pengenalan etnografi papua

Upload: papua-intelectualfondation

Post on 08-Jul-2015

2.803 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

Papua terdiri dari kurang lebih 251 suku bagsa atau etnis yang memiliki keanekaragaman kebudayaan, dimana setiap suku bangsa mempunyai ciri khas tersendiri. Ciri khas tersebut dapat membedakan kebudayaan satu kelompok etnis yang satu dengan etnis yang lain. Untuk membedakan ciri khas budaya pada setiap etnis yang ada, maka perlu kita mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan kebudayaan.

Kebudayaan menurut seorang Antropolog yang bernama E.B. Taylor mengatakan kebudayaan adalah suatu keseluruhan komleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusasteraan, hukum,adapt istiadat serta kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang dipeljari oleh manusia sebagai anggota suatu masyarakat. Selanjutnya juga menurut Ralp Linton bahwa kebudayaan adalah keseluruhan dari pengetahuan, sikap, dan pola prilaku yang merupakan kebiasaan yang di miliki dan diwariskan oleh anggota suatu masyarakat tertentu.

Pada umumnya semua kebudayaan dari setiap suku bangsa diatas muka bumi ini terdapat 7 (tujuh) unsure universal yaitu : 1. Bahasa 2. Sistim pengetahuan 3. Organisasi social dan kekerabatan 4. Sistim Teknologi 5. Sistim mata pencaharian hidup 6. Sistim Religi 7. Kesenian.

Pengertian Etnografi PapuaPengertian etnografi papua yaitu suatu studi deskriptif mengenai masyarakatmasyarakat sederhana. Atau suatu gambaran tentang kebudayaan-kebudayaan suku bangsa yang hidup serta Etnografi adalah ilmu yang melukiskan tentang suku-suku bagsa yang tersebar di muka bumi ini dan secara khusus di Papua

Tujuan dari materi ini yaitu: Agar mahasiswa dapat mendeskripsikan, melukiskan atau mengambarkan kondisi social budaya dan juga kondisi alam di Papua.

B. Kondisi Lingkungan Alam Letak, Luas dan Batas Wilayah. Pulau Papua yang tampak berbentuk seekor burung raksasa yang mirip seekor dinosaurus yaitu binatang dari kala mezoikum yang kini telah punah. Sekitar 47 % bagian dari wilayah pulau ini yang berada di sebelah barat dan merupakan bagian kepala, tengkuk, punggung,leher, dada dan perut dinosaurus tadi adalah wilayah Papua dan 53 % sisanya adalah wilayah Negara tetangga kita, Papua new Guinea.

Propinsi Papua memiliki luas wilayah sebesar kurang lebih 416.800 Km2 yang batas wilayahnya sebagai berikut : Sebelah utara berbatasan dengan lautan teduh dan laut Halmahera Sebelah Timur berbatasan langsung dengan Negara tetangga Papua New Guinea Sebelah selatan berbatasan dengan laut Arafura dan benua Australia Sebelah Barat berbatasan dengan laut Seram, laut Banda atau propinsi Maluku.

Bagian utara pulau Papua terdapat banyak pulau yaitu antara lain ; pulau Yapen, Pulau Numfor,Supiori, Padaido, dan pulau Roon yang berada di teluk Cenderawasih.Selain itu dibagian utara kepala burung terdapat pulau Batanta, Salawati, Doom Wigeo, dan pulau Misol. Sedangkan dibagian Selatan terdapat pulau-pulau, seperti; pulau Adi, pulau Aiduma, Naurio, Yosudarso(Kimam) dan pulau Komoran.

Selain Pulau-pulau di Papua juga terdapat beberapa teluk dan sungai yang cukup besar dan mempunyai potensi sumber daya alam (SDA). Teluk-teluk tersebut terdapat di bagian utara, diantaranya ; Teluk Yosudarso,teluk Cenderawasih,reluk Wandamen, teluk Berau/Bintuni, dan di bagian selatan terdapat diantaranya teluk Arguni, teluk Triton dll. Sedangkan sungai-sungai yang terdapat di Papua antara lain; Sungai Membramo,sungai grime,sungai Tami, dan sungai-sungai di pantai selatan pulau papua antara lain; sungai Kais, sungai Kamundan, sungai Balim, sungai Digul dan lain-lainnya yang bermuara ke laut Arafura.

Sedangkan daerah pegunungan di Papua antara lain; pegunungan Tamrau,Arfak,Sudirman,Nasauw, Jayawijaya dengan puncak-puncaknya yang tertinggi yaitu; Puncak Jaya (5.030 m), puncak Trikora( 4.750 m), puncak Yamin. Puncak Jaya memiliki keajaiban sendiri di dunia karena walaupun terletak di daerah tropis namun, puncak tersebut diselimuti salju abadi sepanjang tahun.

Propinsi Papua berada di dekat khatulistiwa dan beriklim tropic. Suhu udara pada ketinggian permukaan air laut hamper seragam bagi seluruh propinsi yaitu rata-rata 26 derajat Celsius. Variasi suhu terjadi karena ketinggian daerah yang berbeda-beda. Setiap ketinggian 100 meter terjadi penurunan suhu sebanyak kurang lebih 0.6 derajat Celsius. Karena itu tanah pegunungan yang mencapai ketinggian lebih dari 4,400 meter senantiasa tertutup salju abadi. Kecuali oleh ketinggian suatu daerah, suhu juga ditentukan oleh factor-faktor lain, seperti banyak angina naik menyebabkan penurunan suhu dan banyak angina turun menyebabkan kenaikan suhu.

Curah hujan bagi sebagian besar propinsi Papua cukup tinggi rata-rata 2,000-3000 milimeter tiap tahun, dibeberapa tempat di pegunungan tengah curah hujan kadang-kadang melebihi 4000 milimeter setahun.Adapun perbedaan antara musim-musim pada umumnya tidak terlalu besar kecuali di daerah dataran rendah utara, tempat hujan selama bulan juli hingga September mencapai 200 milimeter tiap bulan. Pada umumnya tidak terdapat musim-musim yang terlampau kering.

Ada 4 (empat) zone ekologis utama, yaitu :1. Zone rawa, pantai dan sepanjang aliran sungai, meliputi daerah Asmat, Jagai, Awyu, Yagai Citak, Marind Anim,Mimika/Kamoro dan Waropen 2. Zone dataran tinggi, meliputi orang Dani, Yali, Ngalum, Amungme, Nduga, Damal,Moni dan orang Ekari/ Mee 3. Zone Kaki gunung dan lembah-lembah kecil, meliputi daerah Sentani, Nimboran, Ayamaru dan orang Muyu 4. Zone dataran rendah dan pesisir, meliputi Sorong samapai Nabire, Biak dan Yapen.

