001 anemia

53
ANEMIA Tugas Epidemiologi Non Menular Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi Penelitian Kuantitatif Dosen Pengampu : Widya Harry C S.KM., M.Kes. Oleh Nimas Dwi Ayu R (6411413126) Suci Rohmawati ( Rani Rahayu ( JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2015

Upload: nimas-dwi-ayu-r

Post on 24-Dec-2015

223 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

(Epid Non Menular)

TRANSCRIPT

ANEMIA

Tugas Epidemiologi Non Menular

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi Penelitian Kuantitatif

Dosen Pengampu : Widya Harry C S.KM., M.Kes.

Oleh

Nimas Dwi Ayu R (6411413126)

Suci Rohmawati (

Rani Rahayu (

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat

menyelesaikan tugas mata kuliah Epidemiologi Non Menular dengan materi

bahasan “Anemia” ini dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk

memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah

prodi Epidemiologi non Menular, yakni Ibu Widya Harry C S.KM, M.Kes

Tugas ini disusun dari hasil pengumpulan data serta informasi yang kami

peroleh dari buku panduan yang berkaitan dengan Epidemiologi non Menular,

serta infomasi dari media massa yang berhubungan dengan tema makalah ini.

Akhirnya, kami berharap tugas ini dapat memberi manfaat bagi saya dan

kita semua para pembaca. Sesuai pepatah ‘tak ada gading yang tak retak’, tugas

ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran

dari para pembaca agar tugas-tugas kami kedepan menjadi lebih baik.

Semarang, 09 Februari 2015

Penyusun

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii

1. PENDAHULUAN ................................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang .................................................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................. 1

1.3. Tujuan ............................................................................................................... 1

2. PEMBAHASAN ...................................................................................................... 2

2.1. Definisi Anemia.................................................................................................

2.2. Klasifikasi Anemia............................................................................................

2.3. Epidemiologi......................................................................................................

2.4. Gejala Tanda......................................................................................................

3. PENUTUP ................................................................................................................

3.1. Kesimpulan .......................................................................................................

3.2. Saran..................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................

3

1 DEFINISI

Anemia atau yang sering disebut dengan “kekurangan darah” merupakan suatu keadaan

dimana jumlah Hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal berdasarkan umur dan jenis

kelamin. Secara praktis anemia ditunjukkan dengan adanya penurunan kadar hemoglobin (Hb),

hematokrit (Hct) atau hitung eritrosit (red cell count). Hemoglobin (Hb) adalah molekul protein

pada sel darah merah yang berfungsi sebagai media transport oksigen dari paru-paru ke seluruh

jaringan tubuh dan membawa karbondioksida dari jaringan tubuh ke paru-paru. Kandungan zat

besi yang terdapat dalam hemoglobin membuat darah berwarna merah. Molekul hemoglobin

terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme, suatu molekul organik yang dengan satu

atom besi. Hemotokrit (Hct) adalah proporsi volume darah yang terdiri dari sel darah

merah.Tingkat hematokrit (Hct) dinyatakan dalam persentase. Misalnya, hematokrit (Hct) 25%

berarti ada 25 mililiter sel darah merah dalam 100 mililiter darah. Eritrosit adalah sel darah

merah yang membawa oksigen ke dalam sel-sel tubuh dan karbondioksida keluar dari sel-sel

tubuh. Berikut ini adalah batasan anemia menurut WHO:

Anak umur 6 bulan s/d 6 tahun 11 g/100 ml

Anak umur 6 tahun s/d 14 tahun 12 g/ 100 ml

Laki-laki Dewasa 13 g/100 ml

Wanita Dewasa 12 g/100 ml

Wanita hamil 11 g/100 ml

Wanita menyusui > 3 bulan 12 g/100 ml

Nilai parameter seseorang dikatakan anemia

4

Dalam peristiwa anemia atau kekurangan darah ini dapat menyebabkan kematian.

Beberapa kasus kematian ini karena kekurangan sel-sel darah merah hingga menyebabkan

ketidakmampuan jantung untuk mendistribusikan zat makanan dan oksigen ke otak. Hal tersebut

dapat memicu adanya kegagalan otak untuk memberikan perintah pada organ vital tubuh. Jika

hal itu terjadi pada paru-paru dan jantung, maka dapat menyebabkan kematian. Penurunan

hemoglobin (Hb) ini biasanya terjadi pada penderita anemia penyakit ginjal, dan pemberian

cairan intra-vena (misalnya: infus) yang berlebihan. Selain itu, dapat juga disebabkan oleh obat-

obatan tertentu, seperti antibiotika, aspirin, antineoplastik (obat kanker), dan indometasin (obat

anti radang). Peningkatan hemoglobin (Hb) terjadi pada pasien yang dehidrasi, penyakit paru

obstruktif menahun (COPD), gagal jantung kongestif, dan luka bakar. Obat yang dapat

meningkatkan hemoglobin (Hb) adalah metildopa (salah satu jenis obat darah tinggi) dan

gentamicin (Obat untuk infeksi pada kulit).

2 KLASIFIKASI

5

Anemia terdiri dari 800 jenis berdasarkan etiologinya, morfologinya, dan patofisiologinya.

Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro menunjukkan ukuran sel darah

merah sedangkan kromik menunjukkan warnanya. Sudah dikenal tiga klasifikasi besar.

Yang pertama adalah anemia normositik normokrom. Dimana ukuran dan bentuk sel-sel

darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal tetapi individu

menderita anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit

kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum, dan penyakit-

penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang.

Kategori besar yang kedua adalah anemia makrositik normokrom. Makrositik berarti

ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena konsentrasi

hemoglobinnya normal. Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat

DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat. Ini dapat juga terjadi pada

kemoterapi kanker, sebab agen-agen yang digunakan mengganggu metabolisme sel.

Kategori anemia ke tiga adalah anemia mikrositik hipokrom. Mikrositik berarti kecil,

hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal. Hal ini

umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi,

keadaan sideroblastik dan kehilangandarah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada

talasemia (penyakit hemoglobin abnormal kongenital).

Anemia dapat juga diklasifikasikan  menurut etiologinya. Penyebab utama yang

dipikirkan adalah

(1) meningkatnya kehilangan sel darah merah dan

(2) penurunan atau gangguan pembentukan sel.

 Meningkatnya kehilangan sel darah merah dapat disebabkan oleh perdarahan atau oleh

penghancuran sel. Perdarahan dapat disebabkan oleh trauma atau tukak, atau akibat pardarahan

kronik karena polip pada kolon, penyakit-penyakit keganasan, hemoriod atau menstruasi.

