pkmrs isk anak
DESCRIPTION
ISKTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
ISK adalah adanya bakteri pada urin yang disertai dengan gejala infeksi.
Ada pula yang mendefinisikan ISK sebagai gejala infeksi yang disertai adanya
mikroorganisme patogenik (patogenik : yang menyebabkan penyakit) pada urine,
uretra (uretra : saluran yang menghubungkan kandung kemih dengan dunia luar),
kandung kemih, atau ginjal.
ISK sering terjadi pada bayi dan anak-anak kecil dan merupakan suatu
keadaan yang perlu dicermati karena 5% dari penderitanya hanya menunjukkan
gejala yang amat samar dengan risiko kerusakan ginjal yang lebih besar
dibandingkan anak-anak yang sudah lebih besar. Pengenalan awal, pengobatan
yang tepat dan mengetahui faktor dasar yang mempermudah infeksi lebih jauh
penting untuk mencegah perjalanan penyakit untuk menjadi pyelonefritis atau
urosepsis dan menghindari sekuele akhir seperti jaringan parut pada ginjal dan
gagal ginjal.(Stanley Hellerstein, MD. 2006)
ISK dapat terjadi pada 5% anak perempuan dan 1-2% anak laki-laki.2
Kejadian ISK pada bayi baru lahir dengan berat lahir rendah mencapai 10-100 kali
lebih besar dibanding bayi dengan berat lahir normal (0,1-1%). Sebelum usia 1
tahun, ISK lebih banyak terjadi pada anak laki-laki. Sedangkan setelahnya,
sebagian besar ISK terjadi pada anak perempuan. Rasio ini terus meningkat
sehingga di usia sekolah, kejadian ISK pada anak perempuan 30 kali lebih besar
dibanding pada anak laki-laki. Dan pada anak laki-laki yang disunat, risiko ISK
menurun hingga menjadi 1/5-1/20 dari anak laki-laki yang tidak disunat.
Karena tingginya angka kejadian ISK pada anak-anak dengan gejala klinis
yang tak terlalu jelas serta tingginya resiko komplikasi yang lebih berat, maka
dalam referat kali ini penulis akan membahas tentang ISK.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ETIOLOGI
Setelah lahir, area periuretra, termasuk uretra bagian distal, menjadi
tempat kolonisasi mikroorganisme aerob dan anaerob yang berfungsi sebagai
barier pertahanan terhadap kolonisasi kuman patogen saluran kemih. Pada anak
yang lebih kecil, enterobacteria dan enterococcus merupakan flora normal di
saluran kemih. Eschericia coli merupakan bakteri gram negatif yang dominan
pada anak perempuan, sedangkan E coli dan Proteus sp pada anak laki-laki. Anak
balita sering terkena ISK karena kolonisasi periuretra oleh E coli, enterococci, dan
Proteus sp. Pada umumnya kuman patogen ini ditemukan pada tahun pertama
kehidupan dan jarang didapatkan setelah >5 tahun.
2.2 PATOFISIOLOGI
Hampir semua ISK menyebar secara asendens. Gangguan dari flora
periuretra normal, yang merupakan bagian dari pertahanan tubuh melawan
kolonisasi bakteri patogen, mempermudah terjadinya ISK. Bakteri dari flora
periuretra berada di distal uretra, tetapi urine normal berada dalam keadaan steril
di proksimal uretra, kandung kemih, dan bagian proksimal lainnya pada saluran
kemih. Kuman patogen saluran kencing dapat mencapai kandung kemih dan
berkembang biak bila infeksi terjadi. Bakteri patogen tersebut berada di distal
uretra dan mungkin dapat mencapai kandung kemih sebab aliran turbulen urine
pada saat berkemih yang normal atau karena ketidakmampuan berkemih.
Kolonisasi di kandung kemih yang berhasil tak terjadi bila mekanisme
pertahanannya tak terganggu karena buang air kecil normalnya dapat
membersihkan kontaminasi bakteri secara lengkap.
2
2.3 MORTALITAS DAN MORBIDITAS
Mortalitas pada ISK termasuk jarang terjadi pada anak sehat. Morbiditas
berkaitan dengan pyelonefritis akut yang ditandai dengan gejala sistemik, seperti
demam, nyeri perut, muntah dan dehidrasi. Bakteremia dan sepsis dapat terjadi.
