3. pkmrs gagal ginjal inna 1102090084

39
GAGAL GINJAL I. PENDAHULUAN Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang terletak di belakang rongga abdomen, satu di setiap sisi kolumna vertebralis sedikit di atas garis pinggang. Ginjal mengolah plasma yang mengalir masuk ke dalamnya untuk menghasilkan urin, menahan bahan – bahan tertentu dan mengeliminasi bahan – bahan yang tidak diperlukan ke dalam urin. Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu juta satuan fungsional berukuran mikroskopik yang dikenal sebagai neuron, yang disatukan satu sama lain oleh jaringan ikat. Setiap nefron terdiri dari komponen vaskuler dan komponen tubulus, yang keduanya secara struktural dan fungsional berkaitan erat. 1 Bagian dominan pada komponen vaskuler adalah glomerulus, suatu berkas kapiler berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut dari darah yang melewatinya. Sedangkan komponen tubulus dari setiap neuron adalah suatu saluran berongga berisi cairan yang terbentuk oleh satu lapisan sel epitel. Cairan yang sudah terfiltrasi di glomerulus, yang komposisinya nyaris identik dengan plasma, kemudian mengalir ke komponen tubulus nefron, tempat cairan tersebut dimodifikasi oleh berbagai sistem transportasi yang mengubahnya menjadi urin. 1 Gagal ginjal adalah hilangnya fungsi ginjal. Karena ginjal memiliki peran vital dalam memepertahankan homeostasis, maka 1

Upload: inna

Post on 03-Jan-2016

33 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

penyuluhan masyarakat mengenai gagal ginjal

TRANSCRIPT

GAGAL GINJAL

I. PENDAHULUAN

Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang terletak di belakang rongga

abdomen, satu di setiap sisi kolumna vertebralis sedikit di atas garis pinggang. Ginjal mengolah

plasma yang mengalir masuk ke dalamnya untuk menghasilkan urin, menahan bahan – bahan

tertentu dan mengeliminasi bahan – bahan yang tidak diperlukan ke dalam urin. Setiap ginjal

terdiri dari sekitar satu juta satuan fungsional berukuran mikroskopik yang dikenal sebagai

neuron, yang disatukan satu sama lain oleh jaringan ikat. Setiap nefron terdiri dari komponen

vaskuler dan komponen tubulus, yang keduanya secara struktural dan fungsional berkaitan erat.1

Bagian dominan pada komponen vaskuler adalah glomerulus, suatu berkas kapiler

berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut dari darah yang melewatinya.

Sedangkan komponen tubulus dari setiap neuron adalah suatu saluran berongga berisi cairan

yang terbentuk oleh satu lapisan sel epitel. Cairan yang sudah terfiltrasi di glomerulus, yang

komposisinya nyaris identik dengan plasma, kemudian mengalir ke komponen tubulus nefron,

tempat cairan tersebut dimodifikasi oleh berbagai sistem transportasi yang mengubahnya

menjadi urin. 1

Gagal ginjal adalah hilangnya fungsi ginjal. Karena ginjal memiliki peran vital dalam

memepertahankan homeostasis, maka gagal ginjal menyebabkan efek sistemik multipel. Dengan

demikian, gagal ginjal harus diobati secara agresif. 2

Gagal ginjal yang terjadi secara mendadak disebut gagal ginjal akut (GGA). Gagal ginjal

akut biasanya bersifat reversibel. (saku elizbt) GGA ini bisa terjadi mulai dari neonatus sampai

dewasa dengan kausa yang berbeda- beda tergantung dari umur penderita, misalnya GGA pada

neonatus dapat disebabkan oleh kelainan kongenital ginjal atau saluran kemih, sepsis atau

asfiksia neonatorum.3 Gagal ginjal yang berkaitan dengan menurunnya fungsi ginjal secara

progresif ireversibel disebut gagal ginjal kronik (GGK). Gagal ginjal kronik biasanya timbul

beberapa tahun setelah penyakit atau kerusakan ginjal, tetapi pada situasi tertentu dapat muncul

secara mendadak. Gagal ginjal kronik akhirnya menyebabkan dialisis ginjal, transplantasi, atau

kematian. 2

1

II. EPIDEMIOLOGI

Di negara maju, angka penderita gangguan ginjal tergolong cukup tinggi. Di Amerika

Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10 tahun. Pada 1990,

terjadi 166 ribu kasus GGT (gagal ginjal tahap akhir) dan pada 2000 menjadi 372 ribu kasus.

Angka tersebut diperkirakan terus naik. Pada 2010, jumlahnya diestimasi lebih dari 650

ribu.Selain data tersebut, 6 juta-20 juta individu di AS diperkirakan mengalami GGK (gagal

ginjal kronis) fase awal, dan itu cenderung berlanjut tanpa berhenti. 1

III.ANATOMI & FISIOLOGI GINJAL 4

Gambar 1. Anatomi ginjal

Ginjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah abdomen, retroperitoneal antara

vertebra lumbal 1 dan 4. Pada neonatus kadang-kadang dapat diraba. Seluruh traktus urinarius

yaitu ginjal, ureter dan kandung kemih terletak di daerah retroperitoneal. Pada janin

permukaannya berlobulasi yang kemudian menjadi rata pada masa bayi.

Ginjal terdiri dari korteks dan medula. Tiap ginjal terdiri atas 8-12 lobus yang berbentuk

piramid. Dasar piramid terletak di korteks dan puncaknya yang disebut papila bermuara di kaliks

minor. Pada daerah korteks terdapat glomerulus, tubulus kontortus proksimal dan distal. Daerah

2

medula penuh dengan percabangan pembuluh darah arteri dan vena renalis, ansa Henle dan

duktus koligens. Satuan kerja terkecil dari ginjal disebut nefron. Tiap ginjal mempunyai kira-kira

1 juta nefron. Nefron terdiri atas glomerulus, kapsula Bowman, tubulus kontortus proksimal,

ansa Henle dan tubulus kontortus distal. Ujung dari nefron yaitu tubulus kontortus distal

bermuara ada di duktus koligens.

