turp

22
TURP 15052010 Transurethral resection of the prostate(TURP) merupakan standar pembedahan endoskopik untuk Benign Prostat Hypertrophy (pembesaran prostat jinak). TURP dilakukan dengan cara bedah elektro (electrosurgical) atau metode alternative lain yang bertujuan untuk mengurangi perdarahan, masa rawat inap, dan absorbsi cairan saat operasi. Metode alternatif ini antara lain vaporization TURP (VaporTode), TURP bipolar, vaporisasi fotoselektif prostat (PVP), dan enuleasi laser holmium serta tidanakan invasive minimal lainnya seperti injeksi alcohol, pemasangan stent prostat, laser koagulasi. Menurut Agency for Health Care Policy and Research guidelines , indikasi absolut pembedahan pada BPH adalah sebagai berikut : 1. Retensi urine yang berulang. 2. Infeksi saluran kemih rekuren akibat pembesaran prostat. 3. Gross hematuria berulang. 4. Insufisiensi ginjal akibat obstruksi saluran kemih pada buli. 5. Kerusakan permanen buli atau kelemahan buli-buli. 6. Divertikulum yang besar pada buli yang menyebabkan pengosongan buli terganggu akibat pembesaran prostat. Secara umum pasien dengan gejala LUTS sedang-berat yang tidak berespon terhadap pengobatan dengan alfa-adrenergik bloker dan/atau 5-alfa reduktase blok inhibitor dipertimbangakan untuk menjalani prosedur pembedahan. TURP diindikasikan pada pasien dengan gejala sumbatan saluran kencing menetap dan progresif akibat pembesaran prostat yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi obat-obatan. Kontraindikasi TURP TURP merupakan prosedur elektif dan tidak direkomendasian pada pasien tertentu. Hampir semua kontraindikasinya adalah kontraindikasi relatif, berdasarkan kondisi komorbid pasien dan

Upload: supergirl2123

Post on 30-Nov-2015

909 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: TURP

TURP15052010

Transurethral resection of the prostate(TURP) merupakan standar pembedahan endoskopik untuk Benign Prostat Hypertrophy (pembesaran prostat jinak).  TURP dilakukan dengan cara bedah elektro (electrosurgical) atau metode alternative lain yang bertujuan untuk mengurangi perdarahan, masa rawat inap, dan absorbsi cairan saat operasi.  Metode alternatif ini antara lain vaporization TURP (VaporTode), TURP bipolar, vaporisasi fotoselektif prostat (PVP), dan enuleasi laser holmium serta tidanakan invasive minimal lainnya seperti injeksi alcohol, pemasangan stent prostat, laser koagulasi.

Menurut Agency for Health Care Policy and Research guidelines, indikasi absolut pembedahan pada BPH adalah sebagai berikut :

1. Retensi urine yang berulang.

2. Infeksi saluran kemih rekuren akibat pembesaran prostat.

3. Gross hematuria berulang.

4. Insufisiensi ginjal akibat obstruksi saluran kemih pada buli.

5. Kerusakan permanen buli atau kelemahan buli-buli.

6. Divertikulum yang besar pada buli yang menyebabkan pengosongan buli terganggu akibat pembesaran prostat.

Secara umum pasien dengan gejala LUTS sedang-berat yang tidak berespon terhadap pengobatan dengan alfa-adrenergik bloker dan/atau 5-alfa reduktase blok inhibitor dipertimbangakan untuk menjalani prosedur pembedahan. TURP diindikasikan pada pasien dengan gejala sumbatan saluran kencing menetap dan  progresif akibat pembesaran prostat yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi obat-obatan.

Kontraindikasi TURP

TURP merupakan prosedur elektif dan tidak direkomendasian pada pasien tertentu. Hampir semua kontraindikasinya adalah kontraindikasi relatif, berdasarkan kondisi komorbid pasien dan kemampuan pasien dalam menjalani prosedur bedah dan anestesi.  Kontraindikasi relatif antara lain adalah status kardipulmoner yang tidak stabil atau adanya riwayat kelainan perdarahan yang tidak bisa disembuhkan. Pasien yang baru  mengalami infark miokard dan dipasang stent arteri koroner sebaiknya ditunda sampai 3 bulan bila akan dilakukan TURP.

Pasien dengan disfungsi spingter  uretra eksterna seperti pada penderita miastenia gravis, multiple sklerosis,atau Parkinson dan/atau buli yang hipertonik tidak bleh dilakukan TURP karena akan menyebabkan inkontinensia setelah operasi. Demikian pula pada pasien yang mengalami fraktur pelvis mayor yang menyebabkan kerusakan spingter uretra eksterna. TURP akan menyebabkan hilangnya spingter urin internal sehingga pasien secara total akan tergantung pada fungsi otot spingter eksternal untuk tetap kontinen. Jika spingter eksternal rusak, trauma, atau mengalami disfungsi, pasien akan mengalami inkontinesia.

Page 2: TURP

Kontrandikasi yang lain adalah pasien kanker prostat yang baru menjalani radioterapi terutama brachyterapi atau krioterapi dan infeksi saluran kencing yang aktif.

