bab i turp
TRANSCRIPT
-
8/10/2019 BAB I TURP
1/31
1
BAB I
PENDAHULUAN
Kanker prostat merupakan keganasan urologi pada laki-laki yang sering terjadi danberpotensi mematikan selama beberapa tahun terakhir. Di Indonesia,kanker prostat berada di
urutan ke-3 kanker terbanyak (9033 kasus baru) dan merupakan penyebab kematian ke-5 (6842
kasus) pada laki-laki. Di berbagai negara, insiden kanker prostat juga mengalami peningkatan
sangat signifikan selama beberapa tahun terakhir. Sebagian besar kanker prostat adalah tipe
adenokarsinoma (sebanyak 95% kasus). Gleason score menjadi standar internasional utama
untuk menilai derajat histologis adenokarsinoma prostat dan dapat dikelompokkan menjadi low
grade (gleason score 7) dan high grade (gleason score 8-10).1
Dalam perawatan kanker prostat, ada beberapa pemilihan metode pengobatan yang dapat
dilakukan oleh dokter. Diantaranya adalah Transurethral resection of the prostate (TURP).
TURP merupakan metode paling sering digunakan dimana jaringan prostat yang menyumbat
dibuang melalui sebuah alat yang dimasukkan melalui urethra.Ia juga merupakan salah satu jenis
operasi endoskopi yang banyak dilakukan saat ini .Pada operasi TURP dari segi anestesiologi
dapat dikerjakan secara anestesi umum dan anestesi lokal tertentu. Masing-masing memiliki
keuntungan dan kerugian tertentu . Pada beberapa negara maju telah menjadi kesepakatan bahwa
dalam tindakan operatif TURP yang digunakan adalah lokal yaitu anestesi spinal. Keputusan
akan pemberian anestesi sangatlah bergantung dari keaadan pasien dan pendekatan
anestesiologis dan urologis.1
-
8/10/2019 BAB I TURP
2/31
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Adenokarsinoma Prostat
2.1.1 Definisi
Kanker prostat adalah keganasan prostat yang diderita pria berusia lanjut dengan punjak
kejadian pada usia 65-75 tahun. Lebih dari 95% kanker prostat bersifat adenokarsinoma yang
merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel kelenjar selebihnya didominasi karsinoma sel
transisional. 60-70% kasus kanker prostat terjadi pada zona perifer sehingga dapat diraba sebagai
nodul-nodul keras irregular pada pemeriksaan colok dubur. Sebanyak 10-20% kanker prostat
terjadi pada zona transisional dan 5-10% terjadi pada zona sentral.1, 2
2.1.2 Epidemiologi
Adenokarsinoma prostat adalah kanker paling umum pada pria.Kejadiannya di Amerika
Serikat pada tahun 2007 mencapai 27% dari semua kanker dan menyebabkan 9% kematian
karena kanker di tahun yang sama.Pasien kanker prostat stadium awal biasanya tidak
menunjukkan gejala walau beberapa kasus bermanifestasi dengan gejala obstruktif mirip benign
prostat hyperthrophy (BPH). Oleh karena itu, pada pria berusia 40 tahaun sebaiknya sudah
melakukan pemeriksaanscreeninguntuk deteksi dini.2
2.1.3 Etiologi dan Faktor Risiko
Dari berbagai penelitian,di dapatkan beberapa faktor risiko kanker prostat adalah seperti
berikut;
1.Usia
Kanker prostat biasanya menyerang pria berusia lebih dari 50 tahun. Insidensi kanker
prostat yang ditemukan pada otopsi cukup tinggi yaitu sekitar 20% pada laki-laki berusia 50-an,
bahkan hingga 70% pada pria berusia 70-80an.Namun penemuan tersebut juga berhubungan
denga ras dan tempat tinggal.1,2
2.Ras
Penderita prostat tertinggi ditemukan pada pria ras Afrika-Amerika. Pria berkulit hitam
memiliki risiko 1.6 kali lebih besar untuk menderita kanker prostat dibandingkan dengan pria
-
8/10/2019 BAB I TURP
3/31
3
berkulit putih. Ras Asia lebih jarang menderita kanker prostat, prevalensi penumuan kanker
prostat pada otopsi paling kecil ditemukan pada orang Jepang.2
3.Riwayat keluarga
Perubahan gen pada kromosom 1,17 dan kromosom X dijumpa pada pasien-pasien
dengan riwayat keluarga dengan kanker prostat. Gen hereditary prostate cancer(HPC1) dan gen
predisposing for cancer of the prostate (PCAP) terdapat pada kromosom 1 sedang gen human
prostate cancerpada kromosom X.
Dibandingkan laki-laki yang tidak mempunyai riwayat keluarga kanker prostat, laki-laki
dengan satu generasi keluarga dengan kanker prostat mempunyai dua kali lipat terkena kanker
prostat. Sedangkan jika laki-laki mempunyai dua generasi dengan kanker prostat maka risikonya
meningkat menjadi lima kali lipat.2
2.1.4 Gejala Klinis
Gejala klinis yang ada umumnya sama dengan gejala pembesaran prostat jinak yaitu
buang air kecil tersendat atau tidak lancar. Keluhan dapat juga berupa nyeri tulang dan gangguan
saraf. Dua keluhan itu muncul bila sudah ada penyebaran ke tulang belakang.3
Tahap awal yang mengalami kanker prostat biasanya tidak menunjukan gejala klinis atau
asimptomatik.Pada tahap berikutnya didapati obstruksi sebagai gejala yang paling sering
ditemukan.Biasanya ditemukan juga hematuria yaitu urin mengandung darah, infeksi saluran
kemih, serta rasa nyeri saat berkemih. Pada tahap lanjut penderita yang telah mengalami
metastase di tulang sering mengeluh sakit tulang dan sangat jarang mengalami kelemahan
tungkai , penurunan berat badan, Kehilangan nafsu makan, nyeri pada tulang dengan atau tanpa
fraktur patologi, nyeri dan bengaka pada tungkai bawah, gejala uremik dapat muncul akibat
obstruksi uretra dan retroperitoneal adenopathy.3,4
Adenokarsinoma prostat munculo pada zona perifer maka keganasan ini sering bertahan
dengan baik sebelum pasien mengeluh kesulitan miksi akibat obstruksi uretra dan beberapa di
antaranya tetap tersembunyi bahkan sampai sudah metastasis jauh. Adenokarsinoma prostat
dapat dibagi atas tiga kategori berdasarkan sifatnya:3
-
8/10/2019 BAB I TURP
4/31
4
a) Invasive prostatic carcinoma ( secara klinis telah dijumpai invasi local dan metastasis)
b) Latent prostatic carcinoma (secara insidentil dijumpai pada kelenjar prostat dewasa yang
menetap untuk jangka waktu yang lama)
c)
Occult carcinoma (secara klinis tidak dijumpai pada tempat primer, tetapi sudah ada
metastasis)
2.1.5 Diagnosis5,6,7,8
Diagnosa dapat dilakukan atas kecurigaan pada saat pemeriksaan colok dubur yang
abnormal atau peningkatan Prostate Specific Antigen (PSA). Kecurigaan ini kemudian
dikonfirmasi dengan biopsi dibantu oleh trans rectal ultrasound scanning (TRUSS). Ada 50%
lebih lesi yang dicurigai pada saat colok dubur yang terbukti suatu kanker prostat.. Nilai prediksi
colok dubur untuk mendeteksi kanker prostat adalah 21, 53%. Sensitifitas colok dubur tidak
memadai untuk mendeteksi kanker prostat tapi spesifitasnya tinggi, namun bila didapatkan tanda
ganas pada colok dubur maka hampir semua kasus memang terbukti kanker prostat karena nilai
prediktifnya 80%.