Anak dengan pyelonefritis akut mungkin dapat disertai sistitis. Komplikasi jangka
panjang dari pyelonefritis akut adalah hipertensi, gangguan fungsi ginjal, gagal
ginjal terminal, dan komplikasi pada kehamilan (ISK pada kehamilan, hipertensi
pada kehamilan, berat badan lahir rendah).
Gejala waktu berkemih umumnya sementara, hilang dalam 24-48 jam
setelah diobati.
2.4 PENYEBAB DAN FAKTOR RISIKO
1. Escherichia coli adalah penyebab paling umum pada anak-anak, hingga
80%. Pada bayi baru lahir (0-28 hari), infeksi diperantarai oleh aliran
darah. Sedangkan setelah usia itu, ISK umumnya terjadi dengan masuknya
bakteri ke saluran kemih.
2. Staphylococcus saprophyticus
3. Proteus mirabilis. Selain menyebabkan infeksi, bakteri ini mengeluarkan
zat yang dapat memfasilitasi pembentukan batu di saluran kemih.
4. Mikroorganisme lain yang dapat menyebabkan ISK adalah beberapa
bakteri yang umumnya menginfeksi saluran cerna dan Candida albicans,
jamur yang umumnya menginfeksi pasien dengan kateter (kateter :
semacam selang) pada saluran kemihnya, kekebalan tubuh yang rendah,
diabetes mellitus, atau pasien dalam terapi antibiotik.
Sebagian besar ISK tidak dihubungkan dengan faktor risiko tertentu.
Namun pada ISK berulang, perlu dipikirkan kemungkinan faktor risiko seperti :
1. Kelainan fungsi atau kelainan anatomi saluran kemih
2. Gangguan pengosongan kandung kemih (incomplete bladder emptying)
3. Konstipasi
4. Operasi saluran kemih
3
5. Kekebalan tubuh yang rendah
2.5 MANIFESTASI KLINIK
Gejala yang dapat timbul pada ISK pada anak sangat tidak spesifik, dan
seperti telah diungkapkan sebelumnya, banyak yang hanya disertai demam
sebagai gejala. Dua kategori klinis dari ISK adalah pyelonefritis akut atau ISK
atas dan sistitis akut atau ISK bawah. Gejala bervariasi sesuai usia.
1. Anak baru lahir-2 bulan : sering tak ada gejala di saluran kemih. ISK
ditemukan dengan adanya sepsis neonatus, ikterus berkepanjangan, gagal
tumbuh, tak mau menyusu.
2. Anak 2 bulan - 2 tahun :
a) Bayi dan anak-anak pada usia ini memiliki gejala demam yang
tidak diketahui sebabnya ( >38oC).
b) Usia ini memiliki resiko tinggi luka pada ginjal dibanding usia
yang lebih tua, karena tanda yang kurang menyebabkan
keterlambatan pengobatan dengan antibiotik. Bayi sering mendapat
demam dan gejala lainnya, seperti rewel, tak mau menyusu, nyeri
perut, muntah dan diare.
c) Anak dengan usia 1-2 tahun datang dengan gejala sugestif sistitis
akut. Gejala biasanya menangis saat berkemih atau kencing yang
berbau busuk tanpa adanya demam (suhu <38oc).
3. Anak usia 2-6 tahun
a) Pada kelompok dengan demam ISK sering memiliki gejala
sistemik yaitu tak nafsu makan; rewel dan nyeri pada perut,
panggul dan punggung dengan atau tanpa kelainan berkemih.
b) Pasien dengan sistitis akut memiliki gejala berkemih dengan
sedikit atau tanpa peningkatan suhu. Disfungsi berkemih termasuk
urgensi, frekuensi, hesistensi, disuria dan inkontinensia urine.
c) Nyeri suprapubis atau perut dapat ditemukan dan adanya bau
busuk pada urine.
