sarafambarawa.files.wordpress.com€¦ · web viewlaporan kasus. normal pressure hydrocephalus....
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
NORMAL PRESSURE HYDROCEPHALUS
FOLLOWED BY PARKINSON PLUS SYNDROME
Disusun Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Saraf RSUD Ambarawa
Disusun Oleh :
Harumi Kusuma Wardani
1710221053
Diajukan kepada :
Pembimbing :
dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, MSc
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAKARTA
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Jumirah
Umur : 62 tahun
Jenis kelamin : Wanita
Status perkawinan : Menikah
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Sudah tidak bekerja
Alamat : Ngancar, Bawen, Kab Semarang
No CM : 0594xxx
Bangsal / Ruangan : Pasien poli
II. DATA DASAR
Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis (Anak Pasien), 26 oktober 2018, jam
16.00 WIB di Rumah pasien.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pada tahun 2013 pasien merasa pusing terus menerus dan kepala terasa cekot-
cekot. Keluhan tersebut hilang timbul tanpa diketahui sebabnya. Leher terasa
kencang, kaku, dan sangat pegal. Pasien sudah tidak bekerja, hanya mengerjakan
pekerjaan rumah sehari-hari. Pasien memiliki riwayat darah tinggi, sehingga mengira
bahwa pegal di leher tersebut karena darah tingginya kambuh dan hanya berobat ke
puskesmas. Keluhan tersebut dirasakan oleh pasien terus menerus dan cenderung
semakin berat akibatnya pasien menjadi kurang semangat melakukan aktivitas.
Pada tahun 2015 pasien berobat ke poli saraf RSUD Ambarawa karena
keluhan tersebut memberat. Dokter mengatakan ada saraf yang terjepit di daerah
leher, diberikan obat rutin dan difisioterapi namun tidak ada perubahan setelah 3
bulan, kemudian pasien di rawat inap. Ketika di bangsal, keluhan yang dialami pasien
tak kunjung membaik sehingga pasien dirujuk ke RS Kariadi dan dilakuakan MRI
leher. Hasil MRI menunjukkan adanya saraf terjepit bagian leher. Setelah pulang dari
1
RS Kariadi keluhan yang dirasakan pasien belum membaik dan keluhan leher kaku
semakin memberat. Nyeri pada leher tidak menjalar, tidak berdenyut. Pasien juga
merasakan pusing berputar, pandangan berkunang-kunang. Pasien mengeluhkan
kedua tangannya bergetar di jari, telapak tangan hingga pergelangan tangannya.
Keluhan tersebut timbul pada saat istirahat dan membaik saat melakukan aktivitas.
Kedua tangan terasa kebas dan kesemutan. Pasien mulai sulit mengingat hal-hal
terkait memori jangka pendek namun tidak untuk memori jangka panjang, sulit dalam
mengucap kata saat bicara. Menurut keluarga, pandangan pasien sering kosong dan
sulit diajak berkomunikasi, indra penciuman berkurang. Pasien juga sulit untuk
mengontrol BAK dan BAB pasien tidak lancar. Badan sering merasa lemas, tidak ada
semangat dan menurut keluarga pasien cenderung cepat tersinggung terhadap hal
kecil.
Pada tahun 2016 pasien sempat tidak berobat rutin kurang lebih 1 tahun dan
berobat kembali pada Bulan Desember 2016 ke poli saraf. Pasien masih bisa berjalan
tanpa alat bantu atau merambat dengan gerakan yang pelan. Keluhan lain yang juga
dirasakan pasien yaitu gerakan melambat, sulit memulai gerakan, dan terdapat
kekakuan di kedua tangannya. Keluhan membaik bila pasien istirahat cukup dan
memijat tangannya. Selain itu, bila berjalan dengan jarak yang biasa ditempuh dari
rumah pasien ke rumah anaknya, pasien sudah merasakan lemas pada kakinya.
Keseimbangan pasien juga mulai terganggu sehingga sering terjatuh. Badan pasien
mulai terlihat membungkuk.
Pada Bulan Juli 2018, pasien datang ke IGD RSUD Ambarawa dengan
penurunan kesadaran. Menurut pihak keluarga pasien, sebelum terjadi penurunan
kesadaran pasien sulit menelan, sulit membuka mulut, dan sulit bicara. Terdapat
kekakuan pada wajah sehingga pasien sulit tersenyum, menaikan alis, kaku pada bahu
dan kedua kaki. Pasien cenderung tidur setiap hari dan sulit membuka mata. Pasien
juga dalam keadaan sudah tidak bisa duduk. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala.
Riwayat mual, muntah, pingsan, kejang dan demam disangkal. Nafsu makan pasien
kurang baik selama 3 hari karena sulit menelan, selain itu pasien juga sulit
mengontrol BAK serta sudah tidak BAB selama 5 hari. Pasien dirawat inap dan
2
kemudian kembali dirujuk ke RS Kariadi untuk melakukan CT-Scan kepala. Hasil
CT-Scan menunjukkan hidrosefalus dan dilakukan program VP-Shunt.
Pada tanggal 26 Oktober 2018, kondisi pasien sudah jauh membaik. Pasien
sudah bisa berekspresi, senyum, mengangkat alis, menggembungakan pipi, tangan
kanan bisa bergerak bebas, tangan kiri kaku seperti roda bergerigi. Pada pemeriksaan
didapatkan resting tremor pada kedua tangan dan kedua kaki sudah sangat kaku.
Pasien hanya tiduran, sesekali duduk namun cepat merasa sakit pada daerah
punggung. Pasien sudah bisa makan dan minum tanpa alat bantu. Pasien sudah
mampu mengingat dalam hal memori jangka pendek dan tidak ditemukan disorientasi
waktu. Keluhan lain seperti mual, muntah, pusing ataupun nyeri kepala sudah tidak
dirasakan oleh pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu:
- Riwayat jatuh / trauma kepala disangkal.
- Riwayat terpapar pestisida dan herbisida disangkal.
- Riwayat mengkonsumsi obat-obatan dalam waktu lama disangkal.
- Riwayat infeksi otak sebelumnya disangkal.
- Riwayat lemah anggota gerak sebelumnya disangkal.
- Riwayat penyakit kencing manis disangkal
- Riwayat penyakit tekanan darah tinggi diakui
Riwayat Penyakit Keluarga:
- Riwayat penyakit serupa disangkal
- Riwayat stroke disangkal
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat diabetes melitus disangkal
Riwayat Sosial, Ekonomi, Pribadi:
Pasien sudah tidak bekerja, dahulu bekerja sebagai pedagang pasar dan sering
mengangkut barang di pundak, biaya perawatan ditanggung BPJS.
3
Kesan : Sosial ekonomi kurang.
Anamnesis Sistem :
Sistem serebrospinal : tidak ada keluhan
Sistem neurologi : kedua tangan gemetar (+), tangan kanan rigid (+), kaki
kaku(+), berbicara suara menjadi kecil dan lambat
(+)
Sistem kardiovaskular : tidak ada keluhan
Sistem respirasi : tidak ada keluhan
Sistem gastroinstestinal : tidak ada keluhan
Sistem integument : tidak ada keluhan
Sistem urogenital : tidak ada keluhan
Resume Anamnesis
Pasien wanita, post dilakukan VP-Shunt karena hidrosefalus. Kondisi sudah
menunjukkan perbaikan. Sebelumnya pasien memiliki gejala kaku leher, tangan
bergetar, gangguan keseimbangan, kaki dan seluruh tubuh mudah lemas, mudah
tersinggung dan cepat marah, gerakan menjadi lamban, sulit berekspresi, tidak bisa
mengontrol BAB dan BAK, sulit menelan sampai terjadinya penurunan kesadaran.
Saat ini pasien sudah bisa berekspresi, makan dan minum dapat dilakukan dengan
normal namun masih terdapat resting tremor dan rigiditas pada tangan kiri. Masih
terdapat pada memori jangka pendek. Pasien sudah tidak bisa berdiri ataupun duduk
lama dan terdapat kekakuan pada kedua kaki.
III. DIAGNOSIS SEMENTARA
Diagnosis klinis : Cephalgia, resting tremor, bradykinesia, rigiditas, demensia,
inkontinensia urin, bicara monoton, ataksia, asthenia, microsmia, sikap parkinson,
kaku otot, muka topeng, penurunan kesadaran
Diagnosis Topis : Multipel system intrakranial
Diagnosis Etiologi :Sindrom Parkinson susp. idiopatik, Hidrosefalus susp.
idiopatik
4
IV. DISKUSI PERTAMA
PARKINSON
Definisi
Definisi parkinson menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia (PERDOSSI) merupakan penyakit neurodegeneratif progresif terbanyak
kedua setelah penyakit Alzheimer. Pada Penyakit Parkinson terjadi penurunan jumlah
dopamin di otak yang berperan dalam mengontrol gerakan sebagai akibat kerusakan
sel saraf di substansia nigra pars kompakta di batang otak.
Terdapat dua istilah berkaitan yang perlu dibedakan yaitu penyakit parkinson
dan parkinsonism. Secara patologis penyakit parkinson ditandai oleh degenerasi
neuron-neuron berpigmen neuromelamin, terutama di pars kompakta substansia nigra
yang disertai inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies), atau disebut juga
parkinsonisme idiopatik atau primer. Sedangkan Parkinonisme adalah suatu sindrom
yang ditandai oleh tremor waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya
refleks postural, atau disebut juga sindrom parkinsonisme.
Epidemiologi
Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, 5 – 10 % orang yang terjangkit
penyakit parkinson, gejala awalnya muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata
menyerang penderita pada usia 65 tahun. Secara keseluruhan, pengaruh usia pada
umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia dan 1,6 % di Eropa, meningkat dari 0,6 %
pada usia 60 – 64 tahun sampai 3,5 % pada usia 85 – 89 tahun. Di Amerika Serikat,
ada sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia sendiri, diperkirakan ada
sekitar 200.000-400.000 penderita. Rata-rata usia penderita di atas 50 tahun. Statistik
menunjukkan, baik di luar negeri maupun di dalam negeri, lelaki lebih banyak
terkena dibanding perempuan (3:2) dengan alasan yang belum diketahui.
Etiologi Parkinson
5
Etiologi penyakit parkinson primer belum diketahui, atau idiopatik. Terdapat
beberapa dugaan, di antaranya infeksi oleh virus yang non-konvensional (belum
diketahui), reaksi abnormal terhadap virus yang sudah umum, pemaparan terhadap
zat toksik yang belum diketahui, serta terjadinya penuaan yang prematur atau
dipercepat.
Penyakit Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansia
nigra. Suatu kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki
(involuntary). Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan
yang tidak disadarinya. Mekanisme bagaimana kerusakan itu belum jelas benar.
