turp syndrome finish

32
BAB I PENDAHULUAN TURP (Transurethral Resection of Prostate) adalah operasi kedua terbanyak yang dilakukan oleh ahli bedah setelah operasi katarak pada pria dengan umur lebih dari 65 tahun. Perkembangan teknologi membuat seorang urologis mampu mencapai seluruh area sistem urinarius dengan menggunakan endoskopi yang meminimalkan trauma pada pasien. Prosedur endoskopi pada sistem urinarius memerlukan penggunaan cairan irigasi untuk mendilatasi ruang mukosa secara halus, membersihkan darah, dan memotong jaringan atau debris untuk membersihkan lapangan operasi.sehingga diperoleh penglihatan yang bagus saat operasi. Walaupun begitu tidak otomatis prosedur ini tidak menimbulkan efek samping bagi pasien. Walaupun terdapat peningkatan di bidang anestesi dan kedokteran, 2,5%-20 % pasien yang mengalami TURP menunjukkan satu atau lebih gejala sindrom TURP dan 0,5% - 5% diantaranya meninggal pada waktu perioperatif. Hampir 5-10% pasien yang menjalani operasi TUR mengalami absorbsi sejumlah kecil (1-2 liter) cairan. Maka dari itu penting bagi seorang anestesiologi mengetahui manifestasi dari sindrom ini untuk dapat mengambil suatu keputusan yang dapat menyelamatkan pasien dari efek samping yang berbahaya. Gejala sindrom TURP meliputi gejala-gejala yang terjadi akibat peningkatan volume cairan ke dalam pembuluh darah, meliputi overload cairan sampai yang paling parah terjadi DIC 1

Upload: ari-wirantari

Post on 05-Jul-2015

1.221 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Turp Syndrome Finish

BAB I

PENDAHULUAN

TURP (Transurethral Resection of Prostate) adalah operasi kedua terbanyak yang dilakukan oleh

ahli bedah setelah operasi katarak pada pria dengan umur lebih dari 65 tahun. Perkembangan

teknologi membuat seorang urologis mampu mencapai seluruh area sistem urinarius dengan

menggunakan endoskopi yang meminimalkan trauma pada pasien. Prosedur endoskopi pada

sistem urinarius memerlukan penggunaan cairan irigasi untuk mendilatasi ruang mukosa secara

halus, membersihkan darah, dan memotong jaringan atau debris untuk membersihkan lapangan

operasi.sehingga diperoleh penglihatan yang bagus saat operasi.

Walaupun begitu tidak otomatis prosedur ini tidak menimbulkan efek samping bagi

pasien. Walaupun terdapat peningkatan di bidang anestesi dan kedokteran, 2,5%-20 % pasien

yang mengalami TURP menunjukkan satu atau lebih gejala sindrom TURP dan 0,5% - 5%

diantaranya meninggal pada waktu perioperatif. Hampir 5-10% pasien yang menjalani operasi

TUR mengalami absorbsi sejumlah kecil (1-2 liter) cairan. Maka dari itu penting bagi seorang

anestesiologi mengetahui manifestasi dari sindrom ini untuk dapat mengambil suatu keputusan

yang dapat menyelamatkan pasien dari efek samping yang berbahaya.

Gejala sindrom TURP meliputi gejala-gejala yang terjadi akibat peningkatan volume

cairan ke dalam pembuluh darah, meliputi overload cairan sampai yang paling parah terjadi DIC

(Disseminated Intravascular Coagulation). Hal ini dapat menyebabkan pasien mengalami koma

sampai kematian. Gejala yang muncul dalam sindrom TURP dipengaruhi juga oleh jenis cairan

yang dipergunakan, keadaan pasien sebelumnya, dan lama reseksi.

Penanganan penderita dengan sindrom TURP melaiputi penanganan simptomatis dan

etiologi. Ketika satu dari gejala tersebut sudah terlihatoperasi harus dihentikan. Namun

penanganan yang utama dari sindrom TURP adalah pencegahan. Sebelum melakukan tindakan

operasi seseorang ahli anestesi harus mampu melakukan manajemen intraoperatif yang baik.

Pengaturan alat saat operasi, lama operasi, jenis anesthesia yang dipilih, tekanan yang digunakan

harus diperhatikan karena hal tersebut juga merupakan faktor yang berpengaruh dalam

munculnya sindrom ini.

1

Page 2: Turp Syndrome Finish

BAB II

HIPERPLASIA PROSTAT

2.1 Anatomi Prostat 3,4

Prostat adalah sebuah organ fibromuskular sebesar kemiri yang berfungsi sebagai kelenjar

aksesori dan mengelilingai pars prostatika uretra. Kelenjar prostat adalah salah satu organ

genitalia pria yang terletak disebelah inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior.. Berat

normal pada orang dewasa > 20 gr. Prostat memiliki kapsul fibrosa yang padat dan diliputi oleh

sarung prostat jaringan ikat sebagai bagian fasia pelvis visceralis. Topografi prostat adalah

sebagai berikut.

1. Alasnya berhubungan dengan serviks vesicae

2. Puncaknya bersandar pada diafragma urogenital

3. Permukaan ventral prostat terpisah dari simfisis pubik oleh lemak retroperitoneal

dalam spatium retropubicum

4. Permukaan dorsal prostat berbatas pada ampulla recti

5. Permukaan laterokaudal berhubungan dngan musculus levator ani

6. Ductuli prostatici yang berjumlah 20-30 buah terutama bermuara ke dalam sinus

prostatica pada dinding dorsal pars prostatica urethra

Gambar 1. Anatomi Prostat 4

2

Page 3: Turp Syndrome Finish

Mcneal membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona antara lain : zona perifer, sentral,

transisional, zona fibromuskular anterior dan zona periuretra. Sebagian besar hiperplasia prostat

terjadi pada zona transisional 4.

