bab ii kajian pustaka novel sebagai karya sastraeprints.umm.ac.id/38819/3/bab ii.pdf · (intrinsik)...

24
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Novel sebagai Karya Sastra Karya sastra muncul sebagai bentuk refleksi dari kehidupan masyarakat dan kejadian-kejadian atau fenomena yang terjadi di alam semesta ini. Sastra sebagai bentuk refleksi kehidupan tentunya mengandung nilai-nilai. Sugiarti (2009:165) menyatakan bahwa tata nilai kehidupan manusia dan perubahan sosial yang menyertai tidak dapat dilepaskan dari sastra. Penciptaan karya sastra yang merupakan wujud nyata dari imajinasi kreatif seorang pengarang sangat berkaitan dengan lingkungan yang mengitarinya. Oleh sebab itu, pengarang tidak hanya menyampaikan ide atau gagasannya ketika proses penciptaan karya sastra, tetapi juga nilai-nilai yang diperoleh dari lingkungan tersebut. Karya sastra yang memuat nilai-nilai kehidupan salah satunya adalah novel. Novel merupakan salah satu wujud dari karya sastra yang mencerminkan berbagai persoalan kehidupan yang di dalamnya terdapat proses penciptaan yang sudah dimasuki oleh kreativitas pengarang. Kata “novelberasal dari bahasa Itali yakni novella (yang dalam bahasa Jerman: novelle). Novella apabila diartikan secara harfiah yakni ‘sebuah barang baru yang kecil’, dan kemudian diartikan sebagai ‘cerita pendek dalam bentuk prosa’ (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995:9). Novel merupakan karya fiksi yang mengungkapkan fenomena atau kejadian yang berhubungan dengan aspek-aspek kemanusiaan yang dibahas secara

Upload: others

Post on 30-Oct-2019

19 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA Novel sebagai Karya Sastraeprints.umm.ac.id/38819/3/BAB II.pdf · (intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik). 2.1.1 Unsur-unsur Pembangun Novel Novel mempunyai

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Novel sebagai Karya Sastra

Karya sastra muncul sebagai bentuk refleksi dari kehidupan masyarakat

dan kejadian-kejadian atau fenomena yang terjadi di alam semesta ini. Sastra

sebagai bentuk refleksi kehidupan tentunya mengandung nilai-nilai. Sugiarti

(2009:165) menyatakan bahwa tata nilai kehidupan manusia dan perubahan sosial

yang menyertai tidak dapat dilepaskan dari sastra.

Penciptaan karya sastra yang merupakan wujud nyata dari imajinasi kreatif

seorang pengarang sangat berkaitan dengan lingkungan yang mengitarinya. Oleh

sebab itu, pengarang tidak hanya menyampaikan ide atau gagasannya ketika

proses penciptaan karya sastra, tetapi juga nilai-nilai yang diperoleh dari

lingkungan tersebut.

Karya sastra yang memuat nilai-nilai kehidupan salah satunya adalah

novel. Novel merupakan salah satu wujud dari karya sastra yang mencerminkan

berbagai persoalan kehidupan yang di dalamnya terdapat proses penciptaan yang

sudah dimasuki oleh kreativitas pengarang. Kata “novel” berasal dari bahasa Itali

yakni novella (yang dalam bahasa Jerman: novelle). Novella apabila diartikan

secara harfiah yakni ‘sebuah barang baru yang kecil’, dan kemudian diartikan

sebagai ‘cerita pendek dalam bentuk prosa’ (Abrams dalam Nurgiyantoro,

1995:9).

Novel merupakan karya fiksi yang mengungkapkan fenomena atau

kejadian yang berhubungan dengan aspek-aspek kemanusiaan yang dibahas secara

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA Novel sebagai Karya Sastraeprints.umm.ac.id/38819/3/BAB II.pdf · (intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik). 2.1.1 Unsur-unsur Pembangun Novel Novel mempunyai

10

lebih detail dan mendalam dengan penyajian yang halus. Novel yang ditulis oleh

seorang pengarang mempunyai tujuan yang tidak hanya sekadar menjadi karya

sastra hiburan, namun juga sebagai sebuah karya yang mengamati dan

mempelajari kehidupan dari berbagai sisi. Selain itu, novel juga memuat nilai-

nilai kehidupan yang diharapkan mampu memberi efek positif, serta mengarahkan

pembaca pada tujuan hidup yang lebih arif dan berbudi pekerti luhur.

Dalam penyajiannya novel akan mengupas sesuatu secara bebas dan

menyajikannya secara lebih rinci dan detail, serta lebih banyak melibatkan

pelbagai masalah yang lebih kompleks. Maka dari itu, terdapat unsur-unsur

pembangun yang mampu mendukung cerita novel tersebut. Unsur-unsur

pembangun novel tersebut dapat muncul dari dalam karya sastra itu sendiri

(intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik).

2.1.1 Unsur-unsur Pembangun Novel

Novel mempunyai unsur pembangun yang dapat mengkonstruk cerita di

dalam novel dan menjadi alasan mengapa karya sastra tersebut hadir sebagai

karya sastra. Unsur-unsur pembangun karya sastra tersebut salah satunya yaitu

unsur intrinsik atau unsur yang muncul dari dalam karya sastra. Adapun unsur

pembangun yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu tokoh dan penokohan, dan

setting/latar.

a) Tokoh dan Penokohan

Sebuah karya sastra tidaklah mungkin meninggalkan unsur yang satu ini,

karena unsur tokoh dan penokohan ini merupakan tulang punggung dari sebuah

cerita yang berdiri. Cerita tidak akan dapat berjalan tanpa adanya seorang pelaku

cerita, karena cerita tersebut pasti akan hampa dan kosong.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA Novel sebagai Karya Sastraeprints.umm.ac.id/38819/3/BAB II.pdf · (intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik). 2.1.1 Unsur-unsur Pembangun Novel Novel mempunyai

11

Tokoh adalah pelaku yang melakonkan sebuah cerita. Tokoh (character)

adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang

kemudian ditafsirkan mengandung kausalitas moral dan kecenderungan tertentu

seperti yang diekspresikan dalam ucapan maupun tindakan (Abrams dalam

Nurgiyantoro, 1995:165).

