wnpg xi bidang 5 penguatan koordinasi … · etnografi kesehatan ... promosi hasil kelautan....
TRANSCRIPT
WNPG XI BIDANG 5
PENGUATAN KOORDINASI PEMBANGUNAN PANGAN DAN GIZI DALAM
PENURUNAN STUNTING
Dr. Ir. Subandi Sardjoko, M.ScDeputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan
Jakarta, 3 Juli 2018
1
ISU STRATEGIS PANGAN DAN GIZI
4
Ketahanan
Pangan
dan Gizi
• Alih fungsi lahan dan degradasi lahan
• SDM Petani semakin terbatas
• Penggunaan air untuk pertanian
• Dampak perubahan iklim
Harga
Pangan
Kapasitas
Produksi
Pangan
Konsumsi
Pangan dan
Malnutrisi
Permintaan
Pangan
• Pertumbuhan Penduduk &
Urbanisasi
• Permintaan pangan terus meningkat
(kuantitas, kualitas, dan
keberagaman)
• Perdagangan internasional
• Biaya produksi on-farm
• Struktur pasar pangan
diindikasikan kurang efisien dan
kurang adil
• Tantangan geografis
• Angka Kekurangan Energi yang
belum tercukupi.
• Stunting, wasting, underweight,
obesity.
• Kasus keamanan pangan
PERMASALAHAN GIZI
5
32,9% Baduta Pendek (Stunting)37.2% Balita Pendek (Stunting)
12.1 % Balita Kurus (Wasting)
28,9% Kegemukan pada Penduduk >18 th
11,9 % Kegemukan pada Balita
Sumber: Bank Dunia (2016)
Sebanyak 159 juta anak stunting di seluruh dunia 9 juta dari mereka tinggal di Indonesia
Indonesia termasuk ke dalam 17 negara yang mengalami beban ganda
permasalahan gizi (Global Nutrition Report, 2014)
37,1% Anemia pada Ibu Hamil
Riskesdas 2013
26,1% Baduta Pendek (Stunting)33,6% Balita Pendek (Stunting)
Sirkesnas 2016
Prevalensi Balita Stunting di Indonesia
6
51.7%
48.0%
45.2% 44.7% 44.2%42.6% 42.6% 42.5%
41.5% 41.3% 41.1% 41.0% 40.9% 40.6% 40.1% 39.7% 39.2% 38.9% 38.6% 37.9%36.8% 36.7% 36.7%
35.8% 35.3% 34.8%33.0% 32.6%
28.7%27.6% 27.5% 27.3%
26.3%
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
Angka nasional(37,20%)
• Prevalensi stunting di tingkat provinsi masih sangat tinggi• 15 provinsi memiliki prevalensi stunting >40%• Terdapat 5 provinsi yang memiliki prevalensi stunting <30%
Sumber: Riskesdas 2013
Prevalensi Stunting pada Balita menurut Kuintil
7
Sumber: Riskesdas 2013
Stunting terjadi pada laki-laki dan perempuan, baik dari keluarga miskin maupun kaya, di desa maupun di kota
38.1 36.232.5
42.1
48.442.4
38.5
32.329.0
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
Laki-Laki Perempuan Perkotaan Perdesaan Terbawah Menengahbawah
Menengah Menengahatas
Teratas
Jenis Kelamin Tempat Tinggal Kuintil indeks kepemilikan
Prevalensi Stunting pada Balita menurut Karakteristik
• Stunting pada keluarga termiskin mengindikasikan keterbatasan akses terhadap gizi yang cukup• Stunting pada keluarga menengah ke atas mengindikasikan bahwa terdapat faktor di luar kemiskinan yang menyebabkan stunting, seperti pola
asuh yang tidak benar
Stunting dan Dampaknya terhadap Pembangunan SDM
8
Apa itu Stunting?