Digital Rectal Examination
Pemeriksaan rutin prostat yang diperlukan adalah pemeriksaan rektum dengan jari atau Digital
Rectal Examination. Pemeriksaan ini menggunakan jari telunjuk yang dimasukkan ke dalam
rektum untuk meraba prostat. Penemuan prostat abnormal pada DRE berupa nodul atau indurasi
hanya 15-25 % kasus yang mengarah ke kanker prostat.
Pemeriksaan kadar Prostat Spesifik Antigen
Prostat Spesifik Antigen (PSA) adalah enzim proteolitik yang dihasilkan epitel prostat dan
dikeluarkan bersamaan dengan cairan semen dalam jumlah yang banyak. Prostat Spesifik
Antigen memiliki nilai normal kurang < 4 ng/ml. Pemeriksaan PSA sangat baik digunakan
bersamaan dengan pemeriksaan DRE dan TRUSS dan biopsy. Peningkatan kadar PSA bisa
terjadi pada keadaan Benign Prostat Hyperplasia (BPH), infeksi saluran kemih dan kanker
prostat dilakukan penyempurnaan dalam interpretasi nilai PSA yaitu PSA velocity atau
perubahan laju nilai PSA, densitas PSA, dan nilai rata- rata PSA, nilainya bergantung pada umur
penderita.
-
8/10/2019 BAB I TURP
5/31
5
Biopsi Prostat
Biopsi Prostat merupakan gold standard untuk menegakkan diagnosa kanker prostat.
Pemeriksaan biopsi prostat menggunakan panduan transurectal ultrasound scanning (TRUSS)
sebagai suatu biopsi standar. Namun seringnya penemuan mikroskopis kanker prostat terjadi
secara insidentil dari hasil TURP atau pemotongan prostat pada BPH. Pemeriksaan biopsi prostat
dilakukan apabila ditemukan kadar peningkatan PSA serum dan kelainan pada DRE. Pada
pemeriksaan mikroskopis ini, sebagian besar karsinoma prostat adalah jenis adenocarcinoma
dengan derajat diferensiasi berbeda. 70% adenocarcinoma prostat terletak di zona perifer, 20%
zona transisional dan 10% di zona sentral. Namun, penelitian lain menyatakan 70% kanker
berkembang dari zona perifer, 25% zona sentral, zona transisional, dan beberapa daerah
periurethral adalah tempat- tempat khusus untuk benign prostat hiperplasia (BPH). Pada hasil
biopsy prostat, sebagian kanker prostat adalah adenocarcinoma dengan derajat berbeda. Kelenjar
pada kanker prostat invasif sering mengandung fokus atipik sel atau neoplasia intraepitel prostat
(NIP) sebagai prekursor kanker prostat.
Pencitraan
Dalam melakukan pencitraan, ada beberapa jenis pencitraan umumnya dipakai dalam
mendiagnosis kanker prostat, di antara nya yaitu:
A) Transrectal Ultrasound Scanning(TRUSS).
TRUSS adalah pemeriksaan yang digunakan untuk menentukan lokasi kanker prostat
yang lebih akurat dibandingkan dari DRE, merupakan panduan klinisi untuk melakukan
biopsi prostat sehingga TRUSS dikatakan sebagai biopsy guidance. Selain untuk
panduan biopsi, TRUSS juga digunakan untuk mengukur besarnya volume prostat diduga
terkena kanker. TRUSS juga digunakan pada tindakan cryosurgery dan brachytherapy.
Temuan DRE yang normal namun ada peningkatan kadar PSA > 4 ng/ml dapat
digunakan TRUSS untuk melihat kemungkinan terjadi keganasan pada prostat.
-
8/10/2019 BAB I TURP
6/31
6
B)Endorectal Magnetic Resonance Imaging(MRI)
C)Axial Imaging(CT- MRI)1
Pemeriksaan ini digunakan untuk melihat apakah penderita kanker prostat mengalami
metastasis ke tulang pelvis atau kelenjar limfe sehingga klinisi dapat menentukan terapi
yang tetap. Namun, pencitraan ini cukup memakan biaya dan sensitifitasnya terbatas
hanya 30-40%.
Grading dan staging
Kanker prostat biasanya mengalami metastase ke kelenjar limfe pelvis kemudian
metastase berlanjut ke tulang tulang pelvis vertebra lumbalis femur vertebra torakal
kosta. Lesi yang sering terjadi pada metastate di tulang adalah lesi osteolitik (destruktif), lebih
sering osteoblastik (membentuk tulang). Adanya metastasis osteoblastik merupakan isyarat yang
kuat bahwa kanker prostat berada pada tahap lanjut.
Untuk menentukan grading, yang paling umum digunakan di Amerika adalah system
Gleason. Skor untuk sistem ini adalah 1-5 berdasarkan pola secara pemeriksaan specimen prostat
di laboratorium Patologi Anatomi. Ada 2 skor yang harus dilihat dalam sistem Gleason yaitu:9
1. Skor primer adalah penilaian yang diberikan berdasarkan gambaran mikroskopik yang
paling dominon pada specimen yang diperiksa.
2. Skor sekunder adalah gambaran mikroskopik berikutnya yang paling dominon setelah
yang pertama
Total skor untuk Gleason adalah jumlah dari skor primer dan skor sekunder di mana masing-
masing rentang nilai untuk skor primer dan sekunder adalah 1-5 dan totalnya 2-10. Bila skor
Gleason 2-4, maka specimen dikelompokkan ke dalam kategori well- differentiated, sedangkan
bila skor Gleason 5-6 dikategorikan sebagai moderate differentiated dan skor 8-10
dikelompokkan sebagai poor differentiated. Kerancuan ini diatasi dengan cara seperti berikut:
-
8/10/2019 BAB I TURP
7/31
7
Skor Gradingmenurut Gleason
Skor Gleason Gambaran mikroskopik
1-2 Kelenjar kecil dan uniform, menyatu dekat dengan sedikitstroma
3 Cribiform pattern
4 Incomplete gland formation
5 Tidak ada kelenjar terbentuk atau penampakan lumen
Sedangkan StagingTNM digunakan untuk melihat hasil dari DRE dan TRUS bukan dari hasil
biopsi.
