referat bph

33
BAB 1 PENDAHULUAN Kelenjar prostat adalah organ tubuh pria yang paling sering mengalami pembesaran, baik jinak maupun ganas. BPH merupakan penyakit tersering kedua di klinik urologi di Indonesia setelah batu saluran kemih. Pembesaran prostat benigna atau yang lebih dikenal BPH sering ditemukan pada pria yang menapak usia lanjut. Istilah BPH merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel stroma dan sel epitel prostat. Hiperplasia prostat benigna dapat dialami oleh sekitar 70% pria diatas usia 60 tahun. Angka ini meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun. Meskipun jarang mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan yang menjengkelkan dan menganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan ini terjadi akibat dari pembesaran kelenjar prostat yang menyebabkan terjadinya obstruksi pada leher buli-buli dan uretra atau dikenal sebagai bladder outlet obstruction (BOO). Obstruksi ini lama kelamaan akan menyebabkan terjadinya perubahan struktur buli-buli maupun ginjal sehingga bisa menyebabkan komplikasi pada saluran kemih atas maupun bawah. Keluhan yang disampaikan pasien BPH sering kali berupa LUTS ( Lower Urinary Tract Symptoms) yang terdiri dari gejala obstruktif dan gejala iritasi yang meliputi; frekuensi miksi meningkat, urgensi, nokturia, pancaran miksi lemah dan sering terputus-putus dan merasa tidak puas sehabis miksi dan tahap selanjutnya terjadi retensi urin. Tidak semua pasien BPH

Upload: qyura

Post on 16-Jan-2016

23 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Referat BPH

TRANSCRIPT

Page 1: Referat BPH

BAB 1

PENDAHULUAN

Kelenjar prostat adalah organ tubuh pria yang paling sering mengalami pembesaran,

baik jinak maupun ganas. BPH merupakan penyakit tersering kedua di klinik urologi di

Indonesia setelah batu saluran kemih. Pembesaran prostat benigna atau yang lebih dikenal

BPH sering ditemukan pada pria yang menapak usia lanjut. Istilah BPH merupakan istilah

histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel stroma dan sel epitel prostat. Hiperplasia prostat

benigna dapat dialami oleh sekitar 70% pria diatas usia 60 tahun. Angka ini meningkat

hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun.

Meskipun jarang mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan yang menjengkelkan

dan menganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan ini terjadi akibat dari pembesaran kelenjar

prostat yang menyebabkan terjadinya obstruksi pada leher buli-buli dan uretra atau dikenal

sebagai bladder outlet obstruction (BOO). Obstruksi ini lama kelamaan akan menyebabkan

terjadinya perubahan struktur buli-buli maupun ginjal sehingga bisa menyebabkan

komplikasi pada saluran kemih atas maupun bawah.

Keluhan yang disampaikan pasien BPH sering kali berupa LUTS ( Lower Urinary

Tract Symptoms) yang terdiri dari gejala obstruktif dan gejala iritasi yang meliputi; frekuensi

miksi meningkat, urgensi, nokturia, pancaran miksi lemah dan sering terputus-putus dan

merasa tidak puas sehabis miksi dan tahap selanjutnya terjadi retensi urin. Tidak semua

pasien BPH mengeluhkan gangguan miksi dan sebaliknya tidak semua keluhan miksi

disebabkan oleh BPH.

Banyak sekali faktor yang diduga berperan dalam terjadinya BPH ini, tetapi pada

dasarnya BPH tumbuh pada pria yang menginjak usia tua dan masih mempunyai testis yang

masih menghasilkan testoteron. Di samping itu pengaruh hormon lain seperti estrogen, diet

tertentu, mikrotrauma dan faktor-faktor lingkungan juga diduga berperan dalam proliferasi

sel-sel kelenjar prostat secara tidak langsung. Faktor-faktor tersebut mampu mempengaruhi

sel prostat untuk mensintesis protein growth factor yang dikenal sebagai protein intrinsik

yang menyebabkan hiperplasia kelenjar prostat.

Terapi yang diberikan pada pasien tergantung pada tingkat keluhan pasien,

komplikasi yang terjadi, sarana yang tersedia, dan pilihan pasien. Di berbagai daerah di

Page 2: Referat BPH

Indonesia kemampuan melakukan diagnosa dan terapi pasien BPH tidak sama karena

perbedaan fasilitas dan sumber daya manusia tiap-tiap daerah.

Page 3: Referat BPH

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Antomi dan Fisiologi Prostat

Kelenjar prostat adalah organ genitalia pria yang sangat sering mengalami

pembesaran baik alam bentuk benigna atau neoplasma maligna. Secara anatomis, kelenjar

prostat berada di dalam rongga pelvis yang dipisahkan dari simpisis pubis anterior oleh ruang

retropubis (Retzius Space). Sementara bagian posterior prostat dipisahakan ampula rekti oleh

fascia Denonvilliers. Kelenjar prostat merupakan organ fibromuskular yang mengelilingi

leher vesika dan bagian proksimal uretra pada pria. Beratnya sekitar 20 gram pada pria

dewasa dan terdiri dari bagian anterior dan bagian posterior. Secara embriologi, prostat

berasal dari lima evaginasi epitel urethra posterior. Suplai darah prostat diberikan oleh arteri

vesikalis inferior dan masuk pada sisi posterolateral leher vesika yang merupakan cabang dari

arteri iliaca interna.. Drainase vena prostat bersifat difus dan bermuara kedalam pleksus

santorini. Persarafan prostat terutama bersasal dari nervus sakralis ketiga dan keempat

melalui pleksus hipogastrikus dan serabut yang berasal dari nervus sakralis ketiga dan

keempat melalui pleksus sakralis. Drainase limfe prostat ke nodi limfatisi obturatoria, iliaka

interna, iliaka eksterna dan presakralis, serta sangat penting dalam mengevaluasi luas

penyebaran penyakit dari prostat.

