analisis tindak tutur tidak langsung literal...
TRANSCRIPT
JAPANOLOGY, VOL 1 NO 2, MARET 2013 : 1 - 15
1
ANALISIS TINDAK TUTUR TIDAK LANGSUNG LITERAL DALAM
FILM DEATHNOTE MOVIE: THE FIRST NAME KARYA SHUSUKE
KANEKO
Novita Candra Dewi
Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, Dharmawangsa
Dalam Selatan 60286
E-mail :[email protected]
ABSTRAK
Jepang dikenal sebagai negara yang mempunyai banyak budaya. Salah satu diantaranya
adalah cara berbicara masyarakat Jepang. Masyarakat Jepang cenderung menghindari berbicara
secara gamblang dan jelas. Mereka lebih memilih untuk menyamarkan maksud perkataannya. Hal
ini sering membingungkan orang asing yang tidak terlalu mengenal budaya Jepang. Maka dari itu
di penelitian ini tindak tutur masyarakat Jepang akan dianalisis dengan data penelitian yang
diambil dari dialog film Deathnote Movie: The First Name karya Shusuke Kaneko. Teori yang
akan digunakan adalah teori tindak tutur oleh Parker yang difokuskan pada tindak tutur tidak
langsung literal. Teori ini digunakan untuk menganalisis makna tuturan yang diucapkan
masyarakat Jepang dan implikatur yang terkandung di dalamnya. Jenis tindak tutur tidak langsung
literal yang terdapat dalam Deathnote Movie: The First Name antara lain deklaratif digunakan
sebagai imperatif dan interogatif, dan interogatif digunakan sebagai deklaratif dan imperatif.
Kata Kunci : Tuturan, implikatur, tindak tutut literal, tindak tutur tidak langsung
ABSTRACT
Japan is known for having a lot of culture. One of this culture is the way Japanese people
speak. Japanese people tend to avoid the straightforward way of speaking. They tend to make it
vogue. This kind of culture often makes a foreigner that doesn’t familiar with this culture confuse.
And so, in this research, which sample data taken from Shusuke Kaneko’s Deathnote Movie : The
First Name, the way of Japanese people speak will be analyzed with Parker’s speech act theory,
that will be concerned in literal and indirect speech act, and sociopragmatics theory. Those theory
will be used to decribe what the real meaning of those utterances that japanese people say and
what the implicature of those utterances. As the result, there’s some declarative sentences used as
interogative and imperative, and some interogative sentences used as declarative and imperative.
Key Words : Utterance, implicature, literal speech act, indirect speech act.
1. Pendahuluan
Komunikasi merupakan
elemen penting dalam kehidupan
manusia. Dalam prakteknya
komunikasi menggunakan bahasa
sebagai alat untuk mengirimkan
informasi dari satu pihak ke pihak
lain. Seperti yang dituliskan Sutedi
(2008:2) dalam bukunya bahwa
bahasa berfungsi sebagai media
JAPANOLOGY, VOL 1 NO 2, MARET 2013 : 1 - 15
2
untuk menyampaikan ide, pikiran,
hasrat dan keinginan seseorang.
Tujuan dari komunikasi ini
bisa tercapai apabila masing-masing
pihak dapat menangkap makna yang
ingin disampaikan. Djajasudarma
(2009:7) menuliskan dalam bukunya
bahwa makna sebagai penghubung
bahasa dengan dunia luar sesuai
dengan kesepakatan para
pemakainya sehingga dapat saling
mengerti. Kita dituntut untuk dapat
menyusun sebuah kalimat sesuai
dengan kaidah tata bahasa yang
dianut oleh sebuah bahasa, supaya
mampu mengirim dan menerima
informasi dengan baik. Makna dalam
kaidah bahasa ini dibahas dalam ilmu
semantik, namun terkadang
pemahaman secara gramatikal dan
leksikal saja belum cukup untuk
menangkap makna dalam
komunikasi karena komunikasi
mempunyai unsur ekstrinsik, yaitu
unsur diluar kebahasaan yang juga
berpengaruh pada pemaknaan sebuah
bahasa. Unsur ekstrinsik ini adalah
konteks, motif dan tujuan seseorang
menggunakan suatu gaya bahasa.