StagingTNM
Luas
Tumor Primer
Temuan Anatomi
T1 Lesi tidak teraba
T1a 5% jaringan yang direseksi untuk BPH memiliki kanker dengan DRE
normal
T1b 50% dari satu lobus tapi unilateral
T2c Keterlibatan kedua lobus
T3 Perluasan ekstraprostat local
T3a Unilateral
T3b Bilateral
T3c Invasi ke vesika seminalis
T4 Invasi ke organ dan/ atau struktur penunjang di jaringan sekitar
T4a Invasi ke leher kandung kemih, rektum, atau sfingter eksternal
-
8/10/2019 BAB I TURP
8/31
8
T4b Invasi ke otot elevator anus atau dasar panggul
Status kelenjar
getah bening (N)
Temuan anatomi
N0 Tidak ada metastase ke kelenjar regional
N1 Satu kelenjar regional garis tengah 2cm
N2 Satu kelenjar regional dengan garis tengah 2-5cm atau banyak kelenjar
dengan garis tengah < 5cm
N3 Kelenjar regional dengan garis tengah > 5cm
Metastasis jauh
(M)
Temuan anatomi
M0 Tidak ada metastasis jauh
M1 Terdapat metastasis jauh
M1a Metastasis ke kelenjar getah bening jauh
M1b Metastasis ke tulang
M1C Metastasis jauh lainnya
2.1.6 Penatalaksanaan
Sebelum dilakukan penanganan terhadap kanker prostat, perlu diperhatikan faktor- faktor
yang berhubungan dengan prognosis kanker prostat yang dibagi ke dalam dua kelompok yaitu
faktor- faktor prognostik klinis dan patologis kanker prostat. Faktor prognostik klinis adalah
faktor-faktor yang dapat dinilai melalui pemeriksaan fisik, tes darah, pemeriksaan radiologi dan
biopsi prostat. Faktor klinis ini sangat penting karena akan menjadi acuan untuk
mengidentifikasikan karakteristik kanker sebelum dilakukan pengobatan yang sesuai. Sedangkan
faktor patologis adalah faktor- faktor yang memerlukan pemeriksaan, pengangkatan dan evaluasi
kesuruhan prostat.10
Faktor prognostik antara lain :
1. Usia pasien
2. Volume tumor
-
8/10/2019 BAB I TURP
9/31
9
3. Grading
4. Ekstrakcapsular ekstensi
5. Invasi ke kelenjar vesikuler seminalis
6. Zona asal kanker prostat
7. Faktor biologi seperti serum PSA, IGF, p53, gen penekanan tumor
Penanganan kanker prostat ditentukan berdasarkan penyakitnya apakah kanker prostat
tersebut terlokalisasi, penyakit kekambuhan atau sudah mengalami metastase. Selain itu juga
perlu diperhatikan faktor- faktor prognostik di atas yang sangat penting untuk melakukan terapi
kanker prostat. Untuk penyakit yang masih terlokalisasi langkah pertama yang dilakukan adalah
melakukan watchfull waiting atau memantau perkembangan penyakit. Watchfull waiting
merupakan pilihan yang tepat untuk pria yang memiliki harapan hidup kurang dari 10 tahun atau
memiliki skor Gleason 3+ 3 dengan volume tumor yang kecil yang memiliki kemungkinan
metastase dalam kurun waktu 10 tahun apabila tidak diobati.3Sumber lain menuliskan bahwa
watchfull waitingdilakukan bila pasien memiliki skor Gleason 2-6 dengan tidak adanya nilai 4
dan 5 pada nilai primer dan sekunder karena memiliki resiko yang rendah untuk berkembang.9
Sekarang ini, pria yang memiliki resiko sangat rendah ( very low risk) terhadap kanker
prostat dan memilih untuk tidak melakukan pengobatan, tetap dilakukan monitoring. Menurut
Dr. Jonathan Epstein, seorang ahli patologi dari Rumah Sakit John Hopkins mengemukakan
beberapa kriteria yang termasuk ke dalam golongan risiko rendah terhadap kanker prostat (very
low risk):
1. Tidak teraba kanker pada pemeriksaan DRE ( staging T1c)
2. Densitas PSA ( jumlah serum PSA dibagi dengan volume prostat) kurang dari 0,15
3. Skor Gleason kurang atau sama dengan 6 dengan tidak ditemukan pola yang bernilai 4
atau 5
4. Pusat kanker tidak lebih dari 2 atau kanker tidak melebihi 50% dari bagian yang dibiopsi.
-
8/10/2019 BAB I TURP
10/31
10
Pengobatan terhadap adenokarsinoma prostat sangat efektif apabila belum menyebar ke organ
sekitarnya dan belum bermetastasis. Pengobatan terhadap adenokarsinoma prostat yang masih
terbatas pada organ prostat adalah prostektomi, radiasi, dan brachyterapi. Apabila
adenokarsinoma prostat telah metastasis maka digunakan terapi hormon dengan ablasi hormonal
secara bedah ( kastrasi), ablasi hormonal dengan obat- obatan (antagonis reseptor androgen,
inhibitor 5 reductase), atau gabungan keduanya ( combined androgen blockade).
2.2 Teknik Anestesi pada TURP
2.2 1.Anestesi Spinal pada TURP
Pasien yang menjalani TURP biasanya pada usia lanjut dan sering disertai dengan
penyakit jantung, paru, atau lainnya sehingga penting untuk membatasi level blok untuk
mengurangi efek cardiopulmonary yang merugikan pada pasien tersebut. Penggunaan anastesi
lokal dengan dosis yang lebih kecil memberikan beberapa keuntungan misalnya hipotensi tidak
terjadi karena tidak memblok serabut saraf simpatik di daerah atas serta memperkecil risiko
timbulnya toksisitas sistemik obat anastesi lokal.11
Spinal anastesi memberi berbagai keuntungan
dibandingkan general anastesi. Spinal anastesi terutama berguna bagi pasien dengan distress
pernapasan, memberi respon analgetik postoperative yang baik, dan mengurangi respon stress
pada operasi. Terlebih, anastesi spinal memungkinkan ahli anastesi memonitor tingkat kesadaran
pasien. Hal ini mempermudah untuk mengenali gejala TUR-P syndrome.13
Dengan spinal anastesi, kita dapat mengenal lebih awal tanda robeknya kapsula prostat
dan perforasi kandung kemih jika pasien mengeluh nyeri pada bahu dan daerah periumbilikal
yaitu tepat pada T10 (thorakal 10). Blok pada spinal hingga T10 diperlukan untuk
menghilangkan ketidaknyamanan akibat distensi kandung kemih dipakai bupivakain 2,5-3 ml
biasa atau hiperbarik. Jarum spinal dengan ukuran ujung pensil memiliki angka kejadian sakit
kepala akibat tusukan dura, yang lebih rendah. Hipotensi serius jarang terjadi dengan teknik
tersebut. Posisi litotomi dapat mengkompensasi blok simpatis dengan meningkatkan venous
return. Pengobatan hipotensi dengan vasokonstriktor lebih diutamakan dibandingkan pemberiancairan dengan cepat, untuk mengurangi resiko kelebihan cairan. Monitoring tekanan arteri
dengan hati-hati selama operasi dan sesudahnya sangat dianjurkan. Jika diperlukan, dapat
diberikan sedasi berupa 1-2 mg midazolam secara intravena, walaupun hal ini dapat
menyebabkan konfusi, disinhibisi, dan kegelisahan.13
-
8/10/2019 BAB I TURP
11/31
11
1. Persiapan Pasien
Pasien sebelumnya diberi informasi tentang tindakan ini (informed concent) meliputi
pentingnya tindakan ini dan komplikasi yang mungkin terjadi. Pemeriksaan fisis
dilakukan meliputi daerah kulit tempat penyuntikan untuk menyingkirkan adanya
kontraindikasi seperti infeksi. Perhatikan juga adanya skoliosis atau kifosis. Pemeriksaan
laboratorium yang perlu dilakukan adalah penilaian hematokrit. Masa protrombin (PT)
dan masa tromboplastin parsial (PTT) dilakukan bila diduga terdapat gangguan
pembekuan darah. Kunjungan praoperasi dapat menenangkan pasien. Dapat
dipertimbangkan pemberian obat premedikasi agar tindakan anestesi dan operasi lebih
lancar. Namun, premedikasi tidak berguna bila diberikan pada waktu yang tidak tepat.14
2.
