wrap up hemato skenario 1 btul

32
SKENARIO 1 LEKAS LELAH BILA BEKERJA Ibu Shinta 35 tahun, memeriksakan diri ke dokter dengan keluhan sering merasa lekas lelah setelah mengerjakan pekerjaan rumahtangga.Keluhan ini sudah dialami 3 bulan terakhir.Sebelumnya tidak pernah mengalami hal seperti ini. Pada anamnesis tambahan didapatkan keterangan bahwa pola makan bu Shinta tidak teratur, jarang makan sayur, ikan, maupun daging, hanya tahu/ temped dan kerupuk. Tidak dijumpai riwayat penyakit yang diderita sebelumnya dan riwayat pengobatan tidak jelas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan: Wajah terlihat lelah, TD 110/60 mmHg, frekuensi nadi 88 x/menit, frekuensi pernapasan 20 x/menit, suhu tubuh 36,8 0 C, TB=160 cm, BB=60 kg, konjungtiva palpebral inferiorpucat. Pemeriksaan jantung paru dan abdomen dalam batas normal. Hasil pemeriksaan darah rutin dijumpai: Pemeriksaan Kadar Nilai Normal Hemoglobin (Hb) 10,5 g/dL 12-14 g/dL Hematokrit (Ht) 47% 37-42% Eritrosit 6,75x10 6 /µl 3,9-5,3 x 10 6 / µl MCV 70 fL 82-92 fl MCH 20 pg 27-31 pg MCHC 22 % 32-36 % Leukosit 6500/ µl 5000-10.000/ µl Trombosit 300.000/ µl 150.000-400.000/ µl Dokter mengatakan Ibu Shinta mengalami anemia. Page 1

Upload: rivantrisatrio

Post on 09-Feb-2016

280 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

WRAP UP HEMATO SKENARIO 1

TRANSCRIPT

Page 1: Wrap Up Hemato SKENARIO 1 Btul

SKENARIO 1

LEKAS LELAH BILA BEKERJA

Ibu Shinta 35 tahun, memeriksakan diri ke dokter dengan keluhan sering merasa lekas lelah setelah mengerjakan pekerjaan rumahtangga.Keluhan ini sudah dialami 3 bulan terakhir.Sebelumnya tidak pernah mengalami hal seperti ini.

Pada anamnesis tambahan didapatkan keterangan bahwa pola makan bu Shinta tidak teratur, jarang makan sayur, ikan, maupun daging, hanya tahu/ temped dan kerupuk. Tidak dijumpai riwayat penyakit yang diderita sebelumnya dan riwayat pengobatan tidak jelas.Pada pemeriksaan fisik didapatkan:

Wajah terlihat lelah, TD 110/60 mmHg, frekuensi nadi 88 x/menit, frekuensi pernapasan 20 x/menit, suhu tubuh 36,80C, TB=160 cm, BB=60 kg, konjungtiva palpebral inferiorpucat.

Pemeriksaan jantung paru dan abdomen dalam batas normal. Hasil pemeriksaan darah rutin dijumpai:

Pemeriksaan Kadar Nilai NormalHemoglobin (Hb) 10,5 g/dL 12-14 g/dLHematokrit (Ht) 47% 37-42%Eritrosit 6,75x106/µl 3,9-5,3 x 106 / µlMCV 70 fL 82-92 flMCH 20 pg 27-31 pgMCHC 22 % 32-36 %Leukosit 6500/ µl 5000-10.000/ µlTrombosit 300.000/ µl 150.000-400.000/ µl

Dokter mengatakan Ibu Shinta mengalami anemia.

Page 1

Page 2: Wrap Up Hemato SKENARIO 1 Btul

SASARAN BELAJAR

LI.1 Memahami dan MenjelaskanEritropoiesis

LO.1.1 Memahami dan Menjelaskan definisi eritropoiesis LO.1.2 Memahami dan Menjelaskan mekanisme eritropoiesisLO. 1.3 Memahami dan Menjelaskan morfologi eritrositLO. 1.4 Memahami dan Menjelaskan factor-faktor yang di perlukan untuk eritropoiesisLO. 1.5 Memahami dan Menjelaskan kelainan morfologi dan jumlah eritropoiesis

LI. 2 Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin

LO 2.1 Memahami dan Menjelaskan definisi dan fungsi hemoglobinLO 2.2 Memahami dan Menjelaskan struktur hemoglobinLO 2.3 Memahami dan Menjelaskan biosintesis hemoglobinLO 2.4 Memahami dan Menjelaskan reaksi Antara O2 dan hemoglobinLO 2.5 Memahami dan Menjelaskan reaksi Antara Fe dan hemoglobinLO 2.6 Memahami dan Menjelaskan proses distribusi O2 dari paru-paru

LI. 3 Memahami dan Menjelaskan Anemia

LO 3.1 Memahami dan Menjelaskan definisi anemiaLO 3.2 Memahami dan Menjelaskan etiologi anemiaLO 3.3 Memahami dan Menjelaskan klasifikasi anemiaLO 3.4 Memahami dan Menjelaskan manifestasi klinis anemiaLO 3.5 Memahami dan Menjelaskan pemeriksaan laboratorium

LI. 4 Memahami dan Menjelaskan Anemia Defisiensi Besi

LO 4.1 Memahami dan Menjelaskan definisi LO 4.2 Memahami dan Menjelaskan etiologi LO 4.3 Memahami dan Menjelaskan patofisiologi LO 4.4 Memahami dan Menjelaskan diagnosis LO 4.5 Memahami dan Menjelaskan tata laksana LO 4.6 Memahami dan Menjelaskan komplikasi LO 4.7 Memahami dan Menjelaskan pencegahan

Page 2

Page 3: Wrap Up Hemato SKENARIO 1 Btul

LI.1 Memahami dan MenjelaskanEritropoiesis

LO.1.1 Memahami dan Menjelaskan definisi eritropoiesis Eritropoesis adalah proses pembuatan eritrosit (sel darah merah), pada janin dan

bayi proses ini berlangsung di limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa terbatas hanya pada sumsum tulang.

