(ujian akhir) pengaruh perubahan tata guna lahan …
TRANSCRIPT
(UJIAN AKHIR)
PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP
DEBIT LIMPASAN DRAINASE DI KOTA BELOPA
KABUPATEN LUWU
Disusun dan diajukan oleh :
NURHASNAM : 105 81 939 09
SYAMSUMARLIN : 105 81 1025 09
JURUSAN SIPIL PENGAIRAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2014
iii
Abstrak
Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Debit Limpasan Drainase Di Kota Belopa Kabupaten Luwu (2014). Dibimbing oleh : Dr. Ir. Hj Ratna Musa, M.S. dan Amrullah Mansida, ST., MT.Upaya memprediksi limpasan drainase dapat diperoleh dengan menganalisis debit analisis, dan debit aktual untuk Dimensi saluran harus mampu mengalirkan debit analisis atau kata lain debit yang dialirkan oleh saluran atau debit rencana
sama atau lebih besar dari debit analisis ≥ ), pada penggunaan lahan di Kota Belopa Kabupaten Luwu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui debit limpasan drainase pada pengaruh tata guna lahan atau koefisien pengaliran (C) di tiap selisih 3 tahun yaitu tahun (2005), (2008), dan (2011). Pada perubahan tata guna lahan tersebut dapat mengakibatkan debit limpasan terhadap saluran drainase, sehingga
debit yang terjadi pada tahun (2005) dengan total = 669,10
(m3/dtk) dengan koefisien pengaliran di ambil 0.370 , tahun (2008)
dengan total = 766,03 (m3/dtk) dengan koefisien pengaliran di
ambil 0.403, dan tahun (2011) dengan total = 766,03 (m3/dtk)
dengan koefisien pengaliran di ambil 0.403. Untuk itu di lihat dari perubahan tata guna lahan per 3 tahun, yang berpengaruh terjadi di tahun (2005) sampai (2008). Kata Kunci : Limpasan, drainase, debit rencana, debit analisis.
iv
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum, Wr. Wb
Alhamdulillahi rabbilalamin, Segala puji bagi Allah Tuhan semesta
alam yang memberikan segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan penyusunan proposal ujian seminar ini dengan baik.
Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu persyaratan yang harus
dipenuhi dalam rangka menyelesaikan Program Studi pada Jurusan Sipil
dan Perencanaan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.
Adapun judul tugas akhir kami adalah:“PENGARUH PERUBAHAN TATA
GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN DRAINASE DI KOTA
BELOPA KAB. LUWU”
Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis mendapatkan banyak
masukan yang berguna dari berbagai pihak sehingga tugas akhir ini dapat
terselesaikan. Oleh karena itu dengan segala ketulusan serta keikhlasan
hati, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya
kepada:
1. Bapak Hamzah Al Imran, S.T., M.T. sebagai Dekan Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Makassar.
2. Bapak Muh. Syafaat S. Kuba, S.T. sebagai Ketua Jurusan Sipil
Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Ibu Dr. Ir. Hj. Ratna Musa, MS., selaku pembimbing I dan bapak
Amrullah Mansida, S.T.,M.T. selaku pembimbing II, yang telah
v
meluangkan banyak waktu, memberingan bimbingan dan pengarahan
sehingga tugas akhir ini dapat selesai sebagaimana yang kami
harapkan.
4. Bapak dan Ibu dosen serta staf pegawai pada Fakultas Teknik atas
segala waktunya telah mendidik dan melayani kami selama mengikuti
proses belajar mengajar di Universitas Muhammadiyah Makassar.
5. Ayahanda dan ibunda tercinta yang senantiasa memberikan limpahan
kasih sayang, doa, serta pengorbanan kepada penulis.
6. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Teknik, terkhusus Saudaraku
Angkatan 2009 yang banyak membantu dan memberi dukungan
dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
Pada akhir penulisan tugas Akhir ini, penulis menyadari bahwa
tugas akhir ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis meminta saran
dan kritik sehingga laporan tugas akhir ini dapat menjadi lebih baik dan
menambah pengetahuan kami dalam menulis laporan selanjutnya.
Semoga laporan tugas akhir ini dapat berguna bagi penulis khususnya
dan untuk pembaca pada umumnya.
Wassalamu`alaikum, Wr. Wb.
Makassar, 13 Desember 2014
Penulis
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................... ii
ABSTRAK .......................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ........................................................................... iv
DAFTAR ISI ......................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. viii
DAFTAR TABEL ................................................................................. ix
DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN ................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
A Latar Belakang ............................................................... 1
B Rumusan Masalah .......................................................... 3
C Tujuan Penelitian ............................................................ 3
D Manfaat Penelitian .......................................................... 3
E Batasan Masalah ............................................................ 4
F Sistematika Penulisan .................................................... 4
BAB II TINJUAN PUSTAKA
A Tata Guna Lahan ........................................................... 6
B Drainase ......................................................................... 7
1) Sistem drainase mayor .............................................. 9
2) Sistem drainase mikro ............................................... 9
vii
C Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Tata
Guna Lahan Terhadap Limpasan Drainase .................... 10
D Hujan dan Limpasan ...................................................... 12
1) Hujan ......................................................................... 14
2) Limpasan ................................................................... 15
E Analisa Hidrologi ............................................................ 16
F Perhitungan Debit analisa atau Debit Rencana ............. 17
1) Debit Periode Ulang ................................................... 17
2) Koefisien Pengaliran .................................................. 21
3) Koefisien Tampungan ................................................ 22
4) Karakteristik Hujan ..................................................... 23
F Perhitungan Debit Rencana ........................................... 27
1) Kriteria Teknis ............................................................ 28
2) Bentuk Penampang Saluran ...................................... 29
3) Dimensi Saluran ........................................................ 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A Lokasi Penelitian ............................................................. 33
B Peralatan dan Waktu Penelitian ...................................... 34
C Metode Penelitian ........................................................... 34
1) Persiapan .................................................................. 35
2) Pengumpulan Data .................................................... 35
3) Pengolahan dan Analisis Data ................................... 35
4) Peta Topografi .......................................................... 36
viii
D Flow Chart Penelitian ...................................................... 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A Kondisi Klimatologi ........................................................ 38
B Topografi ........................................................................ 38
C Sumber Air ..................................................................... 41
1) Daerah aliran ............................................................ 41
2) Letak stasiun ............................................................ 42
D Penggunaan Lahan Drainase ........................................ 44
E Langkah Perhitungan Debit Analisis .............................. 47
1) Waktu konsentarsi daerah aliran ke hilir ..................... 49
2) Koefisien tampungan daerah aliran ............................ 50
3) Hujan rencana periode ulang 2 tahun ........................ 50
4) Hujan rencana periode ulang 5 tahun ........................ 50
F Langkah Perhitungan Debit Aktual ................................ 57
1) Saluran Jl. S. Saso pada saluran tipe A ..................... 57
2) Luas Dimensi Saluran ................................................ 57
3) Keliling Basah ............................................................ 57
4) Jari-jari Hidrolis .......................................................... 57
5) Kecepatan ................................................................. 57
6) Debit Rencana ........................................................... 58
H Langkah Perhitungan Debit Limpasan ........................... 62
ix
BAB V PENUTUP
A Kesimpulan .................................................................... 65
B Saran ............................................................................. 65
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN 1
LAMPIRAN 2
LAMPIRAN 3
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor halaman
1. Inventori saluran drainase Kota Belopa, 2014 2
2. Perubahan dalam aliran run-off karena perubahan penggunaan
lahan yang menyebabkan banjir 11
3. Pembagian wilayah dengan metode poligon thiessen 17
4. Kurva intensitas hujan 24
5. Lintasan aliran waktu inlet time (to) dan conduit time (td) 25
6. Penampang hidrolis terbaik penampang melintang persegi panjang
dan penampang melintang trapesium 30
7. Peta topografi Kota Belopa, BPS Kab. Luwu, 2014. 36
8. Bagan alur penelitian 37
9. Titik Koordinat stasiun curah hujan 42
10. Daerah aliran pada jalan Sultan Hasanuddin, Kelurahan
Tanamanai 48
11. Penggunaan lahan di Kota Belopa 49
12 Sketsa dimensi saluran 57
13 Total debit limpasan drainase di tiap peningkatan perubahan tata
guna lahan di Kota Belopa Kabupaten Luwu 64
xi
DAFTAR TABEL
Nomor halaman
1. Koofisien pengaliran 22
2. Kecepatan aliran dalam saluran 27
3. Unsur geometri penampang hidrolis 30
4. Koefisien kekasaran manning untuk gorong-gorong dan saluran
pasangan 32
5. Kondisi topografi drainase jalan Kota Belopa 36
6. Ketinggian letak desa atau kelurahan dari permukaan air laut
dan Letak dilintasi sungai di kecamatan Belopa tahun 2011 38
7. Perhitungan metode aljabar dan metode poligon thiessen 43
8. Luas lahan kering menurut jenis penggunaannya di rinci per
Desa atau kelurahan di Kecamatan Belopa tahun 2011 45
9. Luas lahan kering menurut jenis penggunaannya di rinci per
Desa atau kelurahan di Kecamatan Belopa tahun 2008 45
10. Luas lahan kering menurut jenis penggunaannya di rinci per
Desa atau kelurahan di Kecamatan Belopa tahun 2005 46
11. Perhitungan debit akibat limpasan dari jalan di tiap – tiap
Jalan. 51
12 Perhitungan aliran dalam saluran dan koefisien tampungan 52
13 Perhitungan intensitas curah hujan, koefisien aliran dan luas
Penggunaan lahan 54
14 Perhitungan debit periode 55
xii
15 Dimensi saluran tersier drainase Kota Belopa Kabupaten Luwu 58
16 Debit aktual 59
17 Debit limpasan 61
18 Perbandingan total debit limpasan per tiga tahun 62
xiii
DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN
Notasi Definisi dan Keterangan
Q analisis Debit analisis aliran (m3/dtk)
Q aktual Debit aktual aliran (m3/dtk)
Q limpasan Debit limpasan aliran (m3/dtk)
C Koefisien pengaliran (Run off Coeficient).
Cs Koefisien tampungan.
I Intensitas hujan selama waktu yang sama tenggang
waktu konsentrasi (Time of Concentration) (mm/jam).
A Luas Area (Catchment Area)
R Hujan sehari (mm).
Tc Waktu konsentrasi (jam).
to Waktu untuk mengalir dari permukaan lahan ke
saluran terdekat (menit)
td Waktu pengaliran dalam saluran (menit)
Cs Koefisien tampungan.
Lo Jarak aliran terjauh diatas tanah hingga saluran
terdekat (m)
So Kemiringan permukaan tanah yang dilalui aliran
diatasnya.
As Luas penampang saluran tegak lurus arah aliran ( ).
n Koefisien kekasaran Manning
R Jari-jari hidrolis (m)
xiv
P Keliling basah saluran (m)
w Tinggi jagaan (m)
h Tinggi air dalam saluran (m)
V Kecepatan aliran dalam saluran (m/det).
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permasalahan meluapnya air dari drainase adalah suatu akibat
yang sering dialami setiap musim hujan terjadi, dengan keadaan ini
mengakibatkan masalah drainase dianggap bukan persoalan yang
penting. Oleh karena itu, peningkatan penduduk begitu pesat maka
jumlah kebutuhan hidup manusia akan meningkat pula, antara lain
kebutuhan lahan untuk tempat tinggal dan aktivitas manusia, sehingga
terjadi perubahan lahan. Perubahan penggunaan lahan pada sistem
drainase akan mempengaruhi kondisi luapan, genangan, dan perubahan
debit aliran.
Secara alamiah sebagian air hujan yang jatuh kepermukaan tanah
akan meresap ke dalam tanah sehingga terjadi genangan dan selebihnya
akan mengalir menjadi limpasan permukaan. Karakteristik daerah yang
berpengaruh terhadap bagian air hujan antara lain adalah topografi, dan
penggunaan lahan atau penutupan lahan. Hal ini berarti bahwa
karakteristik lingkungan fisik mempunyai pengaruh terhadap respon
hidrologi.
Luapan akibat hujan ini dapat terjadi dengan cepat dan dapat pula
setelah beberapa jam setelah terjadinya hujan. Lama waktu kejadian
hujan maksimum dan aliran maksimum sangat dipengaruhi oleh kondisi
wilayah tempat jatuhnya hujan. Oleh karena itu dalam perencanaan
2
pengelolaan sumber daya air, luapan merupakan masalah yang
seharusnya diatasi terlebih dahulu sebelum upaya berikutnya dilakukan,
terlebih lagi perubahan tata guna lahan yang terjadi dipengaruhi besarnya
laju infiltrasi dan luapan yang terjadi. Adapun masalah yang terkandung di
dalam peta inventori saluran drainase, secara topografi, dimana daerah
yang terlanda banjir merupakan wilayah rawan banjir, yaitu berupa
dataran rendah yang dilalui oleh sungai-sungai dan drainase. Oleh karena
itu, terjadi banjir sangat dipengaruhi oleh kondisi curah hujan dan aliran
tidak seragam.
Gambar 1: Inventori saluran drainase Kota Belopa, 2014.
Berdasarkan uraian pada inventori saluran drainase Kota Belopa
Kabupaten Luwu di atas maka penulis mengambil untuk memilih judul
dalam penulisan ini adalah “Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan
Terhadap Debit Limpasan Drainase Di Kota Belopa Kab. Luwu”.
3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan, maka
dapat dirumuskan bahwa masalah yang dapat dijadikan dasar dalam
penelitian ini adalah:
1) Seberapa besar perubahan koefisien limpasan untuk tata guna lahan
tahun 2005, 2008, dan 2011 terhadap debit limpasan drainase di
Kota Belopa Kab. Luwu.
2) Seberapa besar debit limpasan drainase dari debit rencana ( )
sama atau lebih besar dari debit analisis ( ) di Kota Belopa
Kab. Luwu.
C. Tujuan penelitian
Dengan adanya masalah yang telah dirumuskan oleh penulis,
maka tujuan penelitian ini adalah:
1) Menganalisis perubahan koefisien limpasan pada tata guna lahan
tahun 2005, 2008, dan 2011 terhadap debit limpasan drainase di Kota
Belopa Kab. Luwu.
2) Mengontrol debit rencana ( ) apakah sama atau lebih besar
dari debit analisis ( ) untuk mengetahui limpasan drainase di
Kota Belopa Kab. Luwu.
D. Manfaat Penelitian
Dengan selesainya penelitian ini diharapkan memberi manfaat
sebagai berikut:
4
1) Mendapatkan pelajaran pada penentuan koefisien limpasan drainase
untuk tata guna lahan di Kota Belopa Kab. Luwu.
2) Mendapatkan pelajaran untuk mengetahui debit limpasan drainase di
kota Belopa Kab. Luwu.
3) Sebagai bahan perbandingan dengan melihat peta inventori saluran
drainase untuk mengetahui arah aliran dan kondisi melimpasnya air
pada saluran drainase di Kota Belopa Kab. Luwu.
4) Sebagai bahan referensi bagi peneliti lanjutan. E. Batasan Masalah
Mengingat luasnya permasalahan mengenai kajian tentang debit
limpasan drainase terhadap wilayah di Kota Belopa Kab. Luwu yang
berdampak pada produktifitas tata guna lahannya dan ekosistem
lingkungan maka dalam tugas akhir ini perlu diberi batasan masalah yaitu:
1) Penelitian ini difokuskan pada pemprediksian koefisien aliran untuk
penggunaan lahan di Kota Belopa Kab. Luwu.
2) Penelitian ini difokuskan pada debit rencana terhadap saluran
drainase untuk penggunaan lahan di Kota Belopa Kab. Luwu dengan
menggunakan metode rasional terhadap debit analisis untuk
penggunaan lahan di Kota Belopa Kab. Luwu.
F Sistematika Penulisan
Secara garis besar sistematika penulisan skripsi ini dibagi dalam 3
bagian yaitu: bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir.