Hal-hal yang tidak tercantum dalam
aturan gramatikal, seperti siapa
lawan bicara, dimana ia berbicara,
kapan ia berbicara, sangat
mempengaruhi penggunaan gaya
bahasa seseorang. Hal-hal yang tidak
bisa dicakup oleh aturan-aturan
gramatikal ini kemudian dikaji oleh
cabang ilmu linguistik yang lain
yaitu pragmatik. Seperti yang
disebutkan Parker dalam Wijana dan
Rohmadi (2010:4) bahwa pragmatik
berbeda dari tata bahasa yang
mempelajari bahasa dari struktur
internalnya. Pragmatik adalah kajian
tentang bagaimana bahasa itu
digunakan dalam komunikasi.
Sutedi (2008:6) menyebutkan,
pragmatik adalah ilmu yang
mengkaji makna bahasa
dihubungkan dengan situasi dan
kondisi pada saat bahasa tersebut
digunakan. Dalam berbahasa kita
mengenal kalimat berita, kalimat
perintah dan kalimat tanya. Ada
kalanya kalimat-kalimat ini
digunakan sesuai fungsinya, tetapi
ada kalanya penggunaannya
menyimpang dikarenakan ada motif-
motif tertentu yang dimiliki oleh
pengguna bahasa. Fenomena ini
dikaji dalam ranah pragmatik tindak
tutur. Wijana dan Rohmadi
JAPANOLOGY, VOL 1 NO 2, MARET 2013 : 1 - 15
3
(2010:35) mengklasifikasikan tindak
tutur ini menjadi delapan jenis yaitu,
tindak tutur langsung, tindak tutur
tidak langsung, tindak tutur literal,
tindak tutur tidak literal, tindak tutur
langsung literal, tindak tutur tidak
langsung literal, tindak tutur
langsung tidak literal, tidak tutur
tidak langsung tidak literal.
Penelitian ini akan menyorot
tentang tindak tutur tidak langsung
literal, yaitu tindak tutur yang
penggunaan kalimatnya tidak sesuai
fungsinya tetapi mempunyai makna
yang sebenarnya. Misalnya saat
seorang suami yang sedang mandi
bertanya pada istrinya “dimana
handuknya?” dan istri menjawab
“sebentar saya ambilkan” (Wijana
dan Rohmadi, 2010:33). Pertanyaan
dan jawaban itu sepertinya tidak
berhubungan, tetapi sebenarnya sang
suami menggunakan tindak tutur
tidak langsung literal dimana dia
memerintah istrinya dengan
menggunakan kalimat tanya
Setelah mempelajari tentang
teori ini, penulis berminat untuk
mencoba mengaplikasikannya dalam
sebuah penelitian yang menjadikan
orang Jepang sebagai objeknya.
Masyarakat Jepang dikenal
cenderung tidak mengutarakan
pikirannya secara jelas dan gamblang.
Mereka memilih menggunakan
bahasa yang berputar-putar untuk
mengungkapkan maksud mereka.
Maka diasumsikan bahwa
masyarakat Jepang mempunyai motif
tersendiri dalam penggunaan pola
bahasa ini. Untuk menemukan pola
tindak tutur orang Jepang diperlukan
sebuah miniatur budaya yang
merefleksikan pola berbahasa orang
Jepang. Film bisa dikatakan sebagai
salah satu miniatur kebudayaan. Film
yang bagus umumnya akan
merefleksikan sebaik mungkin
gambaran suatu keadaan.
Kebudayaan masyarakat yang
digambarkan akan tercermin dengan
jelas, termasuk pola penggunaan
bahasa mereka.
Deathnote ( デスノート )
adalah sebuah film trilogi karya
Shusuke Kaneko yang diangkat dari
komik berseri dengan judul yang
sama karya Tsugumi Ohba dan
diilustrasikan oleh Takeshi Obata.
Baik film ataupun versi animenya
populer dikalangan
JAPANOLOGY, VOL 1 NO 2, MARET 2013 : 1 - 15
4
internasional.Bukti bahwa Deathnote
diapresiasi secara internasional
adalah film ini memenangkan
beberapa penghargaan Internasional
seperti Brussels International
Festival of Fantasy Film sebagai film
terbaik, Hongkong Film Award
sebagai film Asia terbaik, Mainichi
Film Concours sebagai film paling
populer dan lain-lain.