Stunting (kerdil) adalah kondisi gagal
tumbuh pada anak balita akibat
kekurangan gizi kronis terutama dalam
1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)
Perkembangan Otak Anak
StuntingPerkembangan Otak Anak
Sehat
Gagal tumbuh (berat lahir rendah, kecil, pendek, kurus)
Hambatan perkembangan kognitif dan motorik
Gangguan metabolik pada saat dewasa risiko penyakit
tidak menular (diabetes, obesitas, stroke, penyakit jantung)
Sumber:
• Kakietek, Jakub, Julia Dayton Eberwein, Dylan Walters, and Meera Shekar. 2017. Unleashing
Gains in Economic Productivity with Investments in Nutrition. Washington, DC: World Bank
Group
• www.GlobalNutritionSeries.org*WHO: anak-anak memiliki potensi pertumbuhan yang sama sampai usia 5 tahun,
terlepas di mana mereka dilahirkan
Stunting dapat Mempengaruhi Pencapaian Bonus Demografi
9
15,000 10,000 5,000 0 5,000 10,000 15,000
2010
Perempuan Laki-laki
15,000 10,000 5,000 0 5,000 10,000 15,000
2045
Perempuan Laki-laki
Jumlah penduduk: 238,5 juta
Jumlah penduduk: 318,7 juta
Sumber: Proyeksi Penduduk 2010-2045
Stunting pada Balita:• 15 tahun mendatang menjadi generasi penduduk usia produktif• Menurunkan produktivitas SDM • Bonus Demografi tidak termanfaatkan dengan baik
212 juta = usia produktif(usia 15-64 th)
Penurunan Stunting Melalui Penguatan Multisektor
11Sumber: UNICEF 1990 (disesuaikan dengan kondisi Indonesia)
Timbulnya masalah gizi, tidak sekedar kekurangan makanan, tetapi juga karena pola asuh. Hal yang paling penting adalah kemiskinan dan kepemimpinan.
Mainstreaming Stunting pada Seluruh Sektor Pembangunan
12
Ekonomi danKemiskinan
Sosial BudayaIndustri dan
Teknologi Pangan
Perbaikan gizi dapat mengurangi pewarisan kemiskinan antar generasi baik secara langsung
maupun tidak langsung. Kualitas kehidupan saat ini
ditentukan oleh generasi sebelumnya.
“Pengambil kebijakan perlu memahami pengertian dampak
timbal balik antara stunting dan ekonomi”
Beberapa masyarakat memilikikebiasaan terkait budaya yang
seringkali memiliki dampaknegatif bagi status gizi
Masyarakat.
“Peran intervensi sosial budaya terhadap pencegahan dan
penurunan stunting perlu terus digali melalui pendekatan
etnografi kesehatan”
Masalah produksi pangan (jenisdan keberagaman komoditas), distribusi (food loss), hingga
konsumsi (perilaku, food waste, budaya).
“Penguatan peran industri pangan dalam menciptakan
produk bergizi dan terjangkauserta peran industri panganterutama pada fortifikasi”
Tujuan: Meningkatkan pemahaman pemangku kepentingan tentang peran dan posisiekonomi, sosial budaya, industri dan teknologi pangan.
Keterlibatan Multi-Stakeholder
13
Pemerintah
(17 K/L )
Organisasi
Masyarakat Madani
(27 ormas)
Dunia Usaha
(28 perusahaan)
Akademia
(10 universitas &
11 organisasi profesi)
Mitra Pembangunan
dan UN System
(14 donor)
Pemangku
Kepentingan
Gernas
Sekretariat Gernas
(SUN)
Media
Bappenas sebagai pelaksana Sekretariat Gernas (SUN)
Government Focal Point
Pendekatan Multisektor dalamPenurunan Stunting Terintegrasi
15
Kemenkes
• Suplementasi gizi makro dan mikro (PMT,
TTD, Vitamin A, taburia)
• Promosi ASI Eksklusif, MP-ASI
• Surveilans Gizi
• Kampanye gizi seimbang
• Kelas ibu hamil
• Obat cacing
• Penanganan kekurangan gizi
• JKN
Intervensi Gizi Spesifik Intervensi Gizi Sensitif
• Kemenko PMK
• Bappenas
• Kemdagri (Advokasi Pemda, NIK, Akta Lahir)
• Kemendes PDTT (Dana Desa)
• Kemenkeu (Sistem Insentif)
• Kemen Kominfo (Sosialisasi & Kampanye)
Enabling Factors
KemPU&PR
Kemdikbud
Kemperin Kemtan
BPOM
Bimbingan Perkawinan & Peran Tokoh Agama
Kemsos
BKKBNKesehatan
reproduksi, Bina Keluarga Balita
Kemenag
KKPPPPA
Keamanan Pangan
Air bersih dan sanitasi
Ketahanan pangan
PAUD, Parenting, UKS
FortifikasiProduk Pangan
Bantuan pangan non tunai, PKH
Sosialisasi Gizi bagi Anak & Keluarga
Pemasaran & Promosi Hasil Kelautan
Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi
16
Peraturan Presiden No. 42 tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi menjadi dasar hukum dalam
implementasi program dan kegiatan percepatan perbaikan gizi di Indonesia.