5
1) Bagian awal berisi halaman judul, kata pengantar, daftar isi, daftar
gambar, daftar tabel, daftar notasi dan singkatan.
2) Bagian isi terdiri dari 5 bab, yang terdiri atas:
BAB I PENDAHULUAN : Bab ini berisi latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah dan
sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA : Bab ini berisi teori-teori yang
berhubungan dengan permasalahan yang diperlukan dalam melakukan
penelitian ini, yang meliputi tata guna lahan, drainase, faktor-faktor yang
mempengaruhi tata guna lahan terhadap debit limpasan drainase, hujan
dan limpasan, perhitungan debit rencana, dan perhitungan debit saluran
drainase.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN : Bab ini membahas tentang
lokasi dan waktu penelitian, peralatan penelitian, metode pelaksanaan
penelitian, analisis data, dan flow chart penelitian.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN : Bab ini berisi tentang analisis
data dan hasil analisisnya, serta pembahasan tentang hasil-hasil
penelitian.
BAB V PENUTUP : Bab ini berisi kesimpulan hasil penelitian, dan
saran-saran yang berkaitan dengan hasil penelitian ini.
3) Bagian akhir tulisan ini berisi daftar pustaka, lampiran-lampiran, dan
dokumentasi penelitian.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tata Guna Lahan
Menurut Arsyad, (2006). Tata Guna Lahan (land use) adalah suatu
upaya dalam merencanakan penggunaan lahan dalam suatu kawasan
yang meliputi pembagian wilayah pada fungsi-fungsi tertentu, misalnya
fungsi pemukiman, perdagangan, industri, dan lain-lain. Rencana tata
guna lahan merupakan kerangka kerja yang menetapkan keputusan-
keputusan terkait tentang lokasi, kapasitas dan jadwal pembuatan jalan,
saluran air bersih dan air limbah, gedung sekolah, pusat kesehatan,
taman dan pusat-pusat pelayanan serta fasilitas umum lainnya.
Pemanfaatan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada suatu
objek dan merupakan hasil akhir dari setiap bentuk campur tangan
kejadian (intervensi) manusia terhadap lahan di permukaan bumi yang
bersifat dinamis dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup baik
material maupun spiritual.
Menurut Chay Asdak, (2010). Perubahan tata guna lahan pada
kawasan konservasi menjadi kawasan terbangun dapat menimbulkan
banjir, tanah longsor dan kekeringan. Banjir adalah aliran atau genangan
air yang menimbulkan kerugian ekonomi atau bahkan menyebabkan
kehilangan jiwa.
Menurut Kodoatie dan Sjarief, (2008). Aliran atau genangan air ini
dapat terjadi karena adanya luapan-luapan pada lokasi yang lahan airnya
7
melebihi debit cekungan tanah akibat air hujan dan saluran drainase tidak
berfungsi dengan baik. Hal tersebut terjadi karena pada musim penghujan
air hujan yang jatuh pada daerah tangkapan air (catchments area) tidak
banyak yang dapat meresap ke dalam tanah melainkan lebih banyak
melimpas sebagai debit limpasan drainase. Jika debit limpasan drainase
ini terlalu besar dan melebihi kapasitas, maka akan meyebabkan banjir.
Peta penggunaan lahan berisi tentang distribusi batas-batas penggunaan
lahan seperti bangunan atau pekarangan, tegal atau kebun, ladang atau
huma, hutan, perkebunan, tambak atau kolam.
B. Drainase
Menurut Wesli. (2008:1). kata drainase berasal dari kata drainage
yang artinya mengeringkan atau mengalirkan. Drainase merupakan
sebuah system yang dibuat untuk menangani persoalan kelebihan air
yang berada di atas permukaan tanah maupun air yang berada di bawah
permukaan tanah. Kelebihan air dapat disebabkan oleh intensitas hujan
yang tinggi atau akibat dari durasi hujan yang lama. Secara umum
drainase didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang usaha
untuk mengalirkan air yang berlebihan pada suatu kawasan.
Menurut Suripin, (2004:7). drainase mempunyai arti mengalirkan,
menguras, membuang, atau mengalihkan air. Secara umum, drainase
didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk
mengurangi atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau
lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Drainase juga
8
diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam
kaitannya dengan sanitasi, dimana drainase merupakan suatu cara
pembuangan kelebihan air yang tidak diinginkan pada suatu daerah, serta
cara-cara penangggulangan akibat yang ditimbulkan oleh kelebihan air
tersebut.
Dari sudut pandang yang lain, drainase adalah salah satu unsur dari
prasarana umum yang dibutuhkan masyarakat kota dalam rangka menuju
kehidupan kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat. Prasarana
drainase disini berfungsi untuk mengalirkan air permukaan ke badan air
atau sumber air permukaan dan di bawah permukaan tanah, dan
bangunan resapan. Selain itu juga berfungsi sebagai pengendali
kebutuhan air permukaan dengan tindakan untuk memperbaiki daerah
genangan air dan banjir. Kegunaan dengan adanya saluran drainase ini
adalah mengeringkan daerah genangan air sehingga tidak ada akumulasi
air tanah, menurunkan permukaan air tanah pada tingkat yang ideal,
mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan dan bangunan yang ada,
mengendalikan air hujan yang berlebihan sehingga tidak terjadi bencana
banjir.
Sebagai salah satu sistem dalam perencanaan perkotaan, maka
sistem drainase yang ada dikenal dengan istilah sistem drainase
perkotaan. Berikut definisi drainase perkotaan :
1) Drainase perkotaan yaitu ilmu drainase yang mengkhususkan
pengkajian pada kawasan perkotaan yang erat kaitannya dengan
kondisi lingkungan sosial-budaya yang ada di kawasan kota.
9
2) Drainase perkotaan merupakana sistem pengeringan dan pengairan
air dari wilayah perkotaan yang meliputi daerah pemukiman, kawasan
industri dan perdagangan, kampus dan sekolah, rumah sakit dan
fasilitas umum, dan lapangan olahraga.
Sistem jaringan drainase perkotaan umumnya dibagi atas 2 bagian,
yaitu:
1) Sistem Drainase Makro
Sistem drainase makro yaitu sistem saluran atau badan air yang
menampung dan mengalirkan air dari suatu daerah tangkapan air hujan
(Catchment Area). Pada umumnya sistem drainase makro ini disebut juga
sebagai sistem saluran pembuangan utama (Makro system) atau
drainase primer. Sistem jaringan ini menampung aliran yang berskala
besar dan luas seperti saluran drainase primer, kanal-kanal atau sungai-
sungai. Perencanaan drainase makro ini umumnya dipakai dengan
periode ulang antara 5, 10 sampai 25 tahun dan pengukuran topografi
yang detail mutlak diperlukan dalam perencanaan sistem drainase ini.
2) Sistem Drainase Mikro
Sistem drainase mikro yaitu sistem saluran dan bangunan
pelengkap drainase yang menampung dan mengalirkan air dari daerah
tangkapan hujan. Secara keseluruhan yang termasuk dalam sistem
drainase mikro adalah saluran di sepanjang sisi jalan, saluran drainase air
hujan di sekitar bangunan, gorong-gorong, saluran drainase kota dan lain
sebagainya dimana debit air yang dapat ditampungnya tidak terlalu besar.
10
Pada umumnya drainase mikro ini direncanakan untuk hujan dengan
masa periode ulang 2, 5, 10, dan 25 tahun tergantung pada tata guna
lahan yang ada. Sistem drainase untuk lingkungan permukiman lebih
cenderung sebagai sistem drainase mikro.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Tata Guna Lahan
Terhadap Limpasan Drainase.
Perubahan tata guna lahan merupakan penyebab utama banjir bila
dibandingkan dengan faktor lain. Perlu pula diketahui bahwa perubahan
tata guna lahan memberikan kontribusi dominan kepada aliran
permukaan (run off). Hujan yang jatuh ke tanah, airnya akan menjadi
aliran permukaan di atas tanah dan sebagian meresap ke dalam tanah
tergantung kondisi tanahnya. (Kodoatie dan Sjarief, 2008).
Faktor penutupan lahan vegetasi cukup signifikan dalam
pengurangan atau peningkatan aliran permukaan. Hutan yang lebat
mempunyai tingkat penutup lahan yang tinggi, sehingga apabila hujan
turun ke wilayah hujan tersebut, faktor penutupan lahan ini
memperlambat kecepatan aliran permukaan, bahkan bisa terjadi
kecepatannya mendekati nol. Ketika suatu kawasan hutan menjadi
pemukiman, maka penutupan lahan kawasan ini akan berubah menjadi
penutupan lahan yang tidak mempunyai resistensi untuk menahan aliran
yang terjadi ketika hujan turun, kecepatan air akan meningkat sangat
tajam di atas lahan ini. Namun resapan air yang masuk ke dalam tanah
relatif tetap kecuali lahannya berubah. Kuantitas totalnya berubah karena
tergantung dari luasan penutup lahan (Kodoatie dan Sjarief, 2008).
11
Gambar 2. Perubahan dalam Aliran Run-off karena Perubahan
Penggunaan Lahan yang menyebabkan banjir.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tata guna lahan
terhadap limpasan drainase, yaitu:
1) Kurang seragamnya dimensi saluran yang mengakibatkan dari
beberapa bangunan pemerintah yang menyesuaikan aturan
dibanding dengan masyarakat yang tidak sesuai dengan izin
membangun bangunan atau IMB.
2) Kurang berfungsinya saluran drainase, sebagai tempat mengalirnya
air hujan dari badan jalan ke saluran, hal ini dikarenakan kurangnya
pemeliharaan, yang mengakibatkan tersumbatnya saluran air tersebut
akibat pengendapan kotoran atau sampah.
3) Adanya sampah dan lumpur yang menyebabkan penyumbatan aliran
air dan kapasitas saluran menjadi kecil sehingga tidak mampu
menampung debit air hujan yang masuk terutama saat hujan lebat.
12
Hal ini berkaitan dengan kurangnya tingkat kesadaran masyarakat
terhadap kebersihan saluran.
Keterkaitan antara ruang terbuka hijau, tata guna lahan dan run off.
Jika banyak ruang terbuka hijau tentu aliran run off sedikit dikurangi,
karena sebagian meresap kedalam tanah dan sebagian lagi mengalir
kedalam saluran drainase. Tata guna lahan juga terkait dengan drainase.
Drainase merupakan sebuah sistem yang dibuat untuk menangani
persoalan kelebihan air, sehingga debit air masuk kedalam tanah dan
debit air masuk ke drainase, tidak dapat menampung kapasitas daya
tampung drainase.
Dalam perencanaan drainase perkotaan juga diperhitungkan tata
guna lahan di daerah tangkapan. Jika air hujan turun dari gunung,
sementara lahan di perkotaan sudah terbangun dan drainasenya juga
penuh dengan sampah, bisa dipastikan akan terjadi banjir. Dalam
perhitungan debit banjir untuk membuat sebuah drainase juga
diperhitungkan koefisien Pengaliran (Run off Coeficient), karakter
permukaan aspal berapa, karakter permukaan beton berapa, agar air
hujan itu cepat mengalir kedalam drainase atau sungai (saluran primer),
agar tidak terjadi genangan.
D. Hujan dan Limpasan
Menurut Wesli, (2008:19-22) Hujan dan limpasan merupakan dua
fenomena yang tidak dapat dipisahkan yang salin terkait satu sama
lainnya. Fenomena hujan merupakan fenomena alam yang tidak dapat
13
diketahui secara pasti namun dapat dilakukan perkiraan-perkiraan
berdasarkan data-data hujan terdahulu. Semakin banyak data hujan yang
kita dapatkan maka akan semakin mendekati akurasi perkiraan-perkiraan
yang dilakukan. Rumusan-rumusan yang digunakan yang digunakan
untuk mempekirakan hujan tidak ada yang pasti, rata-rata ahli hidrologi
yang melakukan penelitian tentang hujan membuat persamaan-
persamaan yang sifatnya empiris namun persamaan-persamaan ini dapat
membantu dalam perencanaan bangunan-bangunan air. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan para ahli mengenai hujan menunjukkan bahwa
hujan-hujan yang besarnya tertentu mempunyai masa ulang rata-rata
tertentu pula dalam jangka waktu cukup panjang. Akibat terjadinya hujan
maka akan terjadi limpasan berupa air hujan yang akan mencapai sungai
tanpa mencapai permukaan air tanah yakni curah hujan yang dikurangi
sebagian dari infiltrasi, sebagian besarnya air yang tertahan dan sebagian
dari besarnya genangan.
Limpasan permukaan merupakan bagian dari curah hujan yang
berlebihan mengalir selama periode hujan atau sesudah periode hujan.
Sumber dari limpasan sebenarnya bukan hanya dari air yang mengalir di
atas permukaan saja melainkan juga dari air yang mengalir di bawah
permukaan (subsurface) yaitu sebagian air yang mengalir ke sungai dari
proses infiltrasi di bawah permukaan tanah sebelum sampai ke muka air
tanah. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi limpasan diantaranya
adalah tata guna lahan, daerah pengaliran, kondisi topografi dari daerah
pengaliran, jenis tanah dan faktor-faktor lain seperti karakteristik sungai,
14
adanya daerah pengaliran yang tidak langsung, daerah-daerah
tampungan, drainase buatan dan lain-lain. Untuk mengatasi atau
menyelesaikan masalah hujan dan limpasan dapat digunakan
persamaan-persamaan rasional yang dikemukakan para ahli yang
sifatnya empiris dengan dasar pemikiran bahwa debit yang terjadi akibat
adanya hujan yang berbanding lurus dengan intensitas hujan, dan juga
berbanding lurus dengan luas daerah hujan namun untuk mendekati
akurasi perkiraan perlu dikoreksi dengan koefisien-koefisien tertentu.
Pengaliran di dalam sungai diakibatkan terutama oleh hujan.
Jatuhnya hujan di suatu daerah baik menurut waktu maupun menurut
pembagian geografisnya tidak tetap melainkan berubah-ubah tergantung
kepada musim yang sedang berlangsung. Musim di Indonesia dikenal
musim hujan dan musim kemarau. Pada musim hujan besarnya intensitas
hujan dan lama waktu hujan dari hari ke hari, dari jam ke jam tidak sama,
demikian pula dari tahun ke tahun banyaknya hujan tidak sama dan juga
hujan maksimum dalam satu hari untuk berbagai tahun berlainan.
1) Hujan
Pengelompokan hujan setiap hari 24 jam yang besarnya tertentu
selama bertahu-tahun memperhatikan bahwa hujan-hujan kecil terjadi
lebih sering dari hujan-hujan besar. Pengenaian lebih lanjut mengenai
hujan-hujan itu menunjukkan bahwa hujan-hujan yang besarnya tertentu
yang mempunyai masa ulang rata-rata tertentu pula dengan jangka waktu
yang cukup panjang. Pada hujan harian yang besarnya 40 mm terjadi
15
rata-rata 10 tahun sekali, artinya dalam 50 tahun terjadi 5 kali atau dalam
100 tahun terjadi 10 kali dan selanjutnya hujan yang besarnya 40 mm
sehari itu mempunyai masa ulang rata-rata 10 tahun.
Jumlah air yang dihasilkan akibat hujan tergantung dari intensitas
hujan dan lama waktu hujan. Intensitas hujan yang besar dalam waktu
yang singkat akan menghasilkan jumlah air yang berbeda dengan
intensitas hujan yang kecil tapi dalam waktu lama. Keadaan yang paling
ekstrim adalah intensitas hujan yang besar dengan waktu yang lama. Hal
ini dapat mengakibatkan banjir.
Banjir terjadi akibat adanya limpasan permukaan yang sangat besar
yang disebabkan oleh hujan dan tidak dapat ditampung oleh sungai atau
saluran drainase disamping itu limpasan permukaan yang berlebihan
disebabkan tanah sudah jenuh air.
