bph turp makalah kelompok 4

36
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau dalam bahasa umumnya dinyatakan sebagai pembesaran prostat jinak yaitu suatu penyakit yang biasa terjadi. Ini dilihat dari frekuensi terjadinya BPH di dunia. Di Indonesia penyakit pembesaran prostat jinak menjadi urutan kedua setelah penyakit batu saluran kemih dan jika dilihat secara umumnya diperkirakan hampir 50% pria Indonesia yang berusia di atas 50 tahun. Dengan kini usia harapan hidup mencapai 65 tahun ditemukan menderita penyakit BPH. Selanjutnya 5% pria Indonesia sudah masuk dalam lingkungan usia di atas 60 tahun. menurut (WHO,2008) untuk tahun2005, insidensi terjadinya kanker prostat adalah sebesar 12 orang setiap 100.000 orang yakni yang keempat setelah kanker saluran napas atas, saluran pencernaan, dan hati. Kanker prostat juga merupakan salah satu penyakit prostat yang lazim berlaku dan lebih ganas dibandingkan dengan BPH yang hanya melibatkan pembesaran jinak daripada prostat.Kenyataan ini adalah berdasarkan jumlah dan persentase terjadinya kanker prostat di dunia secara umum dan Indonesia secara khususnya.

Upload: andrianus-atu

Post on 18-Jan-2016

36 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: BPH TURP Makalah Kelompok 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau dalam bahasa umumnya dinyatakan sebagai

pembesaran prostat jinak yaitu suatu penyakit yang biasa terjadi. Ini dilihat dari frekuensi

terjadinya BPH di dunia.

Di Indonesia penyakit pembesaran prostat jinak menjadi urutan kedua setelah penyakit

batu saluran kemih dan jika dilihat secara umumnya diperkirakan hampir 50% pria Indonesia

yang berusia di atas 50 tahun. Dengan kini usia harapan hidup mencapai 65 tahun ditemukan

menderita penyakit BPH. Selanjutnya 5% pria Indonesia sudah masuk dalam lingkungan usia

di atas 60 tahun. menurut (WHO,2008) untuk tahun2005, insidensi terjadinya kanker prostat

adalah sebesar 12 orang setiap 100.000 orang yakni yang keempat setelah kanker saluran

napas atas, saluran pencernaan, dan hati.

Kanker prostat juga merupakan salah satu penyakit prostat yang lazim berlaku dan

lebih ganas dibandingkan dengan BPH yang hanya melibatkan pembesaran jinak daripada

prostat.Kenyataan ini adalah berdasarkan jumlah dan persentase terjadinya kanker prostat di

dunia secara umum dan Indonesia secara khususnya.

Pengobatan yang dilakukan untuk hipertropi prostat adalah tindakan pembedahan. Saat

ini tehnik pembedahan yang biasanya dilakukan pada pasien adalah Transurethra Resection

(TUR), yaitu tindakan reseksi kelenjar prostat dengan kontrol endoskopi melalui uretra.

Permasalahan pada pasien pasca TUR adalah perdarahan.

Maka peran perawat sangat diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan pada

pasien baik sebelum dan sesudah dilakukan tindakan TUR dengan tepat serta menyeluruh

meliputi tindakan preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif.

Page 2: BPH TURP Makalah Kelompok 4

1.2 Manfaat Penulisan

1.3 Tujuan Penulisan

1.4 Rumusan Masalah

1. Apa itu Beningn Prostatica Hyperplasia (BPH)?

2. Bagaimana anatomi dan fisiologi sistem reproduksi pria?

3. Faktor-faktor apa sajakah yang dapat menimbulkan BPH?

4. Bagaimana proses terjadinya penyakit BPH?

5. Apa saja tanda dan gejala yang timbul pada penderita BPH?

6. Apa saja tes diagnostik yang dilakukan untuk mendiagnosa BPH?

7. Penatalaksanaan medis apa saja dilakukan untuk mengatasi BPH?

8. Apa saja komplikasi yang dapat timbul jika BPH tidak ditangani?

9. Apa saja pengkajian dan asuhan keperawatan kepada klien dengan BPH?

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) merupakan gangguan yang terjadi karena

pertumbuhan prostat menghalangi uretra sehingga menimbulkan hambatan pada saluran

kemih bawah, infeksi saluran kemih, hematuria, serta menurunkan fungsi saluran kemih

bagian atas. (Black & Hawks, 2001)

BPH (Benign Prostatic Hypertrophy) adalah pembesaran kelenjar prostat yang menuju ke

dalam kandung kemih dan mengakibatkan obstruksi pada saluran urine. Kondisi patologis ini

lebih sering terjadi pada laki-laki berusia setengah baya, lansia dan di atas usia 60 tahun.

