3. epilepsi

Upload: benediktus-bayu

Post on 07-Mar-2016

26 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bimbingan referat

TRANSCRIPT

  • Oleh Benediktus Bayu Anggoro Putro

    Pembimbing Dr. Bambang Supriadi, Sp.S

    Fakultas Kedokteran Universitas Palangka Raya RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya

    Bagian Ilmu Neurologi 2015

  • Epilepsi dapat terjadi pada siapa saja di seluruh dunia tanpa ada batasan ras dan sosio-ekonomi. Angka kejadian epilepsi masih tinggi terutama di negara berkembang dibanding dengan negara industri. Hal ini belum diketahui penyebanya, diduga terdapat beberapa faktor ikut berperan, misalnya perawatan ibu hamil, keadaan waktu melahirkan, trauma lahir, kekurangan gizi dan penyakit infeksi

  • Merupakan kelainan serebral yang ditandai dengan faktor predisposisi menetap untuk mengalami kejang selanjutnya dan terdapat kensekuensi neurologis, kognitif, psikologis, dan sosial dari kondisi ini (ILAE 2005)

  • Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure) berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten, yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron secara paroksismal, dan disebabkan oleh berbagai etiologi

    . Ginsberg L. Lecture notes neurologi. Edisi ke-8. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2005

  • Penegakan diagnosis ini ditegakkan pada tiga kondisi : Terdapat dua kejadian kejang tanpa provokasi yang

    terpisah lebih dari 24 jam

    Terdapat saTu kejadian kejang tanpa provokasi, namun risiko kejang selanjutnya sama dengan risiko rekurensi umum setelah dua kejang tanpa provokasi dalam 10 tahun mendatang

    Sindrom epilepsi (berdasarkan pemeriksaan EEG)

    Fisher RS, Acevedo C, Arizmanoglou A, Bogacz A, Cross JH, dkk. ILAE official report :a practical clinical definition of epilepsy. Epilepsia 2014 apr :55 (4) : 475-82

  • Kemungkinan mengalami satu kali kejang epileptik dalam periode seumur hidup adalah 9% sementara kemungkinan mendapatkan diagnosis epilepsi dalam periode seumur hidup hampir 3%. Akan tetapi, prevalensi epilepsi aktif adalah 0,8%.

    Laki-laki memiliki predisposisi lebih besar dibanding perempuan 3,4%:2,8%

  • Penyebab penyakit epilepsi dibagi menjadi tiga golongan, yaitu idiopatik, kriptogenik dan simptomatik.

    Hampir dari seluruh kasus setengahnya adalah kasus idiopatik

    Sebab-sebab lain adalah : Genetik Trauma kepala Demensia Meningitis Ensefalitis Jejas prenatal Gangguan perkembangan ( sindrom down, autisme). Kelainan medis Seperti Stroke

  • Epilepsi kriptogenik dianggap suatu simtomatik yang penyebabnya belum diketahui, termasuk di sini adalah sindrom west, sindrom Lennox-Gastaut dan epilepsi mioklonik.

    Etiologi epilepsi yang terakhir yaitu simtomatik disebabkan oleh kelainan/lesi susunan saraf pusat, misalnya cedera kepala, infeksi susunan saraf pusat (SSP), kelainan kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol, obat), metabolik, dan kelainan neurodegeneratif

  • Kejang adalah manifestasi elektrik sementara dari kortek serebri. Suatu kejang terjadi apabila terdapat ketidakseimbangan antara kekuatan eksisatorik dan inhibitor didalam jaringan neuron korteks yang menyebabkan hasil bersih berupa eksitasi mendadak. Manifestasi klinis yang terjadi tergantung dari jaringan korteks yang terangsang. Oleh karena itu, dapat terjadi manifestasi visual, motorik, gustatorik, dan/atau motorik.