2.2 Vaskularisasi dan Persarafan 3

Arteri dari prostat terutama berasal dari arteri vesikalis inferior dan arteri vesikalis media, cabang

arteri iliaka eksterna. Vena-vena bergabung untuk membentuk pleksus venosus prostatikus

sekeliling sisi dan alas prostat. Pleksus venosus prostatikus yang terletak antara kapsula fibrosa

dan sarung prostat ditampung oleh vena iliaka interna. Pleksus venosus prostatikus juga

berhubungan dengan pleksus venosus vesikalis dan pleksus venosi vertebralis. Pembuluh limfe

terutama berakhir pada nodi lymphoidei iliaci interni dan nodi lymphoidea sacrales.

Persarafan prostat berasal dari serabut parasimpatis nervi splanchnici pelvici (nervus

erigentes S2-S4). Sedangkan serabut simpatis berasal dari plexus hypogastricus inferior.

2.3 Hiperplasia prostat 4

Pertumbuhan kelenjar prostat sangat tergantung dari hormon testosteron yang di dalam sel

kelenjar prostat, hormon ini akan diubah menjadi metabolit aktif dehidrotestosteron (DHT)

dengan bantuan enzim 5α- reductase. Dehidrotestosteron inilah secara langsung memacu m-

RNA di dalam sel-sel di kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu

pertumbuhan kelenjar prostat.

Hingga saat ini belum diketahui pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat tetapi

beberapa hipotesis menduga penyebab timbulnya hiperplasia prostat erat kaitannya dengan

peningkatan kadar DHT dan proses aging, adanya ketidakseimbangan antara estrogen-

testosteron, interaksi antara sel stroma dan epitel sel prostat, berkurangnya kematian sel

(apoptosis) dan teori stem sel.

Bila mengalami pembesaran, sesuai dengan letak anatominya organ ini akan menyumbat

uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar buli-buli. Manifestasi

klinis yang muncul dari hal tersebut adalah keluhan pada saluran kemih maupun di luar saluran

kemih. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) terdiri atas gejala obstruksi dan

iritatif.

3

Page 4: Turp Syndrome Finish

Tabel 1. Gejala obstruksi dan iritasi 4

Obstruksi Iritasi

Hesitansi Frekuensi

Pancaran miksi lemah Nokturi

Intermittensi Urgensi

Miksi tidak puas Disuri

Menetes setelah miksi

Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan saluran kemih tingkat bawah dibuatlah sistem

scoring. Sistem scoring yang dianjurkan WHO adalah Skor International Gejala Prostat atau

IPSS (International Prostatic Sistem Score). Dari scoring IPSS dapat dikelompokkan gejala

LUTS dalam 3 derajat yaitu Ringan (Skor 0-7), Sedang (8-19), Berat (20-35)

Selain gejala LUTS, keluhan yang dapat muncul dalam hiperplasia prostat adalah gejala

saluran kemih atas dan gejala di luar saluran kemih. Gejala saluran kemih atas berupa gejala

obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (tanda hidronefrosis ) atau demam

yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis. Gejala di luar saluran kemih dapat berupa

hernia ingunalis dan hemoroid. Hal ini dapat terjadi karena pasien sering mengejan saat miksi

sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intraabdominal.

Pada pemeriksaan fisik mungkin ditemukan buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa

kistus di daerah suprasimfisis akibat retensi urin. Kadang didapatkan urin yang menetes tanpa

disadari oleh pasien yang merupakan pertanda inkontinensia paradoksa. Colok dubur pada

pembesaran prostat jinak menemukan konsistensi prostat kenyal seperti ujung hidung, lobus

kanan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan sedimen urin untuk

mencari proses infeksi dan inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urin untuk

menentukan penyebab infeksi dan sensitivitas antimikroba. Faal ginjal untuk menentukan

penyulit saluran kemih bagian atas. Untuk keganasan prostat perlu diperiksa PSA (prostat

specific antigen). Pemeriksaan ultrasonografi digunakan untuk mendeteksi adanya hidronefrosis

atau kerusakan ginjal yang diakibatkan obstruksi BPH yang lama. Sedangkan pemeriksaan

khusus untuk mengukur derajat obstruksi prostat adalah pengukuran residual urin dan pancaran

urin / flow rate.

4

Page 5: Turp Syndrome Finish

Tabel 2. Skor Internasional Gejala Prostat (I-PSS)4

SKOR INTERNASIONAL GEJALA PROSTAT (I-PSS)

Untuk pertanyaan nomer 1 hingga 6, jawaban dapat diberikan skor sebagai berikut :

0 = Tidak pernah 3 = Kurang lebih separuh dari kejadian

1 = Kurang dari sekali dari 5 kali kejadian 4 = Lebih dari separuh dari kejadian

2 = Kurang dari separuh kejadian 5 = Hampir selalu

Dalam satu bulan terakhir ini berapa seringkah anda :

1. Merasakan masih terdapat sisa urine sehabis kencing ?

2. Harus kencing lagi padahal belum ada setengah jam yang lalu anda baru saja kencing?

3. Harus brhenti pada saat kencing dan segera mulai kencing lagi dan hal ini dilakukan berkali-kali ?

4. Tidak dapat menahan keinginan untuk kencing ?

5. Merasakan pancaran urine yang lemah ?

6. Harus mengejan dalam memulai kencing ?

Untuk pertanyaan nomer 7, jawablah dengan skor sperti dibawah ini :

0 = Tidak pernah 3 = Tiga kali

1 = Satu kali 4 = Empat kali

2 = Dua kali 5 = Lima kali

7. Dalam satu bulan terakhir ini berapa kali anda terbangun dari tidur malam untuk kencing

TOTAL SKOR (S) =

Pertanyaan nomer 8 adalah mengenai kualitas hidup sehubungan dengan gejala di atas : jawablah dengan :

1. Sangat senang

2. Senang

3. Puas

4. Sangat tidak puas

5. Tidak bahagia

6. Buruk sekali

Dengan keluhan seperti ini bagaimanakah anda menikmati ini ?