Di samping itu, Aminuddin (2015:79) juga mengemukakan bahwa tokoh

merupakan pelaku-pelaku. Sedangkan penokohan merupakan cara pengarang

dalam menampilkan atau melukiskan tokoh atau pelaku tersebut. Tidak hanya

berfungsi memainkan peran dalam cerita, tokoh-tokoh yang dihadirkan juga

berfungsi sebagai penyampai ide, plot, motif, dan tema (Sumardjo dalam Fananie,

2002:87).

Aspek penokohan merupakan imajinasi pengarang dalam merumuskan dan

membentuk suatu personalitas tertentu dalam ceritanya. Ada beberapa cara yang

dapat digunakan oleh penulis dalam mengembangkan penokohan, seperti

monolog, dialog antartokoh, tindakan atau perilaku tokoh, deskripsi, dan simbol-

simbol. Selain itu, cara sederhana untuk menggambarkan perwatakan seorang

tokoh yaitu dengan memberikan sebuah nama. Setiap penamaan yang diberikan

merupakan semacam menghidupkan, menjiwai, dan mengindividualisasikan tokoh

tersebut.

Setiap tokoh yang dihadirkan oleh pengarang tentu memiliki karakteristik

yang telah dibentuk sedemikian rupa. Di samping itu, pembentukan perwatakan

tokoh juga dapat dipengaruhi oleh latar, salah satunya yaitu latar sosial budaya.

Hal tersebut dikarenakan setiap tempat mempunyai ciri khas tertentu yang

berbeda dengan tempat lain.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA Novel sebagai Karya Sastraeprints.umm.ac.id/38819/3/BAB II.pdf · (intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik). 2.1.1 Unsur-unsur Pembangun Novel Novel mempunyai

12

b) Latar atau Setting

Latar atau setting merupakan tumpuan yang memberikan kesan realitas

tentang suatu cerita kepada pembaca. Latar juga merupakan penunjang bagi para

pembaca untuk memunculkan imajinasi-imajinasi liar. Aminudin (2015:67)

mengungkapkan bahwa sifat fisikal latar berfungsi untuk menciptakan kelogisan

dalam cerita, sedangkan sifat psikologis mampu menggerakkan emosi atau

kejiwaan pembacanya melalui suasana-suasana yang diciptakan.

Pada umumnya terdapat tiga macam latar yaitu latar waktu, tempat, dan

sosial. Ketiganya sama-sama memberikan persoalan yang berbeda dalam suatu

cerita. Fungsi latar dalam sebuah karya sastra tidak terlepas dari permasalahan-

permasalahan lainnya, seperti tokoh, bahasa, tema, atau persoalan-persoalan yang

muncul yang semuanya saling memiliki keterkaitan satu sama lain (Fananie,

2002:98).

Selain fungsi latar yang dikemukakan oleh Fananie di atas, Montague dan

Henshaw (dalam Sukada, 2013:70) berpendapat tentang fungsi latar yang dibagi

dalam tiga ciri. Pertama, latar dapat menempatkan suatu karakter. Kedua, latar

dapat merupakan faktor yang menentukan tema, apabila fungsinya lebih dari

sebagai latar belakang, tetapi kurang dari karakter. Ketiga, latar juga dapat sebagai

penghubung tema. Akan tetapi, secara keseluruhan latar berfungsi untuk

menyempurnakan isi cerita dan menciptakan suasana yang diharapkan mampu

memunculkan kualitas keterangan dan efek cerita (Brook & Warren, dan Potter

dalam Sukada, 2013:71).

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa latar dapat menciptakan

kelogisan dalam suatu cerita. Latar berfungsi untuk menyempurnakan cerita yang

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA Novel sebagai Karya Sastraeprints.umm.ac.id/38819/3/BAB II.pdf · (intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik). 2.1.1 Unsur-unsur Pembangun Novel Novel mempunyai

13

ditulis oleh pengarang. Selain itu, latar juga dapat memberikan dan membangun

suasana (atmosfir) yang diyakini mampu menghasilkan keterangan dan efek cerita

yang diharapkan.

Dalam menciptakan sebuah latar yang dapat mendukung cerita yang

sedang dibangun, pengarang juga dipengaruhi oleh lingkungan yang

mengitarinya. Tidak jarang pengarang terinspirasi untuk mentransformasikan

lingkungan sekitar ke dalam karya sastra yang ditulisnya. Lingkungan sosial dan

berbagai persoalannya, dan juga lingkungan alam beserta fenomena yang terjadi

di dalamnya. Lingkungan alam telah menjadi bagian dan sumber inspirasi bagi

dunia sastra.

2.2 Ekologi Sastra

Seorang ahli biologi yang berasal dari Jerman bernama Ernst Haeckel

memperkenalkan istilah ekologi untuk pertama kalinya. Haeckel (dalam Zulkifli,

2014:1) mengemukakan bahwa ekologi merupakan cabang sains yang mengkaji

habitat serta interaksi antara benda hidup dengan alam sekitarnya. Secara spesifik,

Haeckel mendefinisikan ekologi sebagai ilmu tentang hubungan timbal balik

antara makhluk hidup dengan lingkungan biotik dan abiotik.

Ekologi berasal dari bahasa Yunani yaitu oikos berarti rumah dan logos

berarti ilmu atau pelajaran. Dalam terminologis, ekologi memiliki arti ilmu yang

mempelajari hubungan antara organisme dengan alam sekitarnya. Menurut

Soemarwoto (dalam Zulkifli, 2014:1) ekologi juga dapat berfungsi sebagai sebuah

pendekatan untuk mengkaji dan menganalisis permasalahan yang berkaitan

dengan lingkungan hidup.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA Novel sebagai Karya Sastraeprints.umm.ac.id/38819/3/BAB II.pdf · (intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik). 2.1.1 Unsur-unsur Pembangun Novel Novel mempunyai

14

Saat ini ilmu ekologi mengalami perkembangan yang cukup pesat. Ekologi

tidak hanya digunakan untuk mempelajari alam, struktur, dan fungsinya, tetapi

juga digunakan secara luas dan merujuk pada kajian-kajian. Selain itu, ekologi

pada dewasa ini telah menjadi ilmu interdisipliner. Salah satu wujudnya yaitu

ekologi sastra.

