22913033-mo-petrografi.pdf

110
BAB I. PENGENALAN MIKROSKUP POLARISASI I.1. Pengantar Analisis sayatan tipis batuan dilakukan karena sifat-sifat fisik, seperti tekstur, komposisi dan perilaku mineral-mineral penyusun batuan tersebut tidak dapat dideskripsi secara megaskopis di lapangan. Contoh batuan-batuan tersebut adalah: 1. Batuan beku yang bertekstur afanitik atau batuan asal gunungapi 2. Batuan sedimen klastika berukuran halus, seperti batugamping, batupasir, napal, lanau, fragmen batuan dan lain-lain 3. Batuan metamorf: sekis, filit, gneis dan lain-lain Jadi mineralogi optis adalah suatu metode yang sangat mendasar yang berfungsi untuk mendukung analisis data geologi. Untuk dapat melakukan pengamatan secara optis atau petrografi diperlukan alat yang disebut mikroskop polarisasi. Hal itu berhubungan dengan teknik pembacaan data yang dilakukan melalui lensa yang mempolarisasi obyek pengamatan. Hasil polarisasi obyek selanjutnya dikirim melalui lensa obyektif dan lensa okuler ke mata (pengamat). Ada beberapa jenis mikroskop polarisasi, yaitu mikroskop terpolarisasi binokuler (Gambar I.1.a) dan trilokuler (Gambar I.1.b), baik non-digital maupun yang digital (Gambar I.2-3). a b. 1

Upload: rudiny-al-farabhy

Post on 08-Aug-2015

277 views

Category:

Documents


45 download

TRANSCRIPT

Page 1: 22913033-mo-petrografi.pdf

BAB I. PENGENALAN MIKROSKUP POLARISASI

I.1. Pengantar

Analisis sayatan tipis batuan dilakukan karena sifat-sifat fisik, seperti tekstur,

komposisi dan perilaku mineral-mineral penyusun batuan tersebut tidak dapat

dideskripsi secara megaskopis di lapangan.

Contoh batuan-batuan tersebut adalah:

1. Batuan beku yang bertekstur afanitik atau batuan asal gunungapi

2. Batuan sedimen klastika berukuran halus, seperti batugamping,

batupasir, napal, lanau, fragmen batuan dan lain-lain

3. Batuan metamorf: sekis, filit, gneis dan lain-lain

Jadi mineralogi optis adalah suatu metode yang sangat mendasar yang berfungsi

untuk mendukung analisis data geologi. Untuk dapat melakukan pengamatan secara

optis atau petrografi diperlukan alat yang disebut mikroskop polarisasi. Hal itu

berhubungan dengan teknik pembacaan data yang dilakukan melalui lensa yang

mempolarisasi obyek pengamatan. Hasil polarisasi obyek selanjutnya dikirim

melalui lensa obyektif dan lensa okuler ke mata (pengamat). Ada beberapa jenis

mikroskop polarisasi, yaitu mikroskop terpolarisasi binokuler (Gambar I.1.a) dan

trilokuler (Gambar I.1.b), baik non-digital maupun yang digital (Gambar I.2-3).

a b.

1

Page 2: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar I.1. Kiri: Bagian-bagian dari mikroskop polarisasi binokuler secara garis besar (sumber ZEISS, 1961). Kanan: Bagian-bagian dari mikroskop polarisasi trilokuler secara garis besar (sumber ZEISS, 1961).

Lampu terpisah dari mikroskup. Sinar lampu dipantulkan melalui cermin (mirror)

lalu dilanjutkan ke lensa polarizer. Sinar menembus obyek yang diletakkan di atas

meja obyektif. Sinar membawa data dari obyek (sayatan tipis) dikirimkan ke lensa

obyektif, ditangkap oleh okuler dan diterima mata.

Gambar I.2. Mikroskup digital dengan layar video; data pengamatan sayatan tipis dikirim ke layar LCD dan dapat disimpan di dalam hard disk.

2

Page 3: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar I.3. Mikroskup polarisasi binokuler digital dengan layar video yang lain (kiri) dan mikroskup polarisasi standar yang kini tersimpan di laboratorium Geologi ISTA (kanan).

I.2. Bagian-Bagian dari Mikroskup Polarisasi

(a) Lensa Ocular (eye piece; Gambar I.5)

Yaitu lensa dengan perbesaran yang biasanya mencapai 10x. Lensa ini berhubungan

langsung dengan mata saat mengamati sayatan tipis batuan di bawah mikroskup.

Dalam lansa ini terdapat benangsilang yang dapat membantu menentukan posisi

utara-selatan (U-S) dan timur-barat (T-B). Benang silang juga sering digunakan

untuk mengetahui sudut pemadaman suatu mineral, apakah miring atau tegak lurus.

Perbesaran dari obyek sayatan tipis di atas meja obyektif (gambar samping)

dihasilkan dari perbesaran okuler dan lensa obyektif (gambar bawah). Contoh: jika

sayatan tipis dilihat dengan menggunakan lensa obyektif dengan perbesaran tertulis

4X, dan okuler 10X, maka memiliki perbesaran total 40X.

3

Page 4: 22913033-mo-petrografi.pdf

Lensa okuler lensa obyektif

Gambar I.4. Lensa okuler dan lensa obyektif yang terdapat dalam mikroskup polarisasi.

(b) Prisma Nikol (Gambar I.7)

Jika polarizer dipindahkan dari mikroskop dan sinar direfleksikan dari permukaan

ke bidang horizontal, maka bidang terpolarisasi menjadi gelap jika diputar ke

kanan. Biotit yang disayat memotong belahannya memiliki absorpsi terbaik jika

bidang belahan sejajar dengan bidang vibrasi terpolarisasi. Pada posisi ini mineral

menjadi gelap maksimum. Vibrasi gelapan juga dijumpai pada mineral Tourmaline

yang diputar ke kanan dari sumbu C. Kedudukan normal dari vibrasi sinar yang

melalui prisma (sinar ekstra-ordinary) dijumpai maksimum pada kanada balsam.

Prisma nikol digunakan untuk melakukan pengamatan pada posisi nikol silang

(Gambar 1.5)

Gambar I.5. Penggunaan Prisma Nikol untuk Pengamatan Nikol Silang

4

Page 5: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar I.6. Prisma nikol, lensa obyektif dan lensa okuler pada mikroskup polarisasi.

(c) Lensa lampu konvergen

• Mikroskop dioperasikan pada sinar lampu yang searah dengan tube dan

obyek

• Lensa konvergen menangkap sinar tersebut secara maksimal dan

melanjutkannya melalui tube ke lensa polarizer

• Sinar tersebut membawa data dari obyek yang selanjutnya dikirimkan ke

lensa obyektif dan ditangkap oleh lensa okuler

• Yaitu dengan menaikkan nikol bagian bawah yang terletak di bawah meja

obyektif, sehingga:

• Permukaan polarizer dapat menyentuh gelas preparat

(d) Meja obyektif (meja putar)

• Meja obyektif berbentuk melingkar atau kotak ---- kebanyakan bulat

5

Page 6: 22913033-mo-petrografi.pdf

• Meja ini terletak di atas polarizer dan di bawah lensa obyektif

• Merupakan tempat meletakkan sayatan tipis untuk diamati

• Pada meja dilengkapi dengan sekala besaran (mikrometer) yang melintang

meja dan koordinat sumbu hingga 360O

• Bagian pusat meja harus satu garis dengan pusat optis dari tube.

• Centering dilakukan dengan memutar scroll (screws), centring 90o berada

di bawah tube.

• Setelah posisinya centering, sayatan tipis diletakkan di atas meja obyektif,

agar tidak bergeser-geser maka dapat dijepit dengan kedua penjepit.

• Meja obyektif dapat dinaik-turunkan sesuai dengan kebutuhan dan posisi

sentringnya

• Kini, mikroskop modern telah dilengkapi monitor LCD

(e) Benang Silang (Cross Hair)

• Benang silang (Gambar I.7) berada pada lensa okular, satu benang

melintang ke kanan-kiri dan benang yang lain melintang ke atas dan ke

bawah.

• Berfungsi untuk mengetahui kedudukan koordinat bidang sumbu mineral,

atau sudut interfacial kristall.

• Meja obyektif harus berkedudukan centered dengan perpotongan benang

silang, jika tidak centered maka benang silang tidak akan terlihat.

Pembacaan akan dapat dilakukan jika salah satu sisi kristal sejajar dengan benang

silang kanan-kiri, selanjutnya meja obyektif diputar sampai benang silang yang lain

sejajar dengan arah lain dari meja obyektif tetapi berlawanan dengan center-nya.

6

Page 7: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar I.7. Benang silang yang terdapat pada lensa okuler dalam mikroskup polarisasi.

(f) Cermin Pantul (The Mirror)

• Cermin pantul berfungsi untuk mengirimkan sinar dari lampu ke sumber

obyek

• Berbentuk bidang datar pada sisi belakang dan cekung pada sisi depan

• Pembentuk yang pertama digunakan untuk perbesaran rendah, sedangkan

yang terakhir untuk perbesaran yang lebih tinggi.

• Cermin ini berfungsi mengumpulkan sinar lampu dengan aperture yang

menyudut pada sekitar 40o.

• Untuk perbesaran yang lebih besar dan dengan menggunakan sinar

konvergen, maka menggunakan sinar konvergen

• Penggunaan cermin terutama untuk efisinsi penggunaan mikroskop.

• Ketika menggunakan sinar datang yang sejajar sebagai ordinary daylight,

maka sinar tersebut direfleksikan dari cermin dengan intensitas yang rendah,

yang datang bersamaan dengan focal point.

• Jika sumber sinar dekat dengan instrument, focal-length-nya besar, dan

sebaliknya

(g) Lensa Obyektif

• Diklasifikaskan berdasarkan nilai perbesarannya.

7

Benang silang

Page 8: 22913033-mo-petrografi.pdf

• Untuk obyektif yang memiliki power rendah, maka focal length-nya di atas

13 mm dan perbesarannya kurang dari 15 x; untuk power menengah focal

length antara 12- 5 mm dan perbesarannya 40 x; dan power tinggi focal

length kurang dari 4,5 mm dan perbesarannya mencapai 40 x.

• Lensa obyektif yang sering digunakan adalah yang berukuran 3 dan 7 mm

• Dalam satu sayatan tipis sering terdiri atas suatu seri bidang yang saling

menumpang, dan hanya salah satunya saja yang dapat diamati.

• Dalam lens obyektif low-power, dapat dilihat obyek yang menumpang

bidang yang berbeda lainnya, tetapi dengan lensa high-power hal itu tidak

mungkin dilakukan.

• Tingkat kecerahan (brightness) dari image akan meningkat jika hitungan

aperturenya dapat diketahui dalam luasan pesegi.

(h) Resolving Power

• Bagian dari mikroskop yang berfungsi untuk pengaturan ketelitian alat.

• Dengan meningkatkan resolving power untuk mempertajam obyek

pengamatan maka dapat mengurangi masa pemakaian alat.

• Dalam praktik petrografis, dibutuhkan ketelitian maksimal sehingga sifat

terkecil pun terdeteksi.

• Mata hanya mampu membedakan 250 garis dalam 1 inci

• Ketika dua titik berpindah dari posisi 6.876x dari mata, maka yang terlihat

hanya satu titik.

• Dengan bantuan resolving power dan okuler, mata mampu membedakan

pleurosigma angulatum sebanyak 50.000 garis .

(i) Lensa Bertrand (Keping Gipsum)

• Berada pada center dari microscope di atas analyzer yang melintas masuk /

keluar tube

• Digunakan sebagai mikroskop kecil bersama-sama dengan okuler untuk

memperbesar gambaran interference

• Terutama digunakan untuk mengetahui warna birefringence, sehingga dapat

diketahui ketebalan sayatannya

8

Page 9: 22913033-mo-petrografi.pdf

• Pada penggunaan alat ini, juga dilengkapi dengan tabel warna interference

(Gambar I.8).

Gambar I.8. Tabel warna interference yang digunakan bersama-sama dengan keping gips untuk mengetahui warna birefringence.

(j) Lensa Ocular

• Disebut juga dengan lensa okuler Huygens

• Terdiri dari dua lensa simple plane-convex

• Terletak berhadapan langsung dengan mata.

• Lensa bagian atas berupa lensa mata dan lensa bagian bawah berfungsi

untuk mengumpulkan data.

• Focal length dari lensa mata adalah 1/3-nya dari lensa pengumpul (field

length).

• Sinar sinar ini yang menyebabkan kelelahan pada mata saat pengamatan.

• Pada okuler juga dijumpai benang silang, berbentuk jaring laba-laba dan

mengikatkan tali tersebut pada perutnya.

(k) Mikrometer

9

Page 10: 22913033-mo-petrografi.pdf

• Berfungsi untuk mengukur jarak dalam sekala yang sempit, contoh:

diameter mineral.

• Terletak di atas meja obyektif.

• Pada pembacaan langsung dalam meja obyektif, sekala dalam ratusan mm.

• Jadi, dalam suatu pengamatan sayatan tipis dapat diketahui seberapa ratus

mm dalam suatu divisi kristal.

• Agar familier dalam penggunaannya, siswa dapat membuat sendiri

mikrometer tersebut

(l) Adjustment Screws

• Adjustment screw berfungsi untuk mengatur (bagian dalam 2) dan

menghaluskannya (bagian luar 1) kefokusan lensa okuler dan obyektif

• Metodenya yaitu dengan memutar ke kanan untuk memperbesar dan ke kiri

untuk memperkecil.

• Terletak pada gagang mikroskop (tube)

• Akurasi kerja Adjustment screw mencapai 0,001 mm.

Adjustment screw

Gambar I.9. Adjustment screw, mikrometer dan prisma nikol

I.3. Penggunaan Mikroskup Polarisasi

Pencahayaan mikroskop sangat baik jika berasal dari arah utara; jika tidak mampu

dari timur. Jangan menggunakan sinar matahari langsung. Meja (bangku) harus

10

Page 11: 22913033-mo-petrografi.pdf

kuat, dan pengamat harus nyaman menggunakannya. Mikroskop harus terletak tepat

di depan pengamat, kedua tangan leluasa mengoperasikannya. Jangan menutup

mata sebelah, mata yang tidak dipakai untuk mengamati dibiarkan terbuka, agar

tidak jereng atau mudah lelah. Pencahayaan harus cukup mampu menerangi

pengamatan paralel nikol dan silang nikol.

Agar mata tidak sakit, praktikan disarankan memfokuskan pengamatan dengan

menaikkan power, dari pada menurunkannya --- agar dapat menghindari kalau-

kalau lensa menyentuh preparat dan memecahkannya. Tempatkan pandangan

(mata) setinggi dengan okuler, perlambatkan dalam memutar screw jika jarak

obyektif dan preparat sangat dekat. Lakukan pengamatan hanya jika obyek

pengamatan benar-benar telah fokus.