  • Dalam hal ini, pada patogenesis epilepsi, peran neurotransmitter GABA, glutamat dan kainat serta reseptor-reseptornya dapat diungkapkan. Selain itu mungkin patofisiologi serangan epileptik dapat melibatkan juga gangguan pada saluran ion (channelopathy) atau proses remodelling dari jaringan-jaringan (network) neuron-neuron tersebut, sebagai bagian dari proses biologi molekuler yang mendasari serangan epileptik tersebut.

  • Epilepsi adalah penyakit paroksismal yang disebabkan karena cetusan listrik neuronal yang abnormal yang ditimbulkan oleh cetusan yang sinkron dari segolongan neuron (synchoronous discharge of neuronal network).

    dapat disebabkan oleh letupan listrik karena gangguan membran dari neuron atau ketidakseimbangan antara pengaruh eksitatorik dan inhibitorik.

    Peningkatan faktor eksitatorik dan menurunnya faktor inhibitorik ini akan mengakibatkan ketidakseimbangan aktivitas potensial listrik di tingkat neuronal.

  • Neurotransmiter yang berperan dalam mekanisme pengaturan ini adalah:

    Glutamat, yang merupakan brains excitatory neurotransmitter

    GABA (Gamma Aminobutyric Acid), yang bersifat sebagai brains inhibitory neurotransmitter.

    Golongan neurotransmiter lain yang bersifat eksitatorik adalah aspartat dan asetil kolin, sedangkan yang bersifat inhibitorik lainnya adalah noradrenalin, dopamine, serotonin (5-HT) dan peptida

  • Berdasarkan penelitian klinis timbulnya kejang epileptik pada model percobaan binatang adalah didahului oleh depolarisasi membran sewaktu periode interiktal, yaitu membran sel neuron yang berdekatan dengan badan sel mengalami kenaikan potensial listrik sebesar 10-15 mV dengan masa depolarisasi yang relatif memanjang (100-200 msec) yang disertai dengan aktivitas gelombang-gelombang paku lambat.

    Lumbantobing SM. Epilepsi (ayan). Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006

  • Pada keadaan depolarisasi yang panjang ini menimbulkan beberapa potensial aksi yang timbul pada akson, beriringan menjauhi badan sel. Depolarisasi yang cukup kuat ini disebut sebagai paroxysmal depolarization shift (PDS).

    Keadaan ini sesuai dengan patofisiologi epilepsi kronik pada manusia, dimana sering ditemukan gelombang-gelombang paku pada EEG pada periode interiktal

    Lumbantobing SM. Epilepsi (ayan). Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006

  • Pada epilepsi bangkitan kejang umum, kenaikan depolarisasi membran berasal dari neuron neuron yang berada di daerah garis tengah otak. Secara bersamaan dan dalam waktu yang singkat keadaan depolarisasi yang panjang ini akan menimbulkan beberapa potensial aksi yang timbul pada akson, beriringan menjauhi badan sel dan menyebar ke seluruh bagian korteks lainnya

  • Kejang fokal Kejang fokal sederhana Kejang fokal kompleks Second generalized seizure

    Kejang umum Kejang absans Kejang mioklonik Kejang klonik Kejang tonik Kejang atonik

    Kejang yang tidak dapat diklasifikasikan

  • Kesadaran tidak terganggu, manifestasi berupa gangguan sesorik, motorik, otonomik, atau psikis.

    Berlangsung selama beberapa detik hingga menit

    > 30 menit dinamakan status epileptikus sederhana

  • Kesadaran terganggu sehingga pasien tidak ingat akan kejang.

    DI awali dengan henti gerak seluruh badan sementara, dilanjutkan automatisme (meracau, mengunyah, dll), tatapan kosong, kebingungan post iktal

    Berlangsung 60-90 menit diikuti kebingungan post iktal singkat

  • Episode gangguan kesadaran singkat tanpa aura atau kebingungan post iktal

    Biasanya berlangsung kurang dari 20 detik dan dapat disertai sedikit automatisme seperti autom. Fasial (berkedip berulang)

    Hiperventilasi dapat memicu kejang ini

  • Pergerakan motorik singkat, jerking, tanpa irama, berlangsung kurang dari 1 detik.