PerlengkapanTindakan anestesi spinal harus diberikan dengan persiapan perlengkapan operasi yang
lengkap untuk monitor pasien, pemberiananestesi umum,dan tindakan resusitasi. Jarum
spinal dan obat anestetik spinal disiapkan. Jarum spinal memiliki permukaan yang rata
dengan stilet di dalam lumennya dan ukuran 16-G sampai dengan 30-G. Obat anestetik
lokal yang digunakan adalah prokain, tetrakain, lidokain, atau bupivakain. Berat jenis
obat anestetik lokal mempengaruhi aliran obat dan perluasan daerah yang teranestesi.
Pada anestesi spinal jika berat jenis obat lebih besar dari berat jenis cairan serebrospinal
(hiperbarik), akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gaya gravitasi. Jika lebih kecil
(hipobarik), obat akan berpindah dari area penyuntikan ke atas. Bila sama (isobarik), obat
akan berada di tingkat yang sama di tempat penyuntikan. Pada suhu 37C cairan
serebrospinal memiliki beratjenis 1,003-1,008. Perlengkapan lain berupa kain kasa steril,
povidon iodine, alkohol.13
3 Jenis jarum Spinal
Dikenal 2 macam jarum spinal, yaitu jenis yang ujungnya runcing seperti ujung bamburuncing (jenis Quinke-Babcock atau Greene) dan jenis yang ujungnya seperti ujung pensil
(Whitacre). Ujung pensil banyak digunakan karena jarang menyebabkan nyeri kepala
pasca penyuntikan spinal.13
http://ifan050285.wordpress.com/2010/03/15/anestesi-spinal/anestesi243.htmhttp://ifan050285.wordpress.com/2010/03/15/anestesi-spinal/anestesi241b.htmhttp://ifan050285.wordpress.com/2010/03/15/anestesi-spinal/anestesi241b.htmhttp://ifan050285.wordpress.com/2010/03/15/anestesi-spinal/anestesi243.htm -
8/10/2019 BAB I TURP
12/31
12
3. Obat- Obat yang Dipakai sebagai Obat Premedikasi
a. Papaveratum :0,3 mg/Kg
b. Pethidin : 50-100 mg/Kg
c. Phentanyl : 100 mcg
4. Obat yang dipakai untuk induksi spinal adalah seperti Bupivacain, untuk anestesi spinal,
dosis yang digunakan adalah 7-15 mg (larutan 0,75%).13
5. Teknik Anestesi
Adapun tahapan spinal anestesi adalah:14
Teknik untuk melakukan anestesi spinal yaitu dengan posisi duduk atau posisi tidur
lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling seringdikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya
diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit
pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.
a. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalnya dalam posisi dekubitus lateral atau
dengan posisi duduk. Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya
tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maksimal agar prosesus
spinosus mudah teraba. Posisi lain ialah duduk.
b. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua Krista iliaka dengan
tulang punggung ialah L4 atau L4-5. Tentukan tempat tusukan misalnya L2-3,
L3-4, atau L4-5. Tusukan pada L1-2 atau di atasnya berisiko trauma terhadap
medulla spinalis.
c. Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alkohol.
d. Beri anestetik lokal pada tempat tusukan. Untuk mencapai cairan serebrospinalis,
maka jatum suntik akan menembus : kulit
subkutis
ligamentumsupraspinosum ligamentum interspinosum ligamentum flavum ruang
epiduralduramaterruang subarachnoid.
e. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22 G, 23 G atau
25 G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27 G atau 29 G
dianjurkan menggunakan penuntun jarum (introducer) yaitu jarum suntik biasa
-
8/10/2019 BAB I TURP
13/31
13
semprit 10 cc. Tusukan introducer sedalam kira-kira 2 cm agak sedikit ke arah
sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum
tersebut. Jika menggunakan jarum tajam irisan jarum haruis sejajar dengan
dengan serat duramater untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat
berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi menghilang,
mandarin juarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan
obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0.5 ml/detik) diselingi aspirasi sedikit,
hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Untuk BAB anelgesi spinal
kontinyu dapat dimasukkan kateter.
f. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid
dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa 6 cm.
6.
Pengawasan selama berlangsungnya operasi
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan selama berlangsungnya TURP adalah
gejala-gejala komplikasi yang dapat terjadi. Komplikasi mayor yang dapat terjadi
pada TURP adalah:11
a. Pendarahan
Perdarahan pada TURP akan menimbulkan hipovolemia, menyebabkan
kehilangan kemampuan mengangkut oksigen secara signifikan sehingga bisa
menuju iskemia myokardial dan infark miokard. Kehilangan darah berkorelasi
dengan ukuran kelenjar prostat yang direseksi, lamanya pembedahan dan skill dari
operator. Rata-rata kehilangan darah saat TURP adalah 10ml/gram dari reseksi
prostat.
b. Sindrom TURP
Reseksi prostat transurethral sering membuka jaringan ekstensif sinus vena pada
prostat dan memungkinkan absorbsi sistemik dari cairan irigasi. Absorbsi dari
cairan dalam jumlah yang besar (2 liter atau lebih) menghasilkan gejala dan tanda
yang disebut dengan sindrom TURP. Manifestasi dari Sindrom TURP :15
Hiponatremia
Hipoosmolaritas
-
8/10/2019 BAB I TURP
14/31
14
Overload cairan
Gagal jantung kongestif
Edema paru
Hipotensi
Hemolisis
Keracunan cairan
Hiperglisinemia
Hiperamonemia
Hiperglikemia
Ekspansi volume intravaskular
Sindrom TURP adalah satu dari komplikasi tersering pembedahan endoskopi urologi.
Insiden sindrom TURP mencapai 20% dan membawa angka mortalitas yang signifikan.
Walaupun terdapat peningkatan di bidang anestesi 2,5%-20 % pasien yang mengalami TURP
menunjukkan satu atau lebih gejala sindrom TURP dan 0,5% - 5% diantaranya meninggal pada
waktu perioperatif. Angka mortalitas dari sindrom TURP ini sebesar 0,99%.Reseksi kelenjar
prostate transuretra dilakukan dengan mempergunakan cairan irigasi agar daerah yang di irigasi
tetap terang dan tidak tertutup oleh darah.
Syarat cairan yang dapat digunakan untuk TURP adalah: isotonik, non-
hemolitik,electrically inert , non-toksik, transparan, mudah untuk disterilisasi dan tidak mahal.
