38 anestesia pada operasi mata ok

27
BAB 38 ANESTESIA PADA OPERASI MATA Morgan GE; 2006 KONSEP-KONSEP UTAMA 1. Beberapa faktor yang normalnya meningkatkan tekanan intraokuler dapat mengakibatkan terjadinya penurunan volume intraokuler yang disebabkan oleh mengalirnya cairan aqueous atau keluarnya cairan vitreous melalui luka yang ada. Penyebab terakhir merupakan komplikasi serius yang dapat memperburuk penglihatan secara permanent. 2. Suksinil kolin meningkatkan tekanan intraokuler sebanyak 5–10 mmHg dalam waktu 5–10 menit setelah pemberian, terutama setelah pemanjangan kontraksi otot-otot ekstraokuler. 3. Penarikan otot-otot ekstraokuler atau penekanan pada bola mata dapat mengurangi perubahan irama jantung yang sangat bervariasi dari bradikardi dan ektopik ventrikuler menjadi sinus arrest atau ventrikel fibrilasi. 4. Komplikasi-komplikasi yang menyebabkan masuknya gelembung udara ke intraokuler dapat dihindari dengan penghentian pemberian N2O selama 15 menit sebelum pemberian udara atau sulfur heksafluorida. 5. Pemberian obat-obat topikal diserap secara intermediate bila dibandingkan dengan pemberian intravena dan subkutis. 6. Echothiopate adalah inhibitor kolinesterase yang irreversibel yang digunakan pada terapi glaukoma. Pemberian topikal dapat menyebabkan absorbsi sistemik dan pengurangan aktivitas enzim kolinesterase plasma. Karena suksinil kolin dan mivakurium dimetabolisme oleh enzim tersebut, pemberian echotiopate dapat memperpanjang masa kerja obat-obat tersebut. 7. Kunci melakukan anestesi pada pasien dengan luka terbuka pada mata adalah dengan mengontrol tekanan intraokuler melalui induksi yang halus. Yang terutama, batuk saat intubasi harus document.doc Page 1 of 27

Upload: rhaka-fhieldye-teruna

Post on 28-Dec-2015

72 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

kg

TRANSCRIPT

Page 1: 38 Anestesia Pada Operasi Mata Ok

BAB 38ANESTESIA PADA OPERASI MATA

Morgan GE; 2006

KONSEP-KONSEP UTAMA

1. Beberapa faktor yang normalnya meningkatkan tekanan intraokuler dapat mengakibatkan terjadinya penurunan volume intraokuler yang disebabkan oleh mengalirnya cairan aqueous atau keluarnya cairan vitreous melalui luka yang ada. Penyebab terakhir merupakan komplikasi serius yang dapat memperburuk penglihatan secara permanent.

2. Suksinil kolin meningkatkan tekanan intraokuler sebanyak 5–10 mmHg dalam waktu 5–10 menit setelah pemberian, terutama setelah pemanjangan kontraksi otot-otot ekstraokuler.

3. Penarikan otot-otot ekstraokuler atau penekanan pada bola mata dapat mengurangi perubahan irama jantung yang sangat bervariasi dari bradikardi dan ektopik ventrikuler menjadi sinus arrest atau ventrikel fibrilasi.

4. Komplikasi-komplikasi yang menyebabkan masuknya gelembung udara ke intraokuler dapat dihindari dengan penghentian pemberian N2O selama 15 menit sebelum pemberian udara atau sulfur heksafluorida.

5. Pemberian obat-obat topikal diserap secara intermediate bila dibandingkan dengan pemberian intravena dan subkutis.

6. Echothiopate adalah inhibitor kolinesterase yang irreversibel yang digunakan pada terapi glaukoma. Pemberian topikal dapat menyebabkan absorbsi sistemik dan pengurangan aktivitas enzim kolinesterase plasma. Karena suksinil kolin dan mivakurium dimetabolisme oleh enzim tersebut, pemberian echotiopate dapat memperpanjang masa kerja obat-obat tersebut.

7. Kunci melakukan anestesi pada pasien dengan luka terbuka pada mata adalah dengan mengontrol tekanan intraokuler melalui induksi yang halus. Yang terutama, batuk saat intubasi harus dihindari dengan melakukan anestesi yang dalam dan setelah paralisis tercapai.

8. Sindroma apnoe post retrobulbar mungkin terjadi pada saat penyuntikan anestesi lokal ke dalam kantung saraf optikus yang kemudian menyebar masuk ke dalam cairan serebrospinal.

9. Pemberian sedasi intravena, ventilasi dan oksigenasi harus diamati secara teliti dan peralatan untuk pemberian ventilasi tekanan positif harus segera dipersiapkan.

document.doc Page 1 of 20

Page 2: 38 Anestesia Pada Operasi Mata Ok

Operasi mata memberikan beberapa tantangan-tantangan khusus bagi ahli anestesi, termasuk regulasi dari tekanan intraokuler, pencegahan refleks okulokardiak, manajemen penatalaksanaannya, mengontrol masuknya gas ke intraokuler dan obat-obat mata yang sesuai dengan efek sistemik. Pengertian terhadap mekanisme dan manajemen permasalahan ini dapat mempengaruhi hasil dari operasi. Bab ini juga mempertimbangkan teknik pemberian anestesi pada operasi mata, baik general maupun epidural.

TEKANAN DINAMIK INTRAOKULER

Fisiologi Tekanan Intraokuler

Mata dapat disebut sebagai organ berongga dengan dinding yang kaku. Jika isi dari rongga tersebut meningkat, tekanan intraokuler akan meningkat (normalnya 12-20 mmHg). Sebai contoh, glaukoma yang disebabkan oleh obstruksi saluran cairan aqueous. Selain itu, tekanan intraokuler akan meningkat jika volume darah di dalam bola mata meningkat. Peningkatan tekanan vena akan meningkatkan tekanan intraokuler karena berkurangnya drainase aqueous dan meningkatnya aliran darah koroidal. Perubahan yang besar pada tekanan darah arteri dan ventilasi juga dapat mempengaruhi tekanan intraokuler (Tabel 38.1). Perlakuan anestesi yang menyertai parameter-parameter tersebut dapat mempengaruhi tekanan intraokuler (contoh : laringoskopi, intubasi, obstruksi jalan nafas, batuk, posisi trendelenburg).

Pengurangan ukuran bola mata tanpa adanya perubahan yang proporsional pada isi dan volume bola mata akan meningkatkan tekanan intraokuler. Tekanan pada mata karena masker yang terlalu ketat, posisi tengkurap yang tidak tepat, perdarahan retrobulbar dapat menyebabkan suatu peningkatan tekanan yang bermakna.