Penghancuran sel darah merah dalam sirkulasi, dikenal dengan nama hemolisis, terjadi bila

gangguan pada sel darah merah itu sendiri yang memperpendekhidupnya atau karena perubahan

lingkungan yang mengakibatkan penghancuran sel darah merah. Keadaan dimana sel darah

merah itu sendiri terganggu adalah:

1. Hemoglobinopati, yaitu hemoglobin abnormal yang diturunkan, misal nya anemia

sel sabit                        

6

2. Gangguan sintetis globin misalnya talasemia

3. Gangguan membran sel darah merah misalnya sferositosis herediter

4. Defisiensi enzim misalnya defisiensi G6PD (glukosa 6-fosfat dehidrogenase).

Yang disebut diatas adalah gangguan herediter. Namun, hemolisis dapat juga disebabkan

oleh gangguan lingkungan sel darah merah yang seringkali memerlukan respon imun. Respon

isoimun mengenai berbagai individu dalam spesies yang sama dan diakibatkan oleh tranfusi

darah yang tidak cocok. Respon otoimun terdiri dari pembentukan antibodi terhadap sel-sel darah

merah itu sendiri. Keadaan yang di namakan anemia hemolitik otoimun dapat timbul tanpa sebab

yang diketahui setelah pemberian suatu obat tertentu seperti alfa-metildopa, kinin, sulfonamida,

L-dopa atau pada penyakit-penyakit seperti limfoma, leukemia limfositik kronik, lupus

eritematosus, artritis reumatorid dan infeksi  virus. Anemia hemolitik otoimun selanjutnya

diklasifikasikan menurut suhu dimana antibodi bereaksi dengan sel-sel darah merah –antibodi

tipe panas atau antibodi tipe dingin.

Berikut klasifikasi anemia yang telah dikelompokkan menurut sub-babnya:

Klasifikasi anemia berdasarkan morfologinya:

Normositik: anemia normositik adalah anemia yang bentuk dan ukuran sel darah merahnya

normal (diameter 76 – 100 fl) namun jumlah sel darah merah sedikit. Anemia normositik

normokrom disebabkan oleh karena perdarahan akut, hemolisis, dan penyakit-penyakit

infiltratif metastatik pada sumsum tulang. Terjadi penurunan jumlah eritrosit tidak disertai

dengan perubahan konsentrasi hemoglobin (Indeks eritrosit normal pada anak: MCV 73 –

101 fl, MCH 23 – 31 pg , MCHC 26 – 35 %), bentuk dan ukuran eritrosit.Contoh anemia

yang termasuk anemia normositik adalah anemia hemolitik (anemia akibat peningkatan

penghancuran sel darah merah), anemia aplastik (anemia akibat jumlah sel darah merah

yang diproduksi sumsum tulang belakang berkurang) dan anemia akibat pendarahan.

Anemia makrositik adalah anemia dimana jumlah sel darah merah berkurang disertai dengan

peningkatan ukuran sel (diameter > 100 fl). Anemia makrositik dibagi menjadi dua, yaitu

anemia makrositik megaloblastik dan anemia makrositik nonmegaloblastik.

o Anemia makrositik megaloblastik adalah anemia akibat kelainan pada sintesis/

pembelahan sel darah merah sehingga terbentuk megaloblast (eritroblast yang besar)

yang akan menjadi eritrosit dengan ukuran yang besar. Contoh dari anemia makrositik

megaloblastik adalah anemia akibat defisiensi asam folat dan vitamin B12.

7

o Anemia makrositik nonmegaloblastik adalah anemia dengan ukuran sel darah merah

besar namun bukan disebabkan oleh terbentuknya megaloblast. Anemia makrositik

nonmegaloblastik dapat disebabkan oleh alkohol, penyakit hati, miksedema, sindrom

mielodisplastik, obat sitotoksik, anemia aplastik, kehamilan, merokok, retikulositosis,

myeloma, dan nenonatus.

Anemia mikrositik adalah kondisi anemia dimana jumlah sel darah merah berkurang disertai

dengan ukuran sel darah merah yang kecil (diameter <76 fl). Hal ini terjadi akibat kegagalan

dalam sintesis sel darah merah. Anemia mikrositik biasanya disertai dengan hipokromik

(kadar hemoglobin dalam darah berkurang, sehingga warna eritrosit lebih pucat dibanding

normal). Contoh anemia mikrositik yang sering terjadi adalah anemia akibat defisiensi zat

besi.

Klasifikasi anemia berdasarkan etiologinya:

Defisiensi: anemia akibat defisiensi bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembentukan sel

darah merah, seperti Fe, vitamin B12, dan asam folat.

Pusat: anemia yang disebabkan oleh kelainan pada fungsi sintesis di sumsum tulang.

Misalnya pada lansia, anemia penyakit kronis, dan kanker sumsum tulang.

Periferal: anemia yang disebabkan oleh pendarahan atau penyakit kronis.

Klasifikasi anemia berdasarkan patofisiologinya:

Kehilangan Darah Berlebihan (akut):

8

Pendarahan, trauma fisik, tukak lambung, infeksi lambung, hemorroid

Pendarahan Kronis

Pendarahan vagina, peptic ulcer, parasit intestinal, aspirin dan NSAID lain

Destruksi Sel Darah Merah Berlebihan

Antibodi, obat, trauma fisik, seguestrasi berlebih pada limpa, dan faktor ekstrakorpuskular

lain

Faktor Intrakorpuskular

Hereditas dan kelainan sintesis hemoglobin

Produksi RBC dewasa tidak cukup

o Defisiensi nutrient: Vitamin B12, Fe, asam folat, piridoksin

o Defisiensi eritroblast: Anemia aplastik, eritroblastopenia terisolasi, antagonis asam folat,

antibodi

o Defisiensi infiltrasi sumsum tulang: Limfoma, leukemia, mielofibrosis, karsinoma

o Abnormalitas endokrin: Hipotiroid, insufisiensi adrenal dan kelenjar pituitari

o Penyakit ginjal kronis

o Penyakit liver

o Inflamasi kronis: Granulatomasous disease dan collagen vascular disease

3 EPIDEMIOLOGI

a. Banyak terjadi pada ibu Hamil, anak-anak dan reamaja wanita

b. 7 dari 10 wanita Hamil terkena anemia

c. ada 2.546 orang, ternyata 73% orang memiliki gejala-gejala atau faktor resiko anemia.

d. Di Indonesia prevalensi anemia sebesar 57,1 % diderita oleh remaja putri, 27,9 % diderita

oleh Wanita Usia Subur (WUS) dan 40,1 % diderita oleh ibu hamil

Prevalensi anemia di dunia sangat tinggi, terutama di negara-negara sedang berkembang

termasuk Indonesia. Anemia defisiensi besi merupakan masalah gizi yang paling lazim di dunia

dan menjangkiti lebih dari 600 juta manusia.1 Perkiraan prevalensi anemia secara global adalah

sekitar 51%. Angka tersebut terus bertambah di tahun 1997 yang bergerak dari 13,4% di

Thailand ke 85,5% di India.

Tiga puluh enam persen (atau kira-kira 1400 juta orang) dari perkiraan populasi 3800 juta

orang di negara sedang berkembang menderita anemia gizi, sedangkan prevalensi di negara maju

9

hanya sekitar 8% (atau kira-kira 100 juta orang) dari perkiraan populasi 1200 juta orang.1

Menurut data Depkes RI, prevalensi anemia defisiensi besi pada remaja putri di Indonesia yaitu

28%.3 Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 menyatakan bahwa prevalensi

anemia defisiensi besi pada remaja putri usia 10-18 tahun yaitu 57,1%.