McNeal adalah ilmuan yang terkenal yang membagi anatomi zona prostat menjadi

beberapa bagian, antara lain zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskular

anterior dan zona periuretra. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona

transisional; sedangkan pertumbuhan karsinoma berasal dari zona perifer.

Fungsi prostat yang normal tergantung pada testosteron, yang dihasilkan oleh sel

leydig testis dalam respon terhadap rangsangan oleh hormon luteinisasi (LH) dari hipofisis.

Testosteron dimetabolisme menjadi dehidrotestoteron oleh 5 alfa - reduktase didalam prostat

dan vesikula seminalis. Kelenjar prostat mensekresi cairan encer, seperti susu yang

mengandung ion sitrat, kalsium, ion fosfat, enzim pembeku, dan profibrinolisin. Selama

pengisian simpai kelenjar prostat berkontraksi sejalan dengan kontraksi vas deferens sehingga

cairan encer seperti susu yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat menambah lebih banyak lagi

jumlah semen. Sifat yang sedikit basa dari cairan prostat mungkin penting untuk keberhasilan

fertilisasi ovum, karena cairan vas deferens relatif asam akibat adanya asam sitrat dan hasil

Page 4: Referat BPH

akhir metabolisme sperma, dan sebagai akibatnya, akan menghambat fertilisasi sperma. Juga

sekret vagina bersifat asam (pH 3,5 sampai 4,0). Sperma tidak dapat bergerak optimal sampai

pH sekitarnya meningkat kira-kira sampai 6 sampai 6,5. Akibatnya, merupakan suatu

kemungkinan bahwa cairan prostat menetralkan sifat asam dari cairan lainnya setelah

ejakulasi dan juga meningkatkan motilitas dan fertilitas sperma. Sekret prostat dikeluarkan

selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos.

Gambar 2.1 Anatomi Prostat

2.2 Definisi

Hiperplasia adalah penambahan ukuran suatu jaringan yang disebabkan oleh

penambahan jumlah sel pembentuknya. Hiperplasia prostat adalah suatu diagnosis histologi

yang menunjukkan suatu proliferasi otot polos dan sel epitel didalam zona transisi prostat.1

Hiperplasia prostat adalah pembesaran prostat yang jinak bervariasi berupa hiperplasia

kelenjar periuretral. (2)

2.3 Epidemiologi

BPH adalah sejenis tumor pada pria yang paling banyak ditemukan dibandingkan

dengan tumor-tumor lainnya.kejadian BPH sangat berhubungan dengan pertambahan usia.

Prevalensi secara histologi pada hasil autopsi didapatkan 20% BPH terdapat pada laki-laki

berusia 41-50 tahun, 50% pada laki-laki yang berusia 51-60 tahun an lebih dari 90% pada

laki-laki diatas 80 tahun. (lange)

Di Indonesia, data dari RSUP.Cipto Mangunkusumo dan RS sumber Waras

memperlihatkan bahwa 30-40 % pria di atas 70 tahun menderita BPH. Tingginya kejadian

Page 5: Referat BPH

BPH tersebut di Indonesia telah menempatkan BPH sebagai penyebab angka kesakitan

nomor 2 terbanyak setelah penyakit batu pada saluran kemih di Klinik Urologi.(5)

2.4 Etiologi

Penyebab pasti terjadinya BPH belum dimengerti sepenuhnya, akan tetapi terjadinya

BPH kemungkinan berhubungan dengan pengaruh banyak faktor dan kontrol dari endokrin.

Kelenjar prostat terdiri dari 2 bagian besar yaitu stroma dan epitel yang mana kedua bagian

tersebut baik secara kombinasi atau tunggal dapat menyebabkan terjadinya hiperplasia nodul

dan gejala yang berhubungan dengan BPH.

Hasil pengamatan dan studi klinis yang dilakukan pada laki-laki didapatkan bahwa

BPH itu terjadi juga karena pengaruh dari kontrol endokrin. Penelitian tambahan juga

mengatakan bahwa adanya hubungan atau korelasi terjadinya BPH dengan kadar bebas dari

testoteron dan estrogen terhadap pertambahan volume pada BPH. Dimana hasil penelitian

mengatakan bahwa adanya kemungkinan dari hubungan antara proses penuaan dengan BPH

yang merupakan hasil dari terjadinya peningkatan kadar estrogen yang menyebabkan induksi

pada reseptor adrogen. Meskipun tidak ada studi yang terbaru yang bisa menjelaskan

hubungan antara kadar estrogen pada orang BPH.

Beberapa teori yang berhubungan dengan terjadinya BPH

1. Teori DHT (dihidrotestosteron)

Testosteron dengan bantuan enzim 5-alfa reduktase dikonversi menjadi DHT yang

merangsang pertumbuhan kelenjar prostat.

2. Teori Reawakening.

Teori ini berdasarkan kemampuan stroma untuk merangsang pertumbuhan epitel.

Menurut Mc Neal, seperti pada embrio, lesi primer BPH adalah penonjolan kelenjar

yang kemudian bercabang menghasilkan kelenjar-kelenjar baru di sekitar prostat. Ia

menyimpulkan bahwa hal ini merupakan reawakening dari induksi stroma yang

terjadi pada usia dewasa.

3. Teori stem cell hypotesis.

Isaac dan Coffey mengajukan teori ini berdasarkan asumsi bahwa pada kelenjar

prostat, selain ada hubungannya dengan stroma dan epitel, juga ada hubungan antara

jenis-jenis sel epitel yang ada di dalam jaringan prostat. Stem sel akan berkembang

menjadi sel aplifying. Keduanya tidak tergantung pada androgen. Sel aplifying akan

Page 6: Referat BPH

berkembang menjadi sel transit yang tergantung secara mutlak pada androgen,

sehingga dengan adanya androgen sel ini akan berproliferasi dan menghasilkan

pertumbuhan prostat yang normal.

