wrap up sk 1 urin

57
SKENARIO 1 BENGKAK SELURUH TUBUH Seorang anak laki- laki berusia 6 tahun, dibawa ibunya ke dokter karena bengkak di seluruh tubuh. Keluhan juga disertai dengan BAK menjadi jarang dan tampak keruh. Sebelum sakit, nafsu makan pasien baik. Pasie mengalami radang tenggorokan 2 minggu yang lalu, sudah berobat ke dokter dan dinyatakan sembuh. Riwayat sakit kuning sebelumnya disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan KU: komposmentis, tekanan darah 110/70 mmHg, denyut nadi 100x/menit, suhu 37 O C, frekuensi nafas 24x/menit. Didapatkan bengkak pada kelopak mata, tungkai, dan kemaluan. Pada abdomen didapatkan asites. Jantung dan paru dalam keadaan normal. Pemeriksaan urinalisis didapatkan proteinuria dan hematuria. 1

Upload: arrum-prabuningtias

Post on 22-Dec-2015

14 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

1

TRANSCRIPT

Page 1: wrap up sk 1 urin

SKENARIO 1

BENGKAK SELURUH TUBUH

Seorang anak laki- laki berusia 6 tahun, dibawa ibunya ke dokter karena bengkak di seluruh tubuh. Keluhan juga disertai dengan BAK menjadi jarang dan tampak keruh. Sebelum sakit, nafsu makan pasien baik. Pasie mengalami radang tenggorokan 2 minggu yang lalu, sudah berobat ke dokter dan dinyatakan sembuh. Riwayat sakit kuning sebelumnya disangkal.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan KU: komposmentis, tekanan darah 110/70 mmHg, denyut nadi 100x/menit, suhu 37OC, frekuensi nafas 24x/menit. Didapatkan bengkak pada kelopak mata, tungkai, dan kemaluan. Pada abdomen didapatkan asites. Jantung dan paru dalam keadaan normal. Pemeriksaan urinalisis didapatkan proteinuria dan hematuria.

1

Page 2: wrap up sk 1 urin

A. Kata Sulit1. Proteinuria2. Hematuria3. Urinalisis4. Asites5. Komposmentis

B. Klarifikasi Kata Sulit1. Adanya protein dalam urin yang berlebihan. Kadar normal albumin pada laki- laki: 1-

14 mg/dL, pada perempuan: 3-10 mg/dL, pada anak usia <10 tahun: 1-10 mg/dL. Dibagi menjadi 2 yaitu: fisiologis dan patologis. Proteinuria fisiologis contoh pada dehidrasi, demam, dan aktivitas fisik yang berat. Sedangkan proteinuria patologis terjadi apabila ada kerusakan di tubulus atau glomerulus.

2. Adanya sel darah merah dalam urin. Pada keadaan normal, tidak terdapat darah dalam urin.

3. Analisis fisik, kimiawi, dan mikroskopik pada urin.4. Penumpukan cairan pada intraperitoneal.5. Kesadaran masih baik, masih dapat memberikan respom.

C. Pertanyaan Penting1. Mengapa terjadi bengkak pada pasien?2. Mengapa BAK keruh dan jarang?3. Apa hubungan radang tenggorokan dengan bengkak pada tubuh pasien?4. Kenapa terdapat proteinuria dan hematuria?5. Mengapa jantung dan paru dalam batas normal?6. Apa diagnosis dari pasien tersebut?

D. Jawaban Pertanyaan1. Peningkatan permeabilitas kapiler di glomerulus proteinuria, albuminuria

penurunan kadar protein peningkatan sintesis protein lipoproteinemia penurunan tekanan onkotik penurunan volume plasma peningkatan cairan interstitial edema.

2. Keruh karena ada protein dalam urin. Dan jarang karena terjadi peningkatan cairan interstitial penurunan volume intravascular penurunan aliran darah ke ginjal peningkatan sekresi ADH Sedikit urin keluar.

3. Tidak ada, karena radang tenggorokan pada pasien sudah dinyatakan sembuh.4. Peningkatan permeabilitas dinding kapiler glomerulus menyebabkan protein lolos dan

keluar bersama urin. Dan adanya kerusakan pada dindingnya juga menyebabkan darah keluar.

5. Karena belum terjadi komplikasi.6. Sindrom Nefrotik.

2

Page 3: wrap up sk 1 urin

E. HipotesisPasca radang tenggorokan akibat kuman streptokokus, kompleks imun yang terbentuk

berlebihan menumpuk di glomerulus ginjal menyebabkan permeabilitas dinding kapilernya meningkat. Pada pemeriksaan fisik ditemukan edema seluruh tubuh termasuk genitalia, dan ascites. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan proteinuria dan hematuria, diagnosis kerja yang didapat adalah sindrom nefrotik. Penatalaksanaan pada pasien ini adalah dengan tirah baring dan pemberian steroid sesuai dosis, juga diberikan penanganan untuk simptomatiknya. Prognosis cukup baik pada sindrom nefrotik dengan lesi minimal yang diobati dengan steroid.

F. Sasaran Belajar1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Ginjal

1.1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makroskopis Ginjal1.2. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mikroskopis Ginjal

2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Ginjal (Pembentukan Urin)3. Memahami dan Menjelaskan Sindrom Nefrotik

3.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Sindrom Nefrotik3.2. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi dan Etiologi Sindrom Nefrotik3.3. Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Sindrom Nefrotik3.4. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Sindrom Nefrotik3.5. Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Sindrom

Nefrotik3.6. Memahami dan Menjelaskan Tata laksana Sindrom Nefrotik3.7. Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Sindrom Nefrotik3.8. Memahami dan Menjelaskan Prognosis Sindrom Nefrotik3.9. Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Sindrom Nefrotik

4. Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Urinalisis5. Memahami dan Menjelaskan Terapi Urin dalam Pandangan Islam

3

Page 4: wrap up sk 1 urin

1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Ginjal1.1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makroskopis Ginjal

Ren (ginjal) yang berbentuk oval berfungsi mengeluarkan air, garam, dan hasil buangan metabolisme protein yang berlebih dari darah saat membawa kembali zat gizi dan zat kimia ke darah. Ren terletak retroperitoneal pada dinding abdomen posterior. Ren dextra sedikit lebih inferior dibanding ren sinistra. Ren berwarna coklat kemerahan dan memiliki ukuran panjang sekitar 10 cm, lebar 5 cm, dan tebal 2,5 cm. Di superior, ren berhubungan dengan diafragma, lebih inferior berhubungan dengan musculus quadratus lumborum.

Pada batas medial konkaf setiap ginjal adalah celah vertical, hilum renale, dimana arteri renalis masuk dan vena renalis serta pelvis renalis meninggalkan sinus renalis. Di hilum, vena renalis terletak anterior dari arteri renalis, yang terletak anterior dari pelvis renalis. Sinus renalis, suatu ruang dalam ginjal yang diisi oleh pelvis renalis, kaliks, pembuluh, dan saraf, serta sejumlah lemak.

Pelvis renalis adalah ekspansi ujung superior ureter yang rata dan berbentuk seperti terowongan. Pelvis renalis menerima dua atau tiga calices renales mayors, masing- masing menjadi dua atau tiga calices renales minors. Setiap calices minors diindentasi oleh papilla renalis, apex pyramid renales, dari sini urin diekskresi.

Glandula Suprarenalis (adrenal), bewarna kekuningan pada orang hidup, terletak diantara aspek superomedial ren. Kelenjar kanan pyramidal terletak di polus superior ren dextra. Kelenjar kiri bentuk bulan sabit di medial separuh superior ren sinistra.

Ginjal diliputi oleh suatu kapsula cribrosa tipis mengkilat, yang berikatan longgar dengan jaringan dibawahnya dan dapat dilepaskan dengan mudah dari permukaan ginjal, disebut fascia renalis. Fungsinya untuk mere- mobilisasi ginjal agar ginjal tidak bergerak. Fascia renalis terbagia dua yaitu, lamina anterior dan posterior.

4

Page 5: wrap up sk 1 urin

Vaskularisasi Ginjal :

- Medulla : dari Aorta abnominalis a. renalis sinistra dan dextra a. segmentalis/ lobaris a. interlobaris a. arquata a. interlobularis a. afferent masuk ke bagian glomerulus, disini terjadi filtrasi darah.

- Korteks : a. efferent v. interlobularis v. arcuata v. interlobaris v. lobaris/ segmentalis v. renalis dextra dan sinistra v. cava inferior.

Sintopi Ginjal

Ren DextraAnterior PosteriorFlexura coli dextraColon ascendensDuodenum (II)Hepar (lob. dextra)Mesocolon transversum

M. psoas dextraM. quadratus lumborum dextraM. transversus abdominis dextraN. subcostalis (VT XII) dextraN. ileohypogastricus dextraN. ileoinguinalis (VL I) dextraCostae XII dextra

Ren SinistraAnterior PosteriorFlexura coli sinistraColon descendensPancreasPangkal mesocolon transversumLienGaster

M. psoas sinistraM. quadratus lumborum sinistraM. transversus abdominis sinistraN. subcostalis (VT XII) sinistraN. ileohypogastricus sinistraN. ileoinguinalis (VL I) sinistraPertengahan costae XI & XII sinistra

1.2. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mikroskopis Ginjal

Secara histologi ginjal terbungkus dalam kapsul atau simpai jaringan lemak dan simpai jaringan ikat kolagen. Organ ini terdiri atas bagian korteks dan medula yang satu sama lain tidak dibatasi oleh jaringan pembatas khusus, ada bagian medula yang masuk ke korteks dan ada bagian korteks yang masuk ke medula. Bangunan-bangunan yang terdapat pada korteks dan medula ginjal adalah

5

Page 6: wrap up sk 1 urin

1. Korteks ginjal terdiri atas beberapa bangunan yaituA. Korpus Malphigi terdiri atas kapsula Bowman (bangunan berbentuk cangkir) dan

glomerulus (jumbai /gulungan kapiler). B. Bagian sistim tubulus yaitu tubulus kontortus proksimalis dan tubulus kontortus distal.

2. Medula ginjal terdiri atas beberapa bangunan yang merupakan bagian sistim tubulus yaitu pars descendens dan aescendens ansa Henle, bagian tipis ansa Henle, duktus ekskretorius (duktus koligens) dan duktus papilaris Bellini.

Korpus Malphigi Korpus Malphigi terdiri atas 2 macam bangunan yaitu kapsul Bowman dan glomerulus. Kapsul Bowman sebenarnya merupakan pelebaran ujung proksimal saluran keluar ginjal (nefron) yang dibatasi epitel. Bagian ini diinvaginasi oleh jumbai kapiler (glomerulus) sampai mendapatkan bentuk seperti cangkir yang berdinding ganda. Dinding sebelah luar disebut lapis parietal (pars parietal) sedangkan dinding dalam disebut lapis viseral (pars viseralis) yang melekat erat pada jumbai glomerulus. Ruang diantara ke dua lapisan ini sebut ruang Bowman yang berisi cairan ultrafiltrasi. Dari ruang ini cairan ultra filtrasi akan masuk ke dalam tubulus kontortus proksimal. Glomerulus merupakan bangunan yang berbentuk khas, bundar dengan warna yang lebih tua daripada sekitarnya karena sel-selnya tersusun lebih padat. Glomerulus merupakan gulungan pembuluh kapiler. Glomerulus ini akan diliputi oleh epitel pars viseralis kapsul Bowman. Di sebelah luar terdapat ruang Bowman yang akan menampung cairan ultra filtrasi dan meneruskannya ke tubulus kontortus proksimal. Ruang ini dibungkus oleh epitel pars parietal kapsul Bowman. Kapsul Bowman lapis parietal pada satu kutub bertautan dengan tubulus kontortus proksimal yang membentuk kutub tubular, sedangkan pada kutub yang berlawanan bertautan dengan arteriol yang masuk dan keluar dari glomerulus. Kutub ini disebut kutub vaskular. Arteriol yang masuk disebut vasa aferen yang kemudian bercabang-cabang lagi menjadi sejumlah kapiler yang bergelung-gelung membentuk kapiler. Pembuluh kapiler ini diliputi oleh sel-sel khusus yang disebut sel podosit yang merupakan simpai Bowman lapis viseral. Sel podosit ini dapat dilihat dengan mikroskop elektron. Kapiler-kapiler ini kemudian bergabung lagi membentuk arteriol yang selanjutnya keluar dari glomerulus dan disebut vasa eferen, yang berupa sebuah arteriol.