Film ini bercerita tentang
seorang pemuda yang secara tidak
sengaja menemukan Deathnote,
yaitu buku dari Shinigami (dewa
kematian).Buku itu mempunyai
keistimewaan, yaitu bisa membunuh
orang yang namanya ditulis disitu,
bahkan pemilik Deathnote bisa
mengatur sebab dan waktu kematian
orang yang ditulis namanya. Setting
film ini menampilkan kehidupan
sehari-hari para tokohnya, sehingga
pola berbahasa masyarakat Jepang
akan semakin tergambar dengan jelas.
Film Deathnote ini sangat
terkenal dan sudah diterjemahkan ke
dalam berbagai bahasa, namun
belum tentu implikatur-implikatur
yang terkandung dalam dialog asli
film ini dapat tersampaikan pada
penonton. Untuk itu dialog film ini
akan dianalisis dengan harapan
penelitian ini akan memberi
tambahan pengetahuan tentang
tindak tutur orang Jepang.
Metode Penelitian
Penelitian tentang tindak
tutur tidak langsung literal dalam
film Deathnote ini menggunakan
metode penelitian kualitatif yang
bersifat deskriptif analisis. Metode
pengumpulan data yang dipakai
dalam penelitian ini adalah metode
studi pustaka serta teknik simak dan
catat. Teori-teori yang relevan
dengan penelitian ini dikumpulkan
dan dikaji. Hal ini bertujuan agar
penelitian ini mempunyai landasan
teori yang kuat dan bisa diterima
dengan logis oleh pembaca
nantinya.Teknik lain yang dipakai
adalah teknik simak dan catat, yaitu
dialog-dialog dalam デスノート前
編 (Deathnote Movie: The First
Name) disimak dengan seksama dan
kemudian ditranskripsikan, lalu
diterjemahkan.Setelah itu dialog
dianalisis dengan teori pragmatik
tindak tutur Parker yang dibantu
dengan teori partikel dalam bahasa
Jepang dan teori implikatur
kemudian diklasifikasikan.
JAPANOLOGY, VOL 1 NO 2, MARET 2013 : 1 - 15
5
Penelitian ini menggunakan
teori tindak tutur sebagai teori inti
untuk menganalisis dialog-dialog
dalam film デ ス ノ ー ト 前 編
(Deathnote The Movie: The First
Name). Teori implikatur dan teori
tentang partikel dalam bahasa Jepang
digunakan sebagai teori pendukung
dalam pengklasifikasian tindak tutur.
Secara umum dikenal tiga
jenis kalimat dasar yaitu kalimat
berita (deklaratif), kalimat tanya
(interogatif), dan kalimat perintah
(interogatif). Kalimat deklaratif
digunakan untuk menyatakan sesuatu
atau untuk menyampaikan sebuah
informasi.Kalimat interogatif
digunakan menanyakan sesuatu,
sedangkan kalimat imperatif
digunakan untuk menyatakan
perintah atau permohonan.
Kalimat-kalimat tersebut
seharusnya digunakan sesuai dengan
fungsi aslinya, namun ada kalanya
penggunaan kalimat-kalimat tersebut
tidak sesuai fungsinya. Penggunaan
kalimat yang tidak sesuai fungsinya
ini disebabkan oleh motif tertentu,
misalnya untuk menyopankan sebuah
perintah maka digunakanlah kalimat
tanya. Penggunaan kalimat yang
tidak sesuai fungsinya ini oleh Parker
disebut tindak tutur tidak langsung,
dan sebaliknya penggunaan kalimat
yang sesuai fungsinya disebut tindak
tutur langsung.
Rahardi (2009:18)
berpendapat tindak tutur langsung
adalah tindak tutur yang dinyatakan
sesuai dengan modus
kalimatnya.Jadi, tindak tutur
langsung ini merefleksikan fungsi
konvensional dari sebuah
kalimat.Parker (2009:17)
menyebutkan “an illocutionary act is
issued indirectly when the syntatic
form of the utterance does not match
the illocutionary force of the
utterance”. Dalam pernyataan
tersebut Parker menyebutkan bahwa
suatu tindak tutur dikatakan tidak
langung saat tekanan ilokusi suatu
tuturan tidak sesuai dengan bentuk
sintatiknya. Rahardi (2009:19)
menambahkan tindak tutur tidak
langung itu harus dimaknai dengan
sesuatu yang tersirat atau yang
terimplikasi di dalamnya.