Akan tetapi sayangnya cairan yang memenuhi syarat seperti di atas belum ditemukan.Untuk
TURP biasanya menggunakan cairan nonelektrolit hipotonik sebagai cairan irigasi seperti air
steril, Glisin 1,5%(230 mOsm/L), atau campuran Sorbitol 2,7% dengan Mannitol 0,54% (230
Osm/L). Cairan yang boleh juga dipakai tapi jarang digunakan adalah Sorbitol 3,3%,Mannitol
3%, Dekstrosa 2,5-4% dan Urea 1%. Adapun yang perlu diperhatikan adalah:12
1) Hipovolemi, Hipotensi
Tanda hemodinamika klasik dari Sindrom TURP, ketika glisin digunakan sebagaicairan irigasi,terdiri dari transient arterial hipertension, yang bisa tidak muncul jika
pendarahan berlebihan, diikuti dengan perpanjangan hipertensi. Pelepasan substansi
jaringan prostatik dan endotoksin menuju sirkulasi dan asidosis metabolik yang bisa
berkontribusi terhadap hipotensi
-
8/10/2019 BAB I TURP
15/31
15
2) Gangguan Penglihatan
Salah satu komplikasi dari Sindrom TURP adalah kebutaan sementara, pandangan
berkabut, dan melihat lingkaran disekitar objek. Pupil menjadi dilatasi dan tidak
merespons. Lensa matanormal. Gejala bisa muncul bersamaan dengan gejala lain dari
Sindom TURP atau bisa juga menjadi gejala yang tersembunyi. Penglihatan kembali
normal 8-48 jam setelah pembedahan. Kebutaan TURP disebabkan oleh disfungsi retina
yang kemungkinan karena keracunan glisin. Karena itu persepsidari cahaya dan refleks
mengedipkan mata dipertahankan dan respon pupil terhdap cahaya dan akomodasi hilang
pada kebutaan TURP, tidak seperti kebutaan yang disebabkan karena disfungsi Kortikal
serebri.
3) Perforasi
Perforasi dari kandung kemih bisa terjadi saat TURP berkaitan dengan instrumen
pembedahan, pada reseksi yang sukar, distensi berlebihan dari kantung kemih dan letusan
didalam kantung kemih. Perforasi instrumen dari kapsul prostatik telah diestimasi terjadi
pada 1% dari pasienyang melakukan TURP. Tanda awal dari perforasi, yang sering tidak
diperhatikan adalah penurunan kembalinya cairan irigasi dari kantung kemih. Dan diikuti
oleh nyeri abdomen,distensi dan nausea. Bradikardi dan hipotensi arterial juga ditemukan.
Juga ada resiko tinggi kesalahan diurese spontan. Pada perforasi intraperitoneal, gejalanya
berkembang lebih cepat. Nyeri alih bahu yang berkaitan dengan iritasi pada diafragma
merupakan gejala khas Pallor ,diaphoresis, rigiditas abdomen, nausea, muntah dan
hipotensi bisa terjadi. Perforasi ekstraperitonial, pergerakan refleks dari ekstemitas bawah
bisa terjadi. Letusan didalam kantung kemih jarang terjadi. Kauter dari jaringan prostat
dipercaya bisa membebaskan gas yang mudah terbakar. Secara normal, tidak cukup
oksigen yang terdapat didalam kantung kemih agar bisa terjadi letusan. Tetapi jika udara
masuk bersama dengan cairan irigasi akan bisa berakibat timbulnya ledakan.
4) Koagulopati
DIC ( Disseminated Intravasculer Coagulation) bisa terjadi berkaitan dengan
pelepasan partikel prostat yang kaya akan jaringan thrombopalstin menuju sirkulasi yang
menyebabkan fibrinolisis sekunder. Dilutional trombositopenia bisa memperbusuk situasi.
DIC bisa dideteksi pada darahdengan timbulnya penurunan jumlah platelet, FDP ( Fibrin
-
8/10/2019 BAB I TURP
16/31
16
Degradation Products) yang tinggi(FDP > 150 mg/dl) dan plasma fibrinogen yang rendah
(400 mg/dl)
5) Bakteremia, Septisemia dan Toksemia
Sekitar 30% dari semua pasien TURP memiliki urin yang terinfeksi saat preoperatif.
Ketika prostat sinus vena terbuka dan digunakan irigasi dengan tekanan tinggi, maka
bakteri akan masuk menuju sirkulasi. Pada 6% pasien, bakteremia menjadi septisemia.
Absorbsi dari endotoksin bakteri dan produksi toksin dari koagulasi jaringan akan
berakibat keadaan toksik pada pasien postoperatif. Gemetar yang parah, demam, dilatasi
kapiler dan hipertensi bisa terjadi secara temporer pada pasien ini.
6) Hipotermia
Hipotermia merupakan observasi yang selalu dilakukan pada pasien yang akan
dilakukan TURP.Penurunan dari suhu tubuh akan mengubah situasi hemodinamika, yang
mengakibatkan pasien menggigil dan peningkatan konsumsi oksigen. Irigasi kandung
kemih merupakan sumber utama dari hilangnya panas dan penggunaan cairan irigasi pada
suhu ruangan menghasilkan penurunansuhu tubuh sekitar 1-2oC. Ini diperburuk oleh
keadaan ruangan operasi yang bersuhu dingin.Pasien geriatri diduga akan mengalami
hipotermia karena disfungsi otonom. Vasokonstriksi dan asidosis bisa berefek pada
jantung dan berkontribusi terhadap manifestasi sistem saraf pusat. Menggigil juga bisa
diperparah oleh pendarahan dari tempat reseksi.
c.Tata laksana sindrom TURP
Terapi Sindrom TURP meliputi koreksi berbagai mekanisme patofisiologikal
yang bekerja pada homeostasis tubuh. Idealnya terapi tersebut harus dimulai sebelum tejadi
komplikasi sistem saraf pusat dan jantung yang serius. Ketika Sindrom TURP didiagnosa,
prosedur pembedahan sebaiknya diakhiri secepatnya. Kebanyakan pasien bisa
dimanajemen dengan restriksi cairan dan diuretic loop
Identifikasi gejala awal sindrom TURP dan pencegahan, penting untuk mencegah
efek yang fatal bagi pasien yang mengalami pembedahan endoskopik. Hiponatremia yang
terjadi sebelum operasi harus dikoreksi terutama pada pasien yang menggunakan obat-
obatan diuretik dan diet rendah garam. Antibiotic profilaksis memiliki peran dalam
pencegahan bakterimia dan septisemia. Central Venous Pressure (CVP) monitoring atau
-
8/10/2019 BAB I TURP
17/31
17
kateterisasi arteri pulmonalis diperlukan untuk pasien dengan penyakit jantung. Tinggi
ideal cairan irigasi adalah 60 cm. Untuk mengurangi timbulnya sindroma TURP operator
harus membatasi diri untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam.