Ekologi dan sastra memang dua hal yang berbeda. Akan tetapi, pada

dasarnya sastra membutuhkan ekologi dan lingkungan karena sastra berada dalam

suatu ekosistem. Sastra berada dalam ekosistem yang khas. Ekosistem tersebut

akan selalu memengaruhi jalannya perkembangan sastra. Ketika ekosistem sastra

tersumbat, sastra akan berjalan lambat. Begitu pula sebaliknya, apabila ekosistem

sastra terus mengalir, maka sastra akan mengalir pula.

Ekologi sastra adalah sebuah cara pandang untuk memahami persoalan

lingkungan hidup dalam perspektif sastra atau sebaliknya. Menurut Endaswara

(2016:17-18), ekologi sastra mempelajari bagaimana manusia beradaptasi dengan

lingkungan alamnya. Spesifikasi lebih tepat akan hubungan antara kegiatan

manusia dengan proses alam juga sedang berusaha ditemukan oleh kajian ekologi

sastra.

Merawat lingkungan berarti menyelamatkannya. Menyelamatkan

lingkungan berarti sekaligus memupuk hadirnya ekologi sastra. Ekologi

merupakan kondisi yang terjadi di sekitar sastrawan (Endraswara, 2016:72).

Kepekaan sastrawan dapat menangkap suasana ekologis yang terkadang dapat

berupa: kacaunya situasi lingkungan, atau keadaan alam yang dapat menyejukkan

dan memberikan inspirasi untuk hidup. Upaya penyelamatan ekologi sastra berarti

juga menjadi pejuang sastra dan penyelamat lingkungan.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA Novel sebagai Karya Sastraeprints.umm.ac.id/38819/3/BAB II.pdf · (intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik). 2.1.1 Unsur-unsur Pembangun Novel Novel mempunyai

15

Sastrawan akan tergores hatinya dan kemudian menitikkan air mata ketika

melihat kondisi lingkungan yang serba kacau. Melalui sebuah karya sastra,

sastrawan dapat mengekspresikan apa yang dirasakan dalam dirinya. Hal tersebut

dikarenakan sastrawan tidak akan pernah terlepas dari dunianya dan lingkungan

sebagai sumber air yang menginspirasinya.

2.3 Ekokritik Sastra

Ekokritik sastra adalah istilah yang berasal dari bahasa Inggris

ecocriticism yang merupakan ilmu interdisipliner antara ekologi dan kritik sastra.

Ekokritik sebagai kritik sastra sendiri tidak terlepas dari kegunaannya, yaitu

memberi penerangan pada masyarakat melalui “penilaian” yang diberikan.

Pradopo (2002:32) mengemukakan bahwa kritik sastra merupakan bidang studi

sastra untuk “menghakimi” karya sastra, untuk memberi penilaian mengenai

bermutu atau tidaknya suatu karya sastra

Kritik memang tidak terlepas dengan penilaian, tetapi tidak sembarang

orang dapat menilai setiap karya sastra. Hal itu disebabkan karena penilaian harus

objektif dan sesuai dengan kriteria penilaian yang berlaku. Hal ini sejalan dengan

pemikiran TS Elliot (dalam Fananie, 2002:20), judge the literariness of literature

by aesthetic criteria. Artinya, penilaian tehadap karya sastra dititikberatkan pada

kriteria estetik, sedangkan pada kebesaran sastra dititikberatkan pada kriteria

ekstra estetik.

Ekokritik sastra muncul sebagai wujud dari perkembangan studi

interdisipliner ekologi. Menurut Sugiarti (2017:111) perkembangan ekologi yang

kini muncul tidak hanya terbatas pada kajian alam saja, tetapi juga dipakai untuk

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA Novel sebagai Karya Sastraeprints.umm.ac.id/38819/3/BAB II.pdf · (intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik). 2.1.1 Unsur-unsur Pembangun Novel Novel mempunyai

16

mengkaji bidang lain, salah satunya sastra. Hal itu dikarenakan, sastra secara

komprehensif mengungkap suatu peristiwa yang melibatkan lingkungan sekitar

sebagai objek kajian. Selain itu, keberadaan karya sastra sangat penting karena

sebagai penyeimbang lingkungan fisik dan sosial budaya.

Ekokritik yang diyakini sebagai kritik sastra baru kini mulai menunjukkan

eksistensinya di dunia sastra. Istilah ekokritik (Ecocriticism) diciptakan oleh

Rueckert dalam esainya “sastra dan ekologi” (Juliasih, 2012:83). Ekokritik ini

memiliki definisi yang sangat luas. Dean dalam Western Literature Association

Meeting (WLA Meeting) (1994: 5) berpendapat “ecocriticism is a study of culture

products (art works, writings, scientific theories, etc”. Artinya, ekokritik adalah

studi atau kajian produk budaya (karya seni, novel, teori ilmu pengetahuan, dan

lain-lain) yang di dalamnya terdapat beberapa hal yang mempunyai keterkaitan

dengan hubungan manusia kepada alam raya.

Garrard (dalam Juliasih, 2012:86–87) berpendapat bahwa ekokritik

menekankan pentingnya pengetahuan ekologi untuk mengetahui sikap dan

perilaku manusia, bukan hanya untuk melihat harmoni dan stabilitas lingkungan.

Selain itu, Sugiarti (2017:113) juga mengemukakan bahwa kajian ekokritik sastra,

menekankan pada ekologi, harmoni, dan stabilitas yang ditimbulkan oleh ekologi

postmodern. Melihat semakin pentingnya kajian sastra dengan paradigma ekologi,

maka pengkajian secara komprehensif terhadap aspek-aspek ekologi yang

melingkupinya sudah seyogyanya dilakukan.

Sikap dan perilaku manusia memang sangat berpengaruh terhadap stabilitas

lingkungan. Keduanya saling berhubungan dan semestinya saling memberikan

timbal balik agar keserasian dan kesetaraan hidup dapat tercapai. Akan tetapi,

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA Novel sebagai Karya Sastraeprints.umm.ac.id/38819/3/BAB II.pdf · (intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik). 2.1.1 Unsur-unsur Pembangun Novel Novel mempunyai

17

karena keserasian dan kesetaraan tersebut belum atau bahkan tidak tercapai

hingga saat ini, maka muncullah green studies. Ecocriticism atau green studies

membuat para penganalisis menjadi pengamat dan pembaca yang kritis dalam

mendalami ilmu lingkungan alam.