Tekanan intraokuler membantu untuk menjaga bentuk dan organel di dalam bola mata. Variasi tekanan yang temporer umumnya dapat ditoleransi oleh mata normal. Kedipan mata meningkatkan tekanan intraokuler sebanyak 5 mmHg sehingga dapat mencapai 26 mmHg. Bahkan episode transient dari peningkatan tekanan intraokuler pada pasien-pasien dengan tekanan arteri oftalmik yang rendah (contoh : hipotensi yang perlahan, proses arteriosklerosis pada arteri retina) dapat mengganggu perfusi retina dan menyebabkan iskemia.

document.doc Page 2 of 20

Page 3: 38 Anestesia Pada Operasi Mata Ok

Tabel 38.1. Efek kardiopulmonal terhadap tekanan intraokuler (IOP)

Variabel Efek terhadap IOPTekanan Vena Sentral Meningkat ↑↑↑ Menurun ↓↓↓

Tekanan darah Arteri Meningkat ↑ Menurun ↓

PaCO2 Meningkat (hipoventilasi) ↑↑ Menurun (hiperentilasi) ↓↓PaO2 Meningkat 0 Menurun ↑

↓ menurun (mild, moderate, marked); ↑ meningkat (mild, moderate, marked); 0 tidak ada efek

Ketika bola mata terbuka selama tindakan operasi (Tabel 38.2) atau setelah perforasi traumatik, tekanan intraokuler akan mendekati tekanan atmosfer. Beberapa faktor yang normalnya meningkatkan tekanan intraokuler dapat mengakibatkan terjadinya penurunan volume intraokuler yang disebabkan oleh mengalirnya cairan aqueous atau keluarnya cairan vitreous melalui luka yang ada. Penyebab terakhir merupakan komplikasi serius yang dapat memperburuk penglihatan secara permanent.

Tabel 38.2. Prosedur Operasi Mata Terbuka

Ekstraksi Katarak

Perbaikan laserasi kornea

Transplantasi kornea (penetrasi keratoplasti)

Iridektomi perifer

Pengambilan benda asing

Perbaikan ruptur bola mata

Implantasi lensa intraokuler sekunder

Trabekulektomi (dan prosedur penyaringan lain)

Vitrektomi (anterior dan posterior)

Perbaikan kebocoran dari luka

document.doc Page 3 of 20

Page 4: 38 Anestesia Pada Operasi Mata Ok

Efek Dari Obat-Obat Anestesi Terhadap Tekanan Intraokuler

Kebanyakan obat anestesi dapat menurunkan atau tidak mempunyai efek terhadap tekanan intraokuler (Tabel 38.3). Obat-obat anestesi inhalasi mengurangi tekanan intraokuler secara proporsional bersamaan dengan dalamnya tingkat anestesi. Pengurangan ini disebabkan karena beberapa faktor, yaitu : turunnya tekanan darah akan mengurangi volume koroidal, relaksasi dari otot-otot ekstraokuler mengurangi tekanan dari dinding dan konstriksi pupil yang memfasilitasi keluarnya cairan aqueous. Obat-obat anestesi intravena juga menurunkan tekanan intraokuler. Pengecualiannya adalah ketamine, yang biasanya meningkatkan tekanan darah arteri dan tidak merelaksasi otot-otot ekstraokuler.

Pemberian obat-obat antikolinergik topikal menyebabkan dilatasi pupil (midriasis), yang dapat memicu terjadinya glukoma sudut tertutup. Pemberian atropin sistemik dengan dosis premedikasi tidak menyebabkan hipertensi intraokuler, meskipun pada pasien-pasien dengan glaukoma. Struktur amonium (NH4) dari glikopirolat dapat menyebabkan peningkatan batas keamanan denga jalan mencegahnya masuk ke susunan saraf pusat.

Suksinilkolin meningkatkan tekanan intraokuler sebanyak 5–10 mmHg dalam waktu 5–10 menit setelah pemberian, terutama setelah pemanjangan kontraksi otot-otot ekstraokuler. Tidak seperti otot skeletal lainnya, otot-otot ekstraokuler berisi sel-sel dengan multiple neuromuskuler junction. Pengulangan depolarisasi dari sel-sel otot karena suksinilkolin menyebabkan pemanjangan kontraksi. Peningkatan tekanan intraokuler dapat menyebabkan beberapa efek. Hal ini dapat menyebabkan penilaian yang tidak akurat dari tekanan intraokuler selama penilaian di bawah pengaruh anestesi pada pasien-pasien glaukoma, terutama untuk mencegah operasi-operasi yang tidak perlu. Lebih jauh lagi, peningkatan tekanan intraokuler dapat menyebabkan ekstrusi dari isis bola mata melalui daerah operasi yang terbuka atau luka traumatik. Efek akhir dari pemanjangan kontraksi otot-otot ekstraokuler ditunjukkan dengan adanya tes tutup mata kuat (forced duction test) yang abnormal selama 20 menit. Manuver ini dapat mengevaluasi penyebab ketidakseimbangan otot-otot ekstraokuler dan dapat mempengaruhi tipe dari operasi strabismus yang akan dilakukan. Kongesti dari pembuluh darah koroidal juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler. Obat pelumpuh otot non depolarisasi tidak dapat meningkatkan tekanan intraokuler.

document.doc Page 4 of 20

Page 5: 38 Anestesia Pada Operasi Mata Ok

Tabel 38.3. Efek dari obat anestesi terhadap Tekanan Intraokuler (IOP)

Obat Efek terhadap IOP

Anestesi Inhalasi Obat Volatile ↓↓ N2O ↓

Anestesi Intravena Barbiturat ↓↓ Benzodiazepin ↓↓ Ketamin ? Opioid ↓

Pelumpuh Otot Depolarisasi (suksinil kolin) ↑↑

Non depolarisasi 0/↓

REFLEKS OKULOKARDIAK

Penarikan otot-otot extraokuler atau penekanan pada bola mata dapat mengurangi perubahan irama jantung yang sangat bervariasi, dari Bradikardia dan Ektopik Ventrikal sampai Sinus Arrest atau Ventrikal Fibrilasi. Rekfleks ini, mulanya ditemukan pada tahun 1908, terdiri dari jalur Trigeminal Afferent (V1 dan Vagal Efferent). Refleks Okulokardia umumnya ditemui pada pasien-pasien anak yang menjalani operasi Strabismus. Selain itu, hal ini bisa terjadi pada setiap kelompok umur dan selama prosedur-prosedur operasi okuler, termasuk ekstraksi katarak, enukleasi dan perbaikan pelepasan retina. Pada pasien yang sadar, refleks okulokardia dapat menyebabkan keadaan somnolen dan nausea.