I.3.1. Tip Menggunakan Mikroskop Polarisasi

• Pada mineral tak-berwarna (ct. kuarsa), sebaiknya mengurangi

pencahayaannya, dan memperhatikan adanya rongga atau inklusi.

• Rongga / inklusi memiliki kenampakan yang hampir sama

• Sebaiknya menjaga betul-betul agar lensa dan nikol dapat awet dan

meningkat efisiensinya.

• Jangan membiarkan lensa mikroskop terkena sinar matahari langsung dan /

uap radiator.

• Lensa harus dijaga agar terbebas dari debu. Lensa obyektif jangan sampai

bersinggungan dengan cover glass, karena akan tergores

Latihan Soal

Gambarkan penggunaan alat ini

Tentukan bagian-bagiannya dan fungsi masing-masing

Letakkan sehelai rambut di atas meja obyektif dan amati secara fokus

struktur dan tekstur rambut tersebut

11

Page 12: 22913033-mo-petrografi.pdf

12

Page 13: 22913033-mo-petrografi.pdf

BAB II. SIFAT OPTIS MINERAL PADA PENGAMATAN NIKOL SEJAJAR

Setiap mineral memiliki sistem kristalnya masing-masing: isometrik (sumbu a =

sumbu b = sumbu c; <α = <β = <γ ); rhombik (sumbu a ≠ sumbu b ≠ sumbu c;

<α ≠ <β ≠ <γ ); triklin; monoklin; tetragonal, heksagonal dan lain-lain. Setiap

sistem kristal memiliki sumbu kristal, walaupun sudut yang dibentuk oleh masing-

masing sumbu kristal antara sistem kristal yang satu terhadap yang lain berbeda.

Untuk itulah setiap mineral memiliki sifat optis tertentu, yang dapat diamati pada

posisi sejajar atau diagonal terhadap sumbu panjangnya (sumbu c). Pengamatan

mikroskopis yang dilakukan pada posisi sejajar sumbu panjang disebut pengamatan

pada nikol sejajar.

II.1. Relief

Relief adalah sifat optis mineral atau batuan yang menunjukkan tingkat / besarnya

pantulan yang diterima oleh mata (pengamat). Semakin besar sinar yang

dipantulkan atau semakin kecil sinar yang dibiaskan oleh lensa polarisasi, maka

makin rendah reliefnya, begitu pula sebaliknya. Jadi, relief mineral berhubungan

erat dengan sifat indek biasnya; Ngelas < Nobyek. Relief kadang-kadang juga

diimplikasikan oleh tebal-tipisnya sayatan. Sayatan yang telah memenuhi

standarisasi, tentunya memiliki relief yang standar juga, sehingga besarnya tertentu.

Relief mineral dapat digunakan untuk memisahkan antara batas tepi mineral yang

satu dengan yang lain. Suatu batuan yang tersusun atas berbagai macam mineral

yang berbeda, masing-masing mineral tersebut tentunya memiliki sifat optis yang

berbeda pula. Jadi, kesemua itu akan membentuk relief; ada yang tinggi, sedang

atau rendah (Gambar II.1). Pada prinsipnya; kaca / air / udara memiliki indeks bias

sempurna, sehingga memantulkan seluruh sinar yang menembusnya. Namun, suatu

mineral memiliki indeks bias yang lebih rendah dibandingkan kaca / air / udara,

sehingga reliefnya lebih tinggi.

13

Page 14: 22913033-mo-petrografi.pdf

Bandingkan indeks bias yang dipantulkan oleh mineral dengan indeks bias yang

dipantulkan oleh kanada balsam. Kanada balsam memantulkan seluruh sinar yang

menembusnya. Mineral menyerap sebagian sinar dan memantulkannya sebagian.

Makin tidak berwarna sinar yang dipantulkan makin besar, sehingga reliefnya

makin rendah.

relief tinggi

relief rendah

14

Page 15: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar II.1. Sifat optis relief tinggi pada mineral olivin (atas) dan relief rendah (bawah) yang diamati pada posisi nikol sejajar

II.2. Pleokroisme

Yaitu sifat penyusupan mineral anisotropic dalam menyerap sinar mengikuti sistem

kristalografinya. Ditunjukkan oleh beberapa kali perubahan warna kristal setelah

diputar hingga 360O. Dapat diamati pada posisi terpolarisasi maupun nikol sejajar.

Mineral uniaxial disebut dichroic: dua warna yang berbeda dari vibrasi sinar yang

parallel terhadap sumbu vertikal dan sumbu dasar. Mineral biaksial: trichroic, 3

perubahan warna berhubungan dengan 3 sumbu elastisitas utama. Ct: horenblende

pleokrois kuat dan piroksen tak-pleokrois

a.

15

Page 16: 22913033-mo-petrografi.pdf

b.Gambar II.2. a: warna interferensi biotit sejajar sumbu C; Pleokroisme biotit

berwarna coklat kekuningan Orde 1. b. pleokroismenya pada sudut putaran 90O ; Pleokroisme biotit berwarna coklat gelap Orde I

II.3. Bentuk Kristal

Bentuk kristal adalah bentuk suatu kristal mineral mengikuti pertumbuhan / tata

aturan pertumbuhan kristal. Bentuk kristal yang ideal pasti mengikuti susunan atom

dan pertumbuhan atom-atom tersebut, atau dapat pula mengikuti arah belahannya.

Sebagian besar mineral yang terbentuk oleh proses pembekuan magma di luar,

menunjukkan bentuk kristal yang tidak sempurna, karena pembekuannya /

pengkristalisasiannya sangat cepat sehingga bentuknya kurang sempurna, begitu

pula sebaliknya. Jadi, bentuk kristal dapat digunakan sebagai parameter untuk

mengetahui tingkat kristalisasi mineral secara umum. Namun, mineral yang

berukuran besar bukan berarti tingkat kristalisasinya sempurna. Sebagai contoh

adalah mineral-mineral penyusun batuan gunung api yang terkristalisasi dengan

cepat dapat tumbuh membentuk mineral dalam diameter yang besar, tetapi bentuk

kristalnya anhedral membentuk fenokris dalam batuan bertekstur porfiritik.

Dalam pendeskripsiannya, bentuk kristal ditentukan dari orientasi tepian

mineralnya. Bentuk kristal yang tidak beraturan pada seluruh sisinya disebut

anhedral; jika sebagian sisi kristal yang tidak beraturan disebut subhedral; dan jika

seluruh sisi kristal beraturan disebut euhedral (Gambar II.3).

16

Page 17: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar II.3. Gambar atas: bentuk kristal subhedral pada piroksen dan anhedral pada horenblenda dan gambar bawah: bentuk kristal euhedral, subhedral dan anhedral pada mineral piroksen (HBL: horenblenda dan Px: piroksen).

II.4. Bentuk mineral

Bentuk mineral tidak harus sama dengan bentuk kristal. Bentuk mineral adalah

bentuk secara fisik, seperti takteratur (irregular), memanjang, prismatik, fibrous,

membulat dan lain-lain (Gambar II.4). bentuk-bentuk mineral tersebut tidak

17

Px: subhedral

Px: subhedral

Px: euhedralPx: anhedral

Page 18: 22913033-mo-petrografi.pdf

berhubungan dengan tingkat kristalisasinya. Bentuk mineral secara sempurna dapat

mengikuti bentuk pertumbuhan kristalnya, namun tidak dapat digunakan sebagai

parameter tingkat kristalisasi.

Gambar II.4. Gambar atas: bentuk-bentuk mineral blocky, irregular; gambar bawah: bentuk mineral euhedral

II.5. Belahan

Belahan adalah sifat mineral yang berhubungan dengan sistem kristalnya juga. Pada

umumnya, suatu mineral memiliki bentuk kristal dari suatu sistem kristal tertentu,

sesuai dengan pertumbuhan kristalnya. Pertumbuhan kristal sendiri dibentuk /

dibangun oleh susunan atom di dalamnya. Dengan demikian, sisi-sisi susunan atom-

atom tersebut menjadi lebih lemah dibandingkan dengan ikatannya. Hal itu

berpengaruh pada tingkat kerapuhannya. Saat mineral mengalami benturan /

terdeformasi, maka pecahannya akan lebih mudah mengikuti arah belahannya.

blocky

acicular

bladed

prismatic

anhedral/irregular

elongate

rounded

fibrous

tabular

euhedral

18

Page 19: 22913033-mo-petrografi.pdf

Belahan lebih mudah diamati pada posisi nikol sejajar tetapi beberapa mineral juga

dapat diamati pada posisi nikol silang. Tidak semua belahan mineral dapat diamati

di bawah mikroskup, contoh: kuarsa dan olivin (Gambar II.5). Tetapi, sebenarnya

keduanya memiliki pecahan yang jelas. Kuarsa, secara megaskopis memiliki

pecahan konkoidal (seperti kaca) akibat bentuk kristalnya yang bipiramidal, namun

di bawah mikroskup belahan konkoidal-bipiramidal sulit dapat diamati. Olivin

kadang-kadang menunjukkan belahan dua arah miring, namun karena bentuknya

yang membotol, jadi sulit diamati juga di bawah mikroskup.

a.

b.

Gambar II.5. a. Contoh mineral dengan susunan acak (belahan tidak jelas) atau tanpa belahan: olivin; b. Contoh mineral kuarsa tanpa belahan

19

Page 20: 22913033-mo-petrografi.pdf

o belahan jelas 1 arah: kelompok mika

o belahan jelas 2 arah: piroksen dan amfibol

o mineral dengan sudut belahan 2 arah membentuk perpotongan

dengan sudut 60°/120°: amfibol / horenblende (Gambar II.6 atas) dan mineral

dengan sudut belahan dua arah membentuk sudut 90° piroksen (Gambar II.6

bawah)

Gambar II.6. a. Belahan jelas pada dua arah miring; b. Belahan kurang jelas pada dua arah dengan sudut 90O

a. Belahan jelas pada 2 arah

b. Belahan kurang jelas pada 2 arah

miring

90O

90O

60°120°

20

Page 21: 22913033-mo-petrografi.pdf

Tugas Latihan:

1. Sebutkan sifat-sifat optis meineral! Apa hubungan antara sifat optis mineral

dengan sistem kristal?

2. Merangkum macam-macam mineral dengan sifat-sifat optisnya; sumber data

bebas, boleh dari internet atau text book. Tugas wajib: komponen mineral-

mineral dalam deret reaksi Bowen, selengkap-lengkapnya dan dijilid serapi-

rapinya.

21

Page 22: 22913033-mo-petrografi.pdf

BAB III. SIFAT OPTIS MINERAL PADA POSISI NIKOL SILANG

Pengamatan nikol silang dilakukan jika sayatan berada pada diagonal sumbu C,

yaitu dengan memasang prisma polarisasi bagian atas. Sifat-sifat optis mineral yang

diamati pada posisi nikol silang adalah birefringence (interference ganda), twinning

(kembaran): tipe kembaran dan arah orientasinya dan sudut gelapan: sejajar / miring

pada sudut berapa.

III.1. Sifat Birefringence (BF)

Standardisasi sayatan tipis memiliki ketebalan 0,03 mm. Dalam sayatan tipis,

interference mineral harus dapat diamati, yang hanya dapat dalam sayatan tipis 0,03

mm. Ct. warna interference kuarsa terrendah berada pada orde pertama putih (abu-

abu) atau mendekati warna kuning orde I. Warna interference dapat dilihat dari

posisi horizontal sayatan. Setelah warna interference diketahui, pengamatan

dilanjutkan melalui garis diagonalnya hingga didapatkan sifat birefringence (BF).

Dari posisi birefringence, dengan meluruskan ke bawah melalui garis diagonal ke

perpotongannya, akan diketahui ketebalan standarnya, apakah lebih tebal atau tidak

dari 0,03 mm. Orde warna interference dan birefringence menggunakan tabel warna

Michel-Levy (Gambar III.1).

Birefringence ditentukan dari refraksi ganda pada pantulan sinar maximum (warna

orde tertinggi). BF dapat dilihat jika posisi sayatan berada pada sudut pemadaman

45O terhadap nikol. BF dapat digunakan (bertujuan) untuk menguji ketebalan

sayatan kristal. Sifat BF mineral dapat dilihat pada tabel sifat-sifat mineral (Bloss,

1961; Kerr, 1959; Larsen and Berman, 1964; Rogers and Kerr, 1942) yang disertai

dengan perubahan antara indeks refraksi tertinggi dan terrendahnya.

Sifat difraksi maximum biasanya juga dapat diperikan dalam sifat ini. Jika obyek

memiliki belahan jelas atau bentuk kristalnya terorientasi pada keping gelas

dasarnya, beberapa partikel harus disusun ulang hingga berorientasi baru, yaitu

dengan membuka cover glass dan mineral didorong secara horizontal. Birefringence

secara relatif sama pada setiap kelompok (kelas) mineral yang sama, ct. piroksen,

22

Page 23: 22913033-mo-petrografi.pdf

amfibol dan plagioklas. Indeks refraksi dan warna mungkin berbeda di antara satu

kelompok mineral, namun warna BF-nya hampir sama.

BF dapat diamati di bawah mikroskup dengan memasang lensa Bertrand (keping

gipsum). Lensa Bertrand keberadaannya sering terpisah dari mikroskop. Lensa ini

dapat dilepaskan. Sifat BF dapat diamati pada posisi nikol silang, yaitu dengan

memasang lensa Bertrand pada posisinya (yaitu di atas analyzer). Perubahan warna

yang dihasilkan biasanya ditentukan oleh warna reliefnya dan ketebalan sayatannya

Jika reliefnya rendah (tidak berwarna) maka memiliki sifat BF tinggi. Kanada

balsam memiliki sifat BF tertinggi hitam.

Gambar III.1. Diagram Michel-Levy untuk mengetahui orde warna BF pada mineral; yaitu warna interferene maksimum yang dapat dilihat setelah lensa Bertrand (keping/prisma gips) dipasang

23

Page 24: 22913033-mo-petrografi.pdf

24

Page 25: 22913033-mo-petrografi.pdf

25

Page 26: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar III.2. Warna interferene maksimum yang dapat dilihat setelah lensa Bertrand (keping/prisma gips) dipasang

Sifat BF juga bertujuan untuk mengetahui sifat anisotropi mineral.