Gambar 2. Nefron ginjal

Nefron yang terletak di daerah korteks disebut nefron kortikal, sedangkan yang terletak di

perbatasan dengan medula disebut nefron juksta medular. Nefron juksta medular mempunyai

ansa Henle yang lebih panjang yang berguna terutama pada eksresi air dan garam. Sebagian dari

tubulus distal akan bersinggungan dengan arteriol aferen dan eferen pada tempat masuknya

kapsula Bowman. Pada tempat ini sel tubulus distal menjadi lebih rapat dan intinya lebih tegas

disebut makula densa. Juga dinding arteriol aferen yang bersinggungan mengalami perubahan

dan mengandung granula yang disebut renin. Daerah ini yang merupakan segitiga dengan batas-

batas pembuluh aferen, eferen dan makula densa disebut aparat juksta glomerular.

Fungsi ginjal terutama untuk membersihkan plasma darah dari zat-zat yang tidak

diperlukan tubuh terutama hasil-hasil metabolisme protein. Proses ini dilakukan dengan beberapa

mekanisme, yaitu :

3

1. filtrasi plasma di glomerulus

2. reabsorpsi terhadap zat-zat yang masih diperlukan tubuh di tubulus

3. sekresi zat-zat tertentu di tubulus

Jadi urin yang terbentuk sebagai hasil akhir adalah resultat dari filtrasi - sekresi -

reabsorpsi.

Fungsi ginjal secara keseluruhan dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu :

Fungsi ekskresi

1. Ekskresi sisa metabolisme protein

Sisa metabolisme lemak dan karbohidrat yaitu CO2 dan H2O dikeluarkan melalui

paru dan kulit. Sisa metabolisme protein yaitu ureum, kalium, fosfat, sulfat

anorganik dan asam urat dilekuarkan melalui ginjal. Jadi bila terjadi kerusakan

ginjal, akan terjadi penimbunan zat-zat hasil metabolisme tersebut dengan akibat

terjadi azotemia,hiperkalemia, hiperfosfatemia, hiperurisemia dan lain-lain

dengan segala macam akibatnya.

2. Regulasi volume cairan tubuh

Bila tubuh kelebihan cairan maka terdapat rangsangan melalui a. karotis interna

ke osmoreseptor di hipotalamus anterior. Rangsangan tersebut diteruskan ke

kelenjar hipofisis posterior sehingga produksi hormon anti-diuretik (ADH)

dikurangi dan akibatnya diuresis menjadi banyak. Sebaliknya bila tubuh

kekurangan air (dehidrasi), maka produksi ADH akan bertambah sehingga

produksi urin berkurang karena penyerapan air di tubulus distal dan duktus

koligens bertambah. Ginjal melakukan konservasi cairan dengan mekanisme

counter current.

4

Gambar 3. Fisiologi ginjal

3. Menjaga keseimbangan asam-basa

Keseimbangan asam dan basa tubuh diatur oleh paru dan ginjal. Sesuai dengan

rumus Henderson Hasselbach :

pH = 6,1 (konstan) + log NaHCO3 (ginjal)

H2CO3 (paru)

Fungsi endokrin

1. Partisipasi dalam eritropoesis

Pembentukan sel darah merah diperlukan zat erotropoetin. Eritropoetin,

merangsang produksi sel darah merah oleh sumsum tulang. Eritropoetin dirubah

dari proeritropoetin yang mungkin dibuat dalam hati oleh zat yang diproduksi

ginjal yang disebut faktor eritropoetik ginjal (kidney erythropoetic factor)

2. Pengaturan tekanan darah

Bila terjadi iskemia ginjal misalnya oleh stenosis arteri renalis, maka granula

rennin akan dilepaskan dari aparat jukstaglomerular. Renin akan merubah

5

angiotensinogen di dalam darah menjadi angiotensin I. Kemudian angiotensin I

dirubah lagi menjadi angiotensin II oleh enzim konvertase di paru. Angiotensin II

mempunyai 2 efek, yaitu pertama mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah

perifer dan kedua merangsang korteks kelenjar adrenal untuk memproduksi

aldosteron. Aldosteron bersifat meretensi air dan natrium sehingga akibatnya

volume darah bertambah. Kombinasi kedua efek tersebut akan mengakibatkan

hipertensi

3. Keseimbangan kalsium dan fosfor

Ginjal mempunyai peranan pada metabolisme vitamin D. Vitamin D atau

kolekalsiferol dirubah di hati menjadi 25 (OH)-kolekalsiferol (D3). Kemudian

baru setelah dirubah kedua kalinya yaitu di ginjal menjadi 1,25 (OH)2 D3 ia

menjadi metabolit aktif dan dapat menyerap kalsium di usus. Bila terjadi

kerusakan ginjal misal pada GGK, maka hanya sedikit dibentuk 1,25 (OH)2 D3

sehingga terjadi hipokalsemia. Hal ini diperberat lagi dengan adanya retensi

fosfor yang mempunyai perbandingan terbalik dengan kalsium darah.

Hipokalsemia akan merangsang kelenjar paratiroid untuk memproduksi

parathormon (PTH) dengan maksud untuk meninggikan kadar kalsium darah.

IV. DEFINISI

Gagal Ginjal Akut

Gagal ginjal akut (GGA) merupakan suatu sindrom klinik akibat adanya gangguan

fungsi ginjal yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa jam sampai beberapa hari) yang

menyebabkan retensi sisa metabolisme nitrogen (urea/kreatinin) dan untuk nitrogen,dengan

atau tanpa disertai oligouri. Tergantung dari keparahan dan lamanya gangguan fungsi ginjal,

retensi sisa metabolisme tersebut dapat disertai dengan gangguan metabolik lainnya seperti

asidosis dan hiperkalemia, gangguan kesimbangan cairan, serta dampak terhadap berbagai

organ tubuh lainnya.5

6

Gagal Ginjal Kronik

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang

beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan umumnya berakhir

dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai

dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi

pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Dan ditandai dengan

adanya uremia ( retensi urea dan sampah nitrogen lainnya dalam darah).5

V. KLASIFIKASI

Gagal Ginjal Akut

Diagnosis GGA berdasarkan pemeriksaan laboratorium ditegakkan bila terjadi secara

mendadak kreatinin serum 0,5 mg% pada pasien dengan kadar kreatinin awal <2,5 mg%

atau meningkatkan >20% bila kreatinin awal >2,5 mg%. Dengan demikian gagal ginjal akut

pada gagal ginjal kronis ( acute on chronic renal disease ) telah termasuk dalam definisi ini.