Tindak tutur literal adalah
tindak tutur yang maksudnya sama
persis dengan makna kata-kata yang
menyusunnya, sedangkan tindak
JAPANOLOGY, VOL 1 NO 2, MARET 2013 : 1 - 15
6
tutur tidak literal adalah tindak tutur
yang makudnya tidak sama atau
bahkan berlawanan dengan makna
kata-kata yang menyusunnya
(Rahardi, 2009:20). Parker (2009:22)
menyatakan “a locutionary act can
be either literal or nonliteral,
depending upon whether the speaker
actually means what is said or not.”,
yaitu bahwa tuturan itu dapat berupa
literal atau tidak literal tergantung
pada apakah maksud penutur sama
dengan makna tuturan yang
disampaikan atau tidak.
Tindak tutur langsung literal
adalah tindak tutur yang diutarakan
dengan modus tuturan dan makna
yang sama dengan maksud
pengutaraannya (Wijana dan
Rohmadi, 2010:32). Maksudnya
adalah kalimat deklaratif, interogatif
dan kalimat imperatif digunakan
sesuai fungsinya masing-masing dan
maksud pengutaraannya sesuai
dengan makna yang dikandung kata-
kata yang menyusunnya.
Wijana dan Rohmadi
(2010:34) menyebutkan tindak tutur
langsung tidak literal adalah tindak
tutur yang diutarakan dengan modus
kalimat yang sesuai dengan maksud
tuturan, tetapi kata-kata yang
menyusunnya tidak memiliki makna
yang sama dengan maksud
penuturnya. Dalam tindak tutur jenis
ini penutur menggunakan kalimat
deklaratif, interogatif dan kalimat
imperatif sesuai dengan fungsi
masing-masing, hanya saja maksud
pengutaraannya tidak sesuai dengan
makna kata-kata yang menyusunnya.
Tindak tutur tidak langsung
literal adalah tindak tutur yang
diungkapkan dengan modus kalimat
yang tidak sesuai dengan maksud
pengutaraannya, tetapi makna kata-
kata yang menyusunnya sesuai
dengan apa yang dimaksudkan
penutur (Wijana dan
Rohmadi,2010:32). Dalam tindak
tutur jenis ini, penutur tidak
menggunakan kalimat deklaratif,
interogatif dan imperatif sesuai
dengan fungsinya, tetapi makna kata-
kata yang menyusun tuturan yang
diucapkan sesuai dengan maksud
penuturannya
Tindak tutur tidak langsung
tidak literal adalah tindak tutur yang
diutarakan dengan modus kalimat
dan makna kalimat yang tidak sesuai
dengan maksud yang hendak
JAPANOLOGY, VOL 1 NO 2, MARET 2013 : 1 - 15
7
diutarakan (Wijana dan Rohmadi,
2010:35). Dalam jenis tindak tutur
ini, penutur tidak menggunakan
kalimat deklaratif, interogatif dan
imperatif sesuai fungsi aslinya,
terlebih lagi maksud pengutaraannya
dan makna kata-kata yang
menyusunnya tidak sesuai.
Implikatur berasal dari
bahasa Latin implicare yang
mempunyai arti “melipat”. Maka
implikatur dapat diartikan sebagai
sesuatu yang terlipat (Nadar,
2009:60). Yule (2006:61)
menambahkan saat penutur
mengirimkan sebuah informasi
kepada lawan tutur, maka informasi
itu tentunya memiliki makna lebih
banyak dari makna kata-kata yang
disampaikan. Makna tambahan yang
disampaikan penutur ini disebut
implikatur. Dari dua definisi di atas,
dapat disimpulkan secara lebih
sederhana bahwa implikatur adalah
makna tersembunyi yang ingin
disampaikan oleh penutur namun
makna itu tidak tercantum dalam
tuturan yang diucapkannya.