2) Limpasan
Limpasan permukaan adalah air yang mencapai sungai tanpa
mencapai permukaan air tanah yakni curah hujan yang dikurangi
sebagian dari infiltrasi dan besarnya air yang tertahan dan besarnya
genangan. Limpasan permukaan merupakan bagian yang penting dari
puncak banjir. Bagian dari curah hujan yang berlebihan dan mengalir
selama periode hujan dan sebagian lagi sesudah periode hujan.
Limpasan dapat dibagi dalam dua sumber yaitu:
a) Air yang mengalir di atas permukaan tanah.
16
b) Air yang mengalir di bawah permukaan (subsurface) yaitu bagian air
yang mengalir ke sungai dari proses infiltrasi di bawah permukaan
tanah.
E. Analisa Hidrologi
Analisa hidrologi adalah suatu analisis yang bertujuan untuk
menghitung potensi air yang ada pada daerah tertentu, untuk dapat
dimanfaatkan dan dikembangkan serta mengendalikan potensi air untuk
kepentingan masyarakat di sekitar daerah tersebut. Analisa hidrologi
merupakan dasar kesepakatan seluruh pihak yang bersangkutan
terhadap segala aspek, oleh karena itu perlu diuraikan secara jelas
seluruhnya mengenai analisa kebutuhan air dan tersedianya air. Dalam
hal ini juga mencakup analisa debit aliran. Informasi umum yang
digunakan dalam analisa hidrologi berdasarkan penggunaan lahan dalam
tiap tiga tahun durasi waktu di atas.
Data hujan yang baik diperlukan dalam melakukan analisis
hidrologi, sedangkan untuk mendapatkan data yang berkualitas biasanya
tidak mudah. Data hujan hasil pencatatan yang tersedia biasanya dalam
kondisi tidak menerus dan apabila terputusnya rangkaian data hanya
beberapa saat kemungkinan tidak menimbulkan masalah, akan tetapi
untuk kurun waktu yang lama tentu akan menimbulkan masalah di dalam
melakukan analisis. Menghadapi kondisi data seperti ini langkah yang
dapat ditempu adalah dengan melihat akan kepentingan dari sasaran
yang dituju, apakah data kosong tersebut perlu diisi kembali. Kualitas
17
data yang tersedia akan ditentukan oleh alat ukur dan manajemen
pengelolaannya.
Beberapa metode untuk mendapatkan curah hujan wilayah adalah
dengan : cara rata-rata aljabar, poligon thiessen dan isohyet. Dalam
kajian ini, analisa curah hujan wilayah digunakan metode polygon
thiessen mengingat pos penakar hujan tidak tersebar merata. (Wesli
2008, hal.43)
Gambar 3 : Pembagian wilayah dengan metode poligon Thiessen. (Wesli :2008)
Adapun cara penentuan kondisi daerah dikaitkan dengan waktu
hujan pada daerah hujan maksimal dengan pembagian wilayah untuk
mengetahui rata-rata hujan di beberapa desa atau kelurahan dengan
menggunakan metode Poligon Thiessen.
F. Perhitungan Debit Analisis
1) Debit Periode Ulang
Menurut Wesli, (2008:85) debit analisis adalah debit maksimum
yang akan dialirkan oleh saluran drainase untuk mencegah terjadinya
18
genangan. Untuk drainase perkotaan dan jalan raya, sebagai debit
rencana ditetapkan debit banjir maksimum periode ulang 5 tahun, yang
mempunyai makna kemungkinan banjir maksimum tersebut disamai atau
dilampaui 1 kali dalam 5 tahun atau 2 kali dalam 10 tahun. Penetapan
debit banjir maksimum priode ulang 5 tahun ini berdasarkan
pertimbangan:
a) Resiko akibat genangan yang ditimbulkan oleh hujan relatif kecil di
bandingkan dengan banjir yang ditimbulkan meluapnya sebuah
drainase.
b) Luas lahan di perkotaan relatif terbatas apabila ingin direncanakan
saluran yang melayani debit banjir maksimum periode ulang lebih
besar dari 5 tahun.
c) Daerah perkotaan mengalami perubahan dalam periode tertentu
sehingga mengakibatkan perubahan pada saluran drainase.
Perencanaan debit rencana untuk drainase perkotaan dan jalan
raya dihadapi dengan persoalan tidak tersedianya data aliran. Umumnya
untuk menentukan debit aliran akibat air hujan diperoleh dari hubungan
rasional antara hujan dengan limpasannya. Untuk limbah rumah tangga di
estimasikan 25 liter perorang perhari, yang meningkat secara linear
dengan jumlah penduduk. (Wesli, 2008:86).
Ada banyak rumus rasional yang dibuat secara empiris yang dapat
maenjelaskan hubungan antara hujan dengan limpasannya diantaranya
rumus metode rasional. Metode rasional ini yang akan digunakan untuk
menghitung debit analisis, dimana metode rasional adalah rumus yang
19
tertua dan yang terkenal diantara rumus-rumus empiris. Untuk pertama-
tama digunakan di Irlandia oleh Mulvaney pada tahun (1847). Metode ini
mengasumsikan bahwa laju pengaliran maksimum terjadi jika lama hujan
sama dengan waktu konsentrasi daerah alirannya. Atau dapat juga
diartikan debit limpasan akibat intensitas berlangsung selama atau lebih
lama dari waktu tiba banjir atau konsentrasi. Waktu konsentrasi adalah
waktu yang diperlukan oleh hujan yang jatuh pada titik terjauh saluran
drainase untuk mencapai outletnya (Wesli, 2008: 28).
Pemikiran secara rasional ini dapat dinyatakan secara aljabar
dengan rumus rasional berikut:
( ) = 0,00278 C.Cs.l.A. (m3/dtk) .......................................(1)
Keterangan:
( ) = Debit Analisis (m3/dtk).
C = Koefisien Pengaliran (Run off Coeficient).
Cs = Koefisien Tampungan.
I = Intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam).
A = Luas Area (Catchment Area) (ha).
Persamaan ini dapat diartikan bahwa jika hujan sebesar 1 mm/jam
selama 1 jam pada saluran drainase seluas 1 ha2 pada permukaan yang
licin (c = 1) maka akan terjadi debit air sebesar 0,00278 m3/det.
Koefisien Pengaliran (Run off Coeficient) yang didasarkan pada
faktor-faktor daerah pengalirannya seperti: jenis tanah, kemiringan,
keadaan hutan penutupnya dan besar kecilnya banjir, intensitas hujan
selama time of concentration dan luas daerah pengaliran.
20
Besarnya koefisien pengaliran (Run off Coeficient) didasarkan pada
keadaan daerah pengaliran dengan memperhatikan Intensitas Curah
Hujan dinyatakan dengan I = d/t, pada umumnya semakin besar t maka I
semakin kecil. Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per
satuan waktu. Jika data hujan pendek tidak tersedia, yang ada hanya
data hujan harian, maka intensitas hujan dapat dihitung dengan
menggunakan rumus–rumus sebagai berikut :
Intensitas hujan (I) metode mononobe. Tim Gunadarma, (2010).
I =
∙ (
2/3......................................................................(2)
Keterangan:
I = Intensitas hujan selama time of concentrasion (mm/jam).
R = Hujan sehari (mm).
Tc = Waktu konsentrasi (jam).
Waktu konsentrasi (tc) didapat dari persamaan:
Tc = to + td ………….............................................................(3)
Keterangan:
Tc = Waktu konsentrasi (jam)
to = Waktu untuk mengalir dari permukaan lahan ke saluran
terdekat (menit)
td = Waktu pengaliran dalam saluran (menit)
Untuk melengkapi kebutuhan persamaan tersebut di atas maka
perlu dicari nilai intensitas I dan waktu konsentrasi tc.
21
2) Koefisien Pengaliran
Koefisien pengaliran (run off coeficien) adalah perbandingan
antara jumlah air hujan yang mengalir atau melimpas di atas permukaan
tanah (surface run off) dengan jumlah air yang jatuh pada atmosfir. Nilai
koefisien pengaliran berkisar antara 0 sampai dengan 1 dan bergantung
dengan jenis tanah, jenis vegetasi, karakteristik tata guna lahan dan
konstruksi yang ada di permukaan tanah seperti jalan aspal, atap
bangunan dan lain-lain yang menyebabkan air hujan tidak dapat sampai
secara langsung ke permukaan tanah sehingga tidak dapat berinfiltrasi
maka akan menghasilkan limpasan permukaan hampir 100%. Rumus
untuk menentukan koefisien pengaliran sebagai berikut, (Wesli 2014:31).
……………………………………………...………………….(4)
Keterangan :
C = Koefisien pengaliran (Run off Coeficient).
Q = Jumlah limpasan (m3/dtk) .
R = Jumlah curah hujan (mm).
Koefisien pengaliran merupakan nilai banding antara bagian hujan
yang membentuk limpasan langsung dengan hujan total yang terjadi.
Besaran ini dipengaruhi oleh tata guna lahan, kemiringan lahan, Jenis
dan kondisi tanah. Pemilihan koefisien harus memperhitungkan
kemungkinan adanya perubahan tata guna lahan dikemudian hari.
22
Berdasarkan nilai koefisien pengaliran (c) untuk daerah
penggunaan lahan di Kota Belopa ini adalah dari hasil berdasarkan
penelitian para ahli diperlihatkan tabel berikut ini:
Tabel 1 : Koefisien Pengaliran
Daerah Koefisien Aliran
a Perumahan tidak begitu rapat 0,25 - 0,40
(20 rumah/Ha)
b Perumahan kerapatan sedang 0,40 - 0,70
(20-60 rumah/Ha)
c Perumahan rapat
0,70 - 0,80
d Taman dan daerah rekreasi 0,20 - 0,30
e Daerah industry
0,80 - 0,90
f Daerah perniagaan 0,90 - 0,95
Sumber : Drainase perkotaan, (wesli, 2008:31).
3) Koefisien Tampungan
Daerah yang memiliki cekungan untuk menampung air hujan
relative mengalirkan lebih sedikit air hujan dibandingkan daerah yang
tidak memiliki cekungan sama sekali. Efek tampungan oleh cekungan ini
terhadap debit analisis diperkirakan dengan koefisien tampungan yang
diperoleh dengan rumus sebagai berikut, (Wesli, 2008:34) :
…………………………..………………………. (5)
Keterangan:
Cs = Koefisien tampungan.
Tc = Waktu kosentrasi (jam).
23
Td = Waktu aliran air mengalir didalam saluran dari hulu ke
tempat pengukuran (jam).
4) Karakteristik Hujan
Menurut Wesli, (2008:34) Karakteristik hujan dapat diketahui
berdasarkan durasi hujan, intensitas hujan dan waktu konsentrasinya.
a) Durasi hujan adalah lama kejadian hujan (menitan, jam-jaman, harian)
diperoleh terutama dari hasil pencatatan alat pengukur hujan otomatis.
Dalam perencanaan drainase durasi hujan ini sering dikaitkan dengan
waktu konsentrasi, khususnya pada drainase perkotaan diperlukan
durasi yang relative pendek, mengingat akan toleransi terhadap
lamanya genangan.
b) Lengkung intesitas hujan Lengkung intesitas hujan adalah grafik yang
menanyakan hubungan antara intensitas hujan dengan durasi hujan,
hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk lengkung intensitas hujan
dengan priode ulang hujan tertentu.
Gambar 4. Kurva Intensitas Hujan
0
20
40
60
80
100
120
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90
Inte
nsi
tas
Hu
jan
(m
m/j
am)
Durasi Hujan ( Menit)
I 2
I 5
24
c) Waktu konsentrasi (Tc) Waktu konsentrasi adalah waktu yang
diperlukan untuk mengalirkan air dari titik yang paling jauh pada
daerah aliran ke titik control yang ditentukan pada bagian hilir suatu
saluran. Debit limpasan dari sebuah daerah akan maksimum apabila
seluruh aliran dari tempat terjauh dengan aliran tempat-tempat
dihilirnya tiba ditempat pengukuran secara bersama-sama. Hal ini
member pemahaman bahwa debit maksimum tersebut akan terjadi
apabila durasi hujan harus sama atau lebih besar dari waktu
konsentrasi. Pada prinsipnya waktu konsentrasi dapat dibagi menjadi:
(1) Inlet time (To), yaitu waktu yang diperlikan oleh air untuk mengalir
diatas permukaan tanah menuju saluran drainase.
(2) Conduit time (Td), yaitu waktu yang diperlikan oleh air untuk
mengalir disepanjang saluran sampai titik control yang ditentukan
dibagian hilir.
Waktu konsentrasi untuk drainase perkotaan terdiri dari waktu
yang diperlukan air untuk mengalir melalui permukaan tanah dari tempat
terjauh ke saluran terdekat (inlet time) ditambah waktu untuk mengalir
didalam saluran ke tempat pengukuran (conduit time). Waktu konsentrasi
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut, (Wesli, 2008:36) ;
Tc = To +Td ….................................................................(6)
Dimana :
Tc = Waktu konsentrasi (jam).
25
To = Inlet time, waktu yang diperlukan air hujan mengalir
dipermukaan tanah dari titik terjauh ke saluran
terdekat (jam).
Td = Conduit time, waktu yang diperlukan air hujan mengalir
didalam saluran sampai ketempat pengukuran (jam).
Gambar 5: Lintasan aliran waktu inlet time (to) dan conduit time (td).
Wesli, (2008: 37)
Waktu konsentrasi besarnya sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh
factor-faktor berikut ini:
a) Luas daerah pengaliran.
b) Panjang saluran drainase.
c) Kemiringan dasar saluran.
d) Debit dan kecepatan aliran.
Harga To dan Td dan Tc dapat diperoleh dari rumus-rumus
empiris, salah satunya adalah rumus Kirpich, seperti berikut ini:
√ ……….….......................................... (7)
Keterangan:
To = Inlet time ke saluran terdekat (menit).
Lo = Jarak aliran terjauh diatas tanah hingga saluran
terdekat (m)
26
So = Kemiringan permukaan tanah yang dilalui aliran
diatasnya.
Harga Td ditentukan oleh panjang saluran yang dilalui aliran dan
kecepatan aliran didalam saluran, seperti ditunjukkan oleh rumus
sebagai berikut:
Td =
…………………………………............................ (8)
Keterangan:
Td = Conduit time sampai ke tempat pengukuran (jam).
L1 = Jarak yang ditempuh aliran dalam saluran ke tempat
pengukuran (m).
V = Kecepatan aliran dalam saluran (m/det).
Lama waktu mengalir didalam saluran (Td) di tentukan dengan
rumus sesuai dengan kondisi salurannya, untuk saluran alami, sifat-sifat
hidroliknya sukar ditentukan, maka Td dapat ditentukan dengan
menggunakan perkiraan kecepatan air pada saluran buatan nilai
kecepatan aliran dapat dimodifikasi berdasarkan nilai kekasaran dinding
saluran menurut Manning, Chezy atau yang lainnya.
Tabel 2 : Kecepatan aliran dalam saluran
Kemiringan rata-rata dasar saluran Kecepatan rata-rata
% (m/dtk)
kurang dari 1 0,40
1 – 2 0,60
2 – 3 0,90
6 – 10 1,50
10 – 15 2,40
Sumber : Wesli, (2008:39).
27
Harga Tc ditentukan oleh panjang saluran yang dilalui aliran dan
kemiringan saluran, seperti yang ditunjukkan oleh rumus sebagai berikut:
Tc = 0.00013
……………………….………..………..…(9)
Keterangan:
Tc = Waktu konsentrasi (jam)
L = Panjang jarak dari tempat terjauh didaerah aliran sampai
tempat pengamatan banjir, diukur menurut jalannya
sungai (km).
S = Perbandingan dari selisih tinggi antra tempat terjauh dan
tempat pengamatan, diperkirakan sama dengan kemiri-
ngan rata-rata dari daerah aliran.
