v4n2

108
JURNAL KONSTRUKSIA VOLUME 4 NOMER 2 JUNI 2013 ISSN 2086 - 7352 STUDI ANALISIS LENTUR PADA BALOK TUMPUAN YANG MENGALAMI PENGEROPOSAN BETON Arief Eko Supriyadi / Nadia METODA MIKASA-WILSON DALAM ANALISIS PEMAMPATAN SEKUNDER TANAH GAMBUT Tanjung Rahayu ANALISIS BEKISTING METODE SEMI SISTEM DAN METODE SISTEM PADA BANGUNAN GEDUNG Abdul Muiz / Trijeti TEKNOLOGI ”REAL TIME TRAFFIC INFORMATION SYSTEM” UNTUK MENGATASI KEMACETAN LALU LINTAS DI JALAN TOL DALAM KOTA JAKARTA Rusmadi Suyuti PREDIKSI NILAI KEKAKUAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANG Yamin Susanto POLA HUBUNGAN ANTARA KINERJA BIAYA PROYEK DAN DAMPAK PENYIMPANGAN BIAYA PROYEK DENGAN PENDEKATAN INDIKATOR COST OVERRUN PADA PENGELOLAAN SUB KONTRAKTOR Achirwan / Yusuf Latief / Ismeth Abidin ANALISIS KONSTRUKSI GABLE DENGAN RAFTER MENGGUNAKAN PROFIL BAJA HONEYCOMB DAN TRUSS Ihsanuddin / Haryo Koco ANALISIS PRODUKTIVITAS ALAT BERAT PADA PROYEK PEMBANGUNAN PABRIK KRAKATAU POSCO ZONE IV DI CILEGON Dwi Novi Setiawati / Andi Maddeppungeng TEKNIK SIPIL – UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA Volume 4 Nomor 2 Halaman 1 – 102 Juni 2013

Upload: ariefmcty

Post on 29-Jan-2018

7.613 views

Category:

Engineering


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: V4n2

JURNAL

KONSTRUKSIA VOLUME 4 NOMER 2 JUNI 2013

ISSN 2086 - 7352

STUDI ANALISIS LENTUR PADA BALOK TUMPUAN YANG MENGALAMI PENGEROPOSAN BETON

Arief Eko Supriyadi / Nadia

METODA MIKASA-WILSON DALAM ANALISIS PEMAMPATAN SEKUNDER TANAH GAMBUT

Tanjung Rahayu

ANALISIS BEKISTING METODE SEMI SISTEM DAN METODE SISTEM PADA BANGUNAN GEDUNG

Abdul Muiz / Trijeti

TEKNOLOGI ”REAL TIME TRAFFIC INFORMATION SYSTEM” UNTUK MENGATASI KEMACETAN LALU LINTAS

DI JALAN TOL DALAM KOTA JAKARTA Rusmadi Suyuti

PREDIKSI NILAI KEKAKUAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANG

Yamin Susanto

POLA HUBUNGAN ANTARA KINERJA BIAYA PROYEK DAN DAMPAK PENYIMPANGAN BIAYA PROYEK DENGAN PENDEKATAN INDIKATOR

COST OVERRUN PADA PENGELOLAAN SUB KONTRAKTOR Achirwan / Yusuf Latief / Ismeth Abidin

ANALISIS KONSTRUKSI GABLE DENGAN RAFTER MENGGUNAKAN PROFIL BAJA HONEYCOMB DAN TRUSS

Ihsanuddin / Haryo Koco

ANALISIS PRODUKTIVITAS ALAT BERAT PADA PROYEK PEMBANGUNAN PABRIK KRAKATAU POSCO ZONE IV DI CILEGON

Dwi Novi Setiawati / Andi Maddeppungeng

TEKNIK SIPIL – UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA Volume 4 Nomor 2 Halaman 1 – 102 Juni 2013

Page 2: V4n2

Jurnal Konstruksia | Volume 4 Nomor 2 | Juni 2013 ISSN 2086-7352

JURNAL

KONSTRUKSIA

REDAKSI

Penanggung Jawab : Ir. Aripurnomo Kartohardjono, DMS, Dipl.TRE. Pemimpin Redaksi : Ir. Haryo Koco Buwono, MT.

Mitra Bestari : Prof. Ir. Sofia W. Alisjahbana, MSc., PHD.

DR. Ir. Rusmadi Suyuti, ME. DR. Ir. Saihul Anwar, M.Eng. DR. Ir. Sarwono Hardjomuljadi

Staf Redaksi : Ir. Nadia, MT.

Ir. Trijeti, MT. Ir. Iskandar Zulkarnaen Andika Setiawan Farid Aulia

Seksi Umum : Ir. Saifullah Imam Susandi

Disain Kreatif : Ir. Haryo Koco Buwono, MT.

Administrator Web : Riyadi, ST Terbit : Per Semester – Juni dan Desember ( Dua Kali Setahun ) Alamat Redaksi : Jurnal Konstruksia Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta. Jl. Cempaka Putih Tengah 27 Jakarta Pusat.10510

Ilustrasi cover diambil dari: http://www.newsgol.com/images/stories/images/politik/ilustrasijakarta.jpg

Page 3: V4n2

Jurnal Konstruksia | Volume 4 Nomor 2 | Juni 2013 ISSN 2086-7352

JURNAL

KONSTRUKSIA V o l u m e 4 N o m o r 2 J u n i 2 0 1 3

Diterbitkan oleh: Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta

Page 4: V4n2

Jurnal Konstruksia | Volume 4 Nomor 2 | Juni 2013 ISSN 2086-7352

JURNAL

KONSTRUKSIA V o l u m e 4 N o m o r 2 J u n i 2 0 1 3

PENGANTAR REDAKSI Dengan mengucap syukur yang mendalam seiring terbitnya JURNAL KONSTRUKSIA volume 4 Nomer 2 di bulan Juni 2013 ini. Pada penerbitan sebelumnya, telah menerima berbagai macam masukan dan kritikan yang bersifat membangun, dengan harapan akan membuat Jurnal ini menjadi semakin baik. Salah satunya, Jurnal terbitan ini, mencoba menjalin networking dengan berbagai Institusi. Pada edisi ini sangat variatif, baik tema maupun peminatan dalam Teknik Sipil. Tema Mekanika Tanah, Manajemen Konstruksi, Stuktur Gedung dan Manajemen Transportasi disajikan dari dalam konteks kekinian dan menarik untuk dikembangkan menjadi artikel-artikel ilmiah lain yang membangun. Salah Satu Judul yang menarik pada Jurnal ini adalah: PREDIKSI NILAI KEKAKUAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANG yang disajikan oleh Yamin Susanto. Menariknya adalah menyajikan metoda membuat analisis resiko terhadap prediksi lentur struktur. Penerbitan yang telah tujuh perioda ini tentunya tidak lepas dari peran serta banyak pihak. Semoga Jurnal ini salah satu tonggak untuk dapat terakreditasi. Aamiin Jakarta, Juni 2013 Pemimpin Redaksi

Page 5: V4n2

Jurnal Konstruksia | Volume 4 Nomor 2 | Juni 2013 ISSN 2086-7352

JURNAL

KONSTRUKSIA V o l u m e 4 N o m o r 1 D e s e m b e r 2 0 1 2

DAFTAR ISI Redaksi Pengantar Redaksi Daftar Isi STUDI ANALISIS LENTUR PADA BALOK TUMPUAN YANG MENGALAMI

PENGEROPOSAN BETON …………………………………………………….…..……………… 1 – 11

METODA MIKASA-WILSON DALAM ANALISIS PEMAMPATAN SEKUNDER

TANAH GAMBUT DI JAMBI ……………………………………………………………………… 13 – 24

ANALISIS BEKISTING METODE SEMI SISTEM DAN METODE SISTEM

PADA BANGUNAN GEDUNG ….…………..………………………………………………… 25 – 38

TEKNOLOGI ”REAL TIME TRAFFIC INFORMATION SYSTEM” UNTUK MENGA- TASI KEMACETAN LALU LINTAS DI JALAN TOL DALAM KOTA JAKARTA ....... 39 – 44 PREDIKSI NILAI KEKAKUAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANG …. 45 – 57 POLA HUBUNGAN ANTARA KINERJA BIAYA PROYEK DAN DAMPAK PENYIMPANGAN BIAYA PROYEK DENGAN PENDEKATAN INDIKATOR COST OVERRUN PADA PENGELOLAAN SUB KONTRAKTOR ………………………………… 59 – 73 ANALISIS KONSTRUKSI GABLE DENGAN RAFTER MENGGUNAKAN PROFIL BAJA HONEYCOMB DAN TRUSS …………………………………………………… 75 – 87 ANALISIS PRODUKTIVITAS ALAT BERAT PADA PROYEK PEMBANGUNAN PABRIK KRAKATAU POSCO ZONE IV DI CILEGON ……………………………………… 89 – 102 Halaman Advertising

Page 6: V4n2

Studi Analisis Lentur Pada Balok Tumpuan Mengealami Pengeroposan Beton (Arief Eko - Nadia)

1 | K o n s t r u k s i a

STUDI ANALISIS LENTUR PADA BALOK TUMPUAN YANG MENGALAMI PENGEROPOSAN BETON

Arief Eko Supriyadi YARSI Divisi Pembangunan

N a d i a

Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta Email : [email protected]

ABSTRAK : Penggunaan beton sebagai bahan bangunan semakin meningkat, karena sifatnya yang

mudah dibentuk dan memliki kuat tekan tinggi. Masalah yang sering terjadi dan berpengaruh pada

beton adalah adanya keropos yang dapat menyebabkan turunnya kuat lentur balok beton. Keropos

sangat dipengaruhi oleh Pelaksanaan pekerjan Pengecoran. Supaya keropos beton pada balok bisa di

minimalisir perlu di perhatikan metode pelaksanaan pekerjaan pengecoran. Keropos pada beton dapat

ditanggulangi dengan pelaksanaan pekerjaan grouting. Dalam penelitian ini dianalisa kuat lentur

beton yang dihasilkan perbaikan keropos menggunakan Sika Grout (215) New dan Sikaclim,

dibandingkan dengan beton dalam kondisi normal dan dengan beton dalam kondisi keropos. Target

mutu beton yang ingin di capai adalah Kuat Tekan K 225, dan target slump adalah 6 ± 2cm. Dari

hasil penelitian didapatkan Tergangan lentur rata-rata beton untuk benda uji balok dalam keadaan

normal adalah adalah sebesar 0,483 Mpa,Sedangkan untuk benda uji balok dalam keadaan keropos

didapat Tegangan lentur rata-rata 0,400 Mpa dan untuk benda uji balok dalam keadaan perbaikan

dengan Grouting Tegangan lentur yang didapat adalah 0,433 Mpa. Untuk perbandingan Tegangan

lentur antara benda uji balok dalam akibat keropos terhadap benda uji dalam kondisi normal

mengalami penurunan sebesar 17,24 %, sedangkan dengan kondisi perbaikan dengan grouting

terhadap benda uji balok dalam kondisi normal mengalami penurunan sebesar 10,34 % dan untuk

benda uji balok dengan perbaikan grouting terhadap benda uji balok mengalami peningkatan sebesar

6,9 %.

Kata kunci : Beton,Kuat lentur, keropos, Grouting, SNI 03-4431-1997

ABSTRACT: The use of concrete as a building material is increasing, because it iseasily shaped and

possess high compressive strength. The problem that often occurs and the effect on concrete is a porous

can cause a drop in flexural strength of concrete beams. Brittle is strongly influenced by the

implementation of jobs Foundry. So porous concrete beams can be minimized to note the method

implementation foundry work. Porous concrete can be overcome by the implementation of the grouting

work. In this study analyzed the resulting flexural strength of concrete repair using Sika Grout loss (215)

New and Sikaclim, compared with concrete under normal conditions and under conditions of porous

concrete. Target concrete quality that you want to achieve is Strong Press K 225, and the target slump

was 6 ± 2cm. From the results of research in getting the average bending stress to the concrete beam

specimens are normally amounted to 0,483 Mpa, while for beam specimen under bending stress obtained

porous state average of 0,400 Mpa and for specimen beam in a state of repair Grouting bending stress

obtained was 0,433 Mpa. For comparison between the bending stress in the beam specimen to specimen

due to loss under normal conditions has decreased by 17.24%, while the state of repair by grouting the

beam specimen under normal conditions has decreased by 10.34% and for the beam specimen with

improved grouting the beam specimen increased by 6.9 %.

Page 7: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2012

2 | K o n s t r u k s i a

Keywords: Concrete, Strong pliable, porous, Grouting, SNI 03-4431-1997

LATAR BELAKANG

Teknik yang diperlukan pada saat

pengecoran beton bergantung pada elemen

struktur beton yang akan digunakan

,misalnya untuk kolom, balok, dinding, slab,

pondasi, bendung beton atau sambungan

suatu beton yang beda waktu pelaksanaan

pengecorannya. Beton harus selalu dicor

dengan lapisan-lapisan horizontal dan

setiap lapisan dipadatkan dengan vibrator

berfrekuensi tinggi.

Pada waktu pelaksanaan pekerjaan

pengecoran biasa terjadi pemadatan yang

kurang sempurna, sehingga campuran

beton akan menjadi tidak homogen. Hal

inilah yang mengakibatkan terjadinya

rongga-rongga didalam beton yang

menyebabkan beton menjadi keropos

Pada pengecoran struktur balok, keropos

sering diakibatkan oleh:

1. Pemadatan pada waktu pengecoran

yang tidak maksimal

2. Jarak waktu pencampuran dan

pencetakan / pengecoran beton

cukup lama.

Pada struktur balok, keropos ini dapat

terjadi dibeberapa tempat, salah satunya

adalah di tumpuan. Untuk itu akan diteliti,

bagaimana pengaruh keropos pada

tumpuan balok beton ini terhadap kuat

lenturnya. Dan apakah grouting dapat

menyelesaikan masalahnya (dapat kembali

kuat lenturnya seperti balok beton yang

tidak keropos)

IDENTIFIKASI MASALAH DAN

PERUMUSAN MASALAH

Pelaksanaan pengecoran beton pada

struktur balok, merupakan pekerjaan yang

mudah tetapi perlu kecepatan, ketepatan,

ketelitian dan kehati-hatian. Hal ini

disebabkan oleh waktu setting atau

kekerasan beton yang relative cepat.

Waktu yang singkat inilah yang banyak

menyebabkan kekeroposan beton akibat

pengecoran. Keropos pada beton,

merupakan perlemahan struktur yang

dalam hal ini dapat mengurangi kekakuan

/ kekuatan beton itu sendiri, sehingga akan

mempengaruhi kuat lenturnya. Cara-cara

umum yang dilakukan untuk mengisi

rongga-rongga pada beton yang keropos

adalah dengan grouting. Namun apakah

grouting ini dapat mengembalikan fungsi

beton itu sendiri jika dibandingkan dengan

beton tanpa keropos? Dengan demikian

terdapat beberapa hal yang perlu siteliti,

yaitu sebagai berikut:

Berapa besar kuat lenturnya, jika pada

beton tidak terjadi keropos, beton keropos

pada tumpuan, dan beton keropos setelah

di grouting?

BATASAN MASALAH

1. Mutu beton K225 (Fc 19,3 Mpa).

2. Semen yang digunakan adalah semen

portland biasa type l merk Semen

Gresik.

3. Agregat kasar yang digunakan adalah

batu pecah (split) dengan diameter

maksimum 20 mm ex Rumpin.

4. Agregat halus berupa pasir alam ex

Bangka yang menembus ayakan 4,8

mm.

5. Air yang digunakan berasal dari PDAM..

6. Benda uji berbentuk balok dengan

ukuran 15 cm x 15 cm x 60 cm

sebanyak 12 buah.

Page 8: V4n2

Studi Analisis Lentur Pada Balok Tumpuan Mengealami Pengeroposan Beton (Arief Eko - Nadia)

3 | K o n s t r u k s i a

7. Semen grouting yang digunakan adalah

merk Sika Grout 215.

8. Semen grouting digunakan merk Sika

Cim.

9. Besaran keropos yang direncanakan

5% dari volume balok beton.

10. Umur pengujian uji kuat lentur beton

adalah 28 hari.

11. Metode pengujian kuat lentur

menggunakan SNI 03-4431-1997

dengan nama Metode Pengujian Kuat

Lentur Dengan Dua Tititk Pembebanan.

12. Grouting dilaksanakan setelah bekisting

dibuka.

MAKSUD DAN TUJUAN

1. Untuk mengetahui pengaruh keropos

diposisi tumpuan balok terhadap kuat

lentur.

2. Untuk meng-evaluasi kuat lentur balok

yang keropos maupun yang sudah

digrouting.

HIPOTESIS

1. Kuat lentur balok yang mengalami

keropos diperkirakan lebih rendah 5 %

apabila dibandingkan dengan Kuat

lentur pada balok yang tidak

mengalami keropos (kondisi normal).

2. Kuat lentur balok yang di grouting

diperkirakan lebih tinggi 2% apabila

dibandingkan dengan Kuat lentur pada

balok yang tidak mengalami keropos

(kondisi normal).

3. Kuat lentur balok yang mengalami

keropos diperkirakan lebih rendah 3 %

apabila dibandingkan dengan Kuat

Lentur pada balok yang sudah

mengalami perbaikan grouting.

LANDASAN TEORI

Beton

Beton adalah campuran semen portland,

agregat halus, agregat kasar dan air dengan

atau tanpa bahan tambah membentuk

massa padat.

Beton dibentuk oleh pengerasan campuran

semen, air, agregat halus, agregat kasar

(batu pecah atau kerikil), udara dan

kadang-kadang campuran tambahan

lainnya. Campuran yang masih plastis ini

dicor kedalam acuan dan dirawat untuk

mempercepat reaksi hidrasi, yang

menyebabkan pengerasan beton.Bahan

yang terbentuk ini mempunyai kekuatan

tekan yang tinggi dan ketahanan tarik yang

rendah , atau kira-kira kekuatan tariknya

0,1 kali kekuatan terhadap tekan.

MATERIAL PENYUSUN BETON

Semen

Semen mengandung unsur silikat

(silicates) dan kapur (lime). Semen ini bila

dicampur dengan air (hydration) akan

membentuk massa yang mengeras. Beton

yang dibuat dengan semen portland

umumnya membutuhkan waktu 14 hari

untuk mencapai kekuatan yang cukup, agar

acuan dapat dibongkar dan agar beban-

beban mati dalam kontruksi dapat dipikul.

Kekuatan dari beton yang optimum

dicapai dalam waktu minimal 28 hari .

Bahan baku pembentuk semen adalah:

1. Kapur (CaO) – dari batu kapur.

2. Silika (SiO₄) – dari lempung.

3. Alumina (Al₂O₃) – dari lempung.

Agregat

Agregat merupakan komponen beton yang

paling berperan dalam menentukan

kekuatan / kekerasan beton.. Pada beton

biasanya terdapat sekitar 60% sampai 80%

volume agregat. Agregat ini bergradasi

sedemikian rupa sehingga seluruh massa

Page 9: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

4 | K o n s t r u k s i a

beton dapat berfungsi sebagai benda yang

utuh, homogen, dan rapat, dimana agregat

yang berukuran kecil berfungsi sebagai

pengisi celah yang ada diantara agregat

yang berukuran besar.

Dua jenis agregat adalah:

1. Agregat kasar (kerikil, batu pecah,

atau pecahan-pecahan dari blast

furnace), Agregat kasar adalah

agregat dengan butiran-butiran

tertinggal di atas ayakan dengan

lubang berdiameter 4,8 mm, tetapi

lolos ayakan dengan lubang

berdiameter 40mm.

2. Agregat halus (pasir alami dan

buatan).⁽⁸⁾ Agregat halus adalah

agregat yang butirannya menembus

ayakan dengan lubang berdiameter

4,8 mm.

Karena agregat biasanya menempati

sekitar 75% dari total beton, maka sifat-

sifat agregat ini mempunyai pengaruh yang

besar terhadap perilaku dari beton yang

sudah mengeras. Sifat agregat bukan hanya

mempengaruhi sifat beton, akan tetapi juga

mempengaruhi ketahanan (durbility) dari

beton.

Air

Air yang bersih dan tidak mengandung

minyak, asam, alkali, garam, zat organik

atau bahan lain yang dapat merusak beton

atau tulangan. Dalam hal ini sebaiknya

dipakai air bersih yang dapat diminum.

Sifat-Sifat Beton

Sifat-sifat beton perlu diketahui untuk

mendapatkan mutu beton yang

diharapkan sesuai tuntutan konstruksi dan

umur bangunan yang bersangkutan. Pada

saat segar atau sesaat setelah dicetak,

beton bersifat plastis dan mudah dibentuk.

Sedang pada saat keras, beton memiliki

kekuatan yang cukup untuk menerima

beban. Sifat beton segar yang baik sangat

mempengaruhi kemudahan pengerjaan

sehingga menghasilkan beton dengan

berkualitas baik.

Lentur Pada Balok Beton.

Beban beban yang bekerja pada struktur

,baik yang berupa grafitasi, maupun beban-

beban lain ,seperti beban angin, beban

karena susut dan beban karena perubahan

temperatur ,menyebabkan adanya lentur

dan deformasi pada elemen struktur.

Lentur pada balok merupakan akibat dari

adanya regangan yang timbul karena

adanya beban luar. Apabila bebannya

bertambah, maka pada balok terjadi

deformasi dan regangan tambahan yang

mengakibatkan timbulnya atau

bertambahnya retak lentur disepanjang

bentang balok. Bila bebannya semakin

bertambah, pada akhirnya dapat terjadi

keruntuhan elemen struktur, yaitu pada

saat beban luarnya mencapai kapasitas

elemen. Taraf pembebanan demikian

disebut keadaan limit dari keruntuhan pada

lentur. Karena itulah perencana harus

mendesain penampang balok sedemikian

rupa sehingga tidak terjadi retak yang

berlebihan pada saat beban bekerja, dan

masih mempunyai keamanan yang cukup

dan kekuatan cadangan untuk menahan

beban dan tegangan tanpa mengalami

keruntuhan.

Jika suatu balok terbuat dari material yang

elastis linier, isotropis, dan homogen, maka

tegangan lentur maksimumnya dapat

diperoleh dengan rumus lentur balok, yaitu

f=Mc/I. Pada keadaan beban batas, balok

beton bertulang bukanlah material yang

homogen, juga tidak elastis sehingga rumus

Page 10: V4n2

Studi Analisis Lentur Pada Balok Tumpuan Mengealami Pengeroposan Beton (Arief Eko - Nadia)

5 | K o n s t r u k s i a

lentur balok tersebut tidak dapat

digunakan untuk menghitung tegangannya.

Untuk memperhitungkan kemampuan dan

kapasitas dukung komponen struktur

beton terlentur (balok plat,dinding dan

sebagainya), sifat utama bahwa bahan

beton kurang mampu menahan tegangan

tarik akan menjadi dasar pertimbangan.

Pada saat beton struktur bekerja menahan

beban – beban yang dipikulnya, salah satu

tegangan yang terjadi adalah tegangan

tarik akibat lenturan pada serat tepi bawah

Pada balok dengan tumpuan sederhana.

Hampir semua balok yang langsing

mengalami tegangan akibat lentur.

Kekuatan lentur merupakan kekuatan

beton dalam menahan lentur yang

umumnya terjadi pada balok struktur. Kuat

lentur dapat diteliti dengan membebani

balok pada tengah-tengah bentang atau

pada tiap sepertiga bentang dengan beban

titik. Beban ditingkatkan sampai kondisi

balok mengalami keruntuhan lentur,

dimana retak utama yang terjadi terletak

pada sekitar tengah-tengah bentang.

Besarnya momen akibat gaya pada saat

runtuh ini merupakan kekuatan maksimal

balok beton dalam menahan lentur. Kuat

lentur beton adalah kemampuan balok

beton yang diletakkan pada dua perletakan

untuk menahan gaya dengan arah tegak

lurus sumbu benda uji, sampai benda uji

patah. Satuan dinyatakan dalam gaya per

satuan luas (MPa)

Rumus-rumus perhitungan yang digunakan

dalam metode pengujian kuat lentur beton

adalah sebagai berikut:

1. Untuk pengujian dimana patahnya

benda uji ada di luar pusat (diluar

daerah 1/3 jarak titik perletakan) di

bagian tarik dari beton, maka kuat

lentur beton dihitung menurut

persamaan :

2. Untuk pengujian dimana patahnya

benda uji ada di luar pusat (diluar

daerah 1/3 jarak titik perletakan) di

bagian tarik beton, dan jarak antara

titik pusat dan titik patah kurang dari

5% dari panjang titik perletakan

maka kuat lentur beton dihitung

menurut persamaan :

Dimana :

σ = Kuat Lentur benda uji (MPa)

P = Beban yang menyebabkan terbelahnya

balok

L = Jarak (bentang) antara dua garis

perletakan (mm)

b = Lebar tampang lintang patah arah

horizontal (mm)

d = Lebar tampang lintang patah arah

vertikal (mm)

a = Jarak rata-rata antara tampang

lintang patah dan tumpuan luar yang

terdekat, diukur pada 4 tempat pada sisi

titik dari bentang (m).

Gambar 1. Uji Lentur dengan Dua Titik

Pembebanan

Page 11: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

6 | K o n s t r u k s i a

Gambar 2 Garis-garis perletakan dan

pembebanan

Grout

Grout adalah slurry semen yang

diinjeksikan ke dalam retak–retak, pipa-

pipa, dan lubang lubang lainnya. Atau

disamping bangunan beton sebagai

pelindung yang tidak tembus air. Dapat

dipakai pasir bila volumenya besar.

Admixture mineral, seperti abu terbang

dan bentonite, sering dipakai untuk

menambah kecairan. Admixture kimiawi

ditambahkan untuk mengurangi kadar air,

menambah daya lekat dan mengendalikan

waktu pengikatan. Admixture juga bisa

ditambahkan untuk melawan susut.

Penerapan grout yang penting misalnya

pada metode prepacke agregat.

Bahan – Bahan Campuran

Yang termasuk bahan campuran yang lain

adalah

a. Bahan pengikat (bonding

admixture).

b. Bahan pengisi (grouting

admixture).

c. Bahan untuk mempercepat

pengikatan (quick setting

admixture).

d. Bahan pembentuk gas (gas

forming agent).

Bonding Admixture

Umumnya emulsi air dan material organik

seperti karet, polyvinyl klorida, polyvinyl

acetat, acrylics, dan dan butadiene-styrene

copolymer. Mereka ditambahkan kedalam

campuran semen atau dikuaskan pada

permukaan beton lama untuk menambah

kekuatan lekatan antara beton lama dan

baru. Umumnya ditambahkan dalam

proporsi 5 -20 % berat semen, jumlah

tergantung kondisi dilapangan dan jenis

bahannya. Dapat menyebabkan beberapa

pertambahan kandungan udara.

1. Jenis non - reemulsifiable adalah tahan

terhadap air, lebih cocok untuk

penerapan eksterior, dan dipakai di

mana ada kelengasan. Hasil optimum

hanya sebaik permukaan yang dilapisi.

Permukaan harus bersih, kering, baik

(sound), bebas dari kotoran, debu, cat

dan oli.

2. Kegunaan dari bonding admixture adalah

untuk meningkatkan daya lekat pasta

semen, mortar dan beton.

Komposisi :

Polyvinyl acetate (PVA)

Styrene butadine (SDR) atau acrylic.

Grouting Admixture

Digunakan untuk mencegah terjadinya

susut dan menunda set. Karenanya

digunakan untuk menstabilkan fondasi,

mengisi retak dan sambungan. Menyemen

sumur minyak, megisi lubang (cores) dan

tembok bata, grout pada tendon dan baut-

baut angker dan prepalaced-agregate,

menutup lubang-lubang angker pada

fondasi, memperbaiki retak-retak dan

Page 12: V4n2

Studi Analisis Lentur Pada Balok Tumpuan Mengealami Pengeroposan Beton (Arief Eko - Nadia)

7 | K o n s t r u k s i a

keropos, mengisi tendon baja pada beton

pratekan.

Grouting admixture tidak dapat susut dan

mempunyai kekuatan yang tinggi.

Bentuknya encer sehingga mudah di

injeksikan kedalam beton. Tidak

mengandung klorida sehingga dapat

dipakai pada beton bertulang, dan tidak

menimbulkan korosi pada baja tulangan.

Hanya saja harganya jauh lebih mahal dari

pada semen portland biasa (10 kali lipat).

Komposisi :

a. Material seperti gel, clays, pregelatine

starch, methyl cellulose yang berfungsi

untuk mencegah kecepatan hilangnya

air dan grouting admixtures.

b. Betonite clays : berfungsi untuk

mengurangi slurry density.

c. Material seperti barite dan iron filings

yang berfungsi meningkatkan berat

jenis.

d. Natural gums ditambahkan untuk

mencegah susut dari grouting tersebut.

Pekerjaan grouting yang sangat cocok

untuk daerah perbaikan yang sulit. Jenis

kerusakan ini timbul karena pengerjaan

beton yang kurang baik, agregat terlalu

kasar, kurangnya butiran halus yang

termasuk semen, faktor air semen tidak

tepat, pemadatan yang tidak sempurna

karena rapatnya tulangan, pasta semen

keluar dari cetakan yang tidak rapat dan

lain-lainnya. Kerusakan semacam ini

biasanya disebabkan oleh cetakan

(bekisting) yang tidak rapi atau rapat. Hal

ini menyebabkan pasta semen mengalir

keluar, yang mengakibatkan beton keropos.

Dengan menginjeksi bahan grouting yang

relatif cair ke dalam cetakan, ikatan

antara tulangan dan beton kembali seperti

semula dan betonpun dianggap masif.

Tekanan injeksi beton untuk perbaikan

retakan dan grouting untuk perbaikan

dimensi beton .

Pengujian Hipotesis

Hipotesis pada dasarnya merupakan suatu

proporsi atau anggapan yang mungkin

benar, dan sering digunakan sebagai dasar

pembuatan keputusan/pemecahan

persoalan ataupun untuk dasar penelitian

lebih lanjut. Anggapan/asumsi sebagai

suatu hipotesis juga merupakan data, akan

tetapi karena kemungkinan bisa salah,

apabila akan digunakan sebagai dasar

pembuatan keputusan harus diuji terlebih

dahulu dengan menggunakan data hasil

observasi.⁽¹³⁾

Distribusi t

Distribusi t selain digunakan untuk

menguji suatu hipotesis juga untuk

membuat pendugaan (interval estimate).

Biasanya, distribusi t digunakan untuk

menguji hipotesis mengenai nilai

parameter, paling banyak 2 populasi (lebih

dari 2, harus digunakan F), dan dari sample

yang kecil (small sample size), misalnya n <

100, bahkan seringkali n ≤ 30. Untuk n

yang cukup besar ( n ≥ 100, atau mungkin

cukup n >30) dapat digunakan distribusi

normal, maksudnya tabel normal dapat

digunakan sebagai pengganti tabel t.

HASIL PENELITIAN

Pengujian Berat Jenis SSD Agregat Kasar

(Kerikil)

Dari hasil pemeriksaan berat isi agregat

kasar yang dilakukan didapatkan nilai

berat jenis agregat kasar. Nilai BJ agregat

kasar tersebut adalah 2,635.

Page 13: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

8 | K o n s t r u k s i a

Pengujian Berat Jenis SSD Agregat Halus

(Pasir)

Dari hasil pemeriksaan berat isi agregat

halus yang dilakukan didapatkan nilai

berat jenis agregat halus. Nilai BJ agregat

halus tersebut adalah 2,51

Hasil pengujian kuat tekan yang telah di

konversi ke 28 hari dengan factor pembagi

0,65; Nilai rata – rata hasil kuat tekan

adalah 25,295 N/mm2

Pengujian Benda Uji

Setelah umur 28 hari benda uji diangkat

dari bak perendaman dan didiamkan

selama 24 jam untuk selanjutnya

dilaksanakan pengujian kuat lentur .

Hasil pengujian Kuat Lentur

Pengujian kuat Lentur yang akan

dilaksanakan:

a. Kuat Lentur untuk benda uji dalam

kondisi Normal

b. Kuat Lentur untuk benda uji dalam

kondisi Keropos

c. Kuat Lentur untuk benda uji dalam

kondisi keropos sudah perbaikan

dengan menggunakan sika grout.

