presentasi kasus - sarafambarawa.files.wordpress.com filedan hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan...

58
PRESENTASI KASUS “HNP Lumbal dengan Gangguan Proprioseptif” Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Departemen Saraf Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa Diajukan Kepada : Pembimbing : dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc Disusun Oleh : Rian Mourbas 1810221024 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN SARAF RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

Upload: vanminh

Post on 03-Mar-2019

236 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PRESENTASI KASUS

“HNP Lumbal dengan Gangguan Proprioseptif”

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Departemen

Saraf

Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Diajukan Kepada :

Pembimbing : dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc

Disusun Oleh :

Rian Mourbas 1810221024

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN SARAF

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

i

LEMBAR PENGESAHAN

KOORDINATOR KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN SARAF

LAPORAN KASUS

“HNP Lumbal dengan Gangguan Proprioseptif”

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Departemen

Saraf

Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Disusun oleh :

Rian Mourbas 1810221024

Mengesahkan :

Koordinator Kepaniteraan Klinik Departemen Saraf

dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat

dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan Laporan Kasus dengan topik “HNP

Lumbal dengan Gangguan Proprioseptif” dengan baik. Laporan kasus ini merupakan salah

satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di SMF Ilmu

Saraf RSUD Ambarawa.

Dalam menyelesaikan tugas ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Nurtakdir

Kurnia Setiawan, Sp.S, MSc, selaku dokter pembimbing yang banyak memberika masukan,

bimbingan, dan arahan selama masa kepaniteraan klinik.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini banyak terdapat

kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharap kritik dan

saran yang bersifat membangun dari pembaca. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi

pembacanya.

Ambarawa, 29 Agustus 2018

Penulis

1

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. A

Umur : 66 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Status perkawinan : Menikah 1 kali

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Pensiunan polisi

Alamat : Perum Serasi 5/12 No 187, Kupang, Ambarawa

No CM : 074xxx-xxxx

Tanggal masuk RS : 18 Agustus 2018, Bangsal Dahlia, Kamar 211 bed 3

A. SUBJEKTIF/ANAMESA

Diperoleh secara autoanamnesis ke pasien

a) KELUHAN UTAMA

Nyeri pinggang bawah

b) RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Sejak 2 bulan SMRS, pasien mengeluh adanya nyeri pinggang bawah. Nyeri

pinggang bawah tersebut muncul secara perlahan dengan frekuensi hilang timbul

sesaat setelah aktivitas sehari-hari dalam membersihkan pekerjaan rumah seperti

mencuci dalam keadaan membungkuk dan berkebun. Pasien mengaku bahwa

keluhan muncul karena mengangkat beban berat seperti memindahkan lemari waktu

merapihkan barang dirumah. Bila diberi skala 1 – 10 (1 untuk nyeri yang ringan, 10

untuk nyeri yang berat) pasien mengatakan bahwa nyeri pinggang bawah yang

dirasakan skalanya adalah 4. Faktor yang memperingan keluhan tersebut saat pasien

tidur atau berbaring. Faktor yang memperberat keluhan tersebut saat pasien duduk,

berdiri dan berjalan. Selain nyeri pinggang bawah, pasien juga mengeluhkan adanya

kehilangan keseimbangan. Pasien juga mengeluhkan adanya rasa kehilangan

keseimbangan seperti melayang. Kehilangan keseimbangan timbul secara perlahan

dengan frekuensi yang hilang timbul dalam hitungan kurang lebih 3 menit sesaat

setelah pasien duduk dan berdiri serta berjalan lalu hilang dan belum menggangu

2

aktivitas. Cephalgia disangkal, pusing berputar disangkal, demam disangkal, mual

dan muntah disangkal. BAB dan BAK normal. Pasien menyangkal adanya

kesemutan dan kelemahan anggota gerak. Pasien belum mengobati keluhannya saat

itu.

1 bulan SMRS, keluhan nyeri pinggang bawah dirasakan memberat. Pasien

memberikan skala 5 untuk skala nyeri pinggang bawah tersebut. Keluhan ini sudah

mulai menggangu aktivitas tetapi tidak secara terus menerus. Keluhan kehilangan

keseimbangan juga dirasakan memberat dengan frekuensi yang hilang timbul yang

muncul dalam hitungan kurang lebih 7 menit sesaat setelah pasien duduk dan berdiri

serta berjalan lalu hilang kembali. Mual dan muntah disangkal, cephalgia disangkal,

pusing berputar disangkal. Pasien menyangkal adanya kesemutan dan kelemahan

anggota gerak.

1 hari SMRS, keluhan nyeri pinggang bawah semakin dirasakan memberat dengan

skala nyeri yang diberikan pasien yaitu 7 dari 10. Nyeri terus-menerus dan dirasakan

tajam serta menjalar hingga ke bokong dan paha bawah. Saat keluhan memberat,

pasien mengaku jika ingin melakukan aktivitas sehari-hari pasien minta dipandu

oleh anaknya. Keluhan kehilangan keseimbangan juga semakin memberat dengan

frekuensi yang terus menerus sesaat setelah pasien duduk dan berdiri serta berjalan.

Untuk berjalan pasien perlu bantuan dan pasien tidak dapat melakukan aktivitas

seperti biasa. Pasien lebih banyak tidur dan istirahat saat keluhan semakin

memberat. Pasien merasakan keluhan keseimbangan disertai dengan badan yang

lemas di seluruh tubuh dan gemetar. Cephalgia disangkal, pusing berputar

disangkal, demam disangkal, mual dan muntah disangkal, kejang disangkal. BAB

dan BAK normal. Pasien menyangkal adanya kesemutan dan kelemahan anggota

gerak. Dikarenakan keluhan nyeri pinggang bawah dan kehilangan keseimbangan

tersebut semakin memberat dan sudah menggangu aktivitas sehari-hari, keesokan

harinya pasien berobat ke Poli Interna RSUD Ambarawa dan disarankan untuk

dirawat di RSUD Ambarawa serta rawat bersama dengan TS Saraf RSUD

Ambarawa.

3

c) RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

1. Riwayat keluhan serupa : Pasien mengaku bahwa keluhan nyeri

pinggang muncul sejak 3 tahun SMRS. Pada saat itu, keluhan nyeri pinggang

dirasakan dengan skala nyeri 5-6 sehingga pasien berobat ke RS Ken Saras di

Poli Saraf dimana dokternya spesialisnya menyarankan untuk melakukan tes

MRI. Sesudah melakukan tes MRI, hasil yang didapatkan adalah terdapat

kelainan di pinggang bawah pasien yang dapat menimbulkan nyeri pinggang

bawah dan pasien diminta untuk memilih apakah ingin pengobatan simtomatik

menghilangkan nyeri saja atau operasi dengan berbagai pertimbangan yang

dijelaskan. Pasien lebih memilih untuk pengobatan simtomatik untuk

mengurangi gejala nyerinya tersebut sampai sekarang.

2. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal

3. Riwayat DM : ada riwayat DM (+) terkontrol

4. Riwayat cedera / trauma : disangkal

5. Riwayat operasi : disangkal

d) RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

1. Riwayat keluhan serupa : disangkal

2. Riwayat DM : disangkal

3. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal

4. Riwayat tumor pada keluarga : disangkal

e) RIWAYAT SOSIAL EKONOMI

• Pasien merupakan seorang pensiunan polisi dan sekarang aktif mengajar di SMP

dan SMA.

• Pasien sehari hari makan 3x sehari dengan nasi, lauk pauk (sayuran, tahu, tempe,

ayam) dengan minum yang cukup.

• Datang dengan status pasien BPJS non PBI, kesan ekonomi baik

• Pasien menyangkal pernah minum minuman keras atau merokok

• Pasien menyangkal memakai obat-obatan terlarang dan jamu jamuan rutin.

4

f) RIWAYAT PENGOBATAN

• Pasien riwayat berobat untuk nyeri pinggang bawah dengan obat anti nyeri dari

dokter spesialis saraf di RS Ken Saras, tetapi keluhan hilang timbul dan saat ini

semakin memberat.

B. ANAMNESIS SISTEM

1. Sistem cerebrospinal : Nyeri pinggang bawah dan kehilangan

keseimbangan

2. Sistem kardiovascular : Tidak ada keluhan

3. Sistem respiratorius : Tidak ada keluhan

4. Sistem gastrointestinal : Tidak ada keluhan

5. Sistem neuromuskuler : Badan lemas, gemetar

6. Sistem urogenital : Tidak ada keluhan

7. Sistem integumen : Tidak ada keluhan

C. RESUME PASIEN

Seorang laki-laki 66 tahun datang dengan keluhan nyeri pinggang bawah sejak 2

bulan SMRS. Nyeri pinggang bawah tersebut muncul secara perlahan dengan

frekuensi hilang timbul sesaat setelah aktivitas sehari-hari dalam membersihkan

pekerjaan rumah seperti mencuci dalam keadaan membungkuk dan berkebun. NRS

4. Keluhan belum menggangu aktivitas sehari-hari. Selain nyeri pinggang bawah,

pasien juga merasakan adanya rasa kehilangan keseimbangan seperti melayang.

Kehilangan keseimbangan timbul secara perlahan dengan frekuensi yang hilang

timbul. 1 bulan SMRS, keluhan nyeri pinggang bawah dirasakan memberat. NRS 5.

Keluhan kehilangan keseimbangan juga dirasakan memberat. Keluhan ini sudah

mulai menggangu aktivitas tetapi tidak secara terus menerus. 1 hari SMRS, keluhan

nyeri pinggang bawah semakin memberat dengan frekuensi yang terus menerus.

NRS 7. Nyeri dirasakan tajam serta menjalar hingga ke bokong dan paha bawah.

