unsur ekstrinsik cerpen guru

7
Unsur Ekstrinsik Cerpen Guru karya Putu Wijaya Biografi Putu Wijaya Putu Wijaya yang kita kenal sebagai sastrawan mempunyai nama yang cukup panjang, yaitu I Gusti Ngurah Putu Wijaya. Dari namanya itu dapat diketahui bahwa ia berasal dari Bali. Putu memang dilahirkan di Puri Anom, Tabanan, Bali pada tanggal 11 April 1944. Pada masa remaja ia sudah menunjukkan kegemarannya pada dunia sastra. Saat masih duduk di sekolah menengah pertama di Bali, ia mulai menulis cerita pendek dan beberapa di antaranya dimuat di harian Suluh Indonesia, Bali. Ketika duduk di sekolah menengah atas, ia memperluas wawasannya dengan melibatkan diri dalam kegiatan sandiwara. Setelah selesai sekolah menengah atas, ia melanjutkan kuliahnya di Yogyakarta, kota seni dan budaya. Di Yogyakarta, selain kuliah di Fakultas Hukum, UGM, ia juga mempelajari seni lukis di Akademi Seni Rupa Indonesia

Upload: thiya-d-axheizynt

Post on 30-Jun-2015

7.570 views

Category:

Documents


85 download

TRANSCRIPT

Page 1: Unsur ekstrinsik cerpen Guru

Unsur Ekstrinsik Cerpen Guru karya Putu Wijaya

Biografi Putu Wijaya

Putu Wijaya yang kita kenal sebagai sastrawan mempunyai nama yang cukup

panjang, yaitu I Gusti Ngurah Putu Wijaya. Dari namanya itu dapat diketahui bahwa ia

berasal dari Bali. Putu memang dilahirkan di Puri Anom, Tabanan, Bali pada tanggal 11

April 1944.

Pada masa remaja ia sudah menunjukkan kegemarannya pada dunia sastra. Saat

masih duduk di sekolah menengah pertama di Bali, ia mulai menulis cerita pendek dan

beberapa di antaranya dimuat di harian Suluh Indonesia, Bali. Ketika duduk di sekolah

menengah atas, ia memperluas wawasannya dengan melibatkan diri dalam kegiatan

sandiwara. Setelah selesai sekolah menengah atas, ia melanjutkan kuliahnya di

Yogyakarta, kota seni dan budaya.

Di Yogyakarta, selain kuliah di Fakultas Hukum, UGM, ia juga mempelajari seni

lukis di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI), drama di Akademi Seni Drama dan Film

(Asdrafi), dan meningkatkan kegiatannya bersastra. Dari Fakultas Hukum, UGM, ia

meraih gelar sarjana hukum (1969), dari Asdrafi ia gagal dalam penulisan skripsi, dan

dari kegiatan berkesenian ia mendapatkan identitasnya sebagai seniman.

Setelah kira-kira tujuh tahun tinggal di Yogyakarta, Putu pindah ke Jakarta. Di

Jakarta ia bergabung dengan Teater Kecil dan Teater Populer. Di samping itu, ia juga

bekerja sebagai redaktur majalah Ekspres. Setelah majalah itu mati, ia menjadi redaktur

majalah Tempo (1971-1979). Bersama rekan-rekannya di majalah Tempo, Putu

mendirikan Teater Mandiri (1974).

Page 2: Unsur ekstrinsik cerpen Guru

Unsur Ekstrinsik Cerpen Guru karya Putu Wijaya

Pada saat masih bekerja di majalah Tempo, ia mendapat beasiswa belajar drama di

Jepang (1973) selama satu tahun. Namun, karena tidak kerasan dengan lingkungannya,

ia belajar hanya sepuluh bulan. Setelah itu, ia kembali aktif di majalah Tempo. Pada

tahun 1975 ia mengikuti International Writing Program di Iowa, Amerika Serikat.

Setelah itu, ia juga pernah menjadi redaktur majalah Zaman (1979-1985).

Ia juga mempunyai pengalaman bermain drama di luar negeri, antara lain dalam

Festival Teater Sedunia di Nancy, Prancis (1974) dan dalam Festival Horizonte III di

Berlin Barat, Jerman (1985). Ia juga membawa Teater Mandiri berkeliling Amerika

dalam pementasan drama Yel dan berpentas di Jepang (2001). Di samping itu, Ia juga

pernah mengajar di Amerika Serikat (1985-1988).

Di samping itu, Putu juga menjadi sutradara film dan sinetron serta menulis

skenario sinetron. Film yang disutradarainya ialah film Cas Cis Cus, Zig Zag, dan

Plong. Sinetron yang disutradarainya ialah Dukun Palsu, PAS, None, Warteg, dan Jari-

Jari. Skenario yang ditulisnya ialah Perawan Desa, Kembang Kertas, serta Ramadhan

dan Ramona. Ketiga skenario itu memenangkan Piala Citra.

