wnpg xi bidang 5 penguatan koordinasi … · etnografi kesehatan ... promosi hasil kelautan....

31
WNPG XI BIDANG 5 PENGUATAN KOORDINASI PEMBANGUNAN PANGAN DAN GIZI DALAM PENURUNAN STUNTING Dr. Ir. Subandi Sardjoko, M.Sc Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Jakarta, 3 Juli 2018 1

Upload: vanhanh

Post on 02-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

WNPG XI BIDANG 5

PENGUATAN KOORDINASI PEMBANGUNAN PANGAN DAN GIZI DALAM

PENURUNAN STUNTING

Dr. Ir. Subandi Sardjoko, M.ScDeputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan

Jakarta, 3 Juli 2018

1

OUTLINE MAKALAH

2

PENDAHULUAN

ISU KOORDINASI

STRATEGI KOORDINASI

REKOMENDASI

A

B

C

D

(A) PENDAHULUAN

3

ISU STRATEGIS PANGAN DAN GIZI

4

Ketahanan

Pangan

dan Gizi

• Alih fungsi lahan dan degradasi lahan

• SDM Petani semakin terbatas

• Penggunaan air untuk pertanian

• Dampak perubahan iklim

Harga

Pangan

Kapasitas

Produksi

Pangan

Konsumsi

Pangan dan

Malnutrisi

Permintaan

Pangan

• Pertumbuhan Penduduk &

Urbanisasi

• Permintaan pangan terus meningkat

(kuantitas, kualitas, dan

keberagaman)

• Perdagangan internasional

• Biaya produksi on-farm

• Struktur pasar pangan

diindikasikan kurang efisien dan

kurang adil

• Tantangan geografis

• Angka Kekurangan Energi yang

belum tercukupi.

• Stunting, wasting, underweight,

obesity.

• Kasus keamanan pangan

PERMASALAHAN GIZI

5

32,9% Baduta Pendek (Stunting)37.2% Balita Pendek (Stunting)

12.1 % Balita Kurus (Wasting)

28,9% Kegemukan pada Penduduk >18 th

11,9 % Kegemukan pada Balita

Sumber: Bank Dunia (2016)

Sebanyak 159 juta anak stunting di seluruh dunia 9 juta dari mereka tinggal di Indonesia

Indonesia termasuk ke dalam 17 negara yang mengalami beban ganda

permasalahan gizi (Global Nutrition Report, 2014)

37,1% Anemia pada Ibu Hamil

Riskesdas 2013

26,1% Baduta Pendek (Stunting)33,6% Balita Pendek (Stunting)

Sirkesnas 2016

Prevalensi Balita Stunting di Indonesia

6

51.7%

48.0%

45.2% 44.7% 44.2%42.6% 42.6% 42.5%

41.5% 41.3% 41.1% 41.0% 40.9% 40.6% 40.1% 39.7% 39.2% 38.9% 38.6% 37.9%36.8% 36.7% 36.7%

35.8% 35.3% 34.8%33.0% 32.6%

28.7%27.6% 27.5% 27.3%

26.3%

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

Angka nasional(37,20%)

• Prevalensi stunting di tingkat provinsi masih sangat tinggi• 15 provinsi memiliki prevalensi stunting >40%• Terdapat 5 provinsi yang memiliki prevalensi stunting <30%

Sumber: Riskesdas 2013

Prevalensi Stunting pada Balita menurut Kuintil

7

Sumber: Riskesdas 2013

Stunting terjadi pada laki-laki dan perempuan, baik dari keluarga miskin maupun kaya, di desa maupun di kota

38.1 36.232.5

42.1

48.442.4

38.5

32.329.0

0.0

10.0

20.0

30.0

40.0

50.0

60.0

Laki-Laki Perempuan Perkotaan Perdesaan Terbawah Menengahbawah

Menengah Menengahatas

Teratas

Jenis Kelamin Tempat Tinggal Kuintil indeks kepemilikan

Prevalensi Stunting pada Balita menurut Karakteristik

• Stunting pada keluarga termiskin mengindikasikan keterbatasan akses terhadap gizi yang cukup• Stunting pada keluarga menengah ke atas mengindikasikan bahwa terdapat faktor di luar kemiskinan yang menyebabkan stunting, seperti pola

asuh yang tidak benar

Stunting dan Dampaknya terhadap Pembangunan SDM

8

Apa itu Stunting?

