analisis tindak tutur tidak langsung literal...

16
JAPANOLOGY, VOL 1 NO 2, MARET 2013 : 1 - 15 1 ANALISIS TINDAK TUTUR TIDAK LANGSUNG LITERAL DALAM FILM DEATHNOTE MOVIE: THE FIRST NAME KARYA SHUSUKE KANEKO Novita Candra Dewi Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, Dharmawangsa Dalam Selatan 60286 E-mail :[email protected] ABSTRAK Jepang dikenal sebagai negara yang mempunyai banyak budaya. Salah satu diantaranya adalah cara berbicara masyarakat Jepang. Masyarakat Jepang cenderung menghindari berbicara secara gamblang dan jelas. Mereka lebih memilih untuk menyamarkan maksud perkataannya. Hal ini sering membingungkan orang asing yang tidak terlalu mengenal budaya Jepang. Maka dari itu di penelitian ini tindak tutur masyarakat Jepang akan dianalisis dengan data penelitian yang diambil dari dialog film Deathnote Movie: The First Name karya Shusuke Kaneko. Teori yang akan digunakan adalah teori tindak tutur oleh Parker yang difokuskan pada tindak tutur tidak langsung literal. Teori ini digunakan untuk menganalisis makna tuturan yang diucapkan masyarakat Jepang dan implikatur yang terkandung di dalamnya. Jenis tindak tutur tidak langsung literal yang terdapat dalam Deathnote Movie: The First Name antara lain deklaratif digunakan sebagai imperatif dan interogatif, dan interogatif digunakan sebagai deklaratif dan imperatif. Kata Kunci : Tuturan, implikatur, tindak tutut literal, tindak tutur tidak langsung ABSTRACT Japan is known for having a lot of culture. One of this culture is the way Japanese people speak. Japanese people tend to avoid the straightforward way of speaking. They tend to make it vogue. This kind of culture often makes a foreigner that doesn’t familiar with this culture confuse. And so, in this research, which sample data taken from Shusuke Kaneko’s Deathnote Movie : The First Name, the way of Japanese people speak will be analyzed with Parker’s speech act theory, that will be concerned in literal and indirect speech act, and sociopragmatics theory. Those theory will be used to decribe what the real meaning of those utterances that japanese people say and what the implicature of those utterances. As the result, there’s some declarative sentences used as interogative and imperative, and some interogative sentences used as declarative and imperative. Key Words : Utterance, implicature, literal speech act, indirect speech act. 1. Pendahuluan Komunikasi merupakan elemen penting dalam kehidupan manusia. Dalam prakteknya komunikasi menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengirimkan informasi dari satu pihak ke pihak lain. Seperti yang dituliskan Sutedi (2008:2) dalam bukunya bahwa bahasa berfungsi sebagai media

Upload: lecong

Post on 26-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

JAPANOLOGY, VOL 1 NO 2, MARET 2013 : 1 - 15

1

ANALISIS TINDAK TUTUR TIDAK LANGSUNG LITERAL DALAM

FILM DEATHNOTE MOVIE: THE FIRST NAME KARYA SHUSUKE

KANEKO

Novita Candra Dewi

Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, Dharmawangsa

Dalam Selatan 60286

E-mail :[email protected]

ABSTRAK

Jepang dikenal sebagai negara yang mempunyai banyak budaya. Salah satu diantaranya

adalah cara berbicara masyarakat Jepang. Masyarakat Jepang cenderung menghindari berbicara

secara gamblang dan jelas. Mereka lebih memilih untuk menyamarkan maksud perkataannya. Hal

ini sering membingungkan orang asing yang tidak terlalu mengenal budaya Jepang. Maka dari itu

di penelitian ini tindak tutur masyarakat Jepang akan dianalisis dengan data penelitian yang

diambil dari dialog film Deathnote Movie: The First Name karya Shusuke Kaneko. Teori yang

akan digunakan adalah teori tindak tutur oleh Parker yang difokuskan pada tindak tutur tidak

langsung literal. Teori ini digunakan untuk menganalisis makna tuturan yang diucapkan

masyarakat Jepang dan implikatur yang terkandung di dalamnya. Jenis tindak tutur tidak langsung

literal yang terdapat dalam Deathnote Movie: The First Name antara lain deklaratif digunakan

sebagai imperatif dan interogatif, dan interogatif digunakan sebagai deklaratif dan imperatif.