4
4. Anak usia lebih tua dan adolesen
a) Sering mengenai saluran bagian bawah, tetapi pyelonefritis akut
masih mungkin. Gejalanya mirip pada anak usia 2-6 tahun.
b) Anak perempuan dengan pyelonefritis akut, dapat ada refluks
vesikoureter persisten (VUR), biasanya memiliki sistitis akut
dengan ISK bila mereka bertambah tua.
c) Penyebab: Proliferasi kuman dalam saluran kemih menyebabkan
ISK. Infeksi hampir selalu asenden dan disebabkan kehadiran
bakteri di distal uretra. E coli umumnya menyebabkan infeksi
awal, tapi basil gram negatif lain dan enterococci dapat juga
menyebabkan infeksi.
d) Staphylococcal saprophyticus sering menjadi penyebab infeksi
pada perempuan adolesen
e) Masuknya bakteri ke kandung kemih merupakan hasil dari aliran
turbulen pada saat berkemih normal, gangguan berkemih, atau
kateterisasi.
Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya ISK sebagai berikut :
1. Pasien yang mendapat antibiotik spektrum luas (cth. Amoxicillin,
cephalexin), yang dapat menggangu flora usus dan saluran kemih, dan
meningkatkan resiko karena gangguan pada pertahanan alami terhadap
kolonisasi oleh bakteri patogen
2. Inkubasi bakteri yang diperlama dalam kandung kemih akibat
pengosongan kandung kemih yang tak sempurna atau jarang berkemih
dapat melemahkan pertahanan kandung kemih terhadap infeksi bakteri.
3. Gejala dari gangguan berkemih seperti urgensi, frekuensi, hesistensi,
dribbling, atau inkontinensia dapat terjadi tanpa adanya infeksi atau iritasi
lokal karena kontraksi detrusor yang tak terhalangi. Ketika inkontinensia
dicegah oleh obstruksi uretra, urine yang mengandung bakteri dari distal
uretra akan kembali ke kandung kemih. Hal tersebut yang umum
menyebabkan ISK pada anak-anak.5
4. Khitan pada neonatus menurunkan resiko ISK kurang lebih 90% pada bayi
laki-laki dalam tahun pertama kehidupan. Resiko ISK pada anak yang di
khitan pada tahun pertama kehidupan adalah 1 dalam 1000, sedangkan
yang tidak di khitan 1 dalam 100 anak.
2.6 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Diagnosis didasarkan kultur kuantitatif dari spesimen urine yang telah
dikumpulkan. Urine midstream bisa didapatkan pada anak yang telah dapat
mengontrol kencing. Bayi atau anak di bawah 2 tahun dengan demam tanpa
sumber tampak sakit berat, antibiotik diberikan dan contoh urin diambil untuk
kultur dengan cara aspirasi suprapubik atau kateter. Aspirasi suprapubik adalah
pengambilan urin langsung dari kandung kemih dengan jarum yang lebih dipilih
untuk anak laki yang belum di khitan. Kemungkinan kontaminasi pada urin yang
diperoleh dengan kedua cara tersebut sangat kecil sehingga kedua cara tersebut
merupakan cara yang paling diandalkan.
Namun bila bayi atau anak di bawah 2 tahun dengan demam tersebut tidak
tampak sakit berat, aspirasi suprapubik atau kateterisasi kadang dianggap
berlebihan. Pada kondisi ini, pengambilan contoh urin dapat dilakukan dengan
cara yang tidak invasif, misalnya :
1. Pada anak yang sudah cukup besar, dapat dilakukan pengambilan urin
mid-stream.
2. Pada bayi atau batita, dapat dilakukan pengambilan urin dengan urin mid-
stream atau kantung penampung urin yang dilekatkan pada perineum.
Pengambilan contoh urin dengan cara ini memiliki risiko kontaminasi yang
rendah jika sebelum pengambilan urin perineum dibersihkan dengan teliti,
kantung penampung urin segera dilepaskan setelah urin diperoleh, dan sediaan
tersebut cepat diproses. Pada anak perempuan, perineum harus dibersihkan dari
depan ke belakang dengan semacam kassa yang dibasahi air hangat tanpa
antiseptik. Jika tidak dapat langsung diproses, sediaan harus disimpan dalam suhu
40oC. Sediaan yang telah disimpan hingga 48 jam masih dapat digunakan untuk
kultur, namun tidak dapat digunakan untuk pemeriksaan mikroskopik karena sel-
6
sel yang ada sudah rusak. Dalam pengambilan sampel urin, pemeriksaan yang
dilakukan adalah:
1. Kultur : Kultur yang negatif akan menyingkirkan diagnosis ISK.
Sedangkan pada kultur yang positif, proses pengambilan contoh urin harus
diperhatikan. Jika kultur positif berasal dari aspirasi suprapubik atau
kateterisasi, maka hasil tersebut dianggap benar. Namun jika kultur positif
diperoleh dari kantung penampung urin, perlu dilakukan konfirmasi
dengan kateterisasi atau aspirasi suprapubik.