(Brunner and Suddarth, 2002)

Benigna Prostat Hiperplasia(BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat. Hal ini sering

terjadi pada kesehatan reproduksi laki-laki. BPH terjadi sekitar 50% dari laki – laki yang

Page 3: BPH TURP Makalah Kelompok 4

berumur 50tahun dan hampir 90% dialami oleh laki-laki dengan usia 80tahun. Sekitar 25%

laki-laki baru menjalani treatment pada usia 80tahun . (Lewis, 2011)

2.2 Anatomi-Fisiologi

Struktur reproduksi pria terdiri dari penis, testis dalam kantong scrotum, sistem

duktus yang terdiri dari epididimis, vas deferens, duktus ejakulatorius, dan uretra. Selain

itu reproduksi pria juga memiliki glandula asesoria yang terdiri dari vesikula seminalis,

kelenjar prostat, dan kelenjar bulbouretralis.

Testis bagian dalam terbagi atas lobulus yang terdiri dari tubulus seminiferus, sel-

sel Sertoli, dan sel-sel Leydig. Produksi sperma/sperma-togenesis terjadi pada tubulus

seminiferus. Sel-sel Leydig mensekresi testosteron. Tiap-tiap testis terdapat duktus

melingkar yang disebut epididimis, dimana bagian kepalanya berhubungan dengan

duktus seminiferus (duktus untuk aliran keluar) dari testis, dan bagian ekornya terus

berlanjut ke vas deferens.

Vas deferens adalah duktus ekskretorius testis yang membentang hingga ke

duktus vesikula seminalis, kemudian bergabung membentuk duktus ejakulatorius yang

selanjutnya bergabung dengan uretra yang merupakan saluran keluar sperma maupun

urine. Kelenjar asesoria juga mempunyai hubungan dengan sistem duktus.

Page 4: BPH TURP Makalah Kelompok 4

Kelenjar prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yang melingkar Bledder

neck dan bagian proksimal uretra. Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira

20 gram dengan ukuran rata-rata :panjang 3,4 cm, lebar 4,4 cm, tebal 2,6 cm. Fungsi

prostat yaitu menambah cairan alkalis pada cairan seminalis yang berguna untuk

melindungi spermatozoa terhadap sifat asam yang terdapat pada uretra dan vagina.

Secara embriologis terdiri dari 5 lobus yaitu lobus medius 1 buah, lobus anterior 1

buah, lobus posterior 1 buah, lobus lateral 2 buah. Selama perkembangannya lobus

medius, lobus anterior dan lobus posterior akan menjadi satu disebut lobus medius. Pada

penampang lobus medius kadang-kadang tidak tampak karena terlalu kecil dan lobus ini

tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista

ini disebut kelenjar prostat.

Pada potongan melintang uretra pada posterior kelenjar prostat terdiri dari:

a. Kapsul anatomis.

Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler.

Jaringankelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian :

1. Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya.

2.Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebut juga sebagai

adenomatus zone.

3. Di sekitar uretra disebut periuretral gland. Saluran keluar dari ketiga kelenjar tersebut

bersama dengan saluran dari vesika seminalis bersatu membentuk duktus ejakulatoris

komunis yang bermuara ke dalam uretra.

Menurut Mc Neal, prostat dibagi atas : zona perifer, zona sentral, zona transisional,

segmen anterior dan zona spingter preprostat. Prostat normal terdiri dari 50 lobulus

kelenjar.Duktus kelenjar-kelenjar prostat ini lebih kurang 20 buah, secara terpisah

bermuara pada uretra prostatika, dibagian lateral verumontanum, kelenjar-kelenjar ini

dilapisi oleh selaput epitel torak dan bagian basal terdapat sel-sel kuboid.

Page 5: BPH TURP Makalah Kelompok 4

Gambar : Prostat Normal dan Pembesaran Prostat

Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur, sedangkan pada orang

dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya mudah teraba. Sedangkan pada

penampang tonjolan pada proses hiperplasi prostat, jaringan prostat masih baik.

Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi lunak

dan berbatas jelas dengan jaringan prostat yang terdesak berwarna putih ke abu-abuan

dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan, keluar cairan seperti susu. Apabila jaringan

fibromuskuler yang bertambah tonjolan berwarna abu-abu padat dan tidak

mengeluarkan cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretra dari

lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah. Terkadang juga penonjolan ini dapat

menutupi lumen uretra, tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur

mendesak prostat dan kontraksi dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan.

2.3 Etiologi

- Penyebab pasti tidak diketahui, dapat juga disebabkan dari perubahan hormone

endokrin akbibat proses penuaan.

- Terlalu banyak akumulasi hormon dehidrotestosteron di kelenjar prostat.

- Penurunan hormone testosterone karena proses penuaan

- Faktor yang mempengaruhi adalah :

Page 6: BPH TURP Makalah Kelompok 4

Usia (penuaan), di atas 50 tahun.

Obesitas dan aktivitas fisik yang berlebihan

merokok (black hal 874)

Efek dari peradangan kronis pada kelenjar prostat.