Paradigma dasar ekokritik atau ecocriticism adalah setiap objek dapat dilihat

dalam jaringan ekologis dan ekologi dapat dijadikan ilmu bantu dalam pendekatan

kritik tersebut (Harsono, 2008:33). Kerusakan lingkungan yang muncul

sebenarnya bersumber pada cara pandang manusia terhadap dirinya sendiri,

lingkungan atau alam, dan terhadap keseluruhan ekosistem (Naess dalam Keraf,

2010:2–4). Manusia secara terus-menerus memanfaatkan sumber daya alam tanpa

memerhatikan dampak yang akan terjadi setelahnya. Padahal manusia mempunyai

kelebihan dibandingkan dengan makhluk ciptaan lainnya. Maka dari itu, ekokritik

memberi fokus kepada penelitian hubungan antara budaya dan manusia dengan

alam sekitarnya.

Ecocriticism diilhami sebagai sikap dari gerakan-gerakan kritis terhadap

lingkungan modern. Garrard dalam (Endraswara, 2016:37) menelusuri

perkembangan gerakan-gerakan kritis tersebut dan mengeksplorasi konsep-konsep

yang terkait dengan ekokritik, yakni sebagai berikut: (a) pencemaran, (b) hutan

belantara, (c) bencana, (d) perumahan/tempat tinggal, (e) binatang, dan (f) bumi.

Keenam konsep tersebut diyakini selalu bersentuhan dengan manusia.

Kemunculan ekokritik merupakan bentuk konsekuensi logis dari keberadaan

ekologis yang semakin memerlukan perhatian yang lebih dari manusia pada saat

ini. Lingkungan menjadi bagian dari sastra, karena latar/setting dari sebuah karya

sastra tentu lingkungan. Pemahaman sastra atas dasar lingkungan, nantinya akan

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA Novel sebagai Karya Sastraeprints.umm.ac.id/38819/3/BAB II.pdf · (intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik). 2.1.1 Unsur-unsur Pembangun Novel Novel mempunyai

18

menguatkan rasa sastra tersebut. Di samping itu, dalam memahami sastra, ilmu

lain pun juga sangat dibutuhkan. Begitu pula dengan ekokritik ini.

Teori ekokritik bersifat multidisipliner. Hal tersebut diungkapkan Harsono

(2008: 35) bahwa ekokritik menggunakan teori sastra pada satu sisi dan

menggunakan teori ekologi pada sisi yang lain. Sastra merefleksikan kerusakan

alam yang terjadi di dunia, apabila ditinjau secara mimesis. Sedangkan jika

ditinjau secara faktual, memang benar adanya kerusakan terjadi di mana-mana.

Hubungan tersebut menjadikan karya sastra sebagai bentuk kritik sosial yang

dapat dijadikan sebagai objek penelitian.

Karya sastra dapat dikatakan sebagai sastra ekokritik apabila memenuhi

sejumlah kriteria yang telah dirumuskan oleh Buell (dalam Endraswara, 2016:91)

antara lain: (1) lingkungan bukan-manusia hadir untuk menunjukkan bahwa

sejarah manusia diimplikasikan dalam sejarah alam; (2) kepentingan manusia

tidak dipahami sebagai satu-satunya kepentingan yang sah (legitimate); (3)

akuntabilitas manusia terhadap lingkungan merupakan bagian dari orientasi etis

dan teks, dan (4) beberapa pengertian lingkungan adalah sebagai suatu proses

bukan sebagai pengertian yang konstan atau suatu pemberian yang paling tidak

tersirat dalam teks.

Sejumlah kriteria yang telah disebutkan di atas merupakan salah satu acuan

yang digunakan untuk melihat dan menetapkan, apakah karya sastra yang

dijumpai tersebut merupakan karya sastra yang mengangkat masalah lingkungan

(sastra ekokritik) atau bukan. Di samping itu, ekokritik yang notabene adalah

bagian dari kritik sastra, tentunya memiliki cara kerja tersendiri. Namun

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA Novel sebagai Karya Sastraeprints.umm.ac.id/38819/3/BAB II.pdf · (intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik). 2.1.1 Unsur-unsur Pembangun Novel Novel mempunyai

19

demikian, cara kerja tersebut sedikit banyak hampir sama dengan kritik sastra

yang lain.

Cara kerja ekokritik membutuhkan pertimbangan yang matang untuk

menghasilkan makna yang dalam. Menurut Endaswara (2016:59–60), ada

beberapa cara kerja yang dapat diterapkan untuk mengkaji karya sastra dengan

pendekatan ekokritik antara lain.

(1) Memahami ilmu-ilmu yang berhubungan dengan lingkungan.

(2) Mengamati dan memahami serta peduli terhadap lingkungan.

(3) Mengevaluasi teks dan ide-ide dalam hal kekoherensian dan kegunaannya

sebagai tanggapan terhadap krisis lingkungan. Hal ini dapat dikaji melalui

unsur nilai ekologi yang terdapat dalam karya sastra. Bagaimana koherensi

nilai-nilai ekologi dalam alur, penokohan, latar/setting, dan gaya penceritaan

yang dipilih oleh pengarang.

Secara tidak langsung, ecocriticism menyalurkan tanggapan manusia

terhadap perkembangan lingkungannya. Ekokritik menganggap ada suatu realitas

ekstra-tekstual yang memengaruhi manusia dan artefaknya dan seluruh

kebijaksanaannya (Hariyani, 2016). Tidak mudah untuk menerapkan ecocriticism,

karena untuk melakukan studi terhadap karya sastra yang bersangkutan,

dibutuhkan kajian-kajian yang lebih luas, baik interdisiplin maupun multidisiplin.

Seseorang harus memahami secara mendalam berbagai ilmu yang berkaitan

dengan alam secara menyeluruh. Keberadaan ecocriticism atau green studies

membuat para penganalisis harus bekerja keras dalam mendalami ilmu

lingkungan karena ekokritik berusaha membongkar idealisme yang mampu

diidentifikasi oleh para pendukung dekonstruksi (Endraswara, 2016:62–63).