The Acure Dialysis Quality Initiations Group membuat RIFLE yaitu sistem yang

mengklasifikasikan GGA ke dalam tiga kategori menurut beratnya ( Risk Injury Failure )

serta dua kategori akibat klinik ( Loss and End-stage renal disease ). 5

Kriteria laju filtrasi glomerulus Kriteria jumlah urine

Risk

Injury

Failure

Loss

ESRD

Peningkatan serum kreatinin 1,5 kali

Peningkatan serum kreatinin 2 kali

Peningkatan serum kreatinin 3 kali atau

kreatinin 355 μmol/l

Gagal ginjal akut persisten, kerusakan

total

fungsi ginjal selama lebih dari 4 minggu

Gagal ginjal terminal lebih dari 3 bulan

< 0,5 ml/kg/jam selama 6 jam

< 0,5 ml/kg/jam selama 12 jam

< 0,5 ml/kg/jam selama 24 jam

atau anuria selama 12 jam

Tabel 1: Klasifikasi GGA menurut PEDIATRIC-MODIFIED RIFLE (PRIFLE)

7

Gagal Ginjal Kronik

Kriteria Penyakit Ginjal Kronik adalah sebagai berikut: 5

1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau

fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan

manifestasi:

- Kelainan patologis

- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau

urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)

2. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan atau

tanpa kerusakan ginjal.

Dibedakan 3 tingkat GGK menurut derajat Glomerular Filtration Rate (GFR)

berdasar atas perhitungan Klirens Kreatinin (KK):

Tingkat I : 15- 30 ml/menit/1,73 m2

Tingkat II : 5-15 ml/menit/1,73 m2

Tingkat III : <5 ml/menit/1,73 m2

Pada tingkat I dan II fungsi ginjal masih dapat memenuhi keperluan tubuh dan

penderita masih dapat hidup normal, tetapi pada tingkat III ginjal sudah tidak dapat

memenuhi fungsinya lagi. Keadaan terakhir ini disebut Terminal Renal Failure dan

pengobatannya harus dengan dialisis dan transplantasi ginjal.

Pemeriksaan Klirens Kreatinin kadang- kadang sukar dilakukan terutama pada

tempat- tempat dengan fasilitas laboratorium yang kurang lengkap. Untuk itu dapat dipakai

kadar serum kreatinin untuk menilai GFR sebagai berikut:

Serum kreatinin: Normal (N) GFR : Normal

N – 2,4 mg% GFR : 50- 80%

2,5 – 4,9 mg% GFR : 20- 50%

5,0- 7,9 mg% GFR : 10- 20%

8- 12 mg% GFR : 5- 10%

>12 mg GFR : <5% (cakul syaf)

8

VI. ETIOLOGI

Gagal Ginjal Akut

Penyebab gagal ginjal akut secara garis besar dibagi menjadi 3 bagian, yaitu pre-

renal (gagal ginjal sirkulatorik), renal (gagal ginjal intrinsik), dan post-renal (uropati

obstruksi akut). 1,2,3,6

Penyebab gagal ginjal pre-renal adalah hipoperfusi ginjal, ini disebabkan oleh :

a. hipovolemia, penyebab hipovolemi ini bisa dari perdarahan, luka bakar, diare, asupan

yang memburuk, pemakaian diuretic yang berlebihan,

b. penurunan curah jantung pada gagal jantung kongestif, infark miokardium, tamponade

jantung, emboli paru,

c. vasodilatasi perifer terjadi pada syok septic, anafilaksis dan cedera remuk,

antihipertensi,

d. peningkatan resistensi pembuluh darah ginjal, terjadi pada proses pembedahan,

penggunaan anastesia, penghambat prostaglandin, sindrom hepato-renal, obstruksi

pembuluh darah ginjal, disebabkan karena adanya stenosis arteri ginjal, embolisme,

trombosis, vaskulitis.(konsep klinis penyakit, ipd)

Penyebab gagal ginjal renal (gagal ginjal intrinsik) dibagi antara lain :

a. kelainan pembuluh darah ginjal, ini terjadi pada hipertensi maligna, emboli kolesterol,

vaskulitis, purpura, trombositopenia trombotik, sindrom uremia hemolitik, krisis, ginjal

pada scleroderma, toksemia kehamilan,

b. penyakit glomerolus, terjadi pada pascainfeksi akut, glomerulonefritis, proliferatif

difus dan progresif, lupus eritematosus sistemik, endokarditis infektif, sindrom Good

pasture, vaskulitis,

c. nekrosis tubulus akut yang terjadi pada iskemia, zat nefrotksik (aminoglikosida,

sefalosporin, siklosporin, amfoterisin B, aziklovir, pentamidin, obat kemoterapi, zat

warna kontras radiografik, logam berat, hidrokarbon, anaestetik), rabdomiolisis dengan

mioglobulinuria, hemolisis dengan hemoglobulinuria, hiperkalsemia, protein mieloma,

nefropati rantai ringan,

9

d. penyakit interstisial pada nefritis interstisial alergi (antibiotika, diuretic, allopurinol,

rifampin, fenitoin, simetidin, NSAID), infeksi (stafilokokus, bakteri gram negatif,

leptospirosis, bruselosis, virus, jamur, basil tahan asam), penyakit infiltrative (leukemia,

limfoma, sarkoidosis).(konsep klinis pnykit)

Penyebab gagal ginjal post-renal dibagi menjadi dua yaitu terjadinya :

a. sumbatan ureter yang terjadi pada, fibrosis atau tumor retroperitoneal, striktura bilateral

pascaoperasi atau radiasi, batu ureter bilateral, nekrosis papiler lateral, bola jamur bilateral,

b. sumbatan uretra, hipertrofi prostate benigna, kanker prostat, striktura ureter, kanker

kandung kemih, kanker serviks, kandung kemih “neurogenik”.

Gagal Ginjal Kronik

Pada anak, penyebab GGK ialah sebagai berikut: 3

Kurang 5 tahun:

- Hipoplasia/ dysplasia ginjal

- Kelainan kongenital saluran kemih

- Vesikoureteral reflux

- Sindrom nefrotik congenital

5-15 tahun:

- Kelainan herediter: sindrom Alport, sistinuri, oksalosis

- Penyakit ginjal primer: glomerulonefritis

- Pielonefritis

- Ginjal polikistik

Penyakit ginjal sekunder:

- Sysytemic Lupus Erythematosus

- Schonlein Henoch Syndrome

Menurut laporan EDTA, glomerulonefritis dan pielonefritis merupakan penyebab

tersering timbulnya GGK (24%), diikuti oleh penyakit herediter (15%), penyakit sistemik

(10,5%), hipoplasia ginjal (7,5%), penyakit vaskular (3%), penyakit lainnya (9%) serta yang

tidak diketahui etiologinya 7%. Dari kelompok pielonefritis dan nefritis interstitial yang

10

tersering adalah uropati obstruktif kongenital dan nefropati refluks (>60%), diikuti oleh

displasia ginjal.

