perencanaan tata guna lahan untuk mendukung …
TRANSCRIPT
PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI
DI KABUPATEN BANYUASIN
Pangkalan Balai, 2016
Oleh:KELOMPOK KERJA PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN MENDUKUNG
EKONOMI HIJAU DAN KONSERVASI BIODIVERSITAS (POKJA PTGL-EHKB) KABUPATEN BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN
KutipanKelompok Kerja (Pokja) PTGL-EHKB Kabupaten Banyuasin, 2016. Perencanaan Tata Guna Lahan Untuk Mendukung Pembangunan Rendah Emisi di Kabupaten Banyuasin, Pangkalan Balai, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan.
Pernyataan hak ciptaKelompok Kerja (Pokja) PTGL-EHKB Kabupaten Banyuasin, namun perbanyakan untuk tujuan non-komersial diperbolehkan tanpa batas dengan tidak merubah isi. Untuk perbanyakan tersebut, nama pengarang dan penerbit asli harus disebutkan. Informasi dalam buku ini adalah akurat sepanjang pengetahuan Kelompok Kerja (Pokja) PTGL-EHKB Kabupaten Banyuasin, namun kami tidak menjamin dan tidak bertanggung jawab seandainya timbul kerugian dari penggunaan informasi dalam dokumen ini.
Ucapan terima kasihDokumen ini merupakan hasil dukungan dari Proyek Locally Appropriate Mitigation Action in Indonesia yang dilaksanakan oleh World Agroforestry Centre (ICRAF), Center for Climate Risk and Opportunity Management in Southeast Asia and Pacific, Bogor Agriculture University (CCROM - IPB) dan Deutsche Gesellschaft fur internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH.
KontakPokja Perencanaan Tata Guna Lahan Mendukung Ekonomi Hijau dan Konservasi Biodiversitas (Pokja PTGL-EHKB)Kompleks Perkantoran Pemerintah Kabupaten Banyuasin Gedung No. 01, Sekojo, Pangkalan Balai, Kab. Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan
PenulisKhairul Affandi, SH.Arif Budiman, S.Hut., M.Si.Adi Candra STDra. Martini Yulia, M.Sc.Ir. SyawalinaTeguh Imansyah, S.Hut.Adiosyafri, S.Si.Desi Apriani, SH., MM.Heru Wahyono, STDevi M Catri, SE, Fakhrizal Pulungan, S.Si
EditorFeri JohanaSudiyah IstichomahBurhanuddin Zein
Desain dan Tata letakBobby HaryantoAdi Nurtantyo
FotoKoleksi foto ICRAF
2016
| v
SAMBUTAN BUPATI BANYUASIN
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan berkahnya sehingga kita semua dapat merasakan kebahagaian dan kesejahteraan hingga saat ini. Terima kasih kami sampaikan kepada Tim Pokja Perencanaan Tata Guna Lahan Mendukung Ekonomi Hijau Dan Konservasi Biodiversitas Kabupaten Banyuasin yang telah menyelesaikan penyusunan Dokumen Perencanaan Tata Guna Lahan Untuk Mendukung Pembangunan Rendah Emisi di Kabupaten Banyuasin pada tahun 2016 ini.
Dalam upaya untuk mewujudkan Ekonomi Hijau dan Konservasi Biodiversitas di Kabupaten Banyuasin, maka diperlukan Dokumen Perencanaan Tata Guna Lahan untuk menjadi pedoman dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Dokumen ini akan menjadi acuan bagi SKPD terkait, dan berbagai pihak dalam melakukan pembangunan berbasis lahan agar terjadi keselarasan dengan tujuan pembangunan hijau di Kabupaten Banyuasin. Dokumen ini menjelaskan kegiatan berbasi lahan yang harus segera dilaksanakan dan didukung oleh semua pihak agar keberlanjutan sumebr daya alam di kabupaten Banyuasin dapat terjaga.
Apresisasi dan penghargaan kami sampaikan kepada semua pihak di Kabupaten Banyuasin yang telah menjadi bagian dari inisiatif ini dan tidak lupa kami sampaikan terima kasih kepada lembaga partner yang telah bekerjasama dalam mewujudkan cita-cita ini . Mudah-mudahan apa yang telah direncanakan dapat didukung oleh semua pihak dan dapat sukses dilaksanakan.
BUPATI BANYUASIN
| vii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT dan atas rahmat serta hidayah-Nya, Dokumen Perencanaan Tata Guna Lahan Untuk Mendukung Pembangunan Rendah Emisi di Kabupaten Banyuasin telah selesai dilaksanakan oleh Tim Pokja Perencanaan Tata Guna Lahan Mendukung Ekonomi Hijau Dan Konservasi Biodiversitas Kabupaten Banyuasin.
Dokumen ini merupakan bagian dari kegiatan peningkatan kapasitas stakeholders di Kabupaten Banyuasin dan beberapa kegiatan dalam rangka penguatan inisitaif pelaksanaan pembangunan dengan berprinsip pada pembangunan ekonomi hijau didaerah. Data dan hasil analisis disajikan dalam dokumen ini untuk memberikan informasi yang jelas terkait pada tiap bahasan. Uraian-uraian diwujudkan dalam bentuk narasi, tabel, diagram, gambar dan peta disesuaikan dengan jenis datanya.
Penyusun menyadari bahwa isi dokumen dimungkinkan masih terdapat kekurangan yang perlu dibenahi dan disempurnakan. Oleh karena itu, kami mengharapkan masukan, kritik dan saran untuk menunjang kesempurnaannya. Selanjutnya penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu tersusunnya dokumen ini.
Tim Penulis,Pokja Perencanaan Tata Guna Lahan Mendukung Ekonomi Hijau Dan Konservasi Biodiversitas(Pokja PTGL-EHKB) Kabupaten Banyuasin
viii | PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI DI KABUPATEN BANYUASIN
RINGKASAN EKSEKUTIF
Komitmen penurunan emisi Indonesia yang telah dijanjikan oleh Pemerintahan Indonesia melalui Presiden Joko Widodo dengan mentargetkan penurunan emisi hingga 29% dengan usaha sendiri dan hingga 41% dengan bantuan internasional pada tahun 2030 merupakan kelanjutan dari komitmen sebelumnya untuk melakukan penurunan emisi sebesar 26% pada tahun 2020. Beberapa skema kegiatan telah diluncurkan untuk menjawab janji tersebut seperti dikeluarkannnya Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) dan skema kegiatan yang baru saja dibuat adalah Nationally Determined Contribution (NDC).
Sejalan dengan kebijakan tersebut, Kabupaten Banyuasin sebagai bagian dari Provinsi Sumatera Selatan merasa memiliki peran strategis dalam upaya penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan inisiatif ini juga merupakan dukungan terhadap proses implementasi RAD-GRK Provinsi Sumatera Selatan. Bagi Kabupaten Banyuasin, hal ini merupakan proses yang akan memperkuat proses perencanaan pembangunan yang responsif terhadap perubahan iklim dan berwawasan keberlanjutan (sustainability), yang belum semua daerah di Indonesia dapat melaksanaan proses ini.
Proses perencanaan tata guna lahan ini melahirkan identifikasi perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Banyuasin dari tahun 1990-2014. Perubahan tutupan lahan pada periode 1990-2000 didominasi oleh menurunnya luas tutupan hutan rawa primer sekitar 108 ribu hektar dan hutan rawa primer digambut berkurang sekitar 35 ribu hektar. Sementara pada periode 2000-2005, perubahan tutupan lahan didominasi oleh berkurangnya luasan hutan rawa primer sekitar 48 ribu hektar dan meningkatnya luasan monokultur kelapa sebesar 37 ribu hektar. Pada periode 2005-2010 hutan rawa primer kembali mengalami penurunan luas sebasar 28 ribu hektar, dan pada periode 2010-2014 hutan rawa primer kembali mengalami penurunan luas sebesar 20 ribu hektar.
Jika diamati lebih jauh terlihat adanya peningkatan luas penggunaan lahan monokultur dan berbagai penggunaan lahan intensif, misalnya perkebunan karet dan sawit serta lahan pertanian, sementara luas hutan rawa khususnya terus mengalami penurunan. Berdasarkan identifikasi penyebab perubahan penggunaan lahan diduga bahwa faktor keinginan untuk melakukan pengambilan manfaat kayu hutan, pengelolaan lahan intensif untuk komoditas tertentu, dan pemenuhan kebutuhan bahan makanan (pertanian) menjadi faktor dominan yang menyebabkan perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Banyuasin.
Potensi cadangan karbon di Kabupaten Banyuasin banyak terdapat di bagian utara, bagian tengah dan sebagian di bagian selatan, sementara dibagian timur dan barat relatif lebih kecil. Perkiraan emisi karbon dioksida di Kabupaten Banyuasin mempertimbangkan dua sumber emisi yaitu dari perubahan penggunaan lahan dan emisi dari dekomposisi gambut. Pengamatan terhadap emisi karbon periode tahun 1990-2000 di Kabupaten Banyuasin menunjukan laju emisi per hektar sebesar 7, 7 ton CO2eq/(ha.tahun). Pada periode pengamatan tahun 2000-2005 laju emisi Kabupaten Banyuasin per hektar berada
| ix
diangka 8,2 ton CO2eq/(ha.tahun), pada periode pengamatan tahun 2005-2010 laju emisi per hektar berada di angka 12 ton CO2eq/(ha.tahun), sedang pada periode 2010-2014 laju emisi per hektar sebesar 7,5 ton CO2eq/(ha.tahun).
Berdasarkan pendekatan historical, Kabupaten Banyuasin telah berhasil menyusun Reference Emission Level (REL) tahun 2005-2030 dari kegiatan perubahan penggunaan lahan dan dekomposisi gambut. Tahun dasar yang digunakan adalah 2005-2010 dengan angka proyeksi 2010-2030. Berdasarkan perkiraan emisi periode tahun 2005-2010, diperoleh emisi kumulatif Kabupaten Banyuasin hingga periode 1 (2005-2015) adalah sebesar 115 juta ton CO2 eq, sedangkan hingga pada periode 2 (2005-2020) diperkirakan 141 juta ton CO2 eq; hingga periode 3 (2005-2025) diperkirakan sekitar 163 juta ton CO2 eq dan hingga periode 4 (2005-2030) diperkirakan sekitar 182 juta ton CO2eq. Selain memperkiraan emisi dengan pendekatan historical dilakukan juga proyeksi emisi menggunakan pendekatan interpretasi rencana pembangunan yang akan datang (forward looking) dan didapatkan nilai emisi kumulatif sebesar 156 jutan ton CO2 eq. Dengan berbagai pertimbangan teknis dan kebutuhan daerah, Kabupaten Banyuasin mengusulkan menggunakan REL dengan pendekatan historis.
Melalui serangkaian proses diskusi dan konsultasi publik, telah disepakati aksi mitigasi utama di Kabupaten Banyuasin berjumlah 15 aksi mitigasi, namun demikian aksi mitigasi prioritas telah dipilih 4 aksi yaitu (1) mempertahankan tutupan hutan rawa di area yang bergambut di area sawah gambut, (2) melakukan agroforestrasi karet pada lahan-lahan yang tidak terkelola (lahan terbuka. rerumputan) di area perkebunan karet , (3) mempertahankan tutupan lahan hutan primer di area hutan lindung, dan (4) melakukan rehabilitasi lahan kritis/kawasan hutan rusak (lahan terbuka, rumput, semak belukar, dan tambak) di area hutan lindung.
Secara umum, 15 aksi mitigasi yang diusulkan oleh Kabupaten Banyuasin diperkirakan akan mampu menurunkan emisi kumulatif pada periode tahun 2005-2030 sebesar 30,31 % dari emisi baseline. Terlihat ada dua tipe aksi mitigasi dalam kelompok ini, yaitu: aksi mitigasi yang menurunkan emisi akan tetapi berdampak pada penurunan nilai ekonomi kumulatif penggunaan lahan dan aksi mitigasi yang menurunkan emisi sekaligus meningkatkan nilai ekonomi penggunaan lahan. Aksi 1, Aksi 2, Aksi 4, Aksi 5, Aksi 6, Aksi 7, Aksi 9, Aksi 11, Aksi 13, Aksi 14 dan Aksi 15 menurunkan manfaat ekonomi jika di bandingkan dengan baseline, sedangkan 4 aksi mitigasi lainnya, yaitu: Aksi 3, Aksi 8, Aksi 10 dan Aksi 12, justru dapat meningkatkan manfaat ekonomi secara kumulatif.
Bagian akhir dokumen usulan aksi mitigasi berbasis lahan di Kabupaten Banyuasin ini adalah rekomendasi terkait upaya implementasi. Penyusun merekomendasikan dua hal penting yang akan menjadi langkah untuk tahap implementasi ke depan yaitu terkait dengan kelembagaan pelaksana dan bagaimana proses integrasi usulan aksi mitigasi ini ke dalam rencana pembangunan daerah. Dua hal ini dianggap cukup krusial karena kelembagaan inilah yang akan mengawal issue dan proses implementasi kegiatan dimana dokumen ini merekomendasikan untuk adanya sinergitas kelembagaan yang sudah ada tanpa membentuk kelembagaan baru, sementara proses integrasi dengan dokumen perencanan pembangunan yang lain akan mempermudah semua pihak khususnya pemerintah dalam mengalokasikan anggaran untuk implementasi yang sudah ditetapkan dalam dokumen perencanaan daerah.
x | PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI DI KABUPATEN BANYUASIN
DAFTAR ISISAMBUTAN BUPATI BANYUASIN vKATA PENGANTAR viiRINGKASAN EKSEKUTIF viiiDAFTAR ISTILAH xiv
1 PENDAHULUAN 11.1. Latar Belakang 11.2. Maksud dan Tujuan 21.3. Keluaran 21.4. Ruang Lingkup 21.5. Tinjauan Konsep dan Dasar Hukum 21.6. Metodologi 41.7. Proses Penyusunan Dokumen 4
2 PROFIL DAERAH 72.1. Gambaran Umum Wilayah 72.2. Potensi Sektor Berbasis Lahan dalam Emisi GRK 92.3. Potensi Ekonomi Wilayah 10
3 PROSES PENYUSUNAN UNIT PERENCANAAN 13
3.1. Definisi Unit Perencanaan 133.2. Dinamika Penyusunan 153.3. Unit Perencanaan 15
4 ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN/PENGGUNAAN LAHAN KABUPATEN BANYUASIN 194.1. Perubahan Penggunaan Lahan Dominan di Kabupaten Banyuasin 204.2. Perubahan Penggunaan Lahan pada Tingkat Unit Perencanaan 224.3. Identifikasi Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Banyuasin 26
5 PERKIRAAN EMISI CO2 AKIBAT PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN 315.1. Kerapatan Karbon di Kabupaten Banyuasin 315.2. Perhitungan Emisi CO2 di Kabupaten Banyuasin 325.3. Distribusi Emisi Karbon Dioksida (CO2) pada Tingkat Unit Perencanaan 355.4. Emisi Karbon Dioksida (CO2) Berdasarkan Perubahan Penggunaan Lahan 375.5. Emisi Karbon Dioksida (CO2) Berdasarkan Perubahan Penggunaan Lahan di Tingkat Unit Perencanaan Penyumbang Emisi Terbesar 41
6 SKENARIO BASELINE SEBAGAI DASAR REFERENCE EMISSION LEVEL (REL) 456.1. Definisi dan Arti Penting 456.2. Penentuan Tahun Dasar 466.3. REL Kabupaten Banyuasin Berdasarkan Pendekatan Historis 466.4. Forward Looking Baseline yang Disusun Berdasarkan Rencana Pembangunan Wilayah 486.5. Pemilihan Baseline Sebagai Dasar Penentuan REL 50
7 PENYUSUNAN AKSI MITIGASI DI DAERAH 537.1. Pengertian Aksi Mitigasi dan Proses yang Telah Dilakukan 537.2. Usulan Aksi Mitigasi Berbasis Lahan Kabupaten Banyuasin 537.3. Identifikasi Kondisi Pemungkin Untuk Pelaksanaan Aksi Mitigasi 54
| xi
8 PERKIRAAN PENURUNAN EMISI, PERUBAHAN MANFAAT EKONOMI DAN IDENTIFIKASI MANFAAT TAMBAHAN DARI AKTIVITAS MITIGASI 57
8.1. Perkiraan Penurunan Emisi Aksi Mitigasi 578.2. Dampak Ekonomi Aksi Mitigasi 588.3. Analisis Trade-off Aksi Mitigasi 588.4. Identifikasi Manfaat Tambahan dari Aksi Mitigasi 608.5. Aksi Mitigasi Prioritas 61
9 STRATEGI IMPLEMENTASI 639.1. Pemetaan Kelembagaan 639.2. Identifikasi Kegiatan Pendukung Terhadap Aksi Mitigasi 669.3. Integrasi Aksi Mitigasi dalam RPJMD, Renstra, RKPD, Renja SKPD 669.4. Identifikasi Peranan Kelompok Kerja dalam Implementasi Kegiatan 68
10 PENUTUP 71
DAFTAR PUSTAKA 72LAMPIRAN 73
xii | PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI DI KABUPATEN BANYUASIN
DAFTAR TABELTabel 3.1. Definisi Unit Perencanaan di Kabupaten Banyuasin 14Tabel 3.2. Rekonsiliasi Unit Perencanaan di Kabupaten Banyuasin 17Tabel 4.1. Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Banyuasin 20Tabel 4.2. Perubahan Penggunaan Lahan Dominan Tahun 1990 – 2000 21Tabel 4.3. Perubahan Penggunaan Lahan Dominan Periode Tahun 2000-2005 21Tabel 4.4. Perubahan Penggunaan Lahan Dominan Periode Tahun 2005-2010 22Tabel 4.5. Perubahan Penggunaan Lahan Dominan Periode Tahun 2010-2014 22Tabel 4.6. Perubahan penggunaan lahan dominan dalam periode 1990-2014 23Tabel 4.7. Identifikasi Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan 1990–2000 26Tabel 4.8. Identifikasi Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan 2000-2005 27Tabel 4.9. Identifikasi Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan 2005-2010 28Tabel 4.10. Identifikasi Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan 2010-2014 29Tabel 5.1. Perhitungan Emisi Periode 1990-2000 32Tabel 5.2. Perhitungan Emisi Periode 2000-2005 33Tabel 5.3. Perhitungan emisi periode 2005-2010 34Tabel 5.4. Perhitungan emisi periode 2010-2014 34Tabel 5.5. Perubahan Penggunaan Lahan Penyebab Emisi Terbesar Tahun 1990-2000 37Tabel 5.6. Perubahan Penggunaan Lahan Sumber Sekuestrasi Tahun 1990-2000 38Tabel 5.7. Perubahan Penggunaan Lahan Penyebab Emisi Terbesar Tahun 2000-2005 38Tabel 5.8. Perubahan Penggunaan Lahan Sumber Sekuestrasi Tahun 2000-2005 39Tabel 5.9. Perubahan Penggunaan Lahan Penyebab Emisi Terbesar Tahun 2005-2010 39Tabel 5.10. Perubahan Penggunaan Lahan Sumber Sekuestrasi Tahun 2005-2010 40Tabel 5.11. Perubahan Penggunaan Lahan Penyebab Emisi Terbesar Tahun 2010-2014 40Tabel 5.12. Perubahan Penggunaan Lahan Sumber Sekuestrasi Tahun 2010-2014 41Tabel 5.13. Perubahan Penggunaan Lahan Penyebab Emisi di Unit Perencanaan Area
Pertambangan Periode 1990-2000 41Tabel 5.14. Perubahan Penggunaan Lahan Penyebab Emisi di Unit Perencanaan Hutan
Rawa di Gambut Periode 2000-2005 42Tabel 5.15. Perubahan penggunaan lahan penyebab emisi di Unit Perencanaan Area
dengan Ijin HGU di Gambut periode tahun 2005-2010 42Tabel 5.16. Perubahan Penggunaan Lahan Penyebab Emisi di Unit Perencanaan Hutan
Tanaman Industri Periode 2010-2014 43Tabel 6.1. Perhitungan Proyeksi Emisi Historis 47Tabel 6.2. Rencana Penggunaan Lahan Kabupaten Banyuasin 48Tabel 6.3. Perhitungan Proyeksi Emisi dari Pendekatan Forward Looking 50Tabel 7.1. Aksi Mitigasi Kabupaten Banyusin 54Tabel 7.2. Identifikasi Kondisi Pemungkin 55Tabel 8.1. Besarnya perkiraan penurunan emisi kumulatif tahun 2010-2030
dari masing-masing Aksi Mitigasi 57Tabel 8.2. Perubahan Nilai Ekonomi Aksi Mitigasi Terhadap Baseline 58Tabel 8.3. Penurunan Emisi dan Perubahan Ekonomi Aksi Mitigasi 59Tabel 8.4. Identifikasi Dampak Tambahan Dari Aksi Mitigasi 60Tabel 8.5. Empat Aksi Mitigasi Prioritas Kabupaten Banyuasin 61Tabel 9.1. Peran dan Fungsi Lembaga Terkait Sektor Pengelolaan Hutan
dan Perkebunan di Kabupaten Banyuasin 65Tabel 9.2. Rincian Tahapan Kegiatan Yang Perlu Dilaksanakan pada 4 Aksi Mitigasi 66
| xiii
DAFTAR GAMBARGambar 3.1. Peta Unit Perencanaan di Kabupaten Banyuasin 16Gambar 4.1. Peta Tutupan Lahan Kabupaten Banyuasin 1990, 2000, 2005, 2010
dan 2014. 19Gambar 5.1. Peta kerapatan karbon di Kabupaten Banyuasin pada tahun (a) 1990,
(b) 2000, (c) 2005, (d) 2010 dan (e) 2014. 32Gambar 5.2. Peta Emisi dan Sekuestrasi Periode 1990-2000 33Gambar 5.3. Peta Emisi dan Sekuestrasi Periode 2000-2005. 33Gambar 5.4. Peta emisi dan sekuestrasi periode tahun 2005-2010. 34Gambar 5.5. Peta emisi dan sekuestrasi periode tahun 2010-2014. 35Gambar 5.6. Distribusi Emisi Dari Setiap Unit Perencanaan Tahun 1990-2000. 35Gambar 5.7. Distribusi Emisi Dari Setiap Unit Perencanaan Tahun 2000-2005. 36Gambar 5.8. Distribusi Emisi Dari Setiap Unit Perencanaan Tahun 2005-2010. 36Gambar 5.9. Distribusi Emisi Dari Setiap Unit Perencanaan Tahun 2010-2014. 37Gambar 6.1. Reference Emission Level berdasarkan Proyeksi Historis 47Gambar 6.2. Reference Emission Level Berdasarkan Rencana Pembangunan 50Gambar 6.3. Perbandingan Reference Emission Level. 51Gambar 8.1. Grafik Penurunan Emisi Setiap Aksi Mitigasi Terhadap Baseline 57Gambar 8.2. Perubahan Manfaat Ekonomi. 58Gambar 8.3. Grafik batang penurunan emisi dan manfaat ekonomi. 59
xiv | PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI DI KABUPATEN BANYUASIN
DAFTAR ISTILAH
BAU (Business as Usual): Merupakan suatu kondisi yang mengikuti proses yang sudah ada sebelumnya tanpa adanya intervensi. Dalam dokumen ini, BAU dikaitkan dengan perkiraan tingkat emisi gas rumah kaca pada periode yang akan datang (dalam dokumen ini periode 2005-2030) berdasarkan kecenderungan yang berlaku sekarang.
Biomassa (Biomass): Massa dari organisme yang hidup yang terdiri atas tumbuhan dan hewan yang terdapat pada suatu areal dengan satuan ton/ha. Biomassa yang dimaksud di dalam dokumen ini adalah berat kering tumbuhan dalam satu satuan luas.
Cadangan karbon (Carbon stock): Jumlah berat karbon yang tersimpan di dalam ekosistem pada waktu tertentu, baik berupa biomassa tumbuhan, tumbuhan yang mati, maupun karbon di dalam tanah.
Data aktivitas (Activity data): Luas suatu penutupan/penggunan lahan dan perubahannya dari suatu jenis tutupan/penggunaan lahan ke tutupan/penggunaan lahan yang lain.
Ekuivalen karbon dioksida (Carbon dioxide equivalent): Suatu ukuran yang digunakan untuk membandingkan daya pemanasan global (global warming potential, GWP) gas rumah kaca tertentu relatif terhadap daya pemanasan global gas CO2. Misalnya, GWP metana (CH4) selama rata-rata 100 tahun adalah 21 dan GWP nitrous oksida (N2O) adalah 298. Ini berarti bahwa emisi 1 juta ton CH4 dan 1 juta ton N2O berturut-turut menyebabkan pemanasan global setara dengan 25 juta ton dan 298 juta ton CO2.
Emisi (Emission): Proses terbebasnya gas rumah kaca ke atmosfer melalui beberapa mekanisme, seperti: dekomposisi bahan organik oleh mikroba yang menghasilkan gas CO2 atau CH4, proses terbakarnya bahan organik yang menghasilkan CO2, proses nitrifikasi dan denitrifikasi yang menghasilkan gas N2O. Dalam pengertian ini, emisi dari perubahan penggunaan lahan disebabkan karena adanya kehilangan potensi penambat karbon di atas tanah yang disebabkan karena berkurangnya vegetasi/pepohonan sebagai penyimpan biomassa.
Fluks (Flux): Kecepatan mengalirnya gas rumah kaca, misalnya kecepatan pergerakan CO2 dari dekomposisi bahan organik tanah ke atmosfer dalam satuan massa gas per luas permukaan tanah per satuan waktu tertentu (misalnya mg/(m2.jam).
Karbon (Carbon): Unsur kimia bukan logam dengan simbol atom C yang banyak terdapat di dalam semua bahan organik dan di dalam bahan anorganik tertentu. Unsur ini mempunyai nomor atom 6 dan massa atom relatif (Ar) 12 sma (satuan massa atom).
Karbon dioksida (Carbon dioxide): Gas dengan rumus CO2 yang tidak berbau dan tidak berwarna, terbentuk dari berbagai proses seperti pembakaran bahan bakar minyak dan gas bumi, pembakaran bahan organik (seperti pembakaran hutan), dan/atau dekomposisi bahan organik serta letusan gunung berapi. Dewasa ini, konsentrasi CO2 di udara adalah sekitar 0,039% atau 388 ppm volume udara di atmosfer. Konsentrasi CO2 cenderung meningkat dengan semakin banyaknya penggunaan bahan bakar minyak dan gas bumi serta emisi dari bahan organik di permukaan bumi. Gas ini diserap oleh tumbuhan dalam proses fotosintesis. Massa molekul relatif (Mr) CO2 adalah 44 sma (satuan massa atom).
| xv
Lahan gambut (Peatland): Lahan yang tanahnya kaya dengan sisa tumbuhan yang terdekomposisi sebagian, dengan kadar C organik tanah >18% dan ketebalan >50 cm. Tanah yang berada pada lahan gambut disebut tanah gambut. Lahan gambut banyak terdapat pada lahan basah (wetland). Tanah gambut tropis mempunyai kisaran ketebalan 0,5-15 meter dan yang terbanyak antara 2-8 meter.
Neraca karbon (Carbon budget): Neraca dari terjadinya perpindahan karbon dari satu penyimpan karbon (carbon pool) ke penyimpan lainnya dalam suatu siklus karbon, misalnya antara atmosfir dengan tanah.
Penggunaan lahan (Land use): Hasil dari interaksi lingkungan alam dan manusia yang berwujud pada terbentuknya berbagai kenampakan lahan untuk berbagai fungsi yang menampung aktivitas manusia guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Beberapa jenis penggunaan lahan yang umumnya ada di Indonesia seperti: hutan, tanaman semusim, perkebunan, agroforestri/pertanian lahan kering campur, kebun campuran dan permukiman.
Penyerapan karbon/ Sekuestrasi (Carbon sequestration): Proses penyerapan karbon dari atmosfer ke penyimpan karbon tertentu seperti tanah dan tumbuhan. Proses utama penyerapan karbon adalah fotosintesis.
Penyimpan karbon (Carbon pool): Subsistem yang mempunyai kemampuan menyimpan dan atau membebaskan karbon. Contoh penyimpan karbon adalah biomassa tumbuhan, tumbuhan yang mati, tanah, air laut dan atmosfer.
Proyeksi emisi historis (historical BAU): Perkiraan jumlah emisi untuk periode yang akan datang berdasarkan kecenderungan pada satu periode tahun acuan (base year).
Proyeksi emisi forward looking: Perkiraan jumlah emisi untuk periode yang akan datang berdasarkan kecenderungan pada satu periode tahun acuan (base year) serta dengan memperhatikan rencana pembangunan dan kebijakan yang akan datang.
Tingkat emisi referensi (Reference Emission Level, REL): Tingkat emisi kotor dari suatu area geografis dengan estimasi dalam suatu periode tertentu.
Tingkat referensi (Reference Level, RL): Tingkat emisi neto yang sudah memperhitungkan pengurangan (removals) dari sekuestrasi atau penyerapan karbon.
xvi | PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI DI KABUPATEN BANYUASIN
PENDAHULUAN | 1
1.1. Latar BelakangIsu perubahan iklim sejak dua dasawarsa terakhir hingga saat ini semakin memanas seiring dengan semakin meningkatnya suhu bumi karena pemanasan global (Stern, 2007). Suhu rata-rata global pada permukaan bumi telah meningkat sebesar 0,74 ± 0,18 °C (1,33 ± 0,32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, “sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) akibat aktivitas manusia” melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan di bumi, seperti: naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrem serta perubahan jumlah dan pola presipitasi di atmosfer. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser dan punahnya berbagai jenis flora fauna (IPCC, 2013).
Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK pada tahun 2020 sebesar 26% dengan upaya sendiri jika dibandingkan dengan garis dasar pada kondisi Bisnis Seperti Biasa (Bussiness As Usual/BAU) dan sebesar 41% apabila ada dukungan internasional. Komitmen ini disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia dalam pertemuan G-20 di Pittsburg, Amerika Serikat pada bulan September 2009 dan dalam pertemuan Conference Of the Parties (COP) 15 di Copenhagen, Denmark pada bulan Desember 2009. Komitmen tersebut dilanjutkan dengan diserahkannya dokumen INDC (Intended Nationally Determined Contribution) dimana disebutkan komitmen penurunan emisi pasca 2020 , yaitu dimana Indonesia akan tetap berkomitmen dalam penurunan emisi sebesar 29 % hingga tahun 2030.
Kabupaten Banyuasin berbatasan langsung dengan Kota Palembang sehingga merupakan salah satu kabupaten penyangga bagi Ibukota Provinsi Sumatera Selatan tersebut. Dengan luas total 1.232.912 hektar, wilayah Kabupaten Banyuasin terbagi atas berbagai penggunaan lahan, yaitu: semak belukar rawa 22% (atau sekitar 299.773 hektar), area pertanian lahan kering campuran 18%, area sawah 14%, hutan mangrove 14%, area perkebunan 12% serta sisanya 20% berupa semak belukar, hutan rawa dan lahan non terbangun lainnya. Namun, tingkat pertumbuhan populasi yang pesat yang diikuti rencana
1 PENDAHULUAN
BAB
2 | PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI DI KABUPATEN BANYUASIN
pembangunan yang mendorong investasi skala besar di berbagai aktivitas ekonomi berbasis lahan mengakibatkan kabupaten ini rentan terhadap lonjakan emisi GRK.
Di Kabupaten Banyuasin, alih fungsi lahan hutan menjadi kebun karet dan lahan basah/rawa menjadi perkebunan sawit merupakan pemicu utama perubahan tata guna lahan. Hal ini juga yang menjadi kontribusi emisi GRK terbesar di Kabupaten Banyuasin. Sebagai upaya untuk mendorong perencanaan penggunaan lahan yang baik, maka Tim Kelompok Kerja Perencanaan Tata Guna Lahan Mendukung Ekonomi Hijau dan Konservasi Biodiversitas (PTGL-EHKB) Kabupaten Banyuasin melalui beberapa tahapan proses identifikasi, inventarisasi sumber-sumber emisi dan diskusi dengan pejabat pemangku kepentingan dan masyarakat menyusun dokumen Perencanaan Tata Guna Lahan untuk Mendukung Pembangunan Rendah Emisi di Kabupaten Banyuasin.
1.2. Maksud dan TujuanInisiatif penyusunan dokumen ini memiliki maksud dan tujuan sebagai berikut:
1. Tersedia dan terdokumentasinya data dan informasi terkait perubahan penggunaan lahan, perkiraan emisi dari sektor berbasis lahan, dan proyeksi emisi dimasa yang akan datang.
2. Teroganisasinya perencanaan pembangunan rendah emisi secara inklusif dengan mengikutsertakan semua pihak dalam proses;
3. Peningkatan pengetahuan, kesadaran, dan penghargaan dari para pihak dalam pemanfaatan lahan untuk kegiatan pembangunan berkelanjutan;
4. Peningkatan peran pokja dan mitra kunci dalam menginisasi dan mewujudkan pembangunan rendah emisi dan ekonomi hijau di Kabupaten Banyuasin.
1.3. KeluaranKeluaran yang diharapkan adalah dokumen Perencanaan Tata Guna Lahan Mendukung Ekonomi Hijau dan Konservasi Biodiversitas Kabupaten Banyuasin yang dijadikan sebagai acuan implementasi kegiatan pembangunan berbasis lahan di Kabupaten Banyuasin ke depan untuk menuju Pembangunan Ekonomi Hijau.
1.4. Ruang LingkupRuang lingkup kajian pada dokumen ini adalah penyusunan Aksi Mitigasi perubahan iklim berbasis lahan melalui penyusunan aksi penurunan emisi CO2 untuk mendukung penggunaan lahan di Kabupaten Banyuasin menuju Pembangunan Ekonomi Hijau.
1.5. Tinjauan Konsep dan Dasar HukumPerubahan iklim dapat diartikan sebagai kondisi iklim di bumi yang sedang mengalami proses perubahan, misalnya: temperatur udara yang semakin lama semakin panas, periode terjadinya hujan yang berubah dan intensitas terjadinya badai yang semakin sering. Konsep perubahan iklim merujuk pada perubahan unsur-unsur iklim, terutama perubahan suhu dalam jangka masa panjang. Perubahan iklim yang dialami oleh dunia pada masa kini dikaitkan dengan fenomena pemanasan global yang dipicu oleh oleh tingginya emisi GRK.
PENDAHULUAN | 3
Emisi GRK dihasilkan secara alami di alam dan oleh berbagai aktivitas manusia. Karbon dioksida (CO2) adalah salah satu GRK yang paling banyak terdapat di atmoster. Manusia memerlukan gas rumah kaca dalam jumlah yang cukup untuk memastikan bumi ini cukup hangat untuk ditinggali.
Hampir seluruh aktivitas yang dilakukan oleh manusia menghasilkan GRK. Alih fungsi lahan , kebakaran hutan dan lahan, penggunaan kendaraan bermotor, pembangkit listrik yang tidak ramah lingkungan misalnya dengan batu bara adalah contoh kegiatan manusia yang meningkatkan emisi GRK. Apabila aktivitas penghasil emisi GRK dilakukan dengan berlebihan, hal ini dapat memicu terjadinya pemanasan global yang mempengaruhi temperatur bumi.
Perencanaan penggunaan lahan untuk pembangunan rendah emisi memerlukan komitmen dan dukungan dari para pihak dengan menerapkan prinsip-prinsip partisipatif, keterwakilan (inklusif) dan penggunaan data yang sahih.
Dasar hukum yang mendasari penyusunan dokumen ini, antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayatidan Ekosistemnya;
2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentangKehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);
3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2007 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4725);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan danatau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan danatau Lahan;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan;6. Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan
Gas Rumah Kaca;7. Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 7216/Menhut-II/REG.1/1/2014 Tahun
2014 tentang Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Kesatuan Pengelolaan HutanProduksi (KPHP) Unit IV Meranti Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera selatan;
8. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Selatan Nomor 5 tahun 2009 tentang RencanaPembangunan Jangka Panjang Provinsi Sumatera selatan;
9. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Selatan Nomor 9 tahun 2014 tentang RencanaPembangunan Jangka Menengah Tahun 2013-2018 Provinsi Sumatera selatan;
10. Peraturan Daerah Kabupaten Banyuasin Nomor 28 tahun 2012 tentang Rencana TataRuang Wilayah Kabupaten Banyuasin.
4 | PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI DI KABUPATEN BANYUASIN
1.6. MetodologiPenyusunan dokumen ini dilakukan oleh para pihak yang ada di Kabupaten Banyuasin diantaranya akademisi, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Perkebunan, Dinas Kehutanan, Dinas Pertambangan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan tokoh masyarakat yang tergabung dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh Pokja.
Beberapa data dan informasi dikumpulkan dan diolah sebagai bahan analisis. Diskusi dan tukar pendapat dilakukan untuk mendapatkan kesamaan pemahaman dan kesepakatan dalam membuat kesimpulan. Beberapa data yang disiapkan terkait data tutupan lahan pada tahun 1990, 2000, 2005 dan 2014, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), peta kawasan hutan, peta pertambangan dan perkebunan dan beberapa data lain baik terkait data ekonomi maupun data biofisik.
Dalam melakukan analisis terhadap data, Tim Pokja dibantu dengan alat bantu LUMENS (Land Use Planning for Multiple Environmental Services), merupakan kerangka kerja dan software untuk dapat membantu user dalam mengkuantifikasi jasa lingkungan, pemodelan dimasa yang akan datang, serta membantu dalam pengambilan keputusan (Dewi et al, 2014).
1.7. Proses Penyusunan DokumenSebagaiamana diuraikan sebelumnya bahwa tujuan dari penyusunan dokumen Perencanaan Tata Guna Lahan untuk Mendukung Pembangunan Rendah Emisi di Kabupaten Banyuasin adalah untuk membantu pemerintah daerah dalam menyusun kegiatan untuk mengurangi emisi dari kegiatan penggunaan lahan serta dapat mendukung upaya pembangunan rendah emisi pada tingkat provinsi dan nasional. Skenario mitigasi ini bersumber dari berbagai dokumen perencanaan pembangunan pada tingkat daerah maupun dari pendapat para pihak yang terkait dengan kegiatan perencanaan pembangunan di Kabupaten Banyuasin.
Ada berbagai pertimbangan utama dalam penyusunan aksi mitigasi yang sesuai dengan kebutuhan daerah dari perspektif pembangunan berkelanjutan. Beberapa pertimbangan tersebut dikelompokan dalam aspek ekonomi, kebijakan, dan sosial budaya.
Pada pertimbangan ekonomi, beberapa hal yang dilihat adalah dampak aksi mitigasi terhadap penyediaan anggaran dan manfaat ekonomi penggunaan lahan. Pertimbangan kebijakan digunakan untuk melihat bagaimana aspek legal mengatur kebijakan penggunaan lahan dan adanya peraturan yang mendukung terhadap aktivitas tertentu dalam kegiatan pembangunan. Pertimbangan sosial budaya digunakan untuk melihat potensi dan resistensi masyarakat terhadap kegiatan Aksi Mitigasi tertentu.
Proses penyusunan skenario mitigasi dilakukan melalui beberapa tahapan penting, antara lain: identifikasi aksi mitigasi dari para pihak, diskusi detail aksi mitigasi, pelaksanaan konsultasi publik, dan penentuan aksi mitigasi yang disepakati oleh wakil-wakil dari para pihak di lingkungan pemerintah dan masyarakat di Kabupaten Banyuasin. Kegiatan-kegiatan tersebut disepakati sebagai usulan Aksi Mitigasi yang selanjutnya dapat
PENDAHULUAN | 5
dilihat dampaknya terhadap penurunan emisi dan bentuk penggunaan lahan di masa yang akan datang.
Pada identifikasi implementasi aksi mitigasi diusulkan beberapa kegiatan seperti pemetaan kelembagaan, identifikasi kegiatan pendukung terhadap pembangunan rendah emisi, dan integrasi aksi mitigasi dalam rencana pembangunan daerah Kabupaten Banyuasin.
Pemetaan kelembagaan yang telah dilakukan di Kabupaten Banyuasin menghasilkan 5 aktor yang berperan penting dalam aksi mitigasi, yaitu:
1. Legislatif, yang membuat aturan dan kebijakan yang mendukung pembangunan rendah emisi;
2. Pemerintah, yang melibatkan seluruh SKPD guna menyusun dan melaksanakan program pembangunan rendah emisi;
3. Perguruan tinggi, yang memberi masukan kepada phak legislatif dan pemerintah dalam menyusun program;
4. Swasta, yang ikut mendukung konsep pembangunan rendah emisi dengan mengaplikasikan pedoman yang ada;
5. Masyarakat, yang juga ikut terlibat dalam mendukung pembangunan rendah emisi.
Identifikasi kegiatan pendukung terhadap pembangunan rendah emisi telah menghasilkan sejumlah aksi. Penyusunan program rencana aksi sebanyak 15 Aksi Mitigasi yang telah disepakati untuk pembangunan rendah emisi melalui pengaturan penggunaan lahan.
Usulan kegiatan implementasi yang lain terkait integrasi aksi mitigasi dalam rencana pembangunan pemerintah daerah. Hal ini dilakukan dengan memasukkan konsep pembangunan rendah emisi dalam visi dan misi pembangunan daerah serta mengintegrasikan aksi mitigasi pembangunan rendah emisi ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Strategis (Renstra), Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan Rencana Kerja (Renja) SKPD.
PROFIL DAERAH | 7
2 PROFIL DAERAH
2.1. Gambaran Umum Wilayah
2.1.1. Rona FisikKabupaten Banyuasin adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan. Kabupaten Banyuasin terbentuk dari hasil pemekaran Kabupaten Musi Banyuasin. Secara yuridis, pembentukan Kabupaten Banyuasin disahkan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2002. Luas Kabupaten Banyuasin adalah 1.183.299 hektar atau sekitar 12,18% dari luas Provinsi Sumatera Selatan. Kabupaten Banyuasin secara geografis terletak antara 1° 37’32.12” sampai dengan 3° 09’15.03” Lintang Selatan dan 104° 02’21.79” sampai 105° 33’38.5” Bujur Timur, dengan batas-batas sebagai berikut:
1. Sebelah Utara: Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Kabupaten Muaro Jambi ProvinsiJambi dan Selat Bangka;
2. Sebelah Timur: Kecamatan Pampangan dan Air Sugihan (Kabupaten Ogan KomeringIlir);
3. Sebelah Barat: Kecamatan Sungai Lilin, Kecamatan Lais dan Kecamatan Lalan(Kabupaten Musi Banyuasin);
4. Sebelah Selatan: Kecamatan Jejawi, Pampangan (Kabupaten Ogan Komering Ilir),Kecamatan Pemulutan (Kabupaten Ogan Ilir), Kota Palembang, Kecamatan SungaiRotan, Kecamatan Gelumbang, Kecamatan Muara Belida (Kabupaten Muara Enim).
Kabupaten Banyuasin memiliki dua musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan, dengan suhu rata-rata 26,1 - 27,4° Celcius serta kelembaban rata-rata dan kelembaban relatif 69,4% - 85,5% sepanjang tahun. Kondisi iklim Kabupaten Banyuasin secara umum beriklim tropis basah dengan rata-rata curah hujan 2.723 mm/tahun.
Kondisi topografi Kabupaten Banyuasin didominasi oleh daerah yang relatif datar atau sedikit bergelombang, yaitu terdiri dari 80% luas total wilayah berupa dataran rendah basah (pesisir pantai, rawa pasang surut dan lebak) serta 20% sisanya merupakan dataran berombak sampai bergelombang dengan kisaran ketinggian 0–60 meter di atas permukaan laut. Berdasarkan kondisi topografi, Kabupaten Banyuasin memiliki potensi pengembangan lahan sangat tinggi. Klasifikasi kelerengan 0-2% cocok untuk pengembangan pemukiman dan pertanian. Namun demikian, wilayah pada kelerengan ini
BAB
8 | PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI DI KABUPATEN BANYUASIN
berpotensi terhadap bencana bajir. Sedangkan kelerengan 2-5% memiliki kesesuaian lahan untuk industri, irigasi terbatas dan pengembangan pemukiman. Jenis tanah yang mendominasi adalah jenis tanah glei yaitu jenis tanah yang terbentuk karena pengaruh genangan air. Jenis tanah terbanyak selanjutnya adalah jenis tanah aluvial yang merupakan hasil endapan erosi di dataran rendah. Sebaran paling kecil yaitu jenis tanah latosol yang banyak mengandung zat besi dan aluminium tetapi tingkat kesuburannya rendah.
Kondisi geologi di Kabupaten Banyuasin akan digambarkan melalui stratigrafi penyusunnya, yang terdiri dari: aluvium, batu lempung, batu pasir, batu sabak, endapan rawa, filit dan granit. Dari sisi hidrologi berdasarkan sifat tata air, wilayah Kabupaten Banyuasin dapat dibedakan menjadi daerah dataran kering dan daerah dataran basah yang sangat dipengaruhi oleh pola aliran sungai. Aliran sungai di daerah dataran basah memiliki pola aliran rectangular yaitu pola pengaliran yang anak-anak sungainya membentuk sudut tegak lurus dengan sungai utamanya. Daerah dataran kering memiliki pola aliran dendritic yaitu pola aliran sungai dengan bentuk seperti pohon dengan anak-anak sungai dan cabang-cabangnya mempunyai arah yang tidak beraturan. Beberapa sungai besar seperti Sungai Musi, Sungai Banyuasin, Sungai Calik, Sungai Telang dan Sungai Upang berperan sebagai sarana transportasi air berupa alur pelayaran pedalaman yang dapat menghubungkan pusat kegiatan wilayah, pusat kegiatan lingkungan, antar pusat pelayanan lokal serta antar pusat pelayanan lingkungan.
Pola penggunaan lahan di Kabupaten Banyuasin pada tahun 2010 didominasi oleh semak belukar rawa sekitar 22% dari luas total Kabupaten Banyuasin diikuti oleh pertanian lahan kering campuran termasuk perkebunan rakyat, pertanian pangan lahan basah/sawah pasang surut dan lebak, perkebunan besar, hutan mangrove sekunder, kawasan hutan yang terdiri dari hutan mangrove, hutan rawa primer, hutan rawa sekunder serta hutan tanaman. Untuk kawasan terbangun berupa permukiman yaitu perdesaan maupun perkotaan dan area transmigrasi masing-masing seluas 34.039 hektar dan 2.023 hektar (Bappeda Banyuasin, 2016).
2.1.2. Rona Sosial BudayaDilihat dari persebaran penduduk di Kabupaten Banyuasin hingga awal tahun 2012, Kecamatan Talang Kelapa merupakan kecamatan dengan persentase persebaran tertinggi yaitu sebesar 15,49% dan Kecamatan Air Kumbang adalah kecamatan dengan persebaran terendah yaitu hanya sebesar 2,14%.
Berdasarkan hasil registrasi penduduk, jumlah penduduk Kabupaten Banyuasin dalam kurun waktu tahun 2008 sampai dengan awal tahun 2012 mengalami peningkatan dengan rata-rata laju pertumbuhan penduduk sekitar 2,6%. Total jumlah penduduk tersebut di tahun 2008 sebesar 798.360 jiwa dan meningkat di awal tahun 2012 menjadi 906.736 jiwa. Jumlah penduduk terbesar yaitu di Kecamatan Talang Kelapa sebesar 127.432 jiwa di tahun 2008 dan terus meningkat hingga awal tahun 2012 mencapai 140.439 jiwa. Tingkat kepadatan penduduk di Kabupaten Banyuasin dalam kurun waktu tahun 2008 sampai dengan awal tahun 2012 masih tergolong sangat rendah. Akan tetapi, kepadatan penduduk tiap tahunnya mengalami peningkatan dengan rata-rata kepadatan di tahun 2008 sebesar 67 jiwa/km2 menjadi 77 jiwa/km2 di awal tahun 2012.
PROFIL DAERAH | 9
Pada awal tahun 2012, rata-rata kepadatan penduduk di Kecamatan Talang Kelapa mencapai 441 jiwa/km2. Tingginya tingkat kepadatan penduduk di Kecamatan Talang Kelapa disebabkan letaknya yang strategis yaitu lebih dekat dengan Kota Palembang. Kecamatan dengan rata-rata kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Muara Sugihan yang pada awal tahun 2012 rata-rata kepadatan penduduknya hanya 11 jiwa/km2.
2.2. Potensi Sektor Berbasis Lahan dalam Emisi GRK
2.2.1. Kehutanan Luasan Kawasan hutan Kabupaten Banyuasin mencapai 495.213,88 hektar atau sekitar 40% dari total luas Kabupaten Banyuasin. Kawasan hutan tersebut didominasi oleh Taman Nasional Sembilang seluas 202.750 hektar yang telah ditetapkan menurut Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 95/Kpts-II/003 tanggal 19 Maret 2003. Kawasan hutan lainnya berupa kawasan hutan lindung, kawasan hutan produksi, kawasan huntan konversi dan hutan yang terdapat di kawasan suaka alam berupa suaka margasatwa. Kawasan hutan tersebut memiliki berbagai potensi sumberdaya hutan, salah satunya adalah kayu, yaitu jenis kayu bulat dan olahan yang telah dipasarkan baik di dalam negeri maupun luar negeri.
2.2.2. PerkebunanKaret, kelapa sawit dan kelapa merupakan komoditi perkebunan yang banyak diusahakan oleh masyarakat Kabupaten Banyuasin, dibanding dengan komoditi kopi dan kakao. Hal ini terlihat dari jumlah produksi perkebunan rakyat untuk karet di tahun 2010 yaitu sebesar 95.334,5 ton dan produksi Perkebunan Besar Milik Negara (PBMN) dan Perkebunan Besar Swasta Nasional (PBSN) sebesar 31.675 ton. Perkembangan luas area perkebunan karet tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 meningkat sekitar 4,7% dari 88.826 hektar di tahun 2004 menjadi 96.631 hektar di tahun 2008. Potensi perkebunan karet terutama tersebar di Kecamatan Betung, Banyuasin III, Rambutan dan Rantau Bayur.
Untuk komoditas kelapa sawit, Kabupaten Banyuasin memberikan kontribusi hasil produksi bagi Sumatera Selatan sekitar 13% yaitu 31.392 ton untuk perkebunan rakyat dan 99.932 ton dari PBMN dan PBSN. Perkembangan luas area perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Banyuasin terus mengalami peningkatan sebesar 20% dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 yaitu 65.191 hektar menjadi 106.546 hektar. Persebaran potensi perkebunan sawit di Kabupaten Banyuasin terutama berada di Kecamatan Pulau Rimau, Talang Kelapa, Betung dan Banyuasin III.
Sementara untuk komoditas kelapa, Kabupaten Banyuasin memberikan kontribusi terbesar di Sumatera Selatan yaitu sekitar 62% dengan hasil produksi 39.567 ton dari perkebunan rakyat dan 2.576 dari PBMN dan PBSN. Luas area komoditi kelapa dari tahun 2005 seluas 33.994 hektar meningkat sekitar 5% di tahun 2008 menjadi 35.677 hektar. Potensi perkebunan kelapa tersebut tersebar di kawasan pesisir, terutama berada di Kecamatan Muara Telang, Muara Padang, Muara Sugihan, Makarti Jaya, Pulau Rimau dan Rambutan. Hasil komoditas lainnya yaitu 808 ton kopi serta 16 ton kakao. Total area perkebunan di Kabupaten Banyuasin tahun 2010 sebesar 233.432 hektar yang terdiri dari 152.624 perkebunan rakyat dan 88.808 hektar PBMN dan PBSN.
10 | PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI DI KABUPATEN BANYUASIN
2.2.3. Pertanian Tanaman PanganTanaman pangan yang diproduksi oleh Kabupaten Banyuasin, antara lain: padi, jagung, kedelai, kacang tanah, ubi kayu, ubi jalar dan kacang hijau. Produksi tanaman padi di Kabupaten Banyuasin meliputi padi ladang, padi pasang surut dan padi lebak, dengan dominasi produksi yaitu untuk jenis padi pasang surut. Jenis padi pasang surut memiliki produksi terbesar dengan total produksi 682.786,8 ton di tahun 2010. Produksi terkecil yaitu jenis padi lebak yaitu sebesar 107.708,1 ton.
Kabupaten Banyuasin adalah penopang terbesar lumbung padi nasional di Provinsi Sumatera Selatan. Oleh karenanya, kegiatan intensifikasi maupun ekstensifikasi pertanian tanaman padi masih perlu dilakukan untuk meningkatkan hasil produksi.
Produksi tanaman jagung hampir di seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten Banyuasin dengan total produksi di tahun 2010 mencapai 10.326 ton dan produksi terbesar yaitu Kacamatan Banyuasin I. Tanaman pangan lainnya yang dihasilkan di Kabupaten Banyuasin adalah ubi kayu dengan nilai total produksi 30.342,2 ton. Potensi unggulan ubi kayu terbesar terdapat di Kecamatan Betung, Kecamatan Tungkal Ilir, Talang Kelapa, Banyuasin I, Rambutan dan Muara Sugihan. Untuk produksi ubi jalar di Kabupaten Banyuasin sebesar 4.626,7 ton dengan potensi ekspor berada di Kecamatan Betung, Talang Kelapa, Banyuasin I, Rambutan dan Muara Sugihan. Total produksi kacang tanah di tahun 2010 sebesar 465,7 ton. Pertanian tanaman kedelai memiliki total produksi sebesar 110 ton dan hanya di Kecamatan Banyuasin I, Banyuasin II, Makarti Jaya dan Air Salek. Kacang hijau total produksinya hanya 184,8 ton di tahun 2010 dan terdapat di Kecamatan Rantau Bayur, Betung, Talang Kelapa, Banyuasin I dan Muara Telang.
2.2.4. Pertanian HortikulturaPertanian hortikultura yang terdapat di Kabupaten Banyuasin meliputi tanaman buah-buahan dan sayuran. Tanaman buah-buahan diproduksi hampir di semua kecamatan. Jenis buah-buahan yang dihasilkan meliputi: mangga, jeruk, pepaya, sawo, durian, duku, nangka, jambu biji, rambutan dan pisang. Produksi tertinggi di tahun 2010 yaitu untuk tanaman jeruk, rambutan dan pisang yang masing-masing sebesar 3.143 ton, 1.262,7 ton dan 37.404,1 ton.
Produksi tanaman sayuran yang dihasilkan di Kabupaten Banyuasin meliputi: kacang panjang, cabai, tomat, terong, timun, kangkung, bayam dan buncis. Total produksi di tahun 2010 terbesar yaitu komoditi terong mencapai 318,6 ton sedangkan produksi terkecil yaitu komoditi buncis sebesar 36,6 ton.
2.3. Potensi Ekonomi WilayahPDRB di Kabupaten Banyuasin dengan migas atas dasar harga berlaku tahun 2008 yaitu sebesar 9.878.661 juta rupiah dan terus mengalami peningkatan menjadi 11.921.775 juta rupiah ditahun 2010, sehingga pertumbuhan ekonomi Banyuasin dengan migas tahun 2010 sebesar 15%. Sementara itu pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banyuasin melalui nilai PDRB tanpa migas hingga tahun 2010 tumbuh sebesar 12% dengan jumlah 6.742.686 juta rupiah di tahun 2008 dan meningkat menjadi 8.596.949 juta rupiah di tahun 2010.
PROFIL DAERAH | 11
Sektor pertanian merupakan pemberi kontribusi terbesar terhadap PDRB Kabupaten Banyuasin jika dilihat menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku yaitu sebesar 30%. Selanjutnya adalah lapangan usaha industri pengolahan sebesar 27%. Sedangkan lapangan usaha dengan kontribusi terkecil yaitu pada listrik dan air bersih. Pada tahun 2010, sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 3.635.805 juta rupiah terhadap PDRB yang kemudian disusul sektor industri pengolahan (migas dan non migas) yaitu sebesar 3.229.598 juta rupiah. Sedangkan sektor yang memberikan kontribusi terkecil adalah sektor listrik, gas dan air bersih yaitu sebesar 4.984 juta rupiah.
Pertumbuhan pendapatan per kapita Banyuasin menunjukkan angka yang meningkat pada periode tahun 2004-2008. Pendapatan per kapita penduduk Banyuasin tahun 2008 atas dasar harga berlaku adalah sebesar 9.694.268 rupiah jika dengan migas, sedangkan jika tanpa migas pendapatan per kapita sebesar 7.552.038 rupiah.
PROSES PENYUSUNAN UNIT PERENCANAAN | 13
3.1. Definisi Unit PerencanaanDalam perencanaan tata ruang untuk mencapai pembangunan berkelanjutan diperlukan pendekatan rasional dan partisipatif dalam memadukan kebutuhan pembangunan dan lingkungan. Peran aktif berbagai stakeholder (pemangku kepentingan) dalam membangun unit perencanaan wilayah akan memberikan kesempatan kepada seluruh pemangku kepentingan untuk ikut serta merumuskan tujuan dan aktivitas pembangunan. Pembahasan terkait dengan pembuatan zona/Unit Perencanaan juga meliputi alokasi pemanfaatan ruang, perspektif para pihak terkait alokasi tersebut, kesenjangan antara alokasi dengan kondisi dilapangan, kondisi biofisik wilayah yang berhubungan dengan manfaat jasa lingkungannya (Dewi et.al 2013).
Pembuatan Unit Perencanaan sebaiknya disesuaikan dengan kesepakatan antar pemangku kepentingan. Sebagai contoh, Unit Perencanaan dapat dibuat berdasarkan wilayah administratif politik atau wilayah-wilayah yang memiliki perencanaan fungsional, seperti: wilayah hutan produksi, HTI, perkebunan dan lain sebagainya. Wilayah dengan karakteristik khusus/unik seperti wilayah adat juga dapat dimasukan dalam pembuatan zona. Karakteristik biofisik wilayah dengan kekhususan dalam hal tertentu misalnya serapan karbon (c-stock) pada lahan gambut sebaiknya dipertimbangkan dalam pembuatan zonasi.
Karena merupakan gabungan antara rasional dan partisipatif, maka dalam proses membangun Unit Perencanaan/zona pemanfaatan ruang selain peta-peta formal, perlu digali informasi sedalam-dalamnya dari stakeholder yang terlibat mengenai rencana pembangunan suatu wilayah. Hal ini sangat membantu karena pada kenyataannya proses penentuan zona pemanfaatan ruang tidak akan terlepas dari berbagai asumsi arah pembangunan, terutama rencana pembangunan di masa yang akan datang dengan segala kompleksitasnya. Hal berikutnya yang tidak kalah penting adalah menggali informasi mengenai kantung-kantung konflik sumberdaya alam dan lahan yang terjadi. Informasi ini sangat penting dan membantu dalam menentukan arah intervensi kebijakan nantinya setelah diketahui skenario atau strategi yang akan digunakan dalam menurunkan emisi dari suatu zona pemanfaatan ruang.
Dari hasil kajian stakeholder dengan mempertimbangkan berbagai aspek arah pembangunan di masa yang akan datang dengan segala kompleksitasnya, maka diperoleh Unit Perencanaan. Tabel 1 adalah definisi Unit Perencanaan di Kabupaten Banyuasin.
