v4n2
TRANSCRIPT
JURNAL
KONSTRUKSIA VOLUME 4 NOMER 2 JUNI 2013
ISSN 2086 - 7352
STUDI ANALISIS LENTUR PADA BALOK TUMPUAN YANG MENGALAMI PENGEROPOSAN BETON
Arief Eko Supriyadi / Nadia
METODA MIKASA-WILSON DALAM ANALISIS PEMAMPATAN SEKUNDER TANAH GAMBUT
Tanjung Rahayu
ANALISIS BEKISTING METODE SEMI SISTEM DAN METODE SISTEM PADA BANGUNAN GEDUNG
Abdul Muiz / Trijeti
TEKNOLOGI ”REAL TIME TRAFFIC INFORMATION SYSTEM” UNTUK MENGATASI KEMACETAN LALU LINTAS
DI JALAN TOL DALAM KOTA JAKARTA Rusmadi Suyuti
PREDIKSI NILAI KEKAKUAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANG
Yamin Susanto
POLA HUBUNGAN ANTARA KINERJA BIAYA PROYEK DAN DAMPAK PENYIMPANGAN BIAYA PROYEK DENGAN PENDEKATAN INDIKATOR
COST OVERRUN PADA PENGELOLAAN SUB KONTRAKTOR Achirwan / Yusuf Latief / Ismeth Abidin
ANALISIS KONSTRUKSI GABLE DENGAN RAFTER MENGGUNAKAN PROFIL BAJA HONEYCOMB DAN TRUSS
Ihsanuddin / Haryo Koco
ANALISIS PRODUKTIVITAS ALAT BERAT PADA PROYEK PEMBANGUNAN PABRIK KRAKATAU POSCO ZONE IV DI CILEGON
Dwi Novi Setiawati / Andi Maddeppungeng
TEKNIK SIPIL – UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA Volume 4 Nomor 2 Halaman 1 – 102 Juni 2013
Jurnal Konstruksia | Volume 4 Nomor 2 | Juni 2013 ISSN 2086-7352
JURNAL
KONSTRUKSIA
REDAKSI
Penanggung Jawab : Ir. Aripurnomo Kartohardjono, DMS, Dipl.TRE. Pemimpin Redaksi : Ir. Haryo Koco Buwono, MT.
Mitra Bestari : Prof. Ir. Sofia W. Alisjahbana, MSc., PHD.
DR. Ir. Rusmadi Suyuti, ME. DR. Ir. Saihul Anwar, M.Eng. DR. Ir. Sarwono Hardjomuljadi
Staf Redaksi : Ir. Nadia, MT.
Ir. Trijeti, MT. Ir. Iskandar Zulkarnaen Andika Setiawan Farid Aulia
Seksi Umum : Ir. Saifullah Imam Susandi
Disain Kreatif : Ir. Haryo Koco Buwono, MT.
Administrator Web : Riyadi, ST Terbit : Per Semester – Juni dan Desember ( Dua Kali Setahun ) Alamat Redaksi : Jurnal Konstruksia Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta. Jl. Cempaka Putih Tengah 27 Jakarta Pusat.10510
Ilustrasi cover diambil dari: http://www.newsgol.com/images/stories/images/politik/ilustrasijakarta.jpg
Jurnal Konstruksia | Volume 4 Nomor 2 | Juni 2013 ISSN 2086-7352
JURNAL
KONSTRUKSIA V o l u m e 4 N o m o r 2 J u n i 2 0 1 3
Diterbitkan oleh: Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta
Jurnal Konstruksia | Volume 4 Nomor 2 | Juni 2013 ISSN 2086-7352
JURNAL
KONSTRUKSIA V o l u m e 4 N o m o r 2 J u n i 2 0 1 3
PENGANTAR REDAKSI Dengan mengucap syukur yang mendalam seiring terbitnya JURNAL KONSTRUKSIA volume 4 Nomer 2 di bulan Juni 2013 ini. Pada penerbitan sebelumnya, telah menerima berbagai macam masukan dan kritikan yang bersifat membangun, dengan harapan akan membuat Jurnal ini menjadi semakin baik. Salah satunya, Jurnal terbitan ini, mencoba menjalin networking dengan berbagai Institusi. Pada edisi ini sangat variatif, baik tema maupun peminatan dalam Teknik Sipil. Tema Mekanika Tanah, Manajemen Konstruksi, Stuktur Gedung dan Manajemen Transportasi disajikan dari dalam konteks kekinian dan menarik untuk dikembangkan menjadi artikel-artikel ilmiah lain yang membangun. Salah Satu Judul yang menarik pada Jurnal ini adalah: PREDIKSI NILAI KEKAKUAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANG yang disajikan oleh Yamin Susanto. Menariknya adalah menyajikan metoda membuat analisis resiko terhadap prediksi lentur struktur. Penerbitan yang telah tujuh perioda ini tentunya tidak lepas dari peran serta banyak pihak. Semoga Jurnal ini salah satu tonggak untuk dapat terakreditasi. Aamiin Jakarta, Juni 2013 Pemimpin Redaksi
Jurnal Konstruksia | Volume 4 Nomor 2 | Juni 2013 ISSN 2086-7352
JURNAL
KONSTRUKSIA V o l u m e 4 N o m o r 1 D e s e m b e r 2 0 1 2
DAFTAR ISI Redaksi Pengantar Redaksi Daftar Isi STUDI ANALISIS LENTUR PADA BALOK TUMPUAN YANG MENGALAMI
PENGEROPOSAN BETON …………………………………………………….…..……………… 1 – 11
METODA MIKASA-WILSON DALAM ANALISIS PEMAMPATAN SEKUNDER
TANAH GAMBUT DI JAMBI ……………………………………………………………………… 13 – 24
ANALISIS BEKISTING METODE SEMI SISTEM DAN METODE SISTEM
PADA BANGUNAN GEDUNG ….…………..………………………………………………… 25 – 38
TEKNOLOGI ”REAL TIME TRAFFIC INFORMATION SYSTEM” UNTUK MENGA- TASI KEMACETAN LALU LINTAS DI JALAN TOL DALAM KOTA JAKARTA ....... 39 – 44 PREDIKSI NILAI KEKAKUAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANG …. 45 – 57 POLA HUBUNGAN ANTARA KINERJA BIAYA PROYEK DAN DAMPAK PENYIMPANGAN BIAYA PROYEK DENGAN PENDEKATAN INDIKATOR COST OVERRUN PADA PENGELOLAAN SUB KONTRAKTOR ………………………………… 59 – 73 ANALISIS KONSTRUKSI GABLE DENGAN RAFTER MENGGUNAKAN PROFIL BAJA HONEYCOMB DAN TRUSS …………………………………………………… 75 – 87 ANALISIS PRODUKTIVITAS ALAT BERAT PADA PROYEK PEMBANGUNAN PABRIK KRAKATAU POSCO ZONE IV DI CILEGON ……………………………………… 89 – 102 Halaman Advertising
Studi Analisis Lentur Pada Balok Tumpuan Mengealami Pengeroposan Beton (Arief Eko - Nadia)
1 | K o n s t r u k s i a
STUDI ANALISIS LENTUR PADA BALOK TUMPUAN YANG MENGALAMI PENGEROPOSAN BETON
Arief Eko Supriyadi YARSI Divisi Pembangunan
N a d i a
Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta Email : [email protected]
ABSTRAK : Penggunaan beton sebagai bahan bangunan semakin meningkat, karena sifatnya yang
mudah dibentuk dan memliki kuat tekan tinggi. Masalah yang sering terjadi dan berpengaruh pada
beton adalah adanya keropos yang dapat menyebabkan turunnya kuat lentur balok beton. Keropos
sangat dipengaruhi oleh Pelaksanaan pekerjan Pengecoran. Supaya keropos beton pada balok bisa di
minimalisir perlu di perhatikan metode pelaksanaan pekerjaan pengecoran. Keropos pada beton dapat
ditanggulangi dengan pelaksanaan pekerjaan grouting. Dalam penelitian ini dianalisa kuat lentur
beton yang dihasilkan perbaikan keropos menggunakan Sika Grout (215) New dan Sikaclim,
dibandingkan dengan beton dalam kondisi normal dan dengan beton dalam kondisi keropos. Target
mutu beton yang ingin di capai adalah Kuat Tekan K 225, dan target slump adalah 6 ± 2cm. Dari
hasil penelitian didapatkan Tergangan lentur rata-rata beton untuk benda uji balok dalam keadaan
normal adalah adalah sebesar 0,483 Mpa,Sedangkan untuk benda uji balok dalam keadaan keropos
didapat Tegangan lentur rata-rata 0,400 Mpa dan untuk benda uji balok dalam keadaan perbaikan
dengan Grouting Tegangan lentur yang didapat adalah 0,433 Mpa. Untuk perbandingan Tegangan
lentur antara benda uji balok dalam akibat keropos terhadap benda uji dalam kondisi normal
mengalami penurunan sebesar 17,24 %, sedangkan dengan kondisi perbaikan dengan grouting
terhadap benda uji balok dalam kondisi normal mengalami penurunan sebesar 10,34 % dan untuk
benda uji balok dengan perbaikan grouting terhadap benda uji balok mengalami peningkatan sebesar
6,9 %.
Kata kunci : Beton,Kuat lentur, keropos, Grouting, SNI 03-4431-1997
ABSTRACT: The use of concrete as a building material is increasing, because it iseasily shaped and
possess high compressive strength. The problem that often occurs and the effect on concrete is a porous
can cause a drop in flexural strength of concrete beams. Brittle is strongly influenced by the
implementation of jobs Foundry. So porous concrete beams can be minimized to note the method
implementation foundry work. Porous concrete can be overcome by the implementation of the grouting
work. In this study analyzed the resulting flexural strength of concrete repair using Sika Grout loss (215)
New and Sikaclim, compared with concrete under normal conditions and under conditions of porous
concrete. Target concrete quality that you want to achieve is Strong Press K 225, and the target slump
was 6 ± 2cm. From the results of research in getting the average bending stress to the concrete beam
specimens are normally amounted to 0,483 Mpa, while for beam specimen under bending stress obtained
porous state average of 0,400 Mpa and for specimen beam in a state of repair Grouting bending stress
obtained was 0,433 Mpa. For comparison between the bending stress in the beam specimen to specimen
due to loss under normal conditions has decreased by 17.24%, while the state of repair by grouting the
beam specimen under normal conditions has decreased by 10.34% and for the beam specimen with
improved grouting the beam specimen increased by 6.9 %.
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2012
2 | K o n s t r u k s i a
Keywords: Concrete, Strong pliable, porous, Grouting, SNI 03-4431-1997
LATAR BELAKANG
Teknik yang diperlukan pada saat
pengecoran beton bergantung pada elemen
struktur beton yang akan digunakan
,misalnya untuk kolom, balok, dinding, slab,
pondasi, bendung beton atau sambungan
suatu beton yang beda waktu pelaksanaan
pengecorannya. Beton harus selalu dicor
dengan lapisan-lapisan horizontal dan
setiap lapisan dipadatkan dengan vibrator
berfrekuensi tinggi.
Pada waktu pelaksanaan pekerjaan
pengecoran biasa terjadi pemadatan yang
kurang sempurna, sehingga campuran
beton akan menjadi tidak homogen. Hal
inilah yang mengakibatkan terjadinya
rongga-rongga didalam beton yang
menyebabkan beton menjadi keropos
Pada pengecoran struktur balok, keropos
sering diakibatkan oleh:
1. Pemadatan pada waktu pengecoran
yang tidak maksimal
2. Jarak waktu pencampuran dan
pencetakan / pengecoran beton
cukup lama.
Pada struktur balok, keropos ini dapat
terjadi dibeberapa tempat, salah satunya
adalah di tumpuan. Untuk itu akan diteliti,
bagaimana pengaruh keropos pada
tumpuan balok beton ini terhadap kuat
lenturnya. Dan apakah grouting dapat
menyelesaikan masalahnya (dapat kembali
kuat lenturnya seperti balok beton yang
tidak keropos)
IDENTIFIKASI MASALAH DAN
PERUMUSAN MASALAH
Pelaksanaan pengecoran beton pada
struktur balok, merupakan pekerjaan yang
mudah tetapi perlu kecepatan, ketepatan,
ketelitian dan kehati-hatian. Hal ini
disebabkan oleh waktu setting atau
kekerasan beton yang relative cepat.
Waktu yang singkat inilah yang banyak
menyebabkan kekeroposan beton akibat
pengecoran. Keropos pada beton,
merupakan perlemahan struktur yang
dalam hal ini dapat mengurangi kekakuan
/ kekuatan beton itu sendiri, sehingga akan
mempengaruhi kuat lenturnya. Cara-cara
umum yang dilakukan untuk mengisi
rongga-rongga pada beton yang keropos
adalah dengan grouting. Namun apakah
grouting ini dapat mengembalikan fungsi
beton itu sendiri jika dibandingkan dengan
beton tanpa keropos? Dengan demikian
terdapat beberapa hal yang perlu siteliti,
yaitu sebagai berikut:
Berapa besar kuat lenturnya, jika pada
beton tidak terjadi keropos, beton keropos
pada tumpuan, dan beton keropos setelah
di grouting?
BATASAN MASALAH
1. Mutu beton K225 (Fc 19,3 Mpa).
2. Semen yang digunakan adalah semen
portland biasa type l merk Semen
Gresik.
3. Agregat kasar yang digunakan adalah
batu pecah (split) dengan diameter
maksimum 20 mm ex Rumpin.
4. Agregat halus berupa pasir alam ex
Bangka yang menembus ayakan 4,8
mm.
5. Air yang digunakan berasal dari PDAM..
6. Benda uji berbentuk balok dengan
ukuran 15 cm x 15 cm x 60 cm
sebanyak 12 buah.
Studi Analisis Lentur Pada Balok Tumpuan Mengealami Pengeroposan Beton (Arief Eko - Nadia)
3 | K o n s t r u k s i a
7. Semen grouting yang digunakan adalah
merk Sika Grout 215.
8. Semen grouting digunakan merk Sika
Cim.
9. Besaran keropos yang direncanakan
5% dari volume balok beton.
10. Umur pengujian uji kuat lentur beton
adalah 28 hari.
11. Metode pengujian kuat lentur
menggunakan SNI 03-4431-1997
dengan nama Metode Pengujian Kuat
Lentur Dengan Dua Tititk Pembebanan.
12. Grouting dilaksanakan setelah bekisting
dibuka.
MAKSUD DAN TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengaruh keropos
diposisi tumpuan balok terhadap kuat
lentur.
2. Untuk meng-evaluasi kuat lentur balok
yang keropos maupun yang sudah
digrouting.
HIPOTESIS
1. Kuat lentur balok yang mengalami
keropos diperkirakan lebih rendah 5 %
apabila dibandingkan dengan Kuat
lentur pada balok yang tidak
mengalami keropos (kondisi normal).
2. Kuat lentur balok yang di grouting
diperkirakan lebih tinggi 2% apabila
dibandingkan dengan Kuat lentur pada
balok yang tidak mengalami keropos
(kondisi normal).
3. Kuat lentur balok yang mengalami
keropos diperkirakan lebih rendah 3 %
apabila dibandingkan dengan Kuat
Lentur pada balok yang sudah
mengalami perbaikan grouting.
LANDASAN TEORI
Beton
Beton adalah campuran semen portland,
agregat halus, agregat kasar dan air dengan
atau tanpa bahan tambah membentuk
massa padat.
Beton dibentuk oleh pengerasan campuran
semen, air, agregat halus, agregat kasar
(batu pecah atau kerikil), udara dan
kadang-kadang campuran tambahan
lainnya. Campuran yang masih plastis ini
dicor kedalam acuan dan dirawat untuk
mempercepat reaksi hidrasi, yang
menyebabkan pengerasan beton.Bahan
yang terbentuk ini mempunyai kekuatan
tekan yang tinggi dan ketahanan tarik yang
rendah , atau kira-kira kekuatan tariknya
0,1 kali kekuatan terhadap tekan.
MATERIAL PENYUSUN BETON
Semen
Semen mengandung unsur silikat
(silicates) dan kapur (lime). Semen ini bila
dicampur dengan air (hydration) akan
membentuk massa yang mengeras. Beton
yang dibuat dengan semen portland
umumnya membutuhkan waktu 14 hari
untuk mencapai kekuatan yang cukup, agar
acuan dapat dibongkar dan agar beban-
beban mati dalam kontruksi dapat dipikul.
Kekuatan dari beton yang optimum
dicapai dalam waktu minimal 28 hari .
Bahan baku pembentuk semen adalah:
1. Kapur (CaO) – dari batu kapur.
2. Silika (SiO₄) – dari lempung.
3. Alumina (Al₂O₃) – dari lempung.
Agregat
Agregat merupakan komponen beton yang
paling berperan dalam menentukan
kekuatan / kekerasan beton.. Pada beton
biasanya terdapat sekitar 60% sampai 80%
volume agregat. Agregat ini bergradasi
sedemikian rupa sehingga seluruh massa
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
4 | K o n s t r u k s i a
beton dapat berfungsi sebagai benda yang
utuh, homogen, dan rapat, dimana agregat
yang berukuran kecil berfungsi sebagai
pengisi celah yang ada diantara agregat
yang berukuran besar.
Dua jenis agregat adalah:
1. Agregat kasar (kerikil, batu pecah,
atau pecahan-pecahan dari blast
furnace), Agregat kasar adalah
agregat dengan butiran-butiran
tertinggal di atas ayakan dengan
lubang berdiameter 4,8 mm, tetapi
lolos ayakan dengan lubang
berdiameter 40mm.
2. Agregat halus (pasir alami dan
buatan).⁽⁸⁾ Agregat halus adalah
agregat yang butirannya menembus
ayakan dengan lubang berdiameter
4,8 mm.
Karena agregat biasanya menempati
sekitar 75% dari total beton, maka sifat-
sifat agregat ini mempunyai pengaruh yang
besar terhadap perilaku dari beton yang
sudah mengeras. Sifat agregat bukan hanya
mempengaruhi sifat beton, akan tetapi juga
mempengaruhi ketahanan (durbility) dari
beton.
Air
Air yang bersih dan tidak mengandung
minyak, asam, alkali, garam, zat organik
atau bahan lain yang dapat merusak beton
atau tulangan. Dalam hal ini sebaiknya
dipakai air bersih yang dapat diminum.
Sifat-Sifat Beton
Sifat-sifat beton perlu diketahui untuk
mendapatkan mutu beton yang
diharapkan sesuai tuntutan konstruksi dan
umur bangunan yang bersangkutan. Pada
saat segar atau sesaat setelah dicetak,
beton bersifat plastis dan mudah dibentuk.
Sedang pada saat keras, beton memiliki
kekuatan yang cukup untuk menerima
beban. Sifat beton segar yang baik sangat
mempengaruhi kemudahan pengerjaan
sehingga menghasilkan beton dengan
berkualitas baik.
Lentur Pada Balok Beton.
Beban beban yang bekerja pada struktur
,baik yang berupa grafitasi, maupun beban-
beban lain ,seperti beban angin, beban
karena susut dan beban karena perubahan
temperatur ,menyebabkan adanya lentur
dan deformasi pada elemen struktur.
Lentur pada balok merupakan akibat dari
adanya regangan yang timbul karena
adanya beban luar. Apabila bebannya
bertambah, maka pada balok terjadi
deformasi dan regangan tambahan yang
mengakibatkan timbulnya atau
bertambahnya retak lentur disepanjang
bentang balok. Bila bebannya semakin
bertambah, pada akhirnya dapat terjadi
keruntuhan elemen struktur, yaitu pada
saat beban luarnya mencapai kapasitas
elemen. Taraf pembebanan demikian
disebut keadaan limit dari keruntuhan pada
lentur. Karena itulah perencana harus
mendesain penampang balok sedemikian
rupa sehingga tidak terjadi retak yang
berlebihan pada saat beban bekerja, dan
masih mempunyai keamanan yang cukup
dan kekuatan cadangan untuk menahan
beban dan tegangan tanpa mengalami
keruntuhan.
Jika suatu balok terbuat dari material yang
elastis linier, isotropis, dan homogen, maka
tegangan lentur maksimumnya dapat
diperoleh dengan rumus lentur balok, yaitu
f=Mc/I. Pada keadaan beban batas, balok
beton bertulang bukanlah material yang
homogen, juga tidak elastis sehingga rumus
Studi Analisis Lentur Pada Balok Tumpuan Mengealami Pengeroposan Beton (Arief Eko - Nadia)
5 | K o n s t r u k s i a
lentur balok tersebut tidak dapat
digunakan untuk menghitung tegangannya.
Untuk memperhitungkan kemampuan dan
kapasitas dukung komponen struktur
beton terlentur (balok plat,dinding dan
sebagainya), sifat utama bahwa bahan
beton kurang mampu menahan tegangan
tarik akan menjadi dasar pertimbangan.
Pada saat beton struktur bekerja menahan
beban – beban yang dipikulnya, salah satu
tegangan yang terjadi adalah tegangan
tarik akibat lenturan pada serat tepi bawah
Pada balok dengan tumpuan sederhana.
Hampir semua balok yang langsing
mengalami tegangan akibat lentur.
Kekuatan lentur merupakan kekuatan
beton dalam menahan lentur yang
umumnya terjadi pada balok struktur. Kuat
lentur dapat diteliti dengan membebani
balok pada tengah-tengah bentang atau
pada tiap sepertiga bentang dengan beban
titik. Beban ditingkatkan sampai kondisi
balok mengalami keruntuhan lentur,
dimana retak utama yang terjadi terletak
pada sekitar tengah-tengah bentang.
Besarnya momen akibat gaya pada saat
runtuh ini merupakan kekuatan maksimal
balok beton dalam menahan lentur. Kuat
lentur beton adalah kemampuan balok
beton yang diletakkan pada dua perletakan
untuk menahan gaya dengan arah tegak
lurus sumbu benda uji, sampai benda uji
patah. Satuan dinyatakan dalam gaya per
satuan luas (MPa)
Rumus-rumus perhitungan yang digunakan
dalam metode pengujian kuat lentur beton
adalah sebagai berikut:
1. Untuk pengujian dimana patahnya
benda uji ada di luar pusat (diluar
daerah 1/3 jarak titik perletakan) di
bagian tarik dari beton, maka kuat
lentur beton dihitung menurut
persamaan :
2. Untuk pengujian dimana patahnya
benda uji ada di luar pusat (diluar
daerah 1/3 jarak titik perletakan) di
bagian tarik beton, dan jarak antara
titik pusat dan titik patah kurang dari
5% dari panjang titik perletakan
maka kuat lentur beton dihitung
menurut persamaan :
Dimana :
σ = Kuat Lentur benda uji (MPa)
P = Beban yang menyebabkan terbelahnya
balok
L = Jarak (bentang) antara dua garis
perletakan (mm)
b = Lebar tampang lintang patah arah
horizontal (mm)
d = Lebar tampang lintang patah arah
vertikal (mm)
a = Jarak rata-rata antara tampang
lintang patah dan tumpuan luar yang
terdekat, diukur pada 4 tempat pada sisi
titik dari bentang (m).
Gambar 1. Uji Lentur dengan Dua Titik
Pembebanan
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
6 | K o n s t r u k s i a
Gambar 2 Garis-garis perletakan dan
pembebanan
Grout
Grout adalah slurry semen yang
diinjeksikan ke dalam retak–retak, pipa-
pipa, dan lubang lubang lainnya. Atau
disamping bangunan beton sebagai
pelindung yang tidak tembus air. Dapat
dipakai pasir bila volumenya besar.
Admixture mineral, seperti abu terbang
dan bentonite, sering dipakai untuk
menambah kecairan. Admixture kimiawi
ditambahkan untuk mengurangi kadar air,
menambah daya lekat dan mengendalikan
waktu pengikatan. Admixture juga bisa
ditambahkan untuk melawan susut.
Penerapan grout yang penting misalnya
pada metode prepacke agregat.
Bahan – Bahan Campuran
Yang termasuk bahan campuran yang lain
adalah
a. Bahan pengikat (bonding
admixture).
b. Bahan pengisi (grouting
admixture).
c. Bahan untuk mempercepat
pengikatan (quick setting
admixture).
d. Bahan pembentuk gas (gas
forming agent).
Bonding Admixture
Umumnya emulsi air dan material organik
seperti karet, polyvinyl klorida, polyvinyl
acetat, acrylics, dan dan butadiene-styrene
copolymer. Mereka ditambahkan kedalam
campuran semen atau dikuaskan pada
permukaan beton lama untuk menambah
kekuatan lekatan antara beton lama dan
baru. Umumnya ditambahkan dalam
proporsi 5 -20 % berat semen, jumlah
tergantung kondisi dilapangan dan jenis
bahannya. Dapat menyebabkan beberapa
pertambahan kandungan udara.
1. Jenis non - reemulsifiable adalah tahan
terhadap air, lebih cocok untuk
penerapan eksterior, dan dipakai di
mana ada kelengasan. Hasil optimum
hanya sebaik permukaan yang dilapisi.
Permukaan harus bersih, kering, baik
(sound), bebas dari kotoran, debu, cat
dan oli.
2. Kegunaan dari bonding admixture adalah
untuk meningkatkan daya lekat pasta
semen, mortar dan beton.
Komposisi :
Polyvinyl acetate (PVA)
Styrene butadine (SDR) atau acrylic.
Grouting Admixture
Digunakan untuk mencegah terjadinya
susut dan menunda set. Karenanya
digunakan untuk menstabilkan fondasi,
mengisi retak dan sambungan. Menyemen
sumur minyak, megisi lubang (cores) dan
tembok bata, grout pada tendon dan baut-
baut angker dan prepalaced-agregate,
menutup lubang-lubang angker pada
fondasi, memperbaiki retak-retak dan
Studi Analisis Lentur Pada Balok Tumpuan Mengealami Pengeroposan Beton (Arief Eko - Nadia)
7 | K o n s t r u k s i a
keropos, mengisi tendon baja pada beton
pratekan.
Grouting admixture tidak dapat susut dan
mempunyai kekuatan yang tinggi.
Bentuknya encer sehingga mudah di
injeksikan kedalam beton. Tidak
mengandung klorida sehingga dapat
dipakai pada beton bertulang, dan tidak
menimbulkan korosi pada baja tulangan.
Hanya saja harganya jauh lebih mahal dari
pada semen portland biasa (10 kali lipat).
Komposisi :
a. Material seperti gel, clays, pregelatine
starch, methyl cellulose yang berfungsi
untuk mencegah kecepatan hilangnya
air dan grouting admixtures.
b. Betonite clays : berfungsi untuk
mengurangi slurry density.
c. Material seperti barite dan iron filings
yang berfungsi meningkatkan berat
jenis.
d. Natural gums ditambahkan untuk
mencegah susut dari grouting tersebut.
Pekerjaan grouting yang sangat cocok
untuk daerah perbaikan yang sulit. Jenis
kerusakan ini timbul karena pengerjaan
beton yang kurang baik, agregat terlalu
kasar, kurangnya butiran halus yang
termasuk semen, faktor air semen tidak
tepat, pemadatan yang tidak sempurna
karena rapatnya tulangan, pasta semen
keluar dari cetakan yang tidak rapat dan
lain-lainnya. Kerusakan semacam ini
biasanya disebabkan oleh cetakan
(bekisting) yang tidak rapi atau rapat. Hal
ini menyebabkan pasta semen mengalir
keluar, yang mengakibatkan beton keropos.
Dengan menginjeksi bahan grouting yang
relatif cair ke dalam cetakan, ikatan
antara tulangan dan beton kembali seperti
semula dan betonpun dianggap masif.
Tekanan injeksi beton untuk perbaikan
retakan dan grouting untuk perbaikan
dimensi beton .
Pengujian Hipotesis
Hipotesis pada dasarnya merupakan suatu
proporsi atau anggapan yang mungkin
benar, dan sering digunakan sebagai dasar
pembuatan keputusan/pemecahan
persoalan ataupun untuk dasar penelitian
lebih lanjut. Anggapan/asumsi sebagai
suatu hipotesis juga merupakan data, akan
tetapi karena kemungkinan bisa salah,
apabila akan digunakan sebagai dasar
pembuatan keputusan harus diuji terlebih
dahulu dengan menggunakan data hasil
observasi.⁽¹³⁾
Distribusi t
Distribusi t selain digunakan untuk
menguji suatu hipotesis juga untuk
membuat pendugaan (interval estimate).
Biasanya, distribusi t digunakan untuk
menguji hipotesis mengenai nilai
parameter, paling banyak 2 populasi (lebih
dari 2, harus digunakan F), dan dari sample
yang kecil (small sample size), misalnya n <
100, bahkan seringkali n ≤ 30. Untuk n
yang cukup besar ( n ≥ 100, atau mungkin
cukup n >30) dapat digunakan distribusi
normal, maksudnya tabel normal dapat
digunakan sebagai pengganti tabel t.
HASIL PENELITIAN
Pengujian Berat Jenis SSD Agregat Kasar
(Kerikil)
Dari hasil pemeriksaan berat isi agregat
kasar yang dilakukan didapatkan nilai
berat jenis agregat kasar. Nilai BJ agregat
kasar tersebut adalah 2,635.
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
8 | K o n s t r u k s i a
Pengujian Berat Jenis SSD Agregat Halus
(Pasir)
Dari hasil pemeriksaan berat isi agregat
halus yang dilakukan didapatkan nilai
berat jenis agregat halus. Nilai BJ agregat
halus tersebut adalah 2,51
Hasil pengujian kuat tekan yang telah di
konversi ke 28 hari dengan factor pembagi
0,65; Nilai rata – rata hasil kuat tekan
adalah 25,295 N/mm2
Pengujian Benda Uji
Setelah umur 28 hari benda uji diangkat
dari bak perendaman dan didiamkan
selama 24 jam untuk selanjutnya
dilaksanakan pengujian kuat lentur .
Hasil pengujian Kuat Lentur
Pengujian kuat Lentur yang akan
dilaksanakan:
a. Kuat Lentur untuk benda uji dalam
kondisi Normal
b. Kuat Lentur untuk benda uji dalam
kondisi Keropos
c. Kuat Lentur untuk benda uji dalam
kondisi keropos sudah perbaikan
dengan menggunakan sika grout.
Hasil Tes Kuat lentur Benda Uji Kondisi Normal
Benda
uji Tgl pembuatan Tgl pengetesan
Hasil
pengetesan
A1 20/11/2012 20/12/2012 7
A2 20/11/2012 20/12/2012 7,5
A3 20/11/2012 20/12/2012 7
A4 20/11/2012 20/12/2012 7.5
Kuat lentur beton normal dihitung dengan persamaan :
Studi Analisis Lentur Pada Balok Tumpuan Mengealami Pengeroposan Beton (Arief Eko - Nadia)
9 | K o n s t r u k s i a
Hasil Tes Kuat Lentur Benda Uji kondisi Keropos
Hasil Tes Kuat Lentur Benda Uji kondisi perbaikan dengan grouting
Benda Uji Tgl pembuatan Tgl Grouting Tgl pengetesan Hasil Test
C1 23/11/2012 20/12/2012 27/12/2012 7
C2 23/11/2012 20/12/2012 27/12/2012 6,5
C3 23/11/2012 20/12/2012 27/12/2012 6,5
C4 23/11/2012 20/12/2012 27/12/2012 6,5
Sumber : Hasil Pengujian di Laboratorium Teknik Sipil UMJ
ANALISIS DATA
Hasil Kuat Lentur Balok Beton Kondisi Normal
NO P (KN) L (mm) b (mm) d (mm) σP (KN/mm2) σP (MPa)
1 3.5 450 150 150 0.00047 0.466667
2 3.75 450 150 150 0.00050 0.500000
3 3.5 450 150 150 0.00047 0.466667
4 3.75 450 150 150 0.00050 0.500000
Rata-rata 0.483
Benda
uji
Tgl
pembuatan
Tgl
pengetesan
Hasil
pengetesan
B1 29/11/2012 27/12/2012 6
B2 29/11/2012 27/12/2012 6
B3 29/11/2012 27/12/2012 6
B4 29/11/2012 27/12/2012 6,5
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
10 | K o n s t r u k s i a
Hasil Kuat Lentur Balok Beton Kondisi Keropos
NO P (KN) L (mm) b (mm) d (mm) σP (KN/mm2) σP (MPa)
1 3 450 150 150 0.00040 0.400
2 3 450 150 150 0.00040 0.400
3 3 450 150 150 0.00040 0.400
Rata-rata 0.400
Hasil Kuat Lentur Balok Beton Kondisi Perbaikan dengan Grouting
NO P (KN) L (mm) b (mm) d (mm) σP (KN/mm2) σP (MPa)
2 3.25 450 150 150 0.00043 0.433
3 3.25 450 150 150 0.00043 0.433
4 3.25 450 150 150 0.00043 0.433
Rata-rata 0.433
Gambar Grafik perbandingan benda uji
Kondisi keropos = 0,400
X 100 = 82,76% 0,483
Kondisi grouting= 0,433
X 100 = 89,66% 0,483
Kondisi normal= 0,483
X 100 = 100 % 0,483
Studi Analisis Lentur Pada Balok Tumpuan Mengealami Pengeroposan Beton (Arief Eko - Nadia)
11 | K o n s t r u k s i a
KESIMPULAN
Dari Hasil Penelitian yang telah dilakukan,
maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Kondisi Tegangan Lentur akibat terjadi
Keropos Beton pada tumpuan
mengalami penurunan 17,24 %
terhadap Tegangan Lentur akibat beton
kondisi Normal.