Latihan: Posisikan kristal anisotropi pada:

D = 100 nm (abu-abu orde 1); sudut pemadaman 45o

Jika indek bias keping gipsum sejajar indek bias kristal, maka terjadi

PENJUMLAHAN

Sinar yang sejajar terhadap indek bias keping gipsum tertanam

dalam keping gipsum pada 100 nm dan lebih jauh tertanam oleh keping

gipsum 550 nm ---- tebal gips digambarkan pada grafik horizontal (bawah)

dalam diagram Michel-Levy (Gambar III.1)

100 + 550 = 650 nm

Tentukan warna mineral (pada tabel warna interference)

Yaitu Original 1o abu-abu menjadi 2o biru (Gambar III.3)

26

Page 27: 22913033-mo-petrografi.pdf

Nikol silang sebelum Gips dipasang setelah Gips dipasang

Gambar III.3. Contoh warna birefringence kuarsa pada sudut pemadaman diputar 45o

setelah didapatkan warna BF 1, lalu putar meja obyektif dan kristal pada sudut 90o

® Ngyp || nxl (D masih = 100 nm)

Ngyp || nxl ® PENGURANGAN

Sinar kristal yang parallel terhadap Ngyp dimajukan oleh gips

100nm dan dihambat oleh keping gypsum 550mm ® maka kristal

berada pada 450nm di belakang

Warna BF menjadi 1o orange

27

NN

Page 28: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar III.4. Contoh warna birefringence kuarsa pada posisi sudut pemadaman mineral 90o

Latihan:

Deskripsikan warna BF mineral-mineral dalam sayatan tipis di bawah:

NN

28

Page 29: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar III.5. Warna birefringence plagioklas pada berbagai kedudukan sudut pemadalam dalam suatu sayatan tipis

III.2. Sifat Kembaran (Twinning)

Yaitu sifat yang ditunjukkan oleh mineral akibat pertumbuhan bersama kristal saat

pengkristalannya. Berbentuk kisi-kisi yang dibentuk oleh orientasi pertumbuhan

kristalografi. Sifat ini dapat diamati pada posisi pengamatan nikol silang.

Berhubungan dengan sifat pemadamannya.

Bentuk Kembaran berhubungan dengan bentuk simetri dari dua atau lebih bagian-

bagian (bayangan kembar, sumbu rotasi). Macam-macam kembaran:

1) Refleksi (berbentuk bidang kembar); Ct: model kembaran gypsum “fish-

tail”, 102 dan 108

2) Rotasi dengan memutar meja obyektif (biasanya 180o) memiliki bentuk

kembaran sumbu: normal parallel. Ct: kembaran carlsbad, model 103

3) Inversi (kembaran ke pusat)

29

Page 30: 22913033-mo-petrografi.pdf

Kembaran Multiple (> 2 segmen memiliki kesamaan sifat optis yang

terulang)

Kembaran Cyclic - kembaran berulang yang bidang-bidang

kembarannya tidak parallel; ct: kembaran polisintetik Albite pada

plagioklas (Gambar III.6).

Jenis-jenis kembaran lain yang umum dijumpai dalam beberapa mineral adalah:

• Kembaran Albit: terbentuk oleh pertumbuhan bersama feldspar plagioklas

dengan sistem kristal: Triclinic; merupakan kembaran yang umum dijumpai

pada plagioklas pada 010

Posisi nikol silang diputar 45o

30

Page 31: 22913033-mo-petrografi.pdf

Posisi nikol silang diputar 90o

Gambar III.6. Kembaran Polisintetik Albit pada Plagioklas

• Kembran polisintetis juga dapat diamati dalam pengamatan

megaskopis pada Chrysoberryl dan Aragonit membentuk kembaran cyclic

(Gambar III.7)

Gambar III.7. Kembaran polisintetik cyclic pada Chrysoberryl dan Aragonit

• Kembaran sederhana, contoh pada piroksen posisi {100}

31

Page 32: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar III.8. Kembaran sederhana pada Clinopiroksen (augite) posisi {100}

Mineral-mineral prismatik panjang biasanya memiliki kembaran, sebagai contoh

adalah plagioklas dan klinopiroksen. Kembaran yang umum dijumpai pada

Plagioklas:

• Sederhana Carlsbad pada (010)

• Polysynthetic albite pada (010)

• Pericline pada (101)

Gambar III.9. Kembarran sederhana Carlsbad, Polisintetik albit dan Pericline pada Plagioklas

III.3. Sifat Gelapan (Extinction)

32

Page 33: 22913033-mo-petrografi.pdf

Adalah fungsi hubungan orientasi indikatrik dan orientasi kristalografik. Mineral

anisotropik menunjukkan gelapan pada posisi nikol silang dengan rotasi tiap 90O.

Gelapan muncul ketika kedudukan salah satu vibrasi sejajar polarizer bawah.

Dampaknya adalah seluruh sinar datang ditahan oleh polarizer atas sehingga tidak

membentuk getaran. Seluruh sinar yang melalui mineral terserap pada polarizer

atas, dan mineral terlihat gelap. Pada putaran posisi 45°, komponen maximum dari

sinar cepat dan sinar lambat mampu dirubah menjadi vibrasi pada polarizer atas.

Hanya perubahan warna interference saja yang menjadi lebih terang atau lebih

gelap saja, warna sebenarnya tidak berubah.

Banyak mineral secara umum membentuk butiran memanjang dan dengan mudah

dikenali kedudukan belahannya, ct. biotit, horenblenda, plagioklas. Sudut

pemadaman adalah sudut antara panjang atau belahan mineral dan kedudukan

vibrasi mineral. Nilai sudut pemadaman masing-masing mineral bervariasi

mengikuti arah orientasi butirannya.

Tipe Pemadaman

Pemadaman Parallel ; Mineral menjadi gelap ketika belahannya atau

sumbu panjang searah terhadap salah satu benang silangnya. Sudut

pemadaman (EA) = 0°; contoh:

Orthopiroksen dan Biotite

Pemadaman Miring ; mineral gelap ketika belahan membentuk sudut

dengan benang silang, (EA) > 0° ; contoh:

Klinopiroksen dan Horenblenda

Pemadaman Simetri ; mineral menunjukkan belahan 2 arah atau dua

perbedaan muka kristal---- memungkinkan untuk mengukur dua sudut

gelapan antara masing-masing belahan atau muka dan kedudukan vibrasi.

Jika 2 sudut sama maka akan dijumpai pemadaman simetri, (EA1 = EA2);

contoh:

Amfibol dan Kalsit

Tanpa belahan : mineral yang tidak memanjang atau tidak memperlihatkan

belahan yang mencolok, akan memberikan pemadaman setiap diputar 90°,

tetapi tidak dapat diukur sudut pemadamannya; contoh:

33

Page 34: 22913033-mo-petrografi.pdf

Kuarsa dan olivin

a. Pemadaman Paralel

• semua mineral uniaxial menunjukkan pemadaman parallel

• mineral-mineral orthorhombik menunjukkan pemadaman parallel (hal itu

karena sumbu kristal dan sumbu indicatrik serupa)

b. Sudut Pemadaman Miring

• Mineral-mineral Monoclinic dan Triclinic memiliki sumbu indikatrik yang

tidak serupa dengan subu kristalnya ---- memiliki pemadaman miring

• sudut pemadaman dapat membantu memerikan nama mineralnya

Gambar III.10. Ilustrasi pemadaman paralel (kiri) dan pemadaman miring (kanan)

nω a=X

c=Z

b=Y

Pemadaman paralelPemadaman miring

34

c

a

b

Z

X

Y

Page 35: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar III.11. Contoh mineral dengan pemadaman paralel pada ortopiroksen (atas) dan pemadaman miring pada klinopiroksen (bawah)

Tugas Latihan: Memerikan mineral-mineral di bawah ini

PPL XN

Klinopiroksen

Sudut pemadaman

Pemadaman Klinopiroksen

35

Pemadaman orthopiroksen

Page 36: 22913033-mo-petrografi.pdf

BAB IV. PENGAMBILAN CONTOH BATUAN

IV.1. Teknik Pengambilan Contoh Batuan

Keberhasilan pembuatan sayatan tipis ditentukan oleh benar-tidaknya prosedur

pengambilan contoh di lapangan dan teknik preparasinya. Pembuatan sayatan tipis

juga harus mengikuti petunjuk si pengamat. Apa tujuan pengamatan sayatan tipis,

apakah ditujukan untuk mengetahui sifat optis mineral, komposisi batuan

(eksplorasi kandungan mineral tertentu), tingkat sifat deformasi batuan atau ada

tujuan yang lain. Untuk itu diperlukan koordinasi yang baik antara si pengambil,

pemotong / penyayat dan pengamat.

Jika tujuan pengamatan adalah untuk mengetahui sifat optis mineral, komposisi dan

sifat fisik batuannya, maka diperlukan contoh batuan yang segar. Ciri-ciri batuan

yang segar adalah:

• Warnanya segar, tidak dijumpai warna alterasi (lapuk). Contoh: andesit dan

diorit berwarna abu-abu terang-agak gelap; warna lapuk keputih-putihan,

kemerah-merahan, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan. Warna segar

dasit abu-abu agak keunguan; warna lapuk abu-abu terang bintik-bintik

hijau, putih dan merah. Batupasir kuarsa segar warna putih dengan butiran-

butiran transparan; warna lapuk putih terang agak kecoklatan hingga

kekuningan. Batugamping dolomit warna segar abu-abu kemerahan cerah

dengan pecahan tajam dan sangat keras; warna lapuk abu-abu kekuningan-

kecoklatan (merah bata) dengan pecahan tumpul dan mudah hancur.

• Jika dipukul berbunyi “cling”; batuan yang lapuk jika dipukul berbunyi

“bug” atau “blug”; pada batuan beku luar (bersifat gelasan) batuan yang

segar sangat keras tetapi lebih mudah pecah, pecahannya runcing-runcing

tajam, tetapi batuan yang lapuk tidak tajam feldsparnya (putih)

mengembang sehingga ukurannya menjadi lebih besar.

• Tidak terdeformasi, massif (inti lava / intrusi); batuan yang segar tidak

dijumpai rekahan-rekahan baik akibat deformasi saat pembekuan,

36

Page 37: 22913033-mo-petrografi.pdf

pembebanan, tektonik maupun pelapukan; usahakan mengambil batuan

yang betul-betul masif (tak-terdeformasi).

Singkapan batuan yang dapat direkomendasikan untuk lokasi pengambilan contoh

batuan yang ditujukan untuk pengamatan sayatan tipis tersebut adalah:

• Pada singkapan tanpa deformasi; kalau sekiranya tidak dapat dihindari,

maka diusahakan pada singkapan yang paling bebas dari deformasi.

• Pada singkapan yang telah diledakkan (quarry): akan banyak dijumpai

batuan yang sangat segar, karena bagian yang lapuk telah dibersihkan pada

saat penggalian (Gambar IV.1).

• Mencari batuan yang segar juga dapat dilakukan pada tebing-tebing dan

badan sungai / jalan, terutama pada musim kemarau.

Gambar IV.1. Contoh singkapan yang direkomendasikan untuk pengambilan contoh batuan; yaitu pada lokasi penambangan (quarry)

Singkapan batuan yang tidak direkomendasikan untuk pengambilan contoh batuan

adalah:

• Singkapan dengan struktur geologi, seperti sesar, kekar dan lipatan

(Gambar IV.2.kanan); kecuali jika pengamatan ditujukan untuk

mikrotektonik. Jika pengamatan sayatan tipis batuan ditujukan untuk

37

Page 38: 22913033-mo-petrografi.pdf

mikrotektonik, maka contoh harus ditandai arah pengambilannya (N …. O E)

dan arah pemotongan yang diinginkan

• Lapuk; saran: sebaiknya jika tidak ada singkapan lain dicari batuan

yang paling masif; kecuali jika tujuan pengamatan batuan adalah untuk

mengetahui tingkat pelapukan.

• Tidak insitu : bongkah yang tidak jelas asalnya (Gambar IV.2 kiri);

kecuali jika telah jelas dketahui asalnya dari mana dan kondisinya segar.

Saran: lakukan pengambilan bongkah hanya di daerah quarry yang sedang

digali

Gambar IV.2. Contoh singkapan yang tidak direkomendasikan untuk pengambilan contoh batuan

IV.2. Pemilihan Contoh Batuan

38

Page 39: 22913033-mo-petrografi.pdf

Pengambilan contoh batuan juga dapat dilakukan pada inti bor:

1. Pilih batuan yang paling segar

2. Jangan mengambil bagian kontak (ditunjuk pena), karena ada kemungkinan

mengandung fragmen lain (batuan yang lebih tua atau lebih muda) dan

biasanya tidak segar

Gambar IV.3. Contoh batuan yang diambil dari inti bor; yaitu pada bagian yang paling segar (dilingkari), bukan pada bagian yang ditunjuk pena

Sifat contoh batuan yang dapat disayat untuk analisis petrografi:

• Contoh betul-betul segar

• Besarnya setangan (segenggam)

• Setelah contoh diambil, sesegera mungkin agar dikirim ke lab

praparasi sayatan tipis

39

Page 40: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar IV.4. Contoh diorit yang direkomendasikan untuk penyayatan (segar dan masif)

IV.3. Preparasi Batuan

Contoh batuan yang telah di dapatkan dari lapangan dilabeli, meliputi no lokasi

pengambilan, tahun pengambilan dan kode tujuan pengambilan. Untuk contoh yang

ditujukan untuk analisis petrografi dengan tujuan pengamatan tertentu, diberi tanda

khusus seperti arah penyayatan, posisi utara / timur dan kode-kode pendukung yang

lain.

Contoh selanjutnya dibawa ke bengkel untuk dilakukan pemotongan, penyayatan

dan preparasi selanjutnya seperti yang dapat dilihat pada Gambar IV.5 dan IV.6.

40

Page 41: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar IV.5. Contoh diorit yang telah dipotong berukuran 10-15x10x2,5 cm, pemotongan bertujuan untuk menghilangkan bagian yang lapuk.

Gambar IV.6. Contoh diorit yang telah disayat berukuran 4x2,5x0,003 cm dan dipoles selanjutnya ditempelkan di atas gelas obyek, dan ditutup dengan gelas penutup (deg glass). Sayatan siap untuk dianalisis.

Tugas: Membuat sayatan tipis batuan; dibagi menjadi 3 kelompok: batuan beku,

sedimen dan metamorf !

41

Page 42: 22913033-mo-petrografi.pdf

BAB V. SIFAT-SIFAT OPTIS MINERAL PLAGIOKLAS

V.1. Sifat-Sifat Umum

• Rumus kimia: (Na,Ca)(Si,Al)4O8

• Berat molekul = 270,77 gram

Sodium 4,25 % Na 5,72 % Na2O

Calcium 7,40 % Ca 10,36 % CaO

Aluminum 9,96 % Al 18,83 % Al2O3

Silicon 31,12 % Si 66,57 % SiO2

Oxygen 47,27 % O 00,00

100,00 % 101,48 % = total oksida

• Rumus empiris: Na 0,5Ca 0,5Si 3AlO8

• Keterdapatannya: pada batuan beku dan metamorf. Masuk dalam

kelompok Na, Ca feldspar.