Keluhan sudah menganggu aktivitas sehari-hari pasien. Keluhan kehilangan

keseimbangan juga semakin dirasakan memberat disertai dengan badan yang lemas

5

di seluruh tubuh dan gemetar. Karena keluhan semakin memberat dan sudah

menggangu aktivitas sehari-hari, keesokan harinya pasien berobat ke Poli Interna

RSUD Ambarawa dan disarankan untuk dirawat di RSUD Ambarawa serta rawat

bersama dengan TS Saraf RSUD Ambarawa. Riwayat nyeri pinggang bawah diakui

sebelumnya, riwayat hipertensi dan cedera/trauma disangkal. Riwayat DM (+)

terkontrol sering berobat ke Poli Interna RSUD Ambarawa.

D. DISKUSI PERTAMA

Berdasarkan hasil anamnesis didapatkan pasien mengeluh adanya nyeri

pinggang bawah sejak 2 bulan SMRS. Nyeri pinggang bawah tersebut muncul

secara perlahan dengan frekuensi hilang timbul sesaat setelah aktivitas sehari-

hari dalam membersihkan pekerjaan rumah seperti mencuci dalam keadaan

membungkuk dan berkebun. NRS 4. Keluhan belum menggangu aktivitas

sehari-hari. 1 bulan SMRS, keluhan nyeri pinggang bawah dirasakan

memberat. NRS 5. Keluhan ini sudah mulai menggangu aktivitas tetapi tidak

secara terus menerus. 1 hari SMRS, keluhan nyeri pinggang bawah semakin

memberat dengan frekuensi yang terus menerus. NRS 7. Nyeri dirasakan

tajam serta menjalar hingga ke bokong dan paha bawah. Keluhan sudah

menganggu aktivitas sehari-hari pasien.

Nyeri merupakan suatu pengalaman sensorik dan emosional yang berkaitan dengan

kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi terjadi atau digambarkan dalam

bentuk kerusakan tersebut.

Klasifikasi nyeri berdasarkan waktu durasi nyeri dibedakan menjadi nyeri akut dan

nyeri kronik. Nyeri akut berlangsung dalam waktu kurang dari 3 bulan secara

mendadak akibat trauma atau inflamasi, dan tanda respon simpatis. Nyeri kronik

apabila nyeri lebih dari 3 bulan, hilang timbul atau terus menerus. Pada pasien ini

nyeri pinggang bawah termasuk kedalam nyeri kronis.

Klasifikasi nyeri berdasarkan sumbernya, yaitu nyeri somatik luar, somatik dalam,

dan viseral. Nyeri somatik luar dapat berasal dari kulit. Nyeri somatik dalam dapat

berasal dari neuromuskuloskeletal, baik neurogenik ataupun non-neurogenik,

6

dimana nyerinya bersifat tajam, seperti tersetrum, pegal, atau linu. Sedangkan nyeri

viseral berasal dari organ viseral atau membran yang menutupinya, dan bersifat

difus. Pada pasien ini, nyerinya dicurigai berasal dari somatik dalam karena

dirasakan nyeri yang tajam.

Beberapa jenis pengukuran nyeri antara lain:

• Skala Pendeskripsi Verbal

Skala pendeskripsi verbal (verbal descriptor scale, VDS) merupakan

sebuah garis yang terdiri dari 3-5 kata pendeskripsi perasaan nyeri yang

tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini di

urutkan dari “tidak terasa nyeri” hingga “nyeri yang tidak tertahankan”.

• Skala Penilaian Numerik

Skala penilaian numerik (numerical rating scales, NRS) digunakan sebagai

pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, pasien menilai nyeri dengan

menggunakan skala 0 (intensitas nyeri minimal/tidak nyeri sama sekali) -

10 (sangat nyeri/nyeri paling parah yang dpat dibayangkan). Skala ini

biasanya digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah

intervensi terapeutik.

• Skala Analog Visual

Skala analog visual (visual analogue scale, VAS) merupakan suatu garis

lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi

verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberikan pasien kebebasan penuh

untuk mengidentifikasi keparahan nyeri.

• Skala Nyeri Bourbanis

Kategori dalam skala nyeri Bourbanis sama dengan kategori VDS, yang

memiliki 5 kategori dengan menggunakan skala 0-10. Kriteria nyeri pada

skala ini yaitu:

- 0 : tidak nyeri

- 1-3 : nyeri ringan, secara objektif pasien dapat berkomunikasi

dengan baik

- 4-6 : nyeri sedang, secara objektif pasien mendesis, menyeringai,

7

dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat

mengikuti perintah dengan baik

- 7-9 : nyeri berat, secara objektif pasien terkadang tidak dapat

mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat

diatasi dengan alih posisi, nafas panjang, dan distraksi

- 10 : nyeri sangat berat, pasien sudah tidak mampu berkomunikasi

lagi

Pada pasien ini, skala nyeri yang digunakan adalah NRS, dimana pasien

memberi skala penilaian skor nyeri 4-7/10.

Tulang belakang manusia adalah pilar yang berfungsi sebagai penyangga tubuh.

Tulang belakang terdiri dari 33 ruas tulang belakang tersusun secara segmental.

Terdiri dari: 7 ruas tulang servikal, 12 ruas tulang torakal, 5 ruas tulang lumbal, 5

ruas tulang sakral yang menyatu, dan 4 ruas tulang coccyx.

Gambar Kolumna Vertebralis

8

Gambar Vertebrae Cervicalis Gambar Vertebrae Lumbalis

Gambar Ligamentum Spinalis

9

Gambar Conus Medullaris dan Saraf Iskiadika

Setiap ruas tulang belakang terdiri dari korpus di depan, dan arkus neuralis di

belakang yang padanya terdapat sepasang pedikel di kanan dan kiri. Sepasang

lamina, dua sendi, satu processus spinosus, serta dua processus transversus. Setiap

ruas tulang belakang dihubungkan dengan jaringan tulang rawan yang disebut

dengan diskus intervertebralis. Diskus intervertebralis berfungsi sebagai absorber,

membatasi, dan menstabilkan pergerakan badan vertebra. Diskus intervertebralis

memiliki sifat viscoelastik, yaitu bila ada pembebanan, diskus akan berubah bentuk

dan bila pembenanan dihilangkan, diskus akan kembali ke posisi semula. Menginjak

usia 30 tahun, diskus intervertebralis mengalami degenerasi yang menimbulkan

robekan dan jaringan parut, cairan berkurang, ruang diskus mendangkal secara

permanen dan segmen spinal kehilangan stabilitasnya. Tekanan terbesar di tulang

belakang terutama di area lumbal atau punggung bawah, yang harus menahan beban

40-50% berat badan dan harus menanggung posisi janggal serta pergerakan tubuh.

Saat berdiri tegak, 80% berat badan ditanggung oleh diskus intervertebralis dan 20%

10

ditanggung faset gabungan. Hal tersebut dapat menunjukkan bahwa diskus

intervertebralis dibentuk untuk menahan tekanan.

Low back pain (LBP) atau nyeri pinggang bawah (NPB) merupakan nyeri yang

terbatas pada regio lumbal, tetapi gejalanya lebih merata dan tidak hanya terbatas

pada satu radiks saraf, namun secara luas berasal dari diskus intervertebralis lumbal

yang disebabkan oleh masalah saraf, iritasi otot atau lesi tulang. Jaringan peka nyeri

pada vertebrae adalah ligamen spinal (ligamentum longitudinal posterior dan

anterior), kapsul sendi apofisis, periosteum, dinding pembuluh darah, akar saraf,

otot yang spasme, facet artikular kartilago dan lapisan sinovial dari facet. Nyeri

pinggang bawah dapat disebabkan oleh berbagai kelainan yang terjadi pada tulang

belakang, otot, discus intervertebralis, sendi, maupun struktur lain yang menyokong

tulang belakang. Penyebab LBP dapat dibagi menjadi 2, yaitu:

v Diskogenik (sindroma spinal radikuler)

Sindroma radikuler disebabkan oleh hernia nucleus pulposus yang merusak

saraf-saraf disekitar radiks. Diskus bisa dalam bentuk bulging atau protrusi

bahkan prolaps. Lokasi yang paling sering terjadi adalah daerah servikal

dan lumbal.

v Non-diskogenik

Penyebab non-diskogenik adalah iritasi serabut sensorik saraf perifer

seperti neoplasma, infeksi, proses toksik atau imunologis, neuritis n.

iskiadikus.

Kelainan-kelaiann tersebut jika di jabarkan adalah sebagai berikut::

1. Kelainan kongenital / kelainan perkembangan, seperti spondylosis dan

spondilolistesis, kiposcoliosis, spina bifida, ganggguan korda spinalis

2. Trauma minor, seperti regangan, cedera whiplash

3. Fraktur, seperti traumatik misalnya jatuh, atraumatik misalnya

osteoporosis, infiltrasi neoplastik, steroid eksogen

4. Hernia discus intervertebralis

5. Degeneratif kompleks diskus misalnya osteofit, gangguan discus internal,

stenosis spinalis dengan klaudikasio neurogenik, gangguan sendi vertebra,

11

gangguan sendi atlantoaksial misalnya arthritis rheumatoid

6. Arthritis spondylosis, seperti artropati facet atau sacroiliaka, autoimun

misalnya ankylosing spondilitis, sindrom reiter

7. Neoplasma, seperti metastasis, hematologic, tumor tulang primer

8. Infeksi / inflamasi, seperti osteomyelitis vertebral, abses epidural, sepsis

discus, meningitis, arachnoiditis lumbal

9. Metabolik osteoporosis, seperti hiperparatiroid

10. Vaskuler aneurisma aorta abdominalis, diseksi arteri vertebral

Berdasarkan perjalanan klinisnya, LBP terbagi menjadi dua jenis, yaitu akut dan

kronis. LBP akut ditandai dengan rasa nyeri yang menyerang secara tiba-tiba dan

rentang waktunya hanya sebentar, antara beberapa hari sampai beberapa minggu (<6

minggu). Rasa nyeri ini dapat hilang atau sembuh, dan penatalaksanaan awal

terfokus pada istirahat dan pemakaian analgesik. LBP kronik menyerang lebih dari

3 bulan. Rasa nyerinya dapat berulang-ulang atau kambuh kembali. Fase ini

biasanya memiliki onset yang berbahaya dan sembuh pada waktu yang lama.