Tim Pengaraha. Ketua : Menteri Koordinator PMKb. Wakil Ketua I : Menteri Dalam Negeric. Wakil Ketua II : Menteri Kesehatand. Sekretaris: Deputi PMMK Bappenase. Anggota 11 Menteri terkait
Tim Teknisa. Ketua : Deputi PMMK Bappenasb. Wakil Ketua I: Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan
Kemenko PMKc. Wakil Ketua II : Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkesd. Sekretaris I : Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bappenas e. Sekretaris II : Direktur Gizi Masyarakat Kemenkesf. Anggota K/L pemerintah terkait
Pemerintah Daerah (Gubernur, Bupati/Walikota)
Sekretariat Gernas Mendukung Tim Teknis dan Pokja
Kelompok Kerja
Tim AhliKampanye Nasional &
Daerah
Advokasi & Sosialisasi
PelatihanPerencanaan & Penganggaran
KemitraanKajian Faktor
Risiko Lingkungan
Di Bappenas
ISU STRATEGIS KOORDINASI KELEMBAGAAN (1)
17
ISU
a. Istilah stunting yang belum dikenal baik oleh
sebagian pemangku kepentingan (pusat
maupun daerah).
b. Pedoman yang dikeluarkan oleh Gugus Tugas
(Panduan Perencanaan dan Penganggaran
Gernas) belum dipedomani secara baik dalam
penyusunan program oleh berbagai sektor.
c. Aktivitas gugus tugas belum optimal,
koordinasi di bidang perencanaan dan
penganggaran, penggerakan, pemantauan dan
evaluasi masih belum terjadi.
d. Peta jalan lebih banyak sebagai rencana kerja
Sekretariat, belum menjadi rencana kerja
gugus tugas dan sektor, sehingga implementasi
belum bisa dipastikan terlaksana.
ISU STRATEGIS KOORDINASI KELEMBAGAAN (2)
18
Peningkatan kapasitas penentu kebijakan pada sub-nasional dalam merencanakan, mengelola, dan memantau implementasi perbaikan gizi sehingga intervensi gizi yang cost effective dan target perbaikan gizi jadi sasaran prioritas RPJMD.
RANPG dan RADPG belum secara optimal dimanfaatkan sebagai
panduan penyusunan perencanaan.
Di tingkat lapangan diamati banyak sekali kegiatan oleh berbagai program seperti
BOK, GSC, PKH, Germas, tapi belum dikoordinasikan baik dari aspek
perencanaan, pelaksanaan maupun pemantauan. Penyusunan program dari berbagai sektor lebih bepedoman pada Renstra masing-masing kementerian.
Di tingkat lapangan istilah Gernas belum banyak dikenal, dibandingkan dengan
istilah Germas, GSC, PKH. Beberapa pemangku kepentingan lebih
mengenalnya dengan Gerakan 1000 HPK.
Penyediaan Data Penurunan Stunting
19
“Belum tertatanya secara sistematis penyediaan data hasil pengukuran stunting yang dapat digunakan untuk
melakukan monev program yang telah dilaksanakan”
Terdapat beberapa sumber data mengenai stunting yang berpotensi tumpang tindih seperti
Riskesdas dan PSG.