Kesimpulan : S___, L___, Q____, R____,V____

S : Skor I-PSS, L : Kualitas hidup, Q : Pancaran urine dalam ml/detik, R: Sisa Urine, V : Volume prostat

5

Page 6: Turp Syndrome Finish

2.4. Terapi Pembedahan Endourologi pada Hiperplasia Prostat

Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah untuk memperbaiki keluhan miksi,

meningkatkan kualitas hidup, mengurangi obstruksi intravesika, mengembalikan fungsi ginjal

jika terjadi gagal ginjal, mengurangi volume residu urin setelah miksi dan mencegah

progresifitas penyakit. Hal ini dapat dicapai melalui dua pendekatan, yaitu : medikamentosa dan

pembedahan.

Terapi pembedahan direkomendasikan pada pasien BPH yang tidak menunjukkan

perbaikan setelah terapi medikamentosam, mengalami retensi urin, infeksi saluran kemih

berulang, hematuria, gagal ginjal, timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat

obstruksi saluran kemih bagian bawah. Terapi pembedahan dapat dilakukan dengan prostatktomi

terbuka maupun dengan pembedahan endourologi.

Reseksi prostat transuretra (TURP) merupakan operasi paling banyak dikerjakan di

seluruh dunia. Operasi ini disenangi karena tidak diperlukan insisi kulit perut, masa pulih lebih

cepat dan memberikan hasil yang tidak banyak berbeda dengan operasi terbuka. Operasi ini

adalah operasi endourologi dengan menggunakan tenaga listrik. Walaupun begitu operasi TURP

memiliki beberapa komplikasi yang mungkin terjadi.

Tabel 3 5

Komplikasi mayor yang berhubungan dengan TURP

- Pendarahan

- Sindrom TURP

- Perforasi bladder

- Hipotermia

- Septisemia

- DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)

6

Page 7: Turp Syndrome Finish

BAB III

SINDROM TURP

3.1 Definisi 1

Reseksi prostat transurethral sering membuka jaringan ekstensif sinus vena pada prostat dan

memungkinkan absorbsi sistemik dari cairan irigasi. Absorbsi dari cairan dalam jumlah yang

besar (2 liter atau lebih) menghasilkan konstelasi gejala dan tanda yang disebut dengan sindrom

TURP.

Tabel 4. Sindrom TURP1

Manifestasi dari Sindrom TURP

1. Hiponatremia

2. Hipoosmolaritas

3. Overload cairan

4. Gagal jantung kongestif

5. Edema paru

6. Hipotensi

7. Hemolisis

8. Keracunan cairan

9. Hiperglisinemia

10. Hiperamonemia

11. Hiperglikemia

12. Ekspansi volume intravaskular

3.2 Epidemiologi

Sindrom TURP adalah satu dari komplikasi tersering pembedahan endoskopi urologi. Insiden

sindrom TURP mencapai 20% dan membawa angka mortalitas yang signifikan. Walaupun

terdapat peningkatan di bidang anestesi 2,5%-20 % pasien yang mengalami TURP menunjukkan

satu atau lebih gejala sindrom TURP dan 0,5% - 5% diantaranya meninggal pada waktu

perioperatif. Angka mortalitas dari sindrom TURP ini sebesar 0,99%.

7

Page 8: Turp Syndrome Finish

3.3. Etiologi – Cairan Irigasi 1,2,5,7,8

Reseksi kelenjar prostate transuretra dilakukan dengan mempergunakan cairan irigasi agar

daerah yang di irigasi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah5. Cairan elektrolit / ionik tidak

bisa digunakan untuk irigasi saat TURP karena cairan tersebut mendispersi aliran elektrokauter

dan menyebabkan hantaran saat operasi. Syarat cairan yang dapat digunakan untuk TURP adalah

: isotonik, non-hemolitik, electrically inert, non-toksik, transparan, mudah untuk disterilisasi dan

tidak mahal. Akan tetapi sayangnya cairan yang memenuhi syarat seperti di atas belum

ditemukan5.

Untuk TURP biasanya menggunakan cairan nonelektrolit hipotonik sebagai cairan irigasi

seperti air steril, Glisin 1,5% (230 mOsm/L), atau campuran Sorbitol 2,7% dengan Mannitol

0,54% (230 Osm/L). Cairan yang boleh juga dipakai tapi jarang digunakan adalah Sorbitol 3,3%,

Mannitol 3%, Dekstrosa 2,5-4% dan Urea 1%..1,2,5

a. Air steril / akuades (H2O)

Walaupun air steril memiliki banyak kualitas yang diperlukan sebagai cairan irigasi yang ideal,

kerugian dalam penggunaannya adalah air dapat menyebabkan hipotonisitas yang ekstrim,

hemolisis, hiponatremia delusional dan gagal ginjal serta syok. Air / Akuades (H20)

menunjukkan visibilitas yang bagus karena air dengan sifat hipotonisnya melisis sel darah

merah, tetapi absorbsi yang signifikan bisa menghasilkan acute water intoxication. Penggunaan

air sebagai cairan irigasi dilarang hanya pada reseksi transurethral tumor bladder.

b. Glycine 1.2%, 1.5%. 2.2%:

Glycine, asam amino endogen dianjurkan sebagai cairan irigasi yang sesuai, mengingat beberapa

keuntungannya yaitu : harganya murah walaupun tidak semurah air steril, isotonik dengan

plasma hanya pada konsentrasi 2,2% namun efek samping glisin pada konsentrasi ini lebih

banyak. Osmolaritas glisin dengan konsentrasi 1,5% adalah 230 mOsm/liter bila dibandingkan

dengan osmolalitas serum 290 mOsm/liter sehingga toksisitas ginjal dan kardiovaskular dapat

terjadi. Penurunan konsentrasi glisin dapat menyebabkan komplikasi yang lebih banyak akibat

hipotonisitasnya sehingga tidak dapat lagi digunakan sebagai cairan irigasi. Keuntungan glisin