2. Urinalisis : Komponen urinalisis yang paling penting dalam ISK adalah
esterase leukosit, nitrit, dan pemeriksaan leukosit dan bakteri mikroskopik.
Namun tidak ada komponen urinalisis yang dapat menggantikan
pentingnya kultur sehingga kultur tetap merupakan keharusan untuk
mendiagnosis ISK.
Kultur urine dilakukan dengan wadah yang steril yang melekat di daerah
perineal, yang tak menunjukkan pertumbuhan atau sangat sedikit (<10000
Colony-forming unit(CFU)/ml), menjadi bukti yang kuat tak adanya ISK.
Sayangnya cara ini sering false positif jadi kurang sesuai untuk diagnosis.
Urinalisis tak dapat menggantikan kultur urine untuk menunjukkan adanya ISK,
tapi dapat membantu dalam identifikasi anak yang membutuhkan terapi
antibakteri sambil menunggu hasil kultur urine.
Menurut AAP, jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada kultur untuk dapat
dikategorikan positif adalah sebagai berikut :
Kriteria diagnosis ISK
Pengambilan urin Jumlah koloni Kemungkinan infeksi (%)
Aspirasi suprapubik Gram-negatif : berapa pun >99%
Gram-positif : > beberapa
ribu
Kateterisasi >105 95%
Kemungkinan besar infeksi
Meragukan, ulangi 104-105
103-104
7
Kemungkinan tidak infeksi
<103
Mid-stream/ kantung
Anak laki-laki >104 Kemungkinan besar infeksi
Anak perempuan 3 sediaan = >105
95%
2 sediaan = >105 90%
1 sediaan = >105 80%
5 × 104 105 Meragukan, ulangi
104 5 × 104 + gejala : meragukan, ulangi
- gejala : kemungkinan tidak
infeksi
Penghitungan sel darah putih dan metabolisme basal dengan dugaan
diagnosis pyelonefritis akut.
Kultur darah pada bayi demam dan untuk anak yang lebih tua yang sakit,
toksis, atau memiliki demam tinggi.
Table 1. Urinalysis for a presumptive diagnosis of ISK*
Metode Hasil
Pemeriksaan mikroskopis pada
lapangan sedimen urin yang
tersentrifus
Bakteri
Pemeriksaan gram pada sedimen urin
yang tak tersentrifusBakteri
Nitrite dan leukocyte esterase Positif: Mungkin ISK
Nitrite Positif: Kemungkinan
8
besar ISK
Leukocyte esterase Positif: Nonspecific
*Urine mikroskopik negatif untuk bakteri tak menyingkirkan ISK, tidak
juga dengan dipstik negatif untuk nitrit dan leukosit esterase.
Table 2. Kultur urine untuk diagnosis ISK*
Metode
Kultur urin kuantitatif mengindikasikan
ISK pada anak-anak dengan gejala
simptomatik.
Aspirasi SuprapubikISK diindikasikan oleh pertumbuhan
bakteri >2000-3000 CFU/mL
Kateterisasi pada
anak perempuan atau
midstream urin pada
anak laki-laki yang
telah disirkumsisi
Bayi yang demam dan anak dengan
ISK selalu memiliki >50,000 CFU/mL
dalam urin pathogen.
Midstream urin pada
anak perempuan atau
anak laki-laki yang
belum disirkumsisi
ISK ditegakkan apabila bakteri
>100,000 CFU/mL pada urin pathogen
pada pasien simptomatik. Pyuria selalu
ditemukan
Mtode yang lain pada
anak laki-laki
maupun perempuan
Apabila pasien asimptomatik,
pertumbuhan bakteri selalu >100,000
CFU/mL untuk bakteri yang sama pada
hari yang berbeda. Apabila tidak
ditemukan pyuria, metode ini mungkin
diidikasikan pada kolonisasi. Bukan
ISK.
9
*Pasien yang sering berkemih kebanyakan terdapat proliferasi bakteri pada
kandung kemih dengan kehadiran jumlah koloni yang sedikit.