2. Kondisi Tegangan Lentur akibat beton
Kondisi perbaikan dengan grouting
mengalami penurunan 10,34 %
terhadap Tegangan Lentur akibat beton
kondisi Normal.
3. Kondisi Tegangan Lentur akibat beton
Kondisi perbaikan dengan grouting
mengalami peningkatan 6,9 % terhadap
tegangan Lentur akibat beton kondisi
Keropos.
4. Kondisi yang mengalami keropos dan
sudah mengalami perbaikan dengan
grouting tetap hasil tegangan lenturnya
lebih rendah terhadap beton kondisi
normal.
.
DAFTAR PUSTAKA
(1) ASTM C 33-03, Standart specification
for concrete agregat 2003.
(2) BADAN STANDARISASI NASIONAL,
SNI 03-4154-1996, Metode Pengujian
Kuat Lentar Beton dengan Balok Uji
Sederhana yang Dibebani Terpusat
Langsung.
(3) BADAN STANDARISASI NASIONAL,
SNI 03 – 6821 - 2002,
SPESIFIKASI AGREGAT RINGAN
BATU CETAK BETON PASANGAN
DINDING.
(3) CHU-KIA WANG, CHARLES G.
SALMON, BINSAR HARIANDJA,
DISAIN BETON BERTULANG, Jilid 2,
edisi keempat, Penerbit Erlangga, th
1989
(4) CHU-KIA WANG, CHARLES G.
SALMON, BINSAR HARIANDJA,
DISAIN BETON BERTULANG, Penerbit
Erlangga Jilid 1, edisi keempat, th
1993
(5) DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM,
SNI 03-2834-2002, Tata cara
pembuatan rencana beton normal.
YAYASAN LPMB BANDUNG
(6) DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM,
SK-SNI T – 15 -1991-03, TATA CARA
PERHITUNGAN STRUKTUR BETON
UNTUK BANGUNAN GEDUNG.
YAYASAN LPMB BANDUNG
(7) DR Edward G.Nawy,P.E, BETON
BERTULANG SUATU PENDEKATAN
DASAR. Penerbit PT ERESCO
BANDUNG, th 1990
(8) PBI 71, Peraturan Beton Bertulang
Indonesia, Departemen Pekerjaan
Umum 1971.
(9) Prof.DR. Sudjana M.A., M. Sc, METODA
STATISTIKA, Edisi ke 6, Penerbit
TARSITO BANDUNG, th 1996.
(10) J. SUPRANTO , M A. STATISTIK TEORI
DAN APLIKASI, Edisi kelima, jilid 2,
Penerbit ERLANGGA, th 1992 Sika
Product Catalogue, 3rd Edition @
2012.
Metoda Mikasa-Wilson Dalam Analisis Pemampatan Sekunder Tanah Gambut di Jambi (Tanjung)
13 | K o n s t r u k s i a
METODA MIKASA-WILSON DALAM ANALISIS PEMAMPATAN SEKUNDER
TANAH GAMBUT DI JAMBI
Tanjung Rahayu
Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta
Email: [email protected]
ABSTRAK : Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari perilaku pemampatan sekunder pada tanah
gambut Jambi dengan melakukan percobaan konsolidasi dan analisa data. Percobaan konsolidasi
dilakukan di laboratorium dengan menggunakan alat uji oedometer digital dan analisis data dilakukan
dengan menggunakan metoda Mikasa-Wilson. Tahapan pembebanan pada percobaan konsolidasi
dilakukan dengan rasio penambahan beban sebesar 1, dengan beban awal 0,05 kg/cm2 dan beban akhir
6,4 kg/cm2. Tiap tahapan beban diberikan selama 24 jam, kecuali untuk dua tahap beban di sekitar
tekanan prakonsolidasi yaitu 0,4 kg/cm2 dan 0,8 kg/cm2, beban diberikan selama 7 x 24 jam. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kurva pemampatan tanah gambut Jambi dengan metoda Mikasa-Wilson
menunjukkan bahwa nilai parameter c membesar dengan meningkatnya beban di atas tekanan
prakonsolidasi. Hasil analisis data dengan metoda Mikasa-Wilson, memberikan nilai regangan didapat di
laboratorium untuk waktu percobaan 24 jam dan 7x24 jam.
Kata Kunci : tanah gambut, konsolidasi sekunder, Mikasa-Wilson
ABSTRACT: This study was conducted to study the behavior of secondary compression on peat soil
consolidation Jambi to conduct experiments and data analysis. Consolidation experiments conducted in
the laboratory using a digital oedometer test equipment and data analysis was performed by using the
method of Mikasa-Wilson. Stages of loading on consolidation experiments carried out with the addition of
load ratio of 1, with an initial load of 0.05 kg/cm2 and 6.4 kg/cm2 load end. Each phase of the load is
given for 24 hours, except for a two-stage load around the preconsolidation pressure of 0.4 kg/cm2 and
0.8 kg/cm2, the burden administered for 7 x 24 hours. The results showed that the peat soil compression
curves Jambi with Mikasa-Wilson method shows that the value of the parameter c enlarged with
increasing load on the preconsolidation pressure. Results of data analysis methods Mikasa-Wilson, gave
strain values obtained in the laboratory for 24 hours and the time trial 7x24 hours.
Keywords: peat, secondary consolidation, Mikasa-Wilson
LATAR BELAKANG Gambut yang lebih dikenal dengan nama peat, adalah campuran dari fragmen-fragmen material organik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang telah membusuk dan menjadi fosil. Tanah gambut mempunyai sifat yang tidak menguntungkan bagi konstruksi bangunan sipil, sebab mempunyai kadar air yang tinggi, daya dukung rendah, dan
kemampatan tinggi. Oleh sebab itu, tanah gambut termasuk tanah yang kurang baik untuk suatu konstruksi bangunan sipil. Penelitian mengenai tanah gambut masih jarang dilakukan di Indonesia sehingga pengetahuan tentang tanah gambut sangat terbatas. Keadaan seperti ini tidak boleh terjadi, sebab lahan gambut di Indonesia sangat luas. Lahan gambut terbesar
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
14 | K o n s t r u k s i a
terdapat di pulau Kalimantan, Sumatera, dan Irian Jaya. Perilaku tanah gambut, misalnya konsolidasi, berbeda dengan perilaku tanah lainnya. Dengan demikian, analisis-analisis pada tanah lain seperti lempung tidak dapat digunakan begitu saja pada tanah gambut. Pada tanah lempung, penurunan tanah tidak akan terjadi setelah konsolidasi sekunder selesai atau proses disipasi tekanan air pori selesai. Pada tanah gambut, penurunan masih dapat terjadi setelah disipasi tekanan air pori selesai karena adanya pemampatan pada butiran-butiran tanah. Untuk mendapatkan metoda yang benar dan tepat pada pelaksanaan konstruksi teknik sipil di atas tanah gambut, harus dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui karakteristik dan perilaku tanah gambut. Dengan demikian, diharapkan penelitian ini dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dalam pelaksanaan rekayasa sipil pada tanah gambut. IDENTIFIKASI MASALAH 1) Bagaimana bentuk kurva pemampatan
tanah gambut Jambi? 2) Metoda apa yang cocok untuk
menganalisis pemampatan tanah gambut Jambi?
TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perilaku pemampatan sekunder pada tanah gambut dengan melakukan analisis-analisis terhadap data-data yang diperoleh dari percobaan di laboratorium. Analisis dilakukan dengan menggunakan metoda Gibson-Lo dan metoda Mikasa-Wilson. Dari analisis-analisis tersebut akan diperoleh : 1) Bentuk kurva pemampatan tanah
gambut Jambi? 2) Kurva hubungan antara penurunan -
waktu, angka pori – waktu, regangan – waktu, regangan – log waktu, dan kecepatan perubahan angka pori – waktu.
3) Parameter-parameter model reologi a, b, , b1, 1, c, dan .
4) Metoda yang cocok untuk menganalisis pemampatan tanah gambut Jambi
TINJAUAN PUSTAKA 1. Karakteristik Tanah Gambut
Tanah gambut adalah tanah yang terbentuk dari campuran fragmen-fragmen material organik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang telah membusuk dan menjadi fosil. Menurut ASTM D2607-69, istilah gambut hanya berhubungan dengan bahan organik yang berasal dari proses geologi selain batubara, dibentuk dari tumbuhan yang telah mati, berada di dalam air, dan hampir tidak ada udara di dalamnya, terjadi di rawa-rawa, dan mempunyai kadar abu tidak lebih dari 25 % berat keringnya. Parameter-parameter tanah yang dapat memberi gambaran fisik dari tanah gambut adalah : a. Kadar air
Tanah gambut mempunyai kemampuan yang cukup tinggi untuk menyerap dan menyimpan air.
b. Angka pori Angka pori untuk tanah gambut sangat besar, yaitu berkisar 5 – 15. Bahkan pernah ada tanah gambut berserat yang mempunyai angka pori 25 (Hanrahan,1954).
c. Berat jenis Berat jenis tanah gambut lebih besar dari 1. Menurut MacFarlene (1969), nilai berat jenis rata-rata adalah 1,5 atau 1,6.
d. Berat volume Berat volume tanah gambuat sangat rendah. Untuk gambut yang mempunyai kandungan organik tinggi dan terendam air, berat volumenya kira-kira sama dengan berat volume air (MacFarlene, 1969). Hasil studi dari beberapa peneliti yang dirangkum oleh
Metoda Mikasa-Wilson Dalam Analisis Pemampatan Sekunder Tanah Gambut di Jambi (Tanjung)
15 | K o n s t r u k s i a
MacFarlene menunjunkkan bahwa nilai berat volume tanah gambut berkisar antara 0,9 – 1,25 t/m3.
e. Susut Apabila tanah gambut dikeringkan maka tanah tersebut akan menyusust dan menjadi keras. Menurut Colley (1950), penyusutan yang terjadi dapat mencapai 50 % dari volume awal. Tanah gambut yang telah mengalami penyusutan tidak akan mampu untuk menyerap air seperti pada kondisi awal. Volume air yang dapat diserap kembali hanya berkisar antara 33 – 55 % dari volume air semula (Feustel dan Byers,1930).
f. Koefisien permeabilitas Nilai koefisien permeabilitas tanah gambut berkisar antara 10-6 – 10-3 cm/dt (Colley, 1950, dan Miyakawa, 1960). Untuk tanah gambut berserat (fibrous peat), koefisien permeabilitas arah horisontal lebih besar daripada arah vertikal.
g. Keasaman (acidity) Air gambut (peaty water) yang pada umumnya bebas dari air laut mempunyai pH antara 4 – 7 (Lea, 1960). Tingkat keasaman tanah gambut berfluktuasi tergantung pada musim dan cuaca. Nilai pH tertinggi terjadi setelah hujan lebat yang diikuti dengan musim panas yang kering.
h. Kadar abu dan kadar organik Kadar abu tanah gambut dapat ditentukan dengan cara memasukkan tanah gambut (yang telah dikeringkan pada temperatur 105oC) ke dalam oven pada temperatur 440oC (metoda C) atau temperatur 750oC (metoda D) sampai contoh tanah tanah menjadi abu (ASTM D 2974-87).
2. Konsolidasi dan Pemampatan Tanah
Gambut Terzaghi (1943) menyatakan bahwa konsolidasi adalah proses
berkurangnya kadar air pada lapisan tanah jenuh tanpa penggantian tempat air oleh udara. Holtz dan Kovacs menyatakan jika tanah lempung menerima beban, karena permeabilitasnya yang kecil, maka pemampatannya ditentukan dari kecepatan keluarnya air dari pori-pori tanah. Proses ini dinamakan konsolidasi dengan respons tegangan-regangan-waktu. Proses berkurangnya volume dalam konsolidasi dapat disebabkan karena : a. deformasi partikel-partikel tanah
(bending) b. perubahan jarak antar partikel c. keluarnya air dan udara dari pori-
pori tanah Konsolidasi tanah dapat dibagi menjadi konsolidasi primer dan konsolidasi sekunder, dimana konsolidasi sekunder terjadi setelah proses konsolidasi primer selesai. Pertambahan beban pada tanah, pertama kali akan diterima oleh air sehingga menimbulkan kenaikan tekanan air pori (excess pore pressure). Pada konsolidasi primer, tekanan air pori akan berkurang akibat keluarnya air dari pori-pori tanah, kemudian dilanjutkan dengan konsolidasi sekunder dengan tekanan air pori konstan. Pada tanah inorganik, konsolidasi primer merupakan komponen terbesar dari penurunan total (settlement), sedangkan pada tanah organik konsolidasi sekunder merupakan komponen terbesar.
Pemampatan tanah gambut dapat diamati dengan melihat kurva regangan terhadap log waktu. Komponen-komponen pemampatan tanah gambut terdiri dari : a. regangan seketika (instantaneous
strain, i) Terjadi dengan segera setelah beban diberikan karena tertekannya rongga udara.
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
16 | K o n s t r u k s i a
b. Regangan primer (primary strain, p) Terjadi pada waktu yang relatif singkat sampai waktu tp dengan kecepatan pemampatan yang tinggi karena disipasi tekanan air pori.
c. Regangan sekunder (secondary strain,s) Terjadi pada waktu yang relatif lama sampai waktu ts dengan kecepatan pemampatan yang lebih rendah akibat pemampatan butiran tanah.
d. Regangan tersier (tertiery strain,t) Terjadi secara terus-menerus sampai seluruh proses pemampatan berakhir.
Teori konsolidasi Terzaghi umumnya digunakan untuk memperkirakan pemampatan tanah, namun teori ini tidak dapat digunakan pada tanah gambut karena: a. Koefisien permeabilitas berkurang
dengan cepat Pemampatan awal sangat cepat terjadi dan kofisien permeabiltas berkurang, sedangkan teori konsolidasi Terzaghi digunakan pada tanah yang mempunyai koefisien permeabilitas konstan.
b. Daya mampat tinggi Pemampatan serat terjadi karena butiran tanah memampat, sedangkan pada teori konsolidasi Terzaghi butiran tanah tidak termampatkan.
3. Metoda Mikasa – Wilson
Metoda Mikasa menganalisis perilaku pemampatan sekunder berdasarkan percobaan oedometer dan analisis untuk menentukan titik akhir rangkak (creep) menggunakan metoda Wilson.
3.1. Koefisien konsolidasi sekunder
Koefisien perubahan volume mv diasumsikan terdiri dari mvp akibat
konsolidasi primer dan mvs akibat konsolidasi sekunder.
dimana :
= waktu dari awal
pembebanan sampai berakhirnya konsolidasi primer
= waktu sampai konsolidasi
sekunder berhenti = koefisien perubahan volume
akibat konsolidasi sekunder sampai suatu waktu t
Gambar 1. Koefisien perubahan volume Jika diasumsikan proses penurunan keseluruhan termasuk konsolidasi sekunder dianggap cv dan proses penurunan untuk konsolidasi primer cvp, hasilnya adalah:
(26a)
(26b)
dimana : = koefisien permeabilitas pada
konsolidasi primer = koefisien permeabilitas dalam
proses penurunan keseluruhan Karena sulit untuk memahami perubahan koefisien permeabilitas sejalan waktu secara numerik, diambil
Metoda Mikasa-Wilson Dalam Analisis Pemampatan Sekunder Tanah Gambut di Jambi (Tanjung)
17 | K o n s t r u k s i a
ks untuk koefisien permeabilitas pada konsolidasi sekunder dan k untuk koefisien permeabilitas pada proses keseluruhan.
(27)
sehingga
(28)
Dianggap adalah koefisien
permeabilitas sebelum konsolidasi dimulai, adalah koefisien
permeabilitas pada akhir konsolidasi, dan . Dengan mensubstitusi
, akan diperoleh persamaan
berikut :
(29)
3.1. Penentuan titik akhir konsolidasi
sekunder Jika besarnya perubahan angka pori akibat konsolidasi primer dinyatakan dengan , akibat konsolidasi
sekunder , dan angka pori pada
tahap konsolidasi sekunder berakhir , maka rasio konsolidasi sekunder
adalah
(30) Diasumsikan S adalah kemiringan garis konsolidasi sekunder dalam hubungan U – log t.
(31)
Substitusi persamaan, maka :
(32)
(33)
Jika nilai dapat ditentukan, maka
titik akhir konsolidasi sekunder dapat diketahui. Nilai dapat ditentukan
tanpa menunggu sampai konsolidasi sekunder selesai pada percobaan konsolidasi dengan menggunakan
metoda Wilson,dkk. Besarnya perubahan angka pori di waktu tertentu pada tahap konsolidasi
sekunder adalah :
(34)
dimana :
c = nilai saat t = 1 menit
= kemiringan garis lurus pada tahap konsolidasi sekunder
dalam kurva
yang didapat dari percobaan konsolidasi
Pada kasus , nilai dapat
ditentukan dengan persamaan berikut:
Penentuan titik akhir konsolidasi sekunder dapat dicari dari persamaan dengan mv dan cv yang lebih akurat, namun metoda ini tidak dapat digunakan untuk kasus .
Dari substitusi persamaan akan diperoleh persamaan berikut :
(36)
Dengan demikian, koefisien perubahan volume dan koefisien konsolidasi yang meliputi konsolidasi sekunder dapat dinyatakan sebagai berikut :
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
18 | K o n s t r u k s i a
dimana : = pertambahan tegangan aksial
efektif dan pada persamaan (39), diasumsikan
METODE PENELITIAN Benda Uji
Benda uji untuk percobaan konsolidasi ini diambil dari Jambi. Contoh gambut yang digunakan adalah contoh tanah tidak terganggu (undisturb sample). Contoh tanah diambil pada kedalaman 1 m dengan tabung berdiameter 7 cm dan panjang 60 cm. Tanah gambut yang telah masuk ke dalam tabung dilapisi oleh aluminium foil dan lilin agar tidak merubah kondisi asli. Benda uji yang masih berada di dalam tabung dikeluarkan dengan alat pendorong vertikal secara perlahan-lahan dan langsung dimasukkan ke dalam cincin percobaan. Benda uji yang digunakan dalam percobaan berdiameter 6 cm dan tinggi 2 cm.
Prosedur penelitian di laboratorium
Kegiatan percobaan dilakukan di Balai Geoteknik, Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan, Ujungberung, Bandung. Jenis kegiatan yang dilaksanakan adalah : 1. Percobaan berat jenis berdasarkan
ASTM D 854 2. Percobaan kadar air berdasarkan
ASTM D 2974 3. Percobaan konsolidasi dengan
oedometer berdasarkan ASTM D 2435 : a) Test 1
Memberikan beban secara bertahap dengan waktu pembebanan 24 jam untuk beban :
0,05kg/cm2;0,1 kg/cm2;0,2 kg/cm2; 0,4 kg/cm2 ;0,8 kg/cm2;1,6 kg/cm2 ; 3,2 kg/cm2;6,4 kg/cm2 ; Jumlah benda uji adalah 1 buah.
b) Test 2 Memberikan beban secara bertahap dengan : - waktu pembebanan 24 jam untuk beban 0,05kg/cm2;0,1kg/cm2;0,2kg/cm2; 1,6 kg/cm2;3,2 kg/cm2;6,4 kg/cm2
- waktu pembebanan 24 jam untuk beban
0,4 kg/cm2 dan 0,8 kg/cm2; Jumlah benda uji adalah 1 buah.
Peralatan percobaan konsolidasi
Peralatan yang digunakan untuk melakukan percobaan konsolidasi tanah gambut adalah oedometer yang disambungkan dengan amplifier dan seperangkat komputer. Dengan adanya amplifier dan komputer tersebut, maka pembacaan penurunan akan lebih baik dan dapat direkam secara otomatis oleh komputer. Sistem ini terdiri dari : 1. Perangkat keras
a) mesin percobaan : alat konsolidasi yaitu oedometer pembebanan
b) alat pengukur : amplifier pengukur linier
c) komputer : komputer dan layar monitor untuk pengukuran dan pemrosesan data
Metoda Mikasa-Wilson Dalam Analisis Pemampatan Sekunder Tanah Gambut di Jambi (Tanjung)
19 | K o n s t r u k s i a
Gambar 2. Skema perangkat keras
Gambar 3. Skema amplifier pada percobaan konsolidasi
Amplifier pada percobaan konsolidasi terdiri dari : a) penghitung (counter), berfungsi
untuk menghitung jumlah sinyal yang terdeteksi oleh alat sensor
b) layar LCD (LCD display), berfungsi untuk menunjukkan besarnya deformasi
c) interface, berfungsi untuk mengubah jumlah sinyal yang terdeteksi oleh alat sensor menjadi suatu besaran yang dapat direkam oleh komputer
.
Gambar 4. Contoh layar LCD
2. Perangkat lunak a) pengukuran b) pemrosesan data c) perekaman dalam disket
Gambar 5. Skema aliran data
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Sifat fisik yang dimiliki oleh tanah gambut Jambi adalah :
1) kadar air : 271,9 % 2) berat volume: 1,08 t/m3 3) berat jenis : 1,67 4) angka pori : 4,7571 Hasil percobaan konsolidasi dengan metoda Mikasa-Wilson Kurva yang diperlukan untuk menganalisis data dengan metoda Mikasa-Wilson adalah kurva . Dari kurva
tersebut akan diperoleh nilai yaitu besarnya kemiringan garis pemampatan sekunder. CH 1 1.15 CH 2 0.23
CH 3 0.55 CH 4 0.05
Counter interface
display
komput
er
Amplifier
konsolidasi
Pengukur
linier
oedomete
r
Pengukur
linier plotte
r
amplifier
Layar monitor
Komputer
Pengukuran Data
File Pengukuran
Data
Data Input
Manual untuk
Dokumen
File Dokumen
untuk Laporan
Hasil
Output
komputer
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
20 | K o n s t r u k s i a
Gambar 5. Kurva
untuk tekanan 0,8
kg/cm2 (test 1)
Gambar 6. Kurva angka pori – waktu untuk
tekanan 0,8 kg/cm2(test 1)
Gambar 7. Kurva
untuk tekanan 0,4
kg/cm2- 1 hari (test 2)
Gambar 8. Kurva angka pori – waktu untuk
tekanan 0,4 kg/cm2– 1 hari (test 2)
Gambar 7. Kurva
untuk tekanan 0,4
kg/cm2- 1 minggu (test 2)
Gambar 8. Kurva angka pori – waktu untuk
tekanan 0,4 kg/cm2– 1 minggu (test 2)
Gambar 9. Kurva
untuk tekanan 0,8
kg/cm2- 1 hari (test 2)
Metoda Mikasa-Wilson Dalam Analisis Pemampatan Sekunder Tanah Gambut di Jambi (Tanjung)
21 | K o n s t r u k s i a
Gambar 10. Kurva angka pori – waktu
untuk tekanan 0,8 kg/cm2– 1 hari (test 2)
Gambar 11. Kurva untuk tekanan 0,8
kg/cm2- 1 minggu (test 2)
Gambar 12. Kurva angka pori – waktu untuk tekanan 0,8 kg/cm2– 1 minggu
(test 2)
Tabel 1. Parameter-parameter Mikasa-Wilson untuk tanah gambut Jambi (test 1)
Tekanan (kg/cm2) c
0,05 0,0192 - 1,2859
0,1 0,01422 - 1,1867
0,2 0,0237 - 1,2001
0,4 0,03555 - 1,2148
0,8 0,06635 - 1,2892
1,6 0,0746 - 1,2789
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
22 | K o n s t r u k s i a
Tabel 2. Parameter-parameter Mikasa-Wilson untuk tanah gambut Jambi (test 2)
Tekanan (kg/cm2) c
0,05 0,04836 - 1,2937
0,1 0,00920 - 0,954
0,2 0,02648 - 1,1186
0,4 0,00691 - 0,8005
0,8 0,03109 - 1,0322
1,6 0,04260 - 1,0966
3,2 0,05757 - 1,1409
7,4 0,07139 - 1,1718
Tabel 3. Parameter-parameter Mikasa-Wilson untuk tanah Gambut Jambi (test 2)
dengan masa pembebanan bervariasi
Tekanan
(kg/cm2)
Parameter
Mikasa-Wilson
Waktu
1 hari 3 hari 7 hari
0,4 c 0,00691 0,00691 0,00691
- 0,8005 - 0,8181 0,8368
0,8 c 0,03109 0,03109 0,03109
- 1,0322 - 1,0322 -1,0322
Metoda Mikasa-Wilson Dalam Analisis Pemampatan Sekunder Tanah Gambut di Jambi (Tanjung)
23 | K o n s t r u k s i a
Pembahasan Metoda Mikasa-Wilson
Gambar 13. Kurva parameter c
Parameter c adalah nilai kecepatan perubahan angka pori pada waktu 1 menit. Dari gambar 48 terlihat bahwa analisis data dengan metoda Mikasa-Wilson menunjukkan nilai parameter c bertambah besar sejalan dengan meningkatnya tekanan. Analisis regangan Untuk tanah gambut Jambi, persentase pertambahan regangan pada waktu 1 tahun relatif kecil karena nilai yang sangat kecil (mendekati nol) seperti ditunjukkan oleh grafik untuk = 0. Penjelasan
mengenai masalah ini telah dikemukakan oleh B. Juszkiewicz – Bednarczyk dan M. Werno (1981).
Gambar 14. Grafik (B.
Juszkiewicz – Bednarczyk dan M. Werno,1981).
Untuk mendapat gambaran, apabila terdapat lapisan tanah gambut setebal 10 m
maka penurunan yang akan terjadi dalam waktu 1 tahun dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Analisis penurunan pada waktu 1 tahun (cm)
Tekanan Metode Mikasa – Wilson
Test 1 Test 2 0.05 21.2157 40.667 0.1 17.624 35.285 0.2 29.304 46.727
0.4 (1 hari) 42.532 92.621 0.4 (3 hari) 80.067 0.4 (7 hari) 69 0.8 (1 hari) 66.059 94.263 0.8 (3 hari) 94.263 0.8 (7 hari) 94.263
1.6 110.94 3.2 140.232 6.4 160.395
KESIMPULAN 1. Bentuk kurva regangan – waktu (skala
log) yang diperoleh menyerupai kurva pemampatan tipe I dan II pada hasil studi yang telah dilakukan Lo (1961).
2. Nilai parameter a pada metoda Gibson-Lo akan mengecil dengan meningkatnya beban. Hal ini disebabkan oleh mengecilnya ruang makropori sehingga aliran air pori dari makropori menjadi semakin sulit untuk keluar.
3. Nilai parameter b pada metoda Gibson-Lo semakin mengecil dengan meningkatnya beban. Hal ini disebabkan oleh mengecilnya ruang makropori dan mikropori sehingga aliran air pori dari mikropori ke makropori semakin sulit.
4. Nilai parameter 1/ pada metoda Gibson-Lo semakin besar dengan meningkatnya beban.
5. Periode pembebanan mempengaruhi nilai parameter a, b, 1/. Dengan makin lamanya periode pembebanan maka nilai a, b, 1/ semakin besar.
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
24 | K o n s t r u k s i a
6. Nilai parameter c pada metoda Mikasa-Wilson membesar pada tekanan 0,8 kg/cm2.
7. Analisis regangan baik dengan metoda Gibson-Lo maupun metoda Mikasa-Wilson memberikan nilai regangan yang hampir sama dengan nilai regangan yang diperoleh dari percobaan konsolidasi di laboratorium dengan alat oedometer untuk waktu pembebanan 24 jam dan 7x24 jam.
8. Analisis regangan untuk waktu 1 tahun menunjukkan bahwa nilai regangan berdasarkan metoda Mikasa-Wilson sedikit lebih besar daripada metoda Gibson-Lo, sebab ada perbedaan waktu konsolidasi primer menurut kedua metoda tersebut.
DAFTAR PUSTAKA 1. Andersland, O.B. dan Al-Khafaji, A.W.N.
(1980), Organic Material and Soil Compressibility, Journal of the Geotechnical Engineering Division, vol 106, no. GT7, pp. 749-758.
2. ASTM, American Society for Testing & Material, Philadelpia, USA.
3. Barden, L. (1968), Primary and Secondary Consolidation of Clay and Peat, Geotechnique, 18.
4. Bednarczyk, J.B. dan Werno, M. (1981), Determination of Consolidation Parameters.
5. Berre, T. & Iversen, K. (1972), Oedometer Tests with Different Speciment Heights on a Clay Exhibiting Large Secondary Compression, Geotechnique, vol. 22, no. 1.
6. Berry, P.L. dan Vickers, B. (1975), Consolidation of Fibrous Peat, Journal of the Geotechnical Engineering Division, vol. 101, no. GT8, pp.741-753.
7. Das, B.M, Advanced Soil Mechanics, International Student Edition, Singapore.
8. Edil, T.B., Termaat, Ruud, dan Han, Evert den, Advances in Understanding
and Modelling the Mechanical Behavior of Peat, A.A. Balkema, Rotterdam, Brookfield.
9. Edil, T.B., Soft Soil Engineering, Kursus Singkat Geoteknik di Indonesia Menjelang Milenium ke-3.
10. Holtz, R.D., dan Kovacs, W.D., An Introduction to Geotechnical Engineering, Prentice Hall Inc.
11. Irsyam, M., Mekanisme dan Penanggulangan Tanah Mengembang, diktat kuliah Perilaku Tanah.
12. Irsyam M., Studi Kasus Perbaikan Tanah pada Tanah Lunak dan Gambut, Kursus Singkat Geoteknik di Indonesia Menjelang Milenium ke-3.
13. Lambe, T.W., dan Whitman, R.V., Soil Mechanics, SI Version, John Wiley & Sons, Inc.
14. Lo, K.Y. (1961), Secondary Compression of Clays, Journal of the Soil Mechanics and Foundation Division, vol. 87, No. SM 4, pp 61-87.
15. Mac Farlane, I.C., Muskeg Engineering Handbook, National Research Council of Canada, University of Toronto, Canada.
16. Pradoto, Suhardjito dan As’ad Munawir, Analisis dan Perilaku Pemampatan Gambut Palembang.
17. Suklje, Lujo, Rheological Aspect of Soil Mechanics, Wiley-Interscience, John Wiley & Sons Ltd.
18. Wahls, H.E. (1962), Analysis of Primary and Secondary Consolidation, Journal of the Soil Mechanics and Foundations Division, vol. 88, no. SM6, pp. 207-231.
19. Yamanouchi, Toyotoshi dan Yasuhara, Kazuya, (March, 1975), Secondary Compression of Organic Soil, Soils and Foundations, vol. 15, no. 1, pp. 69-79
Analisis Bekesting Metode Semi Sistem Dan Metode Sistem Pada Gedung (Abdul Muis - Trijeti)
25 | K o n s t r u k s i a
ANALISIS BEKISTING METODE SEMI SISTEM DAN METODE SISTEM
PADA BANGUNAN GEDUNG
Abdul Muis
Trijeti
Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta
Email : [email protected]
ABSTRAK : Bekisting merupakan suatu sarana pembantu untuk mencetak beton dengan ukuran, bentuk
rupa ataupun posisi serta aligment yang dikehendaki. Analisis yang dilakukan adalah membandingkan
bekisting metode semi sistem dengan metode sistem pada balok dan plat lantai pekerjaan bangunan
gedung di lantai 2 dan 3 terhadap biaya dan waktu. Analisa harga satuan mengacu pada SNI 2008
(Analisa Biaya Konstruksi Bangunan Gedung dan Perumahan Pekerjaan Beton) dengan harga material ,
alat dan upah tahun 2012. Biaya antara pekerjaan bekisting metode sistem lebih mahal dibandingkan
dengan bekisting metode semi sistem. Waktu pekerjaan bekisting metode sistem lebih cepat
penyelesaiannya dibandingkan metode semi sistem. Jadi bekisting metode sistem dipakai atau dipilih
apabila proyek konstruksi dituntut untuk lebih cepat dan perusahaan mendapatkan proyek yang sama /
berulang-ulang.
Kata Kunci : bekisting semi-sistem, bekisting sistem, analisa harga satuan
ABSTRACT: Formwork is a concrete means of helpers to print to the size, shape or appearance and
position of the desired alignment. Analysis is conducted to compare methods of semi formwork system with
the method on a system of beams and slab building work on floors 2 and 3 of the cost and time. Analysis
unit price refers to the ISO 2008 (Construction Cost Analysis of Building and Housing Concrete Work) at a
price of materials, equipment and wages in 2012. Costs between jobs formwork system method is more
expensive than the semi method formwork system. Time jobs formwork system faster method than the
method of semi-completion system. So formwork system method used or selected if required for
construction projects more quickly and the company gets the same project / repetitive.
Keywords: semi-formwork system, formwork system, the unit price analysis
PENDAHULUAN
Bangunan gedung bertingkat memiliki
karakteristik yang spesifik khususnya
dalam teknologi pelaksanaan seperti urutan
pekerjaan, jenis pekerjaan, kegiatan
pengangkutan vertikal, keselamatan kerja,
keterbatasan lokasi dan air tanah. Metode
pelaksanaan konstruksi yang terdiri dari
pekerjaan persiapan, dewatering, struktur
bawah, struktur atas dan finishing perlu
direncanakan sebelum pelaksanaan
pekerjaan.