Stunting (kerdil) adalah kondisi gagal

tumbuh pada anak balita akibat

kekurangan gizi kronis terutama dalam

1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)

Perkembangan Otak Anak

StuntingPerkembangan Otak Anak

Sehat

Gagal tumbuh (berat lahir rendah, kecil, pendek, kurus)

Hambatan perkembangan kognitif dan motorik

Gangguan metabolik pada saat dewasa risiko penyakit

tidak menular (diabetes, obesitas, stroke, penyakit jantung)

Sumber:

• Kakietek, Jakub, Julia Dayton Eberwein, Dylan Walters, and Meera Shekar. 2017. Unleashing

Gains in Economic Productivity with Investments in Nutrition. Washington, DC: World Bank

Group

• www.GlobalNutritionSeries.org*WHO: anak-anak memiliki potensi pertumbuhan yang sama sampai usia 5 tahun,

terlepas di mana mereka dilahirkan

Stunting dapat Mempengaruhi Pencapaian Bonus Demografi

9

15,000 10,000 5,000 0 5,000 10,000 15,000

2010

Perempuan Laki-laki

15,000 10,000 5,000 0 5,000 10,000 15,000

2045

Perempuan Laki-laki

Jumlah penduduk: 238,5 juta

Jumlah penduduk: 318,7 juta

Sumber: Proyeksi Penduduk 2010-2045

Stunting pada Balita:• 15 tahun mendatang menjadi generasi penduduk usia produktif• Menurunkan produktivitas SDM • Bonus Demografi tidak termanfaatkan dengan baik

212 juta = usia produktif(usia 15-64 th)

(B) ISU KOORDINASI

10

Penurunan Stunting Melalui Penguatan Multisektor

11Sumber: UNICEF 1990 (disesuaikan dengan kondisi Indonesia)

Timbulnya masalah gizi, tidak sekedar kekurangan makanan, tetapi juga karena pola asuh. Hal yang paling penting adalah kemiskinan dan kepemimpinan.

Mainstreaming Stunting pada Seluruh Sektor Pembangunan

12

Ekonomi danKemiskinan

Sosial BudayaIndustri dan

Teknologi Pangan

Perbaikan gizi dapat mengurangi pewarisan kemiskinan antar generasi baik secara langsung

maupun tidak langsung. Kualitas kehidupan saat ini

ditentukan oleh generasi sebelumnya.

“Pengambil kebijakan perlu memahami pengertian dampak

timbal balik antara stunting dan ekonomi”

Beberapa masyarakat memilikikebiasaan terkait budaya yang

seringkali memiliki dampaknegatif bagi status gizi

Masyarakat.

“Peran intervensi sosial budaya terhadap pencegahan dan

penurunan stunting perlu terus digali melalui pendekatan

etnografi kesehatan”

Masalah produksi pangan (jenisdan keberagaman komoditas), distribusi (food loss), hingga

konsumsi (perilaku, food waste, budaya).

“Penguatan peran industri pangan dalam menciptakan

produk bergizi dan terjangkauserta peran industri panganterutama pada fortifikasi”

Tujuan: Meningkatkan pemahaman pemangku kepentingan tentang peran dan posisiekonomi, sosial budaya, industri dan teknologi pangan.

Keterlibatan Multi-Stakeholder

13

Pemerintah

(17 K/L )

Organisasi

Masyarakat Madani

(27 ormas)

Dunia Usaha

(28 perusahaan)

Akademia

(10 universitas &

11 organisasi profesi)

Mitra Pembangunan

dan UN System

(14 donor)

Pemangku

Kepentingan

Gernas

Sekretariat Gernas

(SUN)

Media

Bappenas sebagai pelaksana Sekretariat Gernas (SUN)

Government Focal Point

KOORDINASI KELEMBAGAAN

14

Pendekatan Multisektor dalamPenurunan Stunting Terintegrasi

15

Kemenkes

• Suplementasi gizi makro dan mikro (PMT,

TTD, Vitamin A, taburia)