2.7 PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Dilakukan bila telah dikonfirmasi dengan kultur urine kuantitaif.
1. USG
a) Pemeriksaan USG dari saluran kemih pada bayi, anak kecil atau
adolesen dengan diagnosis pertama pyelonefritis akut.
b) USG mungkin terabaikan untuk anak perempuan >2 tahun dengan
episode sistitis akut pertama maupun kedua, bila respon terapi
cepat dan memuaskan.
c) Dengan akut sistitis, USG saluran kemih pada bayi perempuan dan
laki-laki pada semua umur dengan ISK pertama kali.
2. Voiding cystourethrogram (VCUG)
a) Lakukan VCUG pada pasien anak dengan pyelonefritis akut yang
belum pernah pencitraan saluran kemih sebelumnya.
b) Beberapa klinisi melakukan VCUG pada pasien yang berusia >4-5
tahun dengan pielonefritis akut yang memiliki pola berkemih yang
normal ketika tak terinfeksi.
c) VCUG tidak diperlukan untuk menilai anak dengan sistitis akut
yang telah berespon cepat terhadap terapi, kecuali USG saluran
kemih tak normal.
d) VCUG dapat dilakukan bila urine bersih dari bakteri dan pyuria
dan berkemih telah kembali seperti sebelumnya.
e) Beberapa klinisi merekomendasikan menunggu 4-6 minggu untuk
dilakukan VCUG. Bila anak dalam terapi antibakteri pada masa
ini, rekomendasi ini diterima.
2.8 PENATALAKSANAAN
1. Pyelonefritis akut :
a) anak dengan pyeloneritis akut umumnya memerlukan cairan oral
atau parenteral dan antipiretik, sesegera terapi antibakteri. Asupan
10
yang sesuai adalah 1-1,5X kebutuhan rumatan biasa. Pada penyakit
yang lebih ringan dapat diberikan ccairan parenteral, pemberian
antibakteri dan dapat dirawat di rumah. Pada keadaan yang lebih
berat seringnya perlu perawatan lebih.
b) Perawatan khusus pada anak dengan pyelonefritis akut yang
terkomplikasi.
c) Penyediaan cairan parenteral yang sesuai, umumnya 1-1,5x dari
rumatan biasanya.
d) Pengobatan dengan cephalosporin generasi ketiga, ceftriaxone,
atau cefotaxime. Tambahkan ampicillin bila terdapat kokus gram
positif dalam sedimen urine atau bila tak ditemukan kuman.
Gentamicin sebagai pilihan lain pada bayi cukup bulan yang >7
hari, anak yang lebih dewasa dan adolesen yang alergi
cephalosporin. Monitor fungsi ginjal dan kadar aminoglikosida
darah bila pengobatan ini berlanjut lebih dari 48-72 jam.
e) Kultur urine dan tes sensitivitas dapat dilakukan pada 48 jam. Bila
kuman pathogen sensitif terhadap antibiotik yang digunakan,
lanjutkan terapi dengan rute parenteral hingga ada perbaikan klinis
dan afebril setelah 24-36 jam. Antibiotik oral yang efektif melawan
organisme yang menginfeksi kemudian digantikan dengan
antiobiotik parenteral. Lanjutan terapi antibiotik oral kira-kira
untuk 10 hari setelah terapi parenteral berakhir. Lalu dilanjutkan
dengan terapi antibiotik untuk mencegah reinfeksi, diteruskan
minimal hingga dilakukan VCUG.
o Table 3. Antibiotik oral untuk ISK
Obat Antibiotik Dosis Perhari dan Interval
Sulfisoxazole 120-150 mg/kg, / 4-6 jam
Trimethoprim/sulfamethoxazole
6-12 mg/kg TMP, 30-60 mg/kg SMX, / 12 jam
Amoxicillin* 20-40 mg/kg, / 8 jam
Cephalexin 20-50 mg/kg, / 6 jam
11
Cefixime 8 mg/kg, / 12-24 jam
Cefpodoxime 10 mg/kg, / 12 jam
Loracarbef 15-30 mg/kg, / 12 jam
Nitrofurantoin† 5-7 mg/kg, / 6 jam
Pada beberapa komunitas, sebagian besar strain e. Coli resisten terhadap
amoxicillin Nitrofurantoin mungkin dapat digunakan untuk mengobati ISK
bawah, tapi karena rendahnya daya penetrasi ke jaringan, nitrofurantoin tak sesuai
untuk infeksi ginjal.
o Table 4. Obat antibiotik untuk mencegah reinfeksi.