Pelaksanaan struktur atas beton pada
dasarnya dapat dilaksanakan dengan
berbagai metode :
Cast inplace/cast insitu, komponen struktur
dicor ditempatnya. Termasuk metode
konvensional ; Campuran precast dan Cast
inplace, digunakan dengan berbagai macam
kombinasi antara balok, plat dan kolom ;
Precast, komponen struktur dicor dipabrik
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
26 | K o n s t r u k s i a
(plant), kemudian dibawa kelokasi proyek
lalu dipasang.
Formwork atau cetakan beton sering juga
disebut bekisting merupakan suatu sarana
pembantu untuk mencetak beton dengan
ukuran, bentuk rupa ataupun posisi serta
aligment yang dikehendaki. Bekisting
terdiri dari beberapa bagian yang dirangkai
menjadi suatu kesatuan konstruksi tertentu
dengan system yang praktis. Artinya sesuai
dengan sifatnya hanya merupakan struktur
sementara yang mendudukung beratnya
sendiri dan berat beton basah, konstruksi
bekisting harus mudah dikerjakan dan
mudah pula untuk dibongkar serta tidak
mudah rusak sehingga dapat dipakai
berulang kali. Hal yang perlu
diperhitungkan adalah bekisting harus
mampu menahan beban-beban yang ada.
Bekisting semi sistem adalah bekisting yang
bahan dasarnya disesuaikan dengan
konstruksi beton, sehingga pengulangannya
dapat dilakukan lebih banyak apabila
konstruksi beton itu sendiri tidak terjadi
perubahan bentuk maupun ukuran.
Adapun bekisting sistem adalah bekisting
yang mengalami perkembangan lebih lanjut
kesebuah bekisting universal yang dengan
segala kemungkinannya dapat digunakan
pada berbagai macam bangunan,
penggunaan bekisting sistem bertujuan
untuk penggunaan ulang pakai.
LANDASAN TEORI
Dalam menghitung anggaran biaya, perlu
memperhatikan ketentuan-ketentuan
sebagai berikut : Semua bahan untuk
penyusunan anggaran biaya dikumpulkan
dan diatur dengan rapih ; Gambar-gambar
rencana/gambar bestek dan penjelasan
atau keterangan yang tercantum dalam
peraturan dan syarat-syarat ; Membuat
catatan sebanyak mungkin yang penting,
baik mengenai gambar.; Menentukan
system yang tepat dan teratur yang akan
dipakai dalam perhitungan.
Penyusunan anggaran biaya dilaksanakan
dengan cara pembuatan daftar-daftar
sebagai berikut :
Waktu pelaksanaan proyek konstruksi
merupakan salah satu elemen hasil
perencanaan, yang dapat memberikan
informasi tentang jadwal rencana dan
kemajuan proyek konstruksi dalam hal
kinerja sumber daya berupa biaya, tenaga
kerja, peralatan, dan material serta rencana
durasi proyek dan progress waktu untuk
penyelesaian proyek konstruksi.
Bekisting disebut juga acuan dan perancah.
Acuan yaitu bagian dari konstruksi
bekisting yang berfungsi untuk membuat
cetakan beton sesuai yang diinginkan. Suatu
konstruksi acuan yang telah dibuat dan
akan dipakai harus kuat untuk menahan
beban yang masih basah dan liat.
Konstruksi acuan sendiri terdiri dari papan
cetakan dan pengaku cetakan.
Dalam sebuah konstruksi acuan dibagi
dalam 2 (dua) macam :Acuan tetap adalah
acuan yang dipasang untuk tidak dibongkar
lagi dan acuan tersebut tidak mengurangi
kekuatan dan tidak berpengaruh buruk
Daftar
Harga
Bahan
Daftar
Upah
Tenaga
Analisa
Koefisien
Harga
Satuan
Pekerjaan
X
Harga Satuan
Pekerjaan
Volume
Pekerjaan
Harga
Pekerjaan X =
Analisis Bekesting Metode Semi Sistem Dan Metode Sistem Pada Gedung (Abdul Muis - Trijeti)
27 | K o n s t r u k s i a
pada konstruksi bangunan. Acuan tidak
Tetap adalah acuan yang dipasang dan
dapat dibongkar setelah beton cukup kuat
untuk menahan bebannya sendiri. Contoh
bahan-bahan yang digunakan dalam
pembuatan acuan sementara adalah papan
kayu, kayu balok, plywood, panel-panel
baja, fiberglass, dan lain-lain.
Bekisting semi sistem
Bekisting semi sistem adalah bekisting yang
bahan dasarnya disesuaikan dengan
konstruksi beton, sehingga pengulangannya
dapat dilakukan lebih banyak apabila
konstruksi beton itu sendiri tidak terjadi
perubahan bentuk maupun ukuran.
Pertimbangan penggunaan bekisting semi
sistem adalah pada konstruksi yang cukup
tinggi pengulangan penggunaan bekisting
pada suatu pekerjaan cetakan sistem ini
terbuat dari material kayu lapis atau plat,
sedangkan perancah penopangnya terbuat
dari baja yang dipabrikasi. Bekisting semi
sistem merupakan perkembangan dari
bekisting konvesional, peningkatan kualitas
dari bekisting konvesional menjadi
bekisting semi sistem terletak pada
penggunaan ulang bekisting itu sendiri.
Material yang dibutuhkan untuk bekisting
semi sistem adalah : Scaffolding (perancah)
,U-Head , Vertical support tube , Horizontal
support tube , Jack base , Joint pin , Alat-alat
pendukung
Bekisting sistem
Bekisting sistem atau disebut juga bekisting
full system adalah bekisting yang
mengalami perkembangan lebih lanjut
kesebuah bekisting universal yang dengan
segala kemungkinannya dapat digunakan
pada berbagai macam bangunan,
penggunaan bekisting sistem bertujuan
untuk penggunaan ulang pakai.
Pelaksanaan bekisting sistem lebih cepat
dibandingkan dengan bekisting
konvensional dan semi sistem karena
komponen-komponen bekisting sistem
sudah ada ukuran standarnya. Pembiayaan
bekisting sistem pada awalnya dapat
dikatakan mahal, tetapi dengan adanya
pelaksanaan yang relatif singkat dan
penggunaan berulang kali, maka
penambahan biaya tidak terlalu mengikat.
Alat bekisting balok : Hollow 50.50 , Double
siku Tie rod T dan Wing nut , Suri Hollow ,
Batang horizontal, Jack base, Double wing
Komponen bekisting plat lantai : Plywood
phenolic 15 mm, Hollow 50.50, U-head,
Batang horizontal , Batang vertical , Batang
vertikal joint , Jack base.
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
28 | K o n s t r u k s i a
Rakapitulasi Material & Peralatan.
NO
Material Peralatan
Bekisting metode
semi sistem
Bekisting metode
sistem
Bekesting
semis sistem
& sistem
1 Kaso 5/7 Plywood phenolic 15
mm Excavator
2 Plywood 9 mm Kaso 5/7 Theodolite
3 Plywood 12 mm Hollow 50.50 Waterpass
4 Kawat baja/bendrat Balok 6/12 Tower Crane
5 Minyak Bekisting Double siku Air
compressor
6 Paku 5 cm - 12 cm Tie rod T
7 Scaffolding standart Suri Hollow
8 Balok 6/12 Double wing
9 Sekur horizontal Batang horizontal
10 Sekur vertikal Batang vertikal
11 Jack base Jack base
12 U-head
13 Sekur joint
PEMBAHASAN
Perhitungan kuantitas pekerjaan bekisting
balok metode semi sistem dan metode
system yang ditinjau pada bangunan
gedung lt.2 dan lt.3.
Perhitungan kuantitas bekisting balok
metode sistem, lantai satu dan lantai dua
sama atau tipikal. Metode perhitugan
kuantitas bekisting balok :
Tipe balok dalam mili meter (mm) , Ukuran
balok dalam mili meter (mm) : Lebar x
Tinggi , Lebar balok dalam meter (m) ,
Tinggi balok dalam meter (m) : Tinggi –
Tebal pelat lantai , Panjang balok dalam
meter (m), Jumlah balok, Kuantitas
pengecoran dalam meter kubik (m³) , Luas
dalam meter persegi (m²) :
Analisis Bekesting Metode Semi Sistem Dan Metode Sistem Pada Gedung (Abdul Muis - Trijeti)
29 | K o n s t r u k s i a
Perhitungan kuantitas pekerjaan bekisting balok metode semi sistem lt.2.
N
o
Beam
Type
Measuremen
t (mm)
Widt
h High (m)
Lengt
h Tota
l
Wide Informatio
n (m) (t1) (t2) (m) (m2)
1 G-1 350 ×
600 0.35
0.4
8
0.4
8 7.6 3 29.87 Main Beam
.. ...
30 B-10 150 × 600 0.15
0.4
8
0.4
8 1.441 2 3.20
716.3
5
Perhitungan kuantitas bekisting balok metode semi sistem lt. 3.
N
o
Beam
Type
Measureme
nt (mm)
Widt
h High (m)
Lengt
h Tota
l
Wide Inform
ation (m) (t1)
(t2
) (m) (m2)
3
3 G-1 350 × 600 0.35 0.48
0.4
8 7.6 3 29.87
Main
Beam
6
7 B-32 350 × 600 0.35 0.48
0.4
8 19.874 1 26.03
988.5
0
Perhitungan kuantitas bekisting balok lt. 2 atau lt. 3 metode sistem.
No Beam
Type
Measurement
(mm)
Width High (m) Length Total
Wide Information
(m) (t1) (t2) (m) (m2)
1 B1 350 × 700 0.35 0.58 0.58 86.331 1 130.36
... ....
21 BW2 250 × 400 0.25 0.28 0.28 9.845 1 7.97
1,015.25
Perhitungan kuantitas pekerjaan bekisting pelat lantai metode semi sistem dan metode sistem
lt.2 dan lt.3.
Luas dalam meter persegi (m²) :
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
30 | K o n s t r u k s i a
Perhitungan kuantitas bekisting pelat lantai lt. 2 metode semi sistem.
No
Pelat
lantaie
Type
Dimension
(m)
Length
Total
Wide
Information (m) (m²)
1 S-1 2.83 x 0.12 3 8 47.56
Floor Pelat
lantaie
2 S-1 2.9 x 0.12 7.6 9 95.58 t = 120 mm
.. ....
35 S-2 1.2 x 0.12 2.8 1 4.12
557.83
Perhitungan kuantitas bekisting pelat lantai lt. 3 metode semi sistem.
No
Pelat
lantaie
Type
Dimension
(m)
Length
Total
Wide
Information (m) (m²)
36 S-1 2.95 x 0.12 7.6
18 192.06
Pelat lantai
Lantai
37 S-1 2.95 x 0.12 7.1 2 20.34 t = 120 mm
.. ....
55 S-2 1.2 x 0.12 2.8 1 4.12
579.03
Perhitungan kuantitas bekisting pelat lantai metode sistem zone 1.
No
Tipe
plat
Dimensi
(mm) Jumlah
(buah)
Luas
pekerjaan
(m²) p l
1 S1 5850 2625 5 76.78
.. ..
S4 800 3172 1 2.54
JUMLAH 373.82
Perhitungan kuantitas bekisting pelat lantai metode sistem zone 2.
No Tipe
plat
Dimensi (mm) Jumlah
(buah)
Luas
pekerjaan
(m²) p l
1 S1 2625 5850 5 76.78
.. ....
S4 1434 700 1 1
JUMLAH 617.6
Jadi jumlah kuantitas bekisting pelat lantai, lt.2 atau lt.3 metode sistem adalah 991,4 m².
Analisa harga satuan per-m2 pekerjaan bekisting balok dan pelat lantai metode semi sistem
dan metode sistem lt.2 dan lt.3.
Analisis Bekesting Metode Semi Sistem Dan Metode Sistem Pada Gedung (Abdul Muis - Trijeti)
31 | K o n s t r u k s i a
Analisa harga satuan per-m2 pekerjaan bekisting balok metode semi sistem lt.2.
Pekerjaan Balok
Lantai 2 Kuantita
s
Satua
n Harga / Upah Jumlah Ket 1 m² Pekerjaan
Bekisting Balok
Pemasangan Bekisting
Balok
a. Bahan
1 Kaso 5/7 1.000 btg Rp 40,000.00 Rp 40,000.00
2 Paku, baut-baut, dan
kawat 0.400 kg Rp 10,000.00 Rp 4,000.00
3 Minyak Bekisting 0.200 ltr Rp 28,000.00 Rp 5,600.00
4 Balok 6/12 1.000 btg Rp 70,000.00 Rp 70,000.00
5 Plywood tebal 9 mm 0.350 Lbr Rp 180,000.0
0 Rp 63,000.00
6 Scaffolding standart 1
set 1.000 unit Rp
150,000.0
0 Rp
150,000.0
0
b. Tenaga Kerja
1 Mandor 0.033 Oh Rp 80,000.00 Rp 2,640.00
2 Kepala Tukang 0.033 Oh Rp 70,000.00 Rp 2,310.00
3 Tukang 0.330 Oh Rp 65,000.00 Rp 21,450.00
4 Pekerja 0.660 Oh Rp 47,000.00 Rp 31,020.00
Pembongkaran Bekisting
Balok
a. Tenaga Kerja
1 Mandor 0.0133 Oh Rp 80,000.00 Rp 1,064.00
2 Kepala Tukang 0.0399 Oh Rp 70,000.00 Rp 2,793.00
3 Tukang 0.1997 Oh Rp 65,000.00 Rp 12,980.50
4 Pekerja 0.3993 Oh Rp 47,000.00 Rp 18,767.10
Alat
1 Tower Crane 4 Hr Rp 200,000.0
0 Rp 1,572.65
Σ = Rp 427,197.2
Harga satuan per-m2 pekerjaan bekisting balok lt.3 metode semi sistem adalah : Rp.
426.977,9,- (beda di tower crane )
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
32 | K o n s t r u k s i a
Analisa harga satuan per-m2 pekerjaan bekisting balok metode sistem lt.2.
Pekerjaan Balok
Lantai 2 Kuantita
s
Satua
n Harga / Upah Jumlah Ket 1 m² Pekerjaan
Bekisting Balok
Pemasangan Bekisting
Balok
a. Bahan
1 Plywood phenolic 15
mm 0.35 m³ Rp
370,000.0
0 Rp
129,500.0
0
2 Kaso 5/7 1 btg Rp 40,000.00 Rp 40,000.00
3 Hollow 50.50 1 btg Rp 84,000.00 Rp 84,000.00
4 Balok 6/12 1 btg Rp 70,000.00 Rp 70,000.00
5 Double siku 1 set Rp 26,000.00 Rp 26,000.00
6 Tie rod T 1 set Rp 25,000.00 Rp 25,000.00
7 Suri Hollow 1 set Rp 30,000.00 Rp 30,000.00
8 Double wing 1 set Rp 30,000.00 Rp 30,000.00
9 Sekur horizontal 1 set Rp 54,500.00 Rp 54,500.00
1
0 Sekur vertikal 1 set Rp 25,000.00 Rp 25,000.00
1
1 Jack base 1 set Rp 25,000.00 Rp 25,000.00
b. Tenaga Kerja
1 Mandor 0.033 Oh Rp 80,000.00 Rp 2,640.00
2 Kepala Tukang 0.033 Oh Rp 70,000.00 Rp 2,310.00
3 Tukang 0.330 Oh Rp 65,000.00 Rp 21,450.00
4 Pekerja 0.660 Oh Rp 47,000.00 Rp 31,020.00
Pembongkaran Bekisting Balok
a. Tenaga Kerja
1 Mandor 0.0133 Oh Rp 80,000.00 Rp 1,064.00
2 Kepala Tukang 0.0399 Oh Rp 70,000.00 Rp 2,793.00
3 Tukang 0.1997 Oh Rp 65,000.00 Rp 12,980.50
4 Pekerja 0.3993 Oh Rp 47,000.00 Rp 18,767.10
Alat
1 Tower Crane 3 Hr Rp 200,000.0
0 Rp 21,999.04
Σ = Rp 654,023.6
Harga satuan per-m2 pekerjaan bekisting balok lt.3 metode sistem adalah : Rp. 683.523,6,-
(beda di sekur vertikal)
Analisa harga satuan per-m2 pekerjaan bekisting pelat lantai metode semi sistem lt.2.
Analisis Bekesting Metode Semi Sistem Dan Metode Sistem Pada Gedung (Abdul Muis - Trijeti)
33 | K o n s t r u k s i a
Pekerjaan Pelat Lantai
Lantai 2
Kuantita
s
Satua
n Harga / Upah Jumlah Ket
1 m² Pekerjaan
Bekisting Pekerjaan
Pelat Lantai
Pemasangan Bekisting
Plat
a. Bahan
1 Kaso 5/7 1.000 btg Rp 40,000.00 Rp 40,000.00
2 Paku, baut-baut, dan
kawat 0.400 kg Rp 10,000.00 Rp 4,000.00
3 Minyak Bekisting 0.200 ltr Rp 28,000.00 Rp 5,600.00
4 Balok 6/12 1.000 btg Rp 70,000.00 Rp 70,000.00
5 Plywood tebal 9 mm 0.350 Lbr Rp 180,000.00 Rp 63,000.00
6 Scaffolding standart
1 set 1.000 unit Rp 150,000.00 Rp
150,000.0
0
b
. Tenaga Kerja
1 Mandor 0.033 Oh Rp 80,000.00 Rp 2,640.00
2 Kepala Tukang 0.033 Oh Rp 70,000.00 Rp 2,310.00
3 Tukang 0.330 Oh Rp 65,000.00 Rp 21,450.00
4 Pekerja 0.660 Oh Rp 47,000.00 Rp 31,020.00
Pembongkaran Bekisting Plat
a. Tenaga Kerja
1 Mandor 0.0133 Oh Rp 80,000.00 Rp 1,064.00
2 Kepala Tukang 0.0399 Oh Rp 70,000.00 Rp 2,793.00
3 Tukang 0.1997 Oh Rp 65,000.00 Rp 12,980.50
4 Pekerja 0.3993 Oh Rp 47,000.00 Rp 18,767.10
Alat
1 Tower Crane 4 Hr Rp 200,000,000.0
0 Rp 1,711.63
Σ = Rp 427,336.2
Harga satuan per-m2 pekerjaan bekisting lantai, lt.3 metode semi sistem adalah : Rp.
425.270,6,- (beda di tower crane)
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
34 | K o n s t r u k s i a
Analisa harga satuan per-m2 pekerjaan bekisting pelat lantai metode sistem lt.2.
Pekerjaan Pelat Lantai
Lantai 2 Kuantit
as
Sat
ua
n
Harga / Upah Jumlah Ket 1 m² Pekerjaan
Bekisting Pelat Lantai
Pemasangan Bekisting
Plat
a. Bahan
1 Plywood phenolic 15
mm 0.040 m³ Rp 370,000.00 Rp 14,800.00
2 Hollow 50.50 1 btg Rp 84,000.00 Rp 84,000.00
3 U-head 1 set Rp 25,000.00 Rp 25,000.00
4 Sekur horizontal 1 set Rp 54,500.00 Rp 54,500.00
5 Sekur vertikal 1 set Rp 54,500.00 Rp 54,500.00
6 Sekur joint 1 set Rp 25,000.00 Rp 25,000.00
7 Jack base 1 set Rp 25,000.00 25,000.00
b. Tenaga Kerja
1 Mandor 0.033 Oh Rp 80,000.00 Rp 2,640.00
2 Kepala Tukang 0.033 Oh Rp 70,000.00 Rp 2,310.00
3 Tukang 0.330 Oh Rp 65,000.00 Rp 21,450.00
4 Pekerja 0.660 Oh Rp 47,000.00 Rp 31,020.00
Pembongkaran Bekisting
Plat
a
. Tenaga Kerja
1 Mandor 0.0122 Oh Rp 75,000.00 Rp 915.00
2 Kepala Tukang 0.0366 Oh Rp 65,000.00 Rp 2,379.00
3 Tukang 0.1831 Oh Rp 60,000.00 Rp 10,986.00
4 Pekerja 0.3661 Oh Rp 45,000.00 Rp 16,474.50
Alat
1 Tower Crane 2 Hr Rp 200,000,00
0.00 Rp 21,999.04
Σ = Rp 392,973.5
Jadi harga satuan per-m2 pekerjaan bekisting pelat lantai, lt.3 metode sistem adalah : Rp.
392.973,5,-
Rencana anggaran biaya per-m2 pekerjaan bekisting metode semi sistem & sistem pada lt.2
dan lt.3.
Analisis Bekesting Metode Semi Sistem Dan Metode Sistem Pada Gedung (Abdul Muis - Trijeti)
35 | K o n s t r u k s i a
No Work
Description Unit Unit Price
Unit Price
1 Balok Lantai 2 m² Rp 427,197.25 Rp 654,023.638
2 Balok Lantai 3 m² Rp 426,977.95 Rp 683,523.638
3 Plat Lantai 2 m² Rp 427,336.23 Rp 392,973.538
4 Plat Lantai 3 m² Rp 425,270.64 Rp 392,973.538
Σ = Rp 1,706,782.06 Rp 2,123,494.353
Analisa waktu pelaksanaan pekerjaan bekisting balok metode semi sistem (SS) dan metode
sistem (s) lt.2 dan lt.3.
SS lt.2 S lt. 2 SS lt.3 S lt. 3
NO. Description Time
(menit)
Time
(menit)
Time
(menit)
Time
(menit)
1 Loading time
- Siapkan material dan peralatan. 285.3 238.3 305.3 245.4
2 Installing time
- Pemasangan landasan jack base 264.2 217.2 304.2 224.4
- Pemasangan jack base 267.3 246.3 307.3 228.5
- Pemasangan scaffolding 384.2 337.2 414.2 345.3
- Pemasangan cross brace 271.3 224.3 301.3 232.5
- Pengaturan scaffolding sesuai marking 298.7 258.7 338.7 258.9
- Penguat/ di paku posisi kaki jack base
pada landasan 242.2 231.5 282.2 213.4
- Pasang pipe support 274.0 226.0 304.0 235.0
- Pemasangan U-head 263.2 211.7 303.2 222.5
- Pemasangan skur horizontal 266.4 255.8 306.4 266.7
- Pemasangan skur diagonal 268.7 247.6 308.7 238.8
- Pemasangan landasan untuk bekisting
balok 264.0 223.0 304.0 225.0
- Pemasangan cetakan / form work balok 440.3 390.1 480.3 400.3
- Pengecekan elevasi dengan alat theodolite 277.4 216.3 317.4 237.5
3 Opening time
- Pelepasan cetakan / form work balok 256.2 201.1 306.2 212.3
- Pelepasan landasan untuk bekisting balok 252.4 201.3 302.4 213.4
- Pelepasan skur diagonal 262.4 211.3 212.4 224.5
- Pelepasan skur horizontal 274.6 253.3 224.6 265.5
- Pelepasan U-head 259.2 208.1 219.2 219.2
- Pelepasan pipe support 262.6 251.1 282.6 262.5
- Pelepasan cross brace 282.6 231.5 272.6 242.7
- Pelepasan jack base 263.2 212.1 313.2 245.6
- Pelepasan landasan jack base 259.4 208.3 309.4 259.5
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
36 | K o n s t r u k s i a
4 Repairing and clearing Time
- Perbaikan 255.2 205.1 305.2 217.2
- Pembersihan 241.7 201.6 291.7 213.7
Total (menit) 6936.7 5908.8 7616.7 6150.3
Waktu yang dibutuhkan per-m2
(menit) 8.1 5.8 8.9 6.1
Analisa waktu pelaksanaan pekerjaan bekisting pelat lantai metode semi sistem dan metode
sistem lt.2 dan lt.3.
SS lt.2 S lt. 2 SS lt.3 S lt. 3
NO. Description Time
(menit)
Time
(menit)
Time
(menit)
Time
(menit)
1 Loading time
- Siapkan material dan peralatan. 175.3 223.1 225.3 231.1
2 Installing time
- Pemasangan landasan jack base 154.2 203.6 204.2 205.7
- Pemasangan jack base 167.3 205.2 217.3 221.6
- Pemasangan scaffolding 274.2 326.4 364.2 314.0
- Pemasangan cross brace 161.3 214.6 251.3 227.4
- Pengaturan scaffolding sesuai marking 188.7 235.8 238.7 235.1
- Penguat/ di paku posisi kaki jack base
pada landasan 132.2 197.3 182.2 214.3
- Pasang pipe support 164.0 215.0 214.0 212.8
- Pemasangan U-head 153.2 204.8 203.2 204.1
- Pemasangan skur horizontal 156.4 246.7 206.4 273.8
- Pemasangan skur diagonal 158.7 206.5 208.7 236.1
- Pemasangan landasan untuk bekisting
balok 154.0 208.0 204.0 208.2
- Pemasangan cetakan / form work balok 330.3 386.4 280.3 381.5
- Pengecekan elevasi dengan alat theodolite 167.4 203.5 117.4 204.1
3 Opening time
- Pelepasan cetakan / form work balok 146.2 196.5 196.2 251.6
- Pelepasan landasan untuk bekisting balok 142.4 196.9 192.4 191.5
- Pelepasan skur diagonal 152.4 205.4 102.4 201.6
- Pelepasan skur horizontal 164.6 245.1 114.6 242.9
- Pelepasan U-head 149.2 195.2 199.2 188.1
- Pelepasan pipe support 152.6 247.8 9.6 231.7
- Pelepasan cross brace 172.6 220.6 122.6 232.4
- Pelepasan jack base 153.2 209.3 103.2 202.3
- Pelepasan landasan jack base 149.4 196.2 99.4 198.2
4 Repairing and clearing Time
- Perbaikan 145.2 187.4 135.2 194.2
Analisis Bekesting Metode Semi Sistem Dan Metode Sistem Pada Gedung (Abdul Muis - Trijeti)
37 | K o n s t r u k s i a
- Pembersihan 131.7 181.4 101.7 183.5
Total (menit) 4196.7 5558.7 4493.7 5687.8
Waktu yang dibutuhkan per-m2
(menit) 7.4 5.6 7.9 5.7
Analisa tenaga kerja pada pelaksanaan
pekerjaan bekisting balok dan pelat lantai
metode semi sistem dan metode sistem lt.2
dan lt.3.
Pada analisa tenaga kerja ini, untuk
mendapatkan hasil tenaga kerja yang
dibutuhkan, antara kuantitas bekisting semi
sistem dijumlah dengan vkuantitas
bekisting sistem lalu dirata-ratakan.
Bekisting balok lt. 2
- Kuantitas pekerjaan balok : Bekisting
metode semi sistem = 716,35 m² ;
Bekisting metode sistem = 1.015,25 m²
- Rata-rata kuantitas yang di butuhkan
= ((716.35 + 1.015,25) / 2) = 865,80 m²
- Waktu effetif / hari : 8 jam
- Waktu yang di butuhkan :
Bekisting metode semi sistem = 8.1
menit/m2; Bekisting metode sistem =
5.8 menit/m2
- Rata-rata waktu yang di butuhkan :
((8,1 + 5,8) / 2) = 6,9 menit/m2 x
865,80 m² = 6017,3 menit = 100,28
jam
- Produktivitas tenaga kerja pekerjaan
bekisting balok = 0,77 m2/orang/jam
- Jadi kebutuhan tenaga kerja untuk
pelaksanaan pekerjaan bekisting balok
adalah : 865,80 : 0,77 : 100,28 = 11,2
~ 12 orang
Bekisting balok lt. 3
- Kuantitas pekerjaan balok : Bekisting
metode semi sistem = 988,50 m² ;
Bekisting metode sistem = 1.015,25 m²
- Rata-rata kuantitas yang di butuhkan =
((988.50 + 1.015,25) / 2) = 1001,80 m²
- Waktu effetif / hari : 8 jam
- Waktu yang di butuhkan : Bekisting
metode semi sistem = 8.9
menit/m2; Bekisting metode sistem =
6,1 menit/m2
- Rata-rata waktu yang di butuhkan : ((8,9
+ 6,1) / 2) = 7,5 menit/m2 x 1001,80
m² = 7513,5 menit = 125,2 jam
- Produktivitas tenaga kerja pekerjaan
bekisting balok = 0,77 m2/orang/jam
- Jadi kebutuhan tenaga kerja untuk
pelaksanaan pekerjaan bekisting balok
adalah : 1001,80 : 0,77 : 125,2 = 10,39
~ 11 orang
Bekisting pelat lantai lt. 2
- Kuantitas pekerjaan pelat lantai :
Bekisting metode semi system = 557,83
m² ; Bekisting metode sistem = 991,4
m²
- Rata-rata kuantitas yang di butuhkan
((557,83 + 991,4) / 2) = 774,6 m²
- Waktu effektif / hari : 8 jam
- Waktu yang di butuhkan :
Bekisting metode semi sistem = 7,4
menit/m2 ; Bekisting metode sistem =
5,6 menit/m2
- Rata-rata waktu yang di butuhkan :
((7,4 + 5,6) / 2) = 6,5 menit/m2 x 774,6
m² = 5034,9 menit = 83,9 jam
- Produktivitas tenaga kerja pekerjaan
bekisting pelat lantai : 1,11
m2/orang/jam
- Jadi kebutuhan tenaga kerja untuk
pelaksanaan pekerjaan bekisting pelat
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
38 | K o n s t r u k s i a
lantai adalah : 774,6 : 1,11: 83,9 = 8,3
~ 9 orang
pelat lantai lt. 3
- Kuantitas pekerjaan pelat lantai :
Bekisting metode semi system = 579,03
m² ; Bekisting metode sistem = 991,4
m²
- Rata-rata kuantitas yang di butuhkan
: ((579,03 + 991,4) / 2) :
785,21 m²
- Waktu effektif / hari : 8 jam
- Waktu yang di butuhkan :
Bekisting metode semi sistem = 7,9
menit/m2 ; Bekisting metode sistem =
5,7 menit/m2
- Rata-rata waktu yang di butuhkan :
((7,9 + 5,7) / 2) = 6,8 menit/m2 x
785,21 m² = 5339,4 menit = 88,9
jam
- Produktivitas tenaga kerja pekerjaan
bekisting pelat lantai : 1,11
m2/orang/jam
- Jadi kebutuhan tenaga kerja
untuk pelaksanaan pekerjaan bekisting
pelat lantai adalah : 785,21 : 1,11: 88,9
= 7,9 ~ 8 orang
Kebutuhan tenaga kerja.
KESIMPULAN
Biaya antara pekerjaan bekisting metode
sistem lebih mahal dibandingkan dengan
bekisting metode semi sistem.
Waktu pekerjaan bekisting metode sistem
lebih cepat penyelesaiannya dibandingkan
metode semi sistem. Jadi bekisting metode
sistem dipakai atau dipilih apabila proyek
konstruksi dituntut untuk lebih cepat dan
perusahaan mendapatkan proyek yang
sama / berulang-ulang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Husen, A. 2009. Manajemen Proyek
Perencanaan, Penjadwalan, &
Pengendalian Proyek, Yogyakarta :
ANDI.
2. Ibrahim, B. 2007. Rencana dan Estimate
Real of Cost, Jakarta : Bumi Aksara.
3. M. Novian, suryoreso. 1997. Efesiensi
pekerjaan Acuan dan perancah pada
Industri Konstruksi. Politeknik ITB:
Bandung.
4. SNI. 2008. Analisa Biaya Konstruksi
Bangunan Gedung dan Perumahan
Pekerjaan Beton, Bandung : BSN.
5. Soedrajat, A. 1984. Analisa Anggaran
Biaya Pelaksanaan, Bandung : Nova.
6. Wigbout, F.Ing, 1992. Pedoman Tentang
Bekisting (Kotak Cetak). Erlangga.
Jakarta.
Teknologi ”Real Time Traffic Information System” Untuk Mengatasi Kemacetan (Rusmadi)
39 | K o n s t r u k s i a
TEKNOLOGI ”REAL TIME TRAFFIC INFORMATION SYSTEM” UNTUK MENGATASI KEMACETAN LALU LINTAS DI JALAN TOL DALAM KOTA JAKARTA
Rusmadi Suyuti
Pusat Teknologi Industri dan Sistem Transportasi – BPPT e-mail: [email protected]
ABSTRAK: Kemacetan lalu lintas saat ini merupakan problem utama yang terjadi di DKI Jakarta
termasuk di ruas Jalan Tol Dalam Kota Jakarta. Salah satu upaya untuk mengurangi tingkat kemacetan
lalu lintas adalah melalui aplikasi teknologi Real Time Traffic Information System (RTTIS).Tulisan ini
memberikan potensi penerapan teknologi RTTIS di ruas Jalan Tol Dalam Kota Jakarta dalam jangka
pendek.Tujuan penerapan teknologi RTTIS adalah untuk mengoptimalkan volume lalu lintas pada suatu
ruas jalan. Dengan mengetahui asal-tujuan perjalanan, maka pelaku perjelanan dapat memperoleh
informasi rute terbaik yang dapat dilaluinya. Teknologi RTTIS memerlukan input berupa volume lalu
lintas dan kecepatan kendaraan rata-rata secara real time yang dapat diperoleh dari sistem smart
camera. Selanjutnya data diproses dan didiseminasikan kembali kepada pengguna jalan melalui berbagai
perangkat, seperti variabel massage sign (VMS), cellular phone, sms, call centre, in-car tv, internet.