Kata Kunci : Tuturan, implikatur, tindak tutut literal, tindak tutur tidak langsung

ABSTRACT

Japan is known for having a lot of culture. One of this culture is the way Japanese people

speak. Japanese people tend to avoid the straightforward way of speaking. They tend to make it

vogue. This kind of culture often makes a foreigner that doesn’t familiar with this culture confuse.

And so, in this research, which sample data taken from Shusuke Kaneko’s Deathnote Movie : The

First Name, the way of Japanese people speak will be analyzed with Parker’s speech act theory,

that will be concerned in literal and indirect speech act, and sociopragmatics theory. Those theory

will be used to decribe what the real meaning of those utterances that japanese people say and

what the implicature of those utterances. As the result, there’s some declarative sentences used as

interogative and imperative, and some interogative sentences used as declarative and imperative.

Key Words : Utterance, implicature, literal speech act, indirect speech act.

1. Pendahuluan

Komunikasi merupakan

elemen penting dalam kehidupan

manusia. Dalam prakteknya

komunikasi menggunakan bahasa

sebagai alat untuk mengirimkan

informasi dari satu pihak ke pihak

lain. Seperti yang dituliskan Sutedi

(2008:2) dalam bukunya bahwa

bahasa berfungsi sebagai media

JAPANOLOGY, VOL 1 NO 2, MARET 2013 : 1 - 15

2

untuk menyampaikan ide, pikiran,

hasrat dan keinginan seseorang.

Tujuan dari komunikasi ini

bisa tercapai apabila masing-masing

pihak dapat menangkap makna yang

ingin disampaikan. Djajasudarma

(2009:7) menuliskan dalam bukunya

bahwa makna sebagai penghubung

bahasa dengan dunia luar sesuai

dengan kesepakatan para

pemakainya sehingga dapat saling

mengerti. Kita dituntut untuk dapat

menyusun sebuah kalimat sesuai

dengan kaidah tata bahasa yang

dianut oleh sebuah bahasa, supaya

mampu mengirim dan menerima

informasi dengan baik. Makna dalam

kaidah bahasa ini dibahas dalam ilmu

semantik, namun terkadang

pemahaman secara gramatikal dan

leksikal saja belum cukup untuk

menangkap makna dalam

komunikasi karena komunikasi

mempunyai unsur ekstrinsik, yaitu

unsur diluar kebahasaan yang juga

berpengaruh pada pemaknaan sebuah

bahasa. Unsur ekstrinsik ini adalah

konteks, motif dan tujuan seseorang

menggunakan suatu gaya bahasa.

Hal-hal yang tidak tercantum dalam

aturan gramatikal, seperti siapa

lawan bicara, dimana ia berbicara,

kapan ia berbicara, sangat

mempengaruhi penggunaan gaya

bahasa seseorang. Hal-hal yang tidak

bisa dicakup oleh aturan-aturan

gramatikal ini kemudian dikaji oleh

cabang ilmu linguistik yang lain

yaitu pragmatik. Seperti yang

disebutkan Parker dalam Wijana dan

Rohmadi (2010:4) bahwa pragmatik

berbeda dari tata bahasa yang

mempelajari bahasa dari struktur

internalnya. Pragmatik adalah kajian

tentang bagaimana bahasa itu

digunakan dalam komunikasi.

Sutedi (2008:6) menyebutkan,

pragmatik adalah ilmu yang

mengkaji makna bahasa

dihubungkan dengan situasi dan

kondisi pada saat bahasa tersebut

digunakan. Dalam berbahasa kita

mengenal kalimat berita, kalimat

perintah dan kalimat tanya. Ada

kalanya kalimat-kalimat ini

digunakan sesuai fungsinya, tetapi

ada kalanya penggunaannya

menyimpang dikarenakan ada motif-

motif tertentu yang dimiliki oleh

pengguna bahasa. Fenomena ini

dikaji dalam ranah pragmatik tindak

tutur. Wijana dan Rohmadi

JAPANOLOGY, VOL 1 NO 2, MARET 2013 : 1 - 15

3

(2010:35) mengklasifikasikan tindak

tutur ini menjadi delapan jenis yaitu,

tindak tutur langsung, tindak tutur

tidak langsung, tindak tutur literal,

tindak tutur tidak literal, tindak tutur

langsung literal, tindak tutur tidak

langsung literal, tindak tutur

langsung tidak literal, tidak tutur

tidak langsung tidak literal.