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA Novel sebagai Karya Sastraeprints.umm.ac.id/38819/3/BAB II.pdf · (intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik). 2.1.1 Unsur-unsur Pembangun Novel Novel mempunyai

20

Ekokritik berfokus pada sastra (dan seni) ekspresi pengalaman manusia

terutama yang dialami dan timbal baliknya dalam dunia budaya. Hal tersebut

berbentuk sukacita kelimpahan, penderitaan kekurangan, harapan untuk eksistensi

harmonis, dan ketakutan kehilangan dan bencana. Ecocriticism yang baru

melangkah ini menawarkan visi yang luas bagi kehidupan dan tempat manusia di

alam. Apabila seseorang yang ingin menjadi seorang ekokritik, maka ia harus siap

ketika menjelaskan apa yang dilakukan dan dikritik.

Sastra yang mengambil tema tentang lingkungan hidup di sekitar kita

merupakan suatu bentuk yang dapat dijadikan renungan kepada kita (pembaca)

betapa pentingnya menjaga lingkungan dan merawatnya. Menurut Endraswara

(2016:88) sastra secara tidak langsung dapat membangkitkan: (1) kesadaran

manusia terhadap lingkungannya, (2) kemanisan hidup, dan (3) rasa memiliki

lingkungan sehingga tidak bersikap semena-mena dalam mengelola lingkungan.

Ekokritik mencoba untuk mencari penyelesaian tentang ekologis dengan

memanfaatkan karya sastra sebagai media yang mampu membangun kesadaran

akan isu-isu lingkungan (Maimunah, 2014:328). Di samping itu, manusia dalam

pandangan ekokritik yang dianggap bagian dari alam harus memandang dirinya

sebagai entitas yang sejajar dengan alam. Bukan mengeksploitasi dan menguasai

agar kehidupan mampu berlangsung secara serasi dan ekologi tetap seimbang.

2.4 Konsep Lingkungan Alam

Lingkungan alam adalah salah satu unsur penting dalam kehidupan

manusia. Manusia mendapat tuntutan untuk dapat mengembangkan kehidupan

dan memilih penghidupannya sesuai dengan ketentuan dan kehendak alam. Secara

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA Novel sebagai Karya Sastraeprints.umm.ac.id/38819/3/BAB II.pdf · (intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik). 2.1.1 Unsur-unsur Pembangun Novel Novel mempunyai

21

tidak langsung, lingkungan alam dapat membentuk pribadi manusia dan

merealisasikan dirinya dalam alam.

Lingkungan alam merupakan gabungan dari kata “lingkungan” dan

“alam”. Lingkungan hidup adalah semua benda hidup dan mati serta seluruh

kondisi yang terdapat di dalam ruangan yang ditempati manusia (Supardi,

2003:2). Ada dua macam lingkungan yaitu lingkungan fisik dan lingkungan

biotik.

Lingkungan fisik adalah segala benda mati dan keadaan fisik yang ada di

sekitar individu, misalnya bebatuan, mineral, air, udara, unsur-unsur iklim,

kelembapan, angin dan lain-lain. Lingkungan fisik memiliki relasi dengan

makhluk hidup yang menghuninya. Sedangkan lingkungan biotik adalah segala

makhluk hidup yang ada di sekitar individu baik manusia, hewan, dan tumbuhan.

Setiap unsur biotik berinteraksi antarbiotik dan dengan lingkungan fisik/abiotik

(Supardi, 2003:2–3).

Lingkungan alam dapat dibedakan atas lingkungan daratan dan lingkungan

perairan. Rahmadi (2012:3) mengatakan bahwa lingkungan adalah segala sesuatu

yang diciptakan oleh Yang Maha Kuasa di alam semesta. Lingkungan alam yang

ada di dalam bumi adalah sungai, danau, laut, gunung, lembah, dan lain-lain.

Lingkungan alam yang baik adalah lingkungan hidup yang masing-

masing makhluk hidup dan komponen di dalamnya mampu menjalin interaksi

dengan baik. Manusia dan lingkungan alam yang berada di bumi, baik benda mati

atau hidup harus mampu menjalin relasi dengan baik. Hal itu dikarenakan

keduanya membawa fungsi penciptaannya masing-masing.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA Novel sebagai Karya Sastraeprints.umm.ac.id/38819/3/BAB II.pdf · (intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik). 2.1.1 Unsur-unsur Pembangun Novel Novel mempunyai

22

2.5 Kepedulian Tokoh terhadap Lingkungan Alam

Manusia berinteraksi dengan alam dan merupakan bagian dari alam. Tidak

hanya pikiran dan tindakan saja yang diperlukan ketika berinteraksi, tetapi juga

etika atau tata perilaku. Menurut Supardi (2003:2) manusia dengan kecakapan dan

kemampuannya mampu mengubah lingkungan untuk keseimbangan dirinya.

Namun, interferensi manusia terhadap alam, lingkungan, dan ekosistem kini

mengubah struktur alam sehingga keseimbangan ekologi mulai terganggu.

Manusia kini seakan mulai melupakan dan tidak menghiraukan adanya

etika lingkungan, sehingga rasa peduli dalam diri perlahan mulai menghilang.

Secara ideal, segala tindakan yang dilakukan manusia merupakan tindakan

beradab yang dilandasi etika moral dan tanggung jawab. Oleh sebab itu, manusia

dapat dikatakan sebagai makhluk yang berbudaya.

Lingkungan merupakan tempat hidup manusia, tempat bertumbuh dan

berkembangnya manusia. Lingkungan dapat menjadi sumber penghidupan bagi

manusia. Lingkungan juga mempengaruhi karakter, sifat, dan tindakan manusia.

Manusia dapat memperbaiki, mengubah, dan bahkan menciptakan lingkungan itu

sendiri untuk kebutuhan dan kebahagiaan hidup. Namun, manusia harus ingat

bahwa mereka adalah ciptaan Tuhan yang harus tunduk kepada aturan dan hukum

alam (Rusdina, 2015:248).

Pada penelitian ini, bentuk kepedulian tokoh dilihat dari segi bagaimana

sikap (etika) tokoh dalam menyikapi dan memandang lingkungan. Kritik ekologi

tercermin melalui kepedulian tokoh yang ditunjukkan oleh sikap dan cara pandang

terhadap lingkungan tersebut.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA Novel sebagai Karya Sastraeprints.umm.ac.id/38819/3/BAB II.pdf · (intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik). 2.1.1 Unsur-unsur Pembangun Novel Novel mempunyai

23

Manusia sebagai penguasa lingkungan hidup di bumi mempunyai

pengaruh yang sangat besar dalam kelangsungan ekosistem habitat manusia.