Hasil survey anemia ibuhamil pada 15 kabupaten/kota pada tahun 2007 menunjukkan

bahwa prevalensi anemia di Jawa Tengah adalah 57,7%, prevalensi tersebut masih lebih tinggi

dari prevalensi pada tingkat nasional yaitu 50,9%.

Data menurut Puskesmas Purwoyoso Semarang, gambaran prevalensi selama 4 tahun di kota

Semarang masih tinggi, yakni 45%(2010), 41%(2011), 52%(2012) dan 49%(2013). (Litasari,

2014)

4 GEJALA TANDA

Manifestasi klinis dari anemia tergantung dari jenis dan tingkat keparahan anemia

tersebut. Namun pada umumnya gejala anemia terdiri dari:

Pusing (dizziness dan fatigue): Sel darah merah yang berkurang menyebabkan

oksihemoglobin yang terdistribusi ke bagian tubuh seperti otak berkurang. Hal ini dapat

menyebabkan pusing dan sakit kepala.

Tekanan darah rendah

Mata menguning: warna kuning dapat disebabkan oleh adanya bilirubin (hasil destruksi sel

darah merah) pada aliran darah

Kulit pucat, dingin, dan berwarna kuning: kulit yang dingin berwarna pucat terjadi akibat

kurangnya sel darah merah pada pembuluh darah. Kulit yang menguning bisa disebabkan

oleh adanya bilirubin (hasil destruksi sel darah merah) pada darah.

Napas pendek

Otot melemah

Warna feces berubah: terutama pada anemia hemolitik, dimana terjadi peningkatan destruksi

sel darah merah. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan kadar bilirubin yang merupakan

hasil destruksi sel darah merah. Bilirubin akan membuat warna feces menguning.

Pembesaran hati

Palpitasi

10

Peningkatan detak jantung

Pada anemia akut dapat terjadi gejala kardiorespiratori seperti takikardi, kepala terasa

ringan dan sesak napas.Sementara pada anemia kronis gejala yang nampak adalah lelah, letih,

pusing, vertigo, sensitif dingin, pucat. Khusus pada anemia akibat defisiensi zat besi dapat terjadi

penurunan saliva, rasa tidak enak pada lidah, dan pica.Pada anemia defisiensi vitamin B12 dan

asam folat, terjadi ikterus, pucat, atropi mukosa gastrik, abnormalitas neuropsikiatrik

(abnormalitas neuropsikiatrik khusus pada defisiensi vitamin B12).

Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan kedalaman serta distribusi kapiler

mempengaruhi warna kulit, maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat

diandalkan. Warna kuku, telapak tangan, dan membran mukosa mulut serta konjungtiva dapat

digunakan lebih baik guna menilai kepucatan.

Takikardia dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh kecepatan aliran darah yang

meningkat) menggambarkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat. Angina (sakit

11

dada), khususnya pada penderita yang tua dengan stenosis koroner, dapat diakibatkan karena

iskemia miokardium. Pada anemia berat, dapat menimbulkan payah jantung kongesif sebab otot

jantung yang kekurangan oksigen tidak dapat menyesuaikan diri dengan beban kerja jantung

yang meningkat. Dispnea (kesulitan bernafas), nafas pendek, dan cepat lelah waktu melakukan

aktivitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman O2. Sakit kepala, pusing,

kelemahan dan tinnitus (telinga berdengung) dapat menggambarkan berkurangnya oksigenasi

pada susunan saraf pusat. Pada anemia yang berat dapat juga timbul gejala saluran cerna yang

umumnya berhubungan dengan keadaan defisiensi. Gejala-gejala ini adalah anoreksia, nausea,

konstipasi atau diare dan stomatitis (sariawan lidah dan mulut).

5 FAKTOR RESIKO

Faktor resiko dari anemia adalah:

Genetik dan Sejarah keluarga: sejarah keluarga merupakan faktor resiko untuk anemia yang

disebabkan oleh genetik, misalnya sickle-cell anemia, talasemia, atau fancony anemia.

Nutrisi: pola makan yang kurang zat penting bagi sel darah merah seperti zat besi, vitamin

B12, dan asam folat dapat meningkatkan resiko anemia

Kondisi saluran cerna: kondisi saluran cerna dapat mempengaruhi absorbsi nutrisi yang

penting bagi pembentukan sel darah merah sehingga dapat meningkatkan resiko anemia.

Selain itu, pendarahan akibat tukak lambung, tukak peptik, dan infeksi parasit pada saluran

cerna juga dapat menyebabkan anemia.

Menstruasi: menstruasi dapat meningkatkan resiko anemia akibat kekurangan zat besi.

Kehilangan darah akibat menstruasi memicu pembentukan darah berlebih. Apabila tidak

diikuti dengan peningkatan asupan nutrisi terutama zat besi, dapat memicu terjadinya anemia

defisiensi zat besi.

Kehamilan: kehamilan dapat meningkatkan resiko anemia akibat kekurangan zat besi. Hal ini

disebabkan tubuh harus memiliki nutrisi yang cukup untuk tubuh ibu dan fetus, serta nutrisi

untuk pembentukan sel darah fetus. Apabila tidak dibarengi dengan asupan nutrisi yang

cukup terutama zat besi, dapat menyebabkan anemia

Penyakit kronis seperti kanker, gagal ginjal, dan tukak dapat meningkatkan resiko anemia.

Zat kimia dan obat: beberapa obat dan zat kimia seperti benzena, penisilin, primaquin, dan

sulfasalazin dapat menyebabkan anemia.

12

Faktor lain seperti infeksi, penyakit autoimun

6 PROGNOSIS

Tergantung penyakit dasar, dapat mengalami krisis aplastik, krisis hemolitik dan krisis

megaloblastik, yang ditandai penurunan kadar hemoglobin secara cepat dan dramatis.

1. Krisis aplastik:

Merupakan krisis yang paling sering terjadi, disebabkan kegagalan sementara produksi

eritrosit. Pada sebagian besar kasus hal ini disebabkan infeksi B19 human parvovirus

(HPV). Terjadi penurunan kadar hemoglobin disertai penurunan retikulosit (biasnya<1%)

2. Krisis hemolitik:

Terjadi penurunan kadar hemoglobin kerana peningkatan destruksi eritrosit yang

kemungkinan disebabkan peningkatan aktivitas limpa. Pada keadaan ini terdapat

peningkatan retikulosit, ikterik bertambah dan lien membesar.

3. Krisis megaloblastik:

Terjadi sebagai komplikasi defisiensi folat, onset biasanya lebih lambat dari krisis

apalstik dan krisis hemolisis dan tidak berhubungan dengan infeksi.

-     Anemia hemolitik autoimun idiopatik (warm antibodi): Perjalanan penyakit bervariasi,

mengalami remisi dan relaps, mortilitas mencapai 46%. Kelangsungan hidup 10 tahun

sebesar 73%.

-     Cold-aglutinin disease: Pada yang idiopatik prognosis relatif baik, dapat bertahan hidup

sampai beberapa tahun. Pada post infeksi biasanya self limited, penyembuhan terjadi dalam

beberapa minggu.

-     Paroxysmal cold hemoglobinuria : Pada post infeksi biasanya mengalami penyembuhan

spontan dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Pada kasus idiopatik, penderita dapat

bertahan idup selama bertahun-tahun disertai hemolisis paroksismal.