Obat-obat antikolinergik dapat membantu mencegah terjadi refleks okulokardia. Atropinintavina atau gikopirolat yang diberikan sebelum operasi lebih efektif dibandingan premedikasi dengan intramoskuler. Yang perlu diingat, bahwa obat-obat antikolinergik dapat memperburuk keadaan pada pasien-pasien usia tua yang biasanya memiliki kelainan berupa penyakit-penyakit arteri koroner. Blokade retrobulbar atau inhalasi anastesi yang dalam juga dapat menguntungkan, tapi prosedur ini memiliki resiko tersendiri. Blokade retrobulbar dapat mengurangi refleks okulokardia. Kebutuhan profilaksis rutin biasanya masih kontroversial.

Manajemen dari refleks okulokardiak saat muncul terdiri dari berbagai prosedur, yaitu: (1) dengan segera memberitahu operator dan menghentikan stimulasi operasi sementara sampai denyut jantung meningkat, (2) berikan ventilasi yang

document.doc Page 5 of 20

Page 6: 38 Anestesia Pada Operasi Mata Ok

adekuat, oksigenasi, dan kedalaman anastesi, (3) pemberian atropin intravena (10mcg/kg) jika gangguan konduksi jantung muncul. (4) pada episode ulangan, berikan infiltrasi pada otot rectus dengan obat anastesi lokal. Refleks tersebut biasanya akan hilang dengan sendirinya dengan adanya traksi pada otot-otot ekstraokuler yang berulang-ulang.

EKSPANSI GAS INTRAOKULER

Gelembung udara dapat disuntikan oleh oftalmologis kedalam bilik posterior selama operasi vitreeous. Suntikan udara intrafitreal dapat mengurangi kemungkinan terjadinya pelepasan retina dan secara anatomis dapat mempercepat penyembuhan. Gelembung udara akan di absorbsi dalam lima hari secara difusi gradual melalui jaringan penunjang dan masuk ke pembuluh darah. Jika pasien diberikan gas N2O, gelembung udara itu akan membesar. Hal ini terjadi karena N2O 35 kali lebih mudah berikatan dengan darah dibandingkan dengan Nitrogen. Selain itu, N2O akan berdifusi kedalam gelembung udara lebih cepat daripada Nitrogen (komponen utama dari udara) yang akan di absorbsi kedalam pembuluh darah. Jika gelembung udara masuk setelah bolamata ditutup, tekanan intraokuler akan meningkat.

Sulfur heksaflorida (SF6) merupakan gas inert yang kurang solubel di darah dibandingkan dengan nitrogen apalagi dengan N2O. Lama masa kerjanya (lebih dari 10 hari) dibandingkan dengan gelembung udara dapat memberikan keuntungan untuk oftalmologis. Ukuran gelembung bertambah dua kali lipat dalam 24 jam setelah penyuntikan karena nitrogen dari udara inhalasi masuk kedalam gelembung lebih cepat dibandingkan dengan SF6 yang berdifusi kedalam darah. Meskipun begitu kecuali volume besar dari SF6 murni disuntikan, ekspansi yang lambat dari gelembung umumnya tidak meningkatkan tekanan intraokuler. Jika pasien diberikan N2O, gelembung tersebut akan membesar dengan cepat dan dapat memicu timbulnya hipertensi intraokuler. Konsentrasi dari inspirasi dari N2O sebanyak 70% akan membuat ukuran gelembung menjadi tiga kali lipat lebih besar dari ukuran 1ml dan meningkatkan tekanan dua kali lebih besar pada mata yang tertutup dalam 30 menit. Akibat dari penghentian pemberian N2O dapat memacu terjadinya reabsorbsi dari gelembung, yang akan menjadi campuran N2O dan SF6. Resiko dari turunnya tekanan intraokuler dapat memicu terjadinya pelepasan retina.

Komplikasi-komplikasi yang menyebabkan masuknya gelembung udara ke intraokuler dapat dihindari dengan penghentian pemberian N2O selama 15 menit sebelum pemberian udara atau sulfur heksafluorida. Jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menghilngkan N2O dari darah tergantung dari beberapa faktor, termasuk kecepatan aliran gas segar dan ventilasi alveolar yang adekuat. Kedalaman anestesi harus dipertahankan dengan menggantinya dengan obat anestesi lain. N2O tidak

document.doc Page 6 of 20

Page 7: 38 Anestesia Pada Operasi Mata Ok

boleh diberikan sampai gelembung diabsorbsi (5 hari setelah penyuntikan udara dan 10 hari setelah penyuntikan SF6).

EFEK SISTEMIK DARI OBAT-OBAT OFTALMIK

Obat tetes mata topikal diabsorbsi oleh pembuluh darah di kantong konjungtiva dan mukosa duktus nasolakrimalis. Satu tetes fenilefrin 10% (biasanya 1/20 ml) mengandung 5 mg obat. Bandingkan dengan dosis fenilefrin intravena (0,05-0,1 mg) yang digunakan untuk terapi hipotensi pada pasien dewasa. Pemberian obat-obat topikal diserap secara intermediate bila dibandingkan dengan pemberian intravena dan subkutis (dosis toksik fenilefrin subkutan adalah 10 mg). Anak dan orangtua memiliki resiko yang cukup besar terhadap efek toksik dari obat-obat topikal dan harus mendapatkan larutan fenilefrin 2,5% (Tabel 38.4). Secara kebetulan, pasien-pasien tersebutlah yang biasanya membutuhkan operasi mata.

Echothiopate adalah inhibitor kolinesterase yang irreversibel yang digunakan pada terapi glaukoma. Pemberian topikal dapat menyebabkan absorbsi sistemik dan pengurangan aktivitas enzim kolinesterase plasma. Karena suksinil kolin dan mivakurium dimetabolisme oleh enzim tersebut, pemberian echotiopate dapat memperpanjang masa kerja obat-obat tersebut. Paralisis biasanya tidak timbul dalam waktu 20-30 menit dan apnoe post operasi biasanya tidak ada. Inhibisi dari aktivitas kolinesterase berakhir selama 3-7 minggu setelah penghentian pemberian obat tetes echothiopate. Efek samping dari muskarinik, seperti bradikardi selama induksi, dapat dicegah dengan pemberian obat-obat antikolinergik intravena (contoh: atropin, glikopirolat).

Obat tetes mata atropin dapat menyebabkan hipertensi, takikardi dan disritmia ventrikel, efek disritmogenik tersebut berpotensiasi dengan halotan. Instilasi langsung dari epinefrin masuk ke bilik anterior dari mata tidak dihubungkan dengan adanya toksisitas kardiovaskuler.