Beberapa hal yang diduga bisa menyebabkan timbulnya penyakit parkinson adalah
sebagai berikut (multifaktorial)
1. Usia : Prevalensinya kira-kira 1% pada umur 60 tahun dan meningkat 4-5% pada
usia 85 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi mikrogilial yang mempengaruhi
kerusakan neuronal, terutama pada substansia nigra pada penyakit parkinson.
2. Genetik : Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada
penyakit Parkinson. Yaitu mutasi pada gen α-sinuklein pada lengan panjang
kromosom 4 (PARK1) pada pasien dengan Parkinsonism autosomal dominan.
Pada pasien dengan autosomal resesif parkinson, ditemukan delesi dan mutasi
point pada gen parkin (PARK 2) di kromosom 6. Selain itu juga ditemukan
adanya disfungsi mitokondria. Adanya riwayat penyakit Parkinson pada keluarga
meningkatkan faktor resiko menderita penyakit Parkinson sebesar 8,8 kali pada
usia kurang dari 70 tahun dan 2,8 kali pada usia lebih dari 70 tahun. Meskipun
sangat jarang, jika disebabkan oleh keturunan, gejala parkinsonism tampak pada
usia relatif muda. Kasus-kasus genetik di USA sangat sedikit, belum ditemukan
kasus genetika pada 100 penderita yang diperiksa. Di Eropa pun demikian.
Penelitian di Jerman menemukan hasil nol pada 70 penderita. Contoh klasik dari
penyebab genetika ditemukan pada keluarga-keluarga di Italia karena kasus
penyakit itu terjadi pada usia 46 tahun.
3. Faktor Lingkungan
6
a. Xenobiotik : Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat
menimbulkan kerusakan mitokondria.
b. Pekerjaan : Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih tinggi
dan lama.
c. Infeksi : Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor
predisposisi penyakit parkinson melalui kerusakan substansia nigra. Penelitian
pada hewan menunjukkan adanya kerusakan substansia nigra oleh infeksi
Nocardia astroides.
d. Diet : Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stres oksidatif, salah
satu mekanisme kerusakan neuronal pada penyakit parkinson. Sebaliknya,
kopi merupakan neuroprotektif.
e. Ras : Angka kejadian Parkinson lebih tinggi pada orang kulit putih
dibandingkan kulit hitam.
f. Trauma kepala : Cedera kranio serebral bisa menyebabkan penyakit
Parkinson.
g. Stress dan Depresi : Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat
mendahului gejala motorik. Depresi dan stres dihubungkan dengan penyakit
parkinson karena pada stres dan depresi terjadi peningkatan turnover
katekolamin yang memacu stres oksidatif.
Klasifikasi
Penyakit parkinson dapat dibagi atas 3 kategori, yaitu :
1. Parkinson primer/idiopatik/paralysis agitans.
Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi penyebabnya
belum jelas. Kira-kira 7 dari 8 kasus parkinson termasuk jenis ini.
2. Parkinson sekunder atau simtomatik
Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain : tuberkulosis,
sifilis meningovaskuler. Toksin seperti MPTP, Mn, CO, sianida. Obat-obatan yang
menghambat reseptor dopamin dan menurunkan cadangan dopamin misalnya
golongan fenotiazin, reserpin, tetrabenazin dan lain-lain, misalnya perdarahan
7
serebral pasca trauma yang berulang-ulang pada petinju, infark lakuner, tumor
serebri, hipoparatiroid dan kalsifikasi.
3. Sindrom Parkinson Plus (Multiple System Degeneration)
Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari gambaran
penyakit keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada Progressive supranuclear palsy,
Multiple system atrophy (sindrom Shy-drager, degenerasi striatonigral, olivo-
pontocerebellar degeneration, parkinsonism-amyotrophy syndrome), Degenerasi
kortikobasal ganglionik, Sindrom demensia, Hidrosefalus normotensif, dan
Kelainan herediter (Penyakit Wilson, penyakit Huntington, Parkinsonisme familial
dengan neuropati peripheral).
Patofisiologi
Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit parkinson terjadi karena penurunan
kadar dopamin akibat kematian neuron di substansia nigra pars compacta (SNc)
sebesar 40-50% yang disertai dengan inklusi sitoplamik eosinofilik (Lewy bodies)
dengan penyebab multifaktor.
Substansia nigra (sering disebut black substance), adalah suatu region kecil di
otak (brain stem) yang terletak sedikit di atas medulla spinalis. Bagian ini menjadi
pusat kontrol/koordinasi dari seluruh pergerakan. Sel-selnya menghasilkan
neurotransmitter yang disebut dopamine, yang berfungsi untuk mengatur seluruh
gerakan otot dan keseimbangan tubuh yang dilakukan oleh sistem saraf pusat.
Dopamine diperlukan untuk komunikasi elektrokimia antara sel-sel neuron di otak
terutama dalam mengatur pergerakan, keseimbangan dan refleks postural, serta
kelancaran komunikasi (bicara). Dopamin diproyeksikan ke striatum dan seterusnya
ke ganglion basalis. Reduksi ini menyebabkan aktivitas neuron di striatum dan
ganglion basalis menurun, menyebabkan gangguan keseimbangan antara inhibitorik
dan eksitatorik. Akibatnya kehilangan kontrol sirkuit neuron di ganglion basalis
untuk mengatur jenis gerak dalam hal inhibisi terhadap jaras langsung dan eksitasi
terhadap jaras yang tidak langsung baik dalam jenis motorik ataupun non-motorik.
Hal tersebut mengakibatkansemua fungsi neuron di sistem saraf pusat (SSP) menurun
8
dan menghasilkan kelambatan gerak (bradikinesia), tremor, kekakuan (rigiditas) dan
hilangnya refleks postural.
Lewy bodies adalah inklusi sitoplasmik eosinofilik konsentrik dengan halo
perifer dan dense cores . Adanya Lewy bodies dengan neuron pigmen dari substansia
nigra adalah khas, akan tetapi tidak patognomonik untuk penyakit parkinson, karena
terdapat juga pada beberapa kasus parkinsonism atipikal. Untuk lebih memahami
patofisiologi yang terjadi perlu diketahui lebih dahulu tentang ganglia basalis dan
sistem ekstrapiramidal.
Dalam menjalankan fungsi motoriknya, inti motorik medula spinalis berada
dibawah kendali sel piramid korteks motorik, langsung atau lewat kelompok inti
batang otak. Pengendalian langsung oleh korteks motorik lewat traktus piramidalis,
sedangkan yang tidak langsung lewat sistem ekstrapiramidal, dimana ganglia basalis
ikut berperan. Komplementasi kerja traktus piramidalis dengan sistem ekstapiramidal
menimbulkan gerakan otot menjadi halus, terarah dan terprogram.
Ganglia Basalis (GB) tersusun dari beberapa kelompok inti, yaitu:
1. Striatum (neostriatum dan limbic striatum)
2. Neostriatum terdiri dari putamen (Put) dan Nucleus Caudatus (NC).
3. Globus Palidus (GP)
4. Substansia Nigra (SN)
5. Nucleus Subthalami (STN)
Bila terjadi hiperaktivitas jalur langsung atau hipoaktif jalur tak langsung
maka output dari globus palidus atau substansi nigra kearah talamus dan korteks akan
menurun dan timbul gejala hiperkinesia. Sebaliknya bila terjadi hipoaktifitas jalur
langsung atau hiperaktifitas jalur tak langsung, maka output dari globus palidus atau
substansia nigra akan meningkat dan timbul gejala hipokinesia. Dengan memahami
neuroanatomi ganglia basalis termasuk neurotransmitternya, maka patogenesa
penyakit parkinson akan lebih mudah dipahami. Dalam kondisi fisiologis, pelepasan
dopamin dari ujung saraf nigrostriatum akan merangsang reseptor D1 (eksitatorik)
dan reseptor D2 (inhibitorik) yang berada di dendrit output neuron striatum. Output
striatum disalurkan ke globus palidus segmen interna atau substansia nigra pars
9
retikularis lewat 2 jalur yaiatu jalur direk berkaitan dengan reseptor D1 dan jalur
indirek berkaitan dengan reseptor D2. Maka bila masukan direk dan indirek seimbang
maka tidak ada kelainan gerak.
Hipotesis terbaru proses patologi yang mendasari proses degenerasi neuron
SNc adalah stres oksidatif. Efek lain dari stres oksidatif adalah terjadinya reaksi
antara oksiradikal dengan nitric-oxide (NO) yang menghasilkan peroxynitric-radical.
Kerusakan mitikondria akibat penurunan produksi adenosin trifosfat (ATP) dan
akumulasi elektron-elektron yang memperburuk stres oksidatif, akhirnya
menghasilkan peningkatan apoptosis dan kematian sel. Perubahan akibat proses
inflamasi di sel nigra, memproduksi sitokin yang memicu apoptosis sel-sel SNc.
Hipotesis Radikal Bebas menduga bahwa oksidasi enzimatik dari dopamine
dapat merusak neuron nigrostriatal, karena proses ini menghasilkan hidrogren
peroksid dan radikal oksi lainnya. Walaupun ada mekanisme pelindung untuk
mencegah kerusakan dari stress oksidatif, namun pada usia lanjut mungkin
mekanisme ini gagal.
Hipotesis Neurotoksin menduga satu atau lebih macam zat neurotoksik
berperan pada proses neurodegenerasi pada Parkinson. Pandangan saat ini
menekankan pentingnya ganglia basal dalam menyusun rencana neurofisiologi yang
dibutuhkan dalam melakukan gerakan, dan bagian yang diperankan oleh serebelum
ialah mengevaluasi informasi yang didapat sebagai umpan balik mengenai
pelaksanaan gerakan. Ganglia basal tugas primernya adalah mengumpulkan program
untuk gerakan, sedangkan serebelum memonitor dan melakukan pembetulan
kesalahan yang terjadi sewaktu program gerakan diimplementasikan. Salah satu
gambaran dari gangguan ekstrapiramidal adalah gerakan involunter.