Factor keturunan

Stimulasi rangsangan estrogen.

Akumulasi berlebihan dari DHT.

2.4 Patofisiologi

2.5 Pembesaran kelenjar prostat terjadi secara abnormal dengan adanya penambahan

ukuran sel (hipertrofi). Lobus yang mengalami hipertrofi akan menyumbat kolum

vesikal atau uretra prostatik. Dengan demikian akan menyebabkan pengosongan

urine inkomplet atau retensi urine. Akibatnya terjadi dilatasi ureter atau

hydroureter dan ginjal (hydronefrosis) secara bertahap. Infeksi saluran kemih/UTI

dapat terjadi akibat statis urine, dimana sebagian urine tetap berada dalam saluran

kemih dan berfungsi sebagai media untuk organisme inefektif. (Brunner dan

Sudarth, 2002)

2.6 Manifestasi klinis

Gejala BPH dibedakan menjadi 2, yaitu obstruksi dan iritasi.

a. Obstruksi disebabkan oleh pembesaran prostat termasuk

b. Iritasi dapat menyebabkan perubahan pada malam hari, disuria, bladder pain, nokturia,

inkontinensia, hematuria, pallor

2.7 Tes Diagnostik

a. Cek darah lengkap, untuk mengevaluasi adanya infeksi dan anemia dalam

hematuria

b. Blood Urea Nitrogen (BUN) , untuk mengetahui tingkat serum kreatinin dan

mengevaluasi fungsi renal

Page 7: BPH TURP Makalah Kelompok 4

c. A Prostate-specific Antigen (PSA), jika terkena kanker prostat dapat diketahui

dari tingkat keasaman fosfat.

d. TRUS (Transrectal Ultrasound Antigen) untuk mendeteksi adanya kanker

prostat, aliran urine, dan systoscopy

e. Cystoureroscopy : untuk mengevaluasi obstruksi leher kandung kemih

f. Pemeriksaan Trans Abdominal Ultra Sound (TAUS) dapat mendeteksi

adanya hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang

lama.

2.8 Komplikasi

Pre Operasi

a. Pyelonefritis

b. Hydronefritis

Terjadi karena sumbatan aliran urine sehingga terjadi aliran balik urine ke ureter

dan ginjal.

c. Uremia

d. UTI ( Urinary Tract Infection )

Dapat terjadi oleh karena statis urine dalam kandung kemih yang menjadikan PH

urine alkali sehinga menjadi subur untuk pertumbuhan kuman

e. Gagal ginjal

Akibat obstruksi urine yang lama dan refluk, pelvis dan kaliks ginjal menjadi penuh

dengan urine dan jaringan ginjal menjadi atropi dan menyebebkan insufisiensi ginjal.

Post Operasi

a. Perdarahan

Perdarahan dapat terjadi dari semua tipe pembedahan, tetapi hal ini merupakan

masalah yang paling sering terjadi pada TURP. Perdarahan vena selama awal

periode post operasi sering terjadi. Jika diperlukan, hal ini dapat ditangani dengan

pemasangan traksi pada kateter selama 6 sampai 8 jam post operasi

Page 8: BPH TURP Makalah Kelompok 4

b. Infeksi

c. Inkontinensia urine

Biasanya terjadi disebabkan oleh karena trauma pada springter urinarius.

Komplikasi ini dapat diturunkan dengan melakukan perineal exercise untuk

meningkatkan kontrol otot (seperti, kegel exercise)

d. Gangguan ereksi dan disfungsi seksual

Karena adanya trauma pembedahan pada leher kandung kemih. Tidak ada rasa

untuk ejakulasi retrograde. Penjelasan tentang kondisi ini kepada klien dibutuhkan

agar klien tidak merasa takut dan cemas dengan hal ini. Kondisi ini menyebabkan

sterilitas karena sperma diejakulasikan ke dalam kandung kemih.

e. Obstruksi kateter

Terjadi karena adanya pembentukan bekuan darah sehingga kateter dapat

tersumbat dan mengakibatkan retensi urine.

f. Epididimitis

Terjadi karena penyebaran infeksi dari prostatic urethra melalui vasdeferens ke

dalam epdidimis.

g. Penatalaksanaan Medis

a. Konservatif

Therapi obat hormonal untuk mengurangi hiperplasia jaringan dengan

menurunkan endogren.

- Finasteride (proscar) block, enzim 5α – reduktase.

- Penyekat reseptor alfa adrenergik, misalnya minipres, cardura, hytrin dan

flamox untuk melemaskan otot halus kolum kandung kemih dan prostat.

Laser Prostaectomy digunakan untuk alternative lain agar tidak dilakukan

pembedahan digunakan untuk memotong jaringan prostat.

b. Pembedahan

Macam-macam pembedahan

Page 9: BPH TURP Makalah Kelompok 4

1) TUIP (Transurethral incision of the Prostate)

Yaitu dilakukan anastesi local pada pembedahan ini. Pembedahan ini dilakukan

pada pria yang baru mengalami gejala awal dan mengurangi tekanan pada ureter.