LO.1.2 Memahami dan Menjelaskan mekanisme eritropoiesis

Sel darah berasal dari sel stem hemopoetik pluripoten yang berada pada sumsum tulang. Sel ini kemudian akan membentuk bermacam macam sel darah tepi. Asal sel yang akan terbentuk selanjutnya adalah sel stem commited, Sel ini akan dapat meghasilkan Unit pembentuk koloni eritrosit (CFU-E) dan Unit granulosit dan monosit (CFU-GM).

Pada eritropoesis, CFU-E membentuk banyak sel Proeritroblas sesuai dengan rangsangan. Proeritroblas akan membelah berkali-kali menghasilkan banyak sel darah merah matur yaitu Basofil Eritroblas. Sel ini sedikit sekali mengumpulkan hemoglobin. Selanjutnya sel ini akan berdifferensiasi menjadi Retikulosit dengan sel yang sudah dipenuhi dengan hemoglobin. Retikulosit masih mengandung sedikit bahan basofilik. Bahan basofilik ini akan menghilang dalam waktu 1-2 hari dan menjadi eritrosit matur.

1. RubriblastRubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritroblast, merupakan sel termuda dalam sel eritrosit. Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti dan kromatin yang halus. Ukuran sel rubriblast bervariasi 18-25 mikron.

Page 3

Page 4: Wrap Up Hemato SKENARIO 1 Btul

Dalam keadaan normal jumlah rubriblast dalam sumsum tulang adalah kurang dari 1 % dari seluruh jumlah sel berinti.

2. ProrubrisitProrubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik. Ukuran lebih kecil dari rubriblast. Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4 % dari seluruh sel berinti.

3. RubrisitRubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast polikromatik. Inti sel ini mengandung kromatin yang kasar dan menebal secara tidak teratur, di beberapa tempat tampak daerah-daerah piknotik. Pada sel ini sudah tidak terdapat lagi anak inti, inti sel lebih kecil daripada prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna biru karena asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah karena hemoglobin. Jumlah sel ini dalam sumsum tulang orang dewasa normal adalah 10-20 %.

4. MetarubrisitSel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik. Ini sel ini kecil padat dengan struktur kromatin yang menggumpal. Sitoplasma telah mengandung lebih banyak hemoglobin sehingga warnanya merah walaupun masih ada sisa-sisa warna biru dari RNA. Jumlahnya dalah keadaan normal adalah 5-10%

5. RetikulositPada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan penglepasan inti sel, masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa RNA. Sebagian proses ini berlangsung di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi dalam darah tepi. Setelah dilepaskan dari sumsum tulang sel normal akan beredar sebagai retikulosit selama 1-2 hari. Dalam darah normal terdapat 0,5 – 2,5% retikulosit.

6. EritrositEritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkaf dengan ukuran diameter 7-8 mikron dan tebal 1,5- 2,5 mikron. Bagian tengan sel ini lebih tipis daripada bagian tepi. Dengan pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna kemerah-merahan karena mengandung hemoglobin. Umur eritrosit adalah sekitar 120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai umurnya oleh limpa.

Eritrosit hidup dan beredar dalam darah tepi (life span) rata-rata selama 120 hari. Setelah 120 hari eritrosit mengalami proses penuaan kemudian dikeluarkan dari sirkulasi oleh sistem RES. Apabila destruksi eritrosit terjadi sebelumnya maka proses ini disebut sebagai Hemolisis.

Page 4

Page 5: Wrap Up Hemato SKENARIO 1 Btul

LO 1.3 Memahami dan Menjelaskan morfologi eritrosit

1. Rubriblast : Selbesar ( 15-30 µm) Inti : besar, bulat, warnamerah, kromatinhalus Nukleoli : 2-3 buah Sitoplasma : birutua, sedikit halo di sekitarinti

2. Prorubrisit : Lebihkecildarirubriblast Inti: bulat, kromatinmulaikasar Nukleoli (-) Sitoplasma: biru, lebihpucat

3. Rubrisit : Lebihkecildariprorubrisit Inti: lebihkecildariprorubrisit, bulat,

kromatinkasardanmenggumpal Sitoplasma: pembentukanHb (+)

4. Metarubrisit : Lebihkecildarirubrisit Inti: bulat, kecil, kromatinpadat, warnabirugelap Sitoplasma: merahkebiruan

5. Eritrositpolikromatik : Masihadasisa-sisakromatininti Sitoplasmawarna violet / kemerahan / sedikitbiru Faseinidisetarakandenganretikulosit

6. Eritrosit : Ukuran 6-8 µm Sitoplasmakemerahan Bagiantengahpucat, karena bentukbikonkaf Bentukbulat, tepi rata

Morfologi eritrositEritrosit normal berbentuk lempeng bikonkaf dengan diameter ± 7,8 μm, dengan

ketebalan pada bagian yang paling tebal 2,5 μm dan .Normalnya bagian tengah eritrosit tidak melebihi 1/3 diameternya, dan disebut eritrosit normokhromatik.

o Jika bagian tengah (pucat) melebar dan bagian pinggir eritrosit itu kurang terwarna, sel ini disebut eritrosit hipokhromatik

o Jika bagian tengah (pucat) menyempit, sel ini disebut eritrosit hiperkhromatik.

