCV didalam batasan normal, 80-100)
1. Pasca perdarahan akut
2. Anemia aplastik-hipoplastik
3. Anemia hemolitik – terutama yang didapat
4. Akibat penyakit kronis
5. Anemia mieloplastik
6. Gagal ginjal kronis
7. Mielofibrosis
8. Sindroma mielodisplastik
9. Leukemia akut
2. Anemia makrositik normokrom.
Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena
konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis
asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat. Ini dapat juga
terjadi pada kemoterapi kanker, sebab agen-agen yang digunakan mengganggu metabolisme sel.
Penyebab anemia Makrositer (MCV tinggi).
1.Megaloblastik
a. Defesiensi folat
b. Defisiensi vitamin B12
2.Non megaloblastik
a. Penyakit hati kronik
b. Hipotiroid
c. Sindroma mielodisplastik
3. Anemia mikrositik hipokrom.
Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari
normal. Hal ini umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia
defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronik, atau gangguan sintesis globin,
seperti pada talasemia (penyakit hemoglobin abnormal kongenital). Penyebab anemia Hipokromik
Mikrositer. (MCV rendah, < 80).
1. Defisiensi besi
2. Thalasemia
3. Penyakit kronik
4. Anemia sideroblastik
Anemia dapat juga diklasifikasikan menurut etiologinya. Penyebab utama yang dipikirkan adalah
(1) Meningkatnya kehilangan sel darah merah dan
(2) Penurunan atau gangguan pembentukan sel.
Klasifikasi berdasarkan etiopatogenesis
a. Produksi eritrosit menurun
1. Kekurangan bahan untuk eritrosit
2. Gangguan utilisasi besi
3. Kerusakan jaringan sumsum tulang
4. Fungsi sumsum tulang kurang baik oleh karena sebab tidak diketahui
b. Kehilangan eritrosit dari tubuh
1. Anemia pasca perdarahan akut
2. Anemia pasca perdarahan kronis
c. Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh
1. Faktor ekstrakorpuskuler
a. Antibodi terhadap eritrosit
1. Atoantibodi : AIHA (autoimmune hemolytic anemia)
2. Isoantibodi : HDN (hemolytic disease of new born)
b. Hipersplenisme
c. Pemaparan terhadapa bahan kimia
d. Akibat infeksi bakteri/parasit
e. Kerusakan mekanis
2. Faktor intrakorpuskuler
a. Gangguan membran
1. Hereditary spherocytosis
2. Hereditary elliptocytosis
b. Gangguan enzim
1. Defesiensi pyruvat kinase
2. Defesiensi G6PD (glucose-6 phosphate dehydrogenase)
c. Ganggguan hemoglobin
1. Hemoglobinopati structural
2. Thalasemia
Meningkatnya kehilangan sel darah merah dapat disebabkan oleh perdarahan atau oleh
penghancuran sel. Perdarahan dapat disebabkan oleh trauma atau tukak, atau akibat pardarahan
kronik karena polip pada kolon, penyakit-penyakit keganasan, hemoriod atau menstruasi.
Penghancuran sel darah merah dalam sirkulasi, dikenal dengan nama hemolisis, terjadi bila
gangguan pada sel darah merah itu sendiri yang memperpendek hidupnya atau karena perubahan
lingkungan yang mengakibatkan penghancuran sel darah merah. Keadaan dimana sel darah merah
itu sendiri terganggu adalah:
1. Hemoglobinopati, yaitu hemoglobin abnormal yang diturunkan, misal nya anemia sel sabit .
2. Gangguan sintetis globin misalnya talasemia.
3. Gangguan membran sel darah merah misalnya sferositosis herediter.
4. Defisiensi enzim misalnya defisiensi G6PD (glukosa 6-fosfat dehidrogenase).
Yang disebut diatas adalah gangguan herediter. Namun, hemolisis dapat juga disebabkan oleh
gangguan lingkungan sel darah merah yang seringkali memerlukan respon imun. Respon isoimun
mengenai berbagai individu dalam spesies yang sama dan diakibatkan oleh tranfusi darah yang
tidak cocok. Respon otoimun terdiri dari pembentukan antibodi terhadap sel-sel darah merah itu
sendiri. Keadaan yang di namakan anemia hemolitik otoimun dapat timbul tanpa sebab yang
diketahui setelah pemberian suatu obat tertentu seperti alfa-metildopa, kinin, sulfonamida, L-dopa
atau pada penyakit-penyakit seperti limfoma, leukemia limfositik kronik, lupus eritematosus,
artritis reumatorid dan infeksi virus. Anemia hemolitik otoimun selanjutnya diklasifikasikan
menurut suhu dimana antibodi bereaksi dengan sel-sel darah merah –antibodi tipe panas atau
antibodi tipe dingin.
Hipersplenisme (pembesaran limpa, pansitopenia, dan sumsum tulang hiperselular atau normal)
dapat juga menyebabkan hemolisis akibat penjeratan dan penghancuran sel darah merah. Luka
bakar yang berat khususnya jika kapiler pecah dapat juga mengakibatkan hemolisis.
Klasifikasi etiologi utama yang kedua adalah pembentukan sel darah merah yang berkurang atau
terganggu (diseritropoiesis). Setiap keadaan yang mempengaruhi fungsi sumsum tulang
dimasukkan dalam kategori ini. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah:
(1) Keganasan yang tersebar seperti kanker payudara, leukimia dan multipel mieloma; obat dan zat
kimia toksik; dan penyinaran dengan radiasi dan
(2) Penyakit-penyakit menahun yang melibatkan ginjal dan hati, penyakit-penyakit infeksi dan
defiensi endokrin.
Kekurangan vitamin penting seperti vitamin B12, asam folat, vitamin C dan besi dapat
mengakibatkan pembentukan sel darah merah tidak efektif sehingga menimbulkan anemia. Untuk
menegakkan diagnosis anemia harus digabungkan pertimbangan morfologis dan etiologi.
ANEMIA NORMOSITIK NORMOKROM
Anemia Aplastik
Definisi Anemia aplastik merupakan suatu pansitopenia pada hiposelularitas sum-sum tulang.
Anemia aplastik didapat (Acquired qplastic anemia) berbeda dengan iatrogenic marrow aplasia,
hiposelularitas sum-sum setelah chemotherapy sitotoksik intensif. Anemia aplastik dapat pula
diturunkan : anemia Fancani genetic dan dyskeratosis congenital, dan sering berkaitan dengan
anomaly fisik khas dan perkembangan pansitopenia terjadi pada umur yang lebih muda, dapat pula
berupa kegagalan sum-sum pada orang dewasa yang terlihat normal. Anemia aplastik didapat
seringkali bermanifestasi yang khas, dengan onset hitung darah yang rendah secara mendadak
pada dewasa muda yang terlihat normal; hepatitis seronegatif atau pemberian obat yang salah
dapat pula mendahului onset ini. Diagnosis pada keadaan seperti ini tidak sulit. Biasanya
penurunan hitung darah moderat atau tidak lengkap, akan menyebabkan anemia, leucopenia, dan
thrombositopenia atau dalam beberapa kombinasi tertentu.
Tabel 1. Klasifikasi anemia aplastik berdasarkan tingkat keparahan.
Anemia aplastik berat
Anemia aplastik sangat
berat
Anemia aplastik bukan
berat
- Seluraritas sumsum tulang <25% atau 25-50%
dengan <30% sel hematopoietik residu, dan
- Dua dari tiga kriteria berikut :
netrofil < 0,5×109/l
trombosit <20×109 /l
retikulosit < 20×109 /l
Sama seperti anemia aplastik berat kecuali netrofil
<0,2×109/l
Pasien yang tidak memenuhi kriteria anemia aplastik
berat atau sangat berat; dengan sumsum tulang yang
hiposelular dan memenuhi dua dari tiga kriteria
berikut :
- netrofil < 1,5×109/l
- trombosit < 100×109/l
- hemoglobin <10 g/dl
Etiologi Asal anemia aplastik telah dihubungkan dengan beberapa kejadian klinis terkait (Table 2);
namun, hubungan ini seringkali tidak tepat dan mungkin bukan etiologi. Walaupun kebanyakan
kasus anemia aplastik bersifat idiopatik, adanya riwayat medis memisahkan kasus idiopatik dari
kasus dengan dugaan etiologi seperti paparan obat.
Tabel 2. Klasifikasi Etiologi Anemia aplastik.
Anemia Aplastik yang Didapat (Acquired Aplastic Anemia)
Anemia aplastik sekunder
Radiasi
Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
1. Efek regular
- Bahan-bahan sitotoksik
- Benzene
1. Reaksi Idiosinkratik
- Kloramfenikol
- NSAID
- Anti epileptik
- Emas
- Bahan-bahan kimia dan obat-obat lainya
Virus
1. Virus Epstein-Barr (mononukleosis infeksiosa)
2. Virus Hepatitis (hepatitis non-A, non-B, non-C, non-G)
3. Parvovirus (krisis aplastik sementara, pure red cell aplasia)
4. Human immunodeficiency virus (sindroma immunodefisiensi yang didapat)
Penyakit-penyakit Imun
1. Eosinofilik fasciitis
2. Hipoimunoglobulinemia
3. Timoma dan carcinoma timus
4. Penyakit graft-versus-host pada imunodefisiensi
5. Paroksismal nokturnal hemoglobinuria
6. Kehamilan
7. 7. Idiopathic aplastic anemia
Anemia Aplatik yang diturunkan (Inherited Aplastic Anemia)
Anemia Fanconi
Diskeratosis kongenita
Sindrom Shwachman-Diamond
Disgenesis reticular
Amegakariositik trombositopenia
Anemia aplastik familial
Preleukemia (monosomi 7, dan lain-lain.)
Sindroma nonhematologi (Down, Dubowitz, Seckel)
Patofisiologi
Kegagalan sum-sum terjadi akibat kerusakan berat pada kompartemen sel hematopoetik. Pada
anemia aplastik, tergantinya sum-sum tulang dengan lemak dapat terlihat pada morfologi spesimen
biopsy dan MRI pada spinal. Sel yang membawa antigen CD34, marker dari sel hematopoietik
dini, semakin lemah, dan pada penelitian fungsional, sel bakal dan primitive kebanyakan tidak
ditemukan; pada pemeriksaan in vitro menjelaskan bahwa “kolam” sel bakal berkurang hingga <
1% dari normal pada keadaan yang berat.
Suatu kerusakan intrinsic pada sel bakal terjadi pada anemia aplastik konstitusional: sel dari pasien
dengan anemia Fanconi mengalami kerusakan kromosom dan kematian pada paparan terhadap
beberapa agen kimia tertentu. Telomer kebanyakan pendek pada pasien anemia aplastik, dan
mutasi pada gen yang berperan dalam perbaikan telomere (TERC dan TERT ) dapat
diidentifikasi pada beberapa orang dewasa dengan anomaly akibat kegagalan sum-sum dan tanpa
anomaly secara fisik atau dengan riwayat keluarga dengan penyakit yang serupa. Anemia aplasia
sepertinya tidak disebabkan oleh kerusakan stroma atau produksi faktor pertumbuhan.
Kerusakan akibat Obat.
Kerusakan ekstrinsik pada sum-sum terjadi setelah trauma radiasi dan kimiawi seperti dosis tinggi
pada radiasi dan zat kimia toksik. Untuk reaksi idiosinkronasi yang paling sering pada dosis
rendah obat, perubahan metabolisme obat kemungkinan telah memicu mekanisme kerusakan. Jalur
metabolisme dari kebanyakan obat dan zat kimia, terutama jika bersifat polar dan memiliki
keterbatasan dalam daya larut dengan air, melibatkan degradasi enzimatik hingga menjadi
komponen elektrofilik yang sangat reaktif (yang disebut intermediate); komponen ini bersifat toxic
karena kecenderungannya untuk berikatan dengan makromolekul seluler. Sebagai contoh, turunan
hydroquinones dan quinolon berperan terhadap cedera jaringan. Pembentukan intermediat
metabolit yang berlebihan atau kegagalan dalam detoksifikasi komponen ini kemungkinan akan
secara genetic menentukan namun perubahan genetis ini hanya terlihat pada beberapa obat;
kompleksitas dan spesifitas dari jalur ini berperan terhadap kerentanan suatu loci dan dapat
memberikan penjelasan terhadap jarangnya kejadian reaksi idiosinkronasi obat.
Table 3: Beberapa Obat dan Zat Kimia yang Berkaitan dengan Anemia
Aplastik
1 Agen yang secara rutin menyebabkan depresi sum-sum sebagai toksisitas utama
pada dosis biasa atau paparan yang normal.
2 Obat sitotoksik yang digunakan dalam kemoterapi kanker : alkylating agents,
antimetabolites, antimitotics, beberapa antibiotic
3 Agen yang biasanya namun tidak mutlak menyebabkan aplasia sum-sum: Benzene
4 Agen yang terkait dengan anemia aplasia namun dengan kemungkinan yang
relative rendah
Chloramphenicol
Insektisida
Antiprotozoa: quinacrine dan chloroquine, mepacrine
Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (termasuk phenylbutazone, indomethacin,
ibuprofen, sulindac, aspirin)
Anticonvulsants (hydantoins, carbamazapine, phenacemide, felbamate)
Heavy metals (gold, arsenic, bismuth, mercury)
Sulfonamides: beberapa antibiotics, obat antithyroid (methimazole,
methylthiouracil, propylthiouracil), obat antidiabetes (tolbutamide,
chlorpropamide), carbonic anhydrase
Antihistamines (cimetidine, chlorpheniramine)
D-Penicillamine
Estrogens (kehamilan)
4 Agen yang keterkaitan dengan anemia aplastik belum jelas:
Antibiotik lainnya (streptomycin, tetracycline, methicillin, mebendazole,
trimethoprim/sulfamethoxazole, flucytosine)
Sedatives dan tranquilizers (chlorpromazine, prochlorperazine, piperacetazine,
chlordiazepoxide, meprobamate, methyprylon)
Allopurinol, Lithium, Methyldopa, Quinidine, Guanidine, Potassium perchlorate
Thiocyanate, Carbimazole
Autoimun
Penyembuhan pada fungsi sum-sum pada beberapa pasien yang dipersiapkan untuk transplantasi
sum-sum dengan antilymphocyte globulin (ALG) menjelaskan bahwa anemia aplastik
kemungkinan dimediasi imun. Seperti dengan hipotesis ini adalah seringnya kegagalan
transplantasi sum-sum dari kembar syngeneic, kemoterapi sitotoksik tidak dilakukan, keadaan ini
menyangkal absennya sel bakal sebagai penyebab dan keberadaan dari faktor resipien yang
menciptakan kegagalan sum-sum. Data laboratorium mendukung peranan penting sistem imun
pada anemia aplastik. Sel darah dan sel sum-sum tulang pada pasien dapat menekan pertumbuhan
sel bakal normal dan diambilnya sel T yang diamati pada sum-sum tulang pasien anemia aplastik
dapat memperbaiki pembentukan koloni in vitro. Peningkatan jumlah sel T sitotoksik yang aktif
ditemukan pada pasien anemia aplastik dan biasanya menurun dengan terapi immunosupressif;
penukuran sitokin menunjukkan respn imun TH1 (interferon γ dan tumor necrosis factor).
Interferon dan TNF memicu ekspresi Fas pada sel CD34, menyebabkan apoptosis.; lokalisasi dari
sel T yang teraktivasi pada sum-sum tulang dan produksi lokal pada faktor pelarut kemungkinan
penting dalam kerusakan sel bakal.
Kejadian sistem imun dini pada anemia aplastik belum dipahami dengan baik. Analisis ekspresi
reseptor sel T menunjukkan oligoklonal dan respon sel T sitotoksik akibat antigen. Banyak antigen
exogen berbeda sepertinya mampu untuk menginisiasi respon imun patologis, namun paling tidak
beberapa sel T kemungkinan dapat membedakan self-antigen. Jarangnya anemia aplastik walaupun
seringnya paparan zat pemicu (obat-obatan dan virus hepatitis) menandakan bahwa respon imun
yang ditentukan secara genetic dapat mengkonversi respon fisiologis normal menjadi suatu proses
autoimun abnormal yang berkelanjutan, termasuk polymorphisme pada histokompabilitas antigen,
gen sitokin, dang en yang mengatur polarisasi sel T dan fungsi efektor.
Manifestasi klinik Kompleks gejala anemia aplastik berkaitan dengan pansitopenia. Gejala-gejala
lain yang berkaitan dengan anemia adalah defisiensi trombosit dan sel darah putih.
Defisiensi trombosit dapat mengakibatkan:
(1) Ekimosis dan ptekie (perdarahan dalam kulit)
(2) Epistaksis (perdarahan hidung)
(3) Perdarahan saluran cerna
(4) Perdarahan saluran kemih
(5) Perdarahan susunan saraf pusat.
Defisiensi sel darah putih mengakibatkan lebih mudahnya terkena infeksi. Aplasia berat disertai
pengurangan atau tidak adanya retikulosit jumlah granulosit yang kurang dari 500/mm3 dan
jumlah trombosit yang kurang dari 20.000 dapat mengakibatkan kematian dan infeksi dan atau
perdarahan dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Namun penderita yang lebih ringan dapat
hidup bertahun- tahun. Pengobatan terutama dipusatkan pada perawatan suportif sampai terjadi
penyembuhan sumsum tulang. Karena infeksi dan perdarahan yang disebabkan oleh defisiensi sel
lain merupakan penyebab utama kematian maka penting untuk mencegah perdarahan dan infeksi.