Pengambilan tindakan berkaitan dengan hubungan lingkungan yang akan

berpengaruh bagi lingkungan dan manusia. Menurut Bintarto (dalam Rusdina,

2015:251–252) manusia diharapkan mampu menjalankan peran sebagai: the man

behind the technology- the mind behind the technology- the moral behind the

technology.

Dalam mengelola lingkungan manusia harus memerhatikan etika-etika yang

ada. Tanpa suatu jenis etika (teori hak dan tanggung jawab) dan teori-nilai,

sebenarnya manusia akan kekurangan panduan dan arahan untuk menangani

masalah-masalah entah yang bersifat global, lingkungan sekitar atau sebaliknya

(Attfield, 2010:29). Dewasa ini dapat dilihat bahwa perilaku manusia yang

seenaknya sendiri merupakan penyebab utama kerusakan dan pencemaran

lingkungan alam.

Etika lingkungan adalah kebijakan moral manusia dalam berhubungan

dengan lingkungan (Najmuddin, 2005:22). Etika lingkungan hidup dibutuhkan

untuk menuntun manusia agar dapat menjaga keseimbangan alam semesta. Etika

lingkungan hidup menganut beberapa prinsip. Berikut bentuk prinsip-prinsip etika

lingkungan hidup menurut Keraf (dalam Sukmawan, 2016:21).

2.5.1 Sikap Hormat terhadap Alam

Prinsip ini berpandangan bahwa terdapat kewajiban moral terhadap alam

yang harus dimiliki oleh manusia. Sikap tersebut dilandasi atas dasar kesadaran

manusia yang merupakan bagian dari alam dan karena alam mempunyai dirinya

sendiri (Sukmawan, 2016:21). Kehidupan manusia sedikit banyak bergantung

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA Novel sebagai Karya Sastraeprints.umm.ac.id/38819/3/BAB II.pdf · (intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik). 2.1.1 Unsur-unsur Pembangun Novel Novel mempunyai

24

pada alam dan manusia merupakan anggota dari komunitas ekologis. Maka dari

itu, alam memiliki hak untuk dihormati.

Dalam perspektif etika lingkungan, landasan atau dasar penghormatan

terhadap alam yakni kesadaran masyarakat mengenai nilai intrinsik alam. Nilai

intrinsik tersebut merupakan alasan alam mempunyai hak untuk dihormati. Bukan

hanya karena alam merupakan tempat bergantung kehidupan manusia, tetapi

manusia merupakan bagian integral dari alam.

Sikap hormat terhadap alam menurut Keraf (2010:167–168) terintegrasi

dalam (1) kesanggupan menghargai alam, (2) kesadaran bahwa alam mempunyai

nilai pada dirinya sendiri, (3) kesadaran bahwa alam memiliki hak untuk

dihormati, (4) Alam mempunyai integritas, dan (5) penghargaan terhadap alam

untuk tinggal, hidup, tumbuh dan berkembang secara alamiah sesuai dengan

tujuan penciptaannya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa sikap hormat terhadap

alam ini merupakan prinsip yang memandang bahwa manusia adalah bagian dari

komunitas ekologis. Manusia diharapkan dapat mewujudkan sikap ini melalui

kesadaran akan keberadaan alam yang harus dibangun dan ditumbuhkan dari

dalam diri manusia.

2.5.2 Sikap Tanggung Jawab Moral terhadap Alam

Sikap ini menuntut manusia untuk mengambil aksi nyata dalam menjaga

alam semesta secara bersama. Manusia yang hidup dan tinggal di bumi ini

mempunyai tanggung jawab atas kelestarian dan kerusakan alam, bukan hanya

dibebankan pada perseorangan saja. Bentuk tanggung jawab ini yaitu

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA Novel sebagai Karya Sastraeprints.umm.ac.id/38819/3/BAB II.pdf · (intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik). 2.1.1 Unsur-unsur Pembangun Novel Novel mempunyai

25

mengingatkan, melarang, dan menghukum siapa saja yang merusak dan

membahayakan alam secara disengaja (Keraf dalam Sukmawan, 2016:22).

Alam tidak akan pernah marah dan murka, apabila ia tidak diganggu.

Suatu keharusan bagi manusia untuk mengingatkan siapa saja yang berusaha

mengganggu, bahkan sampai merusak alam. Perbuatan merusak alam yang

dilakukan secara sengaja dan berkelanjutan, jelas akan menghancurkan alam

secara perlahan. Maka dari itu, bentuk larangan-larangan untuk merusak alam

harus ditegakkan. Begitu pula dengan hukuman yang sudah ditetapkan bagi siapa

saja yang merusak alam, meski nantinya hukum alam akan muncul ke permukaan.

Suprayogo dan Utomo (2017) juga menegaskan bahwa tanggung jawab

yang menyebabkan manusia merasa bersalah ketika ekosistemnya terganggu,

maka manusia selayaknya berdoa dan mengungkapkan rasa bersalahnya. Hal ter-

sebut didasari bahwa secara kosmis mereka ingin menyeimbangkan kembali apa

yang telah kacau. Manusia perlu memiliki kearifan untuk menjaga dan merawat

alam semesta sebagai rumah kediaman yang bernilai pada diri sendiri. Dengan

demikian, wujud sikap tanggung jawab moral terhadap alam akan terbentuk.

2.5.3 Sikap Solidaritas terhadap Alam

Manusia memiliki kedudukan yang sejajar dengan alam dan sesama

makhluk hidup lainnya. Hal tersebut mampu menumbuhkan rasa solidaritas dalam

personalitas manusia.

Sikap solidaritas terhadap alam diintegrasikan dalam (1) sikap turut

merasakan apa yang dirasakan oleh alam; (2) upaya menyelamatkan alam,

mencegah manusia agar tidak merusak dan mencemari alam dan ekosistem di

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA Novel sebagai Karya Sastraeprints.umm.ac.id/38819/3/BAB II.pdf · (intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik). 2.1.1 Unsur-unsur Pembangun Novel Novel mempunyai

26

dalamnya; dan (3) usaha mengharmonisasikan tingkah laku manusia dan

ekosistem (Keraf dalam Sukmawan, 2016:23).