Page 5

Page 6: Wrap Up Hemato SKENARIO 1 Btul

Bersifat elastis, sehingga mampu merubah bentuk untuk dapat masuk ke dalam kapiler-kapiler yang memiliki diameter kecil.

Setiap eritrosit diliputi oleh membran plasma (lipoprotein) Dibawahnya terdapat cystokel yang terdiri dari 2 lapisan :

o Jala granular vertikalo Filamentosa horisontal

Jala-jala terutama tersusun oleh protein kontraktil “spektrin”o Memelihara bikonkafo Efisiensi pengaliran O2 dan CO2

Umur sel eritrosit ±120 hari Volume eritrosit adalah 90 - 95 μm3.Jumlah eritrosit normal pada pria 4,6 - 6,2

juta/μL dan pada wanita 4,2 -5,4 juta/μL.

LO 1.4 Memahami dan Menjelaskan factor-faktor yang di perlukan untuk eritropoiesis

Proses pembentukan eritrosit (eritropoiesis) memerlukan:1. Sel induk : CFU-E, BFU-E, Normoblast2. Bahan pembentuk eritrosit : besi, vitamin B12,asam folat, protein, dll.3. Mekanisme regulasi: faktor pertumbuhan hemapoietik dan hormon eritropotein

Besi : untuk produksi heme, dan kira-kira 65% dari besi tubuh ada di dalam hemoglobin.

Vitamin B12 (sianokobalamin) : untuk sintesis molekul asam deoksiribonukleat (DNA) dalam pembentukan sel darah merah.

Asam folat : untuk sintesis DNA dan meningkatkan pematangan sel darah merah. Vitamin C Tembaga : katalis dalam pembentukan hemoglobin dan dlam cara ini membantu

untuk membuat sel darah merah. Kobalt : mineral dan molekul vitamin B12

Page 6

Page 7: Wrap Up Hemato SKENARIO 1 Btul

LO 1.5 Memahami dan Menjelaskan kelainan morfologi dan jumlah eritropoiesis

Variasi Kelainan dari Besar Eritrosit

1. Makrositosis Keadaan dimana diameter rata-rata eritrosit > 8,5 mikron dengan tebal rata-rata 2,3 mikron. Ditemukan pada anemia megaloblastik, anemi pada kehamilan, anemi karena malnutrition.

2. Mikrositosis Keadaan dimana diameter rata-rata eritrosit < 7 mikron dengan tebal rata-rata 1,5-1,6 mikron. Ditemukan pada anemi defisiensi besi.

3. Anisositosis Keadaan dimana ukuran besarnya eritrosit bervariasi, jadi terdapat makro, normo, mikrosit, sedang bentuknya sama. Ditemukan pada anemi kronik yang berat.

Variasi Warna Eritrosit

1. Normokromia Keadaan dimana eritrosit dengan konsentrasi hemoglobin normal.

2. Hipokromia Keadaan dimana eritrosit dengan konsentrasi hemoglobin kurang dari normal.

3. Hiperkromia Keadaan dimana eritrosit dengan konsentrasi hemoglobin lebih dari normal.

4. Polikromasia Keadaan beberapa warna pada eritrosit, misalnya: basofilik, asidofilik, ataupun polikromatofilik.

Variasi Bentuk Eritrosit

1. Echnosit : “Crenated Eritrosit “, misalnya eritrosit pada media hipertonik. Sferosit : Eritrosit dengan diameter < 6,5 mikron tetapi hiperkrom misalnya pada sferositosis.

2. Leptosit : Misalnya pada hemoglobinopati Ca atau E. 3. Sel target : Bull’s eyo cell ; misalnya pada thalassemia. 4. Ovalosit : Elliptosit, misalnya pada elliptositosis hereditaria. 5. Drepanosit : Sickle Cell, misalnya pada sickle cell anemi. 6. Sehistocyte : Helmet Cell merupakan pecahan eritrosit, misalnya pada anemi

hemolitika. 7. Stomatosit : misalnya pada thalassemia dan anemi pada penyakit hati yang

menahun. 8. Tear drop cell : misalnya pada anemi megaloblastik. 9. Poikilositosis : keadaan dimana terdapat bermacam-macam bentuk eritrosit dalam

satu sediaan hapus, misalnya pada hemopoisis extramedularis. ( Dep Kes RI, 1989 )

Page 7

Page 8: Wrap Up Hemato SKENARIO 1 Btul

LI. 2 Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin

LO 2.1 Memahami dan Menjelaskan definsi dan fungsi hemoglobin

Hemoglobin adalah zat warna dalam eritrosit yang berfungsi mengangkut O2 dan CO2. Kadar normal pada laki-laki : 14-18 gr/dl. Untuk perempuan 12-16 gr/dl.

Bayi baru lahir 13,5 ± 3 g/dl

Bayi 3 bulan 11,5 ± 2 g/dl

Anak usia 1 tahun 12 ± 1,5 g/dl

Anak usia sekolah 13 ± 1,5 g/dl

Wanita 12 – 16 g/dl

Pria 14 – 18 g/dl

Fungsi dari hemoglobinHemoglobin pada eritrosit vertebrata berperan penting dalam:

Pengangkutan oksigen dari organ respirasi ke jaringan perifer sedangkan CO2 dari jaringan k paru-paru.

pengangkutan karbon dioksida dan berbagai proton dari jaringan perifer ke organ respirasi untuk selanjutnya diekskresikan ke luar

menentukan kapasitas penyangga darah.

Page 8

Page 9: Wrap Up Hemato SKENARIO 1 Btul

LO 2.2 Memahami dan Menjelaskan struktur hemoglobin

Hemoglobin dewasa (HbA) terdiri dari empat rantai polipeptida ( dua a dan dua b ) masing-masing mengandung satu molekul heme. Sedangkan pada bayi yang masih dalam kandungan atau yang sudah lahir terdiri dari beberapa rantai beta dan molekul hemoglobinnya terbentuk dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gama yang dinamakan sebagai HbF.