Anamnesis
Anemia aplastik dapat muncul dengan mendadak atau memiliki onset yang berkembang dengan
cepat. Perdarahan merupakan gejala awal yang paling sering terjadi; keluhan mudah terjadi memar
selama beberapa hari hingga minggu, gusi yang berdarah, mimisan, darah menstruasi yang
berlebihan, dan kadang-kadang peteki. Adanya thrombositopenia, perdarahan massif jarang terjadi,
namun perdarahan kecil pada sistem saraf pusat dapat berbahaya pada intracranial dan
menyebabkan perdarahan retina. Gejala anemia juga sering terjadi termasuk mudah lelah, sesak
napas, dan tinnitus pada telinga. Infeksi merupakan gejala awal yang jarang terjadi pada anemia
aplastik (tidak seperti pada agranulositosis, dimana faringitis, infeksi anorektal, atau sepsis sering
terjadi pada permulaan penyakit). Gejala yang khas dari anemia aplastik adalah keterbatasan gejala
pada sistem hematologist dan pasien sering merasa dan sepertinya terlihat sehat walaupun terjadi
penurunan drastis pada hitung darah. Keluhan sistemik dan penurunan berat badan sebaiknya
mengarahkan penyebab pasitopenia lainnya. Adanya pemakaian obat sebelumnya, paparan zat
kimia, dan penyakit infeksi virus sebelumnya mesti diketahui. Riwayat kelainan hematologis pada
keluarga dapat mengindikasikan penyebab konstitusional pada kegagalan sum-sum.
Pemeriksaan Fisik
Peteki dan ekimosis sering terjadi dan perdarahan retina dapat ditemukan. Pemeriksaan pelvis dan
rectal tidak dianjurkan namun jika dikerjakan, harus dengan hati-hati dan menghindari trauma;
karena pemeriksaan ini biasanya menyebabkan perdarahan dari servikal atau darah pada tinja.
Kulit dan mukosa yang pucat sering terjadi kecuali pada kasus yang sangat akut atau yang telah
menjalani transfusi. Infeksi pada pemeriksaan pertama jarang terjadi namun dapat timbul jika
pasien telah menjadi simptomatik setelah beberapa minggu. Limfadenopati dan splenomegaly juga
tidak sering terjadi pada anemia aplastik. Bintik Café au lait dan postur tubuh yang pendek
merupakan tanda anemia Fanconi; jari-jari yang aneh dan leukoplakia menandakan dyskeratosis
congenital.
Pemeriksaan Laboratorium
Darah
Apusan menunjukkan eritrosit yang besar dan kurangnya platelet dan granulosit. Mean corpuscular
volume (MCV) biasanya meningkat. Retikulosit tidak ditemukan atau kurang dan jumlah limfosit
dapat normal atau sedikit menurun. Keberadaan myeloid immature menandakan leukemia atau
MDS; sel darah merah yang bernukleus menandakan adanya fibrosis sum-sum atau invasi tumor;
platelet abnormal menunjukkan adanya kerusakan perifer atau MDS. Penderita mengalami
pansitopenia yaitu kekurangan sel darah merah, sel darah putih dan trombosit.
Secara morfologis sel-sel darah merah terlihat normositik dan normokrom, hitung retikulosit
rendah atau hilang dan biopsi sumsum tulang menunjukkan suatu keadaan yang disebut “pungsi
kering” dengan hipoplasia yang nyata dan terjadi pergantian dengan jaringan lemak. Langkah-
langkah pengobatan terdiri dari mengidentifikasi dan menghilangkan agen penyebab. Namun pada
beberapa keadaan tidak dapat ditemukan agen penyebabnya dan keadaan ini disebut idiopatik.
Beberapa keadaan seperti ini diduga merupakan keadaan imunologis.
Sum Sum Tulang
Sum-sum tulang biasanya mudah diaspirasi namun menjadi encer jika diapuskan dan biopsi
specimen lemak terlihat pucat pada pengambilan. Pada aplasia berat, apusan dari specimen aspirat
hanya menunjukkan sel darah merah, limfosit residual, dan sel strome; biopsy (dimana sebaiknya
berukuran >1 cm) sangat baik untuk menentukan selularitas dan kebanyakan menunjukkan lemak
jika dilihat dibawah mikroskop, dengan sel hematopoetik menempati <25% style=”"> sum-sum
yang kosong, sedangkan “hot-spot” hematopoiesis dapat pula terlihat pada kasus yang berat. Jika
specimen pungsi krista iliaka tidak adekuat, sel dapat pula diaspirasi di sternum. Sel hematopoietik
residual seharusnya mempunyai morfologi yang normal, kecuali untuk eritropoiesis megaloblastik
ringan; megakariosit selalu sangat berkurang dan biasanya tidak ditemukan. Sebaiknya myeloblast
dicari pada area sekitar spikula. Granuloma (pada specimen seluler) dapat mengindikasikan
etiologi infeksi dari kegagalan sum-sum.
Radiologi
Gambaran radiology yang sering ditemukan pada penderita anemia aplastik yaitu dengan
abnormalitas skelet, yang paling sering hipoplasia atau tidak adanya ibu jari dan anomaly
pergelangan tangan sisi radial.
- 50 % mengalami hipoplasia
- 25 % mengalami osteoporosis
- 25 % mengalami anomaly ginjal, ginjal atopik atau aplastik dan horse shoe kidney.
Diagnosis
Diagnosis anemia aplastik biasanya dilakukan dengan cepat, berdasar dari kombinasi pansitopenia
dengan sum-sum tulang kosong dan berlemak. Anemia aplastik merupakan penyakit dewasa muda
dan sebaiknya menjadi diagnosis utama pada seorang remaja atau dewasa yang mengalami
pansitopenia. Jika yang terjadi adalah pansitopenia sekunder, diagnosis utama biasanya ditegakkan
melalui anamnesis dan pemeriksaan fisis : pembesaran limpa seperti pada sirosis alkoholik,
riwayat metastasis kanker, atau sistemik lupus eritematosus, atau tuberculosis miliar pada
gambaran radiologi. Masalah diagnosis dapat timbul dengan gambaran penyakit yang
atipikal dan merata. Dimana pansitopenia sangat umum terjadi, beberapa pasien dengan
hiposelularitas pada sum-sum memiliki penurunan hanya pada satu atau dua dari tiga jenis sel
darah, seringkali memperlihatkan perkembangan menjadi anemia aplastik yang jelas. Sum-sum
tulang pada anemia aplastik sulit dibedakan secara morfologis dengan aspirat pada penyakit
didapat. Diagnosis dapat dipengaruhi oleh riwayat keluarga, hitung jenis darah yang abnormal,
atau keberadaan dari anomali fisik yang terkait. Anemia aplasia lebih sulit dibedakan dari variasi
hiposeluler dari MDS : MDS ditandai dengan penemuan abnormalitas morfologis, terutama
megakariosit dan sel bakal myeloid, dan abnormalitas sitogenik tipikal.
Pencegahan anemia aplastik dan terapi yang di lakukan
Prinsip pengobatan yang dilakukan yaitu :
- Hilangkan penyebab
- Hindari trauma, terutama pada selaput lender dan kulit
- Hindari infeksi.
- Stimulasi sumsum tulang (Hemopoiesis) dimana hormone androgen mengalami testosterone dan
oksimetolon
- Melakukan transfuse darah seminimal mungkin, jika Hb 8 – 9 gr / dl
- Mengganti stem cell yang rusak dengan cara mentransplantasi sumsum tulang
Tindakan pencegahan dapat mencakup lingkungan yang dilindungi (ruangan dengan aliran udara
yang mendatar atau tempat yang nyaman) dan higiene yang baik. Pada pendarahan dan/atau infeksi
perlu dilakukan terapi komponen darah yang bijaksana, yaitu sel darah merah, granulosit dan
trombosit dan antibiotik. Agen-agen perangsang sumsum tulang seperti androgen diduga
menimbulkan eritropoiesis, tetapi efisiensinya tidak menentu. Penderita anemia aplastik kronik
dipertahankan pada hemoglobin (Hb) antara 8 dan 9 g dengan tranfusi darah yang periodik.
Penderita anemia aplastik berusia muda yang terjadi secara sekunder akibat kerusakan sel induk
memberi respon yang baik terhadap tranplantasi sumsum tulang dari donor yang cocok (saudara
kandung dengan antigen leukosit manusia S[HLA] yang cocok). Pada kasus-kasus yang dianggap
terjadi reaksi imunologis maka digunakan globulin antitimosit (ATG) yang mengandung antibodi
untuk melawan sel T manusia untuk mendapatkan remisi sebagian. Terapi semacam ini dianjurkan
untuk penderita yang agak tua atau untuk penderita yang tidak mempunyai saudara kandung yang
cocok.
Penatalaksanaan Anemia Aplastik
Anemia aplastik dapat disembuhkan dengan penggantian sel hematopoietik yang hilang (dan
sistem imun) dengan transplantasi stem cell, atau dapat diringankan dengan penekanan sistem
imun untuk mempercepat penyembuhan fungsi sum-sum tulang residual. Faktor pertumbuhan
hematopoietik memiliki keterbatasan manfaat dan glukokortikoid tidaklah bermanfaat. Paparan
obat atau zat kimia yang dicurigai sebaiknya dihentikan dan dihindari; namun, penyembuhan
spontan dari penurunan sel darah yang berat jarang terjadi, dan periode menunggu sebelum
memulai penanganan tidak dianjurkan kecuali hitung jenis darah hanya sedikit menurun. Tindakan
lain, yaitu diberikan :
- Kortikosteroid dengan trombositopenia berat
- Splenoktomi dengan kasus resisten
- Immunosupresif dengan kausa immunologic.
Prognosis
Sifat alami dari perkembangan anemia aplastik adalah penurunan kesehatan dan kematian.
Persiapan sel darah merah dan kemudian transfusi sel darah putih serta antibiotic platelet
terkadang berguna, namun hanya segelintir pasien memperlihatkan penyembuhan spontan.
Penentu utama prognosis adalah hitung darah, Prognosis bertambah buruk jika ditemukan ciri-ciri
sebagai berikut:
- Netrofil < 0,5 x 10 / L
- Platelet < 20 x 10 / L
- Retikulosit < 40 x 10 / L
Anemia Pasca Perdarahan
Definisi
Anemia Karena Perdarahan adalah berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin
(protein pengangkut oksigen) yang disebabkan oleh perdarahan.
Etiologi
Perdarahan hebat merupakan penyebab tersering dari anemia.
Jika kehilangan darah, tubuh dengan segera menarik cairan dari jaringan diluar pembuluh darah
sebagai usaha untuk menjaga agar pembuluh darah tetap terisi.
Akibatnya darah menjadi lebih encer dan persentase sel darah merah berkurang.
Pada akhirnya, peningkatan pembentukan sel darah merah akan memperbaiki anemia. Tetapi pada
awalnya anemia bisa sangat berat, terutama jika timbul dengan segera karena kehilangan darah
yang tiba-tiba, seperti yang terjadi pada:
- Kecelakaan
- Pembedahan
- Persalinan
- Pecahnya pembuluh darah.
Yang lebih sering terjadi adalah perdarahan menahun (terus menerus atau berulang-ulang), yang
bisa terjadi pada berbagai bagian tubuh: Perdarahan hidung dan wasir : jelas terlihat.
Perdarahan pada tukak lambung dan usus kecil atau polip dan kanker usus besar) : mungkin tidak
terlihat dengan jelas karena jumlah darahnya sedikit dan tidak tampak sebagai darah yang merah di
dalam tinja; jenis perdarahan ini disebut perdarahan tersembunyi.
Perdarahan karena tumor ginjal atau kandung kemih; bisa menyebabkan ditemukannya darah
dalam air kemih. Perdarahan menstruasi yang sangat banyak.
Gejala Klinis
Hilangnya sejumlah besar darah secara mendadak dapat menyebabkan 2 masalah:
- Tekanan darah menurun karena jumlah cairan di dalam pembuluh darah berkurang
- Pasokan oksigen tubuh menurun karena jumlah sel darah merah yang mengangkut oksigen
berkurang.
Kedua masalah tersebut bisa menyebabkan serangan jantung, stroke atau kematian. Anemia yang
disebabkan oleh perdarahan bisa bersifat ringan sampai berat, dan gejalanya bervariasi. Anemia
bisa tidak menimbulkan gejala atau bisa menyebabkan:
- pingsan
- pusing
- haus
- berkeringat
- denyut nadi yang lemah dan cepat
- pernafasan yang cepat.
Penderita sering mengalami pusing ketika duduk atau berdiri (hipotensi ortostatik). Anemia juga
bisa menyebabkan kelelahan yang luar biasa, sesak nafas, nyeri dada dan jika sangat berat bisa
menyebabkan kematian. Berat ringannya gejala ditentukan oleh kecepatan hilangnya darah dari
tubuh. Jika darah hilang dalam waktu yang singkat (dalam beberapa jam atau kurang), kehilangan
sepertiga dari volume darah tubuh bisa berakibat fatal.
Jika darah hilang lebih lambat (dalam beberapa hari, minggu atau lebih lama lagi), kehilangan
sampai dua pertiga dari volumer darah tubuh bisa hanya menyebabkan kelelahan dan kelemahan
atau tanpa gejala sama sekali.
Manifestasi klinis menurut Brunner dan Suddart (2001):
a) Pengaruh yang timbul segera
Akibat kehilangan darah yang cepat terjadi reflek cardia vaskuler yang fisiologis berupa kontraksi
orteiola, pengurangan cairan darah atau komponennya ke organ tubuh yang kurang vital (otak dan
jantung). Gejala yang timbul tergantung dari cepat dan banyaknya darah yang hilang dan apakah
tubuh masih dapat mengadakan kompensasi. Kehilangan darah 200 ml pada orang dewasa yang
terjadi dengan cepat dapat lebih berbahaya daripada kehilangan darah sebanyak 3000ml dalam
waktu yang lama.
b) Pengaruh lambat
Beberapa jam setelah perdarahan terjadi pergeseran cairan ekstraseluler dan intravaskuler yaitu
agar isi iontravaskuler dan tekanan osmotik dapat dipertahankan tetapi akibatnya terjadi
hemodilati. Gejala yang ditemukan adalah leukositosis (15.000-20.000/mm3) nilai hemoglobin,
eritrosit dan hematokrit merendah akibat hemodilasi. Untuk mempertahankan metabolisme,
sebagai kompensasi sistem eritropoenik menjadi hiperaktif, kadang-kadang terlihat gejala gagal
jantung. Pada orang dewasa keadaan hemodelasi dapat menimbulkan kelainan cerebral dan infark
miokard karena hipoksemia. Sebelum ginjal kembali normal akan ditemukan oliguria atau anuria
sebagai akibat berkurangnya aliran ke ginjal.
Penatalaksanaan
Pengobatan tergantung kepada kecepatan hilangnya darah dan beratnya anemia yang terjadi. Satu-
satunya pengobatan untuk kehilangan darah dalam waktu yang singkat atau anemia yang berat
adalah transfusi sel darah merah. Selain itu, sumber perdarahan harus ditemukan dan perdarahan
harus dihentikan. Jika darah hilang dalam waktu yang lebih lama atau anemia tidak terlalu berat,
tubuh bisa menghasilkan sejumlah sel darah merah yang cukup untuk memperbaiki anemia tanpa
harus menjalani transfusi. Zat besi yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah juga
hilang selama perdarahan.
Karena itu sebagian besar penderita anemia juga mendapatkan tambahan zat besi, biasanya dalam
bentuk tablet.
Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh pemecahan eritrosit yang meningkat.
Normal masa hidup sel eritrosit dalam sirkulasi darah berkisar diantara 100-120 hari. Setelah kira-
kira 120 hari eritrosit tersebut mengalami penghancuran oleh sistim RE, terutama di limpa.
Apabila proses penghancuran tersebut berlangsung lebih cepat dari waktu yang tersebut diatas
maka umur eritrosit memendek.
Timbulnya anemia akibat faktor yang lebih mendasar yaitu ketidakmampuan sumsum tulang
meningkatkan produksi eritrosit yang cukup sebagai kompensasi dari umur eritrosit yang
memendek. Bila sumsum tulangnya normal, maka dia mampu untuk mengkompensasi
berkurangnya umur eritrosit 4-6 kali dan mencegah terjadinya anemia sehingga terjadilah keadaan
yang disebut penyakit hemolitik terkompensasi. Banyak hal yang dapat menyebabkan hemolitik,
sebaiknya penyebab-penyebab hemolitik tersebut dibagi 2 kategori:
1. Kelainan intra korpuskular. Hampir selalu herediter, dimana eritrosit abnormal sejak
pembentukannya dalam sumsum tulang.
2. Kelainan ekstra korpuskular. Hampir selalu didapat sesudah lahir, dimana eritrosit dibentuk
normal oleh sumsum tulang tetapi rusak oleh sesuatu didalam sirkulasi.
Anemia hemolitik herediter biasanya disebabkan cacat intrinsik eritrosit. Darah normal yang
ditransfusikan bertahan sama lama pada pasien ini seperti pada resipient sehat. Anemia hemolitik
didapat biasanya merupakan perubahan ekstra korpuskular atau lingkungan, darah normal yang
ditransfusikan akan mempunyai umur yang sama pendek seperti sel eritrosit pasien itu sendiri.
Klasifikasi
a) Anemia hemolitik herediter.
1. Cacat pada membran.
2. Cacat pada metabolisme.
3. Cacat pada hemoglobin.
b) Anemia hemolitik didapat
1. Gangguan proses immunologis
- Anemia hemolitik autoimmun
- Isoimun
2. Sindrom fragmentasi
3. Hipersplenisme
4. Skunder :
- Penyakit ginjal
- Penyakit hati
5. Paroxysimal Nocturnal Hemoglobin (PNH)
6. Lain-lain ; infeksi, zat kimia, toksin, obat-obatan.
Pada beberapa penelitian sering ditemukan masa hidup eritrosit memendek pada penderita sirosis
hati. Mengapa terjadi penurunan umur eritrosit ini, alasanya belum diketahui dengan pasti. Pada
sirosis hati dijumpai adanya perubahan yang khas pada lipid membran eritrosit, dimana rasio
kolesterol dan fosfolipid membran eritrosit berubah dan sebagai akibatnya terbentuk kelainan
morfologi eritrosit berupa makrosit tipis, target sel dan makrosit tebal. Bila kegagalan fungsi hati
semakin berat, penimbunan kolesterol dalam membran eritrosit tanpa disertai penimbunan lesitin
mengakibatkan terbentuknya spur sel (sel taji, akantosis). Dengan terbentuknya spur sel, umur
eritrosit menjadi memendek, karena terjadi hemolisis dan menandakan penyakit hati menjadi berat
dan mempunyai prognosa jelek. Disamping itu hemolisis juga diakibatkan oleh abnormalitas
metabolisme eritrosit, dengan terbentuknya Heinzbodies dan adanya penurunan ATP pada
hipofosfatemia, serta oleh adanya hipersplenisme yang menyebabkan umur eritrosit memendek.