F. Perhitungan Debit Rencana
Pada saluran drainase pada perkotaan secara umum dikenal ada
dua jenis konstruksi saluran, yaitu:
1) Saluran tanah tanpa lapisan, dan
2) Saluran dengan lapisan, seperti pasangan batu, beton, kayu, dan
baja.
Saluran tanah memiliki maksimum yang dibatasi oleh kemampuan
jenih tanah setempat terhadap bahaya erosi akibat aliran terlalu cepat.
Hal tersebut menjadi salah alasan mengapa diperlukanya saluran dengan
lapisan, meskipun harga saluran dengan lapisan lebih mahal.
Untuk drainase perkotaan dan jalan raya umumnya dipakai saluran
dengan lapisan. Selain alasan seperti dikemukakan diatas, estetika dan
28
kestabilan terhadap gangguan dari luar seperti lalu lintas merupakan
alasan lain yang menuntut saluran drainase perkotaan dan jalan raya
dibuat dari saluran dengan lapisan. Saluran ini dapat berupa saluran
terbuka atau saluran yang diberi tutup dengan lubang-lubang kontrol di
tempat-tempat tertentu. Saluran yang diberi tutup ini bertujuan supaya
saluran memberikan pandagan yang lebih baik atau ruang gerak bagi
kepentingan lain.
1) Kriteria Teknis
Dalam perencanaan dan pelaksanaan pembuatan saluran
drainase, kriteria teknis saluran drainase untuk air hujan dan air limbah
perlu diperhatikan agar saluran drainase tersebut dapat bekerja sesuai
dengan fungsinya. Kriteria teknis saluran drainase adalah:
a) Kriteria teknis saluran drainase air hujan:
(1) Muka air rancangan lebih rendah dari muka tanah yang akan
dilayani;
(2) Aliran berlangsung cepat, namun tidak menimbulkan erosi;
(3) Kapasitas saluran membesar searah aliran.
b) Kriteria teknis saluran drainase air limbah:
(1) Muka air rencana lebih rendah dari muka tanah yang akan dilayani;
(2) Tidak mencemari kualitas air sepanjang lintasannya;
(3) Tidak mudah dicapai oleh binatang yang dapat menyebarkan
penyakit;
29
(4) Ada proses pengeceran atau penggelontoran sehingga kotoran
yang ada dapat terangkut secara cepat sehingga ketempat
pembuagan akhir;
(5) Tidak menyebarkan bau atau menggangu estetika.
2) Bentuk Penampang Saluran
Mengingat bahwa tersedianya lahan merupakan hal yang perlu
dipertimbangkan, maka penampang saluran drainase perkotaan dan jalan
raya dianjurkan mengikuti penampang hidrolis terbaik, yaitu suatu
penampang yang memiliki luas terkecil untuk suatu debit tertentu atau
memiliki keliling basah yang terkecil dengan hantaran maksimum. Unsur-
unsur giometris penampang hidrolis terbaik diperlihatkan pada tabel
berikut ini:
Tabel 3: Unsur geometrik penampang hidrolis terbaik
No Penampang Melintang
Luas (A) Keliling Basah
(P)
Jari-jari Hidrolis
(R)
Lebar Puncak (T)
1 Trapesium (se-
tengah segi enam)
3/√3. 6/√3.y
.y 4/√3.y
2 Persegi Panjang (setengah bujur sangkar)
2. 4.y
.y 2.y
3 Segitiga (setengah bujur sangkar)
4/√2.y
√2.y 2.y
4 Setengah Lingkaran
.
.y 2.y
5 Parabola
.√2.
.√2.y
.y 2.√2.y
6 Lengkung Hidrolis 1,3959. 2,9836.y 0,46784.y 1,917532.y
Sumber : Wesli, (2008:93).
30
Gambar 6. Penampang hidrolis terbaik penampang melintang persegi
panjang dan penampang melintang trapesium. (Wesli,
2008:94).
Untuk mencegah gelombang atau kenaikan muka air yang melimpah
ke tepi, maka perlu tinggi jagaan pada saluran, yaitu jarak vertikal dari
puncak saluran ke permukaan air pada kondisi debit rencana. Tinggi
jagaan ini (F) berkisar 5% sampai 30% kedalam aliran.
3) Dimensi Saluran
Dimensi saluran harus mampu mengalirkan debit rencana atau kata
lain debit yang dialirkan oleh saluran ( ) sama atau lebih besar
dari debit ( ). Hubungan ini ditentukan sebagai berikut.
( ) ≥ ( ) ............................................................(10)
Debit suatu penampang saluran ( ) dapat diperoleh dengan
menggunakan rumus seperti di bawah ini.
= A. V.......................................................................(11)
Di mana:
= Debit rencana (m3/dtk)
31
As = luas penampang saluran tegak lurus arah aliran ( ).
V = kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran (m/detik)
Kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran dapat di hitung dengan
menggunakan rumus Manning sebagai berikut:
½ ................................................................ (12)
............................................................................... (13)
As =
………………………..………………………….………… (14)
W = ………………………………………….………… (15)
P = b + 2h ......................................................................... (16)
Di mana:
As = Luas penampang saluran tegak lurus arah aliran ( )
V = Kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran (m/detik)
n = Koefisien kekasaran Manning (tabel 4)
R = Jari-jari hidrolis (m)
S1 = Kemiringan dasar saluran
P = Keliling basah saluran (m)
W = Tinggi jagaan (m)
h = Tinggi air dalam saluran (m)
32
Tabel 4: Koefisien kekasaran Manning untuk gorong-gorong dan saluran
pasangan.
Kondisi Saluran Manning (n) G. Kutter (m)
Saluran Alam
Saluran Berumput
Saluran Tanah Beraturan
Saluran Pasangan Batu
Saluran Pasangan Acian
Saluran Beton
0,045
0,040
0,030
0,025
0,015
0,015
0,050
0,035
0,020
0,015
0,010
0,012
Sumber : Pedoman teknik perencanaan drainase perkotaan hal 49.
Perhtungan dimensi saluran drainase perkotaan dan jalan raya
dianjurkan memperhatikan hal-hal berikut:
a) Karena alasan teknis dan estetika, saluran direncanakan dengan
lapisan atau pasangan tahan erosi.
b) Pada saluran dengan pasangan ini kecepatan aliran maksimum yang
dapat menyebabkan erosi tidak perlu ipertimbangkan. Demikian juga
dengan kecepatan yang dapat mencegah tumbuhnya vegetasi, yaitu
Vmin = 0,6 m/det dapat juga diabaikan karena dengan asumsi saluran
dipelihara dan dibersihkan.
c) Hendaknya dipakai saluran penampang hidrolis terbaik, yaitu
penampang dengan luas minimum mampu membawa debit
maksimum (tabel 3).
33
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Gambaran tentang lokasi penelitian, baik secara umum dalam arti
lokasi penelitian secara keseluruhan dalam hal ini Kecamatan Belopa
maupun secara khusus dalam hal penelitian yaitu Kantor Camat Belopa
sangat penting untuk dikemukakan. Karena hal ini juga dapat membantu
dalam rangka membahas dan menganalisa masalah-masalah yang
didapatkan pada penelitian dan penulisan ini. Belopa adalah ibu kota baru
Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Kabupaten Luwu menjadikan kota
Belopa selaku ibu kota, setelah memindahkan ibu kota dari Palopo,
karena Palopo menjadi kota otonomi, hasil pemekaran dari Kabupaten
Luwu, sehingga Kabupaten Luwu harus memindahkan ibu kota ke
sebelah selatan, sekitar 50 km dari kota Palopo. Belopa terletak di pinggir
jalan raya Trans-Sulawesi, suatu kecamatan yang terletak di antara kota
Palopo dan kota Makassar.
Jalan yang menghubungkan Kecamatan Belopa dengan Kecamatan
lainnya sudah cukup memadai dengan adanya jalan aspal sehingga arus
transportasi darat berjalan lancar. Demikian juga dengan jalan kecamatan
yang menghubungkan desa atau kelurahan yang satu dengan desa atau
kelurahan yang lainnya sebagian besar merupakan jalan aspal yang
kondisinya cukup baik.
34
Kecamatan Belopa mempunyai luas wilayah seluas 59,26 km². yang
terbagi dalam 9 desa atau kelurahan. Wilayahnya yang berbatasan
langsung dengan Teluk Bone menjadikan kecamatan ini terdiri atas desa
atau kelurahan, pantai dan bukan pantai. 3 desa atau kelurahan
diantaranya merupakan desa atau kelurahan pantai, dan 6 desa atau
kelurahan yang lainnya adalah desa atau kelurahan bukan pantai.
Sehingga ketinggian rata-rata dari permukaan laut berkisar antara 0 - 60
meter.
B. Peralatan dan waktu Penelitian
Peralatan yang akan digunakan untuk pengecekan lapangan
diantaranya: Leptop dengan koneksi Google Earth, GPS Garmin, meteran
5 m, camera, alat tulis dan kompas. Rencana penelitian akan
dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Agustus 2014.
C. Metode Pelaksanaan Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode survei atau
observasi lapangan. Dan penelitian ini dibagi menjadi 3 (tiga) tahapan
yaitu: tahapan pertama persiapan, kedua pengumpulan data dan ketiga
pengolahan dan analisis data prediksi limpasan drainase dan debit
analisa, dengan uraian tahapan adalah:
1) Persiapan
Persiapan dimaksud untuk mengumpulkan data-data pendahuluan
seperti peta jenis tanah, peta citra satelit, peta adiministratif kabupaten
35
luwu, peta RTRW Kota Belopa, Peta Infrastruktur Kabupaten Luwu, dan
peta dari GPS atau Google Earth. Kemudian dipersiapkan alat-alat yang
akan dipergunakan pada pengamatan lapangan. Peta dasar yang
digunakan adalah peta rupa bumi skala 1 : 500.000 dijadikan sebagai
pedoman dalam pengamatan lapangan.
2) Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan meliputi: Parameter hidrologi untuk
mendukung estimasi debit rencana dengan metode rational yaitu:
koefisien run-off yang didasarkan pada faktor-faktor daerah pengalirannya
seperti, kemiringan saluran, keadaan penggunaan lahan atau besar
kecilnya limpasan, intensitas hujan selama time of concentration, luas
daerah pengaliran, dan Inventori saluran drainase.
3) Pengolahan dan Analisis Data
Menganalisis debit analisis dengan metode rasional yaitu: rumus
rasional adalah rumus yang tertua dan yang terkenal diantar rumus-
rumus empiris. Pemikiran secara rasional ini dapat dinyatakan secara
aljabar dengan rumus rasional berikut: ( )= 0,00278 C.Cs.l.A.
(m3/dtk), Koefisien run-off yang didasarkan pada faktor-faktor daerah
pengalirannya seperti:, kemiringan, keadaan penggunaan lahan atau
besar kecilnya limpasan, intensitas hujan selama time of concentration,
luas daerah pengaliran dan Inventori saluran drainase. Besarnya
koefisien run-off (C) didasarkan pada keadaan daerah pengaliran seperti
36
terlihat pada Tabel 1. Intensitas hujan ( I ) didapat dari persamaan: I =
(R/24).(24/tc)2/3 , dan waktu konsentrasi didapat dengan persamaan: Tc =
0.00013
.
4). Peta Topografi
Keadaan geografis Kota Belopa merupakan salah satu kecamatan
dari 21 Kecamatan yang ada di Kabupaten Luwu. Kecamatan Belopa ini
berbatasan dengan :
a) Sebelah utara dengan Kecamatan Belopa utara.
b) Sebelah timur dengan Teluk Bone.
c) Sebelah selatan dengan Kecamatan suli.
d) Sebelah barat dengan Kecamatan Bajo.
Gambar 7: Peta topografi Kota Belopa, BPS Kab. Luwu, 2014
37
D. Low Chart Penelitian atau Bagan alur penelitian
Secara garis besar penelitian ini dapat di lihat dalam diagram alur
sebagai berikut.
Tidak
Ya
Gambar 8. Bagan Alur Penelitian
Selesai
SEKUNDER
Curah Hujan 3 Stasiun
Penggunaan lahan, 2005, 2008, dan 2011
Peta Topografi
HASIL
Debit Limpasan Pada Saluran Drainase
PRIMER
Koefisien (run-off ) pada penggunaan lahan
Inventori saluran
Daerah aliran air
MULAI
Penentuan Lokasi Penelitian
Pengambilan Data
Perhitungan ≥Perhitungan ( )
Validasi data atau Pengelolahan
data
38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Klimatologi
Kondisi klimatologi lokasi penelitian didasarkan pada data yang
dikumpulkan dari instansi pemerintah seperti Badan Meteorologi dan
Geofisika. Berdasarkan data tersebut kondisi iklim di lokasi penelitian
adalah musim kemarau (dengan curah hujan kurang dari 100 mm/bulan)
umumnya berlangsung dari bulan Juni sampai dengan bulan Oktober,
dan musim hujan berlangsung antara bulan Nopember sampai dengan
bulan Mei. Suhu rata-rata berkisar antara 24 oC sampai 27 oC.
B. Topografi
Secara umum kondisi topografi Kota Belopa adalah sedang
sampai landai dengan kemiringan lahan 2 - 3 % pada lahan di hulu
(sebelah barat jalan propinsi) dan sekitar 1% pada lahan di hilir (sebelah
timur jalan propinsi). Penggunaan lahan dilokasi ini, sebagian besar
berupa sawah fungsional dengan tanaman padi, sebagian berupa semak
belukar dan kebun coklat. Elevasi rata–rata lahan adalah antara + 2
sampai dengan + 33 m di atas permukaan laut.
Tabel 5 : Kondisi topografi drainase jalan Kota Belopa
No. Nama Saluran Elevasi (m) Panjang
Saluran (m) Kemiringan
(%) Awal Akhir
1 Jl. S. Saso 44.000 36.000 367 0.022
2 Jl. Pendidikan 90.000 36.000 317 0.170
Sumber : Hasil perhitungan
39
Tabel 5 : Kondisi topografi drainase jalan Kota Belopa. (Lanjutan 1).
No. Nama Saluran Elevasi (m) Panjang
Saluran (m) Kemiringan
(%) Awal Akhir
3 Jl. Balubu 73.000 32.000 2560 0.160
4 Jl. Balubu 1 66.000 61.000 168 0.030
5 Jl. Balubu 2 88.000 51.000 424 0.087
6 Jl. Balubu 3 54.000 38.000 506 0.032
7 Jl. Balubu 4 37.000 27.000 1160 0.086
8 Jl. Balubu 5 50.000 30.000 2100 0.095
9 Jl. Pemuda Radda 43.000 17.000 3670 0.007
10 Jl. Merdeka Selatan 24.000 14.000 309 0.032
11 Jl. Topoka 25.000 13.000 4970 0.002
12 Jl. Kalobang 21.000 10.000 2730 0.004
13 Jl. Kalobang 1 20.000 11.000 1950 0.005
14 Jl. Senga Selatan 25.000 5.000 3520 0.006
15 Jl. Jend. Sudirman 17.000 11.000 799 0.008
16 Jl. Banawae 34.000 14.000 1120 0.018
17 Jl. Pangerang 18.000 13.000 815 0.006
18 Jl. H. A Pangerang 18.000 9.000 1760 0.005
19 Jl. S. Paremang 18.000 5.000 2560 0.005
20 Jl. Ali Sammang 19.000 10.000 1850 0.005
21 Jl. S. Paremang 1 11.000 8.000 503 0.006
22 JL. G. Latimojong 42.000 16.000 6530 0.004
23 JL. Pendidikan 41.000 38.000 148 0.020
24 JL. Hos, Aminoto 38.000 36.000 523 0.004
25 JL. Cakrawala 42.000 29.000 2870 0.005
26 JL. Jambu 38.000 31.000 1830 0.004
27 JL. Jambu 1 40.000 31.000 210 0.043
28 JL. Jambu 2 35.000 32.000 152 0.020
29 JL. Jambu 3 37.000 31.000 302 0.020
30 JL. Cilallang 42.000 24.000 3850 0.005
31 JL. Palawagau 38.000 27.000 1920 0.006
32 JL. A. D Jemma 20.000 14.000 847 0.007
33 JL. Sultan Hasanuddin 19.000 15.000 788 0.005
34 JL. Topaka 19.000 11.000 3100 0.003
35 JL. Ali Sammang 19.000 10.000 1850 0.005
36 JL. Pemuda Radda 43.000 17.000 3670 0.007
37 Jl. g. Latimojong 42.000 16.000 6530 0.004
38 JL. Bakti 22.000 18.000 166 0.024
39 JL. Jend. Sudirman 17.000 12.000 547 0.009
Sumber : Hasil perhitungan
40
Tabel 5 : Kondisi topografi drainase jalan Kota Belopa.(Lanjutan 2).