3 PROSES PENYUSUNAN UNIT PERENCANAAN
BAB
14 | PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI DI KABUPATEN BANYUASIN
Tabel 3.1. Definisi Unit Perencanaan di Kabupaten Banyuasin
No Unit Perencanaan Definisi1 Hutan Lindung Wilayah hutan yang didefinisikan sebagai hutan yang masih ada untuk
menjalankan fungsi sebagai sistem penyangga2 HTI Kawasan hutan yang diberikan izin untuk pemanfaatan hasil hutan kayu3 HGU Perkebunan Kawasan dengan hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung
oleh negara, dalam jangka waktu paling lama 25 atau 35 tahun, yang bila diperlukan masih dapat diperpanjang lagi 25 tahun, untuk usaha pertanian, perkebunan, perikanan atau peternakan, dengan luas paling sedikit 5 hektar
4 Gambut Wilayah dengan jenis tanah yang sebagian besar terdiri dari pasir silikat dan sebagaian lagi terdiri atas bahan-bahan organik asal tumbuhan yang sedang dan atau sudah melalui proses dekomposisi. Jenis tanah ini sebagian besar terdiri atas bahan organik yang tidak dirombak atau dirombak sedikit dan terkumpul dalam keadaan air berlebihan.
5 Tambang Wilayah dengan aktivitas proses pengambilan material yang dapat diekstraksi dari dalam bumi.
6 Hutan Rawa Hutan yang tumbuh dan berkembang pada tempat yang selalu tergenang air tawar atau secara musiman tergenang air tawar.
7 Sempadan Sungai Kawasan sepanjang kanan kiri sungai termasuk sungai buatan, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
8 TNKS Area Taman Nasional Kerinci Seblat9 Hutan Produksi Hutan yang berfungsi sebagai penghasil kayu
10 Perkebunan Karet Wilayah non hutan dan diberikan izin untuk pembangunan perkebunan penghasil komoditas karet
11 Perkebunan Kelapa Dalam
Wilayah non hutan dan diberikan izin untuk pembangunan perkebunan penghasil komoditas kelapa dalam
12 Pariwisata Suatu perjalanan yang dilakukan untuk rekreasi atau liburan, dan juga persiapan yang dilakukan untuk aktivitas ini.
13 Permukiman Pedesaan Wilayah hutan dan bukan hutan yang berfungsi sebagai permukiman pedesaan.
14 Permukiman Perkotaan Wilayah hutan dan bukan hutan yang berfungsi sebagai permukiman perkotaan.
15 Pertambangan Rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan bahan galian (mineral, batubara, panas bumi, migas).
16 Peternakan Kegiatan mengembangbiakkan dan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan keuntungan dari kegiatan tersebut.
17 Sawah Lahan usaha pertanian yang secara fisik berpermukaan rata, dibatasi oleh pematang, serta dapat ditanami padi, palawija atau tanaman budidaya lainnya. Kebanyakan sawah digunakan untuk bercocok tanam padi.
18 Perkebunan Kelapa Sawit
Wilayah non hutan dan diberikan izin untuk pembangunan perkebunan penghasil komunitas kelapa sawit.
19 Tambak Perikanan adalah kolam buatan, biasanya di daerah pantai, yang diisi air dan dimanfaatkan sebagai sarana budidaya perairan (akuakultur).
20 Perkebunan Tebu Wilayah non hutan dan diberikan izin untuk pembangunan perkebunan penghasil komunitas tebu.
Sumber: Pemerintah Kabupaten Banyuasin, 2012
PROSES PENYUSUNAN UNIT PERENCANAAN | 15
3.2. Dinamika PenyusunanData merupakan bahan dasar utama dalam analisis penyusunan setiap dokumen pembangunan. Semakin lengkap dan komprehensif data yang digunakan maka rencana pembangunan yang dihasilkan akan semakin baik. Namun pada kenyataannya, pengumpulan data bukanlah suatu proses yang mudah. Kurang tersedianya data yang memadai merupakan suatu permasalahan dasar yang sering dijumpai dalam berbagai rencana pengelolaan sumberdaya alam. Lemahnya koordinasi antar lembaga pengelola data menjadi faktor yang cukup menyulitkan dalam perolehan dan akses terhadap data.
Dalam penyusunan Unit Perencanaan Kabupaten Banyuasin, berbagai stakeholder berpartisipasi dan terlibat dalam hal penyediaan data terutama dari sektor yang berbasis lahan, baik itu data spasial maupun data non-spasial. Acuan data dalam penyusunan Unit Perencanaan adalah dengan menggunakan data Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dan data penggunaan lahan lain.
Data yang telah dikumpulkan dari seluruh stakeholder di Kabupaten Banyuasin meliputi data raster, vector dan tabel yang kemudian diolah dalam aplikasi LUMENS (Land Use Planning for Multiple Environmental Services) dengan menggunakan modul Planing Unit Reconcliation (PUR) yang berfungsi untuk merekonsiliasi atau mendapatkan alokasi fungsi khusus berdasarkan fungsi ruang serta kesepakatan diantara para pihak.
3.3. Unit PerencanaanRekonsiliasi Unit Perencanaan adalah proses untuk menyelesaikan tumpang-tindih ijin dengan merujuk pada peta acuan/referensi fungsi. Rekonsiliasi dilakukan dengan menganalisis kesesuaian fungsi antara data ijin dengan data referensi. Data ijin yang dimaksud dapat berupa data konsesi pengelolaan hutan, ijin perkebunan, ijin tambang dan lain sebagainya. Sedangkan data referensi yang digunakan dapat berupa data rencana tata ruang atau penunjukan kawasan.
Dari hasil pengolahan data menggunakan aplikasi LUMENS maka diperoleh Planing Unit Reconcliation (PUR) didasarkan pada data Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuasin yang diintegrasikan dengan data perijinan Hutan Tanaman Indutri (HTI), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), perkebunan, dan pertambangan.
Data yang digunakan pada prinsipnya adalah data dengan tingkat kepastian hukum tertinggi atau data yang paling dipercaya sebagai acuan fungsi Unit Perencanaan di sebuah daerah. Sedangkan data ijin adalah data Unit Perencanaan yang akan digunakan untuk menunjukkan konfigurasi perencanaan penggunaan lahan di suatu daerah. Data dalam bentuk peta ini menggambarkan arahan pengelolaan atau perubahan penggunaan lahan pada suatu bagian bentang lahan.
Hasil rekonsiliasi dengan menggunakan LUMENS didapat Unit Perencanaan di Kabupaten Banyuasin pada Gambar 3.1. dan Table 3.2. yang menunjukan perkiraan luasannya.
16 | PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI DI KABUPATEN BANYUASIN
Gam
bar 3
.1. P
eta
Uni
t Per
enca
naan
di K
abup
aten
Ban
yuas
in
Tabel 3.2. Rekonsiliasi Unit Perencanaan di Kabupaten Banyuasin
No Unit Perencanaan Luas (ha)1 Area dengan Ijin HGU 53.9022 Area Ijin Pertambangan 3633 Area Pariwisata 8854 Area Pengembangan Batubara 196.0225 Area Pengembangan Karet 66.1526 Area Pengembangan Kelapa Dalam 16.2297 Area Pengembangan Peternakan 1.5018 Perkebunan Kelapa Sawit 162.4289 Perkebunan Tebu 132
10 Tambak 8.87511 Area untuk Persawahan 158.65912 Hutan Suaka Alam (HSA) Bentayan 6.678
13 HSA Padang Sugihan 70.10014 Hutan Lindung (HL) 58.86615 Hutan Produksi (HP) 17.90216 Hutan Rawa 1.38117 Hutan Tanaman Industri (HTI) 49.71118 Kawasan Industri 20.45319 Kawasan Tanjungcarat 6.01020 Permukiman Pedesaan 21.16121 Permukiman Perkotaan 17.41322 Taman Nasional Sembilang 243.030
Sumber: Hasil Analisis Pokja PTGL-EHKB Kabupaten Banyuasin
ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN/ PENGGUNAAN LAHAN KABUPATEN BANYUASIN | 19
Analisis perubahan tutupan lahan dilakukan untuk mengetahui kecenderungan perubahan tutupan lahan di suatu daerah pada satu kurun waktu tertentu. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan data peta tutupan lahan pada beberapa periode waktu yang berbeda. Selain itu, dengan memasukkan data Unit Perencanaan ke dalam proses analisis, dapat diketahui kecenderungan perubahan tutupan lahan pada masing-masing kelas Unit Perencanaan yang ada. Informasi yang dihasilkan melalui analisis ini dapat digunakan dalam proses perencanaan untuk berbagai hal.
Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data peta tutupan/penggunaan lahan dan peta Unit Perencanaan. Peta tutupan/penggunaan lahan di Kabupaten Banyuasin masing-masing dibuat pada lima kurun waktu yaitu tahun 1990, 2000, 2005, 2010 dan 2014.
Data pendukung lain yang digunakan adalah indikasi penyebab perubahan penggunaan lahan yang diperoleh dari beberpa kali sesi diskusi pada tingkat kabupaten di antara para pemangku kepentingan di Kabupaten Banyuasin. Data ini penting untuk memahami lebih jauh terhadap perubahan dan penyebab perubahan penggunaan lahan dan untuk merumuskan strategi maupun program dalam konteks penurunan emisi dari penggunaan lahan yang lebih tepat. Perubahan penggunaan lahan di Banyuasin periode tahun 1900-2014 dapat dilihat di Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Peta Tutupan Lahan Kabupaten Banyuasin 1990, 2000, 2005, 2010 dan 2014.
4 ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN/ PENGGUNAAN LAHAN KABUPATEN BANYUASIN
BAB
20 | PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI DI KABUPATEN BANYUASIN
Dari Tabel 4.1. perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Banyuasin dalam kurun waktu periode mulai tahun 1990 sampai dengan tahun 2014, penggunaan lahan yang paling dominan mengalami banyak perubahan adalah hutan rawa primer pada periode tahun 1990 yang luasnya 381.675 hektar dan pada periode tahun 2014 luasnya menjadi 23.989 hektar. Data lengkap mengenai perubahan tutupan/penggunaan lahan dapat dilihat pada tabel tersebut.
Tabel 4.1. Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Banyuasin
No Penggunaan LahanLuas (ha)
1990 2000 2005 2010 20141 2 3 4 5 6 71 Hutan Primer 303 75 75 75 82 Hutan Sekunder Kerapatan Tinggi 82 125 108 65 653 Hutan Sekunder Kerapatan Rendah 59 50 38 41 64 Hutan Rawa Primer 381.675 201.152 129.867 72.385 23.9895 Hutan Rawa Sekunder 148.834 234.244 231.862 178.510 173.7126 Hutan Rawa Primer di Gambut 109.618 64.954 46.614 28.124 19.1837 Hutan Rawa Sekunder di Gambut 18.046 53.084 59.589 62.151 62.7138 Hutan Mangrove Primer 125.760 121.832 119.746 107.285 104.2509 Hutan Mangrove Sekunder 13.132 15.786 14.430 25.325 26.388
10 Kebun Campur 437 13.821 1.468 3.989 54211 Agroforestri Karet 4.407 11.109 11.910 11.358 3.24512 Perkebunan Akasia 2 27 14 9.248 33.51513 Monokultur Kelapa Sawit 19.644 28.541 32.657 46.261 75.99214 Monokultur Karet 96.664 111.571 153.241 179.194 216.74815 Monokultur Kelapa 31.198 82.852 148.649 136.398 148.45216 Padi Sawah 44.025 76.261 73.707 64.362 76.91117 Tanaman Semusim 1.035 732 8.165 23.390 74518 Semak Belukar 19.821 67.205 34.514 56.208 53.36019 Rerumputan 35.177 16.993 11.059 50.140 21.91820 Lahan Terbuka 1.841 17.319 9.465 14.513 51.19321 Permukiman 326 6.431 9.998 18.993 27.40322 Tambak - 1.074 2.762 3.047 4.83423 Perairan 85.315 85.315 85.315 85.315 85.315
4.1. Perubahan Penggunaan Lahan Dominan di Kabupaten BanyuasinBerikut di bawah ini disajikan perubahan penggunaan lahan dominan pada tiap periode pengamatan terdiri dari periode pengamatan 1990-2000, 2000-2005, 2005-2010, dan 2010-2014. Berdasarkan Tabel 4.2, terdapat 10 (sepuluh) tipe perubahan lahan dominan di Kabupaten Banyuasin. Perubahan dominan pertama terjadi di hutan rawa primer ke hutan rawa sekunder dengan luas perubahan 108.913 hektar, sedangkan perubahan penggunaan lahan dominan ke sepuluh dari monokultur ke semak belukar seluas 6.771 hektar.
ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN/ PENGGUNAAN LAHAN KABUPATEN BANYUASIN | 21
Tabel 4.2. Perubahan Penggunaan Lahan Dominan Tahun 1990 – 2000
Tipe Perubahan Penggunaan Lahan Luas Perubahan (ha)Hutan Rawa Primer ke Hutan Rawa Sekunder 108.913Hutan Rawa Primer di Gambut ke Hutan Rawa Sekunder di Gambut 35.981Hutan Rawa Primer ke Semak Belukar 12.579Hutan Rawa Primer ke Monokultur Kelapa 11.421Hutan Rawa Primer ke Monokultur Karet 10.432Hutan Rawa Primer ke Padi Sawah 10.244Rerumputan ke Monokultur Kelapa 7.510Padi Sawah ke Monokultur Kelapa 7.462Monokultur Karet ke Padi Sawah 6.797Monokultur Karet ke Semak Belukar 6.771
Sumber: Hasil Analisis Pokja PTGL-EHKB Kabupaten Banyuasin
Perubahan penggunanaan lahan utama di Kabupaten Banyuasin pada periode pengamatan tahun 2000-2005 dapat dilihat pada Tabel 4.3. Perubahan dominan pertama terjadi di hutan rawa primer ke hutan rawa sekunder dengan luas perubahan 48.639 hektar. Sedangkan perubahan penggunaan lahan dominan ke sepuluh yaitu dari Semak Belukar ke Padi Sawah yaitu seluas 8.908 hektar. Data lengkap mengenai perubahan tutupan/penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Perubahan Penggunaan Lahan Dominan Periode Tahun 2000-2005
Tipe Perubahan Penggunaan Lahan Luas Perubahan (ha)Hutan Rawa Primer ke Hutan Rawa Sekunder 48.639Semak Belukar ke Monokultur Kelapa 19.551Hutan Rawa Sekunder ke Monokultur Kelapa 17.782Padi Sawah ke Monokultur Kelapa 13.937Hutan Rawa Primer di Gambut ke Hutan Rawa Sekunder di Gambut 13.623Padi Sawah ke Monokultur Karet 11.808Semak Belukar ke Monokultur Karet 11.539Hutan Rawa Sekunder ke Monokultur Karet 9.879Monokultur Kelapa ke Padi Sawah 9.178Semak Belukar ke Padi Sawah 8.908
Sumber: Hasil Analisis Pokja PTGL-EHKB Kabupaten Banyuasin
Perubahan penggunanaan lahan utama di Kabupaten Banyuasin pada periode pengamatan tahun 2005-2010 disajikan pada Tabel 4.4. Perubahan dominan pertama terjadi di hutan rawa primer ke hutan rawa sekunder dengan luas perubahan 28.538 hektar. sedangkan perubahan penggunaan lahan dominan ke sepuluh yaitu dari hutan rawa sekunder ke rerumputan seluas 8.091 hektar.
22 | PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI DI KABUPATEN BANYUASIN
Tabel 4.4. Perubahan Penggunaan Lahan Dominan Periode Tahun 2005-2010
Tipe Perubahan Penggunaan Lahan Luas Perubahan (ha)Hutan Rawa Primer ke Hutan Rawa Sekunder 28.538Hutan Rawa Sekunder ke Monokultur Karet 18.352Hutan Rawa Primer di Gambut ke Hutan Rawa Sekunder di Gambut 15.108Monokultur Kelapa ke Padi Sawah 12.517Hutan Rawa Sekunder ke Monokultur Kelapa Sawit 12.333Monokultur Kelapa ke Rerumputan 10.109Hutan Mangrove Primer ke Hutan Mangrove Sekunder 9.744Padi Sawah ke Monokultur Kelapa 8.512Monokultur Kelapa ke Semak Belukar 8.272Hutan Rawa Sekunder ke Rerumputan 8.091
Sumber: Hasil Analisis Pokja PTGL-EHKB Kabupaten Banyuasin
Perubahan penggunanaan lahan utama di Kabupaten Banyuasin pada periode pengamatan tahun 2010 – 2014 ditunjukan pada Tabel 4.5. Perubahan dominan pertama terjadi di hutan rawa primer ke hutan rawa sekunder dengan luas perubahan 20.036 hektar. Sedangkan perubahan penggunaan lahan dominan ke sepuluh yaitu dari semak belukar ke monokultur kelapa seluas 7.178 hektar. Lengkap mengenai data perubahan tutupan/penggunaan lahannya dapat dilihat pada tabel tersebut.
Tabel 4.5. Perubahan Penggunaan Lahan Dominan Periode Tahun 2010-2014
Tipe Perubahan Penggunaan Lahan Luas Perubahan (ha)
Hutan Rawa Primer ke Hutan Rawa Sekunder 20.036Monokultur Karet ke Monokultur Kelapa Sawit 18.656Monokultur Kelapa ke Padi Sawah 13.795Semak Belukar ke Monokultur Karet 11.959Rerumputan ke Monokultur Karet 11.240Padi Sawah ke Monokultur Kelapa 9.303Padi Sawah ke Monokultur Karet 7.653Hutan Rawa Primer di Gambut ke Hutan Rawa Sekunder di Gambut 7.644Rerumputan ke Padi Sawah 7.420Semak Belukar ke Monokultur Kelapa 7.178
Sumber: Hasil Analisis Pokja PTGL-EHKB Kabupaten Banyuasin
4.2. Perubahan Penggunaan Lahan pada Tingkat Unit PerencanaanPerubahan penggunaan lahan dominan pada tingkat Unit Perencanaan di selama periode 1990 sampai dengan 2014 disajikan dalam Tabel 4.6.
ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN/ PENGGUNAAN LAHAN KABUPATEN BANYUASIN | 23
Tabe
l 4.6
. Per
ubah
an p
engg
unaa
n la
han
dom
inan
dal
am p
erio
de 1
990-
2014
No
Uni
t Per
enca
naan
Peru
baha
n Pe
nggu
naan
Lah
an D
omin
an19
90-2
000
2000
-200
520
05-2
010
2010
-201
4
Jeni
s per
ubah
anLu
as
(ha)
Jeni
s per
ubah
anLu
as
(ha)
Jeni
s per
ubah
anLu
as
(ha)
Jeni
s per
ubah
anLu
as
(ha)
1
Are
a de
ngan
H
utan
Lin
dung
Hut
an R
awa
Prim
er k
e H
utan
Raw
a Se
kund
er6.
641
Hut
an R
awa
Prim
er k
e H
utan
Raw
a Se
kund
er1.
318
Hut
an M
angr
ove
ke
Hut
an M
angr
ove
Seku
nder
8.66
3H
utan
Raw
a Pr
imer
ke
Hut
an R
awa
Seku
nder
2.29
0
2A
rea
deng
anH
utan
Li
ndun
g G
ambu
t
Hut
an R
awa
Prim
er d
i G
ambu
t ke
Hut
an R
awa
Seku
nder
di G
ambu
t
1.57
5H
utan
Raw
a Se
kund
er
di G
ambu
t ke
Mon
okul
tur K
elap
a
417
Hut
an R
awa
Prim
er d
i G
ambu
t ke
Hut
an R
awa
Seku
nder
di G
ambu
t
1.54
8M
onok
ultu
r Kel
apa
ke P
adi
Saw
ah19
8
3A
rea
Hut
an
Prim
erH
utan
Raw
a Pr
imer
ke
Hut
an R
awa
Seku
nder
1.
450
Hut
an R
awa
Prim
erke
H
utan
Raw
a Se
kund
er
230
Hut
an R
awa
Prim
erke
H
utan
Raw
a Se
kund
er
623
Hut
an R
awa
Prim
erke
H
utan
Raw
a Se
kund
er
1.51
5
4A
rea
Hut
an
Prim
er G
ambu
tH
utan
Raw
a Pr
imer
di
Gam
but k
e H
utan
Raw
a Se
kund
er d
i Gam
but
2.42
7H
utan
Raw
a Pr
imer
di
Gam
but k
e H
utan
Raw
a Se
kund
er d
i Gam
but
84H
utan
Raw
a Pr
imer
di
Gam
but k
e H
utan
Raw
a Se
kund
er d
i Gam
but
304
Hut
an R
awa
Prim
er d
i G
ambu
t ke
Hut
an R
awa
Seku
nder
di G
ambu
t
547
5A
rea
HTI
Hut
an R
awa
Prim
erke
H
utan
Raw
a Se
kund
er
16.8
37H
utan
Raw
a Se
kund
er
ke M
onok
ultu
r Kel
apa
3.47
0H
utan
Raw
a Pr
imer
ke
Hut
an R
awa
Seku
nder
3.
184
Hut
an R
awa
Prim
erke
Pe
rkeb
unan
Aka
sia4.
609
6A
rea
HSA
Be
ntay
an-
--
--
--
-
7A
rea
HSA
Pad
ang
Sugi
han
Hut
an R
awa
Prim
erke
H
utan
Raw
a Se
kund
er85
8H
utan
Raw
a Se
kund
er
ke M
onok
ultu
r Kar
et17
4H
utan
Raw
a Se
kund
er k
e M
onok
ultu
r Kar
et51
4M
onuk
ultu
rKar
et k
e M
onok
ultu
r Kel
apa
saw
it55
9
8A
rea
HSA
Pad
ang
Sugi
han
Gam
but
--
--
--
--
9A
rea
Hut
an R
awa
Hut
an R
awa
Prim
erke
H
utan
Raw
a Se
kund
er
5.90
3H
utan
Raw
a Pr
imer
ke
Hut
an R
awa
Seku
nder
5.
980
Hut
an R
awa
Prim
erke
H
utan
Raw
a Se
kund
er
9.16
5H
utan
Raw
a Pr
imer
ke
Hut
an R
awa
Seku
nder
66
2
10A
rea
Hut
an R
awa
Gam
but
Hut
an R
awa
Prim
er d
i G
ambu
t ke
Hut
an R
awa
Seku
nder
di G
ambu
t
8.37
3H
utan
Raw
a Pr
imer
di
Gam
but k
e H
utan
Raw
a Se
kund
er d
i Gam
but
3.10
2H
utan
Raw
a Pr
imer
di
Gam
but k
e H
utan
Raw
a Se
kund
er d
i Gam
but
11.5
84H
utan
Raw
a Pr
imer
di
Gam
but k
e H
utan
Raw
a Se
kund
er d
i Gam
but
1.68
0
11A
rea
Kare
tH
utan
Raw
a Pr
imer
ke
Hut
an R
awa
Seku
nder
20
6H
utan
Raw
a Se
kund
er
ke M
onok
ultu
r Kel
apa
128
Hut
an M
angr
ove
Prim
er
ke H
utan
Man
grov
e Se
kund
er
299
Mon
okul
tur K
elap
a ke
Pad
i Sa
wah
119
24 | PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI DI KABUPATEN BANYUASIN
No
Uni
t Per
enca
naan
Peru
baha
n Pe
nggu
naan
Lah
an D
omin
an19
90-2
000
2000
-200
520
05-2
010
2010
-201
4
Jeni
s per
ubah
anLu
as
(ha)
Jeni
s per
ubah
anLu
as
(ha)
Jeni
s per
ubah
anLu
as
(ha)
Jeni
s per
ubah
anLu
as
(ha)
12
Are
a Ka
ret
Gam
but
Hut
an R
awa
Prim
er d
i G
ambu
t ke
Hut
an R
awa
Seku
nder
di G
ambu
t
61H
utan
Raw
a Se
kund
er
ke M
onok
ultu
r Kel
apa
17Cl
eare
d La
nd k
e M
onok
ultu
r Kel
apa
3M
onok
ultu
r Kel
apa
ke P
adi
Saw
ah22
13A
rea
HG
UM
onuk
ultu
r Kar
et k
e Se
mak
Bel
ukar
1.94
8Se
mak
Bel
ukar
ke
Mon
okul
tur K
aret
2.27
9H
utan
Raw
a Se
kund
er k
e M
onok
ultu
r Kar
et1.
339
Mon
ukul
tur K
aret
ke
Mon
okul
tur K
elap
a Sa
wit
2.65
9
14A
rea
HG
U
Gam
but
Reru
mpu
tan
ke
Mon
okul
tur K
elap
a2.
014
Agr
ofor
estr
i Kar
et k
e M
onok
ultu
r Kel
apa
637
Mon
okul
tur K
elap
a ke
Pa
di S
awah
476
Padi
Saw
ah k
e M
onok
ultu
r Ke
lapa
751
15A
rea
Batu
bara
Hut
an R
awa
Prim
erke
H
utan
Raw
a Se
kund
er
7.24
2H
utan
Raw
a Pr
imer
ke
Hut
an R
awa
Seku
nder
2.
857
Hut
an R
awa
Seku
nder
ke
Mon
okul
tur K
aret
2637
Mon
okul
tur K
aret
ke
Mon
okul
tur K
elap
a Sa
wit
2.18
2
16A
rea
Batu
bara
G
ambu
tH
utan
Raw
a Pr
imer
di
Gam
but k
e H
utan
Raw
a Se
kund
er d
i Gam
but
835
Hut
an R
awa
Prim
er d
i G
ambu
t ke
Hut
an R
awa
Seku
nder
di G
ambu
t
413
Hut
an R
awa
Seku
nder
di
Gam
butk
e Re
rum
puta
n27
2H
utan
Raw
a Se
kund
er d
i G
ambu
tke
Mon
okul
tur
Kare
t
280
17A
rea
lain
Hut
an R
awa
Prim
erke
H
utan
Raw
a Se
kund
er
22.9
98H
utan
Raw
a Se
kund
er
ke M
onok
ultu
r Kar
et6.
935
Padi
Saw
ah k
e M
onok
ultu
r Kar
et4.
641
Mon
okul
tur K
aret
ke
Mon
okul
tur K
elap
a Sa
wit
6.87
3
18A
rea
Kaw
asan
In
dust
riH
utan
Raw
a Pr
imer
di
Gam
but k
e H
utan
Raw
a Se
kund
er d
i Gam
but
5.61
5H
utan
Raw
a Se
kund
er
di G
ambu
t ke
padi
Sa
wah
665
Hut
an R
awa
Seku
nder
di
Gam
but k
e M
onok
ultu
r Ka
ret
356
Reru
mpu
tan
ke M
onok
ultu
r Ka
ret
291
19A
rea
Kaw
asan
Ta
njun
g Ca
rak
Hut
an R
awa
Prim
erke
H
utan
Raw
a Se
kund
er
5.16
9H
utan
Raw
a Pr
imer
ke
Hut
an R
awa
Seku
nder
96
6H
utan
Raw
a Se
kund
er k
e M
onok
ultu
r Kel
apa
Saw
it66
7M
onok
ultu
r Kar
et k
e M
onok
ultu
r Kel
apa
Saw
it72
4
20A
rea
Kela
pa
Dal
am-
--
--
--
-
21A
rea
Kela
pa
Dal
am G
ambu
tH
utan
Raw
a Pr
imer
ke
Hut
an R
awa
Seku
nder
1.
917
Hut
an R
awa
Seku
nder
ke
Mon
okul
tur K
elap
a1.
514
Hut
an R
awa
Seku
nder
ke
Mon
okul
tur K
elap
a71
6M
onok
ultu
r Kel
apa
Saw
it ke
Mon
okul
tur K
elap
a96
6
22A
rea
Pariw
isata
--
--
--
--
23A
rea
Pem
ukim
an
Pede
saan
--
Hut
an R
awa
Prim
erke
H
utan
Raw
a Se
kund
er
40H
utan
Raw
a Pr
imer
ke
Hut
an R
awa
Seku
nder
22
2H
utan
Raw
a Pr
imer
ke
Hut
an R
awa
Seku
nder
4
24A
rea
Pem
ukim
an
Pede
saan
Gam
but
--
--
--
--
25A
rea
Pem
ukim
an
Perk
otaa
nPa
di S
awah
ke
Mon
okul
tur K
elap
a1.
271
Sem
ak B
eluk
ar k
e M
onok
ultu
r Kel
apa
1.22
4Pa
di S
awah
ke
Mon
okul
tur K
elap
a21
9M
onok
ultu
r Kel
apa
ke P
adi
Saw
ah48
9
ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN/ PENGGUNAAN LAHAN KABUPATEN BANYUASIN | 25
No
Uni
t Per
enca
naan
Peru
baha
n Pe
nggu
naan
Lah
an D
omin
an19
90-2
000
2000
-200
520
05-2
010
2010
-201
4
Jeni
s per
ubah
anLu
as
(ha)
Jeni
s per
ubah
anLu
as
(ha)
Jeni
s per
ubah
anLu
as
(ha)
Jeni
s per
ubah
anLu
as
(ha)
26
Are
a Pe
rtam
bang
anH
utan
Raw
a Pr
imer
di
Gam
but k
e H
utan
Raw
a Se
kund
er d
i Gam
but
35M
onuk
ultu
r Kel
apa
ke
Padi
Saw
ah54
Padi
Saw
ah k
e M
onok
ultu
r Kel
apa
35Se
mak
Bel
ukar
ke
Mon
okul
tur K
elap
a46
27A
rea
Pert
amba
ngan
G
ambu
t
Padi
saw
ah k
e M
onok
ultu
r Kel
apa
22H
utan
Man
grov
e Pr
imer
ke
Hut
an
Man
grov
e Se
kund
er
102
Hut
an M
angr
ove
Prim
er
ke H
utan
Man
grov
e Se
kund
er
151
Hut
an M
angr
ove
Prim
er k
e H
utan
Man
grov
e Se
kund
er48
28A
rea
Pete
rnak
an-
--
--
--
-29
Are
a Sa
wah
Padi
Saw
ah k
e M
onok
ultu
r Kel
apa
576
Padi
Saw
ah k
e M
onok
ultu
r Kel
apa
791
Mon
okul
tur K
elap
a ke
Re
rum
puta
n57
5M
onok
ultu
r Kel
apa
ke P
adi
Saw
ah58
1
30A
rea
Saw
ah
Gam
but
Reru
mpu
tan
ke
Mon
okul
tur K
elap
a41
2Pa
di S
awah
ke
Mon
okul
tur K
elap
a36
5M
onok
ultu
r Kel
apa
ke
Reru
mpu
tan
209
Padi
Saw
ah k
e M
onok
ultu
r Ke
lapa
269
31A
rea
Saw
itM
onuk
ultu
r Kar
et k
e Pa
di S
awah
666
Padi
Saw
ah k
e M
onok
ultu
r Kar
et82
2M
onok
ultu
Kar
et k
e M
onok
ultu
r Kel
apa
544
Sem
ak B
eluk
ar k
e M
onok
ultu
r Kar
et36
9
32A
rea
Saw
it G
ambu
t-
--
--
--
-
33A
rea
Tam
bak
Reru
mpu
tan
ke
Mon
okul
tur K
aret
45A
grof
ores
tri K
aret
ke
Mon
okul
tur K
aret
9M
onok
ultu
Kar
et k
e M
onok
ultu
r Kel
apa
Saw
it54
Mon
okul
tur K
aret
ke
Mon
okul
tur K
elap
a Sa
wit
76
34A
rea
Tam
bak
Gam
but
Hut
an R
awa
Prim
er d
i G
ambu
t ke
Hut
an R
awa
Seku
nder
di G
ambu
t
18Cl
eare
d La
nd k
e M
onok
ultu
r Kar
et5
Mon
okul
tur K
aret
ke
Agr
ofor
estr
i Kar
et1
Agr
ofor
estr
i Kar
et k
e M
onok
ultu
r Kel
apa
1
35A
rea
Tebu
Hut
an R
awa
Prim
erke
H
utan
Pad
i saw
ahPa
di S
awah
ke
Sem
ak
Belu
kar
111
Sem
ak B
eluk
ar k
e M
onok
ultu
r Kar
et83
Sem
ak B
eluk
ar k
e M
onok
ultu
r Kar
et13
4
36Ta
man
Nas
iona
l Se
mbi
lang
-
--
--
--
-
37Ta
man
Nas
iona
l Se
mbi
lang
di
Gam
but
Hut
an R
awa
Prim
erke
H
utan
Raw
a Se
kund
er
5.15
5Se
mak
Bel
ukar
ke
Mon
okul
tur K
elap
a10
.950
Mon
okul
tur K
elap
a ke
Pa
di S
awah
6.85
9M
onok
ultu
r Kel
apa
ke P
adi
Saw
ah6.