Di samping itu beberapa operator memasang sistotomi suprapubik terlebih dahulu
sebelum reseksi diharapkan dapat mengurangi penyerapan air ke sistemik. Untuk kasus
dengan operasi lebih dari satu jam staging TURP harus dilakukan. Kapsul prostat harus
dijaga dan distensi kandung kemih harus dicegah. Caranya dengan sering mengosongkan
kandung kemih. Koreksi hiponatremia sebaiknya dilakukan dengan diuresis dan pemberian
salin hipertonis 3-5% secara lambat dan tidak lebih dari 0,5 meq/per 1 jam atau tidak lebih
cepat dari 100 ml/jam. Tepatnya 200 ml salin hipertonis diperlukan untuk mengkoreksi
hiponatremia. Pemberian secara cepat dari salin akan mengakibatkan edema paru dan
central pontine myelinolysis. Dua pertiga dari salin hipertonis mengembalikan serum
sodium dan osmolaritas, sedangkan 1/3 meredistribusi air dari sel menuju ruang
ekstraseluler, dimana akan diterapi dengan terapi diuretik menggunakan furosemide.
Furosemide sebaiknya diberikan dengan dosis 1 mg/kg bb secara intravena.
Penggunaan furosemide dalam terapi Sindrom TURP dipertanyakan karena
meningkatkan ekskresi natrium. Oleh sebab itu 15% manitol disarankan sebagai pilihan,
dalam kaitan dengan kerjanya yang bebas dari ekskresi natrium dan kecenderungan untuk
meningkatkan osmolaritas ekstraseluler. Oksigen harus diberikan dengan penggunaan nasal
kanul. Edema paru sebaiknya dimanajemen dengan intubasi dan ventilasi dengan
penggunaan 100% oksigen. Gas darah, hemoglobin dan serum sodium dinilai. Kalsium
intravena bisa digunakan untuk merawat gangguan gangguan jantung akut saat
pembedahan. Kejang sebaiknya diterapi dengan diazepam / midazolam / barbiturat /
dilantin aau penggunaan pelemas otot tergantung dari tingkat keparahannya.
Gejala hiponatremia yang bisa berakibat seizure bisa dihubungkan dengan dosis
kecil dari midazolam (2-4mg), diazepam (3-5 mg),thiopental (50-100 mg).
Kehilangan darah diterapi dengan transfusi PRC. Pada kasus dengan DIC, maka
fibrinogen 3-4gram sebaiknya diberikan secara intravena diikuti dengan infus heparin 2000
unit secara bolus( dan kemudian diberikan 500 unit tiap jam). Fresh Frozen Plasma (FFP)
dan platelet juga bisadigunakan tergantung dari jenis koagulasinya. Drainase pembedahan
dari cairan retroperitoneal pada kasus perforasi bisa menurunkan morbiditas dan mortalitas
-
8/10/2019 BAB I TURP
18/31
18
secara signifikan. Arginin dapat diberikan sebagai tambahan infuse glisin untuk
menurunkan efek toksik dari glisin pada jantung. Mekanisme bagaimana arginin
memproteksi jantung belum diketahui.
Phenytoin yang diberikan secara intravena (10-20 mg/kg) juga harus
dipertimbangkan untuk memperoleh aktivitas antikonvulsan. Intubasi endotrakeal secara
umum disarankan untuk mencegah aspirasi sampai status mental pasien menjadi normal.
Jumlah dan kadar salin hipertonik (3-5 %) diperlukan untuk mengkoreksi hiponatremia
menjadi batas / level yang aman, yang didasarkan konsentrasi serum sodium pasien. Solusi
salin hipertonis harus tidak diberikan dengan kecepatan tidak lebih dari 100 ml/jam
sehingga tidak menimbulkan eksaserbasi overload dari cairan sirkulasi. Hipotermi dapat
dihindari dengan meningkatkan suhu ruang operasi, penggunaan selimut hangat dan
menggunakan cairan irigasi dan intravena yang telah dihangatkan sampai suhu 37oC.
Manajemen pasien yang mengalami koma harus meliputi oksigenasi, sirkulasi yang
memadai, penurunan tekanan intrakranial, penghentian kejang, terapi infeksi, menjaga
keseimbangan asam basa dan elektrolit dan suhu tubuh. Pemantauan yang dilakukan
glukosa,elektrolit (Na, K, Ca, Cl, CO3, PO4), urea kreatinin, osmolaritas, glisin, dan
amonia. Pemeriksaan gas darah dapat melihat PH, PO2, PCO2, dan karbonat. Perlu juga
dilakukan EKG untuk memonitor fungsi kardiovaskular.
2.2.2 Anestesi Umum pada TURP
Pada keadaan dimana dipilih anestesi umum (pasien dengan kontraindikasi spinal anestesi, tidak
diperbolehkan posisi supine selama waktu tertentu atau dengan batuk persisten yang menyulitkan
operasi), pilih intubasi tergantung faktor pasien. Pikirkan untuk melakukan intubasi jika pasien
obesitas atau mempunyai riwayat refluks; fentanil atau morfin ditambah diklofenak 100 mg per
rektal intraoperatif memberikan analgesik adekuat. Kerugian melakukan anestesi umum adalah
kesadaran pasien tidak diawasi sehingga TURP syndrome susah dikenali dan monitoring TURPsyndrome dengan melihat hemodinamik pasien.
13
-
8/10/2019 BAB I TURP
19/31
19
BAB 3
LAPORAN KASUS
Tanggal Masuk 21 September 2014
Waktu 10.00
Nama DJ
R.M. 00.60.29.83
3.1 Anamnesis
Identitas Pribadi
Nama : DJ
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 74 tahun
Suku Bangsa : Melayu
Agama : Islam
Alamat : Jln. Stasiun C2 No 05 Kec Medan Belawan
Status : Menikah
Pekerjaan : Pensiunan
Tanggal Masuk : 20 September 2014
3.1 Riwayat Perjalanan Penyakit
Jenis Kelamin, Umur, Berat Badan : Laki - laki,74 tahun, 60 kg
Keadaan Umum : Sulit buang air kecil
Telaah : Hal ini dialami os 1 tahun yang lalu. Riwayat LUTS 1 minggu,
sebelum retensi urin. Riwayat operasi prostektomi di RS Belawan pada Juli 2013. Post
operasi dipasang kateter selama 3 minggu. Setelah dicabut BAK (+) normal 2 minggu.
Pasien berobat ke RS Martha Friska, dilakukan TURP pada Agustus 2013. Post operasi
BAK (+) normal. Timbul retensi, dilakukan TURP pada September 2013 (28 April 2014
terakhir dilakukanTURP).
-
8/10/2019 BAB I TURP
20/31
20
Riwayat Penyakit Terdahulu : DM (-), HT (-)
Riwayat Penggunaan Obat : -
3.3Time Sequence
3.4 Patient Assessment
1. Primary Survey
Sign Diagnosis Treatment Hasil Waktu
Airway Clear - Jalan Nafas
Aman
10.00
Look: Obstruksi (-), debris (-)
Listen : Snoring (-), Gargling (-),
Crowing(-)
Feel: gerakan udara (+)
Breathing Adekuat - Sat O2 :
99%
RR : 24 x/i
10.01
Look : gerakan dinding dada (+)
Listen : aus. vesikuler (+), Suara
20/09/2014 (10.00 WIB)
- Pasien datang ke poli bedah urologi untuk
mendaftar jadwal operasi TURP
21/09/2014 (10.00 WIB)
-
Pasien dikonsulkan ke DepartemenAnestesi
22/09/2014 (16.30 WIB18.00 WIB)
- Operasi TURP
-
8/10/2019 BAB I TURP
21/31
21
Tambahan (-)
Feel: hipersonor (-),hiposonor (-)
Ciculation Normal - Sirkulasi
Aman
10.02
Pulsasi karotis : (+) HR : 88 x/i
(PP) Akral :
Hangat/Merah/Kering
T/V : kuat/cukup , CRT : < 2
detik.