Sumber : emedicine.com

TURP adalah singkatan dari transurethral resection of the prostate. Adalah suatu tindakan endoskopis pengurangan masa prostat (prostatektomi) dengan tujuan agar kencing dapat mengalir lancar. Pada operasi ini dilakukan dengan alat endoskopi yang dimasukkan kedalam urretra (penis). Pengerokan jaringan prostat dengan bantuan elektrokauter. Adapun jalannya operasi tersebut adalah:

pasien dalam kondisi terbius (umum ataupun regional) posisi terlentang dan kedua kaki di

tekuk 90 derajad di lutut dan pinggul.

dilakukan penilaian kandung kencing dan prostat.

dilakukan pengerokan prostat hingga seluruh lobus yang menyumbat dikerok.

pembuangan sisa kerokan prostat.

kontrol perdarahan.

Adapun hal yang perlu diperhatikan bahwa setiap operasi endoskopis harus dipersiapkan operasi

terbuka (open). Tindakan operasi terbuka dilakukan jika terjadi penyulit selama operasi yang tak

dapat ditangani secara endoskopis.

Page 4: TURP

Alat yang dipersiapkan :

Cold light fountain standard (lampu endoskopi)

Kabel cahaya fiber optic

Pipa air dengan luerlock

Alat koagulasi dan reseksi listrik

Working element yang terdiri dari :

Sheath : No.24 F atau 27 F Teleskope : Optik 0 atau 30Obturator : No. 24 F atau 27 F Cutting loop : No. 24 F atau 27 F

urethral Bougie ukuran 25 F,27 F, dan 29 F

Desinfeksi klem

Sarung tangan steril 2 pasang

Linen set terdiri dari : penutup meja instrumen, sarung kaki 2 buah, doek besar berlubang,

baju dan skort operasi.

Tehnik Operasi :

1. Pasang foto-foto pada light box

2. Setelah dilakukan anestesi regional penderita diletakkan dalam posisi lithotomi

3. Untuk menghindari komplikasi orchitis dilakukan Vasektomi tanpa Pisau (VTP)

4. Dilakukan desinfeksi dengan povidone jodine didaerah penis scrotum dan sebagian dari

kedua paha dan perut sebatas umbilicus

5. Persempit lapangan operasi dengan memasang sarung kaki dan doek panjang berlubang

untuk bagian supra pubis ke kranial.

6. Dilatasi uretra dengan bougie roser 25 F sampai 29 F

7. Sheath 24F / 27F dengan obturator dimasukkan lewat uretra sampai masuk buli-buli.

8. Obturator dilepas, diganti optik 30 dan cutting loop sesuai dengan ukuran sheatnya.

9. Evaluasi buli-buli apakah ada tumor, batu, trabekulasi dan divertikel buli

10. Working element ditarik keluar untuk mengevaluasi prostat ( panjangnya prostat yang

menutup uretra, leher buli dan verumontanum )

11. Selanjutnya dilakukan reseksi prostat sambil merawat perdarahan

12. Sebaiknya adenoma prostat dapat direseksi semuanya, waktu reseksi paling lama 60 menit

(bila menggunakan irigan aquades) dan waktu bisa lebih lama bila menggunakan irigan

glisin. Hal ini untuk menghindari terjadinya Sindroma TUR.

13. Bila terjadi pembukaan sinus, operasi dihentikan, untuk menghindari sindroma TUR

14. Chips prostat dikeluarkan dengan menggunakan ellik evakuator sampai bersih, selanjutnya

dilakukan perawatan perdarahan.

15. Setelah selesai, dipasang three way kateter 24F dan dipasang Spoel NaCl 0,9% atau Aquades.

Kateter ditraksi selama 6 jam, dan dilepas 3-5 hari.

Page 5: TURP

Flowmetri dilakukan setelah lepas kateter dan penderita dapat miksi spontan.

Penderita dapat pulang sambil menunggu hasil Patologi Anatominya

Setelah   TURP

27KamisOKT 2011POSTED BY KIOSWIKAN  IN BPH ≈ 4 KOMENTAR TagBPH, chalange, kadar,kalium, menit, natrium,pasca, per, setelah,tetes, TURP

Setelah operasi TURP atau pengerokan prostat dapat terjadi beberapa komplikasi. Untuk

mengamati dan jika perlu dilakukan penanganan komplikasi maka perlu perawatan khusus.

Segera setelah TURP pasien ditampatkan di ruang khusus dengan pengawasan ketat (sering

disebut RR atau ruang resusitasi).

Hal-hal yang terus dimonitor dalam ruangan ini antara lain tekanan darah, nadi, respirasi,

kesadaran, keluhan mual muntah dan gangguan pandangan.Selain itu perlu diamati produksi

kateter dan rasa nyeri di perut.

Tekanan darah diusahakan dalam kisaran normal. Tekanan darah yang terlalu tinggi (sistole

diatas 150mmHg) akan menyebabkan pembuluh darah terbuka sehingga pendarahan setelah

operasi akan berlanjut. Hal ini akan ditandai dengan kateter yang merah pekat. Jika keadaan

berlanjut akan berakhir dengan shock dan kematian. tekanan darah yang rendah (sistole kurang

dari 80mmHg) akan berakibat perfusi jaringan tidak baik.