Selama bermukim di Yogyakarta, kegiatan sastranya lebih terfokus pada teater. Ia

pernah tampil bersama Bengkel Teater pimpinan W.S. Rendra dalam beberapa

pementasan, antara lain dalam pementasan Bip-Bop (1968) dan Menunggu Godot

(1969). Ia juga pernah tampil bersama kelompok Sanggar Bambu. Selain itu, ia juga

(telah berani) tampil dalam karyanya sendiri yang berjudul Lautan Bernyanyi (1969). Ia

adalah penulis naskah sekaligus sutradara pementasan itu. Naskah dramanya itu menjadi

pemenang ketiga Sayembara Penulisan Lakon yang diselenggarakan oleh Badan

Pembina Teater Nasional Indonesia. Karena kegiatan sastranya lebih menonjol pada

bidang teater, Putu Wijaya pun lebih dikenal sebagai dramawan. Sebenarnya, selain

berteater ia juga menulis cerpen dan novel dalam jumlah yang cukup banyak, di

samping menulis esai tentang sastra. Sejumlah karyanya, baik drama, cerpen, maupun

novel telah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, antara lain bahasa Inggris, Belanda,

Prancis, Jerman, Jepang, Arab, dan Thailand.

Gaya Putu menulis novel tidak berbeda jauh dengan gayanya menulis drama.

Seperti dalam karya dramanya, dalam novelnya pun ia cenderung mempergunakan gaya

objektif dalam pusat pengisahan dan gaya stream of consciousness dalam

pengungkapannya. Terhadap karya-karya Putu itu, Rachmat Djoko Pradopo (dalam

Page 3: Unsur ekstrinsik cerpen Guru

Unsur Ekstrinsik Cerpen Guru karya Putu Wijaya

Memahami Drama Putu Wijaya: Aduh, 1985) memberi komentar bahwa Putu berani

mengungkapkan kenyataan hidup karena dorongan naluri yang terpendam dalam bawah

sadar, lebih-lebih libido seksual yang ada dalam daerah kegelapan.

Aliran sastra

Aliran sastra pada cerpen ini adalah Aliran sastra psikologisme. Aliran ini menekankan

pada pembahasan masalah kejiwaan dalam sastra. Dalam cerpen tersebut, suasana jiwa

dan konflik batin para pelaku disoroti dengan tajam, detail dan mendalam. 

Latar Belakang Masyarakat

Kondisi latar belakang masyarakat sangat berpengaruh terhadap terbentuknya

sebuah cerpen. Pemahaman latar belakang masyarakat tersebut bisa berupa pengkajian

ideologi negara, kondisi politik, kondisi sosial, hingga kondisi ekonomi masyarakat.

Dalam cerpen Guru dapat kita lihat bahwa pada saat itu terdapat beberapa

pandangan mengenai guru, yakni:

a. Honor yang didapat rendah, tidak sesuai dengan apa yang dilakukan oleh

seorang guru. Banyak menyita waktu, pikiran dan juga tenaga.

b. Pelarian agar tidak menjadi pengangguran.

c. Pelarian dari orang-orang yang mengalami kegagalan.

Melihat latar belakang yang ada di masyarakat, sehingga dalam cerpen tersebut

terdapat pikiran jelek dan sempit dalam memandang profesi guru.

Page 4: Unsur ekstrinsik cerpen Guru

Unsur Ekstrinsik Cerpen Guru karya Putu Wijaya

Nilai-nilai

1. Nilai sosial

Nilai sosial ini dapat terlihat pada pemaparan cerpen mengenai paradigma

guru. Banyak masyarakat yang beranggapan bahwa menjadi guru itu bukanlah

sebuah cita-cita. Menjadi guru itu terpaksa agar tidak menganggur. Banyak sekali

pandangan miring mengenai guru. Gaji sedikit tidak sesuai dengan pekerjaannya

yang menguras pikiran, tenaga dan juga waktu; banyak yang berbuat tidak

bermoral, tidak punya masa depan, dan masih banyak lagi. Ibarat kasta, guru ini

berada pada urutan yang paling bawah. Namun disisi lain guru merupakan suatu

profesi yang sulit ditinggalkan. Menjadi guru sudah mendarahdaging pada diri

seorang guru. Bahkan kalau kita amati guru yang sudah pensiun pun masih sering

disebut guru. Guru yang menjadi panutan untuk orang lain, menjadi contoh yang

baik dalam perilakunya. Ini merupakan gambaran mengenai guru yang

sesungguhnya.

Nilai sosial yang lain adalah bahwa orang yang kaya harus memiliki jabatan

yang tinggi. Maka dari itu banyak masyarakat yang menghalalkan segala cara demi

mendapatkan gelar. Termasuk dalam tes, tentu semua memiliki keinginan untuk

mendapatkan nilai yang baik, namun usaha yang dilakukan tidak hanya belajar,

melainkan dengan cara yang tidak baik misalnya. Itulah beberapa pandangan

masyarakat yang harus dibenahi.

Dari penyampaian cerpen ini, dapat diambil kesimpulan bahwa profesi guru itu

bukanlah sebuah profesi yang tidak terhormat, melainkan sebuah profesi yang

mulia.

2. Nilai pendidikan

Cerpen ini memberikan pengajaran mengenai keberhasilan itu didapatkan tidak

secara instan melainkan melalui sebuah proses. Dimana ada keuletan, kerja keras,

keteguhan pendirian sebuah keberhasilan itu akan tercapai. Terutama dalam

menggapai cita-cita.

3. Nilai filosofis

Cerpen ini memberikan pandangan kepada kita bahwa keberhasilan itu ditentukan

oleh diri kita sendiri. Orang lain hanya sebagai pembantu atau bahkan sebagai

kerikil kecil dalam kehidupan kita.