Pada pasien ini, keluhan nyeri pinggang bawah terjadi sejak 2 bulan yang lalu

dan sifatnya kambuh, sehingga diklasifikasikan sebagai LBP kronis.

LBP juga dapat diklasifikasikan berdasarkan sumbernya, yaitu:

1. Spondilogenik, merupakan LBP yang bersumber dari adanya proses patologis

di kolumna vertebralis, baik unsur tulang (osteogenik), diskus intervertebralis

(diskogenik), miofasial (miogenik), dan proses patologis di artikulatio

sakroiliaka.

2. Viserogenik, merupakan LBP yang terjadi akibat adanya proses patologis pada

organ dalam seperti ginjal, kelainan ginekologik serta tumor retroperitoneal.

Nyeri tidak bertambah berat dengan aktivitas tubuh dan tidak berkurang dengan

istirahat.

3. Vaskulogenik, merupakan LBP yang disebabkan karena adanya gangguan

vaskular di sekitar punggung bawah, contohnya adalah pada aneurisma atau

penyakit vaskuler perifer dapat menimbulkan nyeri punggung atau nyeri

menyerupai iskialgia. Insufisiensi arteri glutealis superior menimbulkan nyeri

12

di daerah pantat yang memberat saat berjalan dan mereda pada saat diam

berdiri.

4. Neurogenik, merupakan LBP yang bersumber dari adanya penekanan pada

saraf pinggang bawah, misalnya pada neoplasma, arakhnoiditis, dan stenosis

kanalis spinalis.

5. Psikogenik, merupakan nyeri yang disebabkan karena gangguan psikis seperti

neurosis, ansietas, dan depresi. Nyeri tidak menimbulkan definisi yang jelas

dan tidak menimbulkan gangguan anatomi darai akar saraf atau saraf tepi. Nyeri

bisa superficial atau dalam, radikuler atau non radikuler, berat atau ringan,

sebentar atau bertahun-tahun.

Pada pasien ini, LBP yang terjadi mungkin akibat neurogenik, spondilogenik,

atau psikogenik. Kecurigaan tidak mengarah ke LBP viserogenik karena

pasien merasa nyeri berkurang dengan beristirahat dan tidak mengarah ke

vaskulogenik karena nyeri tidak memberat saat berjalan. LBP spondilogenik

yang terjadi akibat gangguan struktur tulang juga dapat menimbulkan LBP

neurogenik.

Faktor resiko terjadinya LBP adalah obesitas, merokok, berat badan saat hamil,

stres, kondisi fisik yang buruk, postur yang tidak sesuai untuk kegiatan yang

dilakukan, dan posisi tidur yang buruk.

Tanda dan gejala pada penyakit LBP meliputi sindroma nyeri musculoskeletal

termasuk nyeri miofasial dan fibromyalgia. Nyeri miofasial khas ditandai nyeri dan

nyeri tekan seluruh daerah yang bersangkutan (trigger points), kehilangan ruang

gerak kelompok otot yang tersangkut (loss of range of motion) dan nyeri radikuler

yang terbatas pada saraf tepi. Fibromyalgia mengakibatkan nyeri dan nyeri tekan

daerah punggung bawah, kekakuan, rasa lelah, dan nyeri otot. Gejala penyakit

punggung yang sering dirasakan adalah nyeri, kaku, deformitas, dan nyeri serta

paraestesia atau rasa lemah pada tungkai.

Pada LBP perlu diwaspadai adanya red flag, yaitu tanda dan gejala yang menandai

adanya kelainan serius yang mendasari nyeri. Red flag dapat diketahui melalui

anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada pasien ini, tidak didapatkan adanya red

13

flag LBP, seperti imunosupresi, gangguan BAK dan BAB, keturunan gen kanker,

kelemahan anggota gerak, penggunaan obat intravena, demam, osteoporosis,

penurunan berat badan, riwayat trauma, baal dan lain-lain. Namun, untuk

mengetahui lebih lanjut tetap diketahui melalui pemeriksaan fisik.

Selain nyeri pinggang bawah, pasien juga merasakan adanya rasa kehilangan

keseimbangan seperti melayang sejak 2 bulan SMRS. Kehilangan

keseimbangan timbul secara perlahan dengan frekuensi yang hilang timbul. 1

bulan SMRS, keluhan kehilangan keseimbangan juga dirasakan memberat.

Keluhan ini sudah mulai menggangu aktivitas tetapi tidak secara terus

menerus. 1 hari SMRS, keluhan kehilangan keseimbangan juga semakin

dirasakan memberat disertai dengan badan yang lemas di seluruh tubuh dan

gemetar. Keluhan sudah menganggu aktivitas sehari-hari pasien.

Keseimbangan adalah istilah umum yang menjelaskan kedinamisan postur tubuh

untuk mencegah seseorang terjatuh dengan kemampuan dalam mengontrol pusat

massa tubuh atau pusat gravitasi terhadap titik atau bidang tumpu.

Keseimbangan diasumsikan sebagai sekelompok refleks yang memicu pusat

keseimbangan yang terdapat pada visual, vestibuler dan sistem somatosensori.

Sistem visual merupakan kontributor utama dalam keseimbangan tubuh,

memberikan informasi tentang lingkungan, lokasi, arah, serta kecepatan gerakan

suatu individu.

Sistem vestibularis merupakan kontributor untuk koordinasi gerakan kepala dengan

gerakan mata dan postur.

Sistem somatosensori adalah sistem sensorik yang terdiri dari reseptor dan pusat

pengolahan untuk menghasilkan modalitas sensorik seperti sentuhan, temperatur,

proprioseptif (posisi tubuh) dan nosiseptif (nyeri). Informasi proprioseptif

disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medula spinalis. Sebagian besar

masukan (input) proprioseptif menuju serebelum, tetapi ada pula yang menuju ke

korteks serebri melalui lemniskus medialis dan thalamus.

14

Pada otak, bagian yang berfungsi sebagai pusat pengatur keseimbangan adalah

serebelum. Sistem saraf menggunakan serebelum untuk mengkoordinasikan fungsi

pengatur motorik pada tiga tingkatan, sebagai berikut:

1. Vestibuloserebelum. Bagian ini pada prinsipnya terdiri dari lobus

flokulonodular serebral kecil (yang terletak di bawah serebelum posterior) dan

bagian vermis yang berdekatan. Bagian ini menyediakan sirkuit neuron untuk

sebagian besar gerakan keseimbangan tubuh.

2. Spinoserebelum. Bagian ini sebagian besar terdiri dari vermis serebelum

posterior dan anterior ditambah zona intermedia yang berdekatan pada kedua

sisi vermis. Bagian ini merupakan sirkuit untuk mengkoordinasikan gerakan-

gerakan bagian distal anggota tubuh, khususnya tangan dan jari.

3. Serebroserebelum. Bagian ini terdiri dari zona lateral besar hemisfer serebeli,

di sebelah lateral zona intermedia. Bagian ini sebenernya menerima semua

inputnya dari korteks serebri motorik dan korteks premotorik serta korteks

serebri somatosensorik untuk merencanakan gerakan voluntar tubuh dan

anggota tubuh yang berurutan.

Gambar Bagian dari Cerebellum (Otak Kecil)

Sensibilitas merupakan sistem saraf sensorik yang disebut sebagai perasaan. Saraf

sensorik tepi akan menghantarkan beberapa impuls “aferen” untuk di artikan oleh

daerah sensorik dalam korteks serebri sebagai sentuhan, rasa nyeri, suhu yang

15

bersala dari saraf sensorik tepi. Sementara impuls “aferen” lain timbul dari struktur

yang lebih dalam sebagai rasa sakit, tekanan, serta rasa gerakan dan posisi tubuh

tergantung rangsangan dari perifer yang dialirkan oleh berbagai neuron dan berakhir

pada sistem saraf pusat di otak. Sensibilitas dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Eksteroreseptor

a. Tangoreseptor (penerima sentuhan): Merkel, Meissner, serabut perasa pada

akar rambut

b. Termoresepetor: Ruffini dan Krause

c. Nosiseptor: Ujung saraf bebas

2. Proprioseptor:

a. Kerucut otot (Muscle Spindle) yang terdapat pada otot

b. Alat golgi pada tendon

3. Introseptor: Ujung saraf bebas dari susunan saraf pusat simpatik (paru, usus,

limpa, hati, pembuluh darah, vesica urinaria, rectum, lambung)

Gambar Lintasan Sensibilitas Rasa Nyeri dan Suhu

16

Gambar Lintasan Sensibilitas Sentuhan dan Tekanan

Gambar Lintasan Sensibilitas rasa tekan yang dalam,

diskriminasi 2 titik, rasa getar, persepsi bentuk

17

Gambar Lintasan Sensibilitas Proprioseptif

Pada pasien ini kemungkinan kehilangan keseimbangan terjadi karena efek

dari penyakit nyeri pinggang bawah yang di derita oleh pasien atau karena

penyakit sistemik lain seperti diabetes mellitus yang di derita oleh pasien.