Gejala Klinis
Gambaran klinis suatu anemia tergantung kepada :
a) Tingkat anemia (berat, sedang, dan ringan).
b) Etiologi anemia.
c) Kecepatan terjadinya anemia (akut atau kronis).
d) Umur penderita.
e) Kemampuan sistem kardiovaskular dan pulmonal untuk melakukan kompensasi akibat anemia.
Apabila terjadi anemia pada seorang penderita maka kemampuan hemoglobin sebagai pengangkut
oksigen dari paru-paru sampai keseluruh jaringan tubuh akan mengalami gangguan. Kapasitas
pengangkut O2 akan menurun sampai batas tertentu kesetiap jaringan dan menimbulkan hipoksia
jaringan. Akibat hipoksia, setiap jaringan akan menimbulkan reaksi berupa gejala dan tanda yang
khas untuk masing- masing organ tubuh terutama organ vital seperti otak, jantung, paru-paru,
vaskular, dan muskuloskeletal.
Pada ummunya, gejala dan tanda anemia adalah mudah lemah, terutama waktu bekerja, pucat pada
selaput lendir mulut dan mata, gangguan kardiovaskular, jantung berdebar-debar, nadi cepat atau
sesak nafas. Adanya rasa nyeri pada dada (angina) bila disertai iskemia.
Gejala dan tanda amemia hemolitik secara umum pasien kelihatan pucat, ikterus serta
splenomegali.
Pemeriksaan laboratorium
Hasil laboratorium dibagi menjadi 3 kelompok :
a) Gambaran peningkatan penghancuran eritrosit :
1. Bilirubin serum meningkat, terutama inderek.
2. Urobilinogen urin meningkat.
3. Sterkobilinogen feses meningkat.
4. Haptoglobin serum tidak ada karena kompleks hemoglobin-hemoglobin ditarik oleh RE sel.
b) Gambaran peningkatan produksi eritrosit :
1. Retikulositosis.
2. Hiperplasia eritrosit sumsum tulang.
c) Eritrosit rusak :
1. Fragilitas Osmotik, otohemolitis dan sebagainya.
2. Umur eritrosit memendek. Terbaik diperlihatkan oleh penandaan (labelling) 51Cr dengan
pemeriksaan tempat -tempat destruksi.
3. Morfologi : mikrosferosit, anisopoikilositosis, burr cell, hipokrom mikrositer, target cell, sickle
cell, sferosit.
Penatalaksanaan Penatalaksanaan anemia hemolitik disesuaikan dengan penyebabnya. Bila
karena reaksi toksik imunologik yang didapat diberikan adalah kortikosteroid (prednison,
prednisolon) kalau perlu dilakukan splenektomi. Apabila keduanya tidak berhasil, dapat diberikan
obat-obatan sitostatik seperti klorambusil dan siklofosmid. Mengingat insiden yang besar pada
autoimun anemia hemolitik, maka jenis anemia ini akan dibahas secara khusus seperti di bawah
ini.
Anemia Hemolitik Autoimun (AIHA)
Kadang-kadang sistem kekebalan tubuh mengalami gangguan fungsi dan menghancurkan selnya
sendiri karena keliru mengenalinya sebagai bahan asing (reaksi autoimun). Jika suatu reaksi
autoimun ditujukan kepada sel darah merah, akan terjadi anemia hemolitik autoimun. Anemia
hemolitik autoimun memiliki banyak penyebab, tetapi sebagian besar penyebabnya tidak diketahui
(idiopatik).
Anemia hemolitik autoimun dibedakan dalam dua jenis utama, yaitu anemia hemolitik antibodi
hangat (paling sering terjadi) dan anemia hemolitik antibodi dingin.:
Antibodi tipe hangat (warm type) yang aktif pada suhu 37°C (85%)
Antibodi tipe dingin (cold type) yang aktif pada suhu 4°C (15%).
a. Anemia Hemolitik Antibodi Hangat.
Anemia Hemolitik Antibodi Hangat adalah suatu keadaan dimana tubuh membentuk autoantibodi
yang bereaksi terhadap sel darah merah pada suhu tubuh.
Autoantibodi ini melapisi sel darah merah, yang kemudian dikenalinya sebagai benda asing dan
dihancurkan oleh sel perusak dalam limpa atau kadang dalam hati dan sumsum tulang.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita. Sepertiga penderita anemia jenis ini menderita suatu
penyakit tertentu (misalnya limfoma, leukemia atau penyakit jaringan ikat, terutama lupus
eritematosus sistemik) atau telah mendapatkan obat tertentu, terutama metildopa. Gejalanya
seringkali lebih buruk daripada yang diperkirakan, mungkin karena anemianya berkembang sangat
cepat. Limpa biasanya membesar, sehingga bagian perut atas sebelah kiri bisa terasa nyeri atau
tidak nyaman.
Pengobatan tergantung dari penyebabnya. Jika penyebabnya tidak diketahui, diberikan
kortikosteroid (misalnya prednison) dosis tinggi, awalnya melalui intravena , selanjutnya per-oral
(ditelan).
Sekitar sepertiga penderita memberikan respon yang baik terhadap pengaobatan tersebut. Penderita
lainnya mungkin memerlukan pembedahan untuk mengangkat limpa, agar limpa berhenti
menghancurkan sel darah merah yang terbungkus oleh autoantibodi. Pengangkatan limpa berhasil
mengendalikan anemia pada sekitar 50% penderita. Jika pengobatan ini gagal, diberikan obat yang
menekan sistem kekebalan (misalnya siklosporin dan siklofosfamid).
Transfusi darah dapat menyebabkan masalah pada penderita anemia hemolitik autoimun. Bank
darah mengalami kesulitan dalam menemukan darah yang tidak bereaksi terhadap antibodi, dan
transfusinya sendiri dapat merangsang pembentukan lebih banyak lagi antibodi.
b. Anemia Hemolitik Antibodi Dingin.
Anemia Hemolitik Antibodi Dingin adalah suatu keadaan dimana tubuh membentuk autoantibodi
yang bereaksi terhadap sel darah merah dalam suhu ruangan atau dalam suhu yang dingin. Anemia
jenis ini dapat berbentuk akut atau kronik.
Bentuk yang akut sering terjadi pada penderita infeksi akut, terutama pneumonia tertentu atau
mononukleosis infeksiosa. Bentuk akut biasanya tidak berlangsung lama, relatif ringan dan
menghilang tanpa pengobatan.
Bentuk yang kronik lebih sering terjadi pada wanita, terutama penderita rematik atau artritis
yang berusia diatas 40 tahun. Bentuk yang kronik biasanya menetap sepanjang hidup penderita,
tetapi sifatnya ringan dan kalaupun ada, hanya menimbulan sedikit gejala.
Cuaca dingin akan meningkatkan penghancuran sel darah merah, memperburuk nyeri sendi dan
bisa menyebabkan kelelahan dan sianosis (tampak kebiruan) pada tangan dan lengan. Penderita
yang tinggal di daerah bercuaca dingin memiliki gejala yang lebih berat dibandingkan dengan
penderita yang tinggal di iklim hangat.
Diagnosis ditegakkan jika pada pemeriksaan laboratorium ditemukan antibodi pada permukaan sel
darah merah yang lebih aktif pada suhu yang lebih rendah dari suhu tubuh. Tidak ada pengobatan
khusus, pengobatan ditujukan untuk mengurangi gejala-gejalanya. Bentuk akut yang berhubungan
dengan infeksi akan membaik degnan sendirinya dan jarang menyebabkan gejala yang serius.
Menghindari cuaca dingin bisa mengendalikan bentuk yang kronik.
Hemoglobinuria Paroksismal Nokturnal
Definisi Hemoglobinuria Paroksismal Nokturnal adalah anemia hemolitik yang jarang terjadi,
yang disebabkan serangan mendadak dan berulang dari penghancuran sel darah merah oleh sistem
kekebalan. Penghancuran sejumlah besar sel darah merah yang terjadi secara mendadak
(paroksismal), bisa terjadi kapan saja, tidak hanya pada malam hari (nokturnal), menyebabkan
hemoglobin tumpah ke dalam darah.
Ginjal menyaring hemoglobin, sehingga air kemih berwarna gelap (hemoglobinuria). Anemia ini
lebih sering terjadi pada pria muda, tetapi bisa terjadi kapan saja dan pada jenis kelamin apa saja.
Penyebabnya masih belum diketahui. Penyakit ini bisa menyebabkan kram perut atau nyeri
punggung yang hebat dan pembentukan bekuan darah dalam vena besar dari perut dan tungkai.
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium yang bisa menemukan adanya sel darah
merah yang abnormal, khas untuk penyakit ini. Untuk meringankan gejala diberikan kortikosteroid
(misalnya prednison).
Penderita yang memiliki bekuan darah mungkin memerlukan antikoagulan (obat yang
mengurangi kecenderungan darah untuk membeku, misalnya warfarin). Transplantasi sumsum
tulang bisa dipertimbangkan pada penderita yang menunjukkan anemia yang sangat berat.
Etiologi
Sejumlah faktor dapat meningkatkan penghancuran sel darah merah:
- Pembesaran limpa (splenomegali)
- Sumbatan dalam pembuluh darah
- Antibodi bisa terikat pada sel darah merah dan menyebabkan sistem kekebalan
menghancurkannya dalam suatu reaksi autoimun
- Kadang sel darah merah hancur karena adanya kelainan dalam sel itu sendiri (misalnya kelainan
bentuk dan permukaan, kelainan fungsi atau kelainan kandungan hemoglobin)
- Penyakit tertentu (misalnya lupus eritematosus sistemik dan kanker tertentu, terutama
limfoma)
- Obat-obatan (misalnya metildopa, dapson dan golongan sulfa).
Gejala Klinis
Gejala dari anemia hemolitik mirip dengan anemia yang lainnya. Kadang-kadang hemolisis
terjadi secara tiba-tiba dan berat, menyebabkan krisis hemolitik, yang ditandai dengan:
- demam
- menggigil
- nyeri punggung dan nyeri lambung
- perasaan melayang
- penurunan tekanan darah yang berarti.
Sakit kuning (jaundice) dan air kemih yang berwarna gelap bisa terjadi karena bagian dari sel
darah merah yang hancur masuk ke dalam darah. Limpa membesar karena menyaring sejumlah
besar sel darah merah yang hancur, kadang menyebabkan nyeri perut. Hemolisis yang
berkelanjutan bisa menyebabkan batu empedu yang berpigmen, dimana batu empedu berwarna
gelap yang berasal dari pecahan sel darah merah.
ANEMIA MAKROSITIK NORMOKROM
Anemia Megaloblastik
Anemia yang disebabkan karena kekurangan Vitamin B12 dan asam folat.
Etiologi
1. Faktor diet.
Asupan gizi yang kurang mengandung vit B12 dan asam folat. Vit B 12 banyak pada produk2
hewani. Asam folat banyak pada hati, sayuran hijau.
2. Malabsorbsi.
Dari faktor lambung, ileal resection, jejunal resection, gluten enteropathy Chron’s disease.
3. Turnover yang meningkat.
Kehamilan, prematur, penyakit keganasan, anemia hemolitik kronik (sickle cell an)
4. Renal loss.
Defisiensi folat, Congestive Heart Failure, Dialisa.
5. Obat-obatan.
Obat anti kejang, sulphasalazine dan alkohol.
Anemia megaloblastik sering disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan asam folat yang
mengakibatkan sintesis DNA terganggu. Defisiensi ini mungkin sekunder karena malnutrisi,
malabsorpsi, kekurangan faktor intrinsik (seperti terlihat pada anemia pernisiosa dan
postgastrekomi) infestasi parasit, penyakit usus dan keganasan, serta agen kemoterapeutik.
Individu dengan infeksi cacing pita (dengan Diphyllobothrium latum) akibat makan ikan segar
yang terinfeksi, cacing pita berkompetisi dengan hospes dalam mendapatkan vitamin B12 dari
makanan, yang mengakibatkan anemia megaloblastik (Beck, 1983).
Walaupun anemia pernisiosa merupakan prototip dari anemia megaloblastik defisiensi folat lebih
sering ditemukan dalam praktek klinik. Anemia megaloblastik sering kali terlihat pada orang tua
dengan malnutrisi, pecandu alkoholatau pada remaja dan pada kehamilan dimana terjadi
peningkatan kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan fetus dan laktasi. Kebutuhan ini juga
meningkat pada anemia hemolitik, keganasan dan hipertiroidisme. Penyakit celiac dan sariawan
tropik juga menyebabkan malabsorpsi dan penggunaan obat-obat yang bekerja sebagai antagonis
asam folat juga mempengaruhi.
Pemeriksaan Penunjang:
1. Serum Vit B12 assay.
2. Serum & red cell folat assay.
3. Tes fungsi hati dan fungsi tiroid
4. Hitung retikulosit
5. Serum protein elektroforesis.
6. Serum parietal cell & intrinsic factor antibodies.
1. Sumsum tulang (untuk membedakan dengan myelodisplasia, aplastic anemia,
myeloma)
2. Endoscopy. (gastric biopsy untuk B12 defisiensi atau duodenal biopsy untuk folat
defisiensi)
Gejala klinis
Gejala anemia, ikterus ringan, Glositis (lidah warna merah daging dan nyeri, Stomatitis angularis,
gejala malabsorbsi ringan.
Gambaran pada pemeriksaan darah :
Indeks erytrocyt : MCV > 100 fl
Hapusan darah tepi : anisositosis, poikilositosis, ovalosit, Howell jolly bodies, Oval
macrocyt, hipersegmented neutrophil nuclei.
Pada kasus yang berat bisa terjadi penurunan jumlah WBC dan Platelet.
Pencegahan anemia pada penderita anemia megaloblastik
Kebutuhan minimal folat setiap hari kira-kira 50 mg mudah diperoleh dari diet rata-rata. Sumber
yang paling melimpah adalah daging merah (misalnya hati dan ginjal) dan sayuran berdaun hijau
yang segar. Tetapi cara menyiapkan makanan yang benar juga diperlukan untuk menjamin jumlah
gizi yang adekuat.
Misalnya 50% sampai 90% folat dapat hilang pada cara memasak yang memakai banyak air. Folat
diabsorpsi dari duodenum dan jejunum bagian atas, terikat pada protein plasma secara lemah dan
disimpan dalam hati. Tanpa adanya asupan folat persediaan folat biasanya akan habis kira-kira
dalam waktu 4 bulan. Selain gejala-gejala anemia yang sudah dijelaskan penderita anemia
megaloblastik sekunder karena defisiensi folat dapat tampak seperti malnutrisi dan mengalami
glositis berat (radang lidah disertai rasa sakit), diare dan kehilangan nafsu makan. Kadar folat
serum juga menurun (<4 mg/ml).
Penatalaksanaan
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya pengobatan bergantung pada identifikasi dan
menghilangkan penyebab dasarnya. Tindakan ini adalah memperbaiki defisiensi diet dan terapi
pengganti dengan asam folat atau dengan vitamin B12. penderita kecanduan alkohol yang dirawat
di rumah sakit sering memberi respon “spontan” bila di berikan diet seimbang.
Anemia Perniciosa
Penyakit ini mengenai semua sel tubuh yang disebabkan karena malabsorbsi vit B12. Hal ini bisa
dikarenakan kekurangan factor intrinsic lambung karena autoimun terhadap sel parietal lambung.
Wanita lebih banyak daripada Pria. Terutama pada usia 45 – 65 tahun. Seringkali berhubungan
dengan orang dengan golongan darah A.
Gejala Klinik
- kelelahan dan kelemahan – retinal haemorrhages
- dyspnoea – lemon tinge to skin
- paraesthesia – retrobulbar neuritis
- Sore red tongue – mild splenomegali
- Diarrhea, dementia – mild pyrexia ( < 38 C )
Etiologi
- Menurunnya asupan vit B12: vegetarian, alcohol, geriatri.
- Defisiensi intrinsic factor (protein yang membantu penyerapan absorbsi vitamin B12 di
lambung.
- Gangguan di usus (Chron’s disease dan lain-lain).
Pemeriksaan Penunjang
Gambaran pada pemeriksaan darah :
- Hb 3 – 11 g/dl, MCV >110 fl, hipersegmented PMN.
- Mild neutropenia, mild trombositopenia.
- Hapusan darah tepi : anemia makrositter.
Schilling test :
- untuk menentukan defek malabsorbsi vit B 12 .
Penatalaksanaan
Prinsip terapi pada anemia perniciosa ini adalah dengan mencukupi kebutuhan Vitamin B12 yang
kurang dengan penambahan suplemen vitamin B12, mencegah komplikasi dan memberikan terapi
apabila ada penyakit yang mendasari terjadinya anemia perniciosa.
Sindroma Mielodisplastik
Definisi
Sindroma Dismielopoetik (SDM) primer adalah suatu sindrom yang di tandai oleh displasi dari
sistem hemopoetik (dysmyelopoesis, dyserthoropoesis, dan dysthrombopoesis), baik tunggal
maupun campuran, disertai dengan gangguan maturasi dan diferensiasi yang sebelumnya belum
diketahui. Jika penyebabnya diketahui disebut SDM sekunder, misalnya defisiensi vitamin B12
atau defisiensi asam folat, pengobatan sitostatik, dan sebagainya.
SDM pada umumnya terjadi pada usia lanjut dengan rerata umur 60-75 tahun; laki-laki sedikit
lebih sering daripada perempuan dan penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui.
SDM primer ini meliputi penyakit-penyakit yang sebelumnya disebut sebagai preleukemia,
smouldering leukemia, oligoblastic leukemia, hemopoetic dysplasia, sindrom
mielodisplastik, primary acquired sideroblastic anemia . Manifestasi klinisnya disebabkan
karena adanya sitopeni, baik tunggal maupun kombinasi, yaitu keluhan-keluhan anemi yang
membangkang, perdarahan karena trombopeni, dan adanya granulositopeni dengan segala
akibatnya.
