pkmrs demam tifoid

25
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran PKMRS Universitas Muslim Indonesia November 2014 DEMAM TIFOID Oleh : Muhammad Akhram. R 110 210 0092 Pembimbing 1. dr. Sri Hadzriati 2. dr. Fitriya Idrus Supervisor dr. Sutriani Syamsuddin, Sp.A

Upload: saaluddin-arsyad

Post on 13-Apr-2016

13 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

demam tofoid

TRANSCRIPT

Page 1: PKMRS demam tifoid

Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran PKMRS

Universitas Muslim Indonesia November 2014

DEMAM TIFOID

Oleh :

Muhammad Akhram. R

110 210 0092

Pembimbing

1. dr. Sri Hadzriati

2. dr. Fitriya Idrus

Supervisor

dr. Sutriani Syamsuddin, Sp.A

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Makassar

2014

Page 2: PKMRS demam tifoid

LEMBAR PENGESAHAN

Dengan ini, saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Muhammad Akhram. R

Stambuk : 1102100092

Judul PKMRS : Demam Tifoid

Telah menyelesaikan tugas PKMRS dalam rangka tugas kepaniteraan klinik pada

Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin.

Makassar, November 2014

Pembimbing I, Pembimbing II,

dr. Sri Hadzriati dr. Fitriya Idrus

Pembimbing Baca,

dr. Sutriani Syamsuddin, Sp.A

iii2

Page 3: PKMRS demam tifoid

DEMAM TIFOID

A. Definisi

Demam tifoid suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman

salmonella thypi, dengan gejala utama demam, gangguan saluran pencernaan, serta

gangguan susunan saraf pusat / kesadaran. Demam tifoid pada anak umumnya bersifat

ringan dan mempunyai potensi sembuh spontan, namun tifoid yang berat atau dengan

komplikasi harus ditangani secara adekuat.

B. Epidemiologi

Secara global demam tifoid dianggap sebagai penyakit yang penting dan masih

tidak terlaporkan dengan baik, namun prevalensinya cukup tinggi di negara

berkembang. Angka insiden dari demam tifoid di dunia adalah berkisar antara 198 per

100.000 (vietnam) sampai 980 per 100.000 (india) pada tahun 2000. Insiden yang

sama juga ditemukan di chile, nepal, south africa, dan indonesia sejak sekitar 15 tahun

terakhir. Estimasi insiden demam tifoid berkisar antara 16-33 juta kasus baru per

tahun dengan 216.000-600.000 angka kematian per tahun dimana kebanyakan

terdapat di daerah asia pasifik. Di Indonesia rata-rata ditemukan 900.000 kasus per

tahun dengan angka kematian menyentuh 20.000. Usia rata-rata pada kasus demam

tifoid antara usia 3-19 tahun hampir sebanyak 91%.

C. Etiologi

Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella

paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif, tidak

membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut

getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di

dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 600C)

selama 15 – 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi.

1

Page 4: PKMRS demam tifoid

Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu :

1. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman.

Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin.

Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.

2. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili dari

kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap

formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.

3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat melindungi

kuman terhadap fagositosis.

D. Patogenesis

Perjalanan penyakit dari demam tifoid ditandai dengan invasi bakteri yang

kemudian bermultiplikasi dalam sel mononuclear fagositik, hati, limfa, nodus

limfatikus, dam plak peyeri di ileum. Masuknya Salmonella typhi dan Salmonella

paratyphi ke dalam tubuh manusia adalah melalui makanan yang terkontaminasi

bakteri tersebut. Sebagian bakteri mati oleh asam lambung, sebagian lagi lolos masuk

kedalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral

mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel utama (sel

M) dan selanjutnya ke lamina propia, kuman-kuman berkembang biak dan difagosit

oleh sel-sel fagositosis terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dalam makrofag

dan seterusnya dibawa ke plaque peyeri ileum distal, kelenjar getah bening

mesenterika, duktus torasikus, dan akhirnya akhirnya masuk kedalam sirkulasi darah

dan menyebabkan bakterimia pertama yang asimptomatik serta menyebar ke seluruh

organ retikuloendotelial terutam hati dan limfa. Didalam organ-organ ini, kuman

keluar dari sel fagositik untuk selanjutnya berkembang biak di luar sel atau sinusoid.