Hasil Tes Kuat lentur Benda Uji Kondisi Normal

Benda

uji Tgl pembuatan Tgl pengetesan

Hasil

pengetesan

A1 20/11/2012 20/12/2012 7

A2 20/11/2012 20/12/2012 7,5

A3 20/11/2012 20/12/2012 7

A4 20/11/2012 20/12/2012 7.5

Kuat lentur beton normal dihitung dengan persamaan :

Page 14: V4n2

Studi Analisis Lentur Pada Balok Tumpuan Mengealami Pengeroposan Beton (Arief Eko - Nadia)

9 | K o n s t r u k s i a

Hasil Tes Kuat Lentur Benda Uji kondisi Keropos

Hasil Tes Kuat Lentur Benda Uji kondisi perbaikan dengan grouting

Benda Uji Tgl pembuatan Tgl Grouting Tgl pengetesan Hasil Test

C1 23/11/2012 20/12/2012 27/12/2012 7

C2 23/11/2012 20/12/2012 27/12/2012 6,5

C3 23/11/2012 20/12/2012 27/12/2012 6,5

C4 23/11/2012 20/12/2012 27/12/2012 6,5

Sumber : Hasil Pengujian di Laboratorium Teknik Sipil UMJ

ANALISIS DATA

Hasil Kuat Lentur Balok Beton Kondisi Normal

NO P (KN) L (mm) b (mm) d (mm) σP (KN/mm2) σP (MPa)

1 3.5 450 150 150 0.00047 0.466667

2 3.75 450 150 150 0.00050 0.500000

3 3.5 450 150 150 0.00047 0.466667

4 3.75 450 150 150 0.00050 0.500000

Rata-rata 0.483

Benda

uji

Tgl

pembuatan

Tgl

pengetesan

Hasil

pengetesan

B1 29/11/2012 27/12/2012 6

B2 29/11/2012 27/12/2012 6

B3 29/11/2012 27/12/2012 6

B4 29/11/2012 27/12/2012 6,5

Page 15: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

10 | K o n s t r u k s i a

Hasil Kuat Lentur Balok Beton Kondisi Keropos

NO P (KN) L (mm) b (mm) d (mm) σP (KN/mm2) σP (MPa)

1 3 450 150 150 0.00040 0.400

2 3 450 150 150 0.00040 0.400

3 3 450 150 150 0.00040 0.400

Rata-rata 0.400

Hasil Kuat Lentur Balok Beton Kondisi Perbaikan dengan Grouting

NO P (KN) L (mm) b (mm) d (mm) σP (KN/mm2) σP (MPa)

2 3.25 450 150 150 0.00043 0.433

3 3.25 450 150 150 0.00043 0.433

4 3.25 450 150 150 0.00043 0.433

Rata-rata 0.433

Gambar Grafik perbandingan benda uji

Kondisi keropos = 0,400

X 100 = 82,76% 0,483

Kondisi grouting= 0,433

X 100 = 89,66% 0,483

Kondisi normal= 0,483

X 100 = 100 % 0,483

Page 16: V4n2

Studi Analisis Lentur Pada Balok Tumpuan Mengealami Pengeroposan Beton (Arief Eko - Nadia)

11 | K o n s t r u k s i a

KESIMPULAN

Dari Hasil Penelitian yang telah dilakukan,

maka dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut :

1. Kondisi Tegangan Lentur akibat terjadi

Keropos Beton pada tumpuan

mengalami penurunan 17,24 %

terhadap Tegangan Lentur akibat beton

kondisi Normal.

2. Kondisi Tegangan Lentur akibat beton

Kondisi perbaikan dengan grouting

mengalami penurunan 10,34 %

terhadap Tegangan Lentur akibat beton

kondisi Normal.

3. Kondisi Tegangan Lentur akibat beton

Kondisi perbaikan dengan grouting

mengalami peningkatan 6,9 % terhadap

tegangan Lentur akibat beton kondisi

Keropos.

4. Kondisi yang mengalami keropos dan

sudah mengalami perbaikan dengan

grouting tetap hasil tegangan lenturnya

lebih rendah terhadap beton kondisi

normal.

.

DAFTAR PUSTAKA

(1) ASTM C 33-03, Standart specification

for concrete agregat 2003.

(2) BADAN STANDARISASI NASIONAL,

SNI 03-4154-1996, Metode Pengujian

Kuat Lentar Beton dengan Balok Uji

Sederhana yang Dibebani Terpusat

Langsung.

(3) BADAN STANDARISASI NASIONAL,

SNI 03 – 6821 - 2002,

SPESIFIKASI AGREGAT RINGAN

BATU CETAK BETON PASANGAN

DINDING.

(3) CHU-KIA WANG, CHARLES G.

SALMON, BINSAR HARIANDJA,

DISAIN BETON BERTULANG, Jilid 2,

edisi keempat, Penerbit Erlangga, th

1989

(4) CHU-KIA WANG, CHARLES G.

SALMON, BINSAR HARIANDJA,

DISAIN BETON BERTULANG, Penerbit

Erlangga Jilid 1, edisi keempat, th

1993

(5) DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM,

SNI 03-2834-2002, Tata cara

pembuatan rencana beton normal.

YAYASAN LPMB BANDUNG

(6) DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM,

SK-SNI T – 15 -1991-03, TATA CARA

PERHITUNGAN STRUKTUR BETON

UNTUK BANGUNAN GEDUNG.

YAYASAN LPMB BANDUNG

(7) DR Edward G.Nawy,P.E, BETON

BERTULANG SUATU PENDEKATAN

DASAR. Penerbit PT ERESCO

BANDUNG, th 1990

(8) PBI 71, Peraturan Beton Bertulang

Indonesia, Departemen Pekerjaan

Umum 1971.

(9) Prof.DR. Sudjana M.A., M. Sc, METODA

STATISTIKA, Edisi ke 6, Penerbit

TARSITO BANDUNG, th 1996.

(10) J. SUPRANTO , M A. STATISTIK TEORI

DAN APLIKASI, Edisi kelima, jilid 2,

Penerbit ERLANGGA, th 1992 Sika

Product Catalogue, 3rd Edition @

2012.

Page 17: V4n2

Metoda Mikasa-Wilson Dalam Analisis Pemampatan Sekunder Tanah Gambut di Jambi (Tanjung)

13 | K o n s t r u k s i a

METODA MIKASA-WILSON DALAM ANALISIS PEMAMPATAN SEKUNDER

TANAH GAMBUT DI JAMBI

Tanjung Rahayu

Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta

Email: [email protected]

ABSTRAK : Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari perilaku pemampatan sekunder pada tanah

gambut Jambi dengan melakukan percobaan konsolidasi dan analisa data. Percobaan konsolidasi

dilakukan di laboratorium dengan menggunakan alat uji oedometer digital dan analisis data dilakukan

dengan menggunakan metoda Mikasa-Wilson. Tahapan pembebanan pada percobaan konsolidasi

dilakukan dengan rasio penambahan beban sebesar 1, dengan beban awal 0,05 kg/cm2 dan beban akhir

6,4 kg/cm2. Tiap tahapan beban diberikan selama 24 jam, kecuali untuk dua tahap beban di sekitar

tekanan prakonsolidasi yaitu 0,4 kg/cm2 dan 0,8 kg/cm2, beban diberikan selama 7 x 24 jam. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa kurva pemampatan tanah gambut Jambi dengan metoda Mikasa-Wilson

menunjukkan bahwa nilai parameter c membesar dengan meningkatnya beban di atas tekanan

prakonsolidasi. Hasil analisis data dengan metoda Mikasa-Wilson, memberikan nilai regangan didapat di

laboratorium untuk waktu percobaan 24 jam dan 7x24 jam.

Kata Kunci : tanah gambut, konsolidasi sekunder, Mikasa-Wilson

ABSTRACT: This study was conducted to study the behavior of secondary compression on peat soil

consolidation Jambi to conduct experiments and data analysis. Consolidation experiments conducted in

the laboratory using a digital oedometer test equipment and data analysis was performed by using the

method of Mikasa-Wilson. Stages of loading on consolidation experiments carried out with the addition of

load ratio of 1, with an initial load of 0.05 kg/cm2 and 6.4 kg/cm2 load end. Each phase of the load is

given for 24 hours, except for a two-stage load around the preconsolidation pressure of 0.4 kg/cm2 and

0.8 kg/cm2, the burden administered for 7 x 24 hours. The results showed that the peat soil compression

curves Jambi with Mikasa-Wilson method shows that the value of the parameter c enlarged with

increasing load on the preconsolidation pressure. Results of data analysis methods Mikasa-Wilson, gave

strain values obtained in the laboratory for 24 hours and the time trial 7x24 hours.

Keywords: peat, secondary consolidation, Mikasa-Wilson

LATAR BELAKANG Gambut yang lebih dikenal dengan nama peat, adalah campuran dari fragmen-fragmen material organik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang telah membusuk dan menjadi fosil. Tanah gambut mempunyai sifat yang tidak menguntungkan bagi konstruksi bangunan sipil, sebab mempunyai kadar air yang tinggi, daya dukung rendah, dan

kemampatan tinggi. Oleh sebab itu, tanah gambut termasuk tanah yang kurang baik untuk suatu konstruksi bangunan sipil. Penelitian mengenai tanah gambut masih jarang dilakukan di Indonesia sehingga pengetahuan tentang tanah gambut sangat terbatas. Keadaan seperti ini tidak boleh terjadi, sebab lahan gambut di Indonesia sangat luas. Lahan gambut terbesar

Page 18: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

14 | K o n s t r u k s i a

terdapat di pulau Kalimantan, Sumatera, dan Irian Jaya. Perilaku tanah gambut, misalnya konsolidasi, berbeda dengan perilaku tanah lainnya. Dengan demikian, analisis-analisis pada tanah lain seperti lempung tidak dapat digunakan begitu saja pada tanah gambut. Pada tanah lempung, penurunan tanah tidak akan terjadi setelah konsolidasi sekunder selesai atau proses disipasi tekanan air pori selesai. Pada tanah gambut, penurunan masih dapat terjadi setelah disipasi tekanan air pori selesai karena adanya pemampatan pada butiran-butiran tanah. Untuk mendapatkan metoda yang benar dan tepat pada pelaksanaan konstruksi teknik sipil di atas tanah gambut, harus dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui karakteristik dan perilaku tanah gambut. Dengan demikian, diharapkan penelitian ini dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dalam pelaksanaan rekayasa sipil pada tanah gambut. IDENTIFIKASI MASALAH 1) Bagaimana bentuk kurva pemampatan

tanah gambut Jambi? 2) Metoda apa yang cocok untuk

menganalisis pemampatan tanah gambut Jambi?

TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perilaku pemampatan sekunder pada tanah gambut dengan melakukan analisis-analisis terhadap data-data yang diperoleh dari percobaan di laboratorium. Analisis dilakukan dengan menggunakan metoda Gibson-Lo dan metoda Mikasa-Wilson. Dari analisis-analisis tersebut akan diperoleh : 1) Bentuk kurva pemampatan tanah

gambut Jambi? 2) Kurva hubungan antara penurunan -

waktu, angka pori – waktu, regangan – waktu, regangan – log waktu, dan kecepatan perubahan angka pori – waktu.

3) Parameter-parameter model reologi a, b, , b1, 1, c, dan .

4) Metoda yang cocok untuk menganalisis pemampatan tanah gambut Jambi

TINJAUAN PUSTAKA 1. Karakteristik Tanah Gambut

Tanah gambut adalah tanah yang terbentuk dari campuran fragmen-fragmen material organik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang telah membusuk dan menjadi fosil. Menurut ASTM D2607-69, istilah gambut hanya berhubungan dengan bahan organik yang berasal dari proses geologi selain batubara, dibentuk dari tumbuhan yang telah mati, berada di dalam air, dan hampir tidak ada udara di dalamnya, terjadi di rawa-rawa, dan mempunyai kadar abu tidak lebih dari 25 % berat keringnya. Parameter-parameter tanah yang dapat memberi gambaran fisik dari tanah gambut adalah : a. Kadar air

Tanah gambut mempunyai kemampuan yang cukup tinggi untuk menyerap dan menyimpan air.

b. Angka pori Angka pori untuk tanah gambut sangat besar, yaitu berkisar 5 – 15. Bahkan pernah ada tanah gambut berserat yang mempunyai angka pori 25 (Hanrahan,1954).

c. Berat jenis Berat jenis tanah gambut lebih besar dari 1. Menurut MacFarlene (1969), nilai berat jenis rata-rata adalah 1,5 atau 1,6.

d. Berat volume Berat volume tanah gambuat sangat rendah. Untuk gambut yang mempunyai kandungan organik tinggi dan terendam air, berat volumenya kira-kira sama dengan berat volume air (MacFarlene, 1969). Hasil studi dari beberapa peneliti yang dirangkum oleh

Page 19: V4n2

Metoda Mikasa-Wilson Dalam Analisis Pemampatan Sekunder Tanah Gambut di Jambi (Tanjung)

15 | K o n s t r u k s i a

MacFarlene menunjunkkan bahwa nilai berat volume tanah gambut berkisar antara 0,9 – 1,25 t/m3.

e. Susut Apabila tanah gambut dikeringkan maka tanah tersebut akan menyusust dan menjadi keras. Menurut Colley (1950), penyusutan yang terjadi dapat mencapai 50 % dari volume awal. Tanah gambut yang telah mengalami penyusutan tidak akan mampu untuk menyerap air seperti pada kondisi awal. Volume air yang dapat diserap kembali hanya berkisar antara 33 – 55 % dari volume air semula (Feustel dan Byers,1930).

f. Koefisien permeabilitas Nilai koefisien permeabilitas tanah gambut berkisar antara 10-6 – 10-3 cm/dt (Colley, 1950, dan Miyakawa, 1960). Untuk tanah gambut berserat (fibrous peat), koefisien permeabilitas arah horisontal lebih besar daripada arah vertikal.

g. Keasaman (acidity) Air gambut (peaty water) yang pada umumnya bebas dari air laut mempunyai pH antara 4 – 7 (Lea, 1960). Tingkat keasaman tanah gambut berfluktuasi tergantung pada musim dan cuaca. Nilai pH tertinggi terjadi setelah hujan lebat yang diikuti dengan musim panas yang kering.

h. Kadar abu dan kadar organik Kadar abu tanah gambut dapat ditentukan dengan cara memasukkan tanah gambut (yang telah dikeringkan pada temperatur 105oC) ke dalam oven pada temperatur 440oC (metoda C) atau temperatur 750oC (metoda D) sampai contoh tanah tanah menjadi abu (ASTM D 2974-87).

2. Konsolidasi dan Pemampatan Tanah

Gambut Terzaghi (1943) menyatakan bahwa konsolidasi adalah proses

berkurangnya kadar air pada lapisan tanah jenuh tanpa penggantian tempat air oleh udara. Holtz dan Kovacs menyatakan jika tanah lempung menerima beban, karena permeabilitasnya yang kecil, maka pemampatannya ditentukan dari kecepatan keluarnya air dari pori-pori tanah. Proses ini dinamakan konsolidasi dengan respons tegangan-regangan-waktu. Proses berkurangnya volume dalam konsolidasi dapat disebabkan karena : a. deformasi partikel-partikel tanah

(bending) b. perubahan jarak antar partikel c. keluarnya air dan udara dari pori-

pori tanah Konsolidasi tanah dapat dibagi menjadi konsolidasi primer dan konsolidasi sekunder, dimana konsolidasi sekunder terjadi setelah proses konsolidasi primer selesai. Pertambahan beban pada tanah, pertama kali akan diterima oleh air sehingga menimbulkan kenaikan tekanan air pori (excess pore pressure). Pada konsolidasi primer, tekanan air pori akan berkurang akibat keluarnya air dari pori-pori tanah, kemudian dilanjutkan dengan konsolidasi sekunder dengan tekanan air pori konstan. Pada tanah inorganik, konsolidasi primer merupakan komponen terbesar dari penurunan total (settlement), sedangkan pada tanah organik konsolidasi sekunder merupakan komponen terbesar.

Pemampatan tanah gambut dapat diamati dengan melihat kurva regangan terhadap log waktu. Komponen-komponen pemampatan tanah gambut terdiri dari : a. regangan seketika (instantaneous

strain, i) Terjadi dengan segera setelah beban diberikan karena tertekannya rongga udara.

Page 20: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

16 | K o n s t r u k s i a

b. Regangan primer (primary strain, p) Terjadi pada waktu yang relatif singkat sampai waktu tp dengan kecepatan pemampatan yang tinggi karena disipasi tekanan air pori.

c. Regangan sekunder (secondary strain,s) Terjadi pada waktu yang relatif lama sampai waktu ts dengan kecepatan pemampatan yang lebih rendah akibat pemampatan butiran tanah.

d. Regangan tersier (tertiery strain,t) Terjadi secara terus-menerus sampai seluruh proses pemampatan berakhir.

Teori konsolidasi Terzaghi umumnya digunakan untuk memperkirakan pemampatan tanah, namun teori ini tidak dapat digunakan pada tanah gambut karena: a. Koefisien permeabilitas berkurang

dengan cepat Pemampatan awal sangat cepat terjadi dan kofisien permeabiltas berkurang, sedangkan teori konsolidasi Terzaghi digunakan pada tanah yang mempunyai koefisien permeabilitas konstan.

b. Daya mampat tinggi Pemampatan serat terjadi karena butiran tanah memampat, sedangkan pada teori konsolidasi Terzaghi butiran tanah tidak termampatkan.

3. Metoda Mikasa – Wilson

Metoda Mikasa menganalisis perilaku pemampatan sekunder berdasarkan percobaan oedometer dan analisis untuk menentukan titik akhir rangkak (creep) menggunakan metoda Wilson.

3.1. Koefisien konsolidasi sekunder

Koefisien perubahan volume mv diasumsikan terdiri dari mvp akibat

konsolidasi primer dan mvs akibat konsolidasi sekunder.

dimana :

= waktu dari awal

pembebanan sampai berakhirnya konsolidasi primer

= waktu sampai konsolidasi

sekunder berhenti = koefisien perubahan volume

akibat konsolidasi sekunder sampai suatu waktu t

Gambar 1. Koefisien perubahan volume Jika diasumsikan proses penurunan keseluruhan termasuk konsolidasi sekunder dianggap cv dan proses penurunan untuk konsolidasi primer cvp, hasilnya adalah:

(26a)

(26b)

dimana : = koefisien permeabilitas pada

konsolidasi primer = koefisien permeabilitas dalam

proses penurunan keseluruhan Karena sulit untuk memahami perubahan koefisien permeabilitas sejalan waktu secara numerik, diambil

Page 21: V4n2

Metoda Mikasa-Wilson Dalam Analisis Pemampatan Sekunder Tanah Gambut di Jambi (Tanjung)

17 | K o n s t r u k s i a

ks untuk koefisien permeabilitas pada konsolidasi sekunder dan k untuk koefisien permeabilitas pada proses keseluruhan.

(27)

sehingga

(28)

Dianggap adalah koefisien

permeabilitas sebelum konsolidasi dimulai, adalah koefisien

permeabilitas pada akhir konsolidasi, dan . Dengan mensubstitusi

, akan diperoleh persamaan

berikut :

(29)

3.1. Penentuan titik akhir konsolidasi

sekunder Jika besarnya perubahan angka pori akibat konsolidasi primer dinyatakan dengan , akibat konsolidasi

sekunder , dan angka pori pada

tahap konsolidasi sekunder berakhir , maka rasio konsolidasi sekunder

adalah

(30) Diasumsikan S adalah kemiringan garis konsolidasi sekunder dalam hubungan U – log t.

(31)

Substitusi persamaan, maka :

(32)

(33)

Jika nilai dapat ditentukan, maka

titik akhir konsolidasi sekunder dapat diketahui. Nilai dapat ditentukan

tanpa menunggu sampai konsolidasi sekunder selesai pada percobaan konsolidasi dengan menggunakan

metoda Wilson,dkk. Besarnya perubahan angka pori di waktu tertentu pada tahap konsolidasi

sekunder adalah :

(34)

dimana :

c = nilai saat t = 1 menit

= kemiringan garis lurus pada tahap konsolidasi sekunder

dalam kurva

yang didapat dari percobaan konsolidasi

Pada kasus , nilai dapat

ditentukan dengan persamaan berikut:

Penentuan titik akhir konsolidasi sekunder dapat dicari dari persamaan dengan mv dan cv yang lebih akurat, namun metoda ini tidak dapat digunakan untuk kasus .

Dari substitusi persamaan akan diperoleh persamaan berikut :

(36)

Dengan demikian, koefisien perubahan volume dan koefisien konsolidasi yang meliputi konsolidasi sekunder dapat dinyatakan sebagai berikut :

Page 22: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

18 | K o n s t r u k s i a

dimana : = pertambahan tegangan aksial

efektif dan pada persamaan (39), diasumsikan

METODE PENELITIAN Benda Uji

Benda uji untuk percobaan konsolidasi ini diambil dari Jambi. Contoh gambut yang digunakan adalah contoh tanah tidak terganggu (undisturb sample). Contoh tanah diambil pada kedalaman 1 m dengan tabung berdiameter 7 cm dan panjang 60 cm. Tanah gambut yang telah masuk ke dalam tabung dilapisi oleh aluminium foil dan lilin agar tidak merubah kondisi asli. Benda uji yang masih berada di dalam tabung dikeluarkan dengan alat pendorong vertikal secara perlahan-lahan dan langsung dimasukkan ke dalam cincin percobaan. Benda uji yang digunakan dalam percobaan berdiameter 6 cm dan tinggi 2 cm.

Prosedur penelitian di laboratorium

Kegiatan percobaan dilakukan di Balai Geoteknik, Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan, Ujungberung, Bandung. Jenis kegiatan yang dilaksanakan adalah : 1. Percobaan berat jenis berdasarkan

ASTM D 854 2. Percobaan kadar air berdasarkan

ASTM D 2974 3. Percobaan konsolidasi dengan

oedometer berdasarkan ASTM D 2435 : a) Test 1

Memberikan beban secara bertahap dengan waktu pembebanan 24 jam untuk beban :

0,05kg/cm2;0,1 kg/cm2;0,2 kg/cm2; 0,4 kg/cm2 ;0,8 kg/cm2;1,6 kg/cm2 ; 3,2 kg/cm2;6,4 kg/cm2 ; Jumlah benda uji adalah 1 buah.

b) Test 2 Memberikan beban secara bertahap dengan : - waktu pembebanan 24 jam untuk beban 0,05kg/cm2;0,1kg/cm2;0,2kg/cm2; 1,6 kg/cm2;3,2 kg/cm2;6,4 kg/cm2

- waktu pembebanan 24 jam untuk beban

0,4 kg/cm2 dan 0,8 kg/cm2; Jumlah benda uji adalah 1 buah.

Peralatan percobaan konsolidasi

Peralatan yang digunakan untuk melakukan percobaan konsolidasi tanah gambut adalah oedometer yang disambungkan dengan amplifier dan seperangkat komputer. Dengan adanya amplifier dan komputer tersebut, maka pembacaan penurunan akan lebih baik dan dapat direkam secara otomatis oleh komputer. Sistem ini terdiri dari : 1. Perangkat keras

a) mesin percobaan : alat konsolidasi yaitu oedometer pembebanan

b) alat pengukur : amplifier pengukur linier

c) komputer : komputer dan layar monitor untuk pengukuran dan pemrosesan data

Page 23: V4n2

Metoda Mikasa-Wilson Dalam Analisis Pemampatan Sekunder Tanah Gambut di Jambi (Tanjung)

19 | K o n s t r u k s i a

Gambar 2. Skema perangkat keras

Gambar 3. Skema amplifier pada percobaan konsolidasi

Amplifier pada percobaan konsolidasi terdiri dari : a) penghitung (counter), berfungsi

untuk menghitung jumlah sinyal yang terdeteksi oleh alat sensor

b) layar LCD (LCD display), berfungsi untuk menunjukkan besarnya deformasi

c) interface, berfungsi untuk mengubah jumlah sinyal yang terdeteksi oleh alat sensor menjadi suatu besaran yang dapat direkam oleh komputer

.

Gambar 4. Contoh layar LCD

2. Perangkat lunak a) pengukuran b) pemrosesan data c) perekaman dalam disket

Gambar 5. Skema aliran data

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Sifat fisik yang dimiliki oleh tanah gambut Jambi adalah :

1) kadar air : 271,9 % 2) berat volume: 1,08 t/m3 3) berat jenis : 1,67 4) angka pori : 4,7571 Hasil percobaan konsolidasi dengan metoda Mikasa-Wilson Kurva yang diperlukan untuk menganalisis data dengan metoda Mikasa-Wilson adalah kurva . Dari kurva

tersebut akan diperoleh nilai yaitu besarnya kemiringan garis pemampatan sekunder. CH 1 1.15 CH 2 0.23

CH 3 0.55 CH 4 0.05

Counter interface

display

komput

er

Amplifier

konsolidasi

Pengukur

linier

oedomete

r

Pengukur

linier plotte

r

amplifier

Layar monitor

Komputer

Pengukuran Data

File Pengukuran

Data

Data Input

Manual untuk

Dokumen

File Dokumen

untuk Laporan

Hasil

Output

komputer

Page 24: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

20 | K o n s t r u k s i a

Gambar 5. Kurva

untuk tekanan 0,8

kg/cm2 (test 1)

Gambar 6. Kurva angka pori – waktu untuk

tekanan 0,8 kg/cm2(test 1)

Gambar 7. Kurva

untuk tekanan 0,4

kg/cm2- 1 hari (test 2)

Gambar 8. Kurva angka pori – waktu untuk

tekanan 0,4 kg/cm2– 1 hari (test 2)

Gambar 7. Kurva

untuk tekanan 0,4

kg/cm2- 1 minggu (test 2)

Gambar 8. Kurva angka pori – waktu untuk

tekanan 0,4 kg/cm2– 1 minggu (test 2)

Gambar 9. Kurva

untuk tekanan 0,8

kg/cm2- 1 hari (test 2)

Page 25: V4n2

Metoda Mikasa-Wilson Dalam Analisis Pemampatan Sekunder Tanah Gambut di Jambi (Tanjung)

21 | K o n s t r u k s i a

Gambar 10. Kurva angka pori – waktu

untuk tekanan 0,8 kg/cm2– 1 hari (test 2)

Gambar 11. Kurva untuk tekanan 0,8

kg/cm2- 1 minggu (test 2)

Gambar 12. Kurva angka pori – waktu untuk tekanan 0,8 kg/cm2– 1 minggu

(test 2)

Tabel 1. Parameter-parameter Mikasa-Wilson untuk tanah gambut Jambi (test 1)

Tekanan (kg/cm2) c

0,05 0,0192 - 1,2859

0,1 0,01422 - 1,1867

0,2 0,0237 - 1,2001

0,4 0,03555 - 1,2148

0,8 0,06635 - 1,2892

1,6 0,0746 - 1,2789

Page 26: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

22 | K o n s t r u k s i a

Tabel 2. Parameter-parameter Mikasa-Wilson untuk tanah gambut Jambi (test 2)

Tekanan (kg/cm2) c

0,05 0,04836 - 1,2937

0,1 0,00920 - 0,954

0,2 0,02648 - 1,1186

0,4 0,00691 - 0,8005

0,8 0,03109 - 1,0322

1,6 0,04260 - 1,0966

3,2 0,05757 - 1,1409

7,4 0,07139 - 1,1718

Tabel 3. Parameter-parameter Mikasa-Wilson untuk tanah Gambut Jambi (test 2)

dengan masa pembebanan bervariasi

Tekanan

(kg/cm2)

Parameter

Mikasa-Wilson

Waktu

1 hari 3 hari 7 hari

0,4 c 0,00691 0,00691 0,00691

- 0,8005 - 0,8181 0,8368

0,8 c 0,03109 0,03109 0,03109

- 1,0322 - 1,0322 -1,0322

Page 27: V4n2

Metoda Mikasa-Wilson Dalam Analisis Pemampatan Sekunder Tanah Gambut di Jambi (Tanjung)

23 | K o n s t r u k s i a

Pembahasan Metoda Mikasa-Wilson

Gambar 13. Kurva parameter c

Parameter c adalah nilai kecepatan perubahan angka pori pada waktu 1 menit. Dari gambar 48 terlihat bahwa analisis data dengan metoda Mikasa-Wilson menunjukkan nilai parameter c bertambah besar sejalan dengan meningkatnya tekanan. Analisis regangan Untuk tanah gambut Jambi, persentase pertambahan regangan pada waktu 1 tahun relatif kecil karena nilai yang sangat kecil (mendekati nol) seperti ditunjukkan oleh grafik untuk = 0. Penjelasan

mengenai masalah ini telah dikemukakan oleh B. Juszkiewicz – Bednarczyk dan M. Werno (1981).

Gambar 14. Grafik (B.

Juszkiewicz – Bednarczyk dan M. Werno,1981).

Untuk mendapat gambaran, apabila terdapat lapisan tanah gambut setebal 10 m

maka penurunan yang akan terjadi dalam waktu 1 tahun dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Analisis penurunan pada waktu 1 tahun (cm)

Tekanan Metode Mikasa – Wilson

Test 1 Test 2 0.05 21.2157 40.667 0.1 17.624 35.285 0.2 29.304 46.727

0.4 (1 hari) 42.532 92.621 0.4 (3 hari) 80.067 0.4 (7 hari) 69 0.8 (1 hari) 66.059 94.263 0.8 (3 hari) 94.263 0.8 (7 hari) 94.263

1.6 110.94 3.2 140.232 6.4 160.395

KESIMPULAN 1. Bentuk kurva regangan – waktu (skala

log) yang diperoleh menyerupai kurva pemampatan tipe I dan II pada hasil studi yang telah dilakukan Lo (1961).

2. Nilai parameter a pada metoda Gibson-Lo akan mengecil dengan meningkatnya beban. Hal ini disebabkan oleh mengecilnya ruang makropori sehingga aliran air pori dari makropori menjadi semakin sulit untuk keluar.

3. Nilai parameter b pada metoda Gibson-Lo semakin mengecil dengan meningkatnya beban. Hal ini disebabkan oleh mengecilnya ruang makropori dan mikropori sehingga aliran air pori dari mikropori ke makropori semakin sulit.

4. Nilai parameter 1/ pada metoda Gibson-Lo semakin besar dengan meningkatnya beban.

5. Periode pembebanan mempengaruhi nilai parameter a, b, 1/. Dengan makin lamanya periode pembebanan maka nilai a, b, 1/ semakin besar.

Page 28: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

24 | K o n s t r u k s i a

6. Nilai parameter c pada metoda Mikasa-Wilson membesar pada tekanan 0,8 kg/cm2.

7. Analisis regangan baik dengan metoda Gibson-Lo maupun metoda Mikasa-Wilson memberikan nilai regangan yang hampir sama dengan nilai regangan yang diperoleh dari percobaan konsolidasi di laboratorium dengan alat oedometer untuk waktu pembebanan 24 jam dan 7x24 jam.

8. Analisis regangan untuk waktu 1 tahun menunjukkan bahwa nilai regangan berdasarkan metoda Mikasa-Wilson sedikit lebih besar daripada metoda Gibson-Lo, sebab ada perbedaan waktu konsolidasi primer menurut kedua metoda tersebut.

DAFTAR PUSTAKA 1. Andersland, O.B. dan Al-Khafaji, A.W.N.

(1980), Organic Material and Soil Compressibility, Journal of the Geotechnical Engineering Division, vol 106, no. GT7, pp. 749-758.

2. ASTM, American Society for Testing & Material, Philadelpia, USA.

3. Barden, L. (1968), Primary and Secondary Consolidation of Clay and Peat, Geotechnique, 18.

4. Bednarczyk, J.B. dan Werno, M. (1981), Determination of Consolidation Parameters.

5. Berre, T. & Iversen, K. (1972), Oedometer Tests with Different Speciment Heights on a Clay Exhibiting Large Secondary Compression, Geotechnique, vol. 22, no. 1.

6. Berry, P.L. dan Vickers, B. (1975), Consolidation of Fibrous Peat, Journal of the Geotechnical Engineering Division, vol. 101, no. GT8, pp.741-753.

7. Das, B.M, Advanced Soil Mechanics, International Student Edition, Singapore.

8. Edil, T.B., Termaat, Ruud, dan Han, Evert den, Advances in Understanding

and Modelling the Mechanical Behavior of Peat, A.A. Balkema, Rotterdam, Brookfield.

9. Edil, T.B., Soft Soil Engineering, Kursus Singkat Geoteknik di Indonesia Menjelang Milenium ke-3.

10. Holtz, R.D., dan Kovacs, W.D., An Introduction to Geotechnical Engineering, Prentice Hall Inc.

11. Irsyam, M., Mekanisme dan Penanggulangan Tanah Mengembang, diktat kuliah Perilaku Tanah.

12. Irsyam M., Studi Kasus Perbaikan Tanah pada Tanah Lunak dan Gambut, Kursus Singkat Geoteknik di Indonesia Menjelang Milenium ke-3.

13. Lambe, T.W., dan Whitman, R.V., Soil Mechanics, SI Version, John Wiley & Sons, Inc.

14. Lo, K.Y. (1961), Secondary Compression of Clays, Journal of the Soil Mechanics and Foundation Division, vol. 87, No. SM 4, pp 61-87.

15. Mac Farlane, I.C., Muskeg Engineering Handbook, National Research Council of Canada, University of Toronto, Canada.

16. Pradoto, Suhardjito dan As’ad Munawir, Analisis dan Perilaku Pemampatan Gambut Palembang.

17. Suklje, Lujo, Rheological Aspect of Soil Mechanics, Wiley-Interscience, John Wiley & Sons Ltd.

18. Wahls, H.E. (1962), Analysis of Primary and Secondary Consolidation, Journal of the Soil Mechanics and Foundations Division, vol. 88, no. SM6, pp. 207-231.

19. Yamanouchi, Toyotoshi dan Yasuhara, Kazuya, (March, 1975), Secondary Compression of Organic Soil, Soils and Foundations, vol. 15, no. 1, pp. 69-79

Page 29: V4n2

Analisis Bekesting Metode Semi Sistem Dan Metode Sistem Pada Gedung (Abdul Muis - Trijeti)

25 | K o n s t r u k s i a

ANALISIS BEKISTING METODE SEMI SISTEM DAN METODE SISTEM

PADA BANGUNAN GEDUNG

Abdul Muis

Trijeti

Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta

Email : [email protected]

ABSTRAK : Bekisting merupakan suatu sarana pembantu untuk mencetak beton dengan ukuran, bentuk

rupa ataupun posisi serta aligment yang dikehendaki. Analisis yang dilakukan adalah membandingkan

bekisting metode semi sistem dengan metode sistem pada balok dan plat lantai pekerjaan bangunan

gedung di lantai 2 dan 3 terhadap biaya dan waktu. Analisa harga satuan mengacu pada SNI 2008

(Analisa Biaya Konstruksi Bangunan Gedung dan Perumahan Pekerjaan Beton) dengan harga material ,

alat dan upah tahun 2012. Biaya antara pekerjaan bekisting metode sistem lebih mahal dibandingkan

dengan bekisting metode semi sistem. Waktu pekerjaan bekisting metode sistem lebih cepat

penyelesaiannya dibandingkan metode semi sistem. Jadi bekisting metode sistem dipakai atau dipilih

apabila proyek konstruksi dituntut untuk lebih cepat dan perusahaan mendapatkan proyek yang sama /

berulang-ulang.