Rantai a dan b dari HbA adalah mirip satu sama lain dalam konfigurasi 3 dimensi dan pada rantai tunggal dari mioglobin otot, walaupun urutan asam aminonya berbeda.

Dalam setiap rantai terjadi 8 heliks-a. Heme, suatu kompleks dari satu cincin

porfirin dan satu ion ferro (Fe2+), sesuai pada celah dari setiap rantai globin dan berinteraksi dengan 2 residu histidin.

LO 2.3 Memahami dan Menjelaskan biosintesis hemoglobin

Page 9

Page 10: Wrap Up Hemato SKENARIO 1 Btul

Sintesis heme terjadi di mitokondria melalui suatu rangkaian reaksi biokimia yang bermula dengan kondensasi glisin dan suksinil koenzim A oleh kerja enzim kunci yang bersifat membatasi kecepatan reaksi yaitu asam aminolevulinat sintase membentuk asam aminolevulinat/ALA. Dalam reaksi ini glisin mengalami dekarboksilasi. Piridoksal fosfat adalah koenzim untuk reaksi ini yang dirangsang oleh eritropoietin. Dalam reaksi kedua pada pembentukan hem yang dikatalisis oleh ALA dehidratase, 2 molekul ALA menyatu membentuk pirol porfobilinogen. Empat dari cincin-cincin pirol ini berkondensasi membentuk sebuah rantai linear dan mengandung gugus asetil (A) dan propionil (P). Gugus asetil mengalami dekarboksilasi untuk membentuk gugus metil. Kemudian dua rantai sisi propionil yang pertama mengalami dekarboksilasi dan teroksidasi ke gugus vinil, membentuk protoporfirinogen Akhirnya, Jembatan metilen mengalami oksidasi untuk membentuk protoporfirin IX. Protoporfirin bergabung dengan Fe2+ untuk membentuk heme. Masing- masing molekul heme bergabung dengan satu rantai globin.Globin disintesis oleh ribosom, lalu bergabunglah tetramer yang terdiri dari empat rantai globin dan heme nya membentuk hemoglobin. Pada saat sel darah merah tua dihancurkan, bagian globin dari hemoglobin akan dipisahkan, dan hemenya diubah menjadi biliverdin. Lalu sebagian besar biliverdin diubah menjadi bilirubin dan diekskresikan ke dalam empedu. Sedangkan besi dari heme digunakan kembali untuk sintesis hemoglobin. Pada langkah terakhir jalur ini, besi (sebagai Fe 2+) digabungkan ke dalam protoporfirin IX dalam reaksi yang dikatalisis oleh ferokelatase (dikenal sebagai heme sintase).

LO 2.4 Memahami dan Menjelaskan reaksi Antara O2 dan hemoglobin

Hemoglobin mengikat oksigen untuk membentuk oksihemoglobin, oksigen menempel pada Fe2+ dalam heme. Masing-masing dari keempat atom besi dapat mengikat satu molekul oksigen secara reversibel. Atom besi tetap berada dalam bentuk ferro, sehingga reaksi pengikatan oksigen merupakan suatu reaksi oksigenasi.

Dengan reaksi : Hb + O2 ↔ HbO2

Bila tekanan O2 tinggi, seperti dalam kapiler paru, O2 berikatan dengan hemoglobin. Sedangkan jika tekanan oksigen rendah, oksigen akan dilepas dari hemoglobin (deoksihemoglobin).

Kurva disosiasi hemoglobin-oksigen adalah kurva yang menggambarkan hubungan % saturasi kemampuan hemoglobin mengangkut O2 dengan PO2 yang memiliki bentuk signoid khas yang disebabkan oleh interkonversi T-R. Pengikatan O2 oleh gugus heme pertama pada satu molekul Hb akan meningkatkan afinitas gugus heme kedua terhadap O2, dan oksigenase gugus kedua lebih meningkatkan afinitas gugus ketiga, dan seterusnya sehingga afinitas Hb terhadap molekul O2 keempat berkali-kali lebih besar dibandingkan reaksi pertama.

Page 10

Page 11: Wrap Up Hemato SKENARIO 1 Btul

Masing-masing dari keempat atom besi dapat mengikat satu molekul O2 secara reversible. Atom besi tetap berada dalam bentuk ferro sehingga reaksi pengikatan O2 merupakan suatu reaksi oksigenasi bukan oksidasi.

Reaksi ini berlangsung cepat, dan membutuhkan waktu kurang dari 0,01 detik. Deoksigenasi juga berlangsung sangat cepat. Struktur kuartener hemeoglobin menentukan afinitasnya terhadap O2. Pada deoksihemoglobin, unit globin terikat erat dalam konfigurasi Tense(T,tegang) yang menurunkan afinitas molekul terhadap O2. Saat O2 pertama kali terikat, ikatan yang menahan unit globin terlepas sehingga terbentuk konfigurasi relaxed(R,rileks). Yang memaparkan lebih banyak tempat pengikatan O2. Hasil akhirnya adalah peningkatan afinitas terhadap O2 sebesar 500 kali lipat. Di jaringan, reaksi-reaksi ini berbalik sehingga terjadi pelepasan O2.

Hemoglobin mengikat O2 untuk membentuk oksihemoglobin, O2 menempel pada Fe2+ di heme. Afinitas hemoglobin terhadap O2 dipengaruhi pH,suhu, dan konsentrasi 2,3 bifosfogliserat(2,3 BPG) dalam sel darah merah. 2,3 BPG dan H+ berkompetisi dengan O2 untuk berikatan dengan hemoglobin deoksigenasi sehiingga afinitas hemoglobin terhadap O2 berkurang dengan bergesernya posisi empat rantai peptida(struktur kuartener).