Timolol, yang merupakan antagonis β adrenergik non selektif, mengurangi tekanan intraokuler dengan menurunkan produksi dari humor aqueous. Obat tetes mata topikal timolol, biasanya digunakan untuk terapi glaukoma, dengan efek samping yang jarang berhubungan dengan bradikardia yang resisten dengan atropin, hipotensi dan bronkospasme selama anestesi umum.

document.doc Page 7 of 20

Page 8: 38 Anestesia Pada Operasi Mata Ok

Tabel 38.4. Efek sistemik dari Obat-obat Oftalmik

Obat Mekanisme Kerja EfekAsetilkolin Kolinergik agonis (miosis) Bronkospasme, bradikardi, hipotensi

Asetazolamid Inhibitor karbonik anhidrase (penurunan IOP)

Diuresis, hipokalemi, asidosis metabolik

Atropin Antikolinergik (midriasis) Sindrom antikolinergik sentralSiklopentolat Antikolinergik (midriasis) Disorientasi, psikosis, konulsiEkotiopat Inhibitor kolinesterase

(miosis, penurunan IOP)Pemanjangan dari suksinilkolin dan paralisis mivakurium, bronkospasme

Epinefrin Simpatis agonis (midriasis, penurunan IOP)

Hipertensi, bradikardi, takikardi, sakit kepala

Fenilefrin ά-adrenergik agonis (midriasis, vasokonstriksi)

Hipertensi, takikardi, disritmia

Skopolamin Antikolinergik (midriasis, vasokonstriksi)

Sindrom antikolinergik sentral

Timolol Obat blokade β-adrenergik (penurunan IOP)

Bradikardi, asma, gagal jantung kongestif

GENERAL ANESTESI UNTUK OPERASI MATA

Pilihan anestesi umum atau lokal harus dibicarakan antara pasien, ahli anestesi dan ahli bedah. Beberapa pasien menolak untuk diberikan anestesi lokal karena takut akan sadar selama prosedur operasi atau takut merasakan nyeri saat dilakukan teknik regionalnya. Meskipun tidak ada bukti nyata yang menunjukkan bahwa suatu anestesi umum aman, lokal anestesi tampaknya tidak terlalu menakutkan.Anestesi umum diindikasikan untuk pasien anak dan pasien yang tidak kooperatif, meskipun sedikit saja pergerakan dapat menyebabkan terjadinya kesalahan selama operasi kecil. Anestesi lokal-umum, suatu teknik yang menggunakan sedasi dengan mengontrol jalan nafas, harus dihindari karena resiko dari kombinasi kedua teknik tersebut akan bertambah buruk.

PREMEDIKASI

Pasien yang akan menjalani operasi mata umumnya sering gelisah, terutama jika mereka harus mengalami berbagai macam prosedur dan adanya kemungkinan kebutaan. Pasien anak-anak biasanya sering diikuti dengan adanya kelainan kongenital lain (contoh: sindroma Rubela, sindroma Goldenhar’s, sindroma Down). Pasien dewasa biasanya berusia tua, dengan bermacam-macam gangguan sistemik

document.doc Page 8 of 20

Page 9: 38 Anestesia Pada Operasi Mata Ok

(contoh: hipertensi, DM, penyakit arteri koroner). Faktor-faktor ini harus dipertimbangkan dalam memberikan premedikasi.

INDUKSI

Pilihan dari teknik induksi untuk operasi mata biasanya lebih tergantung dari masalah kesehatan pasien dibandingkan dengan penyakit matanya atau tipe operasi yang akan dilakukan. Pengecualiannya pada pasien dengan pecahnya bola mata. Kunci melakukan anestesi pada pasien dengan luka terbuka pada mata adalah dengan mengontrol tekanan intraokuler melalui induksi yang halus. Yang terutama, batuk saat intubasi harus dihindari dengan melakukan anestesi yang dalam dan setelah paralisis tercapai. Respon tekanan intraokuler terhadap tindakan laringoskopi dan intubasi endotrakeal dapat dihilangkan dengan pemberian lidokain intravena (1,5 mg/kg) atau opioid (contoh: remifentanil 0,5-1 mg/kg atau alfentanil 20 mcg/kg). Pelumpuh otot non depolarisasi lebih sering digunakan dibandingkan dengan suksinil kolin karena efek lambatnya terhadap tekanan intraokuler. Banyak pasien dengan trauma mata terbuka dengan keadaan lambung yang penuh dan membutuhkan teknik induksi yang cepat.

MONITORING DAN RUMATAN

Operasi pada mata biasanya menyebabkan posisi dari ahli anestesi akan berada jauh dari jalan nafas pasien, sehingga monitoring dari oksimetri saturasi dan kapnograf sangat diperlukan pada semua prosedur operasi mata. Pipa endotrakeal yang tertekuk, sirkuit jalan nafas yang terlepas dan ekstubasi yang tidak disengaja dapat terjadi. Tertekuknya pipa endotrakeal dan obstruksi jalan nafas dapat diminimalisasi dengan menggunakan pipa endotrakeal yang elastis atau yang ditempatkan di sudut kanan bibir. Kemungkinan terjadinya aritmia yang disebabkan oleh refleks okulokardiak menyebabkan pentingnya pemasangan elektrokardiograf yang terus menerus dan memastikan bahwa nada suara denyut jantung jelas terdengar. Sebaliknya pada hampir semua operasi pada pasien anak, temperatur tubuh sering meningkat selama operasi berlangsung disebabkan karena terbukanya permukaan tubuh dan draping dari kepala hingga kaki. Analisis end-tidal CO2 membantu mendeteksi adanya hipertermi malignan.

Rasa nyeri dan stres yang disebabkan oleh operasi mata lebih sedikit dibandingkan pada operasi intra abdomen, Tingkat kedalaman anestesi yang lebih rendah akan lebih memuaskan dengan konsekuensi bahwa pergerakan pasien tidak akan terlalu katastropik. Rendahnya stimulasi kardiovaskuler pada hampir semua prosedur operasi mata digabungkan dengan kebutuhan kedalaman anestesi yang

document.doc Page 9 of 20

Page 10: 38 Anestesia Pada Operasi Mata Ok

adekuat dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien tua. Masalah ini dapat dihindari dengan memastikan adekuatnya status hidrasi pasien, pemberian efedrin dosis kecil (2-5 mg) atau membuat terjadinya paralisis intraoperasi dengan menggunakan obat pelumpuh otot non depolarisasi. Hal yang terakhir itu bisa membuat kedalaman anestesi menjadi stabil.