Manifestasi Klinis
1. Gejala Motorik
a. Tremor/bergetar
Salah satu ciri khas dari penyakit parkinson adalah tangan tremor
(bergetar) jika sedang beristirahat. Namun, jika sedang melakukan sesuatu,
10
getaran tersebut tidak terlihat lagi. Itu yang disebut resting tremor, yang hilang
juga sewaktu tidur. Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi
metakarpofalangis, kadang-kadang tremor seperti menghitung uang logam
atau memulung-mulung (pil rolling). Pada sendi tangan fleksi-ekstensi atau
pronasi-supinasi pada kaki fleksi-ekstensi, kepala fleksi-ekstensi atau
menggeleng, mulut membuka menutup, lidah terjulur-tertarik. Tremor ini
menghilang waktu istirahat dan menghebat waktu emosi terangsang (resting/
alternating tremor). Tremor tidak hanya terjadi pada tangan atau kaki, tetapi
bisa juga terjadi pada kelopak mata dan bola mata, bibir, lidah dan jari tangan
(seperti orang menghitung uang). Semua itu terjadi pada saat istirahat/tanpa
sadar. Bahkan, kepala penderita bisa bergoyang-goyang jika tidak sedang
melakukan aktivitas (tanpa sadar). Artinya, jika disadari, tremor tersebut bisa
berhenti. Pada awalnya tremor hanya terjadi pada satu sisi, namun semakin
berat penyakit, tremor bisa terjadi pada kedua belah sisi.
b. Rigiditas/kekakuan
Tanda yang lain adalah kekakuan (rigiditas). Jika kepalan tangan yang
tremor tersebut digerakkan (oleh orang lain) secara perlahan ke atas bertumpu
pada pergelangan tangan, terasa ada tahanan seperti melewati suatu roda yang
bergigi sehingga gerakannya menjadi terpatah-patah/putus-putus. Selain di
tangan maupun di kaki, kekakuan itu bisa juga terjadi di leher. Akibat
kekakuan itu, gerakannya menjadi tidak halus lagi seperti break-dance.
Gerakan yang kaku membuat penderita akan berjalan dengan postur yang
membungkuk. Untuk mempertahankan pusat gravitasinya agar tidak jatuh,
langkahnya menjadi cepat tetapi pendek-pendek. Adanya hipertoni pada otot
fleksor ekstensor dan hipertoni seluruh gerakan, hal ini oleh karena
meningkatnya aktifitas motorneuron alfa, adanya fenomena roda bergigi
(cogwheel phenomenon).
c. Akinesia/bradikinesia
Bradikinesia merupakan hasil akhir dari gangguan integrasi pada
impuls optik, labirin, propioseptif dan impuls sensoris di ganglia basalis. Hal
11
ini mengakibatkan berubahan aktivitas refleks yang mempengaruhi
motorneuron gamma dan alfa. Gerakan penderita menjadi serba lambat.
Dalam pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat pada tulisan/tanda tangan yang
semakin mengecil, sulit mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan
diseret. Kesadaran masih tetap baik sehingga penderita bisa menjadi tertekan
(stress) karena penyakit itu. Wajah menjadi tanpa ekspresi. Kedipan dan
lirikan mata berkurang, suara menjadi kecil, refleks menelan berkurang,
sehingga sering keluar air liur. Gerakan volunter menjadi lambat sehingga
berkurangnya gerak asosiatif, misalnya sulit untuk bangun dari kursi, sulit
memulai berjalan, lambat mengambil suatu obyek, bila berbicara gerak lidah
dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia mengakibatkan berkurangnya ekspresi
muka serta mimik dan gerakan spontan yang berkurang,wajah seperti topeng,
kedipan mata berkurang, berkurangnya gerak menelan ludah sehingga ludah
suka keluar dari mulut.
d. Tiba-tiba Berhenti atau Ragu-ragu untuk Melangkah
Gejala lain adalah freezing, yaitu berhenti di tempat saat mau mulai
melangkah, sedang berjalan, atau berputar balik dan start hesitation, yaitu
ragu-ragu untuk mulai melangkah. Bisa juga terjadi sering kencing, dan
sembelit. Penderita menjadi lambat berpikir dan depresi. Keadaan tersebut
juga berimplikasi pada hilangnya refleks postural disebabkan kegagalan
integrasi dari saraf proprioseptif dan labirin dan sebagian kecil impuls dari
mata, pada level talamus dan ganglia basalis yang akan mengganggu
kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini mengakibatkan penderita mudah
jatuh.
e. Mikrografia
Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa
kasus hal ini merupakan gejala dini.
f. Langkah dan Gaya Jalan (sikap Parkinson)
12
Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat
(marche a petit pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu
membengkok ke depan, punggung melengkung bila berjalan.
g. Bicara Monoton
Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara,
otot laring, sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang
monoton dengan volume suara halus ( suara bisikan ) yang lambat.
h. Demensia
Adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya
dengan defisit kognitif. Gangguan behavioral Lambat-laun menjadi
ketergantung kepada orang lain, mudah takut, sikap kurang tegas, depresi.
Cara berpikir dan respon terhadap pertanyaan lambat (bradifrenia) biasanya
masih dapat memberikan jawaban yang betul, asal diberi waktu yang cukup.
i. Gejala lain
Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas
pangkal hidungnya (tanda Myerson positif).
2. Gejala Non-Motorik
a. Disfungsi otonom
Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama
inkontinensia dan hipotensi ortostat
Kulit berminyak dan infeksi kulit seborrheic
Pengeluaran urin yang banyak
Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya
hasrat seksual, perilaku orgasme.
b. Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi
c. Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
d. Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
e. Gangguan sensasi
13
Kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan
warna.
Penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh
hypotension orthostatic, suatu kegagalan system saraf otonom untuk
melakukan penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan
posisi badan.
Berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau (microsmia atau
anosmia)
Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik. Pada setiap kunjungan
penderita
Tekanan darah diukur dalam keadaan berbaring dan berdiri, hal ini untuk
mendeteksi hipotensi ortostatik.
Menilai respons terhadap stress ringan, misalnya berdiri dengan tangan
diekstensikan, menghitung surut dari angka seratus, bila masih ada tremor dan
rigiditas yang sangat, berarti belum berespon terhadap medikasi.
Mencatat dan mengikuti kemampuan fungsional, disini penderita disuruh
menulis kalimat sederhana dan menggambarkan lingkaran-lingkaran
konsentris dengan tangan kanan dan kiri diatas kertas, kertas ini disimpan
untuk perbandingan waktu follow up berikutnya.
Salah satu klasifikasi yang dipakai untuk penegakkan diagnosis parkinson secara
klinis yaitu melalui kriteria dari Hughes :
Possible : Terdapat salah satu dari gejala utama : resting tremor, rigiditas,
bradikinesia, kegagalan refleks postural
Probable : Kombinasi dua gejala utama (termasuk kegagalan refleks postural)
atau satu dari tiga gejala pertama yang tidak simetris (dua dari empat tanda
motorik)
14
Definite : Kombinasi tiga dari empat gejala atau dua gejala dengan satu gejala
lain yang tidak simetris (tiga tanda kardinal) dan responsif terhadap
pengobatan levodopa.
Untuk kepentingan klinis diperlukan adanya penetapan berat ringannya penyakit
dalam hal ini digunakan stadium klinis berdasarkan Hoehn and Yahr, yaitu :
Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan,
terdapat gejala yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan, biasanya
terdapat tremor pada satu anggota gerak, gejala yang timbul dapat dikenali
orang terdekat (teman)
Stadium 2: Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal,
sikap/cara berjalan terganggu
Stadium 3: Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu
saat berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang
Stadium 4 : terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk jarak
tertentu, rigiditas dan bradykinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor dapat
berkurang dibandingkan stadium sebelumnya
Stadium 5 : stadium kakhetik, kecacatan total, tidak mampu berdiri dan
berjalan walaupun dibantu
Tata Laksana
Penyakit Parkinson adalah suatu penyakit degeneratif yang berkembang
progresif dan penyebabnya tidak diketahui, oleh karena itu strategi
penatalaksanaannya adalah Terapi simtomatik untuk mempertahankan independensi
pasien, Neuroproteksi dan Neurorestorasi yang keduanya untuk menghambat
progresivitas penyakit Parkinson. Strategi ini ditujukan untuk mempertahankan
kualitas hidup. Obat-obatan yang diberikan adalah untuk pengobatan penyakit atau
menggantikan atau meniru dopamin yang akan memperbaiki tremor, rigiditas, dan
slowness.
15
Terapi Farmakologik
1. Bekerja pada sistem dopaminergic
Obat pengganti dopamine (Levodopa, Carbidopa)
Levodopa merupakan pengobatan utama untuk penyakit parkinson. Di
dalam otak levodopa dirubah menjadi dopamine. L-dopa akan diubah menjadi
dopamine pada neuron dopaminergik oleh L-aromatik asam amino
dekarboksilase (dopa dekarboksilase). Walaupun demikian, hanya 1-5% dari L-
Dopa memasuki neuron dopaminergik, sisanya dimetabolisme di sembarang
tempat, mengakibatkan efek samping yang luas. Karena mekanisme feedback,
akan terjadi inhibisi pembentukan L-Dopa endogen. Carbidopa dan benserazide
adalah dopa dekarboksilase inhibitor, membantu mencegah metabolisme L-
Dopa sebelum mencapai neuron dopaminergik. Levodopa mengurangi tremor,
kekakuan otot dan memperbaiki gerakan. Penderita penyakit parkinson ringan
bisa kembali menjalani aktivitasnya secara normal. Obat ini diberikan bersama
carbidopa untuk meningkatkan efektivitasnya & mengurangi efek sampingnya.
Banyak dokter menunda pengobatan simtomatis dengan levodopa
sampai memang dibutuhkan. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak
mengganggu, sebaiknya terapi dengan levodopa jangan dilakukan. Hal ini
mengingat bahwa efektifitas levodopa berkaitan dengan lama waktu
pemakaiannya. Levodopa melintasi sawar-darah-otak dan memasuki susunan
saraf pusat dan mengalami perubahan ensimatik menjadi dopamin. Dopamin
menghambat aktifitas neuron di ganglia basal.
Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah
diskinesia yaitu gerakan motorik tidak terkontrol pada anggota gerak maupun
tubuh. Respon penderita yang mengkonsumsi levodopa juga semakin lama
semakin berkurang. Untuk menghilangkan efek samping levodopa, jadwal
pemberian diatur dan ditingkatkan dosisnya, juga dengan memberikan
tambahan obat-obat yang memiliki mekanisme kerja berbeda seperti dopamin
agonis, COMT inhibitor atau MAO-B inhibitor.
16
2. Agonis dopamine
Agonis dopamin seperti Bromokriptin (Parlodel), Pergolid (Permax),
Pramipexol (Mirapex), Ropinirol, Kabergolin, Apomorfin dan lisurid dianggap
cukup efektif untuk mengobati gejala Parkinson. Obat ini bekerja dengan
merangsang reseptor dopamin, akan tetapi obat ini juga menyebabkan
penurunan reseptor dopamin secara progresif yang selanjutnya akan
menimbulkan peningkatan gejala Parkinson. Obat ini dapat berguna untuk
mengobati pasien yang pernah mengalami serangan yang berfluktuasi dan
diskinesia sebagai akibat dari levodopa dosis tinggi. Apomorfin dapat
diinjeksikan subkutan. Dosis rendah yang diberikan setiap hari dapat
mengurangi fluktuasi gejala motorik. Efek samping obat ini adalah halusinasi,
psikosis, eritromelalgia, edema kaki, mual dan muntah.