Pendekatan RTTIS dalam mengatasi kemacetan lalu lintas diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Jasa
Margadalam meningkatkan pelayanan transportasi di Jalan Tol Dalam Kota Jakarta dan juga untuk
mengurangi tingkat kemacetan lalu lintas.Disamping itu manfaat yang diperoleh masyarakat adalah
meningkatnya waktu tempuhuntuk mencapai tujuan perjalanan Implementasi RTTIStersebut juga harus
dibarengi dengan upaya lain untuk mengatasi kemacetan lalu lintas seperti penerapan sistem angkutan
umum massal, peningkatan kapasitas jaringan jalan tol serta kebijakan pendukung lainnya.
Kata Kunci: intelligent transport system, pemodelan transportasi, matriks asal-tujuan, metode estimasi
ABSTRACT: Traffic congestion is now a major problem that occurred in Jakarta including the Urban Toll
Road segment Jakarta. One effort to reduce the level of traffic congestion is through the application of
technology Real Time Traffic Information System (RTTIS.) This paper provides a potential application of
the technology in the segment RTTIS In Jakarta Toll Road pendek.Tujuan term technology implementation
RTTIS is to optimize the traffic volume on a road segment. By knowing the origin-destination trip, then the
offender perjelanan can obtain the best information that can be passed. RTTIS technology requires input in
the form of traffic volume and average vehicle speed in real time which can be obtained from the smart
camera system. Furthermore, the data is processed and disseminated back to road users through a variety
of devices, such as variable massage sign (VMS), cellular phone, sms, call centers, in-car tv, internet. RTTIS
approach in addressing traffic congestion is expected to be utilized by the Service Margadalam improve
transportation services in Jakarta Urban Toll Road and also to reduce the level of congestion
lintas.Disamping it benefits society is the increased travel time tempuhuntuk achieve RTTIStersebut
implementation must also be accompanied by another attempt to address traffic congestion as the
application of mass transportation systems, increased network capacity highways and other supporting
policies.
Keywords: intelligent transport system, transport modeling, origin-destination matrix, estimation
methods
Teknologi ”Real Time Traffic Information System” Untuk Mengatasi Kemacetan (Rusmadi)
39 | K o n s t r u k s i a
PENDAHULUAN
Kemacetan lalu lintas saat ini merupakan
problem utama yang terjadi di kota-kota
besar di Indonesia termasuk di DKI
Jakarta. Berdasarkan data dari Dinas
Perhubungan DKI Jakarta pada tahun 2010
besaran kerugian akibat kemacetan lalu
lintas di DKI Jakarta telah mencapai Rp.
45,2 trilyun per tahun.
Penyebab utama terjadinya kemacetan lalu
lintas adalah karena tidak seimbangnya
demand dan supply yaitu pertumbuhan
jumlah kendaraan dengan kapasitas
prasarana transportasi (jaringan jalan dan
jaringan angkutan umum) yang ada.
Sebagai contoh pertumbuhan panjang
jalan di DKI Jakarta rata-rata sebesar
0,01% per tahun sedangkan pertumbuhan
kendaraan bermotor mencapai 9,5% per
tahun. Pertambahan kendaraan bermotor
pada tahun 2012 adalah sebesar 1.117 per
hari (terdiri dari 220 mobil dan 897
motor).
Selain di jalan arteri, kemacetan lalu lintas
juga terjadi di ruas Jalan Tol dalam Kota
Jakarta yang merupakan ruas jalan utama
yang melewati pusat Kota Jakarta dan
menghubungkan Kota Jakarta dengan
kota-kota yang ada disekitarnya.
Saat ini, berbagai upaya telah dilakukan
untuk mengurangi kemacetan lalu lintas di
Jakarta serta khususnya di ruas Jalan Tol
Dalam Kota, diantaranya melakukan:
penambahan kapasitas, penambahan
gerbang tol, law-enforcement maupun
pemberlakuan contra-flow. Meskipun
demikian, kemacetan lalu lintas di Jalan
Tol Dalam Kota masih cukup tinggi
sehingga diperlukan upaya lain untuk
mengatasi hal tersebut dalam jangka
pendek.
Tujuan tulisan ini adalah menyampaikan
pendekatan teknologi Real Time Traffic
Information System (RTTIS)sebagai salah
satu solusi jangka pendek untuk
mengurangi kemacetan lalu lintas di ruas
Jalan Tol Dalam Kota Jakarta.
KONDISI LALU LINTAS TOL DALAM
KOTA JAKARTA SAAT INI
Jalan Tol Dalam Kota atau JakartaIntra
Urban Tollways, mulai dioperasikan oleh
Jasa Marga secara bertahap semenjak
tahun 1987, melalui ruas Cawang-
Semanggi. Jalan Tol ini dibangun seiring
dengan pertumbuhan Jakarta sebagai
pusat pemerintahan dan pusat bisnis,
dimana mobilitas orang dan barang makin
meningkat pula.
Jalan Tol sepanjang ini menghubungkan
wilayah Timur Jakarta yaitu Cawang
hingga wilayah Barat Kota Jakarta hingga
Pluit. Jalan Tol sepanjang 23,55 Km ini saat
ini terintegrasi dengan 4 (empat ) jalan tol
yang menuju ke berbagai wilayah yaitu,
Jalan Tol Jagorawi, Jalan Tol Jakarta-
Cikampek, Jalan Tol Tangerang-Merak,
Serta Jalan Tol Prof Dr. Ir. Sedyatmo.
Sementara itu pada tahun 1996 saat
selesainya pembangunan ruas Grogol-
Pluit, Jalan tol ini menjadi sebuah
lingkaran yang tak berujung bersama ruas
Cawang-Tanjung Priuk-Pluit yang
dioperasikan oleh PT Citra Marga
Nushapala Persada. Dengan demikian jalan
tol ini menjadi salah satu infrastruktur
penting Nasional dan menjadi urat nadi
trasportasi yang penting menghubungkan
dari wilayah Tangerang menuju Cikampek
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
40 | K o n s t r u k s i a
serta kota-kota lain di Pantai Utara Jawa
(Pantura).
Saat ini Jalan tol Dalam Kota memiliki 3 x 2
jalur dan kerap dipadati oleh lalu lintas
pada jam-jam tertentu khususnya pada
saat jam sibuk pagi dan sore hari.
Sumber: www.jasamarga.com
Gambar 1. Volume Lalu Lintas Harian
Jalan Tol Dalam Kota Jakarta
Gambar 1 menunjukkan pertumbuhan
jumlah volume transaksi tol di ruas Jalan
Tol Dalam Kota selama 5 (lima) tahun
terakhir.
PERMASALAHAN LALU LINTAS TOL
DALAM KOTA JAKARTA SAAT INI
Permasalahan lalu lintas yang utama
terjadi pada ruas Jalan Tol Dalam Kota
Jakarta adalah tingginya kemacetan lalu
lintas. Saat ini kemacetan lalu lintas
tersebut tidak hanya terjadi pada saat jam
sibuk pagi atau sore hari, tetapi hampir
terjadi sepanjang hari.
Beberapa penyebab terjadinya kemacetan
lalu lintas di Jalan Tol Dalam Kota
diantaranya adalah:
1. Volume lalu lintas yang tinggi dan tidak
sebanding dengan kapasitas ruas jalan
yang ada, sehingga menimbulkan
kemacetan lalu lintas (volume lalu
lintas melebihi kapasitas ruas jalan.
2. Antrian di off ramp jalan tol yang
berdekatan dengan persimpangan
sebidang (traffic light). Kemacetan lalu
lintas yang terjadi di simpang sebidang
menimbulkan antrian sampai dengan
jalan tol, sehingga mengurangi
kapasitas ruas jalan tol. Contohnya di
lokasi off-ramp kuningan, semanggi
khususnya pada saat jam sibuk pagi
hari.
3. Kendaraan berat yang berjalan lambat
terutama di tanjakan dan interchange
4. Terjadinya kecelakaan lalu lintas atau
kendaraan mogok yang berakibat
berkurangnya kapasitas jalan.
5. Kapasitas jumlah lajur kurang
(contohnya di Interchange Cawang dan
Interchange Tomang)
6. Perilaku pengemudi yang tidak tertib
(menggunakan bahu jalan, memotong
lajur lalu lintas, dll)
7. Keberadaan kendaraan
prioritas/pejabat yang memerlukan
pengawalan VIP sehingga
mengorbankan kendaraan lain
Permasalahan lalu lintas tersebut di atas
berujung kepada timbulnya kemacetan
lalu lintas. Untuk itu diperlukan solusi
yang tepat dan mendasar untuk mengatasi
permasalahan tersebut. Solusi yang
ditawarkan juga bukan berupa solusi
instan yang hanya dapat mengatasi
permasalahan secara sesaat dan hanya
berlangsung sementara dan jangka
pendek.
Teknologi ”Real Time Traffic Information System” Untuk Mengatasi Kemacetan (Rusmadi)
41 | K o n s t r u k s i a
SOLUSI MENGATASI KEMACETAN LALU
LINTAS PADA RUAS JALAN TOL DALAM
KOTA JAKARTA
Solusi mengatasi kemacetan lalu lintas di
Jalan Tol Dalam Kota Jakarta dapat
dilakukan pada jangka pendek dan jangka
panjang. Rekomendasi penanganan lalu
lintas yang diusulkan pada jangka pendek
adalah berupa rekomendasi “do-
minimum”. Penanganan tersebut secara
umum adalah berupa manajemen lalu
lintas, pembenahan sistem marka dan
penegakan hukum (law enforcement) dan
penerapan teknologi baru.
Rekomendasi penanganan lalu lintas yang
diusulkan pada jangka pendek diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Percepatan waktu transaksi di gerbang
tol. Hal tersebut sudah dilakukan saat
ini diantaranya melalui: pelayanan
transaksi mobile (petugas “jemput
bola”), penggunaan gardu khusus
kendaraan kecil, penggunaan e-toll card
dan e-toll pass. Sistem E-toll card
bertujuan mempercepat transaksi
pembayaran di gardu tol dengan
menggunakan sistem touch and go yang
tanpa menggunakan bantuan petugas
pengumpul tol.
Sumber: www.jasamarga.com
Gambar 2.e-Toll card system di Jalan Tol
2. Pembatasan jam operasi kendaraan
berat untuk melewati jalan tol
3. Pemindahan lokasi gerbang tol
4. Pemidahan lokasi off-ramp jalan tol
yang berdekatan dengan lokasi
persimpangan sebidang. Tujuannya
adalah menghilangkan antrian di
jalan tol pada saat terjadi kemacetan
lalu lintas di persimpang sebidang.
5. Penutupan gerbang tol masuk jalan
tol pada saat tertentu. Pada saat lalu
lintas di dalam jalan tol sudah sangat
padat dan tidak bergerak, maka
disarankan agar menutup gerbang
tol sehingga tidak menambah
kemacetan di jalan tol
6. Pembuatan lokasi off-ramp dan on-
ramp baru untuk meningkatkan
akses keluar-masuk jalan tol
7. Penutupan lokasi off-ramp dan on-
ramp yang keberadaannya
menimbulkan kemacetan lalu lintas.
Sedangkan rekomendasi penanganan lalu
lintas yang diusulkan untuk jangka
panjang diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Pembangunan jalan layaing khusus
busway/BRT sepanjang Jalan Tol
Dalam Kota Jakarta, sehingga
mengurangi volume angkutan umum
yang berada di jalan tol
2. Peningkatan kapasitas simpang
susun (interchange)
3. Penanganan fisik lain sesuai master
plan transportasi Jakarta.
Disamping usulan tersebut di atas,
penulis mengusulkan penggunaan
teknologi Real- Time Traffic Information
System (RTTIS) untuk mengatasi
kemacetan lalu lintas. Prinsip dari
penggunaan teknologi tersebut adalah
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
42 | K o n s t r u k s i a
memberikan informasi kepada calon
pengguna jalan tol, tentang kondisi lalu
lintas jalan tol secara real time. Dengan
adanya informasi tersebut, maka
pengguna jalan dapat menentukan
pilihan apakah akan menggunakan jalan
tol atau jalan arteri untuk mencapai
tujuan perjalanannya. Informasi tersebut
dapat diakses secara mudah oleh
pengguna jalan, baik melalui media
internet, Variable Massage Sign (VMS),
cellular phone, dll. Saat ini sebenarnya
PT. Jasa sudah mulai menggunakan
teknologi tersebut meskipun
implementasinya belum optimal. Hal
tersebut dikarenakan:
a. Informasi yang disampaikan tidak
real-time
b. Informasi diberikan di dalam ruas
jalan tol sehingga pengemudi tidak
bisa menentukan pilihan dan beralih
ke jalan arteri
c. Informasi hanya diberikan melalui
VMS dan tidak menggunakan media
lain
TEKNOLOGI “REAL TIME TRAFFIC
INFORMATION SYSTEM” UNTUK
SOLUSI MENGATASI KEMACETAN
LALU LINTAS PADA RUAS JALAN TOL
Teknologi Real Time Traffic Information
System (RTTIS) memanfaatkan data
volume lalu lintas dan kecepatan
kendaraan rata-rata yang saat ini sudah
ada untuk diolah menjadi suatu sistem
informasi kondisi lalu lintas bagi
pengguna jalan. Dengan sistem ini
pengguna jalan akan dapat mengetahui
rute mana yang terbaik untuk dilalui
sepanjang perjalanannya. Proses
diseminasi dapat dilakukan dalam
bentuk Variable Message Sign (VMS),
melalui mobile tv, telepon seluler
maupun lewat call centre dan sms.
Aplikasi ini disajikan dalam Website yang
dirancang khusus sesuai dengan
kebutuhan (baik numerik maupun grafis)
sehingga dapat langsung diakses dan
digunakan oleh para pengguna melalui
fasilitas internet.
Tahapan dari proses untuk memperoleh
data Real Time Traffic Information
System tersebut adalah:
1. Data volume lalu lintas dan kecepatan
kendaraan rata-rata diperoleh dari
smart camera di ruas jalan tol. Untuk
itu diperlukan penempatan beberapa
smart camera di lokasi-lokasi tertentu
sepanjang ruas tol Dalam Kota Jakarta.
Smart Camera merupakan kamera
khusus yang selain berfungsi sebagai
CCTV, juga mempunyai kemampuan
untuk menghitung volume lalu lintas
dan kecepatan kendaraan rata-rata.
Saat ini PT. Jasa Marga sudah
menempatkan sejumlah CCTV
sepenjang Jalan Tol Dalam Kota
Jakarta. CCTV tersebut dapat
ditambahkan suatu alat sehingga
dapat berfungsi sebagai smart camera
yang dapat merekam jumlah volume
lalu lintas dan kecepatan kendaraan
rata-rata.
2. Data dari smart camera tersebut
selanjutnya di transfer melalui
internet ke pusat pengelolaan data lalu
lintas (Traffic Management Data
Centre).
3. Di dalam pusat pengelolaan data lalu
lintas dilakukan suatu data processing
untuk mengubah informasi data dari
smart camera menjadi informasi
volume lalu lintas dan kecepatan
kendaraan rata-rata secara real-
timepada setiap segmen ruas jalan.
Teknologi ”Real Time Traffic Information System” Untuk Mengatasi Kemacetan (Rusmadi)
43 | K o n s t r u k s i a
Disamping itu juga dapat dilakukan
suatu proses untuk membuat matriks-
asal-tujuan (O-D Matrices) secara real-
time. Data tersebut selanjutnya
disimpan dalam bentuk real-time
database.
4. Tahap selanjutnya adalah
menampilkan output berupa data
volume lalu lintas dan kecepatan
kendaraan rata-rata di tiap segmen
ruas jalan secara real-time. Output
tersebut bisa berupa tulisan (text
output) yang ditampilkan pada lokasi
dimana Variable Message Sign (VMS)
berada. Disamping itu, output juga
bisa berupa tampilan gambar (peta)
yang menunjukkan kodisi kemacetan
lalu lintas di tiap ruas jalan tertentu.
5. Proses output yang telah diperoleh
pada tahap sebelumnya, perlu
didesiminasi melalui beberapa jenis
perangkat (media). Untuk keperluan
tersebut,juga dilakukan proses
tranferring information data via
internet. Media yang dapat digunakan
untuk menampilkan data output
berupa tulisan (text) ataupun
gambar/grafik diantaranya adalah:
Variable Message Sign (VMS), Cellular
Phone, Internet, In-Car TV, Call Centre,
SMS, dll.
Gambar 3 ini menunjukkan alur
kegiatan untuk mendapatkan data
Real Time Traffic Information System.
Gambar 3.Teknologi Real Time Traffic
Information System
Gambar 4 ini menunjukkan kondisi
kecepatan kendaraan rata-rata real-
time di ruas jalan tol dalam kota
Jakarta dan ruas-ruas jalan di
sekitarnya yang ditampilkan dalam
bentuk indikator titik warna yang
dioverlay dengan peta. Titik merah
menunjukkan kecepatan kendaraan
rendah, orange menunjukkan
kecepatan sedang dan hijau pada
kecepatan tinggi.
Gambar 4. Kecepatan Kendaraan
Rata-Rata di Ruas Jalan Tol Dalam
Kota Jakarta
6. Untuk kedepannya, sistem tersebut
dapat digunakan untuk memberikan
sistem informasi bagi pengguna jalan
di seluruh jaringan jalan wilayah
Jabodetabek dengan memberikan
informasi rute terbaik secara real-
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
44 | K o n s t r u k s i a
time baik menggunakan ruas jalan tol
maupun jalan arteri.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa penggunaan
teknologi Real Time Traffic Information
System merupakan solusi yang paling
tepat untuk mengatasi permasalahan
kemacetan lalu lintas di Jalan Tol Dalam
Kota Jakarta. Tujuan teknologi tersebut
adalah untuk mengoptimalkan
penggunaan ruas jalan tol. Jika jalan tol
sudah padat, maka pengguna jalan akan
beralih ke jalan arteri, begitu pula
sebaliknya. Pada suatu titik tertentu akan
dicapai kondisi equilibrium dimana
volume lalu lintas akan mencapai titik
optimal.
DAFTAR PUSTAKA
1. PT. Anugerah Kridapradana. (2012)
Kondisi Lalu Lintas Pada Koridor
Cawang – Pluit, Jakarta.
2. Suyuti, R. (2006) Estimasi Model
Kebutuhan Transportasi
Berdasarkan Informasi Data Arus
Lalu Lintas Pada Kondisi Pemilihan
Rute Keseimbangan. Disertasi Doktor
Institut Teknologi Bandung (ITB).
3. Tamin, O.Z. (1988) The Estimation of
Transport Demand Models From
Traffic Counts. PhD Dissertation of
the University of London, University
College London.
4. Tamin, O.Z. and Willumsen, L.G.
(1988) Transport Demand Model
Estimation From Traffic Counts.
Journal of Transportation, UK.
5. Tamin, O.Z., Sjafruddin, A. dan
Hidayat, H (1999) Dynamic Origin-
Destination (O-D) Matrices
Estimation From Real Traffic Count
Information. 3rd EASTS Conference
Proceeding, Taipei 15 – 17
September 1999, hosted by Chinese
Institute of Transportation, Taipei.
6. Tamin, O.Z. (2000) Perencanaan dan
Pemodelan Transportasi, Edisi 2,
Penerbit ITB, Bandung.
7. Tamin, O.Z. etal (2001) Dynamic
Origin-Destination (OD) Matrices
Estimation From Real Time Traffic
Count Information, Laporan Akhir,
Graduate Team Research Grant,
Batch IV, University Research for
Graduate Education (URGE) project.
8. Tamin, O.Z. (2005) Pengembangan
Sistem Informasi Arus Lalu Lintas
Sebagai Upaya Pemecahan Masalah
Transportasi di Kota Bandung,
Laporan Akhir Program Riset ITB.
9. Willumsen, L.G. (1981) An Entropy
Maximising Model for Estimating
Trip Matrices From Traffic Counts,
PhD Thesis, Department of Civil
Engineering, University of Leeds.
10. www.jasamarga.com
Prediksi Nilai Kekakuan Lentur Pada Balok Beton Bertulang (Yamin Susanto)
45 | K o n s t r u k s i a
PREDIKSI NILAI KEKAKUAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANG
Yamin Susanto Structural Engineer Y. S. Chua Engineering, Jakarta
Mahasiswa Magister Teknik Sipil, Konsentrasi Struktur, Universitas Tarumanagara, Jakarta. Email: [email protected]
ABSTRAK: Makalah ini menyajikan sebuah metode sederhana untuk prediksi sifat kekakuan lentur
dukungan sederhana balok dengan tulangan beton di bawah anggota pendek waktu pembukaan. The
lentur kekakuan anggota struktural biasanya dianggap sebagai produk dari modulus elastisitas E, yang
merupakan properti dari bahan dibuat, dan momen inersia I yang merupakan tergantung pada anggota
bentuk fisik properti. Dalam banyak penelitian menunjukkan bahwa kekakuan lentur dari anggota beton
bertulang dapat mendapatkan bentuk dua komponen di atas yang dihitung secara terpisah, dan metode
ini telah diadopsi oleh ACI 318 dan SNI 03-2847 kode. Dalam metode ini telah dikembangkan dan
disempurnakan untuk mencapai kedua kesederhanaan dalam penggunaan dan representasi perilaku
aktual yang serealistis mungkin. Hasil dari metode ini adalah lebih konservatif daripada ACI 318 dan SNI
03-2847.
Kata kunci: kekakuan lenturnya, pembebanan seketika, modulus elastisitas Dan momen inersia.
ABSTRACT: This paper present a simple method to prediction of the flexural rigidity properties of simple
support reinforced concrete member beams under short-time loading. The flexural rigidity of structural
member is normally thought of as the product of the modulus of elasticity E, which is a property of a
fabricated material, and the moment of inertia I which is a property dependent upon the physical shape
member. In many research is shown that flexural rigidity of reinforced concrete member can be get form
two components above which is calculated separately, and the method has been adopted by the ACI 318
and SNI 03-2847 code. In this method has been developed and refined to achieve both simplicity in use and
a representations of actual behavior that is as realistic as possible. The result of this method is more
conservative than the ACI 318 and SNI 03-2847.
Keywords: bending stiffness, instantaneous loading, the modulus of elasticity and moment of inertia.
PENDAHULUAN
Dalam perancangan setiap komponen
struktur risiko keruntuhan/kegagalan yang
disebabkan oleh ketidakpastian
(uncertainties) dalam proses perancangan
itu sendiri tidak dapat dihindari, betapapun
kecilnya risiko tersebut. Hal ini disebabkan
hamper semua perancangan struktur harus
dilakukan tanpa informasi yang lengkap
(sempurna), sehingga faktor risiko selalu
terkait didalamnya. Model atau metoda
yang digunakan dlam perancangan
komponen struktur biasanya berupa
penyederhanaan dari keadaan yang
sebenarnya. Terutama pada perencanaan
komponen struktur beton bertulang yang
sifat mekanika bahannya heterogen,
anisotropic serta berprilaku nonlinear. Oleh
sebab itu, diperlukan suatu modifikasi
(pendekatan) dari prinsip-prinsip dasar
mekanika bahan dalam melakukan analisis
strutur tersebut.
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
46 | K o n s t r u k s i a
Dalam perancangan struktur maupun
komponen struktur beton bertulang pada
suatu bangunan terdapat beberapa limit
state yang membatasinya, antara lain:
pembatasan kekuatan (strength limit state)
dan pembatasan kemampuan layan
(serviceability limit state). Pada pembatasan
kekuatan, struktur dirancang agar memiliki
kekuatan yang cukup untuk mendukung
beban aksi dari luar. Pada kondisi ini
fokusnya hanya pada kemampuan struktur
atau komponen struktu melawan gaya dari
luar.
Sering terjadi bahwa struktur tersebut
sudah terlihat memadai untuk mendukung
aksi dari gaya luar, tetapi belum tentu
memberikan kenyamanan bagi
penghuninya. Keadaan ini terjadi karena
struktur tersebut kurang kaku. Kekurang
kakukan struktur ini dapat terjadi karena
pengaruh metoda analisi yang diterapkan
maupun kualitas material yang dipakai.
Metoda analisis kekuatan batas maupun
kualitas material yang digunakan dapat
menampilkan ukuran penampang struktur
(balok maupun kolom) jauh lebih kecil
dibandingkan metoda kekuatan kerja [1,2,3
dan 4]. Dengan semakin kecil penampang
beton akan membawa konsekuensi bahwa
batang tersebut semakin langsing dan
kurang kaku. Akibat yang timbul adalah
defleksi yang dihasilkan menjadi lebih
besar, struktur akan terasa begetar saat
dibebani oleh beban bergerak,
kemungkinan keretakan struktur menjadi
semakin besar. Oleh karena itu, kontrol
dengan metoda kemampuan layan menjadi
sangat penting, sehingga berguna untuk
mencegah terjadinya kerusakan pada
elemen struktur itu sendiri maupun elemen
non-struktur yang berada dibawah balok
struktur tersebut. Kerusakan elemen non-
struktur ini (tembok) dapat terjadi karena
adanya konsentrasi gaya pada daerah balok
yang mengalami lendutan yang kemudian
ditransfer ke tembok, karena kemampuan
menahan tembok lemah maka terjadi
keretakan pada tembok tersebut. Pada
Gambar 1 diperlihatkan sebuah tembok
retak akibat defleksi balok diatasnya.
Gambar 1. Retak Tembok akibat defleksi
Balok Lantai
TEORI KEKAKUAN LENTUR
Teori kemampuan layan atau serviceability
limit state pertama kali dirumuskan oleh
matematikawan Swiss, James Bernoulli
tahun 1694. Sejak saat itu sampai kini, teori
tersebut telah berulang kali
disempurnakan, antara lain oleh Washa dan
Fluck tahun 1950-an, Yu dan Winter pada
akhir 1950-an [5], Branson [6,7] pada
tahun 1971, El-Metwally dan Chen [8] dan
Duan dkk. [9] keduanya pada tahun 1989.
Dari berbagai teori yang dikemukakan oleh
para peneliti tersebut, Bernoulli
menyajikan prosedur analitik yang paling
sederhana, sedangkan yang lainnya
mengemukakan cara analisis defleksi
dengan pendekatan numerik (pendekatan
computer). Secara teoritis rumus yang
diberikan oleh Bernoulli memberikan hasil
Prediksi Nilai Kekakuan Lentur Pada Balok Beton Bertulang (Yamin Susanto)
47 | K o n s t r u k s i a
yang akurat, sedangkan untuk penerapan
dibutuhkan berbagai penyesuaian, seperti
pengaruh material dan bentuk pada
kekakuan lentur (EI) batang, agar dapat
memberikan nilai yang mendekati nilai
eksak. Dengan demikian, terlihat bahwa
semua formulasi yang dihasilkan selalu
mengandung faktor ketidakpastian.
Formulasi model yang sangat rumit
sekalipun masih tetap mengadung
parameter-parameter ketidakpastian. Studi
ini menawarkan suatu cara pendekatan
sederhana untuk memprediksi nilai
kekakuan lentur (EI) balok beton bertulang
secara langsung dengan tingkat keandalan
(reliability) tinggi. Formula tersebut
berdasarkan hasil penelitian yang
diusulkan oleh Duan dkk. [9].
Anggapan-Anggapan dalam Perumusan
Teori Kekakuan Lentur
Untuk memudahkan dalam studi studi
perlu dilakukan beberapa anggapan, hal ini
untuk memperoleh kesederhanaan dalam
perhitungan. Tanpa penyederhanaan,
persoalan akan menjadi terlalu rumit atau
kadang-kadang malah tidak dapat diperoleh
solusi eksaknya. Dalam studi kekakuan
lentur ini dipakai anggapan-anggapan
sebagai berikut [10]:
1. Balok beton bertulang berupa material
homogen yang memiliki modulus
elastisitas yang sama dalam keadaan
tarik maupun tekan.
2. Balok tetap pada bidang atau
mendekati bidang apabila
melengkung/bengkok,
kelengkungannya adalah dalam bidang
lentur dan jari-jari kelengkungan kira-
kira 10 kali tinggi balok.
3. Seluruh penampang seragam/homogen
untuk sepanjang batang struktur.
4. Balok tersebut sekurang-kurangnya
memiliki satu bidang simetri
longitudianal/memanjang
(longitudianal plane of symmetry).
5. Keseluruhan beban dan reaksi-reaksi
adalah tegak lurus pada sumbu balok
dan terletak pada bidang yang sama,
yang mana berupa bidang simetri
longitudianal.
6. Balok memiliki panjang yang
proposional terhadap tingginya,
misalnya: untuk balok metal potongan
kompak nilai perbandingan antara
bentang dengan tinggi adalah 8 atau
lebih, untuk balok-balok yang
badannya relatif tebal nilai
perbandingannya 15
7. atau lebih, dan untuk balok-balok kayu
persegi nilai perbandingannya 24 atau
lebih.
8. Balok memiliki lebar yang proposional.
9. Tegangan maksimum yang timbul tidak
boleh melebihi batas proposional.
Gambar 2. Hubungan momen-kurvatur
pada penampang balok beton bertulang
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
48 | K o n s t r u k s i a
Kekakuan Lentur pada Penampang
Balok Persegi
Perhatikan sebuah grafik hubungan
momen-kurvatur tipikal pada penampang
beton bertulang, seperti diperlihatkan pada
Gambar 2. Dari gambar tersebut dapat
diketahui bahwa hubungan momen-
kurvatur balok beton saat baja tarik leleh
berupa garis lengkung. Untuk memudahkan
dalam perhitungan, diperlukan suatu
idealisasi terhadap kurvatur tersebut.
Momen-kurvatur tersebut dapat
diidealisasi menjadi sebuah hubungan
trilinear, yaitu: pada posisi pertama,
diperoleh momen leleh ( yM ). Kedua,
didapatkan momen ultimit ( uM ), dan
ketiga, dicapainya momen nominal ( nM ).
Gambar 3. Idealisasi perhitungan untuk
tegangan nominal, nM
Untuk menganalisis balok pada permulaan
retak dapat didekati secara akurat dengan
kurva trilinear tersebut. Berdasarkan teori
linear elastik klasik, kekakuan balok lentur *
dB (yaitu: ec IE ) dapat diperoleh saat
tulangan baja tariknya mengalami
pelelehan pertama,
y
y
d
MB
* (1)
dimana,
**dB kekakuan lentur penampang saat
tulangan baja tariknya mengalami
pelelehan pertama,
yM momen lentur penampang saat
tulangan baja tariknya mengalami
pelelehan pertama,
y kurvatur penampang saat tulangan
baja tariknya mengalami pelelehan
pertama,
Persamaan (1) menunjukkan bahwa
kekakuan lentur balok beton bertulang
tergantung pada tingkat momennya. Pada
tingkat momen yang lebih tinggi akan
terjadi penambahan keretakan pada
betonnya, sehingga mengurangi kekakuan
lentur penampangnya. Penurunan
kekakuan ini akan lebih besar pada
penampang yang tulangannya sedikit bila
dibandingkan dengan penampang yang
bertulangan banyak.
Dari penyelidikan para ahli hingga saat ini
bahwa untuk mendapatkan momen leleh
secara akurat pada struktur beton masih
sangat sulit, sehingga dalam perhitungan
defleksi akibat pembebanan seketika
biasanya dipergunakan momen nominal
( nM ) sebagai penganti momen leleh ( yM ),
dengan demikian Pers (1) menjadi,
y
n
d
MB
(2)
Agar Pers. (2) dapat digunakan pada tingkat
momen yang berbeda-beda, maka
diperlukan suatu faktor modifikasi
kekakuan, . Faktor ini sangat dipengaruhi
oleh kualitas bahan dan workmanship.
Berdasarkan data hasil eksperimental
laboratorium yang dilakukan oleh Duan,
dkk. [9] dengan sampel data 434 balok
beton bertulang, faktor modifikasi tersebut
diusulkan sebagai berikut:
Prediksi Nilai Kekakuan Lentur Pada Balok Beton Bertulang (Yamin Susanto)
49 | K o n s t r u k s i a
nM
Mmax5.075.0 (3)
dengan maxM adalah momen maksimum
balok akibat beban kerja.
Tegangan lentur nominal, nM dapat
didekati dengan menggunakan formula
Whitney, yaitu: dalam perencanaan
distribusi tegangan akhir dapat diganti
dengan sebuah blok persegi ekivalen yang
mempunyai tinggi a dan tegangan tekan
rata-rata sebesar '85.0 cf [6,11 dan 12],
seperti ditunjukkan oleh Gambar 3,
besarnya a adalah d yang ditentukan oleh
nilai sedemikian hingga luas blok persegi
ekuivalen kurang lebih sama dengan blok
tegangan yang berbentuk parabola. Nilai '85.0 cf untuk tegangan rata-rata dari blok
tegangan persegi ekuivalen ini ditentukan
berdasarkan hasil percobaan pada beton
berumur lebih dari 28 hari. Dan regangan
maksimum yang diizinkan adalah 0.003
in/in. Metoda blok persegi ekivalen usulan
Whitney ini telah diterima oleh Peraturan
ACI 318 [13] dan juga telah diadopsi oleh
SNI 03-2847 [14].
Perhatikan Gambar 3, jika semua tulangan
baja pada penampang seimbang
diasumsikan leleh, dimana ys ff dan
ys ff ' (dengan sf adalah tegangan pada
baja tarik dan '
sf adalah tegangan baja
tekan, dan yf adalah tegangan baja leleh)
maka resultante gaya internal
tekan pada beton adalah,
dbfC cc '85.0 (4)
tekan pada baja adalah,
yss fAC ' (5)
dimana, '
cf adalah kuat tekan beton rencana,
'
sA adalah luas tulangan baja tekan.