Frekuensi nadi yang tinggi mungkin menrupakan tanda rasa nyeri yang tidak tertangani dengan

analgetik (analgetik kurang adekuat) atau kompensasi akibat volume intravaskularyang kurang

(akibat pendarahan). Untuk membedakan kedua hal tersebut dapat dilakukan dengan bertanya

kepada pasien apakah terasa nyeri, memberikan infus 400cc NaCl 0,9% (sebagai chalange test).

Jika nadi turun setelah chalange test maka peningkatan frekuensi nadi karena kekurangan volume

intra vasa dan memerlukan resusitasi. Jika tetap tinggi mungkin diperlukan peningkatan

analgetik.

Suhu tubuh harus dijaga dalam keadaan hangat dengan warmer blanket ataupun selimut tebal.

Suhu ruangan yang dingin akan mengakibatkan pasien hipotermi dan sebagai respon

metabolisme akan ditingkatkan oleh tubuh.

Page 6: TURP

Monitor kesadaran, mual muntah dan gangguan pandangan yang tergangu mungkin karena

ketidakseimbangan elektrolit, umumnya karena kadar natrium yang rendah. Jika volume

intravaskular yakin baik, dapat diberikan furosemide intravenous bolus. Dengan pemberian

diuretik ini diharapkan terjadi diuresis/kencing. Produksi kencing akan mengurangi volume

intravaskular, tetapi elektrolit natrium relatif tidak ikut kedalam kencing. Sehingga kadar natrium

akan naik (natrium tetap tetapi jumlah pelarut berkurang maka kadar akan naik). Koreksi

selanjutnya dilakukan setelah hasil laboratorium ada. Gangguan pandangan umumnya bersifat

sementara, meskipun demikian kondisi ini jarang terjadi.

Rasa nyeri di perut dapat bermakna adanya jendalan darah yang banyak di kandung kencing,

sumbatan kateter, berlubangnya kandung kencing akibat operasi atau analgetik yang tidak

adekuat. Jendalan darah yang banyak dapat menyebabkan nyeri jika jendalan sangat banyak

sehingga kandung kencing sangat teregang. Nyeri karena sumbatan kateter karena cairan irigasi

dari penampung tetap menetes sedangkan aliran kateter kebawah tak lancar, sehingga kandung

kencing melendung. Kita akan curiga sumbatan kateter dan clot/jendalan darah berkumpul di

kandung kencing jika kandung kencing teraba penuh (daerah suprapubik melendung dan

mengeras). Untuk kedua masalah ini dapat diselesaikan dengan spooling dengan NaCl 0,9%.

Kandung kencing berlubang dicurigai saat terasa nyeri yang menjalar hingga ke pundak (bahu),

dan saat kateter disumbat dengan irigasi tetap dijalankan kandung kencing tidak penuh. Adekuat

tidaknya analgetik dapat diketahui dari keluhan pasien dan frekuensi nadi.

Di ruang tersebut akan dialakukan pengambilan darah. Sampel darah sekitar 3 cc akan segera

dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan kadar hemoglobin darah serta natrium dan kalium

serum. Lama pemeriksaan elektrolit tersebut sekitar 1jam 45 menit, dan untuk hemoglobin/darah

rutin selama 45 menit.

Jika secara klinis diketahui adanya penurunan kadar hemoglobin yang berat, misalnya saat

operasi terjadi pendarahan yang hebat atau saat di ruang resusitasi kateter merah pekat terus

maka dapat dilakukan transfusi dengan PRC (packed red cell).

Setelah diketahui kadar hemoglobin dan elektrolit segera lakukan koreksi jika diperlukan.

Koreksi Hemoglobin mulai dilakukan jika kadar hemoglobin dibawah 10gr%. Kadar natrium

serum dibawah 120mEq/L segera lakukan koraksi cepat dengan natrium 3%intravena, 120

hingga 130mEq/L lakukan koreksi lambat intravena dengan NaCl 0,9%. Diatas 130 mEq/L

lakukan koreksi dengan kapsul garam.

Page 7: TURP

Irigasi setelah TURP menggunakan cairan NaCl 0,9% atau sterilized water for irrigation. Kedua

jenis cairan ini lazim digunakan di Indonesia.Setiap rumah sakit memiliki keputusan tersendiri.

Kedua jenis cairan ini aman dan sudah terdapt penelitian yang mengungkapkannya. Di luar negri

mungkin terdapat cairan lain seperti glisin, cytal ataupun lainnya tetapi cairan tersebut tidak

masuk pasaran Indonesia.

Jumlah tetesan cairan irigasi untuk hari setelah operasi biasanya guyur. Hari pertama sekitar 60

tetes permenit. Hari kedua sekitar 40 tetes permenit. Hari ketiga intermiten. Meskipun demikian

tetesan dapat bebrbeda antar pasien disesuaikan kondisi pasien.

Transurethral resection of the prostate   (TURP) Oktober 15, 2010

Transurethral resection of the prostate (TURP)

 

Pengertian TURP

-          Suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan resektroskop.

Merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek merugikan terhadap potensi

kesembuhan.