• Promosi ASI Eksklusif, MP-ASI

• Surveilans Gizi

• Kampanye gizi seimbang

• Kelas ibu hamil

• Obat cacing

• Penanganan kekurangan gizi

• JKN

Intervensi Gizi Spesifik Intervensi Gizi Sensitif

• Kemenko PMK

• Bappenas

• Kemdagri (Advokasi Pemda, NIK, Akta Lahir)

• Kemendes PDTT (Dana Desa)

• Kemenkeu (Sistem Insentif)

• Kemen Kominfo (Sosialisasi & Kampanye)

Enabling Factors

KemPU&PR

Kemdikbud

Kemperin Kemtan

BPOM

Bimbingan Perkawinan & Peran Tokoh Agama

Kemsos

BKKBNKesehatan

reproduksi, Bina Keluarga Balita

Kemenag

KKPPPPA

Keamanan Pangan

Air bersih dan sanitasi

Ketahanan pangan

PAUD, Parenting, UKS

FortifikasiProduk Pangan

Bantuan pangan non tunai, PKH

Sosialisasi Gizi bagi Anak & Keluarga

Pemasaran & Promosi Hasil Kelautan

Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi

16

Peraturan Presiden No. 42 tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi menjadi dasar hukum dalam

implementasi program dan kegiatan percepatan perbaikan gizi di Indonesia.

Tim Pengaraha. Ketua : Menteri Koordinator PMKb. Wakil Ketua I : Menteri Dalam Negeric. Wakil Ketua II : Menteri Kesehatand. Sekretaris: Deputi PMMK Bappenase. Anggota 11 Menteri terkait

Tim Teknisa. Ketua : Deputi PMMK Bappenasb. Wakil Ketua I: Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan

Kemenko PMKc. Wakil Ketua II : Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkesd. Sekretaris I : Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bappenas e. Sekretaris II : Direktur Gizi Masyarakat Kemenkesf. Anggota K/L pemerintah terkait

Pemerintah Daerah (Gubernur, Bupati/Walikota)

Sekretariat Gernas Mendukung Tim Teknis dan Pokja

Kelompok Kerja

Tim AhliKampanye Nasional &

Daerah

Advokasi & Sosialisasi

PelatihanPerencanaan & Penganggaran

KemitraanKajian Faktor

Risiko Lingkungan

Di Bappenas

ISU STRATEGIS KOORDINASI KELEMBAGAAN (1)

17

ISU

a. Istilah stunting yang belum dikenal baik oleh

sebagian pemangku kepentingan (pusat

maupun daerah).

b. Pedoman yang dikeluarkan oleh Gugus Tugas

(Panduan Perencanaan dan Penganggaran

Gernas) belum dipedomani secara baik dalam

penyusunan program oleh berbagai sektor.

c. Aktivitas gugus tugas belum optimal,

koordinasi di bidang perencanaan dan

penganggaran, penggerakan, pemantauan dan

evaluasi masih belum terjadi.

d. Peta jalan lebih banyak sebagai rencana kerja

Sekretariat, belum menjadi rencana kerja

gugus tugas dan sektor, sehingga implementasi

belum bisa dipastikan terlaksana.

ISU STRATEGIS KOORDINASI KELEMBAGAAN (2)

18

Peningkatan kapasitas penentu kebijakan pada sub-nasional dalam merencanakan, mengelola, dan memantau implementasi perbaikan gizi sehingga intervensi gizi yang cost effective dan target perbaikan gizi jadi sasaran prioritas RPJMD.

RANPG dan RADPG belum secara optimal dimanfaatkan sebagai

panduan penyusunan perencanaan.

Di tingkat lapangan diamati banyak sekali kegiatan oleh berbagai program seperti

BOK, GSC, PKH, Germas, tapi belum dikoordinasikan baik dari aspek

perencanaan, pelaksanaan maupun pemantauan. Penyusunan program dari berbagai sektor lebih bepedoman pada Renstra masing-masing kementerian.

Di tingkat lapangan istilah Gernas belum banyak dikenal, dibandingkan dengan

istilah Germas, GSC, PKH. Beberapa pemangku kepentingan lebih

mengenalnya dengan Gerakan 1000 HPK.