6

Page 7: wrap up sk 1 urin

Apartus Yuksta-Glomerular Sel-sel otot polos dinding vasa aferent di dekat glomerulus berubah sifatnya menjadi sel epiteloid. Sel-sel ini tampak terang dan di dalam sitoplasmanya terdapat granula yang mengandung renin, yang diperlukan dalam mengontrol tekanan darah. Sel-sel ini dikenal sebagai sel yuksta glomerular. Renin akan mengubah angiotensinogen (suatu peptida yang dihasilkan oleh hati) menjadi angiotensin I. Selanjutnya angiotensin I ini akan diubah menjadi angiotensin II oleh ensim angiotensin converting enzyme (ACE) (dihasilkan oleh paru). Angiotensin II akan mempengaruhi korteks adrenal (kelenjar anak ginjal) untuk melepaskan hormon aldosteron. Hormon ini akan meningkatkan reabsorpsi natrium dan klorida termasuk juga air di tubulus ginjal terutama di tubulus kontortus distal dan mengakibatkan bertambahnya volume plasma. Angiotensin II juga dapat bekerja langsung pada sel-sel tubulus ginjal untuk meningkatkan reabsopsi natrium, klorida dan air. Di samping itu angiotensin II juga bersifat vasokonstriktor yaitu menyebabkan kontriksinya dinding pembuluh darah.

Sel-sel yuksta glomerular di sisi luar akan berhimpitan dengan sel-sel makula densa, yang merupakan epitel dinding tubulus kontortus distal yang berjalan berhimpitan dengan kutub vaskular. Pada bagian ini sel dinding tubulus tersusun lebih padat daripada bagian lain. Sel-sel makula densa ini sensitif terhadap perubahan konsentrasi ion natrium dalam cairan di tubulus kontortus distal. Penurunan tekanan darah sistemik akan menyebabkan menurunnya produksi filtrat glomerulus yang berakibat menurunnya konsentrasi ion natrium di dalam cairan tubulus kontortus distal. Menurunnya konsentrasi ion natrium dalam cairan tubulus kontortus distal akan merangsang sel-sel makula densa (berfungsi sebagai osmoreseptor) untuk memberikan sinyal kepada sel-sel yuksta glomerulus agar mengeluarkan renin. Sel makula densa dan yuksta glomerular bersama-sama membentuk aparatus yuksta-glomerular. Di antara aparatus yuksta glomerular dan tempat keluarnya vasa eferen glomerulus terdapat kelompokan sel kecil-kecil yang terang disebut sel mesangial ekstraglomerular atau sel polkisen (bantalan) atau sel lacis. Fungsi sel-sel ini masih belum jelas, tetapi diduga sel-sel ini berperan dalam mekanisma umpan balik tubuloglomerular. Perubahan konsentrasi ion natrium pada makula densa akan memberi sinyal yang secara langsung mengontrol aliran darah glomerular. Sel-sel mesangial ekstraglomerular di duga berperan dalam penerusan sinyal di makula densa ke sel-sel yuksta glomerular. Selain itu sel-sel ini menghasilkan hormon eritropoetin, yaitu suatu hormon yang akan merangsang sintesa sel-sel darah merah (eritrosit) di sumsum tulang.

7

Page 8: wrap up sk 1 urin

Tubulus Ginjal (Nefron)A. Tubulus Kontortus Proksimal Tubulus kontortus proksimal berjalan berkelok-kelok dan berakhir sebagai saluran yang lurus di medula ginjal (pars desendens Ansa Henle). Dindingnya disusun oleh selapis sel kuboid dengan batas-batas yang sukar dilihat. Inti sel bulat, bundar, biru dan biasanya terletak agak berjauhan satu sama lain. Sitoplasmanya bewarna asidofili (kemerahan). Permukaan sel yang menghadap ke lumen mempunyai paras sikat (brush border). Tubulus ini terletak di korteks ginjal. Fungsi tubulus kontortus proksimal adalah mengurangi isi filtrat glomerulus 80-85 persen dengan cara reabsorpsi via transport dan pompa natrium. Glukosa, asam amino dan protein seperti bikarbonat, akan diresorpsi. B. Ansa Henle Ansa henle terbagi atas 3 bagian yaitu bagian tebal turun (pars asendens), bagian tipis (segmen tipis) dan bagian tebal naik (pars asendens). Segmen tebal turun mempunyai gambaran mirip dengan tubulus kontortus proksimal, sedangkan segmen tebal naik mempunyai gambaran mirip tubulus kontortus distal. Segmen tipis ansa henle mempunyai tampilan mirip pembuluh kapiler darah, tetapi epitelnya sekalipun hanya terdiri atas selapis sel gepeng, sedikit lebih tebal sehingga sitoplasmanya lebih jelas terlihat. Selain itu lumennya tampak kosong. Ansa henle terletak di medula ginjal. Fungsi ansa henle adalah untuk memekatkan atau mengencerkan urin.C. Tubulus kontortus distal Tubulus kontortus distal berjalan berkelok-kelok. Dindingnya disusun oleh selapis sel kuboid dengan batas antar sel yang lebih jelas dibandingkan tubulus kontortus proksimal. Inti sel bundar dan bewarna biru. Jarak antar inti sel berdekatan. Sitoplasma sel bewarna basofil (kebiruan) dan permukaan sel yang mengahadap lumen tidak mempunyai paras sikat. Bagian ini terletak di korteks ginjal. Fungsi bagian ini juga berperan dalam pemekatan urin. D. Duktus koligen Saluran ini terletak di dalam medula dan mempunyai gambaran mirip tubulus kontortus distal tetapi dinding sel epitelnya jauh lebih jelas, selnya lebih tinggi dan lebih pucat. Duktus koligen tidak termasuk ke dalam nefron. Di bagian medula yang lebih ke tengah beberapa duktus koligen akan bersatu membentuk duktus yang lebih besar yang bermuara ke apeks papila. Saluran ini disebut duktus papilaris (Bellini). Muara ke permukaan papil sangat besar, banyak dan rapat sehingga papil tampak seperti sebuah tapisan (area kribrosa). Fungsi duktus koligen adalah menyalurkan kemih dari nefron ke pelvis ureter dengan sedikit absorpsi air yang dipengaruhi oleh hormon antidiuretik (ADH). Di samping bagian korteks dan medula, pada ginjal ada juga bagian korteks yang menjorok masuk ke dalam medula membentuk kolom mengisi celah di antara piramid ginjal yang disebut sebagai kolumna renalis Bertini. Sebaliknya ada juga jaringan medula yang menjorok masuk ke dalam daerah korteks membentuk berkas-berkas yang disebut prosessus Ferreini.

2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Ginjal (Pembentukan Urin)Fungsi utama ginjal :

- Fungsi EkskresiMempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah- ubah

ekskresi air, mempertahankan kadar masing- masing elektrolit plasma dalam rentang normal, mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3

-, mengekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolism protein, terutama urea, asam urat, dan kreatinin.

8

Page 9: wrap up sk 1 urin

- Fungsi Non-ekskresiMenghasilkan renin untuk pengaturan tekanan darah, menghasilkan eritropoetin untuk

stimulasi pembentukan eritrosit di sumsum tulang, metabolisme vit. D menjadi bentuk aktifnya, menghasilkan insulin. Juga pembentukan prostaglandin, untuk pengaturan aliran darah ginjal, pengeluaran renin, dan reabsorbsi Na+.

Tahap- tahap pembentukan urin : Filtrasi glomerulus

Cairan yang difiltrasi dari glomerulus ke dalam kapsul Bowman harus melewati tiga lapisan yaitu : dinding kapiler glomerulus, membrane basal, dan lapisan dalam kapsul Bowman yang ketiganya berfungsi sebagai penahan atau saringan molecular halus yang menahan sel darah dan protein plasma tetapi membolehkan H2O dan zat terlarut dengan ukuran molekul kecil dapat lewat.

Dinding kapiler glomerulus terdiri dari satu lapis sel endotel gepeng yang memiliki banyak pori besar yang menyebabkan 100 kali lebih permeable terhadap H2O dan zat terlarut daripada kapiler dibagian tubuh lainnya.

Membran basal adalah lapisan gelatinosa selular (tidak mengandung sel) yang terbentuk dari kolagen dan glikoprotein yang tersisip diantara glomerulus dan kapsul bowman. Kolagen menghasilkan kekuatan structural dan glikoprotein menghambat filtrasi protein plasma kecil. Protein plasma yang lebih besar tidak dapat difiltasi karena tidak dapat melewati pori kapiler, tetapi masih dapat melewatkan albumin, protein plasma kecil. Namun karena bermuatan negative maka glikoprotein menolak albumin dan protein plasma lain yang bermuatan negative oleh karena itu protein plasma hampir tidak terdapat dalam filtrate , dengan kurang dari 1% molekul albumin berhasil lolos ke dalam kapsul Bowman.

Lapisan terakhir membrane glomerulus adalah lapisan dalam kapsul Bowman yang terdiri dari podosit dimana setiap podosit memiliki banyak foot process yang memanjang yang saling menjalin dengan foot process podosit sekitar. Celah sempit di antara foot process yang berdampingan yang dikenal sebagai celah filtrasi, membentuk jalur tempat cairan meninggalkan kapiler glomerulus menuju lumen kapsul Bowman.

Filtrasi glomerulus dilakukan oleh gaya-gaya fisik pasif yang serupa dengan yang bekerja di kapiler tempat lain. Prinsip dinamika cairan yang menyebabkan ultrafiltrasi sama dengan kapiler lain yang membedakan adalah kapiler glomerulus jauh lebih permeable daripada kapiler ditempat lain sehingga lebih banyak yang difiltrasi pada tekanan filtrasi yang sama dan keseimbangan gaya yang menembus glomerulus adalah sedemikian sehingga filtrasi terjadi di keseluruhan panjang kapiler.

Tiga gaya fisik yang terlibat dalam glomerulus diantaranya :1) Tekanan darah kapiler glomerulus merupakan tekanan cairna yang ditimbulkan oleh darah dalam

kapiler glomerulus . Tekanan ini pada akhirnya bergantung pada kontraksi jantung dan resisten terhadapa aliran darah yang ditimbulkan oleh arteriol aferen dan eferen. Tekanan darah kapiler glomerulus rerata diperkirakan 55 mg Hg dikarenakan lumen arteriol aferen lebih besar dibandingkan dengan lumen arteriol eferen sehingga darah lebih mudah masuk ke glomerulus melalui arteriol aferen daripada keluar melalui arteril eferen yang sempit sehingga tekanan darah glomerulus tetap tinggi. Akibatnya tekanan darah yang tinggi mendorong cairan keluar glomerulus menuju kapsula Bowman sepanjang kapiler glomerulus.

2) Tekanan osmotic koloid plasma yang dirimbulkan karena distribusi tak seimbang protein plasma di kedua sisi membrane glomerulus. Karena tidak difiltrasi maka protein plasma terdapat di

9

Page 10: wrap up sk 1 urin

kapiler glomerulus tetapi tidak dikapsula bowman sehingga H2O cenderung berpindah melalui osmosis menuruni gradient konsentrasinya sendiri dari kapsula Bowman ke dalam glomerulus melawan filtrasi glomerulus. Dengan gaya rerata 30 mmHg

3) Tekanan hidrostatik kapsula Bowman , tekanan uang ditimbulkan oleh cairan di bagian awal tubulus ini, tekanan ini cenderung mendorong cairan keluar dari kapsula Bowmna melawan filtasi glomerulus.

Gaya total yang mendorong filtrasi glomerulus adalah gaya hidrostatik glomerulus dikurang dengan gaya osmotic koloid plasma dan tekanan hidrostatik kapiler. Perbedaan netto yang mendorong filtrasi sebebsari 10 mm Hg yang disebut tekanan filtrasi netto. Laju filtrasi glomerulus bergantung tidak saja pada tekanan filtrasi tetapi juga pada luas permukaan glomerulus yang tersedia untuk penetrasi dan sebebrapa permeable membrane glomerulus yang kemudian disebut sebagai koefisien filtrasi

LFG = Kf x tekanan filtrasi netto

Dalam keadaan normal, sekitar 20 % plasma yang masuk ke glomerulus disaring pada tekanan filtrasi netto 10 mm Hg, melalui seluruh glomerulus secara kolektif dihasilkan 180 liter filtrate glomerulus setiap hari untuk LFG rerata 125 ml/menit pada pria (160 liter filtrate per hari pada LFG rerata 115ml/menit pada wanita).

