hydrocephalus dan sindrom nefrotik
DESCRIPTION
hydrocepalus pada anakTRANSCRIPT
TUGAS KEPERAWATAN ANAK
MAKALAH HYDROCHEPALUS DAN SINDROM NEFROTIK
Dosen Pengampu : Wahyudi, S.Kep., Ns., MH
Disusun oleh :
Kelompok 7 :
1. Siska Sofiatin (P17420213032)
2. Sri Wulandari S. (P17420213033)
3. Trimas Hardika E. (P17420213034)
4. Tsaniya Yusniar (P17420213035)
5. Wahyu Kristin (P17420213036)
Kelas II A
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG
PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO
2014
TUGAS KEPERAWATAN ANAK
MAKALAH HYDROCHEPALUS
Dosen Pengampu : Wahyudi, S.Kep., Ns., MH
Disusun oleh :
Kelompok 7 :
1. Siska Sofiatin (P17420213032)
2. Sri Wulandari S. (P17420213033)
3. Trimas Hardika E. (P17420213034)
4. Tsaniya Yusniar (P17420213035)
5. Wahyu Kristin (P17420213036)
Kelas II A
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG
PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hydrocephalus telah dikenal sajak zaman Hipocrates, saat itu
hydrocephalus dikenal sebagai penyebab penyakit ayan. Di saat ini dengan
teknologi yang semakin berkembang maka mengakibatkan polusi didunia
semakin meningkat pula yang pada akhirnya menjadi factor penyebab suatu
penyakit, yang mana kehamilan merupakan keadaan yang sangat rentan
terhadap penyakit yang dapat mempengaruhi janinnya, salah satunya adalah
Hydrocephalus. Saat ini secara umum insidennya dapat dilaporkan sebesar
tiga kasus per seribu kehamilan hidup menderita hydrocephalus. Dan
hydrocephalus merupakan penyakit yang sangat memerlukan pelayanan
keperawatan yang khusus.
Hydrocephalus itu sendiri adalah akumulasi cairan serebro spinal
dalam ventrikel serebral, ruang subaracnoid, ruang subdural (Suriadi dan
Yuliani, 2001). Hydrocephalus dapat terjadi pada semua umur tetapi paling
banyak pada bayi yang ditandai dengan membesarnya kepala melebihi ukuran
normal. Meskipun banyak ditemukan pada bayi dan anak, sebenarnya
hydrosephalus juga biasa terjadi pada oaran dewasa, hanya saja pada bayi
gejala klinisnya tampak lebih jelas sehingga lebih mudah dideteksi dan
diagnosis. Hal ini dikarenakan pada bayi ubun2nya masih terbuka, sehingga
adanya penumpukan cairan otak dapat dikompensasi dengan melebarnya
tulang- tulang tengkorak. Sedang pada orang dewasa tulang tengkorak tidak
mampu lagi melebar.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Hidrosefalus?
2. Apa Etiologi dan Bagaimana Patofisiologi dari Hhidrosefalus?
3. Apa Saja Tanda dan Gejala Hidrosefalus?
4. Apa Saja Pemeriksaan Diagnostik dan Apa Saja Komplikasi pada
Hidrosefalus?
5. Bagaimana Penatalaksanaan dari Hidrosefalus?
6. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien Hidrosefalus?
C. Tujuan Pembelajaran
Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk
mengetahui berbagai hal yang berhubungan dengan hidrosefalus dan dapat
merancang berbagai cara untuk mengantisipasi masalah serta dapat
melakukan asuhan pada kasus hidrosefalus.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang
progresif pada sistem ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari
jaringan – jaringan serebral selama produksi CSF ( Cerebrospinal Fluid )
berlangsung yang meningkatkan kecepatan absorbsi oleh vili arachnoid.
Hidrocephalus terjadi kelainan dimana terjadi peningkatan junlah
cairan cerebrospinal dalam rongga otak atau spinal. ( Staf Pengajar IKA UI )
Tipe – tipe hydrocephalus :
1. Hidrocephalus Non komunikasi
Biasanya diakibatkan obstruksi dalam system ventrikuler yang
mencegah bersikulasinya CSF. Pada anak – anak denga takana
intrakranialnya tinggi mencapai ektrim, tanda dan gejala kenaikan ICP
dapat dikenali. Pada anak – anak yang garis suturanya tidak bergabung
terdapat pemisahan / separasi garis sutura dan pembesaran kepala..
2. Hidrocephalus komunikasi
Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSF teapi villus arachnoid
untuk mengabsorpsi CSF terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit
atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa.
3. Hidrocephalus bertekan Normal
Ditandai pembesaran sister basilar dan ventrikel disertai dengan
kompresi jaringan serebral, dapat terjadi atropi serebral. Tandanya :
dimentia, ataxic gaite, inkontinensia urin. Kelainan ini berhubungan
dengan cidera kepala, hemoragic serebral atau trombosis dan
meningitis.
B. ANATOMI FISIOLOGI
Struktur anatomi yang berkaitan dengan hidrosefalus, yaitu bangunan-
bangunan dimana CSS berada. Sistem ventrikel otak dan kanalis sentralis.
1. Ventrikel ateralis
Ada dua, terletak didalam hemispheri telencephalon. Kedua ventrikel
ateralis berhubungan denga ventrikel I (ventrikel tertius) melalui foramen
interventrikularis (Monro).
2. Ventrikel I (Ventrikel Tertius)
Terletak pada diencephalon. Dinding lateralnya dibentuk oleh
thalamus dengan adhesio interthalamica dan hypothalamus. Recesus
opticus dan infundibularis menonjol ke anterior, dan recesus suprapinealis
dan recesus pinealis ke arah kaudal. Ventrikel I berhubungan dengan
ventrikel IV melalui suatu lubang kecil, yaitu aquaductus Sylvi
(aquaductus cerebri).