Konsep penyediaan data (jenis data yang dikumpulkan, pengumpulan dilakukan oleh
siapa, frekuensi pengumpulan data, data program dan data penerima manfaat)
PEMANTAUAN DAN EVALUASI
Tabel 1. Usulan Indikator Pemantauan dan Evaluasi Program Penurunan stunting
20
No Penyebab Indikator/Statistik untuk Pemantauan dan Evaluasi Sumber data Periode
Penyediaan Data
1 Kurangnya asupan gizi
dari makanan
Prevalence of Undernourishment (PoU) Susenas KP Tahunan
PoU pada rumah tangga yang ada balita/baduta/bumil Susenas KP Tahunan
Konsumsi protein hewani pada rumah tangga yang ada
balita/baduta/bumil
Susenas KP Tahunan
Kekurangan Energi Kronis pada WUS Susenas Kor/ Riskesdas 5 Tahunan
2 Status kesehatan yang
buruk
Cakupan imunisasi Susenas Kor Tahunan
Cakupan PMT ibu hamil dan balita di posyandu Susenas Kor/ Riskesdas 5 Tahunan
Cakupan pemberian zat besi untuk bumil Susenas Kor/ Riskesdas 5 Tahunan
Peningkatan pengetahuan remaja mengenai gizi Susenas Kor/ Riskesdas 5 Tahunan
Cakupan pemberian suplementasi zat besi pada remaja putri Susenas Kor/ Riskesdas 5 Tahunan
3 Aksesibilitas pangan yang buruk
Kerawanan pangan sedang dan berat menggunakan SkalaPengalaman Kerawanan Pangan(FIES)
SusenasKor Tahunan
Persentase ruta yang ada balita/baduta/bumil yang mengalami kerawanan pangan sedang dan berat
SusenasKor Tahunan
4 Pola Asuh Anak yang kurang baik
Keberadaan orang tua SusenasMSBP 3 TahunanPola makan anak SusenasMSBP 3 TahunanKebiasaan cuci tangan SusenasMKP 3 Tahunan
5 Pelayanan kesehatan yang kurang baik
Cakupan JKN SusenasKor/ Riskesdas 5 TahunanPemanfaatan JKN SusenasKor/ Riskesdas 5 Tahunan
Tabel 2. Usulan Indikator Pemantauan dan Evaluasi Intervensi Sensitif di Luar Sektor Kesehatan
21
No IntervensiIndikator/Statistik untuk Pemantauan
dan EvaluasiSumber data
Periode
Penyediaan
Data
1 Air bersih Persentase ruta dengan air bersih (air
layak)
Susenas Kor Tahunan
2 Jenis lantai hunian Persentase ruta dengan jenis lantai
hunian tanah atau
Lainnya
Susenas Kor Tahunan
3 Penganggulangan
penduduk miskin
Persentase penduduk miskin Susenas KP Tahunan
4 Peningkatan cakupan
perlindungan sosial
Persentase ruta yang mendapatkan
perlindungan sosial
Susenas Kor Tahunan
5 Pola Hidup Bersih dan
Sehat
Persentase ruta yang memiliki PHBS Riskesdas 5 Tahunan
6 Ketersediaan fasilitas
kesehatan
Cakupan fasilitas kesehatan per 100.000
penduduk
Podes/Susenas 3 Tahunan
7 Rumah sehat/ rumah
layak huni
Persentase ruta yang tinggal di rumah
sehat/rumah layak huni
Susenas Kor Tahunan
Hal yang Perlu Diperhatikan dalamKoordinasi Pangan dan Gizi (WHO, 2014)
23
03 05
02 04
07
06
01
Menciptakan platform yang
mendefinisikan dan menyusun
target nasional secara jelas
Mengharmonisasikan harapan dari
pemangku kepentingan internasional dan
nasional untuk menjamin hasil maksimal
yang berkelanjutan
Mampu mendefinisikan
dan mensinergikan
prioritas yang telah
ditetapkan
Mampu membangun
program yang dapat
memecahkan
permasalahan dengan
memperhatikan hal spesifik
Mampu mendefinisikan
dan mengarahkan
tindakan multisektor dan
transdisiplin
Mampu memperkuat
sistem dan kapasitas
dari elemen service
delivery
Mampu memobilisasikan
dan menghubungkan
sumberdaya ke lokasi
yang tepat
Mampu mengembangkan kerangka
yang memadai untuk mengukur
akuntabilitas dan monitoring kemajuan
dari target nasional
08
WHO, 2014
BAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN YANG DILAKSANAKAN OLEH MASING-MASING TINGKATAN PEMERINTAHAN BERDASARKAN 3 KRITERIA
1. Pusat: Berwenang membuat norma-norma, standar, prosedur, Monev, supervisi, fasilitasi dan urusan-urusan pemerintahandengan eksternalitas nasional, urusan straategis nasional danInternasional.