-          Transurethral resection of the prostate (TURP) dapat dipakai sebagai criteria standar

untuk mengurangi “bladder outlet obstruction (BOO) secondary to BPH”.  TURP merupakan

metode paling sering digunakan dimana jaringan prostat yang menyumbat dibuang melalui

sebuah alat yang dimasukkan melalui uretra (saluran kencing). Merupakan salah satu jenis

operasi endoskopi yang banyak dilakukan saat ini adalah TURP (transurethral resection of the

prostate) dimana kelenjar prostat dipotong dengan cara dikerok dengan menggunakan energi

listrik.

Dampak TURP1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Timbulnya perubahan pemeliharaan kesehatan

karena tirah baring selama 24 jam pasca turp. Adanya keluhan nyeri karena spasme buli-buli memerlukan penggunaan antipasmodik sesuai terap dokter.

2. Pola nutrisi dan metabolisme klien yang dilakukan anasthesi SAB tidak boleh makan dan minum sebelum flatus

3. Pola eliminasi. Pada klien dapat terjadi hematuri setelah tindakan TURP. Retensi urine dapat terjadi bila terdapat bekuan darah pada kateter. Sedangkan inkontinensia dapat terjadi setelah kateter dilepas.

Page 8: TURP

4. Pola aktivitas dan latihan. Adanya keterbatasan aktivitas karena kondisi klien yang lemah dan terpasang traksi keteter selama 6-24 jam. Pada paha yang dilakukan perekatan kateter tidak boleh fleksi selama traksi masih diperlukan.

5. Pola tidur dan istirahat. Rasa nyeri dan perubahan situasi karena hospitalisasi dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat.

6. Pola kognitif dan perseptual. Sistem penglihatan, pendengaran, pengecap, peraba dan panghidu tidak mengalami gangguan pasca TURP

7. Pola persepsi dan konsep diri. Klien dapat mengalami cemas karena kurang pengetahuan tentang perawatan serta komplikasi BPH pasca TURP

8. Pola hubungan dan peran karena klien harus menjalani perawatan di RS, maka dapat mempengaruhi hubungan dan peran klien baik dalam keluarga, tempat kerja, dan masyarakat.

9. Pola reproduksi sexual. Tindakan TURP dapat menyebabkan impotensi dan ejakulasi retrograd

 

indikasi TURP

Secara umum indikasi untuk metode TURP adalah pasien dengan gejala sumbatan yang

menetap, progresif akibat pembesaran prostat, atau tidak dapat diobati dengan terapi obat lagi.

Indikasi TURP ialah gejala-gejala dari sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 60 gram

dan pasien cukup sehat untuk menjalani operasi

Operasi ini dilakukan pada prostat yang mengalami pembesaran antara 30-60 gram,

alasan dilakukannya TURP

Karena prostat mengalami pembesaran, dan harus dilakukan TURP guna    mengeruk prostat

tersebut.

waktu yang tepat dilakukannya TURP

Prosedur ini dilakukan dengan anestesi regional atau umum dan      membutuhkan perawatan

inap selama 1-2 hari. Proses TURP tidak boleh lebih   dari 1 jam.

mekanisme TURP

TURP dilakukan dengan memakai alat yang disebut resektoskop dengan    suatu lengkung

diathermi. Jaringan kelenjar prostat diiris selapis demi selapis dan

dikeluarkan melalui selubung resektoskop. Perdarahan dirawat dengan memakai    diathermi,

biasanya dilakukan dalam waktu 30 sampai 120 menit, tergantung           besarnya prostat.

Selama operasi dipakai irigan akuades atau cairan isotonik tanpa           elektrolit. Prosedur ini

dilakukan dengan anastesi regional ( Blok Subarakhnoidal     / SAB / Peridural ). Setelah itu

dipasang kateter nomer Ch. 24 untuk beberapa        hari. Sering dipakai kateter bercabang tiga

atau satu saluran untuk spoel yang          mencegah terjadinya pembuntuan oleh pembekuan

darah. Balon dikembangkan dengan mengisi cairan garam fisiologis atau akuades sebanyak 30 –

Page 9: TURP

50 ml yang     digunakan sebagai tamponade daerah prostat dengan cara traksi selama 6 – 24      

jam.Traksi dapat dikerjakan dengan merekatkan ke paha klien atau dengan           memberi beban

(0,5 kg) pada kateter tersebut melalui katrol. Traksi tidak boleh lebih dari 24 jam karena dapat

menimbulkan penekanan pada uretra bagian       penoskrotal sehingga mengakibatkan stenosis

buli – buli karena ischemi. Setelah     traksi dilonggarkan fiksasi dipindahkan pada paha bagian

proximal atau abdomen   bawah. Antibiotika profilaksis dilanjutkan beberapa jam atau

24 – 48 jam pasca bedah. Setelah urin yang keluar jernih kateter dapat dilepas        .Kateter

biasanya dilepas pada hari ke 3 – 5. Untuk pelepasan kateter, diberikan    antibiotika 1 jam

sebelumnya untuk mencegah urosepsis. Biasanya klien boleh         pulang setelah miksi baik,

satu atau dua hari setelah kateter dilepas

Peran perawat dalam proses TURP

Perawat tidak berwenang dalam proses TURP karena yang berwenang        adalah dokter.