Kata Kunci : bekisting semi-sistem, bekisting sistem, analisa harga satuan

ABSTRACT: Formwork is a concrete means of helpers to print to the size, shape or appearance and

position of the desired alignment. Analysis is conducted to compare methods of semi formwork system with

the method on a system of beams and slab building work on floors 2 and 3 of the cost and time. Analysis

unit price refers to the ISO 2008 (Construction Cost Analysis of Building and Housing Concrete Work) at a

price of materials, equipment and wages in 2012. Costs between jobs formwork system method is more

expensive than the semi method formwork system. Time jobs formwork system faster method than the

method of semi-completion system. So formwork system method used or selected if required for

construction projects more quickly and the company gets the same project / repetitive.

Keywords: semi-formwork system, formwork system, the unit price analysis

PENDAHULUAN

Bangunan gedung bertingkat memiliki

karakteristik yang spesifik khususnya

dalam teknologi pelaksanaan seperti urutan

pekerjaan, jenis pekerjaan, kegiatan

pengangkutan vertikal, keselamatan kerja,

keterbatasan lokasi dan air tanah. Metode

pelaksanaan konstruksi yang terdiri dari

pekerjaan persiapan, dewatering, struktur

bawah, struktur atas dan finishing perlu

direncanakan sebelum pelaksanaan

pekerjaan.

Pelaksanaan struktur atas beton pada

dasarnya dapat dilaksanakan dengan

berbagai metode :

Cast inplace/cast insitu, komponen struktur

dicor ditempatnya. Termasuk metode

konvensional ; Campuran precast dan Cast

inplace, digunakan dengan berbagai macam

kombinasi antara balok, plat dan kolom ;

Precast, komponen struktur dicor dipabrik

Page 30: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

26 | K o n s t r u k s i a

(plant), kemudian dibawa kelokasi proyek

lalu dipasang.

Formwork atau cetakan beton sering juga

disebut bekisting merupakan suatu sarana

pembantu untuk mencetak beton dengan

ukuran, bentuk rupa ataupun posisi serta

aligment yang dikehendaki. Bekisting

terdiri dari beberapa bagian yang dirangkai

menjadi suatu kesatuan konstruksi tertentu

dengan system yang praktis. Artinya sesuai

dengan sifatnya hanya merupakan struktur

sementara yang mendudukung beratnya

sendiri dan berat beton basah, konstruksi

bekisting harus mudah dikerjakan dan

mudah pula untuk dibongkar serta tidak

mudah rusak sehingga dapat dipakai

berulang kali. Hal yang perlu

diperhitungkan adalah bekisting harus

mampu menahan beban-beban yang ada.

Bekisting semi sistem adalah bekisting yang

bahan dasarnya disesuaikan dengan

konstruksi beton, sehingga pengulangannya

dapat dilakukan lebih banyak apabila

konstruksi beton itu sendiri tidak terjadi

perubahan bentuk maupun ukuran.

Adapun bekisting sistem adalah bekisting

yang mengalami perkembangan lebih lanjut

kesebuah bekisting universal yang dengan

segala kemungkinannya dapat digunakan

pada berbagai macam bangunan,

penggunaan bekisting sistem bertujuan

untuk penggunaan ulang pakai.

LANDASAN TEORI

Dalam menghitung anggaran biaya, perlu

memperhatikan ketentuan-ketentuan

sebagai berikut : Semua bahan untuk

penyusunan anggaran biaya dikumpulkan

dan diatur dengan rapih ; Gambar-gambar

rencana/gambar bestek dan penjelasan

atau keterangan yang tercantum dalam

peraturan dan syarat-syarat ; Membuat

catatan sebanyak mungkin yang penting,

baik mengenai gambar.; Menentukan

system yang tepat dan teratur yang akan

dipakai dalam perhitungan.

Penyusunan anggaran biaya dilaksanakan

dengan cara pembuatan daftar-daftar

sebagai berikut :

Waktu pelaksanaan proyek konstruksi

merupakan salah satu elemen hasil

perencanaan, yang dapat memberikan

informasi tentang jadwal rencana dan

kemajuan proyek konstruksi dalam hal

kinerja sumber daya berupa biaya, tenaga

kerja, peralatan, dan material serta rencana

durasi proyek dan progress waktu untuk

penyelesaian proyek konstruksi.

Bekisting disebut juga acuan dan perancah.

Acuan yaitu bagian dari konstruksi

bekisting yang berfungsi untuk membuat

cetakan beton sesuai yang diinginkan. Suatu

konstruksi acuan yang telah dibuat dan

akan dipakai harus kuat untuk menahan

beban yang masih basah dan liat.

Konstruksi acuan sendiri terdiri dari papan

cetakan dan pengaku cetakan.

Dalam sebuah konstruksi acuan dibagi

dalam 2 (dua) macam :Acuan tetap adalah

acuan yang dipasang untuk tidak dibongkar

lagi dan acuan tersebut tidak mengurangi

kekuatan dan tidak berpengaruh buruk

Daftar

Harga

Bahan

Daftar

Upah

Tenaga

Analisa

Koefisien

Harga

Satuan

Pekerjaan

X

Harga Satuan

Pekerjaan

Volume

Pekerjaan

Harga

Pekerjaan X =

Page 31: V4n2

Analisis Bekesting Metode Semi Sistem Dan Metode Sistem Pada Gedung (Abdul Muis - Trijeti)

27 | K o n s t r u k s i a

pada konstruksi bangunan. Acuan tidak

Tetap adalah acuan yang dipasang dan

dapat dibongkar setelah beton cukup kuat

untuk menahan bebannya sendiri. Contoh

bahan-bahan yang digunakan dalam

pembuatan acuan sementara adalah papan

kayu, kayu balok, plywood, panel-panel

baja, fiberglass, dan lain-lain.

Bekisting semi sistem

Bekisting semi sistem adalah bekisting yang

bahan dasarnya disesuaikan dengan

konstruksi beton, sehingga pengulangannya

dapat dilakukan lebih banyak apabila

konstruksi beton itu sendiri tidak terjadi

perubahan bentuk maupun ukuran.

Pertimbangan penggunaan bekisting semi

sistem adalah pada konstruksi yang cukup

tinggi pengulangan penggunaan bekisting

pada suatu pekerjaan cetakan sistem ini

terbuat dari material kayu lapis atau plat,

sedangkan perancah penopangnya terbuat

dari baja yang dipabrikasi. Bekisting semi

sistem merupakan perkembangan dari

bekisting konvesional, peningkatan kualitas

dari bekisting konvesional menjadi

bekisting semi sistem terletak pada

penggunaan ulang bekisting itu sendiri.

Material yang dibutuhkan untuk bekisting

semi sistem adalah : Scaffolding (perancah)

,U-Head , Vertical support tube , Horizontal

support tube , Jack base , Joint pin , Alat-alat

pendukung

Bekisting sistem

Bekisting sistem atau disebut juga bekisting

full system adalah bekisting yang

mengalami perkembangan lebih lanjut

kesebuah bekisting universal yang dengan

segala kemungkinannya dapat digunakan

pada berbagai macam bangunan,

penggunaan bekisting sistem bertujuan

untuk penggunaan ulang pakai.

Pelaksanaan bekisting sistem lebih cepat

dibandingkan dengan bekisting

konvensional dan semi sistem karena

komponen-komponen bekisting sistem

sudah ada ukuran standarnya. Pembiayaan

bekisting sistem pada awalnya dapat

dikatakan mahal, tetapi dengan adanya

pelaksanaan yang relatif singkat dan

penggunaan berulang kali, maka

penambahan biaya tidak terlalu mengikat.

Alat bekisting balok : Hollow 50.50 , Double

siku Tie rod T dan Wing nut , Suri Hollow ,

Batang horizontal, Jack base, Double wing

Komponen bekisting plat lantai : Plywood

phenolic 15 mm, Hollow 50.50, U-head,

Batang horizontal , Batang vertical , Batang

vertikal joint , Jack base.

Page 32: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

28 | K o n s t r u k s i a

Rakapitulasi Material & Peralatan.

NO

Material Peralatan

Bekisting metode

semi sistem

Bekisting metode

sistem

Bekesting

semis sistem

& sistem

1 Kaso 5/7 Plywood phenolic 15

mm Excavator

2 Plywood 9 mm Kaso 5/7 Theodolite

3 Plywood 12 mm Hollow 50.50 Waterpass

4 Kawat baja/bendrat Balok 6/12 Tower Crane

5 Minyak Bekisting Double siku Air

compressor

6 Paku 5 cm - 12 cm Tie rod T

7 Scaffolding standart Suri Hollow

8 Balok 6/12 Double wing

9 Sekur horizontal Batang horizontal

10 Sekur vertikal Batang vertikal

11 Jack base Jack base

12 U-head

13 Sekur joint

PEMBAHASAN

Perhitungan kuantitas pekerjaan bekisting

balok metode semi sistem dan metode

system yang ditinjau pada bangunan

gedung lt.2 dan lt.3.

Perhitungan kuantitas bekisting balok

metode sistem, lantai satu dan lantai dua

sama atau tipikal. Metode perhitugan

kuantitas bekisting balok :

Tipe balok dalam mili meter (mm) , Ukuran

balok dalam mili meter (mm) : Lebar x

Tinggi , Lebar balok dalam meter (m) ,

Tinggi balok dalam meter (m) : Tinggi –

Tebal pelat lantai , Panjang balok dalam

meter (m), Jumlah balok, Kuantitas

pengecoran dalam meter kubik (m³) , Luas

dalam meter persegi (m²) :

Page 33: V4n2

Analisis Bekesting Metode Semi Sistem Dan Metode Sistem Pada Gedung (Abdul Muis - Trijeti)

29 | K o n s t r u k s i a

Perhitungan kuantitas pekerjaan bekisting balok metode semi sistem lt.2.

N

o

Beam

Type

Measuremen

t (mm)

Widt

h High (m)

Lengt

h Tota

l

Wide Informatio

n (m) (t1) (t2) (m) (m2)

1 G-1 350 ×

600 0.35

0.4

8

0.4

8 7.6 3 29.87 Main Beam

.. ...

30 B-10 150 × 600 0.15

0.4

8

0.4

8 1.441 2 3.20

716.3

5

Perhitungan kuantitas bekisting balok metode semi sistem lt. 3.

N

o

Beam

Type

Measureme

nt (mm)

Widt

h High (m)

Lengt

h Tota

l

Wide Inform

ation (m) (t1)

(t2

) (m) (m2)

3

3 G-1 350 × 600 0.35 0.48

0.4

8 7.6 3 29.87

Main

Beam

6

7 B-32 350 × 600 0.35 0.48

0.4

8 19.874 1 26.03

988.5

0

Perhitungan kuantitas bekisting balok lt. 2 atau lt. 3 metode sistem.

No Beam

Type

Measurement

(mm)

Width High (m) Length Total

Wide Information

(m) (t1) (t2) (m) (m2)

1 B1 350 × 700 0.35 0.58 0.58 86.331 1 130.36

... ....

21 BW2 250 × 400 0.25 0.28 0.28 9.845 1 7.97

1,015.25

Perhitungan kuantitas pekerjaan bekisting pelat lantai metode semi sistem dan metode sistem

lt.2 dan lt.3.

Luas dalam meter persegi (m²) :

Page 34: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

30 | K o n s t r u k s i a

Perhitungan kuantitas bekisting pelat lantai lt. 2 metode semi sistem.

No

Pelat

lantaie

Type

Dimension

(m)

Length

Total

Wide

Information (m) (m²)

1 S-1 2.83 x 0.12 3 8 47.56

Floor Pelat

lantaie

2 S-1 2.9 x 0.12 7.6 9 95.58 t = 120 mm

.. ....

35 S-2 1.2 x 0.12 2.8 1 4.12

557.83

Perhitungan kuantitas bekisting pelat lantai lt. 3 metode semi sistem.

No

Pelat

lantaie

Type

Dimension

(m)

Length

Total

Wide

Information (m) (m²)

36 S-1 2.95 x 0.12 7.6

18 192.06

Pelat lantai

Lantai

37 S-1 2.95 x 0.12 7.1 2 20.34 t = 120 mm

.. ....

55 S-2 1.2 x 0.12 2.8 1 4.12

579.03

Perhitungan kuantitas bekisting pelat lantai metode sistem zone 1.

No

Tipe

plat

Dimensi

(mm) Jumlah

(buah)

Luas

pekerjaan

(m²) p l

1 S1 5850 2625 5 76.78

.. ..

S4 800 3172 1 2.54

JUMLAH 373.82

Perhitungan kuantitas bekisting pelat lantai metode sistem zone 2.

No Tipe

plat

Dimensi (mm) Jumlah

(buah)

Luas

pekerjaan

(m²) p l

1 S1 2625 5850 5 76.78

.. ....

S4 1434 700 1 1

JUMLAH 617.6

Jadi jumlah kuantitas bekisting pelat lantai, lt.2 atau lt.3 metode sistem adalah 991,4 m².

Analisa harga satuan per-m2 pekerjaan bekisting balok dan pelat lantai metode semi sistem

dan metode sistem lt.2 dan lt.3.

Page 35: V4n2

Analisis Bekesting Metode Semi Sistem Dan Metode Sistem Pada Gedung (Abdul Muis - Trijeti)

31 | K o n s t r u k s i a

Analisa harga satuan per-m2 pekerjaan bekisting balok metode semi sistem lt.2.

Pekerjaan Balok

Lantai 2 Kuantita

s

Satua

n Harga / Upah Jumlah Ket 1 m² Pekerjaan

Bekisting Balok

Pemasangan Bekisting

Balok

a. Bahan

1 Kaso 5/7 1.000 btg Rp 40,000.00 Rp 40,000.00

2 Paku, baut-baut, dan

kawat 0.400 kg Rp 10,000.00 Rp 4,000.00

3 Minyak Bekisting 0.200 ltr Rp 28,000.00 Rp 5,600.00

4 Balok 6/12 1.000 btg Rp 70,000.00 Rp 70,000.00

5 Plywood tebal 9 mm 0.350 Lbr Rp 180,000.0

0 Rp 63,000.00

6 Scaffolding standart 1

set 1.000 unit Rp

150,000.0

0 Rp

150,000.0

0

b. Tenaga Kerja

1 Mandor 0.033 Oh Rp 80,000.00 Rp 2,640.00

2 Kepala Tukang 0.033 Oh Rp 70,000.00 Rp 2,310.00

3 Tukang 0.330 Oh Rp 65,000.00 Rp 21,450.00

4 Pekerja 0.660 Oh Rp 47,000.00 Rp 31,020.00

Pembongkaran Bekisting

Balok

a. Tenaga Kerja

1 Mandor 0.0133 Oh Rp 80,000.00 Rp 1,064.00

2 Kepala Tukang 0.0399 Oh Rp 70,000.00 Rp 2,793.00

3 Tukang 0.1997 Oh Rp 65,000.00 Rp 12,980.50

4 Pekerja 0.3993 Oh Rp 47,000.00 Rp 18,767.10

Alat

1 Tower Crane 4 Hr Rp 200,000.0

0 Rp 1,572.65

Σ = Rp 427,197.2

Harga satuan per-m2 pekerjaan bekisting balok lt.3 metode semi sistem adalah : Rp.

426.977,9,- (beda di tower crane )

Page 36: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

32 | K o n s t r u k s i a

Analisa harga satuan per-m2 pekerjaan bekisting balok metode sistem lt.2.

Pekerjaan Balok

Lantai 2 Kuantita

s

Satua

n Harga / Upah Jumlah Ket 1 m² Pekerjaan

Bekisting Balok

Pemasangan Bekisting

Balok

a. Bahan

1 Plywood phenolic 15

mm 0.35 m³ Rp

370,000.0

0 Rp

129,500.0

0

2 Kaso 5/7 1 btg Rp 40,000.00 Rp 40,000.00

3 Hollow 50.50 1 btg Rp 84,000.00 Rp 84,000.00

4 Balok 6/12 1 btg Rp 70,000.00 Rp 70,000.00

5 Double siku 1 set Rp 26,000.00 Rp 26,000.00

6 Tie rod T 1 set Rp 25,000.00 Rp 25,000.00

7 Suri Hollow 1 set Rp 30,000.00 Rp 30,000.00

8 Double wing 1 set Rp 30,000.00 Rp 30,000.00

9 Sekur horizontal 1 set Rp 54,500.00 Rp 54,500.00

1

0 Sekur vertikal 1 set Rp 25,000.00 Rp 25,000.00

1

1 Jack base 1 set Rp 25,000.00 Rp 25,000.00

b. Tenaga Kerja

1 Mandor 0.033 Oh Rp 80,000.00 Rp 2,640.00

2 Kepala Tukang 0.033 Oh Rp 70,000.00 Rp 2,310.00

3 Tukang 0.330 Oh Rp 65,000.00 Rp 21,450.00

4 Pekerja 0.660 Oh Rp 47,000.00 Rp 31,020.00

Pembongkaran Bekisting Balok

a. Tenaga Kerja

1 Mandor 0.0133 Oh Rp 80,000.00 Rp 1,064.00

2 Kepala Tukang 0.0399 Oh Rp 70,000.00 Rp 2,793.00

3 Tukang 0.1997 Oh Rp 65,000.00 Rp 12,980.50

4 Pekerja 0.3993 Oh Rp 47,000.00 Rp 18,767.10

Alat

1 Tower Crane 3 Hr Rp 200,000.0

0 Rp 21,999.04

Σ = Rp 654,023.6

Harga satuan per-m2 pekerjaan bekisting balok lt.3 metode sistem adalah : Rp. 683.523,6,-

(beda di sekur vertikal)

Analisa harga satuan per-m2 pekerjaan bekisting pelat lantai metode semi sistem lt.2.

Page 37: V4n2

Analisis Bekesting Metode Semi Sistem Dan Metode Sistem Pada Gedung (Abdul Muis - Trijeti)

33 | K o n s t r u k s i a

Pekerjaan Pelat Lantai

Lantai 2

Kuantita

s

Satua

n Harga / Upah Jumlah Ket

1 m² Pekerjaan

Bekisting Pekerjaan

Pelat Lantai

Pemasangan Bekisting

Plat

a. Bahan

1 Kaso 5/7 1.000 btg Rp 40,000.00 Rp 40,000.00

2 Paku, baut-baut, dan

kawat 0.400 kg Rp 10,000.00 Rp 4,000.00

3 Minyak Bekisting 0.200 ltr Rp 28,000.00 Rp 5,600.00

4 Balok 6/12 1.000 btg Rp 70,000.00 Rp 70,000.00

5 Plywood tebal 9 mm 0.350 Lbr Rp 180,000.00 Rp 63,000.00

6 Scaffolding standart

1 set 1.000 unit Rp 150,000.00 Rp

150,000.0

0

b

. Tenaga Kerja

1 Mandor 0.033 Oh Rp 80,000.00 Rp 2,640.00

2 Kepala Tukang 0.033 Oh Rp 70,000.00 Rp 2,310.00

3 Tukang 0.330 Oh Rp 65,000.00 Rp 21,450.00

4 Pekerja 0.660 Oh Rp 47,000.00 Rp 31,020.00

Pembongkaran Bekisting Plat

a. Tenaga Kerja

1 Mandor 0.0133 Oh Rp 80,000.00 Rp 1,064.00

2 Kepala Tukang 0.0399 Oh Rp 70,000.00 Rp 2,793.00

3 Tukang 0.1997 Oh Rp 65,000.00 Rp 12,980.50

4 Pekerja 0.3993 Oh Rp 47,000.00 Rp 18,767.10

Alat

1 Tower Crane 4 Hr Rp 200,000,000.0

0 Rp 1,711.63

Σ = Rp 427,336.2

Harga satuan per-m2 pekerjaan bekisting lantai, lt.3 metode semi sistem adalah : Rp.

425.270,6,- (beda di tower crane)

Page 38: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

34 | K o n s t r u k s i a

Analisa harga satuan per-m2 pekerjaan bekisting pelat lantai metode sistem lt.2.

Pekerjaan Pelat Lantai

Lantai 2 Kuantit

as

Sat

ua

n

Harga / Upah Jumlah Ket 1 m² Pekerjaan

Bekisting Pelat Lantai

Pemasangan Bekisting

Plat

a. Bahan

1 Plywood phenolic 15

mm 0.040 m³ Rp 370,000.00 Rp 14,800.00

2 Hollow 50.50 1 btg Rp 84,000.00 Rp 84,000.00

3 U-head 1 set Rp 25,000.00 Rp 25,000.00

4 Sekur horizontal 1 set Rp 54,500.00 Rp 54,500.00

5 Sekur vertikal 1 set Rp 54,500.00 Rp 54,500.00

6 Sekur joint 1 set Rp 25,000.00 Rp 25,000.00

7 Jack base 1 set Rp 25,000.00 25,000.00

b. Tenaga Kerja

1 Mandor 0.033 Oh Rp 80,000.00 Rp 2,640.00

2 Kepala Tukang 0.033 Oh Rp 70,000.00 Rp 2,310.00

3 Tukang 0.330 Oh Rp 65,000.00 Rp 21,450.00

4 Pekerja 0.660 Oh Rp 47,000.00 Rp 31,020.00

Pembongkaran Bekisting

Plat

a

. Tenaga Kerja

1 Mandor 0.0122 Oh Rp 75,000.00 Rp 915.00

2 Kepala Tukang 0.0366 Oh Rp 65,000.00 Rp 2,379.00

3 Tukang 0.1831 Oh Rp 60,000.00 Rp 10,986.00

4 Pekerja 0.3661 Oh Rp 45,000.00 Rp 16,474.50

Alat

1 Tower Crane 2 Hr Rp 200,000,00

0.00 Rp 21,999.04

Σ = Rp 392,973.5

Jadi harga satuan per-m2 pekerjaan bekisting pelat lantai, lt.3 metode sistem adalah : Rp.

392.973,5,-

Rencana anggaran biaya per-m2 pekerjaan bekisting metode semi sistem & sistem pada lt.2

dan lt.3.

Page 39: V4n2

Analisis Bekesting Metode Semi Sistem Dan Metode Sistem Pada Gedung (Abdul Muis - Trijeti)

35 | K o n s t r u k s i a

No Work

Description Unit Unit Price

Unit Price

1 Balok Lantai 2 m² Rp 427,197.25 Rp 654,023.638

2 Balok Lantai 3 m² Rp 426,977.95 Rp 683,523.638

3 Plat Lantai 2 m² Rp 427,336.23 Rp 392,973.538

4 Plat Lantai 3 m² Rp 425,270.64 Rp 392,973.538

Σ = Rp 1,706,782.06 Rp 2,123,494.353

Analisa waktu pelaksanaan pekerjaan bekisting balok metode semi sistem (SS) dan metode

sistem (s) lt.2 dan lt.3.

SS lt.2 S lt. 2 SS lt.3 S lt. 3

NO. Description Time

(menit)

Time

(menit)

Time

(menit)

Time

(menit)

1 Loading time

- Siapkan material dan peralatan. 285.3 238.3 305.3 245.4

2 Installing time

- Pemasangan landasan jack base 264.2 217.2 304.2 224.4

- Pemasangan jack base 267.3 246.3 307.3 228.5

- Pemasangan scaffolding 384.2 337.2 414.2 345.3

- Pemasangan cross brace 271.3 224.3 301.3 232.5

- Pengaturan scaffolding sesuai marking 298.7 258.7 338.7 258.9

- Penguat/ di paku posisi kaki jack base

pada landasan 242.2 231.5 282.2 213.4

- Pasang pipe support 274.0 226.0 304.0 235.0

- Pemasangan U-head 263.2 211.7 303.2 222.5

- Pemasangan skur horizontal 266.4 255.8 306.4 266.7

- Pemasangan skur diagonal 268.7 247.6 308.7 238.8

- Pemasangan landasan untuk bekisting

balok 264.0 223.0 304.0 225.0

- Pemasangan cetakan / form work balok 440.3 390.1 480.3 400.3

- Pengecekan elevasi dengan alat theodolite 277.4 216.3 317.4 237.5

3 Opening time

- Pelepasan cetakan / form work balok 256.2 201.1 306.2 212.3

- Pelepasan landasan untuk bekisting balok 252.4 201.3 302.4 213.4

- Pelepasan skur diagonal 262.4 211.3 212.4 224.5

- Pelepasan skur horizontal 274.6 253.3 224.6 265.5

- Pelepasan U-head 259.2 208.1 219.2 219.2

- Pelepasan pipe support 262.6 251.1 282.6 262.5

- Pelepasan cross brace 282.6 231.5 272.6 242.7

- Pelepasan jack base 263.2 212.1 313.2 245.6

- Pelepasan landasan jack base 259.4 208.3 309.4 259.5

Page 40: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

36 | K o n s t r u k s i a

4 Repairing and clearing Time

- Perbaikan 255.2 205.1 305.2 217.2

- Pembersihan 241.7 201.6 291.7 213.7

Total (menit) 6936.7 5908.8 7616.7 6150.3

Waktu yang dibutuhkan per-m2

(menit) 8.1 5.8 8.9 6.1

Analisa waktu pelaksanaan pekerjaan bekisting pelat lantai metode semi sistem dan metode

sistem lt.2 dan lt.3.

SS lt.2 S lt. 2 SS lt.3 S lt. 3

NO. Description Time

(menit)

Time

(menit)

Time

(menit)

Time

(menit)

1 Loading time

- Siapkan material dan peralatan. 175.3 223.1 225.3 231.1

2 Installing time

- Pemasangan landasan jack base 154.2 203.6 204.2 205.7

- Pemasangan jack base 167.3 205.2 217.3 221.6

- Pemasangan scaffolding 274.2 326.4 364.2 314.0

- Pemasangan cross brace 161.3 214.6 251.3 227.4

- Pengaturan scaffolding sesuai marking 188.7 235.8 238.7 235.1

- Penguat/ di paku posisi kaki jack base

pada landasan 132.2 197.3 182.2 214.3

- Pasang pipe support 164.0 215.0 214.0 212.8

- Pemasangan U-head 153.2 204.8 203.2 204.1

- Pemasangan skur horizontal 156.4 246.7 206.4 273.8

- Pemasangan skur diagonal 158.7 206.5 208.7 236.1

- Pemasangan landasan untuk bekisting

balok 154.0 208.0 204.0 208.2

- Pemasangan cetakan / form work balok 330.3 386.4 280.3 381.5

- Pengecekan elevasi dengan alat theodolite 167.4 203.5 117.4 204.1

3 Opening time

- Pelepasan cetakan / form work balok 146.2 196.5 196.2 251.6

- Pelepasan landasan untuk bekisting balok 142.4 196.9 192.4 191.5

- Pelepasan skur diagonal 152.4 205.4 102.4 201.6

- Pelepasan skur horizontal 164.6 245.1 114.6 242.9

- Pelepasan U-head 149.2 195.2 199.2 188.1

- Pelepasan pipe support 152.6 247.8 9.6 231.7

- Pelepasan cross brace 172.6 220.6 122.6 232.4

- Pelepasan jack base 153.2 209.3 103.2 202.3

- Pelepasan landasan jack base 149.4 196.2 99.4 198.2

4 Repairing and clearing Time

- Perbaikan 145.2 187.4 135.2 194.2

Page 41: V4n2

Analisis Bekesting Metode Semi Sistem Dan Metode Sistem Pada Gedung (Abdul Muis - Trijeti)

37 | K o n s t r u k s i a

- Pembersihan 131.7 181.4 101.7 183.5

Total (menit) 4196.7 5558.7 4493.7 5687.8

Waktu yang dibutuhkan per-m2

(menit) 7.4 5.6 7.9 5.7

Analisa tenaga kerja pada pelaksanaan

pekerjaan bekisting balok dan pelat lantai

metode semi sistem dan metode sistem lt.2

dan lt.3.

Pada analisa tenaga kerja ini, untuk

mendapatkan hasil tenaga kerja yang

dibutuhkan, antara kuantitas bekisting semi

sistem dijumlah dengan vkuantitas

bekisting sistem lalu dirata-ratakan.

Bekisting balok lt. 2

- Kuantitas pekerjaan balok : Bekisting

metode semi sistem = 716,35 m² ;

Bekisting metode sistem = 1.015,25 m²

- Rata-rata kuantitas yang di butuhkan

= ((716.35 + 1.015,25) / 2) = 865,80 m²

- Waktu effetif / hari : 8 jam

- Waktu yang di butuhkan :

Bekisting metode semi sistem = 8.1

menit/m2; Bekisting metode sistem =

5.8 menit/m2

- Rata-rata waktu yang di butuhkan :

((8,1 + 5,8) / 2) = 6,9 menit/m2 x

865,80 m² = 6017,3 menit = 100,28

jam

- Produktivitas tenaga kerja pekerjaan

bekisting balok = 0,77 m2/orang/jam

- Jadi kebutuhan tenaga kerja untuk

pelaksanaan pekerjaan bekisting balok

adalah : 865,80 : 0,77 : 100,28 = 11,2

~ 12 orang

Bekisting balok lt. 3

- Kuantitas pekerjaan balok : Bekisting

metode semi sistem = 988,50 m² ;

Bekisting metode sistem = 1.015,25 m²

- Rata-rata kuantitas yang di butuhkan =

((988.50 + 1.015,25) / 2) = 1001,80 m²

- Waktu effetif / hari : 8 jam

- Waktu yang di butuhkan : Bekisting

metode semi sistem = 8.9

menit/m2; Bekisting metode sistem =

6,1 menit/m2

- Rata-rata waktu yang di butuhkan : ((8,9

+ 6,1) / 2) = 7,5 menit/m2 x 1001,80

m² = 7513,5 menit = 125,2 jam

- Produktivitas tenaga kerja pekerjaan

bekisting balok = 0,77 m2/orang/jam

- Jadi kebutuhan tenaga kerja untuk

pelaksanaan pekerjaan bekisting balok

adalah : 1001,80 : 0,77 : 125,2 = 10,39

~ 11 orang

Bekisting pelat lantai lt. 2

- Kuantitas pekerjaan pelat lantai :

Bekisting metode semi system = 557,83

m² ; Bekisting metode sistem = 991,4

- Rata-rata kuantitas yang di butuhkan

((557,83 + 991,4) / 2) = 774,6 m²

- Waktu effektif / hari : 8 jam

- Waktu yang di butuhkan :

Bekisting metode semi sistem = 7,4

menit/m2 ; Bekisting metode sistem =

5,6 menit/m2

- Rata-rata waktu yang di butuhkan :

((7,4 + 5,6) / 2) = 6,5 menit/m2 x 774,6

m² = 5034,9 menit = 83,9 jam

- Produktivitas tenaga kerja pekerjaan

bekisting pelat lantai : 1,11

m2/orang/jam

- Jadi kebutuhan tenaga kerja untuk

pelaksanaan pekerjaan bekisting pelat

Page 42: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

38 | K o n s t r u k s i a

lantai adalah : 774,6 : 1,11: 83,9 = 8,3

~ 9 orang

pelat lantai lt. 3

- Kuantitas pekerjaan pelat lantai :

Bekisting metode semi system = 579,03

m² ; Bekisting metode sistem = 991,4

- Rata-rata kuantitas yang di butuhkan

: ((579,03 + 991,4) / 2) :

785,21 m²

- Waktu effektif / hari : 8 jam

- Waktu yang di butuhkan :

Bekisting metode semi sistem = 7,9

menit/m2 ; Bekisting metode sistem =

5,7 menit/m2

- Rata-rata waktu yang di butuhkan :

((7,9 + 5,7) / 2) = 6,8 menit/m2 x

785,21 m² = 5339,4 menit = 88,9

jam

- Produktivitas tenaga kerja pekerjaan

bekisting pelat lantai : 1,11

m2/orang/jam

- Jadi kebutuhan tenaga kerja

untuk pelaksanaan pekerjaan bekisting

pelat lantai adalah : 785,21 : 1,11: 88,9

= 7,9 ~ 8 orang

Kebutuhan tenaga kerja.

KESIMPULAN

Biaya antara pekerjaan bekisting metode

sistem lebih mahal dibandingkan dengan

bekisting metode semi sistem.

Waktu pekerjaan bekisting metode sistem

lebih cepat penyelesaiannya dibandingkan

metode semi sistem. Jadi bekisting metode

sistem dipakai atau dipilih apabila proyek

konstruksi dituntut untuk lebih cepat dan

perusahaan mendapatkan proyek yang

sama / berulang-ulang.

DAFTAR PUSTAKA

1. Husen, A. 2009. Manajemen Proyek

Perencanaan, Penjadwalan, &

Pengendalian Proyek, Yogyakarta :

ANDI.

2. Ibrahim, B. 2007. Rencana dan Estimate

Real of Cost, Jakarta : Bumi Aksara.

3. M. Novian, suryoreso. 1997. Efesiensi

pekerjaan Acuan dan perancah pada

Industri Konstruksi. Politeknik ITB:

Bandung.

4. SNI. 2008. Analisa Biaya Konstruksi

Bangunan Gedung dan Perumahan

Pekerjaan Beton, Bandung : BSN.

5. Soedrajat, A. 1984. Analisa Anggaran

Biaya Pelaksanaan, Bandung : Nova.

6. Wigbout, F.Ing, 1992. Pedoman Tentang

Bekisting (Kotak Cetak). Erlangga.

Jakarta.

Page 43: V4n2

Teknologi ”Real Time Traffic Information System” Untuk Mengatasi Kemacetan (Rusmadi)

39 | K o n s t r u k s i a

TEKNOLOGI ”REAL TIME TRAFFIC INFORMATION SYSTEM” UNTUK MENGATASI KEMACETAN LALU LINTAS DI JALAN TOL DALAM KOTA JAKARTA

Rusmadi Suyuti

Pusat Teknologi Industri dan Sistem Transportasi – BPPT e-mail: [email protected]

ABSTRAK: Kemacetan lalu lintas saat ini merupakan problem utama yang terjadi di DKI Jakarta

termasuk di ruas Jalan Tol Dalam Kota Jakarta. Salah satu upaya untuk mengurangi tingkat kemacetan

lalu lintas adalah melalui aplikasi teknologi Real Time Traffic Information System (RTTIS).Tulisan ini

memberikan potensi penerapan teknologi RTTIS di ruas Jalan Tol Dalam Kota Jakarta dalam jangka

pendek.Tujuan penerapan teknologi RTTIS adalah untuk mengoptimalkan volume lalu lintas pada suatu

ruas jalan. Dengan mengetahui asal-tujuan perjalanan, maka pelaku perjelanan dapat memperoleh

informasi rute terbaik yang dapat dilaluinya. Teknologi RTTIS memerlukan input berupa volume lalu

lintas dan kecepatan kendaraan rata-rata secara real time yang dapat diperoleh dari sistem smart

camera. Selanjutnya data diproses dan didiseminasikan kembali kepada pengguna jalan melalui berbagai

perangkat, seperti variabel massage sign (VMS), cellular phone, sms, call centre, in-car tv, internet.