2. Provinsi: Berwenang mengatur dan mengurus urusan-urusanpemerintahan dengan eksternalitas Provinsi (lintas Kab/Kota) dalam norma, standard, prosedur yang dibuat Pusat
3. Kab/Kota: Berwenang mengatur dan mengurus urusan-urusanpemerintahan dengan eksternalitas lokal (dalam satu Kab/Kota) dalam norma, standard, prosedur yang dibuat Pusat
24
Koordinasi Kebijakan di Berbagai Level
25
1. Koordinasi di level nasional yang
mengutamakan isu yang berbasis multisektor,
adaptasi politik dan program yang jelas,
pendanaan, agen pelaksana dan sektor
industri/swasta.
2. Koordinasi aktor sub-nasional sebagai
implementasinya, dimana mencakup semua sektor
dan pemangku kepentingan terkait, keterlibatan
sektor non-pemerintah yang bekerjasama dengan
pemerintah lokal/daerah dan service delivery.
3. Koordinasi partisipasi masyarakat dengan
mempertimbangkan isu-isu penting seperti
kemiskinan dan kesejahteraan
Dalam implementasi peran aktor menjadi signifikan dan koordinasi nasional untuk penurunan stunting di
Indonesia, perlu digarisbawahi tiga aspek :
REKOMENDASI (1)
1. Koordinasi efektif sejak perumusan kebijakan sertapenyelarasan dokumen kebijakan dan perencanaan, dengan memastikan bahwa program terkait stunting di berbagai K/L dipertimbangkan sebagai prioritas sehingga dapat dijamin anggarannya.
2. Di dalam RPJMN ke depan, diusulkan agar indikator stunting ditempatkan sebagai salah satu indikator sasaran utama (tidak dibawah bidang kesehatan).
3. Memastikan agar program stunting di K/L menjadi bagian dari SPM pemeritah daerah.
4. Di beberapa kab terdapat perbedaan periode waktu antara RPJMN dengan RPJMD, sehingga kegiatan advokasi perlu secara sistematis dilaksanakan untukmembangun komitmen politisi dan pemerintah daerah.
27
Koordinasipada dasarnya adalah membentuk
kesepakatan bersama mulai dari menetapkan
tujuan, kebijakan yang diperlukan,
perencanaan, implementasi, monitoring dan
evaluasi dan indikator keberhasilan.
REKOMENDASI (2)
5. Untuk menyamakan persepsi tentang penanggulangan stuntingdiperlukan satu panduan, yang memuat kegiatan yang perlu dilakukan, proses perencanaan, penganggaran, dan kegiatanmonev.
6. peran petugas kesehatan dan pendamping program dari bebagai sektor sangat penting dalam penyusunan kegiatan ditingkat desa. Oleh karena itu perlu meningkatkan kapasitas pendamping dari berbagai program dan petugas kesehatan di tingkat lapangan
7. Untuk menjamin ketersediaan tenaga gizi terlatih, perlu dipertimbangkan memenuhi kebutuhan tenaga gizi di semua puskesmas.