2) Transuretral microwave thermotherapy (TUMT): memanaskan dan

menggumpalkan jaringan prostat melalui probe transuretal. Kateter kemih dapat

dibiarkan di tempat selama satu minggu setelah perawatan untuk memfasilitasi

lewatnya jaringan nekrotik dan mencegah retensi urin.

3) Teansuretral nedlle ablation (TUNA): menempatkan jarum frekuensi radio

langsung ke prostat untuk membekukan daerah jaringan spesifik hematuria.

4) Transuretral Resection of the prostate (TURP): suatu operasi pengangkatan

jaringan prostat lewat uretra menggunakan resektoskop. TURP merupakan

operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek merugikan terhadap

potensi kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada prostat yang mengalami

pembesaran antara 30-60 gram dan kemudian dilakukan reseksi.

Setelah dilakukan TURP, dipasang kateter folly 3 saluran yang dilengkapi

balon 30 ml, untuk memperlancar pembuangan gumpalan darah dari kandung

kemih. Irigasi kandung kemih yang konstan dilakukan setelah 24 jam bila tidak

keluar bekuan darah lagi. Kemudian kateter dibilas tiap 4 jam sampai cairan

jernih. Kateter diangkat setelah 3-5 hari setelah operasi dan pasien harus sudah

dapat berkemih dengan lancar. TURP masih merupakan standar emas.

a. Indikasi dan kontraindikasi TURP

Secara umum indikasi untuk metode TURP adalah pasien dengan gejala sumbatan

yang menetap, progresif akibat pembesaran prostat, atau tidak dapat diobati dengan terapi

obat lagi.Indikasi TURP ialah gejala-gejala dari sedang sampai berat, volume prostat

kurang dari 60 gram dan pasien cukup sehat untuk menjalani operasi.

Menurut Agency for Health Care Policy and Research guidelines, indikasi

absolute pembedahan pada BPH adalah sebagai berikut :

1. Retensi ur ine yang berulang.

Page 10: BPH TURP Makalah Kelompok 4

2. Infeksi saluran kemih rekuren akibat pembesaran prostat.

3. hematuria berulang.

4. Insufisiensi ginjal akibat obstruksi saluran kemih pada kandung kemih.

5. Kerusakan permanen kandung kemih atau kelemahan kandung kemih.

6. Divertikulum yang besar pada kandung kemih yang menyebabkan

pengosongankandung kemih terganggu akibat pembesaran prostat.

Kontraindikasi TURP

1. Kemampuan klien menjalani bedah dan anastesi lumbal

2. Status kardiopulmoner yang tidak stabil, seperti baru mengalami infark miokard dan

dipasang stent arteri koroner

3. Riwayat kelainan perdarahan yang sulit disembuhkan

4. Klien dengan disfungsi sfingter uretra eksterna pada penderita miastenia gravis, fraktur

pelvis mayor

5. Klien dengan kanker prostat yang baru menjalani radioterapidan kemoterapi

b. Komplikasi TURP

1. Kesulitan berkemih yang temporer, efek anastesi dapat mengurangi sensasi ingin

berkemih setelah operasi. Hal ini dapat menyebabkan klien secara temporer kesulitan

dalam berkemih

2. Infeksi saluran kemih bawah, luka insisi akibat TURP menyebabkan jaringan sekitar

terpapar langsung dengan urine atau kateter, dan dapat menyebabkan infeksi saluran

kemih bagian bawah

3. Rendahnya natrium dalam darah, merupakan komplikasi yang jarang terjadi, namun

dapat menjadi berbahaya, sering juga disebut dengan syndrome TUR (Transurethral

Resection). Hal ini terjadi ketika tubuh mengabsorbsi natrium yang disunakan untuk

membilas luka reseksi TURP.

4. Perdarah yang berlebihan pada urin (hematuria) , aliran urin, mengejan, jaringan

reseksi yang masuk kedalam kandung kemih dapat menyebabkan tercampurnya darah

dengan urin

Page 11: BPH TURP Makalah Kelompok 4

5. Kesulitan menahan untuk berkemih, sfingter urin internus akan hilang setelah TURP,

klien hanya mengandalkan sfingter urin eksternus

6. Disfungsi seksual, belum diketahui jelas penyebabnya, namun diderita krang lebih

70% klien pasca TURP. Hal ini dapat dikaitkan dengan fungsi prostat itu sendiri untuk

mengalirkan cairan yang dikeluarkan bersama dengan air mani saat ejakulasi

c. Persiapan Klien TURP:

1. Bila seorang perokok maka harus berhenti merokok beberapa minggu sebelum operasi,

untuk menghindari gangguan proses penyembuhan

2. Bila klien menggunakan obat seperti aspirin dan ibuprofen maka harus berhenti paling

tidak 2 minggu sebelum operasi, hal berhubungan dengan bahwa obat tersebut

mempengaruhi pembekuan darah

3. Beritahu tentang anastesi lumbal, dan posisi litotomi saat bedah berlangsung

4. Riwayat penyakit harus kembali diinformasikan kepada bedah urologi seperti hipertensi,

diabetes, anemia, pernah mengalami operasi apa sebelumnya

5. Informasikan kepada bedah urologi tentang obat dan suplemen yang di konsumsi, baik

yang ada resepnya dari dokter atau non-resep.