Gejala Klinis
SDM sering ditemukan pada pasien usia lanjut antara umur 60-75 tahun, dan pada sebagian kasus
pada umur < 50 tahun; laki-laki sedikit lebih sering daripada perempuan. Keluhan dan gejala
secara umum lebih dikaitkan dengan adanya sitopenia. Umumnya pasien datang dengan keluhan
cepat lelah, lesu yang disebabkan anemia. Perdarahan karena trombositopenia dan infeksi atau
panas yang dikaitkan dengan leukopenia/neutropeni juga dapat menjadi keluhan pasien walaupun
sedikit kurang sering. Pada sebagian kecil dan sangat jarang dari pasien terjadi splenomegali atau
hepatomegali
Diagnosis
Diagnosis SDM dipertimbangkan untuk setiap pasien dewasa yang disertai gejala-gejala sebagai
berikut :
Anemi dan/perdarahan-perdarahan dan/febris yang tidak jelas sebabnya dan refrakter
terhadap pengobatan.
Pemeriksaan darah tepi menunjukkan adanya sitopeni dari satu atau lebih sistem darah.
Adanya sel-sel muda/blas dalam jumlah sedikit (< 30%) dengan atau tanpa monositosis
darah tepi.
Sumsum tulang dapat hipo, normo, atau hiperselular dengan disertai displasi sistem
hemopoesis (anomali Pelger-Huet, perubahan megaloblastik, peningkatan ringan sel-sel
blas dan sebagainya).
Namun gambaran-gambaran tersebut tidak dapat dimasukkan dalam diagnosis yang jelas
dari penyakit-penyakit lain seperti ITP, leukemi, anemi aplastik, dan lain-lain.
Diagnosis SDM ditetapkan bila ada butir satu ditambah paling sedikit tiga dari butir dua.
Sebenarnya untuk diagnosis SDM perlu dibantu dengan pemeriksaan pembiakan sel-sel sumsum
tulang dan pemeriksaan sitogenetik. Sitogenetik sumsum tulang dapat memberikan informasi
prognosis dan adanya abnormalitas kromosom yang merupakan kunci untuk membedakan SDM
primer dan sekunder. Kromosom abnormal sumsum tulang ditemukan pada 30 – 50 % pasien
SDM de novo. Berbagai kelainan sitogenetik pada SDM termasuk delesi, trisomi, monosomi dan
anomali struktur.
Klasifikasi Penggolongan SDM menurut kriteria FAB adalah:
Refractory Anemia (RA)
Refractory Anemia with Ringed Sideroblast (RARS)
Refractory Anemia with Excessive Blast (RAEB)
RAEB in Transformation to Leukemia (RAEBt)
Chronic Myelo-Monocytic Leukemia (CMML).
Penggolongan lain yang diusulkan WHO untuk SDM adalah:
Refractory Anemia (RA)
Refractory Anemia with Ringed Sideroblast (RARS)
· Refractory Cytopenia with Multilineage Dysplasia (RCMD)
Refractory Anemia with Excessive Blast (RAEB-type 1 = 5 – 9 % blast in blood or
marrow and RAEB-type 2 = 10 – 19 % blast in blood or marrow)
5q-syndrome
· therapy-related myelodysplastic syndrome
Myelodysplastic syndrome unclassified.
SDM seharusnya dibedakan dengan myeloproliferative disorder yang lain dan beberapa variasi
dari SDM sekunder termasuk defisiensi nutrisi, proses infeksi, efek obat dan toxic exposures.
Penatalaksanaan Beberapa regimen terapi telah digunakan pada pasien SDM, tetapi sebagian
besar tidak efektif di dalam merubah perjalanan penyakitnya. Karena itu pengobatan pasien SDM
tergantung dari usia, berat ringannya penyakit dan progresivitas penyakitnya. Pasien dengan
klasifikasi RA dan RAEB pada umumnya bersifat indolent sehingga tidak perlu pengobatan
spesifik, cuma suportif saja.
Cangkok Sumsum Tulang (Bone Marrow Transplatation)
Cangkok sumsum tulang alogenik merupakan pengobatan utama pada SDM terutama dengan usia
< 30 tahun, dan merupakan terapi kuratif, tetapi masih merupakan pilihan < 5% dari pasien.
Kemoterapi
Pada fase awal dari SDM tidak dianjurkan untuk diberikan kemoterapi, umumnya diberikan pada
tipe RAEB, RAEB-T, CMML. Sejak tahun 1968 pengobatan ARA-C dosis rendah yang diberikan
pada pasien SDM dapat memberikan response rate antara 50 – 75 % dan respons ini tetap
bertahan 2 – 14 bulan setelah pengobatan. Dosis ARA-C yang direkomendasikan adalah 20
mg/m2/hari secara drip atau 10 mg/m2/hari secara subkutan setiap 12 jam selama 21 hari.
GM-CSF atau G-CSF
Pada pasien SDM yang mengalami pansitopeni dapat diberikan GM-CSF atau G-CSF untuk
merangsang diferensiasi dari hematopoetic progenitor cells . GM-CSF diberikan dengan dosis
30 – 500 mcg/m2/hari atau G-CSF 50 – 1600 mcg/m2/hari (0,1 – 0,3 mcg/kgBB/hari/subkutan)
selama 7 – 14 hari.
Lain-lain
Piridoksin, androgen, danazol, asam retinoat dapat digunakan untuk pengobatan pasien SDM.
Piridoksin dosis 200 mg/hari selama 2 bulan kadang-kadang dapat memberikan respon pada tipe
RAEB walaupun sangat kecil. Danazol 600 mg/hari/oral dapat memberikan response rate 21 –
33 % setelah tiga minggu pengobatan.
Prognosis Pada sebagian besar SDM mempunyai perjalanan klinis menjadi kronis dan secara
bertahap terjadi kerusakan pada sitopeni. Survival sangat bervariasi dari beberapa minggu sampai
beberapa tahun. Kematian dapat terjadi pada 30 % pasien yang progresif menjadi AML (Acute
Myelogenic Leukemia) atau bone marrow failure.
Indikator prognosis yang baik pada MDS :
Usia lebih muda
Normal atau berkurangnya trombosit dan neutrofil dalam jumlah sedang
Jumlah sel blas yang rendah pada sumsum tulang (< 20 %) atau tidak dijumpainya sel blas
di dalam darah
Tidak dijumpai Auer Rods
Kumpulan sideroblas
Indikator prognosis yang buruk pada MDS :
Usia lanjut
Neutropenia dan trombositopenia yang berat
Jumlah blas yang tinggi pada sumsum tulang (20 – 29 %) dan dijumpai sel blas di dalam
darah
Dijumpai Auer Rods
Tidak ditemukannya kumpulan sideroblas
ANEMIA MIKROSITIK HIPOKROM
Anemia Defisiensi Besi (Fe)
Definisi
Secara definisi, anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi
dalam tubuh sehingga kebutuhan besi untuk eritropoesis tidak cukup yang ditandai dengan
gambaran sel darah merah yang hipokrom mikrositik, kadar besi serum dan saturasi (jenuh)
transferin menurun, mampu ikat besi total (TIBC) meninggi dan cadangan besi dalam sumsum
tulang dan tempat lain sangat kurang atau tidak ada sama sekali.
Anemia defisiensi besi secara morfologis diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom
disertai penurunan kuantitatif pada sintetis hemoglobin.
Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia. Khususnya terjadi pada wanita usia
subur, sekunder karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi
selama hamil.
Etiologi
Penyebab lain defisiensi besi adalah:
(1) Asupan besi yang tidak cukup misalnya pada bayi yang diberi makan susu belaka sampai usia
antara 12-24 bulan dan pada individu tertentu yang hanya memakan sayur- sayuran saja;
(2) Gangguan absorpsi seperti setelah gastrektomi dan
(3) Kehilangan darah yang menetap seperti pada perdarahan saluran cerna yang lambat karena
polip, neoplasma, gastritis varises esophagus, hemoroid dan konsumsi aspirin.
Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa rata-rata mengandung 3 sampai 5 gr besi, bergantung
pada jenis kelamin dan besar tubuhnya. Hampir dua pertiga besi terdapat dalam hemoglobin yang
dilepas pada proses penuaan serta kematian sel dan diangkut melalui transferin plasma ke sumsum
tulang untuk eritropoiesis. Dengan kekecualian dalam jumlah yang kecil dalam mioglobin (otot)
dan dalam enzim-enzim hem, sepertiga sisanya disimpan dalam hati, limpa dan dalam sumsum
tulang sebagai feritin dan sebagai hemosiderin untuk kebutuhan-kebutuhan lebih lanjut.
Patogenesis anemia defisiensi besi
Walaupun dalam diet rata-rata terdapat 10 – 20 mg besi, hanya sampai 5% – 10% (1 – 2 mg) yang
sebenarnya sampai diabsorpsi. Pada persediaan besi berkurang maka besi dari diet tersebut diserap
lebih banyak. Besi yang dimakan diubah menjadi besi fero dalam lambung dan duodenum;
penyerapan besi terjadi pada duodenum dan jejunum proksimal. Kemudian besi diangkut oleh
transferin plasma ke sumsum tulang untuk sintesis hemoglobin atau ke tempat penyimpanan di
jaringan.
Anemia defisiensi besi terjadi sebagai akibat dari gangguan balans zat besi yang negatif, jumlah
zat besi (Fe) yang diabsorbsi tidak mencukupi kebutuhan tubuh. Pertama -tama balans Fe yang
negatif ini oleh tubuh diusahakan untuk diatasinya dengan cara menggunakan cadangan besi dalam
jaringan-jaringan depot. Pada saat cadangan besi tersebut habis, baru anemia defisiensi besi
menjadi manifestasi.
Perjalanan keadaan kekurangan zat besi mulai dari terjadinya anemia sampai dengan timbulnya
gejala-gejala yang klasik, melalui beberapa tahap:
Tahap I : Terdapat kekurangan zat besi ditempat-tempat cadangan besi (depot iron), tanpa
disertai dengan anemia (anemia latent) ataupun perubahan konsentrasi besi dalam serum
(SI). Pada pemeriksaan didapati kadar feritin berkurang.
Tahap II : Selanjutnya mampu ikat besi total (TIBC) akan meningkat yang diikuti dengan
penurunan besi dalam serum (SI) dan jenuh (saturasi) transferin.
Pada tahap ini mungkin anemia sudah timbul, tetapi masih ringan sekali dan bersifat normokrom
normositik. Dalam tahap ini terjadi eritropoesis yang kekurangan zat besi (iron deficient
erythropoesis).
Tahap III : Jika balans besi tetap negatif maka akan timbul anemia yang tambah nyata
dengan gambaran darah tepi yang bersifat hipokrom mikrositik.
Tahap IV : Hemoglobin rendah sekali. Sumsum tulang tidak mengandung lagi cadangan
besi, kadar besi plasma (SI) berkurang. Jenuh transferin turun dan eritrosit jelas bentuknya
hipokrom mikrositik. Pada stadium ini kekurangan besi telah mencapai jaringan-jaringan.
Gejala klinisnya sudah nyata sekali.
Gejala Klinis
Setiap milliliter darah mengandung 0,5 mg besi. Kehilangan besi umumnya sedikit sekali, dari 0,5
sampai 1 mg/hari. Namun wanita yang mengalami menstruasi kehilangan tambahan 15 sampai 28
mg/bulan. Walaupun kehilangan darah karena menstruasi berhenti selama hamil, kebutuhan besi
harian tetap meningkat, hal ini terjadi oleh karena volume darah ibu selama hamil meningkat,
pembentukan plasenta, tali pusat dan fetus, serta mengimbangi darah yang hilang pada waktu
melahirkan.
Selain tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh anemia, penderita defisiensi besi yang berat (besi
plasma lebih kecil dari 40 mg/ 100 ml;Hb 6 sampai 7 g/100 ml)mempunyai rambut yang rapuh dan
halus serta kuku tipis, rata, mudah patah dan sebenarnya berbentuk seperti sendok (koilonikia).
Selain itu atropi papilla lidah mengakibatkan lidah tampak pucat, licin, mengkilat, merah daging,
dan meradang dan sakit. Dapat juga timbul stomatitis angularis, pecah-pecah dengan kemerahan
dan rasa sakit di sudut-sudut mulut.
Anemia defisiensi besi dapat juga memberi gejala seperti kelelahan, palpitasi, pucat, tinitus, mata
berkunang-kunang oleh karena berkurangnya hemoglobin, pusing kepala, parestesia, dingin-dingin
pada ujung jari yang disebabkan kekurangan enzyme sitokrom, sitokrom C oksidase dalam
jaringan-jaringan. Kelainan jaringan epitel menyebabkan gastritis, atropi mukosa lambung, ozaena,
pica, gangguan mensturasi, ganguan sistim neuromuskular berupa neuralgia, mati rasa dan
kesemutan, gangguan sistim skelet serta splenomegali.
Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah merah normal atau hampir normal dan kadar
hemoglobin berkurang. Pada sediaan hapus darah perifer, eritrosit mikrositik dan hipokrom
disertain poikilositosis dan aniositosis. Jumlah retikulosit mungkin normal atau berkurang. Kadar
besi berkurang walaupun kapasitas meningkat besi serum meningkat.
Pengobatan anemia pada penderita defisiensi besi
Pengobatan defisiensi besi mengharuskan identifikasi dan menemukan penyebab dasar anemia.
Pembedahan mungkin diperlukan untuk menghambat perdarahan aktif yang diakibatkan oleh
polip, tukak, keganasan dan hemoroid; perubahan diet mungkin diperlukan untuk bayi yang hanya
diberi makan susu atau individu dengan idiosinkrasi makanan atau yang menggunakan aspirin
dalam dosis besar.
Walaupun modifikasi diet dapat menambah besi yang tersedia (misalnya hati, masih dibutuhkan
suplemen besi untuk meningkatkan hemoglobin dan mengembalikan persediaan besi. Besi tersedia
dalam bentuk parenteral dan oral. Sebagian penderita memberi respon yang baik terhadap
senyawa-senyawa oral seperti ferosulfat. Preparat besi parenteral digunakan secara sangat selektif,
sebab harganya mahal dan mempunyai insidens besar terjadi reaksi yang merugikan.
Anemia Sel Sabit (sickle cell anemia)
Definisi
Penyakit Sel Sabit (sickle cell disease) adalah suatu penyakit keturunan yang ditandai dengan sel
darah merah yang berbentuk sabit dan anemia hemolitik kronik. Pada penyakit sel sabit, sel
darah merah memiliki hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang bentuknya abnormal,
sehingga mengurangi jumlah oksigen di dalam sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi seperti
sabit. Sel yang berbentuk sabit menyumbat dan merusak pembuluh darah terkecil dalam limpa,
ginjal, otak, tulang dan organ lainnya; dan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke organ
tersebut.
Sel sabit ini rapuh dan akan pecah pada saat melewati pembuluh darah, menyebabkan anemia
berat, penyumbatan aliran darah, kerusakan organ dan mungkin kematian.
Etiologi
Penyakit sel sabit hampir secara eksklusif menyerang orang kulit hitam.
Sekitar 10% orang kulit hitam di AS hanya memiliki 1 gen untuk penyakit ini (mereka memiliki
rantai sel sabit) dan tidak menderita penyakit sel sabit.
Sekitar 0,3% memiliki 2 gen dan menderita penyakit sel sabit.
Gejala Klinis
Penderita selalu mengalami berbagai tingkat anemia dan sakit kuning (jaundice) yang ringan,
tetapi mereka hanya memiliki sedikit gejala lainnya.
Berbagai hal yang menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen dalam darah, (misalnya olah raga
berat, mendaki gunung, terbang di ketinggian tanpa oksigen yang cukup atau penyakit) bisa
menyebabkan terjadinya krisis sel sabit, yang ditandai dengan:
- semakin memburuknya anemia secara tiba-tiba
- nyeri (seringkali dirasakan di perut atau tulang-tulang panjang)
- demam
- kadang sesak nafas.
Nyeri perut bisa sangat hebat dan bisa penderita bisa mengalami muntah; gejala ini mirip dengan
apendisitis atau suatu kista indung telur.
Pada anak-anak, bentuk yang umum dari krisis sel sabit adalah sindroma dada, yang ditandai
dengan nyeri dada hebat dan kesulitan bernafas.
Penyebab yang pasti dari sindroma dada ini tidak diketahui tetapi diduga akibat suatu infeksi atau
tersumbatnya pembuluh darah karena adanya bekuan darah atau embolus (pecahan dari bekuan
darah yang menyumbat pembuluh darah).
Sebagian besar penderita mengalami pembesaran limpa selama masa kanak-kanak. Pada umur 9
tahun, limpa terluka berat sehingga mengecil dan tidak berfungsi lagi.
Limpa berfungsi membantu melawan infeksi, karena itu penderita cenderung mengalami
pneumonia pneumokokus atau infeksi lainnya. Infeksi virus bisa menyebabkan berkurangnya
pembentukan sel darah, sehingga anemia menjadi lebih berat lagi.
Lama-lama hati menjadi lebih besar dan seringkali terbentuk batu empedu dari pecahan sel darah
merah yang hancur. Jantung biasanya membesar dan sering ditemukan bunyi murmur.
Anak-anak yang menderita penyakit ini seringkali memiliki tubuh yang relatif pendek, tetapi
lengan, tungkai, jari tangan dan jari kakinya panjang.
Perubahan pada tulang dan sumsum tulang bisa menyebabkan nyeri tulang, terutama pada tangan
dan kaki.
Bisa terjadi episode nyeri tulang dan demam, dan sendi panggul mengalami kerusakan hebat
sehingga pada akhirnya harus diganti dengan sendi buatan.
Sirkulasi ke kulit yang jelek dapat menyebabkan luka terbuka di tungkai, terutama pada
pergelangan kaki. Kerusakan pada sistem saraf bisa menyebabkan stroke.
Pada penderita lanjut usia, paru-paru dan ginjal mengalami penurunan fungsi.
Pria dewasa bisa menderita priapisme (nyeri ketika mengalami ereksi).
Kadang air kemih penderita mengandung darah karena adanya perdarahan di ginjal.
Jika diketahui bahwa perdarahan ini berhubungan dengan rantai sel sabit, maka penderita tidak
boleh menjalani pembedahan eksplorasi dengan jarum.