No. Nama Saluran Elevasi(m) Panjang
Saluran (m) Kemiringan
(%) Awal Akhir
40 JL. Tampumia Radda 1 17.000 15.000 213 0.009
41 JL. Tampumia Radda 2 19.000 16.000 177 0.017
42 JL. Tampumia Radda 3 16.000 15.000 155 0.006
Sumber : Hasil perhitungan
Dilihat dari kawasan Kota Belopa ini mempunyai daratan yang
datar sehingga kawasan ini menjadi faktor-faktor terjadi limpasan di
sebabkan pada karateristik sungai, adanya daerah pengaliran yang tidak
langsung, drainase buatan dan lain-lain. oleh karena itu dari pengamatan
pada lokasi ini ketika hujan tertinggi datang akan menjadi masalah,
berdasarkan dalam Peta citra satelit pada pembahasan lebih awal.
Adapun hasil di peroleh pada tabel adalah sebagai berikut;
Tabel 6 : Ketinggian Letak Desa atau Kelurahan Dari Permukaan Laut (meter) dan Letak Dilintasi Sungai Di Kecamatan Belopa Tahun 2011
No Desa/
Kelurahan
Ketinggian (mdpl) Letak Dilintasi
Sungai
0-20 21-40 41-60 61 -80 81-100 >100 Dilintasi Sungai
Tidak Dilintasi Sungai
(1) (2) (3
) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
1 Balubu - - 1 - - - √ -
2 Pasamai 1 - - - - - √ -
3 Senga Selatan 1 - - - - - - √
4 Senga 1 - - - - - - √
5 Belopa 1 - - - - - - √
6 Balo-Balo 1 - - - - - - √
7 Karrusumanga 1 - - - - - √ -
8 Tanamanai 1 - - - - - - √
9 Tampumia Radda
1 - - - - - - √
Jumlah 8 - 1 - - - 3 6
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu, Kecamatan dalam
angka 2011.
41
C. Sumber Air
Sumber air utama atau air tawar untuk lokasi tersebut adalah dari
Sungai Bajo (Sungai Saso, luas DAS dilokasi penelitian ini adalah 312
km2, dengan lebar rata-rata 100 m, memiliki beberapa anak sungai
antara lain Sallu Ranteballa, Sallu Bone, dan Sallu Kompi. Bersumber
dari pegunungan Latimojong, mengalir melewati dataran Bajo dan Cimpu,
bermuara ke teluk Bone.
1. Daerah aliran
Daerah aliran adalah daerah yang dibatasi oleh batas-batas
topografi sehingga air yang menggenanginya tidak membebani daerah
aliran lainnya. Membagi suatu daerah menjadi beberapa daerah
pelayanan mempunyai keuntungan, yaitu luas daerah genangan menjadi
lebih kecil sehingga debit rencana yang dialirikan saluran menjadi relatif
lebih kecil, dan akhirnya dapat memberikan dimensi saluran menjadi
relatif lebih ekonomis. Selain itu, dapat menghindari terjadinya
kemungkinan letak elevasi dasar saluran atau elevasi permukaan air di
saluran berada di bawah elevasi muka air sungai.
Dari hasil data yang di peroleh di Badan Pusat Statistik (BPS Kab.
Luwu) panjang sungai berkisar antara ± 7,00 km, yang berada di Desa
Karussumanga ke Desa Pasamai.
Berdasarkan penelitian melalui google earth titik koordinat
geografis Kota Belopa yaitu; Garis lintang 3° 22’ 53.86” LS dan garis
bujur 120° 21’ 18.27” BT.
42
2. Letak stasiun
Dalam pembahasan ini, kita memahami bahwa di dalam menghitung
curah hujan, penelitian ini dapat memperoleh metode thiessen rerata
curah hujan dalam tiga station ini di lihat dari situasi kondisi lapangan dan
data ketinggian elevasi.
Adapun stasiun curah hujan yang terdapat di sekitar Kota Belopa
yaitu;
a) Stasiun Komba yang terletak di Kec. Larompong Kab. Luwu. Pada titik
Koordinat, Garis Lintang 3° 32’ 20” LS dan garis bujur 120° 21’04” BT.
b) Stasiun Rumaju yang terletak di Kec. Bajo Kab. Luwu. Pada titik
Koordinat, Garis lintang 3° 22’ --” LS dan garis bujur 120° 19’ --” BT.
c) Stasiun Muladiming yang terletak di Kec. Bupon Kab. Luwu.
Gambar 9 : Titik Koordinat stasiun curah hujan ( Sumber : Hasil Gambar
topografi ). 2014
Luas Kota Belopa = 5018,20 Ha
43
Luas pengaruh: Koefisien Thiessen:
Luas tadah hujan stasiun Komba ( ) = 2570,00 w1 = 51,21 %
Luas tadah hujan stasiun Rumaju = 914,00 w2 = 18,21 %
Luas tadah hujan stasiun Muladiming )= 1534,20 w3 = 30,57 % 5018,20
Tabel 7: Perhitungan Metode Aljabar dan Metode Polygon Thiessen
Tahun Kondisi Tanggal
Stasiun Rata - rata
Thiessen Max
Komba Rumaju Muladiming
1999
1 26-May 80 0 6 42.81
2 14 - Nov 0 400 0 72.85 72.855
3 04 - Jan 50 0 55 42.42
2000
1 24 - Okt 75 0 0 38.41
2 23 - Mar 20 200 10 49.73 49.727
3 23 - Mar 20 200 10 49.73
2001
1 30 - Apr 65 100 0 51.50
2 16 - Nov 0 200 0 36.43 51.503
3 20 - Jan 0 0 20 6.11
2002
1 07 - May 87 0 0 44.56
2 11 - Jun 75 100 14 60.90 60.904
3 08 - Jun 10 0 20 11.24
2003
1 08 - Jul 75 0 0 38.41
2 09 - Des 0 150 0 27.32 38.410
3 17 - Feb 15 0 20 13.80
2004
1 02 - Jun 95 0 0 48.65
2 06 - Jan 5 200 0 38.99 48.653
3 - 0 0 0 0.00
2005
1 23 - Jun 85 0 43 56.68
2 19 - Apr 0 50 6 10.94 56.678
3 26 - Jan 0 0 110 33.63
2006
1 09 - Jan 85 0 3 44.45
2 17 - Apr 25 20 0 16.45 44.449
3 27 - Feb 0 0 60 18.34
44
Tabel 7 : Perhitungan Metode Aljabar dan Metode Polygon Thiessen.
(Lajuntan 1).
2007
1 21 - Apr 145 0 4 75.48
2 31 - Okt 0 50 0 9.11 75.483
3 12 - Jun 20 0 68 31.03
2008
1 04 - May 100 0 20 57.33
2 23 - Apr 65 70 6 47.87 57.328
3 03 - Des 5 0 50 17.85
2009
1 02 - Jan 75 0 15 43.00
2 23 - Nov 0 70 0 12.75 42.996
3 03 - Des 0 0 50 15.29
2010
1 22 - May 70 0 15 40.44
2 21 - Ags 0 100 10 21.27 40.435
3 10 - Mar 0 0 89 27.21
2011
1 04 - May 75 0 15 43.00
2 28 - May 0 100 10 21.27 15.286
3 22 - May 0 0 50 15.29
2012
1 05 - Jul 85 0 0 43.53
2 04 - Apr 0 100 0 18.21 43.532
3 22 - Feb 0 0 94 28.74
2013
1 12 - Jul 50 0 0 25.61
2 21 - May 10 100 0 23.34 30.802
3 23 - Feb 10 0 84 30.80
Sumber : Hasil Perhitungan D. Penggunaan lahan drainase
Penggunaan lahan drainase adalah suatu daerah yang memiliki
jaringan drainase mulai dari hulu hingga ke satu muara pembuang
tersendiri sehingga jaringan drainasenya terpisah dengan jaringan
drainase daerah pelayanan lainnya. Daerah pelayanan dapat terdiri dari
satu atau lebih daerah aliran. Oleh sebab itu air akan tertampung dan
mengakibatkan luapan pada daerah tersebut, adapun tabel penggunaan
45
lahan dalam penelitian ini, untuk melihat bagaimana mengetahui koefisien
suatu aliran (run off).
Tabel 8 : Luas lahan kering menurut jenis pengunaannya di rinci per
desa atau kelurahan di Kecamatan Belopa tahun 2011
No Desa/
Kelurahan (Ha)
Bangunan/ Pekarangan
(Ha)
Tegal/ Kebun (Ha)
Ladang/ Huma (Ha)
Hutan (Ha)
Perkebunan(Ha)
Tambak/ Kolam (Ha)
Lainnya (Ha)
Jumlah (Ha)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
1 Balubu 21,80 47,00 - 294,00 499,00 - 850,00 1.712,00
2 Pasamai 13,00 7,00 - - 64,45 - 177,55 262,00
3 Senga
Selatan 23,80 11,00 - - 119,00 287,20 211,00 652,00
4 Senga 86,00 6,00 - - 57,00 332,00 20,00 501,00
5 Belopa 22,00 6,00 - - 57,00 277,20 20,00 382,20
6 Balo-Balo 39,00 4,00 - - 185,00 - 110,00 338,00
7 Karrusu-
Manga 10,30 8,50 - - 87,00 - 414,20 520,00
8 Tana-
Manai 21,00 - - - 50,00 - 230,00 301,00
9 Tampumia
Radda 30,00 3,00 - - 45,75 - 271,00 350,00
Jumlah 266,90 92,50 - 294,00 1.164,40 896,40 2.304,00 5.018,2
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu, 2011.
Tabel 9 : Luas lahan kering menurut jenis pengunaannya di rinci per desa
atau kelurahan di Kecamatan Belopa tahun 2008
No Desa/
Kelurahan (Ha)
Bangunan/ Pekarangan
(Ha)
Tegal/ Kebun (Ha)
Ladang/ Huma (Ha)
Hutan (Ha)
Perkebunan(Ha)
Tambak/ Kolam (Ha)
Lainnya (Ha)
Jumlah (Ha)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
1 Balubu 22,00 46,00 - 294,00 499,00 - 850,00 1.711,00
2 Pasamai 13,00 7,00 - - 64,40 - 177,60 262,00
3 Senga
Selatan 23,80 11,00 - - 119,00 287,20 211,00 652,00
4 Senga 86,00 6,00 - - 57,00 332,00 20,00 501,00
46
Tabel 9 : Luas lahan kering menurut jenis pengunaannya di rinci per desa
atau kelurahan di Kecamatan Belopa tahun 2008. (Lanjutan 1).
No Desa/
Kelurahan (Ha)
Bangunan/ Pekarangan
(Ha)
Tegal/ Kebun (Ha)
Ladang/ Huma (Ha)
Hutan (Ha)
Perkebunan(Ha)
Tambak/ Kolam (Ha)
Lainnya (Ha)
Jumlah (Ha)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
5 Belopa 22,00 6,00 - - 57,00 277,00 20,00 382,00
6 Balo-Balo 39,00 4,00 - - 185,00 - 110,00 338,00
7 Karrusu-
Manga 10,30 8,50 - - 87,00 - 414,20 520,00
8 Tana-
Manai 21,00 - - - 50,00 - 230,00 301,00
9 Tampumia
Radda 30,00 3,00 - - 45,75 - 271,25 350,00
Jumlah 267,10 91,50 - 294,00 1.164,15 896,20 2.304,05 5.017,00
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu, 2008.
Tabel 10 : Luas lahan kering menurut jenis pengunaannya di rinci per desa atau kelurahan di Kecamatan Belopa tahun 2005.
No Desa/
Kelurahan (Ha)
Bangunan/ Pekarangan
(Ha)
Tegal/ Kebun (Ha)
Ladang/ Huma (Ha)
Hutan (Ha)
Perkebunan(Ha)
Tambak/ Kolam (Ha)
Lainnya (Ha)
Jumlah (Ha)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
1 Balubu 12,55 45,00 - 294,00 447,30 - 939,45 1.743,03
2 Pasamai 5,18 7,00 - - 116,09 - 132,63 260,90
3 Senga
Selatan 7,94 11,00 - - 188,87 416,48 67,42 691,72
4 Senga 124,89 6,00 - - 11,06 237,66 66,31 445,92
5 Belopa 6,91 6,00 - - 177,82 183,44 2,21 376,37
6 Balo-Balo 6,91 4,00 - - 215,59 - 88,42 314,92
7 Karrusu-
Manga 3,05 1,50 - - 274,56 - 229,00 508,11
8 Tana-
Manai 28,20 - - - 9,21 - 267,47 304,88
9 Tampumia
Radda 8,06 1,00 - - 202,69 - 107,21 318,96
Jumlah 203,69 81,50 - 294,00 1.164,15 896,20 1900,12 4964,81
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu, 2005.
47
E. Langkah Perhitungan Debit Analisis
Untuk dapat memahami penentuan debit analisis berikut ini
diberikan contoh dengan angka-angka. Pada perencanaan sebuah
drainase perkotaan dimisalkan suatu daerah aliran memiliki luas 59,26
dengan tipe kawasan yang terdapat di dalamnya sebagai berikut:
a) Untuk kawasan bangunan atau pekarangan 0,2669 ; dengan
koefisien pengaliran di ambil 0,60.
b) Untuk kawasan tegal atau kebun 0,925 ; dengan di ambil koefisien
pengaliran 0,45.
c) Untuk kawasan hutan 0,294 ; dengan koefisien pengaliran di ambil
0,75.
d) Untuk kawasan perkebunan 1,164 ; dengan koefisien pengaliran
di ambil 0,45.
e) Untuk kawasan tambak 0,896 ; dengan koefisien pengaliran di
ambil 0,30.
f) Untuk kawasan-kawasan lainnya 2,304 ; dengan koefisien
pengaliran 0,35.
Daerah aliran seperti di perlihatikan Gambar 10, air hujan yang
terjatuh dari titik A mengalir ke ujung saluran di titik B, kemudian
bersama-sama aliran lainnya mengalir kedalam saluran B – C menuju titik
pengamatan di C. Data lainnya adalah kemiringan tanah searah A – B
0,003 dan jaraknya 130 m. Panjang saluran B – C adalah 788 m dan
48
kecepatan air di dalam saluran 0,5 m/dtk. Di rencanakan kemiringan
dasar saluran 0,005.