VII. PATOMEKANISME1,6

Gagal Ginjal Akut

Pada gagal ginjal pre-renal yang utama disebabkan oleh hipoperfusi ginjal. Pada

keadaan hipovolemi akan terjadi penurunan tekanan darah, yang akan mengaktivasi

baroreseptor kardiovaskular yang selanjutnya mengaktifasi sistim saraf simpatis, sistem

rennin-angiotensin serta merangsang pelepasan vasopressin dan endothelin-I (ET-1), yang

merupakan mekanisme tubuh untuk mempertahankan tekanan darah dan curah jantung serta

perfusi serebral. Pada keadaan ini mekanisme otoregulasi ginjal akan mempertahankan

aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan vasodilatasi arteriol afferent

yang dipengaruhi oleh reflek miogenik, prostaglandin dan nitric oxide (NO), serta

vasokonstriksi arteriol afferent yang terutama dipengaruhi oleh angiotensin-II dan ET-1.

Pada hipoperfusi ginjal yang berat (tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg) serta berlangsung

dalam jangka waktu lama, maka mekanisme otoregulasi tersebut akan terganggu dimana

arteriol afferent mengalami vasokonstriksi, terjadi kontraksi mesangial dan penigkatan

reabsorbsi natrium dan air. Keadaan ini disebut prerenal atau gagal ginjal akut fungsional

dimana belum terjadi kerusakan struktural dari ginjal.

Penanganan terhadap hipoperfusi ini akan memperbaiki homeostasis intrarenal

menjadi normal kembali. Otoregulasi ginjal bisa dipengaruhi oleh berbagai macam obat

seperti ACEI, NSAID terutama pada pasien – pasien berusia di atas 60 tahun dengan kadar

serum kreatinin 2 mg/dL sehingga dapat terjadi GGA pre-renal. Proses ini lebih mudah

terjadi pada kondisi hiponatremi, hipotensi, penggunaan diuretic, sirosis hati dan gagal

jantung. Perlu diingat bahwa pada pasien usia lanjut dapat timbul keadaan – keadaan yang

merupakan resiko GGA pre-renal seperti penyempitan pembuluh darah ginjal (penyakit

renovaskuler), penyakit ginjal polikistik, dan nefrosklerosis intrarenal.

11

Pada gagal ginjal renal terjadi kelainan vaskular yang sering menyebabkan nekrosis

tubular akut. Dimana pada NTA terjadi kelainan vascular dan tubular Pada kelainan

vaskuler terjadi :

1) peningkatan Ca2+ sitosolik pada arteriol afferent glomerolus yang menyebabkan

sensitifitas terhadap substansi-substansi vasokonstriktor dan gangguan otoregulasi;

2) terjadi peningkatan stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan sel endotel vaskular

ginjal, yang mngakibatkan peningkatan A-II dan ET-1 serta penurunan prostaglandin dan

ketersediaan nitric oxide yang bearasal dari endotelial NO-sintase;

3) peningkatan mediator inflamasi seperti tumor nekrosis faktor dan interleukin-18, yang

selanjutnya akan meningkatkan ekspresi dari intraseluler adhesion molecule-1 dan P-

selectin dari sel endotel, sehingga peningkatan perlekatan sel radang terutama sel netrofil.

Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan radikal bebas oksigen. Kesuluruhan proses

di atas secara bersama-sama menyebabkan vasokonstriksi intrarenal yang akan

menyebabkan penurunan GFR.

Pada kelainan tubular terjadi :

1) peningkatan Ca2+, yang menyebabkan peningkatan calpain sitosolik phospholipase A2

serta kerusakan actin, yang akan menyebabkankerusakan sitoskeleton. Keadaan ini akan

mengakibatkan penurunanbasolateral Na+/K+-ATP ase yang selanjutnya menyebabkan

penurunan reabsorbsi natrium di tubulus proximalis serta terjadi pelepasan NaCl ke

maculadensa. Hal tersebut mengakibatkan peningkatan umpan tubuloglomeruler;

2) peningkatan NO yang berasal dari inducible NO syntase, caspases dan

metalloproteinase serta defisiensi heat shock protein akan menyebabkan nekrosis dan

apoptosis sel ;

3) obstruksi tubulus, mikrofili tubulus proksimalis yang terlepas bersama debris seluler

akan membentuk substrat yang menyumbat tubulus, dalam hal ini pada thick assending

limb diproduksi Tamm-Horsfall Protein (THP) yang disekresikan ke dalam tubulus dalam

12

bentuk monomer yang kemudian berubah menjadi polimer yang akan membentuk materi

berupa gel dengan adanya natrium yang konsentrasinya meningkat pada tubulus distalis.

Gel polimerik THP bersama sel epitel tubulus yang terlepas baik sel yang sehat, nekrotik

maupun yang apoptopik, mikrofili dan matriks ekstraseluler seperti fibronektin akan

membentuk silinder-silinder yang menyebabkan obstruksi tubulus ginjal;

4) kerusakan sel tubulus menyebabkan kebocoran kembali dari cairan intratubuler masuk

ke dalam sirkulasi peritubuler. Keseluruhan proses tersebut di atas secara bersama-sama

yang akan menyebabkan penurunan GFR.

Gagal ginjal post-renal, GGA post-renal merupakan 10% dari keseluruhan GGA.

GGA post-renal disebabkan oleh obstruksi intra-renal dan ekstrarenal. Obstruksi intrarenal

terjadi karena deposisi kristal (urat, oksalat, sulfonamide) dan protein ( mioglobin,

hemoglobin). Obstruksi ekstrarenal dapat terjadi pada pelvis ureter oleh obstruksi intrinsik

(tumor, batu, nekrosis papilla) dan ekstrinsik ( keganasan pada pelvis dan retroperitoneal,

fibrosis) serta pada kandung kemih (batu, tumor, hipertrofi/ keganasan prostat) dan uretra

(striktura). GGA post-renal terjadi bila obstruksi akut terjadi pada uretra, buli – buli dan

ureter bilateral, atau obstruksi pada ureter unilateral dimana ginjal atunya tidak berfungsi.

Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi peningkatan aliran darah

ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal dimana hal ini disebabkan oleh prostaglandin-

E2. pada fase ke-2, setelah 1,5-2 jam, terjadi penurunan aliran darah ginjal dibawah normal

akibat pengaruh tromboxane-A2 dan A-II. Tekanan pelvis ginjal tetap meningkat tetapi

setelah 5 jam mulai menetap. Fase ke-3 atau fase kronik, ditandai oleh aliran ginjal yang

makin menurun dan penurunan tekanan pelvis ginjal ke normal dalam beberapa minggu.

Aliran darah ginjal setelah 24 jam adalah 50% dari normal dan setelah 2 minggu tinggal

20% dari normal. Pada fase ini mulai terjadi pengeluaran mediator inflamasi dan faktor-

faktor pertumbuhan yang menyebabkan fibrosis interstisial ginjal.

13

Gagal Ginjal Kronik

Tanpa memandang penyebab kerusakan ginjal, bila tingkat kemunduran fungsi

ginjal mencapai kritis, penjelekan sampai gagal ginjal stadium akhir tidak dapat dihindari.

Mekanisme yang tepat, yang mengakibatkan kemunduran fungsi secara progresif belum

jelas, tetapi faktor-faktor yang dapat memainkan peran penting mencakup cedera imunologi

yang terus-menerus; hiperfiltrasi yang ditengahi secara hemodinamik dalam

mempertahankan kehidupan glomerulus; masukan diet protein dan fosfor; proteinuria yang

terus-menerus; dan hipertensi sistemik.

Endapan kompleks imun atau antibodi anti-membrana basalis glomerulus secara

terus-menerus pada glomerulus dapat mengakibatkan radang glomerulus yang akhirnya

menimbulkan jaringan parut.

Cedera hiperfiltrasi dapat merupakan akhir jalur umum yang penting pada destruksi

glomerulus akhir, tidak tergantung mekanisme yang memulai cedera ginjal. Bila nefron

hilang karena alasan apapun, nefron sisanya mengalami hipertroti struktural dan fungsional

yang ditengahi, setidak-tidaknya sebagian, oleh peningkatan aliran darah glomerulus.

Peningkatan aliran darah sehubungan dengan dilatasi arteriola aferen dan konstriksi arteriola

eferen akibat-angiotensin II menaikkan daya dorong filtrasi glomerulus pada nefron yang

bertahan hidup. "Hiperfiltrasi" yang bermanfaat pada glomerulus yang masih hidup ini, yang

berperan memelihara fungsi ginjal, dapat juga merusak glomerulus dan mekanismenya

belum dipahami. Mekanisme yang berpotensi menimbulkan kerusakan adalah pengaruh

langsung peningkatan tekanan hidrostatik pada integritas dinding kapiler, hasilnya

mengakibatkan keluarnya protein melewati dinding kapiler, atau keduanya. Akhirnya,

kelainan ini menyebabkan perubahan pada sel mesangium dan epitel dengan perkembangan

sklerosis glomerulus. Ketika sklerosis meningkat, nefron sisanya menderita peningkatan

beban ekskresi, mengakibatkan lingkaran setan peningkatan aliran darah glomerulus dan

hiperfiltrasi. Penghambatan enzim pengubah angiotensin mengurangi hiperfiltrasi dengan

jalan menghambat produksi angiotensin II, dengan demikian melebarkan arteriola eferen,

dan dapat memperlambat penjelekan gagal ginjal.

14

Model eksperimen insufisiensi ginjal kronis telah menunjukkan bahwa diet tinggi-

protein mempercepat perkembangan gagal ginjal, mungkin dengan cara dilatasi arteriola

aferen dan cedera hiperperfusi. Sebaliknya, diet rendah-protein mengurangi kecepatan

kemunduran fungsi. Penelitian manusia memperkuat bahwa pada individu normal, laju

filtrasi glomerulus (LFG) berkorelasi secara langsung dengan masukan protein dan

menunjukkan bahwa pembatasan diet protein dapat mengurangi kecepatan kemunduran

fungsi pada insufisiensi ginjal kronis.

Beberapa penelitian yang kontroversial pada model binatang menunjukkan bahwa

pembatasan diet fosfor melindungi fungsi ginjal pada insufisiensi ginjal kronis. Apakah

pengaruh yang menguntungkan ini karena pencegahan penimbunan garam kalsium-fosfat

dalam pembuluh darah dan jaringan atau karena penekanan sekresi hormon paratiroid, yang

berkemungkinan nefrotoksin, masih belum jelas.

Proteinuria menetap atau hipertensi sistemik karena sebab apapun dapat merusak

dinding kapiler glomerulus secara langsung, mengakibatkan sklerosis glomerulus dan

permulaan cedera hiperfiltrasi.

Ketika fungsi ginjal mulai mundur, mekanisme kompensatoir berkembang pada

nefron sisanya dan mempertahankan lingkungan internal yang normal. Namun, ketika LFG

turun di bawah 20% normal, kumpulan kompleks kelainan klinis, biokimia, dan metabolik

berkembang sehingga secara bersamaan membentuk keadaan uremia.

VIII. GEJALA KLINIS

Gagal Ginjal Akut

Gejala klinis yang sering timbul pada gagal ginjal akut adalah jumlah volume urine

berkurang dalam bentuk oligouri bila produksi urine > 40 ml/hari, anuri bila produksi urin <

50 ml/hari, jumlah urine > 1000 ml/hari tetapi kemampuan konsentrasi terganggu, dalam

keadaan ini disebut high output renal failure. Gejala lain yang timbul adalah uremia dimana

BUN di atas 40 mmol/l, edema paru terjadi pada penderita yang mendapat terapi cairan,

15

asidosis metabolik dengan manifestasi takipnea dan gejala klinik lain tergantung dari faktor

penyebabnya.1

Gagal Ginjal Kronik

Gejala klinis yang timbul pada GGK merupakan manifestasi dari:

1. Kegagalan tubuh dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.

2. Penumpukan metabolit toksik yang disebut toksin uremik.

3. Kurangnya hormon ginjal seperti eritropoietin dan bentuk aktif vitamin D (1,25

dihidroksivitamin D3).