C. Menelusuri Asal Usul Nama Papua. Orang Belanda meyebut pulau Irian atau Papua sekarang yaiti Niew Guinea oleh seorang pelaut Spanyol yakni Ynigo Ortez de Retes (1545) yang menyebut Neuva Guinea ( Guinea Baru). Sebutan lain juga adalah Papua yang mulamula dipakai oleh pelaut Portugis Antonio d Arbreu yang mengunjungi pantai Papua pada tahun 1551. Nama itu sebelumnya dipakai oleh Antonio Pigafetta pada waktu berada dilaut Maluku pada tahun 1521. kata Papua berasal dari kata Pua-pua yang berarti keriting.( Stirling, 1943;4, dalam Koentjaraningrat, 1993).

Dalam konferensi Malino 1964 nama Iryan diusulkan oleh F. Kaisepo, Kata itu berasal dari bahasa Biak yang artinya Sinar matahari yang menghalau kabut dilaut, sehingga ada harapan bagi para nelayan biak untuk mencapai tanah daratan Irian. Pengertian lain dari kata ini juga pada orang Biak, bahwa Irian itu berasal dari dua kata yaitu iri dan Ryan Iri berarti dia ( dia yang dimaksud disini adalah Tanah) dan Ryan berarti panas.

Jadi arti dari kata Irian ini adalah Tanah yang Panas. Lain juga masyarakat Marind-anim di pantai selatan mengatakan kata Irian berarti Iri berarti Tanah dan An berarti air jadi Irian artinya tanah air. Akhirnya Presiden Soekarno mempopulerkan kata Irian sebagai kata yang pertama dari singkatan Ikut Republik Indonesia Anti Nederland.(Koentjaraningrat, 1993).

D. Pemetaan Suku-Suku Bangsa Di Papua Dalam uraian ini akan membahas kategori-kategori kebudayaan papua yang pernah dibuat oleh ahli-ahli Antropologi dan Linguistik. Manurut SIL ( Sumer Institute of language) bahwa kebudayaan Papua, jika dikategori berdasarkan bahasa maka di Papua terdapat 251 bahasa (Peter J.Zilzer & H.H Clouse, 1991).

Menurut Koentjaraningrat (1994) kebudayaan di Papua menunjukkan corak yang beraneka ragam yang disebut sebagai kebhinekaan masyarakat tradisional Papua. Menurut Tim peneliti Uncen (1991) telah diidentifikasi adanya 44 suku bangsa yang masing-masing merupakan satuan masyarakat, kebudayaan dan bahasa yang berdiri sendiri. Sebagian besar dari 44 suku bangsa itu terpecah lagi menjadi 177 suku. Menurut Held (1951,1953) dan Van Bal (1954), cirri-ciri yang mencolok dari Papua adalah keanekaragaman kebudayaannya, namun dibalik keanekaragamn tersebut terdapat kesamaan cirri-ciri kebudayaan mereka.

Ciri dan Identitas Orang Papua Orang Papua tidak pernah diteliti oleh para ahli mengenai cri-ciri ras. Hanya beberapa orang dokter dan ahli antropologi ragawi saja yang telah melakukan pengukuran tinggi badan dan indeks ukuran tengkorak pada beberapa individu dibeberapa tempat yang terpencar. Bahanbahan itu belum cukup untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang ciri-ciri fisik masyarakat di Papua. Menurut H.J.T. Bijlmer (1923: 335-488; 1926:2390-2396, dalam Koentjaraningrat, 1993).

Ada kecenderungan bahwa orang Papua makin jauh dari pantai makin pendek tubuhnya, demikian pula bentuk tengkorak penduduk pantai umumnya lonjong dan makin kearah pedalaman bentuknya menjadi sedang. Indeks ukuran bagian-bagian muka pada beberapa penduduk pantai ada yang lebar, namun tidak jarang pula ada orang pantai yang panjang bentuk mukanya, dan didaerah pedalaman keadaannyapun sama (Bijlmer, 1956, lihat Koentjaraningrat, 1993).

Kebinekaan ciri-ciri ras pada berbagai penduduk asli Papua lebih jelas terlihat melalui ciri-ciri ras fenotip mereka, yaitu warna dan bentuk rambut, walaupun dalam hal ini tidak ada keseragaman. Warna rambut orang papua hampir semuanya hitam tetapi tidak semuanya keriting. Penduduk yang tinggal di sepanjang sungai Mamberamo, rambutnya banyak yang berombak dan bahkan ada pula yang lurus (Moszkowski, 1911: 317-318), sedang ada pula yang lurus dan kejur (Neuhauss, 1911:280,dalam Koentjaraningrat, 1993).

Persebaran Orang PapuaUraian yang menggambarkan bagaimana sebaran dan komposisi penduduk Papua secara umum, dimana termasuk didalamnya penduduk dari luar yang berada di Papua berdasarkan sebaran suku bangsa melalui sensus belum dapat dilakukan secara terperinci, sehingga jumlah yang pasti tentang berapa banyaknya orang Papua (penduduk asli) tidak dapat disajikan secara lengkap.

Namun untuk dapat mengetahui sebaran orang Papua berdasarkan suku bangsa, di Papua khususnya orang asli dapatlah disajikan berdasarkan Kabupaten dan sebaran kelompok suku bangsanya. Untuk itu data sementara yang masih perlu dilengkapi lagi melalui suatu kajian lapangan (penelitian) antropologi, sehingga dapat dijabarkan secara lengkap sebaran suku bangsa- suku bangsa berdasarkan daerah kebudayaannya.

PERSEBARAN SUKU BANGSA DAN SUB SUKU BANGSA BERDASARKAN KABUPATEN DI PAPUANO 01 KABUPATEN/KEC. Jayapura -Jayapura Selatan -Jayapura Utara -Abepura -Arso -Depapre -Bonggo -Nimboran -Kemtuk Gresi -Demta -Kaureh -Tor Atas -Sarmi -Senggi SUKU BANGSA Teluk Humboldt/Teluk Imbi (Yos Sudarso) Teluk Imbi Teluk Imbi Taiget/Kerom Tanah Merah Pantai Timur Nimboran/Nambling Kemtuk Gresi Demta Lereh Tor Sarmi Senggi SUB SUKU BANGSA Enjros, Tobati, Injerau, Metu, Debi Meterau, Kayu Injau, Kayu Batu Nafri, Skou (Jambe, Sai, Mabo) Abrab, Manem, Merep, Awi(Beibwo) Ormu, Tabla/Tepra, Munggei Bonggo,, Yarsum, Betaf, Bgu (Bgufinti, Kaptiau, Tarfia), pulau-pulau (Wakde, Masi-masi, Jamna, Podena, Anus, Jarsum) Namblong, Kwanzu Kemtuk, Gresi Sifari (Tarfia, Sou, Ambora, Muris Kecil, Muris Besar, Yauhapsa); Yakari (Bukisi, Meukisi, Kamtumilena, Soroyena, Demoi) Kaure, Sause, Kasu, Takana Foya, Mandes, Subar, Bonerif, Biyu, Daranto, Segar, Bora-bora, Waf, Berik, Kwersupen Airoran, Samarokena, Kwerba, Sabori, Sobei Find, Warlef, Waina, Molof