Tarik pada baja adalah,
ys fAT (6)
Berdasarkan hukum keseimbangan gaya
antara sisi tekan dan tarik,
TCC sc (7a)
ysysc fAfAdbf ''85.0 (7b)
sehingga,
68.085.0
)(
'
'
bdf
fAA
c
yss (8a)
atau,
68.0d
a (8b)
Dengan demikian momen lentur nominal
penampang balok beton bertulang persegi
dapat diperoleh berdasarkan persamaan
dibawah ini,
)()2
( 'ddCa
dCM scn (9a)
dengan memasukkan Pers. (4), (5) dan
Pers. (8b) ke dalam Pers. (9a) dan disusun
kembali, maka momen nominalnya adalah
)()2
1(85.0 ''2' ddfAdbfM yscn
(9b)
dimana adalah faktor tinggi relatif pada
bagian penampang tekan (lihat Gambar 3),
b adalah lebar penampang persegi, d
adalah tinggi efektif (jarak dari tepi serat
tekan ekstrim hingga pusat berat baja
tarik), 'd adalah jarak dari tepi serat tekan
ekstrim hingga pusat berat tulangan baja
tekan.
Nilai a juga dapat diperoleh dengan
pendekatan c1 , dimana nilai 1 = 0.85
untuk beton dengan MPaf c 30' dan telah
ditentukan secara eksprimental nilainya
berkurang 0.05 untuk setiap kenaikan 7
MPa dari '
cf yang melebihi 30 MPa .
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
50 | K o n s t r u k s i a
Namun nilai 1 terkecil tidak boleh diambil
lebih kecil dari 0.65 [6, 11, 12, 13 dan 14].
Dari penelitian Duan dkk [9] bahwa
hubungan nilai kurvature leleh ( y ) dengan
faktor tinggi relatif daerah tekan dapat
diekspresikan dalam bentuk hubungan
aljabar linier, sebagaimana ditunjukkan
oleh Gambar 4. Pada Gambar 4, dapat kita
temui dua garis linear, garis putus-titik-
putus diterapkan dalam Peraturan
Perancangan Struktur Beton Bertulang
China 1974 (TJ10-74), sedangkan garis
tebal diusulkan untuk dipergunakan pada
peraturan ACI dan SNI 03-2847, karena SNI
03-2847 merupakan adopsi dari ACI. Garis
grafik putus-titik-putus diperoleh
berdasarkan hasil pengujian dengan kubus
beton, sedangkan grafik usulan untuk
diterapkan dalam peraturan ACI
dikonversikan ke dalam kekuatan silinder
beton. Karena terdapat perbedaan
pemakaian sampel uji beton, maka dalam
menentukan persamaan kekuatan lentur
Pers. (2) antara kedua peraturan tersebut
terdapat perbedaan dalam pemakaian nilai
intensitas blok persegi ekivalen, yaitu pada
TJ10-74 nilai intensitas blok adalah '875.0 cuf ( '
cuf = tegangan tekan kubus
beton), sedangkan ACI 318 atau SNI 03-
2847 menggunakan '85.0 cf ( '
cf = tegangan
tekan silinder beton, dimana besarnya
adalah '8.0 cuf hingga '85.0 cuf ). Disamping
itu juga terdapat variasi tingkat gaya
internal terhadap tegangan-tegangan tekan
ekuivalen.
Gambar 4. Hubungan antara kurvatur leleh
dengan tinggi daerah desak relatif [9]
Secara umum, bila nilai kecil pengaruh
terhadap nM juga kecil, hanya bila
mendekati max pengaruh terhadap nilai
nM akan terlihat lebih nyata. Karena
perhitungan nilai nM pada TJ10-74 dan ACI
318 memiliki karakter yang hampir sama,
maka Dr. Duan dkk [9] mengusulkan Pers.
(2) untuk diterapkan di ACI 318. Apabila
nilai ini dihitung berdasarkan peraturan
ACI 318, maka diperoleh nilai
1025.1 TJACI . Bila kurvatur leleh initial
antara ACI dan 10TJ dianggap sama, maka
hubungan antara kurvatur leleh, y , dan
nilai tinggi relatif daerah tekan pada
TJ10-74 dapat dimodifikasi menjadi,
s
y
yE
fd 310)8.27.0( (10)
dimana, sE adalah modulus elastisitas baja
yang besarnya MPa5102 .
Kekakuan Lentur pada Penampang-T, T-
terbalik dan I.
Dari penelitian Duan dkk. [9] diperoleh
bahwa kekakuan lentur pada penampang-T,
T-terbalik dan I jauh lebih besar
dibandingkan dengan penampang persegi
Prediksi Nilai Kekakuan Lentur Pada Balok Beton Bertulang (Yamin Susanto)
51 | K o n s t r u k s i a
pada jumlah tulangan, kuat tekan beton dan
dimensi badan sama. Dengan demikian,
nilai nM yang diperoleh juga lebih besar,
sedangkan nilai dan y lebih kecil dari
penampang persegi, hal ini dipengaruhi
oleh lebar sayap tekannya. Pers. (2) dapat
juga diterapkan dalam menghitung
kekuatan lentur penampang-T, sedangkan
untuk penampang T-terbalik dan I Pers (2)
perlu dimodifikasi, yaitu dengan
memasukkan pengaruh sayap tarik ,
y
n
dd
MBB
)3.01()3.01(' (11)
dimana,
bd
hbb fi )( (12)
ib adalah lebar sayap tarik dan fh adalah
tebal sayap tarik.
Pers. (11) dapat memperkirakan
secara memadai nilai kekakuan lentur
( ec IE ) pada penampang-T, T-terbalik, I dan
persegi untuk tulangan tunggal maupun
tulangan ganda pada pembebanan sesaat.
PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN
Untuk menguji teori di atas maka
pada bagian berikut ini disajikan sebuah
perbandingan hitungan defleksi balok
beton bertulang antara formulasi ACI 318
dengan formulasi Pers. (11).
Kasus 1. Defleksi Balok Persegi.
Hitung defleksi seketika (immediate
deflection) akibat beban mati dan hidup
pada balok seperti diperlihatkan pada
Gambar 5a hingga c. Pembebanannya
merata seluruh balok, balok tertumpuh
sederhana dengan bentang 22 m harus
mendukung momen beban layan
maksimum sebesar 407 kN-m akibat beban
mati dan 680 kN-m akibat beban hidup.
Mutu beton direncanakan sebesar '
cf =
30 MPa dengan nilai n = 8 dan tegangan
baja leleh, yf = 300 MPa . Dimensi balok
tersebut adalah sebagai berikut: lebar
balok, b = 460 mm, tinggi balok, h = 1000
mm, tinggi efektif, d = 901 mm tulangan
yang dipakai adalah 12 - #35M (12 x 1000 =
12000 mm2).
1. Solusi didasarkan pada formula ACI
318 [13] dan SNI 03-2847 [14].
Prosedur perhitungan dengan metoda
ACI 318 dan SNI 03-2847 secara detail
dapat dilihat pada Park dan Paulay [6],
Branson [7], Wang; Salmon dan
Pincheira [11] dan Nawy [12].
(a). Langkah pertama, Cek terhadap
tinggi minimum untuk mengetahui
apakah defleksi perlu diperhitungkan
mml
h 110020
22000
20 >
1000mm
perhitungan defleksi disyaratkan.
(b). Langkah kedua, hitung momen
inersia brutto dan momen inersia
penampang retak,
33.33833333333)1000)(460(12
1
12
1 33 bhI g mm4
Dengan menggunakan nilai
perbandingan elastisitas n = 8, maka
posisi garis netral untuk penampang
retak tertransformasinya adalah
mmx
xx
xx
439
04.3760774.417
)901(960002
460
2
2
33.33346331691)439901(96000)439)(460(3
1 23 crI
mm4
(c). Langkah ketiga, hitung momen
inersia efektif, eI yang tergantung
pada momen lentur crM yang
menyebabkan retak pada sisi serat
tarik,
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
52 | K o n s t r u k s i a
MPaff cr 396.33062.062.0 '
(a). Balok tumpuan sederhana yang
mendukung aksi momen mati dan hidup
(b). Penampang balok tengah balok persegi.
(c). Penampang retak balok persegi
(d). Penampang balok T-terbalik
. (e). Penampang retak balok T-
terbalik
Gambar 5. Balok untuk contoh hitungan
berdasarkan metoda ACI 318 [13] dan SNI
02-2847 [14]
mkNM
y
IfM
cr
t
gr
cr
36.260
)1000(2
1
)33.33833333333(396.3
Catatan: nilai ty adalah 2h , h adalah tinggi
balok.
640.0
)(407
36.260
max
max
M
M
sajamatibebanuntukM
M
cr
cr
;
262.0
3
max
M
M cr
Dari Pers (9-8) ketentuan ACI atau SNI 03-
2847 Pers.(12), momen inersia efektifnya
adalah,
cr
cr
g
cr
e IM
MI
M
MI
3
max
3
max
1
Prediksi Nilai Kekakuan Lentur Pada Balok Beton Bertulang (Yamin Susanto)
53 | K o n s t r u k s i a
437.53473926121
)33.33346331691)(262.01()33.33833333333(262.0
mmI
I
e
e
MPaE
fwE
c
ccc
47.27691
30)2400(043.0043.0 5.1'5.1
dimana, cw adalah berat jenis beton
bertulang yang besarannya 2/2400 mkg .
(d). Langkah keempat, hitung defleksi
seketika akibat beban mati adalah,
mm
IE
ML
Di
ec
Di
33.21)(
)37.53473926121)(47.27691(48
)100022)(10)(407(5
48
5 262
(e). Langkah kelima, hitung momen
maksimum yang disebabkan oleh beban
layan mati dan hidup,
mkNM 1087407680max
240.0)(1087
36.260
max
hidupmatibebanM
M cr
; 014.0
3
max
M
M cr
421.33353149714
)33.33346331691)(014.01()33.33833333333(014.0
mmI
I
e
e
(f). Langkah keenam, hitung defleksi
seketika akibat beban mati tambah beban
hidup,
mm
IE
ML
LDi
LDi
ec
LDi
02.59
)21.33353149714)(47.27691(48
)100022)(10)(1087(5
48
5
26
2
(g). Langkah ketujuh. hitung defleksi
seketika akibat beban hidup,
mmL
ijinLi 11.61360
22000
360
ijinLiLDi
DiLDi
mm
)(69.37)(
33.2102.59
2. Solusi didasarkan pada Persamaan (11).
(a). Langkah pertama, hitung faktor tinggi
relatif blok persegi ekivalen dengan Pers.
(8a) dan momen nominal dengan Pers. (9b),
341.0)901)(460)(30(85.0
)300(12000
mkNM
M
n
n
51.2693
)2
341.01()901)(341.0)(460)(30(85.0 2
(b). Langkah kedua, hitung hubungan
antara kurvatur leleh dan tinggi relatif blok
tekan dengan Pers. (10),
0031548.0
200000
300)10)](341.0(8.27.0[ 3
d
d
y
y
dan hitung faktor modifikasi nilai kekakuan
balok beton bertulang akibat beban mati
berdasarkan Pers. (3),
826.051.2693
4075.075.0
(c). Langkah ketiga, hitung kekakuan
lenturnya. Karena baloknya merupakan
penampang persegi, sehingga efek sayap
tariknya adalah nol sehingga Pers. (11)
sama dengan Pers. (2).
NmmIE
IE
cc
cc
214
6
10313041.9
)0031548.0(826.0
)901(1051.2693
dan hitung defleksi seketika akibat beban
mati.
mm
IE
ML
Di
Di
ec
Di
03.22
)10313041.9(48
)100022)(10)(407(5
48
5
14
26
2
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
54 | K o n s t r u k s i a
(d). Langkah keenam, hitung defleksi
seketika akibat beban hidup dan mati
dengan menggunakan prosedur diatas,
952.051.2693
10875.075.0
dan,
NmmIE
IE
cc
cc
214
6
1008043.8
)0031548.0(952.0
)901(1051.2693
mm
IE
ML
LDi
LDi
ec
LDi
82.67
)1008043.8(48
)100022)(10)(1807(5
48
5
14
26
2
(e). Langkah ketujuh, hitung defleksi
seketika akibat beban hidup.
ijinLiLi
Li
DiLDiLi
mm
)(79.45
03.2282.67
Kasus 2. Defleksi Balok T-terbalik.
Semua data yang digunakan untuk
menghitung defleksi seketika (immediate
deflection) pada balok T-terbalik ini sama
dengan kasus 1. Lebar sterm bw = 400 mm,
lebar sayap sisi tarik b = 800 mm. Tinggi
balok h = 900 mm, tebal pelat tarik tf = 200
mm dan tinggi efektif d = 850 mm.
Tulangan yang dipakai adalah 4 - #35M (4 x
1000 = 4000 mm2) pada sisi tekan dan pada
sisi tarik dipakai 8 - #35M (8 x 1000 = 8000
mm2), untuk lebih lengkapnya lihat Gambar
5d dan e.
2. Solusi didasarkan pada formula ACI
318 [13] dan SNI 03-2847 [14].
Prosedur perhitungan dengan metoda
ACI 318 dan SNI 03-2847 secara detail
dapat dilihat pada Park dan Paulay [6],
Branson [7], Wang; Salmon dan
Pincheira [11] dan Nawy [12].
(a). Langkah pertama, Cek terhadap
tinggi minimum untuk mengetahui
apakah defleksi perlu diperhitungkan
mml
h 110020
22000
20 > 900 mm
perhitungan defleksi disyaratkan.
(b). Langkah kedua, hitung momen
inersia brutto dan momen inersia
penampang retak dimana
mmh 7002009001
mmy
y
a
a
64.513
)200(800)700(400
)7002
200)(200(800
2
700)700(400
mmyb 36.386636.513900
mmbe 400400800
4
2333
667.03258484849
)2
20036.386)(200)(400()200)(400(
12
1)36.38664.513)(400(
3
1
mmI
I
g
g
Dengan menggunakan nilai
perbandingan elastisitas n = 8, maka
posisi garis netral untuk penampang
retak tertransformasinya adalah
mmx
xx
xxx
10.346
0279000460
)850)(8000(8)50)(4000)(18(2
400
2
2
4
223
74672423316747
)501.346)(4000)(18()1.346850(64000)1.346)(400(3
1
mmI
I
cr
cr
(c). Langkah ketiga, hi tung momen inersia
efektif, eI yang tergantung pada momen
lentur crM yang menyebabkan retak pada
sisi serat tarik,
MPaff cr 396.33062.062.0 '
Prediksi Nilai Kekakuan Lentur Pada Balok Beton Bertulang (Yamin Susanto)
55 | K o n s t r u k s i a
mkNM
M
y
IfM
cr
cr
t
gr
cr
40.286
36.386
)667.03258484849(396.3
703.0
)(407
4.286
max
max
M
M
sajamatibebanuntukM
M
cr
cr
;
347.0
3
max
M
M cr
Dari Pers (9-8) ketentuan ACI atau SNI 03-
2847 Pers.(12), momen inersia efektifnya
adalah,
cr
cr
g
cr
e IM
MI
M
MI
3
max
3
max
1
4529.02713478305)467.72423316747)(262.01()667.03258484849(347.0 mmIe
MPafwE ccc 47.2769130)2400(043.0043.0 5.1'5.1
dimana, cw adalah berat jenis beton
bertulang yang besarannya 2/2400 mkg .
(d). Langkah keempat, hitung defleksi
seketika akibat beban mati adalah,
mm
IE
ML
Di
Di
ec
Di
30.27
)529.02713478305)(47.27691(48
)100022)(10)(407(5
48
5
26
2
(e). Langkah kelima, hitung momen
maksimum yang disebabkan oleh beban
layan mati dan hidup,
mkNM 1087407680max
263.0)(1087
4.286
max
hidupmatibebanM
M cr ;
018.0
3
max
M
M cr
4979.92438509663
)467.72423316747)(018.01()667.03258484849(018.0
mmI
I
e
e
(f). Langkah keenam, hitung defleksi
seketika akibat beban mati tambah beban
hidup,
mm
IE
ML
LDi
LDi
ec
LDi
15.81
)979.92438509663)(47.27691(48
)100022)(10)(1087(5
48
5
26
2
(g). Langkah ketujuh. hitung defleksi
seketika akibat beban hidup,
mmL
ijinLi 11.61360
22000
360
ijinLiDiLDi
DiLDi
mm
)(85.53
30.2715.81
3. Solusi didasarkan pada Persamaan
(11).
(a). Langkah pertama, hitung faktor
tinggi relatif blok persegi ekivalen
dengan Pers. (8a) dan momen nominal
dengan Pers. (9b),
138.0)850)(400)(30(85.0
)300)(40008000(
mkNM
M
n
n
41.1909
)50850)(300(4000)2
138.01()850)(138.0)(400)(30(85.0 2
(b). Langkah kedua, hitung hubungan
antara kurvatur leleh dan tinggi relatif
blok tekan dengan Pers. (10),
002588.0
200000
300)10)](138.0(8.27.0[ 3
d
d
y
y
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
56 | K o n s t r u k s i a
(c). Langkah ketiga, hitung faktor
modifikasi nilai kekakuan balok beton
bertulang akibat beban mati
berdasarkan Pers. (3),
857.041.1909
4075.075.0
(d). Langkah keempat, hitung kekakuan
lenturnya. Karena baloknya merupakan
penampang T-terbalik, maka efek
saysehingga efek sayap tarik harus
diperhitungkan sesuai Pers. (11),
235.0)850(400
)200)(400800(
NmmIE
IE
cc
cc
214
6
10839.7
)002588.0(857.0
)850(1041.1909)]235.0(3.01[
(e). Langkah kelima, hitung defleksi
seketika akibat beban mati.
mm
IE
ML
Di
Di
ec
Di
17.26
)10839.7(48
)100022)(10)(407(5
48
5
14
26
2
(f). Langkah keenam, hitung defleksi
seketika akibat beban hidup dan
mati dengan menggunakan prosedur
diatas,
035.141.1909
10875.075.0
dan,
NmmIE
IE
cc
cc
214
6
10490.6
)002588.0(035.1
)850(1041.1909)]235.0(3.01[
mm
IE
ML
LDi
LDi
ec
LDi
44.84
)10490.6(48
)100022)(10)(1807(5
48
5
14
26
2
(g). Langkah ketujuh, hitung defleksi
seketika akibat beban hidup.
ijinLiLi
Li
DiLDiLi
mm
)(27.58
17.2644.88
Dari analisis di atas, dapat diketahui bahwa
langkah-langkah perhitungan dengan
Pers.(11) jauh lebih sederhana dibanding
dengan cara ACI 318 atau SNI 03-2847.
Hasil perhitungan defleksi sesaat akibat
beban hidup untuk penampang persegi
berdasarkan formulasi ACI 318 dan SNI 03-
2847 adalah 37.69 mm, sedangkan
berdasarkan Pers. (11) adalah sebesar
45.79 mm. Untuk balok T-terbalik defleksi
sesaat akibat beban hidup adalah 53.85 mm
berdasarkan metode ACI 318 dan SNI 03-
2847, sedangkan berdasarkan Pers. (11)
diperoleh 58.27 mm. Kedua metode ini
masih memperlihatkan bahwa defleksi
sesaat akibat beban hidup yang timbul
masih dibawah yang diijinkan.
Hasil hitungan defleksi berdasarkan Pers.
(11) pada penampang persegi
memperlihatkan 21.49% lebih besar dari
metoda ACI 318 atau SNI 03-2847,
demikian juga untuk balok penampang T-
terbalik Persamaan (11) memberikan
8.21% lebih besar dari hasil hitungan
menurut ketentuan ACI 318 atau SNI 03-
2847. Hasil analisis memperlihatkan bahwa
Pers. (11) memberikan nilai lebih
konservatif, dengan demikian sangat tepat
digunakan untuk mengestimasi besarnya
defleksi yang timbul pada balok beton
bertulang akibat beban luar yang beraksi.
Karena defleksi yang berlebihan yang
terjadi pada balok beton bertulang dapat
menyebabkan kerusakan pada elemen non-
struktural. Dengan nilai defleksi yang
terperediksi lebih konservatif dapat
mencegah terjadinya kerusakan pada
elemen-elemen non-struktural, dan juga
sekaligus mengatisipasi risiko yang timbul
Prediksi Nilai Kekakuan Lentur Pada Balok Beton Bertulang (Yamin Susanto)
57 | K o n s t r u k s i a
akibat faktor-faktor ketidapastian dalam
perancangan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil studi perbandingan di
atas terlihat bahwa kekakuan lentur yang
diperlihatkan pada Pers, (11) jauh lebih
praktis dalam aplikasi dan nilai defleksi
yang diperoleh lebih konservatif
dibandingkan dengan ACI 318 dan SNI 03-
2847. Hal ini dapat mengantisipasi faktor-
faktor ketidakpastian yang timbul pada
penggunaan metode kekuatan batas.
Karena pada penggunaan metode kekuatan
batas dapat menghasilkan elemen struktur
balok beton bertulang yang langsing,
dengan demikian kontrol terhadap
kemampuan layan (serviceability limit
state) dengan hasil konservatif sangatlah
dianjurkan. Semakin konservatif nilai yang
diberikan akan memberikan tingkat
kenyamanan yang lebih tinggi bagi para
pemakainya.
REFERENSI
1. Morisco. (1986). “Inelastic Behavior of
Steel Beam-Columns.” Ph.D. Thesis, City
University, London.
2. Morisco. (1990). “Distribusi Tegangan
Tekan Balok Beton pada Beban Batas.”
Makalah Seminar Permasalah Mekanika
Bahan di Indonesia, Pusat Antar
Universitas Ilmu Teknik, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta, 12-13
Pebruari.
3. Morisco. (1990). “Metoda Analisis Kuat
Batas Batang Tekan.” Makalah Kursus
Singkat Mekanika Bahan Lanjutan,
Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,
4-17 Juli.
4. Chen, W. F. dan Atsuta, T. (1977).
Theory of Beam-Columns, Vol. 2. Space
Behaviour and Design. McGraw-Hill,
New York.
5. Espion, B dan Halleux, P. (1990). “Long-
term Deflection of Reinforced Concrete
Beams: Reconsiderations of Their
Variability.” ACI Structural Journal,
87(2), Mar-Apr, hal. 232-236.
6. Park, R dan Paulay, T. (1975).
Reinforced Concrete Structures, John
Wiley & Sons, New York.
7. Bronson, D. E. (1977). Deformation of
Concrete Structures. McGraw-Hill Inc.
New York.
8. El-Metwally dan Chen, W. F. (1989).
“Load-Deformation Relations for
Reinforced Concrete Sections.” ACI
Structural Journal, 86(2), Mar-Apr.,
hal.163-167.
9. Duan, L.; Wang. F. M., dan Chen, W. F.
(1989). “Flexural Regidity of Reinforced
Concrete Members.” ACI Structural
Journal, 86(4), Jul-Aug., hal. 419-427.
10. Roark, R. J. dan Young, W.C. (1975).
Formulas for Stress and Strain. 5th
edition, McGraw-Hill Kogakusha, Japan.
11. Wang, C.K.; Salmon, C.G. dan Pincheira,
J. A. (2007). Reinforced Concrete Design.
7th edition, John Wiley & Sons, Inc.
12. Nawy, E. G. (1985). Reinforced Concrete
– A Fundamental Approach. Prentice-
Hall, Inc.
13. ACI Committee 318 (2011). “Building
Code Requirement for Structural
Concrete (ACI 318M-11) and
Commentary (ACI 318MR-11).”
American Concrete Institute.
Farmington Hills, Mich. 2011. 503 pp.
14. Standar Nasional Indonesia “Tata Cara
Perhitungan Struktur Beton untuk
Bangunan Gedung (SNI 03 – 2847 –
2002).” ITS Press. Surabaya.
Pola Hubungan Antara Kinerja Biaya Dan Dampak Penyimpangan (Yusuf – Ismeth - Achirwan)
59 | K o n s t r u k s i a
POLA HUBUNGAN ANTARA KINERJA BIAYA PROYEK DAN DAMPAK
PENYIMPANGAN BIAYA PROYEK DENGAN PENDEKATAN INDIKATOR COST
OVERRUN PADA PENGELOLAAN SUB KONTRAKTOR
Achirwan
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Yusuf Latief
Ismeth S Abidin
Dosen Tetap Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Indonesia
ABSTRAK : Pengendalian kinerja biaya proyek agar tetap berjalan sesuai dengan rencana adalah penting.
Penelitian ini membahas mengenai pola hubungan antara kinerja biaya proyek dengan dampak
penyimpangan biaya proyek dengan pendekatan indikator cost overrun, terutama pada pengelolaan sub
kontraktor, studi dikhususkan pada proyek gedung bertingkat terutama dikota Jakarta, Bogor,
Tanggerang dan Bekasi. Berdasar dari bahan hasil penelitian yang sebelumnya, didapat 4 indikator cost
overrun pada pengelolaan sub kontraktor, yang masing masing atau kombinasi diantaranya sebagai
ukuran dari dampak yang menyebabkan turunnya kinerja proyek, dari indikator tersebut akan dikaji
dengan menggunakan perangkat pengolah data SPSS, pada bagian mana penyebab paling significant
mempengaruhi penurunan kinerja biaya. Dari dampak yang significant selanjutnya diindentifikasi
penyebabnya, untuk kemudian dilakukan corrective action (langkah perbaikan).
KATA KUNCI : kinerja biaya proyek, gedung bertingkat, subkontraktor, indicator cost overrun, dampak,
penyebab, tindakan koreksi.
ABSTRACT : Managing project cost performance in order to run the schedule on time is very
important.This research paper conducts relationship between project cost performance and the impact of
project cost overrun with cost overrun as an approach indicator mainly for sub contractor management.
This study is focused on high rise buildings for the area of Jakarta, Bogor, Tangerang and Bekasi. Referring
to the previous research there are four cost overrun indicators on sub contractor management where all of
them or combination among them can be classified as measured impact which will cause the decrease of
project performance. Using SPSS software to find most significant impact that affects the decrease of
Project Performance will further assess those indicators. From those significant impacts the cause can then
be identified and be given some corrective actions
Keywords: project cost performance, high rise building, sub contractor, indicator cost overrun, impact,
corrective action
PENDAHULUAN
Latar belakang masalah Salah satu indikator
keberhasilan suatu proyek adalah memberikan
keuntungan finansial yang memadai bagi
kontraktor, untuk itu selama pelaksanaan
proyek perlu dikendalikan pembiayaan proyek
atau cost control yang ketat. Permasalahan
yang ada ialah sulitnya mengetahui indikator
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
60 | K o n s t r u k s i a
penyimpangan biaya yang berdampak terhadap
penurunan kinerja proyek. Bila mengetahui
dengan cepat dan tepat indicator cost overrun
dan penyebab sumber penyimpangan biaya
proyek maka corrective action dapat dilakukan
dengan efektif. Dari hasil survey, dan
wawancara dengan para ahli (Levi. 2002)(¹)
serta literatur lainnya, telah dikumpulkan dan
dikelompokkan dampak dan penyebab
penyimpangan biaya proyek. Untuk itu dengan
menggunakan pengolah data statistik,
diharapkan akan diketahui dampak dampak
yang significant.
Menurut (Zhan ,1998)(²) variabel yang harus
dikendalikan dan dikontrol yaitu: material,
tenaga kerja, peralatan subkontrak, overhead
dan kondisi umum. Pengendalian sub
kontraktor perlu dilakukan karena 80 sampai
90 % anggaran proyek berada di pengelolaan
sub kontraktor ( Hinze dan Tracey, 1994)(³)
Memanfaatkan subkontrak adalah dalam
rangka mengalihkan resiko, memanfaatkan
spesialisali keahlian yang ada pada subkon dan
memudahkan pengendalian dilapangan
(Clough,1986).(4)
Menurut (Clough) kembali, tahap tahap dalam
pengendalian subkontrak, adalah :
pemilihan subkontraktor
tahap negosiasi
tahap pengesahan
persiapan kontraktor
tahap pengawasan dan tahap pembayaran
kemudian hal lain yang juga penting adalah
komunikasi, koodinasi, dan integrasi.
Pengendalian merupakan suatu kegiatan untuk
mencapai tujuan proyek yaitu selesainya
proyek sesuai dengan mutu, waktu dan biaya
yang telah ditetapkan. Pengendalian bertujuan
untuk memonitor dan mengkoordinasi secara
teratur hasil kerja dari pelaksanaan yang
dibandingkan dengan rancangan/ perencanaan.
Apabila terjadi penyimpangan maka rencana
dapat diubah atau dimodifikasi. Dalam
pengendalian terdapat tiga langkah proses,
yaitu : mengukur kemajuan yang dicapai,
mengevaluasi bilamana terjadi varians/
penyimpangan, tindakan koreksi apabila terjadi
penyimpangan (Kerzner, 1995). (5)Dalam
pengendalian biaya ada beberapa variabel yang
harus dimonitor dan dikendalikan yaitu :
tenaga kerja, material, peralatan, subkontrak,
general condition dan overhead (Zhan, 1998).
Biaya dari keenam variabel tersebut
merupakan bagian dari keseluruhan biaya
proyek.
Salah satu variabel pengendalian biaya pada
saat pelaksanaan konstruksi yaitu subkontrak.
Subkontrak merupakan suatu kebijakan untuk
mengikutsertakan atau menggunakan sumber
daya pihak lain (outsourcing) dengan beberapa
pertimbangan yaitu efisiensi sumber daya milik
sendiri serta menyerahkan suatu pekerjaan
kepada spesialis (Clough, 1986), (Asiyanto,
2001).(6)
Maksud diadakannya penelitian ini untuk
mengkaji berbagai faktor dampak
penyimpangan biaya pada pengelolaan sub
kontraktor
Tujuannya untuk mengetahui faktor faktor
dampak yang significant, atau berpengaruh
terhadap penurunan kinerja biaya proyek.
Pendekatan penelitian diawali dari studi
perpustakaan untuk menyajikan teori tentang
pengendalian proyek secara umum, kemudian
pengendalian biaya proyek, dan lebih
mendalam tentang pengendalian sub
kontraktor. Subkontraktor yang dimaksud pada
penelitian ini adalah subkontraktor yang dipilih
oleh kontraktor utama, bukan merupakan NSC
(Nominated Sub-Contractor)/ subkontraktor
yang ditunjuk owner. Sedangkan kebijakan
subkontrak ditinjau berdasarkan
pengelolaannya oleh kontraktor utama.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat untuk digunakan ;
1. Bahan pertimbangan bagi seorang manajer
bila pada proyek yang ditanganinya
khususnya proyek gedung bertingkat pada
bidang sub kontraktor, terlihat menurun
Pola Hubungan Antara Kinerja Biaya Dan Dampak Penyimpangan (Yusuf – Ismeth - Achirwan)
61 | K o n s t r u k s i a
kinerja biaya proyeknya, maka dapat
diambil tindakan tindakan pengendalian
dengan pertimbangan hasil penelitian ini.
2. Sebagai bahan pertimbangan dalam
melakukan pengelolaan subkontrak sejak
tahap awal.
PENGENDALIAN BIAYA PROYEK
PEGENDALIAN PROYEK KONSTRUKSI
Organisasi ahli rekayasa mengakui bahwa
menurunnya kinerja dari fungsi manajemen
proyek dapat disebabkan karena hilangnya
produktivitas dan beberapa pengeluaran yang
disebabkan (7):
1. Tidak efisiennya penggunaan personil
teknis.
2. Macam-macam keterlambatan yang tidak
sesuai dengan yang telah direncanakan.
3. Tidak adanya komunikasi.
4. Perubahan lingkup pekerjaan yang tidak
terdokumentasi dan masalah–masalah
teknis.
5. Koordinasi antara fungsionaris organisasi
yang tidak efektif.
6. Pengeluaran yang tidak sah.
7. Manajemen yang tidak proaktif tetapi
reaktif.
8. Kecilnya keuntungan karena kesalahan
pembiayaan yang diulang-ulang.
9. Penambahan biaya dari penggunaan
kontraktor untuk mengatur proyek.
Karena masalah-masalah tersebut diatas maka
pada pelaksanaannya sangat diperlukan
pengendalian proyek agar penyimpangan yang
terjadi dapat ditekan menjadi sekecil mungkin.
Pengendalian Biaya proyek
Di negara berkembang dan negara yang belum
berkembang, tingkat pendidikan personil
proyek biasanya masih terbatas. Penambahan
sumber daya yang terbatas ini dapat dicegah
dengan manajer-manajer yang punya teknik
pengendalian yang efektif. Tujuan utama dari
manajemen proyek pada negara berkembang
lebih kepada pengendalian biaya dari pada
jadwal dan kualitas (8) Untuk kontraktor,
pengendalian biaya akan membantu kontraktor
dalam mengendalikan biaya proyek
Tujuan pengendalian biaya pada perusahaan
konstruksi itu sendiri adalah (9) :
1. Mengevaluasi kemampuan perusahaan
untuk mendapatkan keuntungan selama
masa konstruksi.
2. Memperkirakan terjadinya penyimpangan
antara anggaran dengan pelaksanaan
sehingga diambil tindakan koreksi jika
diperlukan.
3. Melakukan efisiensi dalam perusahaan.
4. Merekam informasi penggunaan sumber
daya, biaya, dan produktivitas untuk
perencanaan yang akan datang.
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah
metode penelitian deskriptif.,(10)
Pengumpulan data dilakukan dengan cara
wawancara dan menyebarkan questioner.