-     Hemolisis imun kerana obat biasanya ringan, prognosis baik, kadang-kadang dapat terjadi

hemolisis berat dengan gagal ginjal.

-     Talasemia : Transfusi adekuat dan terapi chelation desferoxamine memperbaiki prognosis

penderita B-talasemia mayor.

7 PENCEGAHAN

Anemia dapat dicegah oleh beberapa cara dibawah ini:

13

1. konsumsi makanan yang banyak mengandung Zat besi

Makanan yang banyak mengandung zat besi seperti daging, kacang, sayur-sayuran yang

berwarna hijau dan lain-lain. zat besi juga sangat penting untuk wanita yang sedang

menstruasi, wanita hamil dan anak-anak.

2. konsumsi makanan yang banyak mengandung Asam Folat

konsumsi makanan yang banyak mengandung Asam folat seperti pisang, sayuran hijau

gelap, jenis kacang-kacangan, jeruk, sereal dan lain-lain.

3. makanan yang mengandung Vitamin B 12. 

Bisa didapatkan dengan mengkonsumsi daging dan susu

4. Makanan dan minuman yang mengandung Vitamin C

Banyak sekali manfaat-manfaat Vitamin C, salah satunya yaitu bisa membantu

penyerapan zat besi. jenis-jenis Makanan yang banyak mengandung vitamin C seperti

buah melon, buah jeruk, dan buah beri.

5. Pencegahan anemia pada ibu hamil dapat dilakukan antara lain dengan cara:

meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan, mengkonsumsi pangan hewani dalam

jumlah cukup, namun karena harganya cukup tinggi sehingga masyarakat sulit

menjangkaunya. Untuk itu diperlukan alternatif yang lain untuk mencegah anemia gizi

besi, memakan beraneka ragam makanan yang memiliki zat gizi saling melengkapi

termasuk vitamin yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi, seperti vitamin C.

Peningkatan konsumsi vitamin C sebanyak 25, 50, 100 dan 250 mg dapat meningkatkan

penyerapan zat besi sebesar 2, 3, 4 dan 5 kali. Buah-buahan segar dan sayuran sumber

vitamin C, namun dalam proses pemasakan 50 - 80 % vitamin C akan rusak. Mengurangi

konsumsi makanan yang bisa menghambat  penyerapan zat besi seperti : fitat, fosfat,

tannin ( Wiknjosastro, 2005 ; Masrizal, 2007).

6. Bayi dan anak-anak prasekolah anemia dapat dicegah dengan mendorong eksklusif

menyusui bayi (tanpa tambahan cairan, air, formula atau makanan) selama empat sampai

enam bulan setelah kelahiran.

Selama penyapihan dari payudara padatan sumber tambahan dari besi (sekitar 1 mg per

kilogram per hari dari besi) harus diperkenalkan dalam makanan.

14

Karena susu menghambat penyerapan zat besi dari usus, itu harus menyarankan bahwa

anak-anak berusia satu sampai lima tahun membutuhkan tidak lebih dari 24 oz sapi susu,

kambing, susu dan susu kedelai per hari.

Makanan yang kaya vitamin C (misalnya, buah-buahan, sayuran dan jus) yang

direkomendasikan luar enam bulan untuk meningkatkan penyerapan besi.

7. Untuk remaja gadis-gadis dan perempuan pencegahan besi kekurangan termasuk diet

kaya besi sehat. Semua gadis-gadis remaja dan perempuan nonpregnant perlu diputar

untuk anemia setiap lima sampai 10 tahun hingga menopause.

8 PENATALAKSANAAN DAN PENGOBATAN

a. Penatalaksanaan

Tindakan umum :

Penatalaksanaan anemia ditunjukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang

hilang.

1. Transpalasi sel darah merah.

2. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi.

3. Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah.

4. Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang membutuhkan oksigen

5. Obati penyebab perdarahan abnormal bila ada.

6. Diet kaya besi yang mengandung daging dan sayuran hijau.

Pengobatan (untuk pengobatan tergantung dari penyebabnya) :

1.    Anemia defisiensi besi

Mengatur makanan yang mengandung zat besi, usahakan makanan yang diberikan seperti

ikan, daging, telur dan sayur.

Pemberian preparat fe

Perrosulfat 3x 200mg/hari/per oral sehabis makan

Peroglukonat 3x 200 mg/hari /oral sehabis makan.

2.    Anemia pernisiosa : pemberian vitamin B12

3.    Anemia asam folat : asam folat 5 mg/hari/oral

4.    Anemia karena perdarahan : mengatasi perdarahan dan syok dengan pemberian cairan dan

transfusi darah.

15

b. terapi

a. Tujuan

Mengurangi tanda-tanda dan gejala

Memperbaiki etiologi yang mendasarinya

Mencegah kambuhnya anemia

b. Terapi non-farmakologi

Terapi non-farmakologi dapat dilakukan dengan mencukupi asupan makanan, yaitu nutrisi

dari besi, vitamin B12, dan asam folat.

- Besi

Besi memiliki absorpsi yang rendah pada sayuran, produk padi-padian, produk susu, dan

telur. Absorpsi besi yang paling baik berasal dari daging, ikan, dan unggas.Pemberian terapi

besi bersamaan dengan makanan dapat mengurangi absorpsi besi lebih dari 50%, namun hal

ini diperlukan untuk memperbaiki toleransi tubuh.

- Vitamin B12

Di bawah ini daftar makanan beserta jumlah vitamin B12 yang terkandung di dalamnya :

16

- Asam folat

Di bawah ini adalah daftar makanan beserta jumlah asam folat yang terkandung di

dalamnya :

Selain itu, dapat juga diberikan transfusi darah.Transfusi darah diindikasikan

untuk situasi yang akut di mana pasien kekurangan darah yang

berlebih.Transfusi darah dapat meningkatkan konsentrasi Hb dalam waktu

singkat tetapi tidak ditujukan untuk menghilangkan penyebabnya.

c. Terapi farmakologi

a. Besi

1. Terapi besi secara oral

Fe2+ sulfat, fumarat, dan glutamat diabsorpsi tubuh dalam jumlah yang

kurang lebih sama. Besi karbonat lebih menguntungkan karena resiko

kematian yang lebih rendah jika terjadi overdosis.Adanya substansi chelator

mukopolisakarida mencegah besi terpresipitasi dan menjaga besi dalam

bentuk yang larut.Bentuk besi yang paling baik diabsorpsi adalah bentuk

Fe2+ dengan absorpsi paling baik terjadi di duodenum dan jejunum.Dosis

yang diberikan tergantung pada toleransi setiap individu.Umumnya, dosis

yang direkomendasikan sebesar 200 mg besi setiap hari dalam 2 atau 3 dosis

terbagi.

17

Besi disarankan untuk dikonsumsi 1 jam sebelum makan karena makanan

akan mengganggu absorpsi besi. Namun pada beberapa pasien, besi harus

diberikan bersama makanan karena dapat menyebabkan mual dan diare

ketika mengkonsumsi besi dalam keadaan perut kosong.Besi

ditransportasikan melalui darah.Sebanyak 0,5-1 mg besi dieksresi melalui

urin, keringat, dan sel mukosa intestinal pada pria sehat, sedangkan pada

wanita yang sedang mengalami menstruasi kehilangan besi sekitar 1-2 mg.