Faktor yang tidak diatur pada LFG diantaranya tekanan osmotic koloid plasma dan tekanan hidrostatik kapsul Bowman yang pada keadaan normal tidak banyak berubah. Akan tetapi keduanya dapat berubah secara patologid dan mempengaruhi LFG. Penurunan protein plasma dapat menurunan tekanan osmotic koloid plasma sehingga menyebabkan peningkatan LFG misalnya pada luka bakar dan pada keadaan dimana tekanan osmotic koloid meningkat contoh kasus diare dan dehidrasi menyebabkan LFG berkurang. Tekanan hidrostatik kapsula Bowman dapat meningkat dan menyebabkan filtrasi menurun misalnya pada obstruksi saluran contohnya batu ginjal dan pembesaran prostat.

Tekanan darah kapiler glomerulus dapat dikontrol untuk menyesuaikan LFG agar memenuhi kebutuhan tubuh dengan syarat semua factor lain tetap konstan. Jika resisten di arteriol aferen meningkat maka darah yang mengalir ke dalam glomerulus lebih sedikit sehingga LFG berkurang, sebaliknya jika resisten di arteriol aferen menurun maka lebih banyak darah mengalir ke dalam glomerulus dan LFG meningkat. Terdapat dua mekanisme control yang mengatur LFG yaitu otoregulasi yang ditujukan untuk mencegah perubahan spontan LFG dan control simpatis ekstrinsik untk regulasi jangka panjang tekanan darah arteri.

1) Ginjal dalam batasan tertentu dapat mempertahankan aliran darah ke dalam kapiler glomerulus meskipun terjadi perubahan tekanan darah arteri dengan mengubah caliber arteriol aferen sehingga resistensi aliran yang melewati nya dapat disesuaikan. Jika LFG meningkat akibat peningkatan tekanan darah arteri maka tekanan filtrasi netto dan LFG dapat dikurangi ke normal dengan kontriksi arteriol aferen yang menurunkan aliran darah ke dalam glomerulus, sebaliknya jika LFG turun akibat penurunan tekanan darah arteri maka terjadi vasodilatasi arteriol aferen sehingga LFG kembali normal. Dua mekanisme internal yang berperan dalam otoregulasi yaitu :

Mekanisme miogenik yang berespon terhadap perubahan tekanan didalam komponen vascular nefron. Mekanisme miogenik adalah sifat umum dari otot polos. Otot polos vascular arteriol berkontrasi secara inheren sebagai respon terhadap peregangna yang menyertai peningkatan tekanan di dalam pembuluh. Karena itu arteriol aferen secara otomatis berkontraksi sendiri

10

Page 11: wrap up sk 1 urin

ketika teregang akibat peningkatan tekanan darah arteri . Respon ini membantu membatasi aliran darah ke dalam glomerulus dalam jumlah normal meskipun tekanan arteri meningkat. Sebaliknya relaksasi inheren arteriol aferen yang tidak teregang ketika tekanan didalam pembuluh darah berkurang meningkatkan aliran darah ke dalam glomerulus meskipun tekanan arteri turun.

Mekanisme umpan balik tubuloglomerulus, yang mendeteksi perubahan kadar garam di cairan yang mengalir melalui komponen tubular nefron. TGF melibatkan apparatus jukstaglomerulus, yaitu kombinasi khusus sel tubular dan vascular. Sel otot polos dinding arteriol aferen membentuk sel granular sekretorik sedang sel tubulus disebut macula densa yang berfungsi mendeteksi perubahan kadar garam cairan tubulus yang melewatinya.Jika LFG meningkat akibat peningkatan tekanan darah arteri maka cairan yang difiltrasi dan mengalir melalui tubulus distal lebih besar daripada normal. Sebagai respon terhadap peningkatan penyaluran garam ke tubulus distal, sel macula densa mengeluarkan adenosine yang bekerja parakrin local pada arteriol aferen sekitar dan menyebabkan berkontriksi sehingga aliran darah glomerulus berkurang dan LFG kembali normal. Dalam keadaan sebaliknya ketika penyaluran garam ke tubulus distal berkurang karena penurunan spontan LFG akibat penurunan tekanan darah arteri maka adenosine yang dikeluarkan oleh macula densa juga berkurang sehingga terjadi vasodilatasi arteriol aferen dan aliran darah ke tubulus meningkat dan LFG kembali normal.

2) Kontrol simpatis ekstrinsik pada LFG dimana diperantarai oleh sinyal system saraf simpatis ke arteriol aferen, ditujukan untuk mengatur tekanan darah arteri. Jika volume plasma berkurang sebagai akibat perdarahan maka terjadi penurunan tekanan arteri dan memicu baroreseptor arkus aorta dan sinus karotis, yang memicu reflex saraf untuk meningkatkan tekanan darah kembali normal. Respon reflex ini dikoordinasikan oleh pusat control kardiovaskular di batang otak dan terutama diperantarai oleh peningkatan aktivitas simpatis ke jantung dan pembuluh darah. Meskipun tekanan darah meningkat namun volume plasma tetap berkurang sehingga dalam jangka panjang kompensasi untuk berkurangnya volume plasma adalah penurunan pengeluaran urin sehingga lebih banyak cairan yang difiltrasi berkurang maka yang diekskresikan pun berkurang.Arteriol aferen dipersarafi oleh serat vaskontriksi simpatis jauh lebih banyak dibandingkan dengan arteril eferen. Ketika arteriol aferen yang membawa darah ke glomerulus berkontriksi akibat peningkatan aktivitas simpatis, darah yang mengalir kedalam glomerulus akan lebih sedikit sehingga tekanan darah kapiler glomerulus menurun dan pada akhirnya mengurangi volume urin. Cara ini sebagian H2O dan garam yang seharusnya keluar melaui urin dapat dipertahankan di dalam tubuh, dan jangka panjang dapat memulihkan volume plasma. Sebaliknya jika tekanan darah meningkat akibat ekspansi volume plasma berlebihan respon sebaliknya terjadi dimana terjadi vasodilatasi arteriol aferen meningkatkan tekanan darah kapiler glomerulus sehingga LFG meningkat maka jumlah yang akan dieliminasi melalui urin juga meningkat.

Pada Kf dan tekanan filtrasi netto rerata 20% plasma yang masuk ke ginjal diubah menjadi filtrate glomerulus. Hal ini berarati bahwa pada LFG rerata 125 ml/menit, aliran plasma ginjal total harus sekitar 625 ml/menit. Karena 55% darah adalah plasma maka aliran darah total yang melalui ginjal rata adlaah 1140ml/menit. Jumlah ini adalah sekitar 5 liter per menit, meskipun ginjal membentuk kurang dari 1% berat badan total.

11

Page 12: wrap up sk 1 urin

Reabsorpsi tubulus

Merupakan proses yang sangat selektif . bahan semisal air yg terfiltrasi 100% akan direabsorpsi sebesar 99% dan 1% akan diekskresikan, natrium dari 100% yang terfiltrasi 99,5% akan direabsorpsi, glukosa dari 100% yang terfiltrasi maka 100% pula yg direabsorpsi, urea yang merupakan zat sisa dari 100% yang terfiltrasi 50% akan direabsorpsi kembali sedang fenol tidak direabsorpsi kembali.

Reabsorpsi tubulus melibatkan transport transepitel dimana untuk dapat direabsorpsi suatu bahan harus melewati lima sawar terpisah :

Tahap 1 bahan harus meninggalkan cairan tubulus dengan melewati membrane luminal sel tubulus

Tahap 2 bahan harus melewati sitosol dari satu sisi sel tubulus ke sisi lainnya. Tahap 3 bahan harus melewati membrane basolateral sel tubulus untuk masuk ke

cairan interstisium Tahap 4 bahan harus berdifusi melalui cairan interstisium Tahap 5 bahan harus menembus dinding kapiler untuk masuk ke plasma darah.

Pompa N+ K+ ATPase aktif di membrane basolateral penting bagi reabsorpsi Na+. Dari Na+ yang difiltrasi , 99,5% secara normal direabsorpsi dan sekitar 67% direabsorpsi di tubulus proksimal, 25% di ansa henle, dan 8% di tubulus distal dan koligentes. Reabsorpsi natrium memiliki peran penting diantaranya :

Reabsorpsi natrium di tubulus proksimal berperan dalam reabsorpsi glukosa, asam amino, H2O, Cl-, dan urea

Reabsorpsi natrium di pars asendens ansa Henle, bersama dengan reabsorpsi Cl-, berperan sangant penting dalam kemampuan ginjal menghasilkan urin dengan konsentrasi dan volume bervariasi tergantung kebutuhan tubuh.

Reabsorpsi natrium di tubulus distal dan koligentes bervariasi dan beberapa dibawah control hormone yang berperan penting dalam mengatur volume CES yang mengontrol tekanan darah jangka panjang dan juga berkaitan dengan sekresi K+ dan sekresi H+.

Natrium di reabsorpsi sepanjang tubulus kecuali pars decendens ansa Henle. Natrium direabsorpsi secara aktif melalui pompa Na+ K+ ATPase yang terletak di membrane basolateral sel tubulus. Sewaktu pompa basolateral memindahkan Na+ keluar sel tubulus ke dalam ruang lateral, konsentrasi Na+ intrasel terjaga tetap rendah sementara konsentrasi Na+ di ruang lateral terus meningkat dengan melawan gradient konsentrasi sehingga terbentuk gradient kosentrasi yang mendorong perpindahan natrium secara pasif. Sewaktu pompa basolateral memindahkan Na+ intrasel terjaga tetap rendah sementara konsentrasi Na+ diruang lateral terus meningkat. Karena konsentrasi Na+ intrasel dijaga tetap rendah oleh aktvitas pompa basolateral maka terbentuk gradient konsentrasi yang mendorong perpindahan pasif Na+ dari konsentrasinya yang lebih tinggi di lumen tubulus menembus batas luminal kedalam sel tubulus.

Ditubulus proksimal dan ansa Henle terjadi reabsorpsi Na+ yang terfiltrasi dengan presentase tetap berapapun beban Na+ (jumlah total Na+ dicairan tubuh, bukan konsentrasi Na+ dicairan tubuh). Dibagian distal tubulus, reabsorpsi presentase kecil Na+ yang terfiltrasi berada

12

Page 13: wrap up sk 1 urin

di bawah control hormone. Tingkat reabsorpsi terkontrol berbanding terbalik dengan tingkat beban Na+ di tubuh.

Pengaktifan Sistem Renin Angiotensin Aldosteron

Sistem hormone terpenting dan paling terkenal yang terlibat dalam regulasi Na+ adalah system renin-angiotensin-aldosteron. Sel granular apparatus jukstaglomerulus mengeluarkan suatu hormone enzimatik, renin ke dalam darah sebagai respon terhadap penurunan NaCl volume CES/tekanan darah. Secara spesifik, terdapat tiga masukan ke dalam sel granular untuk meningkatkan sekresi renin:

Sel granular itu sendiri berfungsi sebagai baroreseptor intrarenal. Sel ini peka terhadap perubahan tekanan di dalam arteriol aferen.

Sel macula densa di bagian tubulus apparatus jukstaglomerulus peka terhadap NaCl yang melewati lumen tubulus

Sel granular dipersarafi oleh system saraf simpatis . Peningkatan aktivitas saraf simpatis merangsang sel granular mengeluarkan lebih banyak renin.

Fungsi Sistem Renin Angiotensin Aldosteron

Sementara SRAA memiliki efek paling kuat pada pengaturan Na+ oleh ginjal system penahan Na+ dan penambah tekanan darah dilawan oleh system pembuang Na+ dan penurunan tekanan darah yang melibatkan hormone peptide natriuretic atrium. Jantung juga menghasilkan ANP yang disimpan di granula sel otot atrium jantung yang akan dibebaskan dari atrium ketika jantung secara mekanisme teregang oleh peningkatan volume plasma akibat peningkatan volume CES.

Secara umum setiap bahan yang direabsorpsi melebihi maksimum tubulusnya akan lolos ke dalam urin. Konsentrasi plasma dimana suatu bahan tercapai dan bahan mulai terekskresi di urin disebut ambang batas ginjal. Reabsorpsi aktif Na+ menyebabkan reabsorpsi Cl- , H2O, dan urea

Reabsorpsi klorida

Ion klorida yang bermuatan negative di rebasorpsi secara pasif menuruni gradient listrik yang tercipta oleh reabsorpsi aktif ion natrium yang bermuatan positif.