3. Ventrikel IV (Ventrikel Quartus)
Membentuk ruang berbentuk kubah diatas fosa rhomboidea antara
cerebelum dan medula serta membentang sepanjang recesus lateralis pada
kedua sisi. Masing-masing recesus berakhir pada foramen Luschka,
muara lateral ventrikel IV. Pada perlekatan velum medulare anterior
terdapat apertura mediana Magendie.
4. Kanalis sentralis medula oblongata dan medula spinalis
Saluran sentral korda spinalis: saluran kecil yang memanjang
sepanjang korda spinalis, dilapisi sel-sel ependimal. Diatas, melanjut ke
dalam medula oblongata, dimana ia membuka ke dalam ventrikel IV.
C. ETIOLOGI
Penyebab Hidrocephalus terbagi dua, yaitu :
1. Kongenital : disebabkan gangguan perkembangan janin dalam
rahim ( misal Malformasi Arnold-Chiari ) atau infeksi intrauterine.
2. Didapat : disebabkan oleh infeksi, neoplasma, atau perdarahan.
D. PATOFISIOLOGI
Jika terdapat obstruksi pada system ventrikuler atau pada ruangan
subarachnoid, ventrikuler serebral, menyebabkan permukaan ventrikuler
mengkerut dan merobek garis ependymal. White matter dibawahnya akan
mengalami atrofi dan tereduksi menjadi pita yang tipis. Pada gray matter
tersapat pemeliharaan yang bersifat selektif, sehingga walaupun ventrikel
telah mengalami gangguan. Proses dilatasi itu dapat merupakan proses yang
tiba-tiba / akut dan dapat juga selektif tergantung pada dudukan penyumbatan.
Proses akut itu merupakan kasusu emergency. Pada bayi dan anak kecil sutura
kranialnya melipat dan melebar untuk mengakomodasi massa cranial. Jika
fontanella anterior tidak tertyutup dia tidak qakan mengembang dan tersa
tegang pada perabaan. Stenosis aquaductal ( penyakit keluarga / ketrunan
yang terpaut seks ) menyebabkan titik pelebaran pada ventrikel latersi dan
tengah, pelebaran ini menyebabkan kepala bebentuk khas yaitu penamkan
dahi yang menonjol secara dominan ( frontal blow ). Sindroma dandy walkker
akan terjadi jika terdapat obstruksi pada foramina diluar pada ventrikel IV.
Ventrikel IV melebar dan fossae posterior menonjol memenuhi sebagian besar
ruang dibawah tentorium. Klien dengan tipe hidrocephalus diatas akan
mengalami pembesaran cerebrum yang secara simetris dan wajahnya tampak
kecil secara disproporsional.
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang nampak berupa gejala akibat tekanan intra kranial yang
meninggi.
1. Bayi ;
a. Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
b. Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela
menjadi tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
c. Tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial;
1. Muntah
2. Gelisah
3. Menangis dengan suara ringgi
4. Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi,
peningkatan pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil,
lethargi – stupor.
d. Peningkatan tonus otot ekstrimitas
e. Tanda – tanda fisik lainnya ;
1. Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh –
pembuluh darah terlihat jelas.
2. Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah
– olah di atas iris.
3. Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”
4. Strabismus, nystagmus, atropi optik.
5. Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.
2. Anak yang telah menutup suturanya ;
Tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial :
a. Nyeri kepala
b. Muntah
c. Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
d. Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur
10 tahun.
e. Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
f. Strabismus
g. Perubahanpupil
F. PATHWAY KEPERAWATAN
Hidrocefalus
CSS BerlebihKepala membesar Peningkatan TIK
Mual / muntah
Lemas, Nyeri, lelah,letih
Gangguan aliran darah ke otak
Perfusi jaringan serebral tak efektif
Penurunan fungsi neurologis
Krisis pada keluarga
Kurang pengetahuan
Kurang info
Kulit meregang hingga tipis / pasien tidak dapat bergerak atau menggerakkan kepala
Gangguan mobilitas fisik
G. KOMPLIKASI
1. Peningakatan tekanan intrakanial ( TIK )
2. Kerusakan otak sehingga IQ menurun
3. Infeksi : septikimia, endokarditi, infeksi luka, nefritis, meningitis,
ventrikulitis, abses otak.
4. Kematian
H. UJI LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK
1. Pemindahan CT, cara yang paling baik untuk mendiagnosis hidrocephalus
2. Magnetic resonance imaging ( MRI ), dapat untuk lesi kompleks
3. Lingkar kepala pada masa bayi
I. PENATALAKSANAAN TERAPEUTIK
Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi hidrocephalus,
menangani komplikasi, mengatasi efek hidrocephalus atau gangguan
perkembangan.
Penatalaksanaan terdiri dari :
1. Non Pembedahan : Pemberian acetazolamide dan isosorbide atau
furosemid mengurangi produksi cairan serebrospinal
2. Pembedahan : Pengangkatan penyebab obstruksi misal neoplasma, kista,
atau hematom ; Pemasangan shunt bertujuan untuk mengalirkan cairan
cerebospinal yang berlebihan dari ventrikel ke ruang ekstra kranial,
misalnya ke rongga peritonium, atrium kanan, dan rongga pleura.
J. PENATALAKSAAN KEPERAWATAN
Perawatan Prabedah :
1. Pantau, cegah, dan halangi bila ada peningkatan TIK
a. Letakkan anak dalam posisi nyaman dengan cara menaikkan kepala
tempat tidur setinggi 30 derajat ( untuk mengurangi kongesti dan
meningkatkan drainase ).
b. Pantau adanya tanda – tanda peningktan TIK.
1. Peningkatan frekwensi pernapasan, penurunan denyut apeks,
peningkatan tekanan darah dan peningkatan suhu badan.
2. Penurunan tingkat kesadaran.
3. Aktivitas kejang.
4. Muntah.
5. Perubahan ukuran, kesimetrisan, dan reaktivitas pupil.
6. Fontanel “penuh”, cenderung menonjol.
c. Turunkan stimulus luar.
d. Siapkan oksigen dan alat penghisap di sisi tempat tidur.