Gambar 10 : Daerah aliran pada Jalan Sultan Hasanuddin, Kelurahan
Tanamanai, (Pencitraan Google earth, 2014)
Langkah pertama adalah menetapkan nilai koefisien aliran pada
daerah aliran tersebut sebagai berikut:
a. Kawasan bangunan atau pekarangan = 0,2037/4,965 x 0,60 = 0,025
b. Kawasan tegal atau kebun = 0,0815/4,965 x 0,45 = 0,007
c. Kawasan hutan = 0,2940/4,965 x 0,75 = 0,044
d. Kawasan perkebunan = 1,1642/4,965 x 0,45 = 0,106
e. Kawasan tambak = 0,8962/4,965 x 0,30 = 0,054
f. Kawasan-kawasan lainnya = 1,9001/4,965 x 0,35 = 0,134
Nilai koefisien aliran (C) daerah aliran pada tahun 2005 = 0,370
a. Kawasan bangunan atau pekarangan = 0,2671/5,017 x 0,60 = 0,032
b. Kawasan tegal atau kebun = 0,9215/5,017 x 0,45 = 0,008
c. Kawasan hutan = 0,2940/5,017 x 0,75 = 0,044
d. Kawasan perkebunan = 1,1642/5,017 x 0,45 = 0,104
e. Kawasan tambak = 0,8962/5,017 x 0,30 = 0,054
f. Kawasan-kawasan lainnya = 2,3041/5,017 x 0,35 = 0,161
Nilai koefisien aliran (C) daerah aliran pada tahun 2008 = 0,403
49
a. Kawasan bangunan atau pekarangan = 0,2669/5,018 x 0,60 = 0,032
b. Kawasan tegal atau kebun = 0,9250/5,018 x 0,45 = 0,008
c. Kawasan hutan = 0,2940/5,018 x 0,75 = 0,044
d. Kawasan perkebunan = 1,1644/5,018 x 0,45 = 0,104
e. Kawasan tambak = 0,8960/5,018 x 0,30 = 0,054
f. Kawasan-kawasan lainnya = 2,3040/5,018 x 0,35 = 0,161
Nilai koefisien aliran (C) daerah aliran pada tahun 2011 = 0,403
Pada uraian di atas bahwa penggunaan lahan yang paling
maksimum di lihat dari pergantian tahun berada pada kawasan bangunan
dan pekarangan sebesar 0,025 – 0,032.
Gambar 11 : Penggunaan lahan di Kota Belopa.
Langkah berikutnya menghitung waktu konsentrasi dan koefisien
tampungan pada daerah aliran sebagai berikut:
1) Waktu konsentrasi daerah aliran ke hilir:
Inlet Time :
To = 0,0195
√
50
= 0,0195
√
= 8,027 menit
Conduit time:
Td =
diasumsikan V = 0,5 m/dtk
=
= 734.00 detik
= 12.233 menit
Waktu Konsentrasi:
Tc = to + td
= 8.027 + 12.233 = 20.260 menit
2) Koefisien tampungan daerah aliran:
Cs =
=
= 0.768
Berdasarkan data curah hujan pada tabel 7, dapat dilakukan
perhitungan hujan maksimum sebagai berikut:
3) Hujan rencana periode ulang 2 tahun:
=
×
=
×
= 63,697 mm/jam
= 0.00278 . C . Cs . I . A
= 0.00278 × 0.403 × 0.768 × 63,697 × 1712
= 93,84 /dtk
4) Hujan rencana periode ulang 5 tahun:
=
×
51
=
×
= 79,964 mm/jam
= 0.00278 .C. Cs. I. A
= 0.00278 × 0.403 × 0.769 × 79,964 × 1712
= 117,81 /dtk
Data di ambil pada (Tabel 8, tabel 9 dan tabel 10: Luas lahan
kering menurut jenis pengunaannya di rinci per desa atau kelurahan di
Kecamatan Belopa). Untuk selanjutnya lihat tabel 11.
Tabel 11 : Perhitungan aliran permukaan pada tiap-tiap jalan
No Nama Saluran
Aliran Permukaan
Lo (m) So (%) to (menit)
1 Jl. S. Saso 367 0.022 8.027
2 Jl. Pendidikan 684 0.170 5.874
3 Jl. Balubu 2560 0.016 40.330
4 Jl. Balubu 1 2476 0.030 30.964
5 Jl. Balubu 2 2164 0.087 18.448
6 Jl. Balubu 3 1268 0.032 18.070
7 Jl. Balubu 4 1160 0.009 27.828
8 Jl. Balubu 5 2100 0.010 42.296
9 Jl. Pemuda Radda 3680 0.007 73.084
10 Jl. Merdeka Selatan 3771 0.032 41.451
11 Jl. Topoka 4970 0.002 139.265
12 Jl. Kalobang 2730 0.004 72.089
13 Jl. Kalobang 1 2942 0.005 72.472
14 Jl. Senga Selatan 3771 0.006 80.473
15 Jl. Jend. Sudirman 919 0.008 24.529
16 Jl. Banawae 1199 0.018 21.566
17 Jl. Pangerang 1760 0.006 43.729
52
Tabel 11 : Perhitungan debit akibat limpasan dari jalan di tiap-tiap saluran.
(Lanjutan 1).
No Nama Saluran Aliran Permukaan
Lo (m) so (%) to (menit)
18 Jl. H. A Pangerang 1760 0.005 46.905
19 Jl. S. Paremang 2560 0.005 62.760
20 Jl. Ali Sammang 2560 0.005 63.805
21 Jl. S. Paremang 1 2560 0.006 58.992
22 JL. G. Latimojong 6530 0.004 141.741
23 JL. Pendidikan 6530 0.020 75.749
24 JL. Hos, Aminoto 6530 0.004 143.961
25 Jl. Cakrawala 6530 0.005 134.961
26 JL. Jambu 6530 0.004 143.946
27 JL. Jambu 1 6530 0.043 56.779
28 JL. Jambu 2 6530 0.020 76.531
29 JL. Jambu 3 6530 0.020 76.336
30 JL. Cilallang 6530 0.005 133.242
31 JL. Palawagau 6530 0.006 123.212
32 JL. A. D Jemma 3100 0.007 63.978
33 JL. Sultan Hasanuddin 3100 0.005 72.737
34 JL. Topaka 3100 0.003 94.377
35 JL. Ali Sammang 3100 0.005 73.937
36 JL. Pemuda Radda 6530 0.007 113.540
37 Jl. G. Latimojong 6530 0.004 141.741
38 JL. Bakti 6530 0.024 70.871
39 JL. Jend. Sudirman 6530 0.009 102.929
40 JL. Tampumia Radda 1 6530 0.009 101.870
41 JL. Tampumia Radda 2 6530 0.017 81.151
42 JL. Tampumia Radda 3 6530 0.006 117.705
Sumber : Hasil perhitungan Tabel 12 : Perhitungan aliran dalam saluran dan koefisien tampungan.
No Nama Saluran
Aliran dalam Saluran tc
(menit) Cs Ls
(m) v
(m/dtk) td
(menit)
1 Jl. S. Saso 367 0.50 12.233 20.260 0.768
2 Jl. Pendidikan 317 0.50 10.567 16.441 0.757
3 Jl. Balubu 2560 0.50 85.333 125.663 0.747
53
Tabel 12 : Perhitungan aliran dalam saluran dan koefisien tampungan. (Lanjutan 1).
No Nama Saluran Aliran dalam Saluran
tc (menit)
Cs Ls (m)
v (m/dtk)
td (menit)
4 Jl. Balubu 1 168 0.50 5.600 36.564 0.929
5 Jl. Balubu 2 424 0.50 14.133 32.582 0.822
6 Jl. Balubu 3 506 0.50 16.867 34.936 0.806
7 Jl. Balubu 4 1160 0.50 38.667 66.495 0.775
8 Jl. Balubu 5 2100 0.50 70.000 112.296 0.762
9 Jl. Pemuda Radda 3680 0.50 122.667 195.751 0.761
10 Jl. Merdeka Selatan 309 0.50 10.300 51.751 0.909
11 Jl. Topoka 4970 0.50 165.667 304.931 0.786
12 Jl. Kalobang 2730 0.50 91.000 163.089 0.782
13 Jl. Kalobang 1 1950 0.50 65.000 137.472 0.809
14 Jl. Senga Selatan 3462 0.50 115.400 195.873 0.772
15 Jl. Jend. Sudirman 799 0.50 26.633 51.162 0.793
16 Jl. Banawae 1120 0.50 37.333 58.900 0.759
17 Jl. Pangerang 815 0.50 27.167 70.896 0.839
18 Jl. H. A Pangerang 1760 0.50 58.667 105.572 0.783
19 Jl. S. Paremang 2560 0.50 85.333 148.093 0.776
20 Jl. Ali Sammang 1850 0.50 61.667 125.472 0.803
21 Jl. S. Paremang 1 503 0.50 16.767 75.758 0.900
22 JL. G. Latimojong 6530 0.50 217.667 359.407 0.768
23 JL. Pendidikan 148 0.50 4.933 80.682 0.970
24 JL. Hos, Aminoto 523 0.50 17.433 161.394 0.949
25 JL. Cakrawala 2870 0.50 95.667 230.542 0.828
26 JL. Jambu 1830 0.50 61.000 204.946 0.870
27 JL. Jambu 1 210 0.50 7.000 63.779 0.948
28 JL. Jambu 2 152 0.50 5.067 81.597 0.970
29 JL. Jambu 3 302 0.50 10.067 86.403 0.945
30 JL. Cilallang 3850 0.50 128.333 261.575 0.803
31 JL. Palawagau 1920 0.50 64.000 187.212 0.854
32 JL. A. D Jemma 847 0.50 28.233 92.211 0.867
33 JL. Sultan Hasanuddin 788 0.50 26.267 99.003 0.883
34 JL. Topaka 3100 0.50 103.333 197.711 0.793
35 JL. Ali Sammang 1850 0.50 61.667 135.604 0.815
36 JL. Pemuda Radda 3670 0.50 122.333 235.873 0.794
37 Jl. G. Latimojong 6530 0.50 217.667 359.407 0.768
38 JL. Bakti 166 0.50 5.533 76.404 0.965
54
Tabel 12 : Perhitungan aliran dalam saluran dan koefisien tampungan. (Lanjutan 2).
No Nama Saluran Aliran dalam Saluran
tc (menit)
Cs Ls (m)
v (m/dtk)
td (menit)
39 JL. Jend. Sudirman 547 0.50 18.233 121.163 0.930
40 JL. Tampumia Radda 1 213 0.50 7.100 108.970 0.968
41 JL. Tampumia Radda 2 177 0.50 5.900 87.051 0.967
42 JL. Tampumia Radda 3 155 0.50 5.167 122.872 0.979
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 13 : Perhitungan intensitas curah hujan, koefisien aliran dan luas penggunaan lahan.
No Nama Saluran I (mm/jam)
C Luas (A)
(Ha) 2 5
1 Jl. S. Saso 63.697 79.964 0.403 1712
2 Jl. Pendidikan 73.214 91.911 0.403 1712
3 Jl. Balubu 18.869 23.687 0.403 1712
4 Jl. Balubu 1 42.971 53.945 0.403 1712
5 Jl. Balubu 2 46.405 58.256 0.403 1712
6 Jl. Balubu 3 44.296 55.608 0.403 1712
7 Jl. Balubu 4 28.842 36.207 0.403 1712
8 Jl. Balubu 5 20.338 25.532 0.403 1712
9 Jl. Pemuda Radda 14.041 17.627 0.403 262
10 Jl. Merdeka Selatan 34.088 42.793 0.403 652
11 Jl. Topoka 10.449 13.118 0.403 652
12 Jl. Kalobang 15.859 19.909 0.403 652
13 Jl. Kalobang 1 17.772 22.311 0.403 652
14 Jl. Senga Selatan 14.036 17.620 0.403 652
15 Jl. Jend. Sudirman 34.349 43.121 0.403 501
16 Jl. Banawae 31.271 39.257 0.403 501
17 Jl. Pangerang 27.635 34.693 0.403 501
18 Jl. H. A Pangerang 21.192 26.605 0.403 501
19 Jl. S. Paremang 16.912 21.231 0.403 382
20 Jl. Ali Sammang 18.888 23.711 0.403 382
21 Jl. S. Paremang 1 26.440 33.192 0.403 382
22 JL. G. Latimojong 9.365 11.756 0.403 520
23 JL. Pendidikan 25.353 31.828 0.403 520
24 JL. Hos, Aminoto 15.969 20.048 0.403 520
25 JL. Cakrawala 12.591 15.806 0.403 520
55
Tabel 13 : Perhitungan intensitas curah hujan, koefisien aliran dan luas
penggunaan lahan. (Lanjutan 1).
No Nama Saluran I (mm/jam) C
Luas (A) (Ha)
2 5
26 JL. Jambu 13.618 17.096 0.403 520
27 JL. Jambu 1 29.655 37.228 0.403 520
28 JL. Jambu 2 25.163 31.589 0.403 520
29 JL. Jambu 3 24.221 30.407 0.403 520
30 JL. Cilallang 11.574 14.530 0.403 520
31 JL. Palawagau 14.465 18.159 0.403 520
32 JL. A. D Jemma 23.193 29.116 0.403 301
33 JL. Sultan Hasanuddin 22.120 27.769 0.403 301
34 JL. Topaka 13.948 17.511 0.403 301
35 JL. Ali Sammang 17.935 22.515 0.403 301
36 JL. Pemuda Radda 12.400 15.567 0.403 350
37 Jl. G. Latimojong 9.365 11.756 0.403 350
38 JL. Bakti 26.291 33.005 0.403 350
39 JL. Jend. Sudirman 19.333 24.270 0.403 350
40 JL. Tampumia Radda 1 20.750 26.049 0.403 350
41 JL. Tampumia Radda 2 24.101 30.256 0.403 350
42 JL. Tampumia Radda 3 19.153 24.045 0.403 350
Sumber : Hasil perhitungan Tabel 14: Perhitungan debit periode
No Nama Saluran
Debit
(m3/dtk)
Q2 Q5
1 Jl. S. Saso 93.841 117.806
2 Jl. Pendidikan 106.274 133.415
3 Jl. Balubu 27.017 33.917
4 Jl. Balubu 1 76.557 96.108
5 Jl. Balubu 2 73.142 91.821
6 Jl. Balubu 3 68.440 85.918
7 Jl. Balubu 4 42.858 53.803
8 Jl. Balubu 5 29.739 37.334
9 Jl. Pemuda Radda 3.138 3.940
10 Jl. Merdeka Selatan 22.646 28.430
11 Jl. Topoka 6.002 7.535
12 Jl. Kalobang 9.057 11.370
56
Tabel 14 : Perhitungan debit periode. (Lanjutan 1).
No Nama Saluran
Debit (m3/dtk)
Q2 Q5
13 Jl. Kalobang 1 10.500 13.181
14 Jl. Senga Selatan 7.920 9.942
15 Jl. Jend. Sudirman 15.298 19.205
16 Jl. Banawae 13.328 16.732
17 Jl. Pangerang 13.017 16.342
18 Jl. H. A Pangerang 9.309 11.686
19 Jl. S. Paremang 5.619 7.054
20 Jl. Ali Sammang 6.489 8.146
21 Jl. S. Paremang 1 10.188 12.790
22 JL. G. Latimojong 4.188 5.257
23 JL. Pendidikan 14.332 17.992
24 JL. Hos, Aminoto 8.827 11.081
25 JL. Cakrawala 6.075 7.626
26 JL. Jambu 6.906 8.670
27 JL. Jambu 1 16.377 20.560
28 JL. Jambu 2 14.218 17.849
29 JL. Jambu 3 13.334 16.739
30 JL. Cilallang 5.415 6.797
31 JL. Palawagau 7.197 9.035
32 JL. A. D Jemma 6.783 8.515
33 JL. Sultan Hasanuddin 6.586 8.267
34 JL. Topaka 3.729 4.682
35 JL. Ali Sammang 4.928 6.186
36 JL. Pemuda Radda 3.861 4.847
37 Jl. G. Latimojong 2.819 3.538
38 JL. Bakti 9.949 12.490
39 JL. Jend. Sudirman 7.050 8.851
40 JL. Tampumia Radda 1 7.880 9.892
41 JL. Tampumia Radda 2 9.141 11.475
42 JL. Tampumia Radda 3 7.356 9.234
Sumber : Hasil perhitungan
57
F. Langkah Perhitungan Debit Rencana
1) Saluran Jl. S. Saso pada saluran tipe A
Gambar 12. Sketsa Dimensi Saluran
Koefisien Manning n = 0,025
Tinggi h = 0,40 m
Lebar dasar saluran b = 0,40 m
2) Luas Dimensi Saluran
A = b . h
A = 0,40 x 0,40 = 0,16 m²
3) Keliling Basah
P = b + 2 h
P = 0,40 + ( 2 x 0,40 ) = 1,20 m
4) Jari-jari hidrolis
R =
R =
= 0,13 m
5) Kecepatan
V =
=
= 1,54 m/dtk.