4. Teori growth factors.

Teori ini berdasarkan adanya hubungan interaksi antara unsur stroma dan unsur epitel

prostat yang berakibat PPJ. Faktor pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel stroma di

bawah pengaruh androgen. Adanya ekspresi berlebihan dari epidermis growth factor

(EGF) dan atau fibroblast growth factor (FGF) dan atau adanya penurunan ekspresi

transforming growth factor- Beta (TGF - Beta, akan menyebabkan terjadinya

ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan menghasilkan pembesaran prostat.

Namun demikian, diyakini ada 2 faktor penting untuk terjadinya BPH, yaitu adanya

dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Pada pasien dengan kelainan kongenital

berupa defisiensi 5-alfa reduktase, yaitu enzim yang mengkonversi testosteron ke DHT, kadar

serum DHT-nya rendah, sehingga prostat tidak membesar. Sedangkan pada proses penuaan,

kadar testosteron serum menurun disertai meningkatnya konversi testosteron menjadi

estrogen pada jaringan periperal. Pada anjing, estrogen menginduksi reseptor androgen.

Faktor Risiko

Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya BPH adalah :2

1. Kadar Hormon

Kadar hormon testosteron yang tinggi berhubungan dengan peningkatan risiko BPH.

Testosteron akan diubah menjadi androgen yang lebih poten yaitu

dihydrotestosteron (DHT) oleh enzim 5 α-reductase, yang memegang peran penting

dalam proses pertumbuhan sel-sel prostat.2,4

2. Usia

Pada usia tua terjadi kelemahan umum termasuk kelemahan pada buli (otot detrusor)

dan penurunan fungsi persarafan. Perubahan karena pengaruh usia tua menurunkan

kemampuan buli-buli dalam mempertahankan aliran urin pada proses adaptasi oleh

adanya obstruksi karena pembesaran prostat, sehingga menimbulkan gejala.9

3. Ras

Orang dari ras kulit hitam memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk terjadi BPH

dibanding ras lain. Orang-orang Asia memiliki insidensi BPH paling rendah.2

Page 7: Referat BPH

4. Riwayat keluarga

Riwayat keluarga pada penderita BPH dapat meningkatkan risiko terjadinya kondisi

yang sama pada anggota keluarga yang lain. Semakin banyak anggota keluarga yang

mengidap penyakit ini, semakin besar risiko anggota keluarga yang lain untuk dapat

terkena BPH. Bila satu anggota keluarga mengidap penyakit ini, maka risiko

meningkat 2 kali bagi yang lain. Bila 2 anggota keluarga, maka risiko meningkat

menjadi 2-5 kali.2

5. Obesitas

Obesitas akan membuat gangguan pada prostat dan kemampuan seksual, tipe bentuk

tubuh yang mengganggu prostat adalah tipe bentuk tubuh yang membesar di bagian

pinggang dengan perut buncit, seperti buah apel. Beban di perut itulah yang

menekan otot organ seksual, sehingga lama-lama organ seksual kehilangan

kelenturannya, selain itu deposit lemak berlebihan juga akan mengganggu kinerja

testis. Pada obesitas terjadi peningkatan kadar estrogen yang berpengaruh terhadap

pembentukan BPH melalui peningkatan sensitisasi prostat terhadap androgen dan

menghambat proses kematian sel-sel kelenjar prostat.2

6. Pola Diet

Kekurangan mineral penting seperti seng, tembaga, selenium berpengaruh pada

fungsi reproduksi pria. Yang paling penting adalah seng, karena defisiensi seng berat

dapat menyebabkan pengecilan testis yang selanjutnya berakibat penurunan kadar

testosteron. Selain itu, makanan tinggi lemak dan rendah serat juga membuat

penurunan kadar testosteron.2

7. Aktivitas Seksual

Kelenjar prostat adalah organ yang bertanggung jawab untuk pembentukan hormon

laki-laki. BPH dihubungkan dengan kegiatan seks berlebihan dan alasan kebersihan.

Saat kegiatan seksual, kelenjar prostat mengalami peningkatan tekanan darah

sebelum terjadi ejakulasi. Jika suplai darah ke prostat selalu tinggi, akan terjadi

hambatan prostat yang mengakibatkan kelenjar tersebut bengkak permanen. Seks

yang tidak bersih akan mengakibatkan infeksi prostat yang mengakibatkan BPH.

Aktivitas seksual yang tinggi juga berhubungan dengan meningkatnya kadar hormon

testosteron.2

8. Kebiasaan merokok

Nikotin dan konitin (produk pemecahan nikotin) pada rokok meningkatkan aktifitas

enzim perusak androgen, sehingga menyebabkan penurunan kadar testosteron.2

Page 8: Referat BPH

9. Kebiasaan minum-minuman beralkohol

Konsumsi alkohol akan menghilangkan kandungan zink dan vitamin B6 yang

penting untuk prostat yang sehat. Zink sangat penting untuk kelenjar prostat. Prostat

menggunakan zink 10 kali lipat dibandingkan dengan organ yang lain. Zink

membantu mengurangi kandungan prolaktin di dalam darah. Prolaktin meningkatkan

penukaran hormon testosteron kepada DHT.2,10

10.Olah raga

Para pria yang tetap aktif berolahraga secara teratur, berpeluang lebih sedikit

mengalami gangguan prostat, termasuk BPH. Dengan aktif olahraga, kadar

dihidrotestosteron dapat diturunkan sehingga dapat memperkecil risiko gangguan

prostat.2

11.Diabetes Mellitus

Laki-laki yang mempunyai kadar glukosa dalam darah > 110 mg/dL mempunyai

risiko tiga kali terjadinya BPH, sedangkan untuk laki-laki dengan penyakit Diabetes

Mellitus mempunyai risiko dua kali terjadinya BPH dibandingkan dengan laki-laki

dengan kondisi normal.2

2.5 Patologi

Pada diskusi sebelumnya telah dibahas bahwa terjadinya BPH berhubungan dengan

adanya perkembangan dari zona transisional. Pembesaran ini benar terjadi akibat peningkatan

jumlah sel. Evaluasi mikroskopis didapatkan bahwa pertumbuhan nodul merupakan hasil dari

penambahan jumlah dari sel stroma dan sel epitel. Stroma mempuntai banyak jaringan

kolagen dan otot polos. Akiabat terjadinya pembesarn pada zona transisional akan

menyebabkan terjadinya penekanan pada bagian luar dari kelenjar prostat.