3. Penghambat Monoamine Oxidase (MAO Inhibitor)
Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga
berguna pada penyakit Parkinson karena neurotransmisi dopamine dapat
ditingkatkan dengan mencegah perusakannya. Selegiline dapat pula
memperlambat memburuknya sindrom Parkinson, dengan demikian terapi
levodopa dapat ditangguhkan selama beberapa waktu. Berguna untuk
mengendalikan gejala dari penyakit Parkinson yaitu untuk mengaluskan
pergerakan.
Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan dengan menginhibisi
monoamine oksidase B (MAO-B), sehingga menghambat perusakan dopamine
yang dikeluarkan oleh neuron dopaminergik. Metabolitnya mengandung L-
amphetamin and L-methamphetamin. Selain itu obat ini juga berfungsi sebagai
antidepresan ringan. Efek sampingnya insomnia, penurunan tekanan darah, aritmia
4. Bekerja pada sistem kolinergik
Antikolinergik
Obat ini menghambat sistem kolinergik di ganglia basal dan
menghambat aksi neurotransmitter otak yang disebut asetilkolin. Obat ini mampu
membantu mengoreksi keseimbangan antara dopamine dan asetilkolin, sehingga
17
dapat mengurangi gejala tremor. Ada dua preparat antikolinergik yang banyak
digunakan untuk penyakit parkinson , yaitu thrihexyphenidyl (artane) dan
benztropin (congentin). Preparat lainnya yang juga termasuk golongan ini adalah
biperidon (akineton), orphenadrine (disipal) dan procyclidine (kamadrin).
Efek samping obat ini adalah mulut kering dan pandangan kabur.
Sebaiknya obat jenis ini tidak diberikan pada penderita penyakit Parkinson usia
diatas 70 tahun, karena dapat menyebabkan penurunan daya ingat.
5. Bekerja pada Glutamatergik
Amantadin
Berperan sebagai pengganti dopamine, tetapi bekerja di bagian lain otak.
Obat ini dulu ditemukan sebagai obat antivirus, selanjutnya diketahui dapat
menghilangkan gejala penyakit Parkinson yaitu menurunkan gejala tremor,
bradikinesia, dan fatigue pada awal penyakit Parkinson dan dapat menghilangkan
fluktuasi motorik (fenomena on-off) dan diskinesia pada penderita Parkinson
lanjut. Dapat dipakai sendirian atau sebagai kombinasi dengan levodopa atau
agonis dopamine. Efek sampingnya dapat mengakibatkan mengantuk.
6. Bekerja sebagai pelindung neuron
Neuroproteksi
Berbagai macam obat dapat melindungi neuron terhadap ancaman degenerasi
akibat nekrosis atau apoptosis. Termasuk dalam kelompok ini adalah :
1. Anti-exitoxin, yang melindungi neuron dari kerusakan akibat paparan bahan
neurotoksis (MPTP , Glutamate) . Termasuk disini antagonis reseptor NMDA,
MK 801, CPP remacemide dan obat antikonvulsan
2. Anti oksidan, yang melindungi neuron terhadap proses oxidative stress akibat
serangan radikal bebas. Deprenyl (selegiline), 7-nitroindazole, nitroarginine
methyl- ester, methylthiocitrulline, 101033E dan 104067F, termasuk
didalamnya. Bahan ini bekerja menghambat kerja enzim yang memproduksi
radikal bebas. Dalam penelitian ditunjukkan vitamin E (tocopherol) tidak
menunjukkan efek anti oksidan.
18
3. Bioenergetic suplements, yang bekerja memperbaiki proses metabolisme
energi di mitokondria . Coenzym Q10 ( Co Q10 ), nikotinamide termasuk
dalam golongan ini dan menunjukkan efektifitasnya sebagai neuroprotektant
pada hewan model dari penyakit
4. Yang sedang dikembangkan sebagai agen neuroprotektif adalah apoptotic
drugs (CEP 1347 and CTCT346), lazaroids, bioenergetics, antiglutamatergic
agents, dan dopamine receptors. Adapun yang sering digunakan di klinik
adalah monoamine oxidase inhibitors (selegiline and rasagiline), dopamin
agonis, dan complek I mitochondrial fortifier coenzyme Q10.
Terapi pembedahan
Bertujuan untuk memperbaiki atau mengembalikan seperti semula proses
patologis yang mendasari (neurorestorasi). Tindakan pembedahan untuk penyakit
parkinson dilakukan bila penderita tidak lagi memberikan respon terhadap
pengobatan, yaitu masih adanya gejala dua dari gejala utama penyakit parkinson
(tremor, rigiditas, bradi/akinesia, gait/postural instability), Fluktuasi motorik,
fenomena on-off, diskinesia karena obat, juga memberi respons baik terhadap
pembedahan.
a. Terapi ablasi lesi di otak
Termasuk katergori ini adalah thalamotomy dan pallidotomy. Thalamotomi
efektif untuk gejala tremor dan rigiditas. Pallidotomi, yang hasilnya cukup baik untuk
menekan gejala akinesia/ bradykinesia, gangguan jalan/ postural dan gangguan
bicara. Dengan indikasi fluktuasi motorik berat yang terus menerus dan diskinesia
yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan medik. Dilakukan penghancuran di pusat
lesi di otak dengan menggunakan kauterisasi. Efek operasi ini bersifat permanen
seumur hidup dan sangat tidak aman untuk melakukan ablasi dikedua tempat tersebut.
b. Deep Brain Stimulation (DBS)
Ditempatkan semacam elektroda pada beberapa pusat lesi di otak yang
dihubungkan dengan alat pemacunya yang dipasang di bawah kulit dada seperti alat
19
pemacu jantung. Prosedur ini tidak ada penghancuran lesi di otak, jadi relatif aman.
Manfaatnya adalah memperbaiki waktu off levodopa dan mengendalikan diskinesia.
c. Transplantasi
Percobaan transplantasi pada penderita penyakit parkinson dimulai 1982,
jaringan medula adrenalis (autologous adrenal) yang menghasilkan dopamin.
Jaringan transplan (graft) lain yang pernah digunakan antara lain dari jaringan embrio
ventral mesensefalon yang menggunakan jaringan premordial steam atau progenitor
cells, non neural cells (biasanya fibroblast atau astrosytes), testis-derived sertoli cells
dan carotid body epithelial glomus cells. Untuk mencegah reaksi penolakan jaringan
diberikan obat immunosupressant cyclosporin A yang menghambat proliferasi T cells
sehingga masa idup graft jadi lebih panjang. Transplantasi yang berhasil baik dapat
mengurangi gejala penyakit parkinson selama 4 tahun kemudian efeknya menurun 4 –
6 tahun sesudah transplantasi. Teknik operasi ini sering terbentur bermacam
hambatan seperti ketiadaan donor, kesulitan prosedur baik teknis maupun perijinan.
Terapi Non-farmakologis
1. Edukasi
Pasien serta keluarga diberikan pemahaman mengenai penyakitnya, misalnya
pentingnya meminum obat teratur dan menghindari jatuh. Menimbulkan rasa simpati
dan empati dari anggota keluarganya sehingga dukungan fisik dan psikik mereka
menjadi maksimal.
2. Terapi Rehabilitasi
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup penderita
dan menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta mengatasi masalah-
masalah sebagai berikut : Abnormalitas gerakan, Kecenderungan postur tubuh yang
salah, Gejala otonom, Gangguan perawatan diri (Activity of Daily Living – ADL),
dan Perubahan psikologik. Latihan yang diperlukan penderita parkinson meliputi
20
latihan fisioterapi, okupasi, dan psikoterapi. Dalam pelaksanaan latihan dipakai
bermacam strategi, yaitu :
Strategi kognitif : untuk menarik perhatian penuh/konsentrasi, bicara jelas dan
tidak cepat, mampu menggunakan tanda-tanda verbal maupun visual dan hanya
melakukan satu tugas kognitif maupun motorik.
Strategi gerak : seperti bila akan belok saat berjalan gunakan tikungan yang agak
lebar, jarak kedua kaki harus agak lebar bila ingin memungut sesuatu dilantai.
Strategi keseimbangan : melakukan ADL dengan duduk atau berdiri dengan
kedua kaki terbuka lebar dan dengan lengan berpegangan pada dinding. Hindari
eskalator atau pintu berputar. Saat bejalan di tempat ramai atau lantai tidak rata
harus konsentrasi penuh jangan bicara atau melihat sekitar.
HIDROSEFALUS
Definisi
Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinal (SSF) secara aktif
yang menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak dimana terjadi akumulasi SSF yang
berlebihan pada satu atau lebih ventrikel atau ruang subarachnoid. Keadaan ini
disebabkan oleh karena terdapat ketidak seimbangan antara produksi, obstruksi dan
absorpsi dari SSF.
Anatomi
Struktur anatomi yang berkaitan dengan hidrosefalus, yaitu bangunan-
bangunan dimana CSS berada, sistem ventrikel otak dan kanalis sentralis.
21
1. Ventrikel lateralis, berjumlah dua, terletak didalam hemispherii telencephalon.
Kedua ventrikel lateralis berhubungan denga ventrikel III (ventrikel tertius)
melalui foramen interventrikularis (Monro).
2. Ventrikel III (Ventrikel Tertius), Terletak pada diencephalon. Dinding lateralnya
dibentuk oleh thalamus dengan adhesio interthalamica dan hypothalamus.
Recessus opticus dan infundibularis menonjol ke anterior, dan recessus
suprapinealis dan recessus pinealis ke arah kaudal. Ventrikel III berhubungan
dengan ventrikel IV melalui suatu lubang kecil, yaitu aquaductus Sylvii
(aquaductus cerebri).
3. Ventrikel IV (Ventrikel Quartus) Membentuk ruang berbentuk kubah diatas fossa
rhomboidea antara cerebellum dan medulla serta membentang sepanjang
recessus lateralis pada kedua sisi. Masing-masing recessus berakhir pada
foramen Luschka, muara lateral ventrikel IV. Pada perlekatan vellum medullare
anterior terdapat apertura mediana Magendie.
4. Kanalis sentralis medula oblongata dan medula spinalis, Saluran sentral korda
spinalis: saluran kecil yang memanjang sepanjang korda spinalis, dilapisi sel-sel
ependimal. Diatas, melanjut ke dalam medula oblongata, dimana ia membuka
kedalam ventrikel IV.
5. Ruang subarakhnoidal, Merupakan ruang yang terletak diantara lapisan
arakhnoid dan piamater.