4. Abnormalitas respons end organ terhadap hormon endogen (hormon pertumbuhan).

Pada pasien GGK yang disebabkan penyakit glomerulus atau kelainan herediter, gejala

klinis dari penyebab awalnya dapat kita ketahui sedangkan gejala GGK-nya sendiri

tersembunyi dan hanya menunjukkan keluhan non-spesifik seperti sakit kepala, lelah,

letargi, kurang nafsu makan, muntah, polidipsia, poliuria, gangguan pertumbuhan. Pada

pemeriksaan fisik sering ditemukan anak tampak pucat, lemah, dan menderita

hipertensi. Keadaan ini dapat berlangsung bertahun-tahun, sehingga pasien telah

menderita gangguan anatomis berupa gangguan pertumbuhan dan ricketsia. Namun

dengan pemeriksaan yang teliti dan cermat akan ditemukan keadaan-keadaan seperti

azotemia, asidosis, hiperkalemia, gangguan pertumbuhan, osteodistrofi ginjal, anemia,

gangguan perdarahan, hipertensi dan gangguan neurologi.1

IX. DIAGNOSIS

Kadang-kadang sulit membedakan apakah anak menderita GGA yang reversible, atau

GGK. Oleh karena itu sebaiknya dikenal kriteria atau indikasi kapan seorang anak harus segera

dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis (lihat Tabel 2.)

Indikasi untuk menegakkan diagnosis

Gagal Ginjal.

1. Abnormalitas elektrolit

2. Hiperkalemia: K+ > 6 mmol/L

3. Hipernatremia, Hyponatremia

16

4. Asidosis metabolik

5. Hipokalsemia, Hiperfosfatemia

6. Hipertensi Berat

7. Edema Pulmo

8. Anuria/Oliguria

Tabel 2: (Dikutip dari: Rigden SPA (2003). The management of chronic and end stage renal

failure in children. In: Webb NJA and Postlethwaite RJ, editors. Clinical paediatric nephrology.

3rd edition. Oxford: Oxford University Press Inc., pp. 427-45)

Anamnesis dan pemeriksaan fisik penting untuk mengungkap penyebab gagal ginjal,

meskipun pada beberapa anak hal tersebut baru bisa diungkapkan melalui pemeriksaan-

pemeriksaan yang spesifik Tabel 3. Pada Tabel 4 menunjukkan gejala-gejala yang dapat

membantu membedakan GGA dan GGK, dan Tabel 5 menunjukkan pemeriksaan-pemeriksaan

untuk menetapkan tingkat keparahan dan lamanya GGK.

Pemeriksaan-Pemeriksaan Spesifik untuk Menegakkan Diagnosa Gagal Ginjal Kronik.

1. USG Saluran Renal

2. Cyctourethrogram

3. Radio-isotope scans: DMSA, MAG3, or DTPA

4. Antegrade pressure flow studies

5. Urogram Intravena

6. Urinalisis

7. Kultur dan Mikroskopi Urin

8. C3, C4, antinuclear antibody, anti-DNA antibodies, anti-GBM antibodies, ANCA

9. Biopsi Renal

10. White cell cystine level

11. Eksresi Oxalat

12. Eksresi Purin

Tabel 3: (Dikutip dari: Rigden SPA (2003). The management of chronic and end stage renal

failure in children. In: Webb NJA and Postlethwaite RJ, editors. Clinical paediatric nephrology.

3rd edition. Oxford: Oxford University Press Inc., pp. 427-45)

17

Tabel 4: (Dikutip dari: Prasad Devarajan and Stuart L Goldstein (2007). Acute Renal

Failure. In: Kanwal K Kher MD, editors. Clinical pediatric nephrology. 2nd edition.

McGraw-Hill Health., pp. 371)

Pemeriksaan untuk Menentukan Tingkat Keparahan GGK

1. Darah Rutin

2. AGD, Urea, Kreatinin, Kalsium, Fosfat, Alkalin Fosfat, Protein Total, Albumin, Asam

Urat

3. LFG

4. Rontgenografi

5. EKG atau Ekokardiografi

Tabel 5: (Dikutip dari: Rigden SPA (2003). The management of chronic and end stage renal

failure in children. In: Webb NJA and Postlethwaite RJ, editors. Clinical paediatric

nephrology. 3rd edition. Oxford: Oxford University Press Inc., pp. 427-45)

18

X. PENATALAKSANAAN3

Gagal Ginjal Akut

I. Pengobatan Konservatif

- Diet:

Intake cairan harus seimbang dengan output selama terjadi oligouri

Elektrolit: yang diperhatikan ialah intake Na dan K

- bila timbul hiponatremi, dapat diberi NaCl hipertonik 3%

- bila timbul hiperkalemi, diberikan: Ca glukonas 10 % ( 0,5 ml/kgBB/hari),

NaHCO3 7,5% (3ml/kgBB/hari), Kayexalate (1mg/kgBB/hari (K+ exchange

resin)

- Mencegah Infeksi:

Infeksi mudah terjadi pada GGA, mengingat uremi dapat menyebabkan daya tahan

tubuh menurun. Oleh karena itu segala tindakan yang mempunyai resiko untuk

timbulnya infeksi dihindarkan.

- Pengobatan simtopmatik:

Oligouri: Diberikan diuretic dosis tinggi terutama furosemid oleh karena

diuretik ini memang dapat dipakai pada keadaan fungsi ginjal yang sangat

menurun, bahkan sampai GFR serendah 2ml/menit.

Asidosis metabolik: Diberikan NaHCO3 7,5% : 3ml/kgBB/hari, bila tak

berhasil dapat dilakukan dialisis.

Hipertensi: Pada hipertensi ringan dan sedang tak perlu diberi obat- obatan. Oleh

karena dengan istirahat yang cukup dan pembatasan Na dan cairan tekanan darah akan

turun. Pada hipertensi berat dapat diberikan methyldopa, hidralazine atau clonidine.

Bila terjadi hipertensi ensefalopati diberikan clonidine dengan dosis 0,002

mg/kgBB/kali yang dapat dinaikkan sampai dua kali lipat dan diulangi tiap 2-3 jam

sampai tekanan darah normal.

Kejang- kejang: Kejag pada GGA dapat disebabkan oleh hiperkalemi, hipokalsemi,

hiponatremi, ensefalopati atau uremi. Kejang diatasi dengan pemberian diazepam

sebesar 0,5 mg/kg BB/kali dan dilanjutkan dengan fenobarbital 5-8 mg/kgBB/hari.

19

II. Dialisis

Pada prinsipnya dialisis dilakukan bila dengan pengobatan konservatif gagal. Dapat

dilakukan dialisis peritoneal atau hemodialisis. Pada anak lebih sering dialisis

peritoneal. Tindakan ini dapat berupa:

Dialisis pencegahan: Dialisis yang dilakukan segera sesudah diagnosis GGA

ditegakkan.