Perawat hanya membantu dokter dalam proses TURP. Dan perawat        berwenang untuk

merawat pasien pasca TURP.

SINDROMA TURPosted by biomedikamataram under Articles | Tags: sindroma tur | Leave a Comment 

SINDROMA TUR

Baskoro Tri Laksono*, Suhardjendro**, dan Soewignjo Soemohardjo***

* UGD Rumah Sakit Biomedika Mataram

**Bagian Urologi RSUD Mataram

*** Bagian Penyakit Dalam RSUD Mataram

Pendahuluan

Pembedahan prostat transuretral (TURP) masih merupakan salah satu terapi standar dari

Hipertropi Prostat Benigna (BPH) yang menimbulkan obstruksi uretra. Operasi ini sudah

dikerjakan mulai beberapa puluh tahun yang lalu di luar negeri dan berkembang terus dengan

makin majunya peralatan yang dipakai. Tapi di Indonesia khususnya di Mataram TURP ini

relatif baru. Terapi ini makin populer karena trauma operasi pada TURP jauh lebih rendah

dibandingkan dengan prostatektomi secara terbuka.

Dalam TURP dilakukan reseksi jaringan prostat dengan menggunakan kauter yang dilakukan

secara visual. Dalam TURP dilakukan irigasi untuk mengeluarkan sisa-sisa jaringan dan untuk

menjaga visualisasi yang bisa terhalang karena perdarahan. Karena seringnya tindakan ini

dilakuan maka komplikasi tindakan serta pencegahan komplikasi makin banyak diketahui. Salah

Page 10: TURP

satu komplikasi yang penting dari TURP adalah intoksikasi air dan hiponatremi dilusional yang

disebut Sindroma TUR yang bisa berakhir dengan kematian.

TUR syndrom adalah suatu komplikasi yang paling sering dan paling menakutkan dalam

pembedahan urologi endoskopik. Di tangan para ahli yang berpengalamanpun, Sindroma TUR

dapat terjadi pada 2% kasus dengan mortalitas yang masih tinggi. Sampai sekarang Sindrom

TUR merupakan suatu komplikasi yang sangat menakutkan baik untuk para urolog yang

melakukan operasi maupun para anestesiolog yang seharusnya melakukan diagnosa sindrom ini

dan melakukan intervensi untuk mencegah kematian(1,2).

Definisi

Sindroma TUR adalah suatu keadaan klinik yang ditandai dengan kumpulan gejala akibat

gangguan neurologik, kardiovaskuler, dan elektrolit yang disebabkan oleh diserapnya cairan

irigasi melalui vena-vena prostat atau cabangnya pada kapsul prostat yang terjadi selama

operasi(1,2,3,4).

Angka Kekerapan

Diperkirakan 2% dari pasien yang dilakukan TURP mengalami Sindrom TUR dari berbagai

tingkat(3). Suatu penelitian yang dilakukan di Filipina menunjukkan angka kekerapan sebesar

6%(4). Penelitian yang lain menunjukkan frekuensi Sindoma TUR sampai 10%(7). Penelitian

Marrero menunjukkan frekuensi Sindrom TUR meningkat bila:

1. Prostat yang ukurannya lebih dari 45 gr

2. Operasi yang berlangsung lebih dari 90 menit

3. Pasien yang mengalami hiponatremi relatif

4. Cairan irigasi 30 liter atau lebih

Karena itu TURP hanya boleh dilakukan kalau ahli bedah yakin bahwa operasi pasti dapat

diselesaikan tidak lebih dari 90 menit. Tetapi menurut penelitian ternyata Sindroma TUR dapat

terjadi pada operasi yang berlangsung 30 menit(4).

Sebaliknya risiko Sindrom TUR akan menurun bila:

1. Dipakai cairan irigasi yang tidak menimbulkan hemolisis (isotonik)(4).

2. Tekanan cairan irigasi yang masuk (in flow) dijaga serendah mungkin(4).

Gejala-Gejala Sindroma TUR

Sindrom TUR dapat terjadi kapanpun dalam fase perioperatif dan dapat terjadi beberapa menit

setelah pembedahan berlangsung sampai beberapa jam setelah selesai pembedahan. Penderita

dengan anestesi regional menunjukkan keluhan-keluhan sebagai berikut(3,4):

• Pusing

• Sakit kepala

Page 11: TURP

• Mual

• Rasa tertekan di dada dan tenggorokan

• Napas pendek

• Gelisah

• Bingung

• Nyeri perut

Tekanan sistolik dan diastolik meningkat, nadi menurun. Bila penderita tidak segera di terapi

maka penderita menjadi sianotik, hipotensif dan dapat terjadi cardiac arrest. Beberapa pasien

dapat menunjukkan gejala neurologis. Mula-mula mengalami letargi dan kemudian tidak sadar,

pupil mengalami dilatasi. Dapat terjadi kejang tonik klonik dan dapat berakhir dengan koma.

Bila pasien mengalami anestesi umum, maka diagnosa dari sindrom TURP menjadi sulit dan

sering terlambat. Salah satu tanda adalah kenaikan dan penurunan tekanan darah yang tidak

dapat diterangkan sebabnya. Perubahan ECG dapat berupa irama nodal, perubahan segmen ST,

munculnya gelombang U, dan komplek QRS yang melebar. Pada pasien yang mengalami

sindrom TURP, pulihnya kembali kesadaran karena anestesi dan khasiat muscle relaxant dapat

terlambat(1,7).