Wijana dan Rohmadi
(2010:38) menyebutkan bahwa tidak
ada keterikatan antara tuturan yang
diucapkan oleh penutur dengan
implikatur yang mengikutinya. Maka
dari itu diperkirakan sebuah tuturan
dapat menumbulkan implikatur yang
tidak terbatas jumlahnya.
Penggunaan kata “mungkin” dalam
penafsiran implikatur sebuah tuturan
tidak dapat dihindari karena
banyaknya kemungkinan implikasi
yang bisa ditimbulkan (Wijana dan
Rohmadi, 2010:38-39).
Dalam proses analisis data,
ditemukan beberapa partikel yang
digunakan dalam dialog Deathnote
Movie: The First Name yang
berperan penting dalam proses
analisis. Setsuzoku Joushi adalah
partikel yang berfungsi untuk
menghubungkan antara frase dengan
frase dan kalimat dengan kalimat.
Partikel yang termasuk partikel
penghubung antara lain ば、と、て
も(でも)、けれども(けれど)、
けども(けど)、が、のに、ので、
から、し、て(で)、ながら、た
り(だり)、かたがた、がてら、
ものの、ところ、ところが、とこ
ろで、とか、や. Diantara berbagai
macam partikel ini, partikel yang
muncul dalam data tindak tutur tidak
JAPANOLOGY, VOL 1 NO 2, MARET 2013 : 1 - 15
8
langsung literal di film Deathnote
Movie: The First Name adalah
partikel が
Shuujoushi adalah partikel
yang terletak di akhir kalimat.
Shuujoushi umumnya digunakan
untuk kalimat ajakan, menunjukkan
perasaan, hasrat, keinginan, gagasan
dan perhatian penutur, serta untuk
menyapa lawan bicara. Pertikel yang
tergolong dalam Shuujoushi ini
adalah か、な、なあ、ぞ、ぜ、と
も、わ、ね(ねえ)、よ、さ、の、
かしら、こと、け. Namun partikel
yang muncul dalam data penelitian
ini hanyaか、な、わ、ね(ねえ)、
よ danの.
Hasil dan Pembahasan
Penulis akan menampilkan
analisis tindak tutur dalam dialog
dari film Deathnote Movie: The First
Name yang membahas tentang
perubahan fungsi kalimat yang
terdapat dalam tindak tutur tersebut
dan implikatur yang ada di dalamnya.
Dialog 1
日比沢:女 ぶっ殺すぞ
警察官:逃げられんぞ
(デスノート /Deathnote Movie:
The First Name, menit 00:02:23 -
00:02:24)
Hibisawa : Wanita ini akan
kubunuh
Polisi : Kau sudah tidak
bisa kabur
Situasi:
Dialog di atas terjadi dalam
situasi dimana sang penjahat,
Hibisawa, kesal karena polisi terus
mengejarnya dan dia hampir
tertangkap. Akhirnya Hibisawa
menyandera seorang wanita yang
sedang lewat dan mengancam para
polisi bahwa dia akan membunuh
wanita itu. Polisi yang melihat
Hibisawa menyandera seorang
wanita memerintahkan dia untuk
melepaskan sanderannya. Lalu tiba-
tiba Hibisawa tampak kesakitan
lalu terjatuh dan meninggal.
Analisis :
Dalam dialog tersebut, baik
polisi maupun Hibisawa sama-sama
menggunakan tindak tutur tidak
langsung literal. Saat Hibisawa
mengatakan 「女 ぶっ殺すぞ」
terdapat implikatur Hibisawa
JAPANOLOGY, VOL 1 NO 2, MARET 2013 : 1 - 15
9
memerintahkan para polisi untuk
berhenti mengejarnya.
Dilihat dari bentuk kalimat
yang digunakan, Hibisawa
menggunakan akhiran ぞ yang
mempunyai fungsi untuk
menunjukkan hasrat atau keinginan
(Tanaka, 1990:65) dalam kalimat
tersebut tidak muncul penanda
kalimat tanya ataupun perintah,
berarti kalimat tersebut tergolong
dalam kalimat pernyataan. Namun
bila dilihat dari situasi dimana
Hibisawa sudah terdesak oleh
kejaran para polisi, maka pernyataan
Hibisawa tersebut bukan hanya
berfungsi untuk menginformasikan
keinginannya bahwa wanita yang
disanderanya akan dia bunuh,
melainkan juga mengandung maksud
agar para polisi berhenti
mengejarnya. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa dalam dialog
ini kalimat deklaratif digunakan
untuk untuk menyatakan perintah.