Obat Dosis Perhari
Nitrofurantoin* 1-2 mg/kg
Trimethoprim/sulfamethoxazole*
1-2 mg/kg TMP, 5-10 mg/kg SMX
Trimethoprim 1-2 mg/kg
Tidak dianjurkan menggunakan nitrofurantoin dan sulfa pada bayi.
2. Penanganan anak dengan sistitis akut
a) Anak dengan sistitis akut biasanya tidak memerlukan perawatan
medis khusus, selain terapi antibiotik yang sesuai dan menilai
kembali frekuensi urine dan masalah inkontinensia. Pada keadaan
tertentu, analgesik diperlukan untuk disuria atau spasme kandung
kemih yang berat.
b) Bila respon klinis tak bagus setelah 2-3 hari, penggantian terapi
mungkin diperlukan. Dan bila memuaskan, terapi tak perlu diganti,
walaupun data laboratorium menunjukkan bahwa bakteri tak sesuai
dengan antibiotik yang digunakan.
c) DiikISK selama 5-7 hari untuk mengikISK gejala klinis dan
mengevaluasi ulang urinenya. Secara umum, terapi antibiotik
12
selama 5-7 hari cukup untuk anak dengan sistitis akut. Dosis
tunggal dapat digunakan pada perempuan remaja dengan sistitis
akut. Terapi dosis tungal biasanya dapat menggunakan amoxicillin
(3gr) atau trimethroprim/sulfamethoxazole (320mg/1600mg, 2
tablet kekuatan ganda).
d) Berendam di air hangat selama 20-30 menit, 3-4 x per hari, sering
meringankan gejala. Dan penggunaan analgesik sistemik dengan
asetaminofen atau analgesik di kandung kemih dengan
phenazopyridine hydrochloride (Pyridium) dapat sangat
membantu, dan tak boleh digunakan lebih dari 48 jam because
resiko methemoglobinemi, anemia hemolitik, dan efek samping
lain.
e) Pasien dengan ketidaknyamanan berkemih berat dapat diperingan
dengan pemberian belladona dan opium suppositoria rektal yang
sesuai. Tak boleh digunakan lebih dari 4 kali sehari dan tak lebih
dari 2 hari.
Pada anak 2 bulan – 2 tahun dengan kecurigaan ISK dan tampak sakit
berat, antibiotik dapat diberikan secara parenteral. Perawatan di rumah sakit
diindikasikan jika ada gejala sepsis atau bakteremia. Sebagian pihak
mengindikasikan perawatan di rumah sakit dan pemberian antibiotik parenteral
pada anak di bawah 6 bulan.
Sedangkan pada anak yang tidak tampak sakit berat, antibiotik yang
diberikan umumnya per oral (diminum). Beberapa antibiotik yang dapat
digunakan adalah :
a) Amoxicillin 20-40 mg/kg/hari dalam 3 dosis. Sekitar 50% bakteri
penyebab ISK resisten terhadap amoxicillin. Namun obat ini masih dapat
diberikan pada ISK dengan bakteri yang sensitif terhadapnya.
b) Co-trimoxazole atau trimethoprim 6-12 mg trimethoprim/kg/hari dalam 2
dosis. Sebagian besar ISK akan menunjukkan perbaikan dengan
cotrimoxazole. Penelitian menunjukkan angka kesembuhan yang lebih
besar pada pengobatan dengan cotrimoxazole dibandingkan amoxicillin.
13
c) Cephalosporin seperti cefixime atau cephalexin. Cephalexin kira-kira sama
efektif dengan cotrimoxazole, namun lebih mahal dan memiliki spectrum
luas sehingga dapat mengganggu bakteri normal usus atau menyebabkan
berkembangnya jamur (Candida sp.) pada anak perempuan.
d) Co-amoxiclav digunakan pada ISK dengan bakteri yang resisten terhadap
cotrimoxazole. Harganya juga lebih mahal dari cotrimoxazole atau
cephalexin.
e) Obat-obatan seperti asam nalidiksat atau nitrofurantoin tidak digunakan
pada anak-anak yang dikhawatirkan mengalami keterlibatan ginjal pada
ISK. Selain itu nitrofurantoin juga lebih mahal dari cotrimoxazole dan
memiliki efek samping seperti mual dan muntah.