Penelitian ini akan menyorot

tentang tindak tutur tidak langsung

literal, yaitu tindak tutur yang

penggunaan kalimatnya tidak sesuai

fungsinya tetapi mempunyai makna

yang sebenarnya. Misalnya saat

seorang suami yang sedang mandi

bertanya pada istrinya “dimana

handuknya?” dan istri menjawab

“sebentar saya ambilkan” (Wijana

dan Rohmadi, 2010:33). Pertanyaan

dan jawaban itu sepertinya tidak

berhubungan, tetapi sebenarnya sang

suami menggunakan tindak tutur

tidak langsung literal dimana dia

memerintah istrinya dengan

menggunakan kalimat tanya

Setelah mempelajari tentang

teori ini, penulis berminat untuk

mencoba mengaplikasikannya dalam

sebuah penelitian yang menjadikan

orang Jepang sebagai objeknya.

Masyarakat Jepang dikenal

cenderung tidak mengutarakan

pikirannya secara jelas dan gamblang.

Mereka memilih menggunakan

bahasa yang berputar-putar untuk

mengungkapkan maksud mereka.

Maka diasumsikan bahwa

masyarakat Jepang mempunyai motif

tersendiri dalam penggunaan pola

bahasa ini. Untuk menemukan pola

tindak tutur orang Jepang diperlukan

sebuah miniatur budaya yang

merefleksikan pola berbahasa orang

Jepang. Film bisa dikatakan sebagai

salah satu miniatur kebudayaan. Film

yang bagus umumnya akan

merefleksikan sebaik mungkin

gambaran suatu keadaan.

Kebudayaan masyarakat yang

digambarkan akan tercermin dengan

jelas, termasuk pola penggunaan

bahasa mereka.

Deathnote ( デスノート )

adalah sebuah film trilogi karya

Shusuke Kaneko yang diangkat dari

komik berseri dengan judul yang

sama karya Tsugumi Ohba dan

diilustrasikan oleh Takeshi Obata.

Baik film ataupun versi animenya

populer dikalangan

JAPANOLOGY, VOL 1 NO 2, MARET 2013 : 1 - 15

4

internasional.Bukti bahwa Deathnote

diapresiasi secara internasional

adalah film ini memenangkan

beberapa penghargaan Internasional

seperti Brussels International

Festival of Fantasy Film sebagai film

terbaik, Hongkong Film Award

sebagai film Asia terbaik, Mainichi

Film Concours sebagai film paling

populer dan lain-lain.

Film ini bercerita tentang

seorang pemuda yang secara tidak

sengaja menemukan Deathnote,

yaitu buku dari Shinigami (dewa

kematian).Buku itu mempunyai

keistimewaan, yaitu bisa membunuh

orang yang namanya ditulis disitu,

bahkan pemilik Deathnote bisa

mengatur sebab dan waktu kematian

orang yang ditulis namanya. Setting

film ini menampilkan kehidupan

sehari-hari para tokohnya, sehingga

pola berbahasa masyarakat Jepang

akan semakin tergambar dengan jelas.

Film Deathnote ini sangat

terkenal dan sudah diterjemahkan ke

dalam berbagai bahasa, namun

belum tentu implikatur-implikatur

yang terkandung dalam dialog asli

film ini dapat tersampaikan pada

penonton. Untuk itu dialog film ini

akan dianalisis dengan harapan

penelitian ini akan memberi

tambahan pengetahuan tentang

tindak tutur orang Jepang.

Metode Penelitian

Penelitian tentang tindak

tutur tidak langsung literal dalam

film Deathnote ini menggunakan

metode penelitian kualitatif yang

bersifat deskriptif analisis. Metode

pengumpulan data yang dipakai

dalam penelitian ini adalah metode

studi pustaka serta teknik simak dan

catat. Teori-teori yang relevan

dengan penelitian ini dikumpulkan

dan dikaji. Hal ini bertujuan agar

penelitian ini mempunyai landasan

teori yang kuat dan bisa diterima

dengan logis oleh pembaca

nantinya.Teknik lain yang dipakai

adalah teknik simak dan catat, yaitu

dialog-dialog dalam デスノート前

編 (Deathnote Movie: The First

Name) disimak dengan seksama dan

kemudian ditranskripsikan, lalu

diterjemahkan.Setelah itu dialog

dianalisis dengan teori pragmatik

tindak tutur Parker yang dibantu

dengan teori partikel dalam bahasa

Jepang dan teori implikatur

kemudian diklasifikasikan.

JAPANOLOGY, VOL 1 NO 2, MARET 2013 : 1 - 15

5

Penelitian ini menggunakan

teori tindak tutur sebagai teori inti

untuk menganalisis dialog-dialog

dalam film デ ス ノ ー ト 前 編

(Deathnote The Movie: The First

Name). Teori implikatur dan teori

tentang partikel dalam bahasa Jepang

digunakan sebagai teori pendukung

dalam pengklasifikasian tindak tutur.