• IMA Status: Not Approved IMA

• Locality: Common world wide occurrences.

• Asal Nama: dari bahasa Yunani “plagios” ~"oblique" dan “klao” ~ "I

cleave" berarti mudah membelah ~ memiliki sudut belahan yang baik.

V.2. Sifat-Sifat Fisik

Gambar V.1 adalah sifat-sifat secara fisik mineral plagioklas, terdiri dari albit,

oligoklas, andesin, bitownit, labradorit dan anortit.

• Belahan : [001] baik, [010] baik

• Warna: putih, abu-abu, putih kebiruan, putih kemerahan dan putih

kehijauan.

• Density: 2,61 – 2,76, rata-rata = 2,68

• Diaphaniety: Transparent sampai translucent

• Pecahan: Brittle – umumnya mirip dengan gelas dan mineral-mineral

non-metallik.

• Perlakuan: Massive - Granular – banyak dijumpai dalam granit dan

batuan beku lainnya.

• Kekerasan: 6-6,5 - Orthoclase-Pyrite

42

Page 43: 22913033-mo-petrografi.pdf

• Luminescence: Non-fluorescent.

• Luster: Vitreous (Glassy)

• Streak: putih

Gambar V.1. Sifat-sifat fisik mineral plagioklas dari anorthit hingga albit

(www.webminerals.com/specimens)

V.3. Sifat-Sifat Optis

• NCalc= 1,56 - dari Gladstone-Dale hubungannya (KC = 0,2101),

Ncalc=Dmeas*KC+1

• Plagioclase * (Na,Ca)(Si,Al)4O8 C1 1

• Albite NaAlSi3O8 C1 1

• Oligoclase (Na,Ca)(Si,Al)4O8 C1 1

• Andesine * (Na,Ca)(Si,Al)4O8 C1 1

• Labradorite * (Ca,Na)(Si,Al)4O8 C1 1

• Bytownite * (Ca,Na)(Si,Al)4O8 C1 1

• Anorthite CaAl2Si2O8 P1,I1 1

albit albit

labradorit

oligoclase

anorthite

andesine

bitowniteoligoclase

43

Page 44: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar V.2 adalah mineral plagioklas dalam sayatan tipis

Gambar V.2. Kenampakan plagioklas dalam sayatan tipis nikol silang; identifikasi mineral plagioklas lebih mudah dilakukan pada posisi nikol silang

V.3.1. Menentukan Nama Mineral Berdasarkan Sifat dan Komposisi Optisnya

Orientasi optis plagioklas bervariasi, tergantung pada komposisinya.

Konsekuensinya, sudut pemadaman terhadap sistem kristalografinya juga

bervariasi, sesuai dengan komposisi kimiawinya.

Ada dua metode dalam penamaan komposisi plagioklas berdasarkan sudut

pemadamannya, yaitu:

1. Metode Michel-Levy

2. Metode gabungan Carlsbad-Albite.

1. Metode Michel-Levy

Ditentukan dengan berdasarkan besarnya sudut pemadaman yang dibentuk

oleh kembaran albit dalam plagioklas

44

Page 45: 22913033-mo-petrografi.pdf

Kembaran albit memiliki bidang (010) dalam kembaran polysynthetik

Prosedurnya adalah:

1. Pertama-tama tentukan kembaran polisintetik pada bidang (010), tegak

lurus terhadap meja obyektif mikroskup (pada sumbu vertikal).

• Perilaku kristal dapat diidentifikasi dengan memfokuskan bidang

kembaran lamelae gelap maksimum, selanjutnya diputar perlahan

untuk mencari gelap maksimum / terang maksimum berikutnya.

• Jika bidang kembaran pada kedudukan vertikal (sejajar sb C), maka

akan terlihat sama.

• Jika bidang kembaran pada kedudukan miring (membentuk sudut

dengan sb. C), maka akan nampak bergerak dari sisi yang satu ke sisi

yang lain, seakan-akan pada bidang/bagian sayatan yang lain.

2. Selanjutnya putar kembali bidang kembaran ke arah utara-selatan.

3. Putar meja obyektif berlawanan arah jarum jam hingga garis-garis

kembaran albit pada kondisi gelap maksimum, dan catat sudut putarannya.

4. Teliti kembali sudut putaran tersebut, dengan mengukur sudut sinar cepat

(fast ray) dengan memutar meja obyektif 45o searah jarum jam dari posisi

awalnya. Pada kondisi sinar cepat (fast ray), kristal berwarna kuning orde I.

5. Putar kembali bidang kembaran pada arah orientasi utara-selatan.

6. Putar meja obyektif searah jarum jam, hingga lamelae gelap maksimum,

catat kembali sudut putarannya; jika kedua hasil pencatatan sudut putaran

bidang kembaran memiliki perbedaan ~ 4o, maka hitung rata-ratanya.

7. Ulangi prosedur nomor (6-10) untuk mendeterminasi sudut gelapan

maksimum.

8. Gunakan sudut gelapan maksimum untuk mengetahui jenis plagioklasnya

dengan menggunakan diagram Michel-Levy

Contoh: Michel-Levy (Gambar V.3)

45

Page 46: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar V.3. Kembaran polisintetik albit pada plagioklas yang akan digunakan sebagai dasar untuk mengetahui jenis plagioklasnya menggunakan metode Michel-Levy

1. Pada Gambar V.3 kiri; meja obyektif telah diputar berlawanan arah dengan

jarum jam, sehingga nampak kembaran polisintetik albit. Sudut kembaran

didapatkan 24,9o.

2. Pada gambar kanan nampak kristal yang sama setelah diputar searah jarum

jam hingga lamelae gelap maksimum, didapatkan sudut gelapan 26,2o.

3. Diketahui, bahwa selisih dari kedua data sudut gelapan adalah 2o, sehingga

dapat menggunakan metode Michel-Levy untuk mengetahui jenis

plagioklasnya. Sudut pemadaman rata-rata 25,55o.

4. Plot besarnya sudut pemadaman tersebut pada sumbu vertikal diagram

Michel-Levy, dan ketahui nama mineralnya dengan menarik secara

lateralnya hingga memotong garis lengkung (Gambar V.4). Didapatkan

nilai An-44, sehingga nama mineralnya andesin.

• Untuk plagioklas dari batuan beku plutonik, kurva suhu rendah

(garis tegas) didapatkan An-44: Andesin

• Untuk batuan vulkanik, berlaku kurva suhu tinggi (garis putus-

putus), didapatkan angka An-38: Andesin

Michel-Levy Diagram

46

Page 47: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar V.4. Determinasi mineral plagioklas menggunakan metode Michel-Levy

2. Metode Kombinasi Carlsbad-Albite

Gambar V.5 menunjukkan kristal plagioklas dengan kembaran sederhana

Carlsbad (kuning). Ada dua sisi yang berbeda dalam satu mineral, pada sisi kiri

berlaku kembaran Carlsbad, sisi kanan kembaran polisintetik albit.

Gambar V.5. Kembaran Carlsbad pada mineral plagioklas; sisi kanan garis kuning memiliki kembaran polisintetik dan sisi kiri kembaran sederhana Carlsbad.

1. Di sebelah kiri kembaran Carlsbad, ukur sudut gelapan maksimum pada

bidang (010) fast ray sebagaimana pada metode Michel-Levy. Rata-ratakan

kedua sudut gelapan.

2. Pada sisi kanan kembaran Carlsbad, ukur sudut gelapan (010) sebagaimana

metode di atas, rata-ratakan.

3. Kedua sudut gelapan yang telah dirata-rata tersebut akan tidak sama, salah

satu akan lebih besar dari yang lainnya. Gunakan diagram Carlsbad-Albite

untuk mendeterminasi nama mineralnya (lihat halaman 275 pada text book:

Introduction to Optical Mineralogy, 2nd Ed. by W.D. Nesse): garis putus-

47

Albit (An-0-10)

Oligoklas (An-10-30)

Andesin (An-30-50)

Labradorit (An-50-70)

Bitownit (An-70-90)

Anortit (An-90-100)

Page 48: 22913033-mo-petrografi.pdf

putus untuk batuan vulkanik dan garis tegas untuk batuan plutonik atau

metamorfik.

Gambar V.6. Kembaran albit pada plagioklas

V.3.2. Struktur Zoning dalam Plagioklas

Secara normal, suatu mineral yang terbentuk secara sempurna tanpa adanya

gangguan percepatan, akan membentuk sistem kristal dengan bentuk mineral yang

sempurna homogen. Struktur zoning adalah struktur mineral (biasanya plagioklas)

yang dari luar ke dalam (inti mineral) terjadi gradasional komposisi dari mineral

plagioklas kaya An ke mineral plagioklas kaya Ab. Ada tiga jenis struktur zoning,

yaitu Reverse Zoning, Oscillatory Zoning, Discontinuous Zoning, Sector Zoning

dan Patchy Zoning.

1. Reverse zoning (zoning terbalik) tersusun atas mineral yang makin ke dalam

(inti) makin kaya An-.

2. Oscillatory Zoning; zoning yang terbentuk dari osilasi repetitif bersekala

halus, antara 1-2 sampai 20-25 mol % An.

3. Discontinuous Zoning; suatu runtunan zona-zona lembut yang konsentris

(secara tak-menerus) dengan komposisi mol % An berubah (10-30 mol %

An) dari inti ke luar rim.

4. Sector Zoning; zoning yang terletak pada tepian-tepian orientasi

kristalografi dengan komposisi yang berbeda pada masing-masing

sektornya.

5. Patchy Zoning; zoning secara lokal dalam beberapa bagian mineral, tanpa

mengikuti sistem kristalografinya.

48

Page 49: 22913033-mo-petrografi.pdf

a. Reverse zoning b. Reverse zoning dan sector zoning

c. Sektor zoning

Gambar V.7. Beberapa contoh struktur zoning pada mineral plagioklas

49

Page 50: 22913033-mo-petrografi.pdf

BAB VI. SIFAT-SIFAT OPTIS PADA MINERAL-MINERAL UNCONTINUS

FORM BIAKSIAL

VI.1. Mineral Biaksial dan Uniaksial

Secara umum, ada dua jenis mineral di alam, yaitu biaksial dan uniaksial. Mineral-

mineral biaksial adalah suatu mineral yang memiliki dua sumbu optis dan tiga

indeks bias utama; yaitu monoklin, triklin dan ortorhombik. Lawannya biaksial

adalah uniaksial, yaitu mineral yang memiliki satu sumbu optis, seperti tetragonal

dan heksagonal. Mineral-mineral yang termasuk ke dalam kelompok mineral

biaksial adalah Olivin; Piroksen (Orthopiroksen dan Klinopiroksen); Amphibole

(Hornblenda dan Actinolit); Mika (Biotit, muskovit, chlorit) dan Feldspar

(Plagioklas, Microclin, orthoclas dan sanidin). Mineral-mineral yang termasuk

kelompok uniaksial adalah Apatit, Kalsit, Nephelin, Kuarsa, Tourmalin, Zirkon

VI.2. Mineral Olivin

a) Komposisi Kimia

Terdiri dari tiga mineral dengan komposisi kimia:

Forsterite = Mg2SiO4

Olivine (Chrysolite) = (Mg,Fe)2SiO4

Fayalite = Fe2SiO4

Olivin jarang / tidak pernah ditemukan dalam batuan beku intermediet.

Mineral Tephroite (Mn2SiO4), merupakan seri Forsterite.

Komposisi: Magnesium iron silicate, seri magnesium Forsterite, seri menengah

Chrysolite), dan seri fero Fayalite.

b) Sifat-Sifat Fisik

Warna: hijau-oliv, kuning-hijau, hijau terang, hijau, hijau-coklat, abu-abu

Pertumbuhan dan bentuk kristal: orthorombik, prismatik. Ditemukan

sebagai butiran, dalam agregat padatan dan massa yang terrekahkan.

Transparansi Transparan sampai translucent

Specific Gravity 3,2 – 4,2

Luster Vitreous

50

Page 51: 22913033-mo-petrografi.pdf

Belahan 2,1 ; 3,1- membentuk sudut 90º ; pecahan: Conchoidal

Pecahan Brittle

Macam batuan yang mengandung olivin:

Peridotit – hijau-transparant

Chrysolite – kuning-kuning kehijauan olivin disebut batu olivin.

Dunite – masif, massa butiran Olivin, diklasifikasikan sebagai batuan.

Olivinoid – terbentuk dari meteorit

Dalam kelompok mineral silikat dan nesosilikat

Larut dalam asam HCl

Yang berhubungan dengan Olivin

Kerena secara fisik memiliki sifat dan kenampakan yang sama, kelompok

olivin sering hanya disebut "Olivin“ saja.

Olivin sangat melimpah di alam, tetapi hanya ditemukan sebagai mineral

yang hanya dapat diamati di bawah mikroskop.

Pembeda dengan mineral lain:

Tourmaline – lingkungannya berbeda

Apatite – lebih lunak (5)

Garnet – ditemukan dalam kristal yang berbeda, belahan tidak ada

Willemite - fluoresce hijau

• Biasanya ditemukan dengan: Feldspar, Serpentin, Horenblenda, Augite,

Spinel, Diopsid, Chromite, Fe-nikel

Tipe Lokasinya:

1. Peridotit Olivin dari St. Johns Island (Zebirget), Laut Merah (Mesir),

Mogok (Myanmar), Burma; Soppat, Kohistan, Pakistan; Pegunungan Ural

(Russia); Snarum, Norway; Mt. Vesuvius (Italy); dan daerah Eifel (Jerman)

2. San Carlos (San Carlos Indian Reservation), Gila dan Graham, Arizona.

3. Butiran yang lebih besar dijumpai di Fort Defiance (Buell Park dan Garnet

Ridge),

d) Klasifikasi Olivin

51

Page 52: 22913033-mo-petrografi.pdf

Merupakan mineral jenis Orthosilikat – SiO4

Rumus kimia umum – (Mg,Fe)2SiO4

Terdiri dari 2 kelompok:

Forsterite – Mg2SiO4

Fayalit – Fe2SiO4

Pembentukannya di alam mengikuti diagram fasa Gambar VI.1.