2. Siapkan anak dan orang tua untuk menghadapi prosedur pembedahan.
a. Berikan penjelasan yang sesuai dengan usia.
b. Berikan dan kuatkan keterangan yang diberikan pada orang tua tentang
kondisi dan pengobatan anak.
Perawatan Pasca bedah :
1. Pantau tanda – tanda vital dan status neurologik anak ; Laporkan adanya
peningkatan TIK ( ukuran, penuhnya, ketegangan fontanel anterior ),
penurunan tingkat kesadaran, anoreksia, muntah, konvulasi, kejang, atau
kelembaman.
2. Pantau dan laporkan adanya gejala – gejala infeksi ( demam, nyeri tekan,
inflamasi, mual, dan muntah ).
3. Pantau dan pertahankan fungsi pirau.
a. Laporkan gejala malformasi pirau ( iritabilitas, penurunan tingkat
kesadarn, muntah ).
b. Periksa pirau untuk kepenuhan.
c. Naikkan bagian kepala tempat tidur setinggi 30 dertajat ( untuk
meningkatkan drainase dan menurunkan kongeti vena ).
d. Posisikan anak miring kekiri ( sisi non - bedah ).
e. Pertahankan tirah baring selama 24 sampai 72 jam.
f. Pantau adanya aktivitas serangan.
4. Bantu anak dan orang tua dalam mengatasi stress emosional karena
hospitalisais dan pembedahan.
a. Berikan informasi yang sesuai dengan usia sebelum prosedur
dilakukan.
b. Dorong partisipasi dalam kegiatan rekreasi dan hiburan.
c. Masukan rutinitas anak dirumah ke dalam aktivitas sehari – hari.
K. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIANA. Anamnese
1. Riwayat perawatan / keluhan utama
Muntah, gelisah nyeri kepala, lethargi, lelah apatis, penglihatan
ganda, prubahan pupil, konstiksi penglihatan perifer.
2. Riwayat Perkembangan
Kelahiran : Prematur, lahir dengan pertolongan, pada
waktu lahir menangis keras atau tidak.
Kekejangan : Mulut dan perubahan tingkah laku.
Apakah pernah terjatuh dengan kepala
terbentur.
Keluhan sakit perut.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi :
a. Anak dapat melihat keatas atau tidak
b. Pembesaran kepala
c. Dahi menonjol dan mengkilat serta pembuluh darah terlihat
jelas
2. Palpasi
a. Ukur lingkar kepala : Kepala semakin membesar
b. Fontanela : Keterlambatan penutupan fontanela anterior
sehingga fontanela tegang, keras dan sedikit tinggi dari
permukaan tengkorak.
3. Pemeriksaan Mata
a. Akomodasi
b. Gerakan bola mata
c. Luas lapang pandang
d. Konvergensi
e. Didapatkan hasil : Alis bulu mata keatas, tidak bisa melihat
keatas
f. Strabismus, nystaqmus, atropi optic
4. Observasi Tanda – tanda Vital
Didapat data – data sebagai berikut :
a. Peningkatan sistole tekanan darah
b. Penurunan nadi / bradicardia
c. Peningkatan frekwensi pernapasan
C. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Neurologi
Untuk mengetahui status neurologis pasien, misalnya gangguan
kesadaran, motoris/kejang, edema pupil saraf otak II
2. Pengukuran lingkar kepala
Untuk mengetahui Progrestivitas atau perkembangan lingkar kepala
3. CT Scan
Untuk mengetahui adanya kelainan dalam otak dengan menggunakan
radio isotop, radioaktif dan scanner
4. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan
menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat
bayangan struktur tubuh
1. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan transport
Oksigen
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dan
neuromuskular
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengetahui sumber
informasi.
2. INTERVENSI
Dx I
Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan peningkatan volume
cairan cerebrospinal
NOC : Status sirkulasi
Kriteria hasil NOC
1. Menunjukkan status sirkulasi ditandai dengan indikator berikut:
a. TD sistolik dan diatolik dalam rentang yang diharapkan
b. Tidak ada hipotensi otastik
c. Tidak ada bising pembuluh darah besar
2. Menunjukkan kemampuan kognitif, ditandai dengan indikator:
a. Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan usia serta kemampuan
b. Menunjukkan perhatian, konsentrasi serta orientasi
c. Menunjukkan memori jangka lama dan saat ini
d. Memproses informasi
e. Membuat keputusan dengan benar
Intervensi NIC
Pantau hal-hal berikut ini
a. Tanda – tanda vital
b. Sakit kepala
c. Tingkat kesadaran dan orientasi
d. Diplopia inistagmus, penglihatan kabur, ketajaman penglihatan
e. Pemantauan TIK
1. Pemantauan TIK dan respon neurologis pasien terhadap aktivitas
perawatan
2. Pantau tekanan perfusi jaringan
3. Perhatikan perubahan pasien sebagai respon terhadap stimulus
f. Penatalaksanaan sensasi perifer
1. Pantau adanya parestes: mati rasa atau adanya rasa kesemutan
2. Pantau status cairan termasuk asupan dan haluaran
Aktivitas kolaboratif
a. Pertahankan parameter termodinamik dalam rentang yang dianjurkan
b. Berikan obat-obatan untuk meningkatkan volume intravaskuler, sesuai
permintaan
c. Berikan obat yang menyebabkan Hipertensi untuk mempertahankan
tekanan perfusi serebral sesuai dengan permintaan
d. Tinggikan bagian kepala tempat tidur 0 sampai dengan 45 derajat,
bergantung pada kondisi pasien dan permintaan medis
e. Berikan loap diuretik dan osmotik, sesuai dengan permintaan.
Dx II
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dan
neuromuskular
NOC :
a. Joint Movement : Active
b. Mobility Level
c. Self care : ADLs
d. Transfer performance
Kriteria Hasil:
a. Klien meningkat dalam aktivitas fisik
b. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
c. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah
d. Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker
NIC :
1. Exercise therapy : ambulation
a. Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien
saat latihan
b. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai
dengan kebutuhan
c. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah
terhadap cedera
d. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi
e. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
f. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
kemampuan
g. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps.
h. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
i. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan
Dx IV
Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familier dengan sumber
informasi.