Dialisis atas indikasi tertentu:

- Indikasi klinik: Uremi (muntah, kejang, kesadaran menurun); Overhidrasi

atau asidosis berat

- Indikasi biokimia: Ureum darah (≥ 150 mg%); Kreatinin darah (≤ 10 mg%);

Kalium darah (≥ 7mEq/liter); Bikarbonat plasma (≤ 12 mEq/liter.

Gagal Ginjal Kronik

Pengobatan GGK terdiri atas 2bagian, yaitu:

I. Pengobatan Konservatif

Pengobatan konservatif ini sebenarnya bertujuan untuk memanfaatkan fungsi ginjal

yang masih ada, mencegah faktor- faktor pemburuk dan berusaha memperlambat

progeresifitas gagal ginjal sebelum penderita masuk ke dalam Terminal Renal Failure

(KK = < 5 ml/menit/1,73 m2)

Pengobatan konservatif ini meliputi:

Pengaturan diit:

- Kalori: jumlah kalori harus cukup, sekurang- kurangnya sama dengan kebutuhan

kalori anak normal, yaitu: 40- 120 kkal/kgBB/hari (sesuai umur dan berat badan).

- Protein: pembatasan protein harus sesegera mungkni dimulai bila KK telah merosot

sekitaar 15-20 ml/menit/1,73 m2

Tujuan pembatasan protein ini adalah:

Mencegah katabolisme protein, mengurangi akumulasi sisa- sia nitrogen dan

membatasi timbulnya toksisitas uremia.

20

Mengurangi intake fosfat (membatasi intake susu) sebagai pencegahan

terjadinya hiperparotisme sekunder dan osteodistrofi ginjal.

Mengurangi intake ion H+ ( setiap 10 gram protein menghasilkan 7 mEq ion

H+ ) yang berarti membantu mencegah dan memperbaiki asidosis).

Jenis protein yang diberi haruslah jenis protein bernilai biologik tinggi yaitu protein

hewani seperti telur, susu sapi, daging, ikan dan daging unggas.

Jumlah protein yang diberikan sebenarnya tergantung dari derajat kegagalan ginjal,

tetapi rata- rata 1-2 gram/kgBB/hari.

- Air: Penderita GGK boleh minum air secara ad libitum kecuali bila ada oligouri

atau anuri. Bila KK < 10 ml/menit/1,73 m2 atau timbul oligouri (<200-250

ml/m2/hari) maka kelebihan air akan dapat menimbulkan intoksikasi air dan

hiponatremia. Pada keadaan terakhir ini jumlah air yang harus diberikan:

Insensible water losses (400 ml/m2/hari) + volume urin.

- Natrium: Bila tidak ada hipertensi atau : 2 gram (80 mEq) Na per hari.

Bila ada hipertensi atau edema: 1 mEq/kgBB/hari

Bila terjadi oligouri atau anuri: 0,2 mEq/kgBB/hari

Untuk perbandingan perlu diketahui bahwa 1 gram garam dapur sebanding dengan

400 mg Na+ atau 17 mEq Na+

- Kalium: Kebanyakan anak dengan GGK mempunyai kadar K yang tetap normal

dalam darah. Bila terjadi TRF (Terminal Renal Failure) barulah muncul bahaya-

bahaya hiperkalemia sehingga pada keadaan ini intake K+ harus dibatasi. Semua

jenis makanan yang mengandung K+ harus dihindari seperti buah- buahan yang

berwarna hijau, kacang- kacangan, buah coklat, kembang gula, daging, soda dan

lain- lain. Begitu pula beberapa jenis antibiotik yang mengandung K+

Bila kadar K+ serum melampaui 5,5 mEq/liter diperlukan exchange resin seperti

Kayexalate 0,5-1 gr/kgBB/hari (1 gram resin akan mengeluarkan 1 mEq K+ dan

menggantinya dengan 1 mEq Na+ atau kalsium).

- Kalsium, Fosfat dan Vitamin D:

Pada GGK dapat terjadi Renal Osteodystrophy yaitu keadaan terjadinya kerusakan

tulang (osteodistrofi) akibat gangguan keseimbangan Ca, fosfat dan vitamin D.

Pada GGK ekskresi fosfat menurun oleh karena fungsi yang menurun,

21

menyebabkan kadar fosfat darah meningkat. Hiperfosfatemi ini mengakibatkan

hipokalsemia yang diperhebat lagi oleh anoreksia, pembatasan intake produk obat

susu (sebagai sumber Ca) dan menurunnya absorbs Ca dalam saluran pencernaan.

Selanjutnya hipokalsemia ini merangsang kelenjar paratiroid untuk

mengekskresikan parathormon yang pada gilirannya menyebabkan reabsorbsi Ca

meningkat dan reabsorbsi fosfat di ginjal menurun, sehingga Ca dan fossat dalam

darah seimbang kembali. Tetapi akibat dari mekanisme ini timbul

hiperparatiroidisme sekunder dan kerusakan tulang yang disebut Renal

Osteodystrophy.

Untuk mengatasi keadaan ini dilakukan usaha- usaha sebagai berikut:

Intake fosfat dikurangi dengan jalan mengurangi intake susu, diet rendah

protein, memberikan obat- obat yang dapat mengikat fosfat misalnya obat-

obat yang mengandung alumina gel.

Untuk mengatasi hipokalsemiama, diberikan Ca: 500- 1000 mg/m2/hr.

Untuk membantu reabsorbsi Ca, doberikan vitamin D dengan dosis 4000-

40.000 U tergantung derajat kerusakan ginjal. Bila ada lebih baik diberikan

1,25 (OH)2 cholecarciferol sebagai vitamin D3 aktif.

II. Pengobatan Pengganti

Bila dengan cara konservatif keadaan semakin memburuk atau fungsi ginjal menurun

sanmapi di bawah 5 ml/menit’/1,73m2 maka haruslah diberikan terapi pengganti,

artinya menggantikan pekerjaan ginjal yang tidak berfungsi lagi, yaitu berupa dialisis

(peritoneal dan hemodialisis) dan transplantasi.

- Dialisis peritoneal:

Pada anak lebih sering dipakai dialisis peritoneal.

Peritoneum dipakai sebagai alat filtrasi pengganti glomerulus oleh karena

peritoneum mengandung kapiler dalam jumlah cukup besar dan berhubungan

langsung dengan rongga peritoneum.

Hubungan ini memngkinkan terjadinya pertukaran antara caitran dialisat yang

dimasukkan ke dalam rongga peritoneum dengan kapiler- kapiler darah yang

mengandung zat- zat toksik.