Mual yang disebabkan oleh stimulasi vagal sering menjadi permasalahan pada saat operasi telah selesai, terutama setelah operasi strabismus. Efek valsava dan peningkatan tekanan vena sentral yang diikuti dengan muntah dapat mengganggu hasil operasi dan meningkatkan terjadinya resiko aspirasi. Pemberian metoklopramide intravena selama operasi (10 mg pada pasien dewasa) atau antagonis 5-HT3 (contoh: ondansetron 4 mg pada orang dewasa) akan mengurangi insiden terjadinya mual dan muntah setelah operasi (PONV). Deksametason (4 mg pada pasien dewasa) juga bisa diberikan pada pasien dengan riwayat PONV yang kuat.

EKSTUBASI DAN PEMULIHAN

Meskipun bahan-bahan jahit yang modern dan teknik penutupan luka yang baik akan mengurangi resiko terjadinya luka terbuka setelah operasi, tapi kemungkinan munculnya keadaan tersebut harus dihindari. Batuk saat pipa endotrakeal masih terpasang dapat dicegah dengan melakukan ekstubasi pasien dalam keadaan anestesi yang dalam. Saat operasi telah berakhir, pelumpuh otot dapat direversal sehingga nafas spontan akan timbul. Obat anestesi inhalasi dapat terus diberikan selama dilakukan pembersihan jalan nafas. N2O kemudian dimatikan dan lidokain intravena (1,5 mg/kg) diberikan untuk mencegah refleks batuk. Ekstubasi dilakukan 1-2 menit setelah pemberian lidokain dan selama pernafasan spontan sudah adekuat dengan oksigen murni. Menjaga jalan nafas sangat penting sampai pasien batuk dan timbul refleks menelan. Tetapi, teknik ini tidak sesuai untuk pasien yang memiliki resiko aspirasi yang besar.

Nyeri setelah operasi yang berat biasanya jarang ditemukan setelah operasi mata. Prosedur menekuk sklera, enukleasi dan perbaikan bola mata yang pecah adalah prosedur yang sangat menyakitkan. Dosis kecil dari narkotik intravena (Meperidin 15-25 mg untuk pasien dewasa) biasa diberikan. Nyeri yang hebat dapat ditunjukkan dengan hipertensi intraokuler, abrasi kornea atau komplikasi operasi lainnya.

document.doc Page 10 of 20

Page 11: 38 Anestesia Pada Operasi Mata Ok

REGIONAL ANESTESI UNTUK OPERASI MATA

Anestesi regional untuk operasi mata biasanya dilakukan blokade retrobulbar atau peribulbar, merupakan blokade saraf wajah, dan sedasi intravena. Meskipun teknik ini lebih bersifat non invasif dibandingkan dengan anestesi umum yang memakai pipa endotrakeal dan juga memiliki resiko mual lebih kecil setelah operasi, anestesi likal juga tidak terlepas dari berbagai komplikasi. Sebagai tambahan, blokade tersebut tidak akan mengahsilkan akinesia dan analgesia yang adekuat pada mata, atau pasien tidak akan dapat berbaring tanpa bergerak selama operasi berlangsung. Untuk alasan ini, persiapan untuk menghadapi resiko dari anestesi lokal dan untuk melakukan induksi pada anestesi umum harus selalu tersedia. Sehingga, yang disebut dengan lokal dengan didampingi artinya bahwa ahli anestesi ikut memegang peranan. Istilah ini telah diganti dengan pemantauan anestesia (monitored anesthesia care), dimana ahli anestesi harus ikut serta memonitor pasien selama operasi berlangsung dan tidak hanya melihat saja.

BLOKADE RETROBULBAR

Pada teknik ini, obat anestesi lokal disuntikkan ke arah belakang dari bola mata masuk ke dalam konus bola mata yang dibentuk oleh otot-otot ekstraokuler (Gbr 38-1). Jarum 25G dengan ujung tumpul dimasukkan ke bagian bawah kelopak mata di daerah persambungan dari sepertiga bagian tengah dan lateral dari bola mata (biasanya 0,5 cm medial ke arah lateral kantus). Pasien diinstruksikan untuk menatap ke arah supranasal kemudian jarum dimasukkan sedalam 3,5 cm ke arah apeks dari otot konus. Setelah dilakukan aspirasi untuk mencegah masuknya ke dalam pembuluh darah, obat anestesi lokal sebanyak 2-5 ml disuntikkan dan jarum ditarik kembali. Pilihan untuk obat anestesi bervariasi, tapi yang sering digunakan adalah lidokain 2% dan bupivakain 0,75%. Selain itu, ropivakain juga sering dipakai. Penambahan epinefrin (1:200.000 atau 1:400.000) dapat mengurangi perdarahan dan dapat memperpanjang efek anestesi. Hyaluronidase, suatu hidrolisa dari jaringan penunjang polisakarida, biasa ditambahkan (3-7 U/ml) untuk mempertinggi penyebaran obat anestesi ke dalam retrobulbar. Blokade retrobulbar yang baik akan diikuti oleh anestesia, akinesia dan hilangnya refleks okulosefalik (contoh: mata yang terblok tidak akan bergerak saat kepala diposisikan).

document.doc Page 11 of 20

Page 12: 38 Anestesia Pada Operasi Mata Ok

Gambar 38-1. A: Selama dilakukan lokade retroulbar, pasien menatap ke supranasal, jarum dimasukkan sebanyak 1,5 m mengikuti dinding inferotemporal dari orbita. B: Jarum kemudian diarahkan ke atas dan ke nasal melewati apeks dari orbita dan dimasukkan sampai ujung jarum masuk ke konus otot.

Komplikasi dari penyuntikan obat anestesi ke dalam retrobulbar adalah perdarahan retrobulbar, perforasi bola mata (terutama pada mata dengan panjang kelengkungan aksial lebih besar dari 26 mm), atropi saraf optik, kejang yang nyata, refleks okulokardiak, edema pulmoner neurogenik akut, blokade saraf trigeminal dan henti nafas. Penyuntikan obat anestesi lokal yang dipaksakan masuk ke dalam arteri oftalmikum akan menyebabkan aliran retrograd yang langsung menuju otak dan dapat mengakibatkan terjadinya kejang dengan tiba-tiba. Sindroma apnoe post retrobulbar mungkin terjadi pada saat penyuntikan anestesi lokal ke dalam kantung saraf optikus yang kemudian menyebar masuk ke dalam cairan serebrospinal. Sistem saraf pusat akan terkena dengan pemberian obat anestesi lokal konsentrasi tinggi, yang memicu terjadinya kegelisahan dan penurunan kesadaran. Apneu akan timbul dalam 20 menit dan akan kembali normal dalam 1 jam. Dengan waktu yang bersamaan, penatalaksanaannya berupa suportif, dengan pemberian ventilasi tekanan positif

document.doc Page 12 of 20

Page 13: 38 Anestesia Pada Operasi Mata Ok

untuk mencegah terjadinya hipoksia,bradikardia dan henti jantung. Ventilasi yang adekuat harus selalu dipantau pada pasien yang diberikan anestesi retrobulbar.