8

Page 9: Turp Syndrome Finish

1,5% bila dibandingkan dengan air steril adalah tendensitasnya menyebabkan gagal ginjal dan

hemolisis yang lebih rendah.

c. Mannitol 3%

Mannitol dianggap tidak memiliki toksisitas yang disebabkan glisin, namun dapat mendorong air

keluar dari sel sehingga dapat menyebabkan overload dari sirkulasi. Disamping itu harganya

lebih mahal dibandingkan glisin. Ekskresinya melalui ginjal sehingga akan menurun pada pasien

dengan gangguan fungsi ginjal.

d. Dekstrosa 2.5% - 4%

Tidak digunakan lagi secara luas karena dapat menyebabkan membakar jaringan yang direseksi

dan berkaitan dengan hiperglikemia apabila diabsorbsi ke dalam sirkulasi. Juga tidak disukai

karena membuat lengket instrumen dan sarung tangan ahli bedah saat operasi.

e. Cytal

Cytal adalah campuran dari Sorbitol 2.7% dan Mannitol 0.54% banyak digunakan di Amerika

Serikat sebagai cairan irigasi, namun tidak popular di India karena harganya yang mahal dan

tidak tersedia secara luas. Didalam tubuh, Sorbitol dimetabolisme menjadi fruktosa, yang dapat

menimbulkan masalah baru pada pasien yang hipersensitif terhadap fruktosa

f. Urea 1%

Urea dapat menyebabkan kristalisasi pada intrumen selama reseksi maka dari itu tidak dipilih

untuk cairan irigasi.

Berdasarkan keuntungan dan kerugian tersebut diatas maka glisin 1,5% dan air steril

yang paling sering digunakan sebagai cairan irigasi pada operasi urologi endoskopi.

3.4. Patofisiologi dan Gejala Klinis

9

Page 10: Turp Syndrome Finish

Sindrom TURP ini muncul intraoperatif maupun postoperatif dengan gejala sakit kepala,

kelelahan terus menerus, confusion, sianosis, dispnea, aritmia, hipotensi dan seizure. Selain itu

bisa berakibat lebih parah yaitu bisa bermanifestasi overload sirkulasi cairan, toksisitas dari

cairan yang digunakan sebagai cairan irigasi. Sindrom TURP bisa terjadi setiap saat dan telah

diobservasi awal setelah pembedahan dimulai dan beberapa jam setelah pembedahan selesai

Jumlah cairan yang dapat memasuki daerah vaskularisasi dipengaruhi beberapa faktor

yaitu : tekanan hidrostatik dari cairan irigasi, jumlah venous sinus yang terbuka, lama reseksi /

paparan dan perdarahan vena yang terjadi. Tekanan hidrostatis cairan irigasi yang rendah,

semakin banyaknya vena yang terbuka saat reseksi dan semakin lama waktu reseksi

meningkatkan absorbsi air ke dalam sistem sirkulasi.

1. Overload Sirkulasi 1

Uptake dari sejumlah kecil cairan irigasi dapat ditunjukkan pada setiap operasi TURP melalui

venous netwok of prostatic bed. Absorbsi cairan diteliti dengan cara memeriksa udara ekspirasi

dari etanol setelah penambahan etanol sampai dengan konsentrasi lebih dari 1% ke dalam cairan

irigasi. Uptake dari 1 liter cairan dalam satu jam yang berkaitan dengan penurunan akut dari

konsentrasi natrium serum 5-8 mmol/liter adalah jumlah volume yang secara statistic

meningkatkan resiko gejala terkait absorpsi (absorption related symptoms).

Reseksi biasanya berlangsung 45-60 menit dan rata-rata 20mL/menit dari cairan irigasi

diserap / diabsorbsi selama operasi TURP. Karena volume sirkulasi yang meningkat, volume

darah akan meningkat, tekanan sistolik dan diastolik meningkat dan dapat menyebabkan gagal

jantung. Absorbsi cairan mendilusi protein serum dan menurunkan tekanan onkotik darah. Hal

ini bersamaan dengan peningkatan tekanan darah mendorong cairan dari vaskular menuju ke

kompartmen interstisial, menyebabkan edema paru dan serebri. Ditemukan pada absorbsi

langsung ke dalam sirkulasi, hampir lebih dari 70% cairan irigasi terakumulasi dalam ruang

interstisiil (periprostatik, retroperitoneal ). Untuk setiap 100 ml cairan yang memasuki ruangan

interstisial 10-15 mEq Na ikut masuk ke dalamnya.

Durasi operasi berpengaruh pada jumlah absorbsi dan overload sirkulasi. Morbiditas dan

mortalitas ditemukan lebih tinggi pada operasi dengan waktu lebih dari 90 menit. Absorbsi

10

Page 11: Turp Syndrome Finish

intravaskular dipengaruhi ukuran prostat sedangkan absorbsi interstisial dipengaruhi integritas

kapsul prostat. Overload sirkulasi terjadi apabila berat dari prostat lebih dari 45 gr. Faktor

penting lainnya adalah tekanan hidrostatik dari prostatic bed. Tekanan ini dipengaruhi ketinggian

kolom cairan irigasi dan tekanan dalam kandung kemih saat pembedahan. Tinggi yang ideal dari

cairan adalah 60 cm sehingga kira-kira 300 ml cairan dapat dihasilkan per menit untuk

mendapatkan penglihatan yang baik.

2. Water Intoxication 1

Beberapa pasien dengan sindrom TURP menunjukkan gejala intoksikasi air dan kelainan

neurologis disebabkan karena peningkatan jumlah air dalam otaknya. Pasien awalnya menjadi

somnolen, inkoheren dan gelisah. Kejang dapat berkembang menjadi koma dalam posisi

deserebrasi. Terdapat klonus dan respon Babinski positif. Papiledema, yaitu pupil yang

terdilatasi dan bereaksi lambat dapat terjadi. EEG menunjukkan tegangan rendah bilateral.