6. Pemeriksaan diagnostik (CBC, coagulation profile, urinalisis, Xray, CT abdomen)

7. Puasa paling tidak 8 jam sebelum operasi dilakukan.

Hal-hal yang perlu diberitahu pada klien pasca TURP dintaranya:

1. Ingatkan klien untuk melakukan mobilisasi awal setelah operasi

2. Tarik napas dalam dalam penanganan Nyeri setelah operasi

3. Beri tahu perawat bila keberadaaan kateter berubah setelah operasi

4. Melakukan aktivitas sehari-hari secara bertahap dan kembali keaktivitas normal

setelah 4-6 minggu.

5. Menghindari mengangakat benda berat dan aktivitas sexual setelah 3-4 minggu

6. Menggunkan obat sesuai dengan resep dari dokter terutama menghabiskan antibiotik.

Page 12: BPH TURP Makalah Kelompok 4

h. Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

Pre Operasi

a. Pola persepsi – Pemeliharaan kesehatan

- Riwayat infeksi saluran kemih

- Riwayat obstruksi kandung kemih

- Penggunaan obat – obat antibiotik untuk UTI

b. Pola Nutrisi – Metabolik

- Mual

- Muntah

- Anorexia

- BB menurun

- Demam

c. Pola eliminasi

- Retensi urine

- Dysuria

- Sering BAK

- Nocturia

- Berkemih tidak tuntas

- Pancaran urine lemah ; urine menetes

- Sulit memulai berkemih

- Mengejan

d. Pola latihan – aktivitas

Page 13: BPH TURP Makalah Kelompok 4

- Penurunan aktivitas karena nyeri

- Fatigue

e. Pola tidur – istirahat

- Gangguan tidur karena nyeri, nocturia, sering BAK, inkontinensia urine.

f. Pola persepsi kognitif

- Pengetahuan tentang penyakit (BPH) atau prosedur pembedahan

g. Pola persepsi – konsep diri

- Takut, cemas tentang perubahan gambaran diri.

h. Pola berhubungan dengan sesama

- Isolasi sosial berhubungan dengan penyakit

i. Pola sexual – reproduksi

- Impoten

j. Pola koping – toleransi terhadap stress

- Takut

- Cemas

- Depresi

k. Pola kepercayaan

- Meningkatkan kebutuhan spiritualnya sebagai mekanisme koping.

Pre Operasi

a. Pola Persepsi – pemeliharaan kesehatan

- Riwayat operasi protatectomy

- Penggunaan alat – alat medik post operasi : infus, kateter.

Page 14: BPH TURP Makalah Kelompok 4

b. Pola nutrisi – metabolik

- Mual

- Muntah

- Anorexia

- Demam

c. Pola eliminasi

- Retensi urine

- Inkontinensia urine

- Hematuria

d. Pola latihan – aktivitas

- Penurunan aktivitas karena nyeri

- Fatigue

e. Pola tidur – istirahat

- Gangguan tidur karena nyeri

f. Pola persepsi – kognitif

- Pengetahuan tentang komplikasi pembedahan dan perawatan post operasi

g. Pola persepsi – konsep diri

- Takut, cemas tentang perubahan gambaran diri, komplikasi operasi

h. Pola berhubungan dengan sesama

- Isolasi sosial berhubungan dengan penyakit

i. Pola sexual – reproduksi

- Impoten

j. Pola koping – toleransi terhadap stress

- Takut

Page 15: BPH TURP Makalah Kelompok 4

- Cemas

- Depresi

k. Pola kepercayaan

- Peningkatan kegiatan spiritual

B. Rencana keperawatan

1. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Pre Operasi

l. Perubahan pola eliminasi : retensi urine b.d obstruksi aliran urine

2. Resiko infeksi b.d pemasangan kateter, retensi urine

3. Nyeri b.d retensi urine, distensi kandung kemih

4. Kecemasan b.d pembedahan yang akan dihadapi dan kurang pengetahuan tentang

aktivitas rutin dan aktivitas post operasi

Post Operasi

1 Resiko tinggi kurang volume cairan tubuh b.d obstruksi aliran urine

2. Nyeri b.d obstruksi kateter, spasme kandung kemih

3. Resiko tinggi infeksi b.d pemasangan kateter

4. Resiko tinggi perubahan sexual : penurunan libido b.d cemas karena

inkontinensia.