Patogenesis

Sejumlah besar cairan dapat diserap selama operasi terutama bila sinus vena terbuka secara dini

atau bila operasi berlangsung lama. Rata-rata diperkirakan terjadi penyerapan 20cc cairan

permenit atau kira-kira 1000-1200cc pada 1 jam pertama operasi, sepertiga bagian di antaranya

diserap langsung ke dalam sistem vena. Dan hal ini akan menimbulkan hiponatremia

dilusional(1,3,4).

Page 12: TURP

Gambar 1 Proses TURP

Faktor utama yang menyebabkan timbulnya sindroma TURP adalah circulatory overload,

keracunan air, dan hiponatremia.

1. Circulatory overload

Penyerapan cairan irigasi praktis terjadi pada semua operasi TURP dan hal ini terjadi

melalui jaringan vena pada prostat. Menurut penelitian, dalam 1 jam pertama dari operasi

terjadi penyerapan sekitar 1 liter cairan irigasi yang setara dengan penurunan akut kadar

Na sebesar 5-8 mmol/liter. Penyerapan air di atas 1 liter menimbulkan risiko timbulnya

gejala sindrom TUR. Penyerapan air rata-rata selama TUR adalah 20 ml/menit. Dengan

adanya circulatory overload, volume darah meningkat, tekanan darah sistolik dan

diastolik menurun dan dapat terjadi payah jantung. Cairan yang diserap akan

menyebabkan pengenceran kadar protein serum, menurunnya tekanan osmotik darah.

Pada saat yang sama, terjadi peningkatan tekanan darah dan cairan di dorong dari

pembuluh darah ke dalam jaringan interstitial dan menyebabkan udema paru dan cerebri.

Di samping absorbsi cairan irigasi ke dalam peredaran darah sejumlah besar cairan dapat

terkumpul di jaringan interstitial periprostat dan rongga peritoneal. Setiap 100 cc cairan

yang masuk ke dalam cairan interstitial akan membawa 10-15 ml eq Na. Lamanya

pembedahan berhubungan dengan jumlah cairan yang diserap. Morbiditas dan mortalitas

Page 13: TURP

terbukti tinggi bila pembedahan berlangsung lebih dari 90 menit. Penyerapan cairan

intravaskuler berhubungan dengan besarnya prostat sedang penyerapan cairan interstitial

tergantung dengan integritas kapsul prostat. Circulatory overload sering terjadi bila

prostat lebih dari 45 gram. Faktor penting yang berhubungan dengan kecepatan

penyerapan cairan adalah tekanan hidrostatik dalam jaringan prostat. Tekanan ini

berhubungan dengan tingginya tekanan cairan irigasi dan tekanan dalam kandung

kencing selama pembedahan. Tinggi dari cairan irigasi adalah 60 cm yang dapat

memberikan kecepatan 300 cc cairan permenit dengan visualisasi yang baik (1).

2. Keracunan air

Beberapa pasien dengan sindrom TUR menunjukkan gejala dari keracunan air karena

meningkatnya kadar air dalam otak. Penderita menjadi somnolen, inkoheren dan gelisah.

Dapat terjadi kejang-kejang dan koma, dan posisi desereberate. Dapat terjadi klonus dan

refleks babinsky yang postif. Terjadi papil udem dan midriasis. Gejala keracunan air

terjadi bila kadar Na 15-20 meq/liter di bawah kadar normal(1,3).

3. Hiponatremia

Na sangat penting untuk fungsi sel jantung dan otak. Beberapa mekanisme terjadinya

hiponatremia pada pasien TUR adalah:

a. Pengenceran Na karena penyerapan cairan irigasi yang besar.

b. Kehilangan Na dari daerah reseksi prostat ke dalam cairan irigasi.

c. Kehilangan Na ke dalam kantong-kantong cairan irigasi di daerah periprostat dan

rongga peritoneal.

Gejala hiponatremia adalah gelisah, bingung, inkoheren, koma, dan kejang-kejang. Bila

kadar Na di bawah 120 meq/liter, terjadi hipotensi dan penurunan kontraktilitas otot

jantung. BIla kadar Na di bawah 115 meq/liter, terjadi bradikardi dan kompleks QRS

yang melebar, gelombang ektopik ventrikuler dan gelombang T yang terbalik. Di bawah

100 meq/liter terjadi kejang-kejang, koma, gagal napas, takikardi ventrikel, fibrilasi

ventrikel, dan cardiac arrest(1,8).

4. Koagulopati

Page 14: TURP

Pada Sindroma TUR dapat terjadi Disseminated Intravasculer Coagulation (DIC) yang

terjadi akibat lepasnya partikel prostat yang mengandung tromboplastin dalam jumlah

besar ke dalam peredaran darah dan menyebabkan fibrinolisis sekunder. DIC ini dapat

diketahui dari turunnya kadar trombosit dan meningkatnya Fibrin Degradation

Product (FDP) serta kadar fibrinogen yang rendah(1,8).