Komplikasi dari penyakit sistemik DM adalah neuropatik diabetikum. Salah satu

kerusakan saraf akibat neuropati yang paling berpengaruh terhadap fungsi

keseimbangan adalah disfungsi vestibular dan disfungsi proprioseptif. Kondisi

hiperglikemia kronik menyebabkan disfungsi vestibular dalam mempertahankan

keseimbangan tubuh. Hiperglikemia menyebabkan glikosilasi dari myelin dan

peningkatan AGEs, formasi ROS, aktivasi polyol dan protein kinase C. Proses ini

menyebabkan digestif lisosom dalam jumlah besar pada saraf vestibulokoklearis

dan peningkatan droplet lipid dan lisosom pada jaringan penghubung utrikulus dan

sakulus. Proses lebih lanjut akan menyebabkan gangguan difusi oksigen dan nutrisi,

selubung myelin menipis dan penurunan diameter serabut akson. Akhir dari proses

ini menyebabkan kerusakan fungsi pada vestibulokoklearis dan akhirnya

bermanifestasi dengan kehilangan keseimbangan. Selain itu, neuropati diabetikum

18

menyebabkan gangguan informasi somatosensori dan proprioseptif. Sistem

somatosensori dan proprioseptif yang mengatur keseimbangan terdiri dari

mekanoreseptor diotot, sendi dan kulit. Dengan adanya neuropati, terjadi penurunan

sensitivitas di kaki sehingga informasi mekanoreseptor dari telapak kaki menurun

dan akhirnya mengakibatkan gangguan keseimbangan.

E. DIAGNOSIS SEMENTARA

Diagnosis klinis : Nyeri radikuler pinggang bawah ke bokong dan paha

bawah serta kehilangan keseimbangan

Diagnosis topis : radiks n. Ischiadicus

Diagnosis etiologi : HNP dd/stenosis kanalis spinalis dd/tumor medulla

spinalis dd/spondylosis lumbalis dd/ spondilolistesis lumbalis

Diagnosis tambahan : DM terkontrol

F. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Minggu, 19 Agustus 2018 pukul 06.35, di

Dahlia, Kamar 211 bed 3.

1. Status Generalis:

KU : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis (GCS E4V5M6)

Tanda Vital

Tekanan Darah : 160/90 mmHg

Nadi : 80 kali/ menit

Respirasi : 20 kali/ menit

Suhu : 36,8oC

Kepala : normocephal, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,

pupil bulat isokor 3mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/+, refleks kornea +/+

Leher : JVP tidak meningkat, pembesarn kelenjar tiroid dan

KGB (-)

19

Thoraks : normochest, simetris, pulmo VBS +/+, rhonki -/-,

wheezing -/-, cor S1-S2 normal, regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : datar, BU (+), supel, NT (-), hepar dan lien tidak teraba,

hepatomegali (-)

Pinggang : nyeri ketok CVA -/-, nyeri tekan -/-, lihat status

neurologis

Urogenital : tidak di periksa

Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik, edema (-), atrofi otot (-

), deformitas (-), ulkus (+) di kedua ekstremitas inferior di phalanx digiti I

bagian distal.

2. Status Psikiatri

Tingkah laku : Normoaktif

Perasaan hati : Normoritmik

Orientasi : Orientasi orang, waktu, dan tempat baik

Kecerdasan : Dalam batas normal

Daya ingat : Sedikit menurun, mudah lupa

3. Status Neurologis

Kepala : Pupil isokor 3 mm/ 3mm, Refleks cahaya +/+, Refleks Kornea +/

Leher : Kaku kuduk (-), rangsang meningeal (-)

Vegetatif : Dbn

Anggota gerak atas Kanan Kiri

Gerakan Bebas Bebas

Kekuatan 5 5

Tonus N N

Trofi E E

Refleks fisiologis + +

20

Refleks patologis - -

Sensibilitas dbn dbn

Anggota gerak bawah Kanan Kiri

Gerakan Bebas Bebas

Kekuatan 5 5

Tonus N N

Trofi E E

Refleks fisiologis + +

Refleks patologis - -

Sensibilitas dbn dbn

a) Nervus cranialis :

N. I (OLFAKTORIUS) Lubang hidung

Kanan

Lubang hidung

Kiri

Daya Penghidu Normal Normal

N. II (OPTIKUS) Mata Kanan Mata Kiri

Daya Penglihatan Normal Normal

Pengenalan Warna Normal Normal

Lapang pandang Normal Normal

N.III (OKULOMOTORIS) Mata Kanan Mata Kiri

Ptosis - -

Gerak Mata Ke Atas Normal Normal

Gerak Mata Ke Bawah Normal Normal

Gerak Mata Ke Medial Normal Normal

Ukuran Pupil 3 mm 3 mm

Bentuk Pupil Isokor Isokor

21

Reflek Cahaya Langsung + +

Reflek Cahaya Konsesuil + +

Strabismus Divergen - -

Diplopia - -

N.IV (TROKHLEARIS) Mata Kanan Mata Kiri

Gerak Mata Lateral Bawah Normal Normal

Strabismus Konvergen Normal Normal

Diplopia - -

N. V (TRIGEMINUS) Kanan Kiri

Mengigit Normal Normal

Membuka Mulut Normal Normal

Sensibilitas Muka Atas Normal Normal

Sensibilitas Muka Tengah Normal Normal

Sensibilitas Muka Bawah Normal Normal

Reflek Kornea + +

N. VI (ABDUSENS) Mata Kanan Mata Kiri

Gerak Mata Lateral Normal Normal

Strabismus Konvergen - -

N. VII (FASIALIS) Kanan Kiri

Kerutan Kulit Dahi Normal Normal

Kedipan Mata Normal Normal

Lipatan Nasolabial Normal Normal

Sudut Mulut Normal Normal

Mengerutkan Dahi Normal Normal

Mengangkat Alis Normal Normal

22

Menutup Mata Normal Normal

Meringis Normal Normal

Tik Fasial - -

Daya Kecap 2/3 Depan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. VIII (AKUSTIKUS) Kanan Kiri

Mendengar Suara Berbisik Normal Normal

Mendengar Detik Arloji Normal Normal

Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Tes Weber Tidak dilakukan

Tes Schwabach Tidak dilakukan

N.IX (GLOSSOFARINGEUS) Keterangan

Arkus Faring Simetris

Daya Kecap 1/3 Belakang Tidak dilakukan

Reflek Muntah Tidak dilakukan

Tersedak Tidak dilakukan

N. X (VAGUS) Keterangan

Denyut Nadi 80x/menit, reguler, isi cukup, kuat

angkat

Arkus faring Simetris

Bersuara Normal

Menelan Normal

N. XI (AKSESORIUS) Keterangan

Memalingkan Kepala Normal

Sikap Bahu Normal

Mengangkat Bahu Normal

23

Trofi Otot Bahu Eutrofi

N. XII (HIPOGLOSUS) Keterangan

Sikap lidah Normal

Artikulasi Normal

Tremor lidah (-)

Menjulurkan lidah Normal

Trofi otot lidah (-)

Fasikulasi lidah (-)

b) Ekstremitas

G B B

K 5 5

Tn N N

Tr Eu Eu

B B 5 5 N N Eu Eu

RF + +

RP - -

CL - -

+ + - - - -

4. Pemeriksaan Khusus

1. Tes Patrick : -/-

2. Tes Contrapatrick : -/-

3. Tes Laseque : +/+

4. Crossed Laseque : +/+

5. Tes Sicard : +/+

6. Tes Bragard : +/+

7. Tes Valsava : +/+

8. Tes Door-Bell : +/+

24

9. Tes Bonnet : +/+

10. Tes Spurling : +/+

11. Tes Naffziger : +/+

12. Tes Nistgamus : Tidak dilakukan

13. Vegetatif : BAB dan BAK dalam batas normal. Fungsi ereksi

dalam batas normal

14. Sensibilitas

PROTOPATIK KANAN KIRI

Taktil + +

Nyeri + +

Thermi + +

Diskriminasi + +

Lokalisasi + +

PROPRIOSEPTIF

A. Rasa Gerak dan Rasa Sikap/Posisi : + (pasien masih merasakan

posisi jari)

B. Rasa Getar : Belum dilakukan

C. Rasa Raba Kasar (Rasa Tekan) : + (pasien merasa ada tekanan)

D. Rasa Nyeri Dalam : + (peka terhadap rasa nyeri

dalam)

25

15. Koordinasi, Gait dan Keseimbangan:

Tes Romberg : + terjatuh pada mata terbuka

Tes Tandem Gait : + tidak dapat dilakukan karena sudah

jatuh

Tes Finger to Nose : Belum dilakukan

Tes Nose Finger Nose : Belum dilakukan

Tes Diadokokinesis : Belum dilakukan

Tes Rebound Phenomenon : Belum dilakukan

Tes Intensi Tremor : Belum dilakukan

Tes Disartria : Belum dilakukan

Tes Heel to Shin : Belum di lakukan

16. Diabetic Neuropathy Symptom (DNS)

- Gejala jalan tidak stabil : + (1 poin)

- Nyeri Neuropatik : -

- Parestesia :

- Rasa Tebal : -

Kesimpulan : Total Score 1 poin

17. Diabetic Neuropathy Examination (DNE)

- Kekuatan Otot

a. Quadriseps Femoris (ekstensi sendi lutut) : belum dilakukan

b. Tibialis Anterior (dorsofleksi kaki) : belum dilakukan

- Refleks

a. Triceps Surae/Tendon Achilles : belum dilakukan

26

- Sensibilitas Jari Telunjuk

a. Sensitivitas terhadap tusukan jarum : belum dilakukan

- Sensibilitas Ibu Jari Kaki

a. Sensitivitas terhadap tusukan jarum : belum dilakukan

b. Sensitivitas terhadap sentuhan : belum dilakukan

c. Sensitivitas terhadap getaran : belum dilakukan

d. Sensitivitas terhadap posisi sendi : belum dilakukan

Kesimpulan : Total Score (-)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium, tanggal 19 Agustus 2018