5. Resiko tinggi perubahan pola eliminasi : retensi urine b.d obstruksi kateter urine

2. RENCANA KEPERAWATAN

1. Perubahan pola eliminasi : retensi urine b.d obstruksi aliran urine

Page 16: BPH TURP Makalah Kelompok 4

Hasil Yang Diharapkan :

Pasien akan kembali mempertahankan eliminasi urine normal ditandai dengan,

keluaran urine 0,5 – 1 cc/kg BB/jam

Intervensi

1) Monitor intake cairan dan out put urine

Rasional : Menilai keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran urine.

Pengeluaran urine yang kurang menandakan terjadinya retensi urine.

2) Kaji distensi kandung kemih dengan palpasi daerah supra pubis

Rasional : Distensi kandung kemih merupakan indikasi retensi urine

3) Anjurkan klien untuk tidak mengejan saat BAK

Rasional : Peningkatan tekanan abdomen akan mengakibatkan rusaknya

pembuluh darah kandung kemih yang akan menyebabkan hematuria

4) Kolaborasi dengan medik untuk pemasangan kateter

Rasional : Pemasangan kateter merupakan penanganan medis yang sifatnya

sementara untuk melancarkan aliran urine dari kandung kemih.

2. Resiko infeksi b.d pemasangan kateter, retensi urine

Hasil Yang Diharapkan

Pasien tidak menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi ditandai dengan : - Suhu 36 –

37 oC

- Nadi 60 100 x/menit

- Pernafasan 12 – 20 x/menit

- Leukosit 5.000 – 10.000

Page 17: BPH TURP Makalah Kelompok 4

Intervensi

1) Observasi tanda – tanda vital (terutama suhu)

Rasional : Peningkatan suhu merupakan salah satu indikasi adanya proses

infeksi

2) Rawat kateter internal secara periodik

Rasional : Mencegah infeksi

3) Berikan minum sesuai kebutuhan ( 2500 – 3000 cc/ hari)

Rasional : Melancarkan aliran urine, mencegah statis urine sehingga infeksi

tidak terjadi.

4) Kolaborasi medik untuk pemberian Antibiotik

Rasional : Mencegah infeksi

5) Kolaborasi medik untuk pemeriksaan laboratorium (leukosit)

Rasional : Memantau peningkatan nilai leukosit yang merupakan indikasi

adanya proses infeksi.

3. Nyeri b.d retensi urine, distensi kandung kemih

Hasil Yang Diharapkan

- Pasien mengungkapkan nyeri berkurang/hilang

- Intensitas nyeri 0 – 1

- Ekspresi wajah tampak rileks

Intervensi

1) Kaji keluhan nyeri pasien, gunakan skala nyeri 0 – 10

Rasional : Menentukan tindakan yang akan dilakukan

2) Ajarkan pasien teknik relaksasi, menarik nafas dalam

Rasional : Relaksasi otot mengurangi nyeri

Page 18: BPH TURP Makalah Kelompok 4

3) Anjurkan pasien untuk tirah baring

Rasional : Mengurangi ketegangan kandung kemih

4) Kolaborasi dengan medik untuk pemberian analgetik

Rasional : Mengurangi nyeri

4. Kecemasan b.d pembedahan yang akan dihadapi dan kurang pengetahuan tentang

aktivitas rutin dan aktivitas post operasi

Hasil Yang Diharapkan :

Klien akan menyebutkan alasan pembatasan aktivitas, kateterisasi, irigasi dan

peningkatan asupan cairan.

Intervensi :

1) Pertegas penjelasan dokter tentang operasi yang telah dijadwalkan dan jawab

beberapa pertanyaan.

2) Jelaskan prosedur operasi yang telah diperkirakan seperti di bawah ini :

- Kateterisasi

- Irigasi manual dan kontinyu

- Infus intra vena

3) Jelaskan pembatasan aktivitas yang diharapkan

- Tirah baring untuk hari pertama post operasi

- Mobilisasi aktif dimulai hari pertama post operasi

- Hindari aktivitas yang mengencangkan daerah kandung kemih

Rasional : 1 – 3 pemahaman klien dapat membantu mengurangi kecemasan

yang berhubungan dengan ketakutan akibat ketidaktahuan

4) Jelaskan bahwa hematuri sementara adalah normal dalam periode segera setelah

operasi

Page 19: BPH TURP Makalah Kelompok 4

Rasional : Menyiapkan klien terhadap hematuri post operasi, mencegah klien

terkejut atas kejadian tersebut.