379
26 | PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI DI KABUPATEN BANYUASIN
4.3. Identifikasi Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten BanyuasinIdentifikasi penyebab perubahan penggunaan lahan merupakan upaya memahami faktor-faktor yang menyebabkan perubahan pengggunaan lahan, pelaku kegiatan, penerima manfaat dari kegiatan, dan identifikasi kebijakan yang mendorong terjadinya perubahan itu. Identifikasi ini dilakukan berdasarkan pengetahuan dan informasi di lapangan dan proses diskusi dengan para pihak. Informasi ini penting diketahui untuk memahami akar masalah sehingga dapat memberikan rekomendasi yang diperlukan (Lambin, 2010). Tabel 4.7. menunjukkan identifikasi perubahan penggunaan lahan utama pada periode pengamatan 1990-2000.
Tabel 4.7. Identifikasi Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan 1990–2000
Tipe Perubahan Penggunaan
Lahan
Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan
Pelaku Perubahan Penggunaan
Lahan
Penerima Manfaat dan Bentuk
Manfaat
Kebijakan yang Mendorong
Hutan Rawa Primer ke Hutan Rawa Sekunder
Pengambilan kayu untuk berbagai penggunaan
Masyarakat dan perusahaan pemegang konsesi
Pelaku kegiatan -
Hutan Rawa Primer di Gambut ke Hutan Rawa Sekunder di Gambut
Pengambilan kayu untuk berbagai penggunaan
Masyarakat dan perusahaan pemegang konsesi
Pelaku kegiatan -
Hutan Rawa Primer ke Semak Belukar
Pengambilan kayu untuk berbagai penggunaan
Masyarakat dan perusahaan pemegang konsesi
Pelaku kegiatan -
Hutan Rawa Primer ke Monokultur Kelapa
Pembukaan kebun masyarakat
Masyarakat, pelaku usaha
Masyarakat, pelaku usaha
Pengembangan ekonomi masyarakat
Hutan Rawa Primer ke Monokultur Karet
Pembukaan kebun masyarakat
Masyarakat, pelaku usaha
Masyarakat, pelaku usaha
Pengembangan ekonomi masyarakat
Hutan Rawa Primer ke Padi Sawah
Pembukaan lahan pertanian masyarakat
Masyarakat, pelaku usaha
Masyarakat setempat dan terciptanya lapangan pekerjaan
Pemenuhan bahan makanan pokok
Rerumputan ke Monokultur Kelapa
Pemanfaatan lahan terbuka/terlantar
Masyarakat, pelaku usaha
Masyarakat setempat dan terciptanya lapangan pekerjaan
Pengembangan ekonomi masyarakat
Padi Sawah ke Monokultur Kelapa
Pembukaan kebun masyarakat
Masyarakat, pelaku usaha
Masyarakat setempat dan terciptanya lapangan pekerjaan
Pengembangan ekonomi masyarakat
Monokultur Karet ke Padi Sawah
Pembukaan lahan pertanian masyarakat
Masyarakat, pelaku usaha
Masyarakat, pemerintah
Pemenuhan bahan makanan pokok
Monokultur Karet ke Semak Belukar
Kebun yang tidak terkelola dengan baik
- - -
ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN/ PENGGUNAAN LAHAN KABUPATEN BANYUASIN | 27
Sebagaimana periode sebelumnya berikut adalah identifikasi penyebab perubahan penggunaan lahan banyak terjadi pada periode 2000-2005. Terdapat tutupan hutan yang mengalami penurunan kualitas dan berubah menjadi monokultur kelapa dan karet. Hal ini disebabkan karena berbagai alasan pemenuhan kebutuhan ekonomi secara individu maupun pada skala wilayah, selengkapnya dapat dilihat di Tabel 4.8.
Tabel 4.8. Identifikasi Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan 2000-2005
Tipe Perubahan Penggunaan
Lahan
Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan
Pelaku Perubahan Penggunaan
Lahan
Penerima Manfaat dan Bentuk
Manfaat
Kebijakan yang Mendorong
Hutan Rawa Primer ke Hutan Rawa Sekunder
Pengambilan kayu untuk berbagai penggunaan
Masyarakat dan perusahaan pemegang konsesi
Pelaku kegiatan -
Semak Belukar ke Monokultur Kelapa
Pemanfaatan lahan terbuka/terlantar
Masyarakat, pelaku usaha
Masyarakat, pelaku usaha
Pengembangan ekonomi masyarakat
Hutan Rawa Sekunder ke Monokultur Kelapa
Pemanfaatan lahan terbuka/terlantar
Masyarakat, pelaku usaha
Masyarakat, pelaku usaha
Pengembangan ekonomi masyarakat
Padi Sawah ke Monokultur Kelapa
Pembukaan kebun masyarakat
Masyarakat, pelaku usaha
Masyarakat, pelaku usaha
Pengembangan ekonomi masyarakat
Hutan Rawa Primer di Gambut ke Hutan Rawa Sekunder di Gambut
Pengambilan kayu untuk berbagai penggunaan
Masyarakat dan perusahaan pemegang konsesi
Pelaku kegiatan -
Padi Sawah ke Monokultur Karet
Pembukaan kebun masyarakat
Masyarakat, pelaku usaha
Masyarakat, pelaku usaha
Pengembangan ekonomi masyarakat
Semak Belukar ke Monokultur Karet
Pemanfaatan lahan terbuka/terlantar
Masyarakat, pelaku usaha
Masyarakat, pelaku usaha
Pengembangan ekonomi masyarakat
Hutan Rawa Sekunder ke Monokultur Karet
Pembukaan kebun masyarakat
Masyarakat, pelaku usaha
Masyarakat, pelaku usaha
Pengembangan ekonomi masyarakat
Monokultur Kelapa ke Padi Sawah
Pembukaan lahan pertanian masyarakat
Masyarakat, pelaku usaha
Masyarakat, pemerintah
Pemenuhan bahan makanan pokok
Monokultur Karet ke Semak Belukar
Kebun yang tidak terkelola dengan baik
- - -
Tabel 4.9. menunjukkan tipe perubahan penggunaan lahan pada periode pengamatan tahun 2005–2010. Penyebab perubahan lahan tersebut adalah adanya berbagai kegiatan yang dilakukan untuk berbagai aktivitas yang bersifat intensif. Penerima manfaat perubahan tersebut adalah masyarakat setempat dan pelaku usaha. Kebijakan yang mendorong perubahan penggunaan lahan adalah perencanaan untuk pengembangan ekonomi daerah.
28 | PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI DI KABUPATEN BANYUASIN
Tabel 4.9. Identifikasi Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan 2005-2010
Tipe Perubahan Penggunaan
Lahan
Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan
Pelaku Perubahan Penggunaan
Lahan
Penerima Manfaat dan Bentuk
Manfaat
Kebijakan yang Mendorong
Hutan Rawa Primer ke Hutan Rawa Sekunder
Pengambilan kayu untuk berbagai penggunaan
Masyarakat dan perusahaan pemegang konsesi
Pelaku kegiatan -
Hutan Rawa Sekunder ke Monokultur Karet
Pembukaan kebun masyarakat
Masyarakat, pelaku usaha
Masyarakat/pelaku usaha dan terciptanya lapangan pekerjaan
Pengembangan ekonomi masyarakat
Hutan Rawa Primer di Gambut ke Hutan Rawa Sekunder di Gambut
Pengambilan kayu untuk berbagai penggunaan
Masyarakat dan perusahaan pemegang konsesi
Pelaku kegiatan -
Monokultur Kelapa ke Padi Sawah
Pembukaan lahan pertanian masyarakat
Masyarakat, pelaku usaha
Masyarakat, pemerintah
Pemenuhan bahan makanan pokok
Hutan Rawa Sekunder ke Monokultur Kelapa Sawit
Pembukaan kebun masyarakat
Masyarakat, pelaku usaha
Masyarakat/pelaku usaha dan terciptanya lapangan pekerjaan
Pengembangan ekonomi masyarakat
Monokultur Kelapa ke Rerumputan
Perubahan lahan yang disebabkan karena tidak terkelolanya lahan secara intensifm
- - -
Hutan Mangrove Primer ke Hutan Mangrove Sekunder
Pembukaan kebun masyarakat
Masyarakat, pelaku usaha
Masyarakat/pelaku usaha dan terciptanya lapangan pekerjaan
-
Padi Sawah ke Monokultur Kelapa
Pembukaan kebun masyarakat
Masyarakat, pelaku usaha
Masyarakat/pelaku usaha dan terciptanya lapangan pekerjaan
Perencanaan daerah
Monokultur Kelapa ke Semak Belukar
Perubahan penggunaan lahan yang disebabkan karena tidak terkelolanya lahan secara intensif
Masyarakat/pemerintah
Masyarakat, pemerintah
Perencanaan daerah
Hutan Rawa Sekunder ke Rerumputan
Perubahan penggunaan lahan yang disebabkan karena tidak terkelolanya lahan secara intensif
- - -
Tabel 4.10, menunjukkan penyebab perubahan penggunaan lahan pada periode pengamatan tahun 2010–2014. Secara umum penyebab perubahan penggunaan lahan di Banyuasin adalah keinginan untuk melakukan pengambilan manfaat kayu hutan, pengelolaan lahan intensif untuk komoditas tertentu, dan pemenuhan kebutuhan bahan makanan (pertanian). Kebijakan yang mendorong perubahan penggunaan lahan adalah adanya kebijakan pembangunan ekonomi masyarakat dan pemenuhan bahan pangan.
ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN/ PENGGUNAAN LAHAN KABUPATEN BANYUASIN | 29
Tabel 4.10. Identifikasi Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan 2010-2014
Tipe Perubahan Penggunaan
Lahan
Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan
Pelaku Perubahan Penggunaan
Lahan
Penerima Manfaat dan Bentuk
Manfaat
Kebijakan yang Mendorong
Hutan Rawa Primer ke Hutan Rawa Sekunder
Perubahan penggunaan lahan yang disebabkan karena tidak terkelolanya lahan secara intensif
- - -
Monokultur Karet ke Monokultur Kelapa Sawit
Pemilihan komoditas mengikuti kebutuhan pasar
Masyarakat, pelaku usaha
Masyarakat/pelaku usaha dan terciptanya lapangan pekerjaan
Pengembangan ekonomi masyarakat
Monokultur Kelapa ke Padi Sawah
Pembukaan lahan pertanian masyarakat
Masyarakat, pelaku usaha
Masyarakat, pemerintah
Pemenuhan bahan makanan pokok
Semak Belukar ke Monokultur Karet
Pembukaan kebun masyarakat
Masyarakat, pelaku usaha
Masyarakat/pelaku usaha dan terciptanya lapangan pekerjaan
Pengembangan ekonomi masyarakat
Rerumputan ke Monokultur Karet
Pemilihan komoditas mengikuti kebutuhan pasar
Masyarakat, pelaku usaha
Masyarakat/pelaku usaha dan terciptanya lapangan pekerjaan
Pengembangan ekonomi masyarakat
Padi Sawah ke Monokultur Kelapa
Pemilihan komoditas mengikuti kebutuhan pasar
Masyarakat, pelaku usaha
Masyarakat/pelaku usaha dan terciptanya lapangan pekerjaan
Pengembangan ekonomi masyarakat
Padi Sawah ke Monokultur Karet
Pemilihan komoditas mengikuti kebutuhan pasar
Masyarakat, pelaku usaha
Masyarakat/pelaku usaha dan terciptanya lapangan pekerjaan
Pengembangan ekonomi masyarakat
Hutan Rawa Primer di Gambut ke Hutan Rawa Sekunder di Gambut
Pengambilan kayu untuk berbagai penggunaan
Masyarakat dan perusahaan pemegang konsesi
Pelaku kegiatan -
Rerumputan ke Padi Sawah
Optimalisasi penggunaan lahan
Masyarakat, pelaku usaha
Masyarakat/pemerintah
Pemenuhan kebutuhan pangan
Semak Belukar ke Monokultur Kelapa
Pemanfaatan lahan terbuka/terlantar
Masyarakat, pelaku usaha
Masyarakat setempat/pelaku usaha dan terciptanya lapangan pekerjaan
RTRW/Unit Perencanaan daerah
PERKIRAAN EMISI CO2 AKIBAT PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN | 31
Analisis dinamika cadangan karbon dilakukan untuk melihat perubahan cadangan karbon di suatu daerah pada satu kurun waktu tertentu. Metode yang digunakan adalah Stock Difference. Emisi dihitung sebagai jumlah penurunan cadangan karbon akibat perubahan tutupan/penggunaan lahan. Sebaliknya, sekuestrasi dihitung sebagai jumlah penambahan cadangan karbon akibat perubahan tutupan/penggunaan lahan tersebut (Hairiah K, 2007). Analisis ini dilakukan dengan menggunakan peta tutupan lahan pada dua periode waktu yang berbeda dan kerapatan karbon untuk masing-masing tipe tutupan lahan. Selain itu, dengan memasukkan data Unit Perencanaan ke dalam proses analisis, dapat diketahui tingkat perubahan cadangan karbon pada masing-masing Unit Perencanaan yang ada. Informasi yang dihasilkan melalui analisis ini dapat digunakan dalam proses perencanaan untuk berbagai hal, diantaranya untuk menentukan prioritas aksi mitigasi perubahan iklim (Harja et al, 2012), mengetahui faktor pemicu terjadinya emisi, merencanakan skenario pembangunan di masa yang akan datang dan beberapa hal lain terkait perencanaan penggunaan lahan.
5.1. Kerapatan Karbon di Kabupaten BanyuasinHasil pengolahan peta tutupan lahan secara time series dari tahun 1990 sampai dengan 2014 dan data cadangan karbon pada setiap kategori tutupan lahan digunakan untuk membuat peta kerapatan karbon. Peta kerapatan karbon menunjukan cadangan karbon pada periode tertentu. Gambar 5.1. menunjukkan peta kerapatan karbon pada tiap periode dari tahun 1990-2014 di Kabupaten Banyuasin.
5 PERKIRAAN EMISI CO2 AKIBAT PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN
BAB
32 | PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI DI KABUPATEN BANYUASIN
a c
e
b
d
Gambar 5.1. Peta kerapatan karbon di Kabupaten Banyuasin pada tahun (a) 1990, (b) 2000, (c) 2005, (d) 2010 dan (e) 2014.
5.2. Perhitungan Emisi CO2 di Kabupaten BanyuasinPerhitungan emisi CO2 dilakukan menggunakan pendekatan perbedaan cadangan karbon. Sesuai definisinya, emisi terjadi ketika terjadi perubahan penggunaan lahan dari penggunaan lahan dengan cadangan karbon tinggi ke penggunaan lahan dengan cadangan karbon yang lebih rendah.
5.2.1. Periode Pengamatan Tahun 1990-2000Periode pengamatan tahun 1990-2000 menunjukan laju emisi sebesar 7.994.518,44 ton CO2 eq per tahun atau 7,774 ton CO2eq/(ha.tahun). Tabel 5.1. menunjukkan perhitungan emisi pada periode tahun 1990-2000.
Tabel 5.1. Perhitungan Emisi Periode 1990-2000
No Kategori Jumlah1 Total emisi (ton CO2eq) 86.212.832,452 Total sekuestrasi (ton CO2eq) 6.267.648,023 Emisi bersih (ton CO2eq) 79.945.184,434 Laju emisi (ton CO2eq /tahun) 7.994.518,445 Laju emisi per-unit area (ton CO2eq /(ha.tahun)) 7,774
PERKIRAAN EMISI CO2 AKIBAT PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN | 33
Peta emisi dan sekuestrasi pada periode 1990-2000 dapat dilihat pada Gambar 5.2 di bawah ini.
Gambar 5.2. Peta Emisi dan Sekuestrasi Periode 1990-2000
5.2.2. Periode Pengamatan Tahun 2000-2005Periode pengamatan tahun 2000-2005 menunjukan laju emisi sebesar 8.891.088,8 per tahun atau 8.277 ton CO2eq/(ha.tahun). Perhitungan emisi pada periode tahun 2000-2005 dapat dilihat di Tabel 5.2.
Tabel 5.2. Perhitungan Emisi Periode 2000-2005
No Kategori Jumlah1 Total emisi (ton CO2eq) 52.512.683,112 Total sekuestrasi (ton CO2eq) 8.057.239,113 Emisi bersih (ton CO2eq) 44.455.444,004 Laju emisi (ton CO2eq /tahun) 8.891.088,805 Laju emisi per-unit area (ton CO2eq /(ha.tahun)) 8,277
Peta emisi dan sekuestrasi pada periode 2000-2005 dapat dilihat pada Gambar 5.3.
Gambar 5.3. Peta Emisi dan Sekuestrasi Periode 2000-2005.
34 | PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI DI KABUPATEN BANYUASIN
5.2.3. Periode Pengamatan Tahun 2005-2010Periode pengamatan tahun 2005-2010 menunjukan laju emisi sebesar 12.579.870.392 per tahun atau 12.004 ton CO2eq/(ha.tahun). Perhitungan emisi pada periode tahun 2005-2010 dapat dilihat di Tabel 5.3
Tabel 5.3. Perhitungan emisi periode 2005-2010
No Kategori Jumlah1 Total emisi (ton CO2eq) 68.703.537,72 Total sekuestrasi (ton CO2eq) 5.804.185,743 Emisi bersih (ton CO2eq) 62.899.351,964 Laju emisi (ton CO2eq /tahun) 12.579.870,395 Laju emisi per-unit area (ton CO2eq /(ha.tahun)) 12,004
Peta emisi dan sekuestrasi pada periode 2005-2010 dapat dilihat pada Gambar 5.4.
Gambar 5.4. Peta emisi dan sekuestrasi periode tahun 2005-2010.
5.2.4. Periode Pengamatan Tahun 2010-2014Periode pengamatan tahun 2010-2014 menunjukan laju emisi sebesar 7.974.822,84 per tahun atau 7,485 ton CO2-eq/(ha.tahun). Perhitungan emisi periode 2010-2014 secara lengkap dapat dilihat di Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Perhitungan emisi periode 2010-2014
No Kategori Jumlah1 Total emisi (ton CO2eq) 42.370.241,752 Total sekuestrasi (ton CO2eq) 10.470.950,403 Emisi bersih (ton CO2eq) 31.899.291,354 Laju emisi (ton CO2eq /tahun) 7.974.822,845 Laju emisi per-unit area (ton CO2eq /(ha.tahun)) 7,485
PERKIRAAN EMISI CO2 AKIBAT PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN | 35
Peta emisi dan sekuestrasi pada periode 2010-2014 dapat dilihat pada Gambar 5.5.
Gambar 5.5. Peta emisi dan sekuestrasi periode tahun 2010-2014.
5.3. Distribusi Emisi Karbon Dioksida (CO2) pada Tingkat Unit Perencanaan
5.3.1. Periode Pengamatan Tahun 1990-2000Perkiraan emisi pada periode 1990-2000 menunjukan besaran emisi dominan terjadi di Unit Perencanaan Ijin Pertambangan, Hutan Rawa di gambut, Area Pengembangan Batu Bara di gambut dan HSA Bentayan. Informasi lengkap besaran laju emisi pada masing-masing unit perencanaan dapat dilihat pada Gambar 5.6.
Area Iji
n Pertam
banga
n
Hutan Raw
a di G
ambut
Area Pen
gembag
an Batu
bara di G
ambut
HSA Ben
tayan
Area Pen
gemban
gan Batu
bara
Hutan Ta
naman
Industr
i
Area Pen
gemban
gan Sa
wit di G
ambut
Area Pen
gemban
gan Pete
rnakan
Area Pen
gemban
gan Sa
wit
Area den
gan Iji
n HGU di G
ambut
Area untuk P
ersaw
ahan
Area den
gan Iji
n HGU
Hutan Li
ndung di G
ambut
Hutan Raw
a
Kawasa
n Industr
i
Area untuk P
ersaw
ahan
di Gam
but
Hutan Produksi
di Gam
but
HSA Pad
ang S
ugihan
di Gam
but
Area Ta
mbak di G
ambut
Permukim
an Perk
otaan
05
1015202530
Laju
Em
isi(to
n CO
2eq/
ha.ta
hun)
Unit Perencanaan
Gambar 5.6. Distribusi Emisi Dari Setiap Unit Perencanaan Tahun 1990-2000.
5.3.2. Periode Pengamatan Tahun 2000-2005Perkiraan emisi pada periode 2000-2005 menunjukan besaran emisi dominan terjadi di Unit Perencanaan Hutan Rawa dan Area Tambak. Informasi lengkap besaran laju emisi pada masing-masing unit perencanaan dapat dilihat pada Gambar 5.7.
36 | PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI DI KABUPATEN BANYUASIN
Huta
n Raw
a di Gam
but
Area P
engembagan B
atubara
di Gam
but
Area P
engembangan B
atubara
Area P
ariwisata
Area P
engembangan K
elapa D
alam
di Gam
but
Area P
engembangan K
elapa D
alam
Huta
n Tanaman In
dustri
Area P
engembangan Saw
it di G
ambut
Area P
engembangan Saw
it
Area dengan Ij
in H
GU di Gam
but
Area P
engembangan K
aret d
i Gam
but
Area untu
k Pers
awahan
Area dengan Ij
in H
GU
Huta
n Lindung di G
ambut
Huta
n Raw
a
Kawasan In
dustri
Area untu
k Pers
awahan di G
ambut
Area Tam
bak di Gam
but
Area Tam
bak
Permukim
an Perd
esaan Gam
but
Laj
u E
mis
i(t
on
CO
2e
q/h
a.ta
hu
n)
Unit Perencanaan
05
10152025303540
Gambar 5.7. Distribusi Emisi Dari Setiap Unit Perencanaan Tahun 2000-2005.
5.3.3. Periode Pengamatan Tahun 2005-2010Perkiraan emisi pada periode 2005-2010 menunjukan besaran emisi dominan terjadi di Unit Perencanaan Area dengan Iji HGU, Area Pengembangan Sawit dan Hutan Rawa. Informasi lengkap besaran laju emisi pada masing-masing unit perencanaan dapat dilihat pada Gambar 5.8.
Huta
n Raw
a
Area Tam
bak di G
ambut
Huta
n Lindung
Area P
engembangan B
atubara
di G
ambut
HSA P
adang Sugihan
Area Ij
in P
ertam
bangan
Area P
ertam
bangan Batu
bara
Area Tam
bak
Area P
engembangan Saw
it
Area P
engembangan Saw
it di G
ambut
Area d
engan Ijin
HGU
Area P
engembangan K
aret
Permukim
an Perk
otaan
Area d
engan Ijin
HGU d
i Gam
but
Huta
n Lindung d
i Gam
but
Area P
ariwisa
ta
Kawasa
n Indust
ri
Area P
engembangan B
atubara
HSA P
adng Sugihan d
i Gam
but
HSA B
entayan
05
101520253035404550
La
ju E
mis
i(t
on
CO
2e
q/h
a.t
ah
un
)
Unit Perencanaan
Gambar 5.8. Distribusi Emisi Dari Setiap Unit Perencanaan Tahun 2005-2010.
5.3.4. Periode Pengamatan Tahun 2010-2014Perkiraan emisi pada periode 2010-2014 menunjukan besaran emisi dominan terjadi di Unit Perencanaan Area Ijin HTI dan Area Pengembangan Sawit. Informasi lengkap besaran laju emisi pada masing-masing unit perencanaan dapat dilihat pada Gambar 5.9.
PERKIRAAN EMISI CO2 AKIBAT PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN | 37
Huta
n Raw
a
Huta
n Lindung d
i Gam
but
Area d
engan Ijin
HGU d
i Gam
but
Area P
ariwisa
ta
Area P
engembangan P
etern
akan
Permukim
an Pedesa
an
Huta
n Raw
a di G
ambut
Area P
engembangan Saw
it di G
ambut
Taman N
asional S
embila
ng di G
ambut
Taman N
asional S
embila
ng
Area u
tuk P
ersaw
ahan di G
ambut
Permukim
an Perk
otaan
Huta
n Tanaman In
dustri
Huta
n Lindung
Area Tam
bak
Huta
n Pro
duksi
Kawasa
n Indust
ri
Area Tam
bak di G
ambut
Area P
engambangan K
elapa D
alam
Huta
n Pro
duksi di G
ambut
05
10152025303540
La
ju E
mis
i(t
on
CO
2e
q/h
a.t
ah
un
)
Unit Perencanaan
Gambar 5.9. Distribusi Emisi Dari Setiap Unit Perencanaan Tahun 2010-2014.
5.4. Emisi Karbon Dioksida (CO2) Berdasarkan Perubahan Penggunaan Lahan
5.4.1. Periode Pengamatan Periode Tahun 1990-2000Pada periode pengamatan tahun 1990 – 2000 terdapat 10 jenis perubahan penggunaan lahan penyebab emisi CO2 terbesar di Kabupaten Banyuasin. Emisi CO2 terbesar dihasilkan karena perubahan penggunaan lahan hutan rawa primer ke hutan rawa sekunder dengan emisi sebesar 20.785.338,6 ton CO2 eq atau sebanyak 24,11% dari emisi total. Perubahan penggunaan lahan penyebab emisi lebih lengkap dapat dilihat di Tabel 5.5.
Tabel 5.5. Perubahan Penggunaan Lahan Penyebab Emisi Terbesar Tahun 1990-2000
No Jenis Perubahan Penggunaan Lahan Emisi (ton CO2eq) Persen
1 Hutan Rawa Primer ke Hutan Rawa Sekunder 20.785.338,60 24,112 Hutan Rawa Primer ke Padi Sawah 7.218.332,16 8,373 Hutan Rawa Primer ke Semak Belukar 6.924.739,50 8,034 Hutan Rawa Primer di Gambut ke Hutan Rawa Sekunder di
Gambut6.866.614,04 7,96
5 Hutan Rawa Primer ke Monokultur Kelapa 6.748.326,27 7,836 Hutan Rawa Primer ke Monokultur Karet 5.819.386,88 6,757 Hutan Rawa Primer ke Monokultur Kelapa Sawit 3.033.277,02 3,528 Hutan Rawa Primer ke Rerumputan 2.568.853,20 2,989 Hutan Rawa Sekunder ke Monokultur Karet 2.355.039,00 2,73
10 Hutan Rawa Sekunder ke Padi Sawah 2.004.847,60 2,33
Pada periode pengamatan tahun 1990 – 2000, terdapat 10 jenis perubahan penggunaan lahan penyebab sekuestrasi CO2 terbesar di Kabupaten Banyuasin. Perubahan lahan padi sawah ke semak belukar menghasilkan sekuestrasi terbesar yaitu 918.828,54 ton CO2eq atau setara dengan 14,66% dari sekuestrasi total. Tabel 5.6. menyajikan 10 perubahan
38 | PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI DI KABUPATEN BANYUASIN
penggunaan lahan penyebab sekuestrasi terbesar di Kabupaten Banyuasin dan masing-masing besar sekuestrasinya.
Tabel 5.6. Perubahan Penggunaan Lahan Sumber Sekuestrasi Tahun 1990-2000
No Jenis Perubahan Penggunaan Lahan Sekuestrasi (ton CO2eq) Persen
1 Padi Sawah ke Semak Belukar 918.828,54 14,662 Padi Sawah ke Monokultur Kelapa 848.951,74 13,543 Rerumputan ke Semak Belukar 826.484,00 13,194 Rerumputan ke Monokultur Kelapa 799.289,30 12,755 Rerumputan ke Monokultur Karet 674.568,02 10,766 Padi Sawah ke Monokultur Karet 363.476,80 5,807 Rerumputan ke Monokultur Kelapa Sawit 264.926,29 4,238 Rerumputan ke Agroforestri Karet 196.400,05 3,139 Monokultur Kelapa ke Semak Belukar 174.600,25 2,79
10 Rerumputan ke Kebun Campur 157.222,80 2,51
5.4.2. Periode Pengamatan Periode Tahun 2000-2005Pada periode pengamatan tahun 2000 - 2005 terdapat 10 jenis perubahan penggunaan lahan penyebab emisi CO2 terbesar di Kabupaten Banyuasin. Emisi CO2 terbesar dihasilkan karena perubahan penggunaan lahan hutan rawa primer ke hutan rawa sekunder dengan emisi sebesar 9.295.816,4 ton CO2eq atau 17.7% dari total emisi. Selengkapnya dapat dilihat di Tabel 5.7.