NOC :
a. Knowledge : Disease Process
1. Kenalkan dengan nama penyakit
2. Gambarkan dari proses penyakit
3. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit
4. Jelaskan faktor resiko
5. Jelaskan efek dari penyakit
6. Jelaskan tanda dan gejala
b. Knowledga Illness care
1. Proses penyakit
2. Pengendalian infeksi
3. Pengobatan
4. Prosedur pengobatan
5. Perawatan terhadap penyakit
NIC :
a. Teaching Disease Process
Aktifitas :
1. Jelaskan patofisiologi penyakit
2. Jelaskan tanda dan gejala dari penyait
3. Jelaskan proses penyakit
4. Identifikasi kemungkinan penyebab penyakit
5. Diskusikan pilihan perawatan
b. Teaching : Prosedur / Treatment
Aktifitas :
1. Informasikan kepada pasien kapan dan dimana prosedur perawatan
dilakukan
2. Informasikan kepada pasien tentang berapa lama prosedur dilakukan
3. Jelaskan tujuan dari prosedur / perawatan
4. Gambarkan aktifitas sebelum prosedur dilakukan
5. Jelaskan prosedur tindakan
3. EVALUASI
Evaluasi dilakukan berdasarkan hasil yang dicapai, pertanyaan yang diajukan
dapat berupa :
1. Pasien sudah mampu berkomunikasi dengan baik
2. Pasien sudah mampu melakukan aktivitas sehari hari secara mandiri
3. pasien/ keluarga sudah mengerti tentang penyakit yang sedang di derita
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Hidrosepalus merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan
dilatasi yang progresif pada sistem ventrikuler cerebral dan kompresi
gabungan dari jaringan – jaringan serebral selama produksi CSF
( Cerebrospinal Fluid ) berlangsung yang meningkatkan kecepatan absorbsi
oleh vili arachnoid.
Hidrocephalus terjadi kelainan dimana terjadi peningkatan junlah
cairan cerebrospinal dalam rongga otak atau spinal. ( Staf Pengajar IKA UI )
Penyebab Hidrocephalus terbagi dua, yaitu: Kongenital, disebabkan
gangguan perkembangan janin dalam rahim ( misal Malformasi Arnold-Chiari
) atau infeksi intrauterine. Didapat, disebabkan oleh infeksi, neoplasma, atau
perdarahan.
Komplikasinya beruoa peningakatan tekanan intrakanial ( TIK ),
Kerusakan otak sehingga IQ menurun, Infeksi seperti septikimia,
endokarditi, infeksi luka, nefritis, meningitis, ventrikulitis, abses otak.
Kematian.
DAFTAR PUSTAKA
Martha A.Q. Curley. 2001. Critical Care Nursing Of Infant and Children. WB.
Sounders Company
Suriadi, SKP. 2001. Askep Pada Anak. edisi 1. Jakarta : PT Fajar Interpratama
Nanda.2009.Nursing Diagnoses : Definitions and Clasifications(NANDA). 2009 –
2011. Willey-Blackwell
TUGAS KEPERAWATAN ANAK
MAKALAH SINDROM NEFROTIK
Dosen Pengampu : Wahyudi, S.Kep., Ns., MH
Disusun oleh :
Kelompok 7 :
1. Siska Sofiatin (P17420213032)
2. Sri Wulandari S. (P17420213033)
3. Trimas Hardika E. (P17420213034)
4. Tsaniya Yusniar (P17420213035)
5. Wahyu Kristin (P17420213036)
Kelas II A
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG
PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Proteinuria yang nyata, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema
menandai sindrom nefrotik. Sindrom nefrotik terjadi karena defek pada
permeabilitas pembuluh darah glomelurus. Sekitar 75% kasus terjadi karena
glomerulonefritis primer (idiopatik). Prognosis sindrom nefrotik sangat
bervariasi dan bergantung pada penyebab yang melatari (Kowalak, 2012).
Pada nefrosis lipid, glomerulus tampak normal dengan pemeriksaan
mikroskop cahaya dan sebagian tubulus renal mengandung endapan lipid yang
meningkat jumlahnya. Glomerulonefritis membranosa ditandai oleh kompleks
imun yang terlihat sebagi endapan padat dalam membran basalis glomerulus dan
penebalan yang seragam pada membran basalis tersebut. Bentuk
glomerulonefritis ini pada akhirnya berlanjut menjadi gagal ginjal.
Proteinuria yang ekstensif (lebih dari 3,5 g/hari) dan kadar albumin serum
yang rendah serta terjadi sekunder karena kehilangan albumin lewat ginjal
menyebabkan tekanan osmotik koloid serum yang rendah dan edema. Kadar
albumin serum yang rendah juga menimbulkan hipovolemia dan retensi garam
serta air sebagai kompensasi. Hipertensi yang diakibatkan dapat memicu gagal
jantung pada pasien yang fungsi jantungnya sudah terganggu.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Sindrom Nefrotik?
2. Apa etiologi Sindrom Nefrotik?
3. Bagaiman patofisiologi Sindrom Nefrotik?
4. Bagaimana manifestasi klinis Sindrom Nefrotik?
5. Apa Saja komplikasi Sindrom Nefrotik?
6. Bagaimana Penatalaksanaan Sindrom Nefrotik?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada Sindrom Nefrotik/\?
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
a. Mahasiswa mampu menjelaskan Sindrom Nefrotik
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mendeskripsikan pengertian Sindrom Nefrotik
b. Mahasiswa mampu mendeskripsikan etiologi Sindrom Nefrotik
c. Mahasiswa mampu mendeskripsikan patofisiologi Sindrom Nefrotik
d. Mahasiswa mampu mendeskripsikan manifestasi klinis Sindrom Nefrotik
e. Mahasiswa mampu mendeskripsikan komplikasi Sindrom Nefrotik
f. Mahasiswa mampu mendeskripsikan evaluasi diagnosis Sindrom Nefrotik
g. Mahasiswa mampu mendeskripsikan pengelolaan Sindrom Nefrotik
h. Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada Sindrom
Nefrotik
BAB II
PEMBHASAN
A. Pengertian
Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis, meliputi
hal-hal: Proteinuria masif> 3,5 gr/hr, Hipoalbuminemia, Edema, Hiperlipidemia.