5) Jelaskan pentingnya asupan cairan

Rasional : Urine yang encer menghambat pembentukan bekuan darah

Post Operasi

1. Resiko tinggi kurang volume cairan tubuh b.d perdarahan post operasi

Hasil Yang Diharapkan :

Perdarahan post operasi dapat terkontrol, ditandai dengan

- TD : 120/80 – 130/85 mmHg

- N : 60 –100 x/menit

- Hb : 12 – 18 mg/dl

- HL : 37 – 52 %

Intervensi

1) Pantau tanda – tanda perdarahan

Rasional : Selama 24 jam pertama setelah pembedahan, urine berwarna pink

atau merah terang, secara bertahap menjadi kekuningan sampai

sedikit berwarna pink sampai hari keempat post operasi. Urine yang

berwarna merah terang dengan bekuan darah menunjukkan

pendarahan arteri.

2) Pantau keluaran urine lewat kateter

Rasional : Pendekatan pembedahan transurethra mengakibatkan perdarahan

hebat.

3) Instruksikan klien untuk menghindari mengedan ketika BAB

Page 20: BPH TURP Makalah Kelompok 4

Rasional : Peningkatan tekanan pada kandung kemih dapat meningkatkan

penekanan pada daerah operasi dan mencetuskan pendarahan.

4) Lakukan irigasi kandung kemih sesuai pesanan

Rasional : Irigasi kandung kemih kontinyu dengan normal saline mengencerkan

darah dalam urine untuk mencegah pembentukan bekuan darah.

2. Nyeri b.d obstruksi kateter, spasme kandung kemih

Hasil Yang Diharapkan

- Nyeri berkurang/hilang, intensitas nyeri 0 - 1

- Pasien melaporkan pengurangan nyeri

Intervensi

1) Pantau nyeri suprapubik, spasme kandung kemih, sensasi terbakar pada ujung

penis, gunakan skala nyeri 0 – 10

Rasional : Iritasi dari kateter folley dapat menyebabkan spasme kandung kemih

dan nyeri pada ujung penis. Obstruksi kateter dapat menyebabkan

retensi urine yang menimbulkan spasme kandung kemih dan

peningkatan resiko infeksi

2) Fiksasi kateter dengan tepat, hindari manipulasi berlebihan

Rasional : Tekanan dari kateter yang terjuntai dapat merusak sfingter yang

mengakibatkan inkontinensia urine setelah pencabutan kateter.

Gerakan kateter juga meningkatkan spasme kandung kemih.

3) Dorong klien untuk meningkatkan asupan cairan oral yang adekuat (minimal 2

liter/hari, kecuali ada kontra indikasi)

Rasional : Hidrasi yang adekuat meningkatkan pengenceran urine yang

membantu mendorong bekuan darah keluar

4) Beri obat sesuai instruksi untuk nyeri dan spasme

Page 21: BPH TURP Makalah Kelompok 4

Rasional : Obat anti spasmodik mencegah spasme kandung kemih. Obat

analgetik mengurangi nyeri.

3. Resiko tinggi infeksi b.d pemasangan kateter

Hasil Yang Diharapkan

Tidak ada tanda – tanda infeksi, ditandai dengan :

- Suhu 36 – 37 oC

- Leukosit 5.000 – 10.000

Intervensi

1) Jaga sterilitas sistem kateterisasi, rawat kateter secara teratur dengan sabun dan

air, olesi bethadin sekitar orifisium urethra

Rasional : Mencegah infeksi

2) Jaga drainase urine, hindari masuknya urine kembali ke dalam kandung kemih

Rasional : Refluks urine dari kantong urine kembali ke kandung kemih dapat

menyebabkan infeksi

3) Monitor tanda – tanda vital (terutama suhu)

Rasional : Peningkatan suhu tubuh merupakan salah satu indikasi adanya proses

infeksi

4) Monitor nilai laboratorium (leukosit)

Rasional : Leukosit merupakan salah satu sistem kekebalan tubuh peningkatan

leukosit merupakan tanda adanya infeksi

5) Berikan anti biotik sesuai program medik

Rasional : Anti biotik mencegah infeksi

Page 22: BPH TURP Makalah Kelompok 4

4. Resiko tinggi perubahan sexual : penurunan libido b.d cemas karena

inkontinensia.

Hasil Yang Diharapkan

- Ekspresi wajah rileks dan melaporkan kecemasan berkurang

- Mengungkapkan pengertiannya tentang situasi individual

- Mendemonstrasikan kemampuan mengatasi masalah

Intervensi

1) Siapkan lingkungan yang menjamin privasi dan rahasia untuk diskusi dan dorong

klien untuk mengekspresikan kekhawatirannya

Rasional : Banyak klien enggan untuk mendiskusikan hal – hal yang berkenaan

dengan seksual. Privasi mungkin mendorong klien berbagi rasa.

2) Gunakan istilah – istilah umum jika mungkin dan jelaskan tentang istilah – istilah

yang tidak umum.

3) Dorong klien untuk menanyakan kepada dokter selama di rawat dan pada

kunjungan lanjutan.