Penyediaan Data Penurunan Stunting

19

“Belum tertatanya secara sistematis penyediaan data hasil pengukuran stunting yang dapat digunakan untuk

melakukan monev program yang telah dilaksanakan”

Terdapat beberapa sumber data mengenai stunting yang berpotensi tumpang tindih seperti

Riskesdas dan PSG.

Konsep penyediaan data (jenis data yang dikumpulkan, pengumpulan dilakukan oleh

siapa, frekuensi pengumpulan data, data program dan data penerima manfaat)

PEMANTAUAN DAN EVALUASI

Tabel 1. Usulan Indikator Pemantauan dan Evaluasi Program Penurunan stunting

20

No Penyebab Indikator/Statistik untuk Pemantauan dan Evaluasi Sumber data Periode

Penyediaan Data

1 Kurangnya asupan gizi

dari makanan

Prevalence of Undernourishment (PoU) Susenas KP Tahunan

PoU pada rumah tangga yang ada balita/baduta/bumil Susenas KP Tahunan

Konsumsi protein hewani pada rumah tangga yang ada

balita/baduta/bumil

Susenas KP Tahunan

Kekurangan Energi Kronis pada WUS Susenas Kor/ Riskesdas 5 Tahunan

2 Status kesehatan yang

buruk

Cakupan imunisasi Susenas Kor Tahunan

Cakupan PMT ibu hamil dan balita di posyandu Susenas Kor/ Riskesdas 5 Tahunan

Cakupan pemberian zat besi untuk bumil Susenas Kor/ Riskesdas 5 Tahunan

Peningkatan pengetahuan remaja mengenai gizi Susenas Kor/ Riskesdas 5 Tahunan

Cakupan pemberian suplementasi zat besi pada remaja putri Susenas Kor/ Riskesdas 5 Tahunan

3 Aksesibilitas pangan yang buruk

Kerawanan pangan sedang dan berat menggunakan SkalaPengalaman Kerawanan Pangan(FIES)

SusenasKor Tahunan

Persentase ruta yang ada balita/baduta/bumil yang mengalami kerawanan pangan sedang dan berat

SusenasKor Tahunan

4 Pola Asuh Anak yang kurang baik

Keberadaan orang tua SusenasMSBP 3 TahunanPola makan anak SusenasMSBP 3 TahunanKebiasaan cuci tangan SusenasMKP 3 Tahunan

5 Pelayanan kesehatan yang kurang baik

Cakupan JKN SusenasKor/ Riskesdas 5 TahunanPemanfaatan JKN SusenasKor/ Riskesdas 5 Tahunan

Tabel 2. Usulan Indikator Pemantauan dan Evaluasi Intervensi Sensitif di Luar Sektor Kesehatan

21

No IntervensiIndikator/Statistik untuk Pemantauan

dan EvaluasiSumber data

Periode

Penyediaan

Data

1 Air bersih Persentase ruta dengan air bersih (air

layak)

Susenas Kor Tahunan

2 Jenis lantai hunian Persentase ruta dengan jenis lantai

hunian tanah atau

Lainnya

Susenas Kor Tahunan

3 Penganggulangan

penduduk miskin

Persentase penduduk miskin Susenas KP Tahunan

4 Peningkatan cakupan

perlindungan sosial

Persentase ruta yang mendapatkan

perlindungan sosial

Susenas Kor Tahunan

5 Pola Hidup Bersih dan

Sehat

Persentase ruta yang memiliki PHBS Riskesdas 5 Tahunan

6 Ketersediaan fasilitas

kesehatan

Cakupan fasilitas kesehatan per 100.000

penduduk

Podes/Susenas 3 Tahunan

7 Rumah sehat/ rumah

layak huni

Persentase ruta yang tinggal di rumah

sehat/rumah layak huni

Susenas Kor Tahunan

(D) STRATEGI KOORDINASI

22

Hal yang Perlu Diperhatikan dalamKoordinasi Pangan dan Gizi (WHO, 2014)