Lama pemberian antibiotik pada ISK umumnya adalah 7 hari pada infeksi
akut. Walaupun ada pihak yang menganjurkan 10-14 hari, namun pemberian
dalam waktu sepanjang itu memberikan kemungkinan lebih besar untuk terjadinya
resistensi, gangguan bakteri normal di usus dan vagina, dan menyebabkan
candidiasis.
3. Pemberian antibiotik dalam jangka waktu pendek
Pengobatan parenteral umumnya dilakukan dengan cephalosporin seperti
ceftriaxone 75 mg/kg setiap 24 jam. Sebagian pihak memilih gentamicin 7.5
mg/kg per 24 jam dan benzylpenicillin 50 mg/kg per 6 jam untuk anak di atas 1
bulan.
Selain antibiotik, pengobatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi
gejala contohnya adalah penurun demam jika diperlukan. Obat-obatan lain yang
pada orang dewasa digunakan untuk ISK, umumnya tidak dianjurkan untuk
diberikan pada anak-anak.
Jika tidak ada perbaikan dalam 2 hari setelah pengobatan, contoh urin
harus kembali diambil dan diperiksa ulang. Kultur ulang setelah 2 hari pengobatan
umumnya tidak diperlukan jika diperoleh perbaikan dan bakteri yang dikultur
sebelumnya sensitif terhadap antibiotik yang diberikan. Jika sensitivitas bakteri
terhadap antibiotik yang diberikan atau tidak dilakukan tes sensitivitas/resistensi
sebelumnya, maka kultur ulang dilakukan setelah 2 hari pengobatan.
14
2.9 PERAWATAN LANJUTAN
Perawatan lebih lanjut pada pasien yang dirawat :
1. Pielonefritis akut
a) Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi, minimal hingga
dilakukan VCUG.
b) Walaupun beberapa klinisi tak melanjutkan terapi antibakteri 1-2
hari setelah VCUG, bila VUR didapatkan, dan lebih lama bila
refluks hadir.
Perawatan lebih lanjut pada pasien yang tak dirawat :
2. Pielonefritis akut yang tak ada komplikasi
a) Walaupun anak dengan ISK disertai demam mungkin dapat
dikualifikasikan sebagai pasien yang tak dirawat, tetapi masih
memiliki resiko kerusakan ginjal. Penggunaan terapi oral
cephalosporin generasi ketiga efektif sebagai terapi tradisional
pada pasien yang dirawat secara parenteral.
b) Bila pasien tak alergi terhadap cephalosporin, terapi awal dengan
ceftriaxone dosis tunggal. (75mg/kg IV/IM tiap 12-24jam)
c) Bila pasien alergi cephalosporin, dapat digunakan gentamicin
(2,5mg/kg IV/IM dosis tunggal)
Terapi awal dengan antibakteri oral dengan dosis terapeISKk tiap
12-18 jam.
2.10 PEMERIKSAAN LANJUTAN
Setelah pemberian antibiotik selesai dan urin sudah steril, dilakukan
pemeriksaan lanjutan pada anak dengan ISK. Pemeriksaan lanjutan yang
dilakukan adalah :
a) Ultrasonografi ginjal, ureter, dan kandung kemih : Pemeriksaan ini
dilakukan pada semua anak dengan ISK sesegera mungkin.
15
b) DMSA (Dimercaptosuccinic acid nuclear scan) scan : Pemeriksaan ini
terutama untuk melihat fungsi saluran kemih. DMSA scan masih
diperdebatkan batasan usianya. Namun biasanya dilakukan pada anak di
bawah 5 tahun dengan hasil ultrasonografi yang tidak normal. Umumnya
dilakukan 2 bulan setelah episode ISK untuk memberi waktu perbaikan
pada saluran kemih. Selama menunggu dilakukannya pemeriksaan ini,
beberapa pihak menganjurkan pemberian antibiotik dosis rendah.
c) Cystogram : Ini adalah pemeriksaan kandung kemih yang juga masih
diperdebatkan batasan usianya. Namun umumnya dilakukan pada anak di
bawah 1 tahun atau anak dengan hasil ultrasonografi atau DMSA yang
tidak normal.
Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut dilakukan lebih awal jika tidak ada perbaikan
setelah 2 hari pemberian antibiotik.
2.11 PENCEGAHAN:
1. Hindari penggunaan antibiotik spektrum luas (cth. Amoxicillin,
cephalexin), yang dapat melemahkan pertahanan alami melawan
kolonisasi.
2. Atasi konstipasi bila pasien terdapat disfungsi berkemih yang terkait
dengan pelebaran kronik rektum dengan feses.
3. Bila disfungsi berkemih menjadi faktor pencetus, perintahkan pasien untuk
kencing secara teratur.
4. Pertimbangkan khitan pada neonatus laki-laki.
2.12 KOMPLIKASI:
1. Reaksi alergi merupakan resiko terapi antibiotik.
2. Anak dengan pielonefritis akut dapat berkembang menjadi inflamasi lobus
ginjal atau abses ginjal.
3. Inflamasi parenkim ginjal dapat mengawali pembentukan jaringan parut.
16
4. Komplikasi jangka panjang dari pielonefritis akut adalah hipertensi, fungsi
ginjal terganggu, ESRD dan komplikasi terhadap kehamilan (cth. ISK,
hipertensi pada kehamilan, BBLR).
2.13 PROGNOSIS:
Kerusakan ginjal pada komplikasi jangka panjang sebagai konsekuensi
dari ISK kadang-kadang ditemukan di awal abad ke-20, ketika pielonefritis akut
menjadi sebab sering hipertensi dan ESRD pada perempuan muda. Hipertensi,
fungsi ginjal terganggu, ESRD sekarang sering didapatkan pada bayi dengan
kerusakan ginjal intrauterine. Anak dengan resiko komplikasi ini biasanya
ditemukan dengan USG saluran kemih yang menunjukkan hidronefrosis.
Penelitian pada neonatus menyebutkan bahwa kerusakan ginjal terkait dengan
obstruksi di saluran keluar kandung kemih atau hidronefrosis non obstruktif
karena VUR yang berat. Anak ini mungkin mendapat tambahan kerusakan ginjal
sebagai hasil dari infeksi, tetapi ISK bukan faktor utama penyebab komplikasi
renal.
17
BAB III
KESIMPULAN
1. ISK merupakan suatu infeksi pada saluran kemih yang ditandai dengan
adanya bakteri patogen, yang sering terjadi pada anak dan memberi gejala
yang samar dengan resiko kerusakan ginjal dan komplikasi lain yang
berat.
2. Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan antara lain USG dan
VCUG.
3. Pemberian antibiotika yang tepat pada ISK sangat penting untuk
mengeradikasi kuman dan mencegah timbulnya komplikasi yang lebih
berat, selain pemberian terapi simptomatik terhadap gejala lain yang
timbul.
4. Pencegahan ISK dapat dilakukan dengan menjaga higiene saluran kemih,
minum air putih secukupnya, dan anjuran sirkumsisi untuk laki-laki.
18
DAFTAR PUSTAKA
Wennerstrom, M. et al. 2004. Primary and Acquired Renal Scarring in Boy and
Girl with Urinary Tract Infections. Journal Pediatrics. 136 : 30-34.
Williams, G.J. et al. 2001. Long term Antibiotics for Preventing Urinary Tract
Infections in Children. Pediatrics. 111: 626-632.
Hewit, I.K. 2008. Early Treatment for Acute Pyelonefritis in Children Fails to
Reduce Renal Scarring. Pediatrics. 122: 486-490.
Montini, G., Tuluss, K., Lewit, L. 2011. Febrile Urinary Tract Infections in
Children. NEJM. 365 (3) : 239-250.
Sheikh, N., Natalia, M., James, B., Max, H. 2008. Prevalence of Urinary Tract
Infection in Childhood. PIDS. 27(4); 302-308.
Salo, J. 2011. Urinary Tract Infection as a Cause of Chronic Kidney Disease.
Pediatrics. 128 (5): 840-847.
National Institute for Health and Clinical Excellence. 2007. Urinary Tract
Infection in Children. London : National Collaborating Centre for Woman and
Children Health. hal 1-15. Available at www.nice.org.uk pada 29 Juli 2013.
Rusdijas, Rafita, R. 2004. Infeksi Saluran Kemih. Dalam Buku Ajar Nefrologi
Anak. Edisi 2. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
19