22

Dikenal 2 bentuk dialisis peritoneal yaitu dialisis peritoneal klasik (intermitten

peritoneal dialysis =IPD) dan dialisis peritoneal mandiri berkesinambungan

(continuous ambulatory peritoneal dialysis = CAPD). IPD dilakukan dengan

memakai kateter yang selalu harus diganti sedangkan CAPD memakai kateter

yang terpasang tetap dalam rongga abdomen tanpa harus selalu mengganti kateter

seperti cara dialisis peritoneal sebelumnya. Dialisis yang dilakukan bersifat

sementara dan merupakan pengobatan peralihan untuk menuju transplantasi

ginjal, yang dilakukan bila keadaan dan fasilitas memungkinkan.

- Hemodialisis:

Hemodialisis berarti suati proses pemisahan zat- zat tertentu ( zat- zat toksin) dari

darah melalui suatu selaput semipermeabel yang terdapat dalam ginjal buatan

yang disebut dialyzer dan selanjutnya dibuang melalui suatu cairan yang disebut

dialisat.

Selama hemodialisis, darah penderita mengalir dari tubuh ke dalam dialiser

melalui akses arteri, memasuki dialiser (ginjal buatan, berupa tabung atau

lempeng terdiri dari kompartemen darah dan dialisat yang dibatasi oleh selaput

permeabel) kembali ke tubuh melalui akses vena.

Dialisis peritoneal lebih sering dipakai dibanding hemodialisis oleh karena lebih

mudah dilaksanakan dan lebuh murah dibanding hemodialisis.

XI. KOMPLIKASI

Gagal Ginjal Akut

Komplikasi metabolik berupa kelebihan cairan, hiperkalemia, asidosis metabolik,

hipokalsemia, serta peningkatan ureum yang lebih cepat pada keadaan hiperkatabolik. Pada

oligurik dapat timbul edema kaki, hipertensi dan edema paru, yang dapat menimbulkan

keadaan gawat. Hiperkalemia terjadi karena beberapa hal seperti ekskresi melalui ginjal

terganggu, perpindahan kalium keluar sel, kerusakan sel akibat proses katabolik, trauma,

sepsis, infeksi, atau dapat juga disebabkan karena asupan kalium yang berlebih, keadaan ini

berbahaya karena bisa menyebabkan henti jantung dalam keadaan diastolik. Asidosis terjadi

karena bikarbonat darah menurun akibat ekskresi asam nonvolatile terganggu dimana juga

23

meningkatkan anion gap. Hipokalsemia sering terjadi pada awal GGA dan pada fase

penyembuhan GGA.5

Komplikasi sistemik seperti :

Jantung : edema paru, aritmia, efusi pericardium

Gangguan elektrolit : hiperkalemia, hiponatremia, asidosis

Neurologi: iritabilitas neuromuskular, tremor, koma, gangguan kesadaran dan kejang.

Gastrointestinal: nausea, muntah, gastritis, ulkus peptikum, perdarahan gastrointestinal

Hematologi : anemia, diastesis hemoragik

Infeksi : pneumonia, septikemia, infeksi nosokomial

Di samping itu hambatan penyembuhan luka dapat terjadi, dimana infeksi merupakan

penyebab utama kematian, disusul akibat komplikasi kardiovaskuler.

XII. PROGNOSIS

Gagal Ginjal Akut

Mortalitas akibat GGA bergantung keadaan klinik dan derajat gagal ginjal. Perlu

diperhatikan faktor usia, makin tua makin jelek prognosanya, adanya infeksi yang

menyertai, perdarahan gastrointestinal, penyebab yang berat akan memperburuk

prognosa.

Penyebab kematian tersering adalah infeksi (30-50%), perdarahan terutama

saluran cerna (10-20%), jantung (10-20%), gagal nafas (15%), dan gagal multiorgan

dengan kombinasi hipotensi, septikemia, dan sebagainya.

Pasien dengan GGA yang menjalani dialysis angka kematiannya sebesar 50-60%,

karena itu pencegahan, diagnosis dini, dan terapi dini perlu ditekankan. 1,5

Gagal Ginjal Kronik

Angka kelangsungan hidup anak-anak dengan gagal ginjal kronik saat ini semakin

baik. Dari 1070 anak yang berumur kurang dari 18 tahun saat menerima ginjal donor

jenazah di Inggeris dan Irandia dalam periode 10 tahun (1986-1995): 91 (9%) meninggal

24

dengan penyebab kematian: 19% oleh karena infeksi, 4.5% lymphoid malignant disease,

4.5% uremia karena graft failure.13 Sedangkan data dari Amerika Utara melaporkan

angka kelangsungan hidup 5 tahun setelah transplantasi donor hidup berkisar antara

80.8% pada anak-anak yang berusia kurang dari 1 tahun saat ditransplantasi, sampai

97.4% pada anak-anak yang berusia antara 6-10 tahun.

Sebagai penutup ingin kami tekankan bahwa terapi GGK adalah seumur hidup,

meskipun telah dilakukan transpantasi ginjal. Tetapi masa depan mereka tidaklah seburuk

seperti yang dibayangkan, banyak diantara mereka sekarang telah berhasil dalam profesi

dan kehidupan keluarga. 1,5

XIII. PENCEGAHAN3

Segala hal yang dapat menyebabkan iskemik atau hipoperfusi ginjal sebaiknya dihindari

atau sesegera mungkin dikoreksi seperti diare dehidrasi, payah jantung, luka bakar, renjatan

anafilaktik, dan lain- lain. Pemakaian obat- obat nefortoksik harus diberikan dengan dosis yang

tepat.

25

DAFTAR PUSTAKA

1. Nelson, Waldo. E. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. edisi 18. Penyakit Glomerulus, hal.1809-1819. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta

2. Corwin, JE .Buku Saku Patofisiologi Elizabeth. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 2006. p.487-92.

3. Rauf S. Catatan Kuliah Nefrologi Anak Makassar: Bagian Ilmu Kes. Anak FK-UH; 2002. p. 67-80.

4. Purnomo BB. Dasar- dasar Urologi. 2nd ed. Malang: Sagung Seto; 2009. p. 1-9.

5. Markum,M.H.S. Gagal Ginjal Akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, editors. Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006. p:285-289.

6. Price SA, Wilson LM. Gagal ginjal kronik. In: Hartanto H, editor. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- proses Penyakit. 6th ed. Jakarta: EGC; 2006. p. 929- 33.

26