Indikasi :

o Defisiensi besi untuk pencegahan dan pengobatannya

o Suplemen besi

Kontraindikasi :

Hemokromatosis, hemosiderosis, anemia hemolitik, reaksi

hipersensitivitas.

Peringatan :

o Individu dengan keseimbangan besi normal tidak boleh

mengkonsumsi dalam jangka waktu lama.

o Overdosis dapat menyebabkan keracunan fatal terutama pada anak-

anak di bawah 6 tahun.

o Kehamilan : kategori A

Efek samping :

Cairan mengandung besi dapat menodai gigi untuk sementara waktu,

nyeri abdominal, konstipasi, diare, iritasi saluran pencernaan, mual,

muntah, feses berwarna lebih gelap.

Interaksi obat :

Obat Interaksi

Asam asetohidroksamat (AHA) Mengkelat logam berat termasuk besi, absorpsi

besi menurun

Antacid Absorpsi besi menurun

Asam askorbat Pada dosis ≥200 mg meningkatkan absorpsi besi

≥30%

Garam kalsium Aborpsi besi pada saluran cerna menurun

18

Kloramfenikol Kadar serum besi meningkat

Antagonis H2 Absorpsi besi menurun

Inhibitor pompa proton Absorpsi besi menurun

Trientin Keduanya saling menghambat absorpsi

Kaptopril Penggunaan bersamaan dalam 2 jam

menyebabkan pembentukan dimer disulfide

kaptopril yang inaktif

Sefalosporin Besi menurunkan absorpsi 80%, makanan

menurunkan absorpsi 30%

Fluorokuinolon Absorpsi pada saluran cerna menurun karena

terjadi pembentukan kompleks

Levodopa Membentuk kelat dengan garam besi,

menurunkan absorpsi kadar serum

Levotiroksin Efikasi levotiroksin menurun menyebabkan

hiportiroidsm

Metildopa Terjadi penurunan efikasi

Penisilamin Absorpsi menurun karena, kemungkinan karena

terbentuk kelat

Tetrasiklin Penggunaan dalam 2 jam dapat saling

menurunkan absorpsi

Sediaan :

19

2. Terapi besi secara parenteral

Terdapat 3 jenis yang tersedia : besi dekstran, natrium besi karbonat, dan

besi sukrosa. Yang membedakannya adalah ukuran molekul,

farmakokinetik, dan efek sampingnya.

Natrium besi glukonat Besi dekstran Besi sukrosa

komposisi Ferric oxide hydrate

terikat pada chelat

sukrosa

Kompleks ferric

hydroxide dan

dekstran

Kompleks

polynuclear iron

hydroxide dalam

sukrosa

mekanisme Mengisi penyimpanan

besi dalam tubuh dan

mengisi hemoglobin

Dibuang dari plasma

oleh sel

retikuloendotelial

yang membagi

kompleks menjadi

besi dan dekstran.

Besi segera

berikatan pada

protein membentuk

hemosiredin atau

ferritin. Besi

mengisi hemoglobin

dan penyimpanan

besi yang kosong

Mengisi penyimpanan

besi tubuh pada

pasien defisiensi besi

yang sedang

hemodialisis kronis

dan menerima

eritropoietin.

indikasi Anemia defisiensi besi

pada pasien yang

menjalani hemodialisis

kronis dan menerima

terapi suplemen dan

eritropoietin

Pasien dengan

defisiensi besi di

mana terapi oral

tidak

memungkinkan

Anemia defisiensi

besi pada pasien yang

menjalani

hemodialisis kronis

dan menerima terapi

suplemen dan

eritropoietin alpha

20

peringatan Tidak terdapat back box

warning, Reaksi

hipersensitifitas

Black box warning :

Reaksi anafilaksis

Black box warning :

Reaksi anafilaksis

Injeksi

intramuskular

- Bisa -

Dosis umum 125 mg (10 ml)

diencerkan dalam 100

ml saline normal, infuse

selama 60 menit,

intravena 12,5

mg/menit

100 mg tanpa

diencerkan pada

kecepatan tidak

lebih dari 50 mg (1

ml) per menit

100 mg ke dalam

dialysis line pada

kecepatan 1 ml (20

mg) larutan tanpa

diencerkan per menit

pengobatan 8 dosis x 125 mg =

1000 mg

10 dosis x 100 mg =

1000 mg

Hingga 10 dosis x 100

mg = 1000 mg

Efek samping Kram, mual, muntah,

flushing, hipotensi,

rash, pruritus

Rasa sakit dan noda

coklat pada tempat

injeksi, flushing,

hipotensi, demam,

menggigil,

anafilaktik

Kram kaki, hipotensi

kontraindikasi hipersensitifitas Hipersensitifitas,

anemia yang tidak

berkaitan dengan

defisiensi besi, fase

akut penyakit

infeksi ginjal

Hipersensitifitas,

anemia yang tidak

berkaitan dengan besi

Interaksi obat Tidak diketahui Kloramfenikol :

serum besi

meningkat

Belum diteliti, namun

diperkiraan

menurunkan absorpsi

besi oral

b. Vitamin B12 /sianokobalamin

21

Penting untuk pertumbuhan, reproduksi sel, hematopoiesis, dan sintesis

nucleoprotein dan myelin.Vitamin B12 juga berperan dalam pembentukan sel

darah merah melalui aktivitas koenzim asam folat.Absorpsi tergantung pada

faktor intrinsik dan kalsium.

Indikasi

Defisiensi vitamin B12 karena malabsorpsi seperti pada anemia

pernisiosa, peningkatan kebutuhan vitamin B12 seperti saat kehamilan,

tirotoksikosis, anemia hemolitik, pendarahan, penyakir hati dan ginjal.

Kontraindikasi

Hipersensitifitas

Peringatan

Pemberian parenteral dipilih untuk anemia pernisiosa namun hindari

pemberian intravena.Selain itu, pada defisiensi asam folat yang dibiarkan

selama > 3 bulan dapat menyebabkan lesi permanen pada sumsum tulang

belakang.Hipokalemia dan kematian mendadak dapat terjadi pada anemia

megaloblastik parah yang diobati intensif.

Efek samping

Pemberian secara parenteral dapat menyebabkan edema pulmonari, gagal

jantung kongestif, thrombosis vaskuler perifer, rasa gatal, syok

anafilaktik, diare ringan, perasaan bengkak pada seluruh tubuh.

Dosis

Secara oral : 1-2 mg setiap hari selama 1-2 minggu, dilanjutkan 1 mg

setiap hari

Secara parenteral : baru digunakan jika terdapat gejala neurologi,

diberikan 1 mg setiap hari selama 1 minggu, kemudian setiap minggu

selama sebulan, dan terakhir setiap bulan. Ketika gejala teratasi,

pemberian oral harian dapat dilakukan.