Manifestasi dari keempat kondisi tersebut yang sangat merusak membran kapiler
glomelurus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus. (Muttaqin,
2011)
Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan
protein, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan serum
kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia). (Brunner
& Suddarth, 2001).
Nefrotik sindrom merupakan kelainan klinis yang ditandai dengan
proteinuria, hipoalbuminemia, edema, dan hiperkolesterolmia. (Baughman,
2000).
B. Anatomi Fisiologi
Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang terletak
retroperitoneal dengan panjang lebih kurang 11-12 cm, disamping kiri kanan
vertebra. Pada umumnya, ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri oleh karena
adanya hepar dan lebih dekat ke garis tengah tubuh. Batas atas ginjal kiri setinggi
batas atas vertebra thorakalis XII dan batas bawah ginjal setinggi batas bawah
vertebra lumbalis III.
Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medula. Medula terdiri atas
piramid-piramid yang berjumlah kira-kira 8-18 buah, rata-rata 12 buah. Tiap-tiap
piramid dipisahkan oleh kolumna bertini. Dasar piramid ini ditutup oleh korteks,
sedang puncaknya (papilla marginalis) menonjol ke dalam kaliks minor.
Beberapa kaliks minor bersatu menjadi kaliks mayor yang berjumlah 2 atau 3
ditiap ginjal. Kaliks mayor/minor ini bersatu menjadi pelvis renalis dan di pelvis
renalis inilah keluar ureter.
Korteks sendiri terdiri atas glomeruli dan tubuli, sedangkan pada medula
hanya terdapat tubuli. Glomeruli dari tubuli ini akan membentuk Nefron. Satu
unit nefron terdiri dari glomerolus, tubulus proksimal, loop of henle, tubulus
distal (kadang-kadang dimasukkan pula duktus koligentes). Tiap ginjal
mempunyai lebih kurang 1,5-2 juta nefron berarti pula lebih kurang 1,5-2 juta
glomeruli.
Ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting
melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini
sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh
cardiac output.
1. Faal glomerolus
Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang dapat
masuk ke tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar
dibanding tekanan hidrostatik intra kapiler dan tekanan koloid osmotik.
Volume ultrafiltrat tiap menit per luas permukaan tubuh disebut glomerula
filtration rate (GFR). GFR normal dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas
pemukaan tubuh). GFR normal umur 2-12 tahun : 30-90 cc/menit/luas
permukaan tubuh anak.
2. Tubulus
Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari zat-
zat yang ada dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus.
a. Tubulus Proksimal
Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling banyak
melakukan reabsorbsi yaitu ± 60-80 % dari ultrafiltrat yang terbentuk di
glomerolus. Zat-zat yang direabsorbsi adalah protein, asam amino dan
glukosa yang direabsorbsi sempurna. Begitu pula dengan elektrolit (Na, K,
Cl, Bikarbonat), endogenus organic ion (citrat, malat, asam karbonat), H2O
dan urea. Zat-zat yang diekskresi asam dan basa organic
b. Loop of henle
Loop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb dan
ascending thick limb itu berfungsi untuk membuat cairan intratubuler lebih
hipotonik.
c. Tubulus distalis
Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan
cara reabsorbsi Na dan H2O dan ekskresi Na, K, Amonium dan ion
hidrogen.
d. Duktus koligentis
Mereabsorbsi dan menyekresi kalium. Ekskresi aktif kalium dilakukan
pada duktus koligen kortikal dan dikendalikan oleh aldosteron.
C. Etiologi
Penyebab nefrotik sindrom dibagi menjadi dua yaitu
a. Primer, berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti :
a. Glomerulonefritis
b. Nefrotik sindrom perubahan minimal
3. Sekunder, akibat infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain,
seperti :
a. Dibetes militus
b. Sistema lupus eritematosus
c. Amyloidosis
D. Patofisiologi
Glomeruli adalah bagian dari ginjal yang berfungsi untuk menyaring
darah. Pada nefrotik sindrom, glomeruli mengalami kerusakan sehingga terjadi
perubahan permeabilitas karena inflamasi dan hialinisasi sehingga hilangnya
plasma protein, terutama albumin ke dalam urine. Meskipun hati mampu
meningkatkan produksi albumin, namun organ ini tidak mampu untuk terus
mempertahankannya. Jika albumin terus menerus hilang maka akan terjadi
hipoalbuminemia.
Hilangnya protein menyebabkan penurunan tekanan onkotik yang
menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang berpindah dari sistem
vaskuler ke dalam ruang cairan ekstraseluler. Penurunan volume cairan vaskuler
menstimulli sistem renin-angio-tensin, yang mengakibatkan disekresinya hormon
anti diuretik (ADH) dan aldosteron menyebabkan reabsorbsi natrium (Na) dan air
sehingga mengalami peningkatan dan akhirnya menambah volume intravaskuler.
Hilangnya protein dalam serum menstimulasi sintesis LDL ( Low Density
Lipoprotein) dalam hati dan peningkatan kosentrasi lemak dalam darah
(hiperlipidemia). Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi
lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein,
dan lemak akan banyak dalam urin ( lipiduria ). (Toto Suharyanto, 2009).
Menurunya respon immun karena sel immun tertekan, kemungkinan
disebabkan oleh karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi seng.