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN

DARAH LENGKAP

Hemoglobin 13.8 13.2-17.3 g/dl

Leukosit

• Limfosit

• Monosit

• Eosinofil

• Basofil

• Neutrofil

• Limfosit %

• Monosit %

• Eosinofil %

• Basofil %

• Neutrofil %

5.3

1,82

1.26 H

0.05

0.01

2.19

34.1

23.6 H

0.9 L

0.2

41.2 L

3.8 – 10.6 ribu

1,0 – 4,5 x 103/mikro

0,2 – 1,0 x 103/mikro

0,04 – 0,8 x 103/mikro

0 – 0,2 x 103/mikro

1,8 – 7,5 x 103/mikro

25 – 40%

2 – 8%

2 – 4%

0 – 1%

50 – 70%

Eritrosit 5.07 3,8 – 5,2 juta

27

Hematokrit 43.1 35 – 47 %

Trombosit 369 150 – 400 ribu

MCV 84.9 82 – 98 fL

MCH 27.3 27 – 32 pg

MCHC 32.2 32 – 37g/dl

KIMIA KLINIK

GDP 103 82 – 115 mg/dl

SGOT 17 0 – 35 U/L

SGPT 13 0 – 35 U/L

Ureum 25.8 10-50 mg/dl

Kreatinin 0,92 0.62 – 1.1 mg/dl

Asam urat 5.41 2 – 7 mg/dl

Cholesterol 166 <200 mg/dl

Trigliserida 108 70 – 140 mg/dl

Hasil lab:

- GDS (20 Agutus 2018) : 85 mg/dL

- GDS (21 Agustus 2018) : 98 mg/DL

- GDS (24 Agustus 2018) : 84 mg/DL

- GDS (25 Agustus 2018) : 79 mg/DL

- GDS (26 Agustus 2018) : 88 mg/DL

28

RO Vertebro Lumbosacral AP/Lateral pada tanggal 4 Desember 2015

• Struktur tulang baik

• Korpus V.L5 tampak lebih anterior dibanding korpus V.S1 (<25%)

• Tampak osteofit pada vertebra L1,2,3,4,5

• Pedikel baik

• Tidak tampak kompresi korpus vertebra

• Tampak penyempitan diskus intervertebralis disertai vacuum phenomen pada

diskus L5-S1

• Sela sendi sacroiliaca kanan kiri baik

Kesan:

- Spondylolistesis grade I V.L5 terhadap V.S1

- Spondylosis lumbalis

- Penyempitan diskus disertai vacuum phenomen pada diskus L5-S1

29

RO Vertebro Lumbosacral AP/Lateral pada tanggal 14 Desember 2015

30

31

Multiplanar MRI dengan sekuens: MR Mielography, T1W1 axial-sagital, T2W1

axial-sagital

MR Mielography:

• Tampak indentasi multipel pada aspek anterior dan posterior regio lumbal

• Tak tampak gambaran kista radikuler

Vertebra:

• Corpus V.L4 tampak berada leih anterior dari corpus V.L5 (<25%)

• Tak tampak pemipihan corpus vertebra

• Tampak osteofit pada aspek anterior corpus V.Th12-V.L5

• Pada corpus V.L4 tampak lesi yang hiperintens di T1W1 dan T2W1

• Tampak schmorl’s nodes pada endplate inferior V.L4

Diskus dan foramen invertebralis:

• Diskus invertebralis L.4-5 menyempit disertai signal void

• Diskus L.4-5 tampak hipointens pada T1W1 dan T2W1

• Tampak bulging diskus L.1-2, tampak penyempitan doramen neuralis

kanan kiri

• Tampak protrusi posterosentral diskus L.2-3 disertai penyempitan foramen

neuralis kanan dan kiri

• Tampak bulging diskus L.3-4, L.4-5 disertai penyempitn foramen neuralis

kanan kiri

• Pada potongan axial tampak penyempitan canalis spinalis setinggi L.2-3

sampa L.4-5

Medulla spinalis:

• Tak tampak perubahan intensitas patologis pada medulla spinalis

• Conus medullaris setinggi V.Th12

Posterior ligamentum complex:

• Tampak penebalan ligamentum flavum V.Th10-11 sampai L.4-5

• Tampak facet joint effusion L.1-2, L.3-4, dan L.4-5 kanan kiri

32

Kesan:

- Anterior listhesis (grade 1) L.4-5; disertai gambaran degenerative

discus, bulging diskus, dan penyempitan foramen neuralis kanan kiri

level tersebut

- Bulging diskus L.1-2 dan L.3-4, disertai penyempitan foramen neuralis

setinggi L.3-4 kanan kiri

- Protrusi posterosentral diskus L.2-3 disertai penyempitan foramen

neuralis kanan kiri

- Hipertrofi ligamentum flavum V.Th10-11 sampai L.4-5

- Penyempitan canalis spinalis setinggi L.2-3 sampai L.4-5

- Spondilosis lumbalis disertai degenerasi corpus V.L4 (Modic tipe 2)

- Facet joint effusion L.1-2, L.3-4, dan L.4-5 kanan kiri

H. DISKUSI KEDUA

Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil tanda vital yaitu tekanan darah 160/90

dimana termasuk kedalam hipertensi grade 2. Pemeriksaan status generalis di daerah

punggung tidak di dapatkan nyeri ketok CVA sehingga bisa melemahkan nyeri

pinggang bawah yang disebabkan karena kasus non-neurologik, tetapi tidak

patognomik. Dari pemeriksaan status generalis ekstremitas didapatkan ulkus (+) di

kedua ekstremitas inferior di phalanx digiti I bagian distal dimana memperkuat

bahwa kemungkinan luka ulkus disebabkan karena penyakit DM yang pasien derita.

Dari pemeriksaan status psikiatri dan status neurologis pasien menyatakan bahwa

daya ingat pasien sudah sedikit menurun dan mudah lupa karena faktor usia yaitu

>60 tahun dimana sel-sel otak berkurang dan aliran darah ke daerah tersebut akan

menurun yang dapat menyebabkan penurunan daya ingat dan daya pikir seseorang

serta terdapat gangguan sensibilitas berupa gangguan proprioseptif dimana pasien

merasakan adanya kehilangan keseimbangan yang kemungkinan disebabkan karena

komplikasi dari penyakit sistemik DM yaitu neuropati diabetikum yang

menyebabkan difungsi vestibulokoklear atau disfungsi proprioseptif dari

mekanoreseptor yang ada di telapak kaki. Pada pemeriksaan fisik pada tes provokasi

33

n. ischiadicus, yaitu Laseque, Cross Laseque, Bragard, Sicard, Spurling, Valsava,

Door-bell, Naffziger, Bonnet. Hasil positif ini menunjukkan adanya perangsangan

pada n. ischiadicus, atau disebut ischialgia. Cara-cara dari pemeriksaan tersebut

antara lain:

- Laseque atau disebut Straight Leg Raising (SLR): tungkai pasien diangkat

secara perlahan tanpa fleksi di lutut, positif bila pada sudut <70º terasa sakit

menjalar mulai dari bokong hingga ujung kaki (sepanjang n. ischiadicus).

- Cross Laseque: Tes ini sama dengan tes laseque, tetapi untuk tes ini, rasa

nyeri pada tungkai yang tidak diangkat dan menandakan bahwa radiks yang

kontralateral juga turut terlibat.

- Bragard: dilakukan seperti Laseque dengan disertai dorsofleksi kaki, positif

bila terasa nyeri sepanjang n. ischiadicus.

- Sicard: dilakukan seperti Laseque dengan disertai dorsofleksi ibu jari kaki,

positif bila terasa nyeri sepanjang n. ischiadicus.

- Spurling: dilakukan seperti Laseque dengan disertai fleksi pada leher,

positif bila terasa nyeri sepanjang n. ischiadicus.

- Valsava: dilakukan saat penderita duduk dan diminta mengejan, positif bila

terasa nyeri sepanjang n. ischiadicus.

- Door-bell: dilakukan perkusi dengan palu refleks pada daerah lumbal

bawah, positif bila terasa nyeri pada paha dan tungkai.

- Naffziger: penderita dalam posisi tegak dilakukan penekanan pada vena

jugularis dan meminta pasien mengejan, positif bila terasa nyeri radikular

pada radiks saraf yang sakit.

- Bonnet: dilakukan seperti Laseque disertai adduksi dan rotasi internal pada

tungkai, positif bila terasa nyeri sepanjang n. ischiadicus.

Sebelum dilakukan tes provokasi n. ischiadicus, dilakukan terlebih dahulu tes

penilaian kelainan sendi sakro-iliaka yaitu tes Patrick dan Contra-Patrick:

- Patrick: dilakukan dengan cara menempatkan tumit atau malleolus eksterna

tungkai pasien pada lutut tungkai lainnya. Lalu lakukan penekanan pada

lutut yang di fleksikan dan penekanan juga pada titik sendi panggul sakro-

34

iliaka. Hasil positif akan timbul nyeri pada sendi panggul ipsilateral pada

saat dilakukan penekanan.

- Kontra Patrick: dilakukan dengan memposisikan fleksi pada salah satu

sendi lutut dan sendi panggul, kemudian lutut di dorong ke medial. Hasil

positif akan timbul rasa nyeri pada garis sendi sakro-iliaka pada kelainan

arthritis, baik berupa nyeri menjalar sepanjang tungkai atau terbatas pada

daerah gluteal atau sacral saja.

Karena didapatkan hasil negatif pada tes kelainan sendi sakro-iliaka maka kelainan

sendi sakro-iliaka disangkal. Pada pasien ini tidak didapatkan keterlibatan gangguan

motorik. Kekuatan anggota gerak masing-masing dinilai 5. Pada pemeriksaan

sensibilitas protopatik dalam batas normal, dan proprioseptifs serta keseimbangan,

koordinasi dan gait terganggu.

Pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil dalam batas normal semua dan hasil

gula darah sewaktu pasien dalam batas normal yang artinya pasien memiliki

penyakit DM yang terkontrol dengan rutin berobat ke Poli Interna RSUD

Ambarawa.