Sediaan

o Sianokobalamin (generik) tab 50 mcg

o Cairan injeksi 500 mcg/ml, 1000 mcg/ml

22

o Etacobalamin (errita) cairan injeksi 100 mcg/ml

o Vitamin B12 Cap FM (fimedco) tab 25 mcg

Interaksi obat

obat Interaksi

Asam aminosalisilat Menurunkan kerja vitamin B12

kloramfenikol Menurunkan efek vitamin B12 pada

pasien anemia pernisiosa

Kolkisin, alkohol Asupan berlebih (>2 minggu)

menyebabkan malabsorpsi vitamin B12

c. Asam folat

Folat eksogen dibutuhkan untuk sintesis nukleoprotein danpemeliharaan

eritropoiesis normal, menstimulasi produksi eritrosit, leukosit, dan platelet pada

anemia megaloblastik.

indikasi

anemia megaloblastik disebabkan defisiensi asam folat

kontraindikasi

pengobatan anemia pernisiosa dan anemia megaloblastik lainnya di mana

vitamin B12 tidak cukup.

Peringatan

Jangan diberikan secara tunggal pada anemia pernisiosa dan defisiensi

vitamin B12 karena menimbulkan degenerasi majemuk medulla

spinalis.Selain itu, jangan diberikan pada penyakit yang ganas kecuali

anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat merupakan komplikasi

penting.

Efek samping

Relatif tidak toksik, efek samping yang umum terjadi adalah perubahan

pola tidur, sulit berkonsentrasi, iritabilita, aktivitas berlebih, depresi

mental, mual, anoreksia, flatulensi.

Dosis

23

Secara oral 1 mg setiap hari selama 4 bulan.Jika terjadi malabsorpsi,

dosis harian ditingkatkan menjadi 5 mg.

Sediaan

Folic Acid (generik) tab 1 mg, 5 mg.

Interaksi obat

Obat Interaksi

Asam aminosalisilat Penurunan kadar serum asam folat

selama penggunaan konkuren

Kontrasepsi oral Mempengaruhi metabolism folat

dan menyebabkan defisiensi asam

folat, tapi efeknya ringan

Dihydrofolate reductase inhibitor Mempengaruhi penggunaan asam

folat

Sulfasalazine Terjadi tanda-tanda defisiensi folat

Fenitoin Menurunkan kadar serum folat

d. Epoetin alfa dan darbepoetin alfa

Menstimulasi eritropoiesis pada pasien anemia yang sedang menjalani dialisis.

Indikasi

Anemia yang berkaitan dengan gagal ginjal kronis, anemia yang berkaitan

dengan terapi zidovudin pada pasien terinfeksi HIV, anemia pada pasien

kanker yang menjalani kemoterapi, dan penurunan transfusi darah

allorgenik pada pasien yang dioperasi.

Kontraindikasi

Hipertensi yang tidak terkendali

Peringatan

Hentikan pengobatan untuk sementara jika tekanan darah tidak terkendali,.

Selain itu, faktor lain dari anemia disingkirkan seperti defisiensi asam folat

dan vitamin B12 dan dapat diberikan suplemen besi jika diperlukan.

Peringatan terhadap penyakit iskemik vaskuler, trombositosis, riwayat

konvulsi, penyakit ganas, gagal hati kronis, migraine, kehamilan dan laktasi.

24

Efek samping

Hipertensi memburuk pada pasien gagal ginjal kronis; jarang terjadi

hiperkalemia; peningkatan plasma kreatinin, urea, dan fosfat; konvulsi;

reaksi kuliat dan udema palpebral; serta anafilaktik.

Dosis

- Pada gagal ginjal kronis, dosis awal 50-100 unit/kg 3 kali seminggu

secara subkutan atau intravena. Jika hemoglobin tidak meningkat

setelah 6-8 minggu, dosis dapat dinaikan hingga 150 unit/kg 3 kali

seminggu

- Pada pasien dengan AIDS, dosis diberikan hingga 300 unit/kg 3 kali

seminggu.

- Pada pasien kemoterapi, diberikan dosis awal 2,25 mcg/kg subkutan

atau intravena setiap minggu, setelah itu diturunkan menjadi 0,45

mcg/kg setiap minggu.

Sediaan

Eprex (Janssen Indonesia) injeksi, epoetin alfa 2000 UI/ml, vial 0,5 ml

(1000 UI), 0,5 ml (1000 UI) pre-filled syringe, vial 1 ml (2000 UI/ml).

Interaksi obat

ACE inhibitor dapat mempertinggi resiko hiperkalemia.

Kondisi khusus :

1. Hemolitik anemia

Tujuan :

- Mengurangi atau menghambat destruksi sel darah merah

- Meningkatkan jumlah sel darah merah

- Mengobati penyebab kondisi tersebut

Terapi hemolitik anemia didasarkan pada penyebab hemolitik anemia

tersebut.Terapi nonfarmakologi dapat dilakukan dengan transfusi darah,

plasmapheresis, operasi, dan transplantasi stem sel sumsum tulang. Selain itu

25

dapat dilakukan terapi farmakologi .Yang perlu diingat, hemolitik anemia tidak

dapat dicegah, namun beberapa tipe hemolitik anemia dapatan dapat dicegah.

a. Transfusi darah

Transfusi darah dilakukan jika terjadi hemolitik anemia yang parah.

b. Obat

Untuk autoimun hemolitik anemia (AIHA), dapat diberikan obat untuk

menghambat autoimun tersebut.Contohnya : kortikosteroid. Jika dengan

penggunaan kortikosteroid tidak memberikan respon, pasien diberikan

imunosupresan lain seperti rituximab dan cyclosporine. Jika terjadi sickle cell

anemia, dapat diberikan hidroxyurea.

c. Plasmapheresis

Plasmapheresis merupakan prosedur menghilangkan antibodi dari darah dan

digunakan untuk mentreatment autoimun hemolitik anemia.Untuk hal ini,

darah dikeluarkan dari tubuh (seperti dialisis) dan dipisahkan dari

antibodinya. Pengobatan ini baru dilakukan jika pengobatan lain tidak

bekerja.

d. Operasi

Beberapa orang perlu dilakukan operasi untuk mengangkat limpanya.Dengan

menghilangkan limpa, dapat mengurangi kecepatan destruksi sel darah merah.

e. Transplantasi stem sel sumsum tulang

Beberapa jenis hemolitik anemia seperti talasemia, di mana terjadi

abnormalitas dari sumsum tulang, transplantasi ini dapat dilakukan.

2. Sickle cell

Tujuan dari terapi sickle cell adalah untuk mengurangi komplikasi, kerusakan

organ, dan mencegah terjadinya infeksi.

a. Menjaga kesehatan

Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi. Pasien dapat

diberikan :

Imunisasi

26

Pasien dengan usia 6 bulan ke atas disarankan untuk menerima vaksin

influenza. Vaksin meningococcal juga direkomendasikan untuk pasien 2

tahun ke atas terutama yang menjalani splenectomy.Pasien yang memiliki

kerusakan fungsi limpa rentan terhadap infeksi terutama pneumococcus

sehingga diperlukan vaksin pneumococcus. Terdapat 2 vaksin yang

tersedia :

7-valent pneumococcal conjugate vaccine (PCV7) yang

menginduksi respon antibodi yang baik pada bayi. PCV

direkomendasikan untuk bayi di bawah usia 24 bulan. Bayi

menerima vaksin pertama antara 6 minggu hingga 6 bulan. Setelah

itu diberikan 2 dosis berulang dengan interval 2 bulan, kemudian

diberikan dosis ke-4 pada usia 12-15 bulan.