Kesejajaran antara manusia, alam, dan makhluk hidup lainnya akan

menghasilkan sesuatu yang positif apabila kesejajaran tersebut dapat diilhami

dengan sikap yang positif pula. Manusia yang merasa memiliki kesejajaran

dengan alam, tentu akan merasakan apa yang dirasakan oleh alam. Dengan ia

bersikap seperti itu, maka ia akan senantiasa berusaha dengan keras

menyelaraskan dan mengharmonisasikan perilakunya. Hal itu dilakukan agar

sikap dan perilakunya diharapkan tidak sampai merusak dan menyentuh alam

dengan hal-hal yang negatif.

Sikap solidaritas terhadap alam ini dapat dijadikan sebagai pengendali

moral manusia. Selain itu, sikap ini juga dapat berfungsi untuk

mengharmonisasikan perilaku manusia dengan ekosistem seluruhnya. Sikap

solidaritas ini juga mendorong manusia untuk mengambil kebijakan pro-alam,

pro-lingkungan hidup, serta menentang setiap tindakan yang merusak alam.

2.5.4 Sikap Kasih Sayang dan Kepedulian terhadap Alam

Sikap kasih sayang dan kepedulian terhadap alam timbul sebagaimana

sesama anggota komunitas ekologis, semua makhluk hidup mempunyai hak untuk

dilindungi, dipelihara, dirawat, dan tidak disakiti. Sikap kasih sayang ini

menimbulkan keinginan dan perilaku melindungi dan memelihara alam dengan

sebaik-baiknya.

Kasih sayang dan kepedulian manusia terhadap alam sangat diperlukan

agar alam dapat menjamin kesejahteraan lahir batin manusia. Alam bukan hanya

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA Novel sebagai Karya Sastraeprints.umm.ac.id/38819/3/BAB II.pdf · (intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik). 2.1.1 Unsur-unsur Pembangun Novel Novel mempunyai

27

menghidupkan manusia dalam pengertian fisik saja, melainkan juga dalam mental

dan spiritual. Sukmawan (2016:24) menyimpulkan bahwa kasih sayang dan

kepedulian manusia terhadap alam disadari oleh kesadaran bahwa (1) semua

makhluk hidup mempunyai hak untuk dilindungi, dipelihara, tidak disakiti; dan

(2) melindungi dan melindungi semua makhluk hidup tanpa mengharap balasan.

Sikap kasih sayang tidak hanya ditujukan dari manusia ke manusia, tetapi

juga dari manusia ke makhluk hidup lainnya. Rasa kasih sayang yang dimiliki

oleh manusia yang ditujukan kepada alam dan sesama makhluk hidup secara

tersirat akan mewujudkan bentuk-bentuk kepedulian. Dengan demikian, manusia

akan mempunyai rasa untuk saling menjaga satu sama lain dan seminimal

mungkin tidak saling menyakiti antara satu sama lain.

2.5.5 Sikap Tidak Mengganggu Kehidupan Alam

Sikap ini merupakan salah satu wujud nilai tenggang rasa manusia. Bentuk

sikap kepedulian yang satu ini pada dasarnya telah terintergasi dalam empat

bentuk sikap-sikap kepedulian yang telah dijelaskan di atas. Meskipun sekilas

tampak berbeda, tetapi secara umum sikap tidak mengganggu kehidupan alam ini

telah disinggung di dalamnya.

Melestarikan lingkungan hidup dengan sebaik-baiknya berarti

menunjukkan sikap peduli terhadap lingkungan. Hal tersebut dapat ditunjukkan

melalui aksi memelihara, mengelola, memulihkan, serta menjaga lingkungan

hidup.

Selain etika lingkungan, kepedulian tokoh juga dapat dilihat berdasarkan

bagaimana cara tokoh melihat atau memandang lingkungan. Bintarto (dalam

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA Novel sebagai Karya Sastraeprints.umm.ac.id/38819/3/BAB II.pdf · (intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik). 2.1.1 Unsur-unsur Pembangun Novel Novel mempunyai

28

Rusdina, 2015:258-259) menyatakan bahwa terdapat beberapa pokok persoalan

mengenai pandangan manusia terhadap lingkungan, antara lain:

a) Cara manusia memandang lingkungan atas dasar kepentingan, baik negatif

maupun positif, individu atau kelompok kepentingan hidup secara keseluruhan.

b) Manusia memanfaatkan lingkungan (sekadar dieksploitasi atau dipikirkan).

c) Manusia mengelola lingkungan. Ada beberapa aspek yang berkaitan dengan

hal ini seperti aspek sosial, budaya, teknik, politik, atau ekonomi yang

semuanya mempunyai daya dukung tersendiri.

d) Manusia menyelamatkan lingkungan. Dalam hal ini, menyelamatkan

lingkungan dapat dilihat melalui pengamanan lingkungan.

2.6 Hubungan Tokoh dengan Lingkungan Alam

Zaman teknologi yang semakin maju mampu meningkatkan perhatian dan

pengaruh manusia terhadap lingkungan. Keanekaragaman kebutuhan hidup

manusia didasarkan pada ketinggian kebudayaan manusia. Besarnya jumlah

kebutuhan manusia yang diambil dari lingkungan menunjukkan bahwa manusia

juga harus menaruh perhatian besar terhadap lingkungan.

Manusia adalah komponen biotik lingkungan yang memiliki daya pikir

dan nalar paling tinggi dibandingkan makhluk lain. Melalui hal tersebut, dapat

diketahui manusia adalah komponen biotik lingkungan teraktif. Hal itu

dikarenakan manusia dapat mengubah dan mengelola tatanan ekosistem sesuai

kehendak mereka (Supardi, 2003:5).

Menurut Yani dan Waluya (2010:11–12) hubungan manusia dan

lingkungan bekerja melalui : (1) manusia dipengaruhi oleh lingkungan, (2)

manusia juga berkemampuan untuk mengubah lingkungannya. Dalam kaitannya

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA Novel sebagai Karya Sastraeprints.umm.ac.id/38819/3/BAB II.pdf · (intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik). 2.1.1 Unsur-unsur Pembangun Novel Novel mempunyai

29

bentuk hubungan manusia dan lingkungan terdapat beberapa paham yang akan

menguraikan hakekat dari hubungan tersebut, yaitu paham determinisme,

posibilisme dan optimisme teknologi.