Diagnosa
Anemia, nyeri lambung dan nyeri tulang serta mual-mual pada seorang kulit hitam merupakan
tanda yang khas untuk krisis sel sabit. Pada pemeriksan contoh darah dibawah mikroskop, bisa
terlihat sel darah merah yang berbentuk sabit dan pecahan dari sel darah merah yang hancur.
Elektroforesis bisa menemukan adanya hemoglobin abnormal dan menunjukkan apakah
seseorang menderita penyakit sel sabit atau hanya memiliki rantai sel sabit. Penemuan rantai sel
sabit ini penting untuk rencana berkeluarga, yaitu untuk menentukan adanya resiko memiliki anak
yang menderita penyakit sel sabit.
Penatalaksanaan
Dulu penderita penyakit sel sabit jarang hidup sampai usia diatas 20 tahun, tetapi sekarang ini
mereka biasanya dapat hidup dengan baik sampai usia 50 tahun.
Penyakit sel sabit tidak dapat diobati, karena itu pengobatan ditujukan untuk:
- mencegah terjadinya krisis
- mengendalikan anemia
- mengurangi gejala.
Penderita harus menghindari kegiatan yang bisa menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen
dalam darah mereka dan harus segera mencari bantuan medis meskipun menderita penyakit ringan,
misalnya infeksi virus.
Penderita memiliki resiko tinggi terhadap terjadinya infeksi, sehingga harus menjalani imunisasi
dengan vaksin pneumokokus dan Hemophilus influenzae.
Krisis sel sabit membutuhkan perawatan di rumah sakit. Penderita mendapatkan sejumlah besar
cairan lewat pembuluh darah (intravena) dan obat-obatan untuk mengurangi rasa nyeri.
Diberikan transfusi darah dan oksigen jika diperkirakan aneminya cukup berat sehingga bisa
menimbulkan resiko terjadinya stroke, serangan jantung atau kerusakan paru-paru. Keadaan yang
mungkin menyebabkan krisis, misalnya infeksi, harus diobati.
Obat-obatan yang mengendalikan penyakit sel sabit (misalnya hidroksiurea), masih dalam
penelitian. Hidroksiurea meningkatkan pembentukan sejenis hemoglobin yang terutama ditemukan
pada janin, yang akan menurunkan jumlah sel darah merah yang berubah bentuknya menjadi sabit.
Karena itu obat ini mengurangi frekuensi terjadinya krisis sel sabit. Kepada penderita bisa
dicangkokkan sumsum tulang dari anggota keluarga atau donor lainnya yang tidak memiliki gen
sel sabit. Pencangkokan ini mungkin bisa menyembuhkan, tetapi resikonya besar dan penerima
cangkokan harus meminum obat yang menekan kekebalan sepanjang hidupnya.
Saat ini sedang dikembangkan teknik pengobatan baru untuk SCA, yaitu dengan terapi gen. Terapi
genetik merupakan teknik penanaman gen normal ke dalam sel-sel prekursor (sel yang
menghasilkan sel darah). Namun, teknik ini masih dalam tahap penelitian dan baru diujicobakan
pada tikus. Walaupun para peneliti khawatir akan sulitnya menerapkan terapi gen pada manusia,
mereka yakin bahwa terapi baru ini akan menjadi pengobatan yang penting untuk penyakit sickle
cell anemia.
Anemia Sideroblastik
Definisi
Anemia Sideroblastic disebabkan oleh produksi abnormal cincin sideroblasts, yang disebabkan
baik secara genetik maupun secara tidak langsung sebagai bagian dari sindrom myelodysplastic,
yang dapat berkembang menjadi keganasan dalam hematological (terutama leukemia akut
myelogenous).
Gejala
Kulit pucat, kelelahan, pusing dan pembesaran limpa dan hati. Penyakit jantung, kerusakan hati
dan gagal ginjal dapat disebabkan oleh penumpukan besi pada organ-organ ini.
Penyebab
Penyebab anemia ini adalah kegagalan sepenuhnya pembentukan bentuk molekul heme, sehingga
terjadi biosintesis hanya sebagian dalam mitokondria. Hal ini menyebabkan endapan besi di dalam
mitokondria yang membentuk sebuah cincin di sekeliling inti pembentukan sel darah merah.
Kadang-kadang kelainan ini mewakili suatu tahap dalam evolusi dari sumsum tulang yang
mungkin pada akhirnya dapat menjadi leukemia akut.
* Racun: keracunan seng
* Drug-induced: etanol, isoniazid, kloramfenikol, cycloserine
* Nutrisi: pyridoxine atau defisiensi tembaga
* Genetik: ALA sintase defisiensi (X-linked)
Diagnosis
Aspirasi sumsum tulang: ditemukan cincin sideroblasts mengelilingi sideroblasts terlihat dalam
tulang sumsum. Anemia dapat ditemukan mulai dari stadium ringan sampai berat, ditandai dengan
adanya anisocytosis dan poikilocytosis. Dapat ditemukan sel target dan Pappenheimer bodies.
MCV menurun. Hitung jenis bergeser ke arah kiri. Leukosit dan trombosit normal. Sumsum tulang
menunjukkan hiperplasia erythroid dengan pematangan.
Lebih dari 40% dari eritrosit berkembang adalah dikelilingi sideroblasts. Besi serum, persentasi
dan saturasi feritin meningkat. TIBC yang berkurang adalah normal. Hemosiderin sumsum tulang
meningkat.
Pemeriksaan penunjang
* Peningkatan kadar feritin
* Penurunan total kapasitas mengikat besi
* Peningkatan hematokrit sekitar 20-30%
* Serum Iron: Tinggi
* Saturasi transferin meningkat
* Sel hidup rata-rata volume atau MCV biasanya normal atau sedikit meningkat, walaupun
mungkin kadang-kadang rendah, yang menyebabkan kebingungan dengan kekurangan zat besi.
* Pada keracunan timbal, ditemukan bintik kasar basophil pada sel darah merah
* Spesifik test: pewarnaan Prusian Blue di sumsum tulang . Menunjukkan cincin yang
mengelilingi sideroblasts.
Penatalaksanaan
Kadang-kadang, anemia dapat menjadi sangat parah sehingga diperlukan transfusi. Pasien-pasien
ini biasanya respon dengan terapi eritropoietin. Pada beberapa kasus telah dilaporkan bahwa
tingkat heme dapat ditingkatkan melalui penggunaan pyrodoxine dosis tinggi (Vitamin B6.)
Dalam kasus yang parah transplantasi sumsum tulang juga merupakan pilihan dengan informasi
yang terbatas tentang tingkat keberhasilan. Dalam kasus akibat isoniazid sideroblastic anemia,
penambahan B6 dapat digunakan untuk memperbaiki anemia.
PREEKLAMSIA
Penyakit yang ditandai dengan timbulnya hipertensi, diikuti dengan proteinuria yang timbul karena
kehamilan dikenal sebagai pre-eklampsia. Pre-eklampsia umumnya terjadi pada trimester III,
tepatnya di atas kehamilan 20 minggu, namun dapat timbul sebelumnya seperti pada mola
hidatidosa atau penyakit trofoblastik lainnya. Sebelumnya, edema termasuk ke dalam salah satu
kriteria diagnosis preeklampsia, namun sekarang tidak lagi dimasukkan ke dalam kriteria
diagnosis, karena pada wanita hamil umum ditemukan adanya edema, terutama di tungkai, karena
adanya stasis pembuluh darah.
Hipertensi umumnya timbul terlebih dahulu daripada tanda-tanda lain. Kenaikan tekanan sistolik >
30 mmHg dari nilai normal atau mencapai 140 mmHg, atau kenaikan tekanan diastolik > 15
mmHg (mencapai 90 mmHg) dapat membantu ditegakkannya diagnosis hipertensi. Penentuan
tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat.
Proteinuria ditandai dengan ditemukannya protein dalam urin 24 jam yang kadarnya melebihi 0.3
gram/liter atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ atau 2+ atau 1 gram/liter atau lebih dalam
urin yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream yang diambil minimal 2 kali dengan jarak
waktu 6 jam. Umumnya proteinuria timbul lebih lambat, sehingga harus dianggap sebagai tanda
yang serius.
Walaupun edema tidak lagi menjadi bagian kriteria diagnosis pre-eklampsia, namun adanya
penumpukan cairan secara umum dan berlebihan di jaringan tubuh harus teteap diwaspadai.
Edema dapat menyebabkan kenaikan berat badan tubuh. Normalnya, wanita hamil mengalami
kenaikan berat badan sekitar 0.5 kg per minggu. Apabila kenaikan berat badannya lebih dari
normal, perlu dicurigai timbulnya pre-eklampsia.
Preeklampsia pada perkembangannya dapat berkembang menjadi eklampsia, yang ditandai dengan
timbulnya kejang atau konvulsi. Eklampsia dapat menyebabkan terjadinya DIC (Disseminated
intravascular coagulation) yang menyebabkan jejas iskemi pada berbagai organ, sehingga
eklampsia dapat berakibat fatal.
Definisi Preeklampsia Superimposed pada Hipertensi Kronik
Semua gangguan hipertensi kronik,apapun penyebabnya, memiliki kecendrungan untuk
berkembang menjadi pre-elampsia superimposed atau eclampsia. Gangguan ini dapat
menimbulkan kesukaran dalam mendignosis dan menatalaksana pada wanita yang tidak
menampakkan gejala hingga setelah pertengahan usia kehamilan.
Dagnosis hipertensi kronik pada pre-ekalmpsia:
1. Hipertensi (140/90 mm Hg atau lebih) pada saat sebelum kehamilan
2. Hipertensi (140/90mm Hg atau lebih) yang terdeteksi sebelum 20 minggu
3. Hipertensi yang terus berlangsung setelah proses kehamilan
Selain itu terdapat fakor lain yang dapat membantu mendukung dignosis antara lain multipara dan
komplikasi hipertensi pada kehamilan sebelumnya.Dan biasanya pada riwayat keluarga memiliki
penyakit hipertensi essential.
Oleh karena itu kriteria diagnostik superimposed pre-eklampsia adalah hipertensi yang mengalami
perburukan (nilai sistolik lebih dari 30 mmHg dan diastolik lebih dari 15 mmHg dibandingkan
pada rata-rata nilai sistolik dan diastolik pada usia kehamilan 20 minggu) yang disertai dengan
timbulnya protenuria atau edema.
Epidemiologi dan Faktor resiko Pre-eklampsia
Preeklampsia dapat ditemui pada sekitar 5-10% kehamilan, terutama kehamilan pertama pada
wanita berusia di atas 35 tahun. Frekuensi pre-eklampsia pada primigravida lebih tinggi bila
dibandingkan dengan multigravida, terutama pada primigravida muda. Diabetes mellitus, mola
hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, usia > 35 tahun, dan obesitas merupakan faktor
predisposisi terjadinya pre-eklampsia.
Penelitian berbagai faktor risiko terhadap hipertensi pada kehamilan / pre-eklampsia / eklampsia
Usia
Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua. Pada wanita hamil
berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat
Pada wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi laten
Paritas
angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida tua risiko lebih tinggi
untuk pre-eklampsia berat
Ras / golongan etnik
bias (mungkin ada perbedaan perlakuan / akses terhadap berbagai etnikdi banyak negara)
Faktor keturunan
Jika ada riwayat pre-eklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor risiko meningkat
sampai + 25%
Faktor gen
Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang ditentukan genotip ibu dan janin
Diet / gizi
Tidak ada hubungan bermakna antara menu / pola diet tertentu (WHO). Penelitian lain :
kekurangan kalsium berhubungan dengan angka kejadian yang tinggi. Angka kejadian juga lebih
tinggi pada ibu hamil yang obese / overweight
Iklim / musim
Di daerah tropis insidens lebih tinggi
Tingkah laku / sosioekonomi
Kebiasaan merokok : insidens pada ibu perokok lebih rendah, namun merokok selama hamil
memiliki risiko kematian janin dan pertumbuhan janin terhambat yang jauh lebih tinggi.
Aktifitas fisik selama hamil : istirahat baring yang cukup selama hamil mengurangi kemungkinan /
insidens hipertensi dalam kehamilan.
Hiperplasentosis
Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar, dizigotik lebih tinggi
daripada monozigotik.
Hidrops fetalis : berhubungan, mencapai sekitar 50% kasus
Diabetes mellitus : angka kejadian yang ada kemungkinan patofisiologinya bukan pre-
eklampsia murni, melainkan disertai kelainan ginjal / vaskular primer akibat diabetesnya.
Mola hidatidosa : diduga degenerasi trofoblas berlebihan berperan menyebabkan pre-
eklampsia. Pada kasus mola, hipertensi dan proteinuria terjadi lebih dini / pada usia
kehamilan muda, dan ternyata hasil pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai dengan pada
pre-eklampsia.
Riwayat pre-eklampsia.
Kehamilan pertama
Usia lebih dari 40 tahun dan remaja
Obesitas
Kehamilan multiple
Diabetes gestasional
Riwayat diabetes, penyakit ginjal, lupus, atau rheumatoid arthritis
Patofisiologi
Etiologi dan faktor pemicu timbulnya eklampsia masih belum diketahui secara pasti. Teori
timbulnya pre-eklampsia harus dapat menjelaskan beberapa hal, yaitu sebab meningkatnya
frekuensi pada primigravida, bertambahnya frekuensi dengan bertambahnya usia kehamilan,
terjadinya perbaikan dengan kematian janin intrauterin, sebab timbulnya tanda-tanda pre-
eklampsia. Salah satu teori yang menyatakan bahwa aliran darah maternal ke plasenta yang
inadekuat akibat gangguan perkembangan arteri spiralis pada bantalan utero-plasenta
menyebabkan terjadinya pre-eklampsia. Pada trimester ketiga kehamilan normal, dinding
muskuloelastis arteri spiralis secara perlahan digantikan oleh bahan fibrinosa sehingga dapat
berdilatasi menjadi sinusoid vaskular yang lebar. Pada pre-eklampsia dan eklampsia, dinding
muskuloelastik tersebut dipertahankan sehingga lumennya tetap sempit. Hal ini mengakibatkan
antara lain:
Hipoperfusi plasenta dengan peningkatan predisposisi terjadinya infark
Berkurangnya pelepasan vasodilator oleh trofoblas; seperti prostasiklin, prostaglandin E2,
dan NO; yang pada kehamilan normal akan melawan efek renin-angiotensin yang berefek
meningkatkan tekanan darah.
Produksi substansi tromboplastik oleh plasenta yang iskemik, seperti faktor jaringan dan
tromboksan, yang mungkin mengakibatkan terjadinya DIC.
Walaupun tidak ditemukan perubahan histopatologik yang khas, namun perdarahan, infark,
nekrosis, dan trombosis pembuluh darah kecil dapat ditemukan dalam berbagai alat tubuh pada
pre-eklampsia. Diduga hal ini terjadi akibat spasme arteriol dan penimbunan fibrin pada pembuluh
darah.
Teori lain menyebutkan bahwa pre-eklampsia timbul akibat plasenta yang tertanam dangkal yang
menjadi hipoksik dan mencetuskan reaksi imun maternal yang ditandai dengan sekresi mediator
inflamasi dari plasenta yang berefek pada endotelium vaskular. Plasenta yang tertanam dangkal
tersebut diduga diakibatkan respon imun maternal terhadap plasenta. Teori ini menekankan peran
sistem imun maternal dalam perkembangan pre-eklampsia.
Beberapa teori lain mencoba menjelaskan terjadinya pre-eklampsia terkait terjadinya:
Kerusakan sel endotel
Penolakan plasenta oleh reaksi imun
Gangguan perfusi plasenta
Perubahan reaktivitas vaskular
Ketidakseimbangan prostasiklin dan tromboksan
Penurunan GFR yang mengakibatkan retensi air dan garam
Penurunan volume intravaskular
Peningkatan iritabilitas sistem saraf pusat
DIC
Peregangan otot uterus yang mengakibatkan iskemi
Faktor diet: defisiensi vitamin
Faktor genetik
Secara garis besar, pemahaman mengenai pre-eklampsia terbagi menjadi dua proses, yaitu
predisposisi plasenta terhadap hipoksia, diikuti dengan pelepasan faktor terlarut yang
mengakibatkan berbagai macam hal, seperti kerusakan sel endotel, perubahan reaktivitas vaskular,
endotheliosis glomerular, penurunan volume intravaskular, inflamasi, dan sebagainya.
Apapun dasar teorinya, adanya perubahan-perubahan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan
arus darah di uterus, koriodesidua dan plasenta. Hal ini adalah patofisiologi yang terpenting pada
perkembangan pre-eklampsia, dan merupakan faktor yang menentukan hasil akhir kehamilan.
Hipoperfusi plasenta pada akhirnya akan menimbulkan:
Iskemia uteroplasenter, menyebabkan ketidakseimbangan antara massa plasenta yang
meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi yang berkurang.
Rangsangan produksi renin di utero plasenta akibat hipoperfusi uterus, yang
mengakibatkan vasokonstriksi vaskular daerah itu. Renin juga meningkatkan kepekaan
vaskular terhadap zat-zat vasokonstriktor lain (angiotensin, aldosteron) sehingga terjadi
tonus pembuluh darah yang lebih tinggi.
Penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke janin, yang dapat mengakibatkan gangguan
pertumbuhan janin dan hipoksia, hingga kematian janin.
Perubahan sistemik yang terjadi pada Pre-eklampsia berat
Perubahan kardiovaskular
Turunnya tekanan darah pada kehamilan normal : karena vasodilatasi perifer. Vasodilatasi perifer
disebabkan penurunan tonus otot polos arteriol, akibat :
1. meningkatnya kadar progesteron dalam sirkulasi
2. menurunnya kadar vasokonstriktor (adrenalin/noradrenalin/ angiotensin II)
3. menurunnya respons dinding vaskular terhadap vasokonstriktor akibat produksi
vasodilator / prostanoid yang juga tinggi (PGE2 / PGI2)
4. menurunnya aktifitas susunan saraf simpatis vasomotor
Pada trimester ketiga akan terjadi peningkatan tekanan darah yang normal ke tekanan darah
sebelum hamil.