23-valent pneumococcal polysaccharide vaccine (PPV23)

direkomendasikan untuk anak-anak usia 2 tahun ke atas, diberikan

sekitar 2 bulan setelah dosis terakhir pemberian PCV7. Jika

diperlukan, dosis tambahan diberikan 3-5 tahun kemudian.

Penicillin

Penisilin digunakan untuk pencegahan terinfeksi mikroba. Pasien

direkomendasikan menggunakan penisilin setidaknya hingga usia 5 tahun

walaupun telah dimunisasi dengan PCV7. Pengobatan profilaksis ini

sebaiknya dimulai dari usia 2 bulan atau bahkan lebih awal

Dosis

penisilin V potassium 125 mg per oral 2 kali sehari hingga usia 3 tahun,

diikuti 250 mg 2 kali sehari hingga usia 5 tahun. Alternatif lain dapat

diberikan benzathine penisilin sebesar 600.000 unit secara intramuscular

setiap 4 minggu untuk usia 6 bulan hingga 6 tahun dan 1,2 juta unit setiap

4 minggu untuk usia di atas 6 tahun jika diperlukan. Untuk pasien dengan

alergi penisilin dapat diberikan eritromisin 20 mg/kg 2 kali sehari. Namun

profilaksis penisilin biasanya tidak diberikan lagi pada anak-anak usia di

atas 5 tahun.

Asam folat

27

Peningkatan eritropoiesis menyebabkan meningkatnya kebutuhan asam

folat sehingga suplemen asam folat dapat diberikan.

b. Fetal hemoglobin inducer

Hydroxyurea

Mekanisme : merupakan senyawa kemoterapeutik yang

menstimulasi produksi fetal hemoglobin (HbF). Bagaimana

mekanisme memproduksi HbF secara tepatnya belum diketahui,

namun berhubungan dengan inhibisi sintesis DNA dengan

menghalangi perubahan ribonucleosida menjadi

deoxyribonucleotida. Hydroxyurea juga meningkatkan NO,

mengurangi neutrofil dan monosit, memiliki efek antioksidan,

merubah membrane sel darah merah, meningkatkan deformabilitas

sel darah merah dengan peningkatan kandungan air intrasel, dan

menurunkan adesi ke endothelium.

Indikasi : melanoma, leukemia mielositik kronik.

Kontraindikasi : depresi sumsum tulang belakang, hipersensitifitas.

Peringatan : obat kehamilan kategori D

Efek samping : neutropenia, kerontokan rambut, demam, gangguan

saluran pencernaan, depresi sumsum tulang belakang.

Dosis : untuk anak-anak yang tidak dapat menelan kapsul dapat

dibuat sediaan cair (100mg/ml). dosis awal 10-15 mg/kg per hari,

dosis dapat ditingkatkan menjadi 5-35 mg/kg setelah 8-12 minggu

jika terjadi toleransi. Jika menunjukan perbaikan, pengobatan

dilanjutkan dengan dosis 2,5-5 mg/kg per hari.

Sediaan : hydroxyurea kapsul 200 mg, 300 mg, 400 mg, 500 mg.

Butyrate

Butyrate dapat meningkatkan HbF dengan mengubah ekspresi gen yang

meningkatkan produksi rantai γ-globin.Pasien diberikan dalam bentuk

garamnya, seperti sodium phenylbutyrate.Contoh produk yang ada adalah

Buphenyl® tablet.Penelitian mengenai penggunaan butyrate pada pasien

sickle cell masih berlanjut, terutama untuk menentukan dosis optimum

28

yang dapat digunakan.Berdasarkan studi, pemberian 1-11 g/hari

meningkatkan HbF dalam 5 minggu namun tidak bertahan lama.Efek

samping yang ditimbulkan seperti retensi cairan, ruam, bau badan tidak

enak.

Decitabine

Decitabine dapat menginduksi HbF dengan menginhibisi metilasi DNA

yang mencegah perubahan produksi γ- ke β-globin.Decitabine diberikan

pada pasien yang tidak merespon terhadap hydroxyurea.Dosis diberikan

0,2 mg/kg 1-3 kali dalam seminggu secara subkutan dapat meningkatkan

HbF serta menurunkan adeshi sel darah merah.Efek samping yang

dilaporkan adalah neutropenia. Contoh sediaan : Dacogen® injection.

c. Tranfusi darah

Transfusi dilakukan untuk mencegah komplikasi serius dari sickle cell seperti

stroke dan kerusakan organ.Transfusi juga dapat mengurangi resiko nyeri

vasooklusif dan acute chest syndrome. Tujuan utamanya adalah menjaga

kadar HbS kurang dari 30% dari total Hb. Transfusi dilakukan setaip 3-4

minggu sekali. Setelah mendapatkan terapi selama 4 tahun tanpa adanya

perkembangan komplikasi, frekuensi tranfusi dapat dikurangi dan

memperbolehkan kadar HbS hingga 50% dari total Hb.

d. Transplantasi stem sel allogenic hematopoietic

Untuk menyembuh penyakit sickle cell, hanya dapat dilakukan dengan

transplantasi.Namun untuk mendapatkan transplantasi sangat sulit karena

membutuhkan donor dari saudara kandung yang memiliki HLA-identik.

e. Terapi penanganan komplikasi

Terapi nonfarmakologi untuk penanganan komplikasi dapat dilakukan

dengan dengan transfusi darah seperti yang telah dijelaskan di atas. Untuk

menghindari penyakit yang semakin memburuk, pasien perlu memelihara

keseimbangan cairan dan oksigen tubuh.

Jika terjadi demam 38,5oC atau lebih tinggi secepatnya ditangani.

Direkomendasikan untuk diberikan antibiotik dosis rendah seperti

seftriakson dan sefotaksim.

29

30

golongan obat Dosis peringatan

Opioid

lemah

kodein

Anak-anak 1 mg/kg setiap

6 jam; dewasa 30-60

mg/dosis

hidrokodon

Anak-anak 0,2 mg/kg

setiap 6 jam; dewasa 5-10

mg/dosis

nonopioid

Oral NSAIDs

Ibuprofen (anak-anak 10

mg/kg setiap 6-8 jam;

dewasa 200-400 mg/dosis)

Naproxen (anak-anak 5

m/kg setiap 12 jam;

dewasa 250-500 mg/dosis)

Asetaminofen (anak-anak

10-15 mg/kg setiap 4 jam;

dewasa 650 mg/dosis)

Intravena

NSAIDs

Ketorolac (0,5 mg/kg

hingga 30 mg/dosis setiap

6 jam)

Efek samping

ketorolac meliputi

gangguan

gastrointestinal,

kardiovaskular,

ginjal, pendarahan.

Hanya boleh

digunakan untuk

dewasa dan tidak

lebih dari 5 hari.

Opioid kuat

morfin

Anak-anak 0,1-0,15 mg/kg

setiap 3-4 jam; dewasa 5-

10 mg/dosis.