    Kejang cenderung berkelompok dalam beberapa menit

    Jika berirama kejang dinamakan kejang klonik

  • Pergerakan motorik ritmik dengan gangguan kesadaran

  • Ekstensi atau fleksi tonik kepala, batang tubuh dan atau ekstremitas tiba-tiba selama beberapa detik disertai dengan gangguan kesadaran

    Biasanya muncul saat mengantuk, setelah tidur, segera setelah tidur

  • Atau Grand Mal

    Terdiri dari perilaku motorik diantaranya ekstensi tonik umum semua ekstremitas selama beberapa detik diikuti gerak ritmik klonik, gangguan kesadaran dan kebingungan post iktal panjang

  • Terjadi pada orang-orang dengan kelainan neurologis signifikans

    Kehilangan tonus postural singkat disertai gangguan kesadaran sehingga jatuh dan jejas

  • Anamnesis Tanyakan riwayat kejang pada yang melihat secara

    langsung kejadian tsb

    Klarifikasi : Pertanda, atau peringatan sebelum kejang

    Pencetus kejang Ingatan pasien mengenai kejangnya, respon pasien thdp

    lingkungan selama kejam

    Durasi dan frekuensi kejang Respon thdp terapi

    Perhatikan riwayat kejang lama spt luka ekstremitas akibat kejang berulang

  • Pola / bentuk serangan

    Lama serangan

    Gejala sebelum, selama dan paska serangan

    Frekwensi serangan

    Faktor pencetus

    Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang

    Usia saat serangan terjadinya pertama

    Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan

    Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya

    Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga

  • tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi, seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus.

    Pada anak-anak pemeriksa harus memperhatikan adanya keterlambatan perkembangan, organomegali, perbedaan ukuran antara anggota tubuh dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak unilateral

  • Radiologi Neuro imaging dengan pemeriksaan CT scan/MRI

    EEG sering kali tidak memberikan hasil tidak spesifik

  • Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis epilepsi.

    Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal.

  • 1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer otak.

    2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat disbanding seharusnya misal gelombang delta.

    3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan gelombang lambat yang timbul secara paroksimal.

  • Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG.

    Bila dibandingkan dengan CT Scan maka MRI lebih sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih rinci.

    MRI bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri

  • Kejang demam

    Sinkop

    Gangguan metabolik

    Migrain

    TIA (Transient Ischemik Attack)

    Stroke

    Penyakit psikiatrik

  • Untuk status kejang tanpa efek samping

    Obat lini pertama untuk epilepsi : 1. Karbamazepin untuk kejang tonik klonik dan kejang fokal

    tidak untuk untuk kejang absans, dapat memperburuk kejang mioklonik. Dosis total 600-1200 mg dibagi menjadi 3-4 dosis sehari

    2. Lamotigrin efektif untuk kejang fokal dan kejang tonik klonik. Dosis 100-200 mg sebagai monoterapi dengan asam valproat. Dosis 200 mg-400 mg bila digunakan dengan fenitoin, fenobarbital atau kafbamazepin.

    3. Asam valproat, efektif untuk kejang fokal, tonik klonik, dan kejang absans. Dosis 200- 400 mg dibagi 1-2 dosis perhari

  • Fenobarbital (dapat dimulai dengan dosis 60 mg/hari dinaikan 30 mg tiap 2-4 mgg hingga target 90-120 mg/hari.)

    Fenitoin (300-600 mg/hari per oral dibagi menjadi satu dua dosis)

    Karbamazepin (800-1200 mg/hari per oral dibagi menjadi 3 dosis

  • dimulai dari dosis yang paling rendah yang direkomendasikan dan pelan-pelan dinaikkan dosisnya sampai kejang terkontrol dengan efek samping obat yang minimal (dapat ditoleransi).

    Perlu dilakukan evaluasi respon klinik pasien terhadap dosis obat yang diberikan dengan melihat respon setelah obat mencapai kadar yang optimal dan kemudian memutuskan apakah selanjutnya dibutuhkan penyesuaian atau tidak. Setelah evaluasi dilakukan, baru kemudian dipertimbangkan adanya penambahan dosis.