Kemudian tabulasi serta analisa statistik ,
(dengan alat program SPSS) yang dilakukan
terhadap data yang telah dikumpulkan.
Penelitian ini untuk membangun suatu struktur
yang dapat memberikan rekomendasi tindakan
koreksi terhadap penyimpangan biaya proyek
pada pengelolaan subkontrak. Berdasarkan
pendekatan utama dari penelitian ini adalah
pengendalian biaya proyek dan
penyimpangannya, sub-nya adalah masalah
pengelolaan subkontrak. Sedangkan knowledge
acquisition berdasarkan kepada penyebab,
dampak, serta rekomendasi tindakan koreksi.
Penyebab serta dampak tersebut merupakan
variabel. Variabel adalah objek penelitian atau
apa yang menjadi titik perhatian suatu
penelitian (Arikunto, 1998).(11)
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
62 | K o n s t r u k s i a
Berdasarkan beberapa literatur yang
mendukung tentang tahap-tahap pada
pengelolaan subkontrak, penyebab terjadinya
penyimpangan tersebut dikelompokkan
menjadi 9 (sembilan) hal utama dalam
pengelolaan subkontrak yaitu :
1. Perencanaan,
2. Kontraktual,
3. Pengorganisasian
4. Kinerja subkontraktor,
5. Jadwal pelaksanaan,.
6. Tuntutan pembayaran
7. Pekerjaan tambah kurang
8. Faktor eksternal,
9. pengawasan dan pengendalian,
Untuk mendapatkan data tersebut, digunakan
jenis pertanyaan yang sesuai dengan metode
penelitian Yin (1994),(12) yaitu pertanyaan-
pertanyaan sebagai berikut:
‘Apa’ saja dampak-dampak yang mempunyai
tingkat resiko signifikan/tinggi yang dapat
menurunkan kinerja biaya pengelolaan subkon.
‘Berapa besar‘ probabilitas terjadinya cost
overrun pada biaya pengelolaan subkon bila
dampak-dampak tersebut terjadi dalam suatu
proyek gedung bertingkat.
Penetapan teknik analisa dan pengolahan data.
Dalam penelitian ini teknik analisa data
ditetapkan dengan menggunakan 2 (dua)
metode yaitu metode tingkat resiko (risk level)
untuk menentukan tingkat resiko dari masing-
masing dampak dan dilanjutkan dengan metode
matematik statistik yaitu analisa korelasi untuk
menentukan dampak negatif, dan analisa
regresi untuk pembentukan model matematis,
yang dalam prosesnya menggunakan alat bantu
yaitu software SPSS 11.0.
Dari analisa tingkat resiko (risk level) akan
diketahui tingkat resiko dari masing masing
dampak berdasarkan indikator cost overrun dan
kombinasinya. Kriteria dampak yang akan
diambil untuk dilakukan pembentukan model
dengan analisa statistik adalah dampak-
dampak cost overrun yang mempunyai tingkat
resiko signifikant (S) dan high (H). Adapun
proses selanjutnya yaitu pembentukan model
dengan analisa statistik dapat dilihat pada
gambar 1
KLARIFIKASI / VALIDASI
Setelah proses penentuan tingkat resiko dengan
metode risk level dan keluar dampak-dampak
yang mempunyai resiko tinggi dan signifikan,
maka diadakan klarifikasi / validasi yang
dilakukan dengan cara pembuatan kuisioner
untuk kemudian dilakukan wawancara dengan
pokok pertanyaan berdasarkan variabel
dampak yang mempunyai tingkat resiko tinggi
dan signifikan untuk mendapat tanggapan dan
penjelasan dari pakar, sebelum dilanjutkan ke
proses berikutnya yaitu :
PEMBENTUKAN MODEL DAN PENENTUAN PROBABILITAS.
Penelitian ini adalah pengembangan dari
metode analisa yang digunakan yaitu dengan
analisa tingkat resiko (risk level) untuk mencari
dampak-dampak yang mempunyai resiko yang
signifikan/tinggi dengan pendekatan indikator
cost overrun, untuk kemudian dicari
pemodelannya dengan analisa statistik, dengan
tujuan agar apabila dampak-dampak tersebut
terjadi dalam suatu proyek maka dapat
diperkirakan berapa besar penurunan kinerja
biaya yang akan terjadi, khususnya biaya
subkon.
Cara pengumpulan data dilakukan dengan 3
cara. Pertama dengan melakukan studi
lapangan yaitu dengan melakukan survei
kepada perusahan-perusahaan konstruksi.
Kedua dengan cara melakukan studi literatur
yang termuat didalam buku-buku, jurnal dan
berbagai media. Ketiga dengan cara melakukan
wawancara kepada para pakar. Pengumpulan
data dilakukan dalam 2 tahap.
Pola Hubungan Antara Kinerja Biaya Dan Dampak Penyimpangan (Yusuf – Ismeth - Achirwan)
63 | K o n s t r u k s i a
Data primer dan sekunder yang diperoleh dari
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Febrizal (Levi), yaitu terdiri dari :
Data tentang penyebab, dampak dan indikator
cost overrun pada biaya Subkon yang diperoleh
dari wawancara yang ditujukan kepada para
pakar manajemen peralatan dan berbagai studi
literatur.
Data tentang tingkat pengaruh masing-masing
dampak dan frekuensi terjadinya dampak pada
suatu proyek, yang diperoleh dari penyebaran
kuisioner yang ditujukan kepada pimpinan
proyek.
Data tentang rekomendasi tindakan koreksi
yang diperoleh dari wawancara yang ditujukan
kepada para pakar manajemen Subkon.
Data primer yang diperoleh dari penyebaran
kuisioner dan wawancara pakar yang terdiri
dari :
Data verifikasi terhadap besarnya sumber
resiko pada masing-masing indikator cost
overrun.
Data validasi terhadap indikator cost overrun
dan dampak signifikan hasil penelitian
berdasarkan tingkat resiko yang
signifikan/tinggi yang ditujukan kepada para
pakar dan untuk mengetahui alternatif lain dari
rekomendasi tindakan koreksi sebelumnya.
PENENTUAN TINGKAT RESIKO (RISK LEVEL)
Penentuan tingkat resiko atau Risk Level
dilakukan untuk mengetahui tingkat resiko dari
masing-masing dampak. Analisa ini dipengaruhi
oleh dua kriteria yaitu: tingkat pengaruh
dampak dan frekuensi terjadinya dampak. Skala
tingkat pengaruh ini merupakan hasil olahan
yang didapat dari penilaian kriteria dampak
akibat terjadinya penyimpangan biaya pada
manajemen proyek mengacu pada Kerzner
(1995):
1. Proyek berjalan sesuai dengan rencana
(jadwal dan biaya)
2. Proyek berjalan sesuai dengan rencana,
tetapi ada perubahan spesifikasi
3. Proyek tidak berjalan sesuai rencana,
tetapi ada perubahan desain dan metode
4. Proyek tidak berjalan sesuai dengan
rencana, tetapi ada perubahan desain dan
metode yang mempengaruhi kinerja
5. Proyek berhenti.
Kriteria frekuensi dari dampak yang terjadi
dalam penelitian ini merupakan kombinasi
antara teknik evaluasi kualitatif standart New
Zealand mengenai manajemen resiko (AS 4360-
1995) dengan penaksiran nilai resiko RAMP
(Risk Analysis and managemen for Project) yang
telah dikombinasi, yaitu :
1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang kadang
4. Sering
5. Selalu.
Analisis tingkat resiko atau Risk Level dilakukan
untuk mengetahui tingkat resiko dari data hasil
survei melalui kuisioner. Analisis tingkat resiko
atau Risk Level dapat dilakukan secara kualitatif
dengan membuat matrik tingkat resiko
(Soemardi 2002) (12) dari kriteria tingkat
pengaruh dampak dan frekuensi terjadinya
dampak.
PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN
Adapun populasi dari penelitian ini adalah
perusahaan konstruksi yang proyeknya
berlokasi di Jabotabek, Riau dan Lampung. Jenis
data yang digunakan ada 2 yaitu :
1. Data secondair yang diperoleh dari
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Levi (2000), dan Ridwan 2001, yaitu terdiri
dari :
a) Data tentang indikator cost overrun
berdasarkan penyebab dan dampak
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
64 | K o n s t r u k s i a
penyimpangan biaya pengelolaan
subkon yang diperoleh dari wawancara
yang ditujukan kepada para pakar
manajemen pengelolaan subkon.
b) Data tentang tingkat pengaruh masing-
masing dampak dan frekuensi
terjadinya dampak pada suatu proyek
yang diperoleh dari penyebaran
kuisioner yang ditujukan kepada
pimpinan proyek.
2. Data primer yang diperoleh dari
penyebaran kuisioner dan wawancara
pakar yang terdiri dari :
a) Data validasi terhadap dampak
signifikan hasil penelitian berdasarkan
tingkat resiko yang ditujukan kepada
para pakar dan untuk mengetahui
tindakan koreksi yang harus dilakukan
dari dampak signifikan tersebut.
Untuk data mengenai dampak, penyebab,
tindakan koreksi dan indikator cost overrun
diatas, responden dari penelitian sebelumnya
terdiri dari 5 sampel sedangkan responden
untuk validasi indikator Cost Overrun terdiri
dari 25 sampel
Hasil pengisian indikator cost overrun dari 5
sampel dari penelitian sebelumnya, hasil
validasi kepada 25 sampel dan penggabungan
keduanya berdasarkan banyaknya prosentase
sumber resiko terhadap masing-masing
indikator. Tabel 4.1
Dari hasil analisa dapat disimpulkan bahwa
sumber resiko cost overrun yang telah
diidentifikasi mempunyai prosentase paling
besar pada indikator biaya Subkontrak
Finishing(Arsitektur)
Sedangkan untuk data tingkat pengaruh dan
frekwensi terjadinya dampak cost overrun yang
didapat melalui penyebaran kuisioner,
responden terdiri dari gabungan 29 dan 34
sampel. Untuk analisa statistik, dari 63 sampel
tersebut, data yang digunakan adalah data yang
masuk dalam layer, sedangkan untuk analisa
tingkat resiko, data digunakan semuanya yaitu
63 sampel. Adapun profil data respondennya
dapat dilihat pada tabel 4.2 yaitu profil data 29
perusahaan dan tabel 4.3 yaitu profil data
proyek yang dilaksanakan.
Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa responden
paling banyak adalah jenis perusahaan swasta
yaitu 20 perusahaan, sedangkan menurut jenis
kualifikasinya sebagian besar yaitu 16
perusahaan termasuk kualifikasi A.
Berdasarkan jumlah proyek yang dikerjakan 11
perusahaan kurang dari 10 proyek dan 13
perusahaan lebih dari 10 proyek per tahun.
Untuk sistem mutu perusahaan sebagian besar
sudah menggunakan ISO 9000 yaitu 10
perusahaan.
Pola Hubungan Antara Kinerja Biaya Dan Dampak Penyimpangan (Yusuf – Ismeth - Achirwan)
65 | K o n s t r u k s i a
Tabel 4.1 Prosentase Indikator berdasarkan sumber resiko
NO. Indikator Biaya
(%)
Penelitian
Sebelumnya
(%) Validasi (%)
Penggabungan
1
Anggaran Biaya Subkontrak
Finishing 60.07% 26.317% 43.19 %
2
Anggaran Biaya Subkontrak
Struktur Bawah 21.91 % 23.48% 22.695 %
3
Anggaran Biaya Subkontrak M
/E 9.89 % 24.79% 17.34 %
4
Anggaran Biaya Subkontrak
Struktur Atas 8.13 % 25.41% 16.77%
Sumber : Hasil olahan data
Tabel 4.3 Data Umum Profil Perusahaan No. Uraian Kegiatan Jumlah sampel
A Jenis Perusahaan :
Pemerintah Swasta Kerjasama
8
20
-
B Kualifikasi Perusahaan : Kualifikasi A Kualifikasi B
16
10
C Jumlah Proyek / tahun : < 10 proyek / tahun > 10 proyek / tahun
11
13
D Sistem Mutu Perusahaan : 4 ISO 9000 5 Belum memiliki sertifikat
10
18
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
66 | K o n s t r u k s i a
Tabel 4.4 Data Umum Profil Perusahaan No. Uraian Kegiatan Jumlah sampel
1 Proyek Gedung bertingkat, jumlah lantai :
a) 5 - 8
b) diatas 8
2 Lokasi
a) Jabotabek 16
b) Lampung
c) Riau
3 Waktu Pelaksanaan
a) kurang dari enam bulan 9
b) lebih dari enam bulan 16
4 Nilai Proyek
a) 1 - 3 milyar 8
b) lebih dari 3 milyar 19
Pola Hubungan Antara Kinerja Biaya Dan Dampak Penyimpangan (Yusuf – Ismeth - Achirwan)
67 | K o n s t r u k s i a
Untuk data umum proyek dapat dilihat dari
tabel 4.3 yaitu proyek semuanya adalah gedung
bertingkat lokasinya 16 proyek di Jabotabek
sisanya di Lampung dan Riau, nilai proyek rata-
rata cukup besar yaitu sejumlah 19 proyek
lebih dari 6 miliar.
ANALISIS RISK LEVEL
Risk level disini maksudnya adalah analisa
kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui
tingkat resiko dari masing-masing dampak cost
overrun yang terjadi dalam suatu proyek
konstruksi gedung bertingkat khususnya dalam
manajemen peralatan. Penentuan tingkat resiko
didasarkan pada tabel matrik seperti yang
terlihat pada tabel
Tabel 4.5Matrik tingkat resiko berdasarkan tingkat pengaruh
dan frekwensi kejadian
(1)
Tidak
perna
h
(2)
Jarang
(3)
Kadang
-kadang
(4)
Sering
(5)
Selalu
1. Proyek berjalan sesuai rencana
L L L M S
2. Proyek berjalan
sesuai rencana,
ada perubahan
spesifikasi
L L M S S
3. Proyek tidak
berjalan sesuai
rencana, ada
perubahan desain
dan metode
M M S S H
4. Proyek tidak
berjalan sesuai
rencana, ada
perubahan desain
dan metode yang
mempengaruhi
kinerja
S S
H H H
5. Proyek berhenti S H H H H
Sumber : Hasil modifikasi dari Soemardi, Tresna, P. (2002), Bahan Kuliah Biaya dan Manajemen
Resiko, Magister Teknik, Kekhususan Manajemen Konstruksi, Universitas Indonesia, Jakarta
Frekwensi
Tingkat Pengaruh
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
68 | K o n s t r u k s i a
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa resiko
yang dibagi menjadi 4 kategori yaitu : L
(low), M (medium), S (Signifikant) dan H
(high). Maksud dari masing-masing ketegori
tersebut adalah sebagai berikut :
L : Resiko rendah, ditangani oleh
prosedur rutin.
M : Resiko sedang, tanggung jawab
manajemen perlu dijelaskan.
S : Resiko yang berarti, diperlukan
perhatian manajemen senior.
H : Resiko yang tinggi, Penelitian yang
rinci dan manajemen diperlukan pada
tingkat senior.
Penentuan Modus.
Modus adalah nilai yang paling sering keluar.
Artinya dari 63 responden, nilai tingkat
pengaruh dan nilai frekwensi berapakah yang
paling banyak dipilih.. Dari tabel 4.11 dapat
dilihat pilihan responden yang terbanyak
adalah yang diarsir warna abu-abu. Pada tabel
diberikan contoh pada indikator arsitektur
yang mendapat nilai resiko M dan S
Tabel 4.6 Penentuan Tingkat Resiko Pada Indikator 3 ( Arsitektur), Level M dan S
no no Coding Dampak Terhadap Kinerja Biaya Akibat Modus
Urut var Dampak Terjadinya Penyimpangan Biaya Pada Tingkat Tingkat Tingkat
Pengelolaan Subkon Pengaruh Frekuens Resik
A. PERENCANAAN
1. Kesalahan dalam menentukan jenis-jenis pekerjaan yang akan disubkontrakkan
1 1 A,1,1 3 2 M
2 2 A,1,2 3 2 M
2. Kesalahan dalam menentukan kuantitas pekerjaan yang akan disubkontrakkan
3 3 A,2,1 2 3 M
4 4 A,2,2 3 2 M
3. Kesalahan dalam memprediksi kondisi lapangan dan kejadian yang akan datang
5 5 A,3,1 3 2 M
6 6 A,3,2 3 2 M
7 7 A,3,3 3 2 M
4. Gambar kerja dan spesifikasi yang kurang jelas
8 8 A,4,1 3 2 M
6. Estimasi biaya pekerjaan subkontraktor yang kurang tepat/ kurang realistis
Pola Hubungan Antara Kinerja Biaya Dan Dampak Penyimpangan (Yusuf – Ismeth - Achirwan)
69 | K o n s t r u k s i a
9 12 A,6,2 3 2 M
7. Pengaturan waktu dan lahan yang kurang baik untuk
pekerjaan subkontraktor yang akan bekerja
10 13 A,7,1 2 3 M
9. Kesalahan dalam pemilihan subkontraktor
11 18 A,9,1 3 2 M
12 19 A,9,2 3 2 M
10. Data dan informasi tentang kinerja subkontraktor yang kurang
lengkap
13 20 A,10,1 3 2 M
14 21 A,10,2 3 2 M
B. KONTRAKTUAL
1. Kurang lengkapnya klausul-klausul subkontrak
15 22 B,1,1 n 3 2 M
3. Tidak adanya pengaturan tentang perselisihan dan penyelesaiannya
antara pihak-pihak yang terlibat dalam proyek
16 27 B,3,1
berlarut
3 2 M
no no Coding Dampak Terhadap Kinerja Biaya
Akibat
Modus
Urut var Dampak Terjadinya Penyimpangan Biaya Pada Tingkat Tingkat Tingkat
Pengelolaan Subkon Pengaruh Frekuens Resik
17 28 B,3,2 3 2 M
18 29 B,3,3 3 2 M
4. Tidak adanya pengaturan tentang pemutusan subkontrak
19 30 B,4,1 3 2 M
C. PENGORGANISASIAN
1. Komunikasi dan koordinasi yang kurang
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
70 | K o n s t r u k s i a
baikantara
kontraktor utama dan subkontraktor
21 34 C,1,1
efektif
3 2 M
7. Kurang tegasnya kontraktor utama dalam pemberian sanksi atas
pelanggaran yang dilakukan oleh subkontraktor
22 46 C,7,1 3 2 M
D. KINERJA SUBKONTRAKTOR
1. Kurangnya pengetahuan subkontraktor mengenai karakteristik proyek
23 48 D,1,1 3 2 M
2. Kurangnya kemampuan subkontraktor dalam hal pendanaan/ finansial
24 51 D,2,1 3 2 M
25 52 D,2,2 3 2 M
4. Kurangnya produktivitas
lapangandarisubkontraktor
26 55 D,4,1 3 2 M
5. Teknologi yang dimiliki subkontraktor ternyata kurang memadai
27 56 D,5,1 3 2 M
E. JADWAL PELAKSANAAN
1. Kegiatan yang sebelumnya (predecessor) terjadi keterlambatan
28 58 E,1,1 3 2 M
3. Terjadinya rework/ kerja ulang akibat hasil kerja yang tidak sesuai standar
29 62 E,3,1 2 3 M
30 63 E,3,2 3 2 M
G. CHANGE ORDERS
(PEKERJAAN TAMBAH KURANG)
1. Tidak adanya klausul dalam subkontrak yang menjelaskan
tentang pekerjaan tambah kurang (change orders)
Pola Hubungan Antara Kinerja Biaya Dan Dampak Penyimpangan (Yusuf – Ismeth - Achirwan)
71 | K o n s t r u k s i a
31 70 G,1,1 han 3 2 M
3. Terjadinya perubahan design
32 75 G,3,2 3 2 M
33 76 G,3,3 3 2 M
H. FAKTOR EKSTERNAL
1. Terjadi force majeur : bencana alam,
krisisekonomi,
politik, hankam, dll (bila tidak terdapat dalam
kontrak)
34 79 H,1,1 4 2 S
35 80 H,1,2 3 2 M
36 81 H,1,3
4 1 S
2. Kondisi cuaca dan iklim yang tidak baik (bila tidak terdapat dalam kontrak)
37 83 H,2,2
pelaksanaankegiatankontruksi
3 2 M
3. Perubahan peraturan pemerintah dan perundang-
undangan
(bila tidak terdapat dalam kontrak)
38 85 H,3,1 4 2 S
39 86 H,3,2 3 2 M
40 87 H,3,3 rofit kontraktor berkurang 3 2 M
no no Coding Dampak Terhadap Kinerja Biaya Akibat Modus
Urut var Dampa
k
Terjadinya Penyimpangan Biaya Pada Tingkat Tingkat Tingkat
Pengelolaan Subkon Pengaruh Frekuens Resik
I. PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
1. Penyelenggaraan rapat koordinasi yang sangat kurang
41 90 I ,1,3 3 2 M
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
72 | K o n s t r u k s i a
6. Kurangnya pengawasan pekerjaan subkontraktor di
lapangan
42 98 I,6,2 3 2 M
7. Penempatan pengawas yang tidak sesuai dengan
kualifikasi
43 99 I,7,1
efektif
3 2 M
8. Kurang baiknya pengendalian kemajuan pekerjaan subkontraktor
44 10
0
I,8,1 3 2 M
KESIMPULAN
1. Dari 4 indikator cost overrun pada
pengelolaan Subkontrak yaitu biaya
pengelolaan subkon untuk, sub struktur,
upper structure,arsitektur, dan mekanikal
elektrikal, didapati variabel dampak resiko
cost overrun paling besar terdapat pada
indikator biaya pengelolaan subkon
arsitektur
2. Dari hasil analisa tingkat resiko yang telah
dilakukan berdasarkan kriteria yang telah
ditentukan, diperoleh dampak–dampak
yang mempunyai tingkat resiko pada
indikator 3 (arsitektur) yaitu Significant
(S), 3 buah, dan Medium (M), 41 buah, dari
101 variabel, ini dapat juga disimpulkan 50
% dampak berkelas medium, tidak ada
satupun dampak yang mempunyai tingkat
resiko High (H).
3. Hasil analisa tingkat resiko berdasarkan
kombinasi indikator cost overrun pada
pengelolaan subkon menunjukkan bahwa
indikator 3 (biaya pengelolaan subkon
arsitek) mempunyai dampak-dampak
signifikan terbanyak yaitu 44 variabel
dampak dan seiring dengan jumlah
indikator yang dikombinasi maka jumlah
dampak yang signifikan semakin kecil, dan
yang paling kecil ada pada indikator 2 dan
kombinasi indikator 8 ( indikator 2 dan 3)
sebanyak 8 variabel
4. Setelah dilakukan analisa regresi
berdasarkan output dampak hasil analisa
tingkat resiko maka tidak semua dampak
yang mempunyai tingkat resiko signifikan
dapat dimodelkan. Dari 44 variabel hasil
analisa resiko, 37 variabel yang
mempunyai dua atau satu bintang, atau
tingkat significant 5 % atau 1 %,
kemudian dari 37 variabel, hanya 24 yang
mempunyai nilai distribusi,(Anderson
Darling), dari 24 variabel , hanya 19
variabel yang mempunyai nilai pada model
yang terbentuk.
5. Dampak-dampak yang mempunyai tingkat
resiko signifikan dan dapat membentuk
model matematis membuktikan hipotesa
awal yaitu “Terjadinya dampak-dampak
yang beresiko signifikan/tinggi pada biaya
pengelolaan subkon dalam suatu proyek
konstruksi mengakibatkan turunnya
kinerja biaya, sehingga bisa mengakibatkan
terjadinya cost overrun”.
6. Dari hasil validasi pakar diperoleh
alternatif rekomendasi tindakan koreksi
yang diharapkan dapat meningkatkan
kinerja biaya pengelolaan subkon.
Pola Hubungan Antara Kinerja Biaya Dan Dampak Penyimpangan (Yusuf – Ismeth - Achirwan)
73 | K o n s t r u k s i a
Daftar Pustaka
[1] Ariany Frederika, “ Journal Ilmiah Teknik
Sipil”, Denpasar 2010
[2] Budi Santoso , “ Manajemen Proyek “,
Surabaya, 2003
[3] Bachtiar Ibrahim, “Rencana dan Estimate
Real Of Cost”, Jakarta, 1993
[4] Harold Kerzner, “Project Management : A
System Approach to Planning ,
Scheduling, and Controlling (8th
Ed.ed)”,Wiley, 2003
[5] Iman Soeharto , “ Manajemen Proyek ”,
Jakarta, 1995
[6] Iman Soeharto, “Manajemen Proyek Dari
Konseptual Sampai Operasiona”,
Jakarta, 1999
[7] Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Republik Indonesia, “Waktu Kerja Lembur
dan Upah Kerja Lembur ”, Jakarta 2004
[8] Patrick,S.W.F dan Mingen,Li (2004). “Risk
Assessment Model of Tendering for
Chinese Building Projects. Journal of
Constructions Engineering and
Management”, ASCE. 2004.
[9] Paulus Nugraha, ”Manajemen Konstruksi
2”,Surabaya, 1985
[10] Susapto, “Manajemen Konstruksi 3”,
Malang, 2001
[11] Wahana Komputer, “Panduan Praktis
Microsoft Project”, Yogyakarta, 2010
[12] Wulfram I Ervianto, “Manajemen Proyek
Konstruksi”, Yogyakarta, 2002
Analisis Konstruksi Gable dengan Rafter menggunakan Profil Baja Honeycob dan Truss (Ihsanudin - Haryo)
75 | K o n s t r u k s i a
ANALISIS KONSTRUKSI GABLE DENGAN RAFTER MENGGUNAKAN PROFIL BAJA
HONEYCOMB DAN TRUSS
Ihsanuddin
PT. Glitterindo Pratama
Haryo Koco Buwono
Dosen Tetap Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta
ABSTRAK : Dengan makin maraknya bisnis pergudangan, mendorong para investor atau owner untuk
dapat mengembangkan usahanya. Salah satu diantaranya adalah pembangunan gudang, yang mana dari
usaha tersebut dapat menghasilkan keuntungan atau profit yang cukup menjanjikan. Untuk itu para
investor atau owner berbondong – bondong membangun gudang di area kawasan pergudangan.
Maksudnya adalah mengevaluasi pekerjaan konstruksi kuda-kuda baja dengan system truss dan
honeycomb dengan bentang 40 m’ yang dilaksanakan di PT Multisarana Bahtera, yang beralamat di
Marunda Center dan penanggung jawab desain oleh PT Glitterindo Pratama. Tujuannya adalah
mendapatkan desain struktur kuda-kuda baja dengan bentang panjang yang efektif, efesien dan
ekonomis, agar dapat digunakan sebagai bahan rujukan dunia industri. Gable Frame biasanya digunakan
sebagai struktur industri. Suatu gable frame mempunyai berbagai macam komponen yang berperan
dalam menunjang kekuatan strukturnya secara keseluruhan, yaitu antara lain: rafter, kolom, base plate,
haunch dan stiffener. Struktur Truss adalah suatu struktur yang terdiri dari elemen-elemen batang yang
disambung sama lain, yang mana elemen-elemen tersebut dalam analisis dapat dimodelkan sebagai 1D,
yang mana gabungan – gabungan elemen 1D dapat membentuk elemen 2D dan elemen 3D (Space).
Konstruksi kuda-kuda system Honeycomb lebih berat 25,84% dibandingkan sistem Truss. Efek atau reaksi
torsi dari system Truss lebih besar 20,18% dibandingkan Honeycomb.
KATA KUNCI : gable, honeycomb, truss, rafter, 2D, 3D
ABSTRACT : With the increasing proliferation of warehousing business, encouraging investors or owner to
be able to expand its business. One of them is the construction of the warehouse, which of these businesses
can make a profit or profit is quite promising. For the investor or owner throng - throng to build
warehouses in the area of warehouse area. The point is to evaluate the construction work horses and steel
with honeycomb truss system with span 40 m 'are implemented in PT Multisarana Ark, which is located in
Marunda Center and the person in charge of the design by Glitterindo Pratama PT. Its objective was to
design structural steel horses with long spans of effective, efficient and economical, so that it can be used
as reference material industry. Gable Frame is usually used as industrial structure. A gable frame have
various components that play a role in supporting the overall strength of the structure, among other
things: rafter, column, base plate, haunch and stiffener. Truss structure is a structure consisting of rod
elements which are connected with each other, which of these elements in the analysis can be modeled as
1D, which combined - combined 1D elements can form 2D elements and 3D elements (Space). Construction
horses Honeycomb system 25.84% heavier than Truss system. Effect or reaction torque of a larger system
Truss 20.18% compared to Honeycomb.
Keywords: gable, honeycomb, truss, rafter, 2D, 3D
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
76 | K o n s t r u k s i a
PENDAHULUAN
Dengan makin maraknya bisnis
pergudangan, mendorong para investor
atau owner untuk dapat mengembangkan
usahanya. Salah satu diantaranya adalah
pembangunan gudang, yang mana dari
usaha tersebut dapat menghasilkan
keuntungan atau profit yang cukup
menjanjikan. Untuk itu para investor atau
owner berbondong – bondong membangun
gudang di area kawasan pergudangan.
Para investor atau owner mengharapkan
suatu gudang yang tidak memiliki banyak
kolom di dalam gudang, guna
memaksimalkan luas dari gudang tersebut
untuk dimanfaatkan sebagai tempat
penyimpanan. Oleh karena itu dibangunlah
suatu gudang dengan bentang kuda-kuda
yang panjang, dengan sistem kuda – kuda
truss atau honeycomb. Dengan sistem kuda
– kuda tersebut, yang cukup mampu
mengcover dari berbagai beban yang
timbul, antara lain berat sendiri, beban
angin dan lain – lain.
MAKSUD DAN TUJUAN
Maksudnya adalah mengevaluasi pekerjaan
konstruksi kuda-kuda baja dengan system
truss dan honeycomb dengan bentang 40
m’ yang dilaksanakan di PT Multisarana
Bahtera, yang beralamat di Marunda Center
dan penanggung jawab desain oleh PT
Glitterindo Pratama. Tujuannya adalah
mendapatkan desain struktur kuda-kuda
baja dengan bentang panjang yang efektif,
efesien dan ekonomis, agar dapat
digunakan sebagai bahan rujukan dunia
industri.
PEMODELAN KONSTRUKSI
Gambar 1. Portal Gable System Honeycomb
Gambar 2. Portal Gable System Truss
STRUKTUR GABLE FRAME
Gable Frame biasanya digunakan sebagai
struktur industri. Suatu gable frame
mempunyai berbagai macam komponen
yang berperan dalam menunjang kekuatan
strukturnya secara keseluruhan, yaitu
antara lain: rafter, kolom, base plate,
haunch dan stiffener (gambar 2.4 : Gable
frame dan komponennya). Dalam
perhitungan atau pemodelan struktur,
beberapa komponen tersebut sering kali
diabaikan / tidak diperhitungkan. Demikian
juga halnya dengan haunch (untuk
selanjutnya disebut pengaku). Dalam
pelaksaan di lapangan, gable frame
biasanya diberi pengaku, yang berfungsi
sebagai alat penyambung baut dan
mencukupi kekuatan sambungan. Pengaku
sebagai salah satu komponen gable frame
mempunyai pengaruh terhadap kekuatan
struktur secara keseluruhan.(Jurnal teknik
sipil F.T UNTAR/No.2 th Ke IV-Juli/1998).
Dalam analisis struktur gable frame
digunakan bantuan program SAP 2000,
Analisis Konstruksi Gable dengan Rafter menggunakan Profil Baja Honeycob dan Truss (Ihsanudin - Haryo)
77 | K o n s t r u k s i a
untuk mendapatkan gaya – gaya dalam dan
lendutan yang terjadi.
Gambar 3. Gable frame dan komponennya
Sumber : Jurnal teknik sipil F.T UNTAR/No.2
th Ke IV-Juli/1998
STRUKTUR TRUSS
Struktur Truss adalah suatu struktur yang
terdiri dari elemen-elemen batang yang
disambung sama lain, yang mana elemen-
elemen tersebut dalam analisis dapat
dimodelkan sebagai 1D, yang mana
gabungan – gabungan elemen 1D dapat
membentuk elemen 2D dan elemen 3D
(Space). Pada struktur truss cenderung
diarahkan bagaimana gaya-gaya luar yang
bekerja pada struktur tersebut dialihkan ke
tumpuan dan gaya – gaya luar tersebut
dialihkan melalui perilaku aksial pada
elemen 1D. Struktur truss mempunyai
bentuk tersendiri yaitu berupa suatu
rangka yang terdiri dari segitiga
tertutup.(sumber
www.wiryanto.wordpress.com) Prof. S.
R. Satish Kumar dan Prof. A. R. Santha
Kumar menjelaskan pula pengertian
tentang space truss dalam jurnalnya
tentang Design of Steel Structures , yaitu
rangka tiga dimensi yang terdiri dari
batang-batang yang saling menyambung.
Space truss memiliki sifat khas yaitu tidak
menerima gaya momen atau torsi. Semua
member hanya dapat memikul gaya aksial
tekan dan tarik. Dalam jurnal tersebut, juga
dijelaskan tentang kelebihan-kelebihan dari
space truss, antara lain sebagai berikut:
1. Ringan, efisien secara stuktural dan
penggunaan material optimal.