Secara umum dikenal tiga

jenis kalimat dasar yaitu kalimat

berita (deklaratif), kalimat tanya

(interogatif), dan kalimat perintah

(interogatif). Kalimat deklaratif

digunakan untuk menyatakan sesuatu

atau untuk menyampaikan sebuah

informasi.Kalimat interogatif

digunakan menanyakan sesuatu,

sedangkan kalimat imperatif

digunakan untuk menyatakan

perintah atau permohonan.

Kalimat-kalimat tersebut

seharusnya digunakan sesuai dengan

fungsi aslinya, namun ada kalanya

penggunaan kalimat-kalimat tersebut

tidak sesuai fungsinya. Penggunaan

kalimat yang tidak sesuai fungsinya

ini disebabkan oleh motif tertentu,

misalnya untuk menyopankan sebuah

perintah maka digunakanlah kalimat

tanya. Penggunaan kalimat yang

tidak sesuai fungsinya ini oleh Parker

disebut tindak tutur tidak langsung,

dan sebaliknya penggunaan kalimat

yang sesuai fungsinya disebut tindak

tutur langsung.

Rahardi (2009:18)

berpendapat tindak tutur langsung

adalah tindak tutur yang dinyatakan

sesuai dengan modus

kalimatnya.Jadi, tindak tutur

langsung ini merefleksikan fungsi

konvensional dari sebuah

kalimat.Parker (2009:17)

menyebutkan “an illocutionary act is

issued indirectly when the syntatic

form of the utterance does not match

the illocutionary force of the

utterance”. Dalam pernyataan

tersebut Parker menyebutkan bahwa

suatu tindak tutur dikatakan tidak

langung saat tekanan ilokusi suatu

tuturan tidak sesuai dengan bentuk

sintatiknya. Rahardi (2009:19)

menambahkan tindak tutur tidak

langung itu harus dimaknai dengan

sesuatu yang tersirat atau yang

terimplikasi di dalamnya.

Tindak tutur literal adalah

tindak tutur yang maksudnya sama

persis dengan makna kata-kata yang

menyusunnya, sedangkan tindak

JAPANOLOGY, VOL 1 NO 2, MARET 2013 : 1 - 15

6

tutur tidak literal adalah tindak tutur

yang makudnya tidak sama atau

bahkan berlawanan dengan makna

kata-kata yang menyusunnya

(Rahardi, 2009:20). Parker (2009:22)

menyatakan “a locutionary act can

be either literal or nonliteral,

depending upon whether the speaker

actually means what is said or not.”,

yaitu bahwa tuturan itu dapat berupa

literal atau tidak literal tergantung

pada apakah maksud penutur sama

dengan makna tuturan yang

disampaikan atau tidak.

Tindak tutur langsung literal

adalah tindak tutur yang diutarakan

dengan modus tuturan dan makna

yang sama dengan maksud

pengutaraannya (Wijana dan

Rohmadi, 2010:32). Maksudnya

adalah kalimat deklaratif, interogatif

dan kalimat imperatif digunakan

sesuai fungsinya masing-masing dan

maksud pengutaraannya sesuai

dengan makna yang dikandung kata-

kata yang menyusunnya.

Wijana dan Rohmadi

(2010:34) menyebutkan tindak tutur

langsung tidak literal adalah tindak

tutur yang diutarakan dengan modus

kalimat yang sesuai dengan maksud

tuturan, tetapi kata-kata yang

menyusunnya tidak memiliki makna

yang sama dengan maksud

penuturnya. Dalam tindak tutur jenis

ini penutur menggunakan kalimat

deklaratif, interogatif dan kalimat

imperatif sesuai dengan fungsi

masing-masing, hanya saja maksud

pengutaraannya tidak sesuai dengan

makna kata-kata yang menyusunnya.