-Waris -Web -Unurum -Mamberamo Hilir -Mamberamo Tengah -Mamberamo Hulu -Pantai Barat -Sentani

Walsa Ubrub Unurum Guay Bauzi Bauzi Dabra Pantai Barat Sentani

Walsa, Mii (Fermanggam) Dra, Dubu, Emum, Nemnenda, JibelaYafanda Unurum, Guay Warembori, Pauwe, Warewek Bauzi, Nopuk Nisa, Karama Kwesten (Keder, Dabe, Mengke, Takar); Mawes (Maweswares, Mawesdai) Sentani (Timur, Barat, Tengah), Dosai, Maribu Foya Uta Woriasi, Ambai, Seruilaut, Busamui, Ansus, Pom, Woi, Munggui, Marau, Pupui Tamakuri, Kerema, Sarobi, Siromi, Baudi, Kai, Taru, Demisa, Serui. Krudu Biak Numfor Windesi, Mor, Yaur, Mer, Yeretuar Dou, Eguay, Mogopia, Iyatuma, Wodatuma, Makituma,Moi Kiri-kiri, Turu, Taori-Kei, Fayu

Foya Uta 02 -Yapen Selatan/Barat/Timur -Waropen Atas/Bawah Yapen Waropen Krudu

03 04

-Biak-Numfor Paniai -Nabire, Napan, Yaur -Aradide, Homeyo, Kamu, Mapia, Paniai Barat/Timur, Tigi, Uwapa, Sugapa, Beoga

Biak Numfor Ekari (Mee) Timorini

05

Manokwari -Warmare, Anggi, Oransbari, Ransiki, Merdey -Manokwari, Kebar, Amberbaken -Babo, Windesi, Bintuni, Wasior Sorong -Aifat, Aitinyo, Ayamaru -Sausapor -Beraur, Seget, Makbon, Morait, Salawati -Waigeo Utara/Selatan -Misool -Teminabuan -Inanwatan

Arfak Amberbaken/Mansibaber Wandamen,Bintuni/Wamesa

Mantion, Hatam, Meyah, Sough Amberbaken, Saukorem, Karon Pantai Tanah Merah, Babo, Arandai, Kemberano, Meninggo, Kaburi, Roon, Mioswar,Rumberpon, Wandamen, Kuri

06

Meibrat/Ayamaru Karon/Yeden Moi Raja Ampat (Biak) Raja Ampat Tehit/Teminabuan Inanwatan

Ayamaru (ra maru), Aifat (ra brat), Aitinyo (ra te), Sawiat (ra sawiat), Mare (ra mare), Sufari (Tarfia, Sou, Amboras, Muris). Karon Pantai, Karondori, Marei, Madik, Meyah, Hatam, Arfak Moi- Dial (Seget), Moi-Klasen, MoiKalabra, Moi, Morait, As Maya, Amber, Kawe, Batol, Fiawat, Mocu, Suruan, Sautrop, Biser, Matbat, Gebe, Sopen Tehit, Gemna, Ogit, Syaifi, Sawiat Bira, Metemani, Kokoda, Ogit/Yahadian Onin, Iha, Karas, Baham, Buruwai Kamberau, Irarutu, Mairasi Semini, Koiwai Panuku, Guenora.

07

Fakfak -Fakfak, Kokas -Teluk Arguni -Kaimana Teluk Etna

Fakfak Arguni Kaimana Kaimana

08

Mimika -Mimika -Agimuga Merauke -Agats, Atsy, Sawaermas, Pantai Kasuari, Citak Mitak, Asgon -Edera, Nambiaomen Bapai -Kimaam -Merauke, Okaba, Muting -Jair, Mandobo, Kouh -Waroko, Mindiptanah

Kamoro Amungme Asmat Awyu/Yagai Kimaam Marind-Anim Mandobo/ Mandup/Wambon Muyu

Kamoro Amungme Kayagar, Kaugat, Sawi, Airo, Sumaghaghe, Bapian, Pisa, Tamnin Awyu, Yagai, Yahray (Kakero, Wadaghang) Riantama, Koneraw, Kimaghama, Ndom, Moembun Yab-anim, Bian-anim, Jee-Marind Maklew-anim, Kanum-anim Wambon, Anyum, Kaitumdik, Genemtak, Lagailuk, Mandup (Okpari) Kamindip, Kakaip, Jonggom, Are, Kataut, Kapom, Okpari

09

10

Jayawijaya -Wamena, Aslogaima, Bokondini, Karubaga, Kelila, Kurulu, Makki, Tiom, Kurima -Kiwirok, Okbibab -Oksibil

Dani/Lani Mek Ngalum

Dani Induk, Dani Wodo, Dani Kimim, Dani Wosi, Dani Bele, Dani Aikhe, Dani Jurag Kosarek, Bime, Epomek, Nalcan, Endoman, Tanime, Una (Langda, Bomela, Sontamon), Ketengban Kupal, Morop, Kusumkim, Walapkubun, Oktawat, Oksibil, Dabolding (Mabilabon), Yapimakot, Bulangkop

(Sumber: Walker, Malcoln, dkk., 1987. Regional Development Planning for Irian Jaya. Anthropology Sector Report. Jayapura, Lavalin International Inc. & PT. Hasfarm Dian Konsultan. Hal. 5-9), SIL, 1986; Dumatubun 1991.

Bab III Bahasa dan Sistem PengetahuanKebinekaan sukubangsa tercermin dalam berbagai unsur budaya seperti bahasa, struktur organisasi sosial, sistem kepemimpinan, agama, dan sistem mata pencaharian hidup berdasarakan ekologi daerah tersebut. Masyarakat yang bersifat plural societies yang multi etnik, multi kultural, multi kedaerahan, dan multi keagamaan itu membawa implikasi beragam dan spesifiknya institusi menyebabkan hubungan dan jaringan sosial kelompok-kelompok masyarakat lebih banyak bersifat homophily dibanding heterophily. Penduduknya diklasifikasi sesuai spesifikasi geografis, ekologi, kewilayahan, sosial, budaya, dan ekonomi.

Apakah bahasa itu ? Bahasa adalah suatu sistem bunyi, yang kalau digabungkan menurut aturan tertentu menimbulkan arti, yang dapat ditangkap oleh semua orang yang berbicara dalam bahasa itu. Meskipun manusia pertama-tama bersandar pada bahasa untuk saling berkomunikasi satu sama lain, tetapi bahasa bukanlah satu-satunya sarana komunikasi. Sarana-sarana lain itu adalah para bahasa (para language) yaitu suatu sistem bunyi yang menyertai bahasa, dan kinesika (kinesics) yaitu sistem gerakan tubuh yang digunakan untuk menyampaikan pesan (Haviland, 1988: 359). Kalau dilihat dari konsep tersebut di atas, maka orang Papua juga mempunyai suatu sistem bunyi yang dapat menimbulkan arti berdasarakan kebudayaan mereka masing-masing.