CSS diproduksi oleh pleksus khoroideus yang ada didalam ventrikel. Cairan
tersebut secara teratur diproduksi dan mengalir dari ventrikel satu ke ventrikel lain,
keluar di sekitar otak, rongga sum-sum tulang belakang, kemudian diserap ke
pembuluh darah vena. Volume cairan otak pada orang dewasa berkisar antara 125 -
150ml (setiap hari diproduksi sebanyak 400-500m atau 0.36 ml/menitl). Fungsinya
sebagai shock absorber atau mengurangi efek truma dari luar, mengapungkan
otakdari 1.400gr menjadi 50 gr, transport nutrisi dan hormon, serta membuang limbah
metabolit. Yang dimana Arah alirannya sebagai berkut: Produksi di pleksus
choroideus - ventriculus lateralis - foramen interventriculare - ventriculus tertius -
aquaductus cerebri - ventriculus quartus - apertura lateralis dan mediana - cisterna
22
magna - septum subarachnoidale - sinus sagitalis superior - villi granulatio
arachnoidales - masuk vena
Epidemiologi
Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur.Juga tidak ada perbedaan
ras.Pada remaja dan dewasa lebih sering disebabkan oleh toksoplasmosis.
Hidrosefalus infantil, 46% diantaranya adalah akibat abnormalitas perkembangan
otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, kurang dari 4% akibat
tumor fossa posterior.
Pada umumnya, Insiden hidrosefalus adalah sama untuk kedua jenis kelamin, kecuali
pada sindrom Bickers-Adams, X-linked hidrosefalus ditularkan oleh perempuan dan
diderita oleh laki-laki. Hidrosefalus dewasa mewakili sekitar 40% dari total kasus
hidrosefalus.
Klasifikasi
Hidrosefalus dapat diklasifikasikan atas beberapa hal, antara lain :
1. Berdasarkan Anatomi / tempat obstruksi CSS
a. Hidrosefalus tipe obstruksi / non komunikans
Hidrosefalus nonkomunikans terjadi karena CSS pada ruang
ventrikulus tidak bisa mencapai ruang subaraknoid akibat adanya hambatan
aliran CSS pada foramen Monroe, aquaductus cerebri Sylvii atau pada
foramen Magendi dan Luschka. Obstruksi pada foramen Monroe misalnya
diakibatkan oleh tumor, menghalangi aliran CSS dari ventrikulus lateralis ke
ventrikulus tertius, mengakibatkan akumulasi cairan dan pembesaran pada
ventrikulus lateralis pada sisi yang mengalami sumbatan. Obstruksi
aquaductus cerebri Sylvii oleh tumor, peradangan atau atresia kongenital
mengakibatkan akumulasi cairan dan pembesaran pada ventrikulus tertius dan
kedua ventrikulus lateralis. Obstruksi pada foramen Magendi dan Luschka
oleh tumor, inflamasi atau atresia Kongenital mengakibatkan akumulasi dan
23
pembesaran pada ventrikulus quartus, ventrikulus tertius dan kedua
ventrikulus lateralis
b. Hidrosefalus tipe komunikans
Jarang ditemukan. Terjadi karena proses berlebihan atau gangguan
penyerapan (Gangguan di luar sistem ventrikel). Hambatan aliran CSS pada
tipe ini biasanya pada bagian distal dari sistem ventrikulus ini, yaitu pada
ruang subaraknoid (sebagai akibat fibrosis dari infeksi sebelumnya) atau pada
granulatio arachnoidea ( sebagai akibat kelainan bentuk struktur ini). Hal ini
mengakibatkan akumulasi CSS dan pembesaran ruang ventrikulus.
Perdarahan akibat trauma kelahiran menyebabkan perlekatan lalu
menimbulkan blokade villi arachnoid.
2. Berdasarkan Etiologinya :
a. Tipe obstruksi
a) Kongenital
Stenosis akuaduktus serebri : Mempunyai berbagai penyebab.
Kebanyakan disebabkan oleh infeksi atau perdarahan selama kehidupan
fetal (Toxoplasma/T.gondii, Rubella, X-linked Hidrosefalus).
Sindrom Dandy-Walker : Malformasi ini melibatkan 2-4% bayi baru
lahir dengan Hidrosefalus. Etiologinya tidak diketahui. Malformasi ini
berupa ekspansi kistik ventrikel IV dan hipoplasia vermis serebelum.
Hidrosefalus yang terjadi diakibatkan oleh hubungan antara dilatasi
ventrikel IV dan rongga subarachnoid yang tidak adekuat.
Malformasi Arnold-Chiari : Anomali kongenital yang jarang dimana 2
bagian otak yaitu batang otak dan cerebelum mengalami perpanjangan
dari ukuran normal dan menonjol keluar menuju canalis spinalis
Aneurisma vena Galeni : Kerusakan vaskuler pada saat kelahiran,
tetapi secara normal tidak dapat dideteksi sampai anak berusia
beberapa bulan. Hal ini terjadi karena vena Galen mengalir di atas
akuaduktus Sylvii, menggembung dan membentuk kantong aneurisma.
24
Hidrancephaly : Suatu kondisi dimana hemisfer otak tidak ada dan
diganti dengan kantong CSS
b) Didapat (Acquired)
Stenosis akuaduktus serebri (setelah infeksi atau perdarahan)
infeksi oleh bakteri Meningitis , menyebabkan radang pada selaput
(meningen) di sekitar otak dan spinal cord. Hidrosefalus berkembang
ketika jaringan parut dari infeksi meningen menghambat aliran CSS
dalam ruang subarachnoid, yang melalui akuaduktus pada sistem
ventrikel atau mempengaruhi penyerapan CSS dalam villi arachnoid.
Jika saat itu tidak mendapat pengobatan, bakteri meningitis dapat
menyebabkan kematian dalam beberapa hari.
Herniasi tentorial akibat tumor supratentorial
Hematoma intraventrikuler
Jika cukup berat dapat mempengaruhi ventrikel, mengakibatkan darah
mengalir dalam jaringan otak sekitar dan mengakibatkan perubahan
neurologis. Kemungkinan Hidrosefalus berkembang sisebabkan oleh
penyumbatan atau penurunan kemampuan otak untuk menyerap CSS.
Tumor (ventrikel, regio vinialis, fosa posterior)
Sebagian besar tumor otak dialami oleh anak-anak pada usia 5-10
tahun. 70% tumor ini terjadi dibagian belakang otak yang disebut fosa
posterior. Jenis lain dari tumor otak yang dapat menyebabkan
Hidrosefalus adalah tumor intraventrikuler dan kasus yang sering
terjadi adalah tumor plexus choroideus (termasuk papiloma dan
carsinoma). Tumor yang berada di bagian belakang otak sebagian
besar akan menyumbat aliran CSS yang keluar dari ventrikel IV. Pada
banyak kasus, cara terbaik untuk mengobati Hidrosefalus yang
berhubungan dengan tumor adalah menghilangkan tumor penyebab
sumbatan.
Abses/granuloma
25
Kista arachnoid
b. Berdasarkan Usia
a) Hidrosefalus tipe kongenital / infantil ( bayi )
b) Hidrosefalus tipe juvenile / adult ( anak-anak / dewasa )
Akhir-akhir ini, dilaporkan temuan klinis Hidrosefalus yang tidak
bersamaan dengan peninggian TIK yang signifikan. seseorang bisa didiagnosa
mengalami Hidrosefalus tekanan normal jika ventrikel otaknya mengalami
pembesaran, tetapi hanya sedikit atau tidak ada peningkatan tekanan dalam
ventrikel. Biasanya dialami oleh pasien usia lanjut, dan sebagian besar
disebabkan aliran CSS yang terganggu dan compliance otak yang tidak normal.
Pada dewasa dapat timbul “Hidrosefalus tekanan normal” akibat dari Perdarahan
subarachnoid, meningitis, trauma kepala, dan idiopathik. Namun, banyak orang
mengembangkan NPH bahkan ketika tidak satupun dari faktor-faktor ini hadir.
Dalam kasus ini penyebab gangguan tidak diketahui. Gejala NPH termasuk
gangguan mental progresif dengan trias gejala : gangguan mental (dementia),
gangguan koordinasi (ataksia), gangguan kencing (inkontinentia urin). Selain itu
juga mungkin memiliki gerakan melambat yang umum atau mungkin mengeluh
bahwa kakinya merasa "terjebak." Karena gejala-gejala ini mirip dengan
gangguan lain seperti penyakit Alzheimer dan penyakit Parkinson gangguan ini
sering salah didiagnosis. Banyak kasus tidak dikenali dan tidak pernah diobati
dengan benar. Bisa dikenali dengan tidak membaiknya keadaan asien saat sudah
diberikan levodopa. Dokter dapat menggunakan berbagai tes CT dan / atau MRI,
kateter lumbar, pemantauan tekanan intrakranial, dan tes neuropsikologi, untuk
membantu mereka mendiagnosis NPH dan menyingkirkan kondisi lain.
Patofisiologi
Hidrosefalus adalah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinal, disebabkan baik oleh produksi yang berlebihan
maupun gangguan absorpsi, dengan atau pernah disertai tekanan intracranial yang
meninggi sehingga terjadi pelebaran ruangan-ruangan tempat aliran cairan
serebrospinal. Hidrosefalus bukan suatu penyakit yang berdiri
26
sendiri. Sebenarnya, Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat suatu
penyakit atau kerusakan otak.
Kecepatan pembentukan SSF 0,3-0,4 cc/menit atau antara 0,2-0,5% volume total
per menit dan ada yang menyebut antara 14-38cc/jam. Sekresi total SSF dalam 24
jam adalah sekitar 500-600cc, sedangkan jumblah total SSF adalah 150 cc, berarti
dalam 1 hari terjadi pertukaran atau pembaharuan dari SSF sebanyak 4-5 kali/hari.
Pada neonatus jumblah total SSF berkisar 20-50 cc dan akan meningkat sesuai usia
sampai mencapai 150 cc pada orang dewasa. Hidrosefalus timbul akibat terjadi
ketidak seimbangan antara produksi dengan absorpsi dan gangguan sirkulasi SSF,
Selain akibat gangguan pada produksi, absorpsi, dan sirkulasi, Hidrosefalus juga
dapat timbul akibat Disgenesis serebri dan atrofi serebri. Patofisiologi dapat dibagi
menjadi dua jenis:
1. Hidrosefalus akut
Bentuk hidrosefalus akut didasari oleh faktor mekanik. Perdarahan otak,
tumor/infeksi/abses otak, stenosis akuaduktus cerebri Sylvii, hematoma
ekstradural dan edema otak akut akan mengganggu aliran dan absorbsi CSS
sehingga terjadi peningkatan TIK. Akibatnya tekanan intraventrikular meningkat,
sehingga kornu anterior ventrikulus lateral melebar, diikuti oleh pelebaran
seluruh ventrikulus lateralis. Dalam waktu singkat diikuti penipisan lapisan
ependim ventrikulus. Hal ini akan mengakibatkan permeabilitas ventrikulus
meningkat sehingga memungkinkan absorbsi CSS dan akan menimbulkan edema
substantia alba di dekatnya. Apabila peningkatan absorbsi ini dapat mengimbangi
produksinya yang berlebihan maka tekanannya secara bertahap akan menurun
sampai normal, meskipun penderita masih memeperlihatkan tanda-tanda
hidrosefalus. Keadaan demikian ini disebut hidrosefalus tekanan normal.Namun
biasanya peningkatan absorbsi ini gagal mengimbangi kapasitas produksinya.