2.6 Patofisiologi

Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. Gejala dan tanda obstruksi

saluran kemih berarti penderita harus menunggu pada permulaan miksi. Miksi terputus,

menetes pada akhir miksi. Pancaran miksi menjadi lemah, dan rasa belum puas sehabis miksi.

Gejala iritasi disebabkan hipersensitivitas otot detrusor berarti bertambahnya frekuensi miksi.

Nokturia, miksi sulit ditahan, dan disuria. Gejala obstruksi terjadi karena detrusor gagal

berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi

terputus-putus. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi

atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih sehingga vesika

Page 9: Referat BPH

sering berkontraksi meskipun belum penuh. Gejala dan tanda ini diberi skor untuk

menentukan berat keluhan klinis.

Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir

miksi masih ditemukan sisa urin didalam kandung kemih, dan timbul rasa tidak tuntas pada

akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut. Pada suatu saat akan terjadi kemacetan total sehingga

penderita tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intra vesika terus meningkat.

Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi dari pada tekanan sfingter dan obstruksi, akan

terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko-ureter,

hidroureter, hidronefrosis, dan gagal ginjal. Proses kerusakan kerusakan ginjal dipercepat bila

terjadi infeksi. Pada waktu miksi, penderita harus selalu mengedan sehingga lama-kelamaan

menyebabkan hernia atau hemoroid.

Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung

kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersendat

dapat pula menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks, dapat terjadi pielonefritis.(2)

2.7 Manifestasi Klinis

Gejala pembesaran prostat jinak dibedakan menjadi dua kelompok. Pertama, gejala

iritatif, terdiri dari sering buang air kecil (frequency), tergesa-gesa untuk buang air kecil

(urgency), buang air kecil malam hari lebih dari satu kali (nocturia), dan sulit menahan buang

air kecil (urge incontinence). Kedua, gejala obstruksi, terdiri dari pancaran melemah, akhir

buang air kecil belum terasa kosong (Incomplete emptying), menunggu lama pada permulaan

buang air kecil (hesitancy), harus mengedan saat buang air kecil (straining), buang air kecil

terputus-putus (intermittency), dan waktu buang air kecil memanjang yang akhirnya menjadi

retensi urin dan terjadi inkontinen karena overflow.(1)

Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas berupa

gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari

hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis.5 Selain itu juga

BPJ juga bisa memberikan gejala di luar saluran kemih. Tidak jarang pasien berobat ke

dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit

ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan

intraabdominal.5

Page 10: Referat BPH

Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat

gangguan miksi yang disebut WHO IPSS (WHO International Prostate Symptom Score).

Skor ini dihitung berdasarkan jawaban penderita atas tujuh pertanyaan mengenai miksi dan

satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hiup pasien. Setiap pertanyaan yang

berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai dari 0-5, sedangkan keluahan yang

menyangkut kualitas hidup diberi nilai 1-7. Dari skor IPSS itu dapat dikelompokkan gejala

LUTS alam 3 derajat, yaitu ringan (0-7), sedang (8-19), berat (20-35) (1,2)

Pertanyaan Jawaban dan skor

Keluhan Pada bulan terakhir Tidak ada <20% <50% 50% >50% Hampir

sama sekali Selalu

1. Adakah anda merasa buli-buli

tidak kosong setelah BAK ? 0 1 2 3 4 5

2. Berapa kali anda hendak BAK 0 1 2 3 4 5

lagi dalam waktu 2 jam setelah

BAK ?

3. Berapa kali terjadi bahwa arus 0 1 2 3 4 5

kemih berhenti sewaktu BAK ?

4. Berapa kali terjadi anda tidak 0 1 2 3 4 5

dapat menahan kemih ?

5. Berapa kali terjadi arus lemah 0 1 2 3 4 5

sekali waktu BAK ?

6. Berapa kali terjadi anda menga- 0 1 2 3 4 5

lami kesulitan memulai BAK ?

Bangun tidur untuk Bak Tidak 1x 2x 3x 4x 5x

Page 11: Referat BPH

pernah

7. Berapa kali anda bangun untuk

BAK diwaktu malam ? 0 1 2 3 4 5

1. Andaikata cara BAK seperti anda

alami sekarang ini akan seumur hi-

dup tetap seperti ini, bagaimanakah

perasaan anda ?

Jumlah skor

0 = Baik sekali.

1 = Baik.

2 = Kurang baik.

3 = Kurang.

4 = Buruk.

5 = Buruk sekali.

Distribusi relatif dari skor untuk pasien BPH dan kontrol subjek secara representativ

aalah 20% an 83% mengalami derajat ringan, 57% an 15% mengalami derajat sedang dan 23

%dan 2% mengalami gejala berat (McConnell et al, 1994).