Page 11

Page 12: Wrap Up Hemato SKENARIO 1 Btul

Bila darah terpajan oleh berbagai macam obat dan agen-agen pengoksidasi lainya secara in vitro atau in vivo, besi ferro(Fe2+) yang dalam keadan normal terdapat dalam molekul tersebut akan berubah menjadi besi ferri (Fe3+), yang membentuk methemoglobin. Methemoglobin berwarna tua,dan kalau jumlahnya besar dalam sirkulasi, methemoglobin ini akan menimbulkan perubahan warna kehitaman pada kulit yang menyerupai sianosis. Pada keadaan normal, terjadi sedikit oksidasi hemoglobin menjadi methemoglbi, tetapi suatu sistem enzim dalam sel darah merah, yakni NADH-ethemoglobin reduktase, mengubah kembali methemoglobin menjadi hemoglobin. Tidak adanya sistem ini secara kongenital merupakan salah satu penyebab methemoglbinemia herediter.

LO 2.5 Memahami dan Menjelaskan reaksi Antara Fe dan hemoglobin

Besi diserap dalam bentuk fero (Fe2+). Karena bersifat toksik di dalam tubuh, besi bebas biasanya terikat ke protein. Besi dapat diambil dari simpanan feritin, diangkut dalam darah sebagai transferin dan diserap oleh sel yang memerlukan besi melalui proses endositosis diperantarai oleh resptor (misalnya oleh retikulosit yang sedang membentuk hemoglobin). Apabila terjadi penyerapan besi berlebihan dari makanan, kelebihan tersebut disimpan sebagai hemosiderin, suatu bentuk feritin yang membentuk kompleks dengan besi tambahan yang tidak mudah dimobilisasi segera.

LO 2.6 Memahami dan Menjelaskan proses distribusi O2 dari paru-paru

Proses fisiologis pernafasan yaitu proses O2 dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan, dan C02 di keluarkan ke udara dapat dibagi menjadi 3 stadium:

1. Ventilasi Proses ekspirasi dan inspirasi

2. Transportasi Mencakup proses difusi gas-gas melintasi membran alveolus-kapiler yang tips(tebalnya kurang dari 0,5 µm). Kekuatan mendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial O2 dalam darah vena campuran (PVO2) dikapiler paru kira-kira sebesar 40 mmhg. PO2 kapiler lebih rendah daripada tekanan daram alveolus(PAO2=103mmhg) sehingga 02 mudah berdifusi ke dalam aliran darah.perbedaan tekanan antara darah 46mmhg dan PaCO2 yang lebih rendah 40mmhg menyebabkan CO2 berdifusi ke alveolus yang kemudian dikeluarkan ke atmosfer. Sedangkan O2 dalam darah akan ditransport dengan cara berikatan dengan Hb.

3. Respirasi sel atau respirasi internaPada tingkat jaringan, O2 akan melepaskan diri dari Hbke dalam plasma dan berdifusi dari plasma ke sel-sel jaringan tubuh untuk memenuhi kebutuhan jaringan yang bersangkutan.

Page 12

Page 13: Wrap Up Hemato SKENARIO 1 Btul

LI.3 Memahami dan Menjelaskan Anemia

LO 3.1 Memahami dan Menjelaskan definsi anemia

Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit dan atau masa hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh.

Anemia selalu merupakan keadaan tidak normal dan harus dicari penyebabnya. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium sederhana berguna dalam evaluasi penderita anemia.

LO 3.2 Memahami dan Menjelaskan etiologi anemia

Pada dasarnya anemia disebabkan oleh gangguan pembentukan eritrosit di sumsum tulang (produksi eritrosit menurun), kehilangan eritrosit dari tubuh (perdarahan), proses peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis).

Terdapat berbagai macam penyebab anemia, antara lain:1. Pendarahan hebat yang mendadak (akut) karena kecelakaan, pembedahan, persalinan, atau

pecah pembuluh darah2. Pendarahan kronik (menahun) karena pendarahan hidung, wasir (hemoroid), maag (ulkus

peptikum), kanker atau polip di saluran pencernaan, tumor ginjal atau kandung kemih3. Pendarahan menstruasi yang sangat banyak4. Berkurangnya pembentukan sel darah merah karena kekurangan zat besi, kekurangan

vitamin B12, kekurangan asam folat, kekurangan vitamin C5. Penyakit kronik yang mengakibatkan meningkatnya penghancuran sel darah merah,

pembesaran limpa, kerusakan mekanik pada sel darah merah6. Kekurangan G6PD (suatu enzim yang berperan dalam proses pembentukan dan

perombakan sel darah merah dan pencegahan hemolisis pada eritrosit). Kelainan enzim G6PD menyebabkan proses pembentukan dan perombakan sel darah merah menjadi tidak normal dan mudah pecah (hemolitik).