Pendekatan RTTIS dalam mengatasi kemacetan lalu lintas diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Jasa

Margadalam meningkatkan pelayanan transportasi di Jalan Tol Dalam Kota Jakarta dan juga untuk

mengurangi tingkat kemacetan lalu lintas.Disamping itu manfaat yang diperoleh masyarakat adalah

meningkatnya waktu tempuhuntuk mencapai tujuan perjalanan Implementasi RTTIStersebut juga harus

dibarengi dengan upaya lain untuk mengatasi kemacetan lalu lintas seperti penerapan sistem angkutan

umum massal, peningkatan kapasitas jaringan jalan tol serta kebijakan pendukung lainnya.

Kata Kunci: intelligent transport system, pemodelan transportasi, matriks asal-tujuan, metode estimasi

ABSTRACT: Traffic congestion is now a major problem that occurred in Jakarta including the Urban Toll

Road segment Jakarta. One effort to reduce the level of traffic congestion is through the application of

technology Real Time Traffic Information System (RTTIS.) This paper provides a potential application of

the technology in the segment RTTIS In Jakarta Toll Road pendek.Tujuan term technology implementation

RTTIS is to optimize the traffic volume on a road segment. By knowing the origin-destination trip, then the

offender perjelanan can obtain the best information that can be passed. RTTIS technology requires input in

the form of traffic volume and average vehicle speed in real time which can be obtained from the smart

camera system. Furthermore, the data is processed and disseminated back to road users through a variety

of devices, such as variable massage sign (VMS), cellular phone, sms, call centers, in-car tv, internet. RTTIS

approach in addressing traffic congestion is expected to be utilized by the Service Margadalam improve

transportation services in Jakarta Urban Toll Road and also to reduce the level of congestion

lintas.Disamping it benefits society is the increased travel time tempuhuntuk achieve RTTIStersebut

implementation must also be accompanied by another attempt to address traffic congestion as the

application of mass transportation systems, increased network capacity highways and other supporting

policies.

Keywords: intelligent transport system, transport modeling, origin-destination matrix, estimation

methods

Page 44: V4n2
Page 45: V4n2

Teknologi ”Real Time Traffic Information System” Untuk Mengatasi Kemacetan (Rusmadi)

39 | K o n s t r u k s i a

PENDAHULUAN

Kemacetan lalu lintas saat ini merupakan

problem utama yang terjadi di kota-kota

besar di Indonesia termasuk di DKI

Jakarta. Berdasarkan data dari Dinas

Perhubungan DKI Jakarta pada tahun 2010

besaran kerugian akibat kemacetan lalu

lintas di DKI Jakarta telah mencapai Rp.

45,2 trilyun per tahun.

Penyebab utama terjadinya kemacetan lalu

lintas adalah karena tidak seimbangnya

demand dan supply yaitu pertumbuhan

jumlah kendaraan dengan kapasitas

prasarana transportasi (jaringan jalan dan

jaringan angkutan umum) yang ada.

Sebagai contoh pertumbuhan panjang

jalan di DKI Jakarta rata-rata sebesar

0,01% per tahun sedangkan pertumbuhan

kendaraan bermotor mencapai 9,5% per

tahun. Pertambahan kendaraan bermotor

pada tahun 2012 adalah sebesar 1.117 per

hari (terdiri dari 220 mobil dan 897

motor).

Selain di jalan arteri, kemacetan lalu lintas

juga terjadi di ruas Jalan Tol dalam Kota

Jakarta yang merupakan ruas jalan utama

yang melewati pusat Kota Jakarta dan

menghubungkan Kota Jakarta dengan

kota-kota yang ada disekitarnya.

Saat ini, berbagai upaya telah dilakukan

untuk mengurangi kemacetan lalu lintas di

Jakarta serta khususnya di ruas Jalan Tol

Dalam Kota, diantaranya melakukan:

penambahan kapasitas, penambahan

gerbang tol, law-enforcement maupun

pemberlakuan contra-flow. Meskipun

demikian, kemacetan lalu lintas di Jalan

Tol Dalam Kota masih cukup tinggi

sehingga diperlukan upaya lain untuk

mengatasi hal tersebut dalam jangka

pendek.

Tujuan tulisan ini adalah menyampaikan

pendekatan teknologi Real Time Traffic

Information System (RTTIS)sebagai salah

satu solusi jangka pendek untuk

mengurangi kemacetan lalu lintas di ruas

Jalan Tol Dalam Kota Jakarta.

KONDISI LALU LINTAS TOL DALAM

KOTA JAKARTA SAAT INI

Jalan Tol Dalam Kota atau JakartaIntra

Urban Tollways, mulai dioperasikan oleh

Jasa Marga secara bertahap semenjak

tahun 1987, melalui ruas Cawang-

Semanggi. Jalan Tol ini dibangun seiring

dengan pertumbuhan Jakarta sebagai

pusat pemerintahan dan pusat bisnis,

dimana mobilitas orang dan barang makin

meningkat pula.

Jalan Tol sepanjang ini menghubungkan

wilayah Timur Jakarta yaitu Cawang

hingga wilayah Barat Kota Jakarta hingga

Pluit. Jalan Tol sepanjang 23,55 Km ini saat

ini terintegrasi dengan 4 (empat ) jalan tol

yang menuju ke berbagai wilayah yaitu,

Jalan Tol Jagorawi, Jalan Tol Jakarta-

Cikampek, Jalan Tol Tangerang-Merak,

Serta Jalan Tol Prof Dr. Ir. Sedyatmo.

Sementara itu pada tahun 1996 saat

selesainya pembangunan ruas Grogol-

Pluit, Jalan tol ini menjadi sebuah

lingkaran yang tak berujung bersama ruas

Cawang-Tanjung Priuk-Pluit yang

dioperasikan oleh PT Citra Marga

Nushapala Persada. Dengan demikian jalan

tol ini menjadi salah satu infrastruktur

penting Nasional dan menjadi urat nadi

trasportasi yang penting menghubungkan

dari wilayah Tangerang menuju Cikampek

Page 46: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

40 | K o n s t r u k s i a

serta kota-kota lain di Pantai Utara Jawa

(Pantura).

Saat ini Jalan tol Dalam Kota memiliki 3 x 2

jalur dan kerap dipadati oleh lalu lintas

pada jam-jam tertentu khususnya pada

saat jam sibuk pagi dan sore hari.

Sumber: www.jasamarga.com

Gambar 1. Volume Lalu Lintas Harian

Jalan Tol Dalam Kota Jakarta

Gambar 1 menunjukkan pertumbuhan

jumlah volume transaksi tol di ruas Jalan

Tol Dalam Kota selama 5 (lima) tahun

terakhir.

PERMASALAHAN LALU LINTAS TOL

DALAM KOTA JAKARTA SAAT INI

Permasalahan lalu lintas yang utama

terjadi pada ruas Jalan Tol Dalam Kota

Jakarta adalah tingginya kemacetan lalu

lintas. Saat ini kemacetan lalu lintas

tersebut tidak hanya terjadi pada saat jam

sibuk pagi atau sore hari, tetapi hampir

terjadi sepanjang hari.

Beberapa penyebab terjadinya kemacetan

lalu lintas di Jalan Tol Dalam Kota

diantaranya adalah:

1. Volume lalu lintas yang tinggi dan tidak

sebanding dengan kapasitas ruas jalan

yang ada, sehingga menimbulkan

kemacetan lalu lintas (volume lalu

lintas melebihi kapasitas ruas jalan.

2. Antrian di off ramp jalan tol yang

berdekatan dengan persimpangan

sebidang (traffic light). Kemacetan lalu

lintas yang terjadi di simpang sebidang

menimbulkan antrian sampai dengan

jalan tol, sehingga mengurangi

kapasitas ruas jalan tol. Contohnya di

lokasi off-ramp kuningan, semanggi

khususnya pada saat jam sibuk pagi

hari.

3. Kendaraan berat yang berjalan lambat

terutama di tanjakan dan interchange

4. Terjadinya kecelakaan lalu lintas atau

kendaraan mogok yang berakibat

berkurangnya kapasitas jalan.

5. Kapasitas jumlah lajur kurang

(contohnya di Interchange Cawang dan

Interchange Tomang)

6. Perilaku pengemudi yang tidak tertib

(menggunakan bahu jalan, memotong

lajur lalu lintas, dll)

7. Keberadaan kendaraan

prioritas/pejabat yang memerlukan

pengawalan VIP sehingga

mengorbankan kendaraan lain

Permasalahan lalu lintas tersebut di atas

berujung kepada timbulnya kemacetan

lalu lintas. Untuk itu diperlukan solusi

yang tepat dan mendasar untuk mengatasi

permasalahan tersebut. Solusi yang

ditawarkan juga bukan berupa solusi

instan yang hanya dapat mengatasi

permasalahan secara sesaat dan hanya

berlangsung sementara dan jangka

pendek.

Page 47: V4n2

Teknologi ”Real Time Traffic Information System” Untuk Mengatasi Kemacetan (Rusmadi)

41 | K o n s t r u k s i a

SOLUSI MENGATASI KEMACETAN LALU

LINTAS PADA RUAS JALAN TOL DALAM

KOTA JAKARTA

Solusi mengatasi kemacetan lalu lintas di

Jalan Tol Dalam Kota Jakarta dapat

dilakukan pada jangka pendek dan jangka

panjang. Rekomendasi penanganan lalu

lintas yang diusulkan pada jangka pendek

adalah berupa rekomendasi “do-

minimum”. Penanganan tersebut secara

umum adalah berupa manajemen lalu

lintas, pembenahan sistem marka dan

penegakan hukum (law enforcement) dan

penerapan teknologi baru.

Rekomendasi penanganan lalu lintas yang

diusulkan pada jangka pendek diantaranya

adalah sebagai berikut:

1. Percepatan waktu transaksi di gerbang

tol. Hal tersebut sudah dilakukan saat

ini diantaranya melalui: pelayanan

transaksi mobile (petugas “jemput

bola”), penggunaan gardu khusus

kendaraan kecil, penggunaan e-toll card

dan e-toll pass. Sistem E-toll card

bertujuan mempercepat transaksi

pembayaran di gardu tol dengan

menggunakan sistem touch and go yang

tanpa menggunakan bantuan petugas

pengumpul tol.

Sumber: www.jasamarga.com

Gambar 2.e-Toll card system di Jalan Tol

2. Pembatasan jam operasi kendaraan

berat untuk melewati jalan tol

3. Pemindahan lokasi gerbang tol

4. Pemidahan lokasi off-ramp jalan tol

yang berdekatan dengan lokasi

persimpangan sebidang. Tujuannya

adalah menghilangkan antrian di

jalan tol pada saat terjadi kemacetan

lalu lintas di persimpang sebidang.

5. Penutupan gerbang tol masuk jalan

tol pada saat tertentu. Pada saat lalu

lintas di dalam jalan tol sudah sangat

padat dan tidak bergerak, maka

disarankan agar menutup gerbang

tol sehingga tidak menambah

kemacetan di jalan tol

6. Pembuatan lokasi off-ramp dan on-

ramp baru untuk meningkatkan

akses keluar-masuk jalan tol

7. Penutupan lokasi off-ramp dan on-

ramp yang keberadaannya

menimbulkan kemacetan lalu lintas.

Sedangkan rekomendasi penanganan lalu

lintas yang diusulkan untuk jangka

panjang diantaranya adalah sebagai

berikut:

1. Pembangunan jalan layaing khusus

busway/BRT sepanjang Jalan Tol

Dalam Kota Jakarta, sehingga

mengurangi volume angkutan umum

yang berada di jalan tol

2. Peningkatan kapasitas simpang

susun (interchange)

3. Penanganan fisik lain sesuai master

plan transportasi Jakarta.

Disamping usulan tersebut di atas,

penulis mengusulkan penggunaan

teknologi Real- Time Traffic Information

System (RTTIS) untuk mengatasi

kemacetan lalu lintas. Prinsip dari

penggunaan teknologi tersebut adalah

Page 48: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

42 | K o n s t r u k s i a

memberikan informasi kepada calon

pengguna jalan tol, tentang kondisi lalu

lintas jalan tol secara real time. Dengan

adanya informasi tersebut, maka

pengguna jalan dapat menentukan

pilihan apakah akan menggunakan jalan

tol atau jalan arteri untuk mencapai

tujuan perjalanannya. Informasi tersebut

dapat diakses secara mudah oleh

pengguna jalan, baik melalui media

internet, Variable Massage Sign (VMS),

cellular phone, dll. Saat ini sebenarnya

PT. Jasa sudah mulai menggunakan

teknologi tersebut meskipun

implementasinya belum optimal. Hal

tersebut dikarenakan:

a. Informasi yang disampaikan tidak

real-time

b. Informasi diberikan di dalam ruas

jalan tol sehingga pengemudi tidak

bisa menentukan pilihan dan beralih

ke jalan arteri

c. Informasi hanya diberikan melalui

VMS dan tidak menggunakan media

lain

TEKNOLOGI “REAL TIME TRAFFIC

INFORMATION SYSTEM” UNTUK

SOLUSI MENGATASI KEMACETAN

LALU LINTAS PADA RUAS JALAN TOL

Teknologi Real Time Traffic Information

System (RTTIS) memanfaatkan data

volume lalu lintas dan kecepatan

kendaraan rata-rata yang saat ini sudah

ada untuk diolah menjadi suatu sistem

informasi kondisi lalu lintas bagi

pengguna jalan. Dengan sistem ini

pengguna jalan akan dapat mengetahui

rute mana yang terbaik untuk dilalui

sepanjang perjalanannya. Proses

diseminasi dapat dilakukan dalam

bentuk Variable Message Sign (VMS),

melalui mobile tv, telepon seluler

maupun lewat call centre dan sms.

Aplikasi ini disajikan dalam Website yang

dirancang khusus sesuai dengan

kebutuhan (baik numerik maupun grafis)

sehingga dapat langsung diakses dan

digunakan oleh para pengguna melalui

fasilitas internet.

Tahapan dari proses untuk memperoleh

data Real Time Traffic Information

System tersebut adalah:

1. Data volume lalu lintas dan kecepatan

kendaraan rata-rata diperoleh dari

smart camera di ruas jalan tol. Untuk

itu diperlukan penempatan beberapa

smart camera di lokasi-lokasi tertentu

sepanjang ruas tol Dalam Kota Jakarta.

Smart Camera merupakan kamera

khusus yang selain berfungsi sebagai

CCTV, juga mempunyai kemampuan

untuk menghitung volume lalu lintas

dan kecepatan kendaraan rata-rata.

Saat ini PT. Jasa Marga sudah

menempatkan sejumlah CCTV

sepenjang Jalan Tol Dalam Kota

Jakarta. CCTV tersebut dapat

ditambahkan suatu alat sehingga

dapat berfungsi sebagai smart camera

yang dapat merekam jumlah volume

lalu lintas dan kecepatan kendaraan

rata-rata.

2. Data dari smart camera tersebut

selanjutnya di transfer melalui

internet ke pusat pengelolaan data lalu

lintas (Traffic Management Data

Centre).

3. Di dalam pusat pengelolaan data lalu

lintas dilakukan suatu data processing

untuk mengubah informasi data dari

smart camera menjadi informasi

volume lalu lintas dan kecepatan

kendaraan rata-rata secara real-

timepada setiap segmen ruas jalan.

Page 49: V4n2

Teknologi ”Real Time Traffic Information System” Untuk Mengatasi Kemacetan (Rusmadi)

43 | K o n s t r u k s i a

Disamping itu juga dapat dilakukan

suatu proses untuk membuat matriks-

asal-tujuan (O-D Matrices) secara real-

time. Data tersebut selanjutnya

disimpan dalam bentuk real-time

database.

4. Tahap selanjutnya adalah

menampilkan output berupa data

volume lalu lintas dan kecepatan

kendaraan rata-rata di tiap segmen

ruas jalan secara real-time. Output

tersebut bisa berupa tulisan (text

output) yang ditampilkan pada lokasi

dimana Variable Message Sign (VMS)

berada. Disamping itu, output juga

bisa berupa tampilan gambar (peta)

yang menunjukkan kodisi kemacetan

lalu lintas di tiap ruas jalan tertentu.

5. Proses output yang telah diperoleh

pada tahap sebelumnya, perlu

didesiminasi melalui beberapa jenis

perangkat (media). Untuk keperluan

tersebut,juga dilakukan proses

tranferring information data via

internet. Media yang dapat digunakan

untuk menampilkan data output

berupa tulisan (text) ataupun

gambar/grafik diantaranya adalah:

Variable Message Sign (VMS), Cellular

Phone, Internet, In-Car TV, Call Centre,

SMS, dll.

Gambar 3 ini menunjukkan alur

kegiatan untuk mendapatkan data

Real Time Traffic Information System.

Gambar 3.Teknologi Real Time Traffic

Information System

Gambar 4 ini menunjukkan kondisi

kecepatan kendaraan rata-rata real-

time di ruas jalan tol dalam kota

Jakarta dan ruas-ruas jalan di

sekitarnya yang ditampilkan dalam

bentuk indikator titik warna yang

dioverlay dengan peta. Titik merah

menunjukkan kecepatan kendaraan

rendah, orange menunjukkan

kecepatan sedang dan hijau pada

kecepatan tinggi.

Gambar 4. Kecepatan Kendaraan

Rata-Rata di Ruas Jalan Tol Dalam

Kota Jakarta

6. Untuk kedepannya, sistem tersebut

dapat digunakan untuk memberikan

sistem informasi bagi pengguna jalan

di seluruh jaringan jalan wilayah

Jabodetabek dengan memberikan

informasi rute terbaik secara real-

Page 50: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

44 | K o n s t r u k s i a

time baik menggunakan ruas jalan tol

maupun jalan arteri.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas, dapat

disimpulkan bahwa penggunaan

teknologi Real Time Traffic Information

System merupakan solusi yang paling

tepat untuk mengatasi permasalahan

kemacetan lalu lintas di Jalan Tol Dalam

Kota Jakarta. Tujuan teknologi tersebut

adalah untuk mengoptimalkan

penggunaan ruas jalan tol. Jika jalan tol

sudah padat, maka pengguna jalan akan

beralih ke jalan arteri, begitu pula

sebaliknya. Pada suatu titik tertentu akan

dicapai kondisi equilibrium dimana

volume lalu lintas akan mencapai titik

optimal.

DAFTAR PUSTAKA

1. PT. Anugerah Kridapradana. (2012)

Kondisi Lalu Lintas Pada Koridor

Cawang – Pluit, Jakarta.

2. Suyuti, R. (2006) Estimasi Model

Kebutuhan Transportasi

Berdasarkan Informasi Data Arus

Lalu Lintas Pada Kondisi Pemilihan

Rute Keseimbangan. Disertasi Doktor

Institut Teknologi Bandung (ITB).

3. Tamin, O.Z. (1988) The Estimation of

Transport Demand Models From

Traffic Counts. PhD Dissertation of

the University of London, University

College London.

4. Tamin, O.Z. and Willumsen, L.G.

(1988) Transport Demand Model

Estimation From Traffic Counts.

Journal of Transportation, UK.

5. Tamin, O.Z., Sjafruddin, A. dan

Hidayat, H (1999) Dynamic Origin-

Destination (O-D) Matrices

Estimation From Real Traffic Count

Information. 3rd EASTS Conference

Proceeding, Taipei 15 – 17

September 1999, hosted by Chinese

Institute of Transportation, Taipei.

6. Tamin, O.Z. (2000) Perencanaan dan

Pemodelan Transportasi, Edisi 2,

Penerbit ITB, Bandung.

7. Tamin, O.Z. etal (2001) Dynamic

Origin-Destination (OD) Matrices

Estimation From Real Time Traffic

Count Information, Laporan Akhir,

Graduate Team Research Grant,

Batch IV, University Research for

Graduate Education (URGE) project.

8. Tamin, O.Z. (2005) Pengembangan

Sistem Informasi Arus Lalu Lintas

Sebagai Upaya Pemecahan Masalah

Transportasi di Kota Bandung,

Laporan Akhir Program Riset ITB.

9. Willumsen, L.G. (1981) An Entropy

Maximising Model for Estimating

Trip Matrices From Traffic Counts,

PhD Thesis, Department of Civil

Engineering, University of Leeds.

10. www.jasamarga.com

Page 51: V4n2

Prediksi Nilai Kekakuan Lentur Pada Balok Beton Bertulang (Yamin Susanto)

45 | K o n s t r u k s i a

PREDIKSI NILAI KEKAKUAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANG

Yamin Susanto Structural Engineer Y. S. Chua Engineering, Jakarta

Mahasiswa Magister Teknik Sipil, Konsentrasi Struktur, Universitas Tarumanagara, Jakarta. Email: [email protected]

ABSTRAK: Makalah ini menyajikan sebuah metode sederhana untuk prediksi sifat kekakuan lentur

dukungan sederhana balok dengan tulangan beton di bawah anggota pendek waktu pembukaan. The

lentur kekakuan anggota struktural biasanya dianggap sebagai produk dari modulus elastisitas E, yang

merupakan properti dari bahan dibuat, dan momen inersia I yang merupakan tergantung pada anggota

bentuk fisik properti. Dalam banyak penelitian menunjukkan bahwa kekakuan lentur dari anggota beton

bertulang dapat mendapatkan bentuk dua komponen di atas yang dihitung secara terpisah, dan metode

ini telah diadopsi oleh ACI 318 dan SNI 03-2847 kode. Dalam metode ini telah dikembangkan dan

disempurnakan untuk mencapai kedua kesederhanaan dalam penggunaan dan representasi perilaku

aktual yang serealistis mungkin. Hasil dari metode ini adalah lebih konservatif daripada ACI 318 dan SNI

03-2847.

Kata kunci: kekakuan lenturnya, pembebanan seketika, modulus elastisitas Dan momen inersia.

ABSTRACT: This paper present a simple method to prediction of the flexural rigidity properties of simple

support reinforced concrete member beams under short-time loading. The flexural rigidity of structural

member is normally thought of as the product of the modulus of elasticity E, which is a property of a

fabricated material, and the moment of inertia I which is a property dependent upon the physical shape

member. In many research is shown that flexural rigidity of reinforced concrete member can be get form

two components above which is calculated separately, and the method has been adopted by the ACI 318

and SNI 03-2847 code. In this method has been developed and refined to achieve both simplicity in use and

a representations of actual behavior that is as realistic as possible. The result of this method is more

conservative than the ACI 318 and SNI 03-2847.

Keywords: bending stiffness, instantaneous loading, the modulus of elasticity and moment of inertia.

PENDAHULUAN

Dalam perancangan setiap komponen

struktur risiko keruntuhan/kegagalan yang

disebabkan oleh ketidakpastian

(uncertainties) dalam proses perancangan

itu sendiri tidak dapat dihindari, betapapun

kecilnya risiko tersebut. Hal ini disebabkan

hamper semua perancangan struktur harus

dilakukan tanpa informasi yang lengkap

(sempurna), sehingga faktor risiko selalu

terkait didalamnya. Model atau metoda

yang digunakan dlam perancangan

komponen struktur biasanya berupa

penyederhanaan dari keadaan yang

sebenarnya. Terutama pada perencanaan

komponen struktur beton bertulang yang

sifat mekanika bahannya heterogen,

anisotropic serta berprilaku nonlinear. Oleh

sebab itu, diperlukan suatu modifikasi

(pendekatan) dari prinsip-prinsip dasar

mekanika bahan dalam melakukan analisis

strutur tersebut.

Page 52: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

46 | K o n s t r u k s i a

Dalam perancangan struktur maupun

komponen struktur beton bertulang pada

suatu bangunan terdapat beberapa limit

state yang membatasinya, antara lain:

pembatasan kekuatan (strength limit state)

dan pembatasan kemampuan layan

(serviceability limit state). Pada pembatasan

kekuatan, struktur dirancang agar memiliki

kekuatan yang cukup untuk mendukung

beban aksi dari luar. Pada kondisi ini

fokusnya hanya pada kemampuan struktur

atau komponen struktu melawan gaya dari

luar.

Sering terjadi bahwa struktur tersebut

sudah terlihat memadai untuk mendukung

aksi dari gaya luar, tetapi belum tentu

memberikan kenyamanan bagi

penghuninya. Keadaan ini terjadi karena

struktur tersebut kurang kaku. Kekurang

kakukan struktur ini dapat terjadi karena

pengaruh metoda analisi yang diterapkan

maupun kualitas material yang dipakai.

Metoda analisis kekuatan batas maupun

kualitas material yang digunakan dapat

menampilkan ukuran penampang struktur

(balok maupun kolom) jauh lebih kecil

dibandingkan metoda kekuatan kerja [1,2,3

dan 4]. Dengan semakin kecil penampang

beton akan membawa konsekuensi bahwa

batang tersebut semakin langsing dan

kurang kaku. Akibat yang timbul adalah

defleksi yang dihasilkan menjadi lebih

besar, struktur akan terasa begetar saat

dibebani oleh beban bergerak,

kemungkinan keretakan struktur menjadi

semakin besar. Oleh karena itu, kontrol

dengan metoda kemampuan layan menjadi

sangat penting, sehingga berguna untuk

mencegah terjadinya kerusakan pada

elemen struktur itu sendiri maupun elemen

non-struktur yang berada dibawah balok

struktur tersebut. Kerusakan elemen non-

struktur ini (tembok) dapat terjadi karena

adanya konsentrasi gaya pada daerah balok

yang mengalami lendutan yang kemudian

ditransfer ke tembok, karena kemampuan

menahan tembok lemah maka terjadi

keretakan pada tembok tersebut. Pada

Gambar 1 diperlihatkan sebuah tembok

retak akibat defleksi balok diatasnya.

Gambar 1. Retak Tembok akibat defleksi

Balok Lantai

TEORI KEKAKUAN LENTUR

Teori kemampuan layan atau serviceability

limit state pertama kali dirumuskan oleh

matematikawan Swiss, James Bernoulli

tahun 1694. Sejak saat itu sampai kini, teori

tersebut telah berulang kali

disempurnakan, antara lain oleh Washa dan

Fluck tahun 1950-an, Yu dan Winter pada

akhir 1950-an [5], Branson [6,7] pada

tahun 1971, El-Metwally dan Chen [8] dan

Duan dkk. [9] keduanya pada tahun 1989.

Dari berbagai teori yang dikemukakan oleh

para peneliti tersebut, Bernoulli

menyajikan prosedur analitik yang paling

sederhana, sedangkan yang lainnya

mengemukakan cara analisis defleksi

dengan pendekatan numerik (pendekatan

computer). Secara teoritis rumus yang

diberikan oleh Bernoulli memberikan hasil

Page 53: V4n2

Prediksi Nilai Kekakuan Lentur Pada Balok Beton Bertulang (Yamin Susanto)

47 | K o n s t r u k s i a

yang akurat, sedangkan untuk penerapan

dibutuhkan berbagai penyesuaian, seperti

pengaruh material dan bentuk pada

kekakuan lentur (EI) batang, agar dapat

memberikan nilai yang mendekati nilai

eksak. Dengan demikian, terlihat bahwa

semua formulasi yang dihasilkan selalu

mengandung faktor ketidakpastian.

Formulasi model yang sangat rumit

sekalipun masih tetap mengadung

parameter-parameter ketidakpastian. Studi

ini menawarkan suatu cara pendekatan

sederhana untuk memprediksi nilai

kekakuan lentur (EI) balok beton bertulang

secara langsung dengan tingkat keandalan

(reliability) tinggi. Formula tersebut

berdasarkan hasil penelitian yang

diusulkan oleh Duan dkk. [9].

Anggapan-Anggapan dalam Perumusan

Teori Kekakuan Lentur

Untuk memudahkan dalam studi studi

perlu dilakukan beberapa anggapan, hal ini

untuk memperoleh kesederhanaan dalam

perhitungan. Tanpa penyederhanaan,

persoalan akan menjadi terlalu rumit atau

kadang-kadang malah tidak dapat diperoleh

solusi eksaknya. Dalam studi kekakuan

lentur ini dipakai anggapan-anggapan

sebagai berikut [10]:

1. Balok beton bertulang berupa material

homogen yang memiliki modulus

elastisitas yang sama dalam keadaan

tarik maupun tekan.

2. Balok tetap pada bidang atau

mendekati bidang apabila

melengkung/bengkok,

kelengkungannya adalah dalam bidang

lentur dan jari-jari kelengkungan kira-

kira 10 kali tinggi balok.

3. Seluruh penampang seragam/homogen

untuk sepanjang batang struktur.

4. Balok tersebut sekurang-kurangnya

memiliki satu bidang simetri

longitudianal/memanjang

(longitudianal plane of symmetry).

5. Keseluruhan beban dan reaksi-reaksi

adalah tegak lurus pada sumbu balok

dan terletak pada bidang yang sama,

yang mana berupa bidang simetri

longitudianal.

6. Balok memiliki panjang yang

proposional terhadap tingginya,

misalnya: untuk balok metal potongan

kompak nilai perbandingan antara

bentang dengan tinggi adalah 8 atau

lebih, untuk balok-balok yang

badannya relatif tebal nilai

perbandingannya 15

7. atau lebih, dan untuk balok-balok kayu

persegi nilai perbandingannya 24 atau

lebih.

8. Balok memiliki lebar yang proposional.

9. Tegangan maksimum yang timbul tidak

boleh melebihi batas proposional.

Gambar 2. Hubungan momen-kurvatur

pada penampang balok beton bertulang

Page 54: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

48 | K o n s t r u k s i a

Kekakuan Lentur pada Penampang

Balok Persegi

Perhatikan sebuah grafik hubungan

momen-kurvatur tipikal pada penampang

beton bertulang, seperti diperlihatkan pada

Gambar 2. Dari gambar tersebut dapat

diketahui bahwa hubungan momen-

kurvatur balok beton saat baja tarik leleh

berupa garis lengkung. Untuk memudahkan

dalam perhitungan, diperlukan suatu

idealisasi terhadap kurvatur tersebut.

Momen-kurvatur tersebut dapat

diidealisasi menjadi sebuah hubungan

trilinear, yaitu: pada posisi pertama,

diperoleh momen leleh ( yM ). Kedua,

didapatkan momen ultimit ( uM ), dan

ketiga, dicapainya momen nominal ( nM ).

Gambar 3. Idealisasi perhitungan untuk

tegangan nominal, nM

Untuk menganalisis balok pada permulaan

retak dapat didekati secara akurat dengan

kurva trilinear tersebut. Berdasarkan teori

linear elastik klasik, kekakuan balok lentur *

dB (yaitu: ec IE ) dapat diperoleh saat

tulangan baja tariknya mengalami

pelelehan pertama,

y

y

d

MB

* (1)

dimana,

**dB kekakuan lentur penampang saat

tulangan baja tariknya mengalami

pelelehan pertama,

yM momen lentur penampang saat

tulangan baja tariknya mengalami

pelelehan pertama,

y kurvatur penampang saat tulangan

baja tariknya mengalami pelelehan

pertama,

Persamaan (1) menunjukkan bahwa

kekakuan lentur balok beton bertulang

tergantung pada tingkat momennya. Pada

tingkat momen yang lebih tinggi akan

terjadi penambahan keretakan pada

betonnya, sehingga mengurangi kekakuan

lentur penampangnya. Penurunan

kekakuan ini akan lebih besar pada

penampang yang tulangannya sedikit bila

dibandingkan dengan penampang yang

bertulangan banyak.

Dari penyelidikan para ahli hingga saat ini

bahwa untuk mendapatkan momen leleh

secara akurat pada struktur beton masih

sangat sulit, sehingga dalam perhitungan

defleksi akibat pembebanan seketika

biasanya dipergunakan momen nominal

( nM ) sebagai penganti momen leleh ( yM ),

dengan demikian Pers (1) menjadi,

y

n

d

MB

(2)

Agar Pers. (2) dapat digunakan pada tingkat

momen yang berbeda-beda, maka

diperlukan suatu faktor modifikasi

kekakuan, . Faktor ini sangat dipengaruhi

oleh kualitas bahan dan workmanship.

Berdasarkan data hasil eksperimental

laboratorium yang dilakukan oleh Duan,

dkk. [9] dengan sampel data 434 balok

beton bertulang, faktor modifikasi tersebut

diusulkan sebagai berikut:

Page 55: V4n2

Prediksi Nilai Kekakuan Lentur Pada Balok Beton Bertulang (Yamin Susanto)

49 | K o n s t r u k s i a

nM

Mmax5.075.0 (3)

dengan maxM adalah momen maksimum

balok akibat beban kerja.

Tegangan lentur nominal, nM dapat

didekati dengan menggunakan formula

Whitney, yaitu: dalam perencanaan

distribusi tegangan akhir dapat diganti

dengan sebuah blok persegi ekivalen yang

mempunyai tinggi a dan tegangan tekan

rata-rata sebesar '85.0 cf [6,11 dan 12],

seperti ditunjukkan oleh Gambar 3,

besarnya a adalah d yang ditentukan oleh

nilai sedemikian hingga luas blok persegi

ekuivalen kurang lebih sama dengan blok

tegangan yang berbentuk parabola. Nilai '85.0 cf untuk tegangan rata-rata dari blok

tegangan persegi ekuivalen ini ditentukan

berdasarkan hasil percobaan pada beton

berumur lebih dari 28 hari. Dan regangan

maksimum yang diizinkan adalah 0.003

in/in. Metoda blok persegi ekivalen usulan

Whitney ini telah diterima oleh Peraturan

ACI 318 [13] dan juga telah diadopsi oleh

SNI 03-2847 [14].