+ 1/3 pasien pre-eklampsia : terjadi pembalikan ritme diurnal, tekanan darah naik pada malam hari.
Juga terdapat perubahan lama siklus diurnal menjadi 20 jam per hari, dengan penurunan selama
tidur, yang mungkin disebabkan perubahan di pusat pengatur tekanan darah atau pada refleks
baroreseptor.
Regulasi volume darah
Pengendalian garam dan homeostasis juga meningkat pada pre-eklampsia. Kemampuan
mengeluarkan natrium terganggu, tapi derajatnya bervariasi. Pada keadaan berat mungkin juga
tidak ditemukan edema (suatu “pre-eklampsia kering”). Jika ada edema interstisial, volume plasma
lebih rendah dibandingkan wanita hamil normal, dan dengan demikian terjadi hemokonsentrasi.
Porsi cardiac output untuk perfusi perifer relatif turun. Perfusi plasenta melakukan adaptasi
terhadap perubahan2 ini, maka pemakaian diuretik adalah diuretik sesuai karena justru akan
memperburuk hipovolemia. Plasenta juga menghasilkan renin, diduga berfungsi cadangan untuk
mengatur tonus dan permeabilitas vaskular lokal demi mempertahankan sirkulasi fetomaternal.
Perubahan metabolisme steroid tidak jelas. Kadar aldosteron turun, kadar progesteron tidak
berubah.
Kelainan fungsi pembekuan darah ditunjukkan dengan penurunan AT III.
Rata-rata volume darah pada penderita pre-eklampsia lebih rendah sampai + 500 ml dibanding
wanita hamil normal.
Fungsi organ-organ lain
Otak
Pada hamil normal, perfusi serebral tidak berubah, namun pada pre-eklampsia terjadi spasme
pembuluh darah otak, penurunan perfusi dan suplai oksigen otak sampai 20%. Spasme
menyebabkan hipertensi serebral, faktor penting terjadinya perdarahan otak dan kejang /
eklampsia.
Hati
Terjadi peningkatan aktifitas enzim-enzim hati pada pre-eklampsia, yang berhubungan dengan
beratnya penyakit.
Ginjal
Pada pre-eklampsia, arus darah efektif ginjal berkurang + 20%, filtrasi glomerulus berkurang +
30%. Pada kasus berat terjadi oligouria, uremia, sampai nekrosis tubular akut dan nekrosis korteks
renalis. Ureum-kreatinin meningkat jauh di atas normal. Terjadi juga peningkatan pengeluaran
protein (”sindroma nefrotik pada kehamilan”).
Sirkulasi uterus , koriodsidua
Perubahan arus darah di uterus, koriodesidua dan plasenta adalah patofisiologi yang terpenting
pada pre-eklampsia, dan merupakan faktor yang menentukan hasil akhir kehamilan.
1. Terjadi iskemia uteroplasenter, menyebabkan ketidakseimbangan antara massa plasenta
yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi yang berkurang.
2. hipoperfusi uterus menjadi rangsangan produksi renin di uteroplasenta, yang
mengakibatkan vasokonstriksi vaskular daerah itu. Renin juga meningkatkan kepekaan
vaskular terhadap zat-zat vasokonstriktor lain (angiotensin, aldosteron) sehingga terjadi
tonus pembuluh darah yang lebih tinggi.
3. karena gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi penurunan suplai oksigen dan nutrisi
ke janin. Akibatnya bervariasi dari gangguan pertumbuhan janin sampai hipoksia dan
kematian janin.
Kriteria Diagnosistik PEB:
Peningkatan tekanan darah: tekanan darah sistolik > 160mmHg atau tekanan darah
diastolik > 110mmHg dalam dua kali pengukuran dengan interval 6 jam pada wanita
dalam keadaan istirahat
Proteinuria: kadar protein dalam urin 24 jam >5g atau >3+ pada pemeriksaan urin
menggunakan dipstick. Urin diperiksa dua kali secara terpisah dengan interval 4 jam
Oliguria: jumlah urin 24 jam kurang dari 500mL
Gangguan serebral atau pengelihatan
Edema paru atau sianosis
Nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas abdomen
Gangguan fungsi hati
Trombositopenia
Restriksi pertumbuhan intrauterin
Perdarahan retina
Diagnosis preeklampsia ditegakkan jika terdapat minimal hipertensi dan proteinuria.
Pemeriksaan Fisik:
Tekanan darah harus diukur dalam setiap ANC
Tinggi fundus harus diukur dalam setiap ANC untuk mengetahui adanya retardasi
pertumbuhan intrauterin atau oligohidramnion
Edema pada muka yang memberat
Peningkatan berat badan lebih dari 0,5 kg per minggu atau peningkatan berat badan secara
tiba-tiba dalam 1-2 hari
Pemeriksaan Penunjang
Saat ini belum ada pemeriksaan penyaring yang terpercaya dan efektif untuk preeklampsia. Dulu,
kadar asam urat digunakan sebagai indikator preeklampsia, namun ternyata tidak sensitif dan
spesifik sebagai alat diagnostik. Namun, peningkatan kadar asam urat serum pada wanita yang
menderita hipertensi kronik menandakan peningkatan resiko terjadinya preeklampsia superimpose.
Pemeriksaan laboratorium dasar harus dilakukan di awal kehamilan pada wanita dengan faktor
resiko menderita preeklampsia, yang terdiri dari pemeriksaan kadar enzim hati, hitung trombosit,
kadar kreatinin serum, dan protein total pada urin 24 jam.
Pada wanita yang telah didiagnosis preeklampsia, harus dilakukan juga pemeriksaan kadar
albumin serum, LDH, apus darah tepi, serta waktu perdarahan dan pembekuan. Semua
pemeriksaan ini harus dilakukan sesering mungkin untuk memantau progresifitas penyakit.
Prognosis
Kematian ibu antara 9.8%-25.5%, kematian bayi 42.2% -48.9%.
Komplikasi
Solusio plasenta: Biasa terjadi pada ibu dengan hipertensi akut.
Hipofibrinogenemia
Hemolisis: Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis periportal hati pada
penderita pre-eklampsia.
Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.
Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi. Perdarahan pada retina
dapat ditemukan dan merupakan tanda gawat yang menunjukkan adanya apopleksia
serebri.
Edema paru
Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme arteriol umum. Diketahui
dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama dengan enzim.
Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low platelet).
Prematuritas
Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel
endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Bisa juga terjadi anuria atau gagal
ginjal.
DIC (Disseminated Intravascular Coagulation): Dapat terjadi bila telah mencapai tahap
eklampsia.
Perbedaan Preeklampsia dengan penyakit hipertensi dalam kehamilan lainnya
Riwayat:
Adanya faktor resiko terjadinya preeklampsia berat:
Faktor yang berhubungan dengan kehamilan: kelainan kromosom, mola hidatidosa,
hidrops fetalis, kehamilan multipel, kelainan kongenital struktural, infeksi saluran kemih,
inseminasi buatan atau donasi oosit
Faktor dari ibu: usia > 35 tahun atau < 20 tahun, orang kulit hitam, riwayat preeklampsia
dalam keluarga, nulipara, preeklampsia pada kehamilan sebelumnya, diabetes pada
kehamilan, diabetes tipe I, obesitas, hipertensi kronik, penyakit ginjal, trombofilia, stress
Faktor dari ayah: ayah pertama, sebelumnya memiliki istri lain yang menderita
preeklampsia dalam kehamilan
Pada ANC setelah usia kehamilan 20 minggu, ibu hamil harus ditanyakan mengenai
adanya keluhan gangguan pengelihatan, sakit kepala persisten, nyeri epigastrium atau
kuadran kanan atas, dan edema yang meberat
Tatalaksana
Tujuan penanganan
Tujuan penanganan preeklampsia berat yakni: (1) Mencegah kejang, (2) Menjaga tekanan darah
ibu, (3) Menginisiasi kelahiran.
Pencegahan kejang
Magnesium sulphate sebaiknya dipertimbangkan pada wanita dengan pre-eklampsia yang
memiliki risiko eklampsia, Magnesium sulphate selalu diberikan kepada wanita dengan pre-
eklampsia berat ketika keputusan untuk melahirkan bayi diambil, dan pada periode postpartum
yang segera, sedangkan pada kasus dengan pre-eklampsia yang kurang parah, keputusan untuk
diberikan magnesium sulphate menjadi kurang jelas dan bergantung kepada kasus yang dihadapi
masing-masing. (Rekomendasi A)
Sebagai pengobatan untuk mencegah timbulnya kejang-kejang dapat diberikan: (1) Larutan larutan
Sulfas magnesikus 40% sebanyak 10 ml (4 gram) sebagai loading dose, disuntikkan intramuscular
sebagai dosis permulaan dan dengan Lanjutan diberikan 1gram/jam setelah 24 jam kejang terakhir.
(Rekomendasi A)
Pada kasus kejang berulang dapat ditatalaksana dengan pemberian dari salah satu metode yakni:
pemberian bolus 2 gram magnesium sulphate atau meningkatkan rata-rata infuse menjadi 1,5 gram
atau 2.0 gram/jam. (Rekomendasi A)
Menurut penelitian MAGPIE menunjukkan pemberian magnesium sulfate terhadap wanita dengan
pre-eclampsia menurunkan resiko terjadinya kejang eklamptik. Wanita yang diberikan magnesium
sulphat memiiki resiko kejang eklamptik 58% lebih kecil (95% CL 40 – 71%). (Evidence Level Ia)
Magnesium sulphate adalah terapi pilihan, sedangkan diazepam dan phenytoin sebaiknya tidak
digunakan sebagai terapi lini pertama. Pemberian secara intravena memili resiko efek samping
yang lebih kecil. (Evidence Level Ia)
Magnesium sulphate diekresikan melalui urine, sehingga sebaiknya bila dilakukan observasi urine
dan jika terjadi penurunan di bawah 20 ml/jam, infuse magnesium sebaiknya dihentikan.(Evidence
Level Ia)
Kecendrungan toksisitas magnesium dapat diperiksa secara klinis yakni terjadi hilangnya refleks
tendon dalam dan depresi pernapasan. (Evidence Level Ia)
Pengontrolan tekanan darah
Pemberian antihipertensi sebaiknya dimulai pada wanita dengan tekanan darah sistolik lebih dari
160 mmHg atau tekanan darah diastlik lebih dari 110 mmHg. (Rekomendasi C)
Pemberian Labetalol secara oral atau intravena, nifedipine secara oral atau intravena hydralazine
dapat diunakan untuk penatalaksaan akut dari hipertensi berat. (rekomendasi A)
Terdapat consensus bersama bila tekanan darah lebih dari 170/110 mmHg, membutuhkan
penanganan tehadap tekanan darah ibu. Obat terpilih yang digunakan Labetalol, nifedipine, atau
hydralazine. Labetalol memiliki keuntungan dapat diberikan awal lewat mulut pada kasus
hipertensi berat dan kemudian,jika diperlukan, bisa secara intavena.
(Evidence Level Ia)
Terdapat konsesus, bila tekanan darah dibawah 160/100, tidak dibutuhkan secara mendesak
pemberian terapi antihipertensi. Terdapat perkecualian, bila ditemukan indikasi untuk penyakit
dengan gejala yang lebih berat, yakni: potenuria berat atau gangguan hati, atau hasil tes darah, oleh
karena itu pada kondisi emikian, peningkatan tekanan darah dapat diantisipasi, dengan diberikan
terapi antihiperteni pada tekanan darah level tekanan darah yang lebih rendah yang telah
disesuaikan. (Evidence Level Ia)
Penggunaan obat hipertensif pada pre-eklampsia berat diperlukan karena dengan menurunkan
tekanan darah kemungkinan kejang dan aplopeksia serebri menjadi lebih kecil.
Perencananan kelahiran
Pada umumnya pada pre-eklampsia berat sesudah bahaya akut berakhir menjadi lebih baik,
sebaiknya dipertimbangkan untuk menghentikan kehamilan oleh karena dalam keadaan demikian
harapan janin dalam uterus menghambat sembuhnya penderita dari penyakitnya.
Perencanaan pengeluaran bayi disesuaikan dengan tingkat keparahan gejala pre-eklampsia dan usia
kehamilan. Pada preeklampsia ringan dengan usia kehamilan 40 minggu, sebaiknya dilahirkan.
Pada usia kehamilan 38 minggu, wanita dengan pre-eklampsia ringan dapat diindukusi kelahiran.
Pada usia kehamilan 32-34 minggu dengan pre-eklampsia berat sebaiknya dipertimbangkan untuk
dilahirkan, dan fetus sebaiknya diberikan kortikosteroid.
Pada pasien dengan usia kehamilan 23-32 minggu dengan preeklmapsia berat, kelahiran dapat
ditunda untuk memperkecil tingkat morbiditas dan mortilitas bayi, ibu tersebut sebaiknya
diberikan magnesium sulfat pada 24 jam pertama ketika diagnosis dibuat, tekanan darah sebaiknya
dikontrol dengan menggunakan pengobatan, pasien sebaiknya diberikan kortikoseteroid untuk
mematangkan organ paru bayi.
Jika usia kehamilan kurang dari 23 minggu, pasien sebaiknya diberikan induksi persalinan untuk
diterminasi kelahirannya.
Bila usia kehamilan kurang dari 34 minggu dan proses persalinan dapat ditunda untuk sementara
waktu, kortikosteroid sebaiknya diberikan, walaupun setelah 24 jam manfaat dari penatalaksaan
konservatif ini harus dinilai kembali. (Rekomendasi A)
Bila usia kehamilan lebih dari 34 minggu, setelah dilakukan stabilisasi, proses persalinan
direkomendasikan. Jika usia kehamilan kurang dari 34 minggu dan kehamilan dapat diperpanjang
hingga lebih dari 24 jam,pemberian steroid dapat membantu menurunkan tingkat kematian bayi
akibat gangguan pernapasan. Terdapat kemungkinan manfaat dari pemberian terapi steroid
walaupn proses kelahiran terjadi kurang dari 24 jam setelah pemberian steroid. (evidence level 1a)
Pengeluaran bayi melewati vagina lebih baik dibandingkan dengan operasi sesar. Jika pengeluaran
bayi secara vagina tidak tercapai selama kurun waktu tertentu, maka segera dilakukan operasi
sesar.
Pengontrolan keseimbangan cairan
Pembatasan cairan disarankan untuk menurunkan resiko overload cairan pada peride kehamilan
dan setelah kehamilan. Dalam keadaan biasa, total cairan sebaiknya dibatasi 80 ml/jam atau 1
ml/kg/jam. (Rekomendasi C)
Pada penanganan cairan yang tidak tepat pada kasus pre-eklampsia diperkirakan memiliki
keterkaitan dengan timbulnya kasus edema paru. Selama kurang lebih 20 tahun, edema paru
menjadi penyebab kematian ibu yang signifikan.
Pengeluaran bayi melewati vagina lebih baik dibandingkan dengan operasi sesar. Jika pengeluaran
bayi secara vagina tidak tercapai selama kurun waktu tertentu, maka segera dilakukan operasi
sesar.
Penanganan setelah kehamilan
Pada kasus pre-eklampsia berat pada masa setelah kelahiran dapat terjadi eklmpalsia. Dilaporkan
lebih dari 44 % eklamsia dapat terjadi, terutama pada wanita yang melahirkan pada usia kehamilan
aterm. Wanita yang timbul hipertensi atau gejala pre-eklampsia setelah kehamilan (sakit kepala,
gangguan penglihatan, mual dan muntah, nyeri epigastrium) sebaiknya dirujuk ke spesialis.
Wanita dengan kelahiran yang disertai pre-eklampsia berat (atau eklampsia) sebaiknya dilakukan
pemantauan dengan optimal pasca melahirkan. Dilaporkan dapat terjadi eklampsia setelah minggu
ke-4. (evidence level III)
Terapi anti-hipertensi sebaiknya tetap dilanjutkan pasca kehamilan. Walaupun, pada awalnya,
tekanan darah turun, biasanya kan kembali naik kurang lebih 24 jam setelah kehamilan.
Pengurangan terapi anti-hipertensi sebaiknya dilakukan secara berjenjang. (Evidence level III)
Corticosteroid digunakan pada pasien dengan sindrom HELLP. Hasil dari penelitian terbaru
memperkirakan corticosteroid dapat memicu perbaikan gangguan biokimia dan hematology secara
cepat, tetapi tidak ada bukti yang menunjukkan kortikosteroid dapat menurunkan morbiditas.
Appendiks:
Klasifikasi tingkatan pembuktian
Ia. Bukti didapatkan dari meta-analisis dari RCT (Randomised controlled trials)
Ib. Bukti didapatkan dari paling sedikit satu RCT (Randomised controlled trials)
IIa. Bukti didapatkan dari paling sedikit satu studi terencana tanpa ada proses random
IIb. Bukti didapatkan dari paling sedikit satu studi terencana quasi eksperimental
III. Bukti didapatkan dari studi deskriptif non eksperimental, seperti studi komperatif, studi
korelasi dan studi kasus
IV. Bukti didapatkan dari laporan komite ahli atau opini dan atau pengalaman klinik dari
pengarang.
Tingkatan Rekomendasi
A. Membutuhkan paling sedikit satu RCT (Randomised controlled trials) sebagai bagian dari
literature dan memiliki konsistensi yang baik sehingga bisa menghasilkan suatu rekomendasi
spesifik.(Tingkatan pembuktian Ia, Ib)
B. Membutuhkan studi klinik yang terkontrol tetapi tidak merupakan RCT (Randomised controlled
trials) pada topic rekomendasi (Tingkatan pembuktian IIa,IIb,III)
C. Membutuhkan bukti yang didapatkan dari laporan komite ahli atau oopini dan atau pengalaman
klink dari pengalaman pengarang.(Tingkatan pembuktian IV)
PENCEGAHAN
Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua wanita
hamil memeriksakan diri sejak hamil muda
Mencari pada setiap pemeriksaan tanda-tanda preeklampsia dan mengobatinya segera
apabila ditemukan
Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila
setelah dirawat tanda-tanda pre-eklampsia tidak juga dapat dihilangkan
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Preeklampsi merupakan penyulit dalam proses kehamilan yang kejadiannya senantiasa tetap
tinggi. Dimana faktor ketidaktahuan tentang gejala awal oleh masyarakat merupakan
penyebab keterlambatan mengambil tindakan yang dapat berakibat buruk bagi ibu maupun
janin.