Sehingga terjadi pelebaran ventrikulus berkelanjutan dengan tekanan yang juga
tetap meningkat.
2. Hidrosefalus kronik
27
Hidrosefalus kronik terjadi beberapa minggu setelah aliaran CSS
mengalami sumbatan atau mengalami gangguan absorbsi, apabila sumbatan
dapat dikendalikan atau dihilangkan, tekanan intraventrikular akan menjadi
progresif normotensif karena adanya resorbsi transependimal parenkim
paraventrikular. Akibat dari peningkatan tekanan CSS intraventrikular
mengakibatkan sistem venosa menjadi kolaps dan penurunan volume aliaran
darah, sehingga terjadi hipoksia dan perubahan metabolisme parenkim
(kehilangan lipid dan protein). Akibat lebih jauh adalah terjadinya dilatasi
ventrikulus karena jaringan periventrikular menjadi atrofi
Gejala Klinis
Gejala Klinis hidrosefalus dipengaruhi oleh umur penderita, penyebab, lokasi
obstruksi, durasi dan perlangsungan penyakit. Rincian gejala klinis adalah sebagai
berikut :
a. Neonatus
Gejala hidrosefalus yang paling umum dijumpai pada neonatus adalah
iritabilitas.Sering kali anak tidak mau makan dan minum, kadang-kadang
kesadaran menurun kearah letargi. Anak kadang-kadang muntah, jarang yang
bersifat proyektil. Pada masa neonatus ini gejala-gejala lainnya belum tampak,
sehingga apabila dijumpai gejala-gejala sepeti diatas, perlu dicurigai
hidrosefalus.
b. Anak berumur kurang dari 6 tahun
Pada umumnya anak mengeluh nyeri kepala, sebagai suatu manifestasi
peningkatan TIK. Kadang-kadang muntah di pagi hari.Dapat disertai keluhan
penglihatan ganda dan jarang diikuti penurunan Visus. Gangguan motorik dan
koordinasi dikenali melalui perubahan cara berjalan.. Mengalami gangguan
dalam hal daya ingat dan proses belajar. Adanya labilitas emosional dan
kesulitan dalam hal konseptualisasi. Vena-vena di kulit kepala sangat menonjol.
Peningktan TIK akan mendesak darah vena dari alur normal di basis otak menuju
ke sistem kolateral. Mata penderita hidrosefalus memperlihatkan gambaran yang
28
khas, skelera yang berwarna putih akan tampak diatas iris (setting-sun sign).
Terkadang disertai nistagmus dan strabismus. Pada hidrosefalus yang sudah
lanjut dapat terjadi edema papil atau atrofi papil.
c. Dewasa
Gejala yang paling sering dijumpai adalah nyeri kepala. Sementara itu
gangguan visus, gangguan motorik/bejalan dan kejang terjadi pada 1/3 kasus
hidrosefalus pada usia dewasa. Pemeriksaan neurologi pada umumnya tidak
menunjukkan kelainan, kecuali adanya edema papil dan atau paralisis nervus
abdusens.
d. Hidrosefalus tekanan normal
Tekanan normal hidrosefalus (NPH) adalah jenis hidrosefalus yang
biasanya terjadi pada orang dewasa yang lebih tua, dengan usia rata-rata 60tahun.
NPH berbeda dari tipe-tipe hidrosefalus lainnya yang berkembang perlahan-
lahan dari waktu ke waktu. Drainase CSF diblokir secara bertahap, dan cairan
berlebih membangun perlahan. Pembesaran ventrikel yang lambat berarti bahwa
tekanan cairan di otak mungkin tidak setinggi pada tipe lain dari hidrosefalus.
Namun, ventrikel yang membesar masih menekan otak dan dapat menyebabkan
gejala tekanan intrakranial meningkat. Hal pertama yang dirasakan penderita
adalah kepala sering pusing, seperti tertekan. Bisa disertai mual muntah dan
penurunan kemampuan untuk melihat (penutrunan visus atau diplopia). Terdapat
perubahan perilaku, sering merasa bingung, linglung, atau gelisah. Bila tidak
segera dilakuakan pengobatan yang tepat, dapat diakhiri dengan penurunan
kesadaran.
Bagian otak yang paling sering terkena NPH adalah bagian yang
mengontrol kaki, kandung kemih, dan proses mental "kognitif" seperti memori,
penalaran, penyelesaian masalah, dan berbicara. Penurunan proses mental ini,
jika cukup parah untuk mengganggu kegiatan sehari-hari, dikenal sebagai
demensia. Gejala lain termasuk gaya berjalan abnormal (kesulitan berjalan)
dicirikan oleh berjalan lambat, langkah pendek dengan pengurangan ketinggian
langkah dan ataksia dimana kaki diletakkan di permukaan jalan dengan kekuatan
29
yang bervarisasi. Pada saat mata tertutupakan tampak jelas keidakstabilan postur
tubuh. Ketidakmampuan menahan air kencing (inkontinensia urin), dan kadang-
kadang terdapat ketidakmampuan untuk mengontrol usus. Tremor dan gangguan
gerakan halus jari-jari tangan akan mengganggu tulisan tangan penderita.
Pemeriksaan Fisik
a. Bayi
Terdapat pembesaran kepala, lingkar kepala berada pada ≤ 98 persentil
dari umur. Lepasnya sutura, dapat dilihat atau diraba. Pelebaran vena-vena scalp,
scalp menjadi tipis dan berkilau dengan vena-vena yang mudah dilihat.
Ketegangan fontanela. Fontanela anterior pada bayi yang ditarik lurus dan tidak
menangis mungkin sangat tegang. Peningkatan tonus tungkai. Penyebabnya adalah
peregangan serabut serabut traktus piramidal periventrikuler oleh hidrosefalus.
b. Anak-anak
Edema papil jika peningkatan TIK tidak diobati, Tanda Macewen, suara
pot pecah terdengar pada perkusi kepala, Gaya berjalan yang tidak stabil, Kepala
besar, sutura tertutup namun peningkatan TIK kronik akan menyebabkan
pertumbuhan kepala abnormal., Kelumpuhan nervus abducens unilateral atau
bilateral karena peningkatan TIK.
c. Dewasa
Edema papil karena peningkatan TIK, bisa menyebabkan atrofi nervus
optikus. Gaya berjalan yang tidak stabil dikarenakan ataksia pada tungkai.
Kelumpuhan nervus abducens unilateral atau bilateral karena peningkatan TIK.
d. NPH
Kekuatan otot biasanya normal, tidak ada gangguan sensoris. Refleks
dapat meningkat, dan refleks Babinsky dapat ditemukan pada satu atau kedua
kaki. Kesulitan berjalan : bervariasi dari ketidakseimbangan yang ringan sampai
ketidakmampuan unuk berjalan atau berdiri. Lemahnya refleks menghisap dan
menggenggam muncul pada tahap lanjut.
30
Pemeriksaan Penunjang
a. X Foto kepala, didapatkan :
1. Tulang tipis
2. Disproporsi kraniofasial
3. Sutura melebar
Dengan prosedur ini dapat diketahui :
a) Hidrosefalus tipe kongenital/infantile
b) Hidrosefalus tipe juvenile/adult : oleh karena sutura telah menutup maka dari
foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial.
b. Pemeriksaan CSS. Dengan cara aseptik melalui punksi ventrikel/ punksi fontanela
mayor. Menentukan :
a) Tekanan
b) Jumblah sel meningkat, menunjukkan adanya keradangan / infeksi
c) Adanya eritrosit menunjukkan perdarahan
d) Bila terdapat infeksi, diperiksa pembiakan kuman dan kepekaan antibiotik.
c. Ventrikulografi ; yaitu dengan cara memasukkan kontras berupa O2 murni atau
kontras lainnya dengan alat tertentu menembus melalui fontanella anterior
langsung masuk ke dalam ventrikel.Setelah kontras masuk langsung difoto, maka
akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar
karena fontanela telah menutup untuk memasukkan kontras dibuatkan lubang
dengan bor pada karanium bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini
sangat sulit dan mempunyai resiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah
memiliki fasilitas CT scan, prosedur ini telah ditinggalkan.
d. CT scan kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT scan sering menunjukkan adanya pelebaran
dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar
dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal
dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari
CSS. Pada hidrosefalus komunikan gambaran CT scan menunjukkan dilatasi
ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari
31
daerah sumbatan. Keuntungan CT scan adalah Gambaran lebih jelas, Non
traumatik, Meramal prognose, Penyebab hidrosefalus dapat diduga
e. USG
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG
diharapkan dapat menunjukkan sistem ventrikel yang melebar. Pendapat lain
mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak
mempunyai nilai didalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan
oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi system ventrikel secara
jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT scan.
f.MRI
Dengan menggunakan MRI pada pasien hidrosefalus, kita dapat melihat
adanya dilatasi ventrikel dan juga dapat menentukan penyebab dari hidrosefalus
tersebut.Jika terdapat tumor atau obstruksi, maka dapat ditentukan lokasi dan
ukuran dari tumor tersebut.Selain itu pada MRI potongan sagital akan terlihat
penipisan dari korpus kalosum.
Tata Laksana
a. Terapi medikamentosa
Ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi
sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorpsinya. Obat
yang sering digunakan adalah:
a) Asetasolamid, cara pemberian dan dosis; Per oral 2-3 x 125 mg/hari, dosis ini
dapat ditingkatkan sampai maksimal 1.200 mg/hari
b) Furosemid, cara pemberian dan dosis; Per oral, 1,2 mg/kgBB 1x/hari atau
injeksi iv 0,6 mg/kgBB/hari. Bila tidak ada perubahan setelah satu minggu
pasien diprogramkan untuk operasi.
b. Lumbal pungsi berulang (serial lumbar puncture)
Mekanisme pungsi lumbal berulang dalam hal menghentikan progresivitas
hidrosefalus belum diketahui secara pasti. Pada pungsi lumbal berulang akan
32
terjadi penurunan tekanan CSS secara intermiten yang memungkinkan absorpsi
CSS oleh vili arakhnoidalis akan lebih mudah.