Ditemukan dalam basalt dan gabbro, serta dalam batuan metamorf

ekuivalennya terutama batuan ultramafik dan marmer

Teralterasi menjadi serpentin

Karena komposisi olivin bervariasi, maka sifat fisik dan optisnya pun juga

berbeda

Gambar VI.1. Diagram fasa pembentukan olivin

c) Sifat Optik Olivin secara Umum

Relief tinggi

Warna interference-nya menengah-kuat

Pecahan irregular

Tidak ada belahan

Pada batuan plutonik dijumpai sebagai butiran anhedral

Dalam batuan vulkanik dijumpai berbentuk euhedral

52

Page 53: 22913033-mo-petrografi.pdf

Belahan sangat buruk, tidak terlihat pada sayatan tipis sehingga tidak dapat

menghubungkannya dengan sumbu indikatrik kristalografinya

Indeks refraksi:

Forsterit Fayalit

nα 1.636 1.827

nβ 1.651 1.869

nγ 1.669 1.872

• Birefringence antara 0,033 to 0,053

• Sudut 2VX bervariasi 46 sampai 98°, kadang-kadang biaksial positif

(2VX>90°) atau negatif (2VX<90°)

Gambar VI.2. Olivin dalam sayatan tipis pada posisi nikol silang dan warna BF-

nya

Sifat Optis Fayalit (Gambar V.3)

Tidak berwarna

Pleokroisme

Berbutir membantal

Merupakan olivin kaya Fe

X = Z = kuning

Y = orange, kuning dan kuning kemerahan

53

Page 54: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar VI.3. Fayalit dalam sayatan tipis pada posisi nikol silang dan warna BF-nya

VI.3. Sifat-Sifat Optis Piroksen

a) Sifat umum

• Merupakan mineral inosilikat (single chain) – Si2O6

• Memiliki dua kelompok besar, yaitu Orthopiroksen (Orthorhombik;

Piroksen miskin Ca) dan Klinopiroksen (Monoklinik; Piroksen kaya Ca)

• Keduanya memiliki sifat fisik, optis, kimia dan lingkungan

pembentukan yang berbeda

Klasifikasi Piroksen didasarkan pada kandungan Ca, Mg dan Fe-nya

Secara tektonik:

• Piroksen kaya Ca melimpah pada batuan-batuan Ca-alkalin

• Piroksen kaya Ca dan Mg melimpah pada batuan-batuan alkalin

• Piroksen kaya Fe melimpah pada batuan-batuan toleeitik

54

Page 55: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar VI.4. Diagram klasifikasi mineral piroksen berdasarkan kandungan Ca, Fe dan Mg

(1) Orthopiroksen -OPX

Formula umum – (Mg,Fe)2Si2O6

Terdiri dari dua anggota besar:

Enstatit – MgSiO3

Orthoferrosilit – FeSiO3

Di alam, opx adalah campuran dari dua variabel komposisi sifat optis:

Birefringence bervariasi 0,007 sampai 0,020

Indeks bias:

En OFs

nα 1,649 1,768

nβ 1,653 1,770

nγ 1,657 1,788

Sudut 2VZ bervariasi dari 50 - 132°, tergantung pada komposisinya, jadi

sifat optisnnya menjadi negatif (2VZ>90°) atau positif (2VZ<90°), namun

secara umum negatif

55

Page 56: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar VI.5. Klasifikasi Ortopiroksen berdasarkan derajad kristalisasinya

Bentuk Kristal

Euhedral biasanya prismatik gemuk

Jika disayat memotong sumbu c memiliki 4 atau 8 sisi dengan belahan dua

arah membentuk sudut 90°

Jika disayat memanjang sejajar sumbu c memiliki belahan searah

Sayatan memotong sumbu c

memperlihatkan: dua belahan 90° dan pemadaman simetri

56

Page 57: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar VI.6. Bentuk kristal dan belahan mineral Ortopiroksen

Warna dan Pleochroisme

Kadang lemah warna – pink salmon sampai hijau

57

Page 58: 22913033-mo-petrografi.pdf

Miskin En tak berwarna, tetapi dengan penambahan Fe, warnanya menjadi

bervariasi

OPX kaya Fe pleochroisme

X = pink, coklat dan kuning pucat

Y = krem-coklat muda, kuning, kuning pinky

Z = hijau muda dan hijau keabu-abuan

Gambar VI.7. Birefringen mineral Ortopiroksen kaya Fe (pinky)

Belahan dan Pecahan

Sayatan yang dipotong parallel terhadap sumbu C akan menunjukkan

belahan searah:

Jika belahan parallel terhadap polar bawah maka warnanya hijau

Jika belahan memotong polar bawah warnanya pink

Sayatan yang dipotong memotong sumbu C ---- belahan dua arah

membentuk sudut 90°

58

Page 59: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar VI.8. Belahan dan pecahan mineral Ortopiroksen

Sifat Optis Orthopiroksen

Warna interference lemah

Pemadaman parallel

Pleochroisme lemah hijau pucat

BF tinggi 2V sudut >75°

Menunjukkan sifat optis negatif

(2) Klino-Piroksen

Komposisi kimia: ABSi2O6

Mineral A B

Diopside Ca2+ Mg2+

Hedenbergite Ca2+ Fe2+

Jadeite Na+ Al3+

Acmite Na+ Fe3+

Spodumene Li+ Al3+

Melimpah pada batuan beku ultra basa dan batuan metamorf tingkat

menengah-tinggi

Memotong sumbu a Memotong sumbu bMemotong sumbu c

59

Page 60: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar VI.9. Warna interference, pleokroisme dan birefringence Pigeonit (klinopiroksen miskin Ca)

VI.4. Sifat-Sifat Optis Amfibol

a) Sifat Optis

Warna pleokrosime: sangat jelas, hijau sejuk, kuning-hijau, biru-hijau,

coklat

X = kuning cerah, hijau cerah kekuningan, biru cerah kehijauan

Y = hijau, hijau kekuningan, hijau keabu-abuan, coklat

Z = hijau gelap, hijau gelap kebiruan, hjau gelap keabu-abuan, coklat gelap

Bentuk: prismatik panjang sampai menjarum, dengan 4 atau 6 sisi dan sudut

belahan 56 dan 124°, berbentuk butiran anhedral irregular

Relief RI: Menengah sampai tinggi

nα = 1,60-1,70

nβ = 1,61-1,71

nγ = 1,62-1,73

Dijumpai dalam bentuk fenokris Euhedral

Belahan pada {110} dengan sudut 56-124°

Birefringence 0.014-0.034

Interference biasanya orde 1 atas atau orde 2 bawah

Kembaran: sederhana dan lamellar pada {100} tetapi tidak umum

Sifat optis 2VX biaxial positif atau negatif 35 - 130°

60

Page 61: 22913033-mo-petrografi.pdf

Orientasi optis X^a = +3 sampai -19°, Y = b, Z^c = +12 sampai +34°,

bidang optis = (010)

Sayatan sejajar sumbu c memiliki pemadaman simetris: slow ray parallel

terhadap panjang diagonal antara belahan, sayatan longitudinal: length slow

Alterasi: dapat teralterasi menjadi biotit, chlorite atau mineral silikat Fe-Mg

yang lain

Kelimpahan: dalam batuan beku, metamof dan sedimen

Bentuk pembeda: belahan dan bentuk mineral membutir, pemadaman miring

dan pleochroisme

b) Klasifikasi Amfibol

Terdiri dari dua kelompok, yaitu:

Orthoamfibol

Klinoamfibol

Sama dengan piroksen, keduanya memiliki susunan rantai silica tetrahedra,

bedanya:

Piroksen memliki susunan rantai tunggal

Amfibol bersusunan ganda memanjang ┴ sumbu c

Memperlihatkan susunan komposisi berangsur yang mempengaruhi sifat

optisnya

Fe-Mg Amfibol

Anthophyllite (O) (Mg,Fe)7Si8O22(O H)2

Gedrite (O) (Mg,Fe)5Al2 (Al2Si6)O22(O H)2

Cummingtonite-grunerite (M) (Fe, Mg)7Si8O22(O H)2

Ca-Amfibol (M)

Tremolite-actinolite Ca2(Mg,Fe2+)5Si8O22(OH)2

Hornblende (Na,K)0-1Ca2(Mg,Fe2+,Fe3+,Al)5(Si,Al)8O22(OH)2

Oxyhornblende

(Na,K)0-1Ca2(Mg,Fe2+,Fe3+,Al)5(Si,Al)8O22(O,OH)2

Kaersutite NaCa2(Mg,Fe2+)4TiSi6Al2O22(OH)2

Na-Ca-Amfibol (M)

61

Page 62: 22913033-mo-petrografi.pdf

Katophorite Na(Na,Ca)(Mg,Fe2+,Fe3+,Al)5(Si7AlO22(OH)2

Richertite Na(Na,Ca)(Mg,Fe2+)5Si8O22(OH)2

Na-Amfibol (M)

Glaucophane Na2(Mg,Fe2+)3Al2Si8O22(OH)2

Riebeckite Na2(Mg,Fe2+)3Fe3+

2Si8O22(OH)2

Arfedsonite-eckermanite NaNa2(Mg,Fe2+)4(Fe3+,Al)Si8O22(OH)2

Sifat Optis Kristal Amfibol secara Umum

Orthorombik

Anthophyllite (Mg,Fe)7Si8O22(O H)2

Dijumpai dalam batuan metamorf ekuivalen dengan basaltik

Karena orthorombik maka pemadamannya ║ pada sayatan

memanjang (sejajar sumbu c)

Jenis amfibol yang lain bersistem monoklinik dengan pemadaman

miring pada sayatan sejajar sumbu c

Amfibol Monoklinik

Paling banyak dijumpai di alam

Umumnya memiliki sifat optis negatif

Terdiri dari dua kelompok:

Tremolite - Actinolite

Ca2Mg5Si8O22(OH)2 - Ca2Fe5Si8O22(OH)2

Horenblenda (paling banyak dijumpai)

Ca2(Mg,Fe,Al)5Si8O22(OH)2

Keanekaragaman komposisi menyebabkan sifat optisnya bervariasi.

Sifat Fisik Horenblende

Indeks Refrasi:

nα = 1.60 - 1.70

nβ = 1.61 - 1.71

nγ = 1.62 - 1.73

Relief, Birefringence, Interference (Perlambatan):

Relief sedang sampai tinggi

62

Page 63: 22913033-mo-petrografi.pdf

Birefringence 0.014-0.034

Warna Interference orange orde 1 sampai orange orde 2 – dan orde 3

bawah

Warna Interference rata-rata biru kehijauan orde 2

Sifat Optis lain:

Biaksial positif atau negatif

Sudut 2VX bervariasi 35-130°, tergantung pada komposisinya

Umumnya 2VX = 52 - 85° secara optis negatif

Warna

• Horenblenda dibedakan dari mineral lainnya oleh perbedaan warna dan sifat

pleokroisme dalam sayatan tipis. Memiliki garis tepi hijau, kuning-hijau,

biru-hijau, biru-kuning dan coklat.

• Pleokroisme: Kuat pada

x y z

kuning-hijau

Coklat pucat

Coklat-kehijauan

olive-hijau

Coklat kemerahan

Coklat kemerahan

hijau tua

Merah-coklat

Merah-coklatDitemukan sebagai:

Kristal berbentuk prismatik ramping hingga membilah

Memiliki 4 atau 6 sisi melintang, sudut belahan 56 dan 124°

Sering ditemukan sebagai butian anhedral irregular

Sistem Kristal

Monoklinik

Orientasi optis:

X^a = +3 sampai -19°

Y = b

Z^c = +12 sampai +39°

OAP ║ pada 010

Bentuk Kristal

Pada arah sayatan memotong sumbu c memiliki pemadaman simetri,

rambat cahaya lambat pada ║ terhadap panjang diagonal antar belahannya

63

Page 64: 22913033-mo-petrografi.pdf

Sayatan memanjang length slow, sudut pemadaman Z^c biasanya digunakan

untuk memerikan hornblende

Gambar VI.10. Bentuk kristal dan sudut belahan mineral horenblenda, disayat sejajar sumbu b, sumbu a dan sumbu c

Sifat optis Horenblende

Dipotong ┴ sumbu c:

Memiliki 4-6 sisi

Memiliki 2 belahan pada 56-124°

Pemadaman simetri

Gambar VI.11. Sifat optis mineral horenblenda, disayat tegak lurus sumbu c

Dipotong normal // sb.c

Memiliki 1 belahan

Pemadaman miring

Warna interference maksimum

64

Page 65: 22913033-mo-petrografi.pdf

Sifat Optis: Normal Z^c = +12-34°

Gambar VI.12. Sifat optis mineral horenblenda, disayatsejajar sumbu c

Dipotong ┴ sb. a

• Pemadaman paralel

• ~ Bxa

Gambar VI.13. Sifat optis mineral horenblenda, disayat tegak lurus sumbu a

Sifat Lain

Alterasi

Dapat teralterasi menjadi biotit, chlorite or silikat Fe-Mg yang lain

65

Page 66: 22913033-mo-petrografi.pdf

Limpahan

Melimpah pada:

Batuan beku (granit, gabbro, syenit ultramafik)

Batuan metamorfik

Hadir sebagai mineral asal primer maupun sekunder

Ciri khusus / pembeda mineral lain:

Mirip dengan klinopiroksen memiliki 2 belahan miring

Bentuknya butiran

Pemadaman miring

Pleokroisme

Gambar VI.14. Warna interference, pleokroisme dan birefringence Horenblenda (Amfibol Monoklinik)

66

Page 67: 22913033-mo-petrografi.pdf

BAB VII. SIFAT-SIFAT OPTIK MINERAL-MINERAL BIAKSIAL MIKA

DAN FELDSPAR

VII.1. Kelompok Mineral Mika

Terdiri dari:

Biotite,

muscovite,

chlorite

Merupakan mineral jenis filosilikat

Silikat berlembar Si:O = 2:5

Berbentuk tetrahedra dengan mengikat 3 oxygen

Menghasilkan lembaran 2D:

Biotite: K2(Mg,Fe)2AlSi3O10(OH,O,F)2

Muscovite: KAl2(AlSi3O10)(O,H)2

Chlorite: (Mg,Fe,Al)3(Si,Al)4O10(OH)2*(Mg,Fe,Al)3(OH)

1. Sifat Optis Biotit

Susunan kimia: K2(Mg,Fe)2AlSi3O10(OH,O,F)2

Komposisi yang bervariasi = sifat optis dan fisik yang bervariasi pula

67

Page 68: 22913033-mo-petrografi.pdf

Indeks refraksi:

nα = 1.522 - 1.625

nβ = 1.548 - 1.672

nγ = 1.549 - 1.696

Relief

Rendah pada sayatan tipis dan, jika kaya Mg

Warna Birefringence dan Interference

0.03-0.07

Hingga orde 3 atau 4, warna kuat mineral dapat menutupi warna

interference-nya

Warna dan pleokroisme

Bervariasi dari coklat, coklat kemerahan, merah dan hijau

Pleokroisme kuat pada Z = Y > X.