Pemeriksaan rontgen pada vertebra lumbo-sakral dapat digunakan untuk

menentukan penyebab LBP, dimana dapat menyingkirkan penyebab-penyebab lain

selain HNP, namun tidak dapat mendiagnosis HNP itu sendiri. Pada pasien ini

didapatkan spondylolistesis grade I V.L5 terhadap V.S1, spondylosis lumbalis,

penyempitan diskus disertai vacuum phenomen pada diskus L5-S1, sehingga

kemungkinan penyebab lain selain HNP bisa disingkirkan. Penyempitan pada

diskus intervertebralis L5-S1 dapat menimbulkan keluhan nyeri sesuai dengan

dermatom persarafannya. Medula spinalis berakhir setinggi corpus vertebra Th12

atau L1-L2 (conus terminalis). Di bawah conus terdapat sekumpulan radiks yang

saling berdekatan yang berjalan ke ventrokaudal, untuk selanjutnya meninggalkan

kanalis spinalis menuju ganglion spinalis melewati kantung duramater pada pintu

keluar foramen. Karena arahnya yang ventrokaudal, maka jika ada protrusi atau

prolaps dorsolateral dari diskus akan lebih menekan segmen berikutnya, daripada

segmen tingkatnya sendiri. Lalu pada pemeriksaan rontgen vertebra lumbosacral

35

didapatkan sela sendi sakroiliaka kanan dan kiri baik yang menunjukkan tidak ada

tanda dari coxitis atau arthritis pada sendi sakroiliaka.

Pemeriksaan MRI tanpa kontras yang dilakukan kepada pasien didapatkan hasil

Anterior listhesis (grade 1) L.4-5; disertai gambaran degenerative discus, bulging

diskus, dan penyempitan foramen neuralis kanan kiri level tersebut, Bulging diskus

L.1-2 dan L.3-4, disertai penyempitan foramen neuralis setinggi L.3-4 kanan kiri,

Protrusi posterosentral diskus L.2-3 disertai penyempitan foramen neuralis kanan

kiri, Hipertrofi ligamentum flavum V.Th10-11 sampai L.4-5, Penyempitan canalis

spinalis setinggi L.2-3 sampai L.4-5, Spondilosis lumbalis disertai degenerasi

corpus V.L4 (Modic tipe 2), Facet joint effusion L.1-2, L.3-4, dan L.4-5 kanan kiri

sehingga jelas bahwa pasien ini memiliki LBP dengan diagnosis HNP Lumbalis

Grade 1-2.

• HERNIA NUCLEUS PULPOSUS (HNP)

Hernia Nukleus Pulposus (HNP) disebut juga herniasi diskus invertebralis atau

Lumbar Disc Syndrome dan Lumbosacral Radiculopathies adalah herniasi materi

inti bagian posterior atau lateral dari anulus ke kanalis spinalis vertebrae sehingga

terjadi penonjolan melalui annulus fibrosus ke dalam kanalis spinalis dan

mengakibatkan penekanan radiks saraf. Penyakit ini merupakan penyakit

degenerative dengan meningkatnya usia yang mengakibatkan kurang lentur dan

tipisnya nucleus pulposus. Selain itu, HNP dapat juga terjadi karena trauma derajat

sedang yang mengenai diskus invertebralis sehingga menimbulkan robeknya anulus

fibrosus. HNP merupakan penyebab 2% dari total nyeri punggung bawah. Lebih

dari 95% HNP terjadi di daerah lumbalis, terutama radiks L5 dan S1. Didaerah

servikal, paling sering mempengaruhi C6-C7 (radiks C7) dibanding C5-C6 (radiks

C6).

36

Gambar Perbedaan Diskus Invertebralis (HNP) dan (Normal)

Patofisiologi terjadinya HNP dapat disebabkan karena faktor dari umur, pekerjaan,

trauma, dan stress fisik. Herniasi materi inti yang berada dalam kanalis menimbulkan

respon inflamasi yang signifikan. Jejas diskus dapat menyebabkan peningkatan

molekul proinflamasi seperti interleukin-1 (IL-1), IL-8, dan tumor necrosis factor-alfa

(TNF-alfa). Makrofag merespon dan mencoba membersihkan kanalis spinalis,

sehingga menyebabkan produksi jaringan parut. Kompresi saraf akut menyebabkan

disfungsi berupa kelainan motorik dan rasa baal. Nyeri radikuler disebabkan oleh

inflamasi saraf. Menurut gradasi, herniasi dari nuklues pulposus dibagi atas:

1. Bulging adalah posisi dimana nukleus terlihat menonjol ke satu arah tanpa

kerusakan annulus fibrosus.

2. Protrusi adalah posisi dimana nukleus berpindah tetapi masih dalam lingkaran

annulus fibrosus.

3. Ekstrusi adalah posisi dimana nukleus keluar dari annulus fibrosus dan berada

dibawah ligamentum longitudinal posterior.

4. Sequestrasi adalah posisi dimana nukleus menembus ligamentum longitudinal

posterior.

37

38

39

Gambar Gradasi Hernia Nukleus Pulposus (HNP)

Gambar Gradasi Hernia Nukleus Pulposus (HNP) pada MRI

Manifestasi klinis tergantung dari radiks yang terpengaruh:

ü HNP Sentral akan menimbulkan parapresis flasid, paresthesia, dan retensi urin

ü HNP Lateral akan menimbulkan nyeri dan nyeri tekan yang terletak pada

punggung bawah, ditengah area bokong dan betis, belakang tumit, dan telapak

kaki, reflex achilles negative.

40

ü Daerah servikal

- Nyeri menjalar di area lengan pada distribusi radiks, diperburuk dengan

ekstensi leher, rotasi ipsilateral, dan fleksi lateral.

- Tanda dan gejala lesi LMN: kelemahan motoric atau hipestesi sesuai

dengan dermatom disertai penurunan reflex fisiologis biseps dan triseps.

- Protrusi diskus servikalis sentral menyebabkan mielopati dan juga defisit

radiks.

ü Daerah lumbar

- Nyeri menjalar dari punggung hingga ke tungkai bawah atau kaki

(tergantung dari dermatom radiks yang terkena). Nyeri tungkai bawah lebih

sakit dari pada nyeri punggung. Biasanya terdapat nyeri ischialgia.

- Gerakan punggung terbatas (terutama fleksi ke depan) akibat nyeri.

- Nyeri diperberat dengan batuk, bersin atau mengejan. Nyeri mereda dengan

memfleksikan lutut atau paha.

- Kelemahan motoric yang diikuti dengan penurunan reflex fisiologis patella

dan Achilles.

- Perubahan sensorik (baal, kesemutan, rasa panas, rasa seperti ditusuk-

tusuk) sesuai dermatom

- Jika sudah memberat dapat disertai gangguan otonom seperti retensi urin.

- Tanda-tanda tegangan radiks:

§ Straight Leg Raise (SLR= Lasegue’s test): dimana nyeri harus

terjadi pada sudut <60 derajat menandakan keterlibatan radiks L5-

S1.

§ Femoral Stretch Test menandakan keterlibatan radiks L2-L4.

Tabel Gejala Kompresi Saraf Servikal dan Lumbalis Segmen Kompresi

radiks

Defisit Motorik Gangguan

Refleks

Defisit

Sensorik

C4-C6 C5 Kelemahan

M.Deltoid

Sisi lateral

bahu

41

C5-C6 C6 Kelemahan

M.Biseps (fleksi

lengan bawah)

Biseps Lengan

bagian atas,

jari I, bagian

radial lengan

bawah

C6-C7 C7 Kelamahan

M.Triseps (ekstensi

lengan bawah/wrist

drop)

Triseps Jari II, III,

seluruh ujung

jari

C7-T1 T1 Kelamahan jari-jari Jari IV, V

L3-L4 L4 Kelemahan

M.Quadrisep

Femoris (ekstensi

lutut)

Patella Maleolus

medial dan

bagian medial

pedis

L4-L5 L5 Kelemahan

M.Tibialis Anterior

(dorsofleksi

pergelangan kaki).

M. Hallucis Longus

(ekstensi ibu jari

kaki)

Dorsum pedis

L5-S1 S1 Kelemahan

M.Gastrocnemius

(plantarfleksi

pergelangan kaki),

M.Ekstensor

Hallucis Longus

(ekstensi ibu jari

kaki)

Achilles Maleolus

lateralis dan

bagian lateral

pedis

42

Gambar Perjalanan Saraf Sesuai Dengan Dermatomal

Hasil pemeriksaan fisik biasanya di periksa status lokalis daerah punggung untuk

melihat ada tidaknya deformitas atau massa serta nyeri tekan di daerah vertebra atau

para vertebra untuk memastikan lokasi dan penyebab lesi. pada kelainan tulang akan

terdapat nyeri local di vertebra. Pada nyeri facet atau sacroiliac joint terdapat nyeri

paravertebral. Pada suspek keganasan tulang didapatkan nyeri pada vertebra dan jika

multiple dicurigai suatu metastasis.

• Pada HNP Servikal:

v Tanda Lhermitte: nyeri seperti disetrum yang menjalar dari tengkuk ke

ekstremitas saat leher digerakkan

v Tanda Spurling: nyeri pada penekanan ke bawah pada daerah vertex

saat pasien menolehkan kepala ke sisi yang sakit (terjadi akibat

penyempitan foramen invertebraslis dan penambahan penonjolan

diskus)

43

• Pada HNP Lumbal:

v Tes Lasegue (+) à nyeri saat mengangkat tungkai lurus keatas

v Tes Kompresi Poplitea (+) à akibat peregangan saraf ischiadikus

Diagnosis dari HNP dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa MRI setinggi lesi

yang dicurigai, disertai pemberian kontras jika suspek neoplasma atau metastasis dan

ini pemeriksaan yang paling disarankan untuk penegakan diagnosis herniated disc.

Foto polos tulang belakang dilkakukan untuk mengeksklusi diagnosis diferensial

karena foto ini dapat melihat struktur tulang namun tidak bisa melihat herniated disc.

CT Scan dapat menilai struktur tulang jauh lebih baik dibandingkan MRI dan foto

polos, namun tidak bisa mengevaluasi radiks saraf. Nerve Conduction Studies dan

elektromiografi (EMG) diperlukan untuk menentukan derajat penjepitan saraf/iritasi

atau sudah terjadi kompresi radiks.