Gejala ini muncul apabila level Natrium turun sampai di bawah 15-20 mEq / liter di bawah level

normal.

3. Hyponatremia – Hiperosmolaritas 1,11

Kehilangan natrium klorida dari cairan ekstraseluler atau penambahan air yang berlebihan pada

cairan ekstra seluler akan menyebabkan penurunan konsentrasi natrium plasma. Kehilangan

natrium klorida primer biasanya terjadi pada dehidrasi hipoosmotik dan berhubungan dengan

volume cairan ekstraseluler.

Natrium penting dalam fungsinya untuk eksitasi sel, terutama pada jantung dan otak.

Hiponatremia dapat terjadi pasien yang mengalami TURP melalui berbagai mekanisme :

1. Dilusi serum Na akibat kelebihan absorbsi cairan irigasi

2. Hilangnya Na menuju aliran cairan irigasi pada tempat reseksi prostat

3. Hilangnya Na menuju ruangan interstisial pada periprostat dan retroperitoneal

4. Jumlah besar glisin menstimulasi pelepasan atrial natriuretik peptida pada kelebihan

volume cairan menyebabkan natriuresis..

Gejala hiponatremia adalah gelisah, kebingungan, inkoheren, koma dan kejang. Ketika Na

serum turun sampai di bawah 120 mEq / liter, hipotensi dan penurunan kontraktilitas miokardial

11

Page 12: Turp Syndrome Finish

terjadi. Dibawah 115 mEq / l, bradikardi dan perluasan dari kompleks QRS pada EKG dapat

terjadi, ektopik ventrikuler dan inversi gelombang T dapat terjadi. Di bawah 100 mEq / liter

maka kejang umum, koma, henti nafas, Ventricular Tachycardia (VT), Ventricular Fibrillation

(VF) dan henti jantung terjadi. Kebutuhan Na dihitung berdasarkan formula :

Sodium Deficit = Normal serum Na - Estimated serum Na x Volume of body water

Namun gangguan fisiologis yang menyebabkan gangguan system saraf pusat bukanlah

hiponatremia tersebut melainkan hipoosmolalitas yang terjadi. Seperti yang kita tahu bahwa

sawar darah otak bersifat impermeabel terhadap natrium namun permeabel terhadap air. Edema

serebri terjadi akibat hipoosmolalitas akut yang terjadi meningkatkan tekanan intrakranial,

menyebabkan bradikardi dan hipertensi (Cushing reflex).

4. Glycine Toxicity 1

Kelebihan glisin yang diabsobrsi ke sirkulasi bersifat toksik pada jantung dan retina dan dapat

menyebabkan hiperammonia. Pada pasien glisin 1,5% berhubungan efek subakut dari

miokardium, muncul sebagai depressi atai inverse gelombang T. pada EKG 24 jam setelah

pembedahan. Absorbsi lebih dari 500 ml menunjukkan dua laki resiko jangka panjang acute

myocardial infarction. ini yang menyebabkan jumlah mortalitas yang lebih tinggi antara operasi

transuretra vs open prostatectomy masih diperdebatkan oleh urologis hingga saat ini. Dilutional

hypocalcemia juga dapat menjadi penyebab gangguan kardiovaskular ketika glisin di absorbsi.

Namun kalsium dijaga tetap normal secara cepat dengan mobilisasi kalsium dari tulang.

Glisin adalah asam amino yang berperan sebagai neurotransmitter utama pada system saraf

pusat. Tempat kerja glisin adalah terutama pada batang otak dan medulla spinalis berbeda

dengan neurotransmitter lainnya yaitu GABA yang bekerja pada area subkortikal dan kortikal

area. . Mekanisme kerjanya diakibatkan dari hiperpolarisasi dari membran postsinaps dengan

meningkatkan hantaran klorida. Pada konsentrasi tinggi menyebabkan efek pada sistem saraf

pusat dan gangguan penglihatan. Glycolic acid, formal dan formaldehyde adalah metabolit lain

dari glisin yang juga menyebabkan gangguan penglihatan. Tanda seseorang mengalami toksisitas

glisin adalah mual, muntah, respirasi lambat, kejang, spell apneoea dan sianosis, hipotensi,

oligouria, anuria dan kematian.

12

Page 13: Turp Syndrome Finish

Nilai normal glisin pada pria adalah 13-17 mg / liter. Glycine toxicity jarang pada pasien

TURP mungkin karena hampir seluruh glisin yang diabsorbsi ditahan pada ruang periprostatik

dan retroperitoneal yang tidak memiliki efek sistemik.

5. AmmoniaToxicity1

Amonia adalah produk mayor dari metabolisme glisin. Konsentrasi ammonia yang tinggi

menekan pelepasan norepinefrin dan dopamine dalam otak. Hal ini menyebabkan encephalopati

TURP syndrome. Namun hal ini jarang terjadi pada manusia. Karakteristik toksisitas yang terjadi

adalah satu jam setelah pembedahan. Pasien tiba-tiba mual dan muntah dan menjadi koma.

Ammonia darah meningkat menjadi 500 mikromol / liter (nilai normal : 11-35 mikromol / liter).

Hyperammonemia dapat bertahan sampai lebih dari 10 jam paska operasi karena glisin secara

kontinu diabsorbsi dari ruang periprostat.

Mekanisme mengapa hiperammonia tidak diderita oleh semua pasien yang mengalami

TURP masih belum jelas. Hiperamonia mengimplikasikan bahwa tubuh tidak dapat

memetabolisme glisin secara sempurna melalui glisin cleavage system., citric acid cycle dan

konversi glycolic dan glioxylic acid.

Makanisme lain yang dapat menjelaskan adalah defisiensi arginin. Amonia normalnya

diubah menjdi urea dalam hati melalui ornithine cycle. Arginin adalah produk intermediet dari

siklus ini. Defisiensinya menandakan bahwa ornithine cycle tidak berlangsung sempurna dan

terjadi akumulasi amonia.