Selanjutnya, kuman ini masuk kedalam sirkulasi darah kembali dan menimbulkan

2

Page 5: PKMRS demam tifoid

bakterimia yang kedua disertai dengan tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi

sistemik.

Di dalam hati, kuman masuk kedalam kandung empedu, dan secara intermitten

akan disekresikan ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses

namun sebagiannya lagi masuk kembali ke sirkulasi darah setelah menembus usus.

Proses yang sama terulang lagi, berhubung makrofag telah teraktifasi dan hiperaktif,

maka pada saat fagositosis salmonella kembali, dilepaskan sejumlah mediator radang

yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi seperti demam, malasise,

mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler, gangguan mental dan

koagulasi.

Di dalam plak peyeri makrofag hiperaktif menimblkan reaksi hyperplasia

jaringan. Perdarahan saluran cerna terjadi karena erosi pembuluh darah sekitar plaque

peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel

mononuclear di dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang

hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat menyebabkan perforasi usus.

E. Gejala Klinis

Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibanding

dengan penderita dewasa. Masa inkubasi rata-rata 10 – 20 hari. Setelah masa inkubasi

maka ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri

kepala, pusing dan tidak bersemangat.

Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu :

a. Demam

Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remiten

dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-

angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi

3

Page 6: PKMRS demam tifoid

pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam

keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu tubuh berangsur-angsur turun dan

normal kembali pada akhir minggu ketiga.

b. Ganguan pada saluran pencernaan

Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah

(ragaden). Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya

kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan

perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada

perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal

bahkan dapat terjadi diare.

c. Gangguan kesadaran

Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis

sampai somnolen. Jarang terjadi stupor, koma atau gelisah.

F. Diagnosa

1. Anamesis

2. Gejala klinik :

Demam terus menerus 7 hari atau lebih tinggi sore/malam daripada

pagi/siang, anoreksia dan konstipasi.

Status Tifosa (kesadaran menurun, rambut kering, kulit kering, bibir

kering/ terbelah-belah/ terkupas/ berdarah, lidah kotor, pucat).

3. Laboratorium

a. Hematologi

4

Page 7: PKMRS demam tifoid

Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi

penyulit perdarahan usus atau perforasi

Hitung jumlah leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat

pula normal atau tinggi

Hitung jenis leukosit sering neutropenia dengan limfositis

relative

LED (Laju endap darah) : meningkat

Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia)

b. Urinalisis

Protein : bervariasi dari negative sampai positif (akibat demam)

Leukosit dan eristrosit normal : bila meningkat kemungkinan

terjadi penyulit

c. Kimia Klinik

Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran

peradangan sampai hepatitis akut

d. Imunologi

Reaksi widal (+) : titer > 1/200. Biasanya baru positif pada

minggu II, pada stadium rekonvalescen titer makin meninggi

Elisa Salmonella typhi / paratyphi IgG dan IgM

e. Mikrobiologi

Kultur (Gall culture / Biakkan empedu)

5

Page 8: PKMRS demam tifoid

Uji ini merupakan baku emas (gold standar) untuk demam

typhoid/paratyphoid. Interpretasi hasil: jika hasil positif maka maka

diagnosis untuk demam tifoid/paratifoid.