2.8 Pemeriksaan BPH

Anamnesis

Pemeriksaan awal terhadap pasien BPH adalah melakukan anamnesis atau

wawancara yang cermat guna mendapatkan data tentang riwayat penyakit yang

dideritanya. Anamnesis itu meliput:

Keluhan yang dirasakan dan seberapa lama keluhan itu telah mengganggu

Page 12: Referat BPH

Riwayat penyakit lain dan penyakit pada saluran urogenitalia (pernah mengalami

cedera, infeksi, atau pembedahan)

Riwayat kesehatan secara umum dan keadaan fungsi seksual.

Obat-obatan yang saat ini dikonsumsi yang dapat menimbulkan keluhan miksi

Tingkat kebugaran pasien yang mungkin diperlukan untuk tindakan pembedahan.

Salah satu pemandu yang tepat untuk mengarahkan dan menentukan adanya gejala

obstruksi akibat pembesaran prostat adalah International Prostate Symptom Score (IPSS).

Analisis gejala ini terdiri atas 7 pertanyaan yang masing-masing memiliki nilai 0 hingga 5

dengan total maksimum 35.

Pemeriksaan Colok Dubur

Pemeriksaan colok dubur dapat dilakukan pada pasien BPH. Dimana pada colok

dubur dapat memberi kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa rectum, kelainan lain seperti

benjolan didalam rectum dan prostat. Pada perabaan melalui colok dubur, harus diperhatikan

konsistensi prostat (pada pembesaran prostat jinak konsistensinya kenyal), adalah asimetris,

adakah nodul pada prostat, apakah batas atas dapat diraba. Pada karsinoma prostat, prostat

teraba keras atau teraba benjolan yang konsistensinya lebih keras dari sekitarnya atau ada

prostat asimetri dengan bagian yang lebih keras. Dengan colok dubur dapat pula diketahui

batu prostat bila teraba krepitasi.

Gambar 2.2 Pemeriksaan colok dubur

Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin setelah

miksi spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih dapat keluar dengan

kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih

Page 13: Referat BPH

setelah miksi. Sisa urin lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas untuk indikasi

melakukan intervensi pada hipertrofi prostat.

Derajat berat gejala klinis dibagi menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan pada colok

dubur dan sisa volume urin.(2)

Derajat berat hipertrofi prostat berdasarkan gambaran klinis

Derajat Colok dubur Sisa volume urin

I

II

III

IV

Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba.

Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat dicapai.

Batas atas prostat tidak dapat diraba.

< 50 ml

50-100 ml

> 100 ml

retensi urin total

Dengan uroflowmetri dapat diukur :

1. Pancaran urin maksimal (maksimal flow rate Q max).

2. Volume urin yang keluar (Voided volume).

Pengukuran sisa urin yang tertinggal dalam buli-buli setelah buang air kecil diukur

dengan memasang kateter setelah buang air kecil atau dengan menggunakan TAUS (Trans

Abdominal ultrasonography) yang tidak invasive.(1)

Angka normal pancaran kemih rata-rata 10-12 ml/detik dan pancaran maksimal sampai

sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, pancaran menurun antara 6-8 ml/detik, sedangkan

maksimal pancaran menjadi 15 ml/detik atau kurang. Kelemahan detrusor dan obstruksi

intravesikel tidak dapat dibedakan dengan pengukuran pancaran kemih.

Obstruksi uretra menyebabkan bendungan saluran kemih sehingga mengganggu faal

ginjal karena hidronefrosis, menyebabkan infeksi dan urolitiasis. Tindakan untuk menentukan

kemungkinan penyulit harus dilakukan secara teratur.(2)

Pemeriksaan Penunjang

Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau

inflamasi pada saluran kencing. Urinalisis juga bisa memberikan gambaran ada tidaknya

Page 14: Referat BPH

hematuria dan pengukuran serum creatine untuk melihat fungsi dari ginjal. Pasien BPH

dengan penurunan fungsi ginjal akan berisiko menapatkan komplikasi post operatif.

Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan pencitraan saluran kemih bagian atas,

terutama bila ditemukan tanda-tanda hematuria, infeksi saluran kemih, penurunan fungsi

ginjal, riwayat batu saluran kemih, dan operasi saluran kemih bagian atas. Pemeriksaan

pencitraan saluran kemih bagian atas tersebut ialah foto polos abdomen , intravena

pyelography (IVP), sistogram bila dicurigai adanya divertikel, compated tomography

scanning (CT Scan) atau untuk maksud penelitian ada yang menggunakan magnetic

resonance imaging (MRI).

Foto polos abdomen berguna untuk mencari adanya batu opal disaluran kemih, dan

kadang kala dapat menunjukkan bayangan bili terisi penuh oleh urin yang merupakan tanda

retensi urin. Pemeriksaan IVP dapat menerangkan kemungkinan adanya kelainan ginjal

berupa hidonefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh adanya

indentasi (pendesakan buli oleh kelenjar prostat atau ureter disebelah distal seperti mata kail

atau hooked fish dan penyulit dibuli seperti trabekulasi, divertikel, atau sakulasi buli-buli.

Akan tetapi pemeriksaan IVP sekarang ini tiak direkomendasikan lagi.

Gambar 2.3 Gambaran USG dan IVP pada BPH

Pencitraan yang sering digunakan dalam penatalaksanaan BPH adalah Trans Rectal

Ultrasonography (TRUS). Dengan Trus dapat diketahui volume prostat dan dapat mendeteksi

kemungkinan keganasan, dengan ditemukannya daerah hypoechoic. Selain itu, dengan TRUS

dapat ditemukan adanya bendungan vesika seminalis yang tampak merupakan gambaran kista

di sebelah bawah prostat. Pelebaran vena periprostat yang sering ditemukan pada penderita

prostatitis juga dapat diidentifikasi.

Page 15: Referat BPH

Ukuran prostat juga dapat dinilai dengan Trans Abdominal Ultrasonography (TAUS).