Penyebab mencakup glomerulosklerosis interkapiler, amiloidosis ginjal, penyakit
lupus erythematosus sistemik, dan trombosis vena renal
E. Pathway
Porteinuria masif
Aliran darah ke ginjal
Sintesa protein hepas
Hipovolemia Tekanan onkotik plasma
Pelepasan renin
VasokonstriksiSesak
Efusi pleura
Reabsorbsi air dan natrium
Sekresi ADH
Gangguan nutrisi
Malnutrisi
Dx : Gangguan volume
cairan lebih dari kebutuhan
Retensi natrium renal
Volume plasma
Hiperlipidemia
Edema
Permiabilitas glomerulus
Sistem imun menurun
Glomerulus
Etiologi : Autoimun, pembagian secara umum
Dx : Resiko tinggi infeksi
Hipoproteinemia Hipoalbumin
F. Manifestasi Klinis
1. Tanda paling umum adalah peningkatan cairan di dalam tubuh, diantaranya
adalah:
a. Edema periorbital, yang tampak pada pagi hari.
b. Pitting, yaitu edema (penumpukan cairan) pada kaki bagian atas.
c. Penumpukan cairan pada rongga pleura yang menyebabkan efusi pleura.
d. Penumpukan cairan pada rongga peritoneal yang menyebabkan asites.
2. Hipertensi (jarang terjadi), karena penurunan voulume intravaskuler yang
mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi renal yang mengaktifkan sistem
renin angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah.
3. Beberapa pasien mungkin mengalami dimana urin berbusa, akibat
penumpukan tekanan permukaan akibat proteinuria.
Dx : Kecemasa
nDx: Kurang pengetahuan : kondisi, prognosa dan program perawatan
Dx : Intoleransi aktivitas
Penatalaksanaan
Hospitalisasi
Tirah baring
4. Hematuri
5. Oliguri (tidak umum terjadi pada nefrotik sindrom), terjadi karena penurunan
volume cairan vaskuler yang menstimulli sistem renin-angio-tensin, yang
mengakibatkan disekresinya hormon anti diuretik (ADH)
6. Malaise
7. Sakit kepala
8. Mual, anoreksia
9. Irritabilitas
10. Keletihan
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan sampel urin
Pemeriksaan sampel urin menunjukkan adanya proteinuri (adanya protein
di dalam urin).
b. Pemeriksaan darah
Hipoalbuminemia dimana kadar albumin kurang dari 30 gram/liter.
c. Hiperkolesterolemia (kadar kolesterol darah meningkat), khususnya
peningkatan Low Density Lipoprotein (LDL), yang secara umum
bersamaan dengan peningkatan VLDL.
d. Pemeriksaan elektrolit, ureum dan kreatinin, yang berguna untuk
mengetahui fungsi ginjal
2. Pemeriksaan lain
Pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan apabila penyebabnya belum
diketahui secara jelas, yaitu:
a. Biopsi ginjal (jarang dilakukan pada anak-anak ).
b. Pemeriksaan penanda Auto-immune (ANA, ASOT, C3, cryoglobulins,
serum electrophoresis).
H. Komplikasi
1. Trombosis vena, akibat kehilangan anti-thrombin 3, yang berfungsi untuk
mencegah terjadinya trombosis vena ini sering terjadi pada vena renalis.
Tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan pemberian
heparin.
2. Infeksi (seperti haemophilus influenzae and streptococcus pneumonia), akibat
kehilangan immunoglobulin.
3. Gagal ginjal akut akibat hipovolemia. Disamping terjadinya penumpukan
cairan di dalam jaringan, terjadi juga kehilangan cairan di dalam
intravaskuler.
4. Edema pulmonal, akibat kebocoran cairan, kadang-kadang masuk kedalam
paru-paru yang menyebabkan hipoksia dan dispnea
I. Penatalaksanaan Medis
1. Diperlukan tirah baring selama masa edema parah yang menimbulkan keadaa
ntidak berdaya dan selama infeksi yang interkuten. Juga dianjurkan
untukmempertahankan tirah baring selama diuresis jika terdapat kehilangan
berat badan yang cepat.
2. Diit. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200
ml/ hari dan masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah
terjadidiuresis dan edema menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan.
Usahakanmasukan protein yang seimbang dalam usaha memperkecil
keseimbangannegatif nitrogen yang persisten dan kehabisan jaringan yang
timbul akibatkehilangan protein. Diit harus mengandung 2-3 gram protein/ kg
berat badan/hari. Anak yang mengalami anoreksia akan memerlukan bujukan
untukmenjamin masukan yang adekuat.
3. Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit.Tra
uma terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester
atauverban harus dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan plester
harusdiangkat dengan lembut, menggunakan pelarut dan bukan dengan
caramengelupaskan. Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan
scrotumharus disokong dengan popok yang tidak menimbulkan kontriksi,
hindarkanmenggosok kulit.
4. Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata
dan untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan
airhangat.
5. Kemoterapi
a. Prednisolon digunakan
secra luas. Merupakan kortokisteroid yangmempunyai efek samping
minimal. Dosis dikurangi setiap 10 harihingga dosis pemeliharaan sebesar
5 mg diberikan dua kali sehari.Diuresis umumnya sering terjadi dengan
cepat dan obat dihentikansetelah 6-10 minggu. Jika obat dilanjutkan atau
diperpanjang, efeksamping dapat terjadi meliputi terhentinya
pertumbuhan, osteoporosis,ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi
dan hipertensi.
b. Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk
mengangkat cairan berlebihan, misalnya obat-obatan spironolakton dan
sitotoksik (imunosupresif ). Pemilihan obat-obatan ini didasarkan
padadugaan imunologis dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-
obatanseperti 6-merkaptopurin dan siklofosfamid.
6. Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen da
nmungkin juga muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus
plasmaintravena. Monitor nadi dan tekanan darah.
7. Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik
cenderungmengalami infeksi dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus
jugamerupakan hal yang menganggu pada anak dengan steroid dan
siklofosfamid.
8. Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang
tepat, penimbnagan harian, pencatatan tekanan darah dan pencegahan
dekubitus.
9. Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali
tergangudengan penampilan anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal
yang penting. Penyakit ini menimbulkan tegangan yang berta pada keluarga d
enganmasa remisi, eksaserbasi dan masuk rumah sakit secara periodik.
Kondisi iniharus diterangkan pada orang tua sehingga mereka mereka dapat
mengerti perjalanan penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan timbul
pada mereka karena mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumahn
sakit.
J. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam kasus pertahun setiap
100.000 anak terjadi pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan
perempuan yaitu 2 : 1. Pada daerah endemik malaria banyak mengalami
komplikasi nefrotic syndrome.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering dikeluhkan adalah adanya bengkak pada
wajah atau kaki.
c. Riwayat Penyakit Sekarang ( RPS )
Pada pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawat menanyakan hal
berikut: Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output, kaji
onset keluhan bengkak pada wajah dan kaki apakah disertai dengan
adanya keluhan pusing dan cepat lelah, kaji adanya anoreksia pada klien,
kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
d. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Pada pengkajian riwayat kesehatan dahulu, perawat perlu mengkaji
apakah klien pernah menderita penyakit edema, apakah ada riwayat
dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada
masa sebelumnya. Penting dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan
masa lalu adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
e. Riwayat Pada pengkajian psikososiokultural
Adanya kelemahan fisik, wajah, dan kaki yang bengkak akan
memberikan dampak rasa cemas dan koping yang maladaptif pada klien
f. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat dengan tingkat
kesadaran biasanya compos mentis. Pada TTV sering tidak didapatkan
adanya perubahan.
1) Sistem pernapasan.
Frekuensi pernapasan 15 – 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit.
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan
napas walau secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada
fase akut. Pada fase lanjut sering didapatkan adanya gangguan pola
napas dan jalan napas yang merupakan respons terhadap edema
pulmoner dan efusi pleura.
2) Sistem kardiovaskuler
Nadi 70 – 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 – 100/60 mmHg,
hipertensi ringan bisa dijumpai. Sering ditemukan penurunan curah
jantung respon sekunder dari peningkatan beban volume.
3) Sistem perkemihan.
Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri.
4) Sistem pencernaan.
Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah
perut, malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolaps anii..
5) Sistem integumen.
Edema periorbital, ascites.
g. Pemeriksaan diagnostic
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik, proteinuria,
terutama albumin. Keadaan ini juga terjadi akibat meningkatnya
permeabilitas membran glomerulus.
h. Pengkajian penatalaksanaan medis
Tujuan terapi adalah menceah terjadinya kerusakan ginjal lebih lanjut dan
menurunkan resiko komplikasi. Untuk mencapai tujuan terapi, maka
penatalaksanaan tersebut, meliputi hal-hal berikut
1) Tirah baring
2) Diuretik
3) Adenokortikosteroid, golongan prednisone
4) Diet rendah natrium tinggi protein
5) Terapi cairan. Jika klien dirawat dirumah sakt , maka intake dan
output diukur secara cermat dan dicatat. Cairan diberikan untk
mengatasi kehilangan cairan dan berat badan harian.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Analisa Data
Symptom Etiologi Problem
DS :
Klien mengeluh bengkak
DO :
Tampak ada penumpukan
cairan di ekstermitas
Mekanisme pengaturan
melemah
Gangguan volumr cairan
lebih dari volume tubuh
DS :
-
DO :
Hasil pemeriksaan
laboratorium : leukosit
-
imunitas tubuh yang
menurun
Resiko tinggi infeksi
DS :
Melaporkan secara
verbal adanya
kelelahan atau
kelemahan.
Adanya dyspneu atau
ketidaknyamanan saat
beraktivitas.
DO :
Respon abnormal dari
tekanan darah atau
nadi terhadap aktifitas
Perubahan ECG :
aritmia, iskemia
Tirah Baring Intoleransi aktivitas
DO :
Menyatakan secara verbal
adanya masalah
DO:
Ketidakakuratan
mengikuti instruksi,
kondisi, prognosa dan
program perawatan
Kurang pengetahuan
perilaku tidak sesuai
DS :
- Klien mengeluh malaise
DO :
- Klien tampak cemas
Hospitalisasi Ansietas
b. Diagnosa Keperawatan
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan akumulasi cairan di
dalam jaringan
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang
menurun
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
4) Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kondisi,
prognosa dan program perawatan
5) Kecemasan berhubungan dengan hospitalisasi
c. Intervensi Keperawatan
Dx Tujuan & kriteria hasil Intervensi Rasional
1 Setelah dilakukan
tindakan selama 3x24
jam diharapkan
Kelebihan volume
cairan terkontrol dengan
Kriteria Hasil:
a. Pasien tidak
menunjukan tanda-
tanda akumulasi
cairan.
b. Pasien mendapatkan
volume cairan yang
tepat.
Pantau asupan dan
haluaran cairan
setiap pergantian
Timbang berat
badan tiap hari
Programkan pasien
pada diet rendah
natrium selama fase
edema
Kaji kulit, wajah,
area tergantung
untuk edema.
Evaluasi derajat
Pemantauan
membantu
menentukan status
cairan pasien.
Penimbangan berat
badan harian
adalah pengawasan
status cairan
terbaik.
Peningkatan berat
badan lebih dari 0,5
kg/hari diduga ada
retensi cairan.
Suatu diet rendah
natrium dapat
mencegah retensi
cairan
Edema terjadi
edema (pada skala
+1 sampai +4).
Awasi pemerikasaan
laboratorium,
contoh: BUN,
kreatinin, natrium,
kalium, Hb/ht, foto
dada
Berikan obat sesuai
indikasi Diuretik,
contoh furosemid
(lasix), mannitol
(Os-mitol;
terutama pada
jaringan yang
tergantung pada
tubuh.
Mengkaji
berlanjutnya dan
penanganan
disfungsi/gagal
ginjal. Meskipun
kedua nilai
mungkin
meningkat,
kreatinin adalah
indikator yang
lebih baik untuk
fungsi ginjal karena
tidak dipengaruhi
oleh hidrasi, diet,
dan katabolisme
jaringan.