Gambar Pemeriksaan Penunjang Hernia Nukleus Pulposus (HNP)

Diagnosis banding dari HNP adalah neoplasma (neurofibroma, schwannoma), kista

synovial, abses, hypertrophic bone, spondylitis tuberculosis, spondylosis

servikalis/lumbalis, nyeri facet atau sacroiliac joint, osteoporosis.

Tatalaksana dari penyakit HNP secara garis besar dibagi menjadi 2:

§ Konservatif

v Analgesik golongan OAINS (ibuprofen, asetaminofen)

v Tidak perlu imobilisasi kecuali trdapat gejala radikuler berat

v Modifikasi aktivitas, edukasi pasien (kurangi duduk lama terus-

44

menerus, membungkuk dan mengangkat barang)

v Fisioterapi, program olahraga

v Collar neck atau korset lumbal sementara selama 2 minggu

v Dapat dilakukan injeksi kortikosteroid epidural pada nyeri

radikuler hebat di lumbal.

§ Indikasi Bedah

v Nyeri tidak tertahankan walaupun sudah menjalani terapi

konservatif yang adekuat selama > 3 bulan

v Hasil EMG didapatkan kompresi radiks

v Deficit neurologis progresif

v Pembedahan yang biasa dilakukan adalah disektomi anterior

servikal atau laminektomi

I. DIAGNOSIS AKHIR

Diagnosis klinis : Nyeri radikuler pinggang bawah ke bokong dan paha

bawah dengan gangguan proprioseptif

Diagnosis topis : radiks n. Ischiadicus, periferal nerve

Diagnosis etiologi : HNP lumbalis setinggi L1-L5 disertai spondylolisthesis

lumbalis L4-5, spondylosis lumbalis L4-5 dan stenosis kanalis spinalis L2-3 dan

L4-5 dd neuropati pain

Diagnosis tambahan : HT Grade 2 dan DM terkontrol

J. PENATALAKSANAAN

• Terapi :

- IVFD RL 20 tetes/menit

- Inj. Ranitidin 2x1 amp IV

- Inj. Metycobalamin 1x1 amp IV

- Inj. Ketorolac 2x30mg IV

- PO Betahistin 3x2 tab à Stop pada tanggal 21 Agustus 2018 karena hasil

MRI dibawa

45

- PO Depacote ER 2x1 tab (500mg/tab) à Stop pada tanggal 25 Agustus

2018

- PO Fluoxetin 1x10mg

- PO Diazepam 2x2mg

- PO Paracetamol 2x650mg

- PO MST Continus

• Edukasi

• Rawat bersama dengan TS Interna RSUD Ambarawa

• Konsultasi dr. Spesialis Rehab Medik

Program Rehab Medik (Fisioterapi):

1. Positioning

2. Alih Baring

3. TENS

4. Mobilisasi bertahap

5. Pemasangan korset

6. Edukasi pasien dan keluarga

K. PLANNING

• Evaluasi ada bukti red flag, defisit neurologis atau penyakit sistemik

• ENMG Vertebrae Lumbal

• Operasi à Laminektomi

L. PROGNOSIS

Death : Bonam

Disease : Bonam

Dissability : Dubia ad bonam

Discomfort : Dubia ad bonam

Dissatisfaction : Dubia ad bonam

Distutition : Bonam

46

M. DISKUSI KETIGA

Hasil diagnosis diatas didapatkan hasil untuk penatalaksanaan pada pasien ini

adalah:

1. Ranitidine merupakan antagonis reseptor H2 (AH2) yang bekerja

menghambat sekresi asam lambung. Perangsangan reseptor H2 akan

merangsang sekresi asam lambung, dengan pemberian ranitidine maka

reseptor tersebut akan dihambat secara selektif dan reversible sehingga

sekresi asam lambung dihambat. Ranitidine diberikan sebagai

gastroprotektor dan mencegah efek samping dan interaksi obat lain.

2. Methylcobalamin atau mecobalamin adalah salah satu bentuk kimia dari

vitamin B12 (cobalamin), yaitu vitamin larut air yang memegang

peranan penting dalam pembentukan darah serta menjaga fungsi sistem

saraf dan otak.

3. Ketorolac adalah golongan NSAID termasuk kedalam COX non-

selective inhibitor yang kerjanya dengan menghambat sintesis

prostaglandin dan dianggap sebagai analgesik perifer yang bekerja

perifer dan tidak mempunyai efek terhadap reseptor opiate.

4. Betahistine bekerja dengan dua mekanisme. Pertama, obat ini

merangsang reseptor histamin H1 yang terletak pada pembuluh darah di

telinga bagian dalam. Rangsangan ini mengakibatkan terjadinya

vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas sehingga bisa

mengurangi tekanan endolimfatik. Kedua, sebagai antagonis reseptor

histamin H3 yang sangat kuat, obat ini meningkatkan kadar

neurotransmiter histamin, asetilkolin, norepinefrin, serotonin, dan

GABA yang dilepaskan dari ujung saraf. Peningkatan kadar histmain

dapat menyebabkan efek vasodilatasi di telinga bagian dalam.

5. Depacote ER mengandung garam natrium divalproex dimana

mekanisme kerjanya ketika dikonsumsi, senyawa ini akan terpecah

menjadi ion valproate disaluran pencernaan lalu berikatan dengan

enzim GABA-transaminase sehingga dapat menurunkan kerja enzim

47

dalam tubuh. Hal ini menyebabkan pemecahan neurotransmitter GABA

tidak terjadi dan berakibat meningkatkan konsentrasi GABA dengan

hasil akhir tercapai kesetimbangan neurotransmitter diotak seperti

semula.

6. Diazepam merupakan golongan benzodiazepine long-acting yang

bekerja berdasarkan potensial inhibisi neuron dengan asam gama-

aminobutirat (GABA) sebagai mediator. Diazepam memiliki efek

antikonvulsi, ansiolitik, sedative, dan relaksasi otot.

7. Fluoxetine adalah obat antidepresan golongan SSRI (Selective

Serotonin Reuptake Inhibitor) dimana mekanisme kerjanya adalah

menghambat pengambilan serotonin yang telah di sekresikan dalam

sinaps (gap antar neuron), sehingga kadar serotonin dalam otak

meningkat. Obat ini adalah terapi adjuvant pada pasien yang mengalami

penyakit dengan nyeri kronik karena pasien akan menahan nyeri yang

terus menerus muncul dengan skala yang besar dan bisa terjadi depresi.

8. Paracetamol memiliki mekanisme kerja yaitu menghambat sintesis

prostaglandin di sistem saraf pusat sebagai efek analgetik dan bekerja

langsung pada pusat pengaturan panas di hipotalamus sebagai efek

antipiretik.

9. MST Continus adalah obat analgetik kuat (High Efficacy)dengan

komposisi Morphine Sulfate dimana harus diberikan dengan dosis

efektif terkecil dan frekuensi minimal untuk mengurangi timbulnya

toleran dan ketergantungan fisik. Mekanisme kerjanya adalah bekerja

langsung di reseptor opioid dimana reseptor tersebut diaktivasi untuk

menginhibisi presinpatic release dan postsynaptic response untuk

ekstitatori neurotransmitter dari neuron nosiseptif dan menyebabkan

membran hiperpolarisasi.

Edukasi kepada pasien antara lain mengenai penyakit yang dideritanya dan tingkat

keparahan penyakit yang diderita oleh pasien karena sudah menggangu aktivitas

sehari-hari dan pasien banyak mengeluhkan tentang sakit yang dirasakannnya

48

sehingga disarankan untuk di lakukan operasi. Tetapi pasien menolak untuk

dioperasi dan ingin diberikan obat untuk simtomatik saja. Selain itu, dievaluasi

kembali untuk menentukan apakah ada bukti red flag, defisit neurologis ataupun

penyakit sistemik.

Setelah konsul dengan spesilis rehab medik, diberikan tindakan fisioterapi berupa

positioning, alih baring, TENS, dan pemasangan korset untuk terapinya.

Pada pasien ini disarankan dan direncanakan untuk operasi laminektomi dengan

persetujuan pasien dan di rencanakan juga untuk di EMG untuk mengukur impuls

elektrik sepanjang radiks nervus, saraf tepi dan jaringan otot. Pemeriksaan ini

diindikasikan apabila terdapat kerusakan saraf ataupun terdapat tempat kompresi

saraf yang lain.

N. FOLLOW UP

Tanggal S O A P

19/08/2018

Badan terasa tidak

seimbang (+) jatuh

jika duduk/berdiri,

nyeri pinggang (+),

NRS 7, lemah anggota

gerak (-), keluhan

BAB/BAK (-)

KU: sakit sedang

Kes: compos

mentis

GCS: E4 V5 M6

TD: 160/90

mmHg

N: 80 x/mnt

RR: 20 x/mnt

S: 36.8ºC

Vertigo Mix

Type dd/

cervical

syndrome dd/

HNP cervical

Terapi dr. Takdir Sp.S

IVFD RL 20tpm

Inj. Ranitidin 2x1 amp

Inj. Metycobalamin 1x1

amp

PO Betahistin 3x2

PO Depacote ER 2x1

Terapi dr. Hascaryo

Sp.PD

Vestigo 3x1

Diazepam 0-0-1

Candesartan 1x8mg

20/08/2018 Badan terasa tidak

seimbang (+) jatuh KU: sakit sedang

Vertigo Mix

Type dd/

Terapi dr. Takdir Sp.S

IVFD RL 20tpm

49

jika duduk/berdiri,

nyeri pinggang (+),

NRS 6, lemah anggota

gerak (-), keluhan

BAB/BAK (-)