TD: 120/80 mmHg
Hasil lab:
Darah Lengkap ( 21 September 2014)
- Hb/Ht/Leu/Tromb : 12.20/ 35.90/ 17.53/ 589.000
- PT/aPTT/TT/INR : -
- Fibrinogen : -
- D-dimer : -
- KGD ad Random : 95
- Na/K/Cl : 135/ 4,6/ 106
- Ureum/ Kreatinin : -
Disabilty Compos
Mentis
- - 10.04
Kesadaran : Compos
mentis
GCS : E4M6 V5
Pupil : isokor
3mm/3mm
Rc: + / +
Exposure - - - 10.05
-
-
8/10/2019 BAB I TURP
22/31
22
2. Secondary Survey
Anamnesa dengan kriteria AMPLE:
- Allergic : Tidak dijumpai
- Medication : Tidak dijumpai
- Past Illness : Tidak dijumpai
- Last Meal : 10.00 WIB tanggal 21/9/2014
- Event : Tidak dijumpai
3.5 Pemeriksaan Penunjang
USG Ginjal + Buli-Buli+ Prostat
Ginjal kanan:Ukuran normal.Ekhoparenkhim normal.Batas tekstur parenkim dengan central
echocomplek jelas.Tidak tampak batu/massa.Sistem pelvokalises tidak melebar.
Ginjal kiri: Ukuran normal.Ekhoparenkhim normal. Batas tekstur parenkim dengan central
echocomplek jelas.Tidak tampak batu/massa.Sistem pelvokalises tidak melebar.
Vesica urinaria: Terisi penuh, dinding tidak menebal,tidak tam[ak massa, tidak tampak
batu.Tampak ballon catheter
Kesan: USG kedua ginjal dan vesika urinaria saat ini tidak tampak kelainan.
-
8/10/2019 BAB I TURP
23/31
23
EKG
Hasil pembacaan EKG: Sinus ritme, QRP rate 98X/I,P wave (+) Normal.PR interval 0.92,
LVH (-). Kesan : Sinus Ritme.Tolenrasi operasi: Low risk.
3.6 Kronologi Operasi
Diagnosis : Adenokarsinoma Prostat + Retensi Urin
Tindakan : TURP
PS ASA : 2
Teknik Anestesia : GA-ETT
Posisi : RLD/ LLD/ duduk
-
8/10/2019 BAB I TURP
24/31
24
3.7 Persiapan Alat-Alat dan Obat-Obat
3.8 Tindakan Anestesi
Pasien dengan posisi RLD/ LLD/ duduk
Identifikasi L3-L4 dan melakukan desinfeksi
Insersi spinocan No. 25
Melihat apakah ada keluar cairan CSF
Melakukan injeksi Bupivacaine 12,5-15 mg + Fentanyl 25 mcg
Menentukan apakah pasien sudah merasa kebas dan monitor hemodinamik
3.9 Pre-operasi
Problem List
- Hitung EBV dan EBL pasien untuk transfusi darah durante op, EBV 60 x 40=
2400 cc, EBL 102030 = 240 mL480 mL720 mL.
Monitoring
B1 : Airway: clear, RR: 20 x/mnt, SP: ves, ST:-, snoring/gargling/crowing: -/-/-, MLP:1,
GL: bebas, alergi/asma/batuk/sesak: -/-/-/-
B2 : Akral: H/M/K, TD: 110/70 mmHg, HR: 100 x/mnt, T/V: kuat/cukup, turgor normal
B3 : Sens: CM, pupil isokor : 3 mm/3mm RC:+/+
B4 : Kateter urin terpasang , UOP: 0.5 cc/kgBB/jam, warna merah
B5 : Abdomen soepel,peristaltik (+), MMT : 10.00 WIB tanggal 22/9/2014
-
8/10/2019 BAB I TURP
25/31
25
B6 : Oedem (+), Fraktur (-)
3.10 Durante Operasi
Problem List
- Operasi potensial perdarahan siapkan darah, pasang abocath dengan bore besar
dan pastikan lancar serta hitung EBV dan EBL.
Monitoring
Durante Operasi
Lama operasi : 1.5 jam
TD : 90-130/ 60-80 mmHg
HR : 60-85 x/i
SpO2 : 98100 %
Cairan : Pre op = Ringer Laktat 500 cc
Durante op = Ringer Laktat 500 cc
Perdarahan + 100 cc
Penguapan + Maintenance : (2 cc + 2 cc ) X 60 kg = 240 cc/jam
UOP : 50 cc/jam warna merah
3.11 Post Operasi Problem List
- Posisi head up300
-
Monitoring cairanproduksi urine 0,5-1 cc/kg BB/jam
- Potensial terjadi infeksiantibiotik yang adekuat
- Nyeri post Operatifpemberian analgetik poten
Monitoring
B1 : Airway clear, RR:18 x/i SP: vesikuler,ST(-),snoring(-),gurgling(-), crowing (-).
B2 : Akral : H/M/K, TD 110/80 mmHg, HR : 72 x/i, T/V: Kuat/ cukup, reguler, temp
37 C
B3 : Sens : GCS 15 (E4V5M6), pupil isokor 3mm/3mm, RC +/+
B4 : UOP (+), terpasang kateter,volume 50 cc , warna merah.
B5 : Abdomen Soepel, peristaltik (+), mual(-) muntah (-)
-
8/10/2019 BAB I TURP
26/31
26
B6 : Odem (-), Fraktur (-)
3.12 Terapi Post Operasi
Bed rest head up 30
o
IVFD NaCl 0.9% 20 tts/mnt
Diet MB
Inj. Ceftriaxon 1 gr/ 12 jam/IV
Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam
Inj Ranitidin 50 mg/12 jam
Inj Transamin 500 mg/ 8 jam
Inj. Vit.K 1 amp / 8 jam
Cek darah lengkap
Periksa jaringan ke lab PA
3.13Follow up:
Tgl S O A P
22
September
2014
Nyeri (+) 1:Airway:clear,
ernafasan spontan,
R:24x/i
Sp:Vesikuler
2:Akral:H/M/K,
TD:150/80mmHg,
R:86x/i,
T/V: Kuat/ cukup,
eguler, temp 37.13:Sens:CM,pupil
sokor
mm/3mm, RC +/+
4:UOP(+),volume
Post TURP a/i
Adenocarcinom
a Prostat +
Retensi Urin
IVFD RSol 20 gtt/I
Inj. Ceftriaxone 1gr/
12jam
Inj. Ranitidine 50mg/
12 jam
Inj. Ketorolac 30 mg/
8jam
Inj. Vit K 10mg/
8jam Inj. Transamin
500mg/ 8jam
Nifedipine tab 10mg
(20.00 WIB)
-
8/10/2019 BAB I TURP
27/31
27
100 cc, warna
uning.