5. Bakteriemia dan Sepsis

Pada 30% penderita yang dilakukan TURP sudah terjadi infeksi sebelum operasi. Bila

sinus vena prostat terbuka sebelum operasi dan dilakukan irigasi dengan tekanan tinggi

maka kuman bisa masuk ke dalam peredaran darah dan terjadi bakteremia. Pada 6%

pasien bakteremia ini menyebabkan sepsis(1).

6. Hipotermi

Hipotermi sering terjadi pada pasien yang mengalami TURP. Irigasi kandung kencing

merupakan penyebab penting kehilangannya panas tubuh dan hal ini ditambah dengan

suhu kamar operasi yang rendah. Hipotermi sering terjadi pada penderita lanjut usia

karena gangguan saraf otonomik(1).

Cairan Irigasi

Untuk operasi TUR dapat dipakai beberapa macam cairan irigasi. Salin tidak dapat dipakai

karena cairan ini merupakan penghantar listrik dan akan mengganggu proses pemotongan dan

kauterisasi. Di samping itu arus listrik dapat dihantarkan ke alat resektoskop dan dapat mengenai

ahli bedah. Belakangan ini telah ditemukan mesin resektoskop yang lebih moderen yang dapat

menggunakan salin sebagai cairan irigasinya tapi alat tersebut masih sangat mahal. Salin

merupakan cairan irigasi yang ideal karena sifatnya yang isotonik sehingga tidak mengganggu

bila terserap(3).

Cairan lain yang dapat dipakai adalah air steril, glysin 1,2%, 1,5%, atau 2,2%. Cairan lain

yang dapat dipakai adalah sorbitol atau manitol 3%. Di negara maju air steril sudah jarang

dipakai karena jika diserap dalam jumlah besar dapat menyebabkan hiponatremia, hemolisis intra

vaskuler dan hiperkalemia. Karena itu sorbitol, manitol, atau glisin lebih banyak dipakai.

Sorbitol/manitol atau glisin dapat mencegah hemolisis intravaskuler tetapi tidak dapat mencegah

hiponatremia dilusional karena bisa terjadi penyerapan cairan dalam jumlah besar tanpa

penambahan natrium. Cairan yang banyak dipakai di luar negeri adalah glisin. Tetapi penyerapan

glisin dalam jumlah besar dapat menyebabkan beberapa akibat dan sebenarnya cairan sorbitol

Page 15: TURP

dan manitol lebih baik dibandingkan dengan glisin. Tetapi harganya lebih mahal. Cairan non

ionik yang dapat dipakai adalah larutan glukose 2,5%-4%. Untuk negara yang sedang

berkembang, Collins dan kawan-kawannya menganjurkan pemakaian dektrose 5% yang lebih

ekonomik dibandingkan dengan cairan glisin dan lebih jarang menimbulkan hemolisis serta lebih

aman dibandingkan air steril. Tetapi larutan dextrose tidak disukai karena dapat menyebabkan

hipoglikemi tissue charring pada tempat reseksi dan menimbulkan rasa lengket pada sarung

tangan ahli bedah dan peralatan. Di Amerika Serikat, cairan irigasi yang paling banyak dipakai

adalah Cytal yang merupakan campuran antara sorbitol 2,7% dan manitol 0,54%(1,3).

Terapi

Pada hiponatremia ringan atau sedang, pemberian furosemide intravenous dan infus normosalin

mungkin sudah cukup. Tindakan ini akan menurunkan kelebihan beban cairan melalui diuresis

dan menjaga kadar Na dalam batas normal. Pemberian furosemide sebaiknya dimulai selama

pasien masih di dalam kamar operasi kalau terjadi perdarahan yang banyak dan waktu operasi

lebih dari 90 menit atau bila kadar natrium menurun. Pada kasus hiponatremi berat diberikan

infus 3% saline sebanyak 150-200 cc dalam waktu 1-2 jam. Tindakan ini harus selalu disertai

furosemide intravena, terutama pada pasien dengan risiko terjadinya payah jantung kongestif.

Pemberian hipertonik saline ini dapat diulangi bila perlu. Selama pemberian saline hipertonik,

kadar elektrolit harus diperikasa tiap 2-4 jam untuk mencegah terjadinya hipernatremia. Pada

penderita hiponatremia yang menunjukkan gejala, gejala itu bisa dihilangkan dengan

peningkatan kadar natrium 4-6 meq/liter saja. Dalam 12-24 jam pertama, hanya setengah dari

kekurangan kadar natrium yang perlu diatasi dengan pemberian saline 3%. Pemberian saline 3%

sebaiknya segera digantikan dengan normal saline. Jangan meningkatkan kadar natrium lebih

dari 20 meq/liter dalam waktu 24 jam. Dianjurkan untuk menaikkan kadar natrium secara

perlahan. Karena pemberian saline 3% hanya dipakai untuk tidak lebih dari separuh dari

penggantian kalium, maka pada pasien dengan hiponatremia berat hanya memerlukan 300-500cc

saline 3%(3).