Diberikan dini
pada fase oliguria
untuk mengubah ke
fase
nonoliguria, untuk
melebarkan lumen
tubular dari debris,
menurunkan hiper
kalimia, dan
meningkatkan
volume urine
adekuat
2 Setelah dilakukan
tindakan selama 3x24
jam diharapkan pasien
tidak mengalami infeksi
dengan kriteria hasil:
a. Klien bebas dari
tanda dan gejala
infeksi
Pertahankan teknik
aseptif
Batasi pengunjung
bila perlu
Cuci tangan setiap
sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan
Ajarkan pasien dan
Menurunkan
kontaminsa silang
Mencegah
terjadinya infeksi
nosokomial
Mencegah
terjadinya infeksi
nosokomial
b. Menunjukkan
kemampuan untuk
mencegah timbulnya
infeksi
c. Jumlah leukosit
dalam batas normal
d. Menunjukkan
perilaku hidup sehat
keluarga tanda dan
gejala infeksi
Kaji suhu badan pada
pasien neutropenia
setiap 4 jam
Mencegah
terjadinya infeksi
nosokomial
Demam dengan
peningatan ndai dan
pernapasan adalah
tanda peningkatan
laju metabolic dari
proses inflamasi,
mesikpun sepsis
dapat terjadi tanpa
respon demam
3 Setelah dilakukan
tindakan selama 3x24
jam diharapkan Pasien
bertoleransi terhadap
aktivitas dengan
Kriteria Hasil :
Observasi adanya
pembatasan klien
dalam melakukan
aktivitas
Menetapkan
kemampu-an
kekbutuhan pasien
dan memudahkan
pilihan intervensi
Menetapkan
a. Berpartisipasi dalam
aktivitas fisik tanpa
disertai peningkatan
tekanan darah, nadi
dan RR
b. Mampu melakukan
aktivitas sehari hari
(ADLs) secara
mandiri
c. Keseimbangan
aktivitas dan
istirahat
Kaji adanya faktor
yang menyebabkan
kelelahan
Bantu klien untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang mampu
dilakukan
Monitor respon
kardivaskuler
terhadap aktivitas
(takikardi, disritmia,
sesak nafas,
diaporesis, pucat,
perubahan
hemodinamik)
kemampu-an
kekbutuhan pasien
dan memudahkan
pilihan intervensi
Meminimalkan
kelelahan
4 Setelah dilakukan
tindakan selama 3x24
jam diharapkan pasien
Kaji tingkat
pengetahuan pasien
dan keluarga
Memberikan dasar
pengetahuan
dimana pasien
menunjukkan
pengetahuan tentang
proses penyakit dengan
kriteria hasil:
a. Pasien dan keluarga
menyatakan
pemahaman tentang
penyakit, kondisi,
prognosis dan
program pengobatan
b. Pasien dan keluarga
mampu
melaksanakan
prosedur yang
dijelaskan secara
benar
c. Pasien dan keluarga
mampu menjelaskan
kembali apa yang
dijelaskan
perawat/tim
Jelaskan
patofisiologi dari
penyakit dan
bagaimana hal ini
berhubungan dengan
anatomi dan
fisiologi, dengan cara
yang tepat.
Gambarkan tanda
dan gejala yang biasa
muncul pada
penyakit, dengan
cara yang tepat
Gambarkan proses
penyakit, dengan
cara yang tepat
Sediakan bagi
keluarga informasi
tentang kemajuan
pasien dengan cara
dapat membuat
pilihan informasi
Memberikan dasar
pengetahuan
dimana pasien
dapat membuat
pilihan informasi
Untuk mencegah
adanya komplikasi
kesehatan lainnya yang tepat
Diskusikan pilihan
terapi atau
penanganan
Identifikasi
kemungkinan
penyebab, dengan
cara yang tepat
5 Setelah dilakukan
tindakan selama 3x24
jam diharapkan Rasa
cemas berkurang
setelah mendapat
penjelasan dengan
kriteria: Klien
mengungkapkan sudah
tidak takut terhadap
tindakan perawatan,
klien tampak tenang,
klien kooperatif.
Berikan motivasi pada
keluarga untuk ikut
secara aktif dalam
kegiatan perawatan
klien
Jelaskan pada klien
setiap tindakan yang
akan dilakukan
Observasi tingkat
kecemasan klien dan
respon klien terhadap
Deteksi dini
terhadap
perkembangan
klien
Peran serta
keluarga secara
aktif dapat
mengurangi rasa
cemas klien
Penjelasan yang
tindakan yang telah
dilakukan
memadai
memungkinkan
klien kooperatif
terhadap tindakan
yang akan
dilakukan.
d. Evaluasi
Setelah mendapat intervensi keperawatan, maka pasien dengan
sindrom nefrotik diharapkan sebagai berikut
1) Kelebihan volume cairan teratasi
2) Tidak ada tanda infeksi
3) Peningkatan kemampuan aktivitas sehari-hari
4) Pengetahuan bertambah
5) Penurunan kecemasan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis, meliputi
hal-hal: Proteinuria masif> 3,5 gr/hr, Hipoalbuminemia, Edema, Hiperlipidemia.
Manifestasi dari keempat kondisi tersebut yang sangat merusak membran kapiler
glomelurus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus. (Muttaqin,
Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan
protein, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan serum
kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia). (Brunner
& Suddarth, 2001).
Etiologi nefrotik sindrom dibagi menjadi 3, yaitu primer
(Glomerulonefritis dan nefrotik sindrom perubahan minimal), sekunder (Diabetes
Mellitus, Sistema Lupus Erimatosis, dan Amyloidosis), dan idiopatik (tidak
diketahui penyebabnya).Tanda paling umum adalah peningkatan cairan di dalam
tubuh. Sehingga masalah keperawatan yang mungkin muncul adalah kelebihan
volume cairan berhubungan, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan, resiko
kehilangan volume cairan intravaskuler, dan kecemasan.
B. Saran
Demikian makalah yang kami sampaikan. Kami berharap agar makalah
yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi para dosen, teman-teman dan pembaca
sekalian.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta
: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Baughman C Diane. 2000. Keperawatan Medical Bedah, Jakarta : EGC.
Muttaqin. 2011.
Buku Ajar Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan
Jakarta: Salemba Medika