Rasional : Dialog terbuka dengan dokter mendorong untuk mengklarifikasikan

kekhawatiran dan memberikan akses ke penjelasan yang spesifik

5. Resiko tinggi perubahan pola eliminasi : retensi urine b.d obstruksi kateter urine

Hasil Yang Diharapkan

- Urine dalam jumlah yang cukup ( 0,5 – 1 cc/kg BB/jam )

- Tidak ada tanda kandung kemih penuh

Intervensi

Page 23: BPH TURP Makalah Kelompok 4

1) Kaji keluhan pasien : kandung kemih penuh, nyeri

Rasional : Retensi kandung kemih dapat menyebabkan spasme kandung kemih

dan menyebabkan nyeri.

2) Monitor pemasukan dan pengeluaran cairan

Rasional : Menilai keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran.

Pengeluaran urine yang kurang menandakan terjadinya retensi urine.

3) Lakukan irigasi kandung kemih sesuai pesanan

Rasional : Irigasi kandung kemih secara kontinyu mengencerkan darah dalam

urine untuk mencegah pembentukan bekuan darah dan mencegah

obstruksi kateter.

4) Pastikan asupan cairan yang adekuat ( oral, parenteral )

Rasional : Hidrasi yang optimal mengencerkan urine untuk mencegah

pembentukan bekuan darah dan obstruksi kateter

2.10 Discharge Planning

1. Anjurkan klien untuk minum minimal 3000 ml/hari

2. Anjurkan klien berhenti mengkonsumsi alkohol dan merokok

3. Anjurkan untuk kontrol ke dokter apabila terjadi komplikasi, hematuria, distensi kandung

kemih, impotensi.

4. Anjurkan klien untuk tidak melakukan hubungan seksual selama 6-8 minggu (sesuai

instruksi dokter)

5. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi buah dan sayuran yang kaya akan antioksidan

6. Anjurkan klien untuk berkemih segera setelah merasakan

7. Anjurkan klien untuk menjaga kebersihan area genitalia

8. Anjurkan keluarga atau pasangan klien untuk memberi motivasi berkaitan dengan

disfungsi seksual

9. Jelaskan kepada pasien jangan mengangkat beban berat

10. Jelaskan tentang obat – obat yang di minum, dosis, jadwal pemberian dan efek samping

obat ( biasanya analgetik dan antibiotik ).

Page 24: BPH TURP Makalah Kelompok 4

11. Jelaskan kepada pasien tentang komplikasi yang mungkin muncul setelah TURP,

termasuk striktur urethra, inkontinensia dan fertilitas.

12. Ajarkan kepada pasien tentang Kegel’s exercise untuk mengontrol komplikasi

inkontinensia.

13. Jelaskan kepada pasien tentang potensial berulangnya BPH ( biasanya 10 tahun atau lebih

setelah operasi )

14. Anjurkan kepada pasien untuk follow-up ke dokter setelah TURP

15. Jelaskan tentang tanda dan gejala retensi urine, perdarahan atau infeksi setelah TURP dan

segera ke dokter

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) merupakan gangguan yang terjadi karena

pertumbuhan prostat menghalangi uretra sehingga menimbulkan hambatan pada saluran

kemih bawah, infeksi saluran kemih, hematuria, serta menurunkan fungsi saluran kemih

bagian atas.Penyebab BPH belum diketahui secara pasti. Tetapi beberapa pendapat

mengatakan bahwa penyebab prostat hiperplasi erat kaitannya dengan peningkatan kadar

hormone dihydroxytestosterone yang dapat menyebabkan pertumbuhan berlebih pada

jaringan prostat. Usia juga dapat menyebabkan terjadinya BPH. Penatalaksanaan medis

yang paling sering dilakukan adalah TURP, karena tidak menimbulkan komplikasi dalam

jangka panjang seperti prostatektomi.

3.2 Saran

Masyarakat harus melaksanakan pola hidup yang sehat dengan mengkonsumsi

makan-makanan yang berserat dan tidak merokok.Masyarakat juga harus lebih waspada

terhadap adanya factor resiko terhadap kejadian BPH, khususnya bagi laki-laki yang

berumur lebih dari 50 tahun.

Page 25: BPH TURP Makalah Kelompok 4

DAFTAR PUSTAKA

Black and Hawks. 2009. Medical Surgical Nursing Ed. 8 Vol.1. Singapore: Saunders Elsevier.

Doengoes, Marylin E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Ignatavicius, Donna D dan M. Linda Workman. 2010. Medical Surgical Nursing Ed. 6 Vol. 2.

USA: Saunders Elseviers.

Lewis, dkk. 2011. Medical Surgical Nursing Ed. 8 Vol. 2. USA: Elsevier Mosby.

NANDA Internasional. 2012. Diagnosa keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta EGC.

Brunner and Suddarth . Medical Surgical Nursing . Eighth editon, Philadelphia : YB Lipincott Company, 2002.

[email protected]

[email protected]

[email protected]

[email protected]