Indikasi : umumnya dikerjakan pada hidrosefalus komunikan terutama pada
hidrosefalus yang terjadi setelah perdarahan subarakhnoid, periventrikular-
intraventrikular dan meningitis TBC. Diindikasikan juga pada hidrosefalus
komunikan dimana shunt tidak bisa dikerjakan atau kemungkinan akan terjadi
herniasi (impending herniation). Komplikasi : herniasi transtentorial atau tonsiler,
infeksi, hipoproteinemia dan gangguan elektrolit.
c. Terapi Operasi
Operasi biasanya langsung dikerjakan pada penderita hidrosefalus. Pada
penderita gawat yang menunggu operasi biasanya diberikan mannitol per infus
0,5-2 g/kgBB/hari yang diberikan dalam jangka waktu 10-30 menit.
a) “Third Ventrikulostomi”/Ventrikel III
Lewat kraniotom, ventrikel III dibuka melalui daerah khiasma optikum,
dengan bantuan endoskopi. Selanjutnya dibuat lubang sehingga CSS dari
ventrikel III dapat mengalir keluar.
b) Operasi pintas/”Shunting”
Ada 2 macam :
Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke luar tubuh, dan bersifat hanya sementara.
Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus
tekanan normal.
Internal
a. CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain
Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-
Kjeldsen)
Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke atrium kanan.
Ventrikulo-Sinus, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior
Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronkhus
Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum
33
Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum
b. “Lumbo Peritoneal Shunt”
CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum
dengan operasi terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan.
V. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari sabtu, 26 Oktober 2018 pukul 16.00 di
rumah pasien
Status generalisata
a) Keadaan umum : Tampak sakit sedang
b) Kesadaran : Composmentis / GCS = E4M6V5= 15
c) Vital sign
1) TD : 130/90 mmHg
2) Nadi : 75 x/menit
3) Pernapasan : 20 x/menit
4) Suhu : 36,60 C
5) SpO2 : 98%
Status internus
Kepala : Bentuk kepala normocephal, rambut putih, terdistribusi merata, tidak
mudah dicabut.
Leher : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening pada leher.
Kaku kuduk (-), burdzinsky I (-)
Wajah : Raut muka pasien baik dan tidak terdapat kelainan facies.
Mata : Edema palpebra (-/-), alis mata hitam dan tersebar merata, konjungtiva
anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor Ø 3mm/3mm, refleks
cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+),
refleks kornea (+/+)
Telinga :Bentuk telinga normal, membran timpani sulit dinilai, nyeri tekan dan
tarik (-/-)
34
Hidung : Bentuk hidung normal. Tidak tampak deviasi. Tidak tampak adanya
sekret. Tidak tampak nafas cuping hidung.
Mulut : Mukosa gusi dan pipi tidak hiperemis, ulkus (-) , perdarahan gusi (-),
sianosis (-), Perot (-), caries gigi (+)
Thoraks
Pulmo :
1. Inspeksi : Normochest, gerak dada simetris, retraksi suprasternal dan
supraclavicula (-)
2. Palpasi : Taktil fremitus kanan dan kiri sama
3. Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
4. Auskultasi: Suara nafas vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-),wheezing (-/-)
Cor :
1. Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
2. Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
3. Perkusi : Batas kiri bawah: ICS 5 mid axilaris anterior sinistra
Batas kiri atas: ICS 3 mid clavicularis sinistra
Batas kanan bawah: ICS 4 parasternal dekstra
Batas kanan atas: ICS 2 parasternal dekstra
4. Auskultasi : Bunyi Jantung I tunggal, intensitas normal
Bunyi jantung II splitting saat inspirasi dan tunggal saat
Ekspirasi (split tak konstan), intensitas normal
murmur (-), gallop (-).
Abdomen:
1. Inspeksi : Datar, supel.
2. Auskultasi: Bising usus (+), normal (2-6 x menit)
3. Perkusi : Timpani di semua kuadran abdomen
4. Palpasi : Dinding perut supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri
tekan (-), turgor baik
Ekstremitas :
Superior Inferior
35
Akral dingin
Oedem
Sianosis
Gerak
motorik
nyeri
Hiperemis
-/-
-/-
-/-
Bebas/rigiditas
resting tremor/ resting tremor
5/5/5
-/-
-/-
-/-
-/-
-/-
-/-
2/2/2
-/-
-/-
Status Psikiatri
Tingkah Laku : Normoaktif
Perasaan Hati : Normotimik
Orientasi : Baik
Kecerdasan : Dalam batas normal
Daya Ingat : Berkurang
Status Neurologis
a. Saraf Kranialis
Nervus Pemeriksaan Kanan Kiri
N. I. Olfaktorius Daya penghidu N N
N. II. Optikus
Daya penglihatan N N
Pengenalan warna N N
Lapang pandang N N
N. III. Okulomotor Ptosis - -
Gerakan mata ke medial + +
Gerakan mata ke atas + +
Gerakan mata ke bawah + +
Ukuran pupil 2,5 mm 2,5mm
Bentuk pupil Isokor Isokor
36
Refleks cahaya langsung + +
N. IV. Troklearis
Strabismus divergen - -
Gerak mata ke lat-bwh + +
Strabismus konvergen - -
N. V. Trigeminus
Menggigit N N
Membuka mulut N N
Sensibilitas muka N N
Refleks kornea + +
Trismus - -
N. VI. AbdusenGerakan mata ke lateral N N
Strabismus konvergen - -
N. VII. Fasialis
Kedipan mata + +
Lipatan nasolabial + +
Sudut mulut + +
Mengerutkan dahi + +
Menutup mata + +
Meringis + +
Menggembungkan pipi + +
Daya kecap lidah 2/3 ant Tdk dilakukan Tdk dilakukan
N. VIII.
Vestibulokoklearis
Mendengar suara bisik dbn dbn
Tes Rinne Tdk dilakukan Tdk dilakukan
Tes Schwabach Tdk dilakukan Tdk dilakukan
N.IX (GLOSSOFARINGEUS) Keterangan
37
Arkus Faring Simetris
Daya Kecap 1/3 Belakang Tidak dilakukan
Reflek Muntah Normal
Sengau Tidak
Tersedak Tidak
N. X (VAGUS) Keterangan
Arkus faring Dalam batas normal
Reflek muntah Dalam batas normal
Bersuara Dalam batas normal
Menelan Dalam batas normal
N. XI (AKSESORIUS) Keterangan
Memalingkan Kepala Dalam batas normal
Sikap Bahu Dalam batas normal
Mengangkat Bahu Dalam batas normal
Trofi Otot Bahu Tidak
N. XII (HIPOGLOSUS) Keterangan
Sikap lidah Dalam batas normal
Artikulasi Disartria
Tremor lidah -
Menjulurkan lidah Dalam batas normal
Trofi otot lidah -
Fasikulasi lidah -
38
Fungsi Motorik Superior Inferior
Gerakan B/BT T/T
Kekuatan 444/444 222/222
Tonus / /
Trofi E/E T/T
Klonus -/- -/-
Sensibilitas DBN DBN
Gerakan abnormal Resting tremor
+/+
-/-
Koordinasi,keseimbangan
Cara berjalan Tidak dapat dilakukan
Tes Romberg Tidak dapat dilakukan
Disdiadokinesis +
Ataksia Tidak dapat dilakukan
Rebound phenomen +
Pemeriksaan tambahan
Myerson sign +
Coghweel rigidity +
Mikrografia -
Postural test Tidak dapat dilakukan
39
Refleks Fisiologis
Refleks Biceps Normal Normal
Refleks Triceps Normal Normal
Refleks ulna dan radialis Normal Normal
Refleks Patella Normal Normal
Refleks Achilles Normal Normal
Refleks Patologis
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Mendel Bachterew - -
Rosollimo - -
Gonda - -
Hofman Trommer - -
Fungsi Sensorik
Kanan Kiri
Eksteroseptif Terasa Terasa
Rasa nyeri Terasa Terasa
Rasa raba Terasa Terasa
Rasa suhu Terasa Terasa
Propioseptif Terasa Terasa
Rasa gerak dan sikap Terasa Terasa
Rasa getar Terasa Terasa
Diskriminatif Terasa Terasa
Rasa gramestesia Terasa Terasa
Rasa barognosia Terasa Terasa
Rasa topognosia Terasa Terasa
40
Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : negatif
Kernig sign : negatif
Pemeriksaan Brudzinski : : negatif
Fungsi Luhur
Fungsi Luhur : Terbatas
Fungsi Vegetatif : BAK lancar dengan pispot, BAB belum selama perawatan
KRITERIA HUGHES
Gejala utama
a. Tremor (+)
b. Rigiditas (+)
c. Akinesia/bradikinesia (+)
d. Postural Instability (+)
Hasil : Terdapat semua gejala utama pada pasien
STADIUM HOEHN AND YAHR
Stadium5: Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak mampu
berdiri dan berjalan walaupun dibantu
41
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
PEMERIKSAAN HASIL (13 0ct 2015) HASIL (27 Jul 2018) NILAI RUJUKAN
DARAH LENGKAP
Hemoglobin 12,6 11,7 11,7 – 15,5 g/dl
Leukosit
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
Neutrofil
Limfosit %
Monosit %
Eosinofil %
Basofil %
Neutrofil %
7,4
1,5
0,0 (L)
0,00
0,070
5,08
27
4,52
3,17
0,917
77 (H)
15,3 (H)
1,96
0,84
0,15
0,07
13,3 (H)
12 (L)
5,18
0,1 (L)
0,5
81,4 (H)
3600 – 11.000
1,0 – 4,5 x 103/mikro
0,2 – 1,0 x 103/mikro
0,04 – 0,8 x 103/mikro
0 – 0,2 x 103/mikro
1,8 – 7,5 x 103/mikro
25 – 40%
2 – 8%
2 – 4%
0 – 1%
50 – 70%
Eritrosit 4,81 5,17 3,8 – 5,2 juta
Hematokrit 37,3 38,2 35 – 47 %
Trombosit 270 318 150 – 400 ribu
MCV 80,1 (L) 73,6 (L) 82 – 98 fL
MCH 26,3 (L) 25,6 (L) 27 – 32 pg
42
MCHC 33,3 30,6 (L) 32 – 37g/dl
KIMIA KLINIK
GDS 91 106 82 – 115 mg/dl
SGOT 12 18 0 – 35 U/L
SGPT 6 8 0 – 35 U/L
Ureum 29 61,5 (H) 10 – 50 mg/dl
Kreatinin 0,8 0,55 0,45 – 0,75 mg/dl
HDL
HDL Direct
LDL Cholesterol
38
129
37
143
37 – 92 mg/dl
<150 mg/dl
Asam urat 5,19 2,99 2 – 7 mg/dl
Cholesterol 194 193 <200 mg/dl
Trigliserida 150 (H) 125 70 – 140 mg/dl
Natrium 136 136-146 mmol/L
Kalium 3,8 3,5-5,1 mmol/L
Chlorida 101 98-106 mmol/L
Albumin 3,32 3,4-4,8 g/dL
2. X-Foto Cervical AP/Lateral/Oblique, 25 Maret 2015
43
HASIL : Allignment masih lordotik
Spondylosis cervicalis
Kompresi c5-c6
Tampak penyempitan diskus intervetrebalis c5-c6
Listesis vertebrae c5
Penyempitan foramen intervertebralis c5-c6 kanan dan kiri
3. MRI Cervicothoracal, 19 Oktober 2015
44
4. MSCT 64 slices otak dengan kontras, 10 Agustus 2018
VII.