Reabsorpsi air

Air di reabsorpsi secara pasif diseluruh panjang tubulus karena H2O secara osmosis mengikuti Na+ yang direbasorpsi secar aaktif. Selama reabsorpsi H2O melewati akuaporin atau salurana air yang terbentuk oleh protein membrane plasma spesifik di sel tubulus. Saluran ditubulus prksimal selalu terbuka sehingga sangat permeable sedang di bagian distal di atur oleh hormone vasopressin sehingga reabsorpsi H2O berubah.

Reabsorpsi Urea

Ketika air di reabsorpsi di tubulus ke kapiler peritubulus maka konsentrasi urea di dalam cairan tubulus menjadi jauh lebih besar daripada konsentrasi urea di kapiler peritubulus sehingga terbentuk gradient konsentrasi untuk urea secara pasif menyebabkan urea berdifusi dari lumen tubulus ke kapiler peritubulus. Karena dinding tubulus proksimal hanya agak permeable terhadap urea maka hanya 50 % ysng terfiltrasi di reabsorpsi.

13

Page 14: wrap up sk 1 urin

Sekresi Tubulus

Sekresi ion hydrogen penting dalam mengatur keseimbangan asam basa. Sekresi H+ di ginjal sangat penting dalam mengatur keseimbangan asama basa. Ion hydrogen yang diekskresikan ke dalam cairan tubulus dieliminasi dari tubuh melalui urin. Ion tubulus diseksresikan oleh tubulus proksimal , distal, dan koligentes. Ketika cairan tubuh terlalu asam maka sekresi H+ meningkat begitu pula sebaliknya.

Sekresi ion kalium oleh aldosterone

Di awal tubulus ion kalium direbasorpsi secara konstan dan tanpa dikendalikan , sementara sekresi K+ dibagian distal tubulus bervariasi dan berada dibawah control. Selama deplesi K+, sekresi K+ di bagian distal nefron berkurang sampai minimum sehingga hanya sebagaian kecil dari K+ yang terfiltrasi yang lolos dari reabsorpsi di tubulus proksimal akan diekskresikan di urin. Dengan cara ini kalium akan di tahan keluar di tubuh.

Ekskresi urin dan bersihan plasma

Dari 125ml plasma yang difiltrasi per menit , biasanya 124 ml akan direbasorpsi dan 1 ml/menit akan di ekskresikan. Bersihan plasma setiap bahan didefinisikan sebagai volume plasma yang dibersihkan secara tuntasdari bahan bersangkutan oleh ginjal permenit. Bersihan plasma sebebnaenya merupakan ukuran yang bermanfaat dari ekskresi urin dimana lebih penting mengetahui apa efek eksresi urin pada pengeluaran bahan dari cairan tubuh. Bersihan plasma menyatakan efektivitas ginjal dalam mengeluarkan berbagai bahan dari lingkungan cairan internal.

3. Memahami dan Menjelaskan Sindrom Nefrotik3.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Sindrom Nefrotik

Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak, merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkholesterolemia serta sembab. Yang dimaksud proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl.

3.2. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi dan Etiologi Sindrom Nefrotik

Glomerulonefritis Primer Glomerulonefritis Sekunder

14

Page 15: wrap up sk 1 urin

GN lesi minimal Glomerulosklerosis fokal segmental GN membranosa GN membranoproliferatif GN proliferative lain

Akibat:1. Infeksi HIV, hepatitis virus B dan C Sifilis, malaria, skistosoma Tuberculosis, lepra2. Keganasan Adenokarsioma paru, payudara, kolon,

limfoma Hodgkin, myeloma multiple. Dan karsinoma ginjal

3. Penyakit jaringan penghubung Lupus eritematosus sistemik, arthritis

rheumatoid, mixed connective tissue disease (MCTD)

4. Efek obat dan toksin Obat NSAID, preparat emas,

penisilamin, probenesid, air raksa, kaptopril, heroin

5. Lain-lain Diabetes mellitus, amiloidosis, pre-

eklamsia, rejeksi alograf kronik, refluks vesikoureter, atau sengatan lebah.

Tabel 1. Klasifikasi dan Penyebab Sindrom Nefrotik

Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh GN primer dan sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan ikat (connective tissue disease), obat atau toksin, dan akibat penyakit sistemik seperti tercantum pada table. Glomerulonefritis lesi minimal merupakan penyebab SN utama pada anak, meskipun tetap merupakan penyebab yang banyak ditemukan pada semua usia. Sekitar 30% penyebab SN pada dewasa dihubungkan dengan penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, amiloidosis, atau lupus eritematosis sistemik. Penyebab lain disebabkan oleh kelainan primer pada ginjal seperti kelainan lesi minimal glomerulosklerosis fokal segmental, dan nefropati membranosa.

Glomerulonefritis Lesi Minimal

Glomerulonefritis lesi minimal ditemukan sekitar 90% pada anak dengan Sn usia di bawah 10 tahun, dan lebih dari 50% pada anak yang lebih tua. Sebanyak 10-15% terjadi pada SN dewasa. Pada dewasa dapat terjadi sebagai suatu kondisi yang idiopatik, berhubungan dengan pemakaian obat antiinflamasi non steroid, atau efek paraneoplastik dari suatu keganasan (paling sering Limfoma Hodgkin). Pemeriksaan di bawah mikroskop cahaya dari kelainan minimal adalah normal atau ditemukan adanya proliferasi ringan dari sel mesangial, dan pada oemeriksaan imunofluoresens tidak menunjukkan adanya deposit kompleks imun, namun kadan daoat ditemukan sedkit IgM pada mesangial. Temuan histologist yang khas dari lesi minimal adalah adanya effacement difus foot process (FP) sel epitel pada mikroskop electron.

Glomerulosklerosis fokal segmental

Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) merupakan lesi tersering yang ditemukan pada SN dewasa yang idiopatik. Di Amerika Serikat sebanyak 35% dari keseluruhan kasus dan

15

Page 16: wrap up sk 1 urin

50% diantaranya adalah kulit hitam. Pada pemeriksaan mikroskop cahaya GSFS ditandai dengan adanya beberapa tapi tidak semua glomeruli (sehingga disebut sebagai fokal) dari are segmental dan mesangial yang mengalami kolaps dan sklerosis. GSFS dapat muncul sebagai sindrom idiopatik (GSFS primer) atau berkaitan dengan infeksi HIV, nefropati refluks, bekas injuri glomerulus sebelumnya, reaksi idiosinkrasi akibat OAINS, atau obesitas berat.

Nefropati membranosa

Nefropati membranosa merupakan penyebab SN primer tersering pada dewasa. Insiden tertinggi terjadi pada umur 30-50 tahun serta rasio laki-perempuan adalah 2:1. Lesi yang khas adalah adanya penebalan membrane basal dengan sedikit atau tidak ditemukannya proliferasi atau infiltrasi selular, dan adanya deposit di sepanjang membrane basal glomerulus pada mikroskop electron. Nefropati membranosa dapat juga terjadi akibat hepatitis B antigenemia, penyakit autoimun, tiroiditis, keganasan, dan pemakaian beberapa obat-obatan seperti preparat emas, penisilamin, kaptopril, dan OAINS.

Amiloidosis

Amiloidosis terjadi pada 4-17% kasus dengan SN idiopatik, dan kejadiannya meningkat pada populasi usia lanjut. Ada dua jenis utama amiloidosis renal; AI atau amiloid primer, terjadi diskrasia light chain dimana fragmen dari light chain monoclonal membentuk fibril amiloid; dan AA atau amiloidosis sekunder, dimana plasma amiloid A pada reaksi fase akut membentuk fibril amiloid. AA amiloid dihubungkan dengan penyakit inflamasi kronik seperti arthritis rheumatoid atau osteomielitis.

3.3. Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Sindrom Nefrotik

16

Page 17: wrap up sk 1 urin

17

Page 18: wrap up sk 1 urin

3.4. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Sindrom Nefrotik

Manifestasi Klinis yang menyertai Sindroma Nefrotik menurut Ngastiyah, 2005 antara lain :

- Proteinuria

- Edema

Biasanya edema bervariasi dari bentuk ringan sampai anasarka. Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan di sekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen, daerah genitalia, dan ekstremitas bawah.

- Penurunan jumlah urin, urin gelap, dan berbusa

- Hematuria

- Anoreksia

- Diare

- Pucat

- Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang)

3.5. Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Sindrom Nefrotik

AnamnesisKeluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di ke dua kelopak mata,  perut, tungkai,

atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.

Pemeriksaan FisikPada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua kelopak mata,

tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang  ditemukan hipertensi.

Pemeriksaan PenunjangPada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat disertai hematuria.

Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl), hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat, rasio albumin/globulin terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya  normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal.

DIAGNOSIS BANDING

Glomerulonefritis Akut (Sindrom Nefritik) Sindrom Nefrotik- Ditandai dengan hematuria, edema, dan

gangguan fungsi ginjal- Biasanya didahului dengan infeksi

kuman Streptococcus beta hemoltikus grup A di tenggorokan atau di kulit

- Pengobatan dengan antibiotik dan pengobatan simptomatik

- Ditandai dengan proteinuria masif (>3,5 g/24 jam), hipoalbuminemia,

edema, dan hiperkolesterolemia- Jarang didahului infeksi kuman Streptococcus beta hemolitikus grup A- Pengobatan dengan steroid dan

pengobatan asimptomatik

18

Page 19: wrap up sk 1 urin

3.6. Memahami dan Menjelaskan Tata laksana Sindrom Nefrotik

Suportif

- Tirah baring pada edema anasarka- Pemberian diet rendah kolesterol- Pemberian diet protein normal (1,5-2 g/KgBB/hari), diet rendah garam (0,6 g/hari), serta

diuretik: furosemid 1-2 mg/KgBB/hari. Bila perlu, furosemid dapat dikombinasikan dengan spironolakton 2-3 mg/KgBB/hari

- Pemberian antihipertensi dapat dipertimbangkan bila disertai hipertensi- Pada kasus edema refrakter, syok, atau kadar albumin ≤1 g/dL, dapat diberikan albumin

20-25% dengan dosis 1 g/KgBB selama 2-4 jam. Apabila kadar albumin 1-2 g/dL, dapat dipertimbangkan pemberian albumin dosis 0,5 g/KgBB/hari

Medikamentosa

- Prednisone dengan dosis awal 60 mg/m²/hari atau 2 mg/KgBB/hari, diberikan dengan dosis terbagi terbagi 3, selama 4 minggu. Apabila terjadi remisi (proteinuria negative 3 hari berturut-turut), pemberian dilanjutkan dengan 2/3 dosis awal (40 mg/m²/hari, maksimum 60 mg/hari) dosis tunggal pagi selama sehari (alternating dose) selama 4 minggu. Total pengobatan menjadi 8 minggu. Namun bila terjadi relaps, berikan prednisone 60 mg/m²/hari sampai terjadi remisi (maksimal 4 minggu), dilanjutkan 2/3 dosis awal (40 mg/m²/hari) secara alternating selama 4 minggu. Pemberian prednisone jangka panjang dapat menyebabkan efek samping hipertensi.

- Apabila sampai 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh belum juga terjadi remisi, maka disebut steroid resisten. Kasus dengan resistein steroid atau toksik steroid, diterapi menggunakan imunosupresan seperti siklofosfamid peroral dengan dosis 2-3 mg/KgBB/hari dalam dosis tunggal. Dosis dihitung berat badan tanpa edema. Pemberian siklofosfamid dapat menyebabkan efek samping depresi sumsum tulang belakang (apabila leukosit <3000/μl, terapi dihentikan).

Pada SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diit, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi orangtua. Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan pemeriksaan uji Mantoux. Bila hasilnya 4 positif diberikan profilaksis INH bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberi obat anti tuberkulosis (OAT). Perawatan pada SN relaps hanya dilakukan bila disertai edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal, atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas disesuaikan dengan kemampuan pasien. Bila edema tidak berat anak boleh sekolah.

1. Dietetik

Pemberian diit tinggi protein tidak diperlukan bahkan sekarang dianggap kontra indikasi karena akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan terjadinya sklerosis glomerulus. Jadi cukup diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA (recommended daily allowances) yaitu 2 g/kgBB/hari. Diit

19

Page 20: wrap up sk 1 urin

rendah protein akan menyebabkan malnutrisi energi protein (MEP) dan hambatan pertumbuhan anak. Diit rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita edema.