23

03 05

02 04

07

06

01

Menciptakan platform yang

mendefinisikan dan menyusun

target nasional secara jelas

Mengharmonisasikan harapan dari

pemangku kepentingan internasional dan

nasional untuk menjamin hasil maksimal

yang berkelanjutan

Mampu mendefinisikan

dan mensinergikan

prioritas yang telah

ditetapkan

Mampu membangun

program yang dapat

memecahkan

permasalahan dengan

memperhatikan hal spesifik

Mampu mendefinisikan

dan mengarahkan

tindakan multisektor dan

transdisiplin

Mampu memperkuat

sistem dan kapasitas

dari elemen service

delivery

Mampu memobilisasikan

dan menghubungkan

sumberdaya ke lokasi

yang tepat

Mampu mengembangkan kerangka

yang memadai untuk mengukur

akuntabilitas dan monitoring kemajuan

dari target nasional

08

WHO, 2014

BAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN YANG DILAKSANAKAN OLEH MASING-MASING TINGKATAN PEMERINTAHAN BERDASARKAN 3 KRITERIA

1. Pusat: Berwenang membuat norma-norma, standar, prosedur, Monev, supervisi, fasilitasi dan urusan-urusan pemerintahandengan eksternalitas nasional, urusan straategis nasional danInternasional.

2. Provinsi: Berwenang mengatur dan mengurus urusan-urusanpemerintahan dengan eksternalitas Provinsi (lintas Kab/Kota) dalam norma, standard, prosedur yang dibuat Pusat

3. Kab/Kota: Berwenang mengatur dan mengurus urusan-urusanpemerintahan dengan eksternalitas lokal (dalam satu Kab/Kota) dalam norma, standard, prosedur yang dibuat Pusat

24

Koordinasi Kebijakan di Berbagai Level

25

1. Koordinasi di level nasional yang

mengutamakan isu yang berbasis multisektor,

adaptasi politik dan program yang jelas,

pendanaan, agen pelaksana dan sektor

industri/swasta.

2. Koordinasi aktor sub-nasional sebagai

implementasinya, dimana mencakup semua sektor

dan pemangku kepentingan terkait, keterlibatan

sektor non-pemerintah yang bekerjasama dengan

pemerintah lokal/daerah dan service delivery.

3. Koordinasi partisipasi masyarakat dengan

mempertimbangkan isu-isu penting seperti

kemiskinan dan kesejahteraan

Dalam implementasi peran aktor menjadi signifikan dan koordinasi nasional untuk penurunan stunting di

Indonesia, perlu digarisbawahi tiga aspek :

(E) REKOMENDASI

26

REKOMENDASI (1)

1. Koordinasi efektif sejak perumusan kebijakan sertapenyelarasan dokumen kebijakan dan perencanaan, dengan memastikan bahwa program terkait stunting di berbagai K/L dipertimbangkan sebagai prioritas sehingga dapat dijamin anggarannya.

2. Di dalam RPJMN ke depan, diusulkan agar indikator stunting ditempatkan sebagai salah satu indikator sasaran utama (tidak dibawah bidang kesehatan).

3. Memastikan agar program stunting di K/L menjadi bagian dari SPM pemeritah daerah.

4. Di beberapa kab terdapat perbedaan periode waktu antara RPJMN dengan RPJMD, sehingga kegiatan advokasi perlu secara sistematis dilaksanakan untukmembangun komitmen politisi dan pemerintah daerah.

27

Koordinasipada dasarnya adalah membentuk

kesepakatan bersama mulai dari menetapkan

tujuan, kebijakan yang diperlukan,

perencanaan, implementasi, monitoring dan

evaluasi dan indikator keberhasilan.

REKOMENDASI (2)

5. Untuk menyamakan persepsi tentang penanggulangan stuntingdiperlukan satu panduan, yang memuat kegiatan yang perlu dilakukan, proses perencanaan, penganggaran, dan kegiatanmonev.

6. peran petugas kesehatan dan pendamping program dari bebagai sektor sangat penting dalam penyusunan kegiatan ditingkat desa. Oleh karena itu perlu meningkatkan kapasitas pendamping dari berbagai program dan petugas kesehatan di tingkat lapangan

7. Untuk menjamin ketersediaan tenaga gizi terlatih, perlu dipertimbangkan memenuhi kebutuhan tenaga gizi di semua puskesmas.