2.6.1 Paham Determinisme

Paham determinisme menjelaskan bahwa alam merupakan faktor penentu

manusia dan perilakunya. Darwin (dalam Yani dan Waluya, 2010:12)

mengemukakan bahwa secara berkesinambungan makhluk hidup mengalami

perkembangan dan terjadi seleksi alam dalam proses perkembangan tersebut.

Alam adalah penentu dalam hal ini. Alam menjadi titik pusat atas segala

yang dilakukan oleh manusia. Sikap atau perilaku baik buruknya manusia sangat

dipengaruhi oleh alam. Baik buruknya perilaku manusia bergantung pada apa

yang dilakukannya terhadap alam. Alam akan memberikan energi yang positif

apabila manusia memberikan energi yang positif pula, begitupun sebaliknya.

Manusia sebagai anggota etnis tentu sering melakukan adaptasi dan

interaksi dalam mengembangkan sesuatu atas dasar lingkungan. Oleh sebab itu,

tidak dapat dipungkiri bahwa secara perlahan hal tersebut akan membawa

perubahan-perubahan kemasyarakatan, karena manusia dan alam selalu hidup

berdampingan dan keduanya saling memberikan sumbangsih.

Paham determinisme memandang manusia sebagai figur yang pasif

sehingga hidupnya dipengaruhi oleh alam sekitarnya. Dengan kata lain, manusia

tidak dapat menentukan hidupnya sendiri. Respon atau tanggapan dalam

menghadapi tantangan alam hanya berupa respon menerima apa adanya. Hal

tersebut dapat ditinjau dari mata pencaharian, kebiasaan, tingkah laku, serta

kebudayaan manusia pada lingkungan tertentu.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA Novel sebagai Karya Sastraeprints.umm.ac.id/38819/3/BAB II.pdf · (intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik). 2.1.1 Unsur-unsur Pembangun Novel Novel mempunyai

30

2.6.2 Paham Posibilisme

Paham ini menjelaskan bahwa kondisi alam bukan merupakan faktor

penentu, melainkan faktor pengontrol yang berkemungkinan memengaruhi

kegiatan atau kebudayaan manusia. Alam hanya sebagai pemberi peluan dan

manusia sendiri yang menentukan peluang yang telah diberikan alam.

Blache (dalam Yani dan Waluya, 2010:13) berpendapat bahwa faktor yang

menentukan bukanlah alam, melainkan proses produksi yang dipilih manusia

berdasarkan kemungkinan yang diberikan oleh alam. Manusia dalam paham ini

bersifat aktif pada pemanfaatan alam, tidak seperti paham determinisme yang

menganggap manusia bersifat pasif.

Paham posibilisme memandang bahwa manusia adalah makhluk yang

berintelektual. Kemampuan intelektual yang dimiliki manusia itulah yang

digunakan manusia untuk merespon peluang yang diberikan alam. Alam

memberikan alternatif (pilihan) dan manusia memberikan tanggapan akan hal itu.

Manusia mempunyai kemampuan berhasrat dan berkeinginan. Selain itu,

manusia juga mempunyai kebebasan untuk memilih apabila ia bersungguh-

sungguh untuk mengambil insiatif dan bertanggung jawab atas perbuatannya.

Kebebasan sejatinya hanya terdapat di dalam diri manusia karena akal budi dan

kehendak bebas yang dimilikinya.

Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tentu akan memanfaatkan

kakayaan alam. Akan tetapi, dalam pemanfaatannya harus tetap menjaga

kelestarian alam dan tanpa merusaknya. Tidak menutup kemungkinan bahwa

peluang-peluang yang diberikan oleh alam nantinya akan menjadikan manusia

sebagai pemilik kekuasaan penuh dalam mengendalikan kualitas lingkungan.

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA Novel sebagai Karya Sastraeprints.umm.ac.id/38819/3/BAB II.pdf · (intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik). 2.1.1 Unsur-unsur Pembangun Novel Novel mempunyai

31

2.6.3 Paham Optimisme Teknologi

Dalam hubungan manusia dan lingkungan, manusia mengembangkan ilmu

pengetahuan dan teknologi. Sebagian rahasia alam terungkap dan teknologi untuk

mengeksploitasinya terus berkembang. Melalui teknologi yang berkembang

sekarang, manusia optimis bahwa kebutuhan manusia dapat dijamin dan ditunjang

oleh teknologi tersebut (Yani dan Waluya, 2010: 13).

Dalam paham ini, manusia tidak menjalankan perannya sebagai “the man

behind the technology”. Manusia lebih percaya bahwa teknologi yang

berkembang saat ini merupakan hasil karya dan formula yang dibuat oleh manusia

itu sendiri. Selain itu, mereka memiliki tingkat keoptimisan yang tinggi bahwa

teknologi yang ada saat ini sepenuhnya akan menunjang kebutuhan mereka di

dunia. Manusia seakan lupa bahwa seiring bertambahnya tahun yang akan

membawa mereka menuju ke kehidupan yang berbeda, teknologi akan

menghilang secara perlahan-lahan.

Ketiga paham di atas memiliki komponen kebenarannya masing-masing.

Kegiatan manusia sebagian ditentukan oleh alam. Hal tersebut merupakan

cerminan paham determinisme lingkungan. Akan tetapi, seiring kemajuan zaman

manusia melakukan berbagai macam upaya rekayasa untuk mengoptimalkan

pemanfaatan alam. Maka dari itu, kenyataan paham posibilisme dan optimisme

teknologi kini semakin menunjukkan jati dirinya. Hubungan manusia dan

lingkungan alam memang sangat rumit dan kompleks dalam pembahasannya.

Maka dari itu, ekokritik hadir dengan tujuannya yaitu ingin mentransformasikan

dunia menjadi lebih sehat dan harmonis.

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA Novel sebagai Karya Sastraeprints.umm.ac.id/38819/3/BAB II.pdf · (intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik). 2.1.1 Unsur-unsur Pembangun Novel Novel mempunyai