Saat polisi bertutur 「逃げら
れ ん ぞ 」 terkandung implikatur
memerintahkan Hibisawa untuk
melepaskan wanita yang
disanderanya. Dilihat dari struktur
kalimatnya polisi juga menggunakan
akhiran ぞ yang bisa digunakan
untuk menyatakan gagasan (Tanaka,
1990:65). Gagasan seperti pada
umumnya dinyatakan dengan
menggunakan kalimat pernyataan.
Dalam tuturan yang diucapkan polisi
itu tidak terdapat penanda kalimat
tanya ataupun kalimat perintah.
Namun bila dilihat dari situasinya,
polisi mengeluarkan tuturan
tersebut saat Hibisawa
menyandera seorang wanita dan
mengancam akan membunuh wanita
tersebut. Para polisi yang harus
berhati-hati karena tidak mau
membahayakan nyawa wanita yang
disandera oleh Hibisawa
akhirnya menuturkan kalimat
pernyataan di atas yang bukan
hanya berfungsi untuk
menginformasikan Hibisawa
bahwa dia sudah terkepung dan
tidak bisa kabur lagi, melainkan
mengandung makna lain yaitu
memerintahkan Hibisawa untuk
melepaskan wanita yang telah
disanderanya. Karena meskipun
Hibisawa melukai wanita
tersebut, para polisi tidak akan
sulit untuk menangkap
Hibisawa karena posisinya
JAPANOLOGY, VOL 1 NO 2, MARET 2013 : 1 - 15
10
sekarang sudah terkepung. Jadi
dalam dialog ini kalimat deklaratif
digunakan untuk menyatakan
perintah.
Dialog 2
宇生田 :分かった。部長、
確認が取れましたテ
レビに映っていた偽
のLは本当に死んだ
そうです
同僚 :こんなあっさりキ
ラの手がかり見つけ
るなんて、さすがL
ですね
総一郎 :捜査のためなら死
刑囚の命を犠牲にし
てもいいのか。それ
じゃ、キラのやって
ることと何なん
ら変わり
ない
(デスノート/Deathnote Movie:
The First Name, menit 00:34:58 -
00:35:17)
Ukita : Saya mengerti. Pak kepala
bagian, sudah
dipastikan bahwa L
palsu yang muncul
di televisi benar-
benar meninggal.
Mogi : Secepat ini menemukan
petunjuk. Tidak heran, dia adalah L.
Souichirou : Apakah
mengorbankan
nyawa terdakwa
mati demi
penyelidikan adalah
hal yang bagus?
meskipun begitu
tidak merubah apa
yang sudah
dilakukan Kira.
Situasi :
Dialog diatas terjadi dalam
situasi dimana Souichirou yang
mendapatkan tugas untuk memimpin
penyelidikan Kira mendapat laporan
bahwa terdakwa hukuman mati yang
digunakan L untuk menjebak Kira
benar-benar telah meninggal. Hal ini
mendukung kuat dugaan bahwa Kira
bisa membunuh orang tanpa harus
menyentuh orang itu. Bawahan
Souichirou, Mogi yang merasa
kagum pada kehebatan L memujinya
karena bisa mendapatkan petunjuk
secepat itu. Souichirou sendiri
merasa kurang senang dengan cara
JAPANOLOGY, VOL 1 NO 2, MARET 2013 : 1 - 15
11
yang digunakan L. Karena dia
dengan mudahnya menggunakan
nyawa orang lain hanya untuk
kepentingan penyelidikan. Mogi
yang mendapat teguran dari
atasannya lalu terdiam dan terlihat
merasa bersalah.
Analisis :
Dalam dialog di atas,
Souichirou mengungkapkan
ketidaksetujuannya terhadap cara
yang digunakan Kira dengan
mengatakan「捜査のためなら死刑
囚の命を犠牲にしてもいいのか」.