7. Penyakit darah, seperti penyakit sel sabit (sel darah merah berbentuk bulan sabut seperti huruf C) dan thalassemia.

LO 3.3 Memahami dan Menjelaskan klasifikasi anemia

Derajat anemia antara lain ditentukan oleh kadar hemoglobin. Derajat anemiaperlu disepakati sebagai dasar penatalaksanaan kasus anemia.Klasifikasi derajat anemia yang umum dipakai adalah :

Ringan Sekali Hb 10 g/dl – cut off pointRingan Hb 8 g/dl – Hb 9,9 g/dlSedang Hb 6 g/dl – 7,9 g/dlBerat Hb < 6 g/dl

Page 13

Page 14: Wrap Up Hemato SKENARIO 1 Btul

Klasifikasi anemia yang paling sering dipakai adalah :

1. Klasifikasi MorfologikBerdasarkan morfologi eritrosit pada pemeriksaan apusan darah tepi atau dengan melihat indeks eritrosit. Dengan melihat morfologi anemia maka dapat diduga penyebab anemia tersebut

A. Anemia Hipokromik Mikrositer ( MCV < 80 fl, MCH < 27 pg)1. Anemia Defisiensi Besi2. Thalassemia3. Anemia Akibat Penyakit kronik4. Anemia Sideroblastik

B. Anemia Normokromik Normositer ( MCV 80-95 fl, MCH 27-34 pg)1. Anemia Pascaperdarahan Akut2. Anemia Aplastik- Hipoplastik3. Anemia hemolitik - terutama bentuk yang didapat4. Anemia Akibat penyakit kronik5. Anemia Mieoplastik6. Anemia pada Gagal Ginjal Kronik7. Anemia pada mielofibrosis8. Anemia pada Sindrom mielodisplastik9. Anemia pada leukimia akut

C. Anemia Makrositer ( MCV > 95 fl)1. Megaloblastik

1. Anemia Defisiensi Folat2. Anemia Defisiensi Vitamin B12

2. Nonmegaloblastik1. Anemia pada penyakit hati kronik2. Anemia pada hipotiroid3. Anemia pada sindroma mielodisplastik.4.

LO 3.4 Memahami dan Menjelaskan manifestasi klinis anemia

Gejala anemia sangat bervariasi, tetapi pada umumnya dapat dibagi menjadi 3 golongan besar, yaitu:1. Gejala umum anemia

Disebut juga sebagai sindrom anemia, atau anemic syndrome. Gejala umum anemia adalah gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun di bawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia organ target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin. Gejala-gejala tersebut jika diklasifikasikan menurut organ yang terkena adalah sebagai berikut:

Page 14

Page 15: Wrap Up Hemato SKENARIO 1 Btul

System kardiovaskular : lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak nafas, angina pectoris dan gagaljantung System saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabel. Sistem urogenital : gangguan hadidan libido menurun Epitel : pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, rambut tipis dan halus

2. Gejala khas masing-masing anemia Anemia defisiensi besi : disfagia, atropi papil lidah, stomatitis angularis Anemia defisiensi asam folat : lidah merah (buffy tongue) Anemia hemolitik : icterus dan hepatosplenomegali Amemia aplastik : pendarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi

3. Gejala akibat penyakit dasarDisebabkan karena penyakit yang mendasari anemia misalnya, anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang

LO 3.5 Memahami dan Menjelaskan pemeriksaan laboratorium

• Complete blood count (CBC)CBC terdiri dari pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, jumlah eritrosit, ukuran eritrosit, dan hitung jumlah leukosit. Pada beberapa laboratorium, pemeriksaan trombosit, hitung jenis, dan retikulosit harus ditambahkan dalam permintaan pemeriksaan (tidak rutin diperiksa). Pada banyak automated blood counter, didapatkan parameter RDW yang menggambarkan variasi ukuran sel.• Pemeriksaan morfologi apusan darah tepiApusan darah tepi harus dievaluasi dengan baik. Beberapa kelainan darah tidak dapat dideteksi dengan automated blood counter. • Sel darah merah berinti (normoblas)Pada keadaan normal, normoblas tidak ditemukan dalam sirkulasi. Normoblas dapat ditemukan pada penderita dengan kelainan hematologis (penyakit sickle cell, talasemia, anemia hemolitik lain) atau merupakan bagian dari gambaran lekoeritroblastik pada penderita dengan bone marrow replacement. Pada penderita tanpa kelainan hematologis sebelumnya, adanya normoblas dapat menunjukkan adanya penyakit yang mengancam jiwa, seperti sepsis atau gagal jantung berat. Hipersegmentasi neutrofi lHipersegmentasi neutrofi l merupakan abnormalitas yang ditandai dengan lebih dari 5% neutrofi l berlobus >5 dan/atau 1 atau lebih neutrofi l berlobus >6. Adanya hipersegmentasi neutrofi l dengan gambaran makrositik berhubungan dengan gangguan sintesis DNA (defi siensi vitamin B12 dan asam folat).

• Hitung retikulosit

Page 15

Page 16: Wrap Up Hemato SKENARIO 1 Btul

Retikulosit adalah sel darah merah imatur. Hitung retikulosit dapat berupa persentasi dari sel darah merah, hitung retikulosit absolut, hitung retikulosit absolut terkoreksi, atau reticulocyte production index. Produksi sel darah merah efektif merupakan proses dinamik. Hitung retikulosit harus dibandingkan dengan jumlah yang diproduksi pada penderita tanpa anemia. Rumus hitung retikulosit terkoreksi adalah:Hitung retikulosit terkoreksi = % retikulosit penderita x hematocrit

45Faktor lain yang memengaruhi hitung retikulosit terkoreksi adalah adanya pelepasan retikulosit prematur di sirkulasi pada penderita anemia. Retikulosit biasanya berada di darah selama 24 jam sebelum mengeluarkan sisa RNA dan menjadi sel darah merah. Apabila retikulosit dilepaskan secara dini dari sumsum tulang, retikulosit imatur dapat berada di sirkulasi selama 2-3 hari. Hal ini terutama terjadi pada anemia berat yang menyebabkan peningkatan eritropoiesis. Perhitungan hitung retikulosit dengan koreksi untuk retikulosit imatur disebut reticulocyte production index (RPI).1

RPI = (%retikulosit x hematokrit penderita / 45)Faktor koreksi

Faktor koreksi dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 : Faktor koreksi hitung RPI