Tabel 5.7. Perubahan Penggunaan Lahan Penyebab Emisi Terbesar Tahun 2000-2005
No Jenis Perubahan Penggunaan Lahan Emisi (ton CO2eq) Persen
1 Hutan Rawa Primer ke Hutan Rawa Sekunder 9.295.816,40 17,702 Hutan Rawa Sekunder ke Monokultur Kelapa 7.113.733,49 13,553 Hutan Rawa Primer ke Monokultur Kelapa 4.869.359,67 9,274 Hutan Rawa Sekunder ke Monokultur Karet 3.620.455,00 6,895 Hutan Rawa Sekunder ke Padi Sawah 2.708.753,60 5,166 Hutan Rawa Primer di Gambut ke Hutan Rawa Sekunder di
Gambut2.604.202,64 4,96
7 Hutan Rawa Primer ke Padi Sawah 2.233.708,80 4,258 Hutan Rawa Primer ke Monokultur Karet 1.894.982,48 3,619 Semak Belukar ke Padi Sawah 1.374.620,52 2,62
10 Monokultur Kelapa ke Padi Sawah 1.047.139,08 1,99
Berdasarkan Tabel 5.8. pada periode pengamatan tahun 2000 – 2005 terdapat 10 jenis perubahan penggunaan lahan penyebab sekuestrasi CO2 terbesar di Kabupaten Banyuasin. Perubahan lahan dari padi sawah ke monokultur karet menghasilkan sekuestrasi terbesar yaitu sebesar 17.307,72 ton CO2eq atau 21.48% dari sekuestrasi total.
PERKIRAAN EMISI CO2 AKIBAT PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN | 39
Tabel 5.8. Perubahan Penggunaan Lahan Sumber Sekuestrasi Tahun 2000-2005
No Jenis Perubahan Penggunaan Lahan Sekuestrasi (ton CO2eq) Persen
1 Padi Sawah ke Monokultur Karet 1.730.772,00 21,482 Padi Sawah ke Monokultur Kelapa 1.571.505,01 19,503 Padi Sawah ke Semak Belukar 945.803,04 11,744 Rerumputan ke Monokultur Kelapa 628.362,72 7,805 Lahan Terbuka ke Monokultur Karet 622.688,90 7,736 Lahan Terbuka ke Semak Belukar 364.651,20 4,537 Padi Sawah ke Agroforestri Karet 301.024,41 3,748 Monokultur Karet ke Agroforestri Karet 206.198,95 2,569 Rerumputan ke Monokultur Karet 201.938,08 2,51
10 Lahan Terbuka ke Monokultur Kelapa 183.591,75 2,28
5.4.3. Periode Pengamatan Periode Tahun 2005-2010Pada Tabel 5.9 terdapat 10 perubahan penggunaan lahan penyebab emisi CO2 terbesar di Kabupaten Banyuasin pada periode 2005-2010. Perubahan lahan dengan emisi terbesar adalah perubahan lahan dari hutan rawa sekunder ke monokultur karet dengan emisi sebesar 6.735.184 ton CO2eq atau 9.8% dari total emisi.
Tabel 5.9. Perubahan Penggunaan Lahan Penyebab Emisi Terbesar Tahun 2005-2010
No Jenis Perubahan Penggunaan Lahan Emisi (ton CO2eq) Persen
1 Hutan Rawa Sekunder ke Monokultur Karet 6.735.184,00 9,802 Hutan Rawa Primer ke Hutan Rawa Sekunder 5.446.955,28 7,933 Hutan Rawa Sekunder ke Monokultur Kelapa Sawit 4.571.473,11 6,654 Hutan Rawa Sekunder ke Rerumputan 4.097.767,86 5,965 Hutan Rawa Sekunder ke Monokultur Kelapa 3.101.432,59 4,516 Hutan Mangrove Primer ke Hutan Mangrove Sekunder 3.046.191,75 4,437 Hutan Rawa Primer di Gambut ke Hutan Rawa Sekunder di
Gambut2.883.210,72 4,20
8 Hutan Rawa Sekunder ke Semak Belukar 2.738.810,90 3,999 Hutan Rawa Sekunder ke Padi Sawah 2.685.632,60 3,91
10 Hutan Rawa Primer ke Monokultur Karet 2.366.357,28 3,44
Pada periode pengamatan tahun 2005–2010, terdapat 10 jenis perubahan penggunaan lahan penyebab sekuestrasi CO2 terbesar di Kabupaten Banyuasin. Perubahan lahan padi sawah ke monokultur karet adalah perubahan lahan terbesar yang menghasilkan sekuestrasi 1.121.992,40 ton CO2eq atau 19.33% dari total sekuestrasi, selengkapnya dapat dilihat di Tabel 5.10.
40 | PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI DI KABUPATEN BANYUASIN
Tabel 5.10. Perubahan Penggunaan Lahan Sumber Sekuestrasi Tahun 2005-2010
No Jenis Perubahan Penggunaan Lahan Sekuestrasi (ton CO2eq)
Persen(%)
1 Padi Sawah ke Monokultur Karet 1.121.992,40 19,332 Padi Sawah ke Monokultur Kelapa 968.410,24 16,683 Padi Sawah ke Semak Belukar 596.830,08 10,284 Monokultur Kelapa ke Semak Belukar 333.940,64 5,755 Padi Sawah ke Agroforestri Karet 264.625,35 4,566 Monokultur Kelapa ke Agroforestri Karet 163.645,30 2,827 Tanaman Semusim ke Monokultur Karet 157.810,00 2,728 Tanaman Semusim ke Monokultur Kelapa 155.409,82 2,689 Monokultur Kelapa ke Monokultur Karet 151.938,00 2,62
10 Padi Sawah ke Monokultur Kelapa Sawit 151.431,54 2,61
5.4.4. Periode Pengamatan Tahun 2010-2014Pada Tabel 23 terdapat 10 (sepuluh) perubahan penggunaan lahan penyebab emisi CO2 terbesar di Kabupaten Banyuasin pada periode 2010-2014. Perubahan terbesar adalah perubahan lahan dari hutan rawa primer ke semak belukar dengan emisi sebesar 3.910.752 ton CO2eq atau 9.23% dari total emisi.
Tabel 5.11. Perubahan Penggunaan Lahan Penyebab Emisi Terbesar Tahun 2010-2014
No Jenis Perubahan Penggunaan Lahan Emisi (ton CO2eq)
Persen(%)
1 Hutan Rawa Primer ke Semak Belukar 3.910.752,00 9,232 Hutan Rawa Primer ke Hutan Rawa Sekunder 3.828.250,40 9,043 Hutan Rawa Primer ke Perkebunan Akasia 3.359.646,45 7,934 Hutan Rawa Primer ke Lahan Terbuka 3.171.320,40 7,485 Hutan Rawa Sekunder ke Semak Belukar 1.785.352,24 4,216 Monokultur Kelapa ke Padi Sawah 1.569.457,15 3,707 Hutan Rawa Sekunder ke Monokultur Karet 1.517.912,00 3,588 Hutan Rawa Primer di Gambut ke Hutan Rawa Sekunder di
Gambut1.458.780,96 3,44
9 Hutan Rawa Sekunder ke Lahan Terbuka 1.361.364,48 3,21
10 Hutan Rawa Sekunder di Gambut ke Monokultur Karet 1.258.443,00 2,97
Berdasarkan Tabel pada periode pengamatan tahun 2010 – 2014 terdapat 10 jenis perubahan penggunaan lahan penyebab sekuestrasi CO2 terbesar di Kabupaten Banyuasin. Perubahan lahan dari rerumputan ke monokultur karet menghasilkan sekuestrasi 1.567.530.4 ton Co2eq atau 14.97%, selengkapnya dapat dilihat di Tabel 5.12.
PERKIRAAN EMISI CO2 AKIBAT PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN | 41
Tabel 5.12. Perubahan Penggunaan Lahan Sumber Sekuestrasi Tahun 2010-2014
No Jenis Perubahan Penggunaan Lahan Sekuestrasi (ton CO2eq) Persen
1 Rerumputan ke Monokultur Karet 1.567.530,40 14,972 Padi Sawah ke Monokultur Karet 1.123.460,40 10,733 Padi Sawah ke Monokultur Kelapa 1.058.402,31 10,114 Tanaman Semusim ke Monokultur Karet 889.314,40 8,495 Rerumputan ke Monokultur Kelapa Sawit 737.882,86 7,056 Rerumputan ke Monokultur Kelapa 687.644,23 6,577 Padi Sawah ke Monokultur Kelapa Sawit 587.834,91 5,618 Rerumputan ke Semak Belukar 483.999,60 4,629 Tanaman Semusim ke Monokultur Kelapa 393.302,89 3,76
10 Tanaman Semusim ke Monokultur Kelapa Sawit 342.939,48 3,28
5.5. Emisi Karbon Dioksida (CO2) Berdasarkan Perubahan Penggunaan Lahan di Tingkat Unit Perencanaan Penyumbang Emisi TerbesarPada bagian ini disajikan hasil analisis perubahan penggunaan lahan dominan yang menyebabkan emisi pada Unit Perencanaan yang memiliki kontribusi terbesar terhadap emisi pada setiap periode pengamatan di Kabupaten Banyuasin.
5.5.1. Periode Pengamatan Periode Tahun 1990-2000Pada periode tahun 1990 hingga 2000, Unit Perencanaan Area Pertambangan merupakan penyumbang emisi terbesar di Kabupaten Banyuasin. Jenis perubahan penggunaan lahan yang menyebabkan emisi pada Unit Perencanaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.13.
Tabel 5.13. Perubahan Penggunaan Lahan Penyebab Emisi di Unit Perencanaan Area Pertambangan Periode 1990-2000
No Jenis Perubahan Penggunaan Lahan Emisi (ton CO2eq)
Persen (%)
1 Hutan Rawa Primer ke Padi Sawah 4.227,84 29,112 Hutan Rawa Primer ke Permukiman 4.161,78 28,663 Hutan Rawa Primer ke Monokultur Karet 2.789,20 19,214 Hutan Rawa Primer ke Lahan Terbuka 1.394,60 9,605 Hutan Rawa Primer ke Semak Belukar 1.101,00 7,586 Hutan Rawa Sekunder ke Monokultur Karet 367,00 2,537 Hutan Rawa Sekunder ke Semak Belukar 359,66 2,488 Monokultur Karet ke Monokultur Kelapa Sawit 77,07 0,539 Kebun Campur ke Monokultur Kelapa Sawit 36,70 0,25
10 Semak Belukar ke Monokultur Karet 7,34 0,05
42 | PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI DI KABUPATEN BANYUASIN
5.5.2. Periode Pengamatan Tahun 2000-2005Pada periode 2000 hingga 2005, Unit Perencanaan Hutan Rawa Gambut merupakan penyumbang emisi terbesar di Kabupaten Banyuasin. Jenis perubahan penggunaan lahan yang menyebabkan emisi pada Unit Perencanaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.14.
Tabel 5.14. Perubahan Penggunaan Lahan Penyebab Emisi di Unit Perencanaan Hutan Rawa di Gambut Periode 2000-2005
No Jenis Perubahan Penggunaan Lahan Emisi (ton CO2eq)
Persen(%)
1 Hutan Rawa Primer di Gambut ke Monokultur Kelapa 10.044,79 42,392 Hutan Rawa Sekunder di Gambut ke Monokultur Kelapa 5.200,39 21,953 Hutan Rawa Primer di Gambut ke Padi Sawah 3.523,20 14,874 Hutan Rawa Primer ke Monokultur Kelapa 1.181,74 4,995 Monokultur Kelapa ke Lahan Terbuka 1.170,73 4,946 Hutan Rawa Primer di Gambut ke Hutan Rawa Sekunder di
Gambut1.145,04 4,83
7 Hutan Rawa Sekunder di Gambut ke Padi Sawah 513,80 2,178 Hutan Rawa Primer ke Hutan Rawa Sekunder 381,68 1,619 Kebun Campur ke Monokultur Kelapa 381,68 1,61
10 Kebun Campur ke Lahan Terbuka 154,14 0,65
5.5.3. Periode Pengamatan Tahun 2005-2010Pada periode 2005 hingga 2010, Unit Perencanaan Area dengan Ijin HGU di Gambut merupakan penyumbang emisi terbesar di Kabupaten Banyuasin. Jenis perubahan penggunaan lahan yang menyebabkan emisi pada Unit Perencanaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.15.
Tabel 5.15. Perubahan penggunaan lahan penyebab emisi di Unit Perencanaan Area dengan Ijin HGU di Gambut periode tahun 2005-2010
No Jenis Perubahan Penggunaan Lahan Emisi (ton CO2eq)
Persen (%)
1 Hutan Rawa Sekunder di Gambut ke Rerumputan 137.757,12 16,392 Hutan Rawa Primer di Gambut ke Rerumputan 78.097,60 9,293 Hutan Rawa Primer di Gambut ke Monokultur Karet 76.981,92 9,164 Hutan Rawa Sekunder di Gambut ke Padi Sawah 76.556,20 9,115 Hutan Rawa Sekunder di Gambut ke Monokultur Karet 68.996,00 8,216 Hutan Rawa Sekunder di Gambut ke Monokultur Kelapa Sawit 54.859,16 6,537 Hutan Rawa Sekunder di Gambut ke Semak Belukar 48.554,10 5,788 Hutan Rawa Primer di Gambut ke Padi Sawah 42.983,04 5,119 Hutan Rawa Primer di Gambut ke Tanaman Semusim 39.459,84 4,69
10 Hutan Rawa Sekunder di Gambut ke Tanaman Semusim 38.535,00 4,58
PERKIRAAN EMISI CO2 AKIBAT PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN | 43
5.5.4. Periode Pengamatan Tahun 2010-2014Pada periode 2010 hingga 2014 Unit Perencanaan Hutan Tanaman Industri merupakan penyumbang emisi terbesar di Kabupaten Banyuasin. Jenis perubahan penggunaan lahan yang menyebabkan emisi pada Unit Perencanaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.16.
Tabel 5.16. Perubahan Penggunaan Lahan Penyebab Emisi di Unit Perencanaan Hutan Tanaman Industri Periode 2010-2014
No Jenis Perubahan Penggunaan Lahan Emisi (ton CO2eq)
Persen (%)
1 Hutan Rawa Primer ke Lahan Terbuka 2.701.340,20 34,012 Hutan Rawa Primer ke Perkebunan Akasia 2.283.529,05 28,753 Hutan Rawa Sekunder ke Perkebunan Akasia 596.121,77 7,504 Hutan Rawa Sekunder ke Lahan Terbuka 463.410,90 5,835 Hutan Rawa Primer ke Hutan Rawa Sekunder 403.435,76 5,086 Hutan Rawa Primer ke Rerumputan 259.395,60 3,277 Perkebunan Akasia ke Lahan Terbuka 246.055,15 3,108 Hutan Rawa Primer ke Semak Belukar 166.251,00 2,099 Hutan Rawa Primer ke Monokultur Kelapa Sawit 122.409,18 1,5410 Monokultur Kelapa ke Padi Sawah 105.009,71 1,32
SKENARIO BASELINE SEBAGAI DASAR REFERENCE EMISSION LEVEL (REL) | 45
6.1. Definisi dan Arti PentingReference Emission Level (REL) merupakan tingkat emisi acuan yang diukur pada suatu wilayah yang disebabkan dari kegiatan perubahan penggunaan lahan. REL merupakan acuan dalam menghitung penurunan atau kenaikan emisi masa depan pada suatu wilayah. Dalam skema penurunan emisi, angka ini menjadi rujukan apakah suatu wilayah berhasil atau tidak dalam upaya mitigasi perubahan iklim yang telah diupayakan, yaitu dengan cara membandingkan dengan emisi aktual yang terjadi dalam suatu kurun waktu tertentu.
Perhitungan proyeksi emisi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: a) berdasarkan sejarah emisi dalam kurun waktu tertentu; b) berdasarkan sejarah emisi yang disesuaikan dengan suatu faktor penyesuaian; c) berdasarkan prediksi yang didasarkan pada rencana tata ruang wilayah dan rencana pembangunan wilayah. Pilihan metode yang dapat digunakan antara lain Historical Based, Adjusted Historical Based, Forward Looking.
1. Historical BasedMetode ini secara sederhana menggunakan emisi yang telah terjadi untuk memprediksi sejarah emisi di masa lalu. Sejarah emisi disintesis dari data perubahan penutupan lahan dan faktor emisi atau carbon density (kerapatan karbon). Sehingga dalam hal ini, proyeksi merupakan fungsi lanjutan dari sejarah emisi. Karekteristik metode ini dibandingkan metode lain adalah metode berbasis sejarah yang paling sederhana, yaitu hanya membutuhkan data sejarah tutupan lahan dalam kurun waktu tertentu.
Historical baseline menunjukan bagaimana kondisi yang terjadi pada masa lampau diasumsikan akan terjadi pada masa yang akan datang. Hal ini sangat mungkin terjadi jikalau tidak terjadi perubahan-perubahan yang signifikan yang akan mempengaruhi penggunaan lahan di Kabupaten Banyuasin.
2. Adjusted Historical BasedMetode ini melakukan penyesuaian dari proyeksi didasarkan pada suatu faktor penyesuaian. Faktor penyesuaian tersebut dapat berupa kepadatan penduduk, laju pertumbuhan ekonomi dan lain-lain.
Karateristik metode ini mengakomodasi keadaan waktu yang diwakili oleh beberapa faktor penyesuaian untuk menyesuaikan emisi masa depan yang diproyeksikan. Pendekatan ini membutuhkan dua set data, yaitu: sejarah tutupan lahan dan faktor penyesuaian.
6 SKENARIO BASELINE SEBAGAI DASAR REFERENCE EMISSION LEVEL (REL)
BAB
46 | PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI DI KABUPATEN BANYUASIN
3. Forward LookingMetode Forward Looking merupakan metode yang memproyeksikan emisi berdasarkan perkiraan kondisi yang akan datang. Skenario Forward Looking Baseline di sini berpedoman pada interpretasi dokumen perencanaan penggunaan yang ada. Berbagai dokumen perencanaan pembangunan perlu di gunakan dan dianalisis untuk dapat menangkap kelengkapan perencanaan pembangunan daerah yang telah dibuat. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pemahaman dari para pihak untuk menterjemahkan rencana pembangunan tersebut. Tidak jarang rencana pembangunan tersebut belum cukup jelas memberikan paparan sehingga diperlukan interpretasi dan pemahaman dari para pihak yang berkompeten dalam perencanaan pembangunan daerah tersebut.
Di Kabupaten Banyuasin terdapat dua opsi skenario baseline yang dapat dijadikan dasar penentuan REL. Kedua opsi tersebut adalah baseline yang diperoleh dari proyeksi laju perubahan penggunaan lahan yang terjadi pada masa lalu (historical) dan skenario baseline dengan menggunakan interpretasi terhadap rencana pembangunan daerah (forward looking). Kedua metode ini telah dihitung untuk mendapatkan gambaran dan dapat membandingan antara kondisi yang telah terjadi dengan kondisi yang direncanakan dan bagaimana konsekuensinya terhadap emisi yang ditimbulkan.
6.2. Penentuan Tahun DasarTahapan penting dalam membangun REL adalah kesepakatan penggunaan tahun dasar sebagai bahan proyeksi yang akan datang. Terdapat beberapa pedoman dalam penentuan tahun dasar. Misalnya, suatu tahun dasar diperkirakan terdapat kondisi-kondisi, seperti: memiliki kemiripan kondisi di masa yang akan datang dan merepresentasikan kondisi sebenarnya yang diperkirakan belum dilakukan aksi-aksi mitigasi. Selain itu, tidak diharapkan terdapat kondisi pada periode tersebut yang sangat signifikan memungkinkan terjadi kondisi luar biasa.
Berdasarkan beberapa pertimbangan tersebut telah disepakati tahun dasar proyeksi emisi di Kabupaten Banyuasin menggunakan tahun dasar proyeksi tahun 2005-2010. Tahun dasar tersebut diharapkan dapat menjadi acuan yang seimbang untuk semua pihak untuk dapat mencapai efektivitas capaian penurunan emisi di wilayah Kabupaten Banyuasin.
6.3. REL Kabupaten Banyuasin Berdasarkan Pendekatan HistorisGrafik Reference Emission Level berdasarkan Historical Projection disajikan secara kumulatif dapat dilihat pada Gambar 6.1. Pada grafik dapat dilihat emisi gas rumah kaca secara kumulatif di Kabupaten Banyuasin hingga periode 1 (2005-2015) adalah sebesar 115 juta ton CO2 eq, sedangkan hingga pada periode 2 (2005-2020) diperkirakan 141 juta ton CO2 eq; hingga periode 3 (2005-2025) diperkirakan sekitar 163 juta ton CO2 eq dan hingga periode 4 (2005-2030) diperkirakan sekitar 182 juta ton CO2eq.
Tabel 6.1. menunjukan beberapa perhitungan emisi dan proyeksi emisi di Kabupaten Banyuasin dari tahun 2005 hingga tahun 2030. Perhitungan tersebut dibuat pada tiap periode ulangan berdasarkan tahun dasar yang digunakan.
SKENARIO BASELINE SEBAGAI DASAR REFERENCE EMISSION LEVEL (REL) | 47
2005-2010
20,000,000
40,000,000
60,000,000
80,000,000
100,000,000
120,000,000
140,000,000
160,000,000
180,000,000
200,000,000
2010-2015 2000-2020 2020-2025 2025-2030
Em
isi K
um
ula
tif (
ton
CO
2 e
q)
76,941,646
115,468,723 141,992,533
163,574,265
182,838,424
Gambar 6.1. Reference Emission Level berdasarkan Proyeksi Historis
Tabel 6.1. Perhitungan Proyeksi Emisi Historis
Parameter 2005-2010 2010-2015 2015-2020 2020-2025 2025-2030Emisi Per-Ha Area(ton CO2eq/(ha.tahun))
15,87 9,10 6,95 6,05 5,60
Sekuestrasi Per-Ha Area(ton CO2eq/(ha.tahun))
1,18 1,74 1,88 1,93 1,93
Emisi Bersih Per-Ha(ton CO2eq/(ha.tahun))
14,68 7,35 5,06 4,12 3,68
Emisi Total(ton CO2eq/tahun)
16.626.726,58 9.533.075,08 7.280.113,79 6.334.857,51 5.872.255,12
Sekuestrasi Total(ton CO2-eq/tahun)
1.238.397,37 1.827.659,77 1.975.351,63 2.018.511,10 2.019.423,32
Emisi Bersih (ton CO2eq/tahun)
15.388.329,21 7.705.415,31 5.304.762,16 4.316.346,40 3.852.831,80
48 | PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI DI KABUPATEN BANYUASIN
6.4. Forward Looking Baseline yang Disusun Berdasarkan Rencana Pembangunan WilayahSkenario Forward Looking dibuat berdasarkan interpretasi rencana pembangunan Kabupaten Banyuasin yang akan datang dari berbagai dokumen perencanaan pembangunan dan hasil diskusi dengan berbagai pihak. Rencana penggunaan lahan diidentifikasi berdasarkan Unit Perencanaan yang telah dibuat. Tabel 6.2 memperlihatkan gambaran rencana pembangunan di Kabupaten Banyuasin sebagai skenario Forward Looking.
Tabel 6.2. Rencana Penggunaan Lahan Kabupaten Banyuasin
No Unit Perencanaan Perkiraan Rencana Penggunaan Lahan 1 Area dengan Ijin HGU Pengembangan tanaman sawit 70% dan 30% karet dari Unit
Perencanaan2 Area dengan Ijin HGU di
GambutPengembangan tanaman sawit 70% dan 30% Karet dari Unit Perencanaan
3 Area Ijin Pertambangan Areal konsesi untuk pertambangan melalui peningkatan penggunaan hutan rawa sekunder menjadi areal penambangan sekitar 10%
4 Area Ijin Pertambangan di Gambut
Areal konsesi untuk pertambangan melalui peningkatan penggunaan hutan rawa sekunder menjadi areal penambangan sekitar 10%
5 Area Pariwisata Semua pemanfaatan lahan diarahkan untuk menunjang pengembangan pariwisata
6 Area Pengembangan Batubara
Pengembangan area untuk penambangan batubara sebesar 10%
7 Area Pengembangan Batubara di Gambut
Pengembangan area untuk penambangan batubara sebesar 10%
8 Area Pengembangan Karet
Semua penggunaan lahan akan digunakan untuk perkebunan karet
9 Area Pengembangan Karet di Gambut
Semua penggunaan lahan akan digunakan untuk perkebunan karet
10 Area Pengembangan Kelapa Dalam
Penggunaan lahan diarahkan untuk perkebunan kelapa dalam. pemukiman tetap dipertahankan
11 Area Pengembangan Kelapa Dalam di Gambut
Penggunaan lahan diarahkan untuk perkebunan kelapa dalam. pemukiman tetap dipertahankan
12 Area Pengembangan Peternakan
Penggunaan lahan diarahkan untuk pengembangan peternakan. pemukiman tetap dipertahankan
13 Area Pengembangan Sawit
Hutan primer. sekunder dan permukiman tetap dipertahankan. penggunaan lahan lain untuk pengembangan kebun sawit
14 Area Pengembangan Sawit di Gambut
Hutan primer. sekunder dan permukiman tetap dipertahankan. penggunaan lahan lain untuk pengembangan kebun sawit
15 Area Pengembangan Tebu
Penggunaan lahan diarahkan untuk pengembangan tanaman tebu
16 Area Tambak Penggunaan lahan diarahkan untuk pembangunan tambak17 Area Tambak di Gambut Penggunaan lahan diarahkan untuk pembangunan tambak
SKENARIO BASELINE SEBAGAI DASAR REFERENCE EMISSION LEVEL (REL) | 49
18 Area Untuk Persawah di Gambut
Pengembangan area untuk pengembangan pertanian sawah dengan tetap mempertahankan hutan primer dan sekunder
19 Area Untuk Persawahan Pengembangan area untuk pengembangan pertanian sawah20 HSA Bentayan Kegiatan untuk mempertahankan hutan primer. melakukan
reboisasi semua penggunaan lahan menjadi hutan sekunder21 HSA Padang Sugihan Kegiatan untuk mempertahankan hutan primer. melakukan
reboisasi semua penggunaan lahan menjadi hutan sekunder22 HSA Padang Sugihan di
GambutKegiatan untuk mempertahankan hutan primer. melakukan reboisasi semua penggunaan lahan menjadi hutan sekunder
23 Hutan Lindung Kegiatan untuk mempertahankan hutan primer. melakukan reboisasi semua penggunaan lahan menjadi hutan sekunder
24 Hutan Lindung di Gambut
Kegiatan untuk mempertahankan hutan primer. melakukan reboisasi semua penggunaan lahan menjadi hutan sekunder
25 Hutan Produksi Penggunaan lahan menjadi HTI 80% (perkebunan akasia) dan HTR 20% dalam bentuk penggunan agrofrorestri karet
26 Hutan Produksi di Gambut
Penggunaan lahan menjadi HTI 80% (perkebunan akasia) dan HTR 20% dalam bentuk penggunan agrofrorestri karet
27 Hutan Rawa Mempertahankan hutan primer. melakukan reboisasi semua penggunaan lahan menjadi hutan sekunder
28 Hutan Rawa di Gambut Kegiatan untuk mempertahankan hutan primer. melakukan reboisasi semua penggunaan lahan menjadi hutan sekunder
29 Hutan Tanaman Industri Area untuk pengembangan HTI akasia30 Kawasan Industri Pengembangan kawasan industri31 Kawasan Tanjungcarat Pengembangan kawasan industri32 Permukiman Pedesaan Area pengembangan permukiman33 Permukiman Pedesaan.
GambutArea untuk mempertahankan permukiman dan melakukan pengembangan area persawahan
34 Permukiman Perkotaan Pengembangan permukiman perkotaan35 Taman Nasional
SembilangKegiatan untuk mempertahankan hutan primer
36 Taman Nasional Sembilang di Gambut
Kegiatan untuk mempertahankan hutan primer
Berdasarkan hasil perhitungan emisi dan proyeksi emisi dari kegiatan pembangunan wilayah yang berdampak terhadap perubahan penggunaan lahan yang akan datang di Kabupaten Banyuasin hingga tahun 2030, dapat dihitung perkiraan emisi kumulatif seperti pada Gambar 6.2.
50 | PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI DI KABUPATEN BANYUASIN
Gambar 6.2. Reference Emission Level Berdasarkan Rencana Pembangunan
Hasil proyeksi memperlihatkan adanya penurunan emisi yang cukup signifikan di Kabupaten Banyuasin jika dibandingkan dengan perhitungan berdasarkan pendekatan historisnya. Hal ini menunjukan adanya rencana pembangunan yang berdampak pada perubahan penggunaan lahan yang relatif rendah menyebabkan penurunan cadangan karbon secara total. Tabel 6.3 menunjukkan perhitungan proyeksi emisi menggunakan pendekatan Forward Looking.