Tuturan tersebut diakhiri dengan
bentuk してもいいのか dimana
partikelの dan か berfungsi sebagai
penanda kalimat tanya (Toshiko
Tanaka, Nihongo no Bunpou,
1990:65-66). Tepat setelah Mogi
memuji L, Souichirou langsung
mempertanyakan apakah tindakan L
itu pantas dipuji. Dalam
pertanyaannya Souichirou
mengungkapkan pendapatnya yang
melihat dari sudut pandang yang
berbeda, yaitu penggunaan nyawa
manusia untuk kepentingan
penyelidikan. Melihat dari sisi
kemanusiaan, Souichirou tidak bisa
membenarkan perbuatan L. Di sini
dapat dilihat pendapat yang
seharusnya diwujudkan dalam
kalimat deklaratif, diwujudkan dalam
bentuk kalimat interogatif oleh
Souichirou. Maka dari itu dapat
dikatakan bahwa dalam dialog ini
kalimat interogatif dapat digunakan
untuk menyatakan sesuatu.
Dialog 3
夜神粧裕:ねえ、お父さん聞いて
聞いて、お兄ちゃんね詩織さんと
夜神月:何言ってんだよ
(デスノート/Deathnote Movie:
The First Name, menit 00:40:07 -
00:40:09)
Yagami Sayu : Ayah dengar,
dengar, kakak dan Shiori..
Yagami Raito : Kamu bicara apa?
Situasi :
Dialog di atas terjadi dalam
situasi dimana keluarga Yagami
sedang makan malam dan lalu tiba-
tiba Yagami Souichirou, sang ayah
datang setelah berhari-hari tidak
pulang ke rumah karena tugas dari
kepolisian. Sayu dan Raito yang
melihat ayahnya pulang langsung
JAPANOLOGY, VOL 1 NO 2, MARET 2013 : 1 - 15
12
berlari untuk menyambut
ayahnya.Kemudian Sayu secara tiba-
tiba bermaksud menceritakan pada
ayahnya tentang perkembangan
hubungan kakaknya, Yagami Raito
dengan kekasihnya, Akino Shiori.
Raito yang mendengar perkataan
Sayu dengan panik memotong
pembicaraan Sayu dan
mencegahnya untuk bercerita tentang
hal itu kepada ayahnya.
Analisis :
Saat Sayu mulai berbicara
Raito langsung memotongnya
dengan kalimat 「何言ってんだよ」
yang di dalamnya terdapat kata tanya
何 yang mempunyai arti “apa”. Bila
diihat dari situasinya, dimana Raito
sudah jelas tau bahwa topik yang
akan dibicarakan Sayu adalah
tentang dia dan kekasihnya, maka
pertanyaan Raito itu sudah pasti
mempunyai implikatur lain. Raito
yang selama ini mencerminkan sikap
anak yang patuh dan kehidupannya
dipenuhi dengan belajar, tidak ingin
kehidupan percintaannya diceritakan
kepada ayahnya yang menaruh
harapan besar padanya. Karena itu
saat bertanya “kamu bicara apa?”
Raito mempunyai motif untuk
memerintahkan Sayu berhenti
berbicara.Di sini terlihatkalimat
interogatif digunakan untuk memberi
perintah yang merupakan fungsi
kalimat imperatif.
2. Kesimpulan
1. Dalam dialog film デスノート
(Deathnote The Movie: The First
Name) ini terdapat tindak tutur
tidak langsung literal berupa
kalimat deklaratif yang digunakan
untuk memerintah. Kalimat
deklaratif pada dasarnya
digunakan untuk menyampaikan
sebuah informasi atau
menyatakan sesuatu dari penutur
ke lawan tutur, namun dalam
kasus ini kalimat deklaratif
digunakan penutur untuk
membuat lawan tutur melakukan
sesuatu. Meskipun makna kata
yang menyusun kalimatnya sama
dengan maksud penuturannya,
namun fungsi dasar kalimat tidak
digunakan sebagaimana mestinya.
Dalam film ini jenis penggunaan
seperti ini banyak dipakai saat
penutur ingin mempengaruhi
lawan tuturnya. Jenis penggunaan
ini ditemukan sebanyak tujuh
dialog.