Orang Papua secara umum dibagi kedalam dua kelompok besar menurut pembagian bahasa yang digunakan. Kedua bahasa tersebut adalah bahasa Austronesia dan bahasa Non Austronesia. Adapun bahasa-bahasa yang masuk dalam kelompok Austronesia disebut dengan nama bahasa-bahasa Papua. Dua bahasa ini merupakan bahasa induk yang kedalamnya tergolong bahasa-bahasa lokal yang kurang lebih 250 buah bahasa (Silzer, 1986; Penelitian Program Bahasa, Uncen, 2001) Bahasa sebagai wahana berkomunikasi antara warga, maka tiap kelompok etnik mengujar bahasa tertentu selalu membedakan diri mereka dari kelompok pengujar bahasa lain. Ini berarti dari segi kebahasaan terdapat kurang lebih 250 kelompok etnik yang masing-masing merasa dirinya berbeda dari kelompok-kelompok lainnya.

2. SISTEM PENGETAHUAN Nilai budaya yang bermanifestasi dalam bentuk etika, norma, peraturan, hukum dan aturan-aturan khusus yang menjadi pedoman bagi manusia itu berbeda dari satu masyarakat kebudayaan dengan masyarakat kebudayaan lainnya. Apa yang dianggap bernilai tinggi oleh masyarakat kebudayaan A belum tentu dianggap baik oleh masyarakat kebudayaan B. Apa yang dianggap patut dipatuhi oleh masyarakat kebudayaan C belum tentu dianggap penting untuk dipatuhi oleh masyarakat kebudayaan D. Demikian seterusnya.

Kluckhohn dan Stodbeck (1961), secara universal bersumber dari konsepsi yang berbeda terhadap lima hal atau prinsip dasar. Kelima prinsip dasar itu adalah: Konsepsi terhadap hakekat hidup (MH). Semua kebudayaan di dunia ini, niscaya memiliki konsep tentang apa yang disebut hidup. Apa arti hidup ini, apa tujuannya dan bagaimana menjalankannya. Biasanya agama-agama memberikan tuntunan terhadap seseorang sehingga terbentuk persepsinya terhadap hakekat hidup itu. Terhadap hakekat hidup terdapat bermacam-macam tanggapan, ada yang memandang dan menanggapi hidup itu sebagai kesengsaraan yang harus diterima sebagai ketentuan yang tak dapat dihindari: sebagai hidup untuk menebus suatu dosa; sebagai kesempatan untuk menggembirakan diri; menerima sebagaimana adanya; dan berbagai tanggapan lainnya.

1.

2. Konsepsi terhadap karya manusia (MK). Tanggapan tentang arti karya terdapat banyak variasi yang ditampilkan oleh berbagai kebudayaan. Ada yang memandang karya atau bekerja itu sebagai sesuatu yang memberikan suatu kedudukan yang terhormat dalam masyarakat atau mempunyai arti bagi kehidupan; bekerja itu adalah pernyataan tentang kehidupan; bekerja adalah intensifikasi dari kehidupan untuk menghasilkan lebih banyak kerja lagi; dan berbagai macam konsepsi lainnya yang menunjukkan bagaimana manusia hidup dalam kebudayaan tertentu memandang dan menghargai karya itu.

3. Konsepsi terhadap alam (MA). Bagaimana manusia harus menghadapi alam, juga terdapat persepsi yang berbeda-beda menurut tiap-tiap kebudayaan. Ada yang memandang alam ini sebagai sesuatu yang potensial dapat memberikan kehidupan yang bahagia bagi manusia dengan mengolahnya; ada yang memandang alam ini sebagai suatu yang harus dipelihara keseimbangannya sehingga harus diikuti saja hukum-hukumnya; ada yang memandang alam ini sebagai sesuatu yang sakral dan maha dahsyat sehingga manusia itu pada hakekatnya hanya bisa bersifat menyerah saja dan orang harus menerima sebagaimana adanya tanpa berbuat banyak untuk mengolah alam; dan berbagai tanggapan lainnya.

4.

Tanggapan terhadap waktu (MW). Ada berbagai tanggapan tentang soal waktu menurut masing-masing kebudayaan. Ada tanggapan bahwa yang sebaikbaiknya adalah masa lalu yang memberikan pedoman kebijaksanaan dalam hidupnya; ada yang beranggapan bahwa orientasi ke masa depan itulah yang terbaik untuk kehidupan ini. Dalam kebudayaan serupa itu perencanaan hidup menjadi suatu hal yang amat penting. Sebaliknya ada pula kebudayaankebudayaan yang hanya mempunyai suatu pandangan waktu yang sempit, mereka memandang waktu sekarang adalah waktu yang terpenting. Warga dari kebudayaan serupa itu tidak akan memusingkan diri dengan memikirkan zaman yang lampau maupun masa akan datang. Mereka hidup menurut keadaan yang ada pada masa sekarang ini.

5.

Tanggapan terhadap sesama manusia (MM). Ada kebudayaan-kebudayaan yang menanamkan pada warga masyarakatnya pandangan-pandangan terhadap sesama manusia bahwa hubungan vertikal antara manusia dengan sesamanya adalah amat penting. Dalam pola kelakuannya, manusia yang hidup dalam kebudayaan serupa itu akan berpedoman kepada tokoh-tokoh pemimpin dan orangorang senior, sehingga orang atasan selalu dijadikan panutan bagi warganya. Ada yang menanamkan pandangan bahwa hubungan horizontal antara manusia dengan sesamanya sebagai yang terbaik. Orang dalam suatu kebudayaan serupa itu akan merasa amat tergantung kepada sesamanya, dan usaha untuk memelihara hubungan baik dengan tetangganya dan sesama kaum kerabat dianggap amat penting dalam hidup. Sebaliknya ada kebudayaan yang berorientasi bahwa menggantungkan diri pada orang lain adalah bukan hal yang baik. Dalam kebudayaan serupa itu individualisme amat dipentingkan dan sangat menghargai orang yang mencapai banyak tujuan dalam hidupnya dengan hanya sedikit bantuan dari orang lain.

Koentjaraningrat mencatat bahwa nilai budaya yang dianggap penting karena merupakan asset budaya yang dapat dipakai untuk menunjang pembangunan adalah: (1) nilai budaya yang berorientasi ke masa depan; (2) nilai budaya yang berhasrat untuk mengeksplorasi lingkungan alam; (3) nilai budaya yang menilai tinggi hasil dari karya manusia; (4) nilai budaya tentang pandangan terhadap sesama manusia (Koentjaraningrat, 1974:38-42).