Pada bentuk butiran membentuk warna yang lebih gelap pada belahan ║

polar bawah

Warna dapat mengacaukan warna interference-nya

68

Page 69: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar VII.1. Sifat optis biotit (warna interference) tegak lurus sumbu C (atas) dan sejajar sumbu C (bawah) pada sayatan tipis.

Orientasi Optis:

Pemadaman parallel atau mendekati parallel, dengan sudut pemadaman

maksimum beberapa derajad

Belahan searah length slow

Bentuk kristal dan belahan

Kristal euhedral crystals sampai butiran anhedral

Belahan tabular parallel pada 001, memanjang sejajar 001

Pada sayatan yang dipotong memotong sumbu c berbentuk hexagonal

69

Page 70: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar VII.2. Bentuk kristal dan belahan mineral biotit.

2. Sifat Optis Muskovit

Susunan kimia : KAl2(AlSi3O10)(O,H)2; untuk K dapat diganti dengan

Na, Rb; untuk Al dapat disubstitutsi dengan Mg, Fe, Mn ----- variasi

komposisi – variasi sifat optis

Indeks refraksi:

nα = 1.552 - 1.580

nβ = 1.582 - 1.620

nγ = 1.587 - 1.623

Relief: positif sedang

Birefringence: 0.036-0.049

Colour: tidak berwarna dan Pleokroisme: tidak pleokroisme

70

Page 71: 22913033-mo-petrografi.pdf

Warna Interference: biru dan hijau hidup orde 2

Gambaran Interference biaksial, tanda optis 2V negatif 30-47°

Bentuk : serpih mika atau tablet dengan tepian irregular

Belahan: sempurna pada {001}

Orientasi Optis: pemadaman parallel, belahan searah length slow

Gambar VII.3. Bentuk kristal dan belahan mineral muskovit.

Gambar VII.4. Sifat optis muskovit pada nikol silang

Limpahan

Segala jenis batuan metamorf, batuan beku felsik dan sebagai butiran

detritus pada batuan sedimen

Alterasi: tidak teralterasi

Pemadaman Muskovit

71

Page 72: 22913033-mo-petrografi.pdf

VII.2. Kelompok Feldspar

Alkali Feldspars

Terbagi atas 3 jenis mineral

Microcline -Triclinic

Orthoclase -Monoclinic

Sanidine -Monoclinic

Semuanya memiliki komposisi kimia yang sama KAlSi3O8

Beberapa mengalami substitusi dengan Na dan Ca hingga 5 mole %

Kini, terdapat mineral baru yaitu Anorthoclase, gabungan antara albite dan

orthoclase (K,Na)AlSi3O8

Gambar VII.5. Klasifikasi mineral feldspar didasarkan pada kandungan unsur kalium dan posisi K-feldspar dari mineral-mineral feldspar lainnya.

Sifat Optis Feldspar

Indeks Refraksi; Semuanya memiliki indek refraksi sama:

nα = 1.514 - 1.526

nβ = 1.518 - 1.530

nγ = 1.521 - 1.533

Relief rendah negatif

Sifat-sifat optis

Semuanya tak-berwarna dan non-pleochroic

72

Page 73: 22913033-mo-petrografi.pdf

Birefringence rendah, warna interference maksimal putih orde 1

Semuanya biaxial negatif, variabel 2V

Limpahan:

Microcline melimpah pada batuan plutonik: granitik, granodiorit,

syenit; tidak dijumpai dalam batuan vulkanik

Orthoclase melimpah pada batuan beku plutonik granitik, biasanya

pada batuan intrusi dangkal

Sanidin banyak dijumpai dalam batuan vulkanik riolitik dan trakitik

Belahan: semuanya memiliki dua belahan

1 sempurna ║ bidang 001

1 bagus ║ bidang 010

Microcline: 001^010 = 90° 41'

Orthoclase, sanidine: 001^010 = 90°

Sering dijumpai tekstur:

Perthite - eksolusi lamellae Albit dalam K-Feldspar.

Anti-perthite - exsolusi lamellae K-spar dalam albit.

Perbedaan mencolok masing-masing Alkali feldspar adalah pada susunan Si

dan Al dalam bidang tetrahedral

1) Microcline

Triklinik

Dicirikan oleh sifat pola kembaran menetak / melintang (tartan plaid)

Bidang optis hampir ┴ bidang 010

Sifat optis negatif 2VX = 65-88°,

73

Page 74: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar VII.6. Sifat optis mineral mikroklin dalam sayatan tipis

2) Ortoklas

monoclinic

Sifat optis negatif dengan 2VX = 40-~70°;

Bidang optis ┴ pada 010.

Gambar VII.7. Bentuk kristal dan belahan mineral ortoklas.

Gambar VII.8. Ortoklas pada nikol silang

3) Sanidin

Monoklinik

74

Page 75: 22913033-mo-petrografi.pdf

Sifat optis negatif, 2VX - 0 - 40°

Bidang optis║pada 010

Sanidine sudut tinggi: monoklin optis negatif 2VX 0 - 47° dan bidang

optis ┴ pada 010

Gambar VII.9. Bentuk kristal dan belahan mineral sanidin.

Gambar VII.10. Sanidin pada nikol silang

75

Page 76: 22913033-mo-petrografi.pdf

BAB VIII. PETROGRAFI BATUAN BEKU

VIII.1. Klasifikasi Batuan Beku

Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari hasil pembekuan magma. Karena

hasil pembekuan, maka ada unsur kristalisasi material penyusunnya. Komposisi

mineral yang menyusunnya merupakan kristalisasi dari unsur-unsur secara kimiawi,

sehingga bentuk kristalnya mencirikan intensitas kristalisasinya.

Didasarkan atas lokasi terjadinya pembekuan, batuan beku dikelompokkan menjadi

dua yaitu betuan beku intrusif dan batuan beku ekstrusif (lava). Pembekuan batuan

beku intrusif terjadi di dalam bumi sebagai batuan plutonik; sedangkan batuan beku

ekstrusif membeku di permukaan bumi berupa aliran lava, sebagai bagian dari

kegiatan gunung api. Batuan beku intrusif, antara lain berupa batholith, stock

(korok), sill, dike (gang) dan lakolith dan lapolith (Gambar V.1). Karena

pembekuannya di dalam, batuan beku intrusif memiliki kecenderungan tersusun

atas mineral-mineral yang tingkat kristalisasinya lebih sempurna dibandingkan

dengan batuan beku ekstrusi. Dengan demikian, kebanyakan batuan beku intrusi

dalam (plutonik), seperti intrusi batolith, bertekstur fanerik, sehingga tidak

membutuhkan pengamatan mikroskopis lagi. Batuan beku hasil intrusi dangkal

seperti korok gunung api (stock), gang (dike), sill, lakolith dan lapolith umumnya

memiliki tekstur halus karena sangat dekat dengan permukaan.

76

Page 77: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar VIII.1. Macam-macam morfometri intrusi batuan beku, yaitu batholith, stock, sill dan dike

Jenis dan sifat batuan beku ditentukan dari tipe magmanya. Tipe magma tergantung

dari komposisi kimia magma. Komposisi kimia magma dikontrol dari limpahan

unsur-unsur dalam bumi, yaitu Si, Al, Fe, Ca, Mg, K, Na, H, dan O yang mencapai

hingga 99,9%. Semua unsur yang berhubungan dengan oksigen (O) disebut sebagai

oksida, SiO2 adalah salah satunya. Sifat dan jenis batuan beku dapat ditentukan

dengan didasarkan pada kandungan SiO2 (Tabel VIII.1).

Tabel VIII.1. Tipe batuan beku dan sifat-sifatnya (Nelson, 2003)

Tipe Magma

Batuan Vulkani

k

Batuan Plutonik

Komposisi Kimia Suhu Kekentalan Kandungan

Gas

Basaltic Basalt GabbroSiO2 45-55 %: Fe, Mg, Ca tinggi, K dan Na rendah

1000 - 1200 oC

Rendah Rendah

Andesitic Andesit DioritSiO2 55-65 %, Fe, Mg, Ca, Na, K sedang

800 - 1000 oC

Intermediat Intermediat

Rhyolitic Rhyolit GranitSiO2 65-75 %, Fe, Mg, Ca rendah, K dan Na tinggi

650 - 800 oC

Tinggi Tinggi

Menurut keterdapatannya, berdasarkan tatanan tektonik dan posisi pembekuannya

(Tabel VIII.2), batuan beku diklasifikasikan sebagai batuan intrusi plutonik (dalam)

berupa granit, syenit, diorit dan gabro. Intrusi dangkal yaitu dasit, andesit, basaltik

andesitik, riolit, dan batuan gunung api (ekstrusi: riolit, lava andesit, lava basal.

Tabel VIII.2. Klasifikasi batuan beku berdasarkan letak / keterdapatannya.

Keterdapatannya Asam Intermediet Basa

Plutonik (intrusi) Granit, Syenit Diorit Gabro

intrusi dangkal Dasit - Riodasit Andesit Basaltik- andesitik

Vulkanik:Dengan Tatanan

Busur magmatik Riolitik Andesitik Basaltik

Belakang busur Trakitik Trakitik Basalt trakitik

77

Page 78: 22913033-mo-petrografi.pdf

tektonik Mid oceanic ridges

- - Lava basalt

Berdasarkan komposisi mineralnya, batuan beku dapat dikelompokkan menjadi

tiga, tergantung dari persentase mineral mafik dan felsiknya. Secara umum,

limpahan mineral di dalam batuan, akan mengikuti aturan reaksi Bowen. Hanya

mineral-mineral dengan derajad kristalisasi tertentu dan suhu kristalisasi yang

relatif sama yang dapat hadir bersama-sama (sebagai mineral asosiasi; Tabel VIII.3)

Tabel VIII.3. Bowen reaction series yang berhubungan dengan kristalisasi mineral

penyusun dalam batuan beku

VIII.2. Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Komposisi Mineralnya

(a) Kelompok batuan beku intrusi plutonik

1) Batuan beku basa dan ultra-basa: dunit, peridotit

Kelompok batuan ini terbentuk pada suhu 1000-1200o C, dan melimpah pada

wilayah dengan tatanan tektonik lempeng samudra, antara lain pada zona

78

Page 79: 22913033-mo-petrografi.pdf

pemekaran lantai samudra dan busur-busur kepulauan tua. Dicirikan oleh warnanya

gelap hingga sangat gelap, mengandung mineral mafik (olivin dan piroksen klino)

lebih dari 2/3 bagian; batuan faneritik (plutonik) berupa gabro dan batuan afanitik

(intrusi dangkal atau ekstrusi) berupa basalt dan basanit. Didasarkan atas tatanan

tektoniknya, kelompok batuan ini ada yang berseri toleeit, Kalk-alkalin maupun

alkalin, namun yang paling umum dijumpai adalah seri batuan toleeit.

Kelompok batuan basa diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar dengan

didasarkan pada kandungan mineral piroksen, olivin dan plagioklasnya; yaitu basa

dan ultra basa (Gambar VIII.2). Batuan beku basa mengandung mineral plagioklas

lebih dari 10% sedangkan batuan beku ultra basa kurang dari 10%. Makin tinggi

kandungan piroksen dan olivin, makin rendah kandungan plagioklasnya dan makin

ultra basa (Gambar VIII.2 bawah). batuan beku basa terdiri atas anorthosit, gabro,

olivin gabro, troktolit (Gambar VIII.2. atas). Batuan ultra basa terdiri atas dunit,

peridotit, piroksenit, lherzorit, websterit dan lain-lain (Gambar VIII.2 bawah).

79

Page 80: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar VIII.2. Klasifikasi batuan beku basa (mafik) dan ultra basa (ultra mafik; sumber IUGS classification)

2) Batuan beku asam - intermediet

Kelompok batuan ini melimpah pada wilayah-wilayah dengan tatanan tektonik

kratonik (benua), seperti di Asia (daratan China), Eropa dan Amerika. Kelompok

batuan ini membeku pada suhu 650-800oC. Dapat dikelompokkan dalam tiga

kelompok, yaitu batuan beku kaya kuarsa, batuan beku kaya feldspathoid (foid) dan

batuan beku miskin kuarsa maupun foid. Batuan beku kaya kuarsa berupa kuarzolit,

granitoid, granit dan tonalit; sedangkan yang miskin kuarsa berupa syenit,

monzonit, monzodiorit, diorit, gabro dan anorthosit (Gambar VIII.3). Jika dalam

batuan beku tersebut telah mengandung kuarsa, maka tidak akan mengandung

mineral foid, begitu pula sebaliknya.

80

Page 81: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar VIII.3. Klasifikasi batuan beku bertekstur kasar yang memiliki persentasi kuarsa, alkali feldspar, plagioklas dan feldspathoid lebih dari 10% (sumber IUGS classification)

(b) Kelompok batuan beku luar

Kelompok batuan ini menempati lebih dari 70% batuan beku yang tersingkap di

Indonesia, bahkan di dunia. Limpahan batuannya dapat dijumpai di sepanjang busur

vulkanisme, baik pada busur kepulauan masa kini, jaman Tersier maupun busur

gunung api yang lebih tua. Kelompok batuan ini juga dapat dikelompokkan sebagai

batuan asal gunung api. Batuan ini secara megaskopis dicirikan oleh tekstur halus

(afanitik) dan banyak mengandung gelas gunung api. Didasarkan atas kandungan

mineralnya, kelompok batuan ini dapat dikelompokkan lagi menjadi tiga tipe, yaitu

kelompok dasit-riolit-riodasit, kelompok andesit-trakiandesit dan kelompok fonolit

(Gambar VIII.4).

81

Page 82: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar VIII.4. Klasifikasi batuan beku intrusi dangkal dan ekstrusi didasarkan atas kandungan kuarsa, feldspar, plagioklas dan feldspatoid (sumber IUGS classification)

Tata nama tersebut bukan berarti ke empat unsur mineral harus menyusun suatu

batuan, dapat salah satunya saja atau dua mineral yang dapat hadir bersama-sama.

Di samping itu, ada jenis mineral asesori lain yang dapat hadir di dalamnya, seperti

horenblende (amfibol), piroksen ortho (enstatit, diopsid) dan biotit yang dapat hadir

sebagai mineral asesori dengan plagioklas dan feldspathoid.

Pada prinsipnya, feldspatoid adalah mineral feldspar yang terbentuk karena

komposisi magma kekurangan silika, sehingga tidak cukup untuk mengkristalkan

kuarsa. Jadi, limpahan feldspathoid berada di dalam batuan beku berafinitas

intermediet hingga basa, berasosiasi dengan biotit dan amfibol, atau biotit dan

82

Page 83: 22913033-mo-petrografi.pdf

piroksen, dan membentuk batuan basanit dan trakit-trakiandesit. Batuan yang

mengandung plagioklas dalam jumlah yang besar, jarang atau sulit hadir bersama-

sama dengan mineral feldspar, seperti dalam batuan beku riolit.