5:abdomen kesan
soepel,peristaltik
(+)
6:oedem
retibial(-), fraktur
(-)
23
September
2014
Nyeri(-) 1:Airway:clear,
ernafasan spontan,
R:24x/i
Sp:Vesikuler
2:Akral:H/M/K,
TD:130/80mmHg,
R:86x/i,
T/V: Kuat/ cukup,
eguler, temp 37.1
3:Sens:CM,pupil
sokor 3mm/3mm,C ( +/+)
4:UOP(+),volume
100cc,warna
uning.
5:abdomen kesan
soepel,peristaltik
(+)
6:oedem
retibial(-), fraktur
(-)
Post TURP a/i
Adenocarcinom
a Prostat +
Retensi Urin
IVFD RSol 20 gtt/I
Inj. Ceftriaxone 1gr/
12jam
Inj. Ranitidine 50mg/
12 jam
Inj. Ketorolac 30 mg/
8jam
Inj. Vit K 10mg/
8jam
Inj. Transamin
500mg/ 8jam Aff irigasi kateter
jika urin kuning
jernih
-
8/10/2019 BAB I TURP
28/31
28
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien masuk melalui poli bedah urologi untuk mendaftarkan jadwal operasi pada tanggal
20 September 2014 kemudian pasien dimasukkan ke ruangan untuk persiapan operasi. Sebelum
operasi dilakukan, pasien dipasang elektroda, 1 IV line dengan IV cath no. 18 untuk pemberian
cairan Ringer Laktat 20 gtt/i. Selain itu, pasien NPO sejak direncanakan untuk operasi. Hal ini
sesuai dengan teori bahwa pada pre-operasi perlu diberikan preloading cairan, pemantauan urin
output dan hemodinamik, NPO diperlukan karena jika tindakan spinal anestesi gagal maka dapat
dilanjutkan dengan teknik anestesi umum.
Untuk teknik anestesi pada pasien ini lebih dipilih digunakan teknik regional anestesi
yaitu spinal anestesi. Hal ini sesuai dengan teori karena dengan teknik anestesi ini maka kita bisa
mengawasi kesadaran pasien untuk melihat adanya tanda dan gejala dari TURP syndrome,
vasodilatasi perifer untuk meminimalisasi overload cairan dan kehilangan darah lebih sedikit.
Obat yang diberikan ke dalam spinal anestesi ini adalah bupivacaine dan fentanyl. Hal ini sesuai
dengan teori bahwa bupivacaine berfungsi sebagai menghambat transmisi pada jaras nyeri
berupa sensorik, motorik dan autonom sehingga selain dijumpai kebas-kebas atau mati rasa pada
setentang blok dapat juga terjadi vasodilatasi akibat penghambatan autonom (simpatis) sehingga
perlu monitoring hemodinamik, sedangkan pemberian fentanyl berfungsi sebagai adjuvan
dimana di medulla spinalis terdapat cairan serebrospinal dan reseptor nyeri , fentanyl
menghambat reseptor sehingga modulasi dan persepsi nyeri tidak diteruskan ke otak. Pada
pasien ini ternyata tidak mengalami TURP syndrome. Hal ini sesuai dengan teori bahwa
peningkatan mortalitas pada pasien dengan operasi TURP dijumpai pada reseksi di atas 45 g,
lama operasi > 90 menit, usia > 80 tahun dan penggunaan cairan irigasi yang tidak tepat.
Operasi ini berlangsung kira-kira selama 1,5 jam dengan hemodinamik pasien dalam
keadaan stabil dan pada pre-operasi dan durante operasi pasien diberikan cairan Ringer Laktat
500 cc dan mengganti cairan yang hilang akibat penguapan dan maintenance sebanyak 240 cc/
jam. Hal ini sesuai dengan teori bahwa perlu preloading cairan pre-operasi sebanyak 10-20 ml/
kgBB dan penggantian maintenance dan penguapan di kamar operasi sebanyak (2 + 2) x BB.
-
8/10/2019 BAB I TURP
29/31
29
Pada pasien ini dijumpai hematuria post TURP. Hal ini sesuai dengan teori bahwa
hematuria post TURP yang tampak pada kateter akibat resektoskop yang mengandung kawat
listrik dimasukkan ke dalam orificium uretra untuk memotong prostat yang hiperplasia.
-
8/10/2019 BAB I TURP
30/31
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Hammerich, K. H., G. E. Ayala & T. M. Wheeler, 2009. Anatomy of the prostate gland and
surgical pathology of prostate cancer. Cambridge University Press
2. Kumar, V., A. K. Abbas, N. Fausto, et al. 2010. Prostate. In: Robbins and Cotran Pathologic
Basic of Disease. 8th Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier
3. Choen, J. J. and Douglas M. D. 2008. Localized Prostate Cancers. In: Chabner, B.A., et al. eg.
Harrisons Manual of Oncology, USA: The McGraw- Hill Companies, Inc
4. Purnomo, B. 2011 Onkologi Urogenitalia. Dalam: Dasar- dasar Urologi. Jakarta: Sagungseto
5. Umar, M., & A. Agus. 2002. Evaluasi Hasil Pemeriksaan Colok Dubur pada Pasien
Pembesaran Prostat untuk Mendeteksi Kanker Prostat Palembang: Ilmu Bedah FK Unsri
6. Moul, J. W, et al. 2005. Chapter 17 Prostate Cancer. In: Cancer Management. A
Multidisciplinary Approach
7. Jefferson, K and Natasha J. 2009. Prostate Cancer. In : Probert, J.L., ed. An Atlas of
Investigation and Diagnosis Urology. UK: Clinical Publishing Oxford. 63-74.
8. Seitz, M., et al. 2009. Functional Magnetic Resonance Imaging in Prostate Cancer. In:
European Association of Urology. European Urology 55. Elseveier
9. Presti, J. C, et al. 2008. Neoplasm of the Prostate Gland. In: Tanagho, Emil A., Jack W.
McAnich, ed. Smiths General Urology 17th Ed USA: The McGraw Hill Companies Inc
10. Buhmeida, A. et al. 2006. Prognostic Factor in Prostate Cancer. In: Diagnostic Pathology.
Finlanda: BioMed Central Ltd Available from http:// www
diagnosticpathology.org/content/1/1/4
11. Purnomo B. B. 2011,Dasar-Dasar Urologi, Edisi 3. 123-128. Jakarta : Sagung Seto
12. Monk, Terri.G and B. Craig Weldon. The Renal System And Anesthesia For Urologic
Surgery, chapter 36, page 42 in Clinical Anesthesia. Edition 4. Lippincott Williams & Wilkin
Publishers. 2008.
13. Yang Q, Petes TJ, Donovan JL, Wilt TJ, dan Abrams P. Transurethral incision compared
with transurethral resection of the prostate for bladder outlet obstruction: a systemic review and
meta-analysis of randomised controlled trials. J Urol 165: 1526-1532, 2008
14. Soenarjo, et al. 2013. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FAkultas
Kedokteran UNDIP/dr. Kariadi Semarang
-
8/10/2019 BAB I TURP
31/31
31
15. Moorthy H K, Philip S. 2001. TURP syndrome - current concepts in the pathophysiology and
management.Indian J Urol;17:97-102