Sistem Mata Pencaharian Hidup dan Sistem Kepemimpinan Tradisional Papua1. Sistem Mata Pencaharian Hidup Pulau Papua yang luasnya kurang lebih 3,5 kali pulau Jawa secara ekologis itu terdiri atas empat zona yang masing-masing menunjukkan diversifikasi terhadap system mata pencaharian mereka berdasarkan kebudayaan dan sebaran suku bangsa-suku bangsanya. Menurut Malcoln dan Mansoben(1987; 1990), kelompok etnik yang beraneka ragam di Papua tersebar pada empat zona ekologi yaitu: (1) Zona Ekologi Rawa atau Swampy Areas, Daerah Pantai dan Muara Sungai atau Coastal & Riverine, (2) Zona Ekologi Daerah Pantai atau Coastal Lowland Areas, (3) Zona Ekologi Kaki-Kaki Gunung serta Lembah-Lembah Kecil atau Foothills and Small Valleys, dan (4) Zona Ekologi Pegunungan Tinggi atau Highlands. Orang-orang Papua yang hidup pada mitakat atau zona ekologi yang berbeda-beda ini mewujudkan pola-pola kehidupan yang bervariasi sampai kepada berbeda satu sama lainnya.

Penduduk yang hidup di wilayah zona ekologi rawa, daerah pantai dan muara sungai sebagaimana terdapat di: 1. Jayapura ( teluk Humboldt: Skou, Yotefa, Imbi; Tanah Merah: Ormu, Tabla, Demta; Pantai Utara: Bonggo, Podena, Yarsum, Betaf; Tor: Mander, Berik, Kwersupen; Sarmi:Kwerba, Isirawa, Sobei, Samarokena, Masep; Mamberamo:Warembori, Pauwe, Warewek, Bauzi, Nopuk; Sentani: Sentani, Dosai, Maribu), Kelompok suku bangsa-suku bangsa ini semuanya mempunyai mata pencaharian utama sebagai peramu sagu dan sebagai pendamping kebun kecil, menangkap ikan (sungai dan laut).

2. Yapen Waropen (Mamberamo Barat: Karema, Nita; Waropen: Sauri, Waropen, Kofei, Tefaro, Siromi, Baropasi, Bonefa; kelompok suku bangsa ini semua mempunyai mata pencaharian sebagai peramu sagu, kebun kecil, menangkap ikan di sungai dan laut. Krudu: Krudu; Yapen: Woriasi, Ambai, Serui Laut, Yawe, Busami, Ansus, Pom, Woi, Munggui, Marau, Pupui; kelompok suku bangsa-suku bangsa ini mempunyai mata pencaharian utama sebagai peramu sagu, ditambah dengan kebun kecil, menangkap ikan di sungai dan laut sebagai pendamping.

3. Biak Numfor; dengan mata pencaharian sebagai peramu sagu, ladang berpindah dan menangkap ikan di laut dan sungai sebagai pendamping. 4. Paniai; Nabire: Windesi, Mor, Yaur, Mer, Yeretuar, kelompok ini bermata pencaharian utama ladang berpindah dengan pendamping meramu sagu, menangkap ikan di sungai dan laut.

5. Manokwari; Wandamen: Roon, Mioswar, Rumberpon, Wandamen; Arfak: Mantion, Hatam, Borai; Amberbaken, kelompok ini bermata pencaharian utama ladang berpindah-pindah, dan pendamping menangkap ikan di sungai dan laut. Sedangkan Bintuni: Tanah Merah, Babo, Arandai, Kemberano, Meninggo, Kaburi, kelompok ini bermata pencaharian utama meramu sagu, ladang berpindah, menangkap ikan di laut dan sungai sebagai pendamping.

6.

Sorong: Karon bermata pencaharian utama ladang berpindah, menangkap ikan di sungai dan laut sebagai pendamping; Moi: bermata pencaharian utama ladang berpindah-pindah, meramu sagu dan menangkap ikan di sungai sebagai pendamping. Raja Ampat: Kawe, bermata pencaharian utama meramu sagu dan menangkap ikan di laut dan sungai serta kebun kecil sebagai pendamping. Sedangkan orang Maya, Beser/Biak, Matbat bermata pencaharian utama meramu sagu, ladang berpindah-pindah serta menangkap ikan di laut dan sungai sebagai pendamping. Seget; Teminabuan: Kalabra, Tehit, Kon, Yahadian, Kais; Inanwatan: Suabau, Puragi, Kokoda, kelompok ini bermata pencaharian utama meramu sagu, kebun kecil serta menangkap ikan di sungai dan laut sebagai pendamping.

7. Fakfak: Onin, Iha, Karas, Baham, Buruwai; Kaimana: Mairasi, Semini, Koiwai bermata pencaharian utama ladang berpindah-pindah, meramu sagu, menangkap ikan di sungai dan laut sebagai pendamping; Arguni: Kamberau, Irarutu, Mairasi bermata pencaharian utama meramu sagu, berkebun kecil serta menangkap ikan di laut dan sungai sebagai pendamping. Mimika: Kamoro bermata pencaharian utama, meramu sagu, berkebun kecil, menangkap ikan di laut dan sungai sebagai pendamping.

8. Merauke; Asmat, Awyu, Yagai Citak bermata pencaharian utama meramu sagu dan berkebun kecil serta menangkap ikan di laut dan sungai sebagai pendamping. Kimaam: Riantana, Kimaghama, Koneraw; Marind-anim: Yab-anim, Maklew-anim, Kanum-anim, Bian-anim bermata pencaharian utama meramu sagu dan kebun kecil, serta menangkap ikan di sungai dan laut sebagai pendamping.

Adapun wilayah yang masuk dalam zona kaki gunung dan lembah-lembah kecil di (1) Jayapura, Nimboran: Genyem, Nimboran, Kemtuk Gresi; Arso; Waris,; Foya dan Uta bermata pencaharian utama ladang berpindah-pindah serta menangkap ikan di sungai dan berburu sebagai pendamping. (2) Paniai dengan suku bangsa Timorini: Dou, Kiri-kiri, Turu, Taori-Kei Fayu bermata pencaharian utama ladang berpindahpindah serta menangkap ikan di sungai dan berburu sebagai pendamping.

(3) Manokwari dengan suku bangsanya Arfak: Hatam, Meyah, Mantion/Sough; Amberbaken bermata pencaharian utama ladang berpindah-pindah serta menangkap ikan di sungai dan berburu serta beternak babi sebagai pendamping. (4) Sorong dengan suku bangsa Karon, Madik, Maibrat, Moraid bermata pencaharian utama ladang berpindah-pindah serta ternak babi, menangkap ikan di sungai dan berburu sebagai pendamping.