Perhatikan Gambar 3, jika semua tulangan

baja pada penampang seimbang

diasumsikan leleh, dimana ys ff dan

ys ff ' (dengan sf adalah tegangan pada

baja tarik dan '

sf adalah tegangan baja

tekan, dan yf adalah tegangan baja leleh)

maka resultante gaya internal

tekan pada beton adalah,

dbfC cc '85.0 (4)

tekan pada baja adalah,

yss fAC ' (5)

dimana, '

cf adalah kuat tekan beton rencana,

'

sA adalah luas tulangan baja tekan.

Tarik pada baja adalah,

ys fAT (6)

Berdasarkan hukum keseimbangan gaya

antara sisi tekan dan tarik,

TCC sc (7a)

ysysc fAfAdbf ''85.0 (7b)

sehingga,

68.085.0

)(

'

'

bdf

fAA

c

yss (8a)

atau,

68.0d

a (8b)

Dengan demikian momen lentur nominal

penampang balok beton bertulang persegi

dapat diperoleh berdasarkan persamaan

dibawah ini,

)()2

( 'ddCa

dCM scn (9a)

dengan memasukkan Pers. (4), (5) dan

Pers. (8b) ke dalam Pers. (9a) dan disusun

kembali, maka momen nominalnya adalah

)()2

1(85.0 ''2' ddfAdbfM yscn

(9b)

dimana adalah faktor tinggi relatif pada

bagian penampang tekan (lihat Gambar 3),

b adalah lebar penampang persegi, d

adalah tinggi efektif (jarak dari tepi serat

tekan ekstrim hingga pusat berat baja

tarik), 'd adalah jarak dari tepi serat tekan

ekstrim hingga pusat berat tulangan baja

tekan.

Nilai a juga dapat diperoleh dengan

pendekatan c1 , dimana nilai 1 = 0.85

untuk beton dengan MPaf c 30' dan telah

ditentukan secara eksprimental nilainya

berkurang 0.05 untuk setiap kenaikan 7

MPa dari '

cf yang melebihi 30 MPa .

Page 56: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

50 | K o n s t r u k s i a

Namun nilai 1 terkecil tidak boleh diambil

lebih kecil dari 0.65 [6, 11, 12, 13 dan 14].

Dari penelitian Duan dkk [9] bahwa

hubungan nilai kurvature leleh ( y ) dengan

faktor tinggi relatif daerah tekan dapat

diekspresikan dalam bentuk hubungan

aljabar linier, sebagaimana ditunjukkan

oleh Gambar 4. Pada Gambar 4, dapat kita

temui dua garis linear, garis putus-titik-

putus diterapkan dalam Peraturan

Perancangan Struktur Beton Bertulang

China 1974 (TJ10-74), sedangkan garis

tebal diusulkan untuk dipergunakan pada

peraturan ACI dan SNI 03-2847, karena SNI

03-2847 merupakan adopsi dari ACI. Garis

grafik putus-titik-putus diperoleh

berdasarkan hasil pengujian dengan kubus

beton, sedangkan grafik usulan untuk

diterapkan dalam peraturan ACI

dikonversikan ke dalam kekuatan silinder

beton. Karena terdapat perbedaan

pemakaian sampel uji beton, maka dalam

menentukan persamaan kekuatan lentur

Pers. (2) antara kedua peraturan tersebut

terdapat perbedaan dalam pemakaian nilai

intensitas blok persegi ekivalen, yaitu pada

TJ10-74 nilai intensitas blok adalah '875.0 cuf ( '

cuf = tegangan tekan kubus

beton), sedangkan ACI 318 atau SNI 03-

2847 menggunakan '85.0 cf ( '

cf = tegangan

tekan silinder beton, dimana besarnya

adalah '8.0 cuf hingga '85.0 cuf ). Disamping

itu juga terdapat variasi tingkat gaya

internal terhadap tegangan-tegangan tekan

ekuivalen.

Gambar 4. Hubungan antara kurvatur leleh

dengan tinggi daerah desak relatif [9]

Secara umum, bila nilai kecil pengaruh

terhadap nM juga kecil, hanya bila

mendekati max pengaruh terhadap nilai

nM akan terlihat lebih nyata. Karena

perhitungan nilai nM pada TJ10-74 dan ACI

318 memiliki karakter yang hampir sama,

maka Dr. Duan dkk [9] mengusulkan Pers.

(2) untuk diterapkan di ACI 318. Apabila

nilai ini dihitung berdasarkan peraturan

ACI 318, maka diperoleh nilai

1025.1 TJACI . Bila kurvatur leleh initial

antara ACI dan 10TJ dianggap sama, maka

hubungan antara kurvatur leleh, y , dan

nilai tinggi relatif daerah tekan pada

TJ10-74 dapat dimodifikasi menjadi,

s

y

yE

fd 310)8.27.0( (10)

dimana, sE adalah modulus elastisitas baja

yang besarnya MPa5102 .

Kekakuan Lentur pada Penampang-T, T-

terbalik dan I.

Dari penelitian Duan dkk. [9] diperoleh

bahwa kekakuan lentur pada penampang-T,

T-terbalik dan I jauh lebih besar

dibandingkan dengan penampang persegi

Page 57: V4n2

Prediksi Nilai Kekakuan Lentur Pada Balok Beton Bertulang (Yamin Susanto)

51 | K o n s t r u k s i a

pada jumlah tulangan, kuat tekan beton dan

dimensi badan sama. Dengan demikian,

nilai nM yang diperoleh juga lebih besar,

sedangkan nilai dan y lebih kecil dari

penampang persegi, hal ini dipengaruhi

oleh lebar sayap tekannya. Pers. (2) dapat

juga diterapkan dalam menghitung

kekuatan lentur penampang-T, sedangkan

untuk penampang T-terbalik dan I Pers (2)

perlu dimodifikasi, yaitu dengan

memasukkan pengaruh sayap tarik ,

y

n

dd

MBB

)3.01()3.01(' (11)

dimana,

bd

hbb fi )( (12)

ib adalah lebar sayap tarik dan fh adalah

tebal sayap tarik.

Pers. (11) dapat memperkirakan

secara memadai nilai kekakuan lentur

( ec IE ) pada penampang-T, T-terbalik, I dan

persegi untuk tulangan tunggal maupun

tulangan ganda pada pembebanan sesaat.

PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

Untuk menguji teori di atas maka

pada bagian berikut ini disajikan sebuah

perbandingan hitungan defleksi balok

beton bertulang antara formulasi ACI 318

dengan formulasi Pers. (11).

Kasus 1. Defleksi Balok Persegi.

Hitung defleksi seketika (immediate

deflection) akibat beban mati dan hidup

pada balok seperti diperlihatkan pada

Gambar 5a hingga c. Pembebanannya

merata seluruh balok, balok tertumpuh

sederhana dengan bentang 22 m harus

mendukung momen beban layan

maksimum sebesar 407 kN-m akibat beban

mati dan 680 kN-m akibat beban hidup.

Mutu beton direncanakan sebesar '

cf =

30 MPa dengan nilai n = 8 dan tegangan

baja leleh, yf = 300 MPa . Dimensi balok

tersebut adalah sebagai berikut: lebar

balok, b = 460 mm, tinggi balok, h = 1000

mm, tinggi efektif, d = 901 mm tulangan

yang dipakai adalah 12 - #35M (12 x 1000 =

12000 mm2).

1. Solusi didasarkan pada formula ACI

318 [13] dan SNI 03-2847 [14].

Prosedur perhitungan dengan metoda

ACI 318 dan SNI 03-2847 secara detail

dapat dilihat pada Park dan Paulay [6],

Branson [7], Wang; Salmon dan

Pincheira [11] dan Nawy [12].

(a). Langkah pertama, Cek terhadap

tinggi minimum untuk mengetahui

apakah defleksi perlu diperhitungkan

mml

h 110020

22000

20 >

1000mm

perhitungan defleksi disyaratkan.

(b). Langkah kedua, hitung momen

inersia brutto dan momen inersia

penampang retak,

33.33833333333)1000)(460(12

1

12

1 33 bhI g mm4

Dengan menggunakan nilai

perbandingan elastisitas n = 8, maka

posisi garis netral untuk penampang

retak tertransformasinya adalah

mmx

xx

xx

439

04.3760774.417

)901(960002

460

2

2

33.33346331691)439901(96000)439)(460(3

1 23 crI

mm4

(c). Langkah ketiga, hitung momen

inersia efektif, eI yang tergantung

pada momen lentur crM yang

menyebabkan retak pada sisi serat

tarik,

Page 58: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

52 | K o n s t r u k s i a

MPaff cr 396.33062.062.0 '

(a). Balok tumpuan sederhana yang

mendukung aksi momen mati dan hidup

(b). Penampang balok tengah balok persegi.

(c). Penampang retak balok persegi

(d). Penampang balok T-terbalik

. (e). Penampang retak balok T-

terbalik

Gambar 5. Balok untuk contoh hitungan

berdasarkan metoda ACI 318 [13] dan SNI

02-2847 [14]

mkNM

y

IfM

cr

t

gr

cr

36.260

)1000(2

1

)33.33833333333(396.3

Catatan: nilai ty adalah 2h , h adalah tinggi

balok.

640.0

)(407

36.260

max

max

M

M

sajamatibebanuntukM

M

cr

cr

;

262.0

3

max

M

M cr

Dari Pers (9-8) ketentuan ACI atau SNI 03-

2847 Pers.(12), momen inersia efektifnya

adalah,

cr

cr

g

cr

e IM

MI

M

MI

3

max

3

max

1

Page 59: V4n2

Prediksi Nilai Kekakuan Lentur Pada Balok Beton Bertulang (Yamin Susanto)

53 | K o n s t r u k s i a

437.53473926121

)33.33346331691)(262.01()33.33833333333(262.0

mmI

I

e

e

MPaE

fwE

c

ccc

47.27691

30)2400(043.0043.0 5.1'5.1

dimana, cw adalah berat jenis beton

bertulang yang besarannya 2/2400 mkg .

(d). Langkah keempat, hitung defleksi

seketika akibat beban mati adalah,

mm

IE

ML

Di

ec

Di

33.21)(

)37.53473926121)(47.27691(48

)100022)(10)(407(5

48

5 262

(e). Langkah kelima, hitung momen

maksimum yang disebabkan oleh beban

layan mati dan hidup,

mkNM 1087407680max

240.0)(1087

36.260

max

hidupmatibebanM

M cr

; 014.0

3

max

M

M cr

421.33353149714

)33.33346331691)(014.01()33.33833333333(014.0

mmI

I

e

e

(f). Langkah keenam, hitung defleksi

seketika akibat beban mati tambah beban

hidup,

mm

IE

ML

LDi

LDi

ec

LDi

02.59

)21.33353149714)(47.27691(48

)100022)(10)(1087(5

48

5

26

2

(g). Langkah ketujuh. hitung defleksi

seketika akibat beban hidup,

mmL

ijinLi 11.61360

22000

360

ijinLiLDi

DiLDi

mm

)(69.37)(

33.2102.59

2. Solusi didasarkan pada Persamaan (11).

(a). Langkah pertama, hitung faktor tinggi

relatif blok persegi ekivalen dengan Pers.

(8a) dan momen nominal dengan Pers. (9b),

341.0)901)(460)(30(85.0

)300(12000

mkNM

M

n

n

51.2693

)2

341.01()901)(341.0)(460)(30(85.0 2

(b). Langkah kedua, hitung hubungan

antara kurvatur leleh dan tinggi relatif blok

tekan dengan Pers. (10),

0031548.0

200000

300)10)](341.0(8.27.0[ 3

d

d

y

y

dan hitung faktor modifikasi nilai kekakuan

balok beton bertulang akibat beban mati

berdasarkan Pers. (3),

826.051.2693

4075.075.0

(c). Langkah ketiga, hitung kekakuan

lenturnya. Karena baloknya merupakan

penampang persegi, sehingga efek sayap

tariknya adalah nol sehingga Pers. (11)

sama dengan Pers. (2).

NmmIE

IE

cc

cc

214

6

10313041.9

)0031548.0(826.0

)901(1051.2693

dan hitung defleksi seketika akibat beban

mati.

mm

IE

ML

Di

Di

ec

Di

03.22

)10313041.9(48

)100022)(10)(407(5

48

5

14

26

2

Page 60: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

54 | K o n s t r u k s i a

(d). Langkah keenam, hitung defleksi

seketika akibat beban hidup dan mati

dengan menggunakan prosedur diatas,

952.051.2693

10875.075.0

dan,

NmmIE

IE

cc

cc

214

6

1008043.8

)0031548.0(952.0

)901(1051.2693

mm

IE

ML

LDi

LDi

ec

LDi

82.67

)1008043.8(48

)100022)(10)(1807(5

48

5

14

26

2

(e). Langkah ketujuh, hitung defleksi

seketika akibat beban hidup.

ijinLiLi

Li

DiLDiLi

mm

)(79.45

03.2282.67

Kasus 2. Defleksi Balok T-terbalik.

Semua data yang digunakan untuk

menghitung defleksi seketika (immediate

deflection) pada balok T-terbalik ini sama

dengan kasus 1. Lebar sterm bw = 400 mm,

lebar sayap sisi tarik b = 800 mm. Tinggi

balok h = 900 mm, tebal pelat tarik tf = 200

mm dan tinggi efektif d = 850 mm.

Tulangan yang dipakai adalah 4 - #35M (4 x

1000 = 4000 mm2) pada sisi tekan dan pada

sisi tarik dipakai 8 - #35M (8 x 1000 = 8000

mm2), untuk lebih lengkapnya lihat Gambar

5d dan e.

2. Solusi didasarkan pada formula ACI

318 [13] dan SNI 03-2847 [14].

Prosedur perhitungan dengan metoda

ACI 318 dan SNI 03-2847 secara detail

dapat dilihat pada Park dan Paulay [6],

Branson [7], Wang; Salmon dan

Pincheira [11] dan Nawy [12].

(a). Langkah pertama, Cek terhadap

tinggi minimum untuk mengetahui

apakah defleksi perlu diperhitungkan

mml

h 110020

22000

20 > 900 mm

perhitungan defleksi disyaratkan.

(b). Langkah kedua, hitung momen

inersia brutto dan momen inersia

penampang retak dimana

mmh 7002009001

mmy

y

a

a

64.513

)200(800)700(400

)7002

200)(200(800

2

700)700(400

mmyb 36.386636.513900

mmbe 400400800

4

2333

667.03258484849

)2

20036.386)(200)(400()200)(400(

12

1)36.38664.513)(400(

3

1

mmI

I

g

g

Dengan menggunakan nilai

perbandingan elastisitas n = 8, maka

posisi garis netral untuk penampang

retak tertransformasinya adalah

mmx

xx

xxx

10.346

0279000460

)850)(8000(8)50)(4000)(18(2

400

2

2

4

223

74672423316747

)501.346)(4000)(18()1.346850(64000)1.346)(400(3

1

mmI

I

cr

cr

(c). Langkah ketiga, hi tung momen inersia

efektif, eI yang tergantung pada momen

lentur crM yang menyebabkan retak pada

sisi serat tarik,

MPaff cr 396.33062.062.0 '

Page 61: V4n2

Prediksi Nilai Kekakuan Lentur Pada Balok Beton Bertulang (Yamin Susanto)

55 | K o n s t r u k s i a

mkNM

M

y

IfM

cr

cr

t

gr

cr

40.286

36.386

)667.03258484849(396.3

703.0

)(407

4.286

max

max

M

M

sajamatibebanuntukM

M

cr

cr

;

347.0

3

max

M

M cr

Dari Pers (9-8) ketentuan ACI atau SNI 03-

2847 Pers.(12), momen inersia efektifnya

adalah,

cr

cr

g

cr

e IM

MI

M

MI

3

max

3

max

1

4529.02713478305)467.72423316747)(262.01()667.03258484849(347.0 mmIe

MPafwE ccc 47.2769130)2400(043.0043.0 5.1'5.1

dimana, cw adalah berat jenis beton

bertulang yang besarannya 2/2400 mkg .

(d). Langkah keempat, hitung defleksi

seketika akibat beban mati adalah,

mm

IE

ML

Di

Di

ec

Di

30.27

)529.02713478305)(47.27691(48

)100022)(10)(407(5

48

5

26

2

(e). Langkah kelima, hitung momen

maksimum yang disebabkan oleh beban

layan mati dan hidup,

mkNM 1087407680max

263.0)(1087

4.286

max

hidupmatibebanM

M cr ;

018.0

3

max

M

M cr

4979.92438509663

)467.72423316747)(018.01()667.03258484849(018.0

mmI

I

e

e

(f). Langkah keenam, hitung defleksi

seketika akibat beban mati tambah beban

hidup,

mm

IE

ML

LDi

LDi

ec

LDi

15.81

)979.92438509663)(47.27691(48

)100022)(10)(1087(5

48

5

26

2

(g). Langkah ketujuh. hitung defleksi

seketika akibat beban hidup,

mmL

ijinLi 11.61360

22000

360

ijinLiDiLDi

DiLDi

mm

)(85.53

30.2715.81

3. Solusi didasarkan pada Persamaan

(11).

(a). Langkah pertama, hitung faktor

tinggi relatif blok persegi ekivalen

dengan Pers. (8a) dan momen nominal

dengan Pers. (9b),

138.0)850)(400)(30(85.0

)300)(40008000(

mkNM

M

n

n

41.1909

)50850)(300(4000)2

138.01()850)(138.0)(400)(30(85.0 2

(b). Langkah kedua, hitung hubungan

antara kurvatur leleh dan tinggi relatif

blok tekan dengan Pers. (10),

002588.0

200000

300)10)](138.0(8.27.0[ 3

d

d

y

y

Page 62: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

56 | K o n s t r u k s i a

(c). Langkah ketiga, hitung faktor

modifikasi nilai kekakuan balok beton

bertulang akibat beban mati

berdasarkan Pers. (3),

857.041.1909

4075.075.0

(d). Langkah keempat, hitung kekakuan

lenturnya. Karena baloknya merupakan

penampang T-terbalik, maka efek

saysehingga efek sayap tarik harus

diperhitungkan sesuai Pers. (11),

235.0)850(400

)200)(400800(

NmmIE

IE

cc

cc

214

6

10839.7

)002588.0(857.0

)850(1041.1909)]235.0(3.01[

(e). Langkah kelima, hitung defleksi

seketika akibat beban mati.

mm

IE

ML

Di

Di

ec

Di

17.26

)10839.7(48

)100022)(10)(407(5

48

5

14

26

2

(f). Langkah keenam, hitung defleksi

seketika akibat beban hidup dan

mati dengan menggunakan prosedur

diatas,

035.141.1909

10875.075.0

dan,

NmmIE

IE

cc

cc

214

6

10490.6

)002588.0(035.1

)850(1041.1909)]235.0(3.01[

mm

IE

ML

LDi

LDi

ec

LDi

44.84

)10490.6(48

)100022)(10)(1807(5

48

5

14

26

2

(g). Langkah ketujuh, hitung defleksi

seketika akibat beban hidup.

ijinLiLi

Li

DiLDiLi

mm

)(27.58

17.2644.88

Dari analisis di atas, dapat diketahui bahwa

langkah-langkah perhitungan dengan

Pers.(11) jauh lebih sederhana dibanding

dengan cara ACI 318 atau SNI 03-2847.

Hasil perhitungan defleksi sesaat akibat

beban hidup untuk penampang persegi

berdasarkan formulasi ACI 318 dan SNI 03-

2847 adalah 37.69 mm, sedangkan

berdasarkan Pers. (11) adalah sebesar

45.79 mm. Untuk balok T-terbalik defleksi

sesaat akibat beban hidup adalah 53.85 mm

berdasarkan metode ACI 318 dan SNI 03-

2847, sedangkan berdasarkan Pers. (11)

diperoleh 58.27 mm. Kedua metode ini

masih memperlihatkan bahwa defleksi

sesaat akibat beban hidup yang timbul

masih dibawah yang diijinkan.

Hasil hitungan defleksi berdasarkan Pers.

(11) pada penampang persegi

memperlihatkan 21.49% lebih besar dari

metoda ACI 318 atau SNI 03-2847,

demikian juga untuk balok penampang T-

terbalik Persamaan (11) memberikan

8.21% lebih besar dari hasil hitungan

menurut ketentuan ACI 318 atau SNI 03-

2847. Hasil analisis memperlihatkan bahwa

Pers. (11) memberikan nilai lebih

konservatif, dengan demikian sangat tepat

digunakan untuk mengestimasi besarnya

defleksi yang timbul pada balok beton

bertulang akibat beban luar yang beraksi.

Karena defleksi yang berlebihan yang

terjadi pada balok beton bertulang dapat

menyebabkan kerusakan pada elemen non-

struktural. Dengan nilai defleksi yang

terperediksi lebih konservatif dapat

mencegah terjadinya kerusakan pada

elemen-elemen non-struktural, dan juga

sekaligus mengatisipasi risiko yang timbul

Page 63: V4n2

Prediksi Nilai Kekakuan Lentur Pada Balok Beton Bertulang (Yamin Susanto)

57 | K o n s t r u k s i a

akibat faktor-faktor ketidapastian dalam

perancangan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil studi perbandingan di

atas terlihat bahwa kekakuan lentur yang

diperlihatkan pada Pers, (11) jauh lebih

praktis dalam aplikasi dan nilai defleksi

yang diperoleh lebih konservatif

dibandingkan dengan ACI 318 dan SNI 03-

2847. Hal ini dapat mengantisipasi faktor-

faktor ketidakpastian yang timbul pada

penggunaan metode kekuatan batas.

Karena pada penggunaan metode kekuatan

batas dapat menghasilkan elemen struktur

balok beton bertulang yang langsing,

dengan demikian kontrol terhadap

kemampuan layan (serviceability limit

state) dengan hasil konservatif sangatlah

dianjurkan. Semakin konservatif nilai yang

diberikan akan memberikan tingkat

kenyamanan yang lebih tinggi bagi para

pemakainya.

REFERENSI

1. Morisco. (1986). “Inelastic Behavior of

Steel Beam-Columns.” Ph.D. Thesis, City

University, London.

2. Morisco. (1990). “Distribusi Tegangan

Tekan Balok Beton pada Beban Batas.”

Makalah Seminar Permasalah Mekanika

Bahan di Indonesia, Pusat Antar

Universitas Ilmu Teknik, Universitas

Gadjah Mada, Yogyakarta, 12-13

Pebruari.

3. Morisco. (1990). “Metoda Analisis Kuat

Batas Batang Tekan.” Makalah Kursus

Singkat Mekanika Bahan Lanjutan,

Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik,

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,

4-17 Juli.

4. Chen, W. F. dan Atsuta, T. (1977).

Theory of Beam-Columns, Vol. 2. Space

Behaviour and Design. McGraw-Hill,

New York.

5. Espion, B dan Halleux, P. (1990). “Long-

term Deflection of Reinforced Concrete

Beams: Reconsiderations of Their

Variability.” ACI Structural Journal,

87(2), Mar-Apr, hal. 232-236.

6. Park, R dan Paulay, T. (1975).

Reinforced Concrete Structures, John

Wiley & Sons, New York.

7. Bronson, D. E. (1977). Deformation of

Concrete Structures. McGraw-Hill Inc.

New York.

8. El-Metwally dan Chen, W. F. (1989).

“Load-Deformation Relations for

Reinforced Concrete Sections.” ACI

Structural Journal, 86(2), Mar-Apr.,

hal.163-167.

9. Duan, L.; Wang. F. M., dan Chen, W. F.

(1989). “Flexural Regidity of Reinforced

Concrete Members.” ACI Structural

Journal, 86(4), Jul-Aug., hal. 419-427.

10. Roark, R. J. dan Young, W.C. (1975).

Formulas for Stress and Strain. 5th

edition, McGraw-Hill Kogakusha, Japan.

11. Wang, C.K.; Salmon, C.G. dan Pincheira,

J. A. (2007). Reinforced Concrete Design.

7th edition, John Wiley & Sons, Inc.

12. Nawy, E. G. (1985). Reinforced Concrete

– A Fundamental Approach. Prentice-

Hall, Inc.

13. ACI Committee 318 (2011). “Building

Code Requirement for Structural

Concrete (ACI 318M-11) and

Commentary (ACI 318MR-11).”

American Concrete Institute.

Farmington Hills, Mich. 2011. 503 pp.

14. Standar Nasional Indonesia “Tata Cara

Perhitungan Struktur Beton untuk

Bangunan Gedung (SNI 03 – 2847 –

2002).” ITS Press. Surabaya.

Page 64: V4n2

Pola Hubungan Antara Kinerja Biaya Dan Dampak Penyimpangan (Yusuf – Ismeth - Achirwan)

59 | K o n s t r u k s i a

POLA HUBUNGAN ANTARA KINERJA BIAYA PROYEK DAN DAMPAK

PENYIMPANGAN BIAYA PROYEK DENGAN PENDEKATAN INDIKATOR COST

OVERRUN PADA PENGELOLAAN SUB KONTRAKTOR

Achirwan

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

[email protected]

Yusuf Latief

Ismeth S Abidin

Dosen Tetap Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Indonesia

[email protected]

ABSTRAK : Pengendalian kinerja biaya proyek agar tetap berjalan sesuai dengan rencana adalah penting.

Penelitian ini membahas mengenai pola hubungan antara kinerja biaya proyek dengan dampak

penyimpangan biaya proyek dengan pendekatan indikator cost overrun, terutama pada pengelolaan sub

kontraktor, studi dikhususkan pada proyek gedung bertingkat terutama dikota Jakarta, Bogor,

Tanggerang dan Bekasi. Berdasar dari bahan hasil penelitian yang sebelumnya, didapat 4 indikator cost

overrun pada pengelolaan sub kontraktor, yang masing masing atau kombinasi diantaranya sebagai

ukuran dari dampak yang menyebabkan turunnya kinerja proyek, dari indikator tersebut akan dikaji

dengan menggunakan perangkat pengolah data SPSS, pada bagian mana penyebab paling significant

mempengaruhi penurunan kinerja biaya. Dari dampak yang significant selanjutnya diindentifikasi

penyebabnya, untuk kemudian dilakukan corrective action (langkah perbaikan).

KATA KUNCI : kinerja biaya proyek, gedung bertingkat, subkontraktor, indicator cost overrun, dampak,

penyebab, tindakan koreksi.

ABSTRACT : Managing project cost performance in order to run the schedule on time is very

important.This research paper conducts relationship between project cost performance and the impact of

project cost overrun with cost overrun as an approach indicator mainly for sub contractor management.

This study is focused on high rise buildings for the area of Jakarta, Bogor, Tangerang and Bekasi. Referring

to the previous research there are four cost overrun indicators on sub contractor management where all of

them or combination among them can be classified as measured impact which will cause the decrease of

project performance. Using SPSS software to find most significant impact that affects the decrease of

Project Performance will further assess those indicators. From those significant impacts the cause can then

be identified and be given some corrective actions

Keywords: project cost performance, high rise building, sub contractor, indicator cost overrun, impact,

corrective action

PENDAHULUAN

Latar belakang masalah Salah satu indikator

keberhasilan suatu proyek adalah memberikan

keuntungan finansial yang memadai bagi

kontraktor, untuk itu selama pelaksanaan

proyek perlu dikendalikan pembiayaan proyek

atau cost control yang ketat. Permasalahan

yang ada ialah sulitnya mengetahui indikator

Page 65: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

60 | K o n s t r u k s i a

penyimpangan biaya yang berdampak terhadap

penurunan kinerja proyek. Bila mengetahui

dengan cepat dan tepat indicator cost overrun

dan penyebab sumber penyimpangan biaya

proyek maka corrective action dapat dilakukan

dengan efektif. Dari hasil survey, dan

wawancara dengan para ahli (Levi. 2002)(¹)

serta literatur lainnya, telah dikumpulkan dan

dikelompokkan dampak dan penyebab

penyimpangan biaya proyek. Untuk itu dengan

menggunakan pengolah data statistik,

diharapkan akan diketahui dampak dampak

yang significant.

Menurut (Zhan ,1998)(²) variabel yang harus

dikendalikan dan dikontrol yaitu: material,

tenaga kerja, peralatan subkontrak, overhead

dan kondisi umum. Pengendalian sub

kontraktor perlu dilakukan karena 80 sampai

90 % anggaran proyek berada di pengelolaan

sub kontraktor ( Hinze dan Tracey, 1994)(³)

Memanfaatkan subkontrak adalah dalam

rangka mengalihkan resiko, memanfaatkan

spesialisali keahlian yang ada pada subkon dan

memudahkan pengendalian dilapangan

(Clough,1986).(4)

Menurut (Clough) kembali, tahap tahap dalam

pengendalian subkontrak, adalah :

pemilihan subkontraktor

tahap negosiasi

tahap pengesahan

persiapan kontraktor

tahap pengawasan dan tahap pembayaran

kemudian hal lain yang juga penting adalah

komunikasi, koodinasi, dan integrasi.

Pengendalian merupakan suatu kegiatan untuk

mencapai tujuan proyek yaitu selesainya

proyek sesuai dengan mutu, waktu dan biaya

yang telah ditetapkan. Pengendalian bertujuan

untuk memonitor dan mengkoordinasi secara

teratur hasil kerja dari pelaksanaan yang

dibandingkan dengan rancangan/ perencanaan.

Apabila terjadi penyimpangan maka rencana

dapat diubah atau dimodifikasi. Dalam

pengendalian terdapat tiga langkah proses,

yaitu : mengukur kemajuan yang dicapai,

mengevaluasi bilamana terjadi varians/

penyimpangan, tindakan koreksi apabila terjadi

penyimpangan (Kerzner, 1995). (5)Dalam

pengendalian biaya ada beberapa variabel yang

harus dimonitor dan dikendalikan yaitu :

tenaga kerja, material, peralatan, subkontrak,

general condition dan overhead (Zhan, 1998).

Biaya dari keenam variabel tersebut

merupakan bagian dari keseluruhan biaya

proyek.

Salah satu variabel pengendalian biaya pada

saat pelaksanaan konstruksi yaitu subkontrak.

Subkontrak merupakan suatu kebijakan untuk

mengikutsertakan atau menggunakan sumber

daya pihak lain (outsourcing) dengan beberapa

pertimbangan yaitu efisiensi sumber daya milik

sendiri serta menyerahkan suatu pekerjaan

kepada spesialis (Clough, 1986), (Asiyanto,

2001).(6)

Maksud diadakannya penelitian ini untuk

mengkaji berbagai faktor dampak

penyimpangan biaya pada pengelolaan sub

kontraktor

Tujuannya untuk mengetahui faktor faktor

dampak yang significant, atau berpengaruh

terhadap penurunan kinerja biaya proyek.

Pendekatan penelitian diawali dari studi

perpustakaan untuk menyajikan teori tentang

pengendalian proyek secara umum, kemudian

pengendalian biaya proyek, dan lebih

mendalam tentang pengendalian sub

kontraktor. Subkontraktor yang dimaksud pada

penelitian ini adalah subkontraktor yang dipilih

oleh kontraktor utama, bukan merupakan NSC

(Nominated Sub-Contractor)/ subkontraktor

yang ditunjuk owner. Sedangkan kebijakan

subkontrak ditinjau berdasarkan

pengelolaannya oleh kontraktor utama.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat

bermanfaat untuk digunakan ;

1. Bahan pertimbangan bagi seorang manajer

bila pada proyek yang ditanganinya

khususnya proyek gedung bertingkat pada

bidang sub kontraktor, terlihat menurun

Page 66: V4n2

Pola Hubungan Antara Kinerja Biaya Dan Dampak Penyimpangan (Yusuf – Ismeth - Achirwan)

61 | K o n s t r u k s i a

kinerja biaya proyeknya, maka dapat

diambil tindakan tindakan pengendalian

dengan pertimbangan hasil penelitian ini.

2. Sebagai bahan pertimbangan dalam

melakukan pengelolaan subkontrak sejak

tahap awal.

PENGENDALIAN BIAYA PROYEK

PEGENDALIAN PROYEK KONSTRUKSI

Organisasi ahli rekayasa mengakui bahwa

menurunnya kinerja dari fungsi manajemen

proyek dapat disebabkan karena hilangnya

produktivitas dan beberapa pengeluaran yang

disebabkan (7):

1. Tidak efisiennya penggunaan personil

teknis.

2. Macam-macam keterlambatan yang tidak

sesuai dengan yang telah direncanakan.

3. Tidak adanya komunikasi.

4. Perubahan lingkup pekerjaan yang tidak

terdokumentasi dan masalah–masalah

teknis.

5. Koordinasi antara fungsionaris organisasi

yang tidak efektif.

6. Pengeluaran yang tidak sah.

7. Manajemen yang tidak proaktif tetapi

reaktif.

8. Kecilnya keuntungan karena kesalahan

pembiayaan yang diulang-ulang.

9. Penambahan biaya dari penggunaan

kontraktor untuk mengatur proyek.

Karena masalah-masalah tersebut diatas maka

pada pelaksanaannya sangat diperlukan

pengendalian proyek agar penyimpangan yang

terjadi dapat ditekan menjadi sekecil mungkin.

Pengendalian Biaya proyek

Di negara berkembang dan negara yang belum

berkembang, tingkat pendidikan personil

proyek biasanya masih terbatas. Penambahan

sumber daya yang terbatas ini dapat dicegah

dengan manajer-manajer yang punya teknik

pengendalian yang efektif. Tujuan utama dari

manajemen proyek pada negara berkembang

lebih kepada pengendalian biaya dari pada

jadwal dan kualitas (8) Untuk kontraktor,

pengendalian biaya akan membantu kontraktor

dalam mengendalikan biaya proyek

Tujuan pengendalian biaya pada perusahaan

konstruksi itu sendiri adalah (9) :

1. Mengevaluasi kemampuan perusahaan

untuk mendapatkan keuntungan selama

masa konstruksi.