JAPANOLOGY, VOL 1 NO 2, MARET 2013 : 1 - 15
13
2. Jenis perubahan fungsi kedua
adalah penggunaan kalimat
deklaratif untuk menanyakan
sesuatu. Kalimat deklaratif yang
seharusnya digunakan untuk
menyampaikan sebuah informasi
digunakan untuk menanyakan
sesuatu. Pola ini digunakan untuk
mendesak lawan tutur. Kalimat
deklaratif yang berfungsi sama
seperti kalimat interogatif ini
ditemukan sebanyak satu dialog.
3. Jenis perubahan ketiga adalah
penggunaan kalimat interogatif
untuk meyatakan sesuatu. Kalimat
interogatif yang fungsi dasarnya
adalah untuk menanyakan sesuatu
kepada lawan tutur, dalam kasus
ini digunakan untuk
menginformasikan sesuatu kepada
lawan tutur. Pola ini banyak
digunakan untuk menyatakan
pendapat. Tuturan jenis ini
ditemukan sebanyak 18 dialog.
4. Jenis penggunaan lain yang
muncul adalah penggunaan
kalimat interogatif untuk
memerintah. Kalimat interogatif
yang seharusnya digunakan untuk
menanyakan sesuatu pada lawan
tuturnya, di sini digunakan untuk
membuat lawan tuturnya
melakukan sesuatu. Pola ini
digunakan untuk menyopankan
perintah. Dialog dengan jenis
penggunaan seperti ini ditemukan
sebanyak tiga dialog.
5. Dari keempat jenis perubahan
fungsi yang muncul, perubahan
yang paling sering digunakan
adalah perubahan fungsi kalimat
interogatif menjadi fungsi kalimat
deklaratif. Jenis perubahan ini
paling banyak digunakan saat
tokoh menyampaikan
pendapatnya kepada lawan tutur.
14
Daftar Pustaka
Buku
Djajasudarma, Fatimah. 2010.
Wacana, Pemahaman dan Hubungan
Antarunsur.
Bandung: Refika Aditama
Leech, Geoffrey (1993).Prinsip-
Prinsip Pragmatik. Edisi
Pertama. Universitas Indonesia
Press
Nadar, F.X. 2009. Pragmatik dan
Penelitian Pragmatik.
Yogjakarta : Penerbit Graha
Ilmu
Parker, Frank. 2009. Lingustics for
Non-linguistics. New York :
Academic Press.
Rahardi, Kunjana. 2009.
Sosiopragmatik. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Sutedi, Dedi. 2008. Dasar-Dasar
Linguistik Bahasa Jepang. Bandung:
Humaniora.
Tanaka, Toshiko. 1990. Nihongo no
Bunpou. Tokyo : Kindaibunsha.
Tomomatsu, Etsuko dkk. 1996.
Donna Toki Dou Tsukau. Japan :
Aruku.
Wijana, I Dewa Putu dan
Muhammad Rohmadi. 2010. Analisis
Wacana
Pragmatik, kajian Teori dan
Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka.
Yule, George. 2006. Pragmatik,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Skripsi
Yanagisawa, Michiru (2009),
Daigakusei no Kansetsu Hatsuwa
Koui Bamen no Rikai to Social Skill
ga Gakkou Tekioukan ni Oyobasu
Eikyou dari Universitas Mejiro
Sendilatta, Ekky Cintyaresi (2011),
Analisis Tindak Tutur dalam Film
Garuda di Dadaku Karya Ifa
Ifansyah dari Universitas
Muhammadiyah Malang.
Kamus
Matsuura, Kenji (2005) “Kamus
Jepang-Indonesia”, Gramedia
Pustaka Utama
Website
Fujibayashi Masako, Hatsuwa Koui
no Goyouronteki Kenkyuu,
www.ci.nii.ac.jp, diakses pada 20
Januari 2013
15
Yanagisawa, Michiru, Daigakusei no
Kansetsu Hatsuwa Koui Bamen no
Rikai to Social Skill ga Gakkou
Tekioukan ni Oyobasu Eikyou dari
Universitas Mejiro,
www.mejiro.ac.jp, diakses pada 20
Januari 2013