Sebaliknya jika hasil negatif, belum tentu bukan demam tifoid,

karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan beberapa faktor,

yaitu antara lain jumlah darah yang diambil terlalu sedikit (kurang dari

2 ml), darah tidak segera dimasukkan kedalam media Gall (darah

dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap didalam

bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu pertama masuk

rumah sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotik, dan sudah mendapat

vaksinasi. Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera

diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya

positif antara 2-7 hari, bila belum ada pertumbuhan koloni ditunggu

sampai 7 hari). Pilihan bahan specimen yang digunakan pada awal

sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut/karier digunakan

urin dan tinja.

f. Biologi Molekular

PCR (Polymerase Chain Reaction)

Metode ini mulai banyak dipergunakan. Pada cara ini dilakukan

perbanyakan DNA kuman yang kemudian diidentifikasi dengan DNA

probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang

terdapat dalam jumlah sedikit (sensitifitas tinggi) serta kekhasan

(spesifitas) yang tinggi pula. Spesimen yang digunakan dapat berupa

darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.

6

Page 9: PKMRS demam tifoid

G. Penatalaksanaan

1. Simptomatis

a. Istirahat mutlak (tirah baring)

- Anak baring terus ditempat tidur dan letak baring harus sering diubah

- Lamanya istirahat baring berlangsung sampai 5 hari bebas demam,

dilanjutkan dengan mobilisasi secara bertahap sebagai berikut :

Hari 1 duduk 2x15 menit

Hari 2 duduk 2x30 menit

Hari 3 jalan dan pulang

Seandainya selama mobilisasi bertahap ada kecenderungan suhu meningkat,

maka tirah baring diulangi kembali

b. Dietik

- Makanan biasa

- Makanan cair per sonde (bila kesadaran jelas menurun dan anoreksia)

- IVFD (bila ada dehidrasi berat, keadaan toksis, komplikasi berat).

Maksud keadaan-keadaan ini adalah :

Menanggulangi gangguan sirkulasi

Menjamin intake (keseimbangan cairan dan elektrolit)

Pemberian obat-obatan intravena

2. Medikamentosa

a. Kloramfenikol

Dosis: 75-100 mg/kgBB/ hari, dibagi dalam 3 atau 4 dosis per oral

atau parenteral sesuai dengan keadaan penderita.

Lama pemberian :

- 10 hari untuk demam tifoid ringan

7

Page 10: PKMRS demam tifoid

- 14 hari untuk :

1. Demam Tifoid berat (keadaan toksik dan komplikasi

berat, bronchitis, pneumonia).

2. Masih demam setelah 10 hari pemberian kloramfenikol

Pemberian kloramfenikol mesti diperhatikan dosis, lama

penggunaannya, dan tujuan penggunaanya. Sebab efek samping yang

ditimbulkan kloramfenikol antara lain depresi sumsum tulang

belakang, yang dapat menimbulkan kelainan darah seperti anemia

aplastik, granulositopenia, trombositopenia. Selain itu kloramfenikol

dapat menyebabkan gangguan saluran pencernaan dan reaksi

hipersensitivitas. Oleh karena itu pemberian obat kloramfenikol tidak

bisa digunakan untuk penyakit lain yang bukan indikasinya, seperti

influenza atau infeksi tenggorokan.

b. Obat pilihan

Diberikan bila ada tanda-tanda resistensi atau intoksikasi kloramfenikol.

Kotrimoksasol :

- Dosis : trimetroprim 6 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis

- Lama pemberian 10 hari

Amoksilin :

- Dosis : 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 atau 4 dosis

- Lama pemberian 10 hari

3. Kortikosteroid

Indikasi :

Keadaan toksik

Komplikasi berat (perdarahan/perforasi usus, ensefalitis).

8

Page 11: PKMRS demam tifoid

4. Sefalosporin generasi ketiga

Sefotaksim oral (10-15 mg/kgBB/hari) dua kali sehari merupakan pilihan

terbaik untuk anak-anak. Dikarenakan bakteri Salmonella dianggap sudah

resisten dengan sefalosporin generasi pertama dan kedua. Dan untuk

menghindari efek samping dari penggunaan obat fluorokuinolon yang lama

seperti arthropati.

5. Tindakan khusus

a. Perforasi / perdarahan

- Stop intake oral

- IVFD (untuk koreksi gangguan sirkulasi, keseimbangan elektrolit,

dan menjamin intake)

- Transfusi darah (untuk atasi anemia pasca perdarahan dan

renjatan/syok hemoragik). Diberikan 10-20 cc/kgBB, dapat diulangi

sesuai keadaan penderita.

- Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari intravena

- Deksametason 1 mg/kgBB/hari intravena

- Khusus untuk perforasi segera konsul bedah

- Kalau perdarahan masih berlangsung lebih 72 jam perlu

dipertimbangkan pemberian hemostatik: carbazochrome sodium

sulfonat 50 mg bolus intravena. Kemudian dilanjutkan 100mg/24 jam

secara drips

b. Renjatan septik

- IVFD

- Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari intravena

9

Page 12: PKMRS demam tifoid

- Dimulai dengan dexametason 3 mg/kgBB 1 dosis, setelah 6 jam

diikuti 8 dosis 1 mg/kgBB/setiap 6 jam. Setia kali pemberian

kortikosteroid dilarutkan didalam 50 cc dekstrose 5% dan diberikan

selam 30 menit

- Dapat dipertimbangkan obat-obatan inotropik : dopamine dengan

dosis 5-20 mikrogram/kgBB/menit secara drips

- Bila perlu diberikan plasma ekspander untuk mempertahankan

tekanan koloid

- Bila ada tanda-tanda anoksia jaringan diberi oksigen 2-4 liter/ menit

H. Komplikasi

Komplikasi demam tifoid dapat dibagi di dalam :

1. Komplikasi intestinal

a. Perdarahan usus

b. Perforasi usus

c. Ileus paralitik

2. Komplikasi ekstraintetstinal

a. Komplikasi kardiovaskular: kegagalan sirkulasi perifer

(renjatan/sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.

b. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia dan atau

koagulasi intravaskular diseminata dan sindrom uremia hemolilik.

c. Komplikasi paru: pneuomonia, empiema dan pleuritis.

d. Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis.

10

Page 13: PKMRS demam tifoid

e. Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.

f. Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis dan arthritis.

g. Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningitis, polineuritis perifer,

sindrim Guillain-Barre, psikosis dan sindrom katatonia.

Pada anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi.

Komplikasi lebih sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan umum,

bila perawatan pasien kurang sempurna.

Penatalaksanaan Penyulit

Pengobatan penyulit tergantung macamnya. Untuk kasus berat dan dengan

manifestasi nerologik menonjol, diberi Deksametason dosis tinggi dengan dosis awal

3 mg/kg BB, intravena perlahan (selama 30 menit). Kemudian disusul pemberian

dengan dosis 1 mg/kg BB dengan tenggang waktu 6 jam sampai 7 kali pemberian.

Tatalaksana bedah dilakukan pada kasus-kasus dengan penyulit perforasi usus.

I. Pencegahan

Pencegahan demam tifoid diupayakan melalui berbagai cara: umum dan

khusus/imunisasi. Termasuk cara umum antara lain adalah peningkatan higiene dan

sanitasi karena perbaikan higiene dan sanitasi saja dapat menurunkan insidensi

demam tifoid. (Penyediaan air bersih, pembuangan dan pengelolaan sampah).

Menjaga kebersihan pribadi dan menjaga apa yang masuk mulut (diminum atau

dimakan) tidak tercemar Salmonella typhi. Pemutusan rantai transmisi juga penting

yaitu pengawasan terhadap penjual (keliling) minuman/makanan.

11

Page 14: PKMRS demam tifoid

Ada dua vaksin untuk mencegah demam tifoid. Yang pertama adalah vaksin yang

diinaktivasi (kuman yang mati) yang diberikan secara injeksi. Yang kedua adalah

vaksin yang dilemahkan (attenuated) yang diberikan secara oral. Pemberian vaksin

tifoid secara rutin tidak direkomendasikan, vaksin tifoid hanya direkomendasikan

untuk pelancong yang berkunjung ke tempat-tempat yang demam tifoid sering terjadi,

orang yang kontak dengan penderita karier tifoid dan pekerja laboratorium.