2. Memperkirakan terjadinya penyimpangan

antara anggaran dengan pelaksanaan

sehingga diambil tindakan koreksi jika

diperlukan.

3. Melakukan efisiensi dalam perusahaan.

4. Merekam informasi penggunaan sumber

daya, biaya, dan produktivitas untuk

perencanaan yang akan datang.

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah

metode penelitian deskriptif.,(10)

Pengumpulan data dilakukan dengan cara

wawancara dan menyebarkan questioner.

Kemudian tabulasi serta analisa statistik ,

(dengan alat program SPSS) yang dilakukan

terhadap data yang telah dikumpulkan.

Penelitian ini untuk membangun suatu struktur

yang dapat memberikan rekomendasi tindakan

koreksi terhadap penyimpangan biaya proyek

pada pengelolaan subkontrak. Berdasarkan

pendekatan utama dari penelitian ini adalah

pengendalian biaya proyek dan

penyimpangannya, sub-nya adalah masalah

pengelolaan subkontrak. Sedangkan knowledge

acquisition berdasarkan kepada penyebab,

dampak, serta rekomendasi tindakan koreksi.

Penyebab serta dampak tersebut merupakan

variabel. Variabel adalah objek penelitian atau

apa yang menjadi titik perhatian suatu

penelitian (Arikunto, 1998).(11)

Page 67: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

62 | K o n s t r u k s i a

Berdasarkan beberapa literatur yang

mendukung tentang tahap-tahap pada

pengelolaan subkontrak, penyebab terjadinya

penyimpangan tersebut dikelompokkan

menjadi 9 (sembilan) hal utama dalam

pengelolaan subkontrak yaitu :

1. Perencanaan,

2. Kontraktual,

3. Pengorganisasian

4. Kinerja subkontraktor,

5. Jadwal pelaksanaan,.

6. Tuntutan pembayaran

7. Pekerjaan tambah kurang

8. Faktor eksternal,

9. pengawasan dan pengendalian,

Untuk mendapatkan data tersebut, digunakan

jenis pertanyaan yang sesuai dengan metode

penelitian Yin (1994),(12) yaitu pertanyaan-

pertanyaan sebagai berikut:

‘Apa’ saja dampak-dampak yang mempunyai

tingkat resiko signifikan/tinggi yang dapat

menurunkan kinerja biaya pengelolaan subkon.

‘Berapa besar‘ probabilitas terjadinya cost

overrun pada biaya pengelolaan subkon bila

dampak-dampak tersebut terjadi dalam suatu

proyek gedung bertingkat.

Penetapan teknik analisa dan pengolahan data.

Dalam penelitian ini teknik analisa data

ditetapkan dengan menggunakan 2 (dua)

metode yaitu metode tingkat resiko (risk level)

untuk menentukan tingkat resiko dari masing-

masing dampak dan dilanjutkan dengan metode

matematik statistik yaitu analisa korelasi untuk

menentukan dampak negatif, dan analisa

regresi untuk pembentukan model matematis,

yang dalam prosesnya menggunakan alat bantu

yaitu software SPSS 11.0.

Dari analisa tingkat resiko (risk level) akan

diketahui tingkat resiko dari masing masing

dampak berdasarkan indikator cost overrun dan

kombinasinya. Kriteria dampak yang akan

diambil untuk dilakukan pembentukan model

dengan analisa statistik adalah dampak-

dampak cost overrun yang mempunyai tingkat

resiko signifikant (S) dan high (H). Adapun

proses selanjutnya yaitu pembentukan model

dengan analisa statistik dapat dilihat pada

gambar 1

KLARIFIKASI / VALIDASI

Setelah proses penentuan tingkat resiko dengan

metode risk level dan keluar dampak-dampak

yang mempunyai resiko tinggi dan signifikan,

maka diadakan klarifikasi / validasi yang

dilakukan dengan cara pembuatan kuisioner

untuk kemudian dilakukan wawancara dengan

pokok pertanyaan berdasarkan variabel

dampak yang mempunyai tingkat resiko tinggi

dan signifikan untuk mendapat tanggapan dan

penjelasan dari pakar, sebelum dilanjutkan ke

proses berikutnya yaitu :

PEMBENTUKAN MODEL DAN PENENTUAN PROBABILITAS.

Penelitian ini adalah pengembangan dari

metode analisa yang digunakan yaitu dengan

analisa tingkat resiko (risk level) untuk mencari

dampak-dampak yang mempunyai resiko yang

signifikan/tinggi dengan pendekatan indikator

cost overrun, untuk kemudian dicari

pemodelannya dengan analisa statistik, dengan

tujuan agar apabila dampak-dampak tersebut

terjadi dalam suatu proyek maka dapat

diperkirakan berapa besar penurunan kinerja

biaya yang akan terjadi, khususnya biaya

subkon.

Cara pengumpulan data dilakukan dengan 3

cara. Pertama dengan melakukan studi

lapangan yaitu dengan melakukan survei

kepada perusahan-perusahaan konstruksi.

Kedua dengan cara melakukan studi literatur

yang termuat didalam buku-buku, jurnal dan

berbagai media. Ketiga dengan cara melakukan

wawancara kepada para pakar. Pengumpulan

data dilakukan dalam 2 tahap.

Page 68: V4n2

Pola Hubungan Antara Kinerja Biaya Dan Dampak Penyimpangan (Yusuf – Ismeth - Achirwan)

63 | K o n s t r u k s i a

Data primer dan sekunder yang diperoleh dari

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Febrizal (Levi), yaitu terdiri dari :

Data tentang penyebab, dampak dan indikator

cost overrun pada biaya Subkon yang diperoleh

dari wawancara yang ditujukan kepada para

pakar manajemen peralatan dan berbagai studi

literatur.

Data tentang tingkat pengaruh masing-masing

dampak dan frekuensi terjadinya dampak pada

suatu proyek, yang diperoleh dari penyebaran

kuisioner yang ditujukan kepada pimpinan

proyek.

Data tentang rekomendasi tindakan koreksi

yang diperoleh dari wawancara yang ditujukan

kepada para pakar manajemen Subkon.

Data primer yang diperoleh dari penyebaran

kuisioner dan wawancara pakar yang terdiri

dari :

Data verifikasi terhadap besarnya sumber

resiko pada masing-masing indikator cost

overrun.

Data validasi terhadap indikator cost overrun

dan dampak signifikan hasil penelitian

berdasarkan tingkat resiko yang

signifikan/tinggi yang ditujukan kepada para

pakar dan untuk mengetahui alternatif lain dari

rekomendasi tindakan koreksi sebelumnya.

PENENTUAN TINGKAT RESIKO (RISK LEVEL)

Penentuan tingkat resiko atau Risk Level

dilakukan untuk mengetahui tingkat resiko dari

masing-masing dampak. Analisa ini dipengaruhi

oleh dua kriteria yaitu: tingkat pengaruh

dampak dan frekuensi terjadinya dampak. Skala

tingkat pengaruh ini merupakan hasil olahan

yang didapat dari penilaian kriteria dampak

akibat terjadinya penyimpangan biaya pada

manajemen proyek mengacu pada Kerzner

(1995):

1. Proyek berjalan sesuai dengan rencana

(jadwal dan biaya)

2. Proyek berjalan sesuai dengan rencana,

tetapi ada perubahan spesifikasi

3. Proyek tidak berjalan sesuai rencana,

tetapi ada perubahan desain dan metode

4. Proyek tidak berjalan sesuai dengan

rencana, tetapi ada perubahan desain dan

metode yang mempengaruhi kinerja

5. Proyek berhenti.

Kriteria frekuensi dari dampak yang terjadi

dalam penelitian ini merupakan kombinasi

antara teknik evaluasi kualitatif standart New

Zealand mengenai manajemen resiko (AS 4360-

1995) dengan penaksiran nilai resiko RAMP

(Risk Analysis and managemen for Project) yang

telah dikombinasi, yaitu :

1. Tidak pernah

2. Jarang

3. Kadang kadang

4. Sering

5. Selalu.

Analisis tingkat resiko atau Risk Level dilakukan

untuk mengetahui tingkat resiko dari data hasil

survei melalui kuisioner. Analisis tingkat resiko

atau Risk Level dapat dilakukan secara kualitatif

dengan membuat matrik tingkat resiko

(Soemardi 2002) (12) dari kriteria tingkat

pengaruh dampak dan frekuensi terjadinya

dampak.

PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN

Adapun populasi dari penelitian ini adalah

perusahaan konstruksi yang proyeknya

berlokasi di Jabotabek, Riau dan Lampung. Jenis

data yang digunakan ada 2 yaitu :

1. Data secondair yang diperoleh dari

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Levi (2000), dan Ridwan 2001, yaitu terdiri

dari :

a) Data tentang indikator cost overrun

berdasarkan penyebab dan dampak

Page 69: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

64 | K o n s t r u k s i a

penyimpangan biaya pengelolaan

subkon yang diperoleh dari wawancara

yang ditujukan kepada para pakar

manajemen pengelolaan subkon.

b) Data tentang tingkat pengaruh masing-

masing dampak dan frekuensi

terjadinya dampak pada suatu proyek

yang diperoleh dari penyebaran

kuisioner yang ditujukan kepada

pimpinan proyek.

2. Data primer yang diperoleh dari

penyebaran kuisioner dan wawancara

pakar yang terdiri dari :

a) Data validasi terhadap dampak

signifikan hasil penelitian berdasarkan

tingkat resiko yang ditujukan kepada

para pakar dan untuk mengetahui

tindakan koreksi yang harus dilakukan

dari dampak signifikan tersebut.

Untuk data mengenai dampak, penyebab,

tindakan koreksi dan indikator cost overrun

diatas, responden dari penelitian sebelumnya

terdiri dari 5 sampel sedangkan responden

untuk validasi indikator Cost Overrun terdiri

dari 25 sampel

Hasil pengisian indikator cost overrun dari 5

sampel dari penelitian sebelumnya, hasil

validasi kepada 25 sampel dan penggabungan

keduanya berdasarkan banyaknya prosentase

sumber resiko terhadap masing-masing

indikator. Tabel 4.1

Dari hasil analisa dapat disimpulkan bahwa

sumber resiko cost overrun yang telah

diidentifikasi mempunyai prosentase paling

besar pada indikator biaya Subkontrak

Finishing(Arsitektur)

Sedangkan untuk data tingkat pengaruh dan

frekwensi terjadinya dampak cost overrun yang

didapat melalui penyebaran kuisioner,

responden terdiri dari gabungan 29 dan 34

sampel. Untuk analisa statistik, dari 63 sampel

tersebut, data yang digunakan adalah data yang

masuk dalam layer, sedangkan untuk analisa

tingkat resiko, data digunakan semuanya yaitu

63 sampel. Adapun profil data respondennya

dapat dilihat pada tabel 4.2 yaitu profil data 29

perusahaan dan tabel 4.3 yaitu profil data

proyek yang dilaksanakan.

Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa responden

paling banyak adalah jenis perusahaan swasta

yaitu 20 perusahaan, sedangkan menurut jenis

kualifikasinya sebagian besar yaitu 16

perusahaan termasuk kualifikasi A.

Berdasarkan jumlah proyek yang dikerjakan 11

perusahaan kurang dari 10 proyek dan 13

perusahaan lebih dari 10 proyek per tahun.

Untuk sistem mutu perusahaan sebagian besar

sudah menggunakan ISO 9000 yaitu 10

perusahaan.

Page 70: V4n2

Pola Hubungan Antara Kinerja Biaya Dan Dampak Penyimpangan (Yusuf – Ismeth - Achirwan)

65 | K o n s t r u k s i a

Tabel 4.1 Prosentase Indikator berdasarkan sumber resiko

NO. Indikator Biaya

(%)

Penelitian

Sebelumnya

(%) Validasi (%)

Penggabungan

1

Anggaran Biaya Subkontrak

Finishing 60.07% 26.317% 43.19 %

2

Anggaran Biaya Subkontrak

Struktur Bawah 21.91 % 23.48% 22.695 %

3

Anggaran Biaya Subkontrak M

/E 9.89 % 24.79% 17.34 %

4

Anggaran Biaya Subkontrak

Struktur Atas 8.13 % 25.41% 16.77%

Sumber : Hasil olahan data

Tabel 4.3 Data Umum Profil Perusahaan No. Uraian Kegiatan Jumlah sampel

A Jenis Perusahaan :

Pemerintah Swasta Kerjasama

8

20

-

B Kualifikasi Perusahaan : Kualifikasi A Kualifikasi B

16

10

C Jumlah Proyek / tahun : < 10 proyek / tahun > 10 proyek / tahun

11

13

D Sistem Mutu Perusahaan : 4 ISO 9000 5 Belum memiliki sertifikat

10

18

Page 71: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

66 | K o n s t r u k s i a

Tabel 4.4 Data Umum Profil Perusahaan No. Uraian Kegiatan Jumlah sampel

1 Proyek Gedung bertingkat, jumlah lantai :

a) 5 - 8

b) diatas 8

2 Lokasi

a) Jabotabek 16

b) Lampung

c) Riau

3 Waktu Pelaksanaan

a) kurang dari enam bulan 9

b) lebih dari enam bulan 16

4 Nilai Proyek

a) 1 - 3 milyar 8

b) lebih dari 3 milyar 19

Page 72: V4n2

Pola Hubungan Antara Kinerja Biaya Dan Dampak Penyimpangan (Yusuf – Ismeth - Achirwan)

67 | K o n s t r u k s i a

Untuk data umum proyek dapat dilihat dari

tabel 4.3 yaitu proyek semuanya adalah gedung

bertingkat lokasinya 16 proyek di Jabotabek

sisanya di Lampung dan Riau, nilai proyek rata-

rata cukup besar yaitu sejumlah 19 proyek

lebih dari 6 miliar.

ANALISIS RISK LEVEL

Risk level disini maksudnya adalah analisa

kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui

tingkat resiko dari masing-masing dampak cost

overrun yang terjadi dalam suatu proyek

konstruksi gedung bertingkat khususnya dalam

manajemen peralatan. Penentuan tingkat resiko

didasarkan pada tabel matrik seperti yang

terlihat pada tabel

Tabel 4.5Matrik tingkat resiko berdasarkan tingkat pengaruh

dan frekwensi kejadian

(1)

Tidak

perna

h

(2)

Jarang

(3)

Kadang

-kadang

(4)

Sering

(5)

Selalu

1. Proyek berjalan sesuai rencana

L L L M S

2. Proyek berjalan

sesuai rencana,

ada perubahan

spesifikasi

L L M S S

3. Proyek tidak

berjalan sesuai

rencana, ada

perubahan desain

dan metode

M M S S H

4. Proyek tidak

berjalan sesuai

rencana, ada

perubahan desain

dan metode yang

mempengaruhi

kinerja

S S

H H H

5. Proyek berhenti S H H H H

Sumber : Hasil modifikasi dari Soemardi, Tresna, P. (2002), Bahan Kuliah Biaya dan Manajemen

Resiko, Magister Teknik, Kekhususan Manajemen Konstruksi, Universitas Indonesia, Jakarta

Frekwensi

Tingkat Pengaruh

Page 73: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

68 | K o n s t r u k s i a

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa resiko

yang dibagi menjadi 4 kategori yaitu : L

(low), M (medium), S (Signifikant) dan H

(high). Maksud dari masing-masing ketegori

tersebut adalah sebagai berikut :

L : Resiko rendah, ditangani oleh

prosedur rutin.

M : Resiko sedang, tanggung jawab

manajemen perlu dijelaskan.

S : Resiko yang berarti, diperlukan

perhatian manajemen senior.

H : Resiko yang tinggi, Penelitian yang

rinci dan manajemen diperlukan pada

tingkat senior.

Penentuan Modus.

Modus adalah nilai yang paling sering keluar.

Artinya dari 63 responden, nilai tingkat

pengaruh dan nilai frekwensi berapakah yang

paling banyak dipilih.. Dari tabel 4.11 dapat

dilihat pilihan responden yang terbanyak

adalah yang diarsir warna abu-abu. Pada tabel

diberikan contoh pada indikator arsitektur

yang mendapat nilai resiko M dan S

Tabel 4.6 Penentuan Tingkat Resiko Pada Indikator 3 ( Arsitektur), Level M dan S

no no Coding Dampak Terhadap Kinerja Biaya Akibat Modus

Urut var Dampak Terjadinya Penyimpangan Biaya Pada Tingkat Tingkat Tingkat

Pengelolaan Subkon Pengaruh Frekuens Resik

A. PERENCANAAN

1. Kesalahan dalam menentukan jenis-jenis pekerjaan yang akan disubkontrakkan

1 1 A,1,1 3 2 M

2 2 A,1,2 3 2 M

2. Kesalahan dalam menentukan kuantitas pekerjaan yang akan disubkontrakkan

3 3 A,2,1 2 3 M

4 4 A,2,2 3 2 M

3. Kesalahan dalam memprediksi kondisi lapangan dan kejadian yang akan datang

5 5 A,3,1 3 2 M

6 6 A,3,2 3 2 M

7 7 A,3,3 3 2 M

4. Gambar kerja dan spesifikasi yang kurang jelas

8 8 A,4,1 3 2 M

6. Estimasi biaya pekerjaan subkontraktor yang kurang tepat/ kurang realistis

Page 74: V4n2

Pola Hubungan Antara Kinerja Biaya Dan Dampak Penyimpangan (Yusuf – Ismeth - Achirwan)

69 | K o n s t r u k s i a

9 12 A,6,2 3 2 M

7. Pengaturan waktu dan lahan yang kurang baik untuk

pekerjaan subkontraktor yang akan bekerja

10 13 A,7,1 2 3 M

9. Kesalahan dalam pemilihan subkontraktor

11 18 A,9,1 3 2 M

12 19 A,9,2 3 2 M

10. Data dan informasi tentang kinerja subkontraktor yang kurang

lengkap

13 20 A,10,1 3 2 M

14 21 A,10,2 3 2 M

B. KONTRAKTUAL

1. Kurang lengkapnya klausul-klausul subkontrak

15 22 B,1,1 n 3 2 M

3. Tidak adanya pengaturan tentang perselisihan dan penyelesaiannya

antara pihak-pihak yang terlibat dalam proyek

16 27 B,3,1

berlarut

3 2 M

no no Coding Dampak Terhadap Kinerja Biaya

Akibat

Modus

Urut var Dampak Terjadinya Penyimpangan Biaya Pada Tingkat Tingkat Tingkat

Pengelolaan Subkon Pengaruh Frekuens Resik

17 28 B,3,2 3 2 M

18 29 B,3,3 3 2 M

4. Tidak adanya pengaturan tentang pemutusan subkontrak

19 30 B,4,1 3 2 M

C. PENGORGANISASIAN

1. Komunikasi dan koordinasi yang kurang

Page 75: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

70 | K o n s t r u k s i a

baikantara

kontraktor utama dan subkontraktor

21 34 C,1,1

efektif

3 2 M

7. Kurang tegasnya kontraktor utama dalam pemberian sanksi atas

pelanggaran yang dilakukan oleh subkontraktor

22 46 C,7,1 3 2 M

D. KINERJA SUBKONTRAKTOR

1. Kurangnya pengetahuan subkontraktor mengenai karakteristik proyek

23 48 D,1,1 3 2 M

2. Kurangnya kemampuan subkontraktor dalam hal pendanaan/ finansial

24 51 D,2,1 3 2 M

25 52 D,2,2 3 2 M

4. Kurangnya produktivitas

lapangandarisubkontraktor

26 55 D,4,1 3 2 M

5. Teknologi yang dimiliki subkontraktor ternyata kurang memadai

27 56 D,5,1 3 2 M

E. JADWAL PELAKSANAAN

1. Kegiatan yang sebelumnya (predecessor) terjadi keterlambatan

28 58 E,1,1 3 2 M

3. Terjadinya rework/ kerja ulang akibat hasil kerja yang tidak sesuai standar

29 62 E,3,1 2 3 M

30 63 E,3,2 3 2 M

G. CHANGE ORDERS

(PEKERJAAN TAMBAH KURANG)

1. Tidak adanya klausul dalam subkontrak yang menjelaskan

tentang pekerjaan tambah kurang (change orders)

Page 76: V4n2

Pola Hubungan Antara Kinerja Biaya Dan Dampak Penyimpangan (Yusuf – Ismeth - Achirwan)

71 | K o n s t r u k s i a

31 70 G,1,1 han 3 2 M

3. Terjadinya perubahan design

32 75 G,3,2 3 2 M

33 76 G,3,3 3 2 M

H. FAKTOR EKSTERNAL

1. Terjadi force majeur : bencana alam,

krisisekonomi,

politik, hankam, dll (bila tidak terdapat dalam

kontrak)

34 79 H,1,1 4 2 S

35 80 H,1,2 3 2 M

36 81 H,1,3

4 1 S

2. Kondisi cuaca dan iklim yang tidak baik (bila tidak terdapat dalam kontrak)

37 83 H,2,2

pelaksanaankegiatankontruksi

3 2 M

3. Perubahan peraturan pemerintah dan perundang-

undangan

(bila tidak terdapat dalam kontrak)

38 85 H,3,1 4 2 S

39 86 H,3,2 3 2 M

40 87 H,3,3 rofit kontraktor berkurang 3 2 M

no no Coding Dampak Terhadap Kinerja Biaya Akibat Modus

Urut var Dampa

k

Terjadinya Penyimpangan Biaya Pada Tingkat Tingkat Tingkat

Pengelolaan Subkon Pengaruh Frekuens Resik

I. PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

1. Penyelenggaraan rapat koordinasi yang sangat kurang

41 90 I ,1,3 3 2 M

Page 77: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

72 | K o n s t r u k s i a

6. Kurangnya pengawasan pekerjaan subkontraktor di

lapangan

42 98 I,6,2 3 2 M

7. Penempatan pengawas yang tidak sesuai dengan

kualifikasi

43 99 I,7,1

efektif

3 2 M

8. Kurang baiknya pengendalian kemajuan pekerjaan subkontraktor

44 10

0

I,8,1 3 2 M

KESIMPULAN

1. Dari 4 indikator cost overrun pada

pengelolaan Subkontrak yaitu biaya

pengelolaan subkon untuk, sub struktur,

upper structure,arsitektur, dan mekanikal

elektrikal, didapati variabel dampak resiko

cost overrun paling besar terdapat pada

indikator biaya pengelolaan subkon

arsitektur

2. Dari hasil analisa tingkat resiko yang telah

dilakukan berdasarkan kriteria yang telah

ditentukan, diperoleh dampak–dampak

yang mempunyai tingkat resiko pada

indikator 3 (arsitektur) yaitu Significant

(S), 3 buah, dan Medium (M), 41 buah, dari

101 variabel, ini dapat juga disimpulkan 50

% dampak berkelas medium, tidak ada

satupun dampak yang mempunyai tingkat

resiko High (H).

3. Hasil analisa tingkat resiko berdasarkan

kombinasi indikator cost overrun pada

pengelolaan subkon menunjukkan bahwa

indikator 3 (biaya pengelolaan subkon

arsitek) mempunyai dampak-dampak

signifikan terbanyak yaitu 44 variabel

dampak dan seiring dengan jumlah

indikator yang dikombinasi maka jumlah

dampak yang signifikan semakin kecil, dan

yang paling kecil ada pada indikator 2 dan

kombinasi indikator 8 ( indikator 2 dan 3)

sebanyak 8 variabel

4. Setelah dilakukan analisa regresi

berdasarkan output dampak hasil analisa

tingkat resiko maka tidak semua dampak

yang mempunyai tingkat resiko signifikan

dapat dimodelkan. Dari 44 variabel hasil

analisa resiko, 37 variabel yang

mempunyai dua atau satu bintang, atau

tingkat significant 5 % atau 1 %,

kemudian dari 37 variabel, hanya 24 yang

mempunyai nilai distribusi,(Anderson

Darling), dari 24 variabel , hanya 19

variabel yang mempunyai nilai pada model

yang terbentuk.

5. Dampak-dampak yang mempunyai tingkat

resiko signifikan dan dapat membentuk

model matematis membuktikan hipotesa

awal yaitu “Terjadinya dampak-dampak

yang beresiko signifikan/tinggi pada biaya

pengelolaan subkon dalam suatu proyek

konstruksi mengakibatkan turunnya

kinerja biaya, sehingga bisa mengakibatkan

terjadinya cost overrun”.

6. Dari hasil validasi pakar diperoleh

alternatif rekomendasi tindakan koreksi

yang diharapkan dapat meningkatkan

kinerja biaya pengelolaan subkon.

Page 78: V4n2

Pola Hubungan Antara Kinerja Biaya Dan Dampak Penyimpangan (Yusuf – Ismeth - Achirwan)

73 | K o n s t r u k s i a

Daftar Pustaka

[1] Ariany Frederika, “ Journal Ilmiah Teknik

Sipil”, Denpasar 2010

[2] Budi Santoso , “ Manajemen Proyek “,

Surabaya, 2003

[3] Bachtiar Ibrahim, “Rencana dan Estimate

Real Of Cost”, Jakarta, 1993

[4] Harold Kerzner, “Project Management : A

System Approach to Planning ,

Scheduling, and Controlling (8th

Ed.ed)”,Wiley, 2003

[5] Iman Soeharto , “ Manajemen Proyek ”,

Jakarta, 1995

[6] Iman Soeharto, “Manajemen Proyek Dari

Konseptual Sampai Operasiona”,

Jakarta, 1999

[7] Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Republik Indonesia, “Waktu Kerja Lembur

dan Upah Kerja Lembur ”, Jakarta 2004

[8] Patrick,S.W.F dan Mingen,Li (2004). “Risk

Assessment Model of Tendering for

Chinese Building Projects. Journal of

Constructions Engineering and

Management”, ASCE. 2004.

[9] Paulus Nugraha, ”Manajemen Konstruksi

2”,Surabaya, 1985

[10] Susapto, “Manajemen Konstruksi 3”,

Malang, 2001

[11] Wahana Komputer, “Panduan Praktis

Microsoft Project”, Yogyakarta, 2010

[12] Wulfram I Ervianto, “Manajemen Proyek

Konstruksi”, Yogyakarta, 2002

Page 79: V4n2

Analisis Konstruksi Gable dengan Rafter menggunakan Profil Baja Honeycob dan Truss (Ihsanudin - Haryo)

75 | K o n s t r u k s i a

ANALISIS KONSTRUKSI GABLE DENGAN RAFTER MENGGUNAKAN PROFIL BAJA

HONEYCOMB DAN TRUSS

Ihsanuddin

PT. Glitterindo Pratama

[email protected]

Haryo Koco Buwono

Dosen Tetap Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta

[email protected]

ABSTRAK : Dengan makin maraknya bisnis pergudangan, mendorong para investor atau owner untuk

dapat mengembangkan usahanya. Salah satu diantaranya adalah pembangunan gudang, yang mana dari

usaha tersebut dapat menghasilkan keuntungan atau profit yang cukup menjanjikan. Untuk itu para

investor atau owner berbondong – bondong membangun gudang di area kawasan pergudangan.

Maksudnya adalah mengevaluasi pekerjaan konstruksi kuda-kuda baja dengan system truss dan

honeycomb dengan bentang 40 m’ yang dilaksanakan di PT Multisarana Bahtera, yang beralamat di

Marunda Center dan penanggung jawab desain oleh PT Glitterindo Pratama. Tujuannya adalah

mendapatkan desain struktur kuda-kuda baja dengan bentang panjang yang efektif, efesien dan

ekonomis, agar dapat digunakan sebagai bahan rujukan dunia industri. Gable Frame biasanya digunakan

sebagai struktur industri. Suatu gable frame mempunyai berbagai macam komponen yang berperan

dalam menunjang kekuatan strukturnya secara keseluruhan, yaitu antara lain: rafter, kolom, base plate,

haunch dan stiffener. Struktur Truss adalah suatu struktur yang terdiri dari elemen-elemen batang yang

disambung sama lain, yang mana elemen-elemen tersebut dalam analisis dapat dimodelkan sebagai 1D,

yang mana gabungan – gabungan elemen 1D dapat membentuk elemen 2D dan elemen 3D (Space).

Konstruksi kuda-kuda system Honeycomb lebih berat 25,84% dibandingkan sistem Truss. Efek atau reaksi

torsi dari system Truss lebih besar 20,18% dibandingkan Honeycomb.

KATA KUNCI : gable, honeycomb, truss, rafter, 2D, 3D

ABSTRACT : With the increasing proliferation of warehousing business, encouraging investors or owner to

be able to expand its business. One of them is the construction of the warehouse, which of these businesses

can make a profit or profit is quite promising. For the investor or owner throng - throng to build

warehouses in the area of warehouse area. The point is to evaluate the construction work horses and steel

with honeycomb truss system with span 40 m 'are implemented in PT Multisarana Ark, which is located in

Marunda Center and the person in charge of the design by Glitterindo Pratama PT. Its objective was to

design structural steel horses with long spans of effective, efficient and economical, so that it can be used

as reference material industry. Gable Frame is usually used as industrial structure. A gable frame have

various components that play a role in supporting the overall strength of the structure, among other

things: rafter, column, base plate, haunch and stiffener. Truss structure is a structure consisting of rod

elements which are connected with each other, which of these elements in the analysis can be modeled as

1D, which combined - combined 1D elements can form 2D elements and 3D elements (Space). Construction

horses Honeycomb system 25.84% heavier than Truss system. Effect or reaction torque of a larger system

Truss 20.18% compared to Honeycomb.

Keywords: gable, honeycomb, truss, rafter, 2D, 3D

Page 80: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

76 | K o n s t r u k s i a

PENDAHULUAN

Dengan makin maraknya bisnis

pergudangan, mendorong para investor

atau owner untuk dapat mengembangkan

usahanya. Salah satu diantaranya adalah

pembangunan gudang, yang mana dari

usaha tersebut dapat menghasilkan

keuntungan atau profit yang cukup

menjanjikan. Untuk itu para investor atau

owner berbondong – bondong membangun

gudang di area kawasan pergudangan.

Para investor atau owner mengharapkan

suatu gudang yang tidak memiliki banyak

kolom di dalam gudang, guna

memaksimalkan luas dari gudang tersebut

untuk dimanfaatkan sebagai tempat

penyimpanan. Oleh karena itu dibangunlah

suatu gudang dengan bentang kuda-kuda

yang panjang, dengan sistem kuda – kuda

truss atau honeycomb. Dengan sistem kuda

– kuda tersebut, yang cukup mampu

mengcover dari berbagai beban yang

timbul, antara lain berat sendiri, beban

angin dan lain – lain.

MAKSUD DAN TUJUAN

Maksudnya adalah mengevaluasi pekerjaan

konstruksi kuda-kuda baja dengan system

truss dan honeycomb dengan bentang 40

m’ yang dilaksanakan di PT Multisarana

Bahtera, yang beralamat di Marunda Center

dan penanggung jawab desain oleh PT

Glitterindo Pratama. Tujuannya adalah

mendapatkan desain struktur kuda-kuda

baja dengan bentang panjang yang efektif,

efesien dan ekonomis, agar dapat

digunakan sebagai bahan rujukan dunia

industri.

PEMODELAN KONSTRUKSI

Gambar 1. Portal Gable System Honeycomb

Gambar 2. Portal Gable System Truss

STRUKTUR GABLE FRAME

Gable Frame biasanya digunakan sebagai

struktur industri. Suatu gable frame

mempunyai berbagai macam komponen

yang berperan dalam menunjang kekuatan

strukturnya secara keseluruhan, yaitu

antara lain: rafter, kolom, base plate,

haunch dan stiffener (gambar 2.4 : Gable

frame dan komponennya). Dalam

perhitungan atau pemodelan struktur,

beberapa komponen tersebut sering kali

diabaikan / tidak diperhitungkan. Demikian

juga halnya dengan haunch (untuk

selanjutnya disebut pengaku). Dalam

pelaksaan di lapangan, gable frame

biasanya diberi pengaku, yang berfungsi

sebagai alat penyambung baut dan

mencukupi kekuatan sambungan. Pengaku

sebagai salah satu komponen gable frame

mempunyai pengaruh terhadap kekuatan

struktur secara keseluruhan.(Jurnal teknik

sipil F.T UNTAR/No.2 th Ke IV-Juli/1998).

Dalam analisis struktur gable frame

digunakan bantuan program SAP 2000,

Page 81: V4n2

Analisis Konstruksi Gable dengan Rafter menggunakan Profil Baja Honeycob dan Truss (Ihsanudin - Haryo)

77 | K o n s t r u k s i a

untuk mendapatkan gaya – gaya dalam dan

lendutan yang terjadi.

Gambar 3. Gable frame dan komponennya

Sumber : Jurnal teknik sipil F.T UNTAR/No.2

th Ke IV-Juli/1998

STRUKTUR TRUSS

Struktur Truss adalah suatu struktur yang

terdiri dari elemen-elemen batang yang

disambung sama lain, yang mana elemen-

elemen tersebut dalam analisis dapat

dimodelkan sebagai 1D, yang mana

gabungan – gabungan elemen 1D dapat

membentuk elemen 2D dan elemen 3D

(Space). Pada struktur truss cenderung

diarahkan bagaimana gaya-gaya luar yang

bekerja pada struktur tersebut dialihkan ke

tumpuan dan gaya – gaya luar tersebut

dialihkan melalui perilaku aksial pada

elemen 1D. Struktur truss mempunyai

bentuk tersendiri yaitu berupa suatu

rangka yang terdiri dari segitiga

tertutup.(sumber

www.wiryanto.wordpress.com) Prof. S.

R. Satish Kumar dan Prof. A. R. Santha

Kumar menjelaskan pula pengertian

tentang space truss dalam jurnalnya

tentang Design of Steel Structures , yaitu

rangka tiga dimensi yang terdiri dari

batang-batang yang saling menyambung.