DISKUSI KEDUA
Saat dilakukan pemeriksaan, pasien tidak didapatkan adanya penurunan
kesadaran yaitu dengan penilaian GCS mata adanya kontak mata dan membuka
spontan, motorik pasien dapat menggerakan sesuai instruksi pemeriksa dan verbal
yang masih baik karena masih dapat menjawab pertanyaan pemeriksa dengan baik.
Berdasarkan dari pencarian data baik dari rekam medis ataupun anamnesa pasien dan
keluarganya didapatkan hasil bahwa perjalanan penyakit pasien merupakan kronis
progresif. Normal pressure hidrosefalus pada pasien merupakan etiologi idiopatik.
NPH berbeda dengan tipe hidrosefalus lainnya yang berkembang perlahan-lahan dari
waktu ke waktu. Drainase CSF diblokir secara bertahap, dan cairan berlebih
membangun perlahan. Pembesaran ventrikel yang lambat berarti bahwa tekanan
cairan di otak mungkin tidak setinggi pada tipe lain dari hidrosefalus namun ventrikel
yang membesar tetap menekan otak dan dapat menyebabkan gejala tekanan
intrakranial meningkat. Hal pertama yang dirasakan penderita adalah kepala sering
pusing, kepala tertekan, terasa sakit, seperti yang dialami oleh pasien. Selanjutnya
peningkatan tekanan ciran serebrospinal intraventrikular dapat menyebabkan sistem
45
vena daerah sekitarnya kolaps, salah satunya substansia nigra. Terjadi penurunan
volume aliran darah dan timbul hipoksia jaringan, datangnya mediator inflamasi dan
berakibat menurunkan produksi neurotransmitter dopamine di substansia nigra.
Pada Parkinson terjadi degenerasi substansia nigra. Bagian ini menjadi pusat
kontrol/koordinasi dari seluruh pergerakan. Sel-selnya menghasilkan neurotransmitter
yang disebut dopamine, yang berfungsi untuk mengatur seluruh gerakan otot dan
keseimbangan tubuh yang dilakukan oleh sistem saraf pusat. Dopamine diperlukan
untuk komunikasi elektrokimia antara sel-sel neuron di otak terutama dalam
mengatur pergerakan, keseimbangan dan refleks postural, serta kelancaran
komunikasi (bicara). Dopamin diproyeksikan ke striatum dan seterusnya ke ganglion
basalis. Penurunan jumlah dopamine menyebabkan aktivitas neuron di striatum dan
ganglion basalis menurun, menyebabkan gangguan keseimbangan antara inhibitorik
dan eksitatorik. Akibatnya kehilangan kontrol sirkuit neuron di ganglion basalis
untuk mengatur jenis gerak dalam hal inhibisi terhadap jaras langsung dan eksitasi
terhadap jaras yang tidak langsung baik dalam jenis motorik ataupun non-motorik.
Pemeriksaan fisik saat ini didapatkan adanya tanda-tanda dari gejala utama
parkinson yaitu tremor, rigiditas, dan bradikinesia. Nervus cranial terdapat kelainan
nervus hipoglosus (XII) tremor lidah (+) disartria (+). Test motorik menunjukan hasil
kekuatan kelemahan umum, tonus meningkat pada ekstremitas atas dengan gambaran
coghwheel rigidity, terdapat gerakan abnormal resting tremor(+) di ekstremitas
superior dekstra et sinistra frekuensi 5-6/detik+, Cara berjalan dan postur tubuh sulit
dinilai disebabkan pasien sudah tidak berdiri. Disdiadokinesis (+), Rebound
phenomen (+), Myerson sign (+), Coghweel rigidity (+).
Berdasarkan kriteria Hugh diperoleh hasil definite, yaitu terdapat minimal tiga
dari empat gejala, resting tremor (+), rigiditas (+), bradykinesia (+), dan kegagalan
refleks postural (+). Untuk stadium Hoehn and Yahr didapatkan hasil stadium 5, yaitu
stadium kakhetik, terdapat kecacatan total, pasien tidak mampu berdiri dan berjalan
walaupun dibantu.
VIII. DIAGNOSA AKHIR
Diagnosis Klinis : Sindrom Parkinson, Sindrom tekanan normal hidrosefalus
46
Diagnosis Topis : Substansia nigra dan system ventrikel
Diagnosis Etiologi : Sindrom Parkinson Plus (Multiple System Degeneration)
IX. PROGNOSIS
Death : Dubia ad bonam
Disease : Dubia ad bonam
Dissability : Dubia ad malam
Discomfort : Dubia ad malam
Dissatisfaction : Dubia ad bonam
Distutition : Dubia ad bonam
X. TERAPI
PO Asam folat 2x1
PO Ranitidine 2x1
PO Aspilet 80mg 1x1
PO Levaside 2-0-1
XI. DISKUSI KETIGA
Levazide mengandung levodopa dan benzerazide. Levodopa merupakan
pengobatan utama untuk penyakit parkinson. Di dalam otak levodopa dirubah
menjadi dopamine. L-dopa akan diubah menjadi dopamine pada neuron
dopaminergik. Walaupun demikian, hanya 1-5% dari L-Dopa memasuki neuron
dopaminergik, sisanya dimetabolisme di sembarang tempat, mengakibatkan efek
samping yang luas. Karena mekanisme feedback, akan terjadi inhibisi pembentukan
L-Dopa endogen. Carbidopa dan benserazide adalah dopa dekarboksilase inhibitor,
membantu mencegah metabolisme L-Dopa sebelum mencapai neuron dopaminergik.
Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki gerakan. Penderita
penyakit parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya secara normal.
Daftar Pustaka
47
1. Hanifah M. Pengaruh Ekstrak Biji Korobenguk Hasil Soxhletasi Terhadap
Gejala Penyakit Parkinson.
2. Ginsberg Lecture Notes: Neurologi. 8 ed. Jakarta: Erlangga; 2008.
3. Silitonga R. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup Penderita
penyakit parkinson di poliklinik saraf rs dr kariadi. Semarang: Universitas
Diponegoro;
4. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
5. Laksono SQea. Persentase Distribusi Penyakit Genetik dan Penyakit Yang
Dapat Disebabkan Oleh Faktor Genetik Di RSUD Serang. 2011;3:5.
6. Baehr MF, Michael. Duu,s Topical Diagnosis in Neurology. 4th ed. United
States of America: Thieme;
7. A Manajemen dari Penyakit Parkinson yang Lanjut.1-3,.
8. Purba JS. Penyakit Parkinson. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;
9. Ropper AHB, Robert. Adams and Victor’s Principles of Neurology. 8th ed.
United States of America: McGraw-Hill; 2005.
10. Gupta Rea. Rotigotine in Early and Advanced Parkinson’s Disease. Delhi
Psychiatry 2013;16.
11. Mumenthaler MM, Heinrich, et al. Neurology. 4th reviewed and enlarged
edition ed. Germany: Thieme;
1. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2016. Guideline Parkinson
2016. Jakarta: PERDOSSI.
13. Baehr M, Frotscher M. Suplai darah dan gangguan vaskular sistem darah
pusat. Dalam: Diagnosis Topik Neurologi DUUS: Anatomi, fisiologi, Tanda,
Gejala). Edisi 4. EGC, Jakarta. 2005;371–438.
14. Mardjono M, Sidharta P. Mekanisme Gangguan Vaskular Susunan Saraf:
Neurologi Klinis Dasar. Cetakan ke-14. Penerbit Dian Rakyat, Jakarta.
2009;267292.
PR LAPSUS HARUMI KUSUMA
48
JELASKAN MEKANISME TERJADINYA PARKINSON YANG DIDAHULUI
HIDROCEPHALUS
Normal pressure hidrosefalus pada pasien merupakan etiologi idiopatik. NPH
berbeda dengan tipe hidrosefalus lainnya yang berkembang perlahan-lahan dari waktu
ke waktu. Drainase CSF diblokir secara bertahap, dan cairan berlebih membangun
perlahan. Pembesaran ventrikel yang lambat berarti bahwa tekanan cairan di otak
mungkin tidak setinggi pada tipe lain dari hidrosefalus namun ventrikel yang
membesar tetap menekan otak dan dapat menyebabkan gejala tekanan intrakranial
meningkat. Hal pertama yang dirasakan penderita adalah kepala sering pusing, kepala
tertekan terasa sakit. Selanjutnya peningkatan tekanan ciran serebrospinal
intraventrikular dapat menyebabkan sistem vena daerah sekitarnya kolaps, salah
satunya substansia nigra. Terjadi penurunan volume aliran darah dan timbul hipoksia
jaringan, datangnya mediator inflamasi dan berakibat menurunkan produksi
neurotransmitter dopamine di substansia nigra.
Pada Parkinson terjadi degenerasi substansia nigra. Bagian ini menjadi pusat
kontrol/koordinasi dari seluruh pergerakan. Sel-selnya menghasilkan neurotransmitter
yang disebut dopamine, berfungsi untuk mengatur seluruh gerakan otot dan
keseimbangan tubuh yang dilakukan oleh sistem saraf pusat. Dopamine diperlukan
untuk komunikasi elektrokimia antara sel-sel neuron di otak terutama dalam
mengatur pergerakan, keseimbangan dan refleks postural, serta kelancaran
komunikasi. Dopamin diproyeksikan ke striatum dan seterusnya ke ganglion basalis.
Penurunan jumlah dopamine menyebabkan aktivitas neuron di striatum dan ganglion
basalis menurun, menyebabkan gangguan keseimbangan antara inhibitorik dan
eksitatorik. Akibatnya kehilangan kontrol sirkuit neuron di ganglion basalis untuk
mengatur jenis gerak dalam hal inhibisi terhadap jaras langsung dan eksitasi terhadap
jaras yang tidak langsung baik dalam jenis motorik ataupun non-motorik.
Pemeriksaan fisik saat ini didapatkan adanya tanda-tanda dari gejala utama
parkinson yaitu tremor, rigiditas, dan bradikinesia. Nervus cranial terdapat kelainan
nervus hipoglosus (XII) tremor lidah (+) disartria (+). Test motorik menunjukan hasil
49
kekuatan kelemahan umum, tonus meningkat pada ekstremitas atas dengan gambaran
coghwheel rigidity, terdapat gerakan abnormal resting tremor(+) di ekstremitas
superior dekstra et sinistra frekuensi 5-6/detik+, Cara berjalan dan postur tubuh sulit
dinilai disebabkan pasien sudah tidak berdiri. Disdiadokinesis (+), Rebound
phenomen (+), Myerson sign (+), Coghweel rigidity (+).
50