58
6) Debit rencana
Q rencana = A x V
Q rencana = 0,16 x 1,54
= 0,25 m3/dtk.
Tabel 15 : Dimensi saluran tersier drainase Kota Belopa Kabupaten Luwu
No Nama Saluran
Pas. Saluran Pas. Saluran N
Bagian Kanan Bagian Kiri Manning
B M h B m H
1 Jl. S. Saso - - - 0.40 - 0.40 0.025
2 Jl. Pendidikan 0.60 - 0.60 0.40 - 0.50 0.025
3 Jl. Balubu 0.60 - 0.60 0.60 - 0.60 0.025
4 Jl. Balubu 1 0.40 0.05 0.50 - - - 0.025
5 Jl. Balubu 2 0.40 0.05 0.50 - - - 0.025
6 Jl. Balubu 3 0.40 0.05 0.50 0.40 0.05 0.50 0.025
7 Jl. Balubu 4 0.40 0.05 0.50 0.40 0.05 0.50 0.025
8 Jl. Balubu 5 0.60 0.05 0.70 0.50 0.05 0.55 0.025
9 Jl. Pemuda Radda 0.50 0.05 1.20 0.40 0.05 0.50 0.025
10 Jl. Merdeka Selatan 1.00 - 1.00 - - - 0.025
11 Jl. Topoka 1.00 - 1.00 - - - 0.025
12 Jl. Kalobang - - 0.60 - 0.60 0.025
13 Jl. Kalobang 1 0.60 - 0.60 0.60 - 0.60 0.025
14 Jl. Senga Selatan 0.70 - 0.60 0.50 - 0.60 0.025
15 Jl. Jend. Sudirman 1.00 0.10 0.9 1.00 0.10 0.9 0.025
16 Jl. Banawae 0.6 0.10 0.7 0.6 0.10 0.7 0.025
17 Jl. Pangerang 1.00 0.10 1.2 - - - 0.025
18 Jl. H. A Pangerang 0.50 - 0.40 1.6 0.10 1.3 0.025
19 Jl. S. Paremang 0.6 0.20 0.8 - - - 0.025
20 Jl. Ali Sammang - - - 0.5 0.15 0.7 0.025
21 Jl. S. Paremang 1 0.5 0.05 0.5 0.5 0.05 0.5 0.025
22 JL. G. Latimojong 0.6 0.05 0.5 0.6 0.20 0.8 0.025
23 JL. Pendidikan 0.60 - 0.60 0.50 - 0.40 0.025
24 JL. Hos, Cokro
Aminoto 0.30 0.05 0.40 0.30 0.05 0.40 0.025
25 JL. Cakrawala 0.30 0.05 0.40 0.30 0.05 0.40 0.025
26 JL. Jambu 0.30 0.05 0.40 0.30 0.05 0.40 0.025
27 JL. Jambu 1 0.50 0.05 0.60 0.50 0.05 0.60 0.025
59
Tabel 15 : Dimensi saluran tersier drainase Kota Belopa Kabupaten Luwu. (Lanjutan 1).
No Nama Saluran
Pas. Saluran Pas. Saluran N
Bagian Kanan Bagian Kiri Manning b m h B m H
28 JL. Jambu 2 0.50 0.05 0.60 - - - 0.025
29 JL. Jambu 3 0.50 0.05 0.60 - - - 0.025
30 JL. Cilallang 0.60 0.05 0.60 - - - 0.025
31 JL. Palawagau - - - 0.60 - 0.60 0.025
32 JL. A. D Jemma 0.40 0.05 0.50 0.40 0.05 0.50 0.025
33 JL. Sultan Hasanuddin 1.00 - 1.20 0.40 0.05 0.60 0.025
34 JL. Topaka 1.00 - 1.00 - - - 0.025
35 JL. Ali Sammang - - - 0.50 0.15 0.70 0.025
36 JL. Pemuda Radda 0.40 0.05 0.50 0.50 0.05 1.20 0.025
37 Jl. G. Latimojong 0.80 0.10 1.00 1.00 - 1.20 0.025
38 JL. Bakti 1.20 - 1.00 0.50 - 0.50 0.025
39 JL. Jend. Sudirman 1.00 0.10 0.90 - - - 0.025
40 JL. Tampumia Radda 1 0.60 - 0.60 0.60 - 0.60 0.025
41 JL. Tampumia Radda 2 0.60 - 0.60 0.60 - 0.60 0.025
42 JL. Tampumia Radda 3 0.60 - 0.60 0.60 - 0.60 0.025
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 16 : Perhitungan debit rencana
No Nama Saluran V (m/dtk) P (m) R (m) As (m²)
Q rencana (m3/dtk)
ka Ki ka Ki ka Ki ka ki ka ki
1 Jl. S. Saso - 1.54 - 1.20 - 0.13 - 0.16 - 0.25
2 Jl. Pendidikan 5.65 4.51 1.80 1.40 0.20 0.14 0.36 0.20 2.03 0.90
3 Jl. Balubu 1.73 1.73 1.80 1.80 0.20 0.20 0.36 0.36 0.62 0.62
4 Jl. Balubu 1 1.96 - 1.40 - 0.15 - 0.21 - 0.42 -
5 Jl. Balubu 2 3.36 - 1.40 - 0.15 - 0.21 - 0.71 -
6 Jl. Balubu 3 2.02 2.02 1.40 1.40 0.15 0.15 0.21 0.21 0.43 0.43
7 Jl. Balubu 4 1.06 1.06 1.40 1.40 0.15 0.15 0.21 0.21 0.22 0.22
8 Jl. Balubu 5 1.43 1.25 2.00 1.60 0.22 0.18 0.44 0.29 0.64 0.36
9 Jl. Pemuda Radda 1.27 0.96 2.90 1.40 0.23 0.15 0.67 0.21 0.85 0.20
10 Jl. Merdeka Selatan 3.46 - 3.00 - 0.33 - 1.00 - 3.46 -
11 Jl. Topoka 0.94 - 3.00 - 0.33 - 1.00 - 0.94 -
12 Jl. Kalobang - 0.87 - 1.80 - 0.20 - 0.36 - 0.31
13 Jl. Kalobang 1 0.93 0.93 1.80 1.80 0.20 0.20 0.36 0.36 0.33 0.33
14 Jl. Senga Selatan 1.11 0.96 1.90 1.70 0.22 0.18 0.42 0.30 0.47 0.29
60
Tabel 16 : Debit rencana
No Nama Saluran V (m/dtk) P (m) R (m) As (m²)
Q aktual (m3/dtk)
ka Ki ka Ki ka Ki ka ki ka ki
15 Jl. Jend. Sudirman 1.72 1.72 2.81 2.81 0.35 0.35 0.98 0.98 1.69 1.69
16 Jl. Banawae 2.03 2.03 2.01 2.01 0.23 0.23 0.47 0.47 0.95 0.95
17 Jl. Pangerang 1.68 - 3.41 - 0.39 - 1.34 - 2.26 -
18 Jl. H. A Pangerang 0.82 1.88 1.30 4.21 0.15 0.53 0.20 2.25 0.16 4.23
19 Jl. S. Paremang 1.20 - 2.23 - 0.27 - 0.61 - 0.73 -
20 Jl. Ali Sammang - 1.02 - 1.92 - 0.22 - 0.42 - 0.43
21 Jl. S. Paremang 1 0.97 0.97 1.50 1.50 0.17 0.17 0.26 0.26 0.25 0.25
22 JL. G. Latimojong 0.85 1.06 1.60 2.23 0.20 0.27 0.31 0.61 0.27 0.64
23 JL. Pendidikan 1.95 1.64 1.80 1.30 0.20 0.15 0.36 0.20 0.70 0.33
24 JL. Hos, Cokro
Aminoto 0.59 0.59 1.10 1.10 0.12 0.12 0.13 0.13 0.08 0.08
25 JL. Cakrawala 0.64 0.64 1.10 1.10 0.12 0.12 0.13 0.13 0.08 0.08
26 JL. Jambu 0.59 0.56 1.10 1.10 0.12 0.11 0.13 0.12 0.08 0.07
27 JL. Jambu 1 2.71 2.71 1.70 1.70 0.19 0.19 0.32 0.32 0.86 0.86
28 JL. Jambu 2 1.84 - 1.70 - 0.19 - 0.32 - 0.58 -
29 JL. Jambu 3 1.84 - 1.70 - 0.19 - 0.32 - 0.59 -
30 JL. Cilallang 0.97 - 1.80 - 0.21 - 0.38 - 0.37 -
31 JL. Palawagau - 1.04 1.80 0.20 - 0.36 - 0.37
32 JL. A. D Jemma 0.96 0.96 1.40 1.40 0.15 0.15 0.21 0.21 0.20 0.20
33 JL. Sultan Hasanuddin 1.42 0.84 3.40 1.60 0.35 0.16 1.20 0.26 1.71 0.22
34 JL. Topaka 0.98 - 3.00 - 0.33 - 1.00 - 0.98 -
35 JL. Ali Sammang - 1.02 - 1.92 - 0.22 - 0.42 - 0.43
36 JL. Pemuda Radda 0.96 1.27 1.40 2.90 0.15 0.23 0.21 0.67 0.20 0.85
37 Jl. G. Latimojong 1.18 1.26 2.81 3.40 0.32 0.35 0.90 1.20 1.06 1.51
38 JL. Bakti 3.23 1.88 3.20 1.50 0.38 0.17 1.20 0.25 3.87 0.47
39 JL. Jend. Sudirman 1.90 - 2.81 - 0.35 - 0.98 - 1.86 -
40 JL. Tampumia Radda 1 1.33 1.33 1.80 1.80 0.20 0.20 0.36 0.36 0.48 0.48
41 JL. Tampumia Radda 2 1.78 1.78 1.80 1.80 0.20 0.20 0.36 0.36 0.64 0.64
42 JL. Tampumia Radda 3 1.10 1.10 1.80 1.80 0.20 0.20 0.36 0.36 0.40 0.40
Sumber : Hasil Perhitungan
61
Tabel 17 : Debit Limpasan
No Nama Saluran
Q actual Q Analisis Q Limpasan
Kontrol (m3/dtk) (m3/dtk) (m3/dtk)
Ka Ki
1 Jl. S. Saso - 0.247 86.16 85.91 Melimpas
2 Jl. Pendidikan 2.033 0.902 97.57 94.64 Melimpas
3 Jl. Balubu 0.623 0.623 24.80 23.56 Melimpas
4 Jl. Balubu 1 0.417 - 70.29 69.87 Melimpas
5 Jl. Balubu 2 0.714 - 67.15 66.44 Melimpas
6 Jl. Balubu 3 0.43 0.43 62.84 61.98 Melimpas
7 Jl. Balubu 4 0.224 0.224 39.35 38.90 Melimpas
8 Jl. Balubu 5 0.636 0.363 27.30 26.31 Melimpas
9 Jl. Pemuda Radda 0.852 0.203 2.88 1.83 Melimpas
10 Jl. Merdeka Selatan 3.459 - 20.79 17.33 Melimpas
11 Jl. Topoka 0.945 - 5.51 4.57 Melimpas
12 Jl. Kalobang - 0.313 8.32 8.00 Melimpas
13 Jl. Kalobang 1 0.335 0.335 9.64 8.97 Melimpas
14 Jl. Senga Selatan 0.467 0.287 7.27 6.52 Melimpas
15 Jl. Jend. Sudirman 1.686 1.686 14.05 10.67 Melimpas
16 Jl. Banawae 0.951 0.951 12.24 10.33 Melimpas
17 Jl. Pangerang 2.263 - 11.95 9.69 Melimpas
18 Jl. H. A Pangerang 0.164 4.233 8.55 4.15 Melimpas
19 Jl. S. Paremang 0.728 - 5.16 4.43 Melimpas
20 Jl. Ali Sammang - 0.432 5.96 5.53 Melimpas
21 Jl. S. Paremang 1 0.254 0.254 9.35 8.85 Melimpas
22 JL. G. Latimojong 0.265 0.645 3.84 2.93 Melimpas
23 JL. Pendidikan 0.701 0.327 13.16 12.13 Melimpas
24 JL. Hos, Cokro Aminoto 0.075 0.075 8.10 7.95 Melimpas
25 JL. Cakrawala 0.082 0.082 5.58 5.41 Melimpas
26 JL. Jambu 0.075 0.068 6.34 6.20 Melimpas
27 JL. Jambu 1 0.861 0.861 15.04 13.31 Melimpas
28 JL. Jambu 2 0.584 - 13.05 12.47 Melimpas
29 JL. Jambu 3 0.586 - 12.24 11.66 Melimpas
30 JL. Cilallang 0.365 - 4.97 4.61 Melimpas
31 JL. Palawagau - 0.373 6.61 6.23 Melimpas
32 JL. A. D Jemma 0.203 0.203 6.23 5.82 Melimpas
33 JL. Sultan Hasanuddin 1.708 0.218 6.05 4.12 Melimpas
34 JL. Topaka 0.977 - 3.42 2.45 Melimpas
35 JL. Ali Sammang - 0.432 4.52 4.09 Melimpas
36 JL. Pemuda Radda 0.203 0.853 3.54 2.49 Melimpas
62
Tabel 17 : Debit Limpasan. (Lanjutan 1).
No Nama Saluran
Q actual Q Analisis Q Limpasan
Kontrol (m3/dtk) (m3/dtk) (m3/dtk)
ka Ki
37 Jl. G. Latimojong 1.063 1.513 2.59 0.01 Melimpas
38 JL. Bakti 3.875 0.47 9.13 4.79 Melimpas
39 JL. Jend. Sudirman 1.861 - 6.47 4.61 Melimpas
40 JL. Tampumia Radda 1 0.477 0.477 7.23 6.28 Melimpas
41 JL. Tampumia Radda 2 0.641 0.641 8.39 7.11 Melimpas
42 JL. Tampumia Radda 3 0.396 0.396 6.75 5.96 Melimpas
Sumber : Hasil Perhitungan
G. Langkah Perhitungan Debit Limpasan
Dari uraian tabel 17 di atas pada perhitungan debit limpasan dilihat
perbandingan antara debit aktual dan debit analisa, apabila debit analisa
lebih besar dari pada debit aktual, maka akan terjadi limpasan pada
saluran drainase. Oleh sebab itu, pada penelitian ini dari hasil
perhitungan dikategorikan daerah tersebut terjadi limpasan pada saluran
drainase yang diakibatkan oleh curah hujan maksimum yang terjadi.
Tabel 18 : Perbandingan Total Debit Limpasan per tiga tahun.
No Nama Saluran
Q Limpasan Q Limpasan Q Limpasan
2005 2008 2011
(m3/dtk) (m3/dtk) (m3/dtk)
1 Jl. S. Saso 85.91 93.59 93.59
2 Jl. Pendidikan 94.64 103.34 103.34
3 Jl. Balubu 23.56 25.77 25.77
4 Jl. Balubu 1 69.87 76.14 76.14
5 Jl. Balubu 2 66.44 72.43 72.43
6 Jl. Balubu 3 61.98 67.58 67.58
7 Jl. Balubu 4 38.90 42.41 42.41
8 Jl. Balubu 5 26.31 28.74 28.74
9 Jl. Pemuda Radda 1.83 2.08 2.08
10 Jl. Merdeka Selatan 17.33 19.19 19.19
63
Tabel 18 : Perbandingan Total Debit Limpasan per 3 tahun. (Lanjutan 1).