6. Hipovolemi, Hipotensi1

Tanda hemodinamika klasik dari Sindrom TURP, ketika glisin digunakan sebagai cairan

irigasi,terdiri dari transient arterial hipertension, yang bisa tidak muncul jika pendarahan

berlebihan, diikuti dengan perpanjangan hipertensi. Pelepasan substansi jaringan prostatik dan

endotoksin menuju sirkulasi dan asidosis mtabolik yang bisa berkontribusi terhadap hipotensi.

Kehilangan darah saat Sindrom TURP akan menimbulkan hipovolemia, menyebabkan

kehilangan kemampuan mengangkut oksigen secara signifikan sehingga bisa menuju iskemia

myokardial dan infark miokard. Kehilangan darah berkorelasi dengan ukuran kalenjar prostat

yang direseksi, lamanya pembedahan dan skill dari operator. Rata-rata kehilangan darah saat

TURP adalah 10ml/gram dari reseksi prostat.

13

Page 14: Turp Syndrome Finish

7. Gangguan Penglihatan1

Salah satu komplikasi dari Sindrom TURP adalah kebutaan sementara, pandangan berkabut, dan

melihat lingkaran disekitar objek. Pupil menjadi dilatasi dan tidak merespons. Lensa mata

normal. Gejala bisa muncul bersamaan dengan gejala lain dari Sindom TURP atau bisa juga

menjadi gejala yang tersembunyi.

Penglihatan kembali normal 8-48 jam setelah pembedahan. Kebutaan TURP

disebabkan oleh disfungsi retina yang kemungkinan karena keracunan glisin. Karena itu persepsi

dari cahaya dan refleks mengedipkan mata dipertahankan dan respon pupil terhdap cahaya dan

akomodasi hilang pada kebutaan TURP, tidak seperti kebutaan yang disebabkan karena disfungsi

kortikal serebri.

8. Perforasi1

Perforasi dari kandung kemih bisa terjadi saat TURP berkaitan dengan instrumen pembedahan,

pada reseksi yang sukar, distensi berlebihan dari kantung kemih dan letusan didalam kantung

kemih. Perforasi instrumen dari kapsul prostatik telah diestimasi terjadi pada 1% dari pasien

yang melakukan TURP. Tanda awal dari perforasi, yang sering tidak diperhatikan adalah

penurunan kembalinya cairan irigasi dari kantung kemih. Dan diikuti oleh nyeri abdomen,

distensi dan nausea. Bradikardi dan hipotensi arterial juga ditemukan. Juga ada resiko tinggi

kesalahan diurese spontan. Pada perforasi intraperitoneal, gejalanya berkembang lebih cepat.

Nyeri alih bahu yang berkaitan dengan iritasi pada diafragma merupakan gejala khas Pallor,

diaphoresis, rigiditas abdomen, nausea, muntah dan hipotensi bisa terjadi. Perforasi

ekstraperitonial, pergerakan refleks dari ekstemitas bawah bisa terjadi.

Letusan didalam kantung kemih jarang terjadi. Kauter dari jaringan prostat dipercaya bisa

membebaskan gas yang mudah terbakar. Secara normal, tidak cukup oksigen yang terdapat

didalam kantung kemih agar bisa terjadi letusan. Tetapi jika udara masuk bersama dengan cairan

irigasi akan bisa berakibat timbulnya ledakan.

9. Koagulopati1

14

Page 15: Turp Syndrome Finish

DIC (Disseminated Intravasculer Coagulation) bisa terjadi berkaitan dengan pelepasan partikel

prostat yang kaya akan jaringan thrombopalstin menuju sirkulasi yang menyebabkan fibrinolisis

sekunder. Dilutional trombositopenia bisa memperbusuk situasi. DIC bisa dideteksi pada darah

dengan timbulnya penurunan jumlah platelet, FDP (Fibrin Degradation Products) yang tinggi

(FDP > 150 mg/dl) dan plasma fibrinogen yang rendah (400 mg/dl)

10. Bakteremia, Septisemia dan Toksemia 1

Sekitar 30% dari semua pasien TURP memiliki urin yang terinfeksi saat preoperatif. Ketika

prostat sinus vena terbuka dan digunakan irigasi dengan tekanan tinggi, maka bakteri akan

masuk menuju sirkualsi. Pada 6% pasien, bakteremia menjadi septisemia. Absorbsi dari

endotoksin bakteri dan produksi toksin dari koagulasi jaringan akan berakibat keadaan toksik

pada pasien postoperatif. Gemetar yang parah, demam, dilatasi kapiler dan hipertensi bisa terjadi

secara temporer pada pasien ini.

11. Hipotermia1,10

Hipotermia merupakan observasi yang selalu dilakukan pada pasien yang akan dilakukan TURP.

Penurunan dari suhu tubuh akan mengubah situasi hemodinamika, yang mengakibatkan pasien

menggigil dan peningkatan konsumsi oksigen. Irigasi kandung kemih merupakan sumber utama

dari hilangnya panas dan penggunaan cairan irigasi pada suhu ruangan menghasilkan penurunan

suhu tubuh sekitar 1-2oC. Ini diperburuk oleh keadaan ruangan operasi yang bersuhu dingin.

Pasien geriatri diduga akan mengalami hipotermia karena disfungsi otonom. Vasokonstriksi dan

asidosis bisa berefek pada jantung dan berkontribusi terhadap manifestasi sistem saraf pusat.

Menggigil juga bisa diperparah oleh pendarahan dari tempat reseksi.