(5) Fakfak dengan suku bangsa Fakfak: Baham, Irarutu, Amungme, bermata pencaharian utama berladang berpindah, beternak babi dan menangkap ikan di sungai serta berburu sebagai pendamping. (6) Merauke dengan suku bangsa Muyu, Mandobo bermata pencaharian utama berladang berpindah, beternak babi dan berburu serta menangkap ikan di sungai sebagai pendamping. Adapun wilayah yang penduduknya berada pada zona daerah pantai umumnya bermata pencaharian utama meramu sagu dan menangkap ikan di laut serta berkebun kecil dan berburu sebagai pendamping. Disamping itu pula ada upaya lain berupa berdagang.

2. Sistem Politik Tradisional Dalam setiap komunitas selalu dijumpai dengan berbagai proses politik, di mana ada orang yang memimpin, menyusun organisasi, memperoleh dan menggunakan kekuasaan. Dalam masyarakat sebagai suatu sistem kita melihat adanya berbagai permasalahan tertentu yang harus dipecahkan melalui organisasi politik formal tertentu, misalnya memelihara ketertiban intern, mengalokasikan kekuasaan dalam membuat keputusan tentang kegiatan kelompok. Jadi dapatlah dikatakan bahwa organisasi politik suatu masyarakat adalah peraturan-peraturan dan tugas-tugas apa saja yang digunakan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut, tanpa memperhatikan apakah ada organisasi pemerintahan yang formal atau tidak (Keesing, 1992:38-39).

Orang Papua mengenal sistem yang mengatur hubungan atau relasi antar warga dalam berbagai aktivitas hidupnya sehari-hari berdasarkan kebudayaan mereka masing-masing. Orang Papua mengenal sistem politik atau sistem kepemimpinan politik tradisional,

Menurut Sahlins(1963) dan Mansoben(1995) terdapat empat sistem atau tipe politik di Papua yaitu: 1.Sistem Big man atau pria wibawa: diperoleh melalui pencapaian. Sumber kekuasaan terletak pada kemampuan individual, kekayaan material, kepandaian berdiplomasi/pidato, keberanian memimpin perang, fisik tubuh yang besar, sifat bermurah hati (Sahlins, 1963; Koentjaraningrat, 1970; Mansoben, 1995). Pelaksanaan kekuasaan biasanya dijalankan oleh satu orang. Adapun etnik yang menganut sistem ini adalah orang Dani, Asmat, Mee, Meibrat, Muyu. (Mansoben, 1995).

2. Sistem Politik Kerajaan: sistem ini adalah pewarisan berdasarkan senioritas kelahiran dan klen. Weber (1972:126) mengatakan sebagai birokrasi patrimonial atau birokrasi tradisional . Birokrasi tradisional terdapat pada cara merekrut orang untuk duduk dalam birokrasi. Biasanya mereka yang direkrut mempunyai hubungan tertentu dengan penguasa, misalnya hubungan keluarga atau hubungan pertemanan. Di sini terdapat pembagian kewenangan tugas yang jelas, pusat orientasi adalah perdagangan. Tipe ini terdapat di Raja Ampat, Semenanjung Onin, Teluk MacCluer (teluk Beraur) dan Kaimana. (Mansoben, 1995: 48).

3. Sistem Politik Ondoafi: sistem ini merupakan pewarisan kedudukan dan birokrasi tradisional. Wilayah/teritorial kekuasaan seseorang pemimpin hanya terbatas pada satu kampung dan kesatuan sosialnya terdiri dari golongan atau sub golongan etnik saja dan pusat orientasi adalah religi. Terdapat di bagian timur Papua; Nimboran, Teluk Humboldt, Tabla, Yaona, Skou, Arso, Waris (Mansoben, 1995: 201-220).

4. Sistem Kepemimpinan Campuran. Menurut Mansoben (1985) terdapat juga sistem lain yang menampakkan ciri pencapaian dan pewarisan yang disebut sistem campuran. Sedangkan menurut Sahlins, sistem kepemimpinan yang berciri pewarisan (chief) dibedakan atas dua tipe yaitu sistem kerajaan dan sistem ondoafi. Perbedaan pokok kedua sistem politik tersebut terletak pada unsur luas jangkauan kekuasaan dan orientasi politiknya. Sistem Kepemimpinan Campuran, kedudukan pemimpin diperoleh melalui pewarisan dan pencapaian atau berdasarkan kemampuan individualnya (prestasi dan keturunan). Tipe ini terdapat pada penduduk teluk Cenderawasih, Biak, Wandamen, Waropen, Yawa, dan Maya (Mansoben, 1995:263-307).

Bab V Organisasi Sosial dan Sistem Kekerabatan di PapuaBila berbicara tentang struktur sosial atau organisasi sosial suatu masyarakat ini berarti bahwa kita menganggap suatu sistem sosial terdiri dari berbagai kelompok, memandang hubungan sosial berdasarkan posisi dan peranan yang saling berkaitan.

Untuk memudahkan pemahaman struktur sosial, kita harus mulai dengan hubungan sosial, yaitu cara mereka berinteraksi, hal-hal yang mereka katakan dan lakukan dalam hubungan mereka satu sama lain. Tetapi terdapat juga gagasan mereka tentang hubungan mereka, konsepsi masing-masing tentang pihak yang lain, pemahaman dan strategi serta pengharapan yang menuntun perilaku mereka. Baik pola perilaku maupun sistem konseptual mempunyai struktur, dalam arti tidak kacau balau atau sembarangan, tetapi kedua hal tersebut merupakan struktur yang berbeda jenis (Keesing, 1989:208-209).

Pouwer (1966) berdasarkan studi antropologinya, menunjukkan bahwa dalam pengelompokan orang Papua paling sedikit dapat dibagi kedalam empat golongan berdasarkan sistem kekerabatan: 1. Kelompok kekerabatan menurut tipe Iroquois. Sistem ini mengklasifikasikan anggota kerabat saudara sepupu paralel dengan istilah yang sama dengan saudara kandung. Juga untuk menyebut istilah yang sama untuk ayah maupun sesama saudara laki ayah dan saudara laki ibu. Adapun kelompok etnik papua yang tergolong dalam tipe ini adalah: orang Biak, Iha, Waropen, Senggi, Marind-anim, Teluk Humboldt, dan orang Mee.

2. Kelompok kekerabatan menurut tipe Hawaian. Sistem pengelompokkan yang menggunakan istilah yang sama untuk menyebut saudara-saudara sekandung dan semua saudara-saudara sepupu silang dan paralel. Adapun kelompok etnik yang tergolong tipe ini adalah: orang Hatam-Manikion, Mairsai, Mimika, Asmat, dan Pantai Timur Sarmi.