Penyuntikan retrobulbar biasanya tidak dilakukan pada pasien dengan gangguan perdarahan (karena resiko terjadinya perdarahan), myopia yang hebat (bola mata yang panjang meningkatkan resiko terjadinya perforasi) atau trauma mata terbuka (tekanan dari cairan yang disuntikkan ke belakang bola mata dapat menyebabkan ekstrusi dari isi intraokuler melalui lukanya).

BLOKADE PERIBULBAR

Kebalikan dari blokade retrobulbar, jarum pada blokade peribulbar tidak dimasukkan ke dalam konus yang dibentuk dari otot-otot ekstraokuler. Kedua teknik tersebut akan mengalami akinesia pada mata sama baiknya. Keuntungan dari blokade ini adalah kurangnya resiko untuk terjadinya penetrasi mata, saraf optik dan arteri, dan nyeri pada saat penyuntikan tidak terlalu hebat. Kerugiannya mencakup onset yang lama dan peningkatan resiko terjadinya ekimosis.

Blokade diberika pada pasien dengan posisi terlentang dan melihat lurus ke depan. Setelah pemberian obat anestesi topikal di daerah konjungtiva, dilakukan satu atau dua kali penyuntikan transkonjungtival. Ketika kelopak mata sudah retraksi, dilakukan penyuntikan inferotemporal separuh dosis diantara kantus lateral dan limbus lateral. Jarum diarahkan langsung ke bawah bola mata sejajar dengan dasar bola mata dan ketika jarum melalui ekuator mata langsung diarahkan ke medial (20°) dan sefalad (10°). Sebanyak 5 ml dari obat anestesi disuntikkan. Untuk mendapatkan akinesia, panyuntikan sebanyak 5 ml kedua diberikan melewati konjungtiva di bagian hidung, ke arah medial menuju karunkel dan langsung kembali ke arah belakang sejajar dengan medial dinding bola mata langsung menuju ke sefalad (20°).

BLOKADE SUB TENON

Fasia Tenon melingkari bola mata dan otot-otot ekstraokuler. Obat anestesi lokal disuntikkan ke bawah dan menyebar ke arah retrobulbar. Digunakan jarum dengan ukuran 25G atau 19G yang khusus untuk blokade sub-Tenon. Setelah pemberian obat anestesi topikal, konjungtiva diangkat dengan memakai forsep bersamaan dengan fasia tenon di kuadran inferonasal. Torehan kecil dibuat dengan memakai gunting Westcott dengan ujung tumpul, yang kemudian akan masuk kebawah membentuk jalur di fasia Tenon yang mengikuti bentuk dari bola mata dan melewati ekuator. Ketika mata masih difiksasi dengan forsep, kanula dimasukkan dan obat anestesi sebanyak 3-4 ml disuntikkan. Komplikasi dari blokade sub-Tenon lebih sedikit dibandingkan dengan teknik retrobulbar dan peribulbar, tapi jarang ada laporan

document.doc Page 13 of 20

Page 14: 38 Anestesia Pada Operasi Mata Ok

tentang kejadian perforasi bola mata, perdarahan, selulitis, kehilangan penglihatan secara permanen, dan obat anestesi lokal akan menyebar ke dalam cairan serebrospinal.

BLOKADE SARAF WAJAH

Blokade saraf wajah mencegah kelopak mata berkedip selama operasi berlangsung dan membuat operator dapat menempatkan spekulum mata di daerah operasi. Ada beberapa teknik dari blokade saraf wajah, yaitu : van Lint, Atkinson dan O’Brien (Gbr. 38-2). Komplikasi utama dari blokade ini adalah perdarahan subkutis. Prosedur lain, teknik Nadbath, yaitu blokade saraf wajah yang memblok foramen stilomastoid dibawah kanal auditori eksterna, yang letaknya berdekatan dengan nervus vagus dan glosofaringeus. Blokade ini tidak direkomendasikan karena berhubungan dengan paralisis pita suara, laringospasme, disfagia dan gangguan nafas.

Gambar 38-2. Ada beberapa teknik dari blokade saraf wajah, termasuk (1) van Lint, (2) Atkinson, dan (3) O’Brien

ANESTESI TOPIKAL

Setelah beberapa tahun belakangan ini, teknik anestesi lokal yang kurang traumatis biasanya untuk daerah-daerah bilik anterior (contoh katarak) dan operasi glaukoma. Trend yang meningkat saat ini tidak menggunakan penyuntikan obat anestesi secara bersamaan. Setelah pemberian obat tetes topikal, proparakain 0,5% (dikenal juga sebagai proksimetakain klorhidrat), diulang setiap 5 menit sebanyak 5 kali pemberian, obat anestesi jeli (lidokain klorhidrat dengan metilselulose 2%)

document.doc Page 14 of 20

Page 15: 38 Anestesia Pada Operasi Mata Ok

diusapkan dengan memakai kapas ke arah kantung konjungtiva inferior dan superior. Tetrakain tetes mata 0,5% juga bisa digunakan. Pemakaian anestesi topikal tidak bisa dilakukan pada operasi di daerah bilik posterior (contoh: perbaikan peleasan retina) dan akan bekerja dengan baik untuk operator yang menggunakan teknik operasi yang cepat tapi halus yang tidak membutuhkan keadaan akinesia pada mata.