Infuse berlanjut dengan

0,04-0,05 mg/kg per jam

hidromorfon

Anak-anak 0,015 mg/kg

setiap 3-4 jam; 1,dewasa 5-

2 mg/dosis

Infuse berlanjut dengan

0,004 mg/kg per jam

Pasien dengan acute chest syndrome harus menerima insentif spirometry

untu mengurangi perkembangan atelectasis (penurunan pertukaran gas

dalam alveoli).terapi cairan juga penting karena overhidrasi dapat

menyebabkan respiratory distress. Penggunaan antibiotik spektrum luas

seperti makrolida atau kuinolon juga direkomendasikan (studi menunjukan

infeksi yang umumnya terjadi pada acute chest syndrome akibat bakteri).

Steroid dapat digunakan untuk menurunkan inflamasi dan adhesi sel

endothelial. Terapi menggunakan NO juga dapat dilakukan karena dapat

menginhibisi agregasi platelet dan mengurangi kecenderungan

pembentukan HbS. Namun penangan menggunakan inhalasi NO masih

dievaluasi.

f. Terapi penanganan krisis

Krisis aplastik

Pasien membutuhkan transfusi darah untuk anemia yang parah.Krisis

aplastik biasanya disebabkan oleh human parvovirus B19.

Penangan pembesaran limpa dapat dilakukan dengan observasi

(khususnya pasien dewasa karena cenderung lebih ringan) dan transfusi

(memperlambat splenectomy).

Krisis vasooklusif

Krisis vasooklusif merupakan rasa sakit yang diderita pada anemia sickle

cell.Hal ini terjadi ketika sirkulasi darah dalam pembuluh dihambat oleh

sel darah sickle yang menyebabkan ischemia.Penanganan dapat

dilakukan dengan pemberian analgesik.Pemberian analgesik berbeda-

beda tiap individu tergantung pada tingkat rasa sakitnya.

Tingkat nyeri Obat analgesik

Ringan hingga sedang Nonopioid dengan/tanpa kombinasi opioid

lemah

Sedang hingga berat Opioid ringan atau opioid kuat dosis rendah

dengan atau tanpa kombinasi nonopioid

Berat Opioid kuat dan nonopioid

3. Anemia aplastic

31

Terapi anemia aplastik dilakukan untuk menghambat komplikasi yang lebih parah

dan meningkatkan kualitas hidup.Terapi nonfarmakologi dapat dilakukan dengan

transfusi darah dan transplantasi sumsum tulang.Selain itu, dapat dilakukan pula

terapi farmakologi.

a. Transfusi darah

Transfusi darah dapat menjaga jumlah sel darah merah dalam tubuh dan

mengurangi gejala yang timbul.

b. Transplantasi sumsum tulang

Transplantasi merupakan cara untuk menyembuhkan anemia aplastik namun

sulit karena diperlukan donor yang cocok.Dengan transplantasi, sumsum yang

telah rusak diganti dengan sumsum baru yang sehat.

c. Obat

Ada 2 jenis obat yang digunakan :

Stulasi sumsum tulang

Pengobatan dilakukan untuk menstimulasi sumsum tulang membentuk sel

darah, contohnya eritropoietin dan colony-stimulating factor (CSF).CSF

disekresikan oleh glikoprotein yang berikatan dengan reseptor pada

permukaan stem sel hemopoietic sehingga mengaktifkan sinyal intrasel

yang menyebabkan sel berproliferasi menjadi spesifik sel darah. Contoh

sediaan CSF : Filgrastim injection (US dan Canada) dan sargramostim

injection (US).

Supresi imun system

Imunosupresan hanya mengurangi gejala dan komplikasi. 2 obat yang

dapat diberikan : antithymocyte globulin (ATG) dan siklosporin.

Pengobatan ini memerlukan waktu yang lama.

ATG

Mekanisme : tidak diketahui secara pasti

Kontraindikasi : penyakit virus akut, hipersensitifitas, kehamilan

32

Efek samping : sakit kepala, gangguan kardiovaskular

Dosis : dewasa 1,5 mg/kg/hari untuk 7-14 hari intravena.

Sediaan : thymoglobulin injection

Interaksi obat : dengan imunosupresan lain (meningkatkan resiko

terinfeksi.

Siklosporin

Mekanisme : supresi sistem imun, mekanismenya belum diketahui

secara pasti

Indikasi : pencegahan penolakan transplantasi organ

Kontraindikasi : hipersensitifitas, kehamilan

Efek samping : gangguan kardiovakular, gangguan pendengaran, mual

muntah, diare gangguan ginjal

Sediaan : Gengraf kapsul 25 mg, 100 mg, Gengraf solution 100 mg/ml

; Neoral kapsul 25 mg, 100 mg, solution 100 mg/ml; Sandimmune

kapsul 25 mg, 100 mg, solution 100 mg/ml, injection 50 mg/ml

Interaksi obat : ACE inhibitor (hiperkalemia meningkat), vitamin E

(konsentrasi siklosporin meningkat)

4. Anemia pada orang tua

Terapi yang diberikan tergantung pada jenis anemianya.Jika terjadi defisiensi

besi, diberikan suplemen besi namun dosis direndahkan (contoh: diberikan ferrous

sulfate 1 kali sehari) untuk menurunkan efek samping pada

gastrointestinal.Defisiensi vitamin B12 diberikan suplemen vitamin B12 baik oral

atau parenteral, defisiensi asam folat diberikan asam folat dengan dosis 1 mg per

hari.

5. Anemia pada pediatrik

Anemia pada bayi prematur sering ditreatment dengan transfusi sel darah merah.

Hal ini dilakukan untuk meningkatkan oksigen, mengurangi fatigue selama

pemberian makan, dan meningkatkan pertumbuhan. Bayi prematur dapat pula

diberikan eritropoietin (EPO) namun farmakokinetik EPO tergantung pada

perkembangan usia bayi sehingga penggunaannya pun masih kontroversial. Untuk

33

pemberian suplemen, bayi prematur mengkonsumsi 2 mg/kg suplemen besi setiap

harinya.Secara parenteral yang ditreatment pula dengan EPO membutuhkan 6

mg/kg/hari.

Bayi dengan usia 9-12 bulan dengan anemia mikrositik ringan, pengobatan paling

efektif adalah pemberian besi (Fe2+ sulfat 3 mg/kg 1-2 kali sehari dengan makanan

selama 4 minggu). Jika bayi tersebut memberikan respon yang baik, pengobatan

ini dapat dilanjutkan hingga 2-3 bulan.Jika anemia terulang kembali, harus

didiagnosa penyebab anemia tersebut.Untuk anak-anak yang lebih tua, dosis oral

besi lebih tinggi (6 mg/kg/day dibagi menjadi 2-3 kali sehari).

Untuk anak-anak dengan makrositik anemia, dapat diberikan asam folat dengan

dosis 1-3 mg per hari.Namun defisiensi vitamin B12 karena anemia pernicious

bawaan membutuhkan suplemen vitamin B12 seumur hidup.Dosis awal diberikan

0,1 mg selama 10-15 hari, kemudian diikuti 0,06 mg/bulan.

34