2. Mudah dibentuk. Dibuat dipabrik
dengan jumlah banyak, sehingga lebih
murah, bentuk dan ukuran sesuai
standard an dapat dengan mudah
dirakit ditempat oleh pekerja semi-
skilled.
3. Komponennya kecil-kecil sehingga
mudah dibawa dan ditransportasikan.
4. Bentuknya elegan dan ekonomis untuk
struktur terbuka yang bebas kolom.
Konsep Pembebanan Konstruksi Kuda -
Kuda Baja Pada Struktur Gable
Dalam menentukan bentuk dan ukuran-
ukuran dari sebuah konstruksi baja, kita
diharuskan menurut kepada ketentuan –
ketentuan dan peraturan – peraturan yang
berlaku di Indonesia. Dengan ketentuan –
ketentuan dan peraturan – peraturan
tersebut, dapat dijadikan dasar atau
pedoman untuk merencanakan suatu
konstruksi dari hal material / bahan yang
digunakan, beban – beban / gaya luar yang
bekerja pada suatu konstruksi, serta
tegangan – tegangan yang diizinkan.
Besarnya beban yang bekerja pada suatu
struktur diatur pada Peraturan
Pembebanan Indonesia Untuk Gedung,
1983 sedangkan masalah kombinasi dari
beban-beban yang bekerja telah diatur
dalam SNI 03-1729-2002 pasal 6.2.2.
Beban dari suatu konstruksi Bangunan baja
dapat dibedakan sebagai berikut :
a. Beban Mati
Beban mati/tetap adalah berat dari semua
bagian suatu konstruksi yang bersifat tetap
selama masa layan struktur tersebut,
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
78 | K o n s t r u k s i a
termasuk segala unsur tambahan,
penyelesaian – penyelesaian yang
merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari konstruksi.
Untuk menentukan beban mati dalam
perencanaan kuda-kuda baja ini, ada
beberapa beban mati yang harus
diperhitungkan antara lain :
- berat kuda-kuda baja sendiri
- berat atap yang digunakan
- berat gording
- berat trekstang
- berat bracing / ikatan angin dan
- berat penyambung kuda-kuda seperti
plat sambungan, baut dan mur
b. Beban Hidup
Beban hidup adalah semua beban yang
bekerja pada struktur dalam masa
layannya, dan timbul akibat penghunian
atau penggunaan suatu konstruksi. Yang
termasuk beban ini adalah berat manusia,
perabotan yang dapat berpindah-pindah
dan barang-barang lainnya.
c. Beban Angin
Beban angin adalah semua beban yang
bekerja pada suatu konstruksi yang
disebabkan oleh tekanan-tekanan dari
gerakan angin. Beban angin sangat
tergantung dari lokasi bangunan dan
ketinggian dari struktur. Besarnya tekanan
tiup angin minimum 25 kg/m2. Tekanan
tiup untuk lokasi dilaut atau tepi laut
(sampai jauh 5 km dari pantai) minimum
40 kg/m2. Untuk daerah-daerah dekat laut
dan daerah lain dimanaa kecepatan-
kecepatan angin mungkin menghasilkan
tekanan tiup yang lebih besar daripada
yang di tentukan maka tiup harus
ditentukan dengan menggunakan rumus :
P= V2 / 16 (kg/cm2), dimana V adalah
kecepatan angin
Beban angin dibedakan atas 2 jenis yaitu
beban angin datang (positip) dan beban
angin hisap (negatif). Beban angin datang
adalah beban angin yang searah dengan
gravitasi bumi sedangakan angin hisap
adalah beban angin yang berlawanan
dengan gravitasi bumi. Beban angin
menjadi hisap berdasarkan sudut yang
dibentuk antara kolom dan kuda-kuda
bangunan (sisi atap). Koefisien beban angin
yang diberikan pada struktur kuda-kuda
adalah 0.02 - 04. Selain itu untuk beban
angin hisap sudah mendapat faktor reduksi
seperti rumusan yang di atas.
d. Beban Khusus
Beban khusus adalah semua beban yang
bekerja pada suatu konstruksi yang terjadi
akibat selisih suhu, pengangkatan,
pemasangan, penurunan pondasi, susut,
gaya – gaya tambahan yang berasal dari
beban hidup seperti gaya rem yang berasal
dari keran, gaya sentrifugal dan gaya
dinamis yang berasal dari mesin – mesin
serta pengaruh – pengaruh khusus lainnya.
Beban Gempa pada perhitungan ini tidak
termasuk dalam evaluasi.
METODE ANALISIS
Kondisi yang terjadi dilapangan adalah
bahwa gudang lama dan gudang baru yang
dibangun mempunyai bentang kuda-kuda
40 m’, tinggi bangunan 7 m’ yang terdiri
dari beton pedestal tinggi 1m’ dan kolom
baja tinggi t 6 m’ , sudut kemiringan atap
15º, bahan penutup atap menggunakan
galvalume tebal 0,4 mm, gordingnya
menggunakan CNP 125x50x20x2.3 mm,
tapi yang membedakan antara gudang lama
dan gudang baru adalah model konstruksi
Analisis Konstruksi Gable dengan Rafter menggunakan Profil Baja Honeycob dan Truss (Ihsanudin - Haryo)
79 | K o n s t r u k s i a
kuda-kudanya, gudang lama menggunakan
kuda-kuda system honeycomb dan gudang
baru menggunakan system truss. Hal inilah
yang menjadikan dasar penulis untuk
mengevaluasi struktur kuda-kuda baja
tersebut.
ANALISA KONSTRUKSI KUDA-KUDA
BAJA PADA STRUKTUR GABLE DENGAN
SISTEM HONEYCOMB
Penutup Atap
Penutup atap yang di gunakan adalah
zincalume, type F. 714 ex. Fumira dengan
spesifikasi sebagai berikut :
• Tebal = 0.40 mm
• Tinggi gelombang atap = 30 mm
• Berat atap = 4 kg/m²
Dibawah atap di gunakan insulasi sebagai
penghambat panas matahari yang terdiri
dari :
• Roofmesh 1 lapis
• Aluminium foil 2 lapis
• Glaswoll 1 inci
• Total berat insulasi = 1 kg/m2
Data Struktur
• Bentangan kuda-kuda = 40 m
• Kemiringan kuda-kuda = 15 derajat
• Jarak antar kuda-kuda = 6 m
• Jarak miring antar gording = 1.2 m
• Tekanan angin di ambil = 40 kg/m2
berdasarkaSNI 03 – 1729 – 2002 pasal 2.2
karena jarakLokasi bangunan ketepi laut
kurang dari 5km
• Trestang di pasang 2 bh setiap satu
gording
Spesifikasi bahan
Dalam pembahasan analisis ini,digunakan
bahan konstruksi sebagai berikut :
1. Beton
Mutu karakteristik beton kubus yang
didasarkan atas kekuatan beton pada umur
28 hari yakni :
a. Pedestal : K-300
2. Besi Tulangan
Jenis dan tegangan leleh (fy) besi tulangan
yang digunakan :
a. Besi Polos : 240 Mpa (BJTP 24)
untuk Ø ≤ 10 mm
b. Besi ulir : 400 Mpa (BJTD 40)
untuk Ø ≥ 13 mm
c. Angkur : ASTM A-36, tegangan
tarik batas (Ultimate Tensile Strenght) 400
– 500 Mpa dan tegangan leleh (Yield
Strenght) minimum 240 Mpa
3. Baja Struktural
Jenis dan tegangan leleh (fy) baja yang
digunakan :
a. Jenis Baja BJ37 fy: 240 Mpa fu : 370
Mpa
4. Baut
Mutu baut untuk konstruksi baja terdiri
dari 2 jenis, yaitu :
a. Untuk sambungan gording dan non
structural element : baut hitam ASTM
A307/ST 37 (Tensile Strenght = 55 ksi =
386 Mpa)
b. Untuk element struktur: baut HTB ASTM
A325 (Tensile Strenght =120 ksi =843 Mpa)
Kombinasi Pembebanan untuk Hanycomb
dan Truss
Berdasarkan peraturan baja Indonesia, SNI
03-1729-2002 pasal 6.2.2 sebagai berikut :
1. COMB1 = 1 (DL + SDL + LL)
2. COMB2 = 1,4 (DL + SDL)
3. COMB3 = 1,2 (DL+SDL) + 1,6 LL
4. COMB4 = 1,2 (DL+SDL) + 1,6 LL + 0,8
Wka
5. COMB5 = 1,2 (DL+SDL) + 1,6 LL + 0,8
Wkr
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
80 | K o n s t r u k s i a
6. COMB6 = 1,2 (DL+SDL) + 1,3Wka +
0,5LL
7. COMB7 = 1,2 (DL+SDL) +1,3 Wkr + 0,5
LL
DL = DEAD LOAD, beban mati dari material
konstruksi sendiri
SDL = Super Dead Load, beban mati
tambahan yang terdiri dari penutup atap,
gording, trekstang, ikatan angin insulasi
dan beban instalasi.
LL = Live Load, beban hidup Orang
W = Beban Tekanan Angin
Gambar 4. Modelisasi HoneyComb
Kontrol terhadap momen dan aksial
Lkx= Lky = L kuda – kuda = 20,705 m
cmi
L
x
kx
x 142,7270,28
20705.65,0
g
x
crbx AxE
N2
2 .
12,10014,72
10.0,2.2
62
x
= 379344,48 kg
24,1081,5
690.8,0
y
ky
yi
L cm
g
y
crby AxE
N2
2 .
24,10024,108
10.0,2.2
62
x
= 168512,97 kg
x<yy menentukan 108,24 cm
776,310.0,2
2400.
24,108.
6
E
f yc
c> 1,2 = 1,25 c2 = 1,25 x 3,7762 =
4,72
Pn = 0,85 Ag fy/ = 0,85 . 100,12 .
2400/4,72 = 54090,25 kg
Pu = 3549,59 kg (diperoleh dari SAP)
Pu < Pn 3549,59 kg <54090,25 kg …ok!
2,0065,0 54090,25
3549,59
Pn
Pu
pakai
rumus 2
Mux = bx . Mntx
152,0 8622,01
1859,724,06,0
Cm
crby
bx
N
Nu
Cm
1
=
78430,77
3440,241
52,0= 0,54
bx dipakai 1
Mux = bx . Mntx = 1 . 8622,01 = 8622,01 kg.m
bx dipakai 1
Mux = bx . Mntx = 1 . 8916,76 = 8916,76 kg.m
Analisis Konstruksi Gable dengan Rafter menggunakan Profil Baja Honeycob dan Truss (Ihsanudin - Haryo)
81 | K o n s t r u k s i a
Kontrol Local Buckling
Pelat sayap : yf
f
ft
b 170
.2 Pelat
Badan :yw ft
h 1680
240
170
8.2
149
240
1680
5,5
295
9,31 < 10,97
53,8 < 108,44
Penampang kompak Mnx = Mpx
Kontrol Lateral Bucling
Mp = Zx . fy = 1856,1 . 2400 = 4454640 kg.cm
= 44546,4 kgm
Mnx = Zx . fy
= 1856,1 . 2400 =4454640 kgcm =
44546,4kgm
Mny = Zy . fy
= 174 . 2400 = 417600 kgcm = 4176
kgm
Mmux = 13623 kg.m (diperoleh dari SAP)
Kontrol Interaksi Tekan dan Momen
Lentur
ny
uy
nx
ux
n
u
M
M
M
M
P
P
....2 1
044546,40.9,0
13623
54090,25.2
3549,59
0,372< 1 ………..ok !!!
Kontrol Sambungan
Dipakai profil kuda kuda Honeycomb 600
200 813
Dari hasil SAP didapat :
Pu = 15562,24 kg
Mu = 7580,90 kg.m
Baut tipe tumpu & ulir tidak pada bidang
geser, t plat penyambung = 12 mm
A baut = 1/4 . . 2,22 = 3,8 cm2 , BJ 41 fu =
410 Mpa
Kekuatan sambungan baut ( metode
titik putar )
1. Kuat geser baut, Vd = . r1 . fub . Ab . m
= 0,75 . 0,5 . 4100 .
3,81
= 5842,5 kg menentukan !
2. Kuat tumpu baut, Rd = . 2,4 . db . tp . fu
= 0,75. 2,4 . 2,2 . 0,8 .
3700
= 11721,6 kg > Vd
3. Kuat tarik baut, Td = . 0,75 . fu . Ab
= 0,75 . 0,75 . 4100 . 3,8
= 8763,75 kg
Akibat Geser Sentris Pu =15562,24 kg
Direncanakan jumlah baut 14 buah
Sehingga 1 baut menerima beban (Vu):
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
82 | K o n s t r u k s i a
Vu = )5,5842(58,111114
24,15562kgVdkg
n
Pu
Kontrol interaksi geser & tarik
fuAb
VufUV 5,0
fuv = 2/52,2928,3
58,1111cmkg
Ab
Vu < 0.75 x
0,5x4100 = 1537,5 kg/cm2
ft = ( 1,3 . fub – 1,5 . fuv )
= ( 1,3 . 4100 – 1,5 . 292,52 ) = 4891,22
kg/cm2> 4100 kg/cm2
maka digunakan ft = 4100 kg/cm2
Td = . ft . Ab = 0,75 . 4100 . 3,8 = 11685 kg
y2 = 2.(112 + 222 + 382 + 542 + 702 + 862) =
34522 cm2
Tumax= !...1168552,1888
34522
86.758090.2
max OkkgTdkgy
YM u
Kontrol Kuat Beban Tarik Baut
Beban yang sejajar dengan sumbu baut
(Tarik) :
Tn = 0,75. fu. Ab
= 0,75. 4100. 3,8
= 11685 kg
Td = ø. Tn
= 0,75. 11685
= 8763,75 kg …………………ok !!
ANALISA KONSTRUKSI KUDA-KUDA
BAJA PADA STRUKTUR GABLE DENGAN
SISTEM TRUSS
Perencanaan Batang Truss
Batang direncanakan menggunakan T-
Beam dan Equal Angle (siku).
Perencanaan RangkaBatang
Batang Bawah
Kontrol pada batang section no.24 dengan
menggunakan T-Beam T150x150x6,5x9
mm.
Dari hasil analisa dengan program SAP
2000 di dapat :
Pu = 7253,74 kg
L = 120 cm
Property penampang
- B = 150 mm
- H = 150 mm
- t1= 6,5 mm
- t2 = 9 mm
- r = 13 mm
- tw1 = 10 mm
- Af = 23.39 cm2
- Ix = 463 cm4
- Iy = 254 cm4
- rx = 4.45 cm
- ry = 3.29 cm
- Zx = 33.7 cm3
- Zy = 29.6 cm3
- Fu = 370 MPa = 3700 kg/cm2
- Fy = 240 MPa = 2400 kg/cm2
- E = 2 x 106 kg/cm2
Kontrol Aksial
Kontrol kelangsingan penampang :
Berdasarkan SNI 03-1729-2002 bahwa
untuk penampang komponen struktur
harus memenuhi sebagai berikut :
<p
Tekuk lokal pada sayap (flens) :
= tf
bf
.2 p =fy
250
Analisis Konstruksi Gable dengan Rafter menggunakan Profil Baja Honeycob dan Truss (Ihsanudin - Haryo)
83 | K o n s t r u k s i a
Tekuk lokal pada badan (web) :
= tw
H
p =fy
335
Pelat sayap : fytf
bf 250
.2
240
250
9*2
150
8,33< 16,14.....Aman
Pelat Badan : fytw
h 335
240
335
5,6
150
23,07<21,62.....Tidak Aman
Kondisi tumpuan jepit-jepit, faktor panjang
tekuk k=0,65
Kontrol Kelangsingan komponen Struktur
Tekan
Berdasarkan SNI 03-1729-2002 Pasal 7.6.4
mensyaratkan :
x = r
Lk.
<200
Cek kelangsingan struktur arah sumbu x :
k.Lx = k.Lx = 0,65 . 1200 = 780 mm
x = x
kx
r
Lk.
= 5,44
780
= 17.52
Ncrsx =2
2 ..
gAE
=2
62
52,17
23,39.10.0,2.
=
1502627,42
cx = E
f y.
= 610.0,2
2400.
52,17
= 0,193
Berdasarkan SNI 03-1729-2002 pasal 9.1
no 4.24a :
untuk c<0,25maka = 1
Pu = 7253,74 kg (diperoleh dari SAP)
Pn = g
yA
f.
= 39,23.
1
2400
= 56136 kg
Pu < ϕ Pn 7253,74 kg < 0,85 x 56136
kg = 47715,6kg...........(ok)
47715,6
7253,74
.
n
u
P
P
= 0,152< 1 ............Aman
Cek kelangsingan struktur arah sumbu y :
Lky = Kcy . L 0,65 . 1200 = 780 mm
y = y
ky
r
L
= 32,9
780
= 23,7
Ncrsy =2
2 ..
gAE
=2
62
7,23
23,39.10.0,2.
=
821150,6
cy = E
f y.
= 610.0,2
2400.
7,23
= 0,26
Berdasarkan SNI 03-1729-2002 pasal 9.1
no 4.24b :
c = 0,26 ; maka 0,25 <c<
1,2= cx.67,06,1
43,1
=0029,1
0,26.67,06,1
43,1
Pu = 7253,74 kg (diperoleh dari SAP)
Pn = g
yA
f.
= 39,23.
003,1
2400
= 55968,09 kg
Pu < ϕ Pn 7253,74 kg < 0,85 x
55968,09 kg = 47572.8kg...........(ok)
47572,8
7253,74
.
n
u
P
P
= 0,152< 1 ............Aman
Batas Leleh :
Berdasarkan SNI 03-1726-2002 Pasal 10.1
adalah :
Pu < ϕ Pn=0,9 . Ag . fy
7253,74<0,85 . 23,39 . 2400 = 47715,6 kg
.........(ok)
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
84 | K o n s t r u k s i a
Batas Putus :
Ae=0,75 . A = 0,75 . 23,39 = 17,54
Pu < ϕ Pn=0,75 . Ae . Fu
7253,74<0,75 . 17,54 . 3700 = 48673,5 kg
.........(ok)
Jadi profil T-Beam T150x150x6,5x9 mm
dapat dipakai sebagai batang bawah pada
kuda-kuda Truss.
Batang Diagonal
Kontrol pada batang section no.167 dengan
menggunakan profil Equal Angle baja siku
sama kaki 50x50x5 mm (Batang Ganda)
Dari hasil analisa dengan program SAP
2000 di dapat :
Pu = 2676,80 kg = 2,67 ton
L = 192,09 cm
Ag = 480,2 mm2
ex = 19,30 mm
Ix = Iy = 11,10 x 104 mm4
rmin = 15,2 mm
r = 9,8 mm
tp = 6 mm
b = 50 mm
t = 5 mm
Cek Kelangsingan
Kondisi Leleh
Kondisi Fraktur
; U=0,85
Batang Tegak (Vertikal)
Kontrol pada batang section no.159 dengan
menggunakan profil Equal Angle baja siku
sama kaki 50x50x5 mm (Batang Ganda)
Dari hasil analisa dengan program SAP
2000 di dapat :
Pu = 2160,86 kg = 2,16 ton
L = 150 cm
Ag = 480,2 mm2
ex = 19,30 mm
Ix = Iy = 11,10 x 104 mm4
rmin = 15,2 mm
r = 9,8 mm
Analisis Konstruksi Gable dengan Rafter menggunakan Profil Baja Honeycob dan Truss (Ihsanudin - Haryo)
85 | K o n s t r u k s i a
tp = 6 mm
b = 50 mm
t = 5 mm
Cek Kelangsingan
Kondisi Leleh
Kondisi Fraktur
U=0,85
Berdasarkan hasil perhitungan analisis di
atas dapat disampaikan perbandingan
antara sistem Honeycomb dan Truss :
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
86 | K o n s t r u k s i a
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis yang telah
dilakukan dapat disimpulkan :
1. Dalam mendesain portal gable untuk
bangunan gudang harus ditinjau
dengan model 2D dan 3D.
2. Konstruksi kuda-kuda system
Honeycomb lebih berat 25,84%
dibandingkan sistem Truss.
3. Luas cat kuda-kuda system Truss lebih
besar 21,52% dibandingkan system
Honeycomb.
4. Efek atau reaksi torsi dari system Truss
lebih besar 20,18% dibandingkan
Honeycomb.
5. Beban Lateral system Honeycomb lebih
besar 36,62% dibandingkan dengan
sistem Truss.
6. Kebutuhan jumlah baut kesambungan
kolom dan antar kuda-kuda, sistem
Honeycomb lebih banyak 7,55%
dibandingkan system Truss.
7. Dalam struktur modeling2D material
kolom WF-400x20x8x13 aman, tetapi
setelah ditinjau dengan modeling 3D
tidak aman, perlu dirubah menjadi
kolom Kingkross WF-400x200x8x13.
8. Gaya axial untuk kolom pada kuda-
kuda sistem Honeycomb lebih besar
8,84% dibandingkan kolom pada kuda-
kuda sistem Truss.
Analisis Konstruksi Gable dengan Rafter menggunakan Profil Baja Honeycob dan Truss (Ihsanudin - Haryo)
87 | K o n s t r u k s i a
9. Berat baja untuk konstruksi kuda-kuda
sistem Honeycomb adalah 27826 kg
untuk tujuh pasang kuda-kuda.
10. Luas kebutuhan cat untuk konstruksi
kuda-kuda system Honeycomb adalah
683,52 m2 untuk tujuh pasang kuda-
kuda.
11. Berat baja untuk konstruksi kuda-kuda
sistem Truss adalah 20636,5 kg untuk
tujuh pasang kuda-kuda.
12. Luas kebutuhan cat untuk konstruksi
kuda-kuda sistem Truss adalah 871.02
m2 untuk tujuh pasang kuda-kuda.
13. Tinggi pemanfaatan ruangan untuk
konstruksi kuda-kuda sistem Truss
lebih rendah 90 cm dibanding sistem
Honeycomb.
14. Besarnya beban angin untuk desain
konstruksi dipengaruhi oleh jarak laut
terhadap lokasi bangunan yang
ditinjau, semakin dekat dengan laut
beban angin semakin besar, begitu juga
sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Pekerjaaan Umum,
“Pedoman Perencanaan Pembebanan
Untuk Rumah dan Gedung –SKBI-
1.3.53”, Jakarta, 1987
2. Perencanaan Struktur Baja dengan
Metode LRFD oleh Agus setiawan
3. Jurnal teknik sipil F.T UNTAR/No.2 th
Ke IV-Juli/1998
4. Jurnal tentang Design of Steel
Structures oleh Prof. S. R. Satish Kumar
dan Prof. A. R. Santha Kumar
5. SNI-03-1729, 2002 tentang TATA CARA
PERENCANAAN STRUKTUR BAJA
UNTUK BANGUNAN GEDUNG
Analisis Produktifitas Alat Berat Pada Proyek Pembangunan Pabrik Krakatau (Dwi Novi - Andi)
89 | K o n s t r u k s i a
ANALISIS PRODUKTIVITAS ALAT BERAT PADA PROYEK PEMBANGUNAN PABRIK
KRAKATAU POSCO ZONE IV DI CILEGON
Dwi Novi Setiawati
Jurusan Teknik Sipil Universitas Sultan AgengTirtayasa
Email: [email protected]
Andi Maddeppungeng
Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Sultan AgengTirtayasa
Email: [email protected]
ABSTRAK : Proyek pembangunan pabrik Krakatau Posco merupakan salah satu proyek yang besar
dengan bentuk permukaan tanah yang kurang rata, dimana pada pelaksanaan pematangan didominasi
oleh penggunaan alat berat. Permasalah yang timbul dalam penggunaan alat berat ini yaitu
pengoperasian dan pengkombinasian alat-alat berat yang salah dengan kondisi alat. Penurunan
produktivitas alat berat ini juga disebabkan oleh kondisi peralatan, keterampilan operator, waktu siklus,
jenis material, kondisi kerja, tata laksana dan kondisi cuaca. Sehingga diperlukan pemilihan dan
penentuan komposisi alat yang tepat agar alat berat tersebut dapat bekerja secara optimal dan pekerjaan
dapat diselesaikan tepat waktu dengan biaya sehemat mungkin.
Penelitian ini merupakan metode perhitungan produksi kapasitas alat berat secara aktual. Analisis yang
dilakukan yaitu perhitungan perhitungan produktivitas masing-masing alat berat yang digunakan,
dengan menentukan waktu siklus alat, penentuan factor koreksi alat, perhitungan produksi persiklus,
produksi perjam, produksi perhari, besarnya harga sewa alat perjam, besarnya biaya dan waktu yang
dibutuhkan selama alat bekerja, menentujan harga satuan pekerjaan dan penentuan komposisi alat berat
yang tepat.
Besarnya produktivitas alat berat dengan biaya dan waktu paling efektif dan efisien menggunakan
komposisi alat alternatif ke-3 yaitu 8 unit excavator 609,6384 m3/jam, 5 unit bulldozer 571,2079
m3/jam, 5 unit vibration roller 469,665 m3/jam, 22 unit dump truck 612,1302 m3/jam, 1 unit motor
grader 987,84 m2/jam dan 5 unit wheel loader 446,135 m3/jam dengan biaya total Rp.37.547.895.680
dan total waktu pelaksanaan 1760 jam atau 220 hari .
KATA KUNCI : Alat berat, Produktivitas, Biaya, Waktu
ABSTRACT : Krakatau Posco’s project is one of the major projects with an uneven surface, the land
clearing is dominated by the use of equipment. The Problems that appeared from using of the equipment
are wrong combining and using equipment even though the condition of the equipments. The selection
and determination of right equipment composition is needed so that, the equipment can work optimal and
it can be completed on time with economical costs.
The composing of this research is an actual calculation of production capacity’s method. The analysis was
productivity of each equipment by the cycle equipments time, correction equipment’s factor, a cycle
calculation, an hour production, a day production, a equipment rental price per hour, cost and time that is
required for equipments work, unit price work and the exact composition of equipment.
The productivity of the equipment with the most effective and efficient cost and time used the third
alternative composition’s equipment. They were eight units of excavator 609.6384 m3/hour, five units of
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
90 | K o n s t r u k s i a
bulldozer 571.2079 m3/hour, 5 units of vibration roller 469.665 m3/hour, 22 units of dump truck
612.1302 m3/hour, 1 unit of motor grader 987.84 m2/hour, and 5 units wheel loaders 446.135 m3/hour
with total cost Rp.37.547.895.680 and the total of construction duration was1760 hours or 220 days.
Keywords: Equipment, Productivity, Cost, Duration
LATAR BELAKANG
Pelaksanaan Proyek Pembangunan Pabrik
Krakatau Posco, khususnya pada pekerjaan
tanah yaitu pematangan lahan didominasi
oleh penggunaan alat berat. Penyelesaian
suatu pekerjaan atau bagian pekerjaan
proyek tertentu diperlukan pemilihan alat
dimana pemilihan alat-alat berat
tergantung pada karakteristik masing-
masing alat dan kondisi medan. Hal ini
diperlukan agar alat tersebut dapat bekerja
secara optimum sehingga pekerjaan dapat
diselesaikan tepat waktu dengan biaya
sehemat mungkin. Selain itu pelaksanaan
suatu proyek konstruksi juga selalu
terdapat kendala-kendala, baik kendala
yang sudah diperhitungkan maupun diluar
perhitungan perencana. Mengingat bahwa
kendala-kendala tersebut dapat menjadi
penyebab terhambatnya pekerjaan proyek
dan pekerjaan proyek tidak berlangsung
dengan lancar, maka dalam pelaksanaan
suatu proyek konstruksi selalu ada
kemungkinan bahwa waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek
akan melebihi waktu yang telah ditentukan
dalam kontrak pekerjaan.
Begitu pula Proyek Pembangunan Pabrik
Krakatau Posco yang mengalami kendala
seperti pada pekerjaan penimbunan tanah,
alat-alat berat tidak bekerja secara optimal,
kondisi medan yang kurang baik bahkan
cuaca yang kurang mendukung, oleh karena
itu peran aktif manajemen merupakan
salah satu kunci utama keberhasilan
pengelolaan proyek yaitu dalam peninjauan
jadwal proyek untuk menentukan langkah
perubahan mendasar agar keterlambatan
penyelesaian proyek dapat dihindari atau
dikurangi.
TUJUAN
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kombinasialat berat
yang digunakan dalam pelaksanaan
proyek ini.
2. Untuk menghitung produktifitas kerja
masing-masing alat berat yang
digunakan.
3.Untuk menganalisis biaya dan durasi
proyek yang paling efektif dan efisien
dengan pemilihan alternatif yang murah
dan cepat pada proyek ini.
BATASAN MASALAH
Dalam penulisan ini, proyek yang ditinjau
yaitu Proyek Pembangunan Pabrik
Krakatau Posco di kawasan industri
Krakatau steel. Adapun batasan masalah
yang di tinjau dalam penelitian ini meliputi:
1. Studi kasus pada lokasi yang terletak di
kota Cilegon, yaitu proyek
pembangunan Pabrik Krakatau Posco
di kawasan industri Krakatau Steel
yang mendukung pergerakan
perindustrian baja khususnya di
kawasan industri
2. Pekerjaan tanah yang ditinjau adalah,
pemindahan, perataan, dan pemadatan
tanah pada pekerjaan tanah.
Analisis Produktifitas Alat Berat Pada Proyek Pembangunan Pabrik Krakatau (Dwi Novi - Andi)
91 | K o n s t r u k s i a
3. Perhitungan jumlah kebutuhan
peralatan dihitung berdasarkan volume
pekerjaan.
4. Menentukan harga satuan pekerjaan
berdasarkan jenis alat yang digunakan.
5. Jam kerja alat berat yang ditinjau
adalah jam kerja normal dengan waktu
8 jam
6. Kondisi alat baik
7. Alat berat yang dipakai adalah
excavator,bulldozer,motor
grader,wheel loader, vibro roller dan
dump truck
8. Standar perhitungan harga satuan
pekerjaan yang digunakan adalah
peraturan Derektorat Jendral Bina
Marga Departemen Pekerjaan Umum
tahun 2008, Panduan Analisis Harga
Satuan.
PENGETAHUAN ALAT-ALAT BERAT
KONSTRUKSI
Berdasarkan konsep teknik, produktivitas
adalah rasio dari output yang dihasilkan
dari tiap sumber daya yang digunakan
(input) dibandingkan menjadi sebuah rasio
yang pada suatu waktu dengan kualitas
sama atau meningkat.
Penelitian ini menggunakan tinjauan
beberapa pendapat para pakar di bidang
konstruksi, dan beberapa penelitian
mengenai alat berat antara lain:
a. Muhammad Rusli Rasyid (2008)
Analisis Produktifitas Alat-Alat Berat
Proyek Studi Kasus Proyek
Pengembangan Bandar Udara
Hasanuddin Maros, Makassar.
b. Sentosa Limanto
Analisis produktivitas pemancangan
Tiang Pancang Pada Bangunan Tinggi
Apartemen Seminar Nasional
2009Jurusan Teknik Sipil, Universitas
Kristen Petra.
c. Yusep Depyudin
Analisis Produktivitas Alat-Alat Berat
Studi Kasus Proyek Pembangunan Jalan
Antartika II di Kawasan Industri
Krakatau Steel, Cilegon.
Penelitian ini memberikan gambaran
bahwa penentuan kombinasi alat berat
yang baik dapat mempercepat target waktu
yang diharapkan dan dapat menekan biaya
lebih efisien, yang kadang kala kurang
dimaksimalkan pengoprasian atau pun
pengelolaanya.
Alat berat yang dikenal di dalam ilmu
Teknik Sipil adalah alat yang digunakan
untuk membantu manusia dalam
melakukan pekerjaan pembangunan suatu
infrastruktur dalam bidang konstruksi. Alat
berat merupakan faktor penting di dalam
proyek terutama proyek-proyek konstruksi
dengan skala yang besar. Tujuan alat-alat
berat tersebut untuk memudahkan manusia
dalam mengerjakan pekerjaannya sehingga
hasil yang diharapkan dapat tercapai
dengan lebih mudah pada waktu yang
relative lebih singkat dan diharapkan
hasilnya akan lebih baik.(Susy Fatena
Rostiyanti. 1:2002).
Menurut Djoko Wilopo, 6:2009,
menyatakan bahwa, keuntungan-
keuntungan yang di peroleh dengan
menggunakan alat berat antara lain :
1. Waktu pengerjaan lebih cepat
Mempercepat proses pelaksanaan
pekerjaan, terutama pada pekerjaan ang
sedang dikejar target penelesaiannya.
2. Tenaga besar
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
92 | K o n s t r u k s i a
Melaksanakan jenis pekerjaan yang
tidak dapat dikerjakan oleh manusia.
3. Ekonomis
Karena alasan efisiensi, keterbatasan
tenaga kerja, keamanan dan faktor-
faktor ekonomis lainnya.
4. Mutu hasil kerja lebih baik
Dengan memakai peralatan berat, mutu
hasil kerja menjadi lebih baik dan presisi
SIFAT-SIFAT TANAH
1. Keadaan asli sebelum diadakan
pengerjaan, ukuran tanah demikian
biasanya dinyatakan dalam ukuran
alam, Bank Measure ( BM ), ini
digunakan sebagai dasar perhitungan
jumlah pemindahan tanah
2. Keadaan lepas, yakni keadaan tanah
setelah diadakan pengerjaan (disturb),
tanah demikian misalnya terdapat di
depan dozer blade, diatas truk, di dalam
bucket dan sebagainya. Ukuran volume
tanah dalam keadaan lepas biasanya
dinyatakan dalam loose measure ( LM )
yang besarnya sama dengan BM + %
swell x BM (swell=kembang). Faktor
swell ini tergantung dari jenis tanah,
dapat dimenerti bahwa LM mempunyai
nilai yang lebih besar dari BM.