2. Diuretik

Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan loop diuretic seperti furosemid 1-2 mg/kgBB/hari, bila perlu dikombinasikan dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-3 mg/kgBB/hari. Pada pemakaian diuretik lebih lama dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit darah (kalium dan natrium). Bila pemberian diuretik tidak berhasil mengurangi edema (edema refrakter), biasanya disebabkan oleh hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (kadar albumin ≤ 1 g/dL), dapat diberikan infus albumin 20-25% dengan dosis 1 g/kgBB selama 4 jam untuk menarik cairan dari jaringan interstisial, dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgBB. Bila pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma sebanyak 20 ml/kgBB/hari secara perlahan-lahan 10 tetes/menit untuk mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi jantung. Bila diperlukan, albumin atau plasma dapat diberikan selang-sehari untuk memberikan kesempatan pergeseran cairan dan mencegah overload cairan. Pemberian plasma berpotensi menyebabkan penularan infeksi hepatitis, HIV, dan lain lain. Bila asites sedemikian berat sehingga mengganggu pernapasan dapat dilakukan pungsi asites berulang.

3. Antibiotik profilaksis

Di beberapa negara, pasien SN dengan edema dan asites diberikan antibiotik profilaksis dengan penisilin oral 125-250 mg, 2 kali sehari, sampai edema berkurang.5 Di Indonesia tidak dianjurkan pemberian antibiotik profilaksis, tetapi perlu dipantau secara berkala, dan bila ditemukan tanda-tanda infeksi 5 segera diberikan antibiotik. Biasanya diberikan antibiotik jenis amoksisilin, eritromisin, atau sefaleksin.

4. Imunisasi

Pasien SN yang sedang dalam pengobatan kortikosteroid atau dalam 6 minggu setelah steroid dihentikan, hanya boleh mendapatkan vaksin mati. Setelah lebih dari 6 minggu penghentian steroid, dapat diberikan vaksin hidup.6 Pemberian imunisasi terhadap Streptococcus pneumoniae pada beberapa negara dianjurkan, tetapi karena belum ada laporan efektivitasnya yang jelas, di Indonesia belum dianjurkan. Pada orangtua dipesankan untuk menghindari kontak dengan pasien varisela. Bila terjadi kontak dengan penderita varisela, diberikan profilaksis dengan imunoglobulin varicella-zoster, dalam waktu kurang dari 72 jam. Bila tidak memungkinkan dapat diberikan suntikan dosis tunggal imunoglobulin intravena. Bila sudah terjadi infeksi perlu diberikan obat asiklovir dan pengobatan steroid sebaiknya dihentikan sementara.

3.7. Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Sindrom Nefrotik

Komplikasi yang sering terjadi pada sindroma nefrotik menurut Betz, Cecily. L, 2002 dan Rauf, 2002. Antara lain:

- Penurunan volume intravascular (syok hipovolemik)

20

Page 21: wrap up sk 1 urin

- Kemampuan koagulasi yang berlebihan - Perburukan pernafasan (berhubungan denga retensi cairan)- Kerusakan kulit- Infeksi sekunder- Peritonitis

3.8. Memahami dan Menjelaskan Prognosis Sindrom NefrotikPrognosisnya bervariasi, tergantung kepada penyebab, usia penderita dan jenis kerusakan

ginjal yang bisa diketahui dari pemeriksaan mikroskopik pada biopsi. Gejalanya akan hilang seluruhnya jika penyebabnya adalah penyakit yang dapat diobati (misalnya infeksi atau kanker) atau karena obat-obatan. Prognosis yang paling baik ditemukan pada sindroma nefrotik akibat glomerulonephritis  yang ringan; 90% penderita anak-anak dan dewasa memberikan respon yang baik terhadap pengobatan. Jarang yang berkembang menjadi gagal ginjal, meskipun cenderung bersifat kambuhan.

3.9. Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Sindrom Nefrotik

Berdasarkan hasil penelitian univariat terhadap 46 pasien, didapatkan insiden terbanyak sindrom nefrotik berada pada kelompok umur 2 – 6 tahun sebanyak 25 pasien (54,3%), dan terbanyak pada laki-laki dengan jumlah 29 pasien dengan rasio 1,71 : 1. Insiden sindrom nefrotik pada anak di Hongkong dilaporkan 2 - 4 kasus per 100.000 anak per tahun ( Chiu and Yap, 2005 ). Insiden sindrom nefrotik pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris adalah 2 - 4 kasus baru per 100.000 anak per tahun. Di negara berkembang, insidennya lebih tinggi. Dilaporkan, insiden sindrom nefrotik pada anak di Indonesia adalah 6 kasus per 100.000 anak per tahun. (Tika Putri, http://one.indoskripsi.com).

4. Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Urinalisis

Urinalisis adalah tes yang dilakukan pada sampel urin pasien untuk tujuan diagnosis infeksi saluran kemih, batu ginjal, skrining dan evaluasi berbagai jenis penyakit ginjal, memantau perkembangan penyakit seperti diabetes melitus dan tekanan darah tinggi (hipertensi), dan skrining terhadap status kesehatan umum.

SPESIMEN

Urinalisis yang akurat dipengaruhi oleh spesimen yang berkualitas. Sekresi vagina, perineum dan uretra pada wanita, dan kontaminan uretra pada pria dapat mengurangi mutu temuan laboratorium. Mukus, protein, sel, epitel, dan mikroorganisme masuk ke dalam sistem urine dari uretra dan jaringan sekitarnya. Oleh karena itu pasien perlu diberitahu agar membuang beberapa millimeter pertama urine sebelum mulai menampung urine. Pasien perlu membersihkan daerah genital sebelum berkemih. Wanita yang sedang haid harus memasukkan tampon yang bersih sebelum menampung specimen. Kadang-kadang diperlukan kateterisasi untuk memperoleh spesimen yang tidak tercemar.

Meskipun urine yang diambil secara acak (random) atau urine sewaktu cukup bagus untuk pemeriksaan, namun urine pertama pagi hari adalah yang paling bagus. Urine satu malam mencerminkan periode tanpa asupan cairan yang lama, sehingga unsure-unsur yang terbentuk mengalami pemekatan.

Gunakan wadah yang bersih untuk menampung spesimen urin. Hindari sinar matahari

21

Page 22: wrap up sk 1 urin

langsung pada waktu menangani spesimen urin. Jangan gunakan urin yang mengandung antiseptik.

Lakukan pemeriksaan dalam waktu satu jam setelah buang air kecil. Penundaan pemeriksaan terhadap spesimen urine harus dihindari karena dapat mengurangi validitas hasil. Analisis harus dilakukan selambat-lambatnya 4 jam setelah pengambilan spesimen. Dampak dari penundaan pemeriksan antara lain : unsur-unsur berbentuk dalam sedimen mulai mengalami kerusakan dalam 2 jam, urat dan fosfat yang semula larut dapat mengendap sehingga mengaburkan pemeriksaan mikroskopik elemen lain, bilirubin dan urobilinogen dapat mengalami oksidasi bila terpajan sinar matahari, bakteri berkembangbiak dan dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan mikrobiologik dan pH, glukosa mungkin turun, dan badan keton, jika ada, akan menguap.

PEMERIKSAAN MAKROSKOPIK

Urinalisis dimulai dengan mengamati penampakan makroskopik : warna dan kekeruhan. Urine normal yang baru dikeluarkan tampak jernih sampai sedikit berkabut dan berwarna kuning oleh pigmen urokrom dan urobilin. Intensitas warna sesuai dengan konsentrasi urine; urine encer hampir tidak berwarna, urine pekat berwarna kuning tua atau sawo matang. Kekeruhan biasanya terjadi karena kristalisasi atau pengendapan urat (dalam urine asam) atau fosfat (dalam urine basa). Kekeruhan juga bisa disebabkan oleh bahan selular berlebihan atau protein dalam urin.

Volume urine normal adalah 750-2.000 ml/24hr. Pengukuran volume ini pada pengambilan acak (random) tidak relevan. Karena itu pengukuran volume harus dilakukan secara berjangka selama 24 jam untuk memperoleh hasil yang akurat.

Kelainan pada warna, kejernihan, dan kekeruhan dapat mengindikasikan kemungkinan adanya infeksi, dehidrasi, darah di urin (hematuria), penyakit hati, kerusakan otot atau eritrosit dalam tubuh. Obat-obatan tertentu juga dapat mengubah warna urin. Kencing berbusa sangat mungkin mewakili jumlah besar protein dalam urin (proteinuria).

Beberapa keadaan yang menyebabkan warna urine adalah :• Merah : Penyebab patologik : hemoglobin, mioglobin, porfobilinogen, porfirin. Penyebab

nonpatologik : banyak macam obat dan zat warna, bit, rhubab (kelembak), senna.• Oranye : Penyebab patologik : pigmen empedu. Penyebab nonpatologik : obat untuk infeksi

saliran kemih (piridium), obat lain termasuk fenotiazin.• Kuning : Penyebab patologik : urine yang sangat pekat, bilirubin, urobilin. Penyebab

nonpatologik : wotel, fenasetin, cascara, nitrofurantoin.• Hijau : Penyebab patologik : biliverdin, bakteri (terutama Pseudomonas). Penyebab

nonpatologik : preparat vitamin, obat psikoaktif, diuretik.• Biru : tidak ada penyebab patologik. Pengaruh obat : diuretik, nitrofuran.• Coklat : Penyebab patologik : hematin asam, mioglobin, pigmen empedu. Pengaruh obat :

levodopa, nitrofuran, beberapa obat sulfa.• Hitam atau hitam kecoklatan : Penyebab patologik : melanin, asam homogentisat, indikans,

urobilinogen, methemoglobin. Pengaruh obat : levodopa, cascara, kompleks besi, fenol.

ANALISIS DIPSTICKDipstick adalah strip reagen berupa strip plastik tipis yang ditempeli kertas seluloid yang

mengandung bahan kimia tertentu sesuai jenis parameter yang akan diperiksa. Urine Dipstick merupakan analisis kimia cepat untuk mendiagnosa berbagai penyakit. Uji kimia yang tersedia

22

Page 23: wrap up sk 1 urin

pada reagen strip umumnya adalah : glukosa, protein, bilirubin, urobilinogen, pH, berat jenis, darah, keton, nitrit, dan leukosit esterase.

Prosedur Tes

Ambil hanya sebanyak strip yang diperlukan dari wadah dan segera tutup wadah. Celupkan strip reagen sepenuhnya ke dalam urin selama dua detik. Hilangkan kelebihan urine dengan menyentuhkan strip di tepi wadah spesimen atau dengan meletakkan strip di atas secarik kertas tisu. Perubahan warna diinterpretasikan dengan membandingkannya dengan skala warna rujukan, yang biasanya ditempel pada botol/wadah reagen strip. Perhatikan waktu reaksi untuk setiap item. Hasil pembacaan mungkin tidak akurat jika membaca terlalu cepat atau terlalu lambat, atau jika pencahayaan kurang. Pembacaan dipstick dengan instrument otomatis lebih dianjurkan untuk memperkecil kesalahan dalam pembacaan secara visual.

Pemakaian reagen strip haruslah dilakukan secara hati-hati. Oleh karena itu harus diperhatikan cara kerja dan batas waktu pembacaan seperti yang tertera dalam leaflet. Setiap habis mengambil 1 batang reagen strip, botol/wadah harus segera ditutup kembali dengan rapat, agar terlindung dari kelembaban, sinar, dan uap kimia. Setiap strip harus diamati sebelum digunakan untuk memastikan bahwa tidak ada perubahan warna.

Glukosa

Kurang dari 0,1% dari glukosa normal disaring oleh glomerulus muncul dalam urin (kurang dari 130 mg/24 jam). Glukosuria (kelebihan gula dalam urin) terjadi karena nilai ambang ginjal terlampaui atau daya reabsorbsi tubulus yang menurun. Glukosuria umumnya berarti diabetes mellitus. Namun, glukosuria dapat terjadi tidak sejalan dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah, oleh karena itu glukosuria tidak selalu dapat dipakai untuk menunjang diagnosis diabetes mellitus.

Protein

Biasanya, hanya sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus yang diserap oleh tubulus ginjal. Normal ekskresi protein urine biasanya tidak melebihi 150 mg/24 jam atau 10 mg/dl dalam setiap satu spesimen. Lebih dari 10 mg/ml didefinisikan sebagai proteinuria.