RPI di bawah 2 merupakan indikasi adanya kegagalan sumsum tulang dalam produksi sel darah merah atau anemia hipoproliferatif. RPA 3 atau lebih merupakan indikasi adanya hiperproliferasi sumsum tulang atau respons yang adekuat terhadap anemia.• Jumlah leukosit dan hitung jenisAdanya leukopenia pada penderita anemia dapat disebabkan supresi atau infiltrasi sumsum tulang, hipersplenisme atau defisiensi B12 atau asam folat. Adanya leukositosis dapat menunjukkan adanya infeksi, infl amasi atau keganasan hematologi. Adanya kelainan tertentu pada hitung jenis dapat memberikan petunjuk ke arah penyakit tertentu: Peningkatan hitung neutrofi l absolut padainfeksi Peningkatan hitung monosit absolut pada mielodisplasia Peningkatan eosinofi l absolut pada infeksi tertentu Penurunan nilai neutrofi l absolut setelahkemoterapi Penurunan nilai limfosit absolut pada infeksi HIV atau pemberian kortikosteroid

Jumlah trombosit

Page 16

Hematokrit penderita (%)

Faktor koreksi

40 – 4535 – 3925 – 3415 – 24<15

1,01,52,02,53,0

Page 17: Wrap Up Hemato SKENARIO 1 Btul

Abnormalitas jumlah trombosit memberikan informasi penting untuk diagnostik. Trombositopenia didapatkan pada beberapa keadaan yang berhubungan dengan anemia, misalnya hipersplenisme, keterlibatan keganasan pada sumsum tulang, destruksi trombosit autoimun (idiopatik atau karena obat), sepsis, defi siens folat atau B12. Peningkatan jumlah trombosit dapat ditemukan pada penyakit mieloproliferatif, defisiensi Fe, infl amasi, infeksi atau keganasan. Perubahan morfologi trombosit (trombosit raksasa, trombosit degranulasi) dapat ditemukan pada penyakit mieloproliferatif atau mielodisplasia.• PansitopeniaPansitopenia merupakan kombinasi anemia, trombositopenia dan netropenia. Pansitopenia berat dapat ditemukan pada anemia aplastik, defisiensi folat, vitamin B12, atau keganasan hematologis (leukemia akut). Pansitopenia ringan dapat ditemukan pada penderita dengan splenomegali dan splenic trapping sel-sel hematologis. Evaluasi kadar hemoglobin dan hematokrit secara serial dapat membantu diagnostik. Contoh: Pada seorang penderita, Hb turun dari 15 g% menjadi 10 g% dalam 7 hari. Bila disebabkan oleh ganguan produksi total (hitung retikulosit = 0) dan bila destruksi sel darah merah berlangsung normal (1% per hari), Hb akan turun 7% dalam 7 hari. Penurunan Hb seharusnya 0,07 x 15 g% = 1,05 g%. Pada penderita ini, Hb turun lebih banyak, yaitu 5 g%, sehingga dapat diasumsikan supresi sumsum tulang saja bukan merupakan penyebab anemia dan menunjukkan adanya kehilangan darah atau destruksi sel darah merah.

LI. 4 Memahami dan Menjelaskan Anemia Defisiensi Besi

LO 4.1 Memahami dan Menjelaskan definisi anemia defisiensi besi

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling parah, yang ditandai oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin yang rendah, dan konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun.

Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu:

1) Gejala umum anemiaDisebut juga sebagai sindrom anemia dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun dibawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa pucat, badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada anemia defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi secara perlahan-lahan sering kali sindrom anemia tidak terlalu mencolok dibandingkan dengan anemia lain yang penurunan kadar hemoglobinnya terjadi lebih cepat.

Page 17

Page 18: Wrap Up Hemato SKENARIO 1 Btul

2) Gejala khas akibat defisiensi besia. Koilonychia: kuku sendok (spoon nail) kuku menjadi rapuh, bergaris-garis

vertical dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.b. Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah

menghilangc. Stomatitis angularis: adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai

bercak berwarna pucat keputihand. Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaringe. Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia.

3) Gejala penyakit dasarDapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya, pada anemia akibat penyakit cacing tambang dijumpai dyspepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna kuning, seperti jerami.

LO 4.2 Memahami dan Menjelaskan etiologi anemia defisiensi besi

Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya asupan besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun:

1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari: a. Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker

lambung, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang. b. Saluran genitalia (perempuan): menorrhagia.c. Saluran kemih: hematuria.d. Saluran nafas: hemoptisis.

2. Faktor nutrisi, yaitu akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan (asupan yang kurang) atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang rendah.

3. Kebutuhan besi meningkat, seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan, dan kehamilan.

4. Gangguan absorbsi besi, seperti pada gastrektomi dan kolitis kronik, atau dikonsumsi bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi), polyphenol (coklat, teh, dan kopi), dan kalsium (susu dan produk susu).

LO 4.3 Memahami dan Menjelaskan patofisiologi anemia defisiensi besi

Tahap pertamaDisebut iron depletion atau storage iron deficiency, ditandai dengan berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan besi masih normal.

Page 18

Page 19: Wrap Up Hemato SKENARIO 1 Btul

Tahap keduaDikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau iron limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoiesis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin menurun sedangkan total iron binding capacity (TBIC) meningkat dan free erythrocyte porphyrin (FEP) meningkat. Tahap ketigaDisebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb. Dari gambaran darah tepi didapatkan mikrositosis dan hipokromik yang progresif. Pada tahap ini telah terjadi perubahan epitel terutama pada ADB yang lebih lanjut.