15

Page 16: Turp Syndrome Finish

Gambar 2. Skema Patofisiologi sindrom TURP 11

3.5 Diagnosis

Anestesia Umum Vs Anestesia Regional Pada TURP 1,5

Diagnosis TURP syndrome didasarkan atas gejala klinis. Dibawah pengaruh anastesi umum,

diagnosis Sindrom TURP sukar dan sering ditunda. Tanda umum adalah peningkatan yang tidak

bisa dijelaskan, kemudian tekanan darah menurun dan terjadi bradikardia refrakter. Perubahan

dalam EKG seperti ritme nodal, perubahan ST, gelombang U dan pelebaran kompleks QRS

dapat diobservasi. Pengembalian dari anestesi umum dan penggunaan pelemas otot bisa

tertunda.

16

Page 17: Turp Syndrome Finish

TURP dengan menggunakan anestesia regional tanpa sedasi (Awake TURP) lebih dipilih

daripada anestesia umum karena hal berikut :

1. Manifestasi awal dari Sindrom TURP lebih bisa dideteksi pada pasien yang sadar

2. Vasodilatasi periferal berfungsi untuk membantu meminimalisir overload sirkulasi.

3. Memberikan lebih banyak tingkat analgesia postoperatif

4. Kehilangan darah akan lebih sedikit

Ketika dalam pengaruh anastesi regional, maka satu dari empat tanda mayor ini dapat

muncul. : peningkatan tekanan darah sistolik dengan sedikit peningkatan pada tekanan darah

diastolik, denyut yang lambat, perubahan aktivitas saraf pusat (seperti kebingungan, semicoma,

gelisah, nyeri kepala, mual, muntah). Kongestif paru dengan tanda dyspnea, sianosis dan

wheezing. Denyut jantung menurun.

Jika tidak diterapi secara cepat, maka pasien bisa mengalami sianotik dan hipotensi dan

menjadi henti jantung. Beberapa pasien muncul dengan gejala neurologikal. Pasien menjadi

lemah kemudian tidak sadar. Pupil dilatasi dan lambat beraksi terhadap cahaya. Ini bisa diikuti

dengan episode singkat dari kejang tonik - klonik sebagai awal dari keadaan koma. Tetapi

kemungkinan fluktuasi hemodinamis yang tiba-tiba dari anestesia spinal atau epidural sebaiknya

dipertimbangkan sebelum melakukan anastesi regional.

Selama anestesia umum berbagai tanda hipovolemia terjadi pada pasien. Gejala sistem

saraf pusat tidak ditemukan sampai pasien dibwawa ke ruang pemulihan. Tanda respirasi tidak

terlihat akibat ventilasi kendali atau assisted sera konsentrasi tinggi O2 yang digunakan dalam

anestesia. Namun ketika pasien tersadar dari pengaruh anestesia ia akan merasa sangat

mengantuk, bingung, koma karena intoksikasi air dalam otak atau peningkatan amonia dari

metabolisme glisin.

17

Page 18: Turp Syndrome Finish

3.6. Tata Laksana Sindrom TURP 1,2,67,8

Terapi Sindrom TURP meliputi koreksi berbagai mekanisme patofisiologikal yang bekerja pada

homeostasis tubuh. Idealnya terapi tersebut harus dimulai sebelum tejadi komplikasi sistem saraf

pusat dan jantung yang serius. Ketika Sindrom TURP didiagnosa, prosedur pembedahan

sebaiknya diakhiri secepatnya. Kebanyakan pasien bisa dimanajemen dengan restriksi cairan dan

diuretic loop

Identifikasi gejala awal sindrom TURP dan pencegahan, penting untuk mencegah efek

yang fatal bagi pasien yang mengalami pembedahan endoskopik. Hiponatremia yang terjadi

sebelum operasi harus dikoreksi terutama pada pasien yang menggunakan obat-obatan diuretic

dan diet rendah garam. Antibiotic profilaksis memiliki peran dalam pensegahan bakterimia dan

septisemia. Central Venous Pressure (CVP) monitoring atau kateterisasi arteri pulmonalis

diperlukan untuk pasien dengan penyakit jantung. Tinggi ideal cairan irigasi adalah 60 cm.

Untuk mengurangi timbulnya sindroma TURP operator harus membatasi diri untuk tidak

melakukan reseksi lebih dari 1 jam. Di samping itu beberapa operator memasang sistotomi

suprapubik terlebih dahulu sebelum reseksi diharapkan dapat mengurangi penyerapan air ke

sistemik. Untuk kasus dengan operasi lebih dari satu jam staging TURP harus dilakukan. Kapsul

prostat harus dijaga dan distensi kandung kemih harus dicegah. Caranya dengan sering

mengosongkan kandung kemih.

Koreksi hiponatremia sebaiknya dilakukan dengan diuresis dan pemberian salin

hipertonis 3-5% secara lambat dan tidak lebih dari 0,5 meq/per 1 jam atau tidak lebih cepat dari

100 ml/jam. Tepatnya 200 ml salin hipertonis diperlukan untuk mengkoreksi hiponatremia.

Pemberian secara cepat dari salin akan mengakibatkan edema paru dan central pontine

myelinolysis. Dua pertiga dari salin hipertonis mengembalikan serum sodium dan osmolaritas,

sedangkan 1/ 3 meredistribusi air dari sel menuju ruang ekstraseluler, dimana akan diterapi

dengan terapi diuretik menggunakan furosemide.

Furosemide sebaiknya diberikan dengan dosis 1 mg/kg bb secara intravena. Tetapi,

penggunaan furosemide dalam terapi Sindrom TURP dipertanyakan karena meningkatkan

ekskresi natrium. Oleh sebab itu 15% manitol disarankan sebagai pilihan, dalam kaitan dengan

kerjanya yang bebas dari ekskresi natrium dan kecenderungan untuk meningkatkan osmolaritas

ekstraseluler. Oksigen harus diberikan dengan penggunaan nasal kanul. Edema paru sebaiknya

18

Page 19: Turp Syndrome Finish

dimanajemen dengan intubasi dan ventilasi dengan penggunaan 100% oksigen.