SEDASI INTRAVENA

Beberapa teknik dari sedasi intravena dapat dilakukan untuk beberapa operasi mata. Dosis obat yang dipakai lebih penting diperhatikan dari pada jenis obatnya. Sedasi yang dalam harus dihindari karena akan menyebabkan pasien menjadi apnoe dan gerakan pasien yang tidak diinginkan selama operasi berlangsung. Di pihak lain, blokade retrobulbar dan saraf wajah bisa juga tidak nyaman. Sehingga, beberapa ahli anestesi memberikan dosis kecil dari propofol (30-100 mg perlahan) atau barbiturat kerja cepat (metoheksital 10-20 mg atau tiopental 25-75 mg) untuk mendapatkan kondisi pasien yang tidak sadar selama blokade regional. Alternatif lainnya, pemberian bolus dari opioid (remifentanil 0,1-0,5 mcg/kg atau alfentanil 375-500 mcg) akan meghasilkan periode anestesi yang dalam. Ahli anestesi yang lain percaya bahwa resiko dari henti nafas dan aspirasi tidak dapat diterima, sehingga dosis yang dipakai hanya untuk relaksasi yang minimal dan amnesia. Midazolam (1-2 mg) dengan atau tanpa fentanil (12,5-25 mcg) atau sufentanil (2,5-5 mcg) adalah obat yang biasa dipakai. Dosis yang biasa dipakai bervariasi tergantung dari kondisi masing-masing pasien dan diberikan secara bertahap dengan dosis kecil terlebih dahulu. Selain itu, penggunaan obat yang lebih dari satu jenis (benzodiazepin, hipnotik dan opioid) menghasilkan efek potensiasi dengan obat lain, sehingga dosis yang dipakai harus dikurangi. Obat anti muntah juga sebaiknya diberikan jika opioid digunakan. Pemberian sedasi intravena, ventilasi dan oksigenasi harus diamati secara teliti dan peralatan untuk pemberian ventilasi tekanan positif harus segera dipersiapkan.

document.doc Page 15 of 20

Page 16: 38 Anestesia Pada Operasi Mata Ok

Diskusi Kasus

Pendekatan Terhadap Pasien Dengan Mata Terbuka atau Lambung Penuh

Seorang anak laki-laki umur 12 tahun datang ke ruang gawat darurat karena luka tembak pada mata karena terkena senapan angin. Penilaian yang teliti dari ahli mata mendapatkan adanya benda asing di dalam luka. Anak tersebut dijadwalkan untuk dilakukan perbaikan segera dari bola mata yang pecah.

Penilaian preoperatif apa yang harus ditekankan pada pasien tersebut?

Selain penilaian rutin tentang riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik, saat makan terakhir sebelum atau sesudah trauma harus diketahui dengan teliti. Pasien ini harus dipertimbangkan dengan keadaan lambung yang penuh jika trauma terjadi dalam 8 jam setelah makan terakhir, bahkan jika pasien tidak makan setelah beberapa jam setelah trauma terjadi, pengosongan lambung akan melambat karena adanya nyeri dan kegelisahan yang menyertai trauma.

Apa yang perlu diperhatikan terhadap lambung penuh pada pasien dengan trauma mata terbuka?

Manajemen pasien yang mendapatkan trauma penetrasi pada mata merupakan tantangan tersendiri bagi seorang ahli anestesi karena dibutuhkan perencanaan anestesi yang matang untuk menghadapi setidaknya dua masalah besar. Satu hal utama adalah untuk mencegah kerusakan mata yang lebih jauh dengan menghindari peningkatan tekanan intraokuler. Masalah yang kedua adalah mencegah aspirasi pulmoner pada pasien dengan lambung penuh.

Banyak strategi yang dipakai untuk mengatasi permasalahan ini yang dapat bertentangan satu sama lain (Tabel 38-5 dan 38-6). Sebagai contoh, meskipun anestesi regional (contoh: blokade retrobulbar) dapat meminimalkan resiko terjadinya aspirasi pneumonia, merupakan kontraindikasi relatif untuk dilakukan pada pasien dengan trauma penetrasi mata karena menyuntikkan obat lokal anestesi ke belakang bola mata akan meningkatkan tekanan intraokuler dan dapat menyebabkan keluarnya isi bola mata. Sehingga, pasien-pasien seperti ini membutuhkan anestesi umum, untuk menghindari meningkatnya resiko aspirasi pneumonia.

document.doc Page 16 of 20

Page 17: 38 Anestesia Pada Operasi Mata Ok

Tabel 38.5. Strategi dalam mencegah Peningkatan Tekanan Intraokuler (IOP)

Mencegah tekanan langsung pada ola mata Tempel mata (patch) dengan Fox shield Tidak ada penyuntikan retrobulbar atau peribulbar Teknik pemasangan masker wajah yang hati-hati

Mencegah peningkatan tekanan vena sentral Mencegah batuk selama induksi dan intubasi Memastikan kedalaman tingkat anestesi dan relaksasi dalam laringoskopi *

Mencegah posisi kepala turun Ekstubasi dalam kondisi tidur dalam *

Mencegah obat farmakologi yang meningkatkan IOP Suksinilkolin Ketamin (?)

* Strategi ini tidak direkomendasikan untuk pasien dengan lambung penuh

Persiapan preoperatif apa yang diperlukan terhadap pasien ini?

Tujuan dari persiapan preoperatif adalah untuk mengurangi resiko aspirasi pneumonia dengan mengurangi cairan lambung dan keasamannya. Aspirasi pada pasien dengan trauma mata dapat dicegah dengan memberikan obat-obatan dan teknik anestesi yang baik. Pengeluaran isi cairan lambung dengan menggunakan NGT dapat menimbulkan terjadinya batuk, perasaan menjeluak dan respon lain yang dapat meningkatkan tekanan intraokuler.

Metoklopramid meningkatkan tonus sfingter esofagus bagian bawah, mempercepat pengosongan isi lambung, mengurangi volume isi lambung, dan bersifat sebagai antiemetik. Obat ini diberikan secara intravena (10 mg) secepatnya dan diulang setiap 2-4 jam sampai operasi dilakukan.

Ranitidin (50 mg IV), simetidin (300 mg IV) dan famotidin (20 mg IV) adalah obat-obat antagonis reseptor H2 yang dapat menghambat sekresi cairan lambung. Karena obat ini tidak memiliki efek terhadap pH dari cairan lambung, maka pemakaian obat ini pun harus dibatasi untuk pasien dengan operasi gawat darurat.

Tidak seperti antagonis reseptor H2, antasid memiliki efek yang cepat. Sayangnya, obat ini dapat meningkatkan volume intragaster. Antasid nonpartikulat (yang mengandung sodium sitrat, potasium sitrat dan asam sitrat) akan berkurang efektifitasnya dalam 30-60 menit dan harus diberikan dengan segera sebelum induksi (15-30 ml PO).

document.doc Page 17 of 20

Page 18: 38 Anestesia Pada Operasi Mata Ok

Obat-obat induksi apa yang direkomendasikan pada pasien dengan luka penetrasi mata?

Induksi yang ideal untuk pasien dengan lambung penuh adalah dengan menggunakan obat-obat kerja cepat untuk mengurangi resiko dari aspirasi. Ketamin, tiopental, propofol dan etomidate memiliki efek kerja yang cepat (waktu sirkulasi satu tangan langsung ke otak).