Dari kasus kehamilan yang dirawat di rumah sakit 3-5 % merupakan kasus preeklampsi atau
eklampsi (Manuba,1998). Dari kasus tersebut 6 % terjadi pada semua kehamilan, 12 % terjadi
pada primigravida (Muthar,1997). Masih tingginya angka kejadian dapat dijadikan sebagai
gambaran umum tingkat kesehatan ibu hamil dan tingkat kesehatan masyarakat pada
umumnya.
Dengan besarnya pengaruh atau komplikasi dari preeklampsi terhadap tingginya tingkat
kematian bumil dan janin , sudah selayaknya dilakukan suatu upaya untuk mencegah dan
menangani kasus preeklampsi . Keperawatan bumil dengan preeklampsi merupakan salah satu
usaha nyata yang dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya komplikasi sebagai akibat
lanjut dari preeklampsi tersebut.
2. Tujuan
1. Umum
Memberi gambaran dalam penerapan asuhan keperawatan yang komprehensip meliputi :
Bio, Psiko, Sosial, dan Spiritual pada bumil dengan preeklampsi.
2. Khusus
Mampu mengkaji, menganalisa, merencanakan , melaksanakan , dan
mengevaluasi.
Mampu memecahkan masalah yang timbul.
3. Metode
Metode yang digunakan adalah melalui wawancara dan catatan medik RS serta
pemeriksaan fisik langsung.
4. Sistematika Penulisan
Bentuk sistem penulisan terdiri dari :
BAB I : Pendahuluan
BAB II : Tinjauan Pustaka
BAB III : Tinjauan Kasus
BAB IV : Pembahasan
BAB V : Penutup
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Pengertian
Preeklampsi adalah penyakit yang diderita oleh bumil yang ditandai dengan adanya
hipertensi, oedema, dan proteinuri. Tetapi bumil tidak menunjukan tanda-tanda kelainan
hipertensi sebelum hamil (Rustam Mucthar, 1998). Dimana gejala preeklampsi biasanya
muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih.
II. Etiologi
Secara pasti penyebab timbulnya gejala tersebut belum diketahui secara pasti, teori
yang digunakan oleh ilmuwan belum dapat menjawab beberapa hal berikut :
1. Frekuensi bertambah banyak pada primigravida, kehamilan ganda, hidramion, dan mola
hidatidosa.
2. Sebab bertambanya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan .
3. Sebab jarang terjadinya preeklampsi pada kehamilan-kehamilan berikutnya.
4. Sebab timbulnya hipertensi, oedema, dan proteinuri.
Dari semua gejala tersebut, gejala awal yang muncul adalah hipertensi, dimana untuk
menegakkan diagnosa tersebut adalah yaitu kenaikan tekanan sistole paling tidak naik hingga
30 mmHg atau lebih dibandingkan dengan tekanan darah sebelumnya. Kenaikan diastolik 15
mmHg atau menjadi 90 mmHg atau lebih. Untuk memastikan diagnose tersebut harus
dilakukan pemeriksaan tekanan darah minimal dua kali dengan jarak waktu 6 jam pada saat
istirahat.
Oedema adalah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan
tubuh dan biasanya dapat diketahui dengan kenaikan BB yang berlebihan serta
pembengkakan kaki, jari tangan dan muka. Bila kenaikan BB lebih dari 1 Kg setiap
minggunya selama beberapa kali ,maka perlu adanya kewaspadaan akan timbulnya
preeklampsi.
Proteinuri berarti konsentrasi protein dalam urin > 0,3 gr/liter urin 24 jam atau
pemeriksaan kuantitatif menunjukkan + 1 atau + 2 atau 1 gr/liter atau lebih dalam urine
midstream yang diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam . Proteinuri timbul lebih
lambat dari dua gejala sebelumnya, sehingga perlu kewaspadaan jika muncul gejala tersebut.
III. Patofisiologi.
Pada preeklampsi terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi peningkatan
hematokrit, dimana perubahan pokok pada preeklampsi yaitu mengalami spasme
pembuluh darah perlu adanya kompensasi hipertensi ( suatu usaha untuk mengatasi
kenaikan tekanan perifir agar oksigenasi jaringan tercukupi). Dengan adanya spasme
pembuluh darah menyebabkan perubahan – perubahan ke organ antara lain :
a. Otak .
Mengalami resistensi pembuluh darah ke otak meningkat akan terjadi oedema yang
menyebabkan kelainan cerebal bisa menimbulkan pusing dan CVA ,serta kelainan visus
pada mata.
b. Ginjal.
Terjadi spasme arteriole glomerulus yang menyebabkan aliran darah ke ginjal berkurang
maka terjadi filtrasi glomerolus negatif , dimana filtrasi natirum lewat glomelurus
mengalami penurunan sampai dengan 50 % dari normal yang mengakibatkan retensi
garam dan air , sehingga terjadi oliguri dan oedema.
c. URI
Dimana aliran darah plasenta menurun yang menyebabkan gangguan plasenta maka akan
terjadi IUGR, oksigenisasi berkurang sehingga akan terjadi gangguan pertumbuhan janin,
gawat janin , serta kematian janin dalam kandungan.
d. Rahim
Tonus otot rahim peka rangsang terjadi peningkatan yang akan menyebabkan partus
prematur.
e. Paru
Dekompensi cordis yang akan menyebabkan oedema paru sehingga oksigenasi terganggu
dan cyanosis maka akan terjadi gangguan pola nafas. Juga mengalami aspirasi paru /
abses paru yang bisa menyebabkan kematian .
f. Hepar
Penurunan perfusi ke hati dapat mengakibatkan oedema hati , dan perdarahan subskapular
sehingga sering menyebabkan nyeri epigastrium, serta ikterus.
VI. Klasifikasi Preeklampsi :
1. Preeklampsi ringan ditandai :
Tekanan darah sistol 140 atau kenaikan 30 mmHg dengan intrerval 6 jam pemeriksaan.
Tekanan darah diastol 90 atau kenaikan 15 mmHg.
BB naik lebih dari 1 Kg/minggu.
Proteinuri 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitatif 1 – 2 pada setiap urine kateter atau
midstearh.
2. Preeklampsi berat ditandai :
- Tensi 160/110 mmHg atau lebih.
- Oliguri, urine , 400 cc/24 jam.
- Proteinuri > dari 3 gr/l.
Keluhan subyektif : nyeri epigastrium, nyeri kepala, gangguan penglihatan, gangguan
kesadaran, oedema paru dan sianosis.
V. Predisposisi preeklampsi meningkat pada kehamilan :
Penyakit TrophoblasticTerjadi pada 70 % dari wanita dengan mola hidatidosa terutama
pada usia kehamilan 24 minggu.
MultigravidaWalaupun kejadian preeklampsi lebih besar pada primigravida, insidennya
meningkat juga pada multipara kejadiannya hampir mendekati 30 %.
Penyakit Hipertensi kronik.
Penyakit Ginjal kronik.
Hidramnion, gemmeli.
Usia ibu lebih dari 35 tahun.
Cenderung Genetik.
Memiliki riwayat Preeklampsi.
DM, insiden 50 %.
Obesitas.
VI. Penanganannya.
1. Preeklampsi Ringan :
Jika kehamilan kurang 37 minggu dilakukan pemeriksaan 2 kali seminggu secara rawat
jalan :
Pantau tensi, proteinuri, reflek patela, dan kondisi janin.
Lebih banyak istirahat.
Diet biasa.
Tidak perlu obat-obatan.
2.Preeklampsi Berat :
Penangananya sama, kecuali persalinan harus berlangsung dalam 12 jam setelah kejang.
VII. Pengkajian
1. Anamnese :
Nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkwinan, berapa kali nikah, dan
berapa lama.
Riwayat kehamilan sekarang : kehamilan yang ke berapa, sudah pernah melakukan ANC,
terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, dan
penglihatan kabur.
Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit jantung, ginjal, HT, paru.
Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu : adakah hipertensi atau preeklampsi.
Riwayat kesehatan keluarga : adakah keluarga yang menderita penyakit jantung, ginjal,
HT, dan gemmeli.
Pola pemenuhan nutrisi.
Pola istirahat.
Psiko-sosial- spiritual :emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan.
2. Pemeriksaan fisik :
Inspeksi : oedema, yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam.
Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi oedema dengan menekan bagian
tertentu dari tubuh.
Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress, kelainan jantung,
dan paru pada ibu.
Perkusi : untuk mengetahui reflek patela sebagai syarat pemberian Mg SO4.
Pemeriksaan penunjang :
Tanda vital yang diukur 2 kali dengan interval 6 jam.
Laboratorium : proteinuri dengan kateter atau midstream (biasanya meningkat hingga 0,3
gr/lt atau + 1 sampai + 2 pada skala kualitatif), kadar hematokrit menurun, berat jenis urine
meningkat, serum kreatinin meningkat, uric acid > 7 mg/100 ml.
USG : untuk medeteksi keadaan kehamilan, dan plasenta.
NST : untuk menilai kesejahteraan janin.
VII. Analisa Data
Setelah pengumpulan data langka berikutnyaadalah menganalisa data dengan
mengelompokan data subyektif dan obyektif, etiologi, dan kemudian masalah
keperawatannya.
VII. Diagnosa keperawatan yang muncul :
Diagnosa PEB
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d retensi air dan garam.
Gangguan perfusi jaringan ginjal b/d vasokntriksi, spasme, dan oedema glomelurus.
Resiko tinggi injury ibu b/d penurunan fungsi organ (vasospasme dan peningkatan tensi.
Resiko tinggi janin b/d perubahan perfusi pada plesenta.
Diagnosa PER
Cemas b/d Ketidaktahuan tentang penyakit dan penanganannya.
Resiko tinggi terjadinya PEB.
DAFTAR PUSTAKA
Hasil seminar kegawatan bumil dan neonatus dengan preeklampsi dan eklampsi, 2001. RSUD Dr
Soetomo. Surabaya.
JNPKKR - POGI ,2000. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta. Yayasan Bina
Pustaka.
Manuaba, Ida Bagus Gede ,1998. Ilmu Kebidanan Penyakit kandungan dan KB. Jakarta : EGC.
Myles MF, Text Book For Midwive, Churchillivine Stone, London,1998.
Prawirohardjo, Sarwono, 1997. Ilmu Kebidanan . Jakarta YBP. SP.
Rustam Mocthar, 1992. Sinopsis Obstetri. Jakarta. EGC.
Taber. Ben Zion, MD ,1994. Kapita Sclekta : Kedaruratan Obstetri Dan Ginekologi. Penerbit
EGC. Jakarta.
Yasmin Asih, 1995. Dasar-Dasar Keperawatan, Maternitas EGC, Jakarta.
DETEKSI DINI DAN PENANGANAN
“PROBLEMA KEMARAHAN”
Marah adalah :
Suatu perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap perasaan cemas yang
dirasakan sebagai ancaman.
Tanda Marah meliputi :
1. Emosi
Tidak aman
Rasa terganggu
Dendam
Jengkel
2. Fisik :
Muka merah
Pandangan tajam
Nafas pendek
Keringat
Sakit fisik
Penyalahgunaan obat
Tekanan darah naik
3. Spiritual :
Kemahakuasaan
Kebenaran diri
Keraguan
Tidak bermoral
Kebejatan
Kreativitas terhambat
4. Intelektual :
Mendominasi
Bawel
Kasar
Berdebat
Meremehkan
5. Sosial :
Menarik diri
Pengasingan
Penolakan
Kekerasan
Ejekan
Humor
Cara Mengatasi Marah Ada 2 Cara Yaitu :
1. Cara Umum
Melakukan kegiatan fisik ( Olahraga)
Mengurangi sumber marah ( Sikap keluarga yang lembut)
Mendorong klien mengungkapkan marah
Mememotivasi klien mengungkapkan marah yang kontruktif
Menganjurkan melakukan ibadah menurut kepercayaan masing-masing
2. Cara Khusus
Berteriak, menjerit, memukul ( Terima marah klien, arahkan klien memukul barang
yang tidak rusak)
Bantu klien latihan relaksasi
Melakukan humor tanpa menyakiti orang lain
Observasi ekspresi humor yang menjadi sasara
Diposkan oleh magustsp di 05:34
PRE EKLAMSIA….
Hari ini saya mau posting soal pre-eklamsia. Ini berkaitan dengan kejadian yang
pernah saya alami sendiri, dan juga karena seorang karyawati cabang dari kantor
tempat saya bekerja ini, meninggal dunia karena pre-eklamsia.
Oke, sebelum halaman ini di-close, bacalah dulu lengkap-lengkap karena ini
memang penting sekali untuk diketahui oleh ibu atau suami. Berikut defenisi pre-
eklamsia, yang saya kutip dari sini.
Pre-eklamsia kerap terjadi saat hamil, akibat tekanan darah
yang tinggi dan kelebihan kadar protein dalam urin, setelah
kehamilan berusia 20 minggu. Meski ‘hanya’ peningkatan
tekanan darah, tapi dapat berakibat fatal yang memungkinkan
terjadinya komplikasi pada ibu dan bayi yang dikandung.
Pre-eklamsi akan hilang saat melahirkan, sehingga bila pre-
eklamsi terjadi di minggu-minggu akhir kehamilan, dokter akan
mengambil tindakan untuk segera mengeluarkan bayi. Tapi bila
pre-eklamsi terjadi di awal kehamilan, maka dokter akan
berusaha memperpanjang kehamilan sampai bayi dianggap
telah cukup untuk lahir.
GEJALA
Gejala terjadinya preklamsia adalah naiknya tekanan darah
(hipertensi) dan kadar protein dalam urin yang berlebihan
(proteinuria), setelah kehamilan mencapai 20
minggu. Kelebihan protein akan mempengaruhi kerja ginjal.
Gejala lain yang bisa terjadi, antara lain:
- Sakit kepala.
- Masalah penglihatan, termasuk kebutaan sementara,
pandangan buram dan lebih sensitif pada cahaya/silau.
- Nyeri perut bagian atas, biasanya di bawah rusuk sebelah
kanan.
- Muntah.
- Pusing.
- Berkurangnya volume urin.
- Berat badan yang naik secara cepat, biasanya di atas 2 kg per
minggu.
- Pembengkakan (edema) pada wajah dan tangan, sering
menyertai pre-eklamsia walau tidak selalu, sebab edema kerap
terjadi pada kehamilan yang normal.
PENYEBAB
Pre-eklamsi dulunya dikenal sebagai toksemia, karena
diperkirakan adanya racun dalam aliran darah ibu hamil. Meski
teori ini sudah dibantah, tetapi penyebab pre-eklamsia hingga
kini belum diketahui. Penyebab lain yang diperkirakan terjadi,
adalah:
- Kelainan aliran darah menuju rahim.
- Kerusakan pembuluh darah.
- Masalah dengan sistim ketahanan tubuh.
- Diet atau konsumsi makanan yang salah.
TERAPI & PENYELAMATAN
Satu-satunya obat yang manjur adalah dengan mempercepat
persalinan, tapi pada preeklamsi di awal kehamilan, yang bisa
dilakukan adalah:
Bed rest
Mengulur waktu kelahiran bayi dengan istirahat total agar
tekanan darah turun dan meningkatkan aliran darah menuju
plasenta, agar bayi dapat bertahan. Anda diharuskan berbaring
total dan hanya diperbolehkan duduk atau berdiri jika memang
benar-benar diperlukan. Tekanan darah dan kadar protein urin
akan dimonitor secara ketat. Jika preeklamsia sudah parah,
kemungkinan Anda diminta beristirahat di rumah sakit sambil
melakukan test stres janin untuk memonitor perkembangan
janin.
Obat hipertensi
Dokter dapat merekomendasikan pemakaian obat penurun
tekanan darah. Pada preklamsia parah dan sindroma HELLP, obat
costicosteroid dapat memperbaiki fungsi hati dan sel darah.
Obat ini juga dapat membantu paru-paru bayi tumbuh bila harus
terjadi kelahiran prematur.
Melahirkan
Ini adalah cara terakhir mengatasi preeklamsia. Pada preklamsia
akut/parah, dokter akan menganjurkan kelahiran prematur untuk
mencegah yang terburuk. Kelahiran ini juga diperlukan kondisi
minimal, seperti kesiapan tubuh ibu dan kondisi janin.
Lengkapnya silahkan lihat di sini & sini.
Nah saya mau cerita bagaimana pengalaman saya juga karena saya juga waktu hamil
tua ternyata kena pre-eklamsia. Awalnya saya sendiri tidak tahu bahwa pre-eklamsia
itu berbahaya. Karena dari awal kehamilan, tekanan darah saya normal2 saja.Waktu
itu, saat usia kehamilan masuk 37mgg, seperti biasa saya harus kontrol ke dokter
pada hari Sabtu. Tapi kemudian suster mengabarkan bahwa dsog masih seminar
sehingga tidak praktek hari Sabtu. Karena sudah masuk hamil tua, saya tidak berani
nunggu sampai Sabtu berikutnya. Ya sudah, saya pun mendaftar untuk kontrol pada
hari Rabu, 26 Maret 2008.
Hari Rabu pagi, saya malasss sekali bangun. Kepala agak pusing, kaki sakit karena
bengkak. Ya udahlah, izin sajalah. Jadi hari Rabu itu saya gak masuk. Lagipula sorenya
juga mau ke dokter ini, begitu pikir saya. Jam 3 sore saya jalan dari rumah, jemput
mami saya dulu di suatu tempat, lalu langsung ke RS. B, Menteng. Sampai di RS jam
5, ternyata dokter belum datang, dan saya dapat nomor urut 8. Duh capeknya waktu
itu…. Waktu periksa tensi, tekanan darah saya 160/80. “Loh Sus, kok tinggi banged?”
kata saya waktu itu. Suster cuma tersenyum.
Dokter datang jam 6 lewat, dan setelah menunggu 1,5 jam, akhirnya giliran saya
masuk. Seperti biasa dsog saya yang cantik itu menyalami saya dan menanyakan
kabar. Tapi kemudian dokter kaget melihat tekanan darah saya yang tertulis di buku.