Taus dapat digunakan untuk mendeteksi bagian prostat yang menonjol ke buli-buli, yang

dapat dipakai untuk meramalkan derajat berat obstruksi, selain tentu saja dapat mendeteksi

apabila terdapat batu di dalam vesika. Sistoskopi tidak direkomendasikan untuk menentukan

jenis terapi, namun dapat membantu untuk menentukan jenis operasi pada pasien yang

direncanakan untuk operasi terbuka.

Pemeriksaan PSA disintesis oleh sel epitel prostat dan bersifat organ specific tetapi

bukan cancer specific. Serum PSA dapat dipakai untuk meramalkan perjalanan penyakit dari

BPH; dalam hal ini jika kadar PSA tinggi berarti: (a) pertumbuhan volume prostat lebih

cepat, (b) keluhan akibat BPH/laju pancaran urine lebih jelek, dan (c) lebih mudah terjadinya

retensi urine akut.

2.9 Diagnosa Banding

Kondisi obstruktif pada saluran kemih bawah lainnya seperti triktur uretra, kontraktur

dari leher buli-buli, batu buli-buli harus dibedakan ketika kita curiga sesorang mengalami

BPH. Riwayat kelainan dari uretra seperti uretritis, atau trauma harus ditanyakan untuk

menyingkirkan stiriktur uretra atau kontraktur dari leher buli-buli.hematuria dan nyeri sangat

sering dialami pada pasien yang mengalami batu buli. Selain itu juga pasien dengan

gangguan neurologic pada buli-buli kemungkinan juga mempunya gejala yang sama dengan

pasien BPH, perlu ditanyakan disini adanya riwayat penyakit neurologis, stroke, diabtes

mellitus, atau adanya trauma tulang belakang. Sebagai tambahan perlu juga dilakukan

pemeriksaan tambahan seperti pemeriksaan sensoris ekstermitas inferior atau tonus sfingter

ani atau reflek bulbokavernosus.

2.10 Tatalaksana

Rekomendasi terapi spesifik diberikan pada pasien yang sudah pasti mengalami BPH.

Paa pasien yang mengalami gelaja ringan (skor 0-7) watchfull waiting adalah saran terapinya

dan terapi dengan penggunanaan obat-obatan. Indikasi absolut dilakukannya pembedahan

adalah adanya retensi urin yang refrakter, adanya infeksi saluran kencing yang rekuren, gross

hematuria yang rekuren, adanya batu buli, penurunan fungsi ginjal akibat BPH atau adanya

divertikel yang luas di buli-buli (McConnel et al, 1994). Terapi non bedah dianjurkan bila

WHO PSS tetap dibawah 15. untuk itu dianjurkan melakukan kontrol dengan menentukan

WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul obstruksi.

Page 16: Referat BPH

Watchfull waiting

Watchull waiting artinya pasien tidak menapatkan terapi apapun akan tetapi

perkembangan penyakitnya harus diamati. Terapi ini ditujukan pada orang dengan nilai IPSS

dibawah 7 yaitu dengan keluhan ringan yang tidak menganggu aktivitas sehari-hari. Disini

pasien tidak mendapatkan terapi apapun akan tetapi hanya diberikan nasehat yang mungkin

dapat memperburuk keluhannya. Secara periodik pasien diminta untuk kontrol dan dilakukan

pemeriksaan seperti pemeriksaan urin, laboratorium, residu urin dan lainnya.

Medikamentosa

Terapi medikamentosa adalah salah satu terapi konservatif pada pasien BPH. Pasien

BPH memerlukan pengobatan bila telah mencapai tahap tertentu. Pada saat BPH mulai

mengganggu, apalagi membahayakan kesehatannya direkomendasikan pemberian

medikamentosa. Terapi konservatif ini biasa diberikan pada orang dengan BPH derajat 1.

Selain itu terapi medika mentosa diberikan jika skoring IPSS > 7. Beberapa contoh obat-

obatan yang bisa diberikan pada pasien BPH meliputi:

1. Alfa blokers

Obat ini bekerja dengan menghambat atau mengurangi resistensi otot polos prostat

sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi intravesika. Dengan pemberian obat

ini dapat mencegah ikatan alpha 1 pada reseptornya yang ada di prostat dan buli-buli.

Contoh obat-obatan golongan ini adalah phenoxybenzamine (10 mg, 2 kali sehari),

prazosin (2mg, 2 x sehari), terazozin (5-10 mg perhari), doxazosin (4-8 mg perhari),

tamsulosin (0,4-0,8 mg/hari), alfuzosin (10mg per hari).

Phenoxybenzamine an prozosin merupakan obat yang paling sering digunakan untuk

menghilangkan gejala akan tetapi obat tersebut mempunyai efek samping pada pasien.

Efek samping berupa hipotensi ortostatik, dizzines, kelelahan, ejakulasi retrograde,

rhinitis dan sakit kepala. Oleh karena itu titrasi dosis perlu dilakukan terutama untuk

prozosin.

Obat kerja panjang seperti terazosin dan doxazosin bisa diberikan sekali sehari, akan

tetapi titrasi dosis juga harus tetap dilakukan.

2. 5 alfa reduktase inhibitors

Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan DHT dari testoteron yang

dikatalis oleh enzim 5 alfa ruduktase didalam kelenjar prostat.obat ini akan

Page 17: Referat BPH

memberikan efek pada eptelium dari prostat dimana hasil akhirnya adalah penurunan

ukuran dari kelenjar prostat dan memperbaiki gejala. Contoh obatnya adalah

finasterid (5mg per hari), dutasterid (0,5 mg perhari). Terapi bisa dilakukan selama 6

bulan untuk melihat efek maksimal dari penurunan ukuran prostat (reduksi sekitar

20%) dan terjainya perbaikan gejala. Dutasterid sedikit berbeda dengan finasterid

karena dutasterid dapat juga menghambat isoenzim dari 5 alfa reduktease.