Tindak tutur tidak langsung

literal adalah tindak tutur yang

diungkapkan dengan modus kalimat

yang tidak sesuai dengan maksud

pengutaraannya, tetapi makna kata-

kata yang menyusunnya sesuai

dengan apa yang dimaksudkan

penutur (Wijana dan

Rohmadi,2010:32). Dalam tindak

tutur jenis ini, penutur tidak

menggunakan kalimat deklaratif,

interogatif dan imperatif sesuai

dengan fungsinya, tetapi makna kata-

kata yang menyusun tuturan yang

diucapkan sesuai dengan maksud

penuturannya

Tindak tutur tidak langsung

tidak literal adalah tindak tutur yang

diutarakan dengan modus kalimat

dan makna kalimat yang tidak sesuai

dengan maksud yang hendak

JAPANOLOGY, VOL 1 NO 2, MARET 2013 : 1 - 15

7

diutarakan (Wijana dan Rohmadi,

2010:35). Dalam jenis tindak tutur

ini, penutur tidak menggunakan

kalimat deklaratif, interogatif dan

imperatif sesuai fungsi aslinya,

terlebih lagi maksud pengutaraannya

dan makna kata-kata yang

menyusunnya tidak sesuai.

Implikatur berasal dari

bahasa Latin implicare yang

mempunyai arti “melipat”. Maka

implikatur dapat diartikan sebagai

sesuatu yang terlipat (Nadar,

2009:60). Yule (2006:61)

menambahkan saat penutur

mengirimkan sebuah informasi

kepada lawan tutur, maka informasi

itu tentunya memiliki makna lebih

banyak dari makna kata-kata yang

disampaikan. Makna tambahan yang

disampaikan penutur ini disebut

implikatur. Dari dua definisi di atas,

dapat disimpulkan secara lebih

sederhana bahwa implikatur adalah

makna tersembunyi yang ingin

disampaikan oleh penutur namun

makna itu tidak tercantum dalam

tuturan yang diucapkannya.

Wijana dan Rohmadi

(2010:38) menyebutkan bahwa tidak

ada keterikatan antara tuturan yang

diucapkan oleh penutur dengan

implikatur yang mengikutinya. Maka

dari itu diperkirakan sebuah tuturan

dapat menumbulkan implikatur yang

tidak terbatas jumlahnya.

Penggunaan kata “mungkin” dalam

penafsiran implikatur sebuah tuturan

tidak dapat dihindari karena

banyaknya kemungkinan implikasi

yang bisa ditimbulkan (Wijana dan

Rohmadi, 2010:38-39).

Dalam proses analisis data,

ditemukan beberapa partikel yang

digunakan dalam dialog Deathnote

Movie: The First Name yang

berperan penting dalam proses

analisis. Setsuzoku Joushi adalah

partikel yang berfungsi untuk

menghubungkan antara frase dengan

frase dan kalimat dengan kalimat.

Partikel yang termasuk partikel

penghubung antara lain ば、と、て

も(でも)、けれども(けれど)、

けども(けど)、が、のに、ので、

から、し、て(で)、ながら、た

り(だり)、かたがた、がてら、

ものの、ところ、ところが、とこ

ろで、とか、や. Diantara berbagai

macam partikel ini, partikel yang

muncul dalam data tindak tutur tidak

JAPANOLOGY, VOL 1 NO 2, MARET 2013 : 1 - 15

8

langsung literal di film Deathnote

Movie: The First Name adalah

partikel が

Shuujoushi adalah partikel

yang terletak di akhir kalimat.

Shuujoushi umumnya digunakan

untuk kalimat ajakan, menunjukkan

perasaan, hasrat, keinginan, gagasan

dan perhatian penutur, serta untuk

menyapa lawan bicara. Pertikel yang

tergolong dalam Shuujoushi ini

adalah か、な、なあ、ぞ、ぜ、と

も、わ、ね(ねえ)、よ、さ、の、

かしら、こと、け. Namun partikel

yang muncul dalam data penelitian

ini hanyaか、な、わ、ね(ねえ)、

よ danの.

Hasil dan Pembahasan

Penulis akan menampilkan

analisis tindak tutur dalam dialog

dari film Deathnote Movie: The First

Name yang membahas tentang

perubahan fungsi kalimat yang

terdapat dalam tindak tutur tersebut

dan implikatur yang ada di dalamnya.

Dialog 1

日比沢:女 ぶっ殺すぞ

警察官:逃げられんぞ

(デスノート /Deathnote Movie:

The First Name, menit 00:02:23 -

00:02:24)

Hibisawa : Wanita ini akan

kubunuh

Polisi : Kau sudah tidak

bisa kabur

Situasi:

Dialog di atas terjadi dalam

situasi dimana sang penjahat,

Hibisawa, kesal karena polisi terus

mengejarnya dan dia hampir

tertangkap. Akhirnya Hibisawa

menyandera seorang wanita yang

sedang lewat dan mengancam para

polisi bahwa dia akan membunuh

wanita itu. Polisi yang melihat

Hibisawa menyandera seorang

wanita memerintahkan dia untuk

melepaskan sanderannya. Lalu tiba-

tiba Hibisawa tampak kesakitan

lalu terjatuh dan meninggal.