“Ini kapan ya sus?” “Jam 5 tadi dok.” saya yang menjawab, karena saya yakin suster
pasti lupa, wong pasien kan banyak. “Wah bahaya ini, bahaya… ini gejala pre-
eklamsia.” Lalu dokter menerangkan apa itu pre-eklamsia. “Coba ibu cek lagi ya,
sama suster.” Saya pun diantar keluar sama suster, dan disuruh menunggu lagi
5menit, baru boleh cek tensi.
Setelah menunggu dengan rasa kesel karena nunggu lagi nunggu lagi, saya pun ukur
tensi lagi pakai alat pengukur tensi digital. Hasilnya : 183/90! Loh loh! Kok jadi
tambah tinggi? Suster ragu, lalu ambil alat tensi manual, diukur ulang. Sama
saja. Masuk lagi ke dalam ruangan dokter, dsog lalu menerangkan apa itu pre-
eklamsia dan bahayanya, even saya sendiri gak begitu ngerti. “Ibu habis ini cek urine
dulu ya. Kalo hasilnya positif, berarti ibu harus dirawat disini. Harus dirawat sampai
normal lagi. Kalo ternyata sampai besok belum normal juga, maka kita harus
mengakhiri kehamilan.”
Hah? Mengakhiri kehamilan? Apa itu maksudnya? “Ya kita keluarkan bayinya.”
Alamak..! Langsung tambah stess lah saya waktu itu. Siapa yang mau stay di rumah
sakit?? Duh…. sebelnya… Saat itu juga saya tes urine sekaligus nebus obat di apotik
untuk diminum saat itu juga. Jam 10 malam, hasilnya keluar, isinya positif 1. Saya
masuk lagi ke ruang dokter. Dokter membaca hasil lab, dan tensi saya diperiksa.
Sudah turun jadi 140-an. Lalu dokter bilang saya boleh pulang, minum obat saja di
rumah. “Besok kalo ibu mau cek tensi lagi, boleh singgah kesini dulu cek sama
suster.”
Malam itu saya dijemput hubby. Mami sudah saya suruh pulang duluan aja karena
kelamaan nunggu saya, kasihan kan. Mami saya juga sudah mengingatkan bahwa
tensi tinggi itu berarti alarm, tapi saya tenang-tenang saja karena saya memang buta
soal pre-eklamsia. Besoknya, Kamis, saya memaksa diri pergi ke kantor biar bisa
ketemuan sama Elz, padahal badan rasanya masih gak fit. Siangnya (seperti yang
sudah saya ceritakan), saya jalan ke Sarinah ketemu Elz disana.
Nah malam harinya, saat lagi santai-santai itulah ketuban saya pecah. Sampai di RS,
suster bilang dokter akan datang kalo memang ada kelainan. Jadi saya harus tetap
berada di ruang observasi. Kalo diingat-ingat sekarang, saya heran juga. Bukankah
dokter tahu kalo sehari sebelumnya saya pre-eklamsia, dan saya ini pecah ketuban
duluan tanpa disertai kontraksi atau keluarnya bercak darah. Kenapa dokter tetap
tidak mau datang saat itu? Kata suster, kalo tiba2 saya sudah bukaan penuh dan
harus melahirkan sementara dokter belum datang, maka bidan yang akan menangani.
Saya disarankan menunggu hingga pagi sampai dokter datang.
Inilah yang jadi pertentangan dalam batin saya. Satu sisi saya ingin melahirkan secara
normal, tapi di sisi lain saya cemas dengan keadaan bayi saya, saya tidak tahu harus
percaya sama siapa karena dsog saya tidak ada. Sudah pre-eklamsia, air ketuban
bolak balik mengucur keluar, bukaan juga gak nambah-nambah masih bukaan 3, bayi
terlilit tali pusar 2x, sayapun semakin stress. Akhirnya ketika saya dan hubby
putuskan untuk caesar saja, barulah si dokter datang. Alhamdulillah, Vaya lahir sehat,
pada usia kehamilan 37mgg. Coba baca quote berikut yang saya kutip dari milis:
|Dalam kehamilan biasa bayi akan lahir sendiri atau melalui operasi
caesar |
|setelah cukup bulan. Demikian pula pada kasus preeklamsia-
eklamsia. Bayi |
|diusahakan dikeluarkan pada usia kehamilan setua mungkin. Namun
bila |
|kondisi ibu semakin buruk, dalam arti gejala eklamsia semakin nyata,
mau |
|tidak mau dokter harus mengeluarkan bayi berapa pun usianya.
"Tujuan utama|
|menyelamatkan jiwa sang ibu, baru bayinya. Apa boleh buat kalau
sang bayi |
|tidak bisa diselamatkan," ujar dr. Boyke, yang memang sering
menangani |
|kasus serupa. Pada situasi normal tindakan operasi untuk
mengeluarkan bayi|
|preeklamsia-eklamsia baru dilakukan bila tekanan darah ibu sudah
turun. |
|Dokter yang laris sebagai pembicara seminar ini pernah memberi
pertolongan|
|pada seorang ibu yang mendadak koma karena ternyata mendapat
gangguan |
|eklamsia yang tidak terdeteksi (tekanan darahnya tidak tinggi dan
tidak |
|terjadi pembengkakan). Ibu ini dibedah caesar dalam keadaan koma
sehingga |
|tidak dibutuhkan pembiusan. "Begitu bayi berhasil diangkat dengan
selamat,|
|sang ibu siuman." Kasus preeklamsia-eklamsia tanpa tekanan darah
tinggi |
|seperti itu menurut Boyke merupakan kasus langka.
Well, saya tidak tahu apakah saya terlalu tidak sabaran sebagai pasien atau memang
dokternya yang menyamaratakan semua pasien, yang pasti ini jadi pelajaran buat
saya di kemudian hari. Seorang rekan karyawati di kantor cabang daerah baru-baru ini
meninggal dunia saat melahirkan, karena telat terdeteksi pre-eklamsia. Mudah-
mudahan pengalaman ini bisa berguna juga buat teman-teman. Jangan pernah sepele
dengan pre-eklamsia, periksakan kehamilan Anda atau istri Anda secara teratur demi
keselamatan ibu dan bayi.
Popularity: 8%
Related posts:
1. Fabulous Dads
Tags:
28 Comments to “Waspadai Pre-eklamsia”
1. umu aisyah says:
January 5, 2009 at 2:30 pm
ak jg dl kn pre eklmsi, tp ga drh tggi lho! Hanya saja kaki bengkak n proteinurin postf 4.
Bhkan dr.ku ngijinin induksi krn ak pgn lhrn normal, tp sayangny dah smp pbkaan 10 kpl
by ga turun2 dan ktban dah smpe dpecah, akhrny dr. Ngasih plhan vacum ato cesar.
Swmiku mlih cesar dn trnyt ad lilitan dleher byku. Nah 2hr stlh mlhrn ak dpntau tensi
per15mnt,ga pernah tgg, mmg brubah2 tp ga drastis maks jg cuma 130/90an tp pas hr k3
ak mnglmi kejang hebat slm 1jam! Bykn! Kmatian sdh ddpn mata,alhmdulillah ak bs
sadar. Trnyt efek preeklami ku alami stlh mlhrkn.
2. anaksiantar says:
November 6, 2008 at 1:27 pm
klo aku darah tinggi setelah melahirkan karena ngadapin ipar dan mertua yang kampungan
3. @del says:
August 21, 2008 at 3:25 pm
Penting niy untuk calon bapak dan calon ibu supaya tidak terjadi apa-apa. Thanks mbak
penting banget niy buat saya
4. Suryadi Maosuluddin says:
August 19, 2008 at 9:07 am
“air ketuban bolak balik mengucur keluar, bukaan juga gak nambah-nambah masih bukaan
3, bayi terlilit tali pusar 2x”
wah ceritanya sama kayak istri saya nih, air ketubannya udah pecah ,bukaannya nggak
nambah-nambah , kontraksinya kadang muncul kadang hilang.akhirnya selama sekitar 12
jam lamanya saya putusin untuk caesar.
yang juga jadi pertanyaan saya, dokternya kok santai-santai saja ya..?? setelah caesar
selesai barulah dokternya bilang ternyata kelilit usus 2x dileher si bayi.
tp syukurlah istri dan bayi saya selamat,alhamdulillah.
5. Sheilla says:
August 18, 2008 at 11:36 pm
Untung Vaya sama mamanya nggak kenapa2 …
6. uam says:
August 17, 2008 at 12:18 am
wah, acemnya penting ini… tapi siapa itu yg menjadi korban pre-eklamasia kak?
MALNUTRISI Setelah mempelajari modul ini anda diharapkan:
Mampu menjelaskan pengertian malnutrisi secara umum dan pengertian malnutrisi di Indonesia
Mampu menjelaskan pengertian, ciri-ciri dan penanganan kekurangan gizi
Mampu menjelaskan pengertian, ciri-ciri dan penanganan kelebihan gizi
Mampu menjelaskan pengertian malnutrisi mikronutrien dan pentingnya penanggulangan malnutrisi mikronutrien
Apa yang dimaksud dengan malnutrisi?Gangguan gizi yang dapat diakibatkan oleh:
Masukan nutrisi yang tidak cukup jumlah atau macamnya yang disebabkan oleh asupan makanan yang kurang, gangguan pencernaan atau absorbsi.
Kelebihan makanan Apa saja jenis-jenis malnutrisi?
Di bawah ini akan diuraikan secara singkat 3 jenis malnutrisi, yaitu:
a. Malnutrisi mikronutrien, yang terpenting adalah kekurangan vitamin A, kekurangan yodium dan kekurangan zat besi
b. Kekurangan gizi
c. Kelebihan gizi (obesitas)MALNUTRISI MIKRONUTRIEN
Malnutrisi mikronutrien adalah asupan nutrien seperti vitamin A, zat besi dan yodium yang tidak cukup. Keadaan ini secara fisik sering tidak terdeteksi tetapi mempengaruhi kesehatan lebih dari 2 milyar orang di seluruh dunia. Anak-anak serta wanita adalah golongan yang paling rentan
Defisiensi Vitamin A
Defisiensi vitamin A keadaan kekurangan kadar vitamin A di dalam tubuh.Penyebab kekurangan vitamin A
Penyebab kekurangan vitamin A terutama pada balita adalah konsumsi makan-makanan yang kurang mengandung cukup vitamin A. Sumber makanan yang kaya Vitamin A adalah sebagai berikut:
· daun singkong
· bayam
· tomat
· kangkung
· daun pepaya
· daun katuk
· pepaya
· wortel
· telur
· ikan
· hati Akibat kekurangan vitamin A
Menurunnya daya tahan tubuh sehingga mudah terserang infeksi (misalnya sakit batuk, diare, dan campak).
Rabun senja (anak tak dapat melihat suatu benda, jika ia tiba-tiba berjalan dari tempat yang terang ke tempat yang gelap).
Rabun senja dapat berakhir dengan kebutaan.
Wanita usia subur juga rentan terhadap defisiensi vitamin A Cara mencegah dan mengatasi kekurangan vitamin A:
Setiap hari anak diberi makanan yang mengandung sumber vitamin A.
Setiap hari anak dianjurkan makan sayuran hijau dan buah-buahan berwarna
Sebaiknya sayuran ditumis atau dimasak dengan santan, sebab vitamin A larut dalam minyak santan
Kapsul Vitamin A dosis tinggi diberikan pada anak setiap 6 bulan. Kapsul dapat diperoleh di Posyandu setiap pada bulan February dan Agustus.
Kapsul vitamin A dosis tinggi diberikan pada ibu yang segera setelah melahirkan.
Defisiensi besi
(lihat juga materi anemia pada ibu hamil dan anemia pada anak).
Akibat paling sering dari defisiensi besi adalah anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi (kurang darah karena kekurangan zat besi) sangat banyak dijumpai pada wanita terutama yang tinggal di pedesaan, anak-anak, wanita pekerja pabrik.
Akibat anemia defisiensi besi
Meningkatnya risiko kelahiran prematur
Meningkatnya risiko bayi lahir dengan berat badan lahir rendah
Meningkatnya risiko kematian ibu pada ibu hamil
Berkurang nya kemampuan kerja fisik
Berkurangnya kemampuan belajar anak Cara mencegah dan mengatasi anemia defisiensi besi:
Jangan lupa berikan tablet tambah darah pada setiap ibu hamil (lihat cara pemberian pada materi anemia pada ibu hamil),
Bila pada Posyandu tak tersedia table tambah darah, anjurkan ibu hamil untuk mengunjungi bidan desa atau puskesmas terdekat
Anjurkan makan sayuran berwarna hijau (bayam, katuk dll).Defisiensi Yodium
Defisiensi yodium adalah keadaan kurangnya kadar yodium di dalam tubuh. Keadaan ini sering disebut juga : Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY)
Penyebab defisiensi Yodium
Penyebab GAKY adalah:
Makanan dan air yang setiap hari digunakan tidak atau kurang mengandung zat yodium. Kebiasaan keluarga yang tidak menggunakan garam beryodium dalam makanannya sehari-hari, khususnya keluarga yang tinggal di daerah gondok endemik.
Akibat GAKY
Perkembangan kemampuan dan tingkat kecerdasan anak terhambat (IQ nya rendah)
Gangguan perkembangan fisik, seperti: tinggi badan terhambat, gangguan pada syaraf gerak sehingga gerakan anak sangat lamban, gangguan pendengaran sehingga penderitanya tuli.
Anak yang kekurangan zat yodium berat dapat menjadi anak yang kerdil (kretinisme).
Pada orang dewasa sering terjadi pembesaran kelejar gondok pada leher
Wanita usia subur sering sulit mempunyai anak.
Jika ibu hamil menderita GAKY, kemungkinan dapat mengalami keguguran atau bayi mati saat dilahirkan
Cara mencegah GAKY
Setiap kali memasak, selalu gunakan garam beryodium di rumah tangga.
Untuk daerah gondok endemik, anak-anak 1-5 tahun diberi kapsul yodium selama 1 tahun
Bila ada anak dengan gejala pembesaran kelenjar gondok atau kerdil segara laporkan pada petugas kesehatan di Puskesmas.
KEKURANGAN GIZI Gizi Buruk (Kekurangan Kalori Protein)
Suatu penyakit kurang gizi karena tubuh kurang memperoleh makanan berupa sumber zat tenaga (energi) dan sumber zat pembangun (protein) dalam waktu yang lama. Bila ditimbang, titik berat badan anak pada pada KMS terletak di bawah garis merah atau kurang 60% dari berat anak yang seharusnya.
Dikenal 3 tipe KKP yaitu Marasmus, Kwashiorkor dan Marasmus Kwashiorkor (gabungan).
Ciri-ciri Kwashiorkor
Berat dan tinggi badan lebih rendah dibandingkan dengan berat badan baku
Mungkin dijumpai bengkak yang menyeluruh sehingga menyamarkan penurunan berat badan
Jaringan otot mengecil.
Kulit tipis, lembek dan berbercak merah
Rambut berwarna pirang, kasar dan kaku, serta mudah dicabut
Anak apatis, cengeng dan rewelCiri-ciri Marasmus
Anak kurus kering.
Sering rewel, cengeng, penakut.
Kulit keriput dan wajah seperti orang tua.
Perut buncit, rambut merah dan jarang
Anak cengeng dan rewel
Ciri-ciri Marasmik Kwashiorkor
Gabungan dari tanda-tanda marasmus dan kwashiorkorBagaimana cara mendeteksi anak dengan gizi buruk ?
Cara termudah adalah dengan menimbang berat badan anak
Berat badan anak hasil penimbangan ditulis dalam KMS dengan cara membuat titik berat badan anak, yaitu titik temu garis tegak (umur anak) dengan garis datar (berat badan anak)
Bila berat badan anak di bawah garis merah, maka anak tersebut menderita gizi buruk
Selain dengan penimbangan, anak yang menderita gizi buruk dapat diketahui dengan melihat tanda-tanda khusus yang tampak pada anak yang menderita gizi buruk
Prinsip penanganan anak dengan kurang gizi:
Memberikan makanan yang mengandung banyak protein, tinggi kalori, cukup cairan, vitamin dan mineral.
Makanan harus dihidangkan dalam bentuk yang mudah dicerna dan diserap.
Makanan diberikan secara bertahap.
Penyakit-penyakit lain yang menyertai harus ditangani.
Tindak lanjut berupa pemantauan kesehatan penderita dan penyuluhan gizi terhadap keluarga
Mengapa kekurangan gizi penting untuk diatasi?
Kekurangan gizi merupakan suatu keadaan yang sangat penting untuk diatasi dengan segera, karena anak-anak yang menderita kekurangan gizi tidak akan mencapai tumbuh kembang yang sempurna.
Biasanya perkembangan otaknya juga tidak akan optimal.
Dikhawatirkan bila banyak anak yang menderita kekurangan gizi yang parah dalam jangka waktu yang lama, akan muncul suatu generasi yang tidak produktif dan tidak mampu menghadapi masa depan yang penuh dengan tantangan, atau yang sering disebut “generasi yang hilang”.
KELEBIHAN GIZI/OBESITAS
Obesitas adalah penimbunan lemak yang berlebihan secara merata pada seluruh jaringan. Sering diartikan sebagai kelebihan berat badan walaupun tidak selalu bermakna sama.
Obesitas biasanya disebabkan oleh masukan energi yang melebihi kebutuhan tubuh dan biasanya disertai kurangnya aktivitas jasmani.
Ciri-ciri obesitas:
Lebih berat dan lebih tinggi dari anak seusianya.
Hidung dan mulut relatif kecil dengan dagu yang berbentuk ganda.
Perut cenderung membuncit
Karena malu, sering malas untuk bergaul dan bermain dengan temannya.Prinsip penanganan biasanya ditujukan:
Mengobati faktor penyebabnya, baik dari segi fisik maupun psikis.
Memberikan motivasi kepada orangtuanya dan anak sendiri tentang perlunya menguruskan tubuh.
Memberikan diet untuk menguruskan tubuh dengan makanan berkalori rendah yang seimbang.
Menganjurkan agar berolahraga secara teratur dengan frekuensi, jenis dan lama latihan yang sesuai