3. Phytotherapy

Terapi disini dengan menggunakan ekstrak tumbuh-tumbuhan. Terapi ini sangat

populer di eropa an amerika serikat. Beberapa tanaman yang populer seperti Pygeum

africanum, Serenoe repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica. Mekanisme kerja dari

tanaman ini belum diketahui secara pasti serta efisiensi dan keamanan dari tanaman

ini belum diamati melalui penelitian.

Operasi

Terapi non bedah dianjurkan bila WHO PSS tetap dibawah 15. untuk itu dianjurkan

melakukan kontrol dengan menentukan WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS

25 ke atas atau bila timbul obstruksi. Pembedahan bisa dilakukan engan cara operasi terbuka,

reseksi prostat transuretra (TURP), atau insisi prostat transuretra (TUIP).

Indikasi pembedahan:

1. Tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa

2. Mengalami retensi urine

3. Infeksi saluran kemih berulang

4. Hematuria yang rekuren

5. Gagal ginjal yang disebabkan BPH

6. Timbulnya batu atau penyulit lain seperti divertikel yang besar pada buli-buli

Pembedahan terbuka

Beberapa macam teknik operasi prastatektomi terbuka adalah dengan metode Millin

yaitu melakukan enukleasi kelenjar prostat melalui pemendekan retropubik infravesika,

Frayer melalui pemendekan suprapubik transvesika. Prostatektomi terbuka adalah tindakan

yang paling tua yang masi banyak dikerjakan saat ini, paling invasif dan paling efisien

sebagai terapi BPH. Tindakan ini ianjurkan jika prostat sudah sangat besar yaitu lebih dari

100 gram. Prostatektomi terbuka merupakan cara yang paling tua, paling invasif, dan paling

Page 18: Referat BPH

efisien diantara tindakan paa BPH lain dan memberikan perbaikan gejala BPH 98%. Akan

tetapi, dilaporkan juga bahwa prastatektomi terbuka menimbulkan komplikasi striktur uretra

dan ikontinesia urin yang lebih sering jika ibandingkan dengan TURP dan TUIP.

Transuretral resection of the prostate (TURP)

Prosedur TURP merupakan 95 % dari semua tindakan pembedahan prostat pada

pasien BPH. Beberapa prosedur termasuk pembiusan dengan menggunakan bius spinal dan

membutuhkan 1- 2 hari untuk perawatan di rumah sakit. Mortalitas TUR sekitar 1% dan

morbiditas sekitar 8%. Menurut Wasson et al (1995) pada pasien dengan keluhan derajat

sedang, TURP lebih bermanfaat daripaa watchful waiting. Banyak kontroversi antara operasi

terbuka dengan TURP dimana angka morbiditas dan mortalitas lebihtinggi pada pasien yang

melakukan operasi terbuka dari pada TURP. Akan tetapi TURP mempunyai beberapa risiko

seperti ejakulasi retrograde (75%), impotensi (5-10%), dan inkontinesia (<1%). Komplikasi

dari TURP termasik perdarahan (18-23%), striktur utetra atau kontraktur leher buli, perforasi

dari kapsul prostat dengan ekstravasasi, jika berat TURP bisa menyebabkan hipovolemic,

hiponatremia. Gejala klinis dari sindrom TUR termasuk mual, muntah, kebingungan,

hipertensi, btadikardia. Risiko terjadinya TUR syndrome meningkat dengan lamanya reseksi

yang lebih dari 90 menit. Terapi ari TUP syndrome dengan diuresis dan perbaikan dengan

pemberian cairan salin hipertonis.

Transuretrhral incision of the prostate (TUIP)

TUIP aalah incisi leher buli-buli yang direkomendasikan pada prostat yang berukuran

kecil (<30 cm3), tidak dijumpai pembesaran lobus medius, an tiak ditemukan kecurigaan

karsinoma prostat. Laki-laki dengan gejala sedang dan berat dan laki-laki dengan prostat

yang mengalami hiperplasia pada bagian komissura posterior sangat baik untuk dilakuakn

TUIP. Prosedur ini lebih cepat dengan angka morbid yang kecil dari pada TURP. Akan tetapi

ejakulasi retrograde juga dilaporkan pada 25 % pasien yang melakukan TUIP.

Invasif Terapi Minimal

Terapi laser

Teknik ini dipakai sejak tahun 1986. Terdapat 4 jenis energi yang dipakai

yaitunNd;YAG, Holmium; YAG, KTP;YAG, dan diode. Beberapa teknik coagluasi nekrotik

telah dijelaskan. Transurethral laser induced prostatectomy (TULIP) telah dikerjakan dengan

Page 19: Referat BPH

panduan TRUS. Banyak ahli urologi yang menyukai teknik laser untuk melihat prostat. Di

bawah kontrol dari sistokopi, laser dimasukkan untuk menggambarkan keadaan area prostat.

Jika dibandingkan dengan pembedahan , tindakan laser ternyata lebih sedikit menimbulkan

komplikai dna penyembuhan lebih cepat, tetapi kemampuan dalam meningkatakan perbaikan

miksi sebaik TURP. Teknik ini duanjurkan pada pasien yang memakai terapi antikoagulan

dalam jangka waktu lama atau tidak mungkin dilakukan tindakan TURP karena kesehatan

Transuretethral electrovaporization of the prostate

Caranya sama dengan TURP, hnya saja teknik ini memakai roller ball yang spesifik

dan dengan diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporasi kelenjar prostat.

Teknik ini cukup aman, tidak banyak menimbulkan perdarahan dan masa rawat di rumah

sakit lebih singkat. Namun teknik ini diperlakukan pada prostat yang tidak terlalu besar < 50

gram) dan membutuhkan operasi yang lebih lama.