VIII.3. Struktur Batuan Beku

• Masif: padat dan ketat; tidak menunjukkan adanya lubang-lubang keluarnya

gas; dijumpai pada batuan intrusi dalam, inti intrusi dangkal dan inti lava;

Ct: granit, diorit, gabro dan inti andesit

• Skoria: dijumpai lubang-lubang keluarnya gas dengan susunan yang tidak

teratur; dijumpai pada bagian luar batuan ekstrusi dan intrusi dangkal,

terutama batuan vulkanik andesitik-basaltik; Ct: andesit dan basalt

• Vesikuler: dijumpai lubang-lubang keluarnya gas dengan susunan teratur;

dijumpai pada batuan ekstrusi riolitik atau batuan beku berafinitas

intermediet-asam.

• Amigdaloidal: dijumpai lubang-lubang keluarnya gas, tetapi telah terisi oleh

mineral lain seperti kuarsa dan kalsit; dijumpai pada batuan vulkanik

trakitik; Ct: trakiandesit dan andesit

83

Page 84: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar VIII.5. Struktur batuan beku masif; terbentuk karena daya ikat masing-masing mineral sangat kuat, contoh pada granodiorit dengan komposisi mineral plagioklas berdiameter >1 mm (gambar atas) dan granit (gambar bawah) dengan komposisi kuarsa dan ortoklas anhedral dengan diameter >1 mm

84

Page 85: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar VIII.6. Struktur batuan beku skoria; dijumpai rongga-rongga bekas keluarnya gas saat pembekuan yang sangat cepat. Contoh pada andesit basaltik porfirik pada posisi nikol sejajar (atas) dan nikol silang (bawah). Batuan tersusun atas fenokris plagioklas berdiameter >1 mm dan piroksen klino berdiameter 0,5-1,5 mm, dan tertanam dalam massa dasar gelas, kristal mineral (plagioklas dan piroksen) dan rongga tak beraturan berdiameter <1 mm

rongga

rongga

rongga

rongga

rongga

rongga

85

Page 86: 22913033-mo-petrografi.pdf

VIII.4. Tekstur Batuan Beku

Tektur batuan menggambarkan bentuk, ukuran dan susunan mineral di dalam

batuan. Tektur khusus dalam batuan beku menggambarkan genesis proses

kristalisasinya, seperti intersertal, intergrowth atau zoning. Batuan beku intrusi

dalam (plutonik) memiliki tekstur yang sangat berbeda dengan batuan beku ekstrusi

atau intrusi dangkal. Sebagai contoh adalah bentuk kristal batuan beku dalam

cenderung euhedral, sedangkan batuan beku luar anhedral hingga subhedral (Tabel

VIII.4.)

Tabel VIII.3. Tekstur batuan beku pada batuan beku intrusi dalam, intrusi dangkal dan ekstrusi dan pada batuan vulkanik

Jenis batuan

Tekstur

Intrusi dalam (plutonik)

Intrusi dangkal dan Ekstrusi

Batuan Vulkanik

Fabrik Equigranular Inequigranular Inequigranular

Bentuk kristal Euhedral-anhedralSubhedral-anhedral

Subhedral-anhedral

Ukuran kristal Kasar (> 4 mm) Halus-sedang Halus-kasar

Tekstur khusus-

Porfiritik-poikilitik

Ofitik-subofitik

Pilotaksitik

Porfiritik: intermediet-basa

Vitroverik-Porfiritik: Asam-intermediet

Derajad Kristalisasi

Holokristalin Hipokristalin

Holokristalin

Hipokristalin

Holokristalin

Tekstur khusus - Perthit-perlitik

Zoning pada plagioklas, tumbuh bersama antara mineral mafik dan plagioklas dan intersertal

a) Tekstur trakitik

• Dicirikan oleh susunan tekstur batuan beku dengan kenampakan adanya

orientasi mineral ---- arah orientasi adalah arah aliran

86

Page 87: 22913033-mo-petrografi.pdf

• Berkembang pada batuan ekstrusi / lava, intrusi dangkal seperti dike dan sill

• Gambar VIII.7 adalah tekstur trakitik batuan beku dari intrusi dike trakit di

G. Muria; gambar kiri: posisi nikol sejajar dan gambar kanan: posisi nikol

silang

Gambar VIII.7. Tekstur trakitik pada traki-andesit (intrusi dike di Gunung Muria). Arah orientasi dibentuk oleh mineral-mineral plagioklas. Di samping tekstur trakitik juga masih menunjukkan tekstur porfiritik dengan fenokris plagioklas dan piroksen orto.

b) Tekstur Intersertal

• Yaitu tekstur batuan beku yang ditunjukkan oleh susunan intersertal antar

kristal plagioklas; mikrolit plagiklas yang berada di antara / dalam massa

dasar gelas interstitial.

87

Page 88: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar VIII.8. Tekstur intersertal pada diabas; gambar kiri posisi nikol sejajar dan gambar kanan posisi nikol silang. Butiran hitam adalah magnetit

c) Tekstur Porfiritik

• Yaitu tekstur batuan yang dicirikan oleh adanya kristal besar (fenokris) yang

dikelilingi oleh massa dasar kristal yang lebih halus dan gelas

• Jika massa dasar seluruhnya gelas disebut tekstur vitrophyric .

• Jika fenokris yang berkelompok dan tumbuh bersama, maka membentuk

tekstur glomeroporphyritic.

Gambar VIII.9. Gambar kiri: Tektur porfiritik pada basalt olivin porfirik dengan fenokris olivin dan glomerocryst olivin (ungu) dan plagioklas yang tertanam dalam massa dasar plagioklas dan granular piroksen berdiameter 6 mm (Maui, Hawaii). Gambar kanan: basalt olivin porfirik yang tersusun atas fenokris olivin dan glomerocryst olivin (ungu) dan plagioklas dalam massa dasar plagioklas intergranular dan piroksen granular berdiameter 6 mm (Maui, Hawaii)

d) Tekstur Ofitik

Yaitu tekstur batuan beku yang dibentuk oleh mineral plagioklas yang tersusun

secara acak dikelilingi oleh mineral piroksen atau olivin (Gambar VIII.10). Jika

plagioklasnya lebih besar dan dililingi oleh mineral ferromagnesian, maka

membentuk tekstur subofitic (Gambar VIII.11). Dalam suatu batuan yang sama

kadang-kadang dijumpai kedua tekstur tersebut secara bersamaan.

Secara gradasi, kadang-kadang terjadi perubahan tektur batuan dari intergranular

menjadi subofitik dan ofitik. Perubahan tektur tersebut banyak dijumpai dalam

88

Page 89: 22913033-mo-petrografi.pdf

batuan beku basa-ultra basa, contoh basalt. Perubahan tekstur dari intergranular ke

subofitic dalam basalt dihasilkan oleh pendinginan yang sangat cepat, dengan

proses nukleasi kristal yang lebih lambat. Perubahan terstur tersebut banyak

dijumpai pada inti batuan diabasik atau doleritik (dike basaltik). Jika

pendinginannya lebih cepat lagi, maka akan terjadi tekstur interstitial latit antara

plagioclase menjadi gelas membentuk tekstur intersertal.

Gambar VIII.10. Tekstur ofitik pada doleritik (basal); mineral plagioklas dikelilingi oleh mineral olivin dan piroksen klino

Gambar VIII.11. Tekstur subofitik pada basal; mineral plagioklas dikelilingi oleh mineral feromagnesian yang juga menunjukkan tekstur poikilitik

VIII.5. Komposisi Mineral pada Batuan Beku

89

Page 90: 22913033-mo-petrografi.pdf

Komposisi mineral pada batuan beku ditentukan dari komposisi kimiawinya.

Didasarkan atas komposisi mineral mafik dan felsik yang terkandung di dalamnya,

batuan beku dapat dikelompokkan dalam tiga kelas, yaitu asam, intermediet dan

basa. Batuan beku asam tersusun atas mineral felsik lebih dari 2/3 bagian; batuan

beku intermediet tersusun atas mineral mafik dan felsik secara berimbang yaitu

felsik dan mafik 1/3 hingga 2/3 secara proporsional; dan batuan beku basa tersusun

atas mineral mafik lebih dari 2/3 bagian (Tabel VIII.4).

Tabel VIII.4. Nama-nama batuan beku baik intrusi, ekstrusi dan batuan gunung api yang didasarkan atas kandungan mineral mafik dan felsiknya; mineral-mineral mafik: piroksen (olivin, klino- dan ortho-piroksen, amfibol dan biotit) dan mineral-mineral felsik: K-Feldspar, kuarsa

Afinitas batuan Mafik Felsik Nama batuan

Intrusif Ekstrusif Vulkanik

Asam <1/3 >2/3 Gabro, diabas Basalt Basalt

Intermediet 1/3-2/3 1/3-2/3 DioritAndesit,

trakit

Andesit,

trakit

Basa >2/3 <1/3 Granit, syenit Riolit, trakit Riolit, trakit

Komposisi mineral juga dapat menunjukkan seri magma asalnya, yaitu toleeit, kalk-

alkalin atau alkalin. Batuan-batuan dengan seri magma toleeit biasanya banyak

mengandung mineral rendah Ca, batuan-batuan seri kalk-alkalin biasanya

mengandung mineral tinggi Ca (seperti augit, amfibol dan titanit), sedangkan

batuan seri alkalin banyak mengandung mineral-mineral tinggi K (seperti mineral

piroksen klino). Tabel V.6 menunjukkan sifat-sifat mineral penyusun dalam seri

batuan toleeit, kalk-alkalin dan alkalin. Ketiga seri batuan tersebut hanya dapat

terbentuk pada tatanan tektonik yang berbeda; seri toleeit berkembang pada zona

punggungan tengah samudra (MOR); seri kalk-alkalin berkembang dengan baik

pada busur magmatik; dan seri alkalin berkembang pada tipe gunung api rifting.

90

Page 91: 22913033-mo-petrografi.pdf

Tabel VIII.6. Tiga tipe seri magmatik batuan beku dengan limpahan mineral penunjuknya

NORMSSERI MAGMATIK

Tipe Toleeitik Tipe Kalk-alkalin Tipe Alkalin

Ortopiroksen Ortopiroksen Tanpa Ortopiroksen

Piroksen

rendah Ca

Sebagai fenokris

dan massa dasarSebagai fenokris Jarang

Magnetit Terbentuk di akhir Terbentuk di awal Bervariasi

Oksida Fe-Ti Biasanya ilmenitMagnetit dan

ilmenitBervariasi

AmfibolHanya berasal dari

diferensiasi silika

Melimpah, kecuali

dari magma primitif

Dijumpai di semua

jenis

Sifat kimiaMg > Ca (Mg untuk

Ol, OPX dan CPX)

Ca > Mg (Ca pada

augit, amfibol,

titanit)

Ca+Na > Mg

(Ca+Na pd CPX,

amfibol, aegirin,

dll)

MOR Ya Tidak Tidak

Busur

kepulauan/

busur

magmatik

Ya Tidak Tidak

Gunung api di

belakang

busur

magmatik

Ya Ya Ya

Tabel V.7. Beberapa tipe magma dari batuan gunung api berdasarkan kandungan silika dan keterdapatannya dari tatanan tektoniknya

SiO2

(%)

Tipe magma Nama batuan seri

gunung api

Tatanan tektoniknya

< 50 Basa / mafik Basal Mid oceanic ridge basalt

50-65 Intermediet /

menengah

Andesit Busur kepulauan dan busur

magmatik dangkal

91

Page 92: 22913033-mo-petrografi.pdf

65-70 Asam / felsik

rendah Si

Dasit Busur magmatik: lempeng benua

dengan dapur magma tengah (B)

>70 Asam / felsik

kaya Si

Riolit Busur magmatik: segregasi pada

lempeng benua dengan dapur

magma dalam (A)

Tugas:

Kelompok I: Menyiapkan bahan untuk presentasi petrografi batuan beku didasarkan

pada hasil pengamatan sayatan tipis batuan tugas sebelumnya

92

Page 93: 22913033-mo-petrografi.pdf

BAB IX. PETROGRAFI BATUAN VULKANIK, SEDIMEN DAN

METAMORF

IX.1. Batuan Vulkanik

Lebih dari 80% permukaan bumi, baik di dasar laut hingga daratan tersusun atas

batuan gunung api. Di Indonesia saja, terdapat 128 gunung api aktif yang tersebar

dari Sabang sampai Merauke, dan sebanyak 84 di antaranya menunjukkan aktivitas

eksplosifnya sejak 100 tahun terakhir. Di samping itu, batuan gunung api berumur

Tersier atau yang lebih tua juga samgat melimpah di permukaan, bahkan jauh lebih

banyak dari pada batuan sedimen dan metamorf.

Didasarkan atas komposisi materialnya, endapan piroklastika terdiri dari tefra

(pumis dan abu gunung api, skoria, Pele's tears dan Pele's hair, bom dan blok

gunung api, accretionary lapilli, breksi vulkanik dan fragmen litik), endapan

jatuhan piroklastika, endapan aliran piroklastika, tuf terelaskan dan endapan

seruakan piroklastika. Aliran piroklastika merupakan debris terdispersi dengan

komponen utama gas dan material padat berkonsentrasi partikel tinggi. Mekanisme

transportasi dan pengendapannya dikontrol oleh gaya gravitasi bumi, suhu dan

kecepatan fluidisasinya. Material piroklastika dapat berasal dari guguran kubah

lava, kolom letusan, dan guguran onggokan material dalam kubah (Fisher, 1979).

Material yang berasal dari tubuh kolom letusan terbentuk dari proses fragmentasi

magma dan batuan dinding saat letusan. Dalam endapan piroklastika, baik jatuhan,

aliran maupun seruakan; material yang menyusunnya dapat berasal dari batuan

dinding, magmanya sendiri, batuan kubah lava dan material yang ikut terbawa saat

tertransportasi.

Pada dasarnya batuan gunung api (vulkanik) dihasilkan dari aktivitas vulkanisme.

Aktivitas vulkanisme tersebut berupa keluarnya magma ke permukaan bumi, baik

secara efusif (ekstrusi) maupun eksplosif (letusan). Batuan gunung api yang keluar

dengan jalan efusif mengahasilkan aliran lava, sedangkan yang keluar dengan jalan

eksplosif menghasilkan batuan fragmental (rempah gunung api). Sifat-sifat batuan

gunung api yang dihasilkan secara efusif telah dijelaskan pada Bab VIII

93

Page 94: 22913033-mo-petrografi.pdf

sebelumnya, jadi pada Bab ini membahas batuan gunung api fragmental yang

dihasilkan dari aktivitas gunung api secara eksplosif.