Gas darah, hemoglobin dan serum sodium dinilai. Kalsium intravena bisa digunakan

untuk merawat gangguan gangguan jantung akut saat pembedahan. Kejang sebaiknya diterapi

dengan diazepam / midazolam / barbiturat / dilantin aau penggunaan pelemas otot tergantung

dari tingkat keparahannya. Gejala hiponatremia yang bisa berakibat seizure bisa dihubungkan

dengan dosis kecil dari midazolam (2-4 mg), diazepam (3-5 mg), thiopental (50-100 mg).

Kehilangan darah diterapi dengan transfusi PRC. Pada kasus dengan DIC, maka fibrinogen 3-4

gram sebaiknya diberikan secara intravena diikuti dengan infus heparin 2000 unit secara bolus

( dan kemudian diberikan 500 unit tiap jam). Fresh Frozen Plasma (FFP) dan platelet juga bisa

digunakan tergantung dari jenis koagulasinya.

Drainase pembedahan dari cairan retroperitoneal pada kasus perforasi bisa menurunkan

morbiditas dan mortalitas secara signifikan. Arginin dapat diberikan sebagai tambahan infus

glisin untuk menurunkan efek toksik dari glisin pada jantung. Mekanisme bagaimana arginin

memproteksi jantung belum diketahui. Phenytoin yang diberikan secara intravena (10-20 mg/kg)

juga harus dipertimbangkan untuk memperoleh aktivitas antikonvulsan. Intubasi endotrakeal

secara umum disarankan untuk mencegah aspirasi sampai status mental pasien menjadi normal.

Jumlah dan kadar salin hipertonik (3-5 %) diperlukan untuk mengkoreksi hiponatremia menjadi

batas / level yang aman, yang didasarkan konsentrasi serum sodium pasien. Solusi salin

hipertonis harus tidak diberikan dengan kecepatan tidak lebih dari 100 ml/jam sehingga tidak

menimbulkan eksaserbasi overload dari cairan sirkulasi. Hipotermi dapat dihindari dengan

meningkatkan suhu ruang operasi, penggunaan selimut hangat dan menggunakan cairan irigasi

dan intravena yang telah dihangatkan sampai suhu 370 C.

Manajemen pasien yang mengalami koma harus meliputi oksigenasi, sirkulasi yang

memadai, penurunan tekanan intrakranial, penghentian kejang, terapi infeksi, menjaga

keseimbangan asam basa dan elektrolit dan suhu tubuh. Pemantauan yang dilakukan glukosa,

elektrolit (Na, K, Ca,. Cl, CO3, PO4), urea kreatinin, osmolaritas, glisin, dan amonia.

Pemeriksaan gas darah dapat melihat PH, PO2, PCO2, dan karbonat. Perlu juga dilakukan EKG

untuk memonitor fungsi kardiovaskular.8

19

Page 20: Turp Syndrome Finish

BAB III

KESIMPULAN

Dari tulisan di atas adapun kesimpulan sebagai berikut :

1. Reseksi prostat transurethral sering membuka jaringan ekstensif sinus vena pada prostat

dan memungkinkan absorbsi sistemik dari cairan irigasi. Absorbsi dari cairan dalam

jumlah yang besar (2 liter atau lebih) menghasilkan konstelasi gejala dan tanda yang

disebut dengan sindrom TURP.

2. Cairan yang tersering digunakan sebagai cairan irigasi adalah air steril dan glisin yang

bersifat hipotonik.

3. Sindrom TURP dipengaruhi beberapa hal diantaranya : terbukanya sinus prostat saat

pembedahan, tekanan irigasi, durasi operasi dan cairan irigasi yang bersifat hipotonik.

4. Manifestasi klinis yang muncul diakibatkan karena peningkatan jumlah air (larutan

hipotonik) yang menyebabkan dilutional hiponatremia, hipoosmolalitas, hiperglisinemia,

hiperammonemia.

5. Sindrom TURP ini muncul intraoperatif maupun postoperatif dengan gejala sakit kepala,

kelelahan terus menerus, confusion, sianosis, dispnea, aritmia, hipotensi dan seizure.

Selain itu bisa berakibat lebih parah yaitu bisa bermanifestasi overload sirkulasi cairan,

toksisitas dari cairan yang digunakan sebagai cairan irigasi.

6. Prinsip penanganan sindrom TURP yang utama adalah pencegahan, restriksi cairan,

diuretic loop, serta terapi intensif untuk pasien yang mengalami koma.

20

Page 21: Turp Syndrome Finish

DAFTAR PUSTAKA

1. Moorthy HK, Philip S. TURP Syndrome - Current Consept in Pathology and Physiology.

Indian J Urology 2001 17 : 97-102.

2. Imlak S, Weavind L, Dabaey, Wenker O. TURP Syndrome. The Internet Journal of

Anesthesiology 1999 vol. 3 NI. Published : January 1, 1999. Last Update : Januari 1,1999.

3. Moore K, Agur A. Kelenjar Prostat. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : Hippokrates. 2002.

4. Purnomo B. Hiperplasia Prostat. Dasar-Dasar Urologi Edisi 2. Jakarta : Sagung

Seto.2007.

5. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Clinical Anesthesiology. McGraw- Hill : New

York. 2006.

6. Mutlu M, Titiz M. Hyponatremia and Neurological Manifestation of TURP syndrome.

The Internet Journal of Anesthesiology 2007. Vol : 12. No.1.

7. Hahn RG. Fluid Absobrtion in Endoscopy Surgery. British Journal of Anesthesiology

2006. 96. pp 8-20.

8. Jensen V. TURP Syndrome. Can J Anesthesia. 2000. pp. 90-97

9. Guyton A. Hall J. Buku Ajar Fisiologi. Jakarta : ECG. 2001.

10. Bougar FS, Sue DY. Hipervolemia. Current Critical Care And Diagnosis and Treatment.

Appleton and Lange : USA. 1994

11. Gravenstein D. Transurethral Resection of the Prostate (TURP) Syndrome A Review of

Patofisiology and Management. Aneshesia analgesia.. 1997. pp.438-446

21