3. Keadaan padat, ialah keadaan tanah
setelah ditimbun kembali kemudian
dipadatkan. Volume tanah seetelah
diadakan pemadatan, mungkin lebih
besar atau mungkin juga lebih kecil dari
volume keadaan Bank, hal ini
tergantung usaha peadatan yang kita
lakukan.
MANAJEMAN ALAT
Manajemen pemilihan dan pengendalian
alat berat adalah proses merencanakan,
mengorganisir, memimpin dan
mengendalikan alat berat untuk mencapai
tujuan pekerjaan yang ditentukan.
Menurut Susy Fatena Rostiyanti.
4:2002i, menjelaskan bahwa faktor-faktor
yang harus diperhatikan dalam pemilihan
alat berat, sehingga kesalahan dalam
pemilihan alat dapat dihindari, antara lain
adalah :
1. Fungsi yang harus dilaksanakan.
2. Kapasitas peralatan.
3. Cara operasi.
4. Pembatasan dari metode yang dipakai.
5. Ekonomi.
6. Jenis proyek.
7. Lokasi proyek.
8. Jenis dan daya dukung tanah
9. Kondisi lapangan.
FUNGSI DAN CARA KERJA ALAT BERAT
1. Excavator/Backhoe
Excavator adalah alat yang bekerjanya
berputar bagian atasnya pada sumbu
vertikal di antara sistem roda-rodanya,
sehingga excavator yang beroda ban
(truck mounted), pada kedudukan arah
kerja attachment tidak searah dengan
sumbu memanjang sistem roda-roda,
sering terjadi proyeksi pusat berat alat
yang dimuati berada di luar pusat berat
dari sistem kendaraan, sehingga dapat
menyebabkan alat berat terguling. Untuk
mengurangi kemungkinan terguling ini
diberikan alat yang disebut out-triggers.
Excavator/backhoe dikhususkan untuk
penggalian yang letaknya di bawah
kedudukan backhoe itu sendiri.
2. Bulldozer
Alat ini merupakan alat berat yang
sangat kuat untuk pekerjaan pekerjaan:
mendorong tanah, menggusur tanah
(dozer), membantu pekerjaan alat-alat
muat, dan pembersihan lokasi (land
clearing).(Ronald C.Smith 42:1986
Analisis Produktifitas Alat Berat Pada Proyek Pembangunan Pabrik Krakatau (Dwi Novi - Andi)
93 | K o n s t r u k s i a
Principles and Practices of Heavy
Construction)
Kegunaan Buldoser sangat beragam
antara lain untuk: Pembabatan atau
penebasan (cleraring) lokasi proyek,
merintis (pioneering) jalan proyek, gali/
angkut jarak pendek, Pusher loading,
menyebarkan material, penimbunan
kembali, trimming dan sloping, ditching,
menarik, memuat.
3. Vibration roller
Pemadatan tanah merupakan proses
untuk mengurangi adanya rongga antar
partikel tanah sehingga volume tanah
menjadi lebih kecil. Pada umumnya
proses ini dilakukan oleh alat pemadat
khususnya roller. Akan tetapi, dengan
adanya lalulintas di atas suatu
permukaan maka secara tidak langsung
material diatas permukaan tersebut
menjadi lebih padat, apalagi yang
melewati permukaan tersebut adalah
alat berat.
4. Dump Truck
Dumptruck adalah alat angkut jarak jauh,
sehingga jalan angkut yang dilalui dapat
berupa jalan datar, tanjakan dan
turunan. Untuk mengendarai dumptruck
pada medan yang berbukit diperlukan
keterampilan operator atau sopir.
Operator harus segera mengambil
tindakan dengan memindah gigi ke gigi
rendah bila mesin mulai tidak mampu
bekerja pada gigi yang tinggi. Hal ini
perlu dilakukan agar dumptruck tidak
berjalan mundur karena tidak mampu
menanjak pada saat terlambat
memindah pada gigi yang rendah. Untuk
jalan yang menurun perlu juga
dipertimbangkan menggunakan gigi
rendah, karena kebiasaan berjalan pada
gigi tinggi dengan hanya mengandalkan
pada rem (brakes) sangat berbahaya dan
dapat berakibat kurang baik.
5. Motor Grader
Motor grader adalah alat besar yang
berfungsi sebagai pembentuk
permukaan tanah atau perataan tanah.
Blade dari motor grader ini dapat diatur
sedemikian rupa, sehingga fungsinya
bisa diubah angle dozer atau tilting dozer
ini jelas lebih flexible dari pada jenis
dozer. Variasi posisi blade ini tidak
berarti bahwa motor grader termasuk
dari jenis dizer, karena dalam pekerjaan
penggusuran tanah, bulldozer jauh lebih
efektif dari pada grader, hal ini
disebabkan tenaga yang tersedia dan
juga letak sentroid (titik berat) pada
blade bulldozer.
6. Wheel Loader
Wheel Loader adalah alat berat mirip
dozer shovel, tetapi beroda karet (ban),
sehingga baik kemampuan maupun
kegunaannya sedikit berbeda yaitu :
hanya mampu beroperasi didaerah
yangkeras dan rata, kering tidak licin
karena traksi di daerah basah akan
rendah, tidak mampu mengambil tanah
bank sendiri atau tanpa dibantu lebih
dulu oleh bulldozer (Ronald C.Smith
42:1986 Principles and Practices of Heavy
Construction).Metode pemuatan pada
alat pemuat/loader baik track shovel
maupun wheel loader ada 3 macam :
1. I shape/cross loading
2. V shape loading
3. Pass loading
EFISIENSI KERJA ALAT BERAT
Produktifitas alat berat pada kenyataannya
di lapangan tidak sama jika dibandingkan
dengan kondisi ideal alat dikarenakan hal-
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
94 | K o n s t r u k s i a
hal tertentu seperti topografi, keahlian
operator, pengoperasian dan pemeliharaan
alat. Produktifitas per jam alat yang harus
diperhitungkan dalam perencanaan adalah
produktifitas standart alat pada kondisi
ideal dikalikan suatu faktor yang disebut
efisiensi kerja. Besarnya nilai efisiensi kerja
ini sulit ditentukan secara tepat tetapi
berdasarkan pengalaman-pengalaman
dapat ditentukan efisiensi kerja yang
mendekati kenyataan.
Bagaimana efektivitas alat tersebut bekerja
tergantung dari beberapa hal yaitu :
1. Kemampuan operator pemakai alat.
2. Pemilihan dan pemeliharaan alat,
3. Perencanaan dan pengaturan letak alat,
4. Topografi dan volume pekerjaan,
5. Kondisi cuaca,
6. Metode pelaksanaan alat.
METODE PERHITUNGAN PRODUKSI
ALAT BERAT
1. Excavator/Backhoe
Produksi excavator dapat dihitung
dengan persamaan dibawah ini
(Rochmanhadi 20:1982 Kapasitas dan
Produksi Alat-Alat Berat ; Ronald C.Smith
38:1986):
.
Keterangan :
Q = Produksi per jam (m3/jam)
q1 = kapasitas bucket (m3)
K = Faktor pengisian bucket
Cm = Waktu siklus dalam detik
E = Kondisi Manajemen dan medan
kerja ( Faktor koreksi)
Rumus waktu siklus Excavator
dapat dihitung dengan persamaan
berikut :
Cm = t1 + (2 x t2)+ t3 (detik)
Keterangan :
t1 = waktu gali / waktu muat bucket
t2 = waktu swing
t3 = waktu buang
2. Bulldozer
Kapasitas produksi alat dengan
menggunakan persamaan dibawah ini
(Rochmanhadi 41:1992 Kapasitas dan
Produksi Alat-Alat Berat):
Rumus kapasitas produksi :
KP=PMTxFK
Keterangan :
KP = kapasitas produksi (m3/jam)
PMT = produksi maksimum
teoritis (efisiensi 100%) /jam
FK = Faktor koreksi
Rumus mencari produksi maksimum
teoritis:PMT=KBxT
Keterangan:
KB = kapasitas blade,
T = jumlah trip per jam
3. Vibration Roller
Untuk menghitung produksi alat dapat
digunakan persamaan sebagai berikut
(Djoko Wilopo, 44:2009 dalam Buku
Metode Konstruksi dan Alat-Alat Berat):
KP =
Keterangan :
KP = Luas permukaan lapisan yang
dipadatkan (m2/jam)
LK = Lebar efektif drum pada gilas (m)
F = Kecepatan compactor (km/jam)
H = Ketebalan material yang di
padatkan untuk setiap jalur yang di
padatkan (m)
FK = Faktor koreksi dari:
N = Jumlah lintasan (pass) yang
diperlukan untuk mencapai
kemampatan yang dikehendak
4. Dump Truck
Produksi per jam total dari beberapa
dump truck yang mengerjakan pekerjaan
Analisis Produktifitas Alat Berat Pada Proyek Pembangunan Pabrik Krakatau (Dwi Novi - Andi)
95 | K o n s t r u k s i a
yang sama secara simultan dapat
dihitung dengan rumus berikut ini
(Rochmanhadi 34:1982 dalam buku
Kapasitas dan Produksi Alat-Alat Berat) :
P=
Keterangan:
P = Produksi per jam (m3/jam)
Cm = Waktu siklus dump truck (menit)
E = Efisiensi kerja
5. Motor Grader
Waktu produksi motor grader
diperhitungkan sbb (Rochmanhadi,
107:1992 Alat-alat berat dan
penggunaanya) :
T = ( (menit)
dimana:
df = jarak lurus pergi per siklus (meter)
dr = jarak kembali dalam grading
berikutnya (meter)
Vf = kecepatan rata-rata pergi (m
/menit)
Vy = kecepatan rata-rata kembali (m
/menit)
N = jumlah pass
E = effisiensi
Perhitungan Luas Operasi per jam
(m²/jam) (Rochmanhadi, 46:1992
kapasitas dan produksi alat-alat berat)
Qa = V x (Le - Lo) x 1000 x E
Dimana:
Qa = Luas operasi per jam (m²/jam)
V = Kecepatan kerja (km/jam)
Le = Panjang blade effektif (m)
Lo = lebar tumpang tindih/overlap (cm)
E = effisiensi
6. Wheel Loader
Produktivitas Alat Secara umum,
produktivitas suatu alat berat,dihitung
dengan menggunakan rumus
(Rochmanhadi, 84:1992 Alat-alat berat
dan penggunaanya) :
Q=qx60xE
Cm
dimana :
Q = produksi per-jam (m3/jam)
q = produksi persiklus (m3)
E = effisiensi kerja
Cm = waktu siklus (menit)
KOMPONEN BIAYA ALAT BERAT
Biaya Kepemilikan
Biaya kepemilikan adalah biaya
kepemilikan alat yang harus
diperhitungkan selama alat yang
bersangkutan dioperasikan, apabila alat
tersebut milik sendiri.
a) Biaya pasti (pengembalian modal
dan bunga) setiap tahun dihitung
sebagai berikut:
1) Nilai Sisa Alat (c)
C=10%xB
2) Faktor angsuran/ Pengembalian
modal
D=
3) Biaya Pasti Perjam
(a) Biaya Pengembalian Modal
G=
(b) Biaya Asuransi dan lain-lain
F=
b) Biaya Operasi dan Pemeliharaan
1) Biaya Bahan Bakar
H=(12,5s/d17,5)%xHPxMs
2) Biaya Pelumas (I)
I=(1s/d2)%xHPxM
3) Biaya Perbaikan dan Perawatan (K)
K=(12,5s/d17,5)%x
4) Biaya Oprator
L=1orang/jamxU
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
96 | K o n s t r u k s i a
Biaya Penyewaan Alat
Perhitungan biaya dilakukan dengan
mengalikan biaya sewa dengan jumlah
peralatan dan lama waktu sewa.
Total biaya=
Dimana :
V = Volume pekerjaan
N = Jumlah unit
Q = Produktivitas per jam
Waktu Kerja
1. Waktu Kerja Normal
Waktu kerja normal adalah waktu kerja
pada setiap hari kerja senin sampai
dengan sabtu ditetapkan selama 8 jam
per hari dengan upah kerja sebesar
upah kerja normal
2. Waktu Kerja Lembur
Waktu kerja lembur dihitung dari lama
waktu kerja yang melebihi batas waktu
kerja normal (8 jam/hari). Waktu kerja
lembur dilaksanakan diluar jam operasi
normal untuk setiap hari kerja atau
penambahan jumlah hari kerja per
minggu.
PERHITUNGAN HARGA SATUAN
PEKERJAAN
Harga satuan pekerjaanbiaya yang dihitung
dalam suatu analisis harga satuan suatu
pekerjaan, yang terdiri atas biaya langsung
(tenaga kerja, bahan dan peralatan) dan
biaya operasional atau tidak langsung
(biaya umum atau over head, dan
keuntungan) sebagai mata pembayaran
suatu jenis pekerjaan tertentu. termasuk
pajak-pajak.
Perhitungan Harga Satuan Alat per m3
Harga satuan dasar alat adalah besarnya
biaya yang dikeluarkan pada komponen
biaya alat yang meliputi biaya pasti, biaya
tidak pasti atau operasi, biaya bengkel dan
biaya upah, biaya perbaikan dan biaya
operatornya
Harga satuan alat per m3 dapat
dihitung dengan mengalikan koefisien alat
dan harga alat sewa, dengan rumusan
dibawah ini. (Panduan Analisis Harga
Satuan No 008/BM/2008, 31:2008
Direktorat Jenderal Bina Marga
Departemen Pekerjaan Umum)
a. Koef alat=1/Q
b. Harga Alat = Koef.Alat x Harga sewa
alat perjam
Harga Satuan Bahan per m3
Harga Satuan Bahan adalah
besarnya biaya yang dikeluarkan pada
komponen bahan untuk memproduksi satu
satuan pengukuran pekerjaan tertentu.
Perhitungan Harga Satuan Dasar Tenaga
Pekerja
Harga satuan dasar tenaga pekerja
per jam dapat dihitung dengan mengalikan
koefisien tenaga dan upah perjam, dengan
rumusan dibawah ini. (Panduan Analisis
Harga Satuan No 008/BM/2008, 31:2008,
Direktorat Jenderal Bina Marga
Departemen Pekerjaan Umum)
a. Koef Tenaga= 1 x jam kerja (7
jam)/Q
b. Harga satuan tenaga= Koef.Alat x
Upah(Rp/jam)
METODOLOGI PENELITIAN
Pengumpulan Data
1. Pengumpulan data primer
Pengumpulan data primer merupakan
data yang diperoleh langsung dari
sumber asli baik itu melakukan
wawancara maupun observasi/survei
langsung di lapangan. Wawancara, yaitu
dengan melakukaan tanya jawab
langsung dengan narasumber yang
Analisis Produktifitas Alat Berat Pada Proyek Pembangunan Pabrik Krakatau (Dwi Novi - Andi)
97 | K o n s t r u k s i a
terkait untuk mendapatkan data yang
diperlukan.
Pada penelitian analisis produktivitas
alat berat ini narasumber yang penulis
jumpai dan melakukan tanya jawab
langsung kepada Pimpinan Proyek dan
bagian Divisi Alat Berat perusahaan
penyedia jasa selaku kontrktor
pelaksana. Data-data yang diperlukan
yaitu berupa data-data tentang proyek
yang di tinjau trutama mengenai data
alat berat yang di gunakan, meliputi :
a. Data lokasi
Meliputi peta lokasi yang
menunjukkan lokasi penelitian yang
akan dilakukan yaitu pada proyek
pembangunan yang akan ditinjau.
Kontur tanah lokasi proyek dan
gambar site plan, dan lain lain.
b. Data-data Alat berat
Data-data alat berat yang diperlukan
dalam penelitian ini yaitu :
1) Jenis alat berat yang digunakan
2) Umur alat berat yang digunakan
3) Jenis tanah
4) Merk alat berat
5) Oprator/pengemudi alat berat
6) Volume pekerjan dan data-data
lain yang diperukan
7) Waktu pelaksanaan
2. Pengumpulan data sekunder
Data sekunder, berupa data yang
diperoleh dari referensi tertentu atau
literatur-literatur yang berkaitan dengan
alat berat. Pengumpulan data sekunder
bertujuan untuk mendapatkan informasi
dan data mengenai teori-teori yang
berkaitan dengan pokok permasalahan
yang diperoleh dari literatur-literatur,
bahan kuliah, media internet dan media
cetak lainnya. Selain itu semua literatur
yang diperoleh tersebut digunakan
untuk mendapatkan gambaran mengenai
teori yang dapat dipakai dalam
penelitian ini sehingga hasil yang
didapatkan bersifat ilmiah. Data – data
yang di peroleh dalam penelitian ini
yaitu :
a. Literatur mengenai teori – teori dan
cara kerja mengenai alat berat yang
digunakan pada penelitian ini.
b. Data lokasi
Meliputi peta lokasi yang menujukan
lokasi penelitian yang akan
dilakukan yaitu pada proyek
pembangunan yang akan ditinjau.
c. Gambar kerja, meliputi :
1) Gambar site plan
2) Kontur tanah
d. Dokumentasi / foto-foto pekerjaan
e. Data – data kuesioner ( responden)
ANALISIS DATA PRODUKTIVITAS ALAT
BERAT
Analisis data merupakan pengolahan
terhadap data-data yang telah dikumpulkan
baik itu data primer maupun data skunder.
Analisis yang digunakan pada penelitian ini
menggunakan metode perhitungan
produktivitas kapasitas alat berat secara
aktual yaitu analisis mengenai topik yang
menyangkut tentang produktivitas alat
berat pada pekerjaan sipil dibidang
pematangan lahan,baik pekerjaan galian,
timbunan maupun pemadatan tanah pada
lokasi yang ditinjau yaitu proyek
pebangunan pabrik Krakatau Posco zone IV
di cilegon. Analisis yang akan dilakukan
yaitu perhitungan produktivitas pada
masing-masing alat berat yang digunakan,
Excavator, Bulldozer, Vibration Roller, Dump
Truck, Motor Grader, Wheel Loader.
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
98 | K o n s t r u k s i a
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Data Proyek
Volume pekerjaan timbunan tanah dihitung
berdasarkan gambar tata letak (layout) .
Dari lampiran gambar tata letak (layout)
berbentuk trapesium.Volume penimbunan
yang dihitung pada zone IV dengan luas
daerah 187646,9 m2 dari hasil perhitungan.
Volume timbunan tanah pada proyek
pembangunan Krakatau Posco Zone IV yang
terdiri dari 25 pembagian dengan luas
daerah pematangan lahan adalah 187646,9
m2, dan volume timbunan tanah urugan
V=750587,5 m3 dan volume timbunan
tanah pasir V=281470,35 m3 dan total
volume timbunan adalah 1032057,85 m3.
Perhitungan Produksi Alat Berat dan
Durasi Pekerjaan.
Tabel 1
Perhitungan Harga Satuan Sewa Alat
Berat dan Biaya Pekerjaan Mengguakan
Alat Berat
Biaya kepemilikan adalah biaya
kepemilikan alat yang harus
diperhitungkan selama alat yang
bersangkutan dioperasikan, apabila alat
tersebut milik sendiri.Perhitungan harga
satuan sewa alat berat perjam dihitung
berdasarkan biaya kepemilikan yang terdiri
dari:
1. Biaya pasti (pengembalian modal dan
bunga) setiap tahun dihitung sebagai
berikut:
a. Nilai Sisa Alat (c)
b. Faktor angsuran/ Pengembalian
modal
c. Biaya Pasti Perjam Biaya Asuransi
dan lain-lain
2. Biaya Operasi dan Pemeliharaan
a. Biaya Bahan Bakar
b. Biaya Pelumas (I)
c. Biaya Perbaikan dan Perawatan (K)
d. Biaya Operator
Tabel 2
Tabel 2. Diatas merupakan rekapitulasi
hasil produktivitas masing-masing alat
berat, durasi waktu dan besarnya biaya
oprasional pada kondisi optimal
disesuaikan dengan kondisi yang ada
dilapangan. Antara lain : 9 unit Exavator
dengan hasil produksi perjam
685,843m3/jam durasi pekerjaan yang
diperlukan 1504 jam dan biaya operasional
Rp.6.109.210.580, 9 unit Bulldozer dengan
hasil produksi perjam 1027,871m3/jam
durasi pekerjaan yang diperlukan 1008 jam
dan biaya operasional Rp. 7.202.654.667, 7
unit Vibro Roller dengan hasil produksi
perjam 657,5 m3/jam durasi pekerjaan
yang diperlukan 1144 jam dan biaya
operasional Rp.2.635.048.081, 25 unit
Dump Truck dengan hasil produksi perjam
682,1m3/jam durasi pekerjaan yang
diperlukan 1504 jam dan biaya operasional
Rp. 25.832 013.100, Motor Grader dengan
hasil produksi perjam 987,84 m2/jam durasi
pekerjaan yang diperlukan 197 jam dan
biaya operasional Rp. 90.556.352,14unit
Analisis Produktifitas Alat Berat Pada Proyek Pembangunan Pabrik Krakatau (Dwi Novi - Andi)
99 | K o n s t r u k s i a
Wheel Loader dengan hasil produksi perjam
446,135 m3/jam durasi pekerjaan yang
diperlukan 1680 jam dan biaya operasional
Rp. 3.421.062.345 dengan keseluruhan
total biaya Rp.45.290.545.130,14
PERHITUNGAN HARGA SATUAN
PEKERJAAN
Harga satuan pekerjaanbiaya yang dihitung
dalam suatu analisis harga satuan suatu
pekerjaan, yang terdiri atas biaya langsung
(tenaga kerja, bahan dan peralatan) dan
biaya operasional atau tidak langsung
(biaya umum atau over head, dan
keuntungan) sebagai mata pembayaran
suatu jenis pekerjaan tertentu. termasuk
pajak-pajak.Perhitungan kebutuhan biaya
tenaga kerja, bahan dan peralatan untuk
mendapatkan harga satuan satu jenis
pekerjaan tertentu.
Perhitungan Harga Satuan Alat per m3
Harga satuan alat per m3 dapat dihitung
dengan mengalikan koefisien alat dan harga
alat sewa, dengan rumusan dibawah ini
(Panduan Analisis Harga Satuan No
008/BM/2008, 31:2008 Direktorat Jenderal
Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum).
Tabel 3
Tabel 3. Diatas merupakan rekapitulasi
harga satuan alat per m3 berdasarkan
kapasitas produksiperjam alat berat dan
harga sewa alat berat perjam. Antara lain :
Exavator dengan hasil produksi perjam
76,2048 m3/jamdengan koefisien alat
0,0131 dan harga satuan alat Rp. 5.896/m3,
Bulldozer dengan hasil produksi perjam
114,208 m3/jam dengan koefisien alat
0,0088 dan harga satuan alat Rp. 6.925/m3 ,
Vibration Roller dengan hasil produksi
perjam93,933 m3/jam dengan koefisien alat
0,0106 dan harga satuan alat Rp.
3.503/m3, Dump Truck dengan hasil
produksi perjam 27,8242m3/jamdengan
koefisien alat 0,0359 dan harga satuan alat
Rp. 24.692/m3, Motor Grader dengan hasil
produksi perjam 987,84 m2/jam durasi
dengan koefisien alat 0,001 dan harga
satuan alat Rp. 450/m3,Wheel Loader
dengan hasil produksi perjam 89,2279
m3/jam dengan koefisien alat 0,0112 dan
harga satuan alat Rp. 4.544/m3dengan
keseluruhan harga satuan alat per
m3Rp.46.010
Harga Satuan Bahan per m3
Tabel 4
Tabel 4 diatas merupakan harga satuan
bahan per m3 berdasarkan buku panduan
analisis harga satuan bahan dinas
pekerjaan umum tahun 2008.
Perhitungan Harga Satuan Dasar Tenaga
Pekerja
Harga satuan dasar tenaga pekerja per jam
dapat dihitung dengan mengalikan
koefisien tenaga dan upah perjam, dengan
rumusan dibawah ini (Panduan Analisis
Harga Satuan No 008/BM/2008, 31:2008
Direktorat Jenderal Bina Marga
Departemen Pekerjaan Umum).
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
100 | K o n s t r u k s i a
Tabel 5 Harga Satuan dasar Tenaga Pekerja
Tabel 5 Diatas merupakan rekapitulasi
harga satuan dasar tenaga kerja
berdasarkan kapasitas produksi perjam dan
upah tenaga per jam. Antara lain : Exavator
dengan hasil produksi perjam
76,2048m3/jam dengan koefisien tenaga
pekerja 0,0919 dan harga satuan
tenaga/jam Rp.1.836/jam, Bulldozer
dengan hasil produksi perjam 114,208
m3/jam dengan koefisien tenaga pekerja
0,0613 dan harga satuan tenaga/jam Rp.
1.226/jam , Vibration Roller dengan hasil
produksi perjam 93,933 m3/jam koefisien
tenaga pekerja 0,0745 dan harga satuan
tenaga/jam Rp. 1.490/jam, Dump Truck
dengan hasil produksi perjam 27,8242
m3/jamdengan koefisien tenaga pekerja
0,2516 dan harga satuan tenaga/jam Rp.
5.032, Motor Grader dengan hasil produksi
perjam 987,84 m2/jam durasi dengan
koefisien tenaga pekerja 0,0088 dan harga
satuan tenaga/jam Rp. 142/jam,Wheel
Loader dengan hasil produksi perjam
89,2279 m3/jam dengan koefisien tenaga
pekerja 0,0785 dan harga satuan
tenaga/jam Rp. 1.569/jam.
Dibawah ini merupakan hasil rekapitulasi
harga satuan alat,harga satuan bahan,harga
satuan dasar tenaga kerja dengan pajak
10% yang di sebut dengan harga satuan
pekerjaan.
Tabel 6
Pada tabel 6 di atas adalah hasil dari harga
bahan ditambah harga satuan alat ditambah
harga satuan dasar tenaga pekerja
dikalikan pajak 10% maka menghasilkan
Exavator harga satuan pekerjaannya adalah
Rp. 30.837 m3, Bulldozer harga satuan
pekerjaannya adalah Rp. 31.296 m3,
Vibration Roller harga satuan pekerjaannya
adalah Rp. 27.882 m3, Dump Truck harga
satuan pekerjaannya adalah Rp. 55.026 m3,
Motor Grader harga satuan pekerjaannya
adalah Rp. 22.981 m3,Wheel Loader harga
satuan pekerjaannya adalah Rp. 29.054 m3,
dan jumlah keseluruhan per m3 adalah
Rp.197.016.
Gambar 1 Grafik hubungan antara waktu
dan biaya pada masing-masing alternatif
komposisi alat berat (Sumber : Analisis data
penulis 2012)
Analisis Produktifitas Alat Berat Pada Proyek Pembangunan Pabrik Krakatau (Dwi Novi - Andi)
101 | K o n s t r u k s i a
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil perhitungan
produktivitas alat berat dapat disimpulkan :
1. Exavator produksi perjam76,204
m3/jam, Bulldozer produksi perjam
114,207 m3/jam, Vibration Roller
produksi perjam 93,928 m3/jam,Dump
Truck produksi perjam 27,284 m3/jam,
Motor Grader produksi perjam 987,84
m2/jam , Wheel Loader produksi perjam
89,227 m3/jam.
2. Harga satuan pekerjaannya Exavator Rp.
30.837/m3, Bulldozer Rp. 31.296/m3,
Vibration Roller Rp. 27.882/m3, Dump
Truck Rp. 55.026/m3, Motor Grader Rp.
22.981/m3, Wheel Loader Rp.
29.054/m3, dan jumlah keseluruhan
harga satuan per m3 adalah Rp.197.016.
3. Alternatif III yang paling efektif dan
efisien, dengan waktu pelaksanaan 1760
jam atau 220 hari dan biaya
Rp.37.852.116.440.Kombinasi adalah 8
unit excavator, 5 unit bulldozer, 5 unit
vibration roller, 22 unit dump truck, 1
unit motor grader dan 5 unit wheel
loader.
DAFTAR PUSTAKA
1. Caterpillar performance Handbook.
Edition 35.. Caterpillar Inc, Peoria
Illinois, USA. Oktober 2004
2. Derektorat Jendral Bina Marga., ,
Panduan Analisis harga Satuan No.
028/T/BM/1995, Derektorat Jendral
Bina Marga Departemen Pekerjaan
Umum. Jakarta. 1995
3. Derektorat Jendral Bina Marga., ,
Panduan Analisis harga Satuan
No028/T/BM/1995, Derektorat Jendral
Bina Marga Departemen Pekerjaan
Umum. Jakarta. 1995
4. Komatsu specification and application
performance Handbook. Edisi 27.
Agustus 2006
5. Limanto, santoso.. Analisis
Produktivitas Pemancangan Tiang
Pancang pada Bangunan Tinggi
Apartement. Seminar Nasional 2009
Jurusan Teknik Sipil. Surabaya :
Universitas Kristen Petra. 2009
6. Peurefoy-Scheknayder-Shapira,
Construction Planning, Equipment,
and Methods, seventh Edition. Mc
Graw-Hill. 2006
7. Robert L. Peurifoy and Garold D.
Oberlender. Estimating Construction
Costs, Fifth edition,Penerbit Mc. Graw
Hill, tahun 2004
8. Rochmanhadi, Alat-Alat Berat dan
Penggunaannya: Departemen
Pekerjaan Umum. Jakarta, 1982.
9. Rochmanhadi, Kapasitas dan Produksi
alat-Alat Berat.: Departemen Pekerjaan
Umum Jakarta,1983
10. Rochmanhadi, Pemindahan Tanah
Mekanis. : Departemen Pekerjaan
Umum .Jakarta. 1983
11. Rochmanhadi, Pemindahan Tanah
Mekanis. Jakarta : Departemen
Pekerjaan Umum, 2000
12. Rostiayanti, Susy Fatena. Alat Berat
Untuk Proyek Konstruksi, Rineka
Cipta,Jakarta
13. Rusli Rasyid Muhammad Analisis
Produktifitas Alat-Alat Berat Proyek
Studi Kasus Proyek Pengembangan
Bandar Udara Hasanuddin, Maros,
Makassar, Tugas Akhir Strata 1
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil
dan Perencanaan Universitas Islam
Indonesia, Yogyakarta.,2008
14. Smith Ronald.C, Principles and Practies
Of Heavy Construction Third
Edition.,1986. Englewood, New Jersey
Wedhanto, Sony. 2009.
15. Wigroho, H.Y dan Suryadharma, H..
Pemindahan Tanah Mekanis.
Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013
102 | K o n s t r u k s i a
Yogyakarta : Universitas Atma Jaya,
1993
16. Wilopo, Djoko. .Metode konstruksi dan
Alat Berat, Jakarta : Universitas
Indonesia, 2009
Jurnal Konstruksia | Volume 4 Nomor 2 | Juni 2013 ISSN 2086-7352
JURNAL
KONSTRUKSIA
Kriteria Penulisan 1. Jurnal KONSTRUKSIA. Menerima naskah ilmiah dari ilmuwan/akademisi dan praktisi bidang
teknik atau yang terkait, bias berupa hasil penelitian,studi kasus, pembahasan teori dan resensi
buku, serta inovasi-inovasi baru yang belumpernah dipublikasikan.
2. Jurnal KONSTRUKSIA terbit berkala tiap semester, pada bulan April dan Desember.
3. Naskah ilmiah hendaknya ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris yang baik dan
benar. Penulis setuju mengalihkan hak ciptanya ke Redaksi Jurnal KONSTRUKSIA Teknik Sipil
UMJ, jika dan pada saat naskah diterima dan diterbitkan.
4. Naskah tidak akan dimuat, jika mengandung unsur SARA, politik, komersial, Subyektifitas yang
berlebihan, penonjolan seseorang yang bersifat memuji ataupun merendahkan.
5. Naskah/tulisan hendaknya lengkap memuat :
a. Judul
b. Nama Penulis (tanpa gelar) dan alamat email
c. Nama Lembaga atau institusi tempat penulis beraktifitas
d. Abstrak dan kata kunci dalam Bahasa Indonesia dan Inggris, panjang abstrak tidak
lebih dari 200 kata
e. Isi Naskah (pembahasan), penutup (kesimpulan), daftar pustaka dan lampiran (jika
ada)
6. Naskah /artikel diketik pada kertas HVS ukuran A4 dan dengan format margin kiri, kanan, atas
dan bawah 30 mm, serta harus diketik dengan jenis huruf Arial dengan font 10 pt (kecuali
judul), satu spasi. Judul ditulis miring (italic), jumlah halaman 7-10.
7. Naskah dikirim ke redaksi dalam bentuk print out dan soft copy (CD).
Alamat redaksi :
Jurnal KONSTRUKSIA
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
Jl. Cempaka Putih tengah 27 – Jakarta Pusat.
Telp. 42882505, Fax. 42882505
Website: www.konstruksia.org
Jurnal Konstruksia | Volume 4 Nomor 2 | Juni 2013 ISSN 2086-7352
HALAMAN ADVERTISING
BEASISWA MAHASISWA SIPIL umj BERPRESTASI
JURNAL KONSTRUKSIA WEBSITE
WWW.KONSTRUKSIA.ORG
ISSN 2086 - 7352