Sejumlah kecil protein dapat dideteksi dari individu sehat karena perubahan fisiologis. Selama olah raga, stres atau diet yang tidak seimbang dengan daging dapat menyebabkan protein dalam jumlah yang signifikan muncul dalam urin. Pra-menstruasi juga dapat menyebabkan jumlah protein tinggi.

Protein terdiri atas fraksi albumin dan globulin. Peningkatan ekskresi albumin merupakan petanda yang sensitif untuk penyakit ginjal kronik yang disebabkan karena penyakit glomeruler,

23

Page 24: wrap up sk 1 urin

diabetes mellitus, dan hipertensi. Sedangkan peningkatan ekskresi globulin dengan berat molekul rendah merupakan petanda yang sensitif untuk beberapa tipe penyakit tubulointerstitiel.

Dipsticks mendeteksi protein dengan indikator warna Bromphenol biru, yang sensitif terhadap albumin tetapi kurang sensitif terhadap globulin, protein Bence-Jones, dan mukoprotein.

Bilirubin

Bilirubin yang dapat dijumpai dalam urine adalah bilirubin direk (terkonjugasi), karena tidak terkait dengan albumin, sehingga mudah difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresikan ke dalam urine bila kadar dalam darah meningkat. Bilirubinuria dijumpai pada ikterus parenkimatosa (hepatitis infeksiosa, toksik hepar), ikterus obstruktif, kanker hati (sekunder), CHF disertai ikterik.

Urobilinogen

Empedu yang sebagian besar dibentuk dari bilirubin terkonjugasi mencapai area duodenum, tempat bakteri dalam usus mengubah bilirubin menjadi urobilinogen. Sebagian besar urobilinogen berkurang di faeses; sejumlah besar kembali ke hati melalui aliran darah, di sini urobilinogen diproses ulang menjadi empedu; dan kira-kira sejumlah 1% diekskresikan ke dalam urine oleh ginjal.

Peningkatan ekskresi urobilinogen dalam urine terjadi bila fungsi sel hepar menurun atau terdapat kelebihan urobilinogen dalam saluran gastrointestinal yang melebehi batas kemampuan hepar untuk melakukan rekskresi. Urobilinogen meninggi dijumpai pada : destruksi hemoglobin berlebihan (ikterik hemolitika atau anemia hemolitik oleh sebab apapun), kerusakan parenkim hepar (toksik hepar, hepatitis infeksiosa, sirosis hepar, keganasan hepar), penyakit jantung dengan bendungan kronik, obstruksi usus, mononukleosis infeksiosa, anemia sel sabit. Urobilinogen urine menurun dijumpai pada ikterik obstruktif, kanker pankreas, penyakit hati yang parah (jumlah empedu yang dihasilkan hanya sedikit), penyakit inflamasi yang parah, kolelitiasis, diare yang berat.

Hasil positif juga dapat diperoleh setelah olahraga atau minum atau dapat disebabkan oleh kelelahan atau sembelit. Orang yang sehat dapat mengeluarkan sejumlah kecil urobilinogen.

Keasaman (pH)

Filtrat glomerular plasma darah biasanya diasamkan oleh tubulus ginjal dan saluran pengumpul dari pH 7,4 menjadi sekitar 6 di final urin. Namun, tergantung pada status asam-basa, pH kemih dapat berkisar dari 4,5 – 8,0. pH bervariasi sepanjang hari, dipengaruhi oleh konsumsi makanan; bersifat basa setelah makan, lalu menurun dan menjadi kurang basa menjelang makan berikutnya. Urine pagi hari (bangun tidur) adalah yang lebih asam. Obat-obatan tertentu dan penyakit gangguan keseimbangan asam-basa jug adapt mempengaruhi pH urine.

Urine yang diperiksa haruslah segar, sebab bila disimpan terlalu lama, maka pH akan berubah menjadi basa. Urine basa dapat memberi hasil negatif atau tidak memadai terhadap albuminuria dan unsure-unsur mikroskopik sedimen urine, seperti eritrosit, silinder yang akan mengalami lisis. pH urine yang basa sepanjang hari kemungkinan oleh adanya infeksi. Urine dengan pH yang selalu asam dapat menyebabkan terjadinya batu asam urat. Berikut ini adalah

24

Page 25: wrap up sk 1 urin

keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi pH urine :• pH basa : setelah makan, vegetarian, alkalosis sistemik, infeksi saluran kemih (Proteus atau

Pseudomonas menguraikan urea menjadi CO2 dan ammonia), terapi alkalinisasi, asidosis tubulus ginjal, spesimen basi.

• pH asam : ketosis (diabetes, kelaparan, penyakit demam pada anak), asidosis sistemik (kecuali pada gangguan fungsi tubulus, asidosis respiratorik atau metabolic memicu pengasaman urine dan meningkatkan ekskresi NH4+), terapi pengasaman.

Berat Jenis (Specific Gravity, SG)

Berat jenis (yang berbanding lurus dengan osmolalitas urin yang mengukur konsentrasi zat terlarut) mengukur kepadatan air seni serta dipakai untuk menilai kemampuan ginjal untuk memekatkan dan mengencerkan urin.

Spesifik gravitasi antara 1,005 dan 1,035 pada sampel acak harus dianggap wajar jika fungsi ginjal normal. Nilai rujukan untuk urine pagi adalah 1,015 – 1,025, sedangkan dengan pembatasan minum selama 12 jam nilai normal > 1,022, dan selama 24 jam bisa mencapai ≥1,026. Defek fungsi dini yang tampak pada kerusakan tubulus adalah kehilangan kemampuan untuk memekatkan urine.

BJ urine yang rendah persisten menunjukkan gangguan fungsi reabsorbsi tubulus. Nokturia dengan ekskresi urine malam > 500 ml dan BJ kurang dari 1.018, kadar glukosa sangat tinggi, atau mungkin pasien baru-baru ini menerima pewarna radiopaque kepadatan tinggi secara intravena untuk studi radiografi, atau larutan dekstran dengan berat molekul rendah. Kurangi 0,004 untuk setiap 1% glukosa untuk menentukan konsentrasi zat terlarut non-glukosa.

Darah (Blood)

Pemeriksaan dengan carik celup akan memberi hasil positif baik untuk hematuria, hemoglobinuria, maupun mioglobinuria. Prinsip tes carik celup ialah mendeteksi hemoglobin dengan pemakaian substrat peroksidase serta aseptor oksigen. Eritrosit yang utuh dipecah menjadi hemoglobin dengan adanya aktivitas peroksidase. Hal ini memungkinkan hasil tidak sesuai dengan metode mikroskopik sedimen urine.

Hemoglobinuria sejati terjadi bila hemoglobin bebas dalam urine yang disebabkan karena danya hemolisis intravaskuler. Hemolisis dalam urine juga dapat terjadi karena urine encer, pH alkalis, urine didiamkan lama dalam suhu kamar. Mioglobinuria terjadi bila mioglobin dilepaskan ke dalam pembuluh darah akibat kerusakan otot, seperti otot jantung, otot skeletal, juga sebagai akibat dari olah raga berlebihan, konvulsi. Mioglobin memiliki berat molekul kecil sehingga mudah difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresi ke dalam urine.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :• Hasil positif palsu dapat terjadi bila urine tercemar deterjen yang mengandung hipoklorid atau

peroksida, bila terdapat bakteriuria yang mengandung peroksidase. Urine dari wanita yang sedang menstruasi dapat memberikan hasil positif.

• Hasil negatif palsu dapat terjadi bila urine mengandung vitamin C dosis tinggi, pengawet formaldehid, nitrit konsentrasi tinggi, protein konsentrasi tinggi, atau berat jenis sangat tinggi.

Keton

25

Page 26: wrap up sk 1 urin

Badan keton (aseton, asam aseotasetat, dan asam β-hidroksibutirat) diproduksi untuk menghasilkan energi saat karbohidrat tidak dapat digunakan. Asam aseotasetat dan asam β-hidroksibutirat merupakan bahan bakar respirasi normal dan sumber energi penting terutama untuk otot jantung dan korteks ginjal. Apabila kapasitas jaringan untuk menggunakan keton sudah mencukupi maka akan diekskresi ke dalam urine, dan apabila kemampuan ginjal untuk mengekskresi keton telah melampaui batas, maka terjadi ketonemia. Benda keton yang dijumpai di urine terutama adalah aseton dan asam asetoasetat.

Ketonuria disebabkan oleh kurangnya intake karbohidrat (kelaparan, tidak seimbangnya diet tinggi lemak dengan rendah karbohidrat), gangguan absorbsi karbohidrat (kelainan gastrointestinal), gangguan metabolisme karbohidrat (mis. diabetes), sehingga tubuh mengambil kekurangan energi dari lemak atau protein, febris.

Nitrit

Di dalam urine orang normal terdapat nitrat sebagai hasil metabolisme protein, yang kemudian jika terdapat bakteri dalam jumlah yang signifikan dalam urin (Escherichia coli, Enterobakter, Citrobacter, Klebsiella, Proteus) yang megandung enzim reduktase, akan mereduksi nitrat menjadi nitrit. Hal ini terjadi bila urine telah berada dalam kandung kemih minimal 4 jam. Hasil negative bukan berarti pasti tidak terdapat bakteriuria sebab tidak semua jenis bakteri dapat membentuk nitrit, atau urine memang tidak mengandung nitrat, atau urine berada dalam kandung kemih kurang dari 4 jam. Disamping itu, pada keadaan tertentu, enzim bakteri telah mereduksi nitrat menjadi nitrit, namun kemudian nitrit berubah menjadi nitrogen.

Spesimen terbaik untuk pemeriksaan nitrit adalah urine pagi dan diperiksa dalam keadaan segar, sebab penundaan pemeriksaan akan mengakibatkan perkembang biakan bakteri di luar saluran kemih, yang juga dapat menghasilkan nitrit. Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :• Hasil positif palsu karena metabolisme bakteri in vitro apabila pemeriksaan tertunda, urine

merah oleh sebab apapun, pengaruh obat (fenazopiridin).• Hasil negatif palsu terjadi karena diet vegetarian menghasilkan nitrat dalam jumlah cukup

banyak, terapi antibiotik mengubah metabolisme bakteri, organism penginfeksi mungkin tidak mereduksi nitrat, kadar asam askorbat tinggi, urine tidak dalam kandung kemih selama 4-6 jam, atau berat jenis urine tinggi.

Lekosit esterase

Lekosit netrofil mensekresi esterase yang dapat dideteksi secara kimiawi. Hasil tes lekosit esterase positif mengindikasikan kehadiran sel-sel lekosit (granulosit), baik secara utuh atau sebagai sel yang lisis. Limfosit tidak memiliki memiliki aktivitas esterase sehingga tidak akan memberikan hasil positif. Hal ini memungkinkan hasil mikroskopik tidak sesuai dengan hasil pemeriksaan carik celup.

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK

Pemeriksaan mikroskopik diperlukan untuk mengamati sel dan benda berbentuk partikel lainnya. Banyak macam unsur mikroskopik dapat ditemukan baik yang ada kaitannya dengan infeksi (bakteri, virus) maupun yang bukan karena infeksi misalnya perdarahan, disfungsi

26

Page 27: wrap up sk 1 urin

endotel dan gagal ginjal.Metode pemeriksaan mikroskopik sedimen urine lebih dianjurkan untuk dikerjakan

dengan pengecatan Stenheimer-Malbin. Dengan pewarnaan ini, unsur-unsur mikroskopik yang sukar terlihat pada sediaan natif dapat terlihat jelas.

PROSEDUR

Sampel urin dihomogenkan dulu kemudian dipindahkan ke dalam tabung pemusing sebanyak 10 ml. Selanjutnya dipusingkan dengan kecepatan relatif rendah (sekitar 1500 - 2000 rpm) selama 5 menit. Tabung dibalik dengan cepat (decanting) untuk membuang supernatant sehingga tersisa endapan kira-kira 0,2-0,5 ml. Endapan diteteskan ke gelas obyek dan ditutup dengan coverglass. Jika hendak dicat dengan dengan pewarna Stenheimer-Malbin, tetesi endapan dengan 1-2 tetes cat tersebut, kemudian dikocok dan dituang ke obyek glass dan ditutup dengan coverglass, siap untuk diperiksa.

Cara melaporkan hasil adalah sebagai berikut :

Dilaporkan Normal + ++ +++ ++++Eritrosit/LPK 0-3 4-8 8-30 lebih dari 30 penuhLeukosit/LPK 0-4 5-20 20-50 lebih dari 50 penuhSilinder/Kristal/LPL 0-1 1-5 5-10 10-30 lebih dari 30

Keterangan :Khusus untuk kristal Ca-oxallate : + masih dinyatakan normal; ++ dan +++ sudah dinyatakan abnormal.