Space truss memiliki sifat khas yaitu tidak

menerima gaya momen atau torsi. Semua

member hanya dapat memikul gaya aksial

tekan dan tarik. Dalam jurnal tersebut, juga

dijelaskan tentang kelebihan-kelebihan dari

space truss, antara lain sebagai berikut:

1. Ringan, efisien secara stuktural dan

penggunaan material optimal.

2. Mudah dibentuk. Dibuat dipabrik

dengan jumlah banyak, sehingga lebih

murah, bentuk dan ukuran sesuai

standard an dapat dengan mudah

dirakit ditempat oleh pekerja semi-

skilled.

3. Komponennya kecil-kecil sehingga

mudah dibawa dan ditransportasikan.

4. Bentuknya elegan dan ekonomis untuk

struktur terbuka yang bebas kolom.

Konsep Pembebanan Konstruksi Kuda -

Kuda Baja Pada Struktur Gable

Dalam menentukan bentuk dan ukuran-

ukuran dari sebuah konstruksi baja, kita

diharuskan menurut kepada ketentuan –

ketentuan dan peraturan – peraturan yang

berlaku di Indonesia. Dengan ketentuan –

ketentuan dan peraturan – peraturan

tersebut, dapat dijadikan dasar atau

pedoman untuk merencanakan suatu

konstruksi dari hal material / bahan yang

digunakan, beban – beban / gaya luar yang

bekerja pada suatu konstruksi, serta

tegangan – tegangan yang diizinkan.

Besarnya beban yang bekerja pada suatu

struktur diatur pada Peraturan

Pembebanan Indonesia Untuk Gedung,

1983 sedangkan masalah kombinasi dari

beban-beban yang bekerja telah diatur

dalam SNI 03-1729-2002 pasal 6.2.2.

Beban dari suatu konstruksi Bangunan baja

dapat dibedakan sebagai berikut :

a. Beban Mati

Beban mati/tetap adalah berat dari semua

bagian suatu konstruksi yang bersifat tetap

selama masa layan struktur tersebut,

Page 82: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

78 | K o n s t r u k s i a

termasuk segala unsur tambahan,

penyelesaian – penyelesaian yang

merupakan bagian yang tak terpisahkan

dari konstruksi.

Untuk menentukan beban mati dalam

perencanaan kuda-kuda baja ini, ada

beberapa beban mati yang harus

diperhitungkan antara lain :

- berat kuda-kuda baja sendiri

- berat atap yang digunakan

- berat gording

- berat trekstang

- berat bracing / ikatan angin dan

- berat penyambung kuda-kuda seperti

plat sambungan, baut dan mur

b. Beban Hidup

Beban hidup adalah semua beban yang

bekerja pada struktur dalam masa

layannya, dan timbul akibat penghunian

atau penggunaan suatu konstruksi. Yang

termasuk beban ini adalah berat manusia,

perabotan yang dapat berpindah-pindah

dan barang-barang lainnya.

c. Beban Angin

Beban angin adalah semua beban yang

bekerja pada suatu konstruksi yang

disebabkan oleh tekanan-tekanan dari

gerakan angin. Beban angin sangat

tergantung dari lokasi bangunan dan

ketinggian dari struktur. Besarnya tekanan

tiup angin minimum 25 kg/m2. Tekanan

tiup untuk lokasi dilaut atau tepi laut

(sampai jauh 5 km dari pantai) minimum

40 kg/m2. Untuk daerah-daerah dekat laut

dan daerah lain dimanaa kecepatan-

kecepatan angin mungkin menghasilkan

tekanan tiup yang lebih besar daripada

yang di tentukan maka tiup harus

ditentukan dengan menggunakan rumus :

P= V2 / 16 (kg/cm2), dimana V adalah

kecepatan angin

Beban angin dibedakan atas 2 jenis yaitu

beban angin datang (positip) dan beban

angin hisap (negatif). Beban angin datang

adalah beban angin yang searah dengan

gravitasi bumi sedangakan angin hisap

adalah beban angin yang berlawanan

dengan gravitasi bumi. Beban angin

menjadi hisap berdasarkan sudut yang

dibentuk antara kolom dan kuda-kuda

bangunan (sisi atap). Koefisien beban angin

yang diberikan pada struktur kuda-kuda

adalah 0.02 - 04. Selain itu untuk beban

angin hisap sudah mendapat faktor reduksi

seperti rumusan yang di atas.

d. Beban Khusus

Beban khusus adalah semua beban yang

bekerja pada suatu konstruksi yang terjadi

akibat selisih suhu, pengangkatan,

pemasangan, penurunan pondasi, susut,

gaya – gaya tambahan yang berasal dari

beban hidup seperti gaya rem yang berasal

dari keran, gaya sentrifugal dan gaya

dinamis yang berasal dari mesin – mesin

serta pengaruh – pengaruh khusus lainnya.

Beban Gempa pada perhitungan ini tidak

termasuk dalam evaluasi.

METODE ANALISIS

Kondisi yang terjadi dilapangan adalah

bahwa gudang lama dan gudang baru yang

dibangun mempunyai bentang kuda-kuda

40 m’, tinggi bangunan 7 m’ yang terdiri

dari beton pedestal tinggi 1m’ dan kolom

baja tinggi t 6 m’ , sudut kemiringan atap

15º, bahan penutup atap menggunakan

galvalume tebal 0,4 mm, gordingnya

menggunakan CNP 125x50x20x2.3 mm,

tapi yang membedakan antara gudang lama

dan gudang baru adalah model konstruksi

Page 83: V4n2

Analisis Konstruksi Gable dengan Rafter menggunakan Profil Baja Honeycob dan Truss (Ihsanudin - Haryo)

79 | K o n s t r u k s i a

kuda-kudanya, gudang lama menggunakan

kuda-kuda system honeycomb dan gudang

baru menggunakan system truss. Hal inilah

yang menjadikan dasar penulis untuk

mengevaluasi struktur kuda-kuda baja

tersebut.

ANALISA KONSTRUKSI KUDA-KUDA

BAJA PADA STRUKTUR GABLE DENGAN

SISTEM HONEYCOMB

Penutup Atap

Penutup atap yang di gunakan adalah

zincalume, type F. 714 ex. Fumira dengan

spesifikasi sebagai berikut :

• Tebal = 0.40 mm

• Tinggi gelombang atap = 30 mm

• Berat atap = 4 kg/m²

Dibawah atap di gunakan insulasi sebagai

penghambat panas matahari yang terdiri

dari :

• Roofmesh 1 lapis

• Aluminium foil 2 lapis

• Glaswoll 1 inci

• Total berat insulasi = 1 kg/m2

Data Struktur

• Bentangan kuda-kuda = 40 m

• Kemiringan kuda-kuda = 15 derajat

• Jarak antar kuda-kuda = 6 m

• Jarak miring antar gording = 1.2 m

• Tekanan angin di ambil = 40 kg/m2

berdasarkaSNI 03 – 1729 – 2002 pasal 2.2

karena jarakLokasi bangunan ketepi laut

kurang dari 5km

• Trestang di pasang 2 bh setiap satu

gording

Spesifikasi bahan

Dalam pembahasan analisis ini,digunakan

bahan konstruksi sebagai berikut :

1. Beton

Mutu karakteristik beton kubus yang

didasarkan atas kekuatan beton pada umur

28 hari yakni :

a. Pedestal : K-300

2. Besi Tulangan

Jenis dan tegangan leleh (fy) besi tulangan

yang digunakan :

a. Besi Polos : 240 Mpa (BJTP 24)

untuk Ø ≤ 10 mm

b. Besi ulir : 400 Mpa (BJTD 40)

untuk Ø ≥ 13 mm

c. Angkur : ASTM A-36, tegangan

tarik batas (Ultimate Tensile Strenght) 400

– 500 Mpa dan tegangan leleh (Yield

Strenght) minimum 240 Mpa

3. Baja Struktural

Jenis dan tegangan leleh (fy) baja yang

digunakan :

a. Jenis Baja BJ37 fy: 240 Mpa fu : 370

Mpa

4. Baut

Mutu baut untuk konstruksi baja terdiri

dari 2 jenis, yaitu :

a. Untuk sambungan gording dan non

structural element : baut hitam ASTM

A307/ST 37 (Tensile Strenght = 55 ksi =

386 Mpa)

b. Untuk element struktur: baut HTB ASTM

A325 (Tensile Strenght =120 ksi =843 Mpa)

Kombinasi Pembebanan untuk Hanycomb

dan Truss

Berdasarkan peraturan baja Indonesia, SNI

03-1729-2002 pasal 6.2.2 sebagai berikut :

1. COMB1 = 1 (DL + SDL + LL)

2. COMB2 = 1,4 (DL + SDL)

3. COMB3 = 1,2 (DL+SDL) + 1,6 LL

4. COMB4 = 1,2 (DL+SDL) + 1,6 LL + 0,8

Wka

5. COMB5 = 1,2 (DL+SDL) + 1,6 LL + 0,8

Wkr

Page 84: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

80 | K o n s t r u k s i a

6. COMB6 = 1,2 (DL+SDL) + 1,3Wka +

0,5LL

7. COMB7 = 1,2 (DL+SDL) +1,3 Wkr + 0,5

LL

DL = DEAD LOAD, beban mati dari material

konstruksi sendiri

SDL = Super Dead Load, beban mati

tambahan yang terdiri dari penutup atap,

gording, trekstang, ikatan angin insulasi

dan beban instalasi.

LL = Live Load, beban hidup Orang

W = Beban Tekanan Angin

Gambar 4. Modelisasi HoneyComb

Kontrol terhadap momen dan aksial

Lkx= Lky = L kuda – kuda = 20,705 m

cmi

L

x

kx

x 142,7270,28

20705.65,0

g

x

crbx AxE

N2

2 .

12,10014,72

10.0,2.2

62

x

= 379344,48 kg

24,1081,5

690.8,0

y

ky

yi

L cm

g

y

crby AxE

N2

2 .

24,10024,108

10.0,2.2

62

x

= 168512,97 kg

x<yy menentukan 108,24 cm

776,310.0,2

2400.

24,108.

6

E

f yc

c> 1,2 = 1,25 c2 = 1,25 x 3,7762 =

4,72

Pn = 0,85 Ag fy/ = 0,85 . 100,12 .

2400/4,72 = 54090,25 kg

Pu = 3549,59 kg (diperoleh dari SAP)

Pu < Pn 3549,59 kg <54090,25 kg …ok!

2,0065,0 54090,25

3549,59

Pn

Pu

pakai

rumus 2

Mux = bx . Mntx

152,0 8622,01

1859,724,06,0

Cm

crby

bx

N

Nu

Cm

1

=

78430,77

3440,241

52,0= 0,54

bx dipakai 1

Mux = bx . Mntx = 1 . 8622,01 = 8622,01 kg.m

bx dipakai 1

Mux = bx . Mntx = 1 . 8916,76 = 8916,76 kg.m

Page 85: V4n2

Analisis Konstruksi Gable dengan Rafter menggunakan Profil Baja Honeycob dan Truss (Ihsanudin - Haryo)

81 | K o n s t r u k s i a

Kontrol Local Buckling

Pelat sayap : yf

f

ft

b 170

.2 Pelat

Badan :yw ft

h 1680

240

170

8.2

149

240

1680

5,5

295

9,31 < 10,97

53,8 < 108,44

Penampang kompak Mnx = Mpx

Kontrol Lateral Bucling

Mp = Zx . fy = 1856,1 . 2400 = 4454640 kg.cm

= 44546,4 kgm

Mnx = Zx . fy

= 1856,1 . 2400 =4454640 kgcm =

44546,4kgm

Mny = Zy . fy

= 174 . 2400 = 417600 kgcm = 4176

kgm

Mmux = 13623 kg.m (diperoleh dari SAP)

Kontrol Interaksi Tekan dan Momen

Lentur

ny

uy

nx

ux

n

u

M

M

M

M

P

P

....2 1

044546,40.9,0

13623

54090,25.2

3549,59

0,372< 1 ………..ok !!!

Kontrol Sambungan

Dipakai profil kuda kuda Honeycomb 600

200 813

Dari hasil SAP didapat :

Pu = 15562,24 kg

Mu = 7580,90 kg.m

Baut tipe tumpu & ulir tidak pada bidang

geser, t plat penyambung = 12 mm

A baut = 1/4 . . 2,22 = 3,8 cm2 , BJ 41 fu =

410 Mpa

Kekuatan sambungan baut ( metode

titik putar )

1. Kuat geser baut, Vd = . r1 . fub . Ab . m

= 0,75 . 0,5 . 4100 .

3,81

= 5842,5 kg menentukan !

2. Kuat tumpu baut, Rd = . 2,4 . db . tp . fu

= 0,75. 2,4 . 2,2 . 0,8 .

3700

= 11721,6 kg > Vd

3. Kuat tarik baut, Td = . 0,75 . fu . Ab

= 0,75 . 0,75 . 4100 . 3,8

= 8763,75 kg

Akibat Geser Sentris Pu =15562,24 kg

Direncanakan jumlah baut 14 buah

Sehingga 1 baut menerima beban (Vu):

Page 86: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

82 | K o n s t r u k s i a

Vu = )5,5842(58,111114

24,15562kgVdkg

n

Pu

Kontrol interaksi geser & tarik

fuAb

VufUV 5,0

fuv = 2/52,2928,3

58,1111cmkg

Ab

Vu < 0.75 x

0,5x4100 = 1537,5 kg/cm2

ft = ( 1,3 . fub – 1,5 . fuv )

= ( 1,3 . 4100 – 1,5 . 292,52 ) = 4891,22

kg/cm2> 4100 kg/cm2

maka digunakan ft = 4100 kg/cm2

Td = . ft . Ab = 0,75 . 4100 . 3,8 = 11685 kg

y2 = 2.(112 + 222 + 382 + 542 + 702 + 862) =

34522 cm2

Tumax= !...1168552,1888

34522

86.758090.2

max OkkgTdkgy

YM u

Kontrol Kuat Beban Tarik Baut

Beban yang sejajar dengan sumbu baut

(Tarik) :

Tn = 0,75. fu. Ab

= 0,75. 4100. 3,8

= 11685 kg

Td = ø. Tn

= 0,75. 11685

= 8763,75 kg …………………ok !!

ANALISA KONSTRUKSI KUDA-KUDA

BAJA PADA STRUKTUR GABLE DENGAN

SISTEM TRUSS

Perencanaan Batang Truss

Batang direncanakan menggunakan T-

Beam dan Equal Angle (siku).

Perencanaan RangkaBatang

Batang Bawah

Kontrol pada batang section no.24 dengan

menggunakan T-Beam T150x150x6,5x9

mm.

Dari hasil analisa dengan program SAP

2000 di dapat :

Pu = 7253,74 kg

L = 120 cm

Property penampang

- B = 150 mm

- H = 150 mm

- t1= 6,5 mm

- t2 = 9 mm

- r = 13 mm

- tw1 = 10 mm

- Af = 23.39 cm2

- Ix = 463 cm4

- Iy = 254 cm4

- rx = 4.45 cm

- ry = 3.29 cm

- Zx = 33.7 cm3

- Zy = 29.6 cm3

- Fu = 370 MPa = 3700 kg/cm2

- Fy = 240 MPa = 2400 kg/cm2

- E = 2 x 106 kg/cm2

Kontrol Aksial

Kontrol kelangsingan penampang :

Berdasarkan SNI 03-1729-2002 bahwa

untuk penampang komponen struktur

harus memenuhi sebagai berikut :

<p

Tekuk lokal pada sayap (flens) :

= tf

bf

.2 p =fy

250

Page 87: V4n2

Analisis Konstruksi Gable dengan Rafter menggunakan Profil Baja Honeycob dan Truss (Ihsanudin - Haryo)

83 | K o n s t r u k s i a

Tekuk lokal pada badan (web) :

= tw

H

p =fy

335

Pelat sayap : fytf

bf 250

.2

240

250

9*2

150

8,33< 16,14.....Aman

Pelat Badan : fytw

h 335

240

335

5,6

150

23,07<21,62.....Tidak Aman

Kondisi tumpuan jepit-jepit, faktor panjang

tekuk k=0,65

Kontrol Kelangsingan komponen Struktur

Tekan

Berdasarkan SNI 03-1729-2002 Pasal 7.6.4

mensyaratkan :

x = r

Lk.

<200

Cek kelangsingan struktur arah sumbu x :

k.Lx = k.Lx = 0,65 . 1200 = 780 mm

x = x

kx

r

Lk.

= 5,44

780

= 17.52

Ncrsx =2

2 ..

gAE

=2

62

52,17

23,39.10.0,2.

=

1502627,42

cx = E

f y.

= 610.0,2

2400.

52,17

= 0,193

Berdasarkan SNI 03-1729-2002 pasal 9.1

no 4.24a :

untuk c<0,25maka = 1

Pu = 7253,74 kg (diperoleh dari SAP)

Pn = g

yA

f.

= 39,23.

1

2400

= 56136 kg

Pu < ϕ Pn 7253,74 kg < 0,85 x 56136

kg = 47715,6kg...........(ok)

47715,6

7253,74

.

n

u

P

P

= 0,152< 1 ............Aman

Cek kelangsingan struktur arah sumbu y :

Lky = Kcy . L 0,65 . 1200 = 780 mm

y = y

ky

r

L

= 32,9

780

= 23,7

Ncrsy =2

2 ..

gAE

=2

62

7,23

23,39.10.0,2.

=

821150,6

cy = E

f y.

= 610.0,2

2400.

7,23

= 0,26

Berdasarkan SNI 03-1729-2002 pasal 9.1

no 4.24b :

c = 0,26 ; maka 0,25 <c<

1,2= cx.67,06,1

43,1

=0029,1

0,26.67,06,1

43,1

Pu = 7253,74 kg (diperoleh dari SAP)

Pn = g

yA

f.

= 39,23.

003,1

2400

= 55968,09 kg

Pu < ϕ Pn 7253,74 kg < 0,85 x

55968,09 kg = 47572.8kg...........(ok)

47572,8

7253,74

.

n

u

P

P

= 0,152< 1 ............Aman

Batas Leleh :

Berdasarkan SNI 03-1726-2002 Pasal 10.1

adalah :

Pu < ϕ Pn=0,9 . Ag . fy

7253,74<0,85 . 23,39 . 2400 = 47715,6 kg

.........(ok)

Page 88: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

84 | K o n s t r u k s i a

Batas Putus :

Ae=0,75 . A = 0,75 . 23,39 = 17,54

Pu < ϕ Pn=0,75 . Ae . Fu

7253,74<0,75 . 17,54 . 3700 = 48673,5 kg

.........(ok)

Jadi profil T-Beam T150x150x6,5x9 mm

dapat dipakai sebagai batang bawah pada

kuda-kuda Truss.

Batang Diagonal

Kontrol pada batang section no.167 dengan

menggunakan profil Equal Angle baja siku

sama kaki 50x50x5 mm (Batang Ganda)

Dari hasil analisa dengan program SAP

2000 di dapat :

Pu = 2676,80 kg = 2,67 ton

L = 192,09 cm

Ag = 480,2 mm2

ex = 19,30 mm

Ix = Iy = 11,10 x 104 mm4

rmin = 15,2 mm

r = 9,8 mm

tp = 6 mm

b = 50 mm

t = 5 mm

Cek Kelangsingan

Kondisi Leleh

Kondisi Fraktur

; U=0,85

Batang Tegak (Vertikal)

Kontrol pada batang section no.159 dengan

menggunakan profil Equal Angle baja siku

sama kaki 50x50x5 mm (Batang Ganda)

Dari hasil analisa dengan program SAP

2000 di dapat :

Pu = 2160,86 kg = 2,16 ton

L = 150 cm

Ag = 480,2 mm2

ex = 19,30 mm

Ix = Iy = 11,10 x 104 mm4

rmin = 15,2 mm

r = 9,8 mm

Page 89: V4n2

Analisis Konstruksi Gable dengan Rafter menggunakan Profil Baja Honeycob dan Truss (Ihsanudin - Haryo)

85 | K o n s t r u k s i a

tp = 6 mm

b = 50 mm

t = 5 mm

Cek Kelangsingan

Kondisi Leleh

Kondisi Fraktur

U=0,85

Berdasarkan hasil perhitungan analisis di

atas dapat disampaikan perbandingan

antara sistem Honeycomb dan Truss :

Page 90: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

86 | K o n s t r u k s i a

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis yang telah

dilakukan dapat disimpulkan :

1. Dalam mendesain portal gable untuk

bangunan gudang harus ditinjau

dengan model 2D dan 3D.

2. Konstruksi kuda-kuda system

Honeycomb lebih berat 25,84%

dibandingkan sistem Truss.

3. Luas cat kuda-kuda system Truss lebih

besar 21,52% dibandingkan system

Honeycomb.

4. Efek atau reaksi torsi dari system Truss

lebih besar 20,18% dibandingkan

Honeycomb.

5. Beban Lateral system Honeycomb lebih

besar 36,62% dibandingkan dengan

sistem Truss.

6. Kebutuhan jumlah baut kesambungan

kolom dan antar kuda-kuda, sistem

Honeycomb lebih banyak 7,55%

dibandingkan system Truss.

7. Dalam struktur modeling2D material

kolom WF-400x20x8x13 aman, tetapi

setelah ditinjau dengan modeling 3D

tidak aman, perlu dirubah menjadi

kolom Kingkross WF-400x200x8x13.

8. Gaya axial untuk kolom pada kuda-

kuda sistem Honeycomb lebih besar

8,84% dibandingkan kolom pada kuda-

kuda sistem Truss.

Page 91: V4n2

Analisis Konstruksi Gable dengan Rafter menggunakan Profil Baja Honeycob dan Truss (Ihsanudin - Haryo)

87 | K o n s t r u k s i a

9. Berat baja untuk konstruksi kuda-kuda

sistem Honeycomb adalah 27826 kg

untuk tujuh pasang kuda-kuda.

10. Luas kebutuhan cat untuk konstruksi

kuda-kuda system Honeycomb adalah

683,52 m2 untuk tujuh pasang kuda-

kuda.

11. Berat baja untuk konstruksi kuda-kuda

sistem Truss adalah 20636,5 kg untuk

tujuh pasang kuda-kuda.

12. Luas kebutuhan cat untuk konstruksi

kuda-kuda sistem Truss adalah 871.02

m2 untuk tujuh pasang kuda-kuda.

13. Tinggi pemanfaatan ruangan untuk

konstruksi kuda-kuda sistem Truss

lebih rendah 90 cm dibanding sistem

Honeycomb.

14. Besarnya beban angin untuk desain

konstruksi dipengaruhi oleh jarak laut

terhadap lokasi bangunan yang

ditinjau, semakin dekat dengan laut

beban angin semakin besar, begitu juga

sebaliknya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Pekerjaaan Umum,

“Pedoman Perencanaan Pembebanan

Untuk Rumah dan Gedung –SKBI-

1.3.53”, Jakarta, 1987

2. Perencanaan Struktur Baja dengan

Metode LRFD oleh Agus setiawan

3. Jurnal teknik sipil F.T UNTAR/No.2 th

Ke IV-Juli/1998

4. Jurnal tentang Design of Steel

Structures oleh Prof. S. R. Satish Kumar

dan Prof. A. R. Santha Kumar

5. SNI-03-1729, 2002 tentang TATA CARA

PERENCANAAN STRUKTUR BAJA

UNTUK BANGUNAN GEDUNG

Page 92: V4n2

Analisis Produktifitas Alat Berat Pada Proyek Pembangunan Pabrik Krakatau (Dwi Novi - Andi)

89 | K o n s t r u k s i a

ANALISIS PRODUKTIVITAS ALAT BERAT PADA PROYEK PEMBANGUNAN PABRIK

KRAKATAU POSCO ZONE IV DI CILEGON

Dwi Novi Setiawati

Jurusan Teknik Sipil Universitas Sultan AgengTirtayasa

Email: [email protected]

Andi Maddeppungeng

Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Sultan AgengTirtayasa

Email: [email protected]

ABSTRAK : Proyek pembangunan pabrik Krakatau Posco merupakan salah satu proyek yang besar

dengan bentuk permukaan tanah yang kurang rata, dimana pada pelaksanaan pematangan didominasi

oleh penggunaan alat berat. Permasalah yang timbul dalam penggunaan alat berat ini yaitu

pengoperasian dan pengkombinasian alat-alat berat yang salah dengan kondisi alat. Penurunan

produktivitas alat berat ini juga disebabkan oleh kondisi peralatan, keterampilan operator, waktu siklus,

jenis material, kondisi kerja, tata laksana dan kondisi cuaca. Sehingga diperlukan pemilihan dan

penentuan komposisi alat yang tepat agar alat berat tersebut dapat bekerja secara optimal dan pekerjaan

dapat diselesaikan tepat waktu dengan biaya sehemat mungkin.

Penelitian ini merupakan metode perhitungan produksi kapasitas alat berat secara aktual. Analisis yang

dilakukan yaitu perhitungan perhitungan produktivitas masing-masing alat berat yang digunakan,

dengan menentukan waktu siklus alat, penentuan factor koreksi alat, perhitungan produksi persiklus,

produksi perjam, produksi perhari, besarnya harga sewa alat perjam, besarnya biaya dan waktu yang

dibutuhkan selama alat bekerja, menentujan harga satuan pekerjaan dan penentuan komposisi alat berat

yang tepat.

Besarnya produktivitas alat berat dengan biaya dan waktu paling efektif dan efisien menggunakan

komposisi alat alternatif ke-3 yaitu 8 unit excavator 609,6384 m3/jam, 5 unit bulldozer 571,2079

m3/jam, 5 unit vibration roller 469,665 m3/jam, 22 unit dump truck 612,1302 m3/jam, 1 unit motor

grader 987,84 m2/jam dan 5 unit wheel loader 446,135 m3/jam dengan biaya total Rp.37.547.895.680

dan total waktu pelaksanaan 1760 jam atau 220 hari .

KATA KUNCI : Alat berat, Produktivitas, Biaya, Waktu

ABSTRACT : Krakatau Posco’s project is one of the major projects with an uneven surface, the land

clearing is dominated by the use of equipment. The Problems that appeared from using of the equipment

are wrong combining and using equipment even though the condition of the equipments. The selection

and determination of right equipment composition is needed so that, the equipment can work optimal and

it can be completed on time with economical costs.

The composing of this research is an actual calculation of production capacity’s method. The analysis was

productivity of each equipment by the cycle equipments time, correction equipment’s factor, a cycle

calculation, an hour production, a day production, a equipment rental price per hour, cost and time that is

required for equipments work, unit price work and the exact composition of equipment.

The productivity of the equipment with the most effective and efficient cost and time used the third

alternative composition’s equipment. They were eight units of excavator 609.6384 m3/hour, five units of

Page 93: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

90 | K o n s t r u k s i a

bulldozer 571.2079 m3/hour, 5 units of vibration roller 469.665 m3/hour, 22 units of dump truck

612.1302 m3/hour, 1 unit of motor grader 987.84 m2/hour, and 5 units wheel loaders 446.135 m3/hour

with total cost Rp.37.547.895.680 and the total of construction duration was1760 hours or 220 days.

Keywords: Equipment, Productivity, Cost, Duration

LATAR BELAKANG

Pelaksanaan Proyek Pembangunan Pabrik

Krakatau Posco, khususnya pada pekerjaan

tanah yaitu pematangan lahan didominasi

oleh penggunaan alat berat. Penyelesaian

suatu pekerjaan atau bagian pekerjaan

proyek tertentu diperlukan pemilihan alat

dimana pemilihan alat-alat berat

tergantung pada karakteristik masing-

masing alat dan kondisi medan. Hal ini

diperlukan agar alat tersebut dapat bekerja

secara optimum sehingga pekerjaan dapat

diselesaikan tepat waktu dengan biaya

sehemat mungkin. Selain itu pelaksanaan

suatu proyek konstruksi juga selalu

terdapat kendala-kendala, baik kendala

yang sudah diperhitungkan maupun diluar

perhitungan perencana. Mengingat bahwa

kendala-kendala tersebut dapat menjadi

penyebab terhambatnya pekerjaan proyek

dan pekerjaan proyek tidak berlangsung

dengan lancar, maka dalam pelaksanaan

suatu proyek konstruksi selalu ada

kemungkinan bahwa waktu yang

dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek

akan melebihi waktu yang telah ditentukan

dalam kontrak pekerjaan.

Begitu pula Proyek Pembangunan Pabrik

Krakatau Posco yang mengalami kendala

seperti pada pekerjaan penimbunan tanah,

alat-alat berat tidak bekerja secara optimal,

kondisi medan yang kurang baik bahkan

cuaca yang kurang mendukung, oleh karena

itu peran aktif manajemen merupakan

salah satu kunci utama keberhasilan

pengelolaan proyek yaitu dalam peninjauan

jadwal proyek untuk menentukan langkah

perubahan mendasar agar keterlambatan

penyelesaian proyek dapat dihindari atau

dikurangi.

TUJUAN

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam

penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui kombinasialat berat

yang digunakan dalam pelaksanaan

proyek ini.

2. Untuk menghitung produktifitas kerja

masing-masing alat berat yang

digunakan.

3.Untuk menganalisis biaya dan durasi

proyek yang paling efektif dan efisien

dengan pemilihan alternatif yang murah

dan cepat pada proyek ini.

BATASAN MASALAH

Dalam penulisan ini, proyek yang ditinjau

yaitu Proyek Pembangunan Pabrik

Krakatau Posco di kawasan industri

Krakatau steel. Adapun batasan masalah

yang di tinjau dalam penelitian ini meliputi:

1. Studi kasus pada lokasi yang terletak di

kota Cilegon, yaitu proyek

pembangunan Pabrik Krakatau Posco

di kawasan industri Krakatau Steel

yang mendukung pergerakan

perindustrian baja khususnya di

kawasan industri

2. Pekerjaan tanah yang ditinjau adalah,

pemindahan, perataan, dan pemadatan

tanah pada pekerjaan tanah.

Page 94: V4n2

Analisis Produktifitas Alat Berat Pada Proyek Pembangunan Pabrik Krakatau (Dwi Novi - Andi)

91 | K o n s t r u k s i a

3. Perhitungan jumlah kebutuhan

peralatan dihitung berdasarkan volume

pekerjaan.

4. Menentukan harga satuan pekerjaan

berdasarkan jenis alat yang digunakan.

5. Jam kerja alat berat yang ditinjau

adalah jam kerja normal dengan waktu

8 jam

6. Kondisi alat baik

7. Alat berat yang dipakai adalah

excavator,bulldozer,motor

grader,wheel loader, vibro roller dan

dump truck

8. Standar perhitungan harga satuan

pekerjaan yang digunakan adalah

peraturan Derektorat Jendral Bina

Marga Departemen Pekerjaan Umum

tahun 2008, Panduan Analisis Harga

Satuan.

PENGETAHUAN ALAT-ALAT BERAT

KONSTRUKSI

Berdasarkan konsep teknik, produktivitas

adalah rasio dari output yang dihasilkan

dari tiap sumber daya yang digunakan

(input) dibandingkan menjadi sebuah rasio

yang pada suatu waktu dengan kualitas

sama atau meningkat.

Penelitian ini menggunakan tinjauan

beberapa pendapat para pakar di bidang

konstruksi, dan beberapa penelitian

mengenai alat berat antara lain:

a. Muhammad Rusli Rasyid (2008)

Analisis Produktifitas Alat-Alat Berat

Proyek Studi Kasus Proyek

Pengembangan Bandar Udara

Hasanuddin Maros, Makassar.

b. Sentosa Limanto

Analisis produktivitas pemancangan

Tiang Pancang Pada Bangunan Tinggi

Apartemen Seminar Nasional

2009Jurusan Teknik Sipil, Universitas

Kristen Petra.

c. Yusep Depyudin

Analisis Produktivitas Alat-Alat Berat

Studi Kasus Proyek Pembangunan Jalan

Antartika II di Kawasan Industri

Krakatau Steel, Cilegon.

Penelitian ini memberikan gambaran

bahwa penentuan kombinasi alat berat

yang baik dapat mempercepat target waktu

yang diharapkan dan dapat menekan biaya

lebih efisien, yang kadang kala kurang

dimaksimalkan pengoprasian atau pun

pengelolaanya.

Alat berat yang dikenal di dalam ilmu

Teknik Sipil adalah alat yang digunakan

untuk membantu manusia dalam

melakukan pekerjaan pembangunan suatu

infrastruktur dalam bidang konstruksi. Alat

berat merupakan faktor penting di dalam

proyek terutama proyek-proyek konstruksi

dengan skala yang besar. Tujuan alat-alat

berat tersebut untuk memudahkan manusia

dalam mengerjakan pekerjaannya sehingga

hasil yang diharapkan dapat tercapai

dengan lebih mudah pada waktu yang

relative lebih singkat dan diharapkan

hasilnya akan lebih baik.(Susy Fatena

Rostiyanti. 1:2002).

Menurut Djoko Wilopo, 6:2009,

menyatakan bahwa, keuntungan-

keuntungan yang di peroleh dengan

menggunakan alat berat antara lain :

1. Waktu pengerjaan lebih cepat

Mempercepat proses pelaksanaan

pekerjaan, terutama pada pekerjaan ang

sedang dikejar target penelesaiannya.

2. Tenaga besar

Page 95: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

92 | K o n s t r u k s i a

Melaksanakan jenis pekerjaan yang

tidak dapat dikerjakan oleh manusia.

3. Ekonomis

Karena alasan efisiensi, keterbatasan

tenaga kerja, keamanan dan faktor-

faktor ekonomis lainnya.