Tabel 6.3. Perhitungan Proyeksi Emisi dari Pendekatan Forward Looking
Parameter 2005-2010 2010-2015 2015-2020 2020-2025 2025-2030Emisi Per-Ha Area(ton CO2eq/(ha.tahun))
15,87 13,13 2,04 1,95 1,88
Sekuestrasi Per-Ha Area(ton CO2eq/(ha.tahun))
1,18 3,64 0,07 0,07 0,06
Emisi Bersih Per-Ha(ton CO2-eq/(ha.tahun))
14,68 9,49 1,97 1,88 1,82
Emisi Total(ton CO2eq/tahun)
16.626.726,58 13.763.552,67 2.133.953,35 2.039.249,63 1.971.464,72
Sekuestrasi Total(ton CO2eq/tahun)
1.238.397,37 3.813.877,52 74.708,91 71.789,20 67.483,04
Emisi Bersih (ton CO2-eq/tahun)
15,388,329,21 9,949,675,16 2,059,244,43 1,967,460,43 1,903,981,67
6.5. Pemilihan Baseline Sebagai Dasar Penentuan RELGambar 6.3 menunjukan perbandingan REL yang dibuat berdasarkan Historical Baseline (warna biru) dan berdasarkan Forward Looking Baseline (warna merah). Garis biru terlihat lebih tinggi memberikan dampak terhadap emisi kumulatif hingga tahun 2030. Hal tersebut menunjukan bahwa kejadian pada masa lalu akan terus terjadi hingga di masa yang datang dan berada di atas kebutuhan rencana pembangunan daerah di masa depan. Penggunaan lahan di masa depan diperkirakan berasal dari berbagai tutupan lahan dengan cadangan karbon tinggi, yang akan terkonversi secara Business as Usual untuk meningkatkan kegiatan ekonomi dengan kegiatan yang berbasis lahan. Hal tersebut juga terjadi karena
2005-2010
20,000,000
40,000,000
60,000,000
80,000,000
100,000,000
120,000,000
140,000,000
160,000,000
180,000,000
2010-2015 2000-2020 2020-2025 2025-2030
Em
isi K
um
ula
tif (
ton
CO
2 e
q)
76,941,646
126,690,022136,986,244
146,823,546156,343,455
SKENARIO BASELINE SEBAGAI DASAR REFERENCE EMISSION LEVEL (REL) | 51
berdasarkan pendekatan forward looking telah mengakomodasi penggunaan lahan untuk tujuan perlindungan dengan memperhatikan fungsi kawasan secara seimbang.
2005-2010
20,000,000
40,000,000
60,000,000
80,000,000
100,000,000
120,000,000
140,000,000
160,000,000
200,000,000
180,000,000
2010-2015 2000-2020 2020-2025 2025-2030
Em
isi K
um
ula
tif (
ton
CO
2 e
q)
Gambar 6.3. Perbandingan Reference Emission Level.
Pemilihan REL yang berkaitan dengan skenario baseline haruslah dilakukan secara cermat. Kabupaten Banyuasin memilih menggunakan skenario historis dengan beberapa dasar pertimbangan sebagai berikut:
• Terdapatnya kompleksitas kegiatan di lapangan yang dilakukan oleh berbagai pihak yang berbasiskan lahan sehingga dirasakan masih sulitnya mengimplementasikan rencana pembangunan;
• Belum jelasnya beberapa kegiatan pembangunan pada tingkat Unit Perencanaan secara lebih detil;
• Banyak sekali kegiatan pembangunan wilayah berbasis aksi mitigasi atau penurunan emisi, sehingga berdampak terhadap emisi total di Kabupaten Banyuasin.
PENYUSUNAN AKSI MITIGASI DI DAERAH | 53
7.1. Pengertian Aksi Mitigasi dan Proses yang Telah DilakukanAksi mitigasi secara umum adalah segala upaya yang dilakukan untuk mengurangi dan memperkecil dampak dari suatu kejadian sehingga titik berat perlu diberikan pada tahap sebelum terjadinya peristiwa tersebut. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 Tentang Metereologi, Klimatologi dan Geofisika pasal 1 (satu) definisi mitigasi adalah usaha pengendalian untuk mengurangi risiko akibat perubahan iklim melalui kegiatan yang dapat menurunkan emisi atau meningkatkan penyerapan gas rumah kaca dari berbagai sumber emisi.
Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) merupakan implementasi komitmen Pemerintah Indonesia untuk menurunkan emisi sebesar 26% dengan upaya sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2020. Komitmen tersebut disampaikan di depan para pemimpin negara pada pertemuan G-20 di Pittsburgh. Amerika Serikat pada tanggal 25 September 2009. Hal ini menjadikan upaya penurunan Gas Rumah Kaca (GRK) bersifat mandatori yang harus dilaksanakan tidak hanya oleh Pemerintah Pusat tetapi juga menjadi kewajiban bagi Pemerintah Provinsi dan Kabupaten.
Pemerintah Kabupaten Banyuasin mulai pada tahun 2014 atas inisiasi Program LAMA-I melakukan kajian penyusunan perencanaan pembangunan rendah emisi menggunakan kerangka kerja perencanaan penggunaan lahan yang berkelanjutan yang dikenal dengan LUWES/LUMENS (Land Use Planning for Low Emission Development strategy/Land Use Planning for Multiple Environment Services). Hasil kajian ini akan dijadikan sebagai rekomendasi dalam proses perencanaan pembangunan daerah di Kabupaten Banyuasin.
7.2. Usulan Aksi Mitigasi Berbasis Lahan Kabupaten BanyuasinBerdasarkan serangkaian proses analisis data, identifikasi sumber-sumber emisi, dan diskusi didapatkan beberapa aksi mitigasi potensial di Kabupaten Banyuasin dalam rangka pengurangan emisi di masa yang akan datang. Aksi mitigasi ini adalah indikasi kegiatan berbasis lahan yang berkorelasi dengan upaya menurunkan emisi karbondioksida di Kabupaten Banyuasin. Dalam tahap implementasi selanjutnya aksi mitigasi ini perlu diikuti degan identifikasi faktor pemungkin dan aksi pendukung yang akan membantu terlaksananya kegiatan sesuai dengan tujuannya. Tabel 7.1 berisi tentang Aksi Mitigasi dari Kabupaten Banyuasin.
7 PENYUSUNAN AKSI MITIGASI DI DAERAH
BAB
54 | PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI DI KABUPATEN BANYUASIN
Tabel 7.1. Aksi Mitigasi Kabupaten Banyusin
No Aksi Mitigasi
Kegiatan yang Akan Dilakukan
Lokasi Kegiatan Berdasar Unit Perencanaan
1 Aksi 1 Mempertahankan tutupan hutan menjadi hutan konservasi yang masih ada untuk mendukung kebijakan ISPO/RSPO dan PP 71 Tahun 2014.
Area Pengembangan Sawit
2 Aksi 2 Mempertahankan tutupan hutan menjadi hutan konservasi yang masih ada untuk mendukung program RSPO
Area Pengembangan Sawit. Gambut
3 Aksi 3 Reklamasi lahan exbatubara (lahan terbuka) menjadi kebun campur/agroforestri
Kawasan Pertambangan
4 Aksi 4 Mempertahankan tutupan hutan primer dan sekunder
Kawasan Pertambangan
5 Aksi 5 Mempertahankan tutupan hutan rawa di area yang bergambut
Hutan Lindung Gambut
6 Aksi 6 Mempertahankan tutupan hutan rawa di area yang bergambut
Sawah gambut
7 Aksi 7 Mempertahankan tutupan hutan primer dan sekunder
HSA Padang Sugihan
8 Aksi 8 Mempertahankan tutupan hutan primer dan sekunder melalui kegiatan perlindungan kawasan
HSA Bentayan
9 Aksi 9 Mempertahankan tutupan hutan. sehingga pembukaan lahan diarahkan di luar penggunaan lahan hutan
Area Pekebunan Karet
10 Aksi 10 Melakukan agroforetrasi karet pada lahan-lahan yang tidak terkelola (lahan terbuka, rerumputan)
Area Perkebunan Karet
11 Aksi 11 Mempertahankan tutupan lahan hutan primer dan sekunder
TNS
12 Aksi 12 Rehabilitasi lahan terbuka, rumput, semak belukar menjadi hutan sekunder
TNS
13 Aksi 13 Mempertahankan tutupan lahan hutan primer HTI
14 Aksi 14 Mempertahankan tutupan lahan hutan primer HL
15 Aksi 15 Melakuan rehabilitasi lahan kritis/kawasan hutan rusak (lahan terbuka, rumput, semak belukar dan tambak)
HL
7.3. Identifikasi Kondisi Pemungkin Untuk Pelaksanaan Aksi MitigasiPada bagian ini dibahas mengenai kondisi pemungkin yang diperlukan pada setiap Aksi Mitigasi. Hal ini perlu diidentifikasi mengingat bahwa segala kondisi harus dapat dipertimbangkan untuk memastikan bahwa upaya aksi mitigasi ini dapat diimplementasikan. Tabel 7.2 menyajikan kondisi pemungkin untuk aksi mitigasi.
PENYUSUNAN AKSI MITIGASI DI DAERAH | 55
Tabel 7.2. Identifikasi Kondisi Pemungkin
Aksi Mitigasi
Kegiatan yang Akan Dilakukan
Kondisi Pemungkin
Aksi 1 Mempertahankan tutupan hutan menjadi hutan konservasi yang masih ada untuk mendukung kebijakan ISPO/RSPO dan PP 71 Tahun 2014.
Terbentuknya kerjasama pihak perusahaan dan kondusivitas kegiatan pada tingkat tapak
Aksi 2 Mempertahankan tutupan hutan menjadi hutan konservasi yang masih ada untuk mendukung program RSPO
Terbentuknya kerjasama pihak perusahaan dan kondusivitas kegiatan pada tingkat tapak
Aksi 3 Reklamasi lahan ex-batubara (lahan terbuka) menjadi kebun campur/agroforest
Tersedianya kejelasan regulasi terkait reklamasi dan adanya pembinaan yang reguler
Aksi 4 Mempertahankan tutupan hutan primer dan sekunder
Adanya kesadaran dari pemegang ijin untuk memprioritaskan kegiatan diarea yang tidak berhutan
Aksi 5 Mempertahankan tutupan hutan rawa di area yang bergambut
Adanya kejelasan batas kawasan dan terbentuknya kesadaran masyarakat disekitar hutan lindung gambut
Aksi 6 Mempertahankan tutupan hutan rawa di area yang bergambut
Tercukupinya luasan sawah untuk menopang ketersediaan bahan pangan di Kabupaten Banyuasin
Aksi 7 Mempertahankan tutupan hutan primer dan sekunder
Adanya kejelasan batas kawasan dan terbentuknya kesadaran masyarakat disekitar HSA Padang Sugihan
Aksi 8 Mempertahankan tutupan hutan primer dan sekunder melalui kegiatan perlindungan kawasan
Adanya kejelasan batas kawasan dan terbentuknya kesadaran masyarakat disekitar HSA Bentayan
Aksi 9 Mempertahankan tutupan hutan. sehingga pembukaan lahan diarahkan di luar penggunaan lahan hutan
Adanya kecukupan lahan dalam pengembangan karet dan adanya arahan dari pemerintah terhadap masyarakat
Aksi 10 Melakukan agroforetrasi karet pada lahan-lahan yang tidak terkelola (lahan terbuka, rerumputan)
Adanya kesesuain lahan untuk berbagai fungsi agroforestry yang digemari oleh masyarakat dan adanya pasar yang membutuhkan.
Aksi 11 Mempertahankan tutupan lahan hutan primer dan sekunder
Adanya kejelasan batas kawasan dan terbentuknya kesadaran masyarakat disekitar TN
Aksi 12 Rehabilitasi lahan terbuka, rumput, semak belukar menjadi hutan sekunder
Adanya kejelasan batas kawasan dan terbentuknya kesadaran masyarakat disekitar TN serta terjadinya kerjasama antara masyarakat dengan pihak TN
Aksi 13 Mempertahankan tutupan lahan hutan primer
Adanya kejelasan regulasi dan kesadaran perusaahan pemegang ijin untuk memprioritaskan kegiatan diluar hutan primer
Aksi 14 Mempertahankan tutupan lahan hutan primer
Adanya kejelasan regulasi terkait HL dan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan hutan
Aksi 15 Melakuan rehabilitasi lahan kritis/kawasan hutan rusak (lahan terbuka, rumput, semak belukar dan tambak)
Adanya kejelasan regulasi terkait HL dan kesadaran dalam memperbaiki ekosistem hutan lindung sebagai penyangga lingkungan alam
Analisis masalah dan rekomendasi implementasi aksi mitigasi disajikan dalam Lampiran-1. Tabel tersebut menggambarkan uraian kegiatan, rencana lokasi, pelaksana , hambatan dan perkiraan kegiatan yang sudah dilakukan sebelumnya untuk memberikan Informasi awal agar aksi mitigasi yang diusulkan tersebut dapat dilaksanakan lebih baik.
PERKIRAAN PENURUNAN EMISI, PERUBAHAN MANFAAT EKONOMI DAN IDENTIFIKASI MANFAAT TAMBAHAN DARI AKTIVITAS MITIGASI | 57
8.1. Perkiraan Penurunan Emisi Aksi MitigasiGambar 8.1 adalah grafik menunjukan besaran perkiraan penurunan emisi dari pelaksanaan/implementasi 15 aksi mitigasi dalam bentuk kegiatan riil yang sudah dibahas sebelumnya. Panjang batang dari masing-masing aksi mitigasi menunjukan besaran penurunan emisi. Semakin tinggi penurunan emisi ditunjukan oleh semakin panjangnya grafik batang tersebut. Penurunan emisi terbesar akan didapatkan dari implementasi Aksi mitigasi 6, kemudian diikuti oleh Aksi mitigasi 2 .
Aksi1
Aksi2
Aksi3
Aksi4
Aksi5
Aksi6
0.0%
1.0%
5.0%
2.0%
3.0%
4.0%
Aksi7
Aksi8
Aksi9
Aksi10
Aksi11
Aksi12
Aksi13
Aksi14
Aksi15
Gambar 8.1. Grafik Penurunan Emisi Setiap Aksi Mitigasi Terhadap Baseline
Hasil perhitungan penurunan emisi dari 15 Aksi Mitigasi dalam tonase emisi kumulatif dan persentase dapat dilihat pada Tabel. Aksi 6, Aksi 2, Aksi 4, Aksi 5, Aksi 11 dan Aksi 1 menunjukan penurunan emisi yang relatif tinggi dibandingkan dengan aksi yang lain. Keseluruhan Aksi Mitigasi menunjukan bahwa skenario penurunan emisi menggunakan 15 aksi akan apat menurunkan emisi total sebesar 30,31%. Tabel 8.1. menunjukkan besarnya penurunan emisi untuk masing-masing Aksi Mitigasi.
8
PERKIRAAN PENURUNAN EMISI, PERUBAHAN MANFAAT EKONOMI DAN IDENTIFIKASI MANFAAT TAMBAHAN DARI AKTIVITAS MITIGASI
BAB
Tabel 8.1. Besarnya perkiraan penurunan emisi kumulatif
tahun 2010-2030 dari masing-masing Aksi Mitigasi
Aksi Mitigasi
Penurunan Emisi CO2
% TonAksi 1 1,93 3.525.615Aksi 2 4,60 8.412.169Aksi 3 0,12 212.372Aksi 4 4,40 8.037.696Aksi 5 3,82 6.984.006Aksi 6 4,98 9.112.489Aksi 7 1,03 1.881.132Aksi 8 0,03 50.08Aksi 9 0,43 781.681Aksi 10 0,45 822.374Aksi 11 2,79 5.095.224Aksi 12 1,27 2.328.854Aksi 13 1,48 2.702.995Aksi 14 2,33 4.267.017Aksi 15 0,66 1.199.645Total Penurunan Emisi
30,31 55.413.349
58 | PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI DI KABUPATEN BANYUASIN
8.2. Dampak Ekonomi Aksi MitigasiDampak ekonomi menunjukan seberapa besar implementasi aksi mitigasi mempengaruhi nilai ekonomi kumulatif. Nilai dampak ekonomi diperoleh dari luas penggunaan lahan akhir dikalikan dengan nilai profitabilitas penggunaan lahan yang menunjukan tingkat keuntungan dari adanya pemilihan dan pengelolaan suatu jenis penggunaan lahan. Secara umum, 15 aksi mitigasi memberikan adanya perubahan manfaat ekonomi. Terdapat beberapa aksi yang berdampak pada peningkatan manfaat ekonomi dan beberapa menunjukan penurunan manfaat ekonomi. Tabel 8.2. menyajikan perubahan manfaat ekonomi dari masing-masing aksi mitigasi.
Gambar 8.2. menunjukkan bahwa Aksi 1, Aksi 2, Aksi 4, Aksi 5, Aksi 6, Aksi 7, Aksi 9, Aksi 11, Aksi 13, Aksi 14 dan Aksi 15 menurunkan manfaat ekonomi jika di bandingkan dengan baseline. Sedangkan 4 aksi mitigasi lainnya, yaitu: Aksi 3, Aksi 8, Aksi 10 dan Aksi 12, justru dapat meningkatkan manfaat ekonomi secara kumulatif.
Aksi Miti
gasi 1
Aksi Miti
gasi 2
Aksi Miti
gasi 3
Aksi Miti
gasi 4
Aksi Miti
gasi 5
Aksi Miti
gasi 6(5.00)
(4.00)
1.00
(3.00)
(2.00)
(1.00)
0.00
Aksi Miti
gasi 7
Aksi Miti
gasi 8
Aksi Miti
gasi 9
Aksi Miti
gasi 10
Aksi Miti
gasi 11
Aksi Miti
gasi 12
Aksi Miti
gasi 13
Aksi Miti
gasi 14
Aksi Miti
gasi 15
Gambar 8.2. Perubahan Manfaat Ekonomi.
8.3. Analisis Trade-off Aksi MitigasiAnalisis Trade-off aksi mitigasi ditujukan untuk membandingkan penurunan emisi dan penurunan manfaat ekonomi. Perbandingan antara penurunan emisi dan manfaat ekonomi diperlukan untuk dapat melihat apakah penurunan emisi disertai dengan penurunan manfaat ekonomi. Aksi mitigasi yang ideal adalah aksi yang menurunkan emisi namun tidak banyak menurunkan manfaat ekonomi bahkan akan lebih baik apabila dapat meningkatkan manfaat ekonomi. Angka negatif pada Tabel 8.3. menunjukkan penurunan ekonomi dari setiap aksi mitigasi yang akan dijalankan.
Tabel 8.2. Perubahan Nilai Ekonomi Aksi Mitigasi
Terhadap Baseline
Aksi MitigasiDampak Ekonomi
(%)Aksi 1 -1,072Aksi 2 -2,116Aksi 3 0,115Aksi 4 -4,904Aksi 5 -4,876Aksi 6 -2,008Aksi 7 -0,797Aksi 8 0,001Aksi 9 -0,520Aksi 10 0,067Aksi 11 -1,760Aksi 12 0,005Aksi 13 -1,027Aksi 14 -1,877Aksi 15 -0,054
PERKIRAAN PENURUNAN EMISI, PERUBAHAN MANFAAT EKONOMI DAN IDENTIFIKASI MANFAAT TAMBAHAN DARI AKTIVITAS MITIGASI | 59
Gambar 8.3. adalah grafik yang lebih jelas membandingkan antara penurunan emisi dan manfaat ekonomi dari masing-masing aksi mitigasi. Grafik batang dengan warna biru menunjukan penurunan emisi, sedangkan grafik warna merah menunjukan perubahan ekonomi penggunaan lahan. Grafik tersebut menunjukkan Aksi 3, Aksi 8, Aksi 10 dan Aksi 12 terlihat secara relatif menurunkan emisi dan pada saat yang sama mampu meningkatkan manfaat ekonomi. Pada saat yang sama aksi mitigasi yang lain selain menurunkan emisi akan tetapi juga memberikan dampak terhadap penurunan manfaat ekonomi penggunaan lahan. Dengan menggunakan pertimbangan ini pembuat kebijakan akan dapat membuat prioritas dalam merumuskan aksi mitigasi mana yang akan dimasukan dalam program pembangunan baik RPJMD, Renstra SKPD maupun rencana pembangunan yang dilakukan oleh lembaga lain selain pemerintah
Tabel 8.3. Penurunan Emisi dan Perubahan Ekonomi Aksi Mitigasi
Aksi Mitigasi
Penurunan Emisi CO2 (%)
Perubahan Ekonomi (%)
Aksi 1 1,93 -1,072Aksi 2 4,6 -2,116Aksi 3 0,12 0,115Aksi 4 4,40 -4,904Aksi 5 3,82 -4,876Aksi 6 4,99 -2,008Aksi 7 1,03 -0,797Aksi 8 0,03 0,001Aksi 9 0,43 -0,520
Aksi 10 0,45 0,067Aksi 11 2,79 -1,760Aksi 12 1,27 0,005Aksi 13 1,48 -1,027Aksi 14 2,33 -1,877Aksi 15 0,66 -0,054
(6.00)
(4.00)
4.00
6.00
(2.00)
0.00
2.00
Aksi Miti
gasi 1
Aksi Miti
gasi 2
Aksi Miti
gasi 3
Aksi Miti
gasi 4
Aksi Miti
gasi 5
Aksi Miti
gasi 6
Aksi Miti
gasi 7
Aksi Miti
gasi 8
Aksi Miti
gasi 9
Aksi Miti
gasi 10
Aksi Miti
gasi 11
Aksi Miti
gasi 12
Aksi Miti
gasi 13
Aksi Miti
gasi 14
Aksi Miti
gasi 15
Gambar 8.3. Grafik batang penurunan emisi dan manfaat ekonomi.
60 | PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI DI KABUPATEN BANYUASIN
8.4. Identifikasi Manfaat Tambahan dari Aksi MitigasiSelain manfaat dari segi emisi dan ekonomi dalam aksi mitigasi, perlu juga dilihat manfaat penting lain terkait dengan keanekaragaman hayati, fungsi hidrologi dan bentang lahan sebagai bagian dari jasa lingkungan yang harus dipertahankan oleh Kabupaten Banyuasin. Identifikasi manfaat tambahan dari aksi mitigasi bertujuan untuk secara komprehensif melihat manfaat yang lebih luas dari aksi mitigasi yang diusulkan. Tabel 8.4. menunjukan identifikasi manfaat tambahan dari setiap aksi mitigasi yang dilakukan.
Tabel 8.4. Identifikasi Dampak Tambahan Dari Aksi Mitigasi
Aksi Mitigasi
Dampak
Keanekaragaman Hayati Hidrologi Bentang LahanAksi 1 Meningkatkan
keanekaragaman hayati pada area konservasi
Terjadi peningkatan serapan air dan cadangan air tanah tanah
Terjaganya ekosistem dan bentang lahan alami dengan keindahan pepohonan yang ada
Aksi 2 Meningkatkan keanekaragaman hayati pada area konservasi
Terjadi peningkatan serapan air dan cadangan air tanah tanah
Keseimbangan bentang lahan pepohonan dan area perkebunan
Aksi 3 Meningkatkan keanekaragaman kebun campur atau perkebunan
Mengurangi genangan air dan peningkatan serapan air tanah
Tersedianya bentang lahan yang terbarukan dari kegiatan pertambangan
Aksi 4 Meningkatkan keanekaragaman hayati pada hutan primer dan sekunder (plasma nutfah)
Terjadi peningkatan serapan air dan cadangan air tanah tanah
Terjaganya bentang lahan dari pembukaan lahan secara total
Aksi 5 Menjaga keanekaragaman hayati pada hutan rawa bergambut
Meningkatkan cadangan air tanah tanah
Terjaganya bentang lahan lahan basah
Aksi 6 Menjaga keanekaragaman hayati pada hutan rawa bergambut
Meningkatkan cadangan air tanah
Terjaganya keseimbangan lahan pertanian dan hutan sebagai penyeimbang ekosistem yang ada
Aksi 7 Meningkatkan keanekaragaman hayati pada hutan primer dan sekunder
Terjadi peningkatan serapan air dan cadangan air tanah
Terjaganya bentang lahan hutan pada area HSA
Aksi 8 Menjaga keanekaragaman hayati pada hutan primer dan sekunder
Terjadi peningkatan serapan air dan cadangan air tanah
Terjaganya bentang lahan hutan pada area HSA
Aksi 9 Menjaga keanekaragaman hayati pada kawasan hutan
Terjadi peningkatan serapan air dan cadangan air tanah
Terjaganya keseimbangan bentang lahan monokultur dan hutan untuk menciptakan keserasian lingkungan
Aksi 10 Meningkatkan tanaman karet pada lahan tak terkelola
Menurunan genangan air dan peningkatan serapan air
Terjaganya bentang lahan alami dengan pepohonan yang menguntungkan bagi masyarakat
Aksi 11 Meningkatkan keanekaragaman hayati pada kawasan TNS
Terjadi peningkatan serapan air dan cadangan air tanah
Terjaganya bentang lahan di TN sebagai perlindungan alam secara keseluruhan
Aksi 12 Meningkatkan keanekaragaman hayati pada kawasan TNS
Terjadi peningkatan serapan air dan cadangan air tanah
Memperbaiki kondisi kerusakan bentang lahan dengan pepohonan hijau
PERKIRAAN PENURUNAN EMISI, PERUBAHAN MANFAAT EKONOMI DAN IDENTIFIKASI MANFAAT TAMBAHAN DARI AKTIVITAS MITIGASI | 61
Aksi 13 Meningkatkan keanekaragaman hayati pada hutan primer dan sekunder
Terjadi peningkatan serapan air dan cadangan air tanah
Terjaganya keseimbangan bentanglahan dari hutan tanaman dan hutan alami untuk saling mendukung keberadaannya
Aksi 14 Meningkatkan keanekaragaman hayati pada hutan primer
Terjadi peningkatan serapan air dan cadangan air tanah
Terjaganya keindahan bentang lahan hutan lindung sebagai perlindungan setempat dan perlindungan daerah disekitarnya
Aksi 15 Meningkatkan keanekaragaman hayati pada lahan kritis melalui kegiatan rehabilitasi
Menurunkan genangan air dan meningkatkan serapan air
Terbaikinya kondisi kerusakan bentang lahan dengan pepohonan atau tanaman kehutanan yang berkesinambungan
8.5. Aksi Mitigasi PrioritasDengan mempertimbangkan kebijakan pemerintah Kabupaten Banyuasin dan kemudahan dalam implementasi kegiataan, diusulkan empat kegiatan utama yang menjadi prioritas sebagai aksi mitigasi. Namun demikian, aksi mitigasi yang lain juga tetap harus didorong untuk dilakukan pada tahap implementasi. Aksi-aksi prioritas tersebut tertera pada Tabel 8.5.
Tabel 8.5. Empat Aksi Mitigasi Prioritas Kabupaten Banyuasin
No Aksi Kegiatan yang Akan Dilakukan1 Aksi 6 Mempertahankan tutupan hutan rawa di area yang bergambut di area sawah
gambut2 Aksi 10 Melakukan agroforestrasi karet pada lahan-lahan yang tidak terkelola (lahan
terbuka. rerumputan) di area perkebunan karet
3 Aksi 14 Mempertahankan tutupan lahan hutan primer di area hutan lindung
4 Aksi 15 Melakuan rehabilitasi lahan kritis/kawasan hutan rusak (lahan terbuka. rumput. semak belukar. dan tambak) di area hutan lindung
STRATEGI IMPLEMENTASI | 63
9.1. Pemetaan KelembagaanDalam kaitannya dengan Rencana Aksi Pembangunan Rendah Emisi dan Ekonomi Hijau di Kabupaten Banyuasin yang berbasiskan lahan, lembaga yang sudah ada akan dimaksimalkan tanpa membentuk lembaga yang baru dan hanya akan berusaha lebih mengefektifkan peran dan fungsi lembaga yang sudah ada. Dari hasil pemetaan kelembagaan yang ada di Kabupaten Banyuasin, terdapat beberapa lembaga yang dapat melakukan Koordinasi, Integrasi, Sinergitas dan Singkronisasi (KISS) yaitu Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal (Bappeda). Dinas Kehutanan dan Perkebunan, dan Badan Lingkungan Hidup (BLH), Dinas Pertanian dan Peternakan, Dinas Pertambangan dan Energi, Dinas Perikanan dan Kelautan serta Dinas Pengelolaan Pasar.
9.1.1. Kewenangan DaerahPemerintah provinsi dan kabupaten/kota memiliki kewenangan terkait pengelolaan hutan dan perkebunan. Pemerintah Daerah Provinsi memiliki sejumlah wewenang, yaitu:
• Menetapkan kebijakan dan strategi dalam pengelolaan hutan dan perkebunan sesuai dengan kebijakan pemerintah;
• Memfasilitasi kerjasama antar daerah dalam satu provinsi. kemitraan dan jejaring dalam pengelolaan hutan dan perkebunan;
• Menyelenggarakan koordinasi, pembinaan dan pengawasan kinerja kabupaten/kota dalam pengelolaan hutan dan perkebunan;
• Memfasilitasi penyelesaian perselisihan pengelolaan hutan dan perkebunan antar kabupaten/kota dalam satu provinsi.
• Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota memiliki kewenangan, yaitu:• Menetapkan kebijakan dan strategi pengolahan hutan dan perkebunan berdasarkan
kebijakan nasional dan provinsi;• Menyelenggarakan pengolahan hutan dan perkebunan skala kabupaten/kota sesuai
dengan norma, standar, prosedur dan kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah;• Melakukan pembinaan dan pengawasan kinerja pengelolaan hutan dan perkebunan
yang dilaksanakan oleh pihak lain;
9 STRATEGI IMPLEMENTASI
BAB
64 | PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI DI KABUPATEN BANYUASIN
• Menetapkan lokasi tempat pengelolaan hutan dan perkebunan sesuai dengan tata ruang;
• Melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap 1 (satu) tahun sekali terhadap lokasi pengelolaan hutan dan perkebunan;
• Menyusun dan menyelenggarakan sistem tanggap darurat pengelolaan hutan dan perkebunan sesuai dengan kewenangannya.
9.1.2. Ruang Lingkup dalam Aspek KelembagaanPengelolaan sub sektor hutan dan perkebunan, baik untuk tingkat provinsi terkait supervisi dan lintas daerah maupun pada tingkat kabupaten/kota sebagai eksekutor, saat ini pada tingkat kabupaten secara langsung dijalankan oleh berbagai institusi atau lembaga.
1. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Banyuasin merupakan dinas yang mengurusi masalah kehutanan dan perkebunan. Secara hierarkis, Dishutbun Kabupaten Banyuasin termasuk dalam eselon II yang memiliki unit-unit khusus mengelola hutan dan kehutanan, yaitu: Kesatuan Pengelolaah Hutan Lindung (KPHL) Unit I Banyuasin dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Unit Banyuasin yang akan terbentuk pada tahun 2015. Dishutbun Kabupaten Banyuasin berdasarkan tugas pokok dan fungsinya adalah pengelola hutan dan kawasan hutan secara lestari dan pengelolaan perkebunan yang berorientasi agribisnis.
2. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)Bappeda menjalankan fungsi penelitian dan pengembangan melalui pelaksanaan tugas bidang Perencanaan Penataan Ruang, Lingkungan Hidup, Fisik dan Prasarana. Bappeda mempunyai fungsi untuk melakukan koordinasi perencanaan dan evaluasi pembangunan.
3. Badan Lingkungan Hidup Badan Lingkungan Hidup menjalankan fungsi melalui pelaksanaan tugas bidang komunikasi, penegakan hukum lingkungan, dan pemberdayaan masyarakat. Badan Lingkungan Hidup akan lebih dominan dalam mengendalikan kegiatan terkait lingkungan hidup secara keseluruhan.
4. Dinas Energi dan Pertambangan.Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu instansi atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di bawah Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuasin. Dinas ini adalah salah satu instansi teknis yang membina sektor pertambangan dan energi di daerah Kabupaten Banyuasin yang mempunyai peranan penting dalam menggerakkan roda perekonomian. Sektor pertambangan dan penggalian pada tahun 2012 memiliki kontribusi terhadap PDRB sebesar 11,69% terhadap perekonomian Kabupaten Banyuasin. Sedangkan sektor industri dan pengolahan migas pada tahun 2012 menyumbang 1,903 triliun rupiah atau sebesar 12,65% dari total PDRB. Sedangkan dari sub sektor listrik pada tahun 2012 menyumbang sebesar 15,5 triliun rupiah atau sebesar 17,7% dari total PDRB.
STRATEGI IMPLEMENTASI | 65
5. Dinas Pertanian dan Peternakan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Banyuasin merupakann dinas yang mengurusi masalah pertanian dan peternakan secara umum. Di dalam program kerja dan kegiatannya yang tercantum dalam Rencana Strategis Tahun 2014–2018 disebutkan bahwa visi Dinas Pertanian dan Peternakan adalah ‘Pertanian maju yang berbasis agribisnis untuk mempertahankan Kabupaten Banyuasin sebagai lumbung pangan’.
Rekapitulasi peran dan fungsi lembaga terkait sektor pengelolaan hutan dan perkebunan sebagai bagaian startegi implementasi aksi mitigasi tersaji pada Tabel 9.1. di bawah ini.
Tabel 9.1. Peran dan Fungsi Lembaga Terkait Sektor Pengelolaan Hutan dan Perkebunan di Kabupaten Banyuasin
No Fungsi SKPD1. Perencanaan
a. Strategis • Bappeda dan Penelitian Pengembangan• Dinas Kehutanan dan Perkebunan• Dinas Energi dan Pertambangan• Badan Lingkungan Hidup• Dinas Pertanian dan Peternakan
b. Operasional Dinas Kehutanan dan Perkebunan2. Pembangunan
a. Pembangunan • Dinas Kehutanan dan Perkebunan• Dinas Pertanian dan Peternakan
b. Pemeliharaan • Dinas Kehutanan dan Perkebunan• Dinas Pertanian dan Peternakan
3. Pemberian Layanan Dinas Kehutanan dan Perkebunana. Peizinan • Bappeda dan Litbang
• Dinas Pertanian dan Peternakanb. Pengolahan Dinas Pertanian dan Peternakan
4. Pemastian Sumber Dayaa. Anggaran & Pembiayaan • DPRD
• Bappeda dan Litbang• Dinas Kehutanan dan Perkebunan• Dinas Energi dan Pertambangan• Dinas Pertanian dan Peternakan• Badan Lingkungan Hidup
b. Sosialisasi • Badan Lingkungan Hidup• Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Daerah• Dinas Kehutanan dan Perkebunan• Dinas Energi dan Pertambangan• Dinas Pertanian dan Peternakan
c. Pembinaan Dinas Kehutanan dan Perkebunand. Advokasi • Badan Lingkungan Hidup
• Dinas Kehutanan dan Perkebunan• Bappeda dan Litbang
5. Pengawasana. Monitoring • Badan Lingkungan Hidup
• Dinas Kehutanan dan Perkebunan• Dinas Energi dan Pertambangan• Dinas Pertanian dan Peternakan• Bappeda dan Litbang
b. Evaluasi • Badan Lingkungan Hidup• Dinas Kehutanan dan Perkebunan• Dinas Energi dan Pertambangan• Dinas Pertanian dan Peternakan• Bappeda dan Litbang
66 | PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI DI KABUPATEN BANYUASIN
9.2. Identifikasi Kegiatan Pendukung Terhadap Aksi MitigasiUntuk dapat melakukan aksi mitigasi prioritas, identifikasi kegiatan lanjutan dilakukan agar dapat memfasilitasi terlaksananya aksi mitigasi utama tersebut. Namun demikian, Aksi mitigasi pendukung ini juga memerlukan komitmen dari seluruh stakeholder untuk dapat berpartisipasi sesuai dengan tupoksi dan kemampuannya. Tabel 9.2 adalah rincian tahapan kegiatan yang perlu dilaksanakan pada 4 Aksi Mitigasi.
Tabel 9.2. Rincian Tahapan Kegiatan Yang Perlu Dilaksanakan pada 4 Aksi Mitigasi
No Aksi Kegiatan Yang Akan Dilakukan Rincian Tahapan/Kegiatan Yang Perlu Dilaksanakan
1 Aksi 6 Mempertahankan tutupan hutan rawa di area yang bergambut di area sawah gambut
• Mapping luas area hutan rawa gambut• Sosialisasi penerapan PP tentang pengelolaan gambut• Penyuluhan publik tentang kehutanan• Rehabilitasi hutan rawa gambut• Pengawasan pemerintah• Komitmen stakeholder untuk mempertahankan tutupan hutan
rawa gambut2 Aksi 10 Melakukan
agroforetrasi karet pada lahan-lahan yang tidak terkelola (lahan terbuka. rerumputan) di area Perkebunan Karet
• Mapping area lahan tidak terkelola• Sosialisasi tentang larangan pembukaan lahan dengan cara
pembakaran• Penelitian dan pengembangan teknologi agroforestri tepat guna
dan ramah lingkungan• Pemanfaatan program CSR• Pemberdayaan masyarakat lokal sekitar perkebunan agroforestri
3 Aksi 14 Mempertahankan tutupan lahan hutan primer di area hutan lindung
• Mapping luas area hutan primer• Sosialisasi UU tentang Kehutanan guna mempertahankan
kerapatan hutan primer• Penyuluhan publik tentang kehutanan• Sosialisasi UU tentang PPLH• Pengawasan pemerintah• Komitmen stakeholder untuk mempertahankan tutupan hutan
primer4 Aksi 15 Melakuan rehabilitasi
lahan kritis/kawasan hutan rusak (lahan terbuka. rumput. semak belukar. dan tambak) di area hutan lindung
• Mapping area lahan kritis/kawasan hutan rusak• Mapping kesesuaian lahan• Sosialisasi tentang penanggulangan dan pemanfaatan lahan kritis• Sosialisasi kesesuaian lahan• Rehabilitasi lahan kritis/kawasan hutan rusak• Pengawasan pemerintah• Komitmen pemerintah untuk merehabilitasi lahan kritis/kawasan
hutan rusak
9.3. Integrasi Aksi Mitigasi dalam RPJMD, Renstra, RKPD, Renja SKPDBerdasarkan informasi mengenai tingkat, status dan kecenderungan perubahan emisi GRK, penyerapan (sink) dan simpanan karbon (carbon stock) yang telah dilakukan di Kabupaten Banyuasin maka perlu adanya pengintegrasian konsep mitigasi perubahan iklim ke dalam rencana pembangunan, yaitu: RPJMD, Renstra, RKPD, Renja SKPD. Tagging program dan kegiatan dalam rencana pembangunan bertujuan untuk mengidentifikasi program dan kegiatan terkait Aksi Mitigasi penurunan emisi GRK. Kemudian, dilakukan pelaporan proporsi pengeluaran pemerintah daerah yang dialokasikan dan direalisasikan dalam implementasi tindakan mitigasi.
STRATEGI IMPLEMENTASI | 67
1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)RPJMD Kabupaten Banyuasin disusun untuk sebagai media informasi bagi publik sekaligus sekaligus menjadi alat koreksi internal terhadap penyelenggaraan pemerintah daerah. RPJMD Kabupaten Banyuasin ini diharapkan menjadi pedoman dalam pelaksanaan pembangunan daerah Kabupaten Banyuasin selama lima tahun yaitu periode tahun 2014–2018.
RPJMD Kabupaten Banyuasin dalam visi dan misinya telah menguatkan tentang pembangunan yang berorientasi pada wawasan lingkungan dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Dalam melaksanakan perwujudan visi dan misi tersebut, Kabupaten Banyuasin memiliki tujuan, sasaran dan strategi serta arah kebijakan yang ingin dicapai melalui beberapa indikator kinerja yang harus dilaksanakan oleh SKPD, terutama dalam pembangunan yang berwawasan lingkungan. Pada visi-misi RPJMD Kabupaten Banyuasin diterangkan upaya meningkatkan pembangunan infrastruktur wilayah dan kawasan sebagai penunjang pembangunan dan pengembangan ekonomi kerakyatan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yang memiliki tujuan, sasaran, strategi dan arah kebijakan yang selalu bernilai tambah dan pengelolaan sumber daya alam yang ramah lingkungan.
2. Rencana Strategis (Renstra) Rencana strategis (Renstra) merupakan turunan dari RPJMD yang harus dimiliki oleh setiap SKPD di Kabupaten Banyuasin yang memuat visi, misi, tujuan, sasaran dan rencana strategi yang harus dilaksanakan oleh setiap SKPD dalam mencapai visi dan misi Kabupaten Banyuasin. Renstra setiap SKPD harus memiliki program dan kegiatan yang nyata, bukan hanya sekedar konsep tetapi juga dapat dilaksanakan maksud dan tujuan serta capaian visi dan misi yang ditetapkan dalam kurun waktu lima tahun (2014 – 2018).
Sebagai contoh Lampiran-2 memuat Renstra Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Banyuasin, Lampiran-3 memuat Renstra Dinas Kehutanan Kabupaten Banyuasin, Lampiran-4 memuat Renstra Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Banyuasin, dan Lampiran-5 memuat Anggaran kegiatan mitigasi dalam Renstra Dinas Pertambangan dan Energi.
3. Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD)Penyusunan RKPD Kabupaten Banyuasin merupakan hasil kompilasi dari berbagai SKPD, kecamatan dan instansi terkait dengan pembangunan pada masa satu tahun. RKPD merupakan penjabaran dari RPJMD untuk jangka satu tahun, memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaanya dengan mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Pada konteks ini adalah penting untuk memastikan bahwa kegiatan terkait aksi mitigasi masuk dalam RKPD Kabupaten Banyuasin.
4. Renja SKPDBerdasarkan hasil identifikasi Rencana kerja SKPD yang ada di kabupaten Banyuasin, Pelaksanaan Rencana Pembangunan Rendah Emisi dan Ekonomi Hijau untuk sektor berbasis lahan di Kabupaten Banyuasin dilaksanakan oleh banyak pihak salah satunya Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Banyuasin. Dinas ini telah menyusun rencana kerja tahun 2015 berdasarkan RPJMD dan RKPD Kabupaten Banyuasin yang dilaksanakan pada tahun 2015, yaitu sebagai berikut:
68 | PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI DI KABUPATEN BANYUASIN
1. Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan. meliputi kegiatan:a. Peningkatan peran serta masyarakat dalam RHL,b. Penyusunan RPRHL,
2. Penyusunan RTnRHL, meliputi:a. Rehabilitasi hutan dan lahan,b. Bimbingan teknis masyarakat sekitar hutan,c. Pengelolaan kawasan hutan lindung.
3. Program Perlindungan dan Konservasi Sumberdaya Hutan, meliputi kegiatan:a. Pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan,b. Pengamanan hutan.
4. Program Perencanaan dan Pengembangan Hutan, meliputi kegiatan: a. Penyusunan profil kehutanan,b. Penyusunanan database kehutanan,c. Identifikasi gangguan kawasan Hutan Lindung Pantai Saleh Barat.
5. Program Peningkatan Produksi Perkebunan,meliputi kegiatan:a. Pemberdayaan petani karet berupa pemberian hibah bibit karet unggul b. Pemberdayaan petani kelapa sawit berupa pemberian hibah bibit kelapa sawitc. Pembinaan dan bimbingan teknis pascapanen tanaman perkebunan,d. Pembinaan dan penilaian usaha perkebunan tahap pembangunan,e. Pembuatan jalan usaha tani,f. Rehabilitasi saluran Tata Air Mikro (TAM) perkebunan rakyat,g. Pengembangan tanaman kakao sebagai tanaman sela/perkaranganh. Pembinaan dan sosialisasi petani serta usaha budidaya karet dan kelapa sawiti. Pengadaan sarana dan prasarana produksi perkebunan.
9.4. Identifikasi Peranan Kelompok Kerja dalam Implementasi KegiatanTerkait dengan kajian rencana aksi pembangunan rendah emisi dan ekonomi hijau di Kabupaten Banyuasin, sebuah lembaga baru telah terbentuk yang merupakan lembaga untuk sinergi dari setiap SKPD yang memiliki komitmen yang tinggi dan peduli terhadap perbaikan lingkungan di masa-masa yang akan datang. Lembaga baru ini adalah sebuah kelompok yang secara teknis melakukan analisis terhadap kemungkinan yang ada dari setiap faktor yang dimiliki oleh setiap SKPD untuk dapat mencapai peranannya lebih tinggi lagi dalam melakukan pembangunan rendah emisi dan ekonomi hijau untuk sektor berbasis lahan di Kabupaten Banyuasin. Kelompok kerja ini adalah bagian dari beberapa SKPD dalam pemerintah Kabupaten Banyuasin:
Setelah memahami tentang peta kelembagaan di Kabupaten Banyuasin untuk Rencana Aksi Pembangunan Rendah Emisi dan Ekonomi Hijau untuk sektor berbasis lahan. maka selanjutnya dapat dilakukan analisis untuk menentukan lembaga manakah yang akan diangkat untuk melakukan Koordinasi, Integrasi, Sinergitas dan Sinkronisasi (KISS) untuk Rencana Aksi Pembangunan Rendah Emisi dan Ekonomi Hijau untuk sektor berbasis lahan.
STRATEGI IMPLEMENTASI | 69
Bappeda Kabupaten Banyuasin dalam prakteknya kurang aktif dalam kegiatan fisik yang berbasis lahan. Bappeda biasanya akan berperan aktif pada saat penyusunan dokumen RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah), sedangkan penyusunan dokumen RTRW itu tidak setiap tahun dilaksanakan dan hanya dilakukan peninjauan kembali setiap 5 tahun. Secara garis besar, Bappeda memungkinkan aktif dalam hal studi untuk pengusulan tentang peraturan dan kebijakan tentang pengelolaan lahan rendah emisi, ramah lingungan dan ekonomi hijau.
Dinas Kehutanan dan Perkebunan dan Badan Lingkungan Hidup merupakan lembaga yang dalam kegiatannya selalu berhubungan dengan fisik lingkungan, lahan dan ekosistem secara keseluruhan. Setiap tahunnya, kegiatan atau program dinas-dinas ini mungkin terdapat kegiatan terkait pemberian pertimbangan teknis dalam perijinan untuk perubahan fungsi ekosistem dan maupun ekonomi. Dinas lain yang bertanggung jawab dalam pengelolaan lahan antara lain: Dinas Pertanian dan Peternakan, Dinas Perikanan dan kelautan, dan Dinas Pengelolaan Pasar.
Berdasarkan hasil analisis tersebut dan hasil diskusi yang panjang, maka dibentuklah Kelompok Kerja (Pokja) dengan koordinator adalah Bappeda. Pokja berperan sebagai lembaga yang melakukan Koordinasi, Integrasi, Sinergitas dan Sinkronisasi (KISS) untuk Rencana Aksi Pembangunan Rendah Emisi dan Ekonomi Hijau untuk sektor berbasis lahan. Pokja bekerja sebagai tim kerja yang bersifat terpadu dan independent.
Pokja sebagai lembaga yang melakukan KISS memiliki tugas, antara lain:
1. Pembahasan rancangan pola dan rancangan rencana pengelolaan Aksi Pembangunan Rendah Emisi dan Ekonomi Hijau untuk sektor berbasis lahan;
2. Pembahasan rancangan rencana pengelolaan Pembangunan Rendah Emisi dan Ekonomi Hijau untuk sektor berbasis lahan yang disusun secara terpadu berdasarkan Rencana Strategis SKPD dan alternatif strategi yang dapat dilakukan;
3. Pembahasan rancangan program dan kegiatan Aksi Pembangunan Rendah Emisi dan Ekonomi Hijau untuk sektor berbasis lahan;
4. Pembahasan evaluasi hasil kegiatan Aksi Pembangunan Rendah Emisi dan Ekonomi Hijau untuk sektor berbasis lahan.
PENUTUP | 71
10 PENUTUP
BAB
Dokumen ini mreupakan informasi awal dari inisiatif pembangunan berkelanjutan yang akan terus diperbaiki dan disempurnakan melalui kajian-kajian lanjutan. Berdasarkan uraian dari bagian-bagian sebelumnya berikut ini adalah beberapa butir uraian kesimpulan sebagai bagian penutup dalam dokumen ini sebagai berikut:
1. Konsekuensi dari pembangunan di Kabupaten Banyuasin adalah terjadinya alih guna lahan yang mengikuti aktivitas masyarakat untuk mewadahi kegiatan sosial ekonomi terhadap lahan.
2. Pokja telah melakukan analisis kejadian perubahan penggunaan lahan pada periode 1990-2014. Penurunan tutupan lahan terjadi pada penggunan lahan hutan primer, hutan sekunder kerapatan tinggi dan kerapatan rendah, hutan rawa sekunder, hutan rawa primer di gambut, kebun campur dan padi sawah. Penambahan atau peningkatan penggunaan lahan terjadi pada HTI akasia, perkebunan kelapa sawit, perkebunan karet dan permukiman.
3. Perubahan penggunaan lahan tersebut telah menyebabkan emisi CO2 sebagai pemicu meningkatnya konsentrasi GRK yang akan menyumbang terhadap potensi pemanasan global.
4. Kabupaten Banyuasin berpotensi besar untuk dapat melakukan Aksi Mitigasi dari sektor berbasis lahan melalui kegiatan pembangunannya.
5. Pokja telah mengidentifikasi 15 Aksi Mitigasi yang dapat diusulkan menjadi Aksi Mitigasi dalam rangka penurunan emisi di Kabupaten Banyuasin. Dengan juga mengusulkan empat aksi mitigasi yang dapat dijadikan sebagai prioritas kegiatan.
6. Potensi penurunan emisi kumulatif terhadap baseline dari 15 Aksi Mitigasi diperkirakan akan mampu mengurangi emisi sebesar 33%.
7. Pokja juga telah megidentifikasi peluang untuk mengarusutamakan aksi mitigasi ini kedalam perencanaan pembangunan di daerah sehingga akan terjadi proses implementasi kegiatan pada tingkat lapangan.
72 | PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI DI KABUPATEN BANYUASIN
DAFTAR PUSTAKADewi S. Johana F. Agung P. Zulkarnain MT. Harja D. Galudra G. Suyanto S. Ekadinata A.
2013. Perencanaan Penggunaan Lahan Untuk Mendukung Pembangunan Rendah Emisi; LUWES - Land Use Planning for Low Emission Development Strategies. World Agroforestry Centre (ICRAF) SEA Regional Office. Bogor. Indonesia. 135p.
Dewi S, Ekadinata A, Indiarto D, Nugraha A, van Noordwijk M. 2014. to be launched in COP Side Event, Devember 2014. Negotiation support tools to enhance multi-funtioning landscapes, in Minang, P. et al (eds). Climate-Smart Landscapes: Multifcuntionality in Practice. Nairobi-Kenya: World Agroforestry Centre.
Hairiah K. Rahayu S. 2007. Pengukuran ‘Karbon Tersimpan’ Di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. Bogor. World Agroforestry Centre - ICRAF. SEA Regional Office. Universitas Brawijaya. Indonesia. 77 hal.
Harja D. Dewi S. Noordwijk MV. Ekadinata A. Rahmanulloh A. Johana F. 2012. REDD Abacus SP-User Manual and Software. Bogor. Indonesia. World Agroforestry Centre-ICRAF. SEA Regional Office. 89p.
[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2013. Climate Change 2013: The Physical Science Basis. Contribution of Working Group I to the Fifth Assessment Report of the Intergovernmental Panel onClimate Change [Stocker. T.F.. D. Qin. G.-K. Plattner. M. Tignor. S.K. Allen. J. Boschung. A. Nauels. Y. Xia. V. Bex and P.M. Midgley (eds.)]. Cambridge University Press. Cambridge. United Kingdom and New York. NY. USA. 1535 pp.
Lambin E.F. Meyfroidt P. 2010. Land Use Transitions: Socio-Ecological Feedback Versus Socio-Economic Change. Land Use Policy 27 (2): 108-118.
Pemerintah Kabupaten Banyuasin, 2012. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin 2012-2032, Pangkalan Balai, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan.
Stern N. 2007. The Economics of Climate Change: The Stern Review. Cambridge University Press. Cambridge
LAMPIRAN
74 | PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI DI KABUPATEN BANYUASIN
Lam
pira
n-1.
Tab
el A
ksi M
itiga
si P
enur
unan
Em
isi K
abup
aten
Ban
yuas
in
No
Aks
i M
itiga
si
Kegi
atan
Yan
g A
kan
Dila
ku-
kan
Loka
si Pa
da
Uni
t Per
en-
cana
an
Loka
si Ad
-m
inist
ratif
Tuju
an/M
anfa
at
Aks
i Miti
gasi
Pera
tura
n Pe
nduk
ung
SKPD
ata
u Pi
hak
Man
a Ya
ng d
apat
m
elak
sana
kan
Aks
i Miti
gasi
Kem
ungk
inan
Ta
ntan
gan/
Ham
bata
n
Apa
kah
Suda
h Ad
a Ke
giat
an
Seje
nis
(Men
-ga
cu R
PJM
D/
Rens
tra
SKPD
)
Des
krip
sikan
Men
gena
i Ke
giat
an te
rseb
ut ji
ka
suda
h pe
rnah
dila
k-na
naka
n (P
elak
sana
. bu
dget
. lok
asi.
dan
tingk
at k
eber
hasil
an)
1A
ksi 1
Mem
pert
ah-
anka
n tu
tupa
n hu
tan
men
jadi
hu
tan
kon-
serv
asi y
ang
mas
ih a
da.
Are
a Pe
ngem
ban-
gan
Saw
it
Bany
uasin
, Ra
mbu
tan,
Ta
lang
Ke
lapa
,
Mem
pert
ahan
k-an
ket
erda
pata
hu
tan
prim
er
yang
mas
ih
ters
isa d
enga
n sk
ema
huta
n pe
rlind
unga
n se
tem
pat
Kebi
jaka
n IS
PO/R
SPO
da
n PP
71
tahu
n 20
14.
Din
as K
e-hu
tan
dan
Perk
ebua
nan
Kepe
nting
an
dari
peru
saha
an
dan
amsy
arak
at
dala
m p
enge
m-
bang
an p
erke
-bu
nan
Belu
m a
daBe
lum
ada
2A
ksi 2
Mem
pert
ah-
anka
n tu
tupa
n hu
tan
men
jadi
hu
tan
kons
er-
vasi
yang
ma-
sih a
da u
ntuk
m
endu
kung
pr
ogra
m
RSPO
Are
a Pe
ngem
ban-
gan
Saw
it.G
ambu
t
Tanj
ung
Lago
, Ba
nyua
-sin
II
Mem
pert
ahan
k-an
ket
erda
pata
hu
tan
prim
er
yang
mas
ih
ters
isa d
enga
n sk
ema
huta
n pe
rlind
unga
n se
tem
pat
Kebi
jaka
n IS
PO/R
SPO
da
n PP
71
tahu
n 20
14.
Din
as K
e-hu
atan
dan
Pe
rkeb
uana
n
Kepe
nting
an
dari
peru
saha
an
dan
mas
yara
kat
dala
m p
enge
m-
bang
an p
erke
-bu
nan
Belu
m a
daBe
lum
ada
3A
ksi 3
Rekl
amas
i la
han
ex-b
a-tu
bara
(lah
an
terb
uka)
m
enja
di k
ebun
ca
mpu
r/ag
ro-
fore
st
Kaw
asan
Pe
rtam
ban-
gan
Pula
u Ri
mau
, Be
tung
Reha
bilit
asi
laah
an b
ekas
ta
mba
ng d
en-
gan
tana
man
pe
poho
nan
Goo
d m
inin
g pr
actic
esD
inas
Ene
rgi
dan
SDM
, D
inas
Ke-
huta
nan
Ketid
ak te
rse-
diaa
n A
loka
si pe
ndan
aan
Suda
h ad
aKe
giat
an re
klam
asi
laha
n se
baga
ian
suda
h di
laku
kan
oleh
per
u-sa
haan
4A
ksi 4
Mem
pert
ah-
anka
n tu
tupa
n hu
tan
prim
er
dan
seku
nder
Kaw
asan
Pe
rtam
ban-
gan
Pula
u Ri
mau
Upa
ya m
empe
r-ta
hank
an h
utan
te
rsisa
pad
a ko
nses
i per
tam
-ba
ngan
Goo
d m
inin
g pr
actic
esD
inas
Ene
rgi
dan
SDM
, D
inas
Ke-
huta
nan
Berla
wan
an
deng
an k
epen
t-in
gan
eksp
lora
si da
n ek
splo
itasi
tam
bang
Belu
m a
daBe
lum
ada
LAMPIRAN | 75
No
Aks
i M
itiga
si
Kegi
atan
Yan
g A
kan
Dila
ku-
kan
Loka
si Pa
da
Uni
t Per
en-
cana
an
Loka
si Ad
-m
inist
ratif
Tuju
an/M
anfa
at
Aks
i Miti
gasi
Pera
tura
n Pe
nduk
ung
SKPD
ata
u Pi
hak
Man
a Ya
ng d
apat
m
elak
sana
kan
Aks
i Miti
gasi
Kem
ungk
inan
Ta
ntan
gan/
Ham
bata
n
Apa
kah
Suda
h Ad
a Ke
giat
an
Seje
nis
(Men
-ga
cu R
PJM
D/
Rens
tra
SKPD
)
Des
krip
sikan
Men
gena
i Ke
giat
an te
rseb
ut ji
ka
suda
h pe
rnah
dila
k-na
naka
n (P
elak
sana
. bu
dget
. lok
asi.
dan
tingk
at k
eber
hasil
an)
5A
ksi 5
Mem
pert
ah-
anka
n tu
tupa
n hu
tan
raw
a di
are
a ya
ng
berg
ambu
t
Hut
an L
ind-
ung
Gam
but
Mua
ra
Sugi
han
Upa
ya m
empe
r-ta
hank
an h
utan
te
rsisa
pad
a ka
was
an h
utan
lin
dung
Pelin
dung
an
huta
n lin
d-un
g, R
TRW
, Pe
nunj
ukan
ka
was
an
Din
as K
e-hu
tana
nKu
rang
nya
kesa
dara
n da
-la
m p
enja
gaan
ka
was
an h
utan
lin
dung
Suda
h ad
aKe
giat
an p
atro
l dan
pe
ngaw
asan
hut
an
yang
dila
ksan
akan
ol
eh p
olhu
t per
lu
ditin
gkat
kan
dise
rtai
pe
ndam
ping
an k
epad
a m
asya
raka
t6
Aks
i 6M
empe
rtah
-an
kan
tutu
pan
huta
n ra
wa
diar
ea y
ang
berg
ambu
t
Saw
ah g
am-
but
Mak
arti
jaya
, Air
Sale
k,
Mua
ra
Sugi
han
Upa
ya m
empe
r-ta
hank
an h
utan
te
rsisa
pad
a da
erah
yan
g di
alok
asik
an
untu
k pe
ngem
-ba
ngan
saw
ah
Perli
ndun
gan
huta
n de
ngan
ca
dang
an
karb
on ti
nggi
Din
as P
erta
-ni
an, D
inas
Ke
huta
nan
Kebu
tuha
n la
han
Pert
ania
n ab
adi
Belu
m a
daBe
lum
ada
7A
ksi 7
Mem
pert
ah-
anka
n tu
tupa
n hu
tan
prim
er
dan
seku
nder
HSA
Pad
ang
Sugi
han
Bany
uasin
I,
Ram
bu-
tan
Upa
ya m
empe
r-ta
hank
an h
utan
te
rsisa
pad
a H
SA
Perli
ndun
gan
kaw
asan
lind
-un
g
Din
as K
e-hu
tana
nKu
rang
nya
kesa
dara
n da
-la
m p
enja
gaan
ka
was
an h
utan
lin
dung
Suda
h ad
aU
paya
mem
pert
ah-
anka
n su
dah
dila
kuka
n ak
an te
tapi
efe
ktivi
-ta
snya
mas
ih p
erlu
di
tingk
atka
n8
Aks
i 8M
empe
rtah
-an
kan
tutu
pan
huta
n pr
imer
da
n se
kund
er
mel
alui
keg
ia-
tan
perli
ndun
-ga
n ka
was
an
HSA
Ben
-ta
yan
Tung
ka Il
irU
paya
mem
per-
taha
nkan
hut
an
ters
isa p
ada
HSA
Perli
ndun
gan
kaw
asan
lind
-un
g
Din
as K
e-hu
tana
nKu
rang
nya
kesa
dara
n da
-la
m p
enja
gaan
ka
was
an h
utan
lin
dung
Suda
h ad
aU
paya
mem
pert
ah-
anka
n su
dah
dila
kuka
n ak
an te
tapi
efe
ktivi
-ta
snya
mas
ih p
erlu
di
tingk
atka
n
76 | PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI DI KABUPATEN BANYUASIN
No
Aks
i M
itiga
si
Kegi
atan
Yan
g A
kan
Dila
ku-
kan
Loka
si Pa
da
Uni
t Per
en-
cana
an
Loka
si Ad
-m
inist
ratif
Tuju
an/M
anfa
at
Aks
i Miti
gasi
Pera
tura
n Pe
nduk
ung
SKPD
ata
u Pi
hak
Man
a Ya
ng d
apat
m
elak
sana
kan
Aks
i Miti
gasi
Kem
ungk
inan
Ta
ntan
gan/
Ham
bata
n
Apa
kah
Suda
h Ad
a Ke
giat
an
Seje
nis
(Men
-ga
cu R
PJM
D/
Rens
tra
SKPD
)
Des
krip
sikan
Men
gena
i Ke
giat
an te
rseb
ut ji
ka
suda
h pe
rnah
dila
k-na
naka
n (P
elak
sana
. bu
dget
. lok
asi.