Bila terjadi udem paru-paru, harus dilakukan intubasi trakeal dan ventilasi tekanan positif dengan

menggunakan oksigen 100%(1). Bila terjadi kehilangan darah yang banyak maka transfusi

dilakukan dengan menggunakan Packed Red Cells (PRC). Bila terjadi DIC diberikan fibrinogen

sebanyak 3-4 gram intravena diikuti dengan pemberian heparin 2000 unit secara bolus dan

diikuti 500 unit per jam. Dapat juga diberikan fresh frozen plasma dan trombosit, tergantung dari

profil koagulasi(1).

Pencegahan Sindroma TUR

Page 16: TURP

Identifikasi gejala-gejala awal sindrom TUR diperlukan untuk mencegah manifestasi berat dan

fatal pada pasien-pasien dengan pembedahan urologi endoskopik. Bila diketahui adanya

hiponatremi yang terjadi sebelum operasi terutama pada pasien-pasien yang mendapat diuretik

dan diet rendah garam harus segera dikoreksi. Karena itu pemeriksaan natrium sebelum operasi

TUR perlu dilakukan. Pemberian antibiotik profilaktik mungkin mempunyai peran penting

dalam pencegahan bakteremia dan septicemia. Untuk penderita-penderita dengan penyakit

jantung, perlu dilakukan monitoring CVP atau kateterisasi arteri pulmonalis.

Tinggi cairan irigasi yang ideal adalah 60 cm dari pasien. Lamanya operasi TURP tidak boleh

lebih dari 1 jam. Bila diperlukan waktu lebih dari 1 jam, maka TURP sebaiknya dilakukan

bertahap. Pemeriksaan natrium serum sebaiknya dilakukan tiap 30 menit dan perlu dilakukan

koreksi sesuai dengan hasil serum natrium. Perlu dilakukan pemberian furosemid profilaksis

untuk mencegah overload cairan. Bila perlu dilakukan transfusi darah, sebaiknya dilakukan

dengan PRC bukan dengan whole blood. Perlu dilakukan pencegahan hipotermi misalnya dengan

menghangatkan cairan irigasi sampai 37˚C(1).

Ringkasan

Sindroma TUR adalah kumpulan tanda dan gejala yang terjadi pada penderita yang menjalani

operasi TURP yang disebabkan karena penyerapan cairan irigasi dalam jumlah besar. Sindroma

TUR dapat terjadi pada 2-10% operasi TURP dan masih dapat terjadi walaupun di tangan urolog

yang sudah berpengalaman sekalipun. Sindroma TUR paling banyak terjadi pada pemakaian

cairan irigasi yang hipotonik terutama bila yang dipakai adalah air steril. Karena penyerapan air

dalam jumlah besar mudah menimbulkan hiponatremia dan hemolisis. Frekuensi sindroma TUR

meningkat pada operasi yang lamanya lebih dari 90 menit, tetapi tidak menutup kemungkinan

bahwa sindroma TUR dapat terjadi pada operasi yang berlangsung dibawah 30 menit, pada

prostat yang besarnya lebih dari 45 gram, dan bila cairan irigasi yang dipakai 30 liter atau lebih.

Dalam penanganan sindroma TUR, yang paling penting adalah diagnosa dini yang memerlukan

kerja sama yang baik antara ahli bedah dan ahli anestesi. Diagnosa dini dari sindrom TUR dan

penanganan yang tepat banyak menurunkan angka kematian sindroma TUR ini.

Daftar Pustaka

1.Moorthy HK, Philip S. TURP Syndrome, Current Concepts In The Pathophysiology And

Management. Indian  J Urol 2001;17:97-102.

2.Hahn RG, The Transurethral Resection Syndrome. Acta Anaesthesiol Scand. 1991 ; 35 (7):

557-567.

Page 17: TURP

3.Leslie SW. Transurethral Resection of the Prostate. Taken

fromwww.emedicine.com/MED/topic3071.htm Accessed on 9 Sept 2008. Last Update

Oct 33, 2006.

4.Marrero AS, Prodigalidad AM, Ambrosio AZ. Prediction and Early Diagnosis of Transurethral

Prostatectomy Syndrome. Membershttp://members.tripod.com/nktiuro/paper2.htm.

Accessed on 9 Sept 2008

5.Gravenstein D, Transurethral Resection of the Prostate (TURP) Syndrome: A Review of the

Pathophysiology and Management. Anest Analg. 1997; 84: 438-446.

6.Jensen V, The TURP syndrome (Continuing Medical Education). Can J Anaesth. 1991; 38:1;

Page 90-97.

7.Mutlu NM, Titiz APM, Gogus N. Hyponatremia And Neurological Manifestations Of TURP

Syndrome. Taken from www.ispub.com. Accessed on 9 Sept 2008.

Issa M, Young M, Bullock A, Bouet R, Petros J. Dilutional hyponatremia of TURP syndrome: A

historical event in the 21st century. Urology. Volume 64; Issue 2; Pages 298-301.

Prof. DR. Dr. Soewignjo Soemohardjo, Sp.PD-KGEH

Biomedical Clinic

Bung Karno street Num. 143

Mataram West Nusa Tenggara Indonesia

Email   : [email protected]

http://biomedikamataram.wordpress.com

http://biomedikamataram.wordpress.com/2008/11/07/sindroma-tur/