Eritrosit

Eritrosit dalam air seni dapat berasal dari bagian manapun dari saluran kemih. Secara teoritis, harusnya tidak dapat ditemukan adanya eritrosit, namun dalam urine normal dapat ditemukan 0 – 3 sel/LPK. Hematuria adalah adanya peningkatan jumlah eritrosit dalam urin karena: kerusakan glomerular, tumor yang mengikis saluran kemih, trauma ginjal, batu saluran kemih, infeksi, inflamasi, infark ginjal, nekrosis tubular akut, infeksi saluran kemih atas dan bawah, nefrotoksin, dll.

Hematuria dibedakan menjadi hematuria makroskopik (gross hematuria) dan hematuria mikroskopik. Darah yang dapat terlihat jelas secara visual menunjukkan perdarahan berasal dari

27

Page 28: wrap up sk 1 urin

saluran kemih bagian bawah, sedangkan hematuria mikroskopik lebih bermakna untuk kerusakan glomerulus.

Dinyatakan hematuria mikroskopik jika dalam urin ditemukan lebih dari 5 eritrosit/LPK. Hematuria mikroskopik sering dijumpai pada nefropati diabetik, hipertensi, dan ginjal polikistik. Hematuria mikroskopik dapat terjadi persisten, berulang atau sementara dan berasal dari sepanjang ginjal-saluran kemih. Hematuria persisten banyak dijumpai pada perdarahan glomerulus ginjal.

Eritrosit dapat terlihat berbentuk normal, membengkak, krenasi, mengecil, shadow atau ghost cells dengan mikroskop cahaya. Spesimen segar dengan berat jenis 1,010-1,020, eritrosit berbentuk cakram normal. Eritrosit tampak bengkak dan hampir tidak berwarna pada urin yang encer, tampak mengkerut (crenated) pada urine yang pekat, dan tampak mengecil sekali dalam urine yang alkali. Selain itu, kadang-kadang eritrosit tampak seperti ragi.

Eritrosit dismorfik tampak pada ukuran yang heterogen, hipokromik, terdistorsi dan sering tampak gumpalan-gumpalan kecil tidak beraturan tersebar di membran sel. Eritrosit dismorfik memiliki bentuk aneh akibat terdistorsi saat melalui struktur glomerulus yang abnormal. Adanya eritrosit dismorfik dalam urin menunjukkan penyakit glomerular seperti glomerulonefritis.

Leukosit

Leukosit berbentuk bulat, berinti, granuler, berukuran kira-kira 1,5 – 2 kali eritrosit. Leukosit dalam urine umumnya adalah neutrofil (polymorphonuclear, PMN). Leukosit dapat berasal dari bagian manapun dari saluran kemih.

Leukosit hingga 4 atau 5 per LPK umumnya masih dianggap normal. Peningkatan jumlah leukosit dalam urine (leukosituria atau piuria) umumnya menunjukkan adanya infeksi saluran

28

Page 29: wrap up sk 1 urin

kemih baik bagian atas atau bawah, sistitis, pielonefritis, atau glomerulonefritis akut. Leukosituria juga dapat dijumpai pada febris, dehidrasi, stress, leukemia tanpa adanya infeksi atau inflamasi, karena kecepatan ekskresi leukosit meningkat yang mungkin disebabkan karena adanya perubahan permeabilitas membran glomerulus atau perubahan motilitas leukosit. Pada kondisi berat jenis urin rendah, leukosit dapat ditemukan dalam bentuk sel Glitter merupakan lekosit PMN yang menunjukkan gerakan Brown butiran dalam sitoplasma. Pada suasana pH alkali leukosit cenderung berkelompok.

Leukosit dalam urine juga dapat merupakan suatu kontaminan dari saluran urogenital, misalnya dari vagina dan infeksi serviks, atau meatus uretra eksterna pada laki-laki.

Sel Epitel• Sel Epitel Tubulus

Sel epitel tubulus ginjal berbentuk bulat atau oval, lebih besar dari leukosit, mengandung inti bulat atau oval besar, bergranula dan biasanya terbawa ke urin dalam jumlah kecil. Namun, pada sindrom nefrotik dan dalam kondisi yang mengarah ke degenerasi saluran kemih, jumlahnya bisa meningkat. Jumlah sel tubulus ≥ 13 / LPK atau penemuan fragmen sel tubulus dapat menunjukkan adanya penyakit ginjal yang aktif atau luka pada tubulus, seperti pada nefritis, nekrosis tubuler akut, infeksi virus pada ginjal, penolakan transplantasi ginjal, keracunan salisilat.

Sel epitel tubulus dapat terisi oleh banyak tetesan lemak yang berada dalam lumen tubulus (lipoprotein yang menembus glomerulus), sel-sel seperti ini disebut oval fat bodies / renal tubular fat / renal tubular fat bodies. Oval fat bodies menunjukkan adanya disfungsi disfungsi glomerulus dengan kebocoran plasma ke dalam urin dan kematian sel epitel tubulus. Oval fat bodies dapat dijumpai pada sindrom nefrotik, diabetes mellitus lanjut, kerusakan sel epitel tubulus yang berat karena keracunan etilen glikol, air raksa. Selain sel epitel tubulus, oval fat bodies juga dapat berupa makrofag atau hisiosit. Sel epitel tubulus yang membesar dengan multinukleus (multinucleated giant cells) dapat dijumpai pada infeksi virus. Jenis virus yang dapat menginfeksi saluran kemih adalah Cytomegalovirus (CMV) atau Herpes simplex virus (HSV) tipe 1 maupun tipe 2.• Sel epitel transisional

Sel epitel ini dari pelvis ginjal, ureter, kandung kemih (vesica urinaria), atau uretra, lebih besar dari sel epitel tubulus ginjal, dan agak lebih kecil dari sel epitel skuamosa. Sel epitel ini berbentuk bulat atau oval, gelendong dan sering mempunyai tonjolan. Besar kecilnya ukuran sel epitel transisional tergantung dari bagian saluran kemih yang mana dia berasal. Sel epitel skuamosa adalah sel epitel terbesar yang terlihat pada spesimen urin normal. Sel epitel ini tipis, datar, dan inti bulat kecil. Mereka mungkin hadir sebagai sel tunggal atau sebagai kelompok dengan ukuran bervariasi. • Sel skuamosa

Epitel skuamosa umumnya dalam jumlah yang lebih rendah dan berasal dari permukaan kulit atau dari luar uretra. Signifikansi utama mereka adalah sebagai indikator kontaminasi.

Silinder

Silinder (cast) adalah massa protein berbentuk silindris yang terbentuk di tubulus ginjal dan dibilas masuk ke dalam urine. Silinder terbentuk hanya dalam tubulus distal yang rumit atau saluran pengumpul (nefron distal). Tubulus proksimal dan lengkung Henle bukan lokasi untuk

29

Page 30: wrap up sk 1 urin

pembentukan silinder. Silinder dibagi-bagi berdasarkan gambaran morfologik dan komposisinya. Faktor-faktor yang mendukung pembentukan silinder adalah laju aliran yang rendah, konsentrasi garam tinggi, volume urine yang rendah, dan pH rendah (asam) yang menyebabkan denaturasi dan precipitasi protein, terutama mukoprotein Tamm-Horsfall. Mukoprotein Tamm-Horsfall adalah matriks protein yang lengket yang terdiri dari glikoprotein yang dihasilkan oleh sel epitel ginjal. Semua benda berupa partikel atau sel yang terdapat dalam tubulus yang abnormal mudah melekat pada matriks protein yang lengket.

Konstituen selular yang umumnya melekat pada silinder adalah eritrosit, leukosit, dan sel epitel tubulus, baik dalam keadaan utuh atau dalam berbagai tahapan disintegrasi. Apabila silinder mengandung sel atau bahan lain yang cukup banyak, silinder tersebut dilaporkan berdasarkan konstituennya. Apabila konstituen selular mengalami disintegrasi menjadi partikel granuler atau debris, biasanya silinder hanya disebut sebagai silinder granular.

1. Silinder hialin

Silinder hialin atau silinder protein terutama terdiri dari mucoprotein (protein Tamm-Horsfall) yang dikeluarkan oleh sel-sel tubulus. Silinder ini homogen (tanpa struktur), tekstur halus, jernih, sisi-sisinya parallel, dan ujung-ujungnya membulat. Sekresi protein Tamm-Horsfall membentuk sebuah silinder hialin di saluran pengumpul.

Silinder hialin tidak selalu menunjukkan penyakit klinis. Silinder hialin dapat dilihat bahkan pada pasien yang sehat. Sedimen urin normal mungkin berisi 0 – 1 silinder hialin per LPL. Jumlah yang lebih besar dapat dikaitkan dengan proteinuria ginjal (misalnya, penyakit glomerular) atau ekstra-ginjal (misalnya, overflow proteinuria seperti dalam myeloma).Silinder protein dengan panjang, ekor tipis terbentuk di persimpangan lengkung Henle's dan tubulus distal yang rumit disebut silindroid (cylindroids).

2. Silinder Eritrosit

30

Page 31: wrap up sk 1 urin

Silinder eritrosit bersifat granuler dan mengandung hemoglobin dari kerusakan eritrosit. Adanya silinder eritrosit disertai hematuria mikroskopik memperkuat diagnosis untuk kelainan glomerulus. Cedera glomerulus yang parah dengan kebocoran eritrosit atau kerusakan tubular yang parah menyebabkan sel-sel eritrosit melekat pada matriks protein (mukoprotein Tamm-Horsefall) dan membentuk silinder eritrosit.

3. Silinder Leukosit

Silinder lekosit atau silinder nanah, terjadi ketika leukosit masuk dalam matriks Silinder. Kehadiran mereka menunjukkan peradangan pada ginjal, karena silinder tersebut tidak akan terbentuk kecuali dalam ginjal. Silinder lekosit paling khas untuk pielonefritis akut, tetapi juga dapat ditemukan pada penyakit glomerulus (glomerulonefritis). Glitter sel (fagositik neutrofil) biasanya akan menyertai silinder lekosit. Penemuan silinder leukosit yang bercampur dengan bakteri mempunyai arti penting untuk pielonefritis, mengingat pielonefritis dapat berjalan tanpa keluhan meskipun telah merusak jaringan ginjal secara progresif.

4. Silinder Granular

31

Page 32: wrap up sk 1 urin

Silinder granular adalah silinder selular yang mengalami degenerasi. Disintegrasi sel selama transit melalui sistem saluran kemih menghasilkan perubahan membran sel, fragmentasi inti, dan granulasi sitoplasma. Hasil disintegrasi awalnya granular kasar, kemudian menjadi butiran halus.

5. Silinder Lilin (Waxy Cast)

Silinder lilin adalah silinder tua hasil silinder granular yang mengalami perubahan degeneratif lebih lanjut. Ketika silinder selular tetap berada di nefron untuk beberapa waktu sebelum mereka dikeluarkan ke kandung kemih, sel-sel dapat berubah menjadi silinder granular kasar, kemudian menjadi sebuah silinder granular halus, dan akhirnya, menjadi silinder yang licin seperti lilin (waxy). Silinder lilin umumnya terkait dengan penyakit ginjal berat dan amiloidosis ginjal. Kemunculan mereka menunjukkan keparahan penyakit dan dilasi nefron dan karena itu terlihat pada tahap akhir penyakit ginjal kronis.

Yang disebut telescoped urinary sediment adalah salah satu di mana eritrosit, leukosit, oval fat bodies, dan segala jenis silinder yang ditemukan kurang lebih sama-sama berlimpah. Kondisi yang dapat menyebabkan telescoped urinary sediment adalah: 1) lupus nefritis 2) hipertensi ganas 3) diabetes glomerulosclerosis, dan 4) glomerulonefritis progresif cepat.

Pada tahap akhir penyakit ginjal dari setiap penyebab, sedimen saluran kemih sering menjadi sangat kurang karena nefron yang masih tersisa menghasilkan urin encer.

Kristal

Kristal yang sering dijumpai adalah kristal calcium oxallate, triple phosphate, asam urat. Penemuan kristal-kristal tersebut tidak mempunyai arti klinik yang penting. Namun, dalam jumlah berlebih dan adanya predisposisi antara lain infeksi, memungkinkan timbulnya penyakit "kencing batu", yaitu terbentuknya batu ginjal-saluran kemih (lithiasis) di sepanjang ginjal – saluran kemih, menimbulkan jejas, dan dapat menyebabkan fragmen sel epitel terkelupas. Pembentukan batu dapat disertai kristaluria, dan penemuan kristaluria tidak harus disertai

32

Page 33: wrap up sk 1 urin

pembentukan batu.