Analisis :

Dalam dialog tersebut, baik

polisi maupun Hibisawa sama-sama

menggunakan tindak tutur tidak

langsung literal. Saat Hibisawa

mengatakan 「女 ぶっ殺すぞ」

terdapat implikatur Hibisawa

JAPANOLOGY, VOL 1 NO 2, MARET 2013 : 1 - 15

9

memerintahkan para polisi untuk

berhenti mengejarnya.

Dilihat dari bentuk kalimat

yang digunakan, Hibisawa

menggunakan akhiran ぞ yang

mempunyai fungsi untuk

menunjukkan hasrat atau keinginan

(Tanaka, 1990:65) dalam kalimat

tersebut tidak muncul penanda

kalimat tanya ataupun perintah,

berarti kalimat tersebut tergolong

dalam kalimat pernyataan. Namun

bila dilihat dari situasi dimana

Hibisawa sudah terdesak oleh

kejaran para polisi, maka pernyataan

Hibisawa tersebut bukan hanya

berfungsi untuk menginformasikan

keinginannya bahwa wanita yang

disanderanya akan dia bunuh,

melainkan juga mengandung maksud

agar para polisi berhenti

mengejarnya. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa dalam dialog

ini kalimat deklaratif digunakan

untuk untuk menyatakan perintah.

Saat polisi bertutur 「逃げら

れ ん ぞ 」 terkandung implikatur

memerintahkan Hibisawa untuk

melepaskan wanita yang

disanderanya. Dilihat dari struktur

kalimatnya polisi juga menggunakan

akhiran ぞ yang bisa digunakan

untuk menyatakan gagasan (Tanaka,

1990:65). Gagasan seperti pada

umumnya dinyatakan dengan

menggunakan kalimat pernyataan.

Dalam tuturan yang diucapkan polisi

itu tidak terdapat penanda kalimat

tanya ataupun kalimat perintah.

Namun bila dilihat dari situasinya,

polisi mengeluarkan tuturan

tersebut saat Hibisawa

menyandera seorang wanita dan

mengancam akan membunuh wanita

tersebut. Para polisi yang harus

berhati-hati karena tidak mau

membahayakan nyawa wanita yang

disandera oleh Hibisawa

akhirnya menuturkan kalimat

pernyataan di atas yang bukan

hanya berfungsi untuk

menginformasikan Hibisawa

bahwa dia sudah terkepung dan

tidak bisa kabur lagi, melainkan

mengandung makna lain yaitu

memerintahkan Hibisawa untuk

melepaskan wanita yang telah

disanderanya. Karena meskipun

Hibisawa melukai wanita

tersebut, para polisi tidak akan

sulit untuk menangkap

Hibisawa karena posisinya

JAPANOLOGY, VOL 1 NO 2, MARET 2013 : 1 - 15

10

sekarang sudah terkepung. Jadi

dalam dialog ini kalimat deklaratif

digunakan untuk menyatakan

perintah.

Dialog 2

宇生田 :分かった。部長、

確認が取れましたテ

レビに映っていた偽

のLは本当に死んだ

そうです

同僚 :こんなあっさりキ

ラの手がかり見つけ

るなんて、さすがL

ですね

総一郎 :捜査のためなら死

刑囚の命を犠牲にし

てもいいのか。それ

じゃ、キラのやって

ることと何なん

ら変わり

ない

(デスノート/Deathnote Movie:

The First Name, menit 00:34:58 -

00:35:17)

Ukita : Saya mengerti. Pak kepala

bagian, sudah

dipastikan bahwa L

palsu yang muncul

di televisi benar-

benar meninggal.

Mogi : Secepat ini menemukan

petunjuk. Tidak heran, dia adalah L.

Souichirou : Apakah

mengorbankan

nyawa terdakwa

mati demi

penyelidikan adalah

hal yang bagus?

meskipun begitu

tidak merubah apa

yang sudah

dilakukan Kira.

Situasi :

Dialog diatas terjadi dalam

situasi dimana Souichirou yang

mendapatkan tugas untuk memimpin

penyelidikan Kira mendapat laporan

bahwa terdakwa hukuman mati yang

digunakan L untuk menjebak Kira

benar-benar telah meninggal. Hal ini

mendukung kuat dugaan bahwa Kira

bisa membunuh orang tanpa harus

menyentuh orang itu. Bawahan

Souichirou, Mogi yang merasa

kagum pada kehebatan L memujinya

karena bisa mendapatkan petunjuk

secepat itu. Souichirou sendiri

merasa kurang senang dengan cara

JAPANOLOGY, VOL 1 NO 2, MARET 2013 : 1 - 15

11

yang digunakan L. Karena dia

dengan mudahnya menggunakan

nyawa orang lain hanya untuk

kepentingan penyelidikan. Mogi

yang mendapat teguran dari

atasannya lalu terdiam dan terlihat

merasa bersalah.