3. Kelompok kekerabatan menurut tipe Omaha. Sistem ini mengklasifikasikan saudarasaudara sepupu silang matrilateral dan patrilateral dengan istilah yang berbeda dan untuk saudara sepupu silang dipengaruhi oleh tingkat generasi dan bersifat tidak simetris. Sebutan untuk anak laki-laki saudara laki ibu (MBS) adalah sama dengan saudara laki-laki ibu (MB). Istilah untuk anak laki-laki saudara perempuan ayah (FZS) adalah sama untuk anak laki-laki saudara perempuan (ZS). Adapun etnik yang tergolong dalam kelompok ini adalah orang Awyu, Dani, Meibrat, Mek dipegunungan Bintang, dan Muyu.

4. Kelompok kekerabatan menurut tipe Iroquois-Hawaian. Tipe ini adalah tipe campuran. Kelompok yang tergolong dalam tipe ini adalah orang Bintuni, Tor, dan Pantai Barat Sarmi.

Kecuali penggolongan berdasarkan istilah kekerabatan, orang Papua juga dibedakan berdasarkan prisip pewarisan. Ada dua prinsip pewarisan keturunan yaitu: (a) melalui garis keturunan ayah atau patrilineal, dan terdapat pada orang Meibrat, Mee, Dani, Biak, Waropen, Wandamen, Sentani, Marind-anim dan Nimboran). (b) melalui prinsip bilateral yaitu melalui garis keturunan ayah dan ibu, terdapat pada orang dipedalaman Sarmi. (c) masyarakat berdasarkan struktur ambilateral atau ambilineal, dimana kadang-kadang diatur menurut garis keturunan pihak ibu atau ayah. Terdapat pada orang Yagai, Manikion, Mimika (De Brijn, 1959:11 of van der Leeden, 1954, Pouwer, 1966).

Orang Papua juga mengenal pembagian masyarakat kedalam phratry atau moiety yang terbagi atas dua paroh masyarakat. Terdapat pada orang Asmat (aipmu-aipem), Dani (Waita-Waya), Waropen (buriworaiburiferai) dalam (Mansoben, 1974, 1995; Held, 1947; Kamma, 1972; Schoorl, 1957; Heider, 1979-1980).

2. Sistem Kekerabatan Diagram Kekerabatan Tanda-tanda Yang Digunakan Untuk Diagram Kekerabatan : Untuk Laki-laki Untuk Perempuan Untuk individu yang jenis kelaminnya tidak ditentukan

/ untuk perkawinan

Untuk perceraian Untuk meninggal

Untuk keturunan

Untuk saudara kembar Untuk garis bersilangan

Untuk garis bersilanganUntuk kawin diluar nikah

Contoh Menggunakan Tanda-tanda Dalam Diagram Kekerabatan :Contoh 1 Dalam diagram 1, laki-laki A mengawini perempuan B yang tidak ada hubungan kekerabatan denganya, sebagai istri ke2 ia mengawini perempuan C, yaitu janda saudara laki-laki ibunya, sebagai istri ke3 ia kawin dengan perempuan D, yaitu anak saudara laki-laki isteri pertamanya. Keturunan dari ketiga perkawinan ini yaitu saudara kandung tiri diletakkan pada level yang sama. Hubungan saudara kandung dapat ditelusuri dengan mengikuti garis-garis keturunan vertikal ke pasangan perkawinan dari orang tua mereka.

Akronim Kekerabatan Dalam bahasa Inggris : E = Ego F = Father M = Mother Z = Zister B = Brother S = Son D = Daughter H = Husband W = Wife P = Parent SI = Sibling C = Child Dalam bahasa Indonesia : E Ego Ay Ayah Ib Ibu Sdr.Pr. Saudara Perempuan Sdr.Lk. Saudara Laki-laki An.Lk Anak Laki-laki An.Pr. Anak Perempuan Su. Suami Is. Isteri Or.Tu. Orang Tua Sdr.Kn. Saudara Kandung An. Anak

Sp = SpouseLa = In Laws Isteri sF = step Father sM = step Mother eB = elder Brother eZ = elder Sister yB = younger Brother yZ = younger Sister CC = Cross Cousin PC = Parallel Cousin Ne = Nephew Ni = Niece

Ps.Su.IsSn.Sdr.Is atau Su Ay.Tr Ib.Tr Kk.Lk. Kk.Pr. Ad.Lk Ad.Pr. Sdr.Spp.Sil Sdr.Spp.Sej Ke.Lk Ke.Pr

Pasangan Suami Isteri Sanak Saudara atau Suami Ayah Tiri Ibu Tiri Kakak Laki-laki Kakak Perampuan Adik Laki-laki Adik Perempuan Saudara Sepupu Silang Saudara Sepupu Sejajar Kemenakan Laki-laki Kemenakan Perempuan

GP GF GM GSGD PPC PCC MPC MCC U

= Grand Parent = Grand Father = Grand Mother = Grand Son= Grand Daughter = Patrilateral Parallel Cousin = Patrilateral Cross Cousin = Matrilateral Parallel Cousin = Matrilateral Cross Cousin = Unknown; individu

Kek.Nek Kek Nek Cu.Lk.Cu.Pr. Sdr.Spp.Sej.Ay Sdr.Spp.Sej.Ib. Sdr.Spp.Sil.Ay Sdr.Spp.Sil.Ib T .D.

Kakek Nenek Kakek Nenek Cucu Laki-laki Cucu Perempuan Saudara Sepupu Sejajar dari pihak Ayah Saudara Sepupu Sejajar dari Pihak Ibu Saudara Sepupu Silang dari Pihak Ayah Saudara Sepupu Silang dari Pihak bu Individu Tidak Diketahui Namanya yang tidak diketahui

Contoh Penggunaan Akronim Kekerabatan Dalam Diagram.Keluarga inti. Keluarga inti adalah kelompok kekerabatan yang terkecil yang terdiri dari orang tua (suami istri) dan anak-anak mereka yang belum kawin. Keluarga inti ada dua macam, yaitu keluarga inti prokreasi dan orientasi. Dalam keluarga prokreasi, ego sebagai orang tua yang menghasilkan anak, sedangkan dalam keluarga orientasi, Ego sebagai anak yang beroreintasi kepada orang tua. Keluarga Luas. Keluarga luas adalah kelompok kekerabatan yang terdiri dari lebih dari satu keluarga inti, yang merupakan suatu kesatuan sosial yang amat erat biasanya hidup disuatu tempat. Ada tiga macam keluarga luas, yaitu : Keluarga luas utrolokal terdiri dari keluarga inti senior dan keluarga inti dari anak laki-laki dan anak perempuan, Keluarga luas virilokal, terdiri dari keluarga senior dan keluarga inti dari anak-anak, Keluarga uxorilokal , terdiri dari keluarga inti senior dan keluarga inti dari anak perempuan.