Vaksin tifoid yang diinaktivasi (per injeksi) tidak boleh diberikan kepada anak-

anak kurang dari dua tahun. Satu dosis sudah menyediakan proteksi, oleh karena itu

haruslah diberikan sekurang-kurangnya 2 minggu sebelum bepergian supaya

memberikan waktu kepada vaksin untuk bekerja. Dosis ulangan diperlukan setiap dua

tahun untuk orang-orang yang memiliki resiko terjangkit.

Vaksin tifoid yang dilemahkan (per oral) tidak boleh diberikan kepada anak-anak

kurang dari 6 tahun. Empat dosis yang diberikan dua hari secara terpisah diperlukan

untuk proteksi. Dosis terakhir harus diberikan sekurang-kurangnya satu minggu

sebelum bepergian supaya memberikan waktu kepada vaksin untuk bekerja. Dosis

ulangan diperlukan setiap 5 tahun untuk orang-orang yang masih memiliki resiko

terjangkit.

Ada beberapa orang yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid atau harus

menunggu. Yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid diinaktivasi (per injeksi)

adalah orang yang memiliki reaksi yang berbahaya saat diberi dosis vaksin

sebelumnya, maka ia tidak boleh mendapatkan vaksin dengan dosis lainnya. Orang

yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid yang dilemahkan (per oral) adalah : orang

yang mengalami reaksi berbahaya saat diberi vaksin sebelumnya maka tidak boleh

mendapatkan dosis lainnya, orang yang memiliki sistem imunitas yang lemah maka

tidak boleh mendapatkan vaksin ini, mereka hanya boleh mendapatkan vaksin tifoid

12

Page 15: PKMRS demam tifoid

yang diinaktifasi, diantara mereka adalah penderita HIV/AIDS atau penyakit lain yang

menyerang sistem imunitas, orang yang sedang mengalami pengobatan dengan obat-

obatan yang mempengaruhi sistem imunitas tubuh misalnya steroid selama 2 minggu

atau lebih, penderita kanker dan orang yang mendapatkan perawatan kanker dengan

sinar X atau obat-obatan. Vaksin tifoid oral tidak boleh diberikan dalam waktu 24 jam

bersamaan dengan pemberian antibiotik.

Suatu vaksin, sebagaimana obat-obatan lainnya, bisa menyebabkan problem

serius seperti reaksi alergi yang parah. Resiko suatu vaksin yang menyebabkan

bahaya serius atau kematian sangatlah jarang terjadi. Problem serius dari kedua jenis

vaksin tifoid sangatlah jarang. Pada vaksin tifoid yang diinaktivasi, reaksi ringan yang

dapat terjadi adalah: demam (sekitar 1 orang per 100), sakit kepada (sekitar 3 orang

per 100) kemerahan atau pembengkakan pada lokasi injeksi (sekitar 7 orang per 100).

Pada vaksin tifoid yang dilemahkan, reaksi ringan yang dapat terjadi adalah demam

atau sakit kepada (5 orang per 100), perut tidak enak, mual, muntah-muntah atau

ruam-ruam (jarang terjadi).

13

Page 16: PKMRS demam tifoid

DAFTAR PUSTAKA

1. Ranjan L.Fernando et al. Tropical Infectious Diseases Epidemiology,

Investigation, Diagnosis and Management, London, 2011;45:270-272

2. Braunwald. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th Edition, New

York, 2010; 4:116-118

3. Judarwanto, W., Gejala Dan Penanganan Demam Tifoid Tifus. Growup clinic.

2013. recited from :http://drwidodojudarwanto.com/2013/09/22/gejala-dan-

penanganan-demam-tifoid-tifus/

4. Harahap, N. Demam Tifoid Pada Anak. Universitas Sumatera Utara. 2011.

Medan : 2-10

5. Department Of Vaccines And Biological. The Diagnosis, Treatment, And

Prevention Of Typhoid Fever. World Health Organization. Genewa. 2011: 12

6. Sidarbutar, S. Pilihan Terapi Empiris Demam Tifoid Pada Anak, Edisi ke-2,

Jakarta, 2011 ; 4

14