dan
tingk
at k
eber
hasil
an)
9A
ksi 9
Mem
pert
ah-
anka
n tu
tupa
n hu
tan.
sehi
ng-
ga p
embu
kaan
la
han
diar
-ah
kan
di lu
ar
peng
guna
an
laha
n hu
tan
Are
a Pe
ke-
buna
n Ka
ret
Bany
uasin
III
, Bet
ung,
Ra
mbu
tan,
Ba
nyua
-sin
I
Upa
ya m
empe
r-ta
hank
an h
utan
te
rsisa
are
a pe
ngem
bang
an
kare
t
Perli
ndun
gan
huta
n de
ngan
ca
dang
an
karb
on ti
nggi
Din
as K
e-hu
tana
nTi
dak
sela
ras
deng
an k
ebija
-ka
n pe
ngem
-ba
ngan
per
ke-
buna
n ka
ret
Belu
m a
daBe
lum
ada
10A
ksi 1
0M
elak
ukan
ag
rofo
retr
asi
kare
t pad
a la
han-
laha
n ya
ng ti
dak
terk
elol
a (la
-ha
n te
rbuk
a.
reru
mpu
tan)
Are
a Pe
rke-
buna
n Ka
ret
Bany
uasin
III
, Bet
ung,
Ra
mbu
tan,
Ba
nyua
-sin
I
Peni
ngka
tan
tutu
pan
laha
n m
elal
ui k
egia
tan
agro
fore
stry
Be
rbas
is ka
ret
Peni
ngka
tan
peng
hidu
pan
mas
yara
kat
mel
alui
pe
ngem
ban-
gan
kom
oditi
Din
as P
erke
-bu
nan
Kura
ngny
a ke
tera
mpi
lan
tekn
is da
n ke
rjasa
ma
mas
-ya
raka
t den
gan
pem
erin
tah
Suda
h ad
aKe
giat
an m
asih
dila
k-sa
naka
n pa
da s
kala
ke
vil d
an b
elum
ada
se
ntra
-sen
tra
kegi
atan
11A
ksi 1
1M
empe
rtah
-an
kan
tutu
pan
laha
n hu
tan
pr
imer
dan
se
kund
er
TNS
Bany
ua-
sin II
Upa
ya m
em-
pert
ahan
kan
huta
n di
Tam
an
Nas
ioan
al
Kebi
jaka
n pe
ngel
olaa
n Ta
man
Na-
siion
al
Peng
elol
a Ta
man
Nas
i-on
al, D
inas
Ke
huta
nan
Kura
ngny
a su
m-
berd
aya
dlam
op
eras
iona
lisas
i ke
giat
an
Suda
h ad
aKe
giat
an p
enja
gaan
hu
tan
dila
ksan
kan
deng
an k
eter
bata
san
pers
onel
12A
ksi 1
2Re
habi
litas
i la
han
terb
uka.
ru
mpu
t. se
-m
ak b
eluk
ar
men
jadi
hut
an
seku
nder
TNS
Bany
ua-
sin II
Peni
ngka
tan
dan
perb
aika
n tu
tupa
n ve
ge-
tasi
pada
are
a Ta
man
Nas
iona
l
Kebi
jaka
n pe
ngel
olaa
n Ta
man
Na-
siion
al
Peng
elol
a Ta
man
Nas
i-on
al, D
inas
Ke
huta
nan
Perlu
nya
ker-
jasa
ma
yang
ba
ik a
ntar
a TN
de
ngan
mas
-ya
raka
t
Suda
h ad
aSu
dah
ada
peng
emba
n-ga
n ke
giat
an p
erco
n-to
han
LAMPIRAN | 77
No
Aks
i M
itiga
si
Kegi
atan
Yan
g A
kan
Dila
ku-
kan
Loka
si Pa
da
Uni
t Per
en-
cana
an
Loka
si Ad
-m
inist
ratif
Tuju
an/M
anfa
at
Aks
i Miti
gasi
Pera
tura
n Pe
nduk
ung
SKPD
ata
u Pi
hak
Man
a Ya
ng d
apat
m
elak
sana
kan
Aks
i Miti
gasi
Kem
ungk
inan
Ta
ntan
gan/
Ham
bata
n
Apa
kah
Suda
h Ad
a Ke
giat
an
Seje
nis
(Men
-ga
cu R
PJM
D/
Rens
tra
SKPD
)
Des
krip
sikan
Men
gena
i Ke
giat
an te
rseb
ut ji
ka
suda
h pe
rnah
dila
k-na
naka
n (P
elak
sana
. bu
dget
. lok
asi.
dan
tingk
at k
eber
hasil
an)
13A
ksi 1
3M
empe
rtah
-an
kan
tutu
pan
laha
n hu
tan
pr
imer
HTI
Bany
uasin
II,
Mua
ra
Sugi
han
Upa
ya m
empe
r-ta
hank
an h
utan
di
are
a ko
nses
i H
TI
Kebi
jaka
n pe
ngel
olaa
n ta
nam
an
peng
hidu
pan
Din
as K
e-hu
tana
n,
Pem
egan
g ko
nses
i
Kura
ngny
a ke
s-ad
aran
per
usa-
haan
pem
egan
g ko
nses
i
Belu
m a
daBe
lum
ada
14A
ksi 1
4M
empe
rtah
-an
kan
tutu
pan
laha
n hu
tan
pr
imer
HL
Bany
uasin
II,
Mua
ra
Sugi
han
Upa
ya m
empe
r-ta
hank
an tu
t-up
an h
utan
di
huta
n lin
dung
Peng
elol
an
huta
n lin
dung
Din
as K
e-hu
tana
nKu
rang
nya
keje
lasa
n ba
tas
kaw
asan
, mas
-ya
raka
t pen
ge-
lola
laha
n da
lam
ka
was
an
Suda
h ad
aKe
giat
an p
enja
gaan
di
laku
kan
mel
alui
pat
rol
yang
dila
kuka
ns s
ecar
a ke
rkal
a de
ngan
ting
kat
kebe
rhas
ilan
yang
ma-
sih re
ndah
15A
ksi 1
5M
elak
ukan
re
habi
litas
i la-
han
kriti
s/ka
-w
asan
hut
an
rusa
k (L
ahan
te
rbuk
a. ru
m-
put.
sem
ak
belu
kar.
dan
tam
bak)
HL
Bany
uasin
II,
Mua
ra
Sugi
han
Peni
ngka
tan
dan
perb
aika
n tu
tupa
n ve
ge-
tasi
pada
hut
an
lindu
ng
Peng
elol
an
huta
n lin
d-un
g, P
enun
ju-
kan
kaw
asan
Din
as K
e-hu
tana
nBe
lum
ada
nya
siner
gi a
ntar
a pr
ogra
m d
alam
ka
was
an li
nd-
ung
deng
an
kegi
atan
mas
-ya
raka
t
Suda
h ad
aRe
habi
litas
i lah
an m
asih
m
enun
juka
n ku
rang
nya
tingk
at k
eber
hasil
an
yang
ting
gi d
ikar
enak
an
kura
ngny
a sin
ergi
ke
giat
an d
enga
n m
as-
yara
kat
78 | PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI DI KABUPATEN BANYUASIN
Lam
pira
n-2.
Ren
stra
Bad
an P
eren
cana
an P
emba
ngun
an D
aera
h Ka
bupa
ten
Bany
uasi
n
No
Prog
ram
dan
Keg
iata
n T
ahun
-1
Rp
Targ
et K
iner
ja P
rogr
am d
an K
eran
gka
Pend
anaa
n T
ahun
-2
Tah
un-3
T
ahun
-4
Tah
un-5
R
p R
p R
p R
p 1
Prog
ram
Per
enca
naan
Pen
ataa
n Ru
ang.
Li
ngku
ngan
Hid
up F
isik
dan
Pras
aran
a
1
Pers
enta
se K
etaa
tan
terh
adap
RT
RW
100.
000.
000
1.50
0.00
0.00
01.
600.
000.
000
1.70
0.00
0.00
01.
800.
000.
000
2
Prog
ram
Pem
anfa
atan
Rua
ng
150.
000.
000
150.
000.
000
150.
000.
000
150.
000.
000
150.
000.
000
3
Prog
ram
Pen
gend
alia
n Pe
man
faat
an
Ruan
g 15
0.00
0.00
015
0.00
0.00
015
0.00
0.00
015
0.00
0.00
015
0.00
0.00
0
4
Prog
ram
Per
enca
naan
Pe
ngem
bang
an W
ilaya
h St
rast
egis
dan
Cepa
t Tum
buh
200.
000.
000
--
--
5
Prog
ram
Per
enca
naan
Pe
ngem
bang
an K
ota-
Kota
M
enen
gah
dan
Besa
r
300.
000.
000
325.
000.
000
350.
000.
000
375.
000.
000
400.
000.
000
6
Prog
ram
Per
enca
naan
Pra
sara
na
Wila
yah
dan
Sum
ber D
aya
Ala
m
300.
000.
000
325.
000.
000
350.
000.
000
375.
000.
000
400.
000.
000
7
Prog
ram
Per
enca
naan
Pe
mba
ngun
an D
aera
h Ra
wan
Be
ncan
a
300.
000.
000
325.
000.
000
350.
000.
000
--
JUM
LAH
1.50
0.00
0.00
02.
775.
000.
000
2.95
0.00
0.00
02.
750.
000.
000
2.90
0.00
0.00
0
LAMPIRAN | 79
Lam
pira
n-3.
Ren
stra
Din
as K
ehut
anan
Kab
upat
en B
anyu
asin
No
Prog
ram
/Keg
iata
n
CAPA
IAN
KIN
ERJA
PRO
GRA
M D
AN
KER
AN
GKA
PEN
DA
NA
AN
Tahu
n 20
14Ta
hun
2015
Tahu
n 20
16Ta
hun
2017
Tahu
n 20
18Ko
ndis
i Kin
erja
pa
da a
khir
perio
de
RpRp
RpRp
RpRp
12
34
56
78
1So
sialis
asi R
PRH
L16
4.98
9.00
018
1.48
7.90
019
9.63
6.69
021
9.60
0.35
924
1.56
0.39
51.
007.
274.
344
2Pe
nyus
unan
RTn
-RH
L11
0.00
0.00
012
1.00
0.00
013
3.10
0.00
014
6.41
0.00
016
1.05
1.00
067
1.56
1.00
03
Reha
bilit
asi H
utan
dan
Lah
an1.
729.
864.
400
1.90
2.85
0.84
02.
093.
135.
924
2.30
2.44
9.51
62.
532.
694.
468
10.5
60.9
95.1
484
Penu
njan
g Ke
giat
an R
HL
157.
260.
400
172.
986.
440
190.
285.
084
209.
313.
592
230.
244.
952
960.
090.
468
5Pe
nyus
unan
Ren
cana
Pem
bang
unan
Keh
utan
an
Kabu
pate
n Ba
nyua
sin
480.
725.
000
--
--
480.
725.
000
6Pe
mel
ihar
aan
Tana
man
Reh
abili
tasi
Hut
an d
an
Laha
n 20
0.00
0.00
022
0.00
0.00
024
2.00
0.00
026
6.20
0.00
029
2.82
0.00
01.
221.
020.
000
7Pe
mbe
rday
aan
Mas
yara
kat S
ekita
r Hut
an27
5.00
0.00
030
2.50
0.00
033
2.75
0.00
036
6.02
5.00
040
2.62
7.50
01.
678.
902.
500
8Re
habi
litas
i Hut
an L
indu
ng P
anta
i2.
500.
000.
000
2.75
0.00
0.00
03.
025.
000.
000
3.32
7.50
0.00
03.
660.
250.
000
15.2
62.7
50.0
009
Peny
usun
an R
enca
na P
enge
lola
an H
utan
Pr
oduk
si (H
P) K
emam
po20
0.00
0.00
022
0.00
0.00
024
2.00
0.00
026
6.20
0.00
029
2.82
0.00
01.
221.
020.
000
10Pe
nyus
unan
RPR
HL
-15
0.00
0.00
0-
--
150.
000.
000
11Pe
mba
ngun
an D
empl
ot R
ehab
ilita
si M
angr
ove
-35
0.00
0.00
0-
423.
500.
000
-77
3.50
0.00
0
12Re
habi
itasi
Man
grov
e-
1.45
0.00
0.00
01.
595.
000.
000
1.75
4.50
0.00
01.
929.
950.
000
6.72
9.45
0.00
0
13Pe
ngel
olaa
n Ka
was
an H
utan
Lin
dung
Pan
tai
2.50
0.00
0.00
02.
750.
000.
000
3.02
5.00
0.00
03.
327.
500.
000
3.66
0.25
0.00
015
.262
.750
.000
14Pe
nceg
ahan
dan
Pen
gend
alia
n Ke
baka
ran
Hut
an
dan
laha
n25
0.00
0.00
027
5.00
0.00
030
2.50
0.00
033
2.75
0.00
036
6.02
5.00
01.
526.
275.
000
15Pe
ngam
anan
Hut
an20
0.00
0.00
022
0.00
0.00
024
2.00
0.00
026
6.20
0.00
029
2.82
0.00
01.
221.
020.
000
16Pe
nceg
ahan
dan
Pen
gend
alia
n Ke
baka
ran
Hut
an
dan
Laha
n25
0.00
0.00
027
5.00
0.00
030
2.50
0.00
033
2.75
0.00
036
6.02
5.00
01.
526.
275.
000
17Pe
nang
anan
Kon
flik
Satw
a-M
anus
ia-
95.0
00.0
0010
4.50
0.00
011
4.95
0.00
012
6.44
5.00
044
0.89
5.00
0
80 | PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI DI KABUPATEN BANYUASIN
No
Prog
ram
/Keg
iata
n
CAPA
IAN
KIN
ERJA
PRO
GRA
M D
AN
KER
AN
GKA
PEN
DA
NA
AN
Tahu
n 20
14Ta
hun
2015
Tahu
n 20
16Ta
hun
2017
Tahu
n 20
18Ko
ndis
i Kin
erja
pa
da a
khir
perio
de
RpRp
RpRp
RpRp
12
34
56
78
18Pe
nyus
unan
Dat
abas
e Ke
huta
nan
-12
5.50
0.00
0-
-16
7.04
0.00
029
2.54
0.00
0
19Pe
nyus
unan
Dat
a Ba
se P
erke
buna
n-
125.
500.
000
--
167.
040.
000
292.
540.
000
20Id
entifi
kasi
Gan
ggua
n Ka
was
an H
utan
Lin
dung
Pa
ntai
150.
000.
000
165.
000.
000
181.
500.
000
199.
650.
000
219.
615.
000
915.
765.
000
21In
vent
arisa
si da
n Id
entifi
kasi
HH
BK-
-13
0.00
0.00
0-
157.
300.
000
287.
300.
000
22Ev
alua
si Pe
mba
ngun
an K
ehut
anan
dan
Pe
rkeb
unan
132.
000.
000
145.
200.
000
159.
720.
000
175.
692.
000
193.
261.
200
805.
873.
200
23Pe
met
aan
Kom
odita
s Pe
rkeb
unan
220.
000.
000
242.
000.
000
266.
200.
000
292.
820.
000
322.
102.
000
1.34
3.12
2.00
0
24In
vent
arisa
si Ka
was
an H
utan
Lin
dung
Pan
tai
-20
5.00
0.00
022
5.50
0.00
024
8.05
0.00
027
2.85
5.00
095
1.40
5.00
0
25Bi
mbi
ngan
Tek
nis
Mas
yara
kat S
ekita
r Hut
an-
-16
5.00
0.00
018
1.50
0.00
019
9.65
0.00
054
6.15
0.00
0
26Pe
renc
anaa
n da
n Pe
ngem
bang
an H
utan
Ke
mas
yara
kata
n-
130.
000.
000
143.
000.
000
157.
300.
000
173.
030.
000
603.
330.
000
27Pe
mbi
naan
dan
Pen
gem
bang
an H
asil
Hut
an
Non
Kay
u-
135.
000.
000
148.
500.
000
163.
350.
000
179.
685.
000
626.
535.
000
28Pe
renc
anaa
n da
n Pe
ngem
bang
an H
asil
Hut
an
Tana
man
Rak
yat.
Hut
an R
akya
t dan
Hut
an
Kem
asya
raka
tan
--
137.
500.
000
151.
250.
000
166.
375.
000
455.
125.
000
29Pe
ngad
aan
Sara
na-p
rasa
rana
KPH
-25
0.00
0.00
027
5.00
0.00
030
2.50
0.00
033
2.75
0.00
01.
160.
250.
000
30Pe
latih
an S
DM
KPH
-15
0.00
0.00
016
5.00
0.00
018
1.50
0.00
019
9.65
0.00
069
6.15
0.00
0
31Pe
mbe
rday
aan
Peta
ni K
aret
Mel
alui
Bib
it Ka
ret
Ung
gul P
olyb
ag1.
450.
000.
000
1.59
5.00
0.00
01.
754.
500.
000
1.92
9.95
0.00
02.
122.
945.
000
8.85
2.39
5.00
0
32Pe
mbe
rday
aan
Peta
ni K
elap
a Sa
wit
mel
alui
Bib
it Ke
lapa
Saw
it U
nggu
l1.
250.
000.
000
1.37
5.00
0.00
01.
512.
500.
000
1.66
3.75
0.00
01.
830.
125.
000
7.63
1.37
5.00
0
LAMPIRAN | 81
No
Prog
ram
/Keg
iata
n
CAPA
IAN
KIN
ERJA
PRO
GRA
M D
AN
KER
AN
GKA
PEN
DA
NA
AN
Tahu
n 20
14Ta
hun
2015
Tahu
n 20
16Ta
hun
2017
Tahu
n 20
18Ko
ndis
i Kin
erja
pa
da a
khir
perio
de
RpRp
RpRp
RpRp
12
34
56
78
33Pe
ngem
bang
an T
anam
an K
akao
Seb
agai
Ta
nam
an S
ela/
Perk
aran
gan
240.
000.
000
264.
000.
000
290.
400.
000
319.
440.
000
351.
384.
000
1.46
5.22
4.00
0
34Pe
ngem
bang
an K
elap
a D
alam
-
645.
000.
000
709.
500.
000
780.
450.
000
858.
495.
000
2.99
3.44
5.00
0
35Pe
mbi
naan
dan
Bim
bing
an T
ekni
s Pa
sca
Pane
n20
0.00
0.00
022
0.00
0.00
024
2.00
0.00
026
6.20
0.00
029
2.82
0.00
01.
221.
020.
000
36So
sialis
asi d
an B
imte
k U
PPB
150.
000.
000
165.
000.
000
181.
500.
000
199.
650.
000
219.
615.
000
915.
765.
000
37Pe
mbu
atan
Jala
n U
saha
Tan
i80
0.00
0.00
088
0.00
0.00
096
8.00
0.00
01.
064.
800.
000
1.17
1.28
0.00
04.
884.
080.
000
38Re
habi
litas
i Sal
uran
(TA
M) K
ebun
Kel
apa
Raky
at1.
000.
000.
000
1.10
0.00
0.00
01.
210.
000.
000
1.33
1.00
0.00
01.
464.
100.
000
6.10
5.10
0.00
0
39Pe
mbi
naan
dan
Sos
ialis
asi P
etan
i Ser
ta U
saha
Bu
dida
ya K
aret
dan
Kel
apa
Saw
it36
0.00
0.00
039
6.00
0.00
043
5.60
0.00
047
9.16
0.00
052
7.07
6.00
02.
197.
836.
000
40Pe
ngad
aan
Sara
na d
an P
rasa
rana
Pro
duks
i Pe
rkeb
unan
200.
000.
000
220.
000.
000
242.
000.
000
266.
200.
000
292.
820.
000
1.22
1.02
0.00
0
41Pe
nceg
ahan
Ham
a Ba
bi H
utan
dan
Pen
yaki
t Ja
mur
Aka
r Puti
h pa
da ta
nam
an P
erke
buna
n20
0.00
0.00
022
0.00
0.00
024
2.00
0.00
026
6.20
0.00
029
2.82
0.00
01.
221.
020.
000
42In
vent
arisa
si H
ama
Peny
akit
Tana
man
Pe
rkeb
unan
152.
094.
000
167.
303.
400
184.
033.
740
202.
437.
114
222.
680.
825
928.
549.
079
43Pe
mbi
naan
dan
Pen
gem
bang
an P
enan
gkar
Bib
it Ta
nam
an P
erke
buna
n-
100.
000.
000
115.
000.
000
126.
500.
000
139.
150.
000
480.
650.
000
JUM
LAH
15.5
21.9
32.8
0020
.456
.328
.580
22.1
13.3
61.4
3824
.605
.197
.582
27.0
91.2
47.3
4010
9.78
8.06
7.74
0
82 | PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI DI KABUPATEN BANYUASIN
Lam
pira
n-4.
Ang
gara
n Ke
giat
an M
itiga
si D
alam
Ren
stra
Bad
an L
ingk
unga
n H
idup
No
Prog
ram
dan
Keg
iata
nTa
hun-
1Rp
Targ
et K
iner
ja P
rogr
am d
an K
eran
gka
Pend
anaa
nTa
hun-
2Ta
hun-
3Ta
hun-
4Ta
hun-
5Rp
RpRp
Rp
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
1.Pe
ngen
dalia
n Pe
ncem
aran
dan
Per
usak
an L
ingk
unga
n H
idup
33
4.68
7.50
062
7.50
0.00
070
3.47
5.00
078
9.03
1.25
088
5.42
4.43
8
1
Koo
rdin
asi p
enila
ian
Kota
Seh
at/A
dipu
ra
44.6
87.5
0027
5.00
0.00
030
2.50
0.00
033
2.75
0.00
036
6.02
5.00
0
2
Pen
gaw
asan
Pel
aksa
naan
Keb
ijaka
n Bi
dang
Lin
gkun
gan
Hid
up
230.
000.
000
264.
500.
000
304.
175.
000
349.
801.
250
402.
271.
438
3
Inve
ntar
isasi
Emisi
GRK
sek
tor p
ersa
mpa
han
60.0
00.0
0088
.000
.000
96.8
00.0
0010
6.48
0.00
011
7.12
8.00
0
2.Pr
ogra
m P
erlin
dung
an d
an K
onse
rvas
i Sum
ber D
aya
Ala
m
340.
000.
000
1.21
0.00
0.00
01.
320.
000.
000
1.43
0.00
0.00
01.
540.
000.
000
1
.Ko
nser
vasi
sum
ber s
aya
air d
an p
enge
ndal
ian
keru
saka
n su
mbe
r-su
mbe
r air
-33
0.00
0.00
036
0.00
0.00
039
0.00
0.00
042
0.00
0.00
0
2
Peng
enda
lian
dam
pak
peru
baha
n ik
lim
-22
0.00
0.00
024
0.00
0.00
026
0.00
0.00
028
0.00
0.00
0
3
Peng
elol
aan
kean
ekar
agam
an h
ayati
dan
eko
siste
m
75.0
00.0
0022
0.00
0.00
024
0.00
0.00
026
0.00
0.00
028
0.00
0.00
0
4
Pe
ning
kata
n pe
ran
sert
a m
asya
raka
t dal
am p
erlin
dung
an d
an
kons
erva
si SD
A 20
0.00
0.00
022
0.00
0.00
024
0.00
0.00
026
0.00
0.00
028
0.00
0.00
0
5
Pene
tapa
n st
atus
ker
usak
an la
han
untu
k pr
oduk
si bi
omas
sa
65.0
00.0
0022
0.00
0.00
024
0.00
0.00
026
0.00
0.00
028
0.00
0.00
0
3.Pe
ning
kata
n Ku
alita
s da
n A
kses
Info
rmas
i Sum
ber D
aya
Ala
m d
an
Ling
kung
an H
idup
80
.000
.000
495.
000.
000
544.
500.
000
598.
950.
000
658.
845.
000
1
So
sialis
asi p
rogr
am C
orpo
rate
Res
pons
ibili
ty
25.0
00.0
0055
.000
.000
60.5
00.0
0066
.550
.000
73.2
05.0
00
2
Pela
yana
n pe
ngad
uan
mas
yara
kat d
an p
enye
bara
n in
form
asi
lingk
unga
n 55
.000
.000
165.
000.
000
181.
500.
000
199.
650.
000
219.
615.
000
3
So
sialis
asi p
erat
uran
per
unda
ngan
LH
-27
5.00
0.00
030
2.50
0.00
033
2.75
0.00
036
6.02
5.00
0
JUM
LAH
2.33
2.50
0.00
02.
567.
975.
000
2.81
7.98
1.25
03.
084.
269.
438
LAMPIRAN | 83
Lam
pira
-5. A
ngga
ran
Kegi
atan
Miti
gasi
dal
am R
enst
ra D
inas
Per
tam
bang
an d
an E
nerg
i
No
Prog
ram
dan
Keg
iata
nTa
hun-
1Rp
Targ
et K
iner
ja P
rogr
am d
an K
eran
gka
Pend
anaa
nTa
hun-
2Ta
hun-
3Ta
hun-
4Ta
hun-
5Rp
RpRp
Rp(1
)(2
)(3
)(4
)(5
)(6
)(7
)1
Pem
bina
an d
an p
enga
was
an b
idan
g pe
rtam
bang
an
1
Koor
dina
si da
n pe
ndat
aan
hasil
pro
duks
i di b
idan
g pe
rtam
bang
an
2
Pem
bina
an te
rhad
ap p
engu
saha
an d
an p
eman
faat
an a
ir ta
nah
3.10
5.00
047
.415
.500
52.1
57.0
5057
.372
.755
60.0
00.0
00
3Pe
met
aan
seba
ran
sum
ur tu
a da
n su
mur
pro
duks
i mig
as K
abup
aten
Ban
yuas
in
4Pe
mbi
naan
terh
adap
keg
iata
n us
aha
Mig
as
5Pe
ngaw
asan
dan
pem
bina
an te
rhad
ap u
saha
hili
r mig
as53
.478
.000
58.8
25.8
0064
.708
.380
71.1
79.2
1880
.000
.000
6
Peng
awas
an d
an p
embi
naan
terh
adap
usa
ha h
ulu
mig
as40
.186
.000
44.2
04.6
0048
.625
.060
53.4
87.5
6660
.000
.000
7
Peng
awas
an d
an p
embi
naan
terh
adap
keg
iata
n us
aha
Mig
as
8Zo
nasi
wila
yah
kons
erva
si ai
r tan
ah K
ecam
atan
Tal
ang
Kela
pa. B
anyu
asin
I.
Betu
ng. P
ulau
Rim
au d
an T
ungk
al Il
ir
9Pe
ngaw
asan
kes
elam
atan
dan
kes
ehat
an k
erja
per
tam
bang
an27
.217
.000
29.9
38.7
0032
.932
.570
36.2
25.8
2740
.000
.000
2Pe
ngaw
asan
dan
Pen
ertib
an k
egia
tan
raky
at y
ang
berp
oten
si m
erus
ak li
ngku
ngan
1
Peng
awas
an d
an p
ener
tiban
keg
iata
n pe
rtam
bang
an ra
kyat
37
.478
.000
41.2
25.8
0045
.348
.380
49.8
83.2
1850
.000
.000
2
Mon
itorin
g. e
valu
asi d
an p
elap
oran
dam
pak
keru
saka
n lin
gkun
gan
akib
at
kegi
atan
per
tam
bang
an ra
kyat
3
Peny
ebar
an P
eta
Dae
rah
Raw
an B
enca
na A
lam
Geo
logi
3Pe
ngem
bang
an in
form
asi p
oten
si en
ergi
dan
sum
ber d
ayam
iner
al
1Pe
ngol
ahan
dat
a. in
form
asi d
an d
okum
enta
si 37
.230
.000
2.20
7.40
1.02
0
2Pe
ngem
bang
an S
aran
a da
n Pr
asar
ana
Pert
amba
ngan
dan
Ene
rgi
3
Peny
ebar
an In
form
asi S
ekto
r Per
tam
bang
an. E
nerg
i
4Pe
ning
kata
n In
vest
asi J
ejar
ing
Prod
uk-p
rodu
k U
nggu
lan
Pert
amba
ngan
dan
En
ergi
5
Pem
anta
pan
Upa
ya P
enge
lola
an P
enda
pata
n D
aera
h Bi
dang
Per
tam
bang
an
dan
Ener
gi d
i Kab
upat
en B
anyu
asin
6
Pem
anfa
atan
pot
ensi
biog
as K
abup
aten
Ban
yuas
in
7
Peng
adaa
n Pe
ta T
emati
k Pe
rtam
bang
an d
an E
nerg
i
JUM
LAH
2.33
2.50
0.00
02.
567.
975.
000
2.81
7.98
1.25
03.
084.
269.
438