Transurethral needle ablation of the prostate

Teknik ini memakai energi dari radio yang apat menimbulkan panas sehingga

menyebabkan terjadi nekrosis prostat. Sistem ini terdiri dari kateter TUNA yang dihubungkan

ke generator yang dapat membangkitkan energi radio. Kateter dimasukkan ke dalam uretra

melalui sistokopi dengan pemberian anastesi lokal sehingga jarum yang terletak paling ujung

dari kateter terletak pada kelenjar prostat. Teknik ini tidak adekuat pada bagian leher buli dan

pembesaran pada lobus media.

High Intensity Focused Ultrasound (HIFU)

Ini merupakan cara lain yang dipakai untuk membuat ablasi dari jaringan dengan

menggunakan suhu. Energi dipacarkan melaslui alat yang diletekkan transrektal dan

difokuskan ke kelenjar prostat. Teknik ini memerlukan bius umum. Teknik ini tidak adekuat

pada bagian leher buli dan pembesaran pada lobus media.

Intraurethral stents

Stent ini dipasang di fossa prostatika dan dibentuk untuk menjaga bentuk uretra. Stent

dapat dipasang secara temporer atau permanen. Alat ini dipasang dan dilepas dengan bantuan

Page 20: Referat BPH

endoskopi. Pemasangan alat ini diperlakukan pada pasien yang mempunyai risiko tinggi

dalam pembedahan.

2.11 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien PPJ yang dibiarkan tanpa pengobatan:

Pertama, trabekulasi, yaitu terjadi penebalan serat-serat detrusor akibat tekanan intra vesika

yang selalu tinggi akibat obstruksi. Kedua, dapat terjadi sakulasi, yaitu mukosa buli-buli

menerobos di antara serat-serat detrusor. Ketiga, bila sakulasi menjadi besar dapat menjadi

divertikel.

Komplikasi lain adalah pembentukan batu vesika akibat selalu terdapat sisa urin

setelah buang air kecil, sehingga terjadi pengendapan batu. Bila tekanan intra vesika yang

selalu tinggi tersebut diteruskan ke ureter dan ginjal, akan terjadi hidroureter dan

hidronefrosis yang akan mengakibatkan penurunan fungsi ginjal.

Tahap akhir adalah tahap dekompensasi dari detrusor di mana buli-buli sama sekali

tidak dapat mengosongkan diri sehingga terjadi retensi urin total. Apabila tidak segera

ditolong, akan terjadi overflow incontinence.(1) Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak

dapat diprediksi pada tiap inividu walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH

yang tidak segera ditindak memiliki prognosis yang buruk karena apat berkembang menjai

kanker prostat.

2.12. Prognosis

Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap inividu

walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak segera ditindak memiliki

prognosis yang buruk karena apat berkembang menjai kanker prostat.

Page 21: Referat BPH

BAB III

KESIMPULAN

Kelenjar prostat adalah organ genitalia pria yang sangat sering mengalami

pembesaran baik alam bentuk benigna atau neoplasma maligna. Penyebab pasti terjadinya

BPH belum dimengerti sepenuhnya, akan tetapi terjadinya BPH kemungkinan berhubungan

dengan pengaruh banyak faktor dan kontrol dari endokrin. Prevalensi secara histologi pada

hasil autopsi didapatkan 20% BPH terdapat pada laki-laki berusia 41-50 tahun, 50% pada

laki-laki yang berusia 51-60 tahun an lebih dari 90% pada laki-laki diatas 80 tahun.

Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. Gejala dan tanda obstruksi

saluran kemih berarti penderita harus menunggu pada permulaan miksi. Miksi terputus,

menetes pada akhir miksi. Pancaran miksi menjadi lemah, dan rasa belum puas sehabis miksi.

Gejala iritasi disebabkan hipersensitivitas otot detrusor berarti bertambahnya frekuensi miksi.

Nokturia, miksi sulit ditahan, dan disuria.

Rekomendasi terapi spesifik diberikan pada pasien yang sudah pasti mengalami BPH.

Paa pasien yang mengalami gelaja ringan (skor 0-7) watchfull waiting adalah saran terapinya

dan terapi dengan penggunanaan obat-obatan. Indikasi absolut dilakukannya pembedahan

adalah adanya retensi urin yang refrakter, adanya infeksi saluran kencing yang rekuren, gross

hematuria yang rekuren, adanya batu buli, penurunan fungsi ginjal akibat BPH atau adanya

divertikel yang luas di buli-buli (McConnel et al, 1994). Terapi non bedah dianjurkan bila

WHO PSS tetap dibawah 15. untuk itu dianjurkan melakukan kontrol dengan menentukan

WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul obstruksi.

Page 22: Referat BPH

DAFTAR PUSTAKA

1. Tanagho Emil dkk. Smiths General Urology Internasional Edition.USA: The Mc

Graw Hill Companies. Pages 348-355

2. Rahardjo D. Prostat Hipertrofi. Dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Tangerang:

Binarupa Aksara. 2002. h 160-169.

3. Rahardjo . Prostat: kelainan-kelainan jinak, diagnosa, dan penanganan. Jakarta:

Asian Mrical, 15, 1999

4. Ahmad Iwan A, Bobsaid Talib et al, Saluran Kemih dan Alat Kelamin Laki-laki:

Sjamsuhidajat R, Jong Wim De. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi kedua. Jakarta:

EGC. 2004. Hal: 735-790

5. McConnel. Giudlines for Diagnosis dan management BPH.

http://www.urohealth.org/bph/spesialist/future/chp43.asp

6. Ikatan ahli urologi indonesia. Konsensus sementara Benign prostat hiperplasia di

Indonesia, 2000.

7. Rossete G, Alivizatos dkk. Benign Prostatic Hyperplasia. 2006. European

Associaton of Urology.

8. Marfarlane Micheal. Benign Prostatic Hyperplasia In: Anne Sydor, Urology,

Philadelphia. Edisi ketiga. 2001. Hal: 108-114