  • Terapi obat antiepilepsi harus diberikan secara bertahap dalam satu bulan terapi untuk meminimalkan efek samping gastrointestinal dan neurologik yang biasanya terjadi pada permulaan terapi dengan obat antiepilepsi. Frekuensi efek samping ini cenderung menurun pada beberapa bulan setelah terapi karena dapat ditoleransi.

  • Jika serangan terjadi kembali meskipun obat antiepilepsi pertama sudah diberikan dengan dosis maksimal yang dapat ditoleransi, maka obat antiepilepsi kedua harus segera dipilih.

    Jika terjadi reaksi obat pertama baik efek samping, reaksi alergi ataupun efek merugikan lainnya yang tidak dapat ditoleransi pasien.

    Obat yang pertama harus diturunkan secara bertahap selama 1-3 minggu. Setelah obat yang pertama diturunkan, dosis obat kedua (monoterapi) harus dinaikkan sampai serangan terkontrol atau dengan efek samping yang minimal.

  • Berbagai keuntungan diperoleh dengan cara itu, yakni:

    (1) mudah dilakukan evaluasi hasil pengobatan,

    (2) mudah dievaluasi kadar obat dalam darah,

    (3) efek samping minimal, (dapat ditoleransi pada 50-80% pasien) dan

    (4) terhindar dari interaksi obat-obat.

  • Kombinasi optimal dicapai dengan menggunakan obat-obat yang:

    mempunyai mekanisme aksi berbeda;

    efek samping relatif ringan;

    indeks terapi lebar, dan

    interaksi obat terbatas atau negatif.

  • Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya setelah bebas bangkitan selama minimal 2 tahun

    Gambaran EEG normal

    Harus dilakukan secara bertahap, umumnya 25% dosis semula, setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan.

    Penghentian dimulai dari satu OAE yang bukan utama.

  • Semakin tua usia Epilepsi simtomatik Gambaran EEG abnormal Semakin lama adanya bangkitan sebelum dapat

    dikendalikan Tergantung bentuk sindrom epilepsi yang diderita Penggunaan lebih dari satu OAE Masih mendapatkan satu atau lebih bangkitan

    setelah memulai terapi Mendapat terapi 10 tahun atau lebih

  • Kemungkinan untuk kambuh lebih kecil pada pasien yang telah bebas dari bangkitan selama 3-5 tahun, atau lebih dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul kembali maka gunakan dosis efektif terakhir (sebelum pengurangan dosis OAE), kemudian dievaluasi kembali.

  • Diet ketogenik

    Stimulasi nervus vagal

    Terapi bedah Lobektomi dan lesionektomi

  • Fisher RS, Acevedo C, Arizmanoglou A, Bogacz A, Cross JH, dkk. ILAE official report :a practical clinical definition of epilepsy. Epilepsia 2014 apr :55 (4) : 475-82

    Panayiotopolus CP. General aspect of epilepsies dalam Clinical guide to epileptic syndromes and their treatment. Ed 2. London : Springer 2010

    Hirsch L.J Donner EJ. So EL, Jacobs M. Nashef L. Noebels Jl. Et al. Abbreviated report of the NIH/NINDS workshop on sudden unexpected death in epilepsy. Neurology 2011 May 31:76 (22): 1932-8

    Lumbantobing SM. Epilepsi (ayan). Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006

    Harsono, Kustiowati E, Gunadharma S, editors. Pedoman tatalaksana epilepsi. Edisi ke-3. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2008

    Guyton AC., Hall JE., Sistem saraf. In : Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Textbook of Medical Physiology) Edisi 9.Penerbit Buku Kedokteran EGC.Jakarta. 1996

    Sidharta, priguna. Neurologi klinis dalam Praktek Umum. Dian rakyat : Jakarta, 2009.

    Sidharta, priguna. Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Dian rakyat : Jakarta, 2009.