Menurut Pettijohn (1975), endapan gunung api fragmental bertekstur halus dapat

dikelompokkan dalam tiga kelas yaitu vitric tuff, lithic tuff dan chrystal tuff.

Menurut Fisher (1966), endapan gunung api fragmental tersebut dapat

dikelompokkan ke dalam lima kelas didasarkan atas ukuran dan bentuk butir batuan

penyusunnya. Gambar IX.1 adalah klasifikasi batuan vulkanik menurut keduanya.

Gambar IX.1. Klasifikasi batuan gunung api fragmental menurut Pettijohn (1975; kiri) dan Fisher (1966; kanan)

Contoh batuan gunungapi

1) Tuf: merupakan material gunung api yang dihasilkan dari letusan eksplosif,

selanjutnya terkonsolidasi dan mengalami pembatuan. Tuf dapat tersusun atas

fragmen litik, gelas shards, dan atau hancuran mineral sehingga membentuk

tekstur piroklastika

94

Page 95: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar IX.2. Batuan tuf gunung api dalam sayatan tipis (kiri: nikol silang dan kanan: nikol sejajar). Dalam sayatan menunjukkan adanya fragmen litik dan kristal dengan sifat kembaran pada hancuran plagioklas, dan klastik litik teralterasi berukuran halus.

2) Lapili: adalah batuan gunung api (vulkanik) yang memiliki ukuran butir

antara 2-64 mm; biasanya dihasilkan dari letusan eksplosif (letusan kaldera)

berasosiasi dengan tuf gunung api. Lapili tersebut kalau telah mengalami

konsolidasi dan pembatuan disebut dengan batu lapili. Komposisi batu lapili

terdiri atas fragmen pumis dan (kadang-kadang) litik yang tertanam dalam

massa dasar gelas atau tuf gunung api atau kristal mineral. Gambar IX.3 adalah

batu lapili yang tersusun atas fragmen pumis dan kuarsa yang tertanam dalam

massa dasar tuf.

Gambar IX.3. Breksi pumis (batu lapili) yang hadir bersama dengan kristal kuarsa

dan tertanam dalam massa dasar tuf halus..

95

Litik teralterasi

Litik teralterasi

plagioklasplagioklas

Page 96: 22913033-mo-petrografi.pdf

3) Batuan gunung api tak-terelaskan (non-welded ignimbrite): Glass shards,

dihasilkan dari fragmentasi dinding gelembung gelas (vitric bubble) dalam

rongga-rongga pumis. Material ini nampak seperti cabang-cabang slender yang

berbentuk platy hingga cuspate, kebanyakan dari gelas ini menunjukkan tekstur

simpang tiga (triple junctions) yang menandai sebagai dinding-dinding

gelembung gas. Dalam beberapa kasus, walaupun gelembung gas tersebut tidak

terelaskan, namun dapat tersimpan dengan baik di dalam batuan (Gambar IX.4).

Gambar IX.4. Tuf tak-terelaskan dari letusan Gunung Krakatau tahun 1883 dengan glass shards yang sedikit terkompaksi.

96

Page 97: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar IX.5. Tuf Rattlesnake, berasal dari Oregon pusat, menampakkan shards yang sedikit memipih dan gelembung gelas yang telah hancur membentuk garis-garis oval.

4) Batuan gunung api yang terelaskan (welded ignimbrite): yaitu gelas shards

dan pumis yang mengalami kompaksi dan pengelasan saat lontaran balistik

hingga pengendapannya. Biasanya pumis dan gelas tersebut mengalami

deformasi akibat jatuh bebas, yang secara petrografi dapat terlihat dengan: (1)

bentuk Y pada shards dan rongga-rongga bekas gelembung-gelembung gas /

gelas, arah jatuhnya pada bagian bawah Y, (2) arah sumbu memanjang kristal

dan fragmen litik, (3) lipatan shards di sekitar fragmen litik dan kristal, dan (4)

jatuhnya fragmen pumis yang memipih ke dalam massa gelasan lenticular yang

disebut fiamme (Gambar IX.6.c). Derajad pengelasan dalam batuan gunung api

dapat diketahui dari warnanya yang kemerahan akibat proses oksidasi Fe. Pada

kondisi pengelasan tingkat lanjut, massa yang terelaskan hampir mirip dengan

obsidian. Batuan ini sering berasosiasi dengan shards memipih yang

mengelilingi fragmen litik dan kristal.

a. b. c.

Gambar IX.6. a. Tuf terelaskan dari Idaho, b. Tuf terelaskan dari Valles, Mexiko

utara, c. tuf terelaskan dengan cetakan-cetakan fragmen kristal

IX.2. Batuan Sedimen

Terbentuk dari proses sedimentasi. Di dalam proses sedimentasi berlangsung proses

erosi, transportasi, sedimentasi dan litifikasi. Batuan vulkanik tidak termasuk di

dalam kelompok batuan sedimen, karena dihasilkan langsung dari aktivitas

gunungapi, tidak ada proses erosi. Terdiri dari:

97

Page 98: 22913033-mo-petrografi.pdf

• Batuan sedimen klastik; didiskripsi berdasarkan komposisi dan fraksi

butirannya

• Batuan sedimen non-klastik --- menyesuaikan dengan kondisi batuannya

a. Batuan sedimen klastik fragmental

• Struktur sedimen:

– Masif: tidak dijumpai struktur yang lain dalam >40 cm

– Gradasi: diameter butir fining up (menghalus ke atas atau gradasi

normal) dan gradasi terbalik jika diameter butir coarsing up

(mengasar ke atas)

– Berlapis: memiliki struktur perlapisan >2 cm

– Laminasi: perlapisan dengan tebal lapisan < 2 cm

– Silangsiur: struktur lapisan saling memotong dengan lapisan yang

lain, jika tebal silangsiur <2 mm disebut crosslammination

• Antidune: berlawanan arah dengan arah sedimentasi

• Dune: searah dengan sedimentasi

• Tekstur sedimen

– Hubungan antar butir (kemas): terbuka / tertutup

– Pemilahan/keseragaman ukuran butir (Sortasi): baik, buruk atau

sedang

– Diameter butir (dengan menggunakan parameter Wentworth grain

size analizer)

• Komposisi:

– Fragmen: litik / kristal mineral

– Matriks: lempung / lanau / pasir

– Semen: silika / karbonat / oksida besi

98

Page 99: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar IX.7. Klasifikasi batuansedimen (Dott, 1964 dan Raymond, 1995)

99

Page 100: 22913033-mo-petrografi.pdf

CONTOH SAYATAN TIPIS BATUAN SEDIMEN (Gambar IX.8-11)

Gambar IX.8. Foto sayatan tipis batugamping kalkarenit pada nikol silang

Gambar IX.9. Foto sayatan tipis batugamping Ooid pada nikol silang

Gambar IX.10. Foto sayatan tipis batugamping pada nikol silang

100

Page 101: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar IX.11. Foto sayatan tipis batupasir kuarsa pada nikol sejajar (atas) dan nikol

silang (bawah)

101

Page 102: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar IX.12. Foto sayatan tipis Ooid (kiri) dan ilustrasinya (kanan)

IX.3. Batuan Metamorf

IX.3.1 Sifat Umum Batuan Metamorf

Batuan metamorf terbentuk dari proses metamorfisme. Kata "Metamorfisme"

berasal dari bahasa Yunani yaitu: Meta = berubah, Morph = bentuk, jadi

metamorfisme berarti berubah bentuk. Dalam geologi, hal itu mengacu pada

perubahan susunan / kumpulan dan tekstur mineral, yang dihasilkan dari perbedaan

tekanan dan suhu pada suatu tubuh batuan.

• Walaupun diagenesis juga merupakan perubahan bentuk dalam batuan

sedimen, namun proses ubahan tersebut berlangsung pada suhu di bawah

200oC dan tekanan di bawah 300 MPa (MPa: Mega Pascals) atau sekitar

3000 atm.

• Jadi, metamorfisme berlangsung pada suhu 200oC dan tekanan 300 Mpa

atau lebih tinggi. Batuan dapat terkenai suhu dan tekanan tersebut jika

berada pada kedalaman yang sangat tinggi. Sebagaimana kedalamannya

pusat subduksi atau kolisi.

Pertanyaannya adalah: mungkinkah batas atas metamorfisme tersebut terjadi pada

tekanan dan suhu yang sama dengan proses lelehan batuan (wet partial melting).

Saat pelelehan terjadi, justru proses ubahan yang terjadi adalah pembentukan batuan

beku ketimbang metamorfik.

a. Batuan dalam Derajad Metamorfisme

102

Page 103: 22913033-mo-petrografi.pdf

1. Serpih – terbentuk pada derajad metamorfik rendah, ditandai dengan

pembentukan mineral klorit dan lempung. Orientasi lembaran silikat

menyebabkan batuan mudah hancur di sepanjang bidang parallel yang

disebut belahan menyerpih (slatey cleavage), slatey cleavage berkembang

pada sudut perlapisan asal (Gambar IX.13).

Gambar IX.13. Foliasi menyerpih pada tingkat metamorfisme rendah (Nelson, 2003)

2. Sekis – makin tinggi derajad metamorfisme makin besar mineral yang

terbentuk. Pada tahap ini terbentuk foliasi planar dari orientasi lembaran

silikat (biasanya biotit dan muskovit). Butiran-butiran kuarsa dan feldspar

tidak menunjukkan penjajaran; ketidak-teraturan foliasi planar ini disebut

schistosity (Gambar IX.14).

Gambar IX.14. Bentuk ketidak-teraturan foliasi planar (schistosity) (Nelson, 2003)

3. Gneiss – tingkat metamorfisme yang lebih tinggi, lembaran silikat menjadi

tak-stabil, mineral-mineral horenblende dan piroksen mulai tumbuh.

Mineral-mineral tersebut membentuk kumpulan gneissic banding dengan

penjajaran tegaklurus arah gaya maksimum dari differential stress (Gambar

IX.15).

103

Page 104: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar IX.15. Mineral-mineral dengan tekstur gneissic banding, orientasi mineral

tegak lurus dengan arah gaya maksimum (Nelson, 2003)

4. Granulite – adalah metamorfisme tingkat tertinggi, semua mineral hydrous

dan lembaran silikat menjadi tidak stabil sehingga muncul penjajaran

beberapa mineral. Batuan yang terbentuk menghasilkan tekstur granulitik

yang sama dengan tekstur faneritik pada batuan beku.

e. Metamorfisme Basal dan Gabbro

(a) Greenschist - Olivin, piroksen, dan plagioklas dalam basal berubah

menjadi amfibol dan klorit (hijau).

(b) Amphibolite – pada metamorfisme tingkat menengah, hanya mineral

gelap (amfibol dan plagioklas saja yang bertahan), batuannya disebut

amfibolit.

(c) Granulite – pada tingkat metamorfisme tinggi, amfibol digantikan

oleh piroksen dan garnet, tekstur foliasi berubah menjadi tekstur granulitik.

f. Metamorfisme Batugamping dan Batupasir

(a) Marmer – tidak menunjukkan foliasi

(b) Quartzite - metamorfisme batupasir yang asalnya mengandung

kuarsa, rekristalisasi dan pertumbuhan kuarsa menghasilkan batuan non-

foliasi yang disebut kuarsit.

VI.3.2. Teknik Pemerian Batuan Metamorf secara Petrografi

a) Struktur Batuan

104

Page 105: 22913033-mo-petrografi.pdf

1. Foliasi: struktur pemipihan akibat pembebanan

2. Non foliasi: tanpa adanya pemipihan

b) Tekstur Batuan

1. Tekstur Poikiloblastik: sama seperti porfiroblastik, namun dicirikan

oleh adanya inklusi mineral asing berukuran halus. Gambar IX.16 adalah

tektur poikiloblastik; warna orange tourmalin dan abu-abu K-feldspar,

mineral berukuran halus adalah butiran-butiran kuarsa dan muscovit.

Biasanya berada pada sekis mika-tourmalin.

Gambar IX.16. Tekstur poikiloblastik pada batuan metamorf

2. Tekstur Porfiroblastik: tekstur batuan metamorf yang dicirikan oleh

adanya mineral berukuran besar dalam matriks / massa dasar berukuran

lebih halus. Sering berada pada sekis mika-garnet.

Gambar IX.17. Tekstur porfiroblastik pada batuan metamorf

105

Page 106: 22913033-mo-petrografi.pdf

3. Tekstur Porphyroklas: tekstur batuan metamorf yang dicirikan oleh

adanya kristal besar (umumnya K-feldspar) dalam massa dasar mineral yang

lebih halus. Bedanya dengan porphyroblastik adalah, porphyroklastik

tidak tumbuh secara in-situ, tetapi sebagai fragment sebelum mineral-

mineral tersebut hancur / terubah saat prosesn metamorfisme, contoh:

blastomylonit dalam gniss granitik.

Gambar IX.18. Tekstur porfiroklastik pada batuan metamorf

4. Retrogradasi eklogit: tekstur batuan metamorf yang dibentuk oleh

adanya mineral amfibol (biasanya horenblende) yang berreaksi dengan

mineral lain. Dalam Gambar IX.19 adalah retrogradasi klinopirosen

amfibole pada sisi kanan atas.

Gambar IX.19. Tekstur retrogradasi eklogit pada batuan metamorf

5. Tekstur Schistose: foliasi sangat kuat, atau terdapat penjajaran butiran,

terutama mika, dalam batuan metamorf berbutir kasar.

106

Page 107: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar IX.20. Tekstur schistose pada batuan metamorf

6. Tekstur Phyllitik: foliasi kuat dalam batuan metamorf berbutir halus.

Gambar IX.21. Tekstur phylitik pada batuan metamorf

7. Tekstur Granoblastik: massive, tak-terfoliasi, tekstur equigranular dalam

batuan metamorf.

107

Page 108: 22913033-mo-petrografi.pdf

Gambar IX.22. Tekstur granoblastik pada batuan metamorf

Tabel IX.1. adalah beberapa batuan metamorf dan sifat-sifatnya.

Tabel IX.1 Sifat-sifat batuan metamorf

108

Page 109: 22913033-mo-petrografi.pdf

Tugas: Kelompok II dan III Menyiapkan bahan presentasi dari Tugas sebelumnya

109

Page 110: 22913033-mo-petrografi.pdf

DAFTAR BACAAN WAJIB

1. W.D. Nesse, Introduction to Optical Mineralogy, 2nd Ed.

2. William, et al, Petrography

3. Craig and Vaughan, Ore Microscopy & Ore Petrography

4. Ramdohr, Ore Minerals and Their Intergrowths

5. http://www.wwnorton.com/college/geo/egeo/fla sh/3_2.swf

6. http://met.open.ac.uk/vms/dualviewj.html

110