28
REKOMENDASI (3)
8. Koordinasi dengan Perguruan Tinggi dan Organisasi Profesi perlu ditingkatkan dengan tujuan meningkatkan kapasitas tenaga dan pendampingan pengelolaan program stunting di kabupaten
9. Upaya pembentukan Badan Pangan Nasional sebagaimana amanat UU Pangan, perlu dipercepat & untuk mensinkronkan pembangunan pangan dengan pencapaian status gizi, perlu satu unit organisasi tentangperbaikan gizi
10. Koordinasi dalam penguatan sistem monitoring dan evaluasi. Penyediaan data stunting di tingkat kab/kota dan provinsi penting agar penanganan disesuaikan dengan local spesific daerah.
11. Perpres No. 42/2013 perlu direvisi dengan memperbaiki fungsi, struktur, program dan dukungan SDM dan pembiayaan.
29
Lokasi Prioritas Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi
31
Keterangan:100 kabupaten/kota tahun 201860 kabupaten/kota tambahan tahun 2019
AcehAceh Tengah, Pidie, Aceh Timur
Sumatera UtaraLangkat, Padang Lawas, Nias Utara, Gunung Sitoli, Simalungun
Sumatera BaratPasaman, Pasaman Barat, Solok
RiauRokan Hulu, Kampar
JambiKerinci, Tanjung Jabung Timur
Sumatera SelatanOgan Komering Ilir, Muara Enim
BengkuluKaur, Bengkulu Utara
LampungLampung Selatan, Timur, Tengah, Tanggamus
Bangka BelitungBangka Barat, Bangka
Kepulauan RiauNatuna, Lingga
DKI JakartaKepulauan Seribu Jabar
Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut, Tasikmalaya, Kuningan, Cirebon, Sumedang, Indramayu, Subang, Karawang, Bandung Barat, Majalengka
JatengCilacap, Banyumas, Purbalingga, Kebumen, Wonosobo, Klaten, Grobogan, Blora, Demak, Pemalang, Brebes, Pekalongan
JatimTrenggalek, Malang, Jember, Bondowoso, Probolinggo, Nganjuk, Lamongan, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep, Kediri
DIYKulon Progo, Bantul
BantenPandeglang, Lebak
BaliGianyar, Buleleng
NTBLombok Barat, Tengah, Timur, Sumbawa, Dompu, Lombok Utara, Bima, Sumbawa Barat
NTTSumba Barat, Sumba Timur, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Alor, Lembata, Ngada, Manggarai, Rote Ndao, Sumba Tengah, Sumba Barat Daya, Manggarai Timur, Sabu Raijua, Kupang, Belu, Flores Timur, Sikka, Ende, Manggarai Barat, Nagekeo, Malaka
Kalimantan BaratKetapang, Sambas, Sintang
Kalimantan TengahBarito Timur, Kotawaringin Timur, Kapuas
Kalimantan SelatanHulu Sungai Utara, Tanah Bumbu
Kalimantan TimurPenajam Paser Utara, Kutai Barat
Kalimantan UtaraMalinau, Nunukan
Sulawesi UtaraBolaang Mangondow Utara, Bolaang Mongondow
Sulawesi TengahBanggai, Parigi Moutong
Sulawesi SelatanEnrekang, Bone
Sulawesi TenggaraButon, Kolaka
GorontaloBoalemo, Gorontalo, Pohuwato
Sulawesi BaratMajene, Polewali Mandar, Mamuju, Mamasa
MalukuMaluku Tengah, Seram Bagian Barat, Kepulauan Aru
Maluku UtaraHalmahera Selatan, Kepulauan Sula
Papua BaratSorong Selatan, Tambrauw, Manokwari, Kota Sorong, Pegunungan Arfak
PapuaJayawijaya, Tolikara, Nduga, Lanny Jaya, Dogiyai, Intan Jaya, Nabire, Biak Numfor, Paniai, Puncak Jaya, Boven Digoel, Asmat, Yahukimo, Pegunungan Bintang, Yapen, Supiori, Mamberamo Raya, Mamberamo Tengah, Yalimo, Puncak, Deiyai, Keerom