Lebih jauh lagi, obat induksi yang ideal tidak akan meningkatkan resiko dari keluarnya isi bola mata dengan meningkatnya tekanan intraokuler. Kenyataannya, banyak obat-obat induksi intravena yang mengurangi tekanan intraokuler. Meskipun penelitian efek ketamin terhadap tekanan intraokuler masih mengeluarkan hasil yang membingungkan, obat ini tidak direkomendasikan pada trauma penetrasi mata karena dapat menghasilkan blefarospasme dan nistagmus.

Tabel 38.6. Strategi dalam Menegah Aspirasi Pneumonia

Anestesi regional dengan sedasi minimal

Premedikasi

Metoklopramid Antagonis reseptor histamin H2

Antasid nonpartikulat

Mengeluarkan isi lambung Pipa nasogaster *

Induksi rapid-sequence

Tekanan krikoid Obat induksi kerja cepat

Suksinilkolin *, rokuronium, atau rapakuronium Mencegah ventilasi tekanan positif Intubasi sesegera mungkin

Ekstubasi bangun

* Strategi ini tidak direkomendasikan untuk pasien dengan trauma penetrasi mata

Meskipun etomidate terbukti bisa bermanfaat pada beberapa pasien yang menderita penyakit jantung, tapi hal tersebut berhubungan dengan meningkatnya insiden mioklonus dari 10% menjadi 60%. Suatu episode dari mioklonus yang berat dapat menyebabkan terjadinya pelepasan retina dan prolaps vitreous pada seorang pasien dengan trauma mata terbuka dan fungsi jantung yang terbatas.

Propofol dan tiopental memiliki mula kerja yang cepat dan dapat menurunkan tekanan intraokuler, meskipun obat tersebut tidak dapat mencegah respon hipertensi

document.doc Page 18 of 20

Page 19: 38 Anestesia Pada Operasi Mata Ok

akibat laringoskopi atau intubasi atau mencegah peningkatan tekanan intraokuler yang menyertai tindakan laringoskopi dan intubasi. Pemberian awal fentanil (1-3 mcg/kg), remifentanil (0,5-1 mcg/kg), alfentanil (20 mcg/kg), esmolol (0,5-1 mg/kg) atau lidokain (1,5 mg/kg) membantu menghilangkan respon tersebut dalam beberapa kasus.

Bagaimana memilih obat pelumpuh otot antara satu pasien dengan pasien yang lain dengan resiko aspirasi ?

Pemilihan obat pelumpuh otot pada pasien dengan trauma penetrasi mata memiliki berbagai kontroversi selama lebih dari tiga dekade. Suksinilkolin jelas meningkatkan tekanan intraokuler. Meskipun terdapat berbagai penelitian yang berbeda-beda, kesimpulan yang didapat bahwa peningkatan tekanan intraokuler tidak konsisten dan dapat dicegah dengan pemberian awal obat non depolarisasi, suksinilkolin atau lidokain. Penemuan-penemuan yang bertolak belakang yang diteliti oleh beberapa ahli yang menggunakan regimen yang berbeda-beda menerangkan tentang perbedaan dalam dosis dan waktu pemberian obat sebelum induksi.

Beberapa ahli anestesi berpendapat bahwa hubungan antara peningkatan tekanan intraokuler yang kecil dan sementara yang disebabkan oleh pemberian suksinil kolin adalah tidak signifikan bila dibandingkan dengan perubahan yang disebabkan oleh tindakan laringoskopi dan intubasi. Mereka mengatakan bahwa peningkatan tekanan intraokuler yang tidak terlalu besar adalah hal yang kecil dibandingkan dengan dua keuntungan yang didapatkan karena pemberian suksinil kolin, yaitu mula kerja yang cepat yang dapat mengurangi resiko dari aspirasi dan dapat mengurangi resiko timbulnya respon Valsava selama proses intubasi. Lebih jauh lagi, anjuran pemberian suksinil kolin biasanya tidak banyak diberikan pada trauma mata.

Obat pelumpuh otot non depolarisasi tidak menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler. Sampai dikeluarkannya rokuronium, obat non depolarisasi tidak ada yang memiliki mula kerja yang sangat cepat. Apapun obat pelumpuh otot yang dipilih, intubasi sebaiknya tidak dilakukan sampai tingkat paralisis dari otot sudah tercapai sehingga dapat mencegah timbulnya batuk saat pemasangan pipa endotrakeal.

Bagaimana melakukan induksi pada pasien anak yang belum terpasang jalur intravena ?

document.doc Page 19 of 20

Page 20: 38 Anestesia Pada Operasi Mata Ok

Anak yang histeris dan lambung penuh pada trauma penetrasi mata merupakan tantangan tersendiri bagi seorang ahli anestesi dimana tidak ada tindakan apapun yang terbaik. Sekali lagi, masalah yang dihadapi dalam mencegah peningkatan tekanan intraokuler belum dapat meminimalkan resiko kejadian aspirasi. Sebagai contoh, berteriak dan menangis dapat memicu terjadinya peningkatan tekanan intraokuler. Pemberian sedasi pada anak dengan supositoria atau suntikan intramuskuler dapat mempertinggi tingkat agitasi dan memperburuk trauma matanya sendiri. Sama halnya dengan itu, meskipun sedasi preoperatif dpat meningkakan resiko aspirasi dengan menghilangkan refleks jalan nafas, hal ini perlu diberikan untuk pemasangan jalur intravena dalam induksi rapid-sequence. Strategi yang baik adalah dengan memberikan cukup sedasi untuk mengurangi rasa sakit sehingga pemasangan jalur intravena dapat dilakukan pada saat kondisi pasien masih cukup sadar untuk memproteksi refleks jalan nafas. Meskipun cara ini sulit untuk dilakukan, pengenalan terhadap obat baru dan sistem penghanaran yang inovatif, seperti fentanil yang dikemas seperti permen loli, dapat merupakan salah satu alternatif yang baik. Saat ini, strategi yang terpenting adalah melakukan segala cara untuk mencegah aspirasi, meskipun dapat memperburuk kerusakan dari trauma matanya.

Apakah ada hal khusus yang harus dipertimbangkan selama ekstubasi hingga sadar?

Pasien yang beresiko untuk terjadinya aspirasi selama induksi juga beresiko selama ekstubasi hingga sadar. Sehinga, ekstubasi harus ditunda sampai pasien sadar denan refleks jalan nafas yang baik (seperti menelan dan batuk yang spontan pada saat masih terpasang pipa endotrakeal). Ekstubasi yang dalam akan meningkatkan resiko dari muntah dan aspirasi. Pemberian obat antiemetik intraoperatif dan penyedotan pipa nasogastrik dapat menurunkan insidens dari mual selama pasien akan bangun, tapi hal terseut tidak menjamin kosongnya lambung.

document.doc Page 20 of 20