28

REKOMENDASI (3)

8. Koordinasi dengan Perguruan Tinggi dan Organisasi Profesi perlu ditingkatkan dengan tujuan meningkatkan kapasitas tenaga dan pendampingan pengelolaan program stunting di kabupaten

9. Upaya pembentukan Badan Pangan Nasional sebagaimana amanat UU Pangan, perlu dipercepat & untuk mensinkronkan pembangunan pangan dengan pencapaian status gizi, perlu satu unit organisasi tentangperbaikan gizi

10. Koordinasi dalam penguatan sistem monitoring dan evaluasi. Penyediaan data stunting di tingkat kab/kota dan provinsi penting agar penanganan disesuaikan dengan local spesific daerah.

11. Perpres No. 42/2013 perlu direvisi dengan memperbaiki fungsi, struktur, program dan dukungan SDM dan pembiayaan.

29

30

Lokasi Prioritas Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi

31

Keterangan:100 kabupaten/kota tahun 201860 kabupaten/kota tambahan tahun 2019

AcehAceh Tengah, Pidie, Aceh Timur

Sumatera UtaraLangkat, Padang Lawas, Nias Utara, Gunung Sitoli, Simalungun

Sumatera BaratPasaman, Pasaman Barat, Solok

RiauRokan Hulu, Kampar

JambiKerinci, Tanjung Jabung Timur

Sumatera SelatanOgan Komering Ilir, Muara Enim

BengkuluKaur, Bengkulu Utara

LampungLampung Selatan, Timur, Tengah, Tanggamus

Bangka BelitungBangka Barat, Bangka

Kepulauan RiauNatuna, Lingga

DKI JakartaKepulauan Seribu Jabar

Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut, Tasikmalaya, Kuningan, Cirebon, Sumedang, Indramayu, Subang, Karawang, Bandung Barat, Majalengka

JatengCilacap, Banyumas, Purbalingga, Kebumen, Wonosobo, Klaten, Grobogan, Blora, Demak, Pemalang, Brebes, Pekalongan

JatimTrenggalek, Malang, Jember, Bondowoso, Probolinggo, Nganjuk, Lamongan, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep, Kediri

DIYKulon Progo, Bantul

BantenPandeglang, Lebak

BaliGianyar, Buleleng

NTBLombok Barat, Tengah, Timur, Sumbawa, Dompu, Lombok Utara, Bima, Sumbawa Barat

NTTSumba Barat, Sumba Timur, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Alor, Lembata, Ngada, Manggarai, Rote Ndao, Sumba Tengah, Sumba Barat Daya, Manggarai Timur, Sabu Raijua, Kupang, Belu, Flores Timur, Sikka, Ende, Manggarai Barat, Nagekeo, Malaka

Kalimantan BaratKetapang, Sambas, Sintang

Kalimantan TengahBarito Timur, Kotawaringin Timur, Kapuas

Kalimantan SelatanHulu Sungai Utara, Tanah Bumbu

Kalimantan TimurPenajam Paser Utara, Kutai Barat

Kalimantan UtaraMalinau, Nunukan

Sulawesi UtaraBolaang Mangondow Utara, Bolaang Mongondow

Sulawesi TengahBanggai, Parigi Moutong

Sulawesi SelatanEnrekang, Bone

Sulawesi TenggaraButon, Kolaka

GorontaloBoalemo, Gorontalo, Pohuwato

Sulawesi BaratMajene, Polewali Mandar, Mamuju, Mamasa

MalukuMaluku Tengah, Seram Bagian Barat, Kepulauan Aru

Maluku UtaraHalmahera Selatan, Kepulauan Sula

Papua BaratSorong Selatan, Tambrauw, Manokwari, Kota Sorong, Pegunungan Arfak

PapuaJayawijaya, Tolikara, Nduga, Lanny Jaya, Dogiyai, Intan Jaya, Nabire, Biak Numfor, Paniai, Puncak Jaya, Boven Digoel, Asmat, Yahukimo, Pegunungan Bintang, Yapen, Supiori, Mamberamo Raya, Mamberamo Tengah, Yalimo, Puncak, Deiyai, Keerom