Analisis :

Dalam dialog di atas,

Souichirou mengungkapkan

ketidaksetujuannya terhadap cara

yang digunakan Kira dengan

mengatakan「捜査のためなら死刑

囚の命を犠牲にしてもいいのか」.

Tuturan tersebut diakhiri dengan

bentuk してもいいのか dimana

partikelの dan か berfungsi sebagai

penanda kalimat tanya (Toshiko

Tanaka, Nihongo no Bunpou,

1990:65-66). Tepat setelah Mogi

memuji L, Souichirou langsung

mempertanyakan apakah tindakan L

itu pantas dipuji. Dalam

pertanyaannya Souichirou

mengungkapkan pendapatnya yang

melihat dari sudut pandang yang

berbeda, yaitu penggunaan nyawa

manusia untuk kepentingan

penyelidikan. Melihat dari sisi

kemanusiaan, Souichirou tidak bisa

membenarkan perbuatan L. Di sini

dapat dilihat pendapat yang

seharusnya diwujudkan dalam

kalimat deklaratif, diwujudkan dalam

bentuk kalimat interogatif oleh

Souichirou. Maka dari itu dapat

dikatakan bahwa dalam dialog ini

kalimat interogatif dapat digunakan

untuk menyatakan sesuatu.

Dialog 3

夜神粧裕:ねえ、お父さん聞いて

聞いて、お兄ちゃんね詩織さんと

夜神月:何言ってんだよ

(デスノート/Deathnote Movie:

The First Name, menit 00:40:07 -

00:40:09)

Yagami Sayu : Ayah dengar,

dengar, kakak dan Shiori..

Yagami Raito : Kamu bicara apa?

Situasi :

Dialog di atas terjadi dalam

situasi dimana keluarga Yagami

sedang makan malam dan lalu tiba-

tiba Yagami Souichirou, sang ayah

datang setelah berhari-hari tidak

pulang ke rumah karena tugas dari

kepolisian. Sayu dan Raito yang

melihat ayahnya pulang langsung

JAPANOLOGY, VOL 1 NO 2, MARET 2013 : 1 - 15

12

berlari untuk menyambut

ayahnya.Kemudian Sayu secara tiba-

tiba bermaksud menceritakan pada

ayahnya tentang perkembangan

hubungan kakaknya, Yagami Raito

dengan kekasihnya, Akino Shiori.

Raito yang mendengar perkataan

Sayu dengan panik memotong

pembicaraan Sayu dan

mencegahnya untuk bercerita tentang

hal itu kepada ayahnya.

Analisis :

Saat Sayu mulai berbicara

Raito langsung memotongnya

dengan kalimat 「何言ってんだよ」

yang di dalamnya terdapat kata tanya

何 yang mempunyai arti “apa”. Bila

diihat dari situasinya, dimana Raito

sudah jelas tau bahwa topik yang

akan dibicarakan Sayu adalah

tentang dia dan kekasihnya, maka

pertanyaan Raito itu sudah pasti

mempunyai implikatur lain. Raito

yang selama ini mencerminkan sikap

anak yang patuh dan kehidupannya

dipenuhi dengan belajar, tidak ingin

kehidupan percintaannya diceritakan

kepada ayahnya yang menaruh

harapan besar padanya. Karena itu

saat bertanya “kamu bicara apa?”

Raito mempunyai motif untuk

memerintahkan Sayu berhenti

berbicara.Di sini terlihatkalimat

interogatif digunakan untuk memberi

perintah yang merupakan fungsi

kalimat imperatif.

2. Kesimpulan

1. Dalam dialog film デスノート

(Deathnote The Movie: The First

Name) ini terdapat tindak tutur

tidak langsung literal berupa

kalimat deklaratif yang digunakan

untuk memerintah. Kalimat

deklaratif pada dasarnya

digunakan untuk menyampaikan

sebuah informasi atau

menyatakan sesuatu dari penutur

ke lawan tutur, namun dalam

kasus ini kalimat deklaratif

digunakan penutur untuk

membuat lawan tutur melakukan

sesuatu. Meskipun makna kata

yang menyusun kalimatnya sama

dengan maksud penuturannya,

namun fungsi dasar kalimat tidak

digunakan sebagaimana mestinya.