Pedoman untuk pembuatan diagram kekerabatan. Diagram kekerabatan dibuat dengan memperhatikan halhal sebagai berikut : 1. Generasi. Individu-individu yang segenerasi harus dicantumkan sejajar. Generasi ego adalah generasi nol, ditulis denganakronim G 0. Generasi F dan M adalah generasi plus 1, ditulis dengan akronim G+1. Generasi FF dan MM adalah generasi plus 2, ditulis dengan akronim G+2 dan seterusnya. Generasi S dan D adalah generasi minus 1, ditulis dengan akronim G-1. Generasi SS dan DD adalah generasi minus 2, ditulis dengan akronim G-2 dan seterusnya.

2. Penomoran. Setiap individu dalam diagram harus di nomori. Penomoran dimaksudkan untuk membedakan individu yang satu dengan individu yang lainnya. Penomoran dimulai dari generasi tertua dan diakhiri pada generasi termuda. Dengan demikian penomoran dimulai pada genrasi tertua pada individu yang terletak paling kiri dan diakhiri pada generasi termuda yang terletak paling kanan. 3. Kerabat ayah dan kerabat ibu. Semua kerabat ayah diletakkan disebelah kiri ayah. Semua kerabat ibu diletakkan disebelah kanan ibu. Dalam diagram ayah diletakkan disebelah kiri Ego dan ibu diletakkan disebelah kanan ego.

4. Umur Individu-individu yang bersaudara di deretkan dari individu tertua ke individu termuda. Individu yang lebih tua diletakkan disebelah kiri dari individu yang lebih muda. 5. Ego Huruf kapital E dicantumkan untuk menandai individu Ego Individu-individu dalam diagram FZ-27 : G+2 G+1 G0 G-1 G-2 1. FF 3. FZ 7. FZS 12. FZSS 20. FZSSS 2. FM 4. FZH 8. FZSW 13. FZSSW 21. FZSSD 5. F 9. FZD 14. FZSD 22. FZSDS 6. M 10 .FZDH 15. FZSDH 23. FZSDD 11. E 16. FZDS 24. FZDSS 17. FZDSW 25. FZDSD 18. FZDD 26. FZDDS 19. FZDDH 27. FZDDD

Tujuan Pembelajaran Bab VI Sistem Religi Dan kesenian 1. Sistem Religi Kita harus memperhatikan sistem kepercayaan dari sudut pandang, mengapa manusia mendiami alam semesta dengan keberadaan dan kekuatan yang terlihat, mendongeng tentang kejadiankejadian dahulu kala dan kejadian-kejadian menakjubkan, menciptakan ritus yang rinci dan harus benar, agar kehidupan manusia itu berhasil baik.

Taylor, satu abad yang lalu telah mendefenisikan agama sebagai satu kepercayaan dalam bentuk spiritual. Sejumlah ahli antropologi sosial moderen sudah kembali ke suatu perluasan defenisi agama dalam pengembangan kehidupan sosial masyarakat terhadap manusia biasa atau kekuatannya. Ahli lainnya mengakui Durkheim, telah berusaha menemukan beberapa nilai khusus tentang kesucian yang membatasi agama dan kepercayaan duniawi.

Agama sangat bervariasi dalam peranannya di alam semesta ini dan cara-cara manusia berhubungan dengan agama tersebut. Dalam hal ini bisa terjadi kelompok-kelompok dewa-dewi, satu dewa atau sama sekali tidak ada, roh atau bahkan mahluk dan kekuatan yang berlebihan. Kelompok ini secara konstan dapat menghalangi kegiatan manusia atau tanpa terlihat dan jauh. Kelompok ini bersifat hukum atau bersifat positif. Berhubungan dengan ini maka manusia dapat merasa kagum/hormat atau dapat merasa takut; tetapi juga mereka dapat membangkitkan kekuatan gaib atau berusaha memperdayakannya. Agama kepercayaan juga dapat mengatur moral manusia melakukan atau melanggar moral, jadi agama memberikan keterangan; memberikan pengesahan; menambah kemampuan manusia untuk mengahadapi kelemahan kehidupannyakematian, penyakit kelaparan, banjir, dan kegagalan. (Keesing,1992:92-94)

Bagaimana sistem kepercayaan dan agama pada suku bangsa Papua? Sebelum agama-agama besar Kristen, Islam masuk di Papua, tiap suku bangsa mempunyai sistem kepercayaan tradisi. Masing-masing suku bangsa mempunyai kepercayaan tradisi yang percaya akan adanya satu dewa atau tuhan yang berkuasa diatas dewa-dewa. Misalnya pada orang Biak Numfor, dewa tertingginya Manseren Nanggi; orang Moi menyebut Fun Nah; orang Seget menyebut Naninggi; orang Wandamen menyebut Syen Allah. Orang Marind-anim menyebut Dema; orang Asmat menyebut Mbiwiripitsy dan orang Mee menyebutnya Ugatame. Semua dewa atau Tuhan diakui dan dihormati karena dianggap dewa pencipta yang mempunyai kekuasaan mutlak atas nasib kehidupan manusia, mahluk yang tidak nampak, juga dalam unsur alam tertentu (angin, hujan, petir, pohon besar, sungai, pusaran air, dasar laut, tanjung tertentu).

2. Kesenian Kesenian merupakan salah satu dari tujuh unsur kebudayaan. Setiap suku bangsa yang mendiami muka bumi ini memiliki unsur tersebut, namun unsur kesenian bagi setiap suku bangsa tidak ( satu suku berbeda dengan lainnya). Haviland mengemukakan Seni adalah penggunaan kreatif imajinasi manusia manusia untuk menerangkan, memahami, dan menikmati kehidupan. Dalam beberapa kebudayaan suku bangsa Seni di gunakan untuk keperluan yang dianggap penting dan praktis.

Kesenian itu sendiri terdiri dari beberapa sub, yaitu antara lain : seni rupa (seni lukis, seni pahat, seni bangunan (artistektur), seni suara/seni musik, seni tari, seni sastra dan darmatik. Semuanya ini selalu menonjolkan sifat dan ciri khas kebudayaan suatu etnik /suku bangsa atau suatu negara.

Kesenian di Papua dapat itu dibedakan berdasarkan fungsi dan coraknya. Yang dimaksud adala dipendensi (ketergantungan) dari fakta bahwa perwatakan atau karakter menampakkan sebuah lingkungan (Guepin, 1973) Fungsi kesenian bagi kelompok etnik ini adala sebagai media komunikasi dan media ekspresi kehidupan yang dihayati dengan kolektif (sosialisasi) seperti nampak diwujudkan dalam upacara-upacara magis, pemujaan, penciptaan, bahkan nampak pada kehidupan keseharian seperti makan, minum, tidur, bernapas, bersin, terantuk dan sebagainya. Dalam melahirkan produk estetis melalui media dan dimensi sperti menggubah lagu, merancang tari, melukis, mengukir, membuat serta memainkan alat musik, dan tindak artistik lainya, sekali lagi bukanlah intherentitas (seniman) dalam kerja serta produk material yang dihasilkan melainkan kompleksitas kesepakatan (konvensi) itulah.