No Nama Saluran
Q Limpasan Q Limpasan Q Limpasan
2005 2008 2011
(m3/dtk) (m3/dtk) (m3/dtk)
11 Jl. Topoka 4.57 5.06 5.06
12 Jl. Kalobang 8.00 8.74 8.74
13 Jl. Kalobang 1 8.97 9.83 9.83
14 Jl. Senga Selatan 6.52 7.17 7.17
15 Jl. Jend. Sudirman 10.67 11.93 11.93
16 Jl. Banawae 10.33 11.43 11.43
17 Jl. Pangerang 9.69 10.75 10.75
18 Jl. H. A Pangerang 4.15 4.91 4.91
19 Jl. S. Paremang 4.43 4.89 4.89
20 Jl. Ali Sammang 5.53 6.06 6.06
21 Jl. S. Paremang 1 8.85 9.68 9.68
22 JL. G. Latimojong 2.93 3.28 3.28
23 JL. Pendidikan 12.13 13.30 13.30
24 JL. Hos, Cokro Aminoto 7.95 8.68 8.68
25 JL. Cakrawala 5.41 5.91 5.91
26 JL. Jambu 6.20 6.76 6.76
27 JL. Jambu 1 13.31 14.66 14.66
28 JL. Jambu 2 12.47 13.63 13.63
29 JL. Jambu 3 11.66 12.75 12.75
30 JL. Cilallang 4.61 5.05 5.05
31 JL. Palawagau 6.23 6.82 6.82
32 JL. A. D Jemma 5.82 6.38 6.38
33 JL. Sultan Hasanuddin 4.12 4.66 4.66
34 JL. Topaka 2.45 2.75 2.75
35 JL. Ali Sammang 4.09 4.50 4.50
36 JL. Pemuda Radda 2.49 2.80 2.80
37 Jl. g. Latimojong 0.01 0.24 0.24
38 JL. Bakti 4.79 5.60 5.60
39 JL. Jend. Sudirman 4.61 5.19 5.19
40 JL. Tampumia Radda 1 6.28 6.93 6.93
41 JL. Tampumia Radda 2 7.11 7.86 7.86
42 JL. Tampumia Radda 3 5.96 6.56 6.56
Total Limpasan 699.10 766.03 766.03
Sumber : Hasil Perhitungan
64
Dari hasil perhitungan pada tabel 18, peningkatan limpasan antara
tahun 2005 dengan tahun 2008 terjadi peningkatan, dan sama di tahun
2008 dengan tahun 2011, itu dipengaruhi oleh penggunaan tata guna
lahan terhadap koefisien pengaliran pada saluran drainase.
Gambar 13 : Total debit limpasan drainase di tiap peningkatan perubahan
tata guna lahan di Kota Belopa Kabupaten Luwu.
Q Limpasan 2005, 699.1
Q Limpasan 2008, 766.03
Q Limpasan 2011, 766.03
690
700
710
720
730
740
750
760
770
780
0 1 2 3 4
Total limpasan per 3 tahun
limpasan
65
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada analisa pada bab-bab sebelumnya, dapat
diambil beberapa kesimpulan bahwa limpasan drainase di kota belopa
kab. Luwu disebabkan antara lain:
1) Besar nilai koefisien aliran (C) daerah aliran pada tahun 2005 sebesar
0,370, untuk tahun 2008 sebesar 0,403, dan tahun 2011 sebesar
0,403.
2) Pada pengaruh perubahan debit limpasan drainase dari perhitungan
debit aktual apakah sama atau lebih besar dari debit analisis. Pada Jl.
Saso dengan debit aktual 0,247 m3/dtk dan debit analisis 86,16
m3/dtk di dapat debit limpasan sebesar 85,91 m3/dtk. dari pengaruh
perubahan tataguna lahan di peroleh total debit limpasan pada tahun
2005 sebesar 699,10 m3/dtk, untuk tahun 2008 sebesar 766,03
m3/dtk dan pada tahun 2011 sebesar 766,03 m3/dtk.
B. Saran
Berdasarkan pada laporan tugas akhir ini. Penyusun ingin
memberikan beberapa saran kepada penelitian selajutnya yang terkait
dengan masalah tersebut. Adapun saran yang dapat kami berikan
antara lain:
66
1) Penataan tata guna lahan sehingga perubahan tata guna lahan
yang menyebabkan bertambah besarnya limpasan dapat di
hindari apabila di perbesar dimensi saluran drainase.
2) Disarankan pemerintah setempat agar dapat merencanakan dan
mengendalikan pemanfaan lahan sehingga Kota Belopa terhindar
dari limpasan pada saluran.
3) Perlu dilakukan konservasi lahan untuk memperkecil limpasan
pada saluran drainase agar debit aktual dapat mengalirkan secara
baik apabila hujan maksimum yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, Chay. (2010). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, UGM
Press, Yogyakarta.
Arsyad, S. 2006. Soil and Water Conservation (translated). IPB Press,
Bogor, Indonesia.
Handayani Lilis Yohanna, Mudjiatko, Marwan. Kajian Sistem Drainase Untuk Mengatasi Banjir Genangan (Studi Kasus Sistem Drainase Jalan Akasia Kota Pangkalan Kerinci).FT Universitas Riau.
Kondoatie RJ & Sjarief Roestam, 2008, Pengelolaan Sumber Daya
Air Terpadu, Penerbit ANDI, Yogyakarta.
Kodoatie, Robert J. (2012). Tata Ruang Air Tanah, C.V Andi Offset,
Yogyakarta.
Sosrodarsono, S. 1978. Hidrologi Untuk Pengairan. PT Pradnya Paramita.
Jakarta.
Suripin, 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, Andi
Yokyakarta.
Tim Gunadarma, 2010. Drainase Perkotaan. (online). Avalaibe at: http//
elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/drainase_perkotaan.pdf
(Accessed 27 agustus 2014).
Triatmodjo, B. 2008. Hidrologi Terapan. Beta Offset. Yogyakarta.
Wesli. 2008. Drainase Perkotaan. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Yelsa merry, Nugroho joko, Natasaputra suardi. Pengaruh Perubahan Tata
Guna Lahan Terhadap Debit Limpasan Drainase di Kota Bukittinggi.
ITB. Bandung.
LAMPIRAN 1
Catatan:
Pengambilan data pengukuran dimensi saluran di tiap-tiap nama jalan
LAMPIRAN 2 Tabel 18: Inventori saluran drainase Kabupaten Luwu, Kecamatan Belopa
NO NAMA JALAN
NAMA SALURAN KONDISI SEKARANG
PAS. SALURAN KANAN PAS. SALURAN KIRI
1 JL. S. Saso
40
40
Sebelah kanan jalan, tidak ada saluran.
Sebelah kiri ja-lan saluran ter-buat dari pasan-gan Batu kali.
2 JL. Pendidikan
60
60
50
40
Sebelah kanan jalan saluran te-rbuat dari pas. Batu kali.
Sebelah kiri ja-lan terdapat ba-nyak sedimen-tasi.
3 JL. Balubu
60
60
60
60
Sebelah kanan jalan saluran ter-buat dari pas. Batu kali.
Sebelah kiri jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
4 JL. Balubu 1
50 50
40
Sebelah kanan jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
Sebelah kiri jalan, tidak ada saluran
5 JL. Balubu 2
50 50
40
Sebelah kanan jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
Sebelah kiri jalan saluran tidak ada saluran.
Sumber : Hasil penelitian, 2014
Tabel : Inventori saluran drainase Kab. Luwu. Kec. Belopa
NO NAMA JALAN
NAMA SALURAN KONDISI SEKARANG
PAS. SALURAN KANAN PAS. SALURAN KIRI
6 JL. Balubu 3
50 50
40
50 50
40
Sebelah kanan jalan, tidak ada saluran
Sebelah kiri jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
7 JL. Balubu 4
50 50
40
50 50
40
Sebelah kanan jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
Sebelah kiri jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
8 JL. Balubu 5
70 70
60
60 55
50
Sebelah kanan jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
Sebelah kiri jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
9 JL. Pemuda Radda
60 120
50
50 50
40
Sebelah kanan jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
Sebelah kiri jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
10 JL.Merdeka selatan
100
100
Sebelah kanan jalan saluran terdapat pas. Batu kali dan memiliki sedimen.
Sumber : Hasil penelitian, 2014
Tabel : Inventori saluran drainase Kab. Luwu. Kec. Belopa
NO NAMA JALAN
NAMA SALURAN KONDISI SEKARANG
PAS. SALURAN KANAN PAS. SALURAN KIRI
11 JL. Topoka
100
100
Pasangan sebelah kanan jalan terbuat dari pasangan batu kali
Sebelah kiri jalan tidak ada saluran.
12 JL. Kalobang
60
60
Sebelah kanan jalan saluran tidak ada saluran.
Sebelah kiri jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
13 JL. Kalobang 1
60
60
60
60
Sebelah kanan jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
Sebelah kiri jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
14 JL. Senga selatan
60
70
60
50
Sebelah kanan jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
Sebelah kiri jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
15 JL. Jend. Sudirman
120 90
100
120 90
100
Sebelah kanan jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
Sebelah kiri jalan saluran terdapat pas. Batu kali dan saluran tanah sebagian.
Sumber : Hasil penelitian, 2014
Tabel : Inventori saluran drainase Kab. Luwu. Kec. Belopa
NO NAMA JALAN
NAMA SALURAN KONDISI SEKARANG
PAS. SALURAN KANAN PAS. SALURAN KIRI
16 JL. Banawae
80 70
60
80 70
60
Sebelah kanan jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
Sebelah kiri jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
17 JL. Pangerang
120 120
100
Sebelah kanan jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
18 JL. H. A Pangerang
50
40
180 130
160
Sebelah kanan jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
Sebelah kiri jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
19 JL. S. Paremang
100 80
60
Sebelah kanan jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
Tidak ada saluran
20 80 70
50
Tidak ada saluran
Sebelah kiri jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
Sumber : Hasil penelitian, 2014
Tabel : Inventori saluran drainase Kab. Luwu. Kec. Belopa
NO NAMA JALAN
NAMA SALURAN KONDISI SEKARANG
PAS. SALURAN KANAN PAS. SALURAN KIRI
21 JL. S. paremang 1
60 50
50
60 50
50
Sebelah kanan jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
Sebelah kiri jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
22 JL. G. Latimojong
70 50
60
100 80
60
Sepanjang jalan ini dimensi saluran berubah-ubah.
23 JL. Pendidikan
60
60
50
40
Sebelah kanan jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
Sebelah kiri jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
24 JL. Hos, Cokro Aminoto
40 40
30
40 40
30
Pasangan sebelah kanan jalan terbuat dari pasangan batu kali
Pasangan sebelah kiri jalan terbuat dari pasangan batu kali
25 JL. Cakrawala
40 40
30
40 40
30
Sebelah kanan jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
Sebelah kiri jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
Sumber : Hasil penelitian, 2014
Tabel : Inventori saluran drainase Kab. Luwu. Kec. Belopa
NO NAMA JALAN
NAMA SALURAN KONDISI SEKARANG
PAS. SALURAN KANAN PAS. SALURAN KIRI
26 JL. Jambu
40 40
30
40 40
30
Sebelah kanan jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
Sebelah kiri jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
27 JL. Jambu 1 60 60
50
60 60
50
Sebelah kanan jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
Sebelah kiri jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
28 JL. Jambu 2
60 60
50
Sebelah kanan jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
Tidak ada saluran.
29 JL. Jambu 3
60 60
50
Sebelah kanan jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
Tidak ada saluran.
30 JL. Cilallang
70 60
60
Sebelah kanan jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
Tidak ada saluran
Sumber : Hasil penelitian, 2014
Tabel : Inventori saluran drainase Kab. Luwu. Kec. Belopa
NO NAMA JALAN
NAMA SALURAN KONDISI SEKARANG PAS. SALURAN KANAN PAS. SALURAN KIRI
31 JL. Palawagau
60
60
Tidak ada saluran
Sebelah kiri jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
32 JL. A. D Jemma
50 50
40
50 50
40
Sebelah kanan jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
Sebelah kiri jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
33 JL. Sultan Hasanuddin
100
120
50 60
40
Sebelah kanan jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
Sebelah kiri jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
34 JL. Topoka
100
100
Sebelah kanan jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
Sebelah kiri jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
35 JL. Ali Sammang
80 70
50
Sebelah kanan jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
Sebelah kiri jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
Sumber : Hasil penelitian, 2014
Tabel : Inventori saluran drainase Kab. Luwu. Kec. Belopa
NO NAMA JALAN
NAMA SALURAN KONDISI SEKARANG
PAS. SALURAN KANAN PAS. SALURAN KIRI
36 JL. Pemuda Radda
50 50
40
60 120
50
Sebelah kanan jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
Sebelah kiri jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
37 JL. G .Latimojong
100 100
80
100
120
Sebelah kanan jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
Sebelah kiri jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
38 JL. Bakti
120
80
50
50
Sebelah kanan jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
Sebelah kiri jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
39 JL. Jend. Sudirman
120 90
100
Sebelah kanan jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
Tidak ada saluran
40 JL. Tampumia Radda
60
60
60
60
Sebelah kanan jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
Sebelah kiri jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
Sumber : Hasil penelitian, 2014
Tabel : Inventori saluran drainase Kab. Luwu. Kec. Belopa
NO NAMA JALAN
NAMA SALURAN KONDISI SEKARANG
PAS. SALURAN KANAN PAS. SALURAN KIRI
41 JL. Tampumia
Radda
60
60
60
60
Sebelah kanan jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
Sebelah kiri jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
42 JL. Tampumia Radda
60
60
60
60
Sebelah kanan jalan saluran terbuat dari pas. Batu kali.
Sebelah kiri jalan saluran terbuat dari pas.
Batu kali.
Sumber : Hasil penelitian, 2014
LAMPIRAN 3
Jl. Merdeka Selatan. Desa Senga selatan
Jl. Topoka. Desa Senga Selatan
Jl. S. Paremang. Kelurahan Tanamanai ke Desa Belopa
Jl. A.D. Jemma . Kelurahan Tanamanai
Jl. Sultan Hasanuddin, Kelurahan Tanamanai
Jl. Pemuda Radda. Kel. Tampumia Radda
Jl. Ali Semmang. Kel. Tanamanai ke Desa Belopa
Jl. Jend. Sudirman. Desa Senga
Jl. Banawae. Desa Senga
Jl. Pangerang. Desa Senga
Jl. A. H. Pangerang. Desa Senga
Jl. Kalobang. Desa Senga Selatan
Jl. Kalobang 1. Desa Senga Selatan
Jl. G. Latimojong. Dari Kelurahan Tampumi Radda ke Desa Balo-balo ke Desa
Karussumanga.
Jl. S. Saso. Desa Balubu
Jl.Pendidikan. Desa Karusumanga
JL. Hos, Aminoto. Desa Karusumanga
JL.Topaka. Desa Senga Selatan ke Desa Senga ke Desa Tanamanai
JL. Cakrawala. Desa Karusumanga
JL. Jambu. Desa Karusumanga
JL. Jambu 1.Desa Karusumanga
JL. Jambu 2.Desa Karusumanga
JL. Jambu 3 Desa Karusumanga
JL. Cilallang.Desa Karusumanga
JL. Palawagau. Desa Karusumanga
JL. Senga Selata. Desa Senga Selatan
JL. Bakti. Desa Tampumia Radda
JL. Pendidikan. Desa Balubu
JL. Balubu. Desa Balubu
JL. Balubu 1. Desa Balubu
JL. Balubu 2. Desa Balubu
JL. Balubu 3. Desa Balubu
JL. Balubu 4. Desa Balubu
JL. Balubu 5. Desa Balubu
JL. Hati Damai. Desa Balubu
JL. S. Paremang, Belopa. Desa Belopa
JL. Jend. Sudirman. Desa Tampumia Radda
JL.Tampumia Radda 1.Desa Tampumia Radda
JL.Tampumia Radda 2.Desa Tampumia Radda
JL.Tampumia Radda 3.Desa Tampumia Radda