Dalam film ini jenis penggunaan

seperti ini banyak dipakai saat

penutur ingin mempengaruhi

lawan tuturnya. Jenis penggunaan

ini ditemukan sebanyak tujuh

dialog.

JAPANOLOGY, VOL 1 NO 2, MARET 2013 : 1 - 15

13

2. Jenis perubahan fungsi kedua

adalah penggunaan kalimat

deklaratif untuk menanyakan

sesuatu. Kalimat deklaratif yang

seharusnya digunakan untuk

menyampaikan sebuah informasi

digunakan untuk menanyakan

sesuatu. Pola ini digunakan untuk

mendesak lawan tutur. Kalimat

deklaratif yang berfungsi sama

seperti kalimat interogatif ini

ditemukan sebanyak satu dialog.

3. Jenis perubahan ketiga adalah

penggunaan kalimat interogatif

untuk meyatakan sesuatu. Kalimat

interogatif yang fungsi dasarnya

adalah untuk menanyakan sesuatu

kepada lawan tutur, dalam kasus

ini digunakan untuk

menginformasikan sesuatu kepada

lawan tutur. Pola ini banyak

digunakan untuk menyatakan

pendapat. Tuturan jenis ini

ditemukan sebanyak 18 dialog.

4. Jenis penggunaan lain yang

muncul adalah penggunaan

kalimat interogatif untuk

memerintah. Kalimat interogatif

yang seharusnya digunakan untuk

menanyakan sesuatu pada lawan

tuturnya, di sini digunakan untuk

membuat lawan tuturnya

melakukan sesuatu. Pola ini

digunakan untuk menyopankan

perintah. Dialog dengan jenis

penggunaan seperti ini ditemukan

sebanyak tiga dialog.

5. Dari keempat jenis perubahan

fungsi yang muncul, perubahan

yang paling sering digunakan

adalah perubahan fungsi kalimat

interogatif menjadi fungsi kalimat

deklaratif. Jenis perubahan ini

paling banyak digunakan saat

tokoh menyampaikan

pendapatnya kepada lawan tutur.

14

Daftar Pustaka

Buku

Djajasudarma, Fatimah. 2010.

Wacana, Pemahaman dan Hubungan

Antarunsur.

Bandung: Refika Aditama

Leech, Geoffrey (1993).Prinsip-

Prinsip Pragmatik. Edisi

Pertama. Universitas Indonesia

Press

Nadar, F.X. 2009. Pragmatik dan

Penelitian Pragmatik.

Yogjakarta : Penerbit Graha

Ilmu

Parker, Frank. 2009. Lingustics for

Non-linguistics. New York :

Academic Press.

Rahardi, Kunjana. 2009.

Sosiopragmatik. Jakarta: Penerbit

Erlangga.

Sutedi, Dedi. 2008. Dasar-Dasar

Linguistik Bahasa Jepang. Bandung:

Humaniora.

Tanaka, Toshiko. 1990. Nihongo no

Bunpou. Tokyo : Kindaibunsha.

Tomomatsu, Etsuko dkk. 1996.

Donna Toki Dou Tsukau. Japan :

Aruku.

Wijana, I Dewa Putu dan

Muhammad Rohmadi. 2010. Analisis

Wacana

Pragmatik, kajian Teori dan

Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka.

Yule, George. 2006. Pragmatik,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Skripsi

Yanagisawa, Michiru (2009),

Daigakusei no Kansetsu Hatsuwa

Koui Bamen no Rikai to Social Skill

ga Gakkou Tekioukan ni Oyobasu

Eikyou dari Universitas Mejiro

Sendilatta, Ekky Cintyaresi (2011),

Analisis Tindak Tutur dalam Film

Garuda di Dadaku Karya Ifa

Ifansyah dari Universitas

Muhammadiyah Malang.

Kamus

Matsuura, Kenji (2005) “Kamus

Jepang-Indonesia”, Gramedia

Pustaka Utama

Website

Fujibayashi Masako, Hatsuwa Koui

no Goyouronteki Kenkyuu,

www.ci.nii.ac.jp, diakses pada 20

Januari 2013

15

Yanagisawa, Michiru, Daigakusei no

Kansetsu Hatsuwa Koui Bamen no

Rikai to Social Skill ga Gakkou

Tekioukan ni Oyobasu Eikyou dari

Universitas Mejiro,

www.mejiro.ac.jp, diakses pada 20

Januari 2013