4. Mutu hasil kerja lebih baik

Dengan memakai peralatan berat, mutu

hasil kerja menjadi lebih baik dan presisi

SIFAT-SIFAT TANAH

1. Keadaan asli sebelum diadakan

pengerjaan, ukuran tanah demikian

biasanya dinyatakan dalam ukuran

alam, Bank Measure ( BM ), ini

digunakan sebagai dasar perhitungan

jumlah pemindahan tanah

2. Keadaan lepas, yakni keadaan tanah

setelah diadakan pengerjaan (disturb),

tanah demikian misalnya terdapat di

depan dozer blade, diatas truk, di dalam

bucket dan sebagainya. Ukuran volume

tanah dalam keadaan lepas biasanya

dinyatakan dalam loose measure ( LM )

yang besarnya sama dengan BM + %

swell x BM (swell=kembang). Faktor

swell ini tergantung dari jenis tanah,

dapat dimenerti bahwa LM mempunyai

nilai yang lebih besar dari BM.

3. Keadaan padat, ialah keadaan tanah

setelah ditimbun kembali kemudian

dipadatkan. Volume tanah seetelah

diadakan pemadatan, mungkin lebih

besar atau mungkin juga lebih kecil dari

volume keadaan Bank, hal ini

tergantung usaha peadatan yang kita

lakukan.

MANAJEMAN ALAT

Manajemen pemilihan dan pengendalian

alat berat adalah proses merencanakan,

mengorganisir, memimpin dan

mengendalikan alat berat untuk mencapai

tujuan pekerjaan yang ditentukan.

Menurut Susy Fatena Rostiyanti.

4:2002i, menjelaskan bahwa faktor-faktor

yang harus diperhatikan dalam pemilihan

alat berat, sehingga kesalahan dalam

pemilihan alat dapat dihindari, antara lain

adalah :

1. Fungsi yang harus dilaksanakan.

2. Kapasitas peralatan.

3. Cara operasi.

4. Pembatasan dari metode yang dipakai.

5. Ekonomi.

6. Jenis proyek.

7. Lokasi proyek.

8. Jenis dan daya dukung tanah

9. Kondisi lapangan.

FUNGSI DAN CARA KERJA ALAT BERAT

1. Excavator/Backhoe

Excavator adalah alat yang bekerjanya

berputar bagian atasnya pada sumbu

vertikal di antara sistem roda-rodanya,

sehingga excavator yang beroda ban

(truck mounted), pada kedudukan arah

kerja attachment tidak searah dengan

sumbu memanjang sistem roda-roda,

sering terjadi proyeksi pusat berat alat

yang dimuati berada di luar pusat berat

dari sistem kendaraan, sehingga dapat

menyebabkan alat berat terguling. Untuk

mengurangi kemungkinan terguling ini

diberikan alat yang disebut out-triggers.

Excavator/backhoe dikhususkan untuk

penggalian yang letaknya di bawah

kedudukan backhoe itu sendiri.

2. Bulldozer

Alat ini merupakan alat berat yang

sangat kuat untuk pekerjaan pekerjaan:

mendorong tanah, menggusur tanah

(dozer), membantu pekerjaan alat-alat

muat, dan pembersihan lokasi (land

clearing).(Ronald C.Smith 42:1986

Page 96: V4n2

Analisis Produktifitas Alat Berat Pada Proyek Pembangunan Pabrik Krakatau (Dwi Novi - Andi)

93 | K o n s t r u k s i a

Principles and Practices of Heavy

Construction)

Kegunaan Buldoser sangat beragam

antara lain untuk: Pembabatan atau

penebasan (cleraring) lokasi proyek,

merintis (pioneering) jalan proyek, gali/

angkut jarak pendek, Pusher loading,

menyebarkan material, penimbunan

kembali, trimming dan sloping, ditching,

menarik, memuat.

3. Vibration roller

Pemadatan tanah merupakan proses

untuk mengurangi adanya rongga antar

partikel tanah sehingga volume tanah

menjadi lebih kecil. Pada umumnya

proses ini dilakukan oleh alat pemadat

khususnya roller. Akan tetapi, dengan

adanya lalulintas di atas suatu

permukaan maka secara tidak langsung

material diatas permukaan tersebut

menjadi lebih padat, apalagi yang

melewati permukaan tersebut adalah

alat berat.

4. Dump Truck

Dumptruck adalah alat angkut jarak jauh,

sehingga jalan angkut yang dilalui dapat

berupa jalan datar, tanjakan dan

turunan. Untuk mengendarai dumptruck

pada medan yang berbukit diperlukan

keterampilan operator atau sopir.

Operator harus segera mengambil

tindakan dengan memindah gigi ke gigi

rendah bila mesin mulai tidak mampu

bekerja pada gigi yang tinggi. Hal ini

perlu dilakukan agar dumptruck tidak

berjalan mundur karena tidak mampu

menanjak pada saat terlambat

memindah pada gigi yang rendah. Untuk

jalan yang menurun perlu juga

dipertimbangkan menggunakan gigi

rendah, karena kebiasaan berjalan pada

gigi tinggi dengan hanya mengandalkan

pada rem (brakes) sangat berbahaya dan

dapat berakibat kurang baik.

5. Motor Grader

Motor grader adalah alat besar yang

berfungsi sebagai pembentuk

permukaan tanah atau perataan tanah.

Blade dari motor grader ini dapat diatur

sedemikian rupa, sehingga fungsinya

bisa diubah angle dozer atau tilting dozer

ini jelas lebih flexible dari pada jenis

dozer. Variasi posisi blade ini tidak

berarti bahwa motor grader termasuk

dari jenis dizer, karena dalam pekerjaan

penggusuran tanah, bulldozer jauh lebih

efektif dari pada grader, hal ini

disebabkan tenaga yang tersedia dan

juga letak sentroid (titik berat) pada

blade bulldozer.

6. Wheel Loader

Wheel Loader adalah alat berat mirip

dozer shovel, tetapi beroda karet (ban),

sehingga baik kemampuan maupun

kegunaannya sedikit berbeda yaitu :

hanya mampu beroperasi didaerah

yangkeras dan rata, kering tidak licin

karena traksi di daerah basah akan

rendah, tidak mampu mengambil tanah

bank sendiri atau tanpa dibantu lebih

dulu oleh bulldozer (Ronald C.Smith

42:1986 Principles and Practices of Heavy

Construction).Metode pemuatan pada

alat pemuat/loader baik track shovel

maupun wheel loader ada 3 macam :

1. I shape/cross loading

2. V shape loading

3. Pass loading

EFISIENSI KERJA ALAT BERAT

Produktifitas alat berat pada kenyataannya

di lapangan tidak sama jika dibandingkan

dengan kondisi ideal alat dikarenakan hal-

Page 97: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

94 | K o n s t r u k s i a

hal tertentu seperti topografi, keahlian

operator, pengoperasian dan pemeliharaan

alat. Produktifitas per jam alat yang harus

diperhitungkan dalam perencanaan adalah

produktifitas standart alat pada kondisi

ideal dikalikan suatu faktor yang disebut

efisiensi kerja. Besarnya nilai efisiensi kerja

ini sulit ditentukan secara tepat tetapi

berdasarkan pengalaman-pengalaman

dapat ditentukan efisiensi kerja yang

mendekati kenyataan.

Bagaimana efektivitas alat tersebut bekerja

tergantung dari beberapa hal yaitu :

1. Kemampuan operator pemakai alat.

2. Pemilihan dan pemeliharaan alat,

3. Perencanaan dan pengaturan letak alat,

4. Topografi dan volume pekerjaan,

5. Kondisi cuaca,

6. Metode pelaksanaan alat.

METODE PERHITUNGAN PRODUKSI

ALAT BERAT

1. Excavator/Backhoe

Produksi excavator dapat dihitung

dengan persamaan dibawah ini

(Rochmanhadi 20:1982 Kapasitas dan

Produksi Alat-Alat Berat ; Ronald C.Smith

38:1986):

.

Keterangan :

Q = Produksi per jam (m3/jam)

q1 = kapasitas bucket (m3)

K = Faktor pengisian bucket

Cm = Waktu siklus dalam detik

E = Kondisi Manajemen dan medan

kerja ( Faktor koreksi)

Rumus waktu siklus Excavator

dapat dihitung dengan persamaan

berikut :

Cm = t1 + (2 x t2)+ t3 (detik)

Keterangan :

t1 = waktu gali / waktu muat bucket

t2 = waktu swing

t3 = waktu buang

2. Bulldozer

Kapasitas produksi alat dengan

menggunakan persamaan dibawah ini

(Rochmanhadi 41:1992 Kapasitas dan

Produksi Alat-Alat Berat):

Rumus kapasitas produksi :

KP=PMTxFK

Keterangan :

KP = kapasitas produksi (m3/jam)

PMT = produksi maksimum

teoritis (efisiensi 100%) /jam

FK = Faktor koreksi

Rumus mencari produksi maksimum

teoritis:PMT=KBxT

Keterangan:

KB = kapasitas blade,

T = jumlah trip per jam

3. Vibration Roller

Untuk menghitung produksi alat dapat

digunakan persamaan sebagai berikut

(Djoko Wilopo, 44:2009 dalam Buku

Metode Konstruksi dan Alat-Alat Berat):

KP =

Keterangan :

KP = Luas permukaan lapisan yang

dipadatkan (m2/jam)

LK = Lebar efektif drum pada gilas (m)

F = Kecepatan compactor (km/jam)

H = Ketebalan material yang di

padatkan untuk setiap jalur yang di

padatkan (m)

FK = Faktor koreksi dari:

N = Jumlah lintasan (pass) yang

diperlukan untuk mencapai

kemampatan yang dikehendak

4. Dump Truck

Produksi per jam total dari beberapa

dump truck yang mengerjakan pekerjaan

Page 98: V4n2

Analisis Produktifitas Alat Berat Pada Proyek Pembangunan Pabrik Krakatau (Dwi Novi - Andi)

95 | K o n s t r u k s i a

yang sama secara simultan dapat

dihitung dengan rumus berikut ini

(Rochmanhadi 34:1982 dalam buku

Kapasitas dan Produksi Alat-Alat Berat) :

P=

Keterangan:

P = Produksi per jam (m3/jam)

Cm = Waktu siklus dump truck (menit)

E = Efisiensi kerja

5. Motor Grader

Waktu produksi motor grader

diperhitungkan sbb (Rochmanhadi,

107:1992 Alat-alat berat dan

penggunaanya) :

T = ( (menit)

dimana:

df = jarak lurus pergi per siklus (meter)

dr = jarak kembali dalam grading

berikutnya (meter)

Vf = kecepatan rata-rata pergi (m

/menit)

Vy = kecepatan rata-rata kembali (m

/menit)

N = jumlah pass

E = effisiensi

Perhitungan Luas Operasi per jam

(m²/jam) (Rochmanhadi, 46:1992

kapasitas dan produksi alat-alat berat)

Qa = V x (Le - Lo) x 1000 x E

Dimana:

Qa = Luas operasi per jam (m²/jam)

V = Kecepatan kerja (km/jam)

Le = Panjang blade effektif (m)

Lo = lebar tumpang tindih/overlap (cm)

E = effisiensi

6. Wheel Loader

Produktivitas Alat Secara umum,

produktivitas suatu alat berat,dihitung

dengan menggunakan rumus

(Rochmanhadi, 84:1992 Alat-alat berat

dan penggunaanya) :

Q=qx60xE

Cm

dimana :

Q = produksi per-jam (m3/jam)

q = produksi persiklus (m3)

E = effisiensi kerja

Cm = waktu siklus (menit)

KOMPONEN BIAYA ALAT BERAT

Biaya Kepemilikan

Biaya kepemilikan adalah biaya

kepemilikan alat yang harus

diperhitungkan selama alat yang

bersangkutan dioperasikan, apabila alat

tersebut milik sendiri.

a) Biaya pasti (pengembalian modal

dan bunga) setiap tahun dihitung

sebagai berikut:

1) Nilai Sisa Alat (c)

C=10%xB

2) Faktor angsuran/ Pengembalian

modal

D=

3) Biaya Pasti Perjam

(a) Biaya Pengembalian Modal

G=

(b) Biaya Asuransi dan lain-lain

F=

b) Biaya Operasi dan Pemeliharaan

1) Biaya Bahan Bakar

H=(12,5s/d17,5)%xHPxMs

2) Biaya Pelumas (I)

I=(1s/d2)%xHPxM

3) Biaya Perbaikan dan Perawatan (K)

K=(12,5s/d17,5)%x

4) Biaya Oprator

L=1orang/jamxU

Page 99: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

96 | K o n s t r u k s i a

Biaya Penyewaan Alat

Perhitungan biaya dilakukan dengan

mengalikan biaya sewa dengan jumlah

peralatan dan lama waktu sewa.

Total biaya=

Dimana :

V = Volume pekerjaan

N = Jumlah unit

Q = Produktivitas per jam

Waktu Kerja

1. Waktu Kerja Normal

Waktu kerja normal adalah waktu kerja

pada setiap hari kerja senin sampai

dengan sabtu ditetapkan selama 8 jam

per hari dengan upah kerja sebesar

upah kerja normal

2. Waktu Kerja Lembur

Waktu kerja lembur dihitung dari lama

waktu kerja yang melebihi batas waktu

kerja normal (8 jam/hari). Waktu kerja

lembur dilaksanakan diluar jam operasi

normal untuk setiap hari kerja atau

penambahan jumlah hari kerja per

minggu.

PERHITUNGAN HARGA SATUAN

PEKERJAAN

Harga satuan pekerjaanbiaya yang dihitung

dalam suatu analisis harga satuan suatu

pekerjaan, yang terdiri atas biaya langsung

(tenaga kerja, bahan dan peralatan) dan

biaya operasional atau tidak langsung

(biaya umum atau over head, dan

keuntungan) sebagai mata pembayaran

suatu jenis pekerjaan tertentu. termasuk

pajak-pajak.

Perhitungan Harga Satuan Alat per m3

Harga satuan dasar alat adalah besarnya

biaya yang dikeluarkan pada komponen

biaya alat yang meliputi biaya pasti, biaya

tidak pasti atau operasi, biaya bengkel dan

biaya upah, biaya perbaikan dan biaya

operatornya

Harga satuan alat per m3 dapat

dihitung dengan mengalikan koefisien alat

dan harga alat sewa, dengan rumusan

dibawah ini. (Panduan Analisis Harga

Satuan No 008/BM/2008, 31:2008

Direktorat Jenderal Bina Marga

Departemen Pekerjaan Umum)

a. Koef alat=1/Q

b. Harga Alat = Koef.Alat x Harga sewa

alat perjam

Harga Satuan Bahan per m3

Harga Satuan Bahan adalah

besarnya biaya yang dikeluarkan pada

komponen bahan untuk memproduksi satu

satuan pengukuran pekerjaan tertentu.

Perhitungan Harga Satuan Dasar Tenaga

Pekerja

Harga satuan dasar tenaga pekerja

per jam dapat dihitung dengan mengalikan

koefisien tenaga dan upah perjam, dengan

rumusan dibawah ini. (Panduan Analisis

Harga Satuan No 008/BM/2008, 31:2008,

Direktorat Jenderal Bina Marga

Departemen Pekerjaan Umum)

a. Koef Tenaga= 1 x jam kerja (7

jam)/Q

b. Harga satuan tenaga= Koef.Alat x

Upah(Rp/jam)

METODOLOGI PENELITIAN

Pengumpulan Data

1. Pengumpulan data primer

Pengumpulan data primer merupakan

data yang diperoleh langsung dari

sumber asli baik itu melakukan

wawancara maupun observasi/survei

langsung di lapangan. Wawancara, yaitu

dengan melakukaan tanya jawab

langsung dengan narasumber yang

Page 100: V4n2

Analisis Produktifitas Alat Berat Pada Proyek Pembangunan Pabrik Krakatau (Dwi Novi - Andi)

97 | K o n s t r u k s i a

terkait untuk mendapatkan data yang

diperlukan.

Pada penelitian analisis produktivitas

alat berat ini narasumber yang penulis

jumpai dan melakukan tanya jawab

langsung kepada Pimpinan Proyek dan

bagian Divisi Alat Berat perusahaan

penyedia jasa selaku kontrktor

pelaksana. Data-data yang diperlukan

yaitu berupa data-data tentang proyek

yang di tinjau trutama mengenai data

alat berat yang di gunakan, meliputi :

a. Data lokasi

Meliputi peta lokasi yang

menunjukkan lokasi penelitian yang

akan dilakukan yaitu pada proyek

pembangunan yang akan ditinjau.

Kontur tanah lokasi proyek dan

gambar site plan, dan lain lain.

b. Data-data Alat berat

Data-data alat berat yang diperlukan

dalam penelitian ini yaitu :

1) Jenis alat berat yang digunakan

2) Umur alat berat yang digunakan

3) Jenis tanah

4) Merk alat berat

5) Oprator/pengemudi alat berat

6) Volume pekerjan dan data-data

lain yang diperukan

7) Waktu pelaksanaan

2. Pengumpulan data sekunder

Data sekunder, berupa data yang

diperoleh dari referensi tertentu atau

literatur-literatur yang berkaitan dengan

alat berat. Pengumpulan data sekunder

bertujuan untuk mendapatkan informasi

dan data mengenai teori-teori yang

berkaitan dengan pokok permasalahan

yang diperoleh dari literatur-literatur,

bahan kuliah, media internet dan media

cetak lainnya. Selain itu semua literatur

yang diperoleh tersebut digunakan

untuk mendapatkan gambaran mengenai

teori yang dapat dipakai dalam

penelitian ini sehingga hasil yang

didapatkan bersifat ilmiah. Data – data

yang di peroleh dalam penelitian ini

yaitu :

a. Literatur mengenai teori – teori dan

cara kerja mengenai alat berat yang

digunakan pada penelitian ini.

b. Data lokasi

Meliputi peta lokasi yang menujukan

lokasi penelitian yang akan

dilakukan yaitu pada proyek

pembangunan yang akan ditinjau.

c. Gambar kerja, meliputi :

1) Gambar site plan

2) Kontur tanah

d. Dokumentasi / foto-foto pekerjaan

e. Data – data kuesioner ( responden)

ANALISIS DATA PRODUKTIVITAS ALAT

BERAT

Analisis data merupakan pengolahan

terhadap data-data yang telah dikumpulkan

baik itu data primer maupun data skunder.

Analisis yang digunakan pada penelitian ini

menggunakan metode perhitungan

produktivitas kapasitas alat berat secara

aktual yaitu analisis mengenai topik yang

menyangkut tentang produktivitas alat

berat pada pekerjaan sipil dibidang

pematangan lahan,baik pekerjaan galian,

timbunan maupun pemadatan tanah pada

lokasi yang ditinjau yaitu proyek

pebangunan pabrik Krakatau Posco zone IV

di cilegon. Analisis yang akan dilakukan

yaitu perhitungan produktivitas pada

masing-masing alat berat yang digunakan,

Excavator, Bulldozer, Vibration Roller, Dump

Truck, Motor Grader, Wheel Loader.

Page 101: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

98 | K o n s t r u k s i a

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Data Proyek

Volume pekerjaan timbunan tanah dihitung

berdasarkan gambar tata letak (layout) .

Dari lampiran gambar tata letak (layout)

berbentuk trapesium.Volume penimbunan

yang dihitung pada zone IV dengan luas

daerah 187646,9 m2 dari hasil perhitungan.

Volume timbunan tanah pada proyek

pembangunan Krakatau Posco Zone IV yang

terdiri dari 25 pembagian dengan luas

daerah pematangan lahan adalah 187646,9

m2, dan volume timbunan tanah urugan

V=750587,5 m3 dan volume timbunan

tanah pasir V=281470,35 m3 dan total

volume timbunan adalah 1032057,85 m3.

Perhitungan Produksi Alat Berat dan

Durasi Pekerjaan.

Tabel 1

Perhitungan Harga Satuan Sewa Alat

Berat dan Biaya Pekerjaan Mengguakan

Alat Berat

Biaya kepemilikan adalah biaya

kepemilikan alat yang harus

diperhitungkan selama alat yang

bersangkutan dioperasikan, apabila alat

tersebut milik sendiri.Perhitungan harga

satuan sewa alat berat perjam dihitung

berdasarkan biaya kepemilikan yang terdiri

dari:

1. Biaya pasti (pengembalian modal dan

bunga) setiap tahun dihitung sebagai

berikut:

a. Nilai Sisa Alat (c)

b. Faktor angsuran/ Pengembalian

modal

c. Biaya Pasti Perjam Biaya Asuransi

dan lain-lain

2. Biaya Operasi dan Pemeliharaan

a. Biaya Bahan Bakar

b. Biaya Pelumas (I)

c. Biaya Perbaikan dan Perawatan (K)

d. Biaya Operator

Tabel 2

Tabel 2. Diatas merupakan rekapitulasi

hasil produktivitas masing-masing alat

berat, durasi waktu dan besarnya biaya

oprasional pada kondisi optimal

disesuaikan dengan kondisi yang ada

dilapangan. Antara lain : 9 unit Exavator

dengan hasil produksi perjam

685,843m3/jam durasi pekerjaan yang

diperlukan 1504 jam dan biaya operasional

Rp.6.109.210.580, 9 unit Bulldozer dengan

hasil produksi perjam 1027,871m3/jam

durasi pekerjaan yang diperlukan 1008 jam

dan biaya operasional Rp. 7.202.654.667, 7

unit Vibro Roller dengan hasil produksi

perjam 657,5 m3/jam durasi pekerjaan

yang diperlukan 1144 jam dan biaya

operasional Rp.2.635.048.081, 25 unit

Dump Truck dengan hasil produksi perjam

682,1m3/jam durasi pekerjaan yang

diperlukan 1504 jam dan biaya operasional

Rp. 25.832 013.100, Motor Grader dengan

hasil produksi perjam 987,84 m2/jam durasi

pekerjaan yang diperlukan 197 jam dan

biaya operasional Rp. 90.556.352,14unit

Page 102: V4n2

Analisis Produktifitas Alat Berat Pada Proyek Pembangunan Pabrik Krakatau (Dwi Novi - Andi)

99 | K o n s t r u k s i a

Wheel Loader dengan hasil produksi perjam

446,135 m3/jam durasi pekerjaan yang

diperlukan 1680 jam dan biaya operasional

Rp. 3.421.062.345 dengan keseluruhan

total biaya Rp.45.290.545.130,14

PERHITUNGAN HARGA SATUAN

PEKERJAAN

Harga satuan pekerjaanbiaya yang dihitung

dalam suatu analisis harga satuan suatu

pekerjaan, yang terdiri atas biaya langsung

(tenaga kerja, bahan dan peralatan) dan

biaya operasional atau tidak langsung

(biaya umum atau over head, dan

keuntungan) sebagai mata pembayaran

suatu jenis pekerjaan tertentu. termasuk

pajak-pajak.Perhitungan kebutuhan biaya

tenaga kerja, bahan dan peralatan untuk

mendapatkan harga satuan satu jenis

pekerjaan tertentu.

Perhitungan Harga Satuan Alat per m3

Harga satuan alat per m3 dapat dihitung

dengan mengalikan koefisien alat dan harga

alat sewa, dengan rumusan dibawah ini

(Panduan Analisis Harga Satuan No

008/BM/2008, 31:2008 Direktorat Jenderal

Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum).

Tabel 3

Tabel 3. Diatas merupakan rekapitulasi

harga satuan alat per m3 berdasarkan

kapasitas produksiperjam alat berat dan

harga sewa alat berat perjam. Antara lain :

Exavator dengan hasil produksi perjam

76,2048 m3/jamdengan koefisien alat

0,0131 dan harga satuan alat Rp. 5.896/m3,

Bulldozer dengan hasil produksi perjam

114,208 m3/jam dengan koefisien alat

0,0088 dan harga satuan alat Rp. 6.925/m3 ,

Vibration Roller dengan hasil produksi

perjam93,933 m3/jam dengan koefisien alat

0,0106 dan harga satuan alat Rp.

3.503/m3, Dump Truck dengan hasil

produksi perjam 27,8242m3/jamdengan

koefisien alat 0,0359 dan harga satuan alat

Rp. 24.692/m3, Motor Grader dengan hasil

produksi perjam 987,84 m2/jam durasi

dengan koefisien alat 0,001 dan harga

satuan alat Rp. 450/m3,Wheel Loader

dengan hasil produksi perjam 89,2279

m3/jam dengan koefisien alat 0,0112 dan

harga satuan alat Rp. 4.544/m3dengan

keseluruhan harga satuan alat per

m3Rp.46.010

Harga Satuan Bahan per m3

Tabel 4

Tabel 4 diatas merupakan harga satuan

bahan per m3 berdasarkan buku panduan

analisis harga satuan bahan dinas

pekerjaan umum tahun 2008.

Perhitungan Harga Satuan Dasar Tenaga

Pekerja

Harga satuan dasar tenaga pekerja per jam

dapat dihitung dengan mengalikan

koefisien tenaga dan upah perjam, dengan

rumusan dibawah ini (Panduan Analisis

Harga Satuan No 008/BM/2008, 31:2008

Direktorat Jenderal Bina Marga

Departemen Pekerjaan Umum).

Page 103: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

100 | K o n s t r u k s i a

Tabel 5 Harga Satuan dasar Tenaga Pekerja

Tabel 5 Diatas merupakan rekapitulasi

harga satuan dasar tenaga kerja

berdasarkan kapasitas produksi perjam dan

upah tenaga per jam. Antara lain : Exavator

dengan hasil produksi perjam

76,2048m3/jam dengan koefisien tenaga

pekerja 0,0919 dan harga satuan

tenaga/jam Rp.1.836/jam, Bulldozer

dengan hasil produksi perjam 114,208

m3/jam dengan koefisien tenaga pekerja

0,0613 dan harga satuan tenaga/jam Rp.

1.226/jam , Vibration Roller dengan hasil

produksi perjam 93,933 m3/jam koefisien

tenaga pekerja 0,0745 dan harga satuan

tenaga/jam Rp. 1.490/jam, Dump Truck

dengan hasil produksi perjam 27,8242

m3/jamdengan koefisien tenaga pekerja

0,2516 dan harga satuan tenaga/jam Rp.

5.032, Motor Grader dengan hasil produksi

perjam 987,84 m2/jam durasi dengan

koefisien tenaga pekerja 0,0088 dan harga

satuan tenaga/jam Rp. 142/jam,Wheel

Loader dengan hasil produksi perjam

89,2279 m3/jam dengan koefisien tenaga

pekerja 0,0785 dan harga satuan

tenaga/jam Rp. 1.569/jam.

Dibawah ini merupakan hasil rekapitulasi

harga satuan alat,harga satuan bahan,harga

satuan dasar tenaga kerja dengan pajak

10% yang di sebut dengan harga satuan

pekerjaan.

Tabel 6

Pada tabel 6 di atas adalah hasil dari harga

bahan ditambah harga satuan alat ditambah

harga satuan dasar tenaga pekerja

dikalikan pajak 10% maka menghasilkan

Exavator harga satuan pekerjaannya adalah

Rp. 30.837 m3, Bulldozer harga satuan

pekerjaannya adalah Rp. 31.296 m3,

Vibration Roller harga satuan pekerjaannya

adalah Rp. 27.882 m3, Dump Truck harga

satuan pekerjaannya adalah Rp. 55.026 m3,

Motor Grader harga satuan pekerjaannya

adalah Rp. 22.981 m3,Wheel Loader harga

satuan pekerjaannya adalah Rp. 29.054 m3,

dan jumlah keseluruhan per m3 adalah

Rp.197.016.

Gambar 1 Grafik hubungan antara waktu

dan biaya pada masing-masing alternatif

komposisi alat berat (Sumber : Analisis data

penulis 2012)

Page 104: V4n2

Analisis Produktifitas Alat Berat Pada Proyek Pembangunan Pabrik Krakatau (Dwi Novi - Andi)

101 | K o n s t r u k s i a

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil perhitungan

produktivitas alat berat dapat disimpulkan :

1. Exavator produksi perjam76,204

m3/jam, Bulldozer produksi perjam

114,207 m3/jam, Vibration Roller

produksi perjam 93,928 m3/jam,Dump

Truck produksi perjam 27,284 m3/jam,

Motor Grader produksi perjam 987,84

m2/jam , Wheel Loader produksi perjam

89,227 m3/jam.

2. Harga satuan pekerjaannya Exavator Rp.

30.837/m3, Bulldozer Rp. 31.296/m3,

Vibration Roller Rp. 27.882/m3, Dump

Truck Rp. 55.026/m3, Motor Grader Rp.

22.981/m3, Wheel Loader Rp.

29.054/m3, dan jumlah keseluruhan

harga satuan per m3 adalah Rp.197.016.

3. Alternatif III yang paling efektif dan

efisien, dengan waktu pelaksanaan 1760

jam atau 220 hari dan biaya

Rp.37.852.116.440.Kombinasi adalah 8

unit excavator, 5 unit bulldozer, 5 unit

vibration roller, 22 unit dump truck, 1

unit motor grader dan 5 unit wheel

loader.

DAFTAR PUSTAKA

1. Caterpillar performance Handbook.

Edition 35.. Caterpillar Inc, Peoria

Illinois, USA. Oktober 2004

2. Derektorat Jendral Bina Marga., ,

Panduan Analisis harga Satuan No.

028/T/BM/1995, Derektorat Jendral

Bina Marga Departemen Pekerjaan

Umum. Jakarta. 1995

3. Derektorat Jendral Bina Marga., ,

Panduan Analisis harga Satuan

No028/T/BM/1995, Derektorat Jendral

Bina Marga Departemen Pekerjaan

Umum. Jakarta. 1995

4. Komatsu specification and application

performance Handbook. Edisi 27.

Agustus 2006

5. Limanto, santoso.. Analisis

Produktivitas Pemancangan Tiang

Pancang pada Bangunan Tinggi

Apartement. Seminar Nasional 2009

Jurusan Teknik Sipil. Surabaya :

Universitas Kristen Petra. 2009

6. Peurefoy-Scheknayder-Shapira,

Construction Planning, Equipment,

and Methods, seventh Edition. Mc

Graw-Hill. 2006

7. Robert L. Peurifoy and Garold D.

Oberlender. Estimating Construction

Costs, Fifth edition,Penerbit Mc. Graw

Hill, tahun 2004

8. Rochmanhadi, Alat-Alat Berat dan

Penggunaannya: Departemen

Pekerjaan Umum. Jakarta, 1982.

9. Rochmanhadi, Kapasitas dan Produksi

alat-Alat Berat.: Departemen Pekerjaan

Umum Jakarta,1983

10. Rochmanhadi, Pemindahan Tanah

Mekanis. : Departemen Pekerjaan

Umum .Jakarta. 1983

11. Rochmanhadi, Pemindahan Tanah

Mekanis. Jakarta : Departemen

Pekerjaan Umum, 2000

12. Rostiayanti, Susy Fatena. Alat Berat

Untuk Proyek Konstruksi, Rineka

Cipta,Jakarta

13. Rusli Rasyid Muhammad Analisis

Produktifitas Alat-Alat Berat Proyek

Studi Kasus Proyek Pengembangan

Bandar Udara Hasanuddin, Maros,

Makassar, Tugas Akhir Strata 1

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil

dan Perencanaan Universitas Islam

Indonesia, Yogyakarta.,2008

14. Smith Ronald.C, Principles and Practies

Of Heavy Construction Third

Edition.,1986. Englewood, New Jersey

Wedhanto, Sony. 2009.

15. Wigroho, H.Y dan Suryadharma, H..

Pemindahan Tanah Mekanis.

Page 105: V4n2

Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer 2 Juni 2013

102 | K o n s t r u k s i a

Yogyakarta : Universitas Atma Jaya,

1993

16. Wilopo, Djoko. .Metode konstruksi dan

Alat Berat, Jakarta : Universitas

Indonesia, 2009

Page 106: V4n2

Jurnal Konstruksia | Volume 4 Nomor 2 | Juni 2013 ISSN 2086-7352

JURNAL

KONSTRUKSIA

Kriteria Penulisan 1. Jurnal KONSTRUKSIA. Menerima naskah ilmiah dari ilmuwan/akademisi dan praktisi bidang

teknik atau yang terkait, bias berupa hasil penelitian,studi kasus, pembahasan teori dan resensi

buku, serta inovasi-inovasi baru yang belumpernah dipublikasikan.

2. Jurnal KONSTRUKSIA terbit berkala tiap semester, pada bulan April dan Desember.

3. Naskah ilmiah hendaknya ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris yang baik dan

benar. Penulis setuju mengalihkan hak ciptanya ke Redaksi Jurnal KONSTRUKSIA Teknik Sipil

UMJ, jika dan pada saat naskah diterima dan diterbitkan.

4. Naskah tidak akan dimuat, jika mengandung unsur SARA, politik, komersial, Subyektifitas yang

berlebihan, penonjolan seseorang yang bersifat memuji ataupun merendahkan.

5. Naskah/tulisan hendaknya lengkap memuat :

a. Judul

b. Nama Penulis (tanpa gelar) dan alamat email

c. Nama Lembaga atau institusi tempat penulis beraktifitas

d. Abstrak dan kata kunci dalam Bahasa Indonesia dan Inggris, panjang abstrak tidak

lebih dari 200 kata

e. Isi Naskah (pembahasan), penutup (kesimpulan), daftar pustaka dan lampiran (jika

ada)

6. Naskah /artikel diketik pada kertas HVS ukuran A4 dan dengan format margin kiri, kanan, atas

dan bawah 30 mm, serta harus diketik dengan jenis huruf Arial dengan font 10 pt (kecuali

judul), satu spasi. Judul ditulis miring (italic), jumlah halaman 7-10.

7. Naskah dikirim ke redaksi dalam bentuk print out dan soft copy (CD).

Alamat redaksi :

Jurnal KONSTRUKSIA

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

Jl. Cempaka Putih tengah 27 – Jakarta Pusat.

Telp. 42882505, Fax. 42882505

Website: www.konstruksia.org

Page 107: V4n2

Jurnal Konstruksia | Volume 4 Nomor 2 | Juni 2013 ISSN 2086-7352

HALAMAN ADVERTISING

BEASISWA MAHASISWA SIPIL umj BERPRESTASI

JURNAL KONSTRUKSIA WEBSITE

WWW.KONSTRUKSIA.ORG

Page 108: V4n2

ISSN 2086 - 7352