Kes: compos

mentis

GCS: E4 V5 M6

TD: 170/100

mmHg

N: 70 x/mnt

RR: 20 x/mnt

S: 36,6ºC

cervical

syndrome dd/

HNP cervical

Inj. Ranitidin 2x1 amp

Inj. Metycobalamin 1x1

amp

PO Betahistin 3x2

PO Depacote ER 2x1

Terapi dr. Hascaryo

Sp.PD

Vestigo 3x1

Diazepam 0-0-1

Candesartan 1x8mg

21/08/2018

Badan terasa tidak

seimbang (+) jatuh

jika duduk/berdiri,

nyeri pinggang (+),

NRS 6, badan lemas

(+), lemah anggota

gerak (-), keluhan

BAB/BAK (-)

KU: sakit sedang

Kes: compos

mentis

GCS: E4 V5 M6

TD: 170/100

mmHg

N: 69 x/mnt

RR: 20 x/mnt

S: 36,8ºC

Vertigo Mix

Type dd/

cervical

syndrome dd/

HNP cervical

dd/neuropati

pain

Terapi dr. Takdir Sp.S

IVFD RL 20tpm

Inj. Ranitidin 2x1 amp

Inj. Metycobalamin 1x1

amp

PO Betahistin 3x2

PO Depacote ER 2x1

Ko Fisioterapi

Terapi dr. Hascaryo

Sp.PD

Vestigo 3x1

Diazepam 0-0-1

Candesartan 1x8mg

22/08/2018

Badan terasa tidak

seimbang (+) jatuh

jika duduk/berdiri,

nyeri pinggang (+),

NRS 6, badan lemas

(+), lemah anggota

KU: sakit sedang

Kes: compos

mentis

GCS: E4 V5 M6

TD: 160/80

mmHg

LBP ec HNP

Lumbal dengan

Gangguan

Proprioseptif

Terapi dr. Takdir Sp.S

IVFD RL 20tpm

Inj. Ranitidin 2x1 amp

Inj. Metycobalamin 1x1

amp

Inj. Ketorolac 2x30mg

50

gerak (-), keluhan

BAB/BAK (-)

N: 90 x/mnt

RR: 16 x/mnt

S: 36.5ºC

(dilihat dari

hasil MRI)

PO Depacote ER 2x1

PO Fluoxetin 1x10mg

PO Diazepam 2x2mg

Terapi dr. Hascaryo

Sp.PD

Vestigo 3x1

Diazepam 0-0-1

Candesartan 1x8mg

23/08/2018

Badan terasa tidak

seimbang (+) jatuh

jika duduk/berdiri,

nyeri pinggang (+),

NRS 6, badan lemas

(+), badan terasa sakit

dari punggung sampai

kaki (+), lemah

anggota gerak (-),

keluhan BAB/BAK (-)

KU: sakit sedang

Kes: compos

mentis

GCS: E4 V5 M6

TD: 170/90

mmHg

N: 70 x/mnt

RR: 20 x/mnt

S: 36.5ºC

LBP ec HNP

Lumbal dengan

Gangguan

Proprioseptif

Terapi dr. Takdir Sp.S

IVFD RL 20tpm

Inj. Ranitidin 2x1 amp

Inj. Metycobalamin 1x1

amp

Inj. Ketorolac 2x30mg

PO Depacote ER 2x1

PO Fluoxetin 1x10mg

PO Diazepam 2x2mg

KO Fisioterapi – Dijawab

Pemasangan KORSET

Terapi dr. Hascaryo

Sp.PD

Vestigo 3x1

Diazepam 0-0-1

Candesartan 1x8mg

24/08/2018

Badan terasa tidak

seimbang (+) jatuh

jika duduk/berdiri,

nyeri pinggang (+),

NRS 6, badan lemas

KU: sakit sedang

Kes: compos

mentis

GCS: E4 V5 M6

LBP ec HNP

Lumbal dengan

Gangguan

Proprioseptif

Terapi dr. Takdir Sp.S

IVFD RL 20tpm

Inj. Ranitidin 2x1 amp

Inj. Metycobalamin 1x1

amp

51

(+), badan terasa sakit

seperti ditusuk-tusuk

dari punggung sampai

kaki (+), kesemutan

(+), lemah anggota

gerak (-), keluhan

BAB/BAK (-)

TD: 150/90

mmHg

N: 63 x/mnt

RR: 20 x/mnt

S: 37ºC

Inj. Ketorolac 2x30mg

PO Depacote ER 2x1

PO Fluoxetin 1x20mg

PO Diazepam 2x2mg

PO PCT 2x650mg

Pemasangan KORSET

Terapi dr. Hascaryo

Sp.PD

Vestigo 3x1

Diazepam 0-0-1

Candesartan 1x8mg

25/08/2018

Badan terasa tidak

seimbang (+) jatuh

jika duduk/berdiri,

nyeri pinggang (+),

NRS 7, badan lemas

(+), badan terasa sakit

seperti ditusuk-tusuk

dari punggung sampai

kaki (+), kesemutan

(+), lemah anggota

gerak (-), keluhan

BAB/BAK (-)

KU: sakit sedang

Kes: compos

mentis

GCS: E4 V5 M6

TD: 150/90

mmHg

N: 60 x/mnt

RR: 20 x/mnt

S: 36.5ºC

LBP ec HNP

Lumbal dengan

Gangguan

Proprioseptif

Terapi dr. Takdir Sp.S

IVFD RL 20tpm

Inj. Ranitidin 2x1 amp

Inj. Metycobalamin 1x1

amp

Inj. Ketorolac 2x30mg

PO Depacote ER 2x1

PO Fluoxetin 1x20mg

PO Diazepam 2x2mg

PO PCT 2x650mg

Pemasangan KORSET

Terapi dr. Hascaryo

Sp.PD

Vestigo 3x1

Diazepam 0-0-1

Candesartan 1x8mg

26/08/2018 Badan terasa tidak

seimbang (+) jatuh KU: sakit sedang

LBP ec HNP

Lumbal dengan

Terapi dr. Takdir Sp.S

IVFD RL 20tpm

52

jika duduk/berdiri,

nyeri pinggang (+),

NRS 7, badan lemas

(+), badan terasa sakit

seperti ditusuk-tusuk

dari punggung sampai

kaki (+), kesemutan

(+), lemah anggota

gerak (-), keluhan

BAB/BAK (-)

Kes: compos

mentis

GCS: E4 V5 M6

TD: 140/80

mmHg

N: 80 x/mnt

RR: 20 x/mnt

S: 36.8ºC

Gangguan

Proprioseptif

Inj. Ranitidin 2x1 amp

Inj. Metycobalamin 1x1

amp

Inj. Ketorolac 2x30mg

PO Fluoxetin 1x20mg

PO Diazepam 2x2mg

PO PCT 2x650mg

PO MST 1x10mg

Pemasangan KORSET

Terapi dr. Hascaryo

Sp.PD

Vestigo 3x1

Diazepam 0-0-1

Candesartan 1x8mg

27/08/2018

Badan terasa tidak

seimbang (+) jatuh

jika duduk/berdiri,

nyeri pinggang (+),

NRS 5, badan lemas

(+), badan terasa sakit

seperti ditusuk-tusuk

dari punggung sampai

kaki (+), kesemutan

(+), lemah anggota

gerak (-), keluhan

BAB/BAK (-)

KU: sakit sedang

Kes: compos

mentis

GCS: E4 V5 M6

TD: 160/90

mmHg

N: 80 x/mnt

RR: 20 x/mnt

S: 36.2ºC

LBP ec HNP

Lumbal dengan

Gangguan

Proprioseptif

Terapi dr. Takdir Sp.S

IVFD RL 20tpm

Inj. Ranitidin 2x1 amp

Inj. Metycobalamin 1x1

amp

Inj. Ketorolac 2x30mg

PO Fluoxetin 1x20mg

PO Diazepam 2x2mg

PO PCT 2x650mg

PO MST 1x10mg

Pemasangan KORSET

Terapi dr. Hascaryo

Sp.PD

Vestigo 3x1

Diazepam 0-0-1

53

Candesartan 1x8mg

Kondisi MEMBAIK à

LEPAS RABER DAN

BLPL

54

DAFTAR PUSTAKA

1. Tanto, C., Liwang, F. et al., eds. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4 Jilid

2. Jakarta: Media Aesculapius.

2. Mardjono, M., Sidharta P. 2009. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat

3. Foster, M.R, 2017. Herniated Nucleus Pulposus. Orthopedic Surgery. Di akses

pada tanggal 25 Agustus 2018

https://emedicine.medscape.com/article/1263961-overview#a2

4. Yusuf, A.W. 2017. Hubungan Antara Hernia Nukleus Pulposus (HNP) Dengan

Derajat Nyeri Punggung Bawah Di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin

Sudirohusodo. Makassar: Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

5. D’Silva, L.J., Lin, J., Staecker, H., Whitney, S.L., & Kluding, P.M. 2016.

Impact Of Diabetic Complications On Balance And Falls: Contribution Of The

Vestibular System. Physical Therapy. Vol.3. pg.400-409.

6. Winter, D. 1995. Human Balance and Posture Control During Standing and

Walking. Kanada: Gait & Posture. Vol.3. pg. 193-214.

7. Willis, WD. 2007. The Somatosensory System, With Emphasis on Structures

Important For Pain. USA: Brain Res Rev. Vol.2. pg. 297-313.

8. Guyton, AC, Hall, JE. 2014. Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran Edisi 12.

Indonesia: Elsevier.

9. Kaya, D. 2014. Proprioception: The Forgotten Sixth Sense. USA: OMICS

Groups eBooks.

10. Kusumaningrum, P.W., 2014. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Low Back

Pain Akibat Spondylosis Lumbal dan Scoliosis di RSUD Dr. Moewardi

Surakarta. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Surakarta.

11. Moore, K.L, Arthur, F., Dalley, Anne, M.R., 2013. Anatomi Berorientasi

Klinis. Jakarta: Erlangga.

55

12. Radzuan, H.S., 2017. Karakteristik MRI Pada Pasien Hernia Nukleus Pulosus

di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode Januari-Juni 2017. Makassar:

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.