LO 4.4 Memahami dan Menjelaskan diagnosis anemia defisiensi besi

Penegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang diteliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Secara laboratorik untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi sebagai berikut :a) Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit: didapatkan anemia hipokromik

mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV, MCHC dan MCH menurun. MCV < 70fl hanya didapatkan pada anemia defisiensi besi dan thalassemia mayor. RDW (red cell distribution width) meningkat yang menandakan adanya anisositosis. Indeks eritrosit sudah dapat mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok karena anemia timbul perlahan-lahan.i. Apusan darah menunjukkan anemia hipokromik mirkositer, anisositosis,

poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel target. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan thalassemia.

ii. Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan dengan derajat anemia. Pada kasus ankilostomiasis sering dijumpai eosinofilia

b) Kadar besi serum menurun <50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat > 350 mg/dl, dan saturasi transferin < 15%.

c) Kadar serum feritin < 20 μg/dl (ada yang memakai < 15 μg/dl, ada juga < 12 μg/dl). Jika terdapat inflamasi maka feritin serum sampai dengan 60 μg/dl masih dapat menunjukkan adanya defisiensi besi.

d) Protoporfirin eritrosit meningkat (> 100μg/dl)e) Sumsum tulang: menunjukkan hyperplasia normoblastik dengan normoblast

kecil-kecil (micronormoblast) dominan.f) Pada lab yang maju dapat diperiksa reseptor transferin: kadar reseptor transferin

meningkat pada defisiensi besi, normal pada anemia akibat penyakit kronik dan thalassemia.

Page 19

Page 20: Wrap Up Hemato SKENARIO 1 Btul

g) Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (Perl’s stain) menunjukkan cadangan besi yang negative (butir hemosiderin negatif)

h) Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia defisiensi besi: antara lain pemeriksaan feses untuk cacing tambang, sebaiknya dilakukan pemeriksaan semikuantitatif (Kato-Katz), pemeriksaan darah samar dalam feses, endoskopi, barium intake atau barium inloop, dan lain-lain, tergantung dari dugaan penyebab defisiensi besi tersebut.

LO 4.5 Memahami dan Menjelaskan tata laksana anemia defisiensi besi

1. Terapi Kausal : tergantung penyebabnyaTerapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali

2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuha. Terapi per oral : merupakan obat pilihan pertama karena efektif,murah dan

aman. Preparat yang tersedia yaitu : i.Ferrous sulphat (sulfas ferosus) : preparat pilihan pertama ( murah dan efektif).

Dosis 3 x 200 mgii.Ferrous gluconate,ferrous fumarat,ferrous lactate dan ferrous succinate, harga

lebih mahal, tetapi efektivitas dan efek samping hampir sama.

Preparat besi oral sebaiknya diberikan saat lambung kosong, tetapi efek samping lebih banyak dibandingkan dengan pemberian setelah makan. Efek samping dapat berupa mual,muntah serta konstipasi. Pengobatan diberikan sampai 6 bulan setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Kalau tidak,anemia sering kambuh kembali.

b. Terapi parenteral : Pemberian besi secara IM menimbulkan rasa sakit dan harganya mahal. Kemampuan untuk meningkatkan kadar Hb tidak lebih baikdibanding peroral.

Indikasi parenteral:Tidak dapat mentoleransi Fe oralKehilangan Fe (darah) yang cepat sehingga tidak dapat dikompensasi dengan Fe oral.Gangguan traktus gastrointestinal yang dapat memburuk dengan pemberian Fe oral (colitis ulserativa).

Tidak dapat mengabsorpsi Fe melalui traktus gastrointestinal.Tidak dapat mempertahankan keseimbangan Fe pada hemodialisa

Page 20

Page 21: Wrap Up Hemato SKENARIO 1 Btul

Preparat yang sering diberikan adalah dekstran besi, larutan ini mengandung 50 mg besi/ml. Dosis dihitung berdasarkan :

Kebutuhan Besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 3

3. Terapi TransfusiTransfusi sel-sel darah merah atau darah lengkap, jarang diperlukan dalam penanganan anemia defisiensi Fe, kecuali bila terdapat pula perdarahan, anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respon terapi. Secara umum untuk penderita anemia berat dengan kadar Hb.

LO 4.6 Memahami dan Menjelaskan komplikasi anemia defisiensi besi

1. Kelainan jantung, seperti gagal jantung dan angina pektoris (angin duduk)2. Edema akibat hipoproteinemia3. Stroke

LO 4.7 Memahami dan Menjelaskan pencegahan anemia defisiensi besi

1. Meningkatkan konsumsi Fe dari sumber alami terutama sumber hewani yang mudah diserap. Juga perlu peningkatan konsumsi makanan yang mengandung vitamin C dan A.2. Pendidikan kesehatan, yaitu: Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, dan perbaikan lingkungan kerja, misalnya pemakaian alas kaki. Penyuluhan gizi: untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorpsi besi. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik paling sering di daerah tropic.3. Suplementasi besi: terutama untuk segmen penduduk yang rentan, seperti ibu hamil dan anak balita cara paling tepat untuk menanggulangi ADB di daerah yang prevalensinya tinggi.4. Fortifikasi bahan makanan dengan cara menambah masukan besi dengan mencampurkan senyawa besi kedalam makanan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Page 21

Page 22: Wrap Up Hemato SKENARIO 1 Btul

Bakta, I Made. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.Freund, Mathias. 2002. Atlas Hematologi. Edisi 11. Jakarta:EGC.Hoffbrand, A.V and Moss, P.A.H 2011. Kapita Selekta Hematologi . Edisi 6. Jakarta:EGC.Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia. Edisi 2. Jakarta: EGC.http://elhooda.awardspace.infohttp://elib.fk.uwks.ac.id

Page 22