1. Kalsium Oksalat

Kristal ini umum dijumpai pada spesimen urine bahkan pada pasien yang sehat. Mereka dapat terjadi pada urin dari setiap pH, terutama pada pH yang asam. Kristal bervariasi dalam ukuran dari cukup besar untuk sangat kecil. Kristal ca-oxallate bervariasi dalam ukuran, tak berwarna, dan bebentuk amplop atau halter. Kristal dapat muncul dalam specimen urine setelah konsumsi makanan tertentu (mis. asparagus, kubis, dll) dan keracunan ethylene glycol. Adanya 1 – 5 ( + ) kristal Ca-oxallate per LPL masih dinyatakan normal, tetapi jika dijumpai lebih dari 5 ( ++ atau +++ ) sudah dinyatakan abnormal.

2. Triple Fosfat

Seperti halnya Ca-oxallate, triple fosfat juga dapat dijumpai bahkan pada orang yang sehat. Kristal terlihat berbentuk prisma empat persegi panjang seperti tutup peti mati (kadang-kadang juga bentuk daun atau bintang), tak berwarna dan larut dalam asam cuka encer. Meskipun mereka dapat ditemukan dalam setiap pH, pembentukan mereka lebih disukai di pH netral ke basa. Kristal dapat muncul di urin setelah konsumsi makan tertentu (buah-buahan). Infeksi saluran kemih dengan bakteri penghasil urease (mis. Proteus vulgaris) dapat mendukung pembentukan kristal (dan urolithiasis) dengan meningkatkan pH urin dan meningkatkan amonia bebas.

3. Asam Urat

33

Page 34: wrap up sk 1 urin

Kristal asam urat tampak berwarna kuning ke coklat, berbentuk belah ketupat (kadang-kadang berbentuk jarum atau mawar). Dengan pengecualian langka, penemuan kristal asam urat dalam urin sedikit memberikan nilai klinis, tetapi lebih merupakan zat sampah metabolisme normal; jumlahnya tergantung dari jenis makanan, banyaknya makanan, kecepatan metabolisme dan konsentrasi urin. Meskipun peningkatan 16% pada pasien dengan gout, dan dalam keganasan limfoma atau leukemia, kehadiran mereka biasanya tidak patologis atau meningkatkan konsentrasi asam urat.

4. Sistin (Cystine)

Cystine berbentuk heksagonal dan tipis. Kristal ini muncul dalam urin sebagai akibat dari cacat genetic atau penyakit hati yang parah. Kristal dan batu sistin dapat dijumpai pada cystinuria dan homocystinuria. Terbentuk pada pH asam dan ketika konsentrasinya > 300mg. Sering membingungkan dengan kristal asam urat. Sistin crystalluria atau urolithiasis merupakan indikasi cystinuria, yang merupakan kelainan metabolisme bawaan cacat yang melibatkan reabsorpsi tubulus ginjal tertentu termasuk asam amino sistin.

5. Leusin dan Tirosin

Leusin dan tirosin adalah kristal asam amino dan sering muncul bersama-sama dalam penyakit hati yang parah. Tirosin tampak sebagai jarum yang tersusun sebagai berkas atau

34

Page 35: wrap up sk 1 urin

mawar dan kuning. Leusin muncul-muncul berminyak bola dengan radial dan konsentris striations. Kristal leucine dipandang sebagai bola kuning dengan radial konsentris. Kristal ini kadang-kadang dapat keliru dengan sel-sel, dengan pusat nukleus yang menyerupai. Kristal dari asam amino leusin dan tirosin sangat jarang terlihat di sedimen urin. Kristal ini dapat diamati pada beberapa penyakit keturunan seperti tyrosinosis dan "penyakit Maple Syrup". Lebih sering kita menemukan kristal ini bersamaan pada pasien dengan penyakit hati berat (sering terminal).

6. Kristal Kolesterol

Kristal kolesterol tampak regular atau irregular , transparan, tampak sebagai pelat tipis empat persegi panjang dengan satu (kadang dua) dari sudut persegi memiliki takik. Penyebab kehadiran kristal kolesterol tidak jelas, tetapi diduga memiliki makna klinis seperti oval fat bodies. Kehadiran kristal kolesterol sangat jarang dan biasanya disertai oleh proteinuria.

7. Kristal lainBerbagai macam jenis kristal lain yang dapat dijumpai dalam sedimen urin misalnya

adalah :

Kristal dalam urin asam :• Natirum urat : tak berwarna, bentuk batang ireguler tumpul, berkumpul membentuk roset.• Amorf urat : warna kuning atau coklat, terlihat sebagai butiran, berkumpul.Kristal dalam urin alkali :

• Amonium urat (atau biurat) : warna kuning-coklat, bentuk bulat tidak teratur, bulat berduri, atau bulat bertanduk.

35

Page 36: wrap up sk 1 urin

• Ca-fosfat : tak berwarna, bentuk batang-batang panjang, berkumpul membentuk rosset.• Amorf fosfat : tak berwarna, bentuk butiran-butiran, berkumpul.• Ca-karbonat : tak berwarna, bentuk bulat kecil, halter.Secara umum, tidak ada intepretasi klinis, tetapi jika terdapat dalam jumlah yang banyak, mungkin dapat menimbulkan gangguan.

Banyak obat diekskresikan dalam urin mempunyai potensi untuk membentuk kristal, seperti :

kristal Sulfadiazin dan kristal Sulfonamida

5. Memahami dan Menjelaskan Terapi Urin dalam Pandangan Islam

Obat yang mengandung benda najis atau malah terbuat langsung dari benda najis hukumnya haram dikonseumsi. Meski boleh bersentuhan dengan benda-benda najis, namun seorang muslim haram hukumnya untuk memakan, meminum atau mengkonsumsi benda-benda yang jelas-jelas hukumnya najis, meski dengan alasan pengobatan. Keharaman mengkonsumsi benda-benda najis merupakan kriteria nomor satu dalam daftar urutan makanan haram.

Dalil yang menjadi dasarnya pengharamannya adalah firman Allah SWT yang artinya :“Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka

segala yang buruk. “(QS. Al-A'raf : 157)

Air kencing atau urine adalah benda yang najis menurut jumhur ulama. Dasarnya kenajisan kotoran atau tinja adalah sabda Rasulullah SAW :

“Baju itu dicuci dari kotoran, kencing, muntah, darah, dan mani.” (HR. Al-Baihaqi dan Ad-Daruquthny)

36

Page 37: wrap up sk 1 urin

Urine adalah air seni atau air kencing, baik yang keluar dari tubuh manusia atau hewan, adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Para ahli mengatakan bahwa eksreksi urine diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh.

Di beberapa tempat kita menemukan orang melakukan pengobatan dengan terapi urine. Orang yang berobat dengan cara ini diharuskan meminum urinenya sendiri.Konon kabarnya, minum air kencing sebagai pengobatan sudah dilakukan di India sekitar 5000 tahun lalu.

Orang Eropa kabarnya juga mengenal terapi ini sejak 4000 tahun lalu. Di China, pengobatan ini baru dikenal sejak 1700 tahun lalu.Sementara itu di Jepang, terapi ini baru dikenal pada 700 tahun lalu. Di Indonesia sendiri sebagian masyarakat kita menerapkan terapi ini.Memang ada perbedaan pendapat tentang apakah air kencing itu mengandung racun penyakit atau tidak.

Pihak yang bilang urine tidak mengandung racun berpatokan pada laporan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) tahun 1992. Laporan itu menyatakan bahwa air urine bersifat steril jika tidak tercemari tinja.

Para pakar yang sudah lama mempraktikkan terapi ini mengatakan bahwa urine itu mengandung berbagai senyawa berharga, seperti mineral, vitamin, hormon, enzim, antibodi, antialergen, antigen, asam amino, serta bahan nutrien lain yang berguna bagi tubuh. Bahan-bahan senyawa yang ditemukan di dalam urine ini bersifat murni, bioaktif, dan mempunyai kemampuan menyembuhkan sendiri (bio-self healing power).

Lepas dari apakah terapi urine itu ilmiah dan dapat dipertanggung-jawabkan, juga lepas dari apakah terapi ini berhasil menyembuhkan penyakit, dalam syariat Islam air kencing hukumnya tetap najis. Dan karena kenajisannya, hukum berobat dengan terapi urine termasuk hal yang diharamkan apabila urine itu diminum. Hal ini tidak terbatas pada urine manusia saja, tapi juga urine hewan.

Bagi umat islam mengonsumsi makanan yang halal dan thoyib merupakan bagia dari perintah agama. Demikian juga meninggalkan makanan yang haram adalah kewajiban yang tidak bisa di tawar-tawar lagi. Jelas sekali obat dan makanan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Oleh karena itu maka status kehalalan obat-obatan terutama yang ditelan adalah wajib adanya bagi kaum muslim.

Memang benar bahwa yang haram itu bisa menjadi halal bila dalam keadaan yang sangat darurat, sebagaimana halnya bangkai hewan, darah ataupun daging babi bisa halal dimakan bila dalam keadaan darurat. Sebagaimana tercantum dalam firman Allah dalam surat Al-Baqarah : 173. Artinya :“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu, bangkai, darah, daging bagi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang” (QS. Al-Baqarah : 173)

Namun, apapun khasiat yang bisa ditemukan dalam air kencing ini, bagi umat islam tak ada alasan darurat untuk meminumnya selama masih ada obat linnya yang bisa digunakan, sebenarnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah lama menyoroti masalah pengobatan tradisional dengan air seni maupun tentang penggunaan plasenta manusia pada obat dan

37

Page 38: wrap up sk 1 urin

kosmetika. Untuk memberikan kejelasan kepada masyarakat luas dan menghindari kesalahpahaman, secara khusus MUI dalam munas tahun 200 yang lalu telah membahas masalah plasenta manusia dan terapi urine ini. Dalam keputusan fatwa MUI nomor : 2/Munas/VI/MUI/2000, ayat ke 3 :

“Penggunaan air seni manusia hukumnya adalah haram, kecuali dalam keadaan darurat dan diduga kuat dapat menyembuhkan menurut keterangan dokter ahli terpercaya” Dengan adanya fatwa MUI tersebut, maka jelaslah bahwa pemakaian kencing manusia ini bila tidak dalam status darurat, maka hukumnya adalah haram bagi umat islam. Kalaupun memang darurat, maka ukuran kedaruratannya ini tidak bisa hanya berdasarkan perasaan seseorang belaka, tetapi harus berdasarkan pertimbangan objektif dari beberapa ahli kesehatan yang berkompeten sekurang-kurangnya 3 orang ahli.

38

Page 39: wrap up sk 1 urin

DAFTAR PUSTAKA

DiFiore, M.S.H. 1981. Atlas of Human Histology 5th edition. Lea and Febiger, Philadelphia, USA

DiPiro, Joseph. T., et al. 2014. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Ninth Edition. USA. MacGraw- Hill Education

Moore, Keith. L., et al. 2013. Anatomi Berorientasi Klinis Ed. 5 Jilid 1. Jakarta. Penerbit Erlangga

Price, Sylvia. A. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit Ed.4 Buku II. Jakarta. EGC

Setiati, Siti., dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed. 6 Jilid II. Jakarta. Interna Publishing

Sherwood, Lauralee. 2014. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC

Sofwan, Achmad. 2015. Systema Urogenitale. Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas YARSI

Tanto, Chris., dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran essentials of medicine Ed.4 Buku I. Jakarta. Media Aesculapius

http://www.academia.edu/5405727/Sindroma_Nefrotik (diunduh pada Sabtu, 28 Maret 2015)

http://www.fiqihkehidupan.com/bab.php?id=235 (diakses pada Sabtu, 28 Maret 2015

http://labkesehatan.blogspot.com/2010/02/urinalisis-1.html (diakses pada Jum’at, 27 Maret 2015)

http://labkesehatan.blogspot.com/2010/02/urinalisis-2-analisis-mikroskopik.html (diakses pada Jum’at, 27 Maret 2015)

http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Pustaka_Unpad_Konsensus_-Tatalaksana_-Sindroma_-Nefrotik.pdf